E:\! 19-Dokumen Kerja-1\! 18111

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

E:\! 19-Dokumen Kerja-1\! 18111 Gianny Angger Kusuma, Gerarda Orbita Ida Cahyandari: Penilaian Kondisi Fisik Rumah Tradisional Joglo di Kelurahan Jagalan, Kotagede PENILAIAN KONDISI FISIK RUMAH TRADISIONAL JOGLO DI KELURAHAN JAGALAN, KOTAGEDE Gianny Angger Kusuma Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari 44 Yogyakarta Gerarda Orbita Ida Cahyandari Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari 44 Yogyakarta e-mail: [email protected] Abstract: Kotagede is the capital of the First Mataram Kingdom and the cultural heritage area in Yogyakarta. In the Kotagede area there are several traditional houses, namely Javanese houses, Kalang houses, and Colonial houses. In Jagalan Village, Kotagede found Joglo houses that still exist today. Joglo houses have a diverse history of ownership. Some houses are added with the arrangement of the space layout, the development of the times and the development of the activities of their owners. Joglo houses in Kotagede were mostly earthquakes due to the tectonic earthquake in 2006. An assessment of the physical condition of traditional buildings is the focus of this study. The method used is the method in this study. This study uses primary data and secondary data at three Joglo Houses in Jagalan Village, Kotagede. The three joglo houses have been subjected to repeated excavations. This study aims to maintain and preserve Joglo Traditional Houses in the Kotagede Cultural Heritage Area, precisely the Jagalan Village. Keywords: Joglo House, Jagalan, Kotagede, conservation Abstrak: Kotagede adalah ibukota Kerajaan Mataram pertama dan kawasan cagar budaya di Yogyakarta. Di dalam kawasan Kotagede terdapat beberapa rumah tradisional yaitu rumah Jawa, rumah Kalang, dan rumah Kolonial. Pada Kelurahan Jagalan, Kotagede terdapat rumah- rumah Joglo yang masih ada hingga saat ini. Rumah-rumah Joglo memiliki sejarah kepemilikan yang beragam. Beberapa rumah mengalami perubahan dan penambahan tata letak ruang, mengikuti perkembangan zaman dan perkembangan aktivitas pemiliknya. Rumah-rumah joglo di Kotagede sebagian besar direnovasi akibat gempa tektonik tahun 2006. Penilaian kondisi fisik bangunan-bangunan tradisional yang mengalami renovasi menjadi fokus penelitian ini. Metode kualitatif adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder pada tiga Rumah Joglo di Kelurahan Jagalan, Kotagede. Ketiga rumah joglo sudah mengalami renovasi berulang kali. Penelitian ini bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan Rumah tradisional Joglo pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede, khususnya Kelurahan Jagalan. Kata kunci: Rumah joglo, Jagalan, Kotagede, konservasi LATAR BELAKANG bangunan di kawasan Kotagede banyak mengalami perubahan yang hampir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang menghilangkan ciri khas atau nilai lokalitas Cagar Budaya berisi “…Cagar Budaya berupa dari bangunan tersebut, baik dari tata letak benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan ruang maupun kondisi fisiknya. Seperti yang perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah tercantum pada buku “Sejarah dan Prinsip daerah dengan meningkatkan peran serta Konservasi Arsitektural Bangunan Cagar masyarakat untuk melindung, mengembangkan, Budaya Kolonial”, bahwa warisan budaya dan memanfaatkan Cagar Budaya..”. Tindakan arsitektur sedang dalam keadaan tersebut seperti tindakan-tindakan sederhana yang memprihatinkan, bukan hanya di Indone- dilakukan untuk menjaga lingkungan dimana sia melainkan juga di seluruh dunia seperti bangunan Cagar Budaya tersebut berada. Saat ini, dinyatakan dalam European Charter of 141 Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2018 the Architecture Heritage 1975 Art 6. Tindakan Penilaian dan pengamatan akan kondisi fisik rumah penyelamatan dan pelestarian berlangsung sangat tradisional Joglo merupakan tahap awal untuk lambat dan penuh hambatan. Ancaman paling memulai pelestarian bangunan yang kemudian dapat berbahaya bagi kerusakan bangunan lama adalah dilanjutkan ke tahap rehabilitasi dan perbaikan dari pelapukan, sikap ketidakpedulian masyarakat, dan kerusakan-kerusakan konstruksi bangunan penolakan terhadap tindakan konservasi. tersebut. Dengan begitu, rumah tradisional Joglo (Kriswandhono & Pradana, 2014). tidak akan kehilangan identitas (nilai lokalitas), Perencanaan kota yang tidak bijaksana dapat sehingga akan terus ada dan dapat menjadi ilmu menjadi potensi penghancuran bangunan lama. Hal yang berguna di masa yang akan datang. ini terjadi saat pihak yang berwenang hanya Kotagede dipilih menjadi objek penelitian karena memerhatikan faktor-faktor ekonomi dan sejarah Kotagede yang merupakan bekas ibukota kelancaran transportasi kota. Salah satu upaya Kerajaan Mataram pertama di Pulau Jawa. Sebagai pelestarian kondisi fisik bangunan tradisional Joglo bekas ibukota, hal ini tentunya berpengaruh pada adalah dengan cara merawat bangunan tersebut. arsitektur di Kotagede yang memiliki beragam hias Gambar 1 Tata Ruang Rumah Jawa Sumber: Manual Pelestarian Rumah Adat Kotagede buku 1 142 Gianny Angger Kusuma, Gerarda Orbita Ida Cahyandari: Penilaian Kondisi Fisik Rumah Tradisional Joglo di Kelurahan Jagalan, Kotagede dan corak pada bangunannya yang membedakan beragam fokus. Penelitian tentang joglo, khusus rumah tradisonal di Kotagede dengan di Kawasan corak Majapahit pernah dilakukan terkait Cagar Budaya lainnya. Selain itu, Kotagede pemahaman sejarah dan hakekat joglo (Wijaya et merupakan salah satu kawasan Cagar Budaya di al. 2018). Joglo juga diteliti berfokus pada aspek Yogyakarta yang sangat terkenal dan banyak sosial dan budaya yang melekat, khususnya ndalem penelitian yang dilakukan di sana. Penelitian ini akan (rumah bangsawan) terkait dengan pola aktivitas fokus pada penilaian kondisi fisik tiga rumah sosial dan simbolisme (Cahyandari 2007), juga tradisional Joglo yang terletak di Kelurahan Jagalan, aspek estetika dan simbolismenya (Subiyantoro Kotagede. Lokasi Jagalan dipilih karena Kelurahan 2011), dan aspek kearifan lokal budaya Jawa yang ini menampung rumah Joglo paling banyak diantara mendasarinya (Utomo & Subiyantoro 2012). Joglo Kelurahan lain di Kotagede. pernah diteliti berfokus pada perilaku struktur Joglo sebagai satu tipologi dalam arsitektur Jawa bangunannya terhadap gempa (Prihatmaji 2007), merupakan obyek yang menarik diteliti dan sifat elemen-elemen dalam merespon gempa (Maer penelitian tentang joglo pernah dilakukan dengan 2009) dan kemungkinan upaya preservasinya Gambar 2 Diagram Rencana Konservasi. Sumber: (Kerr, The Conservation Plan: A Guide to the Preparation of Conser- vation Plans for European Cultural Significant, 1982) 143 Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2018 (Prihatmaji et al. 2014), termasuk proporsi tertentu sebagai pengganti dari UU RI No 5 tahun strukturnya (Prihatmaji et al. 2015). Joglo bahkan 1992. (Kerr, The Conservation Plan: A Guide diteliti fenomena transformasi desainnya dalam to the Preparation of Conservation Plans for Eu- konteks perubahan budaya ke arah modern ropean Cultural Significant, 1982). Pada (Sarmini et al. 2018) serta kaitannya dengan faktor- penjelasan mengenai strategi pelestarian konservasi faktor sosial dan alam lokal yang melingkupinya merupakan salah satu bagian dari suatu kegiatan (Idham 2018). Berbeda dari penelitian-penelitian pelestarian. Dalam piagram Burra, dijelaskan yang mendahului, penelitian dalam tulisan ini adalah mengenai langkah dalam melakukan konservasi yang tentang joglo di kawasan Kotagede, berfokus pada disebut rencana konservasi, yang terdiri atas: penilaian kondisi fisik joglo, untuk memperoleh a). Tahap 1 : Statting Cultural Significance, gambaran rasional status kondisi joglo dikaitkan merupakan usaha memahami dan menilai makna dengan kemungkinan dan upaya renovasi joglo di kultural dari bangunan beserta nilai tempatnya era pasca-bencana gempa tektonik tahun 2006. dengan kriteria penilaian tertentu. Sebagai contoh, TINJAUAN PUSTAKA keindahan, sejarah dan keilmuan, maupun nilai de- Zonasi Rumah Tradisional Jawa monstrative, hubungan asosiasional, kualitas formal Secara umum, rumah tradisional Nusantara dan estetis. memiliki bentuk denah dan tata letak ruang yang b). Tahap 2 : Conservation Policy, merupakan berbeda, menyesuaikan dengan tapak dan nilai-nilai pencarian cara-cara terbaik dalam mempertahankan kesakralan tertentu pada daerahnya. Seperti rumah nilai-nilai tersebut dalam penggunaannya dan tradisional Jawa di Kotagede, bentuk dan tata letak pengembangan di masa yang akan datang. ruang nya mengacu pada standar tata ruang rumah Penyebab Kerusakan Bangunan Cagar Jawa pada umumnya sehingga memiliki bentuk fisik Budaya yang serupa. Faktor kerusakan bangunan Cagar Budaya Bentuk denah dasar rumah Jawa adalah bujur dibagi menjadi dua bagian yaitu, faktor intrinsik sangkar atau empat persegi panjang. Tata letak (berkaitan dengan keberadaan alami bahan rumah sesuai sumbu utara-selatan dan memiliki nilai bangunan yang digunakan untuk mendirikan kesakralan yang semakin meningkat ke arah bangunan) dan faktor ekstrinsik (berkaitan dengan bangunan dalem. Posisi dalem dalam tata letak lingkungan luar di mana bangunan tersebut berada). rumah Jawa berbeda di belakang pendapa. Dalem 1. Faktor intrinsik: Posisi dimana bangunan tersebut memiliki ruang tengah yang berfungsi sebagai ruang berada; kondisi geografi sangat mempengaruhi duduk keluarga serta tiga senthong atau kamar di stabilitas bangunan Cagar Budaya tersebut. sisi belakang yakni senthong kiwa, senthong Teknologi konstruksi
Recommended publications
  • 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Setiap Wilayah
    1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di setiap wilayah Indonesia terdapat kebudayaan yang beragam dan memiliki nilai serta keunikannya sendiri, baik itu pakaian, bangunan rumah, tarian, alat musik hingga acara adat. Kebudayaan tersebut merupakan sebuah potensi dan aset yang tak ternilai harganya dan patut dijaga serta dilestarikan. Dewasa ini, pemerintah dan masyarakat setempat bergotong-royong mengupayakan pelestarian setiap keberagaman budaya, seperti dengan membuka museum budaya, menjadikannya sebagai alternatif destinasi wisata budaya, melakukan upaya promosi hingga mengemasnya dalam sebuah rangkaian festival budaya nasional bertaraf internasional. Di samping itu, selain menjadi bentuk upaya pelestarian, hal ini berguna untuk meningkatkan daya tarik wisata yang berpengaruh terhadap peningkatan sektor ekonomi dan pariwisata wilayah tersebut. Namun, di tengah gencarnya upaya pelestarian yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia, nyatanya masih terdapat wilayah dengan potensi yang belum dikelola, dikembangkan serta dipromosikan dengan maksimal. Karimunjawa adalah sebuah wilayah kepulauan di Laut Jawa, tepatnya sekitar 90 km ke arah barat laut Kota Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata pantai dan laut yang sangat indah karena wilayah kepulauan ini dikelilingi oleh lautan luas yang kaya akan biota laut. Selain itu, terdapat banyak wisata darat yang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan, seperti makam sunan-sunan, hutan bakau, Bukit Love dan lain-lain. Dengan kekayaan alam yang ada, Karimunjawa memiliki daya tarik wisata kelas dunia. Wisata alam dan bahari Karimunjawa menjadi wisata yang lebih dikenal karena merupakan pilihan wisata utama yang dipromosikan oleh berbagai biro wisata sebagai konten promosi jasanya kepada calon konsumen. Informasi wisata tersebut juga disebarkan oleh wisatawan melalui 1 Universitas Kristen Petra perbincangan dari mulut ke mulut hingga cuplikan perjalanan di media sosial berupa tulisan blog, unggahan foto serta vlog.
    [Show full text]
  • Analisis Dan Perancangan Asset Game Rumah Dan Pakaian Adat Bali Berbasis Pixel Art 2D
    Jurnal Adat dan Budaya, Vol.2, No.2 Tahun 2020 ISSN: E-ISSN 2615-6156, P-ISSN: 2615-6113 Jurnal Homepage: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/index ANALISIS DAN PERANCANGAN ASSET GAME RUMAH DAN PAKAIAN ADAT BALI BERBASIS PIXEL ART 2D Jasson Prestiliano 1, Debora Puspita Sarisih 2, Birmanti Setia Utami3 123Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Kristen Satya Wacana E-mail: [email protected] Abstrak Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki khasanah budaya yang sangat luas dan kaya. Kebudayaan Bali memiliki filosofi yang mendalam, khususnya dalam pakaian adat dan rumah adatnya. Namun belum banyak pelaku seni modern, khususnya perancang seni game yang mengetahui makna dan filosofi setiap bentuk dan warna tersebut. Hal ini membuat mereka merancang sejauh yang mereka lihat saja. Penelitian ini membahas tentang perancangan asset game berbasis pixel art 2D dengan ciri khas Bali. Tujuan penelitian ini adalah membuat asset pixel art 2D dengan menggunakan ciri khas Jawa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan strategi linear. Didapatkan hasil bahwa Pakaian dan Rumah adat Jawa memiliki ciri khas yang berbeda-beda serta memiliki berbagai filosofi yang berbeda dalam setiap bentuknya, sehingga hasil perancangan ini dapat menjadi panduan desain pixel art 2D bagi para pengembang game dan perancang seni game agar tidak menghilangkan filosofinya. Manfaat untuk para pemain game hasil perancangan ini dapat memberikan ilmu budaya tentang pakaian adat dan rumah adat Bali. Kata Kunci: Kebudayaan Bali; Pakaian Adat Bali; Rumah Adat Bali; Aset game, pixel art 2D Abstract Bali is one of the islands in Indonesia that has a rich and wide culture.
    [Show full text]
  • Modul I – Pengertian Dan Kriteria Cagar Budaya
    PENGANTAR A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, terutama pada Bab VI Bagian Kesatu pasal 28, 29, dan pasal 30 mengamanatkan perlunya dilakukan pendaftaran sebagai bagian dari proses penyusunan Register Nasional. Penyusunan Register Nasional merupakan upaya penting untuk mengetahui jumlah kekayaan Cagar budaya secara nasional. Sehubungan dengan hal tersebut dilakukan pendaftaran sebagai langkah awal dalam pencatatan Objek yang akan diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota atau perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kegiatan pendaftaran menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Lebih lanjut agar pelaksanaan pendaftaran dapat berjalan secara terpadu antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka perlu disusun sistem dan jejaring pendaftaran Cagar Budaya yang tepat dan berkesinambungan. Guna mempersiapkan sistem dan jejaring tersebut, perlu dipersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu melakukan pendaftaran Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai tahap awal dalam mempersiapkan tenaga pendaftar, dibutuhkan SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang Cagar Budaya. Menindaklanjuti hal tersebut, dirasakan perlu tenaga pelatih pendaftaran Cagar Budaya, khususnya di tingkat provinsi. Pencapaian kemampuan tenaga pendaftar Cagar Budaya memerlukan bahan ajar berupa modul bagi tenaga pelatih pendaftaran dan tenaga pendaftar Cagar Budaya. B. Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta pelatihan petugas pendaftar mampu: 1. Memahami pengertian Cagar Budaya. 2. Memahami proses dan prosedur pendaftaran Cagar Budaya. 3. Mampu mengimplementasikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendaftaran Cagar Budaya. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta pelatihan petugas pendaftar mampu: 1. Menjadi petugas pendaftar Cagar Budaya yang kompeten.
    [Show full text]
  • Study on the History and Architecture
    DIMENSI − Journal of Architecture and Built Environment, Vol. 46, No. 1, July 2019, 43-50 DOI: 10.9744/dimensi.46.1.43-50 ISSN 0126-219X (print) / ISSN 2338-7858 (online) LINEAR SETTLEMENT AS THE IDENTITY OF KOTAGEDE HERITAGE CITY Ikaputra Department of Architecture & Planning, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika no. 2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281, Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT The Javanese Palace City including the old city of Kotagede is mostly described by using the existence of the four components—Palace (kraton), Mosque (mesjid), Market (pasar) and Square (alun-alun)—as its city great architecture and identity. It is very rarely explored its folk architecture and settlement pattern as a unique identity. The linearity of settlements found in the study challenges us to understand Kotagede old city has specific linear settlements as its identity complemented to the existing Javanese four components. This study is started to question the finding of previous research (1986) titled as ―Kotagede between Gates‖–a linier traditional settlement set in between ―two-gates‖, whether can be found at other clusters of settlement within the city. This study discovered that among 7 clusters observed, they are identified as linear settlements. The six-types of linear patterns associated with road layout that runs East-West where jalan rukunan (‗shared street‖) becomes the single access to connect Javanese traditional houses in its linearity pattern. It is urgent to conserve the Kotagede‘s identity in the future, by considering to preserve the existence and the uniqueness of these linear settlements. Keywords: Architectural Heritage; city identity; linear settlement; morphology; Kotagede-Yogyakarta.
    [Show full text]
  • The Future Needs the Past
    The Future needs the Past: Problems and Challenges of Post-Cataclysm Heritage Management in Kotagede, Jogjakarta Special Province, Indonesia The Future needs the Past: Problems and Challenges of Post-Cataclysm Heritage Management in Kotagede, Jogjakarta Special Province, Indonesia Dr.-Ing. Ir. Widjaja Martokusumo Associate Professor, Architectural Design Research Group School of Architecture, Planning and Policy Development ITB Email: [email protected] ABSTRACT n addition to traditional causes of decay, cultural heritage is increasingly threatened by natural I disasters. Earthquakes interrupt the historical continuity of place making and create an opportunity to both reconstruct historical fabrics and to create new meanings and functions. As demonstrated in Kotagede, Jogjakarta Special Province, Indonesia, sustainable conservation should evolve with new contemporary needs and not be about making static museum places. Two case studies of post-calamity reconstruction illustrate the utilization of existing urban fabric, in which through redefi nition and reprogramming do not reveal solutions, but demonstrate the challenges in response to the urban dynamics after the 2006 earthquake. Keywords: Sustainability, Past and Future, juxtaposition, Kotagede, Jogjakarta Special Province. 1. INTRODUCTION: Mataram and other archaeological features, dated KOTAGEDE AND POST-CATACLYSM back from the late 16th and early 17th centuries, including traces of the unique traditional settlement. 2006 Like other traditional Javanese city, the constellation of those elements relates to a unique spatial The city of Kotagede is situated on the East bank of arrangement based upon the concept of Catur Gatra Gajah Wong River, about 5 km to the southeast of the Tunggal. The four-fold confi guration mosque-palace- city center of Jogjakarta, the capital city of Special market-square (alun-alun) recalls the setting of a Province Jogjakarta.(Figure 1a & Figure 1b) The Javanese Palace city as well as the ancient royal big marketplace, Pasar Gede or in short Sargede, capital of Majapahit.
    [Show full text]
  • Rooted Future
    ROOTED FUTURE RESURFACING LOST IDENTITY NORTH SUMATERA NORTH MALUKU EAST KALIMANTAN In this post-modern world where architects continuously crave ITINENARY to find different forms of inspiration, looking back at forgotten culture WEST PAPUA might be one way to learn and create a rooted and substantiated design. SUMATERA DAYS 1-5 CENTRAL SULAWESI NORTH SUMATERA WEST SUMATERA After 350 years of colonization, Indonesia gained its WEST SUMATERA independence in 1945. Immediately following the event, the first president, Sukarno, promulgated the idea of revolution to all aspects of Indonesians life, JAVA DAYS 6-14 CENTRAL KALIMANTAN including its architectural agenda. Sukarno, once educated as civil engineer WEST JAVA SOUTHEAST SULAWESI and architect, desired to reject the colonialist architecture that has been EAST JAVA WEST NUSA TENGGARA embedded deep inside Indonesian architecture identity for centuries by WEST NUSA TENGGARA adapting the modernization trend in the world at the time. International style KALIMANTAN DAYS 14-18 WEST JAVA was applied to all the building projects after the independence. Ironically, this EAST JAVA CENTRAL KALIMANTAN sudden “injection” of the international style has prolonged the oppression EAST KALIMANTAN of the rich local culture that had also been suppressed since the start of colonization. SULAWESI DAYS 19-26 figure 1 - Travel Route Across Indonesian Archipelago CENTRAL SULAWESI Indonesia, an archipelago country containing over 18,000 islands, SOUTHEAST SULAWESI have multifarious and rich culture across many regions. Each region, having NORTH MALUKU their own distinctive ethnic group and custom, owns highly characteristic indigenous architecture form. These are called Rumah Adat (Traditional PAPUA DAYS 27-30 Home) (figure 3).
    [Show full text]
  • Peran Kampung Between Two Gates Sebagai Model Kerukunan Hidup Bermasyarakat Kotagede Yogyakarta
    Jurnal Ilmiah Penalaran dan Penelitian Mahasiswa | 70 PERAN KAMPUNG BETWEEN TWO GATES SEBAGAI MODEL KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT KOTAGEDE YOGYAKARTA Yoland Fajar Al Kautsar1, Afrian Dwi Yunitasari2, Yasinta Wulandari3 1Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. 2Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. 3Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. 1 [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Perkembangan teknologi yang melanda Indonesia menimbulkan hilangnya nilai dan norma di masyarakat, salah satunya adalah nilai kerukunan. Hilangnya nilai kerukunan ini terlihat dari banyaknya konflik yang timbul di lingkungan masyarakat. Jika tidak segera ditanggulangi, masalah ini akan semakin parah dan dapat menimbulkan konflik dengan sekala yang lebih besar. Sejatinya konsep hidup rukun bermasyarakat telah terdapat dalam berbagai kebudayaan seperti yang terdapat dikampung Between Two Gates, Desa Alun-alun, Purbayan, Kotagede, Yogyakarta yang masih mempertahankan kelestarian dari arsitektur rumah adat Jawa. Tujuan dari penelitian ini, untuk menggali lebih dalam konsep arsitektur rumah adat Jawa di Between Two Gates dan peran dari jalan rukunan yang ada didalamnya dalam membentuk kehidupan rukun bermasyarakat. Dalam penelitian ini kami menggunakan pendekatan kualitatif. Data kami peroleh memalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Proses analisis dilakukan menggunakan teknik triangulasi
    [Show full text]
  • Preliminary Damageandloss Assessment
    The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia Jakarta, June 14, 2006 Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster A joint report of BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I. Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 MAGELANG (KOTA) BOYOLALI MAGELANG PURWOREJO SLEMAN KLATEN SUKOHARJO YOGYAKARTA (KOTA) KULON PROGO BANTUL WONOGIRI GUNUNG KIDUL The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia Jakarta, June 14, 2006 Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster A Joint Report from BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I.Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 i FOREWORD The May 27, 2006 earthquake struck Yogyakarta and Central Java. Yogyakarta is a center for Javanese traditional arts and culture, the ancient temples of Borobudur and Prambanan, and is home to a royal family whose lineage goes back to the Mataram era in the 16th century. It is also a center of Indonesian higher education. Striking in the early morning hours, the earthquake took over 5,700 lives, injured between 40,000 and 60,000 more, and robbed hundreds of thousands of their homes and livelihoods. As if the devastation of the earthquake were not enough, the disaster may not be over. The increase in Mount Merapi’s volcanic activity, which began in March 2006, is producing lava flows, toxic gases, and clouds of ash, prompting the evacuation of tens of thousands of people. This report presents a preliminary assessment of the damage and losses caused by the earthquake.
    [Show full text]
  • UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta Dan Perempuan
    V. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan pada pembahasan tentang pola penataan ruang rumah compound dalam perspektif gender di kawasan KG, diantaranya bahwa pengaruh gender di dalam pola penataan ruang telah mengalami perubahan makna dibandingkan pada rumah compound tradisional. Pada rumah compound tradisional pembagian ruang antara laki-laki dan perempuan sangat jelas sekali karena dibatasi oleh pengaruh-pengaruh adat istiadat yang sangat tabu untuk dilanggar masing-masing gender. Pada zaman dahulu pembagian ruang berdasarkan gender dapat dipakai untuk menilai tingkat privasi ruang berdasarkan kegiatan yang terjadi di dalamnya. Namun saat ini, makna lama tersebut hampir tidak di temukan, hal ini didasarkan oleh pengaruh keyakinan beragama yang lebih dominan di bandingkan pengaruh dan batasan yang ditimbulkan oleh adat istiadat kelompok masyarakat tersebut. Sekarang ini, perbedaan pola penataan ruang tergantung pengguna dan penggunaannya pada kegiatan rutin atau non-rutin/adat yang berlangsung. Peranan gender tidaklah selalu mempengaruhi pada pola penataan ruang di dalam rumah compound. Pola penataan ruang rumah compound saat ini tidak ada batasan antara laki-laki 143 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta dan perempuan. Artinya, laki-laki dan perempuan boleh menggunakan ruangan manapun. Gender perempuan juga lebih dominan dari pada gender laki- laki dalam hal pemanfaatan ruang-ruang pada rumah. Dan rumah tinggal compound saat ini memiliki bangunan inti yang sama. Pola compound merupakan pola kluster yang unik, dalam satu lingkungan yang dibatasi pagar dinding yang tinggi atau sering disebut dengan pagar bumi, di dalamnya terdapat beberapa rumah tinggal. Biasanya dalam satu compound masih dalam satu kekerabatan atau satu kinship. Pola pemukiman compound terbentuk dari kelompok rumah dan ruang terbuka yang memanjang.
    [Show full text]
  • Maretiya Pusporetno GAMBARAN UMUM Yogakarta Merupakan Salah Satu Tujuan Destinasi Wisata Karena Kegiatan Pariwisata Mengalami Pe
    KOTAGEDE SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DAN SEJARAH, WISATA SPIRITUAL, WISATA KULINER DAN BELANJA Maretiya Pusporetno Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jl. Medan Merdeka Barat No. 17, Jakarta 10110 Email: [email protected] Abstrak Yogyakarta sebagai salah satu daerah tujuan wisata, tentunya memiliki kawasan wisata unggulan yang menjadi minat wisatawan untuk mengunjungi Yogyakarta. Kotagede menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang diminati karena jenis wisata minat khusus yang dimiliki yaitu wisata spiritual, wisata budya dan sejarah serta wisata kuliner dan belanja. Wisata spiritual yang ditawarkan adalah berziarah ke makam Raja-raja mataram Kotagede dan Masjid Agung Mataram Kotagede. Sejarah mencatat bahwa Kotagede dulunya merupakan ibu kota kerajaan mataram dan pusat pemerintahan membuat kawasan ini memiliki bangunan heritage yang masih berdiri hingga saat ini. sebagai kawasan wisata, Kotagede tentunya memiliki ciri khas keunikan yang tidak dimiliki oleh kawasan wisata lainnya, yaitu sebagai sentral kerajinan perak dan kuliner tradisonal yang dibuat secara tadisional dengan resep turun temurun. Pariwisata memberikan dampak bagi lingkungan disekitarnya, salah satunya adalah membuka lapangan kerja baru baik bagi masyarakat pekerja maupun bagi pelaku usaha industri pariwisata. Peran pemerintah dalam mendukung industri wisata yang ada adalah melakukan standarisasi usaha dibidang pariwisata melalui sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU). Kata Kunci: Wisata budaya dan sejarah, wisata spiritual, wisata kuliner dan belanja GAMBARAN UMUM Yogakarta merupakan salah satu tujuan destinasi wisata karena kegiatan pariwisata mengalami perkembangan secara masif. Yogyakarta dikenal dengan wisata budaya dan sejarahnya serta menjadi surga bagi penikmat wisata kuliner dan belanja. Kebudayaan yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Yogyakarta menjadi daya tarik wisatawan untuk mengetahui lebih jauh budaya yang masih melekat yang tentunya tidak terlepas dari latar belakang sejarah.
    [Show full text]
  • Kajian Bentuk Rumah Adat Dan Ragam Hiassapo Kalupini Di Kabupaten Enrekang
    KAJIAN BENTUK RUMAH ADAT DAN RAGAM HIASSAPO KALUPINI DI KABUPATEN ENREKANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Proposal pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Oleh ADAM GUSTIAWAN AS NIM 10541 00356 10 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016 KATA PENGANTAR Allah maha penyayang dan pengasih, demikian kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmatnya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu, sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkahmu, Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan barometer yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan tetapi menghilang jika didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung ikut membantu kelancaran studi dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih di sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Univesitas Muhammadiyah Makassar. 2. Bapak Dr. Andi Syukri Syamsuri,M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. 3. Bapak Andi Baetal Mukaddas S.Pd., M.Sn. Ketua Prodi Pendidikan Seni Rupa, dan Bapak Muhammad Thahir S.Pd, Selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Seni Rupa. 4. Bapak Drs.H. Abdul Kahar Wahid. Dosen Pembimbing I danBapak Andi Baetal Mukaddas S.Pd., M.Sn. Dosen Pembimbing II.
    [Show full text]
  • Architecture, Energy & Environment
    Mondorakan Sreet Kotagede Yogyakarta Indonesia Conservation of Historic Buildings Case Study of Mondorakan Street Kotagede Yogyakarta Indonesia Sumardiyanto Resosumarto Ir., M.Sc Atma Jaya Yogyakarta University Indonesia Abstract This paper describes the attempt of conserving the historic buildings in Mondorakan Street Kotagede Yogyakarta Indonesia. Kotagede was the centre of Islamic Mataram Kingdom which was founded in the mid of 16th Century. However, the historical and cultural values have been neglected in developing the area for many decades. As a result, it lost its historical and cultural identity. Tectonic earthquake which hit Yogyakarta and its surrounding in 2006 damaged most building in the area. This event, surprisingly, became the turning point of developing awareness among local people on the importance of conserving their historic buildings. Assisted by a team from Atma Jaya Yogyakarta University, and in cooperation with Kanthil Foundation the local people attempted to produce their own idea of the future of the area. This cooperation has succesfully attract attention of local government to give their fund to finance the reconstruction. As a result, the face of Mondorakan street is reborn with the old facade but with new function. Until now the team and local people still work hand in hand try to find and attract more funding bodies to finance the project. Introduction Background Mondorakan Street is one of four main streets in Kotagede district. Kotagede district is located about 6 kilometres to the south east of Yogyakarta Indonesia. Kotagede, which means “big city” was founded by Ki Gede Pemanahan in 1577 as the centre of Islamic Mataram Kingdom.
    [Show full text]