doi: 10.15578/ma.16.1.2021.21-31 Media Akuakultur, 16 (1), 2021, 21-31

Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/ma

PENGARUH PENGAYAAN Artemia sp. DENGAN SUMBER DHA YANG BERBEDA TERHADAP SINTASAN LARVA PASIR ( homarus)

Zeny Widiastuti#, Fahruddin, dan I Gusti Ngurah Permana

Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan Jl. Singaraja - Gilimanuk, Banjar Dinas Gondol, Penyabangan, Gerokgak Kabupaten Buleleng, Bali 81155

(Naskah diterima: 5 April 2021; Revisi final: 10 Juni 2021; Disetujui publikasi: 10 Juni 2021)

ABSTRAK

Kegiatan pembenihan lobster masih dikembangkan di Indonesia. Sintasan yang rendah dan pakan yang sesuai masih menjadi masalah utama dalam kegiatan pembenihan lobster. Artemia sebagai pakan utama diduga belum mencukupi kebutuhan nutrisi larva lobster. Upaya pemberian bahan pengaya sebagai alternatif untuk meningkatkan nutrisi diharapkan dapat meningkatkan sintasan larva lobster. Pemberian bahan pengaya yang mengandung asam lemak dokosa heksanoid acid (DHA) ke Artemia dianggap penting bagi pertumbuhan dan sintasan pada krustasea. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui performa larva lobster berdasarkan tingkat sintasan maupun perkembangan larva dengan pemberian pakan artemia yang diperkaya dengan DHA. Perlakuan yang diberikan meliputi Artemia yang baru menetas (A), Artemia yang diperkaya dengan Isochrysis galbana strain Tahiti konsentrasi (1-1,5 x 106 sel/mL) (B), DHA selco dosis 0,6 g/ L (C), dan Artemia inkubasi 18 jam tanpa pengayaan (D). Pemeliharaan larva dilakukan pada bak 100 L dengan sistem air stagnan. Perkembangan larva yang mampu dicapai pada semua perlakuan adalah stadia- IIIa. Pemberian Artemia yang diperkaya dengan DHA selco menunjukkan hasil sintasan yang lebih baik pada pemeliharaan enam hari pertama namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Pada masa pemeliharaan sampai 20 hari terjadi penurunan sintasan (SR) mencapai hanya 1%. Hal ini disebabkan adanya bakteri dan protozoa seperti jenis protozoa Zoothamnium sp. dan bakteri berfilamen teramati menempel pada tubuh larva sehingga mengganggu pergerakan dan kemampuan larva dalam menangkap mangsa. Berdasarkan penelitian ini maka penggunaan pakan Artemia yang diperkaya DHA Selco dapat menjadi alternatif pakan larva lobster namun tetap diperlukan kontrol kualitas air yang baik. KATA KUNCI: Artemia; DHA selco; Isochrysis; phyllosoma

ABSTRACT: The effects of different sources of DHA-enriched Artemia sp. on survival rate of , () larvae. By: Zeny Widiastuti, Fahruddin, and I Gusti Ngurah Permana

Efforts to culture spiny lobster, Panulirus homarus larvae are still being developed in Indonesia. One of the main challenges in lobster hatcheries is to find an appropriate feed and improving larval survival. Artemia has been used as the main feed and considered to have insufficient nutritional ingredient for lobster larvae. Enrichment of feed to improve its nutrient contents is expected to increase the larval survival. DHA- enriched feed is considered essential for growth and survival of . The aim of this study was to determine the survival and development of larvae fed with DHA-enriched Artemia. The treatments consisted of newly hatched Artemia (A), enriched Artemia with phytoplankton, Isochrysis galbana strain Tahiti at a density of 1-1.5 x 106 cells/mL (B), enriched Artemia with DHA selco at a dose of 0.6 g/L (C), and Artemia incubated for 18 hours without DHA enrichment (D). Each Artemia enrichment was performed for 18 hours. Larval rearing was carried out in a 00 L tank with static water system. The achieved larval developmental stage in all treatments was stage-IIIa. Administration of enriched Artemia with DHA selco

# Korespondensi: Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan. Jl. Singaraja - Gilimanuk, Banjar Dinas Gondol, Penyabangan, Gerokgak Kabupaten Buleleng, Bali 81155, Indonesia E-mail: [email protected]

Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 21 Pengaruh pengayaan Artemia sp. dengan sumber DHA ..... (Zeny Widiastuti)

showed a better larval survival during the first six days of larval rearing. But, it did not give any significant effect. The survival was then decreased to only 1% on day-20. This was due to the presence of bacteria and protozoa which decreased water quality. Protozoa Zoothamnium sp. and filamentous bacteria were observed attaching to the body of the larvae, disrupting the movement and ability of larvae in capturing prey. Based on this research, the use of Artemia enriched with DHA selco as an alternative for lobster larvae feed, but better water quality control is still needed. KEYWORDS: Artemia; DHA selco; Isochrysis; phyllosoma

PENDAHULUAN Larva lobster memiliki lima tingkatan stadia. Lobster merupakan krustasea yang harganya mahal Penanda paling mudah untuk menentukan stadia larva adalah dengan menghitung bulu (setae) pada periopod dibandingkan jenis udang-udangan yang lainnya. Menu lobster jarang ditemukan diwarung makan biasa. (kaki renang) ke-1 dan 2. Pada stadia-I, jumlah setae Hidangan ini lebih banyak dijumpai di restoran mewah. pada periopod ke-1 dan 2 berjumlah lima pasang. Permintaan lobster tidak hanya untuk memenuhi pasar Jumlah setae terus bertambah dengan meningkatnya dalam negeri namun juga pasar luar negeri dengan stadia. Jumlahnya berturut-turut adalah sebagai nilai yang cukup menjanjikan. Harga jual per kilogram berikut: stadia-II jumlah enam pasang, stadia-IIIa lobster pada size 500 g untuk lobster mutiara P. sebanyak tujuh pasang, stadia-IIIb sebanyak delapan ornatus Rp900.000,00; lobster bambu Rp750.000,00; pasang, stadia-IVa sebanyak sembilan pasang, Stadia- lobster batik Rp800.000,00; dan lobster pasir sebesar IVb sebanyak 10 pasang, stadia-IVc sebanyak 11 pasang, Rp700.000,00 (Elvantra, 2021). Besarnya permintaan stadia-IVd sebanyak 12 pasang; dan stadia-V sebanyak pasar mengakibatkan tingginya penangkapan lobster 13 pasang (Abrunhosa et al., 2008). di alam dan dikhawatirkan akan menyebabkan Abrunhosa et al. (2008) juga menyebutkan bahwa penangkapan berlebih (over fishing). Salah satu upaya larva lobster (P. echinatus) yang diberikan pakan untuk mencukupi kebutuhan pasar dan mengurangi Artemia dan gonad kerang mampu melewati fase kegiatan penangkapan adalah dengan melakukan usaha moulting delapan kali. Di Indonesia, dilaporkan upaya pembudidayaan lobster. pembenihan lobster pernah dilakukan dengan Kegiatan pembudidayaan lobster di Indonesia di pemberian kombinasi jenis pakan dari Chaetoceros mulai pada awal tahun 2000-an di Pulau Lombok. sp., Tetraselmis sp., dan Artemia salina. Pada Industri akuakultur di sana mengembangkan teknik pemeliharaan tersebut larva mampu melewati stadia- sendiri untuk menangkap puerulus atau lebih dikenal IIIa dengan waktu pemeliharaan 27 hari (Junaidi et al., benih bening lobster (BBL) dan kemudian 2011). Vijayakumaran et al. (2014) juga menggunakan menumbuhkannya hingga ukuran yang dapat dipasarkan Artemia yang baru menetas sebagai pakan utama dalam (Priyambodo et al., 2015; Priyambodo et al., 2020). pemeliharaan larva lobster. Ketika larva memasuki Selain di Pulau Lombok, budidaya lobster di Indone- stadia-III diberikan Artemia yang baru menetas dan sia juga sudah dilakukan di Aceh, Nusa Tenggara Timur, Artemia umur 2-3 hari dengan pakan campuran dan Sulawesi Selatan (Mustafa, 2013). Namun sampai fitoplankton. saat ini kegiatan budidaya lobster masih mengandalkan Pemberian pakan Artemia saja dalam pemeliharaan benih hasil tangkapan alam karena benih hasil dari jangka panjang mengakibatkan menurunnya sintasan budidaya belum berhasil dikembangkan. Salah satu larva dan sulit untuk mencapai perkembangan stadia kendala dalam pembenihan lobster adalah belum berikutnya. Spesies Artemia yang tersedia secara diketahuinya secara pasti jenis pakan dan teknologi komersil memiliki profil nutrisi yang kurang optimal pemeliharaan yang sesuai. Selain itu, waktu yang karena memberikan sedikit sumber asam lemak dibutuhkan pada stadia phyllosoma yang merupakan esensial rantai panjang (Matsuda et al., 2009). Karena sebutan bagi larva lobster hingga berubah menjadi asam lemak dapat menjadi cadangan energi yang sangat BBL membutuhkan waktu lama. Stadia planktonik lob- penting dalam keberhasilan perkembangan dan ster mutiara P. ornatus berkisar 4-6 bulan (Ikeda et metamorfosis larva lobster (Conland et al., 2014). al., 2011). Sedangkan stadia larva jenis P. argus Artemia dapat diperkaya sebagai salah satu upaya membutuhkan waktu 4,5-8 bulan (Goldstein et al., meningkatkan profil nutrisinya sehingga menjadi 2008). Durasi stadia larva planktonik yang cukup lama pakan berkualitas tinggi yang diperlukan dalam menyebabkan sampai saat ini belum ada usaha perkembangan larva (Matsuda et al., 2009). Oleh pembenihan lobster yang berhasil memenuhi karena itu, pada penelitian ini diujicobakan dua jenis kebutuhan usaha budidaya. bahan pengaya untuk meningkatkan kandungan asam

22 Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 Media Akuakultur, 16 (1), 2021, 21-31 lemak pada Artemia yaitu DHA selco dan Isochrysis ini bertujuan agar larva yang menetas dalam kondisi galbana strain Tahiti. Penggunaan bahan-bahan bersih dan kualitas air terjaga dari sisa pakan. Seleksi tersebut didasarkan pada Vijayakumaran et al. (2014) larva dilakukan dengan memisahkan larva yang aktif yang menyebutkan beberapa bahan pengaya alternatif berenang di permukaan. Sementara larva yang yaitu shark liver oil, minyak cumi, cod liver oil, dan mengendap di dasar bak dibuang. Larva yang media pengaya komersil “super selco (inve, inc Bel- digunakan dalam penelitian ini berasal dari satu induk gium) dapat digunakan untuk memperkaya highly un- yang sama. Larva yang telah dipanen didesinfeksi saturated fatty acid (HUFA) dari Artemia yang baru dengan iodine 100 mg/L selama 10 menit. Selanjutnya menetas. Produk selco tersebut memiliki kandungan dilakukan pencucian dengan air laut dan di-sampling DHA sebesar 2,5 mg g-1 (Prusinska et al., 2020). Selain sesuai jumlah kepadatan larva yang dibutuhkan di setiap produk komersil tersebut jenis marine microalga yang bak perlakuan (50 ekor/liter). banyak digunakan sebagai bahan pengkaya dalam budidaya perikanan adalah jenis Isochrysis galbana yang Pengayaan Artemia kaya akan sumber lemak. Kandungan DHA pada Cyste Artemia yang telah dikultur selama 18 jam Isochrysis galbana berkisar antara 3,59%-6,37% dipanen dan didesinfeksi dengan iodine. Selanjutnya bergantung pada pH, mikronutrien, dan vitamin pada ditambahkan bahan pengaya DHA selco (dosis 0,6 g/ media kulturnya (Grima et al., 1992). Tingginya mL) sesuai saran pada kemasan produk dan Isochrysis kandungan asam lemak DHA tersebut dapat dijadikan galbana strain Tahiti dengan kepadatan 1-1,5 x 106 sel/ sebagai sumber DHA alternatif yang potensial. mL. Pengayaan dilakukan selama 18 jam kemudian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dilakukan pemanenan pada keesokan harinya. performa larva lobster pasir (P. homarus) baik sintasan Pemeliharaan Larva maupun tingkat perkembangannya dengan pakan yang diperkaya DHA selco dan Isochrysis galbana strain Larva hasil seleksi dipelihara dalam bak 100 L Tahiti dalam kegiatan pembenihan. Selain itu, dengan dengan sistem air stagnan. Air laut bersalinitas 35 pemberian bahan pengaya diharapkan nilai nutrisi ppt disaring menggunakan membran filter berukuran Artemia menjadi lebih tinggi sehingga mampu 0,5 mikron. Volume air pada setiap bak di awal mencukupi kebutuhan larva untuk mencapai stadia pemeliharaan sebanyak 80 L dan ditambahkan air dalam perkembangan selanjutnya. jumlah sedikit pada awal pemeliharaan yaitu 10 L setiap harinya untuk mengurangi stres pada larva dan BAHAN DAN METODE menurunkan konsentrasi metabolit pada air media. Pada saat mencapai volume 100 L dilakukan Seleksi Induk Lobster penggantian air sebanyak 20% hingga akhir Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni pemeliharaan. 2017. Induk-induk lobster yang digunakan pada Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan dengan penelitian ini merupakan induk lobster hasil budidaya satu kontrol dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga berukuran 150-200 g berjumlah 259 ekor. Induk kali pada masing-masing perlakuan. Larva diberikan dipelihara secara massal dengan diberikan pakan pakan Artemia dengan masing-masing perlakuan berupa ikan rucah dan cumi segar. Pemberian pakan sebagai berikut: dilakukan setiap hari dengan dosis 5% dari bobot - Perlakuan A: Artemia yang baru menetas tanpa induk. Induk-induk yang membawa telur diseleksi pengayaan (kontrol) setiap dua hari sekali dengan memperhatikan warna - Perlakuan B: Artemia yang baru menetas diberi telur untuk menentukan kesiapan induk mendekati bahan pengaya DHA selco proses penetasan. Telur yang berwarna orange atau kuning menandakan telur masih muda dan telur - Perlakuan C: Artemia yang baru menetas diberi berwarna kecoklatan atau bening kehitaman bahan pengaya Isochrysis galbana strain Tahiti menunjukkan telur telah siap untuk menetas. Induk - Perlakuan D: Artemia yang diinkubasi selama 18 yang mendekati periode penetasan telur dipisahkan jam tanpa pengayaan dalam bak kerucut satu volume ton. Jumlah Artemia yang diberikan pada setiap bak diketahui dengan menghitung jumlah larva dan sisa Penetasan Telur dan Pemanenan Larva Artemia di dalam bak secara sampling volumetrik. Induk yang mendekati waktu penetasan dalam bak Dosis Artemia yang diberikan adalah dua individu satu ton diberikan pakan tiga hari sekali. Dosis pakan Artemia per satu ekor larva lobster. Dosis pakan yang diberikan hanya 1% pada pagi hari dan pada sore meningkat pada hari selanjutnya disesuaikan dengan hari induk dipindahkan pada bak berisi air baru. Hal tingkat konsumsi larva yang meningkat dengan

Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 23 Pengaruh pengayaan Artemia sp. dengan sumber DHA ..... (Zeny Widiastuti) bertambahnya umur. Sampling sisa Artemia dilakukan lemak. Di alam, akumulasi lemak oleh larva berasal setiap hari untuk mengontrol jumlah Artemia dalam dari mangsa zooplankton (Wang et al., 2015). Pada bak. Sintasan larva dihitung dengan melakukan sam- penelitian ini, analisis kadar lemak dari pakan pling setiap enam hari sekali dan dihitung secara to- perlakuan (Tabel 1) diperoleh nilai kadar lemak tal pada akhir penelitian, sedangkan parameter kualitas tertinggi terdapat pada perlakuan pengayaan dengan air meliputi salinitas dan pH diukur lima hari sekali. DHA selco (21,16%) sehingga pengayaan dengan selco lebih berpotensi mampu mencukupi kebutuhan lemak Kultur Bakteri Media Pemeliharaan larva lobster. Lemak memainkan peran utama sebagai Pengukuran total bakteri dan Vibrio pada air me- cadangan energi selama pertumbuhan dan dia pemeliharaan dilakukan setiap minggu sekali perkembangan larva krustasea. Ia memanfaatkan sebagai kontrol kualitas air media. Kultur bakteri sejumlah lemak sebagai sumber energi selama proses dilakukan dengan mengambil 1 mL air media dan metamorfosis (Jensen et al., 2013). Komponen asam dikultur pada media marine agar (MA) dengan lemak tersebut salah satunya adalah DHA yang pengenceran 100x dan tanpa pengenceran pada me- merupakan komponen penting untuk pertumbuhan dia TCBS agar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan sintasan larva. DHA berperan dalam meningkatkan kelimpahan total bakteri dan Vibrio pada media aktivitas enzim dan fluiditas membrane seluler, pemeliharaan terhadap pengaruh pengayaan. memfasilitasi aktivitas metabolisme dan membantu proses osmoregulasi yang diperlukan dalam Analisis Data meningkatkan densitas larva ketika proses tansisi dari Data sintasan, total bakteri, dan total Vibrio pelagis menjadi bentik (Gendron et al., 2013). ditampilkan dalam nilai rata-rata. Analisis data dalam Komponen nutrisi penting lainnya adalah protein. penelitian ini menggunakan uji statistik dengan Protein merupakan bagian integral untuk metode one-way ANOVA karena data yang diperoleh pertumbuhan, perbaikan, dan pemeliharaan sel, serta memenuhi asumsi sebaran normal. Pengujian statistik asam amino elemen penting untuk semua makhluk menggunakan program SPSS ver.16 dengan nilai hidup. Protein terhidrolisis yang diformulasikan dalam signifikansi P<0,05. pakan komersial sangat potensial dalam meningkatkan pertumbuhan larva lobster P. ornatus (Gamble et al., HASIL DAN BAHASAN 2015). Sedangkan dalam penelitian ini, nilai proksimat untuk kadar protein sebagai salah satu nutrisi yang Sintasan Larva berperan dalam pertumbuhan menunjukkan bahwa pada Pengayaan Artemia dengan menggunakan DHA Artemia yang baru menetas telah memiliki kadar pro- selco menunjukkan hasil sintasan (SR) lebih baik dari tein yang cukup tinggi (51,6%), perlakuan pengayaan perlakuan lainnya pada enam hari awal pemeliharaan. dengan fitoplankton Isochrysis memberikan sedikit Nilai SR yang ditunjukkan oleh perlakuan Artemia yang peningkatan kadar protein Artemia (52,55%), namun diperkaya selco adalah sebesar 94,6% dengan jumlah pada perlakuan lain menunjukkan penurunan kadar rata-rata larva 4.732 ekor lebih banyak dibandingkan protein setelah dilakukan inkubasi selama 18 jam. perlakuan lainnya (kontrol 0 H : 3.044 ekor, Artemia Penurunan ini diduga karena adanya pemanfaatan pro- 18 H : 4.244 ekor, Isochrysis : 4.310 ekor) dan terus tein untuk metabolisme Artemia selama masa menurun hingga pemeliharaan 20 hari dengan SR inkubasi. hanya mencapai 1,1% (Gambar 1) dengan jumlah larva yang mampu bertahan hidup pada perlakuan DHA selco, Pengamatan Bakteri Media Pemeliharaan Isochrysis, dan Artemia kontrol berturut-turut yaitu Menurunnya sintasan pada pemeliharaan D-12 dan 54, 53, dan 68 ekor. Analisis data sintasan larva dengan D-20 dapat disebabkan oleh penurunan kualitas air menggunakan uji statistik dengan metode one way media pemeliharaan dengan jumlah bakteri yang ANOVA diperoleh hasil yang tidak berbeda dengan nilai meningkat pada pengamatan D-18 (Gambar 2). P value > 0,05. Peningkatan bakteri disebabkan adanya sisa Artemia Salah satu faktor penentu sintasan larva adalah yang mati dan mengendap, serta lumut yang mulai pakan yang sesuai. Pakan sebagai sumber nutrisi menempel di permukaan bak. Keberadaan bakteri pada berperan penting bagi pertumbuhan dan sintasan larva. media pemeliharaan dapat mengganggu, menginfeksi Laju akumulasi penyimpanan nutrisi selama stadia awal maupun menjadi penyebab kematian larva. Penyiponan hingga pertengahan pada larva P. ornatus menjadi sisa pakan sulit dilakukan karena terdapat larva yang komponen vital untuk sintasan dan kesuksesan tahap berenang pada bagian dasar bak. Sedangkan hasil metamorfosis (Wu et al., 2011; Fitzgibbon et al., pengukuran kualitas air media (pH dan salinitas) tidak 2014). Salah satu komponen nutrisi yang vital adalah ada perubahan yang signifikan (Tabel 2).

24 Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 Media Akuakultur, 16 (1), 2021, 21-31

120,0 94,7 SelcoSelco 86,2 100,0 IsochrysisIsochrysis 84,9 60,9 ) (%) ArtemiaArtemia 18 18 HH 80,0 KontrolKontrol (Control)(Control) 00H H 60,0 Survival Survival rate 40,0 15,7 15,0 13,6

Sintasan Sintasan ( 20,0 5,7 1,1 1,1 2,7 1,4 0,0 D6 D12 D20

Umur pemeliharaan (Rearing time)

Gambar 1. Persentase sintasan larva lobster. Figure 1. Survival rate of lobster larvae.

Tabel 1. Hasil uji proximat pakan alami Artemia Table 1. Result of Artemia proximate analysis

Artemia tanpa pengayaan Artemia dengan pengayaan Parameter Artemia without enrichment Artemia with enrichment Parameters Kontrol 0 jam setelah menetas 18 jam setelah menetas Selco Isochyrisis Control 0 hour after hatching 18 hours after hatching Kadar lemak 17,34 11,69 21,16 11,92 Fat content (%) Kadar protein 51,60 50,52 46,43 52,55 Protein content (%)

TotalTotal bakteri bakteri D-7 D-7 TotalTotal bakteri bakteri D-18 D-7D-7 bacteria bacteria total total D-18D-18 bacteria bacteria total total 100000 36767 TotalTotal VibrioVibrio D-7D-7 TotalTotal Vibrio Vibrio D-18D-18 1000 333 D-7D-7 Vibrio Vibrio total total D-18D-18 Vibrio Vibrio total total 10000 200 200 133 ) ) (CFU/mL) 200 2300 2100 100 100 100 100 ) (CFU/mL) 800 933 1000 533 267 333

Bacteria total 100 10

10 Vibrio (Virio total Total Total Total Total bakteri ( 1 1 Artemia + Selco Artemia + Isochrysis 18 jam Kontrol 0 jam (tanpa pengayaan) (tanpa pengayaan) 18 hours Control 0 hour (non enrich) (non enrich) Gambar 2. Jumlah total bakteri dan total Vibrio pada media pemeliharaan larva. Figure 2. Total number of bacteria and Vibrio during the experiment.

Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 25 Pengaruh pengayaan Artemia sp. dengan sumber DHA ..... (Zeny Widiastuti)

Tabel 2. Kualitas air media pemeliharaan larva Table 2. Water quality of rearing tank during the experiment

18 jam Kontrol 0 jam (tanpa pengayaan) (tanpa pengayaan) DHA selco Isochrysis Umur 18 hours Control 0 hour pemeliharaan (non-enriched ) (non-enriched) Rearing time Salinitas Salinitas Salinitas Salinitas pH pH pH pH Salinity (ppt) Salinity (ppt) Salinity (ppt) Salinity (ppt) D-11 8,21 35,3 8,17 35,6 8,21 35,0 8,11 35,6 D-16 8,19 35,0 8,16 35,0 8,20 35,0 8,20 35,6 D-19 8,22 35,0 8,19 35,0 8,22 35,0 8,19 35,0

Perkembangan Larva Larva yang baru menetas berwarna transparan dilengkapi empat pasang kaki (periopod) yang Larva lobster memberikan respons positif dengan bertangkai seperti kipas dengan bulu (setae) yang pemberian Artemia sebagai pakan awal. Hal ini digunakannya untuk berenang. Perkembangan larva ditunjukkan dengan organ pencernaan berwarna lobster dari stadia-I ke stadia berikutnya ditandai oranye yang terisi penuh oleh makanan (Gambar 3a) dengan penambahan umbai-umbai dan bulu (setae), dan kemampuan larva dalam menangkap Artemia serta perubahan selubung kepala (cephalic shield) (Gambar 3b) dengan menggunakan kaki paling (Abrunhosa et al., 2008). Pada larva stadia-I ini organ belakang (periopod ke-3) yang di bagian ujungnya yang digunakan untuk berenang terdapat pada memiliki bentuk berduri (Gambar 3c). Larva lobster periopod 1-2 dengan jumlah setae sebanyak lima mulai makan segera setelah menetas dengan sedikit pasang. Sedangkan pada periopod ke-3 belum ketergantungan pada cadangan kuning telur (Ikeda et berkembang (Gambar 4a). Hal paling mudah untuk al., 2011). Larva lobster makan Artemia dengan cara membedakan setiap stadia larva diketahui dari jumlah menombak menggunakan terminal dactyl pada kakinya setae yang bertambah. Pada penelitian ini, karena larva kemudian mangsa di arahkan ke mulut dengan hanya mampu bertahan pada umur 20 hari (hanya maxilipeds. Artemia dicabik-cabik dan material cair mampu mencapai larva stadia-IIIa) dengan setae dari tubuh Artemia disedot ke dalam usus bagian berjumlah tujuh pasang (Gambar 4c). Pada semua depan. Karapas Artemia seringkali dibuang setelah perlakuan mampu mencapai stadia-IIIa pada 20 hari dikosongkan (Wang et al., 2014). pemeliharaan.

Gambar 3. Larva lobster P. homarus dengan organ pencernaan penuh makanan berwarna oranye (a); larva membawa Artemia (b); larva memiliki periopod yang berduri untuk menangkap Artemia (c). Figure 3. Lobster larvae of P. homarus with fully digestive organs indicated by orange colour (a); larvae eating Artemia (b); larvae with spine in periopod to catch artemia (c).

26 Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 Media Akuakultur, 16 (1), 2021, 21-31

Selain jumlah setae yang berbeda pada setiap sta- Artemia terbukti mampu diterima sebagai pakan dia, perkembangan larva juga dapat dilihat dengan jelas awal larva lobster. Pemberian pakan Artemia saja telah dari jumlah setae pada periopod ketiga. Pada larva mampu mencukupi kebutuhan larva lobster mencapai stadia-1 dan 2, setae pada periopod ketiga belum perkembangan stadia-IIIa dengan morfologi sesuai berkembang. Pada stadia-II setae tersebut masih dan Abrunhosa et al. (2008). Pemberian bahan pengaya pada berbentuk seperti duri yang sedikit memanjang. Artemia sebagai pakan utama lobster memberikan hasil Sedangkan pada larva stadia-III, setae pada periopod yang tidak berbeda nyata pada sintasan larva (P value ketiga telah berjumlah tiga pasang (Gambar 5). Pada > 0,05). Pada pemeliharaan enam hari pertama, perkembangan tangkai mata stadia-I berbentuk sedikit pengayaan dengan selco menunjukkan sintasan yang membulat dan belum bersegmen. Sedangkan pada sta- lebih tinggi (SR= 94,6%) dibandingkan dengan dia-II dan III tangkai mata telah bersegmen dan terlihat perlakuan lain. Hal ini didukung dengan hasil analisis adanya ruas membentuk tangkai. Pada selubung kepala proksimat pengayaan dengan selco memiliki nilai berbentuk bulat pada larva stadia-I dan menjadi kadar lemak yang paling tinggi yaitu 21,16%. DHA selco lonjong pada stadia berikutnya (Gambar 6). mampu memperkaya Artemia setelah 24 jam

Gambar 4. Jumlah setae stadia-I : lima pasang (a), II : enam pasang (b), IIIa : tujuh pasang (c). Figure 4. Setae number in stage-I : five pairs (a), II : six pairs (b), IIIa : seven pairs (c).

Gambar 5. Bentuk periopod ke-4 pada stadia-I (a), stadia-II (b), stadia-IIIa (c). Figure 5. Shape of periopod 4 in stage-I (a), stage-II (b), stage-IIIa (c).

Gambar 6. Bentuk selubung kepala cs dan tangkai mata: tm pada larva stadia-I (a), stadia- II (b), stadia-IIIa (c). Figure 6. Cephalic shield: cs dan eyes stalk: tm in stage-I (a), stage-II (b), stage-IIIa (c).

Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 27 Pengaruh pengayaan Artemia sp. dengan sumber DHA ..... (Zeny Widiastuti) pengayaan dengan nilai konsentrasi DHA 15,4% air laut. Oleh karenanya perlu perhatian khusus pada dibandingkan dengan pengayaan menggunakan alga kualitas air laut yang masuk utamanya pada tempat yang hanya 0,2% (Phleger et al., 2001). penetasan karena ini dapat menyebabkan kematian yang signifikan melalui induksi tertentu yang Nilai sintasan tertinggi pada akhir penelitian dicapai menyebabkan larva stres, penurunan aktivitas, pada Artemia yang diinkubasi selama 18 jam tanpa perubahan warna, perilaku makan yang terganggu, diberikan bahan pengaya. Hal ini diduga karena pada perubahan bentuk tubuh, dan pernapasan. Apabila perlakuan pemberian bahan pengaya dan Artemia yang tanda-tanda klinis tersebut telah teramati maka baru menetas memiliki nilai nutrisi yang lebih tinggi mungkin sudah terlambat untuk melakukan tindakan dibandingkan dengan perlakuan kontrol 18 jam (Tabel dalam mengurangi kematian massal (Hall et al., 2013). 1), sehingga menjadi sarana media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan nilai Pada penelitian ini penyebab lain yang diduga total bakteri dan total Vibrio yang relatif lebih tinggi. menjadi penghambat dalam pemeliharaan larva lob- Pemberian nauplii Artemia yang diperkaya dapat ster adalah mudahnya bagian tubuh Artemia menjadi bertindak sebagai vektor bagi masuknya bakteri kotor (Gambar 7a) akibat adanya penempelan oleh patogen (Haché & Plante, 2011). Beberapa strain protozoa. Penempelan kotoran biasa pada tubuh larva bakteri yang diisolasi dari produksi nauplii Artemia lobster sebenarnya mampu dibersihkan oleh maxil- antara lain dari genus Vibrio, Pseudomonas, Micro- liped ketiga maupun kaki pertama hingga kelima coccus, Brevundimonas, Spingomonas, dan Rhizobium (Kamio et al., 2015). Namun penempelan protozoa (Hoj et al., 2009). pada kaki-kaki tersebut sulit dibersihkan dan mengganggu pergerakan, serta aktivitas larva untuk Kegiatan pembenihan lobster di berbagai negara menangkap mangsa. Larva yang tubuhnya kotor dan masih terus dikembangkan sampai saat ini. Sintasan berenang lesu merupakan ciri larva yang tidak sehat yang rendah menjadi kendala utama keberhasilan (Matsuda et al., 2012). Pada akhirnya akan menjadi pembenihan. Pada kegiatan pembenihan larva salah satu penyebab kematian. Beberapa jenis proto- Carribean lobster () di Florida diperoleh zoa yang ditemukan menyerang larva pada masa nilai SR 47% pada D-30, 36% pada D-60, 28% pada D- pemeliharaan diduga adalah dari jenis Zoothamnium 100, dan 23% pada D-150. Total terdapat 13 larva yang sp. (Gambar 7b), dan filamentous bacterium (Gambar berhasil bermetamorfosis menjadi BBL pada 151-311 7c). Vijayakumaran et al. (2014) menyebutkan bahwa hari pemeliharaan (Goldstein et al., 2008). Hasil protozoa yang umum ditemukan adalah jenis penelitian mereka lebih baik dari penelitian ini diduga Zoothamnium sp., filamentous bacterium, dan karena tingkat kepadatan yang lebih rendah yaitu Leucotrix sp.; sementara Acinata sp., Ephistylis sp., menggunakan bak berukuran 40 L dengan jumlah larva dan vorticella tercatat sesekali menyerang larva. 550 ekor/bak. Selain itu, tindakan preventif akan introduksi penyakit juga dilakukan dengan Pada penelitian pendahuluan juga ditemukan pro- menggunakan sistem air membrane filtrasi 0,2 m tozoa jenis Zoothamnium sp. maupun filamentous dengan pemberian antibiotik chloramphenicol 10 mg/ bacterium pada larva lobster bahkan pada telur. Infeksi L selama 24 jam setiap minggu (Goldstein et al., 2008). jamur pada telur juga dilaporkan terjadi pada lobster mutiara yang mengakibatkan perubahan warna telur Pada penelitian ini dalam masa pemeliharaan banyak (Yap et al., 2020). Infeksi jamur menjadi penyebab ditemukan larva yang berkerumun di dasar bak utama kegagalan dan kematian massal dalam produksi terutama pada siang hari. Hal diduga menjadi penyebab benih krustasea (Hatai, 2012). Selain itu, jenis siliata banyaknya kematian larva pada keesokan harinya. yang juga sering teramati menempel pada lobster Sebagian besar larva pada stadia-II dan seterusnya dewasa maupun embrio telur yang berasal dari Genus cenderung berada di bagian bawah bak pemeliharaan Vorticella dan Zoothamnium, Acineta, Ephelota, dan kebanyakan ikut terbawa saat penyiponan dasar Cyanobacteria, dan diatom. Dampak akibat bak untuk mengurangi kotoran dan larva yang mati penempelan ini berakibat pada kematian larva akibat (Vijayakumaran et al., 2014). Stres pada saat gangguan respirasi (Shields et al., 2006). Tindakan penanganan, berkerumunnya larva, dan tingginya preventif dalam mencegah munculnya parasit ini harus jumlah Vibrio pada perkembangan stadia menjadi dilakukan sejak pemeliharaan induk maupun sebelum beberapa penyebab kematian (Vijayakumaran et al., penebaran larva. Perendaman selama 10 menit dengan 2014). malachite green (10 mg/L), formalin (25 mg/L), strep- Agen utama penyakit pada larva cukup umum tomycin (0,5-1 mg/L) dapat digunakan sebagai treat- ditemui seperti pada budidaya lainnya, meliputi vi- ment untuk mendesinfeksi induk dan larva dari jenis rus, bakteri, jamur, protozoadan metazoa (Shield, protozoa tersebut (Vijayakumaran et al., 2014). 2011). Organisme ini ditemukan banyak terdapat pada Namun, penggunaan beberapa desinfektan tersebut

28 Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 Media Akuakultur, 16 (1), 2021, 21-31

Gambar 7. Penempelan pada bagian tubuh larva lobster; tubuh larva yang kotor (a), Zoothamnium sp. (b), filamentous bacterium (c). Figure 7. Microorganisme attaching to the body part of larvae (a), Zoothamnium sp. (b), filamen- tous bacterium (c). tidak disarankan untuk kegiatan budidaya terutama KESIMPULAN pada penggunaan antibiotik streptomycin bahkan Perkembangan larva lobster yang mampu dicapai malachite green termasuk salah satu jenis obat ikan pada penelitian ini adalah perkembangan stadia IIIa dan udang yang dilarang dalam Permen KP No.39 tahun dengan waktu pemeliharaan larva 20 hari pada semua 2015. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini digunakan perlakuan. Pengayaan artemia dengan DHA selco iodine yang merupakan desinfektan yang tidak memberikan hasil sintasan tertinggi dibandingkan tercantum pada peraturan tersebut. perlakuan lain pada enam hari pertama pemeliharaan Keberhasilan pembenihan larva lobster sangat larva. Pemberian pakan artemia yang diperkaya dengan ditentukan oleh kesesuaian jenis pakan yang mampu DHA selco akan menjadi lebih efektif bila kualitas air ditangkap oleh larva lobster dan kandungan nutrisi dikontrol dengan baik selama pemeliharaan. yang diperlukannya. Sedangkan kualitas media pemeliharaan yang baik dengan bebas dari bakteri dan UCAPAN TERIMA KASIH protozoa menjadi salah satu kunci pertumbuhan dan Penulis sangat berterima kasih pada Ir. Sari Budi sintasan larva. Francis et al. (2014) menyebutkan Moria Sembiring, M.Biotech., Sudewi M.Si., dan staf keberhasilan pemenuhan kebutuhan nutrisi dari larva laboratorium kimia Balai Besar Riset Perikanan lobster terkait erat dengan beberapa aspek khusus Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan Gondol, Bali dari persyaratan biologis larva. Khususnya, untuk atas dukungan dan bantuannya dalam penelitian ini. pertumbuhan dan sintasan yang maksimal. Keseimbangan yang baik antara nutrisi dan kualitas DAFTAR ACUAN air harus dijaga termasuk kontrol mikrobiologi dan hidrodinamik. Fluktuasi dan sub optimal kualitas air Abrunhosa, F.A., Santiago, A.P., & Abrunhosa, J.P. dapat menyebabkan eksoskeleton menjadi kotor (2008). The early phyllosoma stages of spiny lob- sehingga berpengaruh pada pergerakan dan ster Panulirus echinatus Smith, 1869 (: kemampuan menangkap makananan secara efektif. Palinuridae) reared in the laboratory/Os primeiros Pengaruh lain dari fluktuasi kualitas air termasuk estagios de filosoma da lagosta Panulirus echinatus deformity (kecacatan) pada saat moulting (berganti (Decapoda: Palinuridae) cultivados em laboratorio. kulit). Larva membutuhkan kebebasan dalam kolom Brazilian Journal of Biology, 68,(1), 187-195. air sehingga dapat secara maksimal menangkap Elvantra. (2021). Harga terbaru lobster air laut dan makanan, sementara itu perlu menjaga kontak mini- tawar hari ini lokal dan ekspor. Maret 2021. mal antar individu agar tidak saling terpaut di dalam Diakses pada 7 Juni 2021, dari: https:// bak pemeliharaan (Francis et al., 2014). elvantra.blogspot.com/2020/01/harga-lobster.html. Kualitas air pemeliharaan yang baik dan nutrisi, Conland, J.A., Jones, P.L., Turchini, G.M., Hall, M.R., serta jenis pakan yang tepat menjadi faktor yang & Francis, D.S. (2014). Changes in the nutritional penting bagi perkembangan larva lobster untuk composition of captive early-mid stage Panulirus mampu melewati fase larva yang panjang hingga ornatus phyllosoma over ecdysis and larval devel- berubah menjadi BBL. opment. Aquaculture, 434, 159-170.

Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 29 Pengaruh pengayaan Artemia sp. dengan sumber DHA ..... (Zeny Widiastuti)

Fitzgibbon, Q.P., Jeffs, A.G., & Battaglene, S.C. (2014). tropical rock lobster (Decapoda; The Achilles heel for spiny : the energet- Palinuridae). Journal of Experimental Marine Biol- ics of the non-feeding post-larval stage. Fish Fish, ogy and Ecology, 405, 80-86. 15, 312-326. Jensen, M.A., Carter, C.G., Adams, L.R., & Fitzgibbon, Francis, D.S., Salmon, M.L. Kenway, M.J., & Hall, M.R. Q.P. (2013). Growth and biochemistry of the spiny (2014). Palinurid lobster aquaculture: Nutritional lobster verreauxi cultured at low and progress and considerations for successful larval high density from hatch to puerulus. Aquaculture, rearing. Reviews in Aquaculture, 6, 180-203. 376-379, 162-170. Gamble, S., Pirozzi, I., Hall, M.R., Zeng, C., Conlan, Junaidi, M., Cokrowati, N., & Abidin, Z. (2011). J.A., & Francis, D.S. (2015). The effect of pre-di- Tingkah laku induk betina selama proses gested protein source on the performance of early pengeraman telur dan perkembangan larva lobster – mid stage Panulirus ornatus phyllosoma. Aquac- pasir (Panulirus homarus, Linneaus, 1785). Jurnal ulture, 440, 17-24. Akuatika, 2(1), 1-10. Gendron, L., Tremblay, R., Belvin, S., Génard, B., Kamio, M., Furukawa, D., Wakabayashi, K., Hiei, K., Motnikar, S., & Côté, J. (2013). Condition, sur- Yano, H., Sato, H., Yosie-Stark, Y, Akiba, T., & vival and growth in situ of hatchery-reared stage Tanaka, Y. (2015). Grooming behavior by elongated IV lobster (Homarus americanus) fed Artemia and third maxillipeds of phyllosoma larvae of the lipid-rich wild zooplankton. Aquaculture, 416-417, smooth fan lobster riding on jellyfishes. Journal 380-389. of Experimental Marine Biology and Ecology, 463, Goldstein, J.S., Matsuda, H., Takenouchi, T., & Butler, 115-124. M.J. (2008). The complete development of larval Matsuda, H., Takenouchi, T., Tanaka, S., & Watanabe, caribbean spiny lobster Panulirus argus (Latreille, S. (2009). Relative contribution of Artemia and 1804) in culture. Journal of Biology, mussel as food for cultured middle-stage Panulirus 28(02), 306-327. japonicus phyllosomata as determined by stable Grima, E.M.,. Pérez, J.A.S., Sánchez, J.L.G., Camachoa, nitrogen isotope analysis. New Zealand Journal F.G., & Alonso, D.L. (1992). EPA from Isochrysis of Marine and Freshwater Research, 43, 217-224. galbana. Growth conditions and productivity. Pro- Matsuda, H., Abe, F., & Tanaka, S. (2012). Effect of cess Biochemistry, 27, 299-305. photoperiod on metamorphosis from phyllosoma Haché, R. & Plante, S. (2011). The relationship be- larvae to puerulus postlarvae in the Japanese spiny tween enrichment, fatty acid profiles and bacte- lobster Panulirus japonicus. Aquaculture, 326-329, rial load in cultured rotifers (Brachionus plicatilis 136-140. L-strain) and Artemia (Artemia salina strain Mustafa, A. (2013). Budidaya lobster Panulirus sp. di Franciscana). Aquaculture, 311, 201-208. Vietnam dan aplikasinya di Indonesia. Media Hall, M.R., Kenway, M., Salmon, M., Francis, D., Akuakultur, 8(2), 73-84. Goulden, E.F., & Høj, L. (2013). Palinurid lobster Phleger, C.F., Nelson, M.M., Nichols, P.D., Ritar, A.J., larval rearing for closed-cycle hatchery production. Smith, G.G., Hart, P.R., & Jeffs, A.G. (2001). Lip- Australian Institute of Marine Science (AIMS), ids and nutrition of the southern rock lobster, Australia. Woodhead Publishing Limited, 2013. edwardsii from hatch to puerulus. Marine DOI: 10.1533/9780857097460.2.289. and Freshwater Research, 52, 1475-1486. Hatai, K. (2012). Diseases of fish and shellfish caused Priyambodo, B. (2015). Study tour of Indonesian farm- by marine fungi. In Raghukumar, C. (Ed.). Biology ers to Vietnam lobster aquaculture industry in of Marine Fungi. Springer, p. 15-52. 2013. Chapter 5.8. In Jones, C.M. (Ed.). Spiny lob- Høj, L., Bourne, D.G., & Hall, M.R. (2009). Localisation, ster aquaculture development in Indonesia, Viet- abundanceand community structure of bacteria nam and Australia. Proceedings of the International associated with Artemia: effects of nauplii enrich- Lobster Aquaculture Symposium Held in Lombok, ment and antimicrobial treatment.Aquaculture Indonesia, 22-25 April 2014. Australian Centre for 293: 278–285 Growth Conditions and Productiv- International Agricultural Research, Canberra, ity. Process Biochemistry, 27, 299-305. Australia, p. 136-141. Ikeda, T., Smith, G., McKinnon, A.D., & Hall, M. (2011). Priyambodo, B., Jones, C.M., & Sammut, J. (2020). Metabolism and chemical composition of Assessment of the lobster puerulus (Panulirus phyllosoma larvae, with special reference to the homarus and Panulirus ornatus, Decapoda:

30 Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 Media Akuakultur, 16 (1), 2021, 21-31

Palinuridae) resource of Indonesia and its poten- under laboratory conditions. International Jour- tial for sustainable harvest for aquaculture. Aquac- nal of Development Research, 4(2), 377-383. ulture, 528, 735563. Wang, M., O’Rorke, R., Nodder, S.D., & Jeffs, A.G. Prusinska, M., Nowasad, J., Jarmo³owicz, S., (2014). Nutritional composition of potential zoop- Mikiewicz, M., Duda, A., Wiszniewski, G., Sikora, lankton prey of the spiny lobster phyllosoma (Jasus M., ....., & Kucharczyk, D. (2020). Effect of feed- edwardsii). Mar. Freshw. Res., 64, 1-13. ing barbel larvae (Barbus barbus (L, 1758)) Artemia Wang, M., Mackenzie, A.D., & Jeffs, A.G. ( 2015). Lipid sp. nauplii enriched with PUFAs on their growth and fatty acid composition of likely zooplankton and survival rate, blood composition, alimentary prey of spiny lobster () phylosomas. tract histological structure and body chemical com- Aquaculture Nutritition, 21, 385-400. position. Aquaculture Reports, 18, 100492. https:/ /doi.org/10.1016/j.aqrep.2020.100492. Wu, X., Smith, G., & Hall, M. (2011). Patterns of larval growth, lipid composition and fatty acid deposi- Shields, J.D., Stephens, F.J., & Jones, B. (2006). Patho- tion during early to mid stages of development gens, parasites and other symbionts. Lobster: Bi- in Panulirus ornatus phyllosoma. Aquaculture, 330- ology, management, aquaculture and fisheries. 333, 63-73. Blackwell Publishing Ltd. Chapter 5, 146-204. Yap, S.Y., Hamasaki, K., Maran, B.A.V., Tuzan, A.D., Shields, J.D. (2011). Diseases of spiny lobsters: A re- Ch’ng, C.L., & Lal, T.M. (2020). First report of plant view’. J. Invertr. Pathol., 106, 79-91. fungal pathogen Zasmidium musae associated Vijayakumaran, M., Maharajan, A., Rajalakshmi, S., with moribund eggs of ornate spiny lobster Jayagopal, P., & Remani, M.C. (2014). Early larval (Panulirus ornatus) in Sabah. Aquaculture Reports, stages of the spiny lobsters, Panulirus homarus, 18, 100500. and Panulirus ornatus cultured

Copyright @ 2021, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 31