Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 297

MEMPERTAHANKAN TRADISI: STUDI BUDAYA DI KAMPUNG MENARA KUDUS MAINTAINING TRADITION: A CULTURAL STUDY OF KUDUS KAUMAN VILLAGE

Moh Rosyid Institut Agama Islam Negeri Kudus email: [email protected] Naskah Diterima:21 Maret 2019 Naskah Direvisi:18 Juni 2019 Naskah Disetujui: 28 Juni 2019

DOI: 10.30959/patanjala.v11i2.516

Abstrak Artikel ini memotret tradisi di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang dikenal sebagai Kampung Kauman Menara yang terdiri hanya 3 RT dan 1 RW. Data penduduk Desember 2017 ada 413 jiwa, 127 KK. Data riset ini diperoleh dengan wawancara dan observasi, dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Tradisi khas dilestarikan berupa khoul (perayaan hari wafat) tiap 10 Asyura oleh Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) dan warga Kauman dan temu rutin berkala antarwarga. Tata letak kampung padat hunian dan penduduk, bangunan rumah rata-rata ditembok tinggi. Kampung ini tidak dijamah bangunan kolonial Belanda sehingga masuk kategori kampung kuno Islam dengan kekhasan adanya Masjid al-Aqsha Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus. Warganya memiliki kegiatan rutin dalam forum temu warga dalam ikatan kebersamaan berdasarkan usia dan jenis kegiatan yang menu acaranya islami. Warga mempertahankan pantangan terkait penghormatan pada Sunan Kudus. Kata kunci: Kauman, desa, tradisi islami. Abstract This article portrays Kauman Village of Kudus. The village is the smallest in Kudus city consisting of three RT (neighborhood units) and one RW (community units). The population is 413 people and 127 families. This paper is based on interviews and observations and applying qualitative approach. The special tradition is preserved in the form of khoul (commemoration of Sunan Kudus) every Muharram 10th (Ashura) by the Masjid Menara and Makam Sunan Kudus Foundation (YM3SK) and residents of Kauman. The layout of village dwelling is dense and the average house building is high walled. This village was not touched by Dutch colonial architectures so that it was categorized as a traditional Islamic village with the uniqueness of the Al-Aqsa , the Kudus Tower and the Sunan Kudus Tomb. Its people have regular activities such as community meeting based on age and various types of Islamic events. Its residents still maintain taboos regarding Sunan Kudus. Keywords: Kauman, village, islamic traditions.

A. PENDAHULUAN terletak di sebelah selatan lereng Gunung Kabupaten Kudus Jawa Tengah Muria. Sebelah barat berbatasan dengan memiliki wilayah terkecil se-Jateng yakni Kabupaten Jepara, sebelah selatan dengan 42.516 ha terdiri 9 kecamatan, 132 Kabupaten Demak dan Kabupaten desa/kelurahan dan jumlah penduduk tahun Grobogan, sebelah timur dengan 2017 ada 747.488 jiwa. Kabupaten ini Kabupaten Pati. 298 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312

Kota Kudus dikenal dengan ragam situs Patiayam di Geneng Slumprit dan julukan, antara lain kota budaya, kota wali, Geneng Nangka Desa Terban, Kecamatan kota , kota industri, kota kretek, Jekulo. Situs makhluk purba itu ditemukan hingga ada tari dengan nama tari kretek. tahun 2005-2009 berupa gading gajah Julukan tersebut menyimpan ragam budaya (stegodon), harimau (felidae), kijang dan terlestarikan hingga kini meliputi 11 (cerdidae), buaya (crocodilidae) dan unsur kebudayaan terdiri (1) tradisi lisan temuan tahun 2012 berupa kepala banteng terdiri sejarah lisan, pantun, dan cerita (bovidae) dan kerbau (bos babalus). rakyat. Sejarah lisan seperti seni kentrung Hingga kini masih ditemukan benda golek, barongan. (2) Manuskrip seperti serupa. Era Islam yakni peninggalan buku/kitab kuno peninggalan Mbah Gapura Masjid Wali Desa Loram, Gapura Rogomoyo yang diduga memuat tata cara Gerbang Tajuk Menara Kudus di kawasan membuat rumah pencu/rumah Masjid al-Aqsha Kudus, Gapura Masjid Kudus. Rogomoyo juga meninggalkan Wali al-Makmur di Desa Jepang. karya berupa Pendopo Kabupaten Kudus Peninggalan era kolonial Belanda berupa dan rumah kuno dengan model khas di Kawedanan Cendono di Desa Bae Dukuh Prokowinong, Desa Kaliwungu, dibangun tahun 1820 era bupati perdana, Kudus. Selain kitab kuno Rogomoyo Omah Mode di Jln A.Yani No.38 dibangun tersebut, ada pula benda purbakala yang tahun 1836, Pendopo Kabupaten Kudus disimpan di situs Patiayam di Desa Terban, dibangun tahun 1819, Kawedanan Kecamatan Jekulo. (3) istiadat, Tenggeles di Desa Jekulo, dan Pabrik Gula seperti upacara Bulusan di Desa Hadipolo, Rendeng berdiri 1840. Semua itu telah kirab penganten di Desa Loram Kulon. direvitalisasi Pemda Kudus (Nugroho, upacara Gantingi di Pabrik Gula Rendeng. 2013). Ada pula kawasan Kauman Menara (4) Ritus seperti upacara Buka Luwur Kudus adanya Menara Masjid al-Aqsha Makam Sunan Kudus, perkawinan warga sebagai cagar budaya. Situs tersebut di Samin dan ritual kepercayaan Samin dan antaranya ada yang melahirkan tradisi khas warga penghayat. (5) pengetahuan Kudus sehingga perlu dilestarikan, seperti tradisional meliputi busana tradisional khoul (perayaan wafatnya tokoh) penganten khas Kudus, kuliner tradisional sebagaimana yang dikaji dalam artikel ini. khas Kudus seperti lentog, sate kerbau, dan Tradisi tersebut mampu merekatkan lain-lain. (6) Teknologi tradisional seperti interaksi antarwarga Kudus. arsitektur tradisional Kudus seperti rumah Mempertahankan tradisi pencu peninggalan Rogomoyo di penghormatan leluhur merupakan fitrah Prokowinong Desa Kaliwungu. Ada juga manusia, dalam konteks artikel ini, rumah joglo pencu di beberapa desa di memotret pelestarian tradisi khas warga Kudus. (7) Kesenian seperti klitik Kauman Menara Kudus. Dipilihnya lokus khas Kudus. (8) Bahasa seperti bahasa ini berpijak dari anggapan sebagian publik kudusan dengan ciri khas akhiran ”nem‘ di Kudus yang memahaminya berdasarkan yang mengganti akhiran ”mu‘ dalam denah tata ruang perkampungan di kepemilikan. (9) Permainan rakyat, seperti Kauman Menara Kudus yang padat, sempit enggrang, petak umpet. (10) Olah raga jalannya, dan rumah lazim ditembok tradisional, seperti gobrak sodor, kelereng. tinggi sebagai pembatas dengan rumah (11) Cagar budaya berupa 459 masjid, 27 tetangga. Seolah wilayah tersebut tertutup gereja, dan puluhan bangunan kuno dan jarang berinteraksi dengan sekitar. (Dinbudpar Kudus, 2018). Pokok bahasan yang ingin dikemukakan Nugroho (2013) memilah benda dalam riset ini adalah untuk menunjukkan cagar budaya (BCB) di Kudus dari aspek tradisi yang dipertahankan oleh warga waktu terdiri era prasejarah, era Islam, dan Kampung Kauman Menara Kudus. era kolonial. Pada era prasejarah berupa Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 299

B. METODE PENELITIAN (putri dengan Nyi Ageng Sebagai penelitian sejarah, riset ini Manila). Sunan Ngudung keturunan Arab, bertujuan merekonstruksi masa lalu. pernah menjadi Senopati Kerajaan Demak, Pertama, heuristik yakni tahapan menggali Imam Masjid Agung Demak, pernah data sejarah. Kedua, kritik sebagai upaya ditugaskan menyerbu era mendapat keaslian sumber. Ketiga, pemerintahan Girindra Wardana interpretasi adalah penafsiran penulis (Brawijaya VI). terhadap fakta sejarah yang terkumpul Silsilah Sunan Ngudung yakni Nabi dalam tahapan heuristik. Keempat, SAW, Ali bin Abi Tholib, Husein bin Ali, penulisan sejarah melalui proses seleksi, Zainal Abidin, Maulana Jumadal Kubro, imajinasi, dan kronologi (Kuntowijoyo, Zaini al-Khusaini, Zaini al-Kubro, Zainul 2008: 4). Strategi menggali sumber sejarah Alim, Ibrahim as-Samarkandi, Usman menurut Wasino menelusuri bibliografi, Haji/Sunan Ngudung, Sunan Kudus sumber sejarah primer dan sekunder, (Sunyoto, 2016: 326). Pada saat memimpin laporan umum (dibaca oleh pembaca rombongan jamaah haji dari Kerajaan dalam jumlah lebih banyak dibanding Demak, Sunan Kudus mendapat gelar laporan konfidensial), berita surat kabar, Amirul Haj. Kabarnya, ia mendapat hadiah kuesioner tertulis, dokumen pemerintah dari Gubernur di Makkah karena jasanya (UU atau peraturan), sumber lisan, sumber memberi solusi atas wabah penyakit. lain (artefak dan sumber audiovisual) Tetapi, Sunan Kudus menolak dan (Wasino, 2007: 9). Langkah yang meminta sebuah batu (prasasti) kemudian dipaparkan Wasino tersebut, dalam naskah dipasang saat pendirian Masjid Menara ini, penulis menggunakan sumber sejarah Kudus di sebuah daerah yang kini disebut primer berupa wawancara dengan warga Kota Kudus (Abdullah, 2015: 97). Kauman Menara Kudus yang berperan Tatkala Sunan Kudus berhaji sebagai panitia khoul Sunan Kudus dan singgah di Baitul Maqdis (al-Quds) observasi. Penulis tidak memanfaatkan mendalami Islam sepulangnya ke Kudus kuesioner tertulis dan dokumen pemerintah membawa batu prasasti berbahasa Arab (UU atau peraturan). tertanggal 956 H (1549 M) terpasang di Kaidah penulisan sejarah Mihrab Masjid Menara Kudus hingga kini. mempertimbangkan regularitas dan Versi cerita rakyat, ketika Sunan Kudus konsistensi, kesamaan karakteristik berada di Baitul Maqdis, terjadi wabah tertentu, memahami pembabakan waktu penyakit mematikan (pagebluk) yang sejarah, dan menafsirkan, mengerti, dan diberantasnya. Oleh Amir Palestina (guru memahami peristiwa sejarah Sunan Kudus) memberi wewenang sebagai (Kuntowijoyo, 2001: 11). Sejarawan hadiah menempati daerah di Palestina setidak-tidaknya mempunyai dua tujuan (tercatat dalam prasasti) yang dipindahkan dalam menulis sejarah yakni pengawal ke Jawa (Zamhuri, dkk. 2012: 40). Prasasti warisan budaya dan penutur kisah tersebut tertulis dalam bahasa Arab yang (Gottschalk, 1975: 69). Artikel ini bagian diindonesiakan menjadi —pembaruan dari upaya penulis mengawal budaya yang terbitnya keluhuran nama masjid ini, al- dilestarikan warga Kauman Menara Kudus Masjid al-Aqsha Menara Kudus, terlaksana yang dituturkan oleh pelaku sejarah. di bulan Rajab yang mulia, pada awal abad lima belas (hijriyah). Sungguh, masjid C. HASIL DAN BAHASAN yang didirikan atas dasar taqwa, sejak hari 1. Sunan Kudus dan Kiai Telingsing pertama, lebih pantas dengan Sunan Kudus (Ja‘far Shodiq) adalah keagungannya. Jumu‘ah Kliwon 25 Rajab putra dari Sunan Ngudung atau Raden 1401 H bertepatan dengan 29 Mei 1981 Utsman Haji dengan Nyai Anom TU“. Prasasti tersebut hingga kini ada di Manyuran binti Nyi Gede/Ageng Maloka mihrab (Jawa: pegimaman) bagian atas di

300 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312

Masjid al-Aqsha yang sebelah kanan dan Menara Kudus. Tatkala warga berkumpul, kirinya terpasang tombak trisula Sunan Kudus menjelaskan makna surat al- peninggalan Sunan Kudus. Baqarah (bermakna sapi betina). Sunan Kudus bersama Pati Unus Kota Kudus dibangun Sunan Kudus memimpin pasukan Kerajaan Demak bersama seorang keturunan Tionghoa Tee dengan kapal melawan Portugis di Malaka Ling-Sing. Keberadaan The Ling Sing tahun 1513 M, Demak terkalahkan. Sunan belum setenar Sunan Kudus di telinga Kudus menggantikan tugas sang ayah yang masyarakat, khususnya masyarakat di luar gugur di medan laga. Selanjutnya, Sunan Kota Kudus. Belum banyak pula kajian Kudus berhasil memperluas wilayah tentangnya. The Ling Sing adalah seorang kekuasaan Demak hingga ke dan ahli seni lukis dari Dinasti Sung berasal Madura. dari Yunan, Tiongkok Selatan. Kedatangan Kudus pada masa itu di wilayah di Kudus bersama dengan rombongan Karisidenan Pati, memiliki otonomi Cheng Ho (Sam Po Kong) sebagai sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pedagang dan muballigh (da‘i) yang dan upeti pada Demak. Sunan Kudus mendirikan masjid dan di belajar Islam dengan Raden Rahmat Kampung Nganguk, Kudus, hingga kini (Sunan Ampel) di Ampel dan masih eksis. Adanya pernyataan bahwa di Gresik. Sunan Kudus semula The Ling Sing ke Jawa bersamaan dengan bernama Amir Haji karena pernah rombongan Cheng Ho perlu pendalaman memimpin jamaah haji semasa di Kerajaan fakta. Cheng Ho merupakan muslim yang Demak. Adapun nama Jakfar Sodik tatkala taat, ia berlayar dari Tiongkok ke lintas ia di Kudus. Kepindahan dari Demak ke benua di antaranya Jawa (Nusantara) Kudus karena Sunan Kudus berselisih sebanyak tujuh kali, hanya pelayaran yang pendapat dengan Trenggono tentang keenam tidak singgah di Semarang, Jawa penentuan 1 Ramadan tahun 1520 M. Tengah. Pelayaran I (1406), II (1407- Menurut Purwadi dan Maharsi, dalam 1409), III (1412), IV (1413), dan V (1416). kisah tutur Jawa Tengah, sesudah Penyebaran Islam oleh Cheng Ho di menunaikan tugas mengambil alih Semarang ekspedisinya dilanjutkan oleh Majapahit tahun 1527, masih menetap di ulama berdarah Tionghoa (tak menyebut Demak Bintoro sebagai Khatib Agung eksplisit nama ulamanya) (Yuanzhi, 2000: Masjid Agung Demak. Perselisihan dengan 71-72). Telingsing diabadikan sebagai Sultan Demak Bintoro perihal penentuan 1 nama jalan di Kudus dan diperingati hari Ramadan akibatnya meninggalkan Demak wafatnya (khoul) tiap 15 Sura. Makamnya ke kota yang kini disebut Kudus (2012: dengan panjang 1.296 cm, lebar 12 cm, 130). Dalam catatan lain, nama kecil dan tinggi nisannya 48 cm berada di Sunan Kudus adalah Jakfar Shodiq, putra Kampung Sunggingan, Kecamatan Kota, Sunan Udung/Ngudung dengan Syarifah Kudus, bersebelahan dengan Masjid (adik ), anak Nyi Ageng Telingsing. Nama The Ling Sing diilhami Maloka. Sunan Ngudung seorang putra profesinya pengukir/pelukis/pemahat Sultan di Mesir yang berkelana hingga ke bergaya Sun Ging (nyungging). Pesan Jawa. Di Kasultanan Demak semasa bijak Kiai Telingsing, yakni sholat sacolo dipimpin Raden Prawata, Sunan Kudus saloho dona sampurno (salat adalah diangkat sebagai panglima perang Adipati sebagai doa yang sempurna) dan Jipang, Arya Penangsang. Sunan Kudus langgahing panggenan tersetihing ngaji, berguru pada . Di Kudus nglungguhake panggonan awak kang saat itu banyak umat Hindu, agar masuk bener sing suci ring ngaji (tempat yang Islam, ia menambatkan sapi (hewan yang baik adalah mengaji). Pemberian nama dikeramatkan umat Hindu) diberi nama Masjid Telingsing setelah pemugaran Kebo Gumarang di halaman masjid masjid yang ketiga tahun 1984. Sejak Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 301 tahun 1974 didirikan Yayasan Pendidikan bahtsul masail (dialog keislaman), Islam Kiai Telingsing di kawasan makam pembuatan luwur baru, terbangan (rebana), dan Masjid Telingsing yang menaungi penyembelihan hewan sodakoh (kerbau Taman Kanak-Kanak, Madrasah dan kambing), khotmil quran bil ghoib Ibtidaiyah, dan Madrasah Diniyah hingga (menghafal al-Quran 30 juz), santunan kini. Sebagai tambahan data, eksistensi yatim piatu, pembagian bubur asyura, Tionghoa di Kudus sejak abad ke-15 M pembacaan qasidah al-Barzanji, pembagian dibuktikan keberadaan Kelenteng Hok berkat (sego jangkrik), dan upacara buka Ling Bio di wilayah Desa Langgar Dalem, luwur makam Sunan Kudus. Kecamatan Kota, Kudus. Jaraknya 200 m dari Masjid Menara Kudus di Kelurahan a. Penjamasan Keris Cintoko Kauman, Kecamatan Kota, Kudus. Sebilah keris yang berkelok Kelenteng Hok untuk tempat ibadah umat sembilan selama ini ada di sebuah kotak Tri Dharma yang dibangun komunitas kayu dan disimpan pada bagian atas tajuk China Kudus pada abad ke-15 (lebih dulu di kompleks Menara Kudus. Keris diduga daripada Masjid Menara Kudus) hingga pusaka pribadi Sunan Kudus. Setiap kini masih eksis yang dikelola oleh peringatan/perayaan khoul Sunan Kudus Yayasan Nyoo Thiam Huk. Kelenteng Hok dijamas diselenggarakan pada rangkaian direnovasi pada 1889 dan 1976 berhadapan acara perdana. Penjamasan keris dengan Masjid Madureksan (keberadaan dilaksanakan di halaman Tajuk (sejenis masjid ini lebih dulu daripada Masjid gazebo). Para penjamas memakai pakaian Menara Kudus) dipisahkan oleh alun-alun khas kudusan yakni beriket kepala corak (kini menjadi taman). Kelenteng Hok , baju koko putih, dan bersarung batik termasuk Cagar Budaya khususnya kusen dipimpin kiai setempat (K.Faqihudin). dan pintu masuk, dua buah jendela (kanan Penjamasan pada Senin atau Kamis dan kiri), empat buah pintu motif ukiran pertama setelah hari tasyrik (tanggal 11,12, China, dan saka kayu jati. Di depan dan 13 dzulhijah). Penjamasan tahun 2018 Kelenteng terdapat pohon Dewa Daru yang pada Senin Wage 15 Dzulhijah 1439 H/27 diambil kayu/rantingnya untuk Agustus 2018 M. Tujuan penjamasan kepentingan khusus. untuk membersihkan keris agar tidak Dalam kisah lisan lainnya, sebelum berkarat. Penjamasan bersamaan dengan Sunan Kudus di Kota Kudus, sudah ada Te dijamasnya tumbak trisula (tumbak yang Ling Sing. Perjumpaan keduanya di sebuah memiliki tiga mata tumbak). Tumbak ini tempat yang kini disebut nganguk wali setiap hari terpasang di samping kanan-kiri (kini nama desa) dan pelantikan Sunan mihrab Masjid al-Aqsha Menara Kudus. Kudus ditandai minum air dari tempat itu. Bahan yang digunakan menjamas yakni Te Ling Sing membantu Sunan Kudus banyu londho, air buah kelapa yang dalam siar Islam. direndam sekam ketan hitam hingga tiga hari, disiramkan selama tiga siraman. 2.Khoul Sunan Kudus Setelah itu, dicuci dengan air jeruk nipis. Tradisi khas di Kauman Menara Keris dikeringkan di atas sekam (yang Kudus terlestarikan hingga kini di berasal dari padi jenis ketan hitam) agar antaranya rangkaian acara khoul Sunan keaslian warna hitam keris lestari dan Kudus, meski hari dan wafat Sunan Kudus tahan karat. Prosesi diakhiri dengan belum terdeteksi dengan pasti. Pada tahun membaca doa (tahlil) dan dihidangkan 2018 terselenggara sejak 15 Dzulhijah menu khas berupa jajan pasar (terdiri 1439 H/27 Agustus 2018 hingga 10 jenang/dodol dan makanan tradisional Muharam 1440 H/20 September 2018 lainnya) dan nasi opor ayam (diduga meliputi, penjamasan keris Cintoko, kesukaan Sunan Kudus). Keris pengajian umum, pelepasan kain luwur, dimasukkan lagi dalam kotak dan disimpan

302 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312 di tajuk. Warga Kudus ada yang meyakini kekuatan jahat dalam keris, dan kayu awar- tatkala keris dijamas, cuaca di Kota Kudus awar (Hajid, 2005: 98). timbreng (mendung tapi masih ada sinar Keris memiliki nilai isoteris yakni matahari). Kondisi ini tidak selalu kekuatan supranatural seperti keris terwujud, hanya perasaan semata yang wengkang jagad berpamorkan sodo seler kadangkala terwujud. Timbrengnya cuaca, berkekuatan sebagai mediator (nonfisik) menurut penulis, karena fenomena alam, seperti media mempercepat terjualnya bukan fenomena yang lain. Penjamasan barang dagangan. Hal ini di luar logika mengundang tokoh warga Kauman dan manusia sesuai doa yang terkandung di sekitarnya, warga pun diperkenankan dalamnya. Keris sebagai asesori, identitas menyaksikannya. Hal yang harus keluarga mapan, dan media pengasihan didiskusikan, apakah penjamasan dengan atau penglarisan dagangan seperti keris air londho, air jeruk nipis, dan sekam ketan berpamor ganjur yang bentuknya hitam sudah sesuai pola merawat keris menyerupai gambar pager gunung, yang terbuat dari logam masa lalu yang berfungsi sebagai pelares hasil peternakan, berumur tua? Perlunya mendialogkan meskipun kepemilikan keris tidak selalu dengan ahli keris agar perawatan dapat terpublikasi karena muatan tuahnya. Proses dilakukan dengan benar. perolehannya dengan pewarisan, hadiah, Keris merupakan senjata tikam hubungan guru-murid, pembelian, golongan belati yang berkelok, ujungnya keberuntungan (menemukan), dan runcing dan tajam pada kedua sisinya. pertolongan ahli (Suryadi, 1993: 26). Fungsi keris di antaranya dalam aspek Pembuatan keris oleh tiga sosial (status sosial pemilik), budaya komponen, empu (dari bahan mentah (sebagai tradisi komunitas), magis hingga jadi), mranggi (pembuatan (kandungan fungsi), dan komersial (imbas warangka dan bahan pegangan keris), dan fungsi dan makna keris sehingga laku gemblak (pembuat kemasan keris) jual). Benda tosan aji ini terbuat dari (Suryadi, 1993: 87). Keris merupakan campuran besi kotor (tidak murni), besi mitos atau simbol benda, tidak dominasi bersih (murni), pamor, lapisan pamor, dan orang Jawa atau agama tertentu saja. metal berbentuk lekuk, (dianggap) sebagai Dalam konteks era kerajaan di Jawa, pusaka. Menurut Suryadi, keris berfungsi kedudukan pembuat keris (empu) sebagai wadah wahyu dan untuk mantra, menduduki posisi penting. Keberadaannya benda bertuah (sebagian keris bertuah jika terjadi pertempuran tersedia senjata, dijadikan senjata), dan media kanuragan. selain tumbak, trisula, patrem, panah Keris diklasifikasikan menjadi keris cemeti, kudi, dan sebagainya. Kelebihan tayuhan, proses pembuatannya didahului keris karena pamornya (daya linuwih), tapa brata si empu (pembuat), sedangkan sesuai kebutuhan hidup manusia dan setiap keris sovenir pembuatannya tanpa tapa empu memiliki kekhasan (penangguhan). brata, meskipun kepemilikan hanya Pembuatan keris oleh tiga komponen, terbatas kalangan tertentu. Keris empu (dari bahan mentah hingga jadi), merupakan barang antik karena memiliki mranggi (pembuatan warangka dan bahan tata pembuatan dengan penguasaan teknik pegangan keris), dan gemblak/kemasan tinggi, artistik, dan daya magis. Adapun (pembuat kemasan keris) (Suryadi, 1993: bagian keris meliputi gagang, batang, dan 87). Proses membuatnya melalui lelaku sarung (warangka). Warangka terbuat dari berupa puasa atau semedi untuk kayu jenis cendhana wangi (kewangiannya mendapatkan ilham dari Yang Maha menambah kekuatan gaib), kayu asem Kuasa. Adapun kemampuan keris terpilah Jawa yang terdapat teras (galih) menambah kemampuan fisik (menyimpan racun, kekuatan, kayu kebak untuk meredam untuk kekerasan, dan keseimbangan) dan kemampuan spiritual berupa aura yakni Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 303 energi yang memancar dari benda. daging sapi sebagai menu dalam nasi Sedangkan cara perawatan keris dengan jangkrik karena adanya pantangan oleh mengoleskan minyak melati atau zakfaron Sunan Kudus agar warga Kudus tak secara berkala agar terlindungi dari karat memotong sapi sebagai bahan konsumsi (Hajid, 2005: 108). Konteks Sunan Kudus, karena sapi merupakan hewan yang keris peninggalannya, menurut penulis, dikeramatkan umat Hindu. Hingga kini, digunakan senjata pertempuran masa itu. pantangan tersebut masih dilestarikan warga Kudus, terutama warga muslim asli b. Pembagian Bubur Asyura Kudus yang berhaluan nahdliyin. Adapun Bubur asyura tersebut dibagi oleh bila mendapatkan daging sapi di Kudus panitia khoul kepada warga Kauman bukan hal sulit karena tersedia di pasar Menara Kudus dan wilayah sekitarnya, tradisional dan swalayan yang dipotong seperti sebagian warga Desa Langgar oleh tukang jagal (usaha pemotongan Dalem, Kerjasan, dan Kajeksan. Bubur hewan). Asyura diilhami oleh kisah selamatnya Pembuatan nasi jangkrik pada 20 Nabi Nuh dan umatnya dari banjir September 2018 oleh panitia membungkus bandang. Setelah air bah surut tanggal 10 29.032 porsi untuk diberikan pada peziarah Sura (Asyura) diadakan doa disertai undangan dan non-undangan pada puncak hidangan bubur. Bubur Sura dalam acara acara buka luwur dan dibagikan pada khoul Sunan Kudus dibuat pada tanggal 9 warga Kauman Menara Kudus dari rumah Sura oleh lelaki dan perempuan yang ke rumah oleh panitia. Bedanya, bila tergabung dalam kepanitiaan acara Buka peziarah nonundangan diberi sebungkus Luwur. Proses memasak selama tiga jam, nasi dengan cara antrian, sedangkan warga bahan bakunya terdiri 9 hal yakni beras, Kauman dan tamu undangan dibagikan jagung, kacang hijau, kacang kedelai, satu per satu sebanyak 2.498 orang dengan kacang tolo, ketela pohon, kacang tanah, bungkus keranjang (bejana anyaman pisang, dan ubi jalar. Setelah termasak, bambu) yang ukurannya besar. Panitia ragam menu bubur meliputi bubur memotong 11 ekor kerbau, 84 ekor berwarna putih, irisan sepotong tahu dan kambing, dan 12 ribu kg beras untuk nasi tempe, irisan telur dadar, irisan cabe, jangkrik. Kerbau, kambing, dan beras udang, pelas, ikan teri yang ditaruh dalam pemberian dari donatur. piring dilapisi daun pisang. Hasil observasi penulis, pada peringatan khoul Sunan d. Pembagian Kain Luwur Kudus tahun 2018, bubur dimasak dalam Warga Kauman Menara Kudus, enam kawah (tungku), tiap tungku selain mendapat bubur Sura dan nasi menghasilkan 150 porsi bubur untuk jangkrik, juga mendapat pembagian dibagikan pada warga Kauman Menara potongan kain luwur (kain berwarna putih Kudus dan sebagian warga desa tetangga. yang sehari-harinya berada di Makam Bubur Sura juga diberikan pada pembaca Sunan Kudus, dipasang melingkari Kitab al-Barzanji (rangkaian acara buka makam). Kain luwur yang lama diganti luwur) di Masjid al-Aqsha Menara Kudus. dengan yang baru, kain yang lama dibagi pada warga kauman, tiap potong kain kira- c. Pembagian Nasi Jangkrik kira panjangnya 20 cm). Kain tersebut oleh Kekhasan buka luwur di makam warga ada yang digunakan untuk baju Sunan Kudus adalah pembagian nasi koko, surban, rida (sleyer) (setelah jangkrik (nasi siap saji dibungkus daun jati terkumpul dalam beberapa tahun karena dengan lauk daging kerbau dan kambing, mendapatkan kain luwur tiap khoul, 10 bukan sapi) sebagai simbol visual sedekah Asyura), membungkus keris, disimpan di dan pesan peduli terhadap sesama dompet, disimpan di rumah saja, ada yang (Argarini, 2015). Tidak digunakannya diperuntukkan membungkus ari-ari

304 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312

(potongan tali pusar). Penggunaan tersebut pendatang antusias melestarikan berbagai sesuai keyakinan pribadi. Pernah pula, kegiatan keagamaan yang berhubungan potongan kain luwur tersebut dijadikan dengan tradisi ziarah di makam Sunan media menundukkan kerbau yang lepas Kudus. Hal ini diikat oleh faktor dari tali pengikatnya tatkala akan keagamaan, ekonomi, dan tradisi disembelih. Caranya pemegang kain luwur (Mutmainnah, 2009). Tetapi, image yang menghadapkan pada kerbau. Keyakinan terbangun dari publik bahwa warga warga yang memiliki potongan kain luwur Kauman Kudus eksklusif yang ditandai tersebut dengan dalih kain luwur tatkala oleh hunian yang padat dan ditembok berada di makam Sunan Kudus selalu tinggi sebagai penyekat. Terkesan ada dua ”tersinari‘ bacaan doa peziarah. Kain luwur strata sosial, yakni kelas atas (kepemilikan diberikan pada warga dengan pemahaman Kudus dan rumah untuk tabarukan (ngalap barokah) dari kilungan/berpagar tinggi) dan kelas bawah Sunan Kudus karena selama 24 jam (rumah petak) perlu dikaji kebenarannya. berdatangan peziarah membaca Al Quran di makam Sunan Kudus. Ada pula yang 3. Kampung Kauman Menara Kudus memercayai kain mori akan menjadi Setiap desa di Kudus, tidak bedanya perantara memperoleh berkah/rizki. Hal ini di daerah lain (Jawa pada umumnya) ada atas dasar keyakinan bahwa para wali yang julukan kampung kauman. Kampung yang telah wafat pada hakikatnya tetap hidup identik adanya masjid, warganya ada yang meski di alam kubur dan mampu menjadi kiai, dan sebagainya. Dalam berinteraksi melalui rohnya dengan orang naskah ini fokus di Desa Kauman, yang masih hidup di dunia. Paparan ini Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus berdasarkan tafsir atas surat al-Anbiyak: disebut Kampung Kauman Menara Kudus. 154 —janganlah kau katakan bagi yang Kampung ini merupakan tempat dibunuh di jalan Allah (mereka) itu orang dimakamkannya Sunan Kudus dan mati! Namun, mereka adalah orang yang keberadaan Masjid al-Aqsha Menara hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya“. Kudus. Hal yang membedakan dengan Jika para syuhadak mendapat karunia tetap kampung lainnya (khususnya yang berada hidup di alam kuburnya maka para ulama di tengah perkotaan) selain hal tersebut dan wali mendapat karunia lebih besar adalah hanya dihuni muslim, hanya etnis karena derajatnya lebih tinggi daripada Jawa, rumah ada yang dikilung (dipagar syuhadak. Tradisi buka luwur juga tinggi), hanya 3 RT, 1 RW. Dalam riset dilaksanakan warga Kudus di makam Ashadi (2017) rumah kilungan di Desa Sunan Muria di Desa Colo, Kecamatan Kauman Menara Kudus pada awalnya Dawe, Kudus dan tokoh muslim di merupakan simbol persaingan antar- beberapa desa di Kudus. keluarga pengusaha muslim di Kudus Tradisi buka luwur tersebut berdampak Kulon (Kauman Menara). Dengan dipagar positif berupa terjalinnya interaksi antar- tinggi mengelilingi rumah (dikilung) untuk warga Kudus dengan sesama warga yang menjaga kerahasiaan produk perusahaan menghadiri acara buka luwur, antara warga (2017: 178). Rumah kilungan kini tak Kudus sebagai panitia buka luwur dengan mungkin diubah karena mengubah tata warga non-Kudus yang menghadiri acara letak rumah dan faktor lain.Tata ruang buka luwur, dan antara warga Kudus Kampung Menara Kudus bertembok tinggi dengan Pengurus Yayasan Masjid Menara tersebut ada yang dibangun pada era dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) yang kolonial. Menurut Said, Kampung Kudus memfasilitasi acara buka luwur. Menurut Kuno sejak abad ke-15 M didasarkan pada Mutmainah, interaksi sosial masyarakat toponimi (penamaan berdasarkan nama Desa Kauman dengan masyarakat tempat) yakni perkampungan kecil di Desa pendatang berjalan baik karena masyarakat Langgar Dalem, Kecamatan Kota Kudus Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 305

(bersebelahan dengan Desa Kauman) adalah benteng, alun-alun, dan . dengan adanya sengkalan memet di Masjid Menurut penulis, keberadaan pasar (masa Langgar Dalem yang menunjukkan tahun lalu) kondisi kini masih ada tetapi berubah 863 H (Said, 2010: 114). Rumah dipagar bentuk menjadi kios pedagang kaki lima. tinggi di Kauman Menara Kudus di Kekhasan tersebut terjadi perubahan sketsa antaranya bertujuan memingit (menjaga) dengan pembangunan Taman Beringin anak gadisnya agar tidak berinteraksi dengan dana APBD Kudus 2015 membuat dengan ghoiru mukhrim secara tak sketsa kota lama Kudus menjadi bias terbatas. Ada pula motif untuk melindungi karena pembagunan taman dengan produksi rumahannya (home industry) dari tambahan bangunan baru, terkesan pesaing usaha pihak lain. Tembok rumah memisahkan Masjid Madureksan dengan tersebut kini menjadi pemandangan khas, Kelenteng, taman atau pasar yang sebagai meski menimbulkan anggapan minir ornamen taman masa kini (Rosyid, 2018). sehingga perlu diklarifikasi berdasarkan fakta, tidak berdasarkan prediksi yang 4. Rumah Adat Kudus lebih condong menghakimi sepihak. Warga Kauman Menara Kudus pada Menurut Nurini, kota Islam di masa lalu diidentikkan dengan trah kelas memiliki unsur masjid jamik menengah-atas berprofesi pedagang sebagai pusat kegiatan masyarakat, ruang pakaian, rokok kretek. Kondisi ini, banyak terbuka, dan pasar tradisional. Kampung warganya terdidik sehingga ada yang Kauman Kudus memiliki nilai estetika menduduki strata sosial tinggi. Pada masa (paduan budaya Hindu-Islam), nilai lalu, warga Kauman Menara Kudus tidak kemajemukan (mencerminkan budaya berhasrat menjadi pegawai negeri sipil Hindu-Islam), dan nilai kelangkaan (hanya (PNS) karena saat itu penghasilannya tak di Kudus) dengan Masjid al-Aqsha dan sejahtera bila dibanding dengan menjadi menaranya (Nurini, 2011). Dalam konteks wirausaha. Kondisi kini sudah ada warga kini, kawasan Kauman Menara Kudus Kauman Menara Kudus yang menjadi memiliki Masjid Jamik al-Aqsha (warga PNS, meski kini mayoritas tak menetap Kudus menyebutnya Masjid Menara), sebagai warga Kauman karena penempatan ruang terbukanya berupa Taman Beringin kerja tidak di Kauman dan tidak di sekitar yang berada di tengah antara Masjid Kauman atau pernikahan dengan warga Madureksan dengan Kelenteng Hok Hien lain. Bio. Taman Beringin tersebut pada masa Adanya wirausahawan warga lalu merupakan pasar tradisional. Hanya Kauman Menara Kudus (terutama masa saja, menurut penulis, paduan budaya lalu) maka pemerhati Kudus mengenalkan Hindu-Islam, nilai kemajemukan istilah gusjigang (gus:bagus/baik (mencerminkan budaya Hindu-Islam) perilakunya, ji/ngaji: belajar ilmu Islam, sebagaimana dinyatakan Nurini, kini dan gang: berdagang). Istilah tersebut juga nampak pada Menara Masjid al-Aqsha melekat pada warga selain Kauman yang memiliki nilai akulturasi budaya Menara Kudus karena memiliki tiga Hindu-Islam sehingga langka (hanya di karakter tersebut. Pedagang yang sukses Kudus). Menurut Adrisijanti, tata ruang lazimnya memiliki rumah joglo pencu kampung/kota kuno lazimnya memiliki (rumah adat Kudus). Joglo pencu jaringan jalan internal dan eksternal (jalan mendapat sertifikat (pengakuan) dari penghubung pusat pemerintahan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI wilayah lain), benteng, pasar, masjid Muhadjir Effendi Nomor agung, alun-alun, kraton, taman, 63379/MPK.E/KB/2016 tanggal 27 permukiman, dan pemakaman (2000: 143). Oktober 2016 sebagai warisan budaya tak Ciri tersebut, dalam konteks Kauman benda Indonesia. Akan tetapi, jumlahnya Menara Kudus, yang belum teridentifikasi di Kauman kini kian menyusut karena

306 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312 pembagian pada ahli waris pemilik rumah. penjual tradisional, konveksi (jilbab, Pola pembagiannya, ada yang menjual mukena), pedagang, pekerja industri, dan rumah, hasilnya dibagi ahli waris. Data lain-lain. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus (2014) bulan Juli 2004 jumlah rumah adat 5. Perekat Interaksi antarwarga di Kudus ada 32 rumah, tertebar di Kauman Menara Kudus beberapa desa. Bentuk bangunan rumah Desa Kauman, Kecamatan Kota, kudusan tersebut memiliki tata ruang Kudus tahun 2014 berpenduduk 390 terdiri jogosatru (bagian depan), ruang kepala keluarga (KK). Data Desember dalam (inti), dan pawon (dapur). Di 2017, Rt.1 (Gang Menara 1) ada 53 KK, halamannya ada sumur yang sebelah kiri RT. 2 (gang Menara 2) ada 35 KK, Rt.3 (pakiwon) ada kamar mandi dan padasan (gang Menara 3) ada 33 KK, jumlah warga (untuk mencuci muka) (Ekarini, 2016). se-RW (sedesa) ada 413 jiwa, 127 KK. Menurut Anisa, bentuk bangunan rumah Desa Kauman hampir separuh wilayah adat Kudus (1) tradisional, (2) bentuk itu desa itu, tanah/lahan menjadi hak milik fasadnya diubah dan pola rumah tak Yayasan Masjid Menara dan Makam berubah, (3) rumah tinggal berbentuk Sunan Kudus (YM3SK) terdiri Masjid al- gedong/Eropa. Fungsi bangunan sebagai Aqsha dan Menara Kudus, kompleks rumah tinggal dan rumah tinggal juga Makam Sunan Kudus, dan tanah beserta temat usaha (Anisa, 2004). Menurut Said, bangunan yang digunakan sekretariat Rumah Adat Kudus 95 persen terbuat dari YM3SK. kayu jati (tektona grandis) dengan Secara geografis, Desa Kauman konstruksi bongkar-pasang (completely Menara Kudus bertetangga dengan knock down) (Said, 2012: 35). Struktur beberapa desa, yang dikenal Kawasan rumah adat kudus dipengaruhi ragam Menara Kudus. Sebelah selatan berbatasan budaya. Semula beratap payon tanpa dengan Desa Janggalan (dipisahkan oleh hiasan ukiran. Setelah masuknya Islam atas jalan utama, jalan Sunan Kudus, ada 13 RT peran Sunan Kudus dan Kiai Telingsing, dengan 2 RW), sebelah utara berbatasan terjadi adopsi budaya Hindu, Jawa, China, dengan Desa Kerjasan (dipisahkan dengan dan Islam dalam bentuk ornamen gang Kampung Kenepan, ada 11 RT, 3 (Hardiansyah, 2009). Kondisi kini, rumah RW), sebelah barat berbatasan dengan adat Kudus di Kauman Menara Kudus Desa Damaran (dipisahkan oleh Jalan ZE hanya ada dua yakni milik Yayasan Masjid Subhan), dan sebelah timur berbatasan al-Aqsha Kudus di RT 1 dan 2. Rumah dengan Desa Langgar Dalem (dipisahkan adat Kudus milik warga telah diubah oleh Jalan Menara Kudus, ada 3 RW, 10 menjadi rumah nonadat karena pembagian RT). warisan. Pembagian ini ada yang dengan Warga Kauman Kudus strata pola dijual yang hasilnya untuk dibagikan sosialnya terdiri kiai (ulama, ustad/guru), pada ahli waris atau hasil penjualan untuk saudagar (wirausahawan), dan warga biasa membangun rumah nonadat. Ada pula, ahli sebagai warga mayoritas. Ketiga strata waris yang menempati tanah eks-rumah tersebut tidak terjadi kesenjangan interaksi adat, meski luas bangunan tak seluas karena membaur dalam forum rutin- rumah adat karena tanah/lahan dipilah berkala yakni pertemuan tingkat usia anak- antarpenerima warisan. anak, remaja, remaji, bapak-bapak, dan Pada lazimnya, perekonomian warga ibu-ibu. Pertemuan dalam bentuk forum Kauman Menara Kudus kini pada strata (1) hormat leluhur, yakni perayaan tahunan ekonomi cukup, yakni tidak miskin dan hari wafat Sunan Kudus (khoul) setiap 10 tidak kaya raya. Hal ini dapat dibuktikan Asyura, (2) forum keislaman, seperti dengan sumber penghasilan dan profesinya pembacaan al-Quran (surat Yasin) dan kini, seperti guru PNS, guru swasta, pembacaan sejarah Nabi SAW dalam Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 307

Kitab al-Barzanji dan Simtut Duror, (3) Rabu setelah salat isya dan tadarus al- pirukunan warga seperti pertemuan warga Quran sebulan penuh pada malam di tingkat rukun tetangga (RT), (4) guyup Ramadan di Masjid al-Aqsha Menara warga seperti bersih kampung/desa, (5) Kudus, membaca Kitab al-Barzanji setiap kewargaan seperti perayaan Hari Ulang malam Senin di Tajuq (di kompleks Tahun Kemerdekaan RI, (6) keormasan, Menara Kudus), membaca Kitab al- seperti temu rutin berkala Ikatan Pelajar Barzanji setiap malam selama bulan Rabiul (IPNU) dan Ikatan Awal (bulan kelahiran Nabi SAW) di Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). rumah warga secara bergantian. Ketiga, Forum temu warga tersebut kegiatan bersama antara anak-anak, pelaksanaannya berdasarkan usia dan jenis remaja, dan usia bapak pada malam 12 kelamin. Ada yang hanya usia anak-anak Rabiul Awal (peringatan hari lahir Nabi seperti jamiyah Nahdlatul Athfal, remaja SAW) membaca Kitab al-Barzanji di dan orang tua (bapak) seperti doa kematian Masjid Al-Aqsha. Keempat, kegiatan pada hari ke-1 s.d ke-3, untuk ibu-ibu doa membaca Al-Quran surat Yasin (yasinan) kematian (pasca pemakaman) pada hari ke- antara remaja dan bapak-bapak setiap 4 s.d ke-7, pertemuan hanya remaja/anak bulan sekali di rumah warga secara putri seperti Ikatan Pelajar Putri NU bergiliran dan membaca surat Yasin dan (IPPNU), hanya ibu-ibu seperti pertemuan bacaan tahlil pascapemakaman (bila ada pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) kematian warga Kauman) pada hari ke-1 setiap hari Ahad pada minggu kedua, s.d ke-3 malam di rumah duka, sedangkan jamaah muslimat setiap Jumat Legi, ikatan pada hari ke-3 s.d ke-7 oleh ibu-ibu. haji muslimah (IHM) setiap Jumat Wage, Keempat, kegiatan antara anak, remaja, dasa wisma (dawis) pelaksanaannya sesuai bapak-bapak, dan ibu-ibu pada perayaan jadwal dari pimpian RT (kondisional). khoul Sunan Kudus tiap 10 Asyura untuk Tempat pelaksanaan pertemuan (a) memasak dan menyediakan hidangan Masjid al-Aqsha Menara Kudus seperti makan dan lainnya pada tamu. Kelima, pembacaan al-Quran dan pembacaan Kitab perayaan HUT Kemerdekaan RI tiap 17 al-Barzanji berisi sejarah Nabi SAW, (b) Agustus difasilitasi pemerintah Desa Makam Sunan Kudus seperti khoul Sunan Kauman. Kegiatan perayaan ini pada tahun Kudus, (c) rumah warga Kauman Menara 2018 meliputi (a) lomba tingkat anak-anak Kudus seperti pertemuan warga RT, dan yakni lomba balap balon, pecah air, makan (d) lingkungan Desa Kauman Menara kerupuk. Diselenggarakan Ahad 5 Agustus Kudus seperti bersih kampung dan 2018 pukul 13.30 Wib di rumah Nur Id perayaan HUT RI. Mubarok, Jl. Menara No.3, (b) Pelaksanaan temu warga, pertama, pertandingan futsal Jumat 10 Agustus temu rutin usia anak-anak dalam pukul 13.30 Wib di Lapangan Madrasah perkumpulan Jamiyah Nahdlatul Athfal Ibtidaiyah (MI) Qudsiyyah, (c) lomba dengan kegiatan membaca Kitab al- cabang olah raga tingkat dewasa yakni Barzanji setiap malam Jumat di rumah tenis meja dan catur Ahad 11 Agustus Kepala Desa Kauman. Kedua, bermain pukul 19.30 di rumah Hafid Kholwan, sepak bola yang memanfaatkan halaman Kauman Rt.02, (d) lomba tingkat anak- Madrasah Ibtidaiyah (MI) Qudsiyyah di anak Ahad 12 Agustus pukul 13.30 di Rt.1 Desa Kauman. Kedua, Jamiyah rumah Nur Id Mubarok (Jl Menara Nomor Simtut Duror membaca syair Simtut Duror 3), (e) Tirakatan Malam Tujuh Belasan (memuat sejarah Nabi SAW) setiap malam (HUT RI) Jumat 16 Agustus pukul 19.30 Sabtu, perayaan hari besar Islam (Maulid di Balai Desa Kauman, (f) jalan santai Nabi, Israk Mikraj, halal bi halal 1 Jumat 31 Agustus pukul 05.30 start dari Syawal), berlatih rebana (waktu gedung Lembaga Cermin (di bawah kondisional), tadarus Al-Quran malam naungan Yayasan Menara Kudus, Jl Sunan

308 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312

Kudus). Keenam, kegiatan remaja/putri dengan makam Sunan Kudus, misalnya, dewasa yakni fatayat tiap malam Jumat di rumahnya di sebelah selatan makam, maka rumah warga secara bergantian. Ketujuh, kakinya ketika tidur berada di arah selatan kegiatan remaja muda acara ke-Nu-an dan sebaliknya agar tak terkesan bergaris (Ikatan Putri NU/IPPNU). Kedelapan, lurus dengan posisi makam Sunan Kudus. temu rutin ibu-ibu (1) PKK setiap ahad Untuk melestarikan tradisi, terdapat sanksi pada minggu kedua, (2) Ikatan Haji yang bersumber dari ”alam‘, seperti ada Musalimah (IHM) setiap Jumat Wage yang warga Kauman Menara Kudus yang diikuti para hajah dan nonhajah. Susunan membangun rumah dua lantai, info yang acaranya meliputi pembukaan, membaca berkembang, orangnya sakit bahkan asmaul husna, salawat ibrahimiyah, dan menjadi gila. Ada pula tatkala meninggal barzanji haji. Tujuan membaca dua salawat dunia (sebelum dimakamkan) membusuk ini sebagai media memohon pada Tuhan jasadnya. Bila tatkala tidur kaki lurus agar yang belum berhaji bisa berhaji atau dengan posisi makam Sunan Kudus maka umroh, (3) Muslimat setiap Jumat Legi akan diganggu oleh santri/murid Sunan dengan acara pembukaan, membaca yasin Kudus yakni para jin. Gangguan itu seperti dan tahlil, mauidloh hasanah oleh kiai dipindah dari tempat tidur. Imbas setempat, (4) Dasa Wisma (Dawis) tiap melanggar pantangan tersebut ikut warga se-RT pada pukul 14 dihadiri 70-80 memperkuat eksisnya pantangan. persen warga se-RW (sedesa), (5) Hal tersebut merupakan bagian dari berkunjung atau membezuk ke rumah sakit mitos. Mitos berasal dari kata myth yang atau ke rumah warga yang sakit. berarti dongeng atau cerita yang dibuat- Kesembilan, pertemuan lintas usia seperti buat. Dalam bahasa Yunani disebut muthos Jumat resik yakni membersihkan berarti cerita mengenai Tuhan, lingkungan secara bersama-sama sesuai suprahuman being, dan dewa-dewa. Mitos instruksi Kepala Desa Kauman. juga dipahami sebagai realitas kultur yang Kesembilan, kegiatan Karang Taruna. sangat kompleks. Secara etimologi, mitos Forum tersebut dihadiri warga se-RT diartikan sebagai kiasan atau cerita sakral sebagai media mengeratkan interaksi yang berhubungan dengan even pada antartetangga dan melestarikan tradisi waktu primordial yaitu waktu permulaan khasnya yakni khoul Sunan Kudus dan yang mengacu asal mula segala sesuatu pembacaan sejarah Nabi SAW (Kitab al- dan dewa-dewa sebagai obyek, cerita atau Barzanji dan Simtut Duror). laporan suci tentang kejadian yang Warga Kauman juga melestarikan berpangkal pada asal mula segala sesuatu pantangan/pamali (tak tertulis) yang terkait dan permulaan terjadinya dunia dengan kearifan lokal dalam menghormati (Minsarwati, 2002: 22). Mitos dimaknai Sunan Kudus. Pertama, membangun rumah kejadian pada zaman bahari yang berlantai dua atau lebih. Bangunan mengungkapkan atau memberi arti hidup berlantai tersebut dikhawatirkan akan dan yang menentukan nasib hari depan. menyamai tingginya bangunan Menara Pada kenyataannya, keberadaan mitos Kudus. Kedua, enam rumah warga terus terjadi dan diadakan. Hal ini dengan Kauman yang berada di samping makam bukti adanya kepercayaan terhadap Sunan Kudus (sebelah utara makam) kekuatan gaib atau supranatural yang berpantang memiliki balai/tempat tidur, berhubungan dengan kehidupan sehari-hari tidak berselambu, bila tidur hanya di maupun peristiwa di luar jangkauan kasur/tikar di lantai. Hal ini diharapkan, pikiran manusia untuk menjawabnya. bila tidur, tubuh tidak melebihi tingginya Adapun unsur mitos berupa cerita sakral, makam Sunan Kudus dan tak menyerupai kisah asal mula segala sesuatu di dunia makamnya. Ketiga, warga Kauman bila dengan segala isinya, realitas mutlak tidur posisi kakinya tidak bergaris lurus sebagai obyek, ditentukan dalam bentuk Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 309 cerita, dan bermakna bagi kehidupan orang alam modern tetap membutuhkan mitos yang meyakininya masa lalu, kini, dan karena mitos tidak diciptakan oleh era mendatang. Mitos pun memiliki fungsi tetapi fitrah manusia. Mitos merupakan sebagai interpretasi (pemahaman) terhadap pengetahuan manusia tradisional maupun eksistensi manusia dan dunia, bisa modern yang memaknai eksistensi diri, menunjukkan mengapa dunia itu ada, asal-usul alam semesta, dan berbagai mengatur pengalaman manusia dan peristiwa dramatis dalam kehidupan. Mitos menjadi paradigma (cara pandang), dan menjadi rumah pengetahuan bersama bagi melegitimasi (mengesahkan) tradisi yang manusia. Mitos mengalami pasang surut ada. Mitos dipahami sebagai cerita suatu karena dinamika individu. Meredupnya kelompok masyarakat berkaitan dengan mitos akibat kesalahan manusia melihat tokoh suci yang diagungkan dan hakikat kehidupan. Pada masa lampau, mengandung arti mendalam diungkapkan mitos berada di setiap jantung peradaban. secara gaib. Bila hanya hidup dalam Mitos bukanlah sekadar dongeng, tetapi keyakinan, mitos tidak pernah bisa nalar sebuah pengetahuan. Ketika mitos diperdebatkan secara ilmiah. Dalam menjadi urat nadi peradaban, tidak sedikit Kamus Besar Bahasa Indonesia, mitos kearifan dihasilkan. Banyak mitos didefinisikan cerita suatu bangsa tentang menabukan tindakan manusia dalam dewa dan pahlawan zaman dahulu, menebang pohon, membunuh satwa, mengandung penafsiran tentang asal-usul mengambil air, mengotori pantai, semesta alam, manusia, dan bangsa, menggempur gunung atau mengaduk isi mengandung arti mendalam yang bumi dengan semena-mena. Pohon, satwa, diungkapkan dengan cara gaib. Tetapi, tanah, air, udara bukanlah benda kosong memitoskan bermakna mengeramatkan, dan profan tanpa makna dan diperlukan mengagungkan secara berlebihan tentang dengan sekehendak hati. Namun, semua pahlawan, benda, dsb. (KBBI, 2008:922). harus dijaga, dirawat, dan dihormati. Mitos membentuk cara berada manusia. Kini, peradaban bergeser dan nalar Dalam pengertian klasik, mitos adalah mitos pun mulai dipinggirkan. Seiring cerita legenda tentang asal-usul terjadinya waktu, manusia kontemporer memilih segala sesuatu. Bagi masyarakat semesta dan rumah baru pengetahuan yang tradisional, mitos merupakan inti bernama filsafat, sains, dan agama kehidupan. Mitos bukannya tidak logis monoteis. Ketiganya cenderung sebagaimana dalam konsep modernisme. menempatkan dirinya sebagai entitas yang Sebagai hasil konstruksi akal budi, mitos lebih tinggi, sebagai pengganti perlu didekati atau dibaca (dimaknai) pengetahuan mitos. Bagi filsafat, mitos dengan cara tertentu. Dalam akal budi tidaklah rasional, bagi sains mitos tak kritis, mitos bertentangan dengan tujuan empiris dan tak dapat diuji kebenarannya membangun cara berpikir akademis, (verifikatif), dianggap sebagai pengetahuan sedangkan filsafat selalu berusaha khayalan yang tak memiliki kenyataan menyisihkannya (melenyapkannya) pada obyektif. Mengapa? karena sains selalu posisi marjinal. Modernisme adalah sebuah mengedepankan obyektifitas dan ‘mitos rasionalisme‘ karena mitos sebagai faktualitas. Mitos dianggap pengetahuan upaya rasio untuk ke luar dari keterbatasan yang gagal menjelaskan asal-usul manusia pengetahuannya atas dunia benda dengan (aetiologis) atau asal-usul alam semesta membangun narasi secara spekulatif. (kosmologis) tanpa dukungan fakta Dunia modern ditegakkan dari asumsi empiris. Bagi agama monoteis, mitos spekulatif maka ia telah membangun merupakan kisah rekaan yang mitosnya sendiri. Metafisika sekarang membahayakan iman tentang keesaan tidak harus dilihat semata-mata sebagai Tuhan bahkan mitos sebagai musuh utama. spekulasi rasional. Kehidupan manusia di Dalam menjembatani dua kutup yang

310 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312 berseberangan antara mitos (positif) 6. Fasilitas Umum yang ada di Desa dengan mitos (negatif). Analisis Mukalam Kauman Menara Kudus (2009) di balik permusuhan terhadap Fasilitas sosial/umum di Kauman mitos, manusia mengajukan bentuk Menara Kudus meliputi Masjid al-Aqsha penalaran tersendiri yakni nalar progres dan kompleks Makam Sunan Kudus di RT dalam memahami apa dan bagaimana 3, Pondok Nabi di RT. 3, pendidikan Islam jalannya sejarah dirinya yang dianggap anak usia dini (PIAUD) di RT 2, Madrasah sebagai perjalanan linier. Juga perlunya Ibtidaiyah (MI) Qudsiyah di RT 1, dan memahami ide filosof positivis berasal dari Balai Desa di RT 3. Kauman Menara Prancis, Auguste Comte, menegaskan, Kudus tak memiliki makam umum, sejarah manusia bergerak secara linier pemakamannya di makam umum Desa dalam tiga tahap teologis, segala fenomena Krapyak dan Desa Ploso, Kecamatan Kota dijelaskan berdasarkan keyakinan pada Kudus berjarak 1 km. Interaksi antarwarga dewa dan Tuhan. Metafisis, penjelasan keeratannya dilatari oleh ikatan darah dengan konsep abstrak filsafati, dan (persaudaraan), ikatan pertemanan (sesama positivis, semua dijelaskan dengan ilmu di lembaga pendidikan, teman mengaji, positif (sains). Agama pun berkembang teman sepekerjaan, dll), tetangga dekat, dengan linearitas, mulai dari animisme, sering berjumpa/berinteraksi. Hal ini tak fetisisme, politeisme, hingga monoteisme bedanya warga di luar Kauman Menara (Mukalam, 2009).Bagi masyarakat Jawa, Kudus. Dengan demikian, anggapan memunculkan mitos hantu karena (kala sepihak terhadap warga Kauman Menara itu) tak dapat menganalogikakan ilmu Kudus yang dikesankan ekstrovet, pengetahuan secara runut, terperinci, dan eksklusif, tak saling mengenal tetangganya ilmiah. Hanya mengetahui dan merasakan adalah tidak benar. Interaktifnya seseorang gejala tanpa mampu mengurai detail disebabkan karakter yang familier, waktu penjelasannya. Mitos disebarkan dari luang untuk berinteraksi, dan pekerjaan, di mulut ke mulut (budaya lisan). Nama mana pun mereka bermukim. Hanya saja, hantu tersebut pada dasarnya produk munculnya kesan publik tersebut dilatari pemikiran rasional untuk bernegosiasi hanya melihat sekilas struktur bangunan dengan dialog dengan alam (Setiawan, dan perkampungan yang padat, rumah rata- 2015). rata dipagar tinggi, meski ada pula yang Keempat, menyembelih sapi karena tak dipagar dan tak dipagar tinggi. sapi menjadi hewan yang dihormati umat Pemagaran dengan pertimbangan, pada Hindu (tatkala era Sunan Kudus) yang masa lalu, lazim bagi pemroduk/industri masih tertradisi hingga kini. Keempat rumahan membatasi kerahasiaan barang pantangan tersebut yang berlaku bagi yang diproduk dalam menghadapi pesaing, warga Kauman. Adapun warga non- ada pula karena menjaga anak gadisnya Kauman Menara Kudus (warga Kudus) bila berinteraksi tak leluasa sebagai bentuk hanya berpantang menyembelih sapi. Akan proteksi (dipingit), dan menjaga dari tetapi, warga Kudus yang tak asli Kudus kebisingan lalu-lalang publik yang atau muslim Kudus yang berhaluan non- berziarah. Ada pula rumah warga Kauman NU tetap menyembelih sapi. Daging sapi Menara yang tak dipagari karena dibangun pun mudah diperoleh di pasar tradisional pada masa tahun 1990-an akhir/awal 2000. dan mall di Kudus karena ada pemotongan Bagi warga Kauman Menara Kudus, hewan bagi pedagang daging (tukang nilai positif sebagai warga Kauman adalah jagal). Hanya saja, sulit didapatkan warung dekat dengan Makam Sunan Kudus yang masakan daging berasal dari sapi, sebagai mediator permohonan/doa sehingga yang masyhur adalah sate dan (wasilah) hamba pada Tuhan dan soto kerbau, itik, ayam, kelinci, kambing, banyaknya tokoh agama seperti warga bukan sapi. Kauman ada yang menjadi imam salat di Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 311

Masjid al-Aqsha (H. Noor Iza), imam dan Padahal, wilayah tetangga Kauman khotib jumat (A. Hanafi), muadzin salat Menara Kudus ada yang bentuk Jumat (H. Faruk), pegawai Yayasan Sunan pemerintahannya kelurahan, kepala Kudus bidang sound sistem (Mafaza). kelurahannya ditunjuk oleh Bupati Kudus, Yayasan diketuai H. M. Najib Hasan. seperti Kelurahan Kerjasan. Yayasan juga memfasilitasi warga kauman Dalam konteks non-tradisi karena yang meminjam fasilitas Yayasan untuk Desa Kauman Menara wilayahnya paling lokasi resepsi (hanya memberi uang mini se-Kudus, tak memiliki bengkok desa kebersihan). Bagi yang memiliki lahan (lazimnya di Kudus penghasilan resmi yang mudah diakses peziarah makam kepala desa berupa bengkok yakni lahan Sunan Kudus dimanfaatkan untuk persawahan/ladang) sehingga gaji kepala berdagang berupa katering, bordir, dan jual Desa Kauman Menara dari APBD Kudus. jamu. Ada pula yang berbisnis untuk Di sisi lain, anggaran dana desa (ADD) fasilitas umum seperti kamar mandi, toilet, dari APBN jumlahnya besar, sebagaimana penitipan sepeda atau sepeda motor. Selain besarnya dana desa lain yang wilayahnya itu, difasilitasi Yayasan pada forum temu lebih luas maka alokasi dana pembangunan lintas usia dalam acara khoul Sunan Kudus desa dapat terpenuhi. Pengalokasian dana setiap 10 Asyura dan penyembelihan Desa Kauman Menara menjadi bahan riset hewan kurban (kerbau dan kambing) dari khusus. publik setiap tanggal 11 Dzulhijjah di kompleks Masjid al-Aqsha Menara Kudus. D. PENUTUP Kegotongroyongan antarindividu pun Tradisi luhur yang diwariskan masih terwujud, bila punya hajat leluhur akan lestari bila generasi (menantu) tetangga dekat membantu pewarisnya melestarikan. Perekat interaksi memasak atau tetangga tidak dekat tetapi antar-warga Kauman Menara Kudus diikat memiliki ikatan keluarga. Hanya saja, di oleh pertemuan rutin warga mulai usia Desa Kauman ini tidak ada gotong royong anak-anak, remaja, hingga dewasa dan membangun rumah, sedekah kampung, kepala rumah tangga. Temu rutin tersebut sebagaimana wilayah desa lain di Kudus. dalam perkumpulan kampung dikemas Hal ini, menurut penulis karena sudah dalam acara keislaman. Kekhasan diselenggarakannya khoul Sunan Kudus tradisinya adalah khoul (perayaan hari beserta rangkaian acaranya setiap bulan wafat) Sunan Kudus setiap 10 Asyura) Sura (Muharam). dengan rangkaian acara mulai penjamasan Keris Cintoko, pembagian bubur Asyura 7. Upaya Preventif Pertahankan Tradisi dan Nasi Jangkrik pada acara buka luwur Tradisi akan lestari bila pelaku untuk warga yang diundang dan publik di tradisi peduli dan ingin Kawasan Makam dan Masjid Menara mempertahankannya. Hal ini sebagaimana Kudus. Warga Kauman pun berupaya warga Kauman Menara Kudus tak hanya preventif agar tradisi yang dilestarikannya dengan melestarikan tapi melakukan tetap ada, maka bentuk pemeritahannya tindakan preventif dengan yakni pemerintah desa yang dipilih oleh mempertahankan model pemerintahan desa warga dan dari warga asli Kauman. yang dipimpin Kepala Desa hasil Harapannya, kepala desa yang dipilih tetap pemilihan warga, bukan bentuk mempertahankan keaslian tradisi di Desa pemerintahan kelurahan yang ditunjuk oleh Kauman Menara Kudus. Bupati Kudus. Harapannya, warga asli Kauman sebagai pimpinan pemerintahan DAFTAR SUMBER sehingga tradisi khasnya tetap lestari, 1. Jurnal dan Skripsi seperti ziarah ke Makam Sunan Kudus, Argarini, Masita. 2015. Persepsi Masyarakat tradisi khoul, dan tradisi yang ada. Kudus terhadap Tradisi Bukaluwur

312 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312

Sunan Kudus. Skripsi Fisip. UNS Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang: Semarang. . Ekarini, Dian. 2016 —Dilema Pelestarian ______. 2012. Rumah Adat Kudus“ dalam Jurnal Penjelasan Sejarah. Tiara Wacana: Konservasi Cagar Budaya Borobudur. Yogyakarta. Vol.10, No.1 Juni. Minsarwati, Wisnu. 2002. Mutmainnah. 2009. Interaksi Sosial Mitos Merapi dan Kearifan Ekologi. Masyarakat Desa Kauman dengan Kreasi Wacana: Yogyakarta. Masyarakat Pendatang dalam Tradisi Purwadi dan Maharsi. 2012. Ziarah di Makam Sunan Kudus. Skripsi. Babad Demak Sejarah Perkembangan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Islam di Tanah Jawa. Pustaka Utama: Nurini, N. 2011. —Kajian Pelestarian Kampung Yogyakarta. Kauman Kudus sebagai Kawasan Suryadi, Linus AG. 1993. Bersejarah Penyebaran Agama Islam“ Regol Megal Megol Fenomena dalam Jurnal Teknik Fakultas Teknik Kosmogoni Jawa. Andi Offset: Undip. Vol.32, No.1. Yogyakarta. Nugroho, Adi. 2013. Revitalisasi Bangunan Said, Nur. 2010. Cagar Budaya Kabupaten Kudus tahun Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam 2005-2010. Skripsi. Fakultas Ilmu Membangun Karakter Bangsa. Brillian Sosial Jurusan Sejarah Unnes Semarang. Media Utama: Kudus. Rosyid, Moh. 2018 —Kawasan Kauman Menara ______. 2012. Kudus sebagai Cagar Budaya Islam: Tradisi Pendidikan Karakter dalam Catatan terhadap Kebijakan Pemerintah Keluarga Tafsir Sosial Rumah Adat Kabupaten Kudus“ dalam Purbawidya Kudus. Brillian Media Utama: Kudus. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Jawa Barat, Vol.7. Sunyoto, Agus. 2016. Atlas Wali Songo. Pustaka IIman dan 2. Buku Lesbumi PBNU: Jakarta. Adrisijanti, Inajati. 2000. Wasino. 2007. Arkeologi Perkotaan Mataram Dari Riset Hingga Tulisan Sejarah. Islam. Jendela:Yogyakarta. Semarang: Unnes Press. Abdullah, Rachmad. 2015. Yuanzhi, Kong. 2000. Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad Muslim Tiongkok Cheng Ho Misteri di Tanah Jawa (1404-1482 M). Al Perjalanan Muhibah di Nusantara. Wafi: Solo. Pustaka Populer Obor: Jakarta. Ashadi. 2017. Zamhuri, dkk. 2012. Tata Ruang Kauman. Arsitektur UMJ Sunan Muria dan Sunan Kudus Prinsip Press: Jakarta. Hidup dalam Membentuk Karakter Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus.2018. Bangsa. Badan Penerbit Universitas Pokok Pikiran Kebudayaan Kabupaten Muria Kudus: Kudus. Kudus 2018.Kudus. 3. Sumber Koran Gottschalk, Louis. 2007. Mukalam. Ketika Mitos Memiliki Nalarnya Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Sendiri. Kompas, 17 Januari 2009. Notosusanto. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Setiawan, Aris. Menghidupkan Hantu di Jawa. Suara Merdeka, 3 Mei 2015. Hajid T, Anan. 2005.

Orang Jawa, Jimat, dan Makhluk Halus. Narasi: Yogyakarta. 4. Sumber Lisan/Informan Khusnus Tsawab (19 tahun). Warga Kempung Kuntowijoyo. 2001. Kauman Menara Kudus. Wawancara, Kudus, 26 November 2018.