EKSISTENSI MASYARAKAT BALI DAN PENGARUHNYA TERHADAP WAJAH ARSITEKTUR PADA LINGKUNGAN SEKITAR DI KAMPUNG BALI PERBAUNGAN SUMATERA UTARA

Sri Gunana, Jordan Zagoto* Departemen Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Email : *[email protected]

ABSTRAK

Masyarakat Bali yang melakukan transmigrasi ke daerah Sumatera Utara pada tahun 1963 sebagai buruh kontrak pada perusahaan yang pada akhirnya membentuk suatu komunitas masyarakat. Salah satu daerah yang didiami oleh masyarakat Bali yaitu Desa Pegajahan di Perbaungan yang menjadi lokasi penelitian ini. Masuknya kelompok masyarakat ini tentu saja membawa kebudayaan dan tradisi dari daerah asalnya ke daerah yang baru. Penelitian ini membahas tentang kebudayaan masyarakat dari sisi arsitektur yaitu tentang bagaimana pengaruh budaya masyarakat Bali pada wajah bangunan di sekitar perkampungan terutama bangunan rumah tinggal dan rumah ibadah. Di dalam karya ilmiah ini dilampirkan literatur tentang arsitektur tradisional bali seperti rumah tradisional, rumah ibadah, serta bangunan lainnya agar dapat dibandingkan dengan arsitektur pada lokasi penelitian yang telah mengalami pembauran kebudayaan serta berbagai proses sosial dengan masyarakat lain di sekitar perkampungan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kebudayaan masyarakat bali di Desa Pegajahan dengan berbagai pencampuran kebudayaannya serta proses arsitektur dari berbagai aspeknya yang merepresentasikan arsitektur tradisional Bali pada lokasi penelitian. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka dilakukan studi literatur serta pengamatan ke lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebudayaan Bali serta sisi arsitekturnya semakin pudar seiring dengan pembauran kebudayaan serta berbagai proses sosial di lingkungan Desa Pegajahan saat ini.

Kata Kunci : arsitektur Bali, pencampuran budaya, Desa Pegajahan, Pura Dharmaraksaka

PENDAHULUAN Awal masuknya masyarakat Bali ke daerah merupakan bangsa yang kaya Sumatera Utara yaitu pada saat meletusnya akan keberagaman suku budaya dari Gunung Agung di Bali pada tahun 1963 berbagai daerah. Bahkan pada daerah yang memaksa sebagian masyarakatnya tertentu terdapat asimilasi atau peleburan melakukan transmigrasi ke daerah lain di budaya dari suatu daerah dibawa ke daerah Indonesia termasuk Sumatera Utara lain yang pada akhirnya menjadi keunikan sebagai buruh kontrak pada perusahaan tersendiri. Pengaruh asimilasi ini meliputi PTPN IV Adolina. Jumlah masyarakat berbagai aspek kehidupan dalam Bali yang bertransmigrasi ke Sumatera masyarakat termasuk aspek arsitektur. Utara saat itu sebanyak 53 kepala keluarga atau sekitar 200 orang yang Salah satu contohnya terdapat di Sumatera bermukim di Desa Pegajahan. Kontrak Utara yaitu keberadaan masyarakat Bali di kerja setiap 6 tahun selalu diperpanjang Desa Pegajahan, sekitar 12 km dari Kota dan akhirnya masyarakat tersebut Perbaungan yang masyarakatnya masih memutuskan untuk menetap di Sumatera memegang erat tradisi serta istiadat Utara dan terbentuklah perkampungan yang diwariskan oleh leluhurnya. masyarakat Bali. Dengan adat istiadat yang Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 335 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Eksistensi Masyarakat Bali dan Pengaruhnya terhadap Wajah Arsitektur pada Lingkungan Sekitar di Kampung Bali kental serta ajaran Hindu yang dipegang pura sendiri terdapat bangunan-bangunan teguh maka turut mempengaruhi wajah seperti Pelinggih (tempat bersemayam arsitektur pada lingkungan perkampungan Hyang Widhi), Meru (menara dengan atap seperti rumah tinggal masyarakat serta bersusun), serta Bale (paviliun atau pura yang dibangun pada tahun 1989 yang pendopo). diberi nama Pura Panataran Untuk membangun sebuah pura sebagai Dharmaraksaka dengan gaya arsitektur tempat suci harus berdasarkan konsep Tri khas bali. Namun berbagai proses sosial Mandala ( Tri = tiga, Mandala = wilayah / seperti pembauran masyarakat Bali dengan daerah). Konsep Tri Mandala ini masyarakat lain di sekitar perkampungan merupakan perlambangan dari Tri juga berpengaruh terhadap wajah arsitektur Bhuwana yaitu : di Kampung Bali saat ini. Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini ialah untuk - Nista Mandala (Jaba Pisan) menjelaskan kebudayaan Bali dari sisi Merupakan zona paling luar dari arsitektur serta mejelaskan proses pura yang umumnya berupa taman pencampuran budaya Bali di Desa atau lapangan yang dapat digunakan Pegajahan dengan masyarakat lainnya sebagai tempat pementasan tari atau yang berada di sekitar perkampungan pun persiapan upacara keagamaan. tersebut. Sebelum memasuki wilayah Nista Mandala terdapat bangunan Candi METODE PENELITIAN Bentar yang digunakan untuk menyeleksi pengunjung yang dapat Penelitian ini dilaksanakan dengan metode memasuki pura. sebagai berikut : • Mengumpulkan berbagai data serta - Madya Mandala (Jaba Tengah) teori yang dibutuhkan dari berbagai Merupakan zona tengah yang literatur yang berhubungan dengan berfungsi sebagai tempat beraktifitas topik penelitian umat serta terdapat fasilitas • pengamatan langsung pada lokasi pendukung. Pada zona ini terdapat penelitian Bale Kul-kul, Bale Gong, , • mengumpulkan informasi dengan Bale Pesandekan, dan Perantenan. melakukan wawacara narasumber Di beberapa Pura, Bale Kul-kul dan pada lokasi penelitian Perantenanberada di wilayah Nista Mandala. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan Literatur - Utama Mandala (Jero) Merupakan zona paling dalam dan • Arsitektur Pura paling suci di dalam pura. Untuk memasuki zona ini umat harus Bangunan pura atau tempat ibadah agama melalui Kori Agung atau Candi Hindu Bali merupakan ruang terbuka yang Kurung dengan 3 pintu. Pintu utama terdiri dari beberapa bagian ruang yang terletak di tengah, sedangkan dua dikelilingi oleh tembok. Masing-masing pintu lainnya mengapit pintu utama. ruangan saling terhubung dengan gapura Di zona ini terdapat , dengan ukiran-ukiran yang khas. Di dalam Pelinggih, Meru, Bale Piyasan, Bale Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 336 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Sri Gunana, Jordan Zagoto

Pepelik, Bale Panggungan, Bale dalamnya terdapat beberapa bagunan Pawedan, Bale Murda, dan Gedong dengan fungsinya masing-masing. Penyimpenan

Selain melambangkan Tri Bhuwana, konsep Tri Mandala juga mempunyai tuntutan tata susila atau perilaku bagi Umat Hindu yang memasuki pura. Tuntutan tata susila itu adalah Tri Kaya Parisudha,yaitu kayika, wacika dan manacika. Dimulai dari memasuki jaba pisan umat harus mengendalikan kegiatan atau perilakunya untuk tujuanyang baik dan suci.

Gambar 2. Struktur Bagan rumah tradisional Bali

Gambar 1. Struktur Bagan Pura

Tabel 1. Pembagian ruangan Pura Gambar 3. Gapura

Rumah adat Bali serta bagunan suci juga memiliki pedoman dalam penataan letak serta tata cara dalam mendirikan bangunan yang bersumber dari Kitab Suci Weda. Aturan-aturan itu disebut Asta Kosala • Arsitektur Rumah Tradisional Bali Kosali yang ditentukan berdasarkan anatomi tubuh pemilik rumah. Satuan Bagian yang paling identik dalam ukuran yang digunakan dalam Asta Kosala arsitektur tradisional Bali adalah bangunan Kosali ialah Amusti (ukuran kepalan Gapura Candi Bentar yaitu gapura dengan tangan dengan ibu jari menghadap ke ukiran-ukiran khas Bali yang terletak pada atas), Hasta (ukuran jengkal tangan orang area terluar bangunan sebagai gerbang dewasa), serta Depa (lebar bentangan utama. Bentuk rumah tradisional Bali tangan orang dewasa). hampir sama dengan bangunan pura yaitu berupa bangunan berbentuk segi empat yang dikelilingi tembok pembatas atau disebut juga Panyengker Karang yang di

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 337 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Eksistensi Masyarakat Bali dan Pengaruhnya terhadap Wajah Arsitektur pada Lingkungan Sekitar di Kampung Bali Berada pada tingkatan hieraki paling suci dan digambarkan sebagai tempat tinggal dewa atau leluhur. Material yang digunakan adalah atap ijuk dan alang-alang.

Gambar 4. Asta Kosala Kosali Rumah tradisional Bali terdiri atas beberapa bangunan sebagai berikut : Filosofi dalam Asta Kosala Kosali ialah keselarasan dan kedinamisan hidup bila Angkul-angkul merupakan pintu utama tercapai hubungan yang damai dan memasuki area rumah yang berfungsi harmonis antara Tri Hita Karana (tiga sama dengan Gapura Candi Bentar namun aspek). Tiga aspek tersebut antara lain : berbeda bentuk yaitu memiliki atap • Pawongan (manusia atau pemilik penghubung pada kedua sisinya. rumah)

• Palemahan (lokasi atau lingkungan Aling-Aling merupakan tembok pembatas dimana rumah itu dibangun) atau pengalih sirkulasi antara Angkul- • Parahyangan (spiritual). angkuldengan pekarangan rumah atau Asta Kosala Kosali juga menjadi patokan tempat suci yang bertujuan menjaga dalam menentukan arah serta sudut privasi pemilik rumah dengan tamu. bangunan yaitu sudut utara-timur adalah area suci atau area baik sedangkan sudut Sanggah atau Pamerajan (Pura selatan-barat dianggap lebih rendah atau Keluarga) merupakan tempat suci atau area buruk sehingga posisi dapur dan area sembahyang kepada leluhur bagi keluarga servis diletakkan pada sudut ini. penghuni rumah.

Konstruksi bangunan pada rumah Bale Meten atau Bale Daja merupakan tradisional Bali juga berdasarkan konsep kamar tidur bagi kepala keluarga atau anak agama Hindu yaitu Tri Angga yang perempuan yang berbentuk persegi merupakan konsep hierarki yang terdiri panjang terdiri dari dua buah bale yang dari : terletak pada bagian kiri dan kanan ruangan. • Nista, hierarki terendah yang merefleksikan alam bawah yang Bale Dauh atau Bale Tiang Sanga negatif diperlihatkan melalui merupakan tempat menerima tamu dan pondasi bangunan. Materialnya tempat tidur bagi anak remaja laki-laki yag terbuat dari batu bata atau batu terletak di bagian barat bangunan. gunung yang disusun rapi sesuai dengan kebutuhan dimensi ruang. Bale Sakepat merupakan bangunan • Madya,hierarki tengah terbuka berukuran kecil dengan atap yang diperlihatkan dalam bentuk befungsi sebagai paviliun atau tempat dinding, jendela dan pintu. Madya bersantai bagi penghuni rumah. juga merefleksikan strata manusia atau alam manusia. Bale Dauhatau Bale Tiang Sanga • Utama,sebagai simbol dari bagian merupakan paviliun dengan ukuran yang atas bangunan atau atap rumah. lebih besar berfungsi sebagai tempat Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 338 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Sri Gunana, Jordan Zagoto

melangsungkan upacara adat yang terletak di bagian timur rumah.

Paon atau Pawaregan yaitu dapur yang terletak dibagian selatan atau barat daya. Dapur terdiri dari dua bagian yaitu tempat memasak dengan tungku dan tempat untuk menyimpan bahan makanan serta alat-alat dapur.

Gambar 5. Gerbang Desa Pegajahan Jineng atau Klumpu merupakan padi atau tempat menyimpan beras yang berada di dekat dapur. Atapnya terbuat dari alang-alang dan terdiri dari dua lantai. Lantai atas berfungsi untuk menyimpan padi yang sudah kering, sedangkan lantai bawah berfungsi untuk menyimpan padi yang belum kering.

Pada saat membangun rumah masyarakat Bali melaksanakan beberapa upacara adat . Gambar 6. Bagian depan Pura Panataran Proses awal dimulai denganproses Dharmaraksaka mengukur tanah atau Nyikut Karang. Kemudian dilanjutkan dengan Caru Pengerukan Karang, yaitu memberi persembahan atau meminta izin untuk membangun rumah. Setelah itu dilakukan upacara Nasarin dan Prayascita. Nasarin adalah upacara peletakan batu pertama

untuk meminta restu agar bangunan rumah Gambar 7. Gapura atau gerbang utama Pura kuat dan kokoh. Sedangkan Prayascita adalah upacara yang dilakukan oleh Bagian depan pura ini terdiri dari halaman pekerja bangunan agar selalu dibimbing serta gapura utama untuk memasuki pura. dan selamat selama bekerja. Pembangunan Halaman depan pura berfungsi untuk dilakukan setelah seluruh upacara melakukan persiapan upacara keagamaan. dilaksanakan. Bagian ini termasuk dalam zona Nista Mandala menurut konsep Tri Mandala. • Hasil Pengamatan Objek pengamatan dalam penelitian ini ialah Pura Dharmaraksaka yang berada di Desa Pegajahan yang didirikan pada tahun 1989 serta pemukiman penduduk di desa tersebut.

Gambar 8. Patung Dewi Saraswati

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 339 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Eksistensi Masyarakat Bali dan Pengaruhnya terhadap Wajah Arsitektur pada Lingkungan Sekitar di Kampung Bali Dewi Saraswati merupakan salah satu

Dewi dari tiga Dewi utama dalam agama Hindu Weda sebagai Dewi ilmu pengetahuan dan seni serta Dewi kebijaksanaan. Patung Dewi Saraswati ini berada pada bagian tengah pura yaitu zona Madya Mandala. Pada bagian tengah pura ini juga terdapat bale atau pendopo untuk umat.

Gambar 11. Pelataran tempat sembahyang umat

Pada bagian Utama Mandala atau zona paling dalam dan sakral dalam Pura Panataran Dharmaraksaka terdapat Padmasana yaitu tempat bersemayamnya para Dewa Dewi. Tempat ini juga berfungsi untuk meletakan persembahan bagi para Dewa Dewi.

Pada bagian kanan Padmasana terdapat Bale Pawedan yaitu bale kecil tempat duduk para pendeta atau tetua yang memimpin jalannya upacara keagamaan. Sedangkan di depan Padmasana dan Bale Pawedan terdapat pelataran untuk tempat duduk umat yang mengikuti upacara keagamaan yang berupa ruang terbuka.

Objek arsitektur yang masih mencirikan Gambar 9. Padmasana atau tempat pemujaan utama arsitektur tradisional Bali di Desa Pegajahan ialah bangunan Pura. Sedangkan bangunan lain seperti rumah tinggal masyarakat sudah mengikuti bentuk rumah pada umumnya namun bagi

masyarakat yang menganut agama Hindu memiliki tempat sembahyang untuk keluarga di masing-masing rumah. Tempat sembahyang ini disebut Pelangkiran. Meskipun telah mengalami berbagai

pembauran namun masyarakat Bali penganut kepercayaan Hindu tetap Gambar 10. Bale Pawedan menjalankan ajaran-ajaran yang

diwariskan oleh leluhurnya seperti mengadakan upacara Mecaru pada hari raya Nyepi atau Nilem yaitu upacara Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 340 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Sri Gunana, Jordan Zagoto mensucikan lingkungan sekitar atau tempat kebudayaan sebelumnya tidak terlalu tinggal dari roh jahat yang dapat tampak lagi. mengganggu kententeraman masyarakat. Upacara keagamaan ini juga masih KESIMPULAN dilakukan oleh masyarakat Bali penganut agama Hindu di daerah lainnya di Kesimpulan dari penelitian ini adalah objek Sumatera Utara seperti di daerah Langkat arsitektur yang mencerminkan arsitektur dan Kota Medan yang masing-masing tradisional Bali adalah bangunan Pura Dharmaraksaka yang digunakan sebagai memiliki bangunan Pura. tempat ibadah masyarakat Hindu serta gapura atau gerbang utama desa. Hal ini disebabkan Identitas yang paling menonjol ialah oleh pencampuran atau asimilasi kebudayaan bangunan Pura serta sebuah gapura utama serta berbagai proses sosial dengan masyarakat pada gerbang Desa Pegajahan yang dari suku bahkan kepercayaan lain yang berlanggam arsitektur tradisional Bali. mendiami daerah sekitar Kampung Bali. Sedangkan penggunaan bahasa daerah Bali untuk sehari-hari sudah semakin berkurang Daftar Pustaka yaitu hanya digunakan oleh masyarakat generasi awal yang bermukim di Kampung Nuansa Bali di Pulau Seberang, 2015. Bali serta digunakan untuk kegiatan (http://harian.analisadaily.com/arsitektur/news /nuansa-bali-di-pulau- upacara keagamaan. seberang/170137/2015/09/13), diakses 8 oktober 2017. Menyelami Sejarah, Letusan Gunung Agung dan Kampung Bali di Sumut, 2017. (https://qubicle.id/story/menyelami-sejarah- letusan-gunung-agung-dan-kampung-bali-di- sumut), diakses 8 oktober 2017. Jejak Ritual Nyepi di Kampung Bali Langkat, 2015.(https://visitlangkat.wordpress.com/tag/k ampung-bali-langkat/), diakses 8 oktober 2017. Hari Raya Nyepi di Bali setelah Parade Ogoh-ogoh yang meriah, 2017. Gambar 12. Pelangkiran (http://www.bbc.com/indonesia/majalah- 39417285), diakses 8 oktober 2017. Perubahan wajah arsitektur dari ciri Terbentuknya Kampung Bali, 2013. khasnya ini disebabkan oleh masyarakat (http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/1 23456789/39259/Chapter%20II.pdf?sequence asli Bali di daerah ini telah mengalami =4&isAllowed=y), diakses 12 oktober 2017. pembauran kebudayaan dengan Struktur Pura yang Benar, 2015. masyarakat suku lain di sekitar (http://hindualukta.blogspot.co.id/2015/12/str perkampungan seperti masyarakat suku uktur-pura-yang-benar.html), diakses 12 Toba, Batak Karo, Melayu, dan oktober 2017. Arsitektur Tradisional Bali, 2014. Jawa melalui berbagai proses sosial seperti (http://indomondayharyadi.blogspot.co.id/201 perkawinan antar suku dari generasi 4/10/arsitektur-tradisional-bali.html), diakses sebelumnya hingga generasi saat ini. Jenis 24 november 2017. peleburan kebudayaan ini ialah asimilasi Rumah Adat Bali | Gapura Candi Bentar, 2016. (pembauran) yaitu proses perubahan (http://www.rumah-adat.com/2016/10/rumah- adat-bali.html), diakses 24 november 2017. kebudayaan akibat membaurnya dua Hubungan Antar Budaya: Pengertian Difusi, kebudayaan atau lebih sehingga ciri Akulturasi, Asimilasi/ Pembauran, 2013. Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 341 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Eksistensi Masyarakat Bali dan Pengaruhnya terhadap Wajah Arsitektur pada Lingkungan Sekitar di Kampung Bali (http://www.nafiun.com/2013/02/hubungan- antar-budaya-difusi-akulturasi-asimilasi- pengertian.html), diakses 9 desember 2017. Pengertian Asimilasi Kebudayaan Dan Contohnya Lengkap, 2015. (http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian- asimilasi-kebudayaan-dan-contohnya- lengkap/), diakses 9 desember 2017

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 342 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara