PERBANDINGAN MITOS SANGKURIANG DAN MITOS PANGERAN BUTOSENO KAJIAN STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS

COMPARATION BETWEEN THE MYTH OF SANGKURIANG PANGERAN BUTOSENO: STRUCTURIALISM STUDY OF LEVI-STRAUSS

Naila Nilofar Balai Bahasa Jawa Provinsi Timur Jalan Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Ponsel: 081231635337 Pos-el: [email protected]

(Makalah diterima tanggal 24 Januari 2017—Disetujui tanggal 10 Mei 2017)

Abstrak: Sangkuriang merupakan cerita rakyat yang mengisahkan seorang anak laki-laki yang mencintai ibu kandungnya. Cerita ini berkembang di daerah Jawa Barat. Cerita serupa ditemukan di Desa Melirang, Gresik, Jawa Timur yang oleh masyarakat sekitar disebut dengan mitos Sangkuriang Desa Melirang atau mitos Pangeran Butoseno. Dengan adanya dua mitos yang hampir sama di dua tempat yang berbeda, penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan persamaan dan perbedaan mitos Sangkuriang dan mitos Pangeran Butoseno. Penelitian ini menggunakan pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss. Hasil penelitian menunjukkan bahwap persamaan antara kedua mitos tersebut terdapat pada pesan yang disampaikan melalui struktur mitos-mitos. Adapun perbedaan antara mitos Sangkuriang dan mitos Pangeran Butoseno terdapat pada strukturnya. Struktur kedua mitos tersebut mengalami transformasi atau alih rupa, yang meliputi transformasi karakter (tokoh cerita), latar cerita, dan persyaratan yang diajukan oleh sang putri kepada calon suaminya..

Kata kunci: sastra bandingan, cerita rakyat, strukturalisme, Sangkuriang

Abstract: Sangkuriang is a folklore that tells about a young man who falls in love with his own mother. This folklore was developed in West . The same story is also found in Melirang village, Gresik, East Java. This folklore is known as Sangkuriang myth from Melirang village or Pangeran Butoseno myth. The existing of similar myth in difference place interested the writer to do this research. The aim of this research is to reveal the similarities and the differences between the myth of Sangkuriang and Pangeran Butoseno. This research uses Levi-Strauss structuralism approach. The result shows that the similarities between the two folklores are in the message that shown on the myths structure. Whereas the difference among them was the structure. The structure of both myth is transformed, that are the transformation of character, background, and the rules that proposed by the princess to her husband candidates.

Keywords: comparative literature, folklore, structuralism, Sangkuriang

PENDAHULUAN Sangkuriang merupakan cerita rakyat Perbedaan di antara versi-versi yang berkembang di daerah Jawa tersebut tergantung dari letak Barat. Sangkuriang mengisahkan geografisnya. Misalnya, di daerah tentang seorang anak laki-laki yang sekitar , kisah tersebut mencintai ibu kandungnya dan dikaitkan dengan Gunung membenci ayahnya. Di Jawa Barat, Tangkubanperahu sebab benda alam cerita tersebut memiliki banyak versi, tersebut merupakan pertanda penting di antaranya versi Bandung, Banten, daerah tersebut.

Ciamis, dan Kuningan.

Perbandingan Mitos Sangkuriang dengan… (Naila Nilofar)

(Damono, 2009: 42 dan Supriatin tersebut dengan pendekatan dkk., 2013: 146—147). Strukturalisme Lévi-Strauss. Cerita Sangkuriang yang pada Berdasarkan latar belakang awalnya merupakan cerita rakyat, tersebut, rumusan masalah dalam seiring dengan perkembangan zaman penelitian ini adalah sebagai berikut: cerita tersebut sudah banyak diresepsi a. Bagaimana persamaan mitos menjadi buku cerita, komik, dan Sangkuriang dan mitos Pangeran drama. Bahkan penelitian mengenai Butoseno? Sangkuriang sudah banyak dilakukan, b. Bagaimana perbedaan mitos seperti Resepsi Pengarang Drama Sangkuriang dan mitos Pangeran Indonesia Modern terhadap Cerita Butoseno? Rakyat Sangkuriang dan Model Adapun tujuan penelitian ini Pembelajarannya yang Relevan adalah mengungkapkan persamaan (Sumiyadi, dkk., 2007), Analisis dan perbedaan mitos Sangkuriang dan Komparatif Cerita Sangkuriang mitos Pangeran Butoseno. Banten, Bandung, Kuningan, dan Ciamis (Masduki, 2004). KAJIAN LITERATUR Di Jawa Timur, tepatnya di Penelitian mengenai cerita Desa Melirang, Kecamatan Bungah, Sangkuriang yang sudah pernah Kabupaten Gresik cerita yang mirip dilakukan antara lain sebagai berikut: dengan cerita Sangkuriang juga Kearifan Lokal Cerita ditemukan. Cerita tersebut memiliki Sangkuriang: Menuju Ketahanan nama tokoh-tokoh dan latar cerita Bangsa (Supriadi, 2012). Penelitian ini yang berbeda, akan tetapi memiliki mengungkap nilai-nilai kearifan lokal motif cerita yang sama, yaitu seorang yang terdapat dalam cerita rakyat anak laki-laki yang mencintai ibu Sangkuriang dengan menggunakan kandungnya. Masyarakat daerah pendekatan tematik. Hasil penelitian tersebut memberi nama cerita itu menunjukkan bahwa cerita dengan sebutan ‘Sangkuriang Desa Sangkuriang mengandung beberapa Melirang’ atau ‘Pangeran Butoseno’. nilai kearifan lokal, seperti 1) Setelah melakukan kajian hedonisme, yaitu nilai yang pustaka, peneliti tertarik untuk memberikan kesenangan; 2) nilai membandingkan mitos Sangkuriang artistik, yaitu nilai yang dan mitos Pangeran Butoseno dengan memanifestasikan suatu seni; 3) nilai menggunakan pendekatan kultural, yaitu nilai yang berhubungan Strukturalisme Lévi-Strauss. Adapun dengan kemasyarakatan, peradaban, alasan peneliti melakukan penelitian dan kebudayaan; 4) nilai etika, moral, dengan pendekatan tersebut karena dan agama; dan 5) nilai praktis. sejauh pengetahuan peneliti, penelitian Resepsi Pengarang Drama mengenai Sangkuriang sebelumnya Indonesia Modern terhadap Cerita hanya sebatas mencari persamaan dan Rakyat Sangkuriang dan Model perbedaan unsur-unsur intrinsik cerita, Pembelajarannya yang Relevan seperti penokohan, latar, dan alur (Sumiyadi, dkk., 2007). Penelitian ini cerita, akan tetapi belum ada yang berusaha memaknai resepsi pengarang sampai pada mencari perbandingan drama Indonesia terhadap cerita rakyat mythemnya. Dengan alasan itulah Sangkuriang dan model peneliti tertarik untuk meneliti hal pembelajarannya yang relevan dengan menggunakan pendekatan A.J.

25 JURNAL BÉBASAN , Vol. 4, No. 1, edisi Juni 2017: 24—37

Greimas. Hasil penelitian tersebut masing memiliki kekuatan dan orang menunjukkan bahwa model Bajo sesungguhnya membutuhkan pembelajaran yang relevan adalah keduanya. Dongeng Pitoto’ Si model konstruktivisme. Muhamma’ dapat dikatakan Analisis Komparatif Cerita merupakan sebuah upaya simbolisasi Sangkuriang Banten, Bandung, orang Bajo untuk memahami Kuningan, dan Ciamis (Masduki, kontradiksi-kontradiksi empiris: 2004). Penelitian ini mengungkap mereka sebagai orang yang hidup dari persamaan dan perbedaan cerita mengumpulkan hasil laut tetapi Sangkuriang versi Dano, Kabupaten sekaligus tergantung pada hasil bumi Serang, Provinsi Banten dengan versi dari darat. Pertanyaan tentang gunung Sangkur yang ada di kontradiksi-kontradiksi ini tidak Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian pernah terjawab dengan tuntas. Karena menunjukkan adanya persamaan dan itulah dongeng ini memberi jawaban perbedaan berbagai versi sesuai tentang konflik batinini, yakni: bagi dengan keadaan lingkungan dan juga orang Bajo, aktivitas yang terpenting nama tokoh-tokohnya kecuali nama adalah mengembara dan mengunjungi Sangkuriang sebagian besar tidak sesama orang Bajo. Dalam aktivitas sama dalam setiap versi. Selain mengembara inilah mereka perbedaan nama-nama tokoh, juga menemukan identitas mereka. terdapat perbedaan dalam amanat Dongeng ini menjawab konflik batin cerita. itu: pertanyaan tentang superioritas- Adapun beberapa penelitian inferioritas menjadi kurang relevan. sebelumnya yang menggunakan teori Mereka tetap memilih menjadi Strukturalisme Lévi-Strauss adalah pengembara. beberapa penelitian yang dilakukan Kajian Shri Ahimsa Putra oleh Ahimsa-Putra, yaitu penelitian lainnya yang menggunakan terhadap dongeng masyarakat Bajo pendekatan Strukturalisme Lévi- berjudul ‘Pitoto’ Si Muhamma’, Strauss berjudul Sri Sumarah, Bawuk, karya-karya sastra Umar kayam Sri dan Para Priyayi: Sebuah Analisis Sumarah, Bawuk, da Para Priyayi, dan Struktural-Hermeneutik (Taum, 2011: Mitos Sawerigading dan Dewi Sri 161). Hasil kajian tersebut (Taum, 2011: 160). Dalam mengkaji menunjukkan: (1) Tema cerita dongeng masyarakat Bajo, Ahimsa- ‘dongeng’ Umar kayam yang dikaji Putra (Taum, 2011: 160—161) sampai tersebut adalah: kisah tentang pada kesimpulan bahwa dongeng keluarga-keluarga priyayi Jawa yang Pitoto’ Si Muhamma’ benar-benar beberapa anggotanya terlibat PKI. (2) mencerminkan konflik batin orang karya-karya tersebut berhasil memberi Bajo yang terus-menerus mendua dan jawaban terhadap kebimbangan Umar tak pernah terpecahkan: di satu pihak Kayam tentang siapa yang ‘harus dan mereka adalah orang laut yang tidak harus’ jatuh ke dalam lubang meyakini superioritas laut, tetapi di nasib mereka. pihak lain mereka juga sangat Kajian lain yang menggunakan tergantung pada kehidupan darat dan pendekatan Strukturalisme Lévi- menyaksikan superioritas darat. Dalam Strauss adalah Pemaknaan Novel kenyataannya, mereka tidak Bekisar Merah dan Belantik dengan sepenuhnya dapat hidup hanya dari Teori Strukturalisme Lévi-Strauss dan hasil laut saja. Laut dan darat masing- Hermeneutika Geertz (Prakoso, 2006).

26 Perbandingan Mitos Sangkuriang dengan… (Naila Nilofar)

Hasil kajian tersebut menunjukkan perkembangan teori yang terus- bahwa struktur novel Bekisar Merah menerus bergulir. memiliki pola-pola dan relasi yang b. Mitos tetap. Cerita tentang kehidupan tokoh Menurut Lévi-Strauss sentral dalam novel tersebut memiliki (Ahimsa-Putra, 2006: 77; Syuropati, pola struktur cerita yang terjalin satu 2011: 61), pengertian mitos dalam sama lain secara sedemikian rupa Strukturalisme Lévi-Strauss berbeda sehingga yang tampak adalah dengan pengertian mitos yang biasa sejumlah variasi yang bergerak di digunakan dalam kajian mitologi. sekitar tema tentang lika-liku Seperti pandangan para ahli kehidupan perkawinan si Bekisar antropologi pada umumnya, mitos Merah ini. dalam pandangan Lévi Strauss tidak harus dipertentangkan dengan sejarah Landasan Teori atau kenyataan karena adanya Subbab ini mengemukakan perbedaan makna dari dua konsep konsep Sastra Bandingan dan teori tersebut. Apa yang dianggap sebagai yang digunakan dalam penelitian ini, sejarah oleh suatu masyarakat atau yakni Strukturalisme Lévi-Strauss. kelompok tertentu hanya dianggap Konsep Sastra Bandingan sebagai dongeng yang tidak harus dikemukakan dalam subbab ini dengan diyakini kebenarannya oleh alasan penelitian ini membandingkan masyarakat yang lain. Mitos juga dua karya sastra yakni dua mitos bukan merupakan kisah yang suci dengan cerita yang hampir sama karena pengertian ‘suci’ dewasa ini namun berasal dari dua suku yang sudah problematis. Apa yang dianggap berbeda, suku Sunda dan suku Jawa. suci oleh kelompok tertentu, ternyata Adapun alasan peneliti menggunakan dianggap biasa-biasa oleh kelompok pendekatan Strukturalisme Lévi- yang lain. Strauss karena objek penelitian ini Adapun pengertian dongeng adalah mitos yang berasal dua daerah adalah sebuah kisah atau ceritera hasil yang berbeda akan tetapi memiliki imajinasi atau khayalan manusia, kemiripan-kemiripan dalam unsur- walaupun unsur-unsur khayalan unsur ceritanya. tersebut berasal dari apa yang ada a. Sastra Bandingan dalam kehidupan manusia sehari-hari Sastra Bandingan merupakan (Ahimsa-Putra, 2006: 77). salah satu pendekatan dalam ilmu c. Strukturalisme Lévi-Strauss sastra yang tidak menghasilkan teori Claude Lévi-Strauss (1908— sendiri. Teori apa pun bisa digunakan 2009) adalah seorang ahli antropologi dalam penelitian sastra bandingan, dan etnografi terkemuka Prancis yang sesuai dengan objek dan tujuan dikenal sebagai “bapak antropologi penelitiannya. Clements (Damono, modern”. Pandangannya yang utama 2009: 7) mengungkapkan ada adalah struktur pemikiran manusia beberapa pendekatan yang bisa purba (savage mind) sama dengan dipergunakan dalam penelitian sastra struktur pemikiran manusia modern bandingan, yaitu: Tema/mitos, (civilized mind) karena sifat dasar genre/bentuk, gerakan/zaman, manusia sebenarnya sama (Taum, hubungan-hubungan antara sastra dan 2011: 159). bidang seni dan disiplin ilmu lain, dan Pada dasarnya Lévi-Strauss pelibatan sastra sebagai bahan bagi tertarik untuk mengetahui prinsip-

27 JURNAL BÉBASAN , Vol. 4, No. 1, edisi Juni 2017: 24—37

prinsip atau dasar-dasar universal sebagainya, semuanya secara nalar manusia. Prinsip-prinsip tersebut formal dapat dikatakan sebagai akan tercermin dan bekerja dalam cara bahasa, atau dengan kata lain manusia menalar, baik dalam cara sebagai perangkat tanda dan menalar orang-orang ‘modern’ simbol yang menyampaikan maupun orang-orang ‘primitif’ pesan-pesan tertentu. Oleh sebab (Ahimsa-Putra, 2006: 75). itu, di sana terdapat ketertataan Pandangan Lévi-Strauss (order) dan keterulangan mengenai mitos dan mekanisme yang (regularities) terhadap berbagai ada pada nalar manusia dipengaruhi fenomena yang ada. oleh tiga ilmuwan yakni ilmu geologi, 2. Dalam diri manusia terdapat ide-ide dari Karl Marx dan ide-ide dari kemampuan dasar yang Sigmund Freud. Menurut Lévi Strauss, diwariskan secara genetis, yaitu seperti halnya mimpi menurut kemampuan untuk structuring, pandangan Freud, mitos pada dasarnya menyusun suatu struktur, atau adalah ekspresi atau perwujudan dari menempelkan suatu struktur unconscious wishes, keinginan- tertentu pada gejala-gejala yang keinginan yang tak disadari, yang dihadapinya. sedikit banyak tidak konsisten, tidak 3. Makna suatu istilah itu ditentukan sesuai, tidak klop dengan kenyataan oleh relasi-relasinya pada suatu sehari-hari (Ahimsa-Putra, 2006: 79). titik waktu tertentu secara Lebih lanjut Lévi-Strauss sinkronis. mengemukakan bahwa struktur- 4. Relasi-relasi yang berada pada struktur yang ditemukan dalam struktur dalam dapat analisis yang dilakukan menunjukkan disederhanakan lagi menjadi bahwa keinginan-keinginan yang tak oposisi berpasangan (oposisi disadari dan selama ini diduga binair). diekspresikan tanpa kekangan, Mengikuti pandangan dari de ternyata sebenarnya merupakan Saussure yang berpendapat bahwa ekspresi-ekspresi yang muncul lewat suatu istilah ditentukan maknanya oleh jalur-jalur struktural tertentu atau relasi-relasinya pada suatu titik waktu lewat kekangan-kekangan, batasan- tertentu, yaitu secara sinkronis, dengan batasan tertentu (Ahimsa-Putra, 2006: istilah-istilah yang lain, para penganut 79). strukturalisme berpendapat bahwa Untuk lebih memahami relasi-relasi suatu fenomena budaya Strukturalisme Lévi-Strauss, harus dengan fenomena-fenomena yang lain memahami asumsi-asumsi dasar yang pada titik waktu tertentu inilah yang dicetuskannya (Syuropati, 2011: 57— menentukan makna fenomena 58). Adapun asumsi-asumsi dasar tersebut. Jadi relasi sinkronisnyalah yang ada dalam pemikiran Lévi- yang menentukan, bukan relasi Strauss, di antaranya: diakronisnya. Dalam menelaah suatu 1. Strukturalisme Lévi-Strauss fenomena atau suatu sistem, relasi beranggapan bahwa berbagai sinkronis ditempatkan mendahului aktivitas sosial, termasuk relasi diakronis. Artinya, sebelum hasilnya, seperti dongeng, perkembangan suatu sistem atau upacara-upacara, sistem-sistem fenomena tersebut secara diakronis kekerabatan dan perkawinan, pola diketahui, harus diketahui lebih dulu tempat tinggal, busana dan lain kondisi sinkronisnya atau relasi-

28 Perbandingan Mitos Sangkuriang dengan… (Naila Nilofar)

relasinya dengan fenomena yang lain Lévi-Strauss (Ahimsa-Putra, 2006: 95) dalam suatu titik waktu tertentu. Oleh mengemukakan landasan analisis karena itu, dalam menjelaskan suatu struktural terhadap mitos sebagai gejala penganut strukturalisme tidak berikut: mengacu pada sebab-sebab karena 1. Makna yang terdapat pada mitos hubungan sebab-akibat merupakan tidak terdapat pada unsur- relasi diakronis, tetapi mengacu pada unsurnya yang berdiri sendiri, hukum-hukum transformasi. melainkan terdapat pada cara Transformasi di sini hendaknya tidak unsur-unsur tersebut diartikan sebagai perubahan yang dikombinasikan. berkonotasi historis, diakronis, tetapi 2. Meskipun mitos termasuk dalam sebagai alih-rupa (Ahimsa-Putra, kategori bahasa, namun mitos 2006:68—69). bukan sekedar bahasa. Mitos Hukum transformasi adalah memiliki ciri-ciri tertentu yang keterulangan-keterulangan berbeda dengan bahasa. (regularities) yang tampak, melalui 3. Ciri-ciri tertentu yang dimiliki mana suatu konfigurasi struktural mitos dapat ditemukan bukan berganti menjadi konfigurasi pada tingkat bahasa itu sendiri struktural yang lain. Hal ini dapat melainkan di atasnya. Ciri-ciri dijelaskan sebagai berikut. Kalau kita tersebut lebih kompleks dan lebih membandingkan pola-pola relasi yang rumit. ada pada gejala-gejala yang terpisah Dengan demikian, mitos dalam ruang dan waktu misalnya, kita menurut Lévi-Strauss adalah suatu akan menemukan persamaan- gejala kebahasaan yang berbeda persamaan dan perbedaan-perbedaan dengan gejala kebahasaan yang pada konfigurasi strukturalnya. dipelajari oleh ahli linguistik. Mitos Umumnya kita akan mengatakan sebagai ‘bahasa’ memiliki tata bahwa konfigurasi struktural ini hadir bahasanya sendiri. Lévi-Strauss karena bekerjanya faktor-faktor berusaha mengungkapkan tata bahasa tertentu. Tidak demikian halnya mitos dengan menganalisis unsur dengan penjelasan struktural., terkecil dari bahasa mitos, yaitu konfigurasi lewat strukturalisme, mytheme. konfigurasi struktural tersebut akan Adapun pengertian mytheme ditanggapi sebagai alih rupa menurut Lévi Strauss adalah unsur- (transformasi) dari konfigurasi unsur dalam konstruksi wacana mitis struktural yang lain. Hasil dari yang juga merupakan satuan-satuan pengamatan yang dilakukan berkali- yang bersifat kosokbali (oppositional), kali kemudian akan membawa peneliti relatif, dan negatif (Ahimsa-Putra, pada kesimpulan bahwa suatu struktur 2006: 94). tertentu selalu beralih-rupa dengan cara tertentu. Di sini yang kita METODE PENELITIAN dapatkan bukan hukum sebab-akibat, Objek penelitian ini adalah mitos tetapi hukum-hukum transformasi Sangkuriang yang berasal dari Sunda (Ahimsa-Putra, 2006:69). dan mitos Pangeran Butoseno yang Untuk menganalisis mitos- berasal dari Desa Melirang, mitos yang tersebar di berbagai Kecamatan Bungah, Kabupaten tempat, Lévi-Strauss menggunakan Gresik, Jawa Timur yang disebut oleh metode analisis linguistik struktural. masyarakat daerah tersebut dengan

29 JURNAL BÉBASAN , Vol. 4, No. 1, edisi Juni 2017: 24—37

nama Sangkuriang Desa Melirang. Pada subbab ini diuraikan struktur Mitos Sangkuriang dan Pangeran mitos Sangkuriang dan mitos Butoseno yang menjadi objek Pangeran Butoseno. Sebelum penelitian ini diperoleh peneliti dari menguraikan strukturnya, terlebih buku kumpulan cerita rakyat dahulu dikemukakan miteme- nusantara. mitemenya. Teknik pengumpulan data dalam Miteme Sangkuriang penelitian ini adalah studi pustaka. 1. Dayang Sumbi, putri Prabu Studi pustaka digunakan untuk Sungging Purbangkara mengumpulkan data-data berupa cerita mengasingkan diri ke hutan. rakyat yang sudah dicetak dalam 2. Dayang Sumbi tinggal di bentuk buku cerita, dan buku-buku pondokan di tepi hutan. lain yang digunakan sebagai acuan 3. Pada suatu malam, ketika Dayang dalam penelitian. Sumbi menenun kain, tiba-tiba Data dalam penelitian ini dianalisis segulungan benangnya terjatuh dengan cara membandingkan antara dan terguling di luar pondoknya. struktur mitos Sangkuriang dari Sunda Karena malam sudah larut, ia dan mitos Pangeran Butoseno yang merasa takut untuk mengambil berasal dari Desa Melirang, gulungan kain itu. Kecamatan Bungah, Kabupaten 4. Dayang Sumbi berkata kepada Gresik, JawaTimur dengan dirinya sendiri akan menjadikan menggunakan pendekatan seseorang yang bisa Strukturalisme Lévi-Strauss. Langkah mengambilkan benangnya sebagai pertama yang dilakukan untuk saudaranya kalau ia perempuan, menyusun struktur mitos-mitos dan sebagai suaminya kalau ia tersebut adalah menentukan miteme laki-laki. masing-masing mitos dengan cara 5. Seekor anjing hitam mencari relasi dan bentuk kebalikan membawakan gulungan (oposisi) atau lawan dari kesatuan benangnya. unit. Setelah menemukan berbagai 6. Dayang Sumbi mengetahui bahwa miteme, miteme-miteme tersebut anjing hitam tersebut adalah disusun sedemikian rupa. Kemudian titisan dewa. ditentukan episode-episode masing- 7. Dayang Sumbi dan pemuda masing cerita. Setelah itu, (anjing) itu saling jatuh cinta dan dikemukakan makna cerita dengan memutuskan untuk menikah. cara mencari relasi dari masing- Mereka bersepakat untuk masing miteme sebuah mitos dan merahasikan hubungan mereka mencari relasi-relasi miteme dengan kepada siapa pun, termasuk mitos lain. kepada ayahnya. 8. Pernikahan antara Dayang Sumbi HASIL DAN PEMBAHASAN dan pemuda itu membuahkan Sebelum mengemukakan persamaan seorang anak laki-laki yang diberi dan perbedaan mitos Sangkuriang dan nama Sangkuriang. mitos Pangeran Butoseno, pada bab ini 9. Sangkuriang berburu rusa ke diuraikan struktur kedua mitos dalam hutan. tersebut terlebih dahulu. 10. Tanpa disengaja, busur panah Struktur Mitos Sangkuriang Sangkuriang mengenai kepala anjing.

30 Perbandingan Mitos Sangkuriang dengan… (Naila Nilofar)

11. Sangkuriang mengambil hati 24. Sangkuriang menyadari bahwa ia anjing dan mempersembahkan diperdaya oleh dayang Sumbi kepada ibunya. sehingga ia murka dan 12. Ibu Sangkuriang memukul kepala menghancurkan bendungan yang Sangkuriang karena telah telah dibuatnya kemudian ia membunuh ayahnya. menendang perahu sehingga 13. Sangkuriang meninggalkan perahu menjadi tertelungkup. rumahnya karena merasa ibunya Miteme Pangeran Butoseno tidak menyayanginya. 1. Putri Putut Kedaton, salah satu 14. Sangkuriang terjatuh di dalam Putri Kediri diusir dari hutan dan ditolong oleh seorang kerajaannya pertapa yang bernama Ki Ageng. 2. Putri Putut Kedaton menetap di 15. Sangkuriang tidak ingat namanya Desa Melirang sehingga Ki Ageng memberinya 3. Putri Putut Kedaton mendirikan nama Jaka. sebuah candi di atas bukit. 16. Ki ageng merawatnya dan 4. Putri Putut Kedaton menyulam mengajarinya berbagai ilmu dan menjatuhkan jarum sulamnya kesaktian. di tanah. 17. Jaka mencari tahu tentang masa 5. Putri Putut Kedaton mengadakan lalunya dengan menyusuri tepian sayembara. hutan. 6. Seekor anjing jantan berwarna 18. Jaka bertemu dengan seorang hitam berhasil mengambil jarum. gadis yang sangat cantik yang 7. Putri Putut Kedaton menikahi ternyata adalah Dayang Sumbi. seekor anjing. 19. Jaka dan Dayang Sumbi saling 8. Pernikahan antara Putri Putut jatuh cinta dan bersepakat untuk Kedaton dan seekor anjing menikah. membuahkan seorang bayi laki- 20. Dayang Sumbi akhirnya laki yang diberi nama Butoseno. mengetahui bahwa Jaka adalah 9. Putri Putut Kedaton menyuruh anak kandungnya. Butoseno berburu ke dalam hutan. 21. Dayang Sumbi berusaha 10. Butoseno pergi ke hutan ditemani meyakinkan Jaka bahwa ia adalah anjing yang merupakan ayah anaknya namun Jaka tidak kandungnya. mempercayainya. 11. Butoseno membunuh anjing 22. Dayang Sumbi mengajukan tersebut untuk diambil hatinya. persyaratan kepada Jaka jika ia 12. Butoseno memberikan hati anjing ingin menikahinya yaitu kepada ibunya. membuatkan danau dan 13. Putri Putut Kedaton memasak hati perahunya dan keduanya harus anjing itu dan memakannya. selesai sebelum fajar menyingsing 14. Butoseno mengaku bahwa ia telah di ufuk timur. membunuh anjingnya. 23. Jaka alias Sangkuriang hampir 15. Putri Putut Kedaton marah dan menyelesaikan kerjaannya namun memukul kepala anaknya. Dayang Sumbi berusaha 16. Putri Putut Kedaton mengatakan mengacaukannya sehingga tidak kepada Pangeran Butoseno bahwa berhasil menyelesaikan anjing yang telah dibunuhnya pekerjaannya. adalah ayahnya.

31 JURNAL BÉBASAN , Vol. 4, No. 1, edisi Juni 2017: 24—37

17. Pangeran Butoseno merasa 31. Sang Dewa memberi petunjuk bersalah sehingga ia berlari kepada Sang Putri untuk meninggalkan rumah. menerima lamaran Pangeran 18. Pangeran Butoseno berlari ke dengan syarat Pangeran Butoseno dalam hutan. bisa melingkari sebuah bukit 19. Pangeran Butoseno masuk ke dengan tubuhnya. dalam hutan untuk mengejar 32. Pangeran Butoseno menjawab seekor ayam hitam. tantangan wanita tersebut dengan 20. Pangeran Butoseno menyusuri cara merubah dirinya menjadi goa sehingga ia keluar dari Gresik seekor naga. dan sampai di pantai selatan. 33. Pangeran Butoseno yang telah 21. Pangeran Butoseno bertemu merubah dirinya menjadi seekor dengan seorang putri yang sangat naga melingkari bukit dengan cantik, ia memakai pakaian serba tubuhnya. hijau dan memakai mahkota 34. Wanita itu memotong lidah naga dengan permata kebiru-biruan. tersebut sehingga Pangeran Putri tersebut mengaku bernama Butoseno tidak berhasil Putri Tunjung Biru. Masyarakat melingkarkan tubuhnya ke bukit. sekitar menyebutnya Nyai Roro Kidul. Persamaan Mitos Sangkuriang dan 22. Nyai Roro Kidul merawat Mitos Pangeran Butoseno Pangeran Butoseno dan Mitos Sangkuriang dan Pangeran mengajarinya berbagai ilmu Butoseno memiliki struktur yang kesaktian. sama. Struktur kedua mitos tersebut 23. Setelah tiga belas tahun, Pangeran adalah sebagai berikut: Butoseno disuruh Nyai Roro Kidul kembali ke dalam goa, tempat ia pertama kali ia bertemu dengan Nyai Roro Kidul. 24. Pangeran Butoseno pergi ke arah selatan untuk menyusuri goa. 25. Nyai Roro Kidul menyarankan Butoseno untuk pergi ke arah utara untuk menyusuri goa. 26. Butoseno bertemu dengan seorang gadis yang sedang mandi. 27. Butoseno jatuh hati kepada gadis itu dan melamar gadis itu. 28. Tanpa sengaja wanita itu mengetahui bahwa Butoseno adalah anak kandungnya. 29. Wanita itu meminta petunjuk kepada Dewa tentang laki-laki yang melamarnya. 30. Wanita tersebut mendapat petunjuk bahwa laki-laki itu adalah anak kandungnya.

32 Perbandingan Mitos Sangkuriang dengan… (Naila Nilofar)

I Dayang Sumbi Dayang Sumbi Seekor anjing mengasingkan diri berjanji akan berhasil ke hutan memberikan mengambilkan reward kepada benang. seseorang yang bisa mengambilkan benangnya. II Dayang Sumbi Dayang Sumbi Dayang Sumbi dan memenuhi janji dan pemuda anjing menikah untuk menikah (anjing) saling dengan orang laki- jatuh cinta. laki yang mengambilkan benangnya. III Sangkuriang meninggalkan rumah, menuju hutan. IV Sangkuriang dan Dayang Sumbi Dayang Sumbi Sangkuriang Dayang Sumbi menolak lamaran memberikan hampir (gadis) saling Sangkuriang. persyaratan kepada menyelesaikan jatuh cinta. Sangkuriang untuk persyaratan yang membuatkan danau diajukan Dayang dan perahu. Sumbi. V Dayang Sumbi mengingkari janji (Dayang Sumbi memperdayai Sangkuriang agar tidak jadi menikah dengan Sangkuriang. Struktur cerita Sangkuriang

Berdasarkan struktur tersebut dapat Sangkuriang. Dayang Sumbi dikemukakan bahwa mitos mengajukan syarat yang dianggapnya Sangkuriang memiliki pesan yang berat dengan harapan Sangkuriang disampaikan secara implisit bahwa tidak berhasil memenuhi syarat pernikahan antara ibu dan anak tersebut. Dayang Sumbi meminta (incest) merupakan pernikahan yang Sangkuriang untuk membuatkan terlarang. Pesan tersebut terlihat dalam danau dan perahu yang harus selesai sikap yang ditunjukkan oleh Dayang sebelum fajar menyingsing di ufuk Sumbi kepada Tumang (seekor anjing) timur. Pada kenyataannya, dan Sangkuriang. Pada waktu Tumang Sangkuriang hampir berhasil berhasil membawakan benang menyelesaikan pekerjannya, akan tenunnya yang jatuh, Dayang Sumbi tetapi Dayang Sumbi berusaha untuk bisa bersikap teguh pada janjinya, memperdayainya dengan berbagai yaitu akan menjadikan seorang laki- cara agar Sangkuriang tidak berhasil laki yang berhasil mengambilkan menyelesaikan pekerjaannya. Hal benangnya sebagai suami. Meskipun tersebut dilakukan oleh Dayang Sumbi yang berhasil mengambilkan benang karena dia tidak ingin melanggar untuknya adalah seekor anjing, dia larangan untuk menikah dengan bisa menepati janjinya. Akan tetapi, anaknya. sikap Dayang Sumbi yang teguh pada pendiriannya tersebut tidak tampak ketika dia bertemu dengan Sangkuriang. Sebenarnya dia jatuh hati kepada pemuda tersebut dan berjanji akan menikah dengannya, akan tetapi ketika dia mengetahui bahwa Sangkuriang adalah anaknya, sikapnya berubah. Dayang Sumbi mencari cara untuk menolak lamaran

33 JURNAL BÉBASAN , Vol. 4, No. 1, edisi Juni 2017: 24—37

I II III IV V

Putri Putut Pangeran Kedaton Butoseno meninggalkan meninggalkan istana, menuju rumah. sebuah desa. Putri Putut Putri Putut Kedaton teguh Kedaton dengan janjinya. mengingkari janji. Pangeran Butoseno mencintai Putri Putut Kedaton. Putri Putut Putri Putut Kedaton Kedaton menikah menerima lamaran dengan anjing. Pangeran Butoseno. Putri Putut Putri Putut Kedaton Kedaton memberikan persyaratan membuat kepada Pangeran sayembara. Butoseno untuk melingkarkan tubuhnya ke bukit. Seekor anjing Pangeran Butoseno berhasil berhasil melingkarkan memenangkan tubuhnya ke bukit. sayembara. Struktur cerita Pangeran Butoseno

Struktur di atas menunjukkan Putri Putut Kedaton kecewa. Namun kesamaan dengan struktur mitos demikian karena dia sudah berjanji, Sangkuriang. Struktur di atas dia tetap melaksanakan janjinya, yaitu mengungkapkan pesan bahwa akan menjadikan orang yang berhasil pernikahan antara ibu dan anak mengambilkan benangnya sebagai merupakan pernikahan yang harus suaminya. Keteguhan hati Putri Putut dihindari karena dilarang dalam Kedaton untuk memegang teguh agama. Pesan tersebut tergambar janjinya tersebut tidak berlaku ketika dalam sikap Putri Putut Kedaton dia bertemu dengan Pangeran terhadap Blangboyang (anjing hitam) Butoseno. Dia berjanji kepada dan Pangeran Butoseno. Putri Putut Pangeran Butoseno untuk menerima Kedaton telah membuat sayembara lamarannya dengan syarat dia bisa untuk mengambilkan benang memenuhi permintaannya untuk sulamnya yang terjatuh di tanah. Dia melingkarkan tubuhnya ke bukit. berjanji akan memberikan reward Namun ketika Pangeran Butoseno berupa kedudukan yang terhormat hampir berhasil melingkarkan bagi seseorang yang berhasil tubuhnya ke bukit, Putri Putut mengambilkan benangnya. Seorang Kedaton menghalanginya dengan cara laki-laki yang berhasil memotong lidahnya. Hal tersebut mengambilkannya akan dijadikan menunjukkan bahwa Putri Putut sebagai suami Putri Putut Kedaton dan Kedaton mengingkari janjinya. seorang perempuan yang berhasil Berbeda dengan sikapnya ketika mengambilkan benangnya akan menghadapi Tumang. Padahal yang ia diangkat sebagai saudaranya. Pada ketahui tentang Blangboyang pada kenyataannya, yang berhasil waktu itu hanyalah seekor anjing mengambilkan benang adalah seekor (binatang). Sedangkan Pangerang anjing. Melihat kenyataan tersebut, Butoseno adalah seorang pemuda

34 Perbandingan Mitos Sangkuriang dengan… (Naila Nilofar)

tampan yang sangat sakti. Alasan diterima lamarannya, yaitu membuat utamanya menolak Pangeran danau dan perahu. Butoseno karena Pangeran Butoseno Mitos Pangeran Butoseno merupakan anaknya. Sehingga dia 1. Putri Putut Kedaton diusir dari tidak mau melanggar aturan agama kerajaan. yang dianutnya. Dengan demikian, 2. Putri Putut Kedaton menetap di cerita Pangeran Butoseno memiliki sebuah desa yang bernama pesan bahwa pernikahan antara ibu Melirang. dan anak adalah terlarang dalam 3. Putri Putut Kedaton membuat agama. sayembara untuk benangnya yang Berdasarkan analisis tersebut terjatuh. dapat dikatakan bahwa ada persamaan 4. Anjing yang membawakan pesan yang disampaikan melalui benang adalah seseorang yang struktur mitos-mitos tersebut yaitu dikutuk oleh dewa larangan terhadap pernikahan antara 5. Putri Putut Kedaton menikahi ibu dan anak. seekor anjing untuk memenuhi Perbedaan Mitos Sangkuriang dan janji. Pangeran Butoseno 6. Pangeran Butoseno, anak Putri Mitos Sangkuriang dan mitos Putut Kedato disuruh ibunya Pangeran Butoseno memiliki berburu. perbedaan pada miteme-mitemenya. 7. Pangeran Butoseno membunuh Perbedaan tersebut tampak pada tabel anjingnya dengan sengaja. berikut ini: 8. Pangeran Butoseno meninggalkan Mitos Sangkuriang rumah karena merasa bersalah. 1. Dayang Sumbi mengasingkan diri 9. Pangeran Butoseno dirawat dan ke hutan. ditolong oleh Nyi Roro Kidul. 2. Dayang Sumbi menetap di hutan 10. Putri Putut Kedaton memberikan 3. Dayang Sumbi berkata kepada syarat kepada Pangeran Butoseno dirinya sendiri akan memberikan untuk melingkarkan tubuhnya ke reward kepada seseorang yang bukit jika ingin diterima bisa mengambilkan benangnya. lamarannya. 4. Anjing yang membawakan Perbedaan antara mitos Sangkuriang benang adalah titisan dewa. dan mitos Pangeran Butoseno dapat 5. Dayang Sumbi dan anjing saling diketahui dari transformasi (alih rupa) jatuh cinta dan memutuskan untuk strukturnya. menikah. Stuktur episode I: 6. Sangkuriang, anak Dayang Sumbi a. Dayang Sumbi (putri raja di berburu ke hutan. Kerajaan Jawa Barat) -- tinggal di 7. Sangkuriang membunuh hutan di Jawa Barat anjingnya tanpa sengaja. b. Putri Putut Kedaton (putri raja di 8. Sangkuriang meninggalkan rumah Kerajaan Jawa Timur) -- tinggal karena merasa ibunya tidak di sebuah desa di Jawa Timur. menyayanginya. Dari kedua struktur tersebut tampak 9. Sangkuriang dirawat dan diajari ilmu adanya perubahan pada nama karakter kesaktian oleh seorang pertapa dari kedua mitos dan latar tempat bernama Ki Ageng. kedua mitos. Nama karakter dalam 10. Dayang Sumbi memberikan syarat mitos Sangkuriang adalah Dayang kepada Sangkuriang jika ingin Sumbi, sedangkan dalam mitos

35 JURNAL BÉBASAN , Vol. 4, No. 1, edisi Juni 2017: 24—37

Pangeran Butoseno bernama Putri Transformasi pada episode III tampak Putut Kedaton. Latar mitos dalam latar tempat tokoh cerita ketika Sangkuriang adalah hutan di Jawa melarikan diri dari rumah. Latar mitos Barat, sedangkan latar mitos pangeran Sangkuriang terjadi di hutan, Butoseno adalah Jawa Timur. sedangkan latar mitos Pangeran Dengan demikian, transformasi kedua Butoseno terjadi di pantai selatan. mitos tersebut tampak pada perubahan Struktur Episode IV: Kehidupan karakter (tokoh cerita) dan latar Percintaan tempat kedua mitos. a. Dayang Sumbi dan Struktur episode II (Kehidupan Sangkuriang—jatuh cinta— Pernikahan): Sangkuriang melamar dayang a. Dayang Sumbi+ anjing (Tumang) Sumbi—Dayang Sumbi = anak laki-laki (Sangkuriang) mengajukan syarat kepada b. Putri Putut Kedaton + anjing Sangkuriang untuk membuat (Blangboyang) = anak laki-laki danau dan perahu. (Pangeran Butoseno) b. P. Putut Kedaton dan P. Transformasi pada episode II Butoseno—jatuh cinta--P. (kehidupan pernikahan) tampak dalam Butoseno melamar Putri Putut karakter-karakter dalam kedua mitos Kedaton—P. Putut Kedaton tersebut. Mitos Sangkuriang mengajukan syarat kepada P. menceritakan tentang kehidupan Butoseno untuk melingkari bukit. pernikahan antara seorang putri yang Transformasi pada episode IV tampak bernama Dayang Sumbi menikah pada syarat yang diajukan oleh dengan seekor anjing yang bernama masing-masing wanita kepada pria Tumang. Pernikahan mereka yang melamarnya. Dalam mitos membuahkan seorang anak laki-laki Sangkuriang, syarat yang diajukan yang bernama Sangkuriang. oleh Dayang Sumbi adalah Sedangkan mitos Pangeran Butoseno membuatkan danau dan perahu menceritakan pernikahan antara putri untuknya dalam waktu semalam. yang bernama Putri Putut Kedaton dan Sedangkan dalam mitos Pangeran seekor anjing yang bernama Butoseno, syarat yang diajukan oleh Blangboyang. Pernikahan mereka Putri Putut Kedaton kepada Pangeran menghasilkan seorang anak laki-laki Butoseno adalah untuk melingkari yang bernama Pangeran Butoseno. bukit dengan tubuhnya. Dengan demikian transformasi kedua Dari uraian tersebut, dapat mitos pada episode II tersebut hanya disimpulkan bahwa perbedaan antara sebatas pada perubahan karakter mitos Sangkuriang dan mitos (tokoh cerita) saja. Pangeran Butoseno adalah perbedaan Struktur episode III: Kehidupan strukturnya. Struktur kedua mitos Keluarga tersebut mengalami transformasi atau a. Tumang meningal — alih rupa, yang meliputi transformasi Sangkuriang dipukul oleh karakter (tokoh cerita), latar cerita, ibunya—Sangkuriang pergi ke dan persyaratan yang diajukan oleh hutan sang putri kepada calon suaminya. b. Blangboyang meninggal – Pangeran Butoseno dipukul oleh ibunya – Pangeran Butoseno pergi ke pantai selatan

36 Perbandingan Mitos Sangkuriang dengan… (Naila Nilofar)

SIMPULAN diakses tanggal 1 Februari Berdasarkan pembahasan tersebut 2016. dapat disimpulkan persamaan dan Supriadi, Asep. 2012. Kearifan Lokal perbedaan antara mitos Sangkuriang Cerita Sangkuriang: Menuju dan mitos Pangeran Butoseno. Ketahanan Bangsa dalam Persamaan antara kedua mitos tersebut “Metasastra, Jurnal Penelitian terdapat pada pesan yang disampaikan Sastra” Volume 5, Nomor 1, melalui struktur mitos-mitos tersebut Juni 2012. Bandung: Balai yaitu larangan terhadap pernikahan Bahasa Provinsi Jawa Barat. antara ibu dan anak. Supriatin, Yeni Mulyani, dkk. 2013. Adapun perbedaan antara Ensiklopedia Sastra di Jawa mitos Sangkuriang dan mitos Barat. Bandung: Balai Bahasa Pangeran Butoseno terdapat pada Provinsi Jawa Barat. strukturnya. Struktur kedua mitos Syuropati, Mohammad A. 2011. Teori tersebut mengalami transformasi atau Sastra Kontemporer dan 13 alih rupa, yang meliputi transformasi Tokohnya. Yogyakarta: In karakter (tokoh cerita), latar cerita, Azna Books. dan persyaratan yang diajukan oleh Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi sang putri kepada calon suaminya. Sastra Lisan. Yogyakarta: Lamalera.

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2006. Strukturalisme Lévi-Strauss Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Kepel Press. Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Jakarta: Editum. Masduki, Aam. 2004. Analisis Komparatif Cerita Sangkuriang Banten, Bandung, Kuningan, dan Ciamis. dalam

http://perpustakaan.kemdikbud .go.id. diakses tanggal 1 Februari 2016. Parkoso, Teguh. 2006. Pemaknaan Novel Bekisar Merah dan Belantik dengan Teori Strukturalisme Lévi-Strauss dan Hermeneutika Geertz. http://etd.repository.ugm.ac.id diunduh tanggal 18 Maret 2016. Sumiyadi, dan Yulianeta, dan Momoh Halimah. 2007. dalam

http://penelitian.lppm.upi.edu.

37