JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012

JURNAL TATA BOGA

Tersedia online di https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-tata-boga/

FAKTOR PERILAKU HIGIENE SANITASI MAKANAN PADA PENJAMAH MAKANAN PEDAGANG KAKI LIMA

1Intan Permatasari, 2Sri Handajani, ,3Siti Sulandjari, 4Mutimmatul Faidah

1 Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Surabaya 2 Tata Boga, Universitas Negeri Surabaya 3 Gizi, Universitas Negeri Surabaya 4 Pendidikan Tata Rias, Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK Kasus kejadian penyakit akibat makanan diantaranya disumbang oleh penjamah makanan Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal ini terjadi karena faktor perilaku

higiene sanitasi penjamah makanan yang kurang Artikel Info baik. Tujuan penulisan artikel ini adalah memberikan informasi tentang: 1) Faktor yang mempengaruhi cara Submited: 10 Januari 2021 bertindak pada penjamah makanan; 2) perilaku Recived in revised: 9 Februari 2021 penjamah makanan pada pedagang kaki lima; 3) Accepted: 15 Februari 2021 dampak dari perilaku pedagang kaki lima yang tidak menerapkan higiene sanitasi makanan; 4) upaya meningkatkan perilaku higiene sanitasi pada pedagang kaki lima. Studi literatur ini dilakukan

dengan mengkaji masalah berdasarkan literatur buku

sumber yang mendalam. Penjelasan dilakukan secara deskriptif. Kajian ini menyimpulkan: 1) Faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan pada pedagang kaki lima dibentuk dari 3 faktor yakni faktor- faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pendukung (enabling factors), fakor-faktor pendorong (reinforcing factors).; 2) Perilaku penjamah makanan atau pedagang kaki lima cenderung mengabaikan Keyword: higiene sanitasi dimulai dari kegiatan persiapan Faktor Perilaku, Higiene Sanitasi, Penjamah Makanan PKL produksi, produksi, penyajian, hingga pasca produksi.; 3) Dampak dari perilaku pedagang kaki lima yang mengabaikan higiene sanitasi makanan yakni memicu banyaknya kejadian penyakit akibat makanan atau bahkan dapat menyebabkan kematian jika Corresponding author: dikonsumsi oleh manusia.; dan 4) Upaya meningkatkan [email protected] perilaku higiene sanitasi pada pedagang kaki lima yakni [email protected] dengan cara melakukan pengawasan, pendampingan, sosialisasi atau penyuluhan, dan pelatihan tentang keamanan pangan.

223

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012

PENDAHULUAN dan toksigenik melalui praktik sanitasi, baik sanitasi permukaan dan peralatan, pembuangan Sebagai kebutuhan manusia, makanan sampah, dan pengendalian hama atau vektor merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup penyakit [5]. manusia untuk bertahan hidup. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI pengolahannya [1]. Sebaliknya, makanan No. 715/MENKES/SK/V/2003, higiene sanitasi tersebut sangat mungkin menjadi penyebab makanan adalah upaya untuk mengendalikan terjadinya gangguan dalam tubuh kita sehingga segala kemungkinan mulai dari bahan makanan, kita jatuh sakit. Salah satu cara untuk orang/penjamah makanan, lingkungan/tempat memelihara kesehatan dengan mengkonsumsi serta perlengkapannya yang berpotensi sebagai makanan yang aman, yaitu dengan memastikan perantara di dalam penyebaran penyakit atau bahwa makanan tersebut dalam keadaan baik gangguan kesehatan. Penanganan makanan yang dan terhindar dari wholesomeness (penyakit). kurang tepat memainkan peranan yang signifikan Salah satu faktor yang menjadi penyebab suatu terhadap terjadinya penyakit bawaan makanan. makanan menjadi tidak aman bagi tubuh karena Seringkali terjadi pelanggaran dalam praktik adanya kontaminasi. Makanan dan minuman penanganan makanan yang kurang baik pada yang sudah terkontaminasi dapat menjadi salah penjual makanan jajanan atau pedagang kaki satu penyebab berkembangnya mikroorganisme lima. Terdapat penelitian yang menunjukkan pathogen yang menyebabkan penyakit. Penyakit adanya perilaku higienis penjamah makanan yang ditimbulkan akibat makanan yang sudah jajanan yang belum memenuhi syarat kesehatan terkontaminasi disebut dengan penyakit bawaan sesuai dengan Permenkes RI No. makanan (food-borne diseases) [2]. Penyakit 236/Menkes/Per/2003 tentang persyaratan tersebut menimbulkan banyak korban dalam kesehatan makanan jajanan [6]. Berdasarkan kehidupan manusia dan menyebabkan sejumlah hal tersebut, perilaku merupakan faktor penting besar penderitaan khususnya dikalangan bayi, yang harus dikendalikan dalam pengelolaan anak, lansia dan mereka yang kekebalan makanan. tubuhnya terganggu [3]. Berdagang makanan dan minuman yang Persyaratan makanan yang baik untuk dilakukan oleh pedagang kaki lima merupakan dikonsumsi adalah berada dalam derajat/tingkat salah satu bentuk usaha kecil menengah yang kematangan yang dikehendaki, terbebas dari dijalankan dengan segala keterbatasan kondisi segala bentuk pencemaran pada setiap tahapan yang dimiliki, ditinjau dari sumber daya yang mulai dari tahapan pengadaan, produksi dan tersedia seperti produk yang dijual, tenaga penanganan selanjutnya, bebas dari perubahan kerja, keterampilan, modal atau biaya, serta fisik dan kimia yang tidak dikehendaki, sebagai tempat yang bertujuan memenuhi kebutuhan akibat dari pengaruh enzim, aktivitas mikroba, masyarakat sekitarnya. Dalam menjajakan parasit, hewan pengerat, serangga, kerusakan dagangannya, sering kali pedagang kaki lima akibat tekanan, pembekuan, pemanasan, mengabaikan aspek higiene sanitasi makanan pengeringan dan sebagainya. Adanya kerusakan seperti membiarkan makanan terbuka, berjualan makanan tersebut tidak lepas dari bagaimana di pinggir jalan raya, dekat atau atas selokan, menjaga higiene dan sanitasi dalam pengelolaan tidak memotong kuku, menggunakan perhiasan makanan [4]. ketika mengolah makanan, tidak menutup sampah dan lain sebagainya. Penyimpangan perilaku Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1962 tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya menjelaskan bahwa hygiene merupakan segala keracunan makanan pada manusia. usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan dari subjeknya, dimana usaha Perilaku dipengaruhi tiga faktor yaitu: 1) tersebut dilakukan oleh semua instansi atau Faktor pemudah (pengetahuan, sikap, tradisi, industri baik skala pemerintah, swasta ataupun tingkat sosial, tingkat ekonomi, budaya dan perseorangan yang menghasilkan sesuatu untuk sebagainya); 2) Faktor pemungkin atau langsung dipergunakan oleh umum. Sanitasi pendukung (ketersediaan sarana dan makanan adalah usaha untuk mengamankan prasarana); 3) Faktor penguat (sikap dan perilaku dan meyelamatkan makanan agar tetap bersih, tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, teman sehat dan aman dikonsumsi. Keamanan pangan sebaya serta sikap dan perilaku para petugas) sering disebut juga sebagai sanitasi pangan. [7]. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan Sanitasi pangan merupakan suatu tindakan informasi tentang: 1) faktor yang mempengaruhi pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi cara bertindak pada penjamah makanan; 2) kemungkinan adanya mikroorganisme patogenik perilaku penjamah makanan pada pedagang

224

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012 kaki lima; 3) dampak dari perilaku pedagang b. Faktor pemungkin (enabling factors) kaki lima yang tidak menerapkan higiene sanitasi makanan; 4) upaya meningkatkan Faktor ini mencakup ketersediaan perilaku higiene sanitasi pada pedagang kaki sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan lima. bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan PEMBAHASAN tinja, dan lain-lain. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan 1) Faktor yang mempengaruhi cara terwujudnya perilaku kesehatan, maka bertindak pada penjamah makanan. faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. Misalnya seperti Perilaku adalah suatu kegiatan atau tersedianya fasilitas air bersih, sabun, sink, aktivitas organisme (makhluk hidup) yang rak peralatan, dan tempat sampah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut dibagi sesuai dengan kriteria sampah pada pandang biologis semua makhluk hidup lokasi Pedagang Kaki Lima menjajakan mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang dagangannya agar sesuai dengan kaidah sampai dengan manusia itu berperilaku, higiene sanitasi. karena mereka mempunyai aktivitas masing- masing [7]. Perilaku adalah semua kegiatan c. Faktor penguat (reinforcing factors) atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati Faktor ini meliputi faktor sikap dan oleh pihak luar [8]. Perilaku adalah tindakan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh atau perbuatan suatu organisme yang dapat agama (toga), sikap dan perilaku para diamati bahkan dapat dipelajari [9]. Perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi Termasuk juga di sini undang-undang, organisme terhadap lingkungannya [10]. peraturan-peraturan, baik dari pusat Perilaku merupakan respons atau reaksi maupun pemerintah daerah, yang terkait seseorang terhadap stimulus (rangsangan dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, dari luar) [11]. Konsep umum yang masyarakat kadang-kadang bukan hanya digunakan untuk mendiagnosis perilaku perlu pengetahuan dan sikap positif dan adalah konsep dari Lawrence Green dukungan fasilitas saja, melainkan (1980). Perilaku dipengaruhi oleh 3 diperlukan perilaku contoh (acuan) dari faktor utama, yaitu : para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas a. Faktor predisposisi (predisposing factors) kesehatan. Di samping itu, undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku Faktor ini mencakup pengetahuan dan masyarakat tersebut. Seperti terlibatnya sikap masyarakat terhadap kesehatan, pemerintah daerah dalam menunjang tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap sarana dan prasarana sanitasi air bersih hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, dan sanitasi limbah padat maupun cair sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat untuk Pedagang Kaki Lima. Dikarenakan pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan mayoritas Pedagang Kaki Lima memiliki sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan keterbatasan dalam sanitasi air bersih, sebagai berikut. Untuk berperilaku bersih maka pencucian peralatan memasak dan pada Pedagang Kaki Lima, misalnya alat hidang pun dilakukan sekadarnya membersihkan peralatan makan dengan saja dan untuk pembuangan limbah pun benar pada pedagang yang biasanya juga belum terorganisir. Jika permasalahan hanya membilas peralatan makan dengan ini dibantu oleh pemerintah, maka akan air tanpa menyabunnya, karena kurangnya menciptakan lingkungan yang sehat dan pengetahuan dan pemahaman mengenai faktor penguat dapat berjalan. Pemerintah higiene sanitasi makanan sehingga diperlukan daerah juga terlibat untuk mengatur tata pengetahuan dan kesadaran pedagang kelola ruang publik untuk Pedagang Kaki tersebut tentang manfaat membersihkan Lima agar para pedagang dapat secara peralatan makan dengan benar. Faktor- tertib berjualan dan masyarakat pun faktor ini terutama yang positif mempermudah dapat dengan mudah membelinya [12]. terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. Di luar itu, faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama berjualan, jenis sarana

225

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012 berdagang dan lain sebagainya. Dalam faktor kategori buruk. Perilaku penjamah makanan tingkat pendidikan, hal ini berpengaruh dalam meliputi dua komponen yaitu tindakan dan sejarah berfikir dan bertindak para tenaga kerja pengetahuan penjamah. Tindakan penjamah dalam menghadapi pekerjaan yang didasarkan yang dimaksud yaitu perilaku yang ditunjukkan pada pendidikan dan keterampilan yang sangat penjamah, seperti kebiasaan yang sering terbatas. Kondisi kesehatan yang buruk cenderung dilakukan saat menjamah makanan, sedangkan juga akan mempengaruhi produktifitas kerja [13]. pengetahuan penjamah makanan adalah Seiring dengan bertambahnya umur, maka aspek seberapa jauh kemampuan penjamah makanan sikap akan semakin baik, sedangkan responden dalam mengetahui higiene sanitasi makanan dengan umur yang di bawah 20 tahun memiliki serta bagaimana dan apa saja tindakan yang aspek pengetahuan yang rendah. Fakta tersebut harus diketahui oleh penjamah makanan menunjukkan bahwa baik pengetahuan maupun [17]. pengalaman dapat meningkat seiring bertambahnya umur. Semakin tinggi status pendidikan, maka Namun, perilaku penjaja makanan dapat semakin tinggi pula persepsi kebersihan [14]. dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap penjaja makanan tersebut [18]. 2) Perilaku penjamah makanan pada Pengetahuan penjamah makanan pedagang kaki lima. dipengaruhi oleh pengalaman kerja sedangkan praktik penjamah dipengaruhi oleh Penjamah makanan adalah seorang pelatihan yang diikuti oleh penjamah tenaga yang menjamah makanan baik yang makanan sehingga meningkatkan sikap mempersiapkan, mengolah, menyimpan, positif saat menangani makanan [14]. Hal ini mengangkut, maupun dalam menyajikan. didukung oleh sebuah penelitian yang Penjamah makanan merupakan orang yang menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu secara langsung berhubungan dengan proses untuk memperoleh pengetahuan dan makanan dan peralatan yang mendukung, kebiasaan praktik yang nantinya dapat menjadi mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengalaman [19]. Sikap pada umumnya pengolahan, pengangkutan sampai penyajian. berkaitan dengan sikap sehat yang memiliki Dalam setiap tahap proses pengolahan makna dari prinsip-prinsip kesehatan. makanan tersebut, penjamah makanan Data pada penelitian tersebut menunjukkan memiliki peran yang sangat besar karena bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat mereka berpeluang untuk menularkan dijadikan sebuah parameter terhadap higiene penyakit maupun mengkontaminasi makanan sanitasi seseorang. Hasil penelitian ini sejalan yang mereka jamah. Oleh sebab itu, penjamah dengan penelitian lainnya yang menyimpulkan makanan harus selalu dalam keadaan sehat, bahwa, semakin tinggi pengetahuan bersih, dan terampil dalam memproses responden, maka upaya dalam menjaga makanan [15]. kesehatan dan kebersihan makanan akan semakin baik [20]. Perilaku penjamah makanan merupakan hasil pengelompokan dari tindakan dan Perilaku juga terbentuk dari kondisi pengetahuan penjamah makanan. Perilaku lingkungan, bukan karena tingkat pengetahuan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih sanitasi yang baik saja. Hal ini terjadi pada langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pedagang penjual makanan angkringan di oleh pengetahuan [16]. Sedangkan sikap kawasan Malioboro yang pada akhirnya akan menentukan seseorang dalam berperilaku melakukan praktik pengelolaan makanan [16]. Jika sikap seseorang positif pada sesuatu yang buruk karena fasilitas yang terbatas hal maka ia akan memiliki perilaku yang meskipun memiliki pengetahuan yang baik baik, sebaliknya jika sikap seseorang [21]. Adakalanya pengetahuan yang negatif pada sesuatu hal maka ia akan baik akan memberikan pengaruh terhadap memiliki perilaku yang tidak baik juga. sikap penjamah makanan tersebut. Perilaku higiene perorangan disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor presdiposisi Pada penelitian lainnya yang sejalan, (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung menunjukkan hasil bahwa hubungan yang (pelatihan), dan faktor pendorong (pengawasan) bermakna antara sikap dengan higiene [16]. Perilaku penjamah makanan sanitasi makanan [19]. Penjamah makanan dikatakan “baik” apabila tindakan dan mempunyai kebiasaan yang dilakukan sehingga pengetahuan keduanya berada dalam mempengaruhi higiene sanitasi makanan serta kategori baik. Perilaku dikatakan “buruk” mempunyai pengalaman tersendiri dalam apabila salah satu dan keduanya berada dalam menangani makanan. Sebaliknya, pada penelitian

226

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012

lain, diketahui bahwa tidak ada hubungan spontan atau instingtif; perilaku tampak dan antara sikap dengan higiene pada pedagang tidak tampak; perilaku sederhana dan angkringan di kawasan Malioboro [21]. Hal ini kompleks; dan perilaku kognitif, afektif, dikarenakan fasilitas yang mereka miliki untuk konatif, dan psikomotor [24]. berdagang tidak lengkap, seperti mencuci piring menggunakan air yang berada dalam ember Pedagang kaki lima biasanya menjajakan bukan dengan air yang mengalir, karena dagangannya di pinggir jalan, disekitar institusi mereka tidak mempunyai kran sendiri; tidak pendidikan seperti kampus maupun sekolah terdapatnya tempat makanan yang tertutup; yang sangat sedikit memperhatikan higiene tidak memiliki tempat penyimpanan peralatan sanitasi makanan yang dijajakannya. Pedagang makan yang tertutup; dan tidak memiliki kaki lima yang menjajakan makanannya di tempat untuk membuang limbah cair sehingga sekolah terutama di SD, sangat berpotensi limbah cair tersebut akhirnya dibuang di untuk menyebabkan penyakit seperti diare samping atau di depan tempat berjualan pada anak SD, jika higiene sanitasi makanan [21]. Hal ini membuktikan bahwa walaupun yang dijajakan tidak dilakukan dengan baik. rata-rata jumlah pedagang yang memiliki Hal ini karena pada umur tersebut anak-anak sikap baik lebih banyak daripada pedagang lebih suka mengikuti jejak teman-temannya yang memiliki sikap buruk, praktik higiene untuk memakan jajanan, tanpa mempertimbangkan yang mereka lakukan tetap saja masih buruk pengolahan dan penyajian makanan tersebut. karena keterbatasan fasilitas. Salah satu faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap terjadinya diare pada anak Penting dalam memperhatikan wadah, adalah kebiasaan mencuci tangan. Oleh sebab tempat berjualan, dan menutup makanan itu anak sebaiknya dibiasakan untuk mencuci untuk meningkatkan higiene sanitasi makanan tangan sebelum makan [25]. dan saat menyentuh makanan harus memperhatikan kebersihan tangan sehingga Perilaku pemilihan bahan makanan dalam terhindar dari bakteri maupun virus yang pembuatan jajan pada pedagang kaki lima dapat mencemari makanan tersebut [22]. yang biasanya kurang memperhatikan mutu, Namun tak jarang masih banyak pedagang cara penyimpanan makanan yang tidak dilakukan yang mengabaikan hal tersebut, seperti dengan benar sehingga mengakibatkan pedagang selalu mencuci wadah yang kontaminasi dari bakteri dan virus penyebab digunakan untuk menyajikan makanan, berbagai macam penyakit, tidak menutup namun saat berjualan, pedagang tidak dan membiarkan makanan terbuka sehingga menutup makanan sehingga terkena debu tercemar lalat, serangga, dan hama dan dihinggapi lalat [19]. Pedagang juga merupakan salah satu kebiasaan yang kerap masih berjualan di pinggir got dan terdapat kali dilakukan oleh pedagang kaki lima. Hal sampah yang berserakkan [19]. Pedagang ini tentu tidak hanya akan menyebabkan menggunakan minyak secara berulang dan penyakit tetapi juga pertimbangan nilai-nilai mengabaikan saran untuk mengganti minyak estetika. Penggunaan bahan pewarna makanan tersebut karena menganggapnya hal biasa [19]. yang tidak baik kualitasnya pun juga dapat Pedagang terbiasa merokok saat menjual berdampak buruk bagi kesehatan [26]. Anak makanan dan minuman [19]. Perilaku tersebut SD yang mengkonsumsi jajanan yang jelas bertentangan dengan prinsip higiene dijual oleh pedagang kaki lima yang berada di sanitasi makanan. Prinsip tersebut menjelaskan lingkungan sekolahnya, terdapat 26 tentang perilaku penjamah makanan atau responden (49,1%) dari 53 responden personal higiene merupakan usaha untuk yang berperilaku jajan makanan terbuka mempertahankan dan memperbaiki kesehatan yang mengalami diare, dan 27 responden berkaitan dengan upaya higiene yang menjamin (50,9%) yang berperilaku jajan makanan keamanan serta mencegah terjadinya terbuka namun tidak mengalami diare [26]. penyebaran penyakit melalui makanan [23]. Dari 18 responden terdapat 2 responden (11,1%) yang berperilaku tidak jajan 3) Dampak dari perilaku pedagang kaki makanan terbuka mengalami diare, dan dari lima yang tidak menerapkan higiene 16 responden (89,9%) yang berperilaku sanitasi makanan. tidak jajan makanan terbuka dan tidak mengalami diare [26]. Hasil penelitian Jenis-jenis perilaku individu yakni tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan terdapat perilaku sadar yaitu perilaku yang perilaku konsumsi jajanan pada pedagang melalui kerja otak dan pusat susunan saraf; kaki lima dengan kejadian diare di SD perilaku tak sadar yaitu perilaku yang Negeri 141 Pekanbaru [26].

227

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012

Kuman adalah organisme kecil seperti pengamatan, perilaku buruk yang banyak virus, bakteri, jamur, protozoa mikroskopik jahat ditemui yakni pedagang tidak mencuci yang dapat menyebabkan suatu penyakit atau tangannya menggunakan sabun dan air bersih gangguan kesehatan ringan maupun berat pada yang mengalir, pedagang hanya mencuci tubuh organisme inangnya (manusia, hewan, tangan dengan air yang ada di ember dan tumbuhan). Angka kuman pada alat makan biasa serta didapati beberapa pedagang hanya ini digunakan sebagai indikator kebersihan menggunakan kain lap untuk membersihkan peralatan makan yang telah dicuci [27]. kotoran ditangan, bahkan ditemukan pula Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan pedagang yang sama sekali tidak mencuci Republik Indonesia No.1098/Menkes/SK/VII/2003, tangannya. Tangan dengan kuku-kuku yang angka kuman pada peralatan makan dan panjang juga dapat menjadi tempat minum tidak lebih dari 100 koloni/cm2. berkembangbiaknya bakteri pathogen terutama golongan mesofilik seperti Bacillus, Clostridium, Dalam persyaratan mikrobiologi, E. Pseudomonas, Micrococcus dan Proteus. coli dipilih sebagai indikator tercemarnya Dimana bakteri-bakteri tersebut tentunya akan air, makanan, dan minuman karena E. coli dapat mencemari makanan pada saat pengolahan relatif lebih tahan dan mudah ditemukan yang dilakukan oleh pedagang sehingga dapat pada pemeriksaan dan keberadaan E. coli di mengakibatkan tingginya jumlah kuman pada luar tubuh manusia merupakan indikasi terjadinya makanan [31]. Hasil uji menunjukkan adanya kontaminasi tinja manusia [28]. Bakteri E. coli hubungan antara perilaku penjamah dengan biasanya masuk ke dalam usus manusia melalui angka kuman pada makanan jajanan di makanan, minuman, atau air [29]. E. coli lingkungan Sekolah Yayasan Kartika Jaya yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui Kota Bandar Lampung. Hal yang sama juga makanan maupun minuman dapat menyebabkan disebutkan pada penelitian lain yang menyatakan gejala seperti kolera, gastroenteritis, diare, dan bahwa perilaku penjamah makanan berhubungan berbagai penyakit saluran pencernaan lainnya secara bermakna dengan kontaminasi [30]. Berdasarkan Peraturan Menteri bakteriologis pada makanan jajanan di Sekolah Kesehatan Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 Dasar Tangerang [32]. Penelitian tersebut juga tentang Higiene Sanitasi Jasaboga, kandungan menunjukkan bahwa pedagang dengan kuman E. coli pada makanan/minuman harus perilaku tidak baik, berdampak 0/gr. menjadikan makanan beresiko 3,2 kali terkontaminasi bakteri dibandingkan dengan Penelitian yang dilakukan di lingkungan pedagang yang memiliki perilaku baik [32]. Sekolah Yayasan Kartika Jaya Kota Bandar Lampung, diketahui bahwa hampir sebagian Penelitian lain dengan subjek pedagang besar yaitu sebanyak 43 makanan jajanan kaki lima yang menjual 22 jajanan yang (81,1%) dinyatakan memenuhi syarat karena terdiri dari cubit, , , cakwe, tidak melebihi batas maksimum angka mie stick, mi donat, bihun telur gulung, kuman yang ditetapkan dalam Peraturan makaroni, , cilok gulung, cimol, cireng Kepala BPOM No. 16 Tahun 2016 sesuai isi, kornet, burger, bakso tusuk kuah, bakso dengan jenis makanannya. Namun masih bakar, bakso cilok, bakso crispy, telur terdapat 10 makanan jajanan (18,9%) yang gulung sosis bakso, nyamnyam cokelat, roti tidak memenuhi syarat. Berdasarkan jenis bakar dan takoyaki serta 8 minuman yaitu es makanannya, makanan yang termasuk dalam teh manis, es doger, es coklat sereal, es kelompok angka kuman tidak memenuhi syarat cappuccino cincau, es buah, es sari kacang yaitu antara lain sate telur, cimol, pempek hijau, es susu coklat, dan es sirup jelly panggang, batagor, cilok, tahu bulat, bakso ditemukan bahwa 6 jajanan (20%) bakar, seafood bakar, siomay, dan . Angka terkontaminasi E. coli sedangkan yang tidak kuman dalam makanan didominasi oleh faktor terkontaminasi berjumlah 24 jajanan (80%) personal higiene pedagang yang kurang. [33]. Jajanan yang terkontaminasi E. coli Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan yaitu es susu coklat sereal, burger, es doger, es antara higiene sanitasi dengan angka kuman sari kacang hijau, es cappucino cincau, dan es pada makanan jajanan di lingkungan Sekolah buah [33]. Berdasarkan uji tersebut, Yayasan Kartika Jaya Kota Bandar Lampung ditemukan bahwa higiene penjamah memiliki [17]. dampak yang signifikan terhadap adanya kontaminasi pada jajanan makanan dan Indikator kebersihan tangan dan kuku minuman sedangkan pada sanitasinya, perilaku merupakan salah satu penyebab dari higiene yang berhubungan dengan adanya personal pedagang yang buruk. Dari hasil kontaminasi E. coli pada jajanan yaitu

228

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012

penyimpanan bahan makanan, pengolahan adalah agar kegiatan-kegiatan dan orang- makanan, dan penyajian makanan [33]. orang yang melakukan kegiatan yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan dengan Keracunan pangan sering dikaitkan dengan baik, dan tidak terjadi penyimpangan yang pengelolaan atau penyimpanan makanan yang kemungkinan tidak akan tercapainya tujuan tidak atau kurang higienis. Faktor perilaku yang telah ditetapkan. Pengawasan dapat merupakan hal yang berperan penting dalam berjalan dengan baik sekurang-kurangnya berbagai kasus, selain itu faktor lingkungan harus memiliki 3 hal yang diperhatikan yakni dengan kondisi sanitasi yang tidak memadai objek pengawasan, metode pengawasan, dan atau kurang memenuhi syarat kesehatan juga proses pengawasan [37]. berpengaruh dengan berbagai kejadian keracunan pangan. Kejadian keracunan b. Pemberdayaan makanan biasanya disebabkan karena mengkonsumsi makanan dan minuman yang Pemberdayaan berasal dari bahasa telah terkontaminasi dengan bakteri, parasit, Inggris yakni empowerment yang mempunyai atau virus, dan bahan kimia berbahaya [34]. makna dasar “pemberdayaan”, dimana “daya” bermakna kekuatan (power). Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan Pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai pangan adalah adanya dua orang atau lebih upaya memenuhi kebutuhan yang diinginkan yang menderita sakit dengan gejala yang oleh individu, kelompok, dan masyarakat sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi luas agar mereka memiliki kemampuan pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi, untuk melakukan pilihan dan mengontrol pangan tersebut terbukti sebagai sumber lingkungannya agar dapat memenuhi penularan [35]. Secara umum, etiologi keinginan-keinginannya, termasuk keracunan pangan disebabkan oleh jenis kuman, aksesibilitasnya terhadap sumber daya yang bakteri, virus, parasit, jamur, dan jenis kimiawi. terkait dengan pekerjaannya, aktivitas Jenis kuman terdiri dari kuman yang beracun sosialnya, dan lain-lain [38]. Definisi maupun kuman yang dapat memproduksi pemberdayaan masyarakat yakni upaya racun. Kuman dapat berkembangbiak dalam meningkatkan kemampuan dan potensi yang pangan kemudian menimbulkan keracunan dimiliki masyarakat sehingga masyarakat pangan, atau masuk dalam tubuh korban dapat mewujudkan jati diri harkat dan kemudian berkembangbiak. Jenis reaksi martabatnya secara maksimal untuk kimia dapat berasal dari pertumbuhan bertahan dan mengembangkan diri secara kuman yang memproduksi racun, atau adanya mandiri baik di bidang ekonomi, sosial, bahan racun organik maupun unorganik yang agama, dan budaya. Penataan dan mencemari pangan. Beberapa jenis virus dan pemberdayaan dimaksudkan untuk bakteri terdapat secara umum di lingkungan memberikan fasilitas yang memenuhi syarat sekitar dan bahkan seringkali menimbulkan higiene sanitasi sehingga dapat memotivasi pencemaran pada makanan tertentu. Ahli penjamah makanan untuk melakukan perilaku keracunan yang bekerja di laboratorium, sering yang baik. Penataan pedagang menjadi kali memulai penyelidikan keracunan pangan lebih baik dengan aturan-aturan yang dari jenis virus/bakteri yang sering terdapat diberlakukan [38]. pada jenis makanan tertentu [36]. c. Penyuluhan dan pelatihan higiene sanitasi 4) Upaya meningkatkan perilaku higiene sanitasi pada pedagang kaki lima. Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara Upaya untuk meningkatkan perilaku menyebarkan informasi-informasi pesan, higiene sanitasi pedagang atau penjamah menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat makanan adalah: sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang a. Pengawasan ada hubungannya dengan kesehatan, serta terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan, Pengawasan merupakan suatu proses dan sikap [39]. Pengetahuan dapat untuk mengukur penampilan kegiatan atau ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan pelaksanaan kegiatan suatu program yang seperti penyuluhan kesehatan higiene dan selanjutnya memberikan pengarahan- sanitasi makanan [37]. Penyuluhan kesehatan pengarahan sehingga tujuan yang telah sebagai bagian dalam promosi kesehatan ditetapkan dapat tercapai. Tujuan pokok memang diperlukan sebagai upaya dan fungsi pengawasan dan pengarahan

229

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012 meningkatkan kesadaran dan pengetahuan, pendidikan dengan sistem pendidikan non disamping sikap dan perilaku. formal untuk mengubah perilaku orang dewasa agar memiliki pengetahuan, Tujuan penyuluhan adalah pemberian keterampilan, dan sikap yang lebih baik penerangan dan informasi, maka setelah [43]. Perubahan pola perilaku yang dilakukan penyuluhan kesehatan seharusnya permanen bagi individu atau kelompok terjadi peningkatan pengetahuan oleh dalam suatu masyarakat memerlukan masyarakat [37]. Pendidikan kesehatan waktu yang relatif lama dengan banyak berupa penyuluhan akan memberikan upaya sosialisasi yang berkesinambungan dampak berupa pembelajaran yang [48]. menghasilkan suatu perubahan dari sebelumnya yang belum diketahui menjadi diketahui, yang dahulu belum dimengerti sekarang dapat dimengerti. Hal ini sesuai SIMPULAN dengan tujuan akhir dari penyuluhan agar masyarakat dapat mengetahui, menyikapi, 1. Faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah dan melaksanakan perilaku hidup sehat makanan pada pedagang kaki lima dibentuk [40]. dari 3 faktor yakni faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam Pencemaran pada makanan dipengaruhi pengetahuan, sikap dan sebagainya; faktor- oleh higiene perorangan pada penjamah, faktor pendukung (enabling factors) yang pengetahuan, dan praktik kebersihan makanan terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia yang dilakukan penjamah makanan [41]. atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana Oleh karena itu, penjamah makanan kesehatan, misalnya air bersih, tempat perlu diberikan edukasi untuk meningkatkan pembuangan sampah, rak peralatan dan lain pengetahuan, sikap dan memperbaiki praktik sebagainya; fakor-faktor pendorong (reinforcing yang benar. Penyuluhan dapat menggunakan factors) merupakan faktor yang bersumber berbagai media, salah satunya adalah dari sikap dan perilaku tokoh masyarakat menggunakan booklet. Booklet merupakan (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku suatu media yang digunakan sebagai alat para petugas termasuk petugas kesehatan bantu, sarana dan sumber daya pendukung seperti adanya undang-undang yang diperlukan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan untuk memperkuat perilaku masyarakat dalam bentuk tulisan dan gambar. tersebut, terlibatnya pemerintah daerah dalam Salah satu kelebihan booklet yaitu memuat menunjang sarana dan prasarana sanitasi informasi yang relatif lebih banyak air bersih dan sanitasi limbah padat maupun dibandingkan dengan poster dan leaflet cair untuk Pedagang Kaki Lima. [42]. Pada penelitian [43] [44] dan [20] menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata- 2. Perilaku pedagang kaki lima merupakan hasil rata pengetahuan penjamah makanan setelah pengelompokan dari tindakan dan pengetahuan dilakukan penyuluhan. Sebaliknya dalam pedagang kaki lima. Sedangkan sikap akan penelitian [45] [46] [47] menunjukkan menentukan seseorang dalam berperilaku. tidak ada pengaruh yang bermakna antara Pengetahuan penjamah makanan dipengaruhi pemberian pendidikan kesehatan terhadap oleh pengalaman kerja sedangkan praktik sikap tentang personal higiene. penjamah dipengaruhi oleh pelatihan yang diikuti oleh penjamah makanan. Keterbatasan Dalam mengubah praktik ke arah fasilitas yang dimiliki oleh pedagang kaki peningkatan yang lebih baik, ini memerlukan lima mempengaruhi sikap higiene sanitasi waktu yang tidak sebentar. Perubahan praktik pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima juga melalui cara pendidikan dengan cara cenderung mengabaikan higiene sanitasi pemberian informasi (dalam hal ini makanan mulai dari kegiatan persiapan penyuluhan) memakan waktu lama, tetapi produksi, produksi, penyajian, dan pasca perubahan yang dicapai akan bersifat produksi. langgeng karena didasari oleh kesadaran diri sendiri bukan karena paksaan [43]. Selain 3. Dampak dari perilaku pedagang kaki lima itu, peningkatan praktik juga yang mengabaikan higiene sanitasi makanan disebabkan karena penjamah makanan yakni memicu banyaknya kejadian penyakit mendapat tambahan pengetahuan melalui akibat makanan. Mikroba pathogen yang penyuluhan higiene perorangan yang mengkontaminasi makanan dapat menyebabkan diberikan. Penyuluhan merupakan proses seperti kolera, disentri, gastroenteritis, diare,

230

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012

dan berbagai penyakit saluran pencernaan REFERENSI lainnya atau bahkan kematian jika dikonsumsi [1] Santoso, Soegeng, dan Ranti, Anne Lies. oleh manusia. 1999, Kesehatan dan Gizi. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta. 4. Upaya meningkatkan perilaku higiene sanitasi [2] Susanna, Dewi dan Hartono, Budi. 2003. pada pedagang kaki lima yakni dengan cara Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak melakukan pengawasan, pemberdayaan, dan dan Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI melakukan penyuluhan dan pelatihan Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. tentang keamanan pangan agar kualitas Makara Seri Kesehatan 7 (1) : 21-29. sumber daya manusia terus dioptimalkan dan dengan berjalannya waktu dapat [3] WHO. 2006. Penyakit Bawaan Makanan. menjadi kebiasaan yang baik bagi pedagang Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta : kaki lima. Buku Kedokteran EGC. [4] Kusnoputranto, H. 1986. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Fakultas SARAN Kesehatan Masyarakat Universitas 1. Penelitian selanjutnya dapat Indonesia. dikembangkan dengan melakukan [5] Knechtges, Paul. 2015. Keamanan Pangan klasifikasi survey dibeberapa pedagang Teori dan Praktik. Jakarta : Penerbit Buku berdasarkan apa yang mereka jual Kedokteran EGC. (makanan maupun minuman) dan lokasi [6] Handajani, S. 2012. Pengetahuan Higiene tempat pedagang kaki lima menjajakan Perorangan dan Kondisi Higiene Sanitasi dagangannya. Paguyuban PKL Trisula Taman Bungkul 2. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih Surabaya. Surabaya: Universitas Negeri lanjut dengan melakukan survey pada Surabaya (Penelitian tidak dipublikasikan). konsumen yang membeli di pedagang kaki [7] Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan lima dengan adanya klasifikasi berdasarkan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT Rineka gender konsumen, usia konsumen, Cipta. pendidikan konsumen dan motivasi [8] Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan konsumen untuk membeli makanan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : maupun minuman tersebut agar PT Rineka Cipta. selanjutnya dapat menilai pandangan [9] Kholid, A. 2014. Promosi Kesehatan konsumen dari aspek sanitasi higiene, dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media, kelayakan tempat dan kualitas makanan dan Aplikasinya. Jakarta : PT Raja maupun minuman yang disajikan oleh Grafindo Persada. pedagang kepada konsumen. 3. Pengembangan selanjutnya yang berkaitan [10] Sari, Inten Ratna, dan Putu, Gusti Ayu. dengan penelitian ini yakni dapat dilakukan 2018. Gambaran Perilaku Masyarakat pengidentifikasian kasus keracunan makanan Dewasa dalam Pencarian Pengobatan yang masih banyak terjadi. Seperti dapat Penyakit Gigi di Desa Bajera Kecamatan melakukan pengklasifikasian penyebab Selemadeg Kabupaten Tabanan Tahun keracunan makanan yang terjadi pada 2018. Diploma Thesis. Poltekkes Denpasar pedagang kaki lima maupun keracunan Repository. Bali : Politeknik Kesehatan makanan yang terjadi pada rumah makan Kemenkes Denpasar. maupun pada catering. [11] Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan 4. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka dengan mengklasifikasikan beberapa Cipta. pemerintah daerah yang belum dan yang [12] Notoatmodjo, S. 2014. Promosi Kesehatan sudah turut andil dalam pencegahan dan Perilaku Kesehatan. Edisi Revisi terjadinya kasus keracunan makanan seperti Jakarta : Rineka Cipta. melakukan pengawasan, pendampingan, [13] Julizar, Mina. 2014. Hubungan sosialisasi atau penyuluhan, dan pelatihan Karakteristik Pedagang Makanan Kaki tentang keamanan pangan kepada Lima dengan Hygiene Sanitasi Makanan di penjamah makanan. Kota Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014. Aceh : Universitas Teuku Umar. [14] Nee, S. O., & Sani, N. 2011. Assessment of Knowledge, Attitudes and Practices

231

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012

(KAP) Among Food Handlers at Residential Karya Ponorogo. Diploma Thesis. Colleges and Canteen Regarding Food Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Safety. Sains Malaysiana, 40 (4) : 403– [25] Pudjiadi, S. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada 410. Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. [15] Darmapala, Lalu. 2019. Higiene Sanitasi [26] Dyna, F., Putri, V. D., dan Indrawati, D. Makanan Pada Pedagang Kaki Lima di 2018. Hubungan Perilaku Konsumsi Dusun Darmaji Desa Darmaji Kecamatan Jajanan Pada Pedagang Kaki Lima dengan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Kejadian Diare. Jurnal Endurance 3 (3). 2019. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Pekanbaru : STIKes Payung Negeri Kupang. Pekanbaru. [16] Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku [27] Amaliyah, Nur. 2017. Penyehatan Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Makanan dan Minuman. Yogyakarta : CV [17] Trigunarso, S. I., 2020. Hygiene Sanitasi Budi Utama. dan Perilaku Penjamah Makanan dengan [28] Fardiaz, Srikandi. 1989. Penuntun Praktek Angka Kuman pada Makanan Jajanan di Mikrobiologi Pangan. Bogor : Institut Lingkungan Sekolah. Jurnal Kesehatan, Pertanian Bogor. Volume 11, Nomor 1. E-Journal. Bandar [29] Kayser, F. H. et al., 2005. Medical Lampung : Politeknik Kesehatan Tanjung Microbiology. New York : Thieme. Karang. [30] Nurwantoro, dkk. 1997. Mikrobiologi [18] Arifin, M. H., Wijayanti, Y. 2019. Higiene Pangan dan Hewan dan Nabati. dan Sanitasi Makanan di Kantin Sekolah Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Higeia [31] Romanda, F., Priyambodo, & Risanti, E. Journal of Public Health Research and D., 2016. Hubungan Personal Hygiene Development. 3 (3). E-Journal. Semarang dengan Keberadaan Escherichia Coli Pada : Universitas Negeri Semarang. Makanan di Tempat Pengolahan Makanan [19] Sadia, N. I., Sakung, J., dan Rismawati, (TPM) Buffer Area Bandara Adi Soemarmo N., 2019. Faktor-Faktor yang Surakarta. Biomedika, Volume 8 Nomor 1. Berhubungan dengan Perilaku Penjual Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jajanan dengan Higiene Sanitasi Makanan [32] Sofiana, Erna. 2012. Hubungan Higiene yang Dijajakan di Sekolah Dasar di Palu dan Sanitasi dengan Kontaminasi E. coli Barat. Jurnal Kolaboratif Sains, Vol. 1, No pada Jajanan di Sekolah Dasar Kecamatan 1. E-Journal. Sulawesi Tengah : Tapos Depok. Skripsi Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palu. Masyarakat, FKM UI. [20] Ningsih, Riyan. 2014. Penyuluhan Hygiene [33] Rahmayani, R. D., dan Simatupang, M. M., Sanitasi Makanan dan Minuman, Serta 2019. Analisis Pengaruh Higiene Penjamah Kualitas Makanan yang Dijajakan dan Sanitasi Makanan Terhadap Pedagang di Lingkungan SDN Kota Kontaminasi E. Coli pada Jajanan Sekolah. Samarinda. Volume 10 (1). Jurnal Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 3, No. Kesehatan Masyarakat. Samarinda. 2. E-Journal. Jakarta Timur : Universitas [21] Suryani, D. dan Astuti, F. D. 2019. Higiene Respati Indonesia. dan Sanitasi pada Pedagang Angkringan di [34] Suryamah, Yeni. 2020. Penyelidikan Kawasan Malioboro Yogyakarta. Jurnal Epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB) Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 15, No. 1. Keracunan Pangan di Kampung Cijoho RW E-Journal. Yogyakarta : Universitas Ahmad 01 Desa Sirnamekar Kabupaten Sukabumi Dahlan. Tahun 2019. Jurnal Penelitian Kesehatan, [22] Satyaningsih, A., Munandar, S., 2017. Volume XIV Nomor 2. E-Journal. Gambaran Higiene Sanitasi dan : STIKes Dharma Husada. Keberadaan Escherichia Coli dalam [35] PP no 28 tahun 2004 tentang Jajanan Kue Basah di Pasar Kota Kendari Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa penjelasan pasal 25 ayat 3, Jakarta. Kesehatan Masyarakat 2, 1-10. [36] Imari, Sholah. 2011. Investigasi KLB [23] Rejeki, Sri. 2015. Sanitasi, Hygiene dan Keracunan Pangan. Jakarta. Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3). Bandung : Rekayasa Sains. [37] Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : PT [24] Siti, Halimah. 2018. Perilaku Tenaga Kerja Rineka Cipta. Wanita (TKW) dalam Mengatasi Kecemasan di PJTKI Citra Catur Utama

232

JTB Vol. 10 No. 2 (2021) 223 - 233 ISSN: 2301-5012

[38] Okvian, R. N. & Nawangsari, E. R. 2019. Journal. Palembang : Poltekkes Strategi Pemberdayaan Pedagang Kaki Palembang. Lima (PKL) di Sentra PKL Taman Prestasi [46] Pasanda, A. 2016. Perbedaan Kota Surabaya, Public Administration Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Journal, 1(2), 57-66. Surabaya : Penjamah Makanan Sesudah Diberikan Universitas Pembangunan Nasional Penyuluhan Personal Hygiene di Hotel “Veteran”. Patra Jasa Semarang. Skripsi. Semarang, [39] Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi p. 7–9. Penelitian Edisi Revisi. Jakarta : PT. [47] Isrofah & Nonik. 2010. Pengaruh Rineka Cipta. Pendidikan Kesehatan Gigi Terhadap [40] Anonim. 2005. The Evidence of Mental Pengetahuan dan Sikap Anak Usia Sekolah Health Promotion Effectiveness: Strategies di SD Boto Kembang Kulonprogo for Action. Michigan. International Union Yogyakarta. Pena Medika Jurnal for Health Promotion & Education Kesehatan. Yogyakarta. (IUHPE). [48] Bruce, Simon, G. 2012. Behavior Theory in [41] Ismail, F. H., Chik, C. T., Muhammad, R. & Health Promotion Practice and Research. Yusoff, N. M. 2016. Food Safety London. John & Bartlett Learning. Knowledge and Personal Hygiene Practices amongst Mobile Food Handlers in Shah Alam, Selangor. Volume 222. Procedia -

Social Behavioral Science. Malaysia, p. 291-292. [42] Wijaya, A. 2015. Penerapan Personal Hygiene Karyawan Pengolah Makanan Usaha Jasa Boga di Lingkungan Kampus Universitas Negeri Padang. E-Journal. Padang : Universitas Negeri Padang. [43] Rahmawati, U., Subandrian, D. N., dan Yuniarti. 2020. Pengaruh Penyuluhan

dengan Booklet terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Higiene Perorangan pada Penjamah Makanan. Jurnal Riset Gizi, Vol 8, No 1. E-Journal. Semarang : Poltekkes Kemenkes Semarang, Jurusan Gizi. [44] Abdullah, Faisal. 2016. Efektivitas Penyuluhan Higiene dan Sanitasi Terhadap

Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penjamah Makanan di Kantin yang Dikelola Universitas Tanjungpura Pontianak. E-Journal. Pontianak: Universitas Tanjungpura. [45] Damanik, H. D., Ridwan & Lubis, D. 2013. Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan dan Sikap tentang Personal Hygiene di SD Negeri 16 Sungai Rotan Kabupaten Muara Enim Tahun 2013. E-

233