Ulama Jawa Dalam Perspektif Sejarah VOLUME 16 No

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Ulama Jawa Dalam Perspektif Sejarah VOLUME 16 No HUMANIORA Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah VOLUME 16 No. 1 Februari 2004 Halaman 27 - 34 ULAMA JAWA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH Ahmad Adaby Darban* ABSTRAK Ulama Jawa di samping berperan sebagai pemuka agama Islam juga memiliki fungsi sebagai informal leaders , dan juga sebagai key person dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan Kolonial Belanda. Fungsi itu berlaku karena sebagai besar masyarakat adalah pemeluk Islam, dan kehidupan ulama sebagai religious elite dekat dengan rakyat (merakyat). Keberpihakan kaum birokrat tradisional kepada pemerintah kolonial menyebabkan masyarakat mencari kepemimpinan baru yaitu para ulama sebagai pengayom dan pemuka dalam perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Kata kunci : ulama Jawa - sejarah - key person PENGANTAR tata cara feodal. Di samping itu, ulama juga memiliki otoritas karismatik sebagai elite lama atau lebih dikenal dengan kyai, religius, yang punya pengaruh besar di kala- di Jawa sebagai pemuka agama Is- ngan rakyat serta sebagai key person masya- lam yang dalam dirinya memiliki rakat desanya.2 otoritas kharismatik, karena ketinggian ilmu Dengan demikian, pembicaraan ulama agamanya, kesalehannya dan kepemim- di Jawa dalam perspektif sejarah dianggap pinannya. Biasanya ulama dijadikan Uswatun penting untuk melihat seberapa jauh peran khasanah, atau contoh panutan yang baik dan kedudukan para ulama dalam panggung di dalam lingkungan masyarakatnya. Oleh sejarah. Oleh karena itu, pembicaraan ini masyarakat, ulama diberi tempat sebagai berusaha mengungkap status para ulama penasihat, sebagai guru (ustadz), dan seba- dan peranannya dalam sejarah Indonesia, gai konsultan kehidupan baik kehidupan tidak hanya terbatas sebagai penyebar rohani maupun duniawi. Di samping itu, ulama agama Islam, tetapi juga dalam bidang politik sering juga diangkat sebagai pemimpin politik dan sosial. dan pergerakan oleh masyarakat karena dekat dan merakyat. NILAI ULAMA Dalam lingkungan masyarakat agraris terdapat hubungan yang erat antara masya- Di dalam Islam, ulama itu memiliki nilai rakat dengan para ulama. Hal ini terjadi sebagai Warosatul Anbiya’, sebagai pewaris karena para ulama biasanya memiliki identi- para nabi. “Sesungguhnya para ulama itu tas yang sama dengan rakyat, yaitu sebagai pewaris para nabi, para nabi tidaklah petani.1 Dengan demikian, komunikasi de- mewariskan dinar atau dirham (harta), tetapi ngan rakyat pedesaan menjadi akrab, tanpa para nabi mewariskan risalah (ilmu dan * Staf Pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 27 Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah agama).” (H.R. Abu Dawud dari Tirmidzi). nya berubah, hanya karena pengaruh materi Diharapkan hidupnya seperti halnya para dan ambisinya. Ulama semacam ini biasanya nabi yang telah lalu, sebagai penyampai akan menyimpang jauh dari nilai keulamaan- risalah, penyebar dan pemelihara ajaran nya dan biasanya akan membingungkan dan agama Islam, memimpin umat dan berani ber merusak umat yang dipimpinnya. Oleh amar ma’ruf nahi munkar, memperbaiki dan karena itu, nama bagi ulama yang menyim- meluruskan yang salah. Oleh karena itu, pang dari nilai keulamaannya, disebut ulama ulama tidak hanya sekedar mempunyai ‘usu’, atau ulama yang sudah rusak,5 dalam sebutan Al Mukarom atau yang mulia, tetapi bahasa sekarang lebih halus disebut sebagai juga harus berani berjuang menegakkan “mantan Ulama”. ajaran Islam dan mengayomi umat/rakyat- nya, meskipun risiko penjara dan nyawa ULAMA PADA AWAL PENGEMBANGAN harus dikorbankan. Seperti halnya Nabi ISLAM DI JAWA Muhammad saw., berani menanggung risiko Ulama pengembang Islam di Jawa dikucilkan, disiksa, difitnah dianggap gila, dan dinamai para Wali. Oleh karena jumlahnya sebagainya. Ia juga ditawari iming-iming sembilan, dinamai wali sanga. Termasuk wanita, harta, dan tahta, asal mau meninggal- dalam wali sanga itu ialah Maulana Malik kan prinsipnya menyebarkan Islam, tetapi Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan nabi menolak demi mempertahankan kebe- Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, naran agamanya. Di samping itu, nabi lebih Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, dan Sunan berani menjalani risiko pahit dalam perjuang- Drajat. Meskipun para sunan itu tidak hidup 3 annya. sezaman, secara berkesinambungan mereka Begitulah nilai hakiki seorang ulama. menanamkan Islam di hati rakyat tanah Jawa Oleh karena itu, ulama yang ideal adalah ini. Dalam menyebaran Islam mereka meng- ulama yang masih mempertahankan dirinya gunakan pendekatan sinkretis dan juga sebagai Warosatul Anbiya’, pewaris para akulturatif, yaitu dengan menggunakan nabi. Dengan demikian, ulama yang sesu- lambang-lambang dan lembaga-lembaga ngguhnya akan selalu berpihak kepada kebe- budaya yang telah ada kemudian diisi naran berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah dengan ajaran Islam sehingga mudah dicerna nabi, membela kaum yang lemah, kaum yang dan sampai pada masyarakat awam.6 ditindas atau dizalimi, meskipun risiko pahit Model da’wah semacam ini ialah sekaten menimpanya.4 Selain itu para ulama juga (Syahadatain), yang lahir di desa Glagah dapat bekerja sama baik dengan aparatur Wangi Demak. Sekaten merupakan game- pemerintah, maupun dengan sultan, sunan lan yang gendingnya dicipta oleh Sunan dan sebagainya, asalkan pihak aparatur Kalijaga dengan nafas Islami, seperti Rabul- pemerintah itu tidak bertentangan dengan ngalamina, Salatun, Solawatan dan sebagai- ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, serta menga- nya. Gamelan Sekaten merupakan da’wah yomi rakyatnya dengan baik. Biasanya para melalui kesenian.7 ulama diberi tempat khusus sebagai Di samping sekaten juga dipakai penasihat raja/sultan dan berfungsi pula pada lambang ketan, kolak, apem. Makanan ini upacara keagamaan. dibuat dan diedarkan setiap bulan Ruwah Meskipun idealnya ulama itu sebagai (Sya’ban). Secara etimologis, ketan berasal pewaris nabi, perlu diperhatikan bahwa ulama dari kata Khotoan yang berarti kelemahan/ itu bukan nabi. Ulama tidak memiliki sifat kesalahan, kolak dari kata qola (mengucap- makshum, sebagaimana utusan Allah SWT. kan), dan apem dari kata afuwun (mohon yang dijaga-Nya. Oleh karena itu, kehidupan- ampun), Dengan demikian, makna ketan, nya juga memiliki keterbatasan, misalnya kolak, dan apem secara keseluruhan adalah sering tergoda oleh kemilaunya materi dan bila merasa bersalah cepat-cepatlah berkata ambisi. Dengan demikian, dapat dipahami, mohon ampun.8 Da’wah menggunakan lam- apabila ada orang yang sudah dikenal seba- bang-lambang budaya ini masih banyak lagi gai ulama, kemudian tindakan dalam hidup- jenisnya. 28 Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah Penyebaran agama Islam selanjutnya membuat keputusan mengenai keberadaan dilakukan melalui lembaga pendidikan yang Demak, dan yang membantu untuk mem- dikenal sebagai pondok. Pendidikan pondok bentuk perangkat pemerintahan, dan ke- dimulai oleh Sunan Ampel di Surabaya, agamaan. Sunan Giri yang memiliki otoritas dengan sistem satu kompleks terdiri atas Ahlul Halli wal Aqdi sebagai pucuk pimpinan masjid, keluarga kyai, tempat pendidikan, kaum Muslimin Jawa antara lain memiliki dan tempat tinggal santri.9 Melalui pendidikan kewenangan sebagai berikut. pondok pesantren, penghayatan dan penga- a. Mengesahkan dan memberi gelar sul- malan serta pengetahuan Islam lebih men- tan kepada kerajaan-kerajaan Islam di dalam dan intensif. Di samping itu pondok Jawa. pesantren juga merupakan komunitas santri, b. Menentukan garis besar politik pemerin- yang mempunyai pengaruh terhadap desa tahan. disekitarnya. Sistem perkawinan antara pondok satu c. Ikut bertanggung jawab terhadap ke- dengan pondok lainnya, menciptakan hubu- amanan kaum Muslimin dan kerajaan- ngan kekerabatan antar pondok pesantren, kerajaan Islam. dan secara luas adanya hubungan persau- d. Mencabut kedudukan sultan bila yang daraan antara daerah-daerah pesantren.10 bersangkutan menyimpang dari kebijak- 12 Dengan demikian, terjadilah hubungan yang an para Wali. erat antar desa-desa pesantren dengan agama Islam, pertalian darah, keilmuan, dan Selain Demak, Sultan Hadiwijaya dari kemasyarakatan. Hal inilah yang menguat- Pajang juga mengambil gelar sultan dari 13 kan akar Islam di Jawa, dan sekaligus meme- Sunan Giri. Selain itu, menurut catatan lihara kepemimpinan ulama dengan segala orang Belanda, Sunan Giri juga disebut otoritasnya. dengan nama kehormatannya, yaitu Panem- 14 Ulama kemudian menjadi pimpinan bahan Mas Giri. Cornelis Speelman, me- komunitas santri atau masyarakat Islam nyebutkan pula gambaran ketinggian Sunan sebelum adanya kerajaan Islam di Jawa. Giri di mata rakyatnya sebagai berikut: Pesantren Giri dan Gunung Jati pada awal “ … omdat zij Mas Gierij ten respecte perkembangan Islam di Jawa, merupakan van zijne priesterlijke waardigheid an pondok pesantren yang besar dan memiliki geprotendeerd heiligheid zeer pengaruh yang luas. Karena luasnya penga- aanhangen en in cerehouden. “15 ruh kepemimpinan dan karisma yang kuat, dua pesantren itu menjadi panutan bagi artinya : beberapa pesantren di sekitarnya. “ … karena Ia Mas Giri oleh para Giri, sebuah daerah enclave Muslim di pengikutnya sangat dihormati karena wilayah Majapahit, merupakan pesantren dilindungi oleh nilai-nilai keulamaan yang kemudian berkembang menjadi sema- yang melekat pada dirinya.” cam kerajaan kecil. Giri sebagai kerajaan kecil dipimpin oleh seorang ulama bernama Bahkan Gubernur Jendral J.P. Coen R. Paku atau Sunan Giri. Kerajaan ini hanya- menyebut Sunan Giri dengan “der Moha- lah suatu bentuk formal komunitas muslim: mestisten Paus” atau Paus-nya orang Islam.16 belum memiliki perangkat kerajaan
Recommended publications
  • Bustamin , Islam Di Jawa Hubungannya Dengan Dunia Melayu | 113
    Bustamin , Islam Di Jawa Hubungannya Dengan Dunia Melayu | 113 ISLAM DI JAWA Hubungannya Dengan Dunia Melayu Oleh: Bustamin [email protected] Abstrak : Islam di Asia Tenggara mempunyai daya tarik untuk diteliti, karena tidak hanya sekedar tempat bagi agama besar dunia –Islam, Budha, Kristen dan Hindu—tetapi juga penyebarannya sedemikian rupa sehingga ikatan-ikatan yang mempersatukan pengikutnya dapat mengaburkan dan sekaligus menegaskan batas-batas perbedaan politis dan teritorial. Dalam masalah ini kasus Islam adalah yang paling menarik, mengingat para pengikutnya terdapat di hampir semua negara Asia Tenggara dalam jumlah yang besar. Penelusuran kembali sumber-sumber lokal yang berhubungan dengan kesultanan di Jawa menjadi penting dilakukan. Dengan penelusuran ini diharapkan akan diperoleh data dan fakta mengenai sejarah awal dan perkembangan Islam di Jawa. Data dan fakta tersebut kemudian diidentifikasi, dideskripsikan, diverifikasi, dan dihadirkan sebagai bukti sejarah yang dapat dipercaya. Dalam rangka penelusuran data dan fakta tersebut, ISMA mengadakan seminar Islam di Asia Tenggara, salah satunya adalah Islam di Jawa, yaitu datang, masuk dan berkembangnya. Kata Kunci: Islam, Jawa, Melayu, Dunia, Sejarah A. Pendahuluan Sampai sekarang, sejarah masuknya dan berkembangnya Islam di Asia Tenggara, masih menjadi perdebatan dan menjadi kajian yang menarik. Permasalahannya masih berkisar kapan masuknya Islam, siapa pembawanya, wilayah mana yang pertama kali didatangi, serta bagaimana proses pengislamannya. Terkait dengan perkembangan
    [Show full text]
  • Kearifan Lokal Tahlilan-Yasinan Dalam Dua Perspektif Menurut Muhammadiyah
    KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH Khairani Faizah Jurusan Pekerjaan Sosial Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga Yogyakarta [email protected] Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan. In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice. In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit. The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it into heaven other than by the grace of Allah swt. Keywords: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah Abstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya.
    [Show full text]
  • Kajian Historis Relasi Keraton Kanoman Dan Pesantren Buntet Cirebon
    Jejak Syiah Dalam Kesenian Tabot Bengkulu; Suatu Telaah Sejarah GERAKAN ISLAM KEBANGSAAN MBAH MUQAYYIM; KAJIAN HISTORIS RELASI KERATON KANOMAN DAN PESANTREN BUNTET CIREBON Yoyon PPM Islam Nusantara STAINU Jakarta Abstract The article talks about a relationship system between keraton and pesantren in Cirebon in framework of historical of the 18th M century. It Refers to discuission tendency about pesantren and its authority. Both two institutions are interpreted in a separated manner. Whereas there is a number of evidences that this relationship between pesantren and keraton as an institution power in Java has a close connection. This Study is based on an argument that keraton and pesantren have close relationship with a side lineage or in building Cirebon Islamic character. Except uses historical approach, this research also uses multidimensional approach through many knowledge discipline approaches, such as Anthropology, Sociology, and Cultures. This article is not only revealing the historical element of keraton relationship but also discusses about Islamic nationality movement by a mufti figure, Mbah Muqayyim. An against religion movement’s figure to colonialist which basically, is spirit protectionto the religion and nationality. The result can be concluded that keraton and pesantren relationship system in Cirebon is made through kinship, scientific transmission and tradition preservation concept Where Mbah Muqayyimas an important figure who contributes to save the keraton’s religious tradition whichis threatened by colonial ist dominance in surroundings Keraton Kanoman. Key words: Indigenous Institutions, Dutch Colony, Religious Agents Abstrak Tulisan ini membahas tentang pola hubungan antara keraton dan pesantren di Cirebon dalam kerangka historis abad ke 18 M. Mengacu pada kecenderungan kajian-kajian tentang pesantren dan kekuasaan, dua institusi tersebut cenderung didekati secara terpisah.
    [Show full text]
  • Perubahan Cara Berpakaian Priyayi Kecil Surakarta 1900-1920
    PRIYAYI DAN FASHION; PERUBAHAN CARA BERPAKAIAN PRIYAYI KECIL SURAKARTA 1900-1920 Muhammad Misbahuddin1* 1IAI Sunan Giri Ponorogo E-mail: *[email protected] No. WA: Abstract: Clothing is not limited to fabrics that cover the body. For a long time it took even centuries, especially when people started to recognize civilization. Clothing became an extension of the social body in their social life. In Javanese culture, self-esteem is in words, while body honor is in clothing. It's just that this phrase is only used by the elite in Surakarta and doesn't apply to ordinary people. At the beginning of the 20th century, along with the rise of the common people to the upper middle class, the struggle for elite status was fought through the wearing of clothes. Using historical methods of analysis and multidimensional approaches, the author attempts to demonstrate the complexity of the struggle of ordinary people to reach the position of the upper middle class by wearing clothes. The sacralization of clothing, long lauded by the elite, began to de-sacralize at the beginning of the 20th century. De- sacralization is symbolized by the elegant and elegant posture of the little Surakarta priyayi. This attitude has an ambiguous impact on the social reality in which new civic experiences arise in society. .Keyword: clothing; Javanese culture; Honour; Dandy; Elegant Pendahuluan Surakarta merupakan salah satu bagian dari Vostenlanden.1 Secara administrasi Surakarta berbatasan dengan daerah Yogyakarta, Kedu, Semarang dan Madiun. Sejak berdirinya kerajaan Surakarta 1745 M, penduduk yang menghuni kota ini dapat dikatakan homogen, mulai dari orang Jawa, Belanda, Cina, Arab, dan masyarakat timur lainnya bertempat tinggal di kota ini.
    [Show full text]
  • The Wayangand the Islamic Encounter in Java
    25 THE WAYANG AND THE ISLAMIC ENCOUNTER IN JAVA Roma Ulinnuha A Lecture in Faculty of Ushuluddin, Study of Religion and Islamic Thoughts, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas hubungan antara wayang dan proses penyebaran Islam. Wayang adalah fenomena budaya Jawa yang digunakan oleh para wali pada sekitar abad ke-15 dan ke-16 sebagai media dakwah Islam. Tulisan ini fokus pada Serat Erang-Erang Nata Pandawa yang mengulas tentang karakter Pandawa dalam hubungannya dengan Islam. ﻣﺴﺘﺨﻠﺺ – (Wayang ) ) . ( . (Serat Erang-Erang Nata Pandawa ) - ( ) . Keywords: Wayang, Serat Erang-Erang, Javanese, Wali A. Introduction It has been an interesting stance to discuss the relationship between religion and community in terms of the variety of possibilities of some unique emergences in the process. While people regards religious realms a total guidance that relates the 26 Millah Vol. X, No. 1, Agustus 2010 weakness of human being to the powerful—the Covenant, Javanese people, views religion providing a set of beliefs, symbols and rituals which have been faced a rigorous encounter along with the development of communities in the past, in the present and in the future. The dawn of Islam in Java shared the experience of this relationship, found in why and how the wali used the wayang in supporting their religious types of activities under the authority of the Court of Demak. The research discusses the relationship between the wayang and the role of wali ‘Saint’ in spreading Islam under the patron of the Court of Demak from the fifteenth to the sixteenth centuries. There have been some research conducted on the same field, but this aims at discussing the wayang as the phenomena of cultural heritage of the Javanese descendents and inhabitants, while the wali ‘Saint’ is framed as the element of religious representation in Java at the time.
    [Show full text]
  • Download Article
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 165 2nd International Conference of Communication Science Research (ICCSR 2018) Local Wisdom of Religious Tourism in East Java Hariyono Faculty of Letters Dr. Soetomo University Indonesia Putut Handoko [email protected] Faculty of Letters Dr. Soetomo University Indonesia Cahyaningsih Pujimahanani [email protected] Faculty of Letters Dr. Soetomo University Indonesia [email protected] Abstract—The research deals with local wisdom of religious also the manifestation of local wisdom of Javanese moslem tourism in East Java. The aim of the study is to preserve Javanese community that should be maintained and developed, so that moslem spirituality against material things and radical views. The the harmony can be preserved. The local wisdom of Javanese local wisdoms of Sunan Ampel’s cemetery, Sunan Drajat’s moslem spirituality can be a solution for the future of Islam in cemetery, and Sunan Giri’s cemetery in East Java are moral Java. By considering the perspective, therefore, the objectives teaching such as the ways of righteousness, the ways of Islam, the of this research are to describe the local wisdoms of religious ways of peacefulness, harmony, good deed, mortality and immortality, the ancestral spirit place, the abode of God, the tourism such as Sunan Ampel’s cemetery, Sunan Drajat’s sacred place, and good relationship with God and men. cemetery, and Sunan Giri’s cemetery. The researches of Local wisdom have been conducted by some researchers as follows: Keywords—local wisdom; cemetery; tomb (1) Archanya Ratana-Ubol and John A. Henschke with their writing, entitled Cultural Learning Processes through Local Wisdom: A Case Study on Adult and Lifelong Learning in I.
    [Show full text]
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • The Journal of Social Sciences Research ISSN(E): 2411-9458, ISSN(P): 2413-6670 Vol
    The Journal of Social Sciences Research ISSN(e): 2411-9458, ISSN(p): 2413-6670 Vol. 6, Issue. 4, pp: 399-405, 2020 Academic Research Publishing URL: https://arpgweb.com/journal/journal/7 Group DOI: https://doi.org/10.32861/jssr.64.399.405 Original Research Open Access The Role of Minangkabau Ulamas in the Islamization of the Kingdoms of Gowa and Tallo Nelmawarni Nelmawarni* Department of Islamic History, Center for Graduate Management UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Martin Kustati Department of English, Faculty of Islamic Education and Teacher Training UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Hetti Waluati Triana Deparment of Language and Literature, Faculty of Adab and Humanities UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Firdaus Firdaus Department of Islamic Law, Center for Graduate Management UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Warnis Warnis Community Service and Research Center UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Abstract The study aims to explain the important role of Minangkabau ulamas in the Islamization of the Bugis kingdoms in South Sulawesi. The historical approach was used in this study where the Heuristic activities were carried out to collect the main data. Document analysis of books, papers, journals and other relevant writings and interviews with customary figures were done. The results of the study found that the three ulamas came from Minangkabau and expertise in their respective fields and spread Islam. Datuk ri Bandang, who lived in Gowa had expertised in the field of jurisprudence, taught and propagated Islam by using Islamic sharia as its core teaching.
    [Show full text]
  • FENOMENA PERGESERAN KONFLIK PEMIKIRAN ISLAM DARI TRADISIONALIS Vs MODERNIS KE FUNDAMENTALIS Vs LIBERALIS
    20 FENOMENA PERGESERAN KONFLIK PEMIKIRAN ISLAM DARI TRADISIONALIS vs MODERNIS KE FUNDAMENTALIS vs LIBERALIS Khoirul Huda* Abstract: A new mode of religious conflict has emerged in Indonesia following the fall of the old regime in the country. The conflict in point is that between the fundamentalists and the liberals, one that means that the nuance of the conflict is no longer organizational any more than it is ideological. We now rarely hear about the conflicts between the traditionalists and the modernists, just as we now rarely are capable of differentiating their basic tenets. The difference between the two has now become to a large extent vague. In the meantime, conflicts are now taking place between the fundamentalists and the liberals on almost regular basis. Hence, we hear the conflict for example between the FUUI and Ulil Abshar Abdalla who received death threat from the afro-mentioned organization. And also the so-called Monas Tragedy, which for some reflects the real tension between the two currents of thought. This paper is designed to analyze this conflictual phenomenon and the implication that may emerge thereof by using the Post- structural theory, which is the continuation of the structuralist theory of Levi-Strauss. What we mean by the Post-structural theory is that which is developed by Michel Foucault (d. 1984) where he speaks of the archeology of knowledge and the genealogy of power. In Foucault’s theory, the former is to do with the organization of documents, their classification, their distribution and management in an orderly manner so as to enable us to differentiate between which are relevant and which are not.
    [Show full text]
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    Chapter 1: Introduction POINTS OF DEPARTURE: REVIEW OF PREVIOUS STUDIES ¼syncretism is very conspicuous in the religion of Java. This perhaps results from the flexibility of the Javanese people in accepting various incoming religions from the outside world. In historical times, upon their underlying animistic beliefs, Javanese had successively accepted Hinduism, Buddhism, Islam and Christianity, and ªJavanizedº them all. And as can be seen¼worship of various spirits strongly exists in the deep stratum of folk psychology. It is said ¼ among the Javanese: ªSedaya agami sami kemawonº ¼ Although 90% of the inhabitants ¼profess Islam, they all belong to ¼ªwong abanganº, whose Islamic beliefs seem to cover the surface of their traditional concepts. This is well proved by the continuing existence of the various salamatans ¼1 This quotation reflects a view adopted by some Indonesianists who hold as an axiom that Javanese Islam is syncretic. Its basis is a conviction that animism, Hinduism, Buddhism and Islam have formed layers of Javanese culture. From this conviction derives an approach of seeing Javanese Islam as founded on multi-layered syncretism. Everything is then analysed and explained in terms of this `multi layered' schemata. One version of this syncretic argument is championed by Clifford Geertz who developed an abangan-santri-priyayi trichotomy for seeing the socio-religious pattern and development of Java.2 His approach has enjoyed currency among many Indonesianists for the last few decades. Subsequent work on Javanese socio-religious discourse cannot proceed without reference to him. For this reason, I wish to take his work as the focus of my initial discussion.
    [Show full text]
  • A Phenomenological Study of Sunan Giri and Sunan Drajat Tombs Fahmi Prihantoro1 and Ghifari Yuristiadhi2 1Faculty of Arts and Humanities, Universitas Gadjah Mada, Jl
    The 1st ICSEAS 2016 KnE Social Sciences The 1st International Conference on South East Asia Studies, 2016 Volume 2018 Conference Paper Behavior of Tourists and the Future of Middle Class Tourism: A Phenomenological Study of Sunan Giri and Sunan Drajat Tombs Fahmi Prihantoro1 and Ghifari Yuristiadhi2 1Faculty of Arts and Humanities, Universitas Gadjah Mada, Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia 2Vocational College, Universitas Gadjah Mada, SV UGM Building, Sekip Unit 1, Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta 55281, Indonesia Abstract The study using archeology and tourism approachs, restricts to two tombs of Wali Songo: Sunan Giri in Gresik and Sunan Drajat in Lamongan. Three things analized are: i) how behaviors of pilgrims, who mostly middle class, which threaten sustainability of this heritage site in the future, ii) to what extend the impact of behaviors of pilgrims Corresponding Author: to condition of cultural heritage there, iii) The ideal cultural heritage management Fahmi Prihantoro that can be applied there. Data of this research collected by observation, interviews [email protected] and secondary resources. This study results: Activities that tourist do there are Received: 2 April 2018 tombs pilgrim, salat, iktikaf, and attending special ritual event. The duration of tomb Accepted: 17 April 2018 Published: 23 May 2018 pilgrim activity is different. Pilgrims perform various activities such as sitting against Publishing services provided by a headstone, allow their children to sit on top of the headstone, touching old gate, Knowledge E and put their footwear on tombs; Pilgrims activity caused the damages at the Sunan Fahmi Prihantoro and Ghifari Giri on Courtyard II, Paduraksa Gate on courtyard III, fences tombs that utilized a Yuristiadhi.
    [Show full text]
  • Sejarah Islamisasi Di Banyumas Laporan
    i SEJARAH ISLAMISASI DI BANYUMAS LAPORAN PENELITIAN Oleh Ahmad Mutaqin Agus Sunaryo Mawi Khusni Albar INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO KERJASAM DENGAN PUSLITBANG LEKTUR DAN KHAZANAH KEAGAMAAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA 2017 ii KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan KaruniaNya, sehingga pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian ini. Kami menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian ini kami menghadapi beberapa kendala, namun berkat kemauan dan kerja keras serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka laporan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kapus Litbang Lektur yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian ini. 2. Rektor IAIN Purwokerto, yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian ini. 3. Berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya Penulis berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta wawasan dan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Amien. Purwokerto, 21 Nopember 2017 Peneliti iii DAFTAR ISI Kata Pengantar ...................................................................................................................
    [Show full text]