KELIMPAHAN IKAN FAMILI SCARIDAE BERDASARKAN TUTUPAN TERUMBU KARANG HIDUP DI PERAIRAN PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

SKRIPSI

NURLINA L211 13 009

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

ABSTRAK

NURLINA. L211 13 009. “ Kelimpahan Ikan Famili Scaridae Berdasarkan Tutupan Terumbu Karang Hidup di Perairan Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan” di bawah bimbingan Bapak Syamsu Alam Ali sebagai pembimbing utama dan Ibu Suwarni sebagai pembimbing anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kelimpahan ikan famili Scaridae dengan tutupan terumbu karang hidup yang ada di pulau kapoposang. Pengambilan data dilakukan pada bulan November 2017. Lokasi pengamatan berada di pulau Kapoposang terdiri dari 2 stasiun dengan masing- masing 2 kedalaman yaitu kedalaman 3 meter dan kedalaman 10 meter. Metode yang digunakan dalam pengamatan ikan karang adalah UVC (Underwater Visual Census). Data tutupan karang hidup di menggunakan metode LIT (Line Intercept Tranec ). Spesies ikan karang di identifikasi dengan buku identifikasi ikan karang Kuiter dan Tonozuka (2001). Hubungan kelimpahan ikan karang dan tutupan terumbu karang hidup dianalisis dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel. Berdasarkan hasil penelitian ikan famili Scaridae didapatkan 17 spesies dengan total individu 0,848 ind/m2. Kelimpahan ikan karang tertinggi berada pada stasiun 2 kedalaman 10 meter sebesar 0,312ind/m2 sedangkan kelimpahan ikan terendah berada pada stasiun 1 kedalaman 10 meter sebesar 0,088 ind/m2. Sedangkan hasil penelitian, presentase tutupan karang hidup tertinggi berada pada stasiun 2 kedalaman 10 meter yaitu 71,2 % dan presentase tutupan karang hidup terendah berada pada stasiun 1 kedalaman 10 meter yaitu 3,36 %. Presentase tutupan karang hidup memiliki hubungan yang erat yaitu apabila tutupan terumbu karang hidup rendah maka kelimpahan ikan karang juga rendah dan apabila tutupan terumbu karang hidup tinggi maka kelimpahan ikan karang juga melimpah.

Kata kunci : Kelimpahan ikan karang, tutupan terumbu karang hidup, UVC, LIT,Pulau Kapoposang

ABSTRACT

NURLINA. L211 13 009. “The Abundance of Family Scaridae Based on Live Coral Cover at Kapoposang Island Waters District of Pangkajene dan Kepulauan” supervised by Syamsu Alam Ali and Suwarni

This study aims to see the relationship between the fish’s abundance of family Scaridae with live coral cover in Kapoposang Island. Data collection was conducted in November 2017. The location of the observation was in Kapoposang Island consisting of 2 stations with each depth was 3 and 10 meters. The method which was used in observing reef fish is UVC ( Underwater Visual Census). Live coral cover data used the LIT (Line Intercept Transec) method. The reef fish were identified by the identification book pf the reef fish which was written by Kuiter and Tonozuka (2001). The relation of abundance of coral fish and live coral cover was analyzed by Microsoft Excel was utilized in the process. Based on the resultsof research family Scaridae was obtained 17 species with total individuals 0,848 ind/m2. The highest abundance of reef fish was at station 2 which the depth was 10 meter equal to 0,312 ind/m2 whereas the lowest fish abundance was at station 1 which the depth was 10 meter equal to 0,088 ind/m2. While the result of the reseach, the highest live coral cover percentage was at 2 meters with depth of 10 meters ie 71,2% and the lowest live coral cover was at the station 1 with depth of 10 meters ie 3,36%. The percentage of live coral cover has a close relationship which if live coral cover was low then the abundance of reef fish was also low, and if coral cover was high then the abundance of reef fish was also abundant.

Key word : Abundance of reef fish, live coral cover, UVC, LIT, Kapoposang Island

KELIMPAHAN IKAN FAMILI SCARIDAE BERDASARKAN TUTUPAN TERUMBU KARANG HIDUP DI PERAIRAN PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

Oleh :

NURLINA L211 13 009

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Departemen Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 09 Maret 1996 di

Bonto Baju, Desa Balang Taroang, Kecamatan

Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Anak kedua dari dua bersaudara dari Ayahanda Abdul

Malik dan Ibunda Asia. Penulis menyelesaikan pendidikan

dasar di SD Negeri 77 Bontobaju tahun 2007, pendidikan lanjutan di SMP Negeri 4 Bulukumpa tahun 2010, dan pendidikan menengah di

SMA Negeri 2 Bulukumba tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis berhasil diterima pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Departemen Perikanan,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin melalui jalur

SNMPTN.

Penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan yaitu KMP MSP

KEMAPI FIKP UNHAS, Sekretaris Umum Fisheries Diving Club Universitas

Hasanuddin (FDC UNHAS) Periode 2015-2016, Dewan Selam Fisheries Diving

Club Universitas Hasanuddin (FDC UNHAS) Periode 2016-2017, Dewan Selam

Fisheries Diving Club (FDC UNHAS) periode 2017-2018, Ekspedisi Nusantara

Jaya Jalur Pemuda tahun 2017. Penulis juga pernah aktif sebagai asisten laboratorium beberapa mata kuliah yakni Avertebrata air, Ekologi Perairan,

Ekologi ikan, Biologi perikanan, Dinamika populasi dan pendugaan stok.

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing mengikuti

Kuliah Kerja Nyata (KKN) gelombang 93 di Desa Siambo, Kecamatan Anggeraja,

Kabupaten Enrekang tahun 2016. Praktik Kerja Lapang (PKL) di Balai

Penyuluhan Perikanan Kajuara, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone tahun

2016. Sebagai tugas akhir penulis melakukan penelitian dengan judul

“Kelimpahan Ikan Famili Scaridae Berdasarkan Tutupan Terumbu Karang Hidup di Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan” .

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi Rabbil A’lamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa berbagai pihak telah memberikan arahan dan bantuan bagi penulis dalam merampungkan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Departemen Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan Universitas Hasanuddin

Didalam pengerjaan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ayahanda Abdul Malik dan ibunda Asia atas jasa-jasa yang diberikan

kepada penulis. Tak ada kata yang cukup mengimbangi rasa terima kasih

telah menjadi orang tua terhebat bagi penulis, yang senantiasa memberikan

dukungan dan semangat, serta atas bimbingan dan kerja kerasnya sehingga

penulis dapat berada di salah satu Universitas bergengsi di Indonesia Timur.

2. Saudariku tercinta Asni, S.Pd yang senantiasa memberikan dukungan dan

motivasi tiada henti-hentinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali, MS dan Ibu Ir. Suwarni, M.Si selaku

dosen pembimbing atas segala kesiapan waktu luangnya, tenaga, perhatian

dan kesabarannya dalam memberikan arahan dan masukan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Sri Wahyuni Rahim, ST, M.Si, Ibu Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati,

DEA dan Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Farida G. Sitepu, MS selaku dosen penguji yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan arahannya.

5. Seluruh staf Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan yang telah membantu

penulis atas segala bentuk pelayanan yang diberikan selama ini.

6. Teman-teman SEPATU (Senior Ipa Satu) yang tak henti-hentinya

memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.

7. Teman-teman MSP 2013 yang turut membantu dan merasakan suka duka

yang telah kita lewati bersama, terima kasih atas segala rasa, waktu yang

luang dan segala bentuk dukungan yang kalian berikan selama ini kepada

penulis. Penulis berterima kasih atas arti persahabatan dan persaudaraan

yang kalian berikan dan ciptakan diantara kita.

8. Teman-teman pengurus Fisheries Diving Club (FDC) UNHAS periode 2015-

2016, periode 2016-2017 dan periode 2017-2018 yang senantiasa

mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan dukungan Syifa, Idha,

Widya, Satri, Vira, Asma, Eni.

10. Sandi yang telah sabar menemani, memotivasi dan meluangkan waktunya

kepada penulis hingga penulisan skripsi ini selesai.

Penulis dengan harapan agar skripsi ini mendapat perhatian berkelanjutan dengan memberi arahan, saran bahkan kritik yang membangun.

Makassar, April 2018

Nurlina

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PENGESAHAN ...... ii RIWAYAT HIDUP ...... iii UCAPAN TERIMA KASIH ...... v DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... ix DAFTAR TABEL ...... x

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...... 1 B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...... 2 C. Ruang Lingkup ...... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Ikan Kakatua ...... 4 B. Jenis dan Distribusi Ikan Kakatua ...... 6 C. Ekologi Ikan Karang Secara Umum ...... 10 D. Terumbu Karang ...... 11 E. Keterkaitan Ikan Karang dengan Terumbu Karang ...... 14 F. Terumbu Karang Sebagai Sumber Makanan ...... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ...... 17 B. Alat dan Bahan ...... 17 C. Prosedur Penelitian ...... 18 1. Persiapan ...... 18 2. Penentuan Stasiun Penelitian ...... 18 3. Prosedur Pengambilan Data ...... 20 D. Analisis Data ...... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kelimpahan Ikan Karang ...... 25 B. Presentase Tutupan Karang Hidup ...... 28 C. Parameter Lingkungan Perairan ...... 30 D. Hubungan Kelimpahan Ikan Karang Famili Scaridae Berdasarkan Tutupan Karang Hidup ...... 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...... 33 B. Saran ...... 33

DAFTAR PUSTAKA ...... 34

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bentuk pertumbuhan karang Acropora ...... 12

2. Bentuk pertumbuhan karang non-Acropora ...... 13

3. Ikan karang yang memangsa koloni karang ...... 16

4. Peta lokasi penelitian...... 17

5. Contoh pengukuran koloni karang dengan menggunakan metode Line Intercept Transec ...... 20

6. Cara pengambilan data ikan karang menggunakan metode Underwater Visual Sensus ...... 22

7. Kelimpahan ikan famili Scaridae ...... 26

8. Grafik presentase tutupan karang hidup ...... 29

9. Grafik hubungan kelimpahan ikan dan tutupan terumbu karang ...... 31

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis-jenis ikan kakatua (Famili Scaridae) ...... 8

2. Posisi titik koordinat pengambilan data ...... 19

3. Daftar penggolongan komponen morfologis dasar penyusun terumbu karang dan pengkodeannya ...... 21

4. Kriteria penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan keputusan menteri lingkungan hidup nomor 04 tahun 2001 ...... 23

5. Presentase tutupan terumbu karang ...... 28

6. Presentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan karang ...... 30

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan karang merupakan salah satu organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang dengan jumlah terbanyak dan merupakan kelompok domain besar yang dapat ditemui di seluruh habitat terumbu karang. Kelompok ikan karang ini hidup dan menetap serta mencari makan di area terumbu karang

(sedentary), sehingga apabila terumbu karang rusak atau hancur maka ikan karang juga akan kehilangan habitatnya. Sebagai ikan yang hidup tergantung pada terumbu karang maka rusaknya terumbu karang akan berpengaruh terhadap keragaman dan kelimpahan ikan karang tersebut (Nybakken,1988).

Ikan famili Scaridae yang selanjutnya disebut Ikan kakatua tergolong hewan penghuni perairan karang. Memiliki ukuran tubuh beragam, mulai dari sedang sampai ukuran besar. Pada umumnya ikan hidup di perairan tropis dan subtropis.

Di kawasan Indo-Pasifik kelompok ikan tersebut sangat melimpah. Ikan kakatua tergolong ikan konsumsi, tetapi karena memiliki serat daging lebih halus dan lunak serta lendir yang banyak sehingga ikan ini lebih cepat mengalami proses pembusukan pasca penangkapan apabila tidak diberi es atau garam. Selain itu, tubuh memiliki lendir yang banyak, sehingga dagingnya akan cepat busuk jika tidak diawetkan (es). Ikan ini cukup digemari dan sangat laku di pasaran domestik dalam negeri maupun luar negeri (LIAO et al., 2004).

Menurut Beaufort (1940), terdapat 49 jenis ikan kakatua di kawasan Indo-

Pasifik yang meliputi perairan Indonesia. Ikan kakatua telah banyak diteliti para ahli di manca negara, tetapi di Indonesia ikan tersebut masih belum banyak mendapat perhatian. Pada hal di Indonesia kelompok ikan ini sangat melimpah baik jenis maupun jumlahnya dan diperkirakan ada sebanyak 36 jenis kakatua.

Ikan kakatua merupakan salah satu ikan karang yang dapat membantu

kehidupan pada ekosistem terumbu karang dengan cara memakan epilithik

pendek yang menutupi substrat karang sehingga secara tidak langsung dapat

mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang tersebut. Oleh karena itu, ikan

kakatua merupakan salah satu penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem

terumbu (Nybakken, 1992). Dengan demikian, ikan kakatua telah menjadi fokus

dari sejumlah studi tentang pentingnya peranan ikan herbivora pada terumbu

karang (Bellwood, 1994).

Ekosistem terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalam

laut merupakan salah satu sumberdaya alam yang bernilai tinggi. Indonesia

merupakan salah satu negara yang memiliki sumberdaya terumbu karang yang

tersebar hampir di seluruh perairannya. Luas terumbu karang Indonesia sekitar

51 000 km2 (Burke et al., 2002).

Menurut Jirana (2016), Pulau kapoposang memiliki kondisi fisik terumbu karang yang beranekaragam dan bervariasi menyebabkan sebaran ikan karang bervariasi juga, selain itu produksi ikan kakatua pada tahun 2016 menurut Dinas

Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 736,3 ton/tahun. Berdasarkan hal tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian kelimpahan ikan karang khususnya Ikan kakatua dengan melihat kondisi tutupan terumbu karang hidup di perairan pulau Kapoposang, kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan penelitian untuk melihat hubungan antara kelimpahan ikan famili Scaridae dengan tutupan terumbu karang yang ada di pulau Kapoposang.

Kegunaan penelitian antara lain :

1. Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa

tentang kelimpahan jenis ikan kakatua di pulau Kapoposang;

2. Sebagai data rujukan dan sumber informasi bagi instansi atau stake

holder dalam mengambil kebijakan dalam pengelolaannya;

3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat sekitar pulau-pulau dalam

mengrmbangkan wawasan lingkungan sekitar pulau-pulau.

C. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di pulau Kapoposang dengan melakukan pengambilan data ikan kakatua, melakukan identifikasi dan menghitung jumlah jenis ikan kakatua serta melihat kondisi terumbu karang sebagai faktor pendukung keberadaan ikan kakatua dan melakukan pengukuran parameter kualitas air sebagai data pendukung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Famili Scaridae

Klasifikasi ikan famili Scaridae berdasarkan www.fishbase.org

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterigii

Ordo :

Famili : Scaridae

Genus :,Leptoscarus,Hipposcarus,,

Bolbometopon.Cetoscarus, Celatomus

Ikan kakatua merupakan salah satu jenis ikan herbivora yang utama di ekosistem terumbu karang (Sale, 1991). Ikan kakatua terdiri dari berbagai jenis, karena memiliki jumlah genus yang cukup banyak yaitu 7 genera dengan genus terbanyak adalah Scarus. Ikan kakatua hidup di sekitar terumbu karang dan

biasanya ditemukan juga pada perairan dangkal dengan kedalaman sampai 30

meter. Cara membedakan jenis ikan kakatua yang paling mudah adalah dengan

melihat komposisi warna, karena ikan kakatua memiliki variasi warna yang

beraneka ragam pada tubuhnya (FAO, 2001).

Tanda-tanda morfologi secara umum ikan kakatua antara lain; bentuk tubuh agak pipih dan lonjong, bentuk moncong membundar dan kepala tumpul, sirip punggung bergabung antara 9 duri keras dan 10 duri lemah. Sirip dubur dengan tiga duri keras dan 9 duri lemah. Sirip dada dengan 13- 17 duri lemah. Sirip perut dengan satu duri keras dan lima duri lemah. Sisik besar dan tidak bergerigi

(cycloid). Gurat sisi memiliki 22-24 sisik berporos, dan terpisah dua bagian. Pada pipi terdapat 1-4 sisik. Jumlah sisik sebelum sirip punggung ada 2-8. Pada rahang atas dan bawah terdapat gigi plat yang kuat. Struktur gigi ikan ini agak

unik, disebut gigi plat karena susunan gigi menyatu dan di tengah ada celah.

Pada ikan dewasa terdapat satu atau dua taring pendek di samping rahang atas pada posisi belakang (Parenti & Randall, 2000).

Sebagian besar dari anggota jenis ikan ini ditempatkan dalam marga Scarus.

Bentuk tubuh bagian luar (morfologi) antar anggota kelompok dalam marga ini amat sulit dibedakan, hanya terdapat perbedaan pada jumlah duri lemah sirip dada, sisik predorsal tengah dan pola susunan sisik di pipi. Tubuh ikan kakatua pada umumnya mempunyai aneka ragam corak dan warna. Dalam mengidentifikasi jenis, warna tubuh tersebut dapat pula dipakai untuk membedakan antara satu jenis dan lainnya. Namun adakalanya terjadi pula kesulitan dalam menggunakan warna untuk identifikasi, yaitu ketika hewan ini masih dalam ukuran tertentu yakni pada usia muda (ketika tengah mengalami fase kelamin betina). Pada saat berstatus sebagai ikan muda dengan jenis kelamin betina hampir semua jenis kakatua berwarna keabu-abuan atau kecoklatan, tetapi setelah semakin menginjak dewasa dan masuk fase pejantan yang merupakan fase akhir dari kehidupannya, warna tubuhnya berubah menjadi warna-warni sehingga sangat kontras (Adrim,2008).

Menurut Setiapermana (1996), pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan : a) Ikan nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku

Holocentridae (swanggi), Apogonidae, Haemulidae. Priacanthidae (bigeyes),

Muraenidae (eels), Serranidae (jewfish) dan beberapa dari suku Mullidae

(goatfishes), dan lain-lain. b) Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku

Labridae (wrasses), Chaetodontidae (butterflyfishes) Pomacentridae

(damselfishes), Scaridae (), Acanthuridae (surgeonfishes),

Bleniidae (blennies), Balistidae (triggerfishes), Pomacanthidae (angelfishes),

Monacanthidae, Ostracionthidae (boxfishes), Tetraodontidae,

Canthigasteridae, dan beberapa dari Mullidae (goatfishes). c) Ikan crepuscular (aktif di antara keduanya) contohnya pada ikan-ikan dari

suku Sphyraenidae (barracudas), Serranidae (groupers), Carangidae

(jacks), Scorpaenidae (lionfishes), Synodontidae (lizardfishes),

Carcharhinidae, Lamnidae, Sphyranidae (sharks) dan beberapa dari

Muraenidae (eels).

B. Jenis dan Distribusi Ikan Kakatua

Parenti & Randall (2000), mengemukakan bahwa sebagian besar (75 %) ikan kakatua tersebar di kawasan Indo-Pasifik (termasuk Indonesia), sisanya terdapat di daerah sub-tropis seperti di timur Samudera Atlantik dan Laut

Mediterania. Beberapa pakar mengemukakan tentang keberadaan ikan kakatua di beberapa negara di kawasan Indo-Pasifik, yaitu di Jepang sebanyak 30 jenis mewakili 4 marga ikan kakatua. Here (1953), melaporkan sebanyak 39 jenis kakatua yang tergolong dalam 3 marga di Filipina. Sebanyak 30 jenis kakatua yang mewakili 7 marga dilaporkan pula di Taiwan (Shen et al., 1993 dan LIAO et al., 2004). Sedangkan di Australia Randall et al,. (1996) mengemukakan terdapat

27 jenis dari 6 marga. Di Indonesia ikan tersebut tersebar hampir seluruh perairan Nusantara. Allen (2000), mengemukakan 36 jenis ikan kakatua dijumpai di Indonesia.

Ikan kakatua ditemukan hidup di sekitar terumbu karang, biasanya paling banyak dalam daerah perairan dangkal dengan kedalaman 30 meter. Beberapa spesies ikan kakatua memiliki sebaran perpindahan yang luas, sementara yang lain ada juga yang bertahan hidup dalam daerah tertentu saja, dan keberadaannya sangat rentan dengan kepunahan. Ikan kakatua bukan termasuk

hasil utama penangkapan, tetapi masih dapat ditemukan di pasar ikan (FAO,

2001).

Ikan kakatua terdiri dari 7 genera dan terdiri dari 44 spesies (Tabel 1).

Spesies ikan kakatua yang menyebar di Samudera Hindia dan juga diduga berasal dari Indonesia bagian Barat adalah jenis Hiposcarus harid/longiceps;

Chlorurus strongylocephalus/microrhinos; Scarus russelii/schlegeli; Scarus

Scaber/dimidiatus/ oviceps; Scarus spinus/viridifucatus; Scarus viridifucatus juga ditemukan di Bali (FAO, 2001).

Tabel 1. Jenis-jenis ikan kakatua (Famili Scaridae) No. Genus Spesies 1. Bolbometopon Bolbometopon muricatum 2. Colotomus Calotomus carolinus 3. Colotomus Calotomus spinidens 4. Cetoscarus Cetoscarus bicolor 5. Chlorurus Chlorurus blekeri 6. Chlorurus Chlorurus bowersi 7. Chlorurus Chlorurus capistratoides 8. Chlorurus Chlorurus frontalis 9. Chlorurus Chlorurus japanensis 10. Chlorurus Chlorurus microrhinos 11. Chlorurus Chlorurus oedema 12. Chlorurus Chlorurus sordidus 13. Chlorurus Chlorurus strongylocephalus 14. Chlorurus Chlorurus troschelii 15. Hipposcarus Hiposcarus harid 16. Hipposcarus Hiposcarus longiceps 17. Leptoscarus Leptoscarus vaigiensis 18. Scarus Scarus altipinnis 19. Scarus Scarus chameleon 20. Scarus Scarus dimidiatus 21. Scarus Scarus festivus 22. Scarus Scarus flavipectoralis 23. Scarus Scarus forsteni 24. Scarus Scarus frenatus 25. Scarus Scarus ghobban 26 Scarus Scarus globiceps 27. Scarus Scarus hypcelopterus 28. Scarus Scarus koputea 29. Scarus Scarus longipinnis 30. Scarus Scarus niger 31. Scarus Scarus oviceps 32. Scarus Scarus prasiognathos 33. Scarus Scarus psittacus 34. Scarus Scarus quoyi 35. Scarus Scarus rivulatus 36. Scarus Scarus rubroviolaceus 37. Scarus Scarus russelii 38. Scarus Scarus scaber 39. Scarus Scarus schlegeli 40. Scarus Scarus spinnus 41. Scarus 42. Scarus Scarus viridifucatus

43. Scarus Scarus xanthopleura 44. Scarus Scarus sp 1 and 2

Secara umum ikan kakatua termasuk ikan karang, sebagian besar ikan karang memiliki tubuh yang kecil, jenis ikan dengan ukuran lebih besar dari 200-

300 mm jarang ditemui. Hal ini memungkinkan mereka berlindung di celah-celah sempit karang, lubang, cekungan dan di antara daun-daun lamun. Adaptasi lain yaitu bentuk tubuhnya cenderung disesuaikan agar bisa berlindung di dasar perairan (Wooton, 1992). Ikan kakatua memilik efek positif pada kesehatan terumbu karang (Barclay, 2009). Variasi dalam pola dan intensitas warna dipengaruhi oleh sejumlah faktor ekologi termasuk kedalaman, jenis substrat, kekeruhan dan waktu (Venkataramani & Jayakumar, 2006).

Menurut Nybakken (1992), Ikan kakatua (Scaridae) yang menjadikan terumbu karang sebagai habitat dan tempat untuk mencari makan. Interaksi yang terjadi antara ekosistem terumbu karang dan ikan karang adalah:

1. Pemangsaan, yaitu dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni

karang, seperti ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kepe-kepe

(Chaetodontidae) dan sekelompok omnivora yang memindahkan polip

karang untuk mendapatkan alga di dalam kerangka karang atau berbagai

invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka.

2. Grazing, Dilakukan oleh kelompok ikan-ikan famili Siganidae,

Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang merupakan herbivora

grazer pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang

hidup dengan karang dapat terkendali.

Ikan herbivora adalah konsumen langsung bagi produsen primer. Proses pemindahan energi dan perpindahan makanan terjadi pada rantai makanan.

Melalui proses fotosintesis, produsen primer mengolah nutrien menjadi protein

dan gula (sumber energi) untuk digunakan dalam metabolisme dan pertumbuhan. Sumber energi tersebut dibutuhkan oleh herbivora dan karnivora.

Terdapat proses-proses penting yang melibatkan ikan herbivora pada ekosistem terumbu karang, yaitu ikan herbivora menghubungkan aliran energi (proses trophodynamic) bagi para konsumen lainnya di dalam ekosistem, ikan herbivora mempengaruhi pola distribusi dan komposisi tumbuhan di dalam lingkungan terumbu karang; interaksi antar ikan herbivora, terutama dari jenis yang bersifat teritori, digunakan sebagai dasar pengembangan model demografi dan tingkah laku ikan karang secara umum. Kebanyakan ikan herbivora menyenangi turf algae sebagai makanannya. Turf algae memiliki ukuran kurang dari 2 cm dan tidak mengandung bahan kimia yang tidak disukai ikan. Ikan herbivora sangat suka memakan tumbuhan yang kecil ukurannya, strukturnya yang sederhana dan berkumpul (Sale, 1991).

Aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan menentukan distribusi ikan herbivora.

Kelimpahan ikan herbivora menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman air. Ikan herbivora lebih menyenangi daerah dangkal karena aktifitas fotosintesis di daerah tersebut sangat cepat, sehingga selalu tersedia makanan baginya untuk metabolisme dan pertumbuhan (Sale, 1991).

C. Ekologi Ikan Karang Secara Umum

Setiap spesies ikan karang memiliki habitat yang berbeda-beda tergantung ketersediaan makanan dan beberapa parameter fisika seperti kedalaman, kejernihan air, arus dan gelombang. Besarnya spesies yang ditemukan di karang mencermikan habitat tersebut mempunyai kondisi habitat yang mendukung bagi pertumbuhan ikan. Di perairan karang terdapat banyak habitat yang bisa didiami oleh ikan-ikan dibandingkan perairan yang lebih dalam karena tidak terdapat barier untuk berlindung dari arus dan predasi (Allen, 1999).

D. Terumbu karang

Terumbu karang adalah endapan-endapan massif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, Kelas Anthozoa,

Ordo Madreporaria atau Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan Kalsium Karbonat.

Terumbu karang merupakan koloni karang yang menjadi struktur deposit kalsium karbonat (CaCO3) di dasar laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang yang merupakan hewan tak bertulang belakang, termasuk dalam Filum

Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria dan disebut sebagai karang (coral)

mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas

Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Nybakken, 1992).

Terumbu karang merupakan bangunan ribuan karang yang menjadi tempat

hidup, berkembang biak, bertumbuh, berlindung bagi organisme dari serangan

pemangsa serta mencari makan. Terumbu karang juga secara tidak langsung

menjadi tempat hidup berbagai ikan dan juga mahluk laut lainnya. Terumbu

karang juga salah satu ekosistem yang mempunyai produktivitas tinggi di laut

tropis (Adrim, 2008).

Karang merupakan pembangun utama dalam ekosistem terumbu karang.

Selain jenis karang keras (hard coral) terdapat juga karang lunak (soft coral) sebagai salah satu komponen utama yang menyusun terumbu karang. Karang batu (hard coral) atau yang umumnya dikenal dengan istilah karang hermatipik merupakan pembentuk terumbu karena tubuhnya yang keras seperti batu.

Kerangkanya yang terbuat dari kalsium karbonat atau zat kapur. Karang batu mendapatkan makanan melalui hasil fotosintesis dari alga yang disebut zooxanthellae. Sedangkan karang lunak (soft coral) atau karang hermatipik, bentuknya seperti tanaman dan tidak bersimbiosis dengan alga. Karang lunak

juga mempunyai partikel spicula yang didalamnya mengandung senyawa kapur keras dalam tubuhnya dan memberi kekuataan ekstra pada karang lunak (Adrim,

2008).

Bentuk pertumbuhan karang Acropora sebagai berikut (English et al., 1994) :

Gambar 1. Bentuk pertumbuhan karang Acropora (English et al., 1994).

1. Acropora bentuk cabang (Acropora branching): bentuk bercabang seperti

ranting pohon .

2. Acropora meja (Acropora tabulate): bentuk bercabang dengan arah mendatar

dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau

bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.

3. Acropora merayap (Acropora encrusting): bentuk merayap, biasanya terjadi

pada Acropora yang belum sempurna.

4. Acropora submasif (Acropora submassive): percabangan bentuk

gada/lempeng dan kokoh.

5. Acropora berjari (Acropora digitate): bentuk percabangan rapat dengan

cabang.

Bentuk pertumbuhan karang non-Acropora (English et al., 1994).

Gambar 2. Bentuk pertumbuhan karang non-Acropora (English et al., 1994).

1. Bentuk bercabang (branching): memiliki cabang lebih panjang dari pada

diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian

atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak

memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan avertebrata tertentu.

2. Bentuk padat (massive): dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk

seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya

ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.

3. Bentuk kerak (encrusting): tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan

permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak

terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi

sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk

hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

4. Bentuk lembaran (foliose): merupakan lembaran-lembaran yang menonjol

pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar,

terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat

memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

5. Bentuk jamur (mushroom): berbentuk oval dan tampak`seperti jamur, memiliki

banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.

6. Bentuk submasif (submassive): bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau

kolom-kolom kecil.

7. Karang api (Millepora): semua jenis karang yang dapat dikenali karena adanya

warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh.

8. Karang biru (Heliopora): dapat dikenali dengan adanya warna biru pada

rangkanya.

Menurut Nybakken (1992), bahwa pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor alam dan manusia. Faktor alam seperti ketersediaan nutrisi, predator, kondisi kimia-fisika laut, dan jika dalam keadaan sesuai maka dapat membuat kondisi terumbu karang lebih stabil. Faktor manusia, seperti pengeboman ikan, penggunaan jangkar di daerah terumbu karang yang merusak terumbu karang.

E. Keterkaitan Ikan Karang dengan Terumbu Karang

Di ekosistem terumbu karang, ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya paling banyak dan merupakan organisme besar dan sangat signifikan peranannya. Kelompok ikan ini memiliki peran sebagai penyokong hubungan bioekologis yang ada dalam ekosistem terumbu karang, meliputi interaksi yang luas antara individu yang sama, jenis-jenis yang berbeda, invertebrata, dan interaksi dengan faktor fisik (non biologis) seperti suhu, cahaya, ruang dan kedalaman sesuai dengan keberadaan masing-masing ikan tersebut (Nybakken,

1992).

Dengan demikian keberadaan ikan-ikan karang baik secara kuantitas maupun kualitas sangat behubungan dengan kondisi kesehatan terumbu karang yang ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Hutomo, 1986), serta keanekaragaman jenis biota karang di suatu ekosistem. Interaksi antara ikan

karang dengan terumbu karang sebagai habitatnya dapat dibedakan menjadi tiga

bentuk, yaitu (Coat dan Bellwood, 1991):

(1) interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator pemangsa

terutama bagi ikan-ikan muda;

(2) interaksi dalam mencari makanan yang meliputi hubungan antara ikan

karang dan biota yang hidup pada karang termasuk alga ; dan

(3) interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur karang dan kondisi

hidrologis dan sedimen.

F. Terumbu Karang Sebagai Sumber Makanan

Terumbu karang merupakan salah satu sumber makanan bagi beberapa jenis

ikan dari famili Chaetodontidae, Apogonidae, Balistidae, Labridae, dan

sekelompok kecil dari Scaridae (Choat dan Bellowod, 1991). Ikan karang famili

Chaetodontidae, Labridae dan Scaridae secara langsung memakan jaringan lendir (mucus) yang diproduksi oleh karang dan simbiosisnya. Kelompok ikan

dari famili Acanthuridae dan kebanyakan dari Labridae lainnya memakan alga

yang tumbuh dalam batuan keras berkapur (Calcareous) (Suharti, 2012).

Kehadiran ikan pemakan karang pada ekosistem terumbu karang memegang peranan penting dalam mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan karang. Jenis ikan ini bersimbiosis dengan karang sehingga pada setiap daerah terumbu karang, kehadiran ikan pemakan terumbu karang dijadikan sebagai indikator kondisi karang. Penurunan penutupan karang hidup secara langsung mengurangi dan menghilangkan ketersediaan sumber pakan utama sehingga akan memberikan tekanan terhadap populasi ikan pemakan karang (Maharbhakti, 2009).

Kelompok ikan karnivora di daerah terumbu karang sekitar 50-70% dan hampir meliputi semua ikan di daerah ini. Kelompok ikan karnivora di daerah

terumbu karang dapat berfungsi sebagai level ke-2 dalam rantai makanan.

Kelompok ikan pemakan karang dan herbivora sekitar 15%. Ikan-ikan ini sangat bergantung pada kesehatan karang karena polip-polip karang merupakan makanannya. Sedangkan kelompok planktivora dan omnivora hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit (Marsaoli, 1998).

Gambar 3. Ikan karang yang memangsa koloni karang (Nybakken,1992)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 di Perairan Pulau

Kapoposang, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten pangkajene dan

Kepulauan, Sulawesi Selatan. Penelitian ini meliputi tahap persiapan, pengolahan data hasil lapangan, dan penulisan skripsi.

Gambar 4. Peta lokasi penelitian (Sumber : Google earth, 2017)

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya; 1) alat selam digunakan untuk melakukan penyelaman di dalam air pada saat proses pengambilan data, 2) kapal motor sebagai alat transportasi laut untuk menuju ke lokasi penelitian, 3) GPS (Global Positioning System) digunakan untuk

menentukan titik koordinat lokasi pengambilan data, 4) roll meter digunakan

untuk membatasi daerah pengambilan data dengan menggunakan metode Line

Intercept Transek (LIT), 5) Water Quality Checker (WQC) digunakan untuk mengukur parameter kualitas air berupa suhu, salinitas, dan pH, 6) layang-layang arus digunakan untuk mengukur kecepatan arus, 7) Secchi disk digunakan untuk

mengukur kecerahan perairan, 8) sabak digunakan untuk mempermudah dalam

melakukan pencatatan data di bawah air, 9) pensil digunakan untuk mencatat

hasil pengamatan, 10) buku identifikasi/literatur jenis-jenis ikan karang Kuiter dan

Tonozuka (2001) digunakan untuk keperluan dalam mengidentifikasi, 11) kamera

digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian, 12) komputer/laptop

digunakan untuk membantu mengidentifikasi foto.

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan

Tahap awal yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian ini adalah

studi literatur, hal tersebut dilakukan untuk mengkaji terlebih dahulu hal-hal yang

berkenaan dengan materi penelitian atau untuk lebih memfokuskan aspek-aspek

yang ada kaitannya dengan judul penelitian. Selain hal tersebut observasi awal

juga dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi yang akan dijadikan sebagai

objek penelitian. Dalam melakukan penentuan stasiun penelitan, terlebih dahulu

dilakukan pengamatan dengan melakukan snorkeling pada lokasi yang dianggap

mewakili, selanjutnya dilakukan pengambilan titik koordinat lokasi yang dianggap

representative dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan batasan

penelitian dan hal-hal lain yang dianggap perlu.

2. Penentuan Stasiun Penelitian

Penentuan stasiun penelitian dilakukan berdasarkan hasil wawancara

dengan warga setempat dan melakukan pengamatan langsung menggunakan

bantuan alat selam dasar, untuk melihat kondisi tutupan karang yang

diasumsikan merepresentasikan terumbu karang di sekitar perairan pulau.

Kemudian penetapan posisi titik koordinat pengambilan data dengan

menggunakan GPS (Global Position System) untuk menyimpan posisi koordinat

stasiun pengamatan (tabel 2). Penentuan stasiun penelitian diambil berdasarkan

letak karang.

Tabel 2. Posisi titik koordinat pengambilan data Koordinat Stasiun Penelitian No Stasiun Garis Lintang Garis Bujur 1 Stasiun 1 S 04° 41. 782' E 118° 57. 812’ 2 Stasiun 2 S 04° 42. 687' E 118° 57. 875'

Menurut Allen (1999), kedalaman perairan untuk ikan karang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: perairan dangkal (0-4 m), intermedit (5-19 m), dan perairan dalam (≥ 20 m). Batas kedalaman tersebut dapat berbeda tergantung dari jenis habitat itu dan kondisi perairan laut tersebut. Lingkungan dangkal dicirikan dengan adanya gelombang yang rendah di area yang terlindungi/tertutup seperti pesisir dan laguna. Sebaliknya di luar struktur karang dampak dari gelombang permukaan terkadang dapat mencapai sekitar 10 m.

Pengamatan dilakukan pada perairan dangkal dan intermedit, penentuan dilakukan karena diasumsikan penetrasi cahaya matahari optimal, keanekaragaman dan kelimpahan spesies serta pertumbuhan terbaik terumbu karang pada kisaran kedalaman tersebut (Ihsan, 2013). Pada penelitian ini dilakukan pada dua stasiun pengamatan dengan masing-masing dua kedalaman yaitu kedalaman 3 meter dan 10 meter diharapkan dapat mewakili cakupan area penelitian di pulau Kapoposang. Pengamatan dilakukan pada pukul 08:00 wita hingga pukul 11:00 wita hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa ikan kakatua (herbivora) keluar untuk mencari makan pada waktu-waktu tersebut.

3. Prosedur Pengambilan Data

a. Pengamatan tutupan terumbu karang hidup

Pengambilan data kondisi terumbu karang dilakukan dengan metode transek garis menyinggung atau Line Intercept Transect (LIT) dengan mengikut pada metode yang digunakan oleh English et al.,(1994). Metode ini digunakan untuk menentukan kondisi substrat bentik terumbu karang berdasarkan pola bentuk pertumbuhan karang (Life form). Dengan metode ini, substrat dasar perairan yang dilalui oleh transek dapat diketahui. Satuan yang digunakan berdasarkan metode ini adalah persen.

Prosedur kerja metode transek garis menyinggung adalah dengan membentangkan tali transek (roll meter) sepanjang 50 m sejajar garis pantai

(English et al.,1994). Bentuk pertumbuhan karang (Life Form) dan substrat dasar

perairan yang berada di bawah tali transek diukur dan dicatat hingga ketelitian

pada centimeter (cm). penggolongan bentuk pertumbuhan (Life Form) dan substrat dasar perairan mengikuti penggolongan menurut English et al., (1994).

Dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Contoh pengukuran koloni karang dengan menggunakan metode Line Interceot Transec (English et al., 1994)

Tabel 3. Daftar penggolongan komponen morfologis dasar penyusun terumbu karang dan pengkodeannya. Kelompok Kode Karang Batu - Dead Coral ( Karang mati) DC - Dead Coral Algae ( Karang dengan penutupan alga) DCA - Acropora branching ACB - Acropora encrusting ACE - Acropora submassive ACS - Acropora tabulate ACT - Non Acropora branching CB - Non Acropora encrusting CE - Non Acropora foliose CF - Non Acropora massive CM - Non Acropora sub massive CS - Non Acropora mushroom CMR - Non Acropora millepora CME - Non Acropora heliopora CHL Fauna Lain - Soft coral SC - Sponges SP - Zoanthids ZO - Lain-lain ( Acidian, Anemones, Gorgonians, Kima) OT Algae - Algae assemblage AA - Corraline algae CA - Halimeda HA - Turf algae TA Abiotik - Sands (pasir) S - Rubble (pecahan karang) R - Silt ( lumpur) SI

b. Pengamatan ikan karang

Pengamatan ikan target dilakukan dengan metode Underwater Visual

Sensus (UVS). Transek yang digunakan adalah transek garis (Gambar 6)

sepanjang 50 meter dengan jarak 2,5 m ke arah kiri dan 2,5 m ke arah kanan

sehingga daerah yang teramati seluas 250 (m2)-1 (English et al., 1994).

Pengamatan tanpa adanya jeda pada garis transek seperti pada pengambilan

data terumbu karang. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat digunakan

kamera bawah air untuk mengambil foto ikan yang sulit untuk diidentifikasi.

Pencatatan data ikan karang ini adalah dengan mengidentifikasi spesies ikan

target yang dijumpai.

Tahapan sensus dapat dilaksanakan sebagai berikut:

1. Setelah tali transek terpasang, pengamatan ikan karang dimulai dari

titik awal (titik nol). Setelah kurang lebih 5 menit di titik awal setelah

garis transek terpasang. Untuk mendapatkan gambaran umum

mengenai ikan karang di lokasi pengamatan dan agar kondisi ikan dan

perairan normal lagi setelah dilalui oleh pemasang transek.

2. Perhitungan dilakukan secara kuantitatif.

3. Tidak menghitung ikan yang masuk ke daerah sensus yang telah

dilewati (jangan melihat ke belakang).

Gambar 6. Cara pengambilan data ikan karang menggunakan metode Underwater Visual Sensus (English et al.,1994)

c. Parameter lingkungan

Parameter lingkungan perairan meliputi kecerahan, suhu, salinitas, pH, dan kecepatan arus dilakukan sebelum pengambilan data ikan dan karang sebagai parameter penunjang dalam melakukan penelitian. Pengukuran parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan alat Water Quality Checker (WQC).

Sedangkan untuk data kecepatan arus diukur dengan menggunakan layang- layang arus serta data kecerahan diukur menggunakan secchi disk.

D. Analisis Data

1. Persentase Penutupan Karang Hidup

Kondisi terumbu karang dapat dilihat berdasarkan persentase penutupan

karang hidup. Persentase penutupan karang hidup dihitung menurut persamaan

English et al., (1994):

Li Ni 100% L

Keterangan : Ni = Persentase tutupan karang ke-i dalam persen (%)

Li = Panjang life form karang jenis ke-i

L = Panjang total trasek

Penilaian kondisi terumbu karang menurut Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001, berdasarkan nilai persentase karang

hidup dengan kategori :

Tabel 4. Kriteria penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001. Kategori kondisi terumbu Presentase penutupan (%) karang 0,0 – 24,9 Buruk 25,0 – 49,9 Sedang 50,0 – 74,9 Baik 75,0 – 100,0 Sangat baik

2. Kelimpahan ikan karang famili Scaridae

Menurut Odum (1971), Kelimpahan ikan karang dihitung dengan

menggunakan rumus:

∑ N

Keterangan :

N = Kelimpahan (Ind/m2 )

Ni = Jumlah individu (Ind)

A = Luas transek pengamatan (m2)

Kelimpahan ikan karang kemudian digolongkan Djamali dan Darsono

(2005) dalam kategori sangat melimpah (> 50 ekor), melimpah (20-50 ekor), kurang melimpah (10-20 ekor), jarang (5-10 ekor) dan sangat jarang (1-5 ekor).

3. Hubungan presentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan karang famili Scaridae Hubungan persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan karang menggunakan analisis deskriptif dengan bantuan Microsoft Excel.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kelimpahan Ikan Karang

Dari hasil penelitian didapatkan ikan kakatua sebanyak 17 spesies dan 187 individu. Ikan kakatua yang terdapat di stasiun I kedalaman 3 meter sebanyak 35 individu, diantaranya; Chlorurus bowersi (7 ekor), Scarus schlegeli (8 ekor),

Chlorurus microrhinus (5 ekor), Chlorurus sordidus (5 ekor), Scarus tricolor (1 ekor), Scarus niger (2 ekor), Scarus dimidiatus (5 ekor), Scarus spinus (2 ekor).

Ikan yang terdapat pada stasiun I kedalaman 10 meter sebanyak 22 Individu, diantaranya; Calotomus carolinus (6 ekor), Scarus prasiognathus (1 ekor),

Chlorurus microrhinus ( 5 ekor), Schlorurus sordidus (2 ekor), Scarus dimidiatus

(2 ekor), Scarus flavipectoralis (2 ekor), Chlorurus bleekeri ( 2 ekor), Scarus

quoyi (2 ekor) Sedangkan pada stasiun 2 kedalaman 3 meter sebanyak sebayak

52 individu antara lain; Chlorurus sordidus (11 ekor), Hipposcarus longiceps (2

ekor), Scarus schlegeli (5 ekor), Scarus rivulatus ( 25 ekor), Chlorurus

microrhinus (4 ekor), Scarus scaber (4 ekor), Scarus tricolor (1 ekor). Pada

stasiun II kedalaman 10 meter sebanyak 78 individu, antara lain; Chlorurus

sordidus (58 ekor), Chlorurus bleekeri (7 ekor), Scarus niger (1 ekor), Scarus

rivulatus (7 ekor), Chlorurus microrhinus (2 ekor), Scarus dimidiatus (1 ekor),

Scarus forsteni ( 1 ekor), Chlorurus bowersi (1 ekor).

Kelimpahan ikan karang menurut penggolongan Djamali dan Darsono

(2005) yaitu sangat melimpah dengan populasi sebanyak 78 individu per stasiun

seluas 250 m2. Sesuai Nybakken (1992), bahwa daerah Indo-Pasifik bagian

tengah di Kepulauan Filipina dan Indonesia merupakan perairan dengan jumlah

spesies yang terbesar. Bellwood (1994), menyatakan bahwa ikan kakatua dapat

ditemukan di terumbu karang di seluruh dunia dan sangat terkait erat dengan

terumbu karang. Ikan kakatua sangat mendominasi dan menjadi bagian yang

paling mencolok dari komunitas ikan herbivora. Sebagian besar spesies menempati karang dan memakan algae epilithik pendek yang menutupi substrat karang.

Menurut Hakim (2009), aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan menentukan distribusi ikan herbivora. Kelimpahan ikan herbivora menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman air. Ikan herbivora lebih menyenangi daerah dangkal karena aktifitas fotosintesis di daerah tersebut sangat cepat, sehingga selalu tersedia makanan baginya untuk metabolisme dan pertumbuhan. Kelimpahan ikan famili Scaridae dapat dilihat pada gambar 7.

0,3120 ) 2

0,2080

0,1400 Stasiun I Stasiun II 0,0880 Kelimpahan ikan (Ind/m Kedalaman 3 Kedalaman 10

Gambar 7. Kelimpahan ikan famili Scaridae

Dari data pengamatan menunjukkan bahwa kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 kedalaman 10 meter sebesar 0,3120 dengan ikan yang mendominasi pada stasiun ini yaitu spesies Chlorurus sordidus dan terendah berada pada stasiun 1 kedalaman 10 m sebesar 0,0880 dengan spesies yang mendominasi pada stasiun ini yaitu Calotomus carolinus dengan sebaran populasi ikan secara umum merata di seluruh stasiun pengamatan. Hal ini menjadi faktor meningkatnya kelimpahan ikan di stasiun tersebut diindikasikan karena masih banyak karang tipe brancing dan mushroom yang biasa dihuni oleh

ikan serta digukanakan untuk berlindung dan mencari makan serta tutupan karang hidupnya tinggi menyebabkan kelimpahan ikan kakatua juga sangat melimpah sedangkan pada stasiun 1 kedalaman 10 meter tutupan karang hidupnya rendah menyebabkan kelimpahan ikan kakatua juga rendah.

Menurut FAO (2001) ikan kakatua ditemukan hidup di sekitar terumbu karang, biasanya paling banyak dalam daerah perairan dangkal dengan kedalaman 30 meter. Beberapa spesies ikan kakatua memiliki sebaran perpindahan yang luas, sementara yang lain ada juga yang bertahan hidup dalam daerah tertentu saja, dan keberadaannya sangat rentan dengan kepunahan.

Kelimpahan ikan herbivora yang tinggi dari suku Scaridae menunjukkan bahwa ikan dari jenis kakak tua (Scaridae) memiliki peran yang lebih besar dalam ekosistem terumbu karang dan merupakan spesies dasar dari ikan herbivora. Secara umum, jumlah dan kelimpahan ikan herbivora meningkat seiring dengan peningkatan tutupan karang hidup pada masing-masing stasiun penelitian. Hal ini sesuai dengan fungsinya terhadap ekosistem terumbu karang dimana perannya sebagai pengontrol pertumbuhan alga sehingga sangat penting bagi pemulihan ekosistem terumbu karang (Grimsditch & Salm 2006).

Ikan kakatua menjadikan karang sebagai habitatnya, dimana tersedia banyak makanan bagi ikan kakatua dan juga sebagai tempat berlindung dari predator. Interaksi antara ikan herbivora mempunyai peranan yang penting terhadap penyaluran aliran energi yang dibutuhkan untuk metabolisme dan pertumbuhan konsumen lain dalam ekosistem, salah satunya pada ikan karnivora, sehingga akan berlangsung secara terus menerus dalam rantai makanan (Sale,1991).

keberadaan ikan-ikan herbivora yang sangat penting untuk mendukung kesehatan terumbu karang karena merupakan salah satu faktor biologi utama

yang membantu proses pemulihan terumbu karang. Ikan herbivora merupakan

spesies kunci yang dapat membatasi pertumbuhan alga (mikroalga dan

makroalga) (Damhudi, 2009).

Kelimpahan ikan herbivora diindikasikan mempengaruhi kesehatan terumbu

karang. Kelimpahan spesies ikan herbivora yang berpengaruh nyata terhadap

penutupan karang hidup dan penutupan alga (DCA). Menurut setiawan (2010),

habitat spesies ini berada pada karang rubble hingga karang yang sehat dengan

kedalaman 0-50 meter. Menurut Nybakken (1992) ikan kakatua menjadikan

terumbu karang sebagai habitat dan tempat untuk mencari makan.

B. Persentase Tutupan Karang Hidup

Presentase tutupan karang dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 5).

Tabel 5. Presentase tutupan terumbu karang Jenis tutupan Persentase Stasiun Kedalaman Total(%) Kategori karang penutupan (%) Hard coral 49,6 Dead coral 9,8 3 100 Sedang Abiotic 38 Other 2,6 1 Hard Coral 3,36 Dead Coral 48 10 100 Buruk Abiotic 45,48 Other 3,16 Hard coral 69,4 Dead coral 30,6 3 100 Baik Abiotic 0 Other 0 2 Hard coral 71,2 Dead coral 6,2 10 100 Baik Abiotic 19 Other 3,6

Dari data stasiun pengamatan menunjukkan bahwa presentase tertinggi berada pada stasiun 2 kedalaman 10 meter (71,2 %) dan terendah pada stasiun

1 kedalaman 10 meter (3,36 %) (Tabel 4). Dengan demikian ekosistem terumbu

karang pada stasiun 2 tergolong baik dengan kisaran 50 – 74,9% menurut kriteria penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001. Kesuburan perairan ini didukung oleh kondisi perairan yang terbuka, sehingga sirkulasi arus air berjalan dengan baik.

Rendahnya aktivitas manusia di wilayah ini diduga merupakan faktor terpeliharanya ekosistem terumbu karang dari kerusakan, sehingga ekosistem terumbu karang terjaga kelestariannya.

Kondisi sebaliknya terjadi pada stasiun 1 kedalaman 10 meter dengan presentase terendah (3,36%), sehingga ekosistem di wilayah ini tergolong dalam kategori buruk karena berada dalam kisaran 0,0-24,9% menurut kriteria penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001. Hal ini terjadi karena beberapa faktor kerusakan terumbu karang terutama akibat aktivitas manusia baik dari bahan kimia cyanida maupun peledakan bom.

Grafik presentasi tutupan karang hidup dapat dilihat pada (Gambar 8).

80 70 60

50 Hard coral 40 Dead coral 30 Abiotik 20 Other 10 0 1.3 1.10 2.3 2.10

Stasiun

Gambar 8. Grafik presentasi tutupan terumbu karang hidup

C. Parameter Lingkungan Perairan

Beberapa faktor parameter lingkungan perairan pada semua stasiun

pengamatan masih dalam kisaran toleransi sebagai habitat organisme perairan.

Dari hasil pengukuran parameter lingkungan diperoleh data suhu air berkisar

30,95–31 C, salinitas antara 27–27,63‰, kecerahan 100% karena jarak

pandang menembus hingga dasar perairan, dan kecepatan arus 30–1,21

meter/detik. Sebagaimana dikatakan Suryanti et al., (2011) bahwa jenis karang

yang dominan di suatu habitat tergantung lingkungan atau kondisi dimana karang

tesebut hidup.

Menurut Supriharyono (2000), menyatakan bahwa suhu yang baik untuk

pertumbuhan terumbu karang adalah berkisar 25-31 C. Menurut Nybakken

(1992) karang merupakan organisme lautan sejati yang tidak dapat bertahan

pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut yang normal, yaitu antara

32-35‰. Serta Septyadi (2013) menyatakan bahwa pertumbuhan karang di

tempat yang berarus lebih baik dibandingkan dengan perairan yang tenang.

D. Hubungan Kelimpahan Ikan Karang Famili Scaridae Berdasarkan Tutupan Karang Hidup

Dari hasil pengamatan, presentase tutupan karang hidup dan kelimpahan

ikan karang sebagai berikut (Tabel 6).

Tabel 6. Persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan karang Tutupan karang hidup Kelimpahan ikan karang Stasiun Kedalaman (%) (individu/250 m2) 1 3 49,6 35 10 3,36 22 2 3 69,4 52 10 71,2 78 Jumlah 187 Rata-rata 48,39 46,75

Hubungan persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan karang dianalisis dengan analisis deskriptif menggunakan bantuan Microsoft Excel

(Gambar 9).

80 70 60 50

40 tutupan karang hidup (%) 30 Kelimpahan ikan (Ind) 20 10 0 1.3 1.10 2.3 2.10 Stasiun

Gambar 9. Grafik hubungan kelimpahan ikan dan tutupan terumbu karang hidup

Kelimpahan ikan yang berbeda-beda pada tiap stasiun diduga disebabkan oleh perbedaan persentase penutupan karang hidup yang memberi pengaruh bagi kelangsungan kehidupan ikan karang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2013) di Pulau Samatellulompo yang menyimpulkan bahwa kelimpahan ikan tertinggi berada pada stasiun yang memiliki kondisi terumbu karang yang baik dibandingkan pada stasiun yang memiliki kondisi terumbu karang yang kurang baik. Dengan demikian, ketika tutupan karang tinggi maka kelimpahan ikan akan tinggi pula, begitu pun sebaliknya. Hasil penelitian

Roberts and Ormond (1978), di daerah terumbu karang Laut Merah Arab Saudi, mengemukakan bahwa nilai kelimpahan ikan karang berbanding lurus dengan nilai kompleksitas habitat pada terumbu karang. Hal ini membuktikan fungsi ekologi terumbu karang yang mana sebagai habitat ikan karang, penyedia

pangan, tempat hidup, tempat berlindung, memijah, bertelur, mencari makan dari berbagai biota laut.

Menurut Hutomo (1986), kompleksitas dan presentase tutupan karang hidup saling berkaitan dengan kelimpahan ikan karang. Keberadaan ikan karang di perairan sangat tergantung kesehatan terumbu yang ditunjukan oleh presentase penutupan karang hidup.Hal ini sangat dimungkinkan karena ikan karang hidup berasosiasi dengan bentuk dan jenis terumbu sebagai tempat tinggal, perlindungan dan tempat mencari makanan. Disamping kesehatan terumbu, substrat dan keadaan terumbu yang beragam seperti daerah berpasir, lumpur, berbatu, membentuk daratan, tebing dan goa-goa telah memperkaya ikan-ikan karang.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Kelimpahan ikan famili Scaridae yang sangat melimpah berada pada

stasiun II kedalaman 10 meter sebanyak 0,3120 ind/m2 sedangkan pada kelimpahan terendah berada pada stasiun I kedalaman 10 meter sebanyak

0,0880 ind/m2.

Presentasi tutupan karang hidup tertinggi berada pada stasiun II kedalaman 10 meter yaitu 71,2% dan tutupan karang hidup terendah berada pada stasiun I kedalaman 10 meter yaitu 3,36%.

Kelimpahan ikan famili Scaridae memiliki hubungan yang sangat erat dengan tutupan terumbu karang hidup, apabila tutupan terumbu karang hidup bagus maka kelimpahan ikan Scaridae juga melimpah dan apabila tutupan terumbu karang hidup rendah maka kelimpahan ikan Scaridae juga rendah.

B. Saran

Diharapkan terumbu karang yang ada pada pulau Kapoposang di jaga agar tidak melakukan pengeboman dan pembiusan ikan karena hal tersebut dapat menyebabkan biota yang ada pada daerah tersebut mati. Serta dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adrim,M.2008. Aspek Biologi Ikan Kakatua (Suku Scaridae).Oseana. Volume XXXIII, Nomor 1: 41-50.

Ahmad. 2013. Sebaran dan Keanekaragaman Ikan Target Pada Kondisi dan Topografi Terumbu Karang di Pulau Samatellulompo Kabupaten Pangkep. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Allen G. 1999. A field guidd for anglers and divers: Marine of south east Asia. Singapore: Periplus edition (HK) Ltd. 292 p.

Allen, G.R. 2000. Marine Fishes of South East Asia. Kaleidoscope Pront and Prepress Periplus Edition, Perth, Western Australia.

Barclay JL. 2009. A survey of Scaridae on champagne marine reverse, dominica wi. Department of Wildlife and Fisheries Sciences. Texas A&M University. College station, TX 77840. 7 p

Beaufort, L.F. 1940. The Fishes of the Indo-Australian Archipelago. E.J. Brill, Leiden: 508 pp.

Bellwood DR. 1994. A phylogenetic study of the parrotfishes famili Scaridae (pisces: Labroidei), with a revision of genera. Department of Marine Biology. James Cook University of North Queensland, Townsville. Qld 4811. Australia. 86 p.

Burke L, Selig E, Spalding M. 2002. Terumbu Karang yang Terancam di Asia Tenggara: Ringkasan untuk Indonesia. USA. World Resources Institute.

Choat JH and Bellwood DR. 1991.Reef fishes: Their history and evolution. Page 39 – 66 in PF Sale ed. The Ecology of fish on coral reef. Journal .Academic press. San Diego. 754 pp.

Damhudi D, Mukhlis K & Yunizar E. 2009. Kondisi kesehatan terumbu karang berdasarkan kelimpahan ikan herbivora di Kecamatan Pulau Tiga Kabupaten Natuna: Kepulauan Riau

Djamali, A dan P. Darsono. 2005. Petunjuk Teknis Lapangan untuk Penelitian Ikan Karang di Ekosistem Terumbu Karang. Materi Kursus. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI. Jakarta

English, S., C. Wilkinson, and U. Baker (eds). 1994. Survey Manuals for Tropical Marine Resources. Australia Institute of Marine Science. Townsville. Australia.

[FAO] Food and Agriculture Organitation. 2001. The living marine resources of the western central pacific, volume 6 Bony part 4 (Labridae to Latimeriidae), estuarine crocodiles, sea turtles, sea snakes and marine mammals. FAO. Rome, Italy. 3468 p.

Grimsditch GD & Salm RV. 2006. Coral Reef Resilience and Resistance to Bleaching. IUCN, Gland, Switzerland. 52 p.

Hakim, Amehr. 2009. Struktur komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang di perairan Amed, Bali Timur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor; Bogor.

Here, A.W. 1953. Check list of Philippine fishes. United States Government Printing Office. Research Report 90. Washington DC: 977 pp.

Hutomo M. 1986. Distribution of reef fish along transects in Bay on Jakarta and Kepulauan Seribu. Diponegoro University, Jepara, and National Institute of Oceanology, Jakarta, Indonesia, May 1985. UNESCO Reports in Marine Science 40:135-156.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

Kuiter, R H. and Tonozuka, T. 2001. Pictorial Guide to; Indonesia Reef Fishes. Zoonetics. Australia.

LIAO, Y.C.; L.S. CHEN; K.T. SHAO and I.S. CHEN 2004. A Review of Parrotfishes (Perciformes: Scaridae) of Taiwan with Descriptions of Four New Records and One Doubtful Species. Zool. Stud. 43(3): 519-536

Maharbhakti, HR. 2009. Hubungan Kondisi Terumbu Karang Dengan Keberadaan Ikan Chaetodontidae DI Perairan Pulau Abang, Batam. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Marsaoli, MK. 1998. Hubungan Persentase Penutupan Karang Hidup Dengan Densitas Beberapa Jenis Ikan Karang Di Perairan Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor .

Nurjirana. 2016. Kelimpahan dan keragaman jenis ikan famili Chaetodontidae berdasarkan kondisi tutupan terumbu karang hidup di kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Odum, E. P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Catatan ke-3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Parenti, P. and J.E. Randall. 2000. An annotated checklist of of the species of lte Labroid fish families Labridae and Scaridae. Ichthyological Bulletin. 68: 1- 97.

Randall, J.E.; GR. Allen and R.C. Steene. 1996. Fishes of the Great Barrier Reef and Coral Sea. Honolulu, HI: Univ. of Hawai'i Press: 506 pp.

Roberts,C.M.and Ormond,R.F.G. 1978. Habitat Complexity and Coral Reef Fish Diversity and Abundance on Red Sea Fringing Reefs. Marine Ecology- Progress Series. Vol41

Sale P.F. 1991. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, Inc. San Diego, 754 pp

Septyadi KA, Widyorini N, Ruswahyuni, 2013. Analisis Perbedaan Morfologi dan Kelimpahan Karang Pada Daerah Tubir (Reef Slope) di Pulau Panjang, Jepara. Journal of Management of Aquatic Resource 2(3): 258-264.

Setiapermana, D. 1996. Potensi Wisata Bahari Pilau Mapor. P30-LIPI, Jakarta.

Setiawan, F. 2010. Identifikasi Ikan Karang dan Invertebrata Laut. Institute Pertanian Bogor : Bogor.

Suharti SR, Elwin F, & Long BG. 1999. Komunitas Ikan di Daerah Terumbu Karang Perairan Senayang-Lingga, Kepulauan Riau. Di dalam: Kumpulan Abstrak Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia. Jakarta: LIPI. COREMAP.

Suharti, SR. 2006. Fish Assemblages on Coral Reefs of Karimun Jawa Island, Central Jawa, Indonesia. Coastal Marine Science 30(1):247-251.

Suharti, R, 2012. Hubungan Kondisi Terumbu Karang Dengan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae Di Pulau Karang Bangkok Kepulauan Seribu.Tesis. Universitas Terbuka. Jakarta.

Supriharyono., 2000. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam diwilayah pesisir tropis, P. T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suryanti, Supriharyono, Roslinawati Y. 2011. Pengaruh Kedalaman Terhadap Morfologi Karang di Pulau Cemara Kecil, Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Saintek Perikanan 7(1): 63-69

Venkataramani, VK & Jayakumar, N. 2006. Biodiversity and biology of marine ornamental reef fishes of gulf of mannar-parrotfishes (family: Scaridae). Fisheries College and Research Institute. Tamilnadu Veterinary and Sciences University. Thoothukudi-628 008. 7 p.

Wooton RJ. 1992. Tertiary level biology: fish ecology. New York: Chapman and Hall. X + 212 p www. Fishbase.com. Klasifikasi ikan kakatua. Diakses tanggal 02 september 2017 www. Google earth.com. Pulau Kapoposang Pangkep. Diakses tanggal 19 september 2017.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data kelimpahan ikan Kakatua (famili Scaridae) pada stasiun penelitian di Kapoposang. Kedalaman Kelimpahan No Stasiun Spesies Jumlah Total (m) (Ind/m2) 1 1 3 Chlorurus bowersi 7 2 1 3 Scarus schlegeli 8 3 1 3 Chlorurus microrhinos 5 4 1 3 Cholururus sordidus 5 35 0,140 5 1 3 Scarus tricolor 1 6 1 3 Scarus niger 2 7 1 3 Scarus dimidiatus 5 8 1 3 Scarus spinus 2 9 1 10 Calotomus carolinus 6 10 1 10 Scarus prasiognathos 1 11 1 10 Chlorurus microrhinos 5 12 1 10 Cholururus sordidus 2 22 0,088 13 1 10 Scarus dimidiatus 2 14 1 10 Scarus flavipectoralis 2 15 1 10 Chlorurus bleekeri 2 16 1 10 Scarus quoyi 2 17 2 3 Chlorurus sordidus 11 18 2 3 Hipposcarus longiceps 2 19 2 3 Scarus schlegeli 5 20 2 3 Scarus rivulatus 25 52 0,208 21 2 3 Chlorurus microrhinus 4 22 2 3 Scarus scaber 4 23 2 3 Scarus tricolor 1 24 2 10 Chlorurus sordidus 58 25 2 10 Chlorurus bleekeri 7 26 2 10 Scarus niger 1 27 2 10 Scarus rivulatus 7 78 0,312 28 2 10 Chlorurus microrhinus 2 29 2 10 Scarus dimidiatus 1 30 2 10 Scarus forsteni 1 31 2 10 Chlorurus bowersi 1

Lampiran 2. Data LIT (Line Intercept Transec) Stasiun 1 Kedalaman 3 meter

No. Kategori Frek.Kemunculan Panjang Individu % penutupan 1 DC 0 0 0 2 DCA 9 490 9,8 3 ACB 10 940 18,8 4 ACE 0 0 0 5 ACS 0 0 0 6 ACT 1 30 0,6 7 CB 0 0 0 8 CE 1 10 0,2 9 CF 3 170 3,4 10 CM 5 500 10 11 CS 1 60 1,2 12 CMR 9 770 15,4 13 CME 0 0 0 14 CHL 0 0 0 15 SC 4 130 2,6 16 SP 0 0 0 17 ZO 0 0 0 18 OT 0 0 0 19 AA 0 0 0 20 CA 0 0 0 21 HA 0 0 0 22 TA 0 0 0 23 S 1 49 0,98 24 R 24 1201 24,02 25 SI 5 650 13 Total 5000 100

Presentase Tutupan Terumbu Karang

Ketegori % Dead Coral 9,8 Hard Coral 49,6 Other Fauna 2,6 Abiotic 38

Lampiran 3. Data LIT (Line Intercept Transec) Stasiun 1 Kedalaman 10 meter

No. Kategori Frek.Kemunculan Panjang Individu % penutupan 1 DC 4 1041 20,82 2 DCA 8 1346 26,92 3 ACB 2 15 0,3 4 ACE 0 0 0 5 ACS 0 0 0 6 ACT 2 25 0,5 7 CB 0 0 0 8 CE 0 0 0 9 CF 0 0 0 10 CM 0 0 0 11 CS 0 0 0 12 CMR 1 128 2,56 13 CME 0 0 0 14 CHL 0 0 0 15 SC 0 0 0 16 SP 0 0 0 17 ZO 0 0 0 18 OT 6 158 3,16 19 AA 2 13 0,26 20 CA 0 0 0 21 HA 0 0 0 22 TA 0 0 0 23 S 12 1200 24 24 R 21 1074 21,48 25 SI 0 0 0 Total 5000 100

Presentase Tutupan Terumbu Karang

Ketegori % Dead Coral 48 Hard Coral 3,36 Other Fauna 3,16 Abiotic 45,48

Lampiran 4. Data LIT (Line Intercept Transec) Stasiun 2 Kedalaman 3 meter

No. Kategori Frek.Kemunculan Panjang Individu % penutupan 1 DC 0 0 0 2 DCA 4 890 17,8 3 ACB 0 0 0 4 ACE 0 0 0 5 ACS 3 2630 52,6 6 ACT 0 0 0 7 CB 0 0 0 8 CE 0 0 0 9 CF 3 840 16,8 10 CM 0 0 0 11 CS 0 0 0 12 CMR 0 0 0 13 CME 0 0 0 14 CHL 0 0 0 15 SC 0 0 0 16 SP 0 0 0 17 ZO 0 0 0 18 OT 0 0 0 19 AA 0 0 0 20 CA 1 640 12,8 21 HA 0 0 0 22 TA 0 0 0 23 S 0 0 0 24 R 0 0 0 25 SI 0 0 0 Total 5000 100

Presentase Tutupan Terumbu Karang

Ketegori % Dead Coral 30,6 Hard Coral 69,4 Other Fauna 0 Abiotic 0

Lampiran 5. Data LIT (Line Intercept Transec) Stasiun 2 Kedalaman 10 meter

No. Kategori Frek.Kemunculan Panjang Individu % penutupan 1 DC 0 0 0 2 DCA 2 310 6,2 3 ACB 11 730 14,6 4 ACE 0 0 0 5 ACS 2 730 14,6 6 ACT 0 0 0 7 CB 2 90 1,8 8 CE 1 50 1 9 CF 1 30 0,6 10 CM 10 1300 26 11 CS 10 610 12,2 12 CMR 2 20 0,4 13 CME 0 0 0 14 CHL 0 0 0 15 SC 5 160 3,2 16 SP 0 0 0 17 ZO 0 0 0 18 OT 1 20 0,4 19 AA 0 0 0 20 CA 0 0 0 21 HA 0 0 0 22 TA 0 0 0 23 S 0 0 0 24 R 4 520 10,4 25 SI 5 430 8,6 Total 5000 100

Presentase Tutupan Terumbu Karang

Ketegori % Dead Coral 6,2 Hard Coral 71,2 Other Fauna 3,6 Abiotic 19

Lampiran 6. Pengambilan titik stasiun penelitian

Lampiran 7. Pengukuran kualitas air

Lampiran 8. Pengambilan data tutupan terumbu karang dan data ikan

Lampiran 9. Spesies ikan kakatua yang terdata

a. Scarus chlegeli b. Chlorurus sordidus

c.Scarus prasiognathus d. Scarus flavipectoralis

e.Chlorurus microrhinus f. Scarus tricolor

g. Scarus forsteni h. Scarus rivulatus

i.Scarus dimidiatus j. Scarus quoyi

k. Scarus niger l. Scarus spinus

m. Chlorurus bowersi n. Hipposcarus longiceps

o. Scarus scaber p. Calotomus carolinus

q. Chlorurus bleekeri