BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI KAWASAN MANGROVE PERCUT SEI TUAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU

SKRIPSI

Oleh: Odi Firnadi 131201176

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI KAWASAN MANGROVE PERCUT SEI TUAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU

SKRIPSI

Oleh: Odi Firnadi 131201176

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI KAWASAN MANGROVE PERCUT SEI TUAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU

SKRIPSI

Oleh: Odi Firnadi 131201176

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Bioeteriorasi Beberapa Jenis Kayu di Kawasan Mangrove Percut Sei Tuan Serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu. Nama : Odi Firnadi NIM : 131201176 Minat : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh, Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing I: Komisi Pembimbing II:

Dr. Iwan Risnasari, S.Hut., M.Si Arif Nuryawan S.Hut., M.Si., Ph.D Ketua Anggota

Mengetahui,

Arif Nuryawan S.Hut., M.Si., Ph.D Ketua Departemen Teknologi Hasil Hutan

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

ODI FIRNADI: Biodeteriorasi Beberapa Jenis Kayu Di Kawasan Mangrove Percut Sei Tuan Serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Kayu. Di bawah bimbingan IWAN RISNASARI dan ARIF NURYAWAN.

Informasi sifat fisis dan mekanis kayu damar ( dammara),mahoni (Swietenia macrophylla),meranti (Shorea sp.) terutama keawetan kayu terhadap serangan binatang penggerek dimangrove dan modulus elastisitas belum ada sehingga penting untuk diteliti. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi perubahan sifat fisis dan mekanis kayu damar (Agathis dammara),mahoni (Swietenia macrophylla),meranti (Shorea sp.) setelah perendaman pada ekosistem mangrove selama 6 bulan. Penelitian ini menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dan pengolahan data menggunakan aplikasi SPSS. Sifat mekanis kayudamar (Agathis dammara), mahoni (Swietenia macrophylla), dan meranti (Shorea sp) menurun dan sifat fisis meranti (Shorea sp) meningkat. Kayu damar (Agathis dammara) memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan mahoni (Swietenia macrophylla), dan meranti (Shorea sp).

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

ODI FIRNADI: Biodeteriorasi Several Kinds Of Wood In Mangrove Area Cigarettes As Well As Its Influence On The Physical And Mechanical Properties Of Wood. Under Academic Supervision by IWAN RISNASARI and ARIF NURYAWAN.

Information on the physical properties and mechanical of damar (Agathis dammara), mahogany (Swietenia macrophylla), meranti (Shorea sp.) especially the durability of wood against mangrove borer attack and elastic modulus yet.

The research aims to evaluate the change of physical and mechanical properties of damar (Agathis dammara), mahogany (Swietenia macrophylla), meranti

(Shorea sp.) after immersion in mangrove ecosystem for 6 months. This research uses Universal Testing Machine (UTM) and data processing using SPSS application. The mechanical properties of damar (Agathis dammara), mahogany

(Swietenia macrophylla), and meranti (Shorea sp) decreased and the physical properties of meranti (Shorea sp) increased. Damar (Agathis dammara) has better physical and mechanical properties than mahogany (Swietenia macrophylla), and meranti (Shorea sp).

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah swt atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Adapun judul penelitian ini adalah “Biodeteriorasi Beberapa Jenis Kayu di Kawasan

Mangrove Percut Sei Tuan serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis

Kayu”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Iwan Risnasari, S.Hut.,

M.Si. dan Bapak Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku komisi pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan oleh penulis.

Medan, Januari 2018

Penulis

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...... i

DAFTAR ISI...... ii DAFTAR GAMBAR...... iii DAFTAR TABEL ...... iv PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Tujuan Penelitian ...... 4 Manfaat penelitian ...... 4 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi perairan mangrove Percut Sei Tuan...... 5 Botani Tanaman Mahoni ...... 5 Botani Tanaman Meranti ...... 6 Botani Tanaman Damar ...... 7 Faktor yang Mempengaruhi Sifat Fisis dan Mekanis ...... 8 Deskripsi Penggerek Dilaut ...... 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ...... 15 Alat dan Bahan Penelitian ...... 15 Persiapan Bahan Baku ...... 15 Pengujian Sifat Fisis ...... 17 Pengujian Sifat Mekanis ...... 18 Analisis Data ...... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Sifat Fisis ...... 20 Kadar Air ...... 20 Kerapatan...... 21 Berat Jenis ...... 23 Modulus of Elasticity ...... 26 Modulus of Repture ...... 29

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kelas Kuat Kayu Berdasarkan MOE ( Modulus of Elasticity) ...... 25

2. Evaluasi Kelas Kekuatan Kayu Berdasarkan PKKI NI 5-1961 ..... 30

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Contoh Uji Ketahanan terhadap Serangan Organisme di Mangrove ... 16

2. Skema Rangkaian Contoh Uji dalam Proses Perendaman ...... 16

3. Grafik Rata-rata Nilai Kadar Air Kayu Mahoni, Meranti, Damar ...... 20

4. Nilai Rata-rata Kerapatan Kayu Mahoni, Meranti, Damar ...... 21

5. Nilai Rata-rata Berat Jenis Kayu Mahoni, Meranti, Damar ...... 23

6. Grafik Rata-rata Modulus of Elasticity ...... 26

7. Sampel Uji Sifat Mekanis Kayu Meranti Perlakuan ...... 26

8. Sampel Uji Sifat Mekanis Kayu Damar Perlakuan ...... 26

9. Sampel Uji Sifat Mekanis Kayu Mahoni Perlakuan ...... 27

10. Nilai Rata-rata Modulus of Rupture ...... 29

Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini permintaan akan penggunaan kayu sebagai bahan bangunan terus meningkat. Hal ini tidak seimbang dengan pasokan kayu yang ada di hutan.

Kondisi hutan yang ada sekarang ini sulit untuk memenuhi peningkatan permintaan kebutuhan kayu tersebut. Akibat berkurangnya ketersediaan kayu, salah satu usaha yang banyak dilakukan masyarakat adalah memanfaatkan kayu perkebunan atau kayu hutan rakyat sebagai kayu pengganti. Data potensi dan luas hutan rakyat di Indonesia diperkirakan mencapai 39.416.557,5m3 dengan luas

1.568.415,6 ha (Wardana, 2005). Tersedianya kayu rakyat ini, diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi tekanan terhadap hutan alam sebagai sumber pemasok kayu.

Sebagian besar jenis kayu di Indonesia memiliki tingkat keawetan yang rendah, menurut Duljapar (1996), saat ini di Indonesia tercatat ± 4000 jenis kayu yang tersebar diseluruh Nusantara, 15-20 % dari jumlah tersebut termasuk jenis kayu dengan keawetan tinggi (kelas I dan II) dan 80-85 % sisanya adalah jenis kayu dengan keawetan yang rendah (kelas awet III, IV dan V) sehingga jenis kayu yang termasuk dalam kelas awet III-1V, dapat diperpanjang umur pemakaiannya melalui proses pengawetan.

Keawetan suatu jenis kayu ditentukan oleh berbagai hal antara lain lokasi dimana kayu tersebut dipergunakan. Sebagai contoh, jenis kayu yang sama yang dipakai di darat dan di laut memiliki keawetan yang berbeda. Perbedaan ini terjadi karena jenis oganisme yang menyerangnya berlainan.Kerusakan bangunan pantai dan kapal juga disebabkan adanya serangan binatang laut atau organisme penempel

Universitas Sumatera Utara (biofouling) pada bagian lambung kapal. Teritip (Balanus sp.) merupakan biota avertebrata yang menempel pada kayu dan benda-benda keras lain di laut dan perairan payau yang menjadi habitat tempatnya menempel dan mencari makanan.

Hal ini dapat menimbulkan masalah bagi aktivitas di laut. Pereira et al. (2002) menyebutkan walaupun penempelan organisme merupakan proses alami, tetapi organisme penempel bisa berkoloni pada struktur-struktur buatan manusia sehingga menimbulkan permasalahan, misalkan perubahan permukaan.

Indonesia merupakan negara maritim,75% dari luas wilayahnya merupakan lautan dan terdiri dari pulau-pulau.Penggunaan alat transportasi seperti kapal kayu, dermaga, tiang pancang dan bangunan di laut sebagian besar terbuat dari kayu.Kayu yang digunakan tidak lepas dari serangan organisme penggerek di laut yang disebut dengan marine borers.Organismeini merusak kayu sebagai tempat tinggal (shelter) atau sebagai makanannya (Haygreenet al.2003)dan berkembang pesat di daerah tropis serta dapat ditemukan sepanjang tahun (Suhirman dan

Nunik1987).Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa sebagian besar kayu yang direndam di perairan Pantai Utara Jawa dalam waktu tiga bulan sudah mendapat serangan berat oleh Pholadidae dan Teredinidae dari golongan

Mollusca.Kerusakan akibat serangan marine borersakan mengurangi kekuatan dan umur pakai kayu.Kerugian akibat serangan marine borers di Indonesia dapat mencapai empat puluh milyar rupiah per tahun (Suhirman dan Nunik 1987).

Kayu yang biasa digunakan di laut adalah dari jenis jati (Tectona grandis), bangkirai (Shorea laevifolia), sonokeling (Dalbergia latifolia),kruing

(Dipterocarpus sp), nyatoh (Palaquium javense)serta kayu lainnyayang berasal dari hutan alam (Martawijaya et al. 1981). Kebutuhan akan kayu tersebut setiap

Universitas Sumatera Utara tahun meningkat, sedangkan persediaannya semakin terbatas. Penggunaan kayu secara berlebihan akan mengarah pada eksploitasi hutan yang dapat mengancam kelestarian hutan. Tekanan terhadap hutan alam sebagai pemasok kayu terbesar dapat dikurangi dengan pemanfaatan kayu alternatif atau kayu substitusi yang berasal dari hutan rakyat seperti mahoni, damar, dan meranti yang merupakan kayu populer dalam industri kayu pertukangan.

Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap kadar garam (Kusmana et al,

2003).Masyarakat yang tinggal di sekitar mangrove banyak memanfaatkan kayu hutan untuk membuat kapal kayu, dermaga, tiang pancang dan bangunan di mangrove. Seperti halnya kayu yang digunakan di laut, kayu yang digunakan di mangrove juga tidak lepas dari serangan organisme penggerek karna hutan mangrove terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut (Santoso, 2000).

Sedikitnya informasi tentang kayu yang sesuai penggunaannya terhadap kawasan mangrove, serta organisme perusak kayu yang menyebabkan menurunnya kualitas kayu yang dilihat dari sifat fisis dan sifat mekanisnya adalah hal yang melatarbelakangi penelitian ini. Itu alasan mengapa uji deteriorasi perlu dilakukan terhadap kayu di kawasan mangrove, yang merupakan tempat dengan tingkat salinitas berbeda dibandingkan hutan lainnya karena kawasan hutan mangrove berada di daerah pesisir pantai dan terkena pasang surut air laut yang

Universitas Sumatera Utara mengakibatkan munculnya organisme perusak kayu yang tidak ditemui di laut maupun kawasan hutan lainnya.

Informasi sifat fisis dan mekanis kayu damar (Agathis dammara),mahoni

(Swietenia macrophylla),meranti (Shorea sp.) terutama keawetan kayu terhadap serangan binatang penggerek dimangrove dan modulus elastisitas belum ada sehingga penting untuk diteliti. Sifat tersebut perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis untuk menjamin penggunaan yang sesuai dan pra perlakuan yang seharusnya dilakukan sehingga pemanfaatan kayu dikawasan ekosistem mangrove menjadi lebih efisien, terutama dalam hal ketahanan kontruksi bangunan di ekosistem mangrove.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perubahan sifat fisis dan mekanis kayu damar (Agathis dammara),mahoni (Swietenia macrophylla),meranti (Shorea sp.) setelah perendaman pada ekosistem mangrove selama 6 bulan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitan ini adalah untuk memberikan informasi tentang ketahanan kayu damar (Agathis dammara),mahoni (Swietenia macrophylla) dan meranti (Shorea sp) terhadap perendaman dalam perairan mangrove dan diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk memberikan rekomendasi dalam menentukan kayu yang tepat untuk digunakan dikawasan mangrove.

Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Perairan Mangrove Percut Sei Tuan

Wilayah Percut Sei Tuan memiliki hutan mangrove seluas 3.600 Ha namun yang dikukuhkan hanya 2.872 Ha dari total luas 3.600 Ha atau 79,8 % sehingga hutan mangrove yang tersisa cukup baik hanya 728 Ha atau 20,2 % (BPS Deli Serdang,

2010). Perairan Mangrove Percut Sei Tuandipengaruhi oleh pasang surut dan merupakan alur kapal, tempat persinggahan kapal dan terdapat aktivitas wisata dan merupakan air berpayau yang ditumbuhi berbagai jenis hutan bakau, perubahan salinitas, suhu, arus, dan gelombang pada setiap tahunnya relatif sama tidak menunjukan perbedaan yang mencolok sehingga populasi teritip dan organisme organisme perusak lainnya di perairan tersebut dapat berkembang dengan baik dengan salinitas rata-rata 7,33 ppm dan suhu rata-rata 32,1 . Suhu merupakan sarana penting selama musim kawin dan setiap spesies mempunyai℃ temperatur optimum untuk bertelur dan perkembangan larvanya, sedangkan gelombang dan arus laut untuk mengatur sirkulasi perairan dan menetralisirkan adanya pencemaran air laut sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan penggerek di laut (Muslich dan Sumarni 2008).

A. Botani Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King.)

Mahoni merupakan salah satu tanaman yang dianjurkan untuk pengembangan HTI

(Hutan Tanaman Industri). Mahoni dalam klasifikasinya termasuk famili

Meliaceae. Ada dua spesies yang cukup dikenal yaitu Swietenia machrophylla

(mahoni daun lebar) dan Swietenia mahagoni (mahoni daun sempit) Kayu mahoni juga termasuk sebagai kayu yang tergolong sebagai kayu keras. Kayu ini berasal

Universitas Sumatera Utara dari famili Meliaceae. Biasanya daerah penyebaran untuk kayu ini sendiri terdapat di daerah Jawa. Kedudukan mahoni dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Meliaceae

Genus : Swietenia

Spesies : Swietenia macrophylla.

(Susniahti et al, 2005).

B. Botani Tanaman Meranti ( Shorea sp )

Meranti merupakan kayu yang populer dalam industri kayu pertukangan.Kayu ini tergolong dalam kayu keras dengan berat jenis sekitar 0,3-0,86 pada kandungan air 15% dan kayu meranti ini tergolong dalam kayu kelas kuat II-IV dan kelas awet III-IV. Kayu meranti termasuk kayu daun lebar (hardwood). Kayu meranti yang digunakan dalam penenelitian ini adalah kayu meranti kuning yang biasa disebut dalam bahasa latin adalah Shorea spp, berasal dari famili

Dipterocarpaceae. Kayu ini banyak ditemukan di daerah Sumatera dan

Kalimantan.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Rosidae

Ordo : Malvales

Famili : Dipterocarpaceae

Universitas Sumatera Utara Genus : Shorea

Spesies : Shorea spp.

(Soerianegara et al, 2002)

C. Botani Tanaman Damar (Agathis damara)

Damar adalah sejenis pohon anggota tumbuhan angiospermae yg merupakan tumbuhan asli Indonesia. Kayu damar tidak terlalu kuat dan tidak terlalu awet tergolong dalam kelas kelas kuat III. Pada umumnya kayu ini ditanam untuk diambil resinnya dan kemudian diolah menjadi kopal. Untuk kayu damar sendiri merupakan kayu daun jarum(softwood). Damar sendiri bernama latin

Agathis dammara. Berada dalam famili . Daerah penyebaran pohon damar di Indonesia cukup banyak yaitu terdapat diSumatera Utara, Sumatera

Barat, Jawa, Kalimantan Tengah, , Maluku, dan Papua.

Kingdom : Plantae

Divisi : Pinophyta

Kelas : Pinopsida

Ordo :

Famili : Araucariaceae

Genus : Agathis

Spesies : Agathis dammara

(Soerianegara et al, 2002)

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sifat Fisis dan Mekanis Kayu a.Sifat Fisis

Haygreenet al.(2003)menyatakan bahwa sifat fisis kayu yang terpenting adalah berat jenis, kerapatan, dan kadar air.

Universitas Sumatera Utara

1. Kerapatan

Kerapatan adalah perbandingan antara massa benda terhadap volumenya. Air pada suhu 4 mempunyai kerapatan sebesar 1g/cm3. Oleh karena itu air pada temperatur℃ tersebut dijadikan sebagai standar. Kerapatan air akan berkurang apabila suhunya dinaikkan, tetapi perubahannya sangat kecil, sehingga dapat diabaikan bila pengukuran dilakukan pada suhu kamar. Kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun horizontal. Pada arah vertikal, bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki kerapatan rendah karena faktor mekanis dan biologis. Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur. Kayu yang lebih muda kerapatannya lebih rendah (Tsoumis, 1991).

2. Berat Jenis

Berat jenis kayu merupakan perbandingan antara kerapatan kayu tersebut dengan kerapatan benda standar air yang nilainya 1g/cm3, sehingga nilai dari berat jenis sama dengan kerapatan dengan tanpa satuan,selanjutnya dalam tulisan ini dibahas sebagai berat jenis (Sucipto, 2009)

3. Kadar Air

Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen (%) terhadap berat kering tanurnya (BKT). Kadar air dapat mempengaruhi kekutan kayu. Apabila kadar air dalam suatu kayu menurun maka kekuatan kayu tersebut semakin meningkat. Apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat maka pengaruh penurunan kadar air terhadap kekutan kayu akan terlihat jelas. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya dapat menentukan kadar air dalam kayu. Dalam pohon segar kadar

Universitas Sumatera Utara airnya bervariasi tergantung tempat tumbuh dan umur pohon tersebut (Manuhuwa,

2007). b. Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu merupakan ketahanan kayu terhadap gaya luar yang dapat mengubah bentuk benda.Sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar air, kerapatan, struktur, suhu, lama pembebanan dan cacat. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu yang berat sekali juga kuat sekali bahkan kekuatan, kekerasan, dan sifat mekanik lainnya adalah berbanding lurus dangan berat jenisnya (Tsoumis 1991). Sifat mekanis kayu yang diuji meliputi: modulus of elasticity (MOE), modulus of rupture (MOR), kekuatan belah, kekuatan tekan,kekerasan dan rasio poisson (Savitri, 2011).

Sifat mekanis yang diuji pada penelitian ini adalahmekanis lentur MOE dan

MOR. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok :

- Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan,

pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak

kayu.

- Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali, dan bahkan kekuatan, kekerasan, dan sifat mekanik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya (PKKI 1961).MOE dan MOR merupakan bagian dari sifat mekanika kayu yang harus diketahui sebelum menggunakan kayu. Dengan diketahuinya sifat fisik dan mekanik kayu membuka peluang penggunaan berbagai jenis kayu .

Universitas Sumatera Utara 1.Modulus of Elasticity (MOE)

Menurut Tsoumis (1991),elastisitas adalah sifat benda yang mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Nilai modulus elastisitas kayu bervariasi antara25510-173469 kg/cm2.Nilai modulus elastisitas berbeda pada ketiga arah pertumbuhannya. Pada arah transversal modulus elastis hanya berkisar 3061-6122 kg/cm2, sedangkan perbedaan untuk arah radial dan tangensial tidak nyata (Ruhendi,2011).

2.Modulus of Rupture (MOR)

Kekuatan merupakan salah satu sifat mekanis yang sangat penting. Kekuatan lentur kayu biasanya dinyatakan dengan modulus patah. Modulus patah bervariasi antara 561-1632 kg/cm2. Nilai kekuatan lentur ini menunjukkan kecenderungan yang sama dengan kekuatan tarik aksial sehingga modulus patah dapat digunakan sebagai petunjuk kekuatan tarik aksial jika data nilai kekuatan tersebut tidak tersedia. Kekuatan lentur kayu lebih rendah dibandingkan logam tetapi lebih tinggi dari kebanyakan bahan non logam (Savitri, 2011).

Penggerek Kayu di Laut(Marine Borer)

Organisme perusak kayu di laut sering disebut dengan marine borer.

Organisme ini dapat menyebabkan kerusakan yang luas pada bagian- bagian tiang-tiang dan kayu-kayu dermaga yang bersentuhan dengan air asin atau setengah air asin dan perahu- perahu yang terbuat dari kayu. Binatang ini tersebar luas di sebagian besar perairan asin di dunia dan lebih banyak merusak di daerah- daerah tropis dari pada di daerah sub tropis (Hunt dan Grarrat, 1986 ).

Di daerah tropis organisme ini dapat berkembang dengan subur dan dijumpai sepanjang tahun. Pada umumnya organisme ini hidup pada perairan yang

Universitas Sumatera Utara mempunyai salinitas sekitar 10-40 per mil. Aktivitas perkembangan penggerek kayu di laut dipengaruhi oleh suhu, salinitas, arus, pasang surut, gerakan ombak dan lain sebagainya (Muslich dan Sumarni, 1987).

Adapun penggerek kayu di laut yang sering dijumpai dan banyak menimbulkan kerusakan pada kayu terdiri atas dua golongan yaitu crustaceae dan mollusca. Kedua golongan ini masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, demikian pula cara menyerangnya. Dua tipe serangan yang dikenal adalah shipworn dan gribble. Tipe shipworn merupakan tipe penyerangan pada crustaceae dengan menempel pada bagian kayu dengan pengeboran yang cenderung lebih pendek sedangkan tipe gribble merupakan tipe penyerangan pada mollusca dengan merusak kayu dengan cara mengebor dan membuat serambi kecil untuk tempat tinggalnya (Muslich dan Sumarni, 1998).

Crustaceae

Kira- kira ada lebih dari 25.000 spesies Crustacea, kebanyakan kecil dan hampir mikroskopik. Di dalam ekosistem kolam atau danau dan terutama dalam ekosistem laut, konsumen tingkat pertama terutama terdiri atas sejumlah besar hewan crustaceae. Hewan- hewan ini menjadi makanan utama hewan-hewan lain, dari ikan yang sangat kecil sampai ikan paus raksasa. Teritip (Lepas sp) wujudnya sangat berbeda dengan hewan- hewan crustacea yang lain. Walaupun larvanya hidup dengan berenang- renang bebas, tetap larva ini segera beristirahat dan selanjutnya hidup melekat pada suatu permukaan yang keras di laut, misalnya lunas kapal, malahan dapat melekat pada punggung hewan lain, misalnya penyu

(Muslich dan Sumarni, 1987).

Kelas Crustaceae memiliki tiga genera yang penting yaitu limnoria, chelura, dan

Universitas Sumatera Utara shpaeroma. Ketiga genera ini memperbanyak diri dengan bertelur. Limnoria disebut juga gribble merusak kayu dengan cara mengebor dan membuat serambi kecil untuk tempat tinggalnya. Serangan limnoria terlihat seperti bunga karang.

Besar kecilnya gerakan air laut dapat mempengaruhi aktifitas dari limnoria, semakin besar gerakan air laut akan semakin besar dorongan limnoria membuat lubang untuk tempat berlindungnya, sehingga akan memperluas kerusakan kayu.

Jenis lain dari kelas crustaceae adalah chelura dan sphaeroma.

Sphaeroma lebih destruktif dibandingkan dengan limnoria, umumnya terdapat di perairan tropik dan subtropik. Struktur badannya hampir sama dengan limnoria, tetapi ukurannya jauh lebih besar dan kuat. Saluran-saluran serangan pada kayu lebih lebar dan dapat mencapai kedalaman tiga sampai empat inchi (Muslich dan

Sumarni, 1987).

Mollusca

Mollusca memperlihatkan keanekaragaman yang luas dalam pola strukturnya.

Beberapa mollusca mempunyai dinding yang terbagi- bagi menjadi banyak bagian. Tetapi ada pula anggota-anggotanya yang tidak mempunyai dinding.

Beberapa jenis merayap pada permukaan yang keras. Jenis lainnya bergerak sangat perlahan- lahan dengan susah payah melalui pasir dan lumpur, sedangkan ada lagi yang menggunakan pancaran air untuk maju, seperti ikan gurita dan cumi-cumi.

Beberapa genera terpenting dari kelas Mollusca yaitu bankia, teredo, martesia dan xylophage. Bankia dan teredo termasuk dalam famili teredinidae sedangkan martesia dan xylophege termasuk dalam famili pholadidae. Teredo dan bankia sering disebut terenide borer atau shipworn, binatang ini dapat hidup dan

Universitas Sumatera Utara berkembang normal di air yang mempunyai salinitas 10 – 30 per mil. Jenis lain dari mollusca adalah martesia dan xylophage. Martesia striata linne merupakan salah satu species yang dijumpai di perairan pantai yang mempunyai bentuk seperti buah pir. Kerusakan yang dapat ditimbulkan dapat mudah diketahui, berupa pengikisan bagian luar kayu dengan lubang- lubang yang dangkal.

Sedangkan Xylophage dorsalis selain merusak kayu juga merusak kawat yang ada di laut. Jenis ini mempunyai panjang tidak lebih dari 40 mm (Muslich dan

Sumarni, 1998).

Larva dari organisme ini bebas bergerak dalam air dan menempel pada tiang- tiang dan kayu lain yang terendam, kemudian melubangi kayu dan masuk ke dalam kayu. Sekali berada dalam kayu, binatang ini melanjutkan pengeboran dan menerobos kayu yang cukup untuk pertumbuhan tubuhnya (Hunt dan Garratt,

1986). Lubang yang terbentuk dari kegiatan pengeboran binatang ini biasanya tegak lurus dari permukaan, panjang dan diameternya sesuai dengan ukuran cangkangnya. Kerusakan yang disebabkannya dapat dengan mudah dikenal berupa lubang kayu yang dangkal pada permukaan kayu yang diserang dan kadang- kadang hewan tersebut juga terlihat.

Larva cacing kapal menempel pada permukaan kayu dan hanya membuat lubang masuk yang kecil di permukaan kayu tersebut. Sekali ada di dalam, cacing- cacing tersebut membuat lubang-lubang yang tidak teratur sepanjang serat. Jika organisme ini tumbuh, lubang-lubang tersebut menjadi bertambah besar hingga kayu menyarang lebah seluruhnya. Lubang-lubang dilapisi dengan bahan yang terbentuk seperti kerang. Cacing kapal sering terpusat dekat garis lumpur pada tonggak atau pancang dan meninggalkan bukti luar yang kecil tentang

Universitas Sumatera Utara kehadirannya hingga kerusakan menjadi berat (Hunt dan Garratt, 1986).

Kulit dan kepala cacing kapal mengikis habis kayu untuk membentuk lubang- lubang. Bagian belakang tubuhnya tetap berada pada kedua dekat lubang masuk untuk dapat memperoleh air dan mengeluarkan sisa-sisa. Jika cacing kapal memanjang dan bersembunyi lebih dalam dari lubang masuknya, panjangnya dapat mencapai beberapa kaki (Muslich dan Sumarni, 1998).

Kerusakan oleh folad serupa dengan kerusakan oleh cacing kapal kecuali bahwa pengeborannya cenderung lebih pendek. Folad mencapai panjang sampai 2,5 inchi. Folad tetap tampak seperti kerang berkatup dua ketika tumbuh, sedangkan cacing kapal hanya mempunyai satu kulit pada kepalanya. Folad menyerang pangkal- pangkal kayu dengan kerusakan yang lebih besar daripada Limnoria karena lebih mudah dikenal dan terdapat pada lapisan permukaan. Daerah penyerangan utama adalah kayu yang terkena pasang surut (Hunt dan Garratt,

1986).

Universitas Sumatera Utara METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian inidilaksanakan pada bulan November 2016 sampai dengan bulan April 2017 di Desa Palo 80, Kec.Tanjung Rejo, Percut Sei Tuan, Sumatera

Utara dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Universitas Sumatra Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kayu jenis damar(Agathis damara), mahoni (Swietenia machrophylla) dan meranti (Shorea sp)berukuran 30cmx2,5cmx5cm untuk uji perendaman di mangrovemaupun sebagai kontrol (contoh uji yang tidak direndam) .

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hand refractometer, kamera, kaliper, oven, timbangan elektrik, komputer, kalkulator, alat tulis, pelampung,pemberat dari beton, pipa paralon dengan tebal 5 cm dan diameter 2 inci, pipa plastik diameter 2,5 cm, tambang plastik diameter 1 cm dan Universal

Testing Machine (UTM).

Persiapan Bahan Baku

Bagian tengah contoh uji dilubangi dengan diameter sebesar 1,5 cm dan diberi pipa plastik sebagai pembatas papan. Contoh uji yang telah dilubangi dioven selama 24 jam dengan suhu (103±2) dan ditimbang untuk mendapatkan berat awal kering oven (BA KO). Kemudian℃ dirangkai contoh uji dengan tali tambang yang dimasukkan pada lubang yang ada pada contoh uji seperti pada Gambar 1.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Rangkaian kayu untuk uji ketahanan kayu di kawasan mangrove sesuai dengan standar SNI 01-7207-2006 Untuk rangkaian kayunya sendiri akan dirangkai sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh SNI 01-7207-2006.

Gambar 2. Skema rangkaian contoh uji dalam proses perendaman.

Setelah persiapan bahan baku selesai dilakukan selanjutnya direndam didalam mangrove. Sampel yang diuji perendaman haruslah tenggelam seluruh bagiannya dan rangkaian harus sesuai prosedur agar contoh uji tetap tenggelam seluruhnya saat pasang dan surut. Kegiatan perendaman ini dilakukan selama 6 bulan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh SNI 01-7207-2006. Setelah 6 bulan perendaman contoh uji diambil dan selanjutnya diukur penurunankualitas sifat

Universitas Sumatera Utara fisis dan sifat mekanis setelah perendaman selama 6 bulan dan mengevaluasi perubahan sifat fisis dan mekanis sampel kayu yang tidak direndam sebagai kontrol.Sifat fisis yang diukur adalah kerapatan, berat jenis, dan kadar air sedangkan sifat mekanis meliputi uji MOE dan MOR.

Pengujian Sifat Fisis a. Kerapatan

Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume kering udara. Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar, dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji. Nilai kerapatan sampel uji dihitung dengan rumus :

= 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 b. Kadar Air (KA)𝜌𝜌

Kadar air kayudihitung berdasarkan berat awal (BA) dan berat kering tanur (BKT) selama 24 jam pada suhu (103±2)°C menggunakan sampel uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2cm. Nilai kadar air sampel uji dihitung berdasarkan rumus :

BA − BKT Kadar Air (%) = x %100 BKT c. Berat Jenis

Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm dihitung berat jenisnya dengan menggunakan rumus:

= 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉

Universitas Sumatera Utara Dimana: KA = kadar air (%)

BA = berat awal (g)

BKT = berat kering tanur (g)

ρ = kerapatan (g/cm3)

VKU = volume kering udara (cm3)

BJ = berat jenis (N/m3)

Pengujian Sifat Mekanis

Pengujian MOE dan MOR

Pengujian sifat mekanis meliputi uji MOE dan MOR dilakukan pada sampel kayu yang sudah direndam dan pada sampel kayu yang tidak direndam. Kayu di uji tekan menggunakan mesin UTM Tensilon. Kemudian dihitung menggunakan rumus:

MOE = ∆PL3 4bh3∆y

MOR= 3PL 2bh2

Dimana :MOE (Modulus of elasticity) = kekakuan lentur (kg/cm2)

MOR (Modulus of rupture) = kekuatan lentur maksimum (kg/cm2)

= perubahan beban yang digunakan (kg)

∆𝑝𝑝 = perubahan defleksi setiap peruban beban (cm)

∆𝑦𝑦 L = jarak sangga (cm)

b = lebar contoh uji (cm)

h = tebal contoh uji (cm)

Universitas Sumatera Utara Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun persamaannya yaitu:

Model linier : Yi,j= µ + Շi +∑i,j

Keterangan:

Yi,j = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rata-rata

Շi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

∑i,j = Galad (perlakuan ke-i ulangan ke-j)

Kriteria uji yang digunakan adalah jika F hitung lebih kecil atau sama denganFtabel maka perlakuan tidak berpengaruih nyata pada suatu tingkat kepercayaantertentu dan jika Fhitung lebih besar dari Ftabel maka perlakuan berpengaruh nyatapada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui faktor- faktor yang berpengaruh nyata dan sangat nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan ujibeda DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Sifat Fisis

Haygreenet al (2003)menyatakan bahwa sifat fisis kayu yang terpenting adalah kadar air, kerapatan, dan berat jenis. Hasil pengujian sifat fisis yang meliputi pengujian kadar air,kerapatan dan berat jenis menunjukkan bahwa ketiga jenis kayu yang direndam di laut selama 6 bulan mengalami perubahan sifat fisis.

kontrol rendam 12 9,41 b 9,52 b 8,81 b 10 6,02 a 7,23 ab 8 6,24 a 6 4 Kadar Air (%) 2 0 mahoni meranti damar

Gambar 3 . Grafik rata-rata nilai kadar air kayu mahoni , meranti , damar .

Gambar 3. menunjukkan bahwa kadar air rata-rata ketiga jenis kayu yang perlakuan meningkat dibandingkan sampel kayu kontrol. Peningkatan kadar air paling tinggi terjadi pada kayu meranti sebanyak 2,18%,sedangkan kayu damar sebesar 0,71% dan yang terendah terjadi pada mahoni sebesar 0,32%. Perbedaan ini disebabkan karena setiap jenis kayu mempunyai kadar air awal dan mempunyai sifat higroskopis yang berbeda. Sifat higroskopis adalah sifat yang dimiliki kayu untuk mengikat dan melepaskan air sesuai suhu dan kelembaban relafif (Relative humidity = RH) lingkungan di sekitarnya. Setiap jenis kayu mempunyai kemampuan yang berbeda untuk melepas dan mengikat kandungan

Universitas Sumatera Utara air dari udara. Kemampuan setiap jenis kayu untuk melepas dan mengikat air dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya ketebalan dinding sel serta hadirnya bahan ekstraktif dalam kayu, yang ditunjukkan oleh nilai kerapatan dan berat jenis kayu (Haygreen dan Bowyer,1982).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kayu yang direndam dan tidak direndam berpengaruh nyata dalam taraf kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan Multiple

Range Test (DMRT) pada kadar air kayudamar (Agathis dammara), mahoni

(Swietenia macrophylla), dan meranti (Shorea sp) menunjukkan bahwa nilai kadar air pada sampel damar perlakuan adalah yang tertinggi yaitu 0,95% tetapi tidak berbeda nyata dengan meranti perlakuan 0,94% , damar kontrol 0,88% dan meranti kontrol 0,72% sedangkan yang terendah terjadi pada sampel mahoni kontrol yaitu 0,6% seperti yang ditunjukkan pada lampiran 1 dan lampiran 6.

kontrol rendam 1.2 0,94 d 0,91 d 1 ) 3 0,69 b 0,79 c 0.8 0,54 a 0.6 0,45 a

0.4

Kerapatan (g/cm Kerapatan 0.2

0 mahoni meranti damar

Gambar 4 . Nilai rata-rata kerapatan kayu mahoni , meranti , damar.

Gambar 4. menunjukkan bahwa kayu meranti yang direndam dimangrove meningkat kerapatannya sedangkan kayu mahoni dan kayu damar yang direndam di mangrove mengalami penurunan nilai kerapatan. Penurunan rata-rata kerapatan

Universitas Sumatera Utara terbesar terjadi pada jenis kayu mahoni sebesar 20,75% lebih banyak berkurang dibandingkan kayu damar yaitu sebesar 2,87%. Kayu mahoni termasuk kayu yang berkerapatan rendah, Salmayanti (2013), menyatakan bahwa kayu yang berkerapatan rendah umumnya tersusun atas sel-sel yang mempunyai diameter relatif besar, dinding sel tipis dan rongga sel yang besar. Sedangkan kayu meranti rata-rata nilai kerapatannya meningkat sebanyak 14,34%. Bertambahnya nilai kerapatan kayu meranti sangat dipengaruhi oleh garam-garam yang masuk pada saat perendaman di mangrove selama 6 bulan. Kadar air dan berat jenisnya juga mempengaruhi nilai kerapatan kayu meranti . Hal ini sesuai dengan pernyataan

Mariana (2013), bahwa kerapatan tergantung sekali pada kadar air dan bahan penyusun di dalam dinding sel. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Haygreen dan Bowyer (1993)yangmenyatakan bahwa kadar air dapat menentukan sifat fisika kayu yang lain seperti kerapatan, kekuatan kayu serta keteguhan patah dan elastis kayu tersebut. Saat kayu mengering dibawah titik jenuh serat, sebagian besar kekuatan dan sifat-sifat elastis menjadi bertambah. Hal ini dikarenakan saat air dikeluarkan dari dinding sel, molekul-molekul berantai panjang bergerak saling mendekat dan menjadi terikat lebih kuat.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kayu yang direndam dan tidak direndam berpengaruh nyata dalam taraf kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan Multiple

Range Test (DMRT) pada kerapatan kayudamar (Agathis dammara), mahoni

(Swietenia macrophylla), dan meranti (Shorea sp) menunjukkan bahwa sampel damar kontrol adalah yang tertinggi yaitu 0,93 g/cm3 tetapi tidak berbeda nyata dengan sampel damar perlakuan yaitu 0,91 g/cm3 sedangkan nilai kerapatan

Universitas Sumatera Utara terendah terjadi pada sampel mahoni perlakuan yaitu 0,45 g/cm3 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 2 dan lampiran 7.

kontrol rendam 1 0,86 d 0,83 d 0,72 c 0.8 0,64 c 0,51 b 0.6 0,42 a 0.4 Berat Jenis 0.2

0 mahoni meranti damar

Gambar 5 . Nilai rata-rata berat jenis kayu mahoni , meranti , damar.

Gambar 5. menunjukkan bahwa rata-rata nilai berat jenis kayu mahoni dan damar berkurang setelah direndam selama 6 bulan dimangrove sedangkan kayu meranti yang direndam dimangrove berat jenisnya naik dibandingkan kayu kontrol. Pada

Gambar 5 menunjukkan bahwa kayu mahoni mengalami penurunan rata-rata berat jenis terbanyak yaitu sebesar17,28%. Kayu mahoni termasuk kedalam jenis kayu dengan berat jenis yang rendah.Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan

Kasmudjo (2010) dalamMariana (2013), bahwa kayu yang memiliki berat jenis kurang dari 0,6 g/cm3 termasuk dalam klasifikasi kayu dengan berat jenis rendah. dan nilai rata-rata BJ paling sedikit berkurang adalah jenis kayu damar yaitu sebesar 3,48%. Sedangkan berat jenis kayu meranti meningkat 11,95%.

Perendaman di mangrove selama 6 bulan mempengaruhi dinding sel kayu meranti hal ini sesuai dengan pendapat (Brown et al., 1952) yang menyatakan bahwa berat jenis, kerapatan dan kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh ketebalan dinding sel yang dicirikan oleh besarnya nilai berat jenis dan kerapatan kayu. Air didalam

Universitas Sumatera Utara kayu selain berupa air bebas dalam rongga sel, juga terdapat dalam bentuk air terikat pada dinding sel. Semakin tebal dinding sel, semakin tinggi kemungkinan kayu tersebut dapat mengikat atau melepaskan air .

Oey Djoen Seng (1990) membagi berat jenis (BJ) kayu menjadi lima kelas, yaitu

Kelas I (sangat berat dengan BJ > 0,9), Kelas II (berat dengan BJ 0,6 – 0,9), Kelas

III (sedang dengan BJ 0,4 – 0,6), Kelas IV (ringan dengan BJ 0,3 -0,4) dan Kelas

V (sangat ringan BJ < 0,3). Gambar 5 menunjukkan bahwa perendaman diekosistem mangrove selama 6 bulan tidak mempengaruhi kelas kuat kayu berdasarkan berat jenisnya .

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kayu yang direndam dan tidak direndam berpengaruh nyata dalam taraf kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan Multiple

Range Test (DMRT) pada berat jenis kayudamar (Agathis dammara), mahoni

(Swietenia macrophylla), dan meranti (Shorea sp) menunjukkan bahwa sampel damar kontrol adalah yang tertinggi yaitu 0,86 namun tidak berbeda nyata dengan sampel damar perlakuan yaitu 0,83 sedangkan berat jenis yang terendah terjadi pada sampel mahoni perlakuan yaitu 0,42 seperti yang ditunjukkan pada lampiran

3 dan lampiran 8.

Universitas Sumatera Utara Pengujian Sifat Mekanis

Kuat Acuan Berdasarkan Pengujian Secara Mekanis

Nilai acuan untuk kayu yang dipilah secara mekanis dicantumkan di dalam Tabel

1 di bawah ini (SNI 7973:2013).

Tabel 1. Modulus Elastisitas Lentur Acuan (Badan Standar Nasional, SNI 7973:2013) Modulus Elastisitas Acuan Kode Mutu (MPa) E25 25000 E24 24000 E23 23000 E22 22000 E21 21000 E20 20000 E19 19000 E18 18000 E17 17000 E16 16000 E15 15000 E14 14000 E13 13000 E12 12000 E11 11000 E10 10000 E9 9000 E8 8000 E7 7000 E6 6000 E5 5000

PKKI 1961 (Peraturan Kontruksi Kayu Indonesia) membagi kekuatan kayu

Indonesia dalam empat kelas kuat berdasarkan Modulus of Elasticity dan lima kelas kuat berdasarkan Modulus of Rupture. Kelas kuat kayu berdasarkan MOE dan MOR dapat dilihat pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Kelas kuat kayu berdasarkan PPKI 1961. Kelas Kuat MOE(kg/cm2) MOR (kg/cm2)

I 125.000>1100

II 100.000 725-1100

III 80.000 500-725

IV ≤60.000 360-500

V >360

Ketiga jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai sifat mekanis dan kelas kuat kayu yang berbeda. Mahoni termasuk kayu kelas kuat II-IV, meranti kelas kuat II dan kayu damar termasuk kelas kuat I. Rata-rata perubahan sifat mekanis yang dilihat dari MOE nya dapat dilihat pada Gambar 7.

Kontrol Perendaman 200000.00 180000.00 145251,17 d 160000.00 140000.00 120554,51 cd ) 2 120000.00 104560,64 c 100000.00 89103,74 bc 58641,49 ab 80000.00 30538,96 a

MOE (kgf/cm 60000.00 40000.00 20000.00 0.00 -20000.00 Mahoni Meranti Damar Gambar 6. Grafik rata-rata Modulus of Elasticity.

Universitas Sumatera Utara Gambar 6. menunjukkan adanya penurunan nilai MOE kayu perlakuan dibandingkan dengan kayu kontrol. Penurunan MOE paling besar terjadi pada kayu mahoni yaitu sebesar 47,92%.

Gambar 7. Sampel uji sifat mekanis kayu meranti setelah perendaman 6 bulan.

Gambar 8. Sampel uji sifat mekanis kayu damar setelah perendaman 6 bulan.

Gambar 9. Sampel uji sifat mekanis kayu mahoni setelah perendaman 6 bulan.

Gambar 9. menunjukkan bahwa kayu mahoni paling banyak terserang oleh penggerek dimangrove hal ini menyebabkan banyaknya lubang didalam kayu mahoni, sehingga saat dilakukan uji tekan kayu mahoni lebih mudah patah.

Sedangkan rata-rata penurunan nilai MOE terendah pada meranti yaitu sebesar

14,78% sedangkan kayu damar menurun sebanyak 17%. Perbedaan nilai keteguhan lengkung statis disebabkan oleh perbedaan kadarair, kerapatan dan adanya kandungan zat ekstraktif dari masing-masing kayu yang diteliti. Semakin

Universitas Sumatera Utara tinggi kandungan kadar airnya maka kayu tersebut akan semakin berat dan akan mengakibatkan kayu tersebut lebih sulit untuk mengalami pelengkungan (kayunya lebih kuat). Haygreen danBowyer (1993)menyatakan bahwa kadar air dapat menentukan sifat fisika kayu yang lain seperti kerapatan, kekuatan kayu serta keteguhan patah dan elastis kayu tersebut.

Saat kayu mengering dibawah titik jenuh serat, sebagian besar kekuatan dan sifat- sifat elastismenjadi bertambah. Hal ini dikarenakan saat air dikeluarkan dari dinding sel, molekul-molekul berantai panjang bergerak saling mendekat dan menjadi terikat lebih kuat. Haygreen dan Bowyer (1993) juga menyatakan bahwa keteguhan lentur statis merupakan fungsi dari berat jenis atau kerapatan, dimana semakin tinggi kerapatan maka semakin tinggi pula nilai keteguhanlenturnya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Erwinsyah dan Darnoko (2003) yang menyatakan, semakin tinggi kerapatan menyebabkan semakin tinggi kemampuan kayu untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban yang diterima. Hal ini sesuai dangan pengujian sifat fisis masing-masing sampel kayu yang menunjukkan bahwa kadar air meranti adalah paling banyak bertambah sedangkan berat jenis dan kerapatan kayu meranti juga bertambah setelah dilakukan perendaman di kawasan ekosistem mangrove selama 6 bulan. Hal inilah yang mempengaruhi

MOE kayu meranti, kayu meranti paling sedikit mengalami penurunan nilai MOE dibandingkan kayu mahoni dan damar.

Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Pengelompokan jenis kayu yang diuji berdasarkan PPKI 1963 dan SNI 7973 2013. Sebelum direndam Setelah direndam PKKI Jenis pohon SNI 7973 SNI 7973 (1963) PKKI (1963) (2013) (2013) Kode Kelas Kelas Kuat Kode Mutu Mutu Kuat Mahoni IV E5 IV E5 Meranti II E10 III E8 Damar I E14 II E11

Tabel 3. Menunjukkan semua kayu yang direndam di ekosistem mangrove selama

6 bulan mengalami penurunan kelas kuat dan kode mutu. Dilihat berdasarkan nilai

MOE (Modulus of Elasticity) PKKI 1961 (Peraturan Kontruksi Kayu

Indonesia)perendaman didalam ekosistem mangrove menyebabkan penurunan kelas kuat kayu yaitu kayu meranti dari kelas kuat II menjadi kayu kelas kuat III dan kayu damar dari kelas kuat I menjadi kayu kelas kuat II. Berdasarkan kode mutu SNI 7973 2013 kayu meranti menurun kode mutunya dari E10 menjadi E8 sedangkan kayu damar menurun dari kode mutu E14 menjadi E11.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kayu yang direndam dan tidak direndam berpengaruh nyata dalam taraf kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan Multiple

Range Test (DMRT) pada MOE kayu damar (Agathis dammara), mahoni

(Swietenia macrophylla), dan meranti (Shorea sp) menunjukkan bahwa sampel damar kontrol sebesar 145251,17 adalah yang tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan sampel damar perlakuan yaitu 120554,51 sedangkan yang terendah terjadi pada sampel kayu mahoni perlakuan yaitu sebesar 30538,96 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 4 dan lampiran 9.

Universitas Sumatera Utara Kontrol Perendaman 1600.000000 1254,24 c 1400.000000 1200.000000 900,44 d ) 2 1000.000000 829,55 c 800.000000 540,36 b

600.000000 449,94 b 173,3 a

MOR (kgf/cm 400.000000 200.000000 0.000000 -200.000000 Mahoni Meranti Damar

Gambar 10. Nilai rata-rata MOR.

Gambar 10. menunjukkan kayu yang telah direndam dimangrove selama 6 bulan mengalami penurunan nilai MOR. Penurunan rata-rata nilai MOR terbesar terjadi pada kayu mahoni sebesar 67,92% paling sedikit mengalami penurunan nilai rata- rata MOR adalah kayu damar yaitu sebanyak 20,2% sedangkan kayu meranti nilai rata-ratanya turun sebesar 45,76%.

Perbedaan nilai keteguhan patah disebabkan oleh adanya perbedaan kadar air dankerapatan dari masing-masing pengulangan kayu. Kadar air berhubungan langsung dengan kekuatan kayu dalam hal semakin tinggi kandungan kadar airnya maka kayu tersebut akan semakin berat dan basah sehingga akan mengakibatkan kayu tersebut lebih sulit untuk dipatahkan (kayunya lebih kuat), seperti yang dikemukakan oleh Haygreen dan Bowyer (1993) yaitu kadar air dapat menentukan sifat fisika kayu yang lain seperti kerapatan, kekuatan kayu, keteguhan patah dan keteguhan lengkung statis kayu tersebut. Besar kecilnya keteguhan patah kayu dapat dilihat dari hasil patahan kayu yang diuji, dimana dengan semakin kecil keteguhan patahnya maka kayu akan langsung patah.

Universitas Sumatera Utara Sedangkan jika kayu tersebut tidak patah berarti memiliki keteguhan yang tinggi yang terlihat dari bentuk serabut kayu yang masih tersambung setelah adanya pengujian. Rahmadi (2005) semakin memperkuat pendapat yang dikemukakan oleh peneliti dimana keteguhan patah sangat erat kaitannya dengan kadar air dan kerapatan kayu. Semakin tinggi kadar air akan menurunkan keteguhan patahnya, sedangkan jika kerapatan semakin tinggi maka keteguhan patahnya akan semakin tinggi pula.

Perbandingan nilai Modulus of Rupture kayu yang sudah direndam di mangrove selama 6 bulan dan kayu kontrol ditampilkan pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengujian kelas kuat kayu berdasarkan PPKI 1963. Jenis kayu Sebelum direndam Setelah direndam

Damar I II

Meranti II III

Mahoni III V

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa perendaman dimangrove merubah nilai kelas kuat kayu yang dilihat dari nilai MOR nya. Kayu damar tergolong dalam kelas kuat kayu I setelah direndam dimangrove selama 6 bulan kelas kuatnya turun menjadi kelas kuat II, kayu meranti dari kayu kelas kuat II menjadi kayu kelas kuat III dan mahoni dari kelas kuat kayu III turun menjadi kayu kelas kuat

V. Penggerek di laut terutama dari famili Teredinidae, menyerang kayu sebagai sumber makanannya (Turner, 1966). Struktur utama penyusun kayu adalah selulose, makin besar kadar selulosanya akan makin besar intensitas serangannya.

Makin besar intensitas serangan akan makin besar penurunan sifat fisis dan mekanisnya. Dengan bertambah banyaknya lubang gerek pada kayu,

Universitas Sumatera Utara menyebabkan komponen kimia yang ada pada kayu akan mudah tercuci oleh air laut sehingga mengurangi massa ataupun berat jenis kayu. Kayu mahoni paling banyak diserang oleh penggerek sehingga menyebabkan banyaknya lubang gerek pada kayu mahoni yang mengakibatkan rusaknya struktur kayu mahoni dan menjadi lebih mudah patah saat diuji tekan.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kayu yang direndam dan tidak direndam berpengaruh nyata dalam taraf kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan Multiple

Range Test (DMRT) pada MOE kayu damar (Agathis dammara), mahoni

(Swietenia macrophylla), dan meranti (Shorea sp) menunjukkan bahwa sampel damar kontrol sebesar 1254,23 adalah yang tertinggi dan berbeda nyata dengan sampel kayu damar perlakuan sebesar 900,44 sedangkan yang terendah terjadi pada sampel kayu mahoni perlakuan yaitu sebesar 173,3 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 5 dan lampiran 10.

Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata sifat fisis dan sifat mekanis sampel kayu yang direndam dimangrove mengalami penurunan sama seperti hasil penelitian yang diperoleh oleh Muslich (2009) terhadap beberapa jenis kayu yaitu kayu rasamala (Altingia exelsa Noronha), nangka (Artocarpus heterophyllus

Lamk.), karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.), dan kayu kelapa (Cocos nucifera

L.) yang direndam didalam laut.

Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kayu damar (Agathis dammara), mahoni (Swietenia macrophylla), dan

meranti (Shorea sp) yang direndam dikawasan ekosistem mangrove Percut

Sei Tuan selama 6 bulan semuanya mengalami penurunan kelas kuat kayu

berdasarkan sifat mekanisnya .

2. Nilai sifat fisis kayu meranti (Shorea sp) meningkat setelah direndam

dimangrove selama 6 bulan, kadar air meningkat 2,18 %, kerapatan

meningkat 14,34% dan berat jenis meningkat11,95%.

3. Kayu damar (Agathis dammara)adalah jenis kayu yang direkomendasikan

untuk digunakan di kawasan mangrove karena memiliki sifat fisis dan

mekanis yang lebih baik dibandingkan kayu mahoni (Swietenia

macrophylla) dan kayu meranti (Shorea sp).

Saran

Adapun saran dalam penelitian ini sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan kualitas kayu terhadap serangan penggerek kayu di laut.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang. 2010. Kecamatan PercutSei Tuan Dalam Angka 2004. Brown, H.P., A.J. Panshin and C.C. Forsaith. 1952. Text book of Wood Technology. Vol. II. Mc. Graw-Hill Book Company. New York. Duljapar, K. 1996. Pengawetan Kayu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Erwinsyah dan Darnoko, 2003. Hutan dan Kebun SebagaiSumber Pangan Nasional.Kanisius, Jakarta. Haygreen, J.F. and J.L. Bowyer. 1982. Forest Product and Wood Science, an Introduction. Diterjemahkan oleh A.H. Sutjipto, 1993. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 719 hlm.

Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer.1993. Hasil Hutan dan IlmuKayu, Suatu Pengantar. Diterjemahkan oleh Sujipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Haygreen JG, R Shmulky dan JL Bowyer. 2003. Forest Produk and Wood Science, An Introducing, USA: The Lowa State University Press. Hunt, G. M, dan Garrat. 1986. Pengawetan Kayu. Terjemahan Jusuf, M. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Akademika Pressindo. Kusmana, dkk, 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove, Bogor :Fakultas Kehutanan InstitutPertanian Bogor. Manuhuwa E. 2007. Kadar Air Dan Berat Jenis pada Posisi Aksial dan Radial Kayu Sukun (Arthocarpus Communis, J.R Dan G.Frest). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon, Maluku . Mariana E. 2013. Uji Retensi Dan Efektivitas Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes sp) Pada Kayu Durian (Durio zibethinus). Skripsi Jurusan Kehutanan. Universitas Tadulako, Palu. Martawijaya, Kartasujana, Kadir, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Bogor (ID): Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan. Muslich, M dan G. Sumarni. 1987. Pengaruh Salinitas terhadap Serangan Penggerek Kayu di Laut Pada Beberapa Jenis Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Bogor, 4 (2) :46-49. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Muslich, M. 1998. Laju Serangan Pholadidae dan Teredinidae pada Beberapa Jenis Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Bogor. Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor. Bogor.

Universitas Sumatera Utara Muslich M, Sumarni G. 2008. Kelas Awet 25 Jenis Kayu Andalan Setempat Jawa Barat dan Jawa Timur Terhadap Penggerek Kayu di Laut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Bogor.26(1): 70-80. Muslich, M. dan N. Hadjib. 2009. Penurunan Sifat Fisis dan Mekanis Tiga Jenis Kayu dan Kelapa terhadap Serangan Penggerek di Laut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Bogor. Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor. Bogor. Oey Djoen Seng, O. D. 1990. Berat Jenis dari Jenis-jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Pengumuman No.13. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Pereira, R. C., Carvalho, A. G. V., Gama, B. A. P. & Coutinho, R. 2002. Field Experimental Evaluation of Secondary Metabolites From Marine Invertebrates As Antifoulants. Brazilian J. Biol. 62 (2) : 311-320. Rahmadi. 2005. Metode Statistika. Tarsito, Bandung.

Ruhendi S dan Putra E. 2011. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Pertikel dari Batang dan Cabang Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Ilmu dan Hasil Teknologi Hasil Hutan, IPB Press, Bogor, Salmayanti. 2013. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Bahan Pengawet Daun Tembelekan (Lantana camara L.) pada Kayu Bayur (Pterospermum sp.) Terhadap Serangan RayapTanah (Coptotermes sp). Skripsi Jurusan Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Nasional. Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta. Savitri R.L. 2011. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb) Miq.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Soerianegara,I. dan RHMJ. 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 5(1):pohon Penghasil Kayu Perdagangan yang Utama. PROSEA – Balai Pustaka. Jakarta.

SOERIANEGARA, I., N.R. DE GRAAF, J.M. FUNDTER, J.W. HILDEBRAND, A. MARTAWIJAYA, J. ILIC, C.C.H. JONGKIND. 2002. Agathis Salisb. dalam I. Soerianegara dan RHMJ. Lemmens (eds.). Sucipto T. 2009. Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu. Teknologi Hasil Hutan, USU Press, Medan. Suhirman, Nunik S. 1987. Inventarisasi Bor Laut di Indonesia. Jakarta (ID): LIPI

Susniahti, N., Sumeno, H., dan Sudarjat. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung.

Universitas Sumatera Utara Tsoumis G. 1991. Science and Technology Of Wood (Structure, Properties, Utilization). New York :Van Nostrand Reinhold. Turner 1966. A Survey and Illustrated Catalogue of The Teredinidae. Harvard University, Cambridge, Mass. Wardana, S. 2005. Peta potensi aktual hasil hutan Indonesia sebagai penghara industri kehutanan. Makalah pada Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN

Lampiran 1 . Analisis Sidik Ragam Kadar Air .

Dependent Variable: KA

Type III Sum of Partial Eta Source Squares df Mean Square F Sig. Squared

Corrected Model 37.509a 5 7.502 4.013 .023 .626

Intercept 1115.334 1 1115.334 596.662 .000 .980

PERLAKUAN 37.509 5 7.502 4.013 .023 .626

Error 22.431 12 1.869

Total 1175.275 18

Corrected Total 59.941 17

Lampiran 2 . Analisis Sidik Ragam Kerapatan .

Dependent Variable: KR

Type III Sum of Partial Eta Source Squares df Mean Square F Sig. Squared

Corrected Model .574a 5 .115 37.570 .000 .940

Intercept 9.383 1 9.383 3069.284 .000 .996

PERLAKUAN .574 5 .115 37.570 .000 .940

Error .037 12 .003

Total 9.994 18

Corrected Total .611 17

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 . Analisis Sidik Ragam Berat Jenis .

Dependent Variable: BJ

Type III Sum of Partial Eta Source Squares df Mean Square F Sig. Squared

Corrected Model .450a 5 .090 38.132 .000 .941

Intercept 8.015 1 8.015 3394.020 .000 .996

PERLAKUAN .450 5 .090 38.132 .000 .941

Error .028 12 .002

Total 8.493 18

Corrected Total .479 17

Lampiran 4 . Analisis Sidik Ragam MOE .

Dependent Variable: MOE

Type III Sum of Partial Eta Source Squares df Mean Square F Sig. Squared

Corrected Model 26116755575.53 5 5223351115.107 13.343 .000 .848 6a

Intercept 150508700171.0 150508700171.0 1 384.486 .000 .970 57 57

PERLAKUAN 26116755575.53 5 5223351115.107 13.343 .000 .848 6

Error 4697455381.849 12 391454615.154

Total 181322911128.4 18 42

Corrected Total 30814210957.38 17 4

Lampiran 5 . Analisis Sidik Ragam MOR .

Universitas Sumatera Utara Dependent Variable: MOR

Type III Sum of Partial Eta Source Squares df Mean Square F Sig. Squared

Corrected Model 2187326.198a 5 437465.240 19.425 .000 .890

Intercept 8602313.803 1 8602313.803 381.976 .000 .970

PERLAKUAN 2187326.198 5 437465.240 19.425 .000 .890

Error 270246.778 12 22520.565

Total 11059886.779 18

Corrected Total 2457572.976 17

Lampiran 6. Uji Duncan Nilai Kadar air

Subset

Pra Perlakuan N 1 2

MK 3 6.0164

MP 3 6.2405

SK 3 7.2275 7.2275

DK 3 8.8068

SP 3 9.4154

DP 3 9.5233

Universitas Sumatera Utara Lampiran 7. Uji Duncan Nilai Kerapatan

Subset

Perlakuan N 1 2 3 4

MP 3 0.4537

MK 3 0.5473

SK 3 0.69

SP 3 0.79

DP 3 0.9121

DK 3 0.9391

Lampiran 8. Uji Duncan Nilai Berat jenis

Subset

Perlakuan N 1 2 3 4

MP 3 0.42677

MK 3 0.5155

SK 3 0.644

SP 3 0.7217

DP 3 0.8328

DK 3 0.8629

Universitas Sumatera Utara Lampiran 9. Uji Duncan Nilai MOE

Subset

Perlakuan N 1 2 3 4

MP 3 30538.96

MK 3 58641.49 58641.49

SP 3 89103.74 89103.74

SK 3 104560.4

DP 3 120554.1 120554.51 DK 3 145251.7

Lampiran 10. Uji Duncan Nilai MOR

Subset

Perlakuan N 1 2 3 4

MP 3 173.30

SP 3 449.94

MK 3 540.36

SK 3 829.55

DP 3 900.44 DK 3 1254.23

Universitas Sumatera Utara