PENEMPATAN SITUS-SITUS NEOLITIK DI KAWASAN KARANGNUNGGAL, TASIKMALAYA, JAWA BARAT Neolithic Placement Sites Found in Karangnunggal Tasikmalaya in West

Nurul Laili Balai Arkeologi Jawa Barat Jalan Raya Cinunuk Km 17 Cileunyi, Bandung 40623 E-mail: [email protected]

Naskah diterima redaksi: 9 September 2016 – Revisi terakhir: 1 November 2016 Naskah disetujui terbit: 28 November 2016

Abstract This study aimed to examine more about Neolithic human life support in western Java. Research on the distribution patterns and factors affecting it which expected to give clues about human behavior patterns in the use of space or the natural environment for their activities. This study uses descriptive and inductive reasoning, which essentially aims to provide a snapshot of a particular fact or symptoms obtained in the study placement. There are two locations, namely (1) the sites in key river basins, namely Ci Langla and (2) sites in tributaries flow Ci Langla, among others are Ci Lumping, Ci Karaha, and Ci Sodong. Some are located in key river basins as much as five sites, occupy the other nine tributary of Ci Langla. Keywords: neolithic, placement, environment, river

Abstrak Permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah bagaimana penempatan situs-situs neolitik di kawasan Karangnunggal dan faktor apa saja yang memengaruhi penempatan situs-situs tersebut. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui penempatan situs-situs neolitik di kawasan Karangnunggal dan faktor yang memengaruhinya. Tulisan ini menggunakan analisis keruangan dan lingkungan. Analisis keruangan untuk mengetahui penempatan situs dan analisis lingkungan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi penempatan. Penempatan situs neolitik kawasan Karangnunggal berada di aliran sungai, baik sungai utama maupun anak sungai. Enam situs terdapat di aliran Ci Langla yang merupakan sungai utama. Lima situs lainnya berada di aliran anak sungai Ci Langla, antara lain Ci Lumping, Ci Karaha, dan Ci Sodong. Penempatan situs-situs neolitik di daerah aliran sungai, menunjukkan arti penting sungai bagi kehidupan neolitik. Sungai sebagai sumber air merupakan penyedia kebutuhan hidup sehari-hari dan berperan penting pada proses pembuatan gelang dan beliung. Penempatan lokasi juga mempertimbangkan kondisi sumber daya alam lainnya, seperti kemiringan lahan dan vegetasi. Kata kunci: neolitik, penempatan, lingkungan, sungai

89 PURBAWIDYA Vol. 5, No. 2, November 2016: 89 – 100

PENDAHULUAN yang diperkirakan sisa makanan. Adapun bangunan tempat tinggal belum pernah Masa prasejarah merupakan fase ditemukan (Simanjuntak, 1992: 124; kehidupan paling tua dari kronologi kehidupan manusia. Salah satu budaya Simanjuntak, 2004: 200–201). prasejarah, yaitu neolitik. Neolitik Selain situs permukiman, hasil yang merupakan tonggak revolusi temuan lain berupa situs bengkel neolitik. perkembangan budaya yang ditandai Jejak situs bengkel paling banyak dengan penemuan-penemuan baru dan diperoleh dan tersebar luas di . yang memiliki unsur-unsur peletak dasar Situs-situs bengkel diperoleh, antara budaya sekarang, justru belum dapat lain di Bungamas (Lahat, Sumatera terkupas secara jelas. Selatan), Karangnunggal (Tasikmalaya, Menurut Guilaine (1976) indikasi Jawa Barat), Pasir Kuda (Bogor, Jawa adanya jejak neolitik umumnya mencakup Barat), Pegunungan Karangbolong tiga aspek, yaitu aspek teknologi, ekonomi, (Kebumen, Jawa Tengah), Punung dan sosial. Aspek teknologi dicirikan (Pacitan, Jawa Timur), Limbasari oleh pembuatan peralatan dan perhiasan (Purbalingga, Jawa Tengah/ 1156±55 dari batu dengan teknik upam (seperti BP), dan Situs Tipar Ponjen (Purbalingga, kapak, beliung, dan gelang), pembuatan Jawa Tengah/1.180±70 – 870±40 BP). gerabah, pengenalan pertenunan, dan Penelitian situs bengkel yang telah pembuatan peralatan yang berkaitan intensif dilakukan adalah di 19 situs dengan kebutuhan masyarakat agraris, perbengkelan Purbalingga dan ratusan seperti batu pipisan dan batu giling, dan situs neolitik di Punung, daerah Gunung sabit; aspek ekonomi berupa kegiatan Sewu (2.100 ± 220 BP dan 1.100±110 BP). pemenuhan kebutuhan melalui pertanian Hasil-hasil penelitian selama ini telah dan peternakan; dan aspek sosial berupa dapat memberikan penjelasan tentang kegiatan bertempat tinggal menetap, aspek tingkah laku dan pertanggalan pembentukan masyarakat agraris, kapan perbengkelan di situs-situs tersebut pembagian kerja dalam keluarga, dan berlangsung (Simanjuntak, 1992: 124– pengembangan konsepsi kepercayaan 125; Simanjuntak, 2004: 200–201; (Simanjuntak, 1992: 120) Simanjuntak, 2014: 57). Penelitian untuk mengupas kehidupan neolitik di Indonesia telah Kehidupan neolitik di Jawa Barat dilakukan di beberapa situs di wilayah belum terkuak secara optimal, karena nusantara. Situs permukiman neolitik penelitian yang telah dilakukan yang bercorak hunian dan bengkel masih sangat sedikit. Indikasi hunian terdapat di Kalumpang dan Minanga adanya kehidupan neolitik baru berupa Sipakko, Sulawesi Selatan (2.570±110 jejak adanya aktivitas bengkel. Situs BP), Kendenglembu, Jawa Timur, serta perbengkelan di Jawa Barat, yaitu di Situs Nangabalang, Kalimantan Barat (2.871 Pasirgadung, Cineam Tasikmalaya (Laili, BP). Jejak pemukiman pada situs-situs 2012: 113–122), Sukabumi (Laili, 2003: tersebut berupa tembikar, alat-alat dengan 30), kawasan Karangnunggal (Heekeren, tipe neolitik, dan tulang-tulang binatang 1972; Handini, 1999; dan Laili, 2014a).

90 Penempatan Situs-Situs Neolitik .... (Nurul Laili)

Penyebutan situs perbengkelan di­ dan faktor apa saja yang memengaruhi dasarkan pada lahan yang mengandung penempatan situs-situs neoitik di kawasan temuan berupa (1) Artefak yang Karangnunggal. Tulisan ini dimaksudkan dihasilkan dari aktivitas perbengkelan untuk mengetahui penempatan dan faktor berupa calon beliung, beliung, bahan yang memengaruhi penempatan situs- gelang, sisa bahan gelang, dan gelang; situs neolitik di kawasan Karangnunggal. (2) Sisa pengerjaan, yaitu tatal-tatal batu; Pengetahuan tentang kehidupan neolitik dan (3) Gabungan dari nomor (1) dan Karangnunggal diharapkan akan nomor (2), yaitu artefak yang dihasilkan dapat memberi petunjuk tentang pola dan sisa-sisa pengerjaannya. Keberadaan perilaku manusia dalam memanfaatkan situs bengkel akan diperkuat lagi, apabila ruang ataupun alam lingkungan bagi diperoleh bahan baku yang berupa kegiatannya. bongkah-bongkah batu bahan, batu asah, Pendekatan yang dilakukan dan batu pukul. menggunakan analisis keruangan dan Potensi neolitik di kawasan analisis lingkungan secara kualitatif. Karangnunggal pertama kali dicatat oleh Analisis data disesuaikan dengan tujuan van Hekeeren (1972) berdasarkan dari penulisan maka diharapkan dapat temuan penduduk setempat. Temuan menjelaskan penempatan situs-situs beliung di kawasan Karangnunggal neolitik di kawasan Karangnunggal dan menjadi salah satu dasar dari Hekeeren faktor yang memengaruhi penempatan membagi beliung persegi di Indonesia tersebut. Hasil analisis dari masing- ke dalam delapan tipe. Kedelapan tipe masing situs diintegrasikan untuk tersebut adalah (1) Beliung Persegi, (2) mengetahui penempatan situs-situs Belincung, (3) Beliung Bahu, (4) Beliung neolitik di kawasan Karangnunggal Tangga, (5) Beliung Perisai, (6) Beliung terhadap sumber daya alam. Selain hal Atap, (7) Beliung Biola, dan (8) Beliung tersebut akan diketahui faktor apa yang Kuku (Hekeeren, 1972: 160–164). memengaruhi penempatan situs-situs Penelitian Handini di kawasan neolitik di kawasan Karangnunggal. Karangnunggal menunjukkan adanya Neolitik umumnya dihubungkan situs-situs neolitik, yaitu Leuwitere, dengan masa tradisi bercocok tanam. Madur, dan Parakanhonje. Temuan yang Hunian menetap mulai muncul ketika diperoleh didominasi oleh temuan tatal, masa tradisi bercocok tanam berkembang. calon beliung, dan beliung. Temuan Masyarakat pada masa itu untuk yang diperoleh merupakan temuan lepas memenuhi kebutuhannya, sudah tidak yang sudah kehilangan konteks temuan lagi hidup secara mengembara tetapi (Handini, 1999: 17–20). bermukim menetap di suatu tempat. Berdasarkan beberapa fenomena Mereka bermukim secara mengelompok di kawasan Karangnunggal maka di suatu tempat yang keadaan alamnya permasalahan yang dikemukakan dalam dapat memenuhi kehidupan, misalnya tulisan ini adalah bagaimana penempatan di gua-gua yang dekat dengan sumber situs-situs di kawasan Karangnunggal makanan atau tempat-tempat terbuka di

91 PURBAWIDYA Vol. 5, No. 2, November 2016: 89 – 100 pinggir sungai. Kehidupan manusia tidak mengaliri Bantarkalong, Bojongasih, dan terlepas dari lingkungan sekitar. Manusia Karangnunggal. Anak sungai Ci Langla akan berusaha memilih lingkungan di antaranya adalah Ci Arus, Ci Madur, yang sesuai untuk aktivitasnya dengan dan Ci Lumping. memanfaatkan sumber daya alam secara Kawasan Karangnunggal mempunyai optimal (Herkovits, 1952: 3–8). ketinggian yang berbeda. Daerah pada Lingkungan yang dipilih oleh ketinggian 0–500 meter di atas permukaan manusia pendukung dalam memilih air laut (m dpal) menyebar di sebagian lokasi atau tempat untuk aktivitas adalah wilayah Kecamatan Bantarkalong, lingkungan yang berkualitas. Kualitas Bojongasih, Cibalong, Cipatujah, dan lingkungan dapat dibagi dalam beberapa Kecamatan Karangnunggal; ketinggian komponen, yaitu varabel lokasi terdiri 500–1000 m dpal menyebar di sebagian dari jarak, iklim, dan topografi; variabel wilayah Kecamatan Bantarkalong, dan fisik terdiri dari organisasi ruang yang Bojongasih. Kabupaten Tasikmalaya jelas, udara bersih dan tenang; variabel secara fisiografi berada pada jalur psikologis terdiri dari kepadatan pegunungan selatan (Bemmelen, 1949). penduduk dan kemewahan; serta variabel Zona ini merupakan zona yang mengalami sosial ekonomis (Rapoport, 1977: 60– proses pengangkatan yang cukup kuat 61). pada Kala Miosen dan dinamakan pula John G Evans telah merinci lingkungan sebagai Karangnunggal section yang di sekitar manusia atas beberapa unsur, setara dengan Jampang section di bagian yaitu iklim, vegetasi, tanah, geologi, barat dari Jawa Barat. dan fauna (Evans, 1978: 2). Unsur-unsur tersebut dapat dianggap sebagai faktor- Lokasi dan Tinggalan Arkeologis faktor utama yang akan menentukan Situs-situs neolitik yang ada di kondisi lingkungan (Tanudirjo, 1985: 73). kawasan Karangnunggal tersebar di Oleh karena itu, dalam tulisan ini dikaji tiga kecamatan, yaitu Kecamatan permasalahan lingkungan yang berkait Bantarkalong, Karangnunggal, dan dengan keberadaan manusia di suatu Bojongasih. Lokasi jejak tinggalan tempat. Unsur-unsur tersebut adalah arkeologis adalah sebagai berikut. kemiringan lahan (kelerengan), vegetasi, dan sungai. Pasir Ciomas HASIL DAN PEMBAHASAN Pasir Ciomas merupakan tanah Kabupaten Tasikmalaya memiliki desa yang berlokasi di Dusun Ciomas, enam daerah aliran sungai (DAS) yang Desa Parakahonje, Kecamatan terdiri dari DAS Ci Langla, Ci Medang, Bantarkalong. Lokasi ini dikenal Ci Patujah, Ci Kaengan, Ci Tanduy dan dengan nama pangangonan. Kata Ci Wulan. Wilayah Daerah Aliran Sungai pangangonan dalam Bahasa Sunda (DAS) di kawasan Karangnunggal, berasal dari kata angon/ngangon artinya antara lain Ci Langla beserta anak sungai menggembala ternak. Dengan demikian,

92 Penempatan Situs-Situs Neolitik .... (Nurul Laili)

Peta 1. Sebaran penempatan situs-situs neolitik kawasan Karangnunggal. (Sumber: Dokumen Laili, 2014b: 36) pangangonan dimaksudkan bahwa Ci Karaha. Sungai tersebut merupakan lokasi ini dimanfaatkan sebagai tempat anak sungai Ci Langla. Situs berada penggembalaan binatang ternak (LBSS, pada lahan perbukitan bergelombang 2007: 29). dengan kemiringan lahan sekitar 2–15%, Kondisi sekarang, lokasi Pasir terkategori landai. Tinggalan neolitik di Ciomas selain dimanfaatkan untuk situs Pasir Ciomas berupa 6 tatal berbahan penggembalaan juga dipergunakan oleh rijang. Lokasi ini juga terdapat hamparan masyarakat sebagai lahan pertanian. batuan rijang yang dapat dimanfaatkan Tanaman budidaya, antara lain kelapa sebagai bahan alat neolitik. (Cocos nucifera), albasia (Paserianthes falcataria), bambu (Bambusa sp), singkong (Monihot utilassima). Pasir Bentang/Makam Eyang Yusuf Tumbuhan dominan adalah ilalang Situs ini diteliti pertama oleh tim (Imperata cylindrica). Luas lokasi ini Balai Arkeologi Bandung tahun 2013 sekitar 25 ha. (Sudarti dkk., 2013). Lokasi ini dikenal Situs terletak pada koordinat dengan Eyang Yusuf karena ada petilasan 07º35’52.77” LS dan 108º06’20.70” BT yang diyakini sebagai makam Eyang dengan ketinggian 281 m dpal. Sungai Yusuf. Eyang Yusuf merupakan salah berada di sebelah barat situs kurang lebih seorang yang melakukan penyebaran berjarak 50 m, dikenal dengan nama Islam di Desa Parakanhonje.

93 PURBAWIDYA Vol. 5, No. 2, November 2016: 89 – 100

Situs Pasir Bentang secara m dengan sungai. Sungai yang mengaliri, administratif berada di Blok Bentang, yaitu Ci Langla dan di area situs Kampung Leuwitere, Dusun Sumbersari, merupakan pertemuan antara Ci Sodong Desa Parakanhonje, Kecamatan dan Ci Langla. Bantarkalong. Lokasi pada koordinat Situs berada pada dataran dengan 07º35’28.24”LS dan 108º06’40.18” BT kemiringan lahan pada 0–2 %. Situs dengan ketinggian 306 m dpal. Sungai terletak pada koordinat 07º35’56.7”LS berada di sebelah timur situs kurang lebih dan 108º06’40.18 BT dengan ketinggian berjarak 200 m, dikenal dengan nama Ci 306 m dpal. Tanaman yang tumbuh di Langla. Kemiringan lahan di situs ini situs ini adalah pohon nangka (Artocarpus terkategori landai sekitar 2–15%. heterophyllus), sirsak (Annona muricata). Pasir Bentang merupakan wilayah Tinggalan arkeologis di situs ini adalah yang cukup subur dengan tanaman yang 17 alat paleolitik berupa kapak perimbas, tumbuh pohon aren (Arenga pinnata batu inti, serut, dan serpih berbahan rijang mer), kayu afrika (Maesopsis eminii dan kalsedon, 3 alat neolitik berbahan engl.), akor (Acacia auriculiformis), kalsedon berupa 1 bahan gelang dan 2 mahoni (Swietenia mahagoni L. Jacq), calon beliung. nangka (Artocarpus heterophyllus), sirsak (Annona muricata). Sebagian lainnya ditumbuhi rumput ilalang dan bagian Depok selatan dimanfaatkan oleh penduduk Situs ini pertama kali diteliti pada sebagai kebun singkong. Tinggalan tahun 2013 oleh Tim Penelitian Balai arkeologis di situs ini berupa sebaran Arkeologi Bandung (Sudarti dkk., tatal dan serpih, 19 serpih berbahan 14 2013). Lokasi ini juga dikenal dengan rijang dan 5 kalsedon, 11 tatal berbahan nama lokasi Eyang Bagus Angkring. Hal kalsedon , 8 tatal berbahan rijang, serta 1 tersebut disebabkan di lokasi ini diyakini bahan gelang. terdapat kubur tokoh Eyang Bagus Angkring. Sosok tokoh Eyang Agus Leuwitere Angkring tidak jelas peranannya bagi Situs ini pernah diteliti oleh Pusat masyarakat setempat. Arkeologi Nasional pada tahun 1990. Di Situs Depok secara administratif situs ini terdapat jejak alat paleolitik dan berada di Blok Depok, Dusun alat neolitik. Ragam alat paleolitik adalah Cihandiwung, Desa Parakanhonje, serut ujung, kapak perimbas, batu inti, Kecamatan Bantarkalong. Situs serut berpungggung tinggi, dan serpih. terletak pada koordinat 07º34’8.87” Adapun alat neolitik berupa calon beliung LS dan 108º06’6.99” BT dengan (Handini, 1999: 16). ketinggian lokasi 273 m dpal. Posisi Situs ini berada di Dusun Sumbersari, situs terletak di barat aliran Ci Langla Desa Parakanhonje, Kecamatan sekitar 300 m. Bantarkalong. Lokasi berada di sebelah Situs ini merupakan perbukitan barat DAS Ci Langla, berjarak sekitar 50 landai, kemiringan lahan 2–15% yang

94 Penempatan Situs-Situs Neolitik .... (Nurul Laili) telah dimanfaatkan untuk lahan pertanian Gunung Batu palawija. Pemanfaatan lahan untuk Situs Gunung Batu secara palawija menyebabkan banyak tinggalan administratif berada di Kampung arkeologis yang mengalami transformasi. Jompong Kaler, Dusun Mertajaya, Desa Dengan demikian, posisi pasti temuan Mertajaya, Kecamatan Bojongasih. sudah tidak dapat dilacak. Lokasi ini berada di sisi barat Bendungan Temuan arkeologis di situs ini Pengasangan. Situs terletak pada koordinat berupa berupa struktur batuan andesit 07º33’22.41” LS dan 108º06’04.75” BT yang berbentuk segiempat yang diyakini dengan ketinggian lokasi 336 m dpal. sebagai kubur dari Eyang Bagus Aking. Situs ini berada pada perbukitan landai, Struktur batu tersebut terletak di puncak kemiringan lahan 2–15%. Situs berada di bukit. Temuan lain yang diperoleh sekitar 250 m sebelah barat Ci Lumping. berupa serpih batuan rijang kekuningan Situs merupakan sebuah bukit dan sudip dari fosil kayu (Sudarti dkk., dengan lahan yang dimiliki keluarga 2013). Selain temuan tersebut, diperoleh Kartini dan Mansyur. Lokasi situs berada juga 4 serpih berbahan kalsedon dan di selatan dari Bendungan Pengasangan, sebaran tatal-tatal rijang serta bahan berjarak kurang lebih 150 m. Tanaman batuan rijang. yang tumbuh adalah mahoni (Swietenia mahagoni L. Jacq), aren (Arenga pinnata Merr), pisang (Musaceae), dan bambu Sawah Kulon (Bambusa sp). Tinggalan arkeologis di situs ini berupa alat neolitik berupa Situs ini berada di Kampung Jompong 9 serpih, 6 tatal, dan 1 calon beliung Kaler, Dusun Mertajaya, Desa Mertajaya, berbahan rijang. Selain temuan tersebut Kecamatan Bojongasih. Situs terletak banyak diperoleh sumber bahan berupa pada koordinat 07º33’25.78” LS dan sumber rijang yang banyak tersebar di 108º 06’09.58” BT dengan ketinggian area Gunung Batu. lokasi 312 m dpal. Situs ini berada pada perbukitan landai, kemiringan lahan 2–15 Cipurut %. Posisi situs terletak di barat aliran Ci Lumping sekitar 500 m. Situs merupakan Situs Cipurut berada di Kampung areal persawahan di sisi barat Kampung Jompong Kaler, Dusun Mertajaya, Desa Jompong yang berada di belakang SD Mertajaya, Kecamatan Bojongasih. Negeri Sukamaju I. Lokasi berada di Lokasi ini berada di sisi barat Bendungan sekitar 500 m sebelah barat Jalan Raya Pengasangan. Situs terletak pada koordinat Jompong-Mertajaya. 07º33’17.19” LS dan 108º05’58.26” BT dengan ketinggian lokasi 332 m dpal. Tinggalan arkeologis berupa tatal dan Situs ini berada pada perbukitan landai, serpih yang sebarannya hampir merata di permukaan sawah pasca panen. Tinggalan kemiringan lahan 2–15%, dan berada di arkeologis berupa 10 tatal berbahan sekitar 250 m sebelah barat Ci Lumping. rijang, kalsedon, dan jasper serta 2 serpih Lokasi ini berdekatan dengan Gunung berbahan rijang. Batu, tepatnya berada di 500 m barat

95 PURBAWIDYA Vol. 5, No. 2, November 2016: 89 – 100 laut dari Bendungan Pengasangan. Situs di sekitar 100 m sebelah utara situs, merupakan perbukitan dan dimanfaatkan sedangkan Ci Langla berada di 400 m di untuk kebun singkong. Sebaran tatal cukup sebelah barat situs. Tinggalan neolitik di merata dan masih banyak yang menempel situs ini adalah 2 serpih berbahan 1 rijang di tanah yang terkupas. Bagian timur situs dan 1 jasper, 13 tatal berbahan 2 rijang, 5 berbatasan dengan Leuwi Cipurut. tatal berbahan kalsedon, 5 tatal berbahan jasper, dan 1 tatal berbahan rijang Parungpanjang Lokasi Parungpanjang berada di Petakan sebelah barat jalan Pamijahan, secara Lokasi ini berada di sisi utara jalan administratif di Desa Mertajaya, Jompong-Bojongasih. Secara adminis­ Kecamatan Bojongasih. Situs terletak tratif, situs berada di Dusun Kiarakoneng, pada koordinat 07º34’09.64” LS dan Desa Bojongasih, Kecamatan Bojongasih. 108º06’09.55”BT dengan ketinggian Petakan terletak pada koordinat 281 m dpal. Situs berada di 30 m sebelah 07º34’17.4” LS dan 108º06’39.57” BT utara Ci Langla. dengan ketinggian 305 m dpal. Situs ini berada di lahan datar Sungai yang mengalir di sekitar situs dengan kemiringan lahan sekitar 0–2%. ada dua, yaitu Ci Lumping dan Ci Langla. Tumbuhan yang ada berupa akor (Acacia Ci Lumping berada di 250 m sebelah utara auriculiformis), aren (Arenga pinnata situs, sedangkan Ci Langla berada di 500 Merr), bambu (Bambusa sp), dan ilalang m di sebelah barat situs. Situs berada (Imperata cylindrica). Tinggalan neolitik di lahan datar dengan kemiringan lahan di Situs Parungpanjang berupa 2 tatal, 3 0–2%. Lokasi ini didominasi dengan serpih, 1 bahan beliung. tanaman singkong. Tinggalan neolitik di Situs Petakan berupa 2 tatal rijang serta 1 Kiarakoneng sepih kalsedon. Lokasi Kiarakoneng berada di sisi utara jalan yang menghubungkan Situs Madur Jompong-Parungponteng. Situs ini Situs ini telah diteliti oleh Pusat secara administratif berada di Dusun Arkeologi Nasional pada tahun 1990. Kiarakoneng, Desa Girijaya, Kecamatan Temuan di situs ini berupa calon Bojongasih. Situs terletak pada koordinat beliung, bahan gelang, perkutor, dan 07º34’13.86” LS dan 108º06’33.28”BT serpihan (Sudarti dkk., 2013). Situs dengan ketinggian 307 m dpal. Lokasi secara administratif berada di Dusun berada di perbukitan landai dengan Madur, Kecamatan Bojongasih. Situs kemiringan lahan terkategori landai. terletak pada koordinat 07º34’8.39” LS Lokasi ini merupakan kebun dan 108º07’7.33” BT dengan ketinggian singkong. Sungai yang mengalir di lokasi 285 m dpal. Posisi situs terletak sekitar situs ada dua, yaitu Ci Lumping di sekitar 100 m sebelah timur aliran Ci dan Ci Langla. Ci Lumping berada Madur anak Ci Sodong.

96 Penempatan Situs-Situs Neolitik .... (Nurul Laili)

Situs berada di perbukitan landai Situs-situs di kawasan Karangnunggal dengan kemiringan lahan 2–15%. Situs umumnya meninggalkan jejak yang tidak merupakan areal makam, kebun singkong, lengkap mengenai aktivitas bengkel baik dan pabrik tepung tapioka. Temuan di beliung maupun gelang. Ragam aktivitas di area makam berupa 1 alat paleolitik dan setiap situs tidak selalu sama. Temuan yang 4 alat neolitik. Jenis bahan alat neolitik hampir seragam diperoleh di setiap situs berupa serpih sejumlah empat, dua adalah tatal ataupun serpih. Jenis temuan berbahan rijang dan dua lainnya berbahan beliung jadi dan gelang sebagai hasil akhir kalsedon. dari suatu bengkel tidak diperoleh. Ketiadaan beliung atau gelang jadi kemungkinan Penempatan Situs-Situs Neolitik di disebabkan jenis situs yang merupakan Kawasan Karangnunggal bengkel sehingga produk jadinya sudah terdistribusikan ke konsumen. Situs-situs neolitik di kawasan Karangnunggal mengandung temuan Produk dari situs-situs di kawasan berupa artefak yang berkait dengan Karangnunggal berupa beliung dan aktivitas pembuatan beliung persegi gelang. Hal ini hampir sama dengan dan gelang batu. Jejak arkeologis di neolitik yang terdapat di Limbasari dan masing-masing situs yang diteliti sangat Tipar Ponjen (Purbalingga, Jawa Tengah). beragam, yaitu calon beliung, calon Kedua kawasan baik di Karangnunggal gelang, beliung, serpih, dan tatal. Temuan maupun Purbalingga secara teknologis dengan jenis tatal dan serpih merupakan mempunyai proses yang hampir sama. temuan dominan yang hampir diperoleh Semua proses produksi mulai dari di seluruh situs. pembuatan awal hingga penyelesaian artefak gelang dan beliung diselesaikan Situs-situs dari hasil penelitian di di dalam satu lokasi. Dengan demikian kawasan Karangnunggal berada di daerah di setiap situs ditemukan mulai dari aliran sungai. Sungai yang mengaliri barang jadi hingga limbah sebagai sisa daerah tersebut terdiri atas sungai utama pengerjaan gelang maupun beliung batu. yaitu Ci Langla dan anak sungai berupa Ci Lumping, Ci Sodong, dan Ci Karaha. Kajian Sumberdaya Lingkungan Situs-situs yang berada di aliran sungai Ci Langla yang merupakan sungai Data lingkungan yang dianalisis dalam utama dengan perincian mulai dari arah makalah ini adalah aspek-aspek lingkungan hulu ke hilir, yaitu Situs Parungpanjang, yang memengaruhi manusia dalam memilih Kiarakoneng, Petakan, Depok, Pasir lokasi sebagai situs neolitik. Aspek tersebut Bentang, dan Leuwitere. Adapun situs- adalah sumber air, jarak sungai, kemiringan situs yang berada di anak sungai, yaitu Ci lahan, dan vegetasi. Hal ini sesuai dengan Lumping adalah Situs Cipurut, Gunung teori Rapoport (1977), lingkungan yang Batu, Sawah Kulon, sedangkan Situs dipilih oleh manusia pendukung dalam Madur berada di anak sungai Ci Sodong. memilih lokasi atau tempat untuk aktivitas Anak sungai Ci Langla lainnya yaitu Ci adalah lingkungan yang berkualitas Karaha terdapat situs neolitik Ciomas. (Rapoport, 1977: 60–61).

97 PURBAWIDYA Vol. 5, No. 2, November 2016: 89 – 100

Tabel 1. Sumberdaya lingkungan di kawasan Karangnunggal No Situs Sumber Air/Sungai Kemiringan Lahan Vegetasi 1 Pasir Ciomas Ci Karaha 50 m landai tahunan 2 Pasir Bentang/Makam Eyang Ci Langla 200 m landai tahunan Yusuf 3 Leuwitere Ci Langla 50 m datar tahunan 4 Depok Ci Langla 300 m landai musiman 5 Sawah Kulon Ci Lumping 500 m landai musiman 6 Gunung Batu Ci Lumping 250 m landai tahunan 7 Cipurut Ci Lumping 250 m landai musiman 8 Parungpanjang Ci Langla 30 m datar tahunan 9 Kiarakoneng Ci Langla 300 m landai musiman Ci Lumping 100 m 10 Petakan Ci Langla 500 m datar musiman Ci Lumping 250 m 11 Madur Ci Sodong 100 m landai musiman Sumber: Laili, 2014 b: 35.

Situs-situs neolitik di kawasan gelang dalam proses produksi sangat Karangnunggal memiliki jarak dengan membutuhkan air terutama pada proses sungai relatif cukup dekat, yaitu antara 30 penggosokan dan pengeboran. hingga 500 m. Hal tersebut menunjukkan Situs-situs di kawasan Karangnunggal sungai mempunyai peranan penting berada pada lahan dengan katagori landai dalam pemilihan lokasi aktivitas neolitik. dan datar. Delapan situs dari sebelas Hal ini selaras dengan teori Herkovits situs di kawasan Karangnunggal berada (1952) bahwa manusia berusaha memilih pada lahan dengan kategori landai, tiga lingkungan yang sesuai untuk aktivitasnya situs yang lain berada pada lahan datar. dengan memanfaatkan sumber daya Kondisi lahan yang datar dan landai alam secara optimal. Demikian halnya menguntungkan untuk lahan pertanian, dengan manusia pendukung situs karena tanah humus dan tanah permukaan bengkel memilih lokasi sepanjang tidak tererosi. Hal tersebut disebabkan daerah aliran sungai karena dapat oleh air permukaan yang mengalir lebih mendukung kegiatan neolitik terutama lambat.Hal tersebut selaras dengan masa bengkel beliung persegi dan gelang batu. neolitik yang mulai menerapkan cara Dengan demikian, penentuan lokasi situs bercocok tanam. bengkel mempertimbangkan efisiensi dan Tanaman yang tumbuh di situs- efektivitas kerja. situs kawasan Karangnunggal berjenis Sungai sebagai sumber air merupakan tanaman musiman dan tahunan. Hal kebutuhan pokok untuk keberlangsungan tersebut menunjukkan bahwa lokasi situs hidup baik untuk kebutuhan sehari-hari neolitik merupakan daerah subur bagi maupun proses produksi. Berkait dengan tanaman musiman maupun tahunnan fungsi situs sebagai bengkel beliung dan yang sangat besar peranannya dalam

98 Penempatan Situs-Situs Neolitik .... (Nurul Laili) menunjang kehidupan berkait aktivitas Sungai mempunyai peranan penting masa lampau. dalam aktivitas neolitik. Sungai sebagai sumber air sangat diperlukan untuk kebutu­ ­ han hidup sehari-hari dan proses produksi­ SIMPULAN neolitik. Proses produksi neolitik mem­ Berdasarkan hasil penelitian yang butuhkan air pada tahap penggosokan be­ dilakukan, situs-situs di kawasan liung dan gelang serta pengeboran gelang. Karangnunggal berada di daerah Penempatan situs neolitik di kawasan aliran sungai. Sungai tersebut adalah Karangnunggal juga dipengaruhi aspek sungai utama, yaitu Ci Langla dan tiga lingkungan lainnya, yaitu kemiringan anak sungainya, yaitu Ci Karaha, Ci lahan serta vegetasi. Hal tersebut berkait Lumping, dan Ci Sodong. Kesebelas situs dengan masa neolitik yang sudah mulai berdasarkan lokasi penempatan terdapat mengenal bercocok tanam. Kemiringan dua lokasi, yaitu (1) situs di aliran sungai lahan yang terkategori landai atau datar utama yaitu Ci Langla dan (2) situs di membuat lahan tidak mudah tererosi aliran anak sungai Ci Langla, antara lain karena air permukaan yang mengalir Ci Lumping, Ci Karaha, dan Ci Sodong. lebih lambat. Kondisi lahan situs di Jumlah yang berada di aliran sungai kawasan Karangnunggal relatif subur utama sebanyak enam situs, lima lainnya dengan dibuktikan tumbuhnya tanaman menempati anak sungai dari Ci Langla. musiman dan tahunan di lokasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R. W. Van. 1949. The Geology of Indonesia. Vol IA. The Hague: Martinus Nijhoff. Evans, John G. 1978. An Introduction to Environmental Archaeology. Ithaca: Cornell University Press. Handini, Retno. 1999. Distribusi dan Karakter Situs-situs Neolitik di Kecamatan Bantarkalong dan Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa Barat. Berkala Arkeologi XIX (2): 14–21. Heekeren, H. R. van. 1972. The Stone Age of Indonesia. 2nd Edition. The Hague: Martinus Nijhoff. Herkovits, Melville. 1952. Economic Anthropology: A Study in Comparative Economics. 2d ed. New York: Knopf Laili, Nurul. 2003. Fungsi dan Peranan Beliung Sekitar Danau Bandung. Dalam Endang Hardiati (Ed.). Nuansa Arkeologi 1: 13–19. Bandung: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Jawa Barat-. Laili, Nurul. 2012. Jejak Aktivitas Manusia Pendukung Situs Pasirgadung Cineam, Tasikmalaya. Dalam Heriyanto O. Untoro (Ed.). Arkeologi Ruang Lintas Waktu Sejak Prasejarah hingga Kolonial di Situs-Situs Jawa Barat dan Lampung: 113–122. Bandung: Alqa Print. Laili, Nurul. 2014a. Tinggalan Beliung di Jawa Barat Refleksi Jejak Jelajah Masyarakat Penutur Bahasa Austronesia. Dalam Hasan Djafar dan Etty S (Ed.). Prosiding Seminar

99 PURBAWIDYA Vol. 5, No. 2, November 2016: 89 – 100

Nasional Arkeologi 2014 Kesatuan Dalam Keberagaman: 59–66. Bandung, 7–9 Juni 2014: Balai Arkeologi Bandung. Laili, Nurul. 2014b. Situs Neolitik di Kawasan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Laporan Hasil Penelitian Arkeologis. Bandung: Balai Arkeologi Bandung. LBSS (Panitia Kamus Lembaga Basa Jeung Sastra Sunda). 2007. Kamus Umum Bahasa Sunda. Bandung: CV Geger Sunten. Rapoport, Amos. 1977. Human Aspects of Urban Form. Oxford: Pergamon Press. Sharer, Robert J. dan Wendy Ashmore. 1979. Fundamental of Archaeology. California: The Benjamin Cummings Publishing Company Inc. Simanjuntak, Truman. 1992. Neolitik di Indonesia: Neraca dan Perspektif Penelitian. Jurnal Arkeologi Indonesia 1: 117 – 130. Simanjuntak, Truman. 2004. Situs-situs Perbengkelan Neolitik, Bukti Puncak Teknologi Litik. Dalam Truman Simanjuntak, Retno Handini, dan Bagyo Prasetyo (Ed.). Prasejarah Gunung Sewu: 193–201. : IAAI (Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia). Simanjuntak, Truman. 2014. Purbalingga: Masa Lalu Untuk Masa Sekarang. Dalam Sujatmiko dan A. Tjipto Rahardjo (Ed.). Misteri batu Klawing Jejak jejak Peradaban di Purbalingga: 48–76. Bandung: KRCB (Kelompok Riset Cekungan Bandung). Sudarti, dkk. 2013. Permukiman Tradisi Megalitik di Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Laporan Hasil Penelitian Arkeologi. Bandung: Balai Arkeologi Bandung. Tanudirjo, Daud Aris. 1989. Ragam Metode Penelitian Arkeologi Dalam Skripsi Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada. Laporan penelitian. Yogyakarta: Fak. Sastra UGM.

100