Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220

VOLUME 06, No. 02, April 2020: 202-220

PESONA SENI DAN TEKNOLOGI PADA PERTUNJUKAN FIRE DANCE DI KOMUNITAS FLOWNESIA

Rifa Fitriana1, Paramitha Dyah Fitriasari1, Wiwik Sushartami2 Awardee LPDP PK-113 1 Prodi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada 2Prodi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada [email protected]

ABSTRACT Flownesia is one of the Indonesian flow-art communities that usevisual performance with fire props. Based on the existing phenomena, researchers see the existence of special tricks that are used when performing and also various forms of property for enchanting the audience, so this research will explore the aesthetic impact that has emerged on visual fire dance performances and the role of technology in the Flownesia community. This research uses a qualitative method, that is done with participant observation. Alfred Gell’s (2006) theory of technology of enchantment was chosen to analyze the forms of visual art and technology performances in flow-art performances. The results of this research flow-art performances in the Flownesia community is a manifestation of art and technology, especially when exploring innovations in their performances. The enchantment that displayed is the result of extraordinary techniques also thr concept of modern and tradition, elaborated on the fire dance props. The movement structure, floor pattern, choreography and tool exploration are important aspect to create interesting visual effects in the Flownesia community performance.

Keywords: aesthetic expressions, art and technology, flow-art, fire dance.

ABSTRAK Flownesia merupakan salah satu komunitas flow-artdi Indonesia yang menggunakan bentuk pertunjukan visual dengan properti api. Berdasarkan fenomena yang ada, penulis melihat adanya trik khusus yang digunakan saat pementasan dan juga bentuk properti yang beragam untuk memukau penonton, sehingga penelitian ini akan menelusuri tentang dampak estetis yang dimunculkan pada pertunjukan visual fire dance dan peran teknologi di komunitas Flownesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang dilakukan dengan participant observation. Teori Alfred Gell (2006) tentang technology of enchantment dipilih untuk menganalisis bentuk pertunjukan visual seni dan teknologi pada pertunjukan flow-art. Hasil penelitiannya, pertunjukan fire dancepada komunitas Flownesia merupakan manifestasi akan seni dan teknologi, terlebih jika menelisik inovasi di dalam pertunjukannya. Pesona yang ditampilkan merupakan hasil dari teknik-teknik gerak yang extraordinary serta konsep modern dan

202 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance tradisi, dielaborasikan pada properti fire dance. Struktur gerak, pola lantai, bentuk koreografi dan eksplorasi alat adalah aspek penting untuk menimbulkan efekvisual yang menarik dalam pertunjukan komunitas Flownesia.

Kata kunci: ekspresi estetis, seni dan teknologi, flow-art, fire dance,

PENGANTAR art telah memadukan properti flow Dunia pertunjukan bersifat dengan teknologi cahaya baik berupa dinamis dan temporal, sehingga akan api (fire dance) atau lampu yang mampu berubah dari waktu ke waktu mengikuti menghasilkan cahaya berubah-ubah, dan perkembangan zaman. Memasuki era membentuk sebuah pola. Pada awalnya revolusi 4.0, perkembangan teknologi konsep flowdigagas oleh Csikszentmihalyi modern telah menjadi tranding topic Mihaly, seorang filsuf dan psikolog asal bagi masyarakat Indonesia dan dianggap Hungaria. Csikszentmihalyi Mihaly sebagai produk dari fenomena kemajuan menjelaskan bahwa, flow ialah sebuah zaman. Fenomena tersebut kemudian konstruk kondisi psikologis, perhatian telah mempengaruhi kreativitas seniman dan keterlibatan yang optimal (Chilton untuk menciptakan sebuah karya seni dan Wilkison, 2009:27-35). Sedangkan yang dikombinasikan dengan teknologi. flow-art adalah istilah umum untuk Tidak sedikit juga pernyataan pro dan mendeskripsikan persimpangan berbagai kontra oleh seniman tentang hadirnya disiplin gerak termasuk tari, , teknologi dalam sebuah karya seni fire-spinning, dan manipulasi objek dapat menghilangkan rasa otentitasnya. (Flowartsinstitute.com, yang diakses Ditambah persoalan seni yang dipandang pada tanggal, 15 Februari 2019). Sesuai sebagai keindahan (estetis) yang mutlak, definisi tersebut,flow-art dapat diartikan atau hanya dipandang pada aspek sebagai sebuah kegiatan yang melibatkan intelektualnya saja. Dalam hal ini, koordinasi tubuh, pikiran, dan properti penulis mewacanakan salah satu objek untuk menghasilkan sebuah gerak yang seni yang hadir mengikuti persepsi optimal. polemik di atas dan akan dilihat melalui Di Indonesia fire dance dalam sudut pandang kajian pertunjukan. bentuk free style mulai populer saat Objek seni tersebut adalah komunitas munculnya Belda Zando di acara televisi di Yogyakarta yang mengembangkan fire Indonesia Mencari Bakat di tahun 2010. dance dengan teknik flow, sebagai seni Sebelum itu, istilah fire dancemengacu pertunjukan visual melalui cahaya, yang pada salah satu seni sakral di Bali yang bernama Flownesia. sudah ada sejak zaman pra-Hindu yang Secara luas flow dapat mengacu bernama Sang Hyang Jaran. Penari di berbagai bidang seperti, desain dalam pertunjukan Sang Hyang Jaran visual, psikologi, seni pertunjukan, akan mengalami kerawuhan roh Agung teknik komputer, dan masih banyak dan menari di atas bara api, namun lagi. Dalam seni pertunjukan, flow- hadirnya budaya barat pada tahun 2000-

203 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220 an, istilah fire dance atau kini dikenal Vasternburg, Festifal Payung 2018 di dengan istilah baru flow-art,menjadi lebih Candi Borobudur, Mahkota Wedding luas dengan berbagai bentuk eksplorasi Expo di Jogja City Mall, Pekan Budaya gerak dengan properti api, digital dan Tionghoa Yogyakarta 2019, Festival Be lampu. Seperti halnya pada komunitas Kraf di Surabaya , Jogja Cross Culture, Flownesia yang mengembangkan salah Festival Lima Gunung 2019 dan masih satu bentuk seni pop tersebut. banyak lagi. Pada komunitas Flownesia, Berangkat dari berbagai macam fire dance kemudian dikemas dalam latar belakang keahlian yang berbeda pertunjukan tari yang menarik dengan seperti, pesulap, badut, bartender, bentuk pertunjukan visual. Ekspresi penari, pemain ruyung, mahasiswa, dan estetis yang dihasilkan dalam pertunjukan psikolog, komunitas Flownesia berhasil tersebut berupa bentuk visual properti memodifikasi bentukfire dancemenjadi yang dibakar dan dimainkan dengan seni yang diminati semua kalangan. teknik gerak tertentu (extraordinary Keberhasilan eksistensi komunitas technique). Komunitas yang baru Flownesia pada dunia pertunjukan, dibentuk pada tanggal 09 September tidak terlepas dari kreativitas anggota 2018 Surakarta , dan pernah diberi nama membuat, konsep, peralatan yang dibuat Kalachakra kini menjadi komunitas sendiri dan teknik kerumitan gerak. yang terkenal di kalangannya, berkat Dalam pementasannya, komunitas membawa bentuk gaya baru dalam seni Flownesia menggunakan musik pertunjukan. Komunitas Flownesia juga MIDI dengan tempo yang konsisten, mendapatkan tanggapan positif dari sedangkan untuk acara modern seperti masyarakat melalui pertunjukan yang Jogja Cross Culture, sajian fire dance ditampilkan, karena mengusung konsep menjadi pertunjukan pengiring musik modern dan tradisi. Seperti hal nya live yang diiringi langsung oleh DJ, yang telah diungkapkan oleh salah satu perkusi maupun orkestra. Busana dan narasumber anggota komunitas bahwa, tata rias dibuat natural, tergantung tema komunitas Flownesia mengenalkan acara yang diselenggarakan. bentuk seni baru fire dance dengan Berdasarkan fenomena di atas, konsep tradisi tidak hanya free style, komunitas Flownesia memiliki cara hal tersebut dilakukan agar mudah khusus untuk mengolah pertunjukan lebih dipahami oleh masyarakat awam fire dance yang diminati banyak orang. (Wawancara Hangga Uka, 28 Januari Pertunjukan visual yang tampak 2020). Dengan konsep tersebut, ditujukan pada pola cahaya properti, komunitas Flownesia mendapat banyak sedangkan tubuh sebagai media utama tawaran untuk mengisi acara sebagai gerak hampir tidak terlihat dipanggung. bintang tamu pada event besar hingga Dengan begitu penulis ingin mengetahui saat ini seperti, acara Solo International bagaimana hubungan antara seni Performings Art (SIPA) 2018 di Beteng dan teknologi dalam pertunjukan fire

204 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance dance sehingga pertunjukan tersebut dalam karya seni terdapat pada tekniknya. mempunyai daya enchantment. Di sini Gell tidak mendimaterialisasi objek seni yang memiliki nilai estetis PEMBAHASAN dalam wujudnya, ia justru meng-highlight Menyoal tentang kehadiran teknologi bahwa wujud estetis seni merupakan dalam bidang seni, ternyata masih hasil teknik senimannya. Ternyata ada sangat menarik untuk dibahas. Hadirnya banyak hal yang harus dipertimbangkan pro dan kontra antara klaim hasil karya untuk menjustifikasi estetika pada seni yang dihasilkan oleh teknologi, objek seni, di luar dari tekstual dan dipandang tidak mempunyai nilai estetis. kontekstualnya. Dua pandangan tersebut Hal tersebut sama diungkap oleh Walter tentu bisa menjadi pisau bedah yang Benjamin, seorang filsuf aliran Marxisme tajam untuk mengulas sebuah objek menyebutkan bahwa, teknologi telah karya seni berdasarkan tekstual dan menghilangkan pesona dalam karya seni. kontekstualnya. Seperti koreografer Walaupun perkataan tersebut merujuk kontemporer Merce Chuningham yang pada hasil karya seni rupa yang mulai membuat aplikasi Dancefrom atau diproduksi masal menggunakan mesin Lifefrom untuk menemukan pola gerak dalam pembuatannya, pasca perang estetis melalui alat komputasi. Melihat dunia kedua. Kritik Benjamin terhadap cara kerja Chuningham yang efektif industrialisasi seni atas kehadiran dalam mengembangkan seni kontemporer teknologi, di era post kolonial dapat di Amerika, Schiporst dalam buku dikatakan bahwa terjadi pergeseran Digital performance oleh Steve Dixon, esensi seni yang dulunya dianggap berpendapat bahwa, agung sekarang menjadi kebutuhan “In a sense . . . everything he learns is by mistake,” and hints that praktis. Adorno dalam kritik estetikanya the computer is the perfect tool berpendapat bahwa karya seni harus for Cunningham’s choreography mendiami kontradiksi didasari pada because the software constantly ketegangan antara kritis negativitas dan supplies new (and sometimes humanly impossible) sequences to antisipasi utopis serta dipelihara oleh be tested; and computed/animated gagasan manusia (2013:97). Dengan movement needs no reference to hal ini, karya seni menurut pandangan music during the compositional Adorno adalah karya seni yang sangat phase, thereby fulfilling another of Cunningham’s most fundamental refleksif tentang sejarahnya sendiri dan rules of engagement” (.2007:24). tidak mencoba untuk membuat bentuk akhir menjadi sebuah karya seni. Melalui usahanya tersebut, Ketika Estetika Adorno Chuningham berhasil mengembangkan mengesampingkan bentuk objek material gaya kontemporer yang berbasis digital seni sebagai penilaian akhir pada standar dan mendapatkan beragam penghargaan estetis, berbeda halnya dengan Alfred bergengsi seperti, MacArthur di Amerika, Gell yang mengungkapkan bahwa pesona New York Dance, dilantik ke Museum

205 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220

Nasional Indonesia Dance Hall of Fame, memilih untuk tidak menghilangkan hingga mendapatkan gelar doktor nilai-nilai budaya dengan mengambil kehormatan dari Wesleyan University cerita dari epos tradisi Jawa. Hanya dan University of Illinois. Keberhasilan saja, cara memvisualisasikan cerita Chuningham juga masih berpengaruh tersebut menggunakan properti futuristik pada dunia kontemporer di abad-20 ini, serta hasil gerak pengembangan dari dan menstimulasi koreografer muda teknik flow. Melihat anggota komunitas untuk lebih kreatif dalam mengikuti Flownesia terdiri dari beragam latar perkembangan zaman yang ada. Hanya belakang keahlian, komunitas ini karena Chuningham memfokuskan pada senantiasa mengombinasikan dua form tari apakah hal yang ia lakukan konsep tersebut agar dapat dilakukan melanggar nilai estetika dalam tari. dan dipahami oleh semua anggota. Gagasan modern yang dilakukan Melihat kehidupan seni di Indonesia oleh Chuningham mengenai dunia seni yang hampir tidak lekang oleh tradisi, pertunjukan kontemporer bisa dikatakan komunitas Flownesia bermaksud untuk bahwa, seni sangat fleksibel berkolaborasi membawa kemasan seni modern yang dengan bidang lain, sekalipun itu adalah dikombinasikan dengan teknologi ke dua entitas yang berbeda. Tidak menutup dalam drama tari tradisi, demi menjawab kemungkinan, memang bentuk seni kategorisasi seni yang bias terhadap tidak hanya berkutat pada hal-hal klasik kemajuan zaman. atau tradisi, mempunyai makna, karena manusia sebagai individu pencipta seni Technology of Enchantment Sebuah itu sendiri bebas mengekspresikan Kerangka Teori karyanya, dan dapat berubah dari Fenomena pertunjukan fire dance waktu ke waktu. Dalam artikel ini, oleh komunitas Flownesia merupakan penulis akan membahas tentang salah bentuk sajian visual yang menjadikan satu wujud seni yang dihasilkan dari properti sebagai elemen utama. kombinasi seni dan teknologi bernama Penguasaan teknik yang serius dapat fire dance. Menariknya penulis melihat mengolah properti yang menghasilkan adanya aspek estetis yang dihasilkan cahaya menjadi bentuk yang menarik. oleh proses teknik gerak dan peran Koreografi dan tata lantai menjadi teknologi properti. Sedikit berbeda dari penyempurna pertunjukan, agar sajian pertunjukan yang berbasis gerak lainnya, pertunjukan fire dance tidak hanya pesona seni ini dihasilkan pada properti menampilkan atraksi dan skill bermain itu sendiri dalam bentuk pola cahaya. api. Pertunjukan ini juga disajikan untuk Komunitas Flownesia salah satu grup menghibur penonton dan memberikan seni yang mengembangkan pertunjukan kesan enchanting, sehingga tidak ada fire dance dalam bentuk drama tari. makna yang disampaikan. Untuk Dalam pembuatan karya fire dance mewacanakan fenomena tersebut pada bentuk drama tari, komunitas ini penulis memilih Teori Alfred Gell (1992)

206 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance tentang technology of enchantment untuk memiliki relasi antara agent dan patient, mewacanakan fenomena pertunjukan pertunjukan fire dance diciptakan dari fire dance oleh komunitas Flownesia exradaily technique yang menimbulkan sebagai peristiwa pertunjukan tari yang enchantment, serta imbas atau dampak kompleks dan memiliki pesona. Hal yang halo effect pada pertunjukan fire dance. menarik diungkapkan oleh Gell mengenai Penulis menggunakan metode pesona adalah, kualitatif dengan posisionalitas sebagai “We have, somehow, to retain the insider atau anggota komunitas capacity of the aesthetic approach (partisipant observer). Penulis juga ikut to illuminate the specific objective characteristics of the art ob1ect as serta melakukan pementasan bersama an ob1ect, rather than as a vehicle dengan komunitas, menjadi crew, serta for extraneous social and symbolic penonton, sehingga diharapkan data messages, without succumbing to the lebih komprehensif dan tidak terlalu fascination which all well-made art objects exert on the mind attuned to subjektif. Data yang diperoleh merupakan their aesthetic properties” (1992:43). data lapangan yang telah dilakukan sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 melalui Gell mengungkapkan kritik tersebut wawancara, kepustakaan, internet, terhadap fenomena seni yang hanya dan audio visual yang dianalisis secara dipandang sebagai wahana pesan- deskriptif. Teknik pengumpulan data pesan sosial dan simbolik, kemudian dilakukan dengan cara observasi yang mengesampingkan aspek estetis dilaksanakan pada beberapa komunitas pada wujudnya. Seperti halnya klaim di berbagai kota untuk memperkuat ‘berakhirnya seni’ di akhir abad 20 yang konteks yang ada, di antaranya kota dilontarkan oleh Bambang Sugiharto Surakarta dan Yogyakarta, Bali (aspek pada buku Daya Seni yang menjelaskan sejarah fire dance), Bandung dan Malang. seni menjadi intelektualistik yang Penulis juga melakukan wawancara mementingkan sisi konseptualnya, terhadap pihak-pihak terkait untuk sedangkan aspek formal dan materialnya memperoleh data yang tidak didapatkan perlahan-lahan menghilang (2017:32). saat pengamatan langsung. Data-data Dengan demikian Gell membuat yang sudah didapatkan baik dalam bentuk perspektif bahwa, objek seni dalam observasi, wawancara, kepustakaan wujudnya mempunyai kekuatan “magic” dianalisis dan dievaluasi kembali untuk yang mampu membuat penonton mendapatkan data yang valid. terpukau. Ia juga menyebutkan bahwa daya tarik tersebut sebenarnya berasal Asal-Usul Pertunjukan Fire Dance di dari proses teknik rumit yang diciptakan Indonesia oleh seniman itu sendiri. penulis Tidak diketahui secara pasti mengategorisasikan pemikiran Gell hadirnya properti fire dalam sebuah melalui tiga bagian, yaitu pertunjukan pertunjukan. Beberapa sumber terkait fire dance sebagai pertunjukkan yang mengatakan bahwa muncul api dalam

207 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220 sebuah pertunjukan merupakan Berbeda dengan bentuk pertunjukan sebuah rangkaian ritual penyembahan fire dance dari suku Aztecs, suku Maori dewa-dewa pada suku Aztecs, di mana Polinesia di Selandia baru menggunakan api merupakan perlambangan dari properti yang digerakkan memutar Dewa Xiuhtecuhtli (Joann Jovinelly untuk melatih ketangkasan berperang. and Jason Netelkos, 2003:17). Beberapa Bentuk poi tersebut berangsur menjadi sumber lain menyatakan bahwa poi api dalam bentuk pertunjukan tari pertunjukan fire dance diperkirakan ‘ailao atau samoan serta Kiwi fire dance telah ada sejak abad pertengahan dalam dan menjadi lebih popular, hingga abad Maypole dance di Llanidloes, Wales and ke 20 ini masih dikembangkan atas dasar fire dan dalam bentukastral dance (sun hobi ataupun dalam bentuk pertunjukan and moon dance) di Australia tengah modern yang menyebar di berbagai (Curt Sachs, 1963:24 & 249). belahan dunia. Pada tahun 2000-an Melalui referensi di atas, penulis seorang Psikolog bernama Cszikzentmihaly berasumsi bahwa terdapat dua jenis Mihaly merespons bentuk gerak spinning fire dance yaitu, fire dance peninggalan poi pada istilah flow. Mihaly kemudian dari suku Aztecs, dan fire dance dari membuat teori baru bernama positive Polinesia yang mempopulerkan properti psychology dengan memasukkan teknik poi atau bola dan samoan flow sebagai metode penyembuhannya. (Sumber, grup pertunjukan Zen Art dalam Peristiwa tersebut membuat para praktisi unggahannya pada 03 Juni 2013, diakses pemain poi dan spinning menyebutnya 12 Maret 2019, pada laman https://www. dengan istilah flow-art. zenartsla.com/history-fire-dancing/). Di Indonesia, istilah pertunjukan Berdasarkan sumber literasi dan video fire dance mengacu pada pertunjukan yang berada di Youtube, kedua fenomena sakral Sang Hyang Jaran di Bali. Sang pertunjukan fire dancemasih eksis di abad Hyang Jaran merupakan tradisi ritual 20 ini namun dalam bentuk yang berbeda. yang sudah ada sejak zaman pra-Hindu Pertunjukan fire dance oleh suku Aztecs yang ditampilkan di Pura pada saat- lebih bersifat ritual, yaitu menggunakan saat tertentu untuk membersihkan properti api pada tempat khusus dan daerah dari roh jahat dan wabah diletakkan di tengah panggung. Penari penyakit. Seperti pertunjukan ritual akan merespons api tersebut dengan pada umumnya, Sang Hyang Jaran menunjukkan ketahanan tubuh terhadap dipentaskan dengan menggunakan ritual api (penari melakukan atraksi kebal khusus agar penari mengalami trance. terhadap api seperti membakar bagian Pada jenis pertunjukan yang berbeda kaki atau memegang api) (Sumber, grup tari Kecak juga disebut dengan fire pertunjukan Zen Art dalam unggahannya dance, namun konteks dan bentuknya pada 03 Juni 2013, diakses 12 Maret berbeda dengan tari Sang Hyang Jaran. 2019, pada laman https://www.zenartsla. Penyebutan istilah pertunjukan fire dance com/history-fire-dancing/.) yang ada pada bentuk tradisi sedikit

208 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance bergeser pada tahun 2000-an ketika menggeluti beragam disiplin flow yaitu, hadirnya turis asing yang membawa Drex Factor, Noel Yee, dan masih banyak kiwi dance di Bali. James Harris adalah lagi masih aktif membagikan beragam warga Selandia Baru yang mencoba trik untuk memainkan properti flow- bisnisnya dalam dunia pertunjukan di art. Agensi di atas membuat video yang Bali dengan mengemas pertunjukan kemudian diunggah di youtube dan akrobatik dan spinning fire.Ia membuat media sosial lainnya, sehingga mudah sebuah Komunitas yang bernama Orange diakses oleh siapapun. Salah satu production yang masih aktif hingga komunitas yang up to date mengikuti saat ini. Hadirnya akulturasi budaya perkembangan trik tersebut adalah barat menambahkan bentuk khasanah komunitas Flownesia yang berada di pertunjukan fire dancemenjadi luas, dan Yogyakarta. Komunitas yang berisikan tidak sedikit seniman mengembangkan para remaja di Jawa Tengah ini memiliki bentuk fire dance (spinning fire) untuk ketertarikan pada ketrampilan gerak melatih ketangkasan dan meningkatkan menggunakan properti. Hal yang menarik faktor ekonomi. pada komunitas ini, mereka mengemas Pulau Bali merupakan pionir hadirnya pertunjukan fire dance menggunakan pertunjukan fire dance di Indonesia. drama tari dan mengenalkan kesenian Sebagai salah satu masyarakat Bali, Belda fire dance sebagai bentuk seni modern Zando berhasil mengikuti acara di televisi yang memiliki nilai-nilai tradisi Indonesia. Indonesia Mencari bakat pada tahun 2010 Adapun keberadaan komunitas Flownesia dan mempopulerkan atraksi bermain api yang memiliki ekspresi estetis dalam atau fire dance. Sebelum Belda Zando pertunjukan fire dance akan diulas mengenalkan bentuk fire dancedi Televisi melalui pemaparan sub-bab selanjutnya. terdapat beragam komunitas fore dance di Indonesia, meliputi Orange production, Teknik Pesona Dalam Pertunjukan Fire Flies, D’Company, Extreme Production, Flow-Art oleh Komunitas Flownesia Bali Flowtemple, Bali Circus, Bali Fire Pesona merupakan penyebutan Boys, sedangkan diluar Bali terdapat suatu hal yang mempunyai daya tarik Jakarta Fire Dance, Indonesian Flow-art dalam sebuah peristiwa. Alfred Gell di Surakarta (Flownesia), Kalachakra menjelaskan bahwa pesona ialah, Surakarta, Malang Fire Dance, Obor “The power of art objects stems from the technical processes they Fire Dance Jogja, Jogja Fire Foundation, objectively embody: the technology Jakarta Firexotic, Gybd34 Bandung, of enchantment is founded on the Marabahaya Medan, Batam Fire Dance, enchentment of technology. The Indonesia Nunchaku Club, dan masih enchantment of technology is the power that technical processes have banyak lagi. of casting a spell over us so that we Beberapa komunitas dunia seperti see the real world in an enchented Flowart Institute, Prop and Dance form. The enchantment which is Culture, Psycusix, serta individu yang immanent in all kinds of technical activity” (1992:163).

209 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220

“Kekuatan benda seni berasal dari proses teknis yang mereka wujudkan secara objektif: teknologi pesona dibangun di atas pesona teknologi. Pesona teknologi adalah kekuatan yang dimiliki dalam proses teknis untuk memberikan kekuatan pada kita sehingga kita melihat dunia nyata dalam bentuk yang terpesona. Pesona yang imanen dalam semua jenis kegiatan teknis”.

Gell mengatakan bahwa proses teknik mempunyai peran penting dalam pembuatan sebuah pesona, seperti halnya dalam pertunjukan fire dance. Setiap teknik dan trik gerak yang dihasilkan oleh tubuh akan berdampak pada bentuk atau pola properti yang digunakan. Terdapat dua teknik yang digunakan dalam pertunjukan fire dance, teknik spinning yang difokuskan Gambar 1. Foto Flownesia pada acara pada gerakan memutar dan teknik Festival Lima Gunung 2019. manipulation dengan efek rekayasa Oleh : Enha Ecko we visual. Di antara teknik yang digunakan tersebut, seorang pemain fire dance beragam bentuk cahaya. Trik itu sendiri memerlukan koordinasi yang baik antara bukan sebagai bentuk seni primitif tubuh dan properti, keseimbangan, dan tidak ada penyimpangan atau tekanan, dan timing yang tepat. kemunduran di dalamnya, tetapi hal Dalam foto tersebut dapat dilihat tersebut adalah rahasia seni, rahasia bahwa ketepatan gerak terhadap properti yang disimpan hanya untuk memberikan dapat menghasilkan bentuk cahaya yang kesan (Adorno, 1997:210). menarik. Elemen api yang berbahaya dan Untuk melihat fenomena pertunjukan sebagai properti untuk meningkatkan fire dance sebagai bentuk seni yang adrenalin penonton, menjadi sajian menghasilkan pesona maka dapat dilihat pertunjukan yang estetis dengan melalui tiga wacana enchantment dari penguasaan teknis atau trik penari. Alfred Gell yaitu, pola agensi yang Trik-trik khusus yang dimiliki oleh penari dijelaskan dalam agent dan patient, tersebut, seolah mampu mengendalikan imbas atau dampak halo effect yang ada bara api dan menyatu dalam tubuhnya. dalam pertunjukan, serta enchantment Terlihat tubuh yang digunakan sebagai pertunjukan sebagai objek enchanting. media utama gerak, tampak menjadi Jika dilihat dalam pertunjukan fire properti api yang mampu menghasilkan dance maka properti atau teknologi yang

210 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance mereka mainkan mempunyai pesona keduanya memiliki atribusi yang tidak yang unik, sehingga daya enchanting stabil tetapi bervariasi berdasarkan tersebut membuat mental image penonton sudut pandang, artinya seorang agent untuk mengapresiasinya. Ketiga wacana bisa menjadi patient dan sebaliknya. tersebut akan menginterpretasi pesona Agensi menurut Gell dalam bukunya Art estetis pertunjukan fire dance oleh and Agency, dapat diatribusikan kepada komunitas Flownesia. entitas yang dianggap memulai urutan sebab akibat dari jenis tertentu, yaitu Agent and Patient sebuah peristiwa yang disebabkan oleh Alfred Gell memiliki beberapa unsur tindakan pikiran atau kemauan atau yang dapat menjelaskan konsep agensi bahkan niat, yang bukan hanya menuju yaitu, index, artist, recipient, prototype, pada rangkaian peristiwa fisik (1998:16). dari keempat unsur di atas dapat menjadi Seperti halnya fire danceoleh komunitas agent dan patient. Agent merupakan Flownesia, yang memiliki pesona pada sesuatu yang memiliki privilege dalam efek cahaya api yang menimbulkan atau untuk sebuah peristiwa, sedangkan gambar beragam geometri, melalui bentuk patient adalah entitas yang merespons alat yang berbeda-beda (teknologi). fenomena yang dilakukan oleh agent. Pesona ini dapat dianggap berasal dari Walaupun secara umum agent dapat penari untuk membuat penonton tertarik dikategorikan sebagai segala sesuatu pada pertunjukan fire dance. Namun, yang memproduksi pesona, dan patient fenomena tersebut tidak serta merta sebagai penonton, namun hal tersebut menentukan kedudukan agensi ada pada tergantung pada konteks peristiwa senimannya saja, bisa saja mengacu yang ada. Pada pernyataannya, Gell pada kemauan penyelenggara untuk mengungkapkan bahwa, seorang menyesuaikan konteks acara. artis dapat merekonstruksi proses- Sebelum menganalisis antara agent proses karya seni dan berkewajiban dan patient, penulis menentukan subjek menempatkan sebuah agensi kreatif dan objek yang terdiri dari pertunjukan yang melampaui hal dimilikinya, fire dance menggunakan teknik flow, melatarbelakangi, dan memiliki kekuatan serta kelompok komunitas Flownesia kolektivitas atas nama seniman yang yang terdiri dari beragam latar belakang melaksanakan penguasaan teknisnya keahlian yang berbeda-beda. Selanjutnya (1992:52). Melalui pernyataan tersebut mengategorisasi index (objek) atau hasil secara umum, komunitas Flownesia dari karya seni, artist sebagai seniman, adalah agent dengan skill tertentu untuk recipient sebagai penonton, dan yang memberikan kesan yang menarik kepada terakhir adalah prototype atau hasil patient (audiens) pada pertunjukan api imajinasi seniman. dengan menggunakan teknik flow. Karya seni atau index merupakan Berbicara mengenai agent dan sebuah objek hasil dari teknik yang patient, Gell sendiri menyebutkan bahwa diolah oleh agent untuk patient. Gell

211 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220 menegaskan bahwa, karya seni tidak agensi hingga terciptanya sebuah karya melakukan pekerjaan kognitif mereka fire dance di Komunitas Flownesia. secara terpisah: mereka berfungsi dan Menurut observasi penulis terhadap bekerja sama secara sinergis antara proses terciptanya karya fire dance satu sama lain melalui gaya.(1998:155). hingga pertunjukan pada Komunitas Dalam peristiwa pertunjukan fire dance, Flownesia, maka terdapat tiga bentuk terjadi hubungan agensi yang saling hubungan yang saling bersinergi. berkelindan antara keempat unsur yang Pada bentuk pertama, terdapat relasi dimaksud untuk memunculkan sebuah antara teknik flow yang diperoleh dari pesona. Pola agensi tersebut akan Youtube sebagai prototype dan seniman dijelaskan melalui ilustrasi di bawah ini, atau komunitas Flownesia sebagai Artist. Pola tersebut terinspirasi dari Bentuk relasi tersebut menjelaskan gagasan Agus P. Umbu Tali dalam bahwa teknik flowmemberikan inspirasi Tesisnya yang berjudul Agensi dan (agent) kepada komunitas Flownesia Makna Nyanyian Gregorian: Studi (patient) untuk kemudian dikembangkan Kasus Kelompok Grogorian Di Gamping, lagi dalam bentuk gerak tari. Walaupun Yogyakarta. Berbeda dengan hasil teknik flow tidak hanya merujuk pada analisis oleh Agus P. Umbu Tali yang teknologi properti yang dimainkan, mengulas tentang pemahaman makna namun teknik ini memberikan gagasan dalam nyanyian Gregorian (2018:62), baru tentang sebuah konvergensi seni analisis ini menjelaskan hubungan dan teknologi yang menghasilkan

Gambar 2. Pola Agensi pada proses pembuatan karya Fire Dance pada komunitas Flownesia.

212 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance pertunjukan visual. Dengan begitu, tarik kepada penonton untuk melihat. komunitas Flownesia mengimitasi serta Menurut penulis estetika tersebut mengembangkan teknik flow, dan terus terbentuk dari pola cahaya api serta berlatih untuk khususnya menguasai risiko dalam bermain api. Menariknya properti api dengan baik. Komunitas terdapat sudut pandang penonton Flownesia juga aktif untuk mengikuti yang harus dipertimbangkan oleh perkembangan skill yang telah dishare komunitas Flownesia dalam membuat pada sosial media (Youtube, Instagram, karya fire dance. Dialektika tersebut Facebook) dan menemukan pola baru adalah mengenai dua bentuk estetika saat berlatih bersama. yang tidak dapat ditangkap pada mata Bentuk kedua, seniman atau telanjang saat pertunjukan live. Untuk komunitas Flownesia berperan menangkap estetika pola cahaya api, sebagai artist, sedangkan karya maka penonton harus menggunakan fire dance sebagai index. Pada pola kamera dan melakukan beberapa kedua ini, Flownesia adalah agent pengaturan agar mendapat efek slow yang menciptakan pertunjukan fire motion. Bagi penonton live mereka dance yang ditampilkan di panggung. melihat bentuk estetika tersebut dari Penciptaan fire dance merupakan hasil ketegangan-ketegangan yang diberikan kreatif seniman komunitas Flownesia oleh anggota komunitas Flownesia yang memiliki berbagai macam latar melalui efek flamemotion (gerakan api) belakang keahlian, sehingga karya Fire seperti, semburan api, kembang api oleh dance adalah perwujudan dari proses pyrotech, dan efek api dari lycopedium. kreatif komunitas yang memiliki pesona. Fenomena tersebut membuat komunitas Bentuk ketiga adalah hubungan Flownesia harus memelih gerak, arah antara karya Fire dance sebagai agent hadap, dan jarak yang tepat. dan penonton yang menonton secara live serta lewat mata kamera adalah Enchantment and extradaily technique patient. Hubungan ketiga ini merupakan Konsep pertunjukan fire dance oleh pola index-Agent  recipient-Patient yang Komunitas Flownesia adalah konsep dijelaskan oleh Gell bahwa agensi di sini modern dan tradisi. Kedua konsep dapat berupa bentuk fisik, spiritual, tersebut merujuk pada properti futuristik politik, dll. serta ‘estetika’. Sebagai contoh dan tema pertunjukan yang diambil kasus, Gell telah menjelaskan index dari cerita tradisi. Berdasarkan hasil (agent) pada bentuk perisai perang yang wawancara dengan salah satu anggota dalam konteksnya memiliki kekuatan komunitas Flownesia, konsep tersebut untuk melemahkan semangat prajurit dipilih agar pertunjukan mudah dipahami musuh (patient) (1998:31). Melihat oleh orang awam, dan dapat dinikmati contoh pola relasi dari Gell tersebut, di segala kalangan (wawancara Hangga karya fire dance adalah agent dalam Uka, 02 Februari 2020). Pemilihan bentuk estetika yang memberikan daya kedua konsep tersebut juga sesuaikan

213 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220 dengan kemampuan anggota komunitas, processes seem enchanted props of mengingat ada beberapa yang memiliki magical power” (1992:46). basic ketubuhan tradisi, silat, dan modern Terdapat beberapa unsur free style. Hal yang sama diungkapkan pertunjukan yang mendukung adanya oleh Gell bahwa, “We recognize works of enchantment, di antaranya adalah teknik art, as a category, because they are the gerak dan kerumitannya, musik, tata rias outcome of technical process, the sorts dan busana, pola lantai, dan properti of technical process in which artists are pertunjukan. Kelima unsur di atas akan skilled”(1992:43). dijelaskan secara rinci sebagai berikut. Enchantment diproduksi oleh agent yang kemudian dilihat oleh patientnya. a. Teknik Gerak Dalam hal ini komunitas Flownesia Menurut Suzzane K. langer, gerak yang semulanya menjadi patient pada adalah medium pokok dalam sajian teknik flow dapat berubah menjadi pertunjukan tari (1988:16). Medium agent. Perubahan tersebut terjadi atas sendiri merupakan tubuh penari yang tindakan yang dilakukan komunitas digunakan sebagai sarana ungkap dan Flownesia menampilkan kembali bentuk ditata sedemikian rupa sesuai kebutuhan. teknik flowpada pertunjukan fire dance Dalam pertunjukan fire dance pada kepada penonton yang hadir (patient). komunitas Flownesia, penulis melihat Jadi dapat diartikulasikan bahwa adanya dua medium gerak yang berbeda dalam daily activity (practice) komunitas namun saling berkelindan. Kedua medium Flownesia merupakan patient, sedangkan tersebut adalah gerak tubuh dan gerak saat pementasan berlangsung mereka properti. Seperti yang dijelaskan di atas adalah agent. Untuk memunculkan bahwa, gerak tubuh tampak seperti pesona atau enchantment dalam properti untuk membentuk pola pada api, pertunjukan, komunitas Flownesia namun penulis melihat peran gerak tubuh memerlukan extraordinary technique yang di sini sangatlah krusial, bahkan lebih dihasilkan dari pengembangan gerak penting dari pada definisiproperti sebagai daily technique. Extradaily technique pelengkap. Tubuh di sini sebagai sentral tersebut akan memberikan daya tarik gerak untuk menguasai teknik flow yang tersendiri kepada penonton yang melihat mengalir, sehingga memberikan efek yang berdasarkan pengembangan pada gerak indah pada properti api. teknologi berupa, wave, fontain, aerial, Komunitas Flownesia menggunakan reverse, orbital, spiral, dan flower yang gerak spinning atau memutarkan alat dikombinasikan dengan gerak tari. Gell secara konsisten dan kontinyu pada mengungkapkan bahwa “The result of pertunjukan fire dance. Berlaku pada the enchantment of technology, the fact konsep tradisi dan modern dengan tema that technical processes, are construed drama tari Api Sang Darapati, komunitas magically so that, by enchanting us, they Flownesia membuka pertunjukan dengan make the products of these technical melakukan gerak solo, yang dilakukan

214 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance penari perempuan menggunakan poi sangat meriah. Penonton ikut bersorak api yang akan memvisualisasikan tokoh dan memberi aplouse dan beberapa Roro Mendut. Koreografi tersebut dibuat di antaranya menghampiri komunitas dengan konsep inn-out (keluar masuk) Flownesia ketika berada di belakang secara bergantian dengan masing- panggung untuk foto bersama dan masing properti berbeda. Disusul dengan menawarkan beberapa bentuk kerja properti fire staffyang berjumlah empat sama. Dalam fenomena tersebut, penulis orang dengan gerak atraksi melempar melihat bahwa enchantment dihasilkan properti ke atas lalu gerak spinning. oleh extradaily technique pada gerak Beberapa saat kemudian dua penari dan spinning flow dan pose-pose gerak tokoh kedua Pronocitro datang membawa tradisi. Pertunjukan api yang cukup fire sword (pedang api) lalu penari staff menegangkan di mata penonton, terlihat dan dua penari sword silam, dilanjutkan mengalir dan indah. oleh tokoh utama Roro Mendut dan Pronocitro melakukan gerak tusuk-endo b. Musik atau gerakan tari tradisi solo yang artinya Maryono dalam bukunya analisa menusuk dan menghindari, lalu Roro tari menyebutkan bahwa musik dalam Mendut digendong oleh Pronocitro ke tari merupakan sebuah kekuatan rasa dalam panggung. Selanjutnya, dua penari yang berkontribusi secara komplementer, kipas api masuk dengan gerakan rampak dan menyatu dengan ekspresi tari, mengibaskan kipas secara bergantian membentuk sebuah ungkapan seni ke kanan - ke kiri dengan tempo yang yang estetis (2015:64). Hal yang sama semakin lama semakin cepat. Silamnya terjadi pada pertunjukan fire dance penari fire fandilanjut dengan penari solo oleh komunitas Flownesia, di mana membawa fire dragonbeberapa saat dan musik digunakan untuk membangun masuk dua penari poi yang mengangkat suasana (Wawancara Yobi Noga Putra, pada suasana konflik dengan gerakan 24 Juni 2019). Pembuatan suasana spinning, reverse¸dan fontain, dilanjutkan yang dimaksud adalah mengikuti konsep masuk penari solo fire hoops. Saat penari pertunjukan yang ada. Penggunaan fire hoops melakukan spinning, dua musik pada pertunjukan fire dance penari membawa smoke masuk ke dalam komunitas Flownesia tidak hanya untuk membuat panggung penuh dengan berlaku pada musik MIDI, mereka juga asap dan dimulainya adegan klimaks sering menampilkan fire dance dengan yang dilakukan tiga tokoh Roro Mendut, mengikuti musik live seperti orkestra, Pronocitro, dan Wiroguno. Sajian acara djimbe, serta musik band. Namun pada ditutup dengan pose bersama dan dua dasarnya fire dance dapat ditampilkan penari di depan membawa pyrotech atau tanpa musik, karena terdapat suara sejenis kembang api. alami yang keluar dari kobaran api Pertunjukan Api Sang Darapati di yang berputar. Menariknya pada konsep acara Festival Lima Gunung berlangsung tradisi dan modern, elemen musik diedit

215 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220 sedemikian rupa untuk menghindari modern, dan tata rias karakter dilakukan kesetimpalan bentuk karya. Hangga untuk pementasan dengan konsep Uka sebagai koreografer menggunakan tradisi. Berikut adalah gambar kostum musik karya Fajar Chotied. Dalam musik dan tata rias pada saat pertunjukan tersebut penulis melihat dua genre bertema modern. modern dan tradisi dapat menyatu, sehingga dapat mendukung suasana yang dibutuhkan seperti, romantis, tegang, dan konflik. c. Tata Rias dan Busana Tata rias dan busana digunakan untuk membentuk sebuah karakter tokoh dan tema dalam pertunjukan. Gambar 3. Kostum dan Tata Rias natural oleh komunitas Flownesia pada acara Dalam hal ini komunitas Flownesia tidak Festival Kampung Mataram 2019. terlalu mengambil pusing untuk memakai Oleh : Rifa Fitriana kostum dan tata rias pertunjukan. Untuk kostum pertunjukan, mereka d. Pola Lantai cenderung menggunakan bahan atau Pola lantai pada pertunjukan fire pakaian seadanya kemudian di mitch and dance komunitas Flownesia menjadi hal match. Karakteristik busana yang dipilih penting untuk dipertimbangkan, komunitas ini adalah nyaman digunakan mengingat properti yang mereka gunakan dan aman terhadap komponen api, rata-rata memiliki jangkauan kurang mereka juga menambahkan aksen glosy lebih 1m. Pola lantai juga digunakan pada baju agar dapat memantulkan untuk menjaga jarak antara penari satu cahaya. dengan penari yang lain, agar properti “Untuk kostum, yang pasti mudah yang digunakan tidak saling bertabrakan. untuk main alat dan simpel, masih Resiko bertabrakan atau terlemparnya dengan konsep kostum tari yang properti saat pertunjukan berlangsung meliputi bentuk tradisional, etnik termasuk kejadian yang sangat fatal. dan garapan” (Wawancara Hangga Uka, 12 Februari 2020). Oleh sebab itu pola lantai yang digunakan pada saat pertunjukan fire danceadalah Menurut pandangan penulis, pola lantai diagonal, V shape, vertikal, Enchantment pada kostum terletak pada horizontal, segitiga, lingkaran dan limas. teknik padu-padan yang dilakukan untuk Pola lantai tersebut disesuaikan dengan menekan biaya produksi serta lebih aman panggung pertunjukan yang ada, karena dan nyaman dipakai, walaupun begitu semakin banyak penari yang tampil maka busana yang digunakan harus aman. dibutuhkan tempat yang luas. Seperti Tata rias natural dilakukan ketika sedang dalam karya tari Api Sang Darapati, melakukan pementasan berkonsep kelima pola lantai tersebut dilakukan di

216 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance dalam dua panggung. Panggung pertama dalam menyikapinya semua alat tersebut atau panggung atas diisi oleh formasi menggunakan gerak spinning. yang sedikit dan jangkauan alat yang Mayoritas properti api yang dimiliki lebih pendek. Pada panggung ini pola oleh komunitas Flownesia dibuat sendiri lantai yang digunakan adalah horizontal, dengan menggunakan standar keamanan vertikal dan segitiga, sedangkan pada yang baik. Hal ini yang membedakan panggung bawah yang lebih lebar diisi komunitas Flownesia dan komunitas fire oleh penari yang menggunakan alat yang dance lainnya yang masih menggunakan mempunyai jangkauan lebih panjang buntalan handuk, sumbu kompor, seperti staff dengan formasi yang banyak. dan kawat besi. Keselamatan menjadi faktor utama yang di prioritaskan oleh e. Properti komunitas ini, mereka menggunakan Properti biasa digunakan bahan kevlar sebagai materi pokok untuk mendukung jalannya sebuah untuk menghasilkan kobaran api yang pertunjukan. Ketenaran fire dance bagus serta aman ketika kontak dengan terbentuk dari properti api yang tubuh. Anas sebagai ketua komunitas digunakan sebagai bagian utama menyatakan bahwa, kevlar merupakan pertunjukan. Dalam pertunjukan fire jenis kain rompi anti peluru yang memiliki dance visualisasi gerak tidak terletak titik panas hingga 700 Farenheit serta pada tubuh, melainkan pada properti memiliki ketahanan yang baik ketika api yang kemudian menghasil beragam dibakar dan sangat awet (bisa dipakai bentuk geometri. Adapun properti api selama bertahun-tahun), berbeda dengan yang dimiliki oleh komunitas Flownesia sumbu kompor yang cepat mengeras adalah fire poi, , fire fan, candle, dengan maksimal pembakaran tiga kali fire nunchaku, monkey fire poi, flow wand dan mempunyai risiko sumbu terlepas fire, fire sword atau samoan, fire hoop, dari rantai ketika dimainkan (Wawancara fire cakra, pyrotech, lycopedium, dragon Anas Wicaksono, 03 Oktober 2019). staff fire. Untuk peralatan futuristik Uniknya dalam pertunjukan fire yang menghasilkan cahaya dari lampu dance, properti api menjadi penentu LED, komunitas Flownesia memilih utama pertunjukan. Extra daily untuk import dari Negara Amerika, technique tidak hanya terjadi pada Rusia, Ceko, Australia dan Filipina pada pola memainkan properti saja, saat Home of poi, Pyrotera, Flowtoys, Neo poi, pementasan berlangsung mereka akan Ultra poi, Planetzip. Properti tersebut menggunakan properti dengan standar meliputi, pod poi, pendulum poi, juggling keamanan yang baik dan akan di cek ring, juggling pins, , future ketika akan melakukan pementasan, poi, future staff, hoop LED, wing LED, sedangkan untuk daily technique mereka LED, visual poi. Semua alat di menggunakan dummy (alat untuk atas memiliki karakteristik dan bentuk berlatih atau day props yang biasanya cahaya yang berbeda-beda, namun terbuat dari bola tenis atau bahan karet).

217 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220

Terdapat dua sudut pandang yang adalah peristiwa yang membuat kagum harus dipertimbangkan oleh komunitas penonton (dazzling) penonton. Halo effect Flownesia untuk mendapatkan ekspresi dapat memberikan kesan enchanted estetis. Menurut penulis, properti dan menimbulkan menthal image pada api sebagai teknologi pesona mampu penonton yang melihat. Dalam dunia menghasilkan bentuk memukau dan pertunjukan, halo effect muncul karena berbentuk bunga, lingkaran, gurita, dan adanya enchanting dalam pertunjukan masih banyak bentuk lain ketika berada di tersebut, dengan adanya helo effect tangkapan kamera, sebaliknya walaupun dapat dipastikan pertunjukan yang secara langsung tidak begitu terlihat berlangsung dapat mengundang banyak bentuk-bentuk tersebut namun, aksi audiens. Gell berpendapat bahwa, adrenalin berupa atraksi menyemburkan “The object of art, functioning essentially as an advertisement, is api, memasukkan properti api ke dalam part of a technology of enchantment, mulut dan fire burn dapat menarik but it achieves its effect via the perhatian penonton. Melalui fenomena enchantment cast by its technical tersebut tidak sedikit juga penonton yang means, since making a object of art has not been as difficult, or as easy, melihat ikut serta merekam kejadian as one imagines” (1992:47). dengan handphone dan mengambil gambar lewat kamera DSLR. Dalam pendapat Gell di atas, ia menyebutkan bahwa karya seni adalah iklan bagi acara yang menyelenggarakan. Sependapat dengan asumsi Gell, pertunjukan fire dance oleh komunitas Flownesia dapat menjadi iklan dalam sebuah acara, iklan yang dimaksud adalah efek enchanting yang dihasilkan dari kerumitan teknik yang dilakukan orang-orang terlatih, penguasaan skill Gambar 4. Foto properti fire poi menggunakan bahan kevlar. penari terhadap properti, koreografi dan Oleh : Home Of Poi yang diakses pada konsep pertunjukan yang disesuaikan tanggal 18 Juli 2019, wwww.homeofpoi. com. tema, dan properti fire yang selalu up to date. Halo effect Kekaguman penonton terhadap Secara definitif Halo effect adalah pertunjukan dapat timbul apabila “…A display of explicable artistry only in pertunjukan memiliki kekuatan daya magical terms, something which has been tarik seperti, indah, rapi, rumit, dan produced by magical means” (Gell, 1992: bahkan berbahaya. Seperti yang dilihat 46). Gell menyebutkan bahwa kesan oleh penulis bahwa, pertunjukan fire magic yang ditampilkan pada objek seni dance komunitas Flownesia memiliki Halo effect, ditandai dengan banyaknya

218 Rifa Fitriana, Paramitha Dyah Fitriasari, Wiwik Sushartami, Pertunjukan Fire Dance

flow dalam bentuk gerak spinning dan properti dengan koreografi di setiap pertunjukan. Teknik tersebut digunakan oleh komunitas Flownesia untuk menghasilkan sensasi yang menyorot perhatian penonton, sehingga mengalami enchantment, di mana kesadaran dan arah perhatian penonton dikendalikan oleh kekuatan di luar dirinya. Sensasi yang dimaksud adalah extradaily technique yang digarap dengan pertunjukan visual berbasis cahaya. Ekspresi estetis dari relasi agensi pertunjukan fire dance dapat memberikan imbas (halo effect) pada setiap event, sehingga pertunjukan Gambar 5. Flownesia dalam poster New tersebut dapat mengundang daya tarik Year Eve di Hotel Ambarukmo tahun penonton untuk melihat. Pertunjukan 2019. Oleh : Royale Ambarukmo fire dance juga dapat menimbulkan dialektika yang mendobrak istilah tari yang sudah mapan. Bias yang terjadi poster yang dibuat oleh penyelenggara antara keduanya adalah persoalan gerak pada acara-acara yang bisa dibilang tubuh dan makna yang dianggap sangat prestigious. Tidak hanya nama komunitas penting dalam pertunjukan tari, berbeda yang terpampang di poster saja, tidak dengan fire dance yang memfokuskan sedikit fotografer yang mengabadikan bentuk estetis properti pada objek momen pertunjukan fire dance dan materialnya. mengunggahnya di sosial media. Sorakan penonton yang meriah serta antusias mereka untuk mengambil momen atau DAFTAR PUSTAKA Adorno, Theodor. Aethetic Theory. sekedar mencoba peralatan saat sudah London: Continuum, 1997. di belakang panggung, adalah hal-hal Boucher, Geoff. Adorno Reframed. yang dilihat penulis bahwa komunitas London: I.B Tauris & Co. Ltd, 2013 Flownesia memiliki halo effect. Chilton, G., & Wilkinson, R. “Positive art therapy: Envisioning the KESIMPULAN Intersection of art therapy and Pertunjukan fire dance pada positive psychology.” Australia komunitas Flownesia merupakan and New Zealand Journal of Art hasil dari pesona konvergensi seni Therapy, 4 (1), 27–35. Diakses dan teknologi. Komunitas ini mampu pada tanggal 15 Mei 2019 pada, mengombinasikan kerumitan teknik

219 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 02, April 2020: 202-220

https://www.researchgate.net/ Gamping, Yogyakarta”. Yogyakarta: publication/271622126_Positive_ Tesis, Universitas Gadjah mada Art_Therapy_Linking_Positive_ Yogyakarta, 2018. Psychology_to_Art_Therapy_Theory_ Bambang Sugiharto dalam Lono Practice_and_Research, 2009. Simatupang. Daya Seni : Bunga Dixon, Steve. Digital Performance. Rampai 25 Tahun Prodi Pengkajian England: Massachusetts Institute Seni Pertunjukan dan Seni Rupa of Technology Press MIT, 2007 UGM. Lono Simatupang, Michael Gell, Alfred. “The Technology Of HB Raditya, Leilani Hermiasih edt. Enchantment and The Enchantment Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Of Technology.” In Anthropology universitas Gadjah Mada, 2017. Art and Aesthetics. J. Coote and A shelton, eds. Oxford: Clarendon. DAFTAR WEB yang diakses pada tangal 15 Mei https://flowartsinstitute.com/about-us/ 2019 pada halaman web, wwww. what-is-flow-arts/, yang diakses Xenopraxis.net/readings/gell- pada tanggal, 15 Februari 2019. technologyenchantment.pdf, 1992. Grup pertunjukan Zen Art dalam . Art and Agency An Anthropological unggahannya pada 03 Juni 2013, Theory. New York: Oxford Clarendon diakses 12 Maret 2019, pada Press, 1998. laman https://www.zenartsla.com/ Joann Jovinelly and Jason Netelkos. history-fire-dancing/ The crafts and culture of the Aztecs. New York: Rosen Publishing Group, DAFTAR NARASUMBER 2003. Anas Wicaksono, 30 tahun. Sebagai Langer, K. Suzanne. Problematika Seni. seniman Flow-art. Ngaglik Cupuwatu Terj. F.X. Widaryanto. Bandung: 1 Rt.05 Rw.02 Purwomartani Akademi Tari Indonesia, 1988. Kalasan Sleman Yogyakarta. Maryono. Analisa Tari. Surakarta: ISI Hangga Uka H. M, 25 tahun. Sebagai Press, 2015. seniman tari. Perumahan Jatisawit Sachs, Curt. World History of Dance. Asri blok K, No. 13 Rt.07 Rw.50 Newyork: W. W Norton and Company, Balecatur, Gamping Sleman 1963. Yogyakarta. Umbu Tali, Agus P. “Agensi dan Yobi Noga Putra. 30 tahun. Sebagai Makna Nyanyian Gregorian: Studi seniman pertunjukan. Gang Mega III Kasus Kelompok Grogorian Di No. 6 Kentingan Jebres Surakarta.

220