Tectonic Model of Architecture Tongkonan Toraja
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
Training Report on Cultural Heritage Protection
Training Report on Cultural Heritage Protection Training Course for Researchers in Charge of Cultural Heritage Protection in Asia and the Pacific 2011 - Indonesia - 5 July - 4 August, 2011, Nara, Japan Cultural Heritage Protection Cooperation Office, Asia-Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU) Training Report on Cultural Heritage Protection Training Course for Researchers in Charge of Cultural Heritage Protection in Asia and the Pacific 2011 - Indonesia - 5 July - 4 August, 2011, Nara, Japan Cultural Heritage Protection Cooperation Office, Asia-Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU) Edited and Published by Cultural Heritage Protection Cooperation Office, Asia-Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU) 757 Horen-cho, Nara 630-8113 Japan Tel: +81-(0)742-20-5001 Fax: +81-(0)742-20-5701 e-mail: [email protected] URL: http://www.nara.accu.or.jp Printed by Meishinsha Ⓒ Cultural Heritage Protection Cooperation Office, Asia-Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU) 2012 Practical training of taking rubbing Practical training of drawing Practical training of photography The closing ceremony at the ACCU office Preface The Cultural Heritage Protection Cooperation Office, Asia-Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU Nara) was established in August 1999 with the purpose of serving as a domestic centre for promoting cooperation in cultural heritage protection in the Asia-Pacific region. Subsequent to its establishment, our office has been implementing a variety of programmes to help promote cultural heritage protection activities, in close cooperation with the Agency for Cultural Affairs, Japan (Bunkacho); National Institutes for Cultural Heritage, National Research Institute for Cultural Properties, Tokyo and Nara; the Nara Prefectural Government; the Nara Municipal Government; universities; and museums. -
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Setiap Wilayah
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di setiap wilayah Indonesia terdapat kebudayaan yang beragam dan memiliki nilai serta keunikannya sendiri, baik itu pakaian, bangunan rumah, tarian, alat musik hingga acara adat. Kebudayaan tersebut merupakan sebuah potensi dan aset yang tak ternilai harganya dan patut dijaga serta dilestarikan. Dewasa ini, pemerintah dan masyarakat setempat bergotong-royong mengupayakan pelestarian setiap keberagaman budaya, seperti dengan membuka museum budaya, menjadikannya sebagai alternatif destinasi wisata budaya, melakukan upaya promosi hingga mengemasnya dalam sebuah rangkaian festival budaya nasional bertaraf internasional. Di samping itu, selain menjadi bentuk upaya pelestarian, hal ini berguna untuk meningkatkan daya tarik wisata yang berpengaruh terhadap peningkatan sektor ekonomi dan pariwisata wilayah tersebut. Namun, di tengah gencarnya upaya pelestarian yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia, nyatanya masih terdapat wilayah dengan potensi yang belum dikelola, dikembangkan serta dipromosikan dengan maksimal. Karimunjawa adalah sebuah wilayah kepulauan di Laut Jawa, tepatnya sekitar 90 km ke arah barat laut Kota Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata pantai dan laut yang sangat indah karena wilayah kepulauan ini dikelilingi oleh lautan luas yang kaya akan biota laut. Selain itu, terdapat banyak wisata darat yang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan, seperti makam sunan-sunan, hutan bakau, Bukit Love dan lain-lain. Dengan kekayaan alam yang ada, Karimunjawa memiliki daya tarik wisata kelas dunia. Wisata alam dan bahari Karimunjawa menjadi wisata yang lebih dikenal karena merupakan pilihan wisata utama yang dipromosikan oleh berbagai biro wisata sebagai konten promosi jasanya kepada calon konsumen. Informasi wisata tersebut juga disebarkan oleh wisatawan melalui 1 Universitas Kristen Petra perbincangan dari mulut ke mulut hingga cuplikan perjalanan di media sosial berupa tulisan blog, unggahan foto serta vlog. -
Analisis Dan Perancangan Asset Game Rumah Dan Pakaian Adat Bali Berbasis Pixel Art 2D
Jurnal Adat dan Budaya, Vol.2, No.2 Tahun 2020 ISSN: E-ISSN 2615-6156, P-ISSN: 2615-6113 Jurnal Homepage: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/index ANALISIS DAN PERANCANGAN ASSET GAME RUMAH DAN PAKAIAN ADAT BALI BERBASIS PIXEL ART 2D Jasson Prestiliano 1, Debora Puspita Sarisih 2, Birmanti Setia Utami3 123Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Kristen Satya Wacana E-mail: [email protected] Abstrak Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki khasanah budaya yang sangat luas dan kaya. Kebudayaan Bali memiliki filosofi yang mendalam, khususnya dalam pakaian adat dan rumah adatnya. Namun belum banyak pelaku seni modern, khususnya perancang seni game yang mengetahui makna dan filosofi setiap bentuk dan warna tersebut. Hal ini membuat mereka merancang sejauh yang mereka lihat saja. Penelitian ini membahas tentang perancangan asset game berbasis pixel art 2D dengan ciri khas Bali. Tujuan penelitian ini adalah membuat asset pixel art 2D dengan menggunakan ciri khas Jawa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan strategi linear. Didapatkan hasil bahwa Pakaian dan Rumah adat Jawa memiliki ciri khas yang berbeda-beda serta memiliki berbagai filosofi yang berbeda dalam setiap bentuknya, sehingga hasil perancangan ini dapat menjadi panduan desain pixel art 2D bagi para pengembang game dan perancang seni game agar tidak menghilangkan filosofinya. Manfaat untuk para pemain game hasil perancangan ini dapat memberikan ilmu budaya tentang pakaian adat dan rumah adat Bali. Kata Kunci: Kebudayaan Bali; Pakaian Adat Bali; Rumah Adat Bali; Aset game, pixel art 2D Abstract Bali is one of the islands in Indonesia that has a rich and wide culture. -
Modul I – Pengertian Dan Kriteria Cagar Budaya
PENGANTAR A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, terutama pada Bab VI Bagian Kesatu pasal 28, 29, dan pasal 30 mengamanatkan perlunya dilakukan pendaftaran sebagai bagian dari proses penyusunan Register Nasional. Penyusunan Register Nasional merupakan upaya penting untuk mengetahui jumlah kekayaan Cagar budaya secara nasional. Sehubungan dengan hal tersebut dilakukan pendaftaran sebagai langkah awal dalam pencatatan Objek yang akan diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota atau perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kegiatan pendaftaran menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Lebih lanjut agar pelaksanaan pendaftaran dapat berjalan secara terpadu antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka perlu disusun sistem dan jejaring pendaftaran Cagar Budaya yang tepat dan berkesinambungan. Guna mempersiapkan sistem dan jejaring tersebut, perlu dipersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu melakukan pendaftaran Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai tahap awal dalam mempersiapkan tenaga pendaftar, dibutuhkan SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang Cagar Budaya. Menindaklanjuti hal tersebut, dirasakan perlu tenaga pelatih pendaftaran Cagar Budaya, khususnya di tingkat provinsi. Pencapaian kemampuan tenaga pendaftar Cagar Budaya memerlukan bahan ajar berupa modul bagi tenaga pelatih pendaftaran dan tenaga pendaftar Cagar Budaya. B. Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta pelatihan petugas pendaftar mampu: 1. Memahami pengertian Cagar Budaya. 2. Memahami proses dan prosedur pendaftaran Cagar Budaya. 3. Mampu mengimplementasikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendaftaran Cagar Budaya. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta pelatihan petugas pendaftar mampu: 1. Menjadi petugas pendaftar Cagar Budaya yang kompeten. -
Rooted Future
ROOTED FUTURE RESURFACING LOST IDENTITY NORTH SUMATERA NORTH MALUKU EAST KALIMANTAN In this post-modern world where architects continuously crave ITINENARY to find different forms of inspiration, looking back at forgotten culture WEST PAPUA might be one way to learn and create a rooted and substantiated design. SUMATERA DAYS 1-5 CENTRAL SULAWESI NORTH SUMATERA WEST SUMATERA After 350 years of colonization, Indonesia gained its WEST SUMATERA independence in 1945. Immediately following the event, the first president, Sukarno, promulgated the idea of revolution to all aspects of Indonesians life, JAVA DAYS 6-14 CENTRAL KALIMANTAN including its architectural agenda. Sukarno, once educated as civil engineer WEST JAVA SOUTHEAST SULAWESI and architect, desired to reject the colonialist architecture that has been EAST JAVA WEST NUSA TENGGARA embedded deep inside Indonesian architecture identity for centuries by WEST NUSA TENGGARA adapting the modernization trend in the world at the time. International style KALIMANTAN DAYS 14-18 WEST JAVA was applied to all the building projects after the independence. Ironically, this EAST JAVA CENTRAL KALIMANTAN sudden “injection” of the international style has prolonged the oppression EAST KALIMANTAN of the rich local culture that had also been suppressed since the start of colonization. SULAWESI DAYS 19-26 figure 1 - Travel Route Across Indonesian Archipelago CENTRAL SULAWESI Indonesia, an archipelago country containing over 18,000 islands, SOUTHEAST SULAWESI have multifarious and rich culture across many regions. Each region, having NORTH MALUKU their own distinctive ethnic group and custom, owns highly characteristic indigenous architecture form. These are called Rumah Adat (Traditional PAPUA DAYS 27-30 Home) (figure 3). -
Peran Kampung Between Two Gates Sebagai Model Kerukunan Hidup Bermasyarakat Kotagede Yogyakarta
Jurnal Ilmiah Penalaran dan Penelitian Mahasiswa | 70 PERAN KAMPUNG BETWEEN TWO GATES SEBAGAI MODEL KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT KOTAGEDE YOGYAKARTA Yoland Fajar Al Kautsar1, Afrian Dwi Yunitasari2, Yasinta Wulandari3 1Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. 2Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. 3Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. 1 [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Perkembangan teknologi yang melanda Indonesia menimbulkan hilangnya nilai dan norma di masyarakat, salah satunya adalah nilai kerukunan. Hilangnya nilai kerukunan ini terlihat dari banyaknya konflik yang timbul di lingkungan masyarakat. Jika tidak segera ditanggulangi, masalah ini akan semakin parah dan dapat menimbulkan konflik dengan sekala yang lebih besar. Sejatinya konsep hidup rukun bermasyarakat telah terdapat dalam berbagai kebudayaan seperti yang terdapat dikampung Between Two Gates, Desa Alun-alun, Purbayan, Kotagede, Yogyakarta yang masih mempertahankan kelestarian dari arsitektur rumah adat Jawa. Tujuan dari penelitian ini, untuk menggali lebih dalam konsep arsitektur rumah adat Jawa di Between Two Gates dan peran dari jalan rukunan yang ada didalamnya dalam membentuk kehidupan rukun bermasyarakat. Dalam penelitian ini kami menggunakan pendekatan kualitatif. Data kami peroleh memalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Proses analisis dilakukan menggunakan teknik triangulasi -
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta Dan Perempuan
V. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan pada pembahasan tentang pola penataan ruang rumah compound dalam perspektif gender di kawasan KG, diantaranya bahwa pengaruh gender di dalam pola penataan ruang telah mengalami perubahan makna dibandingkan pada rumah compound tradisional. Pada rumah compound tradisional pembagian ruang antara laki-laki dan perempuan sangat jelas sekali karena dibatasi oleh pengaruh-pengaruh adat istiadat yang sangat tabu untuk dilanggar masing-masing gender. Pada zaman dahulu pembagian ruang berdasarkan gender dapat dipakai untuk menilai tingkat privasi ruang berdasarkan kegiatan yang terjadi di dalamnya. Namun saat ini, makna lama tersebut hampir tidak di temukan, hal ini didasarkan oleh pengaruh keyakinan beragama yang lebih dominan di bandingkan pengaruh dan batasan yang ditimbulkan oleh adat istiadat kelompok masyarakat tersebut. Sekarang ini, perbedaan pola penataan ruang tergantung pengguna dan penggunaannya pada kegiatan rutin atau non-rutin/adat yang berlangsung. Peranan gender tidaklah selalu mempengaruhi pada pola penataan ruang di dalam rumah compound. Pola penataan ruang rumah compound saat ini tidak ada batasan antara laki-laki 143 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta dan perempuan. Artinya, laki-laki dan perempuan boleh menggunakan ruangan manapun. Gender perempuan juga lebih dominan dari pada gender laki- laki dalam hal pemanfaatan ruang-ruang pada rumah. Dan rumah tinggal compound saat ini memiliki bangunan inti yang sama. Pola compound merupakan pola kluster yang unik, dalam satu lingkungan yang dibatasi pagar dinding yang tinggi atau sering disebut dengan pagar bumi, di dalamnya terdapat beberapa rumah tinggal. Biasanya dalam satu compound masih dalam satu kekerabatan atau satu kinship. Pola pemukiman compound terbentuk dari kelompok rumah dan ruang terbuka yang memanjang. -
Kajian Bentuk Rumah Adat Dan Ragam Hiassapo Kalupini Di Kabupaten Enrekang
KAJIAN BENTUK RUMAH ADAT DAN RAGAM HIASSAPO KALUPINI DI KABUPATEN ENREKANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Proposal pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Oleh ADAM GUSTIAWAN AS NIM 10541 00356 10 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016 KATA PENGANTAR Allah maha penyayang dan pengasih, demikian kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmatnya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu, sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkahmu, Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan barometer yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan tetapi menghilang jika didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung ikut membantu kelancaran studi dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih di sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Univesitas Muhammadiyah Makassar. 2. Bapak Dr. Andi Syukri Syamsuri,M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. 3. Bapak Andi Baetal Mukaddas S.Pd., M.Sn. Ketua Prodi Pendidikan Seni Rupa, dan Bapak Muhammad Thahir S.Pd, Selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Seni Rupa. 4. Bapak Drs.H. Abdul Kahar Wahid. Dosen Pembimbing I danBapak Andi Baetal Mukaddas S.Pd., M.Sn. Dosen Pembimbing II. -
The Prehistory of Home
Chapter 1 The Prehistory of Home Our trowels scrape through time. A dozen of us — archaeologists, stu- dents, and workmen — are excavating in far northern Peru. Digging through hard layers of ash-black clay and past thick jumbles of ancient oyster shells, we carefully scoop up the loosened midden and sieve it through dry shaker screens, trapping durable potsherds and glinting flakes of obsidian. We watch for traces of archaic structures: postholes from long-gone timbers, subtle variations in soil color and texture, a slightly more compacted surface. We speak in low voices as we dig, afraid that any distraction will cause us to miss the ancient traces of home. Various animals build shelters, but only humans build homes. Humans build dwellings in different environments, constructed with diverse mate- rials and in distinct forms, and associated with nuanced meanings. We have done this for millennia. No other species lives in such a variety of shelters. Despite the diver- sity of the constructions that other animals create — the pendulous bas- kets of oriole nests, the intricate dens of prairie dogs, or the decorated nests of bowerbirds — humans construct the broadest array of dwellings on Earth. Our words for “dwelling” point to this diversity: Palace, hovel, hogan, ranch house, croft. Tipi, chalet, duplex, kraal. Igloo, bungalow, billet, cabin. 1 2 | The Prehistory of Home Cottage, crannog, adobe, manor. Wickiup, villa, lean-to, abbey. Hacienda, barrack, lodge, shanty. Pithouse, penthouse, pueblo, condo. In the Kalahari Desert, !Kung San women construct veldt-brush wind- breaks for their families in less than an hour, a dwelling abandoned in a few days when the foraging band moves on. -
Research Article Traditional Houses and Projective Geometry: Building Numbers and Projective Coordinates
Hindawi Journal of Applied Mathematics Volume 2021, Article ID 9928900, 25 pages https://doi.org/10.1155/2021/9928900 Research Article Traditional Houses and Projective Geometry: Building Numbers and Projective Coordinates Wen-Haw Chen 1 and Ja’faruddin 1,2 1Department of Applied Mathematics, Tunghai University, Taichung 407224, Taiwan 2Department of Mathematics, Universitas Negeri Makassar, Makassar 90221, Indonesia Correspondence should be addressed to Ja’faruddin; [email protected] Received 6 March 2021; Accepted 27 July 2021; Published 1 September 2021 Academic Editor: Md Sazzad Hossien Chowdhury Copyright © 2021 Wen-Haw Chen and Ja’faruddin. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. The natural mathematical abilities of humans have advanced civilizations. These abilities have been demonstrated in cultural heritage, especially traditional houses, which display evidence of an intuitive mathematics ability. Tribes around the world have built traditional houses with unique styles. The present study involved the collection of data from documentation, observation, and interview. The observations of several traditional buildings in Indonesia were based on camera images, aerial camera images, and documentation techniques. We first analyzed the images of some sample of the traditional houses in Indonesia using projective geometry and simple house theory and then formulated the definitions of building numbers and projective coordinates. The sample of the traditional houses is divided into two categories which are stilt houses and nonstilt house. The present article presents 7 types of simple houses, 21 building numbers, and 9 projective coordinates. -
Budaya Suku Bugis Sebagai Daya Tarik Wisata Di Pantai Bung Jabe Karimunjawa
BUDAYA SUKU BUGIS SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI PANTAI BUNG JABE KARIMUNJAWA Oleh Citra Unik Mayasari Yulianto Dosen AKPAR BSI Yogyakarta Dosen AKPAR BSI Yogyakarta NIDN : 0511039201 NIDN: 0517077602 Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT Indonesia is consist of several islands and have various ethnic, tribal and cultural, so it has great potential in the world of tourism especially cultural tourism. Almost all islands or regions of Indonesia have a culture that can be used as a tourist attraction. One of them is the culture of bugis tribe used as a tourist attraction in Bunga Jabe Karimunjawa. The manager of Bunga Jabe Karimunjawa is currently do development of tourist attraction by carrying the theme of bugis tribal culture as a tourist attraction and also as the way to preserve the culture of bugis tribe on Bunga Jabe Karimunjawa. In this research, researchers used qualitative naturalistic methods because in this study conducted on natural conditions and researchers as the key instrument. Data collection techniques use observation, interview and documentation techniques. Some cultures of bugis tribe used as a tourist attraction at Bunga Jabe Karimunjawa beach are local language or bugis language, bugis traditional art of Pecak Silat Baruga and Paduppa Dance, custom homes of bugis tribe or stlit house, dwarf house as an accommodation and bugis typical food. Keywords: Tourism, Bugis Tribe, Tourist Attraction, Culture PENDAHULUAN bidang wisata budaya, karena Indonesia Kepariwisataan di Indonesia di arahkan memiliki banyak kekayaan etnis dan budaya sebagai sektor andalan dalam mendorong yang masing-masing memiliki ciri khas pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan tersendiri. -
Technology and Construction of Toraja Traditional House (Tongkonan)
TEKNOLOGI DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL TORAJA (TONGKONAN) Technology And Construction Of Toraja Traditional House (Tongkonan) 1 St. Hadidjah Sultan, 2Karina Mayasari 1,2 Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Makassar Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Penjernihan Raya No. 22 Komp. PDAM Makassar 1 E-mail : [email protected] 2 E-mail : [email protected] Abstrak Sebuah tongkonan tidak hanya berfungsi sebagai tempat hunian semata, tetapi juga mengandung arti kosmologis dan filosofis melalui unsur bentukan tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem teknologi dan konstruksi sebuah Tongkonan serta fungsi dan peranan Tongkonan dalam masyarakat Tana Toraja. Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini, secara umum menerapkan metode yang secara garis besarnya menggunakan metoda kualitatif. Dari hasil penelitian maka diketahui bahwa rumah tradisional Toraja (Tongkonan) memiliki fungsi sebagai simbol persatuan keluarga dan juga sebagai tempat tinggal. Secara filosofis tongkonan selalu bertolak pada falsafah kehidupan yang diambil dari ajaran Aluk Todolo. Tektonika yang sangat menonjol pada rumah Toraja adalah kemampuan nenek moyang dalam memikirkan potensi lokal (local wisdom) terhadap sistem struktur bangunan-bangunan tempat tinggal mereka. Peran dan pesan simbol-simbol filosofi hidup yang diterjemahkan melalui bentukan pada bangunan tradisional. Perpaduan teknologi dan konstruksi atap berbentuk perahu dengan susunan atap bambu menjadi ciri khas rumah tradisional Toraja