MAPPING

HISTORYTHE KITLV : WORLD-CLASS COLLECTIONS AND SCHOLARSHIP ON DAFTAR ISI CONTENTS

2 Kata Pengantar oleh Duta Besar Kerajaan Belanda Preface by Her Majesty’s Ambassador 4 Pendahuluan oleh Direktur KITLV Introduction by the Director of KITLV 8 KITLV: Koleksi dan Kajian Kelas Dunia tentang Indonesia KITLV: World Class Collections and Scholarship on Indonesia 13 Masa Lalu Tetap Awet Muda oleh Bambang Eryudhawan How the Past Stays Young by Bambang Eryudhawan 19 “Recording the Future”: Arsip Audiovisual Kehidupan Sehari- hari di Indonesia Abad ke-21 “Recording the Future”: An Audiovisual Archive of Everyday Life in Indonesia in the 21st Century 24 Reproduksi dan Deskripsi Benda Asli Reproductions and Descriptions of the Original Items 43 Reproduksi dan Deskripsi Foto-foto Reproductions and Descriptions of the Photographs 69 Foto-foto oleh Tino Djumini Photographs by Tino Djumini 79 Foto-foto oleh Yoppy Pieter Photographs by Yoppy Pieter 86 Colophon Kata Pengantar oleh Duta Besar Kerajaan Belanda Preface by Her Majesty’s Ambassador

Dengan senang hati Kedutaan Besar Kerajaan It is with great pleasure that the Netherlands embassy ke depan, sejalan dengan ambisi dan aspirasi Negeri can achieve more, also in this field of cultural heritage Belanda di , Erasmus Huis, dan KITLV in Jakarta, the Erasmus Huis and the KITLV present Belanda dan Indonesia: masa lalu itu bukan sebagai in its various forms. mempersembahkan katalogus indah ini. Ini bukan this beautiful catalogue. It’s not the first time that we tujuan tetapi sebagai tempat berpijak buat kerja sama pertama kali kami bertiga bergandengan tetapi three go hand in hand, but with “Mapping your and yang kini dan yang akan datang. Karena bermitra This exhibition is a long-cherished wish come true, dengan “Mapping your and our history” kami sedang our history” we are at the beginning of a new, exciting dengan Indonesia lebih banyak yang dapat kami many of these unique pieces are shown for the first berada di titik awal suatu petualangan yang baru journey of discovery. Through this exhibition and capai, juga di bidang aneka warisan budaya. time in Indonesia. And as for presentation, there is of dan seru. Dengan pameran ini dan proyek-proyek future joint projects, we offer you a glimpse into the course no better place than our own Erasmus Huis, bersama yang akan datang kami menawarkan treasury of the KITLV, to acquaint you with Indonesia Pameran ini merupakan cita-cita lama yang akhirnya the cultural bridge between our two countries. This sekilas pandangan pada kekayaan perbendaharaan and the Netherlands along this alternative route. terlaksana; kebanyakan benda yang dipamerkan exhibition is also a call to cherish the past with an KITLV supaya Anda melalui rute alternatif ini dapat adalah benda unik yang pertama kali dapat dilihat eye to the present. Therefore, we asked two young berkenalan dengan Indonesia dan Negeri Belanda. KITLV has its origins in the common history of the di Indonesia. Dan dari segi presentasi tentu tak Indonesian photographers to present their own, Asal-usul KITLV adalah sejarah bersama Negeri Netherlands and Indonesia, but owes its right of ada tempat yang lebih baik daripada Erasmus contemporary impression of the images of then; I Belanda dan Indonesia, namun hak hidupnya existence primarily to the future: that is the continuing Huis sendiri, jembatan budaya antara dua negara. highly recommend these pictures. ditentukan oleh masa depan: relevansi yang tetap relevance of a living and growing collection for Pameran ini juga merupakan panggilan untuk dari suatu koleksi yang hidup dan tumbuh bagi anyone who is interested in Indonesia and the region. menghargai masa lalu dengan mengingat masa kini. I invite you to enjoy with us, the many wonderful and semua pihak yang menaruh minat pada Indonesia The collection of KITLV offers something for everyone: Oleh karena itu kami meminta dua fotografer muda interesting objects and images, who have found a dan kawasan sekitar. Yang ditawarkan oleh koleksi the historian, the anthropologist, the political scientist, Indonesia untuk mengemukakan impresi mutakhir place here, unfortunately only for a little while. I hope KITLV adalah bahan aneka ragam yang semua orang the student of Islam and the “armchair traveller” are all mereka sendiri berdasarkan foto-foto lama itu; kami that many people will find the road to the Erasmus bisa menemukan sesuatu yang menarik: sejarawan, catered to in hard copy or via electronic means. pun sangat merekomendasi hasil karya mereka. Huis. antropolog, ahli ilmu politik, peneliti masalah Islam, dan orang yang melakukan ‘wisata di rumah saja’ semua In the cooperation with the KITLV we do take a look Kami persilakan Anda untuk bersama-sama bisa mendapatkan yang dibutuhkan dalam bentuk back, but more in particular we look to the future, menikmati benda-benda dan gambar-gambar yang hard copy atau melalui jalur elektronik. in line with the ambitions and aspirations of the aneh dan menarik, yang ada disini, sayang hanya Netherlands and Indonesia: the past not as goal, but untuk waktu yang singkat. Saya berharap banyak Dalam kerja sama dengan KITLV kita menengok ke as a platform for cooperation in the present and the orang akan menyempatkan diri untuk singgah di belakang, tapi terutama mengarahkan pandangan future. Indeed together with Indonesian partners we Erasmus Huis.

Tjeerd F. de Zwaan Tjeerd F. de Zwaan

2 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 3 Pendahuluan oleh Direktur KITLV Introduction by the Director of KITLV

Lebih dari 160 tahun yang lalu, pada tahun 1851, KITLV, the Royal Netherlands Institute of Southeast Kenyataannya justru berkat peluncurannya di masa colonial start, today has the most important library in Institut Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara Asian and Caribbean Studies, was founded more kolonial, KITLV kini menjadi perpustakaan utama di the world of material on the former Dutch colonies, dan Karibia (KITLV) didirikan di Negeri Belanda. than 160 years ago in 1851 in the Netherlands. The dunia mengenai bekas koloni Belanda, terutama primarily Indonesia. Our collection consists of nearly Pemrakarsanya adalah mantan Gubernur-Jenderal initiative came from a former Governor-General Indonesia. Koleksi kami terdiri dari hampir satu one million books and journals and scores of current Hindia-Belanda, Jean Chrétien Baud dan dua orang of the Dutch East Indies, Jean Chrétien Baud, and juta buku dan majalah, dan banyak surat kabar newspapers. There are also some unique special ilmuwan yang menaruh perhatian khusus pada two scientists with a strong orientation towards kontemporer. Ada juga koleksi khusus yang unik: collections: 150,000 historical photos, thousands koloni. Raja Willem III mendukung lembaga ini dan the colony. King Willem III supported the institute 150.000 foto sejarah, peta dan cetakan gambar, dan of maps and prints and hundreds of handwritten menganugerahi predikat “Kerajaan”. Gagasannya and granted the predicate ‘Royal’. The idea was ratusan naskah tulisan tangan. Selain itu terdapat juga manuscripts, but also postwar audiovisual collections, jelas: tidak mungkin ada kebijakan kolonial yang clear: no effective colonial policy without a thorough koleksi audiovisual pascaperang, dari wawancara from interviews to music collections and movie efektif tanpa pengetahuan yang mendalam tentang knowledge of the colonies. This knowledge must be hingga koleksi musik dan rekaman film tentang records of everyday life. By far the largest part of this koloni. Pengetahuan ini harus dikumpulkan dengan gathered by collecting and publishing the results of kehidupan sehari-hari. Bagian terbesar bahan is post-war, that is after the end of colonialism. This menghimpun dan menerbitkan hasil penelitian research conducted by internal researchers as well dokumentasi ini berasal dari masa pascaperang, means that the reading room of the KITLV is not only sendiri dan yang berasal dari masyarakat akademis as the efforts of the international scholarly community yaitu setelah berakhirnya masa kolonialisme. Ini populated by historians who are interested in the internasional. at large. berarti bahwa ruang baca KITLV tidak hanya dipenuhi colonial period, but also by researchers interested oleh sejarawan yang tertarik pada masa kolonial, in the reformasi, contemporary Islam in Indonesia or Pada pertengahan abad ke-19 kolonialisme sama As uncontroversial as colonialism was in the mid tetapi juga oleh para peneliti tentang reformasi, Islam ASEAN. And those researchers nowadays come sekali bukan masalah kontroversial, setidak-tidaknya 19th century, among the European powers that kontemporer di Indonesia dan ASEAN. Para peneliti from around the world, increasingly also from bagi kekuatan Barat. Pendapat umum saat ini is, so general is the opinion today that colonialism datang dari seluruh penjuru dunia dan juga semakin Indonesia. kolonialisme adalah bagian dari masa lalu yang belongs to a duly closed period. For the KITLV it was meningkat dari Indonesia. sepantasnya sudah berakhir. KITLV sependapat not different. The initiators of 1851 could not help but KITLV is thus a treasure house of knowledge dengan hal ini. Para pemrakarsa tahun 1851 envision that the Netherlands would still hold power Dengan demikian KITLV menjadi gudang harta about Indonesia, past and present. Keepers of pasti berpikir bahwa Negeri Belanda masih akan over the overseas colonies for a long time, today the pengetahuan tentang Indonesia dari masa lalu dan treasuries sometimes tend to hold on their wealth sangat lama memegang tampuk pemerintahan KITLV likes to emphasize that the colonial roots are kini. Umumnya pemilik harta cenderung menyimpan for themselves. That is not the way of the KITLV. di koloni seberang lautan, sedangkan KITLV ingin really something of the past. kekayaannya untuk diri sendiri. Tidak demikian Where it is possible, we open our collections to the menekankan bahwa akar kolonial benar-benar dengan KITLV. Di mana ada kesempatan kami interested public, anywhere in the world. For this the merupakan masa lalu yang sudah tamat. The fact is that the KITLV, precisely because of that membuka koleksi untuk publik yang berminat, di technological developments of the past decades

4 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 5 mana pun di dunia. Dalam hal ini perkembangan have been of decisive significance, especially the tidak memalukan. Bahwa KITLV dimulai sebagai an era that is now over and finished. Now it can and teknologi dalam dasawarsa terakhir sangat penting Internet. The complete catalog of our collections is perusahaan kolonial adalah bagian dari era yang should be different. Therefore we look for support, dan menentukan, terutama internet. Katalog lengkap searchable through the website, more and more titles telah berlalu dan berakhir. Sekarang sudah dan right here in strongly evolving Indonesia, in order to koleksi kami dapat ditelusuri melalui situs KITLV; from this catalog are also available online, our picture harus berbeda. Justru karena itulah kami mencari proceed with our work and let it become more and semakin banyak judul dari katalog ini juga sudah and print collection are not only searchable, but can dukungan di Indonesia yang sedang berkembang more a joint project between our two countries. For tersedia online; gambar dan koleksi cetak tidak hanya also literally be seen, and many of the publications of pesat, agar dapat melanjutkan pekerjaan kami dan us, in the future the KITLV collections will truly be dapat ditelusuri tetapi juga dapat dilihat dan dibaca. KITLV Press are open access readable, including our menjadikannya proyek bersama kedua negara. Di the cultural heritage of our two countries, through Banyak dari publikasi KITLV dapat dibaca secara prestigious magazine Bijdragen (Contributions) now masa yang akan datang koleksi KITLV benar-benar our joint efforts the treasury of knowledge about open access, termasuk majalah bergengsi kami in English, published since 1851 and by far the oldest menjadi warisan budaya kedua negara, dan dengan Indonesia. Bijdragen yang sekarang berbahasa Inggris, terbit scientific journal about Asia. upaya bersama akan terus menjadi khazanah sejak tahun 1851 dan merupakan jurnal ilmiah tertua pengetahuan tentang Indonesia. This catalog will accompany the exhibition which tentang Asia. The KITLV wants to pursue this policy. Every year could be organized by the Erasmus Huis at the our collections are enriched with some 10,000 new Katalog ini menyertai pameran yang diadakan oleh initiative of the Dutch ambassador in Jakarta, KITLV ingin tetap berkiprah. Setiap tahun koleksi books largely published in Indonesia, but also with Erasmus Huis atas inisiatif Duta Besar Kerajaan Mr. Tjeerd de Zwaan. The exhibition shows a small kami diperkaya dengan sekitar 10.000 buku baru, unique older writings, photographs and prints. Our Belanda di Jakarta, Mr. Tjeerd de Zwaan. Pameran ini selection of the many items that KITLV collections kebanyakan diterbitkan di Indonesia, dan juga policy is to make an increasing part of this ever menampilkan cuplikan dari sekian banyak yang dapat have to offer, from old photos to recent books. We dokumen lama, foto, dan gambar. Kebijakan kami growing collection digitally available, allowing users ditawarkan oleh KITLV, dari foto-foto lama sampai also show the great possibilities of contemporary adalah mengembangkan sebanyak mungkin anywhere in the world to make use of it. Already, we buku baru. Kami juga menunjukkan betapa hebatnya technology, our digital collection of historical koleksi digital sehingga pengguna di seluruh dunia are often pleasantly surprised by the wide use that teknologi mutakhir: koleksi digital foto bersejarah, photographs, the digital library of Aceh, the dapat memanfaatkannya. Kami merasa senang is made of of our treasures from Indonesia. Thus our perpustakaan digital Aceh, proyek audiovisual audiovisual project ‘Recording the Future’, and much karena tingginya pemanfaatan koleksi berharga online photo collection is annually viewed by over “Recording the Future’, dan masih banyak lagi. more. This will give an impression of what we already kami oleh orang Indonesia. Setiap tahun koleksi foto 30,000 users from Indonesia. In 2006 an enthusiastic Dengan ini kami memberikan gambaran mengenai do, but mostly we hope to encourage our visitors to kami dilihat oleh lebih dari 30.000 pengguna dari young Indonesian user wrote on a weblog - then still apa yang telah kami lakukan, tetapi harapan utama give their own contribution to the steadily growing Indonesia. Tahun 2006 seorang pengguna muda something new! - inspired by the beautiful collections kami adalah memotivasi pengunjung agar dapat digital library of Indonesia. menulis dengan antusias pada weblog – waktu itu which she had found at the KITLV in Leiden. She memberikan kontribusi kepada perpustakaan digital masih merupakan hal baru – terilhami oleh koleksi was stunned, but also a little ashamed: “It is sad Indonesia yang sedang tumbuh. KITLV, and this of course includes our colleagues of indah yang ditemukannya di KITLV di Leiden. Ia to realize that it is another country that preserves KITLV Jakarta, hopes that this exhibition will give rise tertegun tetapi juga sedikit malu: ‘Menyedihkan our documentation, and so much, so complete, KITLV, tentu saja termasuk rekan-rekan kami, to increased Indonesian contributions to this digital untuk menyadari bahwa justru negara lain yang with such care. But it also gives a good feeling, this KITLV-Jakarta, berharap agar pameran ini library. menyimpan dokumentasi kami, dan begitu banyak, documentation is still there. It does not matter where it akan meningkatkan kontribusi Indonesia bagi begitu lengkap, dengan begitu telaten. Tetapi terasa is. It would be a shame if it gets lost.” perpustakaan digital ini. baik juga dokumentasi itu masih ada. Tak peduli di mana. Sayang sekali seandainya hilang.’ We do not think it is ‘sad’, or shameful either. That Menurut kami hal ini tidak ‘menyedihkan’ dan juga KITLV started as a colonial enterprise, was part of Gert J. Oostindie Gert J. Oostindie

6 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 7 KITLV: Koleksi dan Kajian Kelas Dunia tentang Indonesia KITLV: World Class Collections and Scholarship on Indonesia

Pameran di galeri Erasmus Huis ini menyajikan This exhibition in the gallery of Erasmus Huis presents dapat dinikmati sebagai publikasi setelah pameran di Apart from some unique, spectacular, and other ‘just yang terbaik dari koleksi dan kegiatan KITLV/Institut highlights of the collections and activities of the KITLV/ Erasmus Huis selesai. Selain beberapa benda yang nice’ pieces, the items are grouped in three main Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara dan Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and unik, spektakuler, atau ‘sekadar bagus’, barang yang themes: ‘Water’, ‘Work’ and ‘Batavia/Jakarta’. It fits Karibia. Dengan senang hati Erasmus Huis menjadi Caribbean Studies. Erasmus Huis is happy to host dipamerkan dikelompokkan dalam tiga tema utama: well in the policy of the Embassy and Erasmus Huis penyelenggara peristiwa penting dan bersejarah ini. such an important and historical event. The Royal ‘Air’, ‘Kerja’, dan ‘Batavia/Jakarta’. Ini sejalan dengan to show to the Indonesian people the rich past their Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, Erasmus Huis, Netherlands Embassy, Erasmus Huis and KITLV are kebijakan Kedutaan Besar dan Erasmus Huis yaitu, country has, and the common past we have shared dan KITLV kini lebih intensif menjajaki kerja sama dan now exploring more intensive collaboration and other menunjukkan kepada bangsa Indonesia masa lalu for a long period. mencari peluang lain untuk menampilkan kerja dan possibilities to show our work and collections. We negara mereka yang begitu kaya dan juga masa lalu koleksi kami. Kami bangga dengan koleksi yang are proud of these collections that are kept so well kita yang telah dijalani bersama sekian lama. These three themes are represented by disimpan dan dipelihara dengan begitu baik pada saat and preserved for now and all future generations to photographs, books, manuscripts, audio-visual ini dan untuk semua generasi yang akan datang. come. Ketiga tema ini diwakili oleh foto-foto, buku, naskah, materials, and a few other items such as a unique materi audiovisual, dan beberapa benda lain seperti drawing by Raden Saleh Syarif Bustaman (1807- Mungkin tak perlu dikatakan betapa sulitnya untuk It is perhaps needless to say how difficult it is to make gambar unik karya Raden Saleh Syarif Bustaman 1880). memilih di antara lebih dari satu juta (dan terus a selection out of over one million (and counting) (1807-1880). bertambah) benda yang ada di koleksi Indonesia items that constitute our collections on Indonesia. Most of the original items on show have been kami. Namun inilah pilihan kami, meskipun kami Here it is, being fully aware that countless other Kebanyakan benda asli dalam pameran ini dipilih dari selected from our showcase publication Treasures menyadari bahwa masih ada ribuan kombinasi lain combinations also would have resulted in very fine Treasures, publikasi showcase kami, yang dicetak which is especially reprinted and made available on yang dapat menghasilkan pameran yang sangat exhibitions. There is so much more to enjoy and our ulang khusus untuk pameran ini. the occasion of this exhibition. bagus. Masih terdapat begitu banyak yang lain untuk basic message to you is: come visit us, in person or dinikmati sehingga pesan utama kami kepada Anda via internet, and experience it yourself. Ada banyak foto bagus yang dipamerkan. Anda Many fine photographs are on display. You will see adalah: kunjungilah kami, secara langsung atau akan melihat tema ‘Air’ diwakili oleh foto-foto yang that the theme ‘Water’ is represented by photographs melalui internet, dan saksikan sendiri. The “real thing” will be the exhibition itself, but in berfokus pada kegiatan mandi, binatu, dan –tentu that focus on bathing, laundries, and—inevitably— order to map our own history for later, an extensive - banjir. ‘Kerja’ diwakili oleh koleksi foto yang luar floods. ‘Work’ is represented by a collection of Tentu saja pamerannya sendiri adalah yang utama. catalogue is printed to accompany the exhibition and biasa dan artistik dari pabrik mesin Braat NV di remarkable and artistic photographs of the machine Namun, sebagai pelengkap catatan sejarah kami to find its own way after we close the showcase in Surabaya, awal abad ke-20. Foto-foto ini diambil oleh factory Braat NV in Surabaya, early 20th century. sendiri, dibuat pula sebuah katalog ekstensif yang Erasmus Huis. G.P. Lewis (1875-1926), seorang Skotlandia, yang These photos were taken by the Scotsman G.P.

8 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 9 menghabiskan 20 tahun di Indonesia dan kemudian Lewis (1875-1926), who spent 20 years in Indonesia KITLV sudah memiliki berbagai sumber daya digital is already famous and heavily used by Indonesian terkenal karena foto-foto yang diambilnya selama and later became known for his photography during yang akan dikembangkan secara agresif sebagai visitors. An example of a fantastic electronic Perang Dunia I. Kombinasi sempurna ‘Kerja’ dan the Great War. And a perfect combination of ‘Work’ fokus kegiatan mendatang. Koleksi gambar digital resource for books is the Acehbooks.org site that ‘Air’ kita temukan dalam seri foto mengesankan and ‘Water’ we find in the impressive photograph kami sudah terkenal dan banyak digunakan oleh was developed by KITLV and financed by the Dutch yang merekam pembangunan stasiun hidro- series recording the construction of the Tuntang pengunjung Indonesia. Salah satu contoh sumber government following the devastating tsunami that elektrik Tuntang pada tahun 1919. Untuk ‘Batavia’ hydro-electric power station in 1919. For ‘Batavia’ we daya elektronik yang luar biasa untuk buku adalah destroyed many precious collections in Aceh. kita memiliki pilihan khusus foto yang semua dibuat have a special selection of photographs all made by situs Acehbooks.org. Situs ini dikembangkan oleh For contemporary audio-visual materials, we have oleh perusahaan terkenal Woodbury & Page yang the famous firm Woodbury & Page that operated in KITLV dan dibiayai pemerintah Belanda menyusul the site of Virtual Indonesia that gives access to the beroperasi di Indonesia dari tahun 1850-an hingga Indonesia from the late 1850’s into the early twentieth bencana tsunami yang menghancurkan banyak archive of the Recording the Future films. Recording awal abad ke-20. century. . koleksi berharga di Aceh. the Future deserves our special attention being a unique approach to document daily life in Indonesia. Untuk ‘Jakarta’ kini, kami menyajikan sesuatu For today’s ‘Jakarta’, we have something special. Untuk materi audiovisual kontemporer, kami memiliki This Dutch-Indonesian project that hopefully will run yang istimewa. Kami meminta fotografer muda We asked the young Indonesian photographers situs Virtual Indonesia yang memberikan akses for many more years to come is represented here Indonesia, Tino Djumini dan Yoppy Pieter untuk Tino Djumini and Yoppy Pieter to visit the sites on ke arsip film Recording the Future. Recording the with two films and an interactive internet connection. mengunjungi situs yang dulu pernah diambil fotonya the old photographs by Woodbury & Page and Future layak mendapatkan perhatian khusus kami oleh Woodbury & Page dan memvisualisasikan visualize the same locations according to their own sebagai pendekatan unik untuk mendokumentasikan In this way we also show that history starts today. lokasi yang sama menurut persepsi dan interpretasi perception and interpretation. They got total freedom kehidupan sehari-hari di Indonesia. Proyek Mapping our history is a work in progress, always, mereka sendiri. Mereka diberi kebebasan mutlak for their approach of the subject. The result of their Belanda-Indonesia ini, yang diharapkan akan and it is not only the work of academic institutions, untuk pendekatan kepada subjek. Hasil kerja mereka efforts is simply outstanding. Erasmus Huis presents berkesinambungan selama bertahun-tahun, diwakili but all companies, official bodies, artists and common sangat luar biasa. photography on a regular basis. Theatre and Gallery oleh pemutaran film secara kontinu dan koneksi people can help by preserving elements of the “Erasmus Huis” have strong programmes for film internet interaktif. past. A special role is there for media, like television, Erasmus Huis secara teratur menyelenggarakan and photography. We try to cooperate with existing newspapers and non-official archives. In the study of pameran fotografi. Teater dan galeri “Erasmus institutions and companies to be able to show the Dengan cara ini kami menunjukkan: sejarah history not only official documents are important, but Huis” memiliki program film dan fotografi yang best results possible. mulai pada saat ini. Pemetaan sejarah kita adalah the value of documents, pictures, tapes, CD’s and all bermutu. Erasmus Huis berusaha bekerja sama pekerjaan yang sedang dan selalu berjalan. Hal ini other media from non-official bodies and institutes dengan berbagai lembaga dan perusahaan untuk We are extremely happy that the architecture bukan hanya merupakan kerja lembaga akademik, are of utmost value for later. The recording and menghasilkan yang terbaik. historian Ir. Bambang Eryudhawan, IAI, who knows tetapi semua perusahaan, badan resmi, seniman, remembrance of history is potentially a democratic these locations so well, was willing to write down his dan anggota masyarakat umum dapat membantu process, in the sense that everybody, official, non- Kami sangat senang bahwa sejarawan-arsitektur own impressions of the exhibited photographs. dengan menyimpan dan memperhatikan elemen official, rich, poor, main stream or side stream has Ir.Bambang Eryudhawan, IAI, yang sangat mengenal masa lalu. Peran khusus tersedia bagi media, seperti its own history that creates together the history lokasi-lokasi ini, bersedia untuk memberikan Digital resources at the KITLV are already manifold televisi, surat kabar, dan arsip non-resmi. Dalam of a group or a country, and can show us the way kesannya tentang foto-foto yang dipamerkan. and will be aggressively expanded as the focus of kajian sejarah, yang penting bukan saja dokumen mankind travels through the ages. our upcoming activities. Our digital image collection resmi. Juga dokumen, gambar, kaset, CD, dan

10 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 11 media lainnya dari badan dan lembaga swasta We have been trying to give you a glimpse of it. We memiliki nilai tinggi untuk masa depan. Merekam are sure visitors will enjoy the exhibition and the Masa Lalu Tetap Awet Muda dan mengingat sejarah secara potensial merupakan accompanying books. proses demokratis, dalam arti setiap orang, resmi, How the Past Stays Young tidak resmi, kaya, miskin, pengikut arus utama, atau arus pinggiran memiliki sejarah sendiri. Dokumentasi tersebut menciptakan sejarah bersama dari satu kelompok atau negara. Hal ini dapat menunjukkan Sejak Niépce, Daguerre, dan Talbot merintis kelahiran After Niépce, Daguerre, and Talbot pioneered the kepada kita cara umat manusia menempuh fotografi, maka foto segera menjadi media rekam birth of photography, photography immediately perjalanan sepanjang zaman. visual alternatif. Setelah proses daguerreotype became an alternative visual recording medium. A dipatenkan (1839), setahun kemudian fotografi year after the daguerreotype was patented (1839), Kami telah mencoba memperlihatkan sekilas sejarah masuk ke Hindia-Belanda. Seorang dokter tentara photography came to the Dutch East Indies. A Dutch tersebut. Kami yakin pengunjung akan menikmati Belanda bernama Jurriaan Munnich ditugasi army physician named Jurriaan Munnich was given pameran dan buku-buku yang menyertainya. merekam bangunan dan reruntuhan candi dengan the assignment to record buildings and temple cara daguerreotype untuk seorang arkeolog yang ruins using daguerreotype for an archaeologist sedang meneliti di Jawa. Hasilnya mengecewakan, who was doing research on . The results were namun sejak itu sejarah fotografi di Hindia-Belanda disappointing, but it was the beginning of the history Roger Tol Roger Tol telah dimulai. of photography in the Dutch East Indies. Ton van Zeeland Ton van Zeeland Di paruh kedua abad XIX, pasar bisnis fotografi sangat In the second half of the XIXth century, the terbuka lebar. Penemuan proses collodion di awal photography business market was wide open. 1850-an memungkinkan foto dicetak berulang kali. Discovery of the collodion process in the early Di tahun 1857, Woodbury & Page mulai merekam 1850’s made it possible to print photos repeatedly. kehidupan di Hindia-Belanda. Di samping memenuhi In 1857, Woodbury and Page began recording life pesanan pribadi dan khusus, mereka juga menjual in the Dutch East Indies. Besides accepting orders foto untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan. from individuals or special assignments, they also Di bulan Oktober 1879, studio mereka tercatat sold photographs commercially. In October 1879, memiliki 693 foto dari seluruh pelosok Hindia- according to records their studio had 693 photos Belanda, termasuk 193 foto tentang Batavia. Foto- from all corners of the Dutch East-Indies, including foto bangunan dan pemandangan cukup populer 193 pictures of Batavia. The photos of buildings and sebagai penanda lokasi yang memperkaya album scenery were quite popular as location markers to potret dan foto keluarga. Wisatawan pun sering enrich portraits and family photo albums. Tourists membawa pulang foto-foto itu, sebagaimana kartu often took home these photos, as in later times was pos bergambar di kemudian hari. done with postcards.

12 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 13 Sesuai dengan pengakuan Walter Woodbury, As Walter Woodbury said: “wherever we found some Di sisi lain, jejak-jejak masa lalu memang banyak and this changed a large part of the face of the city. “wherever we found some pretty scenery”, maka pretty scenery”, the objects were primarily selected yang telah lenyap. Perjalanan menjadi kota modern The social reality too is far different. At that time, the obyek foto dipilih terutama karena keindahannya, for their prettiness; potentially attractive to buyers. dalam prosesnya menelan banyak korban, dan population of Batavia had not yet reached a hundred yang berpotensi menarik hati para pembeli. Woodbury & Page were supported by good tools, otomatis mengubah sebagian besar wajah kota. thousand people, while now after independence, Woodbury & Page sangat didukung oleh peralatan modern techniques and very high printing skills. As a Realitas sosialnya pun sudah jauh berbeda. Kala itu, Jakarta as the capital of the Republic of Indonesia is yang bagus, teknik fotografi yang modern dan result, their works are timeless and by many today still populasi Batavia belum mencapai seratus ribu orang, crammed with around ten million people - and will keahlian mencetak yang istimewa. Alhasil, karya- considered as works of reference. sementara di alam kemerdekaan, Jakarta sebagai continue to grow. karya mereka abadi dan selalu menjadi rujukan ibukota Republik Indonesia penuh sesak dengan banyak orang hingga saat ini. Indeed the works by Woodbury & Page are always sepuluh jutaan manusia—dan akan terus bertambah. Woodbury & Page might have wanted to picture straightforward and honest but also have hidden Jakarta in the past as shown in the photo van Memang karya-karya Woodbury & Page selalu bicara pearls. Asymmetrical compositions are more Lewat kacamata Woodbury & Page, Jakarta di Kerkhof Tanah Abang. As in their other photographs apa adanya, lugas, dan terus terang, tetapi juga frequently used, because symmetry is only suitable masa lalu mungkin hendak digambarkan seperti of other corners of the city, the composition angle menyimpan mutiara yang tersembunyi. Komposisi for certain objects. Aesthetical, but also full of yang ditampilkan pada foto Kerkhof van Tanah of the buildings and the view are of the simplest: asimetri lebih sering muncul, karena simetri lebih information. We are forced to take pains to dig and Abang. Sebagaimana sudut pengambilan bangunan grave stones to the left and right a stretch of road cocok untuk objek-objek tertentu saja. Estetis, tetapi get it, and then enjoy the whole as a work of special dan pemandangan di pojok kota lainnya, keadaan in the middle which curves towards a place hidden juga sarat informasi. Kita dipaksa bersusah payah art photography. makam diterangkan dengan komposisi apa adanya: from our view. They are not tempted to record the menggali dan mendapatkannya, untuk kemudian kumpulan batu nisan di kiri-kanan dan ruas jalan atmosphere of the cemetery when it is crowded with menikmati keseluruhannya sebagai sebuah karya *** di tengah yang menikung ke tempat tersembunyi visitors mourning for relatives or friends who have seni fotografi yang istimewa. dari pandangan kita. Foto tidak tergoda merekam gone on to the afterlife. The cemetery, as well as other Looking at the record of Batavia by Woodbury & suasana makam saat dipenuhi peziarah yang corners of Batavia, is represented as an urban space *** Page made in the second half of the XIXth century, meratapi sanak-keluarga atau handai-taulan yang of peace, quiet, and comfort. we do not immediately realize that this is the face of telah pergi ke alam baka. Makam, seperti juga pojok Melihat rekaman Woodbury & Page tentang Batavia Jakarta in the past. Jakarta with which we interact kota di Batavia, direpresentasikan sebagai ruang kota A similar atmosphere can be seen on the photo di paruh kedua abad XIX, kita tak segera menyadari every day exhausts our capacity for memories. At first yang damai, tenang, dan nyaman. Buiten Nieuwpoortstraat. We are offered the bahwa itulah wajah Jakarta di masa yang lampau. glance the pictures are about other places, places perspective of a street lined with a row of Chinese- Jakarta yang kita gauli sehari-hari memang telah we have never visited. However, the unpreparedness Suasana yang mirip dapat kita saksikan pada foto style shop-houses. The background to the far north melelahkan naluri ingatan kita. Sepintas lalu foto- for recognizing old time Jakarta is more due to the Buiten Nieuwpoortstraat. Kita disodorkan perspektif towards the city centre is kept hazy. Presumably foto itu seperti bicara tentang tempat lain yang time gap. One hundred years is long enough to sebuah jalan yang diapit deretan rumah-toko bergaya Woodbury & Page intentionally waited patiently belum pernah kita kunjungi. Namun ketidaksiapan separate between the “then” and the “now.” Cina. Latar belakang di ujung utara menuju pusat until the road was empty and quiet, although mengenali Jakarta tempo dulu lebih disebabkan kota terlihat samar-samar. Agaknya Woodbury & traces of wagon wheels signify a road heavy oleh jurang waktu. Seratus tahun lebih sudah cukup On the other hand, many traces of the past have Page sengaja menunggu dengan sabar sampai with busy traffic. There are also no people on the lama untuk memisahkan antara “yang lalu” dan “yang indeed disappeared. Along the road travelled towards jalan terlihat kosong dan lengang, walau jejak-jejak road which could indicate the busy crowds of a sekarang.” becoming a modern city many victims have fallen roda kereta kuda mengisyaratkan sebuah jalan yang shopping area in Chinatown. At that time, as shown

14 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 15 lalu-lintasnya sangat sibuk. Tak ada pula orang yang by the shadow of the horse carriage at the left it digugurkan dalam proses seleksi alam perkotaan The case becomes much simpler when we see the lalu-lalang melintas di jalan untuk mengindikasikan was perhaps near noon. Some people are hiding, yang terus pergi ke depan dan tak mengenal pulang. photos of the Museum Bataviaasch Genootschap keramaian sebuah kawasan ruko di Pecinan. Saat watching the photographer from a distance. Who Maka ketika jejak lampau menghilang, hari ini kita voor Kunsten en Wetenschappen. The elephant itu, waktu mungkin menuju tengah hari, jika menilik can imagine that this is happening in the Jalan Pintu kehilangan orientasi. Tak banyak orang yang masih statue, a gift from the Kingdom of Siam is still standing bayangan pada kereta kuda di sisi kiri. Beberapa Besar Selatan? Our memory of the usual every day ingat kehadiran gedung De Harmonie. Kita tetap in the same place today as we see it in the photos. orang bersembunyi, mengintai sang pemotret dari irritating congestion on this road easily weakens our boleh bersyukur, nama persimpangannya masih While the word “museum” is not written on the facade kejauhan. Siapa yang dapat membayangkan kalau ini imagination, our ability to visualize the relationship menyandang nama yang sama: Harmonie. of the building, we still are sure that it is the National terjadi di Jalan Pintu Besar Selatan? Ingatan kita pada between this photo and today’s reality. Museum. Woodbury & Page recorded a silent kemacetan rutin yang mengesalkan di ruas jalan ini Persoalannya menjadi lebih sederhana ketika museum without visitors, but let two natives pose to setiap harinya, dengan mudah melemahkan imajinasi The same thing happens again with the photo kita melihat foto Museum van het Bataviaasch give the feel of the Indies. This time the traces of the kita untuk mampu membayangkan hubungan antara Sociëteit De Harmonie. The main building is shot Genootschap voor Kunsten en Wetenschappen. past are still there and we are relieved. Batavia is still foto ini dengan kenyataan hari ini. slightly sideways to the left in order to provide Patung Gajah dari Kerajaan Siam masih berdiri di shown peaceful, quiet and comfortable. sufficient space for the road and a row of shops on tempat yang sama pada hari ini seperti yang kita Hal yang sama terulang lagi pada foto Sociëteit the right side to fully represent the real atmosphere lihat dalam foto. Walau kata “museum” belum tertera *** De Harmonie. Bangunan utama dikomposisikan on one of the busiest intersections in Batavia in that di wajah bangunan, kita yakin bahwa itu adalah agak menyamping ke kiri supaya memberi ruang time. The building, a magnificent city landmark, is Museum Nasional. Woodbury & Page merekam When Yoppy Pieter and Tino Djumini looked at yang cukup pada ruas jalan dan deretan toko di sisi not shown frontal and symmetrical corresponding museum tanpa keramaian para pengunjung, tetapi Jakarta today, of course, the social reality of the kanan untuk melukiskan secara utuh suasana yang to its formal character. In fact, this bustling corner membiarkan dua orang bumiputera berpose untuk second decade of the XXIth century forced them sesungguhnya di salah satu persimpangan tersibuk of Batavia is shown as a quiet city space. At the memberi nuansa Hindia. Kali ini jejak masa lalu in opposition to Woodbury & Page. The tranquillity di Batavia pada zamannya. Gedung yang merupakan right some horse carriages are shown waiting for masih terjaga dan kita merasa lega. Batavia tetap of the past becomes painful, because the objective tengaran kota yang megah ini tidak ditampilkan passengers from De Harmonie building that was ditampilkan damai, tenang, dan nyaman. conditions in front of our eyes today show something frontal dan simetri sesuai karakter formalnya. Bahkan, always bustling with a variety of social activities of very different. But the calm of the past can also be *** sudut kota Batavia yang ramai ini digambarkan the upper class of Batavia. Some natives who sit soothing, as an escape from the complexities of life sebagai ruang kota yang sepi. Di sisi kanan terlihat on the edge of the bridge are deliberately shown Ketika Yoppy Pieter dan Tino Djumini menyaksikan today. Both young photographers decided to choose beberapa kereta kuda menunggu kedatangan to strengthen the Indies atmosphere. De Harmonie Jakarta hari ini, tentu saja realitas sosial dekade kedua the space in between. Taking a view, a perspective, calon penumpang dari gedung De Harmonie building has been demolished deliberately in the mid abad XXI akan memaksa mereka berseberangan rooted in the anxiety and excitement of today. Trying yang selalu ramai dengan berbagai kegiatan sosial 1980’s solely for the sake of smooth traffic flow. It dengan Woodbury & Page. Ketenangan masa to tell the story through dynamic, asymmetric, kalangan papan atas Batavia. Beberapa orang perished in a process of urban natural selection which lampau terasa menyiksa, karena kondisi objektif yang moving photographs is like looking for a point to take bumiputera yang duduk-duduk di tepi jembatan continues ahead and cannot turn back. So when the ada di depan mata kita hari ini mengatakan lain. Tetapi a stand and all the while saying that Jakarta today is sengaja ditampilkan untuk memperkuat atmosfir trail of the past disappeared, we lost our orientation. ketenangan masa lampau bisa juga menyejukkan, very busy, crowded and everyone has to struggle Hindia. Gedung De Harmonie sudah dirubuhkan There are not many people who still remember the sebagai sebuah pelarian dari keruwetan hidup and work for a living. Old buildings are no more dengan sengaja di pertengahan tahun 1980-an De Harmonie building. We may still be grateful that the hari ini. Kedua fotografer muda itu memutuskan than containers, remains of the past which kept us semata-mata demi alasan kelancaran lalu-lintas. Ia crossing still bears the name: Harmonie. untuk memilih ruang di antaranya. Mengambil company up until the present. They are the witnesses

16 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 17 dimensi pandang yang otomatis lebih berakar pada of the struggle of each human being going about his “Recording the Future”: kegelisahan dan kegairahan masa kini. Ingin bertutur daily business of life. Contemplation is only for the few. lewat foto-foto yang dinamis, asimetri, bergerak, Arsip Audiovisual Kehidupan Sehari-hari di Indonesia Abad ke-21 seperti sedang mencari-cari titik berpijak, seraya At this time, before us Jakarta looks aging, bearing berkata bahwa Jakarta hari ini sangat sibuk, ramai the burden of a many a lingering problem. While “Recording the Future”: dan setiap orang harus berjuang dan bekerja mencari a peaceful, quiet and comfortable Batavia looks An Audiovisual Archive of Everyday Life in Indonesia in the 21st Century nafkah. Gedung-gedung tua tak lebih dari wadah fresh and young. Batavia is a vague panorama in tinggalan masa lalu yang menemani kita sampai hari our collective memory, and meets our desire to find ini. Ia menjadi saksi pergumulan tiap-tiap manusia something that might have been better in the past. mengurusi kehidupannya sehari-hari. Kontemplasi hanya untuk segelintir orang saja. About the past, Kartini also experienced something similar while being entertained by her husband with Seketika di hadapan kita, Jakarta tampak menua, gamelan music and songs every Sunday: menanggung beban masalah yang berkepanjangan. Sementara Batavia yang damai, tenang, dan nyaman “... what touches my heart deeply is the gamelan kelihatan segar dan muda belia. Batavia adalah music. I was brought back to past times, those panorama yang samar-samar dalam ingatan kolektif times that I should not recall. It made me soft and kita, dan mengisi kerinduan kita pada sesuatu yang heavy hearted.... “ mungkin lebih baik di masa lalu. Tentang masa lalu, Kartini pernah pula mengalami hal serupa saat dihibur Kartini felt peaceful, quiet and comfortable, as well as oleh suaminya dengan lagu gamelan dan tembang anxious and tried to get out of the trap of nostalgia yang bagus di waktu istirahat setiap hari Minggu: and romanticism that could undermine the spirit of “...hanya yang sangat merawankan hati saya her struggle. Then, why we are always tempted to adalah lagu gamelan itu. Saya dibawanya kembali nostalgia for those days, the days that we actually did ke masa dulu, yang tidak boleh saya kenangkan. not even live through? Dibuatnya saya menjadi lembut dan bersayu hati....”

Kartini merasakan damai, tenang, dan nyaman, sekaligus gelisah dan berusaha keluar dari perangkap nostalgia dan romantisme yang bisa melemahkan semangat perjuangannya. Lalu, mengapa kita selalu tergoda untuk merindukan masa-masa itu, masa- masa yang sesungguhnya bahkan tak pernah kita lalui?

Bambang Eryudhawan Bambang Eryudhawan

18 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 19 Orang mengunjungi toko di Pasar Baru di Jakarta; People visiting shops in Pasar Baru in Jakarta; an sebuah persimpangan jalan di Payakumbuh, intersection in Payakumbuh, West Sumatra; a street Sumatera Barat, sebuah jalan di desa Kawal; pasar in the village of Kawal; a market in Bittuang, Sulawesi; di Bittuang, Sulawesi; stasiun kereta api dan terminal a train station and a bus terminal in Surabaya; early bus di Surabaya, senam pagi di Bittuang; upacara morning gymnastics in Bittuang; a flag raising bendera di sebuah sekolah dasar di Sintang; orang ceremony at a primary school in Sintang; a jumatan jumatan di Kawal; produksi peralatan dapur di (Friday prayer) in Kawal; the production of kitchen Delanggu dan wawancara dengan seorang politisi utensils in Delanggu; and interviews with a local lokal di Payakumbuh; tukang sapu di Jakarta; seorang politician in Payakumbuh, a sweeper in Jakarta, arsitek tradisional di Bittuang dan seorang anak a traditional architect in Bittuang, and a schoolgirl sekolah di Sintang. Apakah persamaan gambar- in Sintang. What do these seemingly different gambar yang tampaknya sangat berbeda itu? items have in common? They are all examples of Kesemuanya adalah rekaman (fragmen) kehidupan film recordings of (fragments of) everyday life in sehari-hari di Indonesia. Dengan demikian mereka Indonesia. As such they form the substance of an membentuk arsip audiovisual yang substansial dari audiovisual archive of everyday life in Indonesia in the kehidupan sehari-hari di Indonesia pada abad ke-21. 21st century.

Pada tahun 2003, KITLV memprakarsai proyek In 2003, KITLV initiated this long term documentation dokumentasi jangka panjang ini dalam kerja sama project in cooperation with Indonesian partners Off dengan mitra Indonesia Off Stream Independent Stream Independent Filmmakers and LIPI. The aim Filmmakers dan LIPI. Tujuannya adalah membangun is to establish an audiovisual archive of everyday sementara syuting. Di samping itu, sejumlah besar The procedures for filming these locations are bound sebuah arsip audiovisual dari kehidupan sehari- life in Indonesia during the 21st century. To this end tema kehidupan sehari-hari juga difilmkan. to strict rules, in order to facilitate comparisons over hari di Indonesia pada abad ke-21. Untuk tujuan ini recordings are made in Jakarta, Delanggu (Central time. In each place a location is chosen as ‘fixed rekaman dibuat di Jakarta, Delanggu (Jawa Tengah), Java), Payakumbuh (West Sumatra), Kawal (on the Untuk memudahkan perbandingan dari waktu ke point’ – a crossroads, a street, a square, or a market, Payakumbuh (Sumatera Barat), Kawal (di pulau island of Bintan), Sintang (West Kalimantan), Bittuang waktu untuk prosedur syuting di lokasi dibuat aturan in short: public spaces – where shootings are made Bintan), Sintang (Kalimantan Barat), Bittuang (Tana (Tana Toraja on Sulawesi), Ternate, and Surabaya. baku. Di setiap tempat dipilih satu lokasi sebagai ‘titik from 5.30 in the morning (at sunrise) until 23.00 Toraja di Sulawesi), Ternate, dan Surabaya. Setiap Every four years recordings are made at the same tetap’ – persimpangan jalan, jalan tertentu, lapangan evening. These recordings enable us to observe for empat tahun di lokasi yang sama dibuat rekaman lagi locations in order to trace changes and continuities. atau pasar; pokoknya ruang publik – di sana syuting instance the behaviour of traffic and, more in general, untuk melacak perubahan dan kesinambungan. Various approaches are taken: particular spots are dilakukan dari pagi jam 5.30 (saat matahari terbit) the way people use public spaces. filmed with intervals during a whole day; we take a sampai jam 23.00 malam hari. Dengan rekaman, kita Ini dilakukan dengan berbagai pendekatan : tempat ride with a car and a long walk while we are filming. dapat mengamati perilaku lalu-lintas dan lebih umum, A second way to document these public spaces is tertentu yang direkam dengan sela waktu tertentu Next to this, a large number of themes in everyday life cara orang menggunakan ruang publik. inspired by footage made in 1912 by Col. J Lamster. selama satu hari penuh; kami naik mobil dan berjalan are filmed. He put a camera on the front of his car and drove

20 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 21 Cara kedua mendokumentasikan ruang publik around the streets of Bandung. This enables us to kegiatan yang berbeda-beda dalam aneka konteks. So far, an archive has been created of some 500 adalah yang terilhami oleh rekaman yang dibuat pada see a town, a street etc from the perspective of a Secara umum, proyek ini mencakup bidang hours of recordings, which have been indexed tahun 1912 oleh Kolonel J. Lamster. Dia meletakkan driver or passenger. In our project we decided to pekerjaan, kehidupan sosial di ruang publik, rekreasi, and made accessible for research on site. In kamera di bagian depan mobilnya dan melaju adopt a similar approach and film from the top of a agama, dan aspek kehidupan pribadi dalam ruangan. addition, the project has produced a couple of short berputar-putar di jalan-jalan kota Bandung. Hal ini car. Where it is relevant a long recording during a trip Sejalan dengan perkembangan proyek dari waktu ke documentaries, a double DVD with conversations for memungkinkan kita untuk melihat kota, jalan, dll. Dari on a river is made. waktu ada kemungkinan untuk menambahkan topik advanced language teaching and an exhibition about perspektif seorang sopir atau penumpang. Dalam baru dan untuk menyelipkan tema baru. Dalam hal the project in the Tropen Museum in Amsterdam. proyek kami, kami memutuskan untuk mengadopsi A third device to cover a location is a long walk of ini proyek ini menawarkan peluang untuk fleksibilitas All original recordings are accessible through an pendekatan yang serupa dan mengambil film dari 3-4 hours while the camera keeps on rolling. Before dalam kerangka yang terstruktur dengan baik. application called ‘Virtual Indonesia’ at the KITLV atas mobil. Jika relevan rekaman serupa dibuat the walk is made, the trajectory has been explored offices in Leiden and Jakarta and at LIPI. sepanjang perjalanan di sungai. and mapped. During the walk the filmmakers decide Sejauh ini, arsip yang telah terbentuk terdiri dari where they stop to talk with people. Usually the first sekitar 500 jam rekaman yang telah dibuatkan Recording the Future is an innovative audiovisual Cara ketiga untuk mencakup suatu lokasi adalah question is about what a person is doing, and then indeks dan dapat diakses untuk penelitian on site. project, a cooperation between Indonesian and dengan jalan kaki sekitar 3-4 jam sementara kamera we see where the conversation ends. Selain itu, proyek ini telah menghasilkan beberapa Dutch institutes and researchers. The aim is to tetap merekam. Sebelum mulai trayek jalan yang film dokumenter pendek, DVD ganda dengan continue this project for 100 years so the generations hendak ditempuh, dieksplorasi dan dipetakan. An important strategy in approaching everyday life is percakapan untuk pengajaran bahasa tingkat to come can see how daily life in Indonesia changed Sambil berjalan pembuat film memutuskan di mana the recording of a variety of themes and topics. Some lanjutan dan sebuah pameran tentang proyek ini di over time. mereka berhenti untuk berbicara dengan orang of these belong to the category of obvious aspects Tropen Museum di Amsterdam. Semua rekaman yang dijumpai. Biasanya pertanyaan pertama adalah of everyday public life that we are familiar with, but we asli dapat diakses melalui aplikasi bernama ‘Virtual tentang apa yang sedang dilakukan dan kemudian tend to ignore them in terms of documentation. As Indonesia’, di kantor KITLV di Leiden dan Jakarta dan pembicaraan dibiarkan berkembang sampai selesai. a result they tend to slip away from our memory as di LIPI. soon as circumstances change. Strategi penting dalam mendekati kehidupan sehari- “Recording the Future” adalah proyek audiovisual hari adalah merekam aneka macam tema dan There is no rigid system in the topics, because yang inovatif, kerja sama antara lembaga dan peneliti topik. Beberapa dari hal ini termasuk kategori aspek everyday life consists of a large number of different Indonesia dan Belanda. Tujuannya untuk melanjutkan kehidupan publik yang jelas, yang cukup kita kenal; activities in a variety of contexts. In general, the proyek ini selama 100 tahun sehingga generasi tapi kita cenderung mengabaikannya dalam hal project covers the fields of work, social life in the mendatang dapat melihat bagaimana kehidupan dokumentasi. Akibatnya tema dan topik ini cenderung public sphere, leisure, religion and aspects of indoor sehari-hari di Indonesia berubah dari waktu ke waktu. menghilang dari ingatan kita secepat perubahan private life. As the project develops over time it is keadaan. possible to add new topics and to include new themes. In this respect the project offers room for a Tidak ada sistem pemilihan topik yang kaku karena great deal of flexibility within a well-structured frame. kehidupan sehari-hari terdiri dari sejumlah besar

22 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 23 Reproduksi dan Deskripsi Benda Asli Reproductions and Descriptions of the Original Items

“Eene overstrooming op Java” (Banjir di Jawa), litograf berdasarkan lukisan Raden Saleh Syarif Bustaman /“Eene overstrooming op Java” (Flood on Java), lithograph after a painting of Raden Saleh Syarif Bustaman, 1865. Treasures, p. 56-57

“Eene jagt op Java” (Berburu di Jawa), litograf berdasarkan lukisan Raden Saleh Syarif Bustaman / “Eene jagt op Java” (Hunting in Java), lithograph “Pangeran Sarif Hamid Alkaddrie”, gambar pensil oleh Raden Saleh after a painting of Raden Saleh Syarif Bustaman / “Pangeran Sarif Hamid Alkaddrie”, drawing in pencil Syarif Bustaman, 1865. by Raden Saleh Syarif Bustaman, 1853.

24 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 25 “Fort Belgica – Eiland Banda Neira” (Benteng Belgica di Banda Neira), litograf / “Fort Belgica – Eiland Banda Neira” (Fort Belgica at Banda Neira), lithograph, 1844. Treasures, p. 36-37

“Promenade sur la Place de Waterloo à Batavia” (Jalan-jalan di Waterlooplein/Lapangan Banteng), litograf / “Promenade sur la Place de Waterloo à Batavia” (Walking on the Waterlooplein/Lapangan Banteng), lithograph, 1865. Treasures, p. 40-41 “Vue du palais de Buitenzorg” (Istana Bogor), litograf / “Vue du palais de Buitenzorg” (View of the palace in Bogor), lithograph, 1865. Treasures, p. 42-43

26 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 27 “Het rampok feest” (Rampogan macan), litograf berdasarkan gambar oleh L.H.W.M. de Stuers / “Het rampok feest” (Ritual tiger fight), lithograph after a drawing by L.H.W.M. de Stuers, 1865. Treasures, p. 62-63

Orang Punan tidur di hutan, litograf berdasarkan gambar oleh Carl Bock / Sleeping Punans “Indische typen” (Golongan etnik Indonesia): Bugis, litograf / “Indische typen” in the woods, lithograph after a (Types of Indonesia): Bugis, lithograph, 1860. Treasures, p. 50-51 drawing by Carl Bock, 1881. Treasures, p. 70-71

28 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 29 Gambar untuk di kelas “De haven van Sabang rond 1910” (Pelabuhan Sabang sekitar 1910) / School plate “De haven van Sabang rond 1910” (The harbour of Sabang around 1910). Treasures, p. 92-93

30 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 31 Anak Jawa melewati toko batik, gambar oleh J. van der Heyden, sekitar 1920 / A Javanese “Dampati Lalangon”, naskah Bali atas daun lontar / “Dampati Lalangon”, boy passes a batik shop, drawing by J. van der Heyden, approx. 1920. Treasures, p. 90-91 manuscript from Bali on lontar palm leaves. Treasures, p. 100-101

32 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 33 “Pustaha”, tulisan keramat Batak pada kulit pohon./ “Pustaha”, Batak Sehelai halaman sebuah buku harian Seorang laki-laki di Kebun Raya Bogor, litograf berdasarkan gambar J.C. Rappard, Kulit buku “Java” oleh M.T.H. Perelaer magical text written on tree bark. Treasures, p. 82-83 Bugis yang menyebut nama Th.S. diambil dari buku “Buitenzorg” oleh M.T.H. Perelaer / A man in the botanical garden of / Cover of “Java” by M.T.H. Perelaer, Raffles, 1814. / Page from a Buginese Bogor, lithograph after a drawing of J.C. Rappard, taken from the book “Buitenzorg” 1885 diary mentioning Th.S. Raffles, 1814. by M.T.H. Perelaer, 1882 Treasures, p. 34-35

34 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 35 “Krandji dan Bekasi djatoeh” oleh Kulit buku “F. Junghuhn gedenkboek “D’Amboinsche rariteitkamer…” oleh (Pramoedya) Ananta Toer, terbitan 1809-1909” (Buku mengenang G.E. Rumphius / “D’Amboinsche pertama / “Krandji dan Bekasi djatoeh” F. Junghuhn), 1910 / Cover of “F. rariteitkamer…” by G.E. Rumphius, (The fall of Kranji and Bekasi) by Ananta Junghuhn gedenkboek 1809-1909” (The Ambonese curiosity cabinet) Toer; first publication by Pramoedya (Memorial book of F. Junghuhn), 1910 1705, between pages 96 and 97. Ananta Toer, 1947

“Oud Soerabaia” (Surabaya Lama) oleh G.H. von Faber / “Oud Soerabaia” (Old Surabaya) by G.H. von Faber, 1931, pages 56-57.

36 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 37 Han Wen: Kerontjong Modern. LP sampul album / Han Wen: Kerontjong Modern. LP album cover ca. 1970

Koes Plus: Vol.10. LP sampul album / Koes Plus: Vol.10. LP album cover ca. 1975 Eddy Silitonga: Tabahkan hatimu. LP sampul album / Eddy Silitonga: Tabahkan hatimu. LP album cover ca. 1975

38 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 39 O.M. El Sitara. LP sampul album / O.M. El Sitara. LP Wiwiek Abidin: Pop Melayu. LP sampul album / Wiwiek album cover ca.1975 Abidin: Pop Melayu. LP album cover ca. 1975

Pattie Sisters/Enteng and his Comets. LP sampul album / Sandra Reemer: Gold; Insanity. 45’ sampul album / Sandra Pattie Sisters/Enteng and his Comets: LP album cover ca. Reemer: Gold; Insanity. 45’ record cover 1985 1967

40 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 41 Reproduksi dan Deskripsi Foto-foto Reproductions and Descriptions of the Photographs WATER TENAGA HIDRO-ELEKTRIK / HYDRO-ELECTRIC POWER

Empat DVD dari koleksi KITLV / Four DVDs from the KITLV collection Pembangkit listrik tenaga air di Sungai Tuntang dekat , 1919 (fotografer tidak dikenal) / Hydro-electric power station at the Tuntang river near Semarang, 1919 (photographer unknown)

42 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 43 Seorang Eropa berdiri di dekat turbin air pembangkit listrik tenaga air di pinggir Sungai Tuntang dekat Semarang, 1919 (fotografer tidak dikenal) / European standing near the water turbines of the hydro-electric power station at the Tuntang river near Semarang, 1919 (photographer unknown)

Penguatan tepi sungai dekat pembangkit listrik tenaga air di Sungai Tuntang dekat Semarang, 1919 (fotografer tidak dikenal) / Reinforcement of the river bank near the hydro-electric power station at the Tuntang river near Semarang, 1919 (photographer unknown)

Papan penghubung tegangan tinggi di pembangkit listrik tenaga air di Sungai Tuntang dekat Semarang, 1919 (fotografer tidak Penguatan tepi sungai dekat pembangkit listrik Pembangunan pembangkit listrik tenaga air dikenal) / High-tension switch- tenaga air di Sungai Tuntang dekat Semarang, di Sungai Tuntang dekat Semarang, 1919 board in the hydro-electric power 1919 (fotografer tidak dikenal) / Reinforcement (fotografer tidak dikenal) / Construction of the station at the Tuntang river near of the river bank near the hydro-electric power hydro-electric power station at the Tuntang river Semarang, 1919 (photographer station at the Tuntang river near Semarang, near Semarang, 1919 (photographer unknown) unknown) 1919 (photographer unknown)

44 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 45 IRIGASI / IRRIGATION

Pembangunan pembangkit listrik tenaga air di Sungai Tuntang dekat Semarang, 1919 (fotografer tidak dikenal) / Construction of the hydro-electric power station at the Tuntang river near Semarang, 1919 (photographer unknown)

Jembatan dan jalan dekat saluran irigasi sebelah tenggara Probolinggo, sekitar 1919 (fotografer tidak dikenal) / Bridge and road near an irrigation canal southeast of Probolinggo, approx. 1910 (photographer unknown)

Bendungan dekat pembangkit listrik tenaga air di Sungai Tuntang dekat Semarang, 1919 (fotografer tidak dikenal) / Dam near the hydro-electric power station at the Tuntang river near Semarang, 1919 Bangunan irigasi di daerah Pasuruan, sekitar Bangunan pengairan pada saluran air di daerah (photographer unknown) 1919 (fotografer tidak dikenal) / Irrigation works in Banyumas, sekitar 1915 (fotografer tidak dikenal) de Pasuruan area, approx. 1910 (photographer / Waterworks in a canal in the Banyumas area, unknown) approx. 1915 (photographer unknown)

46 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 47 Pintu air di Kali Mas, Surabaya – Wonokromo, sekitar 1925 (fotografer tidak dikenal) / Sluices in the Kali Mas, Surabaya-Wonokromo, approx. 1925 (photographer unknown)

Pintu air dekat Kawah Ijen (Banyuwangi), Maret 1920 (L.V.Joekes) / Sluices near Kawah Ijen Bangunan pengairan di saluran air di daerah Banyumas, sekitar 1915 (fotografer tidak dikenal) / (Banyuwangi), March 1920 Waterworks in a canal in the Banyumas area, approx. 1915 (photographer unknown) (L.V. Joekes)

48 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 49 BINATU / LAUNDRIES

Mencuci pakaian di rakit-rakit di Sungai dekat Jatinegara, Batavia, sekitar 1900 (fotografer tidak dikenal) / Washing clothes from rafts in the Ciliwung river near Jatinegara, Batavia, approx. 1900 (photographer unknown)

Mencuci pakaian di kali, Batavia, sekitar 1930 (fotografer tidak dikenal) / Washing clothes in a river in Batavia, approx. 1930 (photographer unknown)

Mencuci pakaian di kampung di Batavia, Perempuan sedang mencuci pakaian di Kali Besar, Dua orang perempuan sedang mandi di Bali, sekitar Gadis-gadis Bali sedang mencuci pakaian di Bungkulan, Bali Utara, 1923 sekitar 1900 (fotografer tidak dikenal) / Washing Batavia (fotografer tidak dikenal) / Women washing 1925 / Two women bathing on Bali, approx. 1925 (Ong Hian Bo) / Balinese girls washing clothes in Bungkulan (North Bali), clothes in a kampung in Batavia, approx. 1900 clothes in the Kali Besar, Batavia (photographer (photographer unknown) 1923 (Ong Hian Bo) (photographer unknown) unknown)

50 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 51 BANJIR / FLOODS

Banjir di suatu tempat di Hindia-Belanda, sekitar 1925 (fotografer tidak dikenal) / Floods somewhere in the Dutch East Indies, approx. 1925 (photographer unknown)

Banjir di Pintu Besar, Batavia, 1872 (Woodbury & Page) / Floods at Pintu Besar, Batavia, 1872 (Woodbury & Page)

Banjir di Batavia, sekitar 1920 (M. Foltynski) / Floods in Batavia, approx. 1920 (M. Foltynski)

52 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 53 Banjir di jalan-jalan Barabai, Kalimantan Selatan 13-01-1928 (G.L. Tichelman) / Floods in the streets of Barabai, South Kalimantan, 13-01-1928 (G.L. Tichelman)

54 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 55 WORK IRAMA USAHA / RHYTM OF THE ENTERPRISES

Banjir di suatu tempat di Hindia-Belanda, sekitar 1870 (fotografer tidak dikenal) / Pabrik mesin Braat NV dekat Kali Mas di Surabaya, 1902-1907 (G.P. Lewis.) / Floods somewhere in the Dutch East Indies, approx. 1870 (photographer unknown) Machine factory Braat NV at the Kali Mas in Surabaya, 1902-1907 (G.P. Lewis.)

56 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 57 BATAVIA LAMA / OLD

Pasar Ikan, tampak dari menara syahbandar De Uitkijk sekitar 1870 (Woodbury & Page) / Pasar Ikan as seen from the harbormaster’s tower De Uitkijk, approx. 1870 (Woodbury & Page)

58 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 59 Istana Gubernur Jenderal H.W. Daendels di Waterlooplein (Kementerian Keuangan, Jalan Lapangan Banteng Timur), sebelum 1880 (Woodbury & Page) / The palace of Governor General H.W. Daendels on Waterlooplein (Kementerian Keuangan, Jalan Lapangan Banteng Timur), before 1880 (Woodbury & Page)

Pemakaman di Tanah Abang, sebelum 1880 (Woodbury & Page) / Cemetery at Tanah Abang, before 1880 (Woodbury & Page)

Balai Kota (Museum Sejarah Jakarta, Taman Fatahillah), sebelum 1880 (Woodbury & Page) Rumah tinggal pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman di Menteng (kini RS Cikini, Jalan Raden / Townhall (Museum Sejarah Jakarta, Taman Fatahillah), before 1880 (Woodbury & Page) Saleh), sekitar 1865 (Woodbury & Page) / House of the painter Raden Saleh Syarif Bustaman at Menteng (RS Cikini, Jalan Raden Saleh), approx. 1865 (Woodbury & Page)

60 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 61 Persimpangan jalan Molenvliet (Jalan Gajah Mada) dan Tanah Abang dengan Sociëteit De Jalan dari Salemba Harmonie sebelah kiri, sebelum ke Meester Cornelis 1880 (Woodbury & Page) / (Jatinegara), sebelum 1880 Junction Molenvliet (Jalan Gajah (Woodbury & Page) / Mada) and Tanah Abang with The road from Salemba Sociëteit De Harmonie on the left, to Meester Cornelis before 1880 (Woodbury & Page). (Jatinegara), before 1880 Treasures, p. 68-69 (Woodbury & Page)

Gang Scott (Jalan Budi Kemuliaan) dengan Gereja Armenia , sebelum 1880 (Woodbury & Page) / Tanah Abang, sebelum 1880 Gang Scott (Jalan Budi (Woodbury & Page) / Kemuliaan) with the Tanah Abang, before 1880 Armenian church, before (Woodbury & Page) 1880 (Woodbury & Page)

62 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 63 Museum Bataviaasch Genootschap voor Kunsten en Wetenschappen (Museum Nasional Republik Indonesia) di Koningsplein-West (Jalan Medan Willemskerk (Gereja Immanuel), Merdeka Barat), sebelum 1880 Gereja Protestan di Koningsplein- (Woodbury & Page) / Oost (Jalan Medan Merdeka Museum of the Bataviaasch Timur), sebelum 1880 Genootschap voor Kunsten (Woodbury & Page) / en Wetenschappen (Museum Willemskerk (Gereja Immanuel), Nasional Republik Indonesia) at Protestant Church at Koningsplein-West (Jalan Medan Koningsplein-Oost (Jalan Medan Merdeka Barat), before 1880 Merdeka Timur), before 1880 (Woodbury & Page) (Woodbury & Page)

Istana Gubernur-Jenderal (Istana Merdeka) di Koningsplein-Noord Sumur bor di Koningsplein (Jalan Medan Merdeka Utara), (Lapangan Medan Merdeka), sebelum 1880 (Woodbury & Page) sekitar 1885 (Woodbury & Page) / Governor-General’s palace (Istana / Artesian well on Koningsplein Merdeka) at Koningsplein-Noord (Lapangan Medan Merdeka), (Jalan Medan Merdeka Utara), approx. 1885 (Woodbury & Page) before 1880 (Woodbury & Page)

64 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 65 Sungai Ciliwung dengan Willemskerk (Gereja Immanuel) di latar belakang, sebelum 1880 (Woodbury & Page) / Buiten Nieuwpoortstraat (Jalan Pintu Besar Selatan), sekitar 1865 (Woodbury & Page) / Ciliwung river with Willemskerk (Gereja Immanuel) in the background, before 1880 (Woodbury & Page) Buiten Nieuwpoortstraat (Jalan Pintu Besar Selatan), approx. 1865 (Woodbury & Page)

66 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 67 Foto-foto oleh Tino Djumini Photographs by Tino Djumini

Foto tua hitam-putih dari koleksi KITLV adalah Old black and white photographs from the KITLV titik awal untuk tugas ini. Foto-foto eksterior collections were starting points for this assignment. memperlihatkan bangunan-bangunan yang terletak The photographs present exteriors of places located di pusat Jakarta yang diambil selama periode Hindia- in the centre of Jakarta taken during the Dutch Indies Belanda. Landmark seperti Museum Sejarah Jakarta period. Landmarks such as the Museum Sejarah (Stadhuis/Townhall), Lapangan Medan Merdeka Jakarta (Stadhuis/Townhall), Lapangan Medan (Koningsplein), Kementerian Keuangan (Istana Merdeka (Koningsplein), Kementerian Keuangan Gubernur Jenderal Daendels), dan Rumah Sakit (Palace of Governor-General Daendels), and Rumah Cikini (kediaman Raden Saleh) adalah beberapa Sakit Cikini (Raden Saleh’s residence) are some of the gedung yang masih tetap tak tersentuh secara fisik places that still remain untouched physically, though , meskipun fungsi dan nama telah berubah seiiring their function and names have changed over the pergeseran abad. Melihat gambar ini menghidupkan centuries. Looking at this images bring memories kenangan dari masa lalu di mana fotografi baru alive from a past where photography just entered the saja memasuki panggung sebagai media untuk stage as a medium for documentation and research. dokumentasi dan penelitian. My photographic series in portrays in colour what Seri fotografi berwarna saya, menunjukkan apa happens inside theses static monumental buildings. yang terjadi di dalam gedung monumental statis itu. With a focus on the people who work and “spend” Dengan fokus pada orang-orang yang bekerja dan most of their times on the work floor: the office boy, “menghabiskan” sebagian besar waktu mereka the security guards, employers, staff and people from di lantai kerja: office boy, penjaga keamanan, the management. I intended to portray them during Amsterdamse Poort/Gerbang Amsterdam, Jalan Gedong Panjang, sebelum 1869 (Woodbury & Page) / pengusaha, staf dan pekerja manajemen. Saya their daily life routine. The interior, office equipment Amsterdamse Poort/Amsterdam Gate, Jalan Gedong Panjang, before 1869 (Woodbury & Page) bermaksud untuk memperlihatkan rutinitas and architectural elements relating to their job are kehidupan mereka sehari-hari. Interior, peralatan also included in my visual research. The photographs

68 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 69 kantor, dan elemen arsitektur yang berkaitan dengan tell about men and their working environment, how pekerjaan mereka juga termasuk dalam penelitian these elements relate to each other, and bring visual saya. Foto-foto menceritakan tentang manusia meaning to these building. dan lingkungan kerja mereka, bagaimana unsur- unsur ini saling berhubungan satu sama lain, dan The images reveal a glimpse of human activities memberi makna kepada bangunan tersebut. taking place within the surroundings of the office and therefore are partly hidden from the public. “What Foto ini mengungkap sekilas aktivitas manusia exactly happens during office hours and lunch time yang terjadi dalam lingkungan kantor dan karena itu inside these buildings?” sebagian tersembunyi dari pandangan publik. “Apa sebenarnya yang terjadi selama jam kerja dan waktu makan siang di dalam bangunan ini?”

Kementerian Keuangan

70 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 71 Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan

72 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 73 Museum Sejarah Jakarta Museum Sejarah Jakarta

74 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 75 Rumah Sakit Cikini

Museum Sejarah Jakarta

76 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 77 Foto-foto oleh Yoppy Pieter Photographs by Yoppy Pieter

Metamorfosa Metamorphosis

Seiring derasnya hujan generasi, airnya membasuh, As new generations rain down, their water cleans, Rumah Sakit Cikini melunturkan, dan membawa perubahan sebuah dilutes, and brings a change of aesthetics of life and estetika kehidupan dan historis yang dahulu saya the history that once made me and you proud. Pintu atau anda banggakan. Pintu Besar Selatan, Kota Tua/ Besar Selatan, Kota Tua / Fatahillah & Pasar Ikan. Fatahillah & Pasar Ikan. Tiga lokasi yang memainkan Three locations which played their respective roles for perannya masing-masing bagi Jayakarta dalam Jayakarta in forging the identity of the capital, Jakarta. hal meraih identitas ibukota, Jakarta. Perubahan- Changes, through the process of metamorphosis, do perubahan yang pasti melalui proses metamorfosa, not always produce an admirable result. tidak selalu menghasilkan akhir yang indah.

Toilet area Monas

78 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 79 Jalan Pintu Besar Selatan

Over time, rows of Chinese homes became buried under concrete foundations.

80 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 81 The Jakarta History Museum

Over time, the function of spaces changes according to the needs of the newcomers, the impression of “comfort” slowly evaporates and disappears.

82 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 83 Pasar Ikan (the fish market)

Over time metal starts to flow in the veins of the silver skinned creatures

84 MAPPING THE HISTORY MAPPING THE HISTORY 85 Colophon

Curators: Roger Tol Ton van Zeeland

Design: Boy Siahaan

Help: Agata Parsidi Bob Wardhana Denny Effinda Fridus Steijlen Gert Oostindie Gideon Sapulete Isye Siti Asyiah Jan van Rosmalen Liesbeth Ouwehand Lulus Yunindiah Nico van Rooijen Nicolette Moeliono Pieter Keni Reinder Storm Suni Wijogawati Anthony Mahmudin

Recording the Future is a collaboration between KITLV, LIPI, and Offstream: Lexy Rambadeta, Ratih Prebatasari, Hanni Christania, Sekar Sari, Andre Triadiputra, Henk Schulte Nordholt, Fridus Steijlen, Roger Tol, Dewi Fortuna Anwar, Jan Sopaheluwakan, Aswatini, Fatimah Z.S. Padmadinata.

Catalogue designed and printed by PT Aksaramas Pusaka.

86 MAPPING THE HISTORY