BAB II

PELECEHAN SEKSUAL DI

Didalam Bab 2 ini penulis akan menjelaskan diskriminasi di India sebagai awal sejarah terjadinya pelecehan seksual di India. Dimulai dari bentuk-bentuk diskriminasi, kasus dan data pelecehan seksual hingga memunculkan gerakan sosial baru di India.

2.1 Diskriminasi terhadap perempuan di India

Tindakan non-diskriminasi dan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan inti dari prinsip hukum hak asasi manusia. Baik perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik maupun perjanjian internasional tentang hak ekonomi, sosial dan budaya yang melarang diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan menjamin kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam menikmati hak- hak yang tercakup dalam perjanjian. Hal ini juga tertera dalam pasal 26 perjanjian internasional terkait dengan hak sipil dan politik yang mengatur persamaan di depan hukum dan perlindungan hukum yang sama.1

Definisi Diskriminasi dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) mencakup berbagai kemungkinan tindakan diskriminatif, seperti adanya pembedaan, pengecualian, atau pembatasan yang memiliki tujuan yang jelas atau efek sebenarnya dari diskriminasi terhadap perempuan. Perjanjian ini melangkah lebih jauh dari perjanjian hak asasi manusia lainnya dalam menjelaskan secara rinci kewajiban Negara dan tindakan yang

1 United Nations Human Rights, 2014, Women‟s Right are Human Rights, New York and Geneva 2014, Hal 29, HR/PUB/14/2 UNITED NATIONS PUBLICATION SALES NO. E.14.XIV.5 ISBN 978-92-1-154206-6 E-ISBN 978-92-1-056789-3

31

harus diambil untuk mencapai kesetaraan gender dalam praktiknya. Diskriminasi dan ketidaksetaraan dapat terjadi dengan berbagai cara. Diskriminasi dapat terjadi melalui ketentuan yang bersifat diskriminatif secara de jure atau langsung, seperti ketika undang-undang atau kebijakan membatasi, memilih atau membedakan antara kelompok satu dengan kelompok tertentu.2

Dalam sejarahnya, Diskriminasi Gender telah ada pada India Kuno.

Hampir tidak ada peradaban di dunia yang pernah memiliki kesetaraan sempurna antara laki-laki dan perempuan. Terutama diskriminasi yang berdasarkan peran dan status yang selalu ada dalam berbagai bentuk di semua peradaban.3 Tak terkecuali di India yang memiliki masalah kesetaraan laki-laki dan perempuan yang berbeda pada waktu yang berbeda dalam sejarah india. Berikut penulis akan menjelaskan sedikit terkait dengan periode terjadinya diskriminasi.

Periode Weda (Vedic Period) yang mana pada periode Weda Kuno para perempuan masih menikmati tempat yang sangat terhormat dalam masyarakat

India4. Mereka bebas dan diperlakukan sama dengan laki-laki. Mereka juga diberi hak yang sama atas pendidikan, pernikahan, kekayaan dan warisan. Mereka bebas untuk mendidik diri sendiri. Bahkan mereka diperbolehkan secara bebas dalam debat dengan laki-laki. Mereka akan menikah pada usia dewasa dan dengan persetujuan mereka. Praktik kawin ulang janda juga sering terjadi dan menjadi hal

2 Discrimination against Women: The Convention and the Committee. Fact Sheet No.22. Article 4. (06/12/2020. 12:29 WIB) 3 Dr. E. Raju, 2014, Gender Discrimination in India, IOSR Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF), e-ISSN: 2321-5933, p-ISSN:2321-5925. Volume 2, Issue 5, PP 55-65 (06/12/2020. 13:001 WIB) 4 Atasi Mahapatra, 2018, Gender equality and ancient Indian culture; A study, Department of Philosophy Sahid Matangini Hazru Govt. College for women W.B, India, International Journal of Humanities and Social Science Invention (IJHSSI), Volume 7 Issue 08 Ver. III, Diakses dari http://www.ijhssi.org/papers/vol7(8)/Version-3/D0708032226.pdf (17/11/2020. 16.11 WIB)

32

yang lazim dilakukan.5 Dalam bidang spiritual, seorang istri akan menikmati hak penuhnya dan secara teratur ikut serta dalam upacara keagamaan bersama suaminya. Bahkan perempuan bisa berpatisipasi aktif dalam wacana agama.

Keduanya bisa bergabung dan mengambil bagian yang sama dalam semua pekerjaan, agama dan sekuler.

Epic Period, dan Periode Smruthi (Smruthi Period), merupakan periode setelah Weda kuno yang mana pada periode ini perempuan mulai kehilangan status yang sama, dan mereka mulai memperjuangkannya. Periode ini bisa disebut dengan „periode gelap‟ bagi para perempuan India. Permpuan mulai diperlakukan sebagai objek dan peran mereka hanya sebagai pelayan bagi laki-laki. Hak mereka atas Upanayana dan pendidikan ditarik. Mereka dikurung di rumah dan tidak bisa pergi ke tempat umum secara terbuka. Adat pernikahan anak mulai diiikuti dalam periode ini dan para perempuan mulai ditakdirkan untuk melayani suami mereka seperti yang telah dilakukan. Ketika seorang anak perempuan menjadi janda, dia tidak diizinkan untuk menikah lagi. Perempuan harus menjalani kehidupan yang menyedihkan dan menjalani kehidupan terpencil sesuai kebiasaan pada saat itu.

Abad Pertengahan (Medieval Time)6. Selama zaman pertengahan ini, ketika orang Arab mulai menyerang India, status perempuan tetap pada kebiasaannya saat itu. Dizaman ini perbedaan agama dan kasta semakin kuat.

Sistem purdah atau kerudung diperkenalkan dan praktik pernikahan anak terus berlanjut, bahkan para janda terpaksa mengikuti ritual „Sati‟ yaitu membakar diri

5 Ibid. 6 Pramila Ramani, Women Empowerment in India from Prehistoric to Present. International Conference on Multidisciplinary Research & Practice, Navrachana University, Vdodara, India.Volume III Issue I, ISSN 2321-2705, Page 2.

33

mereka hidup-hidup dalam pemakaman suami yang dibela. Banyak pula perempuan dijual sebagai budak serta banyak pula perempuan yang menderita berbagai macam ketidakadilan dan kesulitan.

Tidak berhenti sampai periode ini, penulis akan berlanjut pada Periode

Inggris7 yang mana British East Indian Company tiba di India pada tahun 1600.

Kekuasaan Inggris berdiri kokoh setelah tahun 1857. Ditangan pemerintah

Inggris, India mendapati keuntungan dan juga kerugian. Inggris secara ekonomi mengekploitasi India dan mengganggu industri kerajinan pedesaannya. Hal ini dapat dilihat dari sebuah buku yang ditulis oleh Dada Bhai Navroji yang berjudul

“Poverty and the British Rule in India”. Inggris menyatukan India dan menjadikannya sebagai negara bangsa serta memberinya sistem politik federal.

Inggris pula yang menciptakan sistem administrasi nasional yang tepat. Mereka juga memperkenalkan sistem pendidikan modern bersamaan dengan dibuatnya sistem pos.

Hadirnya Inggris memberikan pukulan tersendiri bagi adat istiadat di

India. Mulai banyak yang mengkritisi praktik „Sati‟ dan pemerintahan Inggris mengambil langkah positif untuk mengekang kebiasaan sosial yang buruk. Hal ini menghasilkan terciptanya Undang-Undang Pembatasan Sati yang disahkan pada tahun 1829 dan Undang-Undang Pernikahan kembali Janda Hindu diberlakukan pada tahun 1865. Pemerintah Inggris mengambil beberapa langkah positif untuk memperbaiki kondisi perempuan India, namun adat istiadat budaya sulit untuk

7 Samual Stanely and Santosh Kumari, 2010, Position of Women in Colonial Era. Society of Education, India, ISSN 0976-4089 Diakses dari http://www.soeagra.com/ijert/vol2/14.pdf (22/11/2020. 16.18 WIB)

34

dihancurkan. Praktik „Sati‟ dihentikan tetapi pernikahan dini pada gadis-gadis muda masih dilanjutkan.

India mencapai kemerdekaannya pada tahun 1947 dan pada periode ini masyarakat India mengalami perkembangan di berbagai bidang. Pemerintah mulai menerapkan metode perencanaan lima tahun untuk pembangunan sosial ekonomi.

Meskipun ada perubahan positif di berbagai bidang pasca kemerdekaan, namun bukan berarti persentase kesetaraan antara laki-laki dan perempuan menurun.

Perempuan masih didiskriminasi di banyak bidang sosial ekonomi dan lainnya.

Pasca kemerdekaan india, status perempuan tetap diperjuangkan. Untuk itu, penulis akan menjelaskan beberapa laporan terkait dengan status perempuan.

Report of the Sub-Committe on „Woman‟s Role in Planned Economy‟

(1947).8 Dalam laporan ini dapat diringkas bahwa ada beberapa aspek kehidupan perempuan yang ditekankan dan beberapa tidak. Dalam posisi ini pemerintah tidak menentang tradisi atau mendukung modernisasi. Pemerintah mendukung perkembangan perempuan sebagai individu. Meskipun Sub-Komite meletakkan tanggung jawab untuk mewujudkan ketertiban sosial berdasarkan kesetaraan gender tepat pada pemerintah, namun pemerintah tidak dapat berbuat banyak karena struktur sosial India yang memiliki ideologi patriarki.

Report of the Committee on the Status of Women in India (Government of

India, 1974).9 Peraturan perrundang-undangan hanya dapat mencerminkan nilai- nilai sosial yang dinginkan. Sehingga penerjemah persamaan hak menjadi tugas

8 Lela Kasturi. Development, Patriarchy, and Politics: Indian Women in the Political Process, 1947-1992. Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/162461716.pdf (25/11/2020. 09:56 WIB) 9 Ibid.

35

instansi pemerintah lainnya. Sebenarnya ada banyak sekali ambivalensi terhadap gagasan kesetaraan, seperti yang telah didiskusiikan dalam debat hak-hak perempuan tahun 1930-an, 1940-an, dan 1950-an. Namun lagi-lagi perempuan menghadapi banyak kendala yang membatasi perannya dalam segala bidang, baik sosial, ekonomi maupun politik. Committe on the Status of Women in India

(CSWI) telah ditunjuk untuk mengevaluasi status perempuan India dengan merumuskan undang-undang dengan kenyataan yang sebenarnya. Hal tersebut telah dikondisikan dalam cita-cita Sub-Komite tahun 1939. Komite menyatakan bahwa kesetaraan perempuan diperlukan bukan hanya atas dasar keadilan sosial, melainkan sebagai syarat dasar bagi pembanggunan sosial, ekonomi dan politik bangsa.10 Komite juga menyatakan pentingnya perempuan sebagai sumber daya nasional.11

Tugas Komite merupakan tugas yang berat karena melibatkan prespektif yang luas termasuk semua aspek yang mempengaruhi kehidupan perempuan dalam konteks yang beragam. Laporan tersebut diterbitkan pada tahun 1974.

Fakta bahwa proses pembangunan terhadap perempuan bukannya membantu mempromosikan kesetaraan, namun malah menonjolkan ketidaksetaraan dan diskriminasi sistematis terhadap perempuan dengan meninggalkan mereka pada kehidupan dan pilihan yang sempit. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya tradisi, adat, kasta, dan golongan tertentu yang menjadi hambatan untuk menuju

10 High Level Committee on the Status on Women . 2015. Report on the Status of Women in India. Diakses dari https://wcd.nic.in/sites/default/files/Executive%20Summary_HLC_0.pdf (25/11/2020. 12:10 WIB) 11 Ibid.

36

kesetaraan. Status perempuan yang rendah semakin didukung oleh rendahnya rasio laki-laki, yang membuat lelaki semakin di tinggikan.

Pada tahun 2014, Committe on the Elimination of Discrimination against

Women (CEDAW) melakukan laporan gabungan tentang Pelaksanaan ketentuan konvensi penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan.12 Dalam laporannya, Shankar Aggarwal, Kementerian Perempuan dan perkembangan Anak

India mengatakan bahwa selama beberapa tahun terakhir, undang-undang baru telah diberlakukan, seperti amandemen tahun 2013 terhadap undang-undang pidana yag berisi tentang pelanggaran baru, perluasan definisi pemerkosaan dan ketentuan untuk kasus pemerkosaan yang di perburuk.13 Tak hanya itu, amandemen tersebut juga mencakup peningkatan hukuman, termasuk hukuman mati untuk pemerkosaan berkelompok. Undang-undang lainnya membahas keamanan pangan dan gizi, pemulungan, perlindungan anak dari pelanggaran seksual dan pelecehan seksual terhadap perempuan di tempat kerja.

Pemerintah India juga telah membuat sebuah Komite Tingkat Tinggi tentang Status Perempuan yang dibentuk tahun 2012 untuk melakukan studi komprehensif tentang status perempuan dan mengembangkan intervensi kebijakan yang sesuai. Komnas perempuan di India juga telah diberi mandat untuk meninjau perlindungan konstitusional dan hukum bagi perempuan dan merekomendasikan tindakan perbaikan. Aggarwal juga menegaskan bahwa India berkomitmen untuk melanjutkan upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan

12 UNHR. Committee on the Elimination of Discrimination against Women considers report of India. United Nations Human Rights Office of The High Commissioner. Diakses dari https://www.ohchr.org/EN/NewsEvents/Pages/DisplayNews.aspx?NewsID=14813&LangID=E (25/11/2020. 11:39 WIB) 13 Ibid.

37

dan mengatakan bahwa India akan berupaya untuk memajukan kerangka hukum dan implmentasi yang efektif. Nicole Ameline, ketua komite CEDAW mendorong

India untuk mengambil semua lanngkah yang diperlukan untuk melaksanakan ketentutan konvensi, termasuk melalui penguatan kerangka hukum, khususnya di bidang kekerasan. Dari data tersebut kita bisa melihat bahwa pemerintah telah berusaha untuk melakukan perbaikan hukum, namun di sisi lain pelaksanaan tersebut terkendala oleh struktur budaya di India yang membuat diiskriminasi di

India tetap saja terjadi.

2.1.1 Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Di India

Pada Konferensi Perempuan Dunia Keempat, Negara-negara menyadari bahwa banyak perempuan menghadapi hambatan tambahan untuk menikmati hak asasi mereka karena faktor-faktor seperti ras, bahasa, etnis, budaya, agama, disabilitas atau kelas sosial ekonomi atau karena mereka adalah masyarakat adat, pendatang, termasuk perempuan pekerja migran, perempuan pengungsi atau pengungsi.14

Diskriminasi Gender tidak ditentukan secara biologis, namun ditentukan secara sosial dan diskriminasi dapat diubah oleh upaya yang tepat dan berkelanjutan. Penolakan persamaan, hak dan kesempatan dalam bentuk apapun atas dasar gender adalah gender diskriminasi. India memiliki masyarakat yang dominan berjenis kelamin laki-laki per 2020, yang mana sebanyak 108.176 laki- laki per 100 perempuan. Artinya, India memiliki 924 perempuan per 1000 laki- laki. Secara absolut, India memiliki 48,04% penduduk perempuan dibandingkan

14 Ibid. Hal 38.

38

dengan 51,96% penduduk laki-laki. India memiliki populasi laki-laki sebanyak

54.197.555 lebih banyak daripada populasi perempuan.15 Data ini berbanding terbalik pada awal patriarki secara radikal menguasai era setelah Weda dengan alasan rendahnya rasio anak laki-laki. Peningkatan jumlah laki-laki tersebut telah terdata sejak tahun 2011. Sehingga tak heran tingkat diskriminasi gender di India semakin berkembang, seiring dengan perkembangan sejarah yang telah penulis jelaskan diatas. Beberapa bentuk diskriminasi gender16 diantaranya;

1. Dilakukannya aborsi terhadap perempuan hamil

2. Feoticide ( pemberian ekstrak cairan kaktus atau puntia padi mentah untuk

bayi perempuan yang baru lahir, dengan menempelkan bantal pada wajah bayi

perempuan, atau denggan mematahkan leher bayi perempuan.)

3. Tidak memberikan makanan yang cukup dan bergizi

4. Tidak mengizinkan pergi ke sekolah

5. Tidak memberikan perawatan kesehatan yang dibutuhkan saat keadaan sakit.

6. Pernikahan Dini

7. Godaan dan kejahatan di malam hari, pemerkosaan dan pelecehan seksual.

8. Mahar/ Dowry

9. Perceraian

15 Statistics Times, 2020, Sex ratio of India. Diakses dari http://statisticstimes.com/demographics/country/india-sex- ratio.php#:~:text=According%20to%20the%20United%20Nations,compare%20to%2051.96%25% 20male%20population. (06/12/2020. 13:32 WIB) 16 Sivakumar & Marimuthu, 2008, Gender Discrimination and Women‟s Development in India. MPRA Paper No. 10950, Munich Personal RePEc Archive. Chikkaiah Naicker College, Erode, Tamil Nadu, India, Diakses dari https://mpra.ub.uni-muenchen.de/10950/ (17/11/2020. 10.18 WIB)

39

Berdasarkan dari data laporan Crime Against Women in India, terdapat beberapa diskriminasi yang sering terjadi di India, diantaranya:

1. Pemerkosaan (Rape). Di India, kasus ini dibagi oleh beberapa jenis

pemerkosaan, yakni:

a. Custodial Rape and Custodial Other Rape, Kustodian merupakan seseorang

yang berada dalam kendali orang atau lembaga lain yang berbentuk tahanan,

baik itu berupa perawatan maupun pengawasan.17 Biasanya pelaku dalam

kasus ini merupakan lembaga yang dibawahi oleh negara, seperti polisi,

tentara dan pasukan keamanan lainnya dan dilakukan juga oleh penahanan

oleh negara, seperti rumah sakit (pemerintahan dan swasta), institusi

perawatan kesehatan mental, panti asuhan, dan panti remaja. Pemerkosaan

dalam keadaan seperti itu masuk dalam pelanggaran yang jauh lebih serius,

karena penyerang/pelaku memanfaatkan posisinya dalam mengontrol

perempuan. tidak hanya melanggar integritas tubuh tetapi juga kewajiban

untuk merawat dan melindungi. Kasus ini sempat terungkap pada tahun

1970-1980an yang mana terdapat tiga kasus pemerkosaan dalam tahanan

yang terjadi secara berurutan. Dimulai dari Mathura di Maharashtra (1974),

Rameeza Bee di Andhra Pradesh (1978) dan Maya Tyagi di Uttar Pradesh

(1980).

b. Pemerkosaan secara umum didefinisikan sebagai penetrasi secara fisik atau

dipaksa pada vulva atau anus menggunakan penis atau bagian tubuh

17 Sahar Bhog, 2019, What Is Custodial Rape And Why We Need To Be Discussing It, Feminis In India, Diakses dari https://feminisminindia.com/2019/04/16/custodial-rape-india/ (15/11/2020. 14.20 WIB)

40

lain/benda lain.18 Pemerkosaan bisa dilakukan perorangan atau

berkelompok. Pemerkosaan seseorang oleh dua pelaku atau lebih dikenal

sebagai pmerkosaan berkelompok. Dalam hal ini pemerkosaan bisa di

lakukan oleh siapa saja, tak terkecuali kerabat dekat, teman, maupun orang

asing yang tidak di bawahi oleh negara. Bahkan kasus dalam pemerkosan

berkelompok, dilakukan secara brutal oleh sebuah gang yang mana kasus ini

sempat terungkap pada tahun 2012 yang menjadi pemicu hadirnya gerakan

Nirbhaya.

c. Percobaan untuk melakukan pemerkosaan adalah upaya untuk melakukan

pemerkosaan.19 Kasus ini sering terjadi dan bahkan sering membuat bingung

para jaksa penuntut hukum. Hal ini karena pengacara pelaku atas kasus ini

sering mengajukan banding bahwa kasus tersebut bukan merupakan

pelanggaran berdasarkan pasal 511 dan pasal 376 dalam KUHP Pemerintah

Pusat India atas upaya pemerkosaan, karena terdakwa pembanding tidak

melakukan tindakan apapun secara terbuka.20 Sedangkan upaya untuk

melakukan pelanggaran dimulai ketika terdakwa mulai melakukan suatu

tindakan dengan maksud yang diperlukan. Dari banyaknya kasus yang ada,

terdakwa seringkali tidak menunjukkan keengganan bahwa ia akan berhenti

melakukan pelanggaran tersebut.21 Oleh karena itu, apabila tidak ada

18 World Health Organizations. Chapter 6, Sexual violence, Diakses dari https://www.who.int/violence_injury_prevention/violence/global_campaign/en/chap6.pdf (22/11/2020. 16.49 WIB) 19 Ibid. Hal 149 20 Latest Laws.com, 2019, Section 376 IPC: If there is a definitive intention to commit rape, it is immaterial whether the accused undressed hinslef or not, Diakses dari https://www.latestlaws.com/latest-news/attempt-to-rape/ (16/11/2020. 11.13 WIB) 21 Ibid.

41

intervensi, terdakwa/pelaku akan berhasil melaksanakan aksi kriminalnya.

Sehingga tingkah laku yang ditunjukkan oleh pelaku dalam kasus ini

menunjukkan niatnya yang pasti untuk melakukan pelanggaran tersebut.22

Apabila Hakim memiliki pertimbangan berdasarkan fakta dan keadaan

tersebut, maka kesalahan dari terdakwa yang mengajukan banding telah

terbukti tanpa keraguan. Sehingga, pengadilan dapat menghukum terdakwa

secara tepat.23

2. Penculikan terhadap perempuan

Kata penculikan dalam hal ini memiliki 2 istilah kata yang memiliki makna yang berbeda. Kata Kidnapping sering digunakan apabila penculikan yang terjadi melibatkan uang tebusan atau motif politis. Sedangkan Abduction digunakan pada penculikan yang motifnya belum diketahui dan sering digunakan apabila penculikan dilakukan oleh pelaku yang masih memiliki hubungan kerabat dengan korban dan yang terakhir bahwa tindakan ini tidak meminta tebusan sama sekali.24 Berdasarkan laporan kriminal terhadap perempuan di India, kasus penculikan dapat dibagi menjadi 5 bentuk jenis kejahatan, yakni :

a. Kiddnapping and Abduction: Penculikan yyang dilakukan menggunakan

tebusan atau motif politis dan penculikan yang dilakukan tanpa tebusan dan

motif belum diketahui.

22 Sanjeev Sirohi. 2019, Offence of Attempt To Rape Can Be Attracted Even if Accused Had Not Undressed Himself SG, Criminal Law, Diakses dari http://www.legalservicesindia.com/law/article/1360/5/Offence-of-Attempt-To-Rape-Can-Be- Attracted-Even-If-Accused-Had-Not-Undressed-Himself-SC (16/11/2020. 11.28 WIB) 23 Ibid. 24 Englishforma.com, 2018, Kidnap vs Abduct: Ini Dia Bedanya!, Diakses dari https://englishforsma.com/kidnap-vs-abduct-ini-dia- bedanya/#:~:text=Sobat%20pembaca%20setia%2C%20kali%20ini,nomina%20untuk%20abduct% 20adalah%20abduction. (16/11/2020. 12.16 WIB)

42

b. Kidnapping and Abduction in order to Murder; Penculikan terhadap

seseorang dengan membawa tujuan utuk membunuh korban.

c. Kidnapping for Ranso; Penculikan yang memiliki tujuan untuk

mendapatkan keuntungan seperti tebusan uang.

d. Kidnapping and Abduction of Women to compel her for marriage;

penculikan yang dilakukan dengan tujuan untuk memaksa korban untuk

menikah.

e. Kidnapping and Abduction of Women- Other

3. Dowry Deaths

Dowry Death merupakan sistem mas kawin/ mahar di India yang mana keluarga pengantin perempuan memberikan mahar kepada mempelai laki-laki, orang tuanya atau kerabatnya sebagai syarat pernikahan. Pada dasarnya, mahar berupa pembayaran tunai atau semacam hadiah kepada pengantin laki-laki termasuk uang tunai, perhiasan, listrik, furnitur, tempat tidur, barang-barang rumah tangga lainnya yang dipasang oleh pengantin baru di rumah mereka.25

Sistem mahar dianggap dapat membebani keluarga mempelai perempuan. dalam beberapa kasus, mahar dapat menjadi pemicu suatu tindakan kriminalitas, seperti tindakan bunuh diri yang sering dilakukan oleh perempuan India apabila di hadapkan pada situasi yang sulit untuk membayar mahar. Pada tahun 1961, India telah memiliki Undang-Undang Larangan Mahar pada pasal 304-B dan 498-A.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa prakttik ini masih sering terjadi dan sering

25 Monika Soni, Dowry And Dowry Death. Legal Service India, Diakses dari http://www.legalserviceindia.com/legal/article-1245-dowry-and-dowry-death.html (16/11/2020. 12.41 WWIB

43

mengakibatkan perempuan melakukan bunuh diri. Oleh karenanya kasus ini dinamakan dengan Dowry Death.

4. Penyerangan terhadap perempuan; a. Sexual Harassment b. Assault on women with intent to disrobe c. Voyeurism; pengintip, orang yang mengawasi/mengintip disebut voyeur.

Elemen kunci dari voyeurisme adalah bahwa orang yang diawasi tidak tahu

bahwa mereka sedang diamati. Voyeurisme mengacu pada fantasi yang dibuat

oleh seeorang voyeur, contohnya seseorang mungkin bermasturbasi sambil

berfantasi melihat seseorang dari jauh. Parahnya, voyeurime bisa berkembang

menjadi gangguan paraphilic atau gangguan voyeuristik, yakni gangguan yang

melibatkan fantasi atau dorongan seksual yang menyebabkan stress,26

sehingga mereka yang mengalami gangguan ini seringkali melibatkan benda

mati, anak-anak, atau orang dewasa yang tidak setuju. d. Stalking; menguntit secara konservatif didefinisikan sebagai suatu tindakan

yang ditujukan pada orang tertentu yang melibatkan kedekatan visual atau

fisik berulang kali, komunikasi nonkonsensual, atau ancaman lisan, baik

tersirat maupun tertulis atau kombinasi diantaranya yang menyebabkan

ketakutan bagi para korban penguntitan. Penguntitan dapat dilakukan secara

langsung maupun melalui mekanisme elektronik yang biasanya disebut

dengan Cyberstalking, yakni penggunaan teknologi untuk menguntit korban.27

26 Timothy J, 2018, Understanding Voyeurism. Medically Rievewed, Diakses dari https://www.healthline.com/health/what-is-voyeurism (17/11/2020. 08.10 WIB) 27 National Institute of Justice, 2007, Overview of Stalking, NIJ, Diakses dari https://nij.ojp.gov/topics/articles/overview-stalking (17/11/2020. 08.22 WIB)

44

5. Penghinaan yang sering di alami oleh perempuan berdasarkan pakaian, status,

ras dan lain sebagainya. Hal tersebut biasanya dilakukan di berbagai tempat,

seperti: a. Di lokasi Kantor b. Di tempat-tempat yang berhubungan dengan pekerjaan c. Di transportasi umum d. Di Berbagai Tempat di Ruang publik

6. Kekejaman suami, keluarga atau kerabatnya. Kekerasan dalam Rumah Tangga

7. Bunuh Diri, hal ini diakibatkan oleh berbagai alasan dan faktor yang

mengakibatkan tingkat bunuh diri di India tinggi.

2.1.2 Data Kasus Pelecehan Dan Kekerasan Seksual Di India

Dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan serta mendeskripsikan data yang penulis peroleh terkait dengan jumlah kasus perempuan yang terjadi di

India.

45

Tabel 2. 1 Crime Against Women (2014-2016)28

28 Table 3A.1, 2016, Crime Against Women 9IPC + SLL), Diakses dari https://ncrb.gov.in/sites/default/files/crime_in_india_table_additional_table_chapter_reports/Table %203A.1.pdf (25/11/2020. 18:33 WIB)

46

Tabel 2. 2 Crime Against Women (2015-2017)29

Dari data diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2014 ke 2015, terdapat sedikit penurunan terkait dengan jumlah kejahatan terhadap perempuan di India,

29 Table 3A.1, 2017, Crime Against Women (IPC + SLL), Diakses melalui https://ncrb.gov.in/sites/default/files/crime_in_india_table_additional_table_chapter_reports/Table %203A.1_1.pdf

47

dengan jumlah 339.457 (2014) menjadi 329.243(2015). Namun penurunan tersebut tidak bertahan lama. Akibatnya, dari tahun 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan yang signifikan. Data menunjukkan di tahun 2015 jumlah kejahatan kriminal terhadap perempuan berjumlah 329.243 (2015), naik menjadi 338.954

(2016) dan kemudiian kembali naik di tahun 2017 sebanyak 359.849. Kenaikan di tahun 2016 hingga 2017 mendukung adanya pelecehan seksual massal yang terjadi saat peristiwa . Berdasarkan data ini pula, masyarakat india, khususnya perempuan mengalami rasa panik terhadap berbagai jenis kejahatan yang bisa saja terjadi oleh siapapun dan dimanapun.

Data Crime Against Women di India yang telah disebutkan di atas, terdiri dari tindakan kejahatan pelecehan seksual, berupa:

1. Pemerkosaan,

2. Percobaan untuk melakukan pemerkosaan,

3. Penculikan perempuan serta dilecehkan

4. Penyerangan Terhadap Perempuan,

5. Penghinaan,

6. Kekejaman oleh suami dan kerabattnya, KDRT (Kekerasan terhadap

Rumah Tangga)

7. Bunuh diri

8. Kekerasan dalam rumah tangga

9. Perlakuan tidak senonoh atau kurang pantas, seperti meraba, melihat organ

vital perempuan.

48

Berdasarkan kasus pelecehan seksual yang banyak terjadi, sulit bagi masyarakat umum mengidentifikasi bentuk dan batas-batas pelecehan seksual yang kerap terjadi di masyarakat. Banyak pelaku bahkan tidak menyadari bahwa tindakannya merupakan salah satu tindakan pelecehan seksual. Berbagai masalah tampak sangat subjektif dan tidak ada yang terselesaikan. Oleh karena itu,

Cooper30 berinisiatif membuat alat konseptual berupa 6 tingkat pelecehan seksual.

Alat ini dengan jelas menguraikan spektrum pelecehan seksual dan apa yang termasuk di dalamnya. Sehingga alat ini dapat memungkinkan semua orang untuk terlibat dengan tepat apa yang terjadi dalam suatu insiden dan memahami tingkat keparahannya.31 Berikut penjelasannya;

1. Aesthetic Appreciation

Perilaku dalam bentuk ini merupakan perilaku yang tidak bersalah atau

biasa disebut innocent behavior yang berupa pujian. Pujian yang kerap

terjadi seringkali mengenai bentuk tubuh, baik itu tentang ciri fisik seksual

maupun seksual seorang perempuan dan laki-laki. Pujian tersebut

tampaknya non-agresif, namun tindakan ini menjadi salah satu bentuk

pelecehan seksual di level awal.

2. Active Mental Groping

Pelecahan bentuk ini terjadi apabila perilaku visual dan verbal

berkembang menjadi lebih intens. Biasanya pelaku melakukan dengan cara

30 Ken Cooper, 2018, Is „That‟ Sexual Harassment? How to Tell, Using „Cooper‟s 6 Levels, Sexual Harrasment, Diakses dari https://www.entrepreneur.com/article/307220 (17/11/2020. 19.45 WIB) 31 NeverOkay, 2018, Enam Tingkat Pelecehan Seksual, Redaksi Never Okay, Diakses dari https://neverokayproject.org/perspektif/kolom/redaksi/enam-tingkat-pelecehan-seksual/ (17/11/2020. 09.50 WIB)

49

menatap bagian tubuh tertentu dan membuatnya sebagai sebuah lelucon

yang lebih kasar atau menuju pada penghinaan. Dalam pelecehan level ini,

belum terjadinya kontak fisik antara pelaku dan korban, namun apa yang

dirasakan hampir terasa sama dengan kontak langsung.

3. Social Touching

Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari tahap Active Mental Groping,

yakni adanya kontak fisik dalam batas perilaku yang masih dapat diterima.

Namun sikap ini dapat menjadi sangat menggangu bagi para korban,

terlebih palaku merupakan orang asing.

4. Foreplay Harrasment

Dalam tahap ini, kontak fisik telah dilakukan secara lebih dalam, yang

mana terdapat upaya untuk „mengundang‟ korban melakukan tindakan yang

lebih jauh. Pelaku bisa saja melakukan beberapa sentuhan ke area yang

sensitif.

5. Sexual Abuse

Tahap ini sudah masuk dalah tindakan yang menyentuh korban secara

seksual, seperti menggenggam area seksual tubuh, mencubit, meremas atau

lainnya yang berhubungan dengan tindakan yang memaksa.

6. Ultimate Threat

Tahap ini masuk dalam tindakan kriminal, hal ini karena di tahap ini

serangan seksual secara langsung menyebabkan dampak secara fisik atau

adanya ancaman penyerangan. Ancaman dari tahap ini dapat dirasakan

secara nyata, terlebih apabila disuatu lembaga atau perusahaan atau tempat

50

bekerja. Ancaman ini berbentuk Qiud Pro Quo, yakni suatu pihak memaksa

pihak lain menerima tawaran seks dengan imbalan peningkatan jabatan

berupa promosi, imbalan uang, kenaikan gaji dan apabila tidak

melakukannya, maka akan ada resiko pemecatan atau menurunan jabatan.

Dengan penjelasan tersebut, data pada tabel 2.1 dan 2.2 berkaitan erat

dengan kasus pelecehan seksual sebagai data dari tindakan kriminal yang

berhasil dikumpulkan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak

kasus yang belum tercatat secara resmi.

Peningkatan jumlah tindakan kriminal terhadap perempuan, menciptakan

suatu kondisi yang tidak aman bagi perempuan. Oleh karenanya, sebelum

gerakan I Will Go Out hadir di India pada tahun 2017, beberapa gerakan

perempuan sebelumnya telah muncul. Namun gerakan-gerakan tersebut

memiliki visi misi dan tujuan yang berbeda tergantung dari kasus yang

melatarbelakangi munculya gerakan. Untuk lebih jelasnya, penulis akan

menjelaskan beberapa gerakan perempuan yang pernah hadir di India sebagai

rujukan penulis dalam proses penelitian ini.

2.2 Gerakan Feminis Sebelum Gerakan #Iwillgoout Muncul

Dilihat dari sejarahnya, kampanye ini berjalan di ruang yang mana landasannya telah di letakkan oleh gerakan perempuan sebelumnya. Generasi baru aktivis feminis menggunakan media sosial secara luas untuk menentang kekerasan dan ketidaksetaraan gender. Perjuangan politik di India, pada kenyataanya pernah ditentukan oleh partisipasi perempuan dan secara khusus didorong dibawah kepemimpinan Mahatma Gandhi. Awal dari gerakan perempuan kontemporer

51

dapat dikaitkan dengan perjuangan anti-kolonial untuk kemerdekaan India.

Periode dari tahun 1880 sampai 1940 menandai „gelombang pertama‟ feminisme di India dan terdiri dari beberapa kampanye yang membahas berbagai masalah dan menyebarkan banyak ideologi. Perbedaan ideologi inilah yang membuat masalah perempuan tidak mungkin dimaknai hanya dalam satu gerakan saja. Oleh karenanya pada abad ke-20 banyak asosiasi perempuan yang mendirikan gerakan kebebasan.32 Diantaranya adalah Bharat Stri Mandal yang memimpin Indian

Women‟s Group yang dibentuk tahun 1910 oleh Sarala Debi dan Women‟s India

Association yag didirikan oleh Annie Besant dan rekannya pada tahun 1917.

Gerakan perempuan India mengalami jeda setelah negara merdeka. Pada awalnya, jaminan kesetaraan bagi semua warga negara di bawah rancangan

Konstitusi India yang baru membuat gerakan perempuan menjadi tindakan yang berlebihan. Namun gerakan tersebut bangkit kembali pada pertengahan 1960-an, bersamaan dengan gerakan keadilan sosial lainnya. Dalam masa ini, terjadi peningkatan keprihatinan atas kebijakan pembangunan pemerintah dan meningkatnya tingkat kemiskinan dan pengganguran. Sehingga pada tahun 1970- an, terbentuklah gerakan kebebasan seperti Agitasi Shahada dan pembentukan

Shramik Sangatana (Serikat Pekerja) oleh buru suku Bhil, dan juga didirikannya gerakan Asosiasi Wanita Wirausaha/ Self-Employed Women‟s Association

(SEWA) di , India. Sejak itu banyak gerakan perempuan yang muncul dengan berbagai macam ideologi dan tujuan.

32 Dr. E. Raju, 2014, Gender Discrimination in India, IOSR Journal of Economic and Finance (IOSR-JEF), E-ISSN: 2321-5933, p-ISSN: 2321-5925, Volume 2, Issue 5 (Jan. 2014), PP55-65. (25/11/2020. 13:21 WIB)

52

Gerakan #IwillGoOut menjadi gerakan nasional yang hadir di India pada tahun 2017, namun sebelum gerakan ini muncul ada beberapa gerakan sosial feminis yang pernah hadir di India seperti yang telah dijelaskan penulis diatas.

Berikut ini penulis akan mendeskripsikan beberapa gerakan sebagai rujukan atas penelitian penulis dari rentang waktu sebelum gerakan IWGO hadir di India, diantaranya;

2.2.1 Gerakan SlutWalk

Gerakan Slutwalk pada awalnya memiliki nama „Besharmi Morcha‟ atau yang berarti „pawai tanpa rasa malu‟. Gerakan ini dicirikan sebagai gerakan yang melawan tindakan menyalahkan korban (blaming the victim) pelecehan seksual.

Sebenarnya SlutWalk telah dimulai pada awal 2011 dengan bentuk pawai protes ketika seorang polisi di Toronto, Kanada menyatakan bahwa perempuan harus berhenti berpakaian seperti pelacur untuk menghindari pelecehan seksual.

Sehingga, sebagai tanggapannya „SlutWalk‟ Toronto tercipta untuk menuntut pertanggungjawaban dari layanan kepolisian Toronto dan terus berlanjut menangani permasalahan tersebut.

Meskipun mendapat kritikan dari berbagai penjuru, SlutWalk tetap bisa menjangkau berbagai belahan dunia dan tentu hal ini disesuikan oleh konteks lokal. Pada perkembangannya, gerakan ini masuk di India dengan nama „Slutwalk arthart Besharmi Morcha‟.33 Sebanyak 50 orang berbaris di yang menjadi protes SlutWalk pertama di India dan diikuti oleh 300 orang yang berbaris di New

33 Mahima Taneja, 2019, From Slutwalks to Nirbhaya: Shifts in the Indian women‟s movement, Women‟s Studies International Forum 75 (2019) 179-187

53

Delhi. Umang Sabharwal berusia 23 tahun yang juga merupakan Asisten Produser di India Times menjadi pelopor yang memulai SlutWalk di .34

Narasi tersebut menyoroti peran aplikasi meda baru berupa aplikasi

NDTV, yakni aplikasi berita yang diaplikasikan di ponsel genggam dengan sistem android. Saluran NDTV News ditujukan untuk menyampaikan update berita satu baris.35 Disisi lain media sosial seperti Facebook berperan dalam membuat transnasionalisasi suatu gerakan. Namun pada kenyataannya, gerakan SlutWalk yang berkembang di India dianggap sebagai gerakan yang gagal dan mendapat kritikan secara luas dari semua penjuru. Tak lain mendapat serangan keras dari berbagai kalangan termasuk feminis, media, liberal, konservatif, dan lain-lain.

Ranjana Kumari yang merupakan feminis terkemuka menyatakan bahwa pengemasan penyebab dari gerakan tersebut dianggap salah dan akan berakibat mengasingkan orang lain. Slut Walk sendiri dikritik sebagai proyek perkotaan yang kebanyakan hanya di alami oleh perempuan kota, sehingga masalah yang di ambil di anggap masalah ringan.36 Hal ini diikarenakan India menghadapi masalah yang lebih dibanding misi yang dibawa Slut Walk.

Sadar akan keterbatasan jangkauan gerakan yang diatur di media sosial,

Slut Walk tetap berupaya untuk memperluas daya tariknya selama periode kampanye melalui drama jalanan di desa-desa kumuh dan di perkotaan di seluruh

Delhi.37 Namun, pendekatan mereka mengarah pada jenis patronisasi yang sering di kritik oleh gerakan feminis kelas menengah dan intelektual. Meskipun pawai

34 Ibid. 35 Ibid. 36 Elliot Hannon, 2011, Indian Women Take SlutWalk to New Delhi‟s Streets. Time, Diakses dari http://content.time.com/time/world/article/0,8599,2086142,00.html (23/11/2020. 10.49 WIB) 37 Ibid.

54

ini berjalan damai tanpa campur tangan polisi atau oposisi, hanya sedikit orang yang mucul dengan pakaian “provokatif‟ dan tidak adanya protes balasan serta jumlah pemilih yang relatif rendah. Akibatnya gerakan ini tidak dapat berkembang dan pada tahun berikutnya terjadi insiden pemerkosaan yang membuat protes masyarakat kembali hadir dengan memunculkan gerakan

Nirbhaya yang akan di jelaskan lebih lanjut oleh penulis dibawah ini.

2.2.2 Gerakan Nirbhaya

Gerakan feminis di India seringkali meletus akibat dari protes yang di pelopori oleh masyarakaat, khususnya perempuan terkait dengan permasalahan akses yang diberikan terhadap perempuan, masalah keamanan, kekerasan gender dan lain sebagainya. Salah satu gerakan yang menonjol untuk memobilisasi massal yakni agitasi Nirbhaya atau dalam bahasa indonesia bisa diartikan dengan istilah „tak kenal takut‟ atau fearless. Agitasi Nirbhaya dilatarbelakangi oleh pemerkosaan brutal oleh geng yang mana seorang pelajar berusia 23 tahun, Jyoti

Pandey diperkosa secara brutal di dalam bus. Insiden ini diketahui terjadi saat bus bergerak melintasi Delhi Selatan pada musim dingin tahun 2012.38 Agitasi ini menjadi moment ikonik dalam waktu yang sangat singkat dan dipandang sebagai titik batas dalam sejarah gerakan perempuan India Kontemporer. Setahun sebelum terjadinya agitasi Nirbhaya, terdapat gerakan Slutwalk Delhi yang pada saat itu gerakan ini dianggap gagal dan mendapat banyak kritikan.

Gerakan ini diawali oleh mahasiswa Jawaharlal Nehru (JNU), yang kemudian diangkat oleh media dan tak lama kemudian ribuan orang turun ke

38 Susan McLoughlin, 2020, India‟s “Nirbhaya Movement”: What has Changed Since Then?, Gender Equality, India, Women in International Security, (23/11/2020. 11.47 WIB)

55

jalanan ibu kota untuk memprotes kekerasan seksual.39 Hal ini hampir sama dengan mobilisasi Mathura yang terkenal pada 1979-1980. Sebagian besar,

Agitasi Nirbhaya merupakan gerakan spontan dan berbasis massa yang muncul tanpa pengorganisasian terpusat. Melainkan dari pemberitaan media yang masif, baik media mainstream maupun media sosial, ditambah dengan respon yang apatis dan misoginis dari pemerintah dan politisi terhadap kasus-kasus ini pada awalnya. Akibatnya protes ini menyebar diseluruh Delhi dan menentang larangan pertemuan publik dan unjuk rasa di jalan Jantar Mantar yang telah ditetapkan sejak 1990-an dalam pasal 144 KUHAP.

Hal tersebut sempat mengejutkan pihak kepolisian dan pemerintah.

Namun protes pada bulan Desember 2012 tetap dilaksanakan oleh ribuan masyarakat dari berbagai kalangan.40 Kejadian tersebut mendapat perhatian polisi hingga pada akhirnya polisi memaksa unttuk membubarkan kerumunan menggunakan meriam air, muatan lathi serta pengamanan yang ketat untuk membatasi aksesibilitas.41 Meskipun ada pengamanan dari pihak polisi, protes tetap bisa berlanjut selama berhari-hari dan mengubah tempat seperti halte di

Munirka dan beberapa tempat lainnya menjadi tempat suci untuk Jyoti Pandey dengan mengadakan nyala lilin dan pawai.

Protes tersebut serentak hadir di seluruh India dan gerakan ini dipuji sebagai gerakan yang sukses oleh para aktivis mahasiswa. Gerakan ini pula

39 Mahima Taneja, 2019, From Slutwalks to Nirbhaya: Shifts in the Indian women‟s movement, Women‟s Studies International Forum 75 (2019) 179-187 (23/11/2020. 11.30 WIB) 40 Alan Taylor, 2012, Violent Protests in India Over Rape Case, The Atlantic, Diakses dari https://www.theatlantic.com/photo/2012/12/violent-protests-in-india-over-rape-case/100429/ (23/11/2020. 11.17 WIB) 41 Ibid.

56

ditandai dengan beberapa wacana tentang kekerasan seksual, otonomi, intervensi hukum, hukuman azaadi dan lain sebagainya. Luapan emosi yang menimbulkan protes ini bersumber dari fakta bahwa mayoritas perempuan yang tinggal di perkotaan memiliki keterhubungan dengan „Jyoti Pandey‟, maksudnya adalah fakta bahwa Jyoti memiliki usia yang sama dengan sebagian besar partisipan yang mengikuti protes, dan aktivitas kembali dari menonton film di Saket menggunakan bus umum merupakan aktivitas yang sangat normal dan rutin. Itu tandanya bahwa hal yang dialami oleh Jyoti Pandey bisa saja di alami oleh mereka. Hal inilah yang membuat Nirbhaya menemukan resonansi bahwa kekeresan dan pelecehan seksual yang dihadapi dan ditakuti oleh perempuan yang mengakses dan menggunakan tempat umum masih sering terjadi dan insiden tersebut bisa terjadi oleh siapa saja.

2.2.3 Gerakan #MeToo Movement

Gerakan ini merupakan gerakan yang populer di US pada tahun 2017 dengan di pelopori oleh Tarana Burke dan Alyssa Milano dan diaktori oleh

Tanushree Dutta dan komedian Mahima Kukreja. Gerakan inipun kemudian populer di India pada tahun 2018 dan menjadi gerakan yang populer setelah gerakan #IwillGoOut. Hampir sama dengan gerakan yang diteliti oleh penulis, gerakan ini muncul dari cuitan media sosial. Bedanya, gerakan ini berkembang menjadi gerakan transnasional dan muncul di beberapa negara di dunia. Tujuan dari gerakan ini tak lain agar korban yang pernah mengalami bentuk pelecehan seksual maupun kekerasan seksual berani menceritakan pengalamannya di depan publik. Secara tidak langsung, cara ini dapat digunakan untuk meningkatkan

57

kesadaran masyarakat terhadap kriminalitas terhadap perempuan yang semakin hari semakin tinggi.

MeToo menjadi gerakan yang luar biasa dalam memobilisasi perempuan untuk berbicara tentang pemerkosaan, kekerasan dan pelecehan seksual.42 Tarana

Burke merupakan seorang direktur senior dari Girls for Gender Equality, organisasi non-provit yang berbasis di New York yang telah menciptakan frasa

„me too‟. Sebenarnya, pada tahun 2006 dia telah menggunakan frasa ini sebagai bagian dari organisasinya „Just Be Inc‟ yang memberikan dukungan dan sumber daya untuk korban kekerasan dan pelecehan seksual. Barulah kemudian „Me Too‟ menjadi sebuah gerakan setelah New York Times mempublikasikan investigasi oleh kantor dan Twohey yang mana pada tahun itu bertepatan dengan terungkapnya 30 tahun tuduhan pemerkosaan dan kekerasan seksual oleh Harvey

Weinsttein, yakni seorang produser Hollywood.43 Karenanya, banyak perempuan yang menjadi korbannya mulai menentang Weinstein. Saat kasus ini mendapatkan perhatian di AS, permasalahan tentang pelecehan seksual di Hollywood dan tempat kerja lainnya mulai muncul di permukaan. Atas kejadian ini, Alyssa

Milano yang merupakan seorang aktor dan aktivis membuat cuitan tweet “Jika

Anda telah dilecehkan atau diserang secara seksual, tulis „Me Too‟ sebagai balasan tweet ini. Tak disangka, dalam hitungan detik beberapa perempuan merespon menggunakan tagar #MeToo. Hingga ditahun berikutnya, lebih dari 19 juta individu yang sebagian besar perempuan menggunakan tagar tersebut untuk

42 Akanksha Munshi Kurian, dkk, Strategic interventions in sociology‟s resource mobilization theory:Reimagining the #MeToo movement as critical public relations, Victoria University of Wellinngton, New Zealand, Journal Public Relations Review.(22/11/2020. 12:32 WIB) 43 Ibid. Hal 2.

58

berbagi pengalaman mereka dengan pelecehan dan penyerangan seksual. Gerakan tersebutpun menyebar dengan cepat ke seluruh dunia.

2.3 Gerakan #IwillGoOut

Dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan pengertian serta apa saja yang terkait dengan gerakan I will go out. Gerakan ini pada awalnya merupakan pawai nasional yang terjadi pada tanggal 21 Januari 2017 sebagai bentuk solidaritas kepada para penyintas pelecehan seksual massal yang terjadi di

Bangalore pada malam tahun baru.44

2.3.1 Awal Mula Gerakan #IwillGoOut

2.3.1.1 Kronologi Insiden Bangalore

Gambar 2. 1 Perayaan Tahun Baru di Bangalore

(Sumber BBC.Com45)

Insiden Bangalore terjadi pada Malam Tahun Baru 2017, tepatnya tanggal

31 Desember 2016. Dalam insiden tersebut terjadi pelecehan massal yang dilakukan oleh segerombolan laki-laki di jalan Mahatma Gandhi dalam perayaan

44 Express News Service, 2017, Women on „I will go out‟ mission, The New Indian Express, Diakses dari https://www.newindianexpress.com/cities/hyderabad/2017/jan/21/women-on-i-will- go-out-mission-1561842--1.html (23/11/2020. 11.41WIB) 45 Imran Qureshi, 2017, Bengalore New Year: „People were grabbing, groping‟, BBC News, https://www.bbc.com/news/world-asia-india-38504186 Diakses dari (22/11/2020. 11.15 WIB )

59

Malam Tahun Baru di Bangalore, Karnataka, India. Banyak lelaki mulai melakukan tindakan asusila seperti mendorong, menyentuh, meraih, meraba-raba dan segala sesuatu terjadi di jalan itu.46 Kejadian tersebut banyak dialami oleh perempuan muda yang berada disana saat kejadian. Menurut laporan dari BBC

News, seorang perempuan yang mencoba menghindar dari kerumunan tetap menjadi korban pelecehan.47.

Gambar 2. 2 Kericuhan Insiden Bangalore

Polisi menggunakan tongkat untuk mendorong mundur kerumunan di beberapa titik

(Sumber: BBC.Com48 )

46 Ibid. 47 Ibid. 48 Ibid

60

Gambar 2. 3 Korban Penyerangan

( Sumber: BBC.Com49 )

Kericuhan tersebut membuat korban dan polisi sulit untuk mengidentifikasi pelaku. Akibatnya, korban kesulitan untuk melaporkan serta mengajukan tuntutan kepada pihak berwajib. Polisi tidak dapat mengamankan situasi tersebut karena banyaknya orang yang berada di tempat kejadian.50

Kericuhan serupa pernah terjadi di tahun 2016, namun pihak berwajib enggan untuk menindak lanjuti peristiwa tersebut, sehingga kejadian serupa kembali ada di malam tahun 2017. Meskipun tidak mengenali wajah pelaku, para korban tetap melaporkan pelecehan yang mereka alami.

49 Ibid. 50 Chaaitanya Swamy H M, 2017, Bengaluru‟s night of shame. Bengalore Mirror, Diakses dari https://bangaloremirror.indiatimes.com/bangalore/cover-story/bengalurus-night-of- shame/articleshow/56279784.cms (22/11/2020. 11.28 WIB)

61

Gambar 2. 4 Kericuhan Perayaan Tahun Baru 2017

(Sumber: Bengalore mirror51)

Gambar 2. 5 Korban Kericuhan Insiden Bangalore

(Sumber: Bengalore Mirror52)

Bengaluru merupakan ibu kota negara bagian Karnataka di India selatan dan telah berkembang menjadi pusat teknologi dan kewirausahaan yang sedang berkembang. Sehingga banyak media nasional maupun internasional yang berbagi

51 Ibid. 52 Ibid.

62

informasi tentang insiden tersebut selama minggu pertama pada bulan Januari

2017. Tindakan laki-laki yang meraba-raba dan melecehkan perempuan masih tetap terjadi meskipun telah diawasi oleh 1500 personil polisi.53 Atas pemberitaan media, para politisi menganggap bahwa pemberitaan tersebut hanya dibuat-buat oleh pers.

Disisi lain, Insiden penyerangan terpisah pada malam yang sama juga terungkap oleh rekaman CCTV yang menunjukkan dua laki-laki menyerang seorang perempuan di lingkungan Bengaluru di Kamanahalli54 Ketika pemberitaan itu muncul, suasana hati publik di sosial media semakin memanas.

Gambar 2. 6 Kamera CCTV Penyerangan terhadap Perempuan

53 Shukla, Shuchi 2017,„Bengaluru Molestation Happened Despite 1500 Cops on Roads, No Apology from Minister‟, NDTV, https://www.ndtv.com/bangalore-news/many-women-allegedly- molestedin-bengaluru-during-new-years-celebrations-1644167 (22/11/2020. 11.57 WIB) 54 Roberts, Rachel (2017), „Bangalore Mass Molestation: “Credible Evidence” of Indian Women Being Groped on New Year‟s Eve‟, Independent, https://www.independent.co.uk/news/world/asia/bangalore-police-chief-mass-molestation- groping-women-evidence-a7508681.html (22/11/2020. 11.44 WIB)

63

(Source : hindustantimes.com55 )

Insiden yang terjadi menimbulkan berbagai macam tanggapan dari berbagai pihak. Sekelompok perempuan yang menamai dirinya Night in My

Shining Armor (NIMSA) menyelenggarakan acara dengan nama „Night Out In

Town‟ di Bengalore pada 11 januari 2017 dengan tujuan menyusuri jalanan

Brigade Road. Mereka bercita-cita untuk merebut kembali jalanan dan menghilangkan stigma yang melekat pada perempuan yang berada di luar rumah setelah Matahari terbenam. Gawry, salah satu penyelenggara mengatakan;

“ ...Ini baru permulaan, usaha kami tidak akan berakhir di sini. Kami berencana untuk menyelenggarakan lebih banyak acara, seperti debat terbuka dan pawai di jalan-jalan. Tujuan utama kami adalah membuat perempuan agar merasa nyaman dan membuat orang lain menyadari bahwa sangat normal bagi perempuan untuk turun ke jalanan pada saat malam hari.”56

Kutipan diatas menjadi bukti bahwa terdapat gerakan kecil yang sudah lebh dulu beraksi dijalanan. NIMSA sendiri merupakan kelompok kecil bagian dari kolektif I Will Go Out.

55 Eishima Shukla, 2017, „I will go out‟: Bengaluru prepares to fight back after allegedd New Year‟s Eve molestations. Hindustan Times, New Delhi, Diakses dari https://www.hindustantimes.com/india-news/i-will-go-out-bengaluru-prepares-to-fight-back-after- alleged-new-year-s-eve-molestations/story-WFTkckSCpdBdIzyiXeLX3N.html (18/11/2020. 14.06 WIB) 56 Ibid.

64

Anita Jerry Ramesh, seorang profesional ekonomi menambahkan bahwa;

“...Protes itu tidak hanya menyoroti insiden penganiayaan massal baru-baru ini saja, tetapi juga pelecehan sehari-hari yang dihadapi oleh setiap wanita dan gadis. Setiap hari, perempuan harus menghadapi pelecehan di jalanan Bengaluru. Saya sendiri bisa menceritakan ratusan hal yang dihadapi saya dan teman-teman saya. Ini bukan masalah yang hanya di satu atau dua kota, tetapi semua sisi tempat. Insiden Malam Tahun Baru juga bukan menjadi insiden yang pertama kalinya”.57

Kutipan diatas menandakan bahwa tindakan pelecehan sering terjadi di wilayah India. Insiden Bangalore menjadi salah satu peristiwa yang terungkap secara nyata. Tidak heran jika perempuan di India rentan mengalami tindakan kriminal.

Pada awal tahun 2017, liputan media mengungkapkan lebih detail tentang serangan massal terhadap perempuan di Bengaluru. Insiden tersebut mendapat komentar yang sangat kontras oleh salah satu politisi India yang membuat keadaan semakin memanas. Abu Azmi dari partai Samajwa Nasional menyatakan bahwa:

“...Perempuan seperti gula dan laki-laki seperti semut, dan jika ada gula yang tumpah, semut akan tertarik kepadanya58”

Kutipan diatas dimaknai sebagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang mengisyaratkan perempuan sebagai gula yang tumpah dan menjustifikasi bahwa siapa saja boleh untuk menyentuhnya, dalam artian menyentuh perempuan.

Kutipan tersebut tentu menimbulkan amarah dalam masyarakat, khususnya perempuan. Terlebih seharusnya politisi memberikan icon model yang baik.

57 Ibid. 58 Ibid.

65

Sedangkan Menteri Dalam Negeri Karnataka, G. Parameshwara berkomentar dengan menyalahkan gaya model pakaian barat yang dikenakan oleh perempuan. Komentar-komentar ini menggambarkan tindakan menyalahkan korban yang meluas atas kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.

Kebencian terhadap perempuan yang mencolok dari mereka yang berwenang membuat situasi semakin meradang dan menjadi titik kritis. Atas tindakan tersebut, Divya Titus yang merupakan salah satu pendiri gerakan I Will Go Out mengirim pesan di Facebook kepada sepuluh temannya di India pada 4 Januari

2017 yang benrbunyi:

“Hai semuanya. Saya merasa ngeri dengan apa yang yang terjadi selama Tahun Baru di Bengaluru dan bahkan mendapat komentar yang dibuat oleh orang-orang seperti Abu Azmi dan G. Parameshwara. Saya pikir sangat buruk bahwa sebagai perempuan kita harus menghadapi serangan harian dan kemudian menghadapi politisi ini yang mempermalukan kita di depan umum dengan komentar mereka setelah serangan ini terjadi. Saya ingin memulai petisi untuk meminta orang-orang ini meminta maaf secara publik. Saya pikir itu penting agar terjadi perubahan paska pelecehan seksual dan sebagai masyarakat kita lebih sensitif terhadap masalah ini. Saya ingin menanyakan kepada anda semua apakah anda atau mereka yang ada di jaringan anda, bersedia untuk memulai petisi dengan saya. Jangan ragu untuk menjawab atau memposting pemikiran anda di sini.”59

(Dikirim melalui Facebook Messenger, Bangaluru, 4 Januari 2017)

Pesan diatas mendapat perhatian dari masyarakat. Terbukti setelah 4 jam

Divya Titus mengirim pesan tersebut, sebanyak 100 orang telah bergabung dalam percakapan. Pada jam pertama kampanye, kelompok yang berkembang memutuskan untuk membuat petisi di situs web change.org dengan tujuan

59 Divya Titus, 2018, Social media as a gateway for young feminists: lessons from the #IwillGoOut campaign in India, Gender & Development, 26:2, 231-248, Diakses dari https://doi.org/10.1080/13552074.2018.1473224 (23/11/2020. 11.46 WIB)

66

meminta Abu Azmi dan G. Parameshwara untuk meminta maaf secara terbuka atas komentar mereka. Pada akhir 5 januari 2017, kampanye change.org telah mendapatkan 290 tanda tangan.60 Dengan ini, Divya dan teman-temannya memutuskan untuk membentuk kolektif di bawah tagar khusus. Kebutuhan membentuk kolektif muncul dari fakta bahwa kelompok ini diwakili oleh individu-individu dari seluruh negeri yang terkoneksi dengan berbagai organisasi dan komunitas.

2.3.1.2 Aktor, Organisasi dan Komunitas Gerakan I will Go out

Suatu gerakan, tidak terlepas dari adanya aktor yang memiliki peran penting terhadap kemunculan suatu gerakan. Aktor dari gerakan I Will Go Out yang juga merupakan founder yaitu, Divya Titus, Sherein Bansal dan Kritisha

John dan beberapa teman lainnya. Divya Titus merupakan seorang aktivis sekaligus Konsultan dalam bidang Gender dan Sosial. Divya mengawali terbentuknya tindakan kolektif ketika dirinya berinisiatif untuk membuat pesan private kepada 10 temannya yang berujung pada pembuatan petisi yang menjadi awal mula terkumpulnya anggota dari gerakan I Will Go Out. Dalam prosesnya,

Divya tidak sendirian, melainkan dibantu teman-temannya. Diantaranya adalah

Sherein Bansal dan Kritisha Jain yang juga memiliki fokus ketertarikan yang sama dengan Divya, yakni memperjuangkan hak-hak perempuan.

60 Ibid.

67

Gambar 2. 7 Sherein Bansal Gambar 2.8 Kritisha Jain

Gambar 2. 8 Divya Titus

(Sumber: Vogue.co.uk61 )

Dengan adanya tuntutan yang telah dijelaskan diatas, banyak organisasi yang secara sukarela ikut bergabung dalam gerakan ini. Beberapa organissasi tersebut diantaranya adalah Feminisme di India, for feminism, Human

Right Law Network, Kasturba Gandhi College for Women, Tharuni, Fearless

Collective, Take Back The Night Calcutta, Red Dot Foundation (Safecity), The

61 Nicole Cherruaulr. 2019. Girl On A Mission: Vogue Meets The Young Activists Taking On Rape Culture In India. Miss Vogue. Diakses dari https://www.vogue.co.uk/article/i-will-go-out-india (25/11/2020. 13:24 WIB)

68

Spoilt Indian Women, The Red Elephant Foundation, Menstrupedia, Why Loiter?

Mumbai, Telangana Hijrah Transgender Samiti, Jagori, SAMYAK, Jagori Rural,

Telangana Hijra Intersex Transgender Samiti, Pitrusatta Virodhi Purush,

Maharashtra, Why Loiter? , KrantiKaali, Women Making Films Voice4Girls,

One Billion Rissing.62 Iwillgoout juga secara aktif menjangkau organisasi lain di seluruh negeri untuk menjadikan gerakan ini seinklusif mungkin.

2.3.2 Tuntutan dan Perjuangan Gerakan #IwillGoOut

2.3.2.1 Tuntutan IwillGoOut

Dalam aksi gerakannya, I will Go Out memiliki tuntutan yang dijadikan sebagai visi & misi kampanye I Will Go Out,63 diantaranya;

1. Merebut kembali ruang publik bagi perempuan dan anak perempuan.

2. Memastikan agar perempuan memiliki akses yang sama ke ruang publik,

serta menggunakan mode transportasi umum tanpa takut mengalami

pelecehan seksual atau menghadapi kekerasan dan permusuhan.

3. Menyoroti infrastruktur yang buruk, penerang jalan yang buruk, tindakan

keamanan yang tidak memadai, seperti berfungsinya dengan baik hanya

pada nomor telepon bantuan yang sangat membatasi akses perempuan ke

ruang publik, terutama setelah fajar.

4. Menciptakan dunia bebas kekerasan bagi perempuan.

62 Divya Titus, Op.Cit. 63 Feminism in India, 2017, Official Statement By The #IwillGoOut Collective, Intersectional Feminism, Diakses dari https://feminisminindia.com/2017/01/19/iwillgoout-collective-statement/ (23/11/2020. 11.36 WIB)

69

5. Memastikan bahwa kepekaan gender terjadi di lembaga, organisasi dan

pengadilan.

6. Memastikan infrastruktur yang inklusif dan aman yang akan membuat

akses ke ruang publik lebih mudah, misalnya transportasi umum berjalam

selama 24 jam, jalan dengaan penerangan yang baik, toilet umum, dan

sebagainya.

7. Dengan tegas menolak segala macam bentuk menyalahkan korban dan

mempermalukan korban. Hal ini sering kita lihat dan sering terjadi yang

mana ada bentuk keterlibatan para politisi dalam mendukung praktek

ketidakadilan tersebut.

8. Membantu perempuan menjalankan rasa hak pilih dan otonomi mereka

dan menjalani kehidupan yang setara, bermartabat dan terhormat.

2.3.2.2 Taktik Pengorganisasian

Pada 5 Januari 2017, Group Facebook terus berkembang dan hampir 200 orang kini menjadi bagian dari percakapan. Komunikasi seputar kampanye mulai dibagikan melalui laman Facebook dan situs web dengan nama „IwillGoOut‟.

Pemilihan individu sebagai administrator halaman facebook terjadi secara natural.

Pertumbuhan kampanye dalam periode ini sangat cepat.64 Saat kampanye berkembang, strategi dan tujuan kampanye digerakkan oleh orang-orang yang berada di group, sehingga tanggung jawab pengelolaan Facebook menjadi

64 Vishnu Padmanabhan, 2018, Social Media and rise of new age feminism, Live mint Paper, Diakses dari https://www.livemint.com/Politics/czyCLljjAOIs6MtFLO4u3K/Social-media-and- rise-of-new-age-feminism.html (23/11/2020. 12.00 WIB)

70

tanggung jawab mereka bersama.65 Beberapa orang memiliki minat untuk menyelenggarakan acara di kota mereka masing-masing. Oleh karenanya, orang- orang tersebut di giring untuk menjadi peserta kelompok ke-2 yang nantinya tetap mengandalkan tim inti untuk menginstruksikan perencanaan dan kegiatan lainnya.

Untuk acara yang direncanakan dilokasi yang berbeda, mereka membuat halaman khusus untuk kota mereka masing-masing yang dibuat terpisah namun tetap ditautkan ke halaman utama Facebook.

Oleh karena itu, salah satu perwakilan dari tim anggota di setiap lokasi, dijadikan sebagai administrator di halaman utama Facebook „IwillGoOut‟. Bagi mereka yang ingin menyelenggarakan acara tetapi sulit dan terbatas untuk mendapatkan akses, maka anggota tim inti nasional akan membuat halaman acara atas nama mereka. Sehingga struktur kepemimpinan di Facebook dan tim inti nasional dapat saling memperkuat dan mendorong strategi kampanye. Disisi lain,

Group WhatsApp telah dibuat dan terdiri dari penyelenggara dikota yang berbeda.

Cabang kolektif berbasis kota per kota dibentuk secara merata di seluruh India.

Dari percakapan grup WhatsApp, struktur kampanye mulai dibentuk. Tim nasional inti dibentuk untuk mendorong strategi, perencanaan, dan keterlibatan dengan pres. Tim ini sebagian besar terdiri dari mereka yang mendorong percakapan awal seputar kampanye di Facebook pada hari sebelumnya.bahkan sebagian besar anggota tim inti nasional merangkap sebagai pemimpin di kotanya.66.

65 Ibid. 66 Ibid.

71

Tim pengorganisasian tersebut, rata-rata berumur 18 hingga 34 tahun dan sebanyak 81% didominasi oleh perempuan dan sisanya, sebanyak 19% bergender laki-laki. Kebanyakan penyelenggara yang menjadi tim merupakan feminis dan aktivis muda yang bekerja untuk mendorong dialog tentang gender dan seksualitas di India. Namun, tidak semua penyelenggara menjadi aktivis yang mana sebagian dari mereka memiliki beragam profesi seperti pelajar, seksekutif perusahaan, seniman, penelitti, dan lain sebagainya. Diluar dari tim penyelenggara atau mereka yang tidak terlibat langsung dengan perencanaan acara secara langsung, tetap menawarkan dukungan dan visibilitas ke kampanye baik online maupun offline. Mereka juga memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi tentang cara yang direncanakan sebagai bagian dari kampanye.

2.3.2.3 Penggunaan Bahasa

Draft harian siaran dibuat dalam bahasa Inggris dengan maksud untuk memfasilitasi keterlibatan dengan media regional di India, yang kemudian draft siaran pers tersebut di terjemahkan ke berbagai bahasa India oleh tim-tim khusus yang berbasis di kota dan kota di negara bagian di seluruh India. Peran penting yang dimainkan oleh bahasa telah menambah kepentingan di negara seperti India yang memiliki 122 bahasa utama. Oleh karena itu, tim yang terlibat sangat menyadari pentingnya bahasa di awal pembentukan gerakan dibawah hashtag

#IwillGoOut. I Will Go Out diadopsi karena memiliki kejelasan pesan yang disampaikan untuk menegaskan hak-hak perempuan atas ruang publik yang aman.

72

Peran bahasa sebagai bagian dari kampanye gerakan semakin penting tatkala pers di dalam maupun di luar negeri mulai terlibat dengan penyelenggara.

2.3.2.4 Aksi Gerakan

Gambar 2. 9 Campaign in Hyderabad

(Sumber: New Indian Express67)

Gambar 2. 10 I Will Go Out Campaign in Hyderabad

(Sumber: New Indian Express68)

Tujuan utama dari kampanye #IwillGoOut adalah untuk menyalurkan dukungan online menjadi aksi offline di seluruh negeri untuk mengadvokasi

67 Express News Service, 2017, Women on „I Will Go Out‟ mission, The New Indian Express, Diakses dari https://www.newindianexpress.com/cities/hyderabad/2017/jan/21/women-on-i-will- go-out-mission-1561842.html (25/11/2020. 14:08 WIB) 68 Ibid.

73

perubahan legislatif untuk memastikan keselamatan perempuan di ruang publik di

India. Namun ada beberapa wilayah yang tidak dapat melaksanakan aksi serentak.

Contohnya yakni negara bagian Jammu, Kashmir, dan dikota di Tamil

Nadu. Jammu dan kashmir terjebak oleh situasi pembunuhan pemimpin militan

Burhan Wani pada juli 2016 oleh angkatan bersenjata India yang memicu protes di seluruh negara bagian. Dengan latar belakang situasi yang tegang dan pemberlakuan jam malam, anggota kolektif #IwillGoOut di Jammu dan Kashmir memutuskan untuk tidak menyelenggarakan pawai offline untuk memastikan keselamatan peserta. Sehingga para feminis di negara bagian itu tetap bisa berpartisipasi dalam gerakan melalu media sosial dengan cara berbagi puisi dan karya seni secara online. Begitupun juga yang terjadi di Chennai, yang tidak memungkinkan untuk melakukan kampanye online, sehingga mereka membuat kampanye online di bawah tagar #ChennaiSpeaks pada 21 Januari.

74

Gambar 2. 11 I Will Go Out in New Delhi69

(Sumber: Dailymail.co.uk)

Gambar 2. 12 Campaign in Bengalore

(Sumber: Dailymail.co.uk70)

69 India Today, 2017, „I Will Go Out‟! Thousands march across India demanding equal rights for women in public places after mass molestation and claims that „women should not be out after sunset‟, Dailymail.co.uk. Diakses dari https://www.dailymail.co.uk/indiahome/indianews/article- 4145908/I-Women-march-India.html (25/11/2020. 14:21 WIB) 70 Ibid.

75

2.3.3 Dukungan Publik Terhadap Gerakan #Iwillgoout

2.3.3.1 Dukungan Politik dan Administrasi dari Pemerintah

Petisi yang dibuat untuk politisi, mendapat daya tarik di platform change.org. Hal itu berdampak pada kampanye yang lebih besar. Petisi tersebut melibatkan dua partai politik nasional, yakni Partai Samajwadi dan Kongres

Nasional India. Kedua partai tersebut juga mendapat pers negatif yang signifikan sebagai akibat dari komentar-komentar yang dibuat oleh anggota partai mereka.

Akibatnya, kampanye gerakan I Will Go Out tidak mendapat dukungan politik baik implisit maupun eksplisit. Partai politik nasional menolak untuk terlibat dengan kolektif #IwillGoOut dan memilih untuk menjauhkan diri dari kampanye. Menjelang kampanye 21 Januari, di beberapa daerah muncul rumor yang mengatakan bahwa adanya pembalasan kekerasan terhadap kampanye oleh kekuatan politik, oleh karenanya tim inti gerakan memutuskan untuk menghentiikan petisi di change.org. Disisi lain, tim kolektif harus melengkapi syarat administratif hingga tanggal 21 Januari 2017. Pada akhirnya tim gerakan mendapat izin dari kepolisian mengenai pelaksanaan pawai di kota-kota di seluruh

India. Jika Izin ini tidak ada, penyelenggara dan partisipan pawai gerakan

#IwillGoOut dapat ditangkap oleh pihak berwajib. Izin terpisah juga diperlukan untuk setiap pawai atau pertemuan publik besar yang di organisir sebagai bagian dari kampanye. Namun, di kota tertentu, pemberian izin pajak diberlakukan sebagai formalitas administratif. Di wilayah lain, pejabat polisi kurang mengakomodasi permintaan yang di buat oleh penyelenggara #IwillGoOut dan menolak permintaan wawancara serta izin yang digantungkan. Sehingga, tim

76

kolektif kembali menggunakan media sosial untuk melawan ke-engganan para pejabat polisi tertentu. Untuk menekan mereka, tim anggota #IwillGoOut mengorganisir „tweetatthons‟ yang besifat informal di Twitter.71 Tweet tersebut diarahkan ke akun twitter dari otoritas kepolisian terkait dan meminta perhatian atas sulitnya mendapatkan izin kepolisian. „Tweetatthons‟ terbukti menjadi mekanisme yang efektif dalam mendapatkan perhatian dari pihak berwenang yang sesuai dan pada akhirnya polisi memberikan izin yang diperlukan.

2.3.3.2 Visibility Gerakan

Sabtu 21 Januari 2017 dipilih sebagai tanggal untuk acara serentak yang direncanakan.72 Pilihan ini di dukung dengan waktu yang tepat serta mendapat izin dari otoritas pemerintah daerah. Selain itu, tanggal tersebut bertepatan dengan pawai perempuan yang lebiih luas melawan pemerintah Trump AS yang diadakaan dihari itu diseluruh dunia. Meskipun hadir diwaktu yang sama, kampanye tersebut tidak secara resmi terdaftar sebagai „Sister March‟ meskipun diminta. Kollektif #IWGO merasa sangat yakin bahwa masalah yang ditangani oleh Kampanye #IWGO berakar dari konteks India, dan bahwa nuansa khusus pada konteks ini akan berkurang apabila diberi label sebagai bagian dari Women‟s

March.

Dalam perkembangannya, dukungan untuk kampanye juga datang dari berbagai kelompok feminis. Salah satu contohnya seperti Gerakan One Billion

Rising (OBR), yang didirikan oleh Eve Ensler untuk memerangi kekerasan

71 Divya Titus, Op.Cit. hal 243 72 Feminism in India. 2017. Official Statement By The #IWillGoOut Collective. Diakses dari https://feminisminindia.com/2017/01/19/iwillgoout-collective-statement/ (25/11/2020. 13:40 WIB)

77

seksual terhadap perempuan yang menawarkan dukungannya. Sehingga atas nama

#IWGO, OBR menyelenggarakan acara di Dharamshala dan lokasi lain di negara bagian Himachal Pradesh pada 21 januari. Penyelenggaraan acara pawai atas dasar solidaritas juga diadakan di berbagai kota.73

2.4 Peran Hashtag

Sosial Media memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi maupun kejadian atau suatu peristiwa. Dizaman sekarang, sosial media memberikan dampak yang negatif maupun positif dalam kehidupan masyarakat, seperti

Facebook, Twitter dan Instagram. Tak terkecuali gerakan IWGO yang menggunakan sosial media sebagai perantara pembentukan suatu gerakan. Sosial media juga sangat erat kaitannya dengan tagar (hashtag). Tagar menjadi cara yang paling umum dalam menyebar luaskan informasi. Terdapat penjelasan mengenai kegunaan tagar, diantaranya:

“...Tagar digunakan sebagai sistem pengindex untuk menggolongkan konten informasi yang spesifik dengan tujuan memudahkan pengguna sosmed lain mencari dan menemukan informasi yang disampaikan dengan tagar tertentu”74

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tagar memiliki peran yang penting dalam perkembangan suatu perristiwa. Tak terkecuali I Will Go

Out yang melaksanakan aksinya dengan bantuan tagar. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya gerakan baru dibawah hashtag #iwillgoout yang

73 Ibid. 74 Ruli Inayah Ramadhoan, 2019. Kontruksi Sosial Media Massa atas Hubunggan Indonesia- Malaysia dan Pengaruhnya Terhadap Netwar-Taintwar. Hal 134, ISSN2528-3472. (03/12/2020. 11:18 WIB)

78

kemudian gerakan ini melakukan pawai aksi serentak diseluruh India.

Dibawah tagar #iwillgoout, tim nasional IWGO memobilisasi partisipan melalui sosial media. Dalam hal ini IWGO menggunakan tiga sosial media yang umum digunakan oleh masyarakat. Pada awal pembentukan, memang aksi tersebut ramai dibahas di sosial media Facebook, yang kemudian mereka membuat penyebaran informasi di sosial media lain, yakni Twitter dan Instagram. Alhasil, gerakan ini mendapat perhatian dari masyarakat luas dan terbentuklah gerakan I Will Go Out sebagai bagian dari gerakan sosial baru feminis di India.

79