Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

REPRESENTASI PEREMPUAN JAWA SITI WALIDAH DALAM FILM NYAI

Astri Wulandari*, Wuri Rahmawati

Komunikasi, Universitas ‘

ABSTRACT

This study aims to describe the representation of Javanese women shown by Siti Walidah in Nyai Ahmad Dahlan's movie. This biopic genre film tells the story of the life of Siti Walidah, who is often known as Nyai Ahmad Dahlan, one of the heroes of female emancipation. This study employed a qualitative descriptive approach with data analysis techniques based on John Fiske's theory of the codes of television. This research employed semiotic analysis with a gender approach as well as paradigmatic analysis and syntagmatic analysis. Syntagmatic analysis is used to describe signs that are important in meaning. Meanwhile, paradigmatic analysis is used to further examine the hidden codes in the film. This study focused on 3 levels of analysis, namely the level of reality (appearance, make-up, clothing, environment, and behavior), the level of representation (music and camera), and the level of ideology (feminism, patriarchy, capitalism, and socialism). Based on the results of the research, it was found that Siti Walidah presented Javanese women who described the reality of Javanese life and culture at that time, that Javanese women were depicted as having a simple appearance using a kebaya combined with a jarik of cloth with a batik motif, with plain makeup. This film used the Javanese language used in everyday life. In addition, it can be seen that Siti Walidah was a woman in leadership, women and education, and an independent woman. The study concludes that Javanese women at that time still played a role in the domestic sphere. Thus, Siti Walidah shows her role in struggling for women to get equality, but she did not forget her duties and nature, and always did something according to Islamic rules so that they have a well-ordered life. Keywords: Film, Javanese Women, Representation, Semiotic.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan representasi perempuan Jawa yang ditampilkan oleh Siti Walidah dalam film Nyai Ahmad Dahlan. Film bergenre biopik ini menceritakan kisah kehidupan Siti Walidah yang sering dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan, salah satu pahlawan emansipasi wanita. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pendeketan deskriptif dengan teknik analisis data berdasarkan teori John Fiske tentang the codes of television. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika dengan pendekatan gender serta analisis paradigmatik dan analisis sintagmatik. Analisis sintagmatik digunakan untuk menguraikan tanda yang penting dalam pemaknaan. Sedangkan analisis paradigmatik digunakan untuk menelaah lebih lanjut kode-kode yang tersembunyi dalam film tersebut. Penelitian ini berfokus pada 3 level analisis yaitu level realitas (penampilan, riasan, pakaian, lingkungan, dan perilaku), level representasi (musik dan kamera), dan level ideologi (feminisme, patriarki, kapitalisme, dan sosialisme). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Siti Walidah mempresentasikan perempuan Jawa yang menggambarkan realitas kehidupan dan budaya Jawa saat itu, bahwa perempuan Jawa digambarkan berpenampilan sederhana menggunakan kebaya dipadu dengan jarik kain bermotif batik, dengan riasan yang polos. Film ini menggunakan bahasa Jawa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Serta dapat dilihat Siti Walidah sebagai perempuan dalam kepemimpinan, perempuan dan pendidikan, serta perempuan yang mandiri. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu perempuan Jawa pada saat itu masih berperan di lingkup domestik. Sehingga Siti Walidah memperlihatkan kiprahnya dalam berjuang agar perempuan mendapat kesetaraan, tetapi tidak melupakan

* Korespondensi Penulis: E-mail: [email protected]

148

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

tugas dan fitrahnya, serta selalu melakukan sesuatu menurut ajaran Islam sehingga memiliki kehidupan yang tertata dengan baik. Kata Kunci: Film, Perempuan Jawa, Representasi, Semiotika.

PENDAHULUAN Perempuan hampir selalu diidentikkan dengan berbagai urusan rumah Film merupakan media yang dapat tangga. Hal ini merupakan stereotip yang mencerminakan suatu realitas sosial, dialami perempuan di masyarakat pada sekaligus juga menjadi agen konstruksi umumnya. Perempuan memiliki pandangan realitas. Film sebagai cermin realitas dan stereotip yang negatif bahwa merupakan gambaran bahwa ide–ide, perempuan diidentifikasikan dengan hal-hal makna dan pesan yang terkandung dalam pekerjaan rumah. sebuah film yang merupakan hasil dari Menurut Barnhouse (1988), interaksi dan pergulatan wacana antara perempuan Jawa memiliki konsep diri yang sineas seseorang yang ahli tentang cara dan cenderung sama dari dulu hingga sekarang. teknik pembuatan film dan masyarakat Bentuk pengekspresian dari perempuan serta realitas yang ditemui para sineas Jawa yang membuat terlihat berbeda tersebut. Sedangkan Film sebagai sarana konsep dirinya. Hal ini terlihat dari konstruksi realitas adalah ketika para sineas perempuan Jawa dahulu kalem tetapi telah membangun suatu objektivasi tentang sesungguhnya dibalik sifat kalem itu ada sebuah ide dan pemikiran, lalu hal itu kekuatan. Perempuan Jawa lebih banyak dikonstruksikan ulang dalam bentuk simbol melakukan diam ketika menunjukkan dan teks dalam film berupa adegan, dialog, ekspresi marahnya sehingga membuat setting dan lain sebagainya (Nurbayati, orang lain dengan sendirinya merasa Husnan, Mustika, 2019). Maka film juga terhukum oleh sikap tersebut. Sedangkan dapat menjadi media yang membentuk perempuan Jawa sekarang kekuatannya konstruksi masyarakat mengenai prespektif sudah terlihat dari kesehariannya yang terkait suatu hal contohnya prespektif mampu berpendapat atau tampil menonjol tentang perempuan Jawa dapat dilihat dari di masyarakat. Peneliti memilih perempuan lingkungan masyarakat, kemudian dijadikan karena sistem masyarakat Indonesia sebuah film untuk menggambarkan realitas terutama Jawa terkenal dengan budaya perempuan Jawa. patriarki yang lebih sering membicarakan Selain membentuk konstruksi tentang betapa hebat dan berperannya laki- masyarakat terhadap suatu hal, film juga laki, sedangkan perempuan cenderung merupakan rekaman realitas yang tumbuh jarang dibicarakan (Pramudita, 2016). dengan menggunakan media film dapat Dalam kehidupan sehari-hari, posisi menggambarkan padangan realitas perempuan Jawa sering dilihat sebagai masyarakat yang tumbuh dan berkembang sosok yang lemah lembut, penuh dengan dalam masyarakat dan kemudian perasaan dan emosional. Sampai saat ini memproyeksikannya ke atas layar (Sobur, juga masih banyak daerah yang 2006). Dengan menggunakan media, film memandang rendah perempuan dan dapat menggambarkan padangan realitas menganggap bahwa derajat perempuan masyarakat yang tumbuh dan berkembang tidak setara dengan laki-laki. Daerah yang dari masa ke masa. Begitu pula halnya menganut budaya patriarki memosisikan dengan masalah mengenai perempuan yang perempuan sebagai pengurus rumah dan selalu menarik untuk dibicarakan dan tidak keluarga saja, tidak diizinkan untuk bekerja pernah ada habisnya untuk dibahas. di luar rumah (Alfauzi dan Ramayanti, Pandangan masyarakat mengenai 2018). perempuan sebagian besar juga terbentuk Buku Sangkan Paran Gender tahun dari hal-hal yang selama ini digambarkan 1997 yang ditulis Warto menyatakan bahwa oleh media massa, terutama sinema atau seorang perempuan harus pandai macak film (Dianingtyas, 2010). (berdandan), masak (memasak), manak (melahirkan). Apabila ketiga hal ini gagal

149

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

dijalankan, perempuan dianggap tidak ada Walidah merupakan salah satu tokoh nilainya lagi baik dalam keluarga maupun perempuan yang memiliki peran penting dalam masyarakat. Seorang perempuan dalam mengembangkan dan memajukan yang tidak dapat memasak atau tidak kaum perempuan, khususnya perempuan mempunyai anak dianggap aneh dalam yang terlibat dalam organisasi ‘Aisyiyah masyarakat dan menjadi aib keluarga. dan perempuan yang ada dikampung Konsepsi yang berkembang dalam Kauman, Yogyakarta. Siti Walidah disebut masyarakat Jawa tersebut sangat jelas juga sebagai tokoh pertama gerakan menggambarkan sistem nilai masyarakat perempuan muslimah Indonesia (Nasution, patriarki yang menunjukkan kedudukan dan Nahar, Sinaga 2019). kodrat perempuan dalam masyarakat Jawa Terdapat beberapa penelitian yang (Pramudita, 2016). Dalam hal ini salah satu mengangkat tema perempuan dan film konteks ketidaksetaraan gender yang mengungkapkan bahwa dalam film Film dialami adalah mengenai stereotip. Star Wars VII: The Force Awakens , Contohnya seperti perempuan penurut, perempuan sebagai karakter zero to hero, tidak rasional, tidak dapat mengambil perempuan dengan sifat feminine mampu keputusan, perempuan hanya mengetahui untuk memimpin, perempuan tidak lagi pekerjaan rumah, dan lain sebagainya. dilekatkan dengan menampilkan Upaya untuk memperjuangkan sensualitas, dan karakter-karakter dalam kesetaraan gender telah dilakukan oleh film ini sebagai bentuk komodifikasi ( Raden Ajeng atau yang lebih Kosakoy, 2016). film R.A. Kartini yang dikenal dengan sebutan R.A Kartini. R.A menunjukkan ketidakadilan gender dalam Kartini memperjuangkan pemenuhan hak- budaya Jawa yang identik dengan ideologi hak dasar perempuan dan mendorong patriarki. (Dianingtyas,2017) dan emansipasinya dalam berbagai bidang Representasi Perempuan Dalam Organisasi kehidupan. Ungkapan-ungkapannya terkait Pada Film Nyai Ahmad Dahlan. Hasil dari kondisi dan nasib perempuan pada masa itu penelitian tersebut menunjukkan bentuk tertulis dalam sebuah buku yang berjudul representasi yang berangkat dari kesadaran Habis Gelap Terbitlah Terang. Dengan penindasan sistem patriarki pada masa itu perjuangannya tersebut setiap tanggal 21 kaum laki-laki berupaya mengontrol dan April Indonesia selalu merayakan Hari mendominasi kehidupan kaum perempuan Kartini. serta diskriminasi kolonialisme (Sanelin Selain R.A Kartini terdapat tokoh dan Dewi, 2017). lain yang memperjuangkan hak-hak dasar Film Nyai Ahmad Dahlan juga dan emansipasi perempuan yaitu Siti menampilkan simbol atau tanda yang Walidah atau yang lebih dikenal dengan menggambarkan perempuan Jawa pada saat sebutan Nyai Ahmad Dahlan. Siti Walidah itu. Simbol dapat diartikan suatu tanda, merupakan sosok perempuan yang akif perkataan, dan sebagainya yang berorganisasi, aktif mendukung dan menyatakan suatu hal yang mengandung mendampingi kegiatan dakwah Kyai maksud tertentu (Widodo, 2019). Misalnya Dahlan dalam mengembangkan seperti pada film Nyai Ahmad Dahlan serta mendorong perempuan Jawa memiliki simbol atau berdirinya Sopo Tresno yang merupakan tanda dengan menggunakan pakaian kebaya cikal bakal lahirya ‘Aisyiyah. jarik bermotif batik. Siti Walidah tidak hanya aktif dalam Manusia Jawa adalah manusia yang dunia pendidikan, keagamaan, sosial, kaya akan simbol. Simbol tidak berupa namun juga memiliki peranan yang sangat kata-kata, melainkan objek yang menjadi penting dalam sejarah perjuangan bangsa wakil dari sebuah arti. Simbol telah Indonesia. Siti Walidah memiliki jejak mewarnai tingkah laku, bahasa, ilmu perjalanan hidup yang amat sulit, serta pengetahuan dan religi. Fungsi simbol mengorbankan segala pemikiran, harta adalah sebagai media untuk menyampaikan benda untuk kepentingan pendidikan pesan sacara halus. (Widodo, 2019). Simbol khususnya bagi kaum perempuan. Siti atau tanda lainnya yang menggambarkan

150

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

orang Jawa dapat berupa juga penggunaan yang lahir, tinggal, dan dibesarkan di bahasa Jawa, memiliki tingkah laku yang budaya Jawa. Biasanya perempuan Jawa lemah lembut, dan lain sebagainya. memiliki stereotip seperti sikap, perilaku Simbol atau tanda merepresentasikan dan tutur kata yang kalem, lemah lembut, makna yang terkandung di dalamnya. tenang, halus, penurut serta perempuan Representasi menurut Stuart Hall (1997), tidak boleh melebihi seorang laki-laki di yaitu menghubungkan makna, dan bahasa masa lalu. dengan budaya. Bahasa untuk mengatakan Perempuan adalah makhluk ciptaan sesuatu, atau untuk mewakili dunia yang Tuhan yang di masyarakat Indonesia penuh arti kepada orang lain. Representasi terutama di Jawa menjadi makhluk yang merupakan bagian penting dari proses jarang diperbincangkan perannya secara produksi makna yang dipertukarkan antar mandiri, perempuan lebih cenderung anggota suatu budaya makna diproduksi, dibicarakan di bawah bayang laki-laki. dan dipertukarkan antara anggota suatu Adanya budaya patriarki yang berkembang budaya. Ini melibatkan penggunaan bahasa, di sistem masyarakat Indonesia tanda-tanda, dan gambar yang berdiri untuk menyebabkan masyarakat lebih sering atau mewakili sesuatu. membicarakan peran laki-laki secara lebih Representasi adalah penggunaan mandiri. Hal tersebut yang menarik tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk perhatian peneliti untuk memahami sosok menghubungkan, menggambarkan, perempuan yang memiliki latar belakang memotret atau mereproduksi sesuatu yang dan pengalaman yang berbeda-beda. Objek dilihat, diindera, dibayangkan atau yang digunakan dalam penelitian ini adalah dirasakan dalam bentuk fisik tertentu perempuan Jawa karena bagi peneliti (Danesi, 2010). perempuan Jawa merepresentasikan Film merupakan salah satu sarana perempuan Indonesia pada umumnya hiburan yang mempunyai daya tarik cukup (Pramudita, 2016). tinggi dalam berbagai kalangan masyarakat, Siti Walidah merupakan tokoh dari ekonomi menengah sampai ekonomi perempuan yang memiliki pemikiran yang atas, anak-anak hingga dewasa. Film bukan sama dalam mengentaskan kaum hanya sekedar usaha untuk menampilkan perempuan dalam pendidikan. Konsep citra bergerak, melainkan terkadang pendidikan perempuan menurut Siti tersimpan tanggung jawab moral, membuka Walidah di antaranya bahwa perempuan wawasan masyarakat, menyebarluaskan muslim tidak hanya mengetahui tugas informasi dan memuat unsur hiburan yang berumah tangga, tetapi juga mengetahui menimbulkan semangat, inovasi dan kreasi, tugas perempuan dalam kewajiban unsur politik, kapitalisme, hak asasi bernegara dan bermasyarakat. Kemudian maupun gaya hidup (Simanullang, 2018). Siti Walidah mendirikan sekolah-sekolah Film dianggap sebagai medium putri dan asrama, serta keaksaraan dan sempurna untuk merepresentasikan dan program pendidikan Islam bagi perempuan. mengkonstruksi realitas kehidupan yang Siti Walidah juga menentang kawin paksa. bebas dari konflik-konflik ideologis serta Berbeda dengan tradisi masyarakat Jawa berperan serta dalam pelestarian budaya yang patriarki, Siti Walidah berpendapat bangsa. Film menjadi alat presentasi dan bahwa perempuan adalah mitra suami. Pada distribusi dari tradisi hiburan yang lebih tahun 1921, Siti Walidah menjadi ketua tua, menawarkan cerita, drama, humor, ‘Aisyiyah yang pertama, Siti Walidah panggung, musik, dan trik teknis bagi dipilih dalam kongres ke-5 ‘Aisyiyah di konsumsi populer. Fenomena Yogyakarta, pada awal masa perkembangan film yang begitu cepat dan pemimpinannya, Siti Walidah berfokus tidak terprediksikan, membuat film kini pada kegiatan pemberian dakwah di seluruh disadari sebagai fenomena budaya yang pulau Jawa (Ardiyani, 2017). progresif (McQuail, 2012). Menurut Mansour Fakih, feminisme Istilah perempuan Jawa biasa adalah gerakan dan kesadaran yang digunakan untuk memanggil perempuan berangkat dari asumsi bahwa kaum

151

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

perempuan pada dasarnya ditindas dan di institusi keluarga, masyarakat atau negara eksploitasi. Gerakan Feminisme lahir dari terhadap jenis kelamin lainnya. Dengan sebuah ide yang berupaya melakukan anggapan bahwa perempuan itu lemah, pembongkaran terhadap ideologi sehingga menjadi alasan pembenaran untuk penindasan atas nama gender, pencarian diperlakukan semena-mena, berupa akar ketertindasan perempuan, sampai tindakan kekerasan. upaya penciptaan pembebasan perempuan Beban ganda (double burden). Beban secara sejati. Feminisme adalah basis teori ganda (double burden) artinya beban dari gerakan pembebasan perempuan pekerjaan yang diterima salah satu jenis (Nuryati, 2015). Adanya gerakan feminisme kelamin lebih banyak dibandingkan jenis ini seringkali menjadi ancaman masyarakat kelamin lainnya. Peran reproduksi karena adanya kekhawatiran bahwa perempuan seringkali dianggap peran yang perempuan akan melawan laki-laki. statis dan permanen. Beban pekerjaan yang Gagasan feminisme ingin mendapat hak dimiliki perempuan lebih banyak, walaupun asasi dengan memberikan pemahaman baru sudah ada peningkatan jumlah perempuan tentang konstruksi perempuan (Asrita, yang bekerja diwilayah publik, namun tidak 2019). diiringi dengan berkurangnya beban Menurut Kementrian Pemberdayaan perempuan di wilayah domestik. Seringkali Perempuan dan Perlindungan Anak pekerjaan domestik dianggap sebagai Republik Indonesia (2020) yang diambil pekerjaan dan tanggung jawab perempuan. pada tanggal 16 Mei 2020 dalam website Marginalisasi adalah suatu proses https://www.kemenpppa.go.id/index.php/pa peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin ge/view/23 ada beberapa konsep yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak ketidakadilan gender yaitu subordinasi, cara yang dapat digunakan untuk Stereotype, kekerasan, beban ganda, dan memarginalkan seseorang atau kelompok. marginalisasi. Subordinasi pada dasarnya Salah satunya dengan menggunakan asumsi dapat dikatakan bahwa keyakinan salah satu gender. Misalnya dengan anggapan bahwa jenis kelamin lebih penting dan utama di perempuan berfungsi sebagai pencari kehidupan bermasyarakat sampai saat ini. nafkah tambahan, maka ketika perempuan Perempuan dipandang lebih rendah bekerja diluar rumah (public sector), daripada laki-laki yang sudah tercipta sejak seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. dahulu. Serta biasanya perempuan Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya bertanggung jawab dan memiliki peran telah berlangsung proses pemiskinan dalam urusan domestik atau reproduksi, dengan alasan gender. sementara laki-laki dalam urusan public Kaum marjinal sering dianggap atau produksi. sebagai bentuk kegagalan dari Stereotype adalah pelabelan negatif pembangunan khususnya dalam bidang maupun positif yang sering didapat oleh investasi human capital. Selain itu, perempuan sejak dahulu membawa dampak indikator pembangunan yang selalu menitik hingga sekarang, sehingga terjadi beratkan pada pembangunan sektor pemberontakan kaum perempuan hingga ekonomi dan politik membuat posisi kaum adanya ketidakadilan gender. Adanya marjinal dalam struktur pembangunan pelabelan negatif terhadap perempuan, semakin terjepit. Tidak terkecuali bagi menjadikan hal tersebut terus-menerus dan perempuan yang berprofesi sebagai pekerja berulang-ulang diingat dan dibicarakan seks atau sering disebut dengan pelacur orang-orang. (Rasyid, 2018). Kekerasan (violence). Kekerasan Peneliti tertarik untuk mengkaji film fisik maupun psikologis merupakan salah Nyai Ahmad Dahlan karena ingin satu dari ketidakadilan gender yang biasa mengetahui representasi perempuan Jawa dialami oleh perempuan. Kekerasan pada saat itu yang digambarkan oleh Siti (violence) artinya tindak kekerasan, baik Walidah melalui sudut pandang penulis dan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh sutradara dalam pembuatan film dengan salah satu jenis kelamin atau sebuah mengangkat cerita kisah kehidupan Siti

152

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

Walidah. Perempuan Jawa dalam film Nyai (Feminisme, patriarki, kapitalisme, dan Ahmad Dahlan menggambarkan sosok sosialisme). sebagai istri, guru, serta pejuang yang Peneliti memilih teori tersebut karena memiliki teladan yang baik, mampu dalam penelitian ini ingin mencapai dan memberikan contoh yang dapat ditiru. Nyai menunjukkan kode-kode, simbol atau tanda Ahmad Dahlan merupakan contoh yang ada dalam film Nyai Ahmad Dahlan perempuan yang maju di masa itu. sehingga dapat ditemukannya representasi perempuan Jawa pada masa saat itu di film METODE PENELITIAN Nyai Ahmad Dahlan. Sehingga penelitian ini dapat berdampak dan bermanfaat bagi Penelitian ini menggunakan penelitian masyarakat serta berkontribusi untuk kualitatif dengan pendekatan deskriptif. referensi penelitian tentang perempuan Penelitian kualitatif merupakan metode Jawa. Dengan penelitian ini dapat untuk mengeksplorasi dan memahami mengetahui perempuan memiliki peran di makna-makna yang sejumlah individu atau masa budaya patriarki dan melihat sekelompok orang yang dianggap berasal perempuan berkiprah dalam perjuangannya dari masalah sosial kemanusiaan (Creswell, yang luar biasa mendapatkan kesetaraan 2013). Subjek dalam penelitian ini adalah yang tidak melupakan fitrahnya. film Nyai Ahmad Dahlan. Penelitian menggunakan triangulasi Data dalam penelitian ini dikumpulkan data untuk uji validasi data. Dengan dengan menonton film Nyai Ahmad Dahlan melakukan uji validitasi data peneliti serta menelaah film tersebut untuk memilih menggunakan triangulasi sumber menemukan tanda-tanda dan kode-kode data. Triangulasi data yaitu triangulasi yang yang menunjukkan representasi perempuan berkaitan dengan penggunaan beragam Jawa seorang Siti Walidah. Selain itu, data sumber data dalam suatu penelitian yang dikumpulkan dengan wawancara (Birowo, 2004). Dengan menggunakan narasumber produser sekaligus penulis dari triangulasi data ini, peneliti dapat menggali film Nyai Ahmad Dahlan yaitu Dyah informasi terhadap informan yang telah Kalsitorini dengan data pendukung diwawancara. Informan yang menjadi dokumen tertulis seperti artikel-artikel dan sumber data tersebut adalah produser jurnal yang berkaitan dengan pembahasan sekaligus penulis film Nyai Ahmad dahlan penelitian ini. yaitu Dyah Kalsitorini, ataupun observasi Teknik analisis data penelitian ini melalui dokumen tertulis seperti artikel dan dilakukan berdasarkan teori yang jurnal, gambar atau foto dari adegan film dikemukakan oleh John Fiske tentang the Nyai Ahmad Dahlan. Dengan cara tersebut codes of television. Dalam penelitian ini menghasilkan bukti atau data yang dapat menggunakan analisis semiotika, the codes memberikan pandangan yang berbeda untuk of television dengan pendekatan deskriptif membantu dalam penelitian ini. gender serta analisis paradigmatik dan Sintagmatik. Analisis sintagmatik HASIL DAN PEMBAHASAN digunakan untuk menguraikan tanda yang penting dalam pemaknaan. Sedangkan Deskripsi Film Nyai Ahmad Dahlan analisis paradigmatik digunakan untuk membedah atau menelaah lebih lanjut kode- kode yang tersembunyi dalam film tersebut. Dengan menggunakan teori tanda-tanda yang telah dienkode oleh kode-kode sosial terkonstruksi dalam tiga level yang akan digunakan peneliti diantaranya yaitu level realitas (penampilan, pakaian atau riasan, lingkungan, perilaku), level representasi (kamera dan musik) dan level ideologi Gambar 1. Poster Film Nyai Ahmad Dahlan

153

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

membuat film tersebut untuk Film Nyai Ahmad Dahlan merupakan mengangkat sejarah perjuangan salah satu film biopik yang menceritakan sosok Nyai Ahmad Dahlan. kisah perjalanan hidup Siti Walidah yang Mengangkat perjalanan kisah Siti sering dikenal dengan sebutan Nyai Ahmad Walidah dengan perjuangan yang Dahlan. Tokoh utama Siti Walidah yang luar biasa, karena belum banyak diperankan oleh Tika Bravani ini telah terangkat di publik sepenuhnya, tayang pada tanggal 24 Agustus 2017. Film apalagi dikalangan non yang diproduksi oleh sutradara Olla Atta Muhammadiyah”. Adonara dan produser Dyah Kalsitorini ini mengangkat cerita tentang sejarah Tanda-Tanda Perempuan Jawa dalam perjuangan perempuan Muhammadiyah. Film Nyai Ahmad Dahlan Film berdurasi 1 jam 42 menit ini bercerita tentang perjuangan seorang perempuan Teori the codes of television yang Jawa yaitu Siti Walidah atau lebih sering dikemukakan oleh John Fiske menekankan dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. pada level realitas dan level representasi. Penggambaran perempuan Jawa yang Level realitas dipahami sebagai kode ditampilkan oleh Siti Walidah dalam film budaya yang diuraikan dalam beberapa Nyai Ahmad Dahlan merupakan cerminan aspek berupa appearance (penampilan), dari realitas kehidupan masyarakat. Film dress (kostum), make-up (riasan), yang menceritakan tentang perjalanan kisah environment (lingkungan), behaviour hidup Siti Walidah yang memperjuangkan (tingkah laku). Sedangkan level hak emansipasi wanita. representasi yang berupa camera (kamera), Dari awal mula film ini diketahui bahwa dan music (musik). sejak kecil Siti Walidah memiliki impian 1. Level Realitas menjadi pintar. Tumbuh dan berkembang di a. Aspek Penampilan, Riasan, dan keluarga yang selalu berpegangan teguh Pakaian pada Al-Qur’an dan hadist membuat Aspek penampilan pada film kehidupan Siti Walidah tertata dengan baik. Nyai Ahmad Dahlan ini Siti Walidah merupakan sosok yang luar menggambarkan cara berbusana di biasa dalam kiprahnya. Menjadi seorang masyarakat Jawa pada zaman dulu. pemimpin yang dapat diandalkan dan Dilihat dari penampilan Siti membantu organisasi. Seorang ibu, istri Walidah sebagai seorang muslimah serta guru yang memberikan teladan baik. sederhana dan polos. Hal ini dapat Dengan mengajari para perempuan diperlihatkan dari penampilan, menyebabkan perempuan lebih mengenal riasan dan makeup yang digunakan pendidikan yang sebelumnya merupakan oleh Siti Walidah, nampak tidak hal yang tabu. Sebagai pendiri organisasi ada riasan dan makeup yang perempuan SopoTresno yang sekarang berlebihan. dikenal dengan nama ‘Aisyiyah sekaligus Menurut Dyah Kalsitorini seorang istri dari K.H Ahmad Dahlan (2020) dijelaskan bahwa: pendiri Muhammadiyah. “Pakaian dalam film Nyai Dyah Kalsitorini (2020) menjelaskan Ahmad Dahlan dibuat sangat bahwa: detail dan mendekati asli seperti ”Yang mendasari pembuatan film zaman dahulu, karena dalam Nyai Ahmad Dahlan karena saat ini bagian pemilihan kostum Indonesia membutuhkan film-film dibantu oleh cucu dan cicit Siti tentang kepahlawanan yang Walidah. Misalnya seperti mendidik, edukatif, dan inspiratif. dipinjaminya jarik-jarik kain Dan saat ini masih sedikit film yang batik kebaya sehingga dapat menampilkan sosok tokoh pahlawan dilihat pakaian yang dipakai nasional Indonesia terutama memberikan kesan khas zaman pahlawan perempuan. Sehingga dahulu. Pada saat itu, dalam

154

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

film Nyai Ahmad Dahlan dari mencerminkan perempuan Jawa awal Siti Walidah masih kecil, adalah selalu berpenampilan baju yang dikenakan belum sederhana dengan menggunakan terlalu syar’i masih kebaya baik di dalam maupun di menggunakan kebaya dan sudah luar rumah. mulai memakai penutup kepala Dengan menggunakan biasa. lalu ketika sudah kebaya dipadu dengan jarik yang beranjak dewasa cara merupakan kain bermotif batik berpakaian sudah berbeda, yang memiliki berbagai jenis corak, hingga setelah menikah Siti serta kerudung atau penutup kepala Walidah memakai kerudung dengan helaian kain yang menjadi atau kain selendang yang ciri khas berpakaian Siti Walidah disampirkan ke pundak”. saat masih kecil hingga dewasa Dalam pembuatan film dalam film Nyai Ahmad Dahlan. tersebut penentuan kostum berdasarkan riset foto-foto Nyai b. Aspek Lingkungan Ahmad Dahlan dan foto-foto Pada aspek lingkungan sahabat-sahabat Siti Walidah. Pada dalam film Nyai Ahmad Dahlan, saat itu sudah ada yang memakai Siti Walidah selaku istri dari K.H ciput dan ada yang tidak. Lalu ada Ahmad Dahlan ditampilkan sebagai model kerudung khas dari salah satu tokoh yang dikenal dan ‘Aisyiyah yang dikenakan oleh Siti dihormati masyarakat. Siti Walidah saat melakukan orasi di Walidah digambarkan sering kongres ke-15 di . dikelilingi oleh orang-orang yang menjadi tokoh masyarakat, berkumpul dan bersosalisasi bersama rekan-rekan pengajian yang sudah terbentuk yaitu Sopo Tresno (‘Aisyiyah).

Gambar 2. Siti Walidah saat masih kecil

Gambar 5. Pembentukan organisasi ‘Aisyiyah Gambar 3. Siti Walidah saat dewasa Menurut Dyah Kalsitorini

(2020), dijelaskan bahwa: “Dalam film Nyai Ahmad Dahlan, Siti Walidah digambarkan sosok yang komplit. Satu, sebagai sosok seorang ibu yang luar biasa mendidik anak-anaknya. Dua, Siti Walidah merupakan sosok Gambar 4. Ciri Khas Kerudung Siti istri yang sholehah. Siti Walidah Walidah sangat taat dan patuh kepada suami serta selalu ada di Penampilan Siti Walidah dari samping dan mendukung masa kecil hingga dewasa yang perjuangan suaminya K.H

155

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

Ahmad Dahlan. Tiga, sebagai Ahmad Dahlan dan Siti Walidah seorang guru, Siti Walidah pulang dari Banyuwangi, Siti membantu anak-anak untuk Walidah dan K.H Ahmad Dahlan belajar, mengajari membatik disambut oleh anak-anak dan buruh dan mengajari mengaji pekerja batik dirumahnya karena masyarakat di sekelilingnya”. sangat rindu dengan Siti Walidah.

Gambar 6. Siti Walidah mengajari para perempuan

Gambar 8. Siti Walidah pulang dari Dengan membantu Banyuwangi setelah menemani K.H masyarakat dilingkungannya, Siti Ahmad Dahlan. Walidah mengajari baca tulis serta mengaji agar para perempuan dapat c. Aspek Perilaku memiliki pendidikan dan Siti Perilaku Siti Walidah Walidah ingin perempuan tidak digambarkan dengan sosok yang hanya macak, manak, dan masak. pantang menyerah, lembut dan Akan tetapi perempuan juga hangat. Adegan terllihat ketika Siti memiliki hak untuk pintar. Walidah mengajak para perempuan Selain itu Siti Walidah juga di desanya untuk ikut belajar dan merupakan sosok yang peduli mengaji. Walaupun kadang adanya kepada sesama. Dijelaskan oleh penolakan dari pihak keluarga Siti Dyah Kalsitorini (2020), bahwa Walidah tetap berusaha pada saat itu, Siti Walidah senang menjelaskan agar para perempuan dan peduli untuk membantu orang dapat ikut belajar. lain. Dilihat pada adegan ketika Siti Walidah membantu salah satu tetangganya yang sedang sakit dengan memberikan beras. Karena menurut Siti Walidah harus saling menolong dan berbagi kepada sesama.

Gambar 9. Siti Walidah mengajak mengaji warga sekitar.

Menurut Dyah Kalsitorini (2020), dijelaskan bahwa: “Perilaku Siti Walidah yang sangat lembut dan baik hati Gambar 7. Siti Walidah menyiapkan terlihat ketika Siti Walidah beras untuk diberikan kepada orang mengajak salah satu warga nya lain. dijalan untuk belajar mengaji.

Kemudian dijelaskan lebih Akan tetapi, suaminya menolak lanjut oleh Dyah Kalsitorini (2020), istrinya dan menanyakan bahwa Siti Walidah dihormati kepada Siti Walidah jaminan dilingkungannya. Adegan dalam yang diperoleh jika istrinya ikut film diperlihatkan ketika K.H belajar. Akan tetapi, Siti Walidah tetap berusaha

156

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

mengajak mengaji walaupun b. Teknik pengambilan gambar terus menerus ditolak dan (Kamera) ditentang”. Dalam film Nyai Ahmad Dahlan, ada beberapa teknik 2. Level Representasi pengambilan gambar yang sering a. Musik dan Suara muncul diantaranya adalah medium Dalam film Nyai Ahmad close up, two shot, dan group shot. Dahlan, terdapat beberapa musik Medium close up adalah yang berbeda, berupa lagu daerah teknik pengambilan gambar yang lokal, instrumen dramatic, lagu diambil sebatas dari ujung kepala Mars Muhammadiyah dan Mars hingga dada. Fungsinya untuk ‘Aisyiyah serta menggunakan mempertegas profil seseorang. sebuah soundtrack lagu yang (Razaq dan Ispantoro, 2011). Sudut dibawakan oleh Rara Tarmizi pengambilan gambar medium close ciptaan Izzul Muslimin up digunakan untuk menampilkan yang berjudul Cinta Melampaui karakter Siti memperlihatkan sosok Zaman (OST. Film Nyai Ahmad Siti Walidah yang tegas dan berani. Dahlan). Selain itu, suara dalam film Nyai Ahmad Dahlan ini, lebih kepada suara para pemain saat berbicara atau berdialog. Dengan berlatar belakang budaya Jawa, logat dan dialek yang digunakan Gambar 10. Medium Close Up adalah sesuai dengan realitas yang

ada yaitu menggunakan bahasa Two shot adalah setempat yaitu bahasa Jawa yang pengambilan gambar dua objek. dipadu dengan bahasa Indonesia. Fungsinya memperlihatkan adegan Salah satu adegan yang dua orang yang sedang menggunakan perpaduan bahasa berkomunikasi. (Razaq dan Jawa dan bahasa Indonesia terlihat Ispantoro, 2011). Sudut pandang ketika Siti Walidah sedang two shot digunakan menunjukkan berbicara dengan teman-temannya: bahwa perempuan dan laki-laki ”Ayo-ayo dilumpukke duite. dapat saling berdiskusi sehingga Sopo yang sebentar lagi khatam tidak ada subordinasi karena Al-Qur’an”. perempuan mempunyai ruang Menurut Dyah Kalsitorini untuk berpendapat di dalam (2020), karena film Nyai Ahmad keluarganya. Dahlan adalah sebuah tontonan,

maka dalam penggunaan bahasa yang dapat menggambarkan kondisi budaya Jawa saat itu menggunakan bahasa Jawa yang di padu dengan bahasa Indonesia. Sehingga diberikan subtittle bahasa Indonesia saat sedang berdialog menggunakan bahasa Jawa agar Gambar 11. Two Shot pesan yang disampaikan film dapat dipahami semua kalangan yang Selain itu, group shot adalah bukan hanya ditonton orang jawa pengambilan gambar sekumpulan tetapi seluruh Indonesia bahkan objek. Fungsinya memperlihatkan seluruh negara lain. adegan sekelompok orang dalam melakukan aktifitas. (Razaq dan

157

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

Ispantoro, 2011). Serta ada berada pada ranah publik yang bekerja beberapa sudut pengambilan sebagai pemimpin dalam sebuah organisasi. gambar group shot, yaitu menampilkan kegiatan sekelompok orang yang sedang melakukan beberapa aktivitas. Pengambilan gambar group shot, terlihat bahwa Siti Walidah dapat diterima keberadaannya baik dilingkungan laki-laki maupun perempuan dalam semua level masyarakat kelompok Gambar 13. Siti Walidah dalam Kongres ke-15 di miskin maupun menengah. Surabaya

Pembawaan karakter Siti Walidah yang tegas, pintar dan pantang menyerah tampak dalam adegan pada saat menyampaikan keinginannya untuk memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Terlihat dialog ketika Siti Walidah sedang berpidato: Gambar 12. Group Shot ”Assalamu’alaikum warahmatullahi Kode-Kode Ideologi dalam Film Nyai wabarakatuh. Para hadirin, sudah Ahmad Dahlan saatnya kita melakukan perubahan perempuan sebagai pendamping 1. Perempuan dan Kepemimpinan suami sebagai pendukung gerakan suami. Maka, perempuan juga Menurut Dyah Kalsitorini (2020), memiliki hak untuk menjadi pintar. dari informasi yang didapat dari keluarga Laki-laki Islam harus mendukung Siti Walidah, Siti Walidah merupakan kewajiban kemajuan Islam, harus sosok yang sangat disiplin, tertata, dan memberikan izin untuk mencari ilmu sangat tegas. Dilihat kepemimpinannya kepada perempuan Islam. Karena dikeluarga, ketika anaknya lupa sholat saat perempuan bukan zamannya lagi bermain biola dan menyebabkan Siti Swargo Nunut Neroko Katut. Hal itu Walidah marah. Saat adegan tersebut tidak ada dalam ajaran Islam” menunjukkan bahwa sholat merupakan hal utama yang harus dijalankan seluruh Karakter Siti Walidah yang tidak anggota keluarganya dan menampilkan menyerah memperlihatkan Siti Walidah karakternya yang tegas ketika mendidik berjuang di tengah lingkungan yang tidak anak. mendukung perempuan untuk maju di Dalam film Nyai Ahmad Dahlan, zamannya. Dalam film Nyai Ahmad peneliti melihat adanya gerakan feminisme Dahlan, sosok Siti Walidah sebagai tokoh yang ditampilkan melalui adegan saat Siti utama yang ingin mendobrak mitos yang Walidah melakukan pidato dalam Kongres selama ini melekat pada diri perempuan Muhammadiyah ke-15 di Surabaya. Dapat Jawa hingga menjadikan perempuan Jawa dilihat pada gambar 13, ditampilkan melalui dipandang sebelah mata. posisi perempuan sebagai pemimpin dalam Dijelaskan oleh Dyah Kalsitorini organisasi. Walaupun begitu Siti Walidah (2020), bahwa dalam film Nyai Ahmad tidak melupakan fitrahnya sebagai seorang Dahlan ideologi feminisme yang dilakukan perempuan. Biasanya perempuan lebih oleh Siti walidah adalah feminisme yang dikenal dalam ranah domestik yaitu sesuai dengan Al-Qur’an. Walaupun Siti mengurus anak dan menjadi ibu rumah Walidah merasakan peran yang kuat untuk tangga namun kali ini posisi perempuan seorang perempuan, tetapi Siti Walidah tidak melupakan fitrahnya sebagai seorang

158

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

perempuan. Karena pada saat itu, setara nilai budaya patriarki yang melekat di dimaknai kesamaan dalam beramal sholeh masyarakat, terutama masyarakat timur seperti dalam surat An-Nahl bahwa mengakibatkan efek psikologis pada perempuan berhak melakukan amal sholeh, perempuan yang menyebabkan perempuan sesuatu untuk meraih kebaikan di dunia dan tergantung pada laki-laki dari segi akhirat nanti. Seperti firman Allah Swt emosional dan finansial (Simanullang, dalam surah An-Nahl ayat 97: 2018) “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Gambar 14. Seorang laki-laki yang sedang menasihati perempuan.

2. Perempuan Jawa dan Pendidikan Gambar 14 menunjukkan adegan

seorang laki-laki menasihati perempuan Film Nyai Ahmad Dahlan bahwa perempuan tidak perlu pintar karena menceritakan mengenai perjuangan sosok nanti perempuan akan menjadi keminter Siti Walidah di tengah ideologi patriarki merasa pandai daripada laki-laki. dalam kebudayaan Jawa. Siti Walidah “Perempuan itu gak perlu pinter. Nanti sudah mulai mengajak para gadis-gadis kalian keminter, lupa diri susah cari hingga orang tua untuk mau belajar. Berikut jodoh”. salah satu dialog ajakan belajar Siti Dalam film ini stereotip membentuk Walidah: peran seorang perempuan dalam lingkungan “Mbakyu, saya mau mengajak mbakyu bermasyarakat memunculkan pandangan belajar baca tulis Al-Qur’an dan huruf bahwa perempuan tidak harus belajar latin”. tinggi-tinggi, karena tugas perempuan Pembahasan mengenai perempuan adalah di ranah domestik seperti macak, Jawa dan pendidikan merupakan salah satu manak, dan masak yang artinya perempuan hal yang menjadi sorotan utama dalam film hanya bertugas untuk memasak, Nyai Ahmad Dahlan. Berawal sejak Siti melahirkan, dan berdandan. Pandangan Walidah masih kecil yang memiliki lainnya yaitu, jika perempuan pintar nanti keinginan dan cita-cita menjadi pintar. dapat menyaingi suaminya. Menurut Siti Walidah, ilmu adalah cahaya Oleh karena itu, dalam film Nyai penerang dalam kehidupan. Pada zaman Ahmad Dahlan ini Siti Walidah dulu partisipasi kaum perempuan dalam memperjuangkan hak perempuan untuk dunia pendidikan sangat minim mendapatkan pendidikan dengan mengajari dibandingkan para kaum laki-laki. Film belajar membaca, menulis dan mengaji. Nyai Ahmad Dahlan, banyak menyoroti kehidupan perempuan Jawa yang berjuang dalam mendapat hak pendidikan. Budaya patriarki yang membentuk stereotip kultural dan berlangsung terus menerus juga tampak dalam film Nyai Ahmad Dahlan. Stereotip kultural membentuk peran isteri dalam keluarga, memunculkan pandangan bahwa Gambar 15. Siti Walidah mengajari perempuan di perempuan harus menjalankan perannya desanya belajar bersama. sebagai isteri yang baik bagi suami dan ibu yang bijaksana bagi anak-anaknya. Nilai-

159

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

Pendidikan bagi kaum perempuan rumahnya mengajak menabung bersama pada masa Siti Walidah merupakan suatu untuk syukuran yang sudah khatam Al- hal yang sangat tabu. Kaum perempuan Qur’an. Ketika Siti Walidah sudah tidak diperkenankan mengenyam menikah, Siti Walidah mengajak para buruh pendidikan yang tinggi bahkan hanya batik dan juragan-juragan didesanya untuk diperbolehkan untuk menyelesaikan belajar dan mengaji. pekerjaan rumah saja. Adanya anggapan bahwa kodrat perempuan adalah untuk mengurus keperluan rumah tangga saja sehingga tidak membutuhkan pendidikan. Hal ini sangat bertentangan dengan pribadi Siti Walidah yang berpandangan bahwa perempuan bukan hanya sekedar pelengkap bagi kaum laki-laki saja, tetapi perempuan adalah pengerak kemajuan keluarga, bangsa Gambar 17. Siti Walidah berkumpul dengan dan negara. teman-teman mengajinya

Dijelaskan oleh Fahmi Riady (2019) 3. Perempuan yang Mandiri bahwa, Berdasarkan pengamatan film Nyai “Perempuan dan pendidikan pada masa Ahmad Dahlan, Siti Walidah mampu Nyai Ahmad Dahlan adalah dua hal bekerja serta menjadi pemilik usaha kain yang berjauhan. Baik itu pendidikan batik yang sudah dipelajari dari formal, keislaman, maupun juga orangtuanya saat masih kecil. pendidikan keterampilan hidup. Oleh karena itu Nyai Ahmad Dahlan mencoba untuk medekatkannya. Menurut Nyai Ahmad Dahlan, perempuan harus terdidik, dia harus memiliki keterampilan hidup. Karena dengan pendidikanlah harkatnya menjadi tinggi.” Gambar 18. Para perempuan yang bekerja Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh membuat kain batik Dyah Kalsitorini (2020), terlihat dari opening film, saat masih kecil Siti Walidah Usaha kain batik keluarga Siti sudah memperjuangkan pendidikan ketika Walidah mempekerjakan para kaum Siti Walidah mengajak anak-anak perempuan yang ada di lingkungannya. Hal perempuan untuk sekolah dan belajar tersebut membuktikan bahwa perempuan mengaji dan akhirnya Siti Walidah berhasil juga mampu bekerja di luar ruang lingkup mengajak anak-anak perempuan untuk ikut domestik. Siti Walidah juga tidak belajar bersama. melupakan tugasnya sebagai seorang istri melayani suaminya, serta sebagai seorang ibu yang mengurus rumah dan mendidik anak-anaknya. Selain itu, terkait dengan pengamatan ideologi kapitalisme dan sosialisme pada saat itu, dijelaskan oleh Choirul Huda (2016) bahwa, ”kapitalisme adalah sebuah sistem Gambar 16. Siti Walidah mengajak temannya di mana negara memberikan untuk sekolah dan belajar mengaji. kebebasan bagi warganya untuk mengelola semua sumber daya dan Lalu ketika Siti Walidah beranjak kekayaan yang dimilikinya, namun dewasa sudah mulai mengumpulkan tetap tidak boleh terjadi praktik perempuan yang mengaji di langgar monopoli di pasar. Sebab,

160

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

pandangan semua ekonom sadar, SIMPULAN termasuk para pemikir kapitalis, bahwa monopoli adalah penyakit Reperesentasi perempuan Jawa yang yang akan merusak dan digambarkan oleh Siti Walidah dalam film menghancurkan sebuah sistem Nyai Ahmad Dahlan yaitu, perempuan Jawa perekonomian.” menggunakan pakaian kebaya dan kain jarik bermotif batik dengan dipadu Selain itu dijelaskan juga oleh Reno kerudung yang disampirkan ke belakang Wikandaru dan Budhi Cahyo (2016), bahwa pundak. Tanpa menggunakan riasan yang “Sosialisme adalah ideologi yang berlebihan menampilkan wajah perempuan beranggapan bahwa pemilikan bersama yang sederhana dan polos. merupakan cara hidup yang paling baik. Budaya Jawa direpresentasikan Sosialisme tidak menyukai adanya hak melalui dialog yang menggunakan Bahasa milik pribadi karena hak milik pribadi Jawa dipadukan dengan Bahasa Indonesia. membuat manusia egois dan Alunan musik dalam film Nyai Ahmad menghancurkan keselarasan masyarakat Dahlan meggunakan musik yang dapat yang alami. Sosialisme menginginkan menggambarkan suasana budaya Jawa. pengorganisasian produksi oleh negara Sedangkan lagu Mars Aisyiyah dan Mars sebagai saran untuk menghapus Muhammadiyah sebagai penguat pendirian kemiskinan dan penghisapan orang maupun gerakan organisasi perempuan kecil. Sosialisme menyerukan ‘Aisyiyah persamaan hak bagi semua lapisan, Teknik pengambilan gambar medium golongan, dan kelas masyarakat dalam close up, two shot dan group shot, membuat menikmati kesejahteraan, kekayaan dan karakter Siti Walidah dalam film tersebut kemakmuran. Sosialisme menginginkan lebih dapat dipahami adegan demi adegan. pembagian keadilan dalam ekonomi.” Siti Walidah merepresentasikan perempuan Dijelaskan oleh Dyah Kalsitorini Jawa di masanya sebagai sosok perempuan (2020), bahwa pada saat dizaman Siti yang memiliki jiwa kepemimpinan tegas, Walidah, tidak adanya ideologi kapitalisme berani dan tidak melupakan fitrahnya karena berdasarkan kekeluargaan yang sebagai seorang perempuan. Disamping itu, sangat bagus sebagai pengusaha batik. Siti Walidah juga memiliki sifat yang Untuk sosialismenya ada beberapa seperti mandiri, dan selalu melakukan sesuatu buruh batik mendapat gaji sesuai dengan menurut ajaran Islam sehingga memilki buruh batik, juragan lebih kaya itu tetap ada kehidupan yang tertata dengan baik. pada saat itu. Usaha kain batik keluarga Siti Walidah mempekerjakan para kaum perempuan yang ada di lingkungannya. Siti Walidah membantu perempuan-perempuan didesanya dan meyakinkan bahwa perempuan dapat bekerja di luar rumah Sejak kecil Siti Walidah juga sudah berperan dalam hal memperjuangkan Gambar 19. Acara Penggalangan Dana pendidikan untuk kaum perempuan agar untuk Muhammadiyah pengetahuannya meningkat dan tidak hanya bertugas macak, manak, dan masak. Selain dengan usaha yang dimilikinya, Dengan semangat pantang menyerah Siti Siti Walidah juga mengadakan Walidah berhasil memajukan perempuan penggalangan dana dengan menjual barang- melalui pendidikan dan organisasi barang yang masih dapat dipergunakan ‘Aisyiyah menjadi pintar, karena ilmu untuk membantu organisasi adalah cahaya penerang dalam hidup. Muhammadiyah.

161

Jurnal SEMIOTIKA Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 2 ) : no. 111 - 223. Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413 e-ISSN: 2579-8146

DAFTAR PUSTAKA Sastra Arab. Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan Alfauzi, M. R., & Ramayanti, N. (2018). Nurbayati, Husnan, N., Mustika, S., Representasi Feminisme dalam Film Siti. (2019). Konstruksi Media Tentang Aspek JOM FISIP, 5(2), 1-15. Kemanusiaan Pada Poligami (Analisi Ardiyani, D. (2018). Konsep Pendidikan Isi Terhadap Film Surga Yang Tak Perempuan Siti Walidah. Tajdida: Jurnal Dirindukan). Jurnal Riset Komunikasi. Pemikiran dan Gerakan 8(2), 103-124. Muhammadiyah, 15(1), 12-20. Nuryati, (2015). Feminisme Dalam Asrita, Stara. (2019). Konstruksi Kepemimpinan. Istinbath, 15(2), 161-179. Feminisme Perempuan Sumba. Rasyid, E. (2018). Dinamika Aristo, 7(1), 147-162. Komunikasi Organisasi Masyarakat Barnhouse, Ruth Tifany. 1988. Identitas Marjinal (Studi Pada Komunitas Wanita : Bagaimana Mengenal dan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta). membentuk Citra Diri. Yogyakarta : Jurnal Komunikasi, 12(1), 8-22. Kanisius. Razaq, Abdul dan Ispantoro. (2011) Birowo, M. Antonius. (2004). Metode The Magic Of Movie Editing. Mediakita, Penelitian Komunikasi Teori dan Aplikasi. Jakarta. Yogyakarta: Gintanyali. Riady, Famhi. (2019). Pemikiran Creswell W. John. (2013). Research Pendidikan Nyai Ahmad Dahlan Dalam Design Pendekatan Kualitatif, Memberdayakan Perempuan. Masile: Kuantitatif, dan Mixed. Jurnal Studi Ilmu Keislaman, 1(1), 66- Yogyakarta : Pustaka Pelajar 79. Danesi, Marcel. (2010). Pesan Tanda Sanelin, F.T, Dewi, P.A.R,. (2019). dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Representasi Perempuan Dalam Semiotika dan Teori Komunikasi. Organisasi Pada Film “Nyai Ahmad Yogyakarta: Jalasutra Dahlan”. Commercium, 2(1), 33-38. Hall, Stuart. (1997). Representation. Simanullang, Erik Pandapotan. (2018). London: Sage Publication Ltd. Representasi Poligami Dalam Film Athirah Huda, C. (2016). Ekonomi Islam Dan ( Studi Analisis Semiotika John Fiske). Kapitalisme (Merunut Benih Kapitalisme JOM FISIP 5(1), 1-15 Dalam Ekonomi Islam). Economica: Sobur, Alex (2006). Semiotika Jurnal Ekonomi Islam, 7(1), 27-49. Komunikasi Kemenppa. (2020). Glosary Widodo, Tofik. (2019). Makna Simbol Ketidakadilan Gender. Tradisi Tungguk Tembakau Desa. Senden https://www.kemenpppa.go.id/index.p Kecamatan. Selo Kabupaten. Boyolali. hp/page/view/23. Diakses. Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah Institut Kosakoy, J. P. (2016). Representasi Agama Islam Negeri Surakarta. Perempuan Dalam Film “Star Wars VII: Wikandaru, R., & Cahyo, B. (2016). The Force Awakens”. Jurnal e- Landasan Ontologis Sosialisme. Jurnal Komunikasi, 4(1), 2-12. Filsafat, 26(1), 112-135. Mc Quail, Denis. (2012), Teori Komunikasi Massa . Buku 6 edisi 2. Jakarta: Salemba Humanika. Nasution, Halimatussa’diyah. Syamsu Nahar, dan Ali Imran Sinaga. (2019). Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan) dalam Pendidikan Perempuan. Ihya al- Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa dan

162