Ulama Jawa Dalam Perspektif Sejarah VOLUME 16 No
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
HUMANIORA Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah VOLUME 16 No. 1 Februari 2004 Halaman 27 - 34 ULAMA JAWA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH Ahmad Adaby Darban* ABSTRAK Ulama Jawa di samping berperan sebagai pemuka agama Islam juga memiliki fungsi sebagai informal leaders , dan juga sebagai key person dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan Kolonial Belanda. Fungsi itu berlaku karena sebagai besar masyarakat adalah pemeluk Islam, dan kehidupan ulama sebagai religious elite dekat dengan rakyat (merakyat). Keberpihakan kaum birokrat tradisional kepada pemerintah kolonial menyebabkan masyarakat mencari kepemimpinan baru yaitu para ulama sebagai pengayom dan pemuka dalam perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Kata kunci : ulama Jawa - sejarah - key person PENGANTAR tata cara feodal. Di samping itu, ulama juga memiliki otoritas karismatik sebagai elite lama atau lebih dikenal dengan kyai, religius, yang punya pengaruh besar di kala- di Jawa sebagai pemuka agama Is- ngan rakyat serta sebagai key person masya- lam yang dalam dirinya memiliki rakat desanya.2 otoritas kharismatik, karena ketinggian ilmu Dengan demikian, pembicaraan ulama agamanya, kesalehannya dan kepemim- di Jawa dalam perspektif sejarah dianggap pinannya. Biasanya ulama dijadikan Uswatun penting untuk melihat seberapa jauh peran khasanah, atau contoh panutan yang baik dan kedudukan para ulama dalam panggung di dalam lingkungan masyarakatnya. Oleh sejarah. Oleh karena itu, pembicaraan ini masyarakat, ulama diberi tempat sebagai berusaha mengungkap status para ulama penasihat, sebagai guru (ustadz), dan seba- dan peranannya dalam sejarah Indonesia, gai konsultan kehidupan baik kehidupan tidak hanya terbatas sebagai penyebar rohani maupun duniawi. Di samping itu, ulama agama Islam, tetapi juga dalam bidang politik sering juga diangkat sebagai pemimpin politik dan sosial. dan pergerakan oleh masyarakat karena dekat dan merakyat. NILAI ULAMA Dalam lingkungan masyarakat agraris terdapat hubungan yang erat antara masya- Di dalam Islam, ulama itu memiliki nilai rakat dengan para ulama. Hal ini terjadi sebagai Warosatul Anbiya’, sebagai pewaris karena para ulama biasanya memiliki identi- para nabi. “Sesungguhnya para ulama itu tas yang sama dengan rakyat, yaitu sebagai pewaris para nabi, para nabi tidaklah petani.1 Dengan demikian, komunikasi de- mewariskan dinar atau dirham (harta), tetapi ngan rakyat pedesaan menjadi akrab, tanpa para nabi mewariskan risalah (ilmu dan * Staf Pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 27 Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah agama).” (H.R. Abu Dawud dari Tirmidzi). nya berubah, hanya karena pengaruh materi Diharapkan hidupnya seperti halnya para dan ambisinya. Ulama semacam ini biasanya nabi yang telah lalu, sebagai penyampai akan menyimpang jauh dari nilai keulamaan- risalah, penyebar dan pemelihara ajaran nya dan biasanya akan membingungkan dan agama Islam, memimpin umat dan berani ber merusak umat yang dipimpinnya. Oleh amar ma’ruf nahi munkar, memperbaiki dan karena itu, nama bagi ulama yang menyim- meluruskan yang salah. Oleh karena itu, pang dari nilai keulamaannya, disebut ulama ulama tidak hanya sekedar mempunyai ‘usu’, atau ulama yang sudah rusak,5 dalam sebutan Al Mukarom atau yang mulia, tetapi bahasa sekarang lebih halus disebut sebagai juga harus berani berjuang menegakkan “mantan Ulama”. ajaran Islam dan mengayomi umat/rakyat- nya, meskipun risiko penjara dan nyawa ULAMA PADA AWAL PENGEMBANGAN harus dikorbankan. Seperti halnya Nabi ISLAM DI JAWA Muhammad saw., berani menanggung risiko Ulama pengembang Islam di Jawa dikucilkan, disiksa, difitnah dianggap gila, dan dinamai para Wali. Oleh karena jumlahnya sebagainya. Ia juga ditawari iming-iming sembilan, dinamai wali sanga. Termasuk wanita, harta, dan tahta, asal mau meninggal- dalam wali sanga itu ialah Maulana Malik kan prinsipnya menyebarkan Islam, tetapi Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan nabi menolak demi mempertahankan kebe- Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, naran agamanya. Di samping itu, nabi lebih Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, dan Sunan berani menjalani risiko pahit dalam perjuang- Drajat. Meskipun para sunan itu tidak hidup 3 annya. sezaman, secara berkesinambungan mereka Begitulah nilai hakiki seorang ulama. menanamkan Islam di hati rakyat tanah Jawa Oleh karena itu, ulama yang ideal adalah ini. Dalam menyebaran Islam mereka meng- ulama yang masih mempertahankan dirinya gunakan pendekatan sinkretis dan juga sebagai Warosatul Anbiya’, pewaris para akulturatif, yaitu dengan menggunakan nabi. Dengan demikian, ulama yang sesu- lambang-lambang dan lembaga-lembaga ngguhnya akan selalu berpihak kepada kebe- budaya yang telah ada kemudian diisi naran berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah dengan ajaran Islam sehingga mudah dicerna nabi, membela kaum yang lemah, kaum yang dan sampai pada masyarakat awam.6 ditindas atau dizalimi, meskipun risiko pahit Model da’wah semacam ini ialah sekaten menimpanya.4 Selain itu para ulama juga (Syahadatain), yang lahir di desa Glagah dapat bekerja sama baik dengan aparatur Wangi Demak. Sekaten merupakan game- pemerintah, maupun dengan sultan, sunan lan yang gendingnya dicipta oleh Sunan dan sebagainya, asalkan pihak aparatur Kalijaga dengan nafas Islami, seperti Rabul- pemerintah itu tidak bertentangan dengan ngalamina, Salatun, Solawatan dan sebagai- ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, serta menga- nya. Gamelan Sekaten merupakan da’wah yomi rakyatnya dengan baik. Biasanya para melalui kesenian.7 ulama diberi tempat khusus sebagai Di samping sekaten juga dipakai penasihat raja/sultan dan berfungsi pula pada lambang ketan, kolak, apem. Makanan ini upacara keagamaan. dibuat dan diedarkan setiap bulan Ruwah Meskipun idealnya ulama itu sebagai (Sya’ban). Secara etimologis, ketan berasal pewaris nabi, perlu diperhatikan bahwa ulama dari kata Khotoan yang berarti kelemahan/ itu bukan nabi. Ulama tidak memiliki sifat kesalahan, kolak dari kata qola (mengucap- makshum, sebagaimana utusan Allah SWT. kan), dan apem dari kata afuwun (mohon yang dijaga-Nya. Oleh karena itu, kehidupan- ampun), Dengan demikian, makna ketan, nya juga memiliki keterbatasan, misalnya kolak, dan apem secara keseluruhan adalah sering tergoda oleh kemilaunya materi dan bila merasa bersalah cepat-cepatlah berkata ambisi. Dengan demikian, dapat dipahami, mohon ampun.8 Da’wah menggunakan lam- apabila ada orang yang sudah dikenal seba- bang-lambang budaya ini masih banyak lagi gai ulama, kemudian tindakan dalam hidup- jenisnya. 28 Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah Penyebaran agama Islam selanjutnya membuat keputusan mengenai keberadaan dilakukan melalui lembaga pendidikan yang Demak, dan yang membantu untuk mem- dikenal sebagai pondok. Pendidikan pondok bentuk perangkat pemerintahan, dan ke- dimulai oleh Sunan Ampel di Surabaya, agamaan. Sunan Giri yang memiliki otoritas dengan sistem satu kompleks terdiri atas Ahlul Halli wal Aqdi sebagai pucuk pimpinan masjid, keluarga kyai, tempat pendidikan, kaum Muslimin Jawa antara lain memiliki dan tempat tinggal santri.9 Melalui pendidikan kewenangan sebagai berikut. pondok pesantren, penghayatan dan penga- a. Mengesahkan dan memberi gelar sul- malan serta pengetahuan Islam lebih men- tan kepada kerajaan-kerajaan Islam di dalam dan intensif. Di samping itu pondok Jawa. pesantren juga merupakan komunitas santri, b. Menentukan garis besar politik pemerin- yang mempunyai pengaruh terhadap desa tahan. disekitarnya. Sistem perkawinan antara pondok satu c. Ikut bertanggung jawab terhadap ke- dengan pondok lainnya, menciptakan hubu- amanan kaum Muslimin dan kerajaan- ngan kekerabatan antar pondok pesantren, kerajaan Islam. dan secara luas adanya hubungan persau- d. Mencabut kedudukan sultan bila yang daraan antara daerah-daerah pesantren.10 bersangkutan menyimpang dari kebijak- 12 Dengan demikian, terjadilah hubungan yang an para Wali. erat antar desa-desa pesantren dengan agama Islam, pertalian darah, keilmuan, dan Selain Demak, Sultan Hadiwijaya dari kemasyarakatan. Hal inilah yang menguat- Pajang juga mengambil gelar sultan dari 13 kan akar Islam di Jawa, dan sekaligus meme- Sunan Giri. Selain itu, menurut catatan lihara kepemimpinan ulama dengan segala orang Belanda, Sunan Giri juga disebut otoritasnya. dengan nama kehormatannya, yaitu Panem- 14 Ulama kemudian menjadi pimpinan bahan Mas Giri. Cornelis Speelman, me- komunitas santri atau masyarakat Islam nyebutkan pula gambaran ketinggian Sunan sebelum adanya kerajaan Islam di Jawa. Giri di mata rakyatnya sebagai berikut: Pesantren Giri dan Gunung Jati pada awal “ … omdat zij Mas Gierij ten respecte perkembangan Islam di Jawa, merupakan van zijne priesterlijke waardigheid an pondok pesantren yang besar dan memiliki geprotendeerd heiligheid zeer pengaruh yang luas. Karena luasnya penga- aanhangen en in cerehouden. “15 ruh kepemimpinan dan karisma yang kuat, dua pesantren itu menjadi panutan bagi artinya : beberapa pesantren di sekitarnya. “ … karena Ia Mas Giri oleh para Giri, sebuah daerah enclave Muslim di pengikutnya sangat dihormati karena wilayah Majapahit, merupakan pesantren dilindungi oleh nilai-nilai keulamaan yang kemudian berkembang menjadi sema- yang melekat pada dirinya.” cam kerajaan kecil. Giri sebagai kerajaan kecil dipimpin oleh seorang ulama bernama Bahkan Gubernur Jendral J.P. Coen R. Paku atau Sunan Giri. Kerajaan ini hanya- menyebut Sunan Giri dengan “der Moha- lah suatu bentuk formal komunitas muslim: mestisten Paus” atau Paus-nya orang Islam.16 belum memiliki perangkat kerajaan