ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DAERAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KAWASAN GERBANGKERTOSUSILA PROVINSI JAWA TIMUR

Lailatul Fitriyah dan Lucky Rachmawati Fakultas Ekonomi, Unesa, Kampus Ketintang

ABSTRACT

The problem of imbalance income is one of important problem in region economic development at sector GERBANGKERTASUSILA, East Province. The purpose of this research was to know the overview of GRDP of /city, analyzing imbalance level of income and it correlation with residents prosperity and find where sector giving more contribution for GRDP at year 2007-2011. Data used in this research was secondary data and method of collecting data used was documentation method. Analysis tool used to know the overview of GRDP and sector contribution was descriptive analysis. While to know the imbalance level of income used Williamson Index.

Result of this research shows that GRDP of regency/city sustaining improvement annually. The imbalance income at sector GERBANGKERTASUSILA classified as high (close to 1) and tends to increased annually. Regency/city which has lower imbalance income with better prosperity level was , Regency, Mojokerto City, and . Whereas regency/city has moderate imbalance income with middle-low prosperity was Regency. Regency/city sectors contribution dominated by commerce sector and processing industry sector.

Keywords: GRDP, imbalance income, sector contribution

Pembangunan daerah bertujuan untuk oleh daerah yang efisien dan efektif menuju meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan kemandirian daerah dan kemajuan yang merata rakyat di daerah, melalui pembangunan (Tambunan,2003:40). Namun pada ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan, baik kenyataannya selama ini pembangunan hanya antar sektor maupun antar pembangunan ditunjukan untuk pencapaian tingkat sektoral dengan perencanaan pembangunan pertumbuhan ekonomi, bukan peningkatan

1 taraf hidup masyarakatnya. Artinya tingkat industri ataupun aktivitas ekonomi menjadi pertumbuhan yang tinggi tidak diimbangi mengelompok dan membentuk suatu dengan tingkat pemerataan distribusi hasil aglomerasi. pembangunanya. Jadi, pembangunan ekonomi Jawa Timur merupakan salah satu dikatakan berhasil apabila suatu provinsi yang terdapat di Pulau Jawa memiliki daerah/wilayah dapat meningkatkan luas wilayah 46.428,57 km2, terbagi menjadi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf 38 kabupaten/kota, 640 kecamatan dan 8.464 hidup masyarakat secara merata atau yang desa yang mempunyai keragaman antar daerah. dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia Keragaman antar daerah ini terjadi karena (IPM). Rendahnya IPM akan berakibat pada adanya perbedaan karakteristik alam, ekonomi, rendahnya produktivitas dari penduduk. sosial dan budaya. Dimana sebaran Produktivitas yang rendah berakibat pada sumberdaya ini tidak merata serta rendahnya perolehan pendapatan, sehingga pertumbuhan pusat pertumbuhan perdagangan dengan rendahnya pendapatan menyebabkan dan industri hanya terkosentrasi pada beberapa banyaknya jumlah penduduk miskin. tempat saja. Hal tersebut membuat Pertumbuhan ekonomi suatu daerah pembangunan ekonomi daerah yang memiliki dapat dilihat dari peningkatan Produk keunggulan pada salah satu bidang menjadi Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan lebih tinggi dari daerah lainya, sehingga meningkatnya pertumbuhan ekonomi tidak tingkat ketimpangan antar daerah menjadi selamanya diikuti dengan pemerataan. tinggi. Kuncoro (2004:127) menyatakan Kawasan GERBANGKERTOSUSILA pembangunan dalam lingkup Negara secara merupakan salah satu satuan wilayah spasial tidak selalu merata. Beberapa daerah pembangunan (SWP) yang berada di Provinsi dapat mencapai pertumbuhan yang signifikan, Jawa Timur. Menurut pendapat yang sementara beberapa daerah lainnya mengalami dikemukakan oleh Glaeser dan Khan (2003) pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah kawasan ini memiliki sektor unggulan industri yang tidak mengalami kemajuan yang sama serta memiliki kedekatan lokasi. disebabkan karena kurangnya sumber-sumber GERBANGKERTOSUSILA terdiri dari: yang dimiliki dan adanya kecenderungan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, pemilik modal (investor) memilih daerah Sidoarjo, Lamongan, yang menjadikan perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas, Surabaya (daerah nodal) menjadi pusat seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, kegiatan ekonominya. jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, Tujuan dengan dibentuknya kawasan dan tenaga yang terampil. Sementara itu, GERBANGKERTOSUSILA sebagai upaya perbedaan potensi dan fasilitas serta membuat regionalisasi dengan menekankan kemudahan pada tiap daerah, akan membuat kemandirian terhadap wilayah kabupaten/kota. 2 Kawasan tersebut merupakan salah satu dibandingkan kabupaten/kota lainnya. kawasan aglomerasi di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan Kabupaten Bangkalan memiliki (Landiyanto, 2005). nilai PDRB perkapita terendah. PDRB kawasan Kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB GERBANGKERTOSUSILA dari tahun 2007 perkapita diatas rata-rata Provinsi Jawa Timur dan 2011 selalu mengalami kenaikan. Kota adalah Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Surabaya, sebagai pusat pemerintahan dan Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Mojokerto. pusat perekonomian tetap menjadi pendukung Sedangakan Kabupaten Bangkalan, Kabupaten utama dalam pembentukan PDRB Jawa Timur, Mojokerto dan Kabupaten Lamongan berada di baik pada tahun 2007 maupun pada tahun bawah rata-rata PDRB perkapita Provinsi Jawa 2011. Pada tahun 2011, Kota Surabaya Timur. Hal ini mengidentifikasikan adanya memberikan kontribusi tertinggi sebesar 27,30 ketimpangan antar kabupaten/kota di Kawasan %, diikuti dengan Kabupaten Sidoarjo 7,65%, GERBANGKERTOSUSILA Provinsi Jawa Kabupaten Gresik 4,98%, Kabupaten Timur. Mojokerto 2,47%, Kabupaten Lamongan Apabila pertumbuhan hanya terpusat 1,56%, Kabupaten Bangkalan 0,98% dan pada daerah-daerah pusat pertumbuhan saja terendah pada Kota Mojokerto 0,37%. maka trickle down effect (dampak penetesan Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa kebawah) yang diharapkan akan sulit tercapai. Kota Surabaya memiliki kontribusi yang lebih Ketidakmerataan pertumbuhan ini tinggi dibandingkan dengan kawasan menyebabkan adanya ketimpangan GERBANGKERTOSUSILA yang lain yang pembangunan di Jawa Timur khususnya pada jauh dibawahnya. kawasan GERBANGKERTOSUSILA. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi Berdasarkan pemaparan diatas, maka diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang “ masyarakat dimana pada saat pertumbuhan Analisis Ketimpangan Pembangunan Daerah ekonomi suatu wilayah meningkat akan Serta Hubungannya Dengan Kesejahteraan mengurangi ketimpangan di dalam wilayah Masyarakat Di Kawasan Gerbangkertosusila tersebut, akan tetapi pertumbuhan ini harus Provinsi Jawa Timur”. diimbangi dengan pemerataan pendapatan per Tujuan yang diharapkan dalam kapita bagi seluruh masyarakat daerah tersebut. penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui PDRB perkapita kabupaten/kota di gambaran umum PDRB kabupaten/kota. (2) Kawasan GERBANGKERTOSUSILA, untuk menganalisa tingkat ketimpangan serta Propinsi Jawa Timur mempunyai perbedaan hubungannya dengan kesejahteraan yang signifikan dan setiap tahunnya masyarakat. (3) untuk menhetahui sektor mana menunjukan peningkatan. Kota Surabaya yang berkontribusi besar terhadap PDRB di memiliki PDRB perkapita tertinggi 3 Kawasan Gerbangkertosusila Provinsi Jawa masyarakatnya mengelolah setiap sumberdaya Timur tahun 2007-2011. yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru Pembangunan Ekonomi Daerah dan merangsang perkembangan kegiatan Dalam buku Todaro (2006:11-12), ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam mendefinisikan pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Tolak ukur keberhasilan sebagai suatu proses multidimensional yang pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan kelembagaan. Selain itu juga pembangunan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan ekonomi mencangkup peningkatan antar sektor. pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan dan Teori Mydral Mengenai Dampak Balik pemberantasan kemiskinan, demi Myrdal dalam Jhingan (2010:211- menghasilkan rentetan kemajuan ekonomi 212), berpendapat bahwa pembangunan yang benar-benar bermanfaat dan melaui ekonomi menghasilkan suatu proses sebab proses yang efisien. menyebab sirkuler yang membuat si kaya Sukirno (2006:3) juga mengartikan mendapat keuntungan semakin banyak, dan bahwa pembangunan ekonomi merupakan mereka yang tertinggal di belakang menjadi serangkaian usaha dalam suatu perekonomian semakin terhambat. Dampak balik (backwash untuk mengembangkan kegiatan ekonominya effect) cenderung membesar dan dampak sebar sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, (spread effect) semakin mengecil. Semakin perusahaan semakin banyak dan berkembang, kumulatif kecenderungan ini semakin taraf pendidikan semakin tinggi dan tekhnologi memperburuk ketimpangan internasional dan semakin meningkat. Sebagai implikasi dari menyebabkan ketimpangan regional di negara- perkembangan ini diharapkan kesempatan negara terbelakang. Myrdal mendefinisikan kerja akan bertambah, tingkat pendapatan dampak balik (backwash effect) sebagai semua meningkat dan kemakmuran masyarakat perubahan yang bersifat merugikan dari menjadi semakin tinggi. Hal ini berarti ekspansi suatu ekonomi disuatu tempat karena pembangunan ekonomi sebagai proses yang sebab-sebab di luar tempat itu. menyebabkan pendapatan perkapita suatu Dampak sebar (spread effect) menujuk masyarakat terus-menerus bertambah dalam pada momentum pembangunan yang menyebar jangka panjang. secara sentrifugal dari pusat pengembangan Menurut Arsyad (2010:374) ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Sebab pembangunan ekonomi daerah adalah suatu utama ketimpangan regional menurut Myrdal proses dimana pemerintah daerah dan 4 adalah kuatnya dampak balik dan lemahnya Indeks Pembangunan Manusia dampak sebar di negara terbelakang. Teori ekonomi tentang teori modal manusia dipelopori oleh para pemenang nobel Teori Pusat Pertumbuhan ilmu ekonomi, yaitu Gary Becker, Edwar Pusat pertumbuhan (growth pole) Dension dan Theodore Schultz. Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Francois menjelaskan bahwa manusia yang memiliki Perroux, seorang ekonom bangsa prancis, pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang tahun 1955. Francois berpendapat bahwa diukur juga dengan lamanya waktu sekolah, pertumbuhan ekonomi antar daerah umumnya akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih tidaklah lancar, tetapi cenderung terkonsentrasi besar dibanding yang pendidikannya rendah. pada daerah-daerah tertentu yang mempunyai Apabila upah mencerminkan produktivitas, keuntungan lokasi. Dengan demikian, semakin banyak orang yang memiliki pertumbuhan ekonomi cenderung pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas terkonsentrasi pada daerah tertentu yang dan hasilnya ekonomi akan bertambah lebih didorong oleh adanya keuntungan aglomerasi tinggi (Jhingan, 2010: 415). yang timbul karena adanya konsentrasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kegiatan ekonomi tersebut (Sjafrizal, atau dikenal dengan sebutan human 2008:127). development index (HTI) adalah indikator yang Pusat pertumbuhan (growth pole) digunakan untuk mengukur salah satu aspek dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara penting yang berkaitan dengan kualitas dari fungsional dan secara geografis. Secara hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu perkembangan manusia. IPM adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang indeks komposisi yang didasarkan pada tiga industri yang karena sifat hubunganya indikator, yakni: (a) kesehatan; (b) pendidikan memiliki usur-unsur kedinamisan sehingga yang dicapai; dan (c) standar kehidupan. mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik Jadi, jelas bahwa tiga unsur ini sangat kedalam maupun keluar (daerah belakangnya). penting dalam menentukan tingkat kemampuan Secara geografis, pusat pertumbuhan suatu provinsi untuk meningkatkan IPM-nya. adalah suatu lokasi yang memiliki banyak Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi melainkan saling mempengaruhi satu dengan pusat daya tarik (pole of attraction), yang yang lainya, selain juga dipengaruhi oleh menyebabkan berbagai macam usaha tertarik faktor-faktor lain seperti ketersediaan untuk berlokasi di daerah tersebut dan kesempatan kerja, yang pada giliranya masyarakat senang datang memanfaatkan ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, fasilitas yang ada di kota tersebut. infrastruktur dan kebijakan pemerintah.

5 Adapun metode perhitungan Indeks Rendah bila angka IPM < 50 Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari Menengah bawah bila angka 50 = 90 pendidikan diukur dengan kombinasi antar (Sumber: BPS Jatim, 2010). angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama Teori Ketimpangan sekolah (dengan bobot sepertiga), dan tingkat Secara teoritis, permasalahan kehidupan yang layak diukur dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan mula-mula dimunculkan oleh Douglas C North (PPP rupiah), indeks ini merupakan rata-rata dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan sederhana dari ketiga komponen tersebut Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan diatas: sebuah prediksi tentang hubungan antara

IPM = 1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3) tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu

X2 = 1/3 X12 + 2/3 X22 negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Keterangan: Model neoklasik beranggapan bahwa

X1 = Lamanya hidup (tahun) mobilitas faktor produksi, baik modal maupun

X2 = Tingkat Pendidikan; 2/3 (indeks tenaga kerja, pada permulaan proses melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama pembangunan adalah kurang lancar, akibatnya bersekolah) modal dan tenaga kerja ahli cenderung

X3 = pengeluaran riil per kapota (Rp 000.) terkonsentrasi di daerah yang lebih maju

X12 = Rata – rata lama bersekolah (tahun) sehingga ketimpangan pembangunan

X22 = Angka melek huruf (persen) cenderung melebar. Akan tetapi bila proses Perhitungan indeks dari masing- pembangunan terus berlanjut, dengan semakin masing indikator tersebut adalah: baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja Indeks X(i,j) = tersebut akan semakin lancar. Dengan Dimana: demikian, nantinya setelah negara yang

X(i,j) = Indikator ke-i dari daerah j bersangkutan telah maju, maka ketimpangan

X(i-min) = Nilai minimum dari Xi pembangunan regional akan berkurang.

X(i- max) = Nilai Maksimum dari Xi Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik Sjafrizal ( 2008:104- UNDP membagi status pembangunan 105). manusia ke dalam empat kategori, sebagai Dalam hipotesis neoklasik berikut: ketimpangan pembangunan pada permulaan 6 proses cenderung meningkat. Proses ini akan dalam mendorong proses pembangunan juga terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai menjadi berbeda. titik puncak. Setelah itu, bila proses Terjadinya ketimpangan antar wilayah pembangunan terus berlanjut, maka secara ini membawa implikasi terhadap tingkat berangsur-angsur ketimpangan pembangunan kesejahteraan masyarakat antar wilayah. antar wilayah tersebut akan menurun. Dengan Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan kata lain ketimpangan pada negara antar wilayah ini juga mempunyai implikasi berkembang relatif lebih tinggi, sedangkan pula terhadap formulasi kebijakan pada negara maju ketimpangan tersebut relatif pembangunan wilayah yang dilakukan oleh lebih rendah. pemerintahan daerah (Sjafrizal, 2008:104). Ketimpangan pada negara sedang berkembang relatif lebih tinggi karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai, Indeks Williamson kesempatan dan peluang pembangunan yang Indeks Williamson yang dikenalkan ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah- oleh Jeffrey G. Williamson merupakan salah daerah yang kondisi pembangunannya sudah satu alat ukur untuk mengukur tingkat lebih baik sedangkan daerah yang masih ketimpangan daerah atau disparitas pendapatan terbelakang tidak mampu memanfaatkan di suatu wilayah. Menurut Sjafrizal peluang ini karena keterbatasan prasarana dan (2008:107), indeks ketimpangan Williamson sarana serta rendahnya kualitas sumberdaya adalah analisis yang digunakan sebagai indeks manusia. Oleh sebab itulah, pertumbuhan ketimpangan regional, dengan menggunakan ekonomi cenderung lebih cepat didaerah Produk Domestik Bruto (PDRB) perkapita dengan kondisi yang lebih baik, sedangkan sebagai data dasar. daerah yang terbelakang tidak banyak Indeks Williamson berkisar antara 0 < mengalami kemajuan. (Sjafrizal, 2008:107). IW < 1, dimana semakin mendekati nol artinya ketimpangan kecil atau semakin merata. Ketimpangan Pembangunan Daerah Sedangkan apabila mendekati angka satu maka Ketimpangan pembangunan antar ketimpangan daerah yang diteliti semakin wilayah merupakan aspek yang umum terjadi tinggi. dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan METODE PENELITIAN oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya Penelitian ini menggunakan jenis alam dan perbedaan kondisi demografis yang penelitian deskriptif dengan pendekatan terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat kuantitatif. dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah Rancangan penelitian dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 7 fi = Jumlah penduduk di kabupaten/kota X Y – i n = Jumlah penduduk di Kawasan Bagan 1. Rancanagan Penelitian Gerbangkertosusila.

Keterangan: HASIL PENELITIAN X = ketimpangan daerah yang diukur dengan Hasil Perhitungan Indeks Williamson Indeks Willamson Tingkat ketimpangan pada kawasan ini Y = Kesejahteraan Masyarakat yang dilihat diukur dengan menggunakan pengukuran dari nilai IPM dan Tingkat pengangguran. PDRB per kapita Atas Harga Konstan 2000 = Keterkaitan antara ketimpangan dan jumlah penduduk tiap kabupaten/kota. daerah dengan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis tersebut, Penelitian ini menggunakan teknik tingkat ketimpangan di analisis data sebagai berikut: GERBANGKERTOSUSILA Provinsi Jawa 1. Analisis Deskriptif Timur mengalami kecenderungan peningkatan Teknik analisis deskriptif adalah teknik yang di tahun 2007 hingga 2011 terlihat dari hasil digunakan untuk menjelaskan gambaran umum analisis dari 0.917453818 menjadi PDRB masing-masing Kabupaten/Kota, 0.950299072. Terjadi peningkatan sebesar gambaran ketimpangan, masing-masing 0.013 pada tahun 2008. Pada tahun 2009 Kabupaten/Kota dan kesejahteraan masyarakat mengalami peningkatan yang relatif kecil yaitu di kawasan GERBANGKERTOSUSILA sebesar 0.004 , dan terus mengalami Provinsi Jawa Timur tahun2007-2011. peningkatan sebesar 0,01 pada tahun 2010 2. Analisis Perencanaan Pembangunan menjadi 0.945246655 dan pada tahun 2011 Penelitian ini menggunakan meningkat sebesar 0,005 menjadi perhitungan Indeks Williamson. 0.950299072. Tabel 1. Indeks Williamson 0 < IW< 1

Tahun Indeks Perubahan Dimana: Williamson IW = Nilai Indeks Ketimpangan 2007 0.917453818 - Williamson Yi = PDRB perkapita di kabupaten/kota – 2008 0.930272331 0.013 i 2009 0.934434376 0.004

Ȳ = rata-rata PDRB perkapita di 2010 0.945246655 0.010 Kawasan Gerbangkertosusila 2011 0.950299072 0.005

Sumber: BPS, Jatim 2012 (diolah) 8 memiliki keuntungan lokasi. Dengan PEMBAHASAN demikian, pertumbuhan ekonomi cenderung 1. Analisis Produk Domestik Regional terkosentrasi pada daerah tertentu yang Bruto (PDRB) Di Kawasan didorong oleh adanya keuntungan aglomerasi Gerbangkertosusila yang timbul karena adanya kosentrasi kegiatan Produk Domestik Regional Bruto ekonomi (Sjafrizal, 2008: 127). (PDRB) merupakan salah satu indikator yang Secara geografis, pusat pertumbuhan mempengaruhi keberhasilan pembangunan adalah suatu lokasi yang memiliki banyak suatu daerah. Data PDRB tersebut fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi menggambarkan kemampuan suatu daerah pusat daya tarik, yang menyebabkan berbagai dalam mengelolah sumber daya alam dan macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah sumber daya manusia yang dimiliki. Kenaikan tersebut dan masyarakat senang dengan atau penurunan PDRB menunjukkan bahwa memanfaatkan fasilitas yang ada di kota daerah tersebut mengalami peningkatan atau tersebut. penurunan kegiatan ekonomi dan Sesuai dengan pendapat tersebut Kota pembangunan. Surabaya dapat dikatakan sebagai pusat Kabupaten/kota yang memiliki PDRB pertumbuhan di Jawa Timur khususnya terkecil adalah PDRB Kota Mojokerto dengan kawasan GERBANGKERTOSUSILA karena nilai PDRB sebesar 1,385 triliun pada tahun memiliki nilai PDRB yang jauh lebih tinggi 2011 dengan kontribusi hanya 0,78% terhadap apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota total PDRB kawasan lainya di Kawasan GERBANGKERTOSUSILA, Kemudian GERBANGKERTOSUSILA. diikuti oleh Kabupaten Bangkalan dengan nilai PDRB 3,6 triliun tahun 2011 dengan kontribusi Analisis Ketimpangan Pendapatan 2,15%. Sedangkan nilai PDRB terbesar Pembangunan di Kawasan terdapat pada Kota Surabaya sebagai pusat GERBANGKERTOSUSILA Provinsi Jawa pertumbuhan dengan nilai PDRB 99,35 triliun Timur telah menimbulkan ketimpangan dalam pada tahun 2011 serta mengkontribusi sekitar prosesnya yang diamati dalam 5 tahun terakhir 59% dari total PDRB 2007 hingga 2011, telah memberikan GERBANGKERTOSUSILA Provinsi Jawa gambaran yang fluktuatif dengan Timur. kecenderungan yang terus meningkat. Nilai PDRB tiap kabupaten/kota Tingkat ketimpangan yang terjadi tidaklah sama, seperti pendapat dari Francois karena adanya sejumlah kabupaten/kota yang (1955) bahwa pertumbuhan ekonomi antar memiliki PDRB per kapita yang sangat tinggi, daerah tidaklah lancar, tetapi cenderung yang antara lain disebabkan oleh keberadaan terkosentrasi pada daerah-daerah tertentu yang 9 industri, pengelolaan SDA dan SDM di daerah Timur memiliki nilai yang bervariasi. tersebut. Hal ini yang dapat memicu terjadinya Kabupaten/kota yang termasuk memiliki ketimpangan antar kabupaten/kota di ketimpangan pendapatan yang rendah adalah: GERBANGKERTOSUSILA. Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, Kota Gambar 1. Mojokerto, dan Kabupaten Sidoarjo. Grafik Perkembangan Indeks Williamson Sedangakan Kabupaten yang memiliki Gerbangkertosusila Tahun 2007-2011 ketimpangan pendapatan yang tergolong sedang adalah: Kabupaten Bangkalan dan IW Kabupaten Lamongan. 0.96 0.95 0.94 0.945 Terjadinya ketimpangan antar wilayah 0.93 0.934 0.92 0.917 IW 0.9 ini membawa implikasi terhadap tingkat 2007 2008 2009 2010 2011 kesejahteraan masyarakat antar wilayah yang diiukur dengan nilai IPM, yang dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini: Sumber: BPS, Jatim 2012 (diolah) Tabel 2 Perbandingan Tingkat Ketimpangan Kabupaten/kota yang memiliki nilai Dengan Nilai IPM PDRB Perkapita yang tinggi diatas PDRB 2011 Perkapita di GERBANGKERTOSUSILA No. Kabupaten/Kota IW IPM diantaranya: Kota Surabaya, Kabupaten 1. Kab. Gresik 0.041429 75,21 Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Ketiga daerah 2. Kab. Bangkalan inilah yang menjadi pemicu besarnya 0.224432 65,36 3. Kab. Mojokerto ketimpangan di Kawasan 0.122397 74,18 4. Kota Mojokerto GERBANGKERTOSUSILA. 0.018739 77,47 Menurut Myrdal ( 1957), perbedaan 5. Kota Surabaya 0.885825 77,87 tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang 6. Kab. Sidoarjo berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang 0.057008 77,03 7. Kab. Lamongan merugikan (backwash effect) mendominasi 0.218436 70,13 Sumber: BPS, Jatim 2012 (diolah) pengaruh yang menguntungkan (spread effect) Pembangunan ekonomi dikatakan terhadap pertumbuhan daerah. Sebab utama berhasil apabila suatu daerah/wilayah dapat ketimpangan regional menurut Myrdal adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kuatnya dampak balik dan lemahnya dampak meningkatkan taraf hidup masyarakat secara sebar di daerah terbelakang. merata. Oleh karena itu, berdasarkan Tabel 2 Nilai ketimpangan setiap disajikan matriks klasifikasi kabupaten/kota kabupaten/kota di Kawasan GERBANGKERTOSUSILA Provinsi Jawa

10 menurut perbndingan antara tingkat Kontribusi Sektor Terhadap PDRB ketimpangan dengan nilai IPM. Ketimpangan yang terjadi di GERBANGKERTOSUSILA ini tidak terlepas Tabel 3 dari kontribusi tiap sektor terhadap Matriks Klasifikasi Kabupaten/kota pembentukan PDRB kabupaten/kota. Apabila sektor yang bersifat padat modal menyumbang IW IPM IW < 0,2 IW > 0,2 tertinggi maka hanya mempertinggi PDRB perkapita wilayah tersebut tetapi penyerapan IPM > 66 Kab. Gresik, Kota Surabaya terhadap tenaga kerja relatif kecil. Sebaliknya, Kab. dan Kab. Mojokerto, Lamongan apabila sektor yang bersifat padat karya Kota menyumbang tertinggi maka dapat menyerap Mojokerto dan Kab Sidoarjo banyak tenaga kerja, sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakatpun akan meningkat. IPM < 66 - Kab. Bangkalan Sumbangan/kontribusi masing-masing Sumber: Tabel 2, (diolah) sektor kabupaten/kota di GERBANGKERTOSUSILA tidaklah sama. Pemerintah Kabupaten/Kota dikatakan Kondisi di Kota Surabaya dan Kota Mojokerto berhasil dalam proses pembangunan apabila terjadi hal yang sama yaitu masih didominanya tingkat ketimpangan daerah tersebut kecil atau sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran semakin merata dengan meningkatkan dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. kesejahteraan masyarakat secara merata dan Di Kota Surabaya sektor tersebut menyumbang sebaliknya. Berdasarkan matriks dalam tabel 3 sekitar 39,59% pada tahun 2007 dan naik tersebut terdapat empat kabupaten/kota yang hingga 41,58% pada tahun 2011. dapat dikatakan berhasil dalam proses Kondisi yang berbeda terjadi pada 4 pembangunan yaitu: Kabupaten Gresik, kabupaten lainya, yaitu: Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto dan Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan Kabupaten Kabupaten Mojokerto. Keempat kabupaten yang kurang berhasil dalam proses tersebut didominasi oleh sektor industri pembangunan hanyalah Kabupaten Bangkalan. pengolahan yaitu rata-rata sekitar 50% pada Namun, Kabupaten/kota yang perlu waspada tahun 2007 dan turun sekitar 46% pada tahun terhadap tingkat ketimpangan yang semakin 2011. Sedangkan, Kabupaten Lamongan melebar walapun dalam meningkatkan didominasi oleh sektor pertanian yaitu sekitar pembangunan manusia cukup berhasil adalah 50,92% pada tahun 2007 dan turun pada tahun Kota Surabaya dan Kabupaten Lamongan. 2011 menjadi 44,98%. Sektor pertanian ini mengalami penurunan yang terjadi setiap

11 Kabupaten/Kota ditinjau dari tahun 2007 dan penting dalam perekonomian Kabupaten 2011. Sidoarjo karena dapat menyerap tenaga kerja Pembagian angkatan kerja yang yang banyak dibandingkan sektor primer. bekerja dan perkembanganya dibedakan tiga sektor, yaitu: sektor primer (pertanian dan 3. Kabupaten Gresik pertambangan), sektor sekunder (industri Kabupaten Gresik menempati posisi pengolahan; listrik, gas dan air; bangunan) dan ketiga setelah Kota Surabaya dan Kabupaten sektor tersier (sektor perdagangan,hotel dan Sidoarjo, meskipun demikian tidak berbeda restoran; pengangkutan dan komunikasi; jauh dengan Kabupaten Sidoarjo. Sektor yang keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; memberikan kontribusi yang besar adalah jasa-jasa. pertambangan, industri pengolahan dan infrastruktur. Hal ini berarti perekonomian 1. Kota Surabaya Kabupaten Gresik ditopang oleh sektor Perekonomian Kota Surabaya ditopang sekunder (54,39%) dan sektor tersier (35,20%). oleh sektor tersier (70,79%) dan sektor Namun, yang menarik adalah walaupun sektor sekunder (12,29%). Sektor tersier dapat sekunder dan sektor tersier memberikan menyerap tenaga kerja sebesar 53,47% kontribusi besar terhadap PDRB tetapi kurang sedangakan sektor sekunder menyerap tenaga menyerap banyak tenaga kerja. Sedangkan, kerja sebesar 27,55%. sektor primer yang hanya mengontribusi Hal ini menunjukan sektor tersier dan sebesar 10,43% namun dapat menyerap tenaga sektor sekunder mempunyai peranan yang kerja yang lebih banyak yaitu sebesar 36,43%. penting dalam perekonomian Kota Surabaya Hal ini menunjukan industri yang karena dapat menyerap tenaga kerja yang berkembang kebanyakan bersifat modal banyak dibandingkan sektor primer. intensif (menyerap banyak modal) sehingga kurang menyerap banyak tenaga kerja. 2. Kabupaten Sidoarjo Pemerintah Kabupaten Gresik lebih Perekonomian Kabupaten Sidoarjo memperhatikan sektor primer khususnya sektor ditopang oleh sektor sekunder (56,69%) dan pertanian karena dapat menyerap tenaga kerja sektor tersier (46,41%). Sektor sekunder dapat yang lebih banyak. menyerap tenaga kerja sebesar 39,75% sedangakan sektor sekunder menyerap tenaga 4. Kota Mojokerto kerja sebesar 34,54%. Walaupun sektor primer Sumbangan PDRB Kota Mojokerto mengontribusi lebih kecil tetapi sektor ini juga paling rendah di GERBANGKERTOSUSILA, menyerap tenaga kerja yang banyak sebesar meskipun demikian pendapatan perkapita, 25,71%. Hal ini berarti sektor sekunder dan pertumbuhan ekonomi dan nilai IPM cukup sektor tersier mempunyai peranan yang baik. Sektor yang mendukung perekonomian 12 daerah adalah perdagangan dan jasa. Hal ini 6. Kabupaten Lamongan berarti perekonomian daerah ditopang oleh Sektor yang memberikan kontribusi sektor tersier yang mencapai 80,47% dengan yang besar adalah sektor pertanian dan sektor menyerap tenaga kerja terbanyak sebesar perdagangan. Hal ini berarti perekonomian 43,07%. Kabupaten Lamongan ditopang oleh sektor Hal ini berarti sektor tersier primer (45,19%) dan sektor tersier (45,48%). mempunyai peranan yang penting dalam Berdasarkan tabel 4.10 menunjukan bahwa perekonomian Kota Mojokerto karena selain sektor pertanian mengalami penurunan yang memberikan kontribusi yang besar terhadap pada tahun 2007 berkontribusi sebesar 50,92% PDRB, sektor ini juga mampu menyerap menjadi 44,95%. Namun sektor perdagangan tenaga kerja yang banyak. mengalami kenaikan yang pada tahun 2007 sebesar 25,65% naik menjadi 30,01% pada 5. Kabupaten Mojokerto tahun 2011. Sektor yang memberikan kontribusi Pergeseran sektor ini ternyata yang besar adalah industi pengolahan dan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. perdagangan. Hal ini berarti perekonomian Dimana sektor tersier lebih unggul Kabupaten Mojokerto ditopang oleh sektor dibandingkan sektor primer yang dapat banyak sekunder (41,54%) dan sektor tersier (38,58%). menyerap tenaga kerja. Hal ini juga berdampak Namun, yang menarik adalah walaupun sektor pada tingkat pengangguran yang naik dari sekunder dan sektor tersier memberikan 3,62% pada tahun 2010 naik menjadi 4,40% kontribusi besar terhadap PDRB tetapi kurang pada tahun 2011. menyerap banyak tenaga kerja. Sedangkan, sektor primer yang hanya mengontribusi 7. Kabupaten Bangkalan sebesar 19,92% namun dapat menyerap tenaga Kabupaten Bangkalan menempati kerja yang lebih banyak yaitu sebesar 37,07%. posisi terendah. Sektor yang memberikan Hal ini menunjukan industri yang kontribusi yang besar adalah sektor pertanian, berkembang kebanyakan bersifat modal sektor perdagangan dan jasa-jasa. Hal ini intensif (menyerap banyak modal) sehingga berarti perekonomian Kabupaten Bangkalan kurang menyerap banyak tenaga kerja. ditopang oleh sektor tersier (56,01%) dan Pemerintah Kabupaten Mojokerto lebih sektor primer (31,30%). Walaupun sektor memperhatikan sektor primer khususnya sektor tersier memberikan kontribusi yang besar pertanian karena dapat menyerap tenaga kerja tetapi tidak diikuti oleh penyerapan tenaga yang lebih banyak. kerja yang besar. Sedangkan, sektor primer mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak yaitu sebesar 66,69%

13 Berdasarkan kenyataan tersebut Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, pemerintah Kabupaten Bangkalan lebih Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten memperhatikan sektor yang menyerap tenaga Mojokerto didominasi oleh sektor industri dan kerja banyak terutama sektor pertanian. pengolahan. Sedangkan Kabupaten Lamongan Sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat didominasi oleh sektor pertanian. dapat ditingkatkan. SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang Berdasarkan gambaran umum PDRB diperoleh serta analisis terhadap hasil dalam di Kawasan GERBANGKERTOSUSILA penelitian ini, maka terdapat beberapa saran menunjukan bahwa mengalami peningkatan yang dapat diajukan antara lain: (1) selama periode pengamatan. Kabupaten/kota Pembangunan tidak hanya ditekankan pada yang memiliki PDRB tertinggi adalah Kota peningkatan laju pertumbuhan ekonomi tetapi Surabaya. Sedangkan Kabupaten/kota yang sebaiknya memperhatikan pembangunan memiliki PDRB terendah adalah Kota manusia didalamnya, sehingga kualitas hidup Mojokerto. masyarakat lebih terjamin dengan adanya Terjadi ketimpangan pembangunan peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan yang tinggi (mendekati 1) di Kawasan dan kesejahteraan masyarakat. (2) Perlunya GERBANGKERTOSUSILA dan cenderung kolaborasi dan sinergi antar kabupaten/kota naik setiap tahunnya. Kabupaten/kota yang kawasan dengan mengembangkan sektor- memiliki ketimpangan pendapatan yang rendah sektor produktif sesuai karakteristik daerah dengan tingkat kesejahteraan yang semakin sehingga dapat menjadi keunggulan kompetitif membaik adalah Kabupaten Gresik, daerahnya. Sehingga dapat terbentuk sistem Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto dan jaringan yang saling menguntungkan dan Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan mengoptimalkan aglomerasi ekonomi. (3) Kabupaten/kota yang memiliki ketimpangan Pemerintah daerah seharusnya lebih pendapatan sedang dengan tingkat mengalokasikan anggarannya untuk kesejahteraan menengah kebawah adalah pembangunan manusia. Diantaranya dengan Kabupaten Bangkalan. Ketimpangan dan memperbaiki sarana dan parasana infrastruktur tingkat kesejahteraan tertinggi berada di Kota pendidikan dan kesehatan, memberikan Surabaya. beasiswa bagi siswa yang berprestasi dan siswa Kontribusi masing-masing sektor yang kurang mampu di tingkat jenjang kabupaten/kota di Kawasan pendidikan, memperbaiki kualitas SDM GERBANGKERTOSUSILA tidaklah sama. dengan menambah tenaga pendidik yang Kota Surabaya dan Kota Mojokerto didominasi professional dan berkualitas. (4) Penelitian ini oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. 14 masih banyak keterbatasan karena terbatasnya Ginandjar. 2012. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan waktu, tenaga dan biaya, oleh karena itu Pemerataan. (www.ginandjar.com). diperlukan penelitian lanjutan dengan Diakses pada tanggal 14 Februari 2013. menambahkan beberapa variabel lainnya yang berkaitan dengan ketimpangan daerah, seperti: Irawan, M & Suparmoko. 2008. Ekonomika Pembangunan. Edisi ke enam. PAD, Investasi, belanja pemerintah, Yogyakarta: BPFE. keterkaitan antar sektor dll. Dan menambahkan Jhingan, M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja alat analisis ketimpangan lainnya, diantaranya: Grafindo Persada. indeks entropy theil, Gini ratio, kurva loren dll. Kuncoro, Mudrajad. 2001. Analisis Spasial dan Regional. Yogyakarta: UPP AAMP YKPN. DAFTAR PUSTAKA ------. 2004. Otonomidan Adisasmita, Rahardjo. 2013. Teori-Teori Pembangunan Daerah: Reformasi, Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Graha Ilmu. Jakarta: Erlangga. ------. 2012. Perencanaan Amrillah, & Yasa, Mahendra. 2013. Analisis Daerah: Bagaimana Membangun Disparitas Pendapatan Per Kapita Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan. Antar Kecamatan Dan Potensi Jakarta: Salemba Empat. Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Di Kabupaten Karangasem. E-Jurnal Landiyanto, Agustino. 2005. Spesialisasi Dan Ekonomi Pembangunan (online), Kosentrasi Spasial Pada Sektor (ojs.unud.ac.id › ... › Vol. 2, No. 4, Industri Manufaktur Di Jawa Timur. April 2013 (pp. 173-207) › Amrillah) Dipresentasikan pada seminar di Hotel diakses pada tanggal 10 April 2013. Borobudur, Jakarta.

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Masli, Lili. 2007. Analisis faktor-faktor yang Pembangunan. Yogyakarta: UPP mempengaruhi pertumbuhan ekonomi STIM YKPN. dan ketimpangan regional antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. BPS. 2012. Jawa Timur Dalam Angka Tahun Jurnal Ekonomi Pembangunan 2012. Jawa Timur: BPS Jatim. (online), (http://stan-im.ac.id) diakses pada tanggal 20 Januari 2013. ------. 2012. Data Makro Sosial Ekonomi Jawa Timur 2007-2011. Jawa Timur: Sari, Kurnia, & Budhi, Sri. 2013. Pertumbuhan BPS Jatim. Ekonomi Dan Ketimpangan Antar Kecamatan Di Kabupaten Buleleng. ------. 2012. PDRB Provinsi Jawa Timur Jurnal Ekonomi Pembangunan Kabupaten/Kota Se Jawa Timur (online), (ojs.unud.ac.id) diakses pada 2007.2011. Jawa Timur: BPS Jatim. tanggal 12 Januari 2013.

Caska, & Riadi, RM. 2006. Pertumbuhan Dan Sasana, Hadi. 2009. Analisis Dampak Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan Antar Daerah Di Provinsi Riau. Antar Daerah Dan Tenaga Kerja Ekonomi Pembangunan (online), Terserap Terhadap Kesejahteraan Di (http://rmriadi.yolasite.com/resources/J Kabupaten/Kota ProvinsiJawa Tengah urnal%20Pertumbuhan%20dan%20Ke Dalam Era Desentralisasi Fiskal. timpangan.pdf ) diakses pada tanggal 5 Jurnal Bisnis dan Ekonomi (online), Maret 2013. (www.unisbank.ac.id › Home › Vol 16,

15 No 01 (2009) › Sasana) diakses pada Todaro, S.M.P, dan Stephen C. Pembangunan tanggal 25 Desember 2012. Ekonomi. Edisi Kesembilan. Terjemahan Haris Munandar, dan Puji Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan A.L. 2006 . Jakarta: Erlangga. Aplikasi. Padang: Baduose Media Umiyati, Etik. 2012. Analisis Tipologi Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Kualitatif dan R&D. Bandung : Pendapatan Dalam Implementasi Alfabeta. Otonomi Daerah di Provinsi Jambi. Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Jurnal Paradigma Ekonomika Pembangunan: Proses, Masalah, Dan (online), (http://online- Dasar Kebijakan. Jakarta: Prenada journal.unja.ac.id › Home › Vol 1, No Media Group. 5 (2012) › Yati) diakses pada tanggal 5 Maret 2013. Sultan, & Sodik, J. 2010. Analisis Ketimpangan Pendapatan Regional Di Utama, Fajar. 2011. Analisis Pertumbuhan DIY – Jawa Tengah Serta Faktor- Ekonomi Dan Tingkat Ketimpangan faktor Yang Mempengaruhi Periode Di Kabupaten/Kota Yang Tergabung 2000-2004. Dalam Kawasan Kedungsepur Tahun BuletinEkonomi(online),(repository.up 2004-2008. Jurna lEkonomi nyk.ac.id/2429/1/sulsodikApril2010.pd Pembangunan (online), f ) diakses pada tanggal 5 Mret 2013. (eprints.undip.ac.id/26414/2/JURNAL. pdf) diakses pada tanggal 25 Januari Suryana.2000. Ekonomi Pembangunan 2013. Problematika dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat.

Sutarno, & Kuncoro, Mudrajad. 2003. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan Di Kabupaten Banyumas, 1993-2000. Jurnal Ekonomi Pembangunan (online), (journal.uii.ac.id › Home › Vol 8, No 2 (2003) › Sutarno) diakses pada tanggal 12 Januari 2013.

Sutrisno, Adi. 2012. Analisis Ketimpangan Pendapatan Dan Pengembangan Sektor Unggulan Di Kabupaten Dalam Kawasan Barlingmascakeb Tahun 2007-2010. Economics Development Analysis Journal (online), (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.ph p/edaj) diakses pada tanggal 5 Maret 2013.

Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perekonomian : Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: TeoridanAplikasi. Jakarta: PT BumiAksara.

16