Bab Ii Profil Kabupaten Tulang Bawang

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab Ii Profil Kabupaten Tulang Bawang BAB II PROFIL KABUPATEN TULANG BAWANG 2.1. Wilayah Administrasi Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Mesuji dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tulang Bawang Barat, maka terjadi pemekaran 2 (dua) daerah otonomi baru, dan Kabupaten Tulang Bawang sebagai Kabupaten Induk. Administrasi pemerintah Kabupaten Tulang Bawang terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan dan 151 kampung/kelurahan dengan luas wilayah sebesar 3.466,32 Km2. Secara geografis Kabupaten Tulang Bawang terletak antara 40° 08' – 04° 41' Lintang Selatan dan 105° 09' – 105° 55' Bujur Timur. Sedangkan batas wilayah administrasi Kabupaten Tulang Bawang adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Mesuji Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur Sebelah Timur : berbatasan dengan kawasan pantai (Laut Jawa) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang Barat BAB II - 1 Kabupaten Tulang Bawang mempunyai kecamatan terluas dan terkecil, Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dentes Teladas (± 19,78 %), sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Meraksa Aji (± 2,73 %). Akan tetapi dari segi kepadatan penduduk eksisting, penduduk lebih terkonsentrasi di pusat-pusat kegiatan, seperti di Kecamatan Banjar Agung, Kecamatan Banjar Margo, Kecamatan Rawajitu Selatan serta Kecamatan Menggala. Sedangkan kecamatan lainnya masih rendah, yang menandakan perlunya suatu intervensi perencanaan untuk mencapai efisiensi penggunaan sumber daya dan efisiensi alokasi distribusi sumber daya. BAB II - 2 Gambar 2.1. Peta Administrasi Kabupaten Tulang Bawang BAB II - 3 2.2. Potensi Wilayah Kabupaten Tulang Bawang Menempati posisi geografis yang strategis di wilayah Sai Bumi Ruwa Jurai, Kabupaten Tulang Bawang, memiliki prospek yang cerah dalam mengembangkan daerah di masa mendatang. Dengan memiliki luas wilayah sekitar 346.632 hektare, kabupaten ini memiliki banyak potensi. Bukan hanya sektor pertanian dalam arti luas yang menjadi andalan perekonomian warganya, Kabupaten Tulang Bawang juga menjadi lokasi industri besar, termasuk Sugar Group, salah satu perusahaan produsen gula terbesar di Indonesia. Dengan luas lahan 3.466,32 kilometer persegi atau 9,79 persen luas wilayah Provinsi Lampung, Kabupaten Tulang Bawang memang masih mengandalkan sektor pertanian. Namun, sejumlah perusahaan besar (PMA-PMDN) dan perusahaan kecil juga beroperasi di kabupaten ini. Kabupaten Tulang Bawang selama beberapa tahun terakhir ini terus mendorong berbagai sektor untuk memacu pertumbuhan ekonomi masyakarat. Kabupaten Tulang Bawang memiliki strategi tetap tangguh di di sektor pertanian, namun terus memacu tumbuhnya industri manufaktur yang memberi nilai tambah lebih besar. Potensi-potensi yang ada di Kabupaten Tulang Bawang, dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Pertanian Dengan memiliki potensi wilayah yang cukup luas, pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Tulang Bawang dilakukan dalam rangka memantapkan/meningkatkan swasembada pangan, ditempuh melalui kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi dengan kegiatan meliputi kegiatan pembibitan, penanaman/ budidaya, pasca panen, pengolahan dan pemasaran serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada sektor pertanian, dari potensi lahan pertanian yang ada yaitu 149.420 Ha, terdiri dari lahan basah 47.315 Ha dan lahan kering 102.104 Ha, BAB II - 4 serta didukung 79.709 Keluarga Tani dan 1.184 Kelompok Tani, produktivitas sektor ini rata-rata setiap tahunnya cukup signifikan dan mengisyaratkan bahwa Kabupaten Tulang Bawang sampai saat ini, masih memiliki ketahanan pangan yang cukup kokoh. Dari berbagai komoditas pertanian yang ada, produktivitas sektor ini didominasi terutama oleh komoditas unggulan diantaranya padi, jagung, dan ubi kayu. Gambaran produktivitasnya yaitu untuk tanaman padi sawah, luas panen mencapai 36.714 Ha dengan produksi 178.705 ton, padi ladang luas panen 4.376 Ha dengan produksi 21.314,40 ton, luas panen kedelai 298 Ha dengan produksi 346,46 ton, dan ubi jalar luas panen197 Ha dengan produksi 5.178,96 ton serta ubi kayu luas panen 20.668 Ha dengan produksi 481.329,17 ton. b. Perkebunan Secara statistik, potensi pengembangan perkebunan di Tulang Bawang sangat menjanjikan. Adapun usaha-usaha yang dilakukan bagi pengembangan perkebunan di Tulang Bawang, ditempuh melalui budidaya perkebunan industri perkebunan, dan pengembangan usaha investasi perkebunan dengan cara Pola Perusahaan Besar Swasta (PBS), Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), serta Pola Kemitraan (kemitraan melalui KUD dalam berbagai usaha dengan perkebunan besar). Sasaran yang akan dicapai dalam pembangunan di bidang perkebunan adalah tercapainya target penerimaan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) sub sektor perkebunan, tercapainya luas areal perkebunan yang maksimal melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulang Bawang, swadaya petani dan pihak swasta/ investor, tercapainya kualitas SDM perkebunan, terjalinnya kerjasama pembangunan pabrik pengolahan karet rakyat antara koperasi dengan swasta, dan pelaksanaan pembangunan perkebunan pola kemitraan Kelapa Sawit dan Tebu. BAB II - 5 Berbagai produk perkebunan yang potensial dan sedang dikembangkan di Tulang Bawang antara lain: Karet, Kelapa, Kelapa Sawit dan Tebu, dengan hasil produksi perkebunan, diperkirakan lebih kurang Rp. 1,933 trilyun per tahun atau Rp. 161 milyar per bulan. Pada sektor perkebunan, pembangunan di sektor ini potensi lahan perkebunan yang ada, komoditas unggulan adalah karet dan kelapa sawit. Produktivitas dua komoditas ini mengalami peningkatan setiap tahunnya dan bahkan telah menjadi mata pencaharian utama sekitar 54% dari jumlah masyarakat Tulang Bawang. Adapun data terakhir untuk karet produksinya mencapai 48.315,21 Ton dan Kelapa Sawit 14.717,05 Ton Karenanya dengan besarnya potensi sektor perkebunan, maka saat ini di Kabupaten Tulang Bawang juga sedang dikembangkan pemanfaatan sumberdaya perkebunan. Wilayah pengembangan komoditi unggulan tanaman pangan dan perkebunan tersebar di daerah Kabupaten Tulang Bawang dengan rincian sebagai berikut : 1. Padi, Pusat pertumbuhan dan produksi meliputi Kecamatan Rawapitu, Rawajitu Selatan, Menggala, Menggala Timur, Gedung Aji Baru, Penawar Tama dan Gedung Aji. 2. Jagung, Pusat pertumbuhan dan produksi meliputi Kecamatan Menggala, Menggala Timur, Gedung Meneng, dente Teladas, Banjar Baru, Rawajitu Selatan dan Gedung Aji Baru. 3. Ubi Kayu, Pusat pertumbuhan dan produksi meliputi Kecamatan Menggala, Menggla Timur, Gedung Meneng, Dente Teladas, Banjar Baru, Banjar Agung, Banjar Margo, Penawar Tama, Gedung Aji Baru, Penawar Aji, Gedung Aji dan Meraksa Aji. 4. Karet, Pusat Pertumbuhan dan Produksi meliputi Kecamatan Banjar Baru, Banjar Agung, Banjar Margo, Penawar Tama, Gedung Aji Baru, Gedung Meneng, Gedung Aji dan Meraksa Aji. BAB II - 6 5. Kelapa Sawit, Pusat pertumbuhan dan produksi meliputi Kecamatan Banjar Baru, Banjar Agung, Banjar Margo, Penawar Tama, gedung Aji Baru, Rawapitu, Gedung Aji dan Meraksa Aji. c. Peternakan Wilayah Kabupaten Tulang Bawang yang cukup luas, terdiri dari dataran dan perairan (rawa, sungai dan lain-lain) dengan topografi yang relatif beragam memberikan potensi yang besar untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan dan perkebunan maupun peternakan. Komoditas Sub Sektor Peternakan yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Tulang Bawang antara lain meliputi ternak sapi potong, kerbau, kambing, babi, ayam dan itik. Budidaya ternak memerlukan input berupa lahan, untuk habitat ternak dan tanaman (pakan ternak) serta air untuk minum ternak dan asupan bagi tanaman (Hijauan Makanan Ternak). Sehingga, dengan potensi lahan pertanian seluas 63.639 Ha dan lahan perkebunan 89.647 Ha memberikan peluang yang cukup besar untuk pengembangan sektor pertanian, termasuk peternakan, yaitu penanaman Hijauan Makanan Ternak (HMT) di Kabupaten Tulang Bawang. Kabupaten Tulang Bawang mempunyai potensi sumber pakan ternak yang cukup besar, baik dari Pengembangan Hijauan Makanan Ternak (HMT) berupa rumput dan legume, limbah pertanian, limbah perkebunan tebu maupun perkebunan kelapa sawit. Dengan potensi ketersedian pakan yang berlimpah Kabupaten Tulang Bawang mempunyai kapasitas tampuk ternak ruminansia yang cukup besar. Pengembangan komoditas pertanian, berupa padi, ubi kayu, jagung, ubi jalar, kedelai dan kacang tanah akan menghasilkan limbah yang berpotensi untuk dijadikan pakan ternak ruminansia. Untuk potensi pemasaran di Kabupaten Tulang Bawang memiliki banyak keuntungan, sebagai contoh dari kondisi geografis Kabupaten Tulang Bawang yang dilalui oleh jalur lintas timur yang menghubungkan Provinsi BAB II - 7 Lampung dengan provinsi lain di pulau Sumatera. Hal ini memperlancar akses pemasaran ternak di Kabupaten Tulang Bawang. d. Perikanan Wilayah Tulang Bawang sangat potensial untuk pengembangan sektor perikanan. Sejak jaman dahulu, nenek moyang daerah ini telah dikenal sebagai penghasil ikan dengan jumlah yang cukup besar. Pengembangan sektor perikanan di Tulang Bawang, tersebar di seluruh kecamatan di daerah ini. Usaha perikanan merupakan usaha terpadu yang mempunyai kegiatan penangkapan atau pembudidayaan ikan termasuk kegiatan mengangkut, menyimpan, dan mengawetkan ikan, sampai pemasaran hasilnya untuk tujuan komersial yang dapat dilakukan oleh usaha perorangan maupun badan hukum Indonesia. Pembangunan di bidang perikanan, diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para nelayan, dengan berbagai usaha peningkatan kualitas, dan kuantitas produksi, melalui pengembangan
Recommended publications
  • Analysis of Rice Farming in Tidal Swampland, Tulang Bawang Regency, Lampung Province
    International Conference On Agriculture and Applied Science (ICoAAS) 2020 EISSN : 2776-043X Politeknik Negeri Lampung, 19 November 2020 Doi : https://doi.org/10.2581/icoaas.v1i1.2061 Analysis of rice farming in tidal swampland, Tulang Bawang Regency, Lampung Province Slameto1*, EM Jannah1, Meidaliyantisyah1 and W Wibawa1 1 Lampung Assessment Institute of Agricultural Technology (Lampung AIAT), Jl. Hi. Zainal Abidin Pagar Alam No.1a, Rajabasa, Bandar Lampung City, Lampung Province, Indonesia *Corresponding authors: islameto@yahoo.co.id Abstract. Rice is still a strategic commodity in Indonesia. The need for rice to fulfill staple food every year tends to increase in line with the rate of population growth in Indonesia. Lampung Province government continues to strive for various programs to fulfill food. One of the efforts made is optimizing the use of marginal land in the swampland. The swampland area in Lampung is about 162,930 ha, consisting of 68,900 ha of tidal swampland and 94,030 ha of lowland swamps. Lampung potential swampland, has the opportunity to meet food needs, especially rice. Problems of swampland rice farming which commonly found are environmental stress related to water and land management, unadaptive rice commodities and applying appropriate cultivation technology. Swampland rice farming is expected to provide added value and benefits for farmers. This study aims to analyze rice farming in the tidal swampland of Tulang Bawang Regency, Lampung Province. The farm study was carried out by planting rice on a 1 ha tidal swampland. The rice planted is the existing local rice varieties. The study was carried out in the second planting season.
    [Show full text]
  • Undiscovered Petroleum Resources of Indonesia by John Kingston
    UNITED STATES DEPARTMENT OF THE INTERIOR GEOLOGICAL SURVEY Undiscovered Petroleum Resources of Indonesia by John Kingston Open-File Report 88-379 This report is preliminary and has not been reviewed for conformity with U.S. Geological Survey editorial standards and stratigraphic nomenclature 1988 ASSESSMENT OF RECOVERABLE ENERGY RESOURCES The World Energy Resources Program of the U.S. Geological Survey (USGS) Intends to develop reliable and credible estimates of undiscovered recoverable petroleum resources throughout the world. Initial program efforts have focused on the major producing areas of the world to gain a broad geological understanding of the characteristics of petroleum occurrence for purposes of resource assessment, as well as for analysis of production potential. Investigations of production potential are carried out In cooperation with other U.S. Government agencies; specifically, the studies of the main free world exporting nations, of which this study Is a part, are carried out In cooperation with the Foreign Energy Supply Assessment Program of the Department of Energy. The estimates represent the views of a U.S. Geological Survey study team and should not be regarded as an official position of the U.S. Government. The program seeks to Investigate resource potential at the basin level, primarily through analogy with other petroleum regions, and does not necessarily require, therefore, current exploration Information that Is commonly held proprietary. In conducting the geological Investigations, we Intend to build a support base of publicly available data and regional geologic synthesis against which to measure the progress of exploration and thereby validate the assessment. Most of these Investigations will lead directly to quantitative resource assessments; resource assessment, like exploration, to be effective, must be an ongoing process taking advantage of changing Ideas and data availability the results produced being progress reports reflecting on a state of knowledge at a point In time.
    [Show full text]
  • Dutch East Indies)
    .1" >. -. DS 6/5- GOiENELL' IJNIVERSIT> LIBRARIES riilACA, N. Y. 1483 M. Echols cm Soutbeast. Asia M. OLIN LIBRARY CORNELL UNIVERSITY LlflfiAfiY 3 1924 062 748 995 Cornell University Library The original of tiiis book is in tine Cornell University Library. There are no known copyright restrictions in the United States on the use of the text. http://www.archive.org/details/cu31924062748995 I.D. 1209 A MANUAL OF NETHERLANDS INDIA (DUTCH EAST INDIES) Compiled by the Geographical Section of the Naval Intelligence Division, Naval Staff, Admiralty LONDON : - PUBLISHED BY HIS MAJESTY'S STATIONERY OFFICE. To be purchased through any Bookseller or directly from H.M. STATIONERY OFFICE at the following addresses: Imperial House, Kinqswat, London, W.C. 2, and ,28 Abingdon Street, London, S.W.I; 37 Peter Street, Manchester; 1 St. Andrew's Crescent, Cardiff; 23 Forth Street, Edinburgh; or from E. PONSONBY, Ltd., 116 Grafton Street, Dublin. Price 10s. net Printed under the authority of His Majesty's Stationery Office By Frederick Hall at the University Press, Oxford. ill ^ — CONTENTS CHAP. PAGE I. Introduction and General Survey . 9 The Malay Archipelago and the Dutch possessions—Area Physical geography of the archipelago—Frontiers and adjacent territories—Lines of international communication—Dutch progress in Netherlands India (Relative importance of Java Summary of economic development—Administrative and economic problems—Comments on Dutch administration). II. Physical Geography and Geology . .21 Jaya—Islands adjacent to Java—Sumatra^^Islands adja- — cent to Sumatra—Borneo ^Islands —adjacent to Borneo CeLel3^—Islands adjacent to Celebes ^The Mpluoeas—^Dutoh_ QQ New Guinea—^Islands adjacent to New Guinea—Leaser Sunda Islands.
    [Show full text]
  • Community-Based Fire Management, Land Tenure and Conflict: Insights from Sumatra, Indonesia
    Communities in flames 27 Community-based fire management, land tenure and conflict: insights from Sumatra, Indonesia 1 S. Suyanto, Grahame Applegate and Luca Tacconi Abstract A collaborative research project involving the Center for International Forestry Research (CIFOR), International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF), United States Department of Agriculture Forest Service and the European Commission found that community-based fire management in parts of Indonesia can have both positive and negative impacts on the forest environment, and can lead to short- and long-term changes in income. This paper examines two examples from Lampung Province in southern Sumatra, Indonesia, where communities manage fire in different forest types to increase income generation, but without a conscious effort to maintain environmental services or achieve biodiversity conservation. In Sekincau, located in a national park, communities manage forest fire to facilitate the establishment of coffee gardens in the residual understorey or in open areas. Based on knowledge of fire behaviour, communities often encourage fire to escape from adjacent areas and burn in previously illegally logged forest. Fires are also managed to prevent damage to adjacent coffee gardens. This suggests that the community knows how to manage fire to meet specific objectives. In Menggala in the vast swamps of east Lampung Province, the traditional communities use fire as a tool for burning organic matter to prepare the ground for “traditional swamp rice cultivation” (sonor) during extended dry periods. The fires burn large areas of swamp forest well beyond the boundaries required for rice production. The fires have facilitated the regeneration and expansion of areas of Melaleuca cajuputi, a fast-growing species that responds positively to disturbance.
    [Show full text]
  • DISCOVERY of WATERBIRD COLONIES in NORTH LAMPUNG, SUMATRA by D.A. Holmes and Yus Rusila Noor (Received 24 July 1994) Summary
    CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk Provided by KUKILA KUKILA 7 No. 2 (1995): 121 - 180 DISCOVERY OF WATERBIRD COLONIES IN NORTH LAMPUNG, SUMATRA By D.A. Holmes and Yus Rusila Noor (received 24 July 1994) Summary The Tulang Bawang river with its backswamps, in Lampung province, Sumatra, is identified as a habitat of major importance to waterbirds. There are at least two breeding colonies, one of which may prove to be the largest heronry so far discovered in Indonesia, with between 5,000 and 33,000 pairs of herons and egrets. The most abundant species is Javan Pond-heron Ardeola speciosa, and this is only the second breeding colony of this species to be discovered in Sumatra; it may rank as the largest in Indonesia. It is the third colony to be discovered in Sumatra of Great Egret Casmerodius albus. The first breeding records in Sumatra of Night-heron Nycticorax nycticorax were obtained from one colony, and of Oriental Darter Anhinga melanogaster at the second. The region is also probably the most important in Sumatra, if not in the Sundaic region, for Bronze-winged Jacana Metopidius indicus. Recommendations have been made for Nature Reserve status to be designated at the sites of the two colonies, and for a Game Reserve to cover a much wider area of the feeding grounds and fisheries. It is feared that there has been a major decline in population of both the White-winged Duck Cairina scutulata and the Cotton Pygmy Goose Nettapus coromandelianus, and it is proposed that the latter species should also now be classified as threatened in Indonesia.
    [Show full text]
  • ESSA) Public Disclosure Authorized INDONESIA POWER DISTRIBUTION DEVELOPMENT PROGRAM for RESULTS Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized
    104284 REV Environmental and Social Systems Assessment (ESSA) Public Disclosure Authorized INDONESIA POWER DISTRIBUTION DEVELOPMENT PROGRAM FOR RESULTS Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized January 15, 2016 The Environmental and Social Assessment (ESSA) of the Indonesia Power Distribution Development Program for Results was prepared by a Bank team comprised of Kian Siong (Environmental Specialist, GP ENR) and Sulistiowati (Social Development Specialist, Consultant). i Acronyms and abbreviations ABBREVIATIONS ADB – Asian Development Bank AMDAL – Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (EIA) BLH/BPLHD – Badan Lingkungan Hidup/Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (provincial/district Environment Agency) EGSS – Electricity Grid Strengthening – Sumatra EIA – Environmental Impact Assessment ESSA – Environmental and Social System Assessment EMP – Environmental Management Plan GOI – Government of Indonesia HQ – Headquarter IBRD – International Bank for Reconstruction and Development IUCN – International Union for Conservation of Nature K3-L – Keselamatan, Kesehatan Kerja, Keamanan dan Lingkungan (Safety Occupational Health, Safety and Environment) KBA – Key Biodiversity Area kV – kiloVolt LH – Lingkungan Hidup (Environment) MOEF – Ministry of Environment and Forestry OP – Operational Policy PERMEN – Peraturan Menteri (Ministry Regulations) P3BS – Pusat Penyalur dan Pengatur Beban Sumatra (loan dispatch center of Sumatra) PAP – Program Action Plan PDDP – Power Distribution Development Program PforR
    [Show full text]
  • Prone to Fires
    FINAL REPORT March 2001 i The Underlying Causes and Impacts of Fires in South-east Asia Final Report Prepared by Grahame Applegate1, Unna Chokkalingam1 and Suyanto2, 1Center for International Forestry Research (CIFOR) 2 International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) Map designs: Yayat Ruchiat, Rizki Pandu Permana, and Danan Prasetyo Hadi Corresponding author and contact address: Grahame Applegate Center for International Forest Research (CIFOR) PO Box 6596 JKPWB 10065 Jakarta Indonesia March 2001 i Table of Contents Page No. Foreword.............................................................................................................................................................i Acknowledgements............................................................................................................................................ii Abbreviations and Terms..................................................................................................................................iii Summary...........................................................................................................................................................iv 1. INTRODUCTION........................................................................................................................................1 2. METHODOLOGY.......................................................................................................................................2 2.1 Location..................................................................................................................................................2
    [Show full text]
  • Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru (Ppdb) Sma Negeri Provinsi Lampung Tahun Pelajaran 2019-2020
    PETUNJUK TEKNIS PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) SMA NEGERI PROVINSI LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2019-2020 A. Latar Belakang Kegiatan PPDB dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi Warga Negara Indonesia usia sekolah yang memenuhi syarat tertentu untuk memperoleh pendidikan pada jenjang dan jenis sekolah secara obyektif, akuntabel, transparan, dan tidak diskriminatif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Juknis ini bertujuan mewujudkan perluasan dan pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Dalam juknis ini telah memperhatikan daya tampung berbagai sekolah yang terbatas dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung dalam pemetaan kualitas pendidikan. Dengan adanya juknis ini diharapkan dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru tahun pelajaran 2019/2020 di SMA Negeri Provinsi Lampung dapat terlaksana seoptimal mungkin dengan prinsip-prinsip serta tujuan sebagaimana tersebut di atas. B. Dasar Hukum Dasar hukum pelaksanaan pelaksanaan PPDB tahun pelajaran 2019/2020 adalah: 1. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, pengganti PP Nomor 17 Tahun 2010 4. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses 5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. 6. Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1 Tahun 2019 dan Nomor: 420/2973/SJ Tentang Pelaksanaan Peserta Didik Baru PPDB SMA PROVINSI LAMPUNG TP 2019/2020 Page 1 7. Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung Nomor : 800/700/V.01/DP.1C/ 2018 Tanggal 15 Maret tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru Pada TK /TKLB, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB dan SMK di Provinsi Lampung Tahun Pelajaran 2019/ 2020.
    [Show full text]
  • Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang
    PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR : 05 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TULANG BAWANG 2012 – 2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULANG BAWANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Tulang Bawang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara, ketahanan nasional dan keharmonisan antara lingkungan, keterpaduan penggunaan sumber daya serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang perlu disusun dan ditetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tulang Bawang dengan Peraturan Daerah; b. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan kedalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 01 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung, maka Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut perlu dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tulang Bawang; c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Mesuji dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tulang Bawang Barat, sehingga terjadi perubahan wilayah Kabupaten Tulang Bawang, diperlukan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tulang Bawang; dan d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, serta sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2012–2032. 1 Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua; 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3667); 3.
    [Show full text]
  • Marketing of Rice, Cassava and Coffe in Lampung, Indonesia
    Marketing of Riee, Cassava and Coffee in Lampung, Indonesia Eric Mougeot Patrice Levang The CGPRT Centre Marketing of Riee, Cassava and Coffee in Lampung, Indonesia Private road specially built for colTee marketing pays olT very quickly Marketing of Riee, Cassava and Coffee in Lampung, Indonesia Eric Mougeot Patrice Levang Departemen Transmigrasi Institut Français de Recherche Scientifique Biro Perencanaan pour le Développement en Coopération (Republik Indonesia) (République Française) Jakarta, 1990 CGPRT Centre Jalan Merdeka 145, Bogor 16111 Indonesia © 1990 by the CGPRT Centre Ali rights reserved. Published 1990 Printed in Indonesia National Library: Cataloguing in Publication Marketing of Rice, Cassava and Coffee in Lampung, Indonesia/editor Patrice Levang; translation from French, Shelly Menger. Bogor: CGPRT Centre, 1990. xxxii, 123 pp.; 24.5 cm .Published in co-operation with the Department of Transmigration and üRSTüM. Bib1iography: p. 111 ISBN 979-8059-39-5 1. Rice - Marketing - Lampung. 2. Coffee - Marketing - Lampung. 1. Mougeot, Eric. II. Levang, Patrice. III. Menger, Shelly 380.141 318 ...... l " ." ~ Contributors ORSTOM Researchers: Eric Mougeot, Agronomist Patrice Levang, Agronomist Indonesian counterparts Departemen Transmigrasi: Ir. Piyono Budi Leksono Wiyono Drawing and cartography: Bambang Dwi Susilo Wiyono Translation from French: Mrs Shelly Menger Editor: Patrice Levang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Table of Contents Page List of Tables xiii List of Figures xv List of Photographs xvii Foreword xix Summary .., xxiii Introduction xxvii Objectives xxvii Methodology xxix Limits ofthe Methodology in Terms ofQuantitative Results xxxi 1.
    [Show full text]
  • Securing Sumatra's Pepper Periphery: Resistance and Pacification in Lampung During the 18Th and 19Th Centuries
    研 究 ノ ー 卜 Securing Sumatra's Pepper Periphery: Resistance and Pacification in Lampung during the 18th and 19th Centuries Jeff Kingston 1. Introduction Lampungis a region located at the southernmost tip of Sumatra, geograph- ically separated from Java by a narrow, navigable straits that historically facilitated generally strong but vacillating economic,political and cultural ties with Banten in western Java. Lampung's history is inextricably intertwined with that of more powerfulexternal trading interests, within the Indonesian archipelagoand extendingfrom China to Western Europe, by virtue of its locationalong a major trading nexus, the Straits of Sunda, and because of the high quality and vast amounts of its pepper production.The region's profitable trade led successiveexternal forces to assert varying degressof suzeraintyover the-centuries, with attendant influenceson political and social institutions1). The first mention of Lampung in European sources is in the Portugese ex- plorer Tome Pires' Suma Oriental(1512-1515) which reflects a similar preoccu- pation with pepper while subsequent accounts from the representatives of the Dutch East India Company(VOC) and early Dutch colonial officials also largely ignore Lampung society, generally focusing on matters of trade. As a conse- quence, Lampung society is never treated on its own terms for it was primarily viewed as a source of profit, emergingas little more than a backgroundto the actions of Bantenese, Palembangers, English and Dutch. This is an unsatisf- actory, unidimensionallegacy with great potential for trapping the historian into an exceedingly narrow and unrevealing perspective. While a historian is always to somedegree a prisoner of his sources, I have tried to cast my net widely and infuse my account with the sensibilities imbued by the Indonesian 77 東 南 ア ジ ア-歴 史 と文 化- No.
    [Show full text]
  • Shortage) in Lampung. the Lampung Population Was Merely 104,200
    shortage) in Lampung. The Lampung population was merely 104,200 people in 1845, a number which, although it nearly doubled 60 years later, still gave an average density of less than 5 persons per square km (Sevin 1989: 47). In contrast, over the same period, Java's population trebled from 9.3 million to 30.1 million, resulting in an average density exceeding 200 persons per square km. Compared to Java, Lampung at the beginning of the 20th century was indeed an 'empty land'. Besides its low density, Lampung' s population at the turn of the 20th century was also unequally distributed (Sevin 1989: 47-48). The mountain range of Bukit Barisan, apart from Balik Bukit and Belalau in the northwest, and swampy plains and estuaries of large rivers such as Tulang Bawang and Seputih in the northeast, were largely devoid of human settlements. Villages and small towns were scattered along the south and west coasts and on the banks of navigable inland rivers. In the mid-1800s, 21,270 people inhabited the Krui coast in the west; 12,000 people lived in Semangka Bay in the southwest; and 16,690 people occupied Lampung Bay in the southeast. By the turn of the 20th century, ports on these coasts were developed into small towns and commercial centres: Krui on the west coast, Kota Agung on Semangka Bay, and Teluk Betung on Lampung Bay. Teluk Betung, with 4,500 inhabitants, was the 1 largest town • Farther inland, the banks of the Way Sekampung river and Labuan Maringgai further downstream were home to some 10,600 people; Way Seputih river and its tributaries (Way Pegadungan, Way Sukadana, Way 1 The population of Teluk Betung and the surrounding Lampung Bay and Semangka Bay was severely affected by the powerful Krakatau eruption in 1883.
    [Show full text]