HUMANIORA Nina H. Lubis

VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 20 - 26

KONTROVERSI TENTANG NASKAH WANGSAKERTA

Nina H. Lubis*

Pengantar sastrawan Sunda, Yoseph Iskandar, yang menilai dengan penuh keyakinan bahwa ada awal tahun 2002, di surat kabar naskah ini sebagai karya sejarah yang ber- terbesar di Jawa Barat, muncul per- nilai tinggi, bahkan kemudian dibuat cerita- debatan tentang Naskah Wangsa- cerita dalam majalah tersebut dengan kerta. Perdebatan ini muncul ketika naskah mengambil bahan dari naskah (Ekadjati, ini dijadikan rujukan untuk menentukan Hari 1988: 1-2) Jadi Provinsi Jawa Barat oleh seorang pakar Naskah ini kemudian dikerjakan secara filologi, Edi S. Ekadjati (selanjutnya disingkat filologis oleh Atja dan seorang filolog lulusan ESE). Penulis, sebagai seorang sejarawan, Universitas . Penggarapan naskah mempertanyakan keabsahan penggunaan dilakukan pula oleh Saleh Danasasmita, naskah ini sebagai sumber sejarah Ayatrohaedi, arkeolog dari UI, dan ESE, mengingat kontroversi tentang naskah ini. atas dukungan dana dari Yayasan Pada akhir tahun 1980-an, terjadi polemik Pembangunan Jawa Barat. Hasil kajian di surat kabar, majalah, antara para kemudian diterbitkan terbatas dalam bentuk sejarawan, arkeolog, dan filolog tentang pengantar, ringkasan isi, suntingan teks, alih naskah ini. Seminar dan diskusi juga telah aksara (dari aksara Jawa ke Latin), dan mengangkat masalah naskah ini ke terjemahan teks dari bahasa Jawa ke percaturan nasional. bahasa Indonesia (Ekadjati, 2002). Selanjutnya, Ayatrohaedi, arkeolog UI Asal-usul Naskah Wangsakerta yang menyelesaikan disertasinya tentang dialek di , dan Saleh Danasasmita Pada tahun 1977, Kepala Museum Sri menulis tentang isi Naskah Wangsakerta Baduga, , membeli naskah melalui dalam harian Sinar Harapan dan majalah informan dan perantara yang bernama Moh. Mangle, sebuah majalah berbahasa Sunda. Asikin, seorang penduduk Kota Cirebon. Menurut beberapa sumber, Atja ber- Menurut keterangan perantara tersebut, maksud menjadikan garapan tentang naskah-naskah yang ditawarkannya berasal naskah ini sebagai bahan disertasi di Uni- dari beberapa daerah di Indonesia, seperti versitas Indonesia. Akan tetapi, rencana ini Cirebon, , Jawa Timur, Sumatera ditolak oleh calon tim promotor karena Selatan, Jambi, Barat, naskah ini dianggap kontroversial. Tentu saja Selatan, Kalimantan Timur, dan Bali, bahkan hal ini sangat mengecewakannya mengi- katanya ada yang dari Malaysia. Menurut ngat tenaga dan dana yang sudah dikeluar- informan ini pula, naskah-naskah itu dibawa kan untuk menggarapnya cukup besar. orang ke luar Cirebon karena takut jatuh ke tangan pemerintah kolonial (Ekadjati, 2002). Data tentang Naskah Pada awal tahun 1980-an, muncul karangan bersambung mengenai naskah- Naskah Wangsakerta ini ditulis oleh tim naskah tersebut yang kemudian dinamai di bawah pimpinan Pangeran Wangsakerta. “Naskah Pangeran Wangsakerta”. Uraian Penulisan dilakukan selama 21 tahun dari tentang naskah ini ditulis oleh seorang tahun 1677 hingga 1698, sesuai dengan

20 Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 Kontroversi tentang Naskah Wangsakerta keterangan yang dituliskan dalam teks garakan oleh Universitas Tarumanegara, 16 naskah. Naskah ini ditulis di atas kertas September 1988, kemudian dalam Gotra- daluang dengan tinta hitam. Menurut sawala (seminar) Pengkajian Naskah- penelitian Arsip Nasional Republik Indone- naskah Kuno Jawa Barat, yang diseleng- sia, yang menguji bahan yang dipergunakan garakan oleh Universitas Pasundan, 23 naskah, umur bahan diduga sekitar 100 Januari 1989. Kemudian ada Seminar tahun. Jadi, naskah yang ada di Museum tentang Galuh di Universitas Siliwangi, yang Sri Baduga dapat dianggap sebagai naskah juga membahas naskah ini. Perdebatan salinan yang ditulis sekitar akhir abad ke- dalam kedua arena diskusi ini menimbulkan 19. Aksara dan bahasa Jawa yang dua kelompok yang bersikap pro dan kontra. dipergunakan tergolong aksara dan bahasa Yang pro menganggap bahwa naskah ini Jawa pesisiran yang di dalamnya banyak perlu diteliti secara tuntas, sebelum meng- mengandung kosakata bahasa Jawa Kuno anggap naskah ini palsu, sedangkan yang (Ekadjati, 2002). kontra menganggap ini naskah palsu. Isi naskah mendeskripsikan sejarah Kelompok pertama antara lain terdiri dari para Kepulauan Nusantara, Pulau Jawa, dan penggarap naskah, sedangkan kelompok Tatar Sunda sejak awal abad Masehi hingga kedua terdiri dari Dr. Hasan Muarif Ambary, abad ke-17, bahkan ada pula cerita masa Kepala Puslit Arkenas, Drs. Buchori dan Dr. prasejarah. Uraian tentang kerajaan-kerajaan R.P. Soeyono, arkeolog senior UI, Prof. Dr. yang pernah ada di Nusantara dilengkapi Haryati Subadio, waktu itu Dirjen Kebudaya- dengan daftar raja-raja yang memerintah an, Prof. Dr. Budi Santoso, waktu itu Direktur secara rinci dengan angka tahun pemerin- Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud tahannya (Ekadjati, 2002). (lihat majalah Mangle, 1265). Isi teks terdiri atas 5 seri karangan yang Dalam Simposium Internasional Ilmu- masing-masing berjudul , ilmu Humaniora III yang diselenggarakan Nagarakretabhumi, Pustaka Dwipantara- UGM, pernah naskah ini dipertanyakan parwa, Pustaka Pararatwan, I Bhumi karena salah seorang pemakalah memakai Jawadwipa, dan Pustaka Rajya-rajya I Bhumi naskah ini sebagai salah satu sumber. Juga Nusantara. Tiap karangan terdiri atas satu dalam Konferensi Internasional Sejarah sampai beberapa parwa dan tiap parwa terdiri IAHA (International Association of Historian atas beberapa sargah, tiap sargah berwujud of Asia) di , penulis menjadi pemaka- satu naskah. lah, Prof. Dr. M.C. Ricklefs , waktu itu guru Karangan dalam naskah ini berbentuk besar sejarah dari Monash University, Aus- prosa dan merefleksikan alam pikiran yang tralia, yang ahli naskah Jawa Kuna, mem- bersifat rasional. Naskah juga dilengkapi pertanyakan mengapa naskah Wangsa- dengan 1500 daftar pustaka (Ekadjati, 1988, kerta, yang menurutnya palsu, dipergunakan 2002). sebagai sumber oleh seorang pemakalah dari Indonesia. Perdebatan tentang Naskah Wangsa- Permasalahan yang menarik ialah tiba- kerta tiba saja setelah hampir 13 tahun berlalu dari perdebatan itu, kini mencuat kembali karena Isi naskah yang menginformasikan naskah itu dipergunakan sebagai sumber sejarah Nusantara begitu lengkap dan cara sejarah. Bagaimana sebenarnya kedudukan penulisan yang tergolong modern ternyata naskah itu di mata seorang sejarawan? mengundang pertanyaan dari berbagai kalangan, baik sejarawan, arkeolog, maupun Cara Kerja Sejarawan filolog. Terjadilah perdebatan yang dilakukan dalam seminar maupun diskusi. Pertama, Ketika seorang sejarawan dihadapkan berlangsung Diskusi Panel yang diseleng- pada suatu pertanyaan tentang masa lalu

Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 21 Nina H. Lubis manusia, maka langkahnya diarahkan untuk Gunung Jati, yang menjadi pendiri mencari sumber sejarah (historical source), Kesultanan Cirebon, hidup pada kurun waktu yang berisi informasi untuk menjawab itu. Tome Pires menceritakan dalam pertanyaan itu. Sumber sejarah dapat dikla- bukunya yang berjudul Suma Oriental, sifikasikan berdasarkan masa pembuatan- tentang penguasa Cirebon yang tak pernah nya, isinya, tujuan pembuatannya, wujud- dijumpainya secara langsung, artinya ia nya, dan asal-usulnya. Yang perlu dikemu- hanya mendengar dari orang lain tentang kakan sehubungan dengan naskah adalah pendiri Cirebon tersebut. Maka dari itu, buku dua klasifikasi yang terakhir. Klasifikasi Suma Oriental tergolong sumber sezaman sumber sejarah berdasarkan wujudnya atau sumber primer kurang kuat untuk meliputi tiga golongan, yaitu sumber berupa informasi tentang Sunan Gunung Jati tulisan, sumber berupa benda, dan sumber (Cortesao, 1990: 166-173). Pada tahun lisan. Sumber berupa tulisan, dapat berupa 1720, Pangeran Arya Cirebon menyusun prasasti, silsilah, kalender, annal, kronik, naskah Carita Purwaka Caruban Nagari karya-karya sejarah (termasuk sejarah yang juga memuat informasi tentang Sunan tradisional), biografi, otobiografi, memoar, Gunung Jati. Naskah ini disusun sekitar 150 buku harian, surat-surat pribadi, surat kabar, tahun setelah kematian Sunan Gunung Jati, dan sejenisnya. Naskah yaitu karya yang jadi, penulisnya tidak pernah bertemu ditulis dengan tangan termasuk dalam langsung dengan Sunan Gunung Jati. Maka sumber sejarah tertulis. Selanjutnya, dari itu, sumber ini disebut sebagai sumber klasifikasi sumber sejarah berdasarkan asal- sekunder untuk informasi tentang Sunan usulnya ialah sumber sejarah primer dan Gunung Jati. sumber sejarah sekunder. Menurut Adanya klasifikasi sumber sejarah pembagian yang lebih mutakhir, ada yang primer dan sekunder seperti disebut di atas disebut sumber tersier dan kuarter. Sumber membedakan nilainya sebagai sumber primer terbagi lagi atas dua golongan yaitu sejarah. Sumber sejarah primer yang sumber primer kuat (strictly primary source) memberikan informasi langsung dari pelaku dan sumber primer kurang kuat (unstrictly atau saksi mata jelas lebih tinggi nilainya primary source). Sumber primer kuat adalah sebagai sumber bila dibandingkan dengan sumber yang memuat informasi yang berasal sumber sekunder yang memberikan dari pelaku sejarah (actor), saksi peristiwa informasi bukan dari pelaku atau saksi mata. sejarah (eyewitness); sedangkan sumber Meskipun demikian, sumber sekunder dapat primer kurang kuat biasa disebut juga dipergunakan sebagai sumber bila sumber sebagai sumber sezaman, yaitu sumber primer tidak ada, dengan catatan, untuk yang berasal dari masa suatu peristiwa memperoleh fakta (bukan data) harus dilaku- sejarah berlangsung, tetapi sumber kan prosedur koroborasi, yaitu pendukungan informasi bukan pelaku atau saksi mata. suatu data dari suatu sumber dengan data Sumber sekunder adalah sumber yang berisi lain yang berasal dari sumber lain, yang informasi dari sumber yang tidak langsung tidak ada hubungan kepentingan di antara atau bukan dari pelaku ataupun saksi mata sumber-sumber itu atau kedudukan sumber (Garraghan, 1946:103-113; vide: Gottschalk, itu bebas (merdeka). Dukungan dari berbagai 1975 :58-79). Kalau dilihat sepintas istilah sumber yang merdeka bisa menghasilkan sumber primer kurang kuat, dengan sumber fakta yang mendekati kepastian (certainty sekunder seolah sama. Untuk memahami fact), sedangkan bila dukungan kurang, perbedaannya dapat dilihat pada contoh mungkin fakta yang dihasilkan hanya kasus ini, yaitu berita dari Tome Pires, or- sebatas dugaan (alleged fact ). Bila koro- ang Portugis tentang Fatahillah. Tome Pires borasi tidak bisa dilakukan karena ketiadaan pernah datang ke Banten dan singgah di data atau sumber lain, nilai sumber itu, baik Cirebon antara tahun 1512-1513. Sunan sumber primer ataupun sumber sekunder

22 Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 Kontroversi tentang Naskah Wangsakerta dianggap sebagai pembuktian sejarah yang pantas sebagai pusaka, atau mungkin sangat lemah (Garraghan, 1946 :297-304 ). disimpan sebagai arsip keluarga, atau Persoalan berikutnya yang menentukan di pusat dokumentasi pemerintah. Bila apakah sebuah sumber layak dipakai atau tidak jelas di mana atau dari mana tidak adalah sejauh mana otentisitas dan sebuah dokumen berasal, akan timbul kredibilitas sumber tersebut. Otentisitas pertanyaan mengenai keasliannya (lihat sumber dapat ditentukan melalui kritik Louis Gottschalk, 1975: 82-84). ekstern, yaitu kritik dengan melihat wujud Bila telah lolos dari pengujian oten- naskah. Secara kongkret otentisitas sumber tisitas, selanjutnya sebuah sumber diuji dapat dilihat dari: kredibilitasnya dengan melakukan kritik in- 1. kapan dan di mana sumber itu ditulis. tern. Sebuah sumber dapat dipercaya bila 2. materi (bahan) sumber, termasuk tinta lolos dalam pengujian sebagai berikut. yang dipergunakan, untuk menyelidiki apakah tidak anakronistis. 1. Apakah sumber tersebut mampu (kom- peten) untuk menyatakan kebenaran. 3. siapa penulis sumber. 4. identifikasi terhadap tulisan tangan, 2. Apakah sumber mau menyatakan tanda tangan, meterai, jenis huruf, atau- kebenaran. pun watermerk (“cap air” yang menun- Kemampuan untuk menyatakan kebe- jukkan kapan kertas diproduksi). Untuk naran, antara lain, ditentukan oleh faktor- mengenali tulisan tangan dapat faktor berikut: dibandingkan dengan tulisan lain yang 1. kedekatan dengan peristiwa sezaman. Bentuk ataupun langgam Artinya sumber informasi hadir dalam tulisan dari satu daerah ataupun dari peristiwa tersebut. Seorang asing yang suatu periode bisa dikenali. Seringkali tidak pernah berjumpa dengan Sunan ejaan, terutama bagi nama diri dan Gunung Jati tak akan bisa secara tanda tangan (karena terlalu baik, terlalu akurat menceritakan bagaimana buruk atau anakronistis, dan tata penampilan pendiri Cirebon tersebut, bahasa yang ahistoris, menunjukkan adanya pemalsuan. Referensi anakro- 2. usia dan kesehatan mental/fisik nistis kepada peristiwa-peristiwa (terlalu Seorang tua yang sudah pikun tidak awal, terlalu akhir, atau terlalu jauh) atau mungkin mampu menceritakan masa penanggalan dokumen pada suatu kecilnya, atau seorang anak kecil ber- waktu ketika pengarang tidak mungkin usia 3 tahun tidak akan mampu hadir pada tempat yang ditunjuk dapat menceritakan suatu pembunuhan yang membuka kedok pemalsuan. Kadang- terjadi di depan matanya. kadang pemalsu yang pandai telah 3. keahlian mengikuti sumber-sumber sejarah yang Seorang petugas kebersihan lulusan paling baik secara terlalu cermat sekolah dasar yang hadir dalam ruangan sehingga produknya menjadi suatu kopi tempat terjadinya perdebatan seru yang terlalu mencolok pada bagian- antara dua orang ahli politik tidak akan bagian tertentu. mampu menceritakan kembali secara 5. asal-usul penyimpanan sumber. Suatu akurat apa yang diperdebatkan dokumen biasanya tersimpan di tempat tersebut. yang sepantasnya. Naskah-naskah 4. tingkatan perhatian. yang pada umumnya dibuat di kalangan Seorang pedagang Belanda yang da- keraton ataupun kabupaten (ada juga tang ke Batavia pada awal abad ke-18 yang di kalangan pesantren), tentu hanya bisa menceritakan bagaimana disimpan di tempat (perpustakaan) yang situasi perdagangan di Batavia waktu

Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 23 Nina H. Lubis

itu, tetapi tidak akan bisa menceritakan Penulis naskah adalah semacam tim bagaimana budaya pribumi waktu itu yang diketuai oleh Pangeran Wangsakerta. karena tidak menjadi pusat perhati- Soal identitas Pangeran Wangsakerta bisa annya. disebutkan bahwa ia adalah tokoh historis yang juga tercatat dalam sumber primer Kemauan untuk menyatakan kebenaran kolonial di samping dalam sumber lokal. berkaitan erat dengan kepentingan sumber. Pangeran Wangsakerta adalah salah Bila informasi akan merugikan kepentingan seorang putra Panembahan Girilaya Pengua- sumber, jelas bahwa sumber tidak mau sa Kerajaan Cirebon (1650-1662) (Hageman, menyatakan kebenaran. Demikian pula 1867:243, Kielstra, 1917: 60). Dalam naskah sebaliknya, bila tidak merugikan, besar disebutkan bahwa karya tersebut kemungkinan sumber akan mau menya- merupakan hasil Gotrasawala (Seminar) takan kebenaran. yang diselenggarakan di Cirebon dengan Prinsip lainnya, yang dapat dijadikan mengundang tim peneliti. Setiap daerah pegangan sejarawan, adalah bahwa setiap mengirim utusan berjumlah 70 orang. karya sejarah, sastra-sejarah, selalu Tentulah ini merupakan seminar yang luar mencerminkan latar belakang sosio kultural biasa besarnya waktu itu. Pengumpulan masyarakat yang menghasilkannya. Jadi, jumlah orang sebesar itu akan menarik ada kulturgebundenheit (ikatan kebudaya- perhatian VOC, yang saat itu tengah an), tijdgebundeheit (ikatan waktu). Setiap menghadapi berbagai konflik yang karya juga selalu mencerminkan zeitgeist- menyeretnya ke peperangan, seperti nya (jiwa zamannya) (Kartodirdjo, t.t). Karya Perlawanan Trunojoyo, kasus konflik historiografi tradisional, termasuk naskah Banten-Sumedang, yang melibatkan sejarah, biasanya juga dituliskan bukan kompeni, dll. Akan tetapi dalam Dagregister, untuk menulis sejarah, tetapi lebih untuk peristiwa seminar di Cirebon ternyata tidak meneguhkan nilai-nilai yang berlaku dalam tercatat. Tentu saja hal ini mengundang masyarakatnya (Abdullah, 1985: xxi). pertanyaan, benarkah seminar itu pernah diadakan? (lihat perdebatan tentang hal ini Kritik Sumber terhadap Naskah Wang- dalam majalah Mangle, 1265 dan 1266). sakerta Selanjutnya mengenai tulisan yang dipergunakan, menurut keterangan Tien Dengan mengetahui dasar-dasar meto- Wartini, (peneliti yang ikut dalam proyek de sejarah di atas, bisa ditentukan sejauh kajian filologis naskah ini), bentuk huruf yang mana Naskah Wangsakerta dapat dipakai dipergunakan dalam naskah ini adalah huruf sebagai sumber sejarah. Berikut ini kritik Jawa Kuna yang kurang bagus walau tidak sumber yang dapat dilakukan sebagai bisa disebut buruk. Dalam satu jilid, peneliti pendahuluan. ini menemukan beberapa huruf yang beda. Menurut hasil kajian filologi, naskah Kertas yang dipergunakan juga ada dua, Wangsakerta tergolong naskah salinan kuning dan coklat (lihat majalah Mangle No (Ekadjati, 1988, 2002). Bahan atau materi 1265). Selanjutnya menurut Buchori, yang dipergunakan berdasarkan hasil arkeolog UI yang ahli tulisan kuno pengujian di Arsip Nasional Republik Indo- (paleografi), kertas yang dipergunakan untuk nesia, berumur sekitar 100 tahun (dihitung naskah ini adalah kertas manila yang dari tahun 1988, yaitu ketika bahan naskah dicelup. Lagi pula biasanya naskah sejarah itu diuji). Jadi, kemungkinan naskah itu ditulis dengan huruf-huruf yang bagus, disalin akhir abad ke-19. Sementara sedangkan naskah ini ditulis dengan huruf keterangan dalam naskah menyebutkan yang jelek (lihat Mangle No 1266). bahwa naskah itu disusun akhir abad ke- M.C.Ricklefs menjelaskan bahwa ia pernah 17. Jadi, ada selisih waktu 200 tahun. melihat naskah itu di Museum Sri Baduga

24 Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 Kontroversi tentang Naskah Wangsakerta dan ia menyatakan bahwa melihat tulisannya Terlepas dari soal kecurigaan semacam itu, yang “kasar”, menunjukkan itu naskah baru, secara akademis, masalah asal-usul yang bukan naskah abad ke-17. Penulis sendiri, tidak jelas ini menurunkan tingkat sebagai sejarawan, ketika melihat naskah kredibilitas naskah tersebut. Lagi pula, itu bersama ESE, di Museum Sri Baduga, naskah ini belum tuntas diteliti secara Oktober 2001, tidak tahu apakah tulisan itu filologis (baru 26 dari 48 buah naskah yang tergolong kasar atau tidak. ada). ESE, sebagai peneliti naskah ini, Sementara itu, menurut ESE riwayat mengakui bahwa ada keraguan dalam asal-usul naskah masih diliputi misteri yang naskah ini mengingat hal-hal yang diper- belum terpecahkan. Penulis pernah debatkan di atas. menanyakan kepada Undang Darsa (filolog Berdasarkan uraian panjang-lebar di yang ikut dalam meneliti naskah ini) apakah atas, penulis berkesimpulan bahwa Naskah Atja sebagai pembeli naskah, menyebutkan Wangsakerta tidak dapat dipergunakan dari siapa naskah ini berasal. Ternyata Atja sebagai sumber sejarah. Meskipun demi- tetap merahasiakan dari siapa Moh. Asikin kian, naskah ini sah sebagai objek kajian memperoleh naskah ini, bahkan Moh. Asikin filologi. pun kini telah meninggal dunia. Penulis pernah menanyakan hal ini kepada T.D. Penutup Sudjana, dalam kesempatan baru-baru ini. Sebagai penutup, penulis ingin meng- Penulis juga tidak mendapat jawaban yang garisbawahi bahwa pada dasarnya setiap diharapkan karena ternyata ahli sejarah sumber sejarah harus diuji terlebih dahulu Cirebon ini pun tidak tahu, hanya menga- secara kritis sebelum dipergunakan. Sumber takan bahwa kalau penulis mau mendapat primer sekalipun harus diuji kredibilitasnya. salinan-salinan naskah lain, bisa Naskah Wangsakerta yang tergolong sumber membelinya di Cirebon. sekunder banyak mengandung kelemahan Dengan melakukan kritik ekstern terha- sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai dap Naskah Wangsakerta di atas, penulis sumber sejarah. Apabila nanti ditemukan berkesimpulan bahwa naskah ini bukan salinan lain dari naskah ini sehingga dapat sumber yang otentik, artinya tergolong direkonstruksi arketipnya, atau bahkan sebagai sumber sekunder, yaitu sumber ditemukan naskah aslinya, mungkin saja yang tidak ditulis sezaman. untuk ditinjau kembali. Sebenarnya, dalam Selanjutnya dilihat dari segi kritik in- khazanah penulisan sejarah Sunda masih teren, kalau dilakukan koroborasi misalnya ada naskah-naskah dari abad ke-16, yang saja, untuk mencari kepastian tentang nama lebih tua dari naskah Wangsakerta yaitu: raja-raja (yaitu kerajaan yang Bujangga Manik, Carita Parahyangan, menurut naskah ini terletak di sekitar Selat Sanghyang Siksakandang Karesian, Sunda, pada abad pertama Masehi) ataupun Sewaka Darma. Naskah-naskah ini tergolong Raja-raja , yang dalam naskah sumber primer dan memberikan informasi begitu rinci dilengkapi dengan angka tahun yang sangat berharga tentang sejarah Tatar pemerintahan, sumber lain mana yang bisa Sunda. Penulis mengira bahwa masih ada dipakai sebagai alat koroborasi. Hingga naskah-naskah semacam ini yang mungkin sekarang, prasasti yang ditemukan jumlah- masih tersimpan di kalangan masyarakat. nya sangat terbatas, bahkan mengenai Ini adalah garapan para filolog yang masih Kerajaan Salakanagara, belum ditemukan sangat luas. (atau tidak ada?). Maka dari itu, nilai informasi dari naskah Wangsakerta tentang DAFTAR PUSTAKA hal tersebut sangat lemah. Kerahasiaan asal-usul naskah ini meng- Abdullah, Taufik. (ed.).1985. Ilmu Sejarah undang pertanyaan: Mengapa? Ada apa? dan Historiografi. Jakarta: Gramedia.

Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 25 Nina H. Lubis

Atja. 1972. Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari. Hageman, J.Cz.J. ‘1867. “Geschiedenis der Djakarta: Ikatan Karjawan Museum. Soenda-landen”, TBG, XVI. Cortesao, Armando. ed.1990. The Suma Kartodirdjo, Sartono. T.t. “Beberapa Oriental of Tome Pires. New Delhi: Asian Persoalan Sekitar Sejarah Indonesia & Educational Services. Segi-segi Strukturil Historiografi Indo- nesia”. Lembaran Sejarah, UGM. Ekadjati, Edi S. 1988. Naskah Pangeran Wangsaskerta, Mungkinkah Menjadi Kielstra,E.B. 1917. “De Sultans van Sumber Sejarah Indonesia? Makalah Cheribon”, De Indische Archipel. (tidak diterbitkan). Haarlem: De Erven F. Bohr. Ekadjati, Edi S. 2002. “Sekitar Naskah Kumpulan Makalah Panel Diskusi Naskah Pangeran Wangsakerta”, Pikiran Sumber Sejarah Kerajaan Taruma- Rakyat, 19 Februari. negara 16 September 1988. Jakarta: Universitas Tarumanegara. Garraghan, Gilbert. J. 1946. A Guide to His- torical Method. New York: Fordham Kumpulan Makalah Gotrasawala Pengkajian University Press. Naskah-Naskah Kuno Jawa Barat. 23 Januari 1989. Bandung: Universitas Gottschalk, Louis. 1977. Mengerti Sejarah. Pasundan. (terj.). Jakarta: Universitas Indonesai Press. Mangle. 1988, No. 1265, 1266.

26 Humaniora Volume XIV, No. 1/2002