4. ANALISIS DATA

4.1. Gambaran Umum Film Cek Toko Sebelah

Gambar 4.1 Poster Film “Cek Toko Sebelah” (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Cek_Toko_Sebelah)

Film drama komedia “Cek Toko Sebelah” diproduksi oleh Starvision Plus yang dirilis pada 28 Desember 2016 dan berdurasi 98 menit. Film ini ditulis oleh Ernest Prakasa dan Jenny Jusuf dengan pengembangan cerita dari Meira Anastasia. Selain menjadi penulis naskah, Ernest juga menjadi sutradara dan berperan sebagai tokoh utama. Film “Cek Toko Sebelah” banyak diserbu penonton. Sampai dengan hari ke-21 penayangannya, film garapan Ernest Prakasa tersebut sudah menggaet sebanyak 2.101.170 penonton (Cumicumi.com, 2017). “Cek Toko Sebelah” berada di peringkat empat dan lima film terlaris dengan penjualan di atas dua juta tiket (Qubicle.id, 2017). Meski debut Ernest Prakasa sebagai sutradara masih terbilang baru, melalui film keduanya “Cek Toko Sebelah” telah mampu memborong 6 penghargaan di ajang Indonesian Box Office Movie Awards 2017. 6 penghargaan tersebut adalah Pemeran Pendukung Wanita Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Poster Terbaik, Pendatang Baru Terbaik, Skenario Terbaik, Film Box Office Terbaik (Tribunstyle.com, 2017).

34 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.2 Pemain Film “Cek Toko Sebelah” (Sumber: http://solo.tribunnews.com/2016/12/31/pemain-film-komedi-cek-toko- sebelah-targetkan-25-juta-penonton)

Beberapa tokoh yang terlibat dalam pembuatan film ini adalah Ernest Prakasa (penulis dan sutradara), Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia (produser), Andhika Triyadi (penata musik), Dicky R. Maland (penata gambar) dan lain-lain. Selain itu, ada beberapa pemain yang diceritakan di dalam film ini, seperti Ernest Prakasa (Erwin), Dion Wiyoko (Yohan), Chew Kinwah (Koh Afuk), (Ayu), Gisella Anastasia (Natalie); dan ada beberapa tokoh tambahan lainnya seperti Asri welas (ibu sonya) menjadi atasan Erwin, Dodit Mulyanto (Kuncoro) sebagai pegawai Koh Afuk, Kaesang Pangarep (Tukang Taksi) dan lain-lain.

4.1.1. Sinopsis Film “Cek Toko Sebelah” Film ini menceritakan hidup sebuah keluarga etnis Tionghoa yang terdiri dari sang ayah yang akrab disapa Koh Afuk (Chew Kin Wah) dan kedua putranya: sang kakak Yohan (Dion Wiyoko) dan sang adik Erwin (Ernest Prakasa). Koh Afuk adalah seorang pemilik toko kelontong yang laris manis. Kedua anaknya memiliki kehidupan yang bertolak belakang. Sang kakak adalah seorang fotografer serabutan yang memiliki masa lalu kelam setelah ditinggal wafat ibu mereka. Beruntung ia hidup bersama istrinya (Adinia Wirasti) yang setia mendampinginya. Sedangkan sang adik mempunyai hidup yang lebih sempurna. Kuliah di luar negeri hingga kini mempunyai pekerjaan yang sangat mapan. Apalagi ditambah memiliki kekasih cantik (Gisella Anastasia) yang juga datang dari kelas atas.

35 Universitas Kristen Petra

Suatu hari Koh Afuk terserang penyakit dan sadar bahwa ia tak bisa selamanya mengurus toko kelontongnya. Ia lalu meminta Erwin untuk mengurus toko, padahal sang adik itu sedang menghadapi tawaran masa depan yang lebih cerah dari kantornya. Yohan jelas tak terima ayahnya lebih memilih adiknya daripada dia. Padahal sebagai anak sulung, Yohan merasa lebih berhak terhadap toko tersebut. Koh Afuk memang memiliki hubungan tak akur dengan Yohan karena masa lalu putra sulungnya tersebut yang penuh masalah, sehingga kepercayaannya tak datang ke anaknya itu. Padahal Yohan memiliki niat yang tulus untuk meneruskan toko kelontong milik keluarganya tersebut. Sedangkan Erwin sendiri mengalami dilema sebenarnya lebih memilih meneruskan kariernya yang cerah.

4.1.2. Profil Sutradara Film “Cek Toko Sebelah”

Gambar 4.3 Ernest Prakasa (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Ernest_Prakasa)

Ernest Prakasa lahir di , 29 Januari 1982 berumur 36 tahun adalah seorang pelawak tunggal berkebangsaan . Pria berketurunan Tionghoa ini mulai dikenal sejak meraih peringkat ketiga dalam acara Stand-Up Comedy Indonesia (SUCI) pada 2011, dimana ia menjadikan pengalamannya didiskriminasi sebagai keturunan Cina di Indonesia sebagai materi komedi tunggal. Dari panggung stand-up comedy, Ernest merambah industri film. Mengawali kiprahnya sebagai

36 Universitas Kristen Petra aktor, kini ia lebih dikenal sebagai penulis dan sutradara, setelah menghasilkan tiga film yakni Ngenest (2015), Cek Toko Sebelah (2016), dan Susah Sinyal (2017). Sebelum terjun ke dunia lawak, Ernest telah menyambi sebagai penyiar radio ketika berkuliah di jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran. Ernest memulai karier profesionalnya di industri musik, yakni dengan bergabung bersama Universal Music lalu Sony Music dan berlanjut di dr.m Digital. Nyaris enam tahun berkutat di industri musik, Ernest mendaftarkan diri ke program Kompas TV, yakni Stand-Up Comedy Indonesia. Ia berhasil lolos audisi dan terpilih menjadi satu dari 13 finalis dari seluruh Indonesia, dan meraih peringkat ketiga dalam kompetisi tersebut. Ernest akhirnya memutuskan menekuni profesi pelawak tunggal secara penuh. Bersama Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono, Isman H. Suryaman dan Ryan Adriandhy, Ernest mendirikan Stand-Up Indo, sebuah komunitas pelawak tunggal pertama di Indonesia, yang hingga kini telah memiliki sub-komunitas di puluhan provinsi, dan dianggap sebagai salah satu perintis budaya komedi tunggal di Indonesia. Ernest pun diangkat sebagai Ketua pertama dari Stand-Up Indo hingga Juni 2013. Setelah terlibat di beberapa film sebagai aktor, di bulan Desember 2015 Ernest melakukan debutnya sebagai penulis dan sutradara di film Ngenest, yang berhasil meraih hampir 800,000 penonton dan mendapatkan satu nominasi Piala Citra untuk kategori Skenario Adaptasi Terbaik. Ngenest juga berhasil menggondol dua penghargaan Piala Maya (Skenario Adaptasi Terpilih & Sutradara Muda Berbakat), satu penghargaan Festival Film (Skenario Terpuji), dan tiga penghargaan di Indonesia Box Office Movie Awards, termasuk diantaranya untuk kategori Skenario Terbaik. Desember 2016, Ernest merilis film keduanya sebagai penulis-sutradara, yakni Cek Toko Sebelah. Film ini meraih lebih dari 2,6 juta penonton, serta menyabet banyak perhargaan diantaranya untuk kategori Film Terbaik di Indonesia Box Office Movie Awards, Festival Film Bandung, dan Indonesia Movie Actors Awards; serta kategori Skenario Asli Terbaik di Festival Film Indonesia, Piala Maya, Festival Film Bandung, dan Indonesia Box Office Movie Awards. Film ini juga mengantarkan Ernest ke penghargaan internasional pertamanya, yakni Best Director di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2017.

37 Universitas Kristen Petra

4.1.3. Profil Pemeran Film “Cek Toko Sebelah” 4.1.3.1. Dion Wiyoko sebagai Yohan

Gambar 4.4 Dion Wiyoko (Sumber: https://www.bintang.com/celeb/read/2833179/alasan-dion-wiyoko- terima-main-film-the-last-barongsai)

Lahir di , 3 Mei 1984 berumur 34 tahun adalah aktor berkebangsaan Indonesia. Pria keturunan Tionghoa ini memulai kariernya sebagai model di beberapa majalah. Seperti Aneka Yess, Femina, dan masih banyak lagi. Yang dilanjutkan dengan aktingnya melalui beberapa FTV dan sinetron. Film pertamanya adalah Kuntilanak Beranak yang dirilis tahun 2009 yang kemudian disusul film berikutnya Serigala Terakhir di mana ia berperan sebagai Lukman masih pada tahun yang sama. Kemudian pada tahun 2011 ia turut serta dalm film Khalifah di mana ia beradu akting dengan Marsha Timothy, Ben Joshua, dan Indra Herlambang. Dion pun telah menjadi model video klip di sejumlah. Sebut saja lagu “Galih dan Ratna” yang dinyanyikan grup musik D'Cinnamons hingga lagu “Ya ya ya” yang dibawakan oleh GIGI. Pria ini adalah putra dari pasangan Faisal Hidayatullah dan Ritawati Alihamzah. Dion mengawali kariernya sebagai model di beberapa majalah seperti Aneka Yess, Femina, Kawanku, dan Cosmo Girl. Selain menjadi model, Dion juga menjajal kemampuan aktingnya dengan membintangi sinetron dan FTV. Saat usianya 25 tahun, Dion memulai debutnya di layar lebar dengan membintangi film horor Kuntilanak Beranak bersama Garneta Haruni dan Monique

38 Universitas Kristen Petra

Henry. Namun, namanya semakin melambung setelah memerankan tokoh Lukman di film Serigala Terakhir. Selang dua tahun, pria bedarah Tionghoa ini tampil di film Khalifah. Dalam film arahan sutradara Nurman Hakim ini, Dion beradu akting bersama Marsha Timothy, Ben Joshua, dan Indra Herlambang. Tahun 2012, menjadi tahun keemasan Dion. Ia berakting untuk 7 film sekaligus di tahun tersebut salah satunya yaitu Perahu Kertas part 1 dan 2 yang diadaptasi dari novel karangan Dewi Lestari. Sedangkan beberapa film lainnya yaitu Hattrick, Cinta di Saku Celana, dan Loe Gue End. Selain sibuk sebagai aktor, Dion juga menjadi model video klip. Beberapa di antaranya yaitu Galih dan Ratna karya D’Cinnamons, Ya Ya Ya yang dibawakan oleh GIGI, dan Ku Ingin Selamanya ciptaan band . Tentang kehidupan pribadinya, pemeran Winter in Tokyo ini menikahi kekasihnya Fiona Anthony pada 1 September 2017 lalu. Pemberkatan pernikahan mereka diselenggarakan di Gereja Santo Fransiskus Xaverius, Denpasar, . Di tahun 2018, Dion bermain film The Gift yang disutradari oleh Hanung Bramantyo. Di film ini, Dion beradu akting dengan aktor kondang , Ayushita, dan aktris cilik Romaria Simbolon. Film The Gift mengisahkan tentang perjalanan novelis Tiana (Ayushita) yang hijrah ke demi mendapatkan ide untuk menulis novel terbarunya. Ia menginap di paviliun milik Harun (Reza Rahadian), laki-laki tunanetra yang lebih sering menutup dirinya. Di film tersebut, Dion berperan sebagai Arie, seorang dokter yang tumbuh bersama Tiana sejak masih di panti asuhan. Arie kemudian diasuh oleh keluarga yang harmonis, sedangkan Tiana justru sebaliknya. 1. Film

Kuntilanak Beranak (2009)

Serigala Terakhir (2009)

Khalifah (2011)

Hi5teria (2012)

Hattrick (2012)

Perahu Kertas (2012)

39 Universitas Kristen Petra

Cinta di Saku Celana (2012)

Loe Gue End (2012)

Jakarta Hati (2012)

Perahu Kertas 2 (2012)

Cinta Mati (2013)

Isyarat (2013)

Haji Backpacker (2014)

Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar (2014)

Hijab (2015)

Love and Faith (2015)

Air & Api: Si Jago Merah Part II (2015)

London Love Story (2016)

Abdullah & Takeshi (2016)

Sundul Gan: The Story of Kaskus (2016)

Winter in Tokyo (2016)

Cek Toko Sebelah (2016)

The Gift (2018)

2. Sinetron

Cinta Bunga (2008)

Cinta Maia (2008)

Kasih dan Amara (2009)

Go Go Girls (2011)

3. FTV

Semua Sayang Soraya (2008)

40 Universitas Kristen Petra

Semua Tentang Lestari (2008)

Tapi Bukan Dia (2008)

Mengejar Cinta Dara (2008)

Cintaku kepentok Nenek (2009)

Cowo Super Setia (2009)

Cintaku Tumbuh Di Kebun Teh (2009)

Ada Cinta di Hati (2010) sebagai Rio

Ada Cinta di Hati 2 (2011) sebagai Rio

Joni Jengki (2012)

Cooking Class Coto Betawi I Like It (2013) sebagai Rio

Kalau Cinta Gak Boleh Galak (2013) sebagai Damian

Kutunggu Kau Di Bawah Pohon Duren (2013) sebagai Ramdan

Cincin Wasiat Bawa Jodoh (2015)

Lovely Office Girl (2015)

4. Acara TV

My Trip My Adventure (Trans TV)

5. Video Klip

D'Cinnamons - Galih dan Ratna (2009)

Ruben Onsu - Gatal (2009)

Gigi – Ya Ya Ya (2009)

Ardina Rasti - Pelangi (2009)

Ungu - Ku Ingin Selamanya (2010)

41 Universitas Kristen Petra

4.1.3.2. Adinia Wirasti sebagai Ayu istri Yohan

Gambar 4.5 Adinia Wirasti (Sumber: http://indowarta.com/hiburan/63020/saling-puji-antara-adinia-wirasti- dan-reza-rahadian-usai-disatukan-dalam-film/)

Lahir di Jakarta, 19 Januari 1987 berumur 31 tahun adalah seorang aktris Indonesia yang namanya mulai dikenal setelah membintangi film Ada Apa Dengan Cinta? (AADC) pada tahun 2002 dan berperan sebagai Karmen. Asti memulai karier sebagai seorang model pada sebuah majalah remaja. Debut aktingnya terjadi melalui AADC. Ia mendapatkan Piala Citra sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Festival Film Indonesia 2005 untuk perannya dalam film Tentang Dia. Di film tersebut Asti berperan sebagai Rudy. Selain itu dia juga mendapat penghargaan pada Festival Film Bandung untuk film yang sama. Pada tahun 2006, Asti kembali membuktikan kepiawaian aktingnya dalam film Dunia Mereka dan Ruang. Dan bulan Maret 2007 kembali dalam film terbarunya berjudul 3 Hari untuk Selamanya yang disutradarai oleh Riri Riza. Pada tahun 2013, Asti meraih penghargaan piala citra FFI sebagai Pemeran utama Wanita Terbaik dalam film Laura & Marsha. Dunia model mengantarkan Adinia Wirasti ke layar lebar. Ia mendapatkan berbagai penghargaan dari ajang festival film dan menempatkannya sebagai artis papan atas Indonesia. Adinia Wirasti atau biasa dipanggil Asti lahir di Jakarta, 19 Januari 1987. Ia adalah adik dari Sara Wijayanto. Kakaknya ini seorang aktris

42 Universitas Kristen Petra sekaligus penyanyi. Karier Asti diawali dari dunia model, ia menjadi salah satu model pada majalah remaja. Setelah itu, ia terjun ke dunia akting dengan membintangi film pertamanya Ada Apa Dengan Cinta (AADC) yang rilis pada 2002. Dalam film tersebut, ia berperan sebagai teman dari Dian Sastro. AADC adalah salah satu film paling sukses di Indonesia, dan menjadikan Asti kian dikenal banyak orang. Wanita yang memiliki kulit eksotis ini kemudian bermain film Tentang Dia yang tayang pada 2004. Bersama film itu ia berhasil mendapatkan Piala Citra sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Festival Film Indonesia 2005. Wanita yang berperan sebagai Rudy itu juga meraih penghargaan pada Festival Film Bandung dari film yang sama. Ia mulai melepaskan diri dari bayang-bayang kesuksesan Dian Sastro. Tahun 2006, akting Asti kembali diuji lewat film Dunia Mereka dan Ruang. Kariernya kian berkembang dengan membintangi beberapa film seperti 3 Hari Untuk Selamanya, Jakarta Maghrib, Arisan! 2, dan Laura dan Marsha. Pada film Laura & Marsha, Asti berhasil meraih penghargaan Piala Citra FFI tahun 2013. Selain itu, Asti juga beberapa kali masuk nominasi penghargaan- penghargaan lainnya. Sementara terakait asmaranya, Asti bisa dibilang cukup tertutup. Ia pernah dikabarkan dekat dengan Reza Rahardian, mereka bahkan pernah terlibat adegan romantis berciuman dalam film drama romantis Critical Eleven. Keduanya berpendapat jika itu hanya akting semata. Pada tahun 2017, penghargaan kembali ia peroleh. Ia menyabet Pemenang Pemeran Wanita Utama Terpuji, Festival Film Bandung, 2017 dalam film Critical Eleven. Bahkan dalam film yang sama, ia juga masuk nominasi Pemeran Utama Wanita, pada ajang FFI 2017. 1. Film Ada Apa dengan Cinta?, 2002 Tentang Dia, 2004 Dunia Mereka, 2006 Ruang, 2006 3 Hari untuk Selamanya, 2007 Jakarta Maghrib, Segmen Jalan Pintas, 2010

43 Universitas Kristen Petra

Arisan! 2, 2011 Laura dan Marsha, 2013 Sebelum Pagi Terulang Kembali, 2014 Selamat Pagi, Malam, 2014 Ada Apa dengan Cinta?, Film Pendek, 2014 Kapan Kawin?, 2015 Ada Apa dengan Cinta? 2, 2016 Cek Toko Sebelah, 2016 Kartini, 2017 Critical Eleven, 2017 2. Serial Duet (Kompas TV) 3. Penghargaan Aktris Pembantu Terbaik FFI 2005 (Tentang Dia) Pasangan Terbaik IMA 2012 (Jakarta Maghrib) Aktris Pemeran Pembantu Terpilih, Piala Maya 2012 (Arisan! 2) Aktris Terbaik FFI 2013 (Laura & Marsha) Nominasi Pemeran Utama Wanita Terpuji Festival Film Bandung 2014 Nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik Piala Citra FFI 2015 Pemenang Pemeran Wanita Utama Terpuji, Festival Film Bandung, 2017 Nominasi Pemeran Utama Wanita, Film Critical Eleven FFI 2017 Nominasi Pemeran Pendukung Wanita, Film Cek Toko Sebelah, FFI 2017

44 Universitas Kristen Petra

4.1.3.3. Gisella Anastasia sebagai Natalie pacar Erwin

Gambar 4.6 Gisella Anastasia (Sumber: https://www.dream.co.id/lifestyle/foto-seksinya-dihujat-ini-balasan- menohok-gisella-anastasia-180219r.html)

Lahir di Surabaya, 16 November 1990 berumur 27 tahun adalah finalis Indonesian 2008. Giselle juga merupakan salah satu sinden dalam acara komedi Opera Van Java. Sekarang ia juga menjadi duta Kotex. Lewat audisi , Gisella Anastasia terjun ke dunia hiburan. Namanya makin populer saat menikah dengan artis sinetron Gading Marten. Gisella Anastasia atau orang lebih mengenalnya dengan Gisel Idol adalah salah satu jebolan Indonesian Idol 2008 yang kini menjadi salah satu selebriti dan namanya makin terkenal setelah menjadi menantu aktor senior . Wanita yang akrab disapa Gisel ini kelahiran Surabaya, 16 November 1990. Ia anak dari pasangan Alal Suryanto dan Rita Marbun. Sebelum terjun ke dunia hiburan, Gisel mempunyai cita-cita menjadi dokter gigi dengan kuliah di Fakultas Kedokteran, namun kenyataannya wanita berdarah Tionghoa itu lebih memilih jurusan sosial. Mimpinya pun kandas karena ia memilih menjadi artis. Mengawali kariernya dalam dunia hiburan, Gisel mengikuti salah satu ajang pencarian bakat penyanyi, Indonesian Idol 2008, yang tayang di RCTI. Gisel tidak pernah menyangka akan melaju hingga ke babak final. Pada babak terakhir tersebut, Gisel kalah dari Januarisman atau Aris dan menenmpati posisi runner-up. Pada usia 18 tahun, ia sudah menjadi Idola Indonesia dengan peringkat kedua. Setelah menjadi runner-up Indonesian Idol 2008, Gisel memutuskan untuk fokus dalam dunia tarik suara. Tahun 2011, Gisel duet bareng Last Child dengan single "Seluruh Nafas Ini", lagu tersebut berhasil menjadi hits saat itu.

45 Universitas Kristen Petra

Pada 2012, Gisel mengeluarkan single perdananya yang berjudul 'Pencuri Hati' setelah 4 tahun lulus dari Indonesia Idol. Ia tak ingin menjadi penyanyi yang hanya sekadar eksis karena banyak lagu. Gisel ingin segala sesuatunya dikerjakan dengan maksimal sehingga hasilnya tak terkesan asal-asalan. Memiliki suara yang indah, Gisel didapuk menjadi sinden dalam acara komedi Opera Van Java yang tayang di Trans7. Dengan suara khasnya membuat namanya kian terkenal. Selain handal dalam dunia tarik suara, Gisel juga dikenal cukup berbakat dalam dunia seni peran. Ini terbukti dengan beberapa kali ia membintangi film, sinetron, dan FTV seperti Cinta Bersemi demi Harta Warisan, Jadikan Aku Pacarmu, My Gebetan Wedding, 3 Semprul Mengejar Surga, Cek Toko Sebelah dan lainnya. Dalam film Cek Toko Sebelah, Gisel masuk dalam nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik di Indonesian Box Office Movie Awards 2017 dan sekaligus menjadi pemenang Pendatanag Baru Terbaik di Indonesian Box Office Movie Awards 2017. Dalam hal asmaranya, Gisel pernah dikabarkan memiliki hubungan dengan Desta 'Club Eighties'. Seiring berjalannya waktu hubungan mereka berakhir kandas, setelah lama putus Gisel berhubungan dengan putra aktor Roy Marten, Gading Marten. Kisah hubungan keduanya berakhir dipernikahan pada September 2013, di Uluwatu, Bali. Mereka dikaruniai seoran anak perempuan yang bernama Gempita Noura Marten. Menjadi bagian dari keluarga Marten, nama Gisel makin populer seiring kariernya di panggung hiburan. 1. Single "Seluruh Nafas Ini" bersama Last Child (2011) "Pencuri Hati" (2012) "Cara Melupakanmu" (2016) 2. Film Cek Toko Sebelah, 2016 Susah Sinyal, 2017 Flight 555, 2017

3. FTV Cinta Bersemi demi Harta Warisan

46 Universitas Kristen Petra

Jadikan Aku Pacarmu Cinta Tak Selancar Berselancar FTV Malu-Malu Mau My Gebetan Wedding My Gebetan Wedding 2 Mantanku Mirip Gisel Keren Keren Mellow 4. Sinetron 3 Sempril Mengejar Surga, 2016

4.2. Profil Informan 4.2.1. Informan 1 Andy 4.2.1.1. Profil: Andy (Keturunan Madura dan Jawa) Narasumber pertama adalah Andy yang saat ini sedang menjalani profesi sebagai dari salah satu perusahaan farmasi yang ada di Sidoarjo. Ia sudah menjalani profesi tersebut semenjak tahun yang lalu. Pria yang lahir di Surabaya pada tanggal 15 September 1988, saat ini ia telah berusia 30 tahun dan sudah menikah. Sebelum menikah, ia tinggal bersama orang tuanya dan seorang adik perempuan. Andy berasal dari suku Madura dan Jawa, ayah Madura dan ibu Jawa. Tetapi saat ia berusia 3 tahun orang tuanya bercerai dan ia ikut bersama ibunya. Saat Andy berusia 7 tahun, ibunya kembali menikah dengan orang berketurunan Tionghoa. Semenjak itu Andy akhirnya mengenal tradisi dan budaya Tionghoa. Andy juga ikut serta dalam tradisi-tradisi tersebut, seperti merayakan Imlek bersama keluarga besar ayah tirinya, Cheng Beng dan lain-lain. Saat ini ia tinggal dengan keluarga kecilnya di perumahan daerah Sidoarjo. Sebagai anak yang dibesarkan dengan kondisi orang tua dengan memiliki latar belakang etnis yang berbeda, ia otomatis mendapatkan input dari kedua etnis tersebut. Hingga saat ini kedua orang tuanya menanamkan kebiasaan dan adat yang sama padanya, yakni ia harus rajin beribadah, ia juga wajib menghormati orang tua, dan erat menjaga persaudaraan baik diantara saudara-saudaranya yang bersuku Tionghoa ataupun saudaranya dari ibu yang berdarah Madura. Ia juga masih

47 Universitas Kristen Petra mengikuti upacara-upacara keagamaan sebagai bentuk penghormatannya baik dari pihak ayah ataupun pihak ibunya. Sedangkan ajaran dari kedua orang tuanya yang masih dipegangnya hingga saat ini adalah ia akan selalu berusaha menjaga sopan santunnya dimanapun ia berada, sebab seseorang akan lebih dihargai karena bagaimana ia bisa menempatkan dirinya. Ia juga diajarkan agar bersikap tidak pilih-pilih dalam pergaulan sepanjang teman tersebut tidak menyeretnya pada hal-hal yang buruh dan merugikan dirinya pribadi maupun merugikan orang lain. Khususnya, ia diajarkan untuk bersikap toleran terhadap berbagai perbedaan karena ia sendiri dibesarkan oleh orang tua yang sangat berbeda 180 derajat, baik adat, kebiasaan dan beragam hal lainnya. Namun sejak kecil ia melihat bagaimana ibu dan ayahnya yang Tionghoa berusaha menyesuaikan dengan beragam kondisi masing-masing dan tetap bertahan harmonis hingga saat ini.

4.2.1.2. Setting Penelitian Wawancara 1: Minggu, 13 Mei 2018 Pertemuan pertama peneliti dengan Andy dirumahnya, ketika informan memiliki waktu senggang untuk menanyakan kesediaannya untuk diwawancarai sebagai salah satu informan dan peneliti menceritakan dahulu mengenai maksud dari penelitian ini. Setelah ada persetujuan, peneliti mulai bertanya pada Andy untuk melengkapi kebutuhan data profil informan. Kemudian, peneliti dan informan membuat janji untuk bertemu kembali karena pada saat itu informan ada keperluan untuk pergi, sehingga proses wawancara terpaksa harus berhenti dan dilanjutkan di lain hari.

4.2.2. Informan 2 Aaron 4.2.2.1. Profil: Aaron (Keturunan Tionghoa) Aaron merupakan seorang pria yang berasal dari keturunan Tionghoa berusia 22 tahun. Anak kedua dari dua bersaudara ini lahir di Surabaya pada tanggal 12 Februari 1996. Saat ini ia berkuliah disalah satu universitas swasta di Surabaya. Selain itu, ia juga sibuk membantu menjaga toko pakaian dalam orang tuanya yang berada disalah satu pusat pembelanjaan.

48 Universitas Kristen Petra

Aaron merukapan orang yang tegas, keras kepala dan selalu serius bila melakukan sesuatu. Bila mengerjakan sesuatu harus sampai selesai, tidak suka pekerjaannya ditunda-tunda. Tetapi ia lama untuk mengambil sebuah keputusan. Orangtuanya adalah pengusaha yang memang banyak bergerak di bidang perdagangan seperti hampir mayoritas etnis Tionghoa lain yang memiliki beragam aset pada sektor perdagangan, sehingga mereka juga mengarahkan anak-anaknya kepada sektor yang sama. Saat ini ia belum menikah dan masih tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, dalam keseharian selain mengurusi tokonya sehari-hari kesibukannya yang lain adalah kuliah, ia mengambil jurusan Manajemen Bisnis di Universitas Ciputra Surabaya. Orangtuanya memang sengaja memberinya beban tanggung jawab toko agar bisa melatihnya berdagang sedari ia muda. Sebab dalam kepercayaan orangtuanya semakin ditularkan sejak muda, akan semakin paham dan lihai nantinya. Salah satunya ia juga disiapkan dengan difasilitasi pendidikan oleh kedua orangtuanya. Dalam kesehariannya sehari-hari orang tuanya sangat menanamkan sikap dan perilaku sederhana dan berlaku, bertindak dan berpikir. Sebab dengan kesederhanaan segala sesuatu tidak akan terlalu membebani kehidupan kita sendiri. Bahkan meskipun mampu, kedua orangtuanya tidak memperbolehkannya menggunakan mobil, ia kemana-mana masih menggunakan sepeda motor. Kebiasaan dan adat istiadat yang masih digunakan dalam kesehariannya adalah adat istiadat dari etnis Tionghoa itu sendiri, antara lain penggunaan nama belakang dari keluarga, penggunaan bahasa mandarin dalam kesehariannya, termasuk masih meneruskan percakapan sehari-hari menggunakan bahasa mandarin. Aaron juga masih membiasakan diri untuk memanggil anggota keluarganya dengan sebutan khusus. Seperti etnis Tionghoa lainnya, ia juga merayakan imlek dan beragam upacara keagaamaan lainnya, mulai berkunjung ke sanak keluarga hingga saling berkirim angpau satu sama lainnya. Terlahir dari keluarga pedagang, ia sejak kecil dibiasakan oleh kedua orang tuanya untuk tertib dalam masalah keuangaan, sebab tertib terkait dengan keuaangan, baik melakuan pencatatan, atau melakukan penghematan adalah bentuk penghargaan mereka atas kerja keras mereka sebagai pedagang. Ajaran lain adalah

49 Universitas Kristen Petra bahasa mandarin yang wajib dikenal dan digunakan dalam keseharian, semua saudara Aaron dalam percakapan sehari-hari selalu menggunakan bahasa tersebut, kecuali ada tamu, atau ada orang lain di luar keluarga mereka masih menggunakan bahasa Indonesia demi menjaga kesopan santunan dan toleransi. Ajaran lainnya berlaku lebih tegas untuk pihak perempuan dari etnis Tionghoa mereka diharapkan untuk mendapatkan jodoh sesama Tionghoa, hal ini agar garis keturunan mereka tetap terjaga, dan menyambung persaudaraan dengan keluarga-keluarga lainnya.

4.2.2.2. Setting Penelitian Wawancara 1: Sabtu, 19 Mei 2018 Sebelum bertemu dengan Aaron untuk melakukan wawancara, peneliti membuat janji terlebih dahulu melalui Line untuk menemui informan. Sebelumnya peneliti dan informan sepakat bertemu hari Senin tanggal 14 Mei 2018, tetapi karena kondisi Surabaya yang sedang tidak kondusif dikarenakan senin pagi terjadi bom meledak, informan mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan peneliti. Akhirnya peneliti dan informan sepakat untuk bertemu pada hari Sabtu, 19 Mei 2018 pada pukul 11.30 WIB. Saat sampai di sebuah cafe di jalan Tumapel, peneliti langsung mencari informan. Peneliti sengaja membuat janji dengan Aaron di tempat tersebut dengan alasan agar informan merasa nyaman dan akrab. Sebelum memulai wawancara peneliti menceritakan terlebih dahulu mengenai maksud dari penelitian ini. Setelah ada persetujuan, peneliti mulai bertanya untuk melengkapi kebutuhan data profil informan dan berbasa-basi terlebih dahulu agar suasana terasa lebih akrab dan dilanjutkan dengan wawancara.

Wawancara 2: Minggu, 10 Juni 2018 Peneliti mewawancarai Aaron lagi dikarenakan peneliti membutuhkan informasi tambahan. Sebelum bertemu dengan Aaron, peneliti telah membuat janji melalui Line. Peneliti dengan Aaron bertemu di salah satu mall di Surabaya. Peneliti memilih tempat ini karena Aaron juga terdapat acara di sana.

50 Universitas Kristen Petra

4.2.3. Informan 3 Lavenia 4.2.3.1. Profil: Lavenia (Keturunan NTT) Lavenia merupakan seorang perempuan yang lahir di Kupang, pada tanggal 8 November 1999. Anak terakhir dari 3 bersaudara ini, merantau ke Surabaya sejak tahun 2016. Di Surabaya ia banyak melakukan kegiatan bersama komunitas- komunitas NTT. Seperti mengikuti fellowship, ikut tari-tarian khas NTT dan lain- lain. Sebagai seorang Kristiani yang taat dan dilahirkan di keluarga pegawai biasa, ayahnya adalah PNS di salah satu instansi daerah, sejak kecil ia selalu di beri pemahaman oleh keluarganya tentang pentingnya pendidikan. Ketika ia mengutarakan keinginannya untuk berkuliah di Jawa, ia diberikan ijin oleh orang tuanya, sebab menurut mereka perguruan tinggi di Jawa tentunya lebih maju, sebab keluarga menginginkan semua anak mereka terdidik dengan baik. Saat ini ia sedang berkuliah di Universitas Kristen Petra melalui fellowship dari gereja, karena prestasi akademisnya yang sudah menonjol semenjak ia kecil. Di kota Surabaya ini ia tinggal kost bersama dengan beberapa teman lainnya yang juga menerima beasiswa yang sama. Ia berkuliah di jurusan pendidikan, sebab ia ingin menjadi guru dan mengabdikan ilmunya untuk pendidikan mengingat di NTT masih sangat banyak lapangan pekerjaan yang kurang, dan salah satunya adalah guru. Kelak ia ingin mengabdikan ilmunya untuk membangun Kupang melalui sektor pendidikan. Penyuka film action, romantis dan komedi ini masih memegang teguh pesan- pesan dari kedua orangtuanya, secara kebiasaan sebagai seorang Kristiani yang taat ia diwajibkan untuk pergi ke gereja setiap Minggu, disana ia juga mengajar sebagi guru sekolah Minggu bagi anak-anak usia pra sekolah, kedua orangtuanya mengajarkan bahwa pelayanan adalah bentuk bakti pada kehidupan itu sendiri. Ia juga dibiasakan sejak kecil untuk mandiri dalam segala aspek, sehingga ketika ia merantau ke Surabaya ia terbiasa dengan kehidupannya yang mandiri. Salah satu kegiatan yang disukainya adalah menonton bioskop, sebab di NTT belum ada gedung bioskop, anak ketiga dari tiga bersaudara ini menilai kegiatan menonton bioskop adalah sesuatu yang masih mewah baginya, ia juga menabung agar bisa menonton bioskop dengan kawan-kawannya.

51 Universitas Kristen Petra

Sebagai perantauan, ia selalu diajarkan oleh kedua orang tuanya agar harus pandai-pandai membawa diri, agar orang lain menghormatinya, baik dalam hal sikap, perilaku, atau berbusana ia selalu berhati-hati. Ajaran orangtuanya yang lain, ia selalu dituntut untuk bekerja keras dan totalitas dalam berusaha apapun keinginannya yang positif, termasuk keinginannya untuk sekolah di Jawa dan keinginannya menjadi seorang guru kelak yang ingin memberikan sumbangsih pada daerahnya, sebab bagi kedua orangtuanya kerja keras dan kesungguhan adalah suatu etos yang harus dijunjung tinggi.

4.2.3.2. Setting Penelitian Wawancara 1: Senin, 28 Mei 2018 Sebelum bertemu pada hari Senin, peneliti telah menghubungi informan terlebih dahulu lewat chat Line untuk membuat janji dan menjelaskan maksud dari wawancara ini. Wawancara dilakukan di kampus informan, untuk mengefektifkan waktu dan dekat dengan kediaman informan.

Wawancara 2: Senin, 11 Juni 2018 Peneliti melakukan wawancara kedua kalinya untuk menambah informasi yang dirasa peneliti masih kurang. Sebelum bertemu hari Senin, peneliti telah membuat janji terlebih dahulu lewat Chat Line. Wawancara yang kedua kalinya ini dilakukan kembali di kampus informan untuk mengefektifkan waktu dan dekat dengan kediaman informan.

4.2.4. Informan 4 Erni Muljani Abadi 4.2.4.1. Profil: Erni (Keturunan Sunda) Narasumber terakhir adalah seorang perempuan bernama Erni lahir di Bandung, pada tanggal 17 Desember 1987. Sekarang ia bekerja sebagai guru PAUD di salah satu sekolah di Surabaya dan memiliki usaha di salah satu pusat pembelanjaan. Sejak Ia menikah, Erni mengikuti suaminya ke Surabaya, karena kewajiban perempuan muslim harus menurut pada suaminya dan mengikuti suaminya kemanapun suaminya tinggal.

52 Universitas Kristen Petra

Dalam keseharian ibu tiga orang anak ini selain sibuk mengajar, sepulang mengajar ia menjaga tokonya hingga sore pukul 3. Kemudian ia melakukan kegiatan domestik rumah tangga lainnya sembari menunggu suaminya pulang kerja pukul 6 sore. Di waktu luangnya ia sering menggunakannya untuk mengikuti pengajian dan kegiatan rohani lainnya di lingkungan perumahannya, ia juga menjadi salah satu pengurus, bendahara keuangan dari kegiatan pengajian tersebut. Penyuka film komedi dan drama ini memiliki darah pedagang dari kedua orangtuanya yang memiliki usaha kain di Pasar Cigondaweh Bandung, dari keluarganya ia belajar etos kerja serta disiplin dalam mengatur keuangan. Meskipun suaminya adalah PNS dan masih honorer di salah satu instansi, tapi berkat keuletannya dan kedisplinannya mengatur keuangan ia akhirnya memiliki toko dari usaha yang dirintisnya sejak awal menikah. Kebiasaan lain yang diturunkan oleh ibunya adalah kewajibannya untuk menjaga penampilan dan menjaga sikap di depan suaminya, hal itu sesuai dengan nilai-nilai agama Islam yang dijalankannya bersumber dari salah satu hadis bahwa sebaik-baiknya istri adalah yang menyenangkan untuk dipandang dan membuat suaminya betah berada disisinya dengan akhlak istri yang baik, sopan santun dan lemah lembut. Ajaran dari kedua orangtuanya yang hingga saat ini diterapkannya pada ketiga anaknya adalah perilaku dan sikap-sikap Islami dalam keluarga, dimana ia mewajibkan ketiga anaknya untuk memiliki sikap sopan santun dimanapun berada, dan tidak pandang bulu kedudukan lawan bicaranya. Ia juga berusaha mendekatkan ketiga anaknya pada nilai-nilai agamanya dan prinsip-prinsip hidup cara Islami, sehingga ia dan suaminya semenjak anaknya berusia 12 tahun bagi laki-laki harus dimasukkan ke pondok pesantren, sementara untuk anak perempuan bungsu, usia 15 tahun dimasukkannya ke pondok pesantren. Baginya dasar agama yang kuat dan nilai-nilai akhlak yang baik adalah tujuan utamnya dalam mendidik anak-anaknya, dan dengan cara seperti itu ia yakin bahwa anak-anaknya akan selamat dari segala aspek baik dunia maupun akhirat.

53 Universitas Kristen Petra

4.2.4.2. Setting Penelitian Wawancara 1: Kamis, 21 Juni 2018 Sebelum bertemu pada hari kamis, peneliti telah menghubungi terlebih dahulu informan melewati pesan singkat Line. Peneliti menjelaskan maksud dari wawancara tersebut dan membuat janji untuk melakukan wawancara. Pada hari kamis, wawancara dilakukan di rumah informan. Peneliti memilih tempat tersebut agar informan merasa nyaman dan akrab.

54 Universitas Kristen Petra

4.3. Temuan Data Untuk mengetahui lebih dalam penerimaan informan dalam film Cek Toko Sebelah, maka peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan informan yang sudah dipilih. Selanjutnya peneliti memilih adegan yang sesuai dengan reaksi verbal maupun non verbal yang ditampilkan oleh informan. Berikut merupakan temun data dan hasil wawancara dengan para informan :

4.3.1 Definisi Pluralisme Informan 1 (Andi ) : Menurut Andi, bentuk dari pluralisme tersebut sebenarnya sudah nampak pada film Cek Toko Sebelah, hanya saja tidak secara langsung ditonjolkan, sebab fokus utama dari film tersebut jika dilihat dari aspek kulturnya adalah masih menonjolkan budaya dan kultur Tionghoa yang kental, bagaimana pemikiran mereka, bagaimana permasalahan yang umumnya ada dalam keluarga Tionghoa khususnya urusan bisnis, sementara yang lainnya masih sekedar pemanis dari setiap adegan saja. Ia melihat, pluralisme tersebut nampak secara fisik, karakteristik dan dialek pada masing-masing adegan, yang paling keliatan pada saat adegan di toko yang sedang ramai dengan pembeli dan tingkah kocaknya. Berikut adalah kutipan wawancaranya : “Keberagaman memang ada tapi mungkin bukan yang ditonjolkan, mungkin fokusnya di film ini seperti ke pengenalan culture chinese. Orang chinese di Indonesia seperti apa, bagaimana mereka menjalankan bisnis keluarganya. Keberagaman dalam film tersebut dapat dilihat pada pegawai toko Koh Afuk yang dari campuran beberapa etnis, trus pelanggannya, kemudian pegawai di toko sebelah, trus tokoh Tora Sudiro yang Batak yang sangat tipikalitas... dari situ khan uda keliatan.”

Informan 2 (Aaron) Hampir sependapat dengan Andi, Aaron beranggapan bahwa dalam film ini masih menonjolkan budaya dan kultur keluarga Tionghoa yang kuat, khususnya konflik suksesi dalam keluarga Tionghoa. Namun secara umum, dalam film tersebut sudah memasukkan semua tipikalitas dari masing-masing etnis, secara fisik dan karakteristik hanya saja memang masih kurang diperdalam. Aaron mencontohkan, bahwa pluralitas tersebut nampak pada karakteritik dan tipikalitas

55 Universitas Kristen Petra yang ditampilkan misalnya suku Jawa yang cenderung kalem tapi mangkelan dan cenderung menahan diri seperti tokoh Dodit, tokoh Madura dengan dialeknya yang khas, orang Chineese yang karakternya pekerja keras. Berikut adalah kutipannya : “Sudah digambarkan. Ada dari orang chinese, ada orang indonesianya asli. Seperti dari timur Papua. Meskipun nggak ngomong, yang nonton khan uda tahu, kalo oh ini orang madura yang dialeknya medok, ini orang jawa yang kalem tapi mangkelan, ini orang chineese yang pelat, kerjanya sebat. Semuanya ada di film itu meskipun tetap konflik utama seputar mengenai keluarga dan konflik keluarga di etnis Tionghoa. Secara umum, film ini sudah memasukkan semua stereotype masing-masing etnis namun yang menonjol ya bagaimana konflik keluarga di etnis Tionghoa itu sendiri. Seenggaknya orang jadi negrti gituloh bagaimana cara berpikir etnis Tionghoa itu kalo mereka sedang melakukan suksesi bisnis di keluarganya.”

Gambar 4.7 Contoh Keberagaman yang ditampilkan (Sumber: Olahan Peneliti)

Informan 3 (Lavenia) Lavenia menyatakan bahwa saat melihat film Cek Toko Sebelah, ia merasa seperti melihat bagaimana kesehariannya, sebab ia adalah seorang minoritas diantara suku Jawa di Surabaya. Sudut pandangnya tentang pluralitas sangat dipengaruhi oleh kehidupannya, sebab baik di Kupang, lingkungannya juga berdampingan dengan banyak etnis, demikian pula saat ia melanjutkan kuliah di Surabaya, ia sebagai kalangan minoritas, ia merasa itulah bentuk pluralitas sesungguhnya dimana bisa melihat segala sesuatu yang berbeda, namun bisa hidup berdampingan dengan damai. Berikut adalah kutipannya :

56 Universitas Kristen Petra

“Lumayan, waktu aku menonoton itu seperti merasakan dalam kehidupan aku. Tapi kalau se Indonesia belum seberapa. Akukan hidup berdampingan dengan banyak orang dan beda ras juga. Waktu masih di Kupang ada tipekal tipekal gini, orang beda ras seperti ini, sterotipe-sterotipe yang kita punya. Tapi kita hidup ya santai-santai aja. Di film ini khan juga ada, semua kerjasama di Toko Koh Afuk, pelanggannya, pekerjanya, jadi aku merasa ternyata bukan aku aja yang mikir seperti itu. Jadi keberagamannya itu dapat.”

Informan 4 (Erni) Sementara menurut Erni, ia melihat keberagaman di film ini ditunjukkan dengan fisik, misalnya pemeran pembantu yang dari Papua identik dengan kulitnya yang gelap, rambut yang kribo dan logat yang mencerminkan wilayah Papua. Sementara yang suku Jawa lebih digambarkan dengan karakteristik yang cemderung kalem. Ia mencontohkan karakteristik Yohan dan Ayu dalam film tersebut, mereka adalah pasangan suami istri yang beda etnis, namun keduanya bisa menjembatani perbedaan tersebut, untuk kemudian hidup berdampingan. Dalam setiap komentarnya Erni memang lebih banyak menyorot tentang hubungan antara Yohan dan Ayu, sebab dari latar belakangnya sendiri, ia dan suaminya juga beda suku antara Jawa dan Sunda, sehingga pada adegan tersebut ia merasa menemukan chemistry-nya. Berikut adalah kutipannya : “Keberagaman itu ya keberbedaan kita antara satu dengan yang lainya. Ada orang yang rambutnya kerinting lurus, kribo, juga suku- suku lainnya, pokoknya ya beragam dan bermacam-macam oranglah. Seperti Indonesia ini khan beragam semuanya. Di film itu khan juga bisa dilihat banyak tipe orang yang beda-beda. Yohan sama istrinya ae, beda etnis. Meskipun Koh Afuk ndak suka sama istrinya, toh kehidupan mereka ya rukun-rukun aja, saling mendukung, saling cinta. Itu ae sih menurutku.”

4.3.2. Bentuk-bentuk Pluralisme dalam film Informan 1 (Andi ) : Menurut Andi film ini secara umum sudah menggambarkan keberagaman dari film, meskipun nampak beberapa stereotype dari suku serta karakteristik yang berbeda banyak berpadu dalam film ini. Hanya saja menurut Andi, film ini kurang mengupas secara mendalam mengenai stereotype tersebut, sehingga memberi kesan

57 Universitas Kristen Petra hanya sekedar tempelan. Sebab, sebagai seseorang yang dibesarkan dengan kultur budaya yang sangat berbeda, Andi memiliki kesadaran yang lebih terkait dengan pluralisme. Menurutnya, ketika sudah berada di dalamnya, hal-hal yang menjadi sebuah perbedaan tersebut cenderung tidak terasa, seringkali hanya tentang fisik dan cara berbicara, lafal bicara yang berbeda, atau selebihnya tentang karakter saja, selain itu perbedaan latar belakang suku, rasa ataupun agama bukan menjadi sesuatu yang menonjol lagi. Berikut adalah kutipannya : Informan 1 (Andi) “Sudah cukup digambarkan dan mewakili stereotipikal kebanyakan suku bangsa, tapi khan ya nggak cuman itu aja. Masih terlalu stereotip banget kalo di film. Nggak mendalam. Contohnya ya pas adegan kegiatan di tokonya Koh Afuk itu.Ini agak lucu, karena kalo orang udah hidup berdampingan, kayaknya nggak ada tuh yang namanya beda-beda urusan sara, palingan beda cuman di urusan ngomong aja, fisik aja, lain-lain paling cuman urusan karakter orangnya.”

Informan 2 (Aaron) Sementara Aaron juga menyatakan hal yang sama, khususnya ketika adegan-adegan yang mengambil setting kegiatan toko Koh Afuk beserta dengan para pelayan tokonya serta pelayan toko sebelah yang berasal dari beragam daerah dan hal tersebut mereka tunjukkan melalui logat, ekspresi kedaerah ataupun kutipan-kutipan bahasa ibu yang mereka gunakan. Berikut adalah kutipannya : Informan 2 (Aaron) “Ya lumayan digambarkan sih. Saya ngeliat banyak keragaman di tokonya Koh Afuk pada adegannya.Maksudnya, khan disitu banyak digambarin pembatu-pembantu tokonya Koh Afuk itu ada beberapa etnis, misalnya ada yang dari Papua, ada yang Tionghoa, ada yang Jawa juga... ”

Informan 3 (Lavenia) Lavenia juga memiliki tanggapan yang sama dengan Andi dan Aaron. Menurutnya bentuk-bentuk pluralisme tersebut sudah nampak mulai awal sampai dengan akhir dari cerita, bentuk-bentuk dari pluralisme hanya digambarkan secara sederhana saja, masih berupa fisik dan tipikalitas. Menurutnya seharusnya bisa lebih dalam dari itu, ia mencontohkan kondisi kehidupannya sendiri di kota asalnya maupun di Surabaya, ketika hidup bertetangga, ia tidak menemukan tipikalitas

58 Universitas Kristen Petra tersebut, ia melihat mereka sebagai seseorang yang utuh, bukan hanya atas dasar latar belakang kesukuan dan lainnya. Berikut kutipannya :

Gambar 4.8 Contoh Keberagaman yang ditampilkan (Sumber: Olahan Peneliti)

Informan 3 (Lavenia) “Ya sudah sih keliatan ada pluralisme. Cuman yang digambarin film itu masih kurang banget. Gimana ya, kalo sepengalaman saya nih, orang Jawa ga mesti kalem kayak Dodit gitu, teman saya Jawa banyak juga yang ngomongnya keras, kalo orang Surabaya khan cenderung kalo ngomong keras dan kayak apa ya logat mereka itu kayak orang nggak sabaran, tapi mereka Jawa juga khan. Teman sekamar saya orang Papua, tapi dia kalem pembawaanya. Cuman susah pasti kalo fil, dibatasi sama waktu, jadinya ya gitu dehhh... “

Informan 4 (Erni) Sementara Erni menyatakan, bahwa ia sudah melihat penggambaran keragaman pada film Cek Toko Sebelah, ia melihat hal tersebut dari tokoh-tokoh figuran yang menjadi karyawannya, namun seperti yang dikatakan Andi, masih kurang pendalaman. Bagi Erni bentuk-bentuk tentang pluralisme tersebut nampak pada karyawan Koh Afuk dan tokoh Yohan dan Ayu. Menurut Erni bentuk pluralisme tersebut nampak pada sesuatu yang berbeda, namun bisa saling bekerjasama. Berikut adalah kutipannya :

59 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.9 Contoh Keberagaman yang ditampilakan (Sumber: Olahan Peneliti)

Informan 4 (Erni) “Sudah, tapi kayak kurang banyak penggambarannya. Halahhhh, keberagaman itu khan uda langsung keliatan sih. Pegawai tokonya Koh Afuk, suami istri Yohan dan Ayu. Mereka beda, tapi bisa saling kerjasama dan saling dukung khan?.”

4.3.3 Kondisi Pluralisme dalam Keseharian: 4.3.3.1 Beda namun tidak menjadikan sebagai suatu perbedaan Informan 1 (Andi ) : Menurut Andi, ia menilai masyarakat pluralis seperti bagaimana ia melihat dirinya dan identitas keluarganya, dimana ibunya adalah seorang suku Madura yang menikah lagi dengan etnis Tionghoa. Andi menjalani kedua kebudayaan tersebut dirumahnya, bahkan bisa menyatu dengan dirinya. Ia jutsru pada akhirnya lebih banyak menemukan persamaan daripada perbedaan, secara kultur ia menemukan etos kerja etnis Cina maupun etnis Madura merupakan suku yang pekerja keras, sistem kekerabatan di antara mereka juga sangat kuat satu sama lain. Andi menilai bentuk pluralis tersebut nampak ketika banyaknya perbedaan tidak menjadi suatu perbedaan, namun yang berbeda bisa tetap memiliki kesamaan dan bisa beriringan. Berikut adalah kutipannya :

60 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.10 Contoh Keberagaman yang ditampilkan (Sumber: Olahan Peneliti)

Informan 1 (Andi) “Kalo di bilang pluralis sih iya juga, ibu saya madura, bapak saya Cina, bapak kandung saya Jawa. Tapi saya orang Madura yang banyak dibesarkan dengan nilai-nilai dan kultur Cina. Saya nggak melihat banyak perbedaan diantara kedua kultur itu baik dari aspek etos kerja ataupun yang lainnya. Saya bersyukur malah bisa masuk dengan enak di kedua kultur itu. Jadi kalo ngomong apa masyarakat kita pluralis, iya, karena saya bisa hidup nyaman dan tenang di keduanya.”

Informan 2 (Aaron) Aaron memiliki pandangan yang berbeda dengan Andi, Aaron menilai sekitarnya masih belum menunjukkan indikasi pluralis, sebab ia mencontohkan peristiwa-peristiwa yang ada di media yang selama ini justru menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak pluralis di sekitarnya. Ia juga menceritakan bagaimana ia dibesarkan oleh kedua orangtuanya yang mengkondisikan untuk berada di lingkungan dengan mayoritas etnis yang sama, sehingga ia sendiri kemudian tidak memiliki banyak pilihan dan berteman dengan etnis yang sama. Berikut adalah kutipannya :

61 Universitas Kristen Petra

Informan 2 (Aaron) “Belom terlalu pluralis juga sih, ada banyak orang-orang yang masih mengatas namakan agama menunjukkan kekuatan masing— masing, sorry to say. Tapi memang sejak kecil aku sama keluarga juga dididik dalam lingkungan Tionghoa, dimasukkan sekolah yang semua siswanya Tionghoa, Jawa dan Madura jarang. Kuliah juga sama, lingkaran pergaulan saya ya kebanyakan Tionghoa jadinya. Tapi apakah itu menjadikan saya pilih-pilih teman? Nggak juga, cuman memang saya sudah disetting seperti itu. Contoh kecilnya, saya kalo makan sama teman2 saya sesama Tionghoa berhitung soal siapa habis berapa itu nggak ada masalah, tapi kalo di Jawa khan cenderung sungkan. Itu aja sih.”

Gambar 4.11 Adegan Erwin memeluk salah satu karyawan toko (Sumber: Olahan Peneliti)

Informan 3 (Lavenia) Sementara Lavenia yang merupakan pendatang dari pulau seberang menyatakan bahwa dalam lingkungan kesehariannya dari tetangga-tetangganya memang sangat multi suku, meski mayoritas suku Jawa, namun lingkungan sekitarnya juga ada suku Madura, Tionghoa dan ia sendiri dan teman-temannya yang banyak berasal dari Indonesia timur baik bersuku Ambon ataupun dari Papua. Berikut adalah kutipannya : Informan 3 (Lavenia) “Aku biasa aja sih kak, lingkungan tempat tinggalku memang rata- rata campuran antara orang Jawa, madura, ada juga yang

62 Universitas Kristen Petra

beberapa China, kami juga saling menghormati satu sama lainnya, jadi nggak ada masalah.

Informan 4 (Erni) Sementara Erni menilai dilingkungan sekitarnya juga terdiri dari multi etnis, namun kesemuanya rukun dan guyub, ia menilai apa yang ada di media massa tersebut sama sekali berbeda dengan apa yang dijalaninya dalam keseharian dengan para tetangga-tetangganya. Berikut adalah kutipannya :

Informan 4 (Erni) “Nggak juga. Kalo disekitar rumah saya sih nggak ada masalah, tetangga semuanya guyub dan rukun, tapi kalo liat di TV kayaknya masih banyak gitu ya yang suka menonjol-nonjolkan agama atau bagaimana gitu, padahal dalam kesehariannya juga nggak sebegitunya sih.”

4.3.4 Pemaknaan Pluralisme oleh Responden Menurut Andi, keragaman dalam film Cek Toko Sebelah memang sudah digambarkan, namun tidak secara langsung ditonjolkan, sebab fokus utama dari film tersebut jika dilihat dari aspek kulturnya adalah masih menonjolkan budaya dan kultur Tionghoa yang kental, bagaimana pemikiran mereka, bagaimana permasalahan yang umumnya ada dalam keluarga Tionghoa khususnya urusan bisnis, sementara yang lainnya masih sekedar pemanis dari setiap adegan saja. Berikut adalah kutipan wawancaranya : Informan 1 (Andi) “Keberagaman memang ada tapi mungkin bukan yang ditonjolkan, mungkin fokusnya di film ini seperti ke pengenalan culture chinese. Orang chinese di Indonesia seperti apa, bagaimana mereka menjalankan bisnis keluarganya.”

Hampir sependapat dengan Andi, Aaron beranggapan bahwa dalam film ini masih menonjolkan budaya dan kultur keluarga Tionghoa yang kuat, khususnya konflik suksesi dalam keluarga Tionghoa. Namun secara umum, dalam film tersebut sudah memasukkan semua tipikalitas dari masing-masing etnis, hanya saja memang masih kurang diperdalam. Berikut adalah kutipannya : Informan 2 (Aaron)

63 Universitas Kristen Petra

“Sudah digambarkan. Ada dari orang chinese, ada orang indonesianya asli. Seperti dari timur Papua. Semuanya ada di film itu meskipun tetap konflik utama seputar mengenai keluarga dan konflik keluarga di etnis Tionghoa. Secara umum, film ini sudah memasukkan semua stereotype masing-masing etnis namun yang menonjol ya bagaimana konflik keluarga di etnis Tionghoa itu sendiri. Seenggaknya orang jadi negrti gituloh bagaimana cara berpikir etnis Tionghoa itu kalo mereka sedang melakukan suksesi bisnis di keluarganya.”

Lavenia menyatakan bahwa saat melihat film Cek Toko Sebelah, ia merasa seperti melihat bagaimana kesehariannya, sebab ia adalah seorang minoritas diantara suku Jawa di Surabaya. Difilm ini ia juga sudah melihat stereotype tersebut tergambarkan dalam film ini. Berikut adalah kutipannya : Informan 3 (Lavenia) “Lumayan, waktu aku menonoton itu seperti merasakan dalam kehidupan aku. Tapi kalau se Indonesia belum seberapa. Akukan hidup berdampingan dengan banyak orang dan beda ras juga. Waktu masih di Kupang ada tipekal tipekal gini, orang beda ras seperti ini, sterotipe-sterotipe yang kita punya. Di film ini ada, jadi aku merasa ternyata bukan aku aja yang mikir seperti itu. Jadi keberagamannya itu dapat.”

Sementara menurut Erni, ia melihat keberagaman di film ini ditunjukkan dengan fisik, misalnya pemeran pembantu yang dari Papua identik dengan kulitnya yang gelap, rambut yang kribo dan logat yang mencerminkan wilayah Papua. Sementara yang suku Jawa lebih digambarkan dengan karakteristik yang cemderung kalem dan penampilan fisik yang cenderung kalem dan lamban. Berikut adalah kutipannya : Informan 4 (Erni) “Keberagaman itu ya keberbedaan kita antara satu dengan yang lainya. Ada orang yang rambutnya kerinting lurus, kribo, juga suku- suku lainnya, pokoknya ya beragam dan bermacam-macam oranglah. Seperti Indonesia ini khan beragam semuanya. Itu ae sih menurutku.”

4.3.5 Responden Memaknai Kondisi Masyarakat Pluralis di Sekitar Mereka Menurut Andi, ia menilai masyarakat pluralis seperti bagaimana ia melihat dirinya dan identitas keluarganya, dimana ibunya adalah seorang suku Madura yang

64 Universitas Kristen Petra menikah lagi dengan etnis Tionghoa. Andi menjalani kedua kebudayaan tersebut dirumahnya, bahkan bisa menyatu dengan dirinya. Ia jutsru pada akhirnya lebih banyak menemukan persamaan daripada perbedaan, secara kultur ia menemukan etos kerja etnis Cina maupun etnis Madura merupakan suku yang pekerja keras, sistem kekerabatan di antara mereka juga sangat kuat satu sama lain. Andi menilai bentuk pluralis tersebut nampak ketika banyaknya perbedaan tidak menjadi suatu perbedaan, namun yang berbeda bisa tetap memiliki kesamaan dan bisa beriringan. Berikut adalah kutipannya :

Informan 1 (Andi) “Kalo di bilang pluralis sih iya juga, ibu saya madura, bapak saya Cina, bapak kandung saya Jawa. Tapi saya orang Madura yang banyak dibesarkan dengan nilai-nilai dan kultur Cina. Saya nggak melihat banyak perbedaan diantara kedua kultur itu baik dari aspek etos kerja ataupun yang lainnya. Saya bersyukur malah bisa masuk dengan enak di kedua kultur itu. Jadi kalo ngomong apa masyarakat kita pluralis, iya, karena saya bisa hidup nyaman dan tenang di keduanya.”

Aaron memiliki pandangan yang berbeda dengan Andi, Aaron menilai sekitarnya masih belum menunjukkan indikasi pluralis, sebab ia mencontohkan peristiwa-peristiwa yang ada di media yang selama ini justru menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak pluralis di sekitarnya. Ia juga menceritakan bagaimana ia dibesarkan oleh kedua orangtuanya yang mengkondisikan untuk berada di lingkungan dengan mayoritas etnis yang sama, sehingga ia sendiri kemudian tidak memiliki banyak pilihan dan berteman dengan etnis yang sama. Berikut adalah kutipannya : Informan 2 (Aaron) “Belom terlalu pluralis juga sih, ada banyak orang-orang yang masih mengatas namakan agama menunjukkan kekuatan masing— masing, sorry to say. Tapi memang sejak kecil aku sama keluarga juga dididik dalam lingkungan Tionghoa, dimasukkan sekolah yang semua siswanya Tionghoa, Jawa dan Madura jarang. Kuliah juga sama, lingkaran pergaulan saya ya kebanyakan Tionghoa jadinya. Tapi apakah itu menjadikan saya pilih-pilih teman? Nggak juga, cuman memang saya sudah disetting seperti itu. Contoh kecilnya, saya kalo makan sama teman2 saya sesama Tionghoa berhitung

65 Universitas Kristen Petra

soal siapa habis berapa itu nggak ada masalah, tapi kalo di Jawa khan cenderung sungkan. Itu aja sih.”

Sementara Lavenia yang merupakan pendatang dari pulau seberang menyatakan bahwa dalam lingkungan kesehariannya dari tetangga-tetangganya memang sangat multi suku, meski mayoritas suku Jawa, namun lingkungan sekitarnya juga ada suku Madura, Tionghoa dan ia sendiri dan teman-temannya yang banyak berasal dari Indonesia timur baik bersuku Ambon ataupun dari Papua. Berikut adalah kutipannya :

Informan 3 (Lavenia) “Aku biasa aja sih kak, lingkungan tempat tinggalku memang rata- rata campuran antara orang Jawa, madura, ada juga yang beberapa China, kami juga saling menghormati satu sama lainnya, jadi nggak ada masalah.

Sementara Erni menilai dilingkungan sekitarnya juga terdiri dari multi etnis, namun kesemuanya rukun dan guyub, ia menilai apa yang ada di media massa tersebut sama sekali berbeda dengan apa yang dijalaninya dalam keseharian dengan para tetangga-tetangganya. Berikut adalah kutipannya : Informan 4 (Erni) “Nggak juga. Kalo disekitar rumah saya sih nggak ada masalah, tetangga semuanya guyub dan rukun, tapi kalo liat di TV kayaknya masih banyak gitu ya yang suka menonjol-nonjolkan agama atau bagaimana gitu, padahal dalam kesehariannya juga nggak sebegitunya sih.”

4.3.6 Kondisi ideal masyarakat pluralis menurut responden Menurut Andi, masyarakat pluralis yang ideal menurutnya adalah masyarakat yang terbuka pemikiran dan sikapnya terkait dengan perbedaan itu sendiri, sehingga tidak menganggap keberagaman adalah suatu hal yang yang perlu dibesar-besarkan, sebab yang terpenting adalah memiliki rasa toleransi yang tinggi sehingga bisa mengedepankan kebersamaan untuk menerima perbedaan. Berikut adalah kutipannya : Informan 1 (Andi) “Ya pokoknya masyarakat yang terbuka dan santai, toleran menerima perbedaan aja”.

66 Universitas Kristen Petra

Aaron menilai masyarakat yang pluralis adalah masyarakat multikultur yang didalamnya saling menghormati perbedaan dan tidak menilai latar belakang seseorang hanya berdasarkan suku atau agamanya, dan terutama tidak bersumbu pendek yang berarti tidak mudah terprovokasi hanya karena hal-hal yang dangkal dalam memaknai suatu keragaman. Berikut adalah kutipannya : Informan 2 (Aaron) “Masyarakat yang di dalamnya saling menghormati perbedaan satu sama lain, nggak peduli ngeliat dia suku apa, agamanya apa, dan nggak sumbu pendek.”

Menurut Lavenia, kondisi ideal dari masyarakat pluralis adalah ketika masayarakat saling bisa menerima kondisi dan perbedaan satu sama lain, baikdalam aspek agama, suku, daerah ataupun rasnya dan hidup berdampingan satu sama lain dengan damai. Berikut adalah kutipannya :

Informan 3 (Lavenia) “Ya masyarakat yang saling menerima perbedaan satu sama lainnya.”

Sedangkan menurut Erni masyarakat yang pluralis adalah kondisi msyrakat dimana memiliki sikap tenggang rasa atau tepo seliro yang tinggi satu sama lain. Sehingga dalam kehidupan sosial tidak saling menyudutkan ketika ada perbedaan, ia mencontohkan beda pilihan presiden saja bisa memicu pertengkaran. Pdahal hal seperti itu harusnya tidak perlu. Berikut adalah kutipannya : Informan 4 (Erni) “Masyarakat yang toleransi dan tepo selironya tinggi satu sama lain, sehingga bisa saling bertenggang rasa jika ada sesuatu atau apa yang kurang, nggak saling menyudutkan, masa pemilihan beda presiden ae dibela-belain bertengkar. Khan gitu aja.

4.3.7 Ajaran keluarga responden mengenai nilai-nilai pluralisme Bagi Andi, nilai-nilai dalam keluarganya sangat pluralis. Sebab ajaran utama dari ayah angkatnya yang seorang beretnis Tionghoa, ia diwajibkan untuk bersikap hormat dan menjaga sopan santun dimanapun ia berada. Ia juga

67 Universitas Kristen Petra diwajibkan untuk menghormati siapapun orangnya, tanpa mempedulikan suku, rasa, agama, bahkan kedudukannya. Sebab bagi keluarga Andi, sikap menghormati orang lain adalah bentuk penghormatan pada diri sendiri, artinya dengan bersikap menghormati orang lain dan mampu menempatkan diri dalam suatu lingkungan, maka lingkungan tersebut juga akan memberikan feedback yang sama ke dalam diri kita. Berikut adalah kutipannya : Informan 1 (Andi) “Ya jelas, sama ayah saya diwajibkan untuk menghormati orang lain dan menjaga sopan santun dimanapun berada, harus dan wajib itu. Sehingga orang juga segan sama kita. Ga peduli apa warna kulit dan agama kita kalo kita menghargai diri sendiri dan orang lain, maka orang juga balik menghargai kita.”

Sementara Aaron, menyatakan bahwa secara tidak langsung keluarganya juga sudah menanamkan makna pluralisme semenjak kecil. Hal ini nampak pada ajaran keluarganya dari kedua orangtuanya yang selalu menunjukkan empati dan simpati pada pegawai-pegawainya yang sedang tertimpa musibah. Kedua orangtuanya selalu menyempatkan untuk datang sendiri dan memberikan sesuatu sebagai wujud solidaritas dan penghargaan terhadap sesama manusia. Demikian pula ketika dirumah, hal kecil mengenai menu makanan, apa yang mereka makan, maka hal tersebut juga dimakan oleh pegawai mereka, sehingga tidak ada batasan antara pekerja dan atasan. Maka kondisi tersebut juga membentuk Aaron dan keluarganya menjadi sosok yang pluralis dan demokratis ketika berada di luar lingkup keluarga mereka sendiri. Berikut adalah kutipannya : Informan 2 (Aaron) “Diajarakan secara langsung sih nggak, cuman keluarga selalu mencontohkan untuk saling menghargai dan menghorrmati orang lain, misale ada karyawan yang kesusahan gitu, papa selalu nyempetin untuk datang, njenguk, kemudian nitip, meskipun ga banyak, tapi bisa membantu, sering juga dirumah, apa yang kita makan, itu juga dimakan sama karyawan lainnya, jadi ga boleh mbeda-mbedakan.”

Orangtua dari Lavenia mengajarkan untuk pandai-pandai membawa diri dalam kondisi lingkungan seperti apapun harus bisa bersikap yang baik. Salah

68 Universitas Kristen Petra satunya ditunjukkan dengan sikap yang berusaha biasa saja, dan tetap menghargai beragam perbedaan. Berikut adalah kutipannya : Informan 3 (Lavenia) “Harus sopan santun dijaga dan pandai-pandai membawa dan menempatkan diri dimanapun berada. Itu selalu pesan orang tua. Dan harus toleransi menghargai kalo ada orang lain yang berbeda dari kita, tetep biasa aja.”

Senada dengan apa yang disampaikan oleh Lavenia, orangtua Erni juga mengajarkan hal yang sama, dimana kita harus pandai-pandai membawa diri dan menempatkan diri di posisi manapun, sebab hal tersebut adalah suatu kunci dalam pergaulan. Khususnya adalah tetap bersikap toleran dengan beragam perbedaan di sekitar kita, termasuk jika didalamnya terkait dengan perbedaan berpendapat. Berikut adalah kutipannya : Informan 4 (Erni) “Orang tua selalu mengajarkan untuk pandai-pandai membawa diri, harus bisa menghargai orang lain ataupun diri sendiri sehingga dimanapun kita berada selalu bisa menempatkan diri dengan orang manapun. Bukannya itu sudah kunci?. Termasuk juga harus toleransi kalo ada orang yang berbeda sama kita, itu sesuatu yang wajar, asalkan nggak merugikan orang lain.”

4.3.8 Bagaimana Responden Memaknai Keberagaman dan Toleransi di Indonesia Bagi Andi, ia memaknai keberagaman dan toleransi secara umum di Indonesia sebenarnya sudah ditunjukkan, namun menurutnya ada beberapa oknum lain yang masih sangat mudah terprovokasi ataupun melakukan provokasi sehingga beberapa kelompok juga terpecah belah. Hal ini sering ia saksikan dari pemberitaan-pemberitaan di media massa, dimana ia sering melihat antara kelompok satu dan kelompok lainnya saling beradu kekuatan hanya untuk mengunggulkan kelompoknya. Berikut adalah kutipannya : Informan 1 (Andi) “Seharusnya sudah. Tapi kadang ya ada beberapa oknum yang provokasi seperti yang kita lihat di tv-tv itu.Apalagi sekarang justru banyak acara yang mempertajam perbedaan tersebut dengan menggunakan format debat-debat terbuka, kayak acara ILC itu. Ini khan jadinya semakin memperuncing masalah.”

69 Universitas Kristen Petra

Sementara Aaron beranggapan bahwa kondisi masyarakat kita masih belum pluralis, sebab ia menilai masyarakat Indonesia masih dengan sangat mudah terprovokasi. Ia mencontohkan beda presiden saja bisa membuat perpecahan di dalam suatu kelompok, dan kemudian perang konten di media massa. Bagi Aaron ini adalah bentuk kemunduran bagi suatu masyarakat, sebab masyarakat belum bisa menghargai suatu bentuk perbedaan, baik perbedaan pendapat ataupun perbedaan yang lainnya. Berikut adalah kutipannya : Informan 2 (Aaron) “Belum rasanya. Buktinya masyarakat kita masih mudah di provokasi sampai di media sosial aja perang media, hanya karena pilihan Presiden yang beda. Berarti kita belum paham makna toleransi atas keberagaman toh?.”

Senada dengan apa yang dikatakan oleh Aaron, Lavenia memaknai kondisi masyarakat yang nampak diberitakan di media massa masih sangat rentan provokasi, ia mencontohkan perang di media massa antara dua kelompok yang saling melempar berita hoax ataupun melempar statement yang provokatif sehingga banyak memperuncing kondisi. Berikut adalah kutipannya : Informan 3 (Lavenia) “Nggak bisa bilang sudaah atau belum, sebab kita lihat pemberitaan di TV mesti kayak gitu, trus di instagram itu suka ada perang antara dua kubu saling lempar statement dan hoax.”

Sedangkan Erni menyatakan hal yang berbeda, ia mengamati bahwa kondisi masyarakat di sekitar lingkungannya adalah tipikalitas masyarakat yang sudah cukup toleran, namun di media massa ia mendapati justru sebaliknya ia mendapati masyarakat yang sangat mudah diprovokasi dan untuk itu ia memilih untuk diam daripada terlalu menonjolkan pilihan-pilihannya atau menunjukkan siapa diri kita, sebab hal tersebut hanya memancing provokasi terhadap kelompok tertentu saja. Berikut adalah kutipannya : Informan 4 (Erni) “Di sekitar saya rasanya sudah, tapi kalo lihat di media media itu kayaknya kok belum, kita jadi malah lebih baik diam daripada terlalu menonjolkan pilihan-pilihan kita atau menunjukkan siapa kita.”

70 Universitas Kristen Petra

4.4 Analisis Data dan Interpretasi Data 4.4.1 Pemaknaan Pluralisme oleh Responden Kemudian pada pemaknaan aspek pluralisme oleh responden, akan dijabarkan sebagai berikut. Menurut Andi, secara umum keragaman dalam film Cek Toko Sebelah memang sudah digambarkan, namun tidak secara langsung ditonjolkan, sebab fokus utama dari film tersebut jika dilihat dari aspek kulturnya adalah masih menonjolkan budaya dan kultur Tionghoa yang kental, bagaimana pemikiran mereka, bagaimana permasalahan yang umumnya ada dalam keluarga Tionghoa khususnya urusan bisnis. Sebagai seseorang yang memiliki konteks latar belakang Madura dan Cina, Andi sangat dekat dengan kehidupan pluralisme ini, dimana ia dibesarkan dengan ayah sambung seorang pengusaha Cina, ia melihat bagaimana nilai-nilai pluralisme tersebut diterapkan dalam kehidupan kesehariannya. Ia dicontohkan secara langsung dalam kehidupan keluarganya, dimana ayahnya sendiri sangat dekat dengan keluarga ibunya yang Madura, memiliki etos kerja keras yang sama, penghargaan terhadap nilai-nilai keluarga yang tinggi. Ia juga sangat memahami kondisi suksesi yang banyak dialami oleh keluarga di etnis Tionghoa. Menurut Andi, pluralisme adalah kondisi dimana adanya suatu perbedaan baik suku, ras, agama, ataupun latar belakang lainnya tidak menjadi suatu perbedaan namun menjadi suatu kondisi yang harus diterima tanpa banyak pertanyaan, sebab perbedaan tersebut saat hidup berdampingan akan lebur dengan sendirinya. Pada aspek intertext, Andi membandingkan film Cek Toko Sebelah ini dengan film-film Ernest yang lain, seperti Susah Signal, ia menilai dari kedua film tersebut masih lebih bagus film Cek Toko Sebelah, sebab konfliknya dan makna culture-nya lebih bagus di film Cek Toko Sebelah. Sebab jika dikaitkan dalam kehidupan kesehariannya, ia menemukan banyak kesaman pada realita dengan film Cek Toko Sebelah. Dari apa yang disampaikan oleh Andi ini, nampak sekali bahwa Andi menawarkan nilai-nilai yang baru dalam sudut pandangnya tentang pluralisme. Penerimaan informasi tentang pluralisme oleh Andi pada film Cek Toko Sebelah masih dianggapnya kurang mendalam, sebab secara konteks ia menjalani sendiri bagaimana pluralisme dalam keluarganya, otomatis ia memposisikan dirinya adalah

71 Universitas Kristen Petra negotiated reading, dimana ia mengakui adanya aspek pluralitas dalam film tersebut namun ia memiliki pandangan lain yang lebih mendalam terkait hal tersebut. Aaron beranggapan bahwa dalam film ini masih menonjolkan budaya dan kultur keluarga Tionghoa yang kuat, khususnya konflik suksesi dalam keluarga Tionghoa. Sebagi seseorang yang dibesarkan dari keluarga Tionghoa asli, Aaron menilai film Cek Toko Sebelah tersebut sudah sangat menggambarkan bagaimana konflik dalam keluarga Tionghoa, namun yang menjadi catatan baginya, sekalipun kondisi konflik tipikalitas keluarga Tionghoa memang masih menjunjung tinggi persaudaraan. Hal tersebut kemudian terbukti bagaimana Yohan dan Erwin kemudian bekerja sama untuk mendapatkan surat rumah mereka kembali. Hal yang berkaitan dengan pluralisme dalam film ini Aaron menilai sudah ada, meskipun masih kurang menonjol, bahkan dalam penggambaran tokoh-tokohnya juga. Secara intertekstualitas, Aaron menyebutkan dari film ini nilai pluralisme yang dapat diambil adalah keragaman namun bisa hidup berdampingan dan saling bekerjasama tanpa terlalu melihat keberbedaan tersebut. Salah satunya, ia membandingkan dengan film Tanda Tanya yang kontennya lebih membahas agama dan pluralisme, pada film Tanda Tanya tersebut aspek-aspek dan konflik tentang pluralisme lebih mengemuka, bagaimana seseorang dihadapkan dengan beragam konflik-konflik tentang ajaran agama, misalnya konflik pindah agama, konflik poligami, konflik prasangka agama dan banyak konflik lainnya. Bagi Aaron antara kedua film ini, memang tidak bisa dibandingkan pertama karena berbeda genre, film Cek Toko Sebelah cenderung kuat di komedi, sedangkan film Tanda Tanya lebih kuat pada aspek dramanya. Dari apa yang disampaikan oleh Aaron dalam in depth interview penerimaannya terhadap film ini kurang lebih sama dengan Andi, ia melihat pluralitas ada pada film tersebut, namun masih lebih dominan wacana tentang konflik yang terjadi dalam keluarga Tionghoa. Ia beranggapan film tersebut perlu diekplorasi lagi pendalaman karakter para tokohnya, sebab sudah mengena. Dalam kategori posisi khalayak dalam memaknai resepsi ini, Aaron termasuk kategori negotiated reading, dimana ia melihat di film tersebut sudah terdapat aspek pluralitas, namun masih lebih kuat aspek konflik pada keluarga Tionghoa.

72 Universitas Kristen Petra

Sementara Lavenia melihat ia merasa seperti melihat bagaimana kesehariannya, secara intertekstualitas sebagi seorang minoritas diantara suku Jawa di Surabaya. Sebagai seseorang yang terlahir asli NTT, menonton film adalah sesuatu yang sangat mewah bagi Lavenia, baru di Surabaya ini dia bisa menonton bioskop. Dalam film ini ia menilai pluralisme tersebut sudah dapat dilihat pada beragam adegannya, namun ia sendiri menilai pluralisme adalah seperti yang dialaminya dalam kesehariannya, ia memiliki tetangga dan teman yang multietnis, namun ia ataupun mereka tetap dapat saling hidup berdampingan tanpa ia melihat apa latar belakang mereka, sehingga tercipta kondisi yang harmonis satu sama lainnya. Ia mencontohkan salah satu film yang pernah ia lihat berjudul Invictus yang sangat ia sukai. Film itu membahas mengenai awal-awal pemerintahan Nelson Mandela disana, dan bagaimana Nelson Mandela sebagai presiden terpilih kulit hitam pertama harus beradaptasi dengan bawahannya sendiri yang berwarna kulit putih dan merasa superior sehingga ia bisa meraih hati mereka, menjembatani perbedaan ras dan diskriminasi antara kulit hitam dan kulit putih yang masih sangat kental disana hingga kemudian bagaimana strateginya untuk bisa menyatukan mereka semua tanpa ada perbedaan yakni lewat jalan olahraga. Antara film ini dengan film Cek Toko Sebelah tentunya memiliki perbedaan, sebab pada film Invictus ini mengambil kisah nyata seorang Nelson Mandela, dan apa yang dihadapinya adalah benar-benar real diceritakan dalam film, bagaimana ia harus berhadapan secara langsung dengan kondisi dan birokrasi yang masih sangat rasialis, apalagi dia adalah Presiden kulit hitam pertama di Afrika yang harus melawan hegemoni kulit putih pada segala aspek kehidupan pada saat itu. Sementara film Cek Toko Sebelah adalah film komedi yang mengusung tentang konflik pada keluarga Tionghoa namun memiliki aspek pluralisme. Dari wawancara dengan Lavenia secara mendalam, bisa diketahui bagaimana penerimaan seorang Lavenia terhadap film ini, ia menilai film ini sudah banyak terlihat unsur pluralitasnya, dalam beragam scene pluralitas tersebut sudah membaur dengan baik. Hal ini didasari kondisi sosialnya, dimana ia adalah seorang pendatang baru dan seorang minoritas di Surabaya, sesuai dengan yang di tulis oleh Hadi (2009, p.2) Informan dapat menerima pesan teks dikarenakan faktor

73 Universitas Kristen Petra kontekstual dalam elemen identitas khalayak, persepsi penonton atas film atau genre program tv dan produksi, bahkan termasuk latar belakang sosial, sejarah dan isu politik. Ia juga berhadapan dengan orang-orang yang multietnis di lingkungan sekitarnya. Ia melihat apa yang ada di film tersebut sudah sesuai dengan apa yang dirasakan selama ini, oleh karena itu Lavenia dalam kategori khalayak menurut Stuart Hall adalah ia seorang dominant reading dimana ia memiliki pemaknaan yang sama sesuai dengan makna dominan tentang pluralitas dalam film ini. Sementara Erni menilai ia melihat keberagaman di film ini ditunjukkan dengan fisik, misalnya pemeran pembantu yang dari Papua identik dengan kulitnya yang gelap, rambut yang kribo dan logat yang mencerminkan wilayah Papua. Sementara yang suku Jawa lebih digambarkan dengan karakteristik yang cemderung kalem. Sebagai seseorang yang dilahirkan di keluarga pedagang Sunda yang kental, komentarnya justru lebih banyak menyoroti tentang hubungan antara Yohan dengan Ayu, dimana hubungan tersebut memiliki kesamaan dengan dirinya seorang Sunda yang menikah dengan Jawa, dan ia harus tinggal di lingkungan keluarga suaminya. Secara intertekstualitas, Erni menilai dalam film tersebut yang kurang diekplorasi adalah hubungan antara Yohan dan Ayu, sebab masih sangat bisa dikembangkan, sebab keduanya sebagai pasangan yang berbeda suku mestinya memiliki beragam perbedaan pula yang harus disatukan. Misalnya dari aspek pola pikir, prinsip hidup dan beragam perbedaan lainnya. Erni menilai pluralisme sendiri adalah seperti pasangan Yohan dan Ayu tersebut, atau seperti ia dan suaminya, dimana mereka berdua memiliki banyak sekali perbedaan, namun karena saling hidup berdampingan, maka perbedaan tersebut tidak lagi terasa, hubungan dalam bentuk apapun akan menghilangkan perbedaan tersebut dengan sendirinya karena lebih banyak persoalan hidup untuk diselesaikan dibandingkan untuk menonjolkan perbedaan tersebut. Ia kemudian mencontohkan dengan salah satu film yang pernah ia tonton berjudul Cin(t)a, di film tersebut menceritakan tentang pasangan yang beda etnis dan agama tapi saling jatuh cinta. Ia melihat pada film ini sangat menyentuh lebih dalam bisa mengekplorasi daripada film Cek Toko Sebelah, hanya saja ia tak menyukai ending pada film tersebut yang keduanya harus memilih berpisah, sementara pada film Cek Toko Sebelah semuanya menang.

74 Universitas Kristen Petra

Erni dapat menerima pesan pluralisme didukung oleh faktor pengalaman dan lingkunnya, seperti yang ditulis oleh Schramm, Source memiliki frame of reference dan field of experience yang berbeda – beda. Komunikasi akan berjalan secara efektif apabila komunikan dan komunikator memiliki frame of reference dan field of experience yang sama. Kedua hal tersebut juga mempengaruhi bagaimana komunikan akan menangkap sebuah pesan. Dari apa yang disampaikan oleh Erni, menunjukkan bahwa secara umum ia mengakui adanya pluralitas dalam film Cek Toko Sebelah, ia mencontohkan antara Yohan dan Ayu dalam film tersebut, kemudian para karyawan dan pelanggan dalam film tersebut. Namun ia memiliki pandangan bahwa pluralisme dan hubungan antar etnis tersebut kurang diekplorasi dalam film tersebut. Sebagai seseorang yang sudah menikah dan memiliki banyak kesamaan dengan Yohan dan Ayu ia merasa film tersebut seharusnya lebih banyak menunjukkan konflik yang dialami oleh Yohan dan Ayu juga, maka kemudian ini mendudukan Erni sebagai negotiated reading dimana ia mengakui adanya pluralisme, namun memiliki pandangan lain juga untuk ditawarkan. Dari pemahaman para responden ini didapat bahwa secara umum pluraslime dalam film ini sudah menonjol, meskipun dikemas dalam permasalahan konflik keluarga di dalam etnis Tionghoa. Pluralisme jika melihat dari asal-usulnya berasal dari bahasa latin plures yang berarti “beberapa” dengan implikasi perbedaan. Dalam bahasa Inggris adalah pluralism berasal dari kata plural yang berarti “kemajemukan dan keragaman” dan isme berasal dari bahasa latin yang berarti paham. Menurut Hidayat, pluralisme adalah suatu paham dimana sebuah komunitas terdiri dari berbagai macam aspek yang berbeda satu sama lain dan kemudian hidup dan berinteraksi membentuk suatu keserasian bersama. Keserasian yang dimaksudkan adalah bagaimana kerukunan antar sesama terbentuk karena adanya toleransi di dalamnya (Hidayat, 1998). Pluralitas tersebut didasarkan pada keanekaragaman suku, budaya, agama dan bahasa. Untuk menggambarkan keanekaragaman tersebut munculah istilah Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity). Dalam film Cek Toko Sebelah peneliti melihat pentingnya pemahaman tentang pluralisme karena bangsa Indonesia sangat kompleks dan majemuk, terdiri dari beragam suku, bahasa, adat istiadat, budaya, agama dan aliran kepercayaan. Selain itu, pluralisme juga dapat menjadi instrumen untuk mewujudkan keadilan,

75 Universitas Kristen Petra kemajuan, kesejahteraan, mencegah pertikaian, serta menumbuhkan kepekaan untuk membela hak seseorang dan menegakkan nilai keadilan.

4.4.2 Implementasi Pluralisme oleh Responden Dalam Keseharian Kemudian pada pemaknaan bagaimana pluralisme dimaknai dalam keseharian respondennya, masing-masing responden menyatakan bahwa hal tersebut berawal semenjak kecil, dimana berupa ajaran-ajaran atau pengalaman terkait dengan pluralisme. Bagi Andi, nilai-nilai dalam keluarganya sangat pluralis. Sebab ajaran utama dari ayah angkatnya yang seorang beretnis Tionghoa, ia diwajibkan untuk bersikap hormat dan menjaga sopan santun dimanapun ia berada. Ia juga diwajibkan untuk menghormati siapapun orangnya, tanpa mempedulikan suku, rasa, agama, bahkan kedudukannya. Sebab bagi keluarga Andi, sikap menghormati orang lain adalah bentuk penghormatan pada diri sendiri, artinya dengan bersikap menghormati orang lain dan mampu menempatkan diri dalam suatu lingkungan, maka lingkungan tersebut juga akan memberikan feedback yang sama ke dalam diri kita. Sementara di keluarga Aaron selalu menanamkan bagaimana ia harus memiliki sikap yang empatif dan simpati terhadap sesamanya, tanpa peduli dengan perbedaan dan latar belakang yang berkaitan dengan SARA. Sementara pada keluarga Lavenia orangtuanya selalu mengajarkan untuk pandai- pandai membawa diri dalam kondisi lingkungan seperti apapun harus bisa bersikap yang baik. Salah satunya ditunjukkan dengan sikap yang berusaha biasa saja, dan tetap menghargai beragam perbedaan. Hal yang sama juga dirasakan pada Erni. Hal tersebut sesuai dengan pluralisme menurut Diana L. Eck, (“What is Pluralism”). Menurutnya, pluralisme bukan sekedar perbedaan, melainkan adanya keterlibatan dengan keragaman tersebut. Saat ini, keragaman agama merupakan pemberian, sedangkan pluralisme bukanlah pemberian, melainkan sebuah prestasi. Keragaman tanpa adanya perjumpaan nyata dan hubungan akan menimbulkan ketegangan di masyarakat kita. Kedua, pluralisme tidak hanya toleransi, tetapi secara aktif memahami lintas perbedaan. Ketiga, pluralisme bukanlah relativisme melainkan perjumpaan dari komitmen. Paradigma baru pluralisme tidak mengharuskan kita untuk meninggalkan identitas kita dan komitmen kami di belakang, pluralisme adalah perjumpaan dari komitmen. Ini berarti memegang

76 Universitas Kristen Petra perbedaan kita yang terdalam, bahkan perbedaan agama kita, bukan dalam isolasi, namun dalam hubungan satu sama lain. Keempat, pluralisme berdasarkan pada dialog. Bahasa pluralisme adalah bahwa dialog dan pertemuan, memberi dan menerima, kritik dan kritik diri. Dialog berarti berbicara dan mendengarkan dan proses yang mengungkapkan baik pemahaman umum dan perbedaan yang nyata. Dialog tidak berarti semua orang yang berada di "meja" akan setuju satu sama lain. Pluralisme melibatkan komitmen satu dengan lainnya. (What is pluralism, 2011) Dari ajaran-ajaran oleh orangtua tersebut, memang kemudian terbawa bagaimana responden memandang segala sesuatunya dalam keseharian mereka. Andi misalnya, dalam kesehariannya sekalipun ia menerapkan nilai-nilai tersebut pada kesehariannya, namun ia melihat berbeda sekali pluralisme dalam keseharian dengan apa yang dinampakkan oleh media, dimana dia melihat berita media justru mempertajam perbedaan tersebut, bukan malah menyatukan. Demikian pula Aaron, dalam keseharian ia tidak menganggap pluralisme adalah suatu masalah, sebab mereka telah hidup berdampingan sejak lama ia juga mengkritisi konten di media massa yang justru menimbulkan perdebatan. Sementara Lavenia ia sekalipun sudah melaksanakan pluralisme tersebut dalam keseharian, namun ia memaknai kondisi masyarakat yang nampak diberitakan di media massa masih sangat rentan provokasi, ia mencontohkan perang di media massa antara dua kelompok yang saling melempar berita hoax ataupun melempar statement yang provokatif sehingga banyak memperuncing kondisi. Sedangkan menurut Erni, ia mengamati bahwa kondisi masyarakat di sekitar lingkungannya adalah tipikalitas masyarakat yang sudah cukup toleran, namun di media massa ia mendapati justru sebaliknya ia mendapati masyarakat yang sangat mudah diprovokasi dan untuk itu ia memilih untuk diam daripada terlalu menonjolkan pilihan-pilihannya atau menunjukkan siapa diri kita, sebab hal tersebut hanya memancing provokasi terhadap kelompok tertentu saja. Hal ini sesuai dengan buku yang berjudul Isu Pluralisme dalam Perspektif Media (Sumarno, 2009), Sumarno mengatakan bahwa pluralitas masyarakat dapat menjadi sumber kekuatan yang bersifat konstruktif, tetapi juga dapat menjadi bahaya laten yang sifatnya destruktif. Di antara pluralitas masyarakat, yang cukup krusial adalah keberagaman agama. Sebagai contoh, konflik yang terjadi di Poso

77 Universitas Kristen Petra antara umat Islam dan Kristen, pembangunan tempat ibadah dan perbedaan pemahaman tentang doktrin keagamaan. Konflik tersebut mucul dikalangan masyarakat karena adanya sikap chauvinistik, kebanggaan terhadap kelompok agamanya secara berlebihan, menganggap agamanya paling benar. Sehingga timbul konflik horizontal yang bersifat kontraproduktif dalam pluralitas masyarakat (Sumarno, 2009).

4.5 Tringaluasi Data Pluralisme dan Pluralitas berasal dari kata dasar yang sama, yaitu Pluralis (Inggris: Plural). Menurut Th Kobong, Pluralisme yang dijelaskan sebagai “hal yang mengatakan jamak atau tidak satu”, sedangkan Pluralitas “bersifat jamak atau banyak”. Sedangkan dalam Oxford Advanced Learnsr’s Dictionary (2000) disebutkan bahwa: “Pluralisme adalah keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau kelompok-kelompok kultural dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu badan, kelembagaan dan sebaginya”. Sedangkan menurut Watloy menyatakan Pluralitas (kemajemukan) dan Pluralisme (Paham kemajemukan), meskipun memiliki kesamaan obyek material, karena menunjukka pada fakta perbedaan dan kemajemukan hidup, namun secara filosofis, memiliki perbedaan obyek formal (cara pemikiran). Maksudnya bila Pluralitas meletakan pemikiran atau cara pandangnya pada aspek perbedaan dan fakta kemajekemukan, maka Pluralisme atau paham tentang kemajemukan berusaha untuk mengelola, menata atau memanaj dan mengembangkan kemajemukan tersebut dalam sebuah sinergitas (kerjasama) yang saling memperkaya dan saling menyumbang pada proses otonomi diri dan kemandirian hidup yang sejati. Dengan demikian, kemajemukan tersebut tidak berjejer sebagai kekuatan-kekuatan yang egois serta saling mengancam, memangsa dan melenyapkan (ber-negasi) tetapi saling menyapa atau saling menghidup-hidupkan dalam otonomi diri dan kedewasaan. Dalam analisis resepsi ini, Stuart Hall mengkategorikan perbedaan tersebut dalam 3 tipe pemaknaan audience sebagai berikut: 1. Dominant-Hegemonic Position, yaitu pemaknaan audience yang lebih mendekati makna sebenarnya seperti yang ditawarkan oleh media.

78 Universitas Kristen Petra

Audience dominan atas teks, secara hipotesis akan terjadi jika pembuat ataupun audience memiliki ideologi yang sama sehingga menyebabkan tidak adanya perbedaan pandangan antara keduanya. Seterusnya nilai yang dibawa oleh pembuat teks bukan hanya disetujui oleh audience, lebih jauh dinikmati dan dikonsumsi oleh audience. Pada posisi ini tidak ada perlawanan dari audience karena mereka memaknai teks sesuai dengan yang ditawarkan pembuat. Menurut peneliti Informan 3 masuk dalam tipe Dominant. Dari hasil wawancara, ditemukan bahwa informan menyukai dan menyetujui teks yang disajikan oleh media. Informan menganggap bahwa cerita yang ditampilkan di dalam film terjadi seperti yang dirasakan oleh informan dikehidupan sehari-harinya. Ia mengatakan saat menonton Cek Toko Sebelah, ia merasakan seperti flashback kehidupannya. Informan 3 mengatakan bahwa pluralisme adalah lingkungan yang di dalamnya memiliki banyak perbedaan, seperti yang terdapat dalam teori pluralisme

2. Negotiated Position, yaitu pemaknaan oleh audience yang mengerti makna yang diinginkan produsen tetapi mereka membuat adaptasi dan aturan sesuai dengan konteks dimana mereka berada. Audience bisa menolak bagian yang dikemukakan, dipihak lain akan menerima bagian yang lain. Dalam tipe Negotiated Position, peneliti memilih informan 1, 2 dan 4. Dari hasil wawancara, ditemukan bahwa terdapat beberapa bagian film yang disukai dan disetujui oleh kedua informan. Namun di sisi lain, terdapat pula bagian-bagian yang oleh keduanya dianggap bertentangan dengan apa yang mereka pahami. Imforman 1 menyukai pandangan filmmaker yang disampaikan melalui film. Tidak hanya menyukai dari segi sinematografi saja, ia juga memaknai dialog, adegan dan pesan dari film Cek Toko Sebelah secara positif. Walaupun merasa kurang puas dengan satu adegan, yaitu adegan yang menunjukan steriotipe tertentu, seperti adegan Erwin diwawancarai oleh orang dari agency foto. Kancing baju orang tersebut sampai terbuka, ada

79 Universitas Kristen Petra

makna tersirat. Maknanya adalah orang yang sudah memiliki jabatan tetapi melakukan hal-hal yang seenaknya sendiri.

3. Oppositional Position, yaitu pemaknaan audience yang mengerti makna yang diinginkan oleh produsen, tetapi mereka menolak makna tersebut serta berusaha untuk tidak menerimanya secara mentah-mentah. Pada posisi ini, ideologi audience berlawanan dengan pembuat teks. Audience opsisi umumnya ditandai dengan rasa ketidaksukaan dan ketidakcocokkan terhadap teks wacana yang dikonsumsi.

4.5.1 Triangulasi Data Informan 1 Dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan Andi, yang merupakan anak yang terlahir beribu Madura dan memiliki ayah kandung Jawa, namun kemudian ia juga memiliki ayah tiri seorang Tionghoa. Semenjak kecil Andi dididik oleh orangtuanya sebagai pribadi yang terbuka dan santai dan ia juga besar dari lingkungan keluarga yang sangat demokratis terhadap perubahan-perubahan mengingat latar belakang keluarga ibu dn ayah angkatnya yang berbeda secara suku, namun perbedaan tersebut dicontohkan oleh kedua orangtuanya sebagai hal yang bisa disatukan, bukan justru harus diperuncing. Ajaran utama yang ditekankan oleh kedua orangtuanya adalah ketaatan dalam beribadah, sebab Madura terkenal sebagai suku yang taat dan menjunjung tinggi para ulama, dari ajaran etnis Tionghoa Andi ditanamkan untuk menghormati orangtua, dari kedua etnis tersebut Andi menemukan banyak kesamaan, khususnya dalam menjaga erat tali kekerabatan. Menurut Andi film ini secara umum sudah menggambarkan keberagaman dari film, beberapa stereotype dari suku serta karakteristik yang berbeda banyak berpadu dalam film ini. Andi menilai bentuk pluralis tersebut nampak ketika banyaknya perbedaan tidak menjadi suatu perbedaan, namun yang berbeda bisa tetap memiliki kesamaan dan bisa beriringan. Sebab dalam sudut pandang Andi masyarakat pluralis yang ideal menurutnya adalah masyarakat yang terbuka pemikiran dan sikapnya terkait dengan perbedaan itu sendiri, sehingga tidak menganggap keberagaman adalah suatu hal yang yang perlu dibesar-besarkan,

80 Universitas Kristen Petra sebab yang terpenting adalah memiliki rasa toleransi yang tinggi sehingga bisa mengedepankan kebersamaan untuk menerima perbedaan. Hanya saja, pluralisme dalam film ini menurut Andi masih sangat kurang ditonjolkan masih terlalu dangkal untuk menggambarkan keberagaman dalam kondisi masyarakat Indonesia saat ini, meskipun secara normatif sudah digambarkan. Dalam pernyataan ini, penerimaan yang dihasilkan oleh Andi dalam penelitian ini termasuk dalam kategori negotiated decodings, menyatakan bahwa khalayak menerima pesan yang dibuat dan disampaikan oleh media tetapi ia juga memberikan sebuah penolak terhadap pesan lain dalam media tersebut. Alasan mengapa responden ini masuk dalam negotiated adalah karena peneliti menemukan informan ini menerima pesan dari film, bisa mengambil nilai-nilai dari film, namun ia juga memiliki catatan hal-hal apa yang ia tidak suka dari film tersebut, khususnya yang berkaitan dengan pluralisme yang menggambarkan karakteristik masing- masing tokoh dalam film dipandang masih sangat klise dan dangkal.

4.5.2 Triangulasi Data Informan 2 Peneliti mewawancarai Aaron sebagai responden kedua, Aaron adalah seseorang yang berkepribadian yang tegas namun supel. Saat ini Aaron masih menempuh kuliah, namun ia diberi tanggung jawab untuk mengawasi toko kedua orangtuanya di salah satu pusat perbelanjaan. Dengan latar belakang keluarga etnis Tionghoa Aaron sangat memahami film tersebut sebab konflik utama dalam film tersebut terjadi hampir pada semua keluarga Tiongho, yakni suksesi kepemimpinan dan ketidak percayaan orangtua pada anaknya. Keluarga Aaron adalah tipikal keluarga pedagang yang sangat disiplin dalam hal keuangan dan penggunaan waktu. Mereka juga masih sangat kuat memegang ajaran leluhur mereka, misalnya masih harus menggunakan bahasa mandarin saat berbicara dengan sesama saudara, dan aturan-aturan adat tak tertulis lainnya. Menurut Aaron, dalam film ini ia menyukai adegan-adegan konyol yang ditunjukkan oleh para pemain pembantu di film tersebut, antara lain tokoh satpam, beberapa karyawan toko dan pemain figuran lainnya. Semua scene di film ini semuanya ia suka. Baik dari segi ceritanya yang ringan, ataupun karakter dari masing-masing tokohnya yang diceritakan sangat tipikalitas. Namun, Aaron juga

81 Universitas Kristen Petra melihat bahwa dalam film ini masih menonjolkan budaya dan kultur keluarga Tionghoa yang kuat, khususnya konflik suksesi dalam keluarga Tionghoa. Latar belakang pluralis dalam film ini baginya juga masih belum mendalam, dan belum detail. Dalam pandangan Aaron, dari aspek sekitarnya ia menilai sekitarnya masih belum menunjukkan indikasi pluralis, sebab ia mencontohkan peristiwa-peristiwa yang ada di media yang selama ini justru menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak pluralis di sekitarnya. Sebab, bagi Aaron menilai masyarakat yang pluralis adalah masyarakat multikultur yang didalamnya saling menghormati perbedaan dan tidak menilai latar belakang seseorang hanya berdasarkan suku atau agamanya, dan terutama tidak bersumbu pendek yang berarti tidak mudah terprovokasi hanya karena hal-hal yang dangkal dalam memaknai suatu keragaman. Namun dalam film, Aaron juga memberikan pernyataan yang sama dengan Andi, bahwa film tersebut masih terlalu dangkal untuk menggambarkan keberagaman dalam kondisi masyarakat Indonesia saat ini, meskioun secara normatif sudah digambarkan. Maka, dari hasil wawancara mendalam dengan Aaron ini, peneliti melihat bahwa Aaron termasuk dalam kategori negotiated decodings, dimana Aaron sebagai khalayak termasuk menerima pesan dari suatu media, ia mengetahui apa yang ia suka, ia menyatakan menikmati melihat film tersebut, namun ia juga memiliki catatan tersendiri hal-hal yang tidak ia sukai dan bagaimana ia menggambarkan bahwa film itu belum bisa mewakili aspek terkait pluralitas tersebut dalam wacana dan pesan yang mereka sodorkan pada khalayak.

4.5.3 Triangulasi Data Informan 3 Sebagai responden ketiga, Lavenia adalah seorang anak perantauan di Surabaya, ia berasal dari Kupang NTT, bersuku Ambon. Ia adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara. Bersekolah di pulau Jawa adalah impiannya semenjak kecil, sebab ia menilai bahwa hanya dengan pendidikan ia bisa membuka jalan untuk kehidupan yang lebih baik bagi dirinya ataupun bagi orang-orang sekitarnya. Ia memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi guru sehingga bisa memberikan manfaat pada daerahnya kelak. Ia adalah seorang Kristiani yang taat, ia diajarkan oleh kedua

82 Universitas Kristen Petra orangtuanya untuk bersikap mandiri dan bekerja keras untuk menggapai cita- citanya. Dalam lingkungan perantauan, ia harus pandai membawa diri, menjaga diri dan menjunjung tinggi penghargaan terhadap orang lain dan bersopan santun. Sebagai generasi milennial, Lavenia mengerti film ini jauh sebelum rilis, sebab ia telah melihat behind the scene film ini di kanal Youtube milik Ernest Prakasa, dari situ ia kemudian tertarik menonton film ini karena buatnya film ini lucu dan ringan untuk ditonton bersama dengan teman-temannya. Dalam pandangan Lavenia film ini lucu, ia menyukai adegan-adegan yang dibangun oleh Yohan dan Ayu. Menurutnya adegan-adegan tersebut romatis dan nampak chemistry dari kedua aktor tersebut. Sebab ia menilai, antara Yohan dan Ayu memiliki perbedaan ras, Yohan Cina dan Ayu Jawa. Sementara untuk adegan komedi ia suka dengan adegan dan dialog yang dibangun oleh para pegawai toko Koh Afuk, sebab ia menyukai ia menyukai setting yang dibangun di toko tersebut. Menurut Lavenia nilai-nilai yang bisa di dapatkan pada film ini adalah nilai-nilai kekeluargaan yang sangat kental, bagaimana konflik dibangun, bagaimana kemudian proses rekonsiliasi antara Erwin dan Yohan yang kemudian bahu membahu mendapatkan surat penjualan toko agar ayah mereka kembali sehat. Ia juga menilai semua pemain yang bermain di film Cek Toko Sebelah ini sudah pas dan sesuai dengan porsi masing-masing, hanya menurutnya penggalian karakter dari skenario pemainnya kurang dalam. Lavenia melihat pesan dalam film ini adalah bahwa sebagai orangtua harus bersikap adil, dan bisa mempercayai anaknya, ia juga melihat bagaimana tokoh Yohan juga berupaya agar bisa meraih kepercayaan Koh Afuk. Hal ini didasarkan pada pengalamannya sendiri bagaimana ia berusaha agar bisa dipercaya oleh kedua orangtuanya untuk bisa meneruskan sekolahnya di rantau. Dari wawancara secara in depth interview dengan Lavenia ini, peneliti melihat, bahwa Lavenia termasuk dalam kategori dominant decodings Dari hasil wawancara, ditemukan bahwa responden menyukai dan menyetujui teks yang disajikan oleh media. Responden menganggap bahwa cerita yang ditampilkan di dalam film terjadi seperti yang dirasakan oleh informan dikehidupan sehari- harinya. Ia mengatakan saat menonton Cek Toko Sebelah, ia merasakan seperti flashback kehidupannya sendiri. Sebab ia adalah seorang minoritas yang saat ini

83 Universitas Kristen Petra sedang berada di perantauan, dimana ia hidup dikalangan suku Jawa, namun dalam kesehariannya, ia tidak merasakan perbedaan tersebut menjadi sebuah kendala, ia dan teman-temannya tetap hidup berdampingan dengan damai.

4.5.4 Triangulasi Data Informan 4 Erni adalah responden keempat ia seorang Sunda yang merantau ke Surabaya mengikuti suaminya, dalam kesehariannya ia adalah seorang guru PAUD dan memiliki usaha toko baju di salah satu pusat perbelanjaan Surabaya. Ia menonton film hanya jika sedang senggang dan sebagai bentuk dari acara keluarga, ia menonton film Cek Toko Sebelah sebab film tersebut bisa dinikmati oleh seluruh keluarga. Sebagai seorang perempuan Sunda, dan muslim yang taat ia memiliki pandangan bahwa keluarga adalah segalanya, dalam keluarganya ia diajarkan untuk selalu pandai membawa diri dalam pergaulan, ia juga mewajibkan dirinya untuk selalu mempercantik diri di depan suaminya sebagai bentuk bakti pada suami. Terlahir dari keluarga pedagang kain, ia juga sangat berhati-hati dalam mengatur keuangan, sehingga keuangan keluarga bisa digunakannya hingga mampu memiliki sebuah toko sendiri. Pluralisme dalam pemaknaan Erni dalam hidup bermasyarakat yang diwujudkan dalam tindakan saling menghargai dan menghormati. Di tengah banyaknya perbedaan antara suku, agama, ras dan lain-lain. Setiap orang dituntut untuk ikut terlibat dan memahami keragaman dan perbedaan tersebut. Dalam film tersebut Erni konflik leluarga yang kemudian dari konflik tersebut semua pihak kemudian belajar untuk saling memahami dan mendukung satu sama lain. Khususnya ia menyukai semua adegan antara Yohan dan Ayu, sebab hal teresebut mengingatkannya pada dirinya sendiri dengan suami yang berusaha saling mendukung dalam kondisi dan situasi seperti apapun. ia juga menyatakan bahwa ia menyukai cerita ini karena kultur dari keluarga Cina yang kuat serta stereotyping dari masing-masing karakter yang digambarkan secara pas, khususnya kultur etnis Cina sebagai pekerja keras. Namun ada hal yang menurutnya sangat kurang diekplorasi dalam film ini, yakni karakteristik tokoh Ayu. Menurutnya, jika berkaitan dengan keaneka ragaman dalam film, film ini memiliki satu karakter yang seharusnya menonjol konfliknya, yakni Ayu. Sebagai seorang menantu Jawa di

84 Universitas Kristen Petra keluarga etnis Tionghoa karakter dan konflik yang dihadapi oleh Ayu sangat kurang dieksplorasi. Sebagai seorang Sunda yang menikah dengan suami yang Jawa, tentunya ia berhadapan dengan konflik tersendiri di keluarga suaminya, ia menilai tokoh Ayu juga memiliki konflik bathin yang sama dengan dirinya, namun ia tidak menemukan konflik tersebut pada film ini. Dari pernyataan dan pemaparan wawancara mendalam yang dilakukan dari responden Erni, peneliti menilai Erni adalah responden yang termasuk kategori negotiated decodings, dimana khalayak menerima beberapa pesan yang dibuat, tetapi ia juga masih menilai mana yang baik dan mana yang buruk atau bernegosiasi dengan pesan yang disampaikan oleh media. Alasan mengapa responden termasuk dalam negotiated adalah karena peneliti menemukan bahwa responden ini menerima sebuah pesan yang disampaikan, memahami nilai-nilai dalam film, namun ia juga memberikan masukan yang baik untuk film ini.

85 Universitas Kristen Petra