Penjelmaan Pusat Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik Semu

PENJELMAAN PUSAT PERBELANJAAN SEBAGAI RUANG PUBLIK SEMU

Aditianata Jurusan Teknik Planologi, Universitas Esa Unggul Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, 11510 [email protected]

Abstrak Pusat perbelanjaan yang dahulu hanya sebagai tempat pertemuan dan transaksi jual beli saat ini telah menjawab kebutuhan masyarakat perkotaan akan kenyamanan, keamanan, aktualisasi diri dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan ini ditangkap sebagai peluang oleh para pengembang yang kemudian secara kreatif melakukan inovasi terhadap pusat-pusat perbelanjaan yang mereka kembangkan. Kemudian Masyarakat kota yang terbagi ke dalam kelas-kelas berdasarkan ekonominya juga ikut berpengaruh terhadap penggunaan pusat perbelanjaan sebagai ruang publik. Saat ini pusat perbelanjaan telah menjelma menjadi ruang publik perkotaan favorit yang menggantikan ruang terbuka yang seyogyanya telah mulai ditinggalkan sebagai ruang publik tetapi pertanyaannya apakah pusat perbelanjaan dapat disebut sebagai ruang publik. Dalam tulisan ini mengangkat suatu kasus pusat perbelanjaan yang —dicurigai“ dapat di sebut ruang publik yakni , yang merupakan salah satu pusat perbelanjaan yang terdapat di Jakarta Barat. Penggunaan Central Park sebagai ruang publik dapat dilihat dari perilaku orang-orang yang menggunakan ruang tersebut. Pada kenyataannya Central Park yang memiliki ruang terbuka (Taman Tribeca) belum dapat disebut sebagai ruang publik karena central park tidak memenuhi tujuan sosial dari ruang publik. Central park merupakan bentuk ruang publik —semu“ yang diciptakan oleh pengembang untuk mendukung tujuan ekonominya. Keadaan yang seperti ini akan berdampak buruk kepada perilaku dan kehidupan masyarakat kota. Masyarakat kota harus kritis terhadap rayuan kapitalisme yang didukung oleh pemerintah kota. Sudah sepatutnya masyarakat kota yang beradab memiliki ruang publik yang memenuhi tujuan-tujuannya untuk menjadikan orang-orang kota yang tinggal di kota sebagai —warga kota“.

Kata kunci: Pusat Perbelanjaan, Ruang Publik dan Prilaku Masyarakat

Pendahuluan budaya bagi kota itu sendiri, hal tersebut dika- Salah satu ungkapan kehidupan manusia renakan prioritas dari banyak kota di yang paling kompleks adalah kota. Dalam beberapa berorientasi kepada ekonomi sehingga ruang publik dekade Kota telah mengalami perkembangan yang yang dirasa tidak memberikan kontribusi ekonomi sangat pesat, dimana sebagian besar di dominasi seringkali ditinggalkan. oleh kegiatan di sektor jasa dan perdagangan. Seiring berjalannya waktu Indonesia terus Perkembangan tersebut kemudian ikut mem- berusaha memperbaiki ekonominya dengan secara pengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk kota, baik perlahan mengubah sistem perekonomiannya yang didapat melalui kelahiran, urbanisasi, maupun menjadi neoliberalis (awal 1970-an) yang kemudian mobilitas penduduk. Hal tersebut menyebabkan memudahkan investasi asing untuk berinvestasi di tingginya intensitas pemanfaatan lahan dalam Indonesia. Sehingga pada tahun 1980 hingga per- pemenuhan kebutuhan akan perumahan, kegiatan tengahan 1990-an investor mulai menguasai lahan- ekonomi, fasiltas kesehatan, pendidikan dan seba- lahan di perkotaan yang kemudian dialihkan gainya. Sementara aktifitas sosial dan ekonomi menjadi lahan-lahan industri dan real estate. Jakarta masyarakat yang kian mendesak mengakibatkan sebagai kota metropolis pertama di Indonesia, ikut pembangunan kota menjadi tidak berkembang membenahi kotanya dengan di dominasi oleh secara sehat karena proporsi dalam penggunaan pembangunan pusat perbelanjaan, apartemen, dan tanah yang tidak seimbang. perkantoran serta mengabaikan ruang publik yang Dimana pembangunan yang ada cenderung ada. Padahal ruang-ruang terbuka di Jakarta banyak untuk memaksimalkan Ruang yang ada untuk yang memiliki potensi sebagai ruang publik, memenuhi kebutuhan akan kawasan perdagangan, sebagaimana dapat saya sebutkan : Lapangan kawasan permukiman, kawasan industri, jaringan Monas, Lapangan Banteng, Taman Kiai Maja (dika- transportasi, serta sarana dan prasarana kota wasan Barito), Taman Suropati, Taman Lembang, lainnya. Sehingga mengabaikan ruang publik yang Taman Blok M (Taman Tiahau), dan masih banyak seyogyanya penting bagi perkembangan sosial dan lagi taman atau ruang terbuka hijau yang memiliki

Jurnal Planesa Volume 4, Nomer 2 November 2013 79

Penjelmaan Pusat Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik Semu potensi untuk disebut sebagai ruang publik. Tetapi di dalam satu bangunan, pada masa itu para pada kenyataannya ruang publik tersebut kurang pedagang membangun kios-kiosnya di plaza terbuka berfungsi sebagai ruang publik, ruang publik di atau koridor jalan yang saling berdekatan. Jakarta telah berganti dengan pusat-pusat perbe- Kemudian pada abad ke-18 berkembang konsep lanjaan modern dimana biasa disebut dengan mall —shopping center“ dan —shopping arcade“ dengan atau plasa/plaza, tetapi seperti yang kita ketahui bentuk retail yang terbuka (open-air retail complex) bahwa pengertian mall dan plasa/plaza sebenarnya yang menawarkan kenyamanan bagi para memiliki arti yang berbeda. pengunjung. Konsep ini digunakan pada tahun 1819 Akan tetapi apakah ruang-ruang yang oleh pusat perbelanjaan di Eropa, London, Inggris terdapat di pusat-pusat perbelanjaan tersebut dapat yang disebut The Burlington Arcade yang kemudian disebut sebagai ruang publik? Seberapa layak pusat disusul oleh Amerika pada tahun 1828 dan Galleria perbelanjaan itu menggantikan ruang publik yang Vittorio Emmanuelle di Milan (1850-an). Kemudian ada? Hal ini harus dilihat secara objektif dan kritis. pada tahun 1915 mulai diperkenalkan konsep Oleh karena itu hal yang harus diperhatikan dalam —mall“ sebagai kompleks retail dengan struktur menjawab pertanyaan ini adalah melihat kembali tertutup di Minnesota. Selanjutnya konsep mall kepada pengguna ruang di dalam pusat perbe- dengan struktur tertutup ini lebih diterima di lanjaan tersebut. Bagaimana mereka memaknai Negara-negara tropis seperti Singapura, Malaysia ruang yang mereka gunakan dan hal ini dapat dan Indonesia. terlihat dalam wujud perilaku mereka di dalam Sementara menurut Jo Santoso dalam ruang-ruang yang dianggap sebagai ruang publik seminar tentang Mall, di Indonesia sendiri menurut dalam hal ini ruang-ruang pusat dalam perbe- perkembangan pusat perbelanjaan terbagi menjadi 3 lanjaan. Karena pada hakekatnya tujuan akhir dari periode yakni : pembangunan adalah untuk manusia itu sendiri. a. Periode Pertama (1969 œ 1970) Pada periode ini (1962) dibangun Pusat Perbelanjaan dengan luas bangunan sekitar 21.000 m² dan Menurut Jeffry D. Fisher, Robert. Martin menjadi pusat perbelanjaan modern pertama di dan Paige Mosbaugh (1991: 121) definisi pusat Indonesia. perbelanjaan adalah sebuah bangunan yang terdiri b. Periode kedua (1971 œ 1989) dari beberapa toko eceran, yang umumnya dengan pada periode tersebut terbangun setidaknya 12 satu atau lebih toko serba ada, toko grosir dan pusat perbelanjaan seperti Duta Merlin (1970), tempat parkir. Hal ini di dukung oleh Mason, Aldiron Plaza (1980), Pasaraya Manggarai Mayer dan Wilkinson (1993:771) yang menyatakan (1980), (1981), Gajahmada Plaza pusat perbelanjaan adalah sekelompok pedagang (1982), Melawai Plaza (1984), dan Metro eceran yang berada dalam satu bangunan yang Pasar Baru (1985). Kemudian, Harco Pasar bersama-sama menyediakan berbagai macam Baru (1986), King‘s Plaza (1988), Plaza Barito produk, yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan (1988), Pasaraya Blok M (1989), dan Golden konsumen dengan kenyamanan berbelanja yang Truly (1989). Ke 12 pusat perbelanjaan disediakan seperti di rumah atau tempat kerja tersebut memiliki total luas bangunan 222.300 mereka sendiri. Sementara Bloch, Ridgway dan m². Jo Santoso mengungkapkan, selama kurun Nelson (1991:445 œ 456) mengatakan bahwa pusat lebih dari 25 tahun, total luas bangunan untuk perbelanjaan telah menjadi pusat perkumpulan, pusat perbelanjaan hanya sebesar 243.300 m². menawarkan daya tarik rekreasi pada pengunjung c. Periode ketiga (1990 œ 1999) seperti musik, bioskop, permainan, aktivitas seperti Dalam kurun waktu 10 tahun berjalan tersebut, makan di luar, menghadiri pertemuan dan bertemu total luas bangunan pusat perbelanjaan teman. definisi yang diungkapkan oleh Bloch, ”membengkak‘ menjadi lebih dari 1,2 juta m². Ridgway dan Nelson adalah mungkin yang paling menggambarkan kondisi pusat perbelanjaan saat ini. Pada saat ini pusat perbelanjaan telah Pusat perbelanjaan yang mungkin dapat melakukan berbagai inovasi yang kreatif untuk disebut sebagai pasar pada awalnya merupakan menjawab keinginan dan kebutuhan masyarakat sebuah tempat yang berfungsi sebagai tempat kota secara bersamaan, pusat-pusat perbelanjaan bertemunya penjual dan pembeli dalam melakukan saat ini menyediakan berbagai fasilitas keluarga pertukaran antara barang dengan uang). Pasar yang seperti taman-taman hiburan, ruang pejalan kaki, dipusatkan kedalam suatu kawasan sendiri dan tempat-tempat umum lainnya seperti sebenarnya telah berkembang sejak abad ke-10 square/plasa yang menjadikan pusat perbelanjaan yakni grand bazaar Ishafan yang terdiri dari semakin tampil optimal dengan semua daya beberapa kumpulan toko independen yang terletak tariknya. Pusat perbelanjaan sendiri dapat

Jurnal Planesa Volume 4, Nomer 2 November 2013 80

Penjelmaan Pusat Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik Semu dikelompokkan menjadi beberapa kelas berdasarkan - Jarak antara penyewa-penyewa utama, skala pelayanannya. maksimum 200 m sampai dengan 250 m, agar para pengunjung yang datang tidak Tabel 1 merasa lelah. Klasifikasi Pusat Perbelanjaan berdasarkan - Lebar mall utama minimal 15 m, sedangkan skala pelayanan pada mall bercabang minimal 6m sampai Klasifika Skala Kualita Luas Lantai Contoh dengan 7m. si Pelayana s Rata-rata (m²) n b. Konsep Plaza Prima Sebetulnya Plaza sama artinya dengan Piaza, Plaza Global / Materia Eksklus >40.00 Kelas A Indonesi berasal dari bahasa Italia, yang berarti ruang Regional l Kelas if 0 a 1 terbuka sebagai tempat berkumpul, Melawai bersosialisasi. Konsep ini banyak diterapkan di Plaza, 15.000 kota-kota lama seperti ; Roma, Paris, Florenz, MKG, s/d Kelas B Wilayah Baik Baik Ratu dan lain sebagainya. Penggunaan istilah plaza 40.000 Plaza, 0 banyak digunakan pada pusat perbelanjaan, Arion Plaza karena kesan dari shooping center yang muncul Kalibata kini adalah sebagai tempat untuk berkumpul , Kramat <15.00 maupun bersosialisasi masyarakat dan keluarga. Kelas C Lokal Sedang Sedang Jati, 0 Pondok Maka istilah ini kerap digunakan pada Cabe penamaan suatu shooping center. Sumber : Capricorn Infowisata Consultan Managing Shopping c. Atrium Centre, 1995 Atrium sebenarnya bukanlah suatu istilah dari pusat perbelanjaan, melainkan konsep arsitektur Kemudian beberapa konsep yang biasanya dari suatu bangunan. Yaitu suatu bangunan digunakan oleh pusat perbelanjaan adalah : yang mempunyai ruangan terbuka dalam skala

a. Konsep Mall besar yang dapat dilihat dari seluruh bagian —Mall“ bercirikan bangunan tertutup multilantai bangunan tersebut. Dalam wujud fisik yang diisi oleh berbagai jenis unit retail dalam sebetulnya atrium digambarkan sebagai ruang satu struktur yang kompak, sehingga para tertutup, beratap transparan, serta berdimensi pengunjung mudah mengakses dari satu unit ke besar yang dapat meneruskan udara luar dan unit ratail yang lain. Konsep mall ini memiliki sinar matahari ke dalam ruangan. Kini banyak kriteria sebagai berikut : shooping center yang mendesain bangunannya

- Koridor utama dipersiapkan menjadi jalur sesuai dengan konsep tersebut namun traffic, karena menghubungkan dua pusat dikombinasikan dengan beberapa konsep kegiatan atau magnet yang sering disebut arsitektural lain. anchor.

- Untuk bangunan pada umumnya hanya Ruang Publik terdiri dari 3 lantai, dengan suasana interior Ruang publik merupakan salah satu elemen dengan landscape yang menarik dan kota yang memiliki fungsi penting. Dia berperan menyegarkan suasana namun kini jumlah sebagai pusat interaksi dan komunikasi masyarakat lantai bisa lebih dari 3 lantai. Kota. Kota yang sehat dapat dilihat dari kualitas

- Aliran pengunjung harus dapat melewati ruang publik yang ada di kota tersebut. Ruang bagian depan dari toko-toko yang berada di publik sendiri merupakan sebuah kata yang terdiri bangunan tersebut. dari ruang dan publik. Ruang yang dalam bahasa

- Pintu masuk dan keluar mall harus terpisah, inggrisnya disebut space merupakan sebuah kata agar tidak monoton dan agar dapat yang berasal dari kata latin spatium yang memiliki mencapai seluruh bagian mall. arti terbuka luas, dan memungkinkan orang

- Harus ada ruangan yang bervariasi dan melakukan kegiatan dan bergerak leluasa di menarik, antara lain seperti taman dengan dalamnya dan dapat berkembang tak terhingga (a tempat duduk untuk bersantai, patung- continuous area or expanse which is free , avai- patung, air mancur dan lain sebagainya. lable, or unoccupied). Sementara publik (public)

- Penempatan dan pengelompokan penyewa berasal dari kata publicus yang memiliki arti orang utama dan penyewa lainnya diatur dewasa sementara dalam arti kata bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga apa yang berarti orang banyak atau bisa disebut semua orang diinginkan oleh para penyewa dapat yang terlibat. Sehingga berdasarkan pengertian ke terwujud. dua kata di atas ruang publik berarti sebuat tempat

Jurnal Planesa Volume 4, Nomer 2 November 2013 81

Penjelmaan Pusat Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik Semu yang memungkinkan orang —dewasa“ melakukan Perilaku Manusia yang Terkait dengan Ruang kegiatan dan bergerak di dalamnya. Bentuk ruang Publik dan Pusat Perbelanjaan publik dapat berupa jalan, pedestrian, taman-taman, Kata perilaku menunjukkan manusia dalam plaza, fasilitas transportasi umum (halte) dan aksinya, berkaitan dengan semua aktivitas manusia museum. Ruang publik merupakan suatu elemen secara fisik; berupa interaksi manusia dengan yang tidak terpisahkan dalam proses transformasi sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya sosial dan budaya, serta merupakan wadah bagi (Joyce Marcella Laurens, 2004). Perilaku manusia masyarakat kota untuk mengekspresikan diri. yang dipengaruhi oleh lingkungannya merupakan Secara umum ruang publik adalah ruang yang hal yang sangat penting karena perilaku tersebut mampu menampung kebutuhan akan tempat-tempat membuat ruang yang dihuni menjadi memiliki pertemuan dan aktivitas bersama yang memungkin- maknanya. Dalam hal ini ruang publik dapat di kan terjadinya pertemuan antar manusia untuk maknai dari perilaku oleh para pengguna ruang saling berinteraksi dan tidak ada satu pihak pun publik tersebut, begitu pula halnya dengan pusat yang dapat mengklaim diri sebagai pemilik dan perbelanjaan. Perkembangan pusat perbelanjaan membatasi akses ke ruang publik. tidak terlepas dari menjawab kebutuhan manusia. Menurut Roger Scurton, 1984, ruang publik Yakni aktualisasi diri, kemanan fisik dan kesela- adalah ruang yang di desain seminimal mungkin matan, prestige, play, aesthetic yang semua nya dengan akses yang besar terhadap lingkungan tidak didapatkan pada ruang terbuka di kotanya, sekitar, sebagai tempat bertemunya manusia yang tetapi mereka dapatkan di pusat perbelanjaan saat berperilaku mengikuti norma-norma yang berlaku. ini. Sementara menurut jenisnya ruang publik dibagi Dalam melihat pusat perbelanjaan dan menjadi dua yakni : ruang umum perlu memahami manusia sebagai 1. Ruang Publik tertutup : adalah ruang publik mahluk sosial, yang untuk memenuhi kebutuhan yang berada di dalam suatu bangunan; sosialnya tercermin dari (1) fenomena perilaku- 2. Ruang Publik terbuka : ruang publik yang lingkungan; (2) kelompok-kelompok pemakai; (3) berada di luar bangunan atau sering juga dise- tempat terjadinya aktivitas. Yang kemudian mem- but sebagai ruang terbuka (open space) pengaruhi perilaku interpersonal yang meliputi hal- hal sebagai berikut. Ruang publik sebagai ruang yang memiliki a. Ruang personal : domain kecil sejauh jangkauan fungsi penting di dalam kota merupakan suatu ruang manusia yang dimiliki setiap orang; yang universal. Hal ini ditandai oleh tiga hal yaitu : b. Teritorialitas (teritoriality) : kecenderungan un- responsif terhadap berbagai kegiatan dan kepen- tuk menguasai daerah yang lebih luas bagi tingan luas; demokratis karena dapat digunakan penggunaan oleh seseorang atau sekelompok oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang pemakai atau bagi fungsi tertentu; sosial, ekonomi dan budaya tanpa mengesamping- c. Kesesakan dan kepadatan (crowding dan kan aksesible terhadap kondisi fisik manusia; dan density), yaitu keadaan apabila ruang fisik yang bermakna yang berarti memiliki hubungan yang tersedia sangat terbatas dibandingkan dengan terkait antara manusia, ruang, dunia luas, dan kon- jumlah penggunanya; teks sosial. d. Privasi (privacy) sebagai usaha untuk Ruang publik selain sebagai tempat perte- mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan sosial muan bagi semuua jenis interaksi dan komunikasi manusia. sosial penghuni kota. Dalam interaksi tersebut setiap masing-masing individu dalam masyarakat Kasus: Central Park Mall, Jakarta Sebagai mendapat pelajaran penting tentang norma sosial Ruang Publik Semu yang sekaligus memberikan ruang untuk ber- Central Park adalah sebuah pusat perbe- ekspresi dan mengembangkan diri di depan lanjaan yang terletak di Jl. S. Parman dan termasuk individu lainnya (Loukaitou Sideris & Banerjee, ke dalam kawasan Podomoro City, Jakarta Barat. 1998). Dari hal tersebut terciptalah karakter masya- Secara lokasi Central Park terletak berdampingan rakat kota, sehingga tanpa ruang publik akan dengan Mall Taman Anggerk serta dekat dengan terbentuk masyarakat kota yang anggota-anggo- Mal Ciputra. Central Park merupakan megaproyek tanya tidak dapat berinteraksi apalagi bekerja sama dari pengembang ternama Agung Podomoro yang di satu sama lain. Yang dapat disadari dari kondisi buka pada tanggal 9 September 2009 dengan total yang telah terjadi saat ini yakni dengan melihat cara luas pertokoan 11,5 Ha. anak muda mengekspresikan diri dengan cara Dalam pengembangannya Central Park ekstrim dan keras. mengusung Konsep —one stop living“ yang diter- jemahkan kedalam —mix used complex“ yakni

Jurnal Planesa Volume 4, Nomer 2 November 2013 82

Penjelmaan Pusat Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik Semu penggabungan penggunaan lahan (perkantoran, menurut pihak pengembang (Agung Podomoro) perumahan/tempat tinggal, dan pusat perbelanjaan) Central Park merupakan pusat perbelanjaan untuk dalam satu satuan lahan. semua golongan dan kebebasan akses untuk ruang terbuka yang ada (Tribeca Park) tetapi pada kenyataannya Central Park merupakan pusat perbelanjaan eksklusif, sehingga dengan adanya dominasi golongan masyarakat kelas menengah ke atas membentuk suatu garis batas yang kasat mata mengenai teritori kaum menengah ke atas di Central Park yang menyebabkan golongan masyarakat tertentu akan sangat tidak nyaman bahkan sulit untuk masuk ke dalam Central Park. Hal ini dapat menyebabkan Central Park dapat menjadi gambaran fisik dari berbagai kondisi kehidupan sosial- ekonomi, yakni: antara kaya - miskin, eksklusif - Gambar 1 inklusif, artifisial - natural, dan modern - Lokasi Central Park Mall tradisional. Kemudian para pedagang kecil tentu sulit untuk mampu bersaing dengan pedagang menengah ke atas dalam membeli/ menyewa unit retail di dalam (indoor unit) seperti kios/ toko dan lain lain di Central Park. Sebagian besar pengunjung Central Park adalah generasi muda dengan usia relatif dibawah 40 tahun. Bahkan di dalam Tribeca sendiri telah terdapat beberapa kelompok yang memiliki teritori interaksi (Lyman dan Scott, 1967) diantaranya adalah kelompok breakdance yang berada di areal sisi kiri bagian tengah taman Tribeca dan penggunaan teritori tersebut dilakukan pada waktu- waktu tertentu yakni setiap sore pada hari selasa, kamis, dan akhir minggu. Teritori tersebut memisahkan kelompok tersebut dengan pengguna

taman tribeca pada umumnya. Gambar 2 Motivasi pengunjung Central park adalah Taman TRIBECA (CENTRAL PARK JAKARTA) berbelanja dan mencoba menikmati beberapa

fasilitas yang ada di Central Park seperti Taman Salah satu keunggulan dari Central Park Tribeca. Akan tetapi hal tersebut tidak menutup adalah adanya taman Tribeca yang merupakan alasan utama mereka datang ke Central Park, ruang terbuka hijau dengan luas ± 1,4 ha yang menurut beberapa narasumber yang saya tanyakan, dikelilingi oleh beberapa coffe shop yang meng- hampir seluruhnya mereka datang ke Central Park hadap ke arah taman Tribeca. Tribeca sendiri dibuat untuk berbelanja atau setidaknya membeli sesuatu, sebagai taman indah, dipenuhi dengan pepohonan, sedangkan beberapa lainnya untuk bertemu dengan rumput hijau, bebatuan alam yang dilengkapi oleh teman. Dalam hal ini kenyamanan yang ada di kolam air terjun, air mancur, kolam ikan koi. Di dalam Central Park merupakan pancingan agar taman Tribeca juga terdapat area yang memper- pengunjung merasa betah dan lebih lama berada di tunjukkan musical fountain pada jam-jam tertentu Central Park yang kemudian berdampak kepada dan sarana bermain bagi anak-anak yang salah uang yang mereka habiskan untuk membiayai satunya adalah —segway“, berupa alat transportasi kenyamanan tersebut, dan ini nyatanya berhasil yang menggunakan energy listrik. karena seperti yang telah saya tanyakan kepada

beberapa narasumber bahwa mereka menghabiskan Pembahasan banyak uang selama berada di Central Park, Central Park merupakan salah satu pusat meskipun aktivitas yang mereka lakukan hanya perbelanjaan yang menurut Bloch merupakan pusat bersosialisasi dengan teman-temannya. perkumpulan yang menawarkan daya tarik rekreasi Sementara interaksi yang terjadi di Central pada pengunjung. dominasi pengunjung central park Park adalah interaksi yang sangat minimum dan adalah golongan kelas menengah ke atas, meskipun hanya terjadi dengan tujuan-tujuan tertentu seperti

Jurnal Planesa Volume 4, Nomer 2 November 2013 83

Penjelmaan Pusat Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik Semu jual beli, jarang sekali ada interaksi antara (menghindari praktek penipuan produk penunjung dengan pengunjung, sejauh yang saya sebagaimana lazim terjadi pada pasar tradisional). lihat hanya sedikit intraksi yang terjadi secara Kemudian ketika berada di lapangan, saya alamiah yang sebagaimana terjadi di ruang publik menyadari 2 hal yang diakibatkan dari adanya pusat (sebagian besar interaksi yang terjadi adalah perbelanjaan terhadap lingkungan dan transportasi, interaksi internal di dalam kelompok masing- dalam hal ini pemborosan energi untuk masing). Kemudian Pengunjung Central Park lebih mewujudkan kenyamanan di dalam ruang publik memilih central park daripada pusat perbelanjaan semu tersebut, dan beban transportasi kemacetan lain adalah diantaranya karena adanya ruang bagi masyarakat yang berada di sekitar pusat terbuka hijau bernama Tribeca, yang membuat perbelanjaan tersebut, hal ini disebabkan karena mereka merasakan suasana yang berbeda pusat perbelanjaan memanjakan pengguna mobil (kenyamanan untuk berinteraksi, adanya areal untuk dengan membangun fasilitas parkir yang luas dan pejalan kaki, pemandangan alam yang terbuka, terintegrasi dengan bangunan pusat perbelanjaan keamanan) yang tidak mereka dapatkan di pusat tetapi tidak didukung oleh sistem transportasi perbelanjaan lainnya. Kemudian mereka dapat umum sebagaimana yang seharusnya dilakukan. berekspresi sebebas (dari sisi berpakaian) mungkin Central Park merupakan ruang publik semu yang di dalam Central Park dan Tribecanya tanpa takut diciptakan dengan tujuan ekonomi, harapan ada intervensi dari orang lain. Dari pendapat masyarakat terhadap ruang publik yang baik lah. tersebut saya melihat adanya kebutuhan akan ruang Hal ini ditangkap dengan jeli oleh para publik yang selama ini tidak pernah disediakan pengembang yang kemudian mengaplikasikan dengan baik oleh kota Jakarta. pusat perbelanjaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyebabkan pusat perbelanjaan Kesimpulan menjelma menjadi ruang publik yang memancing Central Park dengan Taman Tribeca masyarakat ke dalam kehidupan konsumtif yang merupakan ruang publik semu (quasi-public space) menguntungkan kaum kapitalis atau yang bisa juga Central Park merupakan ruang publik semu artifisial disebut dengan perubahan peta mental kita yang bersifat ekslusif. Keputusan miskin yang (Gunawan Tjahjono : 2005). hanya bisa menikmati mall dari luar (outdoor) saja. Karena adanya batasan fisik dan psikologis yang Daftar Pustaka menghalangi akses lapisan masyarakat tertentu. Ahmadi, H. Abu. 2007. Psikologi Sosial. Rineka Sehingga Central Park bahkan dapat disebut sebagai Cipta. Jakarta, 2007 bentuk kesenjangan sosial-ekonomi, karena menggunakan efek filterasi untuk menyaring Bloch, Ridgway & Nelson (1991: p. 445 œ 456). mereka yang dianggap bukan termasuk dalam target Consumer behavior. 2th ed. USA : Prentice pasar. Sehingga pengunjung Central Park bersifat Hall Inc. 1991 homogin dan sebagai ruang publik ia tidak memenuhi tujuan sosial dan lingkungan. Bungin, H.M. Burhan. (2006). Sosiologi Kenyataan bahwa pengunjung terbesar Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Central Park adalah generasi muda dan mereka Diskursus Teknologi Komunikasi di dimanja kan dengan kenyamanan dengan satu Masyarakat. Prenada Media Grup. Jakarta, tujuan yakni —konsumsi sebanyak-banyaknya“. 2006 Dengan terbiasa di lingkungan homogen (didominasi oleh golongan masyarakat tertentu) Engel, James F,. & Blackwell & Roger. D & tersebut maka mereka akan kesulitan untuk Miniard, Paul. W., (1995). Consumer mengembangkan rasa empati terhadap orang lain Behavior. 8th ed. USA : Dryden Press, dan tidak siap untuk hidup dalam masyakarat yang 1995 beragam, sehingga menjadi konsumtif, egois, manja. Hall, Edward T. (1966). The Hidden Dimension. Pemilihan pusat perbelanjaan sebagai ruang Doubleday. New York, 1966 publik adalah karena keterbatasan ruang publik yang ada dengan alasan kenyamanan (menghindari Hariyono, Paulus (2007). Sosiologi Kota Untuk sengatan udara tropis dan guyuran hujan), Arsitek. Bumi Aksara, Jakarta, 2007 kepraktisan dan efisiensi (mengurangi pergerakan didalam kota), keamanan (memenuhi kebutuhan Jeffry D. Fisher, Rober. Martin dan Paige psikologis untuk rasa aman) serta kepastian Mosbaugh (1991: 121). Shopping Centre. A

Jurnal Planesa Volume 4, Nomer 2 November 2013 84

Penjelmaan Pusat Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik Semu

Division of Dearborn publishing, Inc, New York : John Willey and Sons., 1991

Kompas. Politik Kota dan Hak Warga Kota. Penerbit Buku Kompas. Jakarta, 2006

Klein, Donald C. . Psikologi Tata Kota:Psikologi Pengembangan Ruang Publik Dalam Perencanaan Perkotaan Baru. Penerbit Alenia, Yogyakarta, 2005

Kusumawijaya, Marco. Jakarta Metropolis Tunggang-Langgang. Gagas Media, Jakarta, 2004

Lang, John. Urban Design : The American Experience. Van Nostrand Reinhold. New York, 1994

Laurens, Joyce Marcella. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Grasindo. Jakarta, 2004

Loo, Chalsa M. Crowding and Behavior. University of California. New York, 1974

Loukaitou-Sideris, Anastasia. Benerjee, Tridib. Urban Design Downtown : Poetics and politics of form. University of California Press. 1998

Mayer & Wilkinson. A cluster of retail outlets under a single roof that collectively handle a veried assortment of goods, satisfying most of the merchandise needs of consumers within convenient traveling time of their homes or places of work. New Jersey : Prentice Hall Inc., 1993

Tjahjono, Gunawan.. Pemekaran Pusat Perbelanjaan : Arsitektur dan penguasaan kapitalisme atas manusia Indonesia melalui rayuan citra kebendaan. Dipublikasikan pada Seminar Sehari Trend Perkembangan Pusat Perbelanjaan di Jakarta, Kamis, 3 Maret 2005 di Flores Room, Hotel Borobudur Jakarta. IAAI ITI (Ikatan Alumni Arsitektur ITI), 2005

Jurnal Planesa Volume 4, Nomer 2 November 2013 85