<<

1 | DANGIANG SUNDA, VOL. 3, N o . 1 , A P R I L 2 0 1 5

KESENIAN CALUNG ‘GROUP TRIYASA’ DI KOTA SUKABUMI UNTUK BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA BAHASAN DI SMA KELAS XI (KAJIAN STRUKTURAL DAN ESTETIKA)

Elsa Agustyn1, Dedi Koswara2, Retty Isnendes3 Departemen Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Pendidikan [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan struktural kesenian calung ‘Group Triyasa’ di Kota Sukabumi, nilai estetika pada kesenian calung ‘Group Triyasa’, dan bahan pembelajaran membaca bahasan untuk siswa SMA kelas XI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi dan deskriptif analitik, dengan teknik telaah pustaka, observasi, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini adalah calung ‘Group Triyasa’ diciptakan oleh Deddy Mulyadinata pada tahun 1962 di Kampung Tegallaya, Kelurahan Cipanengah, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi. Ciri khas dari calung ‘Group Triyasa’ adalah penampilan “Si Aloy” yang menceritakan cerita Sunda dengan 36 karakter suara berbeda yang ditampilkan pada pertengahan pertunjukan calung ‘Group Triyasa’. Nilai estetika yang terdapat pada kesenian calung ‘Group Triyasa’ adalah nilai estetis seni rupa yang ditunjukkan dengan warna kostum para pemain calung, nilai estetis seni suara yang ditunjukkan dengan suara “Si Aloy” yang menceritakan cerita Sunda dengan karakter suara yang berbeda-beda, nila estetis seni musik yang ditunjukkan dengan bentuk alat musik serta harmonisasi yang dihasilkan alat musik, dan nilai estetis seni sastra yang ditunjukkan dengan lelucon-lelucon yang dinyanyikan menggunakan bentuk sisindiran dengan gerakan-gerakn lucu para pemain yang dapat menimbulkan ekspresi kebahagiaan batin para penonton. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran membaca bahasan di SMA kelas XI.

Kata kunci: nilai estetika, kasenian calung, bahan pembelajaran membaca bahasan

ABSTRAK

Tujuan ieu panalungtikan nya éta ngadéskripsikeun struktur kasenian calung ‘Group Triyasa’, ajén éstétika kasenian calung ‘Group Triyasa’, jeung larapna bahan pangajaran maca bahasan di SMA kelas XI ngeunaan kasenian calung ‘Group Triyasa’. Ieu panalungtikan ngagunakeun métode kualitatif pamarekan étnografi jeung deskriptif analitik, kalayan téknik talaah pustaka, observasi, wawancara, catetan lapangan, jeung dokuméntasi. Hasil panalungtikan nya éta: kasenian calung group Triyasa, ditaratas ku Deddy Mulyadinata dina taun 1962 di Kampung Tegallaya, Kelurahan Cipanengah, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi. Prak- prakan pintonan kasenian calung group Triyasa miboga ciri has nya éta ayana sosok “Si Aloy” anu nyaritakeun caritaan Sunda di tengah-tengah pintonan calung ku 36

1 Penulis Utama 2 Penulis Penanggung Jawab 1 3 Penulis Penanggung Jawab 2

Elsa Agustyn: Nilai Estetika Kesenian Calung ....| 2

karakter sora. Ajén éstétika dina kasenian calung ‘Group Triyasa’ dumasar kana tiori Kant, nya éta ajén éstétis seni rupa, ajén éstétis seni musik, ajén éstétis seni sora, jeung ajén éstétis seni sastra. Ajén éstétis dina seni rupa ditilik tina warna kostum, ajén éstétis seni musik ditilik tina waditra, ajén éstétis seni sora ditilik tina karakter sora “Si Aloy”, jeung ajén éstétis seni sastra ditilik tina guyon anu diseselkeun kana lagu dina wangun sisindiran. Hasil panalungtikan ngeunaan ajén éstétika dina kasenian calung ‘Group Triyasa’ bisa jadi bahan pangajaran maca bahasan di SMA kelas XI.

Kecap Galeuh: ajén éstétika, kasenian calung group Triyasa, bahan pangajaran maca bahasan

ABSTRACT

The purpose of this research is to describe the structure of calung arts of ‘Group Triyasa’ in Sukabumi as well as its aesthetic values and for being a reading material for eleventh grade high school students. The method used in this research is qualitative with ethnographic and analytic descriptive approaches along with literature review technique, observation, interview, field notes, and documentation. The result shows that calung ‘Group Triyasa’ was established by Deddy Mulyadinata in 1962 at Tegallaya village, Cipanengah, Lembursitu subdistrict, Sukabumi. The characteristic of calung arts of ‘Group Triyasa’ is the performance of “Si Aloy” who can tell Sundanese stories in 36 different voice characters which is shown in the middle of the show. The aesthetic values brought by calung arts of ‘Group Triyasa’ are the aesthetic value of fine arts which is shown in the color of the costumes used by the artists, the aesthetic of voice arts which is shown by the voice of “Si Aloy” telling Sundanese stories in different voice characters, the aesthetic of music arts which is shown by the different shapes of the music instruments as well as the harmony produced by those music instruments, and the aesthetic values of literature which is shown by the performances of the artists bringing jokes which are sung by using satire method and funny movement which can bring bliss for the audiences. The result of this research can be used as a reading material for the eleventh grade high school students.

Key words: aesthetic values, calung arts, reading material.

Calung adalah waditra jenis alat atau standard. Waditra calung jingjing pukul terbuat dari bahan bambu, terbuat dari bahan bambu hitam. Calung dimainkan dengan cara dipukul jingjing yang dipergunakan dalam mempergunakan alat bantu pemukul pertunjukannya biasa bertangga nada (Kubarsah, 1994, hal. 62). Waditra salendro atau bertangga nada dan calung terdiri dari tiga macam yaitu madenda. Waditra calung jingjing calung rantay, calung , dan merupakan perkembangan dari bentuk calung jingjing. Calung jingjing yaitu calung rantay atau calung gambang waditra calung yang ditampilkan dengan (Soepandi, 1994, hal. 36). Calung cara dijingjing (tergantung) dipegang jingjing terdiri dari empat rumpung oleh tangan sebelah kiri, jika akan (rangkaian bilah-bilah bambu) bentuk. dibuyikan, tanpa mempergunakan ancak Rumpung terkecil kesatu disebut

3 | DANGIANG SUNDA, VOL. 3, N o . 1 , A P R I L 2 0 1 5 kingking berfungsi sebagai melodi, seni rupa. Suara, metrum, dalam rumpung kedua disebut panempas yang seni musik. Nilai ekstra estetis atau nilai berfungsi sebagai pemberi variasi pada tambahan. Kemudian nilai estetis yang arkuh lagu, calung ketiga disebut kedua adalah nilai ekstra estetis terdapat jongjrong berfungsi sebagai arkuh lagu, pada manusia, alam, binatang dan lain- dan calung keempat yang berukuran lain. paling besar disebut gonggong berfungsi Kant (dalam Kartika & Prawira, sebagai dan goong (Kubarsah, 2004, hal. 22-25) menjelaskan lebih 1994, hal. 63). lanjut mengenai empat teori nilai estetis. Kesenian calung merupakan Pertama, teori nilai intrinsik ialah kesenian tradisional Sunda yang kepuasan yang ditimbulkan oleh ditampilkan untuk menghibur hubungan warna-warna, garis-garis, masyarakat. Pada tahun 1960, Ekik bentuk-bentuk yang disadari. Kedua, tiori Barkah sebagai aktifis Departemen ekstrinsik (formal), teori ini merupakan Kesenian UNPAD Bandung menciptakan susunan medium indrawi (makna dalam) kesenian calung yang menjadi hiburan dan susunan medium indrawi (makna untuk masyarakat Sunda (Kubarsah, kulit). Ketiga, teori serba intelektual, teori 1994, hal. 66). ini menyebutkan tujuan seni adalah Kesenian adalah alat untuk mengungkapkan kebenaran. Kebenaran mengungkapkan ide-ide, nilai, cita-cita, disini bukan kebenaran alami atau sosial, dan rasa (Raga, 2007, hal. 38). Menurut tetapi kebenaran seni yaitu suatu Aristoteles (dalam Bekker, 1984, hal. 47) perujudan prinsip universal dalam alam keindahan kesenian adalah bentuk dari atau kehidupan dalam bentuk daya cipta manusia yang spesifik. pengindraan dan bentuk khayalan. Pada hakekatnya di dalam kesenian Keempat, teori katarsis adalah yang terdapat nilai-nilai estetika yang terwujud berkaitan dengan efek seni drama pada dalam unsur seni pertunjukan yang penontonnya. Penonton yang disajikan seniman untuk masyarakat yang mendapatkan kepuasan dan kedamaian. menikmati karsa seninya. Imu estetika Pembelajaran bahasan budaya Sunda adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai kesenian tradisional Sunda segala sesuatu yang berkaitan dengan terdapat dalam Kompetensi Inti dan keindahan, mempelajari semua aspek dari Kompetensi Dasar (KIKD) pada mata apa yang kita sebut keindahan (Djelantik, pelajaran bahasa Sunda jengjang SMA 1999, hal. 9). Estetika umumnya kelas XI. Dalam kompetensi dasar berkaitan dengan pengetahuan dan disebutkan bahwa: KD 11.2.2 pengalaman terhadap keindahan. Hal ini menunjukan perilaku jujur, disiplin, sesuai dengan pendapat Kant (dalam peduli, dan santun dalam berbahasa Djelantik, 1999, hal. 137) pengalaman Sunda untuk memahami teks bahasan indah yang dihasilkan oleh daya estetika budaya Sunda dan KD 11.2.3 ini pada hakekatnya memberi mengidentifikasi dan menganalisis kesenangan, dan rasa senang ini terletak bahasan budaya Sunda sesuai kaidah- pada si pengamat (subjek) dan tidak kaidahnya (Dinas Pendidikan Provinsi terletak pada benda yang dinikmati Jawa Barat, 2013, hal. 88-91). (objek). Nilai estetis menurut Kant (dalam METODE Kartika & Prawira, 2004, hal. 22-25) ada Metode yang digunakan dalam dua macam nilai estetis yaitu nilai estetis penelitian ini adalah metode kualitatif atau nilai murni. Nilai estetis murni ini dengan pendekatan etnografi dan terdapat pada garis, bentuk, warna dalam deskriptif analitik. Adapun tekhnik yang

Elsa Agustyn: Nilai Estetika Kesenian Calung ....| 4 digunakan dalam penelitian ini adalah Cucu sebagai dalang, dan Dian sebagai telaah pustaka, observasi, wawancara, penyanyi. catatan lapangan, dan dokumentasi. Perkembangan kesenian calung Tujuan menggunakan metode kualitatif group Triyasa di Kota Sukabumi dengan pendekatan etnografi ini adalah mengalami puncak kejayaan pada tahun untuk mendeskripsikan sejarah 1970. Pada tahun 1970 sampai tahun perkembangan calung group Triyasa dan 1985 kesenian calung group Triyasa di pola penyajian kesenian calung group bawah lindungan PKBI (Persatuan Triyasa. Adapun tujuan menggunakan Keluarga Berencana Indonesia) metode kualitatif dengan pendekatan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah deskriptif analitik ini adalah untuk untuk mensosialisasikan program mendeskripsikan dan menganalisis unsur- Keluarga Berencana (KB) pada unsur seni dalam kesenian calung group masyarakat sekitar Kota dan Kabupaten Triyasa, nilai estetika dalam kesenian Sukabumi. Kemudian, pada tahun 1986 calung group Triyasa, dan bahan sampai tahun 2008 kesenian calung group pembelajran membaca bahasan untuk Triyasa banyak memenuhi panggilan siswa SMA kelas XI mengenai kesenian untuk mempertunjukan penampilan calung group Triyasa. Dalam penelitian calungnya dalam acara hiburan ini, instrumen yang digunakan adalah pernikahan, acara hiburan sunatan dan pedoman wawancara dan alat rekam acara hiburan kenaikan kelas di sekolah- audio visual. sekolah yang berada di sekitar Kota dan Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 2008 HASIL DAN PEMBAHASAN sampai tahun 2014 kesenian calung group Struktural Kesenian Calung ‘Group Triyasa mengalami penurunan dalam Triyasa’ di Kota Sukabumi memenuhi acara hiburan sunatan, acara Calung group Triyasa diciptakan hiburan pernikahan, dan acara hiburan oleh Deddy Mulyadinata pada tahun kenaikan kelas. Tapi, walaupun 1962. Triyasa merupakan singkatan dari mengalami penurunan untuk Trésna Rékaning Budaya Sunda. Calung mempertunjukan penampilan calung pada group Triyasa mempunyai ciri khas pada acara sunatan, pernikahan dan kenaikan pola penyajiannya dengan calung-calung kelas, calung group Triyasa tetap dapat lainnya yang berada di Kota Sukabumi. mempertunjukan penampilan calungnya Ciri khas yang terdapat pada kesenian pada masyarakat di acara lain. Tahun calung group Triyasa tampak pada 2008 sampai tahun 2014 calung group penampilan “Si Aloy” yang Triyasa mengikuti panggilan untuk membawakan cerita Sunda dengan mempertunjukan penampilan calungnya beberapa karakter suara yang berbeda. pada acara peringatan HUT RI yang Deddy Mulyadinata yang mempunyai 36 diselenggarakan di kelurahan dan karakter suara yang berbeda menciptakan kecamatan setempat, acara tahun baru “Si Aloy” pada tahun 1970 dengan tujuan yang diselenggarakan kelurahan dan untuk memperlihatkan kemampuan yang kecamatan setempat, memperingati hari ada pada dirinya kepada masyarakat. jadi Kota Sukabumi yang Pelaku seni dalam kesenian calung group diselenggarakan Dinas Kebudayaan Kota Triyasa adalah Jajang, Dedi, Dedi Kumis, Sukabumi, dan menerima panggilan dan Sarde sebagai pemain calung, Apong untuk mempertunjukan penampilan sebagai keyboard, Dede Pelung sebagai calungnya dalam mempromosikan pemain , Kakang sebagai pemain berbagai produk. goong, Epul sebagai pemain , Sejak tahun 1962 sampai tahun 2014 pemain calung group Triyasa tidak

5 | DANGIANG SUNDA, VOL. 3, N o . 1 , A P R I L 2 0 1 5 mengalami perubahan. Perubahan kostum pertunjukan untuk membawakan cerita selalu dilakukan untuk mengikuti Sunda dengan beberapa karakter suara perkembangan zaman. Alat musik yang yang berbeda. Setelah “Si Aloy’ selesai digunakan tidak mengalami perubahan, membawakan cerita Sunda, para pemain hanya menambahkan keyboard untuk calung berbaris di panggung pertunjukan mengikuti perubahan zaman. dan menyajikan lawakan-lawakan dengan Penghargaan yang didapatkan oleh mimik dan gerakan yang lucu. Kemudian kesenian calung group Triyasa adalah pada akhir pertunjukan calung group mendapatkan penghargaan sebagai juara Triyasa, penyanyi membawakan beberapa pertama, perlombaan calung pada tingkat lagu Sunda, yang menjadi lagu wajib Kota dan Kabupaten Sukabumi tahun setiap pertunjukan calung group Triyasa 2011 yang diikuti oleh 29 peserta, dan adalah mobil butut, papatong, dan talak diselenggarakan oleh Dinas Pemuda tilu. Setelah itu, dalang menutup Olahraga Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pertunjukan calung. Para pemain calung Kota Sukabumi. group Triyasa berbaris di panggung Bentuk seni pertunjukan calung pertunjukan untuk memberikan salam group Triyasa mempertunjukan hormat kepada para penonton yang telah vokal/lagu, dialog-dialog humor, gerak- menyaksikan pertunjukan kesenian gerak lucu, dan lawakan-lawakan yang calung group Triyasa. mengundang gelak tawa para penonton. Lirik lagu yang digunakan para penyaji Nilai Estetika dalam Kesenian Calung berbentuk sisindiran. Jenis lirik sisindiran ‘Group Triyasa’ pun banyak yang dipilih dari sisindiran Teori yang digunakan untuk yang isinya lucu-lucu. Agar tidak menganalisis nilai estetika adalah teori membosankan dalam menyajikan lagu- Kant (dalam Kartika & Prawira, 2004, lagu tersebut dilengkapi pula dengan hal. 22-25). Nilai estetika yang terdapat mimik dan gerakan-gerakan yang lucu. dalam kesenian calung ‘Group Triyasa’ Dengan demikian, pola penyajian calung yaitu nilai estetis seni rupa, nilai estetis group Triyasa mengadung musik, seni musik, nilai estetis seni suara, dan kekompakan dan kelucuan. nilai estetis seni sastra. Pola penyajian kesenian calung Seni rupa yang ditunjukkan dengan group Triyasa, menunjukkan tiga tahapan warna pada kostum. Kostum yang pertunjukan. Pertama, dalang digunakan oleh pemain calung group mengenalkan pemain calung dan pemain Triyasa adalah iket, baju kampret, rompi, alat musik, calung group Triyasa dengan beubeur, dan celana pangsi. Warna iket menggunakan lirik sisindiran yang yang digunakan pemain calung group dimasukkan dalam lagu. Kemudian para Triyasa adalah warna biru, coklat, dan pemain calung berbaris dan membentuk hitam. Warna baju kampret pemain formasi melingkar untuk berkeliling calung group Triyasa adalah warna dengan memainkan waditra calung yang kuning. Warna yang digunakeun rompi dipegangnya dengan gerakan-gerakan pemain calung group Triyasa adalah lucu dan kekompakannya. Setelah itu, warna hitam. Warna yang digunakan pemain calung menyajikan lawakan- untuk beubeur pemain calung group lawakan dengan mimik dan gerakan yang Triyasa adalah warna merah. Warna lucu. Pada pertengahan pertunjukan pangsi yang digunakan oleh pemain calung group Triyasa, para pemain calung calung group Triyasa adalah warna hitam. keluar dari panggung pertunjukan, dan Nilai estetis pada kostum calung “Si Aloy” pun langsung menempatkan group Triyasa ditunjukkan pada warna- dirinya di tengah-tengah panggung warna yang terdapat pada kostum. Teori

Elsa Agustyn: Nilai Estetika Kesenian Calung ....| 6 mengenai warna yang melambangkan memili nilai estetis karena karakter suara sipat dan rasa yang menggambarkan yang dikeluarkan dapat memberikan ekspresi manusia dikemukakan oleh kesan mendalam kepada para penonton David (dalam Darmaprawira, 2002, hal. pertunjukan sehingga penonton mendapat 37-38). Nilai estetis pada iket warna biru pengalaman estetis setelah mendengar melambangkan rasa ikhlas dari pemain suara “Si Aloy”. calung untuk menghibur masarakat, iket Seni sastra yang ditunjukkan dengan warna coklat melambangkan sifat rendah lawakan-lawakan yang dilontarkan hati dari pemain calung. Nilai estetis menggunakan bentuk sisindiran. warna hitam melambangkan sikap kuat Lawakan berbentuk sisindiran yang dari pemain calung untuk tetap kuat dikolaborasikan dengan lagu dinyanyikan mempertahankan kesenian tradisional oleh para pemain calung ‘Group Triyasa’ Sunda. Warna kuning yang digunakan dengan menampilkan gerakan-gerakan pada baju kampret pemain calung group lucu. Nilai estetis pada seni sastra ini, Triyasa melambangkan cerah, bijaksana terlihat pada kekompakan pemain yang dan bahagia dari para pemain untuk menampilkan gerakan-gerakan lucu memberikan yang terbaik dalam dalam memainkan calung dan berkesenian. Warna putih pada baju menyanyikan lawakan lucu. kampret yang melambangkan bersih, tenang dan cinta dari pemain dalam Bahan Pembelajaran Membaca memberikan yang terbaik dalam setiap Bahasan di SMA Kelas XI pertunjukan. Warna merah pada beubeur Nilai estetika kesenian calung group melambangkan keberanian dari para Triyasa dapat dijadikan alternatif bahan pemain dalam memperjuangkan kesenian pembelajaran membaca bahasan budaya calung group Triyasa untuk tetap Sunda. Pembelajaran membaca bahasan bertahan mengikuti perkembangan budaya terdapat dalam Kompetensi Inti zaman. dan Kompetensi Dasar (KIKD) pada Seni musik yang ditunjukkan dengan mata pelajaran bahasa Sunda jengjang alat musik yang dimainkan yaitu calung, SMA kelas XI. Dalam kompetensi dasar kendang, kulanter, bonang, kecrek, dan disebutkan bahwa: KD 11.2.2 goong. Nilai estetis pada alat musik menunjukan perilaku jujur, doisiplin, ditunjukkan pada bentuk dan suara alat peduli, dan santun dalam berbahasa musik. Irama suara yang dihasilkan oleh Sunda untuk memahami teks bahasan alat musik yang berbeda-beda budaya Sunda dan KD 11.2.3 menghasilkan harmonisasi yang mengidentifikasi dan menganalisis sempurna, sehingga dapat menmbah bahasan budaya Sunda sesuai kaidah- pengalaman estetis. kaidahnya (Dinas Pendidikan Provinsi Seni suara yang ditunjukkan dengan Jawa Barat, 2013, hal. 88-91). Oleh suara “Si Aloy” yang menceritakan cerita karena itu, nilai estetika dalam kesenian Sunda dengan beberapa karakter suara calung group Triyasa bisa dijadikan yang berbeda. Suara perut yang bahan pembelajaran membaca bahasan menghasilkan beberapa karakter suara budaya Sunda di SMA kelas XI. Selain yang berbeda menjadi pertunjukan yang itu, bahan pembelajaran mengenai dapat menarik perhatian para penikmat bahasan kesenian calung group Triyasa pertunjukan calung ‘Group Triyasa’. sesuai dengan kriteria, serta syarat bahan Dalam menceritakan cerita Sunda “Si pembelajaran yang dikemukakan oleh Aloy” yang dapat mengeluarkan suara- Nasution (dalam Haerudin & Kardana, suara berkarakter layaknya suara tersebut 2009, hal. 77) yaitu bahan pembelajaran benar-benar nyata. Suara “Si Aloy” yang sesuai dengan tujuan pembelajaran,

7 | DANGIANG SUNDA, VOL. 3, N o . 1 , A P R I L 2 0 1 5 bahan pembelajaran yang mempunyai penonton dalam menilai pertunjukan nilai untuk kehidupan manusia, bahan calung. pembelajaran yang mempunyai nilai yang Berdasarkan hasil penelitian pada diwariskan sebelumnya, bahan kesenian calung group Triyasa di Kota pembelajaran yang mempunyai manfaat Sukabumi, bisa dijadikan bahan untuk menguasai suatu bidang ilmu, dan pembelajaran membaca bahasan di SMA bahan pembelajaran yang sesuai dengan kelas XI. kebutuhan serta minat siswa. DAFTAR PUSTAKA SIMPULAN Bakker, J.W.M. (1984). Filsafat Calung group Triyasa diciptakan kebudayaan (sebuah pengantar). dengan Deddy Mulyadinata pada tahun Jakarta: Kanisius 1962 di Kampung Tegallaya, Kelurahan Darmaprawira, S. (2002). Warna teori Cipanengah, Kecamatan Lembursitu, dan kreativitas penggunaannya. Kota Sukabumi. Ciri khas dari calung Bandung: ITB group Triyasa adalah penampilan “Si Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Aloy” yang menguasai 36 karakter suara (2013). Standar inti dan kompetensi menceritakan cerita Sunda dengan dasar mata pelajaran bahasa dan beberapa karakter suara yang berbeda sastra Sunda. Bandung: Dinas pada pertengahan pertunjukan calung Pendidikan Provinsi Jawa Barat. group Triyasa. Unsur-unsur seni yang Djelantik, A.A.M. (1999). Estetika terdapat pada kesenian calung group sebuah pengantar. Bandung: Triyasa adalah seni rupa yang Masyarakat Seni Pertunjukan ditunjukkan dengan warna pada kostum, Indonesia seni musik yang ditunjukkan dengan alat Haerudin, D. & Kardana, K. (2009). musik yang dimainkan yaitu calung, Panganteur talaah buku ajar. kendang, kulanter, bonang, kecrek, Bandung: Jurusan Pendidikan goong, dan keyboard, seni sastra yang Bahasa Daerah Fakultas Pendidikan ditunjukkan dengan lelucon-lelucon yang Bahasa dan Seni Universitas dilontarkan dengan bentuk sisindiran, dan Pendidikan Indonesia. yang terakhir seni suara yang ditunjukkan Kartika, D.S. & Prawira, N.G. (2004). dengan suara “Si Aloy” yang Pengantar estetika. Bandung: menceritakan cerita Sunda dengan Rekayasa Sains. beberapa karakter suara yang berbeda. Kubarsah, U. (1994). Waditra. Bandung: Kesenian calung group Triyasa STSTI mempertunjukkan nilai estetika atau Raga, R.M. (2007). Manusia dan keindahan yang terdapat pada: nilai kebudayaan daklam perspektif ilmu estetika intrinsik yang di dalamnya budaya dasar. Jakarta: Rineka terdapat keindahan warna pada kostum Cipta dan kendahan alat musik; nilai keindahan Soepandi, A. & Sukanda, E. (1994). ekstrinsik yang di dalamnya terdapat Ragam cipta mengenal seni seniman, pelaku seni, pihak yang terlibat pertunjukan daerah Jawa Barat. untuk terseleggaranya pertunujukan, dan Bandung: CV. Sampurna apresiator; nilai estetis serba intelektual yang ditujukan pada tujuan atau amanat yang ada pada pertunjukan calung; dan nilai estetika berdasarkan teori katarsis yang ditunjukkan dengan ekspresi