Mempertahankan Tradisi: Studi Budaya Di Kampung Kauman Menara Kudus Maintaining Tradition: a Cultural Study of Kudus Kauman Village

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Mempertahankan Tradisi: Studi Budaya Di Kampung Kauman Menara Kudus Maintaining Tradition: a Cultural Study of Kudus Kauman Village Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 297 MEMPERTAHANKAN TRADISI: STUDI BUDAYA DI KAMPUNG KAUMAN MENARA KUDUS MAINTAINING TRADITION: A CULTURAL STUDY OF KUDUS KAUMAN VILLAGE Moh Rosyid Institut Agama Islam Negeri Kudus email: [email protected] Naskah Diterima:21 Maret 2019 Naskah Direvisi:18 Juni 2019 Naskah Disetujui: 28 Juni 2019 DOI: 10.30959/patanjala.v11i2.516 Abstrak Artikel ini memotret tradisi di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang dikenal sebagai Kampung Kauman Menara yang terdiri hanya 3 RT dan 1 RW. Data penduduk Desember 2017 ada 413 jiwa, 127 KK. Data riset ini diperoleh dengan wawancara dan observasi, dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Tradisi khas dilestarikan berupa khoul (perayaan hari wafat) Sunan Kudus tiap 10 Asyura oleh Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) dan warga Kauman dan temu rutin berkala antarwarga. Tata letak kampung padat hunian dan penduduk, bangunan rumah rata-rata ditembok tinggi. Kampung ini tidak dijamah bangunan kolonial Belanda sehingga masuk kategori kampung kuno Islam dengan kekhasan adanya Masjid al-Aqsha Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus. Warganya memiliki kegiatan rutin dalam forum temu warga dalam ikatan kebersamaan berdasarkan usia dan jenis kegiatan yang menu acaranya islami. Warga mempertahankan pantangan terkait penghormatan pada Sunan Kudus. Kata kunci: Kauman, desa, tradisi islami. Abstract This article portrays Kauman Village of Kudus. The village is the smallest in Kudus city consisting of three RT (neighborhood units) and one RW (community units). The population is 413 people and 127 families. This paper is based on interviews and observations and applying qualitative approach. The special tradition is preserved in the form of khoul (commemoration of Sunan Kudus) every Muharram 10th (Ashura) by the Masjid Menara and Makam Sunan Kudus Foundation (YM3SK) and residents of Kauman. The layout of village dwelling is dense and the average house building is high walled. This village was not touched by Dutch colonial architectures so that it was categorized as a traditional Islamic village with the uniqueness of the Al-Aqsa Mosque, the Kudus Tower and the Sunan Kudus Tomb. Its people have regular activities such as community meeting based on age and various types of Islamic events. Its residents still maintain taboos regarding Sunan Kudus. Keywords: Kauman, village, islamic traditions. A. PENDAHULUAN terletak di sebelah selatan lereng Gunung Kabupaten Kudus Jawa Tengah Muria. Sebelah barat berbatasan dengan memiliki wilayah terkecil se-Jateng yakni Kabupaten Jepara, sebelah selatan dengan 42.516 ha terdiri 9 kecamatan, 132 Kabupaten Demak dan Kabupaten desa/kelurahan dan jumlah penduduk tahun Grobogan, sebelah timur dengan 2017 ada 747.488 jiwa. Kabupaten ini Kabupaten Pati. 298 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 297 - 312 Kota Kudus dikenal dengan ragam situs Patiayam di Geneng Slumprit dan julukan, antara lain kota budaya, kota wali, Geneng Nangka Desa Terban, Kecamatan kota santri, kota industri, kota kretek, Jekulo. Situs makhluk purba itu ditemukan hingga ada tari dengan nama tari kretek. tahun 2005-2009 berupa gading gajah Julukan tersebut menyimpan ragam budaya (stegodon), harimau (felidae), kijang dan terlestarikan hingga kini meliputi 11 (cerdidae), buaya (crocodilidae) dan unsur kebudayaan terdiri (1) tradisi lisan temuan tahun 2012 berupa kepala banteng terdiri sejarah lisan, pantun, dan cerita (bovidae) dan kerbau (bos babalus). rakyat. Sejarah lisan seperti seni kentrung Hingga kini masih ditemukan benda golek, barongan. (2) Manuskrip seperti serupa. Era Islam yakni peninggalan buku/kitab kuno peninggalan Mbah Gapura Masjid Wali Desa Loram, Gapura Rogomoyo yang diduga memuat tata cara Gerbang Tajuk Menara Kudus di kawasan membuat rumah pencu/rumah joglo Masjid al-Aqsha Kudus, Gapura Masjid Kudus. Rogomoyo juga meninggalkan Wali al-Makmur di Desa Jepang. karya berupa Pendopo Kabupaten Kudus Peninggalan era kolonial Belanda berupa dan rumah kuno dengan model khas di Kawedanan Cendono di Desa Bae Dukuh Prokowinong, Desa Kaliwungu, dibangun tahun 1820 era bupati perdana, Kudus. Selain kitab kuno Rogomoyo Omah Mode di Jln A.Yani No.38 dibangun tersebut, ada pula benda purbakala yang tahun 1836, Pendopo Kabupaten Kudus disimpan di situs Patiayam di Desa Terban, dibangun tahun 1819, Kawedanan Kecamatan Jekulo. (3) adat istiadat, Tenggeles di Desa Jekulo, dan Pabrik Gula seperti upacara Bulusan di Desa Hadipolo, Rendeng berdiri 1840. Semua itu telah kirab penganten di Desa Loram Kulon. direvitalisasi Pemda Kudus (Nugroho, upacara Gantingi di Pabrik Gula Rendeng. 2013). Ada pula kawasan Kauman Menara (4) Ritus seperti upacara Buka Luwur Kudus adanya Menara Masjid al-Aqsha Makam Sunan Kudus, perkawinan warga sebagai cagar budaya. Situs tersebut di Samin dan ritual kepercayaan Samin dan antaranya ada yang melahirkan tradisi khas warga penghayat. (5) pengetahuan Kudus sehingga perlu dilestarikan, seperti tradisional meliputi busana tradisional khoul (perayaan wafatnya tokoh) penganten khas Kudus, kuliner tradisional sebagaimana yang dikaji dalam artikel ini. khas Kudus seperti lentog, sate kerbau, dan Tradisi tersebut mampu merekatkan lain-lain. (6) Teknologi tradisional seperti interaksi antarwarga Kudus. arsitektur tradisional Kudus seperti rumah Mempertahankan tradisi pencu peninggalan Rogomoyo di penghormatan leluhur merupakan fitrah Prokowinong Desa Kaliwungu. Ada juga manusia, dalam konteks artikel ini, rumah joglo pencu di beberapa desa di memotret pelestarian tradisi khas warga Kudus. (7) Kesenian seperti wayang klitik Kauman Menara Kudus. Dipilihnya lokus khas Kudus. (8) Bahasa seperti bahasa ini berpijak dari anggapan sebagian publik kudusan dengan ciri Nhas aNhiran ”nem‘ di Kudus yang memahaminya berdasarkan yang mengganti aNhiran ”mu‘ dalam denah tata ruang perkampungan di kepemilikan. (9) Permainan rakyat, seperti Kauman Menara Kudus yang padat, sempit enggrang, petak umpet. (10) Olah raga jalannya, dan rumah lazim ditembok tradisional, seperti gobrak sodor, kelereng. tinggi sebagai pembatas dengan rumah (11) Cagar budaya berupa 459 masjid, 27 tetangga. Seolah wilayah tersebut tertutup gereja, dan puluhan bangunan kuno dan jarang berinteraksi dengan sekitar. (Dinbudpar Kudus, 2018). Pokok bahasan yang ingin dikemukakan Nugroho (2013) memilah benda dalam riset ini adalah untuk menunjukkan cagar budaya (BCB) di Kudus dari aspek tradisi yang dipertahankan oleh warga waktu terdiri era prasejarah, era Islam, dan Kampung Kauman Menara Kudus. era kolonial. Pada era prasejarah berupa Mempertahankan Tradisi…(Moh. Rosyid) 299 B. METODE PENELITIAN (putri Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Sebagai penelitian sejarah, riset ini Manila). Sunan Ngudung keturunan Arab, bertujuan merekonstruksi masa lalu. pernah menjadi Senopati Kerajaan Demak, Pertama, heuristik yakni tahapan menggali Imam Masjid Agung Demak, pernah data sejarah. Kedua, kritik sebagai upaya ditugaskan menyerbu Majapahit era mendapat keaslian sumber. Ketiga, pemerintahan Girindra Wardana interpretasi adalah penafsiran penulis (Brawijaya VI). terhadap fakta sejarah yang terkumpul Silsilah Sunan Ngudung yakni Nabi dalam tahapan heuristik. Keempat, SAW, Ali bin Abi Tholib, Husein bin Ali, penulisan sejarah melalui proses seleksi, Zainal Abidin, Maulana Jumadal Kubro, imajinasi, dan kronologi (Kuntowijoyo, Zaini al-Khusaini, Zaini al-Kubro, Zainul 2008: 4). Strategi menggali sumber sejarah Alim, Ibrahim as-Samarkandi, Usman menurut Wasino menelusuri bibliografi, Haji/Sunan Ngudung, Sunan Kudus sumber sejarah primer dan sekunder, (Sunyoto, 2016: 326). Pada saat memimpin laporan umum (dibaca oleh pembaca rombongan jamaah haji dari Kerajaan dalam jumlah lebih banyak dibanding Demak, Sunan Kudus mendapat gelar laporan konfidensial), berita surat kabar, Amirul Haj. Kabarnya, ia mendapat hadiah kuesioner tertulis, dokumen pemerintah dari Gubernur di Makkah karena jasanya (UU atau peraturan), sumber lisan, sumber memberi solusi atas wabah penyakit. lain (artefak dan sumber audiovisual) Tetapi, Sunan Kudus menolak dan (Wasino, 2007: 9). Langkah yang meminta sebuah batu (prasasti) kemudian dipaparkan Wasino tersebut, dalam naskah dipasang saat pendirian Masjid Menara ini, penulis menggunakan sumber sejarah Kudus di sebuah daerah yang kini disebut primer berupa wawancara dengan warga Kota Kudus (Abdullah, 2015: 97). Kauman Menara Kudus yang berperan Tatkala Sunan Kudus berhaji sebagai panitia khoul Sunan Kudus dan singgah di Baitul Maqdis (al-Quds) observasi. Penulis tidak memanfaatkan mendalami Islam sepulangnya ke Kudus kuesioner tertulis dan dokumen pemerintah membawa batu prasasti berbahasa Arab (UU atau peraturan). tertanggal 956 H (1549 M) terpasang di Kaidah penulisan sejarah Mihrab Masjid Menara Kudus hingga kini. mempertimbangkan regularitas dan Versi cerita rakyat, ketika Sunan Kudus konsistensi, kesamaan karakteristik berada di Baitul Maqdis, terjadi wabah tertentu, memahami pembabakan waktu penyakit mematikan (pagebluk) yang sejarah, dan menafsirkan, mengerti, dan diberantasnya. Oleh Amir Palestina (guru memahami peristiwa sejarah Sunan Kudus) memberi wewenang sebagai (Kuntowijoyo, 2001: 11). Sejarawan hadiah menempati daerah di Palestina setidak-tidaknya mempunyai dua tujuan (tercatat dalam prasasti) yang dipindahkan dalam menulis sejarah yakni pengawal ke Jawa (Zamhuri, dkk. 2012: 40). Prasasti warisan budaya dan penutur kisah tersebut tertulis dalam bahasa Arab yang (Gottschalk, 1975: 69). Artikel ini bagian diindonesiaNan menMadi —pemEaruan dari upaya
Recommended publications
  • Bab I Pendahuluan
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah KetikabangsaIndonesiabersepakatuntukmemproklamasikankemerdeka an Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para bapak pendiribangsa (the founding father) menyadari bahwa paling tidak ada tigatantangan besar yang harus dihadapi. Tantangan yang pertama adalahmendirikan negara yang bersatu dan berdaulat. Tantangan yang keduaadalah membangun bangsa. Dan tantangan yang ketiga adalah membangunkarakter. Ketiga hal tersebut secara jelas tampak dalam konsep negarabangsa (nation-state) dan pembangunan karakter bangsa (nation andcharacter building). Pada implementasinya kemudian upaya mendirikannegara relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan upaya untukmembangun bangsa dan karakter. Kedua hal terakhir itu terbukti harusdiupayakan terus-menerus, tidak boleh putus di sepanjang sejarah kehidupankebangsaan Indonesia. 1 Dan dalam hemat penulis, salah satu langkah untukmembangun bangsa dan karakter ialah dengan pendidikan. Banyak kalangan memberikan makna tentang pendidikan sangatberagam, bahkan sesuai dengan pandangannya masing-masing. AzyumardiAzra memberikan pengertian tentang “pendidikan” adalah merupakan suatuproses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untukmenjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup 1 2 secara efektif dan efisien. Bahkan ia menegaskan, bahwa pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.2 Di samping itu penddikan adalah suatu hal yang benar-benarditanamkan selain menempa fisik, mental, dan moral bagi individu-individu, agar mereka mejadi manusia yang berbudaya sehingga diharapkanmampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah TuhanSemesta Alam, sebagai makhluk yang sempurna dan terpilih sebagaikhalifah-Nya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara 3 yangberarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Bangkitnya dunia pendidikan yang dirintis oleh Pahlawan kita Ki HajarDewantara untuk menentang penjajah pada masa lalu, sungguh sangatberarti apabila kita cermati dengan seksama.
    [Show full text]
  • Kearifan Lokal Tahlilan-Yasinan Dalam Dua Perspektif Menurut Muhammadiyah
    KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH Khairani Faizah Jurusan Pekerjaan Sosial Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga Yogyakarta [email protected] Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan. In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice. In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit. The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it into heaven other than by the grace of Allah swt. Keywords: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah Abstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya.
    [Show full text]
  • The Influence of Hindu, Buddhist, and Chinese Culture on the Shapes of Gebyog of the Javenese Traditional Houses
    Arts and Design Studies www.iiste.org ISSN 2224-6061 (Paper) ISSN 2225-059X (Online) Vol.79, 2019 The Influence of Hindu, Buddhist, and Chinese Culture on the Shapes of Gebyog of the Javenese Traditional Houses Joko Budiwiyanto 1 Dharsono 2 Sri Hastanto 2 Titis S. Pitana 3 Abstract Gebyog is a traditional Javanese house wall made of wood with a particular pattern. The shape of Javanese houses and gebyog develop over periods of culture and government until today. The shapes of gebyog are greatly influenced by various culture, such as Hindu, Buddhist, Islamic, and Chinese. The Hindu and Buddhist influences of are evident in the shapes of the ornaments and their meanings. The Chinese influence through Islamic culture developing in the archipelago is strong, mainly in terms of the gebyog patterns, wood construction techniques, ornaments, and coloring techniques. The nuance has been felt in the era of Majapahit, Demak, Mataram and at present. The use of ganja mayangkara in Javanese houses of the Majapahit era, the use of Chinese-style gunungan ornaments at the entrance to the Sunan Giri tomb, the saka guru construction technique of Demak mosque, the Kudusnese and Jeparanese gebyog motifs, and the shape of the gebyog patangaring of the house. Keywords: Hindu-Buddhist influence, Chinese influence, the shape of gebyog , Javanese house. DOI : 10.7176/ADS/79-09 Publication date: December 31st 2019 I. INTRODUCTION Gebyog , according to the Javanese-Indonesian Dictionary, is generally construed as a wooden wall. In the context of this study, gebyog is a wooden wall in a Javanese house with a particular pattern.
    [Show full text]
  • Sistem Ekonomi Dan Dampak Sosial Di Sekitar Masjid Sunan Ampel Surabaya
    SISTEM EKONOMI DAN DAMPAK SOSIAL DI SEKITAR MASJID SUNAN AMPEL SURABAYA Disusun oleh : Drs. Edy Yusuf Nur SS, MM., M.Si., M.BA. MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2017 KATA PENGANTAR Assalamualaikum. Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian Sistem Ekonomi dan Dampak Sosial di Sekitar Masjid Sunan Ampel Surabaya dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam Penelitian ini. Penulis juga menyadari bahwa Penelitian ini masih kurang dari kata sempurna Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaan Penelitian ini. Penulis berharap Penelitian ini dapat memberi apresiasi kepada para pembaca dan utamanya kepada penulis sendiri. Selain itu semoga Penelitian ini dapat memberi manfaat kepada para pembaca. Wassalamualaikum. Wr. Wb. Yogyakarta, 31 Desember 2017 Penyusun BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia dengan ibukotanya adalah Surabaya. Besar dan luas wilayah kota adalah sekitar 326.38 km2, keseluruhan seluas 47.922 km² dengan jumlah penduduk sekitar 37.070.731 jiwa. Provinsi Jawa Timur memiliki wilayah terluas di antara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap Produk Domestik Bruto nasional. (BPS Surabaya, 2010) Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur memiliki banyak bangunan serta kawasan bersejarah, yang wajib dipelihara dan dilestarikan melalui kegiatan konservasi.
    [Show full text]
  • The Wayangand the Islamic Encounter in Java
    25 THE WAYANG AND THE ISLAMIC ENCOUNTER IN JAVA Roma Ulinnuha A Lecture in Faculty of Ushuluddin, Study of Religion and Islamic Thoughts, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas hubungan antara wayang dan proses penyebaran Islam. Wayang adalah fenomena budaya Jawa yang digunakan oleh para wali pada sekitar abad ke-15 dan ke-16 sebagai media dakwah Islam. Tulisan ini fokus pada Serat Erang-Erang Nata Pandawa yang mengulas tentang karakter Pandawa dalam hubungannya dengan Islam. ﻣﺴﺘﺨﻠﺺ – (Wayang ) ) . ( . (Serat Erang-Erang Nata Pandawa ) - ( ) . Keywords: Wayang, Serat Erang-Erang, Javanese, Wali A. Introduction It has been an interesting stance to discuss the relationship between religion and community in terms of the variety of possibilities of some unique emergences in the process. While people regards religious realms a total guidance that relates the 26 Millah Vol. X, No. 1, Agustus 2010 weakness of human being to the powerful—the Covenant, Javanese people, views religion providing a set of beliefs, symbols and rituals which have been faced a rigorous encounter along with the development of communities in the past, in the present and in the future. The dawn of Islam in Java shared the experience of this relationship, found in why and how the wali used the wayang in supporting their religious types of activities under the authority of the Court of Demak. The research discusses the relationship between the wayang and the role of wali ‘Saint’ in spreading Islam under the patron of the Court of Demak from the fifteenth to the sixteenth centuries. There have been some research conducted on the same field, but this aims at discussing the wayang as the phenomena of cultural heritage of the Javanese descendents and inhabitants, while the wali ‘Saint’ is framed as the element of religious representation in Java at the time.
    [Show full text]
  • Akulturasi Di Kraton Kasepuhan Dan Mesjid Panjunan, Cirebon
    A ULTURASI DI KRATON KA URAN DAN MESJID PANJUNAN, CIREBON . Oleh: (.ucas Partanda Koestoro . I' ... ,.. ': \.. "\.,, ' ) ' • j I I. ' I Pendukung kebiidayaan adalati manusia. Sejak kelahirannya dan dalam proses scis.ialisasi, manusia mendapatkan berbagai pengetahu­ an. Pengetahuan yang didapat dart dipelajari dari lingkungan keluarga pada lingkup. kecil dan m~syarakat pa.da. lingkup besar, mendasari da:µ mendorong tingkah lakunya. .dalam mempertahankan hidup. Sebab m~ri{isjq ti.da.k , bertin~a~ hanya k.a.rena adanya dorongan untuk hid up s~ja, tet~pi i1:1g~ kp.rena ~ua~u desakan baru yang berasal dari ·budi ma.nusia dan menjadi dasar keseluruhan hidupnya, yang din<lmakan - · ~ \. ' . kebudayaan. Sehingga s~atu . masyarakat ketik? berhadapan dan ber- i:riteraksi dengan masyarakat lain dengan kebudayaan yang berlainan, kebudayaan baru tadi tidak langsung diterima apa adanya. Tetapi dinilai dan diseleksi mana yang sesuai dengan kebudayaannya sendiri. Budi manusia yang menilai ben.da dan kejp.dian yang beranek~ ragam di sekitarhya kemudian memllihnya untuk dijadikan tujuan maupun isi kelakuan ·buda\ranva (Su tan Takdir Alisyahbana, tanpa angka tahun: 4 dan 7). · · II. Data sejarah yang sampai pada kita dapat memberikan petunjuk bahwa masa Indonesia-Hindu selanjutnya digantikan oleti masa Islam di Indonesia. Kalau pada masa Indonesia-Hindu pengaruh India men~ jadi faktor yang utama dalam perkembangari budaya masyarakat Iri­ donesia, maka dalam masa Islam di Indonesia, Islam pun inenjadi fak­ tor yang berpengaruh pula. Adapun pola perkembangan kebudayaan Indonesia pada masa masuknya pengaruh Islam~ pada dasarnya 'tidak banyak berbeda dengan apa yang terjadi dalam proses masuknya pe­ ngaruh Hindu. Kita jumpai perubahan-perubahan dalam berbagai bi­ dang .
    [Show full text]
  • NEW INTERPRETATION on PROHIBITION to SLAUGHTER COW for KUDUS SOCIETY (Paul Ricoeur‟S Social Hermeneutic Perspective)
    1 NEW INTERPRETATION ON PROHIBITION TO SLAUGHTER COW FOR KUDUS SOCIETY (Paul Ricoeur‟s Social Hermeneutic Perspective) THESIS Submitted to Ushuluddin and Humanity Faculty in Partial Fulfilment of the Requirement for the Degree of S-1 on Theology and Philosophy Departement Written by: Yulinar Aini Rahmah NIM: 124111038 SPECIAL PROGRAM OF USHULUDDIN AND HUMANITY FACULTY STATE ISLAMIC UNIVERSITY (UIN) WALISONGO SEMARANG 2016 2 DECLARATION I declare that this thesis is definitely my own work. I am completely responsible for content of this thesis. Other writer‟s opinions or findings included in the thesis are quoted or cited in accordance with ethical standards. Semarang, May 18, 2016 The Writer, Yulinar Aini Rahmah NIM. 124111038 3 4 5 MOTTO O mankind! We created you from a single (pair) of a male and a female, and made you into nations and tribes, that you may know each other (not that you may despise (each other). Verily the most honoured of you in the sight of Allah is (he who is) the most righteous of you. And Allah has full knowledge and is well acquinted (with all things). -Al-Hujuraat 13- 6 DEDICATION This Thesis is dedicated to: My beloved Mom and Dad, My Brother and My Sister, My Teachers , And everyone who loves the wisdom 7 ACKNOWLEDGEMENTS . All praises and thanks are always delivered unto Allah for his mercy and blessing. Furthemore, may peace and respect are always given to Muhammad peace unto him who has taught wisdom for all mankind. By saying Alhamdulillah, the writer presents this thesis entittled: NEW INTERPRETATION ON PROHIBITION TO SLAUGHTER COW FOR KUDUS SOCIETY (Paul Ricoeur‟s Social Hermeneutic Perspective) to be submitted on Ushuluddin and Humanity Faculty in partial fulfilment of the requirement for the Degree of S-1 on Theology and Philosophy Departement.
    [Show full text]
  • R. Tan the Domestic Architecture of South Bali In: Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde 123 (1967), No: 4, Leiden, 442-4
    R. Tan The domestic architecture of South Bali In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 123 (1967), no: 4, Leiden, 442-475 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com10/01/2021 05:53:05PM via free access THE DOMESTIC ARCHITECTURE OF SOUTH BALI* outh Bali is the traditional term indicating the region south of of the mountain range which extends East-West across the Sisland. In Balinese this area is called "Bali-tengah", maning centra1 Bali. In a cultural sense, therefore, this area could almost be considered Bali proper. West Lombok, as part of Karangasem, see.ms nearer to this central area than the Eastern section of Jembrana. The narrow strip along the Northern shoreline is called "Den-bukit", over the mountains, similar to what "transmontane" mant tol the Romans. In iwlated pockets in the mwntainous districts dong the borders of North and South Bali live the Bali Aga, indigenous Balinese who are not "wong Majapahit", that is, descendants frcm the great East Javanece empire as a good Balinese claims to be.1 Together with the inhabitants of the island of Nusa Penida, the Bali Aga people constitute an older ethnic group. Aernoudt Lintgensz, rthe first Westemer to write on Bali, made some interesting observations on the dwellings which he visited in 1597. Yet in the abundance of publications that has since followed, domstic achitecture, i.e. the dwellings d Bali, is but slawly gaining the interest of scholars. Perhaps ,this is because domestic architecture is overshadowed by the exquisite ternples.
    [Show full text]
  • Digital Islam in Indonesia: the Shift of Ritual and Religiosity During Covid-19
    ISSUE: 2021 No. 107 ISSN 2335-6677 RESEARCHERS AT ISEAS – YUSOF ISHAK INSTITUTE ANALYSE CURRENT EVENTS Singapore | 12 August 2021 Digital Islam in Indonesia: The Shift of Ritual and Religiosity during Covid-19 Wahyudi Akmaliah and Ahmad Najib Burhani* Covid-19 has forced various Muslim groups to adopt digital platforms in their religious activities. Controversy, however, abounds regarding the online version of the Friday Prayer. In Islamic law, this ritual is wajib (mandatory) for male Muslims. In this picture, Muslims observe Covid-19 coronavirus social distancing measures during Friday prayers at Agung mosque in Bandung on 2 July 2021. Photo: Timur Matahari, AFP. * Wahyudi Akmaliah is a PhD Student at the Malay Studies Department, National University of Singapore (NUS). Ahmad Najib Burhani is Visiting Senior Fellow at ISEAS – Yusof Ishak Institute and Research Professor at the Indonesian Institute of Sciences (LIPI), Jakarta. The authors wish to thank Lee Sue-Ann and Norshahril Saat for their comments and suggestions on this article. 1 ISSUE: 2021 No. 107 ISSN 2335-6677 EXECUTIVE SUMMARY • Before the Covid-19 pandemic, the use of digital platforms in religious rituals was already becoming an increasingly common practice among Indonesian preachers to reach out to young audiences. During the pandemic, some Muslim organisations and individual preachers have speeded up the use of such platforms as a way to communicate with people and to continue with religious practices among the umma. • Among religious rituals that have shifted online are the virtual tahlil (praying and remembering dead person), silaturahim (visiting each other) during Eid al-Fitr, haul (commemorating the death of someone), and tarawih (night prayer during Ramadan).
    [Show full text]
  • Sasana Sewaka: Tinjauan Semantik Arsitektur Jawa Kraton Kasunanan Surakarta
    SASANA SEWAKA: TINJAUAN SEMANTIK ARSITEKTUR JAWA KRATON KASUNANAN SURAKARTA Galuh Puspita Sari Jurusan Kritik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) - Surabaya e-mail: [email protected] ABSTRAK Sasana Sewaka merupakan pendhapa di Kraton Kasunanan Surakarta Solo, yang tumbuh dan berkembang dari nilai- nilai arsitektur Jawa yang dipengaruhi perjumpaan dengan arsitektur Eropa. Perjumpaan Arsitektur Eropa pada Arsitektur Jawa berpotensi memberikan pengaruh pada arsitektur yang telah ada sebelumnya. Suatu wujud arsitektur akan mendeskripsikan (komposisi) bahasa rupa melalui visualitas yang dimengerti sesuai dengan tampilannya, sehingga wujud arsitektur yang terbentuk memberikan makna yang dapat dikomunikasikan. Kata kunci: semantik, arsitektur jawa, sasana sewaka ABSTRACT Sasana Sewaka is a pendhapa (an open pavilion) in Kraton (Palace) Kasunanan Surakarta Solo which grew and developed from Javanese architectural values under the influence of European architectural encounters. The meeting of Javanese and European Architectures has a potential to influence the existing architecture. A form of architecture will describe the visual language (composition) through a comprehendible visualization according to its appearance and thus the forming result of architecture can give a meaning that can be communicated. Keywords: semantik, javanese architecture, sasana sewaka PENDAHULUAN tasnya. Di masa pemerintahan Paku Buwono X banyak melakukan pembangunan di berbagai bidang. Kraton Surakarta merupakan lambang keles- Pada bidang arsitektur, Paku Buwana selain tetap tarian budaya Jawa, sebagai pusat pelestarian adat- mengusung arsitektur Jawa juga terlihat adanya per- istiadat yang diwariskan secara turun temurun dan jumpaan dengan arsitektur Eropa. Perjumpaan yang masih berlangsung hingga saat ini (Harjowirogo Jawa dan yang Eropa menghadirkan kemungkinan 1979:7). Dalam pola pikir masyarakat Jawa, kraton konsep yang berbeda dari arsitektur yang ada sebe- merupakan representasi jagat raya dalam bentuk kecil lumnya.
    [Show full text]
  • Study on the History and Architecture
    DIMENSI − Journal of Architecture and Built Environment, Vol. 46, No. 1, July 2019, 43-50 DOI: 10.9744/dimensi.46.1.43-50 ISSN 0126-219X (print) / ISSN 2338-7858 (online) LINEAR SETTLEMENT AS THE IDENTITY OF KOTAGEDE HERITAGE CITY Ikaputra Department of Architecture & Planning, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika no. 2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281, Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT The Javanese Palace City including the old city of Kotagede is mostly described by using the existence of the four components—Palace (kraton), Mosque (mesjid), Market (pasar) and Square (alun-alun)—as its city great architecture and identity. It is very rarely explored its folk architecture and settlement pattern as a unique identity. The linearity of settlements found in the study challenges us to understand Kotagede old city has specific linear settlements as its identity complemented to the existing Javanese four components. This study is started to question the finding of previous research (1986) titled as ―Kotagede between Gates‖–a linier traditional settlement set in between ―two-gates‖, whether can be found at other clusters of settlement within the city. This study discovered that among 7 clusters observed, they are identified as linear settlements. The six-types of linear patterns associated with road layout that runs East-West where jalan rukunan (‗shared street‖) becomes the single access to connect Javanese traditional houses in its linearity pattern. It is urgent to conserve the Kotagede‘s identity in the future, by considering to preserve the existence and the uniqueness of these linear settlements. Keywords: Architectural Heritage; city identity; linear settlement; morphology; Kotagede-Yogyakarta.
    [Show full text]
  • Kontribusi Sunan Ampel (Raden Rahmat) Dalam Pendidikan Islam
    KONTRIBUSI SUNAN AMPEL (RADEN RAHMAT) DALAM PENDIDIKAN ISLAM Muslimah1, Lailatul Maskhuroh2 [email protected] Abstrak : Umat Islam merupakan mayoritas penduduk Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, Malaysia, Pattani (Thailand Selatan) dan Brunei. Proses konversi massal masyarakat dunia Melayu-Indonesia ke dalam Islam berlangsung secara damai. Konversi ke dalam Islam merupakan proses panjang, yang masih terus berlangsung sampai sekarang. Islamisasi itu lebih intens dan luas sejak akhir abad ke-12. Meskipun terjadi beberapa teori tentang kedatangan Islam di Asia tenggara, bahwa pedagang muslim dari kawasan Jazirah Arab telah hadir di beberapa tempat di Nusantara, sejak abad ke-7 akan tetapi tidak ada bukti yang memadai bahwa mereka memusatkan diri pada kegiatan penyebaran Islam di Indonesia.3 Ulama menjadi salah satu yang punya peran penyebaran Islam di nusantara, karena nusantara pada awalnya berbentuk kerajaan-kerajaan. Dengan penyebaranIslam secara massif (dengan pernikahan putri majapahit dan melalui adat budaya masyarakat setempat,akulturasi nilai-nilai Islam sampai pada masyarakat secara luas). Adapun kontribusi sunan Ampel dalam pendidikan Islam adalah :a). Fungsi pendidikan inspiratif untuk Fungsi ini lebih menekankan pada fungsi traditional sebagai fungsi konservator budaya. Dalam fungsi ini, Sunan Ampel memberikan warna Islami terhadap tradisi yang berlaku dimasyarakat. b). Tujuannya berupa memperbaiki moral dan mengajak masyarakat untuk beriman kepada Allah. Sebelum mengajak masyarakat masuk Islam, Sunan Ampel terlebih dahulu mengajak penguasa Majapahit untuk masuk Islam c). Unsur pendidikan Islam yaitu pendidik sebagai fasilitator, dan sunan Ampel menggunakan metode demonstrasi atau eksperimen dan metode insersi atau sisipan. Kata Kunci: Kontribusi, Sunan Ampel, Pendidikan Islam 1 Alumni STIT al Urwatul Wutsqo Jombang 2 Dosen Tetap STIT al Urwatul Wutsqo Jombang 3 Rahmawati, Islam Di Asia Tenggara, Jurnal Rihlah Vol.II No.I 2014, 104.
    [Show full text]