BIBIT NASIONALISME DI KALANGAN PENDUDUK TIONGHOA DI

Nationalism Breeding among Chinese Population in Indonesia

Retnaningtyas Dwi Hapsari

Staff Program dan Dokumentasi Filantropi Indonesia e-mail: [email protected]

Naskah Diterima: 1 Agustus 2016 Naskah Direvisi: 3 November 2016 Naskah Disetujui: 4 November 2016

Abstract This narrative article is intended to determine the relationship between education reform during the against nationalist orientation of Chinese. The discussions in this paper mainly focuses issues on pioneer movement, impact of educational reform, and the Chinese community’s role in Indonesia’s independence efforts. This paper is written based on is the results of the research on the events. It applies historical method, which is based on four issues, heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Discrimination education do the Dutch government to make the establishment of independent Chinese schools were pioneered by an organization. The partnership between these schools with the country of China raised suspicions about the nationalist orientation of Chinese. Dualism nationalism going on inside of Chinese, their sided with the country of China, their stay loyal to the , but some are aligned to Indonesia. This split makes it difficult for the Chinese to make a good deal in the field of education and politics. Keywords: educational reform, nationalism, ethnic discrimination, Chinese minority, Indonesia, China.

Abstrak Tulisan naratif ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara reformasi pendidikan pada masa Hindia Belanda terhadap orientasi nasionalisme penduduk Tionghoa. Pembahasannya meliputi pelopor pergerakan, dampak reformasi pendidikan, dan peran komunitas Tionghoa dalam upaya kemerdekaan. Tulisan ini merupakan hasil penelitian tentang peristiwa yang telah lama terjadi, yang menggunakan metode sejarah, bertumpu pada empat hal yaitu, heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi. Adanya diskriminasi pendidikan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda membuat pendirian sekolah Tionghoa secara mandiri yang diprakasi oleh sebuah organisasi. Jalinan kerjasama antara sekolah ini dengan negeri China menimbulkan kecurigaan tentang orientasi nasionalisme penduduk Tionghoa. Dualisme nasionalisme terjadi di dalam tubuh penduduk Tionghoa, adanya yang memihak kepada negeri China, adanya tetap setia kepada Belanda, tetapi ada pula yang memihak ke Indonesia. Perpecahan ini membuat penduduk Tionghoa sulit untuk dapat membuat suatu kesepakatan baik dalam bidang pendidikan maupun politik. Kata kunci: reformasi pendidikan, nasionalisme, diskriminasi, penduduk Tionghoa, Indonesia, China.

I. Pendahuluan hingga 1000 lebih. Tidak mudah untuk dapat A. Latar Belakang menciptakan kerukunan dan kerjasama di Indonesia merupakan negara kepulauan tengah perbedaan. Dalam sejarah Indonesia yang tidak hanya kaya akan sumber daya alam sudah tercatat sering terjadi aksi kekerasan tetapi juga akan keragaman etnis, budaya, dan komunal terhadap etnis–etnis tertentu. Diantara agama. Diperkirakan jumlah etnis di Indonesia etnis–etnis tersebut, etnis Tionghoa kerap sebanyak 300 lebih dengan keberagaman suku menjadi sasaran kekerasan. Mengingat bahwa penduduk Indonesia lebih memiliki kedekatan

Retnaningtyas Dwi Hapsari: Bibit Nasionalisme di Kalangan Penduduk Tionghoa 255 hubungan budaya dengan budaya Tionghoa bangsa Belanda menjadikannya harus dapat daripada budaya lain. Sikap antipati terhadap berhasil untuk mengusai daerah jajahannya etnis minoritas Tionghoa muncul tidak secara secara penuh dengan berbagai cara. tiba–tiba. Kondisi ini merupakan warisan dari Selama berkuasanya pemerintahan Hindia politik kolonial yang masih dipelihara banyak Belanda, penduduk pribumi merupakan orang hingga sekarang. Salah satu akibat dari golongan yang paling menderita. Meskipun kondisi ini adalah munculnya stereotip yang demikian pemerintah memberikan porsi menyatakan bahwa etnis Tionghoa adalah perhatian yang besar kepada mereka. Tidak orang asing atau bukan termasuk pribumi, demikian halnya dengan Tionghoa yang sehingga rasa nasionalismenya terhadap tanah digolongan ke dalam Timur Asing. Meskipun air Indonesia patut dipertanyakan. keturunan Tionghoa telah beberapa generasi Menjadi pertanyaan besar bagi banyak pihak, tinggal di Hindia Belanda, tetapi pemerintah apakah benar pernyataan yang menyatakan masih menganggap mereka sebagai orang asing. bahwa etnis Tionghoa tidak memiliki rasa Tionghoa sering dimanfaatkan sebagai nasionalisme. Untuk dapat menemukan perantara oleh pemerintah. Mereka menjadi jawabannya, maka harus kembali untuk melihat perantara antara pemerintah dengan penduduk bagaimana sejarah penduduk Tionghoa di pribumi dalam bidang ekonomi. Bidang Nusantara pada masa lampau. Apabila melihat pekerjaan yang ditekunin oleh Tionghoa, dari sejarahnya, perantau Tionghoa yang misalnya pemungut pajak, pedagang candu tinggal menetap di Nusantara telah mempunyai membuat mereka dibenci penduduk pribumi. sejarah yang panjang. Ada beberapa penyebab Oleh karena itu, Tionghoa diposisikan sebagai migrasi mereka seperti berdagang, penyebaran minoritas perantara yang memiliki kedudukan agama, melarikan diri karena memiliki masalah ekonomi mapan namun secara politis dibenci politik, dan sebagainya. Diperkirakan mulai penduduk pribumi.1 1500 tahun yang lalu gelombang migrasi warga Rusaknya hubungan baik para perantau China ke Nusantara mulai terjadi. Jarang Tionghoa ini dengan penduduk pribumi timbul permasalahan antara para pendatang ini akibat kebijakan politik devide et impera yang dengan penduduk pribumi. diambil pemerintah saat itu. Untuk memungut Masalah mulai muncul ketika bangsa pajak kepada penduduk, pemerintah tidak Belanda datang dan berkuasa di Nusantara. mengambilnya secara langsung. Tetapi Selama berkuasa, mereka menerapkan kebijakan menjadikan para penduduk Tionghoa ini sistem stratifikasi untuk penduduknya. Secara sebagai pemungut pajak dan upeti. Pekerjaan garis besar pembagian golongan masyarakat ini tidak dapat ditolak, karena penduduk ini memiliki tiga tujuan yaitu, agar pemerintah Tionghoa tidak memiliki sosok pelindung yang mudah mengendalikan penduduk; dengan memiliki kuasa. Dengan cara ini penduduk adanya jurang sosial pemisah maka penduduk Tionghoa dijadikan tameng pemerintah. Tidak akan sulit untuk membuat kesatuan; dan hanya itu, pemerintah juga membuat kebijakan berkaitan dengan pembelian upah pekerja. pemisahan pemukiman setiap golongan Pada tahun 1623, Gubernur Jenderal penduduk. Hal ini terkadang menimbulkan rasa Pieter Carpentier mengeluarkan kebijakan curiga dari masing-masing pihak. Upaya untuk untuk mengatasi soal kekurangan tenaga mencegah interaksi antara penduduk Tionghoa kerja dengan melakukan migrasi secara besar- dan pribumi ini nyatanya berhasil dan masih besaran dari berbagai daerah pesisir China dan diwariskan hingga sekarang. memaksa para perantau Tionghoa untuk tinggal 1 menetap. Kemudian menganggap bahwa setiap Dwi Kwartanada, “Perang Jawa (1825-1830) dan Implikasinya pada Hubungan Cina-Jawa”, dalam Peter orang Tionghoa yang lahir di Nusantara sebagai Carey, Orang Cina, Bandar Tol, Candu, dan Perang Jawa: warga negara Belanda. Kapitalisme yang dianut Perubahan Persepsi Tentang Cina 1755-1825, : Komunitas Bambu, 2008, h. X-XI.

256 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016 Memasuki abad ke-20 mulai terjadi memunculkan keberanian penduduk Tionghoa perubahan dinamika kehidupan di Hindia untuk menyuarakan aspirasinya. Awalnya Belanda. Perubahan ekonomi dan perluasan supremasi dan tekanan dari bangsa barat birokrasi menyebabkan timbulnya tuntutan bagi menjadi sasara utama. Mereka menginginkan pekerja profesional yang lebih dari kemampuan agar derajat penduduk Tionghoa sejajar dengan baca dan tulis. Politik etis dilahirkan dengan bangsa barat serta bangsawan pribumi. Seiring salah satu tujuannya untuk memperbaiki perubahan waktu, etnis minoritas ini semakin pendidikan pribumi. Bersamaan dengan itu, dalam masuk ke dalam aktivitas politik di segelintir penduduk Tionghoa mendirikan Hindia Belanda. Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) pada 1901 di Nantinya kajian ini akan membahas Batavia. Dapat dikatakan bahwa organisasi ini bagaimana para pelopor menandai kemunculan merupakan organisasi pergerakkan pertama aksi politik etnis Tionghoa di Hindia Belanda. Tionghoa. Awalnya hanya bergerak di bidang Upaya mereka untuk berperan dalam politik budaya kemudian masuk ke pendidikan dan berkaitan dengan kesadaran jiwa nasionalisme. politik. Sekolah THHK yang menjadi pelopor Adanya kesadaran bahwa mereka satu sekolah berkualitas bagi penduduk Tionghoa. bangsa yang sama dan satu nenek moyang, Diluar dugaan, sekolah THHK mendapat tidak membuat etnis Tionghoa bersepakat sambutan baik dan mendirikan cabangnya di dalam menentukan aliran politiknya. Mereka kota lain. Kondisi ini membuat kekhawatiran terbagi ke dalam tiga aliran yaitu, pendukung bagi pemerintah Hindia Belanda. Disebabkan pemerintah Belanda, pendukung negeri China, karena kurikulum sekolah ini tidak sejalan dan pendukung kemerdekaan. dengan kebijakan politik pemerintahan saat Sejalan dengan perubahan yang dialami itu. Dianggap bahwa kurikulum sekolah THHK penduduk Tionghoa, penduduk pribumi juga berorientasi ke negeri China. Pemerintah mengalami perkembangan yang pesat dalam memandang bahwa sekolah THHK dapat bidang sosial politik. Pada akhirnya para membangkitkan semangat nasionalisme nasionalis dari kedua golongan yang berbeda terhadap negeri China. Hal ini dianggap akan ini yaitu Tionghoa dan pribumi dapat saling mengganggu jalannya pemerintahan dan bisa bekerjasama. Mereka menyadari bahwa wilayah saja akan menimbulkan gejolak politik di dalam yang mereka tinggali ini juga merupakan rumah negeri Hindia Belanda. Pemerintah mulai bagi banyak etnis. Oleh karena itu, agar dapat merespons keadaan ini dengan mendirikan terciptanya suatu cita-cita kemerdekaan maka Hollandsche Chineesche School (HCS) yang terlebih dahulu harus dapat terjalin kerjasama pertama pada tahun 1908 di Batavia.2 Sekolah yang baik antar etnis. ini dikhususkan untuk penduduk Tionghoa. Bahasa pengantarnya menggunakan Bahasa B. Perumusan Masalah Belanda dan menjadi sekolah saingan bagi 1. Bagaimana peran THHK di bidang sosial sekolah THHK. politik dalam komunitas Tionghoa? Bibit-bibit kesadaran akan rasa kebangsaan 2. Apa dampak dari reformasi pendidikan dan nasionalisme mulai tumbuh akibat adanya penduduk Tionghoa? reformasi pendidikan. Para intelektual yang 3. Bagaimana sikap nasionalisme penduduk lahir dari proses tersebut menyadari akan Tionghoa? identitas baru yang didapatkan dari ilmu pengetahuan, berita-berita internasional, serta C. Tujuan Penulisan kontak dengan berbagai orang. Perubahan yang Alasan mengapa pandangan nasionalisme dirangsang dari pengaruh pendidikan telah Tionghoa penting untuk dibahas, karena

2 “Regenering Alamanak 1930”, Arsip Nasional Indonesia, oleh sebagian penduduk pribumi mereka h. 348. masih dianggap pendatang meskipun telah

Retnaningtyas Dwi Hapsari: Bibit Nasionalisme di Kalangan Penduduk Tionghoa 257 tinggal hingga bergenerasi. Sementara itu politik tertentu ke siswanya. Sistem pendidikan oleh pemerintah Hindia Belanda, penduduk tidak dapat lepas dari dinamika politik yang Tionghoa dikategorikan orang asing. Tulisan ini sedang berlangsung. akan membahas bagaimana konflik yang terjadi Secara umum, nasionalisme memiliki arti dalam komunitas Tionghoa yang membuat suatu kesadaran atau sentimen untuk memiliki mereka sulit untuk bersatu. Kemudian kajian atau mencintai suatu bangsa.7 Menurut Hans ini juga akan mendiskripsikan jalan awal Kons, nasionalisme timbul karena adanya suatu timbulnya rasa kesadaran akan persatuan kesadaran nasional atau national counciousness. bangsa serta peran mereka bersama para tokoh Timbulnya rasa nasionalisme dalam diri suatu pribumi untuk mewujudkan cita-cita bersama bangsa didasarkan pada banyak hal. Diantaranya yaitu kemerdekaan. letak geografis, persamaan genetika, persamaan budaya, ikatan sejarah, dan sebagainya. D. Teori/Kerangka Pemikiran Mengingat bahwa Negara Indonesia Pendidikan, baik itu formal dan nonformal memiliki banyak sekali suku bangsa yang merupakan suatu sarana untuk memberikan berbeda maka Indonesia merupakan negara ilmu secara luas melalui lembaga. Pengertian multietnis, tidak dibangun atas kepentingan lembaga adalah suatu sistem norma untuk satu golongan serta tidak berdasarkan kelas. mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang Persatuan dan kesepakatan diantara komunitas oleh masyarakat dipandang penting. Sebuah budaya yang berbeda menjadi acuan negara lembaga memiliki sistem yang terstruktur untuk ini. Oleh karena itu jiwa nasionalis akan mulai melaksanakan berbagai kegiatan tertentu.3 muncul ketika seseorang bisa memahami dan Lembaga pendidikan dikembangkan sebagai menghormati perbedaan budaya ini. suatu upaya sistematis untuk mengajarkan apa Dibandingkan dengan etnis lain, jiwa yang tidak bisa dipelajari di dalam keluarga.4 nasionalis penduduk Tionghoa sering Pendidikan formal didapatkan melalui mendapatkan sorotan dan menjadi bahan diskusi. lembaga pendidikan yaitu sekolah yang memiliki Terdapat stereotipe yang mendiskreditkan jenjang dari taman kanak-kanak hingga peran mereka hanya sebatas dominasi bidang perguruan tinggi.5 Sekolah formal merupakan ekonomi saja. Sehingga mereka hanyalah orang- sekolah yang masuk dalam sistem pendidikan orang yang mencari keuntungan saja. Tidak yang diatur oleh pemerintah. Selain itu juga bisa dipungkiri bahwa mereka pada awalnya mendapatkan pengakuan dari pemerintah. adalah perantau yang datang dari negeri China. Berdasarkan sumber dananya sekolah formal Oleh karenanya, pencarian jati diri kebangsaan memiliki dua jenis yaitu sekolah pemerintah mereka berkaitan dengan perubahan zaman. dan sekolah swasta. Menurut Philip Robinson Penduduk Tionghoa pada masa Hindia sekolah memiliki ciri-ciri yaitu: formalitas, Belanda mengalami kebingungan dalam hieraki, tujuan yang jelas, lama pendidikan, dan menentukan kesatuan pilihan nasionalisme besar dan kompleksnya.6 Di sisi lain, pendidikan dalam komunitasnya. Secara genetik dan tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk budaya, penduduk Tionghoa di Hindia mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga dapat Belanda memiliki ikatan dengan negeri China. digunakan untuk menanamkan suatu ideologi Sementara itu tidak bisa dipungkiri bahwa mereka yang telah tinggal lama, bahkan 3 Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi Jilid 1, hingga beberapa generasi telah menetap di terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari, Jakarta: Hindia Belanda tentunya telah mengalami Penerbit Erlangga, 1984, h. 224. 4 Ibid., h. 358. akulturasi dan asimilasi budaya dengan budaya 5 Ibid., h. 334. setempat. Kesadaran akan perasaan satu 6 Philip Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali, 1986, h. 238-239. 7 Anhony D. Smith, Nasionalisme: Teori, Ideologi, Sejarah, Jakarta: Penerbtit Erlangga, 2002, h. 6.

258 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016 bangsa membutuhkan kedewasaan pandangan lain sehingga dapat diperoleh sumber yang politik dan hal tersebut membutuhkan proses dapat dipercaya. waktu, tidak dapat tumbuh secara tiba-tiba. 3. Interpretasi Dalam hal ini pendidikan memiliki peran Sumber-sumber yang telah diteliti atau penting, karena sejatinya pendidikan adalah dilakukan kritik eksteren dan interen, kemudian proses memerdekakan seseorang. Ketika telah disusun dengan cara menghubung-hubungkan banyak penduduk Tionghoa yang menjadi sumber yang satu dengan yang lainnya dan intelektual, mereka memiliki peran dalam kemudian disusun secara kronologis. upaya mencapai kemerdekaan negara ini. Dengan demikian, mereka dengan sendirinya 4. Historiografi telah mengidentifikasi diri mereka sebagai Langkah terakhir dari proses penelitian masyarakat Indoeseia. yaitu proses penulisan kembali peristiwa di masa lampau berdasarkan data-data yang telah E. Metode Penelitian diperoleh setelah dilakukan proses kritik dan interpretasi sehingga data dalam pemulisan Penelitian ini merupakan penulisan sejarah. dapat dipercaya menjadi sesuatu kisah atau Dalam ilmu sejarah, metode penelitian dibagi penyajian yang berarti.8 ke dalam empat langkah yang mana setiap langkahnya memiliki peran penting terhadap II. Pembahasan hasil penelitian yang akan didapat. 1. Heuristik A. Stratifikasi Penduduk Pada Era Kolonial Penelitian sejarah merupakan penulisan Penduduk adalah kumpulan orang-orang ulang peristiwa yang telah terjadi pada masa yang menempati atau mendiami suatu wilayah lampau. Oleh karena itu agar hasil penelitian tertentu. Penduduk tidak hanya orang asli yang yang didapat relevan dan bisa dipertanggung lahir di wilayah tersebut, tetapi bisa juga orang yang jawabkan, maka penelitian harus didasarkan lahir di wilayah lain kemudian pindah ke wilayah pada fakta yang diperoleh dari sumber data yang tersebut untuk menetap. Kedatangan orang jelas. Dalam penelitian ini sumber data dibagi asing yang beragam etnis membuat komposisi menjadi dua yaitu sumber primer dan sekunder. masyarakat di Nusantara menjadi majemuk. Sumber primer berupa arsip dan koran Secara garis besar mereka terdiri dari orang Eropa, sejaman didapatkan di Arsip Nasional Republik Arab, India, Melayu, dan Tionghoa. Di samping Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan Arsip itu ada penduduk pribumi yang menjadi penduduk Daerah Propinsi Jawa Tengah. Sementara berjumlah terbanyak. Golongan Timur Asing yaitu sumber sekunder merupakan data yang didapat masyarakat Tionghoa memiliki jumlah terbanyak dari literatur, baik buku sejaman ataupun tidak. dibanding masyarakat Timur Asing lainnya. Orang Eropa khususnya Belanda berjumlah sedikit tetapi 2. Kritik mereka yang paling berkuasa di Hindia Belanda. Setelah mendapatkan sumber data, langkah Tingkat kedudukan dalam stratifikasi sosial selanjutnya adalah melakukan kritik. Tahapan memberikan pengaruh dalam kehidupan sosial, ini dibagi dua. Pertama, kritik eksteren yang misalnya dalam mendapatkan pekerjaan dan hak digunakan untuk mengetahui keontentikan memperoleh pendidikan. sumber. Guna memastikan bahwa sumber itu otentik, sumber yang digunakan harus a) Orang Eropa merupakan sumber yang dikehendaki, sumber Awalnya orang Eropa yang tinggal di harus asli atau tidak turunan, dan sumber harus Nusantara bekerja sebagai militer, pegawai sipil utuh. Kedua, kritik interen yang diperlukan seperti akuntan, saudagar, asisten, kerani, dan untuk mendapatkan kredibilitas atau kebenaran juru tulis. Ada juga orang Eropa yang menjadi sumber. Caranya, sumber-sumber yang telah 8 Louis Gottschalk, 1986, h. 18 didapat saling dibanding-bandingkan satu sama

Retnaningtyas Dwi Hapsari: Bibit Nasionalisme di Kalangan Penduduk Tionghoa 259 pendeta dan sukarelawan keagamaan.9 Banyak b) Timur Asing orang Eropa yang melakukan perkawinan Sebutan untuk Timur Asing mengacu campuran dengan penduduk pribumi. Hasil kepada orang-orang Asia yang tinggal di Hindia dari perkawinan campuran ini menghasilkan Belanda. Mereka adalah orang Tionghoa, Arab, keturunan yang dikenal dengan istilah Indo: India, dan Melayu. Sebagian besar masyarakat Ada tiga golongan masyarakat Eropa yang Timur Asing adalah orang Tionghoa. Di tinggal di Hindia Belanda, yaitu: penduduk Tionghoa merupakan 1) Orang Indo yang merupakan hasil penduduk terbesar kedua setelah pribumi. percampuran antara orang Eropa dengan Dibandingkan dengan orang Arab, India dan pribumi. Mayoritas orang Belanda yang Melayu, orang Tionghoa lebih mendapatkan tinggal di Hindia Belanda adalah orang perhatian khusus dari pemerintah. Indo. Golongan ini memiliki komunitas Pada awalnya mereka tinggal di Hindia khusus, karena mereka memiliki status dua Belanda hanya sementara. Tetapi setelah kewarganegaraan yaitu Eropa dan Pribumi. mereka memiliki keluarga dan usaha di sini Jika anak Indo lahir dari hasil pernikahan jarang ada kembali lagi ke negeri China. Pada resmi maka akan menjadi orang Eropa, perkembangan selanjutnya banyak perempuan tetapi jika lahir di luar pernikahan resmi dan China yang datang ke Hindia Belanda. Mereka Ayahnya tidak mengakuinya maka akan mengikuti suaminya atau menyusul suaminya menjadi golongan pribumi.10 Walaupun yang sudah terlebih dahulu datang. Menjelang anak Indo telah diakui sebagai orang Eropa, tahun 1900, sebagian besar penduduk Tionghoa tetapi tetap saja kedudukan mereka tidak yang ada di Hindia Belanda adalah keturunan dapat disetarakan dengan orang Eropa asli. keluarga Tionghoa yang sudah turun-temurun 2) Blijvers (para penetap), adalah orang Eropa tinggal di Jawa alias peranakan. Meskipun asli yang sudah lama tinggal di Hindia demikian mereka masih melihat negeri Belanda bahkan sampai beberapa generasi. China sebagai sumber kebudayaan mereka. Walaupun mereka sudah menetap lama di Penduduk Tionghoa banyak yang tinggal Hindia Belanda, mereka tidak melakukan secara berkelompok di daerah yang disebut perkawinan campuran dengan penduduk petionghoan. Pemerintah Hindia Belanda pribumi sehingga keturunan yang dihasilkan memiliki kebijaksanaan untuk membatasi masih orang Eropa totok. peranan orang Tionghoa dalam masyarakat. 3) Trekkers (para perantau), yaitu orang Eropa Mereka tidak boleh jadi tentara, pegawai negeri, yang lahir di Eropa kemudian datang ke polisi, dan sebagainya. Bidang pekerjaan yang Hindia Belanda untuk bekerja dan jika diberikan adalah yang berhubungan dengan masa kerjanya selesai mereka akan kembali ekonomi dan perdagangan. ke Eropa.11 Dalam strata sosial di Hindia Belanda, Sejak dibukanya terusan Suez, jarak penduduk Tionghoa satu tingkat lebih tinggi dari tempuh Eropa ke Hindia Belanda menjadi lebih penduduk pribumi. Meskipun demikian, jika ada singkat. Salah satu akibatnya adalah semakin penduduk Tionghoa melakukan pelanggaran banyak Eropa mulai berdatangan ke Hindia hukum akan diadili di pengadilan untuk Belanda. Hal ini membuat jumlah penduduk penduduk pribumi. Tionghoa merasa bahwa Eropa semakin banyak dan masyarakat Eropa mereka lebih baik dari penduduk pribumi karena semakin dipandang ekslusif. itu menginginkan mendapatkan kebijakan hukum yang sama dengan penduduk Eropa.12 9 Tineke Hellwig, Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, h. 5. 10 Ibid.. 12 Natalia Soebagjo, Orang Tionghoa Menjadi Orang 11 Th. Stevens, Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Indonesia, dalam Komaruddin Hidayat dan Putut Belanda dan Indonesia 1764-1962, Jakarta: Pustaka Sinar Widjanarko, Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Harapan, 2004, h. 255. Masa Depan Bangsa, Jakarta: Mizan, 2008, h. 587.

260 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016 Beberapa hal lain yang diatur bagi agama daripada sebagai pedagang. Sejak abad penduduk Tionghoa adalah persoalan tempat ke-19, misi tidak hanya untuk menyebarkan tinggal, bidang pekerjaan dan cara berpakaian. agama, tetapi juga mencari kekayaan.16 Pemerintah juga mengatur pakaian yang boleh Mayoritas orang Arab memulai usaha dagangnya digunakan oleh masyarakat Tionghoa. Hingga dengan modal yang kecil. Jika mereka kaya, awal abad ke-20, pemerintah melarang orang jarang ada yang mendirikan rumah dagang yang Tionghoa memakai pakaian seperti yang besar seperti orang Eropa. Orang Arab lebih dikenakan penduduk Barat, misalnya jas. senang menginventasikan kekayaannya dengan Bahkan pria Tionghoa diwajibkan menguncir membeli gedung atau rumah yang kemudian rambut di bagian belakang (tocang) , sedangkan disewakan.17 bagian depan kepala dicukur licin. Hal ini c) Orang Pribumi membuat mereka mendapatkan julukan Masyarakat pribumi yang tinggal Hindia staartdrager (pemakai ekor). Pemakaian Tocang Belanda, khsusnya Jawa dapat digolongkan ini baru mulai hilang sekitar tahun 1911. Dalam menjadi tiga kelas berdasarkan status sosialnya kesehariannya semua penduduk Tionghoa wajib yang didasarkan pada garis keturunan, yaitu: menggunakan pakaian seperti penduduk di 1) Golongan Pribumi Bangsawan negeri Tionghoa. Untuk pria, pakaian mereka Yang dimaksud bangsawan adalah mereka terdiri dari jubah panjang yang terbuat dari yang menjadi Raja dan juga keturunannya nankeen atau sutra tipis berlengan lebar hingga yang kemudian menjadi pejabat tinggi lutut kaku dan disebaliknya mereka memakai pemerintahan atau pangreh praja.18 13 pakaian yang sama dengan bercelana panjang. 2) Golongan Pribumi Elite atau Priyayi Sementara itu para perempuan Tionghoa Kata priyayi berasal dari kata yayi yang memakai busana yang disebut baju kurung. berarti adik. Maksudnya adalah adik raja. Terbuat dari bahan tidak transparan, memiliki Jadi orang yang berada pada golongan ini belahan di bagian lehernya dan disemat dengan juga termasuk kerabat dari keraton (istana), semacam bros yang disebut peniti tak. Setelah tetapi silsilahnya sudah jauh dari Raja. Di baju kurung, muncul baju trend panjang. awal abad ke-20 muncul priyayi atau elite Busana ini memiliki bukaan di bagian depan. baru, mereka pada awalnya adalah rakyat Potongannya mirip dengan kebaya panjang, biasa atau rakyat jelata yang kemudian tetapi tidak disambung di bagian bahu dan diangkat menjadi pegawai pemerintahan lengan. Bagiaan dadanya dirapatkan dengan karena kepintaran, jasa atau kekayaannya. 14 tiga buah peniti emas atau perak. Memasuki Semenjak itu golongan priyayi ada dua. abad ke-20, tren pakaian perempuan Tionghoa Priyayi tinggi, yang merupakan keturunan berubah. Mereka mengadopsi pakaian yang ningrat dan priyayi rendah yang menjadi digunakan perempuan Indo yaitu kebaya renda. priyayi karena pendidikan. Pakaian ini berbahan putih transparan dengan 3) Golongan Pribumi Rakyat Biasa dihiasi renda halus dan bagian bawah kebaya Dalam stratifikasi sosial pribumi rakyat 15 dibuat meruncing. biasa berada pada status sosial paling Istilah Timur Asing juga ditujukan untuk rendah. Mereka adalah penduduk pribumi orang Arab yang ada di Hindia Belanda. Pada yang tidak memiliki gelar kebangsawanan umumnya orang mengira bahwa tujuan orang dan priyayi. Biasanya mereka adalah para Arab ke Hindia Belanda adalah menyebarkan 16 Van den Berg, L.W.C, Handramaut dan Koloni Arab di 13 John, Joseph Stockdale, John, Eksostisme Jawa, Nusantara, Jakarta: INIS, 1989, h. 79. Yogyakarta: Progresif Book, 2010, h. 5. 17 Ibid., h. 88. 14 Mona Lohanda, dkk, Peranakan Tionghoa Indonesia: 18 Pangreh praja juga disebut dengan pamong raja yang Sebuah Perjalanan Budaya, Jakarta: Gramedia, 2008, h. artinya penguasa lokal pada masa pemerintahan kolonial 140-141. Hindia Belanda yang bertugas untuk menangani daerah 15 Ibid., h. 148. jajahannya.

Retnaningtyas Dwi Hapsari: Bibit Nasionalisme di Kalangan Penduduk Tionghoa 261 buruh, pembantu rumah tangga, pedagang, berbeda, termasuk dalam bidang pendidikan. petani, karyawan swasta, kuli, dan lain Sebelum abad ke-20, kesempatan memperoleh sebagainya. pendidikan sangat terbatas hanya bagi segelinter Jumlah kaum atau elit ini kurang dari elit Eropa dan bangsawan. Perubahan mulai dua persen dari jumlah seluruh penduduk terjadi ketika politik etis diresmikan, bertepatan Hindia Belanda. Penduduk pribumi yang dengan kenaikan tahta Ratu Wihelmina pada tinggal di kota, sebagian besar telah terlepas tanggal 17 September 1901. Dalam pidatonya dari pola hidup tradisional. Mereka tinggal di Ratu menegaskan bahwa pemerintah Belanda pemukiman pribumi, tetapi gaya hidup mereka mempunyai kewajiban moral dan hutang telah bercorak Barat. budi terhadap penduduk pribumi di Hindia Belanda.20 Kebijakan politik etis yang paling B. Pelopor Pergerakkan menonjol terletak dalam bidang pendidikan. Memang fokus utama kebijakan ini ditujukan Hingga sekarang ini konflik sosial yang kepada penduduk pribumi, tetapi sejalan melibatkan etnis Tionghoa masih saja sering dengan penerapannya, juga berdampak bagi terjadi. Hal ini berdampak terhadap jalinan perubahan penduduk golongan lain. komunikasi yang kurang baik antar sesama anak Diakui, memang pemerintah awalnya tidak bangsa. Diskriminasi yang dihadapi minoritas memasukkan pendidikan untuk penduduk Tionghoa ini merupakan warisan dari kebijakan Tionghoa ke dalam sistem pendidikan. Padahal etnis yang dulu dilakukan pemerintah Hindia mereka juga membayar pajak. Dalam kebijakan Belanda selama berkuasa. politik etis belum terdapat rencana perbaikan Sebelum kedatangan bangsa Barat, pendidikan bagi mereka. Sebelumnya, secara komunitas perantau Tionghoa dapat hidup mandiri penduduk Tionghoa mendirikan sekolah harmonis dengan penduduk asli Nusantara. untuk komunitasnya dengan jumlah yang terbatas. Keinginan bangsa barat, dalam hal ini Perubahan mulai terjadi ketika berdirinya sekolah Belanda, untuk dapat mengusai Nusantara Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). serta mengendalikan penduduk di dalamnya, Membicarakan pendidikan yang didirikan membuat dikeluarkan sebuah kebijakan oleh THHK tidak hanya menyangkut pengelompokkan etnis.19 Konsep stratifikasi tentang proses pentransferan ilmu tetapi juga yang dibuat oleh pemerintah yang didasarkan permasalahan politik yang dihadapi organisasi pada perbedaan etnis, tujuannya tidak hanya tersebut dikemudian hari. Periode awal untuk membedakan hak dan kewajiban dari kehadiran THHK hanya sebatas dibidang masing-masing kelompok tersebut. Selain kebudayaan dan pendidikan.21 Tujuan mulianya itu merupakan upaya agar tidak terjadinya percampuran darah. Bangsa barat yang merasa 20 Pada bulan September 1902, melalui Menteri Urusan superior merasa tidak pantas untuk dapat Jajahan A.W.F Idenburg lahir tiga kebijakan utama “berbaur” dengan pribumi atau etnis lainnya. politik etis yaitu pendidikan, irigasi dan emigrasi, Robert Klasifikasi bangsa barat adalah manusia Eropa, Van Niel, 1984, h. 51-53. 21 THHK pertama kali berdiri di Batavia pada tanggal 23 baik itu dari Belanda, Inggris, Spanyol, dan Februari 1901. Lihat Nio Joe Lan, Riwajat 40 Taon dari sebagainya. Sementara itu yang dinamakan Tiong Hoa Hwe Koan Batavia, Batavia: Tiong Hoa Hwe pribumi adalah mereka yang dianggap sebagai Koan, 1940, h. 19. Sebelum Sekolah THHK berdiri sudah penduduk asli yang telah tinggal sebelum terdapat Sekolah Tionghoa, tetapi Sekolah Tionghoa tersebut hanya mengajarkan tentang sastra klasik kedatangan bangsa asing. Tionghoa. Sistem pendidikan seperti itu dianggap tidak Adanya pembagian golongan penduduk sesuai untuk penduduk Tionghoa yang tinggal di Hindia membuat perbedaan hak dan kewajiban yang Belanda. Di Sekolah THHK diajarkan Bahasa Belanda dan Bahasa Inggris serta budaya Tionghoa sebagai wujud 19 Pieter Creutzberg dan J.T.M Van Laanen, Sejarah penghormatan kepada leluhur. Oleh karena itu Sekolah Statistik Ekonomi Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor THHK dianggap sebagai pelopor pemberian pendidikan Indonesia, 1987. yang lebih modern bagi pendudduk Tionghoa.

262 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016 hanya masih berkutat untuk mereformasi adat mana yang lebih mereka sukai, karena masing- istiadat dan tradisi penduduk Tionghoa di masing memiliki karakter yang berbeda. Hindia Belanda sekaligus menjadi pusat wadah Sementara itu tidak semua penduduk pergerakan. Meskipun masih sebagian kecil yang Tionghoa menyukai keberadaan THHK. Pilihan menyadari pentingnya persatuan, tapi THHK sekolah THHK untuk menggunakan bahasa dapat dianggap sebagai cikal bakal organisasi Mandarin bukannya bahasa Hokkian atau pergerakan etnis minoritas ini. bahasa daerah China lainnya dianggap sebagai Antusiasme yang besar dari masyarakat pengingkaran terhadap leluhur, bertentangan diluar dugaan awal. Dalam kurun waktu yang dengan tujuan awalnya yang ingin melestarikan singkat beberapa cabang THHK didirikan di budaya. Selain itu, sistem sekolah THHK yang luar Batavia. Tidak hanya itu, THHK juga modern dianggap tidak sesuai dengan sistem merambah bidang pendidikan. Berbeda dengan pendidikan klasik Kekaisaran China. Terakhir, sekolah pada umumnya yang menggunakan sekolah THHK memberikan kesempatan bagi bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar, perempuan untuk dapat bersekolah.23 Kebijakan tidak demikian dengan sekolah THHK yang ini dianggap tidak sesuai dengan etika. Seperti menggunakan bahasa Mandarin. Pemilihan halnya suku Jawa pada masa itu, penduduk bahasa pengantar ini telah menunjukkan Tionghoa juga menganut sistem patriarki. ke arah mana orientasi politik sekolah ini. Sekolah THHK menjadi tanda kemunculan Keputusan THHK tersebut menarik perhatian sekolah Tionghoa modern. Penduduk Tionghoa pemerintah Hindia Belanda yang selama ini menaruh harapan yang besar kepada sekolah ini. percaya bahwa etnis Tionghoa akan loyal dan Banyaknya penduduk Tionghoa yang bersekolah mudah diatur. Tidak seperti golongan pribumi di Sekolah THHK berdampak pada ditutupnya yang sering membuat kekacauan dengan berbagai sekolah Tionghoa lama. Misalnya melakukan berbagai aksi perlawanan dan sekolah Tionghoa Gie Ook yang telah didirikan pemberontakkan, serta banyak tuntutan. sebelum abad ke- 20 ditutup pada tahun 1904 Bagi pemerintah Hindia Belanda, karena sistem pembelajarannya yang dianggap sekolah THHK dianggap seperti duri dalam kuno.24 daging. Jika terus diabaikan tentu akan dapat 23 menggangu kestabilan pemerintahan. Di sisi Justian Suhandinata, WNI Keturunan Tionghoa Dalam Stabilitas Ekonomi dan Politik Indonesia, Jakarta: Gramedia, lain, pemerintah juga tidak bisa semena-mena 2009, h. 8. menutup organisasi ini. Jika ini dilakukan 24 , Riwayat Semarang, Jakarta: Hasta akan dapat menyulut amarah etnis Tionghoa. Wahana, 2004, h. 210. Mengingat banyak dari mereka menjadi Meskipun satu induk organisasi, cabang – cabang sekolah THHK secara umum terbagi ke dalam tiga jenis. 1)Sekolah pengusaha yang berpengaruh besar dalam THHK yang mengarah kepada keagamaan, didirikan oleh aktivitas ekonomi di Hindia Belanda, maka jalan golongan yang ingin supaya Tionghoa yang ada di Hindia damai dipilih pemerintah dengan mendirikan Belanda dapat mengerti huruf dan bahasa Tionghoa. sekolah tandingan, yaitu Hollandshe Chineesche Sehingga dapat memahami kitab - kitab agama Khonghucu, 2). Sekolah THHK yang mengarah kepada kegiatan School (HCS). Sekolah ini merupakan sekolah kebangsaan. Sekolah model ini didirikan oleh golongan milik pemerintah yang kurikulumnya mengikuti penggiat budaya. Tujuannya sekolah menanamkan sifat aturan resmi.22 Kemunculan sekolah baru kebangsaan dan menginginkan supaya para peranakan ini membuat penduduk Tionghoa memiliki bisa lebih mudah mengenal huruf dan bahasa mereka sendiri sehingga dapat mengerti kitab-kitab klasik. 3). pilihan untuk pendidikan anak-anaknya. Sulit Sekolah THHK yang mengarah kepada kegiatan sosial- menentukan di antara kedua sekolah tersebut politik. Golongan ini menggunakan Sekolah THHK untuk mempengaruhi dan mendesak pemerintah Hindia Belanda 22 Sistem pendidikan pemerintah Hindia Belanda memiliki agar menaruh perhatian kepada pendidikan anak-anak tiga jenis sekolah dasar. Europeessche Lagere School (ELS), Tionghoa. Sekolah ini menggunakan bahasa Mandarin dan Hollandsche Inlandsche School, dan Hollandshe Chineesche Inggris sebagai bahasa pengantar. Lihat Benny G. Setiono, School (HCS). Masing – masing berbeda peruntukkannya, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta: Elkasa, 2003, h. didasarkan pada golongan etnis dan status sosial. 243-244.

Retnaningtyas Dwi Hapsari: Bibit Nasionalisme di Kalangan Penduduk Tionghoa 263 Keberanian THHK untuk tampil beda, Menurut Ongklohan, pergerakkan yang nyatanya telah memberikan inspirasi bagi dilakukan THHK ini merupakan gerakan penduduk Tionghoa di Hindia Belanda untuk terbatas yang bertujuan untuk kemajuan dapat memperjuangkan kesetaraannya terhadap golongan mereka sendiri.27 Mereka memang penduduk Eropa serta hak akan suaranya untuk juga tidak menyukai sikap kolonialisme didengar seperti halnya pribumi. Kebijakan yang pemerintah yang dianggap diskriminatif serta diambil THHK tidak lepas dari pengaruh politik kurang mempedulikan kesejahteraan penduduk dari negeri China. Berbagai bantuan, termasuk Tionghoa, tetapi pergerakan THHK pada dana diberikan Kaisar Dinasti Qing. Tidak periode ini belum mengarah kepada perjuangan hanya itu, kelompok revolusioner China yang untuk kemerdekaan. dipimpin Sun Yat Sen ikut pula membantu.25 Bahkan para pendukung Sun Yat Sen ada C. Dampak Reformasi Pendidikan yang datang ke Hindia Belanda dengan menjadi Akar permasalahan penduduk Tionghoa guru di sekolah-sekolah THHK. Adanya tidak hanya disebabkan oleh sikap pemerintah yang dukungan dari dua kelompok politik yang menganggap mereka masih sebagai orang asing. berbeda dan berlawanan ini menandakan bahwa Di sisi lain setidaknya mereka mengklasifikasikan penduduk Tionghoa di Hindia Belanda memang diri ke dalam dua jenis golongan yaitu totok dan masih dianggap bagian dari rakyat China yang peranakan. Masing-masing memiliki pandangan juga harus ikut untuk disejahterakan. budaya yang berbeda. Peranakan merupakan Kedekatan hubungan THHK dengan negeri hasil perkawinan campuran dengan penduduk China juga ditunjukkan dengan seringnya Kaisar setempat.28 Totok akan dapat kembali ke negeri mengirim utusannya yaitu inspektur sekolah China jika sudah memiliki uang, sedangkan untuk meninjau sekolah-sekolah THHK. Pada peranakan tidak dapat kembali. Oleh karena November 1907 pernah datang dua orang itu, para peranakan harus dapat bersahabat kruisers (penjelajah) bernama Hay Yong dan dengan penduduk pribumi untuk kelangsungan Hay Kie. Mereka bertugas mengantar tiga hidupnya.29 Selain itu status kewarganegaraan utusan kaisar Tionghoa yaitu Kim Tjhe Tay mereka juga masih menjadi tanda tanya.30 Sien dan Yo Soe Kie yang merupakan wakil Adanya dwikewarganegaraan membuat posisi presiden dari Depertement van Landbouw negeri penduduk Tionghoa menjadi sulit karena tidak Tionghoa. Dampak dari kedatangan para bisa menjalankan kewajiban dan mendapatkan utusan ini adalah didirikannya Khaij Lam Tay haknya secara penuh. Hak di Nangking. Sebuah badan pendidikan yang membantu anak-anak Tionghoa di Jawa 27 Onghokham, Pengaruh Gerakan Tionghoa dalam agar dapat lebih mudah melanjutkan sekolah Kebangitan Nasional, dalam Abdul Baqir Zein, Etnis di negeri China.26 Keakraban ini menjadi tanda Tionghoa dalam Potret Pembauran di Indonesia, Jakarta: tanya bagi pemerintah Hindia Belanda. Mulai Prestasi Insan Indonesia, 2000, h. 146-151. 28 dari sini kesetiaan terhadap Hindia Belanda Sulityowati Irianto, Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, Jakarta: mulai dipertanyakan. Yayasan Obor Indonesia, 2006, h. 213. 29 Ibid, h. 214. 25 Untuk mencukupi dana tidak sepenuhnya para 30 Pada tahun 1910, pemerintah Belanda telah mengeluarkan pengurus THHK bergantung dari bantuan negeri China. Undang-Undang yang bernama Wet Hondende Regeling Secara mandiri mereka juga mampu untuk membiayai Van Het Nederlands Onderdaanschap. Secara resmi organisasinya dengan mendirikan suatu kongsi dagang. Undang-Undang ini menetapkan penduduk pribumi Pada Desember sebuah kongsi dagang bernama N.V. dan orang-orang bukan pribumi yang lahir di tanah Java Ien Boe didirikan di Semarang yang menjual barang- jajahan Belanda sebagai warga negara Belanda. Oleh barang buatan negeri China untuk mencukupi kebutuhan karena itu para peranakan dan perantau Tionghoa di biaya Sekolah THHK. Lihat Nio Joe Lan, Riwajat 40 Taon Hindia Belanda ditetapkan secara sepihak sebagai warga dari Tiong Hoa Hwe Koan Batavia, Batavia: Tiong Hoa negara Belanda. Dengan demikian timbullah masalah Hwe Koan, 1940, h. 230. dwikewarganegaraan dari perantau ini, karena di satu sisi 26 Ibid., h. 226-228. mereka masih menjadi warga negara China.

264 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016 Adanya perbedaan antara totok dan Dalam perkembangan beberapa tahun peranakan membuat masing-masing dari kemudian, dampak dari reformasi pendidikan mereka merasa berbeda satu sama lain. Rasa membuat lahirnya para tokoh Tionghoa nasionalisme masing–masing dari mereka juga terdidik. Eksistensi mereka kemudian mulai berbeda. Hal ini membuat diantara mereka sulit merambah ke pers. Bidang jurnalis pada masa tumbuh perasaan bahwa mereka satu bangsa. itu menjadi suatu kegiatan yang ekslusif. Kehidupan penduduk Tionghoa di Hindia Hanya orang pintar serta terdidik saja yang Belanda secara tidak langsung terpengaruh oleh bisa masuk ke bidang ini, dan jumlah mereka keadaan politik di negeri China. Terjadinya hanya segelintir saja. Pers menjadi sarana pergerakan serta perubahan besar di negeri yang efektif untuk menyebarkan anti kolonial China pada 1911 yaitu peristiwa revolusi serta menjadi barometer perasaan kolektif dan Xinhai, juga menjalar di Hindia Belanda. menjadi wakil dari opini publik. Salah satu pers Mereka menginginkan perubahan kedudukan lokal yaitu Sinar Djawa32 dan Djawa Tengah. serta sudah tidak lagi mempedulikan antara Apa yang dirasakan penduduk Tionghoa dapat totok dan peranakan.31 tercermin melalui surat kabar secara tidak Berjalannya waktu THHK menjadi langsung mempengaruhi kesadaran mereka berkembang besar. Penduduk Tionghoa akan identitas bangsanya. memaknai pendidikan tidak hanya untuk Dukungan permodalan yang kuat mencerdaskan tetapi sebagai wadah persatuan menjadikan pers mereka mampu menampilkan dan juga alat aspirasi politik. Sejatinya wajah penerbitan dengan mutu yang tidak pendidikan adalah suatu upaya mulia untuk kalah tinggi dibandingkan dengan pers milik mencerdaskan dan memerdekaan pikiran orang Barat. Bahkan surat kabar Tionghoa seseorang. Tetapi pendidikan dapat menjadi ini memiliki kelebihan lain yang membuatnya hal yang menakutkan jika di dalamnya telah berkembang lebih luas. Beberapa surat kabar terselip ideologi yang secara terencana ingin mereka menggunakan Bahasa Melayu sehingga ditanamkan kepada para siswa. Hal ini yang juga dapat dibaca oleh penduduk pribumi. ditakutkan pemerintah Hindia Belanda, bahwa Dengan demikian pers ini juga dapat dijadikan sekolah THHK akan menyelipkan ideologi sebagai media asimilasi. Apabila pers Tionghoa politiknya yang dianggap bersifat anti kolonial mengalami kekurangan dana mereka dapat kepada siswanya. Ketakutan ini didasarkan meminta bantuan kepada para pengusaha. pada keberanian siswa THHK untuk membuat Salah satunya , pengusaha gula perkumpulan. Seperti yang dilakukan dari Semarang, yang membantu dana untuk siswa THHK Semarang yang mendirikan surat kabar Keng Po dan Matahari.33 perkumpulan Hsiao You Hui pada 1913. Hampir semua pers Tionghoa pada periode Kedepannya perkumpulan ini berubah menjadi ini masih memiliki orientasi politik ke negeri organisasi kepemudaan dan berganti nama 32 menjadi Hua Chiao Tsing Nien Hui pada 1929. Awalnya Sinar Djawa milik Si Hian Ling. Pada 1913 surat kabar ini berpindah kepemilikan di tangan Sementara itu semangat nasionalisme tumbuh dan berganti nama menjadi Sinar Hindia yang merupakan melalui proses waktu yang lama. Ketika bibit surat kabar pertama pribumi di Semarang. nasionalisme mulai muncul di hati penduduk 33 Sekolah THHK telah memberikan inpirasi bagi para Tionghoa, arahnya kembali terpecah terbagi pengusaha Tionghoa untuk ikut berkontribusi. Banyak pengusaha yang biasanya mempunyai sifat pelit dengan ke dalam tiga jalur yaitu, pendukung negeri sukarela menyumbangkan uangnya untuk kemajuan China, pendukung pemerintah kolonial, dan pendidikan komunitasnya. Misalnya Ong Tiong Ham dan pendukung kemerdekaan Indonesia. para pengusaha lainnya mengumpulkan dana pendidikan. Mereka kemudian menggunakan dana tersebut untuk mendirikan Sekolah Hoa Ing Tiong Hak pada 15 Maret 1916. Sekolah ini diperuntukkan bagi lulusan Sekolah 31 Liem Thian Joe, Riwayat Semarang, Jakarta: Hasta THHK. Liem Thian Joe, Riwayat Semarang, Jakarta: Wahana, 2004, h. 206. Hasta Wahana, 2004, h. 259.

Retnaningtyas Dwi Hapsari: Bibit Nasionalisme di Kalangan Penduduk Tionghoa 265 China dan tidak mau terlibat dalam politik sesuai dengan kondisi di Hindia Belanda. lokal. Sikap apolitik dalam kancah politik Propaganda yang ia lakukan tersebut akhirnya lokal semakin menguat setelah Konferensi melahirkan organisasi Tiong Hoa Kauw Yok Gian Masyarakat Tionghoa di Semarang pada 1917. Kio Hwee (Perkumpulan Penelitian Pendidikan Dalam Konferensi ini, pandangan politik Tionghoa). Perkumpulan ini mengadakan surat kabar Sin Po34 mendapatkan dukungan sebuah konferensi yang hasilnya memutuskan luas yaitu anjuran persatuan penduduk totok mendirikan sebuah sekolah teladan untuk anak- dan peranakan serta peningkatan kualitas anak Tionghoa di Hindia Belanda. Jika sekolah pendidikan bagi peranakan. juga tersebut sukses, maka akan diperbanyak. Namun menganjurkan bahwa penduduk Tionghoa di rencana tersebut gagal karena kekurangan dana Hindia Belanda diharapkan dapat memberikan dan tidak mendapat dukungan dari penduduk kontribusi politik terhadap negeri China yang Tionghoa.37 Tidak adanya titik temu dalam sedang berada dalam kondisi terjajah bangsa konferensi tersebut, karena mereka yang Jepang. Meskipun demikian, Sin Po masih belum terlibat di dalamnya terbagi dalam kelompok- mendukung penduduk Tionghoa untuk terjun kelompok yang memiliki pandangan berbeda dalam politik lokal karena dapat memecah terhadap pendidikan. belah persatuan.35 Pada tahun 1934 Kwee Hing Tjiat Upaya untuk bersatu dan bersepakat mendirikan surat kabar Matahari di Semarang.38 merupakan hal yang tidak mudah diwujudkan. Ia merupakan sosok jurnalis terkenal karena Perdebatan di kalangan penduduk Tionghoa sikapnya yang dengan berani mengatakan mengenai pendidikan kembali terjadi pada 1925. akan berjanji membela tanah air Indonesia.39 Salah seorang tokoh bernama Kwee Hing Tjiat Sikapnya ini membuatnya menjadi cibiran di menyerukan untuk menutup Sekolah THHK kalangan komunitasnya. Meskipun demikian karena dianggap tidak sesuai bagi penduduk ada pula penduduk Tionghoa yang sependapat Tionghoa yang memilih untuk tetap tinggal di dengannya. Hal ini menunjukkan mulai terjadi Hindia Belanda.36 Buku-buku pelajaran sekolah perubahan orientasi politik di kalangan etnis THHK diimpor secara langsung dari Singapura minoritas ini. Intensitas pers ini yang selalu dan negeri China yang isinya dianggap tidak mengobarkan semangat nasionalisnya dapat menuai hasil. Banyak dari penduduk Tionghoa 34 Sin Po terbit pertama kali di Batavia pada 1910. Surat kabar ini merupakan suarat kabar Tionghoa yang terkenal mulai terpengaruh dengan kegiatan pergerakan di Hindia Belanda. Awalnya Sin Po berhaluan politik politik yang dilakukan penduduk pribumi. kepada negeri China tetapi kemudian mendukung Terjadi perubahan orientasi nasionalisme pergerakan nasional yang dilakukan penduduk pribumi karena mulai adanya harapan bahwa Hindia untuk perjuangan kemerdekaan. Bahkan dengan berani menyuarakan agar penduduk Tionghoa berani untuk Belanda suatu saat akan merdeka. melawan tirani pemerintahan Hindia Belanda dan lebih baik menyatakan kesetiaanya terhadap tanah air 37 Ibid, h. 44. Indonesia. 38 Surat kabar ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai Baba 35 Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Dewasa. Pada masa awal penerbitan, surat kabar ini Yogyakarta: LKIS, 2001, h. 201. dipimpin langsung oleh Kwee Hing Tjiat dengan staf 36 Leo Suryadinata, Tokoh Tionghoa dan Identitas Indonesia; redaktur , Tjoa Tjoe Liang, dan AR Dari Tjoe Bou San Sampai Yap Thiam Hiem, Jakarta: Baswedan. Awalnya, Kwee Hing Tjiat ingin memberi Komunitas Bambu, 2010, h. 25. nama surat kabar ini Merdika dan mengecat merah Bagi totok, sekolah THHK merupakan sekolah yang kantornya. Sayangnya, niatan tersebut urung diwujudkan ideal. Sementara bagi peranakan lebih memilih untuk karena dilarang oleh Pemerintah Belanda kala itu. Nama bersekolah di HCS karena kurikulumnya sesuai dengan surat kabar ini pun diganti menjadi Matahari, sedangkan standar pemerintah Hindia Belanda. Dalam kaitannya kantornya tetap dicat merah namun diselingi oleh cat pemilihan sekolah antara totok dan peranakan masalah kuning. http://id.wikipedia.org/wiki/Matahari_(surat_ biaya juga menjadi bahan pertimbangan. Biaya sekolah kabar), diakses 20 April 2016. THHK lebih mahal daripada di HCS. Dengan demikian 39 Yunus Yahya, Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok Sampai bahwa perbedaan pandangan antara totok dan peranakan Teguh Karya, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, juga berkaitan dengan status ekonomi. 2003, h. 16.

266 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016 Sekolah THHK telah memberikan banyak yang terjadi di Jakarta ini dianggap sebagai pengaruh bagi perkembangan penduduk deklarasi persatuan seluruh etnis bangsa untuk Tionghoa di Hindia Belanda. Tidak hanya menjadi bagian dari tanah air Indonesia. Tempat dalam bidang pendidikan, tetapi juga merubah dibacakannya Sumpah Pemuda adalah rumah pola pikir penduduk Tionghoa. Mereka mulai indekost milik orang Tionghoa bernama Sie Kok bersatu dan saling membantu setelah lahirnya Liong yang beralamat di Jalan Kramat Raya 106, sebuah pendidikan modern yang diciptakan Jakarta. Secara sadar ia menfasilitasi dan tahu oleh Sekolah THHK. Selain itu dampak dari bahwa rumahnya tersebut dijadikan markas pendidikan adalah munculnya keberanian bagi organisasi kepemudaan. Selain itu terdapat penduduk Tionghoa untuk menunjukkan pula nama Kwee Thiam Hong, Ong Kay Sing, eksistensi mereka dalam kehidupan Liauw Tjoan Hok dan Tjio Djin Kwie yang bermasyarakat. ikut terlibat dalam peristiwa ini. Sementara itu harian SinPo menjadi surat kabar pertama yang D. Peran Komunitas Tionghoa dalam Upaya menyiarkan lagu Indonesia Raya gubahan Wage Kemerdekaan Rudolf Supratman pada November 1928 serta Nasionalisme jika dilihat dari kacamata menyebarluaskan penggantian nama Hindia sosio budaya merupakan fenomena yang Belanda menjadi Indonesia. Keberanian ini diperlukan oleh zaman modern. Bangsa-bangsa menjadi suatu hal yang patut diapresiasi, adalah kaum budaya tinggi yang terdidik, mengingat para periode tersebut pemerintah disalurkan melalui sekolah serta didukung Hindia Belanda sedang getol menangkap para sistem pendidikan yang terstandarisasi. Dengan tokoh anti kolonial dan nasionalis yang kemudian melatih orang menjadi terdidik maka akan akan dibuang seperti ke Boven Digoel. mendorong nasionalisme.40 Kemunculan nasionalisme bukan karena Reformasi pendidikan yang dipelopori oleh kebetulan ataupun penemuan tetapi melainkan THHK telah melahirkan penduduk Tionghoa hasil dari proses modernitas yang melibatkan yang terdidik. Sejalan dengan itu, hal yang sama upaya pendidikan dari segenap masyarakat. juga dialami oleh penduduk pribumi. Perbaikan Hasil nyata dari reformasi pendidikan ini pendidikan melalui program politik etis telah tidak hanya melahirkan ideologi baru tetapi melahirkan elit pribumi terdidik. Pendidikan juga terbentuknya komunitas manusia yang yang mereka dapatkan telah mendewasakan baru, jenis identitas kolektif yang baru, jenis pandangan politik kedua golongan yang politik yang baru, dan pada akhirnya juga jenis berbeda ini. Dari awal para elit pribumi telah tatanan masyarakat yang baru. Persamaan akan konsisten untuk bersikap anti kolonial dan identitas budaya secara kolektif dijadikan tali ingin memerdekakan diri dari Belanda. Tidak penyambung persatuan.41 Hal ini telah terjadi di demikian dengan hal penduduk Tionghoa Indonesia, ketika kesadaran akan nasionalisme yang masih terkatung-katung menentukan telah mampu mengubah dinamika kehidupan arah dan tujuan politik. Memasuki tahun masyarakat. 1920-an, beberapa tokoh Tionghoa ini mulai Perasaan saling menghargai mulai tumbuh secara perlahan berani untuk menyatakan dari masing-masing pihak dengan mengganti diri bergabung bersama tokoh pribumi kata sebutan dengan kata lain yang dianggap untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu lebih sopan. Semenjak Sumpah Pemuda, kemerdekaan. kata pribumi atau inlander diganti menjadi Peran para Tionghoa nasionalis dalam bumiputera. Sementara sebutan Tionghoa sejarah kebangsaan sudah dapat dilihat ketika terhadap etnis minoritas ini diganti menjadi peristiwa Sumpah Pemuda pada 1928. Peristiwa dengan kata Tionghoa. Langkah ini kemudian diikuti oleh semua surat kabar. 40 Anthony D. Smith, Nasionalisme: Teori, Ideologi, Sejarah, Jakarta: Penerbtit Erlangga, 2002, h. 59. 41 Ibid, h. 58.

Retnaningtyas Dwi Hapsari: Bibit Nasionalisme di Kalangan Penduduk Tionghoa 267 Tantangan terbesar penduduk Tionghoa PTI merupakan contoh dari keberpihakan adalah ketengangan rasa persaudaraan dalam masyarakat Tionghoa kepada Indonesia dan sesama bangsanya yang terwujud dalam memiliki kepedulian untuk memperjuangkan pendirian partai-partai politik yang saling kemerdekaan. Partai ini juga mendukung bertolak belakang. Tidak semua penduduk lahirnya GERINDO (Gerakan Rakyat Tionghoa telah menyatakan kesetiaannya pada Indonesia) pada 18 Mei 1937.43 Oei Gee Hwat Indonesia dan berani melawan kolonialisme. yang merupakan seketaris pengurus besar PTI Hal ini yang ditunjukkan oleh organisasi politik juga menjadi salah satu pengurus Gerindo.44 (CHH) yang didirikan pada Dapat masuknya penduduk Tionghoa ke dalam tahun 1928. Keraguan mereka bahwa suatu partai yang mayoritas berisi penduduk pribumi saat nanti akan lahir sebuah Republik yang dapat dimaknai dalam tiga hal. Pertama, merdeka menjadi dasar propagandanya. Dalam bahwa penduduk pribumi sendiripun juga pandangannya lebih baik penduduk Tionghoa telah menerima keberadaan etnis minoritas ini tetap setia kepada Belanda yang dianggap sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. akan dapat memberikan perlindungan. Kedua, memasuki periode tahun 1930an, Menjadi Nederlands Onderdean merupakan mayoritas orientasi politik penduduk Tionghoa suatu kenyataan oleh karenanya mereka lebih mulai condong kepada Indonesia. Ketiga, pada mendukung pendidikan Belanda daripada periode ini dapat dikatakan bahwa kekuasaan pendidikan Tionghoa. Tetapi ketika perubahan politik pemerintah Hindia Belanda sedang kekuasaan, saat Jepang berkuasa organisasi ini melemah sehingga politik etnis yang telah mengerdil dengan sendirinya. diterapkan mulai memudar. Jika CHH secara terang-terangan bersikap Setelah pergantian kekuasaan, dimana antipati berbeda halnya dengan Partai Jepang berkuasa di Indonesia, peran para tokoh Tionghoa Indonesia (PTI) yang didirikan pada Tionghoa semakin luas, karena mereka dapat 25 September 1932. Para pendirinya seperti membaca kanji. Kontak komunikasi yang baik telah mengidentifikasikan juga ditunjukkan oleh Soekarno yang menjadi dirinya sebagai rakyat Indonesia sehingga sosok panutan masyarakat Indonesia. Ketika sudah seharusnya mendukung gerakan Soekarno berpidato pada sidang Dokuritsu dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Junbi Cosaki atau Badan Penyelidik Usaha PTI bersikap anti kolonial dan menolak Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), nasionalisme yang condong ke China. PTI juga ia mengatakan bahwa ideologi Pancasila meminta agar masyarakat Tionghoa di Hindia dipengaruhi oleh pemikiran Sun Yat Sen, Belanda untuk menyatakan dirinya sebagai pemimpin revolusi China. Dalam sidang inipun masyarakat Indonesia dan ikut membantu juga dihadiri segelintir penduduk Tionghoa.45 upaya dari kalangan nasionalis Indonesia dalam Keterlibatan penduduk Tionghoa tidak membentuk sebuah pemerintahan sendiri dan hanya terbatas pada kepartaian. Ada seorang akhirnya Indonesia yang merdeka melalui cita- 43 Gerindo merupakan “titisan” dari Pertindo yang 42 cita konstitusional. Kegesitan PTI membuat dibubarkan pada satu tahun sebelumnya yaitu pada organisasi ini berhasil mendapatkan 1 kursi 1936. Tujuan Gerindo adalah mencapai kemerdekaan di dalam Volksraad pada periode tahun 1935- Indonesia dengan cara yang kooperatif. Tokoh termasyur 1939. Sangat sulit sekali bagi masyarakat atau dari organisasi ini adalah A.K. Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, , Walopo, Sarino Manunsarkono, organisasi non Eropa untuk dapat masuk ke dan Nyonoprawoto. Menurut M. Yamin akan bekerja dalam Volksraad. Bahkan Soekarno menganggap untuk mewujudkan sebuah parlemen. Bahkan Gerindo bahwa visi partai ini sama dengan visi partainya berpartisipasi dalam pemilihan dewan kota dan Voksraad, yaitu PNI. dimana ia bersaing dengan Parindra yang selalu mengalami kekalahan. Oleh karena sikap kooperatifnya, Gerindo cukup ditakuti oleh pihak berwenang. 42 Nuraini Soyomukti, Soekarno dan Tionghoa, Yogyakarta: 44 Op.cit. Garasi, 2012, h. 146. 45 Ibid.

268 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016 Tionghoa dilibatkan dalam meresmikan UUD semakin memiliki nilai tawar baik di kalangan 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan penduduk pribumi dan pemerintahan Hindia Indonesia (PPKI) yaitu Jap Tjwan Bing.46 Belanda. Setelah proklamasi kemerdekaan situasi Sama halnya dengan yang dialami Indonesia belum kondusif. Masih terjadi penduduk pribumi, dampak pendidikan juga peperangan antara Republik dengan Belanda membuat munculnya elit baru dalam komunitas yang tidak mau mengakui kemerdekaan Tionghoa. Mereka adalah orang-orang yang Indonesia. Dalam upaya mempertahankan berpendidikan. Para elit baru ini telah memulai kemerdekaan ini, masyarakat Tionghoa juga untuk merajut jalinan komunikasi yang baik para aktif bersama-sama pemuda lainnya menghadapi tokoh Tionghoa dengan tokoh pribumi serta pertempuran. Mereka semua berjuang tanpa berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan. pamrih. Pada gilirannya perang kemerdekaan Bergabungnya para tokoh Tionghoa dalam tersebut merupakan pemicu bagi kuatnya akar upaya pergerakan cita-cita kemerdekaan nasionalisme. menjadikan mereka mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Oleh III. Penutup karena itu, bagi pemerintah pada masa sekarang Kemunculan penduduk Tionghoa dalam diharapkan tidak lagi mengeluarkan kebijakan dunia politik tidak lepas dari perkembangan peraturan yang bersikap diskriminasi terhadap organisasi THHK. Meskipun demikian, etnis minoritas ini. Program asimilasi antara persatuan dan kesepakatan tentang arah etnis Tionghoa dan etnis lainnya masih sangat nasionalisme penduduk Tionghoa tidak diperlukan untuk menghilangkan sikap dan mudah terwujud. Meskipun satu etnis tetapi sifat antipati dari masing-masing pihak. mereka masih terkotak-kotak. Ikatan budaya dan sejarah yang terjalin antara penduduk Tionghoa dengan negeri China dan Indonesia membuat dualisme nasionalisme dalam etnis DAFTAR PUSTAKA ini pada era kolonial. Secara umum arah orientasi nasionalisme mereka terbagi menjadi tiga, mengarah ke negeri China, setia terhadap Belanda, dan cinta terhadap Indonesia. Buku Pendidikan pada dasarnya memiliki Carey, Peter, Orang Tionghoa, Bandar Tol, Candu, tujuan yang mulia yaitu mentransfer ilmu dan Perang Jawa: Perubahan Persepsi Tentang guna mencerdaskan sumber daya manusia. Tionghoa 1755-1825, Jakarta: Komunitas Sayangnya, sistem pendidikan tidak dapat lepas Bambu, 2008. dari unsur politik. Termasuk sekolah-sekolah Creutzberg, Pieter dan J.T.M Van Laanen, Tionghoa pada masa itu yang juga dijadikan Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia, Jakarta: sebuah alat untuk dapat membentuk identitas Yayasan Obor Indonesia, 1987. dan sikap nasionalisme. Reformasi pendidikan telah berdampak Hidayat, Komaruddin dan Putut Widjanarko, besar dalam aktivitas politik penduduk Tionghoa Reinventing Indonesia: Menemukan ini. Mereka mulai berani menyuarakan Kembali Masa Depan Bangsa, Jakarta: pendapatnya, salah satunya melalui bidang Mizan, 2008. jurnalistik. Surat kabar yang didirikan oleh Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt, Sosiologi para tokoh Tionghoa memiliki peran penting Jilid 1, terjemahan Aminuddin Ram dan dalam penentuan arah nasionalisme mereka. Tita Sobari, Jakarta: Penerbit Erlangga, Tentunya keadaan ini membuat posisi mereka 1984.

46 Ibid, 147.

Retnaningtyas Dwi Hapsari: Bibit Nasionalisme di Kalangan Penduduk Tionghoa 269 Irianto, Sulistyowati, Perempuan dan Hukum: Sudibyo, Agus, Politik Media dan Pertarungan Menuju Hukum yang Berperspektif Wacana, Yogyakarta: LKIS, 2001. Kesetaraan dan Keadilan, Jakarta: Yayasan Suhandinata, Justian, WNI Keturunan Tionghoa Obor Indonesia, 2006. Dalam Stabilitas Ekonomi dan Politik Joe, Liem Thian, Riwayat Semarang, Jakarta: Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2009. Hasta Wahana, 2004. Suryadinata, Leo, Tokoh Tionghoa dan Identitas Joseph Stockdale, John, Eksostisme Jawa, Indonesia; Dari Tjoe Bou San Sampai Yap Yogyakarta: Progresif Book, 2010. Thiam Hiem, Jakarta: Komunitas Bambu, Kasmadi, Hartono dan Wiyono, Sejarah Sosial 2010. Kota Semarang 1900-1950, Jakarta: Dept. Van den Berg, L.W.C, Handramaut dan Koloni Pendidikan dan Kebudayaan, 1985. Arab di Nusantara , Jakarta: INIS, 1989. Katodirdjo, Sartono, Memori Serah Jabatan Van Niel, Robert, Munculnya Elit Modern 1921-1930: Jawa Tengah, Jakarta: Arsip Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 1984. Nasional Republik Indonesia, 1977. Yahya, Yunus, Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok Lohanda, Mona, dkk, Peranakan Tionghoa Sampai Teguh Karya, Jakarta: Kepustakaan Indonesia: Sebuah Perjalanan Budaya, Populer Gramedia, 2003. Jakarta: Gramedia, 2008. Zein, Abdul Baqir, Etnis Tionghoa dalam Potret Lan, Nio Joe, Riwajat 40 Taon dari Tiong Hoa Pembauran di Indonesia, Jakarta: Prestasi Hwe Koan Batavia, Batavia: Tiong Hoa Insan Indonesia, 2000. Hwe Koan, 1940. Robinson, Philip, Beberapa Perspektif Sosiologi Arsip Pendidikan, Jakarta: Rajawali, 1986. “Regeerings Almanak 1930”, Arsip Nasional Setiono, Benny G, Tionghoa Dalam Pusaran Republik Indonesia. Politik, Jakarta: Elkasa, 2003. “Regeerings Almanak 1940”, Arsip Nasional Smith, Anthony D, Nasionalisme: Teori, Ideologi, Republik Indonesia. Sejarah, Jakarta: Penerbtit Erlangga, 2002. “Volkstelling 1930”, Arsip Nasioanl Republik Soyomukti, Nurani, Soekarno dan Tionghoa, Indonesia. Yogyakarta: Garasi, 2012. Stevens, Th, Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004.

270 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016