Para Tokoh Tokoh Muhammadiyah
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
MENGENAL MENGENAL MENGENAL NILAI MENGENAL NILAI NILAI PERJUANGAN KI NILAI PERJUANGAN PERJUANGAN BAGUS HADI PERJUANGAN NYAI AHMAD K.H. Mas KUSUMO SUDIRMAN DAHLAN Mansoer Nyai Ahmad Dahlan lahir dengan nama Siti Walidah di Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1872. Ia adalah putri dari Kyai Haji Muhammad Fadli, seorang ulama dan anggota Kesultanan Yogyakarta; daerah bertempatnya tokoh agama banyak dari keraton. Dia bersekolah di rumah, diajarkan berbagai aspek tentang Islam, termasuk bahasa Arab dan Qur'an, ia membaca Al Qur'an dalam naskah Jawi. Pada tahun 1914 ia mendirikan Sopo Tresno, dia dan suaminya bergantian memimpin kelompok tersebut dalam membaca Al Qur'an dan mendiskusikan maknanya. Segera ia mulai berfokus pada ayat-ayat Al Qur'an yang membahas isu- isu perempuan. Dengan mengajarkan membaca dan menulis melalui Sopo Tresno, pasangan ini memperlambat Kristenisasi di Jawa melalui sekolah yang disponsori oleh pemerintah kolonial. Bersama suami dan beberapa pemimpin Muhammadiyah lainnya, Nyai Ahmad Dahlan membahas peresmian Sopo Tresno sebagai kelompok perempuan, dan memutuskan nama Aisyiyah, berasal dari nama isteri Nabi Muhammad, yakni Aisyah. Kelompok baru ini, diresmikan pada tanggal 22 April 1917, dengan Nyai Ahmad Dahlan sebagai kepala. Lima tahun kemudian organisasi menjadi bagian dari Muhammadiyah. Melalui Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah putri dan asrama, serta keaksaraan dan program pendidikan Islam bagi perempuan, Dia juga berkhotbah menentang kawin paksa. Dia juga mengunjungi cabang-cabang di seluruh Jawa. Berbeda dengan tradisi masyarakat Jawa yang patriarki, Nyai Ahmad Dahlan berpendapat bahwa perempuan dimaksudkan untuk menjadi mitra suami mereka. Sekolah Aisyiyah dipengaruhi oleh ideologi pendidikan Ahmad Dahlan yakni Catur Pusat: pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dan pendidikan di tempat-tempat ibadah. Pada 10 November 1971, Nyai Ahmad Dahlan dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Suharto sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 42/TK Tahun 1971; Ahmad Dahlan telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional sepuluh tahun sebelumnya. Penghargaan tersebut diterima oleh cucunya, M Wardan. Dia telah dibandingkan dengan pembela hak perempuan, Kartini dan gerilyawan, Cut Nyak Dhien dan Cut Nyak Meutia. Mendirikan Organisasi Mengangkat Harkat Wanita Pertama di Martabat Kaum Wanita Indosesia Nyai Ahmad Dahlan berpendapat bahwa Mengajarkan Al Qur’an perempuan dan Memberantas Buta dimaksudkan untuk Aksara menjadi mitra suami mereka Kiai Haji Mas Mansur (lahir di Surabaya, 25 juni 1896 – meninggal di Surabaya, 25 April 1946 pada umur 49 tahun) adalah seorang tokoh Islam dan pahlawan nasional Indonesia. Masa kecilnya dilalui dengan belajar agama pada ayahnya sendiri. Di samping itu, dia juga belajar di Pesantren Sidoresmo, dengan Kiai Muhammad Thaha. Sepulang dari Pondok Pesantren Demangan pada tahun 1908, oleh orang tuanya disarankan untuk menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah Dalam bentuk buku, antara lain yaitu Hadits Nabawijah; Sjarat Sjahnja Nikah; Risalah Tauhid dan Sjirik; dan Adab al-Bahts wa al- Munadlarah. Pada tahun 1921, Mas Mansyur masuk organisasi Muhammadiyah. Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Puncak dari tangga tersebut adalah ketika Mas Mansyur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943. Kepemimpinannya ditandai dengan kebijaksanaan baru yang disebut Langkah Muhammadiyah 1938-1949. 12 langkah muhammadiyah ini berfungsi Menanamkan kembali kesadaran pada posisi muhammadiyah sebagai gerakan dakwah islam yang memerlukan batasan tertentu sehingga dapat dijadikan pedoman bagi setiap anggotanya. Dalam perpolitikan umat Islam saat itu, Mas Mansur juga banyak melakukan gebrakan. Sebelum menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansur sebenarnya sudah banyak terlibat dalam berbagai aktivitas politik umat Islam. Setelah menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, ia pun mulai melakukan gebrakan politik yang cukup berhasil bagi ummat Islam dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) bersama Hasyim Asy'ari dan Wahab Hasboellah yang keduanya dari Nahdlatul Ulama (NU). Ia juga memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama Dr. Sukiman Wiryasanjaya sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Demikian juga ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Mas Mansoer termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansur. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin. Menamkan Nilai-nilai Menamkan Nilai-nilai Tauhid Akhlak Memprakarsai Menanamkan kembali berdirinya Majelis Islam kesadaran pada posisi A'la Indonesia (MIAI) muhammadiyah sebagai dengan Melibatkan gerakan dakwah islam Tokoh2 Islam (Ketua 1944 - 1953) Ki Bagoes Hadikoesoemo atau Ki Bagus Hadikusumo (lahir di Yogyakarta, 24 November 1890. Ia dilahirkan di kampung Kauman dengan nama R.Hidayat. Ki Bagus adalah putra ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan (pejabat) agama Islam di Kraton Yogyakarta. Ki Bagus menjadi Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua Majelis Tarjih, anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadijah (1926), dan Ketua PP Muhammadiyah (1942-1953). Beliau adalah seorang pemimpin yang mampu merumuskan pokok pikiran yang dijadikan dasara amal usaha dan perjuangan KH.Ahmad Dahlan sehingga menjiwai gerak langkh muhammadiyah yang dituangkan dalam ”Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah” Pada tahun 1937, Ki Bagus diajak oleh Mas Mansoer untuk menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Pada tahun 1942, ketika KH Mas Mansur dipaksa Jepang untuk menjadi ketua Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Ki Bagus menggantikan posisi ketua umum yang ditinggalkannya. Posisi ini dijabat hingga tahun 1953. Semasa menjadi pemimpin Muhammadiyah, ia termasuk dalam anggota BPUPKI dan PPKI. Ki Bagus Hadikusumo dikenal sebagai seorang yang memiliki pendirian yang kuat lebih-lebih dalam mempertahankan islam. Beliau menjadi anggota BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 dan salah seorang dari 15 anggota yang menuntut diterapkannya islam sebagai dasar negara. Bersama- sama dengan Prof.KH.Abdul Kahar Muzakkir beliau menerima pancasila dengan syarat Ketuhanan Yang Maha Esa diartikan sebagai tauhid. Terhadap sikap tersebut beliau paling banyak mendapat perhatian Bung Karno karena kegigihannya dalam mempertahankan islam. Bahkan untuk menerima pancasila saja harus dibujuk berkali-kali Merumuskan pokok pikiran yang dijadikan Menjadi anggota BPUPKI dasar amal usaha dan yang dibentuk pada perjuangan tanggal 29 April 1945 Muhammadiyah Setelah perdebatan yang Salah seorang dari 15 panjang akhirnya anggota yang menerima pancasila mengusulkan Islam dengan syarat Ketuhanan sebagai dasar negara. Yang Maha Esa diartikan sebagai tauhid. Dilahirkan di Purbalingga pada tanggal 7 Februari tahun 1912. beliau adalah kader Muhammadiyah dan aktivis salah satu organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah yaitu Hizbul Wathan. Bung Dirman merupakan lulusan dari sekolah guru muhammadiyah di Solo pada tahun 1934. Disamping itu bung Dirman juga pernah mengenyam pendidikan militer di Akademi militer belanda. Beliau mengawali karirnya sebagai guru Sekolah Menengah Muhammadiyah di Cilacap. Bertahun-tahun pekerjaan guru ditekuninya dengan penuh pengabdian dan pengorbanan. Sebagai aktivis organisasi kepanduan Hizbu Wathan beliau dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin serta memiliki tanggung jawab atas tugas yang diembannya. Sejarah bangsa Indonesia telah mencatat peristiwa pengusiran pasukan sekutu anak buah jendral Bethel dari kota magelang dan ambarawa oleh para pejuang indonesia. Dipimpin Sudirman pertempuran dahsyat dikota Ambarawa secara berturut-turut dari tangga 12-15 Desember 1945 kemudian diabadikan dalam sebuah monumen bersejarah ”PalaganAbarawa”. Maka setiap tanggal 15 Desember oleh Bangsa Indonesia dikenang sebagai “Hari Infanteri”. Sudirman juga telah mengangkat dua terminologi dalam islam yakni : Jihad dan hijrah dalam memimpin perjuangan menpertahankan kemerdekaan RI. Sebagai Pendiri Sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Besar Pertama di RI Indonesia Jihad dan hijrah Sebagai Pejuang dalam memimpin tangguh,pekerja perjuangan kerasdan ulet menpertahankan kemerdekaan RI..