HUBUNGAN CITRA TUBUH POSITIF DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENJADI TRANSEKSUAL WARIA

1111111 1111111 1111111 -llllllli;. 111

Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH

Disusun Oleh:

Yuanita Purwa Dewi 10507000240'S!:riit. .... --u.,·-~~~··"'~""'•·~'( "·'n : ..l .. 71···T'C'~(fiX''"'"""'"- rg1. : .. 1:Z3··· .. r'""""'~)...... t;··· ,'in. lndnk : .. 1.l...... ::::: .. 1'::::.4..L-.....Y k l;;sifikaf,i : ...... , .. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 HI 2009M HUBUNGAN CITRA TUBUH POSITIF DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENJADI TRANSEKSUAL WARIA

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

;··.... .,.,...,.,_--~·~··~·""~-·· PERPUSTAKAAN UTAIVii'I I UIN SYAHID JAKAR~J Oleh:

YUANITA PURWA DEWI NIIVI: 105070002405

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II ~~· Neneng Tati Sumiati, 1\1.Si, Psi Rena Latifu, 1\1.Psi NIP: 150300679 NIP: 150408704

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN CITRA TUBUH POSITIF DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENJADI TRANSEKSUAL WARIA, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 November 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Jakarta, 12 November 2009.

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar Ph.D Drat.•~M.s; NIP: 150 885 552 NIP: 19561223 198303 2 001

Anggota:

Penguji I Penguji II

~\ ,;y J ~ Abdul Mujib, Prof. Dr. M.Ag Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi NIP: 19680614199704 1 001 NIP: 150300679

Pembimbing I

wCl ~tu V\, k:j Cl, ~e k:j Cl ~L V\,Cif V\, ol Cl LCl Vltl berusCillttCil UV\,tu~ VVleV\,cCil-pCiIL tujuCilV\,

olCil V\, ~es Cl bCl rCil V\, Cl olCil LCl 1'l ~uV\,cL

VVleV\,cCil-pCil L tv0 uCil V\, terseb ut.

(:/t,uanita :f5urwa :J5e-wi) ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) November 2009 (C) Yuanita Purwa Dewi (D) Kepuasan Citra Tubuh Dan Hubungannya Dengan Pengambilan Keputusan Menjadi Transeksual Waria (E) xiv + 97 halaman (F) Menurut Thomson (1996) citra tubuh adalah pengalaman subyektif individu tentang penampilan fisiknya baik berupa ukuran,berat badan maupun bagian-bagian tubuh lainnya, yang berisi persepsi, pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap tubuhnya. Sementara itu kepuasan citra tubuh dibentuk oleh komponen persepsi, komponen sikap dan komponen tingkahlaku. lndividu yang puas terhadap citra tubuhnya yaitu individu yang memiliki persepsi, pikiran yang positif terhadap tubuhnya. Seorang waria yang merasa tidak puas akan keadaan tubuhnya akan melakukan pengambilan keputusan, yang mana pengambilan keputusan (decision making) menurut Janis dan Mann (1977) terbagi kedalam dua kategori pola pembuatan keputusan yang adaptif dan maladaptif. Pola pengambilan keputusan adaptif adalah pola perilaku yang sangat berhati-hati dan teliti, seperti pembuatan keputusan yang penuh kewaspadaan dan percaya diri. Sebaliknya, pola maladaptif adalah pola pengambilan keputusan yang gaga! dalam memadukan semua prasyarat pemrosesan informasi yang sangat baik. Kepanikan, pengelakan, dan rasa puas diri merupakan bagian dari pola pembuatan keputusan seperti itu. Penelitian ini ingin mengetahui: (1) Masalah - masalah apakah yang muncul sebagai waria (2) Seberapa besar kepuasan citra tubuh pada waria (3) Bila waria tidak puas dengan citra tubuhnya, apakah ini menjadi masalah besar baginya (4) Bagaimana cara waria menangani masalah citra tubuhnya (5) Apakah ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan pada waria menjadi transseksual. Penlitian ini dilakukan di Yayasan Srikandi Sejati (komunitas waria) JI. Pisangan Ill No:60 - Jati Negara - Jakarta Timur. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probabiliti sampling, untuk itu peneliti menentukan karakteristik waria yang memang sudah benar-benar seperti wanita dalam kesehariannya dengan jumlah responden 30 orang dengan menyebarkan instrumen penelitian yang berupa angket. Disain penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasi. Dari hasil analisa statistik ditemukan tidak ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual waria. Pernyataan tersebut diambil berdasarkan hasil penghitungan (1) Hasil uji korelasi dengan menggunakan teknik Spearman's rho dihasilkan nilai korelasi (r) hitung sebesar -0.193, sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan N 30 sebesar 0.364. Karena nilai rhitung yang didapat (-0.193) < rtabel (Sig. 5% ; N 30 = 0.364), maka hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Citra Tubuh dengan Pengambilan Keputusan diterima. (2) Hasil penghitungan uji norrnalitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi probabilitas yang dihasilkan pada data variabel Citra Tubuh sebesar 0.001, sementara nilai siginifikansi probabilitas pada data Pengambilan Keputusan adalah sebesar 0.474. Karena nilai signifikansi probabilitas yang dihasilkan pada data variabel Citra Tubuh < 0.05, maka sebaran data pada variabel tersebut dikatakan berdistribusi tidak normal, sementara sebaran data variabel Pengambilan Keputusan berdistribusi normal, karena nilai signifikansi probabilitas yang didapat > 0.05. Didapatkan hasil tidak ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan kemungkinan dikarenakan pada penelitian yang dilakukan sekarang ini dilaksanakan di suatu yayasan dengan sampel waria, bisa saja karena para waria tersebut sudah berkumpulnya pada suatu yayasan yang diakui, maka mereka sudah lebih dapat menerima dirinya dan memiliki citra tubuh yang cukup baik sehingga tidak perlu lagi mengambil keputusan untuk menjadi transseksual.Popularitas operasi kelamin di budaya juga masih harus diteliti lagi tentang seberapa pauh para waria mengetahui informasi operasi ini. Selain itu, faktor ekonomi di kalangan waria ini juga bisa menjadi alasan mengapa mereka tidak memutuskan untuk operasi transseksual. Para waria tersebut merasa citra tubuhnya terganggu dan merasa itu sebagai masalah untuk mereka, dengan mereka ikut berada dalam suatu yayasan maka ini bisa menjadi satu pemecahan masalah tersendiri bagi mereka. Karena dalam yayasan mereka memiliki banyak teman yang sejalan, dan mirip satu dan lainnya, dapat diterima setidaknya oleh teman-teman dan mersa diakui karena berada dalam satu yayasan. Saran secara teoritis untuk penelitian yang akan datang (1)sampel diperbanyak dan diperluas tidak hanya diperuntukkan pada waria dalam suatu yayasan saja. (2) Tidak hanya melihat kepuasan citra tubuh pada waria, tetapi juga melihat apakah ada orientasi seks pada waria yang membuat mereka mengambil keputusan menjadi transseksual.

ui Dan secara Praktisnya, (1) Untuk meminimalkan perkembangan jumlah waria, perlu disosialisasikan bagaimana meningkatkan citra tubuh yang dimiliki sebagaimana adanya, bahwa apa yang ia miliki adalah anugerah dari Tuhan sehingga tidak memenyebrang ingin menjadi gender lainnya. (2) Perlu disosialisasikan tentang bagaimana caranya meningkatkan citra tubuh pada waria, sehigga waria tersebut tidak perlu mengambil keputusan menjadi transseksual, mengingat resiko yang mungkin didapatkan apabila seseorang meakukan operasi transseksual.

(G) Daftar pustaka : 28 (1986-2007) KATA PENGANTAR

Alhamdu/illahirobbil'aa/amiin, puji syukur penulis sampaikan kepada Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul

"hubungan citra tubuh positif dengan pengambilan keputusan menjadi transeksual waria" ini dapat penulis diselesaikan.

Kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari arahan, bimbingan, dorongan, dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, Bapak Jahya Umar, PhD.

2. lbu Neneng Tati Sumiati, M.Si.Psi, dosen Pembimbing I yang selalu

bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan

memberikan masukan kepada penulis.

3. lbu Rena Latifa, M.Psi sebagai Pembimbing II yang tidak kenal lelah

bersedia memberikan masukan dan pemikiran dan juga terus mendorong

penulis untuk terus berusaha sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

4. Pembimbing Akademik, lbu Natris ldriyani SPsi.Msi.

5. Dan kepada seluruh Dosen Fakultas Psikologi beserta Staf Administrasi

yang telah membantu dan memberikan masukan kepada penulis.

viii antar Universitas, dan teman-teman seperjuangan angkatan 2005

khususnya kelas D angkatan 2005 yang tidak dapat disebutkan satu

persatunya yang selalu mewarnai hari-hari sepanjang perkuliahan

berlagsung, terimakasih yah semuanya.

9. Kepada bapak dan ibu Matsna dan teman-teman kos Pondok Alisan, lik,

Tuti, Diyah, Nenk Mala, Navis, lbah, Fitri dan semuanya. terimakasih atas

dukungan semangatnya.

10.Terima kasih kepada pegawai Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, pegawai Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Psikologi UL

11. Last but not least, terima kasih untuk diriku yang berhasil mengalahkan

bagian diriku yang lain, melawan kemalasan serta teman-temannya.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana

layaknya, baik dari segi bahasa maupun materi yang tertuang di

dalamnya. Besar harapan penulis skripsi ini dapat berguna untuk

menambah wawasan baru dan membuka cakrawala yang lebih luas bagi

pembaca sekalian. Amien ...

Jakarta, 12 Nopember 2009 M

Penulis DAFTAR ISi

HALAMAN PERSETUJUAN ...... HALAMAN PENGESAHAN ...... ii PERSEMBAHAN ...... iii MOTTO ...... iv ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... viii DAFTAR ISi ...... xi DAFTAR TABEL...... xiv DAFTAR GAMBAR ...... xv DAFTAR LAMPIRAN ...... xvi

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...... 1 1.2. ldentifikasi Masalah...... 8 1.3. Pembatasan Masalah...... 9 1.4. Rumusan Masalah ...... 1O 1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 11 1.5.1 Tujuan Penelitian ...... 11 1.5.2 Manfaat Penelitian ...... 11 1.6. Sistematika Penelitian ...... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengambilan Keputusan (Decision Making) ...... 13 2.1.1. Definisi Pengambilan Keputusan (Decision Making) .. 13 2.1.2. Faktor - faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan ...... 14 2.1.3. Strategi pengambilan keputusan ...... 15 2.1.4. Tahap-tahap pengambilan keputusan ...... 16 2.2. Citra Tubuh ...... 18 2.2.1. Definisi Citra Tubuh ...... 18 2.2.2. Komponen Citra Tubuh ...... 22 2.2.3. Citra Tubuh Positif (Kepuasan citra tubuh ) ...... 23 2.2.4. Citra Tubuh Negatif (Ketidakpuasan citra tubuh) ...... 24 2.2.5. Faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ketidakpuasan citra tubuh pada individu ...... 26 2.3. Waria ...... 27 2.3.1. Definisi waria ...... 27 2.3.2. Penyebab Timbulnya Waria ...... 30 2.4. Transseksual ...... 34 2.4.1. Sejarah Transseksual...... 34 2.4.2. Definisi Transseksual ...... 39 2.4.3. Ciri-Ciri Transseksual ...... 40 2.4.4. Penyebab Transeksual...... 42 2.4.5. Penelitian Mengenai Transeksual ...... 46 2.5. Gambaran waria di Yayasan Srikandi Sejati ...... 47 2.6. Fenomena terdahulu terkait dengan waria yang akhirnya berganti kelamin menjadi transseksual ...... 48 2.7. Kerangka Berpikir...... 54 2.7. Hipotesis ...... 56

BAB Ill METODOLOGI DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1. Jen is Penelitian ...... 58 3.1.1. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian ...... 58 3.1.2. Desain Penelitian ...... 58 3.2. Variabel penelitian ...... 59 3. 3. Definisi Variabel ...... 61 3. 3. 1. Definisi Konseptual variabel...... 61 3.3.2 Definisi Operasional Variabel ...... 62 3.4. Populasi dan Sarnpel Penelitian ...... 63 3.4.1. Populasi ...... 63 3.4.2. Sarnpel ...... 63 3.5. Teknik Pengurnpulan Data ...... 64 3.3.1. Metode Penelitian ...... 65 3.3.2. lnstrurnen Penelitian ...... 66 3.6. Prosedur Penelitian ...... 72 3.7. Teknik Analisis Data ...... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gamba ran Urn um Subjek ...... 78 4.2. Presentasi dan Analisa Data ...... 81 4.2.1. Uji persyaratan ...... 81 4.2.2. Presentasi Data ...... 85 4.2.3. Uji hipotesis ...... 87

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesirnpulan ...... 91 5.2. Diskusi ...... 91 5.3. Saran ...... 93 5.3.1. Saran Teoritis ...... 94 5.3.2. Saran Praktis ...... 94

DAFT AR PUSTAKA ...... 95 LAMPI RAN

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penskoran Skala model Likert ...... 66

Tabel 3.2 Hasil Penelitian Terdahulu Pengambilan Keputusan ...... 67

Tabel 3.3 Blue Print Item Pengambilan Keputusan (pilot test) ...... 68

Tabel 3.4 Blue Print Item Skala Citra Tub uh (pilot test) ...... 71

Tabel 3.5 Arti dan golongan nilai lndeks Massa Tubuh (IMT) ...... 77

Tabel4.1 Komposisi subjek berdasarkan Usia ...... 78

Table4.2 Komposisi subjek berdasarkan ukuran tinggi badan ...... 79

Table4.3 Komposisi subjek berdasarkan berat badan ...... 80

Tabel 4.4 Komposisi subjek berdasarkan pengkategorian lndeks

Massa Tubuh ...... 80

Table4.5 Hasil Uji Normalitas citra tubuh dan Pengambilan

Keputusan ...... 82

Tabel 4.6 Deskripsi data ...... 85

Tabel 4.7 Kategorisasi skala kepuasan citra tubuh ...... 86

Tabel4.8 Kategorisasi ska la pengambilan keputusan ...... 86

Tabel4.9 Hasil uji korelasi Citra tubuh dengan Pengambilan

Keputusan ...... 87

Tabel 4.10 Hasil uji regresi variabel bebas dan variabel terikat ...... 88

Tabel 4.11 Anova ...... 89

Tabel 4.12 Uji signifikansi konstanta pengambilan keputusan ...... 89 DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket Try Out Pengambilan Keputusan

Lampiran 2 Angket Try Out Citra Tubuh

Lampiran 3 Data Mentah Try Out Skala Pengambilan Keputusan

Lampiran 4 Data Mentah Try Out Skala Citra Tubuh

Lampiran 5 Reliabilitas Dan Validitas Skala Pengambilan Keputusan

Lampiran 6 Reliabilitas Dan Validitas Skala Citra Tubuh

Lampiran 7 Data Mentah Penelitian Skala Pengambilan Keputusan

Lampiran 8 Data Mentah Penelitian Skala Citra Tubuh

Lampiran 9 Foto-foto 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atmojo (1986) dalam penelitiannya terhadap para waria di tiga kota besar di

Jawa menemukan bahwa waria dapat dikelompokkan sebagai transeksual, yaitu seseorang yang mengalami penyimpangan identitas jender (gender identity disorde!'). Menurutnya, sebagian besar waria di Jakarta, Bandung,

Surabaya menampilkan ciri-ciri penderita gender identity disorder, sehingga mereka bisa dianggap sebagai transeksual.

ldentitas jenis kelamin (gender identity) adalah keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense) diri seseorang sebagai laki-laki atau wanita. ldentitas jenis kelamin didasarkan pada sikap, pola perilaku, dan atribut lain yang ditentukan secara kultural yang biasa berhubungan dengan maskulinitas atau feminitas (dalam Kaplan dan Sadock, 1997). Orang dengan identitas jenis kelamin yang sehat adalah mampu berkata dengan yakin " saya adalah laki-laki" atau "saya adalah wanita".

Peran jenis kelamin (gender role) adalah pola perilaku eksternal yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense) dari jenis kelamin. Citra 2

kelelakian atau kewanitaan adalah dikomunikasikan kepada orang lain

(dalam Kaplan dan Sadock, 1997).

Dalam pengertian umum, waria adalah seorang laki-laki yang berdandan dan berperilaku sebagai wanita. Kelainan ini sebenarnya bisa dapat digolongkan ke dalam berbagai penyakit. Pengertian di atas masih terlalu umum, dan tidak menunjuk pada salah satu jenis penyakit. Tapi biasanya, entah disadari atau tidak, istilah waria memang ditujukan untuk penderita transeksual

(seseorang yang memiliki fisik berbeda dengan keadaan jiwanya). Artinya, istilah tersebut bisa juga dikenakan pada seseorang yang secara fisik perempuan tapi berdandan dan bertingkah laku sebagai laki-laki (Atmojo,

1986).

Selain itu Atmojo (1986) menjelaskaan sebagian besar dari mereka merasa bahwa mereka adalah wanita meskipun tubuh mereka sejak lahir mereka memiliki jenis kelamin laki-laki. Menurut penuturan mereka, kesadaran akan kewanitaan mereka dimulai semenjak mereka pada masa kanak-kanak.

Mereka berusaha merubah bentuk tubuh mereka yang memiliki karakteristik laki-laki agar menjadi wanita yang seutuhnya. Bahkan banyak waria yang berupaya untuk melakukan operasi plastik dan suntik hormon untuk membentuk dan memperbesar dada, memperbaiki bentuk wajah, 3

menghaluskan kulit, bahkan pada akhirnya ada yang memutuskan untuk melakukan operasi kelamin, atau yang disebut operasi transeksual.

Umumnya masyarakat mengenal waria adalah seorang yang berjenis kelamin pria, tetapi berpakaian seperti wanita dan juga bertingkah laku layaknya seorang wanita, kadang kala seorang waria terlihat lebih feminin dari pada wanita (dalam Ferdayanti, 2004). Akibat ketidaksesuaian antara hasrat, dan perasaan untuk menjadi anggota lawan jenis terhadap kondisi-kondisi fisik yang sebenarnya maka timbullah suatu masalah yang disebut dengan

Transseksual. Yang mana Transseksual adalah suatu keadaan dimana seorang laki-laki memiliki keyakinan, perasaan bahwa ia seharusnya berada dalam golongan lawan jenisnya, yaitu perempuan, atau sebaliknya perempuan yang memiliki keyakinan seharusnya dirinya itu berada dalam golongan lawan jenisnya, yaitu laki-laki. Transeksual sering tertukar dengan apa yang dinamakan hermafrodit atau interseks. Transeksual umumnya disalahartikan atau dianggap sebagai individu dengan kondisi interseks

(hermafrodit) secara fisik (Aini, 2003).

Perlu dibedakan antara transseksual dengan hermafrodit dan lesbi atau homoseksual. Seseorang dikatakan hermafodit (inerseks) apabila ia memiliki penis dan juga memiliki vagina meskipun bentuk ataupun fungsi salah satu organ seks tersebut tidak sempurna. (lnerseks) adalah individu yang memiliki 4

keambiguan atas genital internal atau eksternal mereka, atau bisa keduanya, namun secara umum mereka tidak menampakkan kebingungan atas identitas gender mereka (Dewan redaksi Ensiklopedi islam, 1993).

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder- IV (DSM-IV), transeksual digolongkan ke dalam Gender Identity Disorder atau Gender

Dysphoria. Gender Dysphoria adalah sebuah istilah umum. Transseksual berbeda juga dengan homoseksual. Homoseksual adalah individu yang memiliki orientasi seksual kepada sesama jenisnya. Bila ia pria maka ia akan tertarik secara seksual dengan pria juga, dan sebaliknya, apabila ia perempuan maka ia akan tertarik dengan perempuan juga, itu yang biasa disebut dengan lesbi.

Dan tranvisit adalah selalu laki-laki; mereka tidak membenci alat kelamin mereka ataupun menginginkan untuk menghilangkannya. Mereka tidak seperti transeksual yang merasa "terperangkap" dalam tubuh yang salah dan secara tegas membenci bahkan merasa jijik dengan alat kelamin yang mereka miliki. Adapun persamaan yang dimiliki oleh transseksual dengan transvisit adalah keduanya memakai pakaian dari lawan jenis kelamin pasangannya (cross-dress). 5

lstilah "Transgender" rnulai digunakan pada rnasa antara penggunaan DSM

Ill dan DSM IV (Thorn dan More, 1994), seperti dikutip oleh Ekins dan King rnenggunakan istilah transgender untuk rnenggarnbarkan kornunitas dari seluruh orang-orang dengan identitas cross-genderterlepas dari apakah rnereka adalah intersex, transeksual laki-laki dan perempuan, cross-dresses, drag king, dan drag Queen, transgenderis, androgini, bi-gender, gender ke­ tiga, atau gender gifted people. lstilah ini digunakan oleh beberapa pihak untuk rnerujuk pada seseorang yang rnerniliki identitas gender yang tidak biasa dalarn konteks bebas nilai, artinya istilah ini digunakan tanpa ada konotasi psikopatologi. Beberapa orang rnenggunakan istilah ini secara informal untuk rnenunjuk pada seseorang yang rnerniliki rnasalah identitas gender dalarn bentuk apapun. Transgender bukanlah diagnosa formal, tetapi para profesional dan rnasyarakat awarn rnerasa lebih rnudah rnenggunakan istilah ini daripada GIDNOS (Gender Identity Disorder Not Otherwise

Specified), yang rnerupakan diagnosa formal.

Transseksual terbagi rnenjadi dua rnacarn, yaitu MtF atau Male to Female transseksuals dan FtM atau Female to Male transseksuals. Male to Female

Transseksuals atau transseksual laki-laki ke perernpuan rnerniliki tubuh dan jiwa perernpuan. Sedangkan Female to Male Transsexsua/s atau transseksual perernpuan ke laki-laki rnerniliki tubuh perernpuan dan jiwa laki­ laki. 7

Ketidakpuasan terhadap citra tubuh rnerupakan keyakinan individu bahwa penarnpilan tidak rnernenuhi standar pribadinya, sehingga ia rnenilai rendah tubuhnya.

Hal ini lebih lanjut dapat rnenyebabkan individu rnenjadi rentan terhadap harga diri yang rendah, depresi, kecernasan sosial dan rnenarik diri dari situasi sosial, serta rnernaharni disfungsi sosial (Menurut Cash & Grant dikutip Thompson, 1996). Dengan adanya fenornena seperti itu peneliti ingin rnencari banyak inforrnasi tentang waria dan rnernbahas tentang kepuasan citra tubuh dan hubungannya dengan pengarnbilan keputusan rnenjadi transseksual.

Beberapa ahli rnernberikan batasan rnengenai pengarnbilan keputusan

(decision making) diantaranya adalah;

Menurut Janis dan Mann (1977) pengarnbilan keputusan diperoleh rnelalui dua pola pernbuatan keputusan yaitu pola pengarnbilan keputusan yang adaptif dan rnaladaptif. Pola pengarnbilan keputusan adaptif adalah pola perilaku yang sangat berhati-hati dan teliti, seperti pernbuatan keputusan yang penuh kewaspadaan dan percaya diri. Sebaliknya, pola rnaladaptif adalah pola pengarnbilan keputusan yang gaga! dalarn rnernadukan sernua prasyarat pernrosesan inforrnasi yang sangat baik. "Keputusan adalah pengakhiran atau perntusan dari pada suatu proses pernikiran tentang suatu 8

masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu" (Atmosdirjo, 1987).

Dari batasan-batasan di atas memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses atau bagian dari pemecahan masalah. Secara umum, masalah adalah setiap kali atau pertentangan antara satu situasi lain yang ingin dicapai yaitu yang menjadi goal atau tujuan oleh seseorang atau sekelompok orang. Dengan demikian, proses yang dilakukan dalam pemecahan masalah bersifat terarah pada tujuan dan didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi kesenjangan antara satu hal dengan yang lain

(Morgan, 1986).

Dan yang ingin dilihat pada penelitian ini adalah bagaimana citra tubuh seorang waria dan apabila citra tubuhnya buruk apakah menggiringnya untuk mengambil keputusan menjadi transeksual? Dimana seperti telah dikemukakan diatas, pengambilan keputusan merupakan proses seseorang dalam rangka memecahkan masalahnya.

1.2 ldentifikasi Masalah

1. Masalah-masalah apakah yang muncul sebagai waria?

2. Seberapa besar kepuasan citra tubuh pada waria? 9

3. Bila waria tidak puas dengan citra tubuhnya, apakah ini menjadi masalah

besar baginya?

4. Bagaimana cara waria menangani masalah citra tubuhnya?

5. Apakah ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan

keputusan menjadi transseksual pada waria?

1.3 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti membatasi pada tema kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual waria. Untuk memudahkan pemahaman terhadap tema tersebut, berikut batasan dari variable yang digunakan dalam penelitian ini:

Menurut Janis dan Mann (1977) pengambilan keputusan diperoleh melalui dua pola pembuatan keputusan yaitu pola pengambilan keputusan yang adaptif dan maladaptif. Pola pengambilan keputusan adaptif adalah pola perilaku yang sangat berhati-hati dan teliti, seperti pembuatan keputusan yang penuh kewaspadaan dan percaya diri. Sebaliknya, pola maladaptif adalah pola pengambilan keputusan yang gaga! dalam memadukan semua prasyarat pemrosesan informasi yang sangat baik. kepanikan, pengelakkan, dan rasa puas diri merupakan bagian dari pola pembuatan keputusan seperti itu. Singkatnya, Keputusan adalah pengakhiran atau pemutusan dari pada suatu proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk 10

menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu

(Atmosdirjo, 1987).

Kaum waria yang di maksud di dalam penelitian ini adalah menurut Kamus

Basar Bahasa Indonesia (2000:1269). lstilah waria kependekan dari wanita pria, pria yang bersifat dan bertingkah laku seperti wanita, pria yang mempunyai perasaan sebagai wanita.

Menurut Thomson (1999) Citra tubuh adalah pengalaman subyektif individu tentang penampilan fisiknya baik berupa ukuran,berat badan maupun bagian­ bagian tubuh lainnya, yang berisi persepsi, pikiran, persaan dan sikap individu terhadap tubuhnya. Sementara itu kepuasan citra tubuh dibentuk oleh komponen persepsi, komponen sikap dan komponen tingkahlaku. lndividu yang puas terhadap citra tubuhnya yaitu individu yang memiliki persepsi, pikiran yang positif terhadap tubuhnya.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah ditetapkan pada penelitian ini, maka rumusan masalah adalah "apakah ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria? ". 11

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Mengacu pada latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan citra tubuh dan hubungannya dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Secara teoritis, dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya literature psikologi Indonesia khususnya dalam bidang klinis.

Dari segi praktisnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, dan memberikan masukan dan penemuan-penemuan yang baru dan lebih banyak lagi kepada masyarakat luas mengenai kaum waria dan kepuasan citra tubuhnya, serta memberikan informasi tentang pengambilan keputusan untuk menjadi transeksual dapatlah dihindari dengan cara meningkatkan citra tubuhnya, sehingga dapat meminimalkan resiko pasca operasi transeksual misalnya.

1.6 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 12

Bab I Merupakan Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

ldentifikasi masalah, Batasan masalah dan rumusan masalah,

Tujuan dan Manfaat penelitian, dan Sistematika penulisan

Bab II Pengambilan Keputusan (Decision Making), Definisi Pengambilan

Keputusan (Decision Making), Faktor-faktor pengambilan

keputusan, Strategi pengambilan keputusan, Definisi Citra Tubuh,

Komponen Citra Tubuh, Citra Tubuh Positif (Kepuasan citra tubuh),

Citra Tubuh negatif (Ketidakpuasan citra tubuh), Faktor yang

mempengaruhi kepuasan dan ketidakpuasan citra tubuh pada

individu, Definisi waria, latar belakang individu menjadi waria,

gambaran waria di yayasan srikandi, sejarah transseksual, definisi

transseksual, ciri-ciri transseksual, penyebab transseksual,

penelitian mengenai transseksual, Fenomena terdahulu terkait

dengan waria yang akhirnya berganti kelamin (menjadi

transseksual), kerangka berpikir

Bab Ill Terdiri dari Metodologi Dan Prosedur Penelitian, Jenis Penelitian,

Pendekatan penelitian dan metode penelitian, Desain Penelitian,

Variabel penelitian dan Operasional variabel, Populasi dan Sampel

Penelitian, Teknik pengumpulan data, lnstrumen Penelitian,

Prosedur Penelitian, Teknik Analisis Data

Bab IV Hasil dan Analisa

Bab V Kesimpulan dari hasil penelitian, Diskusi, Saran dan Lampiran. 13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengambilan Keputusan (Decision Making)

2.1.1 Definisi Pengambilan Keputusan (Decision Making)

Beberapa ahli memberikan batasan mengenai pengambilan keputusan, di antaranya adalah;

Menurut Janis dan Mann (1977) pengambilan keputusan diperoleh melalui dua pola pembuatan keputusan yaitu pola pengambilan keputusan yang adaptif dan maladaptif. Pola pengambilan keputusan adaptif adalah pola perilaku yang sangat berhati-hati dan teliti, seperti pembuatan keputusan yang penuh kewaspadaan dan percaya diri. Sebaliknya, pola maladaptif adalah pola pengambilan keputusan yang gagal dalam memadukan semua prasyarat pemrosesan informasi yang sangat baik. Kepanikan, pengelakkan, dan rasa puas diri merupakan bagian dari pola pembuatan keputusan seperti itu. Berdasarkan teori tersebut, Mann, Harmoni, dan Power (1989) mengembangkan Adolescent Decision Making Questionaire (ADMQ) untuk mengukur pola pengambilan keputusan pada masa remaja.

"Keputusan adalah pengakhiran atau pemutusan dari pada suatu proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan 14

apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan

menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu" (Atmosdirjo, 1987).

Dari batasan-batasan di atas memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan

merupakan suatu proses atau bagian dari pemecahan masalah. Secara

umum, masalah adalah setiap kali atau pertentangan antara satu situasi lain

yang ingin dicapai yaitu yang menjadi goal atau tujuan oleh seseorang atau

sekelompok orang. Dengan demikian, proses yang dilakukan dalam

pemecahan masalah bersifat terarah pada tujuan dan didorong oleh

kebutuhan untuk mengurangi kesenjangan antara satu hal dengan yang lain.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan menurut Marx

(1976) diantaranya adalah faktor personal, yang meliputi:

1. Kognisi, yang berupa kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki

individu.

2. Motif, yakni bagaimana motivasi individu dalam merespons situasi yang

sedang dihadapi.

3. Sikap, yang berhubungan dengan perasaan negatif dan positif individu

terhadap suatu situasi.

Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu dalam menghadapi konflik adalah (Dafidoff, 1991): 15

1. Kuatnya motivasi. Bila motivasi yang timbul dari sebuah pilihan semakin

kuat, maka akan semakin kuat pula dorongan untuk memilih hal tersebut,

dibandingkan dengan pilihan yang timbul dari motivasi yang lemah.

2. Jarak, tempat, dan waktu. lndividu akan cenderung mendekati atau

menghindari salah satu pilihan sesuai dengan jauh dekatnya jarak,

tempat, dan waktu dari pilihan tersebut.

3. Pengharapan. Semakin besar harapan individu terhadap salah satu

pilihan maka akan besar pula kemungkinan untuk memilih pilihan

terse but.

2.1.3 Strategi pengambilan keputusan

Atwater, 1983 mengklasifikasikan strategi pengambilan keputusan berdasarkan unsur resiko yang terlibat didalamnya:

1. Wish strategy adalah memilih alternatif pilihan yang dapat membawa

pada hasil yang diinginkan, tanpa memperhatikan resiko.

2. Escape strategy adalah memilih alternatif pilihan yang paling tinggi

kecenderungannya untuk dapat terhindar dari hasil yang buruk.

3. Safe strategy adalah memilih alternatif pilihan yang paling tinggi

kecenderngannya untuk mencapai keberhasilan.

4. Combination strategy adalah mengkombinasikan kemungkinan untuk

memperoleh hasil yang paling diinginkan (high desirability) dengan

probalitas peluang tertinggi (high probability) 17

3. Weighing the alternatives

Pilhan-pilihan yang ada dievaluasi berdasarkan konsekwensi dan

kepraktisan, terutama tentang kelebihan dan kekurangan dari setiap

alternatif. Evaluasi ini berguna untuk memilih alternatif yang terbaik.

4. Making a commitment

Banyaknya ketegangan karena memprtimbangkan alternatif hanya dapat

diselesaikan dengan membuat dan memutuskan komitmen. Pada tahap

ini tercapai suatu keputusan untuk memilih salah satu alternatif yang ada,

dan telah menetapkan komitmen untuk melaksanakan keputusan

terse but.

5. Adhering despite negative feedback

Setiap keputusan pasti memiliki resiko. Oleh karena itu, sangat penting

untuk tidak terlalu bereaksi berlebihan dengan kritik maupun kekecewaan

seperti mengganti sebuah keputusan sebelum mencoba ataupun tidak

menerima kritikan.

Janis & mann 1977 (dalam Siagian,1990:23 mengemukakan 7 kriteria untuk menguji efektifitas dari pengambilan keputusan:

1. Secara menyeluruh melihat alternatif tindakan yang mungkin dicapai dan

nilai-nilai yang mungkin dilakukan

2. Mempertimbangkan sefuruh tujuan yang akan dicapai dan nilai-nila yang

terkandung dalam setiap pilihan 18

3. Secara hati-hati menimbang kerugian yang akan dihadapi,

memperkirakan resiko-resio yang belum pasti, baik konsekwensi positif

maupun negatif.

4. Secara intensif mencari informasi baru yang relevan untuk evaluasi lanjut

Membuka diri dan memperhitungkan informasi baru, walaupun informasi

itu tidak mendukung pilihan yang disukainya

5. Membuka diri memperhitungkan informasi baru walaupun informasi itu

tidak mendukung pilihan yang disukainya.

6. Menilai kembali konsekwensi positif dan negatif setiap pilihan termasuk

pilihan yang semula tidak diterima, sebelum mengambil keputusan akhir

7. Membuat langkah-langkah tindakan dan rencana yang terperinci dengan

mempertimbangkan kemungkinan tindakan yang antisipatif.

2.2 Citra Tubuh

2.2.1 Definisi Citra Tubuh

Menu rut Thompson, et. al (1999: 10), citra tubuh (body image) adalah :

"body image is an evaluation of one's size, weight, or any other aspect of the body that determine's physical appearance".

Selain tokoh di atas, Atwater (1999) mengemukakan bahwa citra tubuh adalah sebuah representasi mental mengenai bentuk tubuh kita sendiri. 19

Pengertian ini menjelaskan perasaan kita yang sesungguhnya terhadap tubuh kita sendiri, termasuk didalamnya perasaan puas atau ketidakpuasan terhadap tubuh kita.

Dalam Kamus Besar Psikologi (Chaplin, 2005) Body image adalah: Ide

seseorang mengenai betapa bagian badannya di hadapan orang (bagi) orang

lain. Kadang kala dimasukkan pula konsep mengenai fungsi tubuhnya. Dalam

artian seseorang mempersepsikan tubuhnya sesuai dengan ide atau

perasaan yang ia rasakan dan beranggapan apa yang ia persepsikan

tersebut sangat diperhatikan oleh orang lain di sekitarnya.

Dari definisi-definisi di atas citra tubuh adalah pengalaman subyektif individu

tentang tubuhnya, yang berisi persepsi, pikiraan, persaan dan sikap individu

terhadap tubuhnya. Lebih spesifik lagi dapat ditarik kesimpulan bahwa citra

tubuh merupakan evaluasi dari pengalaman subyektif individu tentang

penampilan fisiknya, baik berupa ukuran, berat badan maupun bagian-bagian

tubuh lainnya.

Menurut Thomson (1999) kepuasan citra tubuh mencakup Komponen

persepsi, Komponen sikap (subyektif), Komponen tingkah laku (behavior).

Citra tubuh adalah pengalaman subyektif individu tentang tubuhnya , yang

berisi persepsi, pikiraan, persaan dan sikap individu terhadap tubuhnya. 20

Lebih spesifik lagi dapat ditarik kesimpulan bahwa citra tubuh merupakan evaluasi dari pengalaman subyektif individu tentang penampilan fisiknya, baik berupa ukuran, berat badan maupun bagian-bagian tubuh lainya. Untuk

mengukur variabel citra tubuh digunakan koesioner yang dikembangkan oleh

Thomas F. Cash pada tahun 1989 dan diadaptasi oleh Jihan Kemala (2000)

dan diadaptasi kembali oleh penulis. Alat ini bernama Multimentional Body­

Se/f Relations Questionnaire (MBSRQ). MBSRO sebagai alat yang

cakupannya paling menyeluruh dan memiliki validitas yang tinggi, meliputi

elemen negatif, afektif, dan behavioral dari citra tubuh. Alat MBSRQ ini

mengukur 3 domain somatik, yaitu : penampilan fisik (appearance),

kebugaran (fitness), dan kesehatan (healthlilness), yang terbagi menjadi 7

sub skala. Selain 3 domain tersebut, masih ada 3 sub skala khusus yang

mengukur kepuasan area tubuh (The Body-Area Satisfaction Scale), skala

kecemasan terhadap kegemukan (The Overweight Preoccupation Scale) dan

skala pengkategorian berat badan diri (The Self Classified Weight Scale).

Setiap sub-skala dalam kuesioner ini mewakili satu domain dari citra tubuh.

Sub-skala tersebut adalah:

1. Evaluasi penampilan fisik (Appearence EvaluatiomEva-penampilan =

EPF) Subskala ini mengukur tentang perasaan menarik atau tidaknya,

puas atau ketidakpuasan akan penampilan seseorang.

2. Orientasi penampilan fisik (Appearence Orientation/Ori Penampilan =

OPF) Subskala ini mengukur tingkat perharian individu terhadap 21

penampilannya.

3. Evaluasi kebugaran fisik (Fitness Eva/iation/Eva-Bugar = EBF) Subskala

ini mengukur tingkat kebugaran yang dirasakan individu terhadap

tubuhnya.

4. Orientasi kebugaran fisik (Fitness Orientation/Ori-Sugar = OBF) Subskala

ini mengukur tingkat perhatian terhadap kebugaran tubuh atau seberapa

penting kebugaran tubuh yang dimiliki individu.

5. Evaluasi kesehatan (Health Evaluation!Eva-Sehat = ES) Subskala

evaluasi kesehatan ini mengukur penilaian seseorang tentang kesehatan

tubuhnya atau tingkat perasaan bebas dari penyakit.

6. Orientasi Kesehatan (Health Orientation!Ori-Sehat = OS) Mengukur

derajat pengetahuan dan kesadaran individu terhadap pentingnya

kesehatan tubuh secara fisik.

7. Orientasi tentang penyakit (Illness Orieentation!Ori-penyakit =Ope)

Mengukur tentang kesadaran individu tentang tubuhnya bila sedang atau

menjadi sakit, yaitu derajat pengetahuan dan reaksi terhadap berbagai

masalah enyakit yang dirasakan oleh tubuh.

Subskala khusus yang terdapat dalam kuesioner ini adalah :

8. Kepusan Area Tubuh (Body-Areas Satisfaction Scale!Puas Area Tubuh =

PAT) Subskala kepuasan area tubuh hampir sama dengan skala evaluasi

penampilan, hanya sub-skala ini lebih spesifik mengukur tingkat kepuasan

dan ketidakpuasan dengan berbagai area tubuhnya. 22

9. Pengkategorian Ukuran Tubuh (Self-Classified Weighf!Kategori Diri =KO)

Subskala khusus yang menggambarkan bagaimana seseorag

memperepsikan dan melebel berat badannya sendiri, dari yang sangat

kurus sampai dengan yang sangat gemuk.

10. Kecemasan Menjadi Gemuk (Overweight Preocupation =CG) Skala

khusus yang mencerminkan kecemasan menjadi gemuk, kewaspadaan

akan berat badan, kecenderungan untuk melakukan diet penurunan berat

badan dan membentuk pola yang dibatasi.

2.2.2 Komponen Citra Tubuh

Menurut Thompson (1996), citra tubuh terdiri dari tiga komponen citra tubuh:

1 . Komponen persepsi.

Komponen persepsi merupakan ketepatan individu mempersepsi atau

memperkirakan ukuran tubuhnya.

2. Komponen sikap (subyektif)

Komponen sikap berhubungan dengan kepuasan individu terhadap

tubuhnya, evaluasi kognitif, evaluasi dan kecemasan individu terhadap

penampilan tubuhnya.

3. Komponen tingkah laku (behavior)

Komponen behavioral (tingkah laku) menitikberatkan pada penginderaan

terhadap situasi yang menyebabkan individu mengalami

ketidaknyamanan yang berhubungan dengan penampilan fisik. Komponen 23

behavioral lebih menekankan bagaimana individu bertingkah laku dalam

menghadapikeadaantubuhnya.

Citra tubuh merupakan pengalaman multidimensional, meliputi tingkah laku,

afek, penginderaan, imagery dan kognisi, dan pengalaman interpersonal

serta biologi (Thompson, 1996). Oleh karena itu, dalam melakukan

pengkajian terhadap citra tubuh, diperlukan pemahaman yang menyeluruh terhadap komponen-komponennya.

2.2.3 Citra Tubuh Positif (Kepuasan citra tubuh )

Citra tubuh positif menurut Mintz dan Betz (Thompson, 1996) adalah derajat

kepuasan individu terhadap bagian-bagian dan karakteristik tubuh yang

sangat menjadi perhatian mereka. Pada daerah tubuh, perempuan rata-rata

sangat memperhatikan bagian seksualitas tubuhnya, seperti paha, pinggul

dan pantat. Bahkan perempuan yang mempunyai berat badan normal

cenderung kurus pun kebanyakan menginginkan paha, pinggul dan patat

yang lebih kecil lagi.

Kepuasan citra tubuh merupakan hasil dari perbandingan antara standar citra tubuh ideal yang ada di masyarakat dengan persepsi tentang citra tubuh

nyata yang dimilikinya. Apabila perbandingan antara citra tubuh nyata dan

citra tubuh ideal semakin kecil, maka dapat diartikan bahwa terjadi 25

tubuhnya secara tepat. Distorsi citra tubuh merupakan perbedaan antara persepsi yang dimiliki individu tentang tubuhnya berbeda (tidak akurat) dengan keadaan tubuh yang sebenarnya. Ketidakakuratan tersebut adalah

overestimation dan underestimation. Overestimation, yaitu individu mempersepsi tubuhnya lebih besar daripada ukuran yang sebenarnya, contohnya seorang perempuan yang langsing akan mempersepsi tubuhnya mempunyai ukuran yang sama dengan orang lain yang bertubuh lebih gemuk

daripada dirinya. Sedangkan underestimation, yaitu individu mempersepsi tubuhnya lebih kecil daripada ukuran tubuh yang sebenarnya. Tetapi tidak semua individu mempunyai citra tubuh negatif mengalami distorsi pada

komponen persepsinya (Friedman & Brownell, dalam Thompson, 1996).

Citra tubuh yang negatif merupakan keyakinan individu bahwa

penampilannya tidak memenuhi standar pribadinya, sehingga ia menilai

rendah penampilan fisik tubuhnya. Hal ini menyebabkan individu menjadi

rentan terhadap harga diri yang rendah, depresi, kecemasan sosial dan

menarik dari situasi sosial.

Seseorang dikatakan memiliki citra tubuh yang negatif apabila derajat

kepuasan penampilan fisik tubuhnya rendah. Citra tubuh yang negatif dapat

mempengaruhi kehidupan seseorang, timbul harga diri yang rendah, bahkan timbul gangguan kebiasaan makan karena seseorang berusaha memperbaiki

penampilan fisik tubuhnya dengan cara yang salah (Thompson, 1996). 27

badan akibat kadar lemak tubuh yang meningkat. Sebagai akibatnya, pria

pada tahap tersebut mendambakan ukuran tubuh yang lebih kecil dan

rentan terhadap ketidakpuasan akan citra tubuh.

>- Sosialisasi

Sejak kecil anak di sekolah disosialisasikan tentang nilai-nilai penampilan,

baik oleh orang tua ataupun orang dewasa yang berpengaruh, yang

meliputi model/ling interpersonal dan pendelegensian nilai serta sikap

tentang penampilan (Cast & Grant, 1995; Rieves & Cash, 1995 dalam

Thompson, 1996).

>- Konsep diri

Konsep diri seseorang turut mempengaruhi besarnya kepuasan citra

tubuh yang dirasakan individu. Aspek lain dari konsep diri yang tak kalah

penting adalah kepercayaan diri dan harga diri.

2.3 Waria

2.3.1 Definisi waria

Waria, kepenendekan dari wanita pria ,banci, pria yang tingkah laku serta fisiknya bersifat wanita atau kewanita-wanitaan memang bukan dibuat-buat, tetapi bawaan lahir (Badudu-Zain- Kamus Bahasa Indonesia dalam Popular,

1998). Pada dasarnya, secara fisiologis, waria itu sebenarnya adalah pria.

Cuma pria ini mengidenlifikasikan diri menjadi seorang wanita. Baik

dalam tingkah dan /akunya. Misa/nya dalam penampilan dandanannya,

ia mengenakan busana dan aksesori seperti halnya wanita. Begitu pun

dalam peri/aku sehari-hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang

wanita.

(Latuihamallo, 1998 dalam Popular, Juni, 1998).

.. secara biologis kami adalh iaki-laki, secara psikologis. kami ini

seperti lebih banyak kewanitaannya dari pada ke/aki-lakiannya, jiwa

kami ini merasa atau mengangap bahwa diri kami ini wanita as/i,

sampai kami tidak canggung /agi bersikap, berjalan, berbicara dan

bersolek seperti wanita.

(Dalam Wamaen, 1968 )

Tidak semua waria adalah transeksual, istilah waria merupakan istilah yang sangat luas yang memiliki berbagai definisi, akan tetapi menurut Atmojo

(1986), sebagian besar waria di Jakarta, Bandung dan menampilkan ciri-ciri penderita gender identity disorder, sehingga mereka juga bisa dianggap transeksual.

Dalam pengertian umum, waria adalah salah seorang laki-laki yang berdandan dan berlaku sebagai wanita (Atmojo ,1986:2). Kelainan ini 29

sebenarnya dapat digolongkan kedalam berbagai penyakit. Maksudnya pengertian diatas masih bersifat terlalu umum, dan tidak menunjuk pada salah satu penyakit. Tapi dalam penelitian ini, istilah waria ditujukan pada

penderita gender identity disorder atau yang dikenal dengan transeksual.

Waria kependekan dari wanita pria, pria yang bersifat dan bertingkah laku seperti wanita, pria yang mempunyai perasaan sebagai wanita (Kamus Basar

Bahasa Indonesia, edisi ke Tiga, 2000:1269).

Waria (wanita pria) yaitu pria yang bersifat dan bertingkah laku seperti wanita,

berperasaan sebagai wanita, organ kelamin luar tampak seperti laki-laki

(Kamus Besar I/mu Pengetahuan, 2007:1195).

Fausiah F. dan Widury J (2005: 58) menjelaskan bahwa gangguan identitas gender, biasanya dikenal juga dengan istilah transeksualisme,

memilikikarakteristik perasaan yang menetap dalam diri seseorang tentang

ketidaknyamanan memiliki jenis kelamin (biologis) mereka, dan peran gender yang sesuai dengan jenis kelamin tersebut. Pada istilah sehari-hari, mereka

inilah yang sering disebut sebagai "waria", "wadam", "banci", "bencong",

ataupun istilah semacam itu.

Freud (dalam Danarto, 2003:3) berpendapat bagi pribadi yang memiliki ciri­ ciri seksual terbalik (invert) memiliki kecenderungan berperilaku yang berbeda-beda, yaitu: 30

a. Beberapa diantaranya benar-benar terbalik (absolutely inverted); objek

seksual mereka harus selalu berasal dari jenis kelamin yang sama.

Bahkan bagi kelimpok ini, lawan jenis tidak akan pernah mampu menjadi

objek kerinduan seksual; lawan jenis akan diacuhkan, bahkan mungkin

menimbulkan rasa jijik. Kemunculan rasa jijik ini, bagi kaum pria membuat

mereka tidak mampu melakukan aktivitas seksual normal atau kehilangan

segala kenikmatan dalam melakukannya.

b. Kelompok yang terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted), atau

secara psikoseksual hermaprodit (pschosexually hermaphroditic); objek

seksual mereka mungkin tertuju secara umum, baik sesama jenis maupun

lawan jenis. Dalam kasus ini, inversi tidak menunjukkan karakternya yang

khas.

c. Sisanya merupan pribadi yang hanya kadang-kadang menampakkan

inverse (occasionally inverted). Dalam situasi tertentu, terutama bila objek

seksual normal tidak dapat dicapai, atau melalui tindakan-tindakan imitasi,

kelompok ini mampu menganggap sesama jenisnya sebagai objek

seksual, dan meraih kepuasan seksual bersamanya.

2.3.2 Penyebab Timbulnya Waria

Menurut sebagian orang, penyebab utama seseorang menjadi waria adalah

lingkungan. Pengaruh atau penyebab berjalan di bawah sadar ketika orang tersebut masih dalam usia relatif muda (0-5 tahun). Pemahaman tadi 31

bersurnber dari teori Sigmund Freud, rnaka tidak heran, rnengenai hornoseksualitas ini Freud berkeyakinan bahwa sebagian besar penyebabnya adalah pengaruh dari luar atau sesudah dilahirkan (acquired).

Sernentara banyak orang percaya bahwa seseorang dapat di 'bentuk' terrnasuk dibentuk rnenjadi banci sejak orang itu rnasih belurn dewasa

(Atrnojo, 1986:3). Narnun rneski diakui, keluarga atau lingkungan ikut rnenyurnbang terbentuknya kelainan seksual, khususnya yang bersifat psikologis. Jelas bahwa lingkungan rnernpengaruhi pula pernbentukan

kepribadian seseorang sejak kecil. Sebab pada rnasa anak inilah seseorang

rnengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang disekitanya. Karena itu, tokoh yang diidentifikasikan ini (Identification Figure) rnernegang peranan

penting dalarn perkernbangan, terrnasuk perkernbangan seksual si anak.

Sebagai contoh, seorang laki-laki, rnestinya rnengidentifikasikan dirinya

kepada sang ayah. Sedangkan anak perernpuan, tentu saja harus

rnengidentikasikan dirinya kepada sang ibu. Jika terjadi kebalikannya, rnaka diduga bisa terjadi 'kekacauan' (Atrnojo, 1986).

Munculnya gangguan identitas gender antara lain pada usia 2-4 tahun, yang

biasanya rnenyertai gangguan kecernasan untuk berpisah. Anak laki-laki

rnulai rnenunjukkan gangguan ini sebelurn usia 4 tahun dan konflik dengan ternan sebaya rnulai berkernbang pada rnasaawal sekolah, sekitar 7-8 tahun

(dalarn Fausiah F. dan Widury, 2005). 32

Perilaku yang feminine dari anak laki-laki mungkin berkurang seiring dengan meningkatnya usia, terutama jika dilakukan usaha untuk menguranginya.

Gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan akibat keinginan individu untuk terlibat dalam peran gender yang diinginkan (dan merupakan kebalikan dari peran gendernya yang semestinya), adalah hal yang umum terjadi.

Data menunjukkan bahwa gangguan identitas gender enam kali lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Gangguan identitas gender

harus dibedakan dari transvestis (yang merupakan bagian dari pedofilia), dimana individu yang transvestis-meskipun mengenakan pakaian lawan jenisnya-tidak mengidentifikasikan diri mereka sebagai jenis kelamin yang

berbeda dengan jenis kelamin biologisnya (Davison dan Neale dalam

Fausiah F. dan Widury J., 2005: 58).

Dengan mengutip teori Stoller, Arman Adi Kusuma mengatakan bahwa ini

(laki-laki yang kewanita-wanitaan) bisa terjadi karena si ibu terlalu dominan

dalam diri si anak, ketimbang si ayah yang pasif. Kelahiran anak yang 'cantik'

ini membuat si ibu sangat tergugah untuk membuat ikatan emosional yang

erat (symbiosis) dengan anak tersebut. Dan biasanya semua ini berlangsung

selama bertahun-tahun (Atmojo, 1986:51).

Gerald C. Davison, dkk (2004: 613) menjelask,an bahwa ketika gangguan

identitas gender bermula di masa kanak-kanak, hal itu dihubungkan dengan 33

banyaknya perilaku lintas-gender, seperti menggunakan pakaian lawan jenisnya, lebih suka bermain dengan teman-teman dari lawan jenis, dan melakukan permainan yang secara umum dianggap sebagai permainan lawan jenisnya (anak laki-laki bermain dengan boneka Barbie).

Dalam penelitiannya Zuckerman & Green (Davison, 2006:616), orang tua yang anak-anaknya menunjukan tanda-tanda Gangguan ldentitas Gender

(GIG) berulang kali mengungkapkan bahwa mereka tidak mencegah, dan dalam banyak kasus jelas mendorong perilaku memakai pakaian lawan jenis pada anak-anak mereka yang tidak normal. Banyak orang tua yang menganggap lucu bila anak lelaki memakai pakaian wanita dan sepatu hak tinggi milik ibunya dan mengajari cara memakai rias wajah. Reaksi semacam ini yang diberikan oleh anggota keluarga terhadap anak yang tidak normal mungkin berkontribusi besar dalam konflik antara jenis kelainan anatomisnya dan identitas gender yang dikembangkannya.

Teori-teori baru bahwa untuk menjadi transeksual atau waria diperlukan bakat sejak lahir, paling tidak untuk membentuk seorang waria, harus ada interaksi sedikitnya antara bakat dan unsur-unsur dari luar (Atmojo, 1986:52).

Faktor biologis yang secara spesifik, menunjukkan bahwa identitas gender dipengaruhi oleh hormon. Dalam penelitian lmperato-McGinley (Davison, 34

2006:614) pada sebuah keluarga batih di Republik Dominika, yang pesertanya tidak mampu memproduksi suatu hormon yang bertanggung jawab untuk membentuk penis dan skrotum pada masa pertumbuhan laki­ laki. Mereka lahir dengan penis dan skrotum yang sangat kecil yang mirip seperti lipatan bibir. Dua pertiganya dibesarkan sebagai perempuan, namun ketika mereka memasuki pubertas dan kadar testosteronnya meningkat, organ kelamin mereka berubah. Penis mereka membesar dan testikel mengecil menjadi skrotum. Sebanyak 17 dari 18 peserta kemudian memiliki identitas gender laki-laki.

2.4 Transseksual

2.4.1 Sejarah Transseksual

Transeksual bukan merupakan "hal baru" dalam sejarah. Fenomena ini telah tercatat dalam berbagai kebudayaan yang ada di dunia. Tidak hanya di

Indonesia, transseksual juga terdapat dalam catatan sejarah bangsa India,

Malaysia, Indian Amerika, bahkan ada dalam motologi Yunani.

Dalam motilogi Yunani, di kenal Venus Castisa yang merupakan seorang dewi yang merespon dengan simpati dan pengertian hasrat jiwa wanita yang terkurung dalam tubuh pria.

Ada juga metologi yang menceritakan tentang kerajaan kuno Prygia, dimana pendeta dari dewa Attis di perintahkan untuk mengikuti dewa-dewa mereka 35

dengan rnengebiri diri rnereka sendiri, rnernakai pakaian wanita, dan rnelakukan pekerjaan-pekerjaan wanita. Bahkan beberapa orang pendeta itu telah rnengangkat sernua alat kelarnin laki-laki eksternal rnereka.

Masih dalarn rnetologi Yunani, Tiresias, seorang perarnal dari Theban, di ceritakan sedang berjalan di gunung Cyllene ketika ia rnenernukan dua ekor ular yang sedang kawin. la rnernbunuh ular betina dan karena perbuatannya itu ia rnenerirna hukurnan dengan berubah rnenjadi seorang wanita. Ketika

Tiresias rnulai rnenikrnati perubahannya sebagai wanita, khususnya ketika sedang bersenggarna, Dewa kernbali rnerubahnya rnenjadi seorang laki-laki.

Tidak hanya dewa yang rnerniliki kernarnpuan untuk rnerubah suatu jenis kelarnin, tetapi juga para penyihir dengan bantuan iblis. Para penyihir rnenyatakan bahwa rnereka rnernpunyai obat yang bisa rnerubah jenis kelarnin orang yang rnenggunakannya. Ada yang rnengatakan bahwa laki-laki bisa di ubah rnenjadi perernpuan dan perernpuan bisa di ubah rnenjadi seorang laki-laki, tetapi ada juga yang rnengatakan bahwa perubahan jenis kelarnin hanya berlaku satu arah. Dengan dernikian, iblis bisa rnerubah perernpuan rnenjadi laki-laki, tapi tidak bisa rnerubah laki-laki rnenjadi perernpuan.

Di kawasan Asia sendiri, transeksual rnerniliki berbagai narna sesuai asal negaranya. Di Thailand, transeksual dikenal dengan narna Kathoey, sedangkan di India dan Bangladesh, di kenal dengan narna Hijra. Banyak 36

transeksual muda di India dan Bangladesh yang lari dari rumah dan bergabung ke dalam kasta hijra.

Untuk menjadi hijra, remaja-remaja ini secara suka rela melalui operasi pengebirian di bawah kondisi yang amat sederhana dengan hanya menggunakan opium sebagai obat bius. Kebanyakan dari mereka melakukan operasi pada tahap remaja setelah masa pubertas di mulai. Dengan di kebiri seawal mungkin, mereka bisa menghindari perkembangan karakteristik seksual sekunder laki-laki (kecuali pecah dan rendahnya suara), dan tubuh mereka bisa secara permanent tetap halus, seperti kulit bayi dan kulit perempuan.

Di Malaysia, transeksual dikenal dengan nama mak nyah. Mak nyah mendapat label sebagai suatu bentuk penyimpangan seksual dari masyarakat sekitarnya.

lstilah "Transeksual" muncul pada tahun 1950-an sebagai cara untuk menunjuk seseorang yang memiliki keinginan atau hidup dalam gender yang berlawanan, baik apakah seseorang itu telah melakukan terapi hormon dan operasi ataupun belum. Selama tahun 1960-an dan 1970-an, para dokter menggunakan istilah transeksual sejati atau "true transeksua/" untuk orang­ orang yang memiliki karakteristik perkembangan identitas gender yang tidak 37

khas yang diramalkan merupakan peningkatan dari rentetan perawatan yang puncaknya adalah operasi kelamin.

Transeksual sejati diduga memiliki :

1. ldentifikasi cross-gender yang secara terus-menerus (konsistens) di

tunjukkan dalam tingkah laku pada masa kanak-kanak, remaja, dan

dewasa.

2. Sedikit atau bahkan tidak adanya rangsangan seksual yang muncul dari

cross-dressing yang di lakukan.

3. Tidak ada rasa tertarik pada lawan jenis (heterosexual interest),

tergantung dari anatomi jenis kelaminnya.

lstilah "gender dysphoria syndrome" kemudian diangkat untuk menunjuk pada adanya masalah gender pada anggota salah satu jenis kelamin yang ada sampai akhirnya psikiatri mengembangkan tatanama yang baku.

Pada tahun 1994, komite DSM IV mengubah diagnosa untuk transeksualisme dengan gender identity disorder. Tergantung dari umurnya, individu dengan identifikasi cross-gender yang kuat dan terus-menerus dan ketidaknyamanan yang menetap dengan jenis kelaminnya atau memiliki rasa ketidak cocokan dalam peran gender dari jenis kelaminnya di diagnosa sebagai gender identity disorder pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Bagi orang-orang yang tidak memenuhi kriteria diatas maka digunakan gender identity disorder 38

yang tidak tergolongkan (GIDNOS- Gender identity disorder not otherwise specified). lndividu yang rnasuk ke dalarn kategori ini adalah individu yang hanya rnenginginkan kastrasi atau panectomy (pengangkatan penis) tanpa adanya keinginan untuk rnernbesarkan payudara, individu yang rnenginginkan terapi horrnon dan mastectomy (pengangkatan payudara) tanpa rekonstruksi alat kelarnin, individu yang terlahir dalarn keadaan intersex, individu dengan keadaan cross-dress yang berhubungan dengan stress dan bersifat sernentara, dan individu yang rnasih rnerasa ragu dengan status gendernya. Pasien yang didiagnosa dengan GID dan GIDNOS di bagi lagi rnenurut orientasi seksualnya, yaitu pasien yang tertarik dengan laki-laki, tertarik dengan perernpuan, tertarik dengan keduanya, tidak tertarik dengan keduanya. Pembagian ini digunakan untuk mengetahui apakah individu dengan satu orientasi seksual dengan yang lainnya mengalarni hasil yang lebih baik dalam menggunakan pendekatan terapi tertentu.

lstilah "transgender' mulai digunakan pada masa antara penggunaan DSM Ill dan DSM IV. Thom dan More, seperti di kutip oleh Ekins dan King

menggunankan istilah transgender untuk menggambarkan komunitas dari seluruh orang-orang dengan identitas cross-gender terlepas dari apakah mereka adalah intersex, transeksual laki-/aki dan perempuan, cross-dresses, drag king, dan drag Queen, transgenderis, androgini, bi-gender, gender ke­ tiga, atau gender gifted people. lstilah ini digunakan oleh beberapa pihak 39

untuk merujuk pada seseorang yang memiliki identitas gender yang tidak biasa dalam konteks bebas nilai, artinya istilah ini digunakan tanpa ada konotasi psikopatologi. Beberapa orang menggunakan istilah ini secara informal untuk menunjuk pada seseorang yang memiliki masalah identitas gender dalam bentuk apapun. Transgender bukanlah diagnosa formal, tetapi para professional dan masyarakat awam merasa lebih mudah menggunankan istilah ini daripada

GIDNOS, yang merupakan diagnosa formal.

2.4.2 Definisi Transseksual

Menurut Atikson dalam buku pengantar psikologi menjelaskan, transseksual adalah orang-orang (biasanya laki-laki) yang merasa bahwa mereka dilahirkan dengan bentuk tubuh yang salah. Berbeda dengan homoseksual, yang merasa puas dengan anatomi tubuhnya dan menganggap dirinya benar-benar laki-laki atau wanita, mereka hanya menyukai kaum dari jenis kelaminnya sendiri. Sedangkan transseksual menganggap dirinya sebagai anggota dari lawan jenisnya. (seringkali terjadi sejak masa kanak-kanak) dan bisa merasa sanfat tidak puas terhadap penampilan fisiknya sehingga mereka menginginkan pengobatan dan operasi hormonal untuk mengubah alat kelamin dan ciri-ciri seks sekunder lainnya. 40

Dari definisi-definisi di atas, dapat disirnpulkan transekssual yaitu seseorang yang percaya bahwa ia rnerniliki psikis dan jenis kelarnin yang berlawanan dai fisiknya, yaitu seorang pria yang percaya dirinya adalah wanita dan seorang wanita yang rnernpercayai bahwa dirinya adalah laki-laki. Tingkah laku yang ditunjukkan dalarn sehari-haripun rnenarnpilkan perbedaan dari yang biasanya, rnisalnya saja seorang pria yang berdandan, berpakaian, berjalan, dan berbicara seperti seorang wanita.

2.4.3 Ciri-Ciri Transseksual

Kriteria diagnostik untuk gangguan identitas kelarnin dari DSM IV dalarn synopsis psikiatri sebagai berikut:

A. ldentifikasi kepada jenis kelarnin (cross-gender') yang kuat dan presisten

(bukan sernata-rnata keinginan rnendapatkan sesuatu keuntungan kultural

karena rnerniliki jenis kelarnin lain.

Pada anak-anak,dirnanifestasikan oleh ernpat (atau lebih) berikut:

(1) Pernyataan keinginan yang berulang kali untuk rnenjadi,atau

keteguhan bahwa ia, adalah berjenis kelarnin lain.

(2) Pada anak laki-laki, lebih rnenyukai berpakaian atau meniru gava

perernpuan; pada anak perrnpuan, ketguhan untuk hanya

rnengenakan pakaian rnaskulin. 42

memiliki payudara atau mengalmi mensturasi, atau keengganan yang

jelas terhadap pakaian feminine yang normatif.

Pada remaja dan dewasa, gangguan dimanifestasikan olah gejala

preokupasi menghilangkan karakteristik seks primer dan sekunder

(misalnya, meminta hormon, pembedahan, atau proseduur lain untuk

secara fisik mengubah karakter seksual untuk menyerpai jenis kelamin

lain) atau keyakinan bahwa ia lahirdengan jenis kelamin yang salah.

C. Gangguan tidak bersamaan kondisi interseks fisik.

D. Ganguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

2.4.4 Penyebab Transeksual

Ada banyak teori yang menjelaskan penyebab terjadinya transeksual antara lain teori yang mengatakan bahwa transeksual disebabkan karena faktor bawaan, faktor lingkungan, dampak dari zat kimia, dan lain-lain. Namun begitu, tidak ada penjelasan yang pasti yang bisa menjelaskan penyebab dari transeksualisme: a. Teori bawaan

1) Faktor genetik

Teori ini menyatakan bahwa identitas gender, bersamaan dengan

karakteristik fisik lain, bermula dari konsep pemasangan kromosom seks

XX untuk perempuan, dan XY untuk laki-laki. 43

ldentitas gender, diantara faktor-faktor lain yang bergantung bukan hanya pada hormon yang tepat, tetapi juga pada level hormon yang tepat. Pada bayi laki-laki yang dilahirkan dengan sebuah otak man-coded, pertumbuhan otak dan perkembangan corpus collosum dan hypothalamus hanya akan terjadi dengan adanya 'lingkungan' hormonal laki-laki yang tepat. Untuk bayi perempuan yang dilahirkan dengan otak woman-coded, perkembangan ini harus terjadi dalam 'lingkungan' feminism yang ditandai oleh pengurangan level hormone laki-laki secara besar-besaran.

Moir dan Jessel seperti di kutip oleh Yash menjelaskan eksperimen pada kera Resis yang menunjukkan akibat jika hormone-hormon masa pra­ natal mengalami gangguan. Seperti halnya pada kera, pengaturan waktu dan level dari hormone pada manusia yang terjadi dalam rahim dapat mempenagruhi pembentukan pola-pola gender tertentu pada otak. Hal ini seperti yang diamati terjadi pada anak-anak perempuan dengan cacat lahir seperti syndrome turner atau sindrom adrenogenital. Pada sindrom turner sama sekali tidak terdapat produksihormon steroid, yang mengakibatkan perilaku faminim yang berlebihan, sementara pada sindrom androgenital, kelenjar-kelenjar adrenal meproduksi steroid yang berlebihan yang menyebabkan pola perilaku kelaki-lakian. 44

2) Faktor hormonal

Selain teori yang menyatakan bahwa transeksual kemungkinan di

sebabkan oleh faktor genetik, ada juga yang menyatakan bahwa

transeksual di pengaruhi oleh faktor hormon, khususnya hormon yang ada

dalam tubuh ibu ketika bayi masih berada dalam kandungan.

Menurut Sarlito Wirawan S. yang di kutip oleh Ora. Uke Rasal Wati, dan

kawan-kawan, salah satu faktor penyebab terjadinya waria selain faktor

psikologenik dan sosigenik adalah faktor biogenik. Faktor biogenik adalah

faktor biologis atau badaniah yang menyebabkan kelainan perilaku. Hal ini

disebabkan sedikit atau banyaknya hormon dan kesehatan badan.

3) Faktor kondisi otak

Penelitian yang dilakukan oleh Zhou, Hofman, Gooren, dan Swaab

menyatakan bahwa laki-laki yang ingin menjadi perempuan di sebabkan

oleh otak mereka yang berbeda.

Ada suatu bagian di otak yang disebut bed nucleus of the stria terminalis

(BSTc) yang penting bagi tingkah laku seksual. Pria memiliki ukuran BSTc

yang lebh besar daripada wanita dan menurut hasil penelitian ini BSTc

dengan ukuran wanita di temukan pada seorang transeksual laki-laki ke

perempuan.

b). Faktor lingkungan

Ada yang mengatakan bahwa penyebab dari transeksual adalah pengalaman belajar sosial (social learning experiences). Seorang anak dapat 45

mengembangkan hubungan yang dekat dan mengidentifikasikan dirinya dengan orang tua dari lawan jenisnya yang mungkin didukung oleh reaksi dari orang dewasa.

Menurut Josephine Esthy dan Srisiuni Sugoto, faktor penyebab seseorang menjadi waria diantaranya adalah lingkungan dan cara mendidik yang salah. josephine mengutip dari Atmojo, Freud mengatakan bahwa sebagian besar penyebab waria adalah pengaruh dari luar atau sesudah di lahirkan. Tokoh identifikasi juga memegang peranan penting dalam perkembangannya, termasuk perkembangan seksual.

Para tokoh psikoanalisa telah memfokuskan pada hubungan awal orang tua dan anak. Male transsexual, di duga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan sang ibu (close binding mothers), dan atau tidak memiliki hubungan dengan sang ayah (detached-hostile fathers). Sedangkan female transsexual mungkin memiliki hubungan yang secara ekstrem sangat dekat dengan ayah.

Dengan mangacu pada teori Freud, Dra.Sawitri Supardi melihat celah yang memungkinkan timbulnya gangguan pada proses identifikasi dari seorang anak. Menurutnya, pada fase phalik (phaliae), misalnya jika seorang ayah terlalu otoriter maka anak akan lebih dekat pada ibunya. Jika si anak itu pria, maka akhirnya ia akan menyerap sifat-sifat kewanitaan ibunya. Anak perempuan yang memiliki ibu yang lemah dan tidak efektif dan ayah yang 47

diharuskan memakai bra dan mengalami haid. Terkadang subyek masih

mengenakan pakaian perempuan. Memiliki ketakutan akan penolakan

dari lingkungan dan menyimpan kemarahan, serta mulai memiliki

keinginan atau melakukan usaha bunuh diri. c. Tahap Ill (usia 19 tahun - seterusnya)

Subyek sudah menjalani hidup dan mengambil peran lawan jenisnya.

Subyek berusaha mendapatkan bantuan medis untuk operasi ganti jenis

kelamin. Subyek sudah secara total mengenakan pakaian laki-laki dan

bekerja dibidang non kewanitaan, serta menginginkan dianggap dan

diperlakukan sebagai karyawan laki-laki. Subyek menginginkan identitas

kelamin pada kartu identitas dan dokumen- dokumen dapat diganti

dengan identitas kelamin laki-laki. Dalam hubungan wanita, subyek

cenderung memiliki rasa cemburu yang besar akibat rasa tidak yaikin

yang mereka miliki bahwa keadaan mereka yang transseksual mampu

menciptakan hubungan yang dapat bertahan lama.

2.5 Gambaran waria di Yayasan Srikandi Sejati

Sesuai dengan visi dan misi di Yayasan Srikandi tersebut yaitu mengembanngkan kepercayaan diri pada kaum waria melalui pemberdayaan kelompok waria itu agar dapat bersosialisasi secara baik di masyarakat sehingga dapat terciptanya masyarakat yang dapat menghormati hak-hak 48

orang lain & berjalan bersama menuju masyarakat yang adil & makmur. Misi dari Yayasan tersebut memberikan pelayanan sosial kepada kaum waria

(khususnya para waria yang menyandang permasalahan sosial) dalam meningkatkan & mengembangkan kemampuannya untuk dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri melalui pemberdayaan kelompok waria & melibatkan terutama para waria, masyarakat dan pemerintah dalam arti kata yang seluas-luasnya. Jadi para waria di Yayasan Srikandi Sejati tersebut dibina sebaik mungkin dan diarahkan agar mereka dapat dihargai di tengah­ tengah masyarakat umunya, selain itu mereka sering kali melakukan kegiatan sosial yaitu penyuluhan HIV dan AIDS dengan bekerja sama dengan pihak terkait. Yayasan Srikandi Sejati memiliki koordinator dari masing-masing wilayah yaitu untuk mengarahkan masing-masing anggota dari wilayahnya itu sendiri seperti di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta

Utara, dan Jakarta Timur.

2.6 Fenomena Terdahulu Terkait Dengan Waria Yang

Akhirnya Berganti Kelamin Menjadi Transseksual

Menurut Bambang Suwarno (dalam Kompas, 27/7/2003) benarkah Mbak

Dorce Gamalama melawan kodrat?. Pertanyaan ini mungkin timbul dalam hati saat membaca wawancara Kompas dengan artis Dorce. Pada tanggal 49

yang sama, Suara Pembaruan Minggu mengetengahkan kisah Liz Riley, seorang ayah yang berubah menjadi ibu.

Ada orang yang terlahir lelaki namun sejak kecil merasa dirinya perempuan sehingga mereka hidup layaknya perempuan. Contohnya, dalam wawancara dengan Kompas, Mbak Dorce mengungkapkan bahwa ia sejak kecil merasa

dirinya perempuan. Liz Riley terlahir lelaki, bahkan ia sempat kawin dan

memiliki anak, namun ia selalu merasa dirinya perempuan, sehingga akhirnya

memutuskan untuk hidup sebagai ibu.

Sebaliknya, ada juga orang yang terlahir perempuan tetapi merasa dirinya

lelaki sehingga mereka hidup sebagai laki-laki. Contohnya Brandon Teena,

yang hidupnya dikisahkan dalam film pemenang Oscar, Boys Don't Cry.

Conteh lainnya Billy Tipton, musisi jazz Amerika, yang dikenal sebagai lelaki

ramah, suami dari empat istri, dan ayah bagi sejumlah anak. Namun, ketika ia

meninggal, petugas jenazah mendapati ia memiliki alat genital wanita.

Mereka merupakan contoh kaum transseksual. Ada yang disebut male-to­

female transsexual (MFT), yaitu transseksual dari lelaki ke perempuan.

Sebaliknya, Brandon Teena dan Billy Tipton disebut female-to-male

transsexual (FMT), yaitu transseksual dari perempuan ke lelaki.

Hakikat transseksual Selama ini alat kelamin fisik, berupa alat reproduksi,

sering dianggap satu-satunya penentu perilaku jenis seseorang. Padahal, 51

yang terlahir laki-laki sampai merasa dan berperilaku sebagai perempuan dan sebaliknya pada FMT. Sebelum sex identity ditemukan, para pakar menganggap transseksual merupakan orang abnormal yang perlu disembuhkan dengan aneka terapi, termasuk kejutan listrik. Namun, kini disadari bahwa sex identity lebih kuat dari pada kelamin fisik. Karena itu, jika seorang transseksual diminta menyelaraskan perilaku dengan bentuk fisiknya, yang lebih banyak terjadi bukan perubahan perilaku, melainkan perubahan fisik. Penyebab transseksual belum dapat ditentukan secara pasti.

Sebagian menduga pengaruh hormon dalam kandungan. Misalnya, kekurangan testosteron pada janin dengan kelamin fisik lelaki dapat menyebabkannya memiliki kelamin jiwa perempuan. Sebaliknya, kelebihan testosteron pada janin dengan kelamin fisik perempuan dapat menyebabkannya memiliki seks jiwa lelaki. Namun, sebab sebenarnya masih merupakan misteri. Variabel yang juga menentukan perilaku adalah orientasi seks, kecenderungan mencari pasangan. Umumnya, transseksual tertarik terhadap lawan jenis sehingga mirip warga masyarakat umumnya. Namun, ada juga transseksual yang tertarik kepada kaum sejenis. Contohnya Julie

Peters, politisi Australia, yang terlahir sebagai lelaki tetapi memiliki sex identity perempuan. Setelah usia 40 tahun Julie memutuskan menjalani operasi dan menjadi perempuan. Namun, Julie mengaku tetap tertarik kepada perempuan. Lorong kegelapan? Seorang bijak pernah mengatakan,

"Apakah gunanya seseorang mendapatkan seluruh dunia tetapi kehilangan 52

dirinya sendiri?" Banyak orang mengamini sabda tersebut, tetapi tidak mau

menerima bahwa bagi transseksual, diri sendiri itu adalah jati dirinya sesuai

dengan sex identity yang dimiliki. Dengan demikian, transseksual yang terpaksa menutupi atau mengingkari jati dirinya bisa saja kelihatan sukses, tetapi dari hari ke hari ia hidup dalam kehampaan, karena mendapatkan

dunia tetapi kehilangan dirinya sendiri. Sungguh beruntung jika seorang transseksual diterima lingkungannya, baik keluarga, sekolah, pekerjaan,

maupun masyarakat.

Namun, sebagian besar transseksual masih belum diterima lingkungannya,

bahkan oleh keluarganya sendiri. Para transseksual ini terpaksa memilih satu

di antara dua pilihan yang sama pahitnya, yaitu terbuang dari lingkungannya

atau berpura-pura menutupi jati dirinya. Pada pilihan kedua, seorang MFT

yang memiliki jati diri perempuan, akan berpura-pura menjadi "lelaki biasa'',

agar diterima lingkungannya. Namun, ia akan hidup dalam tekanan batin

yang luar biasa dan tiada hentinya. Selagi mayoritas warga bangsanya

mensyukuri nikmatnya hidup di alam kemerdekaan, banyak transseksual

belum dapat merasakan apa makna kemerdekaan itu sesungguhnya. Jutaan

transseksual hidup dalam lorong kegelapan, menunggu kapan sinar terang

akan muncul pada akhir lorong tersebut. Masyarakat demokratis

mensyaratkan asas pluralisme dan egalitarianisme. Setiap orang, sekalipun

berbeda, mendapat perlakuan sederajat, sejauh yang bersangkutan tidak rPERPUS;;~·~;:~~-1 53

melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Kaum transseksual hanyalah orang yang berbeda, yaitu pada identitas seksualnya. Seyogianya, perbedaan ini tidak dijadikan dasar untuk meminggirkan atau mendiskriminasikan mereka, sebagaimana masyarakat juga tidak boleh mendiskriminasi orang yang berbeda warna kulit, keyakinan, atau status sosialnya. Di lain pihak, kaum transseksual perlu menghindari perilaku yang menimbulkan citra negatif, seperti berdandan terlalu mencolok, memperlihatkan obsesi berlebihan terhadap lelaki, dan menjadi pekerja seks komersial.

Penting sekali agar para transseksual dapat membangun citra yang positif, di antaranya lewat prestasi, seperti telah diperlihatkan Mbak Dorce dan mendiang Billy Tipton. Semoga seiring dengan meningkatnya pemahaman, masyarakat dapat menerima dengan wajar kaum transseksual, baik yang telah operasi maupun belum, sesuai jati diri yang mereka miliki, agar mereka dapat berdarma bakti secara optimal. Negeri ini sedang dilanda krisis multidimensi dan untuk mengatasinya diperlukan kerja sama seluruh komponen bangsa. Lebih dari itu, Prof Vern Bullough dari California State

University, dalam "Transgenderism and the Concept of Gender" (International

Journal of Transgenderism, Special Issue, tahun 2000), menyatakan pemahaman terhadap kaum transseksual akan bermanfaat besar untuk 54

memahami konsep jender secara lebih komprehensif, hal yang sangat diperlukan guna membangun masyarakat dunia yang lebih manusiawi.

2.7 Kerangka Berpikir

Menurut Janis dan Mann (1977) pengambilan keputusan diperoleh melalui

dua pola pembuatan keputusan yaitu pola pengambilan keputusan yang

adaptif dan maladaptif. Pola pengambilan keputusan adaptif adalah pola

perilaku yang sangat berhati-hati dan teliti, seperti pembuatan keputusan

yang penuh kewaspadaan dan percaya diri. Sebaliknya, pola maladaptif

adalah pola pengambilan keputusan yang gaga! dalam memadukan semua

prasyarat pemrosesan informasi yang sangat baik. Kepanikan, pengelakkan,

dan rasa puas diri merupakan bagian dari pola pembuatan keputusan seperti

itu.

Thomson Power dan Altabe (1990), menyatakan kepuasan citra tubuh

mencakup Komponen persepsi, Komponen sikap (subyektif), Komponen

tingkah laku (behavior). Citra tubuh adalah pengalaman subyektif individu

tentang tubuhnya, yang berisi persepsi, pikiraan, perasaan dan sikap individu

terhadap tubuhnya. lebih spesifik lagi dapat di tarik simpulan bahwa citra

tubuh merupakan evaluasi dari pengalaman subyektif individu tentang

penampilan fisiknya, baik berupa ukuran, berat badan maupun bagian lainya. 55

Waria yang memiliki citra tubuh positif yaitu waria yang mempersepsikan, berpikir, dan menyikapi tubuhnya dengan perasaan puas atau positif. Hal ini kembali bagaimana waria tersebut mempersepsikan atau mengevaluasi penampilan fisiknya baik berupa ukuran, berat badan, maupun bagian-bagian tubuh lainnya yang diperoleh dari pengalaman subyek individu tersebut.

Saat seorang waria merasa citra tubuhnya negatif atau tidak sesuai dengan apa yang ia persepsikan menunjukkan bahwa waria tersebut merasakan adanya masalah dalam dirinya tentang keadaan tubuhnya tersebut. Saat waria tersebut merasakan adanya masalah ia mengambil keputusan yang mana keputusan yang diambil tersebut keputusan yang maladaptif yaitu memutuskan untuk menjadi transseksual. Keputusan yang muncul tersebut timbul karena adanya faktor-faktor dari pengambilan keputusan yaitu faktor kognisi, motif, dan sikap. 56

Bagan kerangka berpikir

WARIA Adalah kepenendekan dari wanita pria ,banci, pria yang tingkah laku serta fisiknya bersifat wanita atau kewanita-wanitaan memang bukan dibuat-buat, tetapi bawaan lahir

Citra Tubuh Positif Citra tubuh Negatif (puas) (tidak puas) adalah derajat kepuasan keyakinan individu individu terhadap bahwa penampilan tidak karakteristik tubuh atau memenuhi standar bagian-bagian dari tubuh pribadinya, sehingga ia menilai rendah tubuh

Masalah • Merasa kurang cantik • Merasa tubuhnya tidak indah dilihat • Merasa tidak nyaman akan keadaan tubuhnya

Faktor-faktor Pengambilan Kepuusan Pengambilan Keputusan • Kognisi Menjadi Transseksual i.--- • Motif • Sikap 57

2.7. Hipotesis

Peneliti menduga bahwa adanya hubungan antara pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria dengan kepuasan citra tubuh yang mereka miliki.

Ha = Ada hubungan yang signifikan antara kepuasan citra tubuh dengan

pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria

Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan antara kepuasan citra tubuh

dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria. 58

BAB Ill

METODOLOGI DAN PROSEDUR PENELITIAN

Untuk membuktikan hipotesis yang telah diajukan pada bab sebelumnya, berikut ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian mengenai Kepuasan citra tubuh dan hubungannya dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria.

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis kuantitatif, dimana data yang dihasilkan dari hasil penelitian adalah berwujud data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk bilangan (Hasan, 2002).

3.1.2 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korasional. Menurut Gay (dalam Sevilla dkk, 1993) metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. (Sevilla, 1993) 61

3.3 Definisi Variabel

3.3.1 Definisi Konseptual variabel a. Citra tubuh adalah pengalaman subyektif waria tentang tubuhnya, yang

berisi persepsi, pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap tubuhnya

dan citra tubuh merupakan evaluasi dari pengalaman subyektif individu

tentang penampilan fisiknya, baik berupa ukuran, berat badan maupun

bagian-bagian tubuh lainya yang dibentuk oleh komponen persepsi,

komponen sikap dan komponen tingkahlaku, yang mana pengukuran

tersebut dilihat melalui Alat MBSRQ ini yang terdiri atas 10 subskala

dimana setiap subskala mewakili satu domain dari citra tubuh. Subskala

tersebut antara lain : Evaluasi penampilan fisik, Orientasi penampilan fisik,

Evaluasi kebugara fisik, Orientasi kebugaran fisik, Evaluasi kesehatan,

Orientasi kesehatan, Orientasi tentang penyakit, Kepuasan area tubuh,

Pengkategorian ukuran tubuh dan, Kecemasan menjadi gemuk.

(Thomson, 1999).

b. Pengambilan keputusan (Decision making) menurut Janis dan Mann

( 1977) terbagi kedalam dua kategori pola pembuatan keputusan yang

adaptif dan maladaptif. Pola pengambilan keputusan adaptif adalah pola

perilaku yang sangat berhati-hati dan teliti, seperti pembuatan keputusan

yang penuh kewaspadaan dan percaya diri. Sebaliknya, pola maladaptif 62

adalah pola pengambilan keputusan yang gaga! dalam memadukan

semua prasyarat pemrosesan informasi yang sangat baik. Kepanikan,

pengelakkan, dan rasa puas diri merupakan bagian dari pola pembuatan

keputusan seperti itu.

3.3.2 Definisi Operasional Variabel a. Citra tubuh adalah skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap

pengalaman subyektif individu tentang tubuhnya, yang berisi persepsi,

pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap tubuhnya yang dibentuk

oleh komponen persepsi, komponen sikap dan komponen tingkahlaku.

yang mana pengukuran tersebut dilihat melalui Alat MBSRQ ini yang

terdiri atas 10 subskala dimana setiap subskala mewakili satu domain dari

citra fubuh. Subskala tersebut antara lain : Evaluasi penampilan fisik,

Orientasi penampilan fisik, Evaluasi kebugara fisik, Orientasi kebugaran

fisik, Evaluasi kesehatan, Orientasi kesehatan, Orientasi tentang penyakit,

Kepuasan area tubuh, Pengkategorian ukuran tubuh dan, Kecemasan

menjadi gemuk. (Thomson, 1999). b. Pengambilan keputusan (Decision making) adalah skor yang diperoleh

dari pengukuran terhadap Rasa percaya diri, Kewaspadaan, Panik,

Evasiveness (pengelakan), dan Puas diri (kepuasan). 68

Tabel 3.3 Blue Print Item Pengambilan Keputusan (pilot test)

No Aspek FAV UNFAV Jumlah 1 self-confidence 1, 16*, 22, 24 6, 12 6 (Kepercayaan Diri) 2 vigilance 2, 14, 21*, 10, 18,29 6 (Kewaspadaan) 3 Panic (Kepanikan) 3*, 7*, 11, 25* 4 4 Evasiveness 4*, 9*, 15*, 19*, 6 (Pengelakan) 23*, 27*

5 Complacency 5*, 8, 13*, 17*, 8 (Kepuasan Diri) 20, 26*, 28*, 30 Jumlah 25 5 30 * item yang valid

Dari hasil penelitian skala pengambilan keputusan saat pilot test didapatkan

hasil relibialitas sebesar 0.733 dengan jumlah item 30. Dan dari 30 item tersebut terdapat 16 item yang valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas pada saat fild test didapatkan hasil 0.864 dengan jumlah item 16.

B. Kuesioner Citra Tubuh

Kuesioner yang diberi nama The Multimentional Body-Self Relations

Questionnaire (MBSRQ) paling sering digunakan karena memiliki property psikometrik dan normative data bagi pria dan wanita (dalarn Andi batari Toja,

2004:22). Alat MBSRQ ini di kembangkan oleh Thomas F Chash dan diadaptasi oleh Jihan Kemala (2000) yang di adaptasi kernbali oleh Titi Sari 69

menggunakan responden remaja pada tahun 2007 dengan melakukan uji validasi terhadap 69 item, dan didapat 34 item yang valid dan 35 item yang gugur, dengan realibilitas yang di dapat yaitu 0,9432. dan alat MBSRQ ini di adaptasi kembali oleh penulis dengan respoden waria. MBSRQ merupakan suatu skala sikap yang terdiri dari 69 item pertanyaan tentang citra tubuh yang dimiliki seserang. MBSRQ sebagai alat yang cakupannya paling

menyeluruh dan memiliki validitas yangtinggi, meliputi elemen negatif, afektif, dan behavioral dari citra tubuh. Alat MBSRQ ini mengukur 3 domain somatik, yaitu : penampilan fisik (appearance), kebugaran (fitness), dan kesehatan

(healthftlness), yang terbagi menjadi 7 sub skala. Selain 3 domain tersebut,

masih ada 3 sub skala khusus yang mengukur kepuasan area tubuh (The

Body-Area Satisfaction Scale), skala kecemasan terhadap kegemukan (The

Overweight Preoccupation Scale) dan skala pengkategorian berat badan diri

(The Self Classified Weight Scale). Keseluruhan item yang diginakan adalah

69 item.

Setiap sub-skala dalam kuesioner ini mewakili satu domain dari citra tubuh.

Sub-skala tersebut adalah:

1. Evaluasi penampilan fisik (Appearence Evaluation1Eva-penampilan =

EPF) Subskala ini mengukur tentang perasaan menarik atau tidaknya,

puas atau ketidakpuasan akan penampilan seseorang.

2. Orientasi penampilan fisik (Appearence Orientation/Ori Penampilan =

OPF) Subskala ini mengukur tingkat perharian individu terhadap 70

penampilannya.

3. Evaluasi kebugaran fisik (Fitness Eva/iation/Eva-Bugar = EBF) Subskala

ini mengukur tingkat kebugaran yang dirasakan individu terhadap

tubuhnya.

4. Orientasi kebugaran fisik (Fitness Orientation/Ori-Sugar = OBF) Subskala

ini mengukur tingkat perhatian terhadap kebugaran tubuh atau seberapa

penting kebugaran tubuh yang dimiliki individu.

5. Evaluasi kesehatan (Health Evaluation/Eva-Sehat = ES) Subskala

evaluasi kesehatan ini mengukur penilaian seseorang tentang kesehatan

tubuhnya atau tingkat perasaan bebas dari penyakit.

6. Orientasi Kesehatan (Health Orientation/Ori-Sehat = OS) Mengukur

derajat pengetahuan dan kesadaran individu terhadap pentingnya

kesehatan tubuh secara fisik.

7. Orientasi tentang penyakit (Illness Orieentation/Ori-penyakit =Ope)

Mengukur tentang kesadaran individu tentang tubuhnya bila sedang atau

menjadi sakit, yaitu derajat pengetahuan dan reaksi terhadap berbagai

masalah enyakit yang dirasakan oleh tubuh.

Subskala khusus yang terdapat dalam kuesioner ini adalah :

8. Kepusan Area Tubuh (Body-Areas Satisfaction Scale!Puas Area Tubuh =

PAT) Subskala kepuasan area tubuh hampir sama dengan skala evaluasi

penampilan, hanya sub-skala ini lebih spesifik mengukur tingkat kepuasan

dan ketidakpuasan dengan berbagai area tubuhnya. 71

9. Pengkategorian Ukuran Tubuh (Self-Classified Weighf!Kategori Diri = KD)

Subskala khusus yang menggambarkan bagaimana seseorag

memperepsikan dan melebel berat badannya sendiri, dari yang sangat

kurus sampai dengan yang sangat gemuk.

10.Kecemasan Menjadi Gemuk (Overweight Preocupation =CG) Skala

khusus yang mencerminkan kecemasan menjadi gemuk, kewaspadaan

akan berat badan, kecenderungan untuk melakukan diet penurunan berat

badan dan membentuk pola yang dibatasi.

Tabel 3.4 Blue Print Item Skala Citra Tubuh {pilot test)

No Aspek Favorabel Unfavorable 1 Evaluasi Penampilan Fisik 5*, 11*,21, 30, 39* 42,48 2 Orientasi Penampilan Fisik 1*, 2*, 12, 13, 22*, 23, 31*, 32, 40, 49 41*, 50* 3 Evaluasi Kebugaran Fisik 24*, 51* 33 4 Orientasi Kebugaran Fisik 3, 4*, 14, 26, 35*, 6, 15, 16, 25, 34, 44*, 53* 43 5 Evaluasi Kesehatan 7*, 27*, 54* 17,36,45 6 Orientasi Kesehatan 8*, 9*, 18*, 19, 29*, 28, 38 52* 7 Orientasi T entang Penyakit 46*, 55*, 56* 37,47

8 Kepuasan Area Tubuh 61*, 62*, 63, 64, 65*, - 66, 67, 68*, 69* 9 Pengkategorian Ukuran 59*, 60 - Tubuh 10 Kecemasan Menjadi 10, 20*, 57, 58 - Gemuk TOTAL 48 21 *item yang valid 72

Dari hasil penelitian skala citra tubuh saat pilot test didapatkan hasil relibialitas sebesar 0.825 dengan jumlah item 69. Dan dari 69 item tersebut terdapat 33 item yang valid. Dan hasil uji reliabilitas saat fild test didapatkan hasil 0.935 dengan jumlah item 33.

3.6 Prosedur Penelitian

Berkaitan dengan jalannya penelitian ini, peneliti merencanakan langkah­ langkah prosedur penelitian yang diharapkan dapat menunjang kelancaran serta keberhasilan penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan. yakni dimulai dengan perumusan masalah dan

menentukan variabel yang akan diteliti, kemudian mencari serta

menyusun teori-teori atau penelitian-penelitian terdahulu yang

berhubungan dengan tema penelitian. Setelah itu, untuk mendapatkan

sedikit gambaran mengenai subyek yang akan diteliti, peneliti melakukan

study pendahuluan dengan melakukan wawancara, studi pendahuluan ini

dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam menyusun butir-butir

pernyataan yang akan dicantumkan dalam skala terlampir. Pada tahap

persiapan ini, peneliti juga terlebih dahulu menentukan lokasi penelitian

dengan melakukan observasi dan wawancara kepada sejumlah pemilik

yayasan atau ketua diyayasan tersebut sekaligus meminta izin penelitian. 73

2. Tahap pengambi/an data: dimulai dengan penentuan populasi dan sampel

penelitian sambil melakukan konfirmasi (penjelasan mengenai tujuan

penelitian dan metninta subyek untuk mengisi skala dan kuesioner

penelitian) pada pihak-pihak yang terpilih serta bersedia sebagai sampel.

Setelah itu, pengambilan data dilakukan dengan memberikan alat ukur

yang telah dipersiapkan kepada subyek penelitian. Tahap pengambilan

data ini dilakukan dua kali, yakni pada pilot study untuk menguji coba

kualitas butir-butir pernyataan yang dibuat, dari data yang didapat

berdasarkan hasil uji coba, data diseleksi guna mendapatkan parameter

daya diskriminasi butir pernyataan yaitu sejauh mana butir pernyataan

mampu membedakan antar individu atau kelompok individu yang memiliki

dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2003). Untuk

kemudian butir-butir pernyataan yang terpilih (valid) tersebut disebarkan

kembali kepada responden pada penelitian yang sebenamya.

3. Tahap pengolahan data; diawali dengan pengeditan data yang masuk,

skoring tiap hasil ska la, menghitung serta membuat tabulasi data yang

diperoleh, sampai menganalisis data dengan statistik untuk menguji

hipotesis.

4. Tahap pembahasan, merupakan tahap akhir penelitian yang memuat

interpretasi dan pembahasan hasi/ uji statistik berdasarkan teori, serta

merumuskan kesimpulan hasil penelitian dengan menghitung prosentase

data penunjang yang diperoleh. 74

3.7 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Taylor (Hasan, 2002), analisis data adalah proses yang merinci usaha formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis

(ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu.

M. Iqbal Hasan (2002) juga memaparkan tujuan dari analisis data ini antara

lain adalah sebagai berikut:

1. Data dapat diberi arti makna yang berguna dalam memecahkan masalah­

masalah penelitian.

2. Memperlihatkan hubungan-hubungan antara fenomena yang terdapat

dalam penelitian.

3. Untuk memberikan jawaban terhadap hipotesis yang diajukan dalam

penelitian.

4. Bahan untuk membuat kesimpulan serta implikasi-implikasi dan saran­

saran yang berguna untuk kebijakan penelitian selanjutnya.

Dalam penelitian ini, bentuk analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif, yakni jenis analisis yang mempergunakan alat analisis berupa metode statistik, yang hasilnya disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian (Hasan, 2002). 76

Reabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil

ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang

tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu. Alat

pengukuran data dikatakan baik jika memiliki taraf kepercayaan yang tinggi

yaitu ketika alat pengumpulan data tidak berubah dan tidak bersifat

sementara atau konsisten terhadap hasil pengukuran yang diperoleh setelah

beberapa kali pelaksanaan pengambilan data. Data yang reliabel adalah data

yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (Azwar, 2003).

Rumus pengujian Realibilitas :

r=(-n )(SDt-SDi') " N-1 SDt 2

Keterangan : n : Jumlah responden

SDt : Standar deviasi total

SDi : Standar deviasi

N-1 : Jumlah item

Perhitungan lndeks Massa Tubuh (IMT)

Untuk mengukur tingkat kegemukan atau kekurusan tubuh seseorang bisa

dilakukan dengan berbagai cara. Dalam penelitian ini, cara yang digunakan

untuk mengukur tingkat kegemukan atau kekurusan tubuh seseorang adalah dengan menggunakan perhitungan Body Mass Index atau lndeks Massa 77

Tubuh (IMT). Perhitungan indeks massa tubuh ini dilakukan untuk melihat

golongan indeks massa tubuh sampel penelitian termasuk dalam golongan

orang yang memiliki berat badan kurang, normal, atau lebih. Perhitungan

lndeks Massa Tubuh (IMT) juga dilakukan untuk memastikan bahwa tidak

ada sampel penelitian dengan berat badan diatas rata-rata (obesitas). lndeks

Massa Tubuh berkorelasi tinggi dengan peersentase lemak tubuh (Kimmel,

dkk, dalam Jihan Kemala, 2000 : 84).

Skar IMT diperoleh dengan rumus :

Beratbadan(dalamkg) IMT Tinggi x tinggi bad an (dalam meter)

Tabel 3.5 Arti dan golongan nilai lndeks Massa Tubuh (IMT)

Nilai Arti Dibawah 18,0 Kg Kekurangan berat badan tingkat berat 18,0- 20,0 Kg Kekurangan berat badan tingkat ringan 20,0 - 25,0 Kg Berat badan normal 25,0 - 30, 0 Kg Kelebihan berat badan tingkat ringan 30,0 - 40,0 Kg Kelebihan berat badan tingkat berat Diatas 40,0 Kg Obesitas tingkat berat 78

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas mengenai hasil penelitian dan analisa data.

Disini akan disampaikan gambaran umum dan hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Gambaran umum tentang subjek penelitian akan diuraikan secara terperinci di bawah ini, yaitu berupa gambaran umum frekuensi dari usia, ukuran tinggi serta berat badan, dan pengkategorian indeks massa tubuh (IMT).

Table 4.1 Komposisi subjek berdasarkan Usia

Rentang usia Frekuensi Persentase 21-30 13 43,33% 31-40 12 40% > 41 5 16,67% Total 30 100%

Dari tabel di atas dikomposisi subyek berdasarkan usia diperoleh hasil tertinggi pada rentang usia 21-30 yaitu 43,33%, terrendah pada rentang usia

lebih dari 41yaitu16,67%. Secara keseluruhan, waria yang tergabung 79

dengan Yayasan Srikandi Sejati ini memang didominasi oleh waria yang rentang usianya 21-30. tidak ada alasan yang jelas mengenai usia yang mendominasi Yayasan Srikandi Sejati ini.

Table 4.2 Komposisi subjek berdasarkan ukuran tinggi badan

Ukuran tinggi badan Frekuensi Persentase (%) 145-148 1 3,33% 149-152 1 3,33% 153-156 1 3,33% 157-160 4 13,33 % 161-164 1 3,33% 165-168 7 23,33 % 169-172 12 40% 173-176 3 10 % Jumlah 30 100%

Pada komposisi subyek berasarkan ukuran tinggi badan diperoleh hasil dari

30 responden memiliki berat badan yang cukup ideal dengan presentase tertinggi yaitu pada rentang ukuran tinggi badan 165-168 yaitu 23,33%, dan terendah yaitu 3,33%. 80

Table 4.3 Komposisi subjek berdasarkan berat badan

Ukuran berat badan Frekuensi Persentase 45-48 2 6,67% 49-52 2 6,67% 53-56 5 16,67 % 57-60 6 20% 61-64 3 10 % 65-68 3 10 % 69-72 4 13,33 % 73-76 3 10 % 77-80 2 6,67% Jumlah 30 100 %

Sedangkan pada komposisi subyek berasarkan ukuran berat badan diperoleh

hasil tertinggi pada rentang 57-60 dengan presentase 207%.

Tabel 4.4 Komposisi subjek berdasarkan pengkategorian lndeks Massa Tubuh

Kategori indeks massa tubuh Frekuensi Persentase (%)

Kekurangan berat badan tingkat berat 2 (< 18,0) 6,67% Kekurangan berat badan tingkat ringan 5 16,67 % (18,0-20,0) Berat badan normal 18 60% (20,0-25,0 ) Kelebihan berat badan tingkat ringan 3 10 % (25,0-30,0 ) Kelebihan berat badan tingkat berat 1 3,33% (30,0-40,0) Obesitas tingkat berat (>40,0) 1 3,33% Jumlah 30 100% 81

Dari gambaran umum subjek penelitian, diketahui usia subjek terbanyak berkisar diantara usia 21-30 tahun sebanyak 43,33 %, 40 % untuk subjek yang berada di usia antara 31-40 dan 16,67 % untuk yang berada di usia lebih dari 41 tahun. Untuk komposisi subjek berdasarkan tinggi badan, diketahui tinggi subjek banyak tersebar antara 169 cm sampai dengan 172 cm dengan persentase sebesar (40 %). Untuk komposisi subjek berdasarkan berat badan, diketahui berat badan subjek banyak tersebar dengan berat antara 57 kg sampai dengan 60 kg dengan persentase sebesar( 20 %).

Sedangkan untuk komposisi subjek berdasarkan pengkategorian indeks massa tubuh posisi subjek terbanyak berada pada golongan berat badan normal, yaitu sebanyak 18 subjek dengan persentase (60 %) disusul golongan dengan kekurangan berat badan tingkat ringan, yaitu sebanyak 5 subjek dengan persentase (16,67). Ditemukan 1 subjek dengan ketegori obesitas.

4.2 Presentasi dan Analisa Data

4.2.1 Uji Persyaratan

Sebelum mengolah data penelitian, penulis melakukan uji persyaratan berupa uji normalitas.

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan diginakan dalam penelitian. Data yang terdistribusi secara normal maka 82

perhitungan datanya dengan menggunakan metode statistik parametrik.

Sebaliknya data yang terdistribusi tidak normal maka perhitungan datanya

menggunakan metode statistik non-parametrik.

Analisis uji normalitas yang dilakukan dengan melihat tabel shapiro-wilk, hal

ini karena jumlah subjek yang diambil kurang dari 100 (Kuncono, 2004).

Table 4.5. Hasil Uji Normalitas citra tubuh dan pengambilan keputusan Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Citra Tubuh .182 30 .013 .855 30 .001 Pengambilan .143 30 .120 .968 30 .474 Keputusan a Lilliefors Significance Correction

Hasil penghitungan uji normalitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi

probabilitas yang dihasilkan pada data variabel Citra Tubuh adalah sebesar

0.001 (dengan megggunakan teknik Shapiro-Wilk). Sementara nilai

siginifikansi probabilitas pada data Pengambilan Keputusan adalah sebesar

0.474 (dengan megggunakan teknik Shapiro-Wilk). l PERPUSTAK.MN U~;''l I UIN SYAHID JAKARTA I

Karena nilai signifikansi probabilitas yang dihasilkan pada data variabel Citra

Tubuh < 0.05, maka sebaran data pada variabel tersebut dikatakan

berdistribusi tidak normal, dihitung menggunakan teknik Shapiro-Wilk.

Sementara sebaran data variabel Pengambilan Keputusan berdistribusi 84

Gambar4.3 Normal Q-Q pilot Pengambilan Keputusan

Normal Q-Q Plot of Pengambilan Keputusan

2.0~------, 0

1.5 0

1.0 0 0 5 0 0 0 0.0 0 0 -.5 0 " 0 § 0 z ·1.0 0 u 0 fl -1.5 "0. .n -2.0 20 30 40 50 60 70

Observed Value

Gambar4.4 Detrented Normal Q-Q pilot Pengambilan Keputusan

Detrended Normal Q-Q Plot of Pengambilan Keputusan A

.2 0 0

0 0 0 0 0 -.0 0 0 0 0 "o 0 0 0

-.2 0 "E z0 -A E

,g 0 > 0" -.6 20 30 40 50 60 70

Observed Value 85

4.2.2. Presentasi data

Deskripsi statistik berikut ini penulis akan menguraikan deskripsi hasil perhitungan statistik skor subjek penelitian yang dibantu dengan penyajian dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 4.6. Deskripsi data Descriptives

I Statistic Std. Error Citra Tubuh Mean 120.4333 3.42562 Median 122.5000 Variance 352.047 Std. Deviation 18.76292 Minimum 50.00 Maximum 147.00 Pengambilan Mean 44.7000 1.75194 Keputusan Median 44.5000 Variance 92.079 Std. Deviation 9.59580 Minimum 24.00 Maximum 62.00

Output SPSS ini menunjukkan bahwa skor maksimum responden untuk skala citra tubuh sebesar 147 dan nilai minimum sebesar 50. sedangkan pada skala pengambilan keputusan skor maksimum sebesar 62 dan skor minimum sebesar 24. Kategorisasi skor penilaian untuk skala kepuasan citra tubuh terdiri dari 33 item dengan 5 kategori jawaban (di skor 1 sampai dengan 5). 87

yang sudah dapat mengambil keputusan dengan sendirinya) adalah 13%, pada kategori sedang (seseorang yang masih ragu atau masih membutuhkan pertimbangan-pertimbangan dari orang lain) 70%, dan 17% pada kategori rendah (seseorang yang belum mampu mengambil keputusan sendiri).

4.2.3. Uji hipotesis

Uji hipotesis disajikan untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan, berdasarkan uji normalitas didapat bahwa data tidak tersebar secara normal maka digunakan uji hipotesis non parametrik dengan menggunakan rumus koefisien korelasi spearman dengan bantuan SPSS versi 13.0 for windows.

Tabel 4.9. Hasil uji korelasi Citra tubuh dengan Pengambilan Keputusan Correlations Citra Pengambilan Tubuh Keputusan Spearman's rho Citra Tubuh Correlation 1.000 -.193 Coefficient Sig. (2-tailed) .306 N 30 30 Pengambilan Correlation -.193 1.000 Keputusan Coefficient Sig. (2-tailed) .306 N 30 30

Hasil uji korelasi dengan menggunakan teknik Spearman's rho dihasilkan nilai korelasi (r) hitung sebesar -0.193. Sementara nilai r tabel pada taraf 88

signifikansi 5% dengan N 30 adalah sebesar 0.364.

Keputusan: Ho diterima jika rhitung < rtabel

Karena nilai rhitung yang didapat (-0.193) < rtabel (Sig. 5% ; N 30 =0.364), maka hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antar Citra Tubuh dengan Pengambilan Keputusan diterima.

Tabel 4.10. Hasil uji regresi variabel bebas dan variabel terikat Model Summary

Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate

1 .059(a) .004 -.032 9.74843 a Predictors: (Constant), C1tra Tubuh

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai R Square yang didapat adalah sebesar 0.004. Hal ini berarti bahwa variabel Citra Tubuh memberikan sumbangsih sebesar 0.04% bagi perubahan variabel Pengambilan

Keputusan. Dengan demikian terdapat 99.06% variabel lain selain Citra

Tubuh yang tidak terukur dalam penelitian yang dapat memberikan perubahan terhadap variabel Pengambilan Keputusan.

Setelah diketahui nilai r square signifikansi sumbangsih variabel Citra Tubuh terhadap Pengambilan Keputusan, kemudian dilakukan penghitungan Anova untuk mengetahui apakah model persamaan garis regresi yang dipergunakan tepat diterapkan dalam perhitungan regresi ini. Hasilnya disajikan pada tabel 89

Anova (b) berikut;

Tabel 4.11.Anova ANOVA(b)

Sum of Model Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 9.407 1 9.407 .099 .755(a) Residual 2660.893 28 95.032 Total 2670.300 29 a Predictors: (Constant), C1tra Tubuh b Dependent Variable: Pengambilan Keputusan

Hasil penghitungan rnenunjukkan bahwa nilai F hitung yang didapat adalah sebesar 0.099. Sernentara nilai F tabel dengan df 1 dan 28 adalah sebesar

4.20. Karena nilai F hitung yang didapat < F tabel rnaka dapat disirnpulkan bahwa model persarnaan garis regresi yang dipergunakan dalam penelitian ini tidak dapat diterapkan.

Setelah diketahui nilai f hitung untuk menguji persamaan regresi, kernudian dilakukan penghitungan uji signifikansi konstanta dari variabel independen yang diukur. Hasilnya disajikan pada tabel Coefficients(a) berikut:

Tabel 4.12 Uji signifikansi konstanta pengambilan keputusan Coefficients(a)

Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig. 1 (Constant) 41.044 11.755 3.492 .002 Citra .030 .096 .059 .315 Tubuh .755 a Dependent Vanable: Pengamb1lan Keputusan 90

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai t hitung yang didapat pada variabel Citra Tubuh adalah sebesar 0.315. Sementara nilai t tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 28 (n - 2 = 30 - 2) adalah sebesar 2.048. Karena nilai t hitung yang didapat < t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel

Citra Tubuh tidak memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap

Pengambilan Keputusan. 91

BABV

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan hasil penelitian dan penggolongan data pada bab sebelumnya. Kemudian akan didiskusikan keterbatasan dan saran untuk penelitian ini, agar penelitian selanjutnya dapat memeperoleh hasil yang baik.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada bab IV, maka diperoleh kesimpulan dari penelitian ini bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria di

Yayasan Srikandi Sejati.

5.2 Diskusi

Pada penelitian yang telah penulis lakukan terhadap 30 responden waria di

Yayasan Srikandi Sejati Jakarta Timur, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual pada waria. Adapun hasil penelitian menyatakan bahwa tidak menemukan adanya korelasi antara 92

kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual

pada waria.

Dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dan pengambilan keputusan. Fenomena waria di Indonesia

memaparkan bahwa sedikit jumlahnya yang mengambil keputusan menjadi transseksual. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor resiko keselamatan

saat operasi, pasca operasi, apakah akan normal kelaminnya sesuai

keinginan atau malah terjadi sesuatu di luar dugaan.

Hasil dalam penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Dewi Amalia,

2003 mengenai adjusment transseksual dengan lingkungan sekitar yang

mana membuktikan bahwa adjusment transseksual dengan lingkungan

sekitar seorang transseksual mengalami penolakan seperti dalam keluarga

(tidak diajak bicara, dan dimarahi), dalam lingkungan sekitar mendapatkan

ejekan, akan tetapi demi diterima di tengah-tengah lingkungan sekitarnya seorang transseksual berusaha menyesuaikan diri dengan merubah penampilannya seperti wanita seutuhnya, melakukan pendekatan diri atau

berusaha untuk tidak sungkan bersosialisasi, dan menganggap ejekan-ejekan itu sebagai lelucon dan tidak dihiraukannya. 92

kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan menjadi transseksual

pada waria.

Dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dan pengambilan keputusan. Fenomena waria di Indonesia

memaparkan bahwa sedikit jumlahnya yang mengambil keputusan menjadi transseksual. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor resiko keselamatan

saat operasi, pasca operasi, apakah akan normal kelaminnya sesuai

keinginan atau malah terjadi sesuatu di luar dugaan.

Hasil dalam penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Dewi Amalia,

2003 mengenai adjusment transseksual dengan lingkungan sekitar yang

mana membuktikan bahwa adjusment transseksual dengan lingkungan

sekitar seorang transseksual mengalami penolakan seperti dalam keluarga

(tidak diajak bicara, dan dimarahi), dalam lingkungan sekitar mendapatkan

ejekan, akan tetapi demi diterima di tengah-tengah lingkungan sekitarnya

seorang transseksual berusaha menyesuaikan diri dengan merubah

penampilannya seperti wanita seutuhnya, melakukan pendekatan diri atau

berusaha untuk tidak sungkan bersosialisasi, dan menganggap ejekan-ejekan

itu sebagai lelucon dan tidak dihiraukannya. 93

Didapatkan hasil tidak ada hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan pengambilan keputusan kemungkinan dikarenakan pada penelitian yang dilakukan sekarang ini dilaksanakan di suatu yayasan dengan sampel waria,

bisa saja karena para waria tersebut sudah berkumpulnya pada suatu yayasan yang diakui, maka mereka sudah lebih dapat menerima dirinya dan memiliki citra tubuh yang cukup baik sehingga tidak perlu lagi mengambil keputusan untuk menjadi transseksual.

Popularitas operasi kelamin di budaya indonesia juga masih harus diteliti lagi tentang seberapa pauh para waria mengetahui informasi operasi ini. Selain

itu, faktor ekonomi di kalangan waria ini juga bisa menjadi alasan mengapa

mereka tidak memutuskan untuk operasi transseksual. Para waria tersebut

merasa citra tubuhnya terganggu dan merasa itu sebagai masalah untuk

mereka, dengan mereka ikut berada dalam suatu yayasan maka ini bisa

menjadi satu pemecahan masalah tersendiri bagi mereka. Karena dalam yayasan mereka memiliki banyak teman yang sejalan, dan mirip satu dan

lainnya, dapat diterima setidaknya oleh teman-teman dan mersa diakui

karena berada dalam satu yayasan.

5.3. Saran

Berdasarkan penulisan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya dikarenakan adanya beberapa 94

hambatan dan rintangan yang dialami. Untuk itu, dari peneliti ada beberapa saran yang bisa menjadi bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan berbagai hal yang terkait dengan penelitian ini, yaitu berupa saran teoritis dan saran praktis.

5.3.1. Saran Teoritis

Untuk penelitian yang akan datang:

1. Sampel diperbanyak dan diperluas tidak hanya diperuntukkan pada waria

dalam suatu yayasan saja.

2. Tidak hanya melihat kepuasan citra tubuh pada waria, tetapi juga melihat

apakah ada orientasi seks pada waria yang membuat mereka mengambil

keputusan menjadi transseksual.

5.3.2. Saran Praktis

1. Untuk meminimalkan perkembangan jumlah waria, perlu disosialisasikan

bagaimana meningkatkan citra tubuh yang ia miliki sebagaimana adanya,

bahwa apa yang ia miliki adalah anugerah dari Tuhan sehingga tidak

memenyebrang ingin menjadi gender lainnya.

2. Perlu disosialisasikan tentang bagaimana caranya meningkatkan citra

tubuh pada waria, sehigga waria tersebut tidak perlu mengambil

keputusan menjadi transseksual, mengingat resiko yang mungkin

didapatkan apabila seseorang meakukan operasi transseksual. 95

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Altbe. Madeline and Thompson, J. Kevin, (1990). Body image change During Early Adulthood. lnternasianal Jurnal of eating disorder.

Arikunto. S. (1996). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta; Rineka Cipta.

Atmojo, Kemala. 1986. Kami Bukan Lelaki: Sebuah Sketsa Kehidupan Waria. Jakarta: Pustaka Garafiti Pers.

Azwar, S. (2002). Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Be/ajar (cet ke-5). Yogyakarta; pustaka pelajar.

Azwar, S. (2003). Penyusunan ska/a psikologi (cet ke-4). Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

Chaplin, JP. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. RajaGraindo Persada

Daffdoff, Linda L. (1991). Psikologi: Suatu Pengantar, Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Mari Juniati. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Danarto, (2003). Teori Seks Sigmund Freud Terjamahan "Three Contribution to The Theory of Sex" (New York: Random House, inc. 1938). Yogyakarta: Penerbit Jendela.

Davison, Gerald C. 2006. Psikologi Abnormal: Edisi Kesembilan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Davison, Gerald C. dkk. 2004. Psikologi Abnormal. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Penggologan dan Diagnostik Gangguan Jiwa di Indonesia 111, Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik, 2001 96

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan bahasa.

Departemen Pendidikan Nasional (2000), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Fausiah, Fitri dan Julianti Widury. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Ul-Press.

Hasan, M.I. (2002). Pokok2 Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta; ghalia Indonesia

Kaplan and Sadock, (1990) Sinopsis Psikiatri, I/mu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi ketujuh, jilid dua.

Marx, Melvin H. (1976). Introduction to Psychology: Problems, Procedures and Principles. New York: Macmillan publishing Co., Inc.

Morgan, Clifford. T, dkk. (1986). Introduction to psycholohy, Singapure. Mc Graw Hill, Inc.

Sevilla, C. G. et al., (1993). Pengantar metodologi penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia Press

Thompson. J. Kevin. (1990). Eating beauty Theory. Asesment and treatment.

Yash, Aini (2003) Transeksualisme Sebuah Studi Kasus Perkembangan Transseksual Perempuan ke Laki-laki, Semarang

Skripsi

Amalia, Dewi. (2003), Adjustment transseksual dengan lingkungan sekitar. Skripsi fakultas psikologi UIN jakarta.

Kemala, Jihan (2000), Hubungan Antara Kepuasan Citra Tubuh Pada Wanita Peserta Senam Body Language. Skripsi Fakultas Psikologi UI

Marina. (1997). Hubungan Kesenjangan Diri (Self Discrepancy) Dengan Kepuasan Citra Tubuh (Body Image Satisfaction) pada Wanita. Skripsi UI. 97

Sari, Titi (2007). Hubungan Antara Syukur Dengan Kepuasan Citra Tubuh Pada Remaja. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Jakarta

Internet

Bambang Suwarno (2007) Transseksual, Minoritas yang Terlupakan, http:/lgender.jogja.go.idl?pujek=news&aksi=lihat&id=4.

J. Tuinstra, dkk. (1998). Reliability, Validity and Structure of the Adolescent Decision Making Questionnaire Among Adolescents in The Netherlands. Belanda. http:/lshare.eldoc.ub.rug.nl/root2/2000/Relivaans/Tuinstra_2000_Per sonality_and_lndividual.pdf

Sexual and Gender Identity Disorder, retrieved 13 November 2002 from www.emidicine.com1med/topic3439.htm#section­ gender_identity_disorder. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Unl'OfS>!,1'• t;J,1rn No~•m SYAlllF HIOAVATUlLAU JAIVllHA

Assalamu'alaikum Wr. Wh

Saya adalah mahasiswi tingkat akhir di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian mengenai "Kepuasan Citra Tubuh Dan Hubungannya dengan pengambilan keputusan menjadi Transseksual Pada Waria". Penelitian ini merupakan kelengkapan penyusunan skripsi yang saya lakukan sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir Sarjana Psikologi.

Untuk itu, saya mohon kesediaan Anda untuk menjadi responden dan mengisi kuesioner terlampir. Data maupun jawaban yang Anda berikan terjamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah. Isilah kuesioner ini sejujur-jujurnya sesuai dengan pribadi Anda, tidak perlu memberikan yang seharusnya atau yang sebaiknya terjadi. Saya harap Anda bersedia memeriksa kembali kelengkapan jawaban Anda untuk memastikan tidak ada bagian yang terlewatkan.

Bantuan dan partisipasi Anda sangat diharapkan dalam penelitian ini. Atas kesediaan waktu Anda, saya ucapkan terima kasih.

Wassa/amu'alaikum Wr. Wb

Hormat Saya,

Yuanita Purwa Dewi Data kontrol

I) Usia Anda saat ini : ...... tahun ...... bulan 2) Pekerjaan Anda saat ini (beri tanda silang dan boleh lebih dari satu) a. Pelajar I Mahasiswa b. Pegawai, jabatan ...... c. Wiraswasta d. !bu rumah tangga e. Lain-lain ...... 3) Apakah Anda sudah menikah? a. Sudah b. Belum Qika belum, lanjutkan ke no. 5) 4) Apakah Anda sudah mempnyai anak? a. Ya, ...... (Jumlah) b. Belum 5) Apakah Anda rutin membaca majalah/koran/tabloid? a. Ya b. Tidak 6) Sebutkan majalah/koran/tabloid yang sering Anda baca! a ...... b. ··········································· c ...... d ...... 7) Tinggi badan Anda : ...... cm 8) Berat badan Anda : ...... kg 9) Apakah Anda merasa berat badan Anda sndah ideal? a. Ya b. Tidak (Jika Ya, Lanjutkan keno 12) I 0) Berat badan yang Anda inginkan : ...... kg 11) Apakah Anda pemah memiliki bentuk tubuh ideal? a. Ya, pada usia ...... tahun b. Tidak 12) Menurut Anda seperti apa bentuk tubuh wanita yang ideal? 16 Saya merasa sangat kecil hati bahwa saya berhenti mencoba untuk mengambil keputusan menjadi transseksual 17 Ketika terpaksa mengambil keputusan, saya tak peduli jalan mana yang pilih 18 Ketika mengambil keputusan menjadi transseksual, saya merasa bahwa keputusan yang dibuat itu terbaik 19 Saya lebih suka menyerahkan keputusan di tangan orang lain. 20 Saya memilih menjadi transseksual berdasarkan beberapa pertimbangan yang detail 21 Saya suka mengambil keputusan sendiri 22 Keputusan menjadi transseksual terlaksana dengan baik. 23 Ketika harus mengambil keputusan menjadi transseksual, saya menunggu lama sebelum mulai berpikir tentang ha! itu 24 Saya berfikir sudah mengambil keputusan yang baik 25 Kemungkinan bahwa akan terjadi hal-hal yang salah membuat saya segera membatalkan niat untuk melakukan apa yang diputuskan (menjadi transseksual) 26 Saya cenderung hanyut dalam keputusan yang telah dibuat tanpa memikirkan apa yang diputuskan tersebut 27 Saya tidak suka diberi tanggungjawab untuk mengambil sebuah keputusan 28 Ketika mengambil keputusan, saya cenderung memilih alternatif pertama yang datang ke pikiran 29 Ketika memutuskan untuk melakukan sesuatu, saya dapat dengan tepat memutuskannya 30 Saya melakukan apa yang orang lain pilih karena saya tidak suka berbeda dengan orang lain. mempengaruhi kesehatan fisik 9 Saya secara sengaja membentuk gaya hidup sehat 10 Saya terus-menerus khawatir gemuk atau menjadi gemuk 11 Saya menyukai tubuh seperti apa adanya 12 Saya memeriksa penampilan di cermin kapanpun ada kesempatan 13 Sebelum keluar rumah atau bepergian, saya biasanya memerlukan banyak waktu untuk bersiap-siap 14 Ketahanan fisik saya tergolong baik 15 Mengikuti kegiatan olah raga tidak penting bagi saya 16 Saya tidak secara aktifberusaha untuk menjaga kebugaran fisik saya 17 Kesehatan saya tidak dapat diperkirakan kondisinya, kadang-kadang baik dan kadang buruk 18 Kesehatan yang baik adalah salah satu ha! terpenting dalam hidup saya 19 Saya tidak melakukan hal-hal yang saya tahu dapat mengancam kesehatan 20 Saya sangat sadar akan segala perubahan berat badan saya, sekecil apapun 21 Kebanyakan orang menganggap saya berpenampilan menarik 22 Penting bagi saya untuk selalu tampil menarik 23 Saya tidak menggunakan produk perawatan tubuh 24 Saya dapat dengan mudah mempelajari berbagai keterampilan fisik 25 Kebugaran fisik yang baik bukan merupakan prioritas utama dalam kehidupan saya 26 Saya melakukan berbagai ha! untuk meningkatkan kekuatan fisik saya 27 Saya tidak pernah sakit 28 Saya merasa tubuh saya sehat 29 Saya senang membaca buku dan majalah yang berhubungan dengan kesehatan 30 Saya menyukai penampilan tubuh saya ketika tanpa busana 31 Saya merasa risih bila dandanan saya tidak sesuai dengan situasi dan kondisi 32 Saya biasanya memakai pakaian yang paling mudah saya dapat tanpa memperdulikan bagaimana penampilan saya 33 Saya tidak mampu melakukan olah raga dan permainan yang melibatkan fisik 34 Saya tidak memikirkan kemampuan atletik saya 35 Saya berusaha meningkatkan stamina fisik saya 36 Dari hari ke hari saya tidak pemah tahu apa yang akan terjadi pada kesehatan fisik 37 Bila sedang sakit, saya tidak memperhatikan gejala-gejala yang dirasakan 38 Saya tidak melakukan usaha khusus untuk menjaga kesehatan dengan mengatur pola makan yang seimbang dan bergizi 39 Saya menyukai pasnya baju pada tubuh 40 Saya tidak peduli dengan penilaian orang lain terhadap penampilan saya 41 Saya melakukan perawatan khusus pada ram but 42 Saya tidak menyukai penampilan fisik saya 43 Saya tidak berniat meningkatkan kemampuan dalam aktivitas fisik 44 Saya berusaha untuk aktif secara fisik 45 Saya merasa rentan terhadap penyakit 46 Saya memperhatikan dengan seksama tubuh terhadap segala tanda-tanda adanya penyakit 47 Saya tetap melakukan aktivitas seperti biasa meskipun saya sedang merasa tidak enak bad an 48 Menurut saya, tubuh saya tidak menarik 49 Saya tidak pernah memikirkan penampilan fisik saya 50 Saya terus berusaha untuk mempercantik penampilan fisik saya 51 Saya dapat mengatur hidup saya dengan baik 52 Saya mengetahui banyak ha! tentang kesehatan dan kebugaran tubuh 53 Saya melakukan olah raga secara teratur sepanjang tahun 54 Saya adalah orang yang sehat secara fisik 55 Saya sangat menyadarijika kondisi fisik saya mengalami perubahan 56 Setelah merasakan gejala penyakit, saya langsung mengkonsultasikan kesehatan saya 57 Saya menjalani program diet untuk menurunkan berat badan

Untuk pernyataan no. 58, berilah tanda silang (X) pada pilihanjawaban yang tersedia, yaitu : A : Bila Anda tidak pernah melakukan pernyataan tersebut B : Bila Anda pernah melakukan pernyataan tersebut C : Bila Anda kadang-kadang melakukan pernyataan tersebut D : Bila Anda sering melakukan pernyataan tersebut E : Bila Anda sangat sering melakukan pernyataan tersebut No PERNYATAAN A B c D E 58 Saya akan menurunkan berat badan dengan berpuasa atau melakukan diet ketat agar mendapatkan tubuh yang ideal

Untuk pernyataan no. 59-60, berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.

59 Saya pikir diri saya termasuk: A. Kekurangan berat badan tingkat berat B. Kekurangan berat badan tingkat ringan C. Bera! badan normal D. Kelebihan berat badan tingkat ringan E. Kelebihan berat badan tingkat berat 60 Dengan melihat diri saya, orang akan berpikir bahwa saya termasuk: A. Kekurangan berat badan tingkat berat B. Kekurangan berat badan tingkat ringan C. Bera! badan normal D. Kelebihan berat badan tingkat ringan E. Kelebihan berat badan tingkat berat

Pemyataan no. 61-69 menunjukkan besar kepuasan terhadap berbagai area tubuh Anda. berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia, yaitu: A : Bila Anda merasa sangat tidak puas B : Bila Anda merasa tidak puas C : Bila Anda merasa netral D : Bila Anda merasa puas E : Bila Anda merasa saugat puas

No PERNYATAAN A B c D E 61 Wajah (bentuk wajah, wama kulit) 62 Rambut (wama rambut, ketebalan, tekstur) 63 Tubuh bagian bawah (pinggul, paha, kaki) 64 Tubuh bagian tengab (pinggang, perut) 65 Tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan) 66 Tampilan otot 67 Berat badan 68 Tinggi badan 69 Penampilan keseluruhan

Molton periksa kembali sehingga tidak ada nomor yang terlewatkan 1 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 2 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 2 4 4 4 2 2 4 2 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 2 2 4 4 4 2 4 2 2 2 4 2 2 3 4 5 2 2 3 4 2 2 2 2 2 3 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 4 4 3 2 2 4 3 2 4 4 2 3 3 2 3 4 2 2 4 3 4 4 2 4 2 2 4 4 2 4 4 4 3 4 4 3 3 4 5 4 4 3 3 4 3 3 2 2 4 3 4 3 4 3 4 2 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 2 4 6 4 4 4 2 4 4 4 2 2 2 4 3 2 4 2 4 4 2 2 4 4 3 2 4 2 4 4 4 3 2 7 5 4 2 1 2 4 2 1 4 5 2 2 1 2 2 2 4 4 2 2 2 3 8 5 4 4 2 2 2 4 3 2 2 3 2 4 4 4 2 4 2 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 4 9 4 4 2 2 2 4 2 4 4 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 4 2 4 2 4 2 2 10 5 3 4 4 4 2 4 4 3 3 2 2 4 4 2 2 2 2 4 2 5 2 2 2 2 4 4 3 2 5 11 3 4 1 2 3 5 1 5 2 5 5 3 3 2 1 2 1 1 5 5 12 4 4 4 2 4 3 4 2 4 2 4 3 4 5 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 13 5 4 4 1 3 3 2 4 3 2 2 2 4 1 4 1 5 2 4 2 2 3 3 2 3 14 5 4 2 3 5 4 4 5 3 1 5 3 4 4 4 2 2 2 2 2 15 4 4 3 2 2 3 3 2 2 2 4 3 2 4 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 3 3 16 2 4 3 2 3 4 3 4 3 4 3 2 3 4 4 2 1 2 2 4 2 2 2 4 2 1 3 17 4 2 4 4 3 3 4 2 3 4 2 2 3 4 4 4 3 4 4 5 4 4 3 4 2 3 4 3 4 2 18 4 4 4 2 5 1 1 2 4 4 4 4 1 2 2 2 4 4 4 4 4 2 2 1 4 2 2 19 4 4 2 2 4 2 2 2 3 4 3 4 5 3 2 2 3 2 3 4 4 3 4 3 3 2 4 2 4 20 3 4 4 3 4 2 5 4 3 2 3 3 4 4 3 4 4 2 4 4 4 5 5 4 4 4 5 2 4 21 2 5 2 5 2 2 2 2 4 5 4 2 5 4 2 2 2 2 4 2 5 5 4 2 2 2 4 2 2 22 2 4 4 2 4 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 2 4 2 4 2 2 4 2 2 23 2 4 3 4 3 3 3 3 4 2 3 3 4 3 3 5 5 2 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 24 3 4 4 3 2 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 25 3 4 4 4 3 3 2 3 3 5 3 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 26 4 5 3 4 2 3 2 4 4 4 4 2 3 2 4 3 2 2 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 27 3 3 4 2 4 2 1 1 3 3 5 3 5 4 3 1 4 3 2 5 2 2 4 2 3 3 28 3 3 4 2 2 4 2 2 2 3 3 3 4 2 3 4 3 3 2 4 1 3 5 3 2 4 3 29 4 4 4 2 4 3 2 4 2 2 4 3 3 2 3 2 4 2 2 2 3 4 2 3 3 3 3 3 3 2 30 4 4 3 4 1 5 4 3 2 3 2 4 4 4 3 4 2 1 1 3 4 4 4 3 4 2 4 1 4: Data mentah Citra tubuh 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 3524535 5 5 5 2 2 5 4 2 5 5 115431 5135155 3 3 5 1 2 3 5 3552343324 53332443 45 243323445433432 34 3542554435 44443544 45 244442435343522 44 2 5 4 44 4 5 5 2 4 5 4 1 2 2 5 4 3 4 4 2 2 3 4 2 4 2 2 4 3 2 2 4 2 2 2 4 3 4 4 44 4 4 4 3 3 4 3 4 3 2 5 4 5 4 4 4 2 3 4 4 4 4 2 4 3 2 2 5 2 4 3 4 3442445444 44434544 34 244443444332442 44 3542455 52145445423424424244443254 25 3 4 3 34 5 3 4 4 5 5 4 3 2 3 5 3 4 4 5 2 3 3 3 2 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 5 3442444443 24334444 44 243433434243432 34 2 2 4 34 4 4 2 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 4 4 4 3 4 3 2 2 3 3 4 15143521 3345551 115 5 5 1555 5 5 454345544444442544444444425 24445 254 35224554545453 5532553233 4 433452354 3 5 5 25 5 5 4 4 4 2 5 4 4 3 5 3 4 5 5 5 5 4 3 4 2 3 3 5 4 3 3 4 5 1 4 4 3 4 3 43 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 5 3 4 2 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 2 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 34 3 4 2 3 3 3 4 4 4 3 4 3 2 4 2 3 3 4 4 3 3 4 2 3 3 4 3 4 3 2 4 4 5444455243 4 3 4 5255 5 34 444424 43234 4 5 23 4 4 2 5 4 24 4 4 4 4 4 4 4 5 5 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 3544555354 444435345444444 53443352244 313115 5 3 5 5 4 4 3 2 1 5 4 4 3 5 3 3 2 3 3 3 2 4 5 2 2 2 3 3 4 2 5 4 5 4 44 5 5 2 5 4 5 4 4 4 4 5 2 5 4 4 4 4 4 5 2 2 5 2 5 4 4 4 5 4 2 4 5 2524555255 5244152525124524524 4454245 3 53132 5 1 5 2 1 4 3 4 3 3 2 2 4 2 3 2 2 3 2 4 2 4 2 4 3 2 2 4 4 2 4 3 5 4 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 2 4 4 3 3 4 3 2 3 4 3 5 5 24 4 4 3 5 4 4 3 4 3 3 5 4 2 4 4 2 3 4 3 3 3 4 1 4 4 4 4 4 3 2 3 5 3 1444 1 4 5 4 3 4 4 4 2 2 1 5 5 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 2 4 2 4 2 2 4 4 3144413232 3 3 3 3323 3 34 223223 25353 4 3 5 4 2 2445541254445545542435 335 445434 53 35554535544423 54445454 44244 2422244 3 4 4 24 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 3 4 2 3 2 4 2 5 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 DEPARTEMEN AGAMA UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAI<:ARTA FAKULTAS PSIKOLOGI

Tclp. (021) 7433060 Fax. 74714714 [ukti No.S Circndcu Jakarta Sclahu1 15419 c-111 a i I: fakpsi_ ui nj [email protected]

SURAT PERSETUJUAN UNTUK UJIAN SKRIPSI Nomor : Un.O I/ F7 /KM.O 1.3/"l..P) 1).. /2009

Dekan Fakultas Psikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta menerangkan bahwa:

Nama : Yuanita Punva Dcwi NIM 105070002405 Fakultas : Psikologi Alam at : JI. D('sa Telajung Rt.02/005 Cikarang Barnt-

Telah memenuhi persyaratan untuk mengikuti ujian skripsi pada Semester Ganji! Tahun Akademik 2009/20 I 0.

Demikian surat keterangan m1 dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 09 Oktoberber 2009

A.n.Dekan Ke.bag TU

Tembusan: Dekan Fakultas Psikologi U!N Syarif Hidayatullah Jakarta

Catatan: Jika dalam batas waktu yang telah ditentukan belum rnengikuti ujian skripsi, maka mahasiswa diwajibkan membayar biaya kuliah pada semester berikutnya.