KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG TARGET PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN

SKRIPSI

SATRIANI L211 13 311

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

ABSTRAK

SATRIANI. L21113311. “Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan Karang Target pada Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan”. Di bawah bimbingan Sharifuddin Bin Andy Omar sebagai Pembimbing Utama dan Basse Siang Parawansa sebagai Pembimbing Anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang target pada setiap zona dan kedalaman di Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari-Maret 2018. Lokasi pengamatan terdiri atas tiga zona yaitu zona inti, zona pemanfaatan, dan zona perikanan berkelanjutan. Pada masing-masing zona dipasang transek garis sepanjang 50 m pada dua kedalaman yaitu 3 m dan 10 m dengan transisi 5 m di atas terumbu karang, sejajar garis pantai. Luas area pengamatan 250 Ha. Metode yang dilakukan yaitu UVC (Underwater Visual Census). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 42 spesies, dari 16 genera dan 7 famili dengan total kelimpahan 428 ekor. Zona perikanan berkelanjutan memiliki kelimpahan ikan karang target tertinggi, yaitu sebanyak 126 ekor di kedalaman 3 m, dan terendah di zona inti, yaitu sebanyak 11 ekor di kedalaman 10 m. Nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 2.4478 - 5.0370, nilai indeks keseragaman berkisar antara 0.4577 – 0.9112, dan nilai indeks dominansi berkisar antara 0.1239 - 0.5402. Secara umum, rendahnya nilai indeks dominansi serta tingginya nilai indeks keseragaman jenis menggambarkan bahwa ikan karang target di setiap zona saat pengamatan berada dalam kondisi yang cukup stabil.

Kata Kunci : Ikan Karang Target, Kelimpahan, Indeks Ekologi, Pulau Kapoposang

i

ABSTRACT

SATRIANI. L21113311. “Abundance and Diversity of Reef Target Fishes on Reef Ecosystem in Kapoposang Island, Pangkajene Kepulauan Regency”. Under the guidance of Sharifuddin Bin Andy Omar as main Supervisor and Basse Siang Parawansa as member supervisor.

This research aims to determine the abundance and diversity of reef fish target in each zone in Kapoposang Island, Pangkajene Kepulauan Regency. Data collection conducted in January - March 2018. The location of observation consists of three zones such as core zone, utilization zone, and sustainable fishery zone. Every zone was given a 50 m line transect at two depths of 3 m and 10 m with a transition of 5 m above the and parallel to the shoreline. The Area of observation is 250 Ha. The method which is used UVC (Underwater Visual Census). Based on the results of the research, there were 42 , 16 genera, and 7 families with an abundance of 428. Sustainable fishery zone has the highest abundance of reef fish target, which is 126 tails in the depth of 3 meters, and the lowest in core zone, which is 11 tails in the depth of 10 meters. The value of diversity index ranged from 2.4478 - 5.0370, the value of uniformity index ranged between 0.4577 – 0.9112, and the value of dominance index ranged from 0.1239 - 0.5402. In general, the low values of the dominant index and the high value of the uniform index illustrate that the reef fish each zone when the observation is still has stable enough condition.

Keywords: Reef Target Fishes, Abundance, Ecological Index, Kapoposang Island

ii

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG TARGET PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN

Oleh: SATRIANI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Januari 1995

di Kelurahan Bunga Eja, Kecamatan Kamanre,

Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Anak kelima dari

delapan bersaudara dari Ayahanda H. Abbas dan

Ibunda Hj. Muna. Penulis menyelesaikan pendidikan

dasar di SDN 358 Pengkasalu tahun 2007, pendidikan

lanjutan di SMP Negeri 1 Belopa tahun 2010, dan pendidikan menengah di SMAN 01 Unggulan Kamanre tahun 2013. Pada tahun

2013 penulis berhasil diterima pada Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan yaitu Keluarga

Mahasiswa Profesi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddi (KMP MSP KEMAPI FIKP UNHAS).

Fisheries Diving Club Universitas Hasanuddin (FDC UNHAS) sebagai anggota

Divisi Peningkatan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (PPSDM) periode

2015 - 2016, Sekretaris Umum periode 2016-2017, Dewan Selam periode 2017-

2018. Forum Penyelam Mahasiswa Indonesia (FoPMI) sebagai anggota Divisi

Hubungan Masyarakat (HUMAS) periode 2015 – 2017, Koordinator Wilayah

Tengah periode 2017-2018. Penulis juga pernah aktif sebagai asisten laboratorium pada beberapa mata kuliah, yakni Limnologi, Avertebrata Air,

Planktonologi, Ekologi Ikan, dan Dinamika Populasi.

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing mengikuti

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan Gelombang 93 di Desa Teluk Bakau,

Kecamatan Gunung Kijang, Kepulauan Riau, tahun 2016 dan Praktek Kerja

v

Lapang (PKL) yang dilaksanakan oleh World Wide Fund - Indonesia South East

Sulawesi Seascape (WWF - Indonesia SESS) di Taman Nasional Wakatobi,

Desa Mola Bahari, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi,

Provinsi Sulawesi Tenggara, pada tahun 2017. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan

Karang Target pada Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Kapoposang,

Kabupaten Pangkajene Kepulauan” pada tahun 2018.

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke kehadirat Allah SWT, pemilik segala kesempurnaan yang telah memberikan kami kekuatan, kesabaran, ketenangan, dan karunia-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak bantuan, bimbingan, dan duku ngan yang sangat berharga telah diberikan kepada penulis.

Oleh karena itu, melalui skripsi ini penulis menghaturkan penghormatan yang setinggi-tingginya dan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc selaku pembimbing

utama dan Ibu Ir. Basse Siang Parawansa, MP selaku pembimbing

anggota sekaligus penasihat akademik yang telah bersedia membimbing

dan mengarahkan penulis demi kesempurnaan dan penyelesaian skripsi.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali, MS, Prof. Dr. Ir. Muh. Yusran Nur

Indar, M.Phill dan Ibu Ir. Suwarni, M.Si selaku penguji yang telah memberi

saran dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi.

3. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan

ilmu dan membantu penulis dalam mengurus administrasi.

4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Abbas dan Ibunda Hj. Muna yang

telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik penulis dalam menimba ilmu

pengetahuan sampai kepada penyelesaian studi.

vii

5. Saudara Ilham S. Kel beserta Staf Balai Kawasan Konservasi Perairan

Naional (BKKPN) Kupang yang telah mengarahkan selama penelitian di

lapangan.

6. Unit Kegiatan Mahasiswa Fisheries Diving Club Universitas Hasanuddin

yang telah memberikan banyak pelajaran, kebersamaan, pengalaman dan

keluarga baru dalam menuntut ilmu.

7. Keluarga Mahasiswa Profesi Manajemen Sumberdaya Perairan serta teman-

teman Perikanan Belanak Angkatan 2013 yang telah memberikan banyak

pelajaran, ilmu dan pengetahuan tentang arti dari sebuah kebersamaan.

8. Teman-teman MSP Angkatan 2013, teman-teman mahasiswa Perikanan dan

Kelautan, serta semua pihak yan telah membantu penulis baik moril maupun

materil yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, atas dukungan dan

bantuannya dalam kegiatan sampai penyusunan skripsi sehingga dapat

terlaksana dengan baik.

Keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis membuat skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin.

Makassar, Juni 2018

Satriani Penulis

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...... x

DAFTAR GAMBAR ...... xi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...... 1 B. Tujuan dan Kegunaan ...... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kawasan Konservasi Perairan ...... 3 B. Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang ...... 4 C. Ikan Karang Target ...... 9 D. Jenis Ikan Karang Target ...... 9 E. Komposisi Jenis dan Kelimpahan Ikan ...... 29

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat ...... 31 B. Alat dan Bahan...... 32 C. Prosedur Penelitian Data ...... 32 D. Metode Pengumpulan Data ...... 33 E. Analisis Data ...... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi Jenis ...... 36 B. Kelimpahan ...... 41 C. Indeks EKologi ...... 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...... 49 B. Saran ...... 49

DAFTAR PUSTAKA ...... 50 LAMPIRAN ...... 52

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Ikan-ikan ekonomis penting di Indonesia famili 11 ...... 2. Ikan-ikan ekonomis penting di Indonesia famili 13 Haemulidae ...... 3. Ikan-ikan ekonomis penting di Indonesia famili 14 kyphosidae ...... 4. Ikan-ikan ekonomis penting di Indonesia famili Labridae . 17 5. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili 19 Lethrinidae ...... 6. Jenis-jenis kakap yang sering diperdagangkan di 21 Indonesia ...... 7. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili 22 Mullidae ...... 8. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili 24 Scaridae ...... 9. Jenis-jenis kerapu yang diperdagangkan di Indonesia .... 26 10. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili 29 Siganidae ...... 11. Posisi titik koordinat pengambilan data ...... 31 12. Komposisi jenis ikan karang target berdasarkan zona ..... 39 13. Komposisi jenis ikan karang target berdasakan 40 kedalaman ...... 14. Jumlah spesies ikan karang target berdasarkan zona 41 dan kedalaman ...... 15. Kelimpahan (ekor) ikan karang target berdasarkan zona 44 dan Kedalaman ...... 16. Kelimpahan (ekor) ikan karang target berdasarkan zona 45 dan kedalaman ...... 17. Jumlah total individu, indeks keanekaragaman, indeks 47 keseragaman dan indeks dominansi ......

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Peta zonasi Kawasan Konservasi TWP Kpulauan 7 Kapoposang dan laut Sekitarnya ...... 2. Ikan dari famili Acanthuridae ...... 10 3. Ikan dari famili Haemulidae ...... 12 4. Ikan dari famili Kyphosidae ...... 14 5. Ikan dari famili Labridae ...... 16 6. Ikan dari famili Lethrinidae ...... 18 7. Ikan dari famili Lutjanidae ...... 20 8. Ikan dari famili Mullidae ...... 22 9. Ikan dari famili Scaridae ...... 23 10. Ikan dari famili Serranidae ...... 26 11. Ikan dari famili Siganidae ...... 28 12. Peta lokasi penelitian (a = zona inti, b = zona 31 pemanfaatan dan c = zona perikanan berkelanjutan) ...... 13. Ilustrasi teknik pengambilan data ikan dengan 33 menggunakan motode sensus visual ......

xi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara geografis Pulau Kapoposang terletak di Kepulauan Spermonde dengan luas sekitar 42 Ha dan masuk dalam salah satu kawasan Taman Wisata

Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya. Pulau Kapoposang berada di Indonesia bagian tengah dengan luasan terumbu karang yang paling besar serta gugusan kepulauan berjumlah 118 pulau. Secara administratif, P.

Kapoposang masuk dalam Desa Mattiro Ujung, Kecamatan Liukang

Tuppabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), yang berbatasan langsung dengan Laut Flores di Sebelah Utara dan Pulau Papandangan di

Sebelah Selatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan Pasal 17 ayat 3 dan 4, dijelaskan bahwa pengelolaan kawasan Konservasi Perairan dilakukan berdasarkan sistem zonasi.

Sistem zonasi Kawasan Konservasi Perairan sebagaimana dimaksud terdiri atas zona inti, zona pemanfaatan, zona perikanan berkelanjutan, dan zona lainnya, sesuai dengan karakteristik dan peruntukannya (Kepmen Kelautan dan

Perikanan, 2014). Menurut Coremap-CTI (2015) menyatakan bahwa TWP

Kepulauan Kapoposang juga memiliki zona inti dengan luas area 775,4 Ha, zona pemanfaatan terbagi menjadi dua area yang terletak di perairan timur dan barat

P. Kapoposang dengan luas 358,1 Ha dan perairan bagian selatan dan tenggara

P. Kapoposang dengan luas 2.881,3 Ha dan zona perikanan berkelanjutan memiliki luas 156,9 Ha.

Mata pencaharian utama penduduk P. Kapoposang yaitu nelayan tangkap, sehingga interaksi antara nelayan dan terumbu karang sangat sulit untuk dipisahkan. Ikan yang menjadi target tangkapan nelayan yaitu ikan karang target

1 yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan dapat konsumsi. Ikan Secara ekologis, terumbu karang berfungsi sebagai tempat mencari makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground), dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup pada ekosistem tersebut.

P. Kapoposang juga masuk dalam salah satu habitat yang ideal bagi kehidupan ikan karang (ikan indikator, ikan mayor dan ikan target) yang hidup dan menetap serta mencari makan di area terumbu karang (sedentary), sehingga apabila terumbu karang rusak maka ikan karang, khususnya ikan karang target akan kehilangan habitatnya dan akan berpengaruh terhadap kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang target. Keadaan seperti inilah yang perlu diperhatikan dalam rencana pengelolaan.

Berdasarkan uraian di atas, P. Kapoposang dapat dijadikan sebagai lokasi penelitian untuk mengamati kelimpahan dan keanekargaman ikan karang target yang hidup di daerah terumbu karang. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai data base tentang kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang target serta sebagai informasi dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya ikan di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene Kepulauan.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang target pada ekosistem terumbu karang berdasarkan zona dan kedalaman (3 m dan 10 m) yang ada di Pulau

Kapoposang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Sedangkan manfaat dari penelitian ini sebagai data base tentang kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang target serta sebagai informasi dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya ikan di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene

Kepulauan.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kawasan Konservasi Perairan

Dalam rangka pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan kawasan konservasi perairan yang bertujuan untuk melakukan perlindungan dan pelestarian sumber daya dalam rangka pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Melalui Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau

Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menginisiasi penetapan beberapa kawasan konservasi perairan di tingkat nasional dan daerah (Kepmen

Kelautan dan Perikanan, 2014).

Dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU

No.1 Tahun 2014, pasal 5 menyatakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hasil dari perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pualu-pulau kecil terdiri atas rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi.

Saai ini, Indonesia menerapkan tiga sistem Kawasan Konservasi Laut yaitu sebagai berikut:

1. Sistem Kawasan Konservasi yang dikembangkan Kementerian Kehutanan

berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati. Sistem ini meliputi beberapa jenis kawasan

3

perlindungan, yaitu Taman Laut Nasional, Kawasan Suaka Alam Laut,

Taman Wisata Laut, dan lain-lain.

2. Sistem Daerah Perlindungan Laut yang berbasis masyarakat,

dikembangkan dengan skala relatif kecil dan dikelola di setiap desa dan

pengendaliannya berdasarkan Peraturan Desa (Perdes). Sistem ini

dikembangkan oleh beberapa proyek-proyek kepesisiran, seperti CRMP,

MCRMP, dan COREMAP.

3. Sistem Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dikembangkan oleh

Kementrian Kelautan dan Perikanan, KKPD dikelola oleh Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten. Sistem ini dikembangkan berdasarkan Undang-

undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang diperbaharui

melalui Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi

Sumberdaya Ikan, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang

Otonomi Daerah dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

B. Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya

Kepulauan Kapoposang merupakan bagian dari Kepulauan Spermonde dan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Pangkep, Provinsi

Sulawesi Selatan. Menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 558/Kpts-

VI/1996 tanggal 12 September 1996 Kep. Kapoposang ditetapkan sebagai

Taman Nasional Wisata Laut dengan luasan sebessar 50.000 Ha dan memiliki panjang batas 103 Km (Kepmen Kelautan dan Perikanan, 2014).

Saat ini, pengelolaan Kepulauan Kapoposang telah diserahkan kepada

Departemen Kelautan dan Perikanan sesuai dengan Berita Acara Serah Terima

No: BA.01/Menhut-IV/2009 dan No: BA. 108/MEN.KP/III/2009 pada tanggal 4

4

Maret 2009 dengan nama Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang dan

Laut Sekitarnya (TWP Kep. Kapoposang). Taman wisata ini ditetapkan oleh

Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Kep.66/Men/2009 tentang penetapan

Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Kapoposang dan Laut

Sekitarnya di Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 3 September 2009.

Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Wisata Perairan Kep.

Kapoposang dan Laut Sekitarnya yang diserahterimakan dari Departemen

Kehutanan ke Departemen Kelautan dan Perikanan terdiri atas enam pulau, yaitu

P. Kapoposang dengan luas ± 42 Ha, P. Papandangan dengan luas ± 13 Ha, P.

Gondongbali dengan luas ± 15 Ha, P. Tambakulu ± 5 Ha, P. Pamanggangang ±

5 Ha, dan P. Suranti ± 4 Ha. Kepulauan Kapoposang masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Liukang Tuppabiring yang meliputi 1 kelurahan, 13 desa, 2 lingkungan, 24 dusun, 3 RW dan 91 RT (Kepmen Kelautan dan

Perikanan, 2014).

Adapun pembagian zona berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan melalui Kep.66/Men/2009 tentang penetapan Kawasan Konservasi

Perairan Nasional Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya di Provinsi Sulawesi

Selatan, adalah sebagai berikut:

1. Zona Inti

Dalam menetapkan zona inti TWP Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya dilakukan analisis ekologi dan ekonomi sebagai bahan pertimbangan untuk memilih lokasi yang berpotensi. Hasil evaluasi dari parameter ekologi, ekonomi dan sosial juga dipertimbangkan untuk menetapkan zonasi. Lokasi yang diprioritaskan dinilai yaitu enam pulau yang ada di dalam TWP Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya. Keenam lokasi ini merupakan rencana dari penetapan zona inti TWP Kep. Kpaoposang dan Laut Sekitarnya. Kriteria dari setiap parameter yang dikaji adalah :

5

 Kriteria biofisik, mencakup arus, kecerahan, paparan gelombang,

struktur partikel lokasi, dan luas hamparan karang;

 Kriteria ekologi, mencakup diversitas lamun, densitas lamun, coverage

lamun, diversitas karang, densitas karang, dan biota asosiasi;

 Kriteria ekonomi, mencakup diversitas ikan karang, densitas ikan

karang, dan produktivitas;

 Kriteria sosial, mencakup tingkat interaksi dengan lokasi, aksesibilitas,

nilai sosial budaya setempat, dan penduduk.

Keempat parameter di atas dipilih sebagai parameter dalam penetapan zonasi inti dengan teknik analisa multi criteria skala (MCA). Nilai skor ini kemudian dijadikan sebagai salah satu pertimbangan penetapan zonasi. Enam lokasi yag dipilih adalah lokasi pulau induk yang terdapat di TWP Kepulauan

Kapoposang dan Laut Sekitarnya yaitu Pulau Kapoposang, Gondongbali,

Tambakulu, Suranti, Pemanganan dan Papandangan (Kepmen Kelautan dan

Perikanan, 2014).

Zona inti Kawasan Konservasi TWP Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya memiliki dua lokasi dengan luas total 1.086,87 Ha. Zona inti dalam Kawasan

Konservasi TWP Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya, yaitu perairan P.

Kapoposang dan P. Suranti memiliki keanekaragaman eksosistem laut, seperti ekosistem terumbu karang dan padang lamun yang tinggi yang berfungsi sedagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), dan daerah mencari makan (feeding ground), sehingga diharapkan dengan penetapan daerah ini sebagai zona inti dapat membawa plasma nutfah ke daerah lain di luar zona inti. Zona inti TWP Kep. Kapoposang dan Laut

Sekitarnya bertujuan untuk : a) melindungi ekosistem habitat penyu hijau

6

(Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate), serta populasi ikan; b) penelitian; dan c) pendidikan.

Gambar 1. Peta Zonasi Kawasan Konservasi TWP Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya (Kepmen Kelautan dan Perikanan, 2014).

2. Zona Pemanfaatan

Zona Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan konservasi perairan yang kondisi dan potensi alamnya diutamakan untuk keperluan pariwisata alam perairan serta untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. Zona Pemanfaatan

Kawasan Konservasi Perairan TWP Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya terdiri atas delapan lokasi dengan total luas 6.123 Ha (12,2% dari total luas kawasan).

Zona Pemanfaatan merupakan bagian dari zonasi di Kawasan Konservasi

Perairan TWP Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya yang diperuntukkan sebagai: a) pariwisata dan rekreasi, b) perlindungan habitat dan populasi ikan, c) penelitian dan pengembangan, dan d) pendidikan. Berkaitan dengan fungsinya sebagai daerah pengembangan ekowisata, di dalam zona ini dimungkinkan untuk

7 dibangun sarana dan prasarana pariwisata alam (Kepmen Kelautan dan

Perikanan, 2014).

3. Zona Perikanan Berkelanjutan

Zona Perikanan Berkelanjutan adalah bagian kawasan konservasi perairan yang letak, kondisi, dan potensinya mampu mendukung pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. Zona Perikanan Berkelanjutan Umum yang lokasinya berada pada kedalaman dangkal yaitu terletak di reef flat P. Gondongbali memiliki potensi berupa ikan karang, ikan hias, kerang-kerangan, dan gurita.

Zona Perikanan Berkelanjutan Umum di TWP Kep. Kapoposang dan Laut

Sekitarnya memiliki potensi berupa ikan pelagis besar dan kecil. Di area laut dalam pada zona ini, utamanya area yang berada di dekat batas kawasan, masyarakat dari P. Papandangan memanfaatkannya dengan memasang rumpon laut dalam untuk memancing ikan pelagis yang berkumpul di daerah tersebut.

Sub-zona Perikanan Berkelanjutan Umum adalah zona perikanan berkelanjutan yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan yang bersifat komersial yang ramah lingkungan. Sub-zona ini terletak di perairan pulau terluar dan gusung-gusung di TWP Kep. Kapoposang dengan luas total 39.340,3 Ha (78,7%) dari total luas Kawasan Konservasi TWP Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya

(Kepmen Kelautan dan Perikanan, 2014).

8

C. Ikan Karang Target

Ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan juga merupakan organisme besar yang mencolok yang dapat ditemui di terumbu karang. Keragaman ikan karang juga berhubungan erat dengan kondisi dan kompleksitas permukaan (rugositas) terumbu karang yang menjadi habitat ikan karang tersebut (Ahmad, 2013).

Ikan target adalah ikan yang menjadi target tangkapan nelayan atau lebih dikenal dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi. Contoh ikan target adalah jenis-jenis ikan yang berasal dari famili Serranidae, Lutjanidae,

Kyphosidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae (Cheilinus,

Hemnigymnus, Choerodon), dan Haemulidae (Setiapermana, 1996). Menurut

Manuputty dan Djuwariah (2009), kelompok ikan target adalah kelompok ikan dari famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae, dan famili Scaridae.

Kelompok ikan target meliputi ikan-ikan konsumsi dan ekonomis penting yang berasosiasi dengan karang, termasuk di antaranya adalah kakap (Lutjanus sp) dari famili Lutjanidae, kerapu (Epinephelus sp) dari famili Serranidae, dan

Baronang (Siganus sp) dari famili Siganidae. Umumnya ikan-ikan target hidup secara soliter sehingga mudah dihitung satu demi satu. Ada beberapa jenis ikan target yang dijumpai dalam kelompok besar, misalnya ikan ekor kuning (Caesio sp.) dari famili Caesionidae (Nabiu, 2014).

D. Jenis Ikan Karang Target

1. Famili Acanthuridae

Ikan ini disebut juga surgeonfish, botana, maum, marukut dan kulit pasir.

Kulitnya tebal dengan sisik halus. Ikan ini mempunyai duri tajam yang berbentuk seperti pisau bedah pada tiap sisi dasar sirip ekor. ikan ini termasuk golongan ikan herbivora dengan memakan alga yang menutupi karang.

9

Acanthuridae dikenal sebagai surgeonfish, memakan alga dasar dan memiliki saluran pencernaan yang panjang. Makanan utamanya adalah atau detritus. Surgeonfishes mampu memotong ikan-ikan lain dengan duri tajam yang berada pada sirip ekornya (Randall et al. 1990).

Nelson (2006) menyatakan bahwa famili Acanthuridae (Gambar 1) terdiri atas 2 subfamili, 6 genera, dan 80 spesies. Kedua subfamili tersebut adalah

Nasinae (unicornfishes) yang hanya memiliki 1 (Naso) dan .

Subfamili Acanthurinae memiliki 3 tribe dan 64 spesies, yaitu: a) Prionurini, memiliki 1 genus (Prionurus), b) Zebrasomini, memiliki 2 genera (Paracanthus dan Zebrasoma, dan c) Acanthurini, memiliki 2 genera ( dan

Ctenochaetus).

Gambar 2. Ikan dari famili Acanthuridae (Nelson, 2006)

10

Ikan-ikan dari famili Acanthuridae yang bernilai ekonomis penting di

Indonesia menurut Peristiwady (2006) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili Acanthuridae

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 1 Acanthurus bariene Roundspot surgeonfish Lodem (Lesson, 1831) 2 Acanthurus nigricauda Epaulette surgeonfish Botana (Duncker & Mohr, 1929) 3 Acanthurus nigricans Whitecheeck Botana (Linnaeus, 1758) surgeonfish 4 Acanthurus lineatus Lined surgeonfish Lodem, botana (Linnaeus, 1758) kasur 5 Acanthurus maculiceps White-freckled Botana (Ahl, 1923) surgeonfish 6 Acanthurus nigrofuscus Brown surgeonfish Lodem (Forsskål, 1775) 7 Acanthurus olivaceus Orangeband Lodem, Botana (Bloch & Schneider, 1801) coklat 8 Acanthurus pyroferus Mimic surgeonfish Lodem, Botana (Kittlitz, 1834) model 9 Acanthurus triostegus Convict surgeonfish Lodem (Linnaeus, 1758) 10 Ctenochaetus binotatus Twospot surgeonfish Botana (Randall, 1955) 11 Ctenochaetus striatus Striated surgeonfish Botana (Quoy & Gaimard, 1825) 12 Naso brevirostris Spotted unicornfish Kumai, Kapasan (Cuvier, 1829) 13 Naso hexacanthus Sleek unicornfish Kumai, Kapasan (Bleeker, 1855) 14 Naso lituratus Orangespine Kumai, Kapasan (Forster, 1801) unicornfish 15 Naso minor Slender unicorn Kumai, Kapasan (Smith, 1966) 16 Naso unicornis Bluespine unicornfish Kumai, Kapasan (Forsskål, 1775) 17 Zebrasoma scopas Twotone tang Kranjang bali (Cuvier, 1829) 18 Zebrasoma velifer Sailfin tang Kranjang bali (Bloch, 1795)

11

2. Famili Haemulidae

Ikan ini disebut juga sweetlips, tiger, grunts, bibir tebal. Kulitnya halus dan licin. Warna dan bentuk tubuhnya berubah dalam pertumbuhan. Ukurannya medium (sampai 90 cm). ikan ini ditemukan pada gua-gua karang (Yulianda, et al. 2010).

Haemulidae merupakan famili besar dengan 18 genera dan sekitar 120 spesies. Dimana Plectorhinchus adalah spesies yang paling banyak. Banyak spesies yang mengalami perubahan warna selama pertumbuhan, juvenile kecil biasanya bercorak tutul atau bergaris sedangkan individu dewasa biasanya polos dengan banyak bintik-bintik dan garis lebih tipis (Sainal, 2016).

Famili Haemulidae (Gambar 3) memiliki 2 subfamili, 17 genera, dan 145 spesies. Genera yang termasuk subfamili Haemulinae antara lain adalah

Anisotremus, Conodon, Haemulon, Microlepidotus, Orthopristis, Pomadasys,

Xenichthys, dan Xenistius, sedangkan yang termasuk subfamili Plectorhynchinae adalah Diagramma, Parapristipoma, dan Plectorhinchus (Nelson, 2006).

Gambar 3. Ikan dari famili Haemulidae (Nelson, 2006)

12

Ikan-ikan dari famili Haemulidae yang bernilai ekonomis penting di

Indonesia menurut Peristiwady (2006) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili Haemulidae

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 1 Plectorhinchus albovittatus Giant sweetlips Kompele mas (Rűppell, 1838) 2 Plectorhinchus chaetodontoides Garlequin sweetlips Kaci macan (Lacepėde, 1801) 3 Plectorhinchus chrysotaenia Goldlined sweetlips Kaci-kaci (Bleeker, 1855) 4 Plectorhinchus niger Harry hotlips Raja bau (Lacepėde, 1802) 5 Plectorhinchus lesson Striped sweetlips Kerong-kerong (Cuvier, 1830) 6 Plectorhinchus vittatus Indian ocean oriental Kaci-kaci belang (Linnaeus, 1758) sweetlips 7 Plectorhinchus schotaf Minstrel sweetlips Kaci-kaci (Forsskål, 1775) 8 Diagramma pictum Painted sweetlips Kakap balong (Thunberg, 1792) 9 Plectorhinchus picus Painted sweetlips Bibir tebal (Cuvier, 1828) 10 Plectorhinchus polytaenia Ribbon sweetlips Kakap batu (Blekeer, 1853) 11 Pomadasys argenteus Silver grunt Kapasan, Kerot- (Forsskål, 1775) kerot 12 Pomadasys furcatus Banded Grunt Kerot-kerot (Bloch & Schneider, 1801) 13 Pomadasys kaakan Javelin grunt Kapasan kerong (Cuvier, 1830) 14 Pomadasys maculatus Saddle grunt Gerot-gerot (Bloch, 1793)

3. Kyphosidae

Kyphosidae atau disebut juga sea chubs, merupakan penghuni perairan bahari. Ikan berukuran medium (panjang hingga 75 cm), berbentuk memanjang.

Kepala kecil, mulut kecil dan terletak terminal (Sakai, 2001).

Sea chubs memiliki 5 subfamili, 16 genera, dan 45 spesies. Subfamili

Girellinae terdiri atas 2 genera dan 17 spesies, Kyphosinae memiliki 4 genera dan 13 spesies, Scorpidinae memiliki 4 genera dan 7 spesies, Microcanthinae memiliki 5 genera dan 7 spesies, serta Parascorpinae yang hanya memiliki 1 genus dan 1 spesies (Parascorpis typus, hidup di Afrika Selatan). Anggota-

13 anggota dari subfamili Girellinae dan Kyphosinae, kecuali Graus, merupakan ikan-ikan herbivora yang memakan alga, sedangkan yang lainnya merupakan ikan-ikan karnivora. Sea chubs ditemukan di dekat pantai (Nelson, 2006).

Gambar 4. Ikan dari famili Kyphosidae (Sakai, 2001)

Ikan-ikan dari famili Kyphosidae yang bernilai ekonomis penting di

Indonesia menurut Peristiwady (2006) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili Kyphosidae

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 1 Kyphosus cinerascens Topsail chub Elak, Grandang (Forsskål, 1775) 2 Kyphosus vaigiensis Lowfin chub Elak, Grandang (Quoy & Gaimard, 1825)

4. Famili Labridae

Labridae dikenal dengan , merupakan ikan ekonomis penting, memiliki bentuk, ukuran dan warna yang sangat berbeda. Kebanyakan spesies penggali pasir, karnivora bagi invertebrata dasar; sebagian juga merupakan pemakan dan beberapa spesies kecil memindahkan ectoparasit dari ikan-ikan lain yang lebih besar (Randall et al. 1990).

14

Ikan ini merupakan ikan yang aktif di waktu siang hari (diurnal), memiliki tiga genera (Cheilinus, Choerodon dan Hemygimnus). Ikan ini dinamakan wrasse raksasa karena mempunyai ukuran agak besar (medium size 20 - 130 cm). Jenis ikan ini sulit didekati karena pemalu. Makanannya yaitu moluska, ikan, bulu babi, udang kecil dan avertebrata. Ikan ini sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir karang pada kedalaman 10 - 100 m. Spesies yang ada sekitar 150 jenis (Yulianda et al. 2010).

Famili Labridae (Gambar 5) merupakan salah satu famili yang memiliki keragaman dalam bentuk, warna, dan ukuran di antara anggotanya. Kebanyakan spesies tersebut membenamkan dirinya di dalam pasir pada saat malam. Famili ini memiliki 453 spesies yang tergolong ke dalam 68 genera, antara lain

Acantholabrus, , Bodianus, Cheilinus, Cheilio, Choerodon (nama Hypsigenys), Cirrhilabrus, Clepticus, Coris, Ctenolabrus, Cymolutes,

Decodon, Doratonotus, Epibulus, Gomphosus, Halichoeres (merupakan genus yang paling banyak spesiesnya), Hemipteronotus, Hologymnosus, Julichthys,

Labroides, Labrus, Lachnolaimus, Macropharyngodon, Neolabrus, Oxyjulis,

Paracheilinus, Pseudodax, Pseudojulis, Pteragogus, Semicossyphus, Stethojulis,

Tautoga, Tautogolabrus, , dand Xyrichtys (Nelson, 2006).

Ikan-ikan jenis Labridae hampir dijumpai disemua ekosistem karang.

Makanan utamanya adalah invertebrate kecil yang ada di dasar maupun di kolom perairan. Mereka umumny memijah pada saat senja hari, baik dalam bentuk pasangan maupun dalam bentuk kelompok yang didominasi oleh satu atau lebih ikan jantan yang berwarna merah. Telur-telurnya yang kecil akan melimpah di permukaan air tanpa dijaga oleh induknya. Umumnya ikan-ikan jenis ini mampu berubah kelamin dari betina menjadi jantan (Allen dan Stene, 1994).

15

Scaridae dikenal sebagai , herbivora, biasanya mendapatkan alga dari substrat karang yang mati. Mengunyah batu karang beserta alga serta membentuk pasir karang, hal ini membuat parrotfish menjadi salah satu produsen pasir penting dalam ekosistem terumbu karang. Scaridae merupakan ikan ekonomis penting (Randall et al. 1990).

Ikan napoleon (Cheilinus undulatus) adalah salah satu spesies dari famili

Labridae, yang sering ikut tertangkap, atau menjadi target tangkapan karena harganya lebih mahal. Namun demikian, saat ini ikan napoleon telah dilindungi dan hanya boleh ditangkap dalam jumlah dan ukuran terbatas, karena stoknya semakin menurun.

Pemerintah menetapkan kuota penangkapan sesuai dengan anjuran dalam

CITES (Appendix 2) melalui Keputusan Menteri No. 37 Tahun 2013 Tentang

Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus). Keputusan

Menteri tersebut menyataka larangan menangkap ikan napoleon berukuran di bawah 1000 dan di atas 3000 g. Jumlah kuota yang boleh ditangkap setiap tahun

(2012-2015) hanya sebesar 2000 ekor (Habibi et al. 2011).

Gambar 5. Ikan dari famili Labridae (Nelson, 2006)

16

Ikan-ikan dari famili Labridae yang bernilai ekonomis penting di Indonesia menurut Peristiwady (2006) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili Labridae

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 1 Anampses caaeruleopunctatus Bluespotted wrasse Bayeman, Keling (Valenciennes, 1840) Batik, Kakatua 2 Bodianus bilunnulatus Saddleback hogfish Bayeman, Bajing lout (Lacepėde, 1801) 3 Bodianus Diana Diana’s hogfish Bayeman (Lacepėde, 1801) 4 Bodianus mesothorax Spitlevel hogfish Bayeman (Bloch & Schneider, 1801) 5 Cheilinus chlorurus Floral wrasse Bayeman, kakatua (Bloch, 1791) putih 6 Cheilinus fasciatus Redbreast wrasse Bayeman, Dean- (Bloch, 1791) dean 7 Cheilinus trilobatus Tripletail wrasse Bayeman, Kilu (Steindacher, 1863) 8 Cheilinus undulatus Napoleon wrasse Bayeman, Napoleon (Cartier, 1874) 9 Oxycheillinus diagramma Cheeklined wrasse - (Lacepėde, 1801) 10 Oxycheillinus celebicus Celebes wrasse - (Bleeker, 1853) 11 Cheilio inermis Cigar wrasse Bayeman, Lamboso (Forsskål, 1775) 12 Choerodon anchorago Anchor tuskfish Bayeman, Gigi anjing (Bloch, 1791) 13 Choerodon cephalotes Purple tuskfish Bayeman, Gigi anjing (Castelnau, 1875) 14 Choerodon robustus Robust tuskfish Bayeman (Gűnther, 1862) 15 Cirrhilabrus cyanopleura Blueside wrasse - (Bleeker, 1851) 16 Coris aygula Clown coris Bayeman, Keling asli (Lacepėde, 1801) 17 Coris gaimard Yellowtail coris Bayeman, Keling asli (Quoy & Gaimard, 1824) 18 Epibulus insidiator Slingjaw wrasse Bayeman, Kenari (Pallas, 1770) kuning 19 Halichoeres hartzfeldii Checkboard wrasse Pelo (Bleeker, 1852) 20 Halichoeres hortulanus Goldstripe wrasse Pelo, Keling perak (Lacepėde, 1801) 21 Halichoeres marginatus Dusky wrasse Pelo, Bayeman (Rűppell, 1835) 22 Halichoeres scapularis Zigzag wrasse Pelo (Bennet, 1832) 23 Hemigymnus fasciatus Barred thicklip wrasse Lembain, Kenari (Bloch, 1792) model 24 Hemigymnus melapterus Blaskeye thicklip wrasse Lembain, Kenari (Bloch, 1791)

17

Tabel 4. Lanjutan

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 25 Hologymnonus annulatus Ring wrasse - (Lacepėde, 1801) 26 Iniistius pavo Peacock wrasse - (Valenciennes, 1840) 27 Novaculichtys taeniurus Rockmover wrasse Pelo, Keling tanduk (Lacepėde, 1801) 28 Pseododax mollucanus Chiseltooth wrasse - (Valenciennes, 1840) 29 Stethojulis interrupta Cutribbon wrasse Pelo (Bleeker, 1851) 30 Thalassoma purpureum Surge wrasse - (Forsskål, 1775) 31 Thalassoma Hardwicke Sixbar wrasse - (Bleeker, 1853)

5. Famili Lethrinidae

Ikan ini disebut juga dengan emperor, asual, asuan, gotila, gopo, ketamba, lencam, mata hari, ramin dan sikuda (Gambar 6). Warna tubuhnya bervariasi antara jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat. Bentuknya hampir mirip dengan famili Lutjanidae, tetapi memiliki kepala agak runcing.

Panjangnya dapat mencapai 1 m. Ikan ini merupakan karnivora dengan memakan bermcam hewan pada pasir dan patahan karang (rubbel). Jenis ini sering ditemukan pada pasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir

(Yulianda et al. 2010).

Gambar 6. Ikan dari famili Lethrinidae (Nelson, 2006)

18

Menurut Nelson (2006), Lethrinidae memiliki lima genera dan 39 spesies, yaitu Gnathodentex (1 spesies), Gymnocranius (8 spesies), Lethrinus (28 spesies), Monotaxis (1 spesies), dan Wattsia (1 spesies).

Ikan-ikan dari famili Lethrinidae yang bernilai ekonomis penting di

Indonesia menurut Peristiwady (2006) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili Lethrinidae

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 1 Gnathodentex aurolineatus Striped large-eye Tambak pasir (Lacepėde, 1802) 2 Gymnocranius elongatus Forktail Large-eye Tambak pasir (Senta, 1973) 3 Gymnocranius frenatus Yellow snout-eye Tambak pasir (Blekeer, 1873) 4 Gymnocranius griseus Grey Large-eye Kapas-kapas laut (Temmnick & Schlegel, 1843) 5 Gymnocranius grandoculis Bluelined Large-eye Tambak pasir (Valenciennes, 1830) 6 Gymnocranius microdon Bluespotted Large-eye Tambak pasir (Blekeer, 1851) 7 Lethrinus erythracanthus Yellowfin Emperor Ketambak, Jangki, (Valenciennes, 1830) Lencam 8 Lethrinus erythopterus Longfin Emperor Ketambak, Lencam (Valenciennes, 1830) 9 Lethrinus genivittatus Longspine Emperor Ketambak, Lencam (Valenciennes, 1830) 10 Lethrinus harak Thumbprint Emperor Tambak Belah, (Forsskål, 1775) Tompel, Tambak Ijo 11 Lethrinus lentcan Pinkear Emperor Tambak pasir, (Lacepėde, 1802) Lencam 12 Lethrinus microdon Smalltooth emperor Tambak moncong, (Valenciennes, 1830) Lencam 13 Lethrinus miniatus Trumpet Emperor Lencam, Ketambak (Forster, 1801) 14 Lethrinus obsoletus Orange-striped Emperor Ketambak (Forsskål, 1775) 15 Lethrinus ornatus Ornate Emperor Jangki, Sikuda, (Valenciennes, 1830) Lencam 16 Lethrinus rubrioperculatus Spotcheek Emperor Bulan-bulan, (Sato, 1978) Merjung, Lencam 17 Lethrinus semicinctus Blackblotch Emperor Ketambak, Lencam (Valenciennes, 1830) 18 Lethrinus variegatus Slender Emperor Ketambak, Lencam (Valenciennes, 1830) 19 Lethrinus xantochilus Yellowlip Emperor Ketambak, Ikan pit, (Klunzinger, 1870) Lencam 20 Monotaxis grandoculis Bigeye Ambangan (Forsskål, 1775) 21 Wattsia mossambica Mozambique Large-eye Padi-padi (Smith, 1957)

19

6. Famili Lutjanidae

Ikan ini juga disebut snapper, seabass, atau kakap. Bentuk badannya memanjang, agak pipih, dan mempunyai gigi taring. Warnanya ada yang merah, putih dan kuning, kecoklatan dan perak. Bentuknya berbeda antara yang dewasa dan yang kecil. Ikan ini dapat ditemukan di perairan dangkal sampai laut dalam.

Jenis ini sebagian ada yang bergerombol. Makanannya adalah ikan, crustacea, dan plankton (Yulianda et al. 2010).

Ikan kakap adalah sekelompok ikan termasuk ke dalam famili Lutjanidae

(Gambar 7) dan memiliki 4 subfamili, yang terdiri atas 17 genera dan sekitar 105 spesies. Subfamili Etelinae memiliki 5 genera, Apsilinae 4 genera,

Paradichthyinae 2 genera, dan Lutjaninae 6 genera. Lutjaninae memiliki sekitar

72 spesies dan 64 spesies di antaranya termasuk genus Lutjanus. Famili ikan ini ditemukan pada perairan laut tropis dan subtropis pada daerah berkarang, lamun dan berpasir (Nelson, 2006).

Kelompok ikan kakap hidup pada perairan dangkal sampai menengah yaitu

100 m, walaupun beberapa spesies bisa hidup sampai kedalaman 500 m. Ikan kakap termasuk ikan predator, khususnya pada malam hari. Makanan ikan kakap adalah kepiting, udang, krustase, siput, cumi-cumi/sotong, plankton.

Gambar 7. Ikan dari famili Lutjanidae (Nelson, 2006)

20

Beberapa jenis kakap yang banyak diperdagangkan di Indonesia menurut

Habibi et al. (2011) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis-jenis kakap yang sering diperdagangkan di Indonesia

Ukuran layak No. Nama ilmiah Nama umum Habitat tangkap 1 Lutjanus bohar Twospot red Di daerah 39 – 42,9 cm (Forsskål, 1775) snapper berkarang, pada kedalaman 4 – 180 m 2 Lutjanus malabaricus Malabar blood Di daerah 54 – 57,6 cm (Bloch & Schneider, 1801) snapper berkarang pada kedalaman 12 – 100 m 3 Lutjanus sebae Emperor red Di daerah 49 – 54,2 cm (Cuvier, 1816) snapper berkarang pada kedalaman 5 – 180 m 4 Pristipomoides filamentosus Crimson job Di daerah 37 – 52 cm (Valenciennes, 1830) fish bentos pada kedalaman 40 – 400 m 5 Pristipomoides multidens Goldband job Daerah 35 – 50 cm (Days, 1871) fish demersal kedalaman 40–245 m

7. Famili Mullidae

Famili Mullidae (Gambar 8) disebut juga goatfishes, biji nangka, kambing.

Umumnya warna badannya merah, kuning dan silver. Mencari makan pada dasar perairan atau pasir (Yulianda et al. 2010).

Ikan ini memiliki jenggot yang berfungsi untuk mendeteksi makanan.

Secara morfologi memiliki warna yang cerah, dengan panjang sampai 60 cm. saat ini memiliki 6 genera yaitu Mulloidichthys, Mullus, Parupeneus,

Pseudupeneus, Upeneichthys dan Upeneus dengan sekitar 62 spesies (Nelson,

2006). Mullidae dikenal dengan goatfish, memiliki sepasang sungut didagunya, yang mengandung organ sensor kimia dan digunakan untuk memeriksa keberadaan invertebrata dasar atau ikan-ikan kecil pada pasir atau lubang di terumbu, banyak yang memiliki warna yang cemerlang (Randall et al. 1990).

21

Gambar 8. Ikan dari famili Mullidae (Nelson, 2006)

Ikan-ikan dari famili Mullidae yang bernilai ekonomis penting di Indonesia menurut Peristiwady (2006) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili Mullidae

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 1 Mulloidichthys flavolineatus Yellowstripe goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Lacepėde, 1801) Jenggotan 2 Mulloidichthys vanicolensis Yellowfin goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Valenciennes, 1831) Jenggotan 3 Parupeneus barberinoides Bicolor goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Bleeker, 1852) Jenggotan 4 Parupeneus barberinus Dot-dash goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Lacepėde, 1801) Jenggotan 5 Parupeneus trifasciatus Doublebar goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Lacepėde, 1801) Jenggotan 6 Parupeneus cyclostomus Gold-saddle goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Lacepėde, 1801) Jenggotan 7 Parupeneus heptacanthus Cinnabar goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Cuvier, 1829) Jenggotan 8 Parupeneus indicus Indian goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Shaw, 1803) Jenggotan 9 Parupeneus multifasciatus Manybar goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Quoy & Gaimard, 1825) Jenggotan 10 Parupeneus pleurostigma Sidespot goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Bennet, 1831) Jenggotan 11 Upeneus molluccensis Mollucan goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Bleeker, 1851) Jenggotan 12 Upeneus quadrilineatus Fourstripe goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Cheng & Wang, 1963) Gelang mudin 13 Upeneus sulphureus Sulphur goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Cuvier, 1829) Gelang mudin, Kunir 14 Upeneus tragula Freckled goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Richardson, 1846) Gelang mudin 15 Upeneus vittatus Striped goatfish Dayah jenggot, Ciko-ciko, (Forsskål, 1775) Gelang mudin

22

8. Famili Scaridae (Callyodontidae)

Mnurut Nelson (2006), Famili Scaridae atau parrotfish (Gambar 9) selalu mencari makan pada substrat karang yang telah mati. Mereka jarang memakan karang hidup dan sangat jarang sekali yang memakan lamun. Seperti halnya pada ikan wrasse (famili Labridae), parrotfish juga mengalami pembalikan seks

(sex reversal). Saat ini famili Scaridae memiliki 88 spesies yang tergolong ke dalam 10 genera, yaitu Bolbometopon, Calotomus, Cetoscarus, Chlorurus,

Cryptotomus, Hipposcarus, Leptoscarus, Nicholsina, Scarus (nama synonym

Callyodon), dan Sparisoma. Sesuai dengan penjelasan (Adrim, 2008), mengatakan bahwa Ikan yang tergolong binatang bertulang sejati (Teleostei) ini, banyak diekspor dalam keadaan segar ke Hongkong, Taiwan, dan Singapura.

Gambar 9. Ikan dari famili Scaridae (Nelson, 2006)

Ikan kakatua tergolong herbivora yang memiliki bentuk tubuh lonjong dan agak pipih. Makanan utamanya adalah alga yang menempel pada karang mati.

Ikan yang memiliki corak sisik beragam ini hidup secara berkelompok. Ikan berukuran kecil (juvenile) banyak ditemukan hidup di daerah padang lamun, sedangkan ikan berukuran dewasa hidup di daerah terumbu karang pada kedalaman bervariasi.

23

Scaridae, dikenal sebagai parrotfish, biasanya memakan alga dari substrat karang yang mati. Mengunyah batu karang beserta alga serta membentuk pasir karang. Hal ini membuat parrotfish menjadi salah satu produsen pasir penting dalam ekosistem terumbu karang (Sainal, 2017).

Ikan-ikan dari famili Scaridae yang bernilai ekonomis penting di Indonesia menurut Peristiwady (2006) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili Scaridae

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 1 Calotomus carolinus Stareye parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Valenciennes, 1840) 2 Calotomus spinidens Raggedtooth parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Quoy & Gaimard, 1824) 3 Leptoscarus vaigiensis Marbled parrotfish Lembain, Anglu, Kleng, (Quoy & Gaimard, 1824) Lama 4 Cetoscarus bicolor Bicolour parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Rűppell, 1829) 5 Chlorurus bleekeri Bleeker’s parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (de Beaufort, 1940) 6 Chlorurus japanensis Palecheek parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Bloch, 1789) 7 Scarus dimidiatus Yellowbarred parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Bleeker, 1859) 8 Scarus flavipectoralis Yellowfin parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Schultz, 1969) 9 Scarus frenatus Bridled parrotfish Lembain, Anglu, Kleng, (Lacepėde, 1802) Kakatua 10 Scarus ghobban Bluebarred parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Forsskål, 1775) 11 Hipposcarus longiceps Pacific Longnose Lembain, Anglu, Kleng (Valenciennes, 1840) parrotfish 12 Scarus niger Dusky parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Forsskål, 1775) 13 Scarus quoyi Quoy’s parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Valenciennes, 1840) 14 Scarus rivulatus Surf parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Valenciennes, 1840) 15 Scarus schlegeli Yellowbar parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Blekeer, 1861) 16 Scarus sordidus Daisy parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Forsskål, 1775) 17 Scarus spinus Pygmy parrotfish Lembain, Anglu, Kleng (Kner, 1868)

24

9. Famili Serranidae

Kerapu adalah ikan dari famili Serranidae (Gambar 10), subfamili

Ephinephelinae. Di dunia terdapat 159 jenis ikan kerapu, 39 jenis di antaranya dapat ditemukan di perairan Indonesia. Ikan kerapu memiliki habitat di dasar perairan laut tropis dan subtropis. Sebagian besar spesies kerapu berasosiasi dengan terumbu karang di daerah dangkal dan beberapa tinggal pada kawasan estuaria dan berbatu, berpasir dan berlumpur, meskipun juvenil ikan kerapu ditemukan pada daerah lamun (Habibi et al. 2011).

Menurut Nelson (2006), famili Serranidae terdiri atas 3 subfamili, 64 genera, dan 475 spesies. Ketiga subfamili tersebut adalah Serraninae (13 genera), Anthiinae (21 genera), dan Epinephelinae. Subfamili Epinephelinae memiliki 4 tribe, yaitu Niphonini (1 spesies), Epinephelini (15 genera),

Diploprionini (3 genera), Lioprionini (3 genera), dan Grammistini (8 genera). Ikan kerapu atau disebut juga grouper termasuk ke dalam tribe Epinephelini, memiliki genera sebagai berikut: Aethaloperca, Alphestes, Anyperodon, Cephalopholis,

Cromileptes, Dermatolepis, Epinephelus (sekitar 100 spesies, beberapa hidup di perairan estuaria), Gonioplectrus, Gracilia, Mycteroperca, Paranthias,

Plectropomus, Saloptia, Triso, dan Variola.

Selain disebut grouper, ikan kerapu disebut juga coral trout, sunu, dan lodi.

Secara umum ikan ini soliter (jarang ditemukan berpasangan), ukuran panjang badannya bisa mencapai 2 m dengan berat badan 200 kg. Makanannya berupa ikan, udang dan crustacea. Ikan ini biasanya bersembunyi di gua-gua atau bawah karang (Yulianda et al. 2010). Serranidae dikenal dengan sea bass, kerapu, predator penggali dasar, ikan komersial, memakan udang-udangan dan ikan (Randall et al. 1990).

25

Gambar 10. Ikan dari famili Serranidae (Nelson, 2006)

Beberapa jenis kerapu yang banyak diperdagangkan di Indonesia menurut

Habibi et al. (2011) dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis-jenis kerapu yang sering diperdagangkan di Indonesia

Ukuran No. Nama ilmiah Nama umum Habitat layak tangkap 1 Aethaloperca rogaa Redmouth Di daerah berkarang Minimal (Forsskål, 1775) grouper dan tidak bermigrasi, 34 cm kedalaman 1 – 60 m 2 Cephalopholis sonnerati Tomato Di daerah berkarang Jantan (Valenciennes, 1828) grouper dan tidak bermigrasi, 34 cm kedalaman 10–150 m Betina 28 cm 3 Cromileptes altivelis Humpback Di daerah berkarang Minimal (Valenciennes, 1828) grouper pada kedalaman 2 – 39 cm 40 m 4 Epinephelus corralicola Coral grouper Di daerah berkarang, Minimal (Valenciennes, 1828) pada kedalaman 1 - 29 cm 30 m, laut dekat dengan karang 5 Epinephelus amblycehalus Banded Di daerah berkarang Minimal (Blekeer, 1857) grouper pada kedalaman 80 – 34 cm 130 m 6 Epinephelus blekeeri Duskytail Di daerah berkarang Minimal (Vaillant, 1878) grouper kedalaman 30 - 104 m 42 cm. 7 Epinephelus White-spotted Di daerah berkarang Minimal caeruleopunctatus grouper pada kedalaman 2 – 42 cm (Bloch, 1790) 65 m 8 Epinephelus cyanopodus Speckled blue Di daerah berkarang Minimal (Richardson, 1846) grouper pada kedalaman 2 - 64 cm 150 m

26

Tabel 9. Lanjutan

Ukuran No. Nama ilmiah Nama umum Habitat layak tangkap 9 Epinephelus fuscoguttatus Brown-marbled Di daerah berkarang Minimal (Forsskål, 1775) grouper kedalaman 1 - 60 m 50 cm 10 Epinephelus hexagonatus Star-spotted Di daerah berkarang Minimal (Forster, 1801) grouper pada kedalaman 0 - 19 cm 30 m 11 Epinephelus lanceolatus Giant grouper Di daerah berkarang Minimal (Bloch, 1790) pada kedalaman 4 – 129 cm 100 m 12 Epinephelus latifasciatus Stripped Di daerah berkarang Minimal (Temmnick & Schlegel, grouper pada kedalaman 20 – 86 cm 1842) 230 m 13 Epinephelus longispinis Longispine Di daerah berkarang - (Kner, 1864) grouper pada kedalaman 1 – 70 m 14 Epinephelus maculatus Highfin Di daerah berkarang Minimal (Bloch, 1790) grouper pada kedalaman 2 – 35 cm 100 m 15 Epinephelus magniscuttis Speckled Di daerah berkarang - (Postel, Fourmanoir & grouper pada kedalaman 50 – Guėzė) 300 m 16 Epinephelus malabaricus Malabar Di daerah berkarang Minimal (Bloch & Schneider, 1801) grouper pada kedalaman 0- 100-114 150 m cm 17 Epinephelus multinotatus White-blotched Di daerah berkarang Minimal (Peters, 1876) grouper pada kedalaman 1 - 41-50 cm 100 m 18 Epinephelus polyphekadion Camou-flage Di daerah berkarang Minimal (Blekeer, 1849) grouper pada kedalaman 1 – 58 cm 46 m 19 Epinephelus retouti Red-tipped Di daerah berkarang - (Blekeer, 1849) grouper pada kedalaman 20 – 220 m 20 Epinephelus sexfasciatus Sixbar-grouper Di daerah berkarang Minimal (Valenciennes, 1828) pada kedalaman 10– 13 cm 80 m 21 Epinephelus undulosus Wavy-lined Di daerah berkarang Minimal (Quoy & Gaimard, 1824) grouper pada kedalaman 24 – 41 – 45 90 m cm 22 Plectropomus areolatus Squaretail Di daerah berkarang Minimal (Forsskål, 1775) leopard pada kedalaman 1 – 41 cm grouper 20 m 23 Plectropomus laevis Black Di daerah berkarang Minimal (Lacepėde, 1801) saddled coral pada kedalaman 4 – 60 cm grouper 100 m 24 Plectropomus leopardus Leopard coral Di daerah berkarang Minimal (Lacepėde, 1802) grouper pada kedalaman 3 – 21 – 60 100 m cm 25 Plectropomus maculatus Spotted coral Di daerah berkarang Minimal (Bloch, 1790) grouper kedalaman 5 – 100 m 54 cm

27

10. Famili Siganidae

Ikan baronang termasuk famili Siiganidae (Gambar 11), banyak ditemui pada wilayah terumbu karang, lamun, dan wilayah yang banyak terdapat rumput laut. Bentuk tubuh pipih, memakan jenis plankton tumbuhan (fitoplankton) dan tumbuhan laut lainnya.

Gambar 11. Ikan dari famili Siganidae (Nelson, 2006)

Famili Siganidae hanya memiliki satu genus, Siganus (nama synonym

Teuthis) dengan 2 subgenera, subgenus Siganus terdiri atas 22 spesies dan subgenus Lo terdiri atas 5 spesies. Hanya satu spesies yang hidup di daerah estuaria, Siganus vermiculatus, sedangkan spesies-spesies lainnya muncul di daerah estuaria bersifat sementara sebagai salah satu bagian dari siklus hidupnya. Kebanyakan Siganidae bersifat herbivora (Nelson, 2006).

Ikan ini disebut juga rabbit fish, baronang, cabe, lingkis, dan samadar.

Tubuhnya lebar dan pipih ditutupi sisik yang halus. Warnanya bervariasi, pada punggung terdapat bintik-bintik putih, cokelat, kelabu dan keemasan. Duri-duri siripnya berbisa dan beracun yang menyebabkan perih bila tertusuk durinya.

Ukuran tubuhnya berkisar 30 - 45 cm. Makanan umumnya rumput laut dan alga

(Yulianda et al. 2010).

28

Ikan baronang tersebar di seluruh pulau besar di Indonesia (Sumatera,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku). Terdapat beberapa spesies ikan baronang yaitu Leptoscarus vaigiensis, Siganus guttatus, S. vermiculatus, S. punctatus, S. lineatus, S. vulpinus, dan S. puellus.

Ikan-ikan dari famili Siganidae yang bernilai ekonomis penting di Indonesia menurut Peristiwady (2006) dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia famili Siganidae

No Nama ilmiah Nama umum Nama Indonesia 1 Siganus argenteus Streamlined spinefoot Baronang (Quoy & Gaimard, 1825) 2 Siganus canaliculatus Whitespotted Baronang, Serpik, Baronang (Park, 1797) lada 3 Siganus guttatus Spopted rabbitfish Baronang tompel (Bloch, 1787) 4 Siganus corallinus Coral rabbitfish Baronang, Benaeng (Valenciennes, 1835) 5 Barre spinefoot Baronang (Guėrin-Mėneville, 1829) 6 Siganus puellus Masked rabbitfish Baronang (Schlegel, 1852) 7 Siganus spinus Scribbled rabbitfish Baronang (Linneaus, 1758) 8 Siganus stellatus Brown-spotted spinefoot Baronang lada (Forsskål, 1775) 9 Siganus vulpinus Foxface rabbitfish Baronang, Samadar cecet (Schlegel & Műller, 1845)

E. Komposisi Jenis dan Kelimpahan Ikan

Berdasarkan hasil penelitian sebaran dan keanekaragaman ikan target di perairan P. Samatellulompo, Kab. Pangkep, Ahmad (2013) menemukan ikan target yang berasal dari 7 famili. Lutjanidae dan Acanthuridae merupakan famili ikan target yang mendominasi setiap stasiun. Lebih lanjut, Ahmad (2013) menyatakan bahwa kelimpahan rata-rata ikan target berkisar 10,3 - 17,6 ekor/transek. Indeks keanekaragaman tergolong dalam kategori rendah, indeks

29 keseragaman tergolong dalam kategori stabil dan indeks dominansi tergolong rendah.

Di Pulau Badi, Dahlan et al. (2015) memperoleh 131 ekor ikan karang yang berasal dari 50 jenis dan 15 famili, sedangkan di P. Kodingareng Lompo sebanyak 82 ekor yang berasal dari 21 jenis dan 9 famili. Ikan target yang ditemukan di P. Badi sebanyak 17 spesies berasal dari 9 genera dan 9 famili, sedangkan di P. Kodingareng Lompo sebanyak 4 spesies yang berasal dari 3 genera dan 2 famili. Coremap-CTI (2015) menyatakan bahwa terdapat 572 individu kelompok ikan target dari 54 spesies yang ditemukan di Pulau

Kapoposang.

30

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2018. Lokasi penelitian bertempat di P. Kapoposang Kabupaten Pangkajene Kepulauan

Sulawesi Selatan (Gambar 12) dengan titik koordinat pada Tabel 11.

Tabel 11. Titik koordinat pengambilan data

Koordinat Stasiun Penelitian No. Zona Lintang Selatan Bujur Timur 1 Inti 04º 42’ 09” 118º 56’ 27” 2 Pemanfaatan 04º 42’ 68” 118º 57’ 88” 3 Perikanan berkelanjutan 04º 42’ 06” 118º 57’ 98”

Gambar 12. Peta lokasi penelitian (a = Zona Inti, b = Zona Pemanfaatan dan c = Zona Perikanan Berkelanjutan)

31

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat SCUBA

(Self Contained Underwater Breathing Apparatus), alat dasar (masker, snorkel dan fins), Camera Underwater, GPS (Global Positioning System), Compressor

Bauer Junior II, Pita berukuran (Roll meter) 50 meter, sabak, pensil, perahu bermotor, dan Buku identifikasi ikan karang: Allen (1999), Kuiter dan Tonozuka

(2001) dan Peristiwady (2006) sebagai bahan patokan untuk mengidentifkasi jenis ikan karang target.

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan (observation)

Tahap pertama adalah studi literatur yang dilakukan untuk mempertajam fokus pada saat di lapangan dan untuk penguatan kerangka teoritis, perumusan masalah serta penyusunan metodologi. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan yang sesungguhnya dan mengidentifikasi permasalahan sebagai hipotesa awal dalam perencanaan penelitian. Tahap observasi ini juga dilakukan untuk mengetahui lokasi yang cocok untuk pengambilan data lapangan serta mempersiapkan alat-alat yang digunakan selama penelitian di lapangan.

2. Penentuan stasiun penelitian

Sebelum menentuan lokasi penelitian terlebih dahulu dilakukan snorkeling untuk mengetahui kondisi awal dan topografi pulau, yang kemudian dilanjutkan dengan penetapan posisi stasiun pengamatan. Setelah titik pengamatan yang dianggap representatif untuk stasiun pengamatan ditemukan, maka dilakukan pengambilan titik koordinasi dengan menggunakan bantuan GPS.

32

Pengambilan titik stasiun dilakukan di P. Kapoposang berdasarkan zona

(zona inti, zona pemanfaatan, dan zona perikanan berkelanjutan) dengan satu kali ulangan pada masing-masing zona di kedalaman 3 m dan 10 m. Penentuan kedalaman tersebut dilakukan karena diasumsikan penetrasi cahaya matahari optimal, keanekaragaman spesies dan pertumbuhan terumbu karang berada pada kisaran kedalaman tersebut. Pengambilan titik di dua kedalaman diharapkan mampu mewakili cakupan area penelitian pada masing-masing stasiun di area penelitian P. Kapoposang. Stasiun yang dimaksud pada penelitian ini yaitu stasiun 1 (zona inti), stasiun 2 (zona pemanfaatan) dan stasiun

3 (zona perikanan berkelanjutan).

D. Metode Pengumpulan Data

Pengamatan indikator untuk mengetahui kelimpahan ikan karang target pada stasiun penelitian dilakukan di setiap zona (zona inti, zona pemanfaatan dan zona perikanan berkelanjutan) dengan menggunakan metode sensus visual ikan karang (coral reef fish visual census) yang dikemukakan oleh English et al.

(1997).

Cara kerja metode ini yaitu pemasangan garis transek sepanjang 50 m dengan mengikuti garis kontur permukaan terumbu karang. Kelimpahan setiap spesies dihitung dengan lebar area pemantauan seluas 5 m, yaitu 2,5 m sebelah kanan dan 2,5 m sebelah kiri (Gambar 12). Pembatasan jarak pandang berkaitan dengan kemampuan dan keterbatasan mata peneliti dalam mengidentifikasi ikan karang target. Pengamatan dilakukan sebanyak satu kali ulangan dengan dua kedalaman yaitu 3 m dan 10 m. Total luas area pengamatan untuk setiap stasiun adalah 50 m x 5 m = 250 m2.

33

Gambar 13. Ilustrasi teknik pengambilan data ikan dengan menggunakan motode sensus visual

Pendataan ikan dilakukan setelah periode normal (tenang), kurang lebih 15 menit setelah transek garis dipasang. Untuk setiap stasiun dilakukan satu kali pengamatan. Pengamatan ikan karang target dimulai dari titik awal (titik nol).

Proses pendataan dilakukan dengan mengidentifikasi jenis ikan karang target yang dijumpai pada setiap transek. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, digunakan kamera bawah air untuk mengambil gambar dan video ikan yang sulit diidentifikasi secara langsung. Data ikan karang kemudian diidentikasi dengan menggunakan buku Allen (1999), Kuiter dan Tonozuka (2001) dan Peristiwady

(2006).

E. Analisis Data

1. Kelimpahan ikan karang target

Kelimpahan ikan menunjukkan jumlah individu (ekor) ikan karang yang ditemukan pada daerah pengamatan selama penelitian.

2. Indeks keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi melalui jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dihitung dengan rumus sebagai berikut (Brower et al. 1990):

푛 H′ = − ∑ 푝 ln 푝 dan p = 푖 푖 푖 푖 푁

34

Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, ni = jumlah individu suatu spesies ikan (ekor), N = jumlah individu seluruh spesies ikan (ekor), pi = perbandingan antara jumlah individu spesies ke-i dan jumlah total individu.

3. Indeks keseragaman (E)

Perhitungan indeks keseragaman (E) Shannon-Wiener adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Brower et al. 1990):

H' J'  Hmax '

Keterangan: E = indeks keseragaman Shannon-Wiener, H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, Hmax’ = keanekaragaman maksimum yang mungkin tercapai.

4. Indeks dominansi (C)

Untuk melihat nilai Indeks dominansi pada jenis ikan karang maka digunakan indeks dominansi Simpson dengan rumus sebagai berikut (Brower et al. 1990):

n n 1 l  i i NN 1

Keterangan: I = Indeks dominansi Simpson, ni = jumlah individu suatu spesies ikan (ekor), N = jumlah individu seluruh spesies ikan (ekor)

35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi Jenis

1. Berdasarkan zona

Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi jenis ikan karang target selama penelitian pada zona inti ditemukan ikan-ikan yang berasal dari 17 spesies, 11 genera, dan 6 famili, sedangkan pada zona pemanfaatan sebanyak

30 spesies, 15 genera, dan 7 famili. Sebaliknya, pada zona perikanan berkelanjutan ditemukan 21 spesies, 14 genera, dan 6 famili.

Pada Tabel 12 tampak bahwa zona inti dan zona pemanfaatan memiliki 12 spesies yang sama (Acanthurus auranticavus, Chlorurus blekeeri, Choerodon anchorago, Ctenochaetus striatus, dimidiatus, Parupeneus bifasciatus,

Plectorhinchus lineatus, Scarus flavipectoralis, S. dimidiatus, S. oviceps, S. sordidus dan Siganus vulpinus), sedangkan pada zona inti dan zona perikanan berkelanjutan ditemukan delapan spesies yang sama (Calotomus carolinus,

Cheilinus trilobatus, Chlorurus blekeeri, Ctenochaetus striatus, Labroides dimidiatus, Parupeneus bifasciatus, Scarus flavipectoralis dan Siganus vulpinus).

Sebaliknya, pada zona pemanfataan dan zona perikanan berkelanjutan memiliki

11 spesies yang sama (Acanthurus nigrofuscus, Cheilinus fasciatus, Chlorurus bleekeri, C. sordidus, Ctenochaetus striatus, Halichoeres crysotaenia, Labroides dimidiatus, Naso lituratus, Parupeneus bifasciatus, Scarus flavipectoralis,

Siganus vulpinus). Selanjutnya, pada ketiga zona tersebut ditemukan lima spesies yang sama (Chlorurus blekeeri, Ctenochaetus striatus, Labroides dimidiatus, Parupeneus bifasciatus dan Siganus vulpinus). Hal ini menunjukkan bahwa kelima jenis ikan tersebut selalu dijumpai pada ekosistem terumbu karang di P. Kapoposang.

36 a. Zona inti

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa zona inti memiliki komposisi jenis terendah daripada zona lainnya. Zona ini ditemukan sebanyak 17 spesies, dengan keberadaan ekosistem terumbu karang yang kurang bagus dengan ditemukan banyaknya patahan karang mati (rubble) bekas dari penggunakan alat tangkap bahan peledak (bom) dari tingginya aktivitas penangkapan nelayan yang tidak ramah lingkungan, sedangkan zona inti sendiri berfungsi sebagai daerah pemiijahan (spawning ground), daerah asuhan

(nursery ground), dan daerah mencari makan (feeding ground) khususnya ikan karang target. Namun, saat ini zona inti sudah dalam proses pemulihan dan rehabilitasi ekosistem. Zona inti (core zone atau sanctuaries) mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan sangat rentan, sehingga tidak diperkenankan kegiatan yang ekstra aktif di dalam zona inti ini. b. Zona pemanfaatan

Zona pemanfaatan memiliki komposisi jenis tertinggi sebanyak 30 spesies dengan ditemukannya kondisi ekosistem terumbu karang masih dalam kondisi baik. Manuputty (2012) menyatakan bahwa, hal ini terkait pula dengan tingginya jumlah individu diduga erat kaitannya dengan tingginya angka tutupan terumbu karang pada lokasi tersebut. Zona pemanfaatan sendiri dijadikan sebagai daerah pengembangan ekowisata sehingga di dalam zona ini memungkinkan untuk dibangun sarana dan prasarana pariwisata alam. Namun, di zona ini tidak diperkenankan bagi masyarakat setempat untuk melakukan aktifitas atau kegiatan yang bersifat permanen (no take zone). c. Zona perikanan berkelanjutan

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa komposisi jenis ikan karang target sebanyak 21 spesies dengan ditemukannya karang tipe branching yang dijadikan sebagai tempat untuk berlindung dan mencari makan bagi ikan

37 karang target. Sebaran dan jumlah jenis ikan karang target cenderung meningkat pada zona pemanfaatan dan zona perikanan berkelanjutan. Hal ini erat kaitannya dengan kurangnya sedimentasi yang menyebabkan keruhnya perairan, atau adanya arus (massa air) yang terus bergerak sehingga sedimen dapat terbawah ke laut lepas (Manuputty, 2012).

2. Berdasarkan kedalaman

Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi jenis ikan karang target selama penelitian pada kedalaman 3 m di P. Kapoposang ditemukan ikan-ikan yang berasal dari 29 spesies. Sebaliknya, pada kedalaman 10 m ditemukan ikan- ikan yang berasal dari 31 spesies. Selanjutnya, pada kedalaman 3 m dan 10 m ditemukan 18 spesies ikan target yang sama yakni (A. auranticavus, A. nigrofuscus, Cheilinus chlorurus, C. fasciatus, C. trilobatus, C. blekeeri, C. gibbus,

C. sordidus, C. anchorago, C. striatus, Halichoeres prosopeion, L. dimidiatus, S. dimidiatus, S. flavipectoralis, S. sordidus, Siganus doliatus, S. vulpinus dan

Zebrasoma scopas) (Tabel 13).

Menurut Nabiu (2014), kelompok ikan target atau ikan ekonomis penting yang berasosiasi dengan karang, termasuk di antaranya adalah kakap (Lutjanus sp) dari famili Lutjanidae, kerapu (Epinephelus sp) dari famili Serranidae, dan baronang (Siganus sp) dari famili Siganidae. Berbagai topografi yang menarik bagi ikan karang target di antaranya zona drop off yang berada di kedalaman lebih dari 10 m sebagai daerah teritori ikan target berukuran besar.

Berdasarkan Tabel 13. terlihat bahwa umumnya jenis ikan karang target yang jumlah spesiesnya banyak berasal dari famili-famili ikan di atas.

38

Tabel 12. Komposisi jenis ikan karang target berdasarkan zona

Zona No. Jenis Ikan Perikanan Inti Pemanfaatan Berkelanjutan 1 Acanthurus auranticavus   - 2 Acanthurus leucocheilus -  - 3 Acanthurus nigrofuscus -   4 Caesio lunaris -  - 5 Calotomus carolinus  -  6 Cephalopholis argus - -  7 Cheilinus chlorurus - -  8 Cheilinus fasciatus -   9 Cheilinus trilobatus  -  10 Chlorurus blekeeri    11 Chlorurus gibbus -   12 Chlorurus sordidus -   13 Choerodon anchorago   - 14 Ctenochaetus binotatus -  - 15 Ctenochaetus striatus    16 Halichoeres chrysotaenia -   17 Halichoeres prosopeion -  - 18 Labrychthys unilineatus -  - 19 Labroides bicolor  - - 20 Labroides dimidiatus    21 Naso caeruleacaudus -  - 22 Naso lituratus -   23 Naso minor -  - 24 Parupeneus bifasciatus    25 Parupeneus pleurostigma  - - 26 Plectorhinchus lineatus   - 27 Plectropomus areolatus -  - 28 Scarus blekeeri - -  29 Scarus dimidiatus   - 30 Scarus flavipectoralis    31 Scarus frenatus - -  32 Scarus ghobban - -  33 Scarus hypselopterus -  - 34 Scarus oviceps   - 35 Scarus scaber -  - 36 Scarus sordidus   - 37 Scarus tricolor  - - 38 Siganus doliatus - -  39 Siganus puellus -  - 40 Siganus virgatus -  - 41 Siganus vulpinus    42 Zebrasoma scopas -  Jumlah jenis ikan 17 30 21

Keterangan :  = spesies yang ditemukan - = spesies yang tidak ditemukan

39

Tabel 13. Komposisi jenis ikan karang target berdasarkan kedalaman

Kedalaman (m) No. Jenis Ikan 3 10 1 Acanthurus auranticavus   2 Acanthurus leucocheilus -  3 Acanthurus nigrofuscus   4 Caesio lunaris  - 5 Calotomus carolinus  - 6 Cephalopholis argus  - 7 Cheilinus chlorurus   8 Cheilinus fasciatus   9 Cheilinus trilobatus   10 Chlorurus blekeeri   11 Chlorurus gibbus   12 Chlorurus sordidus   13 Choerodon anchorago   14 Ctenochaetus binotatus -  15 Ctenochaetus striatus   16 Halichoeres chrysotaenia -  17 Halichoeres prosopeion   18 Labrichthys unilineatus  - 19 Labroides bicolor  - 20 Labroides dimidiatus   21 Naso caeruleacaudus -  22 Naso lituratus -  23 Naso minor  - 24 Parupeneus bifasciatus -  25 Parupeneus pleurostigma -  26 Plectorhinchus lineatus  - 27 Plectropomus areolatus  - 28 Scarus blekeeri -  29 Scarus dimidiatus   30 Scarus flavipectoralis   31 Scarus frenatus -  32 Scarus ghobban -  33 Scarus hypselopterus  - 34 Scarus oviceps  - 35 Scarus scaber -  36 Scarus sordidus   37 Scarus tricolor  - 38 Siganus doliatus   39 Siganus puellus -  40 Siganus virgatus -  41 Siganus vulpinus   42 Zebrasoma scopas   Jumlah jenis ikan 29 30

Keterangan :  = spesies yang ditemukan - = spesies yang tidak ditemukan

40

Berdasarkan hasil pengamatan tampak bahwa zona pemanfaatan memiliki jumalh spesies ikan karang target yang terbanyak, baik pada kedallaman 3 m maupun pada kedalaman 10 m (Tabel 14). Jumlah spesies terendah ditemukan pada inti.

Tabel 14. Jumlah spesies ikan karang target berdasarkan zona dan kedalaman

Kedalaman (m) Zona 3 10 Inti 13 6 Pemanfaatan 16 21 Perikanan berkelanjutan 13 15 Jumlah jenis ikan 46 52

B. Kelimpahan

1. Kelimpahan ikan karang target berdasarkan zona dan kedalaman

Kelimpahan ikan karang target merupakan jumlah individu yang melewati atau berada di transek per total luasan transek. Untuk mengetahuinya perlu dilakukan identifikasi jenis dan jumlahnya. Berikut ini kelimpahan ikan karang target berdasarkan zona dan kedalaman sebagai berikut : a. Zona inti

Berdasarakan hasil pengamatan menunjukkan kelimpahan ikan karang target di zona inti pada kedalaman 3 m yaitu jenis Acanthurus auranticavus muncul paling banyak (Tabel 15). Melimpahnya jumlah spesies dan individu ikan yang masuk dalam famili Acanthuridae ini diduga akibat melimpahnya makroalga di perairan ini sebagai sumber makanan ikan-ikan herbivora (Wibowo dan Adrim,

2013). Namun demikian, dalam studi pengamatan tidak dilakukan kebiasaan makan.

Ikan-ikan herbivora memiliki spesialisasi pola penyebaran secara mengelompok (schooling) dibanding ikan-ikan herbivora yang cenderung menyendiri (soliter) (Rasher, et al. 2002). Menurut Kuiter dan Tonozuka (2001),

41 spesies ini hidup pada daerah puncak dan lereng terumbu karang dan biasanya berada pada kedalaman 1 - 10 m serta memiliki kelompok-kelompok kecil.

Pada kedalaman 10 m yang paling banyak ditemukan adalah jenis

Parupeneus bifasciatus dan Scarus sordidus. Sesuai dengan pernyataan (Adrim,

2008), melimpahnya spesies tersebut dikarenakan ikan ini tergolong ikan konsumsi dengan sebaran yang sangat melimpah di Indo Pasifik.

Menurut Coremap-CTI (2015), Tingginya total kelimpahan individu di P.

Kapoposang didukung oleh kondisi terumbu karang, keanekaragaman habitat, kehadiran karang bercabang terutama Acropora spp, kecerahan air, dan rugositas terumbu karang. Selain itu (Kepmen Kelautan dan Perikanan 2014), mengatakan bahwa zona inti dalam Kawasan Konservasi TWP Kep. Kapoposang dan Laut Sekitarnya juga merupakan lokasi memijah ikan, kima (Tridacna squamosa, Tridacna gigas, Hipopus hipopus), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate). b. Zona pemanfaatan

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada kedalaman 3 m

Ctenochaetus striatus muncul paling banyak. Sesuai dengan pernyataan

(Wibowo dan Adrim, 2013) hal ini diduga karena kemampuan adaptasi yang tinggi ikan tersebut terhadap variasi habitat.

Pada kedalaman 10 m, yang paling banyak yaitu jenis Siganus puellus.

Ikan ini banyak ditemui pada wilayah terumbu karang, lamun, dan wilayah yang banyak terdapat rumput laut. Bentuk tubuh ikan ini pipih, merupakan pemakan jenis plankton nabati (fitoplankton) dan tumbuhan laut lainnya. Menurut

Peristiwady (2006), spesies ini hidup di sekitar terumbu karang dan tersebar luas di Pasifik Barat. Kebanyakan ikan ini bersifat herbivora (Nelson, 2006). Makanan umumnya rumput laut dan alga (Yulianda et al. 2010).

42

Semakin kompleks suatu tipe habitat maka akan semakin kompleks pula biodiversitas di habitat tersebut. Hal ini dikarenakan tersedianya daya dukung penyokong kehidupan yang melimpah. Chabanet et al. (1997) mengemukakan bahwa kompleksitas struktur habitat terumbu karang memegang peranan terhadap struktur komunitas ikan karang. Lingkungan yang sangat kompleks memungkinkan habitat untuk digunakan bersama oleh banyak spesies. c. Zona perikanan berkelanjutan

Pada Tabel 16 menunjukkan kelimpahan ikan karang target di zona perikanan berkelanjutan pada kedalaman 3 m yang paling banyak berasal dari jenis Ctenochaetus striatus. Sebaliknya pada kedalaman 10 m jenis yang paling dominan adalah Zebrasoma scopas. Ikan ini termasuk golongan ikan herbivora dengan memakan alga yang menutupi karang. Hidupnya bergerombol di daerah karang yang dangkal (Yulianda, et al. 2010). Peristiwady (2006), mengatakan bahwa spesies ini hidup di sekitar terumbu karang dan tersebar di Indo-Pasifik.

43

Tabel 15. Kelimpahan (ekor) ikan karang target berdasarkan zona dan kedalaman

Zona Zona Zona Inti Perikanan No. Jenis Ikan Pemanfaatan Berkelanjutan 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 1 Acanthurus auranticavus 1 1 10 6 - - 2 Acanthurus leucocheilus - - - 2 - - 3 Acanthurus nigrofuscus - - - 5 1 - 4 Caesio lunaris - - 3 - - - 5 Calotomus carolinus 1 - - - 1 - 6 Cephalopholis argus - - - - 1 - 7 Cheilinus chlorurus - - - - 4 2 8 Cheilinus fasciatus - - 4 4 5 2 9 Cheilinus trilobatus 1 2 - - 3 - 10 Chlorurus blekeeri 1 - - 1 2 1 11 Chlorurus gibbus - - 2 - 1 12 Chlorurus sordidus - - - 1 1 - 13 Choerodon anchorago 5 - - 1 - - 14 Ctenochaetus binotatus - - - 6 - - 15 Ctenochaetus striatus 52 1 15 6 92 1 16 Halichoeres chrysotaenia - - - 1 - 1 17 Halichoeres prosopeion - - 10 1 - - 18 Labrichthys unilineatus - - 1 - 2 - 19 Labroides bicolor 1 - - - - - 20 Labroides dimidiatus 2 - 1 2 - 3 21 Naso caeruleacaudus - - - 1 - - 22 Naso lituratus - - - 3 - 2 23 Naso minor - - 2 - - - 24 Parupeneus bifasciatus - 3 - 1 - 1 25 Parupeneus pleurostigma - 1 - - - - 26 Plectorhinchus lineatus 1 - 1 - - - 27 Plectropomus areolatus - - 1 - - - 28 Scarus blekeeri - - - - - 1 29 Scarus dimidiatus 1 - - 1 - - 30 Scarus flavipectoralis - - 1 1 - 1 31 Scarus frenatus - - - - - 4 32 Scarus ghobban - - - - - 1 33 Scarus hypselopterus - - 1 - - - 34 Scarus oviceps 7 - 1 - - - 35 Scarus scaber - - - 1 - - 36 Scarus sordidus - 3 1 - - - 37 Scarus tricolor 2 - - - - - 38 Siganus doliatus - - - - 2 2 39 Siganus puellus - - - 55 - - 40 Siganus virgatus - - - 5 - - 41 Siganus vulpinus 2 - 9 18 2 - 42 Zebrasoma scopas - - - - 10 7 Jumlah jenis ikan 77 11 63 122 126 30

Keterangan :  = spesies yang ditemukan - = spesies yang tidak ditemukan

44

Pada Tabel 16 tampak bahwa kelimpahan (ekor) ikan karang target pada kedalaman 3 m tertinggi ditemukan pada zona perikanan berkelanjutan sebanyak

126 ekor, disusul zona inti sebanyak 77 ekor dan zona pemanfaatan sebanyak

63 ekor. Sebaliknya, pada kedalaman 10 m yang tertinggi ditemukan pada zona pemanfaatan sebanyak 122 ekor, disusul zona perikanan berkelanjutan sebanyak 30 ekor dan zona inti sebanyak 11 ekor.

Tabel 16. Kelimpahan (ekor) ikan karang target berdasarkan zona dan kedalaman

Kedalaman (m) Zona 3 10 Inti 77 11 Pemanfaatan 63 122 Perikanan berkelanjutan 126 30 Jumlah jenis ikan 267 163

C. Indeks Ekologi

Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) merupakan parameter dasar dalam menggambarkan kondisi suatu komunitas. Hal ini berarti bahwa nilai indeks-indeks ini menunjukkan dinamika antarbiota dengan kondisi lingkungannya pada suatu komunitas.

1. Indeks keanekaragaman (H’)

Keanekaragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan spektrum yang luas dari variasi biologis. Ukuran paling dasar dari keanekaragaman hayati adalah kekayaan spesies, dengan memberikan informasi tentang jumlah spesies berbeda, tetapi tidak mempertimbangkan bahwa beberapa spesies lebih banyak daripada yang lain. Keanekaragaman hayati sebenarnya adalah istilah yang lebih kompleks dapat melibatkan banyak klasifikasi biologis berbeda.

45

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis ikan karang target tertinggi pada zona perikanan berkelanjutan 2.4676 di kedalaman 10 m dan terendah pada zona inti 1.3914 di kedalaman 3 m. Tinggi rendahnya nilai keanekaragaman dipengaruhi oleh variasi kehadiran jumlah spesies dalam suatu komunitas. Kondisi ini mencerminkan bahwa selain tingginya kompetisi antarjenis dalam memanfaatkan ruang dan waktu dalam komunitas, tekanan cukup besar yang dialami lingkungan akibat tingginya aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber daya perairan dengan cara yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom dalam penangkapan ikan dapat menyebabkan terjadi pergeseran terhadap tingginya keanekaragaman

(Manuputty, 2012).

2. Indeks keseragaman (E)

Nilai keseragaman menggambarkan sebaran jumlah individu (ekor) masing-masing jenis ikan karang target di setiap zona. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa, nilai indeks keseragaman yang didapatkan selama pengamatan berkisar antara 0.5272–0.9335 dengan nilai rata-rata

0.7219, sedangkan nilai keseragaman tertinggi terdapat pada zona inti 0.9335 di kedalaman 10 m dan nilai terendah terdapat pada zona yang sama 0.5272 di kedalaman 3 m. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Odum (1994) yang mengatakan bahwa semakin besar nilai keseragaman jenis menunjukkan komunitas makin beragam.

Pada zona inti sendiri, sebelum ditetapkan pembagian zonasi di P.

Kapoposang, zona inti menjadi target tangkapan nelayan yang masih terus dilakukan tanpa memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya yang ada seperti ukuran layak tangkap, kuota yang dapat ditangkap, jumlah nelayan yang dapat beroperasi, serta jenis alat tangkap yang digunakan.

46

3. Indeks dominansi (C)

Indeks dominansi dianalisa untuk mengetahui adanya dominansi dari spesies tertentu. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai indeks dominansi yang dominan ditemukan pada zona perikanan berkelanjutan 0.5402 di kedalaman 3 m, sedangkan spesies yang mendominasi yaitu C. striatus. Sesuai dengan pernyataan Yulianda et al (2010), hidupnya bergerombol di daerah karang yang dangkal.

Menurut Odum (1994), mengatakan bahwa bila nilai C < 0.5 maka dominansi rendah. Bakus (1990) mengatakan bahwa bila C mendekati 1 atau sama dengan 1 maka terjadi dominansi, begitu juga dengan sebaliknya. Nilai- nilai tersebut menunjukkan bahwa secara umum dominansi jenis ikan karang target pada setiap zona berada pada kondisi rendah (kecil). Secara umum, rendahnya nilai dominansi serta tingginya nilai keseragaman jenis yang mendekati 1, menggambarkan bahwa ikan karang target di setiap zona saat pengamatan berada dalam kondisi yang cukup stabil (Tabel 17).

Tabel 17. Jumlah total individu, jumlah spesies, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi

Zona Zona Perikanan Zona Inti Parameter Pemanfaatan Berkelanjutan 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Jumlah total individu (ekor) 78 11 63 122 126 30 Jumlah spesies (s) 14 6 16 21 13 15 Indeks keanekaragaman (H’) 1.3914 1.6726 2.2691 2.0795 1.1739 2.4676 Indeks keseragaman (E) 0.5272 0.9355 0.8184 0.6830 0.4577 0.9112 Indeks dominansi (C) 0.4529 0.1273 0.1239 0.2322 0.5402 0.0782

Hasil pendataan jumlah total individu ikan karang target tercatat sebanyak

427 individu dari 42 spesies yang ditemukan pada ketiga zona pemantauan

(zona inti, zona pemanfaatan dan zona perikanan berkelanjutan). Sebagai bahan perbandingan (Manembu 2012), tercatat 856 individu yang berasal dari 45 spesies ikan karang target di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa Tenggara; (Albar

47

2017), tercatat 31 spesies ikan karang target di Pulau Tinabo Besar, Taman

Nasional Taka Bonerate, Sulawesi Selatan; (Wibowo dan Adrim 2013), tercatat

32 jenis ikan karang target di Teluk Prigi Trenggalek, Jawa Timur; (Siringoringo

2014), tercatat 13 spesies ikan karang target di perairan Mentawai.

Coremap-CTI tahun (2015) menemukan ikan karang target di TWP Pulau

Kapoposang dan Laut Sekitarnya tercatat 54 spesies dan 7 spesies diantaranya tidak ditemukan pada pengamatan tersebut, tetapi ditemukan pada penelitian ini

(C. gibbus, S. bleekeri, S. flavipectoralis, S. hypsolepterus, S. scaber, S. sordidus dan S. doliatus). Selain itu (Prayudha dan Petrus 2008), juga melakukan pengamatan di Daerah Perlindungan Laut (DPL) Kecamatan Liukang Kalmas tercatat 161 spesies dan 11 spesies diantaranya tidak ditemukan pada pengamatan tersebut, tetapi ditemukan pada penelitian ini (A. leucocheilus, A. nigrofuscus, N. Minor, N. caeruleacaudus, H. crysotaenia, L. unilineatus, C. gibbus, S. flavipectoralis, S. hypsolepterus, S. scaber, dan S. tricolor).

Informasi tentang komposisi jenis dan kelimpahan ikan karang target di zona inti, zona pemanfaatan dan zona perikanan berkelanjutan sampai saat ini belum di publikasikan.

48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Komposisi jenis ikan karang target yang ditemukan pada zona penelitian P.

Kapoposang terdiri atas 42 spesies yang berasal dari 16 genera dan 7

famili.

2. Kelimpahan ikan karang target di P. Kapoposang tertinggi ditemukan pada

zona pemanfaatan di kedalaman 10 m, diisusul pada zona perikanan

berkelanjutan di kedalaman 10 m dan pada zona inti di kedalaman 3 m.

3. Indeks keanekaragaman tertinggi pada zona perikanan berkelanjutan di

kedalaman 10 m, disusul dengan zona pemanfaatan di kedalaman 3 m dan

10 m.

4. Indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi ikan

karang target tertinggi ditemukan pada zona perikanan berkelanjutan.

B. Saran

Agar kelestarian ikan karang target di P. Kapoposang dapat terjaga, perlu adanya pengawasan yang ketat terkait adanya larangan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut pada setiap zona sebagai bahan evaluasi untuk menarik kesimpulan yang tepat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan acuan untuk menyusun rencana strategis dalam pengelolaan sumber daya perikanan dan pengambilan kebijakan, khususnya di P. Kapoposang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan.

49

DAFTAR PUSTAKA

Adrim, M. 2008. Aspek Biologi Ikan Kakatua (Suku Scaridae). Jurnal Oseana. Volume XXXIII Nomor 1. Hal: 41-50.

Ahmad. 2013. Sebaran dan Keanekaragaman Ikan Target pada Kondisi dan Topografi Terumbu Karang di Pulau Samatellulompo Kabupaten Pangkep. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Albar, M. G., et al. 2017. Hubungan Kondisi Terumbu Karnag Dengan Kelimpahan Ikan Karang Target Di Perairan Pulau Tinabo Besar, Taman Nasional Taka Bonerate, Sulawesi Selatan. Spermonde.

Allen, G. 1999. A Field Guide for Anglers and Divers. Marine Fishes of South East Prepress Periplus Edition, Perth, Western Australia.

Allen GR dan R Steane. 1994. Indo-Pacific Coral reef Field Guide. Tropical Reef Research. Singapore.

Andy Omar, S. Bin. 2017. Modul Praktikum Ekologi Perairan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Bakus, G.J. 1990. Quantitative Ecology And Marine Biology. Departement of Biological Science University of Southern California. Los Angeles. C.A. 90089-0371.A-A. Balkeman.Rterdam: 164pp.

Chabanet, P., Ralamboandrainy, H., Amanieu, m., Faure, G. & Galzin R. (1997) Relationships Between Coral Reef Substrata And Fish. Coral Reefs, 16: 93-102.

Coremap-CTI. 2015. Kondisi Ekosistem terumbu Karang dan Ekosistem Terkait di Taman Wisata Perairan Kapoposang. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin dan Coral Reef Information and Training Center Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Dahlan, M.A., S. Andiewati, S. Bin Andy Omar, M. Nur. 2015. Keanekaragaman jenis ikan karang di Pulau Badi dan Pulau Kodingareng Lompo. Torani 25(3): 132-138 (Desember 2015).

English, S., C. Wilkinson, and V. Baker (eds.). 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second edition. Australian Institute of Marine Science, Townsville.

Habibi, A., Sugiyanta, dan C. Yusuf. 2011. Perikanan Kerapu dan Kakap. Panduan Penangkapan dan Penanganan. WWF Indonesia.

Kuiter, R. H & T. M. Tonozuka. 2001. Indonesia Reef Fishes. Part 1 Eels to Snappers; Part 2 Fusiliers to Dragonets; Part 3 Jawfishes – Sunfishes. Zoonetics. Melbourne. Australia.

50

Manembu, et al. 2012. Distribusi Karang Dan Ikan Karang Di Kawasan Reef Ball Teluk Buyat Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Perikanan Dan Kelautan Tropis. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manuputty. 2012. Ekosistem Pesisir Perairan Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian Oseanografi Lemabaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Manuputty, A.E.W. dan Djuwariah. 2009. Panduan Metode: Point Intercept Transec (PIT) untuk Masyarakat; Studi Baseline dan Monitoring Kesehatan Karang di Lokasi Daerah Perlindungan Laut. COREMAP II – LIPI. Jakarta.

Nabiu, N.M. Lina. 2014. Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nelson, J.S. 2006. Fishes of the World. Fourth edition. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 697 hal.

Peristiwady, T. 2006. Ikan-ikan Laut Ekonomis Penting di Indonesia. Petunjuk Identifikasi. LIPI Press, Jakarta.

Prayudha, B. dan Petrus M. 2008. Pangkajene Kepulauan. Coral Reef Rehabilitation And Management Program. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Rasher. DB, Hoey As, Hay ME. 2002. Consumer Diversity Interacts With Prey Defenses To Drive Ecosystem Function. Ecology 94, 1347-1358. (doi:10.1890/12-0389.1).

Sakai, K. 2001. Kyphosidae (sea chubs), pp. 3290-3296. In Carpenter, K.E. and V.H. Niem (eds). FAO Species Identification Guide For Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae). Rome.

Setiapermana, D. 1996. Potensi Wisata Bahari Pulau Mapor. P30-LIPI, Jakarta.

Siringoringo, R. M. 2014. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang Dan Ekosistem Terkait Kabupaten Kepulauan Mentawai. Coral Reef Rehabilitation And Management Program. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Yulianda, F., A. Fahrudin., A. A. Hutabarat., S. Harteti., Kusharjani., H. S. Kang. 2010. Ekologi Ekosistem Perairan Laut Tropis. School of Environmental Conservation and Ecotourism Management. Bogor.

Wibowo, K., M. Adrim. 2013. Komunitas Ikan-ikan Karang di Teluk Prigi Trenggalek Jawa timur. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta Utara. www.fishbase.org. June 2017 version. Klasifikasi ikan. Diunduh 23 Oktober 2017.

51

Lampiran. Klasifikasi jenis ikan karang target yang ditemukan selama penelitian (Nelson 2006, Andy Omar, 2012)

Filum Chordata Subfilum Craniata Superkelas Gnathostomata Kelas Subkelas Neopterygii Divisi Teleostei Subdivisi Euteleostei Superordo Acanthopterygii Series Percomorpha Ordo Subordo Superfamili Cepoloidea Famili Acanthuridae Genus Acanthurus

Acanthurus auranticavus (Randall, 1956)

Acanthurus leucocheilus (Herre, 1927) Acanthurus nigrofuscus (Forskåll, 1775) Genus Ctenochaetus Ctenochaetus binotatus (Randall, 1955) Ctenochaetus striatus (Quoy & Gaimard, 1825) Genus Naso Naso caeruleacaudus (Randall, 1994) Naso lituratus (Forster, 1801) Naso minor (Smith, 1966) Genus Zebrasoma Zebrasoma scopas (Cuvier, 1829) Famili Siganidae Genus Siganus Siganus doliatus (Guérin-Méneville, 1829) Siganus puellus (Schlegel, 1852) Siganus virgatus (Valenciennes, 1835) Siganus vulpinus (Schlegel & mϋller 1845) Subordo Labroidei Superfamili Cepoloidea Famili Scaridae Genus Cheilinus Cheilinus chlorurus (Bloch, 1791) Cheilinus fasciatus (Bloch, 1791) Cheilinus trilobatus (Lacepède, 1801) Genus Chlorurus Chlorurus blekeeri (de Beaufort, 1940) Chlorurus gibbus (Rϋppell, 1829) Chlorurus sordidus (Klunzinger, 1791) Genus Scaridae Scarus bleekeri (de Beaufort, 1940) Scarus dimidiatus (Bleeker, 1859) Scarus flavipectoralis (Schultz, 1958)

52

Lampiran. Lanjutan

Scarus frenatus ( Lacepède, 1802) Scarus ghobban (Forsskål, 1775) Scarus hypsolepterus (Bleeker, 1853) Scarus oviceps (Valenciennes, 1840) Scarus scaber (Valenciennes, 1840) Scarus sordidus (Forsskål, 1775) Scarus tricolor (Blekeer, 1847) Famili Labridae Genus Calotomus Calotomus carolinus Genus Choerodon Choerodon anchorago (Bloch, 1791) Genus Halichoeres Halichoeres chrysotaenia (Blekeer, 1851) Halichoeres prosopeion (Blekeer, 1853) Genus : Labrichthys Labrichthys unilineatus (Guichenot, 1847) Genus Labroides Labroides bicolor (Fowler & Bean, 1928) Labroides dimidiatus (Valenciennes, 1839) Subordo Percoidei Superfamili Percoidea Famili Caesionidae Genus Caesio Caesio lunaris (Cuvier, 1830) Famili Haemulidae Genus Plectorhinchus Plectorhinchus lineatus (Linnaeus, 1758) Famili Mullidae Genus Parupeneus Parupeneus bifasciatus (Lacepède, 1801) Parupeneus pleurostigma (Bennett, 1831) Famili Serranidae Genus Cephalopholis Cephalopholis argus (Schneider, 1801) Genus Plectropomus Plectropomus areolatus (Rϋppell, 1829)

53