Konflik Politik Dalam Pergerakan Sarekat Islam 1926

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Konflik Politik Dalam Pergerakan Sarekat Islam 1926 LITERASI Volume 5 No. 2, Desember 2015 Halaman 216 – 232 KONFLIK POLITIK DALAM PERGERAKAN SAREKAT ISLAM 1926 POLITICAL CONFLICT IN THE SAREKAT ISLAM MOVEMENT OF 1926 Retno Winarni dan Mrr. Ratna Endang Widuatie Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember Pos-el: [email protected] Abstrak Artikel ini mendiskusikan konflik politik dalam pergerakan Sarekat Islam 1926. Fokus kajian adalah bagaimana terjadinya konflik politik dalam pergerakan Sarekat Islam, faktor yang melatarbelakangi, dan dampaknya. Hasill kajian menunjukkan bahwa konflik disebabkan perbedaan ideologi perjuangan antara kelompok Semaun dengan kelompok Cokroaminoto. Kelompok Semaun membawa ideologi komunis yang kemudian dikenal dengan sebutan SI Merah dan mengambil jalan noncooperative, sedangkan kelompok Cokroaminoto dengan nama SI Putih dan memilih strategi cooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Konflik ini menimbulkan perpecahan dalam tubuh organisasi Sarekat Islam dan akhirnya kelompok SI Merah memisahkan diri dan bergabung dengan Partai Komunis Hindia. Sementara itu, tokoh-tokoh SI Putih, antara lain Cokroaminoto mengumumkan kebijakan partai dengan melarang seseorang memasuki organisasi politik lebih dari satu. Kata kunci: konflik, politik, Sarekat Islam Merah, Sarekat Islam Putih Abstract This article discusses the political conflict in the movement of 1926. The focus of research is how did the political conflict in the movement of the SI occur, what factors were behind the conflict, and what impact did it bring. This study revealed that the conflict was caused by ideological differences between Semaun group and Tjokroaminoto group. The Semaun group promoted a communist ideology which was later known as the Red Sarekat Islam and took a non-cooperative path, while the Tjokroaminoto group or White SI chose a cooperative strategy with the Dutch government. These conflicts caused a split in the organization of the SI and Red SI group finally seperated and joined the Netherland Indies Communist Party. Meanwhile, the figures of White SI, among others Tjokroaminoto, announced the party’s policy to prohibit a person entering more than one political organization. Keywords: political conflict, red Sarekat Islam, white Sarekat Islam 216 Konflik Politik dalam Pergerakan Sarekat Islam 1926 Retno Winarni dan Mrr. Ratna Endang Widuatie A. Pendahuluan pimpinan Sarekat Islam sebagai infiltrasi dari luar, atau subversi yang membawa kepentingan Pergolakan sosial politik dengan segala Belanda, entah dari partai komunis atau bentuknya, bukanlah suatu hal baru dalam mung kin malahan dari pemerintah Belanda sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Gejala ini sendiri yang tidak menghendaki terbentuknya semakin meningkat setelah permulaan abad ke persatuan berdasarkan kebangsaan, seperti XX meskipun dalam bentuk pergerakan yang yang dikehendaki dan diusahakan oleh Sarekat berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Hal Islam (Noer, 1982:137). Sarekat Islam ketika baru ini disebabkan adanya penetrasi kolonial secara berdiri adalah suatu gerakan sosial ekonomi yang intensif memasuki kehidupan sehari-hari rakyat didukung kelompok pedagang dan pengusaha melalui pajak yang berat, pengerahan tenaga pribumi yang bergabung dalam organisasi buruh yang berlebih-lebihan dan peraturan- Sarekat Dagang Islam, didirikan di Solo pada peraturan yang menindas, maka dirasakan tahun 1911 oleh Haji Samanhudi, seorang bahwa realitas kekuasaan kolonial tidaklah pengusaha dan pedagang batik yang berhasil cocok dengan realitas sosial dan stabilitas yang men dirikan cabang-cabang perusahaannya di dicita-citakan oleh rakyat. Proses perubahan Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, Bandung ekonomi yang cepat pada pemerintahan kolonial dan Tarakan bersama dengan partner dagang- Belanda yang diiringi proses reorganisasi serta nya, seperti Mas Asmadiredjo, Mas Kertotaruno, disorientasi dan selanjutnya timbullah keresahan. Mas Soemowerdojo dan Mas Haji Abdul Hal ini membawa alam pikiran simbolis rakyat Radjak. Mereka meminta bantuan terutama mengalami krisis. Proses inilah yang merupakan da lam merumuskan anggaran dasarnya dari faktor pendorong terjadinya pergolakan sosial se orang terpelajar lulusan OSVIA bernama dalam masyarakat dengan segala manifestasi dan Tirtoadisurjo, yang telah meninggalkan dinas tindakannya (Schrieke, 1955:190). Perjuangan pemerintahan dan menjadi wartawan serta pergerakan bersifat religius yang dilakukan oleh menertbitkan majalah Medan Prijaji, pada tahun masyarakat Islam, ini merupakan suatu ciri yang 1909 mendirikan perkumpulan dagang bernama khas dari suatu pergerakan masyarakat Islam Sarekat Dagang Islam di Batavia dan pada tahun modern yaitu dengan membentuk organisasi- 1911, mendirikan juga Sarekat Dagang Islam di organisasi seperti Sarekat Dagang Islam, Sarekat Bogor. Kedua organisasi tersebut dimaksudkan Islam, dan Muhammadiyah. untuk membantu pedagang-pedagang bangsa Soekiman Wiryosandjojo, salah seorang tokoh Indonesia dalam menghadapi saingan orang- Sarekat Islam muda mengatakan bahwa, pada orang Cina. Pada tahun 1911 dia mendorong dasarnya Sarekat Islam adalah suatu organisasi seorang pedagang batik yang berasal dari pergerakan berdasarkan ajaran Islam, tetapi lebih Surakarta bernama Haji Samanhudi (1868‒1956) mengutamakan kebangsaan. Konsekuensinya untuk mendirikan Sarekat Dagang Islam sebagai Sarekat Islam sangat mementingkan persatuan suatu koperasi pedagang batik anti Cina. Cabang- untuk mewujudkan suatu natie (bangsa), karena cabang lainnya segera didirikan. Di Surabaya itulah, maka kegiatan orang-orang Indiche H.O.S Tjokroaminoto (1882‒1934) menjadi Sosialis tisch Democratische Vereniging (ISDV) yang pimpinan organisasi tersebut. Dia juga seorang mem propagandakan sosialisme dan prinsip lulusan OSVIA yang telah mengundurkan diri perjuangan ke dalam tubuh Sarekat Islam, dari dinas pemerintahan. Dia merupakan tokoh sebagaimana dilakukan terhadap perkumpulan yang mempunyai kharisma karena sikapnya Insulinde yang kemudian menjadi National yang memusuhi orang-orang yang memegang Indische Partij, Budi Utomo, dinilai oleh kekuasaan, (baik yang berkebangsaan Belanda 217 Vol. 5, No. 2, Desember 2015 maupun Indonesia), dan dengan cepat menjadi oleh markas besarnya Central Sarekat Islam pemimpin terkemuka dari gerakan rakyat yang (CSI) (Ricklef, 2005:253). pertama (Ricklef, 2005:252). Organisasi ini realitanya merupakan per- Pada tahun 1912 Sarekat Dagang Islam kumpulan kaum pengusaha dan pedagang berubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI). pribumi, berdasarkan koperasi, dengan tujuan Percekcokan terjadi antara Tirtoadisurjo dan abstraknya berikhtiar mengangkat derajat rakyat Samanhudi, sehingga Samanhudi yang sebagian agar menimbulkan kemakmuran, kesejahteraan besar waktunya tersita untuk urusan-urusan dan kebesaran negerinya. Bagi Raden Mas Tirto- dagang, meminta bantuan Cokroaminoto untuk hadisurjo, perumus anggaran dasar itu, pendirian memimpin organisasi. Asal usul organisasi Sarekat Dagang Islam merupakan sambutan yang bersifat Islam dan dagang segera menjadi kaum muslimin untuk mencapai kemajuan kabur, dan istilah Islam pada namanya kini sesuai dengan semangat zaman. Sementara itu sedikit banyak lebih mencerminkan adanya Islam adalah simbul identitas kepribumian, kesadaran umum bahwa anggota-anggotanya mengingat sebagian besar penduduk Indonesia yang berkebangsaan Indonesia adalah kaum ber agama Islam. Tujuan Sarekat Dagang Islam muslimin, sedangkan orang-orang Cina dan yang hakiki memang bukan berorientasi pada Belanda adalah bukan muslim. Cokroaminoto ideologi politik atau paham keagamaan, bahkan sendiri tampaknya tidak mempunyai pengeta- bukan Islam sekalipun yang terutama hendak huan yang mendalam tentang Islam (Ricklef, dicapai adalah menambah jalan baru untuk 2005:252). perdagangan anak negeri. Artikel ini ditulis Sarekat Islam dengan dasar keagamaannya bertujuan menjawab pertanyaan “mengapa mempunyai potensi luar biasa untuk meng- terjadi konflik dalam pergerakan Sarekat Islam”, himpun pengikut di antara rakyat kebanyakan. yang akan dikongkritkan pada pertanyaan Tujuannya memang sosial ekonomi, menertibkan sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang kehidupan keagamaan, mempertinggi taraf menyebabkan konflik, (2) Bagaimana proses kehi dupan rakyat pada umumnya, dan meng- terjadinya konflik tersebut (3) bagaimana akhir anjurkan kepatuhan kepada pemerintah. Peme- dari konflik tersebut (dampak). rintah Hindia Belanda menyadari kekuatan organisasi massa tersebut, sehingga berkeberatan B. Sarekat Islam dan Pergerakan Kebangsaan untuk menyetujui pendirian Sarekat Islam selaku organisasi nasional (Kartodirdjo, dkk, Sebenarnya sebelum mendirikan Sarekat 1976:64). Sejak tahun 1912 SI berkembang pesat Islam, Haji Samanhudi bersama-sama dengan dan untuk yang pertama kalinya tampak adanya saudara-saudara, teman dan pengikut-pengikut- dasar rakyat walaupun sukar dikendalikan dan nya yang terdiri atas pengusaha di kampung hanya berlangsung sebentar. Pada tahun 1919 SI batik Lawean dan pegawai rendah Kasunanan menyatakan mempunyai anggota 2 juta orang, Surakarta, telah membentuk perkumpulan tetapi jumlah yang sesungguhnya mungkin lokal bersama “Rekso Rumekso” (saling men- tidak pernah lebih dari setengah juta orang jaga), suatu perkumpulan ronda untuk menjaga (Ricklef, 2005:252). Gubernur Jenderal Idenburg keamanan kampung. Mereka bukanlah secara hati-hati mendukung SI, dan pada tahun golongan terpelajar, sehingga tidak mengetahui 1913 dia memberi pengakuan resmi kepada SI, seluk-beluk pemerintah yang mengharuskan tetapi hanya mengakui organisasi-organisasi suatu organisasi memerlukan
Recommended publications
  • Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History
    Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Emile Schwidder & Eef Vermeij (eds) Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Emile Schwidder Eef Vermeij (eds) Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Stichting beheer IISG Amsterdam 2012 2012 Stichting beheer IISG, Amsterdam. Creative Commons License: The texts in this guide are licensed under the terms of the Creative Commons Attribution-Noncommercial 3.0 license. This means, everyone is free to use, share, or remix the pages so licensed, under certain conditions. The conditions are: you must attribute the International Institute of Social History for the used material and mention the source url. You may not use it for commercial purposes. Exceptions: All audiovisual material. Use is subjected to copyright law. Typesetting: Eef Vermeij All photos & illustrations from the Collections of IISH. Photos on front/backcover, page 6, 20, 94, 120, 92, 139, 185 by Eef Vermeij. Coverphoto: Informal labour in the streets of Bangkok (2011). Contents Introduction 7 Survey of the Asian archives and collections at the IISH 1. Persons 19 2. Organizations 93 3. Documentation Collections 171 4. Image and Sound Section 177 Index 203 Office of the Socialist Party (Lahore, Pakistan) GUIDE TO THE ASIAN COLLECTIONS AT THE IISH / 7 Introduction Which Asian collections are at the International Institute of Social History (IISH) in Amsterdam? This guide offers a preliminary answer to that question. It presents a rough survey of all collections with a substantial Asian interest and aims to direct researchers toward historical material on Asia, both in ostensibly Asian collections and in many others.
    [Show full text]
  • Sarekat Islam Semarang Tahun 1913-1920
    SAREKAT ISLAM SEMARANG TAHUN 1913-1920 SKRIPSI Untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang Oleh ENDANG MURYANTI NIM 3101401032 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006 PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada: Hari : Tanggal: Pembimbing I Pembimbing II Drs. Karyono, M.Hum Drs. Abdul Muntholib, M.Hum NIP. 130815341 NIP. 131813653 Mengetahui: Ketua Jurusan Sejarah, Drs. Jayusman, M.Hum NIP. 161764053 ii PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada: Hari : Rabu Tanggal : 22 Maret 2006 Penguji Skripsi Dra. Santi Muji Utami, M.Hum NIP.131876210 Anggota I Anggota II Drs. Karyono, M.Hum. Drs. Abdul Muntholib, M.Hum. NIP. 130815341 NIP. 131813653 Mengetahui: Dekan, Drs. Sunardi, M.M NIP.130367998 iii PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Semarang, Februari 2006 Endang Muryanti NIM. 3101401032 iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al Baqarah: 216). PERSEMBAHAN Dengan tidak mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT hasil karya ini penulis persembahkan untuk: 1. Ayah dan Ibu tercinta atas kasih sayang dan doa yang selalu diberikan 2.
    [Show full text]
  • Evolusi Pemikiran Hadji Oemar Said Tjokroaminoto Tahun
    EVOLUSI PEMIKIRAN HADJI OEMAR SAID TJOKROAMINOTO TAHUN 1924-1928: DARI SOSIALISME ISLAM MENUJU ISLAM MAKRIFAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI) Oleh: Miftakhus Sifa’ Bahrul Ulumiyah NIM: A92216131 JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2019 ii PERNYATAAN KEASLIAN iii PERSETUJUAN PEMBIMBING iv PENGESAHAN TIM PENGUJI PERSETUJUAN PUBLIKASI vi ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Evolusi Pemikiran Hadji Oemar Said Tjokroaminoto Tahun 1924 – 1928: dari Sosialisme Islam menuju Islam Makrifat” dengan meneliti tiga permasalahan: (1) bagaimana biografi H.O.S Tjokroaminoto; (2) bagaimana sosialisme Islam dan Islam makrifat menurut H.O.S Tjokroaminoto, dan (3) bagaimana perubahan pemikiran H.O.S Tjokroaminoto tahun 1924-1928. Tiga permasalahan tersebut penulis teliti dengan menggunakan dua pendekatan historis-hermeneutik dan historis-sosiologis-psikologis. Pendekatan ini digunakan karena skripsi ini masuk dalam kategori sejarah pemikiran sub tema evolusi pemikiran yang dalam metodologinya meneliti teks dan juga konteks. Pendekatan historis-hermenutik merujuk pada pembahasan teks, sedangkan historis-sosiologis-psikologis merujuk pada konteks. Teori yang digunakan dalam penilitian ini ada empat yang semuanya digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam tiap pembahasan bab. Empat teori tersebut adalah teori Ibnu Khaldun tentang perkembangan akal budi, teori Herbert Spencer tentang evolusi umum, teori arkeologi pengetahuan Michael Foucault, dan teori hermeneutik Hans-George Gadamer. Metode yang penulis gunakan adalah metode sejarah dengan empat tahapan yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: pertama, H.O.S Tjokroaminoto lahir di Madiun tanggal 16 Agustus 1882 dan meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934.
    [Show full text]
  • Enlightenment and the Revolutionary Press in Colonial Indonesia
    International Journal of Communication 11(2017), 1357–1377 1932–8036/20170005 Enlightenment and the Revolutionary Press in Colonial Indonesia RIANNE SUBIJANTO1 Baruch College, City University of New York, USA In the historiography of Indonesian nationalism and the press, much has been made of the vernacular press and its role in the emergence of national consciousness. However, this work has not typically distinguished between the vernacular press and the self- identified “revolutionary press,” which emerged during the early communist movement of 1920–1926. This article recovers the tradition of the revolutionary press and situates it in the history of Indonesian national struggles by examining the production and development of the revolutionary newspaper Sinar Hindia. An investigation of the paper’s content, production, and distribution practices reveals how Sinar Hindia not only embodied the anticolonial national struggle but also became a voice for a project of enlightenment in the colony. By uncovering this “revolutionary” paper’s own discourses of enlightenment and revolutionary struggle, this study sheds light on the role of the press in the production of enlightenment ideas and practices in colonial Indonesia. Keywords: revolutionary press, enlightenment project, Indonesia, communism, social movements, communication history The growth of the native vernacular press and political organizations in the first two decades of the 20th century provided the conditions for an important period in Indonesian press history that saw the rise and fall of the “revolutionary press.” This self-identified revolutionary press (or pers revolutionair) was an outgrowth of the earlier vernacular press, which itself, along with political parties and unions, had become a voice of the colonized people throughout the Dutch East Indies (now Indonesia).
    [Show full text]
  • Buruh Bergerak; Semaun Dan Suryopranoto Dalam Perjuangan Gerakan Buruh 1900-1926
    BURUH BERGERAK; SEMAUN DAN SURYOPRANOTO DALAM PERJUANGAN GERAKAN BURUH 1900-1926 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Oleh : Dominikus Bondan Pamungkas NIM : 054314004 NIRM PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 ii Halaman Persembahan Skripsi ini dipersembahkan kepada papa dan mama. Penulisan ini juga disumbangkan bagi pergerakan buruh di Indonesia, kemarin, kini dan esok. iv v ABSTRAK Dominikus Bondan Pamungkas Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Skripsi yang berjudul “Buruh Bergerak; Semaun dan Soeryopranoto dalam Perjuangan Gerakan Buruh 1900-1926” berangkat dari 3 permasalahan. Pertama, faktor-faktor yang membawa Semaun dan Suryopranoto berjuang dalam organisasi perburuhan. Kedua, peranan Semaun dan Suryopranoto dalam gerakan perburuhan di Indonesia pada saat itu. Ketiga, faktor-faktor yang menjadi sebab terhentinya pergerakan buruh di Indonesia pada tahun 1926. Untuk mengkaji masalah-masalah tersebut, skripsi ini mempergunakan teori kelas Karl Marx, di mana dalam teori tersebut dibahas mengenai kemunculan kesadaran kelas. Dalam mempergunakan teori kelas Karl Marx, diseimbangakan pula dengan dua perspektif lain, yakni perspektif konflik antara kolonial dengan pribumi dan pandangan tentang Ratu Adil sebagai tokoh yang membebaskan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Metode ini digunakan untuk melihat perspektif konflik antara kekuatan kolonial dengan masyarakat pribumi. Penelitian ini memperoleh
    [Show full text]
  • Indonesian Identities Abroad International Engagement of Colonial Students in the Netherlands, 1908-19311
    bmgn - Low Countries Historical Review | Volume 128-1 (2013) | pp. 151-172 Indonesian Identities Abroad International Engagement of Colonial Students in the Netherlands, 1908-19311 klaas stutje 151­ This article describes the forging of networks and the articulation of solidarities by Indonesians in the Netherlands with various other colonial organisations and movements in European countries in the 1910s and 1920s. Living in the centre of the Dutch empire multiple factions of Indonesians, each in their own words and actions, interacted with the world beyond the confines of the Kingdom of the Netherlands. Foreign news reports in Dutch-Indonesian journals and concrete journeys of Indonesians abroad will be examined to describe the variety of worldviews within the Indonesian migrant community. The article also demonstrates that the Indonesians in the Netherlands serve as a telling example in the Dutch imperial context of Alan Lester’s remark that ‘colonised subjects themselves could and did forge new, anti-colonial networks of resistance, which similarly spanned imperial space’ (Alan Lester, ‘Imperial Circuits and Networks: Geographies of the British Empire’, History Compass 4:1 (2006) 134). On 30 August 1945, less than two weeks after the Indonesian Proklamasi of independence from the Netherlands, Mohammed Hatta, brother-in-arms of Sukarno, called upon his ‘old comrades wherever they may be’ to revive the spirit of unity among the colonised peoples of the world. In a public message he referred back to the days when he was a student in the
    [Show full text]
  • Cmyk 100/100/0/0
    kader kleurschema huisstijlhandboek thonik © 2011 CMYK 50/25/100/0 CMYK 25/0/100/0 CMYK 0/50/100/0 CMYK 0/70/100/0 RGB 150/160/25 RGB 215/215/0 RGB 255/150/0 RGB 255/105/10 CMYK 0/100/100/0 CMYK 0/100/0/0 CMYK 0/50/0/0 CMYK 40/100/0/0 RGB 225/0/25 RGB 225/0/125 RGB 255/160/195 RGB 165/0/125 CMYK 70/70/0/0 OnCMYK the 100/100/0/0 CMYK 100/0/50/0 CMYK 100/0/0/0 RGB 100/90/160 WaterfrontRGB 25/40/130 RGB 0/150/145 RGB 0/160/225 newsletter of the friends of the IISH 2014 no. 27 11 Exhibition in Moscow Unemployment blues The FIDOC collection Alexander Herzen's Sheet music from battle Rich and poor manuscripts songs in the Philippines On the Waterfront 27 – 2014 Intro duction The world we live in is experiencing major This issue will address an exhibition in Moscow, changes. We could repeat this sentence endlessly the collection presentations on 13 June 2013, and to refer to virtually everything at this point. the lectures delivered at that occasion by Duco Generations before us have repeated it endlessly Hellema and our board member Jacco Pekelder. as well. This makes ‘Major Changes’ seem like a permanent fixture throughout history. The iish Huub Sanders is no exception and has undergone its share of major changes in recent years. Following the previous painful reorganization, which unfortu­ Members of the Friends of the iish pay annual dues nately resulted in redundancies, new changes are of 100 or 500 euros or join with a lifetime donation of in the pipeline, which will hopefully bring the 1,500 euros or more.
    [Show full text]
  • Ethnicity, Race Modernity and Citizenship in Early Indonesian Thought
    Asian Ethnicity (2005) 6 (3): 145-160. DOI: 10.1080/14631360500226556 Constructing the Nation: Ethnicity, Race Modernity and Citizenship in Early Indonesian Thought R.E. ELSON School of History, Philosophy, Religion, and Classics, The University of Queensland Abstract This article examines the ways in which some early twentieth-century Indonesian thinkers conceptualised the state they had so recently imagined, and particularly how they attacked the vast problem of accommodating ethnic difference within the framework of that new state. Notwithstanding the highly promising beginnings of Indonesian self-appreciation in the early twentieth century and an extraordinarily successful cooptation and, as necessary, subjugation of local and regional expressions of ethnicity to the notion of a united Indonesia, there developed at the same time the new and strange concept of an ‘Indonesian race’. That concept represented a regressive reluctance to dispense completely with pre-modern notions of culture and belonging, and created a damaging feature of the understanding of Indonesian citizenship that endures to this day. Keywords: Indonesia, nationalism, nation, ethnicity, modernity, citizenship David Joel Steinberg once described the Philippines as ‘a singular and a plural place’.1 No matter how apposite his description, on the scales of singularity and plurality Indonesia must be accorded a higher rank than its near neighbour. Indonesia is a place of startling geographical diversity, its 18,000 islands spilling across vast seas from east to west. No less arresting is its ethnic and religious diversity. It was a daunting task to try to weld this difference into a single, united and purposeful state. Thus far, the attempt has been an astounding success, but one dogged by continuing contention about the nature of the new state, the principles upon which it should be based, and the nature of its citizenship.
    [Show full text]
  • The Political Thought of Tan Malaka
    The Political Thought of Tan Malaka Oliver Crawford, Trinity College, University of Cambridge December 2018 This dissertation is submitted for the degree of Doctor of Philosophy ‘The Political Thought of Tan Malaka’ Oliver Crawford Abstract In the course of a fairly brief lifetime, lasting only a little over fifty years (1897-1949), Tan Malaka was variously a schoolteacher, the chair of the Indonesian Communist Party (PKI), a Comintern agent, a political exile, and a revolutionary leader. He travelled the world, living for spells in the Netherlands, Germany, Russia, China, the Philippines, Singapore, and Thailand. Tan Malaka’s colourful life and political career have attracted comment from historians, but there has not yet been an in-depth treatment of his ideas, even though he produced a large corpus of writings and was acknowledged to be among the foremost political intellects of his generation in Indonesia. This thesis is an analysis and contextualization of Tan Malaka’s political thought. It places his writings within a series of contemporary debates: on the nature of the Indonesian past and the country’s potential for revolution; on imperialism and the post-colonial future of Asia; on the relationship between Islam, capitalism, and Communism; on the reformation of Indonesian thinking; and on the appropriate strategy and goals for the Indonesian revolution. These debates, and Tan Malaka’s interventions within them, reveal that Indonesia during the ‘national awakening’ period (1900-50) was the scene of great intellectual innovation, where foreign and indigenous concepts were fused, adapted and reworked. Tan Malaka’s writings provide a particularly vivid example of this, combining as they do the concepts and language of Marxism, Islamic morality, and Minangkabau custom, sometimes in tension, in other places flowing together without apparent strain.
    [Show full text]
  • Downloaded from Brill.Com09/29/2021 03:46:47PM Via Free Access 614 the Netherlands Indies and the Great War
    chapter xxii Peace Missed opportunities The armistice on the Western front on 11 November 1918 rendered some of the measures the colonial government superfluous. The ban on reporting on troop movements was lifted before the end of the month. Foreign consuls were again allowed to send telegrams in code after February 1919. Muurling’s PID, formally created to gather information about activities which might endan- ger neutrality, was disbanded in April 1919. During its brief existence it had acquired such notoriety that the abbreviation continued to be used in popular speech for years after to refer to the gathering of political intelligence by the colonial authorities (Poeze 1994:231). A native militia never saw the light of day. Batavia and The Hague refused to take the final step which would have permitted it to be raised. To arm a large section of the population was too dangerous. Perhaps the only Indonesians ever called to arms were the son of the Regent of Semarang and another Javanese pupil of the HBS in Utrecht, about whose fate Soewardi reported in Het Volk. They contacted the Minister of the Colonies in their efforts to escape conscription. The only advice the latter could give was that the best course for them to take would be to arrange their passage back to Java.1 In the Sarekat Islam the different factions continued to quarrel. During its national congress in October 1918 no decision had been taken about the ques- tion of whether the party should concentrate on its religious aims or should give preference to the economic and political emancipation of the Indonesian population.
    [Show full text]
  • Aktualisasi Pemikiran Pendidikan Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto Di Lembaga Pendidikan Islam Cokroaminoto Kabupaten Banjarnegara
    AKTUALISASI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM HAJI OEMAR SAID TJOKROAMINOTO DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM COKROAMINOTO KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh : Alfian Nur Mustofa Kamil NIM: 1520410062 TESIS Diajukan kepada Program Magister (S2) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Islam (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga YOGYAKARTA 2018 ii iii iv v vi ABSTRAK Alfian Nur Mustofa Kamil, S.Pd.I, Aktualisasi Pemikiran Pendidikan Islam HOS. Tjokroaminoto di Lembaga Pendidikan Islam Cokroaminoto Kabupaten Banjarnegara. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tesis, Yogyakarta: Pemikiran Pendidikan Islam, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018. Tesis ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa para generasi muda masih banyak yang belum tahu pemikiran HOS Tjokroaminoto dalam bidang pendidikan Islam. Kebanyakan orang mengira bahwa HOS Cokroaminoto lebih dikenal sebagai seorang agitator dan politikus ulung, tidak memiliki konsep tentang pendidikan Islam. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi generasi muda sekarang terutama siswa SMP banyak yang tidak mengenal nama-nama pahlawan pergerakan nasional Indonesia. Sementara itu sebagian orang juga cenderung menganggap bahwa HOS Cokroaminoto hanya sebagai seorang tokoh partai politik saja. Perlu diketahui bahwa beliau adalah seorang pahlawan nasional yang telah berjasa meletakkan dasar-dasar tentang berbagai persoalan nasional.
    [Show full text]
  • The Effect of the Failure of the G30s Pki Communism on Political Development in Indonesia
    THE EFFECT OF THE FAILURE OF THE G30S PKI COMMUNISM ON POLITICAL DEVELOPMENT IN INDONESIA Arumna Aryani; Moses Glorino Rumambo Pandin Faculty of Humanities, Airlangga University [email protected] and [email protected] ABSTRACT Many ideologies develop in the world, one of which is communism. The doctrine of communism is a reaction to a system of capitalism that is considered to lack social sensitivities. In Indonesia itself, this ideology had developed, but not long ago this ideology collapsed precisely after the events of the Movement of September 30, 1965, which is believed to be carried out by the Communist Party of Indonesia. This event led to a change in all fields and one of the affected areas was the political field where there was no political right for those with communist ideology in Indonesia. The purpose of writing this article in addition to completing the course assignment "Philosophy of Science" is also a reference for those who want to know the failure of the Communist Party of Indonesia and its impact on the 21st century in politics. This research is guided by the question of “What are the consequences that arise from the failure of communism in the G30S PKI incident on political development in Indonesia today?”. From this question, information was obtained that the failure of the G30S PKI communism made the Indonesian political sector close the communist gap and restrict all traffic. This case study will be written through the literature review method which is conducted collecting data from several relevant scientific journals.
    [Show full text]