KRITIK SOSIAL TERHADAP PERILAKU MASYARAKAT URBAN KOTA

DALAM FILM “SELAMAT PAGI, MALAM” KARYA LUCKY KUSWANDI

SKRIPSI

Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi

“Almamater Wartawan Surabaya” untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam

Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh :

MEILISA DYAH SUGENG PUTRI

NPM : 14.31.0108

KEKHUSUSAN : BROADCASTING

SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI

ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA

2018

ABSTRAK

Film Selamat Pagi, Malam merupakan film drama yang disutradarai dan ditulis oleh Lucky Kuswandi. Penelitian ini berfokus pada kritik sosial terhadap perilaku masyarakat urban kota Jakarta dalam film Selamat Pagi, Malam. Masyarakat urban sendiri merupakan masyarakat perkotaan yang mengalami perubahan sikap yang disebabkan oleh faktor sosial budaya. Metode dalam penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis model Norman Fairclough yang membedah pada dimensi teks, discourse practice, hingga sociocultural practice. Dengan memilih beberapa scene dan menganalisisnya menggunakan pisau bedah analisis wacana kritis Norman Fairclough, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam film Selamat Pagi, Malam terdapat fenomena- fenomena perilaku masyarakat urban kota Jakarta seperti: 1) perilaku eksistensi diri dalam media sosial maupun kehidupan sehari-hari; 2) perilaku phubbing yang lebih memilih menyibukkan diri dengan smartphonenya; 3) Gaya hidup konsumtif dalam fashion, teknologi dan olahraga; 4) Westernisasi, perilaku yang meniru masyarakat barat yang dapat melunturkan rasa nasionalisme; 5) Social climber pada masyarakat kalangan menengah kebawah; 6) Religiusitas yang mengatur norma-norma sering disepelehkan oleh masyarakat; 7) Kemiskinan, sex dan kehidupan malam dengan pergaulan bebas yang sering dilakukan oleh masyarakat urban kota Jakarta; 8) Penjahat kelamin dalam dunia maya yang masih sering dijumpai.

Kata Kunci: Film, Kritik Sosial, Perilaku Masyarakat Urban Jakarta, Analisis Wacana.

1

ABSTRACT

Selamat Pagi, Malam movie is an Indonesian drama film that directed and written by Lucky Kuswandi. This study focuses on social criticism of Jakarta’s urban community behavior in the Selamat Pagi, Malam movie. Urban community itself is an urban society that going into an attitude changing caused by sociocultural factors. The method in this research is critical discourse analysis model of Norman Fairclough which dissect on text dimension, discourse practice, until sociocultural practice. By choosing several scenes and analyzing them using a scalpel critical discourse analysis of Norman Fairclough, researchers can conclude phenomena of Jakarta’s urban society behavior in the Selamat Pagi, Malam movie such as: 1) the behavior of self-existence in social media and daily life; 2) phubbing behavior that prefers to stir up itself with its smartphone; 3) Consumptive lifestyle in fashion, technology and sport; 4) Westernization, a behavior that imitate western societies that can diminish a sense of nationalism; 5) Social climber in middle-class society; 6) The religiosity that governing norms is often disrupted by society; 7) Poverty, sex and nightlife with a free intercourse that is often done by the Jakarta’s urban community; 8) Sex criminals in cyberspace are still often encountered.

Keywords: Film, Social Criticism, Jakarta’s Urban Community Behavior, Discourse Analysis.

2

MOTTO :

“Jangan membandingkan proses hidupmu dengan proses hidup orang lain.

Masa mekar setiap bunga berbeda-beda.”

PESAN:

Tetap bersyukur dan nikmati setiap proses yang kamu lalui dalam hidupmu

karena setiap proses tersebut menjadikanmu pribadi yang lebih baik lagi.

Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang sangat saya sayangi dan selalu mendukung serta mendoakan yang terbaik untuk saya.

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Sang Maha Esa yang tiada satupun yang bisa menandingi kuasa-Nya, sang pencipta alam beserta isinya. Tiada Tuhan selain

Allah, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tidak lupa juga sholawat serta salam yang tak henti-hentinya ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat-Nya dalam jalan yang dikehendaki oleh-Nya.

Berkat rahmat dan hidayah-Nya, skripsi yang berjudul “Kritik Sosial

Terhadap Perilaku Masyarakat Urban kota Jakarta Dalam Film “Selamat Pagi,

Malam” Karya Lucky Kuswandi” dapat terselesaikan tepat waktu meskipun dalam penulisan masih jauh dari kata sempurna.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar

Sarjana Stara (S1) pada konsentrasi jurusan Broadcasting - Sekolah Tinggi Ilmu

Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS). Dalam penulisan skripsi ini, tak luput doa maupun dukungan dari beberapa pihak yang terlibat.

Sebagai wujud tulus hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua peneliti, Bapak Sugeng dan Ibu Sri Yunanik yang telah

mendukung dan berkorban hingga peneliti bisa menempuh pendidikan

sampai saat ini.

2. Nenek Wartini dan kakek Karsono yang sangat menyayangi peneliti,

selalu mendoakan yang terbaik untuk peneliti, semoga nenek dan kakek

selalu sehat dan panjang umur hingga bisa merawat cicitnya.

v

3. Adik perempuan satu-satunya, Violeta. Perempuan yang selalu menemani

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Perempuan yang selalu meminta

traktiran, teman main sampai dengan supir pribadi yang rela menggantikan

papa di kala beliau tidak bisa. Mungkin dulu peneliti tidak bisa

menerimamu karena kamu lahir sebagai perempuan, tetapi percayalah

sekarang aku sangat menyayangimu.

4. Calon suami tersayang, Mas Raga. Lelaki yang setiap saat selalu

menanyakan perkembangan penulisan skripsi ini. Lelaki sabar dan super

tangguh dalam mencari rejeki-Nya. Terima kasih di tengah kesibukanmu

mengurus kapal, kamu masih menemani dan peduli dengan peneliti.

5. Untuk dosen pembimbing peneliti, Ibu Ratna Puspita Sari, M. Med. Kom.

Tidak hanya sekedar membimbing, beliau selalu memberikan masukan,

saran dan yang terpenting adalah dukungan semangat untuk peneliti agar

dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Untuk ketua Stikosa-AWS, Bapak Ismojo Herdono, M. Med. Kom beserta

jajaran dosen serta karyawan hingga satpam Stikosa-AWS.

7. Untuk Kepompong Gendut dan mas Lucky Kuswandi yang telah

mengijinkan peneliti untuk mengangkat film Selamat Pagi, Malam sebagai

bahan penelitian skripsi. Meluangkan waktunya untuk sekedar membalas

email dan pertanyaan dari peneliti. Karya mas Lucky luar biasa

menginspirasi untuk peneliti.

8. Untuk mbak Amalia Irawati, S.Ikom sebagai pembimbing kedua untuk

peneliti. Terima kasih telah menyempatkan waktunya untuk mengobrol

vi

dengan peneliti dan memberikan arahan serta masukkan untuk penelitian

ini.

9. Terima kasih banyak untuk Greatha Gloria yang murah hatinya, mau

meminjamkan laptopnya kepada peneliti untuk mengerjakan skripsi ini

hingga selesai.

10. Untuk Adam Maulana yang mau direpotkan untuk mencetak berkas skripsi

peneliti agar lebih hemat.

11. Terima kasih untuk Marlanisa Arifatul Afifah yang sudah membantu

menerjemahkan abstrak penelitian ini ke bahasa Inggris dan bersedia

menjadi responden dalam penelitian ini.

12. Terima kasih untuk KOPI Production beserta orang-orang menyenangkan

di dalamnya yang telah mengajarkan banyak sekali pengalaman, proses

dan pelajaran yang mungkin tidak peneliti dapatkan di bangku

perkuliahan. Tidak dapat peneliti ungkapkan dengan kata-kata betapa

peneliti beruntung mengenal kalian semua.

13. Terima kasih untuk Anaconda, geng rumpik yang mungkin dipandang

sebelah mata oleh banyak orang, tetapi sangat menyenangkan mengenal

dan melalui perkuliahan dari semester satu hingga saat ini bersama kalian.

14. Terima kasih untuk Cincau, geng pertama kali yang ada di kelas saat

SMK. Geng yang terdiri dari 3 perempuan dan 1 lelaki dengan mempunyai

misi-misi baik untuk teman-teman lainnya. Peneliti sayang kalian semua.

15. Untuk teman-teman kelas B yang dari awal semester sudah menjadi teman

kelas hingga saat ini. Saling mendukung antara satu dengan lainnya.

vii

16. Untuk angkatan 2014 yang telah menjadi teman seperjuangan. Semoga

kita semua mampu mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam dunia kerja.

17. Untuk semua driver ojek online yang pernah mengantarkan peneliti

kemana pun untuk menyelesaikan penelitian ini.

18. Semua teman-teman maupun semua pihak yang tidak bisa peneliti

sebutkan satu per satu. Terimakasih banyak.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan berkat-Nya kepada semua pihak yang turut berpartisipasi memberi dukungan terhadap peneliti untuk dapat menyelesaikan penelitian ini.

Surabaya, Maret 2018

Peneliti

viii

ABSTRAK

Film Selamat Pagi, Malam merupakan film drama Indonesia yang disutradarai dan ditulis oleh Lucky Kuswandi. Penelitian ini berfokus pada kritik sosial terhadap perilaku masyarakat urban kota Jakarta dalam film Selamat Pagi, Malam. Masyarakat urban sendiri merupakan masyarakat perkotaan yang mengalami perubahan sikap yang disebabkan oleh faktor sosial budaya. Metode dalam penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis model Norman Fairclough yang membedah pada dimensi teks, discourse practice, hingga sociocultural practice. Dengan memilih beberapa scene dan menganalisisnya menggunakan pisau bedah analisis wacana kritis Norman Fairclough, peneliti dapat menyimpulkan bahawa dalam film Selamat Pagi, Malam terdapat fenomena-fenomena perilaku masyarakat urban kota Jakarta seperti: 1) perilaku eksistensi diri dalam media sosial maupun kehidupan sehari-hari; 2) perilaku phubbing yang lebih memilih menyibukkan diri dengan smartphonenya; 3) Gaya hidup konsumtif dalam fashion, teknologi dan olahraga; 4) Westernisasi, perilaku yang meniru masyarakat barat yang dapat melunturkan rasa nasionalisme; 5) Social climber pada masyarakat kalangan menengah kebawah; 6) Religiusitas yang mengatur norma-norma sering disepelehkan oleh masyarakat; 7) Kemiskinan, sex dan kehidupan malam dengan pergaulan bebas yang sering dilakukan oleh masyarakat urban kota Jakarta; 8) Penjahat kelamin dalam dunia maya yang masih sering dijumpai.

Kata Kunci: Film, Kritik Sosial, Perilaku Masyarakat Urban Jakarta, Analisis Wacana.

ix

ABSTRACT

Selamat Pagi, Malam movie is an Indonesian drama film that directed and written by Lucky Kuswandi. This study focuses on social criticism of Jakarta’s urban community behavior in the Selamat Pagi, Malam movie. Urban community itself is an urban society that going into an attitude changing caused by sociocultural factors. The method in this research is critical discourse analysis model of Norman Fairclough which dissect on text dimension, discourse practice, until sociocultural practice. By choosing several scenes and analyzing them using a scalpel critical discourse analysis of Norman Fairclough, researchers can conclude phenomena of Jakarta’s urban society behavior in the Selamat Pagi, Malam movie such as: 1) the behavior of self-existence in social media and daily life; 2) phubbing behavior that prefers to stir up itself with its smartphone; 3) Consumptive lifestyle in fashion, technology and sport; 4) Westernization, a behavior that imitate western societies that can diminish a sense of nationalism; 5) Social climber in middle-class society; 6) The religiosity that governing norms is often disrupted by society; 7) Poverty, sex and nightlife with a free intercourse that is often done by the Jakarta’s urban community; 8) Sex criminals in cyberspace are still often encountered.

Keywords: Film, Social Criticism, Jakarta’s Urban Community Behavior, Discourse Analysis.

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ...... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...... iv

KATA PENGANTAR ...... v

ABSTRAK ...... ix

DAFTAR ISI ...... xi

DAFTAR GAMBAR …...... xiv

DAFTAR TABEL …...... xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ...... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ...... 11

1.3.2.1 Manfaat Teoritis ...... 11

1.3.2.2 Manfaat Praktis ...... 11

1.4 Kajian Pustaka ...... 12

1.4.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa ...... 12

1.4.2 Film Sebagai Media Kritik Sosial ...... 15

1.4.3 Urban Culture ...... 17

1.4.4 Perilaku Masyarakat Urban di Kota Jakarta ...... 19

xi

1.4.5 Media dan Kajian Budaya ...... 25

1.4.6 Analisis Wacana Kritis ...... 28

1.4.7 Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ...... 30

1.5 Kerangka Berpikir ...... 34

1.6 Metode Penelitian ...... 35

1.6.1 Jenis dan Tipe Penelitian ...... 35

1.6.2 Unit Analisis ...... 35

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ...... 35

1.6.4 Teknik Analisis dan Interpretasi Data ...... 35

1.6.4.1 Analisis Teks ...... 36

1.6.4.2 Discourse Practice ...... 37

1.6.4.3 Sociocultural Practice ...... 38

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Film “Selamat Pagi, Malam” ...... 42

2.1.1 Profil Film “Selamat Pagi, Malam” ...... 42

2.1.2 Struktural Crew ...... 43

2.1.3 Sinopsis Film ...... 46

2.1.4 Alur Cerita ...... 47

2.1.5 Penghargaan ...... 48

2.1.6 Scene Objek Penelitian ...... 48

BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

3.1 Penyajian Data ...... 57

3.2 Analisis Data ...... 58

xii

3.3 Analisis Film sebagai Media Kritik Sosial ...... 124

3.4 Analisis Media dan Kajian Budaya ...... 126

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ...... 128

4.2 Saran ...... 131

DAFTAR PUSTAKA ...... 133

LAMPIRAN ...... 136

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.4.4 Jumlah penduduk provinsi DKI Jakarta ...... 23 Gambar 1.4.7 Dimensi Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough ...... 32

Gambar II.1 Poster Film Selamat Pagi Malam ...... 41

Gambar III.1 Gia dan tantenya sedang bercium pipi ...... 58

Gambar III.2 Tante Gia sedang menawarkan kue kepada Gia ...... 60

Gambar III.3 Tante Gia heran kepada Gia yang tidak memiliki Blackberry ...... 61

Gambar III.4 Tante dan mama Gia sedang memainkan ponselnya ...... 63

Gambar III.5 Ci Surya membuang buku renungan ...... 65

Gambar III.6 Seorang wanita memberikan kartu member kepada petugas gym ...... 66

Gambar III.7 Sepatu bermerk seseorang yang sedang gym ...... 68

Gambar III.8 Isi chat Indri dengan pria kenalannya ...... 70

Gambar III.9 Indri memotret payudaranya ...... 71

Gambar III.10 Seorang wanita sedang mengobrol dengan petugas gym ...... 73

Gambar III.11 Michael memamerkan dompetnya kepada Indri ...... 74

Gambar III.12 Naomi melakukan olahraga yoga ...... 75

Gambar III.13 Indri mencuri heels ...... 77

Gambar III.14 Indri membeli paper bag Hermes ...... 78

Gambar III.15 Perempuan muda meminta Blackberry ...... 80

Gambar III.16 Ci Surya memesan kamar hotel ...... 81

Gambar III.17 Gia mengobrol dengan resepsionis restaurant ...... 82 xiv

Gambar III.18 Pelayan menawarkan appetizer ...... 84

Gambar III.19 Gia memesan steak ...... 86

Gambar III.20 Naomi dan Gia memesan makanan kepada pelayan ...... 87

Gambar III.21 Indri sedang mengobrol dengan pria kenalannya ...... 88

Gambar III.22 Indri memotret makanannya ...... 90

Gambar III.23 Arah Kiblat yang ada di dalam laci hotel ...... 91

Gambar III.24 Naomi sedang memainkan ponselnya ...... 92

Gambar III.25 Naomi sedang memainkan ponselnya yang lain ...... 94

Gambar III.26 Empat orang sedang memainkan ponselnya ...... 95

Gambar III.27 Naomi dan teman-temannya sedang wefie

menggunakan tongsis ...... 97

Gambar III.28 Pria kenalan Indri menyuruh Indri segera

menghabiskan makanannya ...... 98

Gambar III.29 Indri melarikan diri dari restaurant ...... 100

Gambar III.30 Sebuah hotel menyediakan wanita penghibur ...... 101

Gambar III.31 Kumpulan pria sedang bergoyang dan menyawer wanita ...... 102

Gambar III.32 Pelayan club menuangkan minuman keras untuk Ci Surya ...... 103

Gambar III.33 Gia dan Naomi sedang makan dan mengobrol ...... 105

Gambar III.34 Seorang wanita menawarkan obat terlarang kepada Ci Surya ...... 107

Gambar III.35 Seorang wanita sedang memaraahi seorang pria ...... 108

xv

Gambar III.36 Faisal dan Indri sedang mengobrol ...... 110

Gambar III.37 Naomi dan Gia sedang mengobrol ...... 111

Gambar III.38 Ci Surya akan bercumbu dengan gigolo ...... 113

Gambar III.39 Indri dan Faisal sedang bercumbu ...... 114

Gambar III.40 Gia menyodorkan minuman keras kepada Naomi ...... 116

Gambar III.41 Indri dan Faisal sedang mengobrol ...... 117

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.4.7 Kerangka Analisis Wacana Model Norman Fairclough ...... 32

Tabel 2.1.5 Penghargaan film Selamat Pagi, Malam ...... 48

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang efisien

untuk menyampaikan informasi kepada penerima informasi atau yang biasa

disebut dengan komunikan. Tidak hanya menyampaikan sebuah informasi,

tetapi film juga salah satu media hiburan yang pengaruhnya mampu

menjangkau seluruh kalangan sosial masyarakat. Sebagai media audio

visual, film seringkali dibuat berdasarkan refleksi dari realitas sosial yang

terjadi saat ini. Film seringkali menjadi tolak ukur peristiwa sosial yang

terjadi di masyarakat lalu diangkat dalam layar lebar. Namun, cerita dalam

film pun dapat berupa fiksi maupun non fiksi.

Sebagai media komunikasi massa yang mempunyai gambar dan

suara, film mempunyai nilai lebih dari media lain yaitu dalam

menyampaikan pesan dan makna. Film mampu memberikan pengalaman

dan perasaan penonton untuk mengikuti setiap alur cerita yang disajikan.

Sehingga dengan menonton film, penonton akan keluar dari kehidupan

mereka sehari-hari dan memasuki dunia yang berbeda sesuai dengan film

yang sedang ditonton. Kemasan dan alur cerita yang bagus sangat penting

dalam film, sehingga penonton tetap mengikuti alur cerita dari awal film

hingga akhir dari film tersebut.

1

Bagi para pembuat film, film merupakan media penyalur ide-ide kreatif yang dituangkan ke dalam cerita berbentuk gambar dan suara serta memiliki pesan yang akan disampaikan kepada penonton. Pesan yang disampaikan dalam film bisa berdampak negatif maupun positif untuk penontonnya tergantung bagaimana para penontonnya menangkap maksud maupun pesan dari pembuat film tersebut.

Sebagai media massa, film memiliki kemampuan untuk mengkontruksi realitas yang ada. Namun tidak semua realitas yang ada dalam kehidupan nyata diangkat ke dalam film. Para pembuat film memiliki kuasa dalam memilih realitas mana yang akan ditampilkan ulang.

Realitas sosial beserta persoalan-persoalan sosial yang sering terjadi di masyarakat seringkali mengundang ketertarikan para pembuat film untuk dijadikan sebuah tema cerita dalam filmnya. Adanya kebebasan bersuara dan menambahi dengan idealismenya, membuat para pembuat film menggambarkan dan memberikan informasi untuk dinikmati, direnungi dan sebagai bahan belajar bersama. Film seringkali juga dibuat untuk menyampaikan kritik-kritik sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Contohnya film “Selamat Pagi, Malam” karya Lucky Kuswandi. Film ini, menggambarkan realita perilaku masyarakat urban kota Jakarta dan menyangkut persoalan-persoalan sosial yang ada. Dalam film ini terdapat kritik sosial yang dapat dijadikan sebagai evaluasi diri setiap individunya.

2

Shiel (2001, p. 4) menjelaskan bahwa dalam kaitan antara film dan refleksi dari kehidupan urban dan perubahan sosial, film tidak akan pernah berhenti mencampuri masyarakat.

Jakarta adalah kota yang sering dijadikan „panggung‟ dan menjadi sorotan utama dalam film-film Indonesia sehingga kehidupan masyarakat urban Jakarta sering menjadi tema cerita dalam sebuah film. Permasalahan kehidupan masyarakat urban Jakarta yang sering diangkat dalam film tak jauh-jauh dari permasalahan kesenjangan sosial, modernisasi, kemiskinan, sex, gaya hidup dan perilaku masyarakat urban serta hiruk pikuk kehidupan malam. Abidin Kusno (2009, p. 40) menjelaskan bahwa Jakarta telah dikonstruksi sedemikian rupa oleh siapa yang berkuasa atas negara.

Perubahan fisik pun telah terjadi di kota Jakarta. Gedung-gedung, bangunan megah. mall, perkantoran, serta perumahan elit telah menghiasi ruang-ruang Jakarta. Perubahan fisik tersebut merupakan salah satu simbol modernisasi kota Jakarta. Sedangkan masyarakat urban yang merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari kota Jakarta juga ikut berubah menjadi masyarakat urban yang modern.

Tujuan para sineas Indonesia dalam membuat karya-karya film yang bertemakan Jakarta atau hanya sekedar melibatkan Jakarta sebagai lokasi dari cerita tersebut tidak lain ialah para sineas Indonesia ingin mengkritik, menyindir, menyampaikan pesan tertentu, atau bahkan ingin memberitahu

3

kepada penduduk kota lain tentang bagaimana perilaku-perilaku penghuni di

Ibu Kota Negara Indonesia ini.

Dalam dunia perfilman, karya yang melibatkan Jakarta sebagai tema atau hanya sekadar lokasi saja sudah cukup banyak. Misalnya, “Arisan!”,

“A Copy Of My Mind”, film dokumenter “Jalanan”, sedangkan ada pula yang menyematkan nama Jakarta sebagai judul dari karyanya seperti

“Jakarta Maghrib”, “Sanubari Jakarta”, “Jakarta Hati”.

Jika mempunyai film “A Copy Of My Mind” dalam menceritakan para penduduknya yang rela melakukan apapun untuk tetap bertahan hidup dan segala kecurangan hukum politik yang ada di Indonesia, maka Lucky Kuswandi mempunyai film “Selamat Pagi, Malam”.

Sama seperti film-film kritik sosial yang dulu dirilis, film “Selamat

Pagi. Malam” juga mengupas bagaimana kehidupan yang ada di dalam kota

Jakarta. Tetapi, bedanya film ini mengambil sudut pandang dari tiga karakter seorang perempuan yang berbeda latar belakang dan kisahnya dalam waktu satu malam yang sama di kota Jakarta.

Film “Selamat Pagi, Malam” merupakan salah satu film karya dari sutradara muda yaitu Lucky Kuswandi. Film “Selamat Pagi, Malam” sendiri dapat memenangkan beberapa ajang festival baik berskala nasional maupun internasional. Film ini juga merupakan satu-satunya film Indonesia yang masuk dan berkompetisi dalam ajang Tokyo International Film Festival

(TIFF), meski belum bisa memenangkannya.

4

Tidak hanya di Tokyo, tetapi juga ikut serta dalam ajang festival di beberapa negara lainnya seperti di , film ini menjadi film penutup di ajang Singapore International Film Festival pada tanggal 14 Desember

2014 tepatnya berlangsung di Marina Bay Sands, Singapura dan ikut serta berkompetisi dalam ajang Hongkong Asian Film Festival. (Sumber: http://bisniswisata.co.id/film-selamat-pagi-malam-jadi-pemenang-ifdc- awards-2014/, diakses pada tanggal 02 November 2017 pukul 05.45 WIB)

Lucky Kuswandi merupakan sutradara muda yang telah menempuh sekolahnya di New York, beberapa film karya Lucky Kuswandi antara lain: film dokumenter pendek “Miss or Mrs?” pada tahun 2008, film “Madame

X” pada tahun 2010, film “Selamat Pagi, Malam” pada tahun 2014, film pendek “The Fox Exploits the Tiger's Might” pada tahun 2015, film “Ini

Kisah Tiga Dara” pada tahun 2016 dan pada tahun 2017, Lucky Kuswandi memproduksi film yang tenar yaitu film “Galih dan Ratna”. (Lucky

Kuswandi; http://www.imdb.com/name/nm2435022/bio, diakses pada tanggal 02 November 2017 pukul 06.10 WIB)

Tidak hanya film “Selamat Pagi, Malam” yang dapat berbagai macam penghargaan maupun nominasi dalam ajang festival negeri maupun luar negeri, beberapa judul film lainnya juga ikut serta menerima penghargaan. Salah satunya film “The Fox Exploits the Tiger's Might” menjadi film Indonesia yang masuk dan ikut berkompetisi dalam ajang

Cannes Film Festival 2015 setelah film “Tjut Nyak Dien” pada tahun 1989.

5

Film-film yang diproduksi oleh Lucky Kuswandi kebanyakan membicarakan tentang pengalaman pribadinya sendiri. Bagi Lucky, ia harus menjadi jembatan bagi kaum yang suaranya tidak didengar. Tak sedikit filmnya yang berangkat dari pengalaman pribadi dan kegelisahannya sebagai orang Indonesia. (Sumber: http://www.dewimagazine.com/review/film-karya-sutradara-lucky- kuswandi-yang-dikenal-di-festival-film-dunia, diakses pada tanggal 02

November 2017 pukul 06.20 WIB).

Film “Selamat Pagi, Malam” yang berdurasi 94 menit ini menceritakan tentang konflik dari kisah yang berbeda pada tiga orang perempuan tetapi dalam set waktu yang sama. Topik utama dalam film ini ialah bagaimana ketiga karakter tersebut menemukan hal baru dalam hidupnya di suatu malam dan bagaimana usaha mereka dalam menghadapi pemasalahan yang tengah mereka hadapi. ketiga perempuan ini yang akan mengantarkan kita bagaimana kehidupan di kota Jakarta yang sebenarnya.

Dalam film “Selamat Pagi, Malam” ini, Lucky Kuswandi mencoba mengkritik kehidupan masyarakat urban di kota Jakarta melalui tiga pemeran yang dimana ketiga pemeran ini sering kita jumpai di sekitar kita, bahkan salah satu dari mereka bisa saja menjadi cerminan kita. Film

“Selamat Pagi, Malam” mengangkat beberapa fenomena yang sering terjadi di kehidupan kita sehari-hari.

6

Seperti yang dilansir dari website CNN Indonesia, film ini bercerita tentang kehidupan masyarakat Jakarta ke tingkat internasional, tujuan Lucky membuat film ini ialah memperkenalkan kehidupan kota Jakarta serta alur ceritanya merupakan pengalaman pribadinya sendiri. Melalui film ini pula,

Lucky seperti menyindir masyarakat Jakarta yang hidupnya seolah penuh kepalsuan. “Banyak orang Jakarta yang pakai topeng, semuanya untuk memenutuhi tuntutan sosial mereka demi hidup, bayangan macet, masalah kompleks, sampai banjir, tapi semuanya dari Jakarta itu ngangenin.

Ya, welcome to Jakarta lah,” ucap Lucky (Sumber: https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10

&ved=0ahUKEwiY6bH1sp7XAhWCbbwKHX_BDsAQFgh7MAk&url=htt ps%3A%2F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Fhiburan%2F20141021172413-

220-7269%2Fselamat-pagi-malam-bersaing-di- tokyo%2F&usg=AOvVaw2DKSt71GDB7AaJ8Fz-uufR, diakses pada tanggal 02 November 2017 pukul 10.30 WIB)

Beberapa perilaku masyarakat urban yang menjadi persoalan cerita dalam film “Selamat Pagi, Malam” membuat peneliti tertarik untuk meneliti kritik sosialnya yaitu perilaku masyarakat urban, bagaimana kritik sosial yang diidentifikasi dalam film “Selamat Pagi, Malam” ini. Bahwasannya seperti yang diketahui kebanyakan dalam industri film hanya mementingkan soal komersilnya, bagaimana mendapatkan keuntungan semata dan tidak banyak juga film yang berani mengangkat isu sosial yang ada di masyarakat

7

saat ini. Maka dari itulah peneliti tertarik untuk meneliti kritik sosial film

“Selamat Pagi, Malam” terhadap perilaku masyarakat urban.

Sebelumnya juga ada peneliti yang meneliti tentang “Kritik Sosial dalam Film “A Copy of My Mind” karya Joko Anwar” yang disusun oleh

Muhammad Ikhsan Adipradana. Dalam penelitan tersebut, Ikhsan mempunyai tujuan untuk mengetahui representasi kritik sosial yang ditampilkan dalam film “A Copy of My Mind”.

Dalam penelitiannya, Muhammad Ikhsan Adipradana meneliti tanda-tanda atau kode-kode yang muncul dalam film tersebut. Tanda-tanda kritik sosial yang muncul dalam film tersebut dijelaskan dalam makna denotasi dan konotasi lalu pada tahap akhir dari keseluruhan film diambil garis besar yang mempresentasikan mitos yang ada dalam film tersebut.

Hasil penelitian yang didapat dari kesimpulan, yang mana Ikhsan mengemukakan bahwa sutradara film “A Copy of My Mind” ingin menyampaikan kritik sosial yang ada dalam film tersebut. Ada lima kategori diantaranya: budaya pelanggaran hak kekayaan intelektual pada film yang merupakan hal biasa di mata masyarakat, dilema masyarakat urban terutama bagi orang-orang golongan bawah yang sedang mencari hiburan, gambaran pencurian yang tindakannya dianggap normal bagi beberapa orang, gambaran penyuapan yang tindakannya dilakukan untuk tercapainya sesuatu yang diinginkan serta gambaran penculikan dan kekerasan yang tindakannya untuk membungkam seseorang atau sekelompok orang.

8

Penelitian Muhammad Ikhsan Adiprada ini menciptakan ketertarikan peneliti untuk meneliti lebih lanjut lagi bagaimana perilaku masyarakat urban kota-kota besar khususnya Ibu Kota Negara Indonesia yaitu Kota

Jakarta. Dalam film sering sekali menunjukkan bentuk kritik sosial terhadap sesuatu hal, salah satunya mengenai Jakarta maupun perilaku masyarakatnya.

Sesuai penjelasan yang sudah peneliti paparkan, beberapa film menyinggung persoalan di Jakarta ada pula yang menjadikan Jakarta sebagai setting tempat dalam sebuah film. Salah satunya yaitu film “Selamat

Pagi, Malam” yang akan menjadi objek penelitian ini. Maka dari itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut bagaimana kritik sosial terhadap perilaku masyarakat urban yang ada dalam film “Selamat Pagi, Malam”.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode analisis wacana Norman Fairclough. Analisis wacana memandang bahwa analisis teks tidak bisa dilepaskan dari institusi dan praktik-praktik diskursif (Fairclough 1995, p.9). Fairclough mengembangkan sebuah kerangka analisis dengan mengaitkan tiga dimensi yaitu teks, praktik diskursif, dan praktik sosial. Dalam penelitian ini, film merupakan teksnya.

Film sebagai teks mempunyai bahasanya sendiri yaitu bahasa film. Dimensi kedua adalah praktik diskursif. Analisis praktik diskursif adalah analisis mengenai hubungan antara teks dan praktik sosial atau dengan kata lain, praktik diskursif merupakan „mediasi‟ antara teks dan konteks. Dimensi ketiga adalah praktik sosiokultural yang mengkaji proses relasi kuasa, 9

ideologi, konteks sosial yang meliputi sebuah teks. Instrumen analisisnya

adalah teks itu sendiri yang berupa dialog, latar tempat, latar waktu, cast,

dan scene yang terkait dengan perilaku masyarakat urban. Teks tersebut

kemudian dianalisis dengan mengaitkannya dengan praktik diskursif dan

praktik sosiokultural. Sehingga peneliti akan memahami bagaimana kritik

sosial terhadap perilaku masyarakat urban yang ada di dalam film “Selamat

Pagi, Malam”.

Dari pemaparan latar belakang masalah yang peneliti sampaikan

diatas, maka judul penelitian dari peneliti adalah “Kritik Sosial Terhadap

Perilaku Masyarakat Urban kota Jakarta dalam Film “Selamat Pagi,

Malam” Karya Lucky Kuswandi”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diamati, maka peneliti

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Kritik sosial apa saja yang ada dalam film “Selamat Pagi,

Malam”?

2. Bagaimana gambaran perilaku masyarakat urban kota Jakarta

dalam film “Selamat Pagi, Malam”?

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang masalah dan rumusan

masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini

mempunyai tujuan sebagai berikut: 10

1. Untuk mengetahui kritik sosial dalam film “Selamat

Pagi, Malam”.

2. Dengan adanya kritik sosial yang ada dalam film

“Selamat Pagi, Malam” mampu menunjukkan perilaku

masyarakat urban kota Jakarta.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini agar penonton dari film “Selamat

Pagi, Malam” tidak hanya menikmati visual yang diberikan oleh

film itu sendiri tetapi juga mengetahui perilaku masyarakat urban

yang digambarkan oleh pemain dalam film tersebut.

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Memperkaya kajian film yang berkaitan dengan

komunikasi terutama mengenai kritik sosial. Penelitian ini

juga diharapkan dapat memberi inspirasi pemikiran para

studi ilmu komunikasi, khususnya kajian analisis wacana

kritis yang diaplikasikan di dalam film.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Menambah pengetahuan bagi para pembuat film

agar para pembuat film dapat memproduksi film yang

memiliki pesan moral yang berguna dalam proses edukasi

bagi penontonnya.

11

1.4 Kajian Pustaka

1.4.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Film merupakan media komunikasi yang bersifat audio

visual untuk menyampaikan suatu pesan kepadsa kelompok orang

yang berkumpul disuatu tempat tertentu (Effendy, 1986:134). Pesan

film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung

dari misi film tersebut. Umumnya film dapat mencakup berbagai

pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi.

Pesan dalam film menggunakan mekanisme lambang-

lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara,

perkataan, percakapan dan sebagainya.

Film merupakan alat komunikasi massa yang kedua muncul

di dunia, film sebagai saran baru dalam penyampaian pesan

ditemukan pada abad ke 19. Kekuatan dan kemampuan film

menjangkau banyak segmen sosial, sebab itulah film disebut

memiliki potensi untuk mempengaruhi para khalayaknya. Media

film dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah alat atau

sarana komunikasi, media massa yang disiarkan dengan

menggunakan peralatan film; alat penghubung berupa film.

Pada dasarnya film dapat dikelompokkan ke dalam dua

pembagian dasar, yaitu kategori film cerita dan non cerita. Film

cerita biasanya merupakan film fiksi yang dimana ceritanya dikarang

dan dimainkan oleh seorang aktor dan aktris. Pada umumnya film

12

fiksi lebih dikomersialkan artinya dipertunjukkan di bioskop dengan memasang tarif pada karcis. Sedangkan film non cerita biasanya kita sebut dengan film dokumenter, film dokumenter merupakan film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya yaitu merekam kenyataan daripada fiksi tentang kenyataan (Sumarno, 1996:10).

Film dianggap media komunikasi massa yang ampuh terhadap sasarannya yaitu masyarakat, karena sifat film yang audio visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika kita sedang menonton film, kita seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi audiens.

Tujuan sutradara dalam memproduksi film ada berbagai macam tujuan, ada yang bertujuan untuk hanya sekedar media penghibur, memberi penerangan atau mungkin kedua-duanya. Tetapi ada juga yang memasukkan ideologi tertentu sekaligus mengajarkan sesuatu kepada khalayak lewat film yang diproduksi sutradara tersebut.

Ilmu komunikasi terbagai menjadi tiga, yaitu bentuk spesialisnya, medianya dan efeknya. Film termasuk ke dalam medianya yaitu media massa. Media massa digunakan untuk komunikasi massa karena sifat massalnya. Film juga termasuk media

13

periodik, yang kehadirannya tidak terus menerus tetapi secara berskala atau berperiode.

Sebagai media massa, konten film termasuk informasi yang akan disampaikan. Informasi tersebut akan dapat dipahami dan tertangkap pesannya ketika informasi tersebut dapat divisualisasikan.

Pada dasarnya, film juga sama dengan pers yang berhak untuk menyatakan pendapatnya tentang sesuatu hal. Kelebihan film dibanding dengan media massa lainnya terletak pada susunan gambar yang dapat membentuk suasana. Film mampu membawa penonton terbawa emosinya.

Film diproduksi secara khusus untuk dipertunjukkan di gedung bioskop. Salah satu yang menyebabkan dapat merubah khalayak adalah dari segi tempat atau mediumnya. Karena pengaruh film yang sangat besar terhadap khalayak. Biasanya pengaruh timbul tidak hanya di tempat atau di gedung bioskop saja, akan tetapi setelah penonton keluar dari ruangan bioskop dan melanjutkan aktivitas kesehariannya secara tidak langsung akan memepengaruhi secara terus menerus sampai waktu yang cukup lama (Effendy,

2003:208).

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau berbagai segmen sosial, lantas membuat para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Maka sejak saat itu, terdapat berbagai macam penelitian yang melihat dampak film

14

terhadap masyarakatnya. Banyaknya berbagai macam penelitian

tentang dampak film untuk penontonnya berarti film selalu

mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan

pesan (message) di baliknya. Tanpa pernah berlaku sebaliknya.

1.4.2 Film Sebagai Media Kritik Sosial

Kritik sosial sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam

masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap

jalannya suatu system social atau proses bermasyarakat (Oksinata,

2010:33). Sedangkan kritik sosial tidak bisa dilepaskan dari Mazhab

Frankfrut dari Mazhab ini menyebutnya teori kritis atau kritische

theorie (F. Budi Hardiman, 1990:78). Bagi Mazhab Frankfrut untuk

merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris atau

kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik mereka diarahkan pada

berbagai bidang kehidupan masyarakat modern, seperti seni, ilmu

pengetahuan, ekonomi, politik, dan kebudayaan (Kurniawan

Akhmad, 2015:19).

Secara sederhana, kritik sosial merupakan salah satu bentuk

kepekaan sosial. Kritik sosial yang murni tidak didasari kepentingan

diri sendiri saja, melainkan mengajak khalayak untuk

memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat.

Kritik sosial dinyatakan sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam

masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap

15

jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat (Zaini Abar

& Akhmad, 1999:47).

Ada dua jenis kritik sosial yakni kritik sosial yang dilakukan secara terbuka ialah kegiatan penilaian, analisis, atau kajian terhadap keadaan suatu masyarakat tertentu yang dilakukan secara langsung.

Kritik sosial tertutup atau terselubung dapat berupa tindakan- tindakan simbolis yang menyiratkan penilaian maupun kecaman terhadap keadaan sosial suatu masyarakat secara tidak langsung

(Wisesa, 2015:19).

Untuk mencapai tujuannya, kritik sosial harus memperhatikan cara penyampaian dan media yang digunakan.

Bahkan film dijadikan sebagai sarana penyampaian tentang fenomena yang ada di masyarakat dan memberikan kritik sosial yang dikemas dalam bentuk cerita di sebuah film. Film dapat disebut juga sebagai transformasi kehidupan masyarakat, karena dalam film kita dapat melihat gambaran atau cerminan kehidupan yang sebenarnya.

Sebagai media massa audio dan visual, film adalah reproduksi dari kenyataan apa adanya.

Seringkali cerita-cerita yang ada di film merupakan hasil dari pengamatan atau riset dari sang pembuat film itu sendiri untuk mengkritik sebuah fenomena yang terjadi bahkan ada pula yang memang terjadi kepada dirinya sendiri lalu dituangkan dalam bentuk film.

16

Film bukan lagi menjadi fenomena baru di ranah media

massa. Dengan audio visual, film menjadi media yang digemari oleh

masyarakat. Film mampu mengkontruksi wacana sosial secara lebih

nyata dan mudah dimengerti khalayaknya. Berdasarkan kelebihan

itulah film tak hanya media hiburan semata, film dapat dijadikan

media kritik sosial yang efektif. Salah satu kritik sosial yang

ditampilkan dalam film “Selamat Pagi, Malam” adalah perilaku

masyarakat urban Jakarta seperti gaya hidup yang kebarat-baratan,

eksistensi diri dan lain sebagainya.

Film adalah media yang digunakan untuk menyampaikan

kritik sosial dan merepresentasikan realitas sosial. Film mempunyai

ciri khasnya masing-masing dalam menyampaikan sebuah wacana

yang dapat diinterprestasikan dengan berbagai makna oleh

khalayaknya.

1.4.3 Urban Culture

Menurut Hartley (2002:51) budaya adalah sebuah produksi

dan keterkaitan antara sebuah rasa, makna dan juga kesadaran.

Sedangkan menurut Setijowati,pengertian urban adalah sebuah kata

dari “urbanisasi” yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.

“Urban” berarti sesuatu yang bersifat kekotaan. Urban culture atau

yang bisa disebut dengan budaya urban adalah wujud dari cara

berpikir, cara merasa, dan cara bertindak manusia urban di tengah

konstelasi kehidupan kota masyarakat modern. Cara berpikir, cara

17

merasa, dan cara bertindak itu menyangkut soal nilai yang dihayati.

Nilai yang dijunjung dalam kehidupan urban adalah pencarian dan pemuasan hasrat diri, yang kemudian muncul membentuk budaya urban menjadi satu dengan penanda-penanda kehidupan urban.

(Setijowati (ed), 2010:101).

Aliyah Mutohharoh (2013) menyebutkan penanda-penanda kehidupan urban, antara lain:

1. Lingkungan ramai dan padat oleh penduduk, aktivitas

sosial, pemukiman, ataupun banyaknya bangunan seperti

mall dan hotel yang semakin menjamur setiap tahunnya.

Keramaian dan kepadatan kawasan merepresentasikan

citra elitis. Misalnya arsitektur yang megah, interior yang

mewah, gedung-gedung yang tinggi, rumah konsep

minimalis berarsitektur nan megah. Di satu sisi, budaya

urban juga terdapat kawasan kota pinggiran.

2. Mobilitas. Manusia urban bisa diibaratkan sebagai

“manusia pelari”. Grafik mobilitasnya tinggi. Kehidupan

urban menyuguhkan beragam perangkat yang

memungkinkan seseorang untuk berpindah “ruang dan

waktu” dalam sekejap.

3. Gaya hidup. Gaya hidup adalah penanda yang amat

mencolok dalam kehidupan urban, yang kemudian

menjadi penentu berada di tingkatan mana seseorang atau

18

bisa jadi di sebut sebagai identitas pengenal dalam strata

sosial. Dalam gaya hidup, wujud budaya urban tampil

dalam beragam bentuk. Mulai cara berpakaian, produk

belanjaan, gadget yang dipakai, hobi yang di jalani,

tongkorongan yang dipilih, komunitas yang diikuti, dan

lain sebagainya.

4. Teknologi. Dalam kehidupan urban, peran teknologi

sangat mempengaruhi kemajuan masyarakat urban. Untuk

itu, masyarakat urban sangat tergantung dengan listrik

dan teknologi. Salah satunya adalah teknologi dibidang

komunikasi. Munculnya rangkaian teknologi elektronik

seperti radio, televisi, internet yang dapat kita jumpai.

Berbagai kelebihan teknologi internet dalam komunikasi

melalui jejaring sosial seperti Path, Instagram, Facebook,

Twitter dan lainnya merupakan jejaring sosial yang

popular dikalangan masyarakat.

1.4.4 Perilaku Masyakarat Urban di Kota Jakarta

Perilaku merupakan suatu karakteristik utama makhluk hidup

yang berarti kepada orang lain dan diri sendiri dalam suatu masa dan

tempat, termasuk hubungan sosial, hiburan dan pakaian. Perilaku

tidak timbul dengan sendirinya melainkan adanya rangsangan

(stimulus) baik dari dalam dirinya maupun dari luar individunya.

Pada hakikatnya, perilaku mencakup perilaku yang tampak dan

19

perilaku yang tidak tampak. Secara biologi, perilaku adalah sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Perilaku manusia sebenarnya tidak berhenti begitu saja pada suatu saat. Perilaku yang sekarang merupakan perilaku yang diakibatkan perilaku sebelumnya dan perilaku yang sekarang merupakan sebab dari peilaku berikutnya, dan begitu seterusnya.

Menurut teori Lawrence Green dalam menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan, bahwa kesehatan manusia dipengaruhi dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Adapun faktor perilaku dibentuk oleh faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Lalu ada faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik. Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku (Wisesa, 2015:19-20).

B.F. Skinner dalam memformulasikan dan menganalisis data yang terkait perilaku manusia, antara lain: Pertama, berisi variabel- variabel perilaku yang merupakan fungsi dan survei yang dilalui perubahan perilaku ketika salah satu variabel itu berubah. Kedua, memberikan pandangan luas tentang organisme secara keseluruhan.

Ketiga, menganalisis interaksi diantara dua individu atau lebih dalam

20

suatu sistem sosial. Keempat, menganalisis berbagai teknik perilaku yang dikendalikan dalam pemerintahan, agama, psikoterapi, ekonomi dan pendidikan. Kelima, menyurvei budaya total sebagai suatu lingkungan sosial (B. F. Skinner, 2013:61-62)

Masyarakat urban berasal dari kata „masyarakat‟ dan „urban‟.

Berdasarkan pendapat dari Raharjo (1983 dalam Sapari 1993, p.62) menjelaskan bahwa istilah urban berasal dari urbanisasi, urbanisasi sendiri memiliki dua pengertian. Pengertian pertama, yaitu proses pengkotaan, yakni pengembangan atau mengkotanya suatu daerah.

Pengertian yang kedua yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota. Dalam penelitian ini, menggunakan pengertian urban yang pertama sebagai konsep dasar urban yang berarti proses pengkotaan.

Kehidupan orang-orang urban membuat kota memiliki budaya masing-masing (Macionis dan Parrilo 2007, p.11). Apapun budaya masyarakat urban direproduksi dalam kota. Namun di sisi lain, kepercayaan, mitos-mitos dan pandangan akan suatu budaya memainkan peran utama dalam membentuk kehidupan suatu masyarakat urban (Macionis dan Parrilo 2007, p.13).

Dalam tulisannya yang berjudul “Urbanism as a way of life”

Louis Wirth (1938 dalam Saunders 2005, p.63) berpendapat bahwa setidaknya ada tiga hal yang menjadi parameter atas konsepnya mengenai urban, yaitu: luas wilayah, kepadatan dan heterogenitas.

21

Wirth kemudian menyebutkan bahwa kota dapat didefinisikan sebagai tempat bagi individu-individu heterogen yang relatif luas, padat dan permanen. Sehingga, menurut Wirth jika semakin luas wilayah, semakin padat penduduknya dan semakin heterogen manusianya maka semakin menonjol karakteristik masyarakat urbannya (Daldjoeni 1978, p.73).

Ferdinand Tonnies ([1887]1957 dalam Stevenson, 2003:20) membagi masyarakat menjadi dua macam yaitu gemeinschaft dan gesselchaft. Gemeinschaft merujuk pada karakter pedesaan atau daerah dan lingkungan lahan yang dikerjakan oleh penduduk secara komunal. Kehidupan sosialnya cenderung intim, bersifat pribadi atau persona, hidup bersama dan anggota terikat atas budaya dan tradisi yang sama. Sedangkan gesselchaft merujuk pada daerah urban yang kehidupan sosialnya cenderung bersifat individualistis, pragmatis, dan terikat atas spesialisasi kerja dan pembagian peran dalam masyarakat (Wisesa, 2015:21).

Setiap masyarakat yang tinggal di kota yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula. Hal tersebut dikarenakan nilai-nilai sosial budayanya yang berlaku di setiap kota juga berbeda.

Nilai-nilai ini kemudian diproduksi dan direproduksi melalui konstruksi sosial yang dilakukan oleh elemen dalam masyarakat itu sendiri, termasuk film.

22

Gambar 1.4.4

Jumlah penduduk provinsi DKI Jakarta (update terakhir 24 Januari

2017)

Jakarta merupakan ibu kota Negara Indonesia dengan jumlah penduduk ± 10 juta, menurut tabel diatas (BPS Jakarta, https://jakarta.bps.go.id/statictable/2017/01/24/91/3-1-2-jumlah- penduduk-dan-rasio-jenis-kelamin-menurut-kabupaten-kota-di- provinsi-dki-jakarta-2015.html, diakses pada tanggal 20 November

2017 pukul 11.20 WIB ). Beragam etnis, suku, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, spesialis kerja dan lainnya terdapat di Jakarta dan menjadikan kehidupan masyarakat urban Jakarta menjadi semakin kompleks. Permasalahan yang muncul diangkat menjadi wacana melalui media massa, salah satunya film “Selamat Pagi,

Malam”. Dalam film “Selamat Pagi, Malam” peneliti menemukan beberapa wacana yang menjadi „pesan‟ terselubung seperti

23

modernisasi, eksistensi diri, gaya hidup yang lebih westerneous dari pada orang barat itu sendiri, ekonomi, agama dan budaya.

Membahas masyarakat urban Jakarta tentu tidak terlepas dari pembahasan kota Jakarta. Evers dan Korff (2002, p.4) menyebutkan apabila kota yang menjadi titik tolak, maka bisa dilihat bahwa jaringan global, baik secara ekonomi, sosial dan budaya tercipta terutama di perkotaan. Primate cities atau kota utama adalah tempat tertarikulasinya globalisasi, integrasi nasional dan lokalitas. Maka

Jakarta adalah primate cities dari Indonesia.

Secara lanskap perkotaan, Jakarta memenuhi cerminan dari globalisasi. Jakarta dipenuhi gedung-gedung tinggi, pusat pembelanjaan, tempat hiburan malam, hotel, tempat makan siap saji, jalan-jalan layang, apartemen, perumahan-perumahan yang mengadaptasi dari kota-kota negara lain. Segala kegiatan cenderung berpusat di Jakarta yang menjadi ibu kota dari Indonesia. Sehingga membuat Jakarta sebagai pusat dari „peradaban‟ masyarakat

Indonesia. Jakarta menjadi gambaran kota „ideal‟ Indonesia maka masyarakat urban Jakarta pun menjadi masyarakat „ideal‟ Indonesia.

Masyarakat urban Jakarta yang telah tersentuh globalisai diasumsikan telah megalami modernisasi. Modernisasi diterjemahkan sebagai proses perubahan individual dari gaya hidup tradisional ke suatu gaya hidup yang lebih maju dan berubah

24

(Nasution 2004, p.37). Lambat laun mau tidak mau, modernisasi

akan mengubah kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat

urban Jakarta. Meskipun tidak semua masyarakat urban Jakarta

berubah total gaya hidupnya, masih ada beberapa yang masih

menganut tradisi-tradisi nenek moyang.

Evers dan Korff (2002, p.9) menyebutkan bahwa kota-kota

Metropolis Asis Tenggara, termasuk Jakarta memiliki sejumlah

makna yang saling berbenturan, anatara lain: sebagai metropolis

modern dan sekaligus sebagai pusat negara, pusat provinsi dan

dipenuhi oleh lokalitas. Hal ini secara otomatis berpengaruh terhadap

karakter masyarakat urban Jakarta yang memiliki keunikan dan

berbeda dengan masyarakat urban lain.

1.4.5 Media dan Kajian Budaya

Media dan kajian budaya berupaya menggabungkan teori-

teori budaya dan media secara kritis. Membahas media dalam

perspektif budaya, adalah memahami cara-cara produksi budaya

dalam pertarungan ideologi. Sebagai kajian lintas disiplin dan

bertolak dari perspektif ideologis, maka media dan kajian budaya

secara kritis akan mengkaji proses-proses budaya alternatif pada

media dalam menghadapi arus budaya. Secara lebih spesifik adalah

untuk memahami apa yang menyebabkan budaya alternatif itu

25

tumbuh atau atas ketidak berdayaan dalam menerima arus budaya global, dari kemajuan teknologi informasi.

Hall (1997) menyatakan bahwa kajian budaya adalah sebuah kluster ide-ider, gambaran-gambaran dan praktik-praktik yang menyediakan cara-cara menyatakan, bentuk-bentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait dengan topik tertentu, aktivitas sosial atau tindakan institusi dalam masyarakat (Hall, 1997:6).

Stuart Hall (1972) menjelaskan bahwa media dan kajian budaya pada dasarnya mencoba untuk menggoyang kemampuan berpikir kita tentang “realitas” dan apa yang dimaksud dengan “real” dalam kehidupan budaya kita sehari-hari. Kita dalam mendefinisikan identitas dan lingkungan sekitar kita berbeda satu sama lain. Di era yang disebut sebagai “media saturated world”, kehidupan manusia telah dimediasi oleh media massa dan cara kita melihat, memandang, memahami dan berperilaku terhadap realitas sosial telah di antarai oleh media massa. Apa yang ada di sekitar kita, menentukan cara bertindak dan berperilaku terhadapnya, karena apa yang kita lihat, tonton, baca, dengar dan nikmati dari media massa seolah mengajarkan kita untuk melakukan hal seperti itu. Pada kenyataannya, budaya kita sebenarnya juga dibentuk oleh media massa yang kita nikmati tiap harinya.

Lebih jauh lagi, Hall (1972) menyatakan bahwa sentral dari studi media dan kajian budaya adalah pada khalayak yang selama ini 26

kurang disentuh, terutama masyarakat sebagai makhluk yang membuat makna secara aktif dan masyarakat yang tidak di kooptasi oleh kepentingan-kepentingan kekuasaan yang selama ini mendominasi media massa dan menentukan kehidupan sosial budaya masyarakat.

Ciri kajian budaya dan media yang di anggap menonjol, di antaranya persoalan diskursif yang selalu mengedepan di lingkungan masyarakat kontemporer. Apa yang dimaksud dengan kajian budaya dan media adalah sebuah nyata di mana praktik dan representasi ”media” selalu di lihat dari sudut pandang perspektif budaya popular. Budaya itu sendiri merupakan bentuk-bentuk kontradiktif akal sehat yang sudah mengakar dan ikut membentuk kehidupan sehari-hari (Hall, 1996: 439). Budaya berkaitan dengan makna-makna sosial, yaitu beragam cara yang lazim di gunakan untuk memahami dunia. Meski demikian, makna-makna sosial itu tidak dengan sendirinya berada di luar konteksnya. Melainkan makna-makna itu muncul lewat tanda, maupun petanda dalam bahasa. Sebagai budaya popular, yang mendapat perhatian lebih dalam kajian budaya dan media, maka ”media” merupakan salah satu medan di mana budaya popular itu terbentuk.

Kata kunci yang terpenting dari tradisi cultural studies yang harus diingat adalah bahasa dan budaya sebagai produk yang dihasilkan oleh mereka yang berkepentingan dan memiliki 27

kekuasaan untuk dimaknai dalam mempertanyakan konstruksi sosial

atas realitas dalam media massa.

Untuk itulah penelitian-penelitian dalam ranah media dan

kajian budaya ini lebih memfokuskan kajiannya pada upaya-upaya

untuk mengungkap resistensi dan ideologi yang tersembunyi di balik

penciptaan gambar-gambar dalam film misalnya, produksi teks-teks

berita, produksi gambar-gambar iklan dan potret identitas di televisi

kita

1.4.6 Analisis Wacana Kritis

Dalam studi lingustik, wacana menunjuk pada kesatuan

bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik

disampaikan secara lisan atau tertulis. Analisis wacana dalam studi

linguistik ini merupakan reaksi dari bentuk lingustik formal yang

lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa

melihat keterkaitan di antara unsur tersebut. Analisis wacana dalam

lapangan psikologi sosial, diartikan sebagai pembicaraan.

Terdapat tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis

wacana yang disampaikan Eriyanto dalam bukunya. Pandangan

pertama diwakili oleh kaum positivisme-empiris. Oleh penganut

aliran ini, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan

objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap

dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa

tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan 28

memakai pernyataan-pernyataan yang logis, sintaksis dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan pengertian bersama.

Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme.

Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. aliran ini menolak pandangan empirisme atau positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Konstruktivisme menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan- hubungan sosialnya. Oleh karena itu, analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu.

Terakhir pandangan ketiga yang disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini bertujuan untuk mengoreksi pandangan kedua yaitu pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran atau ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Dalam pandangan ini, analisis wacana menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa di sini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan

29

dalam membentuk subjek tertentu, tema-team wacana tertentu,

maupun strategi-strategi di dalamnya.

Oleh karena itu, analisis wacana dipakai untuk membongkar

kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa

yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai,

topik apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini,

wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan,

terutama dalam pembentukan subjek dan berbagai tindakan

representasi yang terdapat dalam masyarakat. Karena memakai

perspektif kritis, analisis wacana kategori yang ketiga itu juga

disebut sebagai analisis wacana kritis (Critical Discourse

Analysis/CDA).

1.4.7 Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough

Norman Fairclough membangun suatu model yang

mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang

didasarkan pada linguistik dan pemikiran sosial dan politik, dan

secara umum diintegrasikan pada perubahan sosial. Oleh karena itu,

model yang dikemukakan oleh Norman Fairclough ini sering disebut

juga sebagai model perubahan sosial (sosial change). Fairclough

memusatkan perhatian wacana pada bahasa. Fairclough

menggunakan wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai

praktik sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk

merefleksikan sesuatu (Eriyanto, 2001: 285-286).

30

Pendekatan Fairclough merupakan bentuk wacana analisis yang berorentasi pada teks dan berusaha menyatukan tiga tradisi

(Fairclough 1992b: 72) yakni:

 Analisis tekstual yang terinci di bidang lingustik.

 Analisis makro-sosiologis praktik sosial

 Tradisi interpretatif dan mikro-sosiologis dalam

sosiologi, dimana kehidupan sehari-hari diperlakukan

sebagai produk tindakan orang-orang.

Terdapat tiga dimensi dalam model Fairclough. Yang

pertama, teks. Dalam model ini, teks dianalisis secara linguistik

dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat. Namun dalam

analisis kultural, teks sudah tidak hanya dipahami sebagai bahasa

tulis, melainkan segala arifak kultural seperti gambar, bangunan,

musik atau bahasa visual yang ada di televisi (Fairclough 1995,

p.4). Dalam penelitian ini, film merupakan teks. Film sebagai teks

memiliki bahasanya sendiri yaitu bahasa film (film language).

Kedua adalah discourse practice, atau dimensi yang

berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Dalam

media, pola produksi berita yang terstruktur dimulai dari laporan

wartawan di lapangan hingga berlanjut ke divisi yang memiliki hak

untuk penerbitan berita. Teks disini yang dimaksud adalah karya

berupa film. Proses produksi teks bisa terjadi karena proses secara

31

personal seperti ide atau gagasan dari seorang sutradara maupun dari fenomena yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya.

Terkahir adalah socioculture practice. Dimensi ini berhubungan dengan konteks diluar teks. Konteks disini memasukkan beberapa level seperti level situasi, level institusional atau lembaga dan juga level sosial. Dalam buku Eriyanto, Analisis

Wacana Model Norman Fairclough menggambarkan ketiga dimensi tersebut dalam pola seperti berikut:

Gambar 1.4.7

Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough

(Sumber: Eriyanto, 2001:288)

Dalam model Fairclough, Eriyanto menguraikan kerangka analisis seperti tabel dibawah ini:

TINGKATAN METODE

Teks Critical Linguistics

Discourse Practice Wawancara mendalam dan news

32

room

Sociocultural Practice Studi pustaka, penelusuran sejarah

Tabel 1.4.7 Kerangka Analisis Wacana Model Norman

Fairclough

(Sumber: Irawati Amalia, 2016:19-20)

Ketiga dimensi tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan cara yang dikemukakan Fairclough didasarkan pada tiga komponen. Pertama, deskripsi (teks), yakni menguraikan isi dan analisis secara deskriptif atas teks. Kedua, interpretasi atau dubungan praktik diskursif dengan teks. Terakhir, eksplanasi atau penjelasan yakni bertujuan untuk mencari penjelasan atas hasil penafsiran pada tahap kedua (hubungan praktik diskursif dengan praktik sosiokultural yang melingkupi teks).

33

1.5 Kerangka Berpikir

Perilaku masyarakat urban di kota Jakarta dalam kehidupan sehari-hari

Film Selamat Pagi, Malam karya Lucky Kuswandi

Film sebagai Film sebagai Urban Perilaku Media dan

media media kritik Culture masyarakat urban kajian budaya di kota Jakarta komunikasi sosial massa

Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough

Teks Discourse Practice Sosciocultural Practice

- Representasi - Produksi Teks - Level Situasional - Relasi - Konsumsi Teks - Level Institusional - Identitas - Level Sosial

Kritik sosial perilaku masyarakat urban kota Jakarta dalam film “Selamat Pagi, Malam”

34

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis dan Tipe Penelitian

Pada penelitian yang mengangkat mengenai kritik sosial

terhadap perilaku masyarakat urban khususnya Kota Jakarta yang

menjadi latar tempat dalam film “Selamat Pagi, Malam” karya

Lucky Kuswandi, peneliti menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif dan tipe penelitian eksploratif atau menggali lebih dalam

lagi kritik sosial yang ada dalam film “Selamat Pagi, Malam”.

1.6.2 Unit Analisis

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan potongan adegan

yang berupa dialog, latar tempat, latar waktu, maupun cast tiap scene

dalam film “Selamat Pagi, Malam” yang berdurasi 94 menit sebagai

unit analisis.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

pengumpulan potongan adegan yang ada didalam film “Selamat

Pagi, Malam” yang didapat melalui capture scene by scene dalam

film tersebut. Penentuan potongan adegan tersebut didasarkan

kepada adegan yang mendeskripsikan mengenai kritik sosial

terhadap perilaku masyarakat urban.

1.6.4 Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Dalam proses ini, potongan adegan (teks) yang telah

ditentukan akan dianalisis menggunakan metode analisis wacana

35

kritis model Norman Fairclough . Proses analisis tersebut mencakup tiga dimensi, yaitu: analisis teks, discourse practice dan sociocultural practice dengan cara menghubungkan teks dan interpretasi (praktik diskursif) tersebut dengan literatur dan refrensi yang terkait dengan kritik sosial terhadap perilaku masyrakat urban

Jakarta.

1.6.4.1 Analisis Teks

Dalam penelitian ini, teks yang dimaksud berupa

film yang akan menjadi obyek penelitian. Film sebagai teks

memiliki bahasnya sendiri yaitu bahasa film. Bahasa dalam

film berbentuk kode-kode yang dibentuk melalui konvensi.

Para Formalis Rusia, seperti Eikhenbaum melihat bahwa

film atau sinema merupakan “particular system of

figuratively language” yang berarti ada relasi antara dialog

dengan gambar-gambar (scene) dalam film. Dalam analisis

teks merupakan potongan-potongan adegan yang sudah

ditentukan. Analisis teks pada beberapa potongan adegan

dalam film “Selamat Pagi, Malam” difokuskan dalam tiga

unsur, yaitu representasi, relasi dan identitas.

 Representasi merupakan sesuatu yang

ditampilkan atau gambaran peristiwa,

kelompok, situasi, keadaan apapun yang ada

dalam film (Eriyanto, 2001:290). Untuk melihat

36

itu semua, peneliti mengamati setiap adegan

dalam film tersebut.

 Relasi merupakan sesuatu yang ditampilkan

dalam film, mengenai bagaimana hubungan

antara sutradara film dan pemain film.

 Identitas merupakan identitas sutradara film,

khalayak dan pemain film yang digambarkan

dalam film tersebut. Peneliti akan melihat

apakah sutradara film menempatkan dirinya

sebagai bagian dari khalayak atau hanya

mengidenifikasikan dirinya sendiri.

1.6.4.2 Discourse Practice

Analisis discourse practice memusatkan perhatian

pada bagaimana produksi dan konsumsi teks. Teks dibentuk

lewat suatu praktik diskursus yang akan menentukan

bagaimana teks tersebut diproduksi. Praktik wacana inilah

yang menentukan bagaimana teks tersebut dibentuk.

Dalam pandangan Fairclough, ada dua sisi dari

praktik diskursus, yakni produksi teks (di pihak media) dan

konsumsi teks (di pihak khalayak). Dalam penelitian ini,

produksi teks merupakan sutradara dan struktural divisi

lainnya yang memproduksi sebuah karya film. Sedangkan

konsumsi teks merupakan khalayak yang menonton film

37

tersebut. Jadi ketika ada film yang berusaha memberikan

sebuah kritik sosial, kita harus mencari tahu bagaimana

film tersebut di produksi dan bagaimana film tersebut juga

dikonsumsi.

Dari berbagai faktor, setidaknya ada tiga aspek yang

penting dalam praktik diskursus ini, yaitu: pertama, sisi

individu wartawan itu sendiri. Dalam penelitian ini, yang

dimaksud wartawan adalah sutradara. Kedua, dari sisi

bagaimana hubungan antara wartawan dengan struktur

organisasi media. Dalam penelitian ini, yang dimaksud

adalah hubungan antara sutradara dengan divisi yang ada di

dalam pembuatan film tersebut. Ketiga, praktik kerja atau

rutinitas kerja dari produksi berita mulai dari pencarian

berita sampai dengan berita ditampilkan. Dalam penelitian

ini, yang dimaksud adalah bagaimana proses pembuatan

film tersebut mulai dari riset film terlebih dahulu, pra

produksi hingga pasca produksi film tersebut.

Ketiga elemen di atas merupakan keseluruhan dari

praktik wacana dalam suatu media yang saling kait dalam

memproduksi suatu film.

1.6.4.3 Sociocultural Practice

Sociocultural practice merupakan analisis yang

tidak berhubungan langsung dengan teks, namun

38

menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami.

Analisis sociocultural practice didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam media (Eriyanto, 2001:320).

Menurut Fairclough, (Eriyanto, 2001: 321-325) sociocultural practice tidak memiliki hubungan langsung dalam menentukan teks, melainkan harus dimediasi terlebih dahulu oleh discourse practice. Mediasi ini meliputi dua hal, yang pertama bagaimana teks diproduksi. Ideologi juga termasuk penentuan bagaimana teks akan diproduksi.

Kedua, khalayak akan mengkonsumsi dan menerima teks tersebut dalam pandangan yang patrikal. Dengan ini, sudah dapat terlihat bagaimana kompleksnya hubungan analisis wacana yang dikembangkan oleh Fairclough. Sehingga

Fairclough membuat tiga level analisis pada sociocultural practice, yaitu:

1. Level situasional, bagaimana teks diproduksi

dengan memperhatikan aspek situasional ketika

teks tersebut diproduksi. Jika wacana dipahami

sebagai suatu tindakan, maka tindakan itu

sesungguhnya adalah upaya untuk merespon

situasi atau konteks sosial tertentu.

39

2. Level institusional, pada level ini melihat

bagaiamana pengaruh institusi organisasi dalam

praktik produksi wacana. Institusi yang

dimaksud bisa dari internal maupun external

dari instansi tersebut.

3. Level sosial, pada level ini menegaskan bahwa

budaya masyarakat juga menentukan

perkembangan wacana suatu media. Hal ini

disebabkan karena wacana yang muncul dalam

media ditentukan oleh perubahan masyarakat.

Jika level situasional lebih mengarah pada

konteks waktu atau suasana peristiwa teks

tersebut dibuat, level sosial lebih melihat pada

konteks politik, ekonomi dan budaya pada

masyarakat.

40

BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Gambar II.1

Poster Film Selamat Pagi, Malam

Sumber: http://resizing.flixster.com/7MNB- pTeLkokufxoP3Eyyd2lutM=/800x1129/v1.bTsxMTE3Nzc1MjtqOzE3NjExOzIw NDg7NDcwOTs2NjQ3

41

2.1 Gambaran Umum Film “Selamat Pagi, Malam”

2.1.1 Profil Film “Selamat Pagi, Malam”

Film Selamat Pagi, Malam merupakan film karya sutradara

muda, Lucky Kuswandi yang resmi ditayangkan di bioskop pada

tanggal 19 Juni 2014. Film yang bergenre drama ini berdurasi 94

menit. Film yang dinaungi oleh perusahan produksi yang bernama

PT Kepompong Gendut ini berhasil meraih beberapa nominasi dan

penghargaan dalam ajang festival nasional maupun internasional.

Cerita dalam film Selamat Pagi, Malam merupakan inspirasi

dari pengalaman pribadi sutradara sekaligus penulis naskah film

tersebut. Lucky yang pernah menimba ilmu di New York, saat

pulang ke Jakarta, dia menemukan banyak hal yang sudah berubah

termasuk gaya hidup kaum urban Jakarta. Maka dari situlah, Lucky

tergugah untuk membuat film tentang Jakarta dengan tujuan agar

masyarakat lebih mencintai kota tersebut.

Dalam film tersebut, budaya-budaya yang berkembang di

tengah masyarakat ialah hasil tiruan dari budaya luar, sehingga

dengan kata lain masyarakat urban Jakarta merupakan follower

masyarakat negara lain.

Film yang diperankan oleh , Ina Panggabean

dan Dayu Wijanto ini sukses memerankan tiga pemain yang dimana

mengalami cerita maupun konfliknya sendiri dalam satu malam di

kota Jakarta. Mereka mampu menggambarkan realita perilaku

42

masyarakat urban yang ada di Jakarta yang dimana penuh dengan

kepalsuannya.

Film Selamat Pagi, Malam mencoba untuk

merepresentasikan perilaku masyarakat urban kota Jakarta dan

mengkritik sedikit banyaknya hal-hal yang dicontoh dari budaya

luar.

Lucky Kuswandi mampu memvisualisasikan perilaku

masyarakat urban Jakarta yang diperankan oleh ketiga pemain dalam

cerita yang berbeda. Lucky mencoba menyindir perilaku kita yang

mungkin saja pernah kita lakukan melalui alur cerita dalam film

Selamat Pagi, Malam tersebut.

2.1.2 Struktural Crew

 Screenwriters : Lucky Kuswandi

Ucu Agustin

 Associate Producer : John Badalu

 Line Producer : Ridla An-Nuur S.

 Production Manager : Kukuh Gandhia P.

 Director : Lucky Kuswandi

 Assistant Director 1 : Hilman Uchil

 Assistant Director 2 : Astrid Saerong

 Unit Production Manager : Yudhistira Purwanto

 Unit Transport Manager : Richard J. Kolondam

 Equipment Manager : Kevin Arifin

43

 Location Manager : Rizal Subhi

 Production Assistant : Indri Susan Apriyanti

 Script Continuity : Monica Vanesa T.

 Talent Coordinator : Vani Sagita

 Camera Operators : Hegar A. Junaedi

Arie Prabowo

 Chief Lighting : Didin

 Lighting Crew : Uchin

Dian Affandi

Ogay Laspro

 Clapper : Indra Pame

 Art Crew : Camellia Theosa

Rizka Nur

Dinar Nofijar

Lorenzo Carrey

Panji Prakoso

Iwan Mispanto

 Make-up Assistant : Nanang Shafa

 Make-up Dira Sugandi : Philips Kwok

 Sound Crew : Waim Bonk

Dodi Top

 Post Production Manager : Astrid Saerong

 Head Post Production : M. Rizki

44

 Colorist : Donni H.

 Graphic : Erickson Siregar

 Sound Designer : Moch. Arie Susanto

 Recording Engineer : Irene Edmar Irawan

 Runners : Bobon

Didit

Hasan

Eko Wahyudi

 Drivers : Yusuf

Sunar

Eko

Kabul

Rendell

Bonet

Marup

Dito

Bram Sky

Pak Wali

Uus

Agam

 Genset Driver : Firman

 Genset Operator : Firman

 Equipment Guard : Asho Laspro

45

 Behind The Scene Director : Monica Vanesa T.

 Behind The Scene Crew : Carda Arifin

Ari Aulia

Bagoes Tresna Adji

 Still Photographer : Martinus Tito

 Photographers : Pepen Hop

Burhan Yogaswara

 Graphic Designer : Endira F. J.

 Web Designer : Manda Yugana

2.1.3 Sinopsis Film

Film ini membawa penonton ke dalam keunikan kota Jakarta

setelah matahari tenggelam melalui cerita tiga perempuan yang

hidupnya berubah melalui pertemuan-pertemuan tak terencana di

suatu malam melankolis di Jakarta.

Gia (32 tahun, diperankan Adinia Wirasti) yang telah

menetap di New York bertahun-tahun tidak lagi merasa Jakarta

sebagai rumahnya ketika pulang. Apalagi ketika bertemu Naomi (32

tahun, diperankan Marissa Anita), soulmate-nya di New York yang

telah lebih dahulu pulang ke Jakarta dan berkompromi dengan

kemunafikan gaya hidup kelas atas Jakarta.

Indri (24 tahun, diperankan Ina Panggabean) berambisi untuk

meng-upgrade kehidupannya yang pas-pasan sebagai penjaga

46

handuk di gym dengan menemukan laki-laki kaya melalui chatting di

smartphone cicilannya, tempat di mana identitas tidak lagi pasti.

Ci Surya (48 tahun, diperankan Dayu Wijanto), ibu rumah

tangga yang dikenal hanya dengan nama suaminya, Koh Surya

seorang pengusaha yang sukses. Ketika suaminya meninggal,

hidupnya terasa tidak berarti. Apalagi ketika menemukan kalau

selama ini Koh Surya mempunyai kekasih lain: seorang penyanyi bar

bernama Sofia (32 tahun, diperankan Dira Sugandi).

Pada malam yang sama, kehidupan mereka berubah di luar

rencana.

2.1.4 Alur Cerita

Anggia tak merasa Jakarta sebagai rumahnya sepulangnya

dari New York, apalagi ketika ia mendapati Naomi, pasangannya

selama di New York yang lebih dulu pulang ke Jakarta,

berkompromi dengan kemunafikan gaya hidup kelas atas ibukota.

Indri, seorang penjaga handuk di tempat gym yang ingin menaikkan

standar hidupnya yang pas-pasan, merasa bahwa seorang laki-laki

kaya yang ia kenal melalui chatting di smartphone cicilannya adalah

jawaban bagi masalahnya. Cik Surya, ibu rumah tangga yang dikenal

hanya dengan nama suaminya, Koh Surya, seorang pengusaha

sukses, merasa tidak berarti setelah suaminya meninggal. Apalagi

ketika ia tahu kalau selama ini suaminya memiliki kekasih lain,

47

seorang penyanyi bar kelas bawah Jakarta. Pada malam yang sama,

kehidupan ketiga perempuan itu berubah di luar rencana.

2.1.5 Penghargaan

Tabel 2.1.5 Penghargaan film Selamat Pagi, Malam (Sumber: Dokumentasi Kepompong Gendut)

2.1.6 Scene Objek Penelitian

Potongan gambar keterangan

Scene 01

Kode waktu 00:02:22

48

Scene 02

Kode waktu 00:02:34

Scene 03

Kode waktu 00:03:25

Scene 04

Kode waktu 00:03:31

Scene 05

Kode waktu 00:04:52

Scene 06

Kode waktu 00:07:27

49

Scene 07

Kode waktu 00:07:33

Scene 08

Kode waktu 00:08:09

Scene 09

Kode waktu 00:08:23

Scene 10

Kode waktu 00:08:48

Scene 11

Kode waktu 00:09:07

50

Scene 12

Kode waktu 00:09:35

Scene 13

Kode waktu 00:10:30

Scene 14

Kode waktu 00:20:11

Scene 15

Kode waktu 00:21:11

Scene 16

Kode waktu 00:21:22

51

Scene 17

Kode waktu 00:22:43

Scene 18

Kode waktu 00:25:58

Scene 19

Kode waktu 00:26:53

Scene 20

Kode waktu 00:27:23

Scene 21

Kode waktu 00:31:09

52

Scene 22

Kode waktu 00:31:48

Scene 23

Kode waktu 00:32:08

Scene 24

Kode waktu 00:32:58

Scene 25

Kode waktu 00:33:22

Scene 26

Kode waktu 00:33:53

53

Scene 27

Kode waktu 00:35:29

Scene 28

Kode waktu 00:35:53

Scene 29

Kode waktu 00:39:07

Scene 30

Kode waktu 00:42:07

Scene 31

Kode waktu 00:48:37

54

Scene 32

Kode waktu 00:48:55

Scene 33

Kode waktu 00:52:31

Scene 34

Kode waktu 00:55:49

Scene 35

Kode waktu 00:56:52

Scene 36

Kode waktu 01:03:35

55

Scene 37

Kode waktu 01:08:03

Scene 38

Kode waktu 01:10:49

Scene 39

Kode waktu 01:14:29

Scene 40

Kode waktu 01:15:19

Scene 41

Kode waktu 01:16:47

56

57

BAB III

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

3.1. Penyajian Data

Pada penelitian kritik sosial terhadap perilaku masyarakat urban kota

Jakarta dalam film “Selamat Pagi, Malam” akan disajikan analisis berupa

scene per scene yang ada dalam film tersebut. Data yang akan dianalisis

diperoleh dari potongan adegan (scene) yang sudah peneliti pilih sesuai

dengan adanya asumsi bahwa masing-masing dari scene tersebut memiliki

kecenderungan untuk mengangkat satu permasalahan terkait dengan perilaku

masyarakat urban kota Jakarta. Tidak hanya dari scene, tetapi juga data yang

diperoleh dari hasil wawancara via email dengan sutradara film “Selamat

Pagi, Malam”, Lucky Kuswandi melalui perantara PT Kepompong Gendut

sebagai perusahaan produksi film tersebut.

Sedangkan untuk wawancara dari segi konsumsi teks atau wacana,

peneliti memilih narasumber perempuan yang belum menonton film

“Selamat Pagi, Malam”. Pemilihan narasumber ini ditujukan untuk

mengetahui pandangan film “Selamat Pagi, Malam” yang diteliti dari sudut

pandang seseorang yang sebelumnya belum pernah menonton bahkan tidak

mengetahui adanya film ini.

57

3.2. Analisis Data

1. Teks

Scene 01 Kode waktu 00:02:22 Keterangan Gambar: Gia dan tantenya sedang bercium pipi.

 Representasi

Dalam scene 01 menceritakan Gia yang baru saja tiba di Jakarta

sedang menyapa tantenya dengan budaya “cium pipi” yang sedang

popular saat ini. Dalam setting lokasi terlihat beberapa barang

wanita berupa tas, perhiasan seperti gelang, perabotan rumah

tangga dan beberapa paper bag dengan brand yang terkenal mahal.

Selain itu, kostum yang dikenakan mama Gia dan temannya seperti

ibu-ibu sosialita dengan make up dan perhiasan yang berlebihan.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang melakukan observasi terhadap

perilaku maupun kebiasaan orang lain terutama perilaku kaum

perempuan.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga yang

mengetahui tentang kebiasaan kaum perempuan saat ini sehingga

sutradara membentuk karakter dan perilaku perempuan seperti

hasil observasinya. 58

Dalam scene 01, terlihat beberapa tas belanja bermerk ada di atas kursi. Salah satunya adalah tas belanja bermerk Chanel Paris yang terlihat jelas. Seperti yang diketahui, Chanel Paris merupakan salah satu brand fashion, parfum, perhiasan hingga make up dari negara

Paris, Prancis yang terkenal memiliki harga yang mahal dan berkelas untuk orang-orang kalangan menengah ke atas. Tidak hanya tas belanja, mama Gia juga sedang menggunakan perhiasan gelang emas yang besar dan mencolok. Sedangkan di meja, terdapat juga beberapa tas wanita milik mama dan tante Gia.

Setiap hari, setiap individu akan melakukan kegiatan konsumsi. Bagi masyarakat di perkotaan yang menjadi pusat keramaian, mereka cenderung menjadi masyarakat konsumtif. Mereka terus melakukan konsumsi baik makanan bahkan kebutuhan lainnya.

Adlin (2006: 36-39) menjelaskan bahwa gaya hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan dan pola-pola respon terhadap hidup serta terutama perlengkapan untuk hidup seperti pola konsumsi, bagaimana individu mengisi kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya hidup.

Konsumsi yang tidak berdasarkan kebutuhan dapat dikategorikan sebagai bentuk gaya hidup konsumtif. Manusia modern dipandang harus selalu mengikuti perkembangan terkini, mulai dari pakaian, makanan sampai gadget. Masuknya perilaku konsumtif membawa perubahan gaya hidup seseorang. Saat ini, masyarakat tidak

59

bisa membedakan antara kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

Akibatnya masyarakat akan mementingkan penampilan luarnya, harga diri mereka dan bagaimana mengikuti perkembangan yang ada saat ini.

Sehingga masyarakat saat ini sulit untuk bersikap rasional dalam memenuhi kebutuhannya. Masyarakat akan lebih mementingkan gaya hidup konsumtifnya daripada kebutuhan yang sebenarnya.

Dari properti-properti hingga wardrobe yang dipakai oleh tokoh dalam film tersebut dapat dikatakan bahwa perempuan dekat sekali dengan gaya hidup konsumtif khususnya mengenai fashion dan kecantikan. Perempuan juga merupakan target yang baik untuk sebuah iklan. Perempuan mudah dijebak dalam hal-hal yang bersifat emosional-psikologis, bukan yang realistis nasional.

Scene 02

Kode waktu 00:02:34

Keterangan Gambar: Tante Gia sedang menawarkan kue kepada Gia

 Representasi

Dalam scene 02 menceritakan tantenya Gia yang menawarkan

rainbow cake kepada Gia, yang dimana pada saat itu kue tersebut

sedang popular di kota Jakarta.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film, dalam scene ini yaitu tantenya Gia. 60

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami

perilaku serupa dengan objek dalam film.

Dalam scene 02, terlihat tante Gia yang selalu up to date tentang apa yang sedang popular saat itu. Rainbow cake merupakan kue yang saat itu sedang popular sehingga tante Gia tidak ingin melewatkannya meskipun saat itu dia tidak sedang membutuhkannya.

Sikap tante Gia yang tidak ingin tertinggal hal-hal yang sedang popular mengakibatkan ia tidak bisa membedakan mana yang benar-benar kebutuhan dan mana yang hanya sekadar untuk menuruti trend saat itu.

Scene 03

Kode waktu 00:03:25

Keterangan Gambar: Tante Gia heran kepada Gia yang tidak memiliki Blackberry

 Representasi

Tante : Mana pin BB mu, nanti tante kasih ke dia. Gia : Saya tidak pakai BB tante. Tante : Ha? Di Jakarta harus punya dong.

Dalam scene 03 menceritidakan tantenya Gia yang kaget sekaligus

heran karena Gia yang tidak memakai Blackberry, yang dimana

pada saat itu Blackberry sedang menjadi smartphone mewah untuk

kalangan menengah ke atas sehingga kaum urban yang memiliki

ekonomi menengah ke atas mau tidak mau harus mempunyai

Blackberry. Selain itu, smartphone tersebut juga merupakan bagian 61

dari fashion yang menunjukkan status kelas menengah ke atas.

Mereka beranggapan hal apapun yang sedang popular harus

dimiliki. Hal tersebut tergambarkan dalam dialog antara tantenya

Gia dengan Gia.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami

perilaku serupa dengan objek dalam film.

Saat ini teknologi merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Teknologi diciptakan untuk membantu manusia dalam menyelesaikan tugasnya. Sehingga, gaya hidup manusia saat ini juga turut berubah menjadi lebih modern dan instan. Salah satunya dalam penggunaan smartphone. Sebagian besar individu pasti sudah memiliki smartphone dalam kehidupannya. Seakan smartphone merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi dan tidak sedikit individu memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini dengan membeli smartphone keluaran terbaru.

Dalam scene 03, tante Gia mengherankan Gia yang tidak memiliki smartphone bermerk Blackberry yang pada saat itu sedang popular di kota Jakarta. Tante Gia berpendapat bahwa setiap orang yang tinggal di Jakarta harus mempunyai Blackberry. Blackberry

62

merupakan merk gadget yang pada saat itu pernah diagung-agungkan oleh para pengguna teknologi dengan status sosial menengah ke atas.

Mengutip dari laman tekno.kompas.com, Blackberry yang mulai memasuki pasar Indonesia pada tahun 2005, mengalami kenaikan jumlah penggunanya pada tahun 2009-2011. Pada tahun

2010 pengguna internet di Indonesia hanya 45 juta orang tetapi yang mempunyai Blackberry sampai dengan 1,3 juta orang, hal ini berbeda dengan negara Amerika Serikat yang memiliki 230 juta pengguna internet, justru pengguna Blackberry hanya 1,3-1,5 juta orang.

Sedangkan pada tahun 2011 mengalami kenaikan hingga 2,5 juta pengguna. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada kecenderungan penggunaan hanya sekedar mengikuti sesuatu yang sedang popular saat itu tanpa ada pemanfaatan.

Scene 04

Kode waktu 00:03:31

Keterangan Gambar: Tante dan mama Gia sedang memainkan ponselnya

 Representasi

Dalam scene 04 terlihat bagaimana perilaku antara mama dan tante

Gia yang sibuk sendiri-sendiri memainkan Blackberrynya. Tidak

hanya perilaku yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya,

terlihat juga bagaimana penampilan dari dua orang wanita tersebut.

Perhiasan menghiasi beberapa tubuhnya dengan make up yang 63

berlebihan bahkan tantenya Gia mewarnai rambutnya. Tidak hanya

itu, terdapat pula rainbow cake yang sedang popular saat itu.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film dan melakukan observasi terhadap perilaku

orang lain yang juga menunjukkan perilaku yang sama dengan

objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai seseorang yang memiliki

perilaku sama yang berperilaku sama dengan objek film.

Munculnya media baru seperti smartphone tentunya membawa

efek baik maupun tidak baik. Jika efek baiknya adalah sebagai sarana

untuk berkomunikasi, mengakses informasi, dan lain-lainnya. Efek

negatifnya adalah ketergantungan terhadap smarthphone.

Ketergantungan ini yang akhirnya menjadikan individu berada dalam

kehidupannya sendiri. Phubbing merupakan salah satu fenomena

yang saat ini sering dijumpai. Ketergantungan dengan smartphone dan

memilih bersikap apatis dan mengabaikan orang lain maupun

lingkungan sekitar, lebih memilih fokus dengan apa yang

digenggamnya (smartphone) merupakan istilah phubbing. Sedangkan

untuk pelaku phubbing disebut dengan phubber (Yusnita, Yura &

Hamdani,2017:7) .

64

Dalam scene 04, terlihat perilaku phubbing, ketika tante dan

mama Gia berada dalam satu lingkungan yang sama, sedang

berkumpul bersama, mereka apatis dengan orang lain maupun

lingkungan sekitarnya. Phubber lebih memilih fokus dengan

smartphonenya daripada berkomunikasi secara langsung dengan

orang-orang di sekitarnya.

Scene 05

Kode waktu 00:04:52

Keterangan Gambar: Ci Surya membuang buku renungan

 Representasi

Dalam scene 05 terlihat Ci Surya membuang buku renungan

firman Tuhan untuk jemaat yang diberikan oleh temannya.

Wanita : Aduh, saya tidak percaya bahwa Koh Surya meninggal padahal masih muda, kelihatannya juga orang baik Ci Surya : (menghembuskan nafas panjang) Wanita : Ci Surya jangan sedih, firman Tuhan juga berkata bahwa intinya adalah kasih. Ci Surya : Terima Kasih Wanita : Hari minggu datang ya Ci, saya sengaja mengundang pak Paul untuk mengisi di gereja kita. Ci Surya : saya tidak bisa, lain kali saja.

Dari dialog diatas bisa dikatakan bahwa Ci Surya kecewa dengan

Tuhan setelah kematian suaminya, Koh Surya. Sehingga perilaku

yang ditunjukkan Ci Surya adalah tidak peduli lagi dengan

kegiatan rutin gereja dan apapun yang menyangkut Tuhan.

65

 Relasi

Objek film refleks melalukan adegan tersebut tanpa arahan dari

sutradara.

 Identitas

Tidak ada identitas yang jelas dalam scene ini dikarenakan dalam

hal ini objek film melakukannya secara refleks.

Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai

beragam agama, norma dan budaya yang dimana mengatur segala

kehidupan yang ada di Indonesia. Dalam hal ini, agama mengatur

kehidupan umatnya. Norma-norma yang ada di Indonesia harus

dilaksanakan agar tetap berjalan di koridor yang benar.

Dalam scene 05, Ci Surya sedang membuang buku renungan

yang dikasih oleh temannya. Secara tidak langsung sikap yang

ditunjukkan oleh Ci Surya yaitu sikap apatis terhadap agama dan hal-

hal yang menyangkut tentang religiusitas. Tidak hanya membuang

buku renungan, sebelumnya Ci Surya juga beralasan tidak bisa

menghadiri renungan yang akan diadakan di gereja rumahnya.

Scene 06

Kode waktu 00:07:27

Keterangan Gambar: Seorang wanita memberikan kartu member kepada petugas gym

66

 Representasi

Dalam scene 06 terlihat sebuah poster dinding bergambarkan

perempuan menggunakan pakaian sport dengan gerakan tangan ke

atas seperti sedang berolahraga. Tidak hanya itu, terdapat petugas

tempat fitness yang juga menggunakan pakaian sport. Untuk

memasuki tempat fitness dan menikmati segala fasilitas yang

disediakan, anggota harus mempunyai member card. Hal tersebut

dapat dilihat dari adegan anggota tempat fitness yang sedang

memberikan sebuah kartu kepada petugas.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami

perilaku serupa dengan objek dalam film.

Saat ini dengan adanya pusat kebugaran atau gym menjadikan

individu berlomba-lomba untuk mengikutinya dalam kegiatan

olahraganya. Tidak sedikit individu saat ini lebih memilih tempat

pusat kebugaran daripada ruangan terbuka seperti taman untuk

berolahraga. Gym merupakan sebuah wadah aktivitas olahraga di

dalam ruangan dengan alat bantu yang dapat menunjang. Sedangkan

fitness merupakan olahraga kesegaran jasmani yang

mengkombinasikan bermacam-macam gerakan olahraga. Namun

67

dalam perkembangannya, karena di berbagai fitness centre (pusat

kebugaran) muncul bermacam-macam alat olahraga, lalu akhirnya

orang-orang sering salah kaprah dan mengira bahwa fitness

merupakan olahraga angkat beban.

(sumber:https://books.google.co.id/books?id=0IFkwfrmspAC&pg=PA

6&dq=fitness&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiR9ai3vP_YAhUYTY8

KHZw9BCAQuwUIPTAC#v=onepage&q=fitness&f=false, diakses

pada 30 Januari 2018 pukul 15.30 WIB)

Kondisi kota besar yang sesak dan padat serta sibuk

menggiring orang untuk memilih olahraga di tempat gym dengan

berbagai macam fasilitas yang disediakan. Tidak hanya fasilitas alat

saja, tetapi juga kemudahan aksesnya. Setiap orang yang ingin

bergabung tinggal daftar dan jika ingin mengunjunginya hanya cukup

menunjukkan member card kepada petugas, seperti yang ada dalam

scene 06.

Scene 07

Kode waktu 00:07:33

Keterangan Gambar: Sepatu bermerk seseorang yang sedang gym .

 Representasi

Dalam scene 07 ini terlihat adegan para anggota tempat fitness

sedang melakukan olahraga dengan bantuan alat penunjang yang

68

sering disebut dengan gym. Tidak hanya berbicara gym, tetapi

dalam scene ini terdapat beberapa sepatu olahraga dengan brand

ternama dan terkenal mahal seperti New Balance, Adidas dan lain

sebagainya.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami

perilaku serupa dengan objek dalam film.

Sama hal nya dengan scene 01, gaya hidup konsumtif fashion

juga terdapat dalam scene 07. Dalam scene 07 merupakan adegan

olahraga dengan menggunakan sepatu sport branded seperti New

Balance dan Adidas yang juga terkenal untuk kalangan kelas

menengah ke atas. Sebagaian individu akan lebih memilih memakai

sepatu branded untuk menunjang penampilan luarnya daripada

mementingkan tujuan utamanya yaitu berolahraga.

Gaya hidup dalam fashion merupakan salah satu penilaian

seseorang terhadap orang lain melalui apa yang sedang dikenakan saat

itu. Seseorang akan beranggapan bahwa cara berpakaian dan

penampilan merupakan salah satu bentuk ekspresi dan identitas diri

seseorang.

69

Scene 08

Kode waktu 00:08:09

Keterangan Gambar: Isi chat dari Indri dengan pria kenalannya

 Representasi

Dalam scene 08 Indri sedang bertukar pesan dengan seseorang pria

dalam aplikasi chatting Blackberry. Indri akan kopi darat atau

bertemu untuk pertama kalinya dengan pria tersebut. Mirisnya

adalah isi pesan dari pria yang diberi nama pencuri hati oleh Indri.

Pria : Kamu nanti pakai rok kan? Indri : Yang penting seksi untuk kamu Pria : Kamu bikin aku ngaceng Aku ngocok ya.. Minta foto tetek kamu

Dari isi pesan diatas dapat dikatidakan bahwa pria melakukan

pelecehan seksual terhadap Indri. Tanpa disadari, pria tersebut

dapat digolongkan ke dalam para penjahat kelamin. Tidak hanya di

kehidupan nyata, dalam dunia maya pun banyak beredar para lelaki

yang menjadikan lahan basah untuk memuaskan hasratnya dan

menjadikan wanita sebagai obyek dan eksploitasi seksual.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung mengalami kejadian

tersebut.

70

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang secara

langsung mengalami kejadian yang digambarkan dalam objek film.

Sosial media merupakan sebuah wadah untuk menghubungkan

individu dengan individu lainnya. Tidak sedikit orang bisa menipu di

sosial media. Profil dipalsukan untuk memikat orang lain dan

menciptakan identitas baru yang sama sekali berbeda dari kehidupan

sehari-harinya. Sosial media juga sering kali dijadikan lahan basah

untuk para penjahat kelamin di dunia maya dengan menggunakan foto

lawan jenisnya. Fenomena tersebut ditunjukkan pada scene 08.

Dalam scene 08, Indri sedang berkenalan dengan seorang pria

di media sosial. Ironisnya, pria tersebut meminta Indri untuk

mengirimkan foto payudaranya untuk dijadikan bahan pemuas

nafsunya. Seorang penjahat kelamin di dunia maya juga tidak akan

menampilkan foto profil yang jelas dan sesuai dengan dirinya, ia

berusaha menutupi kehidupan sehari-harinya agar tidak diketahui oleh

lawan bicaranya. Hal tersebut dapat dilihat dari foto profil dari pria

tersebut. Foto profil pria tersebut hanyalah badan sixpack seseorang

saja.

Scene 09

Kode waktu 00:08:23

Keterangan Gambar: Indri memotret payudaranya

71

 Representasi

Menyambung dari scene 08, dalam scene ini terlihat Indri menuruti

kemauan dari pria yang dikenalnya. Indri mengirimkan foto

payudaranya kepada pria tersebut. Hal ini dapat dikatakan bahwa

Indri terlena dan percaya begitu saja kepada pria yang baru saja ia

kenal melalui media sosial.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Indri merupakan seorang social climber yang sedang berusaha

menaikkan status sosialnya dengan berbagai macam usahanya. Salah

satunya dengan berkenalan dengan seorang laki-laki melalui media

sosial yaitu blackberry messenger. Melanjutkan pembahasan scene 08,

dalam scene 09 Indri rela mengirimkan foto payudaranya kepada pria

kenalannya untuk sekedar menuruti permintaan dari pria tersebut.

Faktor kemiskinan yang dialami Indri juga dapat memicu dirinya

untuk menjadi seorang social climber, sehingga apapun akan ia

lakukan untuk mendapatkan pengakuan status sosial yang lebih tinggi

termasuk dengan merendahkan dirinya sendiri.

72

Scene 10

Kode waktu 00:08:48

Keterangan Gambar: Seorang wanita sedang mengobrol dengan petugas gym.

 Representasi

Wanita : Senin depan jam 9 bisa kan? Michael : Bisa tante Wanita : Tante habis pulang dari korea, berat badan jadi naik Michael : Siap tante

Dalam scene 10 Michael, teman Indri yang juga menjadi penjaga

handuk di tempat fitness harus menjadi personal training “plus”

untuk seorang wanita yang lebih tua darinya yang biasa di sebut

dengan tante-tante. Tidak hanya dilihat dari sudut pandang dari

Michael, wanita tersebut juga memuaskan hasratnya dengan

“bermain-main” dengan pria yang lebih muda darinya, yang

membutuhkan biaya hidup lebih. Sebutan kasarnya, Michael

menjadi brondong untuk wanita tersebut.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut. 73

Berbicara mengenai kemiskinan yang merupakan salah satu

permasalahan di setiap negara, termasuk Indonesia. Kemiskinan

bukanlah fenomena yang baru di dalam kehidupan sosial. Kemiskinan

adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk

memenuhi hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah.

Dalam scene 10 merupakan potret kemiskinan yang

melatarbelakangi pekerjaan mereka. Dalam scene tersebut

menceritakan Michael yang merupakan seorang penjaga handuk di

tempat gym yang menjadikan profesinya sebagai “personal training”

seorang ibu-ibu. Personal training disini tidak hanya diartikan sebagai

mentor dalam berolahraga tapi lebih dari itu, yaitu sebagai brondong

tante-tante. Hal tersebut dapat terlihat dari gestur tubuh yang

diperlihatkan oleh tante Gia kepada Michael yang mencoba menggoda

Michael.

Scene 11

Kode waktu 00:09:07

Keterangan Gambar: Michael memamerkan dompetnya kepada Indri.

 Representasi

Menyambung dari scene 10, scene 11 merupakan bukti bahwa

Michael menjadi seorang personal training “plus” untuk wanita

tersebut. Hal tersebut dapat diketahui dengan adegan yang

dilakukan oleh Michael dan dialog dengan Indri. 74

Indri : Kamu masih nguci? Michael : Tidak, aku hanya pilih-pilih doang menjadi personal training. Lumayan dia memberikan ini dan ini (memperlihatkan dompet dan smartphonennya)

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Untuk membuktikan kebenaran dalam scene 10, scene 11

menjelaskan bahwa Michael mencoba untuk membanggakan apa yang

sudah ia dapat dari pekerjaannya menjadi “personal training” dari

seorang ibu-ibu tersebut kepada teman-temannya. Meskipun

pekerjaannya sebagai “personal training” dapat dikatakan pekerjaan

yang tidak baik, Michael bangga dengan pekerjaannya tersebut karena

ia mendapatkan uang tambahan dan sebuah smartphone Blackberry

dari seorang tante yang merupakan clientnya.

Scene 12

Kode waktu 00:09:35

Keterangan Gambar: Naomi melakukan olahraga yoga.

75

 Representasi

Dalam scene 12 terlihat Naomi dan beberapa wanita lainnya

sedang mengikuti kegiatan yoga di tempat fitness untuk

mendapatkan tubuh yang ideal dan sehat.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami

perilaku serupa dengan objek dalam film.

Saat ini, fungsi olahraga bukan lagi hanya sekedar untuk

menyehatkan badan tetapi juga berfungsi untuk membentuk badan

baik untuk kaum perempuan atau laki-laki. Setiap individu ingin

badannya terlihat ideal untuk orang lain sehingga mereka akan

berlomba-lomba mengikuti serangkaian kegiatan olahraga di fitness

centre.

Seperti dalam scene 12, Naomi bersama dengan perempuan

lainnya sedang melakukan yoga yang sudah di claim mampu

membantu mendapatkan tubuh yang ideal. Tidak hanya itu, yoga juga

dianggap sebagai olahraga yang dapat menghilangkan stress. Mereka

melakukan yoga dengan bantuan dari seorang instruktur yang telah

disediakan. Tidak sedikit individu saat ini akan lebih memilih fitness

centre daripada taman terbuka untuk kegiatan olahraganya meskipun

76

biaya yang dikeluarkan cukup mahal. Alasan mereka melakukan

kegiatan olahraga di tempat fitness ialah fasilitas dan alat yang serba

ada dibandingkan dengan olahraga di tempat terbuka seperti taman-

taman kota.

Scene 13

Kode waktu 00:10:30

Keterangan Gambar: Indri mencuri heels.

 Representasi

Adegan dalam scene 13 menunjukkan bahwa Indri sedang

melakukan pencurian heels di loker salah satu anggota gym

ditempatnya bekerja.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Indri yang ingin kopi darat dengan pria kenalannya, ia

melakukan apapun untuk menampilkan gaya fashionnya seperti

perempuan berstatus kelas atas. Indri mencuri heels di loker tempat ia

bekerja untuk ia gunakan pada saat bertemu dengan pria kenalannya, 77

seperti yang ada pada scene 13. Hal tersebut dilakukan agar ia terlihat seperti wanita dari kalangan kelas atas.

Michael Marmot (2004) dalam bukunya The Status Syndrome:

How Social Standing Affects Our Health and Longevity menyebutkan bahwa sudah menjadi kodrat seseorang (human nature) untuk senantiasa memperoleh status sosial yang lebih tinggi daripada umumnya. Dan seringkali dalam memperoleh status sosial yang lebih baik seseorang rela mengorbankan apapun seperti kesehatan, orang yang dicintai, perasaan, kemampuan ekonomi dan lain sebagainya.

(Sumber: https://www.kompasiana.com/venomaxus/blackberry- antara-kebutuhan-dan-status-sosial_55002c24a33311376f510292 diakses pada 30 Januari 2018, pukul 08.42 WIB)

Indri yang merupakan seorang social climber akan melakukan apapun untuk menunjang penampilannya agar terlihat seperti kaum yang berstatus sosial tinggi. Salah satunya adalah perbuatan mencuri.

Dia tidak peduli lagi dengan resiko yang akan diterimanya apabila ia ketahuan mencuri, bagi Indri penampilan luar lebih penting daripada resiko kehilangan pekerjaannya.

Scene 14

Kode waktu 00:20:11

Keterangan Gambar: Indri membeli paper bag Hermes.

78

 Representasi

Indri membeli paper bag dengan merk terkenal yaitu Hermes di

pedagang asongan agar lebih terlihat seperti wanita kalangan kelas

atas dengan mententeng sebuah paper bag bermerk.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Social climber merupakan kelompok orang yang sedang

mencari pengakuan status sosial yang lebih tinggi. Seorang social

climber akan melakukan usaha tertentu untuk menaikkan status

sosialnya. Social climber tidak berusaha menaikkan status sosialnya

dengan prestasi dirinya, tapi dengan simbol yakni aksesoris yang

dipakainya atau yang menempel pada dirinya. Yang mencolok dari

social climber yaitu lifestyle dan yang diharapkannya adalah

kemewahan dan terkenal yang juga menjadi sebuah kebutuhan dan

harus dipenuhi (Nurudin & Muyassarah, 2017:228).

Setelah mencuri heels, Indri melakukan usaha lainnya untuk

lebih menunjukkan status sosialnya. Pada scene 14 Indri membeli

paper bag bermerk Hermes di pedagang asongan. Paper bag tersebut

79

ia tenteng di tangannya seperti perempuan-perempuan kelas atas. Ia

juga mengenakan mini dress sebagai pakaiannya. Seperti yang sudah

dijelaskan diatas, usaha seorang social climber untuk menaikkan

statusnya dengan simbol yakni aksesoris yang menempel pada

tubuhnya. Seperti apa yang sudah dilakukan Indri.

Scene 15

Kode waktu 00:21:11

Keterangan Gambar: Perempuan muda meminta Blackberry.

 Representasi

Perempuan muda sedang kencan dengan pria lebih tua di sebuah

hotel. Perempuan muda tersebut meminta sebuah smartphone yang

sedang popular saat itu, yaitu Blackberry.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Kembali lagi membicarakan soal kemiskinan dan sex. Dalam

scene 15 ini terlihat perempuan muda sedang kencan dengan pria lebih

tua di sebuah hotel. Remaja perempuan tersebut sedang merayu 80

seorang pria yang lebih tua di dalam hotel agar dibelikan Blackberry.

Dalam dialog yang disampaikan terlihat perempuan menginginkan

sebuah smartphone yang sedang popular yaitu Blackberry. Keinginan

untuk mengikuti perkembangan teknologi yang ada dengan

mempunyai smartphone, menghalalkan segala cara termasuk

melakukan pekerjaan sex dengan menjadi seorang “simpanan” dari

para lelaki.

Scene 16

Kode waktu 00:21:22

Keterangan Gambar: Ci Surya memesan hotel.

 Representasi

Resepsionis : Selamat datang di Lone Stars, mau untuk yang berapa jam? Ci Surya : Berapa jam? Resepsionis : Iya mau yang 2 jam, 6 jam, atau… Ci Surya : Sampai pagi aja

Ci Surya ingin mencari tahu “wanita simpanan” dari suaminya

dengan mengunjungi hotel yang menjadi langganan dari suaminya.

Ci Surya shock karena hotel tersebut merupakan salah satu hotel

yang menyediakan penginapan hanya dalam hitungan jam, yang

digunakan untuk para pencari pemuas hasrat. Hal tersebut terlihat

dari dialog antara Ci Surya dengan resepsionis hotel tersebut.

81

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung mengalami kejadian

tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung mengalami kejadian yang digambarkan dalam objek film.

Saat ini kota-kota besar di Indonesia dipenuhi dengan tempat

hiburan malam. Salah satunya Jakarta, tempat hiburan malam seperti

jamur yang menempel. Tidak hanya tempat hiburan seperti club, tetapi

di Jakarta terdapat sebuah hotel yang menyediakan waktu penginapan

hanya sebatas hitungan jam saja. Seperti di scene 16, dalam film ini

terdapat hotel yang bernama Lone Stars menyediakan jasa penginapan

dengan durasi hitungan jam saja. Hal tersebut dapat dilihat dari dialog

antara resepsionis dengan Ci Surya.

Adanya hotel yang menyediakan waktu penginapan hanya

sebatas hitungan jam saja, mempermudahkan orang-orang yang hanya

sekadar memuaskan nafsunya saja.

Scene 17

Kode waktu 00:22:43

Keterangan Gambar: Gia mengobrol dengan resepsionis restaurant .

82

 Representasi

Resepsionis : Maaf mbak, tapi restaurant ini ada dresscodenya. Untuk laki-laki harus mengenakan kemeja. Untuk perempuan harus pakai dress. Gia : Kamu serius? Resepsionis : Maaf mbak, memang begitu peraturan managementnya.

Gia yang ingin bertemu dengan Naomi di sebuah restaurant harus

mengalami kesulitan. Pasalnya, di restaurant tersebut diharuskan

memakai dresscode yang sudah ditetapkan, yaitu untuk wanita

memakai dress, sedangkan untuk pria memakai kemeja. Hal

tersebut dapat di lihat dari percakapan antara Gia dengan

resepsionis dari restaurant tersebut. Gia yang saat itu tidak

memakai dresscode yang telah ditentukan, tidak diperbolehkan

masuk.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung mengalami kejadian

tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung mengalami kejadian yang digambarkan dalam objek film.

Tidak hanya hotel penyedia waktu inap yang hanya terhitung

beberapa jam saja, terdapat restaurant yang mengharuskan

pengunjungnya mengenakan dresscode yang telah ditentukan. Dalam

scene 17, tidak hanya pengunjungnya, resepsionisnya juga

83

mengenakan dress tanpa lengan dipadukan dengan scarf yang

menghiasi lehernya sebagai seragam kerjanya.

Pola hidup kebarat-baratan (westernisasi) merupakan

kecenderungan untuk menjadi sama dengan perilaku masyarakat barat.

Westernisasi dapat melunturkan rasa nasionalisme seseorang dan

menghilangkan jati diri bangsa, serta dapat mematikan kreativitas

seseorang akibat peniruan budaya Barat (Modul Pembelajaran

Sosiologi SMA/MA Kelas X Semester 2, 2013:10) .

Dalam scene 17 merupakan salah satu westernisasi dalam

sebuah restaurant. Restaurant dalam film ini diceritakan terlalu

kebarat-baratan. Hal tersebut dapat dilihat dari scene 17 dimana para

pengunjung harus mengenakan pakaian yang telah ditentukan oleh

manajemen restaurant tersebut. Dimana untuk perempuan

menggunakan dress, sedangkan untuk laki-laki menggunakan kemeja

Scene 18

Kode waktu 00:25:58

Keterangan Gambar: Pelayan menawarkan appetizer.

 Representasi

Waiters : Ada lagi mungkin? Untuk appetizernya selama menunggu. Favorit kita disini ada Chicken Soft Roll Indri : Apaan tuh mas? Waiters : Lumpia mbak

84

Seorang waiters menawarkan appetizer kepada Indri dengan menu

kebarat-baratan yaitu chicken soft roll atau yang biasa kita kenal

dengan lumpia. Lumpia merupakan makanan asal Indonesia yang

namanya di ubah agar menjadi lebih western.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung mengalami kejadian

tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung mengalami kejadian yang digambarkan dalam objek film.

Tidak hanya harus menggunakan dresscode untuk bisa

memasuki restaurant. Menu yang disediakan pun kebarat-baratan

(western). Dalam scene 18 juga menjelaskan bahwa restaurant

tersebut mempunyai nama menu makanan kebarat-baratan yang

sebenarnya makanan tersebut ialah makanan dari Indonesia yang

mereka ganti dengan istilah lain. Contohnya adalah makanan lumpia

yang merupakan makanan dari Indonesia, tetapi dalam scene 18

mereka mengganti namanya dengan chicken soft roll.

Hal tersebut cukup menggelitik karena memang pada

kenyataannya pernah dijumpai dalam restaurant Indonesia. Alasan

perubahan nama menu makanan tersebut ialah salah satunya sebagai

daya tarik dan menambah nilai jual terhadap suatu produk.

85

Scene 19

Kode waktu 00:26:53

Keterangan Gambar: Gia memesan steak.

 Representasi

Waiters : Rekomendasi disini ada New York steak, itu bisa tanderloin atau sirloin. Dagingnya bisa milih dari New Zealand, Australia atau US. Gia : Dagingnya dari New Zealand tapi dagingnya namanya New York steak? Waiters : Iya Gia : Saya pesan daging lokal saja. Waiters : Disini tidak ada yang lokal karena itu tidak enak.

Dalam scene 19, restaurant tersebut tidak menyediakan bahan-

bahan lokal seperti daging. Mereka mengklaim bahwa yang lokal

itu kurang enak dan lebih enak jika dagingnya dari luar negeri. Hal

ini termasuk tidak menghargai makanan dari negaranya sendiri.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung mengalami kejadian

tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung mengalami kejadian yang digambarkan dalam objek film.

Tidak hanya menu yang dibuat lebih western tetapi juga

pilihan bahan baku makanannya juga impor dari negara lain. Dalam

scene 19 menjelaskan bahwa restaurant tersebut tidak mau 86

menggunakan bahan-bahan dari negaranya sendiri, alasannya lokal itu

tidak enak.

Restaurant tersebut menggunakan nama yang berkelas untuk

menunya tetapi terkadang tidak nyambung dengan bahan bakunya.

Hal tersebut dapat dilihat dari percakapan antara Gia dan waiters.

Perilaku westrenisasi dengan meniru budaya barat dapat berdampak

pada lunturnya rasa nasionalisme dan jati diri bangsa.

Scene 20

Kode waktu 00:27:23

Keterangan Gambar: Naomi dan Gia memesan makanan kepada pelayan.

 Representasi

Waiters : Kita disini airnya Fiji Water bu.. Gia : (bingung) Waiters : Air import..

Sama halnya dengan scene 20, saat Naomi ingin memesan air

mineral, restaurant tersebut memilih untuk menyediakan air

mineral import bermerk Fiji Water yang merupakan air mineral

dari Los Angeles, California, Amerika daripada air mineral dari

negara sendiri.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung mengalami kejadian

tersebut.

87

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung mengalami kejadian yang digambarkan dalam objek film.

Tidak hanya daging saja yang import, tetapi dari hal yang

sepeleh yaitu air mineral didatangkan secara import yaitu Fiji Water.

Hal tersebut terlihat ketika Naomi ingin memesan air mineral merk

Aqua, sang Waiters dengan percaya diri mengatakan bahwa di

restaurant tersebut hanya ada air mineral import. Fiji Water

merupakan sebuah perusahaan air mineral yang berkantor pusat di Los

Angeles, California, Amerika.

Dikutip dari (Modul Pembelajaran Sosiologi SMA/MA Kelas

X Semester 2, 2013:10) ada beberapa aspek untuk mengindikasikan

adanya westernisasi, antara lain:

1. Lunturnya jati diri bangsa dan budaya lokal

2. Berubahnya perilaku masyarakat

3. Berubahnya cara hidup masyarakat

Scene 21

Kode waktu 00:31:09

Keterangan Gambar: Indri sedang mengobrol dengan pria kenalannya.

 Representasi

Indri yang sedang kencan dengan seorang pria yang ia kenal di

media sosial mengalami perubahan sikap. Perubahan sikap Indri 88

disebabkan rasa kecewa karena fisik pria tidak sama dengan foto

profil di akun Blackberry messagenya. Indri yang didunia maya

sangat bawel ternyata berubah menjadi pendiam saat setelah

bertemu dengan pria kenalannya tersebut. Pria tersebut sebelumnya

memasang foto profil dengan badan six pack ternyata aslinya

badannya gemuk. Alasan dari pria tersebut ialah foto yang ada di

foto profilnya adalah foto lama.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung mengalami kejadian

tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung mengalami kejadian yang digambarkan dalam objek film.

Dalam scene ini, posisi sutradara ialah sebagai pemeran pria.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, para penjahat kelamin di

dunia maya akan memalsukan informasi tentang dirinya agar bisa

mendapatkan apa yang sedang ia incar, dalam hal ini kepuasan atas

nafsunya. Dalam scene 21 merupakan penjelasan dari scene 08, sang

pria mengakui bahwa foto profilnya berbeda dengan dirinya yang

sebenarnya. Tetapi, pria tersebut mengungkapkan bahwa foto tersebut

adalah foto lamanya. Indri pun merasa kecewa kepada sang pria, bisa

dilihat dari sikap dan ekspresi wajah dari Indri. Indri juga sudah

89

menuruti kemauan dari sang pria dengan mengirimkan foto

payudaranya.

Kejatahan cyber atau dunia maya tidak hanya penipuan soal

materi saja, tetapi penjahat kelamin dalam dunia maya juga bisa

termasuk dalam kejahatan cyber karena merugikan pihak lain.

Scene 22

Kode waktu 00:31:48

Keterangan Gambar: Indri memotret makanannya.

 Representasi

Setelah pesanannya datang, terlihat Indri lebih memilih untuk

memotret makanannya menggunakan ponsel terlebih dahulu

daripada langsung memakannya. Hal tersebut dilakukan untuk

menjadi bahan postingan di media sosialnya.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film dan melakukan observasi terhadap perilaku

orang lain yang juga menunjukkan perilaku yang sama dengan

objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai seseorang yang memiliki

perilaku sama yang berperilaku sama dengan objek film.

90

Dalam scene diatas terdapat perilaku yang menunjukkan usaha

untuk eksistensi diri dalam media sosial. Kata eksistensi diri diartikan

sebagai hal berada; keberadaan. Eksistensi diri diartikan sebagai usaha

individu dalam mendapatkan pengakuan oleh orang lain tentang

keberadaan dirinya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk

mendapatkan pengakuan dari orang lain, salah satunya penggunaan

media social (Hazisah, 2017:31).

Dalam scene 22 terlihat Indri sedang memotret makanannya

yang bisa dibilang berkelas yang nantinya akan ia upload di akun

media sosialnya. Perilaku Indri ini bisa disebut dengan eksistensi diri,

karena Indri ingin mendapatkan pengakuan orang lain bahwa dirinya

berada dan mendapatkan kesan baik yang dapat diterima oleh orang

lain melalui dunia maya.

Scene 23

Kode waktu 00:32:08

Keterangan Gambar: Arah Kiblat yang ada di dalam lemari hotel.

 Representasi

Dalam scene 23, telihat petunjuk arah kiblat untuk para muslim

melakukan sholat dan sebuah kitab. Tetapi, tidak hanya itu di

dalam lemari sebuah hotel tersebut juga ada dua bungkus kondom

yang berdekatan dengan petunjuk arah kiblat.

91

 Relasi

Sutradara adalah orang yang menyaksikan sendiri kejadian

tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas dalam

kejadian tersebut.

Berbicara lagi mengenai agama yang mengatur segala

kehidupan masyarakat. Dalam scene 23, terdapat arah kiblat dalam

sebuah laci hotel. Tetapi anehnya sebelah kiblat ada dua bungkus

pengaman (kondom). Menurut peneliti, hal ini lantas juga melecehkan

sebuah agama, yaitu agama Islam.

Meilisa : “Apa maksud scene dimana ada arah kiblat tetapi sebelahnya ada dua bungkus kondom?” Lucky : “Memang kebetulan ada di hotel.”

Mengutip jawaban Lucky Kuswandi saat proses wawancara

dengan peneliti, tidak diketahui apa maksud jelasnya, tetapi dalam

scene ini Lucky Kuswandi menjelaskan bahwa hal itulah yang ia

temui di sebuah hotel. Bukan sebuah settingan.

Scene 24

Kode waktu 00:32:58

Keterangan Gambar: Naomi sedang memainkan ponselnya.

92

 Representasi

Naomi :Post ke Path ah.. Apa Pathmu? Gia : Path? Apa lagi itu? Naomi : Gia, kamu hidup dimana?

Setelah mengobrol, Naomi dan Gia foto berdua. Naomi ingin

memposting foto tersebut ke dalam media sosial Path melalui

smartphonenya. Naomi menanyakan username Path milik Gia

untuk ditandai dalam postingan tersebut. Tetapi, Gia malah

meresponnya dengan bertanya kembali apa itu Path. Naomi yang

mendengarkan pertanyaan dari Gia merasa heran karena merasa

Gia tidak mengikuti perkembangan teknologi saat itu, hal tersebut

terlihat dari dialog antara Naomi dan Gia.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami

perilaku serupa dengan objek dalam film.

Dalam scene 24, tidak jauh berbeda dengan scene 22 dimana

Naomi ingin update Path setelah melakukan foto bersama dengan Gia.

Hal yang sama dengan Indri, Naomi juga ingin menunjukkan aktivitas

dirinya saat itu kepada orang lain melalui media sosial. Menurut

Naomi, Gia yang tidak tahu Path dianggap orang yang tidak

mengikuti perkembangan teknologi saat ini.

93

Dalam hal ini bisa dikatakan Naomi sedang melakukan sharing

aktivitas kepada orang lain melalui media sosial yang dimana masing-

masing akan mendapatkan pengakuan dari orang lain atau dengan kata

lain untuk eksistensi diri.

Scene 25

Kode waktu 00:33:22

Keterangan Gambar: Naomi sedang memainkan ponselnya yang lain.

 Representasi

Ketika akan memposting foto tersebut, ada pesan masuk dari

smartphone lainnya milik Naomi. Ternyata Naomi memiliki dua

smartphone.

Gia : Kenapa sih semua orang di Jakarta harus mempunyai dua ponsel? Naomi : Karena jaringannya jelek, jadi harus beda-beda providers.

Dalam dialog antara Naomi dan Gia menjelaskan bahwa hampir

semua orang di Jakarta memiliki ponsel lebih dari satu, alasannya

karena jaringannya jelek jadi harus berbeda-beda provider.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film.

94

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami

perilaku serupa dengan objek dalam film.

Berbicara menegenai gaya hidup konsumtif dalam teknologi.

Dalam scene 25, Naomi justru menggunakan smartphone lebih dari

satu dengan alasan bahwa sinyal provider di Indonesia itu buruk,

sehingga mau tidak mau harus mempunyai dua ponsel untuk provider

yang berbeda. Sehingga Naomi tidak lagi memenuhi kebutuhannya

dalam teknologi tetapi lebih mementingkan status sosialnya dengan

mengkonsumsi yang seharusnya tidak perlu untuk dikonsumsi.

Scene 26

Kode waktu 00:33:53

Keterangan Gambar: Empat orang sedang memainkan ponselnya.

 Representasi

Seringkali ketika sedang berkumpul dengan kerabat atau keluarga,

yang terjadi seperti didalam scene 26. Dimana para individu

memilih sibuk sendiri dengan smartphonenya dibandingkan

mengobrol dengan teman-temannya. Tidak hanya itu, terdapat

beberapa makanan dan minuman yang terlihat mewah dan berkelas

serta beberapa tas wanita yang memiliki brand yang terkenal

mahal serta cara berpakaian dan make up yang glamour.

95

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film dan melakukan observasi terhadap perilaku

orang lain yang juga menunjukkan perilaku yang sama dengan

objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai seseorang yang memiliki

perilaku sama yang berperilaku sama dengan objek film.

Kembali lagi berbicara mengenai perilaku phubbing, dalam

scene 26 terlihat bagaimana teman-teman Naomi lebih memilih

memainkan smartphonenya daripada mengobrol dengan orang

disekitarnya. Padahal mereka sedang berkumpul bersama, tetapi

mereka tidak melakukan interaksi sosial.

Berbagai macam alasan melatarbelakangi kenapa mereka harus

melakukan phubbing. Akibatnya jargon seperti mendekatkan yang

jauh dan menjauhkan yang dekat menjadi populer di masyarakat saat

ini.

Fenomena phubbing sebagai akibat kemunculan smartphone

dapat dianalisa menggunakan teori ketergantungan media dimana

secara sederhana, teori ini menegaskan bahwa semakin seseorang

tergantung pada kebutuhanya dalam menggunakan media, semakin

penting peranan media dalam kehidupan seseorang dan hal itu akan

96

memberikan banyak pengaruh kepada individu yang bersangkutan

(Barran, 2010: 289).

Scene 27

Kode waktu 00:35:29

Keterangan Gambar: Naomi dan teman- temannya sedang wefie menggunakan tongsis.

 Representasi

Dalam scene 27 terlihat Naomi dan teman-temannya sedang

melakukan foto bersama-sama atau yang biasa disebut dengan

wefie dengan alat bantu tongsis (tongkat narsis) agar semua orang

memiliki ruang dalam berfoto. Gaya berfotonya pun bermacam-

macam, ada yang dengan sengaja memamerkan tas branded yang

ia punya. Ada pula dengan gaya yang terlihat narsis dan eksis.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film dan melakukan observasi terhadap perilaku

orang lain yang juga menunjukkan perilaku yang sama dengan

objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai seseorang yang memiliki

perilaku sama yang berperilaku sama dengan objek film.

Eksistensi diri tidak hanya sekadar memposting sesuatu atau

sharing aktivitas di media sosia. Tetapi, selfie dan penggunaan tongsis 97

yang saat itu sedang popular juga merupakan salah satu bentuk dari

eksistensi diri. Dalam scene 27 merupakan ajang sebagai eksistensi

diri. Selfie atau wefie dengan berbagai ekspresi membuat sebagian

orang ingin mempublikasikannya dan mendapatkan apresiasi orang

lain berupa like yang kemungkinan keesokan harinya akan melakukan

hal yang sama bahkan menambah ekspresinya lagi saat selfie atau

wefie. Tanpa sadar, tidak hanya ekspresi yang akan ditunjukkan dalam

selfie, setting tempat, barang-barang yang sedang dipakai dan yang

lainnya akan menunjang hasil foto tersebut.

Scene 28

Kode waktu 00:35:53

Keterangan Gambar: Pria kenalan Indri menyuruh Indri segera menghabiskan makanannya.

 Representasi

Dalam scene 28, pria kenalan Indri menyuruh Indri untuk segera

menghabiskan makanannya karena sang pria telah memesan

sebuah kamar hotel untuk melakukan sex. Hal tersebut dapat

terlihat dari dialog yang diucapkan sang pria dan di dukung oleh

mimik wajah yang diperlihatkan Indri. Indri terlihat takut dan tiba-

tiba kaku dalam melakukan kegiatan makannya.

98

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Tidak hanya pekerja seks, fenomena one night stand sex juga

dapat kita temukan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dion

Radityo M. B. (2013) mengenai “gaya hidup seks bebas one night

stand di Kota Surabaya” faktor yang mendasari seseoang untuk

melakukan one night stand sex ialah ketertarikan fisik dan kedekatan

emosi antara dirinya dengan pasangan setelah mereka selesai

melakukan hubungan seksual. Kedektan fana antara pelaku dengan

pasangannya seperti blind date chatting ataupun sexphone turut juga

menjadi faktor yang melatarbelakangi pelaku melakukan hubungan

seksual one night stand. Hal ini bisa dilihat dari scene 28.

Scene 28 menjelaskan bahwa Indri yang baru saja beretemu

dengan pia kenalannya di media sosial, langsung diajak untuk

melakukan sex dengan pria tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari

ucapan dari sang pria yang telah memesan kamar hotel untuk

melakukan hubungan sex dengan Indri.

99

Scene 29

Kode waktu 00:39:07

Keterangan Gambar: Indri melarikan diri dari restaurant.

 Representasi

Indri yang ditinggal pergi begitu saja oleh pria kenalannya, harus

membayar semua makanan yang telah mereka makan. Indri yang

tidak mempunyai uang, terpaksa harus berbohong kepada kasir

dengan menggunakan kartu kredit yang tidak bisa digunakan.

Ketika kasir lengah, Indri melarikan diri meninggalkan restaurant

tersebut.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Setelah usahanya untuk terlihat lebih berkelas, dia harus

menerima kenyataan bahwa dirinya hanya perempuan dari kelas

bawah yang ingin menaikkan status sosialnya. Pada scene 29 Indri

tidak bisa membayar makanannya di sebuah restaurant, tempat

dimana ia bertemu dengan pria kenalannya. Sehingga dia harus 100

membohogi kasirnya dan berlari meninggalkan restaurant tersebut

begitu saja.

Dari perilaku yang ditunjukkan oleh Indri bisa dikatakan

bahwa Indri merupakan pelaku social climber karena ia ingin diakui

oleh sekelompok orang lainnya. Indri memaksakan dirinya untuk

mendapatkan segala fasilitas mewah supaya disebut keren dan

mendapat pengakuan dari orang lain.

Scene 30

Kode waktu 00:42:07

Keterangan Gambar: Sebuah hotel menyediakan wanita penghibur.

 Representasi

Selain menyediakan kamar yang hanya hitungan jam, hotel Lone

Star mempunyai club yang setiap malam menyediakan wanita

penghibur untuk para lelaki pencari lahan basah. Hal tersebut dapat

dilihat dari televisi yang tersedia di kamar. Dalam club tersebut

mempunyai seorang wanita yang menjadi guest star satu-satunya

sebagai wanita penghibur yang bernama Sofia.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung menyaksikan sendiri

kejadian tersebut.

101

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung menyaksikan sendiri kejadian yang ada dalam scene ini.

Tidak hanya tempat hiburan, tetapi juga kehidupan malam

yang negatif juga terjadi di kota besar seperti Jakarta. Tidak sedikit

tempat hiburan menyediakan perempuan penghibur di dalamnya yang

bekerja memuaskan para pencari lahan basah.

Menyambung scene 16, dimana terdapat hotel Lone Star yang

menyediakan layanan durasi penginapan hanya sebatas jam, Tidak

hanya itu, dalam scene 30 menjelaskan bahwa hotel tersebut juga

memberikan fasilitas club yang bisa dinikmati oleh pengunjungnya

dan seorang wanita penghibur yang akan menemani para

pengunjungnya. Mengutip pernyataan Emka, sutradara film Jakarta

Undercover bahwa kehidupan malam yang dulu sembunyi-sembunyi,

namun kalau sekarang seperti “supermarket seks” karena begitu

banyaknya tempat hiburan malam di kota Jakarta.

Scene 31

Kode waktu 00:48:37

Keterangan Gambar: Kumpulan pria sedang bergoyang dan menyawer wanita.

 Representasi

Terlihat seseorang wanita penghibur di sebuah club sedang

berjoget dengan para lelaki yang sedang menyawer sang wanita 102

tersebut. Terdapat pula beberapa botol minuman keras yang ada di

atas meja dengan suasana serta lampu seperti disebuah club.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung berperilaku sama

dengan objek film.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami

perilaku serupa dengan objek dalam film.

Kehidupan malam kota Jakarta dapat digambarkan dengan

dentuman alat musik di sebuah club dan minuman beralkohol. Dalam

scene 31 terlihat jelas bahwa latar tempatnya adalah sebuah club

dengan wanita penghibur yang bisa disawer.

Kehidupan malam di setiap kota-kota besar identik dengan hal-

hal seperti itu, penyedia tempat hiburan beserta “penghiburnya” juga.

Sebagian orang memilih mengunjungi tempat tersebut untuk

menghilangkan rasa penat yang sudah dirasakan sebagian orang

tersebut saat pagi tiba, saat para individu sedang bekerja di suatu

ruangan yang monoton sehingga mereka lebih memilih mengunjungi

tempat hiburan malam yang seperti itu.

Scene 32

Kode waktu 00:48:55

Keterangan Gambar: Pelayan club menuangkan minuman keras untuk Ci Surya.

103

 Representasi

Tidak hanya wanita penghibur, tetapi juga terdapat seorang

pelayan yang sedang menemani Ci Surya dengan menuangkan

minuman beralkohol ke dalam gelasnya.

 Relasi

Sutradara adalah orang yang secara langsung menyaksikan sendiri

kejadian tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung menyaksikan sendiri kejadian yang ada dalam scene ini.

Sama halnya dengan scene 31, kehidupan malam kota Jakarta

digambarkan dengan minuman beralkohol dan dalam sebuah club

terdapat seorang pelayan yang akan menemani tamunya. Dalam scene

32 terlihat jelas terdapat seorang pelayan yang sedang menemani Ci

Surya untuk menikmati minuman beralkohol.

Tidak hanya menemani, tetapi pelayan tersebut juga bertugas

untuk menuangkan minuman keras ke gelas Ci Surya. Pelayan

tersebut tidak hanya berkelamin perempuan, tetapi ada juga lelaki

yang menyerupai perempuan. Hal tersebut dapat dilihat dari adegan

yang dilakukan oleh seseorang pelayan yang berada di sebelah Ci

Surya. Kerasnya kehidupan di kota-kota besar, khususnya kota Jakarta

membuat sebagian orang memilih jalan pintas untuk mendapatkan

penghasilan dari pekerjaannya.

104

Scene 33

Kode waktu 00:52:31

Keterangan Gambar: Gia dan Naomi sedang makan dan mengobrol.

 Representasi

Naomi dan Gia sedang makan mie disebuah warung pinggir jalan.

Naomi tengah membicarakan perilaku temannya yang menjadi

orang tua, dimana teman dari Naomi tersebut memberikan anak-

anaknya Ipad di usia yang masih 3 tahun. Naomi dan Gia sedang

membicarakan bagaimana teknologi yang sedang berkembang dan

membandingkan dengan jaman dahulu yang dimana teknologi

tidak semaju sekarang, masa kecil mereka diisi dengan permainan-

permainan tradisional bukan lagi permainan yang ada di sebuah

smartphone.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Fenomena yang saat ini sering dijumpai yaitu dimana sebagian

orang tua memberikan gadget untuk anak-anaknya. Dalam scene 33 105

Naomi menceritakan pada Gia, bahwa teman-temannya yang sudah mempunyai anak sudah memberikannya Ipad saat berusia 5 tahun. Hal ini tentu saja menjadi pro dan kontra. Jika dilihat hal ini memang berdampak positif dan negatif. Positifnya, anak-anak sudah paham dengan teknologi yang ada saat ini tetapi dampak negatif dari bahayanya yaitu resiko radiasi hingga kecanduan.

Psychotherapist dan penulis buku The Self Aware Parent,

Frand Walfish, Psy.D. mengatakan, usia minimal anak memiliki handphone adalah 10 tahun, namun idealnya adalah 12 atau 13 tahun

(Sumber: tribunews.com).

Sependapat dengan Frand, Psikolog Efnie Indriani dalam

Tabloid Bintang edisi Rabu, 30 November 2016 mengatakan

“idealnya gadget diberikan kepada si kecil setelah berusia 12 tahun.

Pada usia itu, fungsi otak depan (frontal lobe) si kecil sudah matang.

Saat anak berusia di bawah 12 tahun memegang gadget, curiosity atau rasa penasaran si kecil melonjak. Otak akan berpikir: „kalau saya menekan tombol ini, layarnya akan menampilkan apa ya?‟” (Sumber:

Tempo.co).

Keputusan untuk memberikan smartphone kepada anak saat berusia berapa itu semua kembali lagi dengan pola pikir orang tua sang anak, sebaiknya orang tua memikirkan apakah anak mereka sudah siap atau belum untuk memegang smartphone, apakah anak

106

mereka memang sudah benar-benar membutuhkan smartphone atau

belum dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.

Scene 34

Kode waktu 00:55:49

Keterangan Gambar: Seorang wanita menawarkan obat terlarang kepada Ci Surya.

 Representasi

Ci Surya yang sedang mabuk dan baru saja keluar dari kamar

mandi di club tersebut, langsung ditawari untuk membeli sebuah

obat terlarang oleh seorang wanita yang menjadi salah satu wanita

penghibur dalam club tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari

adegan di atas, dimana sang wanita menyodorkan sebuah plastik

berisikan beberapa pil kepada Ci Surya.

 Relasi

Sutradara merupakan orang yang secara langsung mengalami

kejadian tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung mengalami kejadian yang dialami oleh objek film.

Kehidupan malam kota-kota besar tidak hanya digambarkan

dengan club ataupun minuman beralkohol saja. Tetapi juga

keberadaan obat-obatan terlarang yang kian marak beredar di kota-

107

kota besar. Dalam sebuah club, kita akan menemukan dentuman

musik, minuman keras dan para pengedar obat-obatan terlarang.

Seperti halnya pada scene 34, Ci Surya yang baru saja keluar

dari kamar mandi di sebuah club sudah mendapatkan tawaran untuk

membeli obat-obatan terlarang dari seorang wanita yang dimana

wanita tersebut ialah wanita penghibur di club tersebut. Jika Obat-

obatan terlarang di claim dapat melupakan sejenak masalah yang

sedang kita hadapi jika kita mengkonsumsinya. Akan tetapi, membuat

ketergantungan untuk jangka panjang jika tidak berhenti

mengkonsumsinya.

Scene 35

Kode waktu 00:56:52

Keterangan Gambar: Seorang wanita sedang memarahi seorang pria.

 Representasi

Dalam scene 35, terdapat Sofia yang merupakan wanita penghibur

dari club sedang menghampiri suaminya di club yang sama dengan

ia bekerja sebagai wanita penghibur.

Pelayan : Ci, itu Sofia dan itu suaminya ci. Ci Surya : Oh dia sudah bersuami? Pelayan : Yee.. gimana sih katanya situ temennya? Ci Surya : Gila, kok boleh ya dia kerja beginian sama suaminya? Pelayan : Ci kemana aja, suaminya itukan juga seorang gigolo.

108

Dalam dialog antara pelayan dengan Ci Surya dapat disimpulkan

bahwa Sofia telah bersuami dan suaminya juga merupakan

seseorang gigolo sehingga suaminya tidak akan melarang Sofia

bekerja sebagai wanita penghibur di tempat prostitusi.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Di Jakarta, banyak sekali masyarakat pendatang dari daerah

untuk mengadu nasib di kota tersebut. Tidak sedikit masyarakat

pendatang bisa sukses di kota Jakarta, ada pula beberapa masyarakat

yang memang tidak mempunyai keahlian lebih memilih kehidupan

malam sebagai wadah mencari pendapatan untuk hidupnya

Berbeda dengan scene 15 dimana remaja perempuan yang

berusaha memenuhi keinginannya, rela menjadi “simpanan” lelaki

yang lebih tua. Sepasang suami istri yang sedang mempertahankan

hidupnya di kota Jakarta juga rela melakukan pekerjaan sex. Dalam

scene 35 merupakan seorang wanita yang sudah memiliki suami

namun bekerja sebagai wanita penghibur di sebuah club. Wanita

tersebut ialah Sofia, yang juga merupakan selingkuhan dari Koh

109

Surya, Suami dari Ci Surya. Ironisnya, suami Sofia memperbolehkan

Sofia menjadi wanita penghibur di dalam sebuah club.

Suami yang dianggap sebagai dewa pelindung seorang istri dan

seseorang yang bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya,

tidak dicerminkan oleh suami Sofia, terlihat dari Sofia yang memarahi

suaminya karena ia harus bekerja seperti itu. Tetapi sang suami tidak

menghiraukannya.

Scene 36

Kode waktu 01:03:35

Keterangan Gambar: Faisal dan Indri sedang mengobrol.

 Representasi

Indri : Kenapa masnya gak jual kerak telor aja, kenapa jadi pelayan? Waiter : Mana laku mbak hari gini? Aneh emang, kerak telor kan makanan khas Jakarta, tapi lakunya cuma pas ulang tahun Jakarta doang. Indri : Abis kurang hits sih mas.

Dalam scene 36, Indri sedang mengobrol dengan Faisal yang merupakan seorang waiters di restaurant tempat Indri bertemu dengan pria kenalannya. Mereka sedang membicarakan mengenai makanan khas kota Jakarta, yaitu kerak telor yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Jakarta. Hal tersebut dapat dilihat dari percakapan mereka.

110

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Dalam scene 36, Indri dan Faisal sedang membicarakan

perilaku masyarakat urban Jakarta yang saat ini jarang memakan

kerak telor yang merupakan makanan khas dari DKI Jakarta. Kerak

telor hanya laku ketika Jakarta ulang tahun saja. Masyarakat Jakarta

akan memakan kerak telor hanya ketika Jakarta sedang berulang

tahun. Indri berpendapat bahwa kerak telor kurang hits, sehingga

mulai ditinggalkan. Fenomena tersebut sering dijumpai di kota-kota

besar tidak hanya di Jakarta saja, masyarakat mulai merubah

perilakunya dengan meninggalkan makanan khas daerahnya dan

memilih makanan-makanan dari negara lain.

Scene 37

Kode waktu 01:08:03

Keterangan Gambar: Naomi dan Gia sedang mengobrol.

111

 Representasi

Dalam scene 37, Naomi dan Gia berada di dalam mobil dan sedang

membahas soal budaya dan agama yang mengatur negara

Indonesia. Sampai akhirnya, Naomi berkata “There’s no place for

us here” yang berarti tidak ada tempat untuk mereka yang

menyukai sesama jenis.

 Relasi

Sutradara melakukan observasi terhadap orang lain yang

mengalami kejadian tersebut dan sutradara merupakan salah satu

orang yang juga mengalami kejadian tersebut.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang-orang yang juga

mengalami kejadian tersebut.

Naomi dan Gia dalam film ini diceritakan bahwa mereka

adalah pasangan lesbian. Dalam scene 37 Gia yang sedang membahas

sebuah tempat beribadah di Indonesia, ditanggapi oleh Naomi dengan

kalimat “tidak ada tempat untuk kita disini”. Dalam kalimat Naomi

menyatakan bahwa norma Indonesia tidak bisa menerima isu LGBT.

Negara Indonesia tidak bisa menerima pasangan sesama jenis karena

itu melanggar norma dan agama yang ada di Indonesia berbeda

dengan negara lain yang masih bisa menerima hal tersebut. Mereka

yang terlibat dalam isu LGBT tidak diterima di lingkungan sekitar,

112

karena Indonesia mempunyai agama dan norma yang mengatur

kehidupan manusia yang harus dipatuhi.

Scene 38

Kode waktu 01:10:49

Keterangan Gambar: Ci Surya akan bercumbu dengan gigolo.

 Representasi

Dalam scene 38, suami dari Sofia yang merupakan gigolo sedang

melakukan pekerjaannya dengan Ci Surya. Adegan tersebut dapat

dilihat dari kamar hotel yang menjadi setting dan adegan dimana

suami Sofia sedang membuka resleting celananya dan Ci Surya

yang sedang duduk bersimpuh dihadapannya dengan tangan yang

diletakkan di paha sang pria. Hal ini dilakukan Ci Surya untuk

melaksanakan balas dendam kepada Sofia yang telah berselingkuh

dengan Koh Surya.

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

113

Dalam scene 35, menceritakan Sofia yang merupakan seorang

istri yang memiliki pekerjaan menjadi wanita penghibur di sebuah

club. Sedangkan dalam scene 38 menceritakan suaminya yang juga

seorang gigolo. Mereka adalah sepasang suami istri yang bekerja

menjadi pemuas nafsu. Dalam scene ini, suami Sofia sedang bercinta

dengan Ci Surya.

Kerasnya kehidupan Jakarta dan tingkat kemiskinan serta

rendahnya keahlihan, menjadikan alasan individu memilih jalan pintas

dalam memenuhi kebutuhannya termasuk menjual harga dirinya

meskipun sudah berkeluarga.

Scene 39

Kode waktu 01:14:29

Keterangan Gambar: Indri dan Faisal sedang bercumbu.

 Representasi

Dalam scene 39 merupakan adegan dimana Indri sedang

melakukan hubungan sex dengan Faisal yang baru saja ia kenal.

Mereka melakukan hal tersebut di hotel yang menyediakan jam

menginap hanya hitungan beberapa jam saja. Mereka memakai

ruangan yang sudah dipesan oleh pria kenalan Indri sebelumnya.

114

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Berbicara lagi menegenai one night stand. One night stand

sendiri berasal dari istilah barat yang sangat identik dengan hubungan

seks bebas, yang artinya hubungan seksual alami dan singkat yang

hanya berlangsung satu malam saja (Webster’s New World

Dictionary, 1986:96). Seperti yang dikemukakan oleh Revo Revo

Ardisa (2006) dalam penelitiannya mengenai fenomena one night

stand, dimana one night stand merupakan sebuah sitilah dari

hubungan tanpa status yang terjadi secara singkat dan dilakukan tanpa

presentase kelanjutan ke hubungan yang berjangka panjang.

Hubungan seksual one night stand ini biasanya dilakukan dengan

orang asing atau orang yang baru dikenal, apabila ada ketertarikan

fisik maka hubungan one night stand dapat terlaksana. Hal tersebut

terjadi pada Indri yang menolak ajakan dari pria kenalannya justru

terjebak dalam hubungannya dengan Faisal, waiters yang baru saja ia

kenal. Dalam scene 39 menjelaskan bahwa mereka memanfaatkan

pesanan kamar hotel yang sebelumnya telah dipesan oleh sang pria

115

kenalan Indri yang tidak jadi dipakai, untuk melakukan hubungan sex

padahal Indri dan Faisal belum lama mengenal. Hubungan seksual

yang dilakukan oleh Indri dan Faisal dapat dikategorikan sebagai

hubungan one night stand, karena dalam film tersebut dijelaskan

setelah mereka melakukan hubungan sex pada malam hari, saat pagi

hari Faisal telah meninggalkan Indri sendiri dengan kondisi Indri yang

masih mengenakan baju tanpa lengan dan masih dalam keadaan tidur.

Scene 40

Kode waktu 01:15:19

Keterangan Gambar: Gia menyodorkan minuman keras kepada Naomi.

 Representasi

Naomi dan Gia memesan ruangan di hotel yang sama dengan Indri

dan Ci Surya. Gia yang ingin melakukan kembali hal-hal yang

pernah dilakukannya bersama Naomi. Mereka mabuk-mabukan,

terlihat dari adegan Gia yang menuangkan minuman keras ke

dalam gelas dan diberikannya kepada Naomi. Naomi yang sudah

mabuk, tetap saja menerima minuman tersebut.

 Relasi

Sutradara merupakan orang yang secara langsung mengalami

kejadian tersebut.

116

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai saksi realitas yang secara

langsung mengalami kejadian yang dialami oleh objek film.

Dalam scene 40, terlihat Gia dan Naomi sedang mabuk. Hal ini

juga dapat kita jumpai dalam kota Jakarta. Seseorang memilih

melewati waktu malamnya hanya sekadar untuk mencari kepuasan

yang sebenarnya tidak harus seperti itu.

Scene 41

Kode waktu 01:16:47

Keterangan Gambar: Indri dan Faisal sedang mengobrol.

 Representasi

Dalam scene 41, Indri dan Faisal sedang berdialog dengan Faisal

yang tidak memakai baju sedangkan Indri memakai pakaian sexy

tanpa lengan. Dalam dialog yang terjadi diantara mereka, Faisal

menjelaskan bahwa sebelumnya Faisal sering melakukan hal

“negatif” dengan mantannya yang merupakan seorang penyanyi

disebuah club.

Faisal : Dulu kami kerjaannya neken mulu tiap hari. Kamu pernah neken? Indri : Gak penah Faisal : Aku sama dia kerjaannya neken mulu, bisa 12 biji semalam Indri : Gila, parah banget Faisal : Aku tahu, tapi justru seru. Nih ya, tiap kali kita high pasti kerjaannya nyanyi.

117

 Relasi

Sutradara merupakan orang lain yang melakukan observasi dengan

mendengarkan kisah tersebut dari orang yang mengalaminya

secara langsung.

 Identitas

Sutradara memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dari kejadian

tersebut.

Saat ini sex sudah menjadi kegiatan yang wajar untuk para

remaja yang belum mempunyai hubungan yang sah secara agama

maupun hukum. Sering sekali kita menjumpai seorang perempuan dan

laki-laki yang belum memiliki hubungan sah sudah melakukan

hubungan badan (sex) untuk sekadar menumemenuhi hasrat nafsunya

saja.

Ironisnya, dalam scene 41 dengan gampang dan bangganya

Faisal menceritakan kepada Indri bahwa dia sudah biasa

melakukannya dengan mantan pacar sebelumnya. Faisal merasa

melakukan hubungan sex dengan wanita yang belum menjadi istrinya

adalah hal yang wajar dilakukan. Beberapa orang di kota-kota besar

akan berperilaku dan berpendapat yang sama dengan Faisal.

2. Discourse Practice

 Produksi Teks

“Proses produksinya cepat, sekitar 11 hari. Proses menulis scriptnya yang lama. Script ini sudah saya tulis sejak saya

118

kembali ke Jakarta setelah kuliah dari Amerika. Kemudian akhirnya baru diproduksi 8 tahun kemudian.”

Dalam produksi film Selamat Pagi, Malam, Lucky

Kuswandi selaku sutradara film tersebut melakukan observasi mengenai kota Jakarta dan perilaku para penduduknya. Lucky

Kuswandi yang juga menjadi scriptwriter atau penulis naskah film tersebut juga mengatakan bahwa proses produksi film cukup cepat yaitu sekitar 11 hari saja, yang memakan waktu lama yaitu penulisan naskah. Penulisan naskah film ini dilakukan sejak Lucky

Kuswandi kembali ke Jakarta setelah menyelesaikan kuliahnya di

Amerika. Lamanya proses penulisan naskah yaitu sekitar 8 tahun dan mengalami beberapa kali revisi. Selama 8 tahun, Lucky melakukan observasi lebih dalam lagi dan berusaha merasakan kembali menjadi masyarakat kota Jakarta setelah lama tinggal di

Amerika agar bisa tercipta kembali rasa memiliki kota Jakarta.

“Latar belakangnya tentunya observasi saya terhadap kota Jakarta. Sebuah kota yang selalu berubah baik “wajah” maupun “soul”nya, sehingga membuat kota (dan penduduknya) sulit untuk memiliki identitas tersendiri. Jakarta mengambil banyak sekali identitas dari berbagai metropolis di penjuru dunia, kemudian mengaplikasikannya tanpa memahami lebih lanjut prinsip dasar dibalik identitas2 kota2 lain tersebut. Hasilnya, kota ini penuh dengan kontradiksi. “Lumpia basah” menjadi “Chicken soft roll”, pengkonsumsian air mineral import menandakan 119

naik kelas, pusat perbelanjaan yang mengatasnamakan “Indonesia” tetapi tidak ada elemen Indonesia apapun di dalamnya. The city is constantly on face lift, until it doesn’t recognize who it is anymore.”

“Karakter Gia tentunya merupakan karakter outsider yang mengalami “reverse” culture shock. Ia orang Indonesia tetapi tidak mengenali Indonesia yang sudah ia tinggalkan sekian lama. Ini menyedihkan, karena ia tidak memiliki “a sense of home”. Tentunya saya sangat relate dengan issue ini karena saya sendiri mengalaminya. Di saat Gia harus berhadapan dengan “rumah” barunya, ia masih mendambakan “rumah” lamanya yang memberikannya “sanctuary”, yaitu dalam bentuk Naomi.”

Dalam wawancara dengan peneliti, Lucky Kuswandi mengatakan bahwa yang melatarbelakangi pembuatan film Selamat

Pagi, Malam adalah pengalaman pribadinya sendiri yang dimana ia merasakan bahwa tidak lagi mengenal Indonesia, khususnya kota

Jakarta setelah lama ia meninggalkan kota tersebut. Lucky merasakan culture shock dan ia merasa tidak mempunyai “a sense of home” seperti karakter Gia yang ia bentuk. Karakter Gia lah yang menjadi cerminan tentang apa yang dirasakan oleh Lucky

Kuswandi.

Tidak hanya itu, Lucky juga mengatakan bahwa kota Jakarta merupakan sebuah kota yang selalu berubah, baik “wajah” maupun

“soul”nya, sehingga membuat kota dan penduduknya sulit untuk

120

memiliki identitas tersendiri. Jakarta mengambil banyak sekali

identitas dari berbagai metropolis di penjuru dunia, kemudian

mengaplikasikannya tanpa memahami lebih lanjut prinsip dasar

dibalik identitas-identitas kota-kota lain tersebut. Hasilnya, kota

Jakarta penuh dengan kontradiksi. Dari situlah Lucky kuswandi

melakukan observasi lebih dalam lagi mengenai kota Jakarta dan

perilaku para penduduknya.

 Konsumsi Teks

Film Selamat Pagi, Malam dalam pandangan responden

merupakan film yang merepresentasikan potret kehidupan ibu kota

saat ini. Film yang menyuguhkan gaya hidup masyarakat Jakarta

dengan cara sarkastik dan melankolis serta memperlihatkan dua

kehidupan yang sangat berbeda di kota Jakarta yaitu pagi dan

malam. Responden juga mengatakan bahwa permasalahan yang

diangkat dalam film Selamat Pagi, Malam bukan hanya masalah

krisis jati diri di kota Jakarta dan isu sensitif pengaruh agama,

tetapi juga hal-hal kecil dan remeh yang tetap berkaitan pun tidak

luput dalam adegan.

Film yang diperankan oleh 3 tokoh utama dengan sudut

pandang yang berbeda dapat disajikan dengan jujur dan begitu

nyata. Responden juga mengatakan bahwa adegan demi adegan

yang ada dalam film merupakan realitas sosial yang ada. Dialog

dalam film ini pun juga begitu frontal. Mereka yang pernah terlibat

121

dalam aktivitas ibu kota atau masyarakat kota besar lainnya yang

mirip dengan kota Jakarta akan merasa dekat dengan film ini.

Tertawa akan hal yang pernah juga dilakukannya, prihatin melihat

kenyataan yang memang benar adanya, hingga berpikir bagaimana

seharusnya.

Terlepas dari hal itu semua, menurut responden film ini

menunjukkan bagaimana kritik sosial yang ingin disampaikan oleh

sutradara melalui adegan demi adegan yang diperankan apik oleh

setiap tokoh yang ada dalam film tersebut. Film ini juga

merupakan salah satu film yang disajikan paling jujur dan

sederhana serta tidak mengeluarkan banyaknya biaya.

3. Sociocultural Practice

 Level situasional

Pembuatan film “Selamat Pagi, Malam” merupakan hasil observasi

sutradara yang sekaligus menjadi penulis naskah dalam film

tersebut. Lucky Kuswandi, yang merupakan sutradara dan penulis

naskah menjelaskan bahwa film ini merupakan observasinya

terhadap kota Jakarta. Lucky yang baru saja kembali lagi ke

Indonesia merasakan perubahan terhadap Indonesia terutama kota

Jakarta. Lucky mengalami culture shock dan tidak memiliki “a

sense of home”. Tidak hanya itu, Lucky juga mengeksplorasi soal

identitas, kebahagiaan dan kejujuran yang tampaknya sulit untuk

didapatkan di Jakarta. Lucky juga menjelaskan bahwa kota Jakarta

122

merupakan sebuah kota yang selalu berubah baik “wajah” maupun

“soul”nya, sehingga membuat kota dan penduduknya sulit untuk

memiliki identitas tersendiri. Jakarta mengambil banyak sekali

identitas dari berbagai metropolis di penjuru dunia, kemudian

mengaplikasikannya tanpa memahami lebih lanjut prinsip dasar

dibalik identitas-identitas kota-kota lain tersebut. Hasilnya, kota ini

penuh dengan kontradiksi. “Lumpia basah” menjadi “Chicken soft

roll”, pengkonsumsian air mineral import menandakan naik kelas,

pusat perbelanjaan yang mengatasnamakan “Indonesia” tetapi tidak

ada elemen Indonesia apapun di dalamnya. Akibatnya kota Jakarta

akan selalu terjebak dalam masa transisi. Perubahan-perubahan ini

lah yang melatarbelakangi Lucky untuk melakukan observasi lebih

dalam lagi dalam membuat film tersebut

 Level institusional

Dalam pembuatan film “Selamat Pagi, Malam” sutradara lah yang

bertanggung jawab penuh dalam proses pembuatan film tersebut.

Di atas sutradara, ada beberapa produser yang menaungi jalannya

produksi film tersebut. Keputusan setiap scene juga berada

ditangan sutradara film. Untuk pihak eksternal sendiri difungsikan

sebagai bahan riset oleh sang pembuat naskah sebelum film

diproduksi.

123

 Level Sosial

Negara Indonesia merupakan negara timur yang kaya akan norma

dan kultur. Di kota-kota besar khususnya Jakarta sudah berubah

norma dan kulturnya akibat dari pengambilan identitas dari kota-

kota Negara lain tanpa memfilter terlebih dahulu, akibatnya budaya

yang sudah ada di kota Jakarta perlahan-lahan akan tergeser dan

menghilang. Kemiskinan di Indonesia pun masih memprihatinkan,

masih sering dijumpai sebagian orang rela menjual harga dirinya

untuk mendapatkan kebutuhan maupun hanya sebatas kepuasan

duniawinya saja, seperti yang ada di dalam film “Selamat Pagi,

Malam”. Seorang perempuan muda rela menjadi simpanan om-om

demi mendapatkan smartphone. Hal tersebutlah yang didapatkan

hasil observasi dan dirasakan oleh Lucky Kuswandi, sutradara film

tersebut.

3.2 Analisis Film sebagai Media Kritik Sosial

Menurut mahzab Frankfut, teori kritis diarahkan pada berbagai

bidang kehidupan masyarakat modern, seperti seni, ilmu pengetahuan,

ekonomi, politik dan kebudayaan pada umumnya bagi mereka telah menjadi

rancu karena diselubungi oleh ideologi yang menguntungkan pihak tertentu

sekaligus mengasingkan manusia individual dari masyarakatnya. Dalam

penelitian ini membahas tentang kritik sosial terhadap perilaku masyarakat

urban kota Jakarta yang dimana dipandang sebagai perilaku modernisme

124

yang cenderung apatis dengan budaya dan norma yang berlaku di lingkungan sekitarnya.

Dalam hal ini kritik sosial yang dimaksud merupakan penggambaran mengenai perilaku masyarakat urban yang seharusnya bisa diminimalisir oleh individu masing-masing. Untuk mencapai tujuannya, kritik sosial harus memperhatikan juga cara penyampainnya dan media yang akan digunakan.

Kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru di samping menilai gagasan lama untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial berfungsi untuk membongkar berbagai masalah yang menyangkut sikap konservatif dalam masyarakat untuk melakukan perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud disini adalah perubahan perilaku masyarakat urban kota Jakarta yang dipengaruhi oleh ekonomi, psikologis, sosial dan budaya itu sendiri.

Saat ini, kebanyakan individu ingin dianggap ada oleh individu lainnya sehingga segala usaha akan dilakukan oleh individu tersebut.

Misalnya menyinggung tentang status sosial yang dimana marak sekali sedang diperbincangkan. Seseorang yang memiliki status sosial kelas atas akan diakui keberadaannya dibandingkan dengan seseorang dengan status sosial kelas bawah, sehingga tak sedikit kalangan kelas bawah pun melakukan berbagai macam usaha agar status sosialnya bisa menjadi naik.

Hal tersebut sering terjadi pada perempuan, mereka akan melakukan apa saja bahkan menjual tubuhnya untuk mendapatkan kepuasan duniawinya saja, seperti mendapatkan barang-barang bermerk mahal ataupun hanya sekedar makan di tempat makan berkelas.

125

Jika diteruskan terus menerus akan menimbulkan dampak negatif

untuk individunya sendiri bahkan lingkungan sekitarnya. Maka perlu adanya

kritik sosial untuk menghentikan perilaku seperti itu bahkan budaya yang

tidak lagi sesuai norma yang ada. Media yang saat ini digemari oleh

masyarakat adalah film. Saat ini, film Indonesia sudah mulai berkembang

dengan baik salah satunya film “Selamat Pagi, Malam” yang juga

merupakan bahan dalam penelitian ini. Film merupakan salah satu media

massa yang efektif adalam menyampaikan kritik sosial dan

merepresentasikan realitas sosial.

3.3 Analisis Media dan Kajian Budaya

Seperti apa yang telah dijelaskan oleh Struat Hall (1972) bahwa

media dan kajian budaya pada dasarnya mencoba untuk menggoyang

kemampuan berpikir kita tentang “realitas” dan apa yang dimaksud dengan

“real” dalam kehidupan budaya kita sehari-hari. Di era yang disebut sebagai

“media saturated world”, kehidupan manusia telah dimediasi oleh media

massa dan cara kita melihat, memandang, memahami dan berperilaku

terhadap realitas sosial telah diantarai oleh media massa, seolah

mengajarkan kita untuk melakukan hal seperti itu. Pada kenyataanya,

budaya kita sebenarnya juga dibentuk oleh media massa yang kita nikmati

tiap harinya.

Dalam hal ini budaya yang dimaksud adalah budaya popular yang

dibentuk oleh media. Antara lain budaya kebarat-baratan atau yang biasa

disebut dengan westernisasi, yang saat ini popular di media sosial sehingga

126

masyarakat modern saat ini tengah berusaha bersikap seperti apa yang disajikan oleh media massa tersebut.

Tanpa disadari media massa telah ikut mengatur perilaku maupun kebutuhan masyarakat. Keberadaan media massa sebagai media informasi memberikan dampak negatif dan positif. Secara perlahan namun efektif, media akan membentuk pandangan masyarakat terhadap bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri dan lingkungannya. Media memperlihatkan pada masyarakat bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, sehingga secara tidak langsung akan menyebabkan masyarakat menilai apakah lingkungannya sudah layak atau belum.

Gambaran tersebut dipengaruhi dari apa yang dilihat, didengar, dan dibaca dari media.

Beberapa perubahan perilaku, gaya hidup dengan menirukan secara berlebihan terhadap seorang figur yang sedang diidolakan dan popular akan terjadi pada individu tersebut. Media lah yang mempengaruhi hal tersebut.

127

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Perilaku sendiri merupakan kegiatan, tingkah laku atau aktivitas

manusia yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung dan

masyarakat urban sendiri merupakan masyarakat perkotaan yang mengalami

perubahan sikap yang disebabkan oleh faktor sosial budaya dari dalam

maupun luar masyarakat itu sendiri. Sedangkan kota Jakarta merupakan kota

metropolitan dengan gaya hidup dan perilaku yang paling melekat pada

masyarakatnya yaitu modernisme.

Jika tidak ada bentuk kritik sosial yang berdampak positif dari

lingkungannya sendiri maka pengaruh negatif akan menimpa seluruh

masyarakat urban kota Jakarta. Pengaruh negatif tersebut bisa saja berupa

pembentukan kebudayaan baru yang menciptakan manusia-manusia dengan

gaya hidup konsumtif, apatis dengan norma-norma yang berlaku.

Pada film “Selamat Pagi, Malam” sebagian perilaku masyarakat

urban divisualisasikan agar menjadi cerminan dan menjadi kritik sosial bagi

masyarakat urban kota Jakarta untuk mengambil positifnya dan membuang

perilaku negatifnya dalam kehidupan sehari-harinya.

Sesuai dengan penyajian data dan analisis sebelumnya di bab tiga

mengenai analisis wacana Norman Fairclough terkait kritik sosial terhadap

perilaku masyarakat urban dalam film “Selamat Pagi, Malam”, maka

128

peneliti dapat menyimpulkan bahwa setiap scene menunjukkan perilaku masyarakat urban kota Jakarta, diantaranya adalah:

1. Perilaku eksistensi diri baik dalam media sosial maupun kehidupan

sehari-hari. Eksistensi diri sendiri merupakan usaha seseorang untuk

mendapatkan pengakuan dari orang lain.

2. Perilaku phubbing yang merupakan perilaku tidak peduli terhadap

lingkungan sekitarnya dan lebih memilih menyibukkan diri dengan

smartphonenya.

3. Gaya hidup konsumtif, dalam film ini ada beberapa kategori gaya

hidup konsumtif diantaranya adalah gaya hidup konsumtif dalam

fashion, gaya hidup konsumtif dalam teknologi dan gaya hidup

konsumtif dalam olahraga.

4. Westernisasi yang dimana seseorang meniru perilaku masyarakat barat

dan perilaku ini dapat melunturkan rasa nasionalisme.

5. Perilaku Social Climber, keinginan menaikkan status sosialnya dengan

berbagai macam usaha dan mendapatkan pengakuan status sosial yang

lebih tinggi dari orang lain.

6. Religiusitas atau agama yang mengatur kehidupan manusia, dalam

film ini masyarakat urban kota Jakarta masih menyepelehkannya.

Tidak hanya itu, isu LGBT pun ada dalam film ini.

7. Kemiskinan, sex dan kehidupan malam kota Jakarta. Di Jakarta

tentunya tidak dapat terlepas begitu saja terhadap hal-hal tersebut. Para 129

pendatang Jakarta yang tidak mempunyai keahlian sering kali memilih

jalan pintas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

8. Penjahat kelamin dalam dunia maya juga sering dijumpai, dimana

orang-orang yang salah memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan

menipu orang lain untuk mendapatkan kepuasan tersendiri.

Dalam memproduksi film Selamat Pagi, Malam, Lucky Kuswandi menulis script film selama 8 tahun sedangkan untuk produksi filmnya cukup cepat yaitu sekitar 11 hari saja. Dalam 8 tahun tersebut, Lucky melakukan observasi lebih dalam lagi mengenai kota Jakarta dan perilaku para penduduknya. Latar belakang dalam pembuatan film ini adalah pengalaman pribadi dari Lucky Kuswandi.

Lucky yang tidak lagi mengenal kota Jakarta dan merasakan culture shock membentuk karakter yang mempunyai latar belakang yang sama dengannya yaitu tokoh Gia. Isu sosial yang ada saat itu adalah kota Jakarta yang selalu beruah baik “wajah” maupun “soul”nya sehingga membuat kota dan penduduknya sulit memiliki identitas tersendiri.

Dalam hasil observasinya, Lucky menemukan perilaku masyarakat urban kota Jakarta yang lebih ke barat-baratan (westernisasi) yang berakibat kota Jakarta akan terjebak dalam masa transisi. Tak hanya itu, kemiskinan di Indonesia pun masih memprihatinkan sehingga masih sering dijumpai masyarakat pendatang di kota Jakarta yang memilih jalan pintas seperti menjual harga diri untuk sekedar memenuhi kehidupannya maupun untuk memenuhi keinginan gaya hidup konsumtifnya.

130

4.2 SARAN

Setelah peneliti melakukan penelitian, saran yang ingin disampaikan

antara lain :

1. Film “Selamat Pagi, Malam” sarat akan kritik sosial dari buah

pemikiran Lucky Kuswandi sebagai sutradara dan penulis naskah.

Secara garis besar film ini menggambarkan perilaku masyarakat urban

kota Jakarta saat ini. Perilaku-perilaku yang ada di dalam film tersebut

seolah mencerminkan dan menyadarkan kita sebagai penonton agar

mengurangi bahkan menghindari perilaku-perilaku yang telah

dicerminkan dalam film tersebut. Sehingga, penulis dapat memberikan

saran bahwa film “Selamat Pagi, Malam” sebagai bentuk kritik sosial

terhadap perilaku masyarakat urban kota Jakarta nantinya diharapkan

film-film seperti ini terus ada dan berkembang agar fungsi film tidak

hanya menjadi media hiburan saja tetapi juga bisa mengkontrol perilaku

penonton sebagai makhluk sosial saat ini.

2. Saran kepada para pembuat film di Indonesia, film yang merupakan

salah satu bentuk media massa yang efektif dalam menyampaikan

sebuah pesan, seharusnya sudah tidak lagi mempentingkan keuntungan

secara financial saja, tetapi produksilah film yang mengangkat tentang

isu-isu dan kritik sosial yang ada di Indonesia saat ini. Sehingga

penonton yang melihat film tersebut juga mendapatkan keuntungan

moral yang berguna bagi Sumber Daya Manusia di Indonesia.

131

3. Saran kepada para penonton film di Indonesia, jadilah penonton atau

penikmat film yang cerdas dalam memilih film mana yang akan

dikonsumsi. Pilihlah film yang mendidik, memberikan pesan-pesan

yang positif sehingga mampu menyadarkan kita untuk menuju

perubahan sikap yang lebih baik lagi. Serta tontonlah film-film karya

anak bangsa karena jika bukan kita sebagai masyarakat Indonesia, siapa

lagi yang akan menghargai karya anak bangsa dan terus mendukung

perkembangan film Indonesia saat ini.

132

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adlin, Alfathri. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas. Yogyakarta: Jalasutra Anggota IKAPI. 2013. Modul Pembelajaran Sosiologi. Klaten: Viva Pakarindo Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta: Kencana Prenada Media Group B.F. Skinner. 2013. Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Cangara, Hafied. 2015. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Effendy, Uchjana Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. : PT. Citra Aditya Bakti Eriyanto. 2009. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis. Ida, Rachmah. 2014. Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta: Prenada Media Group Kusno, A. 2009. Ruang Publik, Identitas, dan Memori Kolektif: Jakarta Pasca Soeharto.Yogjakarta: Penerbit Ombak Moerdijati, Sri. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Surabaya: PT Revka Petra Media. Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jurnal Penelitian:

Adipradana, Muhammad Ikhsan. 2016. “Kritik Sosial dalam Film”. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Anggraini, Riska Dewi, Holilulloh Holilulloh, dan Yunisca Nurmalisa. 2015. “Pengaruh Aktivitas Tempat Hiburan Malam terhadap Perubahan Perilaku Sosial Masyarakat”. Jurnal Kultur Demokrasi. Lampung: Universitas Lampung. 133

Arifianto, S. 2000. Jurnal Ilmiah. “Konstruksi Teori-teori dalam Perspektif Kajian Budaya dan Media”. Habaidillah, Arina. 2016. “Diskursus Identitas Budaya Urban (Kajian Culture Studies pada Event Jazz Traffic Festival Surabaya 2014)”. Surabaya: Universitas Airlangga Hanika, Ita Musfirowati. 2015. “Fenomena Phubbing di Era Milenia”. Jurnal Interaksi. Semarang: Universitas Diponegoro Hazisah, Dwi Syahnaz. 2017. “Pengaruh Instagram Stories terhadap Eksistensi Diri di Kalangan Siswa-Siswi SMAN 1 ”. Makassar: Universitas Hasanuddin Irawati, Amalia. 2016. “Representasi Perempuan dalam Lirik Lagu-Lagu Serempet Gudal (Kajian Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough)”. Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya. Islami, Mayarani Nurul. 2013. “Representasi Masyarakat Urban Jakarta dalam Film Jakarta Maghrib”. Surabaya: Universitas Airlangga Kurniawan, Akhmad. 2015. “Analisis Isi Kritik Sosial dalam Film Dokumeter Belakang Hotel”. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Noeswantari, Dian. 2002. “Perempuan dan Gaya Hidup Konsumtif”. Jurnal DINAMIKA HAM, 2 (2). pp. 50-56. ISSN 1410-3982. Nurudin dan Muyassarah. 2017. “Menilik Perempuan sebagai Social Climber dalam Pandangan Ekonomi Islam”. Jurnal SAWWA, 12 (2). pp. 225-239. ISSN 2581-1215. Radityo, Diom. 2013. “Gaya Hidup Seks Bebas One Night Stand (Studi Gaya Hidup (One Night Stand) di Kota Surabaya). Surabaya: Universitas Airlangga. Wahidah, Nurul. 2013. “Pengaruh Perilaku Konsumtif terhadap Gaya Hidup Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UNTAN”. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Wisesa, Galuh Candra. 2015. “Kritik Sosial terhadap Perilaku Masyarakat Urban dalam Film Jakarta Maghrib ”. Yogyakarta: Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga.

134

Website: http://bisniswisata.co.id/film-selamat-pagi-malam-jadi-pemenang-ifdc-awards- 2014/ http://www.imdb.com/name/nm2435022/bio http://www.dewimagazine.com/review/film-karya-sutradara-lucky-kuswandi- yang-dikenal-di-festival-film-dunia https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&ved =0ahUKEwiY6bH1sp7XAhWCbbwKHX_BDsAQFgh7MAk&url=https%3A%2 F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Fhiburan%2F20141021172413-220- 7269%2Fselamat-pagi-malam-bersaing-di- tokyo%2F&usg=AOvVaw2DKSt71GDB7AaJ8Fz-uufR http://resizing.flixster.com/7MNB- pTeLkokufxoP3Eyyd2lutM=/800x1129/v1.bTsxMTE3Nzc1MjtqOzE3NjExOzIw NDg7NDcwOTs2NjQ3 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Selamat_Pagi,_Malam http://www.esquire.co.id/article/2014/6/614-Lucky-Kuswandi-Sosok-di-Balik- Film-Selamat-Pagi-Malam https://www.kompasiana.com/venomaxus/blackberry-antara-kebutuhan-dan- status-sosial_55002c24a33311376f510292 https://www.kompasiana.com/picalgadi/bahaya-mengenalkan-gadget-terlalu-dini- pada-anak_54f3862c7455137f2b6c7a89 https://books.google.co.id/books?id=0IFkwfrmspAC&pg=PA6&dq=fitness&hl=i d&sa=X&ved=0ahUKEwiR9ai3vP_YAhUYTY8KHZw9BCAQuwUIPTAC#v=o nepage&q=fitness&f=false https://jakarta.bps.go.id/statictable/2017/01/24/91/3-1-2-jumlah-penduduk-dan- rasio-jenis-kelamin-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-dki-jakarta-2015.html

135

Lampiran:

Wawancara peneliti dengan Lucky Kuswandi, sutradara film “Selamat Pagi, Malam” (dengan diperantarai oleh PT Kepompong Gendut).

Tanggal: 18 Oktober 2017 Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat pagi, mas Lucky Kuswandi. Perkenalkan saya Melisa, Mahasiswi kampus STIKOSA AWS Surabaya. Dengan email ini, saya meminta izin kepada mas Lucky untuk menggunakan film Selamat Pagi, Malam sbg bahan penelitian saya. Apakah diperbolehkan?

Terima Kasih, selamat pagi.

Tanggal: 19 Oktober 2017 Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat siang, Melisa.

Terima kasih telah menghubungi kami. Perihal rencana penggunaan Film kami yang berjudul "Selamat Pagi, Malam" untuk bahan penelitian. Mohon sebelumnya membaca form terlampir, kemudian mengisi dan melengkapi persyaratannya terlebih dahulu.

Salam, Indri.

Tanggal: 20 Oktober 2017 Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat pagi, terimakasih sebelumnya sudah merespon perihal perijinan penggunaan materi film "Selamat Pagi, Malam".

Saya mau bertanya, untuk beberapa lampiran yg perlu dikirim tsb apakah bisa dikirim beberapa bulan kedepan? Seperti bab I dll, karna saya masih tahap konsultasi dan revisi. Jadi belum bisa dikatakan fix. Terima kasih, selamat pagi.

Tanggal: 15 Januari 2018 Dari: [email protected] Kepada: [email protected]

Selamat Siang, perkenalkan saya Meilisa mahasiswi Stikosa-AWS Surabaya ingin mengajukan permohonan penelitian terhadap Film Selamat Pagi, Malam karya Lucky Kuswandi. Berikut saya lampirkan data-data yang harus saya isi dan saya lengkapi. Untuk Bab I tersebut sudah termasuk Pendahuluan, Tinjauan Pustaka dan Metode Penelitian. Terima kasih, saya tunggu kabar baiknya. Selamat Siang.

Tanggal: 15 Januari 2018 Dari: [email protected] Kepada: [email protected]

Selamat siang, Meilisa.

Terima kasih atas apresiasinya pada film „Selamat Pagi, Malam‟.

Untuk pertanyaan yang diajukan, apakah dijawab melalui email atau lewat telepon?

Terima kasih.

Kepompong Gendut

Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Jikalau boleh lewat telfon saja biar lebih efektif dan saat anda senggang saja :)

Terima kasih

Tanggal: 19 Januari 2018 Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat pagi. Saya mau konfirmasi ulang mengenai jawaban pada penelitian saya.

Adakah nomor yg bisa saya hubungi untuk mendapatkan jawaban dari beberapa pertanyaan saya? Dan bisanya kapan saya menghubunginya?

Terima kasih, selamat pagi :)

Dari: [email protected] Kepada: [email protected]

Selamat pagi, Meilisa.

Maaf saat ini sutradara Lucky Kuswandi sedang intense produksi baru, sehingga tidak bisa ditelepon. Tapi dia sudah menjawab melalui email. Berikut jawabannya:

1. Apa yang melatar belakangi sutradara dalam membuat film Selamat Pagi, Malam? Apakah merupakan pengalaman pribadi ataukah yang lainnya?

Latar belakangnya tentunya observasi saya terhadap kota Jakarta. Sebuah kota yang selalu berubah baik “wajah” maupun “soul”nya, sehingga membuat kota (dan penduduknya) sulit untuk memiliki identitas tersendiri. Jakarta mengambil banyak sekali identitas dari berbagai metropolis di penjuru dunia, kemudian mengaplikasikannya tanpa memahami lebih lanjut prinsip dasar dibalik identitas2 kota2 lain tersebut. Hasilnya, kota ini penuh dengan kontradiksi. “Lumpia basah”

menjadi “Chicken soft roll”, pengkonsumsian air mineral import menandakan naik kelas, pusat perbelanjaan yang mengatasnamakan “Indonesia” tetapi tidak ada elemen Indonesia apapun di dalamnya. The city is constantly on face lift, until it doesn‟t recognize who it is anymore. Karena kota ini selalu mencari identitas baru, akibatnya kota ini akan selalu terjebak dalam masa transisi. Karakter2 di film Selamat Pagi Malam ini juga terjebak dalam transisi. Mereka sangat desperate untuk keluar dari transisi ini dan mencari sesuatu yang lebih pasti, yang menurut mereka adalah kebahagiaan. Tetapi kebahagiaan yang mereka (pikir) mereka dapatkan sifatnya semu dan tidak akan berlangsung lama. Ketika pagi hari muncul lagi, kebahagiaan dan “sanctuary” ini pun akan hilang.

2. Bagaimana proses produksi film Selamat Pagi, Malam? Seperti riset hingga pasca produksi?

Proses produksinya cepat, sekitar 11 hari. Proses menulis scriptnya yang lama. Script ini sudah saya tulis sejak saya kembali ke Jakarta setelah kuliah dari Amerika. Kemudian akhirnya baru diproduksi 8 tahun kemudian.

3. Seperti apa anda menempatkan diri dengan tokoh-tokoh yang ada dalam film tersebut?

Karakter Gia tentunya merupakan karakter outsider yang mengalami “reverse” culture shock. Ia orang Indonesia tetapi tidak mengenali Indonesia yang sudah ia tinggalkan sekian lama. Ini menyedihkan, karena ia tidak memiliki “a sense of home”. Tentunya saya sangat relate dengan issue ini karena saya sendiri mengalaminya. Di saat Gia harus berhadapan dengan “rumah” barunya, ia masih mendambakan “rumah” lamanya yang memberikannya “sanctuary”, yaitu dalam bentuk Naomi. Sementara Naomi sudah menerima Jakarta sebagai rumahnya. Identitasnya sudah dipengaruhi oleh tuntutan-tuntutan sosial yang diminta kota ini. Di saat yang sama, tanpa ia sadari ia sebenarnya malah kehilangan identitasnya. Cintanya terhadap seni, passionnya terhadap berkarya, bahkan identitas seksual orientasinya itu semua sudah hilang, digantikan oleh “kenyamanan” materi dan status yang menurutnya akan membuatnya bahagia. Naomi merupakan karakter yang saya takuti, karena saya tidak mau sampai kehilangan identitas seperti dia dikarenakan kota ini. Ci Surya merupakan seseorang yang sama sekali tidak memiliki identitas. Identitasnya didefinisikan oleh suaminya. Bahkan ketika suaminya sudah

meninggal, ia masih dipanggil atas nama suaminya. She tries to reclaim herself throughout the night. Sementara Indri adalah karakter yang paling naif. Ia malah mendambakan identitas semu yang ditawarkan oleh Jakarta, yang sudah berhasil menghancurkan identitas orang-orang seperti Naomi dan Ci Surya.

4. Pesan apa yang ingin anda sampaikan dalam film Selamat Pagi, Malam?

Sebenernya saya tidak memiliki pesan tertentu. Tetapi lebih ke eksplorasi soal identitas, kebahagiaan, dan kejujuran yang tampaknya sangat sulit didapatkan di Jakarta.

5. Berapa lama proses penggarapan film Selamat Pagi, Malam dari pra hingga post?

Sudah terjawab di atas. Untuk data-data penghargaan, kami attach Press Release yang berisi data tersebut.

Untuk Behind The Scene Film, bisa diakses di link: https://www.youtube.com/playlist?list=PLZ6eUxGe7yTOZ8C1k2YQI5iHqfnGG vybp

Sukses untuk penelitiannya.

Terima kasih.

Kepompong Gendut

Tanggal: 19 Januari 2018 Dari: [email protected] Kepada: [email protected]

Terima kasih pak/bu sudah merespon email saya hingga sejauh ini. Jika semisal nanti saya mendapatkan beberapa pertanyaan baru atau data2 yang lainnya. Bisa saya ajukan kembali kah?

Tanggal: 19 Januari 2018 Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Link Press Release di email sebelumnya bukan yang terbaru. Berikut link untuk data award dan festival

Terima kasih.

Tanggal: 22 Januari 2018 Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat Sore, sebelumnya terima kasih kepada sutradara sudah menjawab beberapa pertanyaan yang saya ajukan sebelumnya.

Berikut beberapa daftar pertanyaan lanjutan yang saya butuhkan jawabannya untuk membantu penelitian saya lebih lanjut lagi. Mohon sedianya sutradara untuk menjawab sekali lagi pertanyaan dari saya.

Terima kasih, selamat sore :)

Tanggal: 25 Januari 2018 Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat pagi pak/bu Kepompong Gendut

Saya mau memfollow up mengenai pertanyaan saya yang barusan saya kirim beberapa hari yang lalu, apakah sudah mendapatkan jawaban dari mas Lucky Kuswandi?

Ditunggu kabar baiknya, terima kasih. Selamat Pagi ..

Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat pagi, Meilisa

Email sudah di-forward ke Lucky Kuswandi. Saat ini memang Lucky sedang padat persiapan produksi, tapi nanti kami ingatkan lagi agar bisa me-reply secepatnya.

Terima kasih. Kepompong Gendut

Tanggal: 26 Januari 2018

Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat sore, Meilisa.

Saat ini Lucky Kuswandi sedang tidak bisa menjawab email. Karenanya, kami membacakan pertanyaan Meilisa dan menyalin jawaban lisan dari Lucky Kuswandi di file yang di-attach. Semoga mencukupi.

Terima Kasih.

Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Baik, terima kasih banyak kak. Selamat sore, mohon maaf jika saya merepotkan kembali pak/bu.

Setelah membaca jawaban dr mas Lucky, ada beberapa jawaban yang merupakan observasi dr cerita orang lain.

Apakah bisa di spesifikkan lagi, siapakah orang lain tsb, seperti apa hubungannya dengan sutradara. Supaya lebih detail untuk bahan skripsi saya.

Ditunggu konfirmasi selanjutnya pak/bu. Terima Kasih. Selamat sore

Tanggal: 29 Januari 2018

Dari: [email protected] Kepada: [email protected] Selamat sore, Meilisa.

Mohon maaf. Sutradara merasa jawaban yang diberikan lebih baik tidak detail untuk menghormati kepercayaan dan privasi orang-orang yang diceritakan.

Sukses selalu untuk penelitiannya.

Salam, Kepompong Gendut

(Surat izin survey dari Stikosa AWS kepada PT. Kepompong Gendut)

FORMULIR PERMOHONAN PENELITIAN

PT. KEPOMPONG GENDUT

Nama Pemohon Meilisa Dyah Sugeng Putri NPM/Angkatan 14310108/2014 Broadcasting/Ilmu Komunikasi/Sekolah Tinggi Ilmu Jurusan/Fakultas/Universitas Komunikasi Surabaya-Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS) Kritik Sosial terhadap Perilaku Masyarakat Urban Judul Penelitian dalam Film Selamat Pagi, Malam. No Telepon/Alamat Email 085607775352/ [email protected]

Peneliti dimohon mengirimkan hal-hal dibawah ini via email ke [email protected] dengan subject email KG-penelitian-nama:

1. ISI SKRIPSI / TESIS / DISERTASI BAB I (PENDAHULUAN) BAB II (TINJAUAN PUSTAKA) BAB III (METODE PENELITIAN) 2. Daftar pertanyaan 3. Daftar data yang dibutuhkan 4. Surat pengantar resmi dari fakultas yang telah ditandatangani Dekan

DAFTAR PERTANYAAN (untuk jawaban ada di email):

1. Apa yang melatar belakangi sutradara dalam membuat film Selamat Pagi,

Malam? Apakah merupakan pengalaman pribadi ataukah yang lainnya?

2. Bagaimana proses produksi film Selamat Pagi, Malam? Seperti riset

hingga pasca produksi

3. Seperti apa anda menempatkan diri dengan tokoh-tokoh yang ada dalam

film tersebut?

4. Pesan apa yang ingin anda sampaikan dalam film Selamat Pagi, Malam?

5. Berapa lama proses penggarapan film Selamat Pagi, Malam dari pra

hingga post?

DAFTAR DATA YANG DIBUTUHKAN:

1. Penghargaan apa saja yang sudah diperoleh

2. Kontak yang bisa dihubungi jika ada pertanyaan lebih lanjut mengenai

film

DAFTAR PERTANYAAN 2 BESERTA JAWABAN DARI LUCKY

KUSWANDI:

1. Jika dalam karakter Gia, Sutradara mengalami hal yang sama dengan apa

yang dialami oleh Gia. Lalu bagaimana hubungan Sutradara dengan

karakter yang lainnya. Apakah dalam observasi, sutradara melihat secara

langsung perilaku tersebut ataukah dari pengalaman orang lain atau ada

yang dari pengalaman pribadi atau yang lainnya, seperti:

a) Karakter Indri, seorang social climber. Indri yang rela mencuri

heels hingga mau mengirimkan foto payudaranya demi

mengangkat status sosialnya. - observasi, cerita orang lain b) Karakter Ci Surya yang rela tidur dengan (gigolo) suami dari

selingkuhan Koh Surya. Apakah anda pernah melihat sendiri ibu-

ibu “memesan” gigolo di sebuah club? observasi, cerita orang lain.

tidak melihat langsung. c) Karakter Sofia yang dimana sebagai istri dari gigolo, ia yang juga

diperbolehkan oleh suaminya menjadi wanita penghibur. -

observasi, cerita orang lain. d) Orang yang menipu di medsos dengan memasang foto profil palsu

dan penjahat kelamin di dunia maya. - observasi, cerita pribadi. e) Orang-orang yang selalu berusaha mengikuti trend yang ada saat

itu (ex: tante Gia) - observasi, cerita pribadi. f) Perilaku phubbing, perilaku gaya konsumtif (ex: punya gadget

lebih dari satu), eksistensi diri, sex dan kehidupan malam Jakarta. -

observasi, cerita pribadi g) Orang-orang yang lebih memilih tempat gym daripada ruang

terbuka untuk olahraga. - observasi, cerita pribadi.

h) Kemiskinan yang dimana Michael rela menjadi “personal training”

tante-tante, anak muda yang rela menjadi simpanan om-om demi

mendapatkan BB. - observasi, cerita orang lain

i) Pelaku one stand night - observasi, cerita orang lain

j) Makanan khas daerah yang tidak lagi dihargai masyarakatnya,

apakah hanya hasil observasi atau anda juga merupakan salah

satunya? - observasi, cerita orang lain.

k) Isu LGBT di Indonesia. - observasi, cerita orang lain dan pribadi

2. Apa maksud dari adegan dibawah ini, apakah ada maksud tertentu?:

a) Ci Surya membuang buku renungan yang diberikan oleh tetangganya?

Tidak. Improvisasi pemain.

b) Scene dimana ada arah kiblat tetapi sebelahnya ada dua bungkus

kondom? Memang kebetulan ada di hotel.

3. Hotel dengan layanan penginapan yang hanya hitungan beberapa jam dan

café yang lebih “western”. Apakah anda sendiri pernah berkunjung dan

mengalami hal-hal tersebut? Sehingga anda menciptkan icon tempat

seperti itu. - Pernah.

Note: Mohon untuk Sutradara mengisi setiap pertanyaan yang ada abjadnya juga. Terima Kasih 