Pendekar Empat Alis
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
CERITA SILAT TIONGKOK PENDEKAR EMPAT ALIS CERITA SILAT TIONGKOK Pendekar Empat Alis Karya Gu Long (Khu Lung) ⋅ Disadur oleh Ansari ⋅ 2 buku (24 jilid) Sumber versi elektronik asli dari indozone.net Konversi ke dalam format PDF dilakukan oleh serialsilat.com (budiutomo & tning) Dengan ijin dari indozone.net dan ansari sebagai penyadur dan penulis versi elektronik © 2005 www.serialsilat.com Daftar Isi BUKU 1 DJILID 1 1 DJILID 2 13 DJILID 3 31 DJILID 4 47 DJILID 5 65 DJILID 6 85 DJILID 7 103 DJILID 8 119 DJILID 9 139 DJILID 10 157 DJILID 11 171 DJILID 12 185 DJILID 13 243 BUKU 2 DJILID 14 249 DJILID 15 269 DJILID 16 289 DJILID 17 305 DJILID 18 327 DJILID 19 345 DJILID 20 365 DJILID 21 389 DJILID 22 411 DJILID 23 429 DJILID 24 451 PENDEKAR EMPAT ALIS / THE ADVENTURES OF LU XIAO FENG Djilid 1 Lu Xiao Feng adalah seseorang, orang yang tak akan pernah kamu lupakan seumur hidupmu. Dalam kehidupannya yang luar biasa dan aneh, ia telah melihat banyak orang-orang luar biasa dan aneh serta peristiwa-peristiwa yang aneh dan luar biasa. Mungkin lebih aneh dan luar biasa dari apa yang pernah kamu dengar di manapun. Maka, sekarang aku ingin memperkenalkan beberapa orang kepadamu, dan lalu berlanjut ke cerita mengenai mereka. KACANG GULA NENEK XUNG Bulan tampak bundar; kabut pun tebal. Tertutup oleh kabut yang tebal, bulan purnama tampak kelam dan sunyi, cukup untuk mematahkan hati seorang manusia. Tapi Zhang Fang dan teman-temannya tidak ingin menikmati pemandangan itu, mereka hanya ingin berjalan-jalan tanpa mengkhawatirkan apa-apa. Mereka baru selesai mengantarkan barang dari tempat yang sangat jauh; mereka juga baru saja minum anggur. Semua ketegangan dan kerja keras telah selesai. Mereka merasa santai, tanpa rasa cemas dan bahagia. Saat itulah mereka melihat Nenek Xung. Nenek Xung tiba-tiba muncul dari kabut seperti hantu. Dia seolah-olah membawa batu tak terlihat yang luar biasa besarnya di punggungnya, membebaninya sedemikian rupa sehingga seluruh tubuhnya membungkuk. Pinggangnya seolah-olah akan patah. Di tangannya ada sebuah keranjang bambu yang sangat tua; keranjang itu tertutup rapi oleh sehelai kain katun yang sangat tebal. "Apa yang ada di dalam keranjang itu?" Seseorang bertanya. Dengan suasana hati mereka seperti sekarang, mereka akan tertarik pada apa saja. "Kacang gula." Wajah Nenek Xung yang penuh keriput mengembangkan sebuah senyuman, "Kacang gula yang manis dan panas, hanya 10 farthing sekatinya." (Satu kati sama dengan 1/2 kg) "Kami ambil 5 kati, masing-masing 1 kati." Kacang gula itu benar-benar panas, dan benar-benar manis. Tapi Zhang Fang hanya makan satu. Ia tidak pernah suka kacang; di samping itu, ia telah banyak minum. Ia baru makan sebuah kacang waktu perutnya mulai terasa sangat sakit, seolah-olah ia akan roboh. Ia belum roboh waktu ia melihat bahwa teman-temannya tiba-tiba berjatuhan. Setelah roboh, SERIALSILAT.COM © 2005 1 PENDEKAR EMPAT ALIS / THE ADVENTURES OF LU XIAO FENG tubuh mereka segera mengejang sementara busa putih mulai muncul di sudut mulut mereka. Busa putih itu tiba-tiba berubah menjadi merah, menjadi darah! Nenek Xung masih berdiri di sana, memandang mereka, senyuman di wajahnya tiba-tiba tampak sangat menakutkan. "Ada racun di kacang gula itu!" Zhang Fang mengertakkan giginya dan ingin menghambur ke arah perempuan itu. Tapi saat itu ia merasa seolah-olah tidak ada kekuatan yang tersisa dalam dirinya. Ia ingin mematahkan leher nenek ini, tapi ia sendiri yang roboh di kakinya. Ia tiba-tiba melihat bahwa tersembunyi di balik gaun panjang nenek itu, dia mengenakan sepasang sepatu merah bersulam. Merah seperti yang dipakai oleh pengantin perempuan di hari pernikahannya. Tapi sepatu itu bukan bersulamkan sepasang angsa, tapi seekor burung hantu. Mata burung hantu itu hijau, seolah-olah menatap Zhang Fang, mengejek kedunguan dan ketololannya. Zhang Fang tersentak. Nenek Xung tertawa dan berkata: "Rupanya kamu anak nakal yang suka melihat kaki perempuan." Zhang Fang berusaha mengangkat kepalanya dan bertanya: "Kenapa kau bermusuhan dengan kami?" Nenek Xung tertawa dan menjawab: "Anak bodoh, aku tidak pernah melihat kalian sebelumnya, bagaimana aku bisa bermusuhan dengan kalian?" Zhang Fang mengertakkan giginya dan bertanya: "Lalu mengapa kau membunuh kami?" Nenek Xung menjawab dengan santai: "Tidak ada alasan sebenarnya, aku hanya ingin membunuh." Ia memandang ke arah kabut yang tampak samar dan bulan yang sunyi dan menjawab dengan lambat: "Bila bulan sedang purnama, aku ingin membunuh!" Zhang Fang memandangnya terbelalak, matanya penuh dengan rasa ketakutan dan amarah. Ia ingin sekali menggigit tenggorokan perempuan itu. Tapi tiba-tiba, seperti hantu, nenek ini menghilang dalam kabut yang tebal. Kabut tetap tebal dan samar-samar, dan bulan bertambah bundar. SERIALSILAT.COM © 2005 2 PENDEKAR EMPAT ALIS / THE ADVENTURES OF LU XIAO FENG HWESIO JUJUR Matahari tenggelam di barat sementara angin musim gugur meniup buluh-buluh tumbuhan air di rawa-rawa itu. Tidak ada jejak-jejak manusia di tepi rawa. Hanya seekor burung gagak yang terbang mendekat dan semakin dekat, akhirnya mendarat pada sebuah tiang kayu di tepi rawa yang biasanya digunakan untuk mengikat perahu. Tempat ini adalah sebuah dermaga yang sunyi, dan sekarang perahu itu telah berangkat untuk penyeberangan terakhir kalinya. Orang yang mengemudikan perahu itu adalah seorang lelaki yang sangat tua, bahkan jenggotnya pun telah putih. Setiap hari selama 20 tahun ini, ia telah bolak-balik di antara kedua tepi rawa di atas perahu miliknya itu. Tidak banyak lagi dalam hidup ini yang bisa membuatnya bahagia, kecuali minum dan judi. Tapi malam ini ia bersumpah tidak akan berjudi. Karena sekarang ada seorang hwesio di perahunya. Hwesio ini tampak sangat alim, sangat jujur, tapi hwesio tetaplah hwesio. Setiap kali melihat hwesio, ia akan kehilangan semua uang yang dimilikinya. Hwesio Jujur ini duduk dengan sangat khusyuk di sudut perahu, menatap kakinya sendiri, kaki yang sangat kotor. Di kakinya yang sangat kotor, ia memakai sepasang sandal jerami yang sangat usang. Penumpang lain duduk sejauh mungkin darinya, seolah-olah mereka takut kutu-kutu di tubuhnya akan pindah kepada mereka. Hwesio Jujur tidak berani memandang yang lain, bukan hanya ia seorang yang jujur, ia juga sangat pemalu. Bahkan waktu penjahat-penjahat itu melompat ke atas perahu, ia juga tidak menoleh, hanya mendengar teriakan-teriakan terkejut para penumpang diikuti oleh suara 4 orang melompat ke haluan perahu. Lalu ia mendengar para penjahat mengancam dengan sengit: "Kami adalah pahlawan-pahlawan Sekte Ular Air, kami hanya ingin uang dan bukan nyawa, jadi kalian tidak perlu takut, serahkan saja semua uang dan barang-barang berharga kalian dan semuanya akan beres." Matahari terbenam menyinari golok-golok di tangan mereka, pantulan dari golok-golok itu menerangi bagian dalam perahu. Di dalam perahu, laki-laki gemetaran dan yang perempuan menangis, semakin banyak uang mereka, semakin keras mereka gemetaran, semakin sedih tangis mereka. Hwesio Jujur masih duduk di sana dengan kepala tertunduk, memandang kakinya sendiri. Tiba-tiba, ia melihat sepasang kaki lain, sepasang kaki yang memakai sepatu boot yang bersih dan tebal, berdiri tepat di depannya: "Giliranmu, serahkan!" Hwesio Jujur ini tampaknya tidak mengerti apa yang ia katakan dan bergumam: "Apa yang kau ingin aku serahkan?" "Selama ada nilainya, serahkan semua!" SERIALSILAT.COM © 2005 3 PENDEKAR EMPAT ALIS / THE ADVENTURES OF LU XIAO FENG "Tapi aku tidak punya apa-apa." Kepala Hwesio Jujur semakin menunduk. Ia melihat bahwa orang itu seperti akan menendang dirinya tapi ditarik mundur oleh temannya: "Lupakan saja, hwesio kotor ini tampaknya bukan orang yang punya uang, mari kita keluar dari sini." Mereka datang dengan cepat, dan pergi dengan cepat, semua penjahat memang kurang percaya pada diri sendiri. Dengan segera bagian dalam perahu itu menjadi kacau, ada yang berjingkrak- jingkrak, ada yang mencaci-maki, bukan hanya memaki para penjahat, tapi si hwesio juga: "Melihat hwesio benar-benar mendatangkan nasib buruk!" Mereka tampaknya tidak perduli bahwa si hwesio bisa mendengar makian mereka, tapi si Hwesio Jujur tampaknya tidak mendengar mereka. Ia masih duduk di sana dengan kepala tertunduk, raut wajahnya tampak berubah-ubah, tiba-tiba ia melompat bangkit dan berlari ke haluan perahu. Di haluan perahu ada sepotong papan, papan itu biasanya digunakan sebagai jembatan saat perahu berlabuh di dermaga. Hwesio Jujur meraup papan itu memukulnya pelan, papan kayu setebal 3 inci itu terbelah menjadi 5 atau 6 potong. Semua orang di perahu itu terkejut. Hwesio Jujur melemparkan potongan pertama, potongan itu baru saja mendarat di air ketika ia melesat, ujung kakinya baru saja mendarat dengan lembut di atas potongan kayu itu waktu potongan kedua dilemparkan. Ia tampak seperti capung di permukaan air, sesudah 4 atau 5 lompatan di air, ia telah berhasil mengejar perahu Sekte Ular Air yang menjauh. Para pahlawan Sekte Ular Air baru saja menghitung pendapatan mereka hari ini waktu mereka melihat seseorang melompat dengan perlahan ke haluan perahu seperti seorang malaikat, itu adalah si hwesio kotor. Bukan hanya mereka belum pernah melihat kungfu seperti ini sebelumnya, bahkan mendengarnya saja belum. "Jadi hwesio ini menyembunyikan dirinya, menunggu sampai kami telah mendapatkan uang sebelum ia mengganggu kami." Telapak tangan mereka telah basah dengan keringat dingin dan mereka berharap bahwa hwesio ini hanya ingin uang mereka dan bukan nyawa mereka. Tidak seorang pun dari mereka yang membayangkan kalau si hwesio tiba-tiba berlutut di depan mereka