31 BAB II PELECEHAN SEKSUAL DI INDIA Didalam Bab 2 Ini Penulis
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB II PELECEHAN SEKSUAL DI INDIA Didalam Bab 2 ini penulis akan menjelaskan diskriminasi di India sebagai awal sejarah terjadinya pelecehan seksual di India. Dimulai dari bentuk-bentuk diskriminasi, kasus dan data pelecehan seksual hingga memunculkan gerakan sosial baru di India. 2.1 Diskriminasi terhadap perempuan di India Tindakan non-diskriminasi dan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan inti dari prinsip hukum hak asasi manusia. Baik perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik maupun perjanjian internasional tentang hak ekonomi, sosial dan budaya yang melarang diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan menjamin kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam menikmati hak- hak yang tercakup dalam perjanjian. Hal ini juga tertera dalam pasal 26 perjanjian internasional terkait dengan hak sipil dan politik yang mengatur persamaan di depan hukum dan perlindungan hukum yang sama.1 Definisi Diskriminasi dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) mencakup berbagai kemungkinan tindakan diskriminatif, seperti adanya pembedaan, pengecualian, atau pembatasan yang memiliki tujuan yang jelas atau efek sebenarnya dari diskriminasi terhadap perempuan. Perjanjian ini melangkah lebih jauh dari perjanjian hak asasi manusia lainnya dalam menjelaskan secara rinci kewajiban Negara dan tindakan yang 1 United Nations Human Rights, 2014, Women‟s Right are Human Rights, New York and Geneva 2014, Hal 29, HR/PUB/14/2 UNITED NATIONS PUBLICATION SALES NO. E.14.XIV.5 ISBN 978-92-1-154206-6 E-ISBN 978-92-1-056789-3 31 harus diambil untuk mencapai kesetaraan gender dalam praktiknya. Diskriminasi dan ketidaksetaraan dapat terjadi dengan berbagai cara. Diskriminasi dapat terjadi melalui ketentuan yang bersifat diskriminatif secara de jure atau langsung, seperti ketika undang-undang atau kebijakan membatasi, memilih atau membedakan antara kelompok satu dengan kelompok tertentu.2 Dalam sejarahnya, Diskriminasi Gender telah ada pada India Kuno. Hampir tidak ada peradaban di dunia yang pernah memiliki kesetaraan sempurna antara laki-laki dan perempuan. Terutama diskriminasi yang berdasarkan peran dan status yang selalu ada dalam berbagai bentuk di semua peradaban.3 Tak terkecuali di India yang memiliki masalah kesetaraan laki-laki dan perempuan yang berbeda pada waktu yang berbeda dalam sejarah india. Berikut penulis akan menjelaskan sedikit terkait dengan periode terjadinya diskriminasi. Periode Weda (Vedic Period) yang mana pada periode Weda Kuno para perempuan masih menikmati tempat yang sangat terhormat dalam masyarakat India4. Mereka bebas dan diperlakukan sama dengan laki-laki. Mereka juga diberi hak yang sama atas pendidikan, pernikahan, kekayaan dan warisan. Mereka bebas untuk mendidik diri sendiri. Bahkan mereka diperbolehkan secara bebas dalam debat dengan laki-laki. Mereka akan menikah pada usia dewasa dan dengan persetujuan mereka. Praktik kawin ulang janda juga sering terjadi dan menjadi hal 2 Discrimination against Women: The Convention and the Committee. Fact Sheet No.22. Article 4. (06/12/2020. 12:29 WIB) 3 Dr. E. Raju, 2014, Gender Discrimination in India, IOSR Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF), e-ISSN: 2321-5933, p-ISSN:2321-5925. Volume 2, Issue 5, PP 55-65 (06/12/2020. 13:001 WIB) 4 Atasi Mahapatra, 2018, Gender equality and ancient Indian culture; A study, Department of Philosophy Sahid Matangini Hazru Govt. College for women W.B, India, International Journal of Humanities and Social Science Invention (IJHSSI), Volume 7 Issue 08 Ver. III, Diakses dari http://www.ijhssi.org/papers/vol7(8)/Version-3/D0708032226.pdf (17/11/2020. 16.11 WIB) 32 yang lazim dilakukan.5 Dalam bidang spiritual, seorang istri akan menikmati hak penuhnya dan secara teratur ikut serta dalam upacara keagamaan bersama suaminya. Bahkan perempuan bisa berpatisipasi aktif dalam wacana agama. Keduanya bisa bergabung dan mengambil bagian yang sama dalam semua pekerjaan, agama dan sekuler. Epic Period, dan Periode Smruthi (Smruthi Period), merupakan periode setelah Weda kuno yang mana pada periode ini perempuan mulai kehilangan status yang sama, dan mereka mulai memperjuangkannya. Periode ini bisa disebut dengan „periode gelap‟ bagi para perempuan India. Permpuan mulai diperlakukan sebagai objek dan peran mereka hanya sebagai pelayan bagi laki-laki. Hak mereka atas Upanayana dan pendidikan ditarik. Mereka dikurung di rumah dan tidak bisa pergi ke tempat umum secara terbuka. Adat pernikahan anak mulai diiikuti dalam periode ini dan para perempuan mulai ditakdirkan untuk melayani suami mereka seperti yang telah dilakukan. Ketika seorang anak perempuan menjadi janda, dia tidak diizinkan untuk menikah lagi. Perempuan harus menjalani kehidupan yang menyedihkan dan menjalani kehidupan terpencil sesuai kebiasaan pada saat itu. Abad Pertengahan (Medieval Time)6. Selama zaman pertengahan ini, ketika orang Arab mulai menyerang India, status perempuan tetap pada kebiasaannya saat itu. Dizaman ini perbedaan agama dan kasta semakin kuat. Sistem purdah atau kerudung diperkenalkan dan praktik pernikahan anak terus berlanjut, bahkan para janda terpaksa mengikuti ritual „Sati‟ yaitu membakar diri 5 Ibid. 6 Pramila Ramani, Women Empowerment in India from Prehistoric to Present. International Conference on Multidisciplinary Research & Practice, Navrachana University, Vdodara, India.Volume III Issue I, ISSN 2321-2705, Page 2. 33 mereka hidup-hidup dalam pemakaman suami yang dibela. Banyak pula perempuan dijual sebagai budak serta banyak pula perempuan yang menderita berbagai macam ketidakadilan dan kesulitan. Tidak berhenti sampai periode ini, penulis akan berlanjut pada Periode Inggris7 yang mana British East Indian Company tiba di India pada tahun 1600. Kekuasaan Inggris berdiri kokoh setelah tahun 1857. Ditangan pemerintah Inggris, India mendapati keuntungan dan juga kerugian. Inggris secara ekonomi mengekploitasi India dan mengganggu industri kerajinan pedesaannya. Hal ini dapat dilihat dari sebuah buku yang ditulis oleh Dada Bhai Navroji yang berjudul “Poverty and the British Rule in India”. Inggris menyatukan India dan menjadikannya sebagai negara bangsa serta memberinya sistem politik federal. Inggris pula yang menciptakan sistem administrasi nasional yang tepat. Mereka juga memperkenalkan sistem pendidikan modern bersamaan dengan dibuatnya sistem pos. Hadirnya Inggris memberikan pukulan tersendiri bagi adat istiadat di India. Mulai banyak yang mengkritisi praktik „Sati‟ dan pemerintahan Inggris mengambil langkah positif untuk mengekang kebiasaan sosial yang buruk. Hal ini menghasilkan terciptanya Undang-Undang Pembatasan Sati yang disahkan pada tahun 1829 dan Undang-Undang Pernikahan kembali Janda Hindu diberlakukan pada tahun 1865. Pemerintah Inggris mengambil beberapa langkah positif untuk memperbaiki kondisi perempuan India, namun adat istiadat budaya sulit untuk 7 Samual Stanely and Santosh Kumari, 2010, Position of Women in Colonial Era. Society of Education, India, ISSN 0976-4089 Diakses dari http://www.soeagra.com/ijert/vol2/14.pdf (22/11/2020. 16.18 WIB) 34 dihancurkan. Praktik „Sati‟ dihentikan tetapi pernikahan dini pada gadis-gadis muda masih dilanjutkan. India mencapai kemerdekaannya pada tahun 1947 dan pada periode ini masyarakat India mengalami perkembangan di berbagai bidang. Pemerintah mulai menerapkan metode perencanaan lima tahun untuk pembangunan sosial ekonomi. Meskipun ada perubahan positif di berbagai bidang pasca kemerdekaan, namun bukan berarti persentase kesetaraan antara laki-laki dan perempuan menurun. Perempuan masih didiskriminasi di banyak bidang sosial ekonomi dan lainnya. Pasca kemerdekaan india, status perempuan tetap diperjuangkan. Untuk itu, penulis akan menjelaskan beberapa laporan terkait dengan status perempuan. Report of the Sub-Committe on „Woman‟s Role in Planned Economy‟ (1947).8 Dalam laporan ini dapat diringkas bahwa ada beberapa aspek kehidupan perempuan yang ditekankan dan beberapa tidak. Dalam posisi ini pemerintah tidak menentang tradisi atau mendukung modernisasi. Pemerintah mendukung perkembangan perempuan sebagai individu. Meskipun Sub-Komite meletakkan tanggung jawab untuk mewujudkan ketertiban sosial berdasarkan kesetaraan gender tepat pada pemerintah, namun pemerintah tidak dapat berbuat banyak karena struktur sosial India yang memiliki ideologi patriarki. Report of the Committee on the Status of Women in India (Government of India, 1974).9 Peraturan perrundang-undangan hanya dapat mencerminkan nilai- nilai sosial yang dinginkan. Sehingga penerjemah persamaan hak menjadi tugas 8 Lela Kasturi. Development, Patriarchy, and Politics: Indian Women in the Political Process, 1947-1992. Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/162461716.pdf (25/11/2020. 09:56 WIB) 9 Ibid. 35 instansi pemerintah lainnya. Sebenarnya ada banyak sekali ambivalensi terhadap gagasan kesetaraan, seperti yang telah didiskusiikan dalam debat hak-hak perempuan tahun 1930-an, 1940-an, dan 1950-an. Namun lagi-lagi perempuan menghadapi banyak kendala yang membatasi perannya dalam segala bidang, baik sosial, ekonomi maupun politik. Committe on the Status of Women in India (CSWI) telah ditunjuk untuk mengevaluasi status perempuan India dengan merumuskan undang-undang dengan kenyataan yang sebenarnya. Hal tersebut telah dikondisikan dalam cita-cita Sub-Komite tahun 1939. Komite menyatakan bahwa kesetaraan perempuan diperlukan bukan hanya atas dasar keadilan sosial, melainkan sebagai syarat dasar bagi pembanggunan sosial, ekonomi dan politik bangsa.10 Komite juga menyatakan pentingnya perempuan