https://doi.org/10.36869/pjhpish.v6i2.151 MAJELIS TARJIH DAN AGENDA PENGEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM DALAM KONTEKS PERUBAHAN MASYARAKAT DI MAJELIS TARJIH AND ISLAMIC THOUGHT DEVELOPMENT AGENDA IN THE COMMUNITY CHANGE CONTEXT IN YOGYAKARTA Iwan Dwi Aprianto1, Insanul Muttaqin2 1Staf SD Trisigan Dusun Trisigan, Kelurahan Murtigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul 2Staf SMK Ar-Rahmah Srandakan Dusun Kedungbule, Kelurahan Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul Pos-el: [email protected] Naskah diterima 20-07-2020 Naskah direvisi 23-11-2020 Naskah disetujui 30-11-2020

ABSTRACT Muhammadiyah’s thought struggle that oriented at the religious reformation and purification was realized by institutionalizing the study of Islamic thought by established Majelis Tarjih. This council’s position in the Muhammadiyah organization is a fatwa institution that determines the law on issues disputed by Moslems, mainly its members, which concern the religious field. This study aims to de- termine the early development process of the Majelis Tarjih and the main points of thought, which resulted in Yogyakarta’s changing context. The method used in this study was a critical historical method, which consisted of four stages, i.e., heuristics, source criticism (verification), interpretation, and historiography. The results showed that Majelis Tarjih played a role in developing the mission of the Muhammadiyah organization in the purification efforts of Islam by returning all religious is- sues to the primary sources, i.e., the Qur’an and hadith. In its development, Majelis Tarjih generated various religious decisions in response to various problems faced by Moslem. Such contribution dem- onstrates Majelis Tarjih’s ability to answer contemporary issues, even methodologically, to changes adapted to science and technology development. Keywords: Majelis Tarjih, Muhammadiyah, Islamic thought

ABSTRAK Pergumulan pemikiran Muhammadiyah yang berorientasi pada reformasi dan pemurnian agama di- wujudkan melalui usaha melembagakan kajian pemikiran Islam dengan membentuk Majelis Tar- jih. Kedudukan majelis ini dalam organisasi Muhammadiyah adalah lembaga fatwa penentu hukum mengenai masalah-masalah yang diperselisihkan oleh umat Islam, khususnya anggotanya, yang menyangkut bidang agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perkembangan awal Majelis Tarjih dan pokok-pokok pikiran yang dihasilkannya dalam konteks perubahan dalam ma- syarakat di Yogyakarta. Metode yang dipakai di dalam penelitian ini adalah metode=sejarah kritis. Metode ini terdiri atas empat tahap, yaitu heuristik, verifikasi, interprestasi, serta historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Majelis Tarjih berperan mengembangkan misi organisasi Mu- hammadiyah dalam usaha pemurnian agama Islam dengan cara mengembalikan segala persoalan ke- agamaan ke sumber utamanya, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Dalam perkembangannya, Majelis Tarjih menghasilkan berbagai keputusan keagamaan sebagai respons atas bermacam-macam permasalahan yang dihadapi=oleh umat Islam. Kontribusi demikian menunjukkan kemampuan Majelis Tarjih untuk menjawab masalah-masalah kontemporer, bahkan secara metodologis mengarah kepada perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kata kunci: Majelis Tarjih, tarjih Muhammadiyah, pemikiran Islam.

285 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

PENDAHULUAN ran apapun mengenai suatu masalah didasar- kan atas Al-Qur’an dan sunah, sehingga warga Muhammadiyah merupakan gerakan Muhammadiyah dapat terhindar dari khilafiyah pembaruan Islam yang cukup pesat perkemba- (perbedaan pendapat) yang cenderung menye- ngannya hingga saat ini. Organisasi ini didiri- babkan perpecahan (Karim, 1986:76). kan oleh K.H. pada 18 Novem- Pergumulan pemikiran yang dikelola ber 1912 di Yogyakarta, dengan tujuan untuk Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dipan- dakwah Islam. Secara umum, kelahiran organ- dang menarik untuk direkonstruksi lebih lanjut, isasi ini didorong oleh memburuknya kondisi khususnya dalam perkembangan pendiriannya kehidupan umat Islam, terutama disebabkan hingga masa akhir pemerintah Hindia Belanda. oleh tradisionalisme Islam, Jawaisme, dan Hal demikian bukan hanya karena kurun waktu modernisme kolonial. Ketiga faktor inilah yang itu merupakan tonggak awal dari Majelis Tarjih telah mendorong Muhammadiyah tidak sebatas dan menjadi pola pemikiran Muhammadiyah dalam gerakan agama, melainkan juga gerakan- pada masa sesudahnya, melainkan putusan- gerakan sosial (Shihab, 1998:4). putusan yang dihasilkan pada waktu itu juga Berbagai amal usaha yang dikembangkan mencerminkan produk ijtihad jama’i (pemiki- oleh Muhammadiyah sejak masa awal berdirin- ran kolektif) Muhammadiyah yang dibutuhkan ya, antara lain mendirikan lembaga pendidi- masyarakat Islam dalam menghadapi tantangan kan, menyelenggarakan rapat-rapat umum un- zaman (Abdurrachman, 2002:38-39). tuk membahas berbagai masalah keislaman, Fokus penelitian terhadap Majelis Tarjih mendirikan badan wakaf dan masjid-masjid, ini adalah berkenaan dengan pemikiran-pe- serta menerbitkan surat kabar atau majalah mikiran keagamaan yang dibahas oleh Muham- (Noer, 1988:86). Melalui berbagai amal usaha madiyah sebagai respons terhadap problematika inilah, Muhammadiyah dalam waktu yang rela- keagamaan dan masyarakat yang muncul pada tif cepat memperoleh dukungan massa lebih masa akhir pemerintah Hindia Belanda. Den- luas. Langkah Muhammadiyah dalam gerakan gan demikian, hasil penelitian ini dipandang tajdid (pembaruan) yang berorientasi kepada penting untuk melengkapi informasi mengenai reformasi serta pemurnian agama diwujud- sejarah perkembangan pemikiran Islam di In- kan melalui usahanya melembagakan kajian donesia pada permulaan abad ke-20, sekaligus pemikiran Islam dengan membentuk Majelis dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan Tarjih, yang diputuskan pada Kongres Muham- atas fatwa-fatwa dan keputusan Majelis Tarjih madiyah ke-16 pada 1927 di Pekalongan (Ab- dan lembaga-lembaga keagamaan lain. durrachman, 2002:37). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti Salah satu tujuan dari pembentukan merumuskan beberapa permasalahan, yaitu 1) Majelis Tarjih adalah mengeluarkan fatwa atau Bagaimanakah latar belakang kelahiran dan kepastian hukum, sehingga kedudukannya perkembangan awal dari organisasi Muham- menjadi forum keputusan serta pendapat organ- madiyah? 2) Mengapa Muhammadiyah mem- isasi yang dapat dijadikan pedoman oleh para bentuk Majelis Tarjih dalam mengembangkan anggotanya. Kedudukan majelis ini dalam or- perannya sebagai gerakan pembaruan Islam? 3) ganisasi Muhammadiyah adalah lembaga fatwa Apa sajakah pokok-pokok pikiran yang dihasil- penentu hukum mengenai masalah-masalah kan oleh Majelis Tarjih dalam konteks peruba- yang diperselisihkan oleh umat Islam, khusus- han masyarakat di Yogyakarta? nya anggotanya, yang menyangkut bidang aga- Terkait pustaka, salah satu kajian tentang ma dan kemasyarakatan (PP. Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan konsep pengambilan hu- 2009:16). kum dari berbagai masalah keagamaan adalah Sebelum Majelis Tarjih berdiri, Muham- penelitian yang dilakukan oleh Asjmuni Ab- madiyah masih mengadopsi dan menoleransi durrachman (2002) berjudul Manhaj Tarjih hasil ijtihad (penafsiran pendapat) para ulama Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi. terdahulu berupa fikih (persoalan hukum yang Dia membahas majelis ini dengan pendekatan mengatur berbagai aspek kehidupan dan iba- historis-yuridis. Bahan dasar kajian yang di- dah). Prinsip yang melandasi langkah-langkah lakukannya adalah sejarah pertumbuhan dan majelis tersebut, yaitu pendapat atau pemiki- perkembangan Majelis Tarjih serta beberapa

286 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299 keputusannya. Dari penelitian yang dilaku- Islam yang mempelajari kaidah-kaidah dan kannya, dia menemukan prinsip-prinsip dasar sumber-sumber secara terperinci dalam rangka ketarjihan dan sistem istinbat (usaha membuat menghasilkan hukum Islam yang diambil dari keputusan hukum berdasarkan dalil-dalil Al- sumber-sumber tersebut). Adapun perbedaan Qur’an atau sunah) hukum Majelis Tarjih. Se- kajian ini terletak kepada prinsip-prinsip ketar- lain itu, dia menegaskan bahwa setidaknya ada jihan berdasarkan rumusan-rumusan keputusan tiga prinsip yang melandasi pemikiran ketarji- Majelis Tarjih dengan melihat persoalan-perso- han Muhammadiyah, yaitu prinsip kenisbian alan kontemporer yang secara eksplisit belum akal, prinsip tidak berorientasi pada mazhab, ada dasarnya di dalam Al-Qur’an dan sunah, dan prinsip keterbukaan serta toleransi. Ber- serta mengungkap cara dan menentukan tolok dasarkan prinsip-prinsip ini, tarjih tidak me- ukur kemaslahatan dalam bahasannya. Kajian nempatkan akal sebagai instrumen utama dalam dalam pembahasan ini dikembangkan atas po- merumuskan pemikiran keagamaan karena kok permasalahan faktor yang menyebabkan bersifat nisbi. pembentukan Majelis Tarjih hingga metode Adapun pustaka yang digunakan sebagai yang digunakan Majelis Tarjih untuk mengelu- kajian tentang rumusan-rumusan keputusan arkan fatwa dengan cara ijtihad terhadap per- Majelis Tarjih adalah hasil penelitian Fathur- masalahan yang secara tekstual tidak ada di rahman Djamil (1995) berjudul Teknik Ijtihad dalam Al-Qur’an maupun hadis. Tarjih Muhammadiyah. Dia mengemukakan bahwa ijtihad majelis ini sesuai dengan teori METODE maqâsid asy-syarîah melalui berbagai teknik, yaitu qiyâs, istihsân, maṣlahah mursalah, dan Secara metodologis, penelitian ini dilaku- sadd aż-żarî‘ah. kan melalui berbagai tahapan, yaitu heuristik, Pustaka lain yang digunakan adalah pene- kritik internal dan eksternal, interpretasi, dan litian Rifyal Ka’bah (1994) berjudul Hukum Is- historiografi. (Kuntowijoyo, 1995:89). Dalam lam di Indonesia dan Hooker (2003) berjudul tahap heuristik atau pengumpulan data, peneliti Islam dan Mazhab Indonesia: Fatwa-Fatwa terlebih dahulu menentukan topik yang akan serta Perubahan-Perubahan Sosial. Rifyal dibahas, yaitu peranan dalam kebang- menengarai bahwa mekanisme perumusan kitan wanita di Yogyakarta. Pengumpulan data Majelis Tarjih dalam memutuskan suatu ma- berupa studi kepustakaan dilakukan di Badan salah merujuk kepada ayat dan teks hadis, ke- Arsip Nasional, Perpustakaan Nasional, Per- mudian barulah menggunakan sumber-sumber pustakaan PP. Muhammadiyah Yogyakarta, hukum lainnya. Adapun Hooker melihat unsur Perpustakaan PP. Aisyiyah Yogyakarta, dan sosial yang ikut menjadi bahan dan memenga- Perpustakaan Masjid Agung Yogyakarta. Sum- ruhi rumusan fatwa-fatwa Majelis Tarjih. Dia ber-sumber yang dikumpulkan merupakan bah- berkesimpulan bahwa fatwa-fatwa tarjih meru- an-bahan dalam penyusunan historiografi. Tu- pakan jawaban atas persoalan yang muncul juan dari heuristik sendiri adalah agar kerangka karena perubahan-perubahan masyarakat In- pemahaman dari sumber-sumber yang relevan donesia yang dipengaruhi oleh perkembangan dengan bahasan dapat disusun dan digunakan global dunia. Fatwa-fatwa tarjih merupakan Is- secara jelas dan akurat. Sumber-sumber terse- lam versi Indonesia. Dalam penelitiannya ini, but berupa arsip, artikel, buku-buku, surat objek kajiannya tidak hanya kepada fatwa-fat- kabar atau majalah (Suara Muhammadiyah dan wa tarjih saja, tetapi juga fatwa Bahsul Masail Suara Aisyiyah), Almanak Muhammadiyah, NU, Dewan Hisbah Persis, dan Fatwa MUI. dokumen-dokumen Muhammdiyah, dan lapo- Dia melakukan penelitian dengan melihat as- ran-laporan yang berkaitan. pek sosial-kemasyarakatan Indonesia. Baginya, Tahap selanjutnya adalah kritik internal fatwa-fatwa tarjih adalah penelitian sosiologi dan eksternal untuk melihat keaslian dan kredi- hukum. bilitas sumber yang didapatkan (Kuntowijoyo, Fokus dalam penelitian-penelitian sebe- 2003:33). Kritik eksternal dilakukan dengan lumnya tersebut terletak dalam aspek metodolo- melihat latar belakang dari penulis-penulis gis, sedangkan arah pembahasannya adalah ke- buku yang dijadikan sebagai pustaka, kertas sesuaian dengan ushul fikih (ilmu hukum dalam yang digunakan, jenis huruf, bahasa, ejaan, dan

287 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

penerbit dari buku tersebut. Kritik internal di- PEMBAHASAN lakukan dengan melihat isi dari buku tersebut, Faktor Pendirian Majelis Tarjih apakah isinya relevan dengan fakta sejarah dan sesuai dengan topik yang akan dibahas. Kritik Berdasarkan catatan Mulkhan (1990:168), ini dilakukan dengan membandingkan sumber Majelis Tarjih didirikan pada 27 Oktober 1928 sejarah yang berbeda-beda. Dari perbandingan sebagai hasil dari Kongres Muhammadiyah tersebut dapat diperoleh persamaan dan per- ke-16 di Pekalongan. Dalam kongres tersebut, bedaan terhadap isi sumber sejarah, sehingga K.H. Mas Mansur mengusulkan agar Muham- peneliti dapat menilai bahwa isi sumber sejarah madiyah memiliki tiga majelis, yaitu Majelis yang diteliti tersebut adalah autentik atau palsu Tasyri, Majelis Tanfidz, dan Majelis Taftisy serta dapat dipercaya kebenarannya atau tidak. (Syaifullah, 2005:77). Usulan tersebut diteri- Setelah melakukan kritik internal dan kri- ma secara aklamasi, tetapi yang berdiri hanya tik eksternal, tahap selanjutnya adalah interpre- satu lembaga, yaitu Majelis Tasyri saja. Untuk tasi. Interpretasi dilakukan berdasarkan fakta mewujudkan tujuan tersebut, lantas dibentuk dan juga data yang diperoleh, sehingga tidak tim perumus dengan anggota meliputi K.H. hanya sekedar imajinasi semata. Untuk itulah, Mas Mansur (), H.A. Mukti (Kudus), peneliti mencantumkan sumber data yang digu- A.R. Sutan Mansur (Maninjau), Karto Sudarno nakan. Dalam tahap interpretasi, sumber-sum- (Jakarta), H. Muhtar (Yogyakarta), ber primer yang telah didapatkan dibandingkan Yunus Anis (Yogyakarta), serta Muhammad dengan sumber-sumber lain, baik sekunder Kusni (Yogyakarta) (Izzuddin, 2007:112). maupun tersier. Hal ini dilakukan agar tidak ada kesalahan pemaknaan. Dalam tahap ini- lah peneliti berupaya untuk mengaitkan antara fakta yang satu dengan fakta lainnya, sehingga diperoleh sebuah gambaran peristiwa secara utuh dan kronologis serta saling berkaitan. Ta- hap terakhir adalah historiografi, yaitu penu- lisan sejarah. Penulisan sejarah disusun secara kronologis. Historiografi juga merupakan tahap akhir dalam penelitian sejarah yang bertujuan untuk menciptakan keutuhan rangkaian peris- tiwa sejarah yang sesungguhnya (Syamsudin, 2007:121). Penelitian ini menggunakan teknik anali- Gambar 1. K.H. Mas Mansur. sa kualitatif, yaitu analisa yang didasarkan pada Sumber: Suara Muhammadiyah, Muhammadiyah hubungan sebab-akibat dari fenomena historis Central Executive, 1937-1943. Diakses tanggal 16 Maret 2020. pada cakupan waktu dan tempat. Dari analisa tersebut dihasilkan tulisan deskriptif-analitis. Setahun kemudian, yaitu dalam Kongres Sejarah analitis merupakan sejarah yang ber- Muhammadiyah ke-17 pada 1928 di Yogya- pusat pada pokok-pokok permasalahan. Perma- karta dibentuklah Majelis Tasyri dengan nama salahan-permasalahan tersebut lantas diuraikan Majelis Tarjih (tidak diberi nama Majelis Ta- secara sistematis. Dengan titik berat pada per- syri sesuai usulan K.H. Mas Mansur) dan dia masalahan inilah, sejarah analisis juga membu- sendiri diangkat menjadi ketuanya (, tuhkan bantuan ilmu-ilmu sosial dalam kajian- 1952, 32). Faktor utama yang melatarbelakangi nya. Adapun teknik yang digunakan sebagai pembentukannya adalah adanya berbagai per- analisis data adalah library research, yaitu soalan perbedaan pendapat yang dihadapi oleh suatu riset kepustakaan murni dengan menggu- warga Muhammadiyah dalam amaliah sehari- nakan analisis isi yang berfungsi sebagai telaah hari (Hadikusuma, tt:78). Apabila dibiarkan, teoretis suatu disiplin ilmu (Hadi, 1998:9). hal tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan perselisihan, bahkan perpecahan di kalangan umat Islam, termasuk warga Muhammadiyah sendiri (Aqsa, 2005:89).

288 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

Namun apabila ditilik dari sejarahnya, kait masalah gender dapat dikatakan cukup pro- sebelum terbentuk Majelis Tarjih, keputusan- gresif yang mencerminkan dukungan terhadap keputusan seperti itu digantungkan kepada para emansipasi wanita dalam bidang pendidikan ulama Muhammadiyah yang diakui, seperti dan gerakan sosial (Dzuhayatin, 2015:174). Ahmad Dahlan. Ketika dia memimpin Muham- Tarjih berasal dari kata rajjaha, yura- madiyah, pendapatnya merupakan pendapat jjihu, dan tarjihan yang berarti “menguatkan”, organisasi. Dalam perjalanannya, yang terjadi yaitu menguatkan salah satu pendapat di antara bukan hanya pendapat bulat dari organisasi, pendapat-pendapat ikhtilaf al-ulama (ulama tetapi muncul bermacam-macam pendapat, yang diperselisihkan) karena memiliki dalil sehingga dapat diketahui bahwa tarjih menun- yang paling kuat. Dengan demikian, kegiatan jukkan adanya toleransi dalam tubuh Muham- tarjih menghasilkan rajih (pendapat yang kuat) madiyah. Fenomena ini terjadi karena tarjih sebagai pendapat yang dipilih untuk diamalkan sebagai badan yang diberi wewenang menge- dan menyisihkan atau meninggalkan marjuh luarkan fatwa-fatwa tidak langsung mengeluar- (pendapat-pendapat yang tidak kuat dalilnya) kannya kepada masyarakat atau tidak pula ke- (Abdurrachman, 2002:34). Oleh karenanya, pada warga Muhammadiyah sendiri, melainkan fungsi utama pembentukannya adalah untuk kepada pimpinan besar organisasi (Izzuddin, mengingat dan memperdalam penelitian ilmu 2007:114). agama Islam guna mendapatkan kemurniannya Periode pendirian Majelis Tarjih dapat yang selanjutnya dijadikan pedoman dan tuntu- dikatakan sebagai periode pembakuan syariah tan agama bagi pimpinan dan anggota Muham- atau dalam istilah Mulkhan disebut “syariahisa- madiyah (Arifin, 1990:125). si” Muhammadiyah karena dominasi pimpinan Nama Majelis Tarjih tetap dipertahankan yang beraliran syariah berinisiatif mendirikan sampai dengan saat ini, meskipun mengalami Majelis Tarjih (Mulkhan, 1990:61). Majelis perubahan nama sesuai dengan tuntutan za- ini dimaksudkan untuk memberikan rujukan man. Pada 1992, ketika Majelis Tarjih diketuai normatif dalam merespon perkembangan Is- oleh Prof. Dr. Amin Abdullah, namanya diubah lam, nasional, dan internasional (Dzuhayatin, menjadi Majelis Tarjih dan Pengembangan 2015:168). Pemikiran Islam (MTPPI) sejak Muktamar di Produk keputusan majelis ini ditujukan Aceh. Penggantian tersebut bertujuan untuk sebagai penjaga “Islam murni” yang mengubah mengakomodir perkembangan pemikiran ke- karakter Muhammadiyah dari gerakan profan- agamaan yang berkembang begitu pesat tidak sosial menjadi gerakan keagamaan. Periode hanya dalam hukum Islam saja. Namun, juga ini dapat pula dipandang sebagai masa ide- di dalam bidang-bidang lain, yaitu ilmu kalam, ologisasi yang membentuk aturan-aturan baku filsafat, tasawuf, dan sebagainya. Nama majelis dalam mewujudkan otentisitas Muhammadiyah ini berubah lagi menjadi Majelis Tarjih dan Taj- (Mulkhan, 2013:77). Dari aspek rezim gender, did (MTT) untuk merespon kebutuhan perseri- periode ini merupakan awal dari integrasi isu katan yang dirasa kurang meyakinkan dalam gender dalam struktur Muhammadiyah karena melaksanakan pembaruan di berbagai bidang, sebelumnya organisasi ini hanya beranggotakan sehingga terkesan jumud (statis), padahal sejak kaum laki-laki, sementara kaum wanita diberi berdirinya perserikatan ini dikenal sebagai ger- wadah perkumpulan Sopo Tresno. Sebagai ci- akan Islam yang memelopori pembaruan Islam kal bakal Aisyiyah, Sopo Tresno merupakan di Indonesia dalam berbagai bidang (Abbas, organisasi mandiri yang kemudian dileburkan 1995:70). dalam struktur Muhammadiyah (Suratmin, Sejak berdirinya, majelis tersebut telah 1990:90). Noer (1988) menengarainya sebagai dipimpin oleh delapan tokoh Muhammadiyah, proses subordinasi wanita dari posisi yang se- yaitu K.H. Mas Mansur (1928-1936), Ki Ba- belumnya relatif setara. Periode ini merupakan gus Hadikusumo (1936-1942), K.H. Ahmad periode paling dinamis dalam perkembangan Badawi (1942-1950), K.R.P.H. Muhammad Muhammadiyah yang sejalan dengan masa ke- Wardan Diponingrat (1959-1985), K.H. Ahmad bangkitan nasional pada masa itu, meskipun Basyir, M.A. (1985-1990), Prof. Dr. H. Asj- terjadi proses pembakuan syariah melalui kepu- muni Abdurrohman (1990-1995), Prof. Dr. H. tusan Majelis Tarjih. Keputusan-keputusan ter- Amin Abdullah (1995-2000), dan Prof. Dr. H.

289 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

Syamsul Anwar, M.A. (2000 - sekarang) (Ari- hore99menolak--pandangan dan/sikap dari Ah- fin, 1990:125). madiyah88Qadian yang memercayai Ghulam Faktor lain yang mendorong pembentu- Ahmad7“menerima wahyu=kenabian” (Fisher, kan Majelis Tarjih adalah kehadiran Ahmadi- 1963:10). yah, sebuah gerakan dalam Islam yang datang Aliran tersebut awalnya=mulai populer dari India dan dibawa oleh Mirza Ghulam di Pulau Jawa0sekitar tahun 1918 melalui ma- Ahmad hingga menyebar ke berbagai belahan jalah berjudul IslamicsReview edisiobahasa- dunia. Perdebatan di dalam kalangan internal Melayu yang diterbitkan di Singapura (Me- Muhammadiyah sendiri diawali karena “minat” hden, 1968:203). Namun, baru diperkenalkan beberapa pengurus maupun kader inti ke(dalam langsung tanggal 238Oktober 1920 oleh salah gagasan(Ahmadiyah Lahore. Arifin (1990:125) satu dai”Ahmadiyah-Lahore bernama Khwa- menjelaskan bahwa hubungan antara para dai dja6Kamaluddin. Mehden (1968:203) mene- aliran yang berasal dari Punjab, India ini de- ngarai bahwa Khwadja awalnya datang ke ngan pengurus pusat Muhammadiyah awalnya Surabaya untukpberobat. Sebulan kemudian, baik-baik saja. Namun, Hadikusuma menjelas- PerhimpunanuTashwirul Afkarmengundang- kan bahwa kedekatan tersebut tidak berlang- nya untuk memberikan ceramah dalam acara sung lama karena beberapa kader Muhammadi- peringatan Maulid-Nabi yang dilaksanakan di yah melakukan “eksodus” (Hadikusuma, tt:79). Masjid-Ampel. Dia berceramah dengan meng- gunakan bahasa Inggris dan diterjemahkan[oleh aktivis Sarekat Islam (SI), Hasan Ali Soerati dan kerabat dekat Haji Oemar-Said (H.O.S.)- Tjokroaminoto. Secara resmi, Ahmadiyah La- hore masuk ke Hindia Belanda sekitar tahun 1924, sedangkan Ahmadiyah Qadian tahun 1925 (Zulkarnain, 2005:41). Sekitar bulan Maret 1924, dua dai Ah- madiyah-Lahore kemudian datang dari India ke-Yogyakarta, yaitu Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad. Keduanya awalnya ber- niat melakukanyperjalanan ke9Manila menuju Gambar 2. Buku Himpunan Putusan Tarjih. Tiongkok, tetapi keduanya terkendala oleh bi- Sumber: https://www.suaramuhammadiyah. aya dan berlabuh di Jawa. Selain itu, mereka id/2020/01/15/apa-dan-mengapa-himpu- juga memilih-Yogyakarta dikarenakan gerakan nan-putusan-tarjih. yang dilakukan oleh misi1agama Kristen0se- Diakses tanggal 16 Juli 2020. dang gencar-gencarnya di Jawa Tengah. Baig dan Ahmad lantas ditampung di rumah Haji Hi- lal (menantu K.H. Ahmad Dahlan) di Kauman, Beck (2005:240) berpendapat bahwa ala- Yogyakarta (Beck, 2005:241). san awal Ahmadiyah Lahore&diterima dengan Djojosugito, yang saat itu menjabat se- baik ketika tiba12di23Yogyakarta dikarenakan bagai Sekretaris I Muhammadiyah, lantas me- aliran itu memiliki tujuan yang sama43dengan- ngenalkan Baig dan Ahmad kepada-kongres 88Muhammadiyah, yaitu memodernisasi serta sebagai utusan salah satu gerakan Islam-yang memurnikan agama Islam. Ahmadiyah Lahore aktif melakukan dakwahpdi Eropa. Djojosu- merupakan aliran yang dibawa oleh Maulana gito menyarankan kepada Muhammadiyah Muhammad Ali, yang berpandangan berbeda agar melakukan kerja sama dengan-Ahmadi- dari@aliran induknya (Ahmadiyah Qadian). yah Lahore. Hubungan-baik antara Ahmadiyah Sebagai salah satu murid dari Ghulam Ahmad, Lahore dengan Muhammadiyah ini tercatat di kelompok Muhammad Ali hanya berkeya- dalam+Almanak-Muhammadiyah Kedua tahun kinan bahwa gurunya itu merupakan7tokoh 1344 Hijriah (1925) (Zulkarnain, 2005:34). pembaru0agama. Meskipun mengakui bahwa Selain Djojosugito, Muhammad Husni selaku Ghulam Ahmad=sebagai “al-Masih”#serta- SekretarisIII juga turut melakukan pendekatan bergelar “Mahdi”, kelompok Ahmadiyah La- kepada Ahmad Baig. Selain itu, para guru HIS

290 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

Muhammadiyah0dan=beberapa murid-yang pangpdari Islam”. Pengaruhnya tercatatldalam berasal dari Kweekschool Muhammadiyah Berita Tahunan’Muhammadiyah Hindia-Timur (sekolahocalonpguru) turut mengikutiplangkah edisi-1927 dan Almanak Muhammadiyah Keli- keduanya. Tokoh-tokoh tersebut adalah Mu- ma tahunn1928. Zulkarnain (2005:190) sendiri hammad Kusban, Soedewo, Usman, Sunarto, mengemukakan beberapa penggal kalimat yang Mufti Syarief, dan Muhammad Irsyad. Beck berisi: (2005:241) menengarai bahwa mereka lantas “Ahmadiyah telah terkupaslkulitnya akibat dikenal sebagai pelopor awalllAhmadiyah La- ceramah dari Abdul Alim Siddiq al-Qadiri, hore di Indonesia (Zulkarnain, 2005:186). sehinggapnyatalah bahwa’iktikad serta pa- Kedekatan antara Ahmadiyah Lahore ham Ahmadiyahpberbeda-dengan-iktikad dengan Muhammadiyah hanya berlangsung se- serta paham para ulamaoIslam terdahulu” bentar. Haji Karim Amrullah (akrab dipanggil (Zulkarnain, 2005:190). dengan Haji Rasul) yang datang ke Yogyakarta tahun 1925 menjadi-awal permasalahan. Tokoh Tujuh bulan kemudian setelah Mu- Muhammadiyah0yang bergabung-tahun 1920- hammadiyah bertemu denganxAbdul Alim, an tersebut dikenal sebagaiqulama yanglgigih tepatnya pada 5 Juli 1928, organisasi ini menolak pengaruh Ahmadiyah-Qadian, yang mengeluarkan surat keputusan yang isinya me- masuk melaluiqAceh danyPadang. Dia bahkan larangukepada9semua cabang untuk mempub- juga menulis kecamannyaukepada aliran itu likasikan ataupun mengajarkan paham yang dalam-buku khusus berjudul Al-Qaulpas-Sha- dibawa oleh Ahmadiyah. Surat keputusan ini hih (Ropi, 2010:178). sekaligusimeminta kepada para kader Muham- Ketikapberada di}Yogyakarta, Haji{Rasul madiyah untuk memilih antara meninggalkan sempat melakukan debat denganjAhmad Baig ajaranuAhmadiyah atauwkeluar dariqorganisa- di depan HajioFakhruddin. Debat tersebut lan- si. Perintah tersebut berakarkdari prosesqpem- tas diketahuioleh pengurus(Muhammadiyah, bahasan Kongres-Muhammadiyah ke-17 yang sehingga mereka kemudian menjagaijarak berlangsung di Yogyakarta tanggal 12 hingga dengan Ahmad Baig maupun orang-orang ter- 20 Februari 1928. Beberapa elite dalam organ- dekatnya, setidaknyaosejak 1926. Menurut isasikini menolakzterjemahan Al-Qur’an karya Haji Rasul, Ahmadiyah-Lahore memang tidak Tjokroaminoto dalam bahasa Melayu. Hal ini mengklaim bahwaiGhulam Ahmad merupakan disebabkan karena karya itu mengalihbaha- nabi sepertiwwAhmadiyah-Qadian. Namun, sakan terjemahan Al-Qur’an berbahasa Inggris beberapa penafsirannya mengenai ayat-ayat- The Holy Qur’an, hasil karya MaulanaiMu- suci dianggap “terlaluojauh” (Zulkarnain, hammad Ali, pendiri dari AhmadiyahhLahore 2005:180). Beck (2005:245) menambahkan (Ropi, 2010:290). bahwa pengaruh dari Haji Rasul itu telah me- Penyangkalan terhadap salinan bahasa micuypengucilan para elitejMuhammadiyah Tjokroaminoto tersebut semakin meluas hingga yanguterkenal memiliki hubunganydekat den- menimbulkan perdebatan yang semakin runcing gan AhmadrBaig, yaitu Muhammad Husni dan mengenai aliran Ahmadiyah. Para pemimpin Djojosugito, apalagi Djojosugito kemudian Muhammadiyah, termasuk K.H. Ibrahim yang diketahui beralihuposisi menjadi Ketua-Cabang saat itu menjadi ketuanya, menampik Ahmadi- Muhammadiyah3Purwokerto dengangalasan yah Qadian dan Ahmadiyah Lahore sebagai bahwa harus bertugaswmengajar. Posisinya salah satu aliran Islam. Dalam perdebatan yang sendiri sebagai SekretarisIIIpjuga tidak dapat semakin memanas tersebut, Kiai Ahmad Siradj bertahantlama sejak 1926. berusaha meredam keadaan sembari menangis. Sekitar bulan Oktober hingga November Dia memohon agar para kader diberikan pilihan 1927, ketegangan yang ada di dalam tubuh Mu- antara Ahmadiyah atau Muhammadiyah dalam hammadiyah semakin bertambah dengan ha- sidang. dirnya ulama yang berasal dari India bernama Muhammad Husni, Djojosugito, Soede- Abdul-Alim Siddiq al-Qadiri. Dia melakukan wo, dan kelompoknya akhirnya memutuskan ceramah kepada kalangan Nahdlatul Ulama untuk keluar. Mereka kemudian mendirikan dan Muhammadiyah dengan menyatakan bah- Indonesische Ahmadiyah Beweging atauqlebih wa Ahmadiyah adalah gerakan yang “menyim- dikenal dengan nama Gerakan^Ahmadiyah-

291 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

Indonesia (GAI) tanggal 100Desember 1928 Pada 1929, Majelis Tarjih menyelengga- (Ropi, 2010:290). Abbas (1995:74) mem- rakan muktamarnya yang pertama di Solo untuk perjelas bahwaporganisasi Ahmadiyah Lahore menimbang dan memilih berbagai ketentuan mendaftar sebagai badan hukum secara resmi Islam dan masalah-masalah yang berkembang kepada pemerintah Hindia-Belandaotanggal 28 dalam pemikiran keagamaan. Dalam muktamar September11929 danYmenerima persetujuan ini, Majelis Tarjih berhasil merumuskan ma- tanggal 4 April 1930. salah keimanan, salat, dan beberapa hal lain- Respon terkeras Muhammadiyah berkai- nya. Selanjutnya, Majelis Tarjih merumuskan tan dengan Ahmadiyah muncul ketika berlang- masalah taharah (penyucian diri) dalam Kon- sung Kongres Muhammadiyah ke-18 yang di- gres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin, laksanakan di Surakarta tahun 1929 (Abbas, masalah jenazah dalam peringatan ¼ abad di Ja- 1995:75). Majelis Tarjih saat itu mengeluarkan karta, dan masalah puasa di Medan tahun 1939. fatwa bahwa semuauyang meyakiniiatau me- Berbagai masalah lainnya diputuskan setelah mercayai ada nabiisetelah Muhammad-Saw tahun 1942, seperti dalam Muktamar Muham- adalahj “kafir.” Sekalipun tidak menyebutkan madiyah di Purwokerto (1953), Yogyakarta nama, fatwa0itu secara tidak langsung menga- (1956), Palembang (1959), Pekajangan dan Pe- rah kepada Ahmadiyah (Hadikusuma, tt:80). kalongan (1960), Sidoarjo (1968), Pekalongan Faktor itulah yang menyebabkan pemba- (1972), serta Garut (1976) (Arifin, 1990:125). hasan masalah keimanan terus diberikan dalam Keputusan Majelis Tarjih itu memberikan kitab Himpunan Putusan Tarjih (HPT) karena alternatif pengamalan keagamaan atas dasar persoalan keimanan merupakan sesuatu yang dalil yang kuat – yang dikembalikan kepada paling dasar bagi keberislaman Muhammadi- Al-Qur’an dan hadis – sehingga pandangan fa- yah. HPT Muhammadiyah merupakan buku natik yang didasarkan atas pendapat satu ulama paduan wajib bagi kalangan warga Muham- atau kitab tertentu dapat dieliminasi karenanya madiyah. Isi dari buku tersebut merupakan keputusan Majelis Tarjih merupakan upaya me- hasil-hasil Muktamar Tarjih yang diadakan pu- nyatukan pandangan atas dasar musyawarah luhan tahun lalu, yang menyangkut berbagai dengan menimbang kekuatan argumentasi dan persoalan (mulai dari keimanan, ibadah, hingga keabsahannya, sehingga keputusan itu mung- persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kin saja belum tentu memiliki kekuatan yang keumatan dan agama Islam) (PP. Muhammadi- sungguh-sungguh benar. Andaikata memang yah, 2009:14). kemudian ditemukan argumentasi yang lebih HPT terdiri atas 14 aspek pokok manhaj kuat dan bersumber pada Al-Qur’an dan su- (metode) tarjih Muhamamdiyah, yaitu menge- nah, dianjurkan agar hasil keputusan Majelis nai Kitab Iman, Kitab Thaharah, Kitab Shalat, Tarjih itu perlu didiskusikan kembali, sehingga Kitab Shalat Jamaah dan Jumat, Kitab Za- tercapai nilai kebenaran yang lebih tinggi bagi kat, Kitab Shiyam, Kitab Haji, Kitab Jenazah, tiap daerah masing-masing untuk dapat me- Kitab Wakaf, Kitab Masalah Lima, Kitab Be- nentukan apakah putusan Majelis Tarjih dapat berapa Masalah, Keputusan Tarjih Sidoarjo, dilaksanakan di daerah itu atau tidak (Arifin, Kitab Salat-Salat Tathawwu (sunah), dan Kitab 1990:125). Keputusan Tarjih Wiradesa. Dalam kalangan Hasil dari tiap keputusan Majelis Tar- Muhammadiyah sendiri disadari bahwa HPT jih bersifat terbuka untuk dikoreksi, baik oleh dipahami sebagai fikih, bukan ushul fikih (le- ulama dari kalangan Muhammadiyah maupun gal theory) dan qawaid al-fiqh (legal maxim). di luar Muhammadiyah, sebagaimana dihim- Keadaan ini menjadikan banyak anggota Mu- bau oleh Pengurus Besar Muhammadiyah pada hammadiyah terjebak pada paham truth claim 1933. Himbauan ini dengan sendirinya menepis (pemutlakan kebenaran) terhadap fikih yang se- tuduhan yang mengatakan bahwa Muhammadi- benarnya mengandung unsur relativitas-ilmiah, yah bersikap taqlid (mengikuti pendapat orang sehingga terjadi “pensakralan” produk pemiki- lain tanpa mengetahui sumber atau alasannya) ran. Alasannya, fikih (berbeda dengan syariah) (Hoofdbestuur Muhammadiyah, 1933:146). merupakan produk pemikiran ulama yang san- gat terikat dengan konteks ruang dan waktu Berikut keputusannya: (Azhar dan Ilyas, 2000:viii). “Malah kami berseru juga kepada sekalian

292 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

ulama, baik ulama Muhammadiyah mau- - K.H. Washil. pun ulama di luar Muhammadiyah, supaya - K.H. Fadlil suka membahas pula akan kebenaran pu- (Djamil, 1995:48). tusan Majelis Tarjih ini, kalau terdapat ke- salahan atau kurang tepat dalilnya diharap Majelis Tarjih tidak memiliki bendahara supaya diajukan, syukur kalau dapat mem- karena semua biaya yang dikeluarkan ditang- beri dalilnya yang lebih tepat dan terang, gung oleh perserikatan Muhammadiyah. Pada yang nanti akan dipertimbangkan pula, Kongres Muhammadiyah ke-17 itu pula dipu- diulangi penyelidikannya, kemudian ke- tuskan Kaidah Lajnah Tarjih sebagai pedoman benarannya akan ditetapkan dan digunak- untuk melaksanakan aktivitas tarjih. Dari ket- an. Sebab, waktu mentarjihkan itu ialah erangan tersebut dapat dilacak bahwa sejarah menurut sekadar pengertian dan kekuatan lahirnya Majelis Tarjih berasal dari dua Kongres kita pada waktu itu” (Hoofdbestuur Mu- Muhammadiyah, yaitu Kongres Muhammadi- hammadiyah, 1933:146). yah ke-16 di Pekalongan dan Kongres Muham- madiyah ke-17 di Yogyakarta (sekaligus pene- tapan kepengurusan Majelis Tarjih dan Kaidah Tokoh Awal Majelis Tarjih Lajnah Tarjih). Secara resmi, Majelis Tarjih berdiri tahun 1928 ketika Kongres Muhammad- Setelah usulan K.H. Mas Mansur diterima iyah ke-17 di Yogyakarta (Djamil, 1995:66). secara aklamasi oleh peserta Kongres Majelis Dalam pemilihan ketua, tidak ada peri- Tarjih, untuk melengkapi kepengurusan dari odesasinya karena Majelis Tarjih termasuk majelis tersebut kemudian dibentuk panitia unsur pembantu dalam perserikatan. Untuk ja- yang beranggotakan tujuh orang ulama Mu- batan sebagai ketua pun secara normal mengi- hammadiyah, yang bertugas membuat rancan- kuti periodesasinya di dalam perserikatan, yaitu gan kaidah dan membentuk susunan pengurus lima tahun. Kriteria seseorang yang dipilih se- Majelis Tarjih pusat (Rifyal, 1994:8). bagai ketua Majelis Tarjih tergantung berdasar- Susunan panitia tersebut adalah sebagai kan kapasitasnya, seperti cerdik, cendekiawan, berikut: dan ilmu keagamaannya yang tinggi. Pemili- hannya juga tidak dilakukan di dalam mukta- 1. K.H. Mas Mansur (Surabaya). mar, tetapi dipilih dan ditunjuk langsung oleh 2. A.R. Sutan Mansur (Maninjau). PP. Muhammadiyah (Djamil, 1995:66). 3. H. Muchtar (Yogyakarta). 4. H.A. Mukti (Kudus). Tugas dan Fungsi Majelis Tarjih 5. Kartosudharmo (Jakarta). 6. M. Kusni (Yogyakarta). Majelis ini awalnya bertugas mentarjih 7. M. Junus Anis (Yogyakarta) (Djamil, pendapat-pendapat yang diperselisihkan oleh 1995:47). para ulama dan memilih pendapat yang kuat se- bagai pedoman warga Muhammadiyah dalam Hasil rancangan kaidah yang dibentuk amaliah sehari-hari. Sejalan dengan perkem- oleh panitia itu lantas dibawa ke Kongres Mu- bangan dan tuntutan zaman, tugas majelis ini hammadiyah ke-17 tahun 1928 di Yogyakarta. akhirnya diperluas tidak hanya sebatas men- Melalui kongres itulah rancangan kaidah terse- tarjih pendapat-pendapat ulama saja, tetapi but disahkan sebagai Kaidah Majelis Tarjih melakukan penafsiran mengenai berbagai per- (Djamil, 1995:47). Adapun susunan pengurus masalahan baru yang ketentuannya tidak ada Majelis Tarjih Pusat yang pertama adalah seb- di dalam Al-Qur’an maupun hadis (Kulsum, agai berikut: 2005:57). Metode yang digunakan dalam tarjih Ketua : K.H. Mas Mansur. adalah metode muqaranah (studi kompara- Wakil ketua : K.H. R. Hadjid. tif). Metode ini digunakan untuk mengkaji Sekretaris : H.M. Aslam Zainuddin. pendapat-pendapat ulama yang diperselisihkan Wakil sekretaris : H. Jazari Hisyam. dari berbagai mazhab yang ada. Pendekatan Anggota : - K.H. Badawi. yang digunakan adalah lintas mazhab karena - K.H. Hanad. menjadi prinsip bagi Muhammadiyah untuk ti-

293 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299 dak mengikatkan diri pada salah satu mazhab. agama, baik di bidang ibadah, akidah, akhlak, Ushul fikih yang digunakan juga fikih muqara- dan mu’amalah duniawi, mereka dapat menan- nah yang berisi kaidah-kaidah ushul fikih dari yakannya kepada ulama. Dengan demikian, berbagai mazhab ushul fikih yang ada (Kulsum, majelis ini diharapkan dapat menjadi lembaga 2005:57-58). fatwa di lingkungan Muhammadiyah seb- Ijtihad yang dilakukan oleh Majelis Tar- agaimana terdapat dalam ormas-ormas Islam jih bukanlah ijtihad fardi (ijtihad individual) se- yang lainnya. Di kalangan Nahdathul Ulama, bagaimana telah dilakukan oleh para mujtahid terdapat lembaga Bahtsul Masa’il ad-Diniyyah, terdahulu seperti Imam Malik bin Anas, Imam di lingkungan Persis terdapat lembaga Dewan Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hambal, dan Hisbah, dan di MUI terdapat Komisi Fatwa Imam Syafi’I, tetapi lebih kepadaijtihad jama’i (Kulsum, 2005:61-62). atau ijtihadpkolektiflyang melibatkan ulama Tugas yang keempat terkait dengan ka- yang berasal dari bermacam-macam disiplin derisasi. Perserikatan ini membutuhkan kader ilmu. Oleh karena itu, keanggotaan majelis ini untuk melanjutkan dan meneruskan perjuan- tidak eksklusif dimonopoli oleh para ulama- gannya agar tetap eksis dan terus memberikan ulama yang menguasai ilmu agama Islam saja, sumbangsih dalam kehidupan umat Islam, bah- tetapi juga terbuka bagi ulama-ulama yang kan untuk kemanusiaan di era globalisasi ini. menguasai bidang ilmu non-agama (Djamil, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan 1995:66-67). gerakan dakwah yang melakukan amar makruf Secara lebih lengkap, tugas Majelis Tar- nahi mungkar harus senantiasa berada dalam jih ada lima, yaitu: koridor norma-norma ajaran Islamoyang be- 1. Menggiatkan pengkajian ajaran Islam. rakar dariiAl-Qur’an maupun hhadis. Untuk 2. Membantu pimpinan perserikatan dalam itulah, peran ulama sangat sentral dan perlu di- membimbing anggota untuk mengamalkan persiapkan melalui kaderisasi yang dilakukan ajaran Islam. secara terencana dan terpadu sebagaimana ter- 3. Menyampaikan-fatwa maupun pertimba- dapat dalam program Pendidikan Kader Ulama ngan kepada para pemimpin perserikatan. Tarjih Muhammadiyah (PUTM) di berbagai 4. Membantu perserikatan dalam menyiapkan daerah seperti di Yogyakarta, Malang, Band- ulama. ung, dan sebagainya (Hoofdbestuur Muham- 5. Mengarahkan perbedaan pendapat ke arah madiyah, 1933:147). yang lebih maslahat (Djamil, 1995:67). Tugas yang terakhir terkait dengan tugas kesejarahan majelis ini pada awal didirikannya, Tugas yang pertama sangat terkait dengan yaitu mengarahkan perbedaan pendapat ke arah harapan perserikatan kepada majelis ini sebagai yang lebih maslahat. Hal ini dapat dilakukan lembaga pemikir. Oleh karena itu, majelis ini melalui kegiatan-kegiatan tarjih yang meng- diharapkan melakukan berbagai kajian serius hasilkan pendapat yang kuat untuk diamalkan dan terprogram terhadap ajaran Islam, yang warga Muhammadiyah. Selain itu, anggota terkait dengan berbagai masalah yang dihadapi Muhammadiyah juga dapat diarahkan untuk oleh umat Islam khususnya dan bangsa Indone- menghargai dan menghormati segala perbedaan sia pada umumnya. Hasil kajiannya diharapkan (Pijper, 1984:112-113). Meskipun pendapat- dapat digunakan oleh umat Islam dalam me- pendapat tersebut tidak diamalkan karena dini- nyelesaikan berbagai permasalahan yang se- lai tidak kuat, tetapi pendapat-pendapat terse- dang dihadapi. Hasil kajian dari Majelis Tarjih but tetap masih memiliki dalil, sehingga masih bersifat reinterpretasi dan revitalisasi ajaran berada dalam koridor Islam (Djamil, 1995:66). Islam, sehingga cocok dan sesuai dengan ke- Dengan demikian, adanya perbedaan pendapat butuhan dan perkembangan zaman (Kulsum, dalam mengamalkan ajaran Islam akan mem- 2005:60). buat umat semakin dewasa dan siap mengha- Tugas yang kedua dan ketiga terkait den- dapi perbedaan (Noer, 1988:95). gan fungsi majelis ini sebagai “lembaga ulama” di Muhammadiyah. Ulama menjadi rujukan bagi umatnya dalam mengamalkan ajaran Is- lam. Apabila menemukan berbagai persoalan

294 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

Pokok-Pokok Pikiran Majelis Tarjih Tentang masyarakat dalam mengaktualisasikan ajaran Islam dan Kebudayaan Islam di semua aspek kehidupan. Selain itu, tarjih juga diorientasikan pada strategi masa de- Muhammadiyah merupakan gerakan da- pan perserikatan Muhammadiyah dalam meng- kwah Islam yang menekankan Al-Qur’an dan hadapi kecanggihan teknologi dan sistem infor- sunah sebagai sumber ajaran. Sebagai sebuah matika yang melingkupi kehidupan masyarakat organisasi sosial kemasyarakatan, Muham- global. madiyah sejak awal berdirinya pada masa ko- Majelis Tarjih dengan sendirinya ditun- lonial telah melengkapi diri dengan beberapa tut untuk selalu mengembangkan diri dalam majelis untuk mengantisipasi kebutuhan umat mengikuti ritme kemajuan dan perkembangan dan bangsa terhadap pengamalan syariat Islam. masyarakat. Dengan demikian, Tarjih tidak Salah satu majelis yang terdapat dalam struktur hanya tetap tegak pada prinsip-prinsip kerja organisasi Muhammadiyah adalah Majelis Tar- masa lalu, sebab hal tersebut sudah semestinya jih, yang sejak Muktamar Muhammadiyah ke- direvisi dan direnovasi sebagaimana dinamika 45 Tahun 2005 di Malang berubah nama men- perkembangan zaman yang terus berubah (So- jadi Majelis Tarjih dan Tajdid (Noer, 1988:105). eratno, 2009:32). Muhammadiyah membentuk Majelis Tar- Selain itu, tarjih merupakan suatu jih, suatu lembaga dalam Muhammadiyah yang pendekatan dalam pemberian fatwa terhadap menghimpun ulama dan para ahli yang secara masalah-masalah yang berhubungan dengan rutin mengadakan musyawarah untuk memba- akidah Islamiah, ibadah, dan muamalah. Mas- has berbagai persoalan penting yang berkaitan ing-masing persoalan umat dari ketiga bidang dengan hukum agama, kemudian memberikan tersebut secara reflektif ditetapkan hukum fatwa dan memberikan tuntutan mengenai ma- syar’i-nya, meskipun di dalam Islam dikenal salah tersebut. Majelis ini sangat besar peranan- lima ketetapan dalam hukum syar’i (wajib, su- nya dalam menuntun amal ibadah warganya, nah, ja’iz, makruh, dan haram), tetapi melalui yaitu: pendekatan tarjih di antara kelimanya lebih 1. Memberikan tuntunan-tuntunan amalan populer menjadi dua, yaitu halal untuk nomor ibadah Islam sesuai dengan yang ditun- satu sampai dengan tiga dan haram untuk no- tunkan oleh Rasulullah Saw. mor tiga dan empat (Soeratno, 2009:33). 2. Memulai permulaan ibadah puasa dan hari Dalam bidang akidah Islamiah, sesuatu raya dengan menggunakan metode hisab yang menyimpang dari dalil naqli dikategorikan (perhitu-ngan) sesuai dengan perkemban- sebagai khurafat yang membawa kepada pe- gan ilmu pengetahuan modern. musyrikan, sedangkan di dalam bidang ibadah, 3. Pembenaran arah kiblat masjid dan musala. semua bentuk ritual diharamkan kecuali yang 4. Melaksanakan salat Idul Fitri di tanah la- telah disyariatkan. Penyimpangan dari teks pang. dalil naqli, baik berupa pengurangan maupun 5. Menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam ba- penambahan, dipandang oleh Majelis Tarjih se- hasa Indonesia dan daerah serta berkhotbah bagai tindakan yang telah keluar dari konteks menggunakan bahasa setempat. suatu dalil naqli. Tindakan semacam itu dapat 6. Merintis dan mensponsori pengeluaran dikategorikan sebagai bidah yang membawa zakat (pertanian, perikanan, peternakan, kepada kesesatan. Di samping itu dalam bidang dan hasil perkebunan) (Abdurrachman, muamalah, semua jenis kegiatan duniawiah di- 2002:40). halalkan, kecuali terdapat sesuatu dalil naqli Apabila dilihat dari namanya, tarjih yang menetapkan keharamannya (Abdurrach- merupakan majelis yang memiliki tugas untuk man, 2002:45). memberikan fatwa agar diamalkan oleh warga Sejak Muhammadiyah didirikan, hampir Muhammadiyah khususnya dan umat Islam In- semua persoalan masyarakat telah dibahas dan donesia umumnya. Tugas Majelis Tarjih bukan difatwakan dengan menggunakan pendekatan hanya sekedar melakukan purifikasi (pemur- tarjih, tetapi menjelang keruntuhan pemerintah nian) Islam di bidang akidah Islamiah, ibadah, Orde Lama dan selama kebangkitan Orde Baru dan muamalah saja, tetapi juga bertugas untuk misalnya, pendekatan tarjih yang telah disebut- mengantisipasi segala kebutuhan-kebutuhan kan di atas, telah dihadapkan pada suatu din-

295 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299 amika perkembangan masyarakat yang cukup dang menuju ke era teknologi dan globalisasi penting. Ulama-ulama Muhammadiyah yang informatika. Sekalipun strategi yang pernah awalnya hanya menguasai pendekatan tarjih, ditetapkan oleh Majelis Tarjih beserta pendeka- selanjutnya telah bergeser untuk tidak hanya tan yang dikembangkannya masih tetap relevan mendalami disiplin ilmu-ilmu tertentu, baik untuk persoalan akidah Islamiah, ibadah, dan yang dikategorikan dalam kelompok ilmu alam, muamalah, tetapi apabila muamalah juga di- sosial, dan budaya. Dalam membahas semua pandang sebagai ibadah dalam pengertian yang problematika keutamaan, ulama-ulama tarjih luas, apalagi pengertiannya disamakan dengan mulai mengadopsi pendekatan-pendekatan ter- kebudayaan, dibutuhkan adopsi metodologis tentu yang dinilai cukup relevan dengan bidang dari disiplin ilmu sosial dan budaya. Artinya, kajian (Kulsum, 2005:60). upaya penyelesaian masalah muamalah juga Kendati demikian, pemecahan persoalan dapat diambil dari disiplin ilmu pasti dan ilmu akidah dan ibadah (khususnya ibadah mahdlah), alam, sehingga pada gilirannya dibutuhkan re- tetap dipandang relevan dengan menggunakan visi dan renovasi sejumlah konsep (Ma’arif, pendekatan tarjih “model lama”, sedangkan 2000:56). dalam bidang muamalah (termasuk ibadah so- Pendekatan tafsir Al-Maududi dan kritik sial) tampaknya telah mengadopsi metodologi matan (redaksi hadis) yang dipadukan dengan dari pelbagai disiplin ilmu. Hal tersebut tampak pendekatan multidisipliner merupakan salah jelas pada sejumlah konsep yang tertuang dalam satu bentuk inovasi metodologis yang dita- “Pokok-Pokok Pikiran Majelis Tarjih Tentang warkan sebagai pengembangan dari sebuah Islam dan Kebudayaan”. Dalam pokok-pokok pendekatan yang digunakan oleh Majelis Tarjih. pikiran tesebut dijelaskan bahwa tasyri’Islam Dalam pelaksanaannya, dibutuhkan kerjasama (pensyariatan Islam) dibagi menjadi komponen antara ulama dan pakar-pakar profesional di batiniah (akidah), simbolik (ibadah), dan mua- bidangnya, sinergi gerakan antara keduanya malah. Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk merupakan satu kebutuhan mendesak. Lebih- lebih mudah menerapkan “pendekatan sistem” lebih, ketika umat Islam sedang dihadapkan dalam rangka memahami kebudayaan Islam dengan sejumlah tantangan kehidupan kontem- sebagai suatu kesatuan dari sebuah komponen porer dalam bidang seni dan budaya. yang integratif (Soeratno, 2009:34). Putusan Majelis Tarjih dalam mengaitkan Dalam masalah ini, tarjih memberikan antara seni dengan illat-Nya masih tetap rele- pengertian kebudayaan lebih luas lagi, yang van, terutama jika seseorang termasuk sebagai mencakup sub-sistem gagasan, sub-sistem bagian dari penikmat seni. Majelis Tarjih tidak normatif, sub-sistem kelakuan, dan sub-sistem perlu lagi merumuskan suatu strategi khusus hasil budaya. Dalam penerapan “pendekatan tentang produk seni dan budaya karena dalam sistem” juga merupakan suatu kesatuan kom- menyikapi dinamika kesenian, Majelis Tarjih ponen yang integratif, bahkan menjangkau in- telah merumuskan suatu strategi tentang seni tegrasi antara aspek material dan spiritualnya. untuk dakwah dan kemanusiaan. Adapun kon- Berdasarkan contoh-contoh tersebut, tampak sekuensi dari rumusan tersebut terletak pada jelas adanya pengembangan pendekatan tarjih pembinaan sumber daya manusia untuk didi- yang mengadopsi “pendekatan sistem” dalam dik menjadi umat bertakwa dengan kualifikasi mengantisipasi problematika umat di bidang ‘ibad ar-rahman (Soeratno, 2009:41-42). kebudayaan. Kajian tarjih itu juga telah menya- Dengan demikian, Majelis Tarjih tidak makan antara kedudukan kebudayaan dengan perlu menetapkan hukum halal-haram terhadap muamalah, yang pada gilirannya Muhammadi- suatu produk seni. Seni dan budaya hanyalah yah sebagai gerakan dakwah juga disamakan persoalan selera dan akhlak, sedangkan ukuran dengan gerakan kebudayaan. normatifnya terkandung di dalam Al-Qur’an Muhammadiyah selaku organisasi da- dan sunah. Apabila seseorang memiliki kuali- kwah Islamiah modern di Indonesia dituntut tas iman dan takwa yang kuat, baik sebagai untuk merumuskan strategi kebudayaan yang penikmat maupun pencipta karya seni, niscaya berorientasi kepada kewahyuan Al-Qur’an dan akan terpulang pada strategi dasar tentang seni sunah. Rumusan tersebut dimaksudkan untuk untuk dakwah dan kemanusiaan. Majelis Tar- mengantisipasi laju perubahan sosial yang se- jih sebagai unsur pembantu pimpinan Muham-

296 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299 madiyah seyogyanya mampu mempersiapkan tubuh Muhammadiyah dan adanya perselisi- program yang tepat untuk mengaktualisasikan han paham keagamaan serta masalah ajaran ajaran Islam pada semua aspek kehidupan. For- Ahmadiyah pada akhir abad ke-20. Dari sini- malisasi tarjih (syariah) memang diperlukan lah kiranya majelis tersebut secara langsung bagi pengembangan tata sosial di dalam format mendapat kewenangan untuk menyelidiki ilmu keberagaman, tetapi tanpa diletakkan di dalam agama agar memperoleh kemurniannya serta proses budaya, etos pembaruan akan mengala- menyusun tuntunan akidah, ibadah, akhlak, mi “pembusukan” karena mempersulit akomo- dan muamalah maupun dalam memberikan dasi keagamaan dan kepentingan objektif umat jawaban-jawaban terhadap berbagai persoalan yang terus berubah (Mulkhan, 2010:211). aktual yang dihadapi masyarakat atau antisipasi Dalam merumuskan program tersebut, terhadap berbagai persoalan yang kemungki- diperlukan renovasi dan redefinisi mengenai nan akan terjadi. Walaupun demikian, Muham- setiap bidang sasaran fatwa, khususnya men- madiyah harus melihat tajdid atau ijtihad seb- genai akidah Islamiah, ibadah, muamalah, serta agai usaha yang tidak perlu dibatasi oleh waktu posisi kebudayaan dalam pengertian umum dan (berlaku sepanjang masa) dan harus diusahakan seni budaya dalam arti terbatas. Tarjih sebagai secara serius dan sistematis. metodologi telah mengembangkan “pola lama” Pada mulanya, Majelis Tarjih hanya yang bertumpu pada ilmu-ilmu agama Islam memberikan pembahasan maupun memberikan dengan “pola baru” dengan mengadopsi sejum- keputusan permasalahan-permasalahan agama lah pendekatan yang relevan dari ilmu sosial yang diperdebatkan denganpcara-mengambil dan kebudayaan maupun ilmu alam (Anshoriy, pendapat yangldianggap paling kuatydalilnya. 2010:118). Saat itu, masalah perbedaan pendapat sudah be- Pemikiran mengenai kebudayaan, seyo- gitu meruncing di kalangan umat Islam. Tugas gyanya bertitik tolak dari integrasi wahyu utama dari Majelis Tarjih adalah membuat tun- sebagai ayat qauliyah ke dalam kebuday- tunan atau pedoman bagi warga Muhammadi- aan sebagai ayat qauniyah. Artinya, wahyu yah, terutama mengenai pelaksanaan ibadah. didudukkan sebagai rujukan pertama dan utama Pembentukan majelis itu juga mencerminkan untuk memberi penilaian terhadap kebudayaan, bangkitnya satu bentuk musyawarah atau se- baik sejak awal perkembangannya hingga saat buah lembaga yang dirancang untuk menga- ini. Pemikiran tentang seni-budaya seyogyanya komodasi konflik dan perbedaan pendapat. tetap merujuk kepada keputusan Majelis Tarjih Majelis Tarjih pada gilirannya diharapkan men- yang mengaitkan seni dengan illat (kemasla- jadi forum untuk mencapai pemahaman ber- hatan) karena seni terkait dengan estetika dan sama dalam menghadapi masalah sosial dan strategi pembinaannya perlu diarahkan kepada keagamaan. pembinaan ketakwaan sumber daya manusia Pada masa awal pendiriannya, majelis ini yang berkualitas, bukan semata-mata menetap- lebih memperhatikan dalam memproduk pe- kan hukum halal-haram dari suatu produk seni. doman bagi warga Muhammadiyah, terutama Di sinilah terlihat arti penting Muhammadiyah dalam masalah ibadah. Hal ini dimaksudkan yang menegaskan kembali jati dirinya sebagai untuk memberikan kepada anggotanya suatu gerakan sosial dan budaya sebagai tahap objek- pedoman mengenai cara yang benar dalam tif etos pembaru. Mulkhan (2010:212) mensin- menjalankan ibadah dan menimbulkan kesada- yalir bahwa berbagai ide kreatif K.H. Ahmad ran keagamaan sesuai dasar-dasar ajaran Islam. Dahlan sebagai pendirinya merupakan suatu Selanjutnya, hal ini dapat dilihat dari beberapa “revolusi budaya” mengenai keharusan pener- pembahasan Majelis Tarjih dalam HPT Mu- jemahan fungsional ajaran Islam, bagi pemeca- hammadiyah. han berbagai permasalahan umat. Sumber hukum untuk penetapan fatwa Majelis Tarjih adalah Al-Qur’an dan sunah. PENUTUP Penetapan tersebut sebagai sumber hukum ini Muhammadiyah melahirkan Majelis Tar- berbeda dengan beberapa ahli ushul fikih lain- jih melalui keputusan Kongres Muhammadiyah nya yang menetapkan sumber hukum tidak ke-16 tahun 1927, yang secara khusus dilatar- hanya Al-Qu’ran dan sunnah saja, tetapi ijtihad belakangi oleh adanya perkembangan dalam dapat dijadikan sebagai sumber hukum. Bagi

297 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

Muhammadiyah, ijtihad lebih dimaknai sebagai had Majelis Tarjih Muhammadiyah. Ja- proses daripada sebagai produk. Ijtihad sebagai karta: Logos. produk dapat saja dijadikan sebagai sumber in- Dzuhayatin, Siti0Ruhaini. 2015. Rezim- formasi untuk menetapkan suatu hukum, tetapi Gender Muhammadiyah: Konstestasi pengertian seperti ini yang dimaksudkan adalah Gender,pIdentitas, dankEksistensi. Yog- hasil ijtihad. yakarta: Suka Press UIN Sunan Kalijaga Sekalipun strategi yang pernah ditetapkan Yogyakarta. oleh Majelis Tarjih beserta pendekatan yang dikembangkannya masih tetap relevan untuk Fisher, Humphrey J. 1963. aAhmadiyyah: persoalan akidah Islamiyah, ibadah, dan mua- A Studyy in Contemporary-Islam on-the malah, tetapi apabila muamalah juga dipandang West African cCoast. London: Oxford sebagai ibadah dalam pengertian yang luas, University-Press. apalagi pengertiannya disamakan dengan ke- Hadi, Sutrisno. 1998. Metodologi Riset. budayaan, dibutuhkan adopsi metodologis dari Yogyakarta: Andi Offset. disiplin ilmu sosial dan budaya. Artinya, upaya penyelesaian masalah muamalah juga dapat di- Hadikusuma, Djarnawi. tt. aAliran Pem- ambilkan dari disiplin ilmu pasti dan ilmu alam, baharuan Islamm darijJamaluddin Al-Af- sehingga pada gilirannya dibutuhkan revisi dan ghanii Hingga Kiai Haji Ahmad-Dahlan. renovasi sejumlah konsep. Yogyakarta: Penerbit Persatuan. Hoofdbestuur Muhammadiyah. 1933. Himpunan Putusan Majelis Tarjih Mu- DAFTAR PUSTAKA hammadiyah. Yogyakarta: Suara Mu- Abbas, Afifi Fauzi, dkk. 1995. Tarjih hammadiyah. Muhammadiyah dalam Sorotan. Jakarta: Hooker, M. B. 2003. Islam Mazhab-Indo- IKIP Muhammadiyah Jakarta Press. nesia: Fatwa-Fatwa dan Perubahan-Per- Abdurrachman, aAsjmuni. 2002. Manhaj bubahan Sosial. Jakarta: Penerbit Teraju. Tarjih-Muhammadiyah: Metodologi dan Izzuddin, Ahmad. 2007. Fikih Hisab Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka- Rukyah. Yogyakarta: Erlangga. Pelajar. Ka’bah,oRifyal. 1999. HukummIslam di- Anshoriy, Muhammad Nasruddin. 2010. Indonesia. Jakarta: Yarsi University. Matahari uPembaruan: RekammJejak Karim, Muhammad rRusli. 1986. Mu- Kiai Haji AhmaddDahlan. Yogyakarta: hammadiyah ddalam Kritikk dan Komen- Jogja Bangkit Publisher. tar. Jakarta: Penerbit-Rajawali. Aqsa, Darul. 2005. K.H. Mas Mansur: Kulsum, Ummi. 2005. Majelis Tarjih Perjuangan dan Pemikiran (1896-1946). Muhammadiyah pada Masa Pemerintah- Jakarta: Erlangga. an Hindia Belanda 1927-1942: Kajian Arifin, MT. 1990. Muhammadiyah Potret Sejarah Pemikiran. Tesis. Yogyakarta: yang Berubah. Yogyakarta: Suara Mu- Universitas Gadjah Mada.Kuntowijoyo. hammadiyah. 1995. Pengantarr Ilmu SSejarah. Yogya- Azhar, Muhammad. 2000. Perkembangan karta: Yayasan-Bentang Budaya. Pemikiran Keislaman-Muhammadiyah: ______. 2003. Metodologi-Sejarah. Purifikasii dan dDinamisasi. Yogyakarta: Yogyakarta: PT. Tiara-Wacana. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Is- Ma’arif, Ahmad SSyafi’i. 2000. IInde- lam UMY. pendensi Muhammadiyahh di TTengah Beck, Herman L. 2005. “The-Rupture Pergumulann Pemikirann Islami dan Between the-Muhammadiyah and the- Politik. Jakarta:vCidesindo. Ahmadiyya”. Bijdragen’’ tot-de ‘Taal, Mehden, Van de. 1968. Religion and Na- Land-enn Volkenkunden 161-2/3. tionalism in Southeast Asia. Madison: Djamil, Fathurrahman. 1995. Metode Ijti- University of Wisconsin Press.

298 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 285 - 299

Mulkhan, AbdullMunir. 1990. PPemiki- ran Kiai Haji Ahmadd Dahlan dan Mu- hammadiyah. Yogyakarta: Bumi Aksara. ______. 11990. Warisan Intelektual Kiai Haji Ahmad DDahlan dan Amal Muhammadiyah. YYogyakarta: Penerb- itPPersatuan. ______. 2013. MarhaenissMuham- madiyah: AjaranNdan Pemikirann Kiai Haji AhmadDDahlan. YYogyakarta: Galang-Pustaka Press. Noer, DDeliar, 1988. GerakannModern Islam diiIndonesia 11900-1942. JJakarta: PenerbitLLP3ES. Pijper, G. F. 1984. BeberapaaStudiTTen- tang SejarahIIslam diiIndonesia 11900- 1950. JJakarta: Universitas Indonesia. Pimpinan Pusat MMuhammadiyah. 2009. Himpunan PPutusan Tarjih Muhammadi- yah. uYogyakarta: Suara Muhammadi- yah. Ropi, Ismatu. 2010. Islamism and Poli- tics dalam Al-Jami’ah (Vol. 48, No. 2, Juni 2010), hlm. 280-295. Shihab, aAlwi. 1998. Membendung-Arus: Respon GerakannMMuhammadiyah Ter- hadap pPenetrasi Kristenn di Indonesia. BBandung:vMizan. Soeratno, Siti Chamamah. 2009. Mu- hammadiyah Sebagai Gerakan Seni dan Budaya: Suatu Warisan Intelektual yang Terlupakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suratmin. 1990. Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan Nasional: Amal dan Perjuan- gannya. Yogyakarta: PP. Aisyiyah Seksi Khusus Penerbitan dan Publikasi. Syaifullah. 2005. K.H. Mas Mansur: Sapukawat Jawa Timur. Surabaya: Hik- mah Press. Syamsudin, Helius. 2007. Metodologi Se- jarah. Yogyakarta: Ombak. Zulkarnain, Iskandar. 2005. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Bantul: LKIS Pelangi Aksara.

299