KOMPOSISI KOMUNITAS FAUNA TANAH YANG AKTIF DI PERMUKAAN TANAH PADA AREAL PERTANIANHORTIKULTURA DI DESA PENGAMBATEN KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO

SKRIPSI

MARTADINA 120805018

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KOMPOSISI KOMUNITAS FAUNA TANAH YANG AKTIF DI PERMUKAAN TANAH PADA AREAL PERTANIAN HORTIKULTURA DI DESA PENGAMBATEN KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MARTADINA 120805018

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERNYATAAN ORISINALITAS

KOMPOSISI KOMUNITAS FAUNA TANAH YANG AKTIF DI PERMUKAAN TANAH PADA AREAL PERTANIAN HORTIKULTURA DI DESA PENGAMBATEN KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2018

MARTADINA 120805018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Komposisi Komunitas Fauna Tanah Yang Aktif Di Permukaan Tanah Pada Areal Pertanian Hortikultura Di Desa Pengambaten Kecamatan Merek Kabupaten Karo. Kategori : Skripsi Nama : Martadina Nomor Induk Mahasiswa : 120805018 Program Studi : Sarjana Biologi Fakultas : MIPA-Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2018

Komisi Pembimbing Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Nursal, M.Si Drs. H. Arlen Hanel John, M.Si NIP. 19611090311990031002 NIP. 195810181990031001

Ketua Program Studi

Dr. Saleha Hannum, M.Si NIP. 197108312000122001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KOMPOSISI KOMUNITAS FAUNA TANAH YANG AKTIF DI PERMUKAAN TANAH PADA AREAL PERTANIAN HORTIKULTURA DI DESA PENGAMBATEN KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO

ABSTRAK

Penelitian komposisikomunitas faunatanahyang aktif di permukaan tanah pada arealpertanian hortikultura telah dilakukan dari bulan September 2016 sampai April 2017.Tujuan penelitian adalahuntuk menganalisis komposisikomunitas faunatanahyang aktif di permukaan tanah dan hubungannya dengan faktor fisika- kimia tanahpada arealpertanian hortikultura di Desa Pengambaten Kecamatan Merek Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.Lokasi sampling terdiri dari tiga petak lahan.Penentuan titik sampling menggunakan metode Purposive Sampling. Pengambilan sampel fauna tanah menggunakan metode Pitfall trap. Hasil penelitian ditemukan dua filum, lima kelas, 11 ordo, 15 famili dan 20 spesies fauna tanah. Empat spesies fauna tanah yang memiliki potensi sebagai indikator biotik yang ditandai dari nilai ≥KR 10% dan FK ≥ 25% pada lokasi penelitian yaituAphaenogaster sp., Euborellia sp., Onychiurus sp. dan bilineatus. Fauna tanah dengan nilai komposisi tertinggi pada Lokasi I adalah Euborellia sp., Lokasi II adalah Onychiurus sp. dan Lokasi III adalah Aphaenogaster sp.

Kata kunci: Fauna tanah, Kabupaten Karo, Pertanian hortikultura, Pitfall trap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA COMPOSITION COMMUNITY OF SOIL FAUNA THAT ACTIVE ON SURFACE IN HORTICULTURAL FARMLAND AT PENGAMBATEN VILLAGE, MEREK SUB-DISTRICT, KARO DISTRICT

ABSTRACT

The study of soil fauna community that active on surface in horticultural farmland has been conducted from September 2016toApril 2017. The aim of this study was to analyze composition of soil fauna community that active on surface and their correlation with physico-chemical factors in horticultural farmland of Pengambaten village Merek sub-district, Karo district, North Sumatera. The research was conducted in three horticultural farms. Designation of sampling sites were determined by Purpossive Sampling. Soil fauna were sampled using pit fall trap method. The study found 20 specieses consisted of two phylas, six classes, 11 orders, 15 families. Four specieses of soil fauna possessed potential as indicator biotic, shown by the value of Relative Density (KR)≥ 10% and Frequency of Presence ≥ 25% in study site, namely Aphaenogaster sp., Euborellia sp., Onychiurus sp. and Pangaeus bilineatus. Soil fauna with the highest structuring community was shown in Location I by species Euborellia sp., in Location II by species Onychiurussp. and in Location III by species Aphaenogaster sp.

Key word: Horticultural farmland, Karo district, Pitfall trap, Soil fauna

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGHARGAAN

Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini yang berjudul “Komposisi Komunitas Fauna Tanah yang Aktif di Permukaan Tanah pada Areal Pertanian Hortikultura di Desa Pengambaten, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo”. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena bantuan serta dukungan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Ayahanda Amir Butar-butar dan Ibunda Nurmasitahanum yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, nasehat, motivasi, dan dukungan moril maupun materil kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. H. Arlen Hanel John, M.Si selaku dosen pembimbing I sekaligus dosen penasehat akademik penulis dan Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan, masukan, motivasi dengan penuh kesabaran dari awal hingga akhir skiripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Erni Jumilawaty M.Si selaku dosen penguji I dan Bapak Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si selaku dosen penguji II yang telah memberikan banyak saran dan arahan demi kesempurnaan skripsi ini.Terima kasih kepada Ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si serta seluruh staf dosen dan pegawai Departemen Biologi FMIPA USU atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan. Terima kasih kepada seluruh teman seperjuangan: Riri, Cicahaya, Miza, Kinah, Rika, Yan, Diana, Sarah, Yudi, Ihsan, Risda dan Tirta yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian maupun penulisan skripsi. Terima kasih juga kepada teman-teman stambuk 2012 (AOC) yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.Terima kasih penulis sampaikan kepada Bang Edward atas seluruh bantuan, dukungan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Zamak, Bagus, Ummi, kak Zia dan Topik yang ikhlas membantu dalam penelitian penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Kakak Asuh Kak Saniah dan Kak Tia beserta adik asuh Mahdiyah ardina, serta semua orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang telah membantu dalam penelitian dan skripsi penulis.Penulis tidak bisa membalas apapun, semoga Allah membalas semua kebaikan teman-teman. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.Aamiin Ya Robbal Alaamiin.

Medan, Juli 2018

Martadina

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i ABSTRAK ii ABSTRACT iii PENGHARGAAN iv DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 2 1.3 Tujuan 3 1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Komposisi Komunitas 4 2.2 Fauna Tanah 4 2.2.1 Ukuran Tubuh 4 2.2.2 Kehadiran 5 2.2.3 Habitat 5 2.2.4 Kegiatan makan 5 2.3 Peranan Fauna Tanah 6 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Fauna Tanah 6 2.4.1 Suhu Tanah 6 2.4.2 Kelembaban Tanah 7 2.4.3 Kadar Air Tanah 8 2.4.4 Keasaman (pH) Tanah 8 2.4.5 Kadar Organik Tanah 9 2.4.6 Pengelolaan Lahan (Pertanian Hortikultura) 10

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 11 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 11 3.2 Deskripsi Area 11 3.3 Alat dan Bahan 13 3.4 Metode Penelitian 13 3.5 Pelaksanaan penelitian 13 3.5.1 Pengambilan Sampel 13 3.5.2Identifikasi Spesies 14 3.6 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah 14 3.6.1pH, Kelembaban Tanah dan Suhu Tanah 14 3.6.2Kadar Air Tanah 14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.6.3Kadar N, P, K dan C-organik 15 3.7 Analisis Data 15

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Fauna Tanah yang Ditemukan 17 4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Fauna Tanah 19 4.3 Frekuensi Kehadiran (Konstanta) Fauna Tanah 21 4.4 Kepadatan Relatif (KR %) ≥ 10% dan Frekuensi 23 Kehadiran (FK %) ≥ 25% 4.5 Komposisi Spesies Fauna Tanah Lokasi Penelitian 25

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 27 5.2 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28 LAMPIRAN 31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

3.1 Alat yang digunakan untuk Mengukur pH, Kelembaban 14 Tanah dan Suhu Tanah 3.2 Metode Pengukuran Kadar N, P, K dan C-organik 15 4.1 Klasifikasi Fauna Tanah yang Ditemukan pada Setiap 17 Lokasi penelitian 4.2 Nilai Faktor Fisik-Kimia Tanah di Lokasi Penelitian 19 4.3 Nilai Kepadatan (Individu/m2) dan Kepadatan Relatif (%) 20 Fauna Permukaan Tanah Pada Setiap Lokasi Penelitian 4.4 Nilai Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi 22 FaunaTanahpadaSetiap Lokasi Penelitian 4.5 Nilai KR (%) ≥ 10% dan FK (%) ≥ 25% Fauna permukaan 24 tanah yang Didapatkan pada Setiap Lokasi Penelitian 4.6 Urutan Komposisi Fauna Tanah pada Setiap 25 LokasiPenelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

3.1 Lokasi I (Lahan kebun Brassica oleracea) 11 3.2 Lokasi II (Lahan kebun Brassica rapa) 12 3.3 Lokasi III (Lahan kebun Passiflora sp.) 12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran

1. Peta Lokasi Penelitian 31 2. Contoh Perhitungan 32 3. Klasifikasi dan Deskripsi Spesies Fauna Tanah yang 33 Ditemukan pada Penelitian 4. Data Jenis dan Jumlah Fauna Tanah yang Ditemukan Pada 38 Setiap Lokasi Penelitian 5. Hasil Analisis N, P, K dan C-Organik 41 6. Penempatan plot pada lokasi penelitian 42 7. Foto Alat dan Bahan 43 8. Foto Kerja 44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi serta merupakan Daerah Hulu Sungai. Secara geografis kabupaten Karo terletak pada koordinat 2050’- 3019’ LU dan 97055’-98038’ BT dengan luas 212.725 Ha atau 2,97% dari luas Provinsi Sumatera Utara. Suhu udara berkisar antara 18,80C sampai dengan 19,80C dengan kelembaban udara rata- rata sebesar 84,66 % (BPS Karo, 2015). Ginting (2011) menyatakan bahwa kabupaten Karo termasuk kawasan sentra pertanian sayuran dan buah-buahan di Provinsi Sumatera Utara. Jenis sayuran yang banyak dihasilkan daerah ini adalah kol, kentang, petsai, sawi, wortel, cabe, tomat, buncis, bawang daun dan lain sebagainya.Selain tanaman sayur daerah ini juga dikenal sebagai penghasil markisa, jeruk, kopi, kulit manis dan aren. Hal ini sejalan dengan mata pencaharian penduduknya yang sebagian besar adalah di bidang pertanian. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, yang beriringan dengan berkembangnya pariwisata, perhotelan, dan restoran-restoran cepat saji serta bermunculannya supermarket menyebabkan kebutuhan akan sayur-sayuran dan buah-buahan terus meningkat. Perkembangan ilmu dan teknologi juga menyadarkan masyarakat akan pentingnya keberadaan tanaman hortikultura sebagai sumber vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Hal ini menyebabkan masyarakat di kabupaten Karo, khususnya di kecamatan Merek memaksimalkan produksi lahan pertaniannya dengan melakukan pengolahan tanah secara intensif merujuk pada pertanian konvensional (Zulkarnain, 2009). Menurut Tim Sintesis Kebijakan (2008) kegiatan pertanian konvensional yang hanya berorientasi pada pemaksimalan hasil dengan mengandalkan bahan kimia berupa pupuk dan biosida secara terus menerus mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Hal ini ditunjukkan oleh hara tanah yang cepat terkuras, keseimbangan hara dalam tanah terganggu, keanekaragaman hayati tanah dan biomassa fauna tanah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menurun, fluktuasi populasi grup-grup fauna tanah dominan meningkat dan proses dekomposisi sisa-sisa organik terhambat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Adianto (1993), Noordwijk & Hairiah (2006), Sugiyarto (2008) dan Aris (2014) menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas pengolahan lahan dengan menggunakan pupuk dan pestisida sintetis dapat menyebabkan komposisi komunitas fauna tanahnya cenderung menurun. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof utama di dalam tanah (Suheriyanto, 2012). Keberadaan fauna tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah, kelembaban tanah, ketersediaan makanan, dan kualitas bahan organik (Suin, 2012). Dalam ekosistem tanah, fauna tanah berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis (bulk density), peningkatan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air, dekomposisi sisa organik, pencampuran partikel tanah dan penyebaran mikroba (Hanafiah et al., 2003). Thamrin dan Hanafi (1992) menambahkan, bahwa fauna tanah berperan aktif dalam menguraikan bahan organik sehingga dapat mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah. Menurut Adianto (1993), secara umum fauna tanah dapat dipandang sebagai pengatur terjadinya proses dalam tanah. Dengan perkataan lain fauna tanah berperan dalam menentukan kesuburan tanah bahkan beberapa jenis fauna tanah dapat digunakan sebagai bioindikator tingkat kesehatan tanah di suatu daerah pertanian. Selanjutnya Olechowicz (1987) menemukan ada hubungan yang kuat antara kesuburan/kualitas tanah, jumlah dan biomasa fauna tanah. Mengingat pentingnya peranan fauna tanah dan masih relatif terbatasnya penelitian mengenai fauna tanah maka perlu dilakukan analisis mengenai komposisi komunitas fauna tanah yang aktif di permukaan tanah pada areal pertanian hortikultura di Desa Pengambaten, kecamatan Merek, kabupaten Karo sebagai bentuk konservasi terhadap komunitas fauna tanah.

1.2 Permasalahan Sistem pengolahan tanah secara intensif pada lahan pertanian hortikultura di desa Pengambaten, kabupaten Karo akan berpengaruh terhadap keberadaan fauna tanah yang aktif di permukaan tanah. Namun sampai saat ini belum dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penelitian mengenai komposisi komunitas fauna tanah yang aktif di permukaan tanah pada areal pertanian hortikultura di desa Pengambaten, kecamatan Merek, kabupaten Karo.

1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Menganalisis jenis fauna tanah yang aktif pada permukaan tanah pada areal pertanian hortikultura di desa Pengambaten kabupaten Karo b. Menganalisis nilai kepadatan, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran dan komposisi komunitas fauna tanah tanah pada areal pertanian hortikultura di desa Pengambaten kabupaten Karo c. Menganalisis fauna tanah yang karakteristik sebagai indikator biotik yang terdapat pada areal pertanian hortikultura di desa Pengambaten kabupaten Karo

1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk pihak atau instansi tertentu, terutama dalam hal pengambilan kebijakan terhadap pengelolaan lahan yang dapat merusak struktur tanah dan mengganggu kehidupan organisme tanah khususnya fauna tanah. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Komunitas Komposisi komunitas adalah susunan atau tatanan dari sistem kehidupan bersama dari sekelompok populasi organisme yang saling berhubungan karena saling mempengaruhi/interaksi antara yang satu dengan yang lainnya, dan berkaitan pula dengan lingkungan hidupnya.Komunitas organisme hidup saling berhubungan atau berinteraksi secara fungsional. Komposisi organisme penyusun komunitas yang menempati suatu daerah dapat ditulis berupa nama jenis penyusunnya, dan biasanya disusun dalam bentuk tabel. Dalam meneliti komposisi organisme penyusun komunitas, organisme yang jarang kepadatannya bisa digunakan sebagai indikator dalam lokasi penelitian (Suin, 2002).

2.2 Fauna Tanah Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Wallwork, 1970). Fauna tanah secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, antara lain berdasarkan ukuran tubuh, kehadirannya ditanah, tempat hidup dan kegiatan makannya.

2.2.1 Ukuran Tubuh Sohlenius (1980) dalam Handayanto dan Hairiah (2009) menyatakan, bahwa berdasarkan ukuran tubuhnya fauna tanah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Mikrofauna, adalah hewan yang mempunyai ukuran panjang tubuhnya< 100 µm. b. Mesofauna, adalah hewan yang mempunyai ukuran panjang tubuhnya berkisar100 µm - < 2 mm. c. Makrofauna, adalah hewan yang mempunyai ukuran panjang tubuhnya berkisar>2mm, yang terdiri dari herbivora (pemakan tanaman), dan karnivora (pemakan hewan kecil).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pengelompokan fauna tanah menurut ukuran tubuh merupakan sistem yang paling umum digunakan dalam proses identifikasi fauna tanah (Coleman et al., 2004) karena lebih sederhana dan mudah digunakan (Coyne & Thompson, 2006).

2.2.2 Kehadiran Menurut Wallwork (1970) dan Hole (1981), berdasarkan kehadirannya fauna tanah terbagi menjadi beberapa kelompok berikut: a. Transient, yaitu fauna tanah yang meletakkan telur dan kepompongnya didalam tanah, tetapi ketika masuk tahap kehidupan yang aktif tidak lagi berada di dalam tanah. Contohnya adalah Bradybaena similaris. b. Temporary, yaitu fauna tanah yang awal kehidupannya aktif di dalam tanah, sedangkan kehidupan selanjutnya berada di luar tanah. Contohnya adalah larva dari Tipula sp. c. Periodic, yaitu fauna tanah yang sering sekali keluar masuk tanah. Contohnya adalah Euborelia sp. d. Permanent, adalah fauna tanah yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di dalam tanah. Contohnya adalah Collembola dan Acarina.

2.2.3 Habitat Berdasarkan habitatnya fauna tanah ada yang dikelompokkan sebagai epigeon, hemiedafon, dan euedafon.Fauna epigeon adalah kelompok fauna tanah yang hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, fauna hemiedafon adalah kelompok fauna tanah yang hidup pada lapisan organik tanah dan fauna euedafon adalah fauna tanah yang hidup pada lapisan mineral tanah (Suin, 2012).

2.2.4 Kegiatan makan Menurut Suin (2012), fauna tanah dapat dibagi berdasarkan kegiatan makannya, yaitu: a. Herbivora, yaitu hewan tanah pemakan tumbuh-tumbuhan yang ada ditanah, seperti serasah daun dan tumbuhan yang telah mati

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Saprovora, yaitu hewan tanah yang mendapatkan nutrisi atau makanan dari hasil uraian sisa-sisa organisme yang telah mati c. Fungifora, yaitu hewan tanah yang makanannya berasal dari jamur d. Predator, yaitu hewan tanah yang memangsa hewan tanah lain.

2.3 Peranan Fauna Tanah Fauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah melalui proses imobilisasi dan humifikasi (Lavelle etal., 1994). Fauna tanah dapat berperan untuk mengubah bahan organik, baik yang masih segar maupun setengah segar atau sedang melapuk, sehingga menjadi bentuk senyawa lain yang bermanfaat bagi kesuburan tanah (Buckman & Brady, 1982). Selanjutnya Suin (2012) menyatakan, bahwa fauna tanah juga berperan memperbaiki aerasi tanah dengan cara melubangi tanah sehingga ketersediaan oksigen di dalam tanah menjadi lebih baik. Disamping itu fauna tanah juga menyumbangkan unsur hara pada tanah melalui eksresi yang dikeluarkannya, maupun dari tubuhnya yang telah mati. Suhardjono (1992) menambahkan, bahwa fauna tanah mempunyai peran yang beranekaragam bergantung pada jenis atau kelompoknya. Peran tersebut dapat sebagai perombak bahan organik, penunjuk perubahan keadaan tanah, pemangsa, hama dan atau penyerbuk. Peran yang paling menonjol adalah sebagai perombak bahan organik dalam tanah. Peran perombak ini dapat ditunjukkan dengan adanya fraksi-fraksi bahan organik tanah berupa miselium, spora, bagian bangkai hewan, mayat atau kotoran dan bahan lain yang sudah terfermentasi di dalam saluran pencernaannya.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fauna Tanah Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan fauna tanah diantaranya suhu tanah, kelembaban tanah, kadar air tanah, keasaman (pH) tanah, kadar organik tanah dan pengelolaan tanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.4.1 Suhu Tanah Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisik tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan populasi organisme tanah, dengan demikian suhu tanah juga akan turut menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung pada suhu udara.Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 2002). Menurut Odum (1996), kehidupan fauna tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu tanah yang ekstrem dapat mematikan fauna tanah.Selain itu suhu tanah juga mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, serta metabolisme fauna tanah.Tiap spesies fauna tanah memiliki kisaran suhu optimum. Sukarsono (2009) menambahkan, bahwa suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada individu hewan. Variasi suhu lingkungan alami dan dampak yang ditimbulkannya mempunyai peranan potensial dalam menentukan proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi hewan. Oleh sebab itu, suhu akan menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan termasuk hewan tanah. Setiap organisme mempunyai batas atas dan batas bawah terhadap suhu tetapi tidak sama untuk masing-masing spesies. Pengaruh suhu terhadap organisme adalah terhadap daya tahannya, reproduksinya, pertumbuhan anaknya, dan berhubungan dengan predasi, parasit dan penyakit.Suhu sebagai faktor pembatas dalam distribusi suatu organisme karena membatasi fase tertentu pada siklus kehidupan dengan adanya suhu yang sensitif (Suin, 2003).

2.4.2 Kelembaban Tanah Kelembaban penting peranannya dalam mengubah efek dari suhu, pada lingkungan daratan terjadi interaksi antara suhu-kelembaban yang sangat erat hingga dianggap sebagai bagian yang sangat penting dari keadaan cuaca dan iklim.Masalah- masalah yang dihadapi hewan daratan termasuk fauna tanah pada kelembaban rendah terutama bila suhu tinggi ialah, mengurangi kehilangan air dari tubuhnya.(Sukarsono, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kelembaban juga merupakan faktor pembatas yang ikut menentukan penyebaran organisme didarat termasuk fauna tanah. Ada organisme yang hanya dapat hidup pada daerah lembab saja.Pada hewan tanah sangat jelas sekali adanya perbedaan komposisi jenis yang hidup pada habitat yang lembab dan terlindungi dibanding dengan habitat yang kering (Suin, 2003). Zulkarnain (2009) menambahkan, bahwa kelembaban tanah dapat dipertahankan dengan keberadaan mulsa dipermukaan lahan pertanian sehingga dapat menekan laju evaporasi, menurunkan suhu tanah dan meningkatkan kemampuan penyerapan air dan hara mineral.

2.4.3 Kadar Air Tanah Kadar air tanah sangat menentukan kehidupan hewan tanah.Air sangat penting dalam hubungannya dengan kation-kation dalam tanah, dekomposisi bahan organik dan kehidupan organisme-organisme dalam tanah.Kadar air tanah atau disebut juga kelembaban tanah adalah perbandingan antara berat air tanah dan berat kering tanah. Pada tanah yang kadar airnya rendah jenis hewan tanah yang hidup padanya sangat berbeda dengan hewan tanah yang hidup pada tanah yang kadar airnya tinggi. Selain itu kepadatan hewan tanah juga sangat bergantung pada kadar air tanah. Umumnya pada tanah yang kadar airnya rendah kepadatan hewan tanahnya rendah (Suin, 2012). Michael (1995) menambahkan, banyak fauna-fauna darat seperti Molusca, Amfibia, Isopoda, Nematoda, sejumlah Insecta, dan Arthropoda lainnya hanya ditemukan pada habitat-habitat dengan kadar air yang cukup tinggi.

2.4.4 Keasaman (pH) Tanah Keasaman (pH) tanah sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kegiatan hewan tanah.Hewan tanah sangat sensitif terhadap pH tanah, sehingga pH tanah merupakan salah satu faktor pembatas.Namun demikian toleransi hewan tanah terhadap pH umumnya bervariasi untuk setiap spesies (Edward & Lofty, 1997). Tingkat keasaman (pH) tanah penting karena organisme tanah sangat responsif terhadap sifat kimia dilingkungannya.Sebagian besar organisme tanah menyukai pH netral berkisar 6-7 karena ketersediaan unsur hara cukup tinggi pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA nilai pH ini. Namun, terdapat juga organisme tanah yang dijumpai pada tanah dengan pH berkisar 1-13 ( Handayanto& Hairiah, 2009). Hanafiah (2014) menambahkan, bahwa keasaman tanah sangat mempengaruhi populasi dan aktivitas cacing tanah sehingga menjadi faktor pembatas penyebaran dan spesiesnya. Umumnya fauna tanah seperti cacing tumbuh baik pada pH sekitar 7,0 namun beberapa spesies lain ditemukan pada pH 5,2-5,4. Pengaruh pH terhadap organisme tanah lebih bersifat tidak langsung seperti halnya tanaman, namun sebagian besar organisme tanah tidak tumbuh baik pada pH rendah. Oleh karena itu, beberapa aktivitas penting terkait dengan ketersediaan hara yang dilakukan oleh organisme tanah, seperti penambahan N, nitrifikasi, dan perombakan bahan-bahan organik secara tidak langsung juga akan terhambat oleh pH rendah (Munawar, 2011).

2.4.5 Kadar Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan, hewan dan organisme tanah baik yang telah terdekomposisi maupun yang sedang terdekomposisi.Material organik tanah sangat menentukan kepadatan populasi organisme tanah. Komposisi dan jenis serasah daun menentukan jenis hewan tanah yang dapat hidup di sana dan banyaknya serasah menentukan kepadatan hewan tanah. Fauna tanah golongan saprovora hidupnya tergantung pada sisa daun yang jatuh.(Suin, 2012). Kualitas bahan organik (nisbah C/N, konsentrasi lignin, dan polifenol) mempengaruhi tinggi rendahnya populasi fauna tanah.Bahan organik yang memiliki kandungan N dan P tinggi meningkatkan populasi fauna tanah. Dimana Fosfor (P) dan nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial makro seperti halnya karbon (C). Temperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi jumlah nitrogen dan bahan organik dalam tanah.Bila bahan organik mengandung polifenol terlalu tinggi, maka fauna tanah harus menunggu untuk menyerapnya (Handayanto & Hairiah, 2009). Tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi, kesuburan tanah tinggi, serta kondisi kelembaban yang ideal, cacing tanah mungkin mewakili biomassa sebagian besar dari biomassa hewan tanah.Hewan-hewan tanah cenderung mati atau beremigrasi jika menghadapi situasi dan kondisi tanah yang buruk (Yulipriyanto, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.4.6 Pengelolaan Lahan (Pertanian Hortikultura) Hortikultura adalah budidaya pertanian yang dicirikan oleh penggunaan tenaga kerja dan prasarana serta sarana produksi secara intensif.Konsekuensinya, tanaman yang dibudidayakan dipilih yang berdaya menghasilkan pendapatan tinggi (alasan ekonomi) atau yang berdaya menghasilkan kepuasan pribadi atau alasan hobi (Notohadinegoro dan Johara, 2005).Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan bahan pangan yang berupa produk hasil budidaya tanaman hortikultura dibutuhkan dalam jumlah yang besar, maka usaha pertanian hortikultura diarahkan untuk memberikan produksi yang setinggi-tingginya sehingga berbagai upaya ditempuh agar tanah-tanah pertanian dapat menghasilkan produksi setinggi-tingginya (Suin, 2012). Pengelolaan lahan berupa pemupukan adalah cara yang ditempuh petani guna memaksimalkan produksi lahan pertaniannya. Guna memacu pertumbuhan serta peningkatan potensi produktivitas tanaman, dipergunakan pupuk kimia (anorganik) yang mengandung unsur hara lengkap baik makro maupun mikro.Pupuk kimia tersebut memiliki kemapuan ajaib untuk memacu pertumbuhan tanaman, namun mempunyai efek negatif bagi tanah, lingkungan serta kesehatan manusia (Barus & Syukri, 2008). Penggunaan pupuk anorganik, pestisida dan herbisida yang diharapkan mampu meningkatkan produksi lahan pertanian ternyata pada kenyataannya dapat menyebabkan kemunduran pada sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari berkurangnya tingkat kesuburan tanah ini tidak seimbang dengan peningkatan produksi yang dicapai, bahkan jumlah lahan kritis di Indonesia makin bertambah dari tahun ke tahun (Zulkarnain, 2009). Menurunnya tingkat kesuburan tanah tersebut dapat ditandai dengan keberadaan fauna tanah yang terdapat didalamnya.Fauna tanah dapat dijadikan indikator kerusakan tanah pada lahan-lahan pertanian.Pada umumnya tanah-tanah yang masih sehat dapat ditemukan fauna tanah dalam jumlah yang memadai.Sedang pada tanah yang rusak tidak lagi ada bahan organik yang mencukupi sebagai sumber makanan fauna tanah sehingga keberadaannya sulit ditemukan (Suin, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2016 sampai April 2017 pada areal pertanian hortikultura di Desa Pengambaten, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pelaksanaan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Deskripsi Area Secara administratif lokasi penelitian ini terletak di desa Pengambaten,kecamatan Merek, kabupaten Karo, provinsi Sumatera Utara pada ketinggian 1606 mdpl. Lokasi ini terletak pada 2054’19,96” LU dan 98029’11,51” BT (Lampiran 1) terdiri dari tiga petak lahan dengan ukuran masing-masing 2500 m2. a. Lokasi I Lokasi ini ditanami dua jenis tanaman yaitu Brassica oleracea yang berumur dua bulan dan Citrus sp. Pupuk yang digunakan pada lahan ini adalah pupuk kimia NPK dan pupuk kompos feses ayam.

Gambar 3.1 Lokasi I (Lahan kebun Brassica oleracea)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Lokasi II Lokasi ini ditanami tiga jenis tanaman yaituBrassica rapa yang berumur 2,5 bulan, Capsicum annum dan Citrus sp.Pupuk yang digunakan pada lahan ini adalah pupuk urea dan pupuk kompos feses ayam.

Gambar 3.2 Lokasi II (Lahan kebun Brassica rapa) c. Lokasi III Lokasi ini ditanami dua jenis tanaman yaitu Passiflora sp. yang berumur 10 bulan dan Capsicum annum.Pupuk yang digunakan pada lahan ini adalah pupuk urea dan pupuk kompos feses ayam.

Gambar 3.3 Lokasi III (Lahan kebun Passiflora sp.)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System), kamera digital, soil tester, soil thermometer, cangkul, parang, pacak, ember plastik (diameter permukaan ± 16 cm), botol sampel, karet gelang, terpal, kantong plastik, kertas grafik dilaminating, meteran, pensil, buku catatan, karung goni, pinset, mikroskop stereo, dan lup. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70 % dan detergen.

3.4 Metode Penelitian Penentuan lokasi plot sampling dilakukan dengan menggunakan metoda Purposive Sampling. Setiap plot sampling ditempatkan pada masing-masing petak lahan. Jarak antara satu plot dengan plot yang lain adalah tujuh m sampai 10 m. Selanjutnya pengambilan sampel fauna tanah yang aktif dipermukaan tanah dilakukan dengan metode Pitfall Trap (Suin, 2002).

3.5 Pelaksanaan penelitian a. Pengambilan Sampel Sampel fauna tanah diambil di areal pertanian holtikultura yang terdiri dari tiga petak lahan dengan menggunakan metode Pitfall Trap, yaitu pada masing- masing titik sampling yang telah ditentukan, ditempatkan dan ditanam perangkap. Perangkap yang digunakan berupa ember plastik dengan diameter permukaan ± 16 cm, dasar 4,5 cm dan tinggi 15 cm sebanyak 25 ember pada masing-masing lahan. Terpal plastik dipasang di atas perangkap dengan tinggi 25 cm agar air hujan tidak masuk ke dalam ember plastik tersebut. Jarak antara Pitfall Trap yang satu dengan yang lain tujuh m sampai 10 m. Perangkap diisi alkohol 70% sebanyak ± 400 ml dan ditambahkan detergen. Perangkap dipasang di permukaan tanah yang telah dilubangi sesuai ukuran ember plastik tersebut.Permukaan tanah yang berada di dekat bibir ember plastik tersebut diratakan.Pitfall Trap dibiarkan selama 48 jam, yaitu dipasang pada pukul 08.00 WIB, dan diambil dua hari berikutnya pada pukul 08.00 WIB.Hewan yang terperangkap dipindahkan ke dalam botol sampel dengan alkoholnya.Botol sampel tersebut lalu dibawa ke Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi FMIPA untuk diidentifikasi lebih lanjut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Identifikasi Spesies Sampel fauna tanah dibawa dari lapangan dikelompokkan sesuai dengan kesamaan ciri-ciri morfologinya kemudian diawetkan dalam alkohol 70%. Proses determinasi dan identifikasi dilakukan dengan memperhatikan bentuk luar tubuhnya (morfologi) dengan bantuan lup dan mikroskop stereo serta menggunakan beberapa buku acuan sebagai berikut: Afifah (2014), Aris (2014), Borror (1992), Suin (2012), dan Suhardjono et al. (2012).

3.6 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah 3.6.1 pH, Kelembaban Tanah dan Suhu Tanah Pengukuran pH, kelembaban tanah dan suhu tanah dilakukan di lapangan dengan menggunakan alat seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Alat yang digunakan untuk mengukur pH, Kelembaban tanah dan Suhu tanah Parameter Satuan Alat yang digunakan - pH - Soil Tester - Kelembaban Tanah % Soil Tester - Suhu Tanah °C Soil Thermometer

3.6.2 Kadar Air Tanah Pengukuran kadar air tanah dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan USU. Tanah dengan kondisi normal diambil dari lapangan mewakili tiap titik lalu dikompositkan serta dibersihkan dari sisa tumbuhan dan fauna yang masih ada lalu diambil 20 gram untuk dianalisis. Sampel tanah tersebut lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai beratnya konstan dan ditentukan kadar air tanahnya dengan rumus berdasarkan Suin (2012) sebagai berikut:

( A – B ) Kadar air tanah (%) = x 100% A

Keterangan: A= Berat contoh semula (gram) B= Berat contoh kering oven (gram)

3.6.3 Kadar N, P, K dan C-organik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pengukuran kadar N, P, K, dan C-organik dilakukan di laboratorium Riset & Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Tanah yang telah dikompositkan lalu dibersihkan dari tumbuhan dan fauna yang masih ada. Kemudian diambil sebagian untuk dianalisis dengan metode berikut: Tabel 3.2 Metode Pengukuran Kadar N, P, K dan C-Organik

Parameter Satuan Metode - N total % Kjeldhal - P- tersedia ppm Bray II

- K me/100 g Ekstraksi NH4OAC pH 7 - C-Organik % Walkley & Balck

3.7 Analisis Data Jenis fauna tanah dan jumlah individu masing-masing jenis yang didapatkan dihitung nilai: Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) untuk mengetahui keanekaragaman fauna tanahnya dengan menggunakan rumus menurut Suin (2002) sebagai berikut: a. Kepadatan Populasi (K) Jumlah individu suatu jenis K = (Jumlah plot x luas plot) b. Kepadatan Relatif (KR) Kepadatan suatu jenis KR = X 100 % Jumlah kepadatan semua jenis c. Frekuensi Kehadiran (FK) Jumlah plot yang ditempati suatu jenis FK = X 100 % Jumlah total plot Dimana : Nilai FK: 0-25% = Konstansinya Aksidental (sangat jarang) Nilai FK: 25-50% = Konstansinya Assesori (jarang) Nilai FK: 50-75% = Konstansinya Konstan (sering) Nilai FK: >75% = Konstansinya Absolut (sangat sering) d. Indikator Biotik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Indikator biotik ditentukan terhadap fauna tanah yang memiliki nilai KR≥ 10% dan FK ≥ 25% yang menunjukkan bahwa fauna tanah ini karakteristik di dapat di areal tersebut, karena dapat hidup dan berkembang biak dengan baik (Suin, 2002). e. Komposisi Komunitas Komposisi komunitas ditentukan dengan cara mengurutkan nilai kepadatan relatif yang tertinggi hingga yang terendah (Suin, 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Fauna Tanah yang Ditemukan

Hasil penelitian pada lahan pertanian hortikultura yang terdiri dari kebun kol (Brassica oleracea), sawi (Brassica rapa) dan markisa (Passiflora sp.) di Desa Pengambaten, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, memperlihatkan bahwaterdapat 20spesiesfauna tanah yang ditemukan, yang termasuk ke dalam dua Filum, lima Kelas, 11Ordo, 15Famili, dan 19 Genus, seperti yang tercantum pada Tabel 4.1berikut:

Tabel 4.1 Klasifikasi fauna tanah yang ditemukan pada setiap lokasi penelitian

Nama Lokasi Filum &Kelas Ordo Famili Spesies Indonesia I II III I. Arthropoda 1. Arachnida 1. Araneae 1. Lycosidae 1. Lycosasp. Laba laba + + + serigala 2. Opiliones 2. Sclerosomatidae 2. Leiobunumsp. Laba-laba + - - 2. Collembola 3. Poduromorpha 3. Onychiuridae 3. Onychiurussp. Kolembola + + + 3. Diplopoda 4. Polydesmida 4. Polydesmidae 4. Polydesmus sp. Kaki seribu + + + 4. Insecta 5. Blattaria 5. Blattellidae 5.Blattellata ger Kecoak jerman - + + manica 6. Coleoptera 6. Carabidae 6. Stenolophus sp. Kumbang jamur - + - 7. Elateridae 7. Hypnoidus sp. Kumbang klik - + - 8. Nitidulidae 8. Nitidula rufipes Kumbang tanah + + + 7. Dermaptera 9. Anisolabididae 9. Euborellia sp. Cecopet pisang + + + 8. 10. 10. Pangaeus Kepik penggali + + + bilineatus tanah 11. Reduviidae 11. Reduvius Kepik pemburu + - - personatus 9. Hymenoptera 12. Formicidae 12. Aphaenogaster Semut api + + + sp. 13.Dolichoderus Semut + - - sp. 14. Euprenolepis Semut + + + sp. 15. Odontoponera Semut hitam + + +

Denticulate 16. Iridomyrmex Semut + + - sp. 10. Orthoptera 13. Gryllidae 17. Gryllus sp. 1 Jangkrik + + + 18. Gryllus sp. 2 Jangkrik + + - 14. Gryllotalpidae 19. Gryllotalpa sp. Anjing tanah + + + II. Molusca 5. Gastropoda 11. Stylommatophora 15.Bradybaenidae 20. Bradybaena Siput darat - + + similaris Jumlah 16 17 13 Keterangan : Lokasi I = Kebun Kol, Lokasi II = Kebun Sawi, Lokasi III = Kebun Markisa (+) = Ditemukan, (-) = Tidak ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.1 menunjukkan bahwa fauna tanah yang paling banyak didapatkan adalah dari filum Arthropoda yang terdiri atas empat kelas, 10 ordo, 14 famili, 18 genus, dan 19 spesies.Sedangkan filum Mollusca hanya ditemukan satu kelas, satu ordo, satu famili, satu genus, dan satu spesies. Fauna tanah dari filum Arthropoda banyak ditemukan disebabkan karena filum Arthropoda memiliki penyebaran yang luas dan terdiri atas banyak anggota spesies.Pracaya (1999) dan Campbell & Reece (2010) menyatakan bahwa filum Arthropoda merupakan filum terbesar dengan jumlah anggota terbanyak dari kingdom Animalia dengan penyebaran yang luas. Data pada Tabel 4.1 menunjukkan dari lima kelas pada filum Arthropoda yang telah didapatkan, kelas Insecta mendominasi dengan enam ordo, 10 famili, dan 15 spesies. Kelas Insecta banyak ditemukan pada ketiga lokasi penelitian dikarenakan Insecta merupakan kelompok fauna yang memiliki jumlah anggota spesies yang banyak dan keberadaannya sering ditemukan dibawah maupun permukaan tanah pertanian.Wallwork (1970) menjelaskan bahwa fauna tanah dari kelas Insecta memiliki penyebaran yang luas dan banyak ditemukan di bawah maupun permukaan tanah.Tempat-tempat tersebut salah satunya adalah areal pertanian. Beberapa penelitian mengenai fauna tanah seperti yang telah dilakukan oleh Sugiyarto et al. (2002), Wulandari et al. (2007), dan Afifah (2014), juga menunjukkan bahwa fauna tanah dari kelas Insecta merupakan yang paling banyak ditemukan daripada kelas fauna tanah lainnya. Tabel 4.1menunjukkan bahwa fauna tanah yang banyak ditemukan adalah pada lokasi II, yaitu sebanyak 17 spesiesyang termasuk ke dalam dua filum, lima kelas, 11 ordo, 13 famili, 16 genus, dan pada lokasi I sebanyak 16 spesies yang termasuk ke dalam satu filum, empat kelas, sembilan ordo, 11 famili, 15 genus sedangkan yang sedikit diperoleh pada lokasi III sebanyak 13 spesiesyang termasuk ke dalam dua filum, lima kelas, 10 ordo, 11 famili, 13 genus. Data ini menunjukkan bahwa lokasi I dan II memiliki daya dukung yang lebih baik untuk kehidupan fauna tanah dibanding lokasi III. Lokasi I dan II memiliki kondisi fisika dan kimia yang sesuai untuk fauna tanah yaitu kadar air yang tinggi, kelembaban tanah yang tinggi, suhu tanah rendah, kadar C-organik tinggi, kadar N-total tinggi, dan kadar K-tukar tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 4.2. Menurut Adianto (1993), kemampuan fauna tanah untuk hidup dan berkembang dengan baik pada suatu habitat sangat ditentukan oleh kondisi fisika dan kimia. Menurut Suin (2002), faktor lingkungan sangat menentukan keberadaan suatu organisme, diantaranya adalah kelembaban dan kadar air. Wallwork (1970) menjelaskan, bahwa kebanyakan fauna tanah tidak tahan terhadap kekeringan sehingga kelembaban tanah berpengaruh positif terhadap fauna tanah. Handayanto & Hairiah (2009)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menambahkan, bahan organik tanah (BOT) diantaranya C (Karbon), N (Nitrogen), dan P (Fosfor) merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah, karena BOT merupakan sumber hara dan pengikat hara dan sebagai substrat bagi hewan tanah. Tabel 4.2 Nilai Faktor Fisik-Kimia Tanah di Lokasi Penelitian

No Parameter Satuan Lokasi I Lokasi II Lokasi III 1 Suhu oC 20,000 19,000 21,000 2 Kelembaban % 61,800 62,500 60,000 3 Ph - 6,400 6,800 6,600 4 Kadar Air % 32,900 33,500 30,100 5 C- Organik % 6,000 5,970 5,760 6 N- total % 0,210 0,230 0,200 7 P- tersedia Ppm 18,000 20,170 18,290 8 K- tukar me/100g 0,729 0,641 0,530 9 C/N % 28,571 25,950 28,800 Keterangan: Lokasi I = Kebun Kol, Lokasi II= Kebun Sawi, Lokasi III= Kebun Markisa Tabel 4.1 juga menunjukkan terdapat beberapa jenis fauna yang hanya terdapat pada lokasi tertentu seperti Dolichoderus sp., Reduvius personatus dan Leiobunumsp.hanya terdapat pada lokasi I. Sedangkan Stenolophus sp. dan Hypnoidus sp. hanya terdapat pada lokasi II. Kondisi ini dikarenakan beberapa jenis fauna tanah hanya berasosiasi pada jenis tanaman dan faktor fisik kimia tanah tertentu. Menurut Handayanto & Hairiah (2009), spesies fauna tanah tertentu terkadang hanya berasosiasi dengan tanaman tertentu dan faktor fisik kimia tanah tertentu pula. Selanjutnya Sugiyarto (2005)menjelaskan,bahwakeberadaan jenis fauna tanah ikutdipengaruhi oleh jenis tumbuhan yang ditanam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Fauna Tanah

Analisis data memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai kepadatan dan kepadatan relatif fauna tanah pada masing-masing lokasi penelitian, seperti yang terlihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Nilai Kepadatan (Individu/m2) dan Kepadatan Relatif (%) Fauna Permukaan Tanah Pada Setiap Lokasi Penelitian

No. Spesies Lokasi I Lokasi II Lokasi III K KR K KR K KR (%) (%) (%) (Ind/m2) (Ind/m2) (Ind/m2) 1. Aphaenogastersp. 10,940 4,583 69,660 14,404 335,390 48,700 2. Blattellata germanica - - 0,990 0,206 2,980 0,430 3. Bradybaena similari - - 24,880 5,144 26,870 3,900 4. Dolichoderussp. 2,980 1,250 - - - - 5. Euborellia sp. 110,460 46,250 87,570 18,107 22,890 3,320 6. Euprenolepissp. 1,990 0,833 17,910 3,703 3,980 0,570 7. Gryllus sp.1 4,970 2,083 3,980 0,824 0,990 0,150 8. Gryllus sp. 2 0,990 0,417 1,990 0,412 - - 9. Gryllotalpa sp. 13,930 5,833 10,940 2,264 3,980 0,570 10. Hypnoidus sp. - - 1,990 0,412 - - 11. Iridomyrmex sp. 0,990 0,417 2,980 0,617 - - 12. Leiobunumsp. 0,990 0,417 - - - - 13. Lycosasp. 6,960 2,917 27,860 5,761 54,730 7,950 14. Nitidula rufipes 16,910 7,083 26,870 5,555 58,710 8,530 15. Odontoponeradenticulata 12,930 5,417 17,910 3,703 15,920 2,320 16. Onychiurussp. 22,890 9,583 166,200 34,362 86,580 12,570 17. Pangaeus bilineatus 18,900 7,917 14,920 3,086 69,660 10,120 18. Polydesmus sp. 10,940 4,583 4,970 1,028 5,970 0,870 19. Reduvius personatus 0,990 0,417 - - - - 20. Stenolophus sp. - - 1,990 0,412 - - Jumlah 238,76 100 483,61 100 688,65 100 Keterangan: Lokasi I = Kebun Kol, Lokasi II = Kebun Sawi, Lokasi III = Kebun Markisa, K = Kepadatan, KR = Kepadatan Relatif.

Data pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa fauna tanah dengan nilai K dan KR tertinggi pada lokasi I adalahEuborellia sp. (cecopet) dengan nilai K 110,46 Ind/m2 dan KR

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46,25%. Euborellia sp.merupakan jenis fauna tanah yang paling aktif di permukaan tanah dan mendominasi pada lokasi I. Menurut Borror (1992) Euborelia sp. merupakan salah satu makrofauna tanah predator dari ordo Dermaptera.Dimana beberapa jenis Dermaptera diantaranya Euborelia sp. memiliki cairan berbau busuk yang bertindak sebagai sarana pertahanan. Serangga ini juga akan menggunakan sersinya yang dapat menyebabkan kesakitan karena cubitan jepit sersinya sebagai alat pertahanan diri. Fauna tanah dengan nilai K dan KR tertinggi pada lokasi II adalah Onychiurussp. (Collembola) dengan nilai K 166,20 Ind/m2 dan KR 34,362%. Onychiurussp. merupakan jenis fauna tanah yang paling aktif di permukaan tanah dan mendominasi pada lokasi II.Menurut Handayanto dan Hairiah (2009), Collembola merupakan insekta primitif berukuran kecil yang berjumlah banyak di tanah.Populasi collembola di tanah bisa berjumlah 104/m2.Collembola umumnya hanya dapat hidup pada kondisi lembab, dan umumnya hidup di permukaan tanah. Fauna tanah dengan nilai K dan KR tertinggi pada lokasi III adalahAphaenogastersp. (semut api) dengan nilai K 335,390 Ind/m2 dan KR 48,70%. Aphaenogastersp. merupakan jenis fauna tanah yang paling aktif di permukaan tanah dan mendominasi pada lokasi III. Menurut Suhardjono (1992), semut(Formicidae) adalah fauna tanah yang kehidupannya berkoloni dan merupakan insekta yang paling banyak ditemukan pada lapisan serasah dan lapisan tanah atas. Penelitian yang dilakukan oleh Aris (2014) dan Afifah (2014) juga menunjukkan dominasi semut (Formicidae) pada permukaan tanah.

4.3 Frekuensi Kehadiran (Konstanta) Fauna Tanah

Fauna tanah dapat dikelompokkan menjadi empat golongan berdasarkan frekuensi kehadirannya.Golongan aksidental (sangat jarang) bila konstansinya 0-25%, golongan assesori (jarang) bila konstansinya 25-50%, golongan konstan (sering) bila konstansinya 50- 75%, dan golongan absolut (sangat sering) bila konstansinya lebih dari 75% (Suin, 2012). Analisis data mengenai frekuensi kehadiran dan konstansinya untuk masing-masing fauna tanah yang ditemukan pada tiap lokasi disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa lokasi I terdiri atas 12 spesies yang bersifat aksidental, dua spesies yang bersifat assesori, satu spesies yang bersifat konstan dan satu spesies yang bersifat absolut.Lokasi II terdiri atas delapan spesies yang bersifat aksidental, empat spesies yang bersifat assesori, tiga spesies yang bersifat konstan dan dua spesies yang bersifat absolute. Lokasi III terdiri atas lima spesies yang bersifat aksidental, enam spesies yang bersifat assesori, dan dua spesies yang bersifat absolut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi kehadiran yang bersifat aksidental mendominasi pada masing-masing lokasi penelitian.Lokasi I, II dan III menunjukkan ekosistem yang kurang baik bagi kehidupan fauna tanah karena lokasi tersebut merupakan lahan pertanian yang sering terdapat kegiatan manusia seperti pembukaan lahan, pengolahan tanah, pemanenan, pembakaran, dan penggunaan pestisida.Kegiatan tersebut menyebabkan terganggunya keberadaan fauna tanah yang ada pada masing-masing lokasi penelitian sehingga frekuensi kehadirannya secara umum cukup rendah. Menurut Hanafiah et al. (2014), kegiatan petanian yang dilakukan akan menentukan populasi, spesies, dan aktivitas organisme tanahnya. Yulipriyanto (2010) menambahkan, bahwa terdapat berbagai kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan gangguan biota tanah diantaranya pembukaan lahan, pengolahan tanah, pemanenan, pembakaran, dan penggunaan pestisida.

Tabel 4.4 Nilai Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi Fauna TanahpadaSetiap Lokasi Penelitian No Spesies Lokasi I Lokasi II Lokasi III FK (%) Konstanta FK Konstanta FK Konstanta (%) (%) 1. Aphaenogastersp. 16 Aksidental 64 Konstan 48 Assesori 2. Blattellata germanica - - 4 Aksidental 8 Aksidental 3. Bradybaena similari - - 16 Aksidental 36 Assesori 4. Dolichoderussp. 8 Aksidental - - - - 5. Euborellia sp. 80 Absolut 88 Absolut 36 Assesori 6. Euprenolepissp. 4 Aksidental 36 Assesori 4 Aksidental 7. Gryllussp. 1 16 Aksidental 16 Aksidental 4 Aksidental 8. Gryllus sp. 2 4 Aksidental 8 Aksidental - - 9. Gryllotalpa sp. 32 Assesori 36 Assesori 16 Aksidental 10. Hypnoidus sp. - - 8 Aksidental - - 11. Iridomyrmex sp. 4 Aksidental 4 Aksidental - - 12. Leiobunumsp. 4 Aksidental - - - - 13 Lycosa sp. 20 Aksidental 56 Konstan 92 Absolut 14 Nitidula rufipes 52 Konstan 60 Konstan 84 Absolut 15 Odontoponeradenticulata 28 Assesori 40 Assesori 28 Assesori 16 Onychiurussp. 24 Aksidental 84 Absolut 48 Assesori 17 Pangaeus bilineatus 24 Aksidental 48 Assesori 36 Assesori 18 Polydesmussp. 24 Aksidental 12 Aksidental 16 Aksidental 19 Reduvius personatus 4 Aksidental - - - - 20 Stenolophus sp. - - 8 Aksidental - - Keterangan: Lokasi I = Kebun Kol, Lokasi II = Kebun Sawi, Lokasi III = Kebun Markisa, FK = Frekuensi Kehadiran Tabel 4.4 menunjukkan terdapat dua spesies fauna tanah pada lokasi III yaitu Lycosasp.dan Nitidula rufipes dengan nilai KR sebesar 7,95% dan 8,53% (Tabel 4.3) namun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memiliki nilai FK Absolut yaitu 92% dan 84%. Lycosasp.dan Nitidula rufipes merupakan jenis fauna tanah yang memiliki mobilitas yang tinggi dipermukaan tanah dan memiliki penyebaran yang luas sehingga tidak ditemukan dalam jumlah besar dalam suatu lokasi (Lampiran 4) namun memiliki frekuensi kehadiran yang tinggi. Menurut Herlinda et al. (2014), laba-laba pemburu (Lycosidae) memiliki mobilitas yang tinggi mampu berpindah- pindah baik dari permukaan tanah menuju tajuk atau sebaliknya serta memiliki penyebaran yang luas. Susilo (2007) menambahkan, bahwa Lycosidae merupakan golongan laba-laba tanah yang aktif memburu mangsanya dipermukaan tanah.Laba-laba ini aktif bergerak di pertanaman, dan sering dijumpai di lahan pertanian. Menurut Boror et al. (1992), Ordo Coleoptera diantaranya Nitidula rufipes atau kumbang tanah memiliki jumlah jenis paling banyak dari serangga dengan penyebaran yang luas. Jenis ini memiliki sayap tipis dibawah elytranya yang membantunya untuk terbang sehingga mendukung mobilitasnya dipermukaan tanah.

4.4 Kepadatan Relatif (KR≥ %) 10% dan Frekuensi Kehadiran (FK %) ≥ 25% yang Didapatkan pada Setiap Lokasi Penelitian

Nilai Kepadatan Relatif (KR)≥ 10% dan Frekuensi Kehadiran (FK) ≥ 25% menunjukkan fauna tanah karakteristik yang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada suatu areal. Analisis data memperlihatkan bahwa spesies fauna tanah yang memiliki nilai KR(%) ≥10% dan FK(%) ≥ 25% bervariasi pada setiap lokasi penelitian, seperti yang terlihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa dari total 20 spesies fauna tanah yang didapatkan pada lokasi penelitian, hanya terdapat empat spesies fauna tanah karakteristik yang dapat hidup dan berkembang dengan baik dengan nilai KR(%) > 10% dan FK (%) >25 % yaitu Aphaenogaster sp., Euborellia sp., Onychiurus sp.dan Pangaeus bilineatus. Lokasi I hanya terdapat satu fauna tanah karakteristik yaitu Euborellia sp. Lokasi II terdiri atas tiga spesies fauna tanah karakteristik, yaitu Euborellia sp., Aphaenogaster sp. dan Onychiurus sp. Lokasi III terdiri atas tiga spesies yaitu Aphaenogaster sp., Onychiurus sp.dan Pangaeus bilineatus. Keadaan ini menunjukkan bahwa fauna tanah tersebut merupakan fauna yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada masing-masing lokasi dengan didukung faktor fisik kimia tanah dan ketersediaan makanannya. Menurut Suin (2012), faktor fisik kimia tanah dan ketersediaan makanan sangat menentukan keberadaan fauna tanah. Primack (1998) menambahkan, bahwa salah satu kriteria organisme yang dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah adalah organisme tersebut ditemukan melimpah didalam tanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA \Tabel 4.5 Nilai KR (%) ≥ 10% dan FK (%) ≥ 25% Fauna permukaan tanah yang Didapatkan pada Setiap Lokasi Penelitian

Lokasi I Lokasi II Lokasi III KR (%) FK(%) KR (%) FK(%) KR (%) FK(%) No Spesies 1. Aphaenogastersp. - - 14,404 64 48,70 48 2. Euborellia sp. 46,250 80 18,107 88 - - 3. Onychiurussp. - - 34,362 84 12,57 48 4. Pangaeus - - - - 10,12 36 bilineatus Keterangan: Lokasi I = Kebun Kol, Lokasi II = Kebun Sawi, Lokasi III = Kebun Markisa, KR = Kepadatan Relatif, FK = Frekuensi Kehadiran Spesies Aphaenogaster sp. yang berasal dari famili Formicidae merupakan fauna tanah yang karakteristik pada lokasi II dan III. Menurut Boror et al. (1992), jenis ini termasuk dalam sub-famili Myrmicinae yang merupakan sub-famili terbesar dengan anggota yang sangat luas tersebar. Ikbal et al. (2014) menambahkan, Aphaenogaster sp. merupakan jenis semut api yang menyukai lingkungan dengan kondisi kelembaban yang rendah. Spesies Onychiurus sp. (Collembola) hanya karakteristik pada lokasi II dan III. Menurut Rahmadi et al. (2004), Keberadaan Collembolasangat dipengaruhi oleh faktor fisik kimia dan faktor biotik lingkungannya. Suhu dan penguapan juga dapat mempengaruhi komunitas Collembola.Umumnya Collembola menyukai tempat-tempat lembab.Suhardjono (2000) menambahkan, bahwa pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembolayang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar. Spesies Euborellia sp. (cecopet) hanya karakteristik pada lokasi I dan II. Menurut Boror et al. (1992), Euborellia sp. (cecopet) merupakan jenis fauna tanah ordo Dermaptera yang makanan utamanya berasal dari zat-zat sayuran yang mati dan membusuk. Euborellia sp. memiliki alat pertahanan diri berupa penjepit (cerci) yang terdapat pada bagian abdomen tubuhnya.Fauna ini biasa ditemukan dibawah-bawah batu atau serasah dan cenderung menyukai kondisi tanah yang lembab. Spesies Pangaeus bilineatus yang berasal dari famili Cydnidae hanya karakteristik pada lokasi III. Menurut Boror et al. (1992), Pangaeus bilineatus merupakan jenis kepik penggali tanah pemakan akar-akar tanaman. Jenis ini biasanya ditemukan disekitar perakaran tanaman terutama tanaman tahunan yang perakarannya dekat dengan permukaan tanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.5 Komposisi Spesies Fauna Tanah Lokasi Penelitian

Komposisi spesies fauna tanah diperoleh berdasarkan pengurutan nilai kepadatan relatif dari nilai tertinggi sampai terendah.Komposisi fauna tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Urutan Komposisi Fauna Tanah pada Setiap Lokasi Penelitian

No. Spesies Lokasi I Lokasi II Lokasi III KR Urutan KR Urutan KR Urutan

1. Aphaenogastersp. 4,583 % 7 14,404 % 3 48,70 % 1 2. Blattellata germanica - - 0,206 % 14 0,43 % 11 3. Bradybaena similari - - 5,144 % 6 3,90 % 6 4. Dolichoderussp. 1,250 % 10 - - - - 5. Euborellia sp. 46,25 % 1 18,107 % 2 3,32 % 7 6. Euprenolepissp. 0,833 % 11 3,703 % 7 0,57 % 10 7. Gryllus sp.1 2,083 % 9 0,824 % 11 0,15 % 12 8. Gryllus sp.2 0,417 % 12 0,412 % 13 - - 9. Gryllotalpa sp. 5,833 % 5 2,264 % 9 0,57 % 10 10. Hypnoidus sp. - - 0,412 % 13 - - 11. Iridomyrmex sp. 0,417 % 12 0,617 % 12 - - 12. Leiobunumsp. 0,417 % 12 - - - - 13 Lycosasp. 2,917 % 8 5,761 % 4 7,95 % 5 14 Nitidula rufipes 7,083 % 4 5,555 % 5 8,53 % 4 15 Odontoponeradenticulata 5,417 % 6 3,703 % 7 2,32 % 8 16 Onychiurussp. 9,583 % 2 34,362 % 1 12,57 % 2 17 Pangaeus bilineatus 7,917 % 3 3,086 % 8 10,12 % 3 18 Polydesmus sp. 4,583 % 7 1,028 % 10 0,87 % 9 19 Reduvius personatus 0,417 % 12 - - - - 20 Stenolophus sp. - - 0,412 % 13 - - Keterangan: Lokasi I = Kebun Kol, Lokasi II = Kebun Sawi, Lokasi III = Kebun Markisa KR = Kepadatan Relatif

Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa komposisi fauna tanah yang menempati urutan pertama pada lokasi I adalah Euborellia sp.dengan nilai KR 46,25 %. Komposisi fauna tanah yang menempati urutan pertama pada lokasi II adalah Onychiurus sp.dengan nilai KR 34,362 %. Komposisi fauna tanah yang menempati urutan pertama pada lokasi III adalah Aphaenogaster sp. dengan nilai KR 46,25 %. Data tersebut menunjukkan bahwa Euborellia sp., Onychiurus sp.dan Aphaenogaster sp.merupakan fauna tanah dengan nilai komposisi tertinggi pada masing masing lokasi penelitian.Kondisi ini disebabkan oleh dukungan yang baik dari faktor fisik-kimia tanah terhadap keberadaan fauna tanah tersebut (Tabel 4.2) dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ketersediaan makanan pada masing-masing lokasi penelitian.Suin (2012) menjelaskan, bahwa faktor fisik dan kimia tanah sangat mempengaruhi keberadaan fauna tanah dan semua fauna tanah bergantung pada material organik tanah sebagai penyedia energi bagi kehidupannya. Tabel 4.6 juga menunjukkan bahwa fauna tanah yang menempati posisi terendah yaitu urutan ke 14 berasal dari famili Blatellidaeyaitu spesies Blattellata germanica dengan nilai KR 0,206 %.Kondisi ini berkaitan dengan daya toleransinya yang sempit terhadap berbagai faktor lingkungan pada lokasi penelitian. Pasokan makanan atau nutrisi untuk fauna tanah ini juga diduga kurang memadai untuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik, sehingga komposisinya sangat rendah. Menurut Hanafiah et al. (2003), daya toleransi tiap spesies fauna tanah terhadap lingkungannya merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap jumlah spesies yang ditemukan. Selanjutnya Handayanto & Hairiah (2009) menjelaskan, bahwa masing-masing fauna tanah memiliki ketergantungan yang berbeda terhadap lingkungan tanah dalam hal pasokan energi dan nutrisi untuk pertumbuhannya.Sebagian besar fauna tanah mendapatkan energi dan nutrisi langsung dari tanah, baik dari bahan mineral, bahan organik atau dari biomassa hidup dalam tanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Komposisi komunitas fauna tanah yang aktif pada permukaan tanah pada areal pertanian hortikultura di desa Pengambaten kecamatan Merek kabupaten Karo adalah sebagai berikut: a. Lokasi I (kebun kol) memiliki 16 spesies fauna tanah yang terdiri atas satu filum, empat kelas, sembilan ordo, dan 11 famili. Lokasi II (kebun sawi) memiliki 17 spesies fauna tanah yang terdiri atas dua filum, lima kelas, 11 ordo, dan 13 famili. Lokasi III (kebun markisa) memiliki 13 spesies fauna tanah yang terdiri atas dua filum, lima kelas, 10 ordo, dan 11 famili. b. Lokasi III (kebun markisa) memiliki nilai kepadatan total tertinggi yaitu sebesar 688,65 individu/m2 sedangkan lokasi I (kebun kol) memiliki nilai kepadatan total terendah yaitu sebesar 238,76 individu/ m2. c. Fauna tanah yang merupakan indikator biotik terdiri atas empat spesies yaitu Aphaenogaster sp., Euborellia sp.,Onychiurus sp.dan Pangaeus bilineatus. d. Fauna tanah yang memiliki nilai komposisi tertinggi pada lokasi I adalah Euborellia sp.dengan nilai KR 46,25 %. Lokasi II komposisi fauna tanah tertinggi adalah Onychiurus sp.dengan nilai KR 34,362 %. Lokasi III komposisi fauna tanah tertinggi adalah Aphaenogaster sp. dengan nilai KR 46,25 %.

5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi komunitas fauna tanah yang terdapat pada lahan pertanian hortikultura dengan jenis tanaman yang berbeda mengingat pentingnya keberadaan hewan tanah dalam perombakan bahan-bahan organik dalam tanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Adianto, 1993.Biologi Pertanian (Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati, Dan Insektisida). Edisi ke-2.Alumni anggota IKAPI. Bandung. Afifah AH, 2014.Struktur Komunitas Makrofauna Tanahpada Hutan Sekunder dan Agroforestri Kopi diDesa Kuta Gugung Kecamatan Naman TeranKabupaten Karo.[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Aris Z, 2014. Struktur Komunitas Makrofauna Tanah PadaLahan Pertanian Anorganik dan Organikdi Kabupaten Karo.[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Barus A & Syukri, 2008.Agroteknologi Tanaman Buah-buahan. USU Press. Medan. Borror DJ, Triplehorn, CA dan Johnson NF, 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Diterjemahkan oleh Partossoedjono S. Edisi ke-6.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. BPS Karo, 2015. Karo Dalam Angka 2015. http://karokab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Karo-Dalam-Angka 2015.pdf Diakses pada 25 Februari 2016. Buckman HO & Brady NC, 1982.Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Campbell NA & Reece JB, 2010.Biologi.Edisi ke-8.Jilid 2.Diterjemahkan oleh Wulandari DT.Erlangga. Jakarta. Coleman DC, Crossley DA and Hendrix PF, 2004.Fundamentals of Soil Ecology. Elsevier Inc. USA. Coyne MS & Thompson JA, 2006.Fundamental Soil Science.Thomson Delmar Learning. USA. Edward CH & Lofty JR, 1997.Biology of Earthworm.Chapman and Hall. London. Ginting D, 2011. Relevansi Bahan Perpustakaan Dengan Kebutuhan Informasi Pada Kantor Kearsipan, Perpustakaan dan Dokumentasi Kabanjahe. [Skripsi].Medan: Universitas Sumatera Utara. HanafiahKA, Anas I, Napoleon A&Ghoffar N, 2003. Biologi Tanah, Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hanafiah KA, Napoleon A dan Nuni G, 2014. Biologi Tanah Ekologi dan Makrobiologi Tanah.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Handayanto & Hairiah, 2009.Biologi Tanah: Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura. Yogyakarta. Herlinda S et al., 2014. Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Laba- LabaPredator Hama Padi Ratun di Sawah Pasang Surut.Jurnal HPT Tropika, 14 (1):1-7. Hole FD, 1981. Effects of on soil.Geoderma, 25(1):75-112. Ikbal M, Nugroho SP dan Edhi M, 2014. Keragaman Semut Pada Ekosistem Tanaman Kakaodi Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Yogyakarta.Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 18(2):79-88. Lavelle P et al, 1994. The relationship between soil macrofauna and tropical soil fertility.In Woomer, P.L. and M. Swift (eds.) The Biological Management of Tropical Soil Fertility. John Wiley & Sons.Chichester.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Michael P, 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.Diterjemahkan oleh Koestoer YR. UI Press. Jakarta. Munawar A, 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman.IPB Press. Bogor. Noordwijk M dan Kurniatun H, 2006. Intensifikasi Pertanian, Biodiversitas Tanah dan Fungsi Agro-Ekosistem. Agrivita, 28(3):1. Notohadinegoro T dan Johara, 2005.Faktor Tanah dalam Pengembangan Hortikultura.UGM press.Yogyakarta. Odum EP, 1996. Dasar-Dasar Ekologi.Diterjemahkan oleh Samingan T. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Olechowicz E, 1987. Density and Biomass of Soil Macrofauna From Different Forest Ecosystems Of The Kampinos Forest (Poland). Ekologia Polska,34(4):689- 710. Pracaya, 1999.Hama dan Penyakit Tanaman.Penebar swadaya. Bogor. Prasetyo Y, 2008. Keanekaragaman Makrofauna Tanah Dibeberapa Ekosistem Alami Dan Budidaya di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. IPB. Bogor. Primack RB, Supriyatna J, Indrawan M. dan Kramadibrata P, 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Rahmadi C, Suhardjono YR, Andayani I, 2004. Collembola Lantai Hutan di Kawasan Hulu Sungai Tabalong Kalimantan Selatan.Biota,9:179-185. Sugiyarto, Wijaya D, Rahayu SY, 2002. Biodiversitas hewan permukaan tanah pada berbagai tegakan hutan di sekitar goa jepang BKPH Nglerak Lawu Utara, Kabupaten Karanganyar.Biodiversitas,3(1):196-200. Sugiyarto, 2005.Struktur dan komposisi makrofauna tanah sebagai bioindikator kesehatan tanah pada kasus perubahan sistem penggunaan lahan di HTI sengon.BioSMART, 7(2):100-103. Sugiyarto, 2008.Konservasi makrofauna tanah dalam sistem agroforestri. Di dalam: Peningkatan Mutu Pembelajaran Biologi Melalui Pengayaan Materi Biologi Terapan. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi; Surakarta, 24 Mei 2008. Surakarta: Ikatan alumni Biosains PPs UNS. Hl, 24-27. Suhardjono YR, 1992. Fauna Collembola Tanah di Pulau Bali dan Pulau Lombok.[Disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana. Suhardjono YR, 2000. Collembola tanah peran dan pengelolaannya.Vegamedia. Bogor. Suhardjono YR, Deharveng L, dan Bedos A, 2012. Biologi Ekologi Klasifikasi Collembola (Ekorpegas). Vegamedia. Bogor. Suheriyanto D, 2012. Keanekaragaman Fauna Tanah di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sebagai Bioindikator Tanah Bersulfur Tingi.Sainstis, 1(2): 29-38. Suin NM,2002.Metoda Ekologi. Universitas Andalas Press. Padang. Suin NM, 2003.Ekologi Populasi. Universitas Andalas Press. Padang. Suin NM, 2012.Ekologi Hewan Tanah. Cetakan Ke-4. Bumi Aksara. Jakarta. Sukarsono, 2009.Ekologi Hewan. UMM Press. Malang. Susilo FX, 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu. Yogyakarta. Thamrin M dan Hanafi H, 1992.Peranan Mulsa Sisa Tanaman Terhadap Konservasi Lengas Tanah pada Sistem Budidaya Tanaman Semusim di Lahan Kering.Jurnal P3HTA, 5:12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tim Sintesis Kebijakan, 2008. Pemanfaatan Biota Tanah Untuk Keberlanjutan Produktivitas Pertanian Lahan Kering Masam.Pengembangan Inovasi Pertanian,1(2):157-163. Yulipriyanto H, 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaanya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Wallwork JA, 1970. Ecology of Soil .Mc.Graw Hill Book Company. London. ZulkarnainH, 2009. Dasar-dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta. Wulandari S, Sugiyarto dan Wiryanto, 2007. Pengaruh Keanekaragaman Mesofauna danMakrofauna Tanah terhadap DekomposisiBahan Organik Tanaman di Bawah TegakanSengon (Paraserianthes falcataria).Bioteknologi,4 (1):20- 27.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Lokasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 2. Contoh Perhitungan a. Luas total plot

Luas ember = .(r2) 2 = 3,14𝜋𝜋 x 8 = 3,14 x 64 = 200,96 cm2 Jumlah plot pitfall trap = 25 plot Luas total plot = 25 x 200,96 cm2 = 5024 cm2 ÷ 10000 cm2 = 0,5024 m2 b. Kepadatan Populasi (K) 11 K Aphaenogastersp.= = 21,894 ÷ 2 = 10,94 0,5024 c. Kepadatan Relatif (KR)

10,94 KR Aphaenogastersp. = × 100 = 4,583 % 238,76 d. Frekuensi Kehadiran (FK)

4 FK Aphaenogastersp. = × 100 = 16 % 25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 3. Klasifikasi dan Deskripsi Spesies Fauna Tanah yang Ditemukan pada Penelitian

No. Gambar Spesies Klasifikasi Deskripsi 1. K : Animalia Panjang tubuh 0,8-1,1 cm, lebar tubuh 0,3 cm. Memiliki 8 pasang mata. Memiliki 4 Ph : Arthropoda pasang kaki dengan panjang rata-rata 0,8 cm. Chepalothoraks memiliki pola yang C : Arachnida khas (pada kebanyakanGenusdari Family Lycosidae). O : Araneae Warna tubuh cokelat kecuali pada bagian cephalothoraksyang agak gelap. F : Lycosidae

G : Lycosa

Sp : Lycosasp.

(Laba laba serigala) 2. K : Animalia Panjang tubuh 0,5-0,7 cm, lebar tubuh 0,4 cm. Memiliki sepasang mata yang sangat Ph : Arthropoda kecil dan kelisera berbentuk kuku. Bentuk tubuh membulat (bulat telur), memiliki 4 C : Arachnida pasang kaki dengan panjang 2 cm, dan warna tubuh cokelat muda. O : Opiliones

F : Sclerosomatidae

G : Leiobunum

Sp : Leiobunumsp.

(Laba-laba pemanen) 3. K : Animalia Panjang tubuh 1-1,5 mm, lebar tubuh 0,5 mm, memiliki mata tunggal palsu pada Ph : Arthropoda dasar sungut dan sepasang antenna. Bentuk tubuh lurus memanjang, abdomen C : Collembola terdiri dari 6 ruas, tidak memiliki furkula dan warna tubuh ungu cerah O : Poduromorpha

F : Onychiuridae

G : Onychiurus

Sp : Onychiurussp.

4. K : Animalia Panjang tubuh 1-2 cm, lebar tubuh 0,3-0,5 cm, memiliki sepasang mata danantenna Ph : Arthropoda yang pendek, mulut tipepengunyah, memiliki 14-20 segmen,tepi segmen C : Diplopoda memipih, tiap segmendijumpai 2 pasang kaki kecuali segmenbagian belakang, O : Polydesmida tubuh berwarnacokelatmuda, kaki berwarna coklat muda.Melindungi diri F : Polydesmidae dengan cara menggulungkan tubuhnya ketika merasa terancam. G : Polydesmus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sp : Polydesmus sp.

(Kaki seribu)

5. K : Animalia Panjang tubuh 1,4 cm, lebar tubuh 0,6cm, tubuh lonjong dan agak tipis, caput pipih, Ph : Arthropoda memiliki antena yang panjang hingga 0,7 cm, pronotum denganabdomen C : Insecta sejajar, memiliki sepasangsayap yang tipis, pada bagian ujungabdomen dijumpai O : Blattaria sepasang cerci, kakicukup jenjang danterdapat duri haluspada bagian tibia, F : Blattellidae warna tubuhseluruhnya kecokelatan.

G : Blattellata

Sp : Blattellata germanica

( Kecoak jerman) 6. K : Animalia Panjang tubuh 0,9-1,2 cm, lebar tubuh 0,3 cm. Caput lonjong dengan mata yang jelas. Ph : Arthropoda Memiliki sepasang mata yang menonjol pada bagian caput. Antena tersusun atas 10 C : Insecta ruas. Pronotum agak gepeng. Elitra membulat kebelakang dengan garis-garis O : Coleoptera kasar disertai rambut halus dan jarang pada bagian tepi. Tubuh agak pipih. Kaki F : Carabidae 3 pasang terdiri atas koksa, trokanter, femur, tibia, tarsal (3 ruas) dan metatarsal, G : Stenolophus kaki memiliki duriduri dan rambut halus. Warna tubuh dominan hitam disertai Sp : Stenolophus sp. warna hijau metalik, pada bagian tepi pronotum dan bagian kaki berwarna (Kumbang jamur) kuning.

7. K : Animalia Panjang tubuh 1,5-1,7 cm, lebar tubuh 3-4 cm. Caput kecil dan terdapat sepasang Ph : Arthropoda antena yang memiliki 12 ruas, antena tersebut meruncing ke dalam tiap ruasnya. C : Insecta Mata jelas terlihat, mulut tipe penggigit dan pengunyah, pronotum lebar dan sejajar O : Coleoptera dengan elytra, tiap sudut pronotum termodifikasi meruncing terutama bagian F : Elateridae bawah yang menempel dengan elytra pada abdomen. Tubuh memanjang, abdomen G : Hypnoidus meruncing dan elytra tumpul kebawah, pada elytra terdapat garis-garis yang Sp : Hypnoidus sp. kurang tampak dengan jelas. Warna tubuh hitam kecuali pada bagian ventral dan (Kumbang klik) antena yang berwarna kecokelatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8. K : Animalia Panjang tubuh 1-1,6 cm, lebar 0,5 cm, caput pipih berbentuk setengah lingkaran, Ph : Arthropoda terdapat sepasang antena dengan ruas berjumlah 10, tipe mulut penggigit dan C : Insecta mengunyah, pronotum memiliki batas yang jelas dan membesar menuju ke O : Coleoptera bawah serta memipih kesamping, abdomen agak meruncing tertutup dengan F : Nitidulidae elytra yang berbentuk lonjong, tubuh berwarna hitam. G : Nitidula

Sp : Nitidula rufipes

(Kumbang tanah) 9. K : Animalia Panjang tubuh 3-5 cm, lebar 0,5-0,7 cm, caput berbentuk seperti segitiga berwarna Ph : Arthropoda hitam, mempunyai sepasang mata berwarna putih, antena 16 ruas, ruas 13 C : Insecta dan 14 warna putih, mulut menggigit mengunyah, terdapat palpus dengan warna O : Dermaptera agak kecoklatan berjumlah 2 ruas, toraks berwarna cokelatkehitaman, tidakmemiliki

F : Anisolabididae sayap, berwarna cokelat kehitaman, memiliki sepasang cerci untuk mencapit G : Euborelia pada bagian belakang.

Sp : Euborellia sp.

(Cecopet pisang) 10. K : Animalia Panjang tubuh 5-9 mm, caput berbentuk seperti setengah lingkaran berwarna hitam, Ph : Arthropoda antena 4 ruas, tipe mulut penusuk dan penghisap, toraks berwarna hitam, C : Insecta memiliki 2 pasang sayap, sepasang sayap atas berwarna hitam dan sepasang sayap O : Hemiptera bawah tranparan, memiliki 3 pasang kaki terdiri atas koksa, trokanter, femur, tibia, F : Cydnidae tarsal (3 ruas) dan metatarsal, kaki memiliki duriduri dan rambut halus. G : Pangaeus

Sp : Pangaeus

bilineatus

(Kepik penggali tanah) 11. K : Animalia Panjang tubuh 17-20 mm, lebar tubuh 3 mm, caput berbentuk seperti segitiga, Ph : Arthropoda antena 7 mm dengan 3 ruas, tipe mulut penusuk dan penghisap, toraks berwarna C : Insecta coklat gelap, abdomen memanjang, memiliki sepasang sayap atas berwarna O : Hemiptera hitam dan sepasang sayap bawah tranparan, memiliki 3 pasang kaki dengan F : Reduviidae panjang 0,8 mm

G : Reduvius

Sp : Reduvius personatus

(Kepik pemburu)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12. K : Animalia Panjang tubuh 2,5 mm, lebar tubuh 1 mm, caput berbentuk seperti persegi, antena 12 Ph : Arthropoda ruas, mata besar cembung, pronotum dan prppodeum memiliki sepasang duri atau C : Insecta gigi kecil, mesonotum memanjang, pedicel 2, abdomen membulat dan memiliki O : Hymenoptera sengat.

F : Formicidae

G : Aphaenogaster

Sp : Aphaenogastersp.

(Semut api) 13. K : Animalia Panjang tubuh 5 mm, lebar tubuh 1,5 mm, caput membulat, mata agak kedepan, Ph : Arthropoda mandibula seperti segitiga dengan gigi- gigi yang panjang, toraks dengan C : Insecta pronotum seperti plat, mesonotum pendek, pedicel 1 berbentuk kerucut, abdomen O : Hymenoptera cembung, besar dan oval dengan 4 segmen, memiliki sepasang sayap. F : Formicidae

G : Dolichoderus

Sp : Dolichoderussp.

14. K : Animalia Panjang tubuh 3 mm, lebar tubuh 1 mm, caput berbentuk seperti persegi, antena 12 Ph : Arthropoda ruas, memiliki sepasang mata berwarna hitam, mandibula lebar, propedeum tinggi C : Insecta dan berbentuk kubah, pedicel 1membulat, abdomen memiliki 4 segmen, tidak O : Hymenoptera memiliki sengat.

F : Formicidae

G : Euprenolepis

Sp : Euprenolepissp.

15. K : Animalia Panjang tubuh 1-1,2 cm, lebar tubuh 0,2- 0,4 cm, caput membulat, rahang pendek Ph : Arthropoda dan terlihat kokoh, keliling clypeal berhadapan, mempunyai 7-9 gigi dengan C : Insecta berbagai bentuk dari tumpul ke tajam, antena 12 ruas, pronotum mempunyai O : Hymenoptera sepasang gigi berbentuk segitiga di sisi tubuh,, warna tubuh keseluruhan hitam F : Formicidae dengan pola garis-garis yang khas.

G : Odontoponera

Sp : Odontoponera

denticulate

(Semut hitam besar)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16. K : Animalia Panjang tubuh 3 mm, lebar tubuh 1 mm, caput meruncing seperti segitiga, memiliki Ph : Arthropoda sepasang mata agak ditengah-tengah kepala bagian depan, metanotum cembung C : Insecta dan agak tinggi. Pedicel 1 dan tegak lurus, abdomen oval dengan 6 segmen O : Hymenoptera

F : Formicidae

G : Iridomyrmex

Sp : Iridomyrmexsp.

17. K : Animalia Panjang tubuh 3-4 cm, lebar tubuh 0,6-1 cm, caputmembulat dan terdapat sepasang Ph : Arthropoda mata dan antena yang panjangnya ± 2 cm, pada bagian thoraks terdapat 3 pasang C : Insecta kaki, sepasang kaki belakang lebih besar dan panjang dari 2 pasang kaki depan, O : Orthoptera yang termodifikasi untuk melompat, terdapat 2 pasang sayap (depan dan F : Gryllidae belakang), bagian abdomen beruas-ruas antara 8-10 ruas, warna tubuh cokelat tua. G : Gryllus

Sp : Gryllus sp. 1

(Jangkrik) 18. K : Animalia Panjang tubuh 2-3 cm, lebar tubuh 0,6-1 cm, caputmembulat dan terdapat sepasang Ph : Arthropoda mata dan antena yang panjangnya 1 cm, pada bagian thoraks terdapat 3 pasang C : Insecta kaki, sepasang kaki belakang lebih besar dan panjang dari 2 pasang kaki depannya O : Orthoptera yang termodifikasi untuk melompat, warna tubuh cokelat muda, warna kaki lebih F : Gryllidae cerah.

G : Gryllus

Sp : Gryllus sp. 2

(Jangkrik) 19. K : Animalia Panjang tubuh 2,5-3 cm, lebar tubuh 0,5- 0,8 cm, caput agak mengerucut kedepan, Ph : Arthropoda mata bulat dengan antena yang pendek, mulut memiliki sepasang capit menyerupai C : Insecta gergaji yang digunakan untuk memotong. Pronotum besar, bagian thoraks dijumpai 3 O : Orthoptera pasang kaki, sepasang kaki depan yang berukuran lebih besar memiliki kuku yang F : Gryllotalpidae termodifikasi untuk menggali. Memiliki dua pasang sayap, abdomen terdiri atas 6 – G : Gryllotalpa 7 lipatan yang memiliki sepasang cerci pada segmen yang terakhir, tubuh Sp : Gryllotalpa sp. berwarna cokelat dan agak sedikit gelap pada bagian kepala. (Anjing tanah)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20. K : Animalia Tinggi cangkang 0,6-1 cm, lebar cangkang 1-1,3 cm. Tipe cangkangDepresed Ph : Molusca heliciform. Whorl pada cangkang berjumlah 5 ½. Umbilicus sempit. Parietal C : Gastropoda kurang jelas terlihat. Cangkang tipis dan teksturnya halus. Terdapat sebuah garis O : Stylommatophora spiral yang mengelilingi cangkang. Dinding cangkang rapuh, garis-garis F : Bradybaenidae pertumbuhan jelas telihat. Warna cangkang putih kekuningan. G : Bradybaena

Sp : Bradybaena similaris

( Siput darat )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 4. Data Jenis dan Jumlah Fauna Tanah yang Ditemukan Pada Setiap Lokasi Penelitian

A. Lokasi I (Kebun Kol) Plot Sampling Plot yang No Jenis Jumlah ditempati 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 1. Aphaenogastersp. - 3 - - 4 1 ------3 ------11 4

2. Dolichoderussp. - - - 2 - 1 ------3 2

3. Euborellia sp. 4 3 8 - 1 2 3 - 15 7 11 1 2 - - 2 1 1 - 4 9 8 7 8 14 111 20

4. Euprenolepissp. ------2 2 1

5. Gryllus sp. 1 - 1 ------1 1 - - 2 ------5 4

6. Gryllus sp. 2 ------1 ------1 1

7. Gryllotalpa sp. - - 1 - - - - 1 1 2 - 5 - - 1 - - - - 1 - 2 - - - 14 8

8. Iridomyrmex sp. ------1 - 1 1

9. Leiobunumsp. ------1 ------1 1

10. Lycosasp. 1 3 ------1 - 1 - - - - - 1 - 7 5

11. Nitidula rufipes 3 1 - 1 - - 1 - - 1 1 - 1 - 1 1 - - 3 1 - - 1 - 1 17 13

12. Odontoponera denticulata - 1 - 3 2 2 1 - - - 1 - - - 3 ------13 7

13. Onychiurussp. - - 9 6 2 - - 3 - - - - - 1 - - 2 ------23 6

14. Pangaeus bilineatus - - 1 - - 1 ------5 - - 5 - - 5 - - - - - 2 19 6

15. Polydesmus sp. ------1 - - 1 ------1 - - - 1 5 2 11 6

16. Reduvius personatus ------1 ------1 1

Keterangan : Pengambilan sampel dilakukan selama 2 hari 2 malam (2 x 24 jam), untuk memperoleh hasil per hari jumlah individu yang didapatkan di bagi 2 (dua).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA B. Lokasi II (Kebun sawi) Plot yang Plot Sampling Jumlah ditempati No Jenis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

1. Aphaenogastersp. 7 3 5 6 5 2 - 1 8 2 - - - - 2 5 - 6 - 4 - 4 2 - 8 70 16

2. Blattellata germanica - - 1 ------1 1

3. Bradybaena similari - - 19 3 1 - - - - 2 ------25 4

4. Euborellia sp. 1 2 9 4 1 6 2 6 9 3 - - 6 1 4 4 10 6 1 1 - 3 2 4 3 88 22

5. Euprenolepissp. - - - 1 2 1 - - 1 8 1 - - 2 - 1 - - - - 1 - - - - 18 9

6. Gryllus sp. 1 - - - - 1 1 ------1 - 1 ------4 4

7. Gryllus sp. 2 ------1 ------1 2 2

8. Gryllotalpa sp. - 1 - - - - 1 2 - - - 1 - - 2 1 - - 1 1 - - - 1 - 11 9

9. Hypnoidus sp. - - - 1 - - 1 ------2 2

10. Iridomyrmex sp. ------3 - - 3 1

11. Lycosasp. - 2 - 3 - 1 1 1 2 2 2 3 2 - 2 - - - 3 3 1 - - - - 28 14

12. Nitidula rufipes 3 1 - 2 1 - - 3 1 - - 1 - - 1 - - 2 3 - 2 1 1 2 3 27 15

13. Odontoponera denticulata 1 - 3 - - 4 ------3 1 - 1 - 1 1 2 - 1 - - - 18 10

14. Onychiurussp. 13 17 9 11 - 5 7 3 16 3 9 7 8 - 4 3 7 11 6 3 11 - 9 - 5 167 21

15. Pangaeus bilineatus - - - 3 1 1 1 - 1 1 1 - - 1 - - - - 1 2 - 1 1 - - 15 12

16. Polydesmus sp. 1 - 1 ------3 - - - - - 5 3

17. Stenolophus sp. ------1 ------1 ------2 2

Keterangan : Pengambilan sampel dilakukan selama 2 hari 2 malam (2 x 24 jam), untuk memperoleh hasil per hari jumlah individu yang didapatkan di bagi 2 (dua).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

C. Lokasi III (Kebun markisa) Plot Sampling Plot yang No Jenis Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 ditempati

1. Aphaenogastersp. 21 70 - - 18 - - 5 47 - 10 20 ------6 38 11 12 - 79 337 12

2. Blattellata germanica ------1 ------2 ------3 2

3. Bradybaena similari - - - - 8 - - - 5 3 - 2 - - - 2 3 1 1 - - - - - 2 27 9

4. Euborellia sp. - - - 3 1 3 4 1 - - - 2 2 6 ------1 - 23 9

5. Euprenolepissp. ------4 ------4 1

6. Gryllus sp. 1 - - 1 ------1 1

7. Gryllotalpa sp. - 1 - - 1 ------1 ------1 - - - - 4 4

8. Lycosasp. 3 2 1 1 2 2 - 1 4 2 2 2 3 - 2 1 3 1 6 1 2 3 1 5 5 55 23

9. Nitidula rufipes 1 6 1 6 1 5 2 - 2 - - 4 1 1 2 1 1 8 5 1 4 1 - 4 2 59 21

10. Odontoponera denticulata 1 2 ------1 - - - - 3 5 - 1 - - - 3 - 16 7

11. Onychiurussp. - 12 8 9 - 5 7 - 9 5 - - 6 11 - 8 - - - - 6 - - - 9 87 12

12. Pangaeus bilineatus 4 15 - - 20 - - - 12 - - 13 ------16 - 1 - 4 - 5 70 9

13. Polydesmus sp. 2 ------1 ------2 - - - - 1 - 6 4

Keterangan : Pengambilan sampel dilakukan selama 2 hari 2 malam (2 x 24 jam), untuk memperoleh hasil per hari jumlah individu yang didapatkan di bagi 2 (dua)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 5. Hasil Analisis N, P, K dan C-Organik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 6.Penempatan plot pada lokasi penelitian

50 m

50 m

Keterangan : = Tanaman hortikultura = Plotpit fall trap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 7. Foto Alat dan Bahan

Soil thermometer Soil tester

Alat Monolith kuadrat

Terpal

Ember Alkohol 70%

Pacak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 8. Foto Kerja

Penempatan plot Pemberian Alkohol

Pengukuran fisik kimia tanah Pemasangan pacak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA