Public Interest, Private Initiative
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
The Wayangand the Islamic Encounter in Java
25 THE WAYANG AND THE ISLAMIC ENCOUNTER IN JAVA Roma Ulinnuha A Lecture in Faculty of Ushuluddin, Study of Religion and Islamic Thoughts, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas hubungan antara wayang dan proses penyebaran Islam. Wayang adalah fenomena budaya Jawa yang digunakan oleh para wali pada sekitar abad ke-15 dan ke-16 sebagai media dakwah Islam. Tulisan ini fokus pada Serat Erang-Erang Nata Pandawa yang mengulas tentang karakter Pandawa dalam hubungannya dengan Islam. ﻣﺴﺘﺨﻠﺺ – (Wayang ) ) . ( . (Serat Erang-Erang Nata Pandawa ) - ( ) . Keywords: Wayang, Serat Erang-Erang, Javanese, Wali A. Introduction It has been an interesting stance to discuss the relationship between religion and community in terms of the variety of possibilities of some unique emergences in the process. While people regards religious realms a total guidance that relates the 26 Millah Vol. X, No. 1, Agustus 2010 weakness of human being to the powerful—the Covenant, Javanese people, views religion providing a set of beliefs, symbols and rituals which have been faced a rigorous encounter along with the development of communities in the past, in the present and in the future. The dawn of Islam in Java shared the experience of this relationship, found in why and how the wali used the wayang in supporting their religious types of activities under the authority of the Court of Demak. The research discusses the relationship between the wayang and the role of wali ‘Saint’ in spreading Islam under the patron of the Court of Demak from the fifteenth to the sixteenth centuries. There have been some research conducted on the same field, but this aims at discussing the wayang as the phenomena of cultural heritage of the Javanese descendents and inhabitants, while the wali ‘Saint’ is framed as the element of religious representation in Java at the time. -
Akulturasi Di Kraton Kasepuhan Dan Mesjid Panjunan, Cirebon
A ULTURASI DI KRATON KA URAN DAN MESJID PANJUNAN, CIREBON . Oleh: (.ucas Partanda Koestoro . I' ... ,.. ': \.. "\.,, ' ) ' • j I I. ' I Pendukung kebiidayaan adalati manusia. Sejak kelahirannya dan dalam proses scis.ialisasi, manusia mendapatkan berbagai pengetahu an. Pengetahuan yang didapat dart dipelajari dari lingkungan keluarga pada lingkup. kecil dan m~syarakat pa.da. lingkup besar, mendasari da:µ mendorong tingkah lakunya. .dalam mempertahankan hidup. Sebab m~ri{isjq ti.da.k , bertin~a~ hanya k.a.rena adanya dorongan untuk hid up s~ja, tet~pi i1:1g~ kp.rena ~ua~u desakan baru yang berasal dari ·budi ma.nusia dan menjadi dasar keseluruhan hidupnya, yang din<lmakan - · ~ \. ' . kebudayaan. Sehingga s~atu . masyarakat ketik? berhadapan dan ber- i:riteraksi dengan masyarakat lain dengan kebudayaan yang berlainan, kebudayaan baru tadi tidak langsung diterima apa adanya. Tetapi dinilai dan diseleksi mana yang sesuai dengan kebudayaannya sendiri. Budi manusia yang menilai ben.da dan kejp.dian yang beranek~ ragam di sekitarhya kemudian memllihnya untuk dijadikan tujuan maupun isi kelakuan ·buda\ranva (Su tan Takdir Alisyahbana, tanpa angka tahun: 4 dan 7). · · II. Data sejarah yang sampai pada kita dapat memberikan petunjuk bahwa masa Indonesia-Hindu selanjutnya digantikan oleti masa Islam di Indonesia. Kalau pada masa Indonesia-Hindu pengaruh India men~ jadi faktor yang utama dalam perkembangari budaya masyarakat Iri donesia, maka dalam masa Islam di Indonesia, Islam pun inenjadi fak tor yang berpengaruh pula. Adapun pola perkembangan kebudayaan Indonesia pada masa masuknya pengaruh Islam~ pada dasarnya 'tidak banyak berbeda dengan apa yang terjadi dalam proses masuknya pe ngaruh Hindu. Kita jumpai perubahan-perubahan dalam berbagai bi dang . -
R. Tan the Domestic Architecture of South Bali In: Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde 123 (1967), No: 4, Leiden, 442-4
R. Tan The domestic architecture of South Bali In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 123 (1967), no: 4, Leiden, 442-475 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com10/01/2021 05:53:05PM via free access THE DOMESTIC ARCHITECTURE OF SOUTH BALI* outh Bali is the traditional term indicating the region south of of the mountain range which extends East-West across the Sisland. In Balinese this area is called "Bali-tengah", maning centra1 Bali. In a cultural sense, therefore, this area could almost be considered Bali proper. West Lombok, as part of Karangasem, see.ms nearer to this central area than the Eastern section of Jembrana. The narrow strip along the Northern shoreline is called "Den-bukit", over the mountains, similar to what "transmontane" mant tol the Romans. In iwlated pockets in the mwntainous districts dong the borders of North and South Bali live the Bali Aga, indigenous Balinese who are not "wong Majapahit", that is, descendants frcm the great East Javanece empire as a good Balinese claims to be.1 Together with the inhabitants of the island of Nusa Penida, the Bali Aga people constitute an older ethnic group. Aernoudt Lintgensz, rthe first Westemer to write on Bali, made some interesting observations on the dwellings which he visited in 1597. Yet in the abundance of publications that has since followed, domstic achitecture, i.e. the dwellings d Bali, is but slawly gaining the interest of scholars. Perhaps ,this is because domestic architecture is overshadowed by the exquisite ternples. -
Sasana Sewaka: Tinjauan Semantik Arsitektur Jawa Kraton Kasunanan Surakarta
SASANA SEWAKA: TINJAUAN SEMANTIK ARSITEKTUR JAWA KRATON KASUNANAN SURAKARTA Galuh Puspita Sari Jurusan Kritik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) - Surabaya e-mail: [email protected] ABSTRAK Sasana Sewaka merupakan pendhapa di Kraton Kasunanan Surakarta Solo, yang tumbuh dan berkembang dari nilai- nilai arsitektur Jawa yang dipengaruhi perjumpaan dengan arsitektur Eropa. Perjumpaan Arsitektur Eropa pada Arsitektur Jawa berpotensi memberikan pengaruh pada arsitektur yang telah ada sebelumnya. Suatu wujud arsitektur akan mendeskripsikan (komposisi) bahasa rupa melalui visualitas yang dimengerti sesuai dengan tampilannya, sehingga wujud arsitektur yang terbentuk memberikan makna yang dapat dikomunikasikan. Kata kunci: semantik, arsitektur jawa, sasana sewaka ABSTRACT Sasana Sewaka is a pendhapa (an open pavilion) in Kraton (Palace) Kasunanan Surakarta Solo which grew and developed from Javanese architectural values under the influence of European architectural encounters. The meeting of Javanese and European Architectures has a potential to influence the existing architecture. A form of architecture will describe the visual language (composition) through a comprehendible visualization according to its appearance and thus the forming result of architecture can give a meaning that can be communicated. Keywords: semantik, javanese architecture, sasana sewaka PENDAHULUAN tasnya. Di masa pemerintahan Paku Buwono X banyak melakukan pembangunan di berbagai bidang. Kraton Surakarta merupakan lambang keles- Pada bidang arsitektur, Paku Buwana selain tetap tarian budaya Jawa, sebagai pusat pelestarian adat- mengusung arsitektur Jawa juga terlihat adanya per- istiadat yang diwariskan secara turun temurun dan jumpaan dengan arsitektur Eropa. Perjumpaan yang masih berlangsung hingga saat ini (Harjowirogo Jawa dan yang Eropa menghadirkan kemungkinan 1979:7). Dalam pola pikir masyarakat Jawa, kraton konsep yang berbeda dari arsitektur yang ada sebe- merupakan representasi jagat raya dalam bentuk kecil lumnya. -
Study on the History and Architecture
DIMENSI − Journal of Architecture and Built Environment, Vol. 46, No. 1, July 2019, 43-50 DOI: 10.9744/dimensi.46.1.43-50 ISSN 0126-219X (print) / ISSN 2338-7858 (online) LINEAR SETTLEMENT AS THE IDENTITY OF KOTAGEDE HERITAGE CITY Ikaputra Department of Architecture & Planning, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika no. 2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281, Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT The Javanese Palace City including the old city of Kotagede is mostly described by using the existence of the four components—Palace (kraton), Mosque (mesjid), Market (pasar) and Square (alun-alun)—as its city great architecture and identity. It is very rarely explored its folk architecture and settlement pattern as a unique identity. The linearity of settlements found in the study challenges us to understand Kotagede old city has specific linear settlements as its identity complemented to the existing Javanese four components. This study is started to question the finding of previous research (1986) titled as ―Kotagede between Gates‖–a linier traditional settlement set in between ―two-gates‖, whether can be found at other clusters of settlement within the city. This study discovered that among 7 clusters observed, they are identified as linear settlements. The six-types of linear patterns associated with road layout that runs East-West where jalan rukunan (‗shared street‖) becomes the single access to connect Javanese traditional houses in its linearity pattern. It is urgent to conserve the Kotagede‘s identity in the future, by considering to preserve the existence and the uniqueness of these linear settlements. Keywords: Architectural Heritage; city identity; linear settlement; morphology; Kotagede-Yogyakarta. -
The Future Needs the Past
The Future needs the Past: Problems and Challenges of Post-Cataclysm Heritage Management in Kotagede, Jogjakarta Special Province, Indonesia The Future needs the Past: Problems and Challenges of Post-Cataclysm Heritage Management in Kotagede, Jogjakarta Special Province, Indonesia Dr.-Ing. Ir. Widjaja Martokusumo Associate Professor, Architectural Design Research Group School of Architecture, Planning and Policy Development ITB Email: [email protected] ABSTRACT n addition to traditional causes of decay, cultural heritage is increasingly threatened by natural I disasters. Earthquakes interrupt the historical continuity of place making and create an opportunity to both reconstruct historical fabrics and to create new meanings and functions. As demonstrated in Kotagede, Jogjakarta Special Province, Indonesia, sustainable conservation should evolve with new contemporary needs and not be about making static museum places. Two case studies of post-calamity reconstruction illustrate the utilization of existing urban fabric, in which through redefi nition and reprogramming do not reveal solutions, but demonstrate the challenges in response to the urban dynamics after the 2006 earthquake. Keywords: Sustainability, Past and Future, juxtaposition, Kotagede, Jogjakarta Special Province. 1. INTRODUCTION: Mataram and other archaeological features, dated KOTAGEDE AND POST-CATACLYSM back from the late 16th and early 17th centuries, including traces of the unique traditional settlement. 2006 Like other traditional Javanese city, the constellation of those elements relates to a unique spatial The city of Kotagede is situated on the East bank of arrangement based upon the concept of Catur Gatra Gajah Wong River, about 5 km to the southeast of the Tunggal. The four-fold confi guration mosque-palace- city center of Jogjakarta, the capital city of Special market-square (alun-alun) recalls the setting of a Province Jogjakarta.(Figure 1a & Figure 1b) The Javanese Palace city as well as the ancient royal big marketplace, Pasar Gede or in short Sargede, capital of Majapahit. -
Download Article (PDF)
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 552 Proceedings of the 4th International Conference on Arts and Arts Education (ICAAE 2020) Life Values in Gapura Bajangratu Katrin Nur Nafi’ah Ismoyo1,* Hadjar Pamadhi 2 1 Graduate School of Arts Education, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia 2 Faculty of Languages and Arts, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia *Corresponding author. Email: [email protected] ABSTRACT This study employed the qualitative research method with Hans-George Gadamer’s semiotic approach and analysis based on Jean Baudrillard’s hyperreality. According to Gadamer, truth can be obtained not through methods, but dialectics, where more questions may be proposed, which is referred to as practical philosophy. Meanwhile, Jean Baudrillard argues that “We live in a world where there is more and more information, and less and less meaning …”. This paper discusses the life values of Gapura Bajang Ratu in its essence, as well as life values in the age of hyperreality. Keywords: Gapura Bajangratu, life values, hyperreality, semiotics 1. INTRODUCTION death of Bhre Wengker (end 7th century). There is another opinion regarding the history of the Bajangratu Gapura Bajangratu (Bajangratu Temple) is a Gate which believe it to be one of the gates of the heritage site of the Majapahit Kingdom which is located Majapahit Palace, due to the location of the gate which in Dukuh Kraton, Temon Village, Trowulan District, is not far from the center of the Majapahit Kingdom. Mojokerto Regency, East Java. Gapura Bajangratu or This notion provides historical information that the the Bajangratu Gate is estimated to have been built in Gapura gate is an important entrance to a respectable the 13-14th century. -
Analisis Spasial Obyek Wisata Situs Sejarah Dan Budaya Unggulan Untuk Penyusunan Paket Wisata Kabupaten Sleman
ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi Oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 PROGRAM STUDI GEOGRAFI FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020 PERSETUJUAN ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN PUBLIKASI ILMIAH oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh : Dosen Pembimbing (Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si.) NIK. 554 i LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Oleh : MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Senin, 16 Desember 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji : 1. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si. (…………………….) Ketua Dewan Pembimbing 2. Drs. Priyono, M.Si. (…………………….) (Anggota I Dewan Penguji) 3. M. Iqbal Taufiqurrahman Sunariya, S.Si., M.Sc., M.URP. (……………………………….) (Anggota II Dewan Penguji) Dekan Fakultas Geografi, Drs. Yuli Priyana, M.Si. ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah -
Bab 2 Penelusuran Persoalan Perancangan Guest House Dengan
Perancangan Guest House di Kotagede Yogyakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Rumah Kalang BAB 2 PENELUSURAN PERSOALAN PERANCANGAN GUEST HOUSE DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR RUMAH KALANG 2.1 Kajian Awal Tema Perancangan 2.1.1 Kotagede Kotagede terletak sekitar 10 kilometer di sebelah tenggara jantung kota Yogyakarta. Wilayah itu terkenal dengan sebutan Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kotagede yang merupakan pusat sentra kerajinan perak yang cukup terkenal di Yogyakarta. Sebagai kota tua bekas ibukota kerajaan, Kota Kotagede merupakan kota warisan (heritage) yang didalamnya terdapat makam raja-raja Mataram antara lain makan Panembahan Senopati (pendiri Mataram). Selain itu, Kotagede juga menyimpan sekitar 170 bangunan kuno yang didirikan pada tahun 1700 hingga 1930 (Rahmi dalam Anna dan Raharjo, 2018). Nilai sejarah dan budaya yang tinggi dari kawasan pusaka Kotagede tercermin pada arsitektur rumah tinggal dan kehidupan sosial masyarakat yang berada disana. Rumah tradisional yang dibangun ratusan tahun lalu dengan konstruksi kayu dan konsol kayu berukir yang disebut “bahu dhanyang” adalah ciri utama yang unik dan menarik. Demikian pula rumah Kalang yang merupakan perpaduan gaya arsitektur tradisional Jawa dan arsitektur Indisch adalah pusaka Kotagede yang sangat bernilai (UNESCO, 2007). Rovika Anna / 14512137 21 Perancangan Guest House di Kotagede Yogyakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Rumah Kalang Gambar 2. 1 Peta Kecamatan Kotagede (BPS Kota Yogyakarta, 2017 dimofofikasi oleh penulis 2019) Selanjutnya dari UNESCO, dari waktu ke waktu, Kotagede telah mengalami banyak perubahan yang mengakibatkan pudarnya karakter asli Kotagede Beberapa hal yang mempengaruhi perubahan tersebut antara lain: a. Adanya kebutuhan untuk mewadahi kehidupan modern yang menuntut perubahan tata ruang dan desain bangunan sehingga beberapa rumah tradisional telah berganti wajah dan secara fisik menjadi rumah 'modern' baik sebagian atau seluruhnya. -
Bab Iv Pembahasan
BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek Penelitian 1. Sejarah Singkat Menara Kudus Menara Kudus sebenarnya memiliki dua versi jika dilihat berdasarkan siapa pendirinya atau peninggalan dari siapa. Adapun dua versi tersebut yaitu versi pertama bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari masyarakat terdahulu, sedangkan versi kedua bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari sunan Kudus. Diantara kedua versi tersebut, masyarakat Kudus lebih mempercayai bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari Sunan Kudus. Adapun alasan masyarakat Kudus lebih mempercayai hal tersebut yaitu yang pertama dengan melihat dari tata letak bangunan Menara Kudus yang mengahadap ke barat hal ini dikarenakan pintu Menara terletak dibagian barat, sedangkan alasan yang kedua yaitu pada bangunan Menara Kudus tidak ditemukan ukiran atau relief yang menceritakan tentang kehidupan manusia terdahulu dan alasan yang ketiga yaitu tidak ditemukannya arca atau patung. Berdasarkan tiga alasan tersebutlah masyarakat mempercayai bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari sunan Kudus. Sampai detik ini belum ada yang bisa memastikan kapan bangunan Menara Kudus didirikan, hal itu dikarenakan tidak adanya catatan maupun data- data yang menjelaskan mengenai kapan Menara Kudus didirikan. Menara Kudus dapat diperkirakan kapan didirikan yaitu dengan berlandasan atau berdasarkan fungsi dari Menara Kudus itu sendiri yaitu bangunan yang dijadikan sebagai tempat mengumandangkan adzan. Sehingga dapat ditarik benang merahnya yaitu adanya keterkaitan antara masjid dengan Menara Kudus. -
Manifestasi Budaya Indis Dalam Arsitektur Dan Tata Kota Semarang Pada Tahun 1900 - 1950
MANIFESTASI BUDAYA INDIS DALAM ARSITEKTUR DAN TATA KOTA SEMARANG PADA TAHUN 1900 - 1950 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : T R I P A R T O N O C 0 5 0 5 0 0 3 F A K U L T A S S A S T R A D A N S E N I R U P A UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET S U R A K A R T A 2 0 1 0 i HALAMAN PERSETUJUAN MANIFESTASI BUDAYA INDIS DALAM ARSITEKTUR DAN TATA KOTA SEMARANG PADA TAHUN 1900 - 1950 Disusun Oleh : T R I P A R T O N O C 0 5 0 5 0 0 3 Telah Disetujui oleh Pembimbing Tiwuk Kusuma H, S.S. M.Hum NIP. 197306132000032002 Mengetahui Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 19540223198601200 ii HALAMAN PENGESAHAN Disusun Oleh : T R I P A R T O N O C 0 5 0 5 0 0 3 Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal ..... ................ 2010 Jabatan Nama Tanda Tangan Drs. Warto, M. Pd Ketua NIP. 196109251986031001 (………………) Dra. Hj. Isnaini W. W, M. Pd Sekretaris NIP. 195905091985032001 (………………) Tiwuk Kusuma H, S.S. M.Hum Penguji I NIP. 197306132000032002 (………………) Drs. Soedarmono, SU Penguji II NIP. 194908131980031001 (………………) Dekan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Drs. Sudarno, M.A NIP. 195303141985061001 iii PERNYATAAN Nama : TRI PARTONO Nim : C 0505003 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Manifestasi Budaya Indis dalam Arsitektur dan Tata Kota Semarang Pada Tahun 1900-1950” adalah betul-betul karya sendiri, bukan dari plagiat dan tidak dibuat oleh orang lain. -
Exploring Sense of Place for the Sustainability of Heritage District in Yogyakarta
architecture&ENVIRONMENT Vol. 16, No. 2, Oct 2017: 75 - 92 EXPLORING SENSE OF PLACE FOR THE SUSTAINABILITY OF HERITAGE DISTRICT IN YOGYAKARTA Emmelia Tricia Herliana*, Himasari Hanan**, Hanson Endra Kusuma** *) Student at Doctoral Program in Architecture, School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia **) Lecturer at Doctoral Program in Architecture, School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia e-mail: [email protected] ABSTRACT Yogyakarta is well-known as a historical city and the centre of Javanese culture that attracts many tourists to come. In recent year, Yogyakarta has been very popular to domestic and international tourists in that many heritage places in the city have been developed to distinctive tourist destinations, yet no reasonable criteria has been developed to guide its development. This study assumed that places with distinctive identity or character or uniqueness are the most interested object of attraction for tourists. Therefore, the study will explore the sense of place as the important success factor in sustaining a heritage place as tourist attraction and identify aspects of a place that might contribute to its sustainability. Two heritage districts: Kotagede and Kotabaru are selected for evaluating aspects of place that are significantly contributing to the historical and cultural image of the city of Yogyakarta. The study identify and analyze the existing condition of physical attributes, performed activities and conception of the place. Indicators being used are developed from the current research undertaken by geographer and environmental psychologist. The study resulted to the conclusion that an interconnection of many aspects rather than identity of the place is the critical factor for the sustainability of a heritage place.