Loji-Loji Vrijmetselarij di , , dan Daerah Istimewa Yogyakarta: Sebuah Kajian Gaya Seni Bangunan

Aldila Anisa Nurhidayati, Supratikno Rahardjo

Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas , Depok

Email: [email protected]

Abstrak

Vrijmetselarij atau adalah organisasi internasional bersifat rahasia. Pada masa Kolonial, organisasi ini masuk dan berkembang dengan pesat serta memiliki bangunan yang didirikannya sendiri sebagai pusat kegiatan mereka dalam bentuk loji-loji yang tersebar di banyak kota di Hindia Belanda. Tujuan dari penelitian ini ingin mencari tahu gaya bangunan dari bangunan loji Vrijmetselarij. Penelitian berfokus pada bangunan loji yang ada di Jakarta (loji De Ster in het Oosten dan loji Adhuc Stat), Surabaya (loji De Vriendschap), dan Yogyakarta (loji Mataram). Hasil yang ditemukan adalah loji De Ster in het Oosten, loji De Vriendschap, dan loji Mataram memiliki perpaduan gaya Eropa dan juga gaya Indis. Perbedaan terdapat pada loji Adhuc Stat yang dibangun pada abad ke-20, karena pada loji ini didominasi oleh gaya Modern. Semakin awal pembangunannya, gaya arsitektur Eropa yang diadopsi lebih dominan dan semakin akhir dibangun, gaya Indis yang ada semakin banyak.Beberapa bangunan menggunakan lambang khas yang menjadi identitas komunitas ini.

Abstract

Freemasonry or Vrijmetselarij is an international organization famous with the state of being secretive. This organization thrives rapidly during the colonial era. It also builds many masonic lodges. These lodges are spread in many cities in the East Indies. The purpose of this research is to know the building style of the Vrijmetselarij lodge. This research will focus on lodges built in Jakarta (De Ster in het Oosten lodge and Adhuc Stat lodge), Surabaya (De Vriendschap lodge) and Yogyakarta (Mataram lodge). The result shows that De Ster in het Oosten, De Vriendschap, and Mataram lodges has a mix combination of European and Indies style in their design. While for the Adhuc Stat lodge the style is quite different, because for this 20th century built-in lodge, the modern style has dominated it design. The earlier the construction, the more European style dominated the building, and the latest the construction the more Indis style is in it. Some of the building also used the symbol

Keyword: Vrijmetselarij, Freemasonry, Lodge, Vrijmetselarij Lodge, Building style.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Pendahuluan

Arkeologi merupakan ilmu yang mempelajari kebudayaan masa lalu melalui peninggalan materialnya. Bangunan sendiri dalam klasifikasi ilmu arkeologi masuk kedalam kelompok fitur dan merupakan hasil kebudayaan manusia yang bersifat material. Salah satu tujuan arkeologi adalah merekonstruksi sejarah kebudayaan, hal tersebut deapat tercapai diantaranya dengan mempelajari arsitektur bangunan. Arsitektur kolonial Indonesia merupakan fenomena budaya yang unik karena banyak terdapat percampuran budaya Eropa dengan budaya Indonesia sendiri. Arsitektur kolonial yang ada di Indonesia salah satunya adalah bangunan loji. Loji menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 530) berarti gedung besar atau kantor dan benteng pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Loji sendiri di sini diartikan sebagai tempat berkumpul dari anggota Vrijmetselarij (Vrijmetselaar), dan dalam bahasa inggris disebut juga sebagai lodge. Vrijmetselarij pada masa modern lebih dikenal sebagai Freemasonry. Menurut Encyclopaedia of Religion and Ethics (Hastings, 1914, Vol VI: 118), pengertian freemasonry pada masa ini adalah asosiasi loji yang dikelompokkan secara teritorial di bawah sebuah yang dibentuk di London pada tahun 1717, ketika terjadi penggabungan antara empat loji tertua untuk membentuk sebuah Grand Lodge pertama di dunia. Organisasi ini merupakan salah satu organisasi persaudaraan internasional yang telah ada sejak abad pertengahan di Eropa dan bersifat rahasia (van der Veur, 1976:1). Loji Vrijmetselarij tentunya akan berbeda dengan pengertian loji pada umumnya. Karena dalam fungsi bangunannya pun sangat berbeda, dan pengertian tempat berkumpul dan pusat kegiatan yang dilakukan juga berupa ritual-ritual yang hanya bisa dipahami oleh anggota Vrijmetselarij sendiri. Vrijmetselarij sendiri disebarkan di Indonesia melalui kaum elite Eropa yang memang telah lama tinggal di Asia dan bekerja di perusahaan Belanda serta memiliki kehidupan makmur di Batavia (Stevens, 1976: 26). Organisasi ini secara resmi ada di Indonesia sejak didirikan loji pertama La Choisie di Batavia pada tahun 1762 atas inisiatif dari J.C.M Radermacher Junior. Radermacher Jr. juga merupakan kelompok kalangan elite Batavia dan anggota luar biasa Dewan Hindia Belanda/Raad extraordinir van Nederland Indie (Haris, 1994: 5). Pada awalnya kedudukan dalam loji Vrijmetselarij menjadi penting bagi orang Belanda atau Eropa untuk mengkukuhkan diri sebagai bagian dari kelompok elite Eropa (Taylor, 2009: 158). Anggota-anggota loji kemudian hanya merupakan kalangan elite bangsa Eropa. Namun pada masa kemudian di Indonesia terjadi percampuran budaya, pada loji juga mulai masuk kalangan pribumi walaupun hanya terbatas pada golongan Bangsawan. Penelitian ini membahas mengenai gaya bangunan yang ada pada loji Vrijmetselarij, karena menurut Snyder dan Catanese (1989: 14) semua hasil peninggalan manusia dibuat atas dasar pertimbangan-pertimbangan maupun pilihan-pilihan tertentu. Pilihan-pilihan ini menghasilkan gaya yang membuat suatu tempat atau bangunan berbeda satu sama lain. Gaya dalam kaitannya dengan arkeologi adalah sebuah pola atau motif yang secara tidak langsung dapat membantu arkeolog untuk memahami kualitas karya suatu budaya, sehingga mempermudah untuk melokalisasi dan mendata suatu data (Soekiman, 2000: 81). Sebagaimana dikatakan oleh Henk Baren, gaya dapat mengacu kepada empat pengertian, yaitu gaya objektif yang mengacu kepada objek itu sendiri, gaya subjektif yang mewakili selera seniman atau arsitek pencipta, gaya nasional yang mewakili suatu ciri budaya suatu bangsa, dan gaya khusus yang menggambarkan keistimewaan teknik dan bahan (dalam Soekiman 2000:83). Dalam penelitian ini pengertian gaya dapat mengacu kepada salah satu atau kombinasi pengertian di atas tergantung konteks pembahasannya..

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Loji yang akan diteliti berfokus pada kota Batavia atau Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Selain dikarenakan bangunan loji di daerah lain di Jawa memang bangunannya sebagian sudah tidak ditemukan lagi, ketiga kota ini merupakan kota penting pada masa kolonial baik itu dalam segi politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Menurut tabel daftar loji yang dibuat oleh Van der Veur yang diambil dari daftar keanggotaan vrijmetselarij pada tahun 1940. Di dalam daftar yang berjudul Ledenlijet van de loges behoorende tot de Provinciale Grootloge van Nederlansch-Indie; bij den aanvang van het Werkjaar 1940 – 1941 (1976: 8), terdapat 6 buah Loji di Batavia sejak sebelum tahun 1815 sampai tahun 1870- an. Loji-loji itu adalah La Choisie, La Fidele Sincerite, La Vertuese, De Ster in het Oosten, Het Zuiderkruis, dan De Broederketeen. La Fidele Sincerite dan La Vertuese bergabung menjadi loji De Ster in het Oosten pada tahun 1837. Loji La Choisie berhenti beroperasi pada tahun 1767, begitu juga dengan Het Zuiderkruis dan De Broederketeen yang ditutup pada tahun 1955 dan tahun 1948. Sementara di Surabaya terdapat loji De Vriendschap dan di Yogyakarta terdapat loji Mataram. Keberadaan loji Vrijmetselarij di Batavia juga jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain juga membuktikan bahwa Vrijmetselarij memiliki pengaruh yang kuat di Batavia masa itu. Batavia juga merupakan pusat kota pada masa pemerintahan Hindia Belanda, di mana banyak tinggal orang-orang Eropa yang memiliki jabatan tinggi. Selain itu Batavia merupakan pusat kedudukan Gubernur Jendral serta menjadi pusat aktivitas VOC di Asia sampai akhir abad 18. Kota ini juga menjadi pusat modernisasi di Asia dan merupakan pintu gerbang masuk pengaruh dan elemen-elemen Eropa di Nusantara (Haris, 1993: 30). Loji-loji Vrijmetselarij di Jakarta yang masih ada bangunan utuh tanpa ada pembongkaran adalah gedung BAPPENAS dan gedung Kimia Farma. Kedua loji ini merupakan milik loji De Ster in het Oosten. Sementara itu di Surabaya terdapat loji De Vriendschap. Loji De Vriendschap di Surabaya juga merupakan salah satu loji yang memilik pengaruh kuat di masyarakat dan memiliki pengaruh kuat di Eropa, yang mungkin disebabkan karena letak Surabaya sebagai kota pelabuhan (Stevens, 2004: 126). Letak Surabaya yang strategis karena berada di ujung Selat Madura membuat pelabuhan Surabaya tepat berada di pusat lalu lintas perdagangan (Kurniati, 1996:15). Hal ini membuat kota Surabaya menjadi sebuah kota besar dan penting pada jaman penjajahan Belanda. Loji De Vriendschap di Surabaya sekarang menjadi kantor Badan Pertanahan Surabaya. Daerah Istimewa Yogyakarta juga merupakan sebuah kota penting karena merupakan pusat dari keraton Yogyakarta dan terdapat hubungan antara Vrijmetselarij dengan keraton Yogyakarta. Pada masa penjajahan Belanda, status Kesultanan Yogyakarta memang tidak diatur dengan ordonnantie (undang-undang), melainkan dalam sebuah perjanjian (politiek- contract) antara Gubernur Jenderal Hindia-Belanda dan Sri Sultan (Poerwokoesoemo, 1968: 3 – 4). Dalam keanggotaan loji Mataram pun banyak dipenuhi oleh anggota keraton, seperti Pangeran Soejodilogo yang telah menjadi anggota sejak tahun 1871 (Stevens, 2004: 301). Loji Mataram di Daerah Istimewa Yogyakarta sekarang menjadi kantor DPRD Yogyakarta. Masalah Penelitian Penelitian tentang loji-loji Vrijmetselarij ini ini dilakukan untuk mengetahui jenis- jenis bangunan seperti apa saja yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya kelompok- kelompok rahasia ini. Di samping itu hendak ditelusuri adanya kemungkinan unsur-unsur gaya seni yang memberikan identitas pada loji-loji yang mereka gunakan, baik yang terdapat di di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui unsur-unsur gaya seni bangunan yang terdapat pada loji-loji Vrijmetselarij. Selanjutnya penelitian ini juga ingin mencari tahu ciri- ciri khusus dari bangunan loji Vrijmetselarij. Manfaat penelitian ini yang pertama adalah sebagai data sejarah perkembangan keberadaan Vrijmetselarij melalui peninggalan bangunannya di Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Kedua, penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan tentang perkembangan gaya bangunan arsitektur khususnya loji-loji Vrijmetselarij. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan kajian loji-loji Vrijmetselarij di daerah lainnya yang tidak tercakup dalam penelitian ini. Metode Penelitian Penelitian arkeologi memiliki tahapan-tahapan dalam penelitiannya yaitu Observasi/Pengumpulan Data, Dekripsi/Pengolahan Data, dan Eksplanasi/ Penafsiran data (Deetz, 1967: 8). Tahap pengumpulan data yang dilakukan adalah data pustaka dan data lapangan. Data pustaka yang dikumpulkan, berupa buku ataupun laporan penelitian tentang loji-loji Vrijmetselarij, gedung BAPPENAS, gedung Kimia Farma, gedung BPN Surabaya, dan gedung DPRD DI Yogyakarta. Mengingat unsur yang dianalisis merupakan gaya bangunan, maka data yang dikumpulkan adalah elemen-elemen yang membentuk gaya seni yang terdapat pada bangunan-bangunan tersebut. Seperti lantai, dinding, tiang, langit-langit, atap, pintu, jendela, lubang ventilasi, pilaster1, console2, tritisan, tangga, atau lampu. Di samping itu unsur-unsur ornamental yang ada pada keempat bangunan tersebut juga dikumpulkan. Data ini diperoleh dengan cara observasi dan survey lapangan menyeluruh. Dilakukan pengambilan foto atau gambar, baik itu yang menjelaskan tentang bangunan tersebut di masa lampau maupun kegiatan dan simbol-simbol dari Vrijmetselarij. Kemudian pada tahap pengolahan data, seluruh data yang telah ada kemudian diproses dengan dilakukan deskripsi verbal dan piktorial. Deskripsi verbal adalah mendeskripsikan data dalam bentuk naratif dan deskripsi piktorial adalah memberikan gambar atau sketsa. Setelah itu dilakukan analisis data yang dilakukan dengan cara mengelompokkan bangunan kedalam dua bagian, yaitu komponen arsitektural dan komponen ornamental. Komponen arsitektural adalah bagian dari bangunan yang harus ada dalam sebuah bangunan dan bila tidak ada akan merusak keseimbangan bangunan. Sementara komponen ornamental adalah elemen dekorasi yang meskipun tidak diperlukan untuk menjalankan fungsi praktis, digunakan untuk membantu menghias bangunan. Bentuk pengolahan data seperti ini merujuk pada pengolahan elemen arsitektural pada buku Bentuk dan Fungsi Arsitektur (TT: 14 - 16). Klasifikasi dan analisis dilakukan pada komponen bangunan yang masih asli dan belum mengalami perubahan. Kemudian dilakukan perbandingan antara data yang terkumpul dengan gaya bangunan serupa yang telah umum dikenal pada masanya. Hal ini diperlukan agar mendapatkan hasil yang tepat pada saat penafsiran data. Tahap terakhir adalah penafsiran data yang dilakukan dengan melihat hasil analisis. Hasil penafsiran dari tahap pengolahan data dan analisis dibuat dengan tulisan deskriptif dengan melampirkan gambar, foto, dan tabel beserta keterangannya. Elemen-elemen

1 Pilar yang menempel pada dinding dan biasanya terdapat dasar, kolom, dan kepala serta digunakan sebagai unsur dekoratif, namun bukan termasuk unsur konstruksi. Biasanya berbentuk persegi panjang atau ½ lingkaran, dan berada dekat pintu masuk. Terkadang dikonstruksikan sebagai proyeksi dari bangunan (Harris, 1977: 419). 2 Bagian dekoratif yang berbentuk gulungan vertical dan berada di dinding untuk menyokong cornice, pintu, atau kepala jendela dan terdapat pahatan/ukiran (Harris, 1977: 133).

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 arsitektural dan ornamental pada keempat bangunan dibandingkan dengan gaya bangunan arsitektur sejenis yang berkembang pada masa itu atau masa-masa sebelumnya. Dengan cara demikian dapat diperoleh kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu gaya bangunan apa yang ada pada loji-loji Vrijmetselarij di Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta.

Loji De Ster in het Oosten

Loji De Ster in het Oosten saat ini digunakan sebagai gedung Kimia Farma dan terletak di Jalan Budi Utomo no.1, Jakarta Pusat (dahulu bernama Vrijmetselaarweg/Jalan Vrijmetselaars). Gedung Kimia Farma Jakarta yang terletak di Jl. Budi Utomo awalnya merupakan loji La Vertuese. Pada saat itu gedung loji La Vertuese dirasakan mulai tidak layak untuk dijadikan sebagai loji sehingga diputuskan untuk dibangun gedung baru pada tahun 1786 (Stevens, 2004: 105). Usaha untuk mempersatukan loji La Vertuese dan La Fidele Sincerite sudah ada sejak tahun 1829 namun kedua loji baru bergabung pada tahun 1837 dengan nama De Ster in het Oosten (Bintang Timur). Kemudian setelah La Vertuese dan La Fidele Sincerite melebur menjadi De Ster in het Oosten, diputuskan bahwa gedung loji yang berada di dekat Weltevreden itu menjadi loji pusat bagi De Ster in het Oosten (Stevens, 2004: 130). Akan tetapi pada tahun 1855 loji sudah mengalami kerusakan parah sehingga kemudian diputuskan untuk membongkar dan membangun kembali. Pendanaan dilakukan dengan cara meminta dana patungan dari seluruh anggota Vrijmetselarij di Hindia Belanda, dan di bawah pimpinan perwira zeni D. Maarschalk pada tanggal 26 April 1858 resmi berdiri gedung loge baru (Stevens, 2004: 131-132). Gedung ini kemudian sempat menjadi lokasi digelarnya Kongres Pemuda Indonesia yang pertama yakni pada 30 April sampai 2 Mei 1926. Setelah Indonesia merdeka, gedung itu kemudian diambil alih dan menjadi gedung farmasi Kimia Farma.

Foto 1. Loji De Ster in het Oosten pada tahun 1870

(Sumber: media-kitlv.nl, 2014)

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Pada tahun 1870 bangunan ini menggunakan tiang-tiang bergaya tuscan. Unsur Eropa sangat kuat terlihat dari bentuk bangunannya. Tiang yang ada pada bangunan ini berjumlah enam buah dengan dua buah jendela di sisi kanan dan kiri bangunan. Tiang-tiang ini menopang bagian entablature dan pediment serta bagian tympanumnya. Dapat terlihat juga bahwa bagian cornice, pediment, serta entablaturenya masih berbentuk sama seperti yang terlihat pada sekarang. Dapat dilihat juga bahwa simbol dari loji berupa lambang bintang segi lima yang menandai nama gedung (De Ster in het Oosten/ Bintang dari Timur) terlihat jelas terpampang di bagian tympanum. Di tengah-tengah dapat terlihat satu buah pintu masuk utama. Selain itu bangunan juga terlihat ditinggikan dengan adanya anak tangga di bagian depan.Pada tampak depan bangunan juga terdapat halaman lapang dengan pohon di sisi kanan dan kiri, serta dua buah tiang lampu di sisi kanan dan kiri. Pada kondisi bangunan sekarang, hampir tidak ada perubahan yang berarti dari segi fasade, namun simbol Vrijmetselarij sudah dihilangkan dan diganti menjadi logo Kimia Farma. Tiang-tiang bergaya tuscan masih digunakan dan bentuk jendela yang menggunakan kayu juga tidak mengalami perubahan. Perubahan hanya terjadi di sisi kanan dan kiri bangunan, di mana sejak tahun 1900an sisi kanan dan kiri menjadi menjorok keluar, dan sekarang telah dikembalikan lagi seperti bentuk aslinya seperti yang terlihat pada foto tahun 1870. Terdapat tambahan bangunan baru di sebelah barat bagian belakang, yaitu terdapat bangunan kantin bagi para pegawai Kimia Farma. Halaman depan juga sudah berubah dan sekarang dipergunakan untuk parkir mobil serta motor dan ditambahkan juga tiang bendera di bagian tengah. Bangunan ini sekarang terdiri dari dua lantai dan terdiri dari 22 ruang. Di lantai 1 terdapat lobby utama yang kemudian menghubungkan bangunan menjadi dua bagian yaitu, lantai 1 untuk bagian Trading and Distribution yang terdiri dari 12 ruangan serta lantai 2 untuk bagian apotek. Pada lantai 2 terdapat 11 ruangan. Kemudian terdapat juga tambahan bagian gedung baru yaitu kantin di sisi barat gedung.

Loji Adhuc Stat

Loji Adhuc Stat sekarang ini menjadi kantor dari Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Gedung BAPPENAS terletak di Jalan Taman Suropati no. 2, Jakarta Pusat. Terletak di poros tengah Taman Suropati, taman yang merupakan pusat Menteng, tempat pertemuan poros timur-barat dan utara-selatan. Pada tahun 1925, loji De Ster in het Oosten yang semula berada di Vrijmetselaarweg berpindah ke gedung baru di daerah Menteng. Gedung BAPPENAS merupakan loji baru dari De Ster in het Oosten yang bernama Adhuc Stat (Masih Ada). Gedung ini dibangun oleh arsitek belanda bernama F.J.L Ghijsels yang tergabung dalam himpunan arsitek Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau (AIA) pada tahun 1925. Keletakan gedung Adhuc Stat yang berada di kawasan Menteng, suatu kawasan elite bagi petinggi-petinggi Belanda di Batavia, membuktikan peran penting dari gedung tersebut bagi pemerintahan kolonial (Heuken, 2001: 72). Pada tahun 1966 gedung ini digunakan oleh mahkamah militer yang mengadili tokoh-tokoh G30S PKI. Sebelumnya menjadi kantor Dewan Perencanaan Nasional. Kemudian pada tahun 1967 menjadi gedung induk kantor BAPPENAS.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015

Foto 2. Gedung BAPPENAS pada tahun 1930

(Sumber: media-kitlv.nl)

Gedung yang dibangun pada tahun 1925 ini memiliki bentuk yang sedikit berbeda dengan arsitektur bangunan di sekitarnya. Arsitektur yang ditampakkan simetris berbentuk balok. Bangunan memiliki denah persegi panjang dengan sisi kiri dan kanan menonjol keluar. Kemudian terdapat simbol Vrijmetselarij berupa Penggaris dan Kompas serta nama gedung Adhuc Stat di tengah muka gedung. Gedung ini juga memiliki dua lantai dan terdapat balkon di lantai 2 dengan pintu menuju balkon berada di sisi kanan atas. Pada tahun 1930 masih terdapat portico pada gedung dengan tiang-tiang penyokong. Gedung juga terlihat ditinggikan dengan adanya tangga pada bagian muka gedung. Gedung ini dikelilingi oleh halaman yang tidak terlalu luas. Kemudian terdapat pagar pembatas yang mengelilingi gedung. Pagar ini berbentuk balok yang berjarak satu sama lain dan juga tidak terlalu tinggi sehingga tidak menutupi bangunan ini.

Foto 3. Nama loji dan lambang Vrijmetselarij jelas tertulis

(Sumber: media-kitlv.nl)

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Pada kondisi bangunan sekarang terdapat perubahan yaitu penghilangan lambang Vrijmetselarij dan lambang Adhuc Stat. Sekarang terdapat tulisan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional di bagian bekas nama Adhuc Stat pernah berada. Bangunan utama sekarang dikeliling oleh bangunan baru di sisi kanan, kiri, dan bagian belakang. Bangunan utama dengan bangunan-bangunan baru tersebut dihubungkan oleh lorong. Orientasi bangunan adalah selatan–utara, dengan pintu masuk di bagian utara. Bangunan induk BAPPENAS terdiri dari dua lantai. Pada lantai 1 terdapat 23 ruang dan pada lantai 2 terdapat 9 ruangan. Bangunan baru saja di restorasi di bagian dalam khususnya di lantai 2 dengan tata letak yang dikembalikan seperti pada kondisi awal.

Loji De Vriendschap

Loji De Vriendschap (yang berarti persahabatan) sekarang menjadi kantor dari Badan Pertanahan Surabaya. Secara administratif gedung BPN Surabaya terletak di Kelurahan Genteng , Kecamatan Genteng, Jalan Tunjungan No. 80, Kota Surabaya. Gedung ini sendiri dibangun pada tanggal 28 september 1809 oleh B.H.J van Cattenburch (Widodo, 2013: 572). Pada awalnya De Vriendschap saat berdiri belum memiliki sebuah bangunan loji dan upacara- upacara penting dilakukan di gedung sewaan. Akan tetapi karena pertambahan anggota yang pesat kemudian dirasa penting untuk memiliki sebuah gedung sendiri. Menurut Faber yang dikutip oleh Handinoto (1996: 136) dan juga Stevens (2004: 123) gedung loji De Vriendschap merupakan milik salah seorang ketua yang bernama van Cattenburch yang kemudian dihibahkan oleh istrinya saat van Cattenburch meninggal. Kemudian diresmikan dengan akte notaris pada tanggal 12 Juli 1811. Ketika BHJ. van Cattenburch meninggal pada tanggal 29 Agustus 1811 batu peringatannya dipasang juga di dalam gedung tersebut. Pada tahun 1812 pembangunan loji mulai berlangsung dengan arsitek Wardenaar. Menurut sumber sejarah loji ini pernah diguakan untuk melantik tokoh-tokoh masyarakat Eropa seperti Johannes van den Bosch, Thomas Stamford Raffles, serta Mr. H. W. Muntinghe (Stevens, 2004: 123). Sebelum tahun 1900an dilakukan perubahan khususnya pada segi denah dan tampak depan gedung. Gedung ini pernah dipakai oleh Gementee Surabaya sebagai tempat persidangan sebelum kemudian Gementee berpindah ke gedung baru. Gedung ini juga pernah dijadikan markas Palang Merah Internasional atau International Red Cross Commitee (Handinoto, 1996: 136)..Pada tahun 1900-an gedung ini mempunyai barisan kolom yang menghiasi fasade depan. Tiang-tiang ini berjumlah 4 buah dan menopang entablature dan pediment yang di atasnya terdapat atap tympanum. Terdapat 6 buah jendela yang juga dihiasi oleh tympanium sementara di bagian dinding atas terdapat cornice. Terdapat satu buah pintu masuk di sisi timur yang diapit oleh satu buah jendela di masing-masing sisi. Sementara bagian muka portico ditutup oleh pagar langkan dan akses masuk ada pada sisi kiri dan kanan.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015

Foto 4. Gedung BPN Surabaya pada tahun 1900an

(Sumber: kitlv.nl)

Pada kondisi sekarang ini tidak terdapat perubahan pada bagian fasade gedung. Tiang-tiang Dorik serta jendela dengan tympanum yang berada di bagian muka gedung masih digunakan. Namun terdapat perubahan yaitu pada portico depan pada sisi kiri dan kanan diberi pagar langkan. Jika pada awalnya untuk masuk kedalam dari sebelah kiri dan kanan sekarang hanya dapat masuk dari sisi muka. Kemudian terjadi perubahan dari pintu masuk utama yang sekarang memakai pintu dari kaca dan alumunium. Mengingat penggunaan alumunium sebagai bahan bangunan di Indonesia tergolong baru maka pintu utama ini dipastikan awalnya bukan berbentuk seperti itu. Bagian pagar langkan yang menutupi bagian portico juga dihilangkan. Kemudian dapat dilihat bahwa simbol Vrijmetselarij masih berada dimuka gedung dan masih ada. Hal ini merupakan suatu hal yang menarik jika mengingat bahwa di loji-loji lainnya bentuk simbol Vrijmetselarij ini sudah dihilangkan setelah bangunan loji jatuh ke tangan Pemerintah RI. Kemudian bagian halaman sekarang di aspal dan berfungsi untuk parkiran mobil. Orientasi gedung ini adalah barat–timur dengan pintu masuk di bagian timur.

Foto 5. Lambang Vrijmetselarij dan juga loji De Vriendschap pada tahun 2015

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015

Bangunan loji ini terdiri dari satu lantai dan memiliki luas tanah 6968 m2 dengan luas bangunan ±4905 m2. Orientasi bangunan adalah barat-timur, dengan pintu masuk utama di bagian timur. Bangunan ini memiliki dua buah bagian, yang pertama bagian kantor BPN dan yang kedua adalah bagian milik dari yayasan Loka Pamitran. Sudah terdapat ruang-ruang kecil tambahan dengan dinding kayu dan semen. Bangunan ini sendiri terbagi dua, dengan bangunan di sebelah timur digunakan oleh kantor BPN Surabaya dan bangunan di sebelah barat digunakan oleh yayasan Loka Pamitran. Kedua bagian ini dibatasi oleh dinding yang terbuat dari tembok semen. Pintu masuk ke bagian kantor BPN Surabaya di bagian muka gedung (bagian timur) sementara pintu masuk ke bagian milik Loka Pamitran berada di samping selatan bangunan. Bagian bangunan di sebelah barat kondisinya telah kosong dan tidak terawat.

Loji Mataram

Secara administratif gedung ini terletak di wilayah Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurajan, Kotamadya Yogyakarta, tepatnya di Jalan Malioboro 54, Yogyakarta. Loji Mataram didirikan pada tahun 1870 dan peresmian loge tersebut dilakukan pada gedung yang disewakan oleh sultan Hamengku Buwono VI kepada loji Mataram. Menurut Indisch Maconniek Tijdschrift3 th. 56 yang dikutip oleh Stevens (2004: 301) karena kebaikan sultan itulah, Pangeran Frederik dari Belanda mengucapkan terimasih pada sultan melalui surat pribadi. Gedung ini terletak di jalan utama Yogya yaitu Malioboro, dan setelah Hamengku Buwono VI meninggal, penerus-penerusnya tetap menghormati keputusanya. Nama loji Mataram juga dibuat dengan keputusan penting yaitu menunjuk pada kerajaan penting yang memiliki peranan besar dalam sejarah Jawa. Dalam keputusan Majelis Tahunan Provinsial Vrijmetselarij Belanda pada tahun 1930 dibuat keputusan untuk membuat museum dengan koleksi berbagai benda milik Vrijmetselarij di loji tersebut (Stevens, 2004: 303-304). Gedung ini sering digunakan untuk tempat bermeditasi dan sebagai ruang pameran, misalnya pameran oleh Luch Bescherming Dienst pada tahun 1940. Pasca Kemerdekaan pada tahun 1948–1950, gedung ini digunakan sebagai kantor BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat), kantor Dewan Pertahanan Negara, dan penyelenggaraan sidang Kabinet (1948). Pada tahun 1951 oleh pihak Kasultanan diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk dijadikan kantor DPRD DIY. Gedung ini menempati areal tanah seluas lebih kurang 15.380 m2 dengan gedung yang memiliki orientasi kearah barat. Memiliki denah umum berbentuk persegi panjang. Pada tahun 1978 sampai tahun 1990 dilakukan pembangunan bertahap bangunan baru di timur dan utara. Terdapat 4 buah tiang dengan bentuk tuscan di bagian portico depan. Tiang-tiang ini menopang bagian pediment dan entablature. Gedung ini memiliki dua buah pintu masuk utama yang berada di fasade bagian barat. Bangunan terlihat ditinggikan dengan adanya anak tangga di bagian portico. Menurut laporan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta,

3 I.M.T adalah Majalah Masonik Hindia yang didirikan oleh A.S. Carpenter Alting pada tahun 1895 dan berfungsi sebagai forum penyaluran pendapat serta untuk memperkuat loji-loji Hindia satu sama lain serta memupuk rasa kebersamaan antar para anggota (Stevens, 2004: 219).

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 gedung ini masuk kedalam kategori A. Serta dari segi pelestarian dan keasliannya memiliki nilai 5, yaitu masih terawat dan terjaga bentuk aslinya. Telah ditambahkan bangunan baru di dalam kompleks gedung DPRD Yogyakarta. Bangunan-bangunan baru ini berada di bagian utara dan timur. Terdapat lorong dengan kanopi yang menghubungkan antara bangunan baru dan bangunan lama. Gedung ini memiliki halaman yang luas di bagian depan khas dengan rumah Indis. Bagian taman yang berada di depan gedung merupakan bagian yang baru dibuat. Kemudian di bagian taman dihias dengan patung-patung yang terbuat dari batu andesit. Loji Mataram atau yang sekarang menjadi gedung DPRD Yogyakarta memiliki delapan ruangan. Bangunan ini memiliki 1 lantai namun pada ruang rapat utama terdapat tangga menuju ruang wartawan di atas. Pada bangunan ini terdapat 8 ruangan, yaitu ruang rapat fraksi, dua buah ruang fraksi, ruang pelayanan, perpustakaan, ruang tunggu, ruang khusus tamu VIP, dan di tengah terdapat ruang sidang.

Foto 6. Gedung DPRD Yogyakarta pada tahun 2014

Analisis Gaya Bangunan

Analisis yang dilakukan meliputi bentuk denah ruangan, komponen arsitektural, dan ornamental yang ada pada keempat bangunan. Berdasarkan analisis unsur-unsur gaya seni di semua loji yang diteliti, dapat ditunjukkan adanya – gaya seni yang menjadi sumber acuan bangunan loji-loji. Gaya-gaya sen tersebut adalah Yunani, Romawi, Kristen Awal, Bisantine, Karolingian & Romanesque, Gotik, Renaisance, Barok & Rokoko, Neoklasik & Eklektik, Modernisme, Post modernism dan Indis. Di bawah ini ditunjukkan persebaran unisr-unsur gaya seni tersebut dan distribusinya dalam elemen-elemen bangunan pada loji yang dikaji.

a. Unsur-unsur gaya seni pada loji De Ster in het Oosten Komponen arsitektural yang akan dibahas adalah pondasi dan lantai, order, dinding dan pilaster, plafon, tritisan, atap, pintu, dan jendela. Terdapat juga bangunan yang tidak memiliki elemen seperti yang disebutkan. Seperti pada loji De Ster in het Oosten yang tidak memiliki tritisan dan loji Adhuc Stat yang tidak mempunyai order. Di bawah ini diperlihatkan tabel yang memuat distribusi unsur-unsur gaya seni bangunan Eropa pada loji De Ster in et Oosten.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Tabel 1. Analisis Gaya Bangunan Kimia Farma (Loji De Ster in het Oosten)

Dari segi bentuk umum bangunan loji De ster in het Oosten atau gedung Kimia Farma memiliki gaya Neo-Klasik Yunani dan Romawi. Bentuk bangunan mengikuti arsitektur kuil Yunani. Bangunan dengan gaya Neo-Klasik memang memakai bentuk arsitektur klasik namun dengan fungsi yang berbeda dengan bentuk arsitektur aslinya. Seperti bentuk arsitektur kuil Yunani yang dipakai pada bangunan loji De Ster in het Oosten. Bentuk atap juga mengikuti atap seperti pada kuil Yunani. Akan tetapi pada bangunan ini juga terdapat gaya bangunan modern, yaitu dari bentuk kaca patrinya. Bentuk kaca patri sendiri merupakan bentuk yang ada saat masa arsitektur klasik (arsitektur Gotik) namun pada kaca patri ini memiliki pola Art Nouveau. Pada bangunan ini memiliki gaya Neo-Klasik dengan gaya Yunani, Romawi, dan Reinassance. Kemudian terdapat percampuran dengan gaya modern yaitu dari bentuk jendela. Kemudian karena bangunan sudah banyak direnovasi, banyak bentuk post-modern seperti penggunaan pintu kaca dengan besi dan pintu plastik.

b. Unsur-unsur gaya seni pada loji Adhuc Stat Bangunan loji Adhuc Stat atau gedung BAPPENAS dari bentuk umum memiliki gaya Modern de stijl. Salah satu ciri-cirinya adalah bentuk tritisan yang mengelilingi dinding bangunan pada ketinggian atas jendela sehingga memperkuat unsur de Stijl. Pada gedung juga terdapat banyak bentuk arsitektur modern seperti bentuk Art Deco dan de Stijl pada pintu dan jendela. Gaya klasik juga ditemukan pada bangunan ini, seperti bentuk lantai dengan pola Barok dan gaya kolonial. Kemudian bentuk plafon/langit-langit dengan gaya Reinassance. Berikut adalah tabel analisis gaya bangunan pada gedung BAPPENAS.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Tabel 2. Tabel Analisis Gaya Bangunan BAPPENAS (Loji Adhuc Stat)

Serta terdapat juga bentuk jendela yang bergaya Neo-Klasik yaitu Empire Style. Kemudian pada bentuk atap memakai gaya Indis. Bangunan dengan bentuk seperti loji Adhuc Stat atau gedung BAPPENAS ini memang merupakan bentuk bangunan yang ada pada akhir abad 19 di Indonesia. Dapat dikatakan bentuk bangunan ini memiliki gaya Modern, yang di dalamnya terdapat gaya de Stijl dan Art Deco. Kemudian terdapat percampuran dengan gaya Indis, klasik, serta Neo-Klasik. Pada bangunan ini juga tidak ditemukan elemen Order yang khas pada arsitektur klasik.

c. Unsur-unsur Gaya Seni pada Loji De Vrienschap Sementara pada gedung loji De Vriendschap atau gedung BPN Surabaya memiliki gaya Neo-Klasik yaitu Empire Style dengan kolom doric di fasade depan. Gaya Empire Style ini tidak lepas dari pengaruh Gubernur Daendels yang pernah menguasai Surabaya dan meninggalkan banyak pengaruh khususnya bentuk arsitektur Empire Style pada abad ke-19. Pada bangunan ini gaya Empire Style, ada pada bentuk jendela dan pintu. Kemudian terdapat juga gaya klasik yaitu Reinassance yang terdapat pada bagian plafon. Bangunan ini juga memiliki gaya modern yaitu Arts & Crafts yang terdapat pada bagian pintu. Gaya Arts & Crafts ini memang mulai terkenal pada tahun 1860 – 1925. Bentuk ini sesuai dengan tahun pembangunan bangunan loji De Vriendschap atau gedung BPN Surabaya.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Tabel 3. Analisis Gaya Bangunan pada Loji De Vriendschap

d. Unsur-unsur Gaya Seni pada Loji Mataram Pada bangunan loji Mataram atau gedung DPRD Yogyakarta, memiliki gaya arsitektur khas Jawa Tengah yang bercampur dengan bentuk bangunan Eropa. Dari segi tata ruang bangunan ini mirip dengan konsep rumah tradisional yaitu terdapat pendopo, lobby yang memiliki 4 tiang penyokong, ruang utama dengan 6 tiang di tengah (saat ini sebagai ruang sidang), teras, dan ruang pelayanan. Kemudian terdapat banyak ukiran khas Jawa Tengah yang memenuhi bangunan, seperti pada dinding, pintu, jendela, dan plafon. Ukiran pada kayu ini banyak ditemukan pada bangunan milik bangsawan di daerah Jawa.

Tabel 4. Analisis Gaya Bangunan pada Loji Mataram

Percampuran bentuk dengan bangunan Eropa terdapat pada bagian dinding dan pondasi. Bentuk dinding dengan beton memang baru dikenal sejak bangsa Eropa datang ke Hindia-Belanda (Indonesia). Kemudian pada bentuk pondasi yang ditinggikan mirip dengan pondasi arsitektur Yunani. Dari bentuk jendela juga memiliki gaya Empire Style, namun dengan bentuk fanlight khas Indis. Dapat dikatakan bangunan ini memiliki gaya Indis dengan bentuk elemen Eropa yaitu Neo-Klasik.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat adalah pada tiga bangunan loji, yaitu Gedung Kimia Farma, gedung BAPPENAS, gedung DPRD Yogyakarta, memiliki kesamaan gaya, yaitu NeoKlasik. Hal ini dikarenakan juga oleh faktor tahun pembangunan gedung. Pada abad ke-19, Belanda banyak membangun bangunan bergaya NeoKlasik. Semakin awal pembangunannya, gaya arsitektur Eropa yang diadopsi lebih dominan, seperti pada loji De Ster in het Oosten. Sementara pada loji De Vriendschap atau gedung BPN Surabaya dan loji Mataram atau gedung DPRD Yogyakarta yang dibangun mendekati akhir abad ke-19, sudah banyak bercampur dengan bentuk arsitektur khas Indis. Kemudian pada gedung BAPPENAS yang memiliki gaya Modern, yang berbeda dengan ketiga loji lain. Hal ini dikarenakan bangunan ini dibangun pada abad 20 awal, mulai muncul gaya baru dalam membangun sebuah bangunan. Pada bagian ruangan, terdapat kesamaan pada semua loji, yaitu adanya ruang semacam auditorium yang luas di bagian tengah bangunan. Ruang ini terdapat pada keempat bangunan loji, namun pada loji De Ster in het Oosten atau gedung Kimia Farma sudah tertutup oleh dinding dan sekat. Ruang yang luas ini diperkirakan menjadi ruang pemujaan bagi para anggota Vrijmetselarij. Pada keempat bangunan ditemukan juga simbol dari Vrijmetselarij. Simbol ini berupa jangka dan penggaris, yang merupakan simbol penanda organisasi ini. Walaupun pada gedung BAPPENAS simbol ini telah dihilangkan, pada gedung BPN Surabaya simbol ini masih terdapat di bagian tympanum. Terdapat juga bentuk ornamen bintang seperti yang ada pada gedung DPRD Yogyakarta dan gedung Kimia Farma. Pada gedung Kimia Farma bentuk bintang di bagian fasade sudah tidak ada, namun pada gedung DPRD Yogyakarta bentuk ini ada di bagian plafon. Tidak diketahui dengan pasti apakah bentuk simbol bintang merupakan salah satu simbol penanda dari loji Vrijmetselarij.

Daftar Referensi

Bentuk dan Fungsi pada Arsitektur. TT. Dialih bahasakan oleh 24G. Calloway, Stephen. (1991). Elements of Style. New York: Simon & Schuster. Deetz, James. (1967). Invitation to Archaeology. New York: The Natural History Press. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan. (2000). Laporan Pendokumentasian Bangunan-Bangunan Kuno yang Merupakan Struktur Kota Yogyakarta Lama. Yogyakarta: Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta. Handinoto. (1996). Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial belanda di Surabaya (1870 – 1940). Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen dan PETRA Surabaya. Harris, Cyrill M. (1977). Historic Architecture Sourcebook. United States of America: McGraw-Hill Book Company.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Haris, Tawalinuddin. (1993). Perkembangan Kota Jakarta. Laporan Penelitian. Universitas Indonesia. ______. (1994). Lahirnya Museum di Indonesia. Laporan Penelitian. Universitas Indonesia. Hastings, James. (1914).Encyclopaedia of Religion and Ethics Vol. VI. New York: Charles Scribner’s Sons. Heuken, Adolf SJ. (2001). Menteng – Kota taman pertama di Indonesia. Jakarta:Yayasan Cipta Loka Caraka. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1990). Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Dokumentasi Arsitektur. (2000). Laporan penelitian sejarah bangunan tua: inventaris bangunan cagar budaya - wilayah Jakarta Pusat. Jakarta : Dinas Permuseuman dan Pemugaran DKI Jakarta. ______. (2005).Data Benda Cagar Budaya Tidak Bergerak Milik Instansi/Pribadi/Kolektor di Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. Poerwokoesoemo, KPH MR. Soedarisman. (1968). Daerah Istimewa Yogyakarta.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Renfrew, Colin. (2004). Symbol Before Concept: Material Engagement and the Early Development of Society. Archaeological Theory Today. USA: Blackwell Publishers. Snyder, James dan Anthony J. Cantanese. (1989). Pengantar Arsitektur. Penerbit Erlangga. Soekiman, Djoko. (2000). Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII– Medio Abad XX) . Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Stevens, Th. (2004). Tarekat mason bebas dan masyarakat di Hindia-Belanda dan Indonesia 1764 – 1962. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Taylor, Jean Gelman. (2009). Kehidupan Sosial di Batavia. Masup Jakarta. Tjahjono, Gunawan. (1999). Tema sejarah dalam pendidikan arsitektur. Laporan Penelitian. Universitas Indonesia. Van der Veur, Paul W. (1976). Freemasonry in Indonesia from Radermacher to Soekanto, 1762 – 1961. International Studies Southeast Asia Series no. 40. Widodo, Iman Dukut. (2013). Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe. Surabaya: Dukut Publishing.

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015 Watterson, Joseph. (1968). Architecture a Short History. New York: W.W. Norton.

Sumber Elektronik media-kitlv.nl collectie.tropenmuseum.nl

Loji-loji Vrijmetselarij ..., Aldila Anisa Nurhidayati, FIB UI, 2015