Sastra Dan Urban
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
EDISI 16. T AHUN 2018 MAJALAH SASTRA SASTRA DAN URBAN MATA AIR Marhalim Zaini TAMAN May Moon Nasution Joni Syahputra Drama Bulang Cahaya TELAAH Puji Retno H. MOZAIK Joner Sianipar Apa yang perlu kita lakukan adalah menemukan CUBITAN jalan untuk merayakan keberagaman kita dan Gilang Saputro memperdebatkan perbedaan kita tanpa memecah belah masyarakat. EMBUN Hillary Clinton (1947-) EDISI 1 Rian Andri Prasetya 6 . T AHUN 2018 Sisipan Mastera ISSN 2086-3934 9 772086 393437 EDISI 16. TAHUN 2018 PENDAPA Sastra dan Urban PUSAT Sastra tidak dapat dilepaskan dari masyarakatnya. Sastra akan selalu Majalah Sastra Diterbitkan oleh mengikuti perkembangan masyakarat. Masyarakat urban pun menjadi salah satu Badan Pengembangan dan topik yang diungkapkan dalam sebuah karya sastra. Sudah sejak lama topik ini Pembinaan Bahasa menjadi bagian dari sastra. Hal ini terjadi sejalan dengan berkembangnya industri Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun, Jakarta 13220 di Indonesia. Yang paling dekat adalah industri penerbitan terutama percetakan. Pos-el: [email protected] Masuknya indsutri penerbitan dengan munculnya berbagai majalah dan surat Telp. (021) 4706288, 4896558 Faksimile (021) 4750407 kabar pada awal abad ke-20 merupakan salah satu penanda bahwa sastra adalah dekat dengan masalah urban. Sastra Indonesia boleh dikatakan sebagian besar ISSN adalah sastra urban. Ingat saja bagaimana Umar Kayam dalam beberapa cerpennya Penanggung Jawab: yang membicarakan kesepian orang-orang yang ada di keramaian dalam beberapa Prof. Dr. Dadang Sunendar, M. Hum. cerpennya yang terkumpul di Seribu Kunang-Kunang di Manhantan. Redaktur: Persoalan-persoalan urban menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Kini Dr. Hurip Danu Ismadi, M.Pd. persoalan urban ini masih mengemuka dan menjadi milik masyarakat walaupun Dr. Ganjar Harimansyah Prof. Dr. Budi Darma perkembangan ekonomi saat ini sudah pada taraf ekonomi kreatif. Hanya persoalan Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono masyarakatnya masih berputar pada masalah-masalah urban. Karena sastra milik Putu Wijaya semua orang, tentunya sastra dapat menerobos ke semua kalangan. Salah satunya Penyunting/Editor: adalah karya-karya yang dihasilkan oleh para pekerja rumah tangga di beberapa Ferdinandus Moses Dwi Agus Erinita kota di wilayah Asia dan Timur Tengah. Karya-karya mereka dapat dikatakan sebagai karya urban seutuhnya. Mereka berbicara mengenai kerinduan-kerinduan Ilustrator Riko Rachmat Setiawan pada kampong halaman dan berbagai persoalan yang harus dihadapinya di tengah kota-kota dunia. Penata Letak Riko Rachmat Setiawan Bicara mengenai urban dan sastra juga berbicara mengenai produksi sastra yakni ketika sastra menjadi komoditas. Hal ini tentunya berkaitan dengan sastra- Sekretariat: sastra yang menjadi populer karena dipasarkan sebagai bagian dari industri. Dra. Suryami, M.Pd. Lince Siagian, S.E Karya-karya tersebut dipasarkan seperti halnya barang-barang kebutuhan sehari- Siti Sulastri hari. Ini merupakan juga persoalan urban yang menyinggung sastra. Pada tahun 1970-an majalah-majalah wanita juga merupakan gejala sastra urban yang khas. Perempuan-perempuan yang semakin tinggi pendidikannya memerlukan bacaan. Mereka juga memerlukan bacaan untuk mengisi waktu luangnya karena pekerjaan rumah tangga sudah dikerjakan oleh pekerja rumah tangga. Ini pun merupakan persoalan urban khas perempuan di masa itu. Kini, persoalan urban sudah jauh melampaui persoalan hanya sekadar antara desa dan kota. Kini, dengan adanya era digital jarak desa dan kota semakin dekat. Hal ini yang menjadikan gawai pun sudah ada di pedesaan. Masalah urban pun berubah. Bukan lagi hanya menjadi persoalan orang-orang kota tetapi juga sudah menjadi persoalan orang orang yang tinggal di desa. Mereka tinggal di wilayah pedesaan tetapi persoalan mereka adalah persoalan urban juga melalui teknologi yang ada. Hal ini menjadikan persoalan urban semakin kompleks. (ENM) PUSAT, EDISI 16/TAHUN 2018 PUSAT, EDISI EDISI 16/TAHUN 16/TAHUN 2018 2018 1 DAFTAR ISI PENDAPA 39 TELAAH Erlis Nur Mujiningsih 1 Puji Retno Hardiningtyas Dalam Saiban: Ketika Oka Rusmini Menguliti Tubuh Sendiri MATA AIR Marhalim Zaini Di Sini dan Kini 4 CUBITAN Gilang Saputro Peristiwa 1965 dan 53 Pengarang (Seksi) TAMAN Puisi-Puisi May Moon Nasution 6 EMBUN Cerita Pendek Joni Syahputra 12 Rian Andri Prasetya Drama Bulang Cahaya 16 Catatan dari Program Penulisan Cerpen Tahun 2018 100 SECANGKIR TEH Hasta Indriyana Antara Pakem dengan Sarkem 102 Kebersamaan dalam suatu masyarakat menghasilkan ketenangan dalam segala kegiatan masyarakat itu, sedangkan saling bermusuhan menyebabkan seluruh kegiatan itu mandeg. Bediuzzaman Said Nursi (1877-1960) 2 PUSAT, EDISI 16/TAHUN 2018 PUSAT, EDISI 16/TAHUN 2018 LEMBARAN MASTERA Brunei Darussalam Puisi Hajah Sariani Haji Ishak Puisi Haji Mohamad Rajap PUSTAKA Cerita Pendek SNazar HB Sastri Sunarti 57 68 Resensi Buku 106 Empat Seri Mazhab Sastra Indonesia: Indonesia Puisi Irianto Ibrahim Cerita Pendek Sori Siregar Puisi Gus TF Sakai GLOSARIUM 69 81 F. Moses 126 Aforisme Malaysia Puisi “mengakurasikan ruang bagi ukuran irama di Cerita Pendek Fuadzail dalamnya" Puisi Zurinah Seribu Tafsiran Puisi Kemal Esai Roslan Jomel 82 95 MOZAIK Jonner Sianipar Marginalitas Perempuan Asmat dalam Novel Namaku Teweraut Karya Ani Sekarningsih 110 PUSAT, EDISI 16/TAHUN 2018 PUSAT, EDISI 16/TAHUN 2018 3 MATA AIR Di Sini dan Kini Marhalim Zaini Apa yang selalu menarik ketika menyoal sastra dan kota adalah ihwal waktu. Adalah ihwal sesuatu yang bergerak cepat, seolah selalu up-date, selalu menghendaki yang konteks, selalu hingar, dan harus “berbenturan” dengan sesuatu yang hening, ihwal kedalaman, dan kesunyian. Maka begitu menyebut sastra dan kota, bayangan kita langsung pada realitas sosial yang modern dengan diksi-diksi yang bau mal, sekaligus bau pasar tradisional. Realitas yang kadang, berlipat-lipat dalam pikiran, dan perasaan, yang sedang dan selalu terjadi di sini, dan kini. Tapi sastra itu “makhluk hidup.” Nyawanya panjang. Waktu, terus saja berdetak dalam kata, dalam makna. Waktu selalu dapat tempat untuk membangun “ruang hidup” dalam sastra. Baik waktu yang bersebati dengan diksi-diksi, maupun dengan waktu yang selalu dipersoalkan kembali dalam sastra. Maka segeralah kita ingat judul novel Saul Bellow, Seize The Day. Pengarang asal Amerika pemenang Nobel 1975 ini, pun tengah menyoal waktu, menyoal hari. Menyoal bagaimana peristiwa-peristiwa yang sedang dinarasikan dalam karya sastra adalah peristiwa yang (memang) terjadi di sini, dan kini. Sebuah semangat untuk memaknai waktu tak semata sebagai sesuatu yang lewat begitu saja seperti kelebat kendaraan di jalan tol, tetapi—sebagaimana juga Plato—sebagai a unity of time. Benar, bahwa apa yang disebut sebagai “kesatuan waktu” itu (oleh Plato), kadang memang seperti kelebat. Ia seolah melintas dalam pikiran kita. Tetapi, kelebat yang tinggal dalam ingatan kita itulah, waktu. Dan bukan (sekedar) lintasan waktu. Ia telah singgah, dan menempati satu ruang dalam memori kita. Dan, kalau dirawat dalam konsepsi Bellow tentang the nowness and the hereness, terus-menerus, maka ia akan menetap, menjadi penghuni. Ketika ia telah menetap, maka ia akan hadir se-waktu-waktu dalam imajinasi puitik kita, begitu kita panggil 4 PUSAT, EDISI 16/TAHUN 2018 PUSAT, EDISI 16/TAHUN 2018 MATA AIR ia menjadi kata, menjadi diksi- representasi dari sebuah pergula- memberi tempat, sekaligus saling diksi, menjadi peristiwa, menjadi tan si pengarang dengan lingku- meniadakan. Dan sastra urban, kesaksian-kesaksian. Saat itulah ngannya. Maka, ruang kosong mau tidak mau beregerak dalam sesungguhnya, past, present, dan itu memang tidak ada. Sebab— kelindan ruang semacam itu. future itu, bersebadan. Tak lagi sebagaimana juga intertekstua- Meskipun, kita tahu, bahwa karya dapat kita urai dalam kotak-kotak, litas—teks-teks puisi (sastra) se- sastra yang “berhasil” selalu dalam frame yang terpisah. nantiasa berkelindan dalam teks- menghadirkan ruang interaksi Saya jadi ingat realisme dalam teks yang telah terjalin sebelumnya, dengan publik, dalam bentuk wajah konvensi panggung teater modern. meski dalam ruang dan waktu yang apapun. Identitas bisa menjadi Peristiwa kekinian dan kedisinian berbeda. sangat bias, sekaligus bisa menjadi itu dalam bahasa Kernodle, the Dan, jalinan teks-teks itulah sangat jelas. here and now. Tentu mengandung yang meramu kekinian (waktu) dan Maka demikianlah pula apa maksud yang tak terlalu jauh kedisinian (ruang), menjadi a unity yang dapat diamati dalam perkem- berbeda. Meskipun, dalam konteks of time. Sebuah proses konkretisasi, bangan sastra kita hari ini. Seolah panggung teater, di sini dan seka- yang menegaskan bahwa peristiwa ada serombongan karya sastra yang rang itu lebih hendak menunjukkan apapun yang terjadi dalam sedang berduyun menuju kota dan bahwa peristiwa yang terjadi di kehidupan kita ini, sesungguhnya menetap di kota, dan sepertinya juga atas panggung itu adalah peristiwa tak bisa sepenuhnya berdiri sendiri, ada serombongan yang lain yang yang tengah terjadi sekarang dan tak bisa terlepas dari relasi-relasi pulang kampung dan membawa di sini. Dan demikianlah realisme ruang dan waktu yang membangun- kota dalam dirinya. Kepergian dan hendak meyakinkan kepada para nya. Dan artinya karya sastra kepulangan menjadi aktivitas yang penontonnya. Inti sebetulnya ada- memang bukan anak haram dari lah keterlibatan itu. Teater realisme realitas, tapi sastra adalah anak menetap itu adalah konsepsi the sulit didefinisikan, karena yang mengajak penontonnya untuk kandung dari realitas yang here and now itu. Waktu dan ruang masuk dalam