PROSIDING Seminar Nasional Agroteknologi

“PERANAN BIOTEKNOLOGI DI ERA INDUSTRI 4.0 UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN INDONESIA”

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN VETERAN JATIM

Penerbit : Higher Education Press

PROSIDING Seminar Nasional Agroteknologi

“PERANAN BIOTEKNOLOGI DI ERA INDUSTRI 4.0 UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN INDONESIA” UPN VETERAN JATIM

Editor : Maroeto, Kemal Wijaya , Medina Uli Alba, dan Deru Dewanti

Reviewer : Ida Retno M, Nova Triani, Wiwin Windriyanti, Edang Triwahyu dan Noni Rahmadhini

ISBN : 978-623-93261-5-9

Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh :

Cetakan I : Februari 2021

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memproduksi atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seijin tertulis dari penerbit.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang terus mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, serta dengan ijinNya Seminar Nasional Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UPN “Veteran” Jawa Timur dengan tema “Peranan Bioteknologi di Era Industri 4.0 untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan Indonesia” dapat terlaksana dengan baik dan Prosiding ini dapat diterbitkan. Kegiatan Seminar Nasional Agroteknologi dimaksudkan untuk mengeksplorasi informasi terkini hasil penelitian yang berkaitan dengan bioteknologi dan implementasinya di bidang pertanian untuk kedaulatan pangan yang didasarkan pada era industri 4.0, sehingga dihasilkan produk pertanian yang efektif dan efisien tapi dapat menghasilkan produk yang optimal melalui pengembangan bioteknologi di bidang pertanian. Tujuan diadakannya Seminar Nasional Agroteknologi ini yaitu 1) sebagai wahana dialog interaktif beberapa komunitas yang menekuni bidang pertanian, 2) mengkomunikasikan dan mendiskusikan hasil penelitian bioteknologi bidang pertanian, sehingga ke depan dapat dihasilkan produk pertanian yang berdaya saing tinggi dan berkualitas, 3) menyebarluaskan hasil penelitian dan pengetahuan tentang bioteknologi di bidang pertanian, 4) terjalinnya jaringan informasi lintas sektoral (praktisi, akademisi, pengusaha dan pemerhati) dalam mewujudkan produk pertanian yang meningkat dan berkualitas. Seminar ini diikuti oleh segenap anggota profesi PFI, PERIPI, HITI, peneliti litbang dan dinas/instansi terkait, dosen, praktisi, pemangku kebijakan, LSM, mahasiswa (S1/S2/S3), pemerhati, peneliti, guru biologi dan masyarakat umum untuk berpartisipasi aktif sebagai peserta atau sebagai pemakalah pada sidang pleno maupun sidang paralel. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Universitas Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, pemakalah, peserta dan panitia yang telah berupaya mensukseskan seminar nasional ini. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa meridhoi semua usaha baik kita.

Surabaya, Februari 2021

DAFTAR ISI

1. Karakterisasi In Vitro Cyanobacteria Indigenos Terbaik untuk Pengendalian Ralstonia syzigii subsp. indonesiensis pada Cabai Yulmira Yanti, Hasmiandy Hamid, Zulfadly Syarif ...... 1 2. Antagonisme In Vitro Isolat Lokal Jamur Gliocladium sp. dan Trichoderma spp. terhadap Colletotrichum gloeosporioides , Patogen Antraknosa Kakao Jogeneis Patty dan Costanza Uruilal ...... 8 3. Aplikasi Penanda Molekuler cpSSR untuk Tanaman Jeruk Hasil Fusi Protoplas Nova Triani ...... 16 4. Biodiversitas Nematoda Parasit pada Tanaman Kopi ( Coffea canephora var. robusta ) di Desa Dompyong Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek Elly Ika Fahmawati, Wiludjeng Widajati, Indriya Radiyanto, Latief Imanadi ……………………………………………………………… 20 5. Pengembangan Bawang Merah ( Allium cepa var ascalonikum. Linn) Varietas Bauji dengan Induksi Mutasi Menggunakan Sinar Gamma 60 co Muhammad Afwan, Ida Retno Moeljani, Hadi Suhardjono ...... 25 6. Potensi Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Merah ( Capsicum annuum L.) In Vivo Muhammad Khotamul Wildan, Penta Suryaminarsih, Arika Purnawati 34 7. Formula Biopestisida sebagai Pengendali dan Penginduksi Ketahanan Kultivar Jeruk Pamelo (Citrus maxima) terhadap Penyakit Blendok Muhammad Khoirur Rojikin, Sri Wiyatiningsih, Wiwik Sriharijani ... 44 8. Potensi Pseudomonas fluorescens terhadap Fusarium sp. In Vitro Nensi Agustina, Arika Purnawati, Lilik Suyatmi ...... 54 9. Studi Keanekaragaman dan Peranan Serangga pada Tanaman Kelengkeng ( Dimocarpus longan . L: Sapindaceae) Lely Febrianti, Wiwin Windriyanti, Noni Rahmadhini ...... 58 10. Keberadaan Serangga Musuh Alami dan Penyerbuk pada Pertanaman Jeruk Pamelo ( Citrus maxima (Burm.) Merr.) Manipulasi Habitat dengan Tanaman Refugia Musbihatun Ifanalia, Wiwik Sri Harijani, Wiwin Windriyanti ……… 67 11. Potensi Metabolit Sekunder Kombinasi Streptomyces sp. dan Trichoderma sp. terhadap Penyakit Antraknosa (Colletrotichum sp.) Tanaman Cabai Merah Besar ( Capsium annum L.) Hanik Atul Mufida, Herry Nirwanto, Penta Suryaminarsih ...... 73 12. Evaluasi Kemampuan Lahan Ruang Terbuka Hijau untuk Kawasan Hutan Kota (Studi Kasus : Hutan Kota Pakal) Yusita Ridha Insanijaya, Moch. Arifin, Supamrih ...... 79

13. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan Bibit Kawista ( Limonia aci……dissima L. ) Ainiyah Putri Kurniawati, Nora Augustien K., Elly Syafriani ...... 84 14. Waktu Aplikasi Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat Guniarti dan Hadi Suhardjono ……………………………………… 92 15. Orientasi Dosis dan Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Cobalt-60 terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Putih (Zea mays L. ) Varietas Anoman-1 Amin Fauzi, Makhziah, Ida Retno Moeljani ...... 97 16. Penerapan Produk dari Metode Kultur In Vitro pada Berbagai Industrial untuk Sumber Bioaktif dan Bioenergi Sutini, Widiwurjani, D. U. Pribadi, N. Augustien, Guniarti, A. P. Djoko, W. Muslihatin ...... 105 17. Pengaruh Konsentrasi Alginat terhadap Viabilitas TSS (True Shallot Seed ) Enkapsulasi secara In Vitro Astrid K. Novianti, Pangesti Nugrahani, Ida R. Moeljani ...... 109 18. Pengaruh Aplikasi Paklobutrazol dan Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau (Vigna radiate L.) Sinta dewi Maghfiroh, Agus Sulistyono, Didik Utomo Pribadi …… 116 19. Eksplorasi Ralstonia solanacearum Penyebab Layu Bakteri pada Cabe (Capsicum annum ) Endang Triwahyu P. dan Sri Wiyatiningsih ...... ……… 123 20. Respon Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kacang Tanah ( Arachis hypogaea L.) Anis Tri Istiana, Agus Sulistyono, Juli Santoso P ………………… 127

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

KARAKTERISASI IN VITRO CYANOBACTERIA INDIGENOS TERBAIK UNTUK PENGENDALIAN Ralstonia syzigii subsp. indonesiensis PADA CABAI

Yulmira Yanti 1*, Hasmiandy Hamid 1, Annisya Diandinny 1, Noveriza Hermeria 1, Zulfadly Syarif 2 1Fakultas Pertanian Jurusan HPT Program Studi Proteksi Tanaman Universitas Andalas 25163 2Fakultas Pertanian jurusan BDP Program Studi Agroekoteknologi Universitas Andalas 25163 *Email : [email protected] ; [email protected]

ABSTRAK Kelompok cyanobacteria pemacu pertumbuhan tanaman sampai saat ini masih belum banyak diteliti dan dikembangkan. Cyanobacteria berpotensi memberikan alternatif penggunaan pupuk kimia yang lebih ramah lingkungan karena kemampuan bertahan hidup dan daya adaptasi yang lebih baik dari kelompok bakteri lain sehingga lebih berpotensi dikembangkan sebagai agens biokontrol. Penelitian sebelumnya telah diseleksi dan diidentifikasi isolat cyanobacteria indigenos cabai yang mampu meningkatkan pertumbuhan cabai dan mengendalikan R. syzygii subsp. indonesiensis . Isolat tersebut yaitu CYYR 3.1.3, CYYR 5.1, CYYR 9.1.3, CYYR 3.2, CYYR 44, CYYR 4.2, CYB 9.4 dan CYYR 2.3.1. Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakter isolat cyanobacteria untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai serta mengendalikan R. syzigii subsp. indonesiensis . Karakter yang diamati yaitu uji hemolysin, toleransi garam, pertumbuhan pada suhu 4 dan 44 oC, kemampuan menghasilkan IAA, pelarut fosfat, produksi NH3, kemampuan menghasilkan antibiotic, kolonisasi rizosfir, produksi HCN, dan produksi siderofor. Hasil penelitian Seluruh strain yang diuji menunjukkan aktivitas hemolisin negatif yang mengindikasikan bahwa isolat tersebut bersifat non-patogen pada manusia. Seluruh isolat menunjukkan toleransi NaCl sampai 4%, sebagian isolat memiliki toleransi sampai 6%. Isolat CYYR 3.1.3, CYYR 44, CYYR 4.2, CYB 9.4 dan CYYR 2.3.1. mampu hidup pada suhu 4 dan 44 oC, CYYR 5.1, CYYR 3.2, mampu hidup pada suhu 4 oC, sedangkan isolat lain tidak dapat bertahan pada suhu 4 dan 44 oC. Seluruh isolate mampu menghasilkan IAA dan mengkolonisasi rizosfir, isolat CYYR 3.1.3, CYYR 5.1, CYYR 9.1.3 mampu melarutkan fosfat, seluruh isolate tidak mampu memproduksi NH3. Isolat CYYR 3.1.3, CYYR 44, CYYR 4.2 dan CYYR 2.3.1 mampu menghasilkan antibiotik. Seluruh isolate tidak mampu menghasilkan HCN dan siderofor. Kata kunci : Hemolisin, in vitro , toleransi NaCl, karakterisasi.

ABSTRACT Until now, the cyanobacteria group that promotes plant growth has not been widely researched and developed. Cyanobacteria have the potential to provide an alternative use of chemical fertilizers that are environmentally friendly because of their better survival and adaptability than other bacterial groups so that they have the potential to be developed as biocontrol agents. Previous research selected and identified chilli cyanobacteria indigenos isolates which were able to increase chili growth and control R. syzygii subsp. indonesiensis. The isolates were CYYR 3.1.3, CYYR 5.1, CYYR 9.1.3, CYYR 3.2, CYYR 44, CYYR 4.2, CYB 9.4 and CYYR 2.3.1. This study aims to determine the character of cyanobacteria isolates to increase growth and yield of chilies and to control R. syzigii subsp. indonesiensis. The characters observed were hemolysin test, salt tolerance, growth at 4 and 44oC, ability to produce IAA, phosphate solvent, NH3 production, ability to produce antibiotics, colonization of rhizosphere, production of HCN, and production of siderophore. The results of all the strains tested showed negative hemolysin activity which indicated that the isolates were non-pathogenic in humans. All isolates showed a tolerance of up to 4% NaCl, some isolates had a tolerance of up to 6%. Isolates CYYR 3.1.3, CYYR 44, CYYR 4.2, CYB 9.4 and CYYR 2.3.1. able to live at 4 and 44oC, CYYR 5.1, CYYR 3.2, able to live at 4oC, while other isolates could not survive 4 and 44oC. All isolates were able to produce IAA and colonize rhizosphere, isolates CYYR 3.1.3, CYYR 5.1, CYYR 9.1.3 were able to dissolve phosphate, all isolates were unable to produce NH3. The isolates CYYR 3.1.3, CYYR 44, CYYR 4.2 and CYYR 2.3.1 were able to produce antibiotics. All isolates were unable to produce HCN and siderophore. Keywords : Hemolysin, in vitro, NaCl tolerance, characterization

1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

PENDAHULUAN secara langsung dana tau tidak langsung, mekanisme langsung termasuk Penggunaan bakterisida dipandang kemampuannya memproduksi berbagai sangat beresiko negatif terhadap lingkungan senyawa yang aktif memicu pertumbuhan karena residu yang ditinggalkannya bersifat tanaman termasuk fitohormon seperti auksin racun dan terjadinya resistensi bakteri [17, 18], gibberellins [19] and cytokinins terhadap bakterisida tersebut [1], serta [20, 21]. Mekanisme tidak langsung dalam harganya mahal. Pengendalian memicu pertumbuhan dapat terjadi ketika menggunakan bahan kimia merupakan salah cyanobacteria mampu mencegah atau satu penyebab kerusakan lingkungan dan menghambat efek merugikan dari terjadinya ketahanan bakteri [2]. Oleh mikroorganisme fitopatogen [22, 23]. karena itu, diperlukan pengendalian yang Cyanobacteria juga memiliki kemampuan tepat. Alternatif pengendalian yang lebih mengikat nitrogen langsung dari atmosfir aman adalah dengan memanfaatkan [12, 24]. mikroorganisme sebagai agen biokontrol. Cyanobacteria berpotensi memberikan Mikroorganisme yang sudah banyak alternatif penggunaan pupuk kimia yang dilaporkan mampu sebagai agen biokontrol lebih ramah lingkungan karena kemampuan adalah kelompok Plant growth promoting bertahan hidup dan daya adaptasi yang lebih rizobakteria (rhizobakteria pemacu baik dari kelompok bakteri lain sehingga pertumbuhan tanaman) dan dikenal sebagai lebih berpotensi dikembangkan sebagai PGPR. PGPR merupakan kelompok bakteri agens biokontrol. Penelitian sebelumnya yang heterogen yang ditemukan dalam telah diseleksi dan diidentifikasi isolat kompleks rhizosfer, pada permukaan akar cyanobacteria indigenos cabai yang mampu dan berasosiasi dalam akar (endofit), yang meningkatkan pertumbuhan cabai dan dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan mengendalikan R. syzygii subsp. tanaman secara langsung ataupun tidak indonesiensis . Isolat tersebut yaitu CYYR langsung [3,4]. 3.1.3, CYYR 5.1, CYYR 9.1.3, CYYR 3.2, Salah satu kandidat agensia hayati lain CYYR 44, CYYR 4.2, CYB 9.4 dan CYYR yang dapat dikembangkan adalah kelompok 2.3.1. Penelitian bertujuan untuk mengetahui cyanobacteria. Inokulasi Cyanobacteria karakter isolat cyanobacteria untuk (alga biru-hijau) telah diketahui memiliki meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai kemampuan meningkatkan pertumbuhan, serta mengendalikan R. syzigii subsp. memfiksasi nitrogen dan meningkatkan indonesiensis . produksi padi-gandum [5]. Cyanobacteria merupakan mikroorganisme penting di METODE banyak tanah pertanian dan secara alami Uji Hemolysin mengkoloni perakaran padi [6] di mana Uji hemolisin dilakukan untuk mereka berpotensi berkontribusi terhadap menentukan potensi isolat sebagai fiksasi nitrogen biologis [7], melarutkan pathogen pada manusia. Uji hemolisis fosfat [8] dan pelepasan mineral untuk dilakukan dengan menginokulasi isolat meningkatkan kesuburan tanah dan pada media Blood Sheep Agar dan produktivitas tanaman [9]. Selain berfungsi diinkubasi selama 48 jam. Adanya zona sebagai biofertilizer dan penyeimbang bening di sekitar isolate menunjukkan nutrisi mineral di tanah, banyak organisme reaksi positif dan menunjukkan isolat diketahui menghasilkan zat pemacu berpotensi sebagai pathogen pada manusia. pertumbuhan yang meningkatkan kesehatan tanaman melalui banyak mekanisme [10]. Uji Toleransi Garam Perkembangan penelitian Toleransi isolat terhadap garam cyanobacteria saat ini telah memberikan dilakukan dengan cara menginokulasi alternative penggunaan pupuk kimia yang bakteri pada NA yang telah ditambahkan lebih ramah lingkungan [6, 11, 12, 13]. dengan berbagai konsentrasi NaCl (2%, 4%, Cyanobacteria merupakan organisme 6%, 8%, 10%) dan diinkubasi selama 5 hari. prokariotik yang mampu berfotosintesis dan Pertumbuhan pada tiap konsentrasi merupakan bakteri yang berkoloni dan dapat menunjukkan batas toleransi isolat terhadap ditemukan diseluruh dunia dan mampu garam. bertahan di berbagai jenis kondisi lingkungan [14, 15, 16]. Cyanobacteria dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman

2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

Uji Pertumbuhan pada suhu 4 o dan 44 oC Kemampuan menghasilkan Antibiotik Bakteri ditumbuhkan pada media agar Sepuluh isolat rhizobakteria yang dan diinkubasi selama 48 jam pada keadaan punya kemampuan terhizobakteria terbaik terpisah pada suhu 4 oC dan 44 oC. dari pengujian tahap I, dibiakkan dalam Pertumbuhan pada masing-masing suhu medium Nutrien Broth (NB) selama 2 x 24 menunjukkan kemampuan bakteri pada suhu jam. Biakan bakteri tersebut disentrifus tersebut. dengan kecepatan 7000 g selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dari pellet. Kertas Hormon tumbuh indole acetic acid (IAA) saring steril diameter 0,5 cm direndamkan Indole acetic acid (IAA) dari isolat dalam supernatan selama 5 menit, kemudian rhizobakteria terpilih dideterminasi dengan dikering anginkan. metoda kalorimeter [25]. Bakteri dikulturkan dalam medium cair Kings B dan diinkubasi Kolonisasi rizosfir pada shaker dengan kecepatan 200 rpm Kolonisasi perakaran tanaman dengan selama 2 x 24 jam. Kultur disentrifus pada rhizobakteria menggunakan mutan isolat 7000 g selama 15 menit. Supernatan rhizobakteria yang resisten terhadap dipisahkan dari pelletnya, 2 ml supernatan Rifampisin. Mutan diperoleh dengan cara ditambahkan dalam 4 ml reagent salkowsky menumbuhkan isolat rhizobakteria pada (1 ml FeCl 3 dalam 49 ml perchloric acid 35 medium NA yang telah ditambahkan %) dikocok, inkubasi selama 20-25 menit antibiotik Rifampisin dengan konsentrasi panjang gelombang 530 nm. Jumlah IAA yang terus ditingkatkan dari 10, 20, 50, yang dihasilkan dikalibrasikan sampai 100 ppm. Isolat yang masih mampu menggunakan kurva IAA standar (10- bertahan pada kadar antibiotik tertinggi 100µg/ml). dianggap telah menjadi mutan.

Pelarut Posfat Produksi Asam Sianida (HCN) Kemampuan melarutkan posfat Isolat cyanobacteria ditumbuhkan pada dianalisis secara kualitatif dengan media dengan komposisi yaitu glisin 4,4 g, mengamati terbentuknya zona bening Tryptic Soy Broth (TSB) 30 g, agar 15 g disekitar bakteri. Isolat bakteri ditumbuhkan dalam 1000 ml akuades. Medium pada media selektif Pikovskaya [26] dengan disterilkan dengan menggunakan autoklaf 0 komposisi glukosa (10g/L), Ca 3PO 4 (5 g/L), (120 C, 15 lbs) selama 20 menit. Produksi (NH 4)2SO 4 (0.5 g/L), KCl (0.2 g/L), asam sianida dideteksi dengan menggunakan MgSO4.7H 2O (0.1 g/L), MnSO4.H 2O (0.01 larutan Cyanida Detection Solution (CDS) g/L), Yeast Extract (0.5 g/L), FeCl 3.6H 2O (komposisi 2 g asam pikrat dan 8 g sodium (0.01 g/L) dan agar (15 g/L). Medium yang karhizobakteriaonat, dilarutkan dalam 200 telah disterilkan dituang pada petridish dan ml akuades steril. dibiarkan sampai membeku. Isolat bakteri diuji dengan mengambil sedikit koloni dan Produksi Siderofor digores pada media dan diinkubasi selama 5 Produksi siderofor dari isolat hari pada suhu 30 oC. Parameter yang diukur rizobakteri yang diuji dilakukan dengan adalah ukuran koloni dan diameter zona menumbuhkan bakteri dalam media uji bening. Rasio aktifitas pelarutan posfat selama 24 jam pada suhu ruang. Komposisi diukur dengan membandingkan ukuran zona per liter media yang digunakan adalah bening dan ukuran koloni. sukrosa 20 g, Lasparagin 2 g, K2HPO4 1 g, dan MgSO 0,5 g. Suspensi rizobakteri Produksi NH3 disentrifius dengan kecepatan 11.000 rpm Isolat bakteri diuji pada peptone water. selama 30 menit. Supernatan disaring Bakteri yang baru ditumbuhkan diinokulasi dengan membran nitroselulosa 0,2 µm. didalam 10mL peptone water pada tiap Pendeteksian produksi siderofor oleh testube dan diinkubasi selama 48-72 jam rizobakteri dilakukan dengan cara pada suhu 36+ 20C. Nessler’s reagent menambahkan 1 ml FeCl 0,01 M ke dalam 3 (0.5mL) ditambahkan pada tiap testube. ml supernatan dan sebagai pembanding Perubahan warna coklat menjadi kuning supernatant tanpa penambahan FeCl. merupakan indikasi positif [27]. Deteksi siderofor diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm.

3 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Karakterisasi toleransi garam terhadap HASIL isolat bakteri endofit indigenos Hasil karakterisasi (Tabel 1) menunjukkan keragaman toleransi terhadap menunjukkan kemampuan isolat garam yang beragam (Tabel 1). Seluruh cyanobacteria indigenos yang beragam isolat toleran tumbuh sampai kadar NaCl dalam bertahan pada suhu 4 dan 44 oC. 4%. Hanya isolat CYYR 3.1.3, CYYR 9.1.3, Isolat CYYR 3.1.3, CYYR 44, CYYR 4.2, CYYR 4.2 dan CYB 9.4 yang mampu hidup CYB 9.4 dan CYYR 2.3.1. mampu hidup sampai kadar 6%. pada suhu 4 dan 44 oC, CYYR 5.1, CYYR Seluruh isolat juga mampu 3.2, mampu hidup pada suhu 4 oC, memproduksi IAA dan mengkolonisasi sedangkan isolat lain tidak dapat bertahan rizosfir, namun hanya isolat CYYR 3.1.3, pada suhu 4 dan 44 oC. Seluruh isolate CYYR 44, CYYR 4.2 dan CYYR 2.3.1 mampu menghasilkan IAA dan mampu menghasilkan antibiotik. Isolat mengkolonisasi rizosfir, isolat CYYR 3.1.3, CYYR 3.1.3, CYYR 5.1 dan CYYR 9.1.3 CYYR 5.1, CYYR 9.1.3 mampu melarutkan menunjukkan kemampuan melarutkan fosfat, seluruh isolate tidak mampu fosfat. Seluruh isolat tidak mampu memproduksi NH3. Isolat CYYR 3.1.3, memproduksi NH3, HCN dan siderofor. CYYR 44, CYYR 4.2 dan CYYR 2.3.1 Seluruh isolat menunjukkan reaksi hemolisis mampu menghasilkan antibiotik. Seluruh negatif yang menunjukkan bahwa isolat isolate tidak mampu menghasilkan HCN dan tidak berpotensi sebagai patogen pada siderofor. manusia.

Tabel 1. Karakter Isolat Cyanobacteria indigenos

4 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

SIMPULAN Rizosfer merupakan lingkungan yang Sebagai kesimpulan, penelitian ini dinamis dan kaya akan sumber energi dari memberikan informasi untuk strain senyawa organik yang dikeluarkan oleh akar cyanobacteria yang menjanjikan sebagai tanaman (eksudat akar) dan merupakan agen biokontrol dan pemacu pertumbuhan tempat berbagai jenis mikroba untuk berkembang dan sekaligus tempat pertemuan untuk pengembangan formulasi komersial dan persaingan antara mikrob [28].Rizosfer lebih lanjut. Penelitian baru di bidang nutrisi merupakan daerah yang ideal bagi tumbuh diharapkan lebih menarik perhatian sebagai dan berkembangnya mikroba tanah, dasar dalam pengembangan metode termasuk didalamnya agensia pengendali pengendalian biologis di masa depan. hayati [4]. Rhizobakteria pemacu pertumbuhan tanaman ( Plant Growth Promoting Rhizobacteria, PGPR) saat ini DAFTAR PUSTAKA semakin banyak dikembangkan, terutama dalam upaya peningkatan produksi [1] Yanti,Y., dan Resti Z, “Induksi hortikultura dan perbaikan kualitas ketahanan tanaman bawang merah lingkungan hidup. Efek PGPR dalam dengan bakteri rhizoplan”, Loekas meningkatkan pertumbuhan tanaman dapat Soesanto, Endang Mugiastuti, Ruth Feti terjadi melalui mekanisme produksi Rahayuniati dan Abdul Manan fitohormon, ketersediaan fosfat, dan fiksasi (Ed).Prosiding seminar nasional nitrogen [29]. pengelolaan opt ramah lingkungan Hasil penelitian sebelumnya telah Purwokerto,10-11 November 2010, pp. menyeleksi isolate cyanobakteri indigenos 235-241, 2010 (CBI) yang mampu meningkatkan [2] European and Mediterranean Plant pertumbuhan tanaman. Perkembangan Protection Organization, “Quarantine mengenai kemampuan cyanobakteri dalam pest: data sheet of quarantine pest Ralstonia solanacearum ,” European meningkatkan pertumbuhan dan Union. 2011 http:// mengendalikan penyakit sampai saat ini www.eppo.int/QUARANTINE/bacter masih terbatas. Perkembangan penelitian ia/ Ra l st oni a _ so l a n a c e a ru m cyanobacteria saat ini telah memberikan PSDMSO_ ds.pdf. [diakses 3 Agustus 2020]. alternative penggunaan pupuk kimia yang lebih ramah lingkungan [6, 11, 12, 13]. [3] Joseph B ,Ranjan PR &Lawrence, R., Cyanobacteria merupakan organisme “Charecterization of plant growth prokariotik yang mampu berfotosintesis dan promoting rhizobacteria associated merupakan bakteri yang berkoloni dan dapat with chickpea ( Cicer arietinum L.),” J. Plant Production, vol. 1, no. 2, pp. 141- ditemukan diseluruh dunia dan mampu 151, 2009. bertahan di berbagai jenis kondisi lingkungan [14, 15, 16] Cyanobacteria dapat [4] Soesanto, L, “Pengantar Pengendalian meningkatkan pertumbuhan tanaman secara Hayati Penyakit Tanaman”, Rajawali langsung dana tau tidak langsung, Pers, Yogyakarta, pp. 573, 2008 mekanisme langsung termasuk [5] Prasanna, R., Joshi, M., Rana, A., kemampuannya memproduksi berbagai Shivay, Y. S., & Nain, L, “Influence of senyawa yang aktif memicu pertumbuhan co-inoculation of bacteria- tanaman termasuk fitohormon seperti auksin cyanobacteria on crop yield and C- N [17, 18], gibberellins [19] and cytokinins sequestration in soil under rice crop”, [20, 21]. World Journal of Microbiology and Biotechnology, 2012. Sebagai kesimpulan, penelitian ini memberikan informasi untuk strain [6] Vaishampayan A, Sinha RP, Haider D- cyanobacteria yang menjanjikan sebagai P, Dey T, Gupta AK, Bhan U, Rao AL agen biokontrol dan pemacu pertumbuhan Cyanobacterial biofertilizers in rice untuk pengembangan formulasi komersial agriculture, vol. 67, pp. 453–516, 2001. lebih lanjut. Penelitian baru di bidang nutrisi [7] Rai, A. N., Söderbäck, E., & Bergman, diharapkan lebih menarik perhatian sebagai B, "Cyanobacterium-plant symbioses. dasar dalam pengembangan metode New Phytologist”, vol. 147, no. 3, pp. pengendalian biologis di masa depan. 449-481, 2000.

5 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

[8] Yandigeri MS, Yadav AK, Meena KK, cyanobacteria”, Planta, vol. 215, pp. Pabbi S, “Effect of mineral phosphates 229-238, 2002. on growth and nitrogen fixation of diazotrophic cyanobacteria Anabaena [18] Prasanna R, Joshi M, Rana A, Nain L., variabilis and Westiellopsis prolifica. “Modulation of IAA production in Antonie van Leeuwenhoek”, vol. 97, pp. cyanobacteria by tryptophan and light,” 297–306, 2010. Polish JMicrobiol., vol. 59, no. 2, pp. [9] Ferna´ndez VE, Ucha A, Quesada A, 99-105, 2010. Legane´s F, Carreres R, “Contribution [19] Rodriguez AA, Stella AA, Storni MM, of N2 fixing cyanobacteria to rice production: availability of nitrogen from Zulpa G and Zaccaro MC, “Effects of N-labelled cyanobacteria and cyanobacterial extracellular products ammonium sulphate to rice,” Plant Soil, and gibberellic acid on salinity tolerance vol. 221, pp. 107–112, 2000. in Oryza sativa L. Saline Syst”, vol. 2, no. 7, 2006. [10] Karthikeyan, N., Prasanna, R., Lata, & Kaushik, B. D., “Evaluating the [20] Stirk WA, Ordog V, Staden JV, Jager potential of plant growth promoting K, “Cytokinin- and auxinlike activity In cyanobacteria as inoculants for wheat,” Cyanophyta and microalgae”, J. Appl. European Journal of Soil Biology, vol. Phycol., vo. 14, pp. 215-221, 2002. 43, pp. 23–30, 2007. [11] Sinha SK, Verma DC, Dwivedi CP, [21] Hussain A, Hasnain S, “Cytokinin “Role of green manure (Sesbania production by some bacteria: Its impact rostrata) and biofertilizers (Blue-green on cell division in cucumber algae and Azotobactor) in rice-wheat cotyledons,” Afr. J. Microbiol. Res., cropping system in state of Uttar vol. 3, no. 11, pp. 704-712, 2009. Pradesh. India”. Physiol. Mol. Biol. Plants, vo. 8,pp. 105-110, 2002. [22] Tassara C, Zaccaro MC, Storni MM, Palma M, Zulpa G, “Biological control [12] Choudhury ATMA, Kennedy IR, of lettuce white mold with “Prospects and potentials for systems cyanobacteria”, Int. J. Agric. Biol., vol. of biological nitrogen fixation in sustainable rice production,” Biol. 10, pp. 487-492. 2008. Fertil. Soils, vol. 39, pp. 219-227, [23] Kim JD, “Screening of cyanobacteria 2005. (blue-green algae) from rice paddy soil [13] Rai MK, “Handbook of Microbial for antifungal activity against plant Biofertilizers”, Haworth Press, New pathogenic fungi”, Mycobiol., vol. 34, York. 2006 pp. 138-142, 2006. [14] Paerl HW, Pinckney JL, Steppe TF, [24] Osman MEH, El-Sheekh MM, El- “Cyanobacterial-bacterial mat consortia: Naggar AH, Gheda SF, “Effect of two examining the functional unit of species of cyanobacteria as biofertilizers microbial survival and growth in extreme environments. Environ,” on some metabolic activities, growth, Microbiol., vol. 2, no. 1, pp. 11-26, and yield of pea plant,” Biol Fertil Soils, 2000. vol. 46, pp. 861-875, 2010. [15] Karthikeyan A, Nagasathya AS, Priya [25] Bric, J.M., Bostock, R.M., Silverstone, E., “Hypersaline Cyanobacterium: A S.E., “Rapid in situ assay for Potential Biofertilizer for Vigna mungo. indoleacetic acid production by L (Black Gram),” Am.-Eur. J. Sustain. bacteria immobilized on a Agric., vol. 2, no. 1, pp. 87-91, 2008. nitrocellulose membrane,” Applied and Environmental Microbiology, vol. 57, pp. 535-538, 1991. [16] Kirlwood AE, Buchheim JA, Buchheim MA, Henley WJ., “Cyanobacterial [26] Patten C.L. and Glick B.R., “Role of Diversity and Halotolerance in a Pseudomonas putida indole-acetic acid Variable Hypersaline Environment,” in development of the host plant root Microbiol. Ecol., vol. 55, pp. 453-465, system, Appl,” Environ. Microbiol., vol. 2008. 68, pp. 3795-3801, 2002. [17] Sergeeva E, Liaimer A, Bergman B, [27] Cappuccino, J.C. and Sherman, N. “In: “Evidence for production of the Microbiology: A Laboratory Manual,” phytohormone indole-3-acetic acid by third ed. Benjamin/cummings Pub. Co.

6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

New York, pp. 125–179. 1999. [28] Cattelan, A. J., Hartel, P. G., & [29] Yasmin, H., & Bano, A, “Isolation and Fuhrmann, J. J. “Screening for plant characterization of phosphate growth–promoting rhizobacteria to solubilizing bacteria from rhizosphere promote early soybean growth,” Soil soil of weeds of khewra salt range and Science Society of America Journal, attock”. Pak. J. Bot , vol. 43, no. 3, pp. vol. 63, no. 6, pp.63, pp. 1670-1680, 1663 – 1668, 2011.

7 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

ANTAGONISME IN VITRO ISOLAT LOKAL JAMUR Gliocladium sp. DAN Trichoderma spp. TERHADAP Colletotrichum gloeosporioides, PATOGEN ANTRAKNOSA KAKAO

Jogeneis Patty 1* dan Costanza Uruilal 1 1Program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pattimura *E-mail : [email protected]

ABSTRAK Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi kakao di Indonesia adalah penyakit antraknosa, disebabkan oleh jamur Colletotrichum gloeosporioides yang merupakan salah satu patogen laten. Penggunaan fungisida sintetik belum dapat mengendalikan patogen tersebut. Pemanfaatan agens hayati Gliocladium dan Trichoderma diharapkan dapat menekan perkembangan C. gloeosporioides. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan daya antagonis isolat lokal jamur Gliocladium sp. dan Trichoderma spp . terhadap C. gloeosporioides secara in vitro , mendapatkan mekanisme antagonismenya, dan mengetahui kategori penghambatannya. Lima isolat lokal jamur Trichoderma spp. yang diuji adalah Trichoderma Rizosfer Kakao Ambon 2 (Tricho RKA 2), Trichoderma Rizosfer Kakao Rumahkai1 ( Tricho RKR 1), Trichoderma Rizosfer Kelapa Waesamu 2 (Tricho RKlW 2), Trichoderma Rizosfer Pisang Saumlaki 1 (Tricho RPS 1), Trichoderma Rizosfer Kelapa Kisar 1 (Tricho RKlK 1), dan satu isolat jamur Gliocladium sp. yaitu Gliocladium Rizosfer Kelapa Waesamu 2 (Glio RKlW 2). Parameter yang diamati adalah persentase penghambatan dan penilaian terhadap kategori antagonismenya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keenam isolat lokal jamur tersebut dapat menghambat pertumbuhan patogen antraknosa kakao, C. gloeosporioides. Mekanisme penghambatan yang terjadi adalah kompetisi dalam mengabsorbsi nutrisi yang ditunjukan dengan pertumbuhan koloni keenam isolat tersebut cepat dan mendominasi cawan petri, bahkan menutupi permukaan koloni C. gloeosporioides. Kata kunci : Antagonisme, Gliocladium , Trichoderma , Colletotrichum gloeosporioides.

ABSTRACT One of the factors causing the low cocoa production in Indonesia is anthracnose disease, caused by the Colletotrichum gloeosporioides, which is one of the latent pathogens. The use of synthetic fungicides has not been able to control these pathogens. Utilization of the biological agents Gliocladium and Trichoderma is expected to suppress the development of C. gloeosporioides. This study aims to find the antagonistic power of local isolates of the fungus Gliocladium sp. and Trichoderma spp. against C. gloeosporioides in vitro, obtaining the antagonism mechanism, and knowing the category of inhibition. Five local isolates of Trichoderma spp. those tested were Trichoderma Rizosfer Kakao Ambon2 (TrichoRKA2), Trichoderma Rizosphere Cocoa Rumahkai1 (TrichoRKR1), Trichoderma Rizosfer Kelapa Waesamu2 (TrichoRKlW2), Trichoderma Rizosfer Banana Saumlaki1 (TrichoRKR1), Trichoderma Rizosfer Kelapa Waesamu2 (TrichoRKlW2), Trichoderma Rizosfer Pisang Saumlaki1 (TrichoRPS1), and Gliocladium Coconut Rizosphere Waesamu2 (GlioRKlW2). The parameters observed were the percentage of inhibition and the assessment of the antagonism category. The results showed that the six local isolates of the fungus could inhibit the growth of the anthracnose pathogen, C. gloeosporioides. The inhibiting mechanism that occurs is competition. Keyword : Antagonisme, Gliocladium, Trichoderma, Colletotrichum gloeosporioides.

PENDAHULUAN Salah satu faktor penyebab yang menyerang buah dapat mencapai rendahnya produksi kakao (Theobroma 75% di daerah yang mempunyai curah cacao L.) di Indonesia adalah penyakit hujan tinggi, dan dapat menyebabkan antraknosa, disebabkan oleh jamur kerugian hasil lebih dari 40%. Kerugian Colletotrichum gloeosporioides yang akibat serangan penyakit ini di Indonesia merupakan salah satu patogen laten. Rata- berkisar 32 - 53%, dengan tingkat rata kerugian yang ditimbulkan akibat serangan yang berbeda di setiap daerah serangan penyakit ini berkisar 20-30% per [2]. tahun [1]. Intensitas serangan penyakit ini

8 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

Petani banyak mengalami kerugian mikroskop binokuler, dan cawan Petri. akibat meningkatnya serangan penyakit Bahan-bahan yang digunakan adalah busuk buah dan antraknosa, karena secara buah dan daun kakao yang bergejala umum petani belum melakukan penyakit antraknosa, Media PDA ( Potato pengendalian terhadap penyakit ini dengan Dextrose Agar ), alkohol 70%, kapas, baik. Agar dapat melakukan pengendalian tissue, dan alumunium foil. penyakit ini dengan baik perlu dilakukan teknik pengelolaan secara terpadu. Pelaksanaan Penelitian Beberapa pengendalian yang telah Penyiapan Inokulum patogen dilakukan diantaranya sanitasi kebun, C. gloeosporioides pengaturan pohon pelindung dan Sumber inokulum diperoleh dari pemangkasan (kultur teknis), penanaman buah dan daun kakao yang bergejala klon unggul dan hibrida seperti DRC 16, penyakit antraknosa di pertanaman kakao Sca 6, Sca 12, dan penyemprotan buah milik petani Desa Waesamu Kabupten dengan fungisida berbahan aktif tembaga Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. [3]. Namun demikian, pengendalian ini Buah kakao yang menunjukan infeksi masih belum mampu memberikan hasil penyakit busuk antraknosa dibersihkan yang optimal. dengan air steril, kemudian dipotong- Penggunaan fungisida sintetis bukan potong 0,5 mm, disterilkan dengan klorox merupakan solusi terbaik untuk produksi 1 % selama 3 menit dan dibilas 2-3 kali tanaman berkelanjutan karena dampak dengan air steril. Selanjutnya potongan negatif terhadap jazad bukan sasaran, tersebut diletakan dalam media PDA dan kesehatan manusia dan lingkungan [4, 5]. diinkubasi pada suhu 30 oC selama 1 Pemanfaatan isolat lokal jamur minggu. Koloni jamur yang tumbuh Gliocladium dan Trichoderma yang diamati secara mikroskopik kemudian diisolasi dari rhizozsfer tanaman di pulau diisolasi lagi sebagai biakan murni C. Seram dan Ambon dan Saumlaki adalah gloeosporioides , dan selanjutnya agens hayati yang berpotensi untuk diperbanyak untuk pengujian mengenadalikan patogen C. antagonisme. gloeosporioides. Gliocladium dan Trichoderma dapat digunakan sebagai Penyiapan Isolat Lokal Trichoderma spp. agen pengendali hayati terhadap jamur dan Gliocladium sp. fitopatogen [6, 7, 8, 9]. Berdasarkan hal Lima isolat jamur Trichoderma spp. tersebut di atas, perlu dilakukan pengujian dan satu isolat Gliocladium sp. diperoleh antagonismenya secara in vitro terhadap dari Laboratorium Patogenesis Jurusan penyebab penyakit antraknosa pada kakao Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian (C. gloeosporioides ). Penelitian ini Universitas Pattimura. Keenam isolat bertujuan untuk menemukan daya jamur tersebut disubkulturkan pada media antagoni isolat lokal jamur Gliocladium biakan PDA ( Potato Dextrose Agar ) sp. dan Trichoderma spp. terhadap selama 4 hari, kemudian diperbanyak penyebab penyakit antraknosa kakao, C. untuk keperluan pengujian antagonisme. gloeosporioides secara in vitro; mendapatkan mekanisme antagonisme Uji Antagonisme In Vitro keenam isolat jamur tersebut tersehadap C. Uji antagonisme in vitro isolat lokal gloeosporioides, dan menilai kategori Gliocladium sp. dan Trichoderma spp. antagonismenya. terhadap C. gloeosporioides dilakukan dengan menggunakan metode biakan ganda METODE (dual culture method ) yang dikemukakan Waktu dan Tempat Penelitian oleh Skidmore dan Dickson [10] seperti Penelitian ini berlangsung pada terlihat pada Gambar 1. bulan Mei sampai Juli 2019 di Laboratorium Patogenesis Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Alat dan Bahan Peralatan yang digunaka n dalam penelitian ini adalah peralatan isolasi, timbangan analitik, autoclave, hot plate,

9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Gambar 1. Koloni Rhizoctonia solani diletakan 2 cm dari pinggiran cawan Petri sebagai biakan kontrol; R 1 = diameter koloni C. gloeosporioides pada biakan kontrol; R 2 = diameter koloni C. gloeosporioides pada biakan Dual Culture Method ; T = koloni isolat Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. diletakan 2 cm dari pimggiran cawan Petri dan berhadapan dengan koloni C. gloeosporioides .

Koloni antagonis Trichoderma spp. (T) permukaan koloni C. gloeosporioides, berukuran 7 mm diletakan 2 cm dari satu sisi serta indikasi adanya mekanisme pinggiran cawan Petri, demikian juga 7 mm antagonisme. koloni C. gloeosporioides diletakan 2 cm Penilaian antagonisme dilakukan dari pinggiran cawan petri pada sisi lainnya, berdasarkan kriteria antagonisme yang tetapi berhadapan dengan koloni dikemukakan oleh [11]. Kriteria tersebut Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. terdiri dari 5 tingkatan kelas antagonisme sebagai kontrol, hanya koloni C. sebagai berikut: kelas 1: jamur antagonis gloeosporioides dengan ukuran yang sama tumbuh cepat dan menutupi seluruh diletakan 2 cm dari pinggiran cawan petri permukaan media; kelas 2 : jamur antagonis pada media biakan tanpa koloni tumbuh menutupi paling sedikit 2/3 Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. permukaan media; kelas 3: jamur antagonis Perhitungan persentase penghambatan dan patogen tumbuh menutupi ½ (PIRG = Percentage Inhibition of Radial permukaan media; kelas 4: jamur patogen Growth ) dengan menggunakan rumus yang menutupi tumbuh paling sedikit 2/3 media; dikemukakan oleh Skidmore dan Dickinson dan kelas 5: jamur patogen tumbuh cepat [10] sebagai berikut : dan menutupi seluruh permukaan media. Aktifitas antagonisme dinilai berdasarkan deskripsi penilaian aktifitas antagonisme menurut Soytong [12] sebagai berikut : + + + + : Aktivitas antagonisme sangat Dimana : tinggi PIRG = Persentase hambatan pertumbuhan + + + : Aktivitas antagonisme tinggi koloni ( Percentage Inhibition of + + : Aktivitas antagonisme sedang Radial Growth ) + : Aktivitas antagonisme rendah R1 = Diameter koloni C. gloeosporioides - : Tidak ada aktivitas antagonisme pada biakan kontrol R2 = Diameter koloni C. gloeosporioides HASIL yang mengarah pada koloni Patogen antraknosa kakao antagonis pada Dual Culture Plate Buah kakao yang menunjukan gejala penyakit antraknosa diperoleh dari Setelah dilakukan pengamatan pertanaman kakao milik petani di desa terhadap dimeter koloni pada setiap Waipirit Kabupaten Seram Bagian Barat perlakuan, maka dilanjutkan dengan (SBB) Provinsi Maluku dengan gejala busuk perhitungan persentase hambatan C. kering menutupi setengah permukaan buah gloeosporioides oleh antagonis (Gambar 2A). Seteleh dilakukan isolasi pada Gliocladium sp. dan Trichoderma spp. media PDA, diperoleh koloni jamur C. Selain daya hambat Trichoderma sp., juga gloeosporioides berwarna putih (Gambar dilakukan pengamatan terhadap 2B). Berdasarkan pengamatan mikroskopik pertumbuhan koloni antagonis pada pembesaran 400 x diperoleh bentuk Trichoderma sp. yang tumbuh menutupi

10 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

konidium C. gloeosporioides seperti buah Koloni antagonis Gliocladium pear seperti terlihat pada Gambar 2C. (Glio APB1) mempunya ciri yang agak berbeda dengan koloni Trichoderma (Trico PR1 dan Tricho KW1 ). Glio APB1 mempunyai koloni berwarna putih halus pada media PDA (umur baiakan 4 hari), sedangkan kedua isolat Trichoderma (Tricho PR1 dan Tricho KW1 ) mempunyai koloni berwarna hijau putih, namun Tricho PR1 memeliki warna hijau yang lebih tua dibandingkan dengan Tricho KW1 . Mengingat spesies jamur Trichoderma dan Gliocladium yang begitu banyak persamaanya, baik ukuran spora, bentuk koloni, maupun warna koloni pada media biakan, sehingga perlu dilakukan analisis molekuler (DNA) terhadap ketiga antagonis tersebut guna menetapkan Gambar 2. Gejala dan patogen antraknosa spesiesnya secara tepat. kakao (A), bercak antraknosa pada buah (A) dan daun (B), koloni C. gloeosporioides Presentase Hambatan Colletotrichum pada media PDA (C), dan konidium C. gloeosporioides oleh Gliocladium sp . dan gloeosporioides pada pembesaran 400x (D) Trichoderma spp . Kemampuan keenam isolat Isolat Lokal Gliocladium sp . dan Trichoderma spp. Dan Gliocladium sp. Trichoderma spp . terhadap penyebab penyakit antraknosa Koloni jamur antagonis mempunyai kakao, C. gloeosporioides dinilai warna koloni yang agak berbeda seperti berdasarkan angka presentase penghambatan terlihat pada Gambar 3. Isolat lokal jamur pada hari ke-2 (H 2-SK), ke-3 (H 3-SK), ke-4 Gliocladium sp ABB1 ( Gliocladium asal (H -SK) ke-5 (H -SK), ke-6 (H -SK), dan rhizosfer tanaman Apokat desa Banda 4 , 5 6 hari ke-7 (H 7-SK) terlihat pada Gambar 4. Baru1) (Gambar 3A), isolat lokal Trichoderma sp PR1 ( Trichoderma asal rhizosfer tanaman pisang Rumahkay1) (Gambar 3B), dan isolat lokal Trichoderma sp KW1 ( Trichoderma asal rhizosfer tanaman kakao Waesamu1) (Gambar 3C).

Ket : H 2-SK, H 3-SK, H 4-SK, H 5-SK, H 6-SK, H7-SK: Hari ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dan hari ke-7 Setelah Konfrontasi; Gambar 3. Karakteristik morfologi isolat Trichoderma Rizosfer Kakao Ambon 2 lokal jamur Trichoderma spp. dan (Tricho RKA 2), Trichoderma Rizosfer Gliocladium sp. Kakao Rumahkai1 ( Tricho RKR 1),

11 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Trichoderma Rizosfer Kelapa Waesamu 2 Tricho RPS 1 3,35%; Tricho RKlK 1 3,33%, (Tricho RKlW 2), Trichoderma Rizosfer dan TRicho RKA 2 3,28%. Presentase Pisang Saumlaki 1 (Tricho RPS 1), penghambatan meningkat sampai pada Trichoderma Rizosfer Kelapa Kisar 1 hari ketujuh setelah konfrontasi, dan (Tricho RKlK 1), Gliocladium Rizosfer ternyata isolat Tricho RPS 1 memiliki nilai Kelapa Waesamu 2 (Glio RKlW 2). presentase penghambatan tertinggi yaitu Gambar 4. Persentase Penghambatan C. 79,11%, kemudian diikuti oleh isolat gloeosporioides oleh antagonis Trichoderma Tricho RKlK 1 78,34%; Tricho RKA 2 spp. dan Gliocladium sp. 77,63%, Tricho RKR 1 76,37%; Penghambatan C. gloeosporioides Tricho RKlW 2 75,59%; dan Glio RKW 2 oleh isolat Tricho RKl 1 dan Tricho RKlW 2 75,11%. Aktifitas dan kelas antagonisme mulai terlihat pada hari ke-2 setelah isolat lokal Trichoderma spp. dan konfrontasi, keduanya menunjukan Gliocladium sp. terhadap C. persentase penghambatan lebih besar gloeosporioides terlihat pada Tabel 1. yakni masing masing 4,57% dan 4,48% dibandingkan dengan Glio RKW 1 3,42%;

Tabel 1. Aktifitas dan kelas antagonisme Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. terhadap C. Gloeosporioides Trichoderma sp . dan Presentasi Aktifitas Kelas Gliocladium spp. Hambatan Antagonisme Antagonisme Tricho RKlK 1 78,34 + + + kelas 2 Glio RKW 1 75,15 + + + kelas 2

Tricho RPS 1 79,11 + + + kelas 2

Tricho RKlW 2 75,59 + + + kelas 2

Tricho RKR 1 76,37 + + + kelas 2

Tricho RKA 2 77,63 + + + kelas 2

Ket : Trichoderma Rizosfer Kakao Ambon 2 (Tricho RKA 2), Trichoderma Rizosfer Kakao Rumahkai1 ( Tricho RKR 1), Trichoderma Rizosfer Kelapa Waesamu 2 (Tricho RKlW 2), Trichoderma Rizosfer Pisang Saumlaki 1 (Tricho RPS 1), Trichoderma Rizosfer Kelapa Kisar 1 (Tricho RKlK 1), Gliocladium Rizosfer Kelapa Waesamu 2 (Glio RKlW 2).

Keenam isolat Trichoderma spp. dan Selain itu, T. harzianum juga Gliocladium sp. yang diuji memiliki mengeluarkan enzim hidrolisis yang persentase hambatan berkisar dari 75,15 - berbeda ketika menyerang miselium jamur 79,11%. Berdasarkan tingkatan kelas patogen S. Rolfsii Rhizoctonia solani , dan antagonisme yang dikemukakan oleh Bella Pythium aphanidermatum di dalam tanah. et al . [1], maka keenam isolat Trichoderma spp. yang diuji daya Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. hambatnya terhadap jamur patogen secara tersebut tergolong antagonis kelas 2, yakni in vitro, dapat memproduksi metabolit menutupi seluruh permukaan media sekunder yang mudah menguap dan tidak biakan. Persentase penghambatan yang mudah menguap seperti mikotoxin [15]. besar dapat disebabkan karena isolat Sebagian besar Trichoderma spesies dapat Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. memproduksi metabolit yang bersifat yang diuji diduga memiliki seperangkat toksik dan muda menguap dan enzim seperti yang dimiliki oleh spesies berpengaruh terhadap pertumbuhan dan Trichoderma lainnya seperti yang perkembangan jamur patogen tanaman dikemukakan oleh [13, 14], bahwa T. [16]. harzianum mensekresikan enzim β-3- Perkembangan penghambatan glukanase dan kitinase pada dinding sel penyebab penyakit antraknosa kakao C. patogen Sclerotium rolfsii sebagai sumber gloeosporioides oleh isolat Trichoderma karbon utamanya. Lebih lanjut spp . dan Gliocladium sp. menunjukan dikemukakan, bahwa aktivitas enzim bahwa keenam isolat lokal tersebut lipase dan kitinase ditemukan ketika memiliki daya antagonis, yang dinilai antagonis menyerang miselium S. rofsii. berdasarakan presentase penghambatan

12 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

pada hari ke-2 sampai ke-7 setelah konfrontasi. Berdasarkan pengamatan pada media biakan ganda, terlihat bahwa pertumbuhan koloni dari semua isolat lokal yang diuji lebih cepat terjadi dan menutupi koloni jamur C. gloeosporioides.

Ini menandakan bahwa Trichoderma spp. Gambar 5. Mekanisme antagonisme isolat dan Gliocladium sp. telah melakukan lokal jamur Trichoderma sp. (A) dan perlawanan terhadap C. gloeosporioides, Gliocladium sp. (B) terhadap C. karena kemampuannya sebagai antagonis gloeosporioides pada biakan ganda untuk menghambat pertumbuhan patogen tersebut. Terhambatnya pertumbuhan Menurut Harjono dan Widyastuti ; koloni C. gloeosporioides diindikasikan Intan et al., [17, 18] Trichoderma spp. dengan perubahan warna koloni dari melakukan penetrasi ke dalam dinding sel putih menjadi kecoklatan yang dapat inang dengan bantuan enzim pendegrasi diamati dari sisi bawah cawan petri. dinding sel yaitu kitinase, glukanase, dan Penghambatan oleh isolat protease, selanjutnya menggunakan isi Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. hifa inang sebagai sumber makanan. secara in vitro belum tentu sama Mekanisme penghambatan dari ketiga kemampuannya ketika berada di lapangan antagonis ini adalah kompetisi, artinya mengingat pengaruh faktor lingkungan antagonis mampu bersaing dalam oleh karena itu perlu dilakukan pengujian maengabsorbsi nutrisi, diindikasikan langsung terhadap tanaman di rumah kaca dengan pertumbuhan koloni yang begitu maupun di lapangan, guna memastikan cepat sehingga memenuhi permukaan kemampuannya, bukan saja sebagai agens media, padahal dalam pengujian pengendali hayati patogen tanaman, tetapi antagonisme, koloni patogen C. juga perannya dalam meningkatkan gloeosporioides diinokulasi lebih awal 2 ketahanan tanaman dan memacu hari sebelum inokulasi agen antagonis pertumbuhan tanaman. Gliocladium sp. dan Trichoderma spp . Keenam koloni Isolat lokal tersebut Mekanisme Antagonisme mampu tumbuh dan berkembang menutupi Keenam isolat jamur Trchoderma spp. seluruh permukaan koloni C. dan Gliocladium sp. dalam melakukan Gloeosporioides, dan pada akhirnya proses penghambatan atau antagonisme koloni C. gloeosporioides terhambat terhadap penyebab penyakit antraknosa dalam pertumbuhannya. Hal ini kakao C. gloeosporioides , teramati secara in diindikasikan juga dengan perubahan vitro memiliki kemampuan kompetisi yakni warna koloni patogen C. Gloeosporioides bersaing dengan C. gloeosporioides dari putih menjadi coklat, tidak ada dalam memperoleh nutrisi pada media pertambahan ukuran koloni, dan biakan ganda. Hal ini diindikasikan dengan pertumbuhan ketiga antagonis menutupi petumbuhan Trichoderma spp. dan permukaan koloni C. Gloeosporioides. Gliocladium sp. menutupi permukaan Belum diketahui senyawa kimia yang koloni C. gloeosporioides , rata-rata terjadi diproduksi oleh keenam antagonis ini pada hari keempat setelah dikonfrontasi, seperti enzim dan toxin, oleh karena itu kemudian pada hari keenam terlihat perlu dilakuan analisis lanjutan terkait hal pertumbuhan koloni kedua isolat jamur tersebut, sehingga dapat diketahui tersebut menutupi permukaan koloni pasti potensinya dalam menghambat patogen C. gloeosporioides, bahkan pada patogen C Gloeosporioides. Jamur hari ketujuh pertumbuhannya terlihat pada antagonis mempunyai kemampuan dalam dinding cawan pertri yang tidak memiliki menghambat perkembangan patogen alas media (Gambar 5). dengan berbagai mekanisme, antara lain melalui kompetisi ruang dan nutrisi [19, 20].

13 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

SIMPULAN potential for biological control”. Ann. Jamur Gliocladium sp. dan Rev. Phytophatology. vol. 23, pp. 23- Trichoderma spp. isolat lokal dapat berperan 54, 1985. sebagai antagonis terhadap patogen [9] Dighton J., White J.F., Oudemans P, antraknosa kakao, C. gloeosporioides. “The fungal community; its Mekanaisme antagonisme yang ditemukan organization and role in the ecosystem”. adalah kompetisi. Aktifitas kedua isolat Third edition, Taylor & Francis, pp. 93– tersebut tergolong aktifitas antagonisme 115, 2005. tinggi dan tergolong dalam antagonisme kelas dua. Perlu pengujian lanjutan [10] Skidmore, A.M., & Dickson, C.M, antagonisme kedua isolat jamur tersebut, “Colony interactions and hyyphae khusus untuk menemukan mekanisme interferences between Septoria nodorum antagonisme mikoparasitisme dan antibosis. and phylloplane fungi”. Perlu pengujian lanjutan antagonisme secara Trans.Br.Mycol.Soc., vol. 66, pp. 57– in vivo. 64, 1976.

[11] Bella, D.K., Wells, H.D. and Markham, DAFTAR PUSTAKA C.R., “In vitro antagonism of [1] Wood, G.A.R. and Lass, R.A., “Cocoa,” Trichoderma spp. Against six fungal 4th Edition, Longman London, pp. 630 – plant pathogens”. Phytopathology, vol. 632, 1985. 72, pp. 379-382, 1982. [2] Sukamto, S, “Analisis Status Penelitian [12] Soytong, K, “Identification of species of dan Pengembangan PHT pada Chaetomium in the Philippines and Pertanaman Kakao”, Risalah screening for their biocontrol properties Simposium Nasional Penelitian PHT against seed borne fungi of rie”. Ph.D. Perkebunan Rakyat. Bogor, 2003. Thesis. ULPB College, Philippines., 1988. [3] Sukamto, S. dan Junianto. Y.D, “Penyakit Utama Kakao dan [13] Elad Y, Chet I, & Henis Y, Pengendalian. Buku Pintar Budidaya “Degradation of plant pathogenic fungi Kakao”. Pusat Penelitian Kopi dan by Trichoderma harzianum”. Canadian Kakao Indonesia, pp. 204-226. Journal of Microbiology., vol. 28, no. 7, Agromedia Pustaka: Jakarta, 2010. pp. 719-725, 1982. [4] James, R., Lazdunski, C. & Pattus, F., [14] Soesanto, L., E. Mugiastuti, R.F. “Bacteriocins, Microcins and Rahayuniati, dan R.S. Dewi, “Uji Lantibiotics”. Springer-Verlag, Berlin, kesesuaian empat isolat Trichoderma Heidelberg, 1992. spp. dan daya hambat in vitro terhadap beberapa patogen tanaman”. J. HPT. [5] Howard, D.D., Chambers, A.Y., Logan, Tropika., vol. 13, no. 2, pp. 117-123, J., “Nitrogen and fungicide effects on 2013. yield components and disease severity in wheat”. Journal of Production in [15] Reino J. L., Guerrero R. F., Herna'ndez- Agriculture, vol. 7, no. 4, pp. 448-454, Gala'n R., Collado I. G., “Secondary 1994. metabolites from species of the biocontrolagent Trichoderma” . Phytoch [6] Chet I, “Trichoderma application, mode em. Rev. vol. 7, pp. 89–123, 2008. of action and potential as biocontrol agent of soil borne plant pathogenic [16] Qualhato, T. F., Lopes, F. A. C., fungi in innovative approaches to plant Steindorff, A. S., Brandao, R. S., disease control”. John Wiley & Sons, Jesuino, R. S. A., & Ulhoa, C. J, Inc, 1987. “Mycoparasitism studies of Trichoderma species against three [7] Cook R. J, “Making greater use of phytopathogenic fungi: evaluation of microbial inoculants in agriculture”, antagonism and hydrolytic enzyme Annual Review of Phytopathology, vol. production,” Biotechnology letters , vol. 31, pp. 53–80. 1993. 35 , no. 9, pp. 1461-1468 , 2013. [8] Papavizas, C.G, “Trichoderma and [17] Harjono & Widyastuti SM., Gliocladium: biology ekology and “Permurnian dan karakteristik enzim

14 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

endokitinase dari agen pengendali Colletotrichum capsici incitant of hayati Trichoderma reesei”. J. Perlind. anthracnose on bell peppers”. Nature Tan. Indones., vol. 7, no. 1, pp. 114– and Science, vol. 8, no. 9, pp. 265–269, 120, 2001. 2010. [18] Berlian, I., Setyawan, B., & Hadi, H, [20] Vinale, F., Sivasithamparam, K., “Mekanisme antagonisme Trichoderma Ghisalberti, E. L., Woo, S. L., Nigro, spp. terhadap beberapa patogen tular M., Marra, R., Lorito, M., “Trichoderma tanah”. Warta Perkaretan, vol. 32, no. 2, secondary metabolites active on plants pp. 74-82, 2013. and fungal pathogens”. The Open Mycology Journal, vol. 8, no. 1, pp. [19] Ajith, P.S., & Lakshmidevi, N, “Effect 127–139, 2014. of volatile and nonvolatile compounds from Trichoderma spp. against

15 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

APLIKASI PENANDA MOLEKULER cpSSR UNTUK TANAMAN JERUK HASIL FUSI PROTOPLAS

Nova Triani Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Email : [email protected]

ABSTRAK Jeruk ialah tanaman buah komersial terpenting di dunia. Diperlukan penggabungan sifat unggul antara kedua jenis jeruk dengan teknologi fusi protoplas agar diperoleh jeruk dengan sifat-sifat unggul yang dikehendaki. Tanaman jeruk hasil fusi protoplas dapat bersifat hibrid dan sibrid. Pengidentifikasian tanaman hasil fusi protoplas dapat menggunakan penanda molekuler cpSSR (Chloroplast Simple Sequence Repeat) , sehingga diketahui asal genom sitoplasma dari tanaman hasil fusi protoplas yang dihasilkan. Penanda molekuler cpSSR digunakan untuk mengetahui asal genom sitoplasma. Empat pasang primer cpSSR khusus untuk tanaman jeruk yang dapat digunakan yaitu primer cpSSR (forward dan reverse) primer NTCP9 (SPCC1), NTCP40 (SPCC3), ARCP2 (SPCC9) dan ARCP5 (SPCC11). Kata Kunci : fusi protoplas, cpSSR, penanda molekuler, mikrosatelit kloroplas

ABSTRACT Oranges are the most important commercial fruit crop in the world. It is necessary to combine the superior properties between the two types of citrus with protoplast fusion technology in order to obtain oranges with the desired superior properties. Citrus plants resulting from protoplast fusion can be hybrid and sibrid. Identification of plants resulting from protoplast fusion can use the cpSSR (Chloroplast Simple Sequence Repeat) molecular marker, so that the cytoplasmic genome origin of the resulting plant protoplast fusion is known. The cpSSR molecular marker was used to determine the origin of the cytoplasmic genome. Four pairs of cpSSR primers specifically for citrus plants that can be used are cpSSR primers (forward and reverse) primers NTCP9 (SPCC1), NTCP40 (SPCC3), ARCP2 (SPCC9) and ARCP5 (SPCC11). Keyword : protoplast fusion, cpSSR, molecular marker, chloroplast microsatellite

PENDAHULUAN Fusi protoplas merupakan suatu tanaman tingkat tinggi membuatnya lebih fenomena fisik pada waktu penggabungan digunakan untuk studi asal-usul dan dua atau lebih protoplas yang bersentuhan taksonomi. Genom kloroplas berukuran dan melekat satu sama lain [1]. Fusi kecil, gennya relatif dipelihara, non- protoplas dapat terjadi secara spontan atau recombinan , diwariskan secara uni-parental, terinduksi [2]. Tidak sama dengan pewarisan dan secara efektif haploid, dapat maternal pada hibridisasi seksual, hibridisasi memecahkan kerugian yang ditemui pada somatik tanaman memungkinkan adanya analisis penanda DNA nukleus [4]. perpindahan/ transfer , pencampuran/ mixing , Mengidentifikasi asal genom dan penggabungan ulang/ recombination sitoplasma pada tanaman hasil fusi genom sitoplasma [3]. protoplas, maka dalam penelitian ini Hasil dari fusi protoplas secara umum dilakukan analisis dengan penanda terdiri dari tiga kemungkinan, yaitu: molekuler cpSSR (Chloroplast Simple menghasilkan hibrid atau kombinasi dua Sequence Repeat). genom lengkap, menghasilkan asymmetric hybrid atau partial hybrid , dan METODE menghasilkan sibrid. Molekul DNA Pengambilan sampel kloroplas biasanya terdistribusi di dalam Sampel daun berasal dari daun stroma kloroplas. tanaman jeruk hasil fusi protoplas antara Sekuens nukleotida genom sitoplasma jeruk Siam Madu dengan Satsuma Mandarin ialah jauh lebih lestari (conserved) yang berumur ± 2 tahun dan juga kedua dibanding genom nukleus [3]. Konservatif parentalnya. Daun diambil dan dibersihkan alami genom kloroplas pada dengan alkohol 70% lalu ditimbang tanpa tulang daunnya sebanyak 0,5 gram.

16 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

Isolasi DNA Reaksi PCR Penggunaan DNA volume kecil Reaksi PCR yang dilakukan ialah 1 didapatkan dengan menggunakan metode siklus tahap denaturasi awal (initial CTAB [5]. denaturation) pada suhu 94 0C selama 3 menit, diikuti dengan 32 siklus dengan tahap Pengukuran kualitas dan kuantitas DNA denaturasi pada suhu 94 0C selama 1 menit Setelah sampel DNA diperoleh, dan tahap penempelan (annealing) pada selanjutnya untuk mengetahui kualitas DNA suhu 55 0C (untuk primer NTCP9, NTCP40 dilakukan elektroforesis dengan dan ARCP2) dan pada suhu 60 0C (untuk menggunakan 1% agarose SPI (Duchefa primer ARCP5) selama 40 detik dan tahap Biochemie), yang dilarutkan di dalam TBE pemanjangan (extension) pada suhu 72 0C 0,5x. selama 1 menit. Kemudian diakhiri dengan 1 Selanjutnya, untuk mengetahui nilai siklus pemanjangan akhir (terminal konsentrasi DNA, dilakukan pengukuran extension) pada suhu 72 0C selama 5 menit. dengan menggunakan alat spektrofotometer. Reaksi PCR menggunakan 4 pasang primer cpSSR ( forward dan reverse ) yang telah dikembangkan oleh Cheng et al. [4]. Empat pasang primer tersebut tertera pada Tabel 1. di bawah ini.

Tabel 1. Nama dan sekuen primer cpSSR yang digunakan untuk membandingkan asal genom kloroplas tanaman jeruk hasil fusi protoplas. Nama No. Forward-Primer Reverse-Primer Primer 1. NTCP9 CTTCCAAGCTAACGATGC CTGTCCTATCCATTAGACAATG (SPCC1) 2. NTCP40 GATGTAGCCAAGTGGATCA TAATTTGATTCTTCGTCGC (SPCC3) 3. ARCP2 TGGAGAAGGTTCTTTTTCAAGC CGAACCCTCGGTACGATTAA (SPCC9) 4. ARCP5 GGCCATAGGCTGGAAAGTCT GTTTATGCATGGCGAAAAGG (SPCC11)

Reaksi amplifikasi PCR dilakukan ini [6]. Analisis mikrosatelit kloroplas dengan menggunakan alat Biometra (cpSSR) ialah alat untuk studi ekologi dan Thermocycler. Setiap tabung berisi 20 µl evolusi serta studi filogenetik jeruk [7]. total volume reaksi yang terdiri dari Aplikasi penanda mikrosatelit kloroplas, sejumlah larutan komposisi reaksi PCR, ditandai oleh pengulangan mononukleotida yaitu 50 ng DNA genom sebagai DNA poly(A) atau poly(T) dan polimorfismenya cetakan sebanyak 4 µl, PCR mix (Fast Start dibuktikan dengan gel poliakrilamid atau PCR Master, Roche) sebanyak 7 µl, primer agarose [7, 8, 9]. forward dan reverse masing-masing dengan Penanda cpSSR sebagai alat baru yang konsentrasi akhir 5 µM dan volume 3 µl, efisien untuk analisis sitoplasma jeruk. Aqua bidestilata steril (Ikapharmindo) Dibandingkan penanda DNA nukleus, sebanyak 3 µl. penanda DNA kloroplas lebih dapat dipercaya untuk studi taksonomi jeruk HASIL karena konservatif dan pewarisan uni- Hasil penelitian menunjukkan dari parental dari genom kloroplas. Wilayah hasil identifikasi menggunakan penanda amplifikasi berlokasi utama pada wilayah molekuler cpSSR, ke empat primer cpSSR variabel mononukleotida, yang kaya dengan yang digunakan terbukti dapat membedakan polimorfisme pada genom kloroplas. asal genom kloroplas tanaman jeruk hasil Analisis cpSSR merupakan prosedur fusi protoplas. analisis yang simpel dan murah Mikrosatelit kloroplas (cpSSR) sama dibandingkan analisis molekuler dengan dengan mikrosatelit di dalam inti sel, tetapi penanda yang lain dalam menganalisis DNA ulangan hanya bisa satu pasang basa (misal kloroplas. Hal ini dikarenakan dibutuhkan (T)n). Setiap spesies biasanya memiliki ciri isotop pada RFLP dan enzim restriksi pada khas dalam pengulangan sekuen sederhana

17 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

CAPS. Analisis cpSSR menunjukkan pengulangan A 14 . Sedangkan primer ARCP2 pewarisan acak alami DNA kloroplas [10]. (SPCC9) mengenali lokasi mikrosatelit Cheng et al. [4] mengembangkan trnS/trnG IR dengan motif pengulangan A 13 . penanda cpSSR pada jeruk dan digunakan Lokasi mikrosatelit yang dikenali oleh untuk menganalisis keragaman kloroplas primer ARCP5 (SPCC11) ialah trnL/trnF IR jeruk dan jenis yang terkait. Dari 14 primer dengan motif pengulangan T 13 . Lokus yang digunakan, 4 primer yaitu SPCC1 SPCC1 memiliki ukuran fragmen yang (NTCP9), SPCC3 (NTCP40), SPCC9 diamplifikasi 220-240 bp dengan jumlah alel (ARCP2) dan SPCC11 (ARCP5) yang terdeteksi tiap lokus ialah 7. memberikan hasil yang polimorfis pada 34 Sedangkan lokus SPCC3, SPCC9, dan jeruk yang di analisis. Pasangan primer (SSR SPCC11 memiliki ukuran fragmen yang Primers for Citrus Chloroplast) tersebut diamplifikasi berturut-turut ialah 780-820 berasal dari genom kloroplas tembakau bp, 200-250 bp dan 200-220 bp, dengan (Nicotiana tabacum L.) dan Arabidopsis. jumlah alel yang terdeteksi tiap lokus Cai et al. [8] telah meneliti tanaman berturut-turut ialah 5, 8, dan 6 [4]. sibrid dari fusi somatik interspesifik antara Intron pada gen-gen kloroplas jeruk Page tangelo dan rough lemon dengan mempunyai sekuens lestari. Sifat lestari menggunakan analisis molekuler SSR dan mempunyai fungsi yang sangat penting, cpSSR. Untuk menentukan DNA kloroplas misalkan saja pada gen yang ada dalam (cpDNA), digunakan analisis cpSSR nukleus, sifat lestari ujung 5’ dan 3’ pada menggunakan pasangan primer ARCP5, sisi pemotongan-penyambungan serta kotak NTCP9 dan NTCP40. Analisis cpSSR TACTAAC mempunyai fungsi sangat menunjukkan bahwa dua pasangan primer, penting dalam ekspresi genetik. Mutasi pada yaitu ARCP5 dan NTCP9, mampu bagian tersebut dapat menyebabkan mencirikan kedua parental. perubahan fenotipe pada banyak jasad Guo et al. [11] juga telah meneliti eukaryote. Sebagai contoh, mutasi pada tanaman sibrid dari fusi somatik daerah ini seringkali bertanggung jawab interspesifik antara jeruk Page tangelo dan dalam pemunculan penyakit menurun pada rough lemon dengan menggunakan analisis manusia, misalnya kelainan hemoglobin. molekuler SSR dan cpSSR. Pasangan primer Beberapa promoter gen kelas II juga NTCP9 untuk analisis kloroplas SSR. mempunyai sekuens lestari (conserved Pada tanaman hasil fusi protoplas, sequences) di sekitar daerah titik awal analisis molekuler tidak hanya membantu transkripsi yang diperlukan untuk transkripsi mengerti interaksi antara nukleus-nukleus, yang optimal [14]. nukleus-sitoplasma, dan sitoplasma- Hasil elektroforegram menunjukkan sitoplasma antara kedua fusi parental, tetapi bahwa primer cpSSR NTCP9 (SPCC1), juga menjadi kondusif untuk korelasi NTCP40 (SPCC3) dan ARCP2 (SPCC9) fenotipik atau ciri spesifik dengan komposisi tidak menghasilkan polimorfisme pada nuklear dan sitoplasmik dari hibrid yang tanaman hasil fusi protoplas dan juga pada baru [10]. Pada evaluasi molekuler tersebut, kedua induknya. Tidak adanya polimorfisme RAPD (random amplified polymorphic yang terdeteksi pada pasangan primer DNA) dan RFLP (restriction fragment length tersebut mengindikasikan bahwa wilayah polymorphism) sebelumnya telah digunakan yang diamplifikasi ialah sekuens lestari secara luas [12, 13], tetapi sejak (conserved) [15]. perkembangan penanda molekuler yang Primer cpSSR ARCP5 (SPCC11) pada lebih efisien dan sederhana seperti SSR hasil elektroforegram menunjukkan pita (Simple Sequence Repeat), dan kloroplas yang polimorfis sehingga dapat dibedakan SSR (cpSSR), penanda molekuler ini yang asal genom kloroplas pada tanaman hasil sekarang banyak digunakan [10]. Analisis fusi protoplas. Cheng et al. [4] menjelaskan cpSSR merupakan prosedur analisis yang bahwa polimorfisme yang dihasilkan oleh simpel dan murah dibandingkan analisis primer ARCP5 ialah sangat utama dalam molekuler dengan penanda yang lain dalam kaitan dengan variasi di dalam pengulangan menganalisis DNA kloroplas [4]. mononukleotida. Primer tersebut mendeteksi Lokasi mikrosatelit yang dikenali oleh pola variasi yang berlanjut di dalam primer NTCP9 (SPCC1) ialah trnG/trnR IR panjangnya, yang berarti bahwa variasi dengan motif pengulangan T 10 . Primer dalam banyaknya pengulangan NTCP40 (SPCC3) mengenali lokasi mononukleotida ialah penyebab mikrosatelit rpI 2/ trnH IR dengan motif polimorfisme yang paling mungkin. Urutan

18 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

produk amplifikasi ARCP5 dengan urutan [7] W. W. Guo, D. Prasad, Y.J. Cheng, P. motif primer asli (original primer) Serrano, X.X. Deng and J.W. Grosser, Arabidopsis mengungkapkan bahwa variabel “Targeted cybridization in citrus: poli(T) ialah penyebab langsung transfer of Satsuma cytoplasm to seedy cultivars for potential seedlessness”, polimorfisme. Pada tumbuhan yang lebih Plant Cell Rep. vol. 22, pp. 752-758, tinggi, pengulangan mononukleotida adalah 2004. sering dan secara acak berlokasi sebagian besar di intron dan daerah intergenik. Pada [8] X. Cai, J. Fu, C. Chen and W. Guo, kloroplas mikrosatelit, primer dirancang dari “Cybrid/hybrid plants regenerated from somatic fusions between male sterile wilayah pengapit (flanking region) pada Satsuma mandarin and seedy tangelos”, intron atau daerah intergenik, karena pada Sci. Hort. vol. 122, pp. 323-327, 2009. kloroplas, urutan kodon adalah sangat konservatif, sedangkan intron dan daerah [9] W. W. Guo and J. W. Grosser, “Somatic intergenik adalah sangat variabel. Sehingga hybrid vigor in Citrus: Direct evidence from protoplast fusion of an urutan (sequence) target amplifikasi embryogenic callus line with a biasanya berlokasi diluar gen [4]. transgenic mesophyll parent expressing the GFP gene”, J. Plant Sci. vol. 168, SIMPULAN pp. 1541-1545, 2005. Empat pasang primer cpSSR khusus [10] W. W. Guo, R.C. Wu, G.E. Fan and Y.J. untuk tanaman jeruk yang dapat digunakan Cheng, “Analysis of mitochondrial yaitu primer cpSSR (forward dan reverse) genomes in Citrus interspecific somatic primer NTCP9 (SPCC1), NTCP40 (SPCC3), hybrids produced by protoplast fusion”, ARCP2 (SPCC9) dan ARCP5 (SPCC11). Bot. Studies, vol. 49, pp. 295-300, 2008. [11] W. W. Guo, Y.J. Cheng, C.L. Chen and DAFTAR PUSTAKA X.X. Deng, “Molecular analysis revealed autotetraploid, diploid and [1] N. Verma, M. C. Bansal and V. Kumar, tetraploid cybrid plants regenerated “Protoplast Fusion Technology and Its from an interspecific somatic fusion in Biotechnological Applications”, Citrus ”, Scientia Hort. vol.108, pp. 162- Department of Paper Technology, 166, 2006b. Indian Institute of Technology, Roorkee, Saharanpur, 2004. [12] C. D. Moreira, C.D. Chase, F.G. Gmitter Jr and J.W. Grosser, [2] E. F. George, “Plant Tissue Culture “Inheritance of organelle genomes in Procedure - Background 1”, Plant citrus somatic cybrids”, Molecular Propagation by Tissue Culture 3rd Breeding, vol. 6, pp. 401-405, 2000. Edition vol. 1, pp. 1-28, 2008. [13] W. W. Guo, Y.J. Cheng and X.X. Deng, [3] O. Olivares-Fuster, M. Hernandez- “Regeneration and molecular Garrido, J. Guerr and L. Navarro, “Plant characterization of intergeneric somatic somatic hybrid cytoplasmic DNA hybrids between Citrus reticulata and characterization by single-strand Poncirus trifoliata”, Plant Cell Rep. conformation polymorphism”,Tree vol. 20, pp. 829-834, 2002. Physiology, vol. 27, pp. 785-792, 2007. [14] T. Yuwono, “Biologi Molekular”, [4] Y. J. Cheng, Y.J., M.C.D. Vicente, H.J. Erlangga, Jakarta., pp. 1-269, 2005. Meng, W.W Guo, N.G. Tao and X.X. Deng, “A set of primers for analyzing [15] Y. J. Cheng, W.W. Guo and X.X. Deng, chloroplast DNA diversity in Citrus and “Molecular characterization of related genera”, Tree Physiol, vol. 25, cytoplasmic and nuclear genomes in pp. 661-672, 2005. phenotypically abnormal Valencia orange (Citrus sinensis) + Meiwa [5] Karsinah, Sudarsono, L. Setyobudi, dan kumquat (Fortunella crassifolia) H. Aswidinnoor, “Keragaman genetik intergeneric somatic hybrids”, Plant plasma nutfah jeruk berdasarkan analisis Cell Rep. vol. 21, pp. 445-451, 2003. penanda RAPD”, J. Bioteknologi Pertanian, vol. 7, no. 1, pp. 8-16, 2002. [6] J. Prasetiyono dan Tasliah. 2004. “Marka mikrosatelit: marka molekuler yang menjanjikan”, J. Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Teknologi Pertanian, Abstrak vol. 6, no. 2, 2004.

19 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

BIODIVERSITAS NEMATODA PARASIT PADA TANAMAN KOPI (Coffea canephora var. Robusta) DI DESA DOMPYONG KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK

Elly Ika Fahmawati 1*, Wiludjeng Widajati 1, Indriya Radiyanto 1, Latief Imanadi 3 1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya *Email : [email protected]

ABSTRAK Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Nematoda salah satu masalah dalam budidaya pada tanaman kopi akan tetapi di Jawa Timur khususnya Kabupaten Trenggalek masalah nematoda belum banyak dilaporkan. Perlunya eksplorasi nematoda parasit tumbuhan pada tanaman kopi. Eksplorasi nematoda parasit tumbuhan pada tanaman kopi dilakukan untuk mengetahui genus dan populasi nematoda parasit yang berasosiasi dengan tanaman kopi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nematologi BBKP Surabaya. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif dan identifikasi nematoda parasit, menggunakan teknik identifikasi secara morfologi dan morfometri. Hasil penelitian ditemukan lima genus nematoda parasit tumbuhan pada tanaman kopi, yaitu Pratylenchus sp., Paratylenchulus sp., Criconemoides sp., Helicotylenchus sp., dan Rotylenchulus sp. Sebaran populasi nematoda tertinggi berada pada kedalaman 10-20 cm, sebaran populasi nematoda tertinggi di sisi Selatan tanaman adalah nematoda Pratylenchus sp., dan Paratylenchulus sp. Sisi Utara tanaman adalah nematoda Criconemoides sp., Helicotylenchus sp., dan Rotylenchulus sp. Kata kunci : Tanaman Kopi, Nematoda parasit, Sebaran populasi

ABSTRACT Coffee is one of the results of plantation commodities that have high economic value. Nematodes are one of the problems in the cultivation of coffee plants, but in East Java, especially Trenggalek, the problem of nematodes has not been widely reported. The need for exploration of plant parasitic nematodes in coffee plants. Exploration of plant parasitic nematodes in coffee plants was carried out to determine the genus and population of parasitic nematodes associated with coffee plants. This research was conducted at the Surabaya BBKP Nematology Laboratory. Sampling was done purposively and identification of parasitic nematodes, using identification techniques in morphology and morphometry. The results of the study found five plant parasitic nematode genera in coffee plants, namely Pratylenchus sp., Paratylenchulus sp., Criconemoides sp., Helicotylenchus sp., and Rotylenchulus sp. The highest distribution of the nematode population is at a depth of 10-20 cm, the distribution of the highest nematode population on the southern side of the plant is Pratylenchus sp. Nematodes, and Paratylenchulus sp. On the North side of the plant are Criconemoides sp. Helicotylenchus sp., and Rotylenchulus sp. Keywords : Coffee Plants, Parasitic Nematodes, Population Distribution

PENDAHULUAN Kopi merupakan salah satu hasil di Indonesia. Salah satunya Desa komoditi perkebunan yang memiliki nilai Dompyong, Kecamatan Bendungan, ekonomis cukup tinggi di antara tanaman Kabupaten Trenggalek dengan jenis kopi perkebunan lainnya dan berperan penting robusta. sebagai sumber devisa negara [1]. Indonesia Salah satu masalah dalam budidaya adalah produsen kopi terbesar ketiga di kopi di Indonesia adalah adanya serangan dunia setelah Brazil dan Vietnam dengan penyakit tumbuhan. Penyakit dapat menyumbang sekitar 6% dari produksi total menyebabkan kerugian besar pada tanaman kopi dunia dan Indonesia merupakan kopi salah satunya disebabkan oleh pengekspor kopi terbesar keempat dunia nematoda. Salah satu penyebab rendahnya sekitar 11% [2]. Provinsi Jawa Timur produktivitas kopi adalah serangan merupakan salah satu sentra produksi kopi nematoda parasit tumbuhan terutama Nematoda Pratylenchus coffeae dan Radopholus similis . Serangan nematoda ini

20 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

menyebabkan pertumbuhan tanaman Dompyong Kecamatan Bendungan terganggu dan menurunkan produksi baik Kabupaten Trenggalek. kuantitas maupun kualitas. Serangan Pratylenchus coffeae pada kopi robusta Pengambilan Sampel Penelitian dapat menurunkan produksi sampai 28,7% - Pengambilan sampel penelitian 78,4% [3]. Serangan Radopholus similis Eksplorasi Nematoda Parasit dilakukan bersama-sama dengan Pratylenchus coffeae secara purposif (purposive sampling), yaitu pada kopi arabika dapat mengakibatkan memilih sampel berdasarkan kriteria kerusakan tanaman sampai 80% dan bahkan spesifik gejala yang terlihat pada permukaan tanaman dapat mati pada umur kurang dari 3 tanah tanaman. Sampel yang diambil berupa tahun. sampel tanah dan akar. Jumlah yang diambil Selama ini masalah nematoda pada adalah sembilan sampel tanaman pada tanaman kopi di Jawa Timur khususnya masing-masing tanaman diambil empat titik Kabupaten Trenggalek belum banyak sesuai arah mata angin dalam masing- dilaporkan. Hal tersebut menginisiasi masing titik diambil tiga kedalaman yaitu perlunya penelitian mengenai eksplorasi kelaman 10cm, 20cm, dan 30cm dari nematoda parasit tumbuhan untuk permukaan tanah. Pengambilan sampel mengetahui jenis nematoda parasit dan padat diambil pada lahan kopi kurang dari satu populasi yang menyerang tanaman kopi, hektar (Badan Karantina Pertanian, 2010). sehingga dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi penentuan strategi Ekstraksi Sampel Penelitian pengendalian pada tanaman kopi. Ekstraksi sampel penelitian dilakukan dengan mengacu pada referensi Pedoman METODE Diagnosis Nematoda Parasit Tahun 2010 Tempat dan Waktu. oleh Badan Karantina Pertanian. Secara Penelitian dilaksanakan di rinci, macam ekstraksi yang digunakan Laboratorium Nematologi, Balai Besar dalam penelitian dapat dijabarkan sebagai Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya. berikut ini. Ekstraksi nematoda dari sampel Sampel diambil dari lahan tanaman kopi di tanah dilakukan dengan metode corong Desa Dompyong Kecamatan Bendungan Baermann. Sampel tanah yang digunakan Kabupaten Trenggalek. Penelitian adalah 100 gram dan diletakkan di atas dilaksanakan dari bulan Januari 2019 tissue, kemudian diletakkan di atas corong sampai April 2019. Baermann dan diisi air hingga penuh kemudian dibiarkan selama 24 jam, Alat dan Bahan . kemudian sampel tanah siap untuk diambil Alat yang digunakan dalam penelitian dan diamati. ini adalah kotak penyimpan sampel, cetok, Ekstraksi nematoda dari sampel akar ring tanah, gelas Beaker, corong Baermann, menggunakan metode perendaman. Sampel saringan, sarung tangan, kail pemancing akar kopi diambil sebanyak 10 gram nematoda, spidol permanen, mikroskop kemudian dicuci bersih untuk trinokuler, mikroskop stereo, kamera digital. menghilangkan partikel tanah yang melekat Bahan yang dibutuhkan antara lain bagian kemudian dipotong 1 cm dan direndam tanaman terserang nematoda parasit yang dengan aquadest, dibiarkan selama 24 jam, terdapat pada akar dan media tanam yaitu kemudian sampel akar disaring tanah, objek glass, cover glass, tisu, kantong menggunakan saringan dan siap untuk plastik, aquadest. diamati (Chapman, 1957).

Pendataan dan Survey Teknik Identifikasi Nematoda Parasit Pendataan dilakukan untuk Teknik identifikasi nematoda parasit mendapatkan informasi awal mengenai menggunakan teknik identifikasi secara lokasi seperti teknik olah tanah, penggunaan morfometri dan morfologi yaitu pengukuran pupuk dan pestisida. Hasil pendataan morfologi nematoda dengan menggunakan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mikroskop kompon. Identifikasi dilakukan tambahan tentang kondisi wilayah serta dengan mengacu pada buku identifikasi keberadaan gejala penyakit di lahan nematoda (Kunci Diagnosis Interaktif untuk pengamatan. Survey dilakukan di lahan Nematoda Parasit Tumbuhan, Freeliving tanaman kopi varietas robusta milik Pak dan Predator oleh Pusat Karantina Witoyo selaku petani kopi di Desa

21 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Tumbuhan (BKPKP). dengan tanaman Kopi baik pada sampel tanah maupun akar. Adapun morfologi HASIL beberapa genus nematoda dapat dicermati pada Gambar 1. sebagai berikut. Hasil pengamatan ditemukan lima genus nematoda parasit yang berasosiasi

A B

D C

E

Gambar 1. Morfologi genus nematoda parasit, (A) Pratylenchus sp., (B) Paratylenchus sp., (C) Criconemoides sp., (D) Helicotylenchus sp., (E) Rotylenchulus sp.

Populasi nematoda yang ditemukan pada akar tanaman kopi dapat dicermati pada Grafik 1. Populasi nematoda yang ditemukan pada tanah sekitar tanaman kopi dapat dicermati pada Grafik 2. Nematoda Pratylenchus sp. dan nematoda Rotylenchulus sp. menempati populasi tinggi disebabkan karena nematoda ini hidup pada rizosfer dan akar tanaman kopi. Nematoda Pratylenchus sp. dan nematoda Rotylenchulus sp. yang berada pada jaringan akar tanaman kopi dapat makan inangnya secara ektoparasit, dan Grafik 1. Populasi Nematoda Parasit endoparasit, keduanya mampu berpindah Tumbuhan pada Sampel Akar Kopi di Desa dan berkembangbiak dalam korteks Dompyong inangnya. Nematoda Pratylenchus sp. dapat makan inangnya secara ektoparasit dan Nematoda Paratylenchus sp., endoparasit. Pratylenchus sp. dan Criconemoides sp., dan Helicotylenchus sp., Rotylenchulus sp. bersifat semi migratori merupakan nematoda ektoparasit atau endoparasitik dan bereproduksi secara nematoda tinggal di luar tanaman. seksual. Semua stadium hidupnya terdapat Melakukan penetrasi atau memperoleh di dalam jaringan korteks inangnya [4]. makanan dengan menggunakan stilet

22 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN 978-623-93261-5-9

sehingga populasi nematoda tersebut satu bulan dan dapat mencapai tingkat lebih sedikit dari nematoda endoparasit. populasi yang tinggi dengan meletakkan telur di dalam jaringan akar maupun di tanah [5]. Nematoda Rotylenchulus sp. menempati populasi yang rendah disebabkan karena nematoda ini bersifat semi endoparasit yang sebagian besar siklus hidupnya berada pada jaringan tanaman dari pada di dalam tanah, namun nematoda ini juga dapat hidup di dalam tanah. Nematoda Rotylenchulus sp. bersifat semi endoparasit dan berpindah-pindah, sebagian besar siklus hidup nematoda ini berada pada jaringan akar tanaman [6]. Hal inilah yang Grafik 2. Populasi Nematoda Parasit mempengaruhi keberadaan dan populasi Tumbuhan pada Sampel Tanah di Sekitar nematoda di dalam tanah. Tanaman Kopi di Desa Dompyong Populasi nematoda yang ditemukan pada tanah sekitar tanaman kopi Nematoda Pratylenchus sp. berdasarkan kedalaman dapat dicermati menempati populasi tinggi disebabkan pada Grafik 3. Populasi nematoda yang karena nematoda ini memiliki siklus hidup ditemukan pada tanah sekitar tanaman kopi yang relatif cepat dan mampu di sisi utara dan selatan tanaman dapat berkembangbiak dalam jaringan akar dan dicermati pada Grafik 4. tanah. Nematoda Pratylenchus sp. dapat menyelesaikan daur hidupnya kurang dari

Grafik 3. Populasi Nematoda Parasit Tumbuhan pada Sampel Tanah di Sekitar Tanaman Kopi Desa Dompyong Berdasarkan Kedalaman.

Berdasarkan data tersebut diketahui Populasi terbesar nematoda berada pada bahwa populasi nematoda tertinggi pada kedalaman 0-15 cm dan nematoda menyukai kedalaman 10 cm kemudian 20 cm dan tanah bertekstur remah dan memiliki ruang populasi terendah di kedalaman 30 cm. pori besar [7]. Tingginya populasi di kedalaman 10-20 cm diduga karena nematoda banyak berada pada rizosfer dan berada pada sekitar perakaran tanaman inang shingga nematoda dapat menyelesaikan siklus hidupnya. Pada kedalaman 30 cm nematoda juga ditemukan lebih sedikit dari kedalaman 10- 20 cm. Hal ini disebabkan karena di kedalaman 30 cm nematoda sulit mencari makanan dan nematoda kurang senang pada tanah padat.

23 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Grafik 4. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa populasi nematoda di sisi Utara dan Selatan tanaman berbeda.

Sebaran populasi nemaoda tertinggi di DAFTAR PUSTAKA sisi Utara tanaman adalah Criconemoides [1] P. Rahardjo, “ Panduan Budidaya dan sp., Helicotylenchus sp., Rotylenchulus sp. Pengolahan Kopi Arabika dan Pada sisi Selatan tanaman adalah Robusta”. Jakarta : Penebar Swadaya, Pratylenchus sp., dan Paratylenchus sp. 2012. Hal ini disebabkan pengambilan [2] B. Try Rahardjo, “ Analisis Penentu sampel pada bulan Januari dimana posisi Ekspor Kopi Indonesia”, Jurnal Ilmiah matahari berada pada 20° Lintang Selatan. Mahasiswa FEB, vol. 1, no. 1, pp. 1-12, Kondisi geografis wilayah Trenggalek 7°63’ 2013 - 8°34’ Lintang Selatan. Pada posisi ini letak matahari berada pada sisi Selatan tanaman. [3] Wiryadiputra dan O. Atmawinata, Sebaran Populasi nematoda pada sisi “Kopi ( Coffea spp.),” Puslitbang Tanaman Industri Badan Litbang Selatan yaitu nematoda Pratylenchus sp., Pertanian, Deptan, Pedoman dan Paratylenchus sp., menunjukkan lebih Pengendalian Hama Terpadu Tanaman menyukai terhadap intensitas cahaya Perkebunan, pp. 53-59, 1998. matahari, berbeda dengan nematoda Criconemoides sp., Helicotylenchus sp., dan [4] M. Luc, R. A. Sikora, dan Bridge J, “ Nematoda Parasitik Tumbuhan di Rotylenchulus sp., yang berada pada sisi Pertanian Subtropik dan Tropik”, Utara tanaman menunjukkan bahwa Supratoyo, penerjemah, Terjemahan nematoda lebih menyukai bagian tanaman Dari : Plant Parasitic Nematodos in yang kurang mendapat intensitas cahaya Subtropical and Tropical Agriculture . matahari atau nematoda menyukai tempat Yogyakarta : Gadjah Mada University yang lebih teduh. Press, 1995. [5] Mulyadi, “Nematologi Pertanian”, SIMPULAN Yogyakarta : Gadjah Mada University Nematoda parasit yang ditemukan Press, 2009. adalah Pratylenchus sp., Paratylenchulus [6] V.H. Dropkin, “ Introduction to Plant sp., Criconemoides sp., Helicotylenchus sp., Nematology ”, Edisi Bahasa Indonesia, dan Rotylenchulus sp. dengan sebaran diterjemahkan oleh Supratoyo dan populasi nematoda tertinngi berada pada disunting oleh Mulyadi. Yogyakarta : kedalaman 10-20 cm. Sebaran populasi Gadjah Mada University Press, 1992. nematoda tertinggi di sisi Selatan tanaman adalah nematoda Pratylenchus sp., dan [7] M. A. Yani Lubis, “Populasi Rotylenchulus reniformis dan Kejadian Paratylenchulus sp. Pada sisi Utara tanaman Penyakit Layu pada Petak Pengendalian adalah nematoda Criconemoides sp., Hama Terpadu Nanas ( Ananas Helicotylenchus sp., dan Rotylenchulus sp. comosus ) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat,” Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor, 2009.

24 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

PENGEMBANGAN BAWANG MERAH ( Allium cepa var ascalonikum. Linn) VARIETAS BAUJI DENGAN INDUKSI MUTASI MENGGUNAKAN SINAR GAMMA 60 CO

Muhammad Afwan 1*, Ida Retno Moeljani 1 dan Hadi Suhardjon 1 1Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Bawang merah (Allium cepa var ascalonikum. Linn) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi di Indonesia. Budidaya bawang yang sifatnya musiman menyebabkan bawang merah tidak mampu diproduksi diluar musim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang menyebabkan LD 20 dan LD 50 , untuk mengetahui pengaruh sinar gamma 60 Co terhadap keragaman tanaman bawang merah. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PAIR BATAN dan di tanam di kebun petani Ketindan, Kecamatan Lawan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada bulan Oktober 2019 sampai Januari 2020. Penelitian menggunakan 1 faktor perlakuan dosis sinar gamma yang terdiri dari 8 taraf yaitu 0 Gy sampai 7 Gy. Hasil penelitian menunjukkan LD 20 dan LD 50 pada bawang merah Varietas Bauji adalah sebesar 43,527 Gray dan 112,154 Gray, dan adanya pengaruh iradiasi sinar gamma 60 Co terhadap karakter pertumbuhan dan hasil pada tanaman bawang merah di setiap parameter panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat umbi basah per rumpun, berat umbi kering per rumpun, dan diameter umbi. Kata Kunci : Allium cepa , Pemuliaan Mutasi, Sinar Gamma

ABSTRACT Shallots (Allium cepa var ascalonikum. Linn) are one of the horticultural commodities that have high economic value in Indonesia. Cultivation of onions, which are seasonal in nature, means that shallots cannot be produced outside the season. This study aims to determine the dosage that causes LD 20 and LD 50 , to determine the effect of 60Co gamma rays on the diversity of shallot plants. This research was conducted at the PAIR BATAN Laboratory and planted in the Ketindan farmer's garden, Lawang District, Malang Regency, East Java from October 2019 to January 2020. The study used 1 factor of gamma ray dose treatment consisting of 8 levels, namely 0 Gy to 7 Gy. The results showed that the LD 20 and LD 50 in onions of Bauji variety were 43.527 Gray and 112.154 Gray, and the effect of 60 Co gamma irradiation on the growth and yield characters of shallot plants in each parameter of plant length, number of leaves, number of tillers, weight of wet tubers per clump, weight of dry tubers per clump, and tuber diameter. Keywords: Allium cepa, Mutation Breeding, Gamma Ray.

PENDAHULUAN Bawang merah ( Allium cepa var induknya. Dalam hal ini untuk memperbaiki ascalonikum. Linn) merupakan salah satu keragaman pada tanaman bawang merah komoditas hortikultura yang memiliki nilai dapat dilakukan dengan pemuliaan tanaman. ekonomi yang tinggi di Indonesia, tanaman Pemuliaan tanaman merupakan suatu bawang merah merupakan tanaman yang kegiatan yang bertujuan untuk mengubah memiliki adaptasi luas. Tanaman bawang susunan genetik pada tanaman secara tetap. merah yang hanya bisa diproduksi di bulan Produksi pemuliaan tanaman yang tertentu, budidaya bawang merah yang dihasilkan akan memiliki ciri-ciri khusus sifatnya musiman menyebabkan tanaman seperti produksi tanamman yang tinggi, bawang merah tidak mampu di produksi toleran terhadap kondisi lingkungan yang diluar musim. marjinal, dan resisten terhadap serangan Bawang merah memiliki beberapa hama dan penyakit [1]. varietas yang ada di Indonesia, salah satunya Pemuliaan tanaman bisa menggunakan yaitu varietas lokal Bauji. Bauji merupakan teknik mutasi fisik maupun kimia. varietas bawang merah yang banyak di Pemuliaan mutasi fisik dapat dilakukan budidayakan menggunakan umbi, dengan mutasi tanaman dengan perbanyakan vegetatif pada tanaman menggunakan radiasi sinar, mutasi mewariskan sifat yang jelek dan sifat baik

25 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

merupakan salah satu teknik yang sudah kimia, pestisida yang di gunakan sesuai dikembangkan secara luas dengan upaya dengan serangan dan apabila dibutuhkan. untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman untuk mendapatkan sifat baru yang Rancangan Percobaan bertujuan untuk memperbaiki genetik Penelitian ini menggunakan satu faktor tanaman, dengan mendapatkan karakter baru perlakuan yaitu dosis iradiasi sinar gamma dimana sifat tersebut tidak dijumpai pada 60 Co yang terdiri dari 8 taraf dengan kode gene poll yang ada [2]. sebagai berikut B0 : tanpa iradiasi (0 Gray), Metode pemuliaan mutasi dapat B1 : dosis 1 Gray, B 2 : 2 Gray, B 3 : 3 Gray, 60 menggunakan sinar gamma Co dilakukan B4 : 4 Gray, B 5 : 5 Gray, B 6 : 6 Gray, B 7 : 7 dengan menentukan dosis radiasi yang Gray. Terdiri dari 8 petak percobaan dan sesuai dengan tanaman, penentuan dosis menggunakan single plan t merupakan cara yang sesuai dapat diukur dengan dengan menanam dilingkungan pertanaman radiosensitivitas dengan nilai Lethal dose yang sama tanpa adanya ulangan. yaitu merupakan dosis yang menyebabkan kematian dari populasi tanaman yang Parameter diradiasi. Nilai Lethal dose dapat berbeda Parameter penelitian ini meliputi fase disetiap jenis tanaman tergantung tahap vegetatif dan fase generatif. Dimana pertmbuhan dan perkembagan tanaman dan terdapat parameter persentase bagian tanaman yang akan diiradiasi. Lethal perkecambahan, nilai Lethal dose 20 dan dose dapat digunakan untuk memperkirakan Lethal dose 50, panjang tanaman, jumlah dosis yang sesuai untuk menginduksi mutasi daun, jumlah anakan, berat umbi basah per [3]. rumpun, berat umbi kering udara per Tujuan penelitian ini yaitu untuk rumpun, dan diameter umbi. mengetahui pengaruh sinar gamma 60 Co terhadap keragaman fenotip pada tanaman Pelaksanaan bawang merah (Allium cepa var Pelaksanaan penelitian ini dilakuakan ascalonikum. Linn.) varietas Bauji dan dengan melakukan persiapan umbi bawang mengetahui dosis iradiasi sinar gamma 60 Co merah varietas bauji yang akan dilakuakan yang dapat menyebabkan lethal dose 20 iradiasi, dalam persiapan umbi dilakuakan (LD 20 ) dan lethal dose 50 (LD 50 ) terhadap dengan mengelompokkan umbi sesuai tanaman bawang merah (Allium cepa var dengan dosis yang akan diberkan. Tahap ascalonikum. Linn.) varietas Bauji. selanjutnya yaitu dengan melakuakan iradiasi umbi yang dilaksanakan di PAIR METODE BATAN Jaakarta Selatan, iradiasi umbi Waktu dan Tempat Penelitian sesuai dengan dosis yang ditentuan yaitu 1 Penelitian dilaksanakan mulai bulan Gy, 2 Gy, 3 Gy, 4 Gy, 5 Gy, 6 Gy, dan 7 Gy Oktober 2019 sampai bulan Januari 2020. dengan menggunakan mesin irradiator Penyinaran sinar gamma dilaksanakan di gammacell 220. Kemudian melakuakan Laboratorium Pusat Aplikasi Isotop dan persiapan media tanam dengan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional mencampurkan tanah, kapur dolomit, (PAIR BATAN), Pasar Jumat, Jakarta. kompos, dan pupuk SP-36 kemudian Percobaan dilakukan di Kebun Petani dimsukkan edalam polybag dengan diameter Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten 35 cm. Tahap berikutnya yaitu dengan Malang, Jawa Timur. melakuakan penanaman sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dengan menanam di Bahan dan Alat setiap polybagnya berisi empat umbi dengan Alat yang digunakan dalam penelitian jarak tiap umbinya 10 cm. setelah ini meliputi mesin irradiator gammacell dilakuakan penanamman diamati daya 220, cangkul, gembor, penggaris, timbangan kecambah pada umbi bawang merah hasil analitik, tugal (kayu), jangka sorong, alat iradiasi, dan dilakukan perhitungan nilai. tulis, kamera, komputer untuk analisa Lethal dose 20 dan 50. Tahap data.meteran/penggaris dan timbangan selanjutnya yaitu dilakukan pemeliharaan analitik. Bahan yang digunakan polybag, meliputi penyiraman dilakuakan setiappagi umbi bawang merah varietas Bauji. Media dan sore hari, pemupukan tanaman bawang tanam yang digunakan adalah tanah, merah dilakuakan dengan tiga tahapan yaitu dolomit, pupuk organik, dan kompos. Pupuk awal pemberian 7 hari sebelum tanam, 15 hari

26 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

setelah tanam, 30 hari setelah tanam. Pupuk Tabel 1. Persentase Perkecambahan Bawang yang digunakan yaitu jenis NPK mutiara, Merah Varietas Bauji Hasil Iradiasi SP-36, KCl, dan urea, peyiangan dalam Sinar Gamma 60 Co perawatan minimal seminggu sekali, Perlakuan Pesentase perkecambahan pengendalian hama dan penyakit dilakuakan dengan penyemprotan fungisida ataupun Dosis (Gy) (%) yang lain tergantung dengan serangan yang 3 6 9 12 ada, pemangkasan bunga dilakuakan dengan HST HS HST HST memotong tangkai bunga pada tanaman bawang merah yang pada saat muncul T kuncup bunga. Tahap terakhir yaitu B0 (0 Gy / 30 60 95 100 pemanenan, panen umbi bawang merah Kontrol) dilakuaka setelah umur tanaman 60-70 hari B1 (1 Gy) 23.3 46 81.6 95 setelah tanam, dengan melakukan pembongkaran tanah dan mengambil umbi 3 6 dan dilakukan proses pembersihan. Pada B2 (2 Gy) 26.6 60 98.3 100 umumnya umur panen bawang merah 6 3 ditandai dengan layunya daun dan sedikit kering atau bisa dilakukan dengan 60% leher B3 (3 Gy) 16.6 33 83.3 98.3 batang lunak, tanaman rebah, dan daun telah 6 3 3 menguning. Pengumpulan umbi bawang B4 (4 Gy) 21.6 45 90 98.3 merah berdasarkan dosis perlakuan untuk 6 3 mempermudah pengamatan (dilakukan pelabelan). Umbi dilakukan pengeringan B5 (5 Gy) 20 41 86.6 96.6 udara atau hingga penyusutan bobot 25- 6 6 40%. B6 (6 Gy) 18.3 36 93.3 96.6

Analisis Data 3 3 6 Analisa data dilakukan dengan B7 (7 Gy) 15 30 81.6 95 menganalisa nilai Lethal dose 20 dan 50, dan 6 dilakuakan analisa uji t untuk membandingkan setiap perlakuan dosis 60 60 Perlakuan iradiasi sinar gamma Co iradiasi sinar gamma Co (1Gy – 7 Gy) dengan dosis 0 Gy – 7 Gy pada Tabel 1. dengan kontrol (0 Gy). Analisis uji t menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar dilakukan dengan membandingkan nilai t gamma dapat mempengaruhi persentase hitung dan t tabel [4]. Perhitungan nilai perkecambahan benih karena semakin tinggi standar deviasi digunakan untuk mengukur dosis iradiasi maka persentase sebaran nilai data. Pendugaan nilai perkecambahan akan semakin menurun. heritabilitas digunakan untuk mengetahui Persentase perkecambahan tertinggi terdapat pengaruh lingkungan dan genetik terhadap pada perlakuan B 0 dan B 2 dengan persentase penampilan fenotip tanaman bawang merah 100% dan persentase perkecambahan pada semua karakter kuantitatif yang diamati terendah terdapat pada perlakuan B 7 dengan [5] nilai 95%. Hal tersebut disebabkan oleh iradiasi sinar gamma yang menyebabkan kerusakan pada fisiologi dan genetik HASIL tanaman dan menyebabkan yang Persentase Perkecambahan (%) tereksprsikan berupa perubahan penampilan Hasil persentase perkecambahan pada fenotip tanaman. Pernyataan ini sejalan tanaman bawang merah hasil iradiasi sinar dengan [6] bahwa sinar gamma merupakan gamma 60 Co menunjukkan pengaruh radiasi pengion yang dapat merusak dan memodifikasi komponen dalam sel tanaman terhadap persentase perkecambahanya. Data dan mempengaruhi morfologi, anatomi, dan persentase perkecambahan pada tanaman fisiologi tanaman. bawang merah menunjukkan perbedaan antara berbagai perlakuan dosis iradiasi, Nilai LD 20 dan LD 50 nilai persentase perkecambahan bawang Penentuan dosis sinar gamma yang 60 menyebabkan LD 20 dan LD 50 dilakuakan merah hasil iradiasi sinar gamma Co dengan menggunakan program curve expert disajikan pada Tabel 1. 1.3 atau bisa dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi linier sederhana y = a + bx. Kurva respon perkecambahan dan nilai LD 20 dan LD 50 60 akibat perlakuan iradiasi sinar gamma Co disajikan dalam Gambar 1.

27 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Gambar 1. Kurve Respon Perkecambahan dan Analisa Nilai Lethal Dose 20 dan Lethal Dose 50 berdasarkan Persentase Perkecambahan

Berdasarkan kurve respon menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma perkecambahan pada gambar 1. didapatkan 60 Co berpengaruh terhadap panjang tanaman persamaan regresi linier y = 99,02 + (- dan jumlah daun. Tanaman yang mendapat 0,43)x. nilai y merupakan persentase perlakuan dosis 2 Gy memiliki panjang perkecambahan dan nilai x merupakan dosis tanaman yang berbeda nyata lebih rendah iradiasi yang menyebabkan kematian. Dari dari kotrol. Tanaman yang mendapatkan persamaan regresi dapat diketahui nilai LD 20 perlakuan dosis 1 Gy memiliki panjang dan LD 50 yaitu 43,527 Gy dan 112,154 Gy. tanaman yang berbeda sangat nyata lebih Hal ini menunjukkan bahwa secara genetic panjang dari kontrol, berbeda dengan bawang merah varietas bauji masih memiliki tanaman yang mendapat perlakuan dosis 6 tingkat radiosensitivitas yang masih rendah Gy dan 7 Gy memiliki panjang tanaman dengan bawang merah varietas lain. yang berbeda sangat nyata lebih rendah dari tanaman kontrol. Nilai rata-rata panjang Panjang Tanaman (cm) dan Jumlah Daun tanaman dan jumlah daun pada berbagai (helai) dosis iradiasi setelah diuji dengan uji t Hasil analisis menggunakan uji t disajikan Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Panjang Tanaman dan Jumlah Daun Bawang Merah Varietas Bauji Hasil Iradiasi Sinar Gamma 60 Co Panjang Tanaman Jumlah Daun Dosis Iradiasi Sinar Gamma 60 Co (cm) (helai) B0 (0 Gy / Kontrol) 42,72 38,40 B1 (1 Gy) 47,27** 38,55 B2 (2 Gy) 39,24* 37,75 B3 (3 Gy) 39,91 36,80 B4 (4 Gy) 42,49 34,35 B5 (5 Gy) 39,94 36,75 B6 (6 Gy) 37,95** 32,40* B7 (7 Gy) 34,17** 28,50** Keterangan : * berbeda nyata terhadap D0 (0 Gy/kontrol) berdasarkan uji t pada taraf 5%, dan ** berbeda sangat nyata terhadap D0 (0 Gy/kontrol) berdasarkan uji t pada taraf 1%

28 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

Iradiasi sinar gamma 60 Co berpengaruh yang merupakan lokasi sintesis auksin [8]. pada panjang tanaman, jumlah daun dan Penghambatan pertambahan panjang suatu jumlah anakan tanaman bawang merah tanaman tidak selalu berarti negative karena varietas Bauji. Panjang tanaman, jumalah bisa juga menyebabkan keragaman baru bagi daun, dan jumlah anakan mengalami tanaman tersebut dalam hal ukuran tanaman, penurunan seiring dengan meningkatnya yaitu didapatnya tanaman yang lebih kecil. jumlah dosis iradiasi sinar gamma 60 Co, Iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan meskipun pada dosis 1 Gy mengalami pengkerdilan tanaman karena dapat peningkatan dan baru mengalami penurunan. menghambat aktivitas pembelahan dan Rata-rata panjang tanaman terpanjang pada perpanjangan sel-sel meristem, termasuk sel- perlakuan dosis 1 Gy yaitu 47,27 cm, dan sel meristem pucuk tanaman [9]. panjang tanaman terpendek terdapat pada perlakuan dosis 7 Gy yaitu 34,17 cm. Jumlah Anakan Sedangkan untuk rata-rata jumlah daun yang Hasil analisa menggunakan uji t terbanyak terdapat pada perlakuan dosis 1 menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma Gy sebanyak 38,55 helai, dan jumlah daun 60 Co berpengaruh terhadap parameter jumlah tanaman yang paling sedikit terdapat pada anakan pada tanaman bawang merah perlakuan dosis 7 Gy sebanyak 28,50 helai. varietas Bauji. Nilai rata-rata jumlah anakan tanaman bawang merah varietas Bauji hasil iradiasi sinar gamma 60 Co diuji dengan uji t disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Anakan Bawang Merah Varietas Bauji Hasil Iradiasi Sinar Gamma 60 Co Dosis Iradiasi Sinar Jumlah Anakan Gamma 60 Co B0 (0 Gy / Kontrol) 7,60 B1 (1 Gy) 9,85** B2 (2 Gy) 9,05* B3 (3 Gy) 7,15 Gambar 2. Visual Perbedaan Pertumbuhan B4 (4 Gy) 8,40 Tanaman Akibat Perlakuan B5 (5 Gy) 7,75 Iradiasi Sinar Gamma 60 Co B6 (6 Gy) 7,50 Dosis (a) 0 Gy, (b) 1 Gy, (c) 2 Gy, (d) 3 gy, (e) 4 Gy, (f) 5 Gy, B7 (7 Gy) 7,40 (g) 6 Gy, (h) 7 Gy pada Umur Keterangan : * berbeda nyata terhadap D0 56 HST. (0 Gy/kontrol) berdasarkan uji t pada taraf 5%, dan ** berbeda sangat nyata terhadap

D0 (0 Gy/kontrol) berdasarkan uji t pada Gambar 2. Menunjukkan bahwa taraf 1% panjang tanaman bawang merah akan menurun seiring dengan semakin tinggi Tabel 3. menunjukkan perbedaan dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan. terhadap jumlah anakan tanaman bawang Hal ini sesuai dengan pendapat [7] bahwa merah akibat perlakuan dosis iradiasi semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan terhadap tanaman kontrol. Tanaman kontrol memiliki jumlah anakan rata-rata 7,60 dan pada bawang merah, semakin tajam tidak berbeda nyata dengan tanaman yang penurunan panjang tanaman. Penyebab mendapatkan perlakuan iradiasi 3 Gy, 4 Gy, menurunnya jumlah daun, panjang daun, 5 Gy, 6 Gy, dan 7 Gy. Jumlah anakan pada lebar daun yaitu terjadi karena adanya tanaman bawang merah berbeda nyata lebih kerusakan seluler pada meristem tanaman besar dengan kontrol terdapat pada perlakuan iradiasi 1 Gy. Dan rata-rata untuk

29 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

jumlah anakan terbanyak yaitu pada Iradiasi sinar gamma 60 Co berpengaruh perlakuan dosis 1 Gy dengan rata-rata 9,85 terhadap suatu komponen hasil tanaman anakan, sedangkan rata-rata jumlah anakan bawang merah varietas Bauji. Hasil paling sedikit terdapat pada perlakuan dosis penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan 3 Gy dengan rata-rata 7,15 anakan. 60 iradiasi sinar gamma Co pada dosis yang Berat Umbi Basah Per Rumpun dan Berat rendah 1 Gy dan 2 Gy tidak berpengaruh Umbi Kering Per Rumpun nyata terhadap berat umbi basah, berat umbi Hasil analisa menggunakan uji t kering, dan diameter umbi pada perlakuan menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma kontrol (0 Gy). Hal ini menunjukkan bahwa berpengaruh terhadap parameter berat umbi peningkatan dosis iradiasi sinar gamma pada basah per rumpun dan berat umbi kering umbi bawang merah menurunkan berat umbi udara per rumpun. Berat umbi basah tidak basah, umbi kering, dan diameter umbi. berbeda nyata dengan kontrol pada dosis 3 Gy dan 5 Gy, sedangkan berbeda sangat Diameter Umbi nyata dengan 6 Gy dan 7 Gy. Pada berat Hasil analisa menggunakan uji t kering umbi tidak berbeda nyata dengan menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma kontrol pada dosis 1 Gy, 2 Gy, 3 Gy, dan 4 berpengaruh sedikit terhadap parameter Gy. Rata-rata berat umbi kering berbeda diameter umbi tanaman bawang merah. Nilai nyata dengan kontol pada dosis 5 Gy dan 6 rata-rata diameter umbi tanaman bawang Gy. Sedangkan berbeda sangat nyata di merah varietas Bauji hasil radiasi sinar 60 dosis 7 Gy. Nilai rata-rata berat umbi basah gamma Co disajikan dalam Tabel 5. per rumpun dan berat umbi kering udara per rumpun tanaman bawang merah varietas Tabel 5. Rata-rata Diameter Umbi Bawang Bauji hasil iradiasi sinar gamma 60 Co Merah Varietas Bauji Hasil 60 disajikan dalam Tabel 4. Iradiasi Sinar Gamma Co Paklobutrazol Tabel 4. Rata-rata Berat Umbi Basah Per Dosis Iradiasi Diameter Umbi 60 rumpun, dan Berat Umbi Kering Sinar Gamma Co (cm) B0 (0 Gy / Kontrol) 2,05 Udara Per rumpun Bawang Merah B1 (1 Gy) 2,02 Varietas Bauji Hasil Iradiasi Sinar B2 (2 Gy) 2,05 Gamma 60 Co B3 (3 Gy) 2,05 Dosis Berat Umbi Berat Umbi B4 (4 Gy) 2,01 Iradiasi Basah Per Kering B5 (5 Gy) 2,04 Sinar rumpun (g) Udara Per B6 (6 Gy) 1,82* Gamma rumpun (g) B7 (7 Gy) 1,65** 60 Co Keterangan : * berbeda nyata terhadap D0 B0 (0 Gy / 76,14 46,54 (0 Gy/kontrol) berdasarkan uji t pada taraf Kontrol) 5%, dan ** berbeda sangat nyata terhadap B1 (1 Gy) 82,03 50,49 D0 (0 Gy/kontrol) berdasarkan uji t pada B2 (2 Gy) 73,07 45,62 taraf 1% B3 (3 Gy) 66,70* 41,50 B4 (4 Gy) 73,01 46,09 B5 (5 Gy) 66,00* 40,00* B6 (6 Gy) 62,91** 38,92* B7 (7 Gy) 49,93** 27,4 9** Keterangan : * berbeda nyata terhadap D0 (0 Gy/kontrol) berdasarkan uji t pada taraf 5%, dan ** berbeda sangat nyata terhadap D0 (0 Gy/kontrol) berdasarkan uji t pada taraf 1%

30 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

kontrol dan dosis 1 Gy lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang dilakukan iradiasi dengan dosis yang meningkat.

Nilai Standar Deviasi Nilai standar deviasi panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat basah umbi per rumpu, berat kering udara umbi per rumpun, dan diameter umbi hasil iradiasi sinar gamma 60 Co disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. menunjukkan bahwa nilai standar deviasi tertinggi untuk parameter panjang tanaman dan jumlah anakan terdapat pada perlakuan iradiasi dengan Gambar 3. Visual Perbedaan Bentuk dan dosis 2 Gy. Sedangkan untuk parameter Ukuran Umbi Bawang merah Akibat Perlakuan Iradiasi Sinar jumlah daun memiliki nilai standar deviasi Gamma 60 Co Dosis (a) 0 Gy, tertinggi pada perlakuan dengan dosis 1 Gy. (b) 1 Gy, (c) 2 Gy, (d) 3 Gy, Sedangkan nilai standar deviasi tertinggi (e) 4 Gy, (f) 5 Gy, (g) 6 Gy, (h) untuk parameter berat basah umbi dan berat 7 Gy. kering udara terdapat pada perlakuan dengan

dosis 1 Gy. Sedangkan untuk parameter Gambar 3. menunjukkan bahwa peningkatan dosis iradiasi sinar gamma pada diameter umbi memiliki standar deviasi umbi bawang merah menurunkan berat umbi tertinggi pada perlakuan dengan dosis 7 Gy. basah, umbi kering, dan diameter umbi. Hal Keragaman tanaman dalam pemuliaan ini sejalan dengan penelitian [7] bahwa tanaman merupakan hal yang sangat penting. perlakuan iradiasi sinar gamma pada umbi Semakin tinggi keragaman suatu tanaman, bawang merah untuk parameter bobot segar, maka peluang untuk mendapatkan genotip bobot kering umbi, serta diameter dan tanaman yang lebih baik melalui seleksi pertumbuhan pada hasil umbi tanaman lebih besar [10].

Tabel 6. Nilai Standar Deviasi Panjang Tanaman, Jumlah Daun, dan Jumlah Anakan, Berat Basah, Berat Kering, dan Diameter Umbi Iradiasi Sinar Gamma 60 Co Dosis Nilai Standar Deviasi Iradiasi Panjang Jumlah Jumlah Berat Berat Diameter Tanaman daun Anakan Basah Kering Umbi 0 Gy 4.66 8.44 1.76 12.70 10.42 0.30 1 Gy 3.18 14.10 2.68 28.92 21.59 0.22 2 Gy 4.84 8.93 10.71 14.05 13.71 0.21 3 Gy 4.46 8.93 8.93 14.05 7.31 0.20 4 Gy 3.59 9.10 9.10 20.12 12.29 0.33 5 Gy 4.62 9.59 9.59 13.34 8.77 0.24 6 Gy 3.38 7.01 7.01 15.15 11.10 0.33 7 Gy 4.13 10.09 10.09 31.48 18.93 0.34

31 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Nilai Duga Heritabilitas diturunkan pada generasi selanjutnya, Nilai duga heritabilitas pada tanaman semakin tinggi nilai heritabilitasnya maka bawang merah varietas Bauji hasil iradiasi semakin besar peluang untuk mewariskan sifat tersebut pada generasi selanjutnya [12] sinar gamma 60 Co disajikan dalam Tabel 7. Karakter yang memiliki heritabilitas rendah maupun sedang sebaiknya dilakukan seleksi Tabel 7. Nilai Duga Heritabilitas Tanaman pada generasi selanjutnya agar gen-gen Bawang Merah Varietas Bauji aditifnya sudah terfiksasi [13]. Hasil Iradiasi Sinar Gamma 60 Co Parameter Nilai Kategori KESIMPULAN 60 Heritabilitas Dosis irradiasi sinar gamma Co yang dapat menyebabkan Lethal Dose 20 (LD 20 ) Panjang dan Lethal Dose 50 (LD ) pada bawang 0,46 Sedang 50 Tanaman merah Varietas Bauji adalah sebesar 43,527 Gray dan 112,154 Gray. Jumlah Iradiasi sinar gamma 60 Co berpengaruh 0,06 Rendah Daun terhadap karakter pertumbuhan dan hasil pada tanaman bawang merah varietas Bauji. Jumlah Perlakuan iradiasi dengan dosis 1 Gy (B 1) 0,10 Rendah Anakan memiliki hasil yang lebih baik pada parameter jumlah anakan, berat umbi basah Berat Basah per rumpun, berat umbi kering per rumpun 0,92 Tinggi lebih berat dari tanaman kontrol atau tanpa Umbi iradiasi. Berat Keragaman tanaman tertinggi Kering 0,2 Sedang berdasarkan nilai standar deviasi terdapat Umbi pada perlakuan dosis iradiasi 1 Gy (B1) untuk parameter jumlah daun, berat basah, dan berat kering. Sedangkan untuk Diameter 0,2 Sedang perlakuan iradiasi dosis 2 Gy menghasilkan nilai standar deviasi tertinggi untuk 2 Keterangan : Heritabilitas (h ) parameter panjang tanaman dan jumlah 2 kategori rendah = h <0,2, heritabilitas daun, dan untuk parameter diameter umbi 2 sedang = 0,2 0,5 (Stansfield, 1983) iradiasi dengan dosis 7 Gy.

Table 7. menunjukkan nilai DAFTAR PUSTAKA heritabilitas yang termasuk dalam kategori rendah terdapat pada parameter jumlah daun [1] Nuraidah, D, "Pemuliaan Tanaman dan jumlah anakan. Hal tersebut Cepat dan Tepat melalui Pendekatan menunjukkan bahwa keragaman fenotip Marka Molekuler", Jurnal El-Hayah, pada parameter tersebut sangat dipengaruhi vol. 2, no. 2, pp. 97-103, 2012. oleh keragaman lingkungan dibandingkan [2] Shu, "Plant Mutation Breeding. Joint dengan keragaman genetik. Nilai FAO/IAEA Division of Nuclear heritabilitas yang termasuk dalam kategori Techniques in Food and Agriculture sedang terdapat pada parameter panjang International Atomic Energy Agency", tanaman, berat kering umbi, dan diameter Austria: Vienna, pp. 77-78, 2013. umbi. Hal tersebut menunjukkan bahwa keragaman fenotip pada parameter tersebut [3] Abdullah, Thohirah L., Endan Johari, dipengaruhi oleh keragaman lingkungan dan and Nazir Mohd, "Changes in flower keragaman genetik. Nilai heritabilitas yang development, chlorophyll mutation and termasuk dalam kategori tinggi terdapat alteration in plant morphology of pada parameter berat umbi basah. Hal Curcuma alismatifolia by gamma tersebut menunjukkan bahwa keragaman irradiation." American Journal of fenotip pada parameter tersebut sangat Applied Sciences , vol. 6, no. 7, pp. dipengaruhi oleh keragaman genetik. Nilai 1436-1439, 2009. heritabilitas dapat menunjukkan peluang [4] Kusumaningrum, " Dasar Perancangan keragaman fenotip pada tanaman dapat Percobaan dan Rancangan Acak

32 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

anatomi", Nusantara Bioscience , vol. 2, Lengkap", Surabaya: Airlangga no. 1, pp. 23-33, 2010. University Press, 2008. [9] Melina, R, "Pengaruh Mutasi Induksi [5] Sudjana, " Metode Statistika. Edisi dengan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keenam", Bandung: PT. Taristo, 2005. Keragaman Dua Spesies Philodendron [6] Rahimi, M. M, "Influence of gamma (Philodendron bipinnatifidum cv. irradiation on some physiological Crocodileteeth dan P. xanadu )", Bul. characteristics and grain protein in Agrohorti , vol. 1, no. 2, pp. 5-19, 2008. wheat (Triticum aestivum L.)", World [10] Iswanto, T. d, "Keragaman bahan Applied Science Journal , vol. 15, no. 5, Genetik Galur Kacang Hijau. Dalam pp. 654-659, 2011. P.I. Umbi", Bogor: Pusat Penelitian dan [7] Batubara, A. U, "Karakter pertumbuhan Pengembangan Tanaman Pangan, 2013. bawang merah ( Allium ascalocum L.) [11] Sutjahjo, S. H, "Pendugaan Keragaman varietas lokasl samosir pada beberapa Genetik Beberapa Karakter dosis iradiasi sinar gamma", J. Online Pertumbuhan dan Hasil Pada 30 Agroteknologi , vo. 3, no. 1, pp. 246- Genotipe Tanaman Lokal", J. Hort. , no. 434, 2015. 25, pp. 304-310, 2015. [8] Widiastuti, A. S, "Analisis keragaman [12] Syukur, M. S, "Pendugaan ragam manggis ( Garcinia mangostana ) genetik dan heritabilitas karakter diiradiasi dengan sinar gamma komponen hasil beberapa genotipe berdasarkan karakteristik morfologi dan cabai", J. Agrivigor , no. 10, pp. 148- 156, 2011.

33 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

POTENSI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN CABAI MERAH ( Capsicum annuum L.) IN VIVO

Muhammad Khotamul Wildan 1, Penta Suryaminarsih 1 Arika Purnawati 1* 1) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UPN “Veteran” Jawa Timur *) Email : [email protected]

ABSTRAK Cabai merah merupakan salah satu hasil unggulan komoditas hortikultura Indonesia. Penyakit penting cabai merah salah satunya adalah layu fusarium oleh Fusarium sp. Alternatif pengendalian yang murah dan bahan bakunya cukup melimpah yaitu menggunakan asap cair tempurung kelapa. Tujuan penelitian untuk mengetahui potensi asap cair tempurung kelapa untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman cabai merah. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor, faktor pertama yaitu waktu aplikasi sebelum tanam (B) dan 35 hari setelah tanam (S), faktor kedua yaitu konsentrasi asap cair tempurung kelapa 0% (A0), 2% (A2), 4% (A4), 6% (A6), 8% (A8), dan 10% (A10). Pemberian asap cair tempurung kelapa dilakukan dengan cara penyiraman ke media tanam sebanyak 100 ml. Parameter yang diamati : tinggi tanaman, masa inkubasi, keparahan penyakit, diameter batang, berat basah akar, dan jumlah spora Fusarium sp. di tanah. Hasilnya waktu aplikasi tidak berpengaruh terhadap semua parameter pengamatan, konsentrasi asap cair berpengaruh nyata terhadap jumlah spora Fusarium sp. di tanah, sementara itu kombinasi waktu aplikasi dan konsentrasi berpengaruh nyata terhadap berat basah akar. Masa inkubasi dan keparahan penyakit belum diketahui dikarenakan tanaman cabai merah tidak menunjukkan gejala infeksi akibat Fusarium sp.. Berat basah akar terendah sampai dengan tertinggi yaitu perlakuan SA10, BA2, BA0, SA2, BA10, SA0 dengan nilai 0,02 g; 0,20 g; 0,21 g; 0,22; 0,28 g; dan 0,33g. Perlakuan SA10 menghasilkan berat basah akar terendah dan berbeda nyata dengan lainnya dikarenakan fitotoksisitas asap cair tempurung kelapa pada konsentrasi tinggi yang langsung mengenasi akar tanaman. Konsentrasi 2% telah ampuh menekan jumlah spora Fusarium sp. di tanah hingga 99,14%. Konsentrasi lebih dari 5% tidak direkomendasikan dan waktu aplikasi yang baik adalah sebelum tanam. Berdasarkan hasil tersebut asap cair memiliki potensi digunakan untuk mengendalikan penyakit layu fusarium. Kedepannya diperlukan pengembangan penelitian mengenai penggunaan asap cair tempurung kelapa untuk mengendalikan penyakit layu fusarium serta efeknya terhadap pertumbuhan dan hasil produksi cabai merah. Kata Kunci : cabai merah, Fusarium sp., asap cair tempurung kelapa, waktu aplikasi, konsentrasi.

ABSTRACT Red chilies are one of the superior products of Indonesian horticultural commodities. One of the important diseases of red chili is fusarium wilt by Fusarium sp. An alternative control that is cheap and the raw material is quite abundant, namely using coconut shell liquid smoke. The research objective was to determine the potential of coconut shell liquid smoke to control fusarium wilt disease in red chili plants. This experiment used a completely randomized design with 2 factors, the first factor was the time of application before planting (B) and 35 day after planting (S), the second factor was the concentration of coconut shell liquid smoke 0% (A0), 2% (A2), 4% ( A4), 6% (A6), 8% (A8), and 10% (A10). Giving coconut shell liquid smoke is done by watering 100 ml of planting media. Parameters observed were plant height, incubation period, disease severity, stem diameter, root wet weight, and the number of spores of Fusarium sp. in soil. The result was that the application time did not affect all the observed parameters, the concentration of liquid smoke had a significant effect on the number of spores of Fusarium sp. in the soil, meanwhile the combination of application time and concentration had a significant effect on root wet weight. The incubation period and disease severity are not known yet because the red chili plants do not show symptoms of infection due to Fusarium sp .. The lowest to highest wet root weight is the treatment of SA10, BA2, BA0, SA2, BA10, SA0 with a value of 0.02 g; 0.20 g; 0.21 g; 0.22; 0.28 g; and 0.33g. The SA10 treatment produced the lowest root wet weight and was significantly different from the others due to the phytotoxicity of coconut shell liquid smoke at high concentrations which directly hit the plant roots. The 2% concentration has been effective in reducing the number of spores of Fusarium sp. on the ground up to 99.14%. Concentrations greater than 5% are not recommended and a good

34 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

application time is before planting. Based on these results, liquid smoke has the potential to be used to control fusarium wilt disease. In the future, it is necessary to develop research on the use of coconut shell liquid smoke to control fusarium wilt and its effect on growth and yield of red chilies. Keyword : red chilli, Fusarium sp., coconut shell liquid smoke, time of application, concentration

PENDAHULUAN

Cabai merah merupakan salah satu Penelitian tentang pengendalian penyakit layu unggulan komoditas hortikultura di Indonesia. fusarium pada tanaman cabai merah Salah satu penyakit penting dalam budidaya menggunakan asap cair tempurung kelapa tanaman cabai merah ( Capsicum annuum L.) masih belum dilakukan, maka dari itu adalah serangan layu fusarium yang disebabkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jamur Fusarium sp. Gejala penyakit layu potensi pengendalian penyakit layu fusarium fusarium yaitu daun yang terserang mengalami pada tanaman cabai merah menggunakan asap kelayuan mulai dari bagian bawah, menguning cair tempurung kelapa. danmenjalar ke atas ke ranting muda. Apabila infeksi berkembang tanaman menjadi layu. METODE Warna jaringan akar dan batang menjadi Waktu dan Tempat Penelitian coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa putih Penelitian ini pada bulan Januari-April seperti kapas. Bila serangan terjadi pada saat 2020 di Laboratorium Kesehatan Tanaman dan pertumbuhan tanaman maksimum, maka Screenhouse Fakultas Pertanian, Universitas tanaman masih dapat menghasilkan buah. Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Namun, bila serangan sudah sampai pada batang, maka buah kecil akan gugur [1]. Alat dan bahan Pengendalian penyakit layu fusarium Adapun alat yang diperlukan antara lain; apabila menggunakan fungisida sintetik kamera, jarum ose, bor T, cawan petri tergolong mahal dan tidak ramah lingkungan, berdiameter 9 cm, Laminar Air Flow SV 900 oleh karena itu diperlukan alternatif SS, mikropipet Accumax pro 100-1000µl pengendalian lainnya yang lebih terjangkau beserta tip mikropipet, gelas beaker, tabung serta menggunakan bahan organik. Salah satu reaksi, erlenmeyer, penggaris, jangka sorong, bahan yang berpotensi digunakan untuk pengaduk kaca, lampu bunsen, timbangan alternatif pengendalian penyakit layu fusarium analitik Kern PCB 1000-2, haemocytometer yaitu dengan asap cair tempurung kelapa. Asap tipe neubauer improved, kaca preparat, cair tempurung kelapa merupakan asap hasil mikroskop Olympus CX33, cangkul, dan cetok, dari pirolisis tempurung kelapa yang kemudian Bahan yang diperlukan adalah, asap cair dikondensasikan sehingga hasilnya berupa tempurung kelapa grade 3 dengan bahan aktif cairan. utama Phenol 45,28% serta pH 2,16, Asap cair mengandung fenol yang aluminium foil, media Potato Dextrose Agar merupakan senyawa yang paling berperan aktif instan MERCK, plastik wrap, Streptomycin sebagai antimikroba. Semakin tinggi kadar sulfate, plastik persemaian diameter 5 cm, fenol dan kadar asam dari asap cair, maka polybag ukuran lebar 12,5 dan panjangnya 25 kemampuan untuk menekan pertumbuhan cm, tanah taman, pupuk kompos, pupuk NPK mikroorganisme dari asap cair tersebut akan 16-16-16, benih cabai merah varietas Baja MC semakin tinggi [2]. Asap cair dari tempurung F1, aquadest, air kran, tisu, kapas, kertas label, kelapa memiliki kadar fenol yang lebih tinggi alkohol 70%, dan spiritus. dibandingkan dari bahan kayu jati, lamtoro, mahoni, kamper, bangkirai, kruing, dan glugu Rancangan Penelitian [3]. Penelitian ini menggunakan rancangan Konsentrasi asap cair 60 ml/L mampu acak lengkap dua faktor, faktor pertama yaitu menekan serangan penyakit busuk daun yang konsentrasi asap cair dengan 6 taraf yaitu 0% disebabkan oleh Rhizoctonia solani Kuhn, (A0), 2% (A2), 4% (A4), 6% (A6), 8% (A8); meningkatkan jumlah daun dan hasil pucuk dan 10% (A10), serta faktor kedua adalah tanaman mint [4]. Asap cair dengan dosis 50 waktu aplikasi dengan 2 taraf yaitu sebelum ml per liter mampu mengendalikan penyakit tanam (B) dan umur 35 hst (S), kombinasi cendawan akar putih lebih dari 75% pada perlakuan yang didapatkan kemudian diulang tanaman karet. Berdasarkan hasil tersebut, asap sebanyak 4 kali. cair tempurung kelapa memiliki potensi untuk mengendalikan penyakit tanaman [5].

35 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Pelaksanaan Penelitian tanaman cabai merah berumur 35 HST. Isolat Fusarium sp. diisolasi dari tanaman Pemberian jeda waktu 35 hari diharapkan cabai yang menunjukkan gejala penyakit layu memberikan kesempatan Fusarium sp. untuk fusarium. Bagian akar atau pangkal batang menginfeksi tanaman cabai, sehingga nanti dipotong kecil-kecil kemudian dibilas di didapatkan tanaman cabai yang telah terserang. aquadest, lalu disterilkan dengan alkohol 70%, Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui dan selanjutnya dibilas kembali dengan kemampuan asap cair yang diduga mampu aquadest. Bagian tersebut kemudian memulihkan tanaman yang terinfeksi dan diinokulasikan di media PDA dan menekan pertumbuhan penyakit layu fusarium diinkunbasikan pada suhu ruang selama 4-5 Perawatan yang dilakukan yaitu hari. Koloni Fusarium sp. kemudian diambil penyiraman, penyiangan gulma, dan dan dimurnikan ke media PDA kembali serta pemupukan. Penyiraman tanaman dilakukan selanjutnya dinkubasikan di suhu ruang selama dengan menyiram tanaman cabai merah dengan 7-10 hari. tidak melebihi kapasitas lapangnya. Langkah pertama pengujian potensi asap Pengukuran kapasitas lapang dilakukan dengan cair tempurung kelapa untuk mengendalikan metode gravimetrik yaitu dengan menimbang penyakit layu fusarium yaitu yaitu dengan beberapa gram tanah lembab dan tanah kering menyiapkan media tanam tanah dan kompos setelah di oven, kemudian dihitung selisihnya dengan perbandingan 3:1 Media tersebut yang merupakan jumlah air kapasitas kemudian disterilkan dengan metode uap lapangnya [8]. Pemupukan dilakukan pada panas. Media steril seberat 3 kg kemudian umur 14 hari dengan NPK yang dikocorkan dimasukkan ke dalam polybag berukuran lebar dengan dosis 1 g/100 ml air per polybag dan 12,5 cm dan tinggi 25 cm. pemupukan selanjutnya 7-14 hari Kerapatan Fusarium sp. yang digunakan menyesuaikan kondisi tanaman [9]. adalah 10 7 spora/ml [6]. Miselium Fusarium sp. diambil 1 gram kemudian dimasukkan ke Parameter Pengamatan tabung reaksi berisi aquadest 10 ml. Kemudian Masa Inkubasi dan Keparahan Penyakit dihomogenkan dengan vortex, dan diambil 1 Pengamatan masa inkubasi dilakukan ml kemudian diencerkan dengan aquades 9 ml dengan mencatat awal muncul gejala Fusarium hingga pengenceran 10 7. Suspensi tersebut sp . pada tanaman cabai merah yang ditandai kemudian diambil dengan mikropipet dan dengan menguningnya daun dari bawah, diteteskan ke kaca preparat haemocytometer. sedangkan pada tanaman sehat tidak Kerapatan spora diamati dengan mikroskop menunjukkan gejala tersebut. Keparahan pada perbesaran 400 kali. Selanjutnya penyakit diamati setiap 7 hari sekali hingga diketahui hasil perhitungan kerapatan spora dan tanaman berusia 42 hari. Perhitungan suspensi tersebut dapat ditambah aquadest keparahan penyakit dapat dilakukan dengan ataupun isolate fusarium untuk mendapatkan rumus sebagai berikut : kerapatan spora yang sesuai. Suspensi tersebut K = x 100% kemudian diinokulasikan pada media tanam K = Keparahan Penyakit dengan cara menyemprotkan menggunakan n = jumlah daun yang menunjukkan gejala handsprayer di permukaan tanah sebanyak 40 kuning serta layu ml. Kemudian dilakukan inkubasi selama 14 N = jumlah seluruh daun hari dan dilakukan penyiraman air untuk menjaga kelembapannya [7]. Setelah 14 hari Tinggi Tanaman maka dapat dilakukan dengan penanaman bibit Tinggi tanaman diukur menggunakan cabai yang telah disemai sebelumnya, yaitu penggaris, pengukuran tinggi tanaman pada umur 21-30 hari. dilakukan dengan mengukur dari pangkal Perlakuan pertama sebelum penanaman batang hingga ke titik tumbuh tanaman setiap bibit cabai diberi larutan asap cair yang sudah minggunya. diencerkan sesuai konsentrasi yang telah ditetapkan. Pemberian asap cair dilakukan Diameter Batang dan Berat Basah Akar dengan cara menyiramkan asap cair ke dalam Pengukuran diameter batang dan berat polybag sebanyak 100 ml. Bibit cabai basah akar ini dilakukan dengan mengambil selanjutnya dimasukkan ke dalam lubang sampel dari perlakuan BA0; BA2; BA10; SA0; tanam dan lubang penanaman ditutup. SA2; dan SA10 di akhir pengamatan/umur 6 Perlakuan kedua yaitu pemberian asap minggu. Pengukuran diameter batang cair setelah tanam sesuai dosis dan konsentrasi dilakukan dengan menggunakan jangka sorong yang ditetapkan. Pemberian dilakukan setelah dengan ketelitian 0,001 mm. Pengukuran

36

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

dilakukan dengan mengukur batang yang Analisis Data terletak sekitar 2 cm dari pangkal batang. Data yang telah diperoleh kemudian Penimbangan berat basah akar dilakukan dilakukan analisis dengan Analysis of Varience dengan memisahkan akar tanaman dengan (ANOVA) untuk mengetahui ada tidaknya bagian lainnya, kemudian akar ditimbang pengaruh dari masing-masing perlakuan. Jika menggunakan timbangan analitik. diketahui adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan Jumlah Spora Fusarium sp. menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) Tanah yang digunakan sebagai media pada taraf 5% tanam diambil sampelnya untuk mengetahui kerapatan spora Fusarium sp. pada pengeceran HASIL 10 -4. Sampel diambil dari perlakuan BA0; Tinggi Tanaman BA2; BA10; SA0; SA2; dan SA10. Tanah pada Berdasarkan hasil anova pada taraf 5% setiap polybag diambil sebanyak 5 g kemudian tidak ada pengaruh yang nyata dari konsentrasi, disatukan berdasarkan perlakuan sehingga tiap waktu aplikasi, maupun kombinasi perlakuan perlakuan memiliki sampel tanah seberat 20 g. asap cair tempurung kelapa terhadap tinggi Selanjutnya menyiapkan aquadest steril 180 ml tanaman cabai merah umur 42 hst (Tabel 1, 2, pada erlemenyer dan sampel tanah dicampur dan 3). dengan aquadest. Suspensi kemudian dihomogenkan dengan pengocok bolak-balik Tabel 1. Tinggi tanaman cabai merah umur kecepatan 210 rpm selama 30 menit. 42 hst akibat interaksi perlakuan. Suspensi yang benar-benar homogen kemudian diambil 1 ml dan dituang ke tabung Perlakuan Tinggi reaksi berisi aquadest steril sebanyak 9 ml lalu (Waktu Aplikasi x Tanaman (cm) di vortex selama 1 menit. Pengenceran ini Konsentrasi) dilakukan sampai tabung reaksi ketiga. Sebelum tanam x Asap 21,08 tn Suspensi yang telah didapat kemudian diambil Cair 0% 0,1 ml dan disebar ke media PDA dalam cawan Sebelum tanam x Asap 18,93 petri. Suspensi kemudian diratakan dan Cair 2% diinkubasikan pada suhu ruang selama 2-3 hari. Sebelum tanam x Asap 18,50 Koloni cendawan yang tumbuh dari hasil Cair 4% isolasi dihitung menggunakan metode Total Lanjutan Tabel 1…….. Plate Count (TPC), dimana setiap sel yang Sebelum tanam x Asap ada dianggap dapat hidup dan berkembang 20,50 Cair 6% menjadi satu koloni dan koloni tersebutlah Sebelum tanam x Asap yang akan dihitung [10]. Persentase 24,18 Cair 8% penekanan jumlah spora dihitung dengan Sebelum tanam x Asap rumus : 22,50 Cair 10% P = x 100% 35 HST x Asap Cair 0% 23,70 P = Persentase penekanan jumlah spora 35 HST x Asap Cair 2% 20,33 SK = Jumlah spora perlakuan kontrol SP = Jumlah spora perlakuan asap cair 35 HST x Asap Cair 4% 21,50 35 HST x Asap Cair 6% 22,20 Fitotoksisitas Asap Cair Tempurung Kelapa Fitoktosisitas asap cair tempurung kelapa 35 HST x Asap Cair 8% 20,63 terhadap tanaman cabai merah diukur pada 42 35 HST x Asap Cair 10% 19,68 HST. Fitotoksisitas diamati dengan melihat Keterangan : tn = tidak berbeda nyata gejala tanaman seperti layu dan kering. Persentase fitotoksisitas dihitung dengan cara Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman akibat waktu rumus : aplikasi asap cair. P = x 100% P = Persentase fitotoksisitas Waktu Aplikasi TinggiTanaman (cm) a = jumlah tanaman yang bergejala pada Sebelum Tanam 20,95 tn perlakuan 35 HST 21,34 b = jumlah seluruh tanaman pada perlakuan Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

37

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman akibat membutuhkan waktu yang lebih lama karena konsentrasi aplikasi asap cair. saat pengambilan sampel tanaman sakit untuk diisolasi tanaman cabai merah telah berusia Konsentrasi Tinggi Tanaman (cm) lebih dari 3 bulan, sementara pengamatan penelitian hanya sampai umur 42 HST. 0% 22,39 tn Fusarium sp. tumbuh optimum pada suhu 2% 19,63 25-30°C dan kelembapan mendekati 100% [17] 4% 20,00 serta pH Fusarium sp.untuk tumbuh optimum pada pH 5,5-6,5 [18]. Adapun faktor 6% 21,35 lingkungan yaitu suhu udara, pH tanah, 8% 22,40 kelembapan udara dan tanah telah cukup sesuai untuk perkembangan Fusarium sp dan tidak 10% 21,09 terlalu jauh perbedaanya dengan faktor Keterangan : tn = tidak berbeda nyata. lingkungan yang dibutuhkan. Data pengamatan di screenhouse didapatkan suhu udara 24-31°C, Penyebab tidak adanya perbedaan tinggi pH tanah 7, kelembapan udara 70-90%, dan tanaman ini adalah tidak munculnya gejala kelembapan tanah 80-100% (Tabel 4.). serangan layu fusarium. Hal tersebut dikarenakan salah satu gejala tanaman yang Tabel 4. Analisis dasar faktor lingkungan terserang layu fusarium yaitu pertumbuhan yang terhambat dan kerdil [11],sementara Kelembapan Rata- tanaman cabai merah pada penelitian ini tidak Suhu pH rata terlihat menunjukkan gejala layu fusarium. Udara Tanah Udara Tanah Penyebab lain tidak adanya perbedaan tinggi tanaman yaitu asap cair tempurung 24-31° C 7 70-95% 80-100% kelapa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cabai merah. Hal Virulensi dari Fusarium sp. salah satunya serupa diungkapkan oleh Muhakka dkk. (2013) dipengaruhi oleh morfologi konidia, yang melakukan penelitian aplikasi asap makrokonidia lebih ganas dibandingkan konsentrasi 0%; 2%; 4%; 6%; dan 8% di tanah mikrokonidia [14]. Fusarium spp. setelah 40 terhadap pertumbuhan tanaman rumput raja, hari dikembangkan biakkan dalam kultur media hasilnya diketahui bahwa asap cair tidak dapat kebanyakan makrokonidia akan berubah meningkatkan tinggi tanaman secara menjadi klamidospora, sementara itu siginifikan yang diduga karena asap cair tidak mikrokonidia akan mati. Hal tersebut dapat diserap dengan sempurna oleh tanaman menunjukkan bahwa makrokonidia lebih tahan serta tidak mampu memenuhi kebutuhan unsur dibandingkan mikrokonidia [19]. Dugaan tidak hara dalam tanah [12].. Berbeda dengan hasil muncul gejala layu fusarium adalah karena penelitian Ndruru dkk. (2018) yang mendapati fusarium kurang virulens. Isolat Fusarium sp. hasil tinggi tanaman padi gogo lebih baik saat yang digunakan untuk inokulasi penyakit diberi perlakuan penyemprotan asap cair terlihat lebih banyak membentuk mikrokonidia tempurung kelapa 0,5% dibandingkan dengan dibandingkan makrokonidia. Makrokonidia kontrol. Adanya perbedaan dari kedua yang lebih sedikit akan menyebabkan virulensi penelitian tersebut diduga dikarenakan fungsi Fusarium sp. lebih rendah karena asap cair dalam pemacu pertumbuhan lebih makrokonidia bersifat lebih tahan dan ganas baik saat diberikan dengan cara penyemprotan dibandingkan mikrokonidia. ke daun tanaman [13]. Lingkungan yang sesuai memungkinkan tanaman akan lebih tahan terhadap penyakit Masa Inkubasi dan Keparahan Penyakit [16]. Varietas Baja MC F1 yang digunakan Pengamatan masa inkubasi dan keparahan untuk penelitian termasuk varietas baru yang penyakit yang dilakukan sampai tanaman cabai dirilis pada pertengahan tahun 2019. Adapun berumur 42 hari tidak menunjukkan adanya ketahanan terhadap layu fusarium belum gejala serangan layu fusarium. Penyebab tidak diketahui, tetapi varietas ini memiliki munculnya gejala layu fusarium diduga karena ketahanan terhadap ketahanan terhadap layu virulensi Fusarium sp. yang rendah [14], waktu bakteri ( Pseudomonas solanacearum ), busuk inkubasi yang dibutuhkan lebih lama dan batang ( Phytophthora capsici ), ketahanan ketahanan tanaman [15], serta lingkungan yang medium terhadap Gemini Virus . Varietas ini mendukung untuk tanaman inang [16]. Waktu direkomendasikan untuk ditanam di dataran inkubasi yang dibutuhkan diduga

38

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

rendah sampai menengah, sehingga cocok dengan lingkungan penelitian (Tabel 4.). Tabel 7. Berat basah akar dan diameter batang cabai merah akibat konsentrasi asap Diameter Batang dan Berat Basah Akar cair Pengukuran diameter batang dan berat basah akar ini dilakukan dengan mengambil Berat Diameter sampel dari perlakuan kontrol (konsentrasi Konsentrasi Basah Akar Batang 0%), konsentrasi asap cair terendah (2%), dan (g) (mm) tertinggi (10%) di akhir pengamatan/umur 42 0% 0,27 tn 2,73 tn HST karena tanaman cabai tidak menunujukkan gejala layu fusarium. Hasil uji 2% 0,22 2,46 anova pada taraf 5% menunjukkan terdapat 10% 0,15 2,14 interaksi antara waktu aplikasi dengan Keterangan : tn = tidak berbeda nyata. konsentrasi asap cair terhadap berat basah akar, tetapi tidak berbeda nyata pada diameter batang Waktu aplikasi umur 35 HST dengan (Tabel 5.), sementara itu waktu aplikasi dan konsentrasi 10% (SA10) memberikan hasil konsentrasi terhadap berat basah akar dan berat basah akar paling rendah dan berbeda diameter batang tidak berpengaruh nyata signifikan dengan perlakuan lainnya. Penyebab (Tabel 6. dan 7.) rendahnya hasil diameter batang adalah akibat pemberian asap cair dosis tinggi dengan Tabel 5. Berat basah akar dan diameter batang aplikasi umur 35 HST, bukan karena layu cabai merah akibat interaksi fusarium. Hal itu dibuktikan dengan tidak perlakuan. munculnya gejala layu pada daunnya, akan tetapi yang nampak adalah gejala layu dan Perlakuan Berat kering secara cepat setelah 2-3 hari aplikasi (Waktu Basah Diameter asap cair pada tanaman. Saat dibelah batang Aplikasi x Akar Batang (mm) tidak menunjukkan tanda adanya hifa dari Konsentrasi) (g) jamur. Asap cair menyebabkan kematian karena aplikasinya umur 35 HST dengan BA0 0,21 a 2,40 tn konsentrasi tinggi (10%) secara langsung BA2 0,20 a 2,34 mengenai akar tanaman, sehingga tanaman BA10 0,28 a 3,05 mengalami kerusakan pada sel-selnya akibat lisis. SA0 0,33 a 2,70 Gejala F. oxysporum mengakibatkan SA2 0,22 a 2,58 batang berwarna sawo matang (coklat) [20]. SA10 0,02 b 1,58 Hasil pengamatan potongan membujur batang cabai merah, batang nampak hijau-putih segar Keterangan : S = Waktu aplikasi umur 35 HST, kecuali pada perlakuan SA10 yang mengalami B = Waktu aplikasi sebelum kekeringan akibat toksik asap cair, bukan tanam, A0 = Asap cair 0%, A2 = dikarenakan tanama layu fusarium (Gambar 1). Asap cair 2%, A10 = Asap cair 10%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada BNJ taraf 5%, tn = tidak berbeda nyata .

Tabel 6. Berat basah akar dan diameter batang cabai merah akibat waktu aplikasi Potongan Membuujur Batang asap cair Gambar 1. Cabai Merah A) Perlakuan SA0; B) SA2; C) SA10; D) BA0; E) BA2; dan F) BA10. Waktu Berat Basah Diameter

Aplikasi Akar (g) Batang (cm) Jumlah Spora Fusarium sp. Sebelum 0,23 tn 2,48 tn Tanah yang digunakan sebagai media Tanam tanam diambil sampelnya untuk mengetahui 35 HST 0,19 2,40 kerapatan spora Fusarium sp . pada pengeceran Keterangan : tn = tidak berbeda nyata.

39

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

10 -4. Sampel diambil dari perlakuan perlakuan secara normal. Sementara itu, pada perlakuan kontrol (konsentrasi 0%), konsentrasi asap cair asap cair konsentrasi 2% sudah mampu terendah (2%), dan tertinggi (10%). Hasil sidik menekan jumlah spora hingga 99,14% ragam menunjukkan tidak terdapat interaksi dibandingkan kontrol dan tidak berbeda dengan antara waktu aplikasi dengan konsentrasi asap konsentrasi 10% (Tabel 10). Berdasarkan hasil cair (Tabel 8.), tidak ada pengaruh yang nyata tersebut asap cair dengan konsentrasi 2% sudah dari waktu aplikasi (Tabel 9.), dan pengaruh efektif dalam menekan jumlah spora cendawan yang nyata ditunjukkan akibat perbedaan taraf Fusarium sp. Penekanan jumlah spora ini konsentrasi asap cair (Tabel 10.). merupakan akibat kandungan asap cair yaitu fenol dan asam asetat yang berperan sebagai Tabel 8. Jumlah spora di tanah akibat interaksi biofungisida.. Pengamatan secara kualitatif perlakuan Gambar 2. menunjukkan perlakuan kontrol (konsentrasi 0% asap cair) memperlihatkan Perlakuan Jumlah Spora pertumbuhan koloni cendawan yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan asap BA0 90,25 tn cair. BA2 1,25 BA10 0 SA0 86 SA2 0,25 SA10 0 Keterangan : S = Waktu aplikasi umur 35 HST, B = Waktu aplikasi sebelum tanam, A0 = Asap cair 0%, A2 = Asap cair 2%, A10 = Asap cair

10%. tn = tidak ada perbedaan Gambar 2. Hasil Isolasi Fusarium sp. dari yang nyata Tanah Umur 2 Hari setelah Inokulasi. A) SA0; B) SA2; C) Tabel 9. Jumlah spora di tanah akibat waktu SA10; D) BA0; E) BA2; dan F) aplikasi asap cair BA10.

Waktu Aplikasi Jumlah Spora Fenol dan asam asetat merupakan zat Sebelum Tanam 30,50 tn yang berperan dapat menekan pertumbuhan cendawan [21]. Semakin tinggi kadar fenol

35 HST 28,75 dan kadar asam dari asap cair, maka Keterangan : tn = tidak ada perbedaan yang kemampuan untuk menekan pertumbuhan nyata. mikroorganisme dari asap cair tersebut akan semakin tinggi [2]. Tabel 10. Jumlah spora di tanah akibat konsentrasi asap cair Fitotoksisitas Asap Cair Tempurung Kelapa Persentase Hasil pengamatan persentase fitotoksisitas Konsentrasi Jumlah Spora Penekanan asap cair tempurung kelapa terhadap tanaman Spora cabai merah menunjukkan adanya gejala toksik 0% 88,13 a 0 % ke tanaman pada perlakuan waktu aplikasi umur 35 HST dengan kombinasi konsentrasi 2% 0,75 b 99,14 % 6%, 8% dan 10% (Tabel 11.). 10% 0,00 c 100 % Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang Tabel 11. Persentase Fitotoksisitas Asap Cair berbeda menunjukkan adanya Tempurung Kelapa perbedaan yang signifikan pada BNJ 5%. Perlakuan Fitotoksisitas (Waktu Aplikasi x (%) Konsentrasi 0% (kontrol) menghasilkan Konsentrasi) jumlah spora yang paling banyak karena Sebelum tanam x Asap Cair 0 cendawan mampu tumbuh didalam tanah 0%

40

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Sebelum tanam x Asap Cair dan memasukan (suplai) air segar untuk 0 2% memberikan oksigen ke tanaman [22]. Hal Sebelum tanam x Asap Cair tersebutlah yang menyebabkan aplikasi 0 4% sebelum tanam pada konsentrasi 6%; 8%; dan Sebelum tanam x Asap Cair 10% masih mampu tumbuh normal 0 6% dikarenakan kandungan toksik asap cair tidak Sebelum tanam x Asap Cair langsung mengenai akar tanaman. Saat pindah 0 8% tanam, toksik dapat larut sebelum akar Sebelum tanam x Asap Cair mencapai bahan toksik karena tanaman 0 10% ditanam bersama dengan media semai disekitar 35 HST x Asap Cair 0% 0 perakaran. Fenol senyawa yang tergolong dalam 35 HST x Asap Cair 2% 0 reactive oxygen species dan berfungsi 35 HST x Asap Cair 4% 0 mengatur pertumbuhan tanaman. Menurut 35 HST x Asap Cair 6% 50 Reactive oxygen species pada konsentrasi rendah dapat berperan penting dalam 35 HST x Asap Cair 8% 75 mekanisme ketahanan tanaman, namun pada 35 HST x Asap Cair 10% 100 konsentrasi tinggi dapat menyebabkan 35 HST x Asap Cair 10% 100 kerusakan komponen sel. Peningkatan konsentrasi mengakibatkan perubahan fluiditas, transpor ion, kehilangan aktivitas enzim, ikatan Waktu aplikasi umur 35 HST dengan silang protein, penghambatan protein sintesis, dosis 6%; 8%; dan 10% (Gambar 3.) kerusakan DNA, dan akhirnya dapat menyebabkan kematian pada tanaman, menyebabkan kematian sel [23]. Kematian sementara itu tanaman yang diaplikasikan asap tanaman diduga karena akibat kandungan fenol cair konsentrasi 6%; 8%; dan 10% sebelum yang memiliki konsentrasi tinggi. Asap cair tanaman (Gambar 4.) masih mampu tempurung kelapa murni yang digunakan beradaptasi dan tumbuh normal. memiliki kandungan utama fenol sebesar 45,28%. Aisyah et al., [24] yang melakukan pengujian asap cair pada tanaman mentimun dengan konsentrasi 0%; 0,25%; 5%; 6%; 7%; 8%; 9%; dan 10% untuk mengendalikan penyakit layu fusarium dan dan antraknosa. Asap cair pada konsentrasi 5% dapat menyebabkan kerusakan (nekrosis) pada daun tumbuhan inang (ketimun) [25]. Berdasarkan Gambar 3. Tanaman Cabai Merah Hasil hal tersebut penggunaan asap cair tempurung Perlakuan Asap Cair pada Umur 35 kelapa diatas cair diatas 5% tidak HST. A) Konsentrasi 0%; B) 2%; direkomendasikan. C) 4%; D) 6%; E) 8%; dan F) 10%. Kedepannya masih diperlukan

pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan asap cair tempurung kelapa untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman cabai merah, serta efeknya terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman.

Gambar 4. Tanaman Cabai Merah Hasil SIMPULAN Perlakuan Asap Cair Sebelum Berdasarkan hasil penelitian dapat Tanam. A) Konsentrasi 0%; B) disimpulkan bahwa asap cair tempurung kelapa 2%; C) 4%; D) 6%; E) 8%; dan F) memiliki potensi untuk mengendalikan 10%. penyakit layu fusarium pada tanaman cabai

merah karena pada konsentrasi 2% telah ampuh Drainase dapat membantu mencuci asam- menekan spora cendawan Fusarium sp. hingga asam organik dan anorganik serta senyawa 99,14%. Aplikasi asap cair tempurung kelapa lainnya yang bersifat racun terhadap tanaman dengan konsentrasi lebih dari 5% tidak

41

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

direkomendasikan dan pemberian asap cair Masa Inkubasi Terhadap Beberapa Aspek sebaiknya dilakukan sebelum tanam. Kimia Kesuburan Tanah Ultisol: Effect of Giving Some Organic Matter and Incubation Period to some Chemical DAFTAR PUSTAKA Fertility Aspects of Ultisol," Jurnal Online [1] M. Araz, “Hama dan penyakit pada Agroekoteknologi , vol.5, no.2, pp. 256- tanaman cabai serta pengendalianny,” 264, 2017. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian [10] Direktotrat Jenderal Pengolahan dan (BPTP) Jambi, 2014. Pemasaran Hasil Pertanian, “ Budidaya [2] W. Cho New, “Fusarium Wilt on Chili”, Cabai yang Baik dan Benar,” Jakarta : Plantwise Knowledge Bank , 2015 Kementerian Pertanian Republik [Online]. Tersedia https://www.plantwise. Indonesia, 2018. org/knowledgebank/factsheetforfarmers/20 157801690. [Diakses pada 17 Oktober [11] Arantika, W., S.D. Umboh., dan J.J. 2019]. Pelealu, “Analisis Tingkat Populasi Jamur Tanah di Lahan Pertanaman Kentang [3] Noor, E., C. Luditama, dan G. Pari, (Solanum tuberosum L.) Berdasarkan “Isolasi dan Pemurnian Asap Cair Metode Total Plate Count (TPC),” Jurnal Berbahan Dasar Tempurung dan Sabut Ilmiah Sains , vol. 19, no. 2, pp. 105-110, Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi” 2019. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VIII, pp. 94-102, 2014. [12] Petruzello, Melissa, “Fusarium Wilt”, Encyclopædia Britannica, Inc, 2017. [4] Basri, A.B, “Manfaat Asap Cair untuk [Online]. Tersedia : https://www.britanni Tanaman,” Serambi Pertanian , vol. 4, no. ca.com/science/fusarium-wilt [Diakses 5, pp. 1-10, 2010. pada 28 Oktober 2019] [5] Suswana, S., O. Rosmaladewi, dan S. [13] Muhakka, N. A., dan Isti’adah, H., Yulianti, “Pengaruh Asap Cair (Wood “Pengaruh pemberian asap cair terhadap Vinegar) terhadap Serangan Penyakit pertumbuhan rumput raja ( Pennisetum Busuk Daun ( Rhizoctonia Solani Kuhn ) purpureophoides ),” Pastura, vol. 3, no. 1, dan Hasil Pucuk Tanaman Mint ( Mentha pp. 30-34, 2013. cordifolia Opiz ),” Prosiding Plant Protection Day dan Seminar Nasional 2 , [14] Ndruru, J.I., Nelvia, dan Adiwirman, 2016. “Application of Biochar dan Liquid Smoke to the Growth of Upland Rice (Oryza [6] Dalimunthe, C.I. dan R. Tristama, “Potensi sativa. L) on Ultisol Medium,” Jurnal Asap Cair dalam Mengendalikan Penyakit Agroteknologi , vol. 9, no. 1, pp. 9-16, Jamur Akar Putih ( Rigidoporus 2018. microporus ) pada Tanaman Karet,” ANR Conference Series 01, pp. 105–109, 2018. [15] Coleman, J.J., M. Muhammed, P.V. Kasperkovitz, J.M. Vyas, dan E. [7] Cahyaningrum, H., N. Prihatiningsih, dan Mylonakis, “ Fusarium pathogenesis Soedarmono, “Intensitas dan Luas investigated using Galleria mellonella as a Serangan Beberapa Isolat Fusarium heterologous host,” Fungal Bio., vol. 115, oxysporum f.sp. zingiberi pada Jahe no.12, pp. 1279-1289, 1995. Gajah,” Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, vol. 21, no. 1 pp. 16–22, 2016. [16] Sopialena, ” Segitiga Penyakit Tanaman,” Samarinda : Mulawarman University [8] Suryaminarsih, P., Kusriningrum, Press, 2017. Ni'matuzaroh, and T. Surtiningsih, “Antagonistic Compatibility of [17] Badan Penelitian dan Pengembangan Streptomyces griseorubens , Gliocladium Pertanian, “ Mekanisme dan Type virens , and Trichoderma harzianum Ketahanan Tanaman”, Kementerian Againts Fusarium oxysporum Cause of Pertanian, 2014. [Online]. Tersedia : Tomato Wilt Deseases,” International http://www.litbang.pertanian.go.id/artikel/ Journal of Plant & Soil Science , vol. 5, no. 341/. [Diakses pada 24 Mei 2020]. 2, pp. 82-89, 2015. [18] Al-ani dan Urban, “ What are the optimum [9] Siregar, Prengki, "Pengaruh Pemberian growth conditions for Fusarium,” Beberapa Sumber Bahan Organik dan Researchgate, 2015 . [Online]. Tersedia

42

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

https://www.research : gate.net/post/What_are_the_optimum_gro wth_conditions_for_Fusarium. [Diakses pada 30 April 2020]. [19] Pal, N., A. Kumar, and A. B. Malannavar, "Effect of temperature and pH levels on the growth and sporulation of Fusarium oxysporum f. sp. lini causing linseed wilt," International Journal of Chemical Studies , vol.7, no.3 pp. 4494-4497, 2019. [20] Sinclair, J.B. dan O.D. Dhingra. “ Basic Plant Pathology Method,” Edisi Kedua. Boca Raton, Florida : CRC Press, 1995. [21] Wandani, S.A.T, Yuliani, dan Y.S. Rahayu, “Uji Ketahanan Lima Varietas Tanaman Cabai Merah ( Capsicum annuum ) terhadap Penyakit Tular Tanah (Fusarium oxysporum f.sp capsici),” Lentera Bio, vol. 4, no. 3, pp. 155-160, 2015. [22] Amperawati, S., P. Darmaji, and U. Santos, "The Effect of Coconut Shell Liquid Smoke on the Growth of Fungi during Copra Drying." AGRITECH, vol. 32, no.2, pp. 191-98, 2012. [23] Wetlands International - Indonesia Programme, “Sistem Pengelolaan Tata Air di Lahan Gambut untuk Mendukung Budidaya Pertanian,” Wetlands International-Indonesia., 2020. [Offline]. Tersedia : http://www.wetlands.or.id /PDF/Flyers/Agri03.pdf. [Diakses pada 30 April 2020] [24] Aisyah, I., N. Juli, dan G. Pari, "Pemanfaatan asap cair tempurung kelapa untuk mengendalikan cendawan penyebab penyakit antraknosa dan layu fusarium pada ketimun," Jurnal Penelitian Hasil Hutan , vol. 31, no. 2 pp. 170-178, 2013. [25] Sharma, P., Jha, A. B., Dubey, R. S., and Pessarakli, M., "Reactive oxygen species, oxidative damage, and antioxidative defense mechanism in plants under stressful conditions," Journal of botany , pp. 1-26, 2012.

43

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

FORMULA BIOPESTISIDA SEBAGAI PENGENDALI DAN PENGINDUKSI KETAHANAN KULTIVAR JERUK PAMELO (Citrus maxima) TERHADAP PENYAKIT BLENDOK

Muhammad Khoirur Rojikin 1*, Sri Wiyatiningsih 1, Wiwik Sriharijani 1 1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Penyakit Blendok merupakan penyakit utama dalam budidaya tanaman jeruk pamelo, pengendalian penyakit blendok dengan bubur california dan pestisida memiliki dampak negatif dan kurang efekif. Penggunaan formula biopestisida untuk mengendalikan dan menginduksi ketahanan kultivar jeruk pamelo terhadap penyakit blendok merupakan upaya pengendalian dengan pendekatan pertanian organik. Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan rancangan acak lengkap. Faktor pertama kultivar jeruk pamelo yang terdiri dari kultivar jeruk pamelo Adas Nambangan, Adas Duku, Bali Merah dan Jawa. Faktor kedua terdiri dari konsentrasi biopestisida 7,5 ml/l dan 10 ml/l. Parameter pengamatan pada penilitian ini meliputi Intensitas Penyakit, Diameter Luka, Jumlah Tunas, Jumlah Bunga dan Mekanisme Induksi Ketahanan. Hasil Penelitian menunjukan patogen penyakit blendok pada kultivar jeruk pamelo teridentifikasi sebagai jamur Botryodiplodia theobromae penyebab penyakit blendok diplodia dan Phytophthora citrophtora penyebab penyakit busuk pangkal batang. Jenis Kultivar dan Konsentrasi Biopestisda berpengaruh nyata terhadap Intensitas penyakit dan Diameter Luka. Kultivar Adas Duku dan Konsentrasi Biopestisda 10 ml/l memiliki respon terbaik dalam penurunan Intensitas penyakit sebesar 81,39% dan penurunan Diameter luka sebesar 82,22%. Jenis Kultivar Pamelo memiliki pengaruh nyata pada 14 dan 28 HSA dan konsentrasi Biopestisida tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan bunga baru. Pengunaan formula biopestisda mampu menginduksi ketahanan kultivar jeruk pamelo dengan ketahanan ISR ( Induced Systemic Resistance ). Kata kunci : Penyakit Blendok, Formula Biopestisida, Induksi Ketahanan

ABSTRACT Gumosis disease is a major disease in the cultivation of pamelo citrus plants,Gumosis disease control with California slurry and pesticides have negative and less effective impact. The use of Biopesticide formula to control and induce the resilience of citrus cultivars pamelo against Gumosis disease is a controlling effort with organic farming approach. The research is a complete randomized factorial experiment. The first factor of citrus cultivars pamelo consisting of citrus cultivars of the Adas Nambangan, Adas Duku, Bali Merah and Jawa. The second factor consists of biopesticide concentrations of 7.5 ml/L and 10 ml/L. Observation parameters on this research is disease intensity, wound diameter, number of shoots, number of flowers and resistance induction mechanism. The results of the study showed the pathogens of gumosis disease in cultivars pamelo citrus identified as fungi Botryodiplodia theobromae cause of Diplodia disease and Phytophthora citrophtora cause of Stem End Rot disease. The type of cultivar and concentration of biopesticide affect the intensity of disease and the Diameter of wounds. Cultivar Adas Duku and biopesticide concentrations 10 ml/l have the best response in decreasing the disease intensity by 81.39% and decrease in Diameter wound by 82.22%. The type of cultivar pamelo has a noticeable effect on 14 and 28 HSA and biopesticide concentrations have no real effect on the number of shoots and new flowers. The use of biopesticide formula can induce the resilience of citrus cultivars pamelo with ISR (Induced Systemic Resistance). Keyword : Gumoisis Disease, Formula Biopesticide, Inductiion Resistance

PENDAHULUAN Tanaman jeruk merupakan tanaman Indonesia sekitar 70-80% dan setiap tahunan yang telah dikembangkan di tahunnya mengalami perkembangan dalam

44

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

pembudidayaannya baik mencakup luasan Pertanaman Jeruk Pamelo Desa Tambakmas lahan, jumlah produksi, maupun permintaan Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan. pasar dan jeruk termasuk komiditi buah Daerah ini terletak pada ketinggian 214 dengan nilai ekomonimis tinggi [1]. meter diatas permukaan laut dengan suhu Pengembangan jenis jeruk di Indonesia udara rata-rata 18 - 26°C dan kelembaban meliputi jeruk keprok, siam dan jeruk besar udara mencapai 50 - 70% [6]. Identifikasi dengan sentra tersebar diseluruh Indonesia. jamur patogen penyebab penyakit blendok Salah satu sentra jeruk besar di Indonesia dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan terdapat di Provinsi Jawa Timur dengan Tanaman I, Fakultas Pertanian, Universitas kontribusi produksi jeruk mencapai 19,61% Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa [2]. Penyakit Blendok merupakan penyakit Timur. endemic pada pertanaman jeruk pamelo di Bahan yang digunakan dalam Magetan, Jawa Timur pada tahun 1996 penelitian ini meliputi kultivar jeruk pamelo insidensi serangan penyakit blendok pada Bali Merah, Adas Duku, Adas Nambangan, pertanaman jeruk pamelo mencapai 85% dan Jawa serta formulasi biopestisida yang dari 500 Ha pertanaman jeruk pamelo berbasis mikroorganisme berasal dari dengan tingkat serangan ringan sampai rhizosfer akar tanaman kelapa, tebu, siwalan, sedang (22-37%) [3]. tunjang, dan bakau. Bahan yang digunakan Upaya intensifikasi produksi jeruk untuk identifkasi patogen penyakit blendok pamelo di daerah Magetan terus dilakukan, antara lain jaringan kultivar jeruk pamelo akan tetapi kendala utama dalam yang bergejala, PDA (Potato Dextrose peningkatan produksi jeruk pamelo adalah Agar), Alkohol 70 % dan Aquades. serangan penyakit blendok yang menyebabkan penurunan produksi dan Metode Penelitian kematian tanaman. Penyakit blendok dapat Penelitian ini merupakan percobaan mengakibatkan kematian ranting, cabang, faktorial dengan Rancangan Acak Lengkap, batang tanaman, bahkan menyebabkan dengan faktor pertama kultivar jeruk pamelo kematian tanaman [4]. Pengendalian terdiri atas 4 level yaitu Adas Nambangan, penyakit blendok umumnya masih sebatas Adas Duku, Bali Merah dan Jawa. Faktor pengendalian kimiawi dengan pestisida dan kedua konsentrasi biopestisida terdiri atas 2 penggunaan bubur California, akan tetapi level yaitu Konsentrasi Biopestisida 7,5 ml/l hasil pengendalian tersebut belum dan 10 ml/l, sehingga didapatkan 8 memuaskan bahkan menimbulkan dampak kombinasi dengan 3 kali ulangan. negatif bagi petani, masyarakat sekitar, dan lingkungan. Dampak negatif penggunaan Identifikasi Patogen dan Penentuan Jenis pestisida terhadap produksi buah jeruk Penyakit pamelo, terdapatnya residu pada buah jeruk Identifikasi patogen penyakit blendok yang mengakibatkan jeruk tidak diterima dilakukan dengan pengamatan secara dipasaran. Penggunaan formula biopestisda makroskopis dan mikroskopis, menurut merupakan salah satu upaya pengendalian Kunci Identifikasi Illustrated Genera of ramah lingkungan dan mendukung pertanian Imperfect Fungi [2]. Pengamatan organik. Hasil Penelitian menyebutkan makroskopis meliputi bentuk dan warna bahwa penggunaan formula biopestisida koloni pada media PDA ( Potato Dextrose dengan sistem pertanian terpadu dapat Agar ). Pengamatan mikroskopis meliputi menurunkan tingkat serangan penyakit bentuk hifa, konidium, piknidia, dan blendok sebesar 15,8%-16,6% [5]. Oleh klamidospora. Penentuan jenis penyakit karena itu, penelitian ini bertujuan untuk blendok dilakuakan pada setiap kultivar mengetahui penggunaan formula biopestida jeruk pamelo dengan diagnosa visual dalam mengendalikan dan menginduksi terhadap gejela penyakit blendok yang ketahanan kultivar jeruk pamelo terhadap terekspresi pada setiap kultivar jeruk penyakit blendok. pamelo.

METODE Intesitas Penyakit Penelitian dilaksanakan pada bulan Perhitungan intensitas penyakit Januari hingga April 2020 di Lahan blendok pada kulitivar jeruk pamelo

45

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

mengikuti kaidah penilaian menurut Respon Pertumbuhan Tanaman Murdolelono et al., [7]. Kaidah penilaian Respon pertumbuhan kultivar jeruk tersebut digunakan untuk mengitung pamelo meliputi kemampuan penurunan intensitas penyakit kulit diplodia maupun diameter luka, pembentukan jumlah tunas busuk pangkal batang. Pengamatan dan bunga baru. Pengamatan dilakukan dilakuakan secara visual dengan setiap dua minggu sekali setelah kultivar mempertimbangkan prosentase luasan gejala jeruk pamelo dilakukan pengaplikasian yang dijumpai baik penyakit diplodia formula biopestisida. maupun busuk pangkal batang. Representasi prosentase gejala pada bagaian batang, Mekanisme Induksi Ketahanan cabang primer, dan cabang sekunder Induksi ketahanan pada kultivar jeruk digunakan untuk melakukan penarikan skor pamelo setelah penggunaan formula serangan (Tabel 1.). Pengamatan intensitas biopestisida diketui dengan metode kualitatif penyakit dilakuakan setiap dua minggu dengan mempertimbangkan kemampuan sekali setelah kultivar jeruk pamelo telah peurunan intensitas dan diameter luka, dilakukan pengaplikasian formula pembentukan tunas dan bunga baru, serta biopestisda. jenis patogen yang infeksi kultivar jeruk bedasarkan teori menurut Vos et al. [11] Tabel 1. Skor Serangan Penyakit Blendok yang menyatakan bahwa Mekanisme asam terhadap Penyakit Blendok salisilat sebagai agen ketahanan akan Diskripsi terakumulasi sebagai bentuk respon terhadap Skor Batang Cabang Cabang patogen biotrof dan hemibiotrof, sedangkan Primer Sekunder Asam Jasmonat terakumulasi ketika tanaman 0 Sehat Sehat Sehat berinteraksi dengan patogen netrofik dan 1 Sehat Sehat <50% hama. 2 Sehat Sehat >50% 3 < 25% <50% <50% Analisa Data 4 < 25% 50 -100% 50 -100% Data hasil pengamatan akan diuji 5 25 -50% <50% <50% secara statistik dengan analisis sidik ragam 6 25 -50% 50 -100% 50 -100% (Anova). Apabila uji F menunjukkan 7 >50% <50% <50% pengaruh yang nyata maka dilanjutkan 8 >50% 50 -100% 50 -100% dengan uji lanjutan yaitu Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%. Berdasarakan hasil pengamatan dilapang hubungan kematian tanaman HASIL dengan nilai skor intensitas penyakit Identifikasi Patogen dan Penentuan Jenis blendok dapat disimpulkan kategori Penyakit ketahanan tanaman jeruk terhadap penyakit Identifikasi penyebab penyakit blendok blendok sebagai berikut : berdasarkan hasil isolasi jaringan empat kultivar jeruk pamelo yang bergejala, Tabel 2. Kategori Ketahanan Kultivar Jeruk dengan dicocokan pada kunci identifikasi Pamelo terhadap Penyakit Blendok menurut Barnet dan Hunter [2] memiliki Rentang Intensitas Kategori kesesuaian dengan morfologi jamur Skor Nilai Penyakit Ketahanan Botryodiplodia theobromae . Morfologi Tahan jamur B. theobromae secara makroskopis 0,1, dan 2 0-25% (Resistance ) memiliki warna koloni putih kemudian Agak Tahan berubah warna menjadi abu-abu seiring 3 dan 4 25-50% (Moderate dengan pertambahan usia isolat, miselium Resistance) jamur berbentuk berbenang halus, dan Agak Rentan bagian bawah koloni berwarna kehitaman 5 dan 6 50-75% (Moderate (Gambar 1.a.). Morfologi mikroskopis B. Susceptible ) theobromae memiliki bentuk hifa bersekat, Rentan klamidospora interkalar, konidium 7 dan 8 75-100% (Susceptible) berbentuk jorong, bersekat satu, dan berwarna coklat gelap hingga kehitaman

46

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

(Gambar 1.a.). Morfologi mikroskopis B. gum. Penyakit diplodia memiliki gum theobromae memiliki bentuk hifa bersekat, berwarna coklat kekuningan dengan klamidospora interkalar, konidium dominasi pembentukan gum pada bagian berbentuk jorong, bersekat satu, dan batang, cabang primer, dan cabang berwarna coklat gelap hingga kehitaman sekunder, sedangakan gum pada penyakit (Gambar 1. b,c,d.). Dengan demikian dapat busuk pangkal batang berwarna coklat dikatakan bahwa patogen penyebab penyakit kemerahan dengan dominasi pembentukan blendok kultivar jeruk pamelo Adas gum pada pangkal batang tanaman. Nambangan, Bali Merah dan Jawa merupakan jamur patogen B. theobromae penyebab Penyakit Diplodia .

a b b a

a d c

d

c Gambar 2. Morfologi Jamur P. citrophtora a. Koloni Jamur P. citrophtora 6 HSI. b. Hifa tidak bersekat dan Klamidospora Gambar 1. Morfologi Jamur B. theobromae Interkalar c. Sporangium P. citrophtora a. Koloni Jamur B. theobromae 6 HSI (Hari 400× d. Spora Ovoid berpapila 400× Setelah Isolasi) b. Hifa bersekat Jamur B. Intensitas Penyakit Blendok theobromae 400× c. Klamidospora interkalar Hasil analisis data menunjukan bahwa 1000× d. Konidia matang Jamur B. tidak terdapat interaksi kombinasi perlakuan theobromae 1000× antara kultivar jeruk pamelo dengan

konsentrasi biopestisida terhadap intensitas Hasil isolasi jaringan bergejala pada penyakit pada keseluhuran pengamatan. kultivar Adas Duku menunjukkan terdapat 2 Kultivar jeruk pamelo memiliki pengaruh jenis pathogen jamur yang menginfeksi sangat nyata terhadap Intensitas penyakit jaringan kultivar tersebut, sehingga terdapat pada 14, 28 dan 42 HAS (Hari Setelah 2 jenis penyakit pada kultivar Adas Duku Aplikasi), sedangkan pada 56 HSA yaitu B. theobromae penyebab Penyakit berpengaruh nyata. Konsentrasi biopestisida Diploda dan jamur Phythoptora citrophtora memiliki pengaruh sangat nyata terhadap penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang. intesitas penyakit pada 42 dan 56 HSA. Morfologi makroskopis jamur P. citrophtora Kutivar jeruk pamelo yang memiliki respon memiliki warna koloni putih dengan bentuk terbaik setelah penggunaan biopestisida koloni tidak beraturan (asimetris) seperti terhadap Intesitas penyakit adalah kultivar pada gambar (Gambar 2. a.), secara Adas Duku dengan penurunan Intensitas mikroskopis jamur P. citrophtora memiliki Penyakit mencapai 81,39% (Tabel 3.). hifa tidak bersekat dan bercabang, hifa Pengaruh kultivar Adas duku terhadap bertekstur halus ke kasar dan spora intensitas penyakit blendok diduga akibat berbentuk ovoid berpapila (Gambar 2. pengaruh morfologi kultivar jeruk pamelo b.c.d.). Infeksi patogen penyakit diplodia Adas Duku. Morfologi kultivar jeruk pamelo dengan busuk pangkal batang memiliki Adas Duku berdasarkan pengamatan lapang kesemaan gejala pada keseluruhan dengan memiliki batang dan percabangan yang lebih ditandai terbentuknya gum (blendok). kecil dibandingkan kultivar lainya dengan Perbedaan gejala utama kedua penyakit kulit kayu yang lebih tebal. Selain itu tersebut dapat terlihat pada warna gum yang blendok (gumosis) yang terbentuk pada terbentuk dan lokasi infeksi terbentuknya kultivar Adas Duku berukuran lebih kecil

47

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

daripada kultivar jeruk pamelo Adas Nambangan, Bali Merah dan Jawa.

48

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Tabel 3. Pengaruh Kultivar terhadap Intensitas Penyakit

Penurunan Intesitas Kultivar 14 HSA 28 HSA 42 HSA 56 HSA Penyakit (%) J1 53,47 b 45,83 b 38,88 c 18,64 ab 65,14 J2 29,87 a 24,30 a 11,11 a 5,56 a 81,39 J3 30,50 a 23,60 a 26,69 b 24,37 b 20,10 J4 42,37 b 38,19 b 20,83 ab 13,88 ab 67,24 BNT 5% 11,50 13,49 10,97 13, 12 Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf Uji BNT 5%. J1=Kultivar Adas Nambangan, J2=Kultivar Adas Duku, J3=Kultivar Bali Merah, J4=Kultivar Jawa. HSA : Hari setelah Apliakasi

Bentuk batang yang kecil dengan Konsentrasi biopestisida memiliki kulit kayu yang tebal, diduga mampu pengaruh nyata setelah 42 HSA. Konsentrasi mempengaruhi proses peneterasi patogen 10 ml/l air memberikan respon terbaik dan penyakit blendok dan busuk pangkal batang. berbeda nyata terhadap konsentrasi Kulit kayu yang tebal diduga memiliki biopestisida 7,5 ml/l air, semakin tinggi kandungan lignin yang lebih tinggi sehingga konsentrasi biopestisida maka intensitas mampu menghambat proses infeksi patogen. penyakit blendok semakin rendah (Tabel 4.). Kandungan lignin pada tanaman yang tinggi Kandungan mikoorganisme non patogen merupakan salah satu bentuk ketahanan yang terdapat pada formula biopestisida struktural yang dimiliki tanaman. Menurut diduga mampu menekan pertumbuhan jamur Abadi [1] menyebutkan bahwa pertahanan patogen penyakit blendok sehingga mampu struktural pada tanaman dapat melalui menurunkan intensitas penyakit. Menurut jumlah dan kualitas lapisan lilin serta Sukaryorini dan Wiyatiningsih [9] kutikula pada permukaan sel epidermis, menyebutkan bahwa kandungan ukuran, kerapatan dan bentuk stomata dan mikoorganime formula biopestisida antara lentisel, dan struktur dinding sel. Gum lain Khamir, Bakteri Pelarut Phospat, (blendok) terbentuk akibat respon Lactobacillus sp. Rhizobium sp., Bakteri pertahanan struktural yang dimiliki oleh Amilolitik, Bakteri Proteolitik, Bakteri tanaman untuk menghalangi patogen dalam Fotosintetik, Bakteri Amonifikasi, dan melakukan peneterasi kedalam sel tanaman. Bakteri Nitrifikasi . Lactobacillus sp, Pembentukan gum (blendok) yang lebih Bakteri Amilolitik, dan Bakteri Proteolitik sedikit pada kultivar jeruk pamelo Adas memiliki peranan penting dalam Duku menunjukan luka yang terbentuk menghambat pertumbuhan pathogen. Hal ini dalam kultivar tersebut tergolong kecil, yang dikarenakan mikoorganisme tersebut mampu artinya penetrasi patogen pada kultivar Adas mengahsilkan senyawa metabolit sekunder Duku lebih sedikit dibandingakan kultivar yang bersifat antimikroba seperti hydrogen lain. Sehingga kultivar jeruk pamelo Adas peroksida, alcohol, asam laktat, asam asetat, Duku berdasarkan intensitas penyakit bakteriosin, enzim amilase dan protease memilki kategori ketahanan agak tahan yang berperan dalam perlindungan terhadap (Moderate Resistance ). infeksi.

Tabel 4. Pengaruh Biopestisida terhadap Intensitas Penyakit Kultivar 14 HSA 28 HSA 42 HSA 56 HSA B1 38,17 33,33 29,16 b 22,55 b B2 39,93 32,67 19,5 9 a 8,62 a BNT 5% tn tn 7,76 9,27 Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf Uji BNT 5%. J1=Kultivar Adas Nambangan, J2=Kultivar Adas Duku, J3=Kultivar Bali Merah, J4=Kultivar Jawa. HSA : Hari setelah Aplikasi.

49

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Respon Pertumbuhan Tanaman intensitas penyakit blendok pada adas duku a. Diameter Luka mencapai 81,39%, sedangkan penurunan Parameter respon pertumbahan diameter lukanya mencapai 82,22% dengan tanaman setelah aplikasi biopestisida luka awal mencapai 5,23 cm menjadi 0,93 meliputi kesembuhan luka, pembentukan cm. Sehingga dapat diduga bahwa semakin tunas dan bunga. Pengamatan dilakukan tinggi nilai penurunan intensitas penyakit, untuk mengetahui pengaruh aplikasi maka akan mempercepat proses kesembuhan biopestisida terhadap pemulihan luka akibat infeksi blendok pada kultivar pertumbuhan dan perkembangan akibat jeruk pamelo. Pengaruh tidak nyata pada 28 infeksi patogen penyakit blendok. Hasil HSA diduga akibat pengaruh perbedaan analisa data menunjukan bahwa tidak kultivar dan lingkungan yang menyebabkan terdapat interaksi kombinasi perlakuan pada 28 HSA kultivar jeruk pamelo terfokus antara kultivar jeruk pamelo dengan dalam pembentukan tunas dan bunga, konsentrasi biopestisida terhadap diameter sehingga tingkat penurunan luka tidak luka. Kultivar jeruk pamelo memiliki memiliki pengaruh yang nyata. Meskipun pengaruh nyata terhadap diameter luka pada demikian tetap terjadi penurunan diameter 14 HSA, berpengaruh sangat nyata terhadap luka dari 14 HSA ke 28 HSA. diameter luka pada 42 dan 56 HSA, dan tidak terdapat pengaruh nyata terhadap Tabel 5. Prosentase Penurunan Diameter diameter luka pada 28 HSA (Gambar 3.). Luka Konsentrasi Biopestisida memiliki pengaruh sangat nyata terhadap diameter luka pada Prosentase Penurunun 14, 42 dan 56 HSA, sedangkan pada 28 Kultivar Diameter Luka setelah HSA tidak memliki pengaruh yang nyata Aplikasi Biopestisida (%) (Gambar 3). J1 69,16 J2 82,22 J3 75,41 J4 70,26 Keterangan : J1=Kultivar Adas Nambangan, J2=Kultivar Adas Duku, J3=Kultivar Bali Merah, J4=Kultivar Jawa Proses kesembuhan luka setelah penggunaan biopestisida dapat terlihat pada (Gambar 4.). Gejala awal pada luka ditandai dengan terbentuknya blendok yang

cendurung keras dan padat berwarna coklat Gambar 3. Histogram Pengaruh Kultivar kekuningan. Respon pada 14 HSA terhadap Diameter Luka. kesembuhan luka ditandai dengan blendok Keterangan : J1=Kultivar Adas Nambangan, yang terbentuk menjadi lebih encer dan J2=Kultivar Adas Duku, J3=Kultivar Bali Merah, J4=Kultivar Jawa. 1 =14 HSA, 2 = 28 HSA, 3 = 42 warna blendok memudar menjadi kuning HSA, 4 = 56 HSA. HSA : Hari setelah Aplikasi. bening. Respon pada 28 HSA blendok yang terbentuk telah berkurang dan warna luka Kultivar Adas Duku memiliki respon menjadi kecoklatan dengan sedikit blendok terbaik terhadap kesembuhan luka setelah dan tepian luka menjadi kering dan penggunaan biopestisida. Penyembuhan luka mengkilat. Respon pada 42 HSA luasan luka akibat infeksi patogen penyakit blendok yang terdapat blendok telah mengecil dan tidak sepenuhnya dapat mengembalikan ke mulai menyiskan bekas luka yang tidak lagi bentuk kulit tanaman secara sempurna, luka mengeluarkan blendok. Hasil akhir yang ditimbulkan akibat infeksi tetap kesembuhan luka pada kultivar jeruk Bali meninggalkan bekas pada daerah tanaman Merah (56 HSA) menunjukan luasan luka yang terinfeksi seperti pada batang, cabang menjadi lebih menonjol keluar, blendok primer, dan cabang sekunder . Penurunan yang terbentuk semakin sedikit, dan tepian Diameter luka pada keselurhan kultivar luka tidak lagi mengelurkan blendok dan seperti pada (Tabel 5.). Kultivar Adas Duku cendrung kering menjadi bekas luka akibat berbanding lurus dengan penurunan infeksi awal . intensitas penyakit blendok. Penurunan

50

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Gambar 4. Respon Kesembuhan Luka Kultivar Jeruk Pamelo Bali Merah a. Luka awal. b. Luka pada 14 HSA c. Luka pada 28 HSA d. Luka pada 42 HSA e. Luka pada 56 HSA

Penggunaan biopestisida 10ml/l terhadap jumlah tunas pada 14 dan 28 HSA, menunjukan perbedaan nyata terhadapa sedangkan pada 42 dan 56 HSA tidak biopestisida dengan konsentrasi 7,5 ml /l terdapat pengaruh nyata. Konsentrasi dalam menekan luasan diameter luka biopestisida tidak memiliki pengaruh nyata penyakit blendok pada kultivar jeruk pamelo terhadap jumlah tunas selama 56 HSA (Gambar 5.). Konsentrasi biopestisida (Gambar 6.). Kultivar Bali Merah dan Jawa sebesar 10 ml/l diduga mampu memberikan memiliki perbedaan yang terhadap kultivar peningkatan ketahanan tanaman akibat Adas Nambangan dan Adas Duku. kandungan mikroorganisme yang Pembentukan Tunas diduga dipengaruhi terkandung dalam biopestisida yang bersifat oleh jenis kultivar dan fisiologi kultivar antimikroba, sehingga semakin tinggi jeruk pamelo yang berbeda sehingga konsentrasi biopestisida kemampuan dalam menimbulkan respon pertumbuhan yang menekanan diameter luka akan semakin berbeda pada setiap kultivar. Selain itu besar, sebaliknya konsentrasi biopestisda pembentukan tunas dipengaruhi oleh faktor yang memiliki konsentrasi kemampuan lingkungan seperti suhu, kelembaban dan dalam menekan diameter luka lebih kecil. intensitas cahaya matahari. Tunas yang terbentuk pada 14 HSA umumnya merupakan tunas air, daun dan bunga (Gambar 7.) pada 28 HSA lebih banyak tunas produktif terbentuk dikultivar Bali Merah dan Jawa, sedangkan kultivar jeruk Adas Nambangan dan Adas Duku cenderung membentuk tunas air dan tunas daun.

Gambar 5. Histrogram Pengaruh Biopestisda terhadap Diameter Luka. Keterangan : B1 : Biopestisda 7,5ml/l, B2 : Biopestisida 10ml/l1 =14 HSA, 2 = 28 HSA, 3 = 42 HSA, 4 = 56 HSA. HSA : Hari setelah Aplikasi. b. Jumlah Tunas Gambar 6. Histogram Pengaruh Kultivar Respon pertumbuhan tunas setelah terhadap Jumlah Tunas. penggunaan biopestisida pada kultivar jeruk Keterangan : J1=Kultivar Adas Nambangan, pamelo, hasil analisa data menunjukkan J2=Kultivar Adas Duku, J3=Kultivar Bali bahwa tidak terdapat interaksi kombinasi Merah, J4=Kultivar Jawa. 1 =14 HSA, 2 = perlakuan antara kultivar jeruk pamelo 28 HSA, 3 = 42 HSA, 4 = 56 HSA. HSA : dengan konsentrasi biopestisida terhadap Hari setelah Aplikasi jumlah tunas. Kultivar jeurk pamelo memiliki pengaruh yang sangat nyata

51

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Pembentukan Bunga pada kultivar jeruk pamelo juga dipengeruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Perbedaan kultivar jeruk pamelo memiliki florigen yang berbeda, sehingga memiliki cara dan gen yang berbeda dalam membentuk bunga serta membutuhkan lingkungan yang sesuai dengan masing masing kriteria kultivar untuk melakukan inisiasi pembungaan.

Gambar 7. Jenis Tunas pada Kultivar Jeruk Pamelo a. Tunas Bunga b. Tunas Air c. Tunas Daun.

Pembentukan tunas pada kultivar jeruk pamelo tidak berbanding lurus dengan inisiasi pembungaan, diduga lingkungan Gambar 8. Histogram Pengaruh Kultivar dapat mempengaruhi pertumbuhan dan terhadap Jumlah Bunga. perkembangan kultivar jeruk pamelo. Suhu Keterangan : J1=Kultivar Adas Nambangan, rata-rata pada 56 HSA mencapai 28ºC J2=Kultivar Adas Duku, J3=Kultivar Bali Merah, J4=Kultivar Jawa. 1 =14 HSA, 2 = 28 HSA, 3 = 42 dengan kelembaban rata rata mencapai 88% HSA, 4 = 56 HSA. HSA : Hari setelah Aplikasi. dan sering terjadi hujan pada malam hari. Hal inilah yang diduga dapat mempengaruhi Kultivar Jawa memiliki respon terbaik proses inisiasi pembungaan pada tanaman dalam pembentukan Bunga dibandingkan jeruk pamelo, walupun telah terjadi kultivar lain dengan rata-rata tertinggi yang peningkatan proses fotosintesis akibat terbentuk sebanyak 11 bunga perpohon pada pembentukan tunas daun. Menurut Zomlefer 14 dan 28 HSA. Pada 42 dan 56 HSA [12] menyatakan bahwa unsur iklim diduga kultivar jeruk pamelo telah dominan dalam mempengaruhi inisiasi memasuki fase generatif, akumulasi pembungaan yaitu suhu dan intensitas fotosintat tidak lagi digunakan untuk cahaya. Peningkatan suhu selama fase pembentukan bunga melainkan untuk pertumbuhan akan meningkatkan inisiasi pembesaran buah jeruk pamelo. Hasil ini tunas reproduktif, sedangkan intensitas kurang sesuai dengan penelitian Kartikasari cahaya dapat mempengerahui pembentukan [4] yang menyebutkan bahwa penggunaan bunga apabila bentuk dan distribusi tajuk formula biopestisida dengan kombinasi tidak ternaungi, umunnya tajuk yang sistem pertanian terpadu memiliki jumlah terpapar intensitas cahaya tinggi mampu bunga yang lebih banyak dibandingkan membentuk bunga lebih banyak. tanaman jeruk pamelo tanpa penggunaan formula biopestisida. Jumlah bunga yang c. Jumlah Bunga lebih banyak pada penelitian tersebut dapat Respon pertumbuhan jumlah bunga diduga akibat pengaruh pemangkasan memiliki kesamaan dengan pertumbuhan cabang yang dilakukan dalam sistem jumlah tunas seperti tidak terdapat interaksi pertanian terpadu. Perkembangan bunga kombinasi perlakuan antara kultivar jeruk pada kultivar jeruk pamelo seperti pada pamelo dengan konsentrasi biopestisida (Gambar 9.) terhadap jumlah bunga. Kultivar jeurk pamelo memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah tunas pada 14 dan 28 HSA, sedangkan pada 42 dan 56 HSA tidak terdapat pengaruh nyata. Konsentrasi biopestisida tidak memiliki pengaruh nyata terhadap jumlah bunga selama 56 HSA.

52

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

akibat penggunaa biopestisida.Penurunan intensiatas penyakit, peningkatan pembentukan tunas dan kesembuhan luka akibat infeksi penyakit blendok merupakan salah satu indikasi terjadi induksi ketahanan tanaman pada keseleruhan kultivar jeruk pamelo. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan pada kultivar jeruk tanpa pemberian biopestisida selama 56 hari menunjukan hasil bahwa Intensitas penyakit tetap dan tidak terjadi penurunan, proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman Gambar 9. Perkembangan Bunga Jeruk lambat akibat infeksi patogen blendok Pamelo dari 14 HSA hingga 56 ditandai dengan kurangnya pembentukan HSA a. Kuncup Bunga b. tunas baru, tidak mampu berbunga, bunga Bunga Mekar (Anthesis) c. lebih mudah gugur, dan terjadi kematian Buah jeruk muda. tanaman (Gambar 5.3.). Berbanding terbalik dengan kultivar jeruk dengan pemberian Mekanisme Induksi Ketahanan biopestisida pada 56 hari setelah aplikasi Hasil pengamatan intensitas penyakit diduga telah terjadi peningkatan ketahanan dan respon pertumbuhan tanaman dapat tanaman. Hal ini dibuktikan dengan diduga terjadi stimulus peningkatan penurunan intensitas penyakit dan diameter ketahanan tanaman kultivar jeruk pamelo luka yang signifikan.

Gambar 10. Perbandingan Kultivar Jeruk Pamelo perlakuan Biopestisida (a,b) dan Non- biopestisda (c,d) a. Tanaman Sehat setelah aplikasi b. Tunas tumbuh setelah aplikasi c. Kematian tanaman d. Mati Pucuk

Peningkatan ketahanan kultivar jeruk pamelo tergolong netrofik yang ditandai pamelo pada perlakuan biopestisdia dengan jaringan nekroti diakhir gejala diakibatkan mikoorganisme seperti serangan penyakit. Selain itu Lakani (2008) Lactobacillus sp, Rhizobium sp, Bakteri menyebutkan bahwa penggunaan mikroba Proteolitk, Bakteri Amelolitik, Bakteri Asam non patogen yang mampu meningkatkan Laktat pada formula biopestisida yang ketahanan tanaman merupakan ciri dari mampu memberikan stimulus ketahanan ketahanan terinduksi ISR. alami kultivar jeruk pamelo akibat metabolit sekunder yang dihasilkan. Berdasarkan KESIMPULAN pernyataan Vos et al. yang menyatakan Penggunaan Biopestisida dapat bahwa Mekanisme asam salisilat sebagai mengendalikan Penyakit Kulit Diplodia agen ketahanan akan terakumulasi sebagai (blendok) dan Penyakit Busuk Pangkal bentuk respon terhadap patogen biotrof dan Batang ( Stem End Rot Disease ). Tidak hemibiotrof, sedangkan Asam Jasmonat terdapat interaksi kombinasi antara terakumulasi ketika tanaman berinteraksi biopestisida dengan kultivar jeruk pamelo. dengan patogen netrofik dan hama. Maka Penurunan Intensitas Penyakit tertinggi dapat diduga bahwa induksi ketahanan yang sebesar 81,39 %. Penggunaan biopestisda terbentuk pada kultivar jeruk pamelo dapat meningkatkan ketahanan dan respon merupakan ketahan ISR (induced Systemic pertumbuhan kultivar jeruk pamelo. Resistance) akibat jenis patogen penyakit Penurunan diamter luka tertinggi sebesar blendok yang menyerang kultivar jeruk 82,22%. Penggunaan Biopestisda mampu

53

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

menginduksi ketahanan kultivar jeruk [7] Murdolelono B., Yusuf dan C.Y. Bora, pamelo dengan ketahanan ISR (Induced “Masalah dan Alternatif Pengendalian Systemic Resistence). Penyakit Jeruk Keprok Soe di Nusa Tenggara Timur,” J. Pengkajian dan DAFTAR PUSTAKA Pengembangan Teknologi Pertanian, pp. 43-53. 2004 [1] Abadi, A. L., “ Ilmu Penyakit Tumbuhan,” Malang : Bayumedia, 2003 [8] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, “ Outlook Jeruk ,” Jakarta: [2] Barnet. H. L. dan Hunter B.B., Kementerian Pertanian, 2018. “Illustrated Genera of Imperfect Fungi Burgess Life Science Pub. Co. Series: [9] Sukaryorini, P., dan S. Wiyatiningsih, Mycology ,” Third Edition. USA : “Peningkatan Hasil dan Ketahanan Minneapolis. Minnesota, 1972. Kultivar Bawang Merah terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cepae [3] Dwiastuti, M. E., D. Agustina, dan U. Penyebab Penyakit Moler Triasih, “Keanekaragaman Hayati Menggunakan Formula Suspensi Penyakit Busuk Batang Jeruk Mikroorganisme,” Prosiding Seminar (Botryodiplodia theobromae Pat.) di Nasional HPTI, pp. 75-80, 14 April Jawa Timur” Balai Penelitian Tanaman 2010. Jeruk dan Buah Subtropika, Prosiding Seminar II, pp. 94-109, 2016. [10] Sulistyowati, L., A. Cholil, dan C. Martasari, ”Evaluasi Ketahanan [4] Kartikasari, D., “Pengendalian Penyakit Tanaman Jeruk ( Citrus sp.) Hasil Fusi Terpadu Busuk Batang Jeruk Pamelo Protoplas Jeruk Satsuma Mandarin (Citrus maxima (Burm.) Merr.) Berbasis (Citrus Unshiu ) dan Jeruk Siam Madu Pertanian Organik di Desa Tambakmas (Citrus Nobilis ) terhadap Infeksi Kabupaten Magetan,” Skripsi : Penyakit Blendok Botryodiplodia Universitas Pembangunan Nasional theobromae Pat,” Jurnal Hpt , vol. 1, no. "Veteran" Jawa Timur, 2019. 4, pp. 16–26, 2013. [5] Kementerian Pertanian, “ Budidaya [11] Vos I. A., Pieterse C.M.J. and Van Tanaman Jeruk Bebas Penyakit ,” Wees, S.C.M., “Costs and Benefits of Jakarta : Balai Pengkajian Teknologi Hormone Regulates Plants Defances,“ Pertanian Kalimantan Timur, 2011 Plant Pathology, pp. 62. 43-55, 2013 [6] Lakani, I., “ Induksi Ketahanan [12] Zomlefer W. B., “Guide to Flowering Tanama,” Palu : Universitas Tadulako, Plant Families,” Library of Congress 2008. Catalogin : in Publication Data, pp. 75- 77,1994.

54

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

POTENSI Pseudomonas fluorescens TERHADAP Fusarium sp. IN VITRO

Nensi Agustina 1, Arika Purnawati 1*, Lilik Suyatmi 2 1Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 2UPT Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui potensi Pseudomonas fluorescens terhadap Fusarium sp. in vitro . Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2020 di Laboratorium Agensia Hayati, UPT Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur. Sampel bakteri Pseudomonas fluorescens diisolasi dari tanah rhizosfer tanaman cabai rawit dan diambil dari Dusun Ngambengan, Desa Cempokolimo, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto dengan titik koordinat 7 o40’12,212’’S 112 o32’56,845’’E. Sampel tanah rhizosfer diambil secara komposit pada 5 titik, sedangkan Fusarium sp. diisolasi dari tanaman yang yang mengalami kelayuan. Potensi P. fluorescens terhadap Fusarium sp. dilakukan melalui uji antagonis menggunakan metode biakan ganda ( dual culture method ). Hasil dari uji antagonis bakteri P. fluorescens terhadap Fusarium sp. bahwa P. fluorescens mampu menekan pertumbuhan patogen Fusarium sp. secara in vitro rata- rata 57,29 %. Kata kunci : Psedomonas fluorescens, Fusarium sp., in vitro

ABSTRACT This preliminary research aims to know potential of Pseudomonas fluorescens against Fusarium sp . in vitro. Preliminary research was done at January 2020 in the Laboratory of Biological Agencies, UPT for Food Crop Protection and Horticulture in East Java. P. fluorescens were isolated from rhizosphere soil of cayenne pepper plants and taken from Ngambengan Hamlet, Cempokolimo Village, Pacet Subdistrict, Mojokerto Regency with coordinates of 7o40'12,212 'S 112o32 '56,845' 'E. Rhizosphere soil samples were taken in a composite at 5 points, while Fusarium sp . isolated from plants that experience withering. Potential of P. fluorescens against Fusarium sp . conducted through antagonistic tests using dual culture method. The results of the P. fluorescens bacterial antagonist test against Fusarium sp . that P. fluorescens is able to suppress the growth of Fusarium sp . in vitro average is 57,29 %. Keyword : Psedomonas fluorescens, Fusarium sp., in vitro

PENDAHULUAN satunya adalah menggunakan mikroba antagonis [3]. Fusarium sp. merupakan salah satu Bakteri dilaporkan bisa menekan genus jamur yang sangat penting secara pertumbuhan patogen dalam tanah secara ekonomi dan merupakan spesies patogenik alamiah. Beberapa genus yang banyak yang menyebabkan penyakit layu pada mendapat perhatian diantaranya berbagai tanaman, mampu bertahan di dalam Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas tanah dengan membentuk klamidospora [4]. atau sebagai hifa pada sisa tanaman dan Pseudomonas fluorescens merupakan bahan organik lain [1]. Jamur Fusarium sp. bakteri antagonis yang banyak dimanfaatkan mampu bertahan hidup di dalam tanah dalam sebagai agensia hayati untuk jamur maupun jangka waktu lama, bahkan dalam keadaan bakteri patogen tanaman [5]. P. fluorescens tanpa adanya tanaman inang [2]. mampu menekan perkecambahan sklerotium Penyebaran Fusarium sp. yang cepat jamur Sclerotium rolfsii in vitro sebesar dapat memperburuk kondisi tanaman pada 92%, mampu menekan intensitas penyakit suatu lahan, sehingga penggunaan fungisida sebesar 92%, dan menurunkan populasi menjadi alternatif terakhir untuk sklerotium akhir sebesar 86,3% [6]. Selain mengendalikan Fusarium sp. Pengendalian itu, bakteri tersebut sudah pernah digunakan patogen di dalam tanah secara kimia terbukti untuk mengendalikan penyakit S. rolfsii tidak efektif, oleh karena itu perlu dicari cara pada tanaman kacang tanah [7], dan lain agar perkembangan patogen dapat penyakit moler pada tanaman bawang merah ditekan dan mudah dilakukan petani, salah [8]. Bakteri P. fluorescens merupakan salah

55

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

satu bakteri antagonis yang berpotensi untuk kertas koran untuk mempermudah dikembangkan sebagai agensia pengendali pembawaan sampel tanaman. hayati, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini untuk mengetahui potensi P. Persiapan isolat Fusarium sp. dan P. fluorescens terhadap Fusarium sp. in vitro. fluorescens Teknik isolasi Fusarium sp. dilakukan METODE dengan menggunakan metode sporulasi Penelitian pendahuluan dilaksanakan yaitu dengan cara memotong pangkal batang di Laboratorium Agensia Hayati Unit tanaman sampel yang sudah bersih dengan Pelaksanaan Teknis Proteksi Tanaman ukuran 5 x 1 x 1 cm, kemudian disterilisasi Pangan dan Hortikultura (UPT-PTPH) Jawa permukaan dengan alkohol 70% dan dibilas Timur pada bulan Januari 2020. Adapun aquades steril. Potongan sampel diletakkan tahapan metode penelitian pendahuluan di atas lidi steril yang di bawahnya terdapat sebagai berikut : tisu steril dan sudah dilembabkan dengan aquades, diinkubasi selama 24 jam pada Pembuatan Media PDA Organik suhu kamar [9]. Setelah diisolasi, isolat yang Pembuatan media PDA organik memiliki morfologi sama dengan Fusarium menggunakan 250 g kentang yang sudah sp. yaitu berbentuk seperti kapas berwarna dikupas, dicuci bersih, dan dipotong kecil- putih, tampak bawah berwarna kekuningan, kecil. Kemudian direbus hingga mendidih dan bentuk miselium berserabut dimurnikan dengan 1 L aquades. Selanjutnya pada media PDA dan diinkubasi selama 7 memisahkan kentang dengan sarinya. hari. Koloni diamati menggunakan Memasukkan 10 g dextrose, 10 g agar, dan mikroskop. Koloni yang memiliki ciri menambahkan aquades hingga mencapai 1 L spesifik Fusarium, yaitu mempunyai pada sari kentang. Selanjutnya merebus makrokonidium, mikrokonidium, dan hingga agar mencair. Memasukkan ke dalam klamidospora dimurnikan pada medium botol steril sebanyak ½ sampai ¾ bagian PDA. dan menutup botol. Mensterilkan media Isolasi P. fluorescens dari tanah menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm, rhizosfer dilakukan dengan membuat suhu 121 0C selama 30 menit. suspensi tanah dalam air steril dengan perbandingan 2 : 5 (b/v). Kemudian Pengambilan Sampel di Lapangan diencerkan sebanyak 4x dengan Bakteri P. fluorescens diperoleh perbandingan suspensi dan air steril 1:10. dengan cara mengambil contoh tanah di Metode isolasi yang digunakan yaitu pour lahan milik bu Hajjah Tiwi yang terletak di plate dengan menggunaan 0,1 ml suspensi Dsn. Ngambengan, Ds. Cempokolimo, Kec. 10 -4 dan media Kelman’s serta diinkubasi Pacet, Kab. Mojokerto dengan titik selama 24-48 jam. Koloni yang memiliki ciri koordinat -7o40’12,212’’S112 o32’56,845’’E. morfologi yang sama dengan P. Pengambilan contoh tanah dilakukan fluorescens, yaitu bentuk bulat, cembung, di rhizosfer tanaman sehat di antara tanaman berwarna putih susu, mengkilat, dan tepi yang sakit secara komposit pada 5 titik. utuh dimurnikan pada media Kelman’s dan Tanah yang diambil pada kedalaman 10-20 diinkubasi selama 24-48 jam. Setelah itu cm sebanyak 100 g. Pengambilan contoh dilakukan uji biokimia yang meliputi uji tanah dilakukan dengan pola diagonal atau media selektif (media Kelman’s), uji Gram acak. Selanjutnya menghomogenkan sampel (KOH 3%), Uji pigmentasi (media King’s tanah dari 5 titik tersebut, B), dan Uji virulensi. mengeringanginkan contoh tanah dan menyimpan pada tempat yang tidak terkena Uji Antagonisme sinar matahari. Uji Antagonisme dilakukan dengan Jamur Fusarium sp. diperoleh dengan metode biakan ganda ( dual culture method ) cara mengambil contoh tanaman cabai rawit untuk mengetahui terbentunya antibiosis yang sakit yaitu tanaman cabai yang layu di secara in vitro . Pengujian dilakukan dengan sekitar tanaman cabai rawit yang sehat. cara menumbuhkan Fusarium sp. bersamaan Pengambilan contoh dilakukan dengan cara dengan P. fluorescens pada media PDA. mencabut tanaman yang sakit beserta Isolat Fusarium sp. yang berumur 5-7 hari dengan akar dan tanah. Selanjutnya dilubangi menggunakan cork borer. membungkus tanaman dengan menggunakan

56

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Kepingan bulat jamur patogen diambil dengan menggunakan jarum ose dan diletakkan pada tengah media PDA baru. Dilanjutkan dengan penambahan isolat bakteri antagonis dengan cara digoreskan pada 3 sisi dengan jarak 3 cm dari jamur patogen dan panjang goresan 3 cm. Sebagai pembanding digunakan jamur patogen tanpa goresan bakteri antagonis [10] (Gambar 1). Inkubasi dilakukan selama 5-7 hari pada

suhu kamar dan dilihat efek antagonis isolat bakteri terhadap pertumbuhan miselia jamur Gambar 2. Histogram persentase daya patogen dengan dilakukan pengukuran hambat diameter pertumbuhan jamur patogen. Hasil pengukuran kemudian dihitung Terhambatnya pertumbuhan jamur untuk mengetahui presentase penghambatan Fusarium sp. disebabkan oleh metabolit dengan menggunakan rumus : sekunder jenis siderofor yang dihasilkan oleh P. fluorescens . Jamur-jamur patogen P = tidak menunjukkan kemampuan menghasilkan siderofor jenis yang sama dengan yang dihasilkan bakteri Keterangan : Pseudomonas spp. sehingga jamur patogen P = Persentase penghambat mengalami defisit unsur besi menyebabkan R1 = rata-rata jari-jari koloni jamur patogen pertumbuhan patogen menjadi terhambat pada kontrol [4]. Selain itu, terhambatnya pertumbuhan R2 = rata- rata jari-jari koloni jamur pada jamur Fusarium sp. menunjukkan bahwa perlakuan bakteri isolat bakteri P. fluorescens hasil eksplorasi memiliki daya serang terhadap jamur Fusarium sp. P. fluorescens merupakan salah satu bakteri antagonis yang telah menunjukkan kemampuannya di dalam mengendalian beberapa patogen tanaman, khususnya patogen tular tanah, baik in vitro maupun in vivo [11].

SIMPULAN Gambar 1. Metode dual culture Bakteri P. fluorescens hasil isolasi yang diperoleh mampu menekan HASIL pertumbuhan patogen Fusarium sp. secara in Hasil dari uji antagonis antara bakteri vitro . Persentase daya hambat P. fluorescens P. fluorescens terhadap jamur Fusarium sp. terhadap Fusarium sp. rata-rata 57,29 % secara in vitro menunjukkan bahwa P. fluorescens mampu menghambat DAFTAR PUSTAKA perkembangan jamur Fusarium sp. [1] Y. S. Saragih, dan F.H. Silalahi, “Isolasi Presentase daya hambat dari hari ke-1 dan Identifkasi Spesies Fusarium hingga hari ke-7 berturut-turut sebesar Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman 100%, 83%, 60%, 50%, 38%, 36%, dan 34% Markisa Asam,” J. Hortikultura , vol. (Gambar 2) dan rata-rata persentase daya 16, no. 4, pp. 336-344, 2006. hambat adalah 57,29 %. [2] L. Soesanto, “Fusarium Utama pada Tanaman Pangan: Cara Pengendaliannya dan Teknik Penyimpanan Konidiumnya,” in Seminar Nasional II dan Workshop Fusarium, Universitas Andalah - Padang, Agustus 2006.

57

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

[3] Djatnika, C. Sunyoto, dan Elisa, [7] L. Soesanto, “Kemampuan “Peranan Pseudomonas fluorescens Pseudomonas fluorescens P60 sebagai MR96 pada Penyakit Layu Fusarium agensia pengendali hayati penyakit Tanaman Pisang,” Hortikultura , vol. busuk batang kacang tanah in vivo,” J. vol. 13. pp 212–218. 2003. Eugenia , vol. 10, no. 1, pp 8-17. 2004 [4] Hasanuddin, “Peningkatan Peranan [8] L. Soesanto, “Pengantar Pengendalian Mikroorganisme Dalam Sistem Hayati Penyakit Tumbuhan,” Jakarta : Pengendalian Penyakit Tumbuhan Raja Grafindo Persada, 2008. Secara Terpadu,” in Makalah, Fakultas [9] L. Suyatmi, “Eksplorasi Agens Hayati,” Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Surabaya : Laboratorium Agens Hayati Sumatera, pp 9. 2003. UPT Pangan dan Hortikultura, 2008. [5] L.Soesanto, E. Mugiastuti, R. F [10] L. Suyatmi, “ Pelatihan Integrated Pest Rahayuniati, dan A Manan, “Uji Management for Plant Protection ,” Lapangan Formula Cair Pseudomonas Surabaya : BPTPH Dinas Pertanian,. fluorescens P60 Terhadap Layu 2018. Fusarium pada Tanaman Tomat,” J. Perlindungan Tanaman Indonesia , [11] L. Soesanto , Endang, M., dan Ruth, F. vol.17, no. 2, pp 82-90, 2011. R., “Kajian Mekanisme Antagonis Pseudomonas Fluorescens P60 [6] L. Soesanto, R. R. Hidayat, Dan D. S. Terhadap Fusarium oxysporum f. sp. Utami, “Prospek Pemanfaatan lycopersici Pada Tanaman Tomat In Pseudomonas Fluorescens P60 Untuk Vivo,” J. HPT Tropika. vol 10, no. 2, Pengendalian Pengendalian Penyakit pp. 108 – 115, 2010. Busuk Batang Pada Kacang Tanah,” J. Fitopatologi Indoesia , vol. 7, no. 1, pp. 1-6, 2003.

58

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

STUDI KEANEKARAGAMAN DAN PERANAN SERANGGA PADA TANAMAN KELENGKENG ( Dimocarpus longan . L: Sapindaceae)

Lely Febrianti 1*, Wiwin Windriyanti 1, Noni Rahmadhini 1 1Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian UPN”Veteran” Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Tanaman kelengkeng (Dimocarpus longan L: Sapindaceae) merupakan tanaman yang cukup digemari oleh masyarakat, tanaman kelengkeng merupakan tanaman yang berasal dari Thailand. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga serta peranan serangga pada tanaman kelengkeng. Pengamatan serangga dilakukan dalam 4 periode waktu, yaitu pukul (06.00-08.00, 09.00-11.00, 12.00-14.00, 15.00-17.00) selama 15 hari. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan pengamatan secara langsung, yellow sticky trap dan net . Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 7 ordo, 13 famili dan 16 spesies serangga dan terdapat tiga peranan serangga yang ditemukan. Frekuensi Relatif kunjungan serangga tertinggi sebesar 21,61% serta aktivitas kunjungan paling aktif dari serangga terjadi pada pukul 06.00-08.00. Analisis indeks Shannon-Wiener serangga hama menunjukkan nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,78, sedang indeks dominansi menunjukkan nilai 0,187. Kata Kunci : Keanekaragaman, Peranan Serangga, Dimocarpus longan .

ABSTRACT Longan plant (Dimocarpus longan L: Sapindaceae) is a plant that is quite popular with the community, the longan plant is a plant originating from Thailand. This study aims to determine the diversity of insect species and the role of in longan plants. Insect observations are carried out in 4 time periods, namely (06.00-08.00, 09.00-11.00, 12.00-14.00, 15.00-17.00) for 15 days. Observations were made using direct observation, yellow sticky trap and insect net. Based on the research results found 7 orders, 13 families and 17 species of insects and there are three roles of insects found. The highest relative frequency of insect visits was 21.57% and the most active visiting activity of insects occurred at 06.00-08.00. Analysis of the Shannon-Wiener index of insect pests shows a diversity index value of 1.79, while the dominance index shows a value of 0.187. Keyword :Diversity, Role of Insects, Dimocarpus longan.

PENDAHULUAN Serangga merupakan hewan yang memiliki tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Tanaman kelengkeng ( Dimocarpus Serangga juga merupakan kelompok dari longan . L: Sapindaceae) merupakan hewan yang memiliki tingkat dominasi tanaman yang memiliki prospek tinggi, tinggi dibandingkan dengan hewan lainnya sehingga banyak masyarakat yang yang memiliki jumlah spesies hampir 80% menggemari buah yang satu ini, karena dari jumlah total hewan yang ada dibumi. rasanya yang manis serta mudah untuk Serangga mempunyai peranan masing- dibudidayakan [1]. masing ada yang berperan menguntungkan Setiap tahunnya Indonesia mengimpor dan juga merugikan. Serangga dengan peran ± 20.000 ton kelengkeng dari berbagai menguntungkan dapat dijadikan sebagai negara, terutama Thailand. Permintaan pasar indikator lingkungan seperti penyerbukan dalam negeri terhadap buah kelengkeng pada bunga, predator hama, sedangkan cenderung terus meningkat. Luas areal serangga merugikan merupakan golongan tanaman lengkeng di Thailand sekitar 2.300 dari serangga hama yang merugikan Ha dengan produksi 20.000 ton/tahun. Di manusia seperti serangga hama yang Indonesia, produksi buah kelengkeng belum menyerang tanaman untuk dijadikan inang tercatat secara statistik oleh Biro Pusat [3]. Statistik (BPS) karena masih dianggap sebagai buah minor [2].

59

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

pada tanaman kelengkeng baik dibunga Musim pembungaan menyebabkan maupun buah tanaman kelengkeng. (2) kelimpahan serangga menjadi tinggi karena Jaring serangga ( insect net ) untuk serangga adanya daya tarik berupa nektar dan serbuk yang terbang (contoh Ordo Lepidoptera, sari. Sumber daya pakan serangga akan , Hemiptera). (3) Yellow sticky melimpah pada masa pembungaan. trap untuk serangga yang berukuran kecil Kelimpahan serangga akan mempengaruhi (contoh Ordo Hymenoptera). Penangkapan penyerbukan pada tanaman, sehingga serangga menggunakan yellow sticky trap mempercepat tanaman menghasilkan buah dilakukan dengan menggantung yellow [4]. Tanaman kelengkeng termasuk tanaman sticky trap yang berukuran 20 x 12,5 cm. yang berbunga pada musimnya saja pada bulan Desember dan Januari serta bulan Juni Parameter Penelitian [5]. Identifikasi Serangga Penelitian ini diharapkan akan Identifikasi dilakukan dengan memberikan informasi mengenai mengelompokan serangga yang diperoleh keanekaragaman dan peranan serangga berdasarkan tingkat ordo. Kemudian pengunjung pada tanaman kelengkeng. dilanjutkan dengan identifikasi tingat famili Informasi tersebut dapat digunakan sebagai sampai spesies. Data yang didapat kemudian dasar perancangan strategi untuk konservasi dipisahkan menurut peranan dari serangga serangga pengunjung tanaman, dalam hal ini musuh alami, hama atau penyerbuk. Untuk adalah serangga yang berperan sebagai mengamati serangga sebagai dokumentasi musuh alami maupun sebagai penyerbuk di pribadi dilakukan dengan mengamatinya pertanaman kelengkeng. pada mikroskop stereo dan kamera DSLR. Identifikasi lanjutan untuk mencocokkan METODE hasil dengan literatur menggunakan situs BugGuide.net. Penentuan Lokasi Penelitian Observasi dilakukan di perkebunan Pengamatan Serangga Hasil dari Insect kelengkeng yang ada di Desa Jambu, Net Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri. Pengamatan serangga pada tanaman Penentuan tanaman sampel dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan kelengkeng juga dilakukan dengan tanaman kelengkeng yang menghasilkan menggunakan insect net untuk menangkap serangga yang aktif terbang yang terdapat di bunga dan buah dengan sampel tanaman sekitar tanaman kelengkeng. Hasil serangga pengamatan sejumlah 30 tanaman yang didapat dimasukkan ke dalam toples kaca yang berisi alkohol 70%. Pengamatan Kunjungan Serangga Penentuan pengamatan pada tanaman terpilih yang terdapat bunga dan buah saat Pengamatan Serangga Hasil dari Yellow Sticky Trap cuaca cerah menggunakan metode fixed Pengamatan serangga pada setiap sample [6]. Metode yang digunakan untuk tanaman kelengkeng menggunakan yellow kunjungan serangga menggunakan scan sticky trap yang digantungkan pada tanaman sampling , yaitu dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel selama 10 menit kelengkeng, ukuran panjang dan lebar dari dengan jeda 10 menit (Gambar 3.1) dalam yellow sticky trap adalah 20 x 12,5 cm dengan periode waktu pengamatan yaitu empat periode waktu, yaitu pagi hari (pukul pagi hari (pukul 06.00-08.00 WIB), siang 06.00-08.00 WIB), siang hari (09.00-11.00 hari (09.00-11.00 WIB dan 12.00-14.00 WIB dan 12.00-14.00 WIB) dan sore hari WIB) dan sore hari (15.00-17.00 WIB) (15.00-17.00 WIB). menggunakan satu perangkap per tanaman dan diamati setiap periode waktu Pengamatan Menggunakan Kamera, pengamatan terakhir. Insect Net dan Yellow Sticky Trap

Serangga pengunjung yang sudah Analisa Data diamati pada masing-masing waktu Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, kemudian ditangkap cara praktik langsung di lapangan, Data menggunakan : (1) Pengamatan primer yang dikumpulkan merupakan data menggunakan kamera dilakukan pada saat hasil pengamatan langsung dan data mengetahui adanya serangga yang hinggap sekunder merupakan data yang diperoleh

60

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

dari literatur. Data serangga pada tanaman Tabel 1 Curah Hujan Selama Pengamatan kelengkeng kemudian dianalisis menggunakan Microsoft Excel . Analisis data Minggu Rata-Rata Curah Keterangan Hujan (mm) serangga adalah frekuensi kunjungan (FR) indeks keragaman Shannon-Wiener (H), Pertama 33,5 Sedang indeks dominansi (C) : Kedua 18,2 Ringan

Frekuensi Kunjungan Ketiga 14,4 Ringan

*Sumber: BMKG,2020

Keanekaragaman Serangga pada Keterangan : Tanaman Kelengkeng FR = Frekuensi Relatif untuk spesies Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah ke-i keseluruhan serangga yang ditemukan di Fi = Frekuensi untuk spesies ke-i lahan tanaman kelengkeng pada 15 kali ∑F = Jumlah total frekuensi untuk pengamatan, yaitu sebanyak 7084 individu semua spesies [7]. yang terdri dari tujuh ordo, 13 famili dan 17 spesies serangga. Ketujuh ordo tersebut Indeks Dominansi meliputi Hymenoptera ( Apis cerana , Tetragonula laeviceps . dan Heterotrigona itama (Apidae), Dolichoderus thoracicus dan Oecophylla smaragdina (Formicidae) serta Vespa tropica (Vespidae)), Diptera Dimana (Lucilia sericata (Caliphoridae)), Lepidoptera Nymphalidae ( Hypolimnas Keterangan : bolina ), Crambidae ( Ostrinia furnacalis ) dan C = Indeks dominansi Erebidae ( Orgyia postica ), Araneae N = Jumlah totak individu dalam sampel (Oxyopes sp (Oxyophidae)), Mantodea ni = Jumlah total individu spesies-i [8]. (Mantis religiosa (Mantidae)), Hemiptera (Maconellicoccus hirsutus a. Indeks Keragaman (Pseudococcidae) ), Coleoptera Curculionidae (Hypomeces squamosus ), Scarabaeidae (Oryctes rhinoceros dan Protaetia Dimana orientalis ) dan Coccinellidae ( Coccinella Keterangan : transversalis ) (Tabel 2). H′ = Indeks Keanekaragaman Shannon- Tabel 2 menunjukkan jenis serangga Weiner yang ditemukan di perkebunan kelengkeng pi = Proporsi jumlah total Individu ke-i selama 15 hari pengamatan dengan periode dengan jumlah total individu waktu yang berbeda-beda, yaitu pada ni = Individu dari suatu jenis ke-i periode pertama (pukul 06.00-08.00) N =Jumlah total individu seluruh jenis [8] ditemukan sebanyak 1967 individu, periode Jika : H′ > 3 = Keanekaragaman Tinggi kedua (pukul 09.00-11.00) ditemukan 1

61

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

menggambarkan penyebaran jenis serangga periode ketiga 345 individu dan periode pada lahan tinggi. keempat 364 individu. Hasil keseluruhan perthitungan dari Kelimpahan serangga penyerbuk indeks keanekaragaman (H’) berdasarkan tertinggi dari empat periode waktu terdapat Shanon-Wiener pada tanaman kelengkeng pada waktu pagi hari dan akan menurun menunjukkan angka 1,79 dimana hasil pada waktu siang hari. Hasil penelitian ini tersebut termasuk kedalam kategori sedang. sesuai dengan penelitian [13] yang Sedangkan hasil keanekaragaman serangga menyatakan jika kelimpahan serangga tertinggi dengan H’= 1,81 terjadi pukul penyerbuk tertinggi terdapat pada waktu 09.00-11.00 dan keanekaragaman serangga pagi hari dan akan menurun kelimpahannya terendah dengan H’= 1,75 terjadi pukul pada waktu sore hari. 15.00-17.00. Nilai indeks dominansi (C) menedekati Peranan Serangga pada Tanaman angka (1) apabila komunitas didominasi oleh Kelengkeng spesies tertentu dan jika indeks dominansi Sebanyak 2771 individu (39,12%) (C) mendekati angka nol (0) maka tidak ada berperan sebagai predator pada tanaman spesies yang mendominasi [10]. Hasil kelengkeng, 3004 individu (42,41%) perhitungan indeks dominansi di perkebunan berperan sebagai penyerbuk dan 1309 kelengkeng berkisar antara 0,185 sampai individu (18,48%) berperan sebagai hama 0,194 dan dari total keseluruhan diperoleh (Gambar 1). hasil sebesar 0,187. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari semua periode waktu tingkat dominansi tertinggi terjadi pada periode waktu keempat, yaitu pukul 15.00-17.00 dengan nilai 0,194. Sedangkan tingkat dominansi terendah terjadi pada periode waktu kedua, yaitu pukul 09.00- 11.00 dengan nilai 0,185.

Aktivitas Serangga pada Tanaman Kelengkeng Gambar 1. Persentase Peranan Serangga di Aktivitas tertinggi serangga Tanaman Kelengkeng mengunjungi tanaman kelengkeng terjadi pada periode waktu 06.00-08.00, sedangkan Berdasarkan hasil penelitian ditemukan aktivitas terendah serangga mengunjungi tiga peranan serangga yang ada di tanaman tanaman kelengkeng terjadi pada periode kelengkeng, yaitu serangga musuh alami waktu 15.00-17.00. Hal ini bisa disebabkan antara lain ( Dolochoderus thoracicus, karena aktivitas serangga umumnya tinggi Oecophylla smaragdina, Mantis religiosa, pada siang hari dan cuaca cerah untuk Coccinella transversalis dan Oxyopes sp.), mencari makanan yang sesuai dengan serangga hama antara lain ( Protaetia pernyataan [11] dalam [12] bahwa akitivitas orientalis ., Maconellicoccus hirsutus, serangga untuk mencari pakan dimulai pada Hypomeces squamosus , Orgyia postica dan pagi hari sampai sore hari dengan aktivitas Oryctes rhinoceros) , serta serangga tertinggi pada siang hari. penyerbuk antara lain ( Apis cerana, Spesies serangga yang paling banyak Tetragonula laeviceps, Heterotrigona mengunjungi tanaman kelengkeng pada itama, Vespa tropica, Lucilia sericata, periode waktu pertama (pukul 06.00-08.00) Hypolimnas bolina dan Ostrinia furnacalis ) adalah A. cerana dengan jumlah 428 (Tabel 3). individu. A. cerana merupakan salah satu serangga yang berperan sebagai serangga penyerbuk pada tanaman kelengkeng. Periode waktu kedua sampai keempat (09.00-17.00) spesies serangga yang paling banyak mengunjungi tanaman kelengkeng terutama bagian bunga tanaman adalah L. sericata dengan rincian jumlah paada periode kedua sebanyak 416 individu,

62

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Hasil pengamatan menunjukan bahwa Proporsi Serangga Berdasarkan Metode jumlah serangga yang paling dominan Pengambilan sampel ditemukan adalah serangga yang dideteksi dengan menggunakan metode pengamatan langsung dikarenakan pengamatan secara langsung dapat mengetahui aktivitas apa yang dilakukan serangga saat mengunjungi tanaman kelengkeng.

Gambar 2. Grafik Proporsi Pengangkapan Serangga Berdasarkan Metode Pengambilan Sampel

Tabel 2. Spesies dan Jumlah Individu Serangga Pengunjung pada Tanaman Kelengken

Ordo Waktu Pengamatan 06.00 12.00 15.00 FR(%) Famili 09.00 - Jumlah Peranan - - - 11.00 Spesies 08.00 14.00 17.00 *Hymenoptera **Apidae ***A. Cerana 428 384 318 237 1367 Penyerbuk 19,30 ***T. laeviceps 10 6 1 2 19 Penyerbuk 0,27 ***H. Itama 2 3 10 16 31 Penyerbuk 0,44 **Formicidae ***D. thoracicus 346 366 341 308 1361 Predator 19,21 ***O. smaragdina 391 383 331 233 1338 Predator 18,89 **Vespidae ***V. Tropica 2 8 4 0 14 Penyerbuk 0,20 *Diptera ** Caliphoridae ***L. Sericata 403 416 345 364 1528 Penyerbuk 21,57 *Lepidotera ** Nymph alidae ***H. Bolina 5 9 8 4 26 Penyerbuk 0,37 **Crambiidae ***O. furnacalis 6 2 6 5 19 Penyerbuk 0,27 **Erebidae *** O. postica 4 3 5 1 13 Hama 0,18 *Araneae **Oxyophidae ***Oxyopes sp 5 4 4 0 13 Predator 0,18

63

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Ordo Waktu Pengamatan 09.00 12.00 15.00 Famili 06.00 - Jumlah Peranan FR(%) - - - 08.00 Spesies 11.00 14.00 17.00 *Mantodea **Mantidae ***M. religiosa 5 10 5 9 29 Predator 0,41 *Hemiptera **Pseudococcidae ***M. hirsutus 333 329 324 246 1232 Hama 17,40 *Coleoptera **Curculionidae ***H. squamosus 4 9 3 1 17 Hama 0,24 **Scarabaeidae *** O. rhinoceros 5 1 3 2 11 Hama 0,16 ***P. orientalis 10 16 7 3 36 Hama 0,51 **Coccinellidae ***C. 0,42 8 11 7 4 30 transversalis Predator Jumlah Individu 1967 1960 1722 1435 7084 Jumlah Spesies 17 17 17 17 17 Indeks Dominansi (C) 0,189 0,185 0,186 0,194 0,187 Indeks 1,78 1,81 1,79 1,75 1,79 Keanekaragaman (H’) Ket : *) ordo, **) famili, ***) spesies

Tabel 3. Peranan Serangga pada Tanaman Kelengkeng

Peranan No Spesies Serangga 2 Serangga Musuh Alami 1 Serangga Musuh Alami

*( Oecophylla smaragdina ) *( Dolichoderus thoracicus )

64

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Peranan No Spesies Serangga 7 Serangga Hama 3 Serangga Musuh Alami

*( Maconellicoccus hirsutus )

8 Serangga *( Mantis religiosa ) Hama

4 Serangga Musuh Alami

*( Hypomeces squamosus )

9 Serangga *( Coccinella Hama transversalis )

5 Serangga Musuh Alami

*( Oryctes rhinoceros )

10 Serangga Hama *( Oxyopes sp.)

6 Serangga Hama

*( Protaetia orientalis )

65

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Peranan 16 Serangga No Spesies Serangga Penyerbuk

11 Serangga Penyerbuk

*( Hypolimnas bolina )

17 Serangga Penyerbuk *( Apis cerana )

12 Serangga Penyerbuk

*( Ostrinia furnacalis ) Ket : *)dokumentasi pribadi *( Tetragonula laeviceps ) SIMPULAN 13 Serangga Penyerbuk Keanekaragaman serangga pada penelitian ini meliputi tujuh ordo, 13 famili dan 16 spesies. Nilai indeks keanekaragaman (H’) yang diperoleh secara keseluruhan yaitu 1,79 (sedang) serta nilai indeks dominansi (C) yang diperoleh yaitu 0,187 dan untuk persentase Frekuensi Kunjungan (FR) tertinggi dengan nilai *( Heterotrigona itama ) 21,57% adalah spesies Lucilia Sericata e sedangkan Frekuensi Kunjungan (FR) 14 Serangga terendah adalah Oryctes rhinoceros dengan Penyerbuk nilai 0,16%. Waktu kunjungan paling aktif dari serangga pengunjung tanaman kelengkeng adalah pukul 06.00-08.00. Peranan serangga yang ditemukan pada penelitian ini ada tiga, yaitu serangga musuh alami, serangga hama serta serangga *( Vespa tropica ) penyerbuk.

15 Serangga Penyerbuk DAFTAR PUSTAKA [1] Daryono, B. S., Rabbani, A., dan Purnomo, P., “Aplikasi Teknologi Budidaya Kelengkeng Super Sleman di Padukuhan Gejayan,” Jurnal Pendidikan Biologi, vol. 9, no. 1, pp. 57-61, 2016 [2] Rukmana, R., “Prospek Agrobisnis dan Teknik Budidaya,” Yogyakarta : (Lucilia sericata ) Penerbit Kasinius, 2003.

66

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

[3] Christian W. Gottsberger G., “Diversity [9] Falahudin,I. Delima, E. M. dan Indah, preys in Crop Pollination,” Crop A. P. R., “Diversitas Serangga Ordo Science, vol. 40, no. 5, pp. 1209-1222, Orthoptera pada Lahan Gambut di 2000. Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyu Asin,” Bioilmi, vol. 1, no. 1, pp. [4] Apituley FL, Leksono AS, Yanuwiyadi 1-7, 2015. B., “Kajian Komposisi Serangga Polinator Tanaman Apel ( Malus [10] Odum, E. P., “Dasar-dasar Ekologi,” sylvestris. Mill) di Desa Poncokusumo Edisi Ketiga. Penerjemah : Tjahyono Kabupaten Malang,” El Hayah, vol. 2, Samingan. Yogyakarta : Gadjah Mada no. 2, pp. 85-96, 2001. University Press,1998. [5] Erniwati, dan Kahono, S., “Keragaman [11] Wolda, H. and C. W. Sabrosky., “Insect Serangga Pengunjung Bunga pada Lima Visitor to Two Form of Aristolochia Jenis Tanaman Buah di Jawa Timur,” pilosa in Los Cumbres Panama,” Zoo Indonesia, vol. 20, no. 1, pp. 27-38, Biotropica, vol. 18, no.4, pp. 295 – 299, 2010. 1986. [6] Dafni, A., “Pollination Ecology: a [12] Khairiah, N., Dahelmi, dan Syamsuardi, Practical Approach,” Jakarta : Oxford “Jenis-Jenis Serangga Pengunjung University Press, 1992. Bunga Pacar Air ( Impatiens balsamina Linn. :Balsaminaceae),” Jurnal Biologi [7] Suin N. M., “Ekologi Hewan. Bumi Universitas Andalas, pp. 9-14, 2012, Aksara,” Jakarta, 1997. [13] Susilawati, “Keanekaragaman Dan [8] Krebs, C.J., “Ecology: The Kelimpahan Serangga Pengunjung Experimental Analysis of Distribution Bunga Mentimun Pada Struktur and Abundance,” Third Edition. New Lanskap Berbeda,” Tesis. Bogor : York : Harper and Row Publishers, Institut Pertanian Bogor, 2016. 1989.

67

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

KEBERADAAN SERANGGA MUSUH ALAMI DAN PENYERBUK PADA PERTANAMAN JERUK PAMELO ( Citrus maxima (Burm.) Merr.) MANIPULASI HABITAT DENGAN TANAMAN REFUGIA

Musbihatun Ifanalia 1*, Wiwik Sri Harijani 1, Wiwin Windriyanti 1 1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK

Praktik sistem pertanian monokultur akhir-akhir ini menunjukkan dampak buruk berupa peningkatan hama dan menurunkan jumlah dan aktivitas musuh alami. Untuk memastikan hasil panen yang aman dan stabil, perlu dilakukan strategi pengelolaan agroekosistem agar serangga yang melakukan jasa lingkungan tetap eksis sehingga akan membentuk sistem pertanian yang berkelanjutan. Prospek penggunaan tanaman berbunga sebagai refugia dapat memaksimalkan kontrol biologis hama serangga di agroekosistem dengan cara memberikan musuh alami sumber makanan dan tempat tinggal. Tanaman refugia yang digunakan dalam penelitian ini yakni Cosmos caudatus , Zinnia elegans , dan Helianthus annuus L . dengan pola tanam perimeter refuge dan insectary bank . Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung dan menggunakan perangkap. Parameter pengamatan meliputi komposisi jenis dan populasi serangga musuh alami dan penyerbuk. Hasil penelitian menunjukkan Jumlah total musuh alami yang ditemukan di lahan refugia yakni 663 individu yang terdiri dari 16 sedangkan pada lahan tanpa refugia yang berjumlah 548 individu. Yang terdiri dari 12 jenis. Keberadaan serangga penyerbuk melimpah di lahan refugia, yakni 789 individu dari 20 jenis sedangkan pada lahan tanpa refugia ditemukan 307 individu dari 12 jenis. Manipulasi habitat dengan tanaman refugia merupakan salah satu bentuk teknik rekayasa ekologi yang berfungsi dapat meningkatkan komposisi populasi serangga musuh alami dan serangga penyerbuk. Kata Kunci : Tanaman Refugia, Musuh Alami, Penyerbuk, Komposisi

ABSTRACT

The practice of monoculture farming has recently shown an adverse impact in that is increasing pests and reducing the number and activity of natural enemies. To ensure safe and stable harvests, agroecosystem management strategies are needed so that insects that provide environmental services continue to exist and will form a sustainable agricultural system. The prospect of using flowering plants as refugia can maximize the biological control of insect pests in the agroecosystem by providing natural enemies source of food and shelter. The refugia plants used in this study were Cosmos caudatus, Zinnia elegans, and Helianthus annuus L. with perimeter refuge and insectary bank cropping system. Data were collected by direct observation and using traps. Observation parameters include the species composition and population of natural enemies and pollinators. The results showed that the total number of natural enemies found in refugia land was 663 individuals consisting of 16 orders while on land without refugia there were 548 individuals of 12 orders. The presence of insect pollinators is abundant in refugia fields, 789 individuals from 20 orders, while in fields without refugia, 307 individuals from 12 orders were found. Habitat manipulation with refugia plants is a form of ecological engineering technique that functions to improve the composition population of natural enemy insects and pollinator insects. Keywords : Refugia Plants, Natural Enemies, Pollinators, Composition

68

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

PENDAHULUAN predator dan parasitoid [6]. Prospek penggunaan tanaman berbunga sebagai Serangga memiliki persebaran habitat refugia dapat memaksimalkan kontrol terluas di dunia, oleh karena itu serangga biologis hama serangga di agroekosistem mengemban peran penting dalam ekosistem dengan cara memberikan musuh alami dan trofik rantai makanan. Dalam bidang sumber makanan dan tempat tinggal. pertanian, peran seranggga sangat Tumbuhan berbunga menarik kedatangan dibutuhkan dalam proses penyerbukan, serangga menggunakan karakter morfologi penguraian, dan pengendalian hayati. dan fisiologi dari bunga, berupa ukuran, Jumlah serangga hama hanya kurang dari bentuk, warna, aroma, periode berbunga, 0,5% dari jumlah total spesies serangga yang serta kandungan nektar dan polen. diketahui, namun dapat menimbulkan Kebanyakan dari serangga lebih menyukai kerusakan hingga 18% dari produksi bunga yang berukuran kecil, cenderung pertanian dunia [1]. terbuka, dengan waktu berbunga yang cukup Penerapan sistem pertanian lama yang biasanya terdapat pada bunga dari monokultur berdampak negatif menurunkan famili Compositae atau Asteraceae dan jumlah dan aktivitas musuh alami karena Umbelliferae [7]. terbatasnya sumber pakan, seperti polen, nektar dan mangsa atau inang alternatif yang METODE diperlukan oleh musuh alami untuk makan, Penelitian ini dilakukan di lahan bereproduksi serta tempat untuk bertahan kelompok tani “Tani Rukun” Desa pada suatu ekosistem [2,3]. Untuk Tambakmas Kecamatan Sukomoro memastikan hasil panen yang aman dan Kabupaten Magetan pada bulan Desember stabil, perlu dilakukan strategi pengelolaan 2019 – April 2020. Tanaman refugia yang agroekosistem. Pengelolaan ini digunakan dalam penelitian ini adalah dimaksudkan agar serangga yang melakukan bunga kenikir ( Cosmos caudatus ) , bunga jasa lingkungan tetap eksis sehingga akan kertas ( Zinnia elegans ), dan bunga matahari membentuk sistem yang stabil dan (Helianthus annuus L .). Penanaman refugia berkelanjutan untuk menjaga keamanan dilakukan dengan kombinasi pola tanam pangan di masa depan. pinggir petak lahan ( perimeter refuge ) dan Rekayasa lingkungan dengan pola tanam sistem bank serangga ( insectary penanaman tanaman refugia merupakan bank ). salah satu upaya mempertahankan Pengambilan data dilakukan dengan kelestarian lingkungan dan sistem produksi pengamatan langsung dan menggunakan yang berkelanjutan. Dengan adanya perangkap yang terdiri dari 1 light trap, 4 tanaman refugia diharapkan dapat tercapai yellow trap , 4 pitfall trap , dengan cara keseimbangan ekosistem sehingga zigzag, interval waktu pengamatan 1 minggu pengendalian secara alami dapat berjalan sekali selama 2 bulan. Pengambilan data dengan sendirinya. Eksplorasi efek dari dengan cara pengamatan langsung dan manipulasi vegetasi dalam sistem tanaman sweep net dilakukan sepanjang blok refugia tahunan telah dilakukan. Hasilnya dan 5 sampel pohon jeruk pamelo selama menunjukkan kebun-kebun dengan semak masing-masing 10 menit. Waktu berbunga memiliki jumlah serangga pengamatan ditentukan dengan tiga periode, penyerbuk dan musuh alami lebih tinggi pagi hari pukul 06.00-08.00 WIB, siang hari daripada kebun yang bersih dari tanaman pukul 11.00-13.00 WIB dan sore hari pukul lain. Hal ini terjadi terutama karena 15.00-17.00 WIB[8]. Parameter pengamatan peningkatan kelimpahan dan efisiensi meliputi komposisi jenis dan populasi predator dan parasitoid [4]. Hasil penelitian serangga musuh alami dan penyerbuk yang di perkebunan apel juga menunjukkan terdapat pada pertanaman jeruk pamelo adanya peningkatan keragaman serangga dengan atau tanpa tanaman refugia. Hasil bermanfaat pada kebun dengan blok refugia penelitian ditabulasi dengan menggunakan [5]. Microsoft Excel . Tanaman refugia adalah beberapa jenis tumbuhan yang dapat menyediakan tempat perlindungan, sumber pakan atau sumber daya yang lain bagi musuh alami seperti

69

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

HASIL Mantidae, Libellulidae, Muscidae, Sarcophagidae, Calliphoridae, Syrphidae, Serangga penyerbuk dan musuh alami Apidae, Icheumonidae, , yang ditemukan pada pertanaman jeruk Halictidae, Formicidae, Vespidae, pamelo di Desa Tambakmas teridiri dari 7 Chrysopoidae, Coccinellidae, Carabidae, jenis yakni : Lepidoptera, Orthoptera, Hasil pengamatan pada lahan refugia Diptera, Hymenoptera, Odonata, Mantodea ditemukan 16 jenis yang termasuk musuh serta Neuroptera dan 12 famili yakni : alami diantaranya : Teleogryllus, Mantis Papilionidae, Nymphalidae, Hesperiidae, Pristaulacus, Oecophylla, Camponotus, Pieridae, Crambidae, Noctuidae, Gryllidae, Componatus, Chrysopa, Menocillus, Xylocopa, Vespa, Sarcophaga, Musca, dan Harmonia, Coelophora, Micraspis, Lucilia. Calosoma . Pada lahan refugia ditemukan serangga yang termasuk kedalam kelompok Keberadaan Serangga Musuh Alami penyerbuk sebanyak 20 jenis yaitu : Papilio, Musuh alami yang ditemukan pada Papilio, Mycalesis, Acraea, Telicota, penelitian ini berasal dari jenis Coleoptera, Eurema, Lucilia, Pyraustinae, Amata, Odonata, Hymenoptera, Neuroptera, Episyrphus, Apis, Bombus, Xylocopa, Orthoptera, dan Mantodea. Jumlah total Ceratina, Agaspotemon, Polistes, Vespa, musuh alami yang ditemukan di lahan Sarcophaga, Musca, dan Lucilia. refugia yakni 663 individu, lebih banyak Pengamatan pada lahan tanpa refugia daripada yang ditemukan di lahan tanpa ditemukan lebih sedikit genus serangga refugia yang berjumlah 548 individu. musuh alami, yakni sejumlah 12 genus yang Komposisi dan jumlah populasi serangga terdiri dari : Teleogryllus, Mantis, musuh alami dapat dilihat pada gambar 1. Ophiogomphus, Cryptanura, Oecophylla, Dalam gambar tersebut terlihat secara Camponotus, Camponotus, Chrysopa, komposisi, pada lahan refugia ditemukan Menocillus, Harmonia, Coelophora. lebih banyak jenis musuh alami. Hal ini Calosoma. Kemudian ditemukan juga menunjukkan bahwa tanaman refugia serangga penyerbuk sejumlah 12 jenis, berpengaruh terhadap jumlah jenis dan diantaranya : Papilio, Mycalesis, Eurema, jumlah populasi musuh alami. , Pyraustinae, Amata, Episyrphus, Apis, Ophiogomphus, Pantala, Xanthopimpla, Cryptanura.

Gambar 1. Komposisi dan Jumlah Populasi Serangga Musuh alami di pertanaman Jeruk Pamelo

70

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Jenis musuh alami yang ditemukan di Menocillus merupakan jenis yang lahan refugia sejumlah 16 jenis dengan populasinya terbanyak dari jenis Coleoptera rincian 3 jenis parasitoid dan 13 jenis dan keberadaannya melimpah di lahan predator. Adapun musuh alami yang refugia yakni 132 individu dibandingkan ditemukan di lahan tanpa refugia sejumlah lahan tanpa refugia yang hanya 6 individu. 12 jenis dengan rincian 1 jenis parasitoid Melimpahnya musuh alami pada lahan dan 11 jenis predator. Komposisi jenis dan refugia ini dikarenakan tanaman refugia jumlah populasi parasioid di lahan refugia yang menghasilkan bunga menyediakan jauh lebih tinggi daripada lahan tanpa sumber makanan, seperti nektar dan serbuk refugia. Parasitoid yang ditemukan adalah sari/pollen. Banyak jenis arthropoda Pristaulacus, Xanthopimpla , dan predator dan parasitoid yang memakan Cryptanura yang memarasit telur dan pupa. nektar dan pollen sebagai makanan alternatif Cryptanura merupakan jenis parasitoid yang selain mangsanya. Makanan tambahan ini ditemukan dikedua lahan namun pada lahan menyediakan nutrisi tambahan seperti tanpa refugia hanya ditemukan 1 individu karbohidrat, protein, vitamin dan mineral saja, sedangkan pada lahan refugia yang berperan penting dalam metabolisme ditemukan 7 individu. Hal ini menunjukkan dan dapat meningkatkan aktivitas, lama bahwa dengan adanya tanaman refugia pada hidup, reproduksi, dan fekunditas musuh lahan jeruk pamelo dapat meningkatkan alami [9]. jumlah jenis dan populasi parasitoid. Pantala, Xanthopimpla, Pristaulacus , dan Keberadaan Serangga Penyerbuk Micraspis merupakan musuh alami yang Jenis penyerbuk yang ditemukan ditemukan di lahan refugia berasal dari jenis Lepidoptera, Hymenoptera, Predator yang paling banyak dan Diptera. Hasil pengamatan komposisi ditemukan berasal jenis Hymenoptera famili jenis dan jumlah populasi serangga Formicidae dan jenis Coleoptera famili penyerbuk dapat dilihat pada gambar 2. Coccinellidae. Predator yang ditemukan di Keberadaan serangga penyerbuk melimpah lahan diantaranya : kumbang tempurung, di lahan refugia, yakni 789 individu dengan belalang sembah, jangkerik, lacewing , jumlah jenis 20 jenis. Hal ini berbeda sekali capung dan semut. Predator tersebut dengan penyerbuk yang ditemukan di lahan umumnya memangsa hama kutu-kutuan tanpa refugia yang hanya 307 individu dari seperti Apihds, Planococcus, dan Toxoptera . 12 jenis. Data tersebut menunjukkan adanya Semut merah dan semut hitam merupakan tanaman refugia berpengaruh terhadap predator yang populasinya paling banyak jumlah jenis dan jumlah populasi serangga ditemukan di lahan refugia dan tanpa penyerbuk. refugia.

Gambar 2. Komposisi dan Jumlah Populasi Serangga Penyerbuk di pertanaman Jeruk Pamelo

71

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Berbeda dengan hasil penelitian (Malvaceae) yang tumbuh liar banyak sebelumya yang menyatakan serangga dikunjungi serangga penyerbuk khususnya penyerbuk dari jenis Lepidoptera memiliki kupu-kupu. Pada penelitian tersebut juga kelimpahan paling sedikit pada pertanaman ditemukan banyak serangga predator dan jeruk [10], dalam penelitian ini serangga yang penyerbuk dari famili Coccinellidae, paling banyak ditemukan justru berasal dari Formicidae, Syrphidae, Pieridae, dan Jenis Lepidoptera. Hal ini berkaitan erat Papilionidae yang mengunjungi gulma dengan keberadaan tanaman refugia yang yang berbunga Ageratum conyzoides - Synedrella dapat menarik serangga penyerbuk khususnya nodiflora (Asteraceae), Cleome rutidosperma kupu-kupu. Jenis penyerbuk yang populasinya (Capparidaceae), Sida rhombifolia paling banyak dari jenis Lepidoptera adalah (Malvaceae), Mimosa pudica (Mimosaceae), kupu-kupu Papilio yang mana ketika stadia Crotalaria striata (Papilionaceae), Lindernia larva adalah hama yang menyerang daun crustacea (Scrophulariaceae), dan Lantana tanaman jeruk. Jenis penyerbuk terbanyak camara (Verbenaceae) [13]. kedua adalah kupu-kupu Eurema yang mana larvanya juga hama polifag yang menyerang SIMPULAN daun tanaman. Jenis serangga penyerbuk dari jenis Jumlah total musuh alami yang Hymenoptera juga banyak ditemukan di lahan ditemukan di lahan refugia yakni 663 individu refugia. Apis merupakan jenis serangga yang terdiri dari 16 jenis dengan rincian 3 jenis terbanyak ditemukan yang berasal dari jenis parasitoid dan 13 jenis predator, sedangkan Hymenoptera. Serangga ini juga diketahui pada lahan tanpa refugia yang berjumlah 548 sebagai penyerbuk utama tanaman jeruk individu. Terdiri dari 12 jenis dengan rincian 1 disusul tabuhan, hoverflies, kupu-kupu dan jenis parasitoid dan 11 jenis predator. kumbang [10]. Bombus, Ceratina, Keberadaan serangga penyerbuk melimpah di Agaspotemon, dan Vespa merupakan jenis lahan refugia, yakni 789 individu dari 20 jenis. serangga penyerbuk dari jenis Hymenoptera Hal ini berbeda sekali dengan penyerbuk yang yang hanya ditemukan di lahan refugia dan ditemukan di lahan tanpa refugia yang hanya tidak ditemukan di lahan tanpa refugia. 307 individu dari 12 jenis. Manipulasi habitat Serangga penyerbuk tanaman jeruk yang dengan tanaman refugia dapat meningkatkan paling melimpah di Pakistan berasal dari jenis komposisi dan populasi serangga musuh alami Diptera yakni Musca domestica dan dan penyerbuk. Sarcophaga sp [11] . Pada pengamatan ini

Musca dan Sarcophaga juga merupakan jenis serangga yang banyak ditemukan baik dilahan DAFTAR PUSTAKA refugia maupun tanpa refugia. Selain itu ditemukan juga Lucilia dan Episyrphus yang [1] Jankielsohn, A., “The Importance of meskipun jumlah populasinya tidak banyak Insects in Agricultural Ecosystems,” namun jumlah populasi dikedua lahan juga Advances in Entomology, vol. 6, pp. 62- hampir sama. Serangga dari jenis Diptera selain 73, 2018. dapat berperan sebagai penyerbuk juga dapat [2] Andow, D.A., “Vegational Diversity and berperan sebagai serangga pengurai saat stadia Population Response ,” Annual larva. Fungsi serangga pengurai disini Review of Entomology, vo. 36, pp. 561 – dibutuhkan sebagai jembatan rantai makanan 586, 1991. untuk organisme yang lebih kecil seperti jamur dan bakteri. Larva dari lalat dapat membuat [3] Jervis, M.A., Lee, J. C., dan Heimpel, G. bangkai menjadi cairan yang nantinya akan E., “Use of Behavioural and Life History diurai kembali oleh mikroorganisme [12]. Studies to Understand The Effects of Selain tanaman bunga semusim yang Habitat Manipulation. In: Ecological umum digunakan sebagai refugia, tanaman Engineering for Pest Management. ((Eds.) perdu liar dan gulma berbunga juga dapat G. M. Gurr, S. D. Wratten and M. A. dipertimbangkan sebagai tanaman refugia Altieri ),” New York : Comstock khususnya di ekosistem perkebunan yang Publishing Associates, 2004. terkendala masalah pengairan. Tanaman yang [4] Altieri, M.A., and Miguel A, “The berpotensi sebagai refugia dan menemukan Ecological Role of in tanaman perdu yakni, Caesalpinia pulcherrima Agroecosystems Agriculture,” Ecosystems (Fabaceae), Clerodendrum paniculatum and Environment, vol. 74, pp. 3-19, 1999. (Verbenaceae) dan Hibiscus rosa-chinensis

72

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

[5] Wardani F.S, Amin Setyo Leksono, Bagyo [6] Kurniawati, N. dan E. Martono, “Peran Yanuwiadi, “Ketertarikan Arthropoda Tumbuhan Berbunga sebagai Media Pada Blok Refugia (Ageratum Konservasi Artropoda Musuh Alami,” Conyzoides, Ageratum Houstonianum, Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesi, Commelina Diffusa ) di Perkebunan Apel vol. 19, no. 2, 53-59, 2015. Desa Poncokusumo,” Jurnal Biotropika [7] Altieri, M.A., L. Ponti dan C.I. vol. 1, no. 2, pp. 70-74, 2013. grapefruit plantations bordering [8] Nicholls, “Manipulating Biodiversity for premontane subtropical forest,” Journal of Improved Pest Management: Case Applied Ecology, vol. 43, pp. 18–27, 2006. Studies from Northern California,” Int. Journal of Biodiversity Science and [12] Haq, A., A. Shehzad, M. Ilyas, M.I. Management, vol. 1, pp. 191-203, 2005. Mastoi, A.R. Bhatti dan M. Inayatullah, “Diversity and Relative Abundance of [9] Sulistiyono, “Pengaruh Refugia pada Citrus Pollinators in District Haripur, Kelimpahan dan Keanekaragaman Pakistan,” Pakistan J. Agric, vol. 29, no. Arthropoda Predator di Sawah Padi 3, pp. 247-252, 2016. PHT Desa Tejosari , Laren, Lamongan,” Skripsi. Malang : Jurusan [13] Hasyimudin, Syahribulan, dan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Usman,A.A., “Peran Ekologis Serangga Fakultas Pertanian Universitas Tanah di Perkebunan Patallassang Brawijaya, 2015. Kecamatan Patallassang Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan,” Prosiding seminar [10] Lu Z. X., Lu A.X., Zhu P.Y., G. M. Gurr, Nasional Biology for life Gowa, 2017. Zheng X.S., Donna M. Y., Heong K.L., YangY.J. and Xu H.X., “Mechanisms for [14] Ngatimin, S. N. A., Agus N., Saranga Flowering Plants to Benefit Arthropod A.P., “The Potential of Flowering Weeds Natural Enemies of Insect Pests: Prospects as Refugia for Predatory Insects at for Enhanced Use in Agriculture,” Insect Bantimurung-Bulusaraung National Park, Science. Vol. 21, pp. 1–12, 2014. South Sulawesi,” Journal of Tropical Crop Science, vol. 1, no. 2, 2014. [11] Chacoff, N. P. dan M. A. Aizen., “Edge effects on flower-visiting insects in

73

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

POTENSI METABOLIT SEKUNDER KOMBINASI Streptomyces sp. dan Trichoderma sp. TERHADAP ENYAKIT ANTRAKNOSA ( Colletrotichum sp.) TANAMAN CABAI MERAH BESAR ( Capsium annum L.)

Hanik Atul Mufida 1, Penta Suryaminarsih 1*,Herry Nirwanto 1 1Program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme agens hayati diduga memegang peranan penting dalam pengendalian penyakit tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi Metabolit sekunder kombinasi Streptomyces sp. dan Trichoderma sp terhadap Colletotrichum sp. penyebab penyakit antraknosa pada cabai merah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Fatorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor I adalah lama penggojokan yaitu 7 hari dan 14 hari. Faktor II adalah konsentrasi metabolit sekunder yang digunakan yaitu 5%, 10% dan 15% dengan ulangan sebanyak 4 kali. Pengamatan dilakukan terhadap persentase keparahan penyakit pada buah cabai in vitro dan persentase keparahan penyakit pada tanaman cabai. Hasil uji in vitro dan in vivo menunjukkan metabolit sekunder kombinasi Streptomyces sp. dan Trichoderma sp yang dishaker 14 hari dengan konsentrsai 5%. Lebih efisien menghambat Colletotrichum sp. penyebab penyakit antraknosa pada cabai merah . Kata Kunci : Keparahan penyakit, metabolit sekunder, aktifitas antifungi.

ABSTRACT Secondary metabolites produced by microorganisms of biological agents are thought to play an important role in controlling plant diseases. The purpose of this study was to determine the potential of secondary metabolites that combined of Streptomyces sp. and Trichoderma sp against Colletotrichum sp. causes of anthracnose in red chili. This study uses a Factorial Complete Random design which consists of 2 factors. The first was the shaking time of 7 days and 14 days and second was the concentration of secondary metabolites used which are 5%, 10% and 15% with 4 replications. Observations were made on the percentage of disease severity in chili in vitro and percentage of disease severity in chili plants. In vitro and in vivo test results showed a secondary metabolite combination of Streptomyces sp. and Trichoderma sp, a 14-day dishmaker with a 5% concentration more efficiently inhibit Colletotrichum sp. causes of anthracnose in red chili. Keywords : Severity of disease, secondary metabolites, antifungal activity.

PENDAHULUAN Salah satu penyakit penting tanaman Cabai merah mempunyai nilai cabai adalah penyakit antraknosa yang ekonomi yang cukup tinggi dan dibutuhkan disebabkan oleh patogen Colletotrichum sp. dalam kehidupan sehari-hari. Cabai banyak Penyakit antraknosa juga menurunkan mengandung vitamin A dan vitamin C serta kualitas cabai yang meliputi penurunan 16– mengandung minyak atsiri capsaicin dan 69% kadar penol, 20–60% kadar capsaisin, dapat dijumpai di semua jenis tanah dan tipe dan17– 55% kadar oleoresin [4]. Kerusakan iklim yang berbeda [1, 2]. Menurut akibat penyakit antraknosa akan berkembang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan selama proses penyimpanan [5]. Kondisi Hortikultura [3] rata-rata produktivitas ideal perkembangan penyakit ini bervariasi usaha tani cabai di tingkat petani adalah 5-6 pada ketinggian tempat berbeda-beda pada ton per hektar, sedangkan potensi hasil tiap negara [6]. panennya dapat mencapai 6-11 ton per Penggunaan agensia hayati telah hektar. Produktivitas yang rendah tersebut banyak digunakan untuk mengendalikan disebabkan oleh berbagai faktor, salah berbagai penyakit tanaman, salah satunya satunya adalah serangan hama dan penyakit adalah untuk mengendalikan penyakit tanaman. antraknosa ini. Multiantagonis Streptomyces

73 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

sp. dan Trichoderma sp. dapat menekan kombinasi. Pengujian kontrol negatif berupa serangan penyakit layu fusarium tanaman tanaman cabai yang sudah diinokulasi tomat [7]. Metabolit sekunder yang dengan Colletotrichum sp. tanpa diberi dihasilkan oleh mikroorganisme memegang suspensi metabolit sekunder. Kemudian peranan penting dalam pengendalian masing-masing diulang sebanyak 4 kali. penyakit tanaman [8]. Menurut penelitian Achmad [9] bahwa metabolit sekunder dari Isolasi Colletotrichum sp. Streptomyces sp. mampu menekan Colletotrichum sp diisolasi dari buah pertumbuhan Fusarium sp. sebesar 10%. cabai merah yang bergejala penyakit Kawuri dan Darmayasa [10] menemukan antraknosa. Bagian buah cabai yang bahwa aplikasi konsentrasi terkecil filtrat bergejala tersebut disterilisasi permukaan atau supernatan yang dihasilkan oleh dengan aquades steril dan alkohol 70%, lalu Streptomyces sp. sebanyak 10% dapat dibilas dengan aquades steril masing-masing menghambat pertumbuhan pathogen selama 30-60 detik. Potongan bagian buah Ralstonia solanacearum tersebut dikering anginkan dengan Trichoderma sp. dan Streptomyces sp. diletakkan di atas cawan petri yang telah merupakan mikroorganisme yang dapat berisi tiga lapis kertas saring steril dan menghasilkan senyawa metabolit sekunder. setelah kering dipindahkan pada cawan Petri Kombinasi dari kedua isolat tersebut berisi media PDA (tiga potongan per cawan) diharapkan mampu menekan pertumbuhan dan diikubasikan pada suhu ruangan (25 oC - jamur Colletrotichum sp. Berdasarkan hal 27 oC) selama 48 jam. Miselium cendawan tersebut maka penelitian terhadap yang tumbuh diisolasi pada media tumbuh penggunaan metabolit sekunder kombinasi PDA baru dengan teknik spora tunggal Streptomyces sp. dan Trichoderma sp. untuk memperoleh biakan murni. sebagai upaya pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai dapat Peremajaan Isolat Trichoderma sp dan dikembangkan. Streptomyces sp. Penelitian ini bertujuan untuk Peremajaan isolat Streptomyces sp. mengetahui daya hambat metabolit sekunder dilakukan dengan menggunakan media kombinasi Streptomyces sp. dan GNA. Peremajaan isolat mula-mula Trichoderma sp . terhadap penyakit dilakukan dengan cara melakukan plating antraknosa pada cabai merah. media GNA yang telah dibuat pada cawan petri. Setelah itu tunggu media GNA dalam METODE PENELITIAN cawan petri memadat, setelah media GNA dalam cawan petri memadat maka isolat Penelitian ini dilaksanakan selama 5 Streptomyces sp. dapat di inokulasikan bulan, yaitu bulan Februari sampai dengan dengan cara menggoreskannya dengan bulan Juni 2020. Penelitian dilakukan di menggunakan jarum ose secara merata atau Laboratorium Fakultas Pertanian UPN penuh pada permukaan media dalam cawan “Veteran Jawa Timur dan di Desa Klagen, petri, kemudian dapat diikubasikan selama 7 Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk. × 24 jam [11]. Sedangkan untuk isolat Penelitian ini merupakan penelitian Trichoderma sp. diremajakan pada media eksperimen yang bertujuan untuk PDA. mengetahui potensi metabolit sekunder kombinasi Streptomyces sp. dan Ekstraksi Metabolite Sekunder Trichoderma sp . terhadap penyakit Metabolit sekunder diperoleh dengan antraknosa pada cabai merah. Rancangan cara : Streptomyces sp. dan Trichoderma sp. penelitian yang digunakan adalah dibiakan dalam media kultur. Perbanyakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial Streptomyces sp. dan Trichoderma sp dalam dengan 2 (dua) faktor. Faktor pertama media kultur dilakukan dengan cara adalah lama shaker atau lama penggojokan mengambil masing-masing 3 plong selama 7 hari dan 14 hari, sedangkan faktor Streptomyces sp. dan 1 plong isolat kedua adalah konsentrasi yang digunakan Trichoderma sp dengan menggunakan bor 5%, 10% dan 15 %.. Perlakuan dalam kapasitas 250 ml. Bakteri tersebut penelitian ini adalah hasil kombinasi dari diinkubasikan pada alat penggojok ( shaker ) kedua faktor. Dengan demikian, dalam gabus, kemudian diinokulasikan ke dalam penelitian ini terdapat 2 x 3 kombinasi atau 6

74

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

150 ml media EKG pada erlenmeyer dengan menggunakan jarum suntik pada 4 titik kecepatan 120 rpm pada suhu ruang selama bagian buah yang sudah dilukai dengan cara 7 hari dan 14 hari Kiranmayi at al., [12] disuntikan, dalam Widiantini at al., [13]. Pemisahan supernatant (metabolite Pengujian Metabolit Sekunder secara In- sekunder) melalui beberapa tahap, pertama Vivo dilakukan dengan metode sentrifugasi pada Aplikasi suspensi metabolit sekunder kecepatan 6000 rpm selama 30 menit. dengan cara disemprotkan pada tanaman Setelah tahap pertama selesai, filtrat yang cabai merah.Penyemprotan metabolit telah disentrifugasi dapat diambil pada sekunder dilakukan 24 jam sebelum bagian atasnya sekitar 4-5 ml dan diletakkan penyemprotan suspensi Colletotrichum sp. pada tabung sentrifuge yang lainnya. dilakukan. Sedangkan, untuk penyemprotan Kemudian filtrat akan disentrifugasi patogen dilakukan dengan cara melukai kembali. Proses tersebut diulang-ulang bagian permukaan 3 daun teratas tanaman hingga filtrate yang dihasilkan bening. cabai merah yang kemudian disemprotkan Setelah itu filtrate disaring menggunakan suspensi isolat Colletotrichum sp. kertas saring dengan ukuran pori 0,22 μm. Pengamatan dilakukan selama 21 hari Kemampuan penghambatan dihitung terhitung setelah inokulasi jamur berdasarkan keparahan penyakit (KP) pada Colletotrichum sp . Masa inkubasi dihitung buah dengan rumus sebagai berikut : dari hari pertama setelah inokulasi jamur C. capsici hingga timbulnya gejala antraknosa. KP= Selanjutnya dilakukan pengamatan keparahan penyakit pada tanaman cabai Keterangan : dengan KP = Keparahan penyakit ni = Jumlah buah tiap kelas luas gejala HASIL (setiap perlakuan 4 buah cabai) Keparahan Penyakit pada buah cabai in vi = Kategori kerusakan ke-i vitro Ni = Jumlah buah yang diamati Hasil olah data dengan ANOVA pada Vi = Nilai kategori serangan tertinggi 15 hsp menunujukkan bahwa keparahan Untuk kategori kerusakan ke-i yang penyakit pada buah cabai tanpa metabolit diamati terdapat skoring atau skala sekunder sangat berbeda nyata. Hal ini kerusakan buah akibat keparahan penyakit ditandai dengan tanda dua bintang pada dalam satuan persentase sebagai berikut : kesimpulan. Oleh karena itu, pengujian 0 = Tidak ada kerusakan dilanjutkan dengan uji Beda Nilai Jujur 1 = Bercak seluas 1%-10% dengan taraf 5% untuk mengetahui 2 = Bercak seluas 11%-20% perbandingan antar perlakuan. 3 = Bercak seluas 21%-40% 4 = Bercak seluas 41%-700% Tabel 1. Rerata Keparahan Penyakit 5 = Bercak seluas 71%-100% Antraknosa pada Buah Cabai 15 hsp

Pengujian Metabolit Sekunder secara In Perlakuan Keparahan Vitro (Lama Shaker Penyakit (%) Uji potensi senyawa metabolit & Konsentrasi) terhadap jamur Colletotrichum sp. dilakukan Tanpa perlakuan 100,00 cd dengan metode oposisi langsung pada buah 7 hari (5%) 93,5 cd cabai merah sehat. Pengamatan kedua 7 hari (10%) 91,00 bcd pengujian dilakukan selama 12 hari sejak 7 hari (15%) 89,00 bcd hari pertama setelah inokulasi. Uji antagonis 14 hari (5%) 65,00 a metabolit sekunder pada buah cabai besar 14 hari (10%) 74,25 ab menggunakan metode yang telah dilakukan 14 hari (1 5%) 88,25 bc Putro et al., [14] Buah dilukai pada 4 titik, BNJ 5% : 7,723 kemudian ditetesi dengan metabolit Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sekunder sebanyak 0,01 ml tiap dosis yang sama pada kolom yang sama tidak perlakuan pada tiap titik. dan dibiarkan berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada selama 24 jam. Setelah itu buah cabai α0,05. tersebut ditetesi dengan suspensi jamur Colletotrichum sp . sebanyak 0,01 ml

75 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Jika dilihat perbandingan antar mempengaruhi aktivitas dari senyawa perlakuan pada tabel 1. maka bisa dilihat antifungi yang dihasilkan Actinomycetes bahwa buah cabai tanpa perlakuan metabolit yaitu semakin lama mikroorganisme akan sekunder tidak berbeda nyata dengan semua berubah warna karena mengeluarkan pigmen buah yang diberi perlakuan metabaolit [16]. sekunder. Jenis senyawa yang dikandung Pengamatan keparahan penyakit pada dalam metabolit sekunder belum diuji atau 21 hari setelah perlakuan dengan tiga kali dianalisis. Akan tetapi, berdasarkan besarnya pengamatan yang dilakukan setiap 7 hari tingkat penekanan terhadap Colletotrichum sekali pada Tabel 2 hasil pengamatan pada sp. menunjukkan bahwa metabolit sekunder minggu pertama menunjukkan bahwa yang dishaker selama 14 hari dengan keparahan penyakit pada tanaman cabai konsentrasi 5% lebih berpotensi. tanpa metabolit sekunder kombinasi Perlakuan pemberian metabolit Streptomyces sp. dan Trichoderma sp. tidak sekunder berpotensi dapat menekan berbeda nyata dengan keparahan penyakit keparahan penyakit antraknosa walau pada tanaman perlakuan metabolit sekunder yang masing-masing konsentrasi memberikan dishaker 7 hari konsentrasi 5% dan 10%, hasil yang berbeda nyata. Hal tersebut serta tanaman dengan perlakuan shaker 14 diduga karena senyawa metabolit sekunder hari konsentrasi 10% dan 15%. Kemudian mengandung fenol. Menurut Taufik [15] pada pengamatan kedua, dilihat dari rerata bahwa mikroorganisme dapat menekan tersebut diketahui bahwa tanaman cabai pertumbuhan patogen dengan cara enzimatik tanpa metabolit sekunder tidak berbeda terhadap hifa patogen, mengeluarkan enzim nyata dengan keparahan penyakit semua glukonase dan kitinase yang dapat tanaman perlakuan. Namun, pada menembus dinding sel inang dan memarasit pengamatan terakhir menunjukkan bahwa sel jamur tersebut melalui penyerapan unsur tanaman cabai tanapa perlakuan metabolit hara (makanan) serta menyebabkan jamur sekunder berbeda nyata dengan semua tersebut mati. Hasil perlakuan metabolit perlakuan dan tiap perbandingan natar sekunder yang dishaker selama 14 lebih baik perlakuan adalah tidak berbeda nyata. daripada metabolite sekunder yang di shaker Berdasarkan besarnya tingkat penekanan selama 7 hari. Hal ini pada hari ke-14 terhadap Colletotrichum sp. menunjukkan penggojokan kemungkinan dihasilkannya bahwa metabolit sekunder yang dishaker antibiotik dalam cairan kultur selama 14 hari dengan konsentrasi 5% lebih Actinomycetes selama rentang hari berpotensi dbandingkan perlakuan lainnya fermentasi. Faktor lama fermentasi juga (Tabel 2).

Tabel 2. Rerata Keparahan Penyakit Antraknosa pada Tanaman Cabai 21 hsp

Keparahan Penyakit (%) Perlakuan Pengamatan I Pengamatan II Pengamatan III Kontrol 15,2 cde 17,8 ab 43,6 e 7 hari (5%) 12,7 cde 14,3 ab 23,5 ab 7 hari (10%) 12,5 cde 15,5 ab 33,7b cd 7 hari (15%) 0,50 a 13,5 ab 26,5 abc 14 hari (5%) 5,00 ab 6,00 a 20,00 a 14 hari (10%) 10,25 bc 15 ab 24 abc 14 hari (15%) 10,5 bcd 16 ab 39,3 cde BNJ 5% 6,9 11,9 13,1 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada α0,05.

Hal ini menunjukkan pada hari ke-14 Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggojokan kemungkinan dihasilkannya semakin tinggi konsentrasi maka daya antibiotik dalam cairan kultur hambatnya semakin rendah. Hali ini diduga Actinomycetes selama rentang hari semakin pekat konsentrasi maka semakin fermentasi [16]. sulit untuk terserap oleh tanaman. Tanaman

76

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

cabai yang diberi perlakuan metabolit DAFTAR PUSTAKA sekunder memberikan hasil yang cukup baik [1] Prayudi, B., “Budidaya dan Pasca Panen keparahan penyakitnya hanya berkisar 20% - Cabai Merah (Capsicum annum L.),” 39,3%, sehingga menurut Towsend dan Jawa Tengah : Badan Penelitian dan Heuberger [17] masuk kedalam kategori Pengembangan Pertanian, Balai tahan hingga moderat (agak rentan). Pengkajian Teknologi Pertanian, 2010. Suryaminarsih et al., [7] yang menyatakan bahwa aplikasi multiaantagonis [2] Harpenas, Asep dan R., “Dermawan. Trichoderma sp. dan Streptomyces sp. pada Budidaya Cabai Unggul,” Jakarta : tanaman hortikulitura dapat meningkatkan Penebar Swadaya, 2010. pertumbuhan dan produksi tanaman serta [3] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menekan serangan Fusarium sp.. Pernyataan dan Hortikultura, “Statistik Produksi tersebut menjelaskan bahwa metabolit sekunder dapat mengurangi potensi serangan Hortikultura 2014,” Kementrian dengan memicu ketahanan tanaman dan Pertanian, 2014. pertumbuhan agar semakin tahan terhadap [4] Prathibha, V. H., Rao, A.M., Ramesh, penyakit antraknosa. R. dan Nanda, C., “Estimation of fruit Gambar 1 menunjukkan perbedaan quality parameters in anthracnose masing perlakuan terhadap tanaman kontrol infected chilli fruits,” International (tanpa pemberian metabolit sekunder). Journal of Agriculture and Food Science Bagian daun yang menunjukkan gejala Technology (IJAFST), vol. 4, no. 2, pp. adalah bagian daun teratas karena yang 57-60, 2013. dilukai adalah tiga daun teratas, jadi kemungkinan terinfeksi lebih besar. Namun, [5] Efri, “Pengaruh ekstrak berbagai bagian pada beberapa tanaman, daun bagian bawah tanaman mengkudu ( Morinda citrofolia ) juga da yang menunjukkan gejala, hal ini terhadap perkembangan penyakit diduga karena daun tersebut terpapar antraknosa pada tanaman cabai suspensi saat penyemprotan. (Capsicum annum L.),” J HPT Tropika, vol. 10, no. 1, pp. 52-58, 2010. [6] Sudarma I. M., “Penyakit Tanaman Perkebunan : Kelapa, Kopi, Kakao, Panili, Cengkih, Tembakau, Karet, dan Jambu Mete,” Yogyakarta : Penerbit Plantaxia, pp. 45-50, 2015.

[7] Suryaminarsih, P Harijani, W.S., P0K0 P1K1 P0K0 P1K2 P0K0 P1K3 Mindari, W., dan Wurjani, W., “Study of Humic Acid and Multiantagonis of Streptomyces sp. Trichoderma sp. Application Techniques for Horticulture Plant on Marginal Soil,” In International Conference on Science and Technology (ICST 2018) . Atlantis P0K0 P2K2 P2K3 P0K0 P2K1 P0K0 Press. Page : 251, 2018.

Gambar 1. Perbedaan Tanaman tanpa [8] Soesanto, L. Pengantar Pengendalian perlakuan (P0K0) dan tanaman yang Hayati Penyakit Tanaman Edisi Kedua. diberi perlakuan metabolit sekunder Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, (P1K1, P1K2, P1K3, P2K1, P2K2, 2013. P2K3) [9] Achmad, Syefrida, “Potensi Antifungi SIMPULAN Metabolit Sekunder Streptomyces sp. Isolat Mrb 1, Mrb 3 dan sp Terhadap Metabolit sekunder kombinasi Jamur Fusarium sp. Penyebab Penyakit Streptomyces sp. dan Trichoderma sp. 14 Layu Pada Tanaman Cabai,” Skripsi. hari dan konsentrasi 5 ml berpotensi UPN “Veteran” Jawa Timur, 2019. menghambat pertumbuhan Colletrotichum sp., 20% dalam 21hsp. [10] Kawuri, R. Dan Darmayasa, G, “Potensi Streptomyces sp. Sebagai Biokontrol Patogen Ralstonia solanacearum

77 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Penyebab Layu Bakteri Pada Tanaman Antagonis Untuk Mengendalikan Pisang,” Laporan Akhir Hibah Penyakit Antraknosa Pada Cabai Merah Bersaing. Universitas Udayana. Bali, Besar ( Capsicum Annuum L.),” Jurnal 2015. HPT, vol. 2, no 4, pp. 44- 53, 2014. [11] Taechowisan, T., Lu, C., Shen, Y., dan [15] Taufik M., “Efektivitas Agens Lumyong, S., “Secondary metabolites Antagonis Trichoderma sp. Pada from endophytic Streptomyces Berbagai Media Tumbuh Terhadap aureofaciens CMUAc130 and their Penyakit Layu Tanaman Tomat,” dalam antifungal activity,” pp. 1–5, 2018. Prosiding Seminar Ilmiah Dan Pertemuan Tahunan PEI PFT XIX [12] Kiranmayi M.U., P. Sudhakar, K. Komisariat Daerah Sulawesi Selatan. 5 Sreenivasulu, and M Vijayalakshmi, Nopember, 2008. “Optimization of culturing conditions for improved production of bioactive [16] Warsi, Sulistya, N., “Optimasi Waktu metabolites by Pseudonocardia sp. Produksi Metabolit Sekunder dan VUK-10,” Mycobiology, vol. 39,pp. Skrining Aktivitas Antibakteri Isolat 174-81, 2011. Actinomycetes Rizosfer Tanaman Tin (Ficus carica),” Jurnal Teknologi [13] Widiantini, F., Yulia, E., dan Nasahi, Laboratorium, vol.7, no.1, pp. 15 – 24, C., “Potensi antagonisme senyawa 2018. metabolit sekunder asal bakteri endofit dengan pelarut metanol terhadap jamur [17] Towsend G. R., dan Heuberger J.V., G . boninense ,” Pat, vol. 29, no. 1, pp. “Methods for estimating losses caused 55–60 by disease in fungicide experiment,” Plant Disease Report, vol. 24, pp. 340- [14] Putro, N. S., Ainy, L.Q., dan Abadi, A. 343, 1943. L., “Pengujian Konsorsium Mikroba

78

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK KAWASAN HUTAN KOTA (STUDI KASUS : HUTAN KOTA PAKAL)

Yusita Ridha Insanijaya 1, Moch. Arifin 1* , Supamrih 1 1Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur Email : [email protected]

ABSTRAK Hutan Kota Pakal merupakan salah satu dari beberapa hutan kota yang termasuk dalam ruang terbuka hijau yang dilestarikan pemerintah daerah sebagai kawasan wisata khususnya di wilayah Surabaya Barat. Disisi lain pemerintah kota Surabaya juga menjadikan Hutan Kota Pakal sebagai kawasan lindung yang dikhususkan sebagai kawasan untuk mencegah terjadinya banjir atau genangan. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada penelitian untuk mengetahui kesesuian Hutan Kota Pakal sebagai hutan kota yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kesesuian Hutan Kota Pakal sebagai hutan kota berdasarkan sifat tanahnya mengacu kepada Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Metode matching berdasarkan ketentuan USDA digunakan untuk mengetahui karakteristik tanah Hutan Kota Pakal yakni dengan mencari kelas kemampuan lahannya. Kemudian hasil dari kelas kemampuan lahan Hutan Kota Pakal tersebut akan disesuaikan dengan fungsi hutan kota berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik tanah Hutan Kota Pakal termasuk dalam kelas kemampuan lahan IV. Hasil evaluasi kelas kemampuan Hutan Kota Pakal yang termasuk kelas IV menunjukkan bahwa Hutan Kota Pakal kurang sesuai dijadikan hutan kota berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau (RTH), Kemampuan Lahan, Hutan Kota, Hutan Kota Pakal

ABSTRACT Pakal Urban Forest is one of the few city forests included in the green open space preserved by the local government as a tourist area, especially in the West Surabaya area. On the other hand the Surabaya city government also made the Pakal City Forest a protected area that was designated as an area to prevent flooding or inundation. However, until now there has been no research to determine the suitability of Pakal City Forest as an urban forest listed in Surabaya City Regulation Number 12 of 2014 concerning Surabaya City Spatial Planning. Therefore, this study was conducted to evaluate the suitability of Pakal City Forest as an urban forest based on the nature of the land, referring to Surabaya City Regulation No. 12 of 2014 concerning Regional Spatial Planning. The matching method based on the USDA provisions is used to determine the characteristics of the Pakal City Forest land by looking for the land capability class. Then the results of the Pakal Urban Forest land capability class will be adjusted to the function of the urban forest based on Surabaya City Regulation Number 12 of 2014 concerning Regional Spatial Planning. The results of this study indicate that the characteristics of the Pakal Urban Forest land are included in the land capability class IV. The results of the evaluation of Pakal Urban Forest capability classes that are included in class IV indicate that Pakal Urban Forests are not suitable to be used as urban forests based on Surabaya City Regulation No. 12 of 2014 concerning Regional Spatial Planning. Keywords: . Green Open Space Land Capability, Urban Forest, Pakal Urban Forest. diisi oleh tumbuhan dan vegetasi (endemik dan intoduksi) guna mendukung manfaat PENDAHULUAN

Ruang terbuka hijau merupakan infrasturktur hijau perkotaan, yakni bagian dari perkotaan yang terdiri dari ruang-ruang langsung dan/atau tidak langsung yang terbuka ( open spaces ) di suatu wilayah yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut [1].

79 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Menurut Novianty et al., [2] RTH Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu Ruang Wilayah. fungsi ekologis dan fungsi tambahan

(ekstrinsik) yakni fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Lebih jelas mengenai METODE fungsi ekologi dari RTH yakni Penelitian ini dilakukan di area Hutan memperbaiki iklim kota, meningkatkan kualitas tanah, menetralkan udara dan Kota Pakal, Kecamatan Pakal, Kota konservasi air [3] dalam [4]. Surabaya. Pada bulan Juli 2019 hingga Nopember 2019. Hutan kota merupakan salah satu jenis Pengambilan data karakteristik tanah ruang terbuka hijau kawasan perkotaan yang menggunakan sistem survey dengan dapat meningkatkan ketersediaan air tanah dikarenakan memiliki derajat kerembesan mengambil sampel tanah Hutan Kota Pakal tanah yang lebih tinggi dibandingkan jenis pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm yang kemudian diuji sifat fisik dan kimia tanah di permukaan tanah lainny [5]. laboratorium Sumber Daya Lahan UPN Klasifikasi kemampuan lahan (Land “Veteran” Jawa Timur dan melakukan Capability Classification) berdasarkan analisis kemiringan lereng di lapangan. sistem USDA menurut Arsyad [6] adalah klasifikasi lahan yang dilakukan dengan Pengambilan sampel tanah bertujuan metode faktor penghambat. Dengan metode untuk analisa tekstur, permeabilitas, berat isi, berat jenis, porositas, C-Organik, pH dan ini setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan salinitas yang berguna sebagai inputan data diurutkan dari yang terbaik sampai yang tanah untuk mengetahui parameter terburuk, atau dari yang paling kecil kemampuan lahan. Parameter tersebut terdiri hambatan/ancamannya sampai yang terbesar. dari kemiringan lereng, erodibilitas, Kemudian disusun tabel kriteria untuk kedalaman tanah, tekstur tanahm permeabilitasm drainase, ancaman banjir setiap kelas penghambat yang terkecil untuk dan salinitas. kelas terbaik dan berurutan, semakin besar Output penelitian ini berupa kelas hambatan semakin rendah kelasnya. Tanah kemampuan lahan Hutan Kota Pakal dan dikelompokkan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf romawi dari I sampai hasil evaluasi kesesuaian lahan dari data VIII. kemampuan lahan dengan fungsi aktual Hutan Kota Pakal berdasarkan Peraturan Hutan Kota Pakal merupakan satu dari Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun beberapa hutan kota yang termasuk dalam 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah ruang terbuka hijau yang dilestarikan pemerintah daerah sebagai kawasan wisata Kota Surabaya. khususnya di wilayah Surabaya Barat. Disisi HASIL lain pemerintah kota Surabaya juga Kemiringan Lereng menjadikan Hutan Kota Pakal sebagai Berdasarkan hasil pengamatan di kawasan lindung yang dikhususkan sebagai lapangan, daerah penelitian berada pada kawasan untuk mencegah terjadinya banjir atau genangan. ketinggian 4 mdpl dengan kemiringan lereng Akan tetapi, sampai saat ini belum ada <3% yang termasuk dalam kriteria lereng datar. Berikut tabel kemiringan lereng pada penelitian untuk mengetahui kesesuaian tiap petak penggunaan lahan Hutan Kota Hutan Kota Pakal sebagai hutan kota yang Pakal. tercantum dalam Peraturan Daerah Kota

Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Tabel 1. Kemiringan Lereng Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya. Petak Oleh karena itu, penelitian ini Penggunaan Kemiringan Klas dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian Lahan Hutan Lereng (%) Kemiringan Hutan Kota Pakal sebagai hutan kota Kota Pakal Lereng berdasarkan karakteristik tanahnya berdasarkan kemampuan lahan. Hasil Rawa Bakau 0% A analisis kemampuan lahan tersebut akan Lahan Rawa 2% A dievaluasi sesuai fungsi hutan kota yang mengacu kepada Perda Kota Surabaya Sengon 1% A Akasia 1,2% A

80

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Cemara Udang 0% A Akasia 85 cm s4 Trembesi 0% A Cemara Udang 65 cm s3 Sumber : Pengamatan Lapangan (2019) Trembesi 85 cm s4 Erodibilitas (Kepekaan Erosi) Sumber: Pengamatan Lapangan (2019) Indeks erodibilitas tanah pada wilayah Permeabilitas penelitian menunjukkan hasil yang termasuk Permeabilitas adalah kemampuan dalam klas kepekaan erosi yang bervariasi. tanah untuk meloloskan air dalam waktu Nilai erodibilitas yang tinggi pada petak tertentu. Berikut hasil permeabilitas pada 6 penggunaan lahan Hutan Kota Pakal lebih petak penggunaan lahan yang ada di Hutan dipengaruhi oleh faktor tekstur tanah. kota Pakal Tekstur tanah yang ada di petak tersebut didominasi oleh klas tekstur halus dan Tabel 4. Permeabilitas sedang dimana kondisi perbandingan tekstur debu dan liat jumlahnya lebih besar Petak dibandingkan tekstur pasir. Penggunaan Laju Harkat Klas Lahan Hutan Permeabilitas Laju Tabel 2. Erodibilitas Kota Pakal (cm/jam) Permeabilitas Petak Penggunaan Nilai Harkat Klas Rawa Bakau 2,05 P3 Lahan Hutan Erodibilitas Kepekaan Lahan Rawa 1,66 p3 Kota Pakal (K) Erosi Sengon 4,06 p3 Rawa Bakau 0,12 E2 Akasia 2,53 p3 Lahan Rawa 0,27 E4 Cemara Udang 3,24 p3 Sengon 0,79 E1 Trembesi 5,05 p3 Akasia 0,25 E4 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium (2019) Cemara Udang 0,32 E4 Tekstur Tanah Trembesi 0,26 E4 Tekstur tanah yang ada di Hutan Kota Sumber: Hasil Analisa Perhitungan Tahun Pakal termasuk dalam klas tekstur halus 2019 yang tersebar di 6 petak penggunaan lahan dengan dominansi tanaman yang berbeda. Kedalaman Tanah Hasil pengamatan menunjukkan tekstur Nilai kedalaman efektif tanah tanah terdiri dari 2 variasi pada areal petakan pada masing-masing sampel petak lahan Hutan Kota Pakal, yakni liat dan debu, penggunaan lahan berbeda-beda. Nilainya meskipun jarak antar petakan lahan tidak berkisar antara 65 cm sampai >80 cm. terlalu jauh. Hal itu juga sesuai dengan hasil Secara umum pada petak penggunaan lahan penelitian Siahaan, et al.,. [7] menyatakan di daerah penelitian memiliki kedalaman bahwa adanya perbedaan tekstur tersebut >80 cm yaitu pada petak sengon, akasia, dan terjadi karena lapisan tanah yang paling atas trembesi. Sedangkan pada petak rawa bakau, rentan mengalami perubahan disebabkan lahan rawa, dan cemara udang memiliki adanya tingginya keberagaman tumbuhan kedalaman 65 cm. yang menaungi tanah sehingga dapat menyebabkan perbedaan sifat fisika dan Tabel 3. Kedalaman Tanah kimia tanah meski pada luasan dan landuse Petak yang sama.

Penggunaan Harkat Klas Kedalaman Lahan Hutan Kedalaman Tabel 5. Tekstur Tanah Tanah (cm) Kota Pakal Tanah Petak Harkat

Penggunaan Klas Rawa B akau 65 cm s4 Tekstur Lahan Hutan Tekstur Tanah Lahan Rawa 65 cm s3 Kota Pakal Tanah Sengon 90 cm s4 Rawa Bakau Liat t5

81 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

penggunaan lahan Hutan Kota Pakal Lahan Rawa Liat t5 termasuk dalam B2 (jarang banjir). Sengon Debu t3 Salinitas Akasia Liat t5 Tingkat salinitas tanah dapat menentukan tingkat racun (toksisistas) yang Cemara Udang Liat t5 ada dalam tanah. Data salinitas diperoleh Trembesi Liat t5 melalui uji laboratorium yang dilakukan Sumber: Hasil Analisis Laboratorium (2019) dengan cara menggunakan EC meter. Tingkat salinitas tanah yang ada di tiap Drainase petak penggunaan lahan Hutan Kota Pakal Drainase dapat ditentukan berdasarkan tersaji dalam tabel berikut. tekstur tanah yang ada. Kondisi drainase di tiap petak penggunaan lahan yang ada di Tabel 6. Salinitas

Hutan Kota Pakal termasuk kategori sangat Petak buruk, dikarenakan terdapat air yang Penggunaan Harkat Klas Salinitas menggenang di permukaan tanah dalam Lahan Hutan Salinitas waktu yang lama sehingga menghambat Kota Pakal pertumbuhan tanaman. Genangan tersebut berlangsung selama ± 1 bulan dengan Rawa Bakau 2,21 g0 kondisi air benar-benar surut. Menurut Lahan Rawa 2,64 g0 Asmin dan Syamsiar [8] bila kondisi permeabilitas pada lapisan olah tertentu Sengon 3,02 g0 cepat, berakibat tanah cepat mengering Akasia 3,40 g0 sehingga daya serap air tanah rendah. sebaliknya bila lambat, pada lahan datar Cemara Udang 3,22 g0 akan mudah terbentuk genangan. Trembesi 4,20 g0

Ancaman Banjir Sumber: Hasil Analisis Laboratorium (2019) Ancaman banjir yang paling penting adalah ada atau tidaknya genangan air yang Klasifikasi Kemampuan Lahan Hutan terdapat didaerah penelitian. Pengelompokan Kota Pakal ancaman banjir atau penggenangan Secara keseluruhan kondisi dinotasikan B1 (tidak pernah) yaitu dalam kemampuan lahan yang ada di Hutan Kota periode satu tahun tidak pernah tertutup Pakal disajikan melalui tabel 7. banjir, B2 (jarang banjir) yaitu banjir yang Berdasarkan hasil analisis kemampuan menutupi tanah lebih dari 24 jam yang lahan menggunakan metode (matching) terjadinya tidak teratur dalam periode diperoleh. kriteria klasifikasi kelas kurang dari satu bulan, B3 (kadang-kadang kemampuan lahan Hutan Kota Pakal secara banjir) yaitu selama satu bulan dalam waktu umum termasuk dalam kelas IV dengan setahun tanah dataran selalu tertutup banjir faktor pembatas yang paling buruk adalah teratur lebih dari 24 jam, B4 (sering banjir) drainase dan kepekaan erosi tinggi. Menurut yaitu selama waktu 2-5 bulan dalam setahun, Hardjowigeno dan Widiatmaka [9], lahan secara teratur selalu dilanda banjir yang dengan kelas kemampuan lahan I sampai lamanya lebih dari 24 jam, dan B1 (sangat dengan IV merupakan lahan yang sesuai sering banjir) yaitu selama waktu 6 bulan untuk usaha pertanian (penggunaan tanaman atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara semusim), tanaman rumput, hutan produksi, teratur yang lamanya lebih dari 24 jam. padang penggembalaan, hutan lindung atau Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran suaka alam. ancaman banjir yang ada di tiap petak

.

82

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Tabel 7. Klasifikasi Kemampuan Lahan Hutan Kota Pakal

Jenis Satuan Petak Penggunaan Lahan Parameter Rawa Lahan Cemara Klasifikasi Sengon Akasia Trembesi Bakau Rawa Udang Kemiringan Lereng A A A A A A Kepekaan Erosi E4 E3 E1 E3 E3 E3 Kedalaman Tanah s4 s3 s4 s4 s3 s4 Tekstur Tanah t5 t5 t3 t5 t5 t5 Permebilitas p3 p3 p3 p3 p3 p3 Drainase d4 d4 d4 d4 d4 d4 Ancaman Banjir B3 B3 B3 B3 B3 B3 Salinitas g0 g0 g0 g0 g0 g0 Kelas Kemampuan IV-d IV-d IV-e,d IV-d IV-d IV-d Lahan Sumber: Hasil Analisa Perhitungan Tahun 2019

Evaluasi Kemampuan Lahan Hutan Kota Jakarta,” E-Jurnal Arsitektur Lansekap, Pakal terhadap Fungsi Kawasan Hutan vol. 7, no. 1, pp. 100–125, 2012. Kota berdasarkan Peraturan Daerah [3] Spirn, “Landscape Architecture,” Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 McGraw Hill Book Co. New York, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2000. Lahan dengan kelas kemampuan lahan IV di Hutan Kota Pakal memiliki faktor [4] Listiana“Tinjauan Teoritis Tentang pembatas drainase yang buruk. Selain itu, RTH,” Tinjauan Teoritis Tentang hasil analisis permeabilitas tanah Hutan Fungsi Dan Manfaat RTH vol. 32, 1–19, Kota Pakal tergolong lambat dan lambat 2004. sampai sedang. Hasil analisis tersebut [5] Andin, Febby Ekamukti, Yulisa menunjukkan bahwa Hutan Kota Pakal Fitrianingsih, and Agus Ruliyansyah, kurang sesuai menjadi hutan kota “Evaluasi Fungsi Ekologis Ruang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Sebagai Areal Resapan Di Kota Rencana Tata Ruang Wilayah. Pontianak (Studi Kasus: Taman Alun Kapuas),” pp. 1–10, 2016. SIMPULAN [6] Arsyad, S. 2006. “Konservasi Tanah Hasil analisis karakteristik fisik tanah dan Air.” Bogor. IPB Press. Hutan Kota Pakal ditinjau dari klasifikasi [7] Siahaan, F., Irawanto, R., Rahadiantoro, kemampuan lahannya secara keseluruhan A., & Abiwijaya, I. K. (2018). “Sifat termasuk dalam kelas IV dengan faktor Tanah Lapisan Atas di Bawah Pengaruh pembatas drainase. Hutan Kota Pakal kurang sesuai Tegakan Vegetasi Berbeda di Kebun dijadikan hutan kota berdasarkan Peraturan Raya Purwodadi.” Jurnal Tanah dan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun Iklim, vol. 42, no. 2, 2018. 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah [8] Asmin dan Syamsiar, “Pengenalan Sifat dikarenakan kondisi karakteristik fisik tanah setelah diklasifikasikan termasuk dalam klas Fisik Tanah untuk Kesesuaian IV dengan kondisi drainase yang buruk. Pengelolaan Lahan Tanpa Olah Tanah pada Lahan Kering di Sulawesi DAFTAR PUSTAKA Tenggara,” Buletin dan Informasi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi [1] Purwanto, Edi, “Tinjauan Tentang RTHKP,” Tinjauan Teoritis Tentang Pertanian Sulawesi Tenggara, 2006. Fungsi dan Manfaat RTH, pp. 12–47, [9] Hardjowigeno.S, Widiatmaka” 2004.. “Evaluasi Kesesuaian Lahan dan [2] Novianty, Rizka, Henita Rahmayanti, Perencanaan Tataguna Lahan” and Amos Neolaka, “Evaluasi Yogyakarta, “ Gadjah Mada University Mengenai Kuantitas dan Kualitas Press, 2007. Ruang Terbuka Hijau di Wilayah DKI

83 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN PACLOBUTRAZOL TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAWISTA (Limonia acidissima L. )

Ainiyah Putri Kurniawati 1*, Nora Augustien K. 1, Elly Syafriani 1 1Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian. UPN “Veteran” Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Kawista ( Limonia acidissima L.) adalah tanaman buah tropis yang termasuk dalam famili Rutaceae (jeruk-jerukan). Keberadaan tanaman penyediaan bibit kawista di daerah Surabaya mulai jarang ditemukan. Sebuah percobaan untuk memperbanyak tanaman kawista sebagai tanaman ornamen dibutuhkan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh paclobutrazol dalam menghambat pertumbuhan bibit kawista untuk dijadikan tanaman hias mini. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama yaitu konsentrasi paclobutrazol yang terdiri dari 4 taraf (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm). Faktor kedua yaitu frekuensi pemberian paclobutrazol yang terdiri dari 3 taraf (2 kali, 4 kali, dan 6 kali). Uji lanjut menggunakan BNJ 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara konsentrasi dan frekuensi pemberian paclobutrazol. Perlakuan konsentrasi paclobutrazol 300 ppm berpengaruh terhadap parameter pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, dan kandungan klorofil. Frekuensi pemberian sebanyak 6 kali berpengaruh terhadap kandungan klorofil tanaman. Perlakuan konsentrasi 300 ppm dan frekuensi pemberian 6 kali memberikan pengaruh nyata terhadap penghambatan pertambahan tinggi tanaman kawista pada sampel P3F3. Kata kunci : paclobutrazol, konsentrasi, frekuensi, kawista ( Limonia acidissima L.), dan tanaman mini.

ABSTRACT Kawista (Limonia acidissima L.) is a tropical fruit which classified as Rutaceae. Since Kawista is quite rare to find in Surabaya, an attempt to multiply it as an ornamental plant is needed. The purpose of this research is to know the inhibition effect of paclobutrazol in kawista growth for developed as a mini plant. This research was conducted in December 2019 until March 2020, in the field of Agriculture Faculty, UPN “Veteran” Jawa Timur. A Completely Randomized Factorial Design by using two factors and three replications have used as a method. The first factor is the concentration application of paclobutrazol in four different levels (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, and 300 ppm). The second factor is the frequency application of paclobutrazol in three different times (two times, four times, and six times). Each treatment is consists of 2 plants. BNJ 5% test used in this research. The research resulted that there is no interaction between the concentration and frequency of the paclobutrazol application. The 300 ppm treatment showed a strong effect in inhibition of height plant, stem diameter, and the increase of chlorophyll content. The six-times of paclobutrazol application frequency gives the best effect in the chlorophyll content parameter. The 300 ppm of concentration and six-times paclobutrazol application frequency showed a significant effect in inhibition of the plant height in Kawista, especially in the sample of P3F3. Keywords : paclobutrazol, concentration, frequency, kawista (Limonia acidissima L.), kawista, and mini plant.

PENDAHULUAN Kawista ( Limonia acidissima L.) tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Nusa adalah tanaman buah tropis yang termasuk Tenggara, dan Bali [1]. Tanaman kawista dalam famili Rutaceae (jeruk-jerukan). Jenis banyak ditemukan di kota Rembang Jawa tanaman ini bisa masuk di Indonesia melalui Tengah sehingga tanaman ini dijadikan flora introduksi dan naturalisasi sehingga bisa

84

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2020. ISSN:1234-5678

identitas kabupaten paling timur di pantai terhadap tanaman yang menyebabkan utara Jawa tengah. biosisntesis giberelin terhambat dikarenakan Tanaman kawista yang ditumbuhkan paclobutrazol yang termasuk golongan melalui biji memerlukan waktu hingga 15 triazole, senyawa pirimidin yang tahun untuk berbuah. Tinggi tanaman mengandung lingkaran cincin-N kawista dapat tumbuh mencapai 12 m. menghambat di lintasan oksidasi ent- Pertumbuhan tanaman ini tergolong lambat kaurene menjadi ent-kaurenoic acid namun toleran terhadap kekeringan serta sehingga cythocrome P450 terhambat dan dapat beradaptasi dengan baik pada tanah menyebabkan katalisis enzim kaurene yang kurang subur sehingga banyak tumbuh oxidase tidak terjadi [7]. di daerah pesisir [2]. Penelitian yang dilakukan oleh Keberadaan tanaman kawista di daerah Runtunuwu et al., [8] terhadap tanaman Surabaya termasuk langka karena tanaman cengkeh menunjukkan hasil bahwa zat ini mulai jarang ditemukan. Suatu upaya penghambat tumbuh ( growth retardant ) untuk meningkatkan produksi dan paclobutrazol dapat menekan pertumbuhan keberadaan kawista di daerah Surabaya tinggi bibit cengkeh. melalui percobaan perbanyakan kawista Menurut Gusmawan dan Wardiati [9], sebagai tanaman hias mini menarik untuk tanaman coleus yang diberikan konsentrasi dilakukan. Menurut Waluyo [3], tanaman paclobutrazol semakin tinggi berpengaruh hias adalah tanaman yang memiliki bentuk, nyata terhadap pertumbuhan tanaman, luas warna atau aroma yang menarik pada bunga, daun dan lebar kanopi tanaman serta mampu daun, kulit batang, dahan, atau pun tajuknya. meningkatkan rata-rata diameter batang Tanaman kawista memiliki keindahan tanaman, dan jumlah tunas samping yang sangat khas pada bentuk tanamannya. tanaman. Pemberian paclobutrazol berbeda Batang tanaman kawista memiliki konsentrasi tidak memberikan pengaruh perawakan pohon, tumbuh tegak, bercabang terhadap jumlah daun tanaman coleus. dan berduri sepanjang 1-1,5 cm, memiliki Pemberian paclobutrazol terhadap kulit kasar dan pecah-pecah serta berwarna bibit tanaman kawista bertujuan mengetahui abu-abu kecoklatan dan hitam keabuan. konsentrasi dan frekuensi paclobutrazol Tajuk tanaman kawista rindang dengan yang dapat menghambat pertumbuhan dahan dan ranting yang menjuntai. Daun tanaman kawista sehingga bisa didapatkan tanaman kawista tergolong daun majemuk tanaman kawista yang memiliki berukuran dengan warna hijau gelap dan letaknya kerdil (dwarf) untuk dijadikan tanaman hias berselang-seling. Bunga tanaman kawista mini yang menarik. tumbuh bergerombol di ketiak daun atau ujung ranting dengan warna merah pucat METODE atau kehijauan dan memiliki bau yang Penelitian ini dilaksanakan di lahan wangi. Buah tanaman kawista berbentuk Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa bulat dengan tekstur daging buah yang Timur pada bulan Desember 2019 hingga lengket berwarna cokelat kehitaman dan Maret 2020. Penelitian ini menggunakan memiliki bau yang khas, rasanya agak Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial masam namun sedikit manis. Kulit buah yang terdiri dari 2 faktor dan diulang tanaman kawista bertekstur kasar dan keras sebanyak 3 kali. Faktor pertama yaitu yang sangat mirip tempurung [4]. konsentrasi paclobutrazol (0 ppm, 100 ppm, Paclobutrazol merupakan retardan 200 ppm, dan 300 ppm). Faktor kedua yaitu yang menghambat pemanjangan sel serta frekuensi pemberian paclobutrazol (2 kali, 4 pemanjangan ruas batang dengan cara kali, dan 6 kali pemberian) yang diberikan menghambat biosintesis giberelin sehingga dengan interval waktu 2 minggu. Data hasil dapat memodifikasi struktur fisik dari penelitian akan dianalisis dengan analisis tanaman [5]. Menurut Wahyurini [6], sidik ragam atau anova berdasarkan paclobutrazol akan menghambat biosisntesis Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial giberelin di meristem sub apikal lalu laju lalu dianalisis dengan uji F taraf 5%. pembelahan sel menjadi menurun sehingga Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan menghambat pertumbuhan vegetatif dan uji lanjut BNJ 5%. secara tidak langsung fotosintat teralihkan ke pertumbuhan reproduktif untuk membentuk bunga, buah, dan perkembangan buah. Pengaruh pemberian paclobutrazol

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Bahan yang digunakan dalam HASIL penelitian ini adalah bibit kawista berumur Parameter pertambahan tinggi tanaman kurang lebih 10 bulan, media tanam berupa tidak ditemukan interaksi antara kedua tanah, kompos, pasir dengan perbandingan perlakuan. Tabel 1 menunjukkan hasil 2:1:1, paclobutrazol , polybag berdiameter bahwa konsentrasi paclobutrazol berbeda 20,5 cm, air, karton, aseton, aquades, kertas nyata pada pengamatan ke-2 hinggga ke-6 saring Whatman no.1, kain hitam, kertas sedangkan pengamatan ke-1 tidak berbeda label, alvaboard, karet, dan kayu. Alat yang nyata. Perlakuan 300 ppm menunjukkan dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya pertambahan tinggi yang lebih rendah dari adalah selang air, penggaris, alat tulis, buku perlakuan lainnya. Tanaman kawista yang tulis, kamera, ayakan pasir, cetok, cangkul, tidak ditambahkan paclobutrazol mengalami jangka sorong, sprayer, timbangan analitik, pertambahan tinggi tanaman yang terus spatula, gelas beker, tabung reaksi, meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa centrifuges, cuvet, spektrofotometer, dan konsentrasi 300 ppm adalah konsentrasi mortal. paling baik untuk menghasilkan tanaman Pelaksanaan penelitian ini meliputi kawista yang memiliki tinggi lebih rendah persiapan media tanam, pemindahan bibit, dengan persentase penghambatan di akhir pemeliharaan (penyiangan, penyiraman, pengamatan sebesar 42,69% dibandingkan pemupukan dan pengendalian hama dan tanaman tanpa pemberian paclobutrazol. penyakit), pembuatan larutan paclobutrazol, Lolaei et al., [10] menyatakan bahwa dan pemberian larutan paclobutrazol dengan paclobutrazol yang diaplikasikan dalam disemprotkan ke tanaman . Parameter tanaman menyebabkan penghambatan tinggi pengamatan yang diukur dan diamati tanaman dikarenakan paclobutrazol diantaranya adalah pertambahan tinggi menghambat biosintesis giberelin. Selain itu, tanaman (cm/tanaman), pertambahan jumlah Sumadi dan Nuraini [11] menyatakan bahwa daun (helai/tanaman), pertambahan, jumlah penurunan sintesis giberelin dapat cabang (tangkai/tanaman), pertambahan menyebabkan penurunan pada poliferasi sel diameter batang (mm/tanaman), analisa sehingga terjadi penurunan pemanjangan klorofil (nm) dan fenotipe akar serta batang batang. tanaman kawista.

Tabel 1. Rata – Rata Pertambahan Tinggi Tanaman Kawista

Pertambahan Tinggi Tanaman Kawista (cm) Perlakuan Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- 1 2 3 4 5 6 Konsentrasi

Paclobutrazol P0 (0 ppm) 2,48 8,04 c 16,39 c 24,28 c 30,86 c 38,39 c P1 (100 ppm) 1,74 5,68 b 10,96 b 16,92 b 23,08 b 29,30 b P2 (200 ppm) 1,30 3,64 a 7,46 a 13,00 a 18,51 a 24,48 a P3 (300 ppm) 1,15 3,86 a 7,74 a 12,81 a 17,24 a 22,00 a BNJ 5% tn 1,22 2,01 2,73 2,97 3,20 Frekuensi Pemberian

Paclobutrazol F1 (2 kali pemberian) 1,63 4,71 10,34 17,51 23,58 29,95 F2 (4 kali pemberian) 1,62 5,68 10,87 16,36 22,78 30,77 F3 (6 kali pemberian) 1,75 5,52 10,70 16,39 20,90 24,88 BNJ 5% tn tn tn tn tn tn Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. tn = Tidak Berbeda Nyata

Perlakuan frekuensi pemberian perlakuan lainnya. Pemberian paclobutrazol paclobutrazol tidak menunjukkan beda nyata yang semakin sering terhadap tanaman pada semua pengamatan. Namun, dapat kawista menyebabkan pertambahan tinggi dilihat di pengamatan ke-5 dan ke-6, tanaman semakin terhambat. Persentase pertambahan tinggi tanaman frekuensi 6 kali penghambatan tinggi tanaman perlakuan F 3 memiliki pertambahan lebih rendah dari (frekuensi pemberian 6 kali) pada

86

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

pengamatan ke-6 sebesar 19,14% terakumulasi sama banyak dengan dibandingan F2. Semakin besar konsentrasi konsentrasi tinggi sehingga jika frekuensi dan frekuensi pemberiannya akan pemberian dan konsentrasi paclobutrazol menghasilkan tanaman kawista yang lebih yang diberikan banyak, maka bahan aktif rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan akan terakumulasi lebih banyak pada Syam’un et al., [12], bahwa frekuensi tanaman dan menyebabkan pertambahan pemberian yang lebih banyak menyebabkan tinggi tanaman kawista terhambat dan bahan aktif yang diterima tanaman tumbuh lebih rendah .

Tabel 2. Rata – Rata Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Kawista

Pertambahan Jumlah Daun Perlakuan Ke -1 Ke -2 Ke -3 Ke -4 Ke -5 Ke -6 Konsentrasi

Paclobutrazol P0 (0 ppm) 7 c 16 24 35 45 55 P1 (100 ppm) 5 b 15 22 32 39 49 P2 (200 ppm) 4 a 13 21 29 37 46 P3 (300 ppm) 4 ab 11 18 28 36 47 BNJ 5% 1,12 tn tn tn tn tn Frekuensi Pemberian

Paclobutrazol F1 (2 kali pemberian) 5 12 20 28 35 45 F2 (4 kali pemberian) 5 16 23 34 4 51 F3 (6 kali pemberian) 5 13 21 32 40 51 BNJ 5% tn tn tn tn tn tn Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. tn = Tidak Berbeda Nyata

Produksi giberelin yang terhambat et al ., [4] bahwa walaupun retardant karena pemberian paclobutrazol , tidak menekan pemanjangan batang dengan menyebabkan jumlah daun tanaman kawista menghambat aktivitas fisiologisnya, tetapi menjadi lebih sedikit. Pengaruh produksi dan translokasi asimilat ke organ paclobutrazol menyebabkan pembelahan sel lain tetap berjalan sehingga tidak pada tanaman tetap terjadi namun sel nya mempengaruhi jumlah daun tanaman tidak mengalami pemanjangan sehingga kawista. Printo et al., [13] menjelaskan paclobutrazol lebih berpengaruh terhadap bahwa paclobutrazol pada tanaman ubi kayu pemendekan batang daripada jumlah daun juga tidak memengaruhi secara signifikan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rai terhadap jumlah daun.

Tabel 3. Rata – Rata Pertambahan Jumlah Cabang Tanaman Kawista

Pertambahan Jumlah Cabang Perlakuan Ke -1 Ke -2 Ke -3 Ke -4 Ke -5 Ke -6 Konsentrasi Pemberian

Paclobutrazol P0 (0 ppm) 0,11 0,17 0, 17 0,39 0,78 0,83 P1 (100 ppm) 0,22 0,39 0,67 1,00 1,06 1,44 P2 (200 ppm) 0,06 0,06 0,17 0,22 0,44 0,83 P3 (300 ppm) 0,06 0,11 0,56 0,89 1,06 1,11 BNJ 5% tn tn tn tn tn tn Frekuensi Pemberian

Paclobutrazol F1 (2 kali pemberian) 0,21 0,17 0,42 0,50 0,71 0,75 F2 (4 kali pemberian) 0,08 0,25 0,46 0,67 0,79 1,13 F3 (6 kali pemberian) 0,04 0,13 0,29 0,71 1,00 1,29 BNJ 5% tn tn tn tn tn tn Keterangan : tn = Tidak Berbeda Nyata

87

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan Tanaman kawista yang tidak diberikan bahwa rata-rata pertambahan jumlah cabang perlakuan paclobutrazol terutama P 0F1 dan tanaman kawista tidak ada yang berbeda P0F3 , tumbuh lebih tinggi dan tidak nyata pada perlakuan konsentrasi maupun memiliki percabangan seperti tanaman frekuensi pemberian paclobutrazol . kawista yang diberi perlakuan Percabangan tanaman kawista adalah paclobutrazol . Menurut Sudirman et al., simpodial yaitu percabangan yang antara [14], hal ini dikarenakan semakin tinggi dan batang pokok dengan percabangannya sulit panjang ruas batang utama menyebabkan dibedakan karena dalam perkembangan pengalihan energi pertambahan ruas dan selanjutnya menghentikan pertumbuhan atau energi untuk pertumbuhan cabang baru didominasi pertumbuhan percabangannya. menjadi terbatas sehingga tanaman dengan Tanaman kawista memiliki perawakan tinggi tanaman yang tinggi lebih sedikit atau pohon, arah tumbuh tegak dengan bahkan tidak memiliki cabang. ketinggian mencapai 12 m.

Tabel 4. Rata – Rata Pertambahan Diameter Batang Tanaman Kawista

Pertambahan Diameter Batang (mm) Perlakuan Ke -1 Ke -2 Ke -3 Ke -4 Ke -5 Ke -6 Konsentrasi Pemberian

Paclobutrazol P0 (0 ppm) 0,69 1,13 2,18 3,14 4,15 5,19 c P1 (100 ppm) 0,68 1,06 2,09 2,76 3,66 4,48 b P2 (200 ppm) 0,65 1,02 1,71 2,43 3,24 4,05 a P3 (300 ppm) 0,60 1,00 1,79 2,47 3,22 3,88 a BNJ 5% tn tn tn tn tn 0,36 Frekuensi Pemberian Paclobutrazol F1 (2 kali pemberian) 0,69 0,98 1,79 2,58 3,49 4,42 F2 (4 kali pemberian) 0,58 1,07 1,85 2,53 3,45 4,37 F3 (6 kali pemberian) 0,68 1,10 2,17 2,97 3,7 5 4,40 BNJ 5% tn tn tn tn tn tn Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. tn = Tidak Berbeda Nyata

Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata Oleh karena itu, diameter batang dari pertambahan diameter batang tanaman tanaman kawista memiliki ukuran yang dengan perlakuan konsentrasi paclobutrazol relatif sama dan perbedaan antara perlakuan berpengaruh nyata hanya pada pengamatan tidak terlalu signifikan. ke-6. Perlakuan konsentrasi 300ppm (P 3) menunjukkan rata-rata diameter batang terendah. Persentase penghambatan diameter batang pada perlakuan P 3 sebesar 25,24% dari P 0. Perlakuan frekuensi pemberian paclobutrazol menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada semua pengamatan di parameter pertambahan diameter batang. Menurut Anggraeni et al., [15], pemberian paclobutrazol menghambat sintesis giberelin melalui penghambatan oksidasi kaurene menjadi asam kaurenat sehingga pemanjangan sel pada meristem sub-apikal berjalan lambat. Namun, menurut Gusmawan dan Wardiyati [9] batang lebih dipengaruhi faktor genetik yang pada fase Gambar 1. Fenotipe Tanaman dan Akar tertentu akan mengalami pertambahan Kawista ; a) sampel P F , b) sampel P F , c) diameter batang sesuai faktor genetiknya. 0 1 0 2 sampel P 0F3, d) sampel P 1F1, e) sampel P 1F2,

88

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

f) sampel P 1F3, g) sampel P 2F1, h) sampel dengan akar tunjang yang memiliki ukuran P2F2, i) sampel P 2F3, j) sampel P 3F1, k) berbeda-beda dan akar sekunder yang sampel P 3F2, dan l) sampel P 3F3 panjang, banyak dan bergerombol dikarenakan pembibitan yang berasal dari Pengamatan fenotipe akar dan tanaman benih. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada penelitian ini dilakukan untuk Hidayat [17] bahwa tanaman yang mengetahui perbedaan karakteristik antara ditanaman dari benih menghasilkan akar tanaman kawista yang diberi perlakuan sekunder lebih panjang daripada akar tersier paclobutrazol dan tanpa paclobutrazol. dan primer. Berdasarkan Gambar 1, menunjukkan bahwa Fenotipe tanaman adalah suatu fenotipe tanaman kawista setelah diberi karakteristik tanaman yang bisa muncul perlakuan paclobutrazol secara umum dikarenakan oleh adanya faktor genetik memiliki pertumbuhan yang lebih lambat tanaman, faktor lingkungan, maupun dari pertumbuhan tinggi tanaman kawista interaksi antara faktor genetik dan yang tidak diberi perlakuan paclobutrazol lingkungan. Fenotipe tanaman yang (P 0F1, P 0F2, P 0F3). Hal ini terjadi karena dikehendaki dalam penelitian ini adalah pengaruh paclobutrazol terhadap tanaman kawista yang memiliki tinggi pertumbuhan tinggi tanaman kawista yang tanaman lebih rendah daripada tanaman menyebabkan tanaman kekurangan giberelin tanpa perlakuan, warna daun hijau cerah, sehingga tanaman tumbuh kerdil ( dwarfism) daun yang rimbun, dan memiliki banyak [16]. Pertumbuhan jumlah daun tanaman percabangan yang bisa dijadikan tanaman kawista tidak menunjukkan perbedaan pada hias mini. tanaman yang diberi perlakuan Analisa klorofil dilakukan dengan paclobutrazol maupun tidak. Daun tanaman tujuan untuk mengetahui kandungan klorofil kawista tetap menunjukkan pertumbuhan pada tanaman kawista setelah ditambahkan yang lebat atau banyak. paclobutrazol maupun tidak. Paclobutrazol Tanaman kawista pada beberapa sampel adalah senyawa organik yang tergolong menunjukkan adanya bonggol akar tanaman dalam bahan kimia triazole yang memiliki pada pangkal akar dan akar tunjang seperti efek fitotonik seperti menghijaukan daun. yang ada pada tanaman dengan perlakuan Hasil penelitian mengenai uji analisa klorofil P2F3, P 3F1, dan P 3F3. Akar tanaman kawista terhadap tanaman kawista disajikan pada yang diamati termasuk akar tunggang Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisa Uji Klorofil Terhadap Tanaman Kawista

Sampel Rata-rata Rata-rata Klorofil A Klorofil B Klorofil absorbansi absorbansi (nm) (nm) Total λ 646 λ 663 (nm) P0F1 (1) B 0,727 1,410 19,258 21,720 22,695 P0F2 (1) B 0,743 1,340 18,450 21,704 22,481 P0F3 (1) B 0,823 1,530 20,995 24,270 25,229 P1F1 (1) B 0,313 0,590 8,084 9,275 9,657 P1F2 (1) B 0,780 1,410 19,408 22,794 23,618 P1F3 (1) B 0,883 1,563 21,570 25,645 26,506 P2F1 (1) B 0,313 0,590 8,084 9,275 9,657 P2F2 (1) B 0,337 0,410 5,952 8,839 8,768 P2F3 (2) B 0,793 1,387 19,160 22,945 23,681

P3F1 (2) B 0,653 0,930 13,191 17,830 17,980

P3F2 (2) B 0,387 0,723 9,918 11,422 11,883

P3F3 (1) B 0,890 1,573 21,711 25,830 26,694

89

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Analisis kandungan klorofil yang tidak ada interaksi antara konsentrasi dan dilakukan menunjukkan bahwa kandungan frekuensi pemberian paclobutrazol terhadap klorofil total pada tanaman kawista yang pertumbuhan tanaman kawista. paling besar terdapat pada perlakuan P 3F3, Perlakuan konsentrasi paclobutrazol P2F3, dan P 1F3 sedangkan pada perlakuan yang dapat menghambat pertumbuhan kontrol yaitu sampel P 0F3 memiliki tanaman kawista adalah konsentrasi 300 kandungan klorofil lebih tinggi dari ppm. Tinggi tanaman mengalami perlakuan kontrol lainnya. penghambatan sebesar 42,69% di akhir Rata rata absorbansi atau besarnya pengamatan. Diameter batang mengalami cahaya yang diserap larutan pada panjang penghambatan 25,24% di akhir gelombang 646 menunjukkan bahwa pengamatan. Kandungan klorofil tertinggi tanaman dengan perlakuan P 3F3 memiliki pada perlakuan konsentrasi 300 ppm. rata-rata absorbansi tertinggi sebesar 0,890 Fenotipe tanaman dengan perlakuan P 3F3 sedangkan pada panjang gelombang 663, menunjukkan kenampakan tanaman kawista tanaman dengan perlakuan P 3F3 juga yang diinginkan dengan tinggi rendah, menunjukkan rata rata absorbansi terbesar penurunan jumlah akar sekunder, dan yaitu 1,573. adanya akar tunjang. Nilai perhitungan klorofil A, klorofil Perlakuan frekuensi pemberian B, dan klorofil total juga menunjukkan nilai paclobutrazol yang dapat menghambat panjang gelombang pada perlakuan P 3F3 pertumbuhan bibit kawista adalah frekuensi dengan panjang gelombang terbesar. Hal ini pemberian 6 kali. Tinggi tanaman dengan menunjukkan bahwa pemberian frekuensi pemberian 6 kali memiliki tinggi paclobutrazol terhadap tanaman kawista lebih rendah. Kandungan klorofil tertinggi terbukti dapat meningkatkan kandungan terdapat pada perlakuan frekuensi pemberian klorofil daun. Proses biosintesis giberelin 6 kali. Fenotipe tanaman yang paling rendah yang terhambat akibat pengaruh dihasilkan pada frekuensi pemberian 6 kali paclobutrazol mengakibatkan beberapa zat yaitu di sampel P 3F3. atau bahan kimia dalam tanaman terakumulasi dan beralih mendukung DAFTAR PUSTAKA pembentukan asam absisat yang sama [1] I.A. Nugroho, “Keragaman Morfologi halnya dengan mendukung pembentukan dan Anatomi Kawista ( Limonia fitol, salah satu bagian penting dari molekul acidissima L.) di Kabupaten Rembang. klorofil. Peningkatan fitol yang semakin Bogor : Institut Pertanian Bogor, 2012. tinggi juga mempengaruhi peningkatan kandungan klorofil dalam tanaman [18]. [2] L.A. Sukamto, “ Kultur Biji Kupas dan Semakin tinggi kandungan klorofil Tanpa Kupas Kawista Secara in Vitro,” pada tanaman maka semakin efisien Prosiding dari Seminar Nasional III, penggunaan radiasi matahari untuk Universitas Lampung, Bandar melaksanakan proses fotosíntesis. Peran Lampung, 2000, pp. 160-163. paclobutrazol terbukti secara fisiologis [3] A.A. Waluyo, “Pusat Pelestarian dan mampu menekan perpanjangan batang, mendorong pembungaan, mendorong Pengembangan Tanaman Hias di pembentukan pigmen (klorofil, xantofil, Karanganyar,” Skripsi, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, anthocyanin) [19]. 2009. Pemberian paclobutrazol yang semakin sering diaplikasikan pada tanaman [4] I.N. Rai, G. Wijana, I. P. Sudana, I. W. menyebabkan kandungan paclobutrazol Wiraatmaja, dan C. A. G. yang terakumulasi pada tanaman semakin Sumaraatmajaya, “Buah-Buahan Lokal banyak. Menurut Asih dan Sitawati [20], Bali: Jenis, Pemanfaatan dan Potensi tanaman gerbera dengan pemberian Pengembangannya,” Denpasar : paclobutrazol juga menghasilkan Percetakan Pelawa Sari, 2016. kandungan klorofil pada tanaman semakin tinggi. [5] G. W. Watson, “The Effect of Paclobutrazol Treatment on Starch SIMPULAN Content, Mycorrizal Colonization, and Fine Root Density of White Oak Berdasarkan hasil penelitian yang (Quercus alba L.),” Journal of telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

90

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Arboriculture, vol. 32, pp. 114–117, (Glycine max L. Merrill),” . J. Agrotek. 2006. Trop, vol. 4, no. 2, pp. 47-54, 2015 [6] E. Wahyurini, “Stimulasi Pertumbuhan [15] F. A. Anggraeni, M. Kamal dan dan Perkembangan Beberapa Kultivar Sunyoto, “Pengaruh Aplikasi Lily dengan Aplikasi GA3 dan Paclobutrazol dengan Konsentrasi dan Paclobutrazol, ”Tesis PPS IPB, 2012. Frekuensi Berbeda Terhadap Pertumbuhan Tajuk Tanaman Ubi Kayu [7] W. Radermacher, “Growth Retardants: (Manihot esculenta Crantz.),” J. Effect on Gibberellin Biosynthesis and Agrotek Tropika,vol. 3, no. 3, pp. 309– other Metabolic Pathways,” Annu. Rev. 315, 2015. Plant. Mol. Biol., vol. 51, pp. 501-531, 2000. [16] S. U. Muazzinah dan Nurbaiti, “Pemberian Air Kelapa Sebagai Zat [8] S.P. Runtunuwu, R. Mamarimbing, P. Pengatur Tumbuh Alami pada Stum Tumewu, dan T. Sondakh, “Konsentrasi Mata Tidur Beberapa Klon Tanaman Paclobutrazol Dan Pertumbuhan Tinggi Karet ( Hevea brasiliensis Muell Bibit Cengkeh ( Syzygium Aromaticum Arg.).Jom Faperta, vol. 4, no. 1, pp. 1- (L.) Merryl & Perry ), ” Eugenia, vol. 17, 10, 2017. no. 2, pp. 135-141, 2011. [17] Y. Hidayat, “Pertumbuhan Akar [9] M.W.A Gusmawan dan T. Wardiyati, Primer, Sekunder dan Tersier Stek “Pengaruh Penaplikasian Paclobutrazol Batang Bibit Surian (Toona Sinensis pada Tanaman Coleus ( Coleus Roem),” Forestry Research Journal, sctutellarioides L.) dengan Perbedaan vol. 10, no. 2, pp. 1-10, 2010. Konsentrasi,” Jurnal Produksi Tanaman, vol. 7, no. 4, pp. 666-673, 2011. [18] P. R Soumya, P. Kumar and M. Pal, “Paclobutrazol: A Novel Plant Growth [10] A. Lolaei, S. Mobasheri, R. Bemana, Regulator and Multi-Stress and N. Teymori, “Role Of Paclobutrazol Ameliorant,” Indian Journal Plant On Vegetative And Sexual Growth Of Physiology, vol. 22, no. 3, pp. 267-278, Plants,” Int’l J. of Agric. and Crop Sci., 2017. vol. 5, no. 9, pp. 958-961, 2013. [19] A. Aztrina, L. A. M. Siregar dan E. [11] E.S. Sumadi dan M.A. Nuraini, Harso K., “Pengaruh Paclobutrazol “Pengaruh Pemberian Zat Retardan Terhadap Jumlah Klorofil, Umur Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Ubi Berbunga, dan Umur Panen Dua Pada Dua Kultivar Kentang ( Solanum Varietas Sorgum ( Sorghum bicolor (L.) Tuberosum L.) di Dataran Medium,” Moench ),“ Jurnal Online Jurnal Kultivasi , vol. 14, no. 2, pp. 49- Agroekoteknologi, vol. 2, no. 4, pp. 55, 2015. 126-129, 2014. [12] E. Syam’un, F.Haring, dan Rahmawati, [20] B.L. Asih dan Sitawati, “Pengaruh “Pertumbuhan dan Pembungaan Krisan Konsentrasi dan Waktu Aplikasi pada Berbagai konsentrasi dan Paclobutrazol pada Penampilan Frekuensi Pemberian Paclobutrazol,” J. Tanaman Gerbera ( Gerbera jamesonii) Arivigor, vol. 7, no. 2, pp. 170-179, Pot,” Jurnal Produksi Tanaman, vol. 8, 2008. no. 2, pp. 31-40, 2020. [13] A. C. R. Pinto, T. de J. D. Rodrigues, I. C. Leite and J. C. Barbosa, “Growth Retardants on Development and Ornamental Quality of Potted ‘Lilliput’ Zinnia elegans Jacq.,” Science Agriculture, vol. 62, no. 4, pp. 337-345, 2005. [14] Sudirman., A. Rasyad. dan T. Nurhidayah, “Pengaruh Pemberian Giberelin Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Kedelai

91

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

WAKTU APLIKASI PACLOBUTRAZOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT

Guniarti 1* , Hadi Suhardjono 1 1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Waktu aplikasi paclobutrazol pada tanaman tomat yang tepat diharapkan dapat menekan pertumbuhan tinggi tanaman, memperbanyak cabang tanaman dan jumlah daun, sehingga hasil tanaman dapat ditingkatkan. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UPN Veteran Jawa Timur, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan pemberian paclobutrazol 300 ppm, yaitu ; 1) P0 (tanpa pemberian), 2) P1 (15 hari setelah tanam), P2 (30 hari setelah tanam) dan P3 (45 hari setelah tanam). Penelitian diulang sebanyak 6 kali. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang produktif, jumlah bunga, jumlah buah, rerata berat per buah dan berat buat per tanaman. Data dianalisis ragam dan uji lanjut dengan Beda Nyata Terkecil (BNT 5%). Hasil penelitian menunjukkan : 1) Aplikasi paclobutazol dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, tapi tidak menghambat pembentukan daun dan cabang produktif. 2) Aplikasi paclobutrazol 15 hari setelah tanam dapat meningkatkan jumlah cabang produktif 13,7%, jumlah bunga 34%, jumlah buah 37% dan hasil buah pertanaman 21%. 3) Aplikasi paclobutrazol 30 dan 45 hari setelah tanam hanya berpengaruh nyata pada pembentukan bunga dan jumlah buah dan terhadap produksi buah pertanaman tidak berpengaruh nyata, bahkan aplikasi 45 hari setelah tanam mempunyai pengaruh yang negatif terhadap hasil buah per tanaman. Kata kunci : waktu aplikasi, paclobutrazol, tomat

ABSTRACT Appropriate time of paclobutrazol application on tomato plants is expected to suppress plant height growth, increase plant branches and number of leaves, so that plant yields can be increased. The research was conducted in the experimental garden of the Faculty of Agriculture, UPN Veteran, East Java, using a completely randomized design (CRD) with four treatments of 300 ppm of paclobutrazol, namely; 1) P0 (without giving), 2) P1 (15 days after planting), P2 (30 days after planting) and P3 (45 days after planting). The research was repeated 6 times. The parameters observed were plant height, number of leaves, number of productive branches, number of flowers, number of fruit, average weight per fruit and weight for per plant. Data were analyzed for variance and further tests with the least significant difference (LSD 5%). The results showed: 1) The application of paclobutrazol could inhibit plant height growth, but did not inhibit the formation of productive leaves and branches. 2) Application of paclobutrazol 15 days after planting can increase the number of productive branches 13.7%, the number of flowers 34%, the number of fruit 37% and 21% fruit yield. 3) The application of paclobutrazol 30 and 45 days after planting only had a significant effect on the formation of flowers and the number of fruit and on fruit production had no significant effect, even 45 days after planting had a negative effect on fruit yield per plant. Keyword : time aplication, paclobutrazol, tomato

PENDAHULUAN Produksi tanaman rendah biasanya tinggi tanaman saat berbunga dan ditandai tanaman tumbuh dengan batang meningkatkan jumlah cabang produktif yang kecil dengan jumlah cabang produktif sehingga jumlah bunga dan buah yang yang sedikit dan terbentuknya daun dalam dihasilkan pertanaman dapat ditingkatkan. jumlah yang sedikit. Upaya peningkatan Paklobutrazol merupakan zat pengatur produksi tomat dapat dilakukan dengan pertumbuhan yang digunakan untuk penekanan pertumbuhan vegetatif dengan memodifikasi struktur fisik pada tanaman, meggunakan paclobutrazol karena dapat susunan kima dari paklobutrazol memberikan pengaruh dalam menekan C15 H20 ClN 3O [1].

92

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Paklobutrazol merupakan salah satu diulang sebanyak enam kali untuk setiap retardan yang bila diberikan pada tanaman perlakuan. akan menghambat perpanjangan sel pada Aplikasi paclobutrazol dengan meristem sub apikal, mengurangi laju melarutkan cairan paclobutrazol dalam perpanjangan batang tanpa mempengaruhi aquades dengan konsentrasi 300 ppm. Lalu pertumbuhan dan perkembangan daun [2]. dilakukan penyiraman larutan tersebut ke Pemberian paklobutrazol perlu dilakukan media tanam ( soil drenching ) pada polybag. pada tanaman tomat dengan tujuan agar Aplikasi ini dilakukan pada waktu yang pertumbuhan tinggi tanaman dapat dihambat sesuai dengan masing- masing perlakuan.: 1) serta fotosintat yang dihasilkan lebih P0 = tanpa pemberian Paclobutrazol, 2) P1 = maksimal dialokasikan ke pembentukan dan pemberian 15 hst, 3) P2 = pemberian 30 hst perkembangan bunga dan buah sehingga dan 4) P3 = pemberian 45 hst. dapat meningkatkan produksi serta ukuran Pengamatan parameter yang akan buah. Selain paklobutrazol, senyawa lain dilakukan selama penelitian ini dilakukan di yang dapat membantu dalam proses lapangan. Adapun pengamatan yang pembungaan pada tanaman tomat [3], dilakukan adalah tinggi tanaman, jumlah penggunaan paklobutrazol harus dilakukan daun, jumlah cabang produktif, jumlah dengan dosis, metode dan cara aplikasi yang bunga, jumlah buah, berat rerata perbuah tepat [4]. dan berat buah pertanaman. Penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan salah satu upaya untuk HASIL meningkatkan produktivitas tanaman tomat. Zat pengatur tumbuh dibedakan menjadi dua Hasil analisis ragam pengaruh sifat, salah satunya yaitu menghambat fase pemberian paklobutrazol terhadap tinggi vegetatif dan memacu fase generatif lebih tanaman tomat menunjukan hasil yang cepat adalah paclobutrazol. Paclobutrazol berpengaruh nyata (Tabel 1). Hasil adalah zat pengatur tumbuh yang penelitian aplikasi paklobutrazol pada mempercepat fase generatif dengan cara tanaman berumur 15 hari setelah tanam menghambat oksidasi kaurane menjadi asam menghambat tinggi tanaman 37%, namun kaurenoat [5]. dengan aplikasi paklobutrazol 30 dan 45 hari Waktu pengaplikasian ZPT merupakan setelah tanam pengaruh penekanan terhadap salah satu hal yang juga perlu diperhatikan. pertumbuhan tinggi tanaman semakin kecil Pengaplikasian waktu ZPT pada tanaman (8%). Penekanan pertumbuhan tinggi disesuaikan dengan fase-fase pertumbuhan tanaman akibat aplikasi paclobutrazol tanaman tersebut. Pemakaian ZPT tampak setelah 14 hari setelah aplikasi berlebihan dan tidak pada waktu yang tepat hingga pada akhir pertumbuhan vegetatif akan mengakibatkan proses metabolisme (Gambar 1). Paclobutrazol memberikan tanaman tidak berjalan dengan baik. Tujuan pengaruh terhadap tinggi tanaman berupa penelitian ini untuk mengetahui waktu semakin awal waktu aplikasi paclobutrazol pengaplikasian paclobutrazol pada tanaman yang diberikan maka semakin menurun supaya sesuai dengan fase-fase pertumbuhan tinggi tanaman tomat, hal ini sesuai dengan tanaman tomat. Weaver [6] yang menyatakan bahwa mekanisme kerja paclobutrazol yaitu METODE menghambat produksi giberelin dengan cara Penelitian ini dilakukan di Kebun menghambat oksidasi kaurene menjadi asam percobaan Fakultas Pertanian UPN Veteran kaurenat, yang menyebabkan pengurangan Jawa Timur. Waktu pelaksanaan penelitian kecepatan dalam pembelahan sel, dimulai pada bulan Desember 2019 sampai pengurangan pertumbuhan vegetatif. dengan Maret 2020 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat dengan varietas Servo, media tanam berupa tanah saja; pupuk kandang sapi; dan arang sekam, pupuk NPK, pupuk ZA, paclobutrazol dengan merek dagang Cultar, dan polybag, Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan

93

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Tabel 1. Pengaruh pemberian paclobutrazol memanjang lagi, sedangkan waktu aplikasi terhadap pertumbuhan vegetatif pemberian umur 30 dan 45 hari setelah tanaman tomat tanam pertumbuhan sel sudah mengalami penurunan, sehingga pengaruh pemberian Tinggi Jumlah Jumlah paclobutrazol memberikan hasil yang kurang Perlakuan Tanaman Daun Cabang efektif dalam menekan pertumbuhan (cm) vegetatif tanaman, hal ini sesuai dengan P0 86,33 c 18,67 13,33 a pernyataan Widaryanto et al., [7] yang P1 54,39 a 19,08 15,16 b menyatakan bahwa semakin awal paclobutrazol diberikan pada tanaman maka P2 79,17 b 18,33 13,33 a sifat penghambatannya akan semakin besar, P3 78,55 b 18,5 14,02 a sebaliknya semakin lama paclobutrazol BNT 5% 6,78 tn 1,07 diberikan pada tanaman maka sifat penghambatan yang ditimbulkan semakin Keterangan : Angka rerata yang didampingi kecil (Tabel 1). huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda Pertumbuhan jumlah daun dari hasil nyata berdasarkan uji BNT 5% penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata Jumlah cabang produktif dari hasil penelitian menunjukkan paclobutazol 15 hari setelah tanam dapat meningkatkan cabang produktif 13,7%, sedangkan aplikasi 30 dan 45 hari setelah tanam belum tampak nyata peningkatannya (Tabel 1). Laju peningkatan cabang produktif tampak 20 hari setelah aplikasi. Pemberian paclobutrazol tidak menekan terhadap pertumbuhan daun tanaman, bahkan meningkatkan bertambahnya cabang produktif pada akhir pertumbuhan tanaman tomat (Gambar 2), hal ini disebabkan pertumbuhan memanjang sel distimulasi oleh zat pengatur tumbuh (growth regulator) Gambar 1. Pengaruh pemberian giberrelin. Selanjutnya Chaney [2] yang paclobutrazol pada tinggi menyatakan bahwa penghambatan tanaman Pada umur 28 pertumbuhan yang diakibatkan oleh aplikasi hingga 56 hari paclobutrazol muncul karena komponen kimia yang terkandung dalam paclobutrazol Dampak aplikasi paclobutrazol 15 hari menghalangi tiga tahapan untuk produksi setelah tanam memberikan hasil yang giberelin pada jalur terpenoid dengan cara memuaskan dibandingkan dengan waktu menghambat enzim yang mengkatalisasi aplikasi 30 dan 45 hari setelah tanam, hal ini proses reaksi metabolis. Salah satu fungsi pada umur 15 hari setelah tanam sel tanaman utama dari giberelin adalah untuk tomat masih aktif dalam proses pembelahan menstimulasi perpanjangan sel. Ketika sel, sehingga berpengaruh pada produksi giberelin dihambat, pembelahan sel pertumbuhan tinggi tanaman dihasilkan oleh tetap terjadi namun sel-sel baru tidak pembelahan dan pemanjangan sel-sel mengalami pemanjangan. Hasilnya adalah meristem apikal. Sel-sel yang dihasilkan terbentuknya cabang dengan panjang buku dalam proses pembelahan sel akan lebih pendek sehingga meningkatkan jumlah membesar dan memanjang sampai ukuran cabang produktif dan jumlah daun yang tertentu dan setelah itu pertumbuhan sel terbentuk. akan terhenti. Sel tidak membesar dan

94

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Tabel 2. Pengaruh Pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan generatif dan hasil tanaman tomat Perlakua Jumlah Jumlah Bunga Berat per buah (g) Berat buah pertanaman (g) n Buah P0 58,33 a 23,67 a 26,21 b 571,33 b P1 78,42 c 32,34 c 27,30 b 693,01 c P2 74,17 bc 28,25 b 25,75 b 584,36 b P3 69,34 b 27,67 b 18,73 a 401,71 a BNT 5% 8,23 3,09 4,62 58,75 Keterangan: Angka rerata yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% 45 hari setelah tanam meningkatkan bunga 19%. Meningkatnya jumlah bunga juga diikuti peningkatan jumlah buah pada aplikasi paclobutazol 15 hari setelah tanam jumlah buah meningkat 37%, 30 hari setelaah tanam meningkat 19% dan 45 hari setelah tanam meningkat 17%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wattimena [5] zat pengatur tumbuh dari golongan retardant mampu mestimulasi pertumbuhan reproduktif dan merangsang terbentuknya pembungaan serta meningkatkan pembuahan. Pengaruh fisiologis dari zat penghambat tumbuh atau growth retardants antara lain: memperpendek ruas Gambar 2. Pengaruh paclobutrazol terhadap tanaman, mempertebal batang, mencegah perkembangan cabang produktif kerebahan, meningkatkan pembungaan dan tanaman pada Umur 34 hingga meningkatkan jumlah buah yang terbentuk. 55 hari setelah tanam Pemberian paclobutrazol yang terlalu lama (mendekati fase generatif) Aplikasi paclobutrazol yang diberikan dalam mengurangi ukuran buah yang dihasilkan, penelitian ini mampu menstimulasi Pengurangan ukuran buah menunjukkan pembentukan bunga pada tanaman tomat bahwa aplikasi paclobutrazol berpengaruh (Tabel 2) menunjukkan bahwa pemberian terhadap ukuran buah yang dihasilkan buah paclobutrazol pada tanaman tomat dapat tanaman tanpa perlakuan (kontrol) dan buah meningkatkan jumlah bunga pada tanaman tanaman yang telah diberi perlakuan tomat, hasil penelitian ini sejalan dengan paclobutrazol yang mendekati fase generatif, penelitian yang dilakukan Syaputra et al., [8] hal ini dikarenakan jumlah sel yang sama, pemberian paclobutrazol dapat mempercepat tetapi sel pada daun tanaman yang telah muncul bunga pertama. Selanjutnya diberi perlakuan paclobutrazol mendekati Poerwanto et al., [9] menyampaikan bahwa fase generatif menjadi lebih kecil sehingga paclobutrazol merupakan ZPT yang menyebabkan ukuran buah lebih kecil jika berfungsi menghambat biosintesis dibandingkan buah tanaman kontrol. giberelin, sehingga pemberian zat tersebut Pembentukan jumlah buah terbentuk menyebabkan terhambatnya pemanjangan seiring dengan besarnya jumlah bunga, batang dan menstimulasi induksi bunga. berat ukuran rerata perbuah akibat aplikasi Hasil penelitian jumlah bunga yang paclobutrazol menunjukkan semakin lama terbentuk menunjukkan perbedaan yang pemberian akan menyebabkan ukuran buah nyata. Aplikasi paklobutrazol yang diberikan semakin kecil. Hasil penelitian aplikasi yang 15 hari setelah tanam dapat meningkatkan baik pada umur 15 hari setelah tanam dapat jumlah bunga 34%, 30 hari setelah tanam meningkatkan 21% hasil buah, sedangkan meningkatkan bunga 27% dan, sedangkan aplikasi umur 30 hari setelah tanam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan tanpa diberi

95

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

paclobutrazol. Pemberian 45 hari setelah mikro) dan paclobutrazol di dataran tanam menginformasikan hasil yang lebih medium,” Penelitian Unggul Perguruan buruk dibandingkan tanpa pemberian, hal ini Tinggi, Program Studi Agroteknologi, terlihat pada ukuran buah yang lebih kecil Fakultas Pertanian, Universitas dan hasil tomat pertanaman turun -30%. Padjajaran, 2015. Aplikasi paclobutrazol 15 setelah [5] G.A. Wattimena, “Zat pengatur tanam memberikan hasil terbaik diduga tumbuh,” PAU Bioteknologi IPB diduga karena jumlah bunga, jumlah buah Bogor, 1987. dan ukuran buah yang dihasilkan tidak mempunyai pengaruh yang negatif, sehingga [6] R. J. Weaver, “Plant growth substance hasil tanaman yang diperoleh lebih baik in agriculture,” W.H. Freeman and Hal ini sesuai dengan pernyataan Azima et Company, San Fransisco, 1972. al., [10] bahwa pemberian paclobutrazol paling awal atau sebelum fase generatif [7] E. Widaryanto, Baskara, M dan Suryanto, A, “Aplikasi paclobutrazol menghasilkan berat buah yang lebih tinggi, pada tanaman bunga matahari karena asimilat lebih banyak dialirkan untuk (hellianthusannuus l. cv. teddy bear) pemasakan buah dibandingkan bagian sebagai upaya menciptakan tanaman vegetatif. hias pot,” Makalah. Fakultas Pertanian SIMPULAN Universitas Brawijaya, 2011 [8] E. Syaputra, Nurbaiti and S. Yoseva. Aplikasi paclobutazol dapat “Pengaruh pemberian paclobutrazol menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, terhadap pertumbuhan dan produksi tapi tidak menghambat pembentukan daun tanaman tomat (lycopersicum dan cabang produktif. Aplikasi paclobutrazol 15 hari setelah esculentum mill.) dengan pemangkasan tanam dapat meningkatkan jumlah cabang satu cabang utama,” Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Pertanian produktif 13,7%, jumlah bunga 34%, jumlah Universitas Riau, vol. 4, no. 1, pp. 1-11. buah 37% dan hasil buah pertanaman 21%. 2017. Aplikasi paclobutrazol 30 dan 45 hari setelah tanam hanya berpengaruh nyata pada [9] R. Poerwanto, E. Darda dan S. S. pembentukan bunga dan jumlah buah dan Harjadi, “Pengaturan pembungaan terhadap produksi buah pertanaman tidak mangga gadung 21 diluar musim berpengaruh nyata, bahkan aplikasi 45 hari dengan paclobutrazol dan zat setelah tanaam mempunyai pengaruh yang pemecah dormansi,” Jurnal Hayati, negatif terhadap hasil buah per tanaman. vol. 4, no. 2, pp. 41-46, 1997.

DAFTAR PUSTAKA [10] N. S. A. Azima, A. Nuraini, Sumadi, dan J. S. Hamdani, “Respons [1] Lizawati, ”Induksi pembungaan dan pertumbuhan dan hasil benih kentang g0 pertumbuhan tanaman buah dengan di dataran rendah terhadap waktu dan penggunaan retardan,” J. Agronomi, cara aplikasi paclobutrazol,” Jurnal vol. 2. No. 12, pp. 18-22, 2008. Kultivasi, vol. 16, no. 2, pp. 313-319, [2] W.R. Chaney, “Paclobutrazol : More 2017. than just a growth Retardant,” Presented at Pro-Hart Conference. Peoria. Illinois, 2004. [3] A. S. Pulungan, Lahay, R. R., dan Purba, E., “Pengaruh waktu pemberian dan konsentrasi paklobutrazol terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman ubi jalar (ipomoea batatas l.),” Jurnal Agroekoteknologi, vol. 91, pp. 716- 721, 2017. [4] S. Kusumiyati, R. Yayat, dan S. Wawau, “Peningkatan kualitas kentang dengan aplikasi pupuk (makro dan

96

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

ORIENTASI DOSIS DAN PENGARUH IRRADIASI SINAR GAMMA COBALT-60 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG PUTIH ( Zea mays L. ) VARIETAS ANOMAN-1

Amin Fauzi 1* , Makhziah 1, Ida Retno Moeljani 1 1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Jagung merupakan tanaman pangan pokok kedua setelah beras di Indonesia, selain padi dan kedelai. Salah satu metode perakitan varietas melalui pemuliaan tanaman adalah dengan mutasi menggunakan irradiasi sinar gamma Cobalt-60. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai Lethal Dose 20 (LD20) dan Lethal Dose 50 (LD50) serta pertumbuhan dan hasil tanaman jagung putih varietas Anoman-1 akibat irradiasi sinar gamma Cobalt-60. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Kebomas, Kabupaten Gresik pada bulan Januari – Mei 2019 dengan menggunakan satu faktor yaitu faktor dosis radiasi sinar gamma mulai dosis 0 Gray sampai 1000 Gray dengan interval 100 Gray. Jagung putih hasil radiasi ditanam dengan metode single plant dan hasul pengamatan diuji menggunakan uji t 5%. Pada saat berbunga, dilakukan selfing pada tanaman jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dapat diketahui dosis LD20 dan LD50 tanaman jagung putih varietas Anoman-1 sebesar 46,1318 Gray dan 624,277 Gray. Irradiasi sinar gamma Cobalt-60 tidak perpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan pada dosis 200 Gray berpengaruh terhadap munculnya bunga jantan, munculnya bunga betina, saat masak tongkol, berat biji per tanaman dan berat 100 biji. Hasil yang menunjukkan berbeda nyata ditunjukkan pada penampilan fenotipe tanaman jagung putih pada dosis irradiasi sinar gamma Cobalt-60 dosis 200 Gray. Kata Kunci : Hasil, Jagung Putih, Lethal Dose , Pertumbuhan, Sinar Gamma Cobalt-60

ABSTRACT Corn is the second staple food crop after rice in Indonesia, besides rice and soybeans. One method of assembling varieties through plant breeding is by mutation using Cobalt-60 gamma ray irradiation. The purpose of this study was to determine the value of Lethal Dose 20 (LD20) and Lethal Dose 50 (LD50) and the growth and yield of white Anoman-1 varieties due to Cobalt-60 gamma ray irradiation. This research was conducted at Kebun Kebomas, Gresik Regency in January - May 2019 using one factor, namely the dose factor of gamma radiation starting from 0 Gray to 1000 Gray at 100 Gray intervals. White corn produced by radiation is planted with a single plant method and the results of the observations are tested using the 5% t test. When flowering, selfing is carried out on corn plants. The results showed that LD20 and LD50 doses of Anoman-1 variety of white corn plants were 46,1318 Gray and 624,277 Gray. Cobalt-60 gamma ray irradiation has no effect on plant growth, while at 200 Gray the effect on the appearance of male flowers, the appearance of female flowers, when cooking the cob, seed weight per plant and weight of 100 seeds. The results that showed significantly different were shown on the appearance of phenotype of white corn plants at the dose of Cobalt-60 gamma ray irradiation dose of 200 Gray. Keywords : Cobalt-60 Gamma Rays, Growth, Lethal Dose, White Corn, Yield

PENDAHULUAN Jagung merupakan tanaman pangan Sektor pangan dan industri pokok kedua setelah beras di Indonesia, membutuhkan jagung dalam jumlah yang selain padi dan kedelai. Berdasarkan data banyak dan menempati konsumsi jagung Badan Pusat Statistik [1], produksi jagung terbesar. Pada sektor pangan membutuhkan nasional pada tahun 2016 mencapai 23,6 juta pasokan jagung sebesar 5,6 juta ton dan ton. Kebutuhan jagung di Indonesia cukup sektor industri membutuhkan jagung sebesar besar yaitu sekitar 19 juta ton per tahun. 9,4 juta ton.

97

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Salah satu varietas jagung putih yang pertumbuhan dan hasil tanaman jagung putih ada di Indonesia adalah jagung putih varietas Anoman-1 akibat irradiasi sinar varietas Anoman-1. Jagung putih tersebut gamma Cobalt-60. memiliki beberapa kendala, diantaranya rata-rata produksi tanaman jagung yang METODE cukup rendah dan umur jagung yang agak Waktu dan Tempat dalam. Kendala tersebut dapat dikendalikan dengan meningkatkan keragaman genetik Penelitian dilaksanakan pada bulan tanaman dan perakitan varietas baru untuk Januari sampai dengan Mei 2019. Penelitian memunculkan sifat-sifat yang unggul dari dilaksanakan di Kebun Kebomas Kabupaten induknya melalui pemuliaan tanaman. Gresik. Kebun Kebomas Kabupaten Gresik Indonesia merupakan salah satu negara yang merupakan dataran rendah dengan memiliki keanekaragaman plasma nutfah ketinggian 2 sampai 12 mdpl, temperatur jagung yang melimpah, namun potensi rata-rata 28,5 oC, kelembapan udara rata-rata tersebut belum dapat dikembangkan secara 75%, dan curah hutan rata-rata 2.245 mm optimal. Pengembangan potensi plasma per tahun. nutfah diperlukan untuk menunjang perbaikan varietas unggul baru tanaman Alat dan Bahan yang lebih baik. Perbaikan varietas dapat Alat yang digunakan dalam penelitian dilakukan dengan beberapa metode dalam ini antara lain : alat budidaya tanaman, pemuliaan tanaman, salah satunya adalah timbangan, meteran, jangka sorong, dengan teknik mutasi. Mutasi adalah suatu penggaris, amplop coklat, polybag dan alat proses dimana gen mengalami perubahan tulis. Bahan yang digunakan dalam atau segala macam tipe perubahan bahan penelitian ini antara lain : benih jagung putih keturunan yang menyebabkan perubahan varietas Anoman-1 yang telah di radiasi fenotip yang diwariskan dari satu ke dengan dosis 0 Gy, 100 Gy, 200 Gy, 300 generasi berikutnya. Pemuliaan tanaman Gy, 400 Gy, 500 Gy, 600 Gy, 700 Gy, 800 dengan teknik mutasi dapat dilakukan Gy, 900 Gy, dan 1000 Gy, pupuk NPK menggunakan sinar gamma yang berasal Mutiara, pupuk ZA, Pupuk KCl, pupuk Cobalt-60, yang memancarkan sinar gamma SP36 dan pupuk kompos. dengan daya tembus sampai DNA sel dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan Rancangan Percobaan DNA pada tanaman. Perubahan DNA pada Penelitian ini merupakan penelitian tanaman menyebabkan keragaman genetik satu faktor yang terdiri dari 11 perlakuan dan keragaman genetik dapat menyebabkan dosis irradiasi sinar gamma dan variasi penampilan fenotipe pada tanaman. menggunakan metode single plant dengan Metode pemuliaan tanaman secara kode sebagai berikut : mutasi menggunakan radiasi sinar gamma 1. P0 : 0 Gray Cobalt-60 perlu diketahui dosis radiasi yang 2. P1 : 100 Gray tepat dengan mencari lethal dose 20 (LD20) 3. P2 : 200 Gray dan lethal dose 50 (LD50) untuk mengetahui 4. P3 : 300 Gray tingkat kematian tanaman sebanyak 20% 5. P4 : 400 Gray dan 50%. Pada rentang dosis antara LD20 6. P5 : 500 Gray dan LD50 tersebut, biasanya ditemukan 7. P6 : 600 Gray banyak keragaman genetik yang tinggi dari 8. P7 : 700 Gray populasi tanaman. Tingkat keragaman 9. P8 : 800 Gray genetik yang tinggi dalam populasi tanaman 10. P9 : 900 Gray dapat meningkatkan frekuensi peluang 11. P10 : 1000 Gray ditemukan sifat-sifat yang diinginkan dalam perbaikan sifat tanaman. Tahap awal dalam pemuliaan tanaman adalah pembentukan populasi dasar, yang dimana dalam pembentukan populasi dasar ini bertujuan untuk menyediakan materi seleksi yang memiliki keragaman yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai Lethal Dose 20 (LD20) dan Lethal Dose 50 (LD50) serta

98

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Sebelum benih diirradiasi, terlebih dahulu dilakukan uji daya kecambah untuk mengetahui tingkat viabilitas benih. Hasil uji daya kecambah sebelum benih diirradiasi berfungsi untuk menentukan banyaknya biji yang akan digunakan dalam penelitian, hal tersebut berdasarkan metode pengujian benih oleh International Seed Testing Association (ISTA) dengan rumus sebagai berikut :

Banyaknya Biji = x 100%

Benih jagung putih yang sudah diirradiasi kemudian ditanam dalam plastik pembibitan yang berisi tanah dan kompos dengan perbandingan 1 : 2, kemudian mengamati persentase perkecambahan pada umur 7 HST. Data persentase perkecambahan digunakan untuk menghitung dosis Lethal Dose 20 (LD20) dan Lethal Dose 50 (LD50) dengan menggunakan aplikasi Curve Expert 1.3. Bibit jagung yang dipindahkan ke lapang merupakan bibit jagung yang sudah di irradiasi mulai dosis 0 Gray sampai dosis LD50. Pada saat tanaman jagung sudah berbunga, maka dilakukan selfing pada tanaman jaguung untuk mengetahui sifat masing-masing individu tanaman jagung.

Analisis Data Data hasil pengamatan karakter tanaman kemudian dianalisis dengan menggunakan uji t taraf 5% dengan membandingkan setiap perlakuan radiasi sinar gamma dibawah dosis LD50 dengan kontrol. Menurut Kusriningrum [2], rumus t hitung adalah sebagai berikut : t hitung = Keterangan : : harga rata-rata sampel A : harga rata-rata sampel B : standar error

Pengamatan persentase perkecambahan digunakan untuk menentukan dosis LD20 dan LD50 menggunakan aplikasi Curve Expert 1.3 dengan rumus regresi linier sederhana menurut Sudjana [3] sebagai berikut :

Y = a + bX

dengan : Y : persamaan garis lurus Y atas X a : koefisien regresi merupakan koefisien arah dari garis regresi b : koefisien yang merupakan titik potong dari garis regresi dengan sumbu tegak X X : variabel bebas

HASIL Orientasi Dosis Irradiasi Sinar Gamma Cobalt-60 pada Tanaman Jagung Putih Varietas Anoman-1 Orientasi dosis bertujuan untuk menentukan dosis LD20 dan LD50 akibat irradiasi gamma Cobalt-60 pada tanaman jagung putih varietas Anoman-1 dengan menggunakan aplikasi Curve Expert 1.3 berdasarkan hasil pengamatan persentase perkecambahan setelah diirradiasi. Persentase perkecambahan adalah persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi yang menguntungkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Data persentase perkecambahan (tabel 1 dan gambar 1) menunjukkan bahwa persentase perkecambahan tertinggi yaitu pada perlakuan kontrol atau 0 Gray sebesar 95% dan persentase perkecambahan terendah yaitu pada perlakuan 1000 Gray sebesar 9%. Semakin tinggi perlakuan irradiasi sinar gamma, maka dapat menurunkan persentase perkecambahan benih tanaman secara signifikan. Namun pada perlakuan dosis 0 Gray sampai dengan 400 Gray, benih tersebut masih dapat

99

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

dikatakan baik untuk ditanam karena Analisis kurva linier (Gambar 1) memiliki persentase perkecambahan diatas menunjukkan bahwa nilai LD20 dan LD50 70%. Sofia et al., [4], menyatakan bahwa mutan jagung putih varietas Anoman-1 semakin meningkat dosis irradiasi yang sebesar 46,1318 Gray dan 624,277 Gray. diberikan akan menurunkan persentase laju Pada dosis tersebut, diketahui tanaman perkecambahan. Hal ini diduga dipengaruhi mampu tumbuh sebanyak 80% dan 50% oleh tingginya dosis irradiasi yang diberikan yang disebabkan oleh adanya perlakuan akan mengganggu atau menghambat irradiasi gamma Cobalt-60. Semakin tinggi perkecambahan benih tanaman. dosis irradiasi sinar gamma yang diberikan, Penentuan dosis irradiasi sinar gamma maka semakin rendah jumlah tanaman yang yang menyebabkan lethal dose 50 dan lethal dapat tumbuh. Hasil penelitian Herison et dose 20 dilakukan dengan menggunakan al., [5] pada sembilan galur mutan tanaman aplikasi Curve Expert 1.3 atau perhitungan jagung menunjukkan nilai LD50 berkisar secara manual menggunakan rumus regresi antara 97 Gray sampai dengan 424 Gray. linier sederhana Y = a + bx yang dimana Semakin rendah dosis sinar gamma telah diketahui persamaan regresi menyebabkan LD50, maka dapat dikatakan berdasarkan hasil uji daya kecambah akibat bahan tanam tersebut sangat sensitif irradiasi sinar gamma, yaitu Y = 108.91 - terhadap energi radiasi sinar gamma Cobalt- 0.0944. 60.

Tabel 1. Persentase Perkecambahan Benih Akibat Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Cobalt-60

Dosis Irradiasi 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 (Gray) Persentase Perkecambahan 95 92 93 91 82 66 68 32 33 18 9 (%)

Gambar 1. Kurva Perkecambahan Benih Jagung Putih Varietas Anoman-1 Akibat Irradiasi Sinar Gamma Cobalt-60

Setiap tanaman memiliki nilai LD20 Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Cobalt- dan LD50 yang berbeda dalam membentuk 60 Terhadap Fase Vegetatif Tanaman keragaman yang dipengaruhi oleh banyak Tanaman yang dipindahkan ke lahan faktor, salah satunya adalah ukuran bahan. merupakan tanaman yang telah diberi Seperti yang dinyatakan oleh Soejono [3] perlakuan irradiasi sinar gamma Cobalt-60 bahwa dosis irradiasi yang dibutuhkan dengan dosis dibawah LD50 atau 0 Gy untuk membentuk keragaman genetik yang sampai dengan 600 Gy pada umur tanaman semakin tinggi bergantung kepada jenis 7 HST. Bibit jagung yang ditanam sebanyak tanaman, fase tumbuh, ukuran, kekerasan, 50 bibit pada tiap dosis irradiasi. Namun dan bahan yang diiradiasi sehingga setiap pada dosis 500 Gy dan 600 Gy, seluruh bahan tanam yang diberi perlakuan irradiasi tanaman yang dipindahkan ke lahan tidak memiliki nilai LD50 yang berbeda. dapat tumbuh atau mati. Benih jagung putih mutan yang berasal dari varietas Anoman-1 ini dikatakan tidak tumbuh atau mati

100

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

ketika daun tidak dapat membuka dan tidak proses fotosintesis dan metabolisme tumbuh daun lagi. Daun pertama akan tanaman tidak dapat berjalan dengan lancar muncul tetapi tidak sampai membuka dan akhirnya tanaman akan mati. Pada dosis sempurna, tanaman akan mati. Hal ini 0 Gy sampai dengan 400 Gy tanaman dapat diduga karena terhambatnya pertumbuhan tetap hidup sampai tanaman masak tanaman yang ditandai dengan daun tanaman fisiologis. yang belum membuka sempurna sehingga

Tabel 2. Rata-Rata Panjang Tanaman dan Jumlah Daun Akibat Perlakuan Irradiasi Sinar Gamma Akibat Perlakuan Irradiasi pada Umur 56 HST

Dosis Irradiasi (Gy) Panjang Tanaman (cm) Jumlah Daun (helai) 0 219.91 16.55 100 204.52 16.00 200 204.37 16.30 300 187.86 15.00 400 157.71 13.95 Uji t 5% df = 38

Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada fase vegetatif, yaitu tinggi tanaman dan perbedaan yang nyata pada parameter jumlah daun. Tanaman yang memiliki rata- pengamatan panjang tanaman dan jumlah rata tinggi tanaman tertinggi adalah tanaman daun antar perlakuan sinar gamma Cobalt-60 dengan perlakuan kontrol (0 Gy) sebesar pada umur 56 HST. Panjang tanaman 219,91 cm, dan tanaman yang memiliki tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (kontrol) tinggi tanaman terendah adalah tanaman dan jumlah daun terbanyak pada perlakuan dengan perlakuan 400 Gy sebesar 157,71 cm. P0 (kontrol), P1 (100 Gy), dan P2 (200 Gy). Sedangkan pada pengamatan rata-rata jumlah daun tanaman, tanaman yang memiliki jumlah daun tanaman terbanyak adalah tanaman dengan perlakuan kontrol (0 Gy) sebanyak 16 helai, dan tanaman yang memiliki jumlah daun tanaman paling sedikit adalah tanaman dengan perlakuan 400 Gy sebanyak 13 helai. Perlakuan dengan irradiasi sinar gamma menyebabkan penurunan karakter tinggi tanaman dan jumlah daun. Semakin tinggi dosis irradiasi yang diberikan, maka semakin rendah karakter tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman jagung. Makhziah et al., [6] meyatakan bahwa efek irradiasi menyebabkan penurunan karakter tinggi tanaman dan jumlah daun pada tiga varietas lokal tanaman jagung. Semakin tinggi dosis sinar gamma a b c d e Cobalt-60 (200 & 300 Gy) yang diberikan semakin nyata menurunkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Pada penelitian lain yang Gambar 2. Perbedaan Panjang Tanaman dilakukan oleh Ahmadi [8] pada tanaman Akibat Perlakuan Irradiasi jagung varietas Bisma yang telah diirradiasi Sinar Gamma Cobalt-60 dosis sinar gamma Cobalt-60 mulai dosis 0 Gy (a) 0 Gy, (b) 100 Gy, (c) 200 sampai dengan 300 Gy menunjukkan Gy (d) 300 Gy, dan (e) 400 penurunan tinggi tanaman mulai dosis 100 pada Umur 93 HST Gy sampai dengan 300 Gy, namun pada dosis 100 Gy mengalami peningkatan tinggi Irradiasi sinar gamma Cobalt-60 tidak tanaman dibandingkan dengan 0 Gy. nyata mempengaruhi karakter tanaman pada

101

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Cobalt-60 Terhadap Fase Generatif Tanaman

Tabel 3. Rata-Rata Saat Keluar Bunga Jantan, Saat Keluar Bunga Betina, Selisih Bunga Jantan dan Bunga Betina, dan Saat Masak Tongkol Akibat Perlakuan Irradiasi

Selisih Hari Saat Keluar Saat Keluar Dosis Irradiasi Munculnya Bunga Saat Masak Bunga Jantan Bunga Betina (Gy) Jantan dan Bunga Tongkol (HST) (HST) (HST) Betina (Hari) 0 51.35 56.20 4.85 87.35 100 50.15 55.05 4.90 86.90 200 47.80* 52.75* 4.95 85.45* 300 54.35 59.75 5.40 88.6 0 400 58.60 63.65 5.15 88.35 Uji t 5% df = 38 Keterangan : Angka yang diikuti tanda bintang (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji t 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tanaman terhadap cekaman lingkungan parameter saat keluar bunga jantan, saat karena semakin lama selang keluar bunga keluar bunga betina, dan saat masak tongkol jantan-bunga betina menyebabkan bakal biji terdapat perbedaan yang nyata akibat tidak dibuahi. perlakuan irradiasi sinar gamma. Perlakuan Irradiasi sinar gamma Cobalt-60 P2 (200 Gy) menunjukkan keluarnya bunga dengan dosis 200 Gy berpengaruh nyata jantan, bunga betina, dan saat masak tongkol terhadap umur saat masak tongkol tanaman paling cepat dibandingkan tanpa irradiasi (0 jagung. Rata-rata umur saat masak tongkol Gy). Rata-rata munculnya bunga jantan pada pada perlakuan kontrol yaitu 87 hari setelah perlakuan kontrol yaitu 51 hari setelah tanam, sedangkan rata-rata umur saat masak tanam. Pada perlakuan 200 Gy, rata-rata tongkol pada perlakuan 200 Gy yaitu 85 hari munculnya bunga jantan paling cepat yaitu setelah tanam, lebih cepat dua hari daripada pada umur 47 hari setelah tanam, lebih cepat perlakuan kontrol. empat hari daripada perlakuan kontrol, Penelitian lain yang dilaksanakan oleh sedangkan rata-rata munculnya bunga jantan Ahmadi [8] pada varietas Bisma yang telah paling lama terdapat pada tanaman dengan di irradiasi sinar gamma menunjukkan perlakuan 400 Gy yaitu 58 hari setelah bahwa irradiasi sinar gamma mulai dosis tanam, tujuh hari lebih lama daripada 100 Gy sampai 300 Gy tidak memberikan kontrol. pengaruh yang nyata pada fase generatif Pengamatan karakter munculnya tanaman yang meliputi saat keluar bunga bunga betina pada 200 Gy menunjukkan jantan, saat keluar bunga betina, selisih hari berbeda nyata jika dibandingkan dengan 0 munculnya bunga jantan dan bunga betina, Gy. Pada perlakuan kontrol, rata-rata saat masak, dan letak tongkol. Hal ini munculnya bunga betina pada umur 56 hari menunjukkan bahwa irradiasi bahan tanam setelah tanam. Rata-rata keluar bunga betina yang berbeda memiliki efek atau pengaruh pada perlakuan 100 Gy lebih cepat satu hari yang berbeda pula pada pertumbuhan daripada kontrol yaitu 55 hari setelah tanam, tanaman. dan pada perlakuan 200 Gy lebih cepat 4 hari daripada kontrol yaitu pada umur 52 hari setelah tanam. Selisih waktu antara muncul bunga jantan dan betina disebut anthesis-silking interval (ASI). Hasil analisis data menggunakan uji t taraf 5% menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata terhadap selisih waktu antara muncul buunga jantan dan bunga betina. Rata-rata selisih waktu antara bunga jantan dan bunga betina antara 4-5 hari. Gallais dan Hirel [7] menyatakan bahwa ASI mempunyai arti fisiologis berkaitan dengan toleransi

102

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Cobalt-60 Terhadap Komponen Hasil Tanaman

Tabel 4. Rata-Rata Berat Tongkol, Panjang Tongkol, Diamter Tongkol, Jumlah Biji Per Tongkol, Berat Biji Per Tanaman, dan Berat 100 Biji Akibat Perlakuan Irradiasi

Dosis Berat Panjang Diameter Jumlah Biji Berat Biji Berat 100 Irradiasi Tongkol Per Tongkol Tongkol Per Per Biji (Gy) Tanaman (cm) (mm) Tongkol Tanaman (gram) (gram) (butir) (gram) 0 127.24 16.56 42.49 327.45 96.74 29.78 100 127.55 15.94 40.70 328.50 102.02 31.19 200 129.89 16.57 41.34 334.00 109.05* 32.80* 300 108.16 14.73 37.74 307.85 91.48 30.35 400 83.09 12.54 26.30 244.20 74.98 30.68 Uji t 5% df = 38 Keterangan : Angka yang diikuti tanda bintang (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji t 5%.

a b c d e

Gambar 3. Perbedaan Bentuk Tongkol Jagung Akibat Irradiasi Sinar Gamma Cobalt-60 Dosis (a) 0 Gy, (b) 100 Gy, (c) 200 Gy, (d) 300 Gy, dan (e) 400 Gy

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada atau kontrol (0 Gy). Hasil penelitian Emrani parameter berat biji per tanaman dan berat et al., [9] bahwa meningkatnya dosis sinar 100 biji terdapat perbedaan yang nyata gamma dari 100 Gy sampai dengan 600 Gy akibat perlakuan irradiasi sinar gamma. menunjukkan bahwa mulai dosis irradiasi Komponen hasil tanaman merupakan hasil 200 Gy sampai dengan 600 Gy produksi yang dihasilkan oleh tanaman menyebabkan menurunnya pertumbuhan selama fase hidupnya. Hasil analisis data tanaman dan jumlah biji tanaman jagung. menggunakan uji t taraf 5% menunjukkan Dari hasil penelitian tersebut diduga bahwa bahwa irradiasi sinar gamma Cobalt-60 pada semakin tinggi dosis irradiasi yang dosis 200 Gy nyata mempengaruhi berat biji diberikan, maka semakin besar per tanaman dengan berat 109,05 gram dan kemungkinan energi sinar gamma dapat berat 100 biji dengan berat 32,80 gram, menghambat pertumbuhan tanaman jagung. sedangkan pada parameter berat tongkol, Terhambatnya pertumbuhan yang terjadi panjang tongkol, diameter tongkol, dan pada tanaman menyebabkan proses jumlah biji tidak berpengaruh nyata akibat metabolisme tanaman tidak dapat berjalan perlakuan irradiasi sinar gamma Cobalt-60. dengan lancar dan mengalami Namun pada parameter berat tongkol, penghambatan pertumbuhan. panjang tongkol, dan jumlah biji per tanaman cenderung lebih berat dan lebih SIMPULAN banyak pada perlakuan irradiasi 200 Gy, sedangkan pada parameter diameter tongkol Berdasarkan hasil penelitian yang telah paling besar pada perlakuan tanpa irradiasi dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa

103

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

dosis irradiasi sinar gamma Cobalt-60 yang [5] C. Herison, Rustikawati, Sutjahjo S. H., dapat menyebabkan Lethal Dose 20 (LD20) dan Aisyah S. I., “Induksi mutasi dan Lethal Dose 50 (LD50) pada jagung melalui irradiasi sinar gamma terhadap putih ( Zea mays L. ) varietas Anoman-1 benih untuk meningkatkan keragaman sebesar 46,1318 Gy dan 624,277 Gy. populasi dasar jagung ( Zea mays L. ),” Irradiasi sinar gamma Cobalt-60 pada Jurnal Akta Agrosia , vol. 11, no. 1, pp. dosis 200 Gray menunjukkan perbedaan 57-62, 2008. yang nyata berdasarkan pada uji t taraf 5% [6] Makhziah, Sukendah, dan Koentjoro Y., mempengaruhi pertumbuhan dan hasil “Pengaruh radiasi sinar gamma cobalt- produksi tanaman jagung putih ( Zea mays 60 terhadap sifat morfologi dan L. ) varietas Anoman-1 saat fase generatif agronomi ketiga varietas jagung (Zea tanaman dan hasil produsi tanaman jagung mays L. ),” Jurnal Ilmu Pertanian pada parameter umur berbunga jantan, Indonesia (JIPI), vol. 22, no. 1, pp. 41- bunga betina, saat masak fisiologi, berat biji 45, 2017. per tanaman dan berat 100 biji. [7] A. Gallais and B. Hirel, “An approach DAFTAR PUSTAKA to the genetics of nitrogen use efficiency in maize,” Journal of [1] Badan Pusat Statistik, “Data produksi Experimental Botany, vol. 55, no. 396, padi, jagung, dan kedelai nasional tahun pp. 295–306, 2004. 2016,” 2017. Tersedia : https://bps.go.id/linkTable [8] F. Ahmadi, “Induksi Sinar Gamma 60 Co Dinamis/view/id/868. terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Varietas Bisma (Zea mays sp .) ,” [2] R. S. Kusriningrum, “Perancangan Skripsi, Fakultas Pertanian UPN percobaan,” Surabaya : Airlangga “Veteran” Jawa Timur, Surabaya, 2017. University Press, 2008, pp. 21–31. [9] N. Emrani, Arzani A., Saeidi G., Abtahi [3] Sudjana, “Metoda statistika,” . Edisi M., Banifatemeh M., Parsa MB., dan Keenam Bandung : PT. TARISTO, Fotokian M.H., “Evaluation of induced 2006. genetic variability inagronomic traits by [4] D. H. Sofia, Trikoesoemaningtyas , S. gamma irradiation in canola ( Brassica Yahya dan D. Wirnas, “Studi napus L.),” Pakistan Journal of radiosensitivit as kedelai [Glycine max Botany, vol. 44, no. 4, pp. 1281–1288, (l) Merr] varietas argomulyo melalui 2012. irradiasi sinar gamma,” Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Bogor, vol. 12, no. 2, pp. 103–109, 2010.

104

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2020. ISSN:1234-5678

PENERAPAN PRODUK DARI METODE KULTUR IN VITRO PADA BERBAGAI INDUSTRIAL UNTUK SUMBER BIOAKTIF DAN BIOENERGI

Sutini 1* , Widiwurjani 1, DU Pribadi 1, N Augustien 1, Guniarti 1, A P Djoko 2, WMuslihatin 3. 1 Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian , UPN ”Veteran” Jatim, Surabaya, Indonesia. 2 Jurusan Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia. 3 Jurusan Biologi, F. MIPA, ITS, Surabaya, Indonesia. *Email korespondensi: [email protected]

ABSTRAK Tumbuhan seperti: Camellia sinensis , Calendula officinalis L, Cyclea barbata Miers , A. annua, Jatropha curcas L, telah dipergunakan di seluruh kehidupan di bumi ini untuk berbagai kebutuhan diantaranya sebagai penghasil obat-obatan, kosmetik, makanan, minuman, keperluan industrial, biofuel atau bioenergi. Tumbuhan yang telah disebutkan pada alinia pertama di atas banyak dibutuhkan karena kandungan fitokimia yang bersifat bioaktif diantaranya kandungan metabolit sekundernya. Metabolit sekunder pada tumbuhan terbentuk sebagai akibat dari respon tumbuhan terhadap stres lingkungan untuk melaksanakan tugas fisiologis tumbuhan /tanaman. Permasalahan tumbuhan: Camellia sinensis , Calendula officinalis L, Cyclea barbata Miers , A. annua, Jatropha curcas L diantaranya adalah pada umur panen fisiologis dari masing-masing tanaman yang memerlukan waktu lebih dari tiga tahun untuk mendapatkan metabolit sekundernya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu penerapan metode kultur in vitro untuk mendayagunakan metabolit sekunder. Kelebihan kultur in vitro diantaranya tidak tergantung kondisi cuaca, ketinggian lahan dan menghasilkan metabolit sekunder secara terus menerus, terbarukan dan bernilai ekonomis tinggi. Tujuan dari artikel ini adalah mempelajari metode kultur in vitro tanaman dan penerapannya pada berbagai industri. Metode yang dilakukan adalah studi literatur terkait peningkatan produk dengan teknik optimalisasi medium kultur in vitro dan penggunaan bioreaktor. Hasil yang diperoleh adalah bahwa metode kultur in vitro dapat memproduksi metabolit sekunder seperti xilitol, artemisin, fenolik, shikonin, yang produknya dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan industri. Implikasi dari penulisan artikel ini adalah keterkaitan penerapan kultur in vitro pada berbagai industri yang bisa diproduksi lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Kata kunci : bioaktif, bioenergy, industrial, kultur in vitro .

ABSTRACT Plants such as: Camellia sinensis, Calendula officinalis L, Cyclea barbata Miers, A. annua, Jatropha curcas L, have been used throughout life on this earth for various needs including as a medicines producer, cosmetics, food, beverages, industrial purposes, biofuel or bioenergy. Those plants mentioned above are much needed because of their bioactive phytochemicals, including their secondary metabolites. Secondary metabolites in plants are formed as a result of the plant's response to environmental stress to carry out plant physiological role. Plant problems: Camellia sinensis, Calendula officinalis L, Cyclea barbata Miers, A. annua, Jatropha curcas are at the physiological harvest age of each plant which takes more than three years to obtain secondary metabolites. To overcome this problem, it is necessary to apply in vitro culture methods to utilize secondary metabolites. In vitro culture’s advantages do not depend on weather conditions, land elevation and produces secondary metabolites continuously, renewable and has high economic value. The aim of this article is to study in vitro culture methods of plants and their applications in various industries. The method used is a literature study related to product improvement with in vitro culture medium optimization techniques and bioreactors’ use. The results obtained are that the in vitro culture method can produce secondary metabolites such as xylitol, artemisin, phenolic, shikonin, which can be applied to meet industrial needs. The implication is the relationship between the application of in vitro culture to various industries that can be produced more quickly and efficiently than conventional approaches. Keywords : bioactive, bioenergy, industrial, in vitro cultur

105

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

genetic yang dibutuhkan oleh peneliti. PENDAHULUAN Tanaman dibudidayakan secara vegetative Tumbuhan /tanaman dengan varietas dengan kelebihan diataranya menghasilkan yang beragam dapat didayagunakan untuk tanaman yang seragam dalam waktu yang berbagai kegunaan. Penggunaan tumbuhan relative singkat. Sebagai contoh Tea ( Camellia sinensis ) diantaranya sebagai pembudidayaan secara vegetative telah obat anti kanker [1]. Tumbuhan jengger dilakukan penelitian pada tanaman sukulen ayam ( Calendula officinalis L.) dapat cocor bebek dengan mentransformasi sebagai bahan kecantikan/kosmetik [2]. Agrobacterium tumefaciens mampu Tumbuhan cincau (Cyclea barbata Miers) memproduksi tanaman dalam waktu yang berguna untuk bahan makanan-minuman singkat [6]. dan anti oksidan [3]. Tanaman gandum sebagai bahan industri untuk menghasilkan Kultur in vitro sebagai biokonversi bioenergy [4]. Beragam tumbuhan ini Biokonversi pada kultur in vitro adalah banyak dibutuhkan karena kandungan suatu proses untuk meningkatkan fitokimia yang bersifat bioaktif yang pertumbuhan mikroorganisme dengan diperoleh dari kandungan metabolit penambahan zat biomasa dengan sekundernya. Metabolit sekunder pada memvariasikan konsentrasi biomasa. tumbuhan terbentuk karena respon dari Penelitian ini menggunakan biomasa tumbuhan terhadap stres lingkungan untuk hidrolisat hemiselulosa Bagasse sebagai melaksanakan tugas fisiologis tumbuhan substrat. Substrat ini diinokulasi dengan /tanaman. Permasahannya adalah untuk candida tropicalis pada suatu kultur in vitro memanen metabolit sekunder dari tanaman menggunakan r otary shaker dengan yang dipetik dari lahan dibutuhkan waktu kecepatan 200 rpm dan temperatur 30°C yang tidak singkat yang tergantung dari selama 48 jam yang mampu menghasilkan umur panen fisiologis dari tanaman. Untuk xilitol [7]. mengatasi permasalah tersebut perlu penerapan metode kultur in vitro untuk Kultur in vitro sebagai biotransformasi mendaya gunakan produk metabolitnya. Kultur in vitro sebagai teknik untuk Kelebihan kultur in vitro diantaranya tidak menjembatani metode biotranformasi. tergantung kondisi cuaca [5], ketinggian Biotranformasi adalah mentranfer lahan dan menghasilkan metabolit sekunder mikroorganisme pada sel tanaman pada secara terus menerus, terbarukan dan kultur in vitro untuk meningkatkan kadar bernilai ekonomis tinggi. Tujuan dari dari suatu metabolit atau meningkatkan makalah ini adalah mempelajari metode jumlah akar dari suatu tanaman. Penelitian kultur in vitro tumbuhan /tanaman dan yang menggunakan kalus tanaman A. annua penerapannya pada berbagai industri. yang ditranformasi menggunakan A. rhizogenes dengan menggunakan medium MS yang ditambah sukrosa dan zat pengatur METODE tumbuh adalah contoh penelitian Metode yang dipergunakan adalah studi biotransformasi. Biotranformasi pada literature meliputi uraian analisis kajian. penelitian ini mampu meningkatkan kadar Uraian kajian dalam artikel ini adalah: metabolit sekunder artemisin [8]. pendekatan kultur in vitro yang dapat berperan sebagai bioproduksi, biokonversi, Biosintesis kultur in vitro biotransformasi, studi biosintesis dan Biosintesis pada kultur in vitro terjadi aplikasinya sebagai sumber bioaktif dan melalui jalur atau lintasan asam sikimat bioenergy untuk metabolit sekunder golongan alkaloid dan fenolik. Sedangkan metabolit sekunder Kultur in vitro sebagai bioproduksi golongan terpen melalui jalur mevalomat. Kultur in vitro sebagai bioproduksi Ulasan mekanisme biosintesis metabolit adalah teknik untuk memproduksi tanaman fenolik disimpulkan bahwa biosintesis atau biomasa dengan mentranformasi zat mampu meningkatkan metabolit sekunder hidup atau mikroorganisme untuk fenolik, flavon, alkaloid dengan penambahan memperoleh tanaman dengan perubahan suatu elisitor [9, 10].

106

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Aplikasi kultur in vitro sebagai sumber terkait biofuel kultur in vitro tanaman jarak bioaktif pagar ( jatropa curcas ) dengan ekplans Bioaktif dapat diperoleh dari tanaman kotiledon berhasil mencapai pertumbuhan yang dibudidyakan secara konvensional. 100% [16] Namun beberapa tanaman budidaya secara Biosintesis pada kultur in vitro konvensional menghasikan metabolit yang tanaman Camellia sinensis dihasilkan cafein rendah dan memerlukan waktu panen yang yang diperoleh dari kultur kalus yang cukup lama. Kultur in vitro mampu mengekspresikan gen caffeine synthase meningkatkan produk metabolit dan sebagai bukti bahwa pada kalus tersebut memerlukan waktu pemanenan yang lebih terjadi proses biosintesis [17]. Produk singkat. Penelitian kultur in vitro dengan lignoselulosa yang berkelanjutan sebagai metode suspense mampu menghasilkan sumber daya terbarukan telah diproduksi shikonin yang bersifat bioaktif [11]. melalui biosintesis kultur in vitro yang mengekspresikan gen MsSND1 dan SCW Aplikasi kultur in vitro sebagai sumber pada daun tanaman Miscanthus [18]. bioenergi Disamping kontribusi perolehan Bioenergi merupakan energi bioaktif, masa yang akan datang kultur in alternative yang diperoleh dari tanaman vitro merupakan teknik yang menjajikan jarak pagar (Jatropha curcas L ). Bioenergi karena teknik ini tidak tergantung oleh ini juga dapat diperoleh dari kultur in vitro perubahan cuaca dan dapat dibudidayakan suspensenya dengan mengoptimasi medium pada areal yang sempit, produk biomasa suspense dengan menambahkan ekstrak malt diperoleh secara berkelanjutan. [12].

SIMPULAN HASIL Penerapan teknik kultur in vitro Hasil yang diperoleh dari studi mampu memproduksi metabolit sekunder literature artikel ilmiah adalah beberapa dengan waktu yang relative singkat, hasil pokok bahasan terkait kultur in vitro yang tanaman bisa seragam dan secara berkontribusi terhadap perolehan metabolit berkelanjutan. Implikasi dan pengembangan sekunder yang bersifat bioaktif dan hasil studi literatur diantaranya keterkaitan bioenergy yang terbarukan. Kultur in vitro penerapan kultur in vitro pada berbagai sebagai bioproduksi-biokonversi eksplan industri yang bisa diproduksi lebih cepat dan tanaman Chrysanthemum morifolium Ramat efisien dibandingkan dengan pendekatan menghasilkan sembilan senyawa metabolit konvensional sekunder dari golongan alkohol, keton, aldehid, sikloalkana, dan organosilikon yang DAFTAR PUSTAKA berpotensi untuk precursor alkaloid [13].

Kultur in vitro sebagai teknik untuk [1] C.S. Yang, Y. J. Chung, Y.Guang-yu, menjembatani metode biotranformasi selain L.Chuan, Meng Xiaofeng and L. Mao- memproduksi metabolit sekunder juga Jung, "Mechanisms of inhibition of memproduksi tanaman secara masal. carcinogenesis by tea," IOS Press, Bio Biotransformasi bakteri menggunakan Factors, vol. 13, pp. 73–79, 2000. Agrobacterium tumefaciens strain EHA101 yang membawa plasmid p CAMBIA 1305.1 [2] V. Georgiev, A. Slavov, I. Vasileva, A. berhasil memproduksi tanaman Lolium Pavlov, "Plant cell culture as emerging perenne L secara cepat yang telah technology for production of active diaklimatisasikan di lahan [14] cosmetic ingredients," Engineering in Kultur in vitro sebagai sumber Life Sciences, pp. 1–44, 2018. bioenergy dengan metode propagasi [3] F. Ariyani, S.P.Nova , L. Nurhidayati, tanaman Calophyllum inophyllum L “Efektivitas daun cincau hijau (cyclea menghasilkan tanaman yang telah barbata miers) sebagai antioksidan diaklimatsasikan dengan hasil mencapai alami pada produk jambal patin diatas 80 % yang berpotensi untuk sumber (Pangasius hypopthalmus),” Jurnal energi dunia terbarukan, sebagai tanaman Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan yang memproduksi biofuel [15]. Penelitian

107

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

dan Perikanan, vol. 4, no. 2, pp. 169- [12] I. Dwimahyani , “ Metode suspensi sel 175, 2014. untuk membentuk spot hijau pada kultur in-vitro galur mutan tanaman jarak [4] P. Wi' sniewski and M.Kistowski, pagar ( Jatropha curcas L),” Jurnal "Greenhouse gas emissions from Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, vol. cultivation of plantsused for biofuel 3, no. 2, pp. 55-79, 2007 production in poland," Atmosphere, vol. 11, no. 394, pp 1-12, 2020. [13] T. Setiawati, A. Ayalla, M. Nurzaman, V. A. Kusumaningtyas, “Analysis of [5] H. Chandran, M. Meena, T.Barupal, K. secondary metabolites of shoot, callus Sharma, "Plant tissue culture as a culture and field plant of perpetual source for production of Chrysanthemum morifolium Ramat, “ industriallyimportant bioactive Jurnal Ilmu Dasar, vol. 21, no. 1, pp. 1- compounds," Biotechnology Reports, 101, 2020 vol. 26, pp. 1-10, 2020. [14] S. Bajaj, Y. Ran, J. Phillips, G. [6] H. A. Dewanto dan S. Suhandono, Kularajathevan, S. Pal, Cohen, K. “Transformasi menggunakan Elborough, S. Puthigae, “A high agrobacterium tumefaciens pada tunas throughput Agrobacterium tumefaciens daun kalanchoe mortagei dan kalanchoe - mediated transformation method for daigremontiana 1 dan 2,” Chimica et functional genomics of perennial Natura Acta, vol. 4, no. 2, pp. 97-105, ryegrass ( Lolium perenne L.),” Plant 2016. Cell Rep, vol. 25, pp. 651–659, 2006. [7] A. S. Wahyuni dan R. Setyaningsih, [15] A.I.Putri and B.Leksono, “In vitro “Optimasi produksi xilitol dengan growth of nyamplung ( Callophylum variasi konsentrasi hidrolisat inophyllum ): the future generation hemiselulosa bagase oleh Candida biofule plants, ICUE 2018 on green tropicalis ,” Biofarmasi, vol. 2, no. 1, energy for sustainable development pp. 29-34, 2004. Thavorn Palm Beach Resort” Karon, [8] M. M. Manalu dan K. R. Wirasutisna, Phuket, Thailand, 2018 Elfahmi, “Produksi senyawa metabolit [16] Muswita, “Growth respons of Jatropha sekunder melalui kultur jaringan dan curcas cotyledon growth toward IAA transformasi genetik Artemisia Annua and kinetin added on MS medium,” L,” Acta Pharmaceutica Indonesia, vol. Biospecies, vol. 1, no. 2, pp. 55 – 58, 37, no. 1, pp. 23 -27, 2012. 2008. [9] M. I. Dias, M.J.Sousa , R. C . Alves, , I. [17] Y. Li, S. Ogita, C. A. Keya, and H. C.F.R. Ferreira, "Exploring plant tissue Ashihara, “Expression of caffeine culture to improve the production of biosynthesis genes in tea ( Camellia phenolic compounds : A review, " A sinensis ), Verlag der Zeitschrift für Mountain Research Centre (CIMO), Naturforschung, Tübingen,” 2008 ESA, Polytechnic Institute of Bragança, Available : Campus. Bragança, Portugal . de Santa http://www.znaturforsch.com. Apolónia, vol. 1172, pp. 5301-855, 2013. [18] S. P. Golfier, C. Volkert, F. He, T. Rausch, S. Wolf, “Regulation of [10] A.S. Birchfield, C.A. McIntosh, secondary cell wall biosynthesis by a "Review article metabolic engineering NAC transcription factor from and synthetic biology of plant natural Miscanthus,” Plant Direct, vol. 1, pp. 1– products – A minireview," Current Plant 13, 2017. Biology, vol. 30, no. 30, pp. 1-10, 2020.

[11] A. Filova, “Production of secondary metabolities in plant tissue cultures ,” Research Journal of Agricultural Science, vol. 46, no. 1, pp. 236-245, 2014.

108

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

PENGARUH KONSENTRASI ALGINAT TERHADAP VIABILITAS TSS (TRUE SHALLOT SEED ) ENKAPSULASI SECARA IN VITRO

Astrid K. Novianti 1* , Pangesti Nugrahani 1, Ida R. Moeljani 1 1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur *Email : [email protected]

ABSTRAK Bawang merah ( Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran semusim yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan termasuk dalam lima komoditas unggulan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2017), perkembangan produksi bawang merah mengalami peningkatan sejak tahun 2011 hingga tahun 2017. Bawang merah dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu bahan tanam berupa biji botani dan umbi bibit. Salah satu kelemahan dari penggunaan TSS yaitu masih rendahnya daya tumbuh yang kurang dari 50%. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan benih mengalami deteriorasi atau kemunduran mutu benih yang dapat disebabkan kandungan nutrisi di dalam benih yang berkurang. Enkapsulasi merupakan suatu teknik penyimpanan benih dalam jangka waktu tertentu tanpa kehilangan viabilitas benih dengan penambahan nutrisi pada saat penyimpanan. Setiap eksplan Memiliki karakteristik yang berbeda untuk konsentrasi alginat dalam proses enkapsulasi. Pada benih TSS belum pernah dilakukan penelitian tentang enkapsulasi, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh konsentrasi alginat yang optimal pada benih TSS agar alginat dapat melindungi nutrisi tamabahan yang disediakan untuk benih TSS. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu perlakuan konsentrasi alginat yang terdiri dari: A1 = Konsentrasi 2%, A2 = Konsentrasi 3%, A3 = Konsentrasi 4%. Masing-masing perlakuan tersebut diulang sebanyak tujuh kali, sehingga didapatkan 21 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 15 benih sehingga total didapatkan sebanyak 315 benih TSS terenkapsulasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi alginat memberikan hasil berpengaruh nyata terhadap parameter persentase enkapsulasi TSS yang berkecambah, dan parameter persentase TSS yang menembus kapsul pada umur 21 HSE. Selain itu, terdapat perbedaan perlakuan konsentrasi alginat terhadap parameter warna kapsul enkapsulasi TSS yang dihasikan. Kata Kunci : Alginat, Enkapsulasi, TSS ( True Shallot Seed )

ABSTRACT Shallot (Allium ascalonicum L.) is a vegetables seasonal plant that have high economic value and is included in the five main commodity in Indonesia. Based on data from the Central Bureau of Statistics (2017), development of onion production has increased since 2011 and 2017. Shallots can be propagated in two ways, namely planting material in the form of botanical seeds and seed tubers. One disadvantage of TSS is low power growing less than 50%. This can occur due deteriorate seed or seed quality deterioration due to the nutrient content in seeds is reduced. Encapsulation is a technique of seed storage within a specified period without loss of seed viability with the addition of nutrients during storage. Each explant has the characteristics of different concentrations of alginate in the encapsulation process. In the TSS seeds have never done research on encapsulation, so we need research to obtain the optimal alginate concentration on the seed TSS that the alginate can protect supplemental nutrients are provided to seed TSS. This study uses a completely randomized design (CRD) with a single factor, namely the concentration of alginate treatment consisting of: A1 = concentration of 2%, A2 = Concentration 3%, A3 = Concentration 4%. Each treatment was repeated seven times, so we get 21 units of the experiment. Each experimental unit contained 15 seeds thus obtained as many as 315 total TSS encapsulated seed. The results showed that alginate concentration treatments deliver results significantly affected encapsulation percentage germinating TSS and TSS percentage parameters that penetrates the capsule at the age of 21 HSE. In addition, there are differences in concentration treatment of the color parameters of TSS alginate capsul. Keywords : Alginate, Encapsulation, TSS (True Shallot Seed)

109

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

PENDAHULUAN enkapsulasi embrio somatik teh dengan Na Bawang merah ( Allium ascalonicum alginat 2% menghasilkan benih sintetik yang L.) merupakan tanaman sayuran semusim cukup padat dan mampu meningkatkan daya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan perkecambahan dibandingkan dengan termasuk dalam lima komoditas unggulan di embrio somatik tanpa enkapsulasi. Salah Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat satu bahan penyalut benih atau enkapsulat Statistik [1], perkembangan produksi yang sering digunakan yaitu natrium alginat bawang merah mengalami peningkatan dan pengeras yaitu larutan kalsium klorida sejak tahun 2011 hingga tahun 2017. Pada (CaCl 2). Setiap eksplan Memiliki tahun 2017, produksinya mencapai 1,47 juta karakteristik yang berbeda untuk konsentrasi ton. alginat dalam proses enkapsulasi. Pada Bawang merah dapat diperbanyak benih TSS belum pernah dilakukan dengan dua cara, yaitu bahan tanam berupa penelitian tentang enkapsulasi, sehingga biji botani dan umbi bibit. Selama ini petani perlu dilakukan penelitian untuk menanam bawang merah dari umbi yang memperoleh konsentrasi alginat yang diperoleh dari penangkar benih atau optimal pada benih TSS agar alginat dapat membenihkan sendiri. Pembenihan dengan melindungi nutrisi tamabahan yang umbi memerlukan perlakuan penyimpanan disediakan untuk benih TSS. melalui pengeringan umbi dengan digantung. Hal tersebut akan menimbulkan resiko apabila dilakukan pada musim METODE penghujan karena peningkatan suhu dan Penelitian dimulai pada bulan Februari kelembaban dapat menyebabkan munculnya 2019 sampai dengan Juli 2019. serangan patogen terhadap umbi. Dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Penggunaan True Shallot Seed (TSS) Fakultas Pertanian Universitas merupakan upaya memproduksi bawang Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa merah selain umbi. Penggunaan TSS Timur. sebagai bahan tanam merupakan suatu Bahan yang digunakan dalam pengembangan dari budidaya bawang merah penelitian ini yaitu natrium alginat, sehingga dapat meningkatkan produktivitas CaCl 2.2H 2O, gula, larutan makro, larutan bawang merah. Menurut Moeljani [2], mikro, larutan vitamin, larutan besi, larutan perbanyakan bawang merah dengan biji myo- memiliki beberapa kelebihan antara lain inositol, alkohol, spiritus, aquades, keperluan benih relatif sedikit kurang lebih dan benih TSS ( True Shallot Seed ) Trisula. 10 kg/ha, mudah didistribusikan dan biaya Alat-alat yang digunakan untuk penelitian transportasi relatif rendah, serta sedikit ini meliputi autoklaf, Laminar Air Flow mengandung wabah penyakit. Salah satu (LAF), rak kultur, botol kultur, cawan petri, kelemahan dari penggunaan TSS yaitu gelas beaker, gelas ukur, pipet, spet, pinset, masih rendahnya daya tumbuh yang kurang spatula, dan bunsen. dari 50%. Hal tersebut dapat terjadi Penelitian ini menggunakan dikarenakan benih mengalami deteriorasi Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan atau kemunduran mutu benih yang dapat faktor tunggal yaitu perlakuan konsentrasi disebabkan kandungan nutrisi di dalam alginat yang terdiri dari: A1 = Konsentrasi benih yang berkurang. Oleh sebab itu perlu 2%, A2 = Konsentrasi 3%, A3 = adanya suatu metode untuk menghambat Konsentrasi 4%. Masing-masing perlakuan proses deteriorasi dengan memberikan tersebut diulang sebanyak tujuh kali, tambahan nutrisi pada benih sehingga sehingga didapatkan 21 satuan percobaan. tercukupi nutrisi di dalam benih. Setiap satuan percobaan terdapat 15 benih Enkapsulasi merupakan suatu teknik sehingga total didapatkan sebanyak 315 penyimpanan benih dalam jangka waktu benih TSS terenkapsulasi. tertentu tanpa kehilangan viabilitas benih Sterilisasi Alat dan Bahan Tanam dengan penambahan nutrisi pada saat penyimpanan. Enkapsulasi benih bertujuan Peralatan yang digunakan dalam untuk membekali benih dengan hara pembuatan matrik alginat seperti; spet, sehingga mampu bertahan sampai kondisi pinset, cawan petri, saringan, dan botol yang memungkinkan untuk tumbuh atau kultur dapat disterilkan dengan berkecambah. Berdasarkan penelitian menggunakan autoklaf dan oven. Selain itu, Sumaryono dan Saptari [3] bahwa perlu mensterilkan tempat melakukan

110

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

pencetakkan alginat yaitu LAF ( Laminar Air pH meter hingga pH mencapai 5,9-6, Flow ) dengan menyalakan lampu UV apabila pH kurang maka menambahkan selama minimal 30 menit sebelum dengan larutan NaOH dan jika pH lebih dari digunakan. Bahan tanam atau eksplan yang 6 maka ditambahkan larutan HCl. Setelah berupa benih TSS ( True Shallot Seed ) juga larutan media homogen maka disterilkan setelah melalui tahapan seleksi memindahkannya pada panci, kemudian benih terlebih dahulu. Sterilisasi benih TSS memasak media dengan menggunakan dilakukan dengan merendam benih dalam kompor dan mengaduk dengan spatula, lalu larutan bakterisida dan fungisida selama 10 memindahkan media pada botol kultur yang menit, selanjutnya benih dibilas dengan telah disiapkan dan steril dengan aquades steril dan merendamnya lagi dalam menggunakan sendok takar. Apabila semua larutan clorox 5% dan alkohol 70% selama botol telah terisi maka menutup botol kultur kurang lebih lima menit, kemudian benih dengan menggunakan plastik dan karet dibilas kembali dengan aquades steril. setelah itu memberi label. Selanjutnya menyimpan botol kultur yang telah berisi Pembuatan Enkapsulat media pada ruang inkubasi. Enkapsulat merupakan bahan kapsul penyalut benih yang akan dienkapsulasi. Enkapsulasi Benih TSS ( True Shallot Enkapsulat yang digunakan berbahan dasar Seed ) sodium alginat dan CaCl 2.2H 2O. Pembuatan kapsul maupun penanaman Pembuatan enkapsulat diawali dengan dilakukan secara aseptik di Laminar Air menimbang dan mengukur bahan – bahan Flow Cabinet. Meletakkan TSS satu per meliputi bahan dasar untuk media MS 0 satu ke dalam mulut spet yang telah berisi (larutan stok makro, larutan stok mikro, alginat, kemudian dijatuhkan ke dalam botol larutan stok vitamin, larutan stok besi, kultur yang berisi CaCl 2.2H 2O dan larutan stok myo-inositol), gula, sodium merendamnya selama 30 menit sambil alginat, CaCl 2.2H 2O, dan aquades steril. digoyang-goyangkan sesekali. Selanjutnya Tahapan selanjutnya mencampurkan bahan membilas kapsul dengan aquades steril dan untuk media MS, lalu menghomogenkan menyimpan dalam botol kultur dan diberi larutan MS 0 kemudian menambahkan gula aqudes steril kemudian menutup dan menghomogenkan kembali hingga menggunakan plastik dan karet serta semua bahan media MS 0 larut. Tahapan memberi label pada masing-masing botol. selanjutnya yaitu membagi larutan MS 0 yang telah larut menjadi dua bagian. Satu Inkubasi bagian larutan MS 0 ditambahkan dengan Menginkubasi botol kultur yang berisi sodium alginat sesuai dengan perlakuan dan enkapsulasi TSS dengan perlakuan bagian lainnya ditambahkan dengan bahan konsentrasi alginat pada suhu 16°C pengeras kapsul yaitu CaCl 2.2H 2O. dilakukan di dalam ruang inkubasi dengan Kemudian masing-masing bagian tersebut fotoperioditas 16 jam terang dengan dihomogenkan dengan menggunakan intensitas 800-1000 lux. Enkapsulasi TSS spatula hingga keduanya homogen. disimpan dalam ruang inkubasi selama 21 Selanjutnya mensterilkan alginat dan hari setelah enkapsulasi (HSE). CaCl 2.2H 2O dalam autoklaf dengan temperatur 121°C dan tekanan 1 atm selama Analisi Data kurang lebih 1 jam. Data pengamatan dianalisis sidik ragam (ANOVA) apabila menunjukkan Pembuatan Media MS perbedaan maka dilakukan pengujian lanjut dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pembuatan media MS (Murashige- pada taraf 5 %. Skoog) dilakukan dengan pembuatan larutan stok terlebih dahulu. Kemudian menimbang dan mengukur bahan – bahan meliputi bahan dasar untuk media MS 0 (larutan stok makro, larutan stok mikro, larutan stok vitamin, larutan stok besi, larutan stok myo- inositol), gula, dan agar-agar. Selanjutnya menghomogenkan semua bahan dan mengukur pH larutan dengan menggunakan

111

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

HASIL Persentase Enkapsulasi TSS yang Waktu TSS Menembus Kapsul Berkecambah Hasil analisis ragam menunjukkan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi alginat tidak bahwa perlakuan konsentrasi alginat berpengaruh terhadap waktu TSS menembus berpengaruh sangat nyata pada umur 7 HSE, kapsul. serta berpengaruh nyata pada umur 14 dan 21 HSE terhadap parameter persentase Tabel 1. Waktu TSS Menembus Kapsul enkapsulasi TSS yang berkecambah. (HSE)

Tabel 2. Persentase Enkapsulasi TSS yang Perlakuan Waktu TSS Berkecambah Menembus Kapsul (HSE) Persentase Enkapsulasi TSS A1 (Alginat 2%) 9,71 Perlakuan yang Berkecambah (%) A2 (Alginat 3%) 8,40 7 HSE 14 HSE 21 HSE A3 (Alginat 4%) 11,75 A1 9,52 b 29,52 b 30,48 b BNT 5% tn (Alginat 2%) Keterangan : tn (tidak nyata), HSE (Hari A2 Setelah Enkapsulasi). 8,57 b 19,05 ab 19,05 ab (Alginat 3%) Tabel 1. menunjukkan bahwa A3 perlakuan konsentrasi alginat tidak berbeda 0,95 a 10,48 a 11,43 a nyata terhadap parameter waktu TSS (Alginat 4%) menembus kapsul. Hal tersebut dapat BNT 5% 5,58 14,37 14,55 disebabkan karena perbandingan konsentrasi Keterangan : Angka – angka yang diikuti alginat dan CaCl 2 yang belum tepat huruf yang sama pada baris yang sama sehingga masih terjadi kebocoran pada menunjukkan tidak berbeda nyata menurut konsentrasi alginat yang rendah dan terlalu uji BNT taraf 5%, HSE (Hari Setelah kerasnya kapsul menyebabkan terhambatnya Enkapsulasi). perkecambahan benih dan mempengaruhi lamanya benih menembus kapsul. Tabel 2. menunjukkan bahwa Cheruvatur et al. , [4] mengatakan bahwa perlakuan konsentrasi alginat memberikan perbandingan konsentrasi alginat dengan hasil berbeda sangat nyata pada umur 7 CaCl 2 yang tepat membentuk matriks HSE, dan berbeda nyata pada umur 14 dan kapsul dengan struktur yang baik untuk 21 HSE, yang mana hasil rerata persentase melindungi benih, namun tidak terlalu padat enkapsulasi TSS yang berkecambah sehingga menghambat benih untuk tertinggi diperoleh pada perlakuan berkecambah. Rerata waktu terlama bagi konsentrasi alginat 2% (A1) pada umur 7, TSS untuk menembus kapsul ditunjukkan 14, dan 21 HSE. Nilai rerata persentase oleh perlakuan konsentrasi alginat 4% (A3) enkapsulasi TSS yang berkecambah pada umur 11,75 HSE, sedangkan rerata terendah diperoleh pada perlakuan waktu tercepat ditunjukkan oleh perlakuan konsentrasi alginat 4% (A3) pada umur 7, konsentrasi alginat 3% (A2) pada umur 8,40 14, dan 21 HSE. HSE. Pada perlakuan konsentrasi alginat 2% Seiring dengan penambahan konsentrasi (A1), rerata waktu TSS menembus kapsul alginat, terlihat bahwa terjadi penurunan yaitu umur 9,71 HSE. persentase perkecambahan. Hal tersebut Rerata waktu TSS menembus dikarenakan terhambatnya proses respirasi kapsul dari ketiga konsentrasi yaitu saat oleh benih sehingga menghambat umur 9,95 HSE. Hal tersebut sejalan dengan perkecambahan benih. Hal tersebut sesuai penelitian Sumaryono dan Saptari [3] bahwa dengan pernyataan Warnita dan Suliansyah benih sintetik rata – rata mulai berkecambah [5] bahwa kondisi benih yang sangat padat pada umur satu minggu dan dua minggu. dapat mempengaruhi daya hidup embrio Selanjutnya persentase daya kecambah dalam benih karena kondisi tersebut tidak mulai meningkat hingga mencapai nilai mendukung pertumbuhan dan tertinggi pada umur lima minggu, dan enam perkembangan embrio selanjutnya. minggu. Kekerasan yang tinggi dalam benih diduga

112

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

akan menyebabkan lingkungan menjadi Tabel 3. Persentase TSS yang Menembus aerobik, dan selanjutnya dapat menghambat Kapsul respirasi. Terhambatnya laju respirasi selanjutnya akan menghambat proses Persentase TSS yang perkecambahan benih. Perbedaan konsentrasi antara benih Perlakuan Menembus Kapsul (%) dan bahan kapsul juga dapat mempengaruhi 7 HSE 14 HSE 21 HSE proses perkecambahan TSS. Konsentrasi A1 media MS yang terlalu pekat di dalam 2,86 15,24 21,90 b kapsul alginat menyebabkan TSS sulit untuk (Alginat 2%) menyerap air dan mengalami proses A2 imbibisi. Hal ini sesuai dengan pendapat 1,90 5,71 5,71 a Kamil [6] yang menyatakan bahwa, jika (Alginat 3%) konsentrasi suatu larutan di sekitar biji A3 tinggi dapat menyebabkan tidak atau kurang 0,00 3,81 3,81 a meresapnya air ke dalam biji sehingga (Alginat 4%) mengakibatkan benih tidak berkecambah. BNT 5% tn tn 14,12 Menurut Sumaryono dan Saptari [3], Keterangan: Angka – angka yang diikuti tingkat kekerasan dapat mempengaruhi daya huruf yang sama pada baris yang sama kecambah benih. Namun, kapsul yang menunjukkan tidak berbeda nyata menurut terlalu lunak juga tidak diharapkan karena uji BNT taraf 5%, tn (tidak nyata), HSE menyebabkan benih sintetik mudah hancur (Hari Setelah Enkapsulasi). atau mengalami kebocoran. Tingkat kebocoran juga dipengaruhi konsentrasi Tabel 3 menunjukkan bahwa alginat. Kebocoran terjadi karena kapsul perlakuan konsentrasi alginat memberikan yang terbentuk tidak sepenuhnya padat atau hasil berbeda nyata pada umur 21 HSE mengalami kerusakan sehingga bocor. terhadap parameter persentase TSS yang Kebocoran menyebabkan zat hara yang menembus kapsul, sedangkan pada umur 7 ditambahkan tidak sepenuhnya dapat dan 14 HSE perlakuan konsentrasi alginat digunakan oleh benih, melainkan terlepas ke tidak berbeda nyata, yang mana nilai rerata luar kapsul. persentase tertinggi ditunjukkan oleh Salah satu hal yang dapat mendukung perlakuan konsentrasi alginat 2% (A1) dari perkecambahan TSS yaitu adanya sebesar 21,90% pada umur 21 HSE. Nilai kandungan karbohidrat dalam benih, karena rerata persentase enkapsulasi TSS yang karbohidrat merupakan energi cadangan berkecambah terendah diperoleh pada bagi benih untuk berkecambah. Semakin perlakuan konsentrasi alginat 4% (A3) banyak kandungan karbohidrat dalam benih sebesar 3,81% pada umur 21 HSE. Hal maka semakin cepat benih TSS untuk tersebut dapat disebabkan karena kapsul berkecambah. Hal tersebut sesuai dengan dengan konsentrasi alginat 2% tidak mampu pernyataan Moeljani dan Makhziah [2] yang melindungi benih karena konsentrasi menyatakan bahwa, apabila biji bawang tersebut menghasilkan kapsul yang tidak merah belum mampu berkecambah dengan terlalu keras sehingga tidak mampu normal artinya, embrio dalam keadaan melindungi benih dari kebocoran. belum masak fisiologis (muda), hal ini dapat Kumar et al ., [7] menyatakan bahwa dilihat bahwa kandungan karbohidrat dalam konsentrasi alginat dan CaCl 2 yang terlalu biji masih 20% yang artinya biji masih rendah yaitu 1% alginat dan CaCl 50 mM belum masak fisiologis. 2 tidak mampu membentuk kapsul yang Persentase TSS yang Menembus Kapsul melindungi benih, tingkat kebocoran tinggi Hasil analisis ragam memberikan hasil sehingga perkecambahan benih tidak bahwa perlakuan konsentrasi alginat tidak maksimal. Fungsi kapsul itu sendiri adalah berpengaruh pada umur 7 dan 14 HSE, sebagai sumber nutrisi untuk membantu tetapi berpengaruh nyata pada umur 21 HSE daya hidup dan pertumbuhan benih. terhadap parameter persentase TSS yang Konsentrasi alginat dan CaCl 2 yang terlalu menembus kapsul. tinggi, yaitu 3% alginat dan CaCl 2 100 mM membentuk kapsul yang terlalu keras sehingga benih sulit untuk tumbuh menembus dinding kapsul.

113

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Terhambatnya proses imbibisi oleh menembus kapsul diantara enkapsulasi TSS benih dapat menyebabkan benih sulit yang berkecambah pada perlakuan menembus kapsul alginat. Hal tersebut dapat konsentrasi alginat 2% , 3%, dan 4%. disebabkan oleh tebalnya membran alginat. Semakin tinggi konsentrasi alginat yang Menurut Kamil [6], faktor yang diberikan maka semakin sedikit TSS yang mempengaruhi penyerapan air pada benih menembus kapsul. Pada gambar 1(a) terlihat adalah (1) permeabilitas membran benih, (2) semua TSS menembus kapsul alginat konsentrasi air, (3) tekanan hidrostatik, (4) dengan konsentrasi 2%. Selain itu, pada luas permukaan biji yang kontak dengan air, gambar 1(b) terlihat sebanyak dua TSS (5) varietas, (6) tingkat kemasakan, (7) menembus kapsul alginat dengan komposisi kimia, (8) umur. Semakin tinggi konsenstrasi 3% diantara empat enkapsulasi konsentrasi alginat yang diberikan maka TSS yang berkecambah, dan pada gambar semakin tinggi tebal membrannya, sehingga 1(c) terlihat hanya satu TSS yang menembus mempengaruhi penyerapan nutrisi oleh kapsul alginat dengan konsentrasi 4% benih. diantara empat enkapsula si yang Gambar 1. menunjukkan bahwa berkecambah. terdapat perbedaan jumlah TSS yang a b c

Gambar 1. Perbedaan TSS menembus kapsul diantara TSS yang berkecambah di dalam kapsul (a) Konsentrasi alginat 2%, (b) Konsentrasi alginat 3%, (c) Konsentrasi alginat 4% pada umur 21 HSE.

Gambar 2. menunjukkan bahwa konsentrasi 3% sedikit lebih keruh dari terdapat perbedaan warna kapsul alginat dari kapsul alginat dengan konsentrasi 2%, dan ketiga konsentrasi. Terlihat bahwa semakin pada umur yang sama, belum menunjukkan tinggi konsentrasi alginat yang diberikan, adanya perkecambahan pada enkapsulasi warna kapsul terlihat semakin putih keruh. TSS. Dan pada gambar 2(c) semakin terlihat Pada gambar 2(a) terlihat bahwa kapsul perbedaan warna kapsul yang dihasilkan alginat dengan konsentrasi 2% yang oleh alginat dengan konsentrasi 4%, yaitu dihasilkan berwarna putih jernih dan benih semakin keruh dibandingkan dengan kapsul TSS yang ada di dalam kapsul sudah terlihat alginat dengan konsentrasi 2% dan 3%, serta tumbuh seperti halnya bibit bawang merah pada alginat dengan konsentrasi 4% belum asal biji. Sedangkan pada gambar 2(b) terlihat pula adanya perkecambahan pada terlihat bahwa warna kapsul alginat dengan enkapsulasi TSS.

a b c

Gambar 2 Perbedaan warna kapsul enkapsulasi TSS dari ketiga konsentrasi alginat (a) Konsentrasi alginat 2%, (b) Konsentrasi alginat 3%, (c) Konsentrasi alginat 4%.

114

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Perlakuan konsentrasi alginat diperoleh pada perlakuan konsentrasi alginat menunjukkan adanya perbedaan pada 21,90%. Selain iu, terdapat perbedaan parameter warna kapsul enkapsulasi TSS perlakuan konsentrasi alginat terhadap yang telah dihasilkan. Seiring dengan parameter warna kapsul enkapsulasi TSS peningkatan konsentrasi alginat sebagai yang dihasikan. bahan pelindung nutrisi yang akan diberikan pada benih, terlihat semakin keruh warna DAFTAR PUSTAKA kapsul yang dihasilkan. Hal tersebut dapat [1] Badan Pusat Statistik, Produksi luas terjadi diduga karena semakin banyak panen dan produktivitas sayuran di alginat yang diberikan maka partikel alginat indonesia [Online]. Jakarta : Badan akan semakin banyak dalam suatu larutan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal sehingga hal tersebut akan berpengaruh Hortikultura, 2017. Tersedia : terhadap warna kapsul yang dihasilkan. Hal https://www.bps.go.id/publication/2018 tersebut diduga akan dapat semakin /10/05/bbd90b867a6e372e7f51c43/stati mengikat nutrisi yang ada di dalam kapsul. stik-tanaman sayurandan-buah--- Dapat dilihat pula pada perlakuan buahan-semusim indonesia-2017.html konsentrasi alginat 2% sudah terlihat adanya pertumbuhan benih TSS yang signifikan [2] I.R. Moeljani dan Makhziah, Teknologi dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi Benih true shallot seed. Yogyakarta : 3% dan 4%. Diduga, hal tersebut dapat Gosyen Publishing, 2017. terjadi karena nutrisi yang ada di dalam [3] Sumaryono dan Saptari, R. T., kapsul tidak dapat diikat oleh alginat “Pengaruh matriks kapsul terhadap sehingga nutrisi tersebut keluar dari kapsul perkecambahan benih sintetik teh dan menyebabkan air yang ada di luar kapsul kemudian masuk ke dalam kapsul (Camellia sinensis L.),” Menara dan terjadi proses imbibisi oleh benih. Hal Perkebunan, vol. 83, no. 2, pp. 54-59, tersebut dapat terjadi karena membran yang 2015. dihasilkan oleh alginat tidak mampu [4] M.K. Cheruvatur, N Najeeb and TD melindungi nutrisi yang ada di dalam Thomas, “In vitro propagation and kapsul. Arun Kumar et al ., [7] menyatakan conservation of Indian sarsaparilla, bahwa konsentrasi alginat dan CaCl 2 yang Hemidesmus indicus LR. Br. through terlalu rendah yaitu 1% alginat dan CaCl 2 somatic embryogenesis and synthetic 50 mM tidak mampu membentuk kapsul seed production,” Acta Physiol Plant, yang melindungi benih, tingkat kebocoran vol. 35, no. 3, pp. 771-779, 2013. tinggi sehingga perkecambahan benih tidak [5] I. Warnita dan Suliansyah, maksimal. “Pertumbuhan dan ketahanan bibit mikro kentang (S olanum tubesorum L.) SIMPULAN enkapsulasi pada beberapa kosentrasi Perlakuan konsentrasi alginat alginat,” Jerami, vol. 1, no. 3, pp. 139- memberikan hasil berpengaruh nyata 143, 2008. terhadap parameter persentase enkapsulasi TSS yang berkecambah, dan parameter [6] J. Kamil, Teknologi benih I. Padang : persentase TSS yang menembus kapsul pada Angkasa, 1979. umur 21 HSE. Nilai persentase enkapsulasi [7] M.B.A. Kumar, V. Vakeswaran dan V. TSS yang berkecambah tertinggi terdapat Krisnasamy, “Enhancement of shyntetic pada perlakuan konsentrasi alginat 2% yaitu seed conversion to seedling in hybrid sebesar 30,48%. Pada parameter persentase rice,” Plant Cell Tiss. Org. Cult, vol. 81, TSS menembus kapsul, nilai tertinggi no. 1, pp. 97-100, 2005.

115

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

PENGARUH APLIKASI PAKLOBUTRAZOL DAN LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

Sinta Dewi Maghfiroh 1* , Agus Sulistyono 1, Didik Utomo Pribadi 1 1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian “Veteran” Jawa Timur *Email: [email protected]

ABSTRAK Kacang hijau ( Vigna radiata L.) merupakan tanaman polong yang banyak diminati orang karena nilai gizi yang cukup tinggi, namun kebutuhan kacang hijau belum tercukupi karena dalam pengembangannya banyak kendala yang dihadapi. Komoditas kacang hijau perlu adanya peningkatan hasil biji kacang hijau. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pemberian paclobutrazol dan limbah cair tahu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi akibat konsentrasi paklobutrazol dan dosis limbah cair tahu terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang dilakukan di Desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur pada bulan Desember 2019 - Februari 2020. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari dua faktor dengan empat taraf dan diulang tiga kali. Faktor pertama yaitu konsentrasi paklobutrazol (P) terdiri dari empat taraf, 0 ppm (P 0), 100 ppm (P 1), 150 ppm (P 2), dan 200 ppm (P 3). Faktor kedua yaitu dosis limbah cair tahu (L) terdiri dari empat taraf 0 ml (L 0), 200 ml (L 1), 250 ml (L 2), dan 300 ml (L 3). Perlakuan limbah cair tahu menunjukkan tidak terjadi interaksi kombinasi disemua parameter. Perlakuan paklobutrazol 200 ppm (P 3) berpengaruh terhadap tinggi tanaman (50,75 cm) dan jumlah daun (21 helai) . Perlakuan paklobutrazol 150 ppm (P 2) berpengaruh nyata terhadap waktu berbunga (31 hari), bunga perdompol (5), fruit set (82,25%), jumlah polong pertanaman (45 buah), berat polong pertanaman (49,73 g), berat biji pertanaman (38,04 g), dan berat 100 butir (8,90 g). Perlakuan limbah cair tahu 300 ml/tanaman (L 3) berpengaruh pada jumlah bunga perdompol (5) kacang hijau. Kata kunci : paklobutrazol, limbah cair tahu, kacang hijau

ABSTRACT Mung beans (Vigna radiata L.) are legumes that are in great demand by people because of their high nutritional value, but the need for green beans has not been fulfilled because in their development there are many obstacles. Mung bean commodity needs an increase in green bean seed yield. One of the efforts that can be done is by giving paclobutrazol and tofu liquid waste. This study aims to determine the interaction due to the concentration of paclobutrazol and the dose of tofu liquid waste on the growth and yield of green bean plants which was carried out in Betro Village, Kemlagi District, Mojokerto Regency, East Java in December 2019 - February 2020. This study used a completely randomized design. (RAL) consists of two factors with four levels and repeated three times. The first factor is the concentration of paclobutrazol (P) consisting of four levels, 0 ppm (P 0), 100 ppm (P 1), 150 ppm (P 2), and 200 ppm (P 3). The second factor was the dose of tofu (L) liquid waste consisting of four levels of 0 ml (L 0), 200 ml (L 1), 250 ml (L 2), and 300 ml (L 3). Treatment of tofu wastewater showed no combination interaction in all parameters. Paclobutrazol 200 ppm (P 3) treatment affected plant height (50,75 cm) and several leaves (21 pieces). Paclobutrazol 150 ppm (P 2) treatment significantly affected flowering time (31 days), flowering plants (5), fruit set (82,25%), number of pods planted (45 fruits), the weight of pods planted (49,73 g), the weight of seeds per plant (38,04 g), and weight of 100 grains (8,90 g). Treatment of tofu liquid waste of 300 ml/plant (L 3) affects the number of flowers of green beans. Keywords : paclobutrazol, tofu liquid waste, green beans

PENDAHULUAN Tanaman kacang hijau ( Vigna radiata hijau yang cukup tinggi menyebabkan L.) merupakan tanaman polong-polongan kacang hijau diminati banyak orang. yang menghasilkan biji sebagai bahan Sehingga, dengan bertambahnya jumlah pangan. Kacang hijau termasuk tanaman penduduk di Indonesia maka akan yang menyebar luas dibanyak daerah meningkatkan konsumsi kacang hijau. khususnya Jawa Timur. Nilai gizi kacang Peningkatan jumlah penduduk yang ada

116 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

tidak sebanding dengan peningkatan dengan empat taraf yaitu 0 ppm (P 0), 100 produksi kacang hijau. Di Jawa Timur ppm (P 1), 150 ppm (P 2), dan 200 ppm (P 3). perkembangan produksi kacang hijau dalam Faktor kedua yaitu dosis limbah cair tahu 3 tahun terakhir cenderung menurun (L) terdiri dari 4 taraf 0 ml (L 0), 200 ml (L 1), 10,45%. Pada tahun 2016 produksi kacang 250 ml (L 2), dan 300 ml (L 3). hijau mencapai 56,806 ton, tahun 2017 Parameter Pengamatan produksi kacang hijau mencapai 52,403 ton, Pengamatan vegetative dimulai pada dan tahun 2018 mencapai 46,925 ton [4]. saat kacang hijau berumur 7 hst sampai 49 Komoditas kacang hijau perlu adanya hst dengan interval pengamatan satu minggu peningkatan hasil biji kacang hijau. Salah sekali. Parameter pengamatan vegetative satu upaya untuk meningkatkan hasil kacang meliputi tinggi tanaman (cm) dan jumlah hijau dapat dilakukan dengan cara daun (helai). Sedangkan pengamatan pemberian zat penghambat pertumbuhan generative dimulai pada saat 30 hst sampai yaitu paklobutrazol. Paklobutrazol dapat 49 hst dengan interval pengamatan satu menghambat fase vegetatif pada tanaman minggu sekali. Parameter pengamatan dan akan mempercepat fase generatif. Fase generative meliputi waktu berbunga (hari), generatif ini ditandai dengan munculnya jumlah bunga perdompol, fruit set (%), bunga pada tanaman. Pemberian jumlah polong pertanaman (buah), berat paklobutrazol dapat berdampak positif pada polong pertanaman (g), berat biji bunga, yaitu bunga tanaman akan menjadi pertanaman (g), berat 100 butir (g). lebih banyak dan fase generatif lebih cepat. Analisis Data Peningkatan hasil kacang hijau juga Data hasil pengamatan pada semua didukung oleh sumber bahan organik yang variable dianalisis dengan sidik ragam untuk tersedia untuk tanaman. Sumber bahan mengetahui pengaruh perlakuan terhadap organik ini diperoleh dari limbah cair tahu variable pengamatan dan untuk yang melimpah dan masih jarang membandingkan rata-rata antar perlakuan dimanfaatkan untuk tanaman pangan [7]. kombinasi menggunakan BNT 5%. Sedangkan penelitian lainnya mengatakan, bahwa limbah cair tahu dapat meningkatkan HASIL jumlah polong pertanaman dan berat 100 Tinggi Tanaman butir [6]. Berdasarkan hal tersebut, maka Hasil analisis ragam perlakuan kombinasi paklobutrazol dan limbah cair kombinasi pemberian paklobutrazol dan tahu diharapkan dapat meningkatkan hasil limbah cair tahu tidak berpengaruh nyata kacang hijau. terhadap pertumbuhan tanaman kacang

hijau, namun perlakuan paklobutrazol METODE berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi Penelitian dilaksanakan di Desa Betro, tanaman kacang hijau sedangkan pada Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto. perlakuan limbah cair tahu tidak Penelitian dilaksanakan pada bulan berpengaruh terhadap tinggi tanaman kacang Desember 2019 - Februari 2020. Keadaan hijau Nilai rata-rata tinggi tanaman kacang topografi, di Kecamatan Kemlagi memiliki hijau akibat perlakuan paklobutrazol dan kemiringan 0º-2º dengan ketinggian antara limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 1. 52 mdpl.Secara umum beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata per 10 tahun terakhir 1476 mm.. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang hijau varietas Vima-1, paklobutrazol, limbah cair tahu,. Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor. Masing-masing tiap faktor empat taraf dengan jumlah ulangan tiga kali. Percobaan ini didapatkan 16 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Faktor pertama adalah konsentrasi paclobutrazol (P)

117 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Kacang Hijau pada Perlakuan Paklobutrazol dan Limbah Cair Tahu Umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, dan 49 hst.

Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan 7 hst 14 hst 21 hst 28 hst 35 hst 42 hst 49 hst Konsentrasi Paklobutrazol (ppm) 0 7,25 10,83 14,19 22,61 b 33,36 b 41,00 b 53,25 b 100 7,88 11,42 14,81 19 ,61 a 30,81 a 37,58 a 50,86 a 150 7,07 10,89 13,82 19,31 a 29,56 a 37,53 a 51,08 a 200 7,58 11,06 14,26 18,69 a 29,47 a 36,97 a 50,75 a BNT 5% tn tn tn 1,61 1,48 1,78 2,22 Dosis Limbah

Cair Tahu (ml/tan) 0 7,26 10,94 14,25 19,72 31,00 38,81 51, 94 200 7,82 11,06 14,35 19,92 30,61 38,14 51,54 250 7,36 10,93 14,17 20,22 30,53 38,14 51,11 300 7,33 11,26 14,32 20,36 31,06 38,00 51,35 BNT 5% tn tn tn tn tn tn tn Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata.

Jumlah Daun 150 ppm serta kontrol. Hal ini diduga karena Nilai rata-rata jumlah daun tanaman paklobutrazol merupakan zat penghambat kacang hijau akibat perlakuan paklobutrazol tumbuh yang bersifat menghambat sintesis dan limbah cair tahu dapat dilihat pada gibrelin didalam tanaman sehingga dapat Tabel 2. Hasil pengamatan pada fase menyebabkan tanaman menjadi pendek dan vegetatif pada Tabel 1. dan 2. Menunjukkan luas daun tanaman menjadi lebih kecil yang bahwa konsentrasi paklobutrazol (100 ppm, mengakibatkan tidak mampu mendukung 150 ppm, 200 ppm) dapat menghambat laju pertumbuhan tanaman kacang hijau. Hal ini pertumbuhan tanaman kacang hijau apabila sesuai dengan penelitian lainnya yang dibandingkan dengan kontrol. Pada menyatakan bahwa konsentrasi konsentrasi 200 ppm tinggi tanaman kacang paklobutrazol 200 ppm dapat menekan hijau dan jumlah daun jauh lebih rendah dari pertumbuhan tinggi tanaman sampai 16% pada konsentrasi lainnya yaitu 100 ppm dan dibandingkan tanpa paclobutrazol [1].

Tabel 2. Rata- Rata Jumlah Daun (Helai) Tanaman Kacang Hijau pada Perlakuan Paklobutrazol dan Limbah Cair Tahu Umur 14, 21, 28, 35, 42, dan 49 hst. Jumlah Daun (Helai) Perlakuan 14 hst 21 hst 28 hst 35 hst 42 hst 49 hst Konsentrasi

Paklobutrazol (ppm) 0 2 4 9 c 15 b 23 b 23 b 100 2 4 8 b 14 a 21 a 22 a 150 2 4 7 a 14 a 20 a 22 a 200 2 4 7 a 13 a 20 a 21 a BNT 5% tn tn 0,90 1,76 2,32 1,50 Dosis Limbah Cair

Tahu (ml/tan) 0 2 4 8 14 21 22 200 2 4 8 14 21 22 250 2 4 8 13 21 21 300 2 4 8 14 21 22 BNT 5% tn tn tn tn tn tn Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata.

118 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Waktu Berbunga Tabel 4. Rata-rata Jumlah Bunga Perdompol Nilai rata-rata waktu berbunga Tanaman Kacang Hijau pada tanaman kacang hijau akibat perlakuan Perlakuan Paklobutrazol dan paklobutrazol dan limbah cair tahu dapat Limbah Cair Tahu. dilihat pada Tabel 3. Perlakuan Jumlah Bunga

Perdompol Tabel 3. Rata-rata Waktu Berbunga (Hari) Tanaman Kacang Hijau pada Konsentrasi Perlakuan Paklobutrazol dan Paklobutrazol (ppm) Limbah Cair Tahu. 0 5 a 100 5 a Perlakuan Waktu Berbunga 150 6 b (Hari) 200 5 a Konsentrasi BNT 5% 0,27 Paklobutrazol (ppm) Dosis Limbah Cair

0 31,92 b Tahu (ml/tan) 100 31,08 a 0 5 a 150 30,56 a 200 5 a 200 31,58 b 250 5 a BNT 5% 0,62 300 6 b Dosis Limbah Cair BNT 5% 0,27 Tahu (ml/tan) Keterangan : Angka-angka yang didampingi 0 31,50 huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 200 31,14 pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata 250 31,17 300 31,33 Fruit Set BNT 5% tn Nilai rata-rata fruit set tanaman kacang Keterangan : Angka-angka yang didampingi hijau akibat perlakuan paklobutrazol dan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 5. pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata Tabel 3 dan Tabel 4, menunjukkan pengaruh paklobutrazol dalam fase pembungaan yang Jumlah Bunga Perdompol ditandai dengan waktu berbunga lebih cepat Nilai rata-rata bunga perdompol dan jumlah bunga perdompol tanaman yang tanaman kacang hijau akibat perlakuan lebih banyak apabila dibandingkan dengan paklobutrazol dan limbah cair tahu dapat kontrol. Hasil analisis sidik ragam dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan menunjukkan perlakuan paklobutrazol 150 bahwa adanya pengaruh yang sangat nyata ppm mengahasilkan waktu berbunga dan pada perlakuan konsentrasi paklobutrazol jumlah bunga perdompol tanaman kacang 150 ppm dan dosis limbah cair tahu 300 hijau lebih tinggi daripada perlakuan ml/tan tetapi tidak saling berinteraksi. Hal lainnya. Penelitian lain menyatakan ini diduga karena intensitas pemberian yang pemberian paklobutrazol dapat mempercepat tinggi dan banyaknya bahan organik yang pembungaan, meningkatkan jumlah bunga diterima tanaman kacang hijau belum tentu dan jumlah buah [2]. Sehingga semakin dapat meningkatkan hasil dari kacang hijau banyak jumlah bunga dan jumlah buah meskipun dibarengi dengan perlakuan (polong), maka akan samakin tinggi paklobutrazol. Hal ini sesuai dengan presentase fruit set kacang hijau. pengaplikasian paklobutrazol dengan taraf tertinggi memberikan hasil yang paling kecil Tabel 5. Rata-rata Fruit Set Tanaman yaitu 25,16 g/100 butir yang kemudian Kacang Hijau pada Perlakuan berturut-turut diikuti dengan taraf yang lebih Paklobutrazol dan Limbah Cair kecil. Hal tersebut berhubungan dengan Tahu. parameter jumlah bunga yang diproduksi [7]. Perlakuan Fruit Set (%) Konsentrasi

Paklobutrazol (ppm) 0 75,62 a 100 76,05 a 150 82,25 b

119 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

200 69,98 a berpengaruh nyata terhadap berat polong BNT 5% 11,54 pertanaman kacang hijau.Nilai rata-rata Dosis Limbah Cair berat polong pertanaman kacang hijau akibat

Tahu (ml/ta n) perlakuan paklobutrazol dan limbah cair 0 73,98 tahu dapat dilihat pada Tabel 7. 200 77,93 250 74,68 Tabel 7. Rata-rata Berat Polong Pertanaman 300 77,32 (g) Kacang Hijau pada Perlakuan BNT 5% tn Paklobutrazol dan Limbah Cair Keterangan : Angka-angka yang didampingi Tahu huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata Berat Polong Perlakuan pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata Pertanaman (g) Konsentrasi

Jumlah Polong Pertanaman Paklobutrazol (ppm) Nilai rata-rata jumlah polong 0 40,89 a pertanaman kacang hijau akibat perlakuan 100 41,24 a paklobutrazol dan limbah cair tahu dapat 150 49,73 b dilihat pada Tabel 6. 200 36,70 a BNT 5% 10,15 Dosis Limbah Cair Tabel 6. Rata-rata Jumlah Polong Pertanaman Kacang Hijau Tahu (ml/tan) pada Perlakuan Paklobutrazol 0 40,54 dan Limbah Cair Tahu 200 42,42 250 41,25 Jumlah Polong 300 44,34 Perlakuan Pertanaman BNT 5% tn (Buah) Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata Konsentrasi pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata. Paklobutrazol (ppm) 0 38 a Berat Biji Pertanaman 100 39 a Hasil analisis ragam perlakuan 150 45 b kombinasi pemberian paklobutrazol dan 200 34 a limbah cair tahu tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan tanaman kacang BNT 5% 9,58 hijau, namun perlakuan paklobutrazol Dosis Limbah Cair berpengaruh sangat nyata terhadap berat biji Tahu (ml/tan) pertanaman kacang hijau sedangkan pada 0 39 perlakuan limbah cair tahu tidak 200 39 berpengaruh nyata terhadap berat biji 250 37 pertanaman kacang hijau. Nilai rata-rata 300 41 berat biji pertanaman kacang hijau akibat perlakuan paklobutrazol dan limbah cair BNT 5% tn tahu dapat dilihat pada Tabel 8. Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata Tabel 8. Rata-rata Berat Biji Pertanaman (g) pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata Kacang Hijau pada Perlakuan Paklobutrazol dan Limbah Cair Berat Polong Pertanaman Tahu. Hasil analisis ragam perlakuan Berat Biji kombinasi pemberian paklobutrazol dan Perlakuan limbah cair tahu tidak berpengaruh nyata Pertanaman (g) Konsentrasi terhadap perkembangan tanaman kacang hijau, namun perlakuan paklobutrazol Paklobutrazol (ppm) berpengaruh sangat nyata terhadap berat 0 29,93 a polong pertanaman kacang hijau sedangkan 100 31,53 a pada perlakuan limbah cair tahu tidak 150 38,04 b

120

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

200 27,02 a Keterangan : Angka-angka yang didampingi BNT 5% 8,49 huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata Dosis Limbah Cair pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata.

Tahu (ml/tan) 0 30,03 Hasil tertinggi terdapat pada 200 30,79 konsentrasi 150 ppm dan hasil terendah 250 31,79 terdapat pada konsentrasi 200 ppm 300 33,90 dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh BNT 5% tn paklobutrazol terhadap berat 100 butir Keterangan : Angka-angka yang didampingi kacang hijau sebesar 8,90 g dimana hasil huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata tersebut lebih besar daripada kontrol. pada ujian BNT 5%. tn : tidak nyata Penelitian lain menyatakan bahwa paclobutrazol berfungsi mengistirahatkan Berat 100 Butir titik tumbuh sehingga sel berhenti Hasil analisis ragam perlakuan membelah, akibatnya hasil fotosintesis kombinasi pemberian paklobutrazol dan digunakan untuk fase generatif yaitu limbah cair tahu tidak berpengaruh nyata pengisian biji dan dihasilkan biji dengan terhadap perkembangan tanaman kacang ukuran yang lebih besar [6] . hijau, namun perlakuan paklobutrazol Banyaknya parameter pengamatan berpengaruh sangat nyata terhadap berat 100 yang tidak berpengaruh nyata terhadap butir kacang hijau sedangkan pada perlakuan limbah cair tahu diduga dikarenakan limbah cair tahu tidak berpengaruh nyata tanaman kacang hijau merupakan tanaman terhadap berat 100 butir kacang hijau. Nilai legume yang dapat menghasilkan unsur N rata-rata berat 100 butir kacang hijau akibat sendiri melalui bintil akar, sedangkan unsur perlakuan paklobutrazol dan limbah cair yang terkandung didalam limbah cair tahu tahu dapat dilihat pada Tabel 9. presentasinya terlalu kecil untuk mendukung Tabel 9. berat 100 butir yang fase vegetative maupun generative tanaman digunakan untuk melihat kualitas hasil kacang hijau. Sehingga, hasil analisis dosis kacang hijau menunjukkan adanya limbah cair tahu tidak berpengaruh nyata peningkatan hasil apabila dibandingkan hampir disemua parameter pengamatan. dengan kontrol. Hal tersebut diduga karena Tanaman leguminosa meskipun sudah hasil fotosintat dialokasikan untuk membentuk bintil lebih suka menggunakan pembentukan biji kacang hijau sehingga biji nitrogen tanah yang telah tersedia. Adanya yang diperoleh jauh lebih besar. senyawa nitrogen menyebabkan bintil menjadi tidak aktif, tetapi segera berfungsi Tabel 9. Rata-rata Berat 100 Butir (g) setelah nitrogen tanah tidak lagi tersedia [3]. Kacang Hijau pada Perlakuan Paklobutrazol dan Limbah Cair SIMPULAN Tahu Penelitian pengaruh aplikasi paklobutrazol dan limbah cair tahu terhadap Rata-rata Berat 100 Perlakuan pertumbuhan dan hasil kacang hijau ( Vigna Butir (g) radiata L.) dapat disimpulkan bahwa Konsentrasi perlakuan aplikasi paklobutrazol dan limbah Paklobutrazol (ppm) cair tahu tidak terjadi interaksi pada semua 0 7,79 a parameter pengamatan, perlakuan 100 8,16 a paklobutrazol 200 ppm (P 3) berpengaruh 150 8,90 b terhadap tinggi tanaman (50,75 cm) dan 200 7,75 a jumlah daun (21,14 helai) . Perlakuan BNT 5% 0,82 paklobutrazol 150 ppm (P 2) merupakan Dosis Limbah Cair konsentrasi terbaik terhadap waktu berbunga

Tahu (ml/tan) (30,56 hari), bunga perdompol (5), fruit set 0 8,15 (82,25%), jumlah polong pertanaman (45 200 8,14 buah), berat polong pertanaman (49,73 g), 250 8,14 berat biji pertanaman (38,04 g), dan berat 300 8,19 100 butir tertinggi (8,90 g) dan perlakuan BNT 5 % tn limbah cair tahu 300 ml/tanaman (L 3) hanya berpengaruh pada jumlah bunga perdompol (5) tanaman kacang hijau.

121 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

[4] Kementrian Pertanian Republik DAFTAR PUSTAKA Indonesia, Produksi kacang hijau Tahun [1] A. Kusumawati, I. Lubis, dan H. 2014-2018. Jakarta., 2018. Purnamawati. “Analisis pertumbuhan [5] P. Harja, Rosmaiti, dan M. Ainul. source sink dua varietas kacang tanah “Pemanfaatan limbah cair tahu dan akibat pemberian paclobutrazol,” primatan B terhadap produksi kacang Jerami, vol. 3, no. 3, pp. 158-166, 2010. hijau ( Phaseolus radiatus L),” Progdi [2] E. Syaputra, Nurbaiti, dan S. Yoseva. Agroteknologi Fakultas Pertanian “Pengaruh pemberian paclobutrazol Universitas Samudra. Jurnal Penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi Agrosamudra, vol. 5, no. 1, pp. 7, 2018. tanaman tomat ( Lycopersicum [6] P. Harpitaningrum, I. Sungkawa, dan S. esculentum Mill.) dengan pemangkasan Wahyuni. “Pengaruh konsentrasi satu cabang utama,” J. JomFaperta, vol. paclobutrazol terhadap pertumbuhan 4, no. 1, pp. 1–11, 2017. dan hasil tanaman mentimun ( Cucumis [3] H. Fujikake, A. Yamazaki, N. Ohtake, sativus L.) kultivar venus,” J. Agrijati, K. Sueyoshi, S. Matsuhashi, T. Ito, C. vol. 25, no. 1, pp. 1–17, 2014. Mizuniwa, T. Kume, S. Hashimoto, N. [7] Wicaksono, C. Ardi, H. Prasetya , dan Ishioka, S. Watanabe, A. Osa, T. T. Suhermiatin, ”Paclobutrazol Sekine, H. Uchida, A. Tsuji, and T. effectiveness and phospor fertilizer to Ohyama. “Quick and reversible increase seed production ( Arachis inhibition of soybean root nodule hypogeae L.) varieties takar dua,” growth by nitrate involves a decrease in Politeknik Negeri Jember. Jember. sucrose supply to nodules,” Journal Agropross National Comferece Experimental Botany, vol. 54, no. 386, Proceedings of Agriculture., pp.12, pp. 1379- 1388, 2003. 2017.

122

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

EKSPLORASI Ralstonia solanacearum PENYEBAB LAYU BAKTERI PADA TANAMAN CABAI ( Capsicum annum )

Endang Triwahyu P. 1* , Sri Wiyatiningsih 1 1Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UPN “Veteran” Jawa Timur *E-mail : [email protected]

ABSTRAK Ralstonia. solanacearum termasuk patogen tular tanah, berbentuk batang, gram negatif, β proteobakteri penyebab layu bakteri pada berbagai tanaman hortikultura, seperti tomat, kentang, tembakau, pisang dan kacang. Patogen ini menginfeksi tanaman melalui luka pada akar atau pangkal batang [1]. R. solanacearum merupakan patogen yang banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis dan memiliki kisaran inang luas lebih dari 200 spesies dari 53 famili yang berbeda. Kerugian yang diakibatkan layu bakteri ini dapat mencapai 50%. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat patogen Ralstonia solanacearum di lahan pertanaman Cabai, sekaligus memastikan bahwa patogen ini menyerang pertanaman Cabai di Kandat Kediri. Isolat R. solanacearum diisolasi dari tanaman yang menunjukkan gejala layu. Bagian akar dan batang tanaman yang menunjukkan busuk, diisolasi dengan mengambil masa bakterinya dan diisolasi pada medium TTC (Tripheny Tetrazolium Chloride). Berdasarkan perbedaan struktur morfologi koloni didapatkan lima isolat R. solanacearum (RsA1, RsA2, RsA3, RsB1 dan RsB2). Hasil Uji hipersensitif menunjukkan hanya dua isolat yang menimbulkan gejala layu pada daun tanaman tembakau, yaitu RsA2 dan RsA3, namun demikian pada hari ke delapan gejala layu akibat isolat RsA3 tanaman yang layu berubah segar kembali. Sehingga hanya satu isolat yang diduga sebagai petogen, yaitu RsA2. Hasil uji biovar RsA2 termasuk kelompok Biovar 3. Kata Kunci : Ralstonia solanacearum , patogen, tanaman cabai

ABSTRACT Ralstonia. solanacearum is a soil-borne, rod-shaped, gram-negative, β-proteobacteria that causes bacterial wilt in various horticultural crops, such as tomatoes, potatoes, tobacco, bananas and nuts. This pathogen infects plants through wounds at the root or base of the stem [1] R. solanacearum is a pathogen that is commonly found in sub-tropical and tropical areas and has a wide host range of more than 200 species from 53 different families. The losses caused by bacterial wilt can be up to 50%. This study aims to obtain pathogenic Ralstonia solanacearum isolates in the chili fields, as well as to ensure that these pathogens attack Chili cultivation in Kandat Kediri. R. solanacearum isolate was isolated from plants showing wilting symptoms. Roots and stems of plants that showed rot was isolated by taking the bacteria mass and isolated on TTC (Tripheny Tetrazolium Chloride) medium. Based on differences in the morphological structure of the colony, five isolates of R. solanacearum were obtained (RsA1, RsA2, RsA3, RsB1 and RsB2). Hypersensitivity test results showed that only two isolates caused wilting symptoms on the leaves of the tobacco plants, namely RsA2 and RsA3, however on the eighth day the wilt symptoms were caused by the wilted plant RsA3 isolate turned fresh. So that only one isolate was suspected as a petogen, namely RsA2. The results of the RsA2 biovar test were included in the Biovar 3 group. Keywords : Ralstonia solanacearum, pathogens, chili plants

PENDAHULUAN Cabai merupakan salah satu komoditi manusia diantaranya yaitu protein, lemak, yang sangat digemari masyarakat dan karbohidarat, Kalsiun (Ca), besi (Fe), Pro- memiliki harga jual yang tinggi. Salah satu vitamin A dan vitamin C [2]. jenis cabai yang banyak dikonsumsi oleh Patogen penyebab layu bakteri ( R. masyarakat Indonesia yaitu cabai rawit solanacearum ) menyerang cabai saat musim (Capsicum frutescens L.). Dapat dikonsumsi hujan sehingga dapat menurunkan hasil dalam keadaan segar maupun kering sebagai produksi cabai. Gejala awal yang bumbu pemberi rasa pedas dan sedap dalam ditimbulkan oleh serangan bakteri ini ialah berbagai menu masakan. Cabai juga mampu layu pada beberapa daun muda, daun-daun menambah nafsu makan. Cabai mengandung tua menguning, dan batang tanaman sakit gizi yang sangat baik bagi kesehatan cenderung lebih banyak membentuk akar

123 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

adventif sampai setinggi bunga, [3] [4]. beserta tip mikropipet, gelas beaker, tabung Apabila bagian tanaman yang terinfeksi reaksi, erlenmeyer, pengaduk kaca, lampu (batang, cabang dan tangkai daun) di belah bunsen, timbangan analitik Kern PCB 1000- akan tampak pembuluh berwarna coklat. 2, spuit ukuran 1 ml. Bahan yang Pada stadium lanjut apabila batang di diperlukan adalah tanaman Cabai rawit yang potong, akan keluar lendir bakteri berwana menujukkan gejala layu, asal Kandat putih susu [5]. Kendiri, medium Triphenil Tetrazolium R. solanacearum masuk dan Cloride (TTC), bibit tanaman tembakau menginfeksi pada luka-luka di bagian akar, varietas Coccer, polybag dan tanah taman, termasuk luka yang disebabkan nematoda aluminium foil, plastik wrap, aquadest, atau organisme lain. Selanjutnya bakteri tisu, kapas, kertas label, alkohol 70%, dan masuk ke jaringan tanaman bersama-sama spiritus. unsur hara dan air secara difusi dan menetap di pembuluh xilem dalam ruang antar sel Pelaksanaan Penelitian [6]. Akar dan batang tanaman yang sakit Bakteri memperbanyak diri melalui dipotong diambil masa bakterinya, dan pembuluh xylem [4], dan merusak sel-sel diisolasikan pada cawan petri yang sudah tanaman yang ditempatinya tersebut berisi media TTC. Sebagian dari bagian akar sehingga pengangkutan air dan zat-zat dan batang yang tidak mengeluarkan masa makanan terganggu oleh massa bakteri dan bakteri dipotong potong, dimasukkan dalam selsel pembuluh xilem yang hancur [6]. tabung reaksi dan divortek selama kurang Hancurnya sel-sel tanaman tersebut karena lebih satu menit. . Untuk mendapatkan bakteri mengeluarkan enzim penghancur konsentrasi 10 -5 dilakukan 5 kali dinding sel tanaman yang mengandung pengenceran secara bertahap metode Kiraly selulosa dan pektin yang dikenal dengan (1970). Sebanyak 0,1 ml suspensi akar atau nama enzim selulase dan pektinase. Akibat batang hasil pengenceran ditanamkan pada dari serangan ini, proses translokasi air dan cawan petri yang berisi medium Triphenyl nutrisi menjadi terganggu, sehingga tanaman Tetrazolium Cloride (TTC/TZC) steril, menjadi layu dan mati [4]). dan diratakan dengan batang gelas bentuk L Bakteri R. solanacearum dibagi steril dan diinkubasikan pada temperatur menjadi 5 ras berdasarkan kisaran inang: ras 30 oC selama 3x 24 jam. Koloni bakteri yang 1 menyerang tembakau, tomat, dan tumbuh dipisahkan berdasarkan struktur Solanaceae lainnya; ras 2 menyerang pisang dan morfologi koloninya pada media padat (tripoloid) dan Heloconia; ras 3 menyerang TZC Kelman steril yang baru, dan kentang; ras 4 menyerang jahe, dan ras 5 diinkubasikan kembali seperti langkah kerja menyerang murbei. Berdasarkan oksidasi di atas. disakarida dan alkohol heksosa, maka bakteri ini dibagi ke dalam 5 biovar [7]. Uji Hipersensitif Penelitian ini bertujuan untuk men- Untuk memastikan isolat R. dapatkan isolat patogen Ralstonia solanacearum yang didapatkan adalah solanacearum di lahan pertanaman Cabai, patogen, maka dilakukan reaksi hipersensitif sekaligus memastikan bahwa patogen ini (HR) dengan menggunakan daun tembakau menyerang pertanaman Cabai di Kandat varietas Coccer. Suspensi isolat R. Kediri. solanacearum sebanyak 1 ml disuntikkan ke tulang daun tembakau secara pelan-pelan. METODE Setelah itu diamati masa inkubasi R. Waktu Penelitian solanacearum selama 24 jam sampai 2 minggu, apabila pada permukaan daun Penelitian ini dilaksanakan pada bulan tembakau tersebut menunjukkan gejala Agustus-Oktober 2020, di Labora-torium nekrotik atauapun layu berarti menunjukkan Kesehatan Tanaman, Fakultas Pertanian, isolat tersebut berpotensi sebagai patogen, UPN “Veteran” Jatim. sebagai kontrol pembanding disuntikkan juga air steril pada daun tanaman tembakau Alat dan bahan yang lain. Adapun alat yang diperlukan antara lain; kamera, cawan petri berdiameter 9 Pengujian Biovar Ralstonia solanacearum cm, Laminar Air Flow SV 900 SS, Pembentukan asam dari karbohidrat mikropipet Accumax pro 100-1000µl diuji pada medium basal (medium Ayer’s)

124

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

dan 1L akuades mengandung sumber karbon menunjukkan bentuk koloni tidak beraturan, yaitu laktosa, maltosa, selobiosa, manitol, berlendir, warna merah muda di bagian dulsitol dan sorbitol dengan kadar 1%. Isolat tengahnya dan dikelilingi oleh lendir bakteri digoreskan pada medium dan berwarna putih susu kotor dengan elevasi dibiarkan sampai terbentuk asam dengan dari permukaan koloni sedikit konveks [11]. ditunjukkan terjadinya perubahan warna Sedangkan koloni yang non virulen medium dari hijau menjadi kuning sebagai berwarna merah, tidak berlendir, bulat dan reaksi positif penggunaan sumber karbon elevasi agak menonjol. Berdasarkan ciri-ciri [8]. Larutan karbohidrat steril (dipanaskan bakteri yang virulen terpilih lima isolat pada temperatur 100 oC selama 30 menit). dengan kode RsA1, RsA2, RsAv2, RsBv1 Sebanyak 1ml suspensi R. solanacearum dan RsBv2. Selanjutnya untuk memastikan (10 9 cfu) dimasukkan ke dalam 3 ml apakah benar virulen dilanjutkan dengan uji medium basal dan diinkubasikan pada hipersensitif pada daun tanaman tembakau. temperatur 30 oC. Reaksi yang terjadi diamati pada umur 2, 7, dan 14 hari setelah Uji Hipersensitif inokulasi untuk melihat terjadinya Uji hipersensitif menunjukkan ada dua perubahan warna. Bila terjadi perubahan isolat yang mampu menimbulkan gejala layu warna kuning oranye, menunjukkan bahwa pada daun tanaman tembakau, yaitu RsA2 bakteri tersebut mampu mengoksidasi dan RsAv2, dengan masa inkubasi 4 hari (menghasilkan asam) pada karbohidrat yang (Gambar 1 dan 2), tiga isolat yang lain tidak spesifik. Pengujian diulang 2 kali (duplo) menunjukkan gejala sama sekali. Isolat dan kontrol (tanpa bakteri) [9]. RsAv2, layu yang ditimbulkan hanya sementara, karena pada hari ke 8 HSI, Parameter Pengamatan tanaman segar kembali (Gambar 2). Isolat Morfologi koloni R. solanacearum pada RsA2 gejala layunya permanen (Gambar 1). medium TTC Isolat tersebut diisolasi dari masa bakteri Bakteri yang virulen menunjukkan yang terdapat pada akar yang menunjukkan bentuk koloni tidak beraturan, berlendir gejala sakit. Hal ini menunjukkan bahwa, warna merah muda di bagian tengahnya, dan dari morfologi koloni saja belum dapat di kelilingi oleh lendir berwarna putih susu dipastikan bahwa isolat R. solanacearum kotor dengan elevasi dari permukaan koloni tersebut virulen. sedikit konveks. Sedangkan koloni yang nonvirulen, berwarna merah, tidak berlendir, bulat, dan elevasi agak menonjol [10].

Gejala penyakit pada daun Tanaman tembakau Mencatat masa inkubasi munculnya gejala pada daun tanaman tembakau, mulai 24 jam setelah inokulasi sampai dua minggu setelah inokulasi. Gambar 1. Gejala Layu yang ditimbulkan

oleh Isolat RsA2 Biovar R solanacearum Keterangan : A = 0 HIS; B = 4 HIS; Mengamati adanya perubahan warna C = 8 HIS pada medium disakarida maupun karbo hidrat.

HASIL Koloni R. solanacearum Koloni R. solanacearum pada medium TTC, berwarna putih susu dengan pusat koloni berwarna merah muda sampai merah tua. Sedangkan bentuknya ada yang beraturan dan ada yang tidak beraturan. Adanya perbedaan morfologi dan warna Gambar 1. Gejala Layu yang ditimbulkan koloni ini menunjukkan adanya perbedaan oleh Isolat RsA2 tingkat virulensi pada R. solanacearum. Keterangan : A = 0 HIS; B = 4 HIS; Bakteri R. solanacearum yang virulen C = 8 HIS

125 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

Uji Biovar Mineral Nutrition on The Reaction of Tomato Cultivars Yoshimatsu and Santa Tabel 1. Uji Biovar Isolat RsA2 Cruz to Pseudomonas solanacearum ,” Bacterial Wilt Newsletter, vol. 12, pp. Penggunaan Isolat RsA2 3-8, 1995

[4] G. N. Agrios, “Plant Pathologu,” 5 th Dekstrosa + edition, pp. 294-305, 2005. Manitol + Sorbitol + [5] H. Semangun. “Penyakit-Penyakit Dulsitol + Tanaman Hortikultura Di Indonesia ,” Trehalosa + Yogyakarta : Gajah Mada University Laktosa + Press, 2007. Maltosa + Sellobiosa + [6] A. Duriat, Y. Sulyo, R. Sutarya, dan A. A. Asandhi, “New Approach on Plant

Biotechnology for Controlling

Cucumber Mosaic Virus on Pepper,” Tabel di atas menunjukkan bahwa Proc. Workshop on Agricultural isolat R. solanacearum dari akar tanaman Cabai dapat menggunakan karbon dari Biotechnology. CRIFC. Bogor, pp. 165- banyak sumber karbon yang berbeda yang 173, 1997. berasal dari karbohidrat. Hal ini [7] N. W. Schaad , JB. Jones, and W. menyebabkan isolat R. solanacearum Chun, “Laboratory Guide for the tersebut dapat berkembang cepat dan Identification of Plant Pathogenic bertahan lama di dalam tanah sebagai Bacteria,” St Paul : American bakteri patogen. R. solanacearum yang rd Phytopathological Society, 3 Edn. pp. seperti itu termasuk Biovar 3 [7]. 373, 2001.

SIMPULAN [8] T. P. Denny, and A.C. Hayward, Bakteri R. solanacearum asal akar “Ralstonia solanacearum . In: Schaad, tanaman Cabai , yang diperoleh dari daerah N.W., J.B. Jones, and W. Chun. Kandat, Kediri mampu menimbulkan gejala Laboratory Guide for Identification of layu pada daun tanaman tembakau varietas Plant Pathogenic Bacteria,” Third Cocker, dengan masa inkubasi 4 HSI. R. Edition. St. Paul Minnessota : APS solanacearum ini mampu menggunakan Press, pp. 373, 2001. sumber karbon dari berbagai sumber [9] O. S. Gunawan, “Virulensi dan Ras karbohidrat yang berbeda, sehingga dapat Ralstonia solanacearum pada memacu perkembangannya dengan cepat Pertanaman Kentang di Kecamatan dan mampu bertahan dalam tanah sebagai Pangalengan, Kabupaten Bandung, patogen. Jawa Barat,” J. Hort ,vol. 16, no. 3, pp.

211-218, 2006 DAFTAR PUSTAKA [10] Kelman, A., “The relationshipn of [1] J. Yao dan C. Allen, “The plant pathogenicity of Pseudomonas pathogen Ralstonia solanacearum needs solanacearum to colony appearance in a aerotaxis for normal biofilm formation tetrazolium medium,” Phytopathol, vol. and interactions with its tomato host,” 44, pp. 693-695, 1954 Journal of Bacteriiology, vol. 189, no. 17, pp. 6415-6424, 2007. [11] Hayward, AC Hayward, AC. “Systematics and phylogeny of [2] N. N. Sembiring, “Pengaruh jenis bahan Psudomonas solanacearum and related pengemas terhadap kualitas produk bacteria,” In : Hayward AC, Hartman cabai merah ( Capsicum annuum , L.) GL (Eds.) Bacterial Wilt : The disease segar kemasan selama penyimpanan and its causative agent, Pseudomonas dingin,” Tesis. Medan : Sekolah solanacearum . Wallingford, CAB Pascasarjana, Universitas Sumatera International, 1994. Utara, 2009.

[3] E. B. Cavalcante, R.L.R. Mariono, J.P Leite, R.S.B. Coelho, “Influence of

126

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

RESPON KONSENTRASI ZPT PACLOBUTRAZOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L.)

Anis Tri Istiana 1)* , Agus Sulistyono dan Juli Santoso P. 2) 1) Mahasiswi Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 2) Dosen Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya, Gunung Anyar, Surabaya Jawa Timur 60294 Email : 1)* [email protected]

ABSTRAK Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ZPT Paclobutrazol yang memberikan hasil maksimal pada tanaman kacang tanah. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dimulai pada bulan Februari sampai Juni 2020. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar 250 SC dengan 9 taraf perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali. Hasil Penelitian menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi ZPT Paclobutrazol terhadap berat polong basah, berat polong kering, jumlah polong, jumlah polong isi, jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman, dan berat 100 biji. Konsentrasi yang mampu menghasilkan produksi kacang tanah yang maksimal yaitu pada konsentrasi ZPT Paclobutrazol 125 ppm. Kata Kunci : Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar, Pertumbuhan, Produksi Kacang Tanah ( Arachis hypogaea L.)

ABSTRACT Peanuts are an agribusiness commodity with high economic value and a source of protein. This study aims to determine the concentration of ZPT Paclobutrazol which gives maximum results in peanut plants. This research was carried out on the land of the Faculty of Agriculture, “Veteran” National Development University, East Java, starting from February to June 2020. This study used a randomized block design (RAK) with one factor, namely the concentration of ZPT Paclobutrazol Goldstar 250 SC with 9 levels of treatment repeated 4 time. The results showed the effect of Paclobutrazol ZPT concentration on wet pod weight, dry pod weight, number of pods, number of filled pods, number of seeds per plant, weight of seeds per plant, and weight of 100 seeds. The concentration that can produce maximum peanut production is at a concentration of 125 ppm of ZPT Paclobutrazol. Keywords : Concentration of ZPT Paclobutrazol Goldstar, Growth, Peanut ( Arachis hypogaea L.) production.

127 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

PENDAHULUAN Penelitian ini dilaksanakan di lahan Kacang tanah adalah komoditas Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup tinggi Nasional “Veteran” Jawa Timur dimulai pada bulan dan merupakan salah satu sumber protein dalam Februari sampai Juni 2020. pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus Bahan dan Alat meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah Bahan yang digunakan dalam percobaan ini penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, diversifikasi adalah benih kacang tanah varietas Kancil, pupuk pangan, serta meningkatnya kapasitas kompos, pupuk NPK, zat pengatur tumbuh industri makanan di Indonesia. Kacang tanah Paclobutrazol Golstar 250 SC, Pestisida Curacron merupakan tanaman pangan kacang-kacangan yang 500 EC, Fungisida Dithane M-45 80 WP, dan menempati urutan terpenting kedua setelah kedelai. karung. Alat yang digunakan yaitu cangkul, Masalah budidaya menyebabkan kalkulator, gembor, ember, handsprayer, kamera, peningkatan persentase polong hampa (cipo) yang label, penggaris/meteran, dan timbangan analitik. cukup besar. Polong yang terisi pun seringkali tidak Metode Penelitian selalu penuh terisi biji atau terisi kurang maksimal Penelitian ini menggunakan rancangan sehingga tidak mencapai ukuran biji yang acak kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Faktor diharapkan. Produksi kacang tanah dalam negeri yang diteliti yaitu konsentrasi Paclobutrazol. 9 taraf selama tiga dekade terakhir menunjukkan perlakuan yang diulang 4 kali sehingga terdapat 36 pertumbuhan yang positif. Produksi tersebut belum unit percobaan dengan 2 tanaman per percobaan. bisa memenuhi permintaan yang semakin Konsentrasi yang ditetapkan yaitu P0 :m Tanpa meningkat, sehingga jumlah impor kacang tanah diberi perlakuan konsentrasi Paclobutrazol, P1 : pun meningkat tajam. Data FAO pada tahun 2009- Paclobutrazol konsentrasi 25 ppm, P2 : 2013 Indonesia menjadi negara importir nomor dua Paclobutrazol konsentrasi 50 ppm, P3 : dunia yang mengimpor kacang tanah dengan rata- Paclobutrazol konsentrasi 75 ppm, P4 : rata sebesar 137,17 ribu ton. Data Badan Pusat Paclobutrazol konsentrasi 100 ppm, P5 : Statistik (BPS) pada tahun 2014-2018 Paclobutrazol konsentrasi 125 ppm, P6 : menunjukkan hasil produksi kacang tanah Paclobutrazol konsentrasi 150 ppm, P7 menurun, yaitu pada tahun 2014 sebanyak 638,896 Paclobutrazol konsentrasi 175 ppm. ton sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 512,198 Pelaksanaan ton. Produksi kacang tanah yang stagnan dan impor Pelaksanaan dimulai dengan persiapan yang terus meningkat disebabkan oleh sistem media tanam yaitu dengan menggemburkan tanah produksi yang tidak mampu merespon kebutuhan terlebih dahulu agar tanah menjadi halus. Media pasar. Penelitian yang telah dilakukan yang baik digunakan untuk budidaya kacang tanah menghasilkan berbagai komponen teknologi yaitu tanah yang gembur dan mengandung bahan produksi yang lebih produktif dan efisien. Cara organik yang kemudian dicampur pupuk kompos tanam dan pemeliharaan tanaman dilakukan secara dengan perbandingan 2:1 dan diaduk merata. manual seperti cara petani enam puluh tahun lalu. Media yang sudah siap kemudian dimasukkan Teknologi budidaya kacang tanah saat ini belum kedalam karung ukuran 25 kg hingga bagian. dapat menaikkan produktivitas secara maksimal. Zat pengatur tumbuh ternyata mampu Benih yang akan ditanam merupakan benih yang menekan pertumbuhan vegetatif, memperbaiki unggul, saat penelitian menggunakan varietas kualitas polong, dan meningkatkan hasil panen. Zat kancil. Pemilihan benih sangat perlu dilakukan, pengatur tumbuh ditinjau dari segi sifatnya terbagi tujuannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal menjadi dua yaitu ada yang bersifat memacu dan didapatkan tanaman yang pertumbuhannya pertumbuhan dan ada yang bersifat menghambat baik sehingga proses pertumbuhannya serempak. pertumbuhan, salah satu zat pengatur tumbuh yang Benih yang sudah di seleksi kemudian ditanam telah banyak dibuktikan efektif menekan pada lubang tanam yang dilakukan dengan cara pertumbuhan vegetatif adalah paclobutrazol. menugal sedalam 3 cm sebanyak 2 benih/lubang Paclobutrazol mempunyai peranan dalam dan jarak tanam yang digunakan yaitu 40 x 20 cm mengatasi kelemahan-kelemahan pemangkasan antar karung. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu dalam membatasi pertumbuhan vegetatif tanaman, pada 14 dan 40 HST dengan menggunakan pupuk bahkan dapat pula melibatkan perubahan fisiologis phonska. Pupuk diberikan dengan cara menabur seluruh bagian tanaman sehingga pemangkasan kedalam lubang yang telah disiapkan dengan jarak tidak perlu dilakukan. Paclobutrazol juga mampu 3 cm dari lubang tanam kemudian lubang ditutup meningkatkan karbohidrat jaringan kayu, partisi kembali. Dosis yang digunakan yaitu 1,6 asimilat dari daun ke akar, meningkatkan respirasi g/tanaman. Paclobutrazol diaplikasikan 3x pada akar, dan mengurangi kehilangan air di akar [7]/ tanaman kacang tanah, yaitu pada saat umur 25, 32, BAHAN DAN METODE PENELITIAN dan 39 HST dengan konsentrasi 0 ppm, 25 ppm, 50 Waktu dan Tempat Penelitian ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm, 175

128

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9 ppm, dan 200 ppm. Pembuatan larutan hampa, persentase polong isi dan hampa, jumlah paclobutrazol yang akan disemprotkan ke tanaman biji per tanaman, berat biji per tanaman, dan berat kacang tanah yaitu dengan mengambil taraf 100 biji. konsentrasi yang akan di aplikasikan. Analisi Data Pengaplikasian ZPT ini dilakukan dengan cara Data hasil penelitian diolah menurut disemprot pada daun tanaman kacang tanah secara analisis keragaman Rancangan Acak Kelompok merata sesuai dengan perlakuan masing-masing. (RAK). Perlakuan yang berpengaruh nyata, maka Pemeliharaan terdiri dari penyiraman, penyiangan, dilanjutkan dengan uji beda rataan antar taraf pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit. perlakuan pada taraf uji 5% (BNJ 0.05). Hubungan Teknik pemanenan umumnya dilakukan secara antara parameter dengan konsentrasi yang manual dengan menyiram media tanam dengan air ditetapkan dapat menggunakan Persamaan agar kacang tanah mudah dicabut. Biji-biji kacang Polinomial fungsi kubik y = ax 3 + bx 2 +cx +d. tanah yang sudah terangkat lalu dikibas-kibaskan sebentar untuk membersihkannya dari tanah yang HASIL DAN PEMBAHASAN masih menempel. Kacang tanah yang sudah Tinggi Tanaman (cm) dipanen kemudian dipisahkan dari batang dan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tangkainya yang selanjutnya dimasukkan kedalam perlakuan konsentrasi ZPT packlobutrazol karung dan dijemur. berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Perlakuan konsentrasi menunjukkan pengaruh yang sangat Parameter nyata pada saat umur 5 MST. Nilai rata-rata tinggi Parameter yang diamati pada fase tanaman kacang tanah akibat perlakuan konsentrasi vegetatif yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun, ZPT Paclobutrazol umur 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 MST sedangkan pada fase generatif yaitu panjang ruas disajikan dalam tabel 1, serta grafik hasil perlakuan batang, berat polong basah, berat polong kering, dengan konsentrasi ZPT Paclobutrazol dapat dilihat jumlah polong (total), jumlah polong isi dan pada gambar 1. Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Umur 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 MST Tinggi Tanaman Kacang Tanah (cm) Perlakuan 1 MST 3 MST 5 MST 7 MST 9 MST 11 MST P0 (0 ppm) 1,79 9,50 15,50 c 21,18 d 22,93 d 23,49 d P1 (25 ppm) 1,61 7,69 12,13 b 14,81 c 16,26 c 16,80 c P2 (50 ppm) 1,73 8,59 12,30 b 14,36 bc 15,66 c 16,01 c P3 (75 ppm) 1,69 7,34 10,46 ab 12,65 ab 14,01 b 14,51 b P4 (100 ppm) 1,65 7,71 10,53 ab 12,14 a 13,53 ab 14,03 ab P5 (125 ppm) 1,64 7,51 10,96 ab 12,44 a 13,45 ab 13,93 ab P6 (150 ppm) 1,33 6,50 10,00 a 11,40 a 12,54 a 13,10 a P7 (175 ppm) 1,56 6,36 9,73 a 11,33 a 12,49 a 13,08 a P8 (200 ppm) 1,31 6,23 9,66 a 11,05 a 12,46 a 12,85 a BNJ 5% tn tn 1,87 1,71 1,34 1,33 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%; MST = Minggu Setelah Tanam; tn = tidak nyata

129 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) 11 MST pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar. Perlakuan ZPT Paclobutrazol pada tabel 1. yang diharapkan dapat menekan pertumbuhan menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata vegetatif sehingga mengurangi pemanfaatan hasil terhadap tinggi tanaman kacang tanah. Hasil rata- fotosintesis bagi pertambahan panjang ruas rata data menunjukkan tinggi tanaman kacang tanaman dan menyebabkan tanaman menjadi lebih tanah yang tertinggi pada perlakuan kontrol dengan pendek, diameter batang menjadi lebih besar dan nilai 23,49 cm, hal ini sangat berbeda nyata dengan mencegah kerebahan. Uji korelasi yang terjadi pada perlakuan yang diaplikasikan paclobutrazol. Tinggi konsentrasi dengan tinggi tanaman menunjukkan tanaman kacang tanah yang terpendek yaitu pada hubungan yang baik, hal ini dibuktikan dengan konsentrasi P8 (200 ppm) dengan nilai 12,85 cm, nilai r square pada hasil pengamatan gambar 1. semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka menunjukkan nilai 0,95 artinya nilai ini sangat semakin besar pula pengaruhnya untuk bagus karena 95% konsentrasi yang diberikan menghambat kinerja giberelin dan membuat sangat mempengaruhi parameter tinggi tanaman. tanaman menjadi lebih kerdil. Gambar 1. Jumlah Daun (helai) menunjukkan trend garis dari persamaan fungsi Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kubik semakin tinggi konsentrasi yang diberikan perlakuan konsentrasi ZPT packlobutrazol maka pertumbuhan tanaman semakin pendek berperngaruh terhadap jumlah daun. Perlakuan sehingga hubungan antara konsentrasi (ppm) yang konsentrasi ZPT menunjukkan pengaruh yang diberikan dengan hasil tinggi tanaman (cm) yang nyata saat umur 7 MST. Nilai rata-rata jumlah daun diteliti berbanding terbalik. Nilai r square pada tanaman kacang tanah akibat perlakuan konsentrasi grafik juga menunjukkan mendekati angka 1 yaitu ZPT Paclobutrazol umur 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 MST sebesar 0,95 yang artinya 95% konsentrasi yang disajikan dalam tabel 2, serta grafik hasil perlakuan diberikan mempunyai pengaruh yang tinggi. dengan konsentrasi ZPT Paclobutrazol dapat dilihat Kwon dan Yim [4] menyatakan pada gambar 2. paclobutrazol merupakan salah satu jenis retardan

Tabel 2. Rata-rata Jumlah Daun Kacang Tanah pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Umur 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 MST Jumlah Daun Tanaman Kacang Tanah (hel ai) Perlakuan 1 MST 3 MST 5 MST 7 MST 9 MST 11 MST P0 (0 ppm) 3,50 18,50 35,13 54,50 a 63,00 a 68,75 a P1 (25 ppm) 3,00 17,88 35,25 55,50 ab 66,50 ab 74,25 ab P2 (50 ppm) 3,75 18,88 36,88 59,13 abc 72,00 bc 80,75 b P3 (75 ppm) 3,63 17,50 36,50 61,75 bcd 76,00 cd 83,63 bc P4 (100 ppm) 3,75 20,25 36,63 61,88 bcd 73,38 bc 79,88 b P5 (125 ppm) 3,38 18,63 37,75 67,13 d 84,25 e 94,00 d P6 (150 ppm) 3,75 18,75 35,63 60,88 abcd 79,63 cde 91,13 cd P7 (175 ppm) 3,13 18,00 35,50 67,38 d 81,88 de 93,50 d P8 (200 p pm) 4,00 18,13 35,25 65,25 cd 78,00 cde 83,63 bc BNJ 5% tn tn tn 6,88 8,01 9,44 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%; MST = Minggu Setelah Tanam; tn = tidak nyata

130

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Jumlah Daun (helai) 11 MST pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar. Perlakuan ZPT Paclobutrazol pada tabel 2. sesuai dengan pendapat Gardsur (1991) menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata menyatakan bahwa paclobutrazol dapat terhadap jumlah daun tanaman kacang tanah. Hasil mengurangi laju pembelahan sel dan secara tidak rata-rata data menunjukkan bahwa jumlah daun langsung mengalihkan asimilat ke fase reproduktif. tanaman kacang tanah yang tertinggi pada Secara visual tanaman kacang tanah yang diberi perlakuan P5 (125 ppm) dengan nilai 94,00 helai, perlakuan ZPT Paclobutrazol Goldstar terlihat lebih sedangkan jumlah daun terendah yaitu 68,75 helai hijau, lebih kecil, lebih tebal, tumbuh dengan pada perlakuan Kontrol. Tanaman kacang tanah sangat subur, rapat, dan saling menaungi dibanding yang diaplikasikan paclobutrazol akan mempunyai dengan tanpa pemberian paclobutrazol. Santiasrini jumlah daun yang banyak dan hijau, hal ini (2009) menyatakan paclobutrazol merupakan dikarenakan daun menyerap senyawa aktif senyawa aktif yang bergerak menuju sub apikal dan paclobutrazol yang bergerak menuju sub apikal dan dapat diserap daun maupun akar yang ditranslokasikan melalui xylem kebagian tanaman ditranslokasikan melalui xylem kebagian tanaman lainnya. Senyawa ini digunakan untuk menebalkan lainnya. Senyawa ini kemudian dipakai untuk dan membuat tanaman lebih hijau. Gambar 2. mempercepat pembungaan, memendekkan menunjukkan trend garis dari persamaan fungsi tanaman, dan menebalkan tanaman seperti daun, kubik semakin tinggi konsentrasi yang diberikan batang, akar, dan buah. maka jumlah daun juga meningkat. Hubungan Panjang Ruas Batang (cm) antara konsentrasi (ppm) yang diberikan dengan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa hasil jumlah daun yang diteliti berbanding lurus perlakuan konsentrasi ZPT packlobutrazol hingga konsentrasi tertentu, sehingga semakin berpengaruh sangat nyata terhadap panjang ruas tinggi konsentrasi ZPT Paclobutrazol yang batang kacang tanah. Rata-rata panjang ruas batang diberikan semakin banyak jumlah daun yang tanaman kacang tanah pada berbagai konsentrasi terbentuk. Nilai r square pada grafik juga ZPT Paclobutrazol setelah diuji dengan BNJ 5% menunjukkan mendekati angka 1 yaitu sebesar 0,96 disajikan pada tabel 3, serta grafik hasil perlakuan yang artinya 96% konsentrasi yang diberikan dengan konsentrasi ZPT Paclobutrazol dapat dilihat mampu mempengaruhi jumlah daun. pada gambar 3. Tingginya konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar juga dapat menurunkan jumlah daun,

Tabel 3. Rata-rata Panjang Ruas Batang Kacang Tanah pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Perlakuan Panjang Ruas Batang Tanaman Kacang Tanah (cm) P0 (0 ppm) 2,07 c P1 (25 ppm) 1,61 b P2 (50 ppm) 1,51 ab P3 ( 75 ppm) 1,47 ab P4 (100 ppm) 1,48 ab P5 (125 ppm) 1,38 ab P6 (150 ppm) 1,33 ab P7 (175 ppm) 1,32 ab P8 (200 ppm) 1,23 a BNJ 5% 0,33 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%; MST = Minggu Setelah Tanam; tn = tidak nyata

131 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

Gambar 3. Grafik Panjang Ruas Batang pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar. Perlakuan ZPT Paclobutrazol pada tabel 3. membuktikan bahwa pemberian konsentrasi ZPT menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata Paclobutrazol Goldstar terbukti dapat melibatkan terhadap panjang ruas batang tanaman kacang perubahan fisiologis batang tanaman kacang tanah. tanah. Hasil rata-rata data menunjukkan bahwa Frank B. Salisbury Cleon w. Ross [3] menyatakan panjang ruas batang tanaman kacang tanah yang paclobutrazol merupakan zat yang dapat tertinggi pada perlakuan P5 (125 ppm) yaitu menghambat pemanjangan batang dan sebesar 2,07 cm, sedangkan panjang ruas batang menyebabkan pengkerdilan, karena menghambat yang terpendek yaitu pada perlakuan P8 (200 ppm) sintesis giberelin, sehingga mengakibatkan dengan hasil 1,23 cm. Tanaman kacang tanah yang pemanjangan sel meristem berjalan lambat. diaplikasikan paclobutrazol maka setiap ruas- Aplikasi ZPT Paclobutrazol Goldstar dapat ruasnya mengalami pemendekan, hal ini memperpendek ruas batang tanaman kacang tanah merupakan salah satu hasil dari reaksi dimulai pada ruas ketiga hingga keenam, sehingga pengaplikasian paclobutrazol, terbukti dengan kesempatan ginofor menembus tanah lebih banyak. semakin banyaknya konsentrasi yang diberikan Panjang ruas tanaman kacang tanah berhubungan maka semakin pendek pula ruas batang yang dengan masuknya fase generatif yang ditandai terbentuk. Gambar 3. menunjukkan trend garis dari dengan munculnya bunga. persamaan fungsi kubik yang menunjukkan Berat Polong Basah (g) dan Berat Polong hubungan konsentrasi (ppm) dengan panjang ruas Kering (g) batang (cm) yang diteliti berbanding terbalik, Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa sehingga semakin tinggi konsentrasi ZPT perlakuan konsentrasi ZPT packlobutrazol Paclobutrazol yang diberikan semakin pendek ruas berpengaruh nyata terhadap berat polong basah dan batang yang terbentuk. Nilai r square pada grafik polong kering kacang tanah. Rata-rata berat polong juga menunjukkan mendekati angka 1 yaitu sebesar basah dan polong kering tanaman kacang tanah 0,94 yang artinya 94% konsentrasi yang diberikan pada berbagai konsentrasi ZPT Paclobutrazol mampu mempengaruhi panjang ruas batang. disajikan pada tabel 4, serta grafik hasil perlakuan Perlakuan 200 ppm ZPT Paclobutrazol dengan konsentrasi ZPT Paclobutrazol dapat dilihat Goldstar menyebabkan panjang ruas batang pada gambar 4. tanaman kacang tanah mengalami pemendekan yaitu sebesar 40% dibandingkan kontrol, hal ini

Tabel 4. Rata-rata Berat Polong Basah dan Polong Kering Kacang Tanah pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol. Perlakuan Berat Polong Basah (g) Berat Polong Kering (g) P0 (0 ppm) 67,35 a 44,03 a P1 (25 ppm) 67,83 a 49,10 ab P2 (50 ppm) 73,11 abc 53,21 bc P3 (75 ppm) 76,31 bc 56,47 c P4 (100 ppm) 79,13 cd 56,86 c P5 (125 ppm) 83,46 d 57,17 c P6 (150 ppm) 70,03 abc 45,49 a P7 (175 ppm) 69,78 abc 44,34 a

132

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

P8 (200 ppm) 69 ,30 a 44,64 a BNJ 5% 6,64 6,64 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%; MST = Minggu Setelah Tanam; tn = tidak nyata

Gambar 4. Grafik Berat Polong Basah dan Polong Kering pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar. Perlakuan ZPT Paclobutrazol pada tabel 4. kualitas polong, dan meningkatkan hasil. Hasil menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata tersebut menunjukkan bahwa berat polong basah terhadap berat polong basah dan polong kering dan kering memberikan peningkatan terhadap hasil tanaman kacang tanah. Hasil rata-rata berat polong polong kacang tanah, namun jika dilihat dari basah yang tertinggi yaitu 83,46 gram pada ukuran polong kacang tanah mulai dari konsentrasi perlakuan P5 (125 ppm), sedangkan berat polong 25 hingga 200 ppm mengalami penurunan ukuran basah yang terendah yaitu 67,35 gram pada polong dibanding kontrol. Larson [5] penggunaan perlakuan P0 (0 ppm). Hasil rata-rata berat polong retardan memberikan beberapa keuntungan dan kering yang tertinggi yaitu 57,17 gram pada kerugian. Keuntungannya adalah dapat perlakuan P5 (125 ppm), sedangkan berat polong meningkatkan keseragaman pembungaan serta kering yang terendah yaitu 44,03 gram pada ketahanan tanaman terhadap cekaman air, suhu perlakuan P0 (0 ppm). Gambar 4 menunjukkan panas, suhu dingin dan cekaman pada berbagai trend garis dari persamaan fungsi kubik, dari grafik kondisi ruangan. Kerugiannya adalah respon yang diatas dapat dilihat bahwa hubungan antara berbeda-beda dalam spesies yang sama, konsentrasi (ppm) yang diberikan dengan berat pembungaan akan terhambat jika pemberian polong basah dan polong kering (g) yang terlambat dilakukan. dihasilkan berbanding lurus. Konsentrasi diberikan Jumlah Polong, Jumlah Polong Isi dan Hampa semakin tinggi maka semakin meningkat pula hasil (butir) berat polong basah maupun kering, namun Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa peningkatan ini mencapai konsentrasi 125 ppm perlakuan konsentrasi ZPT packlobutrazol karena pada konsentrasi 150 ppm berat polong berpengaruh nyata terhadap jumlah polong dan sudah mengalami penurunan. Nilai r square pada jumlah polong isi, namun tidak berpengaruh nyata grafik berat polong basah dan kering menunjukkan pada jumlah polong hampa kacang tanah. Rata-rata angka mendekati 1 yaitu sebesar 0,63 pada berat jumlah polong total, polong isi dan hampa tanaman polong basah dan 0,81 pada berat polong kering, kacang tanah pada berbagai konsentrasi ZPT artinya 63% dan 81% konsentrasi yang diberikan Paclobutrazol setelah diuji dengan BNJ 5% mampu mempengaruhi berat polong basah dan disajikan pada tabel 5, serta grafik hasil perlakuan berat polong kering. Adisarwanto [1] menyatakan dengan konsentrasi ZPT Paclobutrazol dapat dilihat zat pengatur tumbuh paclobutrazol mampu pada gambar 5. menekan pertumbuhan vegetatif, memperbaiki

133 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

Tabel 5. Rata-rata Jumlah Polong, Jumlah Polong Isi dan Hampa Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Jumlah Polong Isi Jumlah Polong Perlakuan Jumlah Polon g (butir) (butir) Hampa (butir) P0 (0 ppm) 60,50 a 56,25 a 4,25 P1 (25 ppm) 65,75 ab 61,75 ab 4,00 P2 (50 ppm) 68,75 abc 65,00 abc 3,75 P3 (75 ppm) 73,00 bc 70,25 bcde 2,75 P4 (100 ppm) 77,25 cd 74,75 de 2,50 P5 (125 p pm) 82,00 d 79,25 e 2,75 P6 (150 ppm) 77,50 cd 74,50 de 3,00 P7 (175 ppm) 74,75 cd 71,25 cde 4,00 P8 (200 ppm) 73,50 bcd 69,25 bcd 4,25 BNJ 5% 8,99 9,13 tn Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%; MST = Minggu Setelah Tanam; tn = tidak nyata

Gambar 5. Grafik Jumlah Polong, Polong Isi dan Hampa pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar Perlakuan ZPT Paclobutrazol pada tabel 5. jumlah polong isi yang dihasilkan berbanding menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata lurus. Konsentrasi yang diberikan semakin tinggi terhadap jumlah polong dan jumlah polong isi. maka semakin meningkat pula hasil jumlah polong Hasil rata-rata jumlah polong yang terbanyak yaitu dan jumlah polong isinya, namun peningkatan ini 82,00 butir pada perlakuan P5 (125 ppm), mencapai konsentrasi 125 ppm karena pada sedangkan jumlah polong yang terendah yaitu konsentrasi 150 ppm berat polong sudah 60,50 butir pada perlakuan P0 (0 ppm). Jumlah mengalami penurunan. Nilai r square pada grafik polong isi yang terbanyak yaitu 79,25 butir pada jumlah polong dan jumlah polong isi menunjukkan perlakuan P5 (125 ppm) dan terendah yaitu 56,25 angka mendekati 1 yaitu sebesar 0,94 pada jumlah pada perlakuan kontrol. Gambar 5. menunjukkan polong dan 0,94 pada jumlah polong isi, artinya trend garis dari persamaan fungsi kubik. Grafik 94% konsentrasi yang diberikan mampu diatas menunjukkan hubungan antara konsentrasi mempengaruhi jumlah polong dan jumlah polong (ppm) yang diberikan dengan jumlah polong dan isi pada tanaman kacang tanah. Polong hampa

134

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

(polong tidak berisi) dan polong terisi tapi tidak terbentuk saat penelitian memang banyak, namun penuh (ukuran biji kurang maksimal) adalah salah ginofor yang berproduksi menjadi polong kurang satu penyebab turunnya produksi kacang tanah. maksimal hal ini dikarenakan saat penelitian Fakta ini didukung oleh penelitian Bell & Wright menggunakan polybag, sehingga media yang [2] menyatakan populasi tanaman kacang tanah di tersedia kurang luas dan mengakibatkan pengisian Indonesia tergolong tinggi ternyata polong yang polong menjadi kurang maksimal. dihasilkan banyak yang tidak berisi atau tidak terisi Persentase Polong Isi dan Hampa (%) maksimum, yang mengakibatkan produktivitasnya Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dibawah 2.5 ton/ha. Jumlah dan kualitas polong perlakuan konsentrasi ZPT packlobutrazol tidak sangat mempengaruhi hasil produksi kacang tanah. berpengaruh nyata terhadap persentase polong isi Jumlah ginofor dalam satu tanaman mencapai 20- dan hampa kacang tanah. Rata-rata persentase 45 buah, namun yang terbentuk hanya sekitar 26- polong isi dan hampa tanaman kacang tanah pada 68% (rata -rata 46%) dari rata-rata ginofor yang berbagai konsentrasi ZPT Paclobutrazol disajikan terbentuk menjadi polong. Jumlah ginofor yang pada tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Persentase Polong Isi dan Hampa Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Persentase Polong Persentase Polong Perlakuan Isi (%) Hampa (%) P0 (0 ppm) 93,02 6,98 P1 (25 ppm) 93,84 6,16 P2 (50 ppm) 94,34 5,66 P3 (75 ppm) 96,25 3,75 P4 (100 ppm) 96,58 3,42 P5 (125 ppm) 96,45 3,55 P6 (150 ppm) 96,16 3,84 P7 (175 ppm) 95,35 4,65 P8 (200 ppm) 94,25 5,75 BNJ 5% tn tn Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%; MST = Minggu Setelah Tanam; tn = tidak nyata

Perlakuan ZPT Paclobutrazol pada tabel 6 Jumlah Biji per Tanaman (butir) menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terhadap persentase polong isi dan hampa tanaman perlakuan konsentrasi ZPT packlobutrazol kacang tanah. Hasil rata-rata persentase polong isi berpengaruh nyata terhadap jumlah biji per yang tertinggi yaitu 96,58% pada perlakuan P4 tanaman kacang tanah. Rata-rata jumlah biji per (175 ppm) dan terendah yaitu 93,02% pada tanaman kacang tanah pada berbagai konsentrasi perlakuan P0 (0 ppm). Hasil rata-rata persentase ZPT Paclobutrazol disajikan pada tabel 7, serta polong hampa yang tertinggi yaitu 6,98% pada grafik hasil perlakuan dengan konsentrasi ZPT perlakuan kontrol dan terendah 3,42% pada Paclobutrazol dapat dilihat pada gambar 7. perlakuan P4 (100 ppm).

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Biji per Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Perlakuan Jumlah Biji per Tanaman Kacang Tanah (butir) P0 (0 ppm) 105,25 a P1 (25 ppm) 113,25 abc P2 (50 ppm) 121,00 bc P3 (75 ppm) 131,50 cd P4 (100 ppm) 138,00 de P5 (125 ppm) 146,75 e P6 (150 ppm) 138,25 de P7 (175 ppm) 133,75 cde P8 (200 ppm) 131,25 cd BNJ 5% 14,3 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%; MST = Minggu Setelah Tanam; tn = tidak nyata

135 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

Gambar 6. Grafik Jumlah Biji per Tanaman pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar Perlakuan ZPT Paclobutrazol pada tabel 7. tanaman terhadap konsentrasi yang diberikan menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata diduga mampu meningkatkan hasil produksi terhadap persentase jumlah biji per tanaman kacang kacang tanah. Batang dan daun pada tanaman tanah. Hasil rata-rata jumlah biji per tanaman yang kacang tanah yang diberi perlakuan paclobutrazol tertinggi yaitu 146,75 butir pada perlakuan P5 (125 lebih tebal dan hijau, hal ini menunjukkan ppm), sedangkan jumlah biji yang terendah yaitu karbohidrat yang tersimpan dalam batang 105,25 pada perlakuan P0 (0 ppm). Gambar 7. kemudian dapat ditanslokasikan ke polong. Berat menunjukkan trend garis dari persamaan fungsi batang menurun selama pertumbuhan polong dan kubik, dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pengisian biji. Cadangan karbohidrat dalam batang hubungan antara konsentrasi (ppm) yang diberikan merupakan persediaan pengguna untuk dengan hasil jumlah biji per tanaman mengalami pertumbuhan biji selama periode-periode bila peningkatan hingga konsentrasi 125 ppm dan fotosintesis sedikit. penurunan pada konsentrasi 150 sampai 200 ppm. Berat Biji per Tanaman (gram) dan Berat 100 Nilai r square pada grafik jumlah biji per tanaman Biji (g) menunjukkan angka mendekati 1 yaitu sebesar Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa 0,95, artinya 95% konsentrasi yang diberikan perlakuan konsentrasi ZPT packlobutrazol mampu mempengaruhi jumlah biji per tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap berat biji per pada tanaman kacang tanah. tanaman dan berat 100 biji kacang tanah. Rata-rata Jumlah biji per tanaman menunjukkan berat biji per tanaman dan berat 100 biji tanaman hasil yang sangat berbeda nyata. Konsentrasi 125 kacang tanah pada berbagai konsentrasi ZPT ppm memberikan hasil yang paling tinggi diantara Paclobutrazol setelah diuji dengan BNJ % disajikan perlakuan lainnya, yaitu memberikan peningkatan pada tabel 8, serta grafik hasil perlakuan dengan hasil hingga 10% dibanding kontrol. Waktu konsentrasi ZPT Paclobutrazol dapat dilihat pada aplikasi, lingkungan yang mendukung serta respon gambar 8.

Tabel 8. Rata-rata Berat Biji per Tanaman dan Berat 100 Biji Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Berat Biji per Tanaman Kacang Berat 100 Biji Tanaman Kacang Perlakuan Tanah (butir) Tanah (butir) P0 (0 ppm) 31,43 bc 30,00 g P1 (25 ppm) 31,90 bc 28,35 f P2 (50 ppm) 32,59 c 26,88 e P3 (75 ppm) 32,82 c 26,16 e P4 (100 ppm) 34,65 d 23,98 d P5 (125 ppm) 35,93 d 22,70 c P6 (150 ppm) 32,60 c 20,86 b P7 (175 ppm) 30,52 b 19,09 a P8 (200 ppm) 28,59 a 18,37 a BNJ 5% 1,43 1,06 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%; MST = Minggu Setelah Tanam; tn = tidak nyata

136

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN:978-623-93261-5-9

Gambar 8. Grafik Berat Biji per Tanaman dan Berat 100 Biji pada Perlakuan Konsentrasi ZPT Paclobutrazol Goldstar.

137 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROTEKNOLOGI 2021. ISBN: 978-623-93261-5-9

Tabel 8. menunjukkan pengaruh konsentrasi 125 ppm ZPT Paclobutazol yang sangat berbeda nyata terhadap berat Goldstar 250 SC merupakan konsentrasi biji per tanaman dan berat 100 biji tanaman yang mampu meningkatkan hasil fase kacang tanah. Hasil rata-rata berat biji per generatif secara maksimal pada tanaman tanaman yang tertinggi yaitu 35,93 gram kacang tanah yaitu pada berat polong basah, pada perlakuan P5 (125 ppm) dan yang berat polong kering, jumlah polong, jumlah terendah yaitu 28,59 gram pada perlakuan polong isi, jumlah biji per tanaman dan berat P8 (200 ppm). Hasil rata-rata berat 100 biji biji per tanaman. Konsentrasi 125 ppm ZPT yang tertinggi yaitu 30,00 gram pada Paclobutazol Goldstar 250 SC mampu perlakuan kontrol dan terendah yaitu 18,34 meningkatkan berat polong basah, berat gram pada perlakuan P8 (200 ppm). Grafik polong kering, dan berat biji per tanaman 8. menunjukkan trend garis dari persamaan berturut-turut yaitu 23%, 29%, dan 10% fungsi kubik, dari grafik diatas dapat dilihat dibanding kontrol. Grafik fase generatif bahwa hubungan antara konsentrasi (ppm) secara umum menunjukkan konsentrasi ZPT yang diberikan dengan hasil hasil berat biji Paclobutrazol 125 ppm dengan nilai per tanaman dan berat 100 biji. Berat biji per tertinggi, yaitu ditunjukkan dari nilai r tanaman mengalami peningkatan dimulai square yang mendekati angka 1. dari konsentrasi 0 ppm hingga 125 ppm dan mengalami penurunan pada konsentrasi 150 DAFTAR PUSTAKA hingga 200 ppm. Berat 100 biji pada [1] Adisarwanto, A.A. 1993. Budidaya tanaman kacang tanah mengalami Kacang Tanah. Malang: Balai penurunan yang sangat signifikan dari Penelitian dan Pengembangan konsentrasi 0 hingga 200 ppm. Nilai r square Tanaman Pangan. 91-107 hal. pada grafik berat biji per tanaman dan berat [2] Bell, M.J., dan G.C. Wright. 1998. 100 biji menunjukkan angka mendekati 1 Groundnut growth and development in yaitu sebesar 0,85 pada berat biji per contrasting environtment.1. growth and tanaman dan 0,99 pada berat 100 biji, plant density responses. Eksperimental artinya 85% dan 99% konsentrasi yang Agriculture 34 : 99-112. diberikan mampu mempengaruhi berat biji [3] Frank, B.S. dan W. Cleon. 1995. per tanaman dan berat 100 biji pada tanaman Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Jilid kacang tanah. kedua ITB Press. 141 hal. Hasil fotosintesis lebih terfokus [4] Kwon, Y.W. and K.O. Yim. 1986. untuk pembentukan daun, karena daun yang Paclobutrazol in Rice, Plant Growth diaplikasikan paclobutrazol lebih banyak Regulator in Agriculture. ASPAC. dan lebih hijau, selain itu juga karena faktor Taipei. Taiwan. 267-278 p. lingkungan yang kurang mendukung dan varietas yang digunakan kurang sesuai [5] Larson, R.A. 1992. Introduction to dengan lingkungan yang ada. Hasil ini Floriculture. Academic Press Inc. didukung oleh Rullist (2008), pemberian zat California. 636 p. penghambat tumbuh pada tanaman memiliki [6] Rullist, F. 2008. Pengaruh Waktu pengaruh yang bervariasi tergantung pada Pemberian dan Konsentrasi lingkungan dan spesies tanaman. Perlakuan Paclobutrazol Terhadap Pertumbuhan, ZPT Paclobutrazol ini dapat menurunkan Hasil dan Mutu Benih Kacang Tanah berat 100 biji karena dilihat secara visual (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Fakultas bahwa ukuran biji yang menggunakan Pertanian, Universitas Andalas. Padang. perlakuan paclobutrazol lebih kecil. 53 hal. Wicaksono (2017) semakin tinggi taraf [7] Sya’bani, N. 2011. Pengaruh paclobutrazol yang di aplikasikan akan Paclobuttrazol Terhadap Karakteristik menyebabkan jumlah bunga meningkat, Fisiologis dan Hasil Kacang tanah ( namun tidak diimbangi ketersediaan hara Arachis hypogaea L.) Varietas Siam dan yang menyebabkan pembentukan biji kurang Kelinci. Departemen Agronomi dan optimal sehingga ukuran biji lebih kecil Hortikultura Fakultas Pertanian Institut dibandingkan kontrol. Hasil berat perlakuan Pertanian Bogor. 20 hal. kontrol yang memiliki nilai berat 100 biji [8] Wicaksono, A.C. 2017. Paclobutrazol tertinggi dan mengalami penurunan pada Effectiveness and Phospor Fertilizer to setiap perlakuannya hingga konsentrasi 200 Increase Seed Production (Arachis ppm. hypogaea L.) Varietas Takar Dua. SIMPULAN Jurusan Produksi Pertanian, Politeknik Penelitian pengaruh konsentrasi Negeri Jember. Event : Seminar, Ekspo ZPT paklobutrazol Goldstar terhadap dan Diskusi (SEEDs) Perbenihan pertumbuhan dan produksi tanaman kacang Nasional. 12 hal. tanah dapat disimpulkan bahwa perlakuan

138