BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No Nama Pengarang, Hasil Penelitian Relevansi Terhadap Tahun dan Judul Penelitian

1. Mohammad Alfa Hasil penelitian Penelitian yang di Hasyim (2015), menunjukkan bahwa lakukan oleh Hasyim Jaringan Sosial Bonek aktor-aktor yang terlibat memiliki persamaan Di Raya dalam jaringan sosial dengan penelitian ini Bonek Malang Raya yaitu penggunaan menghubungkan antara Jaringan sosial pada Bonek Malang Raya komunitas suporter yaitu dengan beberapa Bonek, sedangkan komunitas Bonek mania perbedaannya terdapat lainnya yang ada di pada subjek penelitian, beberapa kota terdekat dimana pada penelitian lainnya. Selain itu ini meneliti tentang komunitas Bonek Malang Korwil Aremania Raya terbentuk juga Kampus. Penelitian karena rasa cinta dan hasyim dilakukan di bangga terhadap Persebaya komunitas, dimana Surabaya, hingga perasaan mayoritas komunitas senasib dan cenderung tidak sepenanggungan karena terorganisir. kebanyakan anggota dari komunitas Bonek Malang Raya banyak yang berasal dari Kota Surabaya. Kemudian dihubungkan dengan bentuk antara warga dan beberapa komunitas Bonek mania yang ada di beberapa kota terdekat. 2. Arista Indra Witantra Berdasarkan penelitian Persamaan penelitian (2008) “ Aplikasi terhadap observasi dan yang dilakukan oleh Manajemen hasil wawancara kepada witantra dengan Organisasi Pada beberapa pengurus penelitian ini terletak Komunitas Suporter Aremania Korwil pada kesamaan akan Untuk Menuju Aremania Kampus Putih, koordinator wilayah Suporter Teladan Pada dapat diketahui bahwa Aremania Kampus Aremania Korwil secara langsung maupun sebagai topik penelitian

23

No Nama Pengarang, Hasil Penelitian Relevansi Terhadap Tahun dan Judul Penelitian

Aremania Kampus tidak langsung semenjak dan metode yang Putih” awal pendirian Aremania digunakan. Sedangkan Korwil Aremania Kampus perbedaanya terletak Putih telah mencoba untuk pada tujuan penelitian mengaplikasikan konsep- dimana penelitian ini konsep dari fungsi-fungsi terfokus pada jaringan manajemen sosial yang terjadi (perencanaan,pengorganisa dimana masih belum sian,kepemimpinan,danpe banyak penelitian terkait ngendalian) dan unsur- jaringan sosial khususnya unsur organisasi dalam suporter sepak (sekelompok orang, bola. kerjasama, tujuan bersama, lingkungan dan lain-lain), kendatipun belum sepenuhnya maksimal. Hal tersebut dikarenakan Aremania tengah berusaha belajar berorganisasi yang tidak lain merupakan salah satu tuntutan dari pihak Badan Liga (BLI) agar setiap kelompok suporter nantinya sudah dalam bentuk organisasi agar mudah dalam memberikan penyuluhan maupun pengawasan. 3. Aditya Tri Saputra Hasil penelitian yang Penelitian yang dilakukan (2015), Pola menyebutkan pola oleh Saputra memiliki Komunikasi Suporter komunikasi yang terjadi persamaan dengan Sepak bola (Studi adalah komunikasi internal penelitian ini yaitu pada Deskriptif Kualitatif dan eksternal. Dari hasil metode yang digunakan Pola Komunikasi penelitian tersebut juga yaitu deskriptif kualitatif, Arsenal Indonesia menyebutkan bahwa sedangkan perbedaannya Suporter Solo). dalam komunikasi terdapat pada tujuan interpersonal memiliki penelitian yaitu terkait pola komunikasi yang jaringan sosial yang terjadi secara eksternal melihat tindakan proses terbentuk pada kelompok interaksi hubungan sosial dimana secara keseluruhan tingkat mikro dan tingkat bersifat formal. makro dalam suporter sepak bola.

24

No Nama Pengarang, Hasil Penelitian Relevansi Terhadap Tahun dan Judul Penelitian

4. Rachel McLean and Hasil penelitian Penelitian yang dilakukan David W (2009), menyebutkan komunikasi oleh Rachel dan David Social networks, digunakan untuk memiliki persamaan football fans, fantasy mendekatkan suporter untuk mengkoordinasi and reality: How kepada klub sepak bola suporter sepak bola corporate and media yang diidolakan, kekuatan dalam sebuah klub. interests are invading media masa mampu Sedangkan perbedaannya our lifeworld. meningkatkan partisipasi adalah penggunaan dari suporter agar sistem dalam terintegrasi. Media mengkordinasi suporter, digunakan untuk di mana dalam penelitian penyebaran informasi ini menggunakan Korwil dankemuncul teknologi untuk mengkoordinasi telah membawa peluang sedangkan penelitian lebih besar untuk Rachel dan David berkomunikasi, berbagi menggunakan media pandangan di mana klub. sebelumnya tidak dapat dipublikasikan secara luas. Media sebagai salah satu kekuatan dalam menghubungkan komunikasi kepada seluruh suporter sepak bola. 5. Paundra Jhalugilang Hasil dari penelitian ini Penelitian yang dilakukan (2012), Makna melihat bagaimana oleh Paundra Jhalugilang Identitas Fans Klub identitas yang terbentuk memiliki persamaan pada Sepak Bola (Studi melalui proses eksplorasi penggunaan konsep Kasus: Juventus Club seperti keluarga, teman, interaksionis simbolis di Indonesia). dan media massa. Serta sebuah klub sepak bola. level komitmen dengan Persamaan yang lainnya memiliki atribut, setia adalah pemaknaan mendukung Juventus identitas. Perbedaannya meski sedang terpuruk, terletak pada komunitas hingga menyejajarkan fans sepak bola yang Juventus dengan keluarga diteliti, perbedaan lain serta pasangannya. ada pada pemaknaan Kemudian identitas sosial identitas yang dipilih. mereka terbentuk melalui Penelitian Paundra proses kategorisasi yakni Jhalugilang fokus pada memahami dan pemaknaan identitas mengidentifikasi keseluruhan pada fans komunitas. Lalu (yel-yel, atribut, dll) dilanjutkan identifikasi sedangkan penelitian ini

25

No Nama Pengarang, Hasil Penelitian Relevansi Terhadap Tahun dan Judul Penelitian

dengan menjalankan misi terfokus pada simbol atau komunitas, memakai logo korwil Aremania atribut komunitas, Kampus sebagai menyanyikan yel-yel, identitas. hingga memakai istilah yang digunakan komunitas. Terakhir adalah perbandingan sosial yakni membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain. Konsep interaksionis simbolik mengenai komunitas (society), anggota (self), dan pikiran (mind) menghasilkan makna bahwa fans Juventus adalah kelompok fans yang loyal, memiliki rasa cinta yang tinggi, serta mempunyai rasa kebersamaan, solidaritas, dan persaudaraan sebagai sebuah komunitas.

2.2 Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, di mana ‘ikatan’ yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial.

Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (person). Mungkin saja, yang menjadi anggota suatu jaringan sosial itu berupa sekumpulan dari orang yang mewakili titik-titik seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, jadi tidak harus satu titik diwakili dengan satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara (Agusyanto, 2007: 13).

26

Jaringan sosial juga merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal misalnya saat Aremania Korwil 193 Unisma mengadakan acara nonton bareng pertandingan Arema FC, maka Korwil

Aremania 193 Unisma juga akan mengundang Korwil-korwil Aremania kampus lain. Kagiatan informal lainnya adalah saat acara galang dana untuk korban bencana yang biasanya dilakukan di jalan-jalan secara bersama-sama oleh para anggota Korwil Aremania Kampus, hal tersebut merupakan contoh hubungan dalam bentuk yang informal. Sedangkan hubungan dalam bentuk formal adalah pada saat Korwil Aremania kampus mendapatkan undangan dari manajemen

Arema untuk membagikan jatah tiket untuk masing-masing Korwil Aremania, undangan dari manajemen Arema untuk berdiskusi dengan manajemen Arema, selain itu saat Korwil Aremania kampus berulang tahun diusahakan mengundang perwakilan dari manajemen Arema agar dapat hadir dalam acara ulang tahun

Korwil Aremania Kampus.

Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat saling berbalasan (Damsar, 2002: 157), misalnya saat Korwil Aremania Kampus saling bertukar informasi dengan Korwil Aremania Kampus lain mengenai acara atau kegiatan yang berhubungan dengan Arema. Jaringan sosial terdiri dari individu (atau organisasi) yang disebut node yang terikat (terhubung) oleh satu atau lebih tipe tertentu saling ketergantungan, seperti persahabatan, kekerabatan, kepentingan bersama, hubungan kepercayaan, pengetahuan atau prestise. Paling

27 luas, analisis jaringan sosial mengkonsep struktur sosial sebagai jaringan dengan ikatan yang menghubungkan anggota dan penyaluran sumber daya, berfokus pada karakteristik hubungan bukan pada karakteristik dari masing-masing anggota dan melihat komunitas sebagai “komunitas pribadi”, yaitu, sebagai jaringan hubungan individu yang mendorong orang, mempertahankan, dan menggunakan dalam perjalanan hidup sehari-hari mereka.

2.2.1 Pengaktifan Hubungan Emosi Pada Jaringan Sosial

Hubungan sentiment (emosi) yang diaktifkan dalam rangka memperoleh power, reward, atau sumber daya-sumber daya yang tersedia (tujuan-tujuan para pelaku) biasanya ada beberapa jenis. Hubungan emosi yang diaktifkan ini bermakna langsung pada persoalan pengaruh dan informasi terhadap sumber daya.

Artinya, apabila seseorang atau sekelompok orang dalam mencari, mendapatkan dan melaksanakan proyek, orang-orang yang dihubungi dan diajak kerja sama adalah orang-orang yang bisa dihubungi melalui hubungan emosi jenis ini.

Umumnya, minimal hubungan emosi yang diaktifkan tersebut terdiri berbagai jenis isi (content) hubungan perasaan, yaitu : a. Hubungan sesuku bangsa, sekerabat dan sedaerah asal.

Dalam kehidupan perkotaan, bidang-bidang kehidupan yang dijalani oleh orang-orang sekerabat sangat bervariasi dan jarang sekali saling bersinggungan satu sama lain apalagi sama-sama mencari nafkah atau bekerja pada perusahaan yang sama. Oleh karena itu, bagi mereka yang berada dalam sebuah organisasi yang sama dan yang masih punya ikatan kerabat, tentunya satu sama lain akan saling membantu dan melindungi. Namun, tidak seluruh kebutuhan si individu bisa di dukung atau dibantu oleh si kerabat (selain jumlahnya tentu tidak banyak

28 dan kondisi persaingannya yang ketat). Selanjutnya, si individu akan memperluas hubungan yang kurang lebih mirip dengan hubungan kekerabatan tetapi mempunyai daya jangkau lebih luas (yang mempunyai kemungkinan untuk mencakup orang-orang yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan, namun bisa dimanfaatkan guna mendapat dukungan atau bantuan), seperti hubungan suku bangsa dan sedaerah asal. b. Hubungan satu almamater

Selain hubungan kekerabatan, suku bangsa dan daerah asal, tindakan- tindakan kolektif serupa yang dibutuhkan untuk meraih kontak-kontak yang memiliki pengaruh dan informasi terhadap pencapaian sumber daya adalah melalui ikatan-ikatan berdasarkan spesialisasi. Spesialisasi yang dimaksud adalah orang-orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu atau keahlian maupun keterampilan yang sama. Namun, di dalam lingkungan kerja sebuah organisasi, tidak menunjukkan suatu hubungan sosial yang dekat (personal) antara mereka tanpa adanya unsur hubungan emosional lainnya, yaitu hubungan sesama spesialisasi yang satu almamater, misalnya sesama akuntan lulusan universitas tertentu, terlebih lagi bagi mereka yang satu angkatan sewaktu kuliah. c. Hubungan seangkatan diklat atau kursus

Hubungan ini mirip dengan hubungan sealmamater. Hubungan sosial diklat atau kursus biasanya secara periodik diadakan oleh pihak organisasi dalam rangka meningkatkan mutu para anggotanya dalam menjalankan tugas-tugasnya atau dalam rangka peningkatan sumber daya manusia. Bagi mereka yang terpilih untuk mengikuti diklat atau kursus, selama waktu diklat atau kursus berlangsung diantara mereka dalam perjalanan waktu terbentuk jalinan hubungan pertemanan.

29

Ternyata hubungan sosial yang terjalin tersebut tidak berhenti sampai disitu.

Seusai program diklat atau kursus diantara mereka dalam menjalani kehidupan kerja sehari-hari masih saling berhubungan. Akhirnya, ikatan-ikatan emosional ini bisa diaktifkan dan dimanfaatkan dalam rangka mencapai kepentingan- kepentingan (sumber daya) para pelaku yang bersangkutan. d. Hubungan satu unit atau satu subunit

Orang-orang yang merupakan satu spesialisasi atau lebih khusus lagi satu almamater tidak selalu berada pada satu unit atau subunit kegiatan yang sama sehingga hubungan-hubungan sealmamater ini bisa dilihat menyeberangi batas- batas unit atau subunit sosial yang ada disebuah organisasi. Namun, hubungan- hubungan ini (seperti yang sudah digambarkan pada hubungan sealmamater) terjadi perluasan akibat adanya kepentingan untuk melindungi subuit atau unit sosialnya masing-masing juga sehubungan dengan sumber daya – sumber daya yang tersedia di dalamnya, di samping persaingan antaranggota dalam unit atau subunit sosial yang sama. Perwujudan dari adanya kepentingan untuk melindungi unit atau subunit masing-masing akhirnya membentuk pengelompokan- pengelompokan sosial atas dasar sesama unit atau subunit sosial yang sama.

Tindakan-tindakan kolektif atas dasar emosi atau emosi unit atau subunit juga membutuhkan dalam rangka pencapaian sumber daya yang diinginkan

(Agusyanto, 2007: 68-73).

2.2.2 Tinjauan Tentang Simbol

Simbol atau logo merupakan sebuah bentuk yang dirancang untuk mewakili karakter dan menjadi identitas dari sebuah perusahaan. Simbol merupakan bentuk

30 ekspresi dan bentuk visual dari konsepsi perusahaan, produk, organisasi, maupun institusi serta merupakan simbol visual yang memiliki bentuk yang berasal dari nilai strategis perusahaan yang bersangkutan. Pengertian logo menurut Jefkins, logo ialah: “Simbol presentasi, sosok atau penampilan visual yang senantiasa dikaitkan dengan organisasi tertentu sebagai bentuk identitas dan bagian identitas perusahaan”. Sebagai bagian identitas perusahaan, logo ibarat bagian tubuh yang mampu mengutarakan isi hati produk atau perusahaan. Dari sisi pemasaran, logo mempunyai fungsi pembeda produk dengan produk lainnya. Kata simbol atau simbolis berasal dari bahasa Yunani Symbalos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Didalam simbol, termasuk simbol ekspresif tersimpan berbagai makna antara lain berupa gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu yang bisa dipahami; dalam kesenian lebih tepat lagi dapat dihayati secara bersama (Jefkins dalam Yulaida, 2014: 6).

2.2.3 Tinjauan Tentang Arema dan Aremania

Arema dan Arema Fans Club (AFC) didirikan pada tanggal 11 Agustus

1987 oleh H. Acub Zaenal dan Ir. Lucky Acub Zaenal. Pada saat Arema berdiri,

Liga Indonesia terbagi menjadi dua yaitu liga untuk klub semi-profesional bernama dan Liga klub . Klub-klub Perserikatan tergantung pada pemerintah daerah untuk mendapatkan dana. Sementara klub Galatama tergantung pada sponsor swasta. Walaupun Arema belum pernah juara selama zaman Ligina, Arema juara Galatama pada tahun 1993. Pada tahun 1994 klub semi-profesional digabungkan dengan klub Perserikatan untuk menjadi Ligina.

31

Keberadaan Arema tidak bisa dilepaskan dari Aremania yang tidak lain adalah suporter setia Arema. Keberadaan Arema Fans Club juga memilki peran karena di sini Aremania yang tersebar luas diberbagai daerah kota Malang disatukan melalui organisasi yang satu ini. Arema Fans Club merupakan sebuah wadah suporter yang dikelola oleh pengurus klub Arema yakni Lucky Acub

Zainal. Menurut suporter Arema, AFC itu sangat individual, yaitu berkaitan dengan hubungan antara suporter dengan suporter lain. Akibatnya AFC menghadapi kesulitan dalam hal mendorong kerukunan antar suporter. AFC juga pernah dianggap sebagai yayasan yang terlalu ekslusif maupun kelas menengah untuk diterima oleh kebanyakan suporter Arema yang ekslusif berada dikelas bawah (Nugroho dalam Hasyim, 2015: 2). Yayasan Arema FC Fans Club yang diketua oleh Ir. Lucky Acub Zaenal tersebut pada awalnya terdapat 13 Korwil

Aremania. Setiap Korwil Aremania adalah pengurus hal suporter Arema Malang di sebuah kampung atau daerah di Malang.

Artikel “Aremania Junjung Sportivitas” diterbitkan di Bestari, no.156, 2001

(Purnomo, 2011) juga diceritakan bahwa menurut suporter Arema, AFC itu sangat individual, yaitu berkaitan dengan hubungan antara suporter dengan suporter lain.

Akibatnya AFC kesulitan mendorong kerukunan antar suporter yang pada akhirnya sekitar tahun 1994 AFC dibubarkan. Menurut Lucky Acub Zaenal itu karena banyak kesibukan dan soal generasi. Walaupun keadaan tokoh-tokoh AFC pasti mempengaruhi keruntuhan AFC, harus ditanyakan mengapa AFC tidak diteruskan oleh kelompok atau orang baru. Mungin itu tidak terjadi karena sudah jelas bahwa AFC tidak didukung oleh suporter. Barangkali tokoh-tokoh AFC sadar pada fakta itu. Makanya mantan-tokoh AFC langsung terlibat dalam proses

32 mengembangkan nama dan simbol yang akan mempersatukan suporter. Memang tidak semua inisiatif AFC gagal. Harus diingatkan bahwa dengan AFC mulai sistem organisasi suporter yang berdasarkan pada Korwil Aremania. Korwil- korwil Aremania tidak hilang dengan kematian AFC tetapi jumlahnya bertambah.

Pertengahan tahun 1990-an istilah Aremania muncul sebagai nama para suporter Arema FC. Sebetulnya dua fenomena tersebut merupakan perubahan total dalam budaya pemuda Malang yang dikatalisasikan oleh beberapa tokoh. Di artikel `Aremania Mengukir Sejarah Baru’ diterbitkan di Bestari, no. 156, 2001

Gus Nul mantan pelatih Arema menceritakan bahwa walaupun kurang jelas dari mana istilah Aremania itu muncul, nama itu mempersatukan suporter Arema.

Secara psikologis persamaan dasar antara Arema dan Aremania membuat suporter merasa bersatu. Kata Aremania bisa dibagi Arema dan Mania. Aremania itu muncul secara spontan dari suporter Malang yang mulai bosan dengan perkelahian geng-geng. Ada beberapa alasan untuk perubahan itu, pertama-tama geng-geng mulai luntur karena soal generasi. Anggota geng walaupun masih muda selama akhir 1980-an, di pertengahan 1990-an lebih dewasa karena sudah lumayan tua mulai bosan dengan kegiatan geng.

Tahun 1994 Ligina yang pertama dimulai dan PSSI mulai mendorong sepak bola Indonesia menjadi lebih profesional. Pemain asing mulai main untuk klub

Indonesia. Itu termasuk upaya untuk menaikkan kualitas liga sepak bola. Pemain asing pernah main untuk Arema. Pernah ada pemain dari Afrika, Amerika Selatan,

Korea Selatan dan juga Australia. Dari semua ini yang paling terkenal ada pemain dari Negara Chile bernama Rodriguez `Paco’ Rubio. Sekarang menurut suporter

Malang dia semacam pahlawan sepak bola Arema. Dengan berupaya ke

33 profesionalisme suporter mulai lebih tertarik pada permainan khususnya karena impor pemain luar negeri. Juga terdapat pemain lokal yang menjadi bintang, misalnya Ahmad Junaedi selama Ligina VI tetapi setelah itu dia pindah ke

Persebaya dan menjadi musuh suporter fanatik (Psilopatis, 2002: 19).

Aremania tidak termasuk dalam struktur organisasi PS Arema melainkan berdiri sendiri sebagai simpatisan pendukung Arema. Oleh karena itu Aremania selalu mandiri dalam segala urusan dan pembiayaannya. Sebelumnya pendukung

Arema pernah berada dalam "masa kelam" di mana setiap Arema bertemu dengan tim lain hampir dipastikan akan terjadi kerusuhan. Pernah terjadi setiap kendaraan yang berplat nomor "L" (dari Kota Surabaya) pasti dirusak. Sampai saat ini, apabila

Persebaya bertanding ke Malang, mereka tidak pernah mengirim suporternya, begitu pula jika Arema bertandang ke Surabaya. Setelah timbul kesadaran untuk menunjukkan bahwa mendukung kesebelasan kesayangnnya tak harus dengan pandangan sempit, Aremania mulai berbenah diri dan mulai mengubah imejnya, tidak hanya damai, sportif, loyal, tapi juga atraktif. Aremania termasuk suporter paling loyal di Indonesia. Di setiap pertandingan, entah di Malang maupun di luar kota Malang, Aremania selalu mendukung tim kesayangannya. Mereka tidak pernah peduli timnya menang atau kalah, yang penting mereka mendukung tim kesayangan mereka dengan cara yang sportif, atraktif dan simpatik. Penghargaan yang pernah diraih oleh Aremania antara lain adalah Suporter terbaik pada Liga

Indonesia VI tahun 2000 Oleh Ketum PSSI Agum Gumelar dan Suporter terbaik pada Copa Indonesia II tahun 2006 (https://id.wikipedia.org/wiki/Aremania).

34

Saat ini kondisi dan situasi dari Arema telah mengalami perubahan, perubahan terjadi pada perusahaan yang mengelola Arema. Arema terus mengalami perubahan baik pada logo maupun nama klub, walaupun tidak signifikan perubahan tersebut bergantung pada siapa yang mendanai Arema, karena Arema dari awal berdiri hingga saat ini adalah klub mandiri dan profesional yang segala pendanaan untuk kepentingan klub tidak pernah bergantung pada dana dari pemerintah daerah. Pada awalnya Arema di kelola oleh

PT Bentoel Investama Indonesia dari tahun 2003 sampai tahun 2009, pada tahun

2009 tepatnya 3 Agustus 2009 di Hotel Santika Malang pemilik klub Arema, PT

Bentoel Investama,Tbk melepas Arema ke kumpulan orang-orang yang peduli terhadap Arema (konsorsium). Pelepasan Arema ini adalah dampak dari penjualan saham mayoritas PT Bentoel Investama, Tbk. ke British American Tobacco.

Sebelumnya ada wacana untuk menggabungkan Arema dengan Persema Malang menjadi satu, namun ditolak oleh Aremania. Kemudian pada tahun 2010 saat

Arema Indonesia menjuarai ISL (Indonesian Super League) Arema telah di kelola oleh PT Arema Indonesia (Agusta, 2012). Namun saat tahun 2011 terjadi dualisme Liga di Indonesia di mana ketua PSSI terpilih saat itu, Djohar Arifin

Husin membuat liga resmi yang telah di akui oleh federasi tertinggi sepak bola di

Asia AFC yaitu IPL (Indonesian Primer League), sedangkan PSSI tandingan yang saat itu di ketuai oleh La Nyalla Mattalitti mengembalikan Liga lama yaitu

Indonesian Super League (ISL) yang pada saat itu kompetisi ISL merupakan kompetisi ilegal karena tidak diakui oleh AFC maupun FIFA. Pada tahun yang sama Arema juga mengalami dualisme yaitu Arema Indonesia yang bermain di

IPL dan Arema yang bermain di ISL. Pada tahun 2012 manajemen Arema ISL

35 merger dengan manajemen Pelita Jaya dan berubah nama menjadi Arema Cronus.

Lalu pada tahun 2013 IPL di tiadakan sehingga hanya ada ISL. Saat ini Arema

Cronus dikelola oleh PT. AABBI (Arema Aremania Bersatu Berprestasi

Indonesia) sejak tahun 2015 hingga sekarang.

Perubahan pengelola berdampak pada perubahan nama klub, oleh karena itu sejak tahun 2017 ini Arema Cronus berubah nama menjadi Arema FC. Perubahan nama dari Arema Cronus ke Arema FC salah satunya merupakan andil besar dari

Aremania. Sebagian besar Aremania berasumsi bahwa nama Arema harus mengandung unsur sepak bola saja dan menghilangkan unsur politik yang telah mengintervensi Arema. Manajemen Arema pun merespon hal tersebut dan pada akhirnya di awal tahun 2017 manajemen Arema melakukan voting lewat sebuah aplikasi resmi milik Arema dan Aremania dipersilahkan untuk memvoting nama baru Arema yang pada akhirnya nama Arema Football Club (Arema FC) dipilih sebagai nama baru klub kebanggaan Aremania ini. Berikut ini merupakan daftar prestasi yang pernah didapatkan oleh Arema FC :

Tabel 3. Daftar Prestasi Klub Arema FC Kompetisi Tahun Juara Galatama 1992 2 1993 1 Divisi Satu Liga Indonesia 2004 1 2005 1 2006 1 Piala Gubernur Jatim 2008 1 Piala Indonesia 2010 2 Liga Super Indonesia 2010 1 2011 2 2013 2 Piala Gubernur Jatim 2013 1 Trofeo Persija 2013 1 Piala Menpora 2013 1 2014 1 Bali Island CUP 2015 1 SCM CUP 2015 1

36

Kompetisi Tahun Juara Piala Bhayangkara Cup 2016 1 Torabika Soccer Championship 2016 2 Trofeo Bhayangkara 2017 1 Sumber: WeAremania.net, 2017

Gambar 2. Piala Yang Diperoleh Arema FC

Arema FC merupakan salah satu klub yang paling sukses dan disegani pada saat liga atau turnamen-turnamen nasional bergulir karena banyak prestasi yang sudah pernah diraih. Selain Arema FC banyak klub-klub besar yang ada di

Indonesia, Arema FC menjadi salah satu klub sepak bola besar yang banyak mendapat sorotan tidak hanya dari Kota Malang tetapi juga dari kota-kota lain di

Indonesia. Arema FC adalah klub terbaik di Malang dan salah satu yang terbaik di

Indonesia, terbukti dari banyaknya gelar juara yang telah diraih oleh Arema FC, selain itu pula Arema yang pada tahun 2007 masih menggunakan nama Arema

Malang pernah menjadi klub yang mewakili Indonesia di ajang internasional yaitu

AFC Champions League pada tahun 2007 karena Arema Malang sebelumnya menjuarai Copa Indonesia 2006 dan tahun 2011 Arema yang menggunakan nama

Arema Cronus mewakili Indonesia di AFC Champions League 2011, serta pada tahun 2012 Arema Cronus mewakili Indonesia di AFC CUP.

37

2.2.4 Tinjauan Tentang Sepak bola

Sepak bola ialah cabang olahraga yang paling populer pada saat ini.

Olahraga yang dimainkan dua regu dan berusaha memasukkan bola ke gawang lawan. Menggunakan seluruh anggota badan kecuali tangan. Bagi mereka yang lebih banyak memasukkan bola akan keluar menjadi juara. Sepak bola telah dikenal masyarakat dunia sejak ribuan tahun lalu. Bukti ilmiah memperlihatkan bahwa di Cina sejak Dinasti Han ada semacam sepak bola yang disebut oleh masyarakat Cina “tsu chu”,1 dan digunakan untuk melatih fisik para tentaranya.

Di Jepang juga ditemukan bukti bahwa sejak 500-an tahun lalu ada semacam tsu- chu. Di Yunani juga ada dan dikenal dengan nama “epyskiros”,2 yaitu permainan bola kecil. Ada anggapan bahwa orang-orang Romawi yang membawa permainan ini ke negara Inggris. Dan di Inggrislah permainan ini mulai berkembang dengan pesatnya, sehingga menjadi permainan sepak bola seperti saat ini (Centhini, 2012:

1).

Sepak bola merupakan cabang olahraga yang menggunakan bola yang umumnya terbuat dari bahan kulit dan dimainkan oleh dua tim yang masing- masing beranggotakan sebelas orang pemain inti dan beberapa pemain cadangan.

Memasuki abad ke-21, olahraga ini telah dimainkan oleh lebih dari 250 juta orang di 200 negara, yang menjadikannya olahraga paling populer di dunia. Sepak bola bertujuan untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya dengan menggunakan bola ke

1 Di china, pada zaman pemerintahan kaisar Cheng-Ti (32 s.b. masehi) permainan yang menyerupai sepak bola sudah dikenal. Di dalam buku Kong-Fu Conficus, peninggalan tentara China, tertera gambar-gambar tentang orang bermain sepak bola. Jenis permianan tersebut pada waktu itu disebut Tsu-Chu (Tsu = kaki dan Chu = bola yang terbuat dari kulit dan dalamnya berisi rumput). Permianan Tsu-Chu ini bisa dimainkan dihalaman istana raja. http://pendidikanjasmani13.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-dan-perkembangan-sepak- bola.html, Diakses pada tanggal 24 Februari 2017, pukul 14.00 wib 2 Pada zaman Yunani kuno, pemuda-pemudi gemar bermain sepak bola. Pada zaman itu pemuda tersebut disebut Episkyros. http://pendidikanjasmani13.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-dan- perkembangan-sepak-bola.html, Diakses pada tanggal 24 Februari 2017, pukul 14.06 wib

38 gawang lawan. Sepak bola dimainkan dalam lapangan terbuka yang berbentuk persegi panjang, di atas rumput atau rumput sintetis. Secara umum, hanya penjaga gawang saja yang berhak menyentuh bola dengan tangan atau lengan di dalam daerah gawangnya, sedangkan sepuluh pemain lainnya diijinkan menggunakan seluruh tubuhnya selain tangan, dengan kaki untuk menendang, dada untuk mengontrol, dan kepala untuk menyundul bola. Tim yang mencetak gol paling banyak pada akhir pertandingan adalah pemenangnya. Jika hingga waktu berakhir masih berakhir imbang, maka dapat dilakukan undian, perpanjangan waktu maupun adu penalti, bergantung pada format penyelenggaraan kejuaraan. Dari sebuah pertandingan resmi, 3 poin diberikan kepada tim pemenang, 0 poin untuk tim yang kalah dan masing-masing 1 poin untuk dua tim yang bermain imbang.

Meskipun demikian, pemenang sebuah pertandingan sepak bola dapat dibatalkan sewaktu-waktu atas skandal dan tindakan kriminal yang terbukti di kemudian hari.

Sebuah laga sepak bola dapat dimenangkan secara otomatis oleh sebuah tim dengan 3-0 apabila tim lawan sengaja mengundurkan diri dari pertandingan (Walk

Out). Peraturan pertandingan secara umum diperbarui setiap tahunnya oleh induk organisasi sepak bola internasional (FIFA), yang juga menyelenggarakan Piala

Dunia setiap empat tahun sekali (https://id.wikipedia.org, 2015).

PSSI (Persatuan Sepak bola seluruh Indonesia ) yang merupakan otoritas tertinggi sepak bola Indonesia dibentuk pada 19 April 1930 di Yogyakarta.

Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda,

Kelahiran PSSI terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat-saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali

39 bahwa PSSI lahir karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia. PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun

1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air

Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda "Sizten en Lausada" yang berpusat di Yogyakarta. Disana ia merupakan satu - satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan tersebut. Setelah berhenti dari "Sizten en Lausada" ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepak bola,

Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah

Pemuda) Soeratin melihat sepak bola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda. Untuk melaksanakan cita-citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh - tokoh sepak bola di Solo, Yogyakarta dan Bandung.

Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan Polisi

Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, dengan Soeri - ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische

Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepak bolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo

40 yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito,

Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain-lain.

Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan

Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda). Kemudian pada tanggal 19 April

1930, berkumpullah wakil-wakil dari VIJ (Sjamsoedin - mahasiswa RHS); wakil

Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepak bola

Mataram (PSIM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir

Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche

Voetbal Bond (MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang

(IVBM) E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga

Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili

Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga

Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir.

Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI. Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya "menentang" berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB.

PSSI melahirkan "stridij program" yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan

II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut "Steden

Tournooi" dimulai pada tahun 1931 di . Kegiatan sepak bola kebangsaan yang digerakkan PSSI, kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepak bola di jalan - jalan atau tempat -

41 tempat dan di alun - alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku

Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan "Sepak bola Kebangsaan" yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion

Sriwedari ini kegiatan persepak bolaan semakin gencar. Lebih jauh Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI

(Ikatan Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga pada

15-22 Oktober 1938 di Solo. Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU

(Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan

PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria "Winner Sport

Club " pada tahun 1936.

Tahun 1938 atas nama Dutch East Indies atau yang biasa disebut dengan

Hindia Belanda, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut "Gentelemen's Agreement" yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta.

Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera

NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.

42

Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 - 1941, dan terpilih kembali di tahun

1942. Masuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan buatan Jepang, kemudian masuk pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali dalam kongres PORI III di

Yogyakarta (1949). (http://pssi.org/in/read/pssi,2017)

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Jaringan

Teori yang mendukung penelitian ini adalah teori jaringan. Pada teori jaringan banyak dibahas tentang hubungan antara satu aktor (individu atau kelompok) dengan aktor lainnya. Salah satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan pemikiran pada tingkat makro, aktor atau pelaku bisa saja individu atau mikro (Wellman dalam Ritzer, 2014: 470) dapat juga kelompok, perusahaan dan masyarakat. Kaitannya dalam hal ini teori jaringan membahas tentang hubungan yang terjadi pada tingkat struktur sosial skala luas sampai tingkat yang lebih mikroskopik atau tingkat mikro. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individual atau kelompok) memiliki akses berbeda terhadap sumber daya seperti informasi. Akibatnya adalah bahwa sistem yang berstruktur cenderung terstratifikasi, komponen tertentu tergantung pada komponen lain.

Teori jaringan juga memiliki beberapa prinsip (Wellman dalam Ritzer,

2014: 384) yaitu:

1. Ikatan antar aktor biasanya seimbang atau sama, baik dalam kadar maupun intensitasnya.

43

2. Ikatan antara individu dalam konteks struktur jaringan lebih luas. Setiap

individu dapat melakukan interaksi dengan kelompoknya maupun kelompok

lain. Misalnya anggota Korwil Aremania Kampus Putih saling berinteraksi

dengan anggota Korwilnya sendiri atau bisa juga saat anggota Korwil

Aremania Kampus Putih saling berinteraksi dengan anggota dari Korwil

Aremania Kampus lain.

3. Terstrukturnya hubungan menimbulkan berbagai ikatan sosial. Seperti

hubungan sosial kerabat, suku bangsa serta daerah asal, hubungan sosial

sealmamater, hubungan sosial diklat atau kursus, dan hubungan sosial satu

unit atau subunit.

4. Adanya kelompok jaringan menyebabkan terciptanya hubungan silang

antara kelompok jaringan. Kelompok jaringan menimbulkan terciptanya

interaksi antar Korwil Aremania kampus di Kota Malang.

5. Bila komponen atau sumber daya dalam jaringan sosial memiliki akses yang

terbatas maka distribusi akses tersebut tidak dapat merata. Misalnya,

kurangnya pendistribusian tiket pertandingan Arema pada masing-masing

Korwil dapat mengakibatkan pembagian yang tidak merata seperti yang

terjadi pada Korwil Aremania Kampus Universitas Merdeka Malang yang

hanya mendapat jatah 100 tiket dari panitia pelaksana (Panpel) Arema

padahal jumlah anggota dari Korwil Aremania Kampus Unmer berjumlah

124 orang.

6. Distribusi dari sumber daya atau akses yang terbatas menimbulkan baik itu

kerjasama maupun kompetisi. Seperti saat Korwil Aremania Kampus Putih

yang mendapat jatah 100 tiket pertandingan dari Panitia Pelaksana (Panpel)

44

Arema, namun jumlah anggota dari AKP hanya 25 orang maka sisa tiket

yang masih tersedia akan didistribusikan ke Korwil Aremania Kampus lain

yang tiketnya kurang.

Jaringan sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana “ikatan” yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial.

Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia. Jaringan sosial tidak hanya beranggotakan pada satu individu, namun dapat juga berupa sekumpulan orang yang mewakili titik–titik seperti yang dikemukakan sebelumnya, jika tidak harus satu titik mewakili satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara. Sementara hubungan sosial atau saling keterhubungan merupakan interaksi sosial yang berkelanjutan (relatif cukup lama atau permanen) yang terakhirnya diantara mereka terikat satu sama lain (Agusyanto, 2007).

Hubungan sosial bisa dipandang sebagai sesuatu yang seolah-olah merupakan sebuah jalur atau saluran yang menghubungkan antara satu orang

(titik) dengan orang-orang lain dimana melalui jalur atau saluran tersebut bisa dialirkan sesuatu, misalnya barang, jasa, dan informasi. Hubungan sosial antara dua orang mencerminkan adanya pengharapan peran dari masing-masing lawan interaksinya. Tingkah laku yang diwujudkan dalam suatu interaksi sosial itu sistematik, meskipun para pelakunya belum tentu menyadarinya. Dari terwujudnya hubungan sosial yang baik maka akan memudahkan jaringan sosial berkembang. Jaringan sosial menjadi sangat penting di dalam masyarakat karena di dunia ini bisa dikatakan bahwa tidak ada manusia yang tidak menjadi bagian dari jaringan-jaringan hubungan sosial dari manusia lainnya. Walaupun begitu

45 manusia tidak selalu menggunakan semua hubungan sosial yang dimilikinya dalam mencapai tujuan-tujuannya, tetapi disesuaikan dengan ruang dan waktu atau konteks sosialnya (Agusyanto, 2007).

2.3.2 Teori Interaksionis Simbolis

Interaksionis simbolis menurut Mead tumbuh dari proses interaksi, Mead memusatkan perhatian pada tindakan dan interaksi manusia, dimana interaksi tersebut secara mental mampu menciptakan makna dan simbol. Individu mempelajari simbol dan makna dalam interaksi sosial dengan merespon melalui proses berfikirnya (Ritzer, 2014: 394). Simbol adalah objek sosial yang digunakan untuk mempresentasikan apa yang telah disepakati dalam makna simbol tersebut

(Charon dalam Ritzer, 2014: 395).

Tidak semua objek sosial mampu mewakili sesuatu, namun sebaliknya simbol mampu mewakili tanda atau sesuatu lainnya yang dapat diberi sebuah makna atau arti. Interaksionis simbolis memahami bahasa sebagai sistem simbol yang luas. Kata-kata menjadi simbol karena dapat digunakan untuk memaknai berbagai hal. Simbol menempati posisi penting dalam membuka kemungkinan individu bertindak secara manusiawi, karena simbol memiliki manfaat dan fungsi khusus bagi aktor. Simbol memungkinkan individu berhubungan dengan dunia karena simbol individu mampu memberi nama, kategori dan mengingat objek yang ditemui.

Simbol meningkatkan kemampuan individu untuk mempresepsikan lingkungannya, simbol juga meningkatkan kemampuan berfikir dimana pikiran tersebut dipahami sebagai interaksionis simbolis terhadap dirinya sendiri. Simbol

46 juga mampu meningkatkan kemampuan individu dalam memecahkan masalah dengan berfikir melalui beragam tindakan alternatif sebelum tindakan tersebut dilakukan. Penggunaan simbol memungkinkan aktor atau individu untuk melampaui pribadi mereka sendiri dengan membayangkan apa yang ingin dibayangkan individu tersebut (Miller dalam Ritzer, 2014: 395).

Menurut George Herbert Mead, simbol memiliki tiga ide dasar yaitu sebagai berikut :

1. Pikiran (Mind)

Pikiran (mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain. George Herbert Mead memandang akal bukan sebagai satu benda, melainkan sebagai suatu proses sosial. Pikiran menghasilkan suatu bahasa isyarat yang disebut simbol, dimana simbol - simbol yang mempunyai arti bisa berbentuk gerak gerik tapi juga bisa dalam bentuk sebuah bahasa. Bahasa membuat manusia mampu untuk mengartikan bukan hanya simbol yang berupa gerak-gerik, melainkan juga mampu untuk mengartikan simbol yang berupa kata-kata. Kemampuan ini lah yang memungkinkan manusia menjadi bisa melihat dirinya sendiri melalui perspektif orang lain, dimana hal ini sangatlah penting dalam mengerti arti-arti bersama atau menciptakan respon yang sama terhadap simbol-simbol yang sama.

Proses berpikir, bereaksi, dan berinteraksi menjadi mungkin karena simbol- simbol yang penting dalam sebuah kelompok sosial mempunyai arti yang sama dan menimbulkan reaksi yang sama pada orang yang menggunakan simbol tersebut. Mead juga menekankan pentingnya fleksibilitas dari mind, selain

47 memahami simbol yang sama dengan arti yang sama, fleksibilitas juga memungkinkan untuk terjadinya interaksi dalam situasi tertentu, meski orang tidak mengerti arti dari simbol yang diberikan. Hal itu berarti bahwa orang masih bisa berinteraksi walaupun ada hal-hal yang membingungkan atau tidak mereka mengerti, dan itu dimungkinkan karena akal yang bersifat fleksibel dari pikiran.

Simbol verbal sangat penting bagi Mead karena seorang manusia akan dapat mendengarkan dirinya sendiri meski orang tersebut tidak bisa melihat tanda atau gerak-gerik fisiknya. Mead mengatakan, bahwa arti tidak berasal dari akal melainkan dari situasi atau interaksi sosial, dengan kata lain situasi atau interaksi sosial tersebut memberikan arti simbol kepada orang lain.

2. Diri (Self)

Diri (self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain. Mead menganggap bahwa kemampuan untuk memberi jawaban pada diri sendiri layaknya memberi jawaban pada orang lain, merupakan situasi penting dalam perkembangan akal. Self bukan suatu obyek melainkan suatu proses yang mempunyai kemampuan untuk berpikir, seperti mampu memberi jawaban kepada diri sendiri seperti orang lain yang juga memberi jawaban, mampu memberi jawaban seperti aturan, norma atau hukum yang juga memberi jawaban, mampu untuk mengambil bagian dalam percakapan sendiri dengan orang lain, mampu menyadari apa yang sedang dikatakan dan kemampuan untuk menggunakan kesadaran untuk menentukan apa yang harus dilakukan.

Bagi Mead, Self mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi, terdapat tiga fase dalam proses sosialisasi tersebut. Pertama adalah Play Stage

48 atau tahap bermain, dalam fase atau tahapan ini seorang anak bermain atau memainkan peran orang-orang yang dianggap penting baginya. Contoh ketika seorang anak laki-laki yang masih kecil suka akan bermain bola, maka dia meminta dibelikan atribut yang berhubungan dengan sepak bola dan bermain dengan atribut tersebut serta berpura-pura menjadi pesepak bola idolanya. Fase kedua dalam proses sosialisasi serta proses pembentukan konsep tentang diri adalah Game Stage atau tahap permainan, dimana dalam tahapan ini seorang anak mengambil peran orang lain dan terlibat dalam suatu organisasi yang lebih tinggi.

Contoh Anak kecil yang suka sepak bola yang tadinya hanya berpura-pura mengambil peran orang lain, maka dalam tahapan ini anak itu sudah berperan seperti idolanya dalam sebuah tim sepak bola anak, dia akan berusaha untuk mengorganisir timnya dan bekerjasama dengan timnya. Sedang fase ketiga adalah

Generalized Other, yaitu harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, standar-standar umum dalam masyarakat, dalam fase ini anak-anak mengarahkan tingkah lakunya berdasarkan standar-standar umum serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh anak dalam fase ini telah mengambil secara penuh perannya dalam masyarakat, dia menjadi pesepak bola handal dan dalam menjalankan perannya sudah punya pemikiran dan pertimbangan. Jadi, dalam fase terakhir ini, seorang anak menilai tindakannya berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat.

3. Masyarakat (Society)

Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan

49 sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. Masyarakat dalam konteks pembahasan George

Herbert Mead dalam teori Interaksionisme Simbolik ini bukanlah masyarakat dalam artian makro dengan segala struktur yang ada, melainkan masyarakat dalam ruang lingkup yang lebih mikro, yaitu organisasi sosial tempat akal (mind) serta diri (self) muncul. Bagi Mead, masyarakat sebagai pola-pola interaksi dan institusi sosial yang hanya berupa respon yang biasa terjadi atas berlangsungnya pola-pola interaksi, karena Mead berpendapat bahwa masyarakat ada sebelum individu dan proses mental atau proses berpikir muncul dalam masyarakat.

Jadi, pada dasarnya Teori Interasionisme Simbolik adalah sebuah teori yang mempunyai inti bahwa manusia bertindak berdasarkan atas makna-makna, dimana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, serta makna-makna yang terus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi berlangsung.

50