Perjalanan Mitologis Dalam Novel Haji Backpacker 9 Negara Satu Tujuan Karya Aguk Irawan
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PERJALANAN MITOLOGIS DALAM NOVEL HAJI BACKPACKER 9 NEGARA SATU TUJUAN KARYA AGUK IRAWAN Novi Sri Purwaningsih Universitas Pamulang [email protected] Abstrak Penelitian ini mencoba memahami cerita perjalanan yang terpengaruh oleh wacana kolonial dalam penggambarannya mengenai tempat dan orang-orang asing yang ditemui tokoh utama cerita selama perjalanannya. Permasalahan itu dipahami dengan teori travel writing Carl Thompson yang mengatakan bahwa cerita perjalanan pada dasarnya tentang negosiasi diri dengan liyan sebagai akibat terjadinya pergerakan dalam ruang. Penelitian ini menunjukkan bahwa segi penggambaran dunia lebih menonjolkan subjektivitas dengan memperlihatkan gerakan dari pandangan jarak jauh ke jarak dekat. Dari segi pola cerita perjalanan yang digunakan, novel ini memperlihatkan tiga kecenderungan, yaitu romantik, eksploratif, dan mitologis. Dibandingkan dengan sifat romantik dan eksploratifnya, pola cerita perjalanan mitologis tampak lebih kuat dan berpengaruh terhadap perjalanan tokoh cerita. Dalam perjalanannya, tokoh cerita seakan dipandu oleh kekuatan gaib yang satu saat seperti menjadi kenyataan. Menyatunya hal-hal nyata dan gaib dalam cerita perjalanan novel ini konsisten sebagaimana strategi peliyanannya yang dominan, yaitu gabungan antara strategi peliyanan kolonial dan poskolonial, disebut strategi peliyanan neo-kolonialisme karena sumber nilai yang dominan adalah nilai primordial. Selanjutnya, terimplikasi agenda etis yang menunjukkan sikap pluralistik dan toleransi dengan mengacu pada nilai-nilai primordial. Nilai-nilai itu membuat novel ini mencoba untuk memahami, tidak segera menghakimi masyarakat dan tempat-tempat Asia yang dikunjungi tokoh utama cerita. Secara politis, cerita perjalanan dalam novel ini berhasil melaksanakan agenda pembebasan diri dari hegemoni kolonialisme, tidak terperangkap dalam neo-kolonialisme yang menganut nilai-nilai kosmopolit Barat sebagai bekas penjajah wilayah geografis, sosial, dan kultural Asia. Kata kunci: agenda, mitologis, neo-kolonialisme, pluralistik, primordial LATAR BELAKANG MASALAH Periode awal 2000-an ini televisi, media online, dan media cetak, Indonesia banyak membahas mengenai cerita perjalanan. Televisi sebagai media penyiaran yang paling banyak dilihat menampilkan berbagai reality show bertema perjalanan dari konsep eksploratif hingga turistik. Konsep perjalanan eksploratif dicontohkan oleh Jejak Petualang yang melakukan perjalanan hanya seorang diri. Konsep perjalanan turistik dicontohkan seperti My Trip My Adventure, Eksplore Indonesia, Survivor, dan Jalan-Jalan Selebriti yang menggambarkan perjalanan bersama. Media online banyak menghadirkan tulisan, foto-foto, dan video bertema perjalanan. Salah satu media online yang mengangkat tema perjalanan ialah naked-traveler.com yang dibuat pada 2005. Blog tersebut berisi kumpulan tulisan perjalanan yang dikirim oleh para pembacanya. Media cetak banyak menghasilkan buku panduan perjalanan, jurnal tentang perjalanan, laporan perjalanan hingga novel perjalanan. Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada novel Haji Backpacker 9 Negara Satu Tujuan (2014) karya Aguk Irawan M.N. yang selanjutnya ditulis Haji Backpacker. Novel ini menceritakan perjalanan tokoh Mada melintasi sembilan negara untuk mencari jati dirinya setelah memberontak terhadap Tuhan. Negara-negara tersebut meliputi Thailand, Laos, Vietnam, China, India, Tibet, Nepal, Iran, dan Saudi Arabia. Novel Haji Backpacer ini bernafas Islami dan memiliki perbedaan dengan novel sejenis lainnya. Dalam hal isu keagamaan novel Haji Backpacker lebih banyak menggambarkan Islam di lingkup Asia yang justru belum banyak diungkapkan dalam karya sastra lainnya. Oleh karena itu, diasumsikan banyak budaya lain yang ditemui. Pertemuan dengan budaya lain di luar tempat asal penulis akan menimbulkan negosiasi sehingga pelaku perjalanan dapat beradaptasi dengan tempat dan budaya yang baru. Negosiasi yang terjadi antara pelaku perjalanan (diri) dengan budaya lain (liyan) tersebut yang menjadi pembahasan utama dalam cerita perjalanan kaitannya dengan teori Travel Writing yang dipaparkan oleh Carl Thompson. Negosiasi tersebut dapat diungkapkan oleh penulis cerita perjalanan melalui penggambaran dunia, pengungkapan diri, representasi liyan, dan agenda (sosial, budaya, politik, dan ekonomi) dalam cerita perjalanan. Pola penggambaran dunia, pengungkapan diri, dan representasi liyan dalam novel Haji Backpacker mengimplikasikan agenda (sosial, budaya, politik, dan ekonomi). LANDASAN TEORI Salah satu pengertian “perjalanan” (travel) yaitu pertemuan antara diri dan liyan yang disebabkan oleh pergerakan melalui ruang dan dibatasi pada pengertian perjalanan sebagai cerita perjalanan (travel writing) (Thompson, 2011: 9). Cerita perjalanan bertujuan melaporkan dunia yang luas dan orang atau tempat yang asing (unfamiliar) (Thompson, 2011: 10). Untuk meraih kepercayaan pembaca terhadap cerita perjalanannya, Thompson menunjukkan sebuah strategi yang disebut epistemological decorum. Dalam pembagian jenis pola perjalanan, Thompson (2011: 128) membedakan menjadi dua pola, yaitu perjalanan turistik dan perjalanan eksploratif. Perjalanan turistik merupakan perjalanan yang telah direncanakan, diatur, bahkan lebih mengedepankan tingkat kenyamanan traveler selama perjalanan. Sebaliknya, perjalanan eksploratif mengandung tingkat ketidakpastian cukup tinggi karena perjalanan tersebut tidak diatur atau direncanakan seperti perjalanan turistik. Dalam cerita perjalanan juga sering digambarkan semacam ziarah atau pencarian karena membawa pembaharuan diri. Ziarah dan pencarian merupakan perjalanan yang sering dianggap sebagai ritus perjalanan penting pada periode sebelum akhir abad kedelapan belas (Thompson, 2011: 106). Perjalanan ziarah merupakan perjalanan spiritual, terdapat perubahan eksistensial, dan melibatkan peningkatan keyakinan. Perjalanan ini mengandung ketidaknyamanan, rasa kehilangan, dan penderitaan selama perjalanan (Thompson, 2011: 106). Terungkapnya pola perjalanan tersebut sekaligus mengungkapkan macam diri dalam cerita perjalanan, yaitu diri pencerahan, diri romantik, dan diri postmodern. Diri pencerahan cenderung objektif sekaligus pengamat dan subjek yang kaku sehingga tetap berjarak dengan dunia (Thompson, 2011: 115-118). Diri romantik atau diri yang terlibat cenderung subjektif, yakni bereaksi terhadap peristiwa di sekitarnya. Berbeda dengan diri romantik atau dikatakan sebagai subjek yang longgar, bersifat psikologis karena pengalaman mempengaruhi batinnya (Thompson, 2011: 115). Diri post-modern memiliki sifat lentur dan terus berubah. Diri sebenarnya tidak bisa ditentukan, di samping diri (post-modern), ada diri yang lain. Dengan demikian, dalam diri post- modern menunjukkan batas yang kabur antara diri dengan liyan karena keduanya tumpang tindih. Selain mengenai pengungkapan diri, penulis perjalanan (traveler) memerlukan strategi peliyanan untuk mendefinisikan keunikan dan superioritas traveler. Dalam representasi liyan ini, Thompson menjelaskan adanya tiga strategi peliyanan meliputi peliyanan kolonial, neo-kolonial, dan poskolnial. Pertama, strategi peliyanan kolonial menunjukkan cara-cara kolonial untuk mendominasi maupun menghegemoni yang dijajah. Kedua, mengenai strategi peliyanan neo- kolonial. Sejak berakhirnya masa kejayaan kekuasaan kolonial, cerita perjalanan berubah menjadi apa yang dikatakan Lisle (via Thompson, 2011: 154) sebagai ‘cosmopolitan vision’ (visi kosmopolitan) yaitu visi di mana cerita perjalanan berusaha untuk tidak merendahkan, tetapi untuk mengangkat pihak lain dengan perbedaan budayanya. Ketiga, strategi poskolonial memandang cerita perjalanan tanpa kecuali sebagai kekuatan untuk kebaikan dunia atau secara sederhana sebagai perantara merayakan kebebasan manusia (Cocker via Thompson, 2011: 162). Pada masa poskolonial ini muncul penulis perjalanan dari dunia ketiga, dari kelompok-kelompok yang disebut subaltern. Cerita perjalanan yang ditulis oleh penulis poskolonial berupaya menentang stereotipe dan sikap Barat terhadap budaya atau tempat lain. Dari berbagai pendapat ini, kemudian agenda dalam cerita perjalanan dikatakan sebagai implikasi etis dan politis yang merepresentasikan masyarakat dan budaya lain (Thompson, 2011: 7). Dalam penelitian ini, agenda dalam cerita perjalanan dapat ditelusuri dari cara penulis atau narator menggambarkan dunia yang berupa tempat dan orang. Agenda juga dapat terimplikasi dari genre perjalanan, misal perjalanan wisata/turistik, perjalanan eksploratif, dan sebagainya. PEMBAHASAN Penggambaran Dunia dan Epistemological Decorum Penggambaran dunia dalam novel Haji Backpacker meliputi Thailand, Laos, Vietnam, Cina, Tibet, Nepal, India, Pakistan, Iran, dan Saudi Arabia sebagai negara-negara yang dikunjungi. Dalam penggambaran dunia ini terdapat dua pola penggambaran dunia, yakni pola objektif dan pola subjektif. Penggambaran objektif tidak melibatkan perasaan, pandangan, sikap, dan penilaian narator. Dunia yang digambarkan dalam cerita perjalanan dikatakan berjarak dengan penulis (narator). Sesampai di perbatasan para penumpang turun untuk mengantri di imigrasi perbatasan. Cukup cepat rupanya. Para penumpang kemudian kembali ke bus untuk membawanya menuju Thai Lao Friendship Bridge sebuah jembatan yang melintasi sungai Mekong. Di jembatan itu bendera-bendera Thailand berjajar lalu disambut dengan bendera- bendera Laos. Setengah jam kemudian bus sudah memasuki imigrasi Vientieane. Dan kembali penumpang turun untuk mengisi formulir kedatangan. Mada mulai mengantri, namun saat petugas melihat tampang Mada, petugas tersebut langsung