1

EKSTRAKSI DAN AMPLIFIKASI DNA oblongifolia Drey DAN Dryobalanops lanceolata Burck

SKRIPSI

TAMARA SYAFINA LUBIS 151201050

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara 1

EKSTRAKSI DAN AMPLIFIKASI DNA Dryobalanops oblongifolia Drey DAN Dryobalanops lanceolata Burck

SKRIPSI

Oleh : TAMARA SYAFINA LUBIS 151201050

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara 1

Universitas Sumatera Utara 2

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tamara Syafina Lubis NIM : 151201050 Judul Skripsi : Ekstraksi Dan Amplifikasi DNA Dryobalanops oblongifolia Drey Dan Dryobalanops lanceolata Burck

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, Agustus 2019

Tamara Syafina Lubis 151201050

ii

Universitas Sumatera Utara 1

ABSTRACT

TAMARA SYAFINA LUBIS: DNA Extraction and Amplification of Dryobalanops oblongifolia Drey and Dryobalanops lanceolata Burck. Supervised by ARIDA SUSILOWATI and HENDALASTUTI RACHMAT.

Dryobalanops oblongifolia Drey and Dryobalanops lanceolata Burck are types of wood that have high economic value and many benefits. The resin produced by the Dryobalanops tree often called as borneol crystal. Genetic studies on Dryobalanops are important for managing species sustainably and balancing conservation and production aspects. Therefore, this research is important as basic knowledge to determine suitable areas that can strengthen species and be used for further studies related to population genetics, phylogeny studies, or biogeographic aspects.DNA extraction was carried out by applying the CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) method with a few minor modifications at several stages. There are 3 regions tested to strengthen targeted DNA, namely trnL-trnF, rbcL, and matK. From the research, it was determined that matK with annealing temperature of 49oC and trnL-trnF with annealing temperature of 50oC are primers that can provide clear bands and good amplification.

Keywords: Dryobalanops oblongifolia Drey and Dryobalanops lanceolata Burck, trnL-trnF, rbcL,matK,PCR

iii

Universitas Sumatera Utara 1

ABSTRAK

TAMARA SYAFINA LUBIS: Ekstraksi dan Amplifikasi DNA Dryobalanops oblongifolia Drey dan Dryobalanops lanceolata Burck. Di bawah bimbingan ARIDA SUSILOWATI dan HENTI HENDALASTUTI RACHMAT.

Dryobalanops oblongifolia Drey dan Dryobalanops lanceolata Burck merupakan jenis kayu yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki banyak manfaat. Resin yang dihasilkan oleh pohonDryobalanops sering disebut kristal borneol. Studi genetik pada pohon Dryobalanops penting untuk mengelola spesies secara berkelanjutan dan menyeimbangkan aspek konservasi dan produksinya. Oleh karena itu, penelitian ini penting sebagai pengetahuan dasar untuk menentukan wilayah yang cocok yang dapat memperkuat spesies dan digunakan untuk studi lanjutan terkait dengan genetika populasi, studi filogeni, atau aspek biogeografi. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menerapkan metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) dengan beberapa modifikasi kecil pada beberapa tahap. Ada 3 wilayah yang diuji untuk memperkuat DNA yang ditargetkan, yaitu trnL-trnF, rbcL, dan matK. Dari penelitian, ditentukan bahwamatK dengan suhu annealing 49oC dan trnL-trnF dengan suhu annealing 50oC adalah primer yang dapat memberikan pita yang jelas dan amplifikasi yang baik.

Kata Kunci : Dryobalanops oblongifolia Drey dan Dryobalanops lanceolata Burck, trnL-trnF, rbcL, matK, PCR

iv

Universitas Sumatera Utara 1

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Kisaran pada tanggal 22 Januari 1998. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara oleh pasangan Bapak Ferry Anshari Lubis dan Ibu Suzanna Nasution. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 017106 Kisaran Pada Tahun 2003, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama diSMP Negeri 6 Kisaran pada tahun 2009. pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Kisaran pada tahun 2012. Pada tahun 2015, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat Departemen Budidaya Hutan. Semasa kuliah penulis merupakan anggota Rain Forest di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) dikawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Pondok Buluh pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bagian Kerjasama Komatsu-FORDA Bogor. Pada tahun 2018 penulis melaksanakan penelitian dengan judul Ekstraksi dan Amplifikasi DNA Dryobalanops oblongifolia Drey dan Dryobalanops lanceolata Burck. Di bawah bimbingan Ibu Dr. Arida Susilowati S.Hut., M.Si dan Ibu Henti Hendalastuti Rachmat S.Hut., M.Si.,P.hD

v

Universitas Sumatera Utara 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Ekstraksi dan Amplifikasi DNA Dryobalanops oblongifolia Drey dan Dryobalanops lanceolata Burck”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat dalam mencapai gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Penulis banyak menerima bimbingan, motivasi, saran dan juga doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Teristimewa dari kedua orang tua yang sangat penulis sayangi yaitu Ayahanda Ferry Anshari Lubis dan Ibunda Suzanna Nasution juga buat kakak Hafriza Utari Lubis dan abang Sahrony Zulan Lubis keluarga penulis yang tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang, doa, dukungan, juga nasihat yang tulus sampai sekarang ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Arida Susilowati, S.Hut., M.Si dan Ibu Henti Hendalastuti Rachmat, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc sebagai Dosen Penguji I, Ibu Evalina Herawati, S.Hut., M.Si sebagai Dosen Penguji II dan Ibu Ridahati Rambey, S.Hut,. M.Si, sebagai Dosen Penguji III. 3. Ibu Siti Latifah, S.Hut., M.Si.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D sebagai Ketua Departemen Budidaya Hutan dan Ibu Dr. Deni Elfiati, SP., MP selaku Sekretaris Departemen Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Ahmad Baiquni Rangkuti, S.Hut., M.Si yang bersedia memberikan dukungan materi dan moral untuk pelaksanaan dan penyusun hasil penelitian ini. 6. Laboratorium Genetik dan Molekuler Kehutanan, Dapartemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor yang telah memberi ijin sebagai lokasi penelitian dan atas semua bantuan yang telah diberikan kepada peneliti. 7. Partner penulis yaitu Mahdil Khairi dan seluruh sahabat penulis Tim Penelitian, Gadis Sampul, Tim PKL Litbang Bogor, HUT B 2015, BDH 2015 dan seluruh teman teman dan adik-adik junior yang telah membantu dan memberi semangat dalam proses penelitian. Penelitian ini terlaksanakan atas bantuan hibah penelitian dosen dari dana hibah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bagian Kerjasama Komatsu-FORDA Bogor penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat ke berbagai pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2019

Tamara Syafina Lubis

Universitas Sumatera Utara 1

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN ...... i PERNYATAAN ORISINALITAS ...... ii ABSTRACT ...... iii ABSTRAK ...... iv RIWAYAT HIDUP ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... x DAFTAR LAMPIRAN ...... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang...... 1 Tujuan Penelitian...... 3 Kegunaan Penelitian...... 3

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Pohon Dryobalanops ...... 4 Manfaat Pohon Dryobalanops ...... 5 Permasalahan Pohon Dryobalanops ...... 6 Studi Genetika ...... 6 Ekstraksi DNA ...... 7 Penanda Molekuler...... 8 trnL-trnF Intergenic Spacer (trnL-trnF) ...... 9 Ribulosa Bisphosphate Carboxylase (rbcL) ...... 10 Maturase K (mat-K) ...... 10

METODOLOGI PENELITIAN Waktu danTempat Penelitian ...... 11 Alat dan Bahan ...... 11 Prosedur Penelitian...... 11 Sampel Daun ...... 11 Ekstraksi DNA ...... 12 Uji Kualitas DNA ...... 13 Amplifikasi PCR ...... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Genomik DNA ...... 15 Amplifikasi Polymerase Chain Reaction ...... 17

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 21 Saran ...... 21

vii

Universitas Sumatera Utara 1

DAFTAR PUSTAKA ...... 22

LAMPIRAN ...... 27

viii

Universitas Sumatera Utara 1

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA D. oblongifolia dan D. lanceolata ...... 14

ix

Universitas Sumatera Utara

1

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Bagan alur tahapan penelitian ...... 11 2. Hasil elektroforesis dengan visualisasi Uv transiluminator dari optimalisasi DNA D. oblongifolia dan D. lanceolata ...... 16 3. Hasil elektroforesis dengan visualisasi Uv transiluminator dari optimalisasi DNA D. oblongifolia dan D. lanceolata menggunakan tiga primer ...... 17

x

Universitas Sumatera Utara 1

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Foto kegiatan selama di laboratorium ...... 26

xi

Universitas Sumatera Utara 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang merupakan suku dengan jumlah jenis mencapai 506 dan terbagi kedalam 14 marga. Terdapat sekitar 76% anggota Dipterocarpaceae yang tumbuh di kawasan Malaya, terutama di Indonesia. Suku Dipterocarpaceae di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan jumlah jenisnya. Kelompok pertama terdiri dari 4 marga yaitu , Vatica, Dipterocarpus, dan Hopea. Kelompok kedua terdiri dari marga Anisoptera, Dryobalanops, Parashorea, dan Cotylelobium (Purwaningsih, 2004). Dipterocarpaceae merupakan penghasil kayu dengan nilai ekonomi yang tinggi, sehingga menjadi sorotan dalam perdagangan kayu internasional, khususnya di Asia Tenggara (Apannah, 1998). Selain penghasil kayu beberapa marga Dipterocarpace dikenal sebagai penghasil produk bukan kayu yang cukup potensial salah satunya adalah marga Dryobalanops. Menurut Purwaningsih (2004) marga Dryobalanops dikenal sebagai penghasil produk kayu dan bukan kayu. Beberapa jenis Dryobalanops dapat dijumpai di Indonesia diantaranya Dryobalanops sumatrensis, Dryobalanops lanceolata dan Dryobalanops oblongifolia. Sebaran tumbuh ketiga jenis tersebut juga berbeda. Di pulau Kalimantan dijumpai 2 jenis Dryobalanops yaitu D. oblongifolia dan D. lanceolata dan di pulau Sumatera terdapat 2 jenis Dryobalanops yaitu D. sumatranensisdan D. oblongifolia. Saat ini populasi pohon Dryobalanops semakin menurun dan menjadi salah satu tanaman langka di Indonesia. Dengan kondisi tersebut International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan D. oblongifoliadalam status konservasi least concer (Barstow, 2018), D. lanceolata dalam kategori endangered (Ashton, 1998) dan D.sumatrensis dengan kategori vulnerable (Barstow dan Randi, 2018). Keterancaman populasi Dryobalanops tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya pembungaan dan pembuahan yang bersifat mass fruiting dalam waktu 5 tahun sekali, konversi hutan menjadi perkebunan serta pemanenan kayu dan borneol yang bersifat destruktif (Susilowati et al., 2018).

Universitas Sumatera Utara 2

Seperti diketahui, salah satu hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan

Dryobalanobs adalah minyak atsiri. Borneol (C10H18O) banyak tersebar di alam sebagai komponen pembuat minyak atsiri. Di bidang industri borneol murni bersama dengan isoborneol digunakan sebagai bahan baku pembuatan parfum dan bahan pengester. Borneol di China dikenal juga dengan nama Bing Pian. Salah satu penggunaannnya adalah sebagai bahan tambahan pada pembalut wanita (bio-panty) yang bermanfaat untuk mengurangi kesakitan dan tekanan ketika haid, mengurangi kesakitan otot dan sendi, membantu membersihkan darah beku, dan mencegah perkembang biakan kuman (Duke, 2005). Manfaat Dryobalanops yang beragam tersebut tidak diiringi oleh usaha konservasi yang dilakukan dan riset pendukung terkait keberadaan jenis ini. Salah satu usaha konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan marka molekuler. Kajian riset-riset biologi molekuler sampai saat ini masih pada taraf pengakuan status dan pemanfaatan potensi bioteknologi. Masih sedikit sekali informasi tentang keanekaragaman genetik dan struktur dari spesies. Hal tersebut merupakan persyaratan mendasar untuk pengembangan strategi konservasi yang tepat dan pengelolaan hutan berkelanjutan. Penelitian tentang isolasi DNA (Deoksiribonucleat Acid) dan penanda molekuler diperlukan untuk pengetahuan dasar yang mendasari dalam membangun upaya konservasi yang tepat dari spesies. Isolasi DNA merupakan metode pemisah DNA dari bahan-bahan yang tidak diperlukan. Pemilihan metode isolasi DNA yang tepat sangat penting untuk analisis molekuler, karena mempengaruhi keberhasilan tahapan berikutnya. Sebagian besar metode untuk ekstraksi DNA dari jaringan tanaman menggunakan lautan bufer CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) karena memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan untuk mengisolasi DNA tanaman yang mengandung polisakarida dan polifenol yang tinggi, dimana polisakarida dan polifenol pada DNA tumbuhan dikenal sebagai Inhibitor atau penghambat dalam proses PCR (Turaki et al.,2017). Keberhasilan penggunaan metode CTAB untuk jenis pohon telah dilaporkan pada Eurycoma longifolia Jack (Susilowatiet al., 2018), Gnetum gnemon (Arif, 2010), Styrax sumatrana (Rachmat et al., 2017), Taxus sumatrana (Rachmat et al.,2016), Shorea selanica

Universitas Sumatera Utara 3

(Rachmat et al.,2012), Shorea javanica (Rachmat et al., 2012), Toona sureni (Restuet al., 2012) dan D.aromatica (Suka, 2018). Berdasarkan keberhasilan pemanfaatannya pada beberapa jenis pohon tersebut, maka pada penelitian ini dipilih metode CTAB untuk ekstraksi sampel daun D. Oblongifolia dan D.lanceolata. Setelah proses elektroforesis DNA genom dan dihasilkan pita DNA yang berkualitas dilanjutkan proses PCR (Polymerase Chain Reaction), yaitu metode in vitro yang secara cepat dapat melipat gandakan sekuen-sekuen DNA target yang ada di dalam DNA sumber. Pada proses amplifikasi dengan menggunakan PCR diperlukan primer yang spesifik sehingga menghasilkan pita sesuai daerah/region yang ditargetkan. Pada penelitian ini digunakan non coding region trnL-trnF Intergenic Spacer, gen Ribulosa Bisphosphate Carboxylase (rbcL) dan Maturase K (matK) yang merupakan penanda standar untuk barcoding. Pemanfaatan di tiga wilayah DNA kloroplas dan spacer karena kemampuan tinggi untuk menentukan spesies tanaman dan memproduksi urutan basa nukleotida kualitas tinggi (Susilowati et al., 2018). Penelitian ini berusaha mengisi gap informasi mengenai keberhasilan isolasi DNA optimal menggunakan metode CTAB dan referensi marker untuk penelitian molekuler selanjutnya.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan data dan informasi keberhasilan metode CTAB untuk ekstraksi DNA genomik D. oblongifoliadan D. lanceolata. 2. Mendapatkan data dan informasi mengenai primer yang sesuai untuk mengamplifikasi DNA D. oblongifoliadan D. lanceolata.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna dalam perihal: 1. Menjadi referensi pemilihan isolasi DNA yang optimal untuk menghasilkan DNA genom yang berkualitas baik sehingga dapat digunakan untuk studi genetik selanjutnya. 2. Mendapatkan primer rujukan untuk penelitian lanjutan terkait dengan genetika populasi, studi filogeni, studi biogeografi dan studi evolusi.

Universitas Sumatera Utara 3

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Pohon Dryobalanops Menurut Barstow (2018) D. oblongifolia memiliki taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Famili : Dipterocarpaceae Genus : Dryobalanops Spesies : Dryobalanops oblongifolia Dyer. Menurut Ashton (1998) D. lanceolata memiliki taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Theales Famili : Dipterocarpaceae Genus : Dryobalanops Spesies : Dryobalanops lanceolata Burck. Tumbuhan inidapat tumbuhhingga 60m di hutan Dipterokarpa campuran dataran rendah di lembah, lereng dan bukit. Tumbuhan ini tersebar di Indonesia yaitu di Semenanjung Malaysia, Kalimantan dan Sumatra. Di pulau Sumatera potensi Dryobalanops tersebar di Sumatera Utara, Aceh, Riau dan Sumatera Barat (Ashton, 2004). Dryobalanops yang merupakan anggota dari kelompok Dipterocarpaceae, memiliki beberapa ciri morfologi agar mudah dikenal oleh masyarakat awam. Pohon kamper memiliki perawakan pohon besar dengan diameter batang berkisar 70 cm dan tinggi dapat mencapai 62 m. Batang tegak, lurus, bulat, terdapat resin, dengan kulit batang berwarna coklat dan semakin ke arah dalam berwarna coklat kemerahan. Berdaun tunggal, berseling, permukaan helaian mengkilap, tepi daun rata, pertulangan daun menyirip. Bunga biseksual berwarna putih, buah berbentuk nut, berwarna kuning merah keunguan, dengan lima sayap yang berasal dari dasar

Universitas Sumatera Utara 4

kelopak, panjang sayap 50 mm sehingga dimungkinkan dapat terbawa oleh angin (Prasetyo, 2013).

Manfaat Pohon Dryobalanops D. lanceolata atau pohon kapur merupakan jenis tumbuhan yang tergolong dalam famili Dipterocarpaceae. Famili Dipterocarpaceae merupakan jenis kayu yang bernilai ekonomi cukup tinggi (Fajri, 2008). Kayu D. lanceolata memiliki sifat kelas kuat II- (I) dan kelas awet III. Kayu tersebut digunakan untuk perahu, balok, tiang dan konstruksi atap pada bangunan perumahan (P3HH, 2008). Getah kayu D. lanceolata memiliki bahan aktif utama minyak kamper berupa borneol. Hasil penelitian mengenai identifikasi Pasaribu et al. (2014) D. lanceolata memiliki senyawa borneol sebanyak 0,37% sedangkan D. sumatrensis memiliki 0,21%. Borneol mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk kosmetik dan obat untuk mencegah pengentalan dan pembekuan darah (Duke, 2005). Akhir-akhir ini borneol asal Dryobalanops banyak dicari oleh periset, herbalis maupun pedagang. Penggunaan borneol dalam jumlah yang relatif sedikit saja sangat efektif untuk mencairkan darah beku pada kasus pembekuan darah/penyumbatan pembuluh darah pada jantung maupun otak manusia (Dharmananda, 2003). Gusmailina (2015), telah meneliti borneol asal pohon Dryobalanops, terutama D. aromatica. Penelitian meliputi teknik pengambilan minyak dan analisis serta transformasi minyak menjadi kristal borneol, dengan kadar mencapai 96%. Kristal borneol, merupakan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis bakteri seperti S. aureus dan B. cereus.

Permasalahan Pohon Dryobalanops IUCN memasukkan D. oblongifolia dalam status konservasi least concern (Barstow, 2018), sedangkan D. lanceolata sudah termasuk kedalam kategori endangered (Ashton, 1998). Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dryobalanops mengalami populasi yang sedikit yaitu struktur sayap di buah yang tidak efektif untuk disebarkan oleh angin sehingga sebarannya tidak jauh dari induknya, sistem pembungaan yang relatif cukup lama sehingga proses

Universitas Sumatera Utara 5

kelangsungan regenerasi berlangsung lama, jenis serangga yang membantu proses penyerbukan marga ini tidak mampu terbang jauh sehingga anakan yang tumbuhpun tidak jauh dari induknya, dan sistem pembuahan mass fruiting menyebabkan sedikit anakan yang mampu tumbuh (Ashton, 1988). Kondisi tersebut tidak diiringi oleh usaha konservasi yang dilakukan dan riset pendukung terkait keberadaan jenis ini. Salah satu usaha konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan marka molekuler. Kajian riset-riset biologi molekuler sampai saat ini masih pada taraf pengakuan status dan pemanfaatan potensi bioteknologi. Masih sedikit sekali informasi tentang keanekaragaman genetik dan struktur dari spesies. Padahal hal tersebut merupakan persyaratan mendasar untuk pengembangan strategi konservasi yang tepat dan pengelolaan hutan berkelanjutan.

Studi Genetika Informasi tentang aspek molekuler Dryobalanops di Indonesia hanya sedikit. Penelitian tentang genetika populasi, proses isolasi DNA dan penanda molekuler cukup terbatas, referensinya yang dapat diperoleh juga telah terbatas. Penelitian tentang isolasi DNA dan penanda molekuler diperlukan untuk pengetahuan dasar yang mendasari dalam membangun upaya konservasi yang tepat dari spesies. Makromolekul biologi untuk menyimpan informasi genetik adalah DNA. Asam deoksiribonukleat merupakan makromolekul biologi yang berfungsi untuk penyimpan informasi genetik (Finkeldey, 2005). Bakteri dan organisme tingkat tinggi meliputi semua tumbuhan dan hewan menggunakan DNA sebagai tempat untuk menyimpan informasi genetik. Pada tumbuhan tingkat tinggi DNA dijumpai pada inti sel dan plastid (mitokondria dan kloroplas). Kualitas DNA adalah salah satu faktor yang signifikan untuk menentukan kesuksesan analisis molekuler. Untuk mendapatkan suatu DNA didalam tanaman diperlukan ektraksi DNA dan salah satu metode yang umum digunakan adalah ekstraksi dengan menggunakan metode CTAB. Ekstraksi DNA Metode ekstraksi DNA terdiri dari metode berdasarkan perbedaan gradien konsentrasi dengan menggunakan larutan CsCl dan metode CTAB. Sebagian besar metode untuk ekstraksi DNA dari jaringan tanaman

Universitas Sumatera Utara 6

menggunakan lautan bufer CTAB sebagai pelipis dinding sel karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode lain, yaitu mudah dilakukan, kemungkinan adanya enzim pendegradasi DNA lebih kecil dibandingkan metode lain (Rogers dan Bendich, 1994). Metode CTAB digunakan untuk mengekstraksi DNA tanaman yang mengandung polisakarida dan polifenol yang tinggi, dimana polisakarida dan polifenol pada DNA tumbuhan dikenal sebagai Inhibitor atau penghambat dalam proses PCR (Turaki et al., 2017). CTAB juga dapat digunakan untuk pemurnian plasmid. Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah DNA yang diesktraksi dengan CTAB dapat mengurangi atau menghilangkan pengaruh enzim-enzim yang diturunkan dari hewan dan zat beracun seperti fenol dan kloroform. Keuntungan lainnya adalah seluruh proses dari metode tersebut tergolong berbiaya murah (Zhang et al., 2010). Metode CTAB ini juga digunakan dalam isolasi DNA pohon kapur. Metode ini di pilih karena dianggap sesuai untuk mengisolasi DNA pohon kapur yang dikenal sebagai tumbuhan yang mengandung senyawa polifenol. Menurut Arif et al. (2010) senyawa polifenol dapat mengganggu kerja beberapa enzim seperti enzim ligase, polymerase, dan endonuclease. Senyawa tersebut dapat menghambat proses PCR karena polifenol dapat mengikat DNA secara kovalen ketika teroksidasi dan dapat menyebabkan warna yang kecoklatan pada DNA.

Penanda Molekuler Penanda molekuler didefinisikan sebagai segmen DNA tertentu yang mewakili perbedaan pada tingkat genom (Zulfahmi, 2013). Penanda molekuler ini bekerja dengan cara memberi tanda bagian sekuen DNA yang mengalami polimorfisme dari individu yang berlainan. Perbedaan tersebut meliputi insersi, delesi, translokasi, duplikasi dan mutasi titik. Penanda molekuler ini bersifat stabil, dapat terdeteksi pada semua jaringan tanpa dipengaruhi oleh status pertumbuhan, diferensiasi, perkembangan maupun sistem pertahanan sel serta dapat diaplikasikan pada bagian manapun dari genom (intron, ekson maupun daerah regulasi), dapat membedakan polimorfisme yang tidak menghasilkan variasi yang nampak secara fenotip dan tidak dipengaruhi langsung oleh lingkungan (Mondini et al., 2009). Penanda molekuler pada aplikasinya sangatlah

Universitas Sumatera Utara 7

beragam, sehingga untuk memilih penanda molekuler harus disesuaikan dengan organisme yang akan diteliti dan bagian DNA mana yang akan dianalisis sekuennya (Al-Samarai dan Al-Kazaz, 2015). Salah satu tahapan penting dalam proses analisis DNA adalah pemilihan primer yang sesuai. Primer adalah sepotong untaian DNA pendek utas tunggal atau lebih dikenal dengan oligonukleotida dengan panjang 10 sampai 40 basa. Primer berfungsi sebagai penginisiasi reaksi polimerisasi DNA secara in vitro, karena tanpa primer, reaksi polimerisasi DNA tidak akan terjadi meskipun enzim dan komponen lainnya sudah tersedia. Selain itu, primer bertanggung jawab untuk mengenali dan menandai fragmen sampel DNA (template DNA) yang akan diamplifikasi (Zein dan Prawiradilaga, 2013). Teknik ekstraksi dan amplifikasi DNAD. oblongifoliadan D. lanceolata dilanjutkan dengan tahap amplifikasi non koding regiontrnL-trnF Intergenic Spacer (trnL-trnF), standar ribulosa-1,5-bifosfat karboksilase (rbcL), maturase K (matK) menggunakan PCR. Suatu sampel DNA dinyatakan berhasil diamplifikasi apabila hasil analisis elektroforesis menunjukkan terdapatnya pita tunggal DNA dengan ukuran sesuai dengan penanda yang telah diketahui sebelumnya. Pita DNA yang tunggal akan mudah teramplifikasi. Jika pita DNA menunjukan terjadinya double band primer tidak akan mengamplifikasi region secara spesifik. Prinsip terjadinya reaksi dalam proses PCR, adanya sifat komplementasi (berpadanan) rantai DNA dengan pasangannya dan dimanipulasi melalui tiga tahap suhu: denaturasi (pemisahan rantai), annealing (penempelan primer), dan extension (perpanjangan rantai oleh DNA polimerase). Pada tahap denaturasi ikatan hidrogen DNA terputus dan DNA menjadi berberkas tunggal. pada tahap penempelan primer menempel pada bagian DNA templat yang komplementer urutan basanya. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif dalam genom tersebut. Menurut Suryanto dan Dwi (2003) makin panjang primer, makin harus spesifik daerah yang diamplifikasi. Primer ini berperan sebagai opposite strand ketika double helix DNA terpisah pada tahap denturasi penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Teknik PCR memberikan terobosan signifikasi dalam

Universitas Sumatera Utara 8

pemanfaatan teknologi DNA khususnya teknologi rekombinan atau rekayasa genetik (Hollingsworth et al., 2011).

PrimertrnL-trnF Intergenic Spacer (trnL-trnF) trnL-trnF merupakan daerah yang terbentang dari trnL (UAA) 5’ ekson hingga trnF (GAA) (Adjie et al., 2008). Gen plastid trnL (UAA) dan trnF (GAA) merupakan gen pengkode RNA transfer dan di antara kedua gen tersebut terdapat sekitar 1.000 bp sekuen daerah non-pengkode (intron dari trnL (UAA) dan intergenic spacer (IGS) dari trnL-trnF (GAA) (Holt et al., 2005). Urutan dari daerah trnL-trnF dalam kombinasi dengan genom kloroplas dan genom inti lainnya telah digunakan dalam rekonstruksi filogenetik dari jenis Dipterocarpaceae (Yulita et al., 2005). Amplifikasi PCR pada tanaman Eurycoma longifolia Jack dengan menggunakan primer trnL-trnF dalam Susilowatiet al. (2018) memperlihatkan hasil amplifikasi yang baik. Hal tersebut dikarenakan pada tanaman E. Longifolia dengan menggunakan primer trnL-trnF dapat mengamplifikasi DNA pada pengenceran 30% dengan suhu annealing 500C sehingga DNA terlihat cukup jelas dan teramplifikasi pada daerahnya Dalam penelitian sebelumnya dalam Susilowati et al. (2018) primer trnL-trnF juga dapat mengamplifikasi pada tanaman Aquilaria, Styrax sumatrana, Shorea, Taxus sumatrana, dan Dipterocarpus.

Primer Ribulosa Bisphosphate Carboxylase (rbcL) Gen rbcL merupakan gen primer yang mudah diamplifikasi. Dibalik mudahnya diamplifikasi, rbcL juga memiliki kelemahan yaitu memiliki resolusi yang rendah untuk dapat membedakan beberapa spsesies yang berkerabat dekat (Bangol et al., 2014). Gen rbcL memiliki ukuran panjang sekitar 1400 bp sehingga menyediakan banyak karakter untuk kajian filogenetik (CBOL, 2009). Peranan gen rbcL yang mengkode protein RuBisCO diduga menyebabkan sekuen gen ini memiliki tingkat mutasi yang rendah dibandingkan dengan gen barcode lain dalam cpDNA sehingga tingkat kesamaan antar spesies cukup tinggi. Tingkat mutasi yang rendah ini memberikan keuntungan untuk kajian mendalam tentang variasi genetik dan filogenetik intraspesies (Basith, 2015).

Universitas Sumatera Utara 9

Amplifikasi PCR pada tanaman D. aromatica dengan menggunakan primer rbcL dalam Suka (2018) menunjukkan hasil yang baik. Hal tersebut dikarenakan pada tanaman D. aromatica cocok dengan primer rbcL pada pengenceran 30% sehingga diperoleh DNA yang cukup jelas dan teramplifikasi pada daerahnya.

PrimerMaturase K (mat-K) Gen matK adalah salah satu gen primer yang digunakan untuk identifikasi tumbuhan. Panjang gen matK sekitar 1570 bp (Julianti et al., 2015). Saat ini, gen matK telah digunakan sebagai alat yang penting untuk memeriksa keanekaragaman genetik intra spesies karena memiliki laju substitusi yang tinggi (Hollingsworth et al., 2011). Gen matK memiliki panjang sekitar 1570 bp dan kode untuk protein maturase. Wilayah pengkodean matK umumnya terletak dalam intron kloroplas gen trnK, kecuali di beberapa jenis pakis. Tingkat evolusi matK yang sangat tinggi membuatnya dapat digunakan dalam rekonstruksi filogenetik pada tinggi tingkat taksonomis, seperti ordo atau famili dan terkadang juga pada tingkat taksonomis rendah, seperti genus atau spesies (Jing et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara 10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2017-Januari 2018. Pengambilan sampel dilaksanakan diPersemaian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Genetik dan Molekuler Kehutanan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain plastik klip kedap udara, gunting, tissue, GPS (Global Positioning System), meteran, sarung tangan, masker, mortar, tabung mikro 1,5 mL dan 0,5 mL, rak tabung, rak tip, mikropipet, vortex, water bath, sentrifuge, gelas kimia, timbangan, tabung erlenmeyer, microwave, freezer, satu set alat elektroforesis, spin down, mesin PCR PTC-100 Programmable Thermal Cycler,tabung PCR 0,5 mL, mesin Uvtransiluminator, kamera digital. Bahan penelitian untuk ekstraksi dan isolasi DNA berupa daun D. oblongifolia dan D. lanceolata yang diperoleh dari dua lokasi yaitu D.oblongifolia diperoleh dari Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan D.lanceolata diperoleh dari Kalimantan. Setiap populasi diambil sebanyak 3 individu, silika gel, aquades, CTAB extraction buffer, Natrium chloride (NaCl), 1 M Tris – HCl (pH 8,0), EDTA (pH 8,0), polivinilvirolidon (PVP) 1%, chloroform, phenol, agarose, buffer TAE encer, etanol, buffer TE, pewarna GelRed, Blue Juice, loading dye, DNA ladder, Nucleas Free Water (NFW), Green Go Taq, primer trnL-trnF, rbcL, dan matK.

Universitas Sumatera Utara 11

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Daun

Ekstraksi DNA

Uji Kualitas DNA

Amplifikasi DNA

Gambar 1. Bagan alur tahapan penelitian

Sampel Daun Studi ekstraksi dilakukan terhadap D. oblongifolia dan D. lanceolata. Masing-masing jenis akan diwakili oleh 3 individu yang diambil dari setiap satu lokasi. Sehingga total semua sampel yang akan diekstraksi adalah 6 sampel dari pohon yang berbeda-beda. Bagian tumbuhan yang dijadikan target adalah daun muda yang segar dan sehat, tepatnya daun kedua dari pucuk. Pemilihan daun yang tidak terlalu tua adalah untuk memudahkan proses penghancuran daun karena lebih mudah digerus dibandingkan daun yang lebih tua, sehingga DNA daun lebih mudah untuk diperoleh (Prayitno dan Nuryandani, 2011). Sampel daun dipotong dengan ukuran ± 2 cm x 2 cm dan kemudian dimasukkan ke dalam plastik klip kedap udara yang telah diisisilika gel dengan perbandingan 1:5, disimpan sampai semua sampel daun dari seluruh populasi terkumpul.

Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan terhadap seluruh sampel daun kering yang sebelumnya disiapkan dalam kantung plastic klip bersilika gel. Metode ekstraksi dilakukan dengan metode CTAB. Dengan beberapa tahap modifikasi ringan yang sudah dilakukan oleh Aritonang et al. (2007) yaitu sampel digerus dengan

Universitas Sumatera Utara 12

menggunakan mortar hingga berbentuk tepung kemudian dimasukkan kedalam tabung mikro 1,5 mL. Kemudian ditambahkan buffer ekstrak 200 µl dan PVP 100 µl, diletakkan diatas vortex agar tepung daun dan buffer ekstrak tercampur merata. Selanjutnya diinkubasi selama 45 menit sampai dengan 1 jam di dalam water bath, setiap 15 menit tabung dibolak-balik sebentar agar tidak terbentuk endapan. Setelah didinginkan ditambahkan chloroform 500 µl dan fenol 10 µl untuk mendapatkan supernatan, kemudian diaduk lalu disentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit. Setelah itu supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru dan ditambahkan chloroform 500 µl dan fenol 10 µl. Larutan diaduk dan kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Tahap selanjutnya yaitu memindahkan kembali supernatan kedalam tabung mikro yang baru dan menambahkan isopropanol 500 µl dan NaCl 300 µl kemudian dilakukan inkubasi dingin selama 1 jam. Supernatan yang telah diinkubasi dengan isopropanol kemudian disentrifugasi pada kecepatan yang sama dan kemudian cairannya dibuang untuk selanjutnya ditambahkan etanol 70% 300µl untuk memisahkan DNA Dryobalanops dan menyentrifugasi kembali. Untuk menyisakan cairan DNA yang menempel pada ujung tabung, dilakukan dengan membuang cairan etanol di dalam tabung. Kemudian mengeringkan tabung dengan cara meletakkan tabung secara terbalik di atas silica gel selama ± 15 menit. Kemudian dilakukan penambahan larutan buffer TE50 µl, lalu menyentrifugasi larutan dengan kecepatan 10000 rpm selama 3 menit.

Uji Kualitas DNA Uji kualitas DNA hasil ekstraksi dilakukan dengan menggunakan media agarose dan mesin elektroforesis. Pembuatan agarose menggunakan agarose 1% yang dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer, kemudian dipanaskan didalam microwave selama 2,5 menit hingga larutan jernih. Setelah itu ditambahkan GelRed® atau pewarna agarose sebanyak 0,5 µl. Agarose dicetak didalam wadah cetakan elektroforesis dan didinginkan hingga membeku. Komponen yang dibutuhkan untuk elektroforesis DNA antara lain adalah DNA D. oblongifolia dan D. lanceolata, DNA leader, dan loading dye (Blue Juice). Kemudian loading dye (Blue Juice) dicampur dan diletakkan sebagai pewarna DNA diatas parafilm

Universitas Sumatera Utara 13

sebanyak 1 µl,dan ditambahkan DNA Dryobalanopssebanyak 3 µl. Selanjutnya dicampur dan diletakkan ke dalam pallete agarose (sumur). DNA leader diletakkan di pallete agarose pada ujung sebelah kiri, dengan catatan letak sumur cetakan pada sumbu negatif agar terjadi aliran energi. Elektroforesis dilakukan selama 30 menit dengan 100volt dan setelah itu agarose divisualisasikan dengan mesin UV transiluminator untuk melihat DNA hasil elektroforesis.

Amplifikasi PCR. Amplifikasi PCR dilakukandengan volume final sebanyak 16µl, selanjutnya amplikon dilihat dalam agarose 2%. Pembuatan agarose untuk PCR sama dengan pembuatan agarose pada uji kualitas DNA. Komposisi PCR produk dalam satu tabung mikro antara lain DNA sebanyak 2 µl, primer reverse 1µl, primer forward 1 µl, NFW sebanyak 45 µl, dan Green GoTaq® sebanyak 8 µl. Produk PCR dalam satu tabung mikro di spin down hingga tercampur merata. PCR dilakukan dengan menggunakan mesin PCR PTC-100 Programmable Thermal Cycler. Sampel dimasukkan ke dalam blok PCR dan disusun secara seimbang. Tahap peleburan (denaturasi) dengan suhu 94°C selama 30 detik, tahap penempelan (annealing) dengan suhu 55°C selama 30 detik, dan tahap pemanjangan (elongasi) dengan suhu 72°Cselama 1 menit. Visusalisai DNA dilakukan dengan mesin UV transiluminator dengan cara yang sama dengan uji kualitas DNA.

Universitas Sumatera Utara 14

Tabel 1.Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA D. oblongifolia dan D. lanceolata panjang Kode primer Susunan basa primer sekuen yang Referensi diharapkan TATTTGAACTGGTGACACG trnL-c (forward) 550 bp Haoet al. 2009 AG CGAAATCGGTAGACGCTA trnL-f (reverse) 550 bp Haoet al. 2009 CG ATGTCACCACAAACAGAG rbcLa-F 554 bp Levin et al. 2003 ACTAAAGC GTAAAATCAAGTCCACCRC Kress dan rbcLa-R 554 bp G Erickson, 2009 ACCCAGTCCATCTGGAAAT Kuzminaet MatK-1RKIM-f 850 bp CTTGGTTC al.2012 CGTACAGTACTTTTGTGTT Kuzminaet MatK-3FKIM-r 850 bp TACGAG al.2012

Universitas Sumatera Utara 15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Genomik DNA Pemilihan metode ekstraksi DNA harus dilakukan secara cepat, efisien, dan meminimalkan potensi kontaminasi. Penelitian ini menggunakan metode CTAB. Metode ini dipilih karena memiliki kelebihan yakni dapat digunakan dalam semua jenis tanaman, maupun pada jenis tanaman yang banyak mengandung senyawa kimia seperti polifenol. Senyawa polifenol yang dilepaskan dari vakuola selama proses lisis sel oksidasi menyebabkan pencoklatan dari DNA dikarenakan interaksi irreversible dengan asam nukleat. Efek oksidatif polifenol ini dapat dihindari dengan buffer, dimana proses ekstraksi harus mengandung agen anti-oksidan, seperti PVP (polivinilpirolidon), BSA (bovine serum albumin), atau β mercaptoethanol (Susilowatiet al., 2018). Turaki et al. (2017) menyatakan metode CTAB merupakan metode yang mudah dilakukan dan dapat diterapkan pada berbagai jenis jaringan tanaman seperti daun, benih, endosperm, dan lain-lain. Ekstraksi DNA dilakukan dalam 3 langkah utama yaitu, perusakan dinding sel (lisis), pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Nicholl, 1993; Surzycki, 2000). Perusakan dinding sel (lisis) dengan cara penggerusan menggunakan buffer ekstraksi. Proses penggerusan dilakukan untuk merusak sel atau jaringan tanaman lalu diikuti dengan inkubasi pada suhu 65-70°C. Kemudian DNA dipisahkan dari komponen seluler lain seperti protein, RNA (Ribonucleic Acid), dan lemak. DNA kualitas tinggi ditandai dengan DNA berat molekul tinggi, tanpa mengkontaminasi zat, seperti protein, polisakarida, fenolat, atau metabolit sekunder lainnya. Hasil isolasi DNA dengan metode CTAB menunjukkan bahwa metode ini memberikan hasil DNA yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas. Penggunaan bufer CTAB sebagai pengganti nitrogen cair untuk ekstraksi dapat menghasilkan produk DNA yang berkualitas (line 1, 4, 5, 6) yang ditunjukkan oleh pita DNA genom (Gambar 1). Dengan demikian, bufer CTAB dapat digunakan untuk mengisolasi DNA pada tanaman D. oblongifolia dan

Universitas Sumatera Utara 16

D. lanceolata. Produk ekstraksi DNA yang berkualitas baik ditunjukkan dengan pita DNA yang terlihat tebal dan bersih bila divisualisasi menggunakan gel elektroforesis. Namun ada beberapa pita dari hasil elektroforesis yang tipis (line 2, 3). Pita yang sangat tipis ataupun pita yang terlihat berekor saat visualisasi dapat disebabkan karena masih terdapatnya kotoran pada DNA. Senyawa kimia seperti fenol, tanin, dan alkaloid banyak terkandung di dalam daun (Weissing et al.,2005). Burkill (1996) menyatakan daun Dryobalanops mengandung beberapa metabolit sekunder yaitu senyawa terpenoid 35%, alkohol 10%, seskuiterpen 20% dan resin 35%. Senyawa metabolit sekunder ini, menghambat proses ekstraksi DNA dan reaksi PCR pada beberapa jenis pohon. Adanya zat yang terkandung didalam daun juga dapat menghambat dalam proses laju reaksi kimia atau adanya metabolit sekunder yang tidak tercuci sempurna, akibatnya terjadi kontaminan. Line 1 Line 2 Line 3 Line 4 Line 5 Line 6

DNA

Gambar 2. Hasil elektroforesis dengan visualisasi uv transiluminator dari optimalisasi DNA Dryobalanops; line 1-3: D. oblongifolia; line 4-6: D.lanceolata

Keberhasilan penggunaan metode CTAB untuk isolasi DNA jenis pohon juga telah dilaporkan pada Eurycoma longifolia Jack (Susilowati et al., 2018), Gnetum gnemon (Arif, 2010), Styrax sumatrana (Rachmat et al., 2017), Taxus Sumatrana (Rachmat et al.,2016), Shorea selanica (Rachmat et al.,2012), Shorea javanica (Rachmat et al., 2012), Toona sureni (Restu et al., 2012) dan D. aromatica (Suka, 2018).

Universitas Sumatera Utara 17

Amplifikasi Polymerase Chain Reaction Prinsip terjadinya reaksi dalam proses PCR, adanya sifat komplementasi (berpadanan) rantai DNA dengan pasangannya dan dimanipulasi melalui tiga tahap suhu: denaturasi (pemisahan rantai), annealing (penempelan primer), dan extension (perpanjangan rantai oleh DNA polimerase). Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menggandakan/multiplikasi DNA pada lokasi-lokasi khusus yang dikehendaki dengan panjang fragmen sesuai dengan primer spesifik yang digunakan. Pada penelitian ini, DNA hasil ekstraksi di amplifikasi dengan PCR dengan menggunakan pasangan primer spesifik dari non coding region trnL-trnF,gene rbcL, ataupun matK seperti yang dilaporkan Kress et al. (2005).

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1000bp DNA

500bp

250bp

50bp

trnL-trnF rbcL matK

Gambar 3.Hasil elektroforesis dengan visualisasi uv transiluminator dari optimalisasi DNA Dryobalanops oblongifolia dan Dryobalanops Lanceolata.

Keterangan : M :DNA Ladder 1-3 : D. oblongifolia 4-6 : D. Lanceolata 7-9 : D. oblongifolia 10-12 : D. lanceolata 13-15 : D. oblongifolia 16-18 : D. lanceolata

Kualitas DNA dari sampel yang diuji (Gambar 2) cukup baik, primer trnL- trnF dengan suhu annealing 50oC (line 3) pita DNA teramplifikasi pada daerahnya namun terjadinya double band, (line 1, 2, 4, 5, 6) teramplifikasi namun tidak pada daerahnya sehingga perlu dilakukannya modifikasi pada suhu annealing. Primer rbcL (line 12) menunjukkan pita DNA yang cukup baik,

Universitas Sumatera Utara 18

(line 8, 9, 10) pita DNA teramplifikasi pada daerahnya namun terjadinya multi band, (line 7 dan 11) teramplifikasi namun tidak pada daerahnya. Primer matK dengan suhu annealing 49oC (line 13, 14, 16, 17, 18) teramplifikasi namun tidak pada daerahnya, (line 15) pita DNA teramplifikasi pada daerahnya namun terjadinya double band. Sampel DNA dinyatakan berhasil diamplifikasi apabila hasil analisis elektroforesis menunjukkan terdapatnya pita tunggal DNA dengan ukuran sesuai dengan penanda yang telah diketahui sebelumnya. Pita DNA yang tunggal akan mudah teramplifikasi. DNA yang diperlukan dalam proses PCR harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Namun pada primer trnL-trnF pita DNA lebih tipis. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, trnL-trnF telah berhasil mengamplifikasi spesies Cinnamomun verum dengan suhu annealing 500C (Abeysinghe et al., 2009), famili Rutaceae (Morton, 2009) dan famili Moraceae (Nepal dan Ferguson, 2012). Seperti halnya pernyataan (Poerba dan Martanti, 2008) kemurnian dan konsentrasi DNA mempengaruhi intensitas pita DNA hasil amplifikasi pada setiap primer. Hasil amplifikasi pita DNA yang tipis disebabkan karena adanya kandungan senyawa-senyawa seperti fenolik dan polisakarida pada cetakan DNA. Penyebab lain dari pita yang tidak terlihat secaravisual atau pita yang sangat tipis disebabkan oleh konsentrasi DNA terlalu rendah (Haris et al., 2003). Primer rbcL dengan suhu 550C dan 560C menghasilkan pita yang teramplifikasi double band (line 8, 9, 10) (Gambar 2). Hal ini bisa terjadi karena disebabkan oleh konsentrasi DNA yang kurang optimal dan DNA yang kurang bersih. Hartati (2006) juga menyatakan bahwa jumlah pita yang dihasilkan tiap primer berbeda-beda. Sedangkan menurut Joko et al. (2011) konsentrasi DNA yang tinggi kemungkinan masih mengandung kontaminan seperti fenol dan metabolit sekunder lainnya yang dapat mengganggu proses penempelan primer pada DNA. Proses anealling atau penempelan primer pada DNA yang komplementer menjadi tidak sempurna sehingga tidak terbentuk penggandaan pita DNA. Penelitian ini sudah dilakukan dalam beberapa suhu namun suhu yang paling optimal pada suhu 550C dan 560C. Pengaturan suhu fase annealing pada proses PCR sangat berpengaruh pada proses pelekatan primer sehingga perubahan suhu

Universitas Sumatera Utara 19

satu derajat akan menyebabkan primer gagal melekat (Aris, 2011). Menurut Azrai (2005), orientasi dan jumlah sekuen komplementer dalam genom tanaman terhadap primer berhubungan langsung dengan jumlah produk amplifikasi PCR. Selain sampel daun D.oblongifolia dan D. lanceolata primer trnL-trnF, rbcL, matK tersebut sudah pernah diamplifikasi pada jenis tumbuhan lainnya. Keberhasilan primer trnL-trnF sudah dilaporkan pada sampel daun Styrax sumatrana (Rachmatet al., 2017), dan Eurycoma longifolia (Susilowatiet al., 2019). Keberhasilan primer rbcL juga sudah dilaporkan pada D. aromatica (Suka, 2018) dan meranti (Rangkuti, 2016). Dan keberhasilan pada primer matK sudah dilaporkan pada sampel daun Durio spp dan Lansium spp (Sinurat, 2016). Hasil amplifikasi sampel daun Styrax sumatrana dalam Rachmat et al.(2017) dengan menggunakan primer trnL-trnF menunjukkan pita yang cukup jelas. Namun ada beberapa pita dari hasil elektrofiresis yang kurang baik. Kegagalan dalam amplifikasi DNA dapat dibebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah adanya zat yang menghambat laju reaksi kimia atau adanya metabolit sekunder yang tidak tercuci sempurna, akibatnya menjadi kontaminan dalam analisis berikutnya. Amplifikasi PCR pada tanaman merantidengan menggunakan primer rbcL yang dilakukan Rangkuti (2016) memperlihatkan hasil amplifikasi yang sangat baik. Meranti 100% teramplifikasi pada primer rbcL. Suhu annealing yang digunakan 580C. Hal ini menunjukan bahwa primer rbcL sangat direkomendasikan dalam mengamplifikasi jenis tanaman. Namun dalam penelitian ini primer rbcL tidak mengamplifikasi dengan baik DNA D. oblongifolia dan D. lanceolata. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi DNA yang kurang optimal dan DNA yang kurang bersih. Hasil amplifikasi PCR tanaman Durio spp dan Lansium spp yang dilakukan Sinurat (2018) dengan menggunakan primer matK menunjukkan bahwa pita DNA yang dihasilkan bervariasi yaitu ada yang jelas dan tebal, namun ada pula yang jelas dan tipis. Hal tersebut diduga disebabkan oleh pengenceran DNA genom dan komposisi komponen PCR yang kurang sesuai. Namun, pada penelitian. Suka (2018) menggunakan primer matK untuk D. aromatica namun tidak dapat

Universitas Sumatera Utara 20

mengamplifikasi. Aris (2011) yang menyatakan bahwa keberhasilan amplifikasi lebih didasarkan kepada kesesuaian primer serta efisiensi dan optimasi proses PCR. Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau tidak ada daerah genom yang teramplifikasi.

Universitas Sumatera Utara 21

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 1. Isolasi sampel D. oblongifolia dan D. lanceolata dengan menggunakan metode CTAB menunjukan hasil yang baik. 2. Amplikasi PCR menggunakan primer trnL-trnF, rbcL, matK pada kedua jenis tanaman tersebut menunjukan hasil yang baik pada primer matK dan trnL-trnF. Primer rbcL pita DNA tidak teramplifikasi atau double band.

Saran Diperlukan penelitian lanjutan dengan memodifikasi suhu anealling agar diperoleh suhu yang sesuai untuk mendukung primer yang digunakan. Agar diperoleh hasil yang lebih spesifik.

Universitas Sumatera Utara 22

DAFTAR PUSTAKA

Abeysinghe PD, Wijesinghe KGG, Tachida H, dan Yoshda T. 2009. Molecular Characterization of Cinnamon (Cinnamomum verum Presl) Accessions and Evaluation of Genetic Relatedness of Cinnamon Species in Sri Lanka Based on trnL Intron Region, Intergenic Spacers Between trnT-trnL, trnL-trnF, trnH -psbA and Nuclear ITS. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences. 5(6):1079-1088.

Al-Samarai FR, Al-Kazaz AA. 2015. Molecular Markers: An Introduction and Applications. European Journal of Molecular Biotechnology, IX(3): 118- 130.

Apannah. 1998. A Riview of Dipterocarps : Taxonomy, Ecology and Sylviculture. CIFOR. Bogor-Indonesia.

Arif IA, Bakir MA, Khan HA, Ahmed A, Al Farha AH, Al Homaidan AA, Al Sadoon M, Bahkali AH., Shobrak M. 2010. A Simple Method for DNA Extraction from Mature Date Palm Leaves. Impact Of Sand Grinding and Composition Of Lysis Buffer. Int JMolSci, 11: 3149-3157. Doi 10.3390/ijms 11093149.

Aris M. 2011. Identifikasi, patogenisitas bakteri dan pemanfaatan gen 16srrna untuk deteksi penyakit ice-ice pada budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Aritonang KV, Siregar IZ,Yunanto T. 2007. Manual Analisis Genetik Tanaman Hutan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ashton PS. 2004. Dipterocarpaceae. In: Soepadmo E, Saw LG, Chung RCK (eds.) Flora of Sabah and Sarawak, Volume 5. Government of Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.

Ashton P. 1998. Dryobalanops lanceolata. The IUCN Red List of Threatened Species.

Azrai M. 2005. Pemanfaatan Markah Molekuler Dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman. AgroBiogen. 1(1):26-37.

Bangol I, Momuat LI, dan Kumaunang M. 2014. Barcode DNA Tumbuhan Pangi (Pangiumedule R.) Berdasarkan Gen matK. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Barstow M. 2018. Dryobalanops oblongifolia. The IUCN Red List of Threatened Species.

Universitas Sumatera Utara 23

Barstow M, Randi. 2018. Dryobalanops aromatica. The IUCN Red List of Threatened Species.

Basith A. 2015. Peluang Gen Rbcl Sebagai DNA Barcode Berbasis DNAKloroplas untuk Mengungkap Keanekaragaman Genetik Padi Beras Hitam (Oryza sativa L.) Lokal Indonesia. Himpunan Pendidik dan Peneliti Biologi Indonesia.

Burkill IH. 1996.A Dictionary of The Economic Products of Malay Peninsula, Ministry of Agriculture and Co-operatives. Kuala Lumpur. Malaysia.

[CBOL] Consortium Barcode of Life. 2009. A DNA Barcode for Land . PNAS. 106(31).

Dharmananda S. 2003. Dryobalanops for Medicine. Portland, Oregon: Director, Institute for Traditional Medicine.

Duke S. 2005. Plants Containing Borneol. Phytochemical and Ethnobotanical Databases. Portland, Oregon: Institute for Traditional Medicine.

Dwi. 2003. Melihat Keragaman Organisme melalui Beberapa Teknik Genetika Molekuler. www.library.usu.ac.id/modules.php.

Fajri M. 2008. Pengenalan Umum Dipterocarpaceae, kelompok Jenis Bernilai Ekonomi Tinggi. Info Teknis Dipterokarpa.

Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Penerjemah: Jamhuri, E. I.Z. Siregar, U.J. Siregar, dan A.W. Kertadikara. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding, Georg-August- UniversityGöttingen.

Gusmailina. 2015. Review: Borneol - Potensi Minyak Atsiri Masa Depan.Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Badan Litbang Kehutanan. Jawa Barat.1(2): 259-264.

Hao DC, Huang BL, Chen SL, Mu J. 2009. Evolution of The Chloroplast trnL- trnF Region in the Gymnosperm Lineages Taxaceae and Cephalotaxaceae. BioChem Genet. 47:351-369.

Haris N, Aswidinoor H, Mathius NT, Purwantara A. 2003. Kemiripan Genetik Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Berdasarkan Metode Amplified Fragment Length Polymorphisms (AFLP). Menara Perkebunan. 71 (1) : 1-15.

Hartati D. 2006. Keragaman Genetik Sengon (Albazia falcataria L. Fosberg) Melalui DNA Marker di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman (P3HT). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Universitas Sumatera Utara 24

Hollingsworth PM, Graham SW, dan Little DP. 2011. Choosing and Using a DNA barcode. PlosOne.

Holt SDS, Horová L, Bureš P, Janeček J,Černoch V. 2005. The trnL-F Plastid DNA Characters of Three Poa pratensis (Kentucky bluegrass) Varieties. Plant, Soil and Environment.

Jing Y, Xue JH, Zhou SL. 2011. New Universal matK Primers for DNA Barcoding Angiosperms. Journal of Systematics and Evolution. 49(3):176-181.

Joko T,Nanda K, Sedyo H. 2011. Optimasi Metode PCR untuk Deteksi Pectobacterium caroto Vorum, Penyebab Busuk Lunak Anggrek. Perlindungan Tanaman Indonesia. 17(2):54-59.

Julianti E, Pinaria AE, Lengkong, IF, dan Kolongdam BJ. 2015. DNA Barcoding Tanaman Daluga (Cytospermaspp) dari Kepulauan Sangihe Berdasarkan Gen matK. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Kuzmina ML, Johnson KL, Barron HR, Hebert PD. 2012. Identification of Vascular Plants of Churchill, Manitoba, Using a DNA Barcode Library, BMC ecology. http://www.biomedcentral.com.

Kress WJ, Wurdack KJ, Zimmer EA. 2005. Use of DNA Barcodes to Identify Flowering Plants. PNAS 102 (23): 8369-8374.

Kress WJ, Erickson DL, Jones FA, Swenson NG, Perez R. 2009. Plant DNA Barcodes and a Community Phylogeny of a Tropical Forest Dynamics Plot in Panama. Proceedings of The National Academy of Sciences. 106:18621–18626.

Levin RA, Wagner WL., Hoch PC. 2003. Family-level Relationships of Onagraceae Based on Chloroplast rbcL and ndhF Data. American Journal of Botany. 90:107-115 (modified from Soltis, P et al., 1992) Proceedings of National Academy of Sciences USA. 89: 449-451.

Mondini L, Noorani A, Pagnotta MA. 2009. Review: Assessing Plant Genetic Diversity by Molecular Tools. Diversity 1:19-35.

Morton CM. 2009. Phylogenetic Relationships of The Aurantioideae (Rutaceae)Based on The Nuclear Ribosomal DNA ITS Region and Three Noncoding Chloroplast DNA Regions, atpB-rbcL Spacer, rps16, and trnL- trnF. Organisms Diversity and Evolution. 9:52–68.

Nepal1 MP, Ferguson CJ. 2012. Phylogenetics of Morus (Moraceae) Inferred from ITS and trnL-trnF Sequence Data. Systematic Botany 37 (2): pp. 442–450.

Universitas Sumatera Utara 25

Nicholl DST. 1993. An Introduction to Genetic Engineering. Department of Biological Science. University of Praisly.

[P3HH] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan). 2008. Petunjuk Praktis Sifat-Sifat dasar Jenis Kayu Indonesia. A Handbook of Selected Indonesian Wood Species. Diterbitkan oleh: Indonesian Sawmill and Woodworking Association (ISWA)- International Tropical Timber Organization (ITTO) Project Pd 286/04 Rev. 1 (I) “Strengthening The Capacity to Promote Efficient Wood Processing Technologies in Indonesia”. PT. Pusaka Semesta Persada.

Pasaribu G, Gusmailina, Komarayati S, Zulnely, Dahlian E. 2014. Analisis Senyawa Kimia Dryobalanops aromatica (chemical compound analisys of Dryobalanopsaromatica). Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 32(1): 21-26.

Prasetyo B. 2013. Populasi Pohon Kapur (Dryobalanops camphora Colebr.) di Ambang Kepunahan. Proceeding. Seminar Nasional Matematika, Sains, dan Teknologi. Program Studi Biologi, FMIPA-UT. B.74-B.84.

Prayitno E, Nuryandani E. 2011. Optimization of DNA Extraction of Physic Nut (Jatropha curcas) by Selecting the Appropriate Leaf. Bioscience. 3(1): 1-6.

Purba YS, Martanti, D. 2008. Keragaman Genetik Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA pada Amorphophallus Muelleri Blume di Jawa. Biodiversitas 9(4):245-249.

Purwaningsih. 2004. Review: Sebaran Ekologi Jenis-Jenis Dipterocarpaceae di Indonesia. Biodiversitas. 5(2): 89-95.

Rachmat HH, Kamiya K, Harada K. 2012. Contrasting cpDNA Variation in Two Indonesian Endemic Lowland Dipterocarp Spesies and Amplication For Their Consevation. Faculty of Agriculture, Ehime University 3-5-7 Tarumi, Matsuyama-shi 790-8566. Japan. 15(16): 783-788.

Rachmat HH, Subiakto A, Kamiya K. 2016. Short Communication: Genetic Diversity And Conservation Strategy Considerations For Highly Valuable Medicinal Tree of Taxus sumatrana in Indonesia. Biodiversitas. 17(2): 487-491.

Rachmat HH, Susilowati A, Elfiati D, Hartini KS, Faradillah WN. 2017. Short Communication: Strong Genetic Differentiation of The Endemic Rosin- Producing Tree Styrax sumatrana (Styracaceae) in North Sumatra, Indonesia. Biodiversitas. 18(4): 1331-1335.

Rangkuti AB. 2016. Aplikasi DNA Barcode untuk Identifikasi Jenis Meranti dan Rotan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Universitas Sumatera Utara 26

Restu M, Mukrimin, Gusmiaty. 2012. Optimalisasi Teknik Ekstraksi dan Isolasi DNA Tanaman Suren (Toona sureni merr.) untuk Analisis Keragaman Genetik Berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Rogers SO, Bendich AJ. 1994. Extraction of Total Cellular DNA from Plant, Algae, and Fungi. Molecular Biology Manual. Leiden State University. Leiden. The Netherlands

Sinurat RSR. 2018.Analisis DNABarcode Potensial Durian (Durio spp.) dan Langsat (Lansium spp.) Pada Lahan Agroforestri di Berau, Kalimantan Timur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suka IMG. 2018. Skrining Region DNA Teramplifikasi untuk Identifikasi Kamper (Dryobalanops Aromatica) Di Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Susilowati A, Rachmat HH, Rangkuti AB, Elfiati D, Ambarwati A. 2018. Optimizing Genomic DNA Isolation and PCR Amplification For Pasak Bumi (Eurycoma longifolia). Proceeding. International Conference on Basic Sciences and Its Application. KnE Engineering.23-24 Agustus 2018. Padang. pages 30–39.

Turaki, Ahmad B, Magaji,UF, Abdulrazak UL, Yusuf BA, Hamza AB. 2017. Optimised Cetyltrimethylammonium Bromide (CTAB) DNA Extraction Method of Plant Leaf With High Polysaccaride and Polyphenolic Compounds for Downstream Reliable Molecular Analysises. Academic Journal. 16(24):1354-1365.

Weising K, Nybom H, Wolff K,Kahl G. 2005. DNA Fingerprinting in Plants: Principles, Methods, and Applications. Second Edition. Taylor & Francis Group. Boca Raton.

Yulita KS, Bayer RJ, West JG. 2005. Molecular Phylogenetic Study of Hopea and Shorea (Dipterocarpaceae): Evidence from The trnL-V and Internal Transcribes Spacers Region. Plant Species Biology. 8(6): 433-444.

Zein MSA, Prawiradilaga DM. 2013. DNA Barcode Fauna Indonesia. Prenadamedia. Jakarta.

Zhang, Yuan WF, Sun HC, Hou SH, Zhu HF. 2010. The Technology of Large- Scale Pharmaceutical Plasmid Purification by Cetyl trimethyl ammonium Bromide and Tritonx-114. African Journal of Biotechnology. 9(1):102- 109.

Zulfahmi. 2013. Penanda DNA untuk Analisis Genetik Tanaman. Jurnal Agroteknologi. 3(2) :41-52.

Universitas Sumatera Utara 27

LAMPIRAN

Daun D. oblongifolia Daun D. lanceolata

Sampel daun D. oblongifolia Sampel daun D. lanceolata

Penggerusan sampel daun Sampel diinkubasi

Universitas Sumatera Utara 28

Perolehan supernata elektroforesis

Pencampuran primer ke sampel PCR DNA

Universitas Sumatera Utara