PENGARUH PEMAHAMAN HADIS GRATIFIKASI TERHADAP PERILAKU ANTI GRATIFIKASI KASUS: PEGAWAI KUA DI KABUPATEN BOGOR DAN BONE

Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag)

Oleh: Untung Afandi NIM: 2113034000003

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH 1439 H / 2018 M LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata dua (S2) di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGARUH PEMAHAMAN HADIS GRATIFIKASI TERHADAP PERILAKU ANTI GRATIFIKASI KASUS: PEGAWAI KUA KABUPATEN BOGOR DAN BONE

Tesis Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag)

Oleh Untung Afandi NIM: 2113034000003

Pembimbing I, Pembimbing II,

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2018 M

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Tesis berjudul Pengaruh Pemahaman Hadis Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi. Kasus: Pegawai KUA Kabupaten Bogor dan Bone, telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Program Magister Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 7 Maret 2018. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Agama (M.Ag) pada Program Studi Tafsir Hadis dengan Konsentrasi Hadis.

iii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Latin Keterangan Tidak dilambangkan ا b be ب t te ت ts te dan es ث j je ج h ha dengan garis bawah ح kh ka dan ha خ d De د dz De dan zet ذ r Er ر z Zet ز s Es س sy Es dan ye ش s es dengan garis bawah ص d de dengan garis bawah ض t te dengan garis bawah ط z zet dengan garis bawah ظ (Apostrof (dari kiri naik ke kanan ˊ ع gh Ge dan ha غ f Ef ف q Ki ق k Ka ك l El ل m Em م n En ن w We و h Ha ه Apostrof (dari kiri turun ke ˋ ء kanan) y Ye ي

Vokal Tunggal

Arab Latin Keterangan ‾ ----- a fathah ₋ ----- i kasrah ᾽ ----- u dommah

iv

v

Vokal Rangkap

Arab Latin Keterangan ai a dan i ----- ‾ ي au a dan u ----- ‾ و

Vokal Panjang

Arab Latin Keterangan â a dengan topi di atas ---ا î i dengan topi di atas ---ي û u dengan topi di atas ---و

ABSTRAK

Untung Afandi Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi Tentang Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi. Kasus: Pegawai KUA Kabupaten Bogor dan Bone.

Salah satu masalah yang dihadapi Bangsa saat ini adalah masalah korupsi yang diantaranya dalam bentuk gratifikasi. Pada sisi lain, ajaran moral yang melarang korupsi ataupun gratifikasi dinyatakan dengan jelas dalam pedoman umat

Islam, sebagai mayoritas bangsa ini, yaitu Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad

SAW.

Berkaitan dengan itu, penelitian ini akan berfokus pada analisis hubungan kausalitas antara pemahaman ajaran Islam, dalam hal ini adalah Hadis Nabi tentang

Gratifikasi, dengan Perilaku Anti Gratifikasi. Pemahaman Hadis Nabi tentang

Gratifikasi (PHN) sebagai variabel independen dan Perilaku Anti Gratifikasi (PAG) sebagai variabel dependen. Untuk mengurangi bias perhitungan, ditambahkan variabel independen lainnya, yaitu Good Governance (GG), Orientasi Keagamaan

Internal (OKI), Orientasi Keagamaan Eksternal (OKE), dan Budaya Masyarakat

(BM).

Unit analisis penelitian ini adalah para pegawai Kantor Urusan Agama

(KUA). Sedangkan, lokus penelitian ini adalah KUA di Kabupaten Bogor dan

Bone. Alasan pemilihan ini karena para pegawai KUA banyak yang memiliki latar belakang pendidikan keagamaan disamping pendidikan non keagamaan, sehingga ada keragaman pemahaman terhadap Hadis Nabi Muhammad SAW.

Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu: pertama, analisis kondisi pemahaman pegawai KUA terhadap Hadis Nabi tentang gratifikasi dan variabel

vi

vii

independen lainnya. Kedua, analisis pengaruh pemahaman Hadis Nabi tentang

Gratifikasi dan variabel independen lainnya terhadap Perilaku Anti Gratifikasi.

Ketiga, analisis indikator yang paling berpengaruh terhadap Perilaku Anti

Gratifikasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Teknik yang digunakan adalah survey dengan instrumen kuesioner.

Penentuan ukuran sampel menggunakan rumus slovin, sedangkan cara pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling. Sementara itu, model yang digunakan untuk analisis kausalitas ini adalah model Structural

Equation Model, jenis Partial Least Square (SEM-PLS).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, kondisi pemahaman para pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan Bone terhadap Hadis Nabi tentang gratifikasi dan variabel independen lainnya, rata-rata masuk kategori baik.

Kedua, tingkat Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi (PHN) berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi (PAG) dengan tingkat keyakinan 95% atau tingkat kesalahan (alpha) 5%, baik di Kabupaten Bogor maupun Bone. Variabel independen lainnya yang berpengaruh secara signifikan adalah Good Governance (GG) untuk Kabupaten Bogor dan Budaya Masyarakat

(BM) untuk Kabupaten Bone.

Ketiga, indikator yang paling berpengaruh terhadap Perilaku Anti

Gratifikasi pegawai KUA di Kabupaten Bogor adalah Pemahaman Hadis Nabi tentang larangan gratifikasi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sedangkan pada pegawai KUA di Kabupaten Bone, indikator yang paling berpengaruh adalah

Budaya Masyarakat yang mengajarkan kejujuran.

ABSTRACT

Untung Afandi The Influence of Understanding of Prophet Hadith About Gratification Against Anti Gratification Behavior. Case: Employees of KUA in Bogor and Bone Districts.

One of the problems faced by the Indonesian today is gratification as one kind of corruption. On the other hand, the moral teachings that prohibit corruption or gratification are clearly stated in the guidelines of Muslims, as the majority of these nations, namely Al-Qur’an and Hadith of Prophet Muhammad SAW. In this regard, this study will focus on analyzing the causal relationship between the understanding of Islamic teachings, in this case is the Prophet's Hadith on Gratification, with Anti-Gratification Behavior. Understanding of the Prophet's Hadith on Gratification (PHN) is an independent variable and Anti-Gratification Behavior (PAG) is a dependent variable. To reduce the calculation bias, added other independent variables, namely Good Governance (GG), Internal Religious Orientation (OKI), External Religious Orientation (OKE), and Community Culture (BM). The unit of analysis of this research is the employees of the Office of Religious Affairs (KUA). Meanwhile, this research locus is KUA in Bogor and Bone districts. The reason for this election is because many KUA employees have religious education backgrounds besides non-religious education, so there is a diversity of understanding on the Hadith of Prophet Muhammad SAW. This study has three objectives, namely: first, the analysis of understanding condition of KUA employee to Hadith of Prophet about gratification and other independent variables. Second, the analysis of the influence of the understanding of the Prophet's Hadith on Gratification and other independent variables on Anti- Gratification Behavior. Third, the analysis of the most influential indicators on Anti Gratification Behavior. To achieve these goals, this research uses quantitative method. The technique used is survey with questionnaire instrument. Determination of sample size using slovin formula, while the sampling method using simple random

viii

ix

sampling method. Meanwhile, the model used for causality analysis is the Structural Equation Model, type of Partial Least Square (SEM-PLS). The results of this study indicate that: First, the conditions of understanding of KUA employees in Bogor and Bone districts against the Prophet's Hadith about gratification and other independent variables are good. Secondly, the level of understanding of the Prophet's Hadith on gratification (PHN) significantly influences the Anti-Gratification Behavior (PAG) with 95% confidence level or 5% alpha rate, both in Bogor and Bone. Other independent variables that significantly influence the Anti Gratification Behavior, with the same level of confidence, are Good Governance (GG) for Bogor District and Community Culture (BM) for Bone District. Third, the most influential indicator of the Gratification Behavior of KUA employees in Bogor Regency is the Understanding of the Prophet Muhammad's Hadith about the prohibition of gratification narrated by Imam Muslim. Whereas in KUA officers in Kabupaten Bone, the most influential indicator is the Community Culture that teaches honesty.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Pemahaman

Hadis Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi. Kasus: Pegawai KUA

Kabupaten Bogor dan Bone”, dapat penulis selesaikan.

Solawat dan salam, penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan perilaku umat manusia dan rahmat bagi semesta alam. Keselamatan juga penulis panjatkan untuk keluarga Nabi, Sahabat, dan semua umatnya.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

Magister Agama (M.Ag.) pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis,

Konsentrasi Hadis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih, kepada:

1. Dekan Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof.

Dr. Masri Mansoor, MA.

2. Ketua Program Magister Fakultas Ushuluddin. Ibu Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag

3. Dosen Pembimbing Tesis, Bapak Prof. Dr. Masri Mansoor, MA dan Bapak

Dr. Bustamin, SE, M.Si., atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah

diluangkan kepada penulis selama proses penulisan tesis.

4. Bapak dan Ibu para dosen Program Magister Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat

bagi penulis.

x

xi

5. Kepala Kantor Kementerian Agama, Kepala KUA dan Pegawai KUA di

Kabupaten Bogor dan Bone yang telah memberi izin dan menjadi responden

pada penelitian ini.

6. Teman-teman di Program Magister Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu

persatu, yang telah memberikan masukan terhadap tesis ini.

7. Istri tercinta dan anak-anak tersayang, yang telah memberikan dukungan

dan motivasi yang luar biasa kepada penulis, selama mengikuti perkuliahan

dan penulisan tesis.

Harapan penulis semoga hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi penguatan perilaku anti korupsi di Indonesia, dan semoga para akademisi/peneliti yang berminat, dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang lebih baik lagi.

Ciputat, 7 Maret 2018

Untung Afandi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...... iii PEDOMAN TRANSLITERASI ...... iv ABSTRAK ...... vi ABSTRACT ...... viii KATA PENGANTAR ...... x DAFTAR ISI ...... xii DAFTAR TABEL ...... xv DAFTAR GAMBAR ...... xvi BAB I PENDAHULUAN...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Tinjauan Literatur...... 13 C. Batasan dan Rumusan Masalah ...... 17 D. TujuanPenelitian ...... 20 E. Manfaat Penelitian ...... 20 F. Sistematika Penulisan...... 21 BAB II LANDASAN TEORI ...... 23 A. Pengertian Korupsi ...... 23 B. Korupsi dalam Al-Qur’an dan Hadis ...... 24 C. Jenis-Jenis Korupsi...... 28 D. Gratifikasi ...... 30 1. Gratifikasi Menurut Undang-Undang RI ...... 31 2. Gratifikasi Menurut Ajaran Islam ...... 33 3. Hukuman Pelaku Gratifikasi Menurut Hukum Positif...... 37 4. Hukuman Pelaku Gratifikasi (Korupsi) menurut Hadis ...... 38 E. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi (Gratifikasi) ...... 39 F. Perumusan Kerangka Penelitian ...... 44 G. Perumusan Metode Analisis ...... 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...... 54

xii

xiii

A. Paradigma Penelitian ...... 54 B. Metode Takhrij Hadis Gratifikasi ...... 55 C. Teknik Pengumpulan Data ...... 57 1. Populasi ...... 57 2. Ukuran Sampel ...... 60 3. Cara Pengumpulan Data Sampel ...... 61 4. Instrumen Penelitian ...... 62 D. Sumber Data ...... 64 E. Model, Definisi Variabel dan Hipotesis ...... 65 1. Model Kausalitas ...... 65 2. Definisi Variabel ...... 66 3. Hipotesis ...... 67 F. Waktu dan Tempat Penelitian ...... 68 G. Metode Pengolahan Data ...... 68 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 70 A. Pengantar Pembahasan Hasil Penelitian ...... 70 B. Analisis Sekilas Kualitas Hadis Nabi Tentang Gratifikasi ...... 71 C. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ...... 87 D. Sampel dan Karakteristik Responden ...... 93 1. Sampel dan Karakteristik Responden di Kabupaten Bogor .93 2. Sebaran dan karakteristik Responden di Kabupaten Bone ...97 E. Kondisi Tingkat Pemahaman Hadis Nabi dan Variabel Independen Lainnya...... 101 1. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi dan Variabel Lainnya di Kabupaten Bogor...... 101 2. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi dan Variabel Lainnya di KUA Kabupaten Bone...... 107 F. Proses dan Hasil Pengolahan Data dengan SEM-PLS ...... 115 1. Proses dan Hasil Pengolahan Data Kabupaten Bogor dengan SEM-PLS...... 116 2. Proses dan Hasil Pengolahan Data Kabupaten Bone dengan SEM-PLS...... 124 G. Analisis Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi dan Variabel Independen Lainnya terhadap Perilaku Anti Gratifikasi ...... 132

xiv

1. Analisis Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten Bogor dan Bone...... 132 2. Analisis Variabel Selain Hadis Nabi yang Mempengaruhi Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten Bogor dan Bone. ..135 H. Analisis Indikator Paling Berpengaruh Terhadap Perilaku anti Gratifikasi ...... 140 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 146 A. Kesimpulan ...... 146 B. Saran ...... 148 DAFTAR PUSTAKA ...... 150 LAMPIRAN-1 Hadis-Hadis Setema dengan Hadis Imam al-Bukhâri (HN2) ....154 LAMPIRAN-2 Ringkasan Analisis Kualitas Hadis Gratifikasi ...... 166 LAMPIRAN-3 Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kemenag Kabupaten Bogor ...172 LAMPIRAN-4 Kuesioner ...... 173

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Populasi Pegawai KUA Bogor ...... 58 Tabel 3.2 Populasi Pegawai KUA Kabupaten Bone ...... 59 Tabel 3.3 Variabel Laten dan Indikator Sebelum Kuesioner Diuji...... 62

Tabel 4.1 Jumlah Kuesioner Uji Coba per KUA ...... 87 Tabel 4.2 Karakteristik Responden Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ...... 89 Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ...... 90 Tabel 4.4 Indikator-Indikator Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ..92 Tabel 4.5 Sebaran Sampel di Kabupaten Bogor ...... 93 Tabel 4.6 Sebaran Sampel di Kabupaten Bone ...... 97 Tabel 4.7 Kondisi Pemahaman Hadis Nabi di KUA Kab Bogor (%) ...... 101 Tabel 4.8 Kondisi Good Governance di KUA Kab Bogor (%) ...... 103 Tabel 4.9 Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di KUA Kab Bogor (%) .....105 Tabel 4.10 Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di KUA Kab Bogor (%) .....106 Tabel 4.11 Kondisi Budaya Masyarakat di KUA Kab Bogor (%)...... 107 Tabel 4.12 Kondisi Pemahaman Hadis di Kab Bone (%) ...... 108 Tabel 4.13 Kondisi Good governance di KUA Kab Bone ...... 110 Tabel 4.14 Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di KUA Kab Bone (%) ....112 Tabel 4.15 Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di KUA Kab Bone (%) ...... 113 Tabel 4.16 Kondisi Budaya Masyarakat di KUA Kab Bone (%) ...... 114 Tabel 4.17 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk ...... 117 Tabel 4.18 Indikator yang dihilangkan pada Tahap 2 ...... 118 Tabel 4.19 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk tahap 2...... 119 Tabel 4.20 Indikator yang dihilangkan pada Tahap 2 ...... 119 Tabel 4.21 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk tahap 3...... 121 Tabel 4.22 Validitas Discriminant (Metode Cross Loading) ...... 122 Tabel 4.23 Nilai Koefisien Jalur Pada Variabel Laten...... 123 Tabel 4.24 Construct Validity and Reliability ...... 126 Tabel 4.25 Indikator yang hilang pada tahap-1 di Kab Bone ...... 127 Tabel 4.26 Validitas dan Reliabilitas Konstruk ...... 129 Tabel 4.27 Discriminant Validity...... 130 Tabel 4.28 Nilai t statistik dan P values...... 131 Tabel 4.29 Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi terhadap Perilaku Anti Gratifikasi ...... 132 Tabel 4.30 Pengaruh Good Governance dan Budaya Masyarakat Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi ...... 136 Tabel 4.31 Indikator Paling Berpengaruh ...... 140

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perumusan Kerangka Penelitian ...... 46 Gambar 2.2 Outer Model ...... 49 Gambar 2.3 Bentuk Reflektif ...... 49 Gambar 2.4 Bentuk Formatif ...... 50 Gambar 2.5 Inner Model ...... 52

Gambar 3.1 Model Kausalitas Antar Variabel ...... 66

Gambar 4.1 Skema Sanad Hadis 1 ...... 73 Gambar 4.2 Skema Sanad Hadis-2 ...... 76 Gambar 4.3 Skema Sanad Hadis-3 ...... 78 Gambar 4.4 Skema Sanad Hadis-4 ...... 80 Gambar 4.5 Skema Sanad Hadis-5 ...... 86 Gambar 4.6 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin ...... 94 Gambar 4.7 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Usia ...... 95 Gambar 4.8 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Lama Kerja ..95 Gambar 4.9 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Pendidikan ...96 Gambar 4.10 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Jurusan Pendidikan ...... 97 Gambar 4.11 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Jenis Kelamin ...... 98 Gambar 4.12 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Usia...... 99 Gambar 4.13 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Lama Kerja ..99 Gambar 4.14 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Pendidikan .100 Gambar 4.15 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Jurusan Pendidikan ...... 100 Gambar 4.16 Hasil Outer Model tahap 1 (Bogor) ...... 116 Gambar 4.17 Hasil Outer Model Tahap 2 (Bogor) ...... 118 Gambar 4.18 Hasil Outer Model Tahap 3 (Bogor) ...... 120 Gambar 4.19 Hasil Outer Model Tahap 1 (Bone) ...... 126 Gambar 4.20 Hasil Outer Model Tahap 2 (Bone) ...... 128

xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu permasalahan besar yang dihadapi Bangsa Indonesia dan sebagian besar bangsa-bangsa lain di dunia adalah masalah korupsi. Peristiwa korupsi diduga hadir ketika manusia mulai bermasyarakat dan berorganisasi, yang kemudian berkembang mengikuti zamannya. Catatan kuno menyatakan bahwa

Hammurabi, Raja Babilonia yang naik tahta tahun 1200 Sebelum Masehi (SM), memerintahkan gubernur suatu provinsi untuk memeriksa kasus penyuapan.1

Demikian juga di India, China, dan Yunani, permasalahan korupsi sudah muncul sejak 1000 SM.2

Ternyata saat ini, 3000 tahun sejak zaman kuno, masalah korupsi dan kejahatan keuangan lainnya masih terjadi, bahkan dengan bentuk dan modus yang lebih canggih. Nabi Muhammad SAW sejak 1400 tahun yang lalu sudah memprediksi kondisi ini, sebagaimana diungkapkan dalam hadisnya:

ِ ِ ِ ِ ِ ِ َع نْْأَبْْ ُهَري َرةَْْ،َْرض َيْْا َّْللُْعَن هُْْ،ْ َعنْْالنَ ِِْبْصلىْهللاْعليهْوسلمْقَاَل:ََْيتْْ َعلَىْالنَاسْْ ِ ِ ِ ِ ِ 3 َزَما نْْلَْْي ُبَالْْال َم رءَُْْماْأَ َخَذْْمن هُْْأَم َنْْا ْلَالَلْْأَ مْْم َنْْا ْلََرام Dari Abû Hurairah RA., Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Akan datang kepada manusia suatu zaman, seseorang tidak peduli lagi dari mana ia mendapatkan hartanya, apakah dari jalan yang halal atau haram."

1 Syed Hussain Alatas, Corruption, its Nature, causes, and Functions, Diterjemahkan oleh Nirwono, dengan judul: Korupsi, Sebab dan Fungsi, (Jakarta: LPE3S,1987), h. 1. 2 Syed Hussain Alatas, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi. h. 1. 3 Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâ’il al-Bukhârị, Ṣahih al-Bukhâri, Kitâb al-Ahkâm, bâb Hadâyâ al-‘Ummâl, No. 2059, (Kairo: Dâr Ibnu Jauzi, 2010), h. 497.

1

2

Hadis ini memperingatkan akan adanya masalah moral manusia dalam pencarian harta yang sudah tidak mengindahkan halal dan haram. Secara implisit hadis ini juga menyiratkan adanya sikap permisif dalam masyarakat terhadap perilaku korupsi.

Secara bahasa, kata korupsi memiliki padanan kata dalam bahasa Inggris corrupt yang berarti korup, jahat, buruk, rusak (kata sifat), menyuap, merusak, mengubah (kata kerja).4 Secara terminologis, korupsi dapat diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.5 Sedangkan World Bank mendefinisikan korupsi sebagai “an abuse of public power for private gains”. Korupsi adalah penyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi (privat).6

Sementara, Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, menyatakan bahwa yang termasuk pelaku tindak pidana korupsi adalah:

Setiap orang yang secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya dir sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...7

Bila dilihat dari sisi agama Islam, istilah korupsi sendiri tidak dinyatakan secara eksplisit, namun tertera secara implisit pada beberapa ayat Al-Quran yang bercerita tentang larangan memakan harta dengan jalan batil, khianat, dan suap menyuap. Diantaranya adalah pada Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 188:

4 Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet XXIII, (Jakarta: PT Gramedia, 1996), h. 149. 5 Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Daring, Diakses pada 18 Oktober 2017, pukul 20.00, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id. 6 World Bank, World Development Report, The State in Changing World, (Washington DC: WB, 1997). 7 Republik Indonesia, UU No 31 tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II pasal 2.

3

ِ ِ ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ َولََْت ُكلُواْأَ مَوالَ ُك مْْب َي نَ ُك مِْْبل بَاطِلَْْوتُ دلُواِْبَاْإَلْْا ْلُكامْْلتَأ ُكلُواْفَريًقاْم نْْ ِ ِ ِ 8 أَ مَوالْْالنَا ِسِْْبإل ثَْْوأَن تُ مْْتَ علَُموَنْْ "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui."

Walaupun definisi korupsi dinyatakan secara berbeda, namun intinya sama, yaitu bahwa korupsi merupakan tindakan kejahatan. Bukan hanya karena korupsi melanggar moral ataupun etika, namun juga karena dampaknya yang besar terhadap kehidupan sosial dan ekonomi umat manusia.

Dampak korupsi sering tidak terlihat secara langsung, namun sebenarnya dampak korupsi diduga berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Lembaga Internasional untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menggambarkan korupsi sebagai kejahatan sistematis dan menyebar9. Korupsi menyebabkan biaya produksi dan harga barang melambung dan manipulasi pengambilan keputusan. Ia menghambat pertumbuhan ekonomi dan menguburkan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga dan jabatan publik.10

Dampak korupsi paling serius sering dialami oleh masyarakat miskin, yang tampak dalam fenomena ambruknya gedung sekolah, kurangnya ketersediaan buku, kurangnya jumlah bantuan dari semestinya diterima, dan kualitas infrastruktur yang buruk di beberapa wilayah.

8 Kementerian Agama, Al-Quran al-Karim, Cet 1, (Bandung: Syaamil Al Qur’an, 2007), h.69. 9 Organization for Economic Co-operation and Development, Finghting Corruption and Promoting Integrity in Public Procurement, (Paris: OECD Publishing, 2005), h. 9. 10 Organization for Economic Co-operation and Development, Fighting Corruption and Promoting Integrity in Public Procurement, h. 9.

4

Besarnya dampak korupsi terhadap masyarakat, mendorong berdirinya lembaga-lembaga anti korupsi yang bertujuan untuk mencegah dan memberantas korupsi, baik pada level regional, nasional, maupun internasional. Beberapa contoh diantaranya adalah Transparency International (TI), Transparency International

Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK). Yang pertama adalah lembaga internasional dan yang lainnya adalah lembaga anti korupsi pada tingkat nasional.

Berbagai cara dilakukan oleh lembaga-lembaga antikorupsi tersebut untuk mencegah korupsi. Salah satu kegiatan mereka adalah melakukan survey ke masyarakat untuk mengetahui tingkat kebersihan suatu negara atau daerah.

Transparency International (TI) setiap tahunnya mengeluarkan indeks korupsi suatu negara yang dikenal dengan Corruption Perception Index (CPI).11 Sementara

Trancpareny International Indonesia mengeluarkan CPI pada level daerah.12 Nilai

CPI berkisar antara nilai 0 yang berarti tingkat korupsi sangat tinggi dan nilai 100 yang berarti negara tersebut sangat bersih.

Walaupun angka indeks tersebut adalah angka persepsi, bukan hasil laporan terjadinya korupsi, namun angka indeks tersebut mendekati kenyataan yang ada karena respondennya berasal dari pelaku usaha dan masyarakat yang menghadapi langsung perilaku korupsi dari pejabat publik.

Pada tahun 2016, negara terbersih diraih oleh New Zealand dan Denmark, dengan nilai CPI masing-masing 90. Disusul oleh Finlandia dengan nilai CPI 89

11 Tim Penyusun TI, Laporan Survey TI 2017, “Corruption Perception Index 2016”, Laporan diakses pada 17 april 2017 pukul 20.00 dari www.transparency.org 12 Tim Penyusun TII. Laporan Survey TII 2017, “Corruption Perception Index 2016”. Laporan diakses pada 17 april 2017 pukul 20.00 dari www.transparency.org

5

dan Swedia dengan nilai CPI 88. Nilai CPI Indonesia tahun 2016 adalah 37 dan menempati ranking 90 dari 177 negara yang disurvey.13

Pada kelompok negara ASEAN, posisi Indonesia, di bawah Singapura dengan nilai CPI 84, Brunei 58, 48. Namun, Indonesia masih diatas

Filipina dengan CPI 35, Thailand 35, Timor Leste 35, dan Vietnam 33.14

Sisi lain yang menjadi perhatian penulis terhadap penilaian CPI tersebut adalah pada kelompok negara-negara muslim yang memiliki nilai CPI di atas 50 hanya 3 negara saja, yaitu Uni Emirat Arab dengan CPI 66, Qatar dengan CPI 61, dan Brunei Darussalam dengan CPI 58. Sedangkan, negara-negara muslim lainya memiliki tingkat persepsi korupsi yang buruk yaitu nilai CPI di bawah 50.15

Sementara itu, Transparency International cabang Indonesia (TII), sejak tahun 2004 juga melakukan survey di beberapa daerah di Indonesia. Pada tahun

2010, TII melakukan survey di 50 Kota di Indonesia. Survey ini menempatkan Kota

Denpasar sebagai Kota terbersih dengan nilai CPI 6.71, disusul oleh Tegal dengan nilai CPI 6.26, dan Surakarta dengan CPI 6.0.

Pada tahun 2015 lembaga TII melakukan survey di 11 Kota yang memiliki

PDRB besar. Survey ini menempatkan Kota Banjarmasin sebagai daerah paling bersih (CPI 58), sedangkan Kota Bandung memiliki tingkat persepsi korupsi terburuk (CPI 39).

Bila diperhatikan angka nilai CPI tahun 2010 berada di bawah 10, sedangkan tahun 2015 berada di bawah 100. Hal ini dikarenakan TII telah mengubah kisaran angka penilaian persepsi korupsi. Pada tahun 2010 nilai CPI

13 Tim Penyusun TII, Laporan Survey TII 2017, “Corruption Perception Index 2016”, Laporan diakses pada 17 april 2017 pukul 20.30 dari www.transparency.org 14 Tim Penyusun TII. Laporan Survey TII 2017, ”Corruption Perception Index 2016”. 15 Tim penyusun TII. Laporan Survey TII 2017, “Corruption Perception Index 2016”.

6

antara 0 sampai dengan 10, dimana nilai 10 menunjukkan bahwa daerah tersebut paling bersih dari korupsi. Sedangkan pada tahun 2015 nilai CPI berkisar antara 0 sampai dengan 100, dimana nilai 100 menunjukkan bahwa daerah tersebut paling bersih dari korupsi.

Sementara itu berdasarkan fakta korupsi yang terungkap, sejak tahun 2004 hingga 2016, KPK telah menangani 206 kasus korupsi, dimana 48 kasus bermodus pengadaan barang dan jasa, 20 kasus perizinan, 17 kasus pencucian uang, dan 21 kasus pungutan16. Pelaku korupsi terbanyak yang ditangani KPK adalah anggota

DPR/DPRD sebanyak 124 kasus dan Kepala Daerah sebanyak 75 kasus17.

Khusus pada tahun 2016, jenis perkara terbanyak yang ditangani KPK adalah penyuapan sebanyak 79 perkara, pengadaan barang dan jasa 14 perkara, dan

Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebanyak 3 perkara. Dana yang diselamatkan sebanyak Rp.148 Milyar18.

Berdasarkan jenis pekerjaan, ada 26 perkara yang melibatkan swasta, 23 perkara melibatkan anggota DPR/DPRD, dan sepuluh (10) perkara melibatkan pejabat PNS (ASN) eselon I, II dan III.19

Sepanjang Tahun 2016 ada sepuluh (10) Kepala Daerah yang ditangkap

KPK karena kasus Korupsi, yaitu Bupati Subang, Bupati Rokan Hulu, Gubernur

Sulawesi Tengah, Bupati Banyuasin, Wali Kota Madiun, Bupati Tanggamus,

Bupati Sabu Raijua, Bupati Buton, Wali Kota Cimahi, dan Bupati Nganjuk20.

16 Tim Penyusun KPK, Laporan Tahunan KPK 2016, ( Jakarta: KPK, 2017), h. 43. 17 Tim Penyusun KPK, Laporan Tahunan KPK 2016, h. 45 18 Tim Penyusun KPK, Laporan Tahunan KPK 2016, h.70 19 Tim Penyusun KPK, Laporan Tahunan KPK 2016, h. 70 20 Kaledioskop 2016: 10 Kepala Daerah Tersangka Korupsi, artikel diakses pada 17 april 2017, Pukul 21.00 dari www. nasional.kompas.com.

7

Sedangkan sepanjang tahun 2017, KPK telah menetapkan tujuh (7) Kepala

Daerah sebagai tersangka korupsi, yaitu Bupati Kartanegara, Wali Kota

Cilegon, Wali Kota Batu, Bupati Batu Bara, Wali Kota Tegal, Bupati Pamekasan, dan Bupati Klaten.21

Bila dilihat dari jenis perkara, tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi adalah penyuapan dengan 93 perkara, diikuti pengadaan barang/jasa sebanyak 15 perkara, serta TPPU sebanyak lima perkara. Sementara, data penanganan perkara berdasarkan tingkat jabatan, mengungkapkan ada 43 perkara yang melibatkan pejabat eselon I hingga IV dan 27 perkara melibatkan swasta serta

20 perkara melibatkan anggota DPR/DPRD. Selain itu, terdapat 12 perkara lainnya yang melibatkan bupati/walikota dan wakilnya.22

Selain indeks persepsi korupsi (CPI), ada pula indeks yang berkaitan dengan perilaku anti korupsi yang disebut dengan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK).

IPAK disusun berdasarkan dua dimensi yakni persepsi dan pengalaman masyarakat.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil penelitiannya pada bulan Juni

2017, bahwa IPAK Indonesia tahun 2017 sebesar 3,71. Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2015 sebesar 3,59. Nilai indeks semakin mendekati lima (5) menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi,

21 7 Kepala Daerah Tersangka Korupsi 2017, Informasi diakses 28 Desember 2017, pukul 21.00 dari http://news.liputan6.com/read/3110149/7-kepala-daerah-tersangka-korupsi-2017 22 Ini daftar Lengkap 19 OTT KPK Sepanjang 2017, Informasi ini diakses pada tanggal 5 januari 2018, dari: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/01/01/p1vv1h409-ini- daftar-lengkap-19-ott-kpk-sepanjang-2017

8

sebaliknya nilai IPAK yang semakin mendekati nol (0), menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi23.

Hasil kajian itu juga menunjukkan bahwa IPAK masyarakat perkotaan lebih tinggi (3,86) dibanding masyarakat perdesaan (3,53). IPAK penduduk berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,58; SLTA sebesar 3,99; dan di atas SLTA sebesar 4,09. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan, seseorang akan semakin anti korupsi.

Pada instansi Pemerintah Pusat, isu korupsi terjadi pada berbagai kementerian, diantaranya adalah Kementerian Agama. Kementerian Agama

(Kemenag) merupakan kementerian yang sangat strategis dalam menjaga moral masyarakat. Hal ini tercermin pada salah satu fungsinya, yaitu melakukan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat

Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu, penyelenggaraan haji dan umrah, dan pendidikan agama dan keagamaan.24

Sumber daya aparatur Kemenag banyak yang memiliki latar belakang pendidikan keagamaan. Dengan demikian, para pegawai di Kementerian Agama memiliki kompetensi untuk mensosialisasikan ajaran Agama Islam dan sekaligus menjadi teladan bagi pegawai di institusi pemerintah lainnya.

Salah satu isu yang berkembang beberapa tahun belakangan ini pada instansi Kementerian Agama, terutama di Kantor Urusan Agama di berbagai daerah adalah masalah gratifikasi.

23 Indeks Perilaku Korupsi Indonesia Tahun 2017, Informasi diakses 3 Juli 2017. Pukul 20.00 https://www.bps.go.id/pressrelease/2017/06/15/1313/indeks-perilaku-anti-korupsi-indonesia-pada- tahun-2017-sebesar-3-71.html 24 Kementerian Agama, “Tugas dan Fungsi Kementerian Agama”, Informasi diakses 3 juli 2017 pukul 21.00, dari https://kemenag.go.id/home/artikel/42941

9

Pengertian Gratifikasi menurut Undang Undang 31 Tahun 1999 junto UU

No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut:

Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Termasuk gratifikasi adalah segala yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik25.

Al-Qur’an berbicara gratifikasi secara umum yaitu bagian dari apa yang disebut khianat (ghulul), misalnya Qur’an Surat al-Baqarah ayat 188 sebagaimana disebutkan di atas. Namun hadis Nabi Muhammad SAW berbicara gratifikasi dengan cukup jelas, diantaranya adalah hadis berikut ini:

ٍ ِ ِ أَِبيه يَِ َحَدث َنَاْأَبُوُْكَري بُُْمََم ُدْب ُنْال َعَالءْ َحَدث َنَاْأَبُوْأُ َساَمةَْ َحَدث َنَاْه َشام ْ َع نْ ْ ٍ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ َع نْأَِبْ ُُحَي دْال َساعد ِيْقَاَلْا ستَ عَم َلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْرُجًالْ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ م نْا ْلَ زدْ َعلَىْ َصَدقَاتْبَِنْْ ُسلَي مْيُ د َعىْاب َنْا ْلُت بيَةْفَ لََماْ َجاءَْ َحا َسبَهُْ ِ ِ َ ِ َ قَاَلَْه َذا َمالُ ُك ْم َوَه َذا َهديَّة ْفَ َقاَلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْفَ َهَالْْ َجلَ س َ ْ ِ ِ ِ ِ َه ِد َّيتُ َكَ ِ ِ ِ ِِفْب َي ْأَبي َكَْوأُِم َكْ َحََّتََْت تيَ َكْ ْإ نُْكن َ ْ َصادقًاُْثَْ َخطَبَ ْنَاْفَ َمَدْا َّللَْ ِ ِِ ِ ِ ِ َ ِ َوأَث ََنْ َعلَي هُْثَْقَاَلْأََماْب َ ع ُدْفَإ ِّنْأَ ستَ عملُْالَرُج َلْمن ُك مْ َعلَىْال َعَمِلِْمَاَْولّنْا َّللُْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ فَ يَأتْفَ يَ ُقوُلَْهَذاَْمالُ ُك مَْوَهَذاَْهديَة ْأُ هديَ ْلْأَفََالْ َجلَ َسِْفْب َْيْ ْأَبيهَْوأُِمهْ َحََّتْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َِ ِ ََتتيَهَُْهدي َتُهُْإ نَْكا َنْ َصادقًاَْوا َّللَْلََْي ُخ ُذْأَ َح دْمن ُك مْمن َهاْ َشي ئًاْبغَ ْيْ َحِقهْإلْْلَق َيْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ا َّللَْتَ َعاَلََْي ملُهُْي َ وَمْال قيَاَمةْفَََلَ عرفَ َنْأَ َحًداْمن ُك مْلَق َيْا َّللَََْْي ملُْبَع ًْياْلَهُُْرَاء ْأَ وْ

25 Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana korupsi, Penjelasan Pasal 12B

10

ِ ِ ِ ِ َ ب ََقَرةًََْلَاْ ُخَوا رْأَ وْ َشاةًْتَ ي َعُرُْثََْرفََعْيََدي هْ َحََّتُْرئ َيْب َيَا ُضْإب طَي هُْثَْقَاَلْاللُْهَمَْه لْ َ ِ ِ 26 ب َلغ ُ ْبَ ُصَرْ َعي ِنَْوََس َعْأُذُّنْ Telah menceritakan kepada kami Abû Kuraib, Muhammad bin Al-'Ala' telah menceritakan kepada kami Abû Usamah telah menceritakan kepada kami Hisyam dari ayahnya dari Abû Humaid al-Sa'idi dia berkata, "Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat seorang laki-laki dari suku Azdi yang bernama Ibnu al- Utbiyah untuk memungut zakat Banî Sulaim, ketika sekretarisnya datang dia berkata, "Ini adalah harta kalian sedangkan ini adalah hadiah untukku." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidakkah kamu duduk-duduk saja di rumah ibu atau bapakmu sehingga datang orang yang memberi hadiah kepadamu, jika kamu benar demikian." Setelah itu beliau berkhutbah, setelah beliau memuji dan menyanjung Allah, beliau sampaikan: "Amma ba'du. Sesungguhnya saya telah meemngangkat seseorang dari kalian sebagai pegawai untuk suatu pekerjaan yang Allah bebankan kepadaku, kemudian dia datang seraya berkata, 'Ini adalah hartamu, sedangkan yang ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku, tidakkah dia duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibunya menunggu sampai ada orang yang memberi hadiah kepadanya, jika dia orang yang benar. Demi Allah, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatu dari tanpa hak, kecuali ia akan bertemu Allah Ta'ala pada hari Kiamat dengan membawa (harta tersebut). Dan sungguh saya akan mengenal salah seorang dari kalian saat ia datang menemui Allah dengan membawa unta atau sapi yang melenguh- lenguh, atau kambing yang mengembek-embek." Setelah itu beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putih kedua ketiaknya, kemudian beliau mengucapkan: "Ya Allah, telah saya sampaikan. Mataku telah melihatnya dan kedua telingaku telah mendengarnya." (Sahih Muslim)

Hadis ini menyatakan bahwa seorang pejabat atau petugas dilarang mengambil harta atau pun hadiah yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Peraturan terkait hadiah berbentuk gratifikasi ini, selain UU No 20

26 Abû al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim, (Riyad: Bait al-Afkar al-Daulah, 1420H/1999M).

11

Tahun 2001 dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2014 yang mengubah PP NO 47 tahun 2001 Tentang Tarif atas Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Agama. Kemudian, PNBP yang khusus berasal dari biaya nikah dan rujuk, diatur lebih detail dalam Peraturan

Menteri Agama (PMA) No 24 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan PNBP atas biaya nikah dan rujuk yang dilakukan di luar KUA.

Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2014 mengubah Peraturan Pemerintah

No 47 Tahun 2004 diantaranya Pasal I PP 48 tahun 2014 yang menyatakan:

(1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk. (2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan; (3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah); (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat dikenakan tarif Rp0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Agama setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.27

Selanjutnya pasal I ini juga telah mengubah ketentuan dalam Lampiran angka II pada PP 47 Tahun 2001, mengenai Penerimaan Kantor Urusan Agama

Kecamatan yang awalnya sebesar Rp.30.000 menjadi Rp. 600.000.28 Biaya ini

27 Republik Indonesia, PP No 48 Tahun 2014 Tentang Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Agama, Pasal 1 28 Republik Indonesia, PP No 48 Tahun 2014 Tentang Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Agama, Pasal 1

12

harus disetorkan oleh calon pengantin ke rekening Bendahara Penerimaan

Kemenag Pusat secara langsung.

Selanjutnya pengelolaan biaya nikah rujuk (PNBP) ini dijelaskan dalam

PMA Nomor 24 Tahun 2014 pasal 11 ayat (1) bahwa PNBP Biaya Nikah Rujuk digunakan untuk membiayai pelayanan pencatatan nikah dan rujuk yang meliputi:

a. Transport dan jasa profesi penghulu;

b. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah;

c. Pengelola PNBP Biaya Nikah Rujuk;

d. Kursus pra nikah; dan

e. Supervisi administrasi nikah dan rujuk.29

Walaupun peraturan mengenai biaya nikah rujuk sudah jelas besaran rupiahnya dan penggunaan biaya tersebut, namun implementasi penegakan peraturan ini tidak sedikit menghadapi kendala. Pada prakteknya para pengantin atau keluarganya masih memberikan hadiah kepada para penghulu, karena banyak masyarakat Indonesia masih mengangap bahwa memberi hadiah merupakan hal yang lumrah.30 Secara sosiologis, hadiah adalah sesuatu yang bukan saja lumrah tetapi juga berperan sangat penting dalam merekatkan individu dalam suatu masyarakat, merekatkan antar masyarakat bahkan antar bangsa. Artinya di level masyarakat umum pengertian hadiah yang masuk kategori gratifikasi masih diperdebatkan.

Beberapa kasus korupsi termasuk gratifikasi di Kementerian Agama menjadi perhatian publik, karena Kementerian Agama dianggap sebaga salah satu

29 Kementerian Agama, Peraturan Menteri Agama No 24 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan PNBP atas biaya Nikah dan Rujuk di luar KUA Kecamatan, Pasal 11 ayat 1. 30 Tim Penyusun KPK, Buku Saku Memahami Gratifikasi, (Jakarta:. KPK, 2010), h. 1.

13

institusi penjaga moral di Indonesia. Pegawai kementerian Agama banyak yang memiliki latar belakang pendidikan keagamaan, terutama pendidikan Islam, dimana pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW relatif lebih baik dibanding pegawai di institusi lainnya.

Berkaitan dengan itu, penulis mencoba meneliti apakah ada pengaruh dari pemahaman ajaran Islam terutama hadis Nabi tentang gratifikasi dari para pegawai di Kantor Urusan Agama, Kementerian Agama, terhadap perilaku anti gratifikasi.

B. Tinjauan Literatur

Kajian tentang korupsi sudah dilakukan para akademisi maupun peneliti, baik dari perspektif hukum, sosial, ekonomi, maupun agama. Berikut adalah beberapa penelitian tentang korupsi dalam perspektif Islam baik berupa tesis, skripsi, ataupun jurnal:

Mahfuz menulis skripsi pada tahun 2006 yang berjudul “Takhrij Hadis tentang laknat Allah bagi Pelaku Suap menyuap”. Skripsi mahasiswa Fakultas

Ushuludin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini fokus pada hukum

(laknat) bagi pelaku suap menyuap (Risywah). Metode yang digunakan adalah metode literatur (library research). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa hadis yang menyatakan bahwa Allah melaknat orang yang melakukan suap maupun yang menerima suap adalah sahih.

Penulis selanjutnya adalah Abdul Kholiq, yang menulis skripsi pada tahun

2010 tentang “Hadis-Hadis Tentang Laknat Bagi Pelaku Suap (Risywah) dalam Al-

Kutub Al-Tis’ah (Studi Ma’anil Hadis)”. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin ini juga membahas tentang hukum laknat bagi pelaku Risywah dari literatur sembilan kitab hadis.

14

Syaikhudin pada tahun 2010, menulis skripsi yang berjudul. “Korupsi Dan

Pemberantasannya Pada Masa Nabi Muhammad (Studi Maanil Hadits Tentang

Hadits Hadits Ghulul)”. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Tafsir Hadis,

Fakultas Ushuluddin ini lebih memfokuskan pada ghulul atau penggelapan sebagai bagian dari korupsi yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini menggunakan library research atau studi literatur.

Selanjutnya Jajat Hidayat menulis skripsi yang berjudul “Tindak Pidana

Korupsi pada grativikasi Sex”. Sarjana Fakultas Syariah, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta ini meneliti tentang sex sebagai alat untuk korupsi dilihat dari perspektif hukum pidana Nasional dan Hukum Islam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gratifikasi sex masuk dalam tindak pidana korupsi dalam hukum nasional dan jarimah risywah dalam hukum Islam.

Kholil Said Nasihin, menulis tentang Analisis Keputusan Munas ‘Alim

Ulama NU No 001/Munas/2002 Tentang Masail Maudhuiyah Shiyasiyah, Tentang sangsi bagi Koruptor.

Hasil penelitian Kholil menunjukkan Pertama, Korupsi bukanlah pencurian biasa dengan dampaknya yang bersifat personal-individual, melainkan ia merupakan bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan pencurian besar dengan dampaknya yang bersifat massal komunal. Bahkan ketika korupsi sudah merajalela dalam suatu negara sehingga negara itu nyaris bangkrut dan tak berdaya dalam menyejahterakan kehidupan rakyatnya, tidak mampu menyelamatkan mereka dari ancaman gizi buruk dan busung lapar yang mendera, maka korupsi lebih jauh dapat dianggap sebagai ancaman bagi tujuan syari’at dalam melindungi jiwa manusia (hifzh al-nafs).

15

Kedua, Korupsi dikategorikan dalam bentuk ghulul dan suap, maka dapat disimpulkan bahwa Islam telah melarang tindakan korupsi baik berbentuk ghulul maupun suap. Walaupun tidak terdapat sangsi dalam bentuk nash qat’i mengenai hukuman bagi koruptor, bukan berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku korupsi.

Adapun pelaku yang melakukan korupsi dapat dihukum ta’zir sesuai dengan tingkat kejahatannya.

Pada level Internasional, Leila Shadabi menulis artikel berjudul The Impact of Religion on Corruption. Dia meneliti 174 negara pada tahun 2010 dengan menggunakan data cross-sectional. Prosentase umat Islam, prosentase umat

Kristen, dan jumlah umat Islam dan umat Kristen dijadikan indeks religiositas suatu negara31.

Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara prosentase umat Islam dengan indeks CPI, yang berarti semakin besar umat Islam semakin koruptif. Sebaliknya ada hubungan positif antara umat Kristen dan index

CPI yang berarti semakin banyak umat Kristen maka semakin bersih negara itu dari korupsi. Namun secara total umat Islam dan Kristen tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat korupsi. Agama atau religiositas tidak berdampak pada tingkat korupsi.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Lipset dan Lenz (2000), yang menunjukkan bahwa nilai-nilai tradisional tertentu seperti “familiism” dapat mendorong perilaku korupsi. Menurut Lenz dan Lipset, Perilaku nepotisme berhubungan positif dengan korupsi.32 Nepotisme atau ‘familiism’ adalah sikap

31 Leila Shadabi, “ Impact of Religion on Corruption”, Journal of Business Inqury, 2013. 32 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, Editor: Ackerman, Ros,. (Cheltenham: Edward Elgar Publishing. 2006), h. 59.

16

yang mendahulukan keluarga untuk menduduki posisi tertentu dalam suatu institusi, bukan kinerja atau kemampuan seseorang.

Sementara itu Sullivan, Wilson dan Anna dalam artikelnya yang berjudul

The role of Corporate Governance to Fighting Corruption, menyatakan bahwa good corporate governance dapat mengurangi tingkat korupsi.33 Prinsip good corporate governance dalam pemerintahan lebih dikenal dengan good government governance atau good governance. Prinsip good governance diantaranya adalah taat pada peraturan, transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan tidak diskriminasi.

Zulfa, Yufi dan Zahrotun (2015), dalam artikelnya berjudul: The

Relationship between Religious Orientation, Moral Integrity, Personality,

Organizational Climate, and Anti Corruption Intension, menemukan bahwa ada hubungan kausalitas yang signifikan antara orientasi keagamaan dan perilaku anti korupsi.34

Lamsdorf, menulis artikel yang merangkum penelitian para ahli tentang faktor-faktor penyebab korupsi dalam artikelnya yang berjudul: Causes and

Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries.

Menurutnya, setidaknya ada sebelas penyebab korupsi yaitu ukuran sektor publik

(Size of Public Sector), Kualitas peraturan (Regulatory Quality), Kurangnya tingkat kompetisi dalam ekonomi (Lack Of Economic Competition), struktur pemerintahan

(Government Structure), Bentuk Demokrasi (Forms of Democracy), Sistem

Pemilihan (Voting System), Desentralisasi (Decentralization), Budaya (Culture),

33 Sullivan, Wilson dan Anna, “The Role of Corporate Governance to Fighting Corruption”, di download pada 17 Januari 2018 dari www. Deloite.com. 34 Zulfa, Yufi, dan Zahrotun. “The Relationship between Religious Orientation, Moral Integrity, Personality, Organizational Climate and Anti Corruption Intentions in Indonesia”. International Journal of Social Science and Humanity. Vol. 5. No. 10. October 2015

17

Nilai-nilai (Values), Jender (Gender), Geografi dan sejarah (Geography and

History).

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Peneliti memfokuskan penelitian ini pada masalah hubungan kausalitas antara pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi dengan

Perilaku Anti Gratifikasi.

Berdasarkan paparan sebelumnya, nampak bahwa belum ada penelitian pada level S1/S2/S3 yang membahas hal ini. Dengan demikian, menurut penulis, penelitian ini memiliki sifat kebaruan.

Alasan dipilihnya topik ini adalah karena hadis Nabu Muhammad SAW merupakan salah satu pedoman hidup umat Islam yang berfungsi menjelaskan Al-

Qur’an yang global. Hadis berbicara cukup rinci, sehingga dapat langsung dihubungkan dengan topik atau masalah tertentu, yang dalam kasus ini adalah masalah gratifikasi.

Alasan dipilihnya gratifikasi adalah karena istilah gratifikasi merupakan istilah yang paling baru yang dimasukan ke dalam peraturan formal, yaitu Undang

Undang No 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang No 20 tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penelitian ini lebih membahas perilaku anti gratifikasi bukan fakta gratifikasi yang terjadi di lapangan. Sikap atau perilaku anti gratifikasi menjadi relevan, karena perilaku anti gratifikasi berada pada sisi kesadaran individu atau masyarakat atas buruknya korupsi atau gratifikasi. Sikap atau perilaku yang tidak setuju atas tindakan gratifikasi menjadi penting bagi upaya pencegahan tindakan gratifikasi (korupsi).

18

Selain tingkat pemahaman hadis, penelitian ini juga memasukkan variabel good governance, Budaya Masyarakat, Orientasi Keagamaan Internal dan Orientasi

Keagamaan Eksternal sebagai variabel independen lainnya. Variabel independen tambahan ini berfungsi mengurangi bias pengukuran yang terjadi bila hanya menjadikan variabel Pemahaman Hadis Nabi sebagai satu-satunya variabel independen.

Pemilihan empat variabel independen ini, didasari oleh penelitian sebelumnya sebagaimana dipaparkan di atas, bahwa variabel-variabel ini memiliki hubungan kausalitas dengan perilaku anti korupsi.

Selain itu, keempat variabel ini merupakan variabel yang relevan, bila dikaitkan dengan unit analisis penelitian ini, yaitu para pegawai KUA. Faktor good governance, orientasi keagamaan (Internal dan eksternal), dan budaya masyarakat berkaitan langsung dengan perilaku pegawai KUA. Faktor lainnya yang dianggap mempengaruhi korupsi, seperti ukuran organisasi pemerintah, demokrasi, sistem pemilihan umum, desentralisasi, dan pasar (market) lebih cocok bila digunakan pada level internasional (antar negara), nsional (pemerintah pusat), dan daerah

(pemerintah daerah).

Lokus penelitian dibatasi pada pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) di

Kabupaten Bogor Jawa Barat dan Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Pemilihan pegawai KUA dikarenakan para pegawai KUA menjadi ujung tombak Kementerian

Agama dalam melayani masyarakat muslim terkait masalah keagamaan, seperti pernikahan, penyuluhan, dan pengawasan pendidikan agama. Hal ini menjadi menarik, karena pada satu sisi pegawai KUA memiliki pemahaman yang cukup terhadap agama Islam, termasuk hadis Nabi, dan di sisi lain pegawai KUA

19

dipandang memiliki kerentanan dalam masalah gratifikasi, karena berhubungan langsung dengan masyarakat. Apakah pemahaman ajaran Islam yang dimiliki oleh pegawai KUA itu mampu melahirkan perilaku anti gratifikasi?

Pemilihan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bone didasari oleh alasan bahwa: Pertama, kedua kabupaten tersebut merupakan kabupaten yang wilayahnya relatif luas dengan KUA Kecamatan yang relatif lebih banyak dibanding

Kabupaten/Kota di wilayah provinsi masing-masing, sehingga sangat mungkin ada keragaman perilaku pegawai di setiap KUA di wilayah tersebut.

Kedua, Kabupaten Bogor dan Bone merupakan daerah yang relatif lebih maju dibanding kabupaten yang ada di wilayah provinsi masing-masing.

Indikasinya adalah bahwa kedua daerah itu mendapatkan penghargaan sebagai kabupaten terbaik per region berdasarkan Indonesia Attractive Award tahun 2017.

Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten terbaik di Pulau Jawa dan bahkan Indonesia

Bagian Barat. Sedangkan Kabupaten Bone merupakan kabupaten terbaik di

Sulawesi bahkan di Indonesia Bagian Timur.35 Karena kedua alasan itulah maka

Kabupaten Bogor cocok untuk mewakili Indonesia bagian barat, dan Kabupaten

Bone mewakili Indonesia bagian timur.

Berkaitan dengan itu, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi tingkat Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi dan

variabel independen lainnya (good governance, orientasi keagamaan internal

35 Indonesia Attractive Award, Daftar Pemenang Tahun 2017, Informasi diakses 1 Februari 2018 dari http://www.indonesiaattractiveness-award.com/the_winner.html.

20

dan eksternal, budaya masyarakat) pada pegawai KUA Kabupaten Bogor dan

Bone?

2. Seberapa besar pengaruh Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi dan

variabel independen lainnya (good governance, orientasi keagamaan internal

dan eksternal, budaya masyarakat) terhadap Perilaku Anti Gratifikasi?

3. Indikator-indikator apa saja pada variabel laten tersebut yang paling dominan

mempengaruhi Perilaku Anti Gratifikasi?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis bagaimana kondisi pemahaman para pegawai KUA terhadap

Hadis Nabi, implementasi good governance, orientasi keagamaan pegawai

(internal dan eksternal), dan budaya masyarakat.

2. Menganalisis pengaruh pemahaman hadis tentang gratifikasi oleh pegawai

KUA, good governance, orientasi keagamaan, dan budaya masyarakat di

Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bone terhadap Perilaku Anti Gratifikasi.

3. Menganalisis indikator-indikator pada variabel laten yang paling dominan

mempengaruhi Perilaku Anti Gratifikasi.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Kantor Kementerian Agama baik pusat maupun daerah, penelitian ini

dapat menjadi salah satu dasar dalam menentukan kebijakan tentang upaya

meningkatkan perilaku anti gratifikasi ataupun korupsi di kalangan para

pegawai KUA ataupun Kementerian Agama pada umumnya.

21

2. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi dalam

mengkaji pemahaman hadis Nabi dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi

perilaku anti korupsi, sekaligus sebagai dasar untuk melakukan penelitian

penerapan hadis Nabi yang lebih luas dan dalam.

3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan

masyarakat terhadap hadis Nabi Muhammad SAW terkait gratifikasi dan

mendorong masyarakat untuk berperilaku anti gratifikasi.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini disusun sebagai berikut:

Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah yang ada di dunia dan di

Indonesia yaitu korupsi, termasuk gratifikasi. Selanjutnya, dijelaskan tentang tinjauan literatur sebagai upaya penelusuran penelitian yang telah dilakukan selama ini. Kemudian dijelaskan batasan dan perumusan masalah agar penelitian ini lebih fokus dan jelas lokusnya. Berdasarkan permasalahan tersebut kemudian dijelaskan tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Pada bagian akhir Bab ini disajikan

Sistematika Penulisan Tesis agar dapat diketahui alur penulisan tesis ini.

Bab II berisi tentang tinjauan umum mengenai konsep atau teori korupsi khususnya gratifikasi, gratifikasi menurut Undang-Undang No 31 Tahun 1999

Junto Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, serta gratifikasi menurut ajaran Islam yaitu Al Qur’an dan hadis nabi

Muhammad SAW. Pada bagian ini juga dikemukakan sangsi bagi pelaku gratifikasi menurut hukum positif dan ajaran Islam. Selanjutnya akan dibahas faktor-faktor penyebab gratifikasi atau korupsi. Pada bagian akhir bab ini akan dibahas perumusan kerangka penelitian dan perumusan metode penelitian, termasuk di

22

dalamnya metode pengolahan data yang digunakan yaitu Structural Equation

Model (SEM) jenis Partial Least Square (PLS).

Selanjutnya pada Bab III akan dijelaskan metode penelitian, yaitu tentang bagaimana penelitian ini dilakukan. Penjelasan dimulai dari paradigma penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan hadis dan data, serta metode pengolahan data.

Bab IV akan membahas hasil pengolahan data berdasarkan hasil kusioner yang disebar ke responden baik secara deskriptif maupun inferensial berdasarkan model Structural Equation Model – Partial Least Sqare (PLS). Pembahasan juga menyertakan hadis-hadis tentang gratifikasi beserta analisis umum tentang kualitas hadis tersebut.

Penulisan tesis ini kemudian akan ditutup dengan Bab 5 yang berisi simpulan dari hasil permbahasan dan saran-saran penulis terkait hasil pembahasan tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Korupsi

Secara bahasa, kata korupsi berasal dari bahasa Inggris corrupt yang berarti korup, jahat, buruk, rusak (kata sifat), menyuap, merusak, mengubah (kata kerja).1

Secara terminologis, korupsi dapat diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.2 Sedangkan, World Bank mendefinisikan korupsi sebagai

“an abuse of public power for private gains”. Korupsi adalah penyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi (privat).3 Definisi dari World Bank ini merupakan definisi paling sederhana dan paling populer.4

Sementara, Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, menyatakan bahwa yang termasuk pelaku tindak pidana korupsi adalah:

Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.5

1 Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet 23, (Jakarta: PT Gramedia, 1996), h. 149. 2 Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Daring, Diakses 18 Oktober 2017, pukul 20.00, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id. 3 World Bank, World Development Report: The State in Changing World, (Washington DC: WB Publishing,1997). 4 IMF, Corruption around the World, (Washington DC: IMF Publishing, 1998), h. 8. 5 Republik Indonesia, UU No 31 tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 ayat (1).

23

24

Undang undang ini menambahkan kata keuangan negara atau perekonomian negara pada pengertian korupsi. Yang dimaksud dengan keuangan negara adalah:

Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.6

Sementara itu, penjelasan umum UU No 31 Tahun 1999 jo UU no 20 Tahun

2001 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan keuangan negara adalah:

Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, baik kekayaan negara yang dipisahkan atau tidak dipisahkan termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik tingkat pusat maupun daerah. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga bedasarkan perjanjian dengan negara.7

B. Korupsi dalam Al-Qur’an dan Hadis

Dalam perspektif Islam, istilah korupsi tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, namun beberapa istilah dalam Al Qur’an dan hadis

Nabi Muhammad SAW sudah mengindikasikan adanya larangan korupsi. Diantara ayat larangan itu ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus jenis korupsi tertentu. Ayat yang bersifat umum diantaranya adalah Quran Surat Al-Baqarah ayat

188:

ِ ِ ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ َولََْت ُكلُواْأَ مَوالَ ُك مْْب َي نَ ُك مِْْبل بَاطِلَْْوتُ دلُواِْبَاْإَلْْا ْلُكامْْلتَأ ُكلُواْفَريًقاْم نْْ ِ ِ ِ 8 أَ مَوالْْالنَا ِسِْْبإل ثَْْوأَن تُ مْْتَ علَُموَنْْ .

6 Republik Indonesia, UU No No 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Pasal 1 ayat (1). 7 Republik Indonesia, Penjelasan UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, Bagian Umum. 8 Kementerian Agama, Al-Quran Al-Karim, Cet.1, (Bandung: Syaamil Al-Quran, 2007), h. 69

25

"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui."

Ayat ini menurut Ibnu abbas berkenaan dengan seseorang yang memiliki tanggungan harta (hutang) namun tidak ada saksi, lalu ia mengingkari harta itu dan mempersengketakannya kepada penguasa, sementara ia mengetahui bahwa harta itu bukan haknya dan juga mengetahui bahwa dia berdosa karena makan barang haram.9 Secara umum ayat ini menyatakan bahwa memakan harta yang bukan haknya adalah haram, yang tentu saja korupsi menjadi bagian dari barang yang diharamkan.

Nabi Muhammad SAW sudah memprediksi bahwa masalah pengambilan harta yang haram akan terus ada hingga masa yang akan datang. Hal ini tercermin dari sabda Beliau:

ِ ِ ِ ِ ِ ِ َع نْْأَبْْ ُهَري َرةَْْ،َْرض َيْْا َّْللُْعَن هُْْ،ْ َعنْْالنَ ِِْبْصلىْهللاْعليهْوسلمْقَاَل:ََْيتْْ َعلَىْالنَاسْْ ِ ِ ِ ِ ِ 10 َزَما نْْلَْْي ُبَالْْال َم رءَُْْماْأَ َخَذْْمن هُْْأَم َنْْا ْلَالَلْْأَ مْْم َنْْا ْلََرام Dari Abu Hurairah RA., Rasulullah saw bersabda, "Akan datang kepada manusia suatu zaman, seseorang tidak peduli lagi dari mana ia mendapatkan hartanya, apakah dari jalan yang halal atau haram."

Secara khusus, korupsi dalam Islam didekati dengan beberapa istilah, diantaranya adalah ghulul dan risywah. Menurut Al-Mu’jam al-Wasit, ghulul berarti berkhianat dalam harta rampasan perang atau dalam harta-harta lain.11

9 Tim Ahli Tafsir, Al Misbâhul Munîr Fi tahdzibi Tafsiri Ibni Katsir, Diterjemahkan oleh Abû Ihsan al-Atsari, dengan judul : Sahih Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2006), h. 611. 10 Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâ’il al-Bukhâri, Ṣahih al-Bukhâri, kitâb al-Ahkâm, bâb Hadâyâ al-‘Ummâl, No. 2059, (Kairo: Dârul Ibnul Jauzi, 1431 H/2010 M), h. 497. 11 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Cet 1, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 79.

26

Pengertian ghulul sebagai berkhianat terhadap harta rampasan perang dijumpai dalam firman Allah surat Ali ‘Imran [3] ayat 161: َّۚ ۡ ۡ ۡ َّۚ ۡ ِ ۡ ِ ِ ۡ ِ ِ َ َٖ َوَماَْكا َنْلنٍَِِبْأَنْي َغُ َلَْوَمنْي َْغلُلََْْيتِْبَاَْ َلْي َوَمْٱلقَٰيََمةُْثَْت َُْو ََُّْٰك لْن َۡس َْماْ ۡ ۡ ۡ َك َسبَْ َْوُهمَْلْيُظلَُموَنْ . Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya (QS Ali ‘Imron: 161)

Makna ghulul dari ayat di atas pada awalnya hanya berkaitan dengan harta rampasan perang. Namun pada pemikiran berikutnya berkembang menjadi perbuatan curang atau khianat terhadap harta lainya, seperti tindakan penggelapan terhadap harta negara.12

Ada beberapa hadis berkaitan dengan ghulul, diantaranya adalah: ِ ٍ ِ ِ ٍ َحَدث َنَاُْم َسَدد ْأََنََْي ََيْب َنْ َسعيدَْوب شَرْب َنْال ُمَۡ َضِلْ َحَدََث ُه مْ َع نََْي ََيْْب ِنْ َسعيدْ َع نْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍِ ِ ُُمََمدْب نََْي ََيْب نْ َحبَا َنْ َع نْأَبْ َع مَرةَْ َع نَْزي دْْب نْ َخالدْْا َُْه ِِْن َ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ أَنَْرُجًالْم نْأَ ص َابْالنَِِِبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْت ُُوَِِفْي َ وَمْ َخي بَ َرْفََْذَكُرواْذَل َكْلَرُسولْ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْفَ َقاَلْ َصلواْ َعلَىْ َصاحب ُك مْفَ تَ غَيَ َر تُْو ُجوهُْْالنَا ِسْلَذل َكْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ فَ َقاَلْإ َنْ َصاحبَ ُك مَْ َلِْفْ َسبيِلْا َّللْفَ َۡتَ شنَاَْمتَا َعهُْفَ َوَج دََنْ َخَرًزاْم نْْ َخَرزْي َُهوَدَْلْ ِ ِ ِ 13 يُ َساويْد رََهَ يْ Telah menceritakan kepada kami Musaddad bahwa Yahya bin Sa'id, dan Bisyr bin Al Mufaddal telah menceritakan kepada mereka dari Yahya bin Sa'id dari Muhammad bin Yahya bin Hibban dari Abû ‘Amrah dari Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa seorang sahabat Nabi sallallahu 'alaihi wasallam meninggal pada saat perang Khaibar.

12 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 81 13 Abû Dâwud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi Al-Sijistani, Sunan Abû Dâwud, No 2335, (Beirut: Darul Risalah al Alamiyah, 1430H/2009M).

27

Kemudian para sahabat menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Lalu beliau berkata: "Salatkan sahabat kalian!" kemudian roman wajah orang-orang berubah karena hal tersebut. Lalu Beliau berkata: "Sesungguhnya sahabat kalian telah berbuat khianat di jalan Allah." Kemudian kami memeriksa barangnya, dan kami dapati butiran mutiara Yahudi yang tidak sampai senilai dua dirham.

Sedangkan Risywah (penyuapan), diartikan sebagai sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan atau sesuatu yang diberikan dalam rangka membesarkan yang batil atau menyalahkan yang benar.14

Diantara hadis Nabi Muhammad SAW yang berbicara tentang penyuapan adalah sebagai berikut:

ِ ِ ٍ ِِ ِ ِ ِ َحَدث َنَاَْوكي عْ َحَدث َنَاْاب ُنْأَِبْذئ بْ َع نْ َخالهْا ْلَارثْب ِنْ َعب دْالَر ُحَ ِنْ َع نْأَِبْ َسلََمْةَْ ِ ِ ِ ٍ ِ َ ِ َ ب ِنْ َعب دْالَر ُحَ ِنْ َع نْ َعب دْا َّللْب ِنْ َع مروْقَاَلْلََع َنَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسْلَمْ ِ ِ 15 الَراشيَْوال ُمْ رتَشيْ Telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakanَ kepadaَ kami Ibnu Abû Dzi`b dari pamannya Al-Hârits bin Abdirrahman dari Abû Salamah bin ‘Abdirrahman dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap.

Definisi-definisi di atas, walaupun berbeda dalam penyampaiannya, namun paling tidak memiliki 5 komponen, yaitu (1) korupsi adalah suatu perilaku, (2) perilaku itu terkait dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, (3) dilakukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, (4) melanggar hukum atau menyimpang dari norma atau moral, (5) terjadi atau dilakukan dalam lembaga pemerintahan ataupun swasta.16

14 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 89. 15 Ahmad Bin Hambal, Musnad Ahmad, No 6246, (Riyad: Baitul Afkar al-Dauliyah, 1419H/1998M). 16 Zainal Abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, (Bandung: Rosdakarya, 2015), h.12-13.

28

C. Jenis-Jenis Korupsi

Saat ini pengertian korupsi sebenarnya sudah semakin luas. Beberapa ahli ataupun institusi telah mengkaji tindakan yang masuk dalam cakupan korupsi.

Diantaranya adalah Syed Hussain Alatas yang membagi tujuh tipologi korupsi, yaitu sebagai berikut17:

a. Transactive Corruption, yakni korupsi yang menunjukkan adanya

kesepakatan timbal-balik antara pihak penyuap dan penerima suap demi

keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya

keuntungan ini oleh kedua-duanya. Tipologi ini umumnya melibatkan dunia

usaha dan pemerintah atau masyarakat dan pemerintah.

b. Extortive Corruption (korupsi yang memeras), yakni pihak pemberi dipaksa

untuk menyuap agar mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya,

kepentingannya, dan hal-hal yang dihargainya.

c. Investive Corruption, yakni korupsi dalam bentuk pemberian barang atau

jasa dengan harapan mendapat keuntungan di masa yang akan datang.

d. Supportive Corruption, korupsi berupa uang atau lainnya yang secara tidak

langsung melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah ada.

e. Nepostistic Corruption, yakni korupsi yang menunjuk teman atau sanak

famili untuk memegang jabatan dalam pemerintahan secara tidak sah atau

memberi uang atau lainnya kepada teman atau sanak famili yang bertentangan

dengan norma dan aturan yang berlaku.

f. Defensive Corruption, yakni perilaku korupsi untuk mempertahankan

diri dari pemerasan. Tipe ini bukan pelaku korupsi, karena perbuatan orang

17 Syed Hussain Alatas, Corruption, its Nature, causes, and Functions, Diterjemahkan oleh Nirwono, dengan judul: Korupsi, Sebab dan Fungsi, (Jakarta: LPE3S,1987), h. ix.

29

yang diperas bukanlah korupsi. Hanya perbuatan pelaku yang memeras

sajalah yang disebut korupsi.

g. Autogenic Corruption, adalah korupsi yang pelakunya hanya seorang diri,

tidak melibatkan orang lain.

Sementara itu, UU No 31 tahun 1999 Jo UU No 20 tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana korupsi membagi korupsi menjadi 30 jenis yang tercermin dalam jumlah pasal-pasal tersebut. Namun secara ringkas dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok besar, yaitu kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.18

Yang dimaksud dengan kerugian keuangan negara adalah perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.19

Suap Menyuap adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara agar mendapat kemudahan atau fasilitas yang menguntungkan.20

Penggelapan dalam jabatan, yaitu melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar untuk pemeriksaan administrasi pegawai negri atau penyelenggara negara. Termasuk di dalamnya adalah pemalsuan laporan keuangan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

18 Tim Penyusun KPK, Buku Saku Memahami Gratifikasi. (Jakarta: Penerbit KPK, 2010), h. iii. 19 CD Rosikah dan DM Listianingsih, Pendidikan Anti Korupsi, Cet1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 17. 20 CD Rosikah dan DM Listianingsih, Pendidikan Anti Korupsi, h. 20.

30

Pemerasan, yaitu memaksa atau meminta seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, sehingga orang tersebut merasa terancam dengan pemaksaan itu.21

Perbuatan curang, yaitu melaporkan pembayaran atau pengeluaran suatu proyek tidak secara sebenarnya, tapi dilebih lebihkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.22

Benturan kepentingan dalam pengadaan, yaitu turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan sedang memegang jabatan. Misal penunjukkan perusahaan milik sendiri, keluarga atau teman yang tidak didasarkan atas lelang terbuka.23

Gratifikasi, yaitu Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.24

D. Gratifikasi

Diantara jenis korupsi, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, gratifikasi secara eksplisit baru dimasukan dalam peraturan perundang undangan, yaitu dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun secara implisit, makna gratifikasi sebenarnya sudah ada dalam peraturan sebelumnya.

21 Zainal abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, hal. 16. 22 Zainal abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, hal. 16. 23 Zainal abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, hal. 16-17. 24 Zainal abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, hal. 17.

31

Secara bahasa, kata gratifikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu gratification yang berarti kepuasan atau kegembiraan.25 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gratifikasi diartikan sebagai pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh.26

1. Gratifikasi Menurut Undang-Undang RI

Secara lengkap, yang dimaksud dengan gratifikasi menurut Undang-

Undang No 20 tahun 2001 adalah:

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Termasuk gratifikasi adalah segala yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.27

Apabila dicermati definisi di atas, kalimat yang termasuk pengertian gratifikasi adalah sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari kalimat itu juga jelas bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif dari arti kata gratifikasi tersebut.28

Netralitas gratifikasi kemudian berubah menjadi tercela bila memenuhi pasal 12B UU No 20 tahun 2001, yaitu sebagai berikut:

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,…29

25 John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 1996), h.278 26 Kementian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, Diakses tanggal 19 Januari 2018 dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gratifikasi 27 Republik Indonesia. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12B. 28 Tim Penyusun KPK, Buku Saku Gratifikasi, h. 3. 29 Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12B.

32

Dengan demikian, tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur pasal 12B saja yang terkena tindak pidana, yaitu tindak pidana suap.

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan

Pengembangan KPK (2009) mengungkapkan bahwa pemberian hadiah atau gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara adalah salah satu sumber penyebab timbulnya konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini berpotensi mendorong terjadinya tindak pidana korupsi.30

Beberapa bentuk konflik kepentingan yang dapat timbul dari pemberian gratifikasi ini antara lain adalah sebagai berikut: Penerimaan gratifikasi dapat membawa vested interest dan kewajiban timbal balik atas sebuah pemberian sehingga independensi penyelenggara negara dapat terganggu. Penerimaan gratifikasi dapat mempengaruhi objektivitas dan penilaian profesional penyelenggara negara. Penerimaan gratifikasi dapat digunakan sedemikian rupa untuk mengaburkan terjadinya tindak pidana korupsi. 31

Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan yang timbul karena gratifikasi tersebut, penyelenggara negara atau pegawai negeri harus membuat suatu declaration of interest untuk memutus kepentingan pribadi yang timbul dalam hal penerimaan gratifikasi. Hal ini diatur dalam pasal 12C Undang- Undang Nomor

20 Tahun 2001, sebagai berikut:

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

30 Tim Penyusun KPK, Buku saku Gratifikasi, h. 13. 31 Tim Penyusun KPK, Buku saku Gratifikasi, h. 13.

33

(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. (3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. (4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.32

2. Gratifikasi Menurut Ajaran Islam

Hadiah dalam Islam dibedakan atas 2 kategori, yaitu hadiah yang dibolehkan bahkan dianjurkan dan hadiah yang dilarang oleh Nabi Muhammad

SAW. Hadiah tipe kedua inilah yang di masyarakat saat ini dikenal dengan gratifikasi.

( ه يدَ يَّةَ ) Menurut Quraish Shihab, dalam tafsirnya Al-Misbah, kata hadiah

Maknanya berkisar pada dua hal, yaitu .( ي) dan ya ,(د) dal ,( هَ ) terambil dari kata ha tampil ke depan memberi petunjuk, serta menyampaikan dengan lemah lembut.

Dari kedua kata ini lahir kata hadiah yang berarti penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukkan simpati terhadap yang diberi.33 Definisi ini sesuai dengan makna hadiah dalam arti positif, yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Diantara hadis Nabi yang membolehkan hadiah adalah sebagai berikut:

ِ ِ ٍِ ِ ِ ِ َمَدثَِنْ َع نَْمالكْ َع نْ َعطَاءْب ِنْأَِبُْم سلمْعَب دْا َّللْا ْلَُرا َسا ِّنِْقَاَلْ

32 Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12C. 33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Cet 2, Jilid 9, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 442

34

ِ َ ِ َ ِ قَاَلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْتَ َصافَ َُواْيَ ذَه بْال غ لَْوتَ َهاَد واََْتَاب واَْوتَْ ذَه بْ 34 ال َش َنَاءُْ Telah menceritakan kepadaku Malik dari 'Ata bin Abû Muslim ‘Abdullah al-Khurasani berkata, "Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah kalian saling berjabat tangan, niscay akan hilanglah kedengkian. Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya akan saling mencintai dan menghilanglah permusuhan." (HR Malik 1413)

Berdasarkan hadis Nabi di atas, hadiah yang dianjurkan oleh Rasulullah

SAW adalah hadiah yang didasari oleh cinta dan ketulusan, untuk menumbuhkan rasa saling mencintai dan rasa saling menghargai. Contoh hadiah jenis ini diantaranya adalah hadiah kepada istri atau suami, anak, kerabat, dan orang-orang miskin. Termasuk hadiah jenis ini adalah hadiah kepada orang-orang yang berprestasi di bidang tertentu, seperti hadiah bagi olahragawan berprestasi, hadiah bagi juara Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), juara hâfidz Al-Qur’an, dan sejenisnya.

Jenis hadiah seperti ini di dasari oleh ketulusan tanpa keinginan mendapat balasan dari orang yang diberi hadiah. Berkaitan dengan hadiah yang positif ini, walaupun pemberi tidak mengharapkan balasan, namun pihak yang diberi hadiah dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk membalas hadiah yang didapat dengan hadiah yang lebih baik lagi. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwud sebagai berikut:

34 Abû ‘Abdillah Mâlik ibn Anas al-Asybahi, Al-Muwatta’, Juz. II, (Mesir: Dâr Ihya’ al-Turas al-‘Arabi, 1434H/2013M ), h. 908.

35

ِ ٍ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ْ َحَدث َنَاْ َعل يْب ُنََْب رَْوَعب ُدْالَرحيمْب ُنُْمطَِرفْال رَؤاس يْقَاَلْ َحَدث َنَاْعي َسىَْوُهَوْاب ُنْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ يُونُ َسْب نْأَبْإ س َ َقْال َسبيع يْ َع نْه َشامْب نْعُ رَوةَْ َع نْأَبيهْ َع نْ َعائ َشةََْرض َيْا َّْللُْ َ ِ َ ِ ِ 35 َعن َهاْأََنْالنََِبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْكا َنْي َ قبَلُْا َلَديَةََْويُثي ُبْ َعلَي َهْا Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Bahr dan ‘Abdurrahim bin Mutarrif al- Ruasi mereka berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Isa bin Yunus bin Abî Ishaq al-Sabi'i dari Hisyam bin 'Urwah dari Ayahnya dari Aisyah radiallahu 'anha, bahwa Nabi sallallallahu 'alaihi wasallam menerima hadiah, dan beliau membalas orang yang memberi hadiah dengan lebih baik. (HR Abû Dâwud No 3069).

Sementara itu, hadiah dalam arti gratifikasi adalah pemberian hadiah yang tidak didasari oleh cinta dan ketulusan, seperti memberi hadiah kepada pejabat untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Pemberian hadiah seperti ini dilarang oleh ajaran Islam.

Hadiah dalam arti gratifikasi diabadikan oleh Al-Qur’an dalam peristiwa

Ratu Balqis yang memberi hadiah kepada Nabi Sulaiman. Hal ini disebutkan dalam

Al-Quran al-Karim, Surat An-Naml [27]: 35-36:36 ُۢ ۡ ِِ ۡ ِ ِ ۡ ِ ِ ِ َٖ ِ ِ ۡ ِ ۡ ۡ َوإ ِّنُْمرسلَة ْإلَيهمِْبَديَة ْفَ نَاظَرةُِْبَْي َرج ُعْٱل ُمرَسلُوَن٥٣ْ فَ لََماْ َجآءَْ ُسلَيْ ََٰم َنْقَاَلْ ِ ِ َٖ ۡ َٖ ِ َّۚ ۡ ِ ِ ِ ۡ ۡ أَُُت دونَ ِنِْبَال ْفََمآْْءَاتََٰى ِنَۦْْٱ َّْللُْ َخْيْ ِِْمَآْْءَاتََٰى ُكمْْبَلْْأَنتُْمِْبَديَت ُكمْْتَ َْۡرُحوَنْْ 35. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu" 36. Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata: "Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu.

Menurut Quraish Shihab, ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman menolak hadiah yang diberikan oleh Ratu Balqis, karena pemberian itu

35 Abû Dâwud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abû Dâwud, No 3069. (Beirut: Dârul Risalah al-‘Alamiyah, 1430H/2009M). 36 Kemenag, Al-Qur’an Al Karim, h. 379-380.

36

mengandung unsur sogokan yang bertujuan menghalangi Nabi Sulaiman dalam menjalankan kewajiban.37 Pemberian hadiah oleh Ratu Balqis ini masuk dalam kategori gratifikasi, sehingga Nabi Sulaiman menolaknya.

Nabi Muhammad SAW juga dalam beberapa kesempatan melarang memberi atau menerima hadiah yang berbentuk gratifikasi. Diantaranya terekam dalam hadis sebagai berikut:

ِ ٍ ِ َحَدث َنَاْ َعب ُدْا َّللْب ُنُُْمََمدْ َحَدث َنَاْ ُس ۡيَا ُنْ َع نْال ز هِر ِيْْ َع نْعُ رَوةَْْب ِنْال زب َ ْيْ َع نْأَِبْ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ُُحَي دْال َساعد ِيَْرض َيْا َّللُْ َعن هُْقَاَلْا ستَ عَم َلْالنَ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْرُجًالْْم نْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ا ْلَ زدْي َُقْاُلْلَهُْاب ُنْا ْلُت بيَةْ َعلَىْال َصَدقَةْفَ لََماْقَدَمْقَاَلَْهَذاْلَ ُك مَْوَهَذاْ أُْهد ََ ِْلْ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َِ ِ قَاَلْفَ َهالْ َجلَ َسِْفْب َي ْأَبيهْأَ وْب َي ْأُِمهْفَ يَ ن ظَُرْي ُ هَدىْلَهُْأَ مَْلَْوالذيْن َ ۡسيْ ِ ِِ ِ َِ ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ بيَدهَْلََْي ُخ ُذْأَ َح دْْمن ُك مْ َشْي ئًاْإلْ َجاءَْبهْي َ وَمْال قيَاَمةََْي ملُهُْ َعلَىَْرقَ بَتْهْإ نَْكا َنْ ِ ِ ِِ ِ ِ بَع ًْياْلَهُُْرَاء ْأَ وْب ََقَرةًََْلَاْ ُخَوا رْأَ وْ َشاةًْتَ ي َعُرُْثََْرفََعْبيَدهْ َحََّتَْرأَي نَاْعُ َۡرةَْْإب طَي هْ َ َ َ َ 38 اللُهَمَْه لْب َلغ ُ ْاللُهَمَْه لْب َْلغ ُ ْثََالًَثْ Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Sufyan dari al-Zuhrî dari 'Urwah bin al- Zubair dari Abû Humaid as-Sa'idî radiallahu 'anhu berkata, Nabi sallallahu 'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdî sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku". Beliau berkata: "Biarkanlah dia tinggal di rumah ayahnya atau ibunya lalu dia lihat apakah benar itu dihadiahkan untuknya atau tidak. Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun dari pada kalian mengambil sesuatu (yang bukan haknya), kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melenguh atau kambing yang mengembik". Kemudian Beliau mengangkat tangan Beliau sehingga terlihat oleh kami ketiak Beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukankah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan"…. sebanyak tiga kali." َ.(HR al-Bukhâri No 2597)

37 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid.9, h. 442. 38 Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâ’il al-Bukhârị, Ṣahih al-Bukhâri, kitâb al-Hibah, bâb Man lam yaqbal al Hadiyata li’illah. No. 2597, (Kairo: Dâr Ibnul Jauzi, 1431 H/2010 M), h. 304.

37

Ibnu Hajar al-’Asqalâni menyatakan bahwa Rasulullah mencela Ibnu

Lutbiyah yang telah menerima hadiah yang diberikan kepadanya, karena dia adalah seorang petugas zakat. Sabda Nabi, “Seandainya dia duduk di rumah ibunya…” menginformasikan bahwa seandainya Lutbiyah menerima hadiah ketika sedang duduk di rumah, maka itu tidak dilarang, karena pemberian hadiah tersebut tanpa motif yang meragukan.39

Ibnu Battal sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar al-’Asqalâni mengatakan bahwa hadiah yang diberikan kepada para pejabat harus diserahkan kepada Baitul

Mal, dan pejabat tidak dapat memilikinya kecuali jika pemimpin memintanya.40

Dengan demikian, para ‘ terdahulu seperti Ibnu Hajar al-‘Asqalâni dan Ibnu Battal, menafsirkan hadis riwayat Imam al-Bukhâri tersebut, sebagai larangan bagi para pejabat untuk mengambil hadiah yang terkait dengan tugas yang diembannya. Pemberian hadiah seperti ini, bagi si pemberi hadiah dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, dan bagi pejabat tersebut dapat menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest).

3. Hukuman Pelaku Gratifikasi Menurut Hukum Positif.

Pelaku gratifikasi yang bermakna suap diancam oleh hukum positif maupun hukum Islam. Hukuman para pelaku gratifikasi dijelaskan dalam Undang-Undang

No 20 tahun 2001 sebagai berikut:41

1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan

39 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Fathul Bâri, Diterjemahkan oleh Abû Ihsan al-Atsari, dengan judul: Fathul Bâri, Syarah Sahih al-Bukhâri, Jilid 20, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 1436H/2015M), h.640. 40 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Syarah Sahih Al-Bukhâri, Jilid 20, h. 640. 41 Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12C.

38

yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. 2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Bahkan dalam pasal 2 ayat (2) UU 31 tahun 1999, dalam keadaan tertentu, dapat diberi hukuman mati. Makna “Keadaan tertentu” dalam kalimat ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana tersebut dilakukan terhadap dana yang diperuntukan untuk keadaan bahaya, bencana alam nasional, akibat kerusuhan sosial yang meluas, krisis ekonomi dan moneter, serta penanggulangan tindak pidana korupsi.42

4. Hukuman Pelaku Gratifikasi (Korupsi) menurut Hadis

Dalam Islam, hukuman bagi pelaku gratifikasi sama dengan pelaku korupsi, karena gratifikasi merupakan bagian dari korupsi. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam al- Qur’an Surat Ali ‘Imron [3] ayat 161 di atas, bahwa pada hari kiamat, koruptor termasuk gratifikator, akan datang membawa apa yang dikorupsinya, dan akan diberi pembalasan yang setimpal. Sedangkan Rasulullah

42 Catrina DR dan Dessy ML, Pendidikan Anti Korupsi, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 5.

39

SAW sebagaimana dikemukakan dalam hadis sebelumnya, memberi laknat kepada para pelaku korupsi baik yang menerima maupun yang memberi.

Menurut para ‘ulama, karena hukuman pelaku koruptor (gratifikator) di dunia ini tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an maupun Hadis, maka berlaku hukum takzir. Hukumannya tidak masuk dalam ranah qisas maupun hudud, namun diserahkan kepada hakim yang mengadili perkara ini.43

Bila melihat ancaman Allah dan Rasul-Nya terhadap pelaku korupsi/gratifikasi, maka perkara korupsi/gratifikasi masuk dalam dosa besar. Hal dipertegas dengan dimasukannya korupsi (Risywah) sebagai dosa besar ke 32 dalam kitab Al- Kabâir oleh Imam al-Dzahabi.44

E. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi (Gratifikasi)

Faktor penyebab gratifikasi pada hakekatnya sama dengan penyebab korupsi secara umum. Para ahli korupsi banyak memaparkan tentang apa penyebab dari terjadinya korupsi itu. Klitgaard, menyatakan bahwa monopoli kekuasaan, ditambah keleluasaan kekuasaan, dan tiadanya pengawasan terhadap pemerintah, akan mendorong terjadinya korupsi.45 Formula Klitgaard adalah sebagai berikut:

C = M + D – A.

C = Corruption, M = Monopoly of Power, D = Discretion of official, dan A = Accountability.

43 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 103. 44 Al-Dzahabi, Al Kabair, diterjemahkan oleh Mukrima Azzahra, Ensiklopedia Dosa Dosa Besar, Cet1, (Jakarta: Zaman, 2016), h. 284. 45 Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar grafika, 2016), h. 21.

40

Sementara itu, Ramirez Torres, menyatakan bahwa seseorang akan korupsi jika hasil yang didapat dari korupsi lebih besar dari hukuman yang didapat, serta kemungkinan tertangkapnya kecil. Formulanya adalah:

Reward > Penalty x Probability.46

Jack bologne mengungkapkan teori GONE, yaitu bahwa akar penyebab korupsi adalah greedy, opportunity, need, dan exposures. Greedy merupakan perilaku serakah yang secara potensial ada pada diri setiap orang. Opportunity, berkaitan dengan keadaan organisasi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Need, berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan individu untuk menunjang hidupnya. Exposures berkaitan dengan tindakan atau hukuman yang tidak menimbulkan efek jera.47

Lamsdorff mengungkapkan teorinya berdasarkan rangkumannya atas hasil penelitian para ahli terhadap korupsi. Kajiannya merumuskan 10 faktor yang dianggap menyebabkan korupsi.

1. Size of Public Sector (Ukuran Organisasi Pemerintah).

Banyaknya departemen dan lembaga pemerintah menyebabkan inefisiensi dan pembengkakan jumlah pegawai. Besarnya jumlah pegawai menyebabkan gaji pegawai kecil yang pada akhirnya membuka peluang korupsi. Penelitian Elliot

(2005) terhadap 83 negara menunjukkan bahwa ukuran anggaran pemerintah berkurang ketika korupsi meningkat.48 Penelitian Go Kotera, Okada, dan Samreth

46 Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, h. 22. 47 Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, h. 22. 48 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries, dalam International Handbook on economics of corruption, Editor: Rose Ackerman, (Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2006), h. 44

41

menunjukkan bahwa hubungan antara ukuran pemerintah dan korupsi bersifat ambigu. Untuk negara-negara yang demokratis, semakin besar ukuran pemerintah semakin rendah korupsi. Namun, untuk negara-negara yang demokrasinya rendah, semakin besar ukuran pemerintah semakin tinggi korupsi.49

2. Regulatory Quality (Kualitas Peraturan)

Peraturan Pemerintah yang buruk dapat membuka peluang terjadinya korupsi. Seperti kebijakan membolehkan monopoli akan mendorong distorsi pasar dan akan membuat peluang korupsi bagi pegawai publik dan swasta. Penelitian

Treisman (2000) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara jumlah intervensi pemerintah dengan korupsi.50 Sementara itu, penelitian Clark menunjukkan bahwa semakin banyak peraturan pemerintah pada perekonomian semakin tinggi tingkat korupsi.51

3. Lack of Economic Competition (Kurangnya Kompetisi Ekonomi)

Kompetisi diantara perusahaan swasta akan mendorong terjadinya layanan publik yang baik, sedangkan kompetisi yang buruk mendorong terjadinya korupsi.

Persaingan akan menyebabkan harga menjadi lebih rendah, profit normal, dan akan mengurangi pegawai dan politikus melakukan korupsi. Penelitian Henderson

(1999) mengklaim bahwa korupsi berkorelasi negatif dengan kebebasan ekonomi.52

Artinya persaingan ekonomi yang rendah akan meningkatkan korupsi.

49 Go Kotera, Okada, dan Samreth, “Study on Relationship between corruption and Government Size: The Role of Democracy”, Jurnal MPRA No 20515, 2010, h. 9. 50 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries.”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 46. 51 George RG Clark, “Does Over Regulation led to Corruption?.”, Texas A&M International University, LV14025, Tanpa Penerbit dan Tahun. 52 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 47.

42

4. Government Structure (Struktur Pemerintah)

Struktur pemerintah yang demokratis menjadi salah satu syarat untuk meminimalkan korupsi dibanding struktur pemerintah yang tidak demokratis.

Namun pengaruh demokrasi terhadap korupsi bersifat jangka panjang. Penelitian

Adsera, dkk (2000) menemukan bahwa semakin tinggi peserta pemilu, semakin rendah tingkat korupsi.53

5. Forms of Democracy (Bentuk Demokrasi)

Penelitian Gerring and Thacker (2004) menunjukkan bahwa negara dengan bentuk parlementer lebih rendah tingkat korupsinya dibanding bentuk presidensial.54

6. Voting System (Sistem Pemungutan Suara)

Persaingan diantara para politisi untuk merebut kekuasaan akan mendorong mereka lebih berkualitas. Namun sistem voting tidak otomatis menjamin berkurangnya korupsi. Keadilan dan Kejujuran dalam Pemilu berpengaruh terhadap tingkat korupsi.55 Namun, penelitian Albornoz dan Cabrales (2013) menunjukkan bahwa tingkat persaingan politik yang tinggi, akan mengurangi korupsi. Sebaliknya pada negara dengan tingkat persaingan politik yang rendah, tingkat korupsi lebih tinggi.56

53Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 50 54 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 50 55 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 50. 56 Facundo albarnoz dan Antonio Cabrales. “Decentralization, Political Competition, and Corruption.” Paper diakses pada 29 oktober pukul 21.00 dari www.ucl.ac.uk/~uctpcab/research/AC-2013.pdf 2017.

43

7. Decentralization (Desentralisasi)

Pada umumnya desentralisasi dapat mendorong pengurangan korupsi, karena desentralisasi mendekatkan pemerintah ke masyarakat. Sehingga masyarakat dapat mengontrol pemerintah dengan lebih mudah.57 Penelitian

Albornoz dan Cabrales (2013) menunjukkan bahwa pada tingkat persaingan politik yang tinggi, desentralisasi berhubungan negatif dengan korupsi dan pada persaingan politik yang rendah, desentralisasi meningkatkan korupsi.58

8. Culture (Budaya)

Para ahli sosiologi mengemukakan pengaruh kultur terhadap korupsi.

Kepercayaan (trust), agama, dan penerimaan terhadap hierarchy dalam masyarakat memainkan peranan terjadinya korupsi. Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin rendah tingkat korupsi.59 Sedangkan, tingkat penerimaan terhadap hierarki, yaitu sikap meyakini bahwa orang atau kelompok tertentu lebih pantas menjadi pemimpin berhubungan positif dengan korupsi. Sementara itu, kajian tentang agama memberikan hasil yang tidak konsisten. Ada hasil yang menunjukkan hubungan negatif antara agama dan tingkat korupsi dan ada pula yang menunjukkan hubungan positif.60

57 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption. h. 54 58 Facundo albarnoz dan Antonio Cabrales. “Decentralization, Political Competition, and Corruption.” Paper diakses pada 29 Oktober 2017 pukul 21.00 dari www.ucl.ac.uk/~uctpcab/research/AC-2013.pdf 59 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries,” Dalam International Handbook on economics of corruption, h 54 60 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, dalam International Handbook on economics of corruption, h. 56-58

44

9. Values (Nilai-Nilai di Masyarakat)

Penelitian Lipset dan Lenz (2000) menunjukkan bahwa nilai-nilai tradisional tertentu seperti “familiism” dapat mendorong perilaku korupsi. Perilaku nepotisme berhubungan positif dengan korupsi.61

10. Gender (Jender)

Penelitian Swami dkk (2001) menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan dalam parlemen, mengurangi tingkat korupsi.62

11. Geography and History.

Melimpahnya sumber daya alam (SDA) memiliki pengaruh terhadap korupsi. Ades dan De Litella (1999) berargumentasi bahwa melimpahnya SDA meningkatkan rent seeking, yang kemudian mendorong korupsi.63

F. Perumusan Kerangka Penelitian

Berdasarkan pembahasan sebelumnya terkait konsep dan teori korupsi

(gratifikasi), serta penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka penulis memandang ada tiga hal yang mempengaruhi perilaku korupsi, dalam hal ini adalah perilaku gratifikasi, yaitu faktor Individu, faktor masyarakat (budaya), dan faktor organisasi (institusi).

Faktor Individu merupakan faktor yang berasal dari karakter individu itu sendiri. Penulis memasukkan dua variabel yaitu. Pertama: pemahaman seseorang terhadap ajaran Islam, yang difokuskan pada pemahaman individu terhadap ajaran

61 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption. h. 59. 62 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on Economics of Corruption, h. 50. 63 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 60.

45

agama (Islam) dalam hal ini adalah hadis-hadis Nabi tentang gratifikasi. Kedua, adalah orientasi keagamaan individu.

Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi adalah tingkat pemahaman responden terhadap isi hadis gratifikasi. Pemahaman para responden dibedakan atas paham dan tidak paham. Kemudian, paham dibedakan atas cukup paham, paham, dan sangat paham. Sementara itu, kategori tidak paham, dibedakan atas sangat tidak paham, tidak paham, dan kurang paham.

Sementara itu, Orientasi Keagamaan adalah perspektif individu terhadap posisi agama dalam kehidupannya, yang menentukan pola hubungan antara individu dengan agamanya. Variabel ini dibedakan atas dua variabel, yaitu orientasi keagamaa eksternal dan internal. Orientasi Keagamaan Eksternal adalah orientasi keagamaan dari orang yang menjadikan agama sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan lain diluar agama tersebut. Sedangkan, Orientasi Keagamaan Internal adalah orientasi keagamaan seseorang yang menjadikan agama sebagai tujuan hidupnya.

Variabel ketiga adalah Persepsi Budaya Masyarakat, yaitu cara pandang seseorang terhadap budaya masyarakat sekitar. Budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku, dan simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh kelompok orang dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.64 Budaya diyakini mempengaruhi perilaku orang yang ada dalam masyarakat itu, termasuk tentunya perilaku anti gratifikasi.

Variabel ke empat adalah Good Governance, yaitu suatu sistem yang transparan, akuntabel, adil, demokratis, partisipatif dan responsif terhadap

64 Sarlito W Sarwono, Psikologi Lintas Budaya, Cet 3, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2016), h. 3.

46

kebutuhan masyarakat.65 Bahasan sebelumnya menunjukkan bahwa prinsip-prinsip good governance mempengaruhi tingkat korupsi.

Variabel ke lima yang merupakan variabel dependen adalah variabel

Perilaku Anti Gratifikasi, yaitu tindakan yang tidak menyetujui terhadap berbagai gratifikasi yang diberikan oleh setiap orang yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Berdasarkan variabel-variabel tersebut maka dapat dirumuskan kerangka penelitian melalui gambar 2.1, yang memperlihatkan hubungan kausalitas antara

Pemahaman Hadis Nabi, Orientasi Keagamaan Internal, Orientasi Keagamaan

Eksternal, Budaya Masyarakat, dan Good Governance terhadap Perilaku Anti

Gratifikasi.

Gambar 2.1 Perumusan Kerangka Penelitian

Budaya Masyarakat Orientasi Good Keagamaan Governance Internal

Perilaku Orientasi Pemahaman Keagamaan Hadis Nabi Anti Gratifikasi Eksternal

65 Prijono Tjiptoherijanto dan Mandala Manurung, Paradigma Administrasi Publik dan Perkembangannya, Cet.1, (Jakarta: Penerbit UI, 2010), h. 173.

47

G. Perumusan Metode Analisis

Variabel-variabel penelitian sebagaimana disebutkan di atas adalah variabel-variabel yang tidak bisa diukur secara langsung, oleh karena itu diperlukan suatu metode yang cocok untuk menganalisisnya. Metode analisis yang cocok untuk mengatasi masalah kausalitas antara variabel yang tidak teramati secara langsung adalah Model Structural Equation Model (SEM).

SEM dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu SEM yang berdasarkan covariance (Covariance Based – SEM) dan SEM yang berdasarkan variance

(Variance Based-SEM). Salah satu bentuk SEM berbasis variance adalah metode

Partial Least Square (PLS).

Partial Least Square (PLS) adalah suatu metode statistika multivariat berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel kecil, adanya data yang hilang, dan multikoliniearitas.66

Metode ini dikembangkan oleh Herman O.A. Wold pada akhir tahun

1960an, yang sebelumnya telah digunakan pada bidang Kimia analitikal, serta

Fisika dan Kimia klinikal. Tujuan PLS adalah memprediksi pengaruh variabel X terhadap Y dan menjelaskan hubungan teoritis antara kedua variabel tersebut.67

Keunggulan PLS dibanding regresi biasa adalah PLS tidak mengasumsikan distribusi tertentu untuk mengestimasi parameter dan memprediksi hubungan

66 Jogiyanto HM, Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis, (Yogyakarta: STIM YKPN, 2011), h.55. 67 Jogiyanto, HM, Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis, h. 56.

48

kausalitas.68 Artinya, data penelitian tidak mengacu pada salah satu distribusi tertentu, misalnya distribusi normal.

Keunggulan lain PLS dibanding metode lain adalah PLS dapat menangani semua data baik non metrik maupun metrik.69 Selain itu, PLS juga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan hubungan antar variabel yang kompleks namun ukuran sampel datanya kecil (30 observasi atau kurang).70

PLS juga mampu mengatasi multikolinieritas antara variabel independen.

Multokolinieritas adalah adanya hubungan saling pengaruh antara variabel independen. Pada regresi biasa, hal ini akan membuat hasil regresi menjadi bias.

Analisis model PLS dilakukan dengan mengevaluasi outer model, inner model dan analisis hipotesis.71 Analisis Outer model menentukan spesifikasi hubungan antara konstruk dan indikator-indikatornya. Istilah konstruk atau variabel laten merujuk pada variabel yang sulit diukur secara langsung, seperti kepuasan masyarakat dan loyalitas karyawan. Sedangkan variabel yang bisa diukur disebut dengan indikator. Misal frekuensi pembelian, banyaknya komplain, dan harga barang.

Berikut adalah gambar ilustrasi hubungan antara indikator dengan konstruk atau yang dikenal dengan outer model atau measuring model. Lambang indikator umumnya adalah sebuah segi empat (kotak).

68 Jogiyanto, HM, Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis, h. 69. 69 Joseph F. Hair, et all, Multivariate Analysis, Ed 7, ( Edinburgh: Pearson Education Limited, 2010), h. 755. 70 Hair, et all, Multivariate Analysis, h. 756 71 Jogiyanto, HM, Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis, h. 69

49 Gambar 2.2 Outer Model

δ 1 λ delta X1 11 1 δ 2 X2 λ delt 21 δ λ 3 31 Konstruk delt X3 λ 41 δ4 delt X4

Variabel X1, X2, X3, dan X4 adalah indikator atau variabel teramati

(observe variable). Lambang λ (lamda) menunjukkan koefisien hubungan antara indikator dan konstruk. Lambang δ (delta) menunjukkan error (kesalahan) dari pengukuran.

Hubungan antara konstruk dan indikator dapat bersifat reflektif dan formatif. Model Indikator Reflektif sering disebut juga principal factor model, dimana indikator merefleksikan konstruk laten. Model Reflektif digambarkan dengan anak panah dari konstruk ke indikator. Contoh dari model ini adalah sebagai berikut: seseorang yang sakit dapat dilihat dari cirinya yaitu suhu tinggi, pucat, lemas, dan sebaginya. Sakit adalah konstruk atau variabel laten. Sedangkan suhu tinggi, pucat, dan lemas adalah indikator-indikatornya. Model ini menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator. Berikut adalah gambar bentuk reflektif:

Gambar 2.3 Bentuk Reflektif

X1 11 X2 K

X3

X4

50

Model Formatif mengasumsikan bahwa semua indikator mempengaruhi konstruk. Arah hubungan kausalitas mengalir dari indikator ke konstruk. Indikator sebagai grup secara bersama-sama menentukan konsep atau makna empiris dari konstruk laten. Contoh model formatif adalah seseorang yang sakit karena sering begadang, minum alkohol, dan merokok. Maka sakit adalah variabel laten dan begadang, minum alkohol, dan merokok adalah indikator penyebab sakit.

Berikut adalah bentuk model formatif:

Gambar 2. 4 Bentuk Formatif

X1

X2 K X3

X4

Analisis Outer Model diawali dengan menilai loading factor antara variabel laten dengan indikator. Beberapa ahli berbeda dalam hal menentukan kriteria cut off point nilai loading factor ini. Menurut Comrey dan Lee, cut off point 0.32 adalah buruk, 0.45 adalah fair, 0.55 adalah good, 0.63 adalah very good dan 0.71 adalah excellent.72

Langkah selanjutnya adalah mencai validitas dan reliabilitas konstruk, yaitu nilai Average Variance Extracted (AVE) yang menunjukkan validitas konvergen,

Cronbach’s alpha yang menunjukkan reliabilitas konstruk, dan Composite

Realiability yang juga menunjukkan reliabilitas konstruk. Menurut rule of thumb

72 Comrey AL and Lee HB, A first course in factor analysis, Ed. 2 (NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 1992).

51

nilai AVE harus di atas 0.5, nilai cronbach’s alpha di atas 0.6, dan composite reliability di atas 0.7.73 Menurut Chin, composite reliability (CR) lebih baik dibandingkan cronbach’s alpha karena CR mengukur nilai sesungguhnya suatu konstruk, sedangkan conbach’s alpha mengukur batas bawah reliabilitas.74

Selain analisis convergent validity, perlu dilakukan analisis discriminant validity. Salah satu caranya adalah dengan melihat nilai cross loading, yaitu dengan cara melihat apakah nilai loading factor anrtara indikator-indikator dengan variabel laten yang berhubungan secara langsung lebih besar dari loading factor indikator- indikator dengan variabel laten lainnya yang tidak berhubungan langsung. Bila lebih besar maka dikatakan memenuhi validitas diskriminan, dan bila tidak maka model tersebut tidak menuhi validitas diskriminan.

Setelah analisis outer model dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis Inner model, yaitu model struktural untuk menilai hubungan atau pengaruh antara konstruk dengan konstruk lainnya.

Gambar 2.5 adalah ilustrasi yang menunjukkan hubungan antara konstruk dengan konstruk lainnya. Variabel KE, K1, K2, K3, dan K4 adalah sebuah konstruk. Konstruk biasanya digambarkan dengan lingkaran atau elips. KE adalah konstruk eksogen karena mempengaruhi konstruk lainya. Sedangkan K1, K2, K3, dan K4 adalah konstruk endogen, yaitu konstruk yang dipengaruhi oleh konstruk lainnya. Hubungan antara variabel laten dengan variabel laten lainnya ini disebut dengan inner model.

73 Jogiyanto, dan Willy Abdillah, Partial Least Square (PLS) dalam Penelitian Bisnis, (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2015), h. 196. 74 Jogiyanto HM, dan Willy Abdillah, PLS dalam Penelitian Bisnis, h. 196.

52

Gambar 2.5 Inner Model

K2 ET

KE K1 K3 ET ET 1

K4 ET

Pada analisis Inner Model, yang dilakukan adalah menganalisis nilai koefisien determinasi R2 , nilai Q square predictive (Q2), dan Goodness of Fit (GoF).

Nilai R2 menunjukkan berapa besar variasi dari variabel endogen yang dapat dijelaskan oleh variabel eksogen (independen) secara serentak. Makna dari Q2 sama dengan R2, sedangkan makna GoF adalah seberapa sesuai model yang dibentuk dengan data yang sesungguhnya.

Nilai R2 langsung didapat dari output software PLS (Misal Smart-PLS).

Nilai Q2 predictive relevance tidak terdapat pada software Smart-PLS, sehingga

2 2 2 2 harus dihitung secara manual, yaitu: Q = 1 – (1-R1 ) (1- R2 )… (1-Rn ).

Sedangkan nilai Goodness of Fit (GoF) didapat dari rumus: GoF = (Rata- rata AVE * rata-rata R2)1/2. AVE adalah Average Variable Extracted yang menunjukkan tingkat validitas konstruk.

Langkah terakhir adalah melakukan uji hipotesis (uji parsial), yaitu untuk mengetahui apakah masing-masing variabel eksogen (independen) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel endogennya (dependen). Nilai yang menjadi ukuran adalah nilai “t statistik” hitung dibandingkan dengan nilai “t statistik” tabel

53

atau nilai “P values” dibandingkan dengan nilai tingkat kesalahan (alpha) yang ditetapkan peneliti (misal 1%, 5%, atau 10%).

Bila nilai “t statistik” hitung lebih besar dari nilai “t statistik” tabel atau nilai “P values” lebih kecil dari nilai alpha, maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen signifikan pada tingkat kesalahan alpha atau tingkat keyakinan (1-alpha). Namun bila sebaliknya, maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Secara teknis, dikatakan bahwa Ho diterima bila “t” hitung lebih kecil dari

“t” tabel atau P value lebih besar dari alpha. Ho ditolak bila “t” hitung lebih besar dari “t” tabel dan P values lebih kecil dari alpha.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi terhadap perilaku anti gratifikasi di kalangan pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) di Kabupaten Bogor Jawa Barat dan Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.

Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini mendasarkan diri pada filsafat post-positivism, yaitu paradigma yang meyakini bahwa sebab-sebab (faktor-faktor kausatif) sangat mungkin menentukan akibat atau hasil akhir.1

Oleh karena itu, asumsi yang melandasi penelitian ini juga mengacu pada asumsi paradigma post positivism, yaitu: Pertama, bahwa pengetahuan hasil penelitian ini bersifat conjectural yaitu kebenarannya tidak bersifat absolut. Kedua, penelitian merupakan proses membuat klaim dan menyaring klaim-klaim, sehingga menghasilkan klaim yang lebih kuat. Ketiga, Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti, dan pertimbangan logis. Keempat, penelitian harus dapat menjelaskan relasi kausalitas dari suatu persoalan. Kelima, penelitian bersifat objektif, dimana validitas dan reliabilitas menjadi aspek penting di dalamnya.

Sementara itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, yaitu metode untuk mengkaji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel.2 Variabel dependen penelitian ini adalah Perilaku Anti

1 John W Cressel, Research Desaign, 2nd , (California: Sage publication, 2003), h. 7. 2 John W Cresswel, Research Design, h. 18.

54

55

Gratifikasi dan variabel indepennya adalah Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi. Namun untuk mengurangi bias penghitungan, maka ditambahkan beberapa variabel independen lain yang berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya (empiris) diduga mempengaruhi perilaku anti korupsi yaitu, tata kelola yang baik (good governance), budaya masyarakat, orientasi keagamaan internal, dan orientasi keagamaan eksternal.

Berdasarkan karakteristiknya, penelitian ini masuk dalam kategori field research (penelitian lapangan), dengan menggunakan istrumen kuesioner.

Penelitian lapangan (survey) digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tentang kecenderungan, sikap atau opini dari para pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan

Bone tentang variabel independen dan dependen sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Namun, untuk mendukung analisis, digunakan pula library research (studi literatur) yaitu ketika men-takhrij hadis Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan gratifikasi, serta analisis sekilas tentang kualitas hadis-hadis tersebut.

Kajian kualitas hadis hanya sebagai pendukung kajian utama yaitu menganalisis pengaruh pemahaman hadis Nabi tentang gratifikasi dengan perilaku anti gratifikasi.

B. Metode Takhrij Hadis Gratifikasi

Sebelum melakukan survey, langkah awal adalah mencari hadis-hadis tentang gratifikasi. Untuk itu diperlukan metode takhrij hadis, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mencari padanan kata “hadiah” dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa arab:

الهدايا :dengan jamak ه يدَ يَّةَ

56

karena yang dimaksud adalah hadiah yang , هدى :yaitu , ه يدَ يَّةَ Mencari akar kata .2

berkaitan dengan tugas/pekerjaan/jabatan, maka dicari pula padanan kata

العمال :jamak عا مل :pekerja” dalam bahasa arab, yaitu“

عمل yaitu ,عا مل Mencari akar kata .3

dalam Mu’jam al Mufahrasy, kemudian mencari kata عمل dan هدى Mencari kata .4

.العمال ,عامل , هد اي ا , ه يدَ يَّةَ berkaitan dengan

5. Ditemukan hadis-hadis bertema hadiah beserta mukharij, kitab, bab, juz, atau

nomor urut hadis.3

6. Mencari hadis pada kitab-kitab hadis berdasarkan petunjuk yang diberikan kitab

mu’jam tersebut.

7. Memastikan bahwa hadis yang didapat tersebut sesuai dengan tema gratifikasi.

Berdasarkan langkah takhrij hadis tersebut, hadis-hadis gratifikasi yang didapat, kemudian dikelompokan berdasarkan perbedaan isi hadis, yaitu sebagai berikut:

1. Hadis terkait gratifikasi bagi petugas zakat.

2. Hadis terkait gratifikasi karena pertolongan yang diberikan

3. Hadis tentang hadiah bagi pejabat adalah ghulul

4. Hadis tentang hakim yang menerima hadiah (gratifikasi).

5. Hadis tentang gratifikasi bagi pejabat secara umum.

Berdasarkan pengelompokan ini, kemudian dari masing-masing kelompok diambil satu hadis, dimana hadis yang dipilih diusahakan berbeda mukharij.

Hasilnya adalah hadis pertama diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri, hadis ke dua

3 Arentjan Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras lil alfadz al-Hadits al-Nabawî diterjemahkan oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqiy dengan judul, al-Mu’jam al-Mufahras lil alfadz al-Hadits al- Nabawî, (Leiden: E.J. Brill, 1943), h. 78-80.

57

oleh Imam Abû Dâwud, hadis ke tiga oleh Imam Ahmad, hadis ke empat oleh Imam al-Nasâ’i, dan hadis ke lima oleh Imam Muslim. Lima hadis terpilih ini kemudian menjadi indikator dari variabel laten Pemahaman Hadis Nabi, dan dimasukan dalam kuesioner. Kuesioner lengkap dapat dilihat pada lampiran-3.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Populasi

Penelitian ini memiliki dua (2) populasi, yaitu pegawai Kantor Urusan

Agama (KUA) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan pegawai KUA di Kabupaten

Bone, Sulawesi Selatan. Kabupaten Bogor mewakili wilayah Indonesia Bagian

Barat dan Kabupaten Bone mewakili Indonesia Bagian Timur.

Sebagaimana disebutkan pada Bab1 bahwa dipilihnya pegawai KUA sebagai objek penelitian karena, Pertama: para pegawai KUA menjadi ujung tombak Kementerian Agama dalam melayani masyarakat muslim terkait masalah keagamaan, seperti pernikahan, penyuluhan, dan pengawasan pendidikan agama.

Kedua, para pegawai KUA banyak yang berlatar pendidikan keagamaan dan ada pula yang berasal dari pendidikan non-agama, sehingga diharapkan ada keragaman tingkat pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW. Ketiga, pegawai KUA dalam tugas sehari-harinya banyak berhubungan dengan masyarakat, sehingga cukup rentan terhadap masalah gratifikasi.

Sementara itu, Pemilihan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bone didasari oleh alasan bahwa: Pertama, kedua kabupaten tersebut merupakan kabupaten yang wilayahnya relatif luas dengan KUA Kecamatan yang relatif lebih banyak dibanding Kabupaten/Kota di wilayah provinsi masing-masing, sehingga sangat mungkin ada keragaman perilaku pegawai di setiap KUA di wilayah tersebut.

58

Kedua, Kabupaten Bogor dan Bone merupakan daerah yang relatif lebih maju dibanding kabupaten yang ada di wilayah provinsi masing-masing.

Indikasinya adalah bahwa kedua daerah itu mendapatkan penghargaan sebagai kabupaten terbaik per region berdasarkan Indonesia Attractive Award tahun 2017.

Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten terbaik di Pulau Jawa dan bahkan Indonesia

Bagian Barat. Sedangkan Kabupaten Bone merupakan kabupaten terbaik di

Sulawesi bahkan di Indonesia Bagian Timur.4 Karena kedua alasan itulah maka

Kabupaten Bogor cocok untuk mewakili Indonesia bagian barat, dan Kabupaten

Bone mewakili Indonesia bagian timur. a. Kabupaten Bogor

Pegawai KUA Kabupaten Bogor, menurut data Kemenag Bogor, pada tahun

2017 berjumlah 307 pegawai di luar pengawas sekolah dan tersebar pada 40 KUA

Kecamatan. Berikut adalah data jumlah pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) se

Kabupaten Bogor.

Tabel 3.1 Populasi Pegawai KUA Bogor

Jumlah KUA Pegawai* 1. Kecamatan Gunung Putri 9 2. Kecamatan Cileungsi 7 3. Kecamatan Klapanunggal 7 4. Kecamatan Jonggol 8 5. Kecamatan Sukamakmur 5 6. Kecamatan Cariu 9 7. Kecamatan Tanjungsari 4 8. Kecamatan Gunung Sindur 10 9. Kecamatan Parung 8 10. Kecamatan Ciseeng 9 11. Kecamatan Kemang 10 12. Kecamatan Rancabungur 8

4 Indonesia Attractive Award, Daftar Pemenang Tahun 2017, Informasi diakses 1 Februari 2018 dari http://www.indonesiaattractiveness-award.com/the_winner.html.

59

13. Kecamatan Bojonggede 11 14. Kecamatan Tajur Halang 10 15. Kecamatan Cibinong 12 16. Kecamatan Sukaraja 11 17. Kecamatan Dramaga 10 18. Kecamatan Cijeruk 10 19. Kecamatan Cigombong 9 20. Kecamatan Caringin 7 21. Kecamatan Ciawi 7 22. Kecamatan Megamendung 6 23. Kecamatan Cisarua 5 24. Kecamatan Citeureup 9 25. Kecamatan Babakan Madang 10 26. Kecamatan Ciomas 10 27. Kecamatan Tamansari 9 28. Kecamatan Jasinga 4 29. Kecamatan Parung Panjang 5 30. Kecamatan Tenjo 4 31. Kecamatan Cigudeg 6 32. Kecamatan Sukajaya 3 33. Kecamatan Nanggung 6 34. Kecamatan Leuwiliang 7 35. Kecamatan Leuwisadeng 5 36. Kecamatan Cibungbulang 8 37. Kecamatan Ciampea 8 38. Kecamatan Pamijahan 8 39. Kecamatan Rumpin 7 40. Kecamatan Tenjolaya 6 307 *Di luar Pengawas Sumber: Kantor Kemenag Kabupaten Bogor b. Kabupaten Bone

Populasi pegawai Kantor Urusan Agama Kabupaten Bone pada tahun 2017 berjumlah 199 pegawai (diluar pengawas) yang tersebar pada 27 KUA, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.2 Populasi Pegawai KUA Kabupaten Bone

KUA Jumlah Pegawai 1. Kecamatan Ajangale 10 2.Kecamatan Amali 7 3.Kecamatan Awangpone 9 4.Kecamatan Barebbo 11

60

5.Kecamatan Bengo 4 6.Kecamatan Bonto Cani 4 7.Kecamatan Cenrana 9 8.Kecamatan Cina 8 9.Kecamatan Dua Boccoe 6 10.Kecamatan Kahu 8 11.Kecamatan Kajuara 9 12.Kecamatan Lamuru 5 13.Kecamatan Lappariaja 4 14.Kecamatan Libureng 6 15.Kecamatan Mare 6 16.Kecamatan Palakka 9 17.Kecamatan Ponre 4 18.Kecamatan Patimpeng 8 19.Kecamatan Salomekko 7 20.Kecamatan Sibulue 11 21.Kecamatan Tanete Riattang 13 22.Kecamatan Tanete Riattang Barat 10 23.Kecamatan Tanete Riattang Timur 9 24.Kecamatan Tellu Limpoe 3 25.Kecamatan Tellu Siattinge 3 26.Kecamatan Tonra 5 27.Kecamatan Ulaweng 11 Total 199 *Di luar Pengawas Sumber: Kantor Kemenag Kabupaten Bone

2. Ukuran Sampel

Ukuran sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Slovin:

N= N/ (1+ N α2).

Dimana: N: Ukuran Populasi dan α (alpha) adalah tingkat kesalahan maksimum yang diinginkan.

Penelitian ini memiliki jumlah populasi sebanyak dua (2) populasi, yaitu populasi pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan populasi pegawai KUA di

Kabupaten Bone. Mengingat tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh dari pemahaman hadis Nabi terhadap perilaku gratifikasi di masing-masing daerah

61

tersebut, maka masing-masing populasi (daerah) tersebut memiliki sampelnya sendiri-sendiri, sehingga penetapan sampelnya dilakukan secara terpisah

Pemilihan sampel penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan maksimum atau α (alpha) 8% untuk Kabupaten bogor dan 14% untuk Kabupaten Bone.

Perbedaan ini disebabkan letak Kabupaten Bone yang sangat jauh dari kediaman penulis, besarnya biaya dan terbatasnya waktu penelitian. a. Kabupaten Bogor memiliki 307 orang pegawai, yang terdiri atas pegawai

struktural dan pegawai fungsional Penghulu dan penyuluh (Pengawas tidak

diperhitungkan). Untuk uji validitas dan reliabilitas kuesioner sebanyak 32

orang, sehingga populasi menjadi 275 orang. Dengan tingkat kesalahan 8%,

maka sampel yang diambil adalah:

N = 275 / (1 + 275 * (8%)2) = 99,64 atau dibulatkan 100 orang. b. Kabupaten Bone, sulawesi Selatan, memiliki jumlah pegawai 199 orang.

Dengan tingkat kesalahan maksimum (alpha) 14%, maka sampel yang diambil

sebanyak: N = 119 / (1 + 199 * (14%)2) = 41 orang.

3. Cara Pengumpulan Data Sampel

Penelitian ini menggunakan metode simple random sampling, dimana pengumpulan data dilakukan secara acak sederhana, yaitu dengan cara mengocok nama-nama KUA di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bone. Nama-nama KUA yang terpilih kemudian dijadikan tempat bagi pegawai yang dijadikan sampel.

Ukuran sampel per KUA didasarkan atas proporsionalitas jumlah pegawai masing-masing KUA terhadap total pegawai KUA se-Kabupaten. Namun pada kenyataannya, proporsionalitas tersebut bisa saja tidak terlalu tepat mengingat jumlah kuesioner yang dikembalikan kadang tidak sesuai dengan yang

62

direncanakan atau kuesioner yang dikembalikan tidak bisa diproses karena sebagian pernyataan kuesioner tidak terisi.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang dikelompokkan dalam 5 bagian, sesuai variabel eksogen

(independen) dan endogen (dependen) dalam penelitian, yaitu: Perilaku Anti

Gratifikasi, Pemahaman tentang hadis hadiah (hadiah yang termasuk gratifikasi),

Orientasi Keagamaan (religius) Eksternal, Orientasi Keagamaan Internal, Persepsi

Terhadap Budaya Masyarakat Setempat, dan Tata Kelola yang Baik (Good

Governance).

Setiap variabel (konstruk) tersebut terdiri atas beberapa indikator yang disusun dalam kalimat pernyataan. Setiap indikator yang sudah berupa kalimat pernyataan ini kemudian menjadi unsur kuesioner yang disebarkan kepada para responden untuk diberi penilaian.

Komponen kuesioner yang berisi variabel laten dan indikator, tercantum pada tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3 Variabel Laten dan Indikator Sebelum Kuesioner Diuji

VARIABEL LATEN INDIKATOR LAMBANG Pemahaman Hadis Nabi PHN (Variabel Pemahaman secara umum tentang adanya HN1 Eksogen/Independen) larangan korupsi dalam hadis Keharusan menyampaikan semua yang didapat HN2 kepada pemberi tugas Larangan menerima hadiah dari orang yang HN3 dibantu (dalam satu urusan) Hadiah bagi para pekerja (di luar aturan) adalah HN4 ghulul Larangan Hakim menerima hadiah (dari kasus HN5 yang ditangani) Larangan mengambil sesuatu yang dilarang dari HN6 tugas yang diemban

63

Good Governance GG (Variabel Adanya peraturan tentang profesionalisme dalam GG1 Eksogen/Independen) pelayanan publik Adanya visi yang jelas dari pimpinan GG2 Adanya akuntabilitas GG3 Adanya akses informasi bagi masyarakat GG4 (Transparansi) Berorientasi Kinerja GG5 Pelayanan Tidak Diskriminatif GG6 Mekanisme partisipasi masyarakat GG7 Budaya Masyarakat BM (Variabel Adanya budaya memberi sebagai ucapan BM1 Eksogen/Independen) terimakasih Adanya budaya memberi petugas pernikahan BM2 Adanya pandangan Menolak hadiah adalah sikap BM3 tidak menghargai Adanya budaya dalam masyarakat yang BM4 mengajarkan kejujuran Adanya budaya dalam masyarakat yang BM5 mengajarkan rasa malu Orientasi Keagamaan OKE Eksternal (Variabel Sikap ada faktor lain yang lebih penting dari OK1 Eksogen/Independen) agama Sikap yang menganggap keyakinan tidak penting, OK2 yang penting menjunjung moralitas dan tidak mengganggu orang lain. Sikap menolak agama dijadikan pedoman dalam OK3 kehidupan sehari-hari Orientasi Keagamaan Internal OKI (Variabel Sikap dan upaya memasukkan agama dalam OK4 Eksogen/Independen) kehidupan sehari-hari Melakukan ibadah, perenungan dan pemikiran OK5 keagamaan Membaca literatur keagamaan OK6 Perilaku Anti PAG Gratifikasi (Variabel Tidak pernah berfikir untuk menerima hadiah dari PH1 Endogen/Dependen) pekerjaan diluar aturan Tidak menerima hadiah dari orang yang ingin PH2 dimudahkan urusannya Tidak menerima hadiah berkaitan tugas walaupun PH3 sekedar ucapan terimakasih Tidak memberikan hadiah kepada pejabat yang PH4 lebih tinggi untuk memudahkan urusan Tidak memberikan hadiah kepada pejabat yang PH5 lebih tinggi walau untuk ucapan terimakasih

64

Responden diminta untuk menilai pernyataan Indikator dalam kuesioner dengan menggunakan skala 1 sampai 6 (modifikasi skala likert), yaitu:

- Angka 1 menunjukkan sangat tidak setuju atau sangat tidak paham,

- Angka 2 menunjukkan tidak setuju atau tidak paham,

- Angka 3 menunjukkan setuju atau paham,

- Angka 4 menunjukkan cukup setuju atau cukup paham,

- Angka 5 menunjukkan setuju atau paham,

- Angka 6 menunjukkan sangat setuju atau sangat paham.

Sebelum melakukan survey lapangan yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dari kuesioner tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kuesioner tersebut memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas sehingga hasilnya layak untuk dianalisis lebih lanjut.

Pengujian dilakukan dengan menyebar kuesioner sebanyak 32 kuesioner pada beberapa KUA di Kabupaten Bogor. Jumlah 32 kuesioner ini ditetapkan untuk memenuhi syarat minimal pengujian yang disarankan para ahli, yaitu 30 data.

Kuesioner sebelum dan sesudah uji validitas dan reliabilitas bisa saja berbeda jumlah indikatornya, tergantung hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner tersebut. Hanya indikator yang memenuhi validitas dan reliabilitas kuesioner saja yang akan digunakan pada kuesioner penelitian yang siap untuk disebarkan kepada para responden.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sumber Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, terdiri dari:

. Hasil Kuesioner Penelitian

65

. Kitab-Kitab Hadis, seperti: Sahih al-Bukhâri, Sahih Muslim, Sunan Abû

Dȃwud, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan Al-Nasa’i, Musnad Ahmad bin Hambal

Al-Muwatta’ Imam Mȃlik, dan Sunan Al-Darimi. b. Sumber Sekunder, yaitu bahan atau data yang memberikan penjelasan

mengenai sumber primer. Sumber data ini berupa:

. Kitab suci Al-Qur’an al-Karim.

. Hasil penelitian sebelumnya.

. Kitab-kitab Mustalah Hadis.

. Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Junto Undang-undang Nomor 21

Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

. Laporan Survey Indeks Persepsi Korupsi oleh Tranparency International

Indonesia.

. Buku-buku tentang korupsi di Indonesia

. Buku-buku Korupsi dalam perspektif Islam.

. Jurnal dan artikel tentang korupsi dalam Islam.

. Media Sosial: internet, majalah dan koran.

. Kamus: Kamus Hadis, Kamus Arab- Indonesia dan Inggris-Indonesia.

E. Model, Definisi Variabel dan Hipotesis

1. Model Kausalitas

Hubungan kausalitas antara variabel-variabel eksogen (independen) dengan variabel endogen (dependen) dalam penelitian ini dapat dimodelkan sebagai berikut:

PAG = ɣ1 PHN + ɣ2 GG + ɣ3 BM + ɣ4 OKE + ɣ5 OKI + Ϛ

Dimana:

66

Variabel Dependen (Endogen) Perilaku Anti Gratifikasi (PAG) Variabel Independen (Exogen) Pemahaman Pegawai KUA terhadap Hadis Gratifikasi (PHN) Variabel Independen lainnya - Good Governance (GG) (Exogen) - Persepsi Budaya Masyarakat (BM - Orientasi Keagamaan Internal (OKI) - Orientasi Keagamaan Eksternal (OKE) Koefisien dan Error - Koefisien Jalur (ɣ) - Error (Ϛ)

Secara visual model dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Model Kausalitas Antar Variabel

Orientasi Keagamaan Eksternal Orientasi Good Keagamaan Governance internal

Perilaku Pemahaman Budaya Hadis Nabi Anti Masyarakat Gratifikasi

Dalam penelitian ini, hubungan kausalitas akan lebih banyak ditampilkan dalam bentuk gambar dibanding dalam bentuk persamaan matematika.

2. Definisi Variabel

. Perilaku Anti Gratifikasi adalah tindakan yang tidak menyetujui terhadap

berbagai hadiah yang diberikan oleh setiap orang yang bertujuan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.

67

. Pemahaman Hadis Gratifikasi adalah tingkat pemahaman responden terhadap

isi hadis tentang gratifikasi.

. Orientasi Keagamaan adalah perspektif individu terhadap posisi agama dalam

kehidupannya, yang menentukan pola hubungan antara individu dengan

agamanya.

. Orientasi Keagamaan Eksternal adalah orientasi keagamaan dari orang yang

menjadikan agama sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan lain diluar

agama tersebut.

. Orientasi Keagamaan Internal adalah orientasi keagamaan seseorang yang

menjadikan agama sebagai tujuan hidupnya.

. Persepsi Budaya Masyarakat adalah cara pandang pegawai KUA terhadap

Budaya Masyarakat lokal/daerah dimana KUA tersebut berada (Kabupaten

Bogor dan Bone).

. Good Governance adalah prinsip-prinsip penyelenggaraan kekuasaan negara,

dalam hal ini adalah KUA, dalam melaksanakan pelayanan publik, seperti

transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.

3. Hipotesis

Berdasarkan model persamaan di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut:

. Hipotesis-1: Ada hubungan kausalitas positif antara Tingkat Pemahaman Hadis

Nabi tentang gratifikasi dengan Perilaku Anti Gratifikasi

. Hipotesis-2: Ada hubungan kausalitas positif antara Persepsi Budaya Lokal

dengan Perilaku Anti Gratifikasi

. Hipotesis-3: Ada hubungan kausalitas positif antara Good Governance dengan

Perilaku Anti Gratifikasi.

68

. Hipotesis-4: Ada hubungan kausalitas positif antara Orientasi Keagamaan

Internal dengan Perilaku Anti Gratifikasi.

. Hipotesis-5: Ada hubungan kausalitas negatif antara Orientasi Keagamaan

Ekternal dengan Perilaku Anti Gratifikasi.

F. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2017 hingga Januari 2018, melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah tahap persiapan, yaitu pembacaan literatur, pengembangan proposal menjadi Bab 1, 2, dan 3, serta penyusunan kuesioner. Tahap kedua, melakukan uji coba kuesioner dan penelitian lapangan

(survey) dengan menyebarkan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada sejumlah pegawai KUA terpilih di Kabupaten Bogor dan

Bone. Tahap ketiga, adalah melakukan pengolahan data dan penulisan bab 4 dan 5 serta kelengkapan tesis lainnya.

G. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data kuesioner dilakukan dengan metode Structural Equation

Model (SEM) jenis Partial Least Square (PLS). Metode ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel yang abstrak dan sulit diukur, atau yang dikenal dengan variabel laten.

Perilaku anti gratifikasi, Pemahaman Hadis Nabi, Orientasi Kegamaan

Internal dan Eksternal, Persepsi Budaya Masyarakat Lokal, dan Good Governance adalah variabel-variabel abstrak yang sulit diukur. Sehingga metode SEM cocok digunakan dalam penelitian ini.

Mengingat sampel data yang diambil dari survey pada KUA Kecamatan di

Kabupaten Bogor dan Bone berjumlah kecil (100 dan 41 responden), jenis data

69

yang didapat berskala ordinal, dan distribusi data dikhawatirkan tidak normal, maka metode SEM yang digunakan adalah SEM-Partial Least square (PLS).

Keunggulan Metode PLS, sebagaimana telah disebutkan pada Bab II, adalah tidak mensyaratkan kondisi data seperti metode SEM lainnya.

Adapun software yang digunakan dalam pengolahan data hasil survey

(kuesioner) adalah Smart PLS 3 versi student. Software ini merupakan software terbaru yang membantu pengolahan data model SEM-PLS.

Secara ringkas, langkah pengolahan data kuesioner dengan Smart-PLS dilakukan dalam tiga (3) tahap, yaitu analisis outer model, analisis inner model, dan analisis hipotesis. Analisis outer model adalah analisis kelayakan (validitas dan reliabilitas) suatu indikator merefleksikan variabel latennya. Analisis inner model adalah analisis sejauh mana variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

Sedangkan uji hipotesis adalah analisis tingkat signifikansi suatu variabel independen mempengaruhi variabel dependennya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengantar Pembahasan Hasil Penelitian

Sebelum melakukan analisis bagaimana pengaruh pemahaman hadis Nabi

Muhammad SAW tentang larangan menerima gratifikasi, akan disampaikan terlebih dahulu analisis secara sekilas tentang kualitas hadis-hadis yang dimasukan dalam kuesioner penelitian. Hal ini diperlukan untuk mendukung kebijakan yang tepat terhadap implikasi dari hasil analisis kuantitatif, terutama terkait pertanyaan penelitian ke dua dan tiga.

Selanjutnya akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian. Hal ini diperlukan agar data yang dikumpulkan dari kuesioner tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Kemudian akan dipaparkan sebaran sampel dan analisis karakteristik dari responden. Hal ini diperlukan agar dapat diketahui di KUA mana saja penelitian ini dilakukan dan apa latar belakang responden yang mengisi kuesioner, seperti usia, lama kerja, tingkat pendidikan, dan jurusan pendidikan.

Setelah itu, akan dilakukan pembahasan atau analisis sesuai dengan pertanyaan penelitian ini, yaitu: Pertama, kondisi pemahaman hadis Nabi tentang gratifikasi dan variabel independen lainnya. Kedua, pengaruh pemahaman hadis

Nabi tentang gratifikasi dan variabel independen lainnya terhadap perilaku anti gratifikasi. Ketiga, menenentukan indikator apa yang paling berpengaruh terhadap perilaku anti gratifikasi.

70

71

B. Analisis Sekilas Kualitas Hadis Nabi Tentang Gratifikasi

Hadis-hadis Nabi tentang gratifikasi yang menjadi fokus penelitian ini, akan dianalisis secara sekilas, apakah hadis-hadis tersebut termasuk sahih, hasan atau da’îf.

1. Hadis-1 (lambang HN2): HR Imam al-Bukhâri

Hadis-1 yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri menurut pengamatan peneliti memiliki banyak hadis yang setema. Setidaknya ada 14 hadis yang setema dengan hadis Imam al-Bukhâri ini, yaitu riwayat Imam al-Bukhâri sendiri ada empat, riwayat Imam Muslim ada lima, riwayat Imam al-Darimi ada dua, riwayat Imam Ahmad ada satu, dan riwayat Imam Abû Dâwud ada dua.

Mengingat setidaknya ada 14 hadis yang setema, maka disini hanya akan dituliskan hadis utama yang menjadi fokus penelitian saja, sedangkan hadis-hadis yang setema diletakan dalam lampiran-1. Hadis itu adalah sebagai berikut:

ِ ٍ ِ َحَدث َنَاْ َعب ُدْا َّللْب ُنُُْمََمدْ َحَدث َنَاْ ُس ۡيَا ُنْ َع نْال ز هِر ِيْْ َع نْعُ رَوةَْْب ِنْال زب َ ْيْ َع نْأَِبْ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ُُحَي دْال َساعد ِيَْرض َيْا َّللُْ َعن هُْقَاَلْا ستَ عَم َلْالنَ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْرُجًالْْم نْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ا ْلَ زدْي َُقْاُلْلَهُْاب ُنْا ْلُت بيَةْ َعلَىْال َصَدقَةْفَ لََماْقَدَمْقَاَلَْهَذاْلَ ُك مَْوَهَذاْ أُْهد ََ ِْلْ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َِ ِ قَاَلْفَ َهالْ َجلَ َسِْفْب َي ْأَبيهْأَ وْب َي ْأُِمهْفَ يَ ن ظَُرْي ُ هَدىْلَهُْأَ مَْلَْوالذيْن َ ۡسيْ ِ ِِ ِ َِ ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ بيَدهَْلََْي ُخ ُذْأَ َح دْْمن ُك مْ َشْي ئًاْإلْ َجاءَْبهْي َ وَمْال قيَاَمةََْي ملُهُْ َعلَىَْرقَ بَتْهْإ نَْكا َنْ ِ ِ ِِ ِ ِ بَع ًْياْلَهُُْرَاء ْأَ وْب ََقَرةًََْلَاْ ُخَوا رْأَ وْ َشاةًْتَ ي َعُرُْثََْرفََعْبيَدهْ َحََّتَْرأَي نَاْعُ َۡرةَْْإب طَي هْ َ َ َ َ 1 اللُهَمَْه لْب َلغ ُ ْاللُهَمَْه لْب َْلغ ُ ْثََالًَثْ Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Sufyan dari al-Zuhrî dari 'Urwah bin al- Zubair dari Abî Humaidi as-Sa'idî radiallahu 'anhu berkata, Nabi sallallahu 'alaihi wasallam menugaskan seorang laki-laki dari suku al-Azdî sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia

1 Abû ‘Abdullah Muhammad bin ‘Ismâ’il al-Bukhâri, Ṣahih al-Bukhâri, kitâb al Hibah, bâb Man lam yaqbal al-Hadiyata li’illah, No. 2597, (Kairo: Dâr Ibnul Jauzi, 1431 H/2010 M), h. 304.

72

berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku". Beliau berkata: "Biarkanlah dia tinggal di rumah ayahnya atau ibunya, lalu dia lihat apakah benar itu dihadiahkan untuknya atau tidak. Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun dari pada kalian mengambil sesuatu (yang bukan haknya), kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melenguh atau kambing yang mengembik". Kemudian Beliau mengangkat tangan Beliau sehingga terlihat oleh kami ketiak Beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah, bukankah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan"…. sebanyak tiga kali." (HR al-Bukhâri No 2597).

Skema sanad dari hadis Imam al-Bukhâri dan hadis setema dapat dilihat pada gambar 4.1. Skema hadis ini menunjukkan bahwa hanya ada satu sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis ini, yaitu Abû Humaidi Assa’idi dan ada dua Tabi’in yang meriwayatkan, yaitu al-Zuhrî dan Hisyam. Sehingga, hadis ini tidak punya syawâhid dan hanya punya satu tabi’. Hadis ini termasuk hadis ahad, karena tidak memenuhi syarat mutawâtir.

Dari sisi mata rantai sanad, hadis ini memiliki sanad yang bersambung hingga ke Rasulullah SAW (muttasil). Sedikit catatan, tahun wafat Sufyan bin

‘Uyainah bin Abî ‘Imran Maimun dengan al-Zuhrî atau Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin Syihab berjarak 74 tahun. Namun bila dilihat usia

Sufyan yang mencapai 91 tahun, maka ketika al-Zuhrî wafat, Sufyan sudah berusia

17 tahun, sehingga ada kemungkinan kedua orang tersebut bertemu.

Dari sisi perawi, semua perawi tsiqah, hanya perawi ‘Abdullah bin

Muhammad bin ‘Abdullah bin Ja’far bin al-Yaman yang dianggap sadûq oleh Abû

Hâtim.2 Namun, Ibnu Hajar al-‘Asqalâni menyatakan beliau tsiqah hâfidz.3

2 Abû al-Hajjaj Jamaluddin Yusuf bin ‘Abdurrahman al-Mizzi, Tahdzibul Kamal Fi Asma’i Rijal, Jilid 16, (Beirut: Muasasah Ar Risalah, 1403H/1983M), h. 59. 3 Ibnu Hajar al-Asqalâni, Taqribut Tahdzib, Cet 2, (Riyad: Dârul Asimah, 1423H/2003M), h.542.

73

Gambar 4.1 Skema Sanad Hadis 1

ال َّنبي ُّيَ ص َّلىَا ََّّللَُ ع ل ْه يَِ و س َّلم w 11 H

أ ِبييَ ُح م ْه ٍدَال َّسا يع يد َي w 60 H

ُع ْر وة َ ِْب ينَال ُّزِب ْه يرَ w 93 H

يه شا ٍمَ ال ُّز ْه ير َي w 124 H w 145 H

أ ِبُوَأُ سا م ةَُ ع ْبد ةََُ ُشع ْه بَ ُس ْفه ا ُنَ

w 198 H w 162 H w 187 H w 201 H

أ ِبُوَ ُكر ْي ٍبَي أ ِبُوَا ْلهمانَ ع يليَ ِْب ُنَع ْب يدا َََّّللُ ع ْبدََُا َََّّلل ْ ُعب ْهدَُ ُم ح َّمَد َ ي ُّ ي ي ا ِْب ُنَال َّس ْر يحَ ا ِْب ُنَأِبييَ خل ٍفَ أِبُوَِب ك يرَُ ع ْم روَ ا ِْب ُنَأِبييَعُ م رَ إي ْس ح ُقَ َع ْبدُ ُ ْب نُُ ح َم ْي دُ w 229 H w 248 H w 245 H َw 238 w 243 H w232 H w 235H w 236 H w 250 H w 234 H w 222 H w 224 H 250 Hَ H

البخاريَ الدارمي أ ْح مدَُ أبيَداوود w 241 H مسلمَ w 275 H w 256 H w 255 Hَ w 261 H

74

Matan hadis ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis lain yang kuat, dan akal sehat. Selain itu kalimat dalam hadis ini tidak ada yang aneh yang menyalahi kata-kata seorang Nabi. Dengan demikian, matan hadis ini tidak bermasalah.

Berdasarkan hal tersebut maka hadis ini berderajat saẖiẖ. Hal ini sejalan dengan Ijma’ Ulama bahwa hadis riwayat Imam al-Bukhâri dalam Kitab Sahih al-Bukhâri berderajat Sahih.1

2. Hadis ke-2 (HN3): HR Abû Dâwud

Hadis riwayat Abû Dâwud ini berbicara tentang larangan menerima hadiah bagi orang yang telah melakukan pertolongan kepada orang lain (berdasarkan jabatan yang disandangnya). Matan hadis ini adalah sebagai berikut:

ِ ٍ ِ ٍ َحَدث َنَاْأَ ُحَُدْب ُنْ َع مروْب ِنْال َس رِحْ َحَدث َنَاْاب ُنَْو هبْ َع نْعَُمَرْب ِنَْمالكْ ِ ِ ٍ ِِ ِ ِ ِ َع نْعُبَ ي دْا َّللْب ِنْأَِبْ َج عَۡرْ َع نْ َخالدْب ِنْأَِبْع مَرا َنْ َع نْال َقاسمْ َع نْ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ٍ أَبْأَُماَمةَْ َع نْالنَِِِبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسْلَمْقَاَلَْم نْ َشَۡ َعْْلَخيهْبْ َشَۡا َعةْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ 2 ْفَأَ هَدىْلَهَُْهديَّةً َعلَي َهاْفَ َقبلََهاْفَ َق دْأَتَىَِْبًِبْ َعظيًماْم نْأَب َوابْالِرَِبْ Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Amru bin al-Sarh telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari ‘Umar bin Mâlik dari 'Ubaidullah bin Abî Ja'far dari Khâlid bin Abî ‘Imrân dari al-Qâsim dari Abî Umamah dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: " Barangsiapa menolong saudaranya, kemudian dia diberi hadiah, lalu dia menerimanya, maka dia telah mendatangi pintu besar riba." (Sunan Abû Dâwud, No.3541).

1 Imam Nawawi, Sahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Diterjemahkan oleh Wawan Djunaedi Soffandi dengan judul: Syarah Imam Muslim, Cet1, Jilid1, (Jakarta: Mustaqiim, 1423H/2003M), h. 53. 2 Abû Dâwud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abû Dâwud, No 3541, (Beirut: Dârul Risalah al-‘Alamiyah, 1430H/2009M), h. 399.

75

Menurut pengamatan peneliti, hadis ini memiliki satu hadis setema yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, yaitu sebagai berikut:

ِ ِ ٍ ِِ َحَدث َنَاْ َح َس نْ َحَدث َنَاْاب ُنََْليَعةَْ َحَدث َنَاْعُبَ ي ُدْا َّللْب ُنْأَِبْ َج عَۡرْ َع نْ َخالدْب ِنْأَِْبْ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ع مَرا َنْ َع ِنْال َقاسمْ َع نْأَِبْأَُماَمةَْقَاَلْقَاَلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ َم نْ َشَۡ َعْْلَ َحدْ َشَۡا َعةًْْفَأَ هَدىْلَهَُْهديَّةً فَ َقبلََهاْفَ َق دْأَتَىَِْبًِبْ َعظيًماْم نْالِِرَِبْ Telah bercerita kepada kami Hasan telah bercerita kepada kami Ibnu Lahi'ah telah bercerita kepada kami 'Ubaidullah bin Abî Ja'far dari Khâlid bin Abî 'Imrân dari al-Qâsim dari Abî Umamah berkata; Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda; "Barangsiapa menolong saudaranya, kemudian dia diberi hadiah, lalu dia menerimanya, maka dia telah mendatangi pintu besar riba." (Musnad Ahmad: 21221)

Skema sanad dari kedua hadis tersebut tertera pada gambar 4.2. Pada skema tersebut nampak bahwa sanad ke dua hadis tersebut bertemu pada rawi ‘Abdullah bin Abî Ja’far, dan seterusnya hingga ke Rasulullah SAW melalui jalur tunggal.

Dengan demikian hadis ini adalah hadis ahad, karena tidak memenuhi kriteria mutawâtir.

Kualitas rawi sebagian besar tsiqah baik dari jalur Abû Dâwud maupun

Ahmad, hanya Khâlid bin Abî ‘Imrân yang menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalâni berpredikat faqîh sadûq.3 Sementara itu, al-Qasim bin ‘Abdul Rahman, menurut

Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, sadûq dan banyak di-gharib-kan.4 Sadûq artinya adalah bahwa perawi ini adil namun kurang kuat hafalannya.

Matan hadis ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis lain yang lebih kuat, dan akal sehat. Selain itu kalimat dalam hadis ini tidak ada yang aneh yang

3 Ibnu Hajar al-Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 289. 4 Ibnu Hajar al-Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 793.

76

menyalahi kata-kata seorang Nabi. Dengan demikian, matan hadis ini tidak bermasalah.

Kesimpulannya adalah karena ada perawi yang dianggap sadûq, maka hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwud dan Imam Ahmad ini berderajat hasan lidzatihi.

Gambar 4.2 Skema Sanad Hadis-2

ال َّنبي ُّيَ ص َّلىَا ََّّللَُ ع ل ْه يَِ و س َّلم w 11 H

أ ِبييَأُ ما م ةَ w 86 H

ا ْل قا يسمَ ي w 112 H

خال يدَ ِْبنَأ ِبيَعمرا نَ ي ي ي ي ْ w 129 H

عُب ْه يدَا ََّّلليَ ِْب ينَأ ِبييَ ج ْع ف ٍرَ w 135 H

ا ِْب ُنَ لههع ةَ عمرَ ِْبنَما يل ٍكَ ي ُ ي w - H w 174 H

ح س نَ ا ِْب ُنَ و ْه ٍبَ w 197 H w 209 H

أ ْح مدَُ ِْب ُنَ ع ْم يرو w 250 H

أ ْح مدَُ أِبيَداوود w 275 H w 241 H

77

3. Hadis ke-3 (HN4): HR Ahmad

Hadis Imam Ahmad berbicara tentang hadiah yang diterima oleh para pejabat (diluar ketentuan yang berlaku) adalah ghulul. Hadis ini menurut pengamatan peneliti, sejauh ini, tidak memiliki hadis lain yang setema, sehingga hadis ini berdiri sendiri. Matan hadis ini adalah sebagai berikut:

ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ٍ َحَدث َنَاْإ س َا ُقْب ُنْعي َسىْ َحَدث َنَاْإ َسَاعيلُْب ُنْ َعيَاشْ َع نََْي ََيْب نْ َسعيدْ َع نْعُ رَوةَْْ ِ ٍ ِ ِ ِ َ ِ َ ب ِنْال زب َ ْيْ َع نْأَِبْ ُُحَي دْال َساعد ِيْأََنَْرُسوَلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَْمْقَاَلَْه َداَي 5 الْعَُّماِل غُلُو ل Telah menceritakan kepada kami Ishâq bin ‘Isa telah menceritakan kepada kami Ismâ'îl bin Ayyasy dari Yahya bin Sa'id dari Urwah bin al-Zubair dari Abû Humaid Al-Sa'idi bahwasanya Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "hadiah bagi para pejabat adalah ghulul. (HR Ahmad: 22495)

Skema sanad dari hadis ini nampak pada gambar 4.3. Berdasarkan skema sanad hadis, nampak bahwa hadis ini hanya diriwayatkan dalam satu jalur melalui sahabat Abû Humaidi al-Sa’idi. Hadis ini adalah hadis ahad, karena tidak memenuhi kriteria mutawâtir. Kualitas dari perawinya tsiqah, kecuali Ishaq bin

‘Isa, yang menurut Ibnu Hajar Al ‘Asqalâni, ia sadûq.6

Berdasarkan tahun wafatnya, semua rawi memiliki kemungkinan bertemu atau setidaknya sezaman. Sehingga dapat dikatakan hadis ini muttasil.

5 Ahmad Bin Hambal, Musnad Ahmad, No 22495, (Riyad: Baitul Afkar Ad-Dauliyah. 1419H/1998M). 6 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 131

78

Gambar 4.3 Skema Sanad Hadis-3

ال َّنبي ُّيَ ص َّلىَا ََّّللَُ ع ل ْه يَِ و س َّلم w 11 H

أ ِبييَ ُح م ْه ٍدَال َّسا يع يد َي w - H

ُع ْر وة َ ِْب ينَال ُّزِب ْه يرَ w 93 H

ي ْحه ىَ ِْب ينَ س يعه ٍدَ w 144 H

إي ْس ما يعه ُلَِبْ ُنَ عهَّا ٍشَ w 181 H

إي ْس حا ُقَ ِْب ُنَ يعه سى w 215 H

أ ْح مدَُ w 241 H

Matan hadis ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis lain yang lebih kuat, dan akal sehat. Selain itu kalimat dalam hadis ini tidak ada yang aneh yang menyalahi kata-kata seorang Nabi. Dengan demikian, matan hadis ini tidak bermasalah.

Kesimpulannya adalah karena ada perawi yang dianggap sadûq, maka hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ini berderajat hasan lidzatihi.

4. Hadis ke-4 (HN5): HR al-Nasa’i

Hadis riwayat al-Nasa’i ini berbicara tentang larangan bagi seorang hakim menerima hadiah terkait dengan tugasnya (gratifikasi). Menurut pengamatan penulis, hadis ini tidak memiliki hadis setema. Matan hadis ini adalah sebagai berikut:

79

ِ ٍ ِ ِ أَ خبَ َرََنْق ُتَ ي بَةَُْوَعل يْب ُنْ ُح جرْقَاَلْ َحَدث َنَاْ َخلَ فْي َ عِنْاب َنْ َخليَۡةَْ َع نَْمن ُصورْبْ ِنْ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ َزاذَا َنْ َع نْا ْلَ َكمْب ِنْعُتَ ي بَةَْ َع نْأَِبَْوائٍلْ َع نَْم سُروقْقَاَلْال َقاضيْإْذ َا أَ ََ ْاْْلَديَّة َ ِ ِ ِ ِِ ِ فَ َق ْد أَ ََ ال ُّس ْح َت َْْوإذَاْقَب َلْالِر شَوةَْب َلَغَ ْبهْال ُك َۡرَْوقَاَلَْم سُرو قَْم نْ َشر َبْ 7 ا ْلَ مَرْفَ َق دَْكََۡرَْوُك ُۡرهُْأَ نْلَي َسْلَهُْ َصَالةْ Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dan ‘Ali bin Hujr keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Khalaf - yaitu Ibnu Khalîfah- dari Mansûr bin Zadzan dari al-Hakam bin ‘Utaibah dari Abî Wail dari Masrûq, ia berkata, "Seorang hakim, jika ia memakan hadiah, maka sungguh ia telah makan kemurkaan, dan jika ia menerima suap, maka itu akan menariknya kepada kekufuran." Masrûq menyebutkan, "Barangsiapa minum khamer maka ia telah kafir, dan kekafirannya adalah tidak diterimanya ibadah salatnya. (Sunan al-Nasa'i 5676).

Hadis ini hanya diriwayatkan oleh satu (1) jalur melalui Masrûq bin al-Ajda bin Mâlik bin ‘Umayyah, seorang generasi tabi’in tua. Dari sisi sanad, hadis ini terputus hanya sampai Masrûq, tidak sampai Nabi Muhammad SAW. Redaksi dari hadis ini memperlihatkan bahwa pernyataan itu berasal dari Masrûq, sehingga hadis ini digolongkan hadis maqtu’.

Dari sisi perawi, semua perawi tsiqah kecuali Khâlaf ibnu Khalîfah, yang dianggap oleh Ibnu Hajar al–‘Asqalâni sebagai sadûq dan hafalannya bercampur di akhir hidupnya.8

Secara matan, hadis ini tidak bertentaangan dengan Al Qur’an, Hadis Nabi yang lebih kuat, dan akal sehat. Matan hadis ini juga tidak terindikasi adanya

7 Abû ‘Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali al-Kharasani al-Nasâi, Sunan al-Nasâi, No 5676, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah. 1434H/2013M), h. 894. 8 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 299.

80

keganjilan yang tidak sesuai dengan perkataan seorang Nabi. Sehingga secara matan hadis ini tidak bermasalah.

Gambar 4.4 Skema Sanad Hadis-4

م ْس ُرو ٍقَ w 63 H

أ ِبييَ وائي ٍلَ w 82 Hَ

ْ ال ح ك يمَ ِْب ينَ ُعت ْهب ة w 113 H

م ْن ُصو يرَ ِْب ينَ زاذ ا نَ w 129 H

خ ل فَي ْعنييَا ِْب نَ خ يله ف ةَ w 181 H

ع يليَ ِْب ُنَ ُح ْجرَ ُقت ْهبةَُ ُّ ٍ w 240 H w 244 H

النسائي w 303 H

Walaupun para perawi tsiqah dan sadûq serta matannya dapat diterima, namun karena hadis ini maqtu’, maka hadis ini berderajat da’îf.

5. Hadis ke-5 (HN6): HR Imam Muslim

Hadis riwayat Imam Muslim ini, berbicara tentang larangan mengambil sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan atau peraturan.

Redaksi hadis ini adalah sebagai berikut:

ِ ِ ِ ِ ٍِ َحَدث َنَاْأَبُوْبَ كرْب ُنْأَِبْ َشي بَةَْ َحَدث َنَاَْوكي ُعْب ُنْا ََْراِحْ َحَدث َنَاْإ َسَعيلُْب ُنْأَِبْْ َخالدْ ٍِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َع نْقَ ي ِسْب ِنْأَِبْ َحازمْ َع نْ َعد ِيْب ِنْ َعمْيَةَْال كن د ِيْقَاَلْ ََس ع ُ َْرُسوَلْا َّللْ َصلىْ

81

ِ َ ِ ِ ا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْي َُقوُلَْم نْ ا ْستَ ْعَملْنَاهُ منْ ُك ْم َعلَى َعَمٍَ فَ َكتََمنَا ِمْيَطًا فََما فَ ْوقَهُ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َا َن غُلُوًل ََْي تْبهْي َ وَمْال قيَاَمةْقَاَلْفَ َقاَمْإلَي هَْرُجل ْأَ سَودُْم نْا ْلَن َصارَْكأَ ِّنْأَْن ظُُرْ ِ ِ ِ ِ إلَي هْفَ َقاَلََْيَْرُسوَلْا َّللْاق بَ لْ َعِِنْ َعَملَ َكْقَاَلَْوَماْلَ َكْقَاَلْ ََس عتُ َكْتَ ُقوُلَْكَذاَْْوَكَذاْ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ قَاَلَْوأَََنْأَقُولُهُْا ْل َنَْم نْا ستَ عَمل نَاهُْمن ُك مْ َعلَىْ َعَمٍلْفَ ل يَج ئْبَقليلهَْوَكثْيهْفََمْاْأُوتَْ ِ ِ 9 .من هُْأَ َخَذَْوَماُُْن َيْ َعن هُْْان تَ َهىْ Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar bin Abî Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' bin Jarrah telah menceritakan kepada kami Ismâ'îl bin Abî Khâlid dari Qais bin Abî Hâzim dari 'Adi bin ‘Amîrah al-Kindi, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang aku beri suatu tugas, kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum, atau sesuatu yang lebih kecil dari itu, maka itu adalah ghulul (pengkhianatan) yang pada hari kiamat akan ia bawa." 'Adi bin 'Amîrah berkata, "Kemudian seorang laki-laki hitam dari Anshar-sepertinya saya pernah melihatnya- berdiri sambil berkata, "Wahai Rasulullah, kalau begitu saya akan tarik kembali tugas yang pernah anda bebankan kepada saya!" Beliau balik bertanya: "Ada apa denganmu?" dia menjawab, "Saya telah mendengar bahwa Anda pernah bersabda seperti ini dan seperti ini." Beliau bersabda: "Sekarang saya sampaikan, bahwa barangsiapa dari kalian yang aku beri suatu tugas, hendaklah ia datang baik dengan sedikit atau banyak, apa yang memang diberikan untuknya ia boleh mengambilnya, dan apa yang memang dilarang baginya, (maka ia harus dapat menahan diri.""َ(HR. Muslim No 3415

Menurut pengamatan penulis, hadis ini memiliki delapan (8) hadis setema, yaitu empat (4) riwayat Imam Muslim sendiri, dua (2) hadis riwayat

Abû Dâwud, dan dua (2) hadis riwayat Imam Ahmad bin Hambal.

Semua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim beredaksi sama.

Sehingga hadis yang dituliskan disini hanyalah hadis riwayat Imam Abû

Dâwud dan Imam Ahmad bin Hambal, yaitu sebagai berikut:

9 Abû al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisyâbûri, Sahih Muslim, No. 3415, (Riyad: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1420H/1999M).

82

. Hadis Setema-1: Sunan Abû Dâwud 2554

ِ ٍ ٍِ ِ ِ ِ ِ ٍ َحَدث َنَاَْزي ُدْب ُنْأَ خَزَمْأَبُوْطَالبْ َحَدث َنَاْأَبُوْ َعاصمْعَ نْ َعب دْال َوارثْب ِنْ َسعيدْ َع نْ ٍ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ُح َس يْال ُمَعلِمْ َع نْ َعب دْا َّللْب نْب َُري َدةَْ َع نْأَبيهْْ َع نْالنَِِِبْ َصلْىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ ِ ِ قَاَلَْم نْا ستَ عَمل نَْاهُْ َعلَىْ َعَمٍلْفَ َرَزق نَاهُْر زقًاْفََما أَ َخ َذ بَ ْع َد ذَل َك فَ ُهَو غ ُلُو ل ْ Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Akhzam Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Abû 'Asim dari Abdul Warits bin Sa'id dari Husain al-Mu'allim dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa yang kami beri jabatan untuk mengurusi suatu pekerjaan kemudian kami berikan kepadanya suatu pemberian (gaji), maka apa yang ia ambil setelah itu (selain gaji) adalah suatu bentuk pengkhianatan." (Sunan Abû Dâwud:2554)

. Hadis Setema-2: Sunan Abû Dâwud 3110

ِ ِ ٍِ ْ َحَدث َنَاُْم َسَدد ْ َحَدث َنَاََْي ََيْ َع نْإ َسَعي َلْب ِنْأَِبْ َخالدْ َحَدثَِنْقَ ي سْقَاَلْ َحَدثَِنْْ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ َعد يْب ُنْعَُمي َرةَْال كن د يْأََنَْرُسوَلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْْقَْاَلََْيْأَي َهاْالنَا ُسْ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َم نْعُِم َلْمن ُك مْلَنَاْ َعلَىْ َعَمٍلْفَ َكتََمنَاْمن هُِْم يَطًاْفََماْفَ وقَهُْفَ ُهَوْغ َُ ََي تْبهْي َ وَمْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ال قيَاَمةْفَ َقاَمَْرُجل ْم نْا ْلَن َصارْأَ سَودَُْكأَ ِّنْأَن ظُُرْإلَي هْفَ َقاَلََْيَْرُسوَلْا َّللْاق بَ لْ َعِِنْْ ِ ِ َعَملَ َكْقَاَلَْوَماْذَاَكْقَاَلْ ََسْ عتُ َكْتَ ُقوُلَْكَذاَْوَكَذاْقَاَلَْوأَََنْأَقُوُلْذَل َكَْم نْ ٍ ِ ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ ِ ِ ا ستَ عَمل نَاهُْ َعلَىْ َعَملْفَ ل يَأتْبَقليلهَْوَكثْيهْفََماْأُوتَْمن هُْأَ َخَذهَُْوَماُُْن َيْ َعنْ هُْان تَ َهى Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Isma'il bin Abû Khâlid telah menceritakan kepadaku Qais ia berkata; telah menceritakan kepadaku ‘Adi bin 'Umairah al-Kindi bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai para manusia, barangsiapa yang di antara kalian diserahi jabatan untuk mengurus pekerjaan, kemudian menyembunyikan sebuah jarum atau lebih dari itu dari kami, maka hal itu adalah sebuah pengkhianatan yang akan ia bawa pada Hari Kiamat." Kemudian seorang laki-laki ansar berkulit hitam berdiri seakan aku pernah melihatnya, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, terimalah dariku pekerjaan anda! Beliau bersabda: "Apakah itu?" laki-laki itu menjawab, "Saya mendengar anda mengatakan demikian dan demikian." Beliau bersabda: "Dan aku katakan: Barangsiapa yang kami beri jabatan untuk melakukan suatu pekerjaan maka hendaknya ia melakukan yang sedikit dan yang banyak! Lalu apa yang diberikan kepadanya boleh ia

83

mengambilnya, dan apa yang dilarang darinya maka ia tinggalkan." (Sunan Abû Dâwud: 3110)

. Hadis Setema-3: Musnad Ahmad 17056

ِ ِ ٍ ِ ِ ٍِ َمَرتَ يْ َحَدث َنَاََْي ََيْب ُنْ َسعيدْ َع نْإ َسَاعي َلْب ِنْأَِبْ َخالدْقَاَلْ َحَدثَِنْقَ ي سْ َع نْ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ َعد ِيْاب ِنْ َعمْيَةَْال كن د ِيْقَاَلْْقَاَلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمََْيْأَْي َهاْالنَا ُسْ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َم نْ َعم َلْمن ُكْ مْلَنَاْ َعلَىْ َعَمٍلْفَ َكتََمنَاْمن هَُِْميطًاْفََماْفَ وقَهُْفَ ُهَوَُْلٌََّْي تْبهْْي َ وَمْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ال قيَاَمةْقَاَلْفَ َقاَمَْرُجل ْم نْا ْلَن َصارْأَ سَودُْقَاَلُُْمَال دْ ُهَوْ َس ع ُدْب ُنْعُبَاَدةََْكأَ ِّنْأَن ظُُرْ ِ ِ ِ ِ إلَي هْقَاَلََْيَْرُسوَلْا َّللْاق بَ لْ َعِِنْ َعَملَ َكْفَ َقاَلَْوَماْذَاَكْقَاَلْ ََس عتُ َكْتَ ُقوُلَْكَْذاَْوَكَذاْ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ قَاَلَْوأَََنْأَقُوُلْذَل َكْا ْل َنَْم نْا ستَ عَمل نَاهُْ َعلَىْ َعَمٍلْفَ ل يَج ئْبَقليلهَْوَكثْيهْفََماْأُْوتَْ ِ ِ َ ِ ِ ِ من هُْأَ َخَذهَُْوَماُُْن َيْ َعن هْان تَ َهىْ َحدث َنَاْيَزي ُدْب ُنَْهاُروَنْقَاَلْأَ خبَ َرََنْإ َْسَاعيلُْ َع نْ ِ ِ ِ ِ قَ ي ٍسْْقَاَلْ َحَدثَِنْ َعد يْاب ُنْ َعمْيَةَْفََذَكَرْا ْلَدي َثْ َحَدث َنَاَْوكي عْْ َحَدث َنَا ٍِ ٍِ ِ ِ ِ ِ ِ اب ُنْأَِبْ َخالدْ َع نْقَ ي ِسْب ِنْأَِبْ َحازمْ َع نْ َعد ِيْاب ِنْ َعم َْيةَْال كن د ِيْقَاَلْ ََْس ع ُ ْ ِ َ ِ َ َرُسوَلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْي َُقوُلَْم نْا ستَ عَمل نَاهُْ َعلَىْ َعَمٍلْفََذَكَرَْم عنَاهُْ Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Ismâ'il bin Abî Khâlid ia berkata; telah menceritakan kepadaku Qais dari ‘Adi bin ‘Amîrah al-Kindi ia berkata, "Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai sekalian manusia, siapa di antara kalian yang bekerja untuk kami, lalu ia menyembunyikan sesuatu darinya meskipun hanya benang jahit atau lebih rendah dari itu, maka hal itu adalah pengkhianatan yang akan dibawanya kelak pada hari kiamat." ‘Adi bin ‘Amîrah al-Kindi berkata, "Seorang laki-laki hitam dari kalangan Ansar kemudian berdiri, Mujalid berkata, 'Laki- laki itu adalah Sa'd bin ‘Ubâdah, ' seolah-olah saya melihatnya, ia berkata, "Wahai Rasulullah, saya tidak mau menangani pekerjaanmu." Beliau bertanya: "Kenapa begitu?" laki-laki itu menjawab, "Saya telah mendengarmu berkata begini dan begini." Beliau bersabda: "Dan saya mengatakannya sekarang, siapa yang kami beri tugas untuk melaksanakan suatu pekerjaan, hendaklah ia membawanya baik sedikit maupun banyak. Apa yang diberikan hendaklah ia mengambilnya dan apa yang dilarang hendaklah ia meninggalkannya." Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Isma'il dari Qais ia berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Adi bin ‘Amîrah lalu ia menyebutkan hadis tersebut." Telah menceritakan kepada kami Waki' Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abû Khâlid dari Qais bin Abû Hazim dari ‘Adi bin ‘Amîrah al-Kindi ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang kami beri tugas untuk melaksanakan suatu pekerjaan.... lalu ia menyebutkan makna hadis tersebut." (Musnad Ahmad 17056)

84

. Hadis Setema-4: Musnad Imam Ahmad 17059

ٍ ِ ِ مسندْأُحد٩٥٠٣١ْ:ْ َحَدث َنَاُُْمََم ُدْْب ُنْْ َج عَۡرْْقَاَلْْ َحَدث َنَاْ ُش عبَةُْْ َع نْْإ َْسَاعي َلْْقَاَلْْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ََس ع ُ ْْقَ ي ًساَُْيَِد ُثْْ َع نْْ َعد ِيْْاب نْْ َعمْيَةَْْ َع نْْالنَِِِْبْ َصلىْا َّْللُْ َعلَي هَْْو َسلَمْ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ أَنَهُْْقَاَلَْْم نْْا ستَ عَمل نَاهُْْمن ُكْ مْْ َعلَىْ َعَمٍلْْفَ َكتََمنَاَِْميطًاْفَ ُهَوَُْْلٌََّْْي تْْبهْْي َ وَمْْال قيَاَمةْْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ فَ َقاَمَْْرُجلْ ْم نْْال َق ومْْآَدمُْْطَُوا لْْم نْْا ْلَن َصارْْفَ َقاَلَْْلْْ َحا َجةَْْلِْْفْْ َعَْمل َكْْفَ َقاَلْْلَهُْْ ِ َ ِ َ ِ ِِ ِ ِ َرُسوُلْْا َّْللْ َصلىْا َّْللُْ َعلَي هَْْو َسلَمْْلَْْقَاَلْْإ ِّنْْ ََس عتُ َكْْآنًۡاْتَ ُْقوُلْْقَاَلْْفَأَََنْْأَقُوُلْْا ْل َنْْ ِ ٍ ِ ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ َم نْْا ستَ عَمل نَاهُْْمن ُك مْْ َعلَىْ َعَملْْفَ ل يَأتْْبَقليلهَْْوَكثْيهْْفَإ نْْأُْتَْْب َش يءْْأَ َخَذهَُْْوإ نُُْْن َيْْ َعن هُْْان تَ َهى Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far ia berkata, Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Ismâ'îl ia berkata, saya mendengar Qais menceritakan dari ‘Adi bin Ibnu ‘Amîrah dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Siapa pun dari kalian yang kami beri tugas untuk melakukan pekerjaan, kemudian ia menyembunyikan sesuatu meskipun seutas benang, maka itu merupakan pengkhianatan yang akan dibawanya kelak pada hari kiamat." Seorang laki-laki Ansar berkulit sawo matang dengan postur tubuh yang tinggi berdiri seraya berkata, "Saya tidak berminat sedikit pun terhadap tawaran pekerjaanmu." Maka Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Kenapa?" laki-laki itu menjawab, "Saya telah mendengar apa yang tuan katakan." Beliau berkata: "Jika demikian maka saya katakan, bahwa barang siapa dari kalian yang kami beri tugas untuk melakukan pekerjaan, hendaklah ia datang dengan hasilnya, baik sedikit atau banyak. Jika diberi sesuatu hendaklah ia ambil, jika dilarang dari sesuatu maka hendaklah ia tinggalkan." (HR Ahmad: 17059)

Skema sanad pada gambar 4.5 memperlihatkan bahwa hadis-hadis tersebut diriwayatkan melalui dua (2) orang sahabat, yaitu ‘Adî bin ‘Amîrah dan Buraidah bin al-Hasib bin ‘Abdullah bin al-Harits. Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari satu jalur sahabat yaitu ‘Adî bin ‘Amîrah, sedangkan Imam Abû

Dâwud meriwayatkan dari kedua jalur sahabat tersebut. Hadis-hadis ini adalah hadis ahad, karena tidak memenuhi kriteria mutawâtir.

85

Dari sisi mata rantai sanad, Riwayat Imam Muslim, Imam Ahmad dan satu riwayat dari Imam Abû Dâwud bertemu pada rawi Ismȃ’îl bin Abî Khâlid, kemudian ke Qais, lalu ke ‘Adi bin ‘Amîrah. Sedangkan satu riwayat dari Abû

Dâwud berbeda jalur periwayatan, yaitu dari Husain, ke ‘Abdillah, lalu ke

Buraidah. Semua jalur periwayatan tersebut menunjukkan ketersambungan sanad.

Semua rawi pada semua jalur dapat diterima (tsiqah), hanya dari riwayat

Imam Muslim ada rawi bernama Abû Bakar bin Abû Syaibah atau ‘Abdullah bin

Muhammad bin Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dinilai berbeda, yaitu sadûq menurut

Imam Ahmad bin Hambal, namun tsiqah hâfidz menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalâni.10

Matan hadis ini tidak bertentangan dengan Al Qur’an, hadis lain yang lebih kuat, dan akal sehat. Selain itu kalimat dalam hadis ini tidak ada yang aneh yang menyalahi kata-kata seorang Nabi. Dengan demikian, matan hadis ini tidak bermasalah.

Hadis riwayat Imam Muslim ini berderajat sahih. Hal ini sesuai dengan ijma’ ‘ulama yang menyatakan bahwa hadis dalam Sahih Muslim berderajat sahih.11 Sedangkan riwayat Imam Abû Dâwud dan Imam Ahmad, karena tidak ada perbedaan pandangan terhadap para perawinya, yaitu tsiqah, maka hadis-hadis tersebut berderajat sahih.

10 Ibnu Hajar Al-Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 540 11 Imam Nawawi, Syarah Imam Muslim, Jilid 1, h 53

86

Gambar 4.5 Skema Sanad Hadis-5

ال َّن يب ُّيَ ص َّلىَا ََّّللَُ ع ل ْه يَِ و س َّلم w 11 H

ع يد يَ ِْب ينَ ع يمه رةَ ِبُ ر ْيد ةَ

w 63 H w 40 H

ق ْهسَ ي ع ْب يدَا َََّّللي w 97 H w 115 H

إ ْسمعه ُلَ ِْب ُنَأ ِبيَ خالد ي ي ي ي ُح س ْه ٍنَا ْل ُمع يل يمَ w 146 w 145 H

ُ ُش ْعب ةَ ُم ح َّمدَُ ِْب ُنَ ع ْب يدَا ََّّلليَ و يكه ُعَ أِبُوَ ا ْل ف ْض ُلَ ِْب ُنَ ع ْب يدَ ي ْحه ى ْ ُ ي ْحه ى ِبيش ٍرَ ِْبنَنُم ْه ٍرَ أ سا مةَ ْ ي موسى الوا ير يثَ ُ w 196 H w 198 H w 198 H w 192 H w 203 H w 160 H w 180 H w 201 H w 199 H

ُم ح َّمدَُ ِْب ُنَ ُم ح َّمدَُ ِْب ُنَ ُم ح َّمدَُ ِْب ُنَ أ ِبُوَِب ْكر ُم ح َّمدَُ ِْب ُنَ ََ إي ْس ح ُقَ ِْب ُنَ ْ مسدَّدَ أِبُوَ عا يص ٍمَ ع ْب يدَا ََّّلليَ ع ْب يدَا ََّّلليَ رافيعٍَ إ ِْبراههمَ ُ جع فرََ ي ي ْ ٍ w 212 H w 228 H w 245 H w 235 H w 245 H w 234 H w 234 H w 193 H

ز ْيدَُ ِْب ُنَأ ْخ ز مَ w 257 H

أِبيَداوود أ ْح مدَُ مسلمَ w 275 H w 261 H w 241 H

87

C. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Sebelum melakukan survey sesungguhnya, langkah yang dilakukan adalah melakukan uji coba kuesioner untuk menentukan apakah kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas.

Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut sudah mengukur apa yang akan diukur. Sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah kuesioner ini akan memberikan hasil yang sama bila dilakukan berulang kali.

Jumlah kuesioner yang disebar pada tahap uji coba ini berjumlah 45 kuesioner yang disebar pada lima (5) Kantor Urusan Agama di Kabupaten Bogor.

Kuesioner yang kembali berjumlah 32 kuesioner. Angka ini sudah memenuhi anjuran para ahli yang menyarankan bahwa pada uji coba kuesioner, minimal ada

30 data (responden). Rincian jumlah data pada masing-masing KUA adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Kuesioner Uji Coba per KUA

Jumlah Jumlah No. KUA Kuesioner Kuesioner yang disebar yang kembali 1 KUA Kecamatan Citeureup 9 8 2 KUA Kecamatan Ciawi 7 4 3 KUA Kecamatan Caringin 9 9 4 KUA Kecamatan Cijeruk 10 7 5 KUA Kecamatan Ciomas 10 4 45 32

Kuesioner yang diberikan kepada responden terdiri atas 29 pertanyaan yang merefleksikan 5 variabel konstruk, yaitu Pemahaman Hadis Nabi tentang hadiah

(PHN), Good Governance (GG), Persepsi terhadap Budaya Masyarakat (BM),

88

Orientasi Keagamaan Eksernal (OKE), Orientasi Keagamaan Internal (OKI), dan

Perilaku Anti Gratifikasi (PAG). Adapun variabel teramati (indikator) yang ditanyakan dalam kuesioner serta kriteria penilaiannya dapat dilihat pada lampiran.

A. Karakteristik Responden

1. Jenis Kelamin:

Berdasarkan jenis kelaminnya, responden laki-laki berjumlah 18 orang, responden wanita 8 orang, dan yang tidak mengisi jenis kelaminnya sebanyak 6 orang.

2. Usia

Berdasarkan usia, responden yang berumur 45 – 55 tahun merupakan responden terbanyak yaitu 15 orang, disusul oleh responden berusia 35-45 tahun sebanyak 11 orang, responden berusia di atas 55 tahun sebanyak 4 orang dan terakhir responden berusia 20-35 tahun sebanyak 2 orang.

3. Lama Kerja

Berdasarkan lama kerja, responden terbanyak berasal dari pegawai yang telah bekerja di atas 10 tahun yaitu 24 orang, kemudian disusul oleh pegawai junior yang baru bekerja 1 – 5 tahun sebanyak 4 orang, selanjutnya pegawai baru 1 tahun sebanyak 2 orang dan pegawai yang tidak mengisi sebanyak 2 orang.

4. Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagian besar responden berlatar belakang strata 1 (S1) yaitu sebanyak 26 orang, sedangkan S2 sebanyak 2 orang, dan SLTA sebanyak 2 orang.

89

5. Jurusan Pendidikan

Umumnya para responden berasal dari jurusan keagamaan yaitu sebanyak

26 orang, dari jurusan umum sebanyak 3 orang, responden yang tidak mengisi sebanyak 3 orang.

Secara lebih detail, karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Jumlah Karakteristik % Responden Jenis Kelamin Laki-Laki 18 56 Wanita 8 25 Tidak Mengisi 6 19 32 100 Usia 20 – 35 Tahun 2 6 35 – 45 Tahun 11 34 45 – 55 Tahun 15 47 > 55 Tahun 4 13 32 100 Lama Bekerja < 1 Tahun 1 3 1-5 tahun 3 9 6-10 tahun 2 6 > 10 tahun 24 75 Tidak Mengisi 2 6 32 100 Pendidikan SLTA 3 9 S1 26 81 S2 3 9 32 100 Jurusan Keagamaan 26 81 Umum/Non Keagamaan 3 9 Tidak Mengisi 3 9 32 100

90

B. Hasil Pengolahan Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Pengolahan data kuesioner untuk mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) SPSS versi

23. Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Corrected Item- Cronbach's Total Alpha Indikator Correlation GG1 0.374 0.675 GG2 0.285 0.683 GG3 0.238 0.685 GG4 0.203 0.685 GG5 0.048* 0.693 GG6 0.219 0.685 GG7 0.048* 0.698 OK1 0.008* 0.711 OK2 0.120 0.719 OK3 0.142 0.710 OK4 0.103 0.692 OK5 0.450 0.662 OK6 0.422 0.676 BM1 0.000* 0.707 BM2 0.031* 0.704 BM3 0.050* 0.698 BM4 0.014* 0.700 BM5 0.331 0.675 PH1 0.275 0.681 PH2 0.499 0.659 PH3 0.274 0.680 PH4 0.185 0.687 PH5 0.178 0.688 HN1 0.459 0.672 HN2 0.493 0.665 HN3 0.687 0.647 HN4 0.635 0.653 HN5 0.477 0.666 HN6 0.605 0.657

91

Validitas kuesioner ditunjukan oleh nilai product moment pearson, sedangkan tingkat reliabilitas ditunjukan oleh nilai Cronbach’s Alpha. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software SPSS, menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai reliabilitas yang baik yaitu di atas 0.6, namun nilai validitas beberapa variabel tidak valid karena berada di bawah 0.3.

Peneliti menganggap bahwa karena kuesioner tersebut reliabel, maka peneliti hanya menghilangkan beberapa variabel dengan validitas yang sangat buruk yaitu variabel yang memiliki nilai korelasi di bawah 0.1, yaitu GG5, GG7,

OK1, BM1, BM2, BM3, dan BM4.

Penghilangan indikator tersebut, menyebabkan variabel konstruk persepsi terhadap Budaya Masyarakat (BM) tinggal memiliki 1 variabel teramati, padahal setidaknya setiap variabel konstruk memiliki 2 buah indikator, maka peneliti memasukkan kembali variabel teramati yang dianggap kuat secara teori atau konsep yaitu BM4 (sifat kejujuran).

Kuesioner yang telah diuji coba tersebut kemudian diperbaiki. Kuesioner baru hanya berisi variabel teramati atau indikator yang memenuhi uji validitas dan reliabilitas saja. Kuesioner siap survey ini terdiri atas 6 variabel laten dan 23 buah variabel teramati (indikator). Daftar variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4.

92

Tabel 4.4 Indikator-Indikator Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

VARIABEL LATEN INDIKATOR LAMBANG Pemahaman Hadis Nabi PHN (Variabel Eksogen/Independen) Pemahaman secara umum tentang adanya larangan korupsi dalam hadis HN1 Keharusan menyampaikan semua yang didapat kepada pemberi tugas HN2 Larangan menerima hadiah dari orang yang dibantu (dalam satu urusan) HN3 Hadiah bagi para pekerja (di luar aturan) adalah ghulul HN4 Larangan Hakim menerima hadiah (dari kasus yang ditangani) HN5 Larangan mengambil sesuatu yang dilarang dari tugas yang diemban HN6 Good Governance GG (Variabel Eksogen/Independen) Adanya peraturan tentang profesionalisme dalam pelayanan publik GG1 Adanya visi yang jelas dari pimpinan GG2 Adanya akuntabilitas GG3 Adanya akses informasi bagi masyarakat (Transparansi) GG4 Pelayanan Tidak Diskriminatif GG6 Budaya Masyarakat BM (Variabel Eksogen/Independen) Adanya budaya dalam masyarakat yang mengajarkan kejujuran BM4 Adanya budaya dalam masyarakat yang mengajarkan rasa malu BM5 Orientasi Keagamaan Eksternal OKE (Variabel Eksogen/Independen) Sikap yang menganggap keyakinan tidak penting, yang penting menjunjung moralitas dan tidak mengganggu orang lain. OK2 Sikap menolak agama dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari OK3 Orientasi Keagamaan Internal OKI (Variabel Eksogen/Independen) Sikap dan upaya memasukkan agama dalam kehidupan sehari-hari OK4 Melakukan ibadah, perenungan dan pemikiran keagamaan OK5 Membaca literatur keagamaan OK6 Perilaku Anti Gratifikasi PAG (Variabel Endogen/Dependen) Tidak pernah berfikir untuk menerima hadiah dari pekerjaan diluar aturan PH1 Tidak menerima hadiah dari orang yang ingin dimudahkan urusannya PH2 Tidak menerima hadiah berkaitan tugas walaupun sekedar ucapan terimakasih PH3 Tidak memberikan hadiah kepada pejabat yang lebih tinggi untuk memudahkan urusan PH4 Tidak memberikan hadiah kepada pejabat yang lebih tinggi walau untuk ucapan terimakasih PH5

93

D. Sampel dan Karakteristik Responden

1. Sampel dan Karakteristik Responden di Kabupaten Bogor

Kuesioner yang telah direvisi, kemudian disebar ke berbagai KUA di

Kabupaten Bogor, dengan ukuran sampel sesuai perhitungan di Bab 3, yaitu 100 responden di KUA Kabupaten Bogor. a. Sebaran Sampel di Kabupaten Bogor

Sebaran sampel yang di dapat dari metode simple random sampling di berbagai KUA di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Sebaran Sampel di Kabupaten Bogor

Sebaran KUA Sampel 1. KUA Kecamatan Gunung Putri 6 2. KUA Kecamatan Klapanunggal 5 3. KUA Kecamatan Gunung Sindur 7 4. KUA Kecamatan Parung 10 5. KUA Kecamatan Ciseeng 5 6. KUA Kecamatan Kemang 7 7. KUA Kecamatan Rancabungur 6 8. KUA Kecamatan Bojong Gede 5 9. KUA Kecamatan Tajur Halang 6 10. KUA Kecamatan Cibinong 9 11. KUA Kecamatan Sukaraja 8 12. KUA Kecamatan Dramaga 8 13. KUA Kecamatan Mega Mendung 4 14. KUA Kecamatan Leuwiliang 4 15. KUA Kecamatan Cibungbulang 5 16. KUA Kecamatan Ciampea 5 Total Sampel 100

94

b. Karakteristik Responden di Kabupaten Bogor

Berdasarkan data yang terkumpul dari penyebaran kuesioner kepada 100 pegawai di 16 KUA Kabupaten Bogor tersebut, maka dapat diidentifikasi karakteristik responden, yaitu sebagai berikut.

1. Jenis Kelamin:

Berdasarkan jenis kelaminnya, responden laki-laki berjumlah 69 orang, responden wanita 29 orang, dan yang tidak mengisi jenis kelaminnya sebanyak 2 orang. Secara prosentasi, komposisis responden dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 4.6 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin

Tidak Mengisi 2% Wanita 29%

Laki-Laki 69%

2. Usia

Berdasarkan usia, responden yang berumur 46 – 55 tahun merupakan responden terbanyak yaitu 55 orang, disusul oleh responden berusia 36-45 tahun sebanyak 25 orang, responden berusia di atas 55 tahun sebanyak 15 orang dan terakhir responden berusia 20-35 tahun sebanyak 5 orang. Secara prosentase, komposisi respon dapat dilihat pada gambar berikut ini.

95

Gambar 4.7 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Usia

> 55 Tahun 20-35 Tahun 15% 5%

36-45 Tahun 25%

46-55 Tahun 55%

3. Lama Kerja

Berdasarkan lama kerja, responden terbanyak berasal dari pegawai yang telah bekerja di atas 10 tahun yaitu 78 orang, kemudian disusul oleh pegawai yang telah bekerja 6-10 Tahun sebanyak 15 orang, pegawai junior yang baru bekerja

1 – 5 tahun sebanyak 5 orang. Responden dengan masa kerja 1 tahun tidak ada dan pegawai yang tidak mengisi sebanyak 2 orang. Secara prosentase komposisi responden dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.8 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Lama Kerja

< 1 Tahun 1-5 tahun Tidak Mengisi 0% 5% 2% 6-10 tahun 15%

> 10 tahun 78%

96

4. Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagian besar responden berlatar belakang strata 1 (S1) yaitu sebanyak 56 orang, sedangkan S2 sebanyak 18 orang,

SLTA sebanyak 13 orang dan Diploma sebanyak 4 orang. Responden yang tidak mengisi pendidikannya sebanyak 9 orang. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.9 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Pendidikan

Tidak Mengisi SLTA 9% 13% S3 0% Diploma 4% S2 18%

S1 56%

5. Jurusan Pendidikan

Umumnya para responden berasal dari jurusan keagamaan yaitu sebanyak

64 orang, dari jurusan umum sebanyak 26 orang, responden yang tidak mengisi sebanyak 10 orang. Secara prosentase, komposisi responden dapat dilihat pada gambar berikut ini.

97

Gambar 4.10 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Jurusan Pendidikan

Tidak Mengisi 10%

Umum/Non Keagamaan 26%

Keagamaan 64%

2. Sebaran dan karakteristik Responden di Kabupaten Bone a. Sebaran Responden Kabupaten Bone

Ukuran sampel di Kabupaten Bone sebagaimana telah ditentukan pada Bab

III, berjumlah 41 responden. Sampel ini kemudian dipilih secara acak sederhana

(simple random sampling) dengan cara mengundinya. Sebaran sampel yang di dapat adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Sebaran Sampel di Kabupaten Bone

Sebaran KUA Sampel 1.Kecamatan Barebbo 5 2.Kecamatan Bengo 4 3.Kecamatan Kahu 5 4.Kecamatan Lamuru 4 5.Kecamatan Lappariaja 4 6.Kecamatan Libureng 5 7.Kecamatan Salomekko 5 8.Kecamatan Tanete Riattang 6 9.Kecamatan Tellu Siattinge 3 41

98

b. Karakteristik Responden Kabupaten Bone

Berdasarkan 41 data yang terkumpul dari penyebaran kuesioner kepada pegawai di sembilan (9) KUA Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, maka dapat diidentifikasi karakteristik responden, yaitu sebagai berikut.

1. Jenis Kelamin:

Berdasarkan jenis kelaminnya, responden laki-laki berjumlah 23 orang, responden wanita 17 orang, dan yang tidak mengisi jenis kelaminnya sebanyak

1 orang. Secara prosentasi, komposisis responden dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 4.11 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Jenis Kelamin

Tidak Mengisi 2%

Wanita 42% Laki-Laki 56%

2. Usia

Berdasarkan usia, responden yang berumur 46 – 55 tahun merupakan responden terbanyak yaitu 14 orang, disusul oleh responden berusia 36-45 tahun sebanyak 11 orang, responden berusia di atas 55 tahun sebanyak 4 orang dan terakhir responden berusia 20-35 tahun sebanyak 2 orang. Secara prosentase, komposisi respon dapat dilihat pada gambar berikut ini.

99

Gambar 4.12 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Usia

> 55 Tahun Tidak Mengisi 0% 3%

20 – 35 Tahun 46 – 55 Tahun 34% 34%

36 – 45 Tahun 29%

3. Lama Kerja

Berdasarkan lama kerja, responden terbanyak berasal dari pegawai yang telah bekerja 6-10 tahun yaitu 17 orang, kemudian disusul oleh pegawai yang telah bekerja lebih dari 10 Tahun sebanyak 11 orang, pegawai junior yang baru bekerja

1 – 5 tahun sebanyak 10 orang. Responden dengan masa kerja kurang dari 1 tahun sebanyak 4 orang dan pegawai yang tidak mengisi sebanyak 3 orang. Secara prosentase komposisi responden dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.13 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Lama Kerja

Tidak Mengisi < 1 Tahun 7% 9%

> 10 tahun 1-5 tahun 24% 22%

6-10 tahun 38%

100

4. Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagian besar responden berlatar belakang strata 1 (S1) yaitu sebanyak 29 orang, disusul Diploma sebanyak 9 orang,

S2 sebanyak 2 orang, dan tidak mengisi 1 orang. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.14 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Pendidikan

S3 Tidak Mengisi SLTA S2 0% 2% 5% 0% Diploma 22%

S1 71%

5. Jurusan Pendidikan

Umumnya para responden berasal dari jurusan keagamaan yaitu sebanyak

27 orang, sedangkan dari jurusan umum (non keagamaan) sebanyak 14 orang.

Secara prosentase, komposisi responden dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.15 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Jurusan Pendidikan

Umum/Non Keagamaan 34%

Keagamaan 66%

101

E. Kondisi Tingkat Pemahaman Hadis Nabi dan Variabel Independen

Lainnya.

1. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi dan Variabel Lainnya di Kabupaten Bogor. a. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi di Kabupaten Bogor

Kondisi pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi oleh para pegawai KUA Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.7 Kondisi Pemahaman Hadis Nabi di KUA Kab Bogor (%)

Jawaban HN1 HN2 HN3 HN4 HN5 HN6 6 (sangat paham) 37 14 10 10 13 13 5 (paham) 51 34 42 46 46 40 4 (cukup paham) 10 30 31 27 31 24 3 (kurang paham) 0 12 12 10 7 14 2 (tidak paham) 1 10 5 5 3 9 1 (sangat tidak paham) 1 0 0 2 0 0 100 100 100 100 100 100

Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa pemahaman responden terhadap adanya ajaran Islam yang melarang gratifikasi sangat baik, hal ini ditandai dengan besarnya prosentase pegawai yang masuk area paham yaitu 98%, hanya 2 % yang menyatakan sangat tidak paham. Kategori paham ini dibedakan atas 37% menyatakan sangat paham, 51% menyatakan paham, dan 10% menyatakan cukup paham. Sedangkan kategori tidak paham terdiri atas 1% menyatakan tidak paham dan 1% menyatakan sangat tidak paham.

Sementara itu, pemahaman responden terhadap hadis yang melarang mengambil hadiah bagi petugas zakat (HN2) juga masuk kategori baik, yaitu 78% berada pada area paham. Sebanyak 14% menyatakan sangat paham, 34% menyatakan paham, dan 10% menyatakan cukup paham. Sedangkan yang masuk

102

kategori tidak paham hanya 2% dari responden, yaitu 1% menyatakan tidak paham dan 1% menyatakan sangat tidak paham.

Tingkat pemahaman para responden terhadap hadis bahwa hadiah bagi para pekerja adalah ghulul (HN3) masuk kategori baik, yaitu 78% masuk kategori paham. Rinciannya adalah 10% menyatakan sangat paham, 42% paham, 32% cukup paham. Sedangkan yang tidak pahan sebanyak 22%, yaitu 12% menyatakan kurang paham dan 10% menyatakan sangat tidak paham.

Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis Nabi tentang hadiah dari suatu tugas sebagai ghulul (HN4) sudah relatif baik karena 83% responden berada pada kategori paham, yaitu 10% menyatakan sangat paham, 46% menyatakan paham, dan 27% menyatakan cukup paham. Sementara itu, hanya 17% responden masuk kategori tidak paham, yaitu 10% menyatakan kurang paham, 5% menyatakan tidak paham, dan 2% menyatakan sangat tidak paham.

Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis tentang larangan hakim menerima hadiah (HN5) juga masuk kategori baik, yaitu sekitar 90% responden menyatakan paham, yaitu 13% responden menyatakan sangat paham, 46% menyatakan paham, dan 31% menyatakan cukup paham. Hanya ada 10% responden berada pada area tidak paham, yaitu 7% responden menyatakan kurang paham dan

3% responden menyatakan tidak paham.

Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis tentang larangan mengambil sesuatu yang bukan haknya dari suatu tugas (HN6) masuk kategori baik, yaitu 87% responden berada pada kategori paham. Dengan rincian, 13% menyatakan sangat paham, 40% responden menyatakan paham, dan 24% menyatakan cukup paham.

Ada sekitar 13% responden masuk kategori tidak paham, yaitu 14% menyatakan kurang paham, 9% menyatakan tidak paham.

103

Nilai modus dari semua indikator Pemahaman Hadis Nabi berada pada penilaian paham (rata-rata 43.13%), sehingga dapat dikatakan secara umum pegawai KUA di Kabupaten Bogor memahami hadis Nabi tentang gratifikasi dengan baik b. Kondisi Good Governance di Kabupaten Bogor

Kondisi implementasi prinsip-prinsip good governance di KUA kabupaten

Bogor menurut para responden adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 Kondisi Good Governance di KUA Kab Bogor (%)

Kondisi GG1 GG2 GG3 GG4 GG6 6 (sangat baik) 43 38 36 28 60 5 (baik) 49 42 45 52 33 4 (cukup baik) 6 16 17 16 5 3 (kurang baik) 1 4 2 3 0 2 (tidak baik) 1 0 0 0 0 1 (sangat tidak baik) 0 0 0 1 2 Total (%) 100 100 100 100 100

Tersedianya peraturan tentang anti gratifikasi di KUA Kabupaten Bogor

(GG1) menurut pegawainya sudah sangat baik. Hal ini ditandai dengan besarnya responden (98%) yang menyatakan adanya peraturan terkait gratifikasi. Hanya 2% dari responden menyatakan bahwa tidak tersedia peraturan terkait gratifikasi.

Sebanyak 96% responden menyatakan bahwa Visi pemimpin KUA masuk kategori baik., yaitu sebanyak 43% menyatakan sangat baik, 49% menyatakan baik, dan 6% menyatakan cukup baik. Hanya 1% responden menyatakan kurang baik dan

1% menyatakan tidak baik.

Menurut sebagian besar responden (98%), pelaksanaan Akuntabilitas di

KUA Bogor masuk kategori baik. Hal ini ditandai dari 36% responden menyatakan

104

sangat baik, 45% menyatakan baik, dan 17% menyatakan cukup baik. Hanya 2% responden menyatakan akuntabilitas di KUA kurang baik.

Prinsip transparansi atau tersedianya akses bagi masyarakat di KUA

Kabupaten Bogor dianggap oleh 96% responden sudah masuk kategori baik, hanya

4% menganggap masih tidak baik. Secara rinci, 28% responden menyatakan bahwa akses bagi masyarakat sudah sangat baik, 52% menyatakan baik, dan 16% menyatakan cukup baik. Sebanyak 3% responden menyatakan kurang baik dan 1% menyatakan sangat tidak baik.

Prinsip tidak diskriminatif, menurut 98% pegawai KUA sudah sangat baik.

Hanya 2% responden menyatakan prinsip ini tidak berjalan dengan baik. Secara rinci, 60% responden menyatakan sudah sangat baik, 33% menyatakan baik, 5% responden menyatakan cukup baik.

Nilai rata-rata modus dari semua indikator good governance sebesar 44.2% terletak pada setuju, sehingga dapat dikatakan secara umum pegawai KUA di

Kabupaten Bogor memanndang bahwa good governance sudah dilaksanakan dengan baik. c. Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di Kabupaten Bogor

Kondisi orientasi keagamaan eksternal adalah kondisi pandangan para responden yang menjadikan agamanya sebagai sarana mencapai tujuan di luar agama tersebut. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.9.

Orientasi keagamaan eksternal dari pegawai KUA Kabupaten Bogor relatif hampir merata antara yang setuju dengan yang tidak setuju. Untuk variabel OK2

(sikap yang menganggap keyakinan tidak penting, yang penting menjunjung moralitas dan

105

tidak mengganggu orang lain), yang masuk kategori tidak setuju (55%), sedikit lebih banyak dari yang setuju (45%).

Tabel 4.9 Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di KUA Kab Bogor (%)

Jawaban OK2 OK3 6 (sangat setuju) 11 4 5 (setuju) 19 3 4 (cukup setuju) 15 8 3 (kurang setuju) 9 1 2 (tidak setuju) 26 22 1 (sangat tidak setuju) 20 62 100 100

Sedangkan untuk OK3 (Sikap menolak agama dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari), 85% menyatakan tidak setuju dan 15 % menyatakan setuju.

Hal ini menunjukkan bahwa para pegawai KUA Kabupaten Bogor cukup relijius.

Secara umum, modus dari dua indikator OKE berada pada sangat tidak setuju dengan nilai rata-rata 41%. Sehingga dapat dikatakan bahwa umumnya para pegawai KUA di Kabupaten Bogor sangat tidak setuju dengan indikator pada variabel Orientasi Keagamaan Eksternal. d. Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di Kabupaten Bogor

Kondisi orientasi keagamaan internal adalah kondisi pandangan para responden yang menjadikan agamanya sebagai tujuan hidupnya. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.10.

Pada Orientasi Keagamaan Internal (OKI), pegawai KUA Kabupaten Bogor yang menyatakan sangat setuju dengan sikap dan upaya memasukkan agama dalam kehidupan sehari-hari (OK4) sebanyak 54%, setuju 30%, dan cukup setuju 5%.

Sedangkan yang kurang setuju ada 2%, tidak setuju 2%, dan sangat tidak setuju 7%.

106

Tabel 4.10 Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di KUA Kab Bogor (%)

Jawaban OK4 OK5 OK6 6 (sangat setuju) 54 20 48 5 (setuju) 30 42 47 4 (cukup setuju) 5 8 3 3 (kurang setuju) 2 20 0 2 (tidak setuju) 2 8 1 1 (sangat tidak setuju) 7 2 1 100 100 100

Pada variabel OK5, yaitu melakukan ibadah, perenungan, dan pemikiran keagamaan, yang menyatakan sangat setuju 20%, setuju 42%, dan cukup setuju 8%.

Sedangkan yang menyatakan kurang setuju 20%, tidak setuju 8%, dan sangat tidak setuju 2%.

Sementara itu, pegawai KUA yang menyatakan sangat setuju bahwa mereka membaca literatur keagamaan sebanyak 48%, setuju 47%, cukup setuju 3%.

Sedangkan yang tidak membaca literatur sebanyak 1% dan yang sangat tidak membaca literatur keagamaan 1%.

Secara umum, para pegawai KUA di Kabupaten Bogor menyatakan sangat setuju dengan indikator-indikator pada variabel Orientasi Keagamaan Internal. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata-rata sangat setuju sebanyak 41%. e. Kondisi Persepsi Pegawai KUA terhadap Budaya Masyarakat

Kondisi persepsi pegawai KUA terhadap Budaya Masyarakat adalah pandangan para responden terhadap budaya masyarakat sekitar saat survey dilakukan. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.11.

Berkaitan dengan budaya masyarakat di Kabupaten Bogor, sebanyak 41% pegawai menyatakan sangat setuju bahwa ada budaya yang mengajarkan kejujuran

107

(BM4), 46% menyatakan setuju, dan 9% menyatakan cukup setuju. Hanya sebanyak 4% saja yang menyatakan kurang setuju.

Tabel 4.11 Kondisi Budaya Masyarakat di KUA Kab Bogor (%)

Jawaban BM4 BM5 6 (sangat setuju) 41 34 5 (setuju) 46 48 4 (cukup setuju) 9 18 3 (kurang setuju) 4 0 2 (tidak setuju) 0 0 1 (sangat tidak setuju) 0 0 100 100

Sedangkan yang menyatakan adanya budaya yang mengajarkan rasa malu sebanyak 34% menyatakan sangat setuju, 48% menyatakan setuju, dan 18% menyatakan cukup setuju. Tidak ada yang menyatakan cukup/tidak/sangat tidak setuju terhadap variabel ini.

Nilai rata-rata terbesar pada indikator-indikator variabel Budaya

Masyarakat ada pada pandangat setuju yaitu 47%, sehingga dapat dikatakan, para pegawai KUA Kabupaten Bogor setuju terhadap adanya budaya jujur dan malu berbuat buruk sebagai bagian dari Budaya Masyarakat setempat.

2. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi dan Variabel Lainnya di KUA Kabupaten Bone a. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi di KUA Kabupaten Bone Tingkat pemahaman para pegawai KUA di Kabupaten Bone terhadap Hadis

Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi ketika survey dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.12.

108

Tabel 4.12 Kondisi Pemahaman Hadis di Kab Bone (%)

Jawaban HN1 HN2 HN3 HN4 HN5 HN6 6 (sangat paham) 26.83 9.76 7.32 7.32 12.20 4.88 5 (paham) 53.66 29.27 31.71 29.27 24.39 34.15 4 (cukup paham) 19.51 46.34 41.46 39.02 34.15 43.90 3 (kurang paham) 0.00 14.63 17.07 17.07 24.39 12.20 2 (tidak paham) 0.00 0.00 2.44 7.32 4.88 2.44 1 (sangat tidak paham) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.44 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Secara umum para pegawai KUA paham bahwa ada hadis Nabi yang berbicara tentang larangan korupsi atau gratifikasi (HN1). Hal ini terlihat bahwa semua pegawai (100%) menyatakan berada di wilayah paham, yaitu 19.51% menyatakan cukup paham, 53.66% menyatakan paham, dan 26.83% menyatakan sangat paham. Tidak ada yang menyatakan tidak paham tentang adanya larangan korupsi dalam Islam.

Untuk Hadis Nabi tentang larangan mengambil hadiah (gratifikasi) bagi petugas zakat (HN2), responden yang menyatakan sangat paham berjumlah sedikit yaitu 9.76% atau sekitar 10 orang, sedangkan yang menyatakan paham sebanyak

29.27% atau sekitar 29 orang. Responden yang menyatakan cukup paham sebanyak

46.34% atau 46 orang. Hanya sekitar 15 orang atau 14.63% responden yang menyatakan bahwa mereka kurang paham dengan hadis yang diriwayatkan oleh

Imam al-Bukhâri ini.

Pemahaman responden terhadap hadis Nabi untuk tidak mengambil hadiah

(gratifikasi) atas orang yang ditolong (HN3) juga cukup tinggi, hal ini terlihat bahwa sebanyak 7.32% atau 7 orang menyatakan sangat paham. Sebanyak 31.7% atau sekitar 32 orang menyatakan paham, dan 41.46% atau sekitar 41 orang

109

menyatakan cukup paham. Namun, ada sekitar 17.07% atau 17 orang menyatakan kurang paham dan ada 2.44% atau 2 orang menyatakan sangat tidak memahami hadis tersebut.

Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis yang menyatakan bahwa pengambilan hadiah dari suatu tugas adalah ghulul, masuk kategori baik, sebab 75% responden berada di daerah paham, yaitu 7.32% menyatakan sangat paham, 29.27% menyatakan paham, dan 39.02% menyatakan cukup paham. Ada sekitar 24.39% yang berada di area tidak paham, yaitu 17.07% menyatakan kurang paham dan

7.32% menyatakan tidak paham.

Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis tentang larangan hakim menerima gratifikasi juga masuk kategori baik, yaitu sekitar 75% responden menyatakan paham, yaitu 12.20% responden menyatakan sangat paham, 24.39% atau 24 orang menyatakan paham, dan 34.15% atau 34 orang menyatakan cukup paham. Ada sekitar 29. 7% responden berada pada area tidak paham, yaitu 24.39% atau sekitar 24 orang menyatakan kurang paham dan 4.88% atau sekitar 5 orang menyatakan tidak paham.

Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis tentang larangan mengambil hadiah dari suatu tugas (gratifikasi) masuk kategori baik, yaitu 81.02% responden menyatakan paham. Dengan rincian 4.88% menyatakan sangat paham, 34.15% responden menyatakan paham, dan 43.90% menyatakan cukup paham. Ada sekitar

19.64% responden masuk kategori tidak paham, yaitu 12.20% menyatakan kurang paham, 2.22% menyatakan tidak paham, dan 2.22% menyatakan sangat tidak paham.

110

Nilai modus dari semua indikator Pemahaman Hadis Nabi berada pada penilaian cukup paham (rata-rata 37.4%), sehingga dapat dikatakan secara umum bahwa pegawai KUA di Kabupaten Bone memahami hadis Nabi dengan cukup baik b. Kondisi Good Governance di Kabupaten Bone

Kondisi implementasi prinsip-prinsip good governance di KUA kabupaten

Bone menurut para responden pada saat survey dilakukan, dapat dilihat pada

Tabel.4.13.

Tabel 4.13 Kondisi Good governance di KUA Kab Bone

Jawaban GG1 GG2 GG3 GG4 GG6 6 (sangat setuju) 48.78 36.59 21.95 14.63 29.27 5 (setuju) 43.90 43.90 56.10 43.90 58.54 4 (cukup setuju) 4.88 17.07 17.07 14.63 7.32 3 (kurang setuju) 2.44 2.44 4.88 14.63 4.88 2 (tidak setuju) 0.00 0.00 0.00 12.20 0.00 1 (sangat tidak setuju) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Tersedianya peraturan tentang anti gratifikasi di KUA Kabupaten Bone

(GG1) menurut pegawainya sudah sangat baik. Hal ini ditandai dengan besarnya responden (97.56%) yang menyatakan adanya peraturan terkait gratifikasi. Hanya

2.44% dari responden menyatakan bahwa tidak tersedia peraturan terkait gratifikasi.

Sebanyak 97.56% responden menyatakan bahwa Visi pemimpin KUA masuk kategori baik., yaitu sebanyak 36.59% menyatakan sangat baik, 43.90% menyatakan baik, dan 17.07% menyatakan cukup baik. Hanya 2.44 % responden menyatakan kurang baik.

Menurut sebagian besar responden (95.12%), pelaksanaan Akuntabilitas di

KUA Bone masuk kategori baik. Hal ini ditandai dari 21.95% responden

111

menyatakan sangat baik, 56.10% menyatakan baik, dan 17.07% menyatakan cukup baik. Hanya 4.88% responden menyatakan akuntabilitas di KUA Bone kurang baik.

Prinsip transparansi atau tersedianya akses bagi masyarakat di KUA

Kabupaten Bone dianggap oleh 73.17% responden sudah masuk kategori baik, sebesar 26.83% menganggap masih tidak baik. Secara rinci, 14.63% responden menyatakan bahwa akses bagi masyarakat sudah sangat baik, 43.90% menyatakan baik, dan 14.63% menyatakan cukup baik. Sebanyak 14.63% responden menyatakan kurang baik dan 12.20% menyatakan idak baik.

Prinsip tidak diskriminatif, menurut 95.12% pegawai KUA menyatakan masuk kategori baik. Hanya 4.88% responden menyatakan prinsip ini tidak berjalan dengan baik. Secara rinci, 29.27% responden menyatakan sudah sangat baik,

58.54% menyatakan baik, 7.32% responden menyatakan cukup baik. Sisanya sebanyak 4.88% menyatakan kurang baik.

Nilai rata-rata modus dari semua indikator good governance sebesar 49.3% terletak pada setuju, sehingga dapat dikatakan secara umum pegawai KUA di

Kabupaten Bone memandang bahwa good governance sudah dilaksanakan dengan baik. c. Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di Kabupaten Bone

Kondisi orientasi keagamaan eksternal adalah pandangan para responden yang menggunakan agamanya untuk tujuan di luar agamnya itu. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.14.

Orientasi keagamaan eksternal dari pegawai KUA Kabupaten Bone relatif hampir merata antara yang setuju dengan yang tidak setuju. Untuk variabel OK2

(sikap yang menganggap keyakinan tidak penting, yang penting menjunjung moralitas dan tidak mengganggu orang lain), yang masuk kategori tidak setuju

112

(60.97%), lebih banyak dari yang setuju (39.03%). Dengan rincian, 4.88% menyatakan sangat setuju, 21.95% setuju, 12.20% cukup setuju. Dari sisi yang tidak setuju, 14.63% kurang setuju, 14.63% tidak setuju, dan 31.71% sangat tidak setuju.

Tabel 4.14 Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di KUA Kab Bone (%)

Jawaban OK2 OK3 6 (sangat setuju) 4.88 0.00 5 (setuju) 21.95 12.20 4 (cukup setuju) 12.20 2.44 3 (kurang setuju) 14.63 14.63 2 (tidak setuju) 14.63 26.83 1 (sangat tidak setuju) 31.71 43.90 100.00 100.00

Sedangkan untuk OK3 (Sikap menolak agama dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari), 84.36% masuk kategori tidak setuju dan 14.64 % masuk kategori setuju. Secara rinci, 12.20% menyatakan setuju, 2.44% cukup setuju.

Sedangkan 14.63% menyatakan kurang setuju, 26.83% tidak detuju, dan 43.9% sangat tidak setuju.

Nilai rata-rata modus dari semua indikator Orientasi Keagamaan Eksternal sebesar 37.8% terletak pada sangat tidak setuju, sehingga dapat dikatakan secara umum bahwa pegawai KUA di Kabupaten Bone memandang sangat tidak setuju terhadap indikator pada variabel OKE. d. Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di Kabupaten Bone

Kondisi orientasi keagamaan internal adalah pandangan para responden yang menjadikan agama sebagai tujuannya. Kondisi OKI saat survey dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.15.

113

Tabel 4.15 Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di KUA Kab Bone (%)

Jawaban OK4 OK5 OK6 6 (sangat setuju) 31.71 41.46 39.02 5 (setuju) 51.22 41.46 58.54 4 (cukup setuju) 4.88 14.63 2.44 3 (kurang setuju) 4.88 2.44 0.00 2 (tidak setuju) 4.88 0.00 0.00 1 (sangat tidak setuju) 2.44 0.00 0.00 100.00 100.00 100.00

Tabel 4.15 di atas memperlihatkan bahwa pandangan pegawai KUA

Kabupaten Bone yang menyatakan sangat setuju dengan sikap dan upaya memasukkan agama dalam kehidupan sehari-hari (OK4) sebanyak 31.71%, setuju

51.22%, dan cukup setuju 4.88%. Sedangkan yang kurang setuju ada 4.88%, tidak setuju 4.88%, dan sangat tidak setuju 2.44%. Dengan demikian yang masuk kategori setuju sebanyak 87.81% dan masuk kategori tidak setuju 12.19%.

Pada variabel OK5, yaitu melakukan ibadah, perenungan, dan pemikiran keagamaan, yang masuk kategori setuju 97.55% dan masuk kategori tidak setuju hanya 12.45%. Rinciannya adalah sebagai berikut, yang menyatakan sangat setuju

41.46%, setuju 41.46%, dan cukup setuju 14.63%. Sedangkan yang menyatakan kurang setuju 2.4%.

Sementara itu, pegawai KUA yang menyatakan sangat setuju bahwa mereka membaca literatur keagamaan (OK6) sebanyak 39.02%, setuju 58.54%, cukup setuju 2.44%. Sehingga 100% pandangan pegawai KUA Kabupaten Bone masuk kategori setuju bahwa mereka membaca literatur keagamaan.

114

Secara umum, para pegawai KUA di Kabupaten Bone menyatakan setuju dengan indikator-indikator pada variabel Orientasi Keagamaan Internal. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata-rata sangat setuju sebanyak 50.4%. e. Kondisi Persepsi Terhadap Budaya Masyarakat di Kabupaten Bone

Kondisi persepsi pegawai KUA terhadap Budaya Masyarakat adalah pandangan para responden terhadap budaya masyarakat sekitar, saat survey dilakukan. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.16.

Tabel 4.16 Kondisi Budaya Masyarakat di KUA Kab Bone (%)

Jawaban BM4 BM5 6 (sangat setuju) 31.71 29.27 5 (setuju) 58.54 63.41 4 (cukup setuju) 2.44 7.32 3 (kurang setuju) 2.44 0.00 2 (tidak setuju) 4.88 0.00 1 (sangat tidak setuju) 0.00 0.00 100.00 100.00

Taberl 4.16 tersebut menunjukkan bahwa di KUA Kabupaten Bone, sebanyak 31.71% pegawai menyatakan sangat setuju bahwa budaya lokal mengajarkan kejujuran (BM4), 58.54% menyatakan setuju, dan 2.44% menyatakan cukup setuju. Ada sebanyak 2.44% yang menyatakan kurang setuju dan 4.88% menyatakan tidak setuju. Dengan demikian yang masuk kategori setuju ada 92.69% dan yang masuk kategori tidak setuju 7.31%.

Sedangkan yang menyatakan bahwa budaya lokal mengajarkan rasa malu sebanyak 29.27% menyatakan sangat setuju, 63.41% menyatakan setuju, dan

7.32% menyatakan cukup setuju. Tidak ada yang menyatakan cukup/tidak/sangat

115

tidak setuju terhadap variabel ini. Sehingga pandangan responden 100% masuk kategori setuju bahwa budaya lokal mengajarkan rasa malu (berbuat buruk).

Nilai rata-rata terbesar pada indikator-indikator variabel Budaya

Masyarakat ada pada pandangat setuju yaitu 61%, sehingga dapat dikatakan, para pegawai KUA Kabupaten Bone setuju terhadap adanya budaya jujur dan malu berbuat buruk sebagai bagian dari Budaya Masyarakat setempat.

F. Proses dan Hasil Pengolahan Data dengan SEM-PLS

Sebagaimana telah disebutkan pada Bab 3 bahwa untuk menganalisis pengaruh Pemahaman Hadis terhadap Perilaku Anti Gratifikasi, penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Modelling - Partial Least Square (SEM-

PLS). Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan bantuan software Smart

PLS versi 3.

Pemrosesan data dilakukan dengan 3 tahap: Tahap pertama adalah analisis outer model, tahap dua adalah analisis Inner Model, dan Tahap 3 adalah analisis uji hipotesis.

Analisis outer model juga dilakukan bertahap: tahap pertama memproses semua data indikator yang tersedia dari hasil survey, tahap dua menghilangkan indikator-indikator yang memiliki loading factor di bawah 0.6 dan variabel konstruk memiliki validitas rendah (AVE di bawah 0.5) dan reliabilitas rendah

(composite reliability di bawah 0.7). Proses ini berlanjut hingga semua indikator memiliki loading factor di atas 0.6 dan memiliki validitas dan reliabilitas konstruk yang tinggi, yaitu AVE di atas 0.5 dan Composite Reliability di atas 0.7.

116

Analisis Inner Model atau structural model dilakukan dengan melihat nilai koefisien determinasi R2, Q2, dan Goodness of Fit (GoF) dari model yang terbentuk.

Tahap terakhir dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan nilai ‘t student’ dan ‘P values’. Uji ini untuk mengetahui apakah variabel eksogen (independen) secara signifikan mempengaruhi variabel endogen (dependen).

1. Proses dan Hasil Pengolahan Data Kabupaten Bogor dengan SEM-PLS a. Analisis Outer Model

i. Outer Model Tahap Pertama

Analisa outer model dilakukan untuk memastikan bahwa pengukuran yang dilakukan itu absah (valid dan reliabel). Hasil dari pengolahan data survey dengan menggunakan Smart PLS 3 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.16 Hasil Outer Model tahap 1 (Bogor)

117

Hasil pada tahap pertama ini menunjukkan bahwa loading factor pada indikator-indikator tersebut bervariasi antara -0.072 hingga 0.930. Sehingga sebagian indikator-indikator tersebut berpotensi dihilangkan dari model, yaitu indikator yang memiliki faktor loading di bawah 0.6. Untuk indikator yang memiliki loading factor antara 0.6 – 0.7, akan dilihat nilai validitas dan reliabilitas konstruknya. Bila AVE di bawah 0.5 dan Composite Reliability di bawah 0.7, maka indikator yang memiliki faktor loading antara 0.6 – 0.7 akan dihilangkan dari model, namun bila nilai AVE di atas 0.5 dan CR di atas 0.7, maka indikator dengan loading factor 0.6 - 0.7 akan dipertahankan. Berikut adalah nilai validitas dan reliabilitas hasil proses tahap pertama.

Tabel 4.17 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk Average Cronbach's Composite Variance rho_A Alpha Reliability Extracted (AVE) BM 0.810 0.826 0.913 0.84 GG 0.630 0.571 0.734 0.364 OKE 0.481 0.485 0.793 0.658 OKI 0.541 -1.622 0.380 0.303 PAG 0.701 0.716 0.809 0.467 PHN 0.763 0.765 0.803 0.411

Tabel 4.17 di atas menunjukkan bahwa nilai AVE dari variabel konstruk

PHN, PAG, OKI, dan GG masih di bawah 0.5, sehingga indikator-indikator pada variabel-variabel laten tersebut harus dihilangkan. Daftar indikator yang dihilangkan dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut ini:

118

Tabel 4.18 Indikator yang dihilangkan pada Tahap 2

INDIKATOR LAMBANG Keharusan menyampaikan semua yang didapat kepada pemberi tugas HN2 Hadiah bagi para pekerja (di luar aturan) adalah ghulul HN4 Adanya visi yang jelas dari pimpinan GG2 Adanya akses informasi bagi masyarakat (Transparansi) GG4 Pelayanan Tidak Diskriminatif GG6 Sikap dan upaya memasukkan agama dalam kehidupan sehari-hari OK4 Membaca literatur keagamaan OK6 Tidak pernah berfikir untuk menerima hadiah dari pekerjaan (diluar aturan) PH1

ii. Analisis Outer Model Tahap Kedua

Hasil pemrosesan tahap 2 pada outer model adalah sebagai berikut:

Gambar 4.17 Hasil Outer Model Tahap 2 (Bogor)

119

Hasil pemrosesan tahap 2 menunjukkan bahwa nilai loading factor bervariasi antara 0.495 sampai dengan 1.0, sehingga ada potensi beberapa indikator akan dihilangkan dari model. Untuk memastikan hal ini, maka perlu dilihat nilai validitas dan reliabilitas konstruk tahap 2 ini.

Tabel 4.19 menunjukkan bahwa nilai composite reliability di atas 0.7 dan nilai AVE di atas 0.5, sehingga variabel-variabel tersebut valid dan reliabel. Namun karena penelitian ini menggunakan cut off 0.6, maka indikator yang memiliki nilai loading factor di bawah 0.6 tetap dihilangkan.

Tabel 4.19 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk tahap 2 Average Cronbach' Composite Variance

s Alpha Reliability Extracted (AVE) BM 0.81 0.912 0.838 GG 0.312 0.741 0.590 OKE 0.481 0.792 0.656 OKI 1.000 1.000 1.000 PAG 0.735 0.836 0.565 PHN 0.701 0.803 0.507

Indikator-indikator yang dihilangkan tersebut adalah HN1 dan PH2, sebagaimana dituliskan pada tabel 4.20 berikut ini.

Tabel 4.20 Indikator yang dihilangkan pada Tahap 2

INDIKATOR LAMBANG Pemahaman secara umum tentang adanya larangan korupsi dalam hadis HN1 Tidak menerima hadiah dari orang yang ingin dimudahkan urusannya PH2

120

iii. Analisis Outer Model tahap 3

Setelah dua indikator kembali dihilangkan dari model, maka proses

pengolahan data dilakukan kembali. Pengolahan data tahap 3 ini menghasilkan

model sebagaimana pada gambar 4.18.

Pada tahap 3 ini, semua indikator sudah memiliki nilai loading factor di atas

0.6, artinya sudah di atas cut off point yang dijadikan pedoman pada penelitian ini.

Nilai loading factor antara 0.6 – 0.7 masuk kategori very good dan di atas 7 masuk

kategori excellent.

Gambar 4.18 Hasil Outer Model Tahap 3 (Bogor)

Hal ini juga didukung oleh nilai AVE semua variabel yang bernilai di atas

0.5 (lihat tabel 4.21), artinya semua indikator sudah memenuhi validitas konvergen.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa indikato-indikator tersebut valid

merefleksikan variabel-variabel konstruknya.

121

Sementara itu, nilai reliabilitas konstruk dapat dilihat dari nilai Cronbach’s

Alpha, dan Composite Reliability (CR). Suatu konstruk dikatakan reliabel bila nilai cronbach’s alpha di atas 0.6 atau nilai composite reliability di atas 0.7.

Tabel 4.21 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk tahap 3

Average Cronbach's Composite Variance

Alpha Reliability Extracted (AVE) BM 0.810 0.913 0.84 GG 0.312 0.739 0.589 OKE 0.481 0.787 0.651 OKI 1.000 1.000 1.000 PAG 0.762 0.864 0.681 PHN 0.857 0.912 0.775

Pada tabel 4.21 nampak bahwa konstruk BM, GG, OKI, PAG, dan PHN memiliki nilai Cronbach’s Alpha 0.6, dan CR di atas 0.7, sehingga konstruk- konstruk ini reliabel.

Sementara itu, variabel OKE memiliki nilai cronbach’s alpha di bawah 0,6.

Namun nilai ini ditutupi oleh nilai CR di atas 0,7, sehingga konstruk OKE juga dapat dikatakan reliabel, karena Composite Reliability lebih kuat dibanding

Cronbach’s Alpha.12

Ukuran validitas selanjutnya adalah validitas diskriminan (Discriminant

Validity). Suatu indikator dikatakan valid bila nilai loading factor terhadap konstruk yang ditujunya lebih besar dari nilai loading factor terhadap variabel konstruk yang lainnya (yang tidak berhubungan langsung). Sebaliknya bila lebih

12Menurut Chin, nilai Composite Reliability lebih baik dibanding nilai Conbach alpha, karena CR mengukur nilai sesungguhnya suatu konstruk sedangkan conbach alpha mengukur batas bawah reliabilitas. Hal ini diungkapkan oleh Jogiyanto HM dan Willy Abdillah, pada buku: PLS dalam Penelitian Bisnis, (Yogyakarta: CV Andi Offset,2015), h. 196.

122

kecil maka dikatakan bahwa indikator tersebut tidak valid. Berikut adalah nilai cross loading dari setiap indikator terhadap variabel konstruknya.

Tabel 4.22 Validitas Discriminant (Metode Cross Loading)

BM GG OKE OKI PAG PHN BM4 0.904 0.441 -0.205 -0.142 0.218 -0.034 BM5 0.929 0.393 -0.039 -0.187 0.251 0.201 GG1 0.203 0.848 -0.380 0.086 0.31 0.133 GG3 0.558 0.677 -0.153 -0.197 0.224 -0.039 HN3 0.057 0.05 -0.026 0.137 0.167 0.835 HN5 0.123 0.121 0.229 0.095 0.222 0.933 HN6 0.069 0.004 0.100 0.049 0.123 0.870 OK2 -0.138 -0.351 0.717 0.243 -0.123 0.186 OK3 -0.081 -0.267 0.889 0.134 -0.187 0.054 OK5 -0.181 -0.042 0.216 1.000 -0.19 0.110 PH3 0.198 0.363 -0.128 -0.113 0.748 0.125 PH4 0.287 0.281 -0.250 -0.227 0.888 0.058 PH5 0.149 0.228 -0.110 -0.130 0.834 0.318

Tabel 4.22 memperlihatkan bahwa nilai loading dari semua indikator terhadap variabel konstruk yang dituju lebih besar dari nilai loading indikator terhadap variabel konstruk lainnya. Sehingga semua indikator dan variabel konstruknya memiliki validitas diskriminan. b. Analisis Inner Model

Evaluasi inner model (struktural) dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melihat nilai R2 dan nilai signifikansi dari path coefficientnya. Nilai R2 pada model tersebut adalah 0.203. Makna dari nilai ini adalah bahwa variasi dari variabel dependen Perilaku Anti Gratifikasi (PAG) dapat dijelaskan oleh variabel independen Good Governance (GG), Budaya Masyarakat (BM), Orientasi

Keagamaan Eksternal (OKE), Orientasi Keagamaan Internal (OKI), dan

123

pemahaman Hadis Nabi (PHN) sebesar 20.3%. Nilai ini di atas 10%, sehingga masuk kategori baik.13

Nilai Q square predictive relevance di dapat dari Q2 = 1 – (1-R2) = R2. Pada kasus ini, nilai predictive relevance sama dengan nilai R2 yaitu sebesar 20.3%. Arti

Q2 sama dengan R2 yaitu variasi dari PAG dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 20.3%.

Nilai Goodnes of Fit (GoF) didapat dengan rumus (rata-rata AVE * rata- rata R2)1/2 atau (0.660*0.203)^1/2, yaitu sebesar 0.392. Nilai ini berada di atas kriteria GoF yaitu 0.36 (large), 0.25 (medium), dan 0.10 (small). Dengan demikian model yang dihasilkan memiliki goodness of fit yang sangat baik. c. Uji Hipotesis (Analisis Signifikansi)

Langkah selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis, yaitu dengan cara menguji signifikansi koefisien jalur (path coefficient) dari variabel konstruk tersebut. Nilai koefisien jalur dari variabel laten beserta tingkat signifikansinya dapat dilihat pada Tabel 4.23 berikut ini:

Tabel 4.23 Nilai Koefisien Jalur Pada Variabel Laten

Coef.Path T statistics P Values BM --> PAG 0.075 0.626 0.531 GG --> PAG 0.267 2.283* 0.023* OKE -->PAG -0.080 0.634 0.527 OKI--> PAG -0.171 1.937 0.053 PHN-->PAG 0.204 2.169* 0.031* Ket: * signifikan pada α = 5%

Tabel 4.23 di atas menunjukkan bahwa nilai ‘P Value’ yang lebih kecil dari alpha 0.05 atau 5% adalah pengaruh Pemahaman Hadis Nabi (PHN) terhadap

13 Jogiyanto HM dan Willy Abdillah, Partial Least Square dalam Penelitian Bisnis, h. 185.

124

Perilaku Anti Gratifikasi dan Pengaruh Good Governance terhadap Perilaku Anti

Gratifikasi, yaitu masing masing sebesar 0.031 dan 0.023.

Hal ini berarti bahwa pada tingkat keyakinan 95%, pemahaman pegawai

KUA di Kabupaten Bogor tehadap hadis Nabi tentang gratifikasi dan implementasi

Good Governance di KUA Kabupaten Bogor berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi pegawai KUA.

Sementara itu, variabel laten lainnya, seperti Budaya Masyarakat, Orientasi

Keagamaan Eksternal dan Orientasi Keagamaan Internal, pada tingkat keyakinan

95% tidak berpengaruh terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA. Hal ini tergambarkan pada nilai ‘P value’ dari variabel-variabel laten tersebut lebih besar dari 0.05, yaitu masing-masing sebesar 0.531 (BMPAG), 0.527

(OKEPAG), dan 0.053 (OKIPAG).

2. Proses dan Hasil Pengolahan Data Kabupaten Bone dengan SEM-PLS

Sebagaimana pengolahan data pada Kabupaten Bogor, pemrosesan data pada Kabupaten Bone dilakukan dengan beberapa tahap pemrosesan. Tahap pertama menggunakan semua data indikator yang didapat dari survey. Keluaran

(output) dari tahap pertama dievaluasi model pengukurannya (measurement model/outer model) berdasarkan kriteria validitas konvergenitas, yaitu nilai factor loading dari indikator memiliki cut off point 0.6. 14 Kecuali bila factor loading 0.6-

0.7 (very good) memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang buruk yaitu bila nilai

14 Comrey and Lee menyarankan menggunakan cut-off dari 0.32 (poor), 0.45 (fair), 0.55 (good), 0.63 (very good) or 0.71 (excellent) dalam: Comrey AL and Lee HB. A first course in factor analysis, Ed. 2, (NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 1992).

125

Average Variance Extracted (AVE) di bawah 0.5 dan Composite Reliability (CR) di bawah 0.7, maka indikator tersebut akan dihilangkan juga. Demikian seterusnya hingga semua Indikator-indikator layak untuk dipertahankan dalam model.

Setelah out put dari outer model (measuring model) menghasilkan nilai factor loading, validitas dan reliabilitas yang sesuai dengan kriteria di atas, maka analisis dilanjutkan dengan analisis inner model (structural model).

Analisis Inner Model (model structural) dilakukan dengan menguji apakah model yang dibangun sudah fit (sesuai) dengan fakta yang ada. Penilaian ini dilakukan dengan menganalisis koefisien determinasi (R2), GoF, f2, dan Q2.

Tahap akhir adalah menguji hipotesis, dengan menganalisis tingkat signifikansi dari pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Tahap ini menggunakan nilai ‘P Value”, dimana bila nilai ‘p value’ kurang dari 5%, maka dikatakan variabel endogen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel endogen (dependen). a. Analisis Outer Model (Bone)

i. Outer Model Tahap Pertama

Analisa outer model dilakukan untuk memastikan bahwa measurement yang digunakan layak untuk dijadikan pengukuran (valid dan reliabel). Hasil dari pengolahan data pada tahap pertama dapat dilihat pada gambar 4.19.

126

Gambar 4.19 Hasil Outer Model Tahap 1 (Bone)

Hasil pada tahap pertama ini menunjukkan bahwa loading factor pada indikator-indikator tersebut bervariasi antara -0.295 sampai dengan 0.962. Oleh karena itu, ada indikator yang memiliki potensi untuk dihilangkan dari model.

Nilai ini kemudian dipadukan dengan nilai validitas dan reliabilitas konstruk, terutama composite reliability dan nilai Average Variance Extracted

(AVE), yang dapat dilihat pada Tabel 4.24.

Tabel 4.24 Construct Validity and Reliability

Average Cronbach's Composite Variance Alpha Reliability Extracted (AVE) BM 0.497 0.785 0.651 GG 0.720 0.396 0.273 OKE 0.860 0.932 0.872 OKI 0.679 0.806 0.588 PAG 0.790 0.856 0.544 PHN 0.579 0.684 0.294

127

Nilai CR dan AVE pada tabel 4.24 selaras dengan nilai loading factor, yaitu

variabel yang memiliki indikator dengan faktor loading rendah ternyata memiliki

nilai AVE dan CR rendah pula, yaitu variabel laten Pemahaman Hadis Nabi (PHN)

dan Good Governance (GG). Sehingga, indikator yang memiliki faktor loading di

bawah 0.6, pada PHN dan GG harus dihilangkan dari model. Indikator-indikator

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.25 Indikator yang hilang pada tahap-1 di Kab Bone

Indikator Lambang Keharusan menyampaikan semua yang didapat kepada pemberi tugas HN2 Hadiah bagi para pekerja (di luar aturan) adalah ghulul HN4 Larangan mengambil sesuatu yang dilarang dari tugas yang diemban HN6 Adanya akuntabilitas GG3 Adanya akses informasi bagi masyarakat (Transparansi) GG4 Pelayanan Tidak Diskriminatif GG6

ii. Analisis Outer Model Tahap 2

Setelah 6 indikator yang memiliki faktor loading di bawah 0.6 dihilangkan,

maka dilakukan proses penghitungan kembali, dan hasilnya dapat dilihat pada

gambar 4.20.

128

Gambar 4.20 Hasil Outer Model Tahap 2 (Bone)

Pada tahap 2 ini, loading factor berada pada kisaran nilai 0.659 sampai dengan 0.962. Nilai ini masuk dalam kisaran very good (0.6 – 0.7) dan Excellent

(>0.7). Namun demikian akan dikaji terlebih dahulu nilai validitas dan reliabiltas indikator-indikator tersebut, terutama indikator yang memiliki loading factor antara

0.6-0.7. Bila tidak valid dan tidak reliabel maka indikator tersebut akan dihilangkan, namun bila valid, indikator tersebut akan dipertahankan.

Berdasarkan tabel 4.26, ternyata nilai AVE berada di atas 0.5. Artinya semua indikator-indikator tersebut memiliki validitas konvergen yang baik.

Walaupun beberapa variabel memiliki nilai Cronbach’s alpha di bawah 0.6, yaitu

Budaya Masyarakat, Orientasi Keagamaan, dan Pemahaman Hadis Nabi. Namun semua nilai composite reliability dari semua variabel berada di atas 0.7, artinya

129

semua variabel memiliki reliabilitas yang baik dan dapat diterima. Nilai Composite

Reliability dianggap lebih baik dari cronbach’s alpha, karena CR menilai reliabilitas yang sesungguhnya, sedangkan cronbach’s alpha menilai reliabilitas minimal.

Tabel 4.26 Validitas dan Reliabilitas Konstruk

Average Cronbach' Composite Variance s Alpha Reliability Extracted (AVE) BM 0.497 0.785 0.651 GG 0.760 0.882 0.791 OKE 0.860 0.932 0.872 OKI 0.679 0.806 0.587 PAG 0.790 0.856 0.544 PHN 0.529 0.758 0.513

Nilai validitas ini juga didukung oleh adanya validitas diskriminan

(discriminant validity) pada semua indikator. Validitas ini menguji apakah nilai korelasi antara indikator dengan variabel konstruknya lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi antara indikator dengan variabel konstruk lainnya. Hal ini dapat dilihat pada table 4.27

Tabel 4.27 itu menunjukkan bahwa nilai korelasi antara indikator-indikator dengan variable latennya lebih besar dibanding nilai korelasi indikator-indikator tersebut terhadap variable laten lain yang tidak berhubungan secara langsung.

Misal: nilai korelasi antara indikator HN1 dengan PHN adalah 0.804. Nilai ini lebih besar daripada nilai hubungan antara HN1 dengan variable laten BM (-0.004), GG

(0.052), OKE (0.328), OKI (0.113) dan PAG (0.462). Maka dikatakan variabel

HN1 memiliki validitas diskriminan yang baik.

130

Tabel 4. 27 Discriminant Validity

BM GG OKE OKI PAG PHN BM4 0.918 0.416 0.047 0.566 0.492 -0.019 BM5 0.679 0.457 0.100 0.254 0.266 0.028 GG1 0.503 0.957 0.068 0.419 0.251 0.112 GG2 0.403 0.815 -0.245 0.512 0.125 -0.036 HN1 -0.004 -0.052 0.328 0.113 0.462 0.804 HN3 -0.179 -0.025 -0.013 0.106 0.324 0.664 HN5 0.161 0.265 0.507 0.103 0.333 0.671 OK2 0.135 -0.021 0.962 -0.108 0.195 0.375 OK3 -0.021 -0.063 0.904 -0.070 0.124 0.353 OK4 0.429 0.365 0.087 0.659 0.136 -0.015 OK5 0.514 0.498 -0.164 0.938 0.388 0.158 OK6 0.302 0.208 -0.021 0.669 0.152 0.153 PH1 0.445 0.284 0.197 0.463 0.661 0.297 PH2 0.489 0.299 0.034 0.316 0.716 0.177 PH3 0.181 -0.027 0.234 -0.003 0.716 0.547 PH4 0.390 0.176 -0.007 0.234 0.747 0.230 PH5 0.359 0.155 0.162 0.285 0.836 0.595

b. Analisis Inner Model (Structural Model)

Analisis inner model melihat besaran pengaruh dari variable laten eksogen terhadap variabel laten Endogen. Dalam hal ini variabel dependen atau endogen adalah Perilaku Anti Gratifikasi (PAG), dan variable independen adalah

Pemahaman Hadis Nabi (PHN), Budaya Masyarakat (BM), Good Governance

(GG), Orientasi Keagamaan Eksternal (OKE), dan Orientasi Keagamaan Internal

(OKI).

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variable-variabel independen terhadap variable dependennya adalah dengan melihat nilai determinan atau R2. Nilai R2 model tersebut adalah 54.0 %, artinya bahwa variable-variabel

PHN, BM, OKE, dan OKI mempengaruhi variable PAG sebesar 54%. Sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar variabel independen tersebut. Menurut Chin

131

Nilai 63% adalah kuat, 33% adalah moderat, dan 19% adalah lemah. Dengan demikian, nilai ini termasuk kategori moderat dan kuat.

Nilai Q square predictive relevance di dapat dari Q2 = 1 – (1-R2) = R2. Pada kasus ini, nilai predictive relevance sama dengan nilai R2 yaitu sebesar 54%. Arti

Q2 sama dengan R2 yaitu variasi dari PAG dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 54%.

Nilai Goodnes of Fit (GoF), yaitu (rata-rata AVE * rata-rata R2 )1/2 atau

(0.660*0.54)^1/2, sebesar 0.597. Nilai ini jauh di atas kriteria GoF yaitu 0.36 (large),

0.25 (medium), dan 0.10 (small). Dengan demikian model yang dihasilkan memiliki goodness of fit yang sangat baik. c. Uji Hipotesis (Analisis Signifikansi)

Nilai koefisien jalur (path coefficient) pada variabel eksogen dan endogen pada model tersebut di atas belum diuji tingkat signifikansinya, apakah variabel- variabel eksogen (GG, BM, OKE, OKI, dan PHN) tersebut benar berpengaruh terhadap variabel endogen (PAG) atau tidak.

Berikut adalah nilai koefisien jalur, ‘t statistik’, dan ‘p values’ dari pengaruh variabel laten eksogen (PHN, BM, GG, OKE dan OKI) terhadap variabel endogen

(PAG).

Tabel 4. 28 Nilai t statistik dan P values. T Path P Values Coefficient Statistics BM --> PAG 0.558 3.225 0.001* GG --> PAG -0.099 0.557 0.577 OKE -->PAG -0.096 0.764 0.445 OKI--> PAG -0.006 0.034 0.973 PHN-->PAG 0.577 4.289 0.000* Ket. *Signifikan pada alpha 1%

132

Tabel 4.28 menunjukkan bahwa pada tingkat keyakinan 95%, bahkan 99 %, variabel Pemahaman Hadis Nabi (PHN) tentang gratifikasi dan Budaya Masyarakat

(BM) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi (PAG) para pegawai KUA di Kabupaten Bone. Hal ini ditandai dengan nilai P value dari

PHN dan BM sebesar 0.000 dan 0.001 yang jauh lebih kecil dari alpha 1%.

Variabel laten Good Governance (GG), Orientasi Keagamaan Eksternal

(OKE), dan Orientasi Keagamaan Internal (OKI) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi (PAG), karena nilai ‘P value’ dari GG

0.577, ‘P value’ dari OKE adalah 0.445, dan ‘P value’ dari OKI sebesar 0.973.

Semuanya jauh di atas alpha 1%, 5%, ataupun 10%.

G. Analisis Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi dan Variabel Independen Lainnya terhadap Perilaku Anti Gratifikasi

1. Analisis Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten Bogor dan Bone.

Berdasarkan hasil pengolahan data survey yang telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa variabel Pemahaman Hadis Nabi berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi. Berikut ringkasan hasil olah data tersebut.

Tabel 4.29 Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi terhadap Perilaku Anti Gratifikasi

VARIABEL PATH P KUA INDIKATOR LATEN COEFFICIENT VALUES

HN3 BOGOR PHN --> PAG 0.204 0.031 HN5 HN6 HN1 BONE PHN --> PAG 0.577 0.000 HN3 HN5

133

Tabel 4.29 menunjukkan bahwa baik di Kabupaten Bogor (Jawa Barat) maupun Kabupaten Bone (Sulawesi Selatan), nilai ‘P values’ (0.031 dan 0.000) lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 5% (0.05).

Hal ini membuktikan bahwa tingkat pemahaman para pegawai Kantor Urusan

Agama (KUA) terhadap hadis Nabi Muhammad SAW tentang larangan melakukan gratifikasi berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA.

Koefisien jalur (coefficient path) antara variabel Pemahaman Hadis Nabi terhadap Perilaku Anti Gratifikasi bernilai positip, yaitu 0.204 di Kabupaten Bogor dan 0.577 di Kabupaten Bone. Hal ini berarti bahwa semakin paham seorang pegawai KUA terhadap Hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi, maka semakin kuat pegawai tersebut berperilaku anti gratifikasi. Sebaliknya semakin kurang paham seorang pegawai KUA terhadap Hadis Nabi tentang gratifikasi, maka semakin lemah pula perilaku anti gratifikasi pegawai tersebut.

Besaran koefisien jalur juga menunjukkan bahwa di Kabupaten Bogor,

Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi berpengaruh sebesar 20.4% terhadap

Perilaku Anti Gratifikasi. Sedangkan di Kabupaten Bone, Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi berpengaruh sebesar 57.7% terhadap Perilaku Anti Gratifikasi.

Bila diperhatikan tabel di atas dari 5 hadis Nabi yang ditanyakan kepada responden, ternyata tidak semua hadis Nabi yang ditanyakan dalam kuesioner, dipahami oleh pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan Bone.

Hadis Nabi yang merefleksikan dengan kuat variabel Pemahaman Hadis

Nabi (PHN), baik oleh pegawai KUA di Bogor maupun di Bone, adalah hadis Nabi

134

Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abû Dâwud (HN3) dan Imam al-Nasa’i

(HN5).

Sedangkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (HN6), merefleksikan dengan kuat variabel Pemahaman Hadis Nabi di Kabupaten Bogor, namun lemah di Kabupaten Bone.

Sebaliknya, variabel pengetahuan umum responden tentang adanya larangan gratifikasi (korupsi) dalam ajaran Islam yang tertulis dalam hadis (HN1) terefleksikan dengan kuat di KUA Kabupaten Bone, namun lemah di KUA

Kabupaten Bogor.

Hadis Nabi yang sama sekali tidak terefleksikan pada variabel Pemahaman

Hadis Nabi, baik di KUA Kabupaten Bogor maupun KUA Kabupaten Bone, adalah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri (HN2) dan Imam Ahmad

(HN4). Namun hal ini bukan berarti bahwa kedua hadis Nabi tersebut tidak penting.

Hal ini hanya menunjukan bahwa para responden lebih memahami hadis Nabi tentang gratifikasi yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwud, Imam an- Nasa’i dan

Imam Muslim dibanding hadis riwayat Imam al-Bukhâri dan Imam Ahmad.

Ibn Hajar Al-‘Asqalâni dalam kitab Fathul Bâri, terkait dengan hadis larangan gratifikasi ini menyatakan bahwa larangan mengambil hadiah dari suatu tugas (gratifikasi) adalah karena ada kekhawatiran berdampak negatif. Para salaf al-salih juga tidak mau menerima gratifikasi agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pernah menolak hadiah dari seseorang, dan si pemberi hadiah bertanya: “kenapa tuan tidak mau menerima hadiah padahal Nabi dan para penggantinya (Khulafâ’ al-Râsyidịn) mereka menerima hadiah?” kemudian ‘Umar menjawab: “benar, hadiah di zaman Nabi

135

tetap sebagai hadiah, tapi (hadiah) sekarang adalah risywah (suap)”. Dalam riwayat lain dikatakan: “sungguh bagi Nabi dan sahabat adalah hadiah, tapi bagi pejabat sesudah mereka adalah risywah).15

Bahkan, Imam Nawawi tidak hanya mengatakan bahwa hadiah

(gratifikasi) itu haram tapi juga sebuah penghianatan terhadap amanah dan jabatan.16

Berdasarkan tafsir para ‘ulama terhadap hadis gratifikasi tersebut, maka sudah sepantasnya para pejabat atau pegawai di KUA khususnya dan Kemenag pada umumnya lebih memahami hadis Nabi Muhammad SAW terkait larangan gratifikasi, sehingga pegawai KUA semakin bersih, terpercaya, dan profesional dalam melayani masyarakat.

2. Analisis Variabel Selain Hadis Nabi yang Mempengaruhi Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten Bogor dan Bone.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa, selain pemahaman terhadap hadis Nabi tentang gratifikasi, ada faktor-faktor lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku anti gratifikasi dari para pegawai KUA di Kabupaten

Bogor dan Bone, yaitu Good Governance dan Budaya Masyarakat.

Tabel 4.30 berikut ini adalah ringkasan hasil olah data tersebut:

15 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Fathul Bâri Syarh Ṣahih al-Bukhâri, cet. 1, Jilid VI, (Riyad: Dâr Thoyibah, 1426H/2005), h. 450. 16 Abû Zakaria Yahya bin Syarf bin Muri Al-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim bin al- Hajjaj, Kitab al-Imarah, Bab Tahrim Hadayal ‘Umal, (Riyad: Baitul afkar Al-Dauliyah. 1421H/2000M), h. 1188.

136

Tabel 4.30 Pengaruh Good Governance dan Budaya Masyarakat Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi

VARIABEL PATH P KUA INDIKATOR LATEN COEFFICIENT VALUES GG1 BOGOR GG --> PAG 0.267 0.023 GG3 BM4 BONE BM --> PAG 0.558 0.001 BM5

a. Good Governance

Tabel 4.30 menunjukkan bahwa nilai ‘P Value’ dari pengaruh Good

Governance terhadap Perilaku Anti Korupsi (PAG) di Kabupaten Bogor (Jawa

Barat) adalah 0.023, lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 5% (0.05). Hal ini membuktikan bahwa implementasi prinsip Good

Governance di Kantor Urusan Agama (KUA) Kabupaten Bogor berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA.

Nilai koefisien jalur antara variabel Good Governance dengan Perilaku Anti

Gratifikasi bernilai positif (0.267). Ini berarti bahwa semakin kuat prinsip Good

Governance dilaksanakan di KUA, maka perilaku anti gratifikasi dari para pegawai

KUA akan semakin kuat pula. Sebaliknya bila, prinsip-prinsip Good Governance tidak atau kurang diterapkan di KUA, maka perilaku anti gratifikasi dari para pegawai KUA akan melemah.

Besaran koefisien jalur juga menunjukkan bahwa di Kabupaten Bogor, variabel good governance berpengaruh sebesar 26.7% terhadap Perilaku Anti

Gratifikasi. Sedangkan di Kabupaten Bone, Budaya Masyarakat berpengaruh sebesar 55.8 % terhadap Perilaku Anti Gratifikasi.

137

Nilai koefisien jalur dari Good Governance (GG) dengan Perilaku Anti

Gratifikasi (PAG) adalah yang paling besar diantara nilai koefisien jalur dari variabel konstruk lainya, sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh Good

Governance terhadap Perilaku Anti Gratifikasi adalah yang paling besar diantara variabel independen lainnya.

Bila diteliti lebih dalam, indikator yang merefleksikan Good Governance pada KUA di Kabupaten Bogor adalah adanya peraturan yang mengatur tentang gratifikasi (GG1) serta adanya akuntabilitas yang dilaksanakan di KUA (GG3).

Dibanding indikator-indikator lainnya dalam good governance, seperti Visi

Pemimpin (GG2), Transparansi (GG4), dan Tidak diskriminatif (GG6), maka faktor adanya peraturan tentang gratifikasi dan akuntabilitas dianggap oleh pegawai KUA di Kabupaten Bogor paling merefleksikan implementasi Good Governance di

KUA.

Pada kenyataanya peraturan terkait gratifikasi memang sudah dinyatakan secara eksplisit dalam UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gratifikasi menurut UU tersebut adalah:

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Termasuk gratifikasi adalah segala yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.17

17 Republik Indonesia.UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12B.

138

Sangsi atas pelanggaran dalam melakukan gratifikasi juga sudah dinyatakan dalam pasal 12, yaitu bahwa pelaku PNS yang melakukam gratifikasi dapat dihukum pidana 4–20 tahun penjara atau denda Rp. 200 Juta–Rp.1 milyar.

Terkait penerimaan negara di Kementerian Agama, ada Peraturan

Pemerintah No 48 Tahun 2014 yang mengubah PP NO 47 tahun 2001 Tentang Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian

Agama. Kemudian terkait KUA, PNBP yang khusus berasal dari biaya nikah dan rujuk, diatur lebih detail dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 24 Tahun

2014 Tentang Pengelolaan PNBP atas biaya nikah dan rujuk yang dilakukan di luar

KUA.

Berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata peraturan yang jelas disertai sangsi yang berat dan tegas akan mempengaruhi perilaku para pegawai KUA. Peraturan yang jelas dan rasa takut atas sangsi yang berat mendukung secara signifikan menguatnya perilaku anti korupsi di kalangan pegawai KUA.

Berkaitan dengan akuntabilitas, hasil penilaian responden mengindikasikan bahwa Kantor Urusan Agama di Kabupaten Bogor dianggap telah melaksanakan akuntabilitas yang baik. Responden beranggapan bahwa KUA telah menjalankan pertanggungjawaban yang salah satunya adalah memberikan laporan kepada yang memberikan amanah, dalam hal ini adalah Kementerian Agama Tingkat

Kabupaten. Kondisi ini menggembirakan sebab akuntabilitas akan membawa KUA ke arah pelaksanaan pelayanan yang bersih, prima, dan terpercaya.

Dengan demikian, faktor akuntabilitas dan faktor adanya peraturan yang tegas dan bersangsi berat, harus diperkuat terus agar pelaksanaan good governance semakin baik, dan pada akhirnya perilaku anti gratifikasi akan semakin kuat.

139

b. Budaya Masyarakat

Tabel 4.30 menunjukkan bahwa nilai ‘P Value’ dari pengaruh Budaya

Masyarakat terhadap Perilaku Anti Korupsi (PAG) di Kabupaten Bone (Sulawesi

Selatan) adalah 0.001, lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 5% (0.05). Hal ini membuktikan bahwa budaya masyarakat setempat dimana Kantor Urusan Agama (KUA) berada, berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA di Kabupaten Bone.

Nilai koefisien jalur antara variabel Budaya Masyarakat dengan Perilaku

Anti Gratifikasi bernilai positif (0.558). Ini berarti bahwa semakin kuat pegawai

KUA melaksanakan budaya lokal, maka perilaku anti gratifikasi dari para pegawai

KUA akan semakin kuat pula. Sebaliknya bila, ajaran budaya lokal tidak atau kurang diterapkan di KUA, maka perilaku anti gratifikasi dari para pegawai KUA akan melemah.

Hasil kajian ini menyiratkan bahwa budaya masih cukup kuat dipegang oleh masyarakat Kabupaten Bone. Hal ini didukung oleh kondisi masyarakat Bone yang dapat dikatakan relatif homogen, dan secara umum masih berpegang kuat pada budaya Bugis dan Islam.

Salah satu budaya Bugis yang dipegang masyarakat Bone, yaitu budaya yang disebut pappasang. Budaya pappasang atau pesan leluhur yang tertulis dalam aksara lontar ditemukan banyak kearifan lokal di masyarakat Bugis. Orangtua yang hendak melepas anaknya merantau, berpesan agar sang anak berpegang teguh pada dua kuala sappo (dua yang saya ambil sebagai pagar): unganna panasae–lempu

(tunas nangka yang disebut lempu), belona kanukue–pacce (hiasan pewarna kuku yang disebut pacce). Kata lempu metafor untuk hidup lurus dan jujur, sedangkan

140

pacce metafor hidup bersih. Kejujuran dan kebersihan adalah pagar yang selalu harus dibangun masyarakat Bugis mengelilingi dirinya di mana pun ia bekerja.

Kuatnya kearifan lokal pada masyarakat Bone, membuat variabel Budaya

Masyarakat mempengaruhi Perilaku Anti Gratifikasi secara signifikan (bahkan pada tingkat keyakinan 99%).

H. Analisis Indikator Paling Berpengaruh Terhadap Perilaku anti Gratifikasi

Variabel laten yang berpengaruh terhadap perilaku anti gratifikasi sebagaimana telah dibahas sebelumnya, memiliki indikator-indikator yang merefleksikan variabel laten tersebut. Sehingga indikator-indikator ini juga berpengaruh terhadap perilaku anti gratifikasi. Tabel 4.31 menunjukkan pengaruh dari indikator-indikator terhadap perilaku anti gratifikasi.

Tabel 4.31 Indikator Paling Berpengaruh

Variabel Indikator Loading KUA Laten Valid dan Factor Berpengaruh Reliabel (LF) HN3 0.835 PHN HN5 0.933 Bogor HN6 0.870 GG1 0.848 GG GG3 0.677 HN1 0.804 PHN HN3 0.664 Bone HN5 0.671 BM4 0.918 BM BM5 0.679

Berdasarkan tabel 4.31 di atas, diantara indikator-indikator yang valid dan reliabel, ternyata indikator yang memiliki loading factor terbesar di Kabupaten

Bogor adalah HN5 (Hadis Riwayat Imam Nasa’i). Dengan demikian, faktor atau

141

indikator yang paling menentukan Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten Bogor adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i (HN5).

Namun karena berdasarkan hasil kajian kualitas hadis pada awal Bab 4 ini, ditemukan bahwa hadis Imam Nasa’i ini berkualitas da’îf, maka hadis ini tidak dapat digunakan. Sehingga, dipilih indikator dengan nilai loading factor terbesar kedua, yaitu hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (HN6). Dengan demikian, hadis Nabi Muhammad SAW yang menjadi penentu Perilaku Anti

Gratifikasi adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (HN6), yang artinya sebagai berikut:

Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar bin Abî Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' bin Jarrah telah menceritakan kepada kami Ismâ'îl bin Abî Khâlid dari Qais bin Abî Hâzim dari 'Adi bin ‘Amîrah al-Kindi, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang aku beri suatu tugas, kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum, atau sesuatu yang lebih kecil dari itu, maka itu adalah ghulul (pengkhianatan) yang pada hari kiamat akan ia bawa." 'Adi bin 'Amîrah berkata, "Kemudian seorang laki-laki hitam dari Anshar-sepertinya saya pernah melihatnya- berdiri sambil berkata, "Wahai Rasulullah, kalau begitu saya akan tarik kembali tugas yang pernah anda bebankan kepada saya!" Beliau balik bertanya: "Ada apa denganmu?" dia menjawab, "Saya telah mendengar bahwa Anda pernah bersabda seperti ini dan seperti ini." Beliau bersabda: "Sekarang saya sampaikan, bahwa barangsiapa dari kalian yang aku beri suatu tugas, hendaklah ia datang baik dengan sedikit atau banyak, apa yang memang diberikan untuknya ia boleh mengambilnya, dan apa yang memang dilarang baginya, (maka ia harus dapat menahan diri.""َ(HR. Muslim No 3415

Sementara itu di KUA Kabupaten Bone, faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku anti gratifikasi adalah budaya yang mengajarkan kejujuran

(BM4), karena loading factor indikator ini adalah yang paling besar diantara indikator-indikator lainnya.

142

Hasil penelitian di KUA Kabupaten Bogor maupun di KUA Kabupaten

Bone ini sejalan dengan focus norm theory, yaitu teori yang menyatakan bahwa norma atau konteks dapat mempengaruhi perilaku individu. Teori ini pertama kali disampaikan oleh Robert R. Cialdini pada tahun 1900.18

Cialdini, Reno dan Kallgren (1990), membagi norma sosial ke dalam dua tipe, yaitu norma deskriptif (descriptive norm) dan norma injungtif (injunctive norm). Norma deskriptif merujuk pada informasi mengenai apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Norma ini dapat memotivasi individu untuk ikut serta dalam perilaku serupa dengan cara memberikan bukti bahwa karena kebanyakan orang melakukan suatu perilaku tertentu, maka pasti perilaku inilah yang tepat untuk dilakukan. Sementara norma injungtif merujuk pada aturan atau keyakinan yang secara moral menerima atau menolak perilaku tertentu. Norma ini mempersuasi individu untuk berperilaku tertentu melalui penggunaan sangsi sosial.19

Berdasarkan teori ini, maka ajaran agama atau dalam hal ini hadis Nabi

Muhammad SAW dan budaya masyarakat dapat dikategorikan sebagai norma injungtif, karena sifatnya yang tegas dan ada sangsi sosial bagi yang melanggarnya.

Namun, kenyataannya ada orang yang mengikuti dan ada orang yang tidak mengikuti norma tersebut. Menurut focus norm theory, hal ini tergantung pada norma apa yang menjadi fokus individu pada situasi tertentu.20

Berdasarkan teori ini, maka perilaku anti korupsi yang baik pada pegawai

KUA Kabupaten Bogor, disebabkan karena para pegawai lebih fokus pada norma

18 Whinda Yustisia, Focus Norm Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, Cet 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2017), h. 60. 19 Whinda Yusticia, Focus Norm Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, hal 61. 20 Whinda Yusticia, Focus Norm theory dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, hal 61

143

atau ajaran agama dalam hal ini hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang gratifikasi. Tingkat pemahaman mereka yang baik terhadap hadis Nabi tentang larangan gratifikasi telah mempengaruhi perilaku mereka.

Demikian juga dengan perilaku pegawai KUA di Kabupaten Bone yang memiliki perilaku anti korupsi yang baik. Hal ini dipengaruhi oleh budaya se tempat, yaitu ajaran untuk berperilaku jujur.

Ajaran berperilaku jujur ini sejalan dengan budaya pappasang, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Budaya pappasang atau pesan leluhur yang tertulis dalam aksara lontar ini mengajarkan kejujuran dan kebersihan di mana pun mereka bekerja.

Selain focus norm theory, hasil penelitian ini juga dapat dijelaskan dengan teori identitas sosial (social identification). Teori ini menyatakan bahwa norma diartikan sebagai sesuatu yang merefleksikan kelompok atau yang dikenal dengan group prototypicality. Konsep group prototypacality, menjelaskan bahwa norma kelompok merupakan ciri sebuah kelompok. Individu yang ingin menunjukkan dirinya sebagai bagian dari kelompok tersebut, akan berperilaku sesuai dengan norma yang ada.21

Dalam kasus pegawai KUA Kabupaten Bogor, mereka memiliki perilaku anti gratifikasi yang baik, karena mereka ingin mengidentifikasikan diri sebagai kelompok umat Islam yang menjunjung tinggi ajaran Islam, dalam hal ini adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang gratifikasi.

Dalam kasus pegawai KUA Kabupaten Bone, mereka hidup dalam masyarakat yang relatif homogen. Pengaruh budaya luar belum terlalu banyak

21 Whinda Yusticia, Focus Norm Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, h. 67

144

mempengaruhi masyarakat. Sehingga masyarakat masih memiliki identifikasi kuat dengan kelompok masyarakat setempat. Dengan demikian, pegawai KUA

Kabupaten Bone juga berupaya mengidentifikasikan dirinya sebagai masyarakat

Bone. Sehingga dapat dimengerti bahwa budaya jujur yang diajarkan budaya lokal mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku anti gratifikasi dari para pegawai KUA di Kabupaten Bone.

Hal ini berbeda dengan Kabupaten Bogor yang masyarakatnya sangat heterogen, sehingga identifikasi terhadap kelompok budaya lokal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku anti gratifikasi dari pegawai KUA

Kabupaten Bogor. Mereka lebih taat pada aturan formal, seperti undang-undang atau peraturan pemerintah pada setiap levelnya. Sehingga, peraturan tentang gratifikasi (GG1) dan akuntabilitas (GG3), berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku anti gratifikasi, walaupun bukan faktor yang paling berpengaruh.

Cottam, dkk (2010), menegaskan bahwa pada dasarnya perilaku merupakan fungsi atau hasil interaksi antara individu dan lingkungan.22 Dengan demikian, peneliti menganggap bahwa untuk mengurangi korupsi atau meningkatkan perilaku anti gratifikasi adalah dengan memadukan strategi pengembangan individu dan masyarakat (lingkungan) sekaligus.

Sejalan dengan itu, maka kebijakan atau strategi yang dapat dilakukan pemerintah dalam meningkatkan perilaku anti gratifikasi/korupsi di Indonesia, khususnya di KUA ataupun Kementerian Agama, adalah dengan mensosialisasikan dan menginternalisasikan ajaran agama, khususnya hadis Nabi Muhammad SAW

22 Pitaloka Ardiningtiyas, Social Dominance Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, Cet 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2017), h. 105

145

tentang larangan gratifikasi, mengimplementasikan tata kelola yang baik (good governance), dan memperkuat budaya lokal yang positif.

Secara praktis, strategi tersebut dapat diwujudkan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang mengajarkan hadis Nabi tentang gratifikasi,

Good Governance dan Budaya Masyarakat. Selain itu, dapat juga melalui sosialisasi di berbagai media seperti website, stiker dan standing banner yang dipasang disetiap KUA. Dan yang tak kalah penting adalah melakukan pengawasan yang efektif dan penerapan sangsi yang tegas terhadap siapa saja yang melanggar peraturan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kondisi Tingkat Pemahaman Pegawai KUA terhadap Hadis Nabi

a. Kondisi tingkat pemahaman para pegawai KUA Kabupaten Bogor terhadap

Hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi rata-rata baik (43.17%).

Sedangkan tingkat implementasi prinsip-prinsip Good Governance rata-rata

baik (44.2%), Orientasi Keagamaan Eksternal rata-rata rendah (41%),

Orientasi Keagamaan Internal sangat baik (40.67%), Budaya Masyarakat

rata-rata baik (47%), dan Perilaku Anti Gratifikasi rata-rata baik (39.6%).

b. Kondisi tingkat pemahaman para pegawai KUA Kabupaten Bone terhadap

Hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi rata-rata cukup baik

(37.4%). Sedangkan tingkat implementasi prinsip-prinsip Good

Governance rata-rata baik (49.27%), Orientasi Keagamaan Eksternal rata-

rata sangat rendah (37.40%), Orientasi Keagamaan Internal rata-rata sangat

baik (50.41%), Budaya Masyarakat rata-rata baik (60.98%), dan Perilaku

Anti Gratifikasi rata-rata baik (40.98%).

2. Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi terhadap Perilaku Anti gratifikasi

a. Pemahaman para pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan Bone, terhadap

Hadis Nabi Muhammad SAW, terbukti berpengaruh secara signifikan

(alpha 5%) terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA di kedua

146

147

daerah tersebut. Hubungan kausalitas tersebut bernilai positif, yang berarti

semakin kuat pemahaman para pegawai KUA terhadap hadis Nabi

Muhammad SAW, semakin besar perilaku anti gratifikasi para pegawai

KUA.

b. Implementasi Good Governance di KUA Kabupaten Bogor berpengaruh

secara signifikan (alpha 5%) terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para

pegawai KUA Kabupaten Bogor. Hubungan kausalitas kedua variabel

tersebut bernilai positif, artinya semakin baik pelaksanaan prinsip-prinsip

good governance, maka semakin tinggi perilaku anti korupsi para pegawai

KUA Kabupaten Bogor.

c. Budaya Masyarakat di Kabupaten Bone berpengaruh secara signifikan

(alpha 1%) terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegarai KUA di

Kabupaten Bone. Hubungan kausalitas kedua variabel tersebut bernilai

positif, artinya bahwa semakin ditanamkan budaya masyarakat, maka

semakin kuat perilaku anti gratifikasi para pegawai KUA Kabupaten Bone.

3. Indikator yang paling berpengaruh terhadap Perilaku Anti Gratifikasi

a. Faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku anti gratifikasi para

pegawai KUA di Kabupaten Bogor adalah Hadis Nabi Muhammad SAW

yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang larangan bagi pejabat untuk

melakukan gratifikasi.

b. Sedangkan di KUA Kabupaten Bone, faktor yang paling berpengaruh

terhadap Perilaku Anti Gratifikasi adalah Budaya Masyarakat yang

mengajarkan kejujuran.

148

B. Saran

2. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama, hendaknya

memperkuat pemahaman para pegawai KUA terhadap Hadis Nabi

Muhammad SAW yang berbicara tentang gratifikasi untuk meningkatkan

perilaku anti gratifikasi para pegawai KUA.

3. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama, hendaknya

memelihara dan memperkuat budaya masyarakat lokal terutama budaya

jujur, untuk meningkatkan perilaku anti gratifikasi para pegawai KUA.

4. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama, hendaknya

meningkatkan pelaksanaan Good Governance di KUA, seperti penegakan

peraturan dan akuntabilitas, sehingga diharapkan dapat meningkatkan

perilaku anti gratifikasi para pegawai KUA.

5. Wujud program atau kegiatan yang dapat dilakukan untuk implementasi

saran poin 1, 2 dan 3 di atas, adalah Kementerian Agama dapat

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi para pegawai KUA yang

di dalamnya terdapat materi Hadis Nabi Muhammad SAW tentang

gratifikasi, Budaya Masyarakat, dan Good Governance. Selain itu,

Kementerian Agama dapat mengadakan sosialisasi bentuk lainya, seperti

meletakan stiker dan standing banner di kantor KUA yang bertuliskan hadis

Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi, prinsip-prinsip Good

Governance, dan Budaya Masyarakat.

6. Para akademisi atau peneliti yang berminat terhadap tema ini, hendaknya

dapat lebih menyempurnakan penelitian ini, seperti meningkatkan jumlah

149

responden dan jumlah daerah yang diteliti, serta memperdalam analisis kualitatif disamping analisis kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal dan Siswadi, AGP. Psikologi Korupsi. Cet 1. Jakarta: Rosdakarya. Jakarta. 2015 Albarnoz, Facundo dan Cabrales, Antonio. Decentralization, Political Competition, and Corruption. Paper diambil dari www.ucl.ac.uk/~uctpcab/research/AC- 2013.pdf pada 29 oktober 2017. Pukul 21.00 Al-Adabi, Salahudin Ibn Ahmad. Manhaj Naqd al Matn ind Ulama’ al Hadist an Nabawi. Diterjemahkan oleh Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq dengan judul: Metodologi Kritik Matan Hadis. Cet 1. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2004. Abû Zahw, Muhammad. The History of Hadith. Penerjemah Abdi Pemi Karyanto dan Mukhlis Yusuf Arbi. Cet 1. Depok-Jawa barat: Keira Publishing. 2015. Al ‘Asqalȃni, Ibnu Hajar. Fath al-Bâri Syarh Sahih al-Bukhârî. Jilid 5. cet. 1. Riyad: Dār al-Salām. 1421H/2000M. ______.Taqribut Tahdzib. Cet 2. Riyad: Dȃrul Asimah. 1423H/2002M. Alatas, Syed Hussain. Korupsi, sifat, sebab dan fungsi. Penejemah Nirwono. Jakarta: LP3ES. 1987. Arsyianti, Laily dwi dan Beik, Irfan Syauqi. Ekonomi Pembangunan Syariah. Jakarta: Raja Grafindo. 2016. Badru Salam, Abu Yahya. Kunci Memahami Hadis. Cet 1. Jakarta: Nashirussunnah. 2014. Baidan, N dan Aziz, Erwati. Metodologi Khusus Penelitian Tafsir. Cet 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2016. Bin Hambal, Ahmad. Musnad Ahmad. Riyad: Baitul Afkar Ad Dauliyah. 1419H/1998M. Al-Bukhârị, Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismȃ’il. Ṣahih al-Bukhâri. Kairo: Dȃrul Ibnul Jauzi. 1431H/2010 M. Bustamin dan Isa, Muhammad. Metodologi Kritik Hadis. Cet 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004 Cialdini, RB, dkk. “A Focus Theory of Normative Conduct: When Norms Do and Do Not Affect Behavior.” Diakses dari psp.sagepub.com at Sage Publication. 12 Februari 2018. Clark, George RG. “Does Over Regulation led to Corruption?.” Texas A&M International University. LV14025. Tidak diketahui penerbit dan Tahun. Comrey AL, dan Lee HB. A first course in factor analysis. Edisi 2. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 1992.

150

151

Creswell, John W. Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. 2nd Edition. California: Sage Publication Inc. 2003. Al-Dzahabi. Al Kabair. Riyad: Dȃr Ibnu Jauzi.2013. Diterjemahkan oleh Mukrima Azzahra dengan judul: Ensiklopedia Dosa Dosa Besar. Cet1. Jakarta: Zaman. 2016. Farida, P dan Jurdi, F. Korupsi Kekuasaan: Dilema Penegakan Hukum di atas Hegemoni Oligarki. Edisi 1. Jakarta: Rajawali Press. 2016. Hair, Joseph, et all. Multivariate Analysis. Ed 7. Edinburgh: Pearson Education Limited.2010. Haryatmoko. Etika Politik dan Kekuasaan. Cet 3. Jakarta: Kompas. 2014. Hudijana, Joevarian, dkk. Teori Psikologi Sosial Kontemporer. Cet.1. Jakarta: Rajawali Pers.2017. Irfan, Nurul. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Ed 2. Jakarta: Amzah. 2014 Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Cet 2. Jakarta: Bulan Bintang. 2007. ______. Cara Praktis Mencari Hadis. Jakarta: Bulan Bintang. 1991. Itr, Nuruddin. Manhaj an Naqd Fî ‘Ulûm al Hadits. Diterjemahkan oleh Mujiyo dengan judul: Ulumul Hadis. Cet 2. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2012. Jogiyanto, HM. Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: STIM YKPN. 2011 Jogiyanto, PhD dan Abdilah, Willy, DR. Partial Least Square (PLS) dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: CV Andi Offset. 2015. Kementerian agama. Al-Qur’anul Karim. Cet.1. Bandung: Syamil Quran. 2007 Khon, Abd. Madjid. Takhrij dan Metode Memahami Hadis. Cet 1. Jakarta: Amzah. 2014. ______. Ulumul Hadis. Cet 1. Jakarta: Amzah. 2012. Kotera Go, Okada, dan Samreth. Study on Relationship between corruption and Government Size: The Role of Democrazy. Jurnal MPRA No 20515. 2010. Lamsdorf. Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries. Dalam: International Handbook on economics of corruption. Editor Susan-Eckerman. Cheltenham UK: Edward Elgard Publishing. 2006. Listianingsih, DM dan Rosikah, CD. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. 2016. Mila, Mirra Noor dan Yustisia, Whinda. Teori Identitas Sosial, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer. Editor: Ardiningtyas pitaloka. Cet.1. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2017. Al-Mizzi, Abu al-Hajjaj Jamaluddin Yusuf bin Abdurrahman. Tahdzibul Kamal Fi Asmai Rijal. Beirut: Muasssasah ar Risalah. 1403H/1983M.

152

Nachrowi, D dan Usman, H. Ekonometri. Jakarta: LP FEUI. 2006. Al-Naisaburi, Abû Al-Husain Muslim bi al-Hajjaj al-Qusyairi. Sahih Muslim. Riyad: Bait al-Afkar al-Dauliyah. 1420H/1999M. Al-Nasa’i, Abu A’bdurrahman Ahmad bin Syua’ib bin ‘Ali Al-Kharasani. Sunan Nasa’i. Beirut: Dȃr Al-Kutub Al-Ilmiyah. 1434H/2013M. Al-Nawawi, Abu Zakaria Yahya bin Syarf bin Muri. Sahih Muslim bi Syarhin Nawawi. Diterjemahkan oleh Wawan Djunaedi Soffandi dengan judul: Syarah Imam Muslim. Cet1. Jilid 1 dan 5. Jakarta: Penerbit Mustaqiim. 1423H/2002M. Paldam, Martin. “Corruption and Religion”. Department of Economics. University of Aarhus, Denmark.2001. Pitaloka, Ardiningtiyas. Social Dominance Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer. Editor: Ardiningtyas pitaloka. Cet1. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2017. Qardawi, Yusuf. Kaifa Nata’amal Ma’a As-Sunnah an Nabawiyah. Diterjemahkan oleh Muhammad al Baqir berjudul: Bagaimana Memahami Sunah Nabi. Bandung: Karisma. 1993. Qudsy, SZ dan Imron, Ali. Model-Model Penelitian Hadis Kontemporer. Cet.1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013. Al-Rasyid, Harun. Fikih Korupsi: Analisis Politik Uang di Indonesia dalam perspektif Maqoshid Syari’ah. Cet 1. Jakarta: Kencana. 2016. Republik Indonesia. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rose, Sussan dan Ackerman. Corruption and Government: Causes, Consequences, and Reform. Cet 1. London: Cambridge University Press. 1999. Sarwono, W Sarlito. Psikologi Lintas Budaya. Cet 3. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2016 Shadabi, Laila. The Impact of Religion on Corruption. The journal of business Inquiry. 2013. h. 102-117. Al-Sijistani, Abû Dȃwud Sulaiman bin Al Asy’ats Al azdi. Sunan Abû Dȃwud. Beirut: Dȃrul Risalah Al Alamiyah. 1430H/2009M Tajfel, Henry dan Turner, John C. The Social Identity Theory of Intergroup Behavior, dalam J. T. Jost & J. Sidanius (Eds.), Key readings in social psychology. Political psychology: Key readings (pp. 276-293). New York: Psychology Perss. 2004 Tim Penyusun KPK. Buku Saku Memahami Gratifikasi. Cet 1. Jakarta: Penerbit KPK. 2010. Tjiptoherijanto, Prijono dan Manurung, Mandala. Paradigma Administrasi Publik dan Perkembangannya. Cet.1. Jakarta: Penerbit UI. 2010. Toegarisman M, Adi. Pemberantasan Korupsi dalam Paradigma Efisiensi. Cet 1. Jakarta: Kompas. 2016.

153

Umar, Haryono. Corruption The Devil. Universitas Trisakti. Cet 1. Jakarta. 2016 Wahyuni, ZI, dkk. “The Relationship between Religious Orientation, Moral Integrity, Personality, Organizational Climate, and Anti Corruptions in Indonesia.” International Journal of social Science and Humanity. Vol V. No 10 Oktober 2015. Waluyo, Bambang. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Cet 1. Jakarta: Sinar Grafika. 2016 Wensinck, Arentjan. al-Mu’jam al-Mufahras lil Alfadz al-Hadits al-Nabawî. diterjemahkan oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqiy dengan judul, al- Mu’jam al-Mufahras lil Alfadz al-Hadits al-Nabawiy. Leiden: E.J. Brill. 1943. Yustisia, Whinda. Focus Norm Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer. Editor: Ardiningtyas pitaloka. Cet1. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2017.

LAMPIRAN-1 Hadis-Hadis Setema dengan Hadis Imam al-Bukhâri (HN2)

1. Sahih al-Bukhâri 6145

ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ْ َحَدث َنَاْأَبُوْال يََمانْأَ خبَ َرََنْ ُشَعي بْ َع نْال ز هر ِِيْقَاَلْأَ خبَ َرّنْعُ رَوةُْ َع نْأَِبْ ُُحَي دْال َساعد ِِيْْأَنَهُْ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ أَ خبَ َرهُْأََنَْرُسوَلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْا ستَ عَم َلْ َعامًالْفَ َجاءَهُْال َعام ُلْح َيْفَ َْرَغْمْ نْ َعَملهْفَ َقاَلََْيَْرُسوَلْا َّللَْهَذاْ ِ ِ ِ ِ ِ لَ ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيِْلْفَ َقاَلْلَهُْأَفََالْقَ َع د َتِِْفْب َي ْأَبي َكَْوأُِم َكْفَ نَظَ ر َتْأَي ُ هَدىْلَ َكْأَ مَْلُْثَْْقَاَمَْرُسوُلْا َّللْ َصلَىْ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ َعشيَةًْب َ عَدْال َصَْالةْفَ تَ َشَهَدَْوأَث ََنْ َعلَىْا َّللِْبَاُْهَوْأَ هلُهُُْثَْقَاَلْأََماْب َ عُدْفََماَِْبُْلْال َعامِلْنَ ستَ عملُهُْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َِ فَ يَأتينَاْفَ يَ ُقوُلَْهَذاْم نْ َعَمل ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيْلْأَفََالْقَ َعَدِْفْب َي ْأَبيهَْوأُِمهْفَ نَظََرَْه لْي ُْ هَْدىْلَهُْأَ مَْلْفَ َوالذيْن َ ۡ ُسْ ٍ ِ ِِ ِ َِ ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ُُمََمدْبيَدهَْلْي َغُ لْأَ َحُدُك مْمن َهاْ َشي ئًاْإلْ َجاءَْبهْي َ وَمْال قيَاَمةََْي ملُهُْ َعلَىْعُنُقهْإ نَْْكْا َنْبَع ًْياْ َجاءَْبهْلَهُُْرَاء َْوإ نْْ ِ ِ ِ َ ٍ ِ َ َكانَ ْب ََقَرةًْ َجاءَِْبَاََْلَاْ ُخَوا رَْوإْ نَْكانَ ْ َشاةًْ َجاءَِْبَاْتَ ي َعُرْفَ َق دْب َلغ ُ ْفَ َقاَلْأَبُوْ ُُحَي دُْثََْرفََعَْرُسوُلْْا َّللْ َصلىْا َّللُْ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ َ َعلَي هَْو َسلَمْيََدهُْ َحََّتْإََنْلَنَ ن ظُُرْإَلْعُ َۡرةْإب طَي هْقَاَلْأَبُوْ ُُحَي دَْوقَ دْ ََس َعْذَل َكَْمعيَْْزي ُدْبْ ُنََْثب ْم نْالنَ ِِبْ َصلىْا َّللُْ ِ َ َعلَي هَْو َسلَمْفَ َسلُوهُْ Sahih al-Bukhâri 6145: Telah menceritakan kepada kami Abû al-Yaman telah memberitakan kepada kami Syu'aib dari Az-Zuhrî mengatakan; telah menceritakan kepadaku ‘Urwah dari Abû Humaid As-Sa'idi bahwasanya ia mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah Sallallahu'alaihi wa sallam mempekerjakan karyawan zakat ('amil). Setelah selesai dari kerjanya, 'amil tadi mendatangi Nabi dan berujar; 'Wahai Rasulullah, ini untuk kalian dan ini dihadiahkan untukku'. Lantas Nabi bersabda: "tidakkah kamu duduk-duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu kemudian kamu cermati, apakah kamu memperoleh hadiah ataukah tidak?" Kemudian Rasulullah Sallallahu'alaihi wa sallam berdiri diwaktu sore setelah berdoa, bersyahadat, dan memuji Allah dengan puji-pujian yang semestinya bagi- Nya, kemudian beliau memulai: "Amma ba'du. Ada apa gerangan dengan 'amil zakat yang kami pekerjakan, dia mendatangi kami dan berujar; 'Ini dari pekerjaan kalian dan ini hadiah untukku, tidakkah ia duduk-duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya lantas ia cermati, apakah ia memperoleh hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, tidaklah seseorang diantara kalian mengambil harta tanpa haknya, selain pada hari kiamat nanti harta itu ia pikul diatas tengkuknya, dan jika unta, ia akan memikulnya dan mengeluarkan suara unta, dan

154

155

jika sapi, maka sapi itu dipikulnya dan melenguh, dan jika harta yang ia ambil berupa kambing, maka kambing itu akan mengembik. Sungguh telah kusampaikan." Kata Abû Humaid, kemudian Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tangannya hingga kami melihat warna putih ketiaknya. Abu Humaid berkata, dan telah mendengar hal itu bersamaku adalah Zaid bin Tsabit, dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, maka tanyailah dia.'

2. Sunan Ad-Darimi 1609

ِ ِ ِ سننْالدارمي٩٠٠١ْ:ْْأَ خبَ َرََنْأَبُوْال يََمانْا ْلَ َكُمْب ُنََْنفٍعْأَ خبَ َرََنْ ُشَعي بْ َع نْال ز هر ِيْ َحَدثَِنْعُ رَوةُْب ُنْْ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ال زب َ ْيْ َع نْأَِبْ ُُحَي دْا ْلَن َصار ِيُْثَْال َساعد ِيْأَنَهُْأَ خبَ َرهُْأََْنْالنََِبْ َصلىْا َّْللُْ َعلَي هَْو َسلَمْا ستَ عَم َلْ َعامًالْ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ َِ ِ ِ َعلَىْال َصَدقَةْفَ َجاءَهُْال َعاملُْح َيْفَ َرَغْم نْ َعَملهْفَ َقاَلََْيَْرُسوَلْا َّللَْهَذاْالذيْلَ ُك مَْوَهَذاْأُْ هْد َيْلْ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ فَ َقاَلْالنَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَْمْفَ َهَالْقَ َع د َتِْفْب َي ْأَبي َكَْوأُِم َكْفَ نَظَ ر َتْأَي ُ هَْدىْلَ َكْأَ مَْلُْثَْقَاَمْ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ النَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ َعشيَةًْب َ عَدْال َصَالةْ َعلَىْال من ََبْفَ تَ َشَهَدَْوأَث ََنْ َعلَىْا َّْللِْبَاْ ُهَوْأَ هلُهُُْثَْقَاَلْْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ أََماْب َ ع ُدَْماَِْبُلْال َعامِلْنَ ستَ عملُهُْفَ يَأ تينَاْفَ يَ ُقوُلَْهَذاْم نْ َعَمل ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيِْلْفَ َهَالْقَ َْعَدِْفْب َي ْ ِ ِ ِِ َِ ٍ ِ ِِ ِ َِ أَبيهَْوأُِمهْفَ يَ ن ظَُرَْه لْي ُ هَدىْلَهُْأَ مَْلَْوالذيْن َ ۡ ُسُُْمََمدْبيَدهَْلْي َغُ لْأَ َح ُدُكْ مْْمن َهاْ َشي ئًاْإلْ َجاءَْي َ وَمْ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ال قيَاَمةََْي ملُهُْ َعلَىْعُنُقهْإ نَْكا َنْبَع ًْياْ َجاءَْبهْلَهُُْرَاء َْوإ نَْكانَ ْب ََقَرةًْ َجاءَِْبَاََْلَاْ ُخَْوا رَْوإ نَْكانَ ْ ِ َ ٍ ِ َ ِ َ ِ ِ َشاةًْ َجاءَِْبَاْتَ ي َعُرْفَ َق دْب َلغ ُ ْقَاَلْأَبُوْ ُُحَي دُْثََْْرفََعَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَْي هَْو َسلَمْيََدي هْ َحََّتْإََنْ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ٍ لَنَ ن ظُُرْإَلْعُ َۡرةْإب طَي هْقَاَلْأَبُوْ ُُحَي دَْوقَ دْ ََس َعْذَل َكَْمعيْم نْالنَِِِبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْْو َسلَمَْزي ُدْب ُنََْثب ْ

فَ َسلُوهُْ Sunan ad-Darimi 1609: Telah mengabarkan kepada kami Abû Al Yaman Al Hakam bin Nafi' telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah menceritakan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair dari Abû Humaid Al Ansari As Sa'idi, bahwa ia mengabarkan kepadanya, bahwa Nabi sallallahu 'alaihi wasallam menggunakan pekerja untuk mengurusi zakat. Kemudian pekerja tersebut datang kepadanya saat pekerjaannya telah selesai. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, ini yang menjadi bagian anda dan yang ini dihadiahkan kepadaku." Lalu Nabi sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perhatikanlah, jika kamu duduk di rumah bapak dan

156

ibumu, apakah engkau akan mendapatkan hadiah atau tidak?" Kemudian setelah shalat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di atas mimbar seraya mengucapkan syahadat dan memuji Allah dengan pujian yang menjadi milik-Nya. Kemudian beliau bersabda: "Bagaimana dengan seorang pekerja yang kami pekerjakan, kemudian datang kepada kami dan berkata, 'Ini hasil dari kerja anda dan ini dihadiahkan kepadaku.' Lihatlah, jika engkau duduk di rumah bapak dan ibumu, apakah engkau akan diberi hadiah atau tidak? Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seseorang di antara kalian mengambil sesuatupun darinya yang bukan haknya kecuali pada hari Kiamat ia datang dengan membawanya pada lehernya, apabila sesuatu tersebut adalah unta maka ia datang membawanya dengan bersuara unta, apabila sesuatu tersebut adalah sapi maka ia datang membawanya dengan bersuara sapi, dan apabila sesuatu tersebut adalah kambing maka ia datang membawanya dengan suara kambing, sungguh aku telah menyampaikannya." Abû Humaid berkata, "Kemudian Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya hingga kami melihat putihnya kedua ketiak beliau." Abû Humaid berkata, "Sungguh, Zaid bin Tsabit bersamaku telah mendengar hal itu tersebut dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, maka tanyakanlah kepada dia." (Ad Darimi 1609)

3. Sunan ad-Darimi 2382

ِ ِ ِ ِ سننْالدارمي٢٥٣٢ْ:ْْأَ خبَ َرََنْا ْلَ َكُمْب ُنََْنفٍعْ َحَدث َنَاْ ُشَعي بْ َع نْال ز هر ِيْأَ خبَ َرّنْعُ رَوةُْب ُنْال زب َ ْيْ َعْ نْ ٍ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ أَِبْ ُُحَي دْال َساعد ِيْأَنَهُْأَ خبَ َرهُْأََنْالنََِبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْا ستَ عَم َلْ َعامًالْ َعْلَْىْال َصَدقَةْفَ َجاءَهُْ ِ ِ ِ ِِ ِ َِ ِ ِ َ ال َعاملُْح َيْفَ َرَغْم نْ َعَملهْفَ َقاَلََْيَْرُسوَلْا َّللَْهَذاْالذيْلَ ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيْلْفَ َقاَلْالنَِ ْبْ َصلىْا َّللُْ ِ َ ِ ِ ِ ِ َ ِ َعلَي هَْو َسلَمْفَ َهَالْقَ َع د َتِْفْب َي ْأَبي َكَْوأَِم َكْفَ نَظَ ر َتْأَي ُ هَدىْلَ َكْأَ مَْلُْثَْقَْاَمْالنَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هْ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َو َسلَمْ َعشيَةًْب َ عَدْال َصَالةْ َعلَىْال من ََبْفَ تَ َشَهَدْفَ َمَدْا َّللََْوأَث ََنْ َعلَي هِْبَاْ ُهَوْأَ هلُهُُْثَْْقَاَلْأََماْب َ ع ُدْفََماْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َِبُلْال َعامِلْنَ ستَ عملُهُْفَ يَأ تْينَاْفَ يَ ُقوُلَْهَذاْم نْ َعَمل ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيِْلْفَ َهَالْقَ َعَدِْفْب َي ْْأَبيهَْوأُِمهْ َِ ٍ ِ ِِ ِ ِ َِ ِِ ِ ِ فَ يَ ن ظَُرْأَي ُ هَدىْلَهُْأَ مَْلَْوالذيْن َ ۡ ُسُُْمََمدْبيَدهَْلْي َغُ لْأَ َح دْمن ُك مْمن َهاْ َشي ئًاْإلْ َجاءَْْبهْي َ وَمْال قيَاَمةْْ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ََي ملُهُْ َعلَىْعُنُقهْإ نَْكا َنْبَع ًْياْ َجاءَْبهْلَهُُْرَاء َْوإ نَْكانَ ْب ََقَرةًْ َجاءَِْبَاََْلَاْ ُخَوا رَْوإ نْ ْْ َكانَ ْ َشاةًْ ِ ِ َ ٍ َ ِ َ ِ ِ ِ َجاءَِْبَاْتَ ي عُرْفَ َق دْب َلغ ُ ْقَاَلْأَبُوْ ُُحَي دُْثََْرفََعْالنَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَْمْْيََدي هْ َحََّتْإََنْلَنَ ن ظُُرْإَلْ

157

ِ ِِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ٍ عُ َۡرةْإبطَي هْقَاَلْأَبُوْ ُُحَي دَْوقَ دْ ََس َعْذَل َكَْمعيْم نَْرُسولْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْْزيْ ُدْب ُنََْثب ْ

فَ َسلُوهُْ Sunan Darimi 2382: Telah mengabarkan kepada kami Al Hakam bin Nafi' telah menceritakan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhrî telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair dari Abû Humaid As Sa'idi bahwa ia telah mengabarkan kepadanya, bahwa Nabi sallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat seorang sebagai amil zakat untuk mengambil harta sedekah, ketika amil zakat tersebut selesai mengambil harta sedekah, ia datang kepada beliau seraya berkata; "Wahai Rasulullah, ini bagian anda dan ini dihadiahkan kepadaku." Lalu Nabi sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidakkah kamu duduk-duduk saja di rumah ayah dan ibumu, kemudian kamu lihat, apakah kamu akan diberi hadiah ataukah tidak?" Ketika sore hari, yaitu setelah salat (Ashar) Nabi sallallahu 'alaihi wasallam berdiri di atas mimbar, setelah mengucapkan syahadat dan memuji Allah dengan pujian milikNya, beliau bersabda: "Bagaimana dengan seorang amil zakat yang kami pekerjakan, kemudian datang kepada kami sambil berkata; "ini adalah bagian anda dan ini dihadiahkan kepadaku." Tidakkah ia duduk-duduk di rumah ayah dan ibunya saja, kemudian melihat apakah ia akan diberi hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang diantara kalian mengambil sesuatupun yang bukan haknya, kecuali pada hari Kiamat ia akan datang dengan memikulnya dilehernya, apabila sesuatu itu adalah unta, maka ia datang memikulnya sambil melenguh, apabila sesuatu itu adalah sapi maka ia memikulnya sambil mengemoh, dan apabila sesuatu itu adalah kambing, maka ia datang memikulnya sambil mengembek, sungguh aku telah menyampaikannya." Abû Humaid berkata; "Setelah itu Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya hingga kami melihat putih ketiaknya. Abû Humaid berkata; "Dan sungguh Zaid bin Tsabit telah mendengar hal itu bersamaku dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, (jika tidak percaya) tanyalah kepadanya. (Sunan al- Darimi 2382)

4. Sahih al-Bukhâri 6464

ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ َحَدث َنَاْعُبَ ي ُدْب ُنْإ َسَاعي َلْ َحَدث َنَاْأَبُوْأُ َساَمةَْ َع نْه َشامْ َع نْأَبيهْ َع نْأَِبْ ُُحَي دْال َساعد ِيْقَْاَلْ ِ َ ِ َ ِ ِ ٍ َ ِ ِ ا ستَ عَم َلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْرُجًالْ َعلَىْ َصَدقَاتْبَنْ ُسلَي مْيُ د َعىْاب َنْال لتَبْيَْةْفَ لََماْ َجاءَْ َحا َسبَهُْقَاَلَْهَذاْ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َمالُ ُك مَْوَهَذاَْهديَة ْفَ َقاَلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْفَ َهَالْ َجلَ س َ ِْفْب َي ْأَبي َكَْْوأُِْم َكْ َحََّتََْت تيَ َكَْهدي َتُ َكْ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ َ ِ إ نُْكن َ ْ َصادقًاُْثَْ َخطَبَ نَاْفَ َمَدْا َّللََْْوأَث ََنْ َعلَي هُْثَْقَاَلْأََماْب َ عُدْفَإ ِّنْأَ ستَ عم ُلْالَرُج َلْمن ُك مْ َعلَىْال َعَمِلِْمَاَْولّنْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ا َّللُْفَ يَأتْفَ يَ ُقوُلَْهَذاَْمالُ ُك مَْوَهَذاَْهديَة ْأُ هديَ ْلْأَفََالْ َجلَ َسِْفْب َي ْأَبيهَْوأُِمهْ َحََّتََْْتتْيَهَُْهدي َتُهَُْوا َّللَْلََْي ُخُذْ

158

ِ ِ ِ ِِ َِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ أَ َح دْمن ُك مْ َشي ئًاْبغَ ْيْ َحِقهْإلْلَق َيْا َّللَََْي ملُهُْي َ وَمْال قيَاَمةْفَََلَ عرفَ َنْأَ َحًداْمن ُك مْْلَق َيْا َّللَََْي م ُلْبَع ًْياْلَهُُْرَاء ْأَ وْب ََقَرةًْ ِ ِ ِِ َ َ ِ ِ ََلَاْ ُخَوا رْأَ وْ َشاةًْتَ ي َْعُرُْثََْرفََعْيََدهُْ َحََّتُْرئ َيْب َيَا ُضْإب طهْي َُقوُلْاللُهَمَْه لْب َلغ ُ ْبَ صَرْ َعي نَْوََس َعْأُْذُّنْ Sahih al-Bukhâri 6464: Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaid bin Ismȃ'il, telah menceritakan kepada kami Abû ‘Usamah dari Hisyam dari ayahnya, dari Abû Humaid al-Sa'idi mengatakan, Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam pernah mempekerjakan seorang laki-laki untuk mengelola zakat bani Sulaim yang sering dipanggil dengan nama Ibnu Al Lutbiyah, tatkala dia datang, dia menghitungnya dan berkata; 'Ini adalah hartamu dan ini hadiah.' Spontan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam berujar: "kenapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu sampai hadiahmu datang kepadamu jika kamu jujur." Kemudian beliau berpidato di hadapan kami, memuja dan memuji Allah terus bersabda: "Amma ba'd. Sesungguhnya saya mempekerjakan salah seorang diantara kalian untuk mengumpulkan zakat yang telah Allah kuasakan kepadaku, lantas ia datang dan mengatakan; 'ini hartamu dan ini hadiah yang diberikan kepadaku, ' kenapa dia tidak duduk-duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya sampai hadiahnya datang kepadanya? Demi Allah, tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, selain ia menjumpai Allah pada hari kiamat dengan memikul hak itu, aku tahu salah seorang diantara kalian menjumpai Allah dengan memikul unta yang mendengus, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik." Kemudian beliau mengangkat tangannya hingga terlihat putih ketiaknya seraya mengatakan: "Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan apa yang kulihat dengan mataku dan kudengar dengan dua telingaku?"

5. Sahih al-Bukhâri 6658

ِ ِ ِ ٍ ِ ِ صَيحْالبخاري٠٠٣٣ْ:ْ َحَدث َنَاُُْمََم دْأَ خبَ َرََنْ َعب َدةُْ َحَدث َنَاْه َشاُمْب ُنْعُ رَوةَْ َع نْأَبيهْ َع نْأَِبْ ُُحَي دْال َساعد ِِيْ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ َ ِ أََنْالنََِبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْا ستَ عَم َلْاب َنْا ْلُتَبيَةْ َعلَىْ َصَدقَاتْبَنْ ُسلَي مْفَ ْلََماْ َجاءَْإَلَْرُسولْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هْ َ َِ ِِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ َو َسلَمَْوَحا َسبَهُْقَاَلَْهَذاْالذيْلَ ُك مَْوَهذهَْهديَة ْأُ هديَ ِْلْفَ َقاَلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَْي هَْو َسلَمْفَ َهَالْ َجلَ س َ ِْفْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ب َي ْأَبي َكَْوب َي ْأُِم َكْ َحََّتََْت تيَ َكَْهدي َتُ َكْإ نُْكن َ ْ َصادقًاُْثَْقَاَمَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَْمْفَ َخطَ َبْالنَا َسْ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ٍ ِ َ ِ ِ َوَُحَدْا َّللََْوأَث ََنْ َعلَي هُْثَْقَاَلْأََماْب َ عُدْفَإ ِّنْأَ ستَ عم ُلْرَجاًلْمن ُك مْ َعلَىْأُُمورِْمَاَْْولّنْْا َّللُْفَ يَأ تْأَ َحُدُك مْفَ يَ ُقوُلَْهَذاْ ِِ ِ ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ لَ ُك مَْوَهذهَْهديَة ْأُ هديَ ْلْفَ َهالْ َجلَ َسِْفْب َي ْأَبيهَْوب َي ْأُِمهْ َحََّتََْتتيَهَُْهدي َتُهُْإْ نَْْكا َنْ َصادقًاْفَ َوا َّللَْلََْي ُخُذْ ِ ِ ِ ِ ِِ َِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ أَ َحُدُك مْمن َهاْ َشي ئًاْقَاَلْهْ َشا مْبغَ ْيْ َحِقهْإلْ َجاءَْا َّللَََْي ملُهُْي َ وَمْال قيَاَمةْأََلْفَََلَ عرفَ َنَْماْ َجاءَْا َّللََْرُج لْبْبَعْيْلَهُُْرَاء ْ ِ ٍ ٍ ِ ِ ِ َ أَ وْببَ َقَرةََْلَاْ ُخَوا رْأَ وْ َشاةْتَ ي عَُرُْثََْرفََعْيََدي هْ َحََّتَْرأَي ُ ْب َيَا َضْإب طَي هْأََلَْْه لْب َلْغ ُ ْ

159

Sahih al-Bukhâri 6658: Telah menceritakan kepada kami Muhammad Telah mengabarkan kepada kami 'Abdah telah menceritakan kepada kami Hisyam bin ‘Urwah dari ayahnya dari Abû Humaid as Sa'idi, bahwa Nabi sallallahu 'alaihi wasallam pernah mempekerjakan Ibnu lutbiyah untuk menghimpun sedekah bani Sulaim. Tatkala ia mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Rasulullah mengevaluasinya, ia mengatakan; 'Ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku.' Spontan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "tidakkah jika engkau duduk saja di rumah ayahmu dan rumah ibumu, maka apakah akan datang hadiahmu kepadamu jika memang engkau jujur." kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berdiri dan berpidato kepada manusia, beliau memuja dan memuji Allah, kemudian mengatakan: 'Amma ba'du. Sesungguhnya saya mempekerjakan beberapa orang diantara kalian untuk urusan yang Allah menguasakannya kepada saya, lantas salah seorang diantara kalian mengatakan ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku. tidakkah jika dia duduk saja di rumah ayahnya dan rumah ibunya, maka apakah akan datang hadiahnya kepadanya jika memang dia juju… Demi Allah, tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap Allah dengan memikul barang yang diambilnya, ketahuilah, aku tahu ada seseorang yang menghadap Allah dengan memikul untanya yang mendengus, ada yang memikul sapinya yang melenguh, ada yang memikul kambingnya yang mengembik." kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat putih kedua ketiaknya.

6. Sahih Muslim 3414

ٍ ِ ِ ِ ِ ٍ صَيحْمسلم٥٣٩٣ْ:ْ َحَدث َنَاْأَبُوُْكَري بُُْمََمُدْب ُنْال َعَالءْ َحَدث َنَاْأَبُوْأُ َساَمةَْ َحَدث َنَاْه َشا مْ َع نْأَبيهْ َع نْأَِبْ ُُحَْي دْ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ال َساعد ِيْقَاَلْا ستَ عَم َلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْرُجًالْم نْا ْلَ زدْ َعلَْىْ َصَدقَاتْبَنْْ ُسلَي مْيُ د َعىْاب َنْا ْلُت بيَةْ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ فَ لََماْ َجاءَْ َحا َسبَهُْقَاَلَْهَذاَْمالُ ُك مَْوَهَذاَْهديَة ْفَ َقاَلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْفَ َْهَْالْ َجلَ س َ ِْفْب َي ْأَبي َكْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ َوأُِم َكْ َحََّتََْت تيَ َكَْهدي َتُ َكْْإ نُْكن َ ْ َصادقًاُْثَْ َخطَبَ نَاْفَ َمَدْا َّللََْوأَث ََنْ َعلَي هُْثَْقَاَلْأََماْب َ عُدْفَإ ِّْنْأَ ستَ عم ُلْالَرُج َلْ ِ ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ من ُك مْ َعلَىْال َعَملِْمَاَْولّنْا َّللُْفَ يَأتْفَ يَ ُقوُلَْهَذاَْمالُ ُك مَْوَهَذاَْهديَة ْأُ هديَ ْلْأَفََالْْ َجلَ َسِْفْب َي ْأَبيهَْوأُِمهْ َحََّتْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َِ ِ ِ ِ ِ ََتتيَهَُْهدي َتُهُْإ نَْكا َنْ َصادقًاَْوا َّللَْلََْي ُخُذْأَ َح دْمن ُك مْمن َهاْ َشي ئًاْبغَ ْيْ َحِقهْإلْلَقْ َيْا َّللَْت ََعاَلََْي ملُهُْي َ وَمْال قيَاَمةْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ فَََلَ عرفَ َنْأَ َحًداْمن ُك مْلَق َيْا َّللَََْي م ُلْبَع ًْياْلَهُُْرَاء ْأَ وْب ََقَرةًََْلَاْ ُخَوا رْأَ وْ َشاةًْتَ ي َعُرُْثََْرفََعْيََدي هْ َحََّتُْْرئ َيْب َيَا ُضْإب طَي هْ َ َ ُثَْقَاَلْاللُهَمَْه لْب َلغ ُ ْبَ ُصَرَْي ِنْ

160

ِ ِ ٍ ٍ ِ ِ َوََس َعْأُذُّنْوْ َحَدث َنَاْأَبُوُْكَري بْ َحَدث َنَْاْ َعب َدةَُْواب ُنُُْنَ ْيَْوأَبُوُْمَعاويَةَْحْوْ َحَدث َنَاْأَبُوْبَ كرْب ُنْأَِبْ َشْي بَةَْ َحَدث َنَاْ َعب ُدْ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ الَرحيمْب ُنْ ُسلَي َما َنْحْوْ َحَدث َنَاْاب ُنْأَِبْعَُمَرْ َحَدث َنَاْ ُس ۡيَا ُنُْكلُه مْ َع نْه َشامِْبََذاْا إل سنَادَْْوِفْ َحديثْ َعْب َدةََْواب ِنْ ٍ ِ ِ ِ ٍ ِ َِ ِ ِ ِِ ُُنَ ْيْفَ لََماْ َجاءَْ َحا َسبَهَُْكَماْقَاَلْأَبُوْأُ َساَمةََْوِفْ َحديثْاب ِنُُْنَ ْيْتَ علَُم َنَْوا َّللَْوالذيْن َْ ْۡسيْبيَدهَْلََْي ُخُذْأَ َحُدُك مْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ من َهاْ َشي ئًاَْوَزاَدِْفْ َحديثْ ُس ۡيَا َنْقَاَلْبَ ُصَرْ َعي ِنَْوََس َعْأُذََُن َيَْو َسلُواَْزي َدْب َنََْثب ْفَإنَهَُْكا َنْْ َحاضًراَْمعيْوْ َحَدث َنَاهْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ إ س َ ُقْب ُنْإب َراهيَمْأَ خبَ َرََنْ َجري رْ َع نْال َشي بَا ِّنِْ َع نْعَب دْا َّللْب ِنْذَ كَوا َنَْوُهَوْأَبُوْالِزََندْْ َع نْعُ رَوةَْب ِنْال زب َ ْيْ َع نْأَِبْ ٍ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ٍ ِ ٍ ُُحَْي دْال َساعد ِيْأََنَْرُسوَلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْا ستَ عَم َلَْرُجًالْ َعلَىْال َصَدقَةْفَ َجاءَْب َسَْْوادَْكثْيْفَ َجَع َلْي َُقوُلَْهَذاْ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ لَ ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيْإَلَْفََذَكَرََْن َوهُْقَاَلْعُ رَوةُْفَ ُقل ُ ْْلَِبْ ُُحَي دْال َساعد ِِيْأَََس عتَهُْم نَْرُسولْا َّْللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ ِ ِ ِ ِ فَ َقاَلْم نْفيهْإَلْأُذُِّنْ Sahih Muslim 3414: Telah menceritakan kepada kami Abû Kuraib, Muhammad bin al-'Ala' telah menceritakan kepada kami Abû ‘Usamah telah menceritakan kepada kami Hisyam dari ayahnya dari Abû Humaid As Sa'idi dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat seorang laki-laki dari Azdi yang bernama Ibnu Al Lutbiyah untuk memungut zakat Bani Sulaim, ketika sekretarisnya datang dia berkata, "Ini adalah harta kalian sedangkan ini adalah hadiah untukku." Maka Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidakkah kamu duduk-duduk saja di rumah ibu atau bapakmu sehingga datang orang yang memberi hadiah kepadamu, jika kamu benar demikian." Setelah itu beliau berkhutbah, setelah beliau memuji dan menyanjung Allah, beliau sampaikan: "Amma ba'du. Sesungguhnya saya telah meemngangkat seseorang dari kalian sebagai pegawai untuk suatu pekerjaan yang Allah bebankan kepadaku, kemudian dia datang seraya berkata, 'Ini adalah hartamu, sedangkan yang ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku, tidakkah dia duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibunya menunggu sampai ada orang yang memberi hadiah kepadanya, jika dia orang yang benar. Demi Allah, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatu darinta tanpa hak, kecuali ia akan bertemu Allah Ta'ala pada hari Kiamat dengan membawa (harta tersebut). Dan sungguh saya akan mengenal salah seorang dari kalian saat ia datang menemui Allah dengan membawa unta atau sapi yang melenguh-lenguh, atau kambing yang mengembek-embek." Setelah itu beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putih kedua ketiaknya, kemudian beliau mengucapkan: "Ya Allah, telah saya sampaikan. Mataku telah melihatnya dan kedua telingaku telah mendengarnya." Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami 'Abdah dan Ibnu Numair serta Abû Mu'awiyah. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar bin Abû Syaibah telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahim bin Sulaiman. (dalam jalur lain

161

disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abû 'Umar telah menceritakan kepada kami Sufyan mereka semua dari Hisyam dengan isnad ini, dan dalam hadits 'Abdah dan Ibnu Numair disebutkan, 'Kemudian pencatatnya (sekretarisnya) datang, ' seperti yang disebutkan oleh Abû ‘Usamah. Dan dalam hadits Ibnu Numair disebutkan, 'Sungguh kalian telah mengetahuinya, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatupun darinya …', dan dalam hadis Sufyan ditambahkan, 'Beliau bersabda: "Mataku telah melihatnya dan kedua telingaku juga telah mendengarnya." Kemudian mereka bertanya kepada Zaid bin Tsabit yang saat itu dia menyaksikan peristiwa tersebut bersamaku." Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Jarir dari Asy Syaibani dari ‘Abdullah bin Dzakwan - yaitu Abû Az Zinnad- dari 'Urwah bin Zubair dari Abû Humaid As Sa'idi bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat seorang laki-laki untuk memungut zakat, tidak lama kemudian dia datang dengan membawa hasil yang banyak, lalu dia berkata, 'Ini adalah harta anda sedangkan yang ini adalah hadiah untukku…kemudian dia menyebutkan hadits seperti itu." 'Urwah berkata, "Lalu saya bertanya kepada Abû Humaid As Sa'idi, "Apakah kamu mendengarnya dari Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam?" dia menjawab, "Dari mulut beliau ke kedua telingaku."

7. Sahih al-Bukhâri 6639

ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ َحَدث َنَاْ َعل يْب ُنْ َعب دْا َّللْ َحَدث َنَاْ ُس ۡيَا ُنْْ َع نْال ز هر ِِيْأَنَهُْ ََس َعْعُ رَوةَْأَ خبَ َرََنْأَبُوْ ُُحَي دْال َساعد يْْ َ ِ َ ِ ٍ ِ ِ ٍ ِ قَاَلْا ستَ عَم َلْالنَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْرُجًالْم نْبَِنْأَ سدْي َُقاُلْلَهُْاب ُنْا ْلُتَبيَةْ َعْلَْىْ َصَدقَةْفَ لََماْقَدَمْقَاَلَْهَذاْلَ ُكْ مْ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َوَهَذاْأُ هد َيِْلْفَ َقاَمْالنَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ َعلَىْال من ََبْقَاَلْ ُس ۡيَا ُنْأَي ًضاْفَ َصعَدْال من بَ َرْفَ َمَدْا َّللََْوأَث ََنْ َعلَي هْ ِ ِ ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِِ ُثَْقَاَلَْماَِْبُلْال َعاملْن َب َعثُهُْفَ يَأتْي َُقوُلَْهَذاْلَ َكَْوَهَذاْلْفَ َهالْ َجلَ َسِْفْب َي ْأَبيهَْوأُِمهْفَ ْيَ ن ظُُرْأَي ُ هَدىْلَهُْأَ مَْلْ َِ ِ ِ ِِ ِ ِ ٍ َِ ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ َوالذيْن َ ۡسيْبيَدهَْلََْيتْب َش يءْإلْ َجاءَْبهْي َ وَمْال قيَاَمةََْي ملُهُْ َعلَىَْرقَ بَتهْإ نَْكا َنْبَْع ًْياْلَهُُْرَاء ْأَ وْب ََقَرةًََْلَاْ ُخَْوا رْ

أَ وْ َشاةًْتَ ي َعُرُْثََْرفََعْ ِ ِ ِ َ يََدي هْ َحََّتَْرأَي نَاْعُ َۡرَت ْإب طَي هْأََلَْه لْب َلغ ُ ْثََالًَثْ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ قَاَلْ ََس َعْأُذََُن َيَْوأَب َصَرت هُْ َعي ِنَْو َسلُواَْزي َدْب َنََْثب ْفَإنَهُْ ََسعَهَُْمعيَْوَل ْي َُق لْال ز هر يْْ ََس َعْأُذُّنْ ِ ِ ِ { ُخَوا رْ }: ْ َص و تَْوا َُْؤاُرْم نْ{ ََت أَُروَنْ }: َك َص وتْال بَ َقَرةْ Sahih al-Bukhâri 6639: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al-Zuhrî, ia mendengar 'Urwah telah

162

mengabarkan kepada kami, Abû Humaid al-Sa'idi mengatakan, pernah Nabi sallallahu 'alaihi wasallam mempekerjakan seseorang dari bani Asad yang namanya Ibnul Utbiyah untuk menggalang dana sedekah. Orang itu datang sambil mengatakan; "Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku." Secara spontan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri diatas minbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi; 'naik minbar-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda; "ada apa dengan seorang amil zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan; ini untukmu dan ini hadiah untukku! Cabalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-NYA, tidaklah seorang amil zakat membawa sesuatu dari harta zakat, selain ia memikulnya pada hari kiamat diatas tengkuknya, jikalau unta, maka unta itu mendengus, dan jika sapi, ia melenguh, dan jika kambing, ia mengembik, " kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya seraya mengatakan: " ketahuilah, bukankah telah kusampaikan?" (beliau mengulang-ulanginya tiga kali). Sedang Sufyan mengatakan; Al-Zuhrî telah mengisahkannya kepada kami, dan Hisyam menambahkan dari ayahnya dari Abû Humaid mengatakan; 'kedua telingaku mendengar dan mataku melihatnya, ' dan mereka menanyakan kepada Zaid bin Tsabit bahwasanya ia mendengarnya bersamaku, sedang Az Zuhrî tidak mengatakan; 'telingaku mendengar lenguh'.

8. Musnad Ahmad 22492

ِ ٍ ِ ِ مسندْأُحد٢٢٣١٢ْ:ْ َحَدث َنَاْ ُس ۡيَا ُنْ َع ِنْال ز هِر ِِيْ ََس َعْعُ رَوةَْي َُقوُلْأَََنْأَبُوْ ُُحَي دْال َساعد يْقَاَلْ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ٍ ا ستَ عَم َلْالنَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْرُجًالْم نْا ْلَ زدْي َُقاُلْلَهُْاب ُنْاللت بيَةْ َعلَىْ َصَدقَْةْفَ َجاءَْْفَ َقاَلَْهَذاْلَ ُك مَْوَهَذاْ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ أُ هد َيِْلْفَ َقاَمَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ َعلَىْال من ََبْفَ َقاَلَْماَِْبُلْال َعامِلْن َب َعثُْهُْفَ يَجيءُْفَ يَ ُقوُلَْهَذاْلَ ُك مْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ َِ ٍ ِ ِِ ِ ِ َوَهَذاْأُ هد َيْلْأَفََالْ َجلَ َسِْفْب َي ْأَبيهَْوأُِمهْْفَ يَ ن ظَُرْأَي ُ هَدىْإلَي هْأَ مَْلَْوالذيْن َ ۡ ُسُُْمََمدْبيَدهَْْلََْيتْأَ َح دْمن ُك مْ ِ ِ ٍ َِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ من َهاْب َش يءْإلْ َجاءَْبهْي َ وَمْال قيَاَمةْ َعلَىَْرقَ بَتهْإ نَْكا َنْبَع ًْياْلَهُُْرَاء ْأَ وْب ََقَرةًََْلَاْ ُخَْوا رْأَ وْ َشاةًْتَ ي َعُرُْْثََْرفََعْيََدي هْ َحََّتْ ِ َرأَي نَاْعُ َۡرةَْيََدي هُْثَْقَاَلْ َ َ ِ ٍ ِ ِ ِ ٍ اللُهَمَْه لْب َلغ ُ ْثََالًَثْ َوَزاَدْه َشاُمْب ُنْعُ رَوةَْقَاَلْأَبُوْ ُُحَي دْ ََس َعْأُذُّنَْوأَب َصَرْ َعي ِنَْو َسلُواَْزي َدْب َنََْثب ْ Musnad Ahmad 22492: Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhrî dia mendengar Urwah berkata; bahwasanya Abû Humaid As Sa'idi berkata; Nabi Sallallahu 'Alaihi wa Salam menugaskan seseorang dari Al Azdi bernama Ibnu Al Lutbiyyah untuk mengurus zakat, ia datang lalu berkata: Ini untuk Tuan dan ini hadiah yang diberikan padaku. Lalu Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Salam berdiri

163

diatas mimbar dan bersabda: "Ada apa dengan seorang petugas yang kami utus lalu datang dan berkata; Ini untuk Tuan dan ini hadiah yang diberikan padaku. Kenapa ia tidak duduk saja dirumah ayahnya dan ibunya lalu menunggu apakah ada yang memberinya hadiah atau tidak. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditanganNya, tidaklah seorang dari kalian membawanya sedikit pun melaikan akan membawanya pada hari kiamat dilehernya meski berupa unta yang berbusa, sapi lemah atau kambing bercacat." Kemudian beliau mengangkat kedua tangan hingga kami melihat kelabunya tangan beliau lalu beliau bersabda: "Ya Allah! Apakah telah aku sampaikan?" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Hisyam bin 'Urwah menambahkan: Berkata Abû Humaid: Telingaku mendengar dan mataku melihat, tanyakan kepada Zaid bin Tsabit.

9. Sahih Muslim 3413

ِ ِ َ ِ ٍ صَيحْمسلم٥٣٩٥ْ:ْ َحَدث َنَاْأَبُوْبَ كرْب ُنْأَِبْ َشي بَةََْوَع م روْالنَاقُدَْواب ُنْأَِبْعَُمَرَْواللْ ۡ ُظْْلَِبْْبَ كرْقَالُواْ َحَدث َنَاْ ٍ ِ ِ ُس ۡيَا ُنْب ُنْعُيَ ي نَةَْ َع نْال ز هِر ِِيْ َع نْعُ رَوةَْ َع نْأَِبْ ُُحَي دْال َساعد ِِيْقَاَلْ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ا ستَ عَم َلَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمَْرُجًالْم نْا ْلَ سدْي َُقاُلْلَهُْاب ُنْاللت بيَةْقَاَلْ َع م روَْواب ُنْأَِبْعَُمَرْ َعلَىْال َصَدقَةْ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ فَ لََماْقَدَمْقَاَلَْهَذاْلَ ُك مَْوَهَذاِْلْأُ هد َيِْلْقَاَلْفَ َقاَمَْرُسوُلْا َّللْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ َعْلَىْال من ََبْفَ َمَدْا َّللََْوأَث ََنْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َعلَي هَْوقَاَلَْماَِْبُلْ َعامٍلْْأَب َعثُهُْفَ يَ ُقوُلَْهَذاْلَ ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيِْلْأَفََالْقَ َعَدِْفْب َي ْأَبيهْأَ وِْفْب َي ْأُِمهْْ َحََّتْي َن ظَُرْ ِ ِ َِ ٍ ِ ِِ ِ ِ َِ ِِ ِ ِ ِ ِِ أَي ُ هَدىْإلَي هْأَ مَْلَْوالذيْن َ ۡ ُسُُْمََمدْبيَدهَْلْي َنَاُلْأَ َح دْمن ُك مْمن َهاْ َشي ئًاْإلْ َجاءَْبهْْي َ ْوَمْال قيَاَمةََْي ملُهُْ َعلَىْعُنُقهْ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ ِ بَعْي ْلَهُُْرَاء ْأَ وْب ََقَرة ََْلَاْ ُخَوا رْأَ وْ َشاة ْتَ ي عُرُْثََْرفََعْيََدي هْ َحََّتَْرأَي نَاْعُ َۡرَت ْإب طَْيْ هُْثَْقَاَلْاللُهَمَْه لْب َلغ ُ َْمَرتَ ْي ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ٍ َحَدث َنَاْإ س َ ُقْب ُنْإب َْراهيَمَْوَعب ُدْب ُنْ ُُحَي دْقَاَلْأَ خبَ َرََنْ َعب ُدْالَرَزاقْ َحَدث َنَاَْم عَم رْ َع نْال ز هر ِِيْ َع نْعُ رَوةَْ َع نْْأَِبْ ُُحَي دْ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ال َساعد ِيْقَاَلْا ستَ عَم َلْالنَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْاب َنْاللت بيَةَْرُجًالْم نْا ْْلَ زدْ َعلَْىْال َصَدقَةْفَ َجاءَِْبل َمالْفََدفَ َعهُْإَلْ ِ َ ِ َ ِِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ النَ ِِبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْفَ َقاَلَْهَذاَْمالُ ُك مَْوَهذهَْهديَة ْأُ هديَ ْلْفَ َقاَلْلَهُْالنَ ْبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْأَفََالْقَ َع د َتْ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِفْب َي ْأَبي َكَْْوأُِم َكْفَ تَ ن ظَُرْأَي ُ هَدىْإلَي َكْأَ مَْلُْثَْقَاَمْالنَِب ْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ َخطيبًاُْثَْذََكَْرََْْن َوْ َحديثْ ُس ۡيَا َنْ Sahih Muslim 3413: Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar bin Abi Syaibah dan 'Amru An Naqid serta Ibnu Abî ‘Umar sedangkan lafadznya dari Abû Bakar, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah dari Az Zuhrî dari 'Urwah dari Abû Humaid Al-Sa'idi dia berkata, "Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku Al Asad bernama Ibnu Luthbiyah -Amru dan Ibnu Abû 'Umar berkata- untuk mengumpulkan harta

164

sedekah (zakat). Ketika menyetorkan zakat yang dipungutnya, dia berkata, "Zakat ini kuserahkan kepada anda, dan ini pemberian orang kepadaku." Abû Humaid berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu berpidato di atas mimbar, setelah beliau memuji dan menyanjung Allah, beliau sampaikan: "Ada seorang petugas yang aku tugaskan memungut zakat, dia berkata, 'Zakat ini yang kuberikan (setorkan) kepada anda, dan ini pemberian orang kepadaku.' Mengapa dia tidak duduk saja di rumah ibu bapaknya menunggu orang mengantarkan hadiah kepadanya? Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, tidak ada seorangpun di antara kalian yang mengambil sesuatu (yang bukan haknya), melainkan pada hari kiamat kelak dia akan memikul unta yang digelapkannya itu melenguh-lenguh di lehernya, atau sapi (lembu) yang melenguh, atau kambing yang mengembek-embek." Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya, kemudian beliau bersabda: 'Ya Allah, telah aku sampaikan.' Beliau mengatakannya dua kali." Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan ‘Abd bin Humaid keduanya berkata; telah mengabarkan kepada kami ‘Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhrîdari 'Urwah dari Abû Humaid As Sa'idi dia berkata, "Nabi sallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat Ibnu Lutbiyah, yaitu seorang laki-laki dari Asd (menjadi seorang pegawai), untuk memungut zakat, kemudian dia datang kepada Nabi sallallahu 'alaihi wasallam dan menyerahkan zakat yang di pungutnya, lalu dia berkata, "Ini adalah zakat yang aku setorkan kepada anda, dan ini adalah pemberian orang kepadaku." Kemudian beliau bersabda: "Mengapa dia tidak duduk saja di rumah ibu bapaknya sambil menunggu apakah ada orang yang hendak mengantarkan hadiah kepadanya ataukah tidak." Setelah itu Nabi sallallahu 'alaihi wasallam berdiri berkhutbah." Kemudian dia menyebutkan hadis seperti Sufyan."

10. Sunan Abû Dâwud 2557

ٍ ٍ ْ َحَدث َنَاْاب ُنْال َس رِحَْواب ُنْأَِبْ َخلَفْلَ ۡظَهُْقَاَلْ َحَدث َنَاْ ُس ۡيَا ُنْ َع نْال ز هِر ِِيْ َع نْعُ رَوةَْ َع نْأَِبْ ُُحَي دْ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ال َساعد ِيْأََنْالنََِبْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْا ستَ عَم َلَْرُجًالْم نْا ْلَ زدْي َُقاُلْلَهُْاب ُنْاللتْ بيَةْقَاَلْاب ُنْال َس رِحْاب ُنْا ْلُت بيَةْ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ َعلَىْال َصَدقَةْفَ َجاءَْفَ َقاَلَْهَذاْلَ ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيِْلْفَ َقاَمْالنَِ بْ َصلىْا َّللُْ َعلَي هَْو َسلَمْ َعلَْىْال من ََبْفَ َمَدْا َّللََْوأَث ََنْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ َعلَي هَْوقَاَلَْماَِْبُلْال َعاملْن َب َعثُهُْْفَ يَجيءُْفَ يَ ُقوُلَْهَذاْلَ ُك مَْوَهَذاْأُ هد َيْلْأََلْ َجلَ َسِْفْب َي ْأُِمهْأَ وْأَبْيهْفَ يَ ن ظَُرْ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ َِ ِِ ِ ِ ِ ِ أَي ُ هَدىْلَهُْأَ مَْلَْلََْيتْأَ َح دْمن ُك مْب َش يءْم نْذَل َكْإلْ َجاءَْبهْي َ وَمْال قيَاَمةْإ نَْكا َنْبَعْ ًْياْفَ لَهُُْرَاءْ ْأَ وْب ََقَرةًْفَ لََهاْ ِ ِِ ِ َ َ َ َ ُخَوا رْأَ وْ َشاةًْتَ ي َعُرُْثََْرفََعْيََدي هْ َحََّتَْرأَي نَاْعُ َۡرةَْإبطَي هُْثَْقَاَلْاللُهَمَْه لْب َلغ ُ ْاللُهَمَْه لْب َلغ ُ ْ Sunan AbûDȃwud 2557: Telah menceritakan kepada kami Ibnu As Sarh, dan Ibnu Abû Khalaf, dengan lafadznya, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami

165

Sufyan dari Al-Zuhrî dari 'Urwah, dari Abû Humaid Al-Sa'idi, bahwa Nabi sallallahu 'alaihi wasallam mengangkat seorang laki-laki dari Azd yang bernama Ibnu Al Lutbiyyah sebagai pegawai. -Ibnu As Sarh berkata; Ibnu Al Utbiyyah-. Untuk mengurusi zakat, kemudian ia datang dan berkata; ini yang menjadi untuk anda dan yang ini dihadiahkan kepadaku. Kemudian Nabi sallallahu 'alaihi wasallam berdiri di atas mimbar lalu memuji Allah dan bersabda: "Bagaimana dengan seorang pekerja yang kami utus, kemudian datang dan berkata; ini untuk anda dan ini dihadiahkan kepadaku. Tidakkah sekiranya ia duduk di rumah ayah atau ibunya kemudian menunggu, apakah ia akan diberi hadiah atau tidak? Tidaklah seseorang diantara kalian mengambil sesuatu (dari suatu tugas), kecuali pada Hari Kiamat ia datang dengan membawa pada lehernya, apabila sesuatu tersebut adalah unta maka unta tersebut bersuara unta, apabila atau sapi maka sapi tersebut bersuara sapi, dan kambing yang mengembik." Kemudian Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya hingga kami melihat putih kedua ketiaknya. Kemudian beliau mengucapkan: "Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?"

LAMPIRAN-2 Ringkasan Analisis Kualitas Hadis Gratifikasi

A. Kelompok Hadis-1 (HN2): HR al-Bukhȃri Kritik Sanad Kritik Matan Perawi Tahun Sesuai Al- Wafat Muttasil? Tsiqah? Keterangan Qur’an, Hadis Sahih, Akal sehat?

Abû Humaid as- 60 H Muttasil Tsiqah Sahabat Sesuai dengan Sa'idî Al-Qur’an. (‘Abdurrahman Hadis Nabi bin Sa’ad) yang kuat, dan akal sehat atau Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut 'Urwah bin al- 94 H empiris Faqih Tahdzib. Zubair (bin al- (kenyataan di Masyhur h.674. ‘Awwam bin Masyarakat). Khuwailid bin asad bin ‘Abdul Izzi) Al-Zuhrî 124 H Muttasil Faqih IHA.Taqribut (Muhammad bin Hȃfidz Tahdzib. Muslim bin h.896. ‘Ubaidillah bin Tsiqah Al-Mizzi. ‘Abdullah bin Tahdzibul Syihab) Kamal.jilid26. h. 433. Sufyan (bin 198 H Muttasil Tsiqah IHA. Taqribut ‘Uyainah bin Hȃfidz Tahdzib. Abî ‘Imrȃn Faqih h.395 Maimun) 'Abdullah bin 229 H Muttasil Tsiqah IHA. Taqribut Muhammad (bin Hȃfidz Tahdzib. h542 ‘Abdullah bin Ja’far) Al-Bukhâri (Abû 256 H Muttasil Jabal IHA. Taqribut ‘Abdullah Hȃfidz Tahdzib. Muhammad bin Imam h.825. Ismȃ’îl) Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni

. Derajat Hadis: Sahih

166

167

B. Kelompok Hadis-2 (HN3): HR Abû Dȃwud Kritik Sanad Kritik Matan Perawi Tahun Muttasil? Tsiqah? Keterangan Sesuai Al- Wafat Qur’an, Hadis Sahih, Akal sehat? Abû Umamah 86 H Muttasil Tsiqah Sahabat Sesuai dengan (Sadli bin Azlan) Al-Qur’an. Al Qȃsim (Al 112H Muttasil Sadûq IHA. Taqribut Hadis Nabi Qȃsim bin Tahdzib. yang kuat, dan ‘Abdur Rahman) h.792 akal sehat atau Khȃlid bin abî 129 H Muttasil Faqih IHA. Taqribut empiris ‘Imrȃn Sadûq Tahdzib. (kenyataan di h.289. Masyarakat). ‘Abdullah Ibnu 135 H Muttasil Tsiqah IHA. Taqribut Ja’far Tahdzib. h.497 ‘Umar bin Mȃlik - Muttasil La Ba’sa IHA. Taqribut bihi Tahdzib. h.726 Ibnu wahab 197 H Muttasil Tsiqah IHA. Taqribut (‘Abdullah bin Hȃfidz Tahdzib. Wahab bin ‘Abid h.556 Muslim) Ahmad bin 250 H Muttasil Tsiqah IHA. Taqribut ‘Amru (bin Tahdzib. h.96 abdullah bin ‘Amru al-Sarh) Abû Dȃwud 275 H Muttasil Tsiqah IHA. Taqribut (Sulaiman bin Hȃfidz Tahdzib. asy’at bin Ishaq h.404 bin Basyir bin Syaddad Al Azdi as-Sijistani) Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni Catatan: * Tahun wafat ‘Umar bin Mȃlik tidak dijelaskan dalam kitab Tahdzibul Kamal dan Taqribut Tahdzib. Namun dalam Tahdzibul Kamal hal 493, dijelaskan bahwa salah seorang guru dari ‘Umar bin Mȃlik adalah ‘Ubaidullah bin Abî Ja’far dan salah seorang murid beliau ‘Abdullah bin Wahab. Sehingga sanadnya muttasil.

. Derajat Hadis: Hasan

168

C. Kelompok Hadis-3 (HN4): HR Ahmad Kritik Sanad Kritik Matan Perawi Tahun Sesuai Al- Wafat Muttasil? Tsiqah? Keterangan Qur’an, Hadis Sahih, Akal Sehat? Abû Humaid al- 60 H Muttasil Tsiqah Sahabat Sesuai dengan Sa'idî Al-Qur’an. Hadis Nabi Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut 'Urwah bin Al- 93 H yang kuat, Faqih Tahdzib. h.674. Zubair dan akal sehat Masyhur atau empiris Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Yahya bin Said 144 H (kenyataan di Tsabat Tahdzib. h.1056 bin Qais Masyarakat). Ismȃ’îl bin 181 H Muttasil Sadûq IHA.Taqribut Ayyasy bin Tahdzib. h.142 Sulaim Ishaq bin ‘Isa 215 H Muttasil Sadûq IHA.Taqribut bin Najih Tahdzib. h.131 Ahmad bin 241 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Hanbal Hȃfidz Tahdzib. h.88 Imam Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni

. Derajat Hadis: Hasan

169

D. Kelompok Hadis-4 (HN5): HR Al-Nasa’i

1. Hadis al-Nasa’i dari ‘Ali bin Hijr Kritik Sanad Kritik Matan Perawi Tahun Sesuai Al- Wafat Muttasil? Tsiqah? Keterangan Qur’an, Hadis Sahih, Akal sehat ? Masrûq bin al- 63 H Hanya Tsiqah IHA.Taqribut Sesuai Ajda’ bin Mȃlik sampai Faqih Tahdzib. h.935. dengan Al- bin ‘Umayyah Tabiin ‘Abid Qur’an. Hadis Nabi Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Abû Wa’il 82 H yang kuat, Tahdzib. h.439 (Syaqiq bin dan akal Salamah) sehat atau Al-Hakam bin 113 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut empiris Utaibah tsabat Tahdzib. h.263 (kenyataan di Faqih Masyarakat). Mansûr bin 129 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut tsabat Tahdzib. h.972 Zadzan ‘Abid Ibnu khalîfah 181 H Muttasil Sadûq, IHA.Taqribut (Khalaf bin Ikhtilat Tahdzib. h.299 khalîfah bin di masa sha’id) tua. ‘Ali bin Hijr bin 244 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Iyasy Hȃfidz Tahdzib. h.691. Al-Nasa’i 303 H Muttasil Al hȃfidz IHA.Taqribut (Ahmad bin Sahibul Tahdzib. h.91 Syuaib bin ‘Ali Sunan bin Sinan bin Bahr) Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni

. Derajat Hadis: Da’îf ( Maqtu’)

170

2. Hadis al-Nasa’i Dari Qutaibah Kritik Sanad Kritik Matan Perawi Tahun Sesuai Al- Wafat Muttasil? Tsiqah? Keterangan Qur’an, Hadis Sahih, Akal sehat? Masrûq 60 H Hanya Tsiqah IHA.Taqribut Sesuai sampai Faqih Tahdzib. h.935. dengan Al- Tabiin ‘Abid Qur’an, Abû Wa’il 93 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Hadis Nabi (Syaqiq bin Tahdzib. h.439 yang kuat, Salamah) dan akal sehat atau Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Hakam bin 144 H empiris tsabat Tahdzib. h.263 ‘Utaibah (kenyataan di Faqih Masyarakat). Mansûr bin 181 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Zadzan tsabat Tahdzib. h.972 ‘Abid Ibnu khalîfah 215 H Muttasil Sadûq, IHA.Taqribut (Khalaf bin Ikhtilat Tahdzib. h.299 khalîfah bin di masa sa’id) tua. Qutaibah bin 240 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Sa’id Tsabat Tahdzib. h.799 Al-Nasai 303 H Muttasil Al- IHA.Taqribut (Ahmad bin Hafidz Tahdzib. h.91 Syuaib bin ‘Ali Sahibul bin Sinan bin Sunan Bahr) Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni

. Derajat Hadis: Da’îf (Maqtu’)

171

E. Kelompok Hadis-5 (HN6): HR Muslim

Kritik Sanad Kritik Matan Perawi Tahun Sesuai Wafat Muttasil? Tsiqah? Keterangan Al-Qur’an, hadis sahih, akal sehat? ‘Adi bin 58 H Muttasil Tsiqah Sahabat Sesuai ‘Amîrah al- dengan Al- Kindi Qur’an. Qais bin Abû 97 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Hadis Nabi Hazim Tahdzib. h.803 yang kuat, Ismȃ’îl bin Abî 128 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut dan akal Khȃlid Tsabat Tahdzib. h.138 sehat atau Waki’ bin al 196 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut empiris Jarrah bin Malih Hȃfidz Tahdzib. h.1037 (kenyataan di ‘Abid Masyarakat). Abû Bakar 235 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut (‘Abdullah bin Hȃfidz Tahdzib.h.540 Muhammad bin abi Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman) Muslim (bin al- 261 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut Hajjaj bin Hȃfidz Tahdzib.h.938. Muslim al- Imam Kusairi an- Naisaburi) Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni

. Derajat Hadis: Sahih

LAMPIRAN-3 Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kemenag Kabupaten Bogor

172

LAMPIRAN-4 Kuesioner Pengaruh Pemahaman Hadis Tentang Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi Studi Kasus: Pegawai KUA Di Kabupaten Bogor Dan Bone

Kepada Yth: Bapak/Ibu Pegawai KUA, Kementerian Agama di Kabupaten Bogor/Bone

Dengan Hormat, Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk penyusunan Tesis, sabagai syarat mendapatkan gelar Master Agama di Program Magister Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, Program Studi Hadis, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Judul penelitian ini adalah Pengaruh Pemahaman Hadis Tentang Gratifikasi terhadap Perilaku Anti Gratifikasi. Studi kasus pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan Bone. Saya memohon kesediaan bapak/ibu, untuk mengisi kuesioner di bawah ini. Jawaban yang bapak/ibu berikan tidak dinilai dari benar atau salah, tetapi berdasarkan penilaian objektif terhadap pernyataan yang tertulis di kuesioner ini. Perlu saya jelaskan bahwa penelitian ini hanya digunakan untuk kepentingan akademis semata. Outputnya diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah khususnya Kementerian Agama dan KUA, masyarakat dan para akademisi. Atas perhatian dan kesediaan bapak/ibu mengisi kuesioner ini, kami ucapkan banyak terima kasih. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak/ibu dengan pahala yang besar. Aamiin. Salam,

Untung Afandi

I. PERTANYAAN UMUM 1. KUA KECAMATAN:………………………………………………… 2. Jenis kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan 3. Usia: a. 20-35 tahun b. 35-45 tahun c. 45 tahun-55 tahun d. > 55 tahun 4. Lama Bekerja : a. < 1 Tahun b. 1 – 5 Tahun c. 6 – 10 d. > 10 Tahun.

173

174

5. Pendidikan: a. SLTA/Aliyah b. Diploma c. S1 d. S2 e. S3 6. Jurusan Pendidikan (terkait no 6) : a. Keagamaan (Usuluddin/Syariah, dsb) b. Umum (FISIP/Ekonomi, dsb)

II. PERTANYAAN KHUSUS

PETUNJUK :

Untuk bagian A, B, C, D berilah tanda silang (X) pada kolom penilaian sesuai pandangan saudara. 1 STS : Sangat Tidak setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang ada disebelah kiri salah sama sekali. Pernyataan tersebut tidak ada kebenarannya. 2 TS : Tidak setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang ada disebelah kiri salah besar, hanya sedikit sekali kebenarannya. 3 KS : Kurang setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang ada disebelah kiri mengandung kesalahan sedikit lebih besar dibanding kebenarannya. 4 CS : Cukup setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang ada disebelah kiri mengandung kebenarannya sedikit lebih besar dibanding kesalahannya. 5 S : Setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang ada disebelah kiri sangat besar kebenarannya, hanya sedikit kesalahannya. 6 SS : Sangat Setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang ada disebelah kiri benar sama sekali. Pernyataan tersebut tidak ada kesalahannya.

175

A. GOOD GOVERNANCE

PERNYATAAN STS TS KS CS S SS Ada Peraturan khusus di KUA (tempat saya 1 bekerja) tentang profesionalisme dalam 1 2 3 4 5 6 memberikan pelayanan publik.

Pemimpin di lingkungan KUA (tempat saya 1 2 3 4 5 6 2 bekerja) memiliki visi dan program yang jelas. KUA (tempat saya bekerja) membuat dokumen perencanaan dan anggaran, 1 2 3 4 5 6 3 laporan keuangan, serta laporan kinerja dengan baik. Masyarakat mudah mendapatkan akses informasi KUA terkait mekanisme 1 2 3 4 5 6 4 pelayanan, tarif pelayanan, pengadaan barang dan jasa, dan informasi lainnya baik melalui website maupun cara lainnya. Pelayanan publik di KUA tempat saya 5 bekerja tidak diskriminatif. Semua 1 2 3 4 5 6 masyarakat diperlakukan sama.

B. PERSEPSI TERHADAP BUDAYA MASYARAKAT

PERNYATAAN STS TS KS CS S SS Budaya, di daerah saya bekerja, 1 menanamkan sifat kejujuran dalam bekerja 1 2 3 4 5 6 dan kehidupan sehari hari. Budaya, di daerah saya bekerja, 2 menanamkan sifat malu bila melakukan 1 2 3 4 5 6 pelanggaran terhadap peraturan.

C. ORIENTASI KEAGAMAAN (INTERNAL DAN EKSTERNAL)

PERNYATAAN STS TS KS CS S SS Apa yang saya yakini tidaklah penting, yang 1 penting saya menjunjung kehidupan yang 1 2 3 4 5 6 bermoral dan tidak menganggu orang lain. Walaupun saya seorang yang beragama, 2 namun saya menolak agama dijadikan 1 2 3 4 5 6 pegangan dalam kehidupan sehari-hari. 3 Saya berusaha keras untuk memasukkan agama dalam kehidupan sehari-hari. 1 2 3 4 5 6 Penting bagi saya untuk menghabiskan 4 waktu untuk ibadah, perenungan dan 1 2 3 4 5 6 pemikiran keagamaan Saya membaca literatur tentang agama dan 5 keyakinan saya untuk menambah ilmu dan 1 2 3 4 5 6 keyakinan saya.

176

D. PERILAKU TERHADAP PEMBERIAN HADIAH

PERNYATAAN STS TS KS CS S SS Dalam menjalankan tugas, saya tidak 1 pernah berfikir untuk meminta hadiah 1 2 3 4 5 6 atas pekerjaan yang saya lakukan, selain yang sudah ditetapkan dalam peraturan. Bila seseorang memberi saya hadiah agar 2 saya memudahkan urusannya, saya tidak 1 2 3 4 5 6 akan menerimanya. Saya tidak akan menerima hadiah atas 3 pekerjaan saya, walaupun hanya sekedar 1 2 3 4 5 6 ucapan terimakasih. Saya biasa memberikan hadiah kepada 4 pejabat publik yang lebih tinggi untuk 1 2 3 4 5 6 memudahkan urusan saya. Saya biasa memberikan hadiah kepada 5 pejabat publik yang lebih tinggi hanya 1 2 3 4 5 6 sebagai ucapan rasa terimakasih.

E. PEMAHAMAN HADIS

Untuk bagian E ini berilah silang (X) pada kolom penilaian sesuai pandangan saudara. Keterangan Skala: 1 STP (Sangat tidak paham). Saudara sama sekali belum pernah tahu ajaran/hadis yang tertulis di kolom sebelah kiri . 2 TP (Tidak Paham). Saudara pernah mendengar/membaca sekilas ajaran/hadis yang tertulis di kolom sebelah kiri dan tidak tahu maksudnya. 3 KP (Kurang Paham). Saudara sudah mengetahui ajaran/hadis yang tertulis di kolom sebelah kiri, tapi tidak paham maksudnya. 4 CP (Cukup Paham). Saudara sudah mengetahui ajaran/hadis yang tertulis di kolom sebelah kiri, tapi hanya sedikit paham maksudnya. 5 P (Paham). Saudara sudah mengetahui ajaran/hadis yang tertulis di kolom sebelah kiri dan paham maksudnya. SP (Sangat Paham). Saudara sudah mengetahui ajaran/hadis yang tertulis di kolom sebelah kiri dan sangat paham maksudnya.

177

AJARAN/HADIS NABI STP TP KP CP P SP 1 Secara umum, saya memahami bahwa 1 2 3 4 5 6 ajaran Islam, diantaranya tertulis pada

hadis Nabi Muhammad SAW, melarang korupsi.

2 Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah 1 2 3 4 5 6 menceritakan kepada kami Sufyan

dari Az-Zuhrî dari 'Urwah bin Az

Zubair dari Abû Humaid as-Sa'idiy

radiallahu 'anhu berkata; Nabi

sallallahu 'alaihi wasallam

memperkerjakan seorang laki-laki dari suku Al Azdî sebagai pemungut zakat.

Ketika datang dari tugasnya, dia

berkata: "Ini untuk kalian sebagai

zakat dan ini dihadiahkan

untukku". Beliau berkata:

"Biarkanlah dia tinggal di rumah

ayahnya atau ibunya lalu dia lihat apakah benar itu dihadiahkan untuknya

atau tidak. Dan demi Dzat yag jiwaku

di tangan-Nya, tidak seoragpun yang

mengambil sesuatu (yang bukan haknya), kecuali dia akan datang

pada hari qiyamat dengan

dipikulkan di atas lehernya berupa

unta yang berteriak, atau sapi yang

melenguh atau kambing yang mengembik". Kemudian Beliau

mengangkat tangan Beliau sehingga terlihat oleh kami ketiak Beliau yang

putih dan (berkata,): "Ya Allah bukankah aku sudah sampaikan,

bukankah aku sudah sampaikan"….

sebanyak tiga kali." (HR al-Bukhâri).

Telah menceritakan kepada kami 5 3 Ahmad bin 'Amru bin As Sarh telah 1 2 3 4 6

menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari ‘Umar bin Mȃlik dari 'Ubaidullah

bin Abû Ja'far dari Khȃlid bin Abû

‘Imran dari Al-Qȃsim dari Abû

178

Umamah dari Nabi sallallahu 'alaihi

wasallam, beliau bersabda: " Barangsiapa memberi pertolongan

kepada seseorang, kemudian diberi suatu hadiah dan diterima, maka ia

telah mendatangi pintu besar riba".(HR Abû Dâwud)

4 Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Isa telah menceritakan kepada kami 1 2 3 4 5 6

Ismȃ'îl bin Ayyasy dari Yahya bin Sa'id dari ‘Urwah bin Az Zubair dari Abû

Humaid As Sa'idi bahwasanya Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam

bersabda: "hadiah bagi para pejabat

adalah ghulul”. (HR Imam Ahmad) 5 Telah mengabarkan kepada kami 1 2 3 4 5 6 Qutaibah dan ‘Ali bin Hujr keduanya

berkata; telah menceritakan kepada kami Khalaf -yaitu Ibnu Khalifah- dari

Mansur bin Zadzan dari Al Hakam bin ‘Utaibah dari Abû Wail dari Masrûq ia

berkata, "Jika seorang hakim makan barang yang dihadiahkan maka ia

telah makan kemurkaan, dan jika menerima suap maka itu akan

menariknya kepada kekufuran."

(HR Imam Nasa’i) Telah menceritakan kepada kami Abû 1 2 3 4 6 Bakar bin Abû Syaibah telah 5 6 menceritakan kepada kami Waki' bin

Jarrah telah menceritakan kepada kami

Ismȃ'îl bin Abî Khȃlid dari Qais bin Abû Hazim dari 'Adi bin ‘Amîrah Al

Kindi dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah sallallahu 'alaihi

wasallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang aku angkat atas

suatu pekerjaan, kemudian dia menyembunyikan dari kami

(meskipun) sebuah jarum, atau

sesuatu yang lebih kecil dari itu,

179

maka itu adalah ghulul (pencurian) yang pada hari kiamat akan ia bawa." 'Adi bin 'Amirah berkata,

"Kemudian seorang laki-laki hitam dari Anshar-sepertinya saya pernah melihatnya- berdiri sambil berkata,

"Wahai Rasulullah, kalau begitu saya akan tarik kembali tugas yang pernah anda bebankan kepada saya!" Beliau balik bertanya: "Ada apa denganmu?" dia menjawab, "Saya telah mendengar bahwa Anda pernah bersabda seperti ini dan seperti ini." Beliau bersabda:

"Sekarang saya sampaikan, bahwa barangsiapa dari kalian yang aku tugasi atas suatu pekerjaan, hendaklah ia datang baik dengan sedikit atau banyak, apa yang memang diberikan untuknya ia boleh mengambilnya, dan apa yang memang dilarang untuknya, maka ia harus dapat menahan diri." (HR. Muslim)

 TERIMA KASIH