Faktor Perilaku Higiene Sanitasi Makanan Pada Penjamah Makanan Pedagang Kaki Lima
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012 JURNAL TATA BOGA Tersedia online di https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-tata-boga/ FAKTOR PERILAKU HIGIENE SANITASI MAKANAN PADA PENJAMAH MAKANAN PEDAGANG KAKI LIMA 1Intan Permatasari, 2Sri Handajani, ,3Siti Sulandjari, 4Mutimmatul Faidah 1 Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Surabaya 2 Tata Boga, Universitas Negeri Surabaya 3 Gizi, Universitas Negeri Surabaya 4 Pendidikan Tata Rias, Universitas Negeri Surabaya ABSTRAK Kasus kejadian penyakit akibat makanan diantaranya disumbang oleh penjamah makanan Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal ini terjadi karena faktor perilaku higiene sanitasi penjamah makanan yang kurang Artikel Info baik. Tujuan penulisan artikel ini adalah memberikan informasi tentang: 1) Faktor yang mempengaruhi cara Submited: 10 Januari 2021 bertindak pada penjamah makanan; 2) perilaku Recived in revised: 9 Februari 2021 penjamah makanan pada pedagang kaki lima; 3) Accepted: 15 Februari 2021 dampak dari perilaku pedagang kaki lima yang tidak menerapkan higiene sanitasi makanan; 4) upaya meningkatkan perilaku higiene sanitasi pada pedagang kaki lima. Studi literatur ini dilakukan dengan mengkaji masalah berdasarkan literatur buku sumber yang mendalam. Penjelasan dilakukan secara deskriptif. Kajian ini menyimpulkan: 1) Faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan pada pedagang kaki lima dibentuk dari 3 faktor yakni faktor- faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pendukung (enabling factors), fakor-faktor pendorong (reinforcing factors).; 2) Perilaku penjamah makanan atau pedagang kaki lima cenderung mengabaikan Keyword: higiene sanitasi dimulai dari kegiatan persiapan Faktor Perilaku, Higiene Sanitasi, Penjamah Makanan PKL produksi, produksi, penyajian, hingga pasca produksi.; 3) Dampak dari perilaku pedagang kaki lima yang mengabaikan higiene sanitasi makanan yakni memicu banyaknya kejadian penyakit akibat makanan atau bahkan dapat menyebabkan kematian jika Corresponding author: dikonsumsi oleh manusia.; dan 4) Upaya meningkatkan [email protected] perilaku higiene sanitasi pada pedagang kaki lima yakni [email protected] dengan cara melakukan pengawasan, pendampingan, sosialisasi atau penyuluhan, dan pelatihan tentang keamanan pangan. 223 JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012 PENDAHULUAN dan toksigenik melalui praktik sanitasi, baik sanitasi permukaan dan peralatan, pembuangan Sebagai kebutuhan manusia, makanan sampah, dan pengendalian hama atau vektor merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup penyakit [5]. manusia untuk bertahan hidup. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI pengolahannya [1]. Sebaliknya, makanan No. 715/MENKES/SK/V/2003, higiene sanitasi tersebut sangat mungkin menjadi penyebab makanan adalah upaya untuk mengendalikan terjadinya gangguan dalam tubuh kita sehingga segala kemungkinan mulai dari bahan makanan, kita jatuh sakit. Salah satu cara untuk orang/penjamah makanan, lingkungan/tempat memelihara kesehatan dengan mengkonsumsi serta perlengkapannya yang berpotensi sebagai makanan yang aman, yaitu dengan memastikan perantara di dalam penyebaran penyakit atau bahwa makanan tersebut dalam keadaan baik gangguan kesehatan. Penanganan makanan yang dan terhindar dari wholesomeness (penyakit). kurang tepat memainkan peranan yang signifikan Salah satu faktor yang menjadi penyebab suatu terhadap terjadinya penyakit bawaan makanan. makanan menjadi tidak aman bagi tubuh karena Seringkali terjadi pelanggaran dalam praktik adanya kontaminasi. Makanan dan minuman penanganan makanan yang kurang baik pada yang sudah terkontaminasi dapat menjadi salah penjual makanan jajanan atau pedagang kaki satu penyebab berkembangnya mikroorganisme lima. Terdapat penelitian yang menunjukkan pathogen yang menyebabkan penyakit. Penyakit adanya perilaku higienis penjamah makanan yang ditimbulkan akibat makanan yang sudah jajanan yang belum memenuhi syarat kesehatan terkontaminasi disebut dengan penyakit bawaan sesuai dengan Permenkes RI No. makanan (food-borne diseases) [2]. Penyakit 236/Menkes/Per/2003 tentang persyaratan tersebut menimbulkan banyak korban dalam kesehatan makanan jajanan [6]. Berdasarkan kehidupan manusia dan menyebabkan sejumlah hal tersebut, perilaku merupakan faktor penting besar penderitaan khususnya dikalangan bayi, yang harus dikendalikan dalam pengelolaan anak, lansia dan mereka yang kekebalan makanan. tubuhnya terganggu [3]. Berdagang makanan dan minuman yang Persyaratan makanan yang baik untuk dilakukan oleh pedagang kaki lima merupakan dikonsumsi adalah berada dalam derajat/tingkat salah satu bentuk usaha kecil menengah yang kematangan yang dikehendaki, terbebas dari dijalankan dengan segala keterbatasan kondisi segala bentuk pencemaran pada setiap tahapan yang dimiliki, ditinjau dari sumber daya yang mulai dari tahapan pengadaan, produksi dan tersedia seperti produk yang dijual, tenaga penanganan selanjutnya, bebas dari perubahan kerja, keterampilan, modal atau biaya, serta fisik dan kimia yang tidak dikehendaki, sebagai tempat yang bertujuan memenuhi kebutuhan akibat dari pengaruh enzim, aktivitas mikroba, masyarakat sekitarnya. Dalam menjajakan parasit, hewan pengerat, serangga, kerusakan dagangannya, sering kali pedagang kaki lima akibat tekanan, pembekuan, pemanasan, mengabaikan aspek higiene sanitasi makanan pengeringan dan sebagainya. Adanya kerusakan seperti membiarkan makanan terbuka, berjualan makanan tersebut tidak lepas dari bagaimana di pinggir jalan raya, dekat atau atas selokan, menjaga higiene dan sanitasi dalam pengelolaan tidak memotong kuku, menggunakan perhiasan makanan [4]. ketika mengolah makanan, tidak menutup sampah dan lain sebagainya. Penyimpangan perilaku Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1962 tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya menjelaskan bahwa hygiene merupakan segala keracunan makanan pada manusia. usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan dari subjeknya, dimana usaha Perilaku dipengaruhi tiga faktor yaitu: 1) tersebut dilakukan oleh semua instansi atau Faktor pemudah (pengetahuan, sikap, tradisi, industri baik skala pemerintah, swasta ataupun tingkat sosial, tingkat ekonomi, budaya dan perseorangan yang menghasilkan sesuatu untuk sebagainya); 2) Faktor pemungkin atau langsung dipergunakan oleh umum. Sanitasi pendukung (ketersediaan sarana dan makanan adalah usaha untuk mengamankan prasarana); 3) Faktor penguat (sikap dan perilaku dan meyelamatkan makanan agar tetap bersih, tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, teman sehat dan aman dikonsumsi. Keamanan pangan sebaya serta sikap dan perilaku para petugas) sering disebut juga sebagai sanitasi pangan. [7]. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan Sanitasi pangan merupakan suatu tindakan informasi tentang: 1) faktor yang mempengaruhi pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi cara bertindak pada penjamah makanan; 2) kemungkinan adanya mikroorganisme patogenik perilaku penjamah makanan pada pedagang 224 JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012 kaki lima; 3) dampak dari perilaku pedagang b. Faktor pemungkin (enabling factors) kaki lima yang tidak menerapkan higiene sanitasi makanan; 4) upaya meningkatkan Faktor ini mencakup ketersediaan perilaku higiene sanitasi pada pedagang kaki sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan lima. bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan PEMBAHASAN tinja, dan lain-lain. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan 1) Faktor yang mempengaruhi cara terwujudnya perilaku kesehatan, maka bertindak pada penjamah makanan. faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. Misalnya seperti Perilaku adalah suatu kegiatan atau tersedianya fasilitas air bersih, sabun, sink, aktivitas organisme (makhluk hidup) yang rak peralatan, dan tempat sampah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut dibagi sesuai dengan kriteria sampah pada pandang biologis semua makhluk hidup lokasi Pedagang Kaki Lima menjajakan mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang dagangannya agar sesuai dengan kaidah sampai dengan manusia itu berperilaku, higiene sanitasi. karena mereka mempunyai aktivitas masing- masing [7]. Perilaku adalah semua kegiatan c. Faktor penguat (reinforcing factors) atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati Faktor ini meliputi faktor sikap dan oleh pihak luar [8]. Perilaku adalah tindakan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh atau perbuatan suatu organisme yang dapat agama (toga), sikap dan perilaku para diamati bahkan dapat dipelajari [9]. Perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi Termasuk juga di sini undang-undang, organisme terhadap lingkungannya [10]. peraturan-peraturan, baik dari pusat Perilaku merupakan respons atau reaksi maupun pemerintah daerah, yang terkait seseorang terhadap stimulus (rangsangan dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, dari luar) [11]. Konsep umum yang masyarakat kadang-kadang bukan hanya digunakan untuk mendiagnosis perilaku perlu pengetahuan dan sikap positif dan adalah konsep dari Lawrence Green dukungan fasilitas saja, melainkan (1980). Perilaku dipengaruhi oleh 3 diperlukan perilaku contoh (acuan) dari faktor utama, yaitu : para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas a. Faktor predisposisi (predisposing factors) kesehatan. Di samping itu, undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku Faktor ini mencakup pengetahuan dan masyarakat tersebut. Seperti terlibatnya