PEMIKIRAN RIZIEQ SYIHAB TENTANG ISLAM DAN

PANCASILA

Skripsi Diajukan Kepada Ilmu Fakultas Ushuluddin Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Disusun oleh :

Zainuddin 11140331000051

JURUSAN DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH 1442 H / 2021

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING Pemikiran Rizieq Syihab Tentang Islam dan

Skripsi Diajukan ke Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh: Zainuddin NIM: 11140331000051

Dosen Pembimbing

Rosmaria Sjafariah Widjajanti, S.S., M.Si. NIP.19710409 199803 2 003

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442/2021 M

i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PEMIKIRAN HABIEB RIZIEQ SYIHAB TENTANG ISLAM DAN PANCASILA telah diajukan dalam sidang munaqasyah, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam.

Jakarta , 25 Juli 2021

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Tien Rahmatin, MA Banun Binangningrum, M.Pd NIP:19680803 199403 2 002 NIP:19680618 199903 2 001 Anggota

Penguji I Penguji II

Dr. Kholid Al Walid, M.Ag Drs. Agus Darmaji, M.Fils. NIP: 19700920 200501 1 004 NIP:19610827 199303 1 002 Pembimbing

Rosmaria Sjafariah Widjajanti, S.S., M.Si.

NIP.19710409 199803 2 003

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (satu) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 Maret 2021

Zainuddin

i

Pedoman Transliterasi

Penulis menggunakan pedoman transliterasi Pedoman Akademik Program Strata 1 2013/2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagaimana keterangan di bawah ini.

A. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

ḥ h dan titik bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik bawah ص

ḏ de dengan garis bawah ض

ṯ te dengan garis bawah ط

ii

ẕ zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas, hadap kanan ‘ ع

Gh ge dan ha غ

F F ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrop ` ء

Y Ye ي

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa , terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rankap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin keterangan

A Fatḥah ـَـــ I kasrah ـِـــ

U ḏammah ـُـــ

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

iii

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai a dan i ـَــــ ي

Au a dan u ـَـــ و

C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal Panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dengan topi di atas ــا

Î i dengan topi di atas ــي

Û u dengan topi di atas ــو

Contoh:

qâla = قال

qîla = قيل

yaqûlu = يقول

D. Keterangan Tambahan alif lam ma-rifah) ditransliterasikan kedalam bahasa) ال Kata sandang .1 Indonesia dengan al-. Seperti . Kata sandang ini menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat 2. Tasydid atau syaddad dilambangkan dengan huruf ganda. Seperti

iv

3. Kata-kata yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, di tulis sesuai dengan ejaan yang berlaku. Seperti al-Qur’an, hadis dan lainnya. E. Singkatan

as. = alaih al-Salâm

cet. = cetakan

H. = Hijriah

h. = halaman

M. = Masehi

QS. = Qur’an Surat

ra. = raḏiyaAllâhu ‘anh

Swt. = subaḥânah wa ta’âlâ

Saw. = shallallah ‘alaihi wassalam

w. = Wafat

v

ABSTRAK Zainuddin NIM: 11140331000051 “PEMIKIRAN RIZIEQ SYIHAB TENTANG ISLAM DAN PANCASILA” Prodi Aqidah dan Filsafat Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Studi ini bertujuan ingin menjelaskan bagaimana hubungan antara Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Indonesia, dan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, dalam pandangan Rizieq bin Husein Syihab. Pasalnya, hubungan Islam dan Pancasila memiliki perdebatan panjang sejak pertama kali di rumuskan dalam Badang Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia antara golongan Islam dan Nasionalis-Sekuler. Perdebatan panas itu akhirnya melahirkan Piagam Jakarta atau gentleman’s agreement. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka (Libaray Research), dengan menggunakan metode kualitatif. Peneliti berusaha mengumpulkan pelbagai literatur secara mendalam dengan objek yang diteliti secara langsung dan berbagai sumber yang bersangkutan dengan objek penelitian. Selanjutnya penelitian menggunakan metode pembahasan deskriptif analitis, yaitu menguraikan, mengklasifikasi data-data yang terkumpul sesuai dengan tema penelitian dan memaparkannya secara sistematis disertai menganalisi bahan dan sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut pemikiran Rizieq Syihab antara Islam dan lima sila yang terdapat dalam Pancasila sesuai dengan ajaran Islam. Sejatinya, tak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila. Pasalnya, butir- butir dalam Pancasila sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan hadis Nabi. Lebih lanjut, Pancasila menurut Rizieq syihab juga mengizinkan penegakan syariat Islam secara total di Negara Kesatuan Indonesia. Pancasila juga tak melarang penegakan khilāfah islāmiyah. Pemikiran Rizieq Syihab, tentang hubungan Islam dan Pancasila termasuk dalam kategori integralistik. Dalam pengertian konsep integlaristik bahwa antara agama dan negara merupakan suatu kesatuan utuh, tidak boleh dipisahkan.

Kata Kunci: Islam, Pancasila, Muhammad Rizieq Syihab

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur peneliti panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya. Shalawat serta salam tidak lupa pula peneliti panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya senantiasa mengamalkan sunnah dan ajarannya.

Selama menyelesaikan tugas akhir peneliti telah melewati proses panjang yang berliku, Namun berkat dukungan dari orang-orang terkasih dan tekad yang kuat akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pemikiran Rizieq Syihab Tentang Islam Dan Pancasila. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi masih ada kekurangan dan kelemahan. Allhamdulillah skripsi dapat terselesaikan dengan baik karena ada dukungan dan kerjasama beberapa pihak. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Kepada dosen pembimbing saya, Ibu Rosmaria Syafariyah Widjayanti, S.S., M.Si. yang telah memberikan dukungan, bimbingan, arahan serta saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis MA. Dosen Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Yusuf Rahman MA, Wakil Dekan I Bidang Akademik , Dr. Kusmana, MA, Ph.D, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Lilik Ummi Kaltsum, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Edwin Syarip, M.Ag

vii

4. Ketua Program Studi Aqidah dan Filsafat Dr Tien Rohmatin, M.Ag beserta sekretaris Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Dra Banun Binaningrum, M.Pd. 5. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan ilmu yang bermamfaat kepada peneliti selama pendidikan awal perkuliahan hingga selesai. 6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ushuluddin yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi salam perkuliahan dan penelitian skripsi.

Peneliti berharap sikripsi ini dapat bermamfaat bagi siapa saja yang membaca khususnya mahasiswa Jurusan Jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 Maret 2021

Peneliti

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i

KATA PENGANTAR ...... ii

DAFTAR ISI ...... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...... 1

B. Rumusan Masalah ...... 21

C. Tujuan dan mamfaat Penelitian ...... 22

D. Metodologi Penelitian ...... 23

E. Tinjauan Pustaka ...... 24

F. Sistematika Penulisan ...... 27

BAB II BIOGRAFI HABIB RIZIEQ SYIHAB

A. Biografi Rizieq Syihab ...... 30

B. Latar Belakang Keluarga Hadrami ...... 32

C. Belajar bahasa Arab di LIPIA ...... 41

BAB III PANCASILA DAN SYARIAT ISLAM

A. Sejarah Pancasila ...... 45

B. Perdebatan Islam atau Pancasila Sebagai Dasar Negara ...... 48

C. Kelompok Islam Pada Peristiwa 18 Agustus 1945...... 55

D. Pengertian dan Dasar Penegakkan Syariat...... 61

ix

E. Konsep Hakimiyah (Divine Law) dalam Islam...... 64

BAB IV ISLAM, PANCASILA DAN NKRI BERSYARIAH RIZIEQ

SYIHAB

A. Islam Dalam Pandangan Habib Rizieq ...... 70

B. Pancasila Menurut Habib Rizieq ...... 74

C. Pancasila Sejalan Dengan Ajaran Islam Menurut Rizieq Syihab 81

D. Menegakkan NKRI Bersyariah...... 95

E. Kritik Terhadap Konsep NKRI Bersyariah...... 101

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 106

B. Saran ...... 107

DAFTAR PUSTAKA ...... 110

LAMPIRAN

x

xi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah perjuangan panjang, bangsa Indonesia akhirnya dianugerahi kemerdekaan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Setidaknya demikianlah penjelasan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kemerdekaan Indonesia tak terlepas dari perang para pahlawan bangsa. Mereka yang berjuang dengan sekuat tenaga. Rela hati menyumbangkan darah, harta, dan nyawa demi terlepas dari jajahan kolonialisme Barat dan juga dari kungkungan penjajahan Jepang.

Lantas apakah setelah merdeka persoalan kebangsaan Indonesia selesai? Tidak. Justru muncul babak baru. Bangsa yang hendak meredeka ini masih saja dirundung pelbagai persoalan dasar. Tepat ketika berada dalam pintu gerbang kemerdekaan Agustus tahun 1945. Muncul persoalan dasar; negara yang baru merdeka ini berdasarkan asas weltanschauung apa? Dan weltanschauung apa yang cocok bagi Indonesia?

Saat itu wakil rakyat terbagi pada dua kelompok besar. Para founding father terkelompok dua kelompotan besar. Kelompok pertama; mereka yang mengajukan pandangan bahwa Indonesia dibangun berdasarkan kebangsaan tanpa kaitan khas ideologi keagamaan apapun. Kelompok ini diwakili mereka yang berpaham sekuler. Kelompok kedua, mereka yang berpendapat Indonesia—negara yang baru merdeka ini—, mengajukan Islam sebagai dasar negara. Golongan ini berpendapat bahwa negara tak bisa dipisahkan dari agama.

Yudi Latief dalam Mata Air Keteladanan Pancasila dalam Perbuatan, menjelaskan terdapat dalam masing-masing golongan ini pun terdapat nuansa perbedaan pandangan. Di dalam golongan Islam misalnya, tak semua menghendaki penyatuan sepenuhnya agama dan negara (Negara Islam). Pun demikian dalam dengan golongan kebangsaan. Ada yang sepenuhnya menghendaki pemisahan urusan agama dan negara. Pun ada juga golongan yang

1

tak sepenuhnya memisahkan urusan negara dan urusan agama. Bahkan ada pula pelbagai tokoh dari golongan kebangsaan yang ingin melaksanakan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.1

Perdebatan panjang itu wajar saja. Pasalnya kedua golongan itu memiliki akar kuat dalam sejarah dan perkembangan gerakan nasionalis Indonesia pada tengah pertama abad ini. Abdoel Kareem Pringgodigdo dalam buku Sejarah Pergerakan Rakyat Rakyat Indonesia, para kelompok nasionalis sekuler berpendapat bahwa pergerakan kemerdekaan Indonesia telah dimulai dengan berdirinya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi modern Indonesia pertama yang memiliki pera sentral dalam menumbuhkan rasa nasionalisme kebangsaan. Dari organisasi inilah lahir pelbagai gerakan nasionalis sekuler lainnya, misalnya PNI, Pertindo, Parindra, Gerindo. Gerakan ini lahir sebagai reaksi keras terhadap kolonialisme. Gerakan kebangsaan ini juga menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan paham kebangsaan.2

Sementara itu di sisi lain, gerakan Islam menyebutkan bahwa berdirinya Sareket Islam pada tanggal 16 Oktober 1905, merupakan titik tolak pergerakan nasional. Yang lain juga mengklaim bahwa perjuangan untuk kemerdekaan itu bermula jauh sebelum abad ke-20. Gerakan ini lahir sebagai respons terhadap kekuatan asing. Termasuk dalamhal ini gerakan Abdul Hamid Dipenegoro (Pangeran Dipenegoro), Bonjol, Sultan Babullah Ternate, Tengku Tjik di Tiro. Mereka bergerilya berjihad dalam konfrontasi terhadap “kaum asing”.3

Sejak abad ke-19 hingga awal abad ke-20 ulama-intelek dan intelek-ulama dari kalangan modernis dan tradisionalis telah memainkan peran dalam mengembangkan ruang publik modern di Nusantara. Ulama intelek merupakan istilah ini dimunculkan oleh intelektual Yudi Latif, untuk menggambarkan ulama

1 Yudi Latief dalam Mata Air Keteladanan Pancasila dalam Perbuatan, (Bandung; Mizan Media Utama, 2014), h. 9 2 Abdoel Kareem Pringgodigdo dalam buku Sejarah Pergerakan Rakyat Rakyat Indonesia, (Jakarta; Dian Rakyat, 1967), h. 7-8 3 Endang Syaifuddin Anshari, Piagam jakarta 22 Juni 1945 : Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949), (Jakarta; Gema Insani Press, 1997), h.4-5.

2

yang keluaran pendidikan agama yang melek pengetahuan modern. Adapun intelek-ulama, merujuk pada kaum intelegensia yang keluaran pendidikan sekuler yang melekpengetahuan agama.4

Kelompok ini terentang mulai dari pelbagai profesi yang ditekuni. Mulai dari rumah penerbitan, pers, madarasah, sekolah, sarikat dagang, perkumpulan bergaya Eropa, dan akhirnya membentuk partai politik. Pada abad ini lahir, gerakan Sarekat dagang Islam untuk urusan perekonomian, dan Nahdatul Ulama untuk pergerakan pendidikan, dan untuk gerilya dalam bidang politik.

Kemunculan Saarekat Islam, merupakan langkah paling menentukan dalam perkembangan ide kebangsaan Islam sebagai bentuk proto-nasionalisme. Untuk pertama kalinya nama Islam secara eksplisit digunakan sebagai nama perhimpunan , yang mengindikasikan Islam sekarang telah diaktifkan sebagai basis identitas kolektif dan sebagai sebuah ideologi bagi gerakan proto nasionalisme.5

Dengan kemampuan untuk menyentuh pluralitas kondisi manusia, kehadiran Sarekat Islam (SI) mampu mempersatukan ragam imajinasi sosio- politik. SI dengan segera menjadi perhimpunan pribumi pertama yang mampu menjangkau ke pelbagai belahan Nusantara, yang beroperasi dengan corak ideologi nasionalis berwarna agama atau nasionalis-agama.

Perdebatan antara kaum agama dan sekuler bergulir hingga dalam pelbagai sidang BPUPKI (Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesi). BPUPKI sendiri merupakan badan yang berdiri atas campur tangan Jepang sebagai realisasi dari janji mereka untuk memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. BPUPKI sendiri dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.

4 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cet. II, 2011), h. 63 5 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 64

3

Dalam BPUPKI ini perdebatan alot antara golongan Islam dan nasionalis sekuler kian memanas. Pandangan yang menginginkan Islam sebagai dasar negara misalnya diutarakan oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo pada tanggal 13 Mei. Argumen yang ditonjolkan adalah bahwa agama adalah pangkal persatuan. Islam akan membangun pemerintahan yang adil dan menegakkan keadilan, berdasarkan kerakyatan dan musyawarah, serta memeluk kebebasan dalam beragama. Islam juga merupakan ajaran lengkap yang menyuruh masyarakat berhukum dengan hukum Allah.6

Pada sisi lain, M. Natsir juga menekankan pentingnya Islam sebagai dasar negara. Natsir mendaku bahwa Islam sumber persatuan Indonesia. Di bawah Islam, perbedaan identitas bisa melebur dalam satu kelompok. Melalui Islam perbedaan suku, budaya, dan bahasa dapat disatukan dalam masyarakat yang homogen. Pendek kata, Islam telah mampu mendobrak kekuatan nasionalisme lokal—yang bersikap daerah,misalnya Jong Sumatranen Bond, Pasundan, Jong Ambon, Jong Java. Ini semua lebur di bawah semangat Islam. Berikut kutipan M. Natsir;

“Pergerakan Islam pulalah pertama-tama yang mampu meretas jalan di negeri ini bagi kegiatan politik yang mencita-citakan kemerdekaan. Yang menekankan benih persatuan Indonesia. Yang telah mengubah wajah isolasi pelbagai pulau dan juga roman muka provinsialis , yang juga pertama-tama menanamkan benih persaudaraan dengan orang seiman sekeyakinan di luar batas-batas Indonesia,”7 Di ujung lain, ada banyak orang yang menolak gagasan Islam sebagai dasar negara. Penolakan itu tercermin dari penolakan Soepomo pada 31 Mei. Dalam pandangan Soepomo mendirikan negara Islam berarti, itu berarti tidak mendirikan persatuan. Mendirikan negara Islam artinya mendirikan negara yang akan mempersatukan diri dengan golongan terbesar, yaitu golongan yang beragama Islam. Mendasarkan negara denga Islam, hanya akan memperkeruh suasana. Pasalnya banyak agama kecil-kecil yang tak bisa hidup dan bersatukan diri dengan Islam.

6 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h 70 7 Endang Syaifuddin Anshari, Piagam jakarta 22 Juni 1945, h. 7

4

Soepomo membantah, menolak Islam sebagai dasar agama,dan menjadi negara nasional bukan berarti tanpa agama (a religius). Negara nasional yang bersatu itu akan memelihara budi-pekerti manusia yang luhur, akan memegang tuguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Negara nasional itu tempat bernaung semua suku, agama, budaya, ras, dan keyakinan.8

Penolakan Seopomo terhadap negara Islam dan dukungan terhadap pemisahan terhadap urusan agama dan negara, tidak membuatnya mengesampingkan dasar Ketuhanan. Menurut Soepomo perkataan “Negara Islam” lain artinya dari pada perkataan “Negara berdasar atas cita-cita luhur dari agama Islam,”.9

Terdapat pelbagai analisis terhadap alasan perbedaan pandangan antara dua kubu tersebut, selain masalah latar belakang pergerakan. Perbedaan sikap kedua kubu yang bersiteru juga diakibatkan lingkungan pengetahuan (epistemic community). Kubu yang menyerukan negara Islam pada umumnya,—seperti dijelaskan Yudi Latif, dalam Negara Paripurna; Histrorisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila— , berasal dari lingkungan pendidikan Islam yang kurang bersentuhan dengan diskursus negara modern dan nasionalisme kewargaan (civic nationalism).

Rujukan utama kelompok yang ingin negara Islam, berasal dari tradisi politik masa kejayaan Islam. Tentu dengan interpretasi sejarah yang menyatukan antara komunitas keagamaan dan komunitas politik. Dalih-dalih yang digunakan berasal dari Al-Qur’an dan hadis.

Sementara mereka yang menolak gagasan Islam sebagai dasar negara dan menolak negara Islam, berasal dari lingkungan pendidikan Barat yang sangat terpengaruh oleh modernisme Eropa. Saat itu gema sekularisme kian

8 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h 71 9 Yudi Latief dalam Mata Air Keteladanan Pancasila dalam Perbuatan, h.71

5

mengencang, sehingga mengakibatkan kurang memahami alam keagamaan, terlebih agama Islam.10

Seokarno sebagai pemimpin berlatar pendidikan Barat yang mempunyai keterpautan historis dengan organisasi Islam, mencoba menjembatani kesenjangan antara kedua kutub terseut dalam desain institusional. Dalam giliran pidatonya 1 Juni 1945, apa yang disebutnya sebagai “Philofische Gronslag”. Seoekarno tidak mendukung Islam sebagai dasar negara, tetapi memberikan peluang bagi golongan Islam mengorganisasikan diri secara politik yang akan mempengaruhi dalam lembaga perwakilan.

Dalam sidang 1 Juni ini, Bung Karno pun tampil ke depan dan mengemukakan pandangannya tentang dasar negara Indonesia. Dasar negara ini akan dibangun dari spirit dan jati diri yang dianut anak bangsa. Nilai-nilai itu kemudian tertuang dalam apa yang ia sebut dengan Pancasila.11 Dalam kesempatan itu, Soekarno mengusulkan lima dasar negara dengan istilah Pancasila, yaitu; Kebangsaan Indonesia. 2. Internasionalisme atau Prikemanusiaan. 3. Mufakat atau Demokrasi. 4. Keadilan Sosial. 5. Ketuhanan.12

Mendengar pidato Bung Karno itu, sebagian kalangan Islam merasa keberatan terhadap peletakan SilaKetuhanan pada sila terakhir. Pasalnya mereka memandang itu sebagai skala prioritas. Belakangan hari, Ruslam Abdoelgani meluruskan kesalapahaman itu. Menurutnya, urutan sila-sila dalam pidato Seokarno itu hanyalah mengikuti sistematik penjelasan saja. Sejatinya diartikan sebagai sesuatu yang mengunci di dalam kekuasaan keempat dasar sebelumnya.13

10 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h 72 11 Sayidiman Suryohadiprojo, Mengobarkan Kembali Api Pancasila, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2014), h. 3 12 Soekarno, Lahirnya Pancasila , dalam tujuh Bahan Indoktrinasi (Jakarta; Dewan Pertimbangan Agung, 1961), h. 5 13 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 75

6

Setelah pidato Seokarno yang disambut dengan gegap gempita, ketua BPUPK membentuk panitia kecil di bawah pimpinan Soekarno. Pasalnya pertikaian antara kelompok kebangsaan dan kelompok Islam tak juga menemukan titik tengah. Panitia kecil yang beranggotakan 9 orang. Komposisinya seimbang; 5 orang mewakili kelompok kebangsaan, dan 4 orang mewakili kelompok Islam. Panitia ini bertugas untuk menyusun rancangan pembukaan UUD. Yang di dalamnya termuat dasar negara.14

Sejatinya pembentukan Panitia Sembilan sebagai ikhtiar untuk mempertemukan pandangan antar dua kelompok yang bertikai terkait dasar negara. Meskipun berjalan alot dan penuh perdebatan, panitia ini berhasil merumuskan dan menyetujui rancangan Pembukaan UUD, yang kemudian ditandatangani oleh setiap anggota Panitia Sembilan pada 22 Juni. Oleh Soekarno rancangan pembukaan UUD ini diberi nama “Mukaddimah”. Oleh Yamin dinamakan “Piagam Jakarta”. Dan oleh Soekiman Wirjosandjojo disebut sebagai “gentlemen’s Agreement”.

Ujung kompromi antara golongan Islam dan kebangsaan bermuara pada alinea terakhir. Rumusan ini mengandung dasar negara berdasarkan prinsip Pancasila. Islam memang tidak dijadikan sebagai dasar negara, akan tetapi terjadi perubahan dalam Pancasila dengan yang diungkapkan Soekarno pada tanggal 1 Juni. Prinsip sila Ketuhanan dalam hal ini dimunculkan dalam sila pertama Pancasila. Serta tujuh kata “Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.15

Tujuh kata itu menjadi juru damai antara kaum Islam dan kebangsaan. Ini adalah kemenangan bagi kedua belah pihak yang sejak awal tak menemui kata sepakat. Sehingga solusi dengan adanya “Piagam Jakarta” ini menjadi win win solution antara kelompok Islam dan nasionalis-sekuler.

14 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 76 15 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 78

7

Meski demikian, Piagam Jakarta itu mendapat yang tajam dari umat Kristiani dari daerah Timur Indonesia. Latuharhary dalam tanggapannya pada tanggal 11 Juli 1945 menegaskan keberatan yang sangat atas anak kalimat dalam sila pertama Pancasila. Berikut kutipan pandangan keberatannya;

“Akibatnya sangat besar sekali, umpamanya terhadap agama lain. Maka dari itu, saya harap supaya dalam hukum dasar, meskipun ini berlaku buat sementara waktu, dalam hal ini tidak dibolehkan diadakan benih-benih atau kemungkinan yang dapat diartikan dalam rupa-rupa macam,”.16

Pada 17 Juli 1945 di sidang kedua BPUPKI, Piagam Jakarta tetap dipertahankan dengan tujuh kata. Tidak ada perubahan sama sekali. Namun meski demikian, sebenarnya ada suasana kebathinan yang dirasakan golongan kebangsaan. Yakni ketidaksetujuan merekaterhadap perlakuan khusus bagi umat Islam. Perlakuan istimewa ini dimiliki umat Islam dalam suatu hukum dasar yang menyangkut warga negara secara keseluruhan.

Suasana kebathinan inilah yang mewarnai dalam persidangan lanjutan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Panitia ini didirikan tanggal 12 Agustus 1945. Pada awalnya PPKI terdiri dari 21 anggota yang diketuai oleh Seokarno dan Mohamad Hatta, dan Wediodiningrat bertindak sebagai wakil ketua.

Pada tanggal 17 Agustus, Proklamasi Indonesia dikumandangkan. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Seokarno dan Hatta dinobatkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pertama. Pada saat yang sama—PPKI pada tanggal 18 Agustus—, menyetujui naskah “Piagam Jakarta”sebagai pembukaan UUD 1945. Di samping itu, tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang di belakang Ketuhanan dihapuskan, dan diganti dengan kata “Yang Maha Esa”. Lengkapnya sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”.17

16 Yudi Latief dalam Mata Air Keteladanan Pancasila dalam Perbuatan, h.38 17 Yudi Latif, Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 83

8

Penghapusan tujuh kata itu membuat kekecewaan yang besar di sebagian golongan Islam. Pasalnya ini merupakan tindakan yang melanggar kompromi sebelumnya. Secara de facto dan de jure, mencerminkan realitas politik yang ada serta memiliki keabsahan. Kekuatan representasi politik Islam di PPKI nyata tak seberapa.

Di sisi lain, kelompok Islam mengesampingkan dulu persoalan Pigama Jakarta tersebut. Pasalnya, Indonesia kian genting. Indonesia masih dalam masa revolusi. Kalahnya Jepang, membuat tentara sekutu kembali mendarat untuk kembali menjajah Indonesia, maka membahas Piagam Jakarta dirasa bukan waktu yang tepat. Seokarno pun angkat bicara terkait penghapusan tujuh kata dalam sila pertama.

“Nanti, kalau kita telah bernegara di dalam suasana yang tentram, kita akan kembali mengumpulkan Majelis Perwakilan Rakyat yang dapat membuat Undang- Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna,”18 Setahun setelah pemilihan umum 1955, Konstituante pun akhirnya terbentuk. Majelis Konstituante bertugas seperti sebelum-sebelumya merumuskan UUD. Tak ada perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya. Perdebatan alot masih saja mewarnai pelbagai sidang. Islam dan Pancasila masih menjadi lahan basah perdebatan. Yang tak pernah ada ujung.

Mejelis ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959. Hal ini disebabkan karena mayoritas para anggotanya –terutama yang berasal dari kalangan fraksi bukan Islam— menolak untuk menghadiri lagi sidang di Bandung. Presiden Soekarno menghadapi krisis konstitusional ini turun tangan dengan sebuah dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet pada tanggal 3 Juli 1959.19

Dekrit itu dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959. Kemudian diumumkan secara resmi oleh Presiden pada hari Minggu, 5 Juli tahun 1959 pukul

18 Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta; Yayasan Prapanca, 1959), h. 110 19Muhammad Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik, (Jakarta; Yayasan Prapanca, 1960), h. 133

9

17.00 WIB di depan Istana Merdeka, Jakarta. Adapun teks itu menurut kalangan Islam memuat kembali dihidupkannya Piagam Jakarta. “Bahwa Kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 danadalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut,”.20 Itulah salah satu isi Dekrit Presiden tersebut.

Toh pada kenyataannya Piagam Jakarta tak juga dihidupkan hingga saat ini. Di samping itu, percikan perdebatan terkait hubungan Islam dan Pancasila masih ada hingga saat ini. Sebagian kelompok kaum muslimin berkeinginan untuk memformalisasikan syariat Islam. Dan ingin menghidupkan kembali Piagam Jakarta. Pasalnya, kelompok ini beranggapan Piagam Jakarta, yang notabenenya merupakan butiran sila dari Pancasila, pintu masuk untuk memformalkan pelbagai ajaran dan syariat Islam.

Salah tokoh era Reformasi yang konsen dalam membahas Islam dan Pancasila adalah Habib Maulana Muhammad Rizieq bin Husein Syihab (kedepannya akan ditulis dengan Rizieq Syihab). Rizieq Syihab tokoh yag getol ingin menegakkan syariat Islam di Indonesia. Melalui tesisnya di Universitas Malaysia yang berjudul

“Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam di Indonesia” Membahas seputar Islam dan Pancasila. Piagam Jakarta adalah pintu gerabng untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia yang memiliki asas legalitas konstitusi dan historis yang sangat kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, penerapan Islam merupakan pengejewantahan amanat piagam Jakata 22 Juni 1945 sekaligus pelaksanaan amanat Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Penerapan syariat Islam itu tidak boleh diartikan sebagai pembangkangan Pancasila.

Rizieq Syihab dalam Tesisnya dan pelbagai bukunya tentang Islam dan

Pancasila, menjelaskan bahwa Pancasila tak menghalangi penerapan syariat Islam.

20 Endang Syaifuddin Anshari, Piagam jakarta 22 Juni 1945, h. 109-111

10

Itulah yang menjadi titik perbedaannya dengan tokoh Islam pada masa BPUPKI,

PPKI, dan Konstituante. Bila dulu ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara, dan menghidupkan Piagam Jakarta, Rizieq Syihab bergerak lebih maju, dengan keinginan menerapkan syariat Islam atau formalisasi syariat Islam di Indonesia.

Di samping itu, ia juga berjuang untuk menghidupkan Piagam Jakarta. Dan juga tujuh kata yang dihapuskan dalam sila pertama Pancasila. Hal itu ia sampaikan dalam pelbagai ceramah, buku, dan Tesis akademiknya. Itulah titik persamaan,sekaligus perbedaan Rizieq Syihab dengan pendahulunya (yang membahas

Islam dan Pancasila).

Apa sebenarnya yang menjadikan Rizieq Syihab memiliki pemahaman Pancasila seperti itu? Pemahaman keagamaan seperti apa yang dianut Rizieq Syihab? Penulis melihat, cara pandang terhadap Islamlah yang melatarbelakangi pemahamannya terhadap Pancasila. Islam menurutnya merupakan ajaran yang bersifat total. Islam menyediakan seperangkat aturan yang dapat digunakan bagi kehidupan sepanjang masa.

Islam adalah agama dan negara. Islam sebagai agama wajib dijalankan syariatnya oleh setiap individu muslim, dan Islam sebagai negara wajib ditegakkan syariatnya oleh perangkat hukum negara. Orang Islam tidak diperkenankan meminjam budaya lain yang tidak sesuai dengan Islam. Prinsip utamanya adalah penegakkan kekuasaan dan kedaulatan Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, Al-Qur’an dan hadits harus diletakkan di atas kekuasaan manusia dalam institusi masyarakat.

Hal inilah yang kemudian menarik penulis untuk meneliti lebih dalam pemikiran Rizieq Syihab dalam suatu judul skripsi “Pemikiran Rizieq Syihab tentang Islam dan Pancasila”.

11

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari apa yang telah dipaparkan di atas, penulis perlu melakukan pembatasan agar penelitian ini tidak terlalu melebar, lebih terfokus dan sistematis. Pembahasan yang akan diangkat dalam penelitian ini terkonsentrasi pada pandangan Habib Rizieq tentang Islam dan Pancasila. Agar tidak melebar maka penulis rumuskan menjadi beberapa pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah

1. Bagaimana Islam dalam pandangan Habib Muhammad Rizieq Syihab?

2. Bagaimana Pancasila dalam pandangan Muhammad Rizieq Syihab?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Islam dan Pancasila dalam pandangan Habib Rizieq Syihab, karena satu sisi Pancasila merupakan dasar negara dan dilain sisi Islam merupakan agama mayoritas penduduk indonesia. Untuk lebih rincinya dibawah ini adalah tujuan dilakukannya penelitian :

1. Untuk mengetahui pemikiran yang ditawarkan oleh Habib Rizieq tentang Islam

2. Untuk mengetahui pemikiran yang ditawarkan oleh Habib Rizieq Shihab tentang konsep NKRI Bersyariah

3. Untuk mengetahui pemikiran yang ditawarkan oleh Habib Rizieq tentang Pancasila

4. Untuk mengetahui bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh Habib Rizieq Shihab dalam mewujudkan cita-cita NKRI Bersyariah

12

2. Manfaat Penelitian

Di samping tujuan di atas tentunya ada manfaat dari penulisan ini :

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi kalangan intelektual, akademisi, dan masyarakat umum tentang hubungan Islam dan Pancasila.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai lebih dalam pembaharuan pemikiran politik Islam tentang kaitan Pancasila dengan ajaran Islam.

c. Menambah khazanah pengetahuan di bidang akademik dengan topik Islam dan Negara khususnya pergerakan Islam tanah air

D. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus yang penelaahannya dilakukan secara mendalam dan komprehensif. Penulisan ini menggunakan data kualitatif yang berwujud kata-kata, gambar dan bukan angka- angka.21 Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan studi pustaka (Libaray Research) pelbagai literatur secara mendalam dengan objek yang diteliti secara langsung dan berbagai sumber yang bersangkutan dengan objek penelitian.

Selanjutnya penelitian menggunakan metode pembahasan deskriptif analitis, yaitu menguraikan, mengklasifikasi data-data yang terkumpul sesuai

21 P. Joko Syubagya, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 95

13

dengan tema penelitian dan memaparkannya secara sistematis disertai menganalisi bahan dan sumber data.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah studi dokumenter, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari sumber- sumber informasi milik obyek yang ditulis secara langsung tanpa perantara penulis lainnya.

Sedangkan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan judul penulis menggunakan metode pengumpulan data yang meliputi :

a. Data primer

Yaitu buku-buku karangan Al Habib Muhammad Rizieqbin Husein Syihab yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini. Di antaranya adalah buku Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah dan buku Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariah Islam. Di samping itu ada juga Tesis yang ditulis oleh Habib Rizieq sendiri yaitu Pengaruh Pancasila dalam Penerapan Syariah Islam Indonesia, serta buku yang diterbitkan oleh Komite Penegakkan Syariah Islam di Indonesia serta yang juga merupakan buah karya Muhammad Rizieq Shihab berjudul, Dialog Paham Jakarta: Kumpulan Jawaban al Habib Muhammad Rizieq Bin Hussein Sihab Seputar Keraguan Terhadap Penegakkan Syariat Islam di Indonesia, selanjutnya komentar-komentar Habib Rizieq terkait Islam dan Pancasila yang dimuat di media cetak, elektronik, dan video hasil ceramah beliau.

b. Data Sekunder :

Adalah data yang diambil dari studi pustaka. Di antaranya tulisan– tulisan, baik dalam bentuk buku, Jurnal, artikel maupun melalui informasi media internet.

14

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, sebelumnya sudah ada penelitian yang membahas telah pemikiran tokoh. Yaitu Skripsi yang dibuat oleh Praga Adidhatama yang berjudul “Islam dan Negara: Pemikiran Abu Bakar Ba’asyir Tentang Negara Islam. Jurusan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. Peneliti menemukan perbedaan yang mendasar. Yaitu perbedaan mengenai ketokohan yang dibahas. Dalam skripsi itu yang dibahas adalah pemikiran seorang Abu Bakar Ba’asyir dengan pembahasan cakupan yang cukup luas mengenai pandangan seorang Abu Bakar Ba’asyir mengenai negara dengan perspektif Islam. Lalu bagaimana Ba’asyir melihat fenomena pemboman yang terjadi di Indonesia yang mengatasnamakan fisabilillah. Berbeda dengan peneliti yang hanya mengfokuskan kajian kepada pemikiran Habib Rizieq mengenai konsep NKRI Bersyariah.

Lalu peneliti juga menemukan penelitian yang serupa yang ditulis oleh Julimah, dengan judul skripsi Pemikiran Tentang Hubungan Islam dan Negara. Jurusan Ilmu Politik Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009. Penelitian ini juga mempunyai perbedaan yang siginifikan, karena tokoh yang dibahas jelas memiliki perbedaan. Lalu penelitian ini membahas, bagaimana hubungan relasi antara Islam dan negara.

Penelitian ini lebih mengkhususkan bagaimana pandangan Agus Salim melihat hubungan Islam dan negara. Berbeda dengan topik penulis yang menelaah konsep NKRI Bersyariah gagasan Habib Rizieq, bukan bagaimana pandangan hubungan negara dan agama. Walaupun skripsi penulis pasti akan bersinggungan dan sedikit membahas hubungan agama dan negara, tetapi point penting dari skripsi penulis adalah bagaimana konsep NKRI Syariah dan bagaimana usaha Habib dalam memperjuangkan gagasannya.

Selanjutnya sebagai tinjauan pustaka lainnya adalah, buku yang berjudul Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah yang ditulis langsung oleh

15

Habib Muhammad Rizieq Bin Husain Shihab diterbitkan oleh Suara Islam Press tahun 2012. Dalam buku ini, Habib Rizieq mencoba menjawab tuduhan-tuduhan tidak sedap yang dialamatkan kepada gerakan Islam, dimana dalam tuduhan itu gerakan Islam sering kali di tuding sebagai gerakan yang anti terhadap empat pilar negara, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Dalam buku ini Habib Rizieq coba menjawab menjelaskan wawasan kebangsaan dengan kacamata Islam yang sama sekali tidak bertentangan dengan empat pilar negara. Perbedaan dengan skripsi yang dibuat penulis adalah, lagi-lagi fokus penulis adalah gagasan NKRI Bersyariah bukan mengenai persepsi atau tudingan masyarakat akan gerakan Islam, juga objek penelitian penulis fokus pada Habib Rizieq, bukan pada gerakan Islam.

Kemudian, ada buku yang disusun oleh Muhammad Rizieq Shihab , Dialog Paham Jakarta: Kumpulan Jawaban al Habib Muhammad Rizieq Bin Hussein Sihab Seputar Keraguan Terhadap Penegakkan Syariat Islam di Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan tanya jawab seputar gagasan Islam yang di kemukan oleh Habib Rizieq.

Deliar Noer dalam bukunya yang berjudul “Islam Pancasila dan Asas Tunggal” menjelaskan bahwa pemilihan Pancasila sebagai dasar negara dikarenakan hanya dengan dasar negara seperti ini yang memungkinkan tiap pihak memberikan kontribusinya bagi kebangkitan dan kemakmuran bangsa. Di dalam buku ini juga dijelaskan bahwa Pancasila memang tidak bertentangan dengan Islam, tetapi ini bergantung pada tafsiran yang diberikan.

Penerimaan Pancasila oleh kalangan Islam karena mereka memberikan tafsiran yang tidak berlawanan dengan Islam. Selain itu, Islam adalah agama yang ajarannya luas, mencakup hal- hal yang oleh Pancasila mungkin tidak terfikirkan. Oleh karenanya, Pancasila tanpa agama akan kosong. Sebaliknya dengan beragama (Islam) kita sudah otomatis menegakkan Pancasila (kelima sila itu tegak dengan sendirinya.

16

Munawir Sjadzali dalam bukunya “Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran),” di dalam buku ini terdapat penjelasan tentang pandangan salah satu tokoh nasional yakni Muhammad Natsir terhadap Islam dan Pancasila. Ia mengemukakan bahwa terdapat perkembangan maupun pergeseran dalam sikap Natsir. seperti tulisan Natsir yang dimuat oleh majalah mingguan Hikmah terbitan 9 Mei 1954 memuat tulisan Natsir yang berjudul Bertentangankah Pancasila dengan Al-”. Dalam tulisannya itu dia membandingkang tiap sila dari Pancasila dengan ajaran Al-Quran. Kemudian Natsir mengemukakan bahwa Pancasila adalah pernyataan dari niat dan cita-cita kebajikan yang harus dilaksanakan dalam negara dan bangsa kita.

Sementara sikap berbeda ditunjukkan Natsir dalam sidang Konstituante di Bandung pada tahun 1957 bahwa Natsir menolak Pancasila sebagai dasar negara, dan penolakan itu dengan sendirinya juga merupakan sikap resmi Masyumi. Menurut sementara pengamat politik, penolakan itu terjadi karena terdapat penafsiran Pancasila secara sekuler, kususnya oleh Soekarno yang dalam pidatonya pada rapat Gerakan Pembela Pancasila di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1954 memberikan kesan bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu merupakan ciptaan manusia. Pengamat yang sama tidak menganggap penolakan Natsir terhadap Pancasila sebagai dasar negara di Konstituante itu sebagai perubahan pendirian, oleh karena pandangan Natsir tentang Pancasila selalu dihubungkan dengan al-Quran.

Adian Husaini dalam bukunya yang berjudul “Pancasila Bukan Untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam” menjelaskan seputar Piagam Jakarta dan polemik Pancasila sebagai dasar negara. Adian Husaini mengatakan bahwa Pancasila dijadikan alat bagi kaum Kristen dalam membungkam umat Islam dalam memperjuangkan syariat Islam. Hal itu terjadi karena Pancasila ditafsirkan dengan beragam tafsir, sehingga munculnya anggapan, apabila tujuh kata Islamis yang semula tercantum dalam sila Pancasila tetap dipertahankan akan menimbulkan perpecahan dan konflik. Terlepas dari itu, ia juga menjelaskan

17

bahwa penyusunan dan makna Pancasila itu sendiri tidak lepas dari aspirasi kaum Muslim.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan tulisan ini, agar mempermudah dalam memahami, terarah dan sistematis, maka penulis membagi tulisan ini menjadi lima bab. Adapun sitematika sebagai berikut :

BAB I

Berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan, serta tinjauan pustaka yang akan dibahas pada skripsi ini.

BAB II

Berisi mengenai teori mengenai hubungan Islam dan Pancasila dan konsep umum mengenai negara Islam. Dalam tahapan ini juga dibahas mengenai kontroversi mengenai hubungan Islam dan Negara beserta para tokoh yang menentangnya.

BAB III

Bab ini berisi tentang profil lengkap Habib Rizieq, karir dakwah beliau, latar belakang pendidikan, perjalan politik hingga membentuk ormas FPI sebagai kendaraan juang dalam berdakwah. Serta dalam bab ini juga akan dibahas mengenai sejarah berdirinya FPI, prosedur/garis perjuangan perjuangan, dan pro kontra pembubaran ormas ini.

BAB IV

Bab ini berisi mengenai inti dari pemikiran Habib Rizieq mengenai wacana NKRI Bersyariah yang digagasnya. Bagaimana cara ia memperjuangkan wacana ini serta mengapa wacana ini menjadi perlu didukung oleh umat Islam. Juga kritik Habib Rizieq mengenai system demokrasi yang sekarang di terapkan di Indonesia, serta bagaimana umat Islam bersikap dalam system ini.

18

BAB V

Merupakan penutup kesimpulan tahap akhir dalam penulisan skripsi ini, serta berisikan saran dan tanggapan terhadapa konsep NKRI Bersyariah yang ditawarkan oleh Habib Rizieq.

19

BAB II

BIOGRAFI HABIB RIZIEQ SYIHAB

A. Biografi Rizieq Syihab

Ketika reformasi, gerakan Islam garis keras juga bermunculan. Misalnya, Gerakan Front pembela Islam, , Majelis Mujahidin Indonesia, dan lain-lainnya. 1 Organisasi baru inilah yang menjadi aktor utama revivalisme Islam di Indonesia kentemporer. Pelbagai organisasi ini yang disebut oleh Imdadun Rahmat2 sebagai “Gerakan Islam Baru” (new Islamic movement) dapat dilacak asal-muasal pemikirannya dari berabagai organisasi gerakan Islam di Timur Tengah.

Searah dengan Imdadun, peneliti Noorhaidi Hasan mencoba mengulik fenomena gerakan Islam ini pada era 1980-an, ia menyebut awal “Ekspansi kaum Salafi”. Tanda-tanda dapat identifikasi dengan munculnya para pemuda dengan yang memakai jalābiyah (jubah panjang), imāmaāh (serban), isbal (pantalon yang panjang hanya samapi mata kaki), dan lihyah (jenggot panjang), serta perempuannya yang memakai niqob (bentuk pakaian warna hitam yang menyelubungi seluruh tubuh) di ruang-ruang publik di berbagai kota di Indonesia, seperti Yogyakarta, Solo, Semarang, Bandung, Jakarta, dan Makasar.3

Salah satu tokoh pergerakan Islam yang lahir dari rahim Reformasi adalah Habib Muhammad Rizieq Syihab ibn Husein Syihab. Ia lahir 24 Agustus 1965 M atau bertepatan dengan 27 Rabiust tsani 1385 H di Jakarta. Keluarganya berasal dari keturunan Arab, ayahnya Habib Husein Syihab dan ibunya bernama Syafirah Sidah Al-Atthas, Putri dari Habib Alwi Al-Atthas, seorang penegak Amar Ma’ruf Nahi Munkar.4

1 Jamhari dan Jajang Jahroni, gerakan Salafi,h. 18 2 Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, h. 74-75 3 Noorhaidi hasan, Laskar Jihad, h. 31-32 4 Habib Rizieq Syihab, Hancurkan Liberalisme; Tegakkan Syariat Islam, (Jakarta: Suara Islam Press, 2013), h. 203

20

Bulan Juli tahun 1966, Habib Husein suami dari Syarifah Sidah dan ayah dari bayi Muhammad Rizieq menghembuskan nafas terakhirnya. Suami sekaligus ayah yang pemberani ini, wafat pada usia 46 tahun. Gelar yatim pun disandang oleh Muhammad Rizieq yang kala itu belum genap berusia 1 tahun.5 Semenjak ditinggal oleh sang suami, Muhammad Rizieq diasuh oleh ibunya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, janda Habib Husein ini bekerja sebagai penjahit dan perias pengantin. Sidah Alattas juga bertanggungjawab mengurus 6 orang anaknya yang lain. Satu hal yang patut diteladani, meski menjadi janda beranak tujuh, Sidah tetap memperhatikan pendidikan anak-anaknya. .

Ayib adalah nama panggilan kesayangan dari Syarifah Sidah pada putranya yaitu Muhammad Rizieq. Bukan ibunya saja yang memanggilnya dengan sebutan Ayib, melainkan seluruh keluarga dan temannya juga memanggil namanya dengan sebutan Ayib. Saat usianya 4 tahun ia mulai tumbuh menjadi sosok bocah tampan. Sorot matanya tajam tapi teduh, ada gingsul dibarisan gigi putihnya. Diantara temannya fisik tubuhnya memang tak terlalu besar. Sopan dalam bertutur kata. Sikap santun dalam bersikap dan berprilaku. Kebanyakan orang-orang telah menyebutknya sebagai pribadi yang memiliki otak yang brilian dan memiliki kreatifitas yang bagus. Tak heran banyak sekali orang-orang yang selalu memujinya.6

Menginjak usia 6 tahun, ia disekolahkan oleh ibundanya di SD Negeri 1 Petamburan. Lokasinya terletak dijalan Petamburan IV, Kelurahan Petamburan, Kecamatan , Jakarta Pusat. Jarak antara rumah dan sekolah beliau tidak terlalu jauh hanya berkisar 10 menit jika ditempuh dengan jalan kaki. Meskipun kesehariannya banyak menyentuh ilmu agama namun otak encernya

5 Isnul Rahmawati Dwi Asih, Habib Rizieq Shihab dan Politik (Pandangan Front Pembela Islam (Fpi) Dpw Sidoarjo Terhadap Aktivitas Politik Habib Rizieq Shihab), (Skripsi: Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, UIN , 2018), h. 84 6 Isnul Rahmawati Dwi Asih, Habib Rizieq Shihab dan Politik, h. 86

21

juga menguasai dalam mata pelajaran umum. Pada tahun 1975 ia lulus SD dengan nilai yang sangat memuaskan.7

Ada yang menarik dari perjalanan hidup Ayib kecil, tumbuh dilingkungan keluarga Arab, Rizieq yang akrab dengan pendidikan agama Islam8, tapi siapa sangka Ayib kecil menempuh sekolah lanjutan pertama di sekolah Kristen, yang bernama sekolah SMP Bethel Kristen. Meskipun pada awalnya beliau menentang dan menolak untuk disekolahkan di sana. Lokasi tempat tinggal beliau dengan SMP Bethel Kristen tersebut cukup dekat, kondisi ini yang menjadi alasan Sidah menyekolahkan anaknya di sana.

B. Latar Belakang Keluarga Hadrami

Muhammad Rizieq Syihab dbesarkan dalam lingkungan keluarga Hadrami, yang memiliki semangat agama yang kuat. Tumbuh dilingkungan keluarga Arab, Rizieq sejak awal akrab dengan pendidikan agama Islam. Di samping memasuki sekolah formal, orang tua Rizieq senantiasa menekankan pentingnya agama dalam kehidupan. Ayahnya, Sayyid Husein adalah seorang keturunan Arab yang berasal dari Hadramaut, sebuah wilayah yang kini bernama Yaman. Sayyid Husein juga seorang yang aktif dalam dunia pergerakan. Sang ayah bersama kawan-kawannya pada sekitar tahun 1937, mendirikan Pandu Arab Indonesia (PAI) suatu perkumpulan kepanduan yang didirikan oleh orang Indonesa keturunan Arab yang berkedudukan di Jakarta, yang selanjutnya menjadi Pandu Islam Indonesia (PII). 9

Ayah Rizieq Syihab juga adalah seorang pejuang kemerdekaan. Tokoh yang dekat dengan ulama Betawi terkemuka sepert Habib Alhabsi dar Kwtang, Jakarta Pusat, ini menjadi pemimpin Pandu Arab Indonesia. Setelah Belanda kembal ke negeri ini setelah proklamasi kemerdekaan RI, Huesein Syihab – waktu itu berusia 20 tahunan— bekerja Rodi Kruis (kini Palang Merah IndonesiaI) di bagian logistik. Posisi ini dimanfaatkan dengan memberikan suplai

7 Isnul Rahmawati Dwi Asih, Habib Rizieq Shihab dan Politik, h. 87 8 Jajang Jahroni dan Jamhari, Gerakan Salafi Radikal, h. 27 9 Jajang Jahroni dan Jamhari, Gerakan Salafi Radikal, h. 138-139

22

makanan dan pakaian untuk para pejuang yang bergerilya di daerah Jakarta dan sekitarnya. 10

Sebagai keturunan Arab, ketika kembali dari , -Arab Saudi, Rizieq Syihab mulai mengajar bahkan menjadi kepala sekolah Madrasah Aliyah , Jakarta. Sekolah ini berafiliasi dengan Jamiat Kheir, organisasi Arab yang didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905. Pendiri organisasi ini adalah Sayyid Muhammad al-Fachir bin Abdurrahman al-Masjhur, Sayyd Muhammad bin Abdullah bin Sjihab, Sayyid Idrus bin Ahmad bin Sjihab dan Sayyid Sjehan bin Sjihab. Anggota dan pemimpin organisasi ini umumnya orang-orang yang berada, yang memungkinkan penggunaan sebagian waktunya kepada perkembangan organisasi tanpa merugikan usaha pencaharian nafkah. 11

Dua bidang diperhatikan sangat oleh organisasi ini. Yang pertama, pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar, yang kedua pengriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan pelajaran. Maka sekolah dasar Jamiat Khair bukan suatu sekolah dasar biasa yang semata-mata belajar agama tetapi merupakan suatu sekolah dasar di mana bermacam-macam pelajaran diajarkan seperti berhitung, sejarah, dan ilmu bumi. Kurikulum disusun, sedangkan kelas-kelas telah terorganisir. Bahasa perantaranya adalah bahasa Indnesia atau bahasa Melayu. Di samping anak-anak Arab ini, anak-anak Indonesia pun dari berbaga daerah, seperti Lampung, terdaftar di sekolah tersebut. Bahasa Belanda tidak diajarkan, sebagai gantinya bahasa Inggris merupakan pelajaran Wajib.12

Jamiat Khair mengundang guru-guru dari daerah lain dan juga dari luar negeri untuk mengajar di sekolah tersebut. Pada tahun 1907 seorang guru didatangkan dari Padang, Haji Muhammad Mansur untuk mengajar di sekolah tersebut. Ia dipilih menjadi guru karena kemampuannya dalam bahasa Melayu dan

10 Habib Rizieq Syihab, Hancurkan Liberalisme, h. 203 11 Deliar Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia, h. 68 12 Deliar Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia, h. 68-69

23

juga pengetahuannya dalam bidang agama. Dari luar negeri pun didatangkan, ia adalah Hasjimi, yang berasal dari Tunisia, dan pernah memberontak kepada Prancis. Ia datang ke Indonesia pada tahun 1911, memperkenalkan gerakan kepanduan dan juga olahraga dalam lingkungan Jamiat Khair. Hasjimi diterima di Jamiat Khair dengan perantara Abdullah Al-Attas yang pernah tinggal di Istanbul dan duduk di staf Jamiat Khair. 13

Tak berselang lama, tahun 1911 juga tiga orang guru dari negeri Arab ikut bergabung dengan Jamiat Khair. Mereka adalah Syaikh Ahmad Surkatti dari Sudan, Syaikh Muhammad Thaif dari Maroko, dan Syaikh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah. Pada masa berikutnya, Surkati dikenal sebagai salah satu pelopor gerakan moderen Islam di Indonesia. Ia memainkan peranan penting dalam penyebaran pemikiran-pemikiran baru dalam lingkungan masyarakat Islam di Indonesia.

Pada tahun 1913, gelombang ketiga ; guru-guru yang didatangkan dari luar negeri. Mereka yang datang semuanya adalah sahabat Surkati sendiri. Mereka semua adalah Muhammad Noor, al-Ansari, Muhammad Abul Fadl al Ansari (Saudara Surkati) dan Hasan Hamid al Ansari. Yang keempat adalah Ahmad al- Awif , diperuntukkan bagi Jamiat Khair yang didirikan di Surabaya. Dari keempat guru yang datang itu, hanya Muhammad Noor yang pernah belajar di Al-Azhar di Kairo, Mesir (1899-1906) dan pernah belajar langsung dari Abduh. Tetapi tak bisa dipungkiri para guru yang tiga lainnya juga telah mendengar dan berkenalan dengan karya-karya dari pembaharu Mesir ketika mereka berada di negeri asal mereka. Mereka pun semuanya menganggap diri meraka sebagai pengikut- pengikut Abduh.14

Sebagai sebuah organisasi Jamiat Khair tidak semata-mata terbatas pada orang-orang Jakarta.Anggota-angotanya terdiri juga dari orang-orang yang berada di luar Jakarta. Tetapi mereka semua memberikan alamat mereka di Jakarta, oleh sebab peraturan pemerintah yang membatasi kegiatan-kegiatan organisasi ini

13 Deliar Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia, h. 69 14 Deliar Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia, h. 70

24

secara geografis. Memang ada organisasi dengan nama yang sama (Jamiat Khair) di tempat-tempat lain, tetapi ini hanya mempunyai arti behawa mereka mengikuti jejak saudara-saudara mereka di Jakarta. Hubungan orginisatoris tidak ada.15

Jamiat Khair yang memulai organisasi dengan bentuk moderen dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota yang tercatat, rapat- rapat berkala). Lalu mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang banyak sedikitnya telah moderen (kurikulum, kelas, dan pemakaian bangku, papan tulis dan sebagainya). Ide-ide ini berkumandang di kota-kota lain , tetapi orang-orang yang ada di Jakarta membeku; ia cepat merasa puas dengan prestasi yang telah dicapai.16

Sejak kedatangan mereka, orang-orang Hadrami telah memainkan peran aktif dalam dinamika Islam di Nusantara. Mazhab hukum Syafi’i yang merupakan ciri penting Islam di Hadramaut, muncul sebagai mazhab paling berpengaruh. Karena peranan mereka yang menonjol, orang-orang Hadrami (terutama yang bergelar sayyid) menikmati otoritas keagamaan dan mengadakan berbagai kegiatan yang diikuti oleh komunitas di sekitarnya. Orang-orang Hadrami mengklaim sebagai pemimpin alamiah orang-orang Islam pribumi, karena adanya penghormatan terhadap mereka, hal ini tampak menjadi kecenderungan intrinstik kelompok ters ebut. 17

Menarik apa yang yang diulas van den Berg, tentang ciri khas orang Hadramaut: Orang Hadromaut kata berg adalah menghargai peradaban jiwa. Dalam ilmu pengetahuan mereka gemar terhadap teologi, jurisprudensi, dan khususnya pada tata bahasa. Mereka orang Arab juga sangat mematuhi prinsip- prinsip hukum Islam mengenai zakat. Orang Arab semiskin apapun , dapat

15 Deliar Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia, h. 71 16 Deliar Noor, Gerakan Modern Islamn di Indonesia, h. 71 17 Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad, h. 85

25

menjaga anak perempuannya terhadap pelacuran, suatu hal yang patuh dihargai, mengingat penduduk pribumi kelas bawah sangat mudah melakukannya.18

Di era kolonial, orang Hadrami juga berperan aktif dalam bidang politik. Mereka menjalin persekutuan dengan kalangan elite setempat dipelbagai kerajaan di Nusantara, seperti di Sumatera Timur dan Kalimantan Barat. Peranan ini didukung oleh keberhasilan mereka dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Penguasa Belanda selanjutnya menggunakan posisi kaum Hadrami yang menonjol ini untuk kepentingan politik mereka. Sebagai contoh mereka tak sungkan untuk memanfaatkan jaringan internasional Hadrami bagi kepentingan diplomatik Belanda. Sebagai timpal baliknya, elite Hadrami menduduki karir administratif yang menonjol dalam sistem kolonial Belanda.19

Menurut catatan L.W.G van den Berg, pada abad pertengahan telah terjalin hubungan dagang yang cukup erat antara Arab Selatan, khususnya Maskat, teluk Persia, dan Nusantara. Dapat dikatakan bahwa para navigator dan pedagang Arablah yang telah memperkenalkan Islam di Nusantara; pertama di negeri Aceh, kemudian Palembang, dan pada abad ke XVIII di Pulau Jawa. Meskipun, teori ini kata van der Berg, memiliki kelemahan, pasalnya tidak ditemukan peninggalan dari navigator dan pedagang itu.20

Bukti lain diungkapkan oleh Azyumardi Azra21, kehadiran Muslim Timur Tengah –khususnya dari Hadramaut – di Nusantara telah terjadi sejak abad ke-7 Masehi. Di sisi lain juga, terlihat bukti, sejak abad ke-7 telah terjalin hubungan antar kerajaan Sriwijaya (Nusantara) dan Dinasti Muawiyah (Timur Tengah). Bukti-bukti historis bagi hubungan politik dan diplomatis internasional kedua kerajaan besar terlihat dari dua pucuk surat yang mengandung bukti kuat dikirim oleh Maharaja Sriwijaya kepada dua Khalifah di Timur Tengah.

18 Van den Berg, Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans L’ Archipel Indien , terj. Rahayu Hidayat, (Jakarta: INIS jilid III, 1989), h.79-82 19 Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad,h. 86 20 L.W.C. van den BERG, Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes, h. 67 21 , Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia, Edisi Parenial (Jakarta: Kencana, 2013), h. 23-24.

26

Surat pertama, atau tepatnya bagian pendahuluan surat, dikutip oleh al- Jahizh (Amr al-Bahr, 163-255/783-869), Al-jahizh mendengar berita tentang surat Maharaja (Sriwijaya) yang ditujukan kepada Khalifah Mu’awiyah (41/661), surat itu berbunyi:

(Dari raja al-Hind- atau tepatnya kepulauan India) yang kadang binatangnya berisikan seribu Gajah, (dan) istananya terbuat dari emas dan perak, yang dilayani seribu putri raja-raja, dan yang memilki dua sungai besar (Batanghari dan Musi), yang mengairipohon Gaharu (al- oes) kepada Muawiyah. Surat kedua, yang mempunyai nada yang sama, jauh lebih lengkap. Baik pembukaan dan isi surat itu diselamatkan oleh Ibn Abd’ al-Rabbih (246-329/860- 940) dalam karyanya Al-I’qad al-Farid. Surat yang dialamatkan kepada U’mar bin `Abd al-Aziz (99-102/717-720) itu menunjukkan betapa hebatnya maharaja dan kerajaannya:

Nu’aym bin Hammad menulis: ‘Raja al-Hindi (kepulauan ) mengirim sepucuk surat kepada U’mar bin ‘Abd al-Aziz, yang berbunyi sebagai berikut: “ Dari Raja Diraja (Malik al-Malik=Maharaja); yang adalah keturunan seribu raja; yang istrinya juga adalah anak cucu seribu raja; yang dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu- bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wewangiannya sampai menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab (‘Umar bin `Abd al- Aziz), yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan Anda hadiah , yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak , tetapi sekadar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya tentang hukum- hukumnya ( atau dalam versi lain , yang akan mengajarkan Islam dan menjelaskan kepada saya. 22

Perjalanan dari Hadramaut ke Nusantara dahulu berlangsung berbulan- bulan. Pertama harsu berangkat dari al-Mokalla atau asy-Syihr menuju Bombay. Dari sana menuju pulau Ceilon (Sri Langka) dan akhirnya ke Aceh atau

22 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama,h. 27-29

27

Singapura, seluruh perjalanan dilakukan dengan kapal layar.23 Keadaan pun berubah tatkala terusan Suez di Mesir ditemukan oleh Prancis, membuat jalur pelayaran menuju Nusantara bisa lebih cepat dengan menggunakan apal Dap. Bagi mereka yang mempunyai uang berlebih, memilih dari Aden langsung ke Singapura, dan selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Batavia.

Seiring berkembang pesatnya kapal uap, pelayaran antara Timur Jauh dan Arab mengalami perkembangan pesat, perpindahan dari Hadramaut menjadi lebih mudah. Maka, pada 187024 merupakan puncak migrasinya orang Arab Hadramaut ke Nusantara. Tahun ini pula yang menjadi awal baru bagi koloni-koloni Arab di Nusantara.

Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi tempat migrasi orang Hadramaut ke Nusantara. Peran pelabuhan tersebut sangat vital kala itu. Sunda Kelapa merupakan pelabuhan penting dan ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing; Cina, Eropa, India, dan Arab.

Dalam catatan van der Beg, di Pulau Jawa terdapat enam koloni Arab, yaitu di Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya. Di Madura, hanya ada satu yakni di Sumenep.25 Pada tahun 1844, Koloni Arab Batavia (sekarang Jakarta), merupakan yang terbesar di Nusantara. Dengan semakin besarnya jumlah koloni ini, pemerintah Belanda mewajibkan adanya seorang kepala koloni yang menjadi pemimpin. Di daerah Batavia terdapat permukiman orang Arab. Antara lain di Kojah (dalam bahasa Melayu Pakojan). Sebagian lagi orang Arab tinggal di Krukut dan Tanah Abang. Di Batavia ini didapati pelbagai orang yang bersal dari pelbagai daerah dari Hadramaut, dan dari segala lapisan masyarakat, hanya golongan sayyid yang merupakan minoritas.

Koloni Arab di Cirebon, baru berkembang pada tahun 1845, dan seiring dengan makin pesatnya perkembangan mereka dibentuk pula seorang kepala koloni. Pada akhirnya, pelbagai daerah yang ada di Cirebon digabung, baru pada

23 Van den Berg, Le Hadhramout,h. 80 24 Lihat, van den Ber, Le Hadhramout, h. 67 25 Van den Berg, Le Hadhramout, h.72-78

28

tahun 1872, setelah proses migrasi besar-besaran orang Arab ke Nusantara, dibentuk koloni Indramayu. Sebagian besar orang Arab Cirebon hidup dari perdagangan dengan pribumi di Keresidenan Cirebon dan di Keresidenan Priangan.

Koloni Arab di Tegal sebagian besar terdiri dari suku Nahd, Kasir, dan Yafi. Kepala koloni di Tegal pertama kali dibentuk pada tahun 1883, sejak tahun itu perkembangan Arab Hadramaut di Tegal semakin pesat. Namun, ada perbedaan koloni Tegal dengan daerah lain. Koloni Arab Tegal, tampaknya lebih sedikit yang menjalankan ibdah Islam dibandingkan dengan koloni-koloni yang lain. Di masjid sekitar tempat mereka tinggal, jarang terlihat mereka melakukan salat berjamaah dengan para pribumi.

Untuk koloni Arab Pekalongan perkiraan mereka menetap di Nusantara pada permulaan abad ke XVIII. Kebanyakan mereka adalah dari golongan sayyid . anggota suku hampir tak ada di daerah Pekalongan. Sebagian orang Arab di Pekalongan tergolong sejahtera secara ekonomi dan strata sosialnya. Fenomena ini tampaknya tak berbanding lurus dengan daerah , Krapyak, dan Mipitan.

Di tiga daerah ini kehidupan orang Arab sangat memprihatinkan. Mereka menjauhkan diri dari orang Arab yang dari Hadramaut. Lebih parah lagi mereka yang bermukim di tiga daerah tersebut tak bisa berbahasa Arab. Mereka dalam beberapa generasi tinggal di dalam rumah papan dan bambu.

Bergeser sedikit dari daerah Pekalongan, koloni Arab Semarang pada tahun 1819 sudah membentuk koloni tersendiri. Hidup mereka di daerah ini tergolong maju. Dalam kurun tahun 1840-1855, kemajuan mereka sangat pesat, pelbagai orang Arab yang kaya menumpuk modal besar di daerah ini. Di Semarang orang Arab tak memiliki wilayah tersendiri, mereka menetap di wilayah Melayu, yang menampung pula banyak orang Cina.

Di Surabaya, koloni Arab Hadramaut, sangat berkembang, setidaknya pada abad ke XVIII dan XIX. Di Surabaya didapati orang Arab Hadramaut yang

29

datang dari pelbagai tempat di Hadramaut dan dari pelbagai latar belakang keluarga. Tapi yang banyak dari golongan sayyid. Koloni Surabaya merupakan pusat semua koloni di Jawa bagian Timur. Wilayah Arab di Surabaya terletak di arah Timur Laut kota.

Untuk daerah Sumatera, ada dua koloni yang besar , yaitu daerah Aceh dan Palembang. Koloni Arab Aceh, mereka tersebar dipelbagi daerah di Aceh. Koloni ini tak pernah membentuk kepala koloni, karena tak ada yang menetap di satu daerah tertentu. Mereka tersebar dipelbagai daerah. Hampir seluruh mereka berdarah campuran, dan susah membedakan dari pribumi lain.

Sedangkan untuk daerah Palembang, pada tahun 1821, jumlah koloni Arab sudah mencapai 500 jiwa. Adalah Sultan Mahmud Badr ad-Din yang khususnya memberi peluang bagi bangsa Arab untuk menetap di ibu kota negerinya. Perkembangan koloni Arab di Palembang sejalan dengan perkembangan pesatnya pelayaran. Dan sejak industri itu mundur, terjadi keguncangan perekonomian koloni Arab Palembang. Rumah-rumah besar orang Arab di Palembang pada umumnya tampak lebih nyaman bila dibandingkan dengan daerah lain.

Pada akhir abad ke-XIX dan dasawarsa pertama abad ke XX, Belanda mulai menetapkan aturan ketat terhadap orang Arab Hadrami. Ada banyak hal yang ditakuti Belanda pada era ini, meraka takut berakhirnya masa kekuasaan mereka di Hindia-Belanda. Pasalnya, ada rencana agresi militer yang akan dilakukan oleh Jepang, sementara di sisi lain, Inggris ingin menuntut balas atas sikap Belanda yang berpihak kepada kaum Boer.

Di samping itu, Inggris juga ingin merebut Hindia-Belanda dari jajahan Belanda, seiring meredupnya kekuasaan mereka di daerah Afrika Selatan akibat kerja buruk tentaranya di Afrika Selatan. Latar belakang lain yang tak kalah penting, adanya kecurigaan Belanda, bahwa Kekaisaran Ottoman memanfaatkan rasa persaudaraan sesame Islam untuk memberontak di Nusantara. Kekaisaran

30

Ottoman dicurigai menghasut rakyat, dengan memanfaatkan rasa persaudaraan sesama Muslim, untuk membangkang kepada pemerintah Hindia Belanda. 26

Lebih lanjut, koloni Arab yang terdiri dari sayyid dan bukan sayyid membentuk organisasi modern Jamiat Khoir. Perkumpulan ini didirikan tahun 1905. Pembentukan organisasi ini menandai kebangkitan masyarakat Arab- Hadrami. Organisasi ini tampil sebagai organisasi modern pertama di Indonesia yang membuka sekolah bergaya Arab.27

Di bawah naungan organisasi ini, sebagaimana dibahas sebelumnya, Rizieq Syihab mengabdikan diri. Ia pernah menjadi guru, dan diangkat menjadi kepala sekolah Jamiat Khoir seketika pulang dari Mekkah. Di bawah naungan organisasi ini, sebagaimana dibahas sebelumnya, Rizieq Syihab mengabdikan diri. Ia pernah menjadi guru dan diangkat menjadi kepala sekolah Jamiat Khoir seketika pulang dari Mekkah.

Selain itu, Rizieq Syihab juga mengikuti majelis-majelis ta’lim dari kalangan para sayyid dari Hadramautdi antaranya: Majelis Habib Abdullah Al- Faqih Al-Attas, Majelis Habib Muhsin bin Ahmad Al-Attas, Majelis Habib Syeikh Al-Jufri, Majelis Habib Alwi bin Ahmad Jamalulail, Majelis Habib Ali bin Ahmad Assegaf, Majelis Habib Abdurrahman Assegaf, Majelis KH. Abdul Syafii Al-Batawi, Majelis KH. Syukron Ma’mun, majelis KH. Amirullah Al-Batawi, dan pendidikan non formal di luar negeri diantaranya : Majelis Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki (Mekkah), Majelis Habib Muhammad Al-Haddar (Madinah), Majelis Habib Zein bin Ibrahim bin Smith (Madinah), Majelis Habib Salim Asy- Syathri (Madinah), Majelis Habib Abdul Qodir Assegaf (Jeddah).28

C. Belajar bahasa Arab di LIPIA

26 Kees van Djik, Ketakutan Penjajah, 1890-1918; Pan Islamisme dan Persekongkolan Jerman-India, (Jakarta; INIS, 2003), h. 29 27 Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad, h. 87 28 Suara Islam, Biografi Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab, ( Jakarta; Suara Islam, 5 Oktober 2012), h.15

31

Dari para Habib ini juga Rizieq Syihab belajar agama Islam. Ia rutin mengikuti pelbagai majelis taklim yang diadakan para Habib. Pelbagai lautan ilmu agama diperoleh berkat kegigihannya mengikuti pengajian para habib. Di samping itu, minat Islam juga ia peroleh dari Sekolah Menengah Atas Islamic Village, Tangerang dan lulus pada tahun 1982.

Rizieq Syihab menyempurnakan pemahamannya tentang Islam dengan melanjutkan studi kejenjang kuliah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA) Jakarta.29 Lembaga ini mulai kegiatannya dalam proses belajar-mengajar pada 12 Mei 1981. LIPIA—sebelumnya bernama Lembaga Pengajaran Bahasa Arab (LPBA)—, bertransformasi setelah membuka fakultas Syariah dan diploma. Lembaga ini merupakan lembaga institusi pendidikan asing pertama di Indonesia. Lebih lanjut, Pendidikan tinggi ini membuka sarana bagi mahasiswa yang ingin mengenal dan mendalami pemikiran ulama salafi.

LIPIA merupakan cabang dari universitas Muhammad Ibnu Saud di Riyadh. Pada tahun 1980, Muhammad Ibnu Saud, membuka dua cabang di Djibouti dan Mauritania, setahun kemudian kampus ini melebarkan sayap untuk membuka cabang yang ketiga di Indonesia, maka lahirlah LIPIA Jakarta. Untuk melapangkan jalan bagi pendirian LIPIA di Jakarta, Duta Besar Arab Saudi ketika itu, Bakr ‘Abbas Khamis, memainkan peran strategis dengan melakukan langkah- langkah diplomatik dengan pemerintah Indonesia.30

Awal berdirinya berdasakan Keputusan Saudi No. 5/N/26710 sebagai Lembaga Pengajaran Bahasa Arab. Pada mulanya LPBA berada di Jl. Raden Saleh, Jakarta Pusat. Kemudian pindah pada tahun 1986 ke Jl. Salemba Raya,

29 Chaider S. Bamualim, Islamic Militancy and Resesment against Hadramis in Post Soeharto Indonesia: A Case Study of Habib Rizieq Syihab and His , (Comparative of Studies South Asia and Afrika East Middle, vol. 31, No. 2, 2011), h. 268 30 Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad,h. 59

32

Jakarta Pusat juga. Sekarang, alamat kampus ini adalah Pejaten Village, Jl. Buncit raya, Jakarta Selatan.31

Pendirian cabang baru di Jakarta pada tahun 1981, tak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, girah Saudi untuk memperluas pengaruhnya dalam politik global Islam. Salah satu caranya adalah menyebarkan ajaran Salafi- Wahabi ke pelbagai penjuru dunia Islam—khususnya Indonesia sebagai pemeluk Islam terbesar di dunia.

Langkah ini merupakan lanjutan dari pelbagai langkah yang telah ditempuh Saudi sebelumnya. Tujuan terselengaranya adalah membangun solidaritas antar sesama negara Islam di dunia. Dalam buku Jihad the Trail of , pasca perang dunia II, Saudi merumuskan penyebaran Wahhabisme ke seluruh negara Islam, sebagai kebijakan luar negerinya. Langkah ini untuk mengkounter propaganda Nasional-Sosialis Arab, Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasser. Langkah ini membawa Saudi bergabung ke Blok Barat, bersekutu dengan Amerika Serikat, kala itu tengah berselisih dengan Komunis Uni Soviet dalam perang dingin.32

Faktor berdirinya LIPIA selanjutnya, tidak lepas dari peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Organisasi ini bergerak di dunia dakwah, didirikan oleh (1908-1993) dan para pemimpin Partai Masyumi lainnya. Para pengamat menilai pendirian organisasi bersifat politis, pembentukan DDII tak terlepas dari pembubaran Masyumi yang saat itu dikuasai oleh kelompok puritan, modernis.33

Pada era Orde baru, katalisator pendirian organisasi ini adalah berbagai jalan buntu yang menghalangi mereka untuk kembali merehabilitasi Masyumi dan pemberlakuan piagam Jakarta. Soeharto yang menggantikan Soekarno, menolak

31 LPBA, Prospektus Lemabaga Pengajaran Bahasa Arab As-su’udi di Indonesia,(Jakarta: LPBA, 1985), h. 8 32 Gilles Kepel, Jihad the Trail of Political Islam, (London: I.B Tauris,2002), h. 46 33 , Ilusi Negara Islam; Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, (Jakarta: The Wahid Institut, 2009) h,

33

tuntutan itu dan mengimplementasikan strategi pembangunan dan modernisasi. Soeharto tidak memberikan sama sekali ruang keagamaan bagi pemerintahannya.34

Hubungan harmonis antar Saudi dan DDII-lah menjadi penyebabnya berdirinya LIPIA di Indonesia. Dengan dukungan dana Saudi pula, DDII juga merekrut para calon mahasiswa penerima beasiswa yang siap diberangkatkan ke Saudi. Mereka yang mendapatkan beasiswa ini adalah para da’i berbakat yang telah menyelesaikan dakwahnya dipelbagai daerah dalam program da’i transmigrasi.35

Untuk memudahkan dengan , DDII juga membuka kantor cabang di Riyadh pada tahun 1970-an. Dalam perhitungan Imdadun Rahmat, hingga 2004 DDII telah mengirim sebanyak 500 mahasiswa ke Timur Tengah dan Pakistan. Mereka kebanyakan direkrut dari kader organisasi Islam modernis yang secara structural maupun kultural terkait dengan Masyumi. Para alumni Timur Tengah ini pula yang menjadi agen utama penyebaran gerakan rivivalisme di Indonesia, khususnya gerakan Tarbiyah dan dakwah Salafi.36

Kembali ke LIPIA, sebagai upaya meningkatkan kampanye wahhabisme di Indonesia, perguruan tinggi ini memperkenalkan pengiriman mahasiswa- mahasiswa berprestasi untuk belajar ke Arab Saudi. Khsususnya di Universitas Imam Muhammad ibn Sa’ud di Riyadh dan Universitas Islam Madinah. Melalui program ini, lebih dari 30 alumninya di berangkatkan ke Saudi setiap tahun. Salah satu mahasiswa yang beruntung dan mendapat beasiswa tersebut adalah Muhammad Rizieq Syihab. Ia berangkat ke Universitas Imam Muhammad ibn Sa’ud di Riyadh dengan bantuan beasiswa dari Saudi, tentu setelah beberapa tahun di LIPIA.

Mekkah dan Madinah selama berabad-abad mempunyai daya tarik umat Islam untuk menuntut ilmu pengetahuan agama. Hingga kini kita bisa mengetahui

34 Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad, h, 45 35 Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad, h, 59 36 Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal,h. 83

34

banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di universitas ternama di sana, seperti Universitas Islam Madinah. Namun tak sedikit juga yang belajar di halāqah- halāqah dan daurah-daurah yang digelar para ulama terkemuka di Masjid Hāram dan Nabawi.

Kombinasi antara keutamaan Mekkah dan Madinah dalam ajaran Alqur’an dan Hadis Nabi Muhammad untuk menuntut ilmu. Singkatnya ilmu yang diperoleh di Harāmayn dipandang lebih tinggi nilainya dari pada ilmu dari pusat- pusat lain. Bagi banyak Muslim khususnya di Nusantara, ulama jebolan Harāmayn dipandang lebih dihormati daripada mereka yang memperoleh pendidikan ditempat lain di mana pun juga.37

37 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Nusantara, h. 53

35

BAB III

PANCASILA DAN SYARIAT ISLAM

A. Sejarah Pancasila

Perkataan majemuk tentang Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta. Kata itu berarti lima batu karang atau lima prinsip dasar moral. Perkataan terkait Pancasila, pertama kali muncul dalam kitab, Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca seorang penulis handal sekaligus penyair istana pada tahun 1296- 1478 M.

Kata ini tertera dalam kitab klasik berjudul Sutasoma. Ketika itu termaktub dalam buku Sutasoma istilah Pancasila Krama yang memiliki arti Lima Dasar Tingkah Laku , yang meliputi :

1. Ahimsa : ialah tidak boleh melakukan tindakan kekerasan.

2. Asteya : tidak boleh mencuri.

3. Indriya Nigraha : tidak boleh iri dan dengki.

4. Amr sawada : tidak boleh berbohong

5. Dama : tidak boleh mabuk-mabukan

Lebih lanjut, Pancasila memang sudah masyhur sejak zaman Majapahit yang juga terkenal dengan semboyan Kerajaan Hindu— kerajaan ini berdiri kokoh setelah tumbangnya Kerajaan Singosari (1222-1292). Dalam sejarah, Kerajaan Majapahit ini dulu wilayahnya meliputi Negeri-Negeri dari ujung utara Jambi

36

sampai ujung selatan Sumatera, dan Negeri Tanjung Negara yang merangkumi daerah-daerah di Kalimantan, Sulawesi, timur Pulau Jawa, Nusa Tenggara hingga Irian. 38

Dari uraian di atas, istilah Pancasila bersumber dari acuan moral kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Dalam rentetan sejarah panjang, sejak zaman Majapahit. Meskipun pada tahap ini, Pancasila yang dimaksud pada zaman itu hanya sebatas acuan moral masyarakat. Sedangkan di era modern, Pancasila bertranformasi menjadi lima Dasar Negara Indonesia.

Pancasila adalah hasil galian mendalam dari seorang Soekarno yang mengambil dari jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Pada tanggal 28 Mei 1945, dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini dipimpin oleh seorang yang bernama Dr. Radjiman Wedyoningrat. Sehari berselang, badan yang dibentuk ini pun bersidang, tepat tanggal 29 Mei 1945, dan berlanjut hingga 1 Juni 1945.

Panitia ini dibentuk pada 28 Mei 1945. Anggotanya mula-mula 62 orang, kemudian bertambah hingga menjadi 68 orang. Dalam catatan Prawoto Mangkusaswito, perimbangan kekuatan politik dalam BPUPKI adalah sebagai berikut; dari 68 orang anggota , hanya 15 orang saja yang mewakili aspirasi politik Islam. 39

Dalam sidang 1 Juni ini, Bung Karno pun tampil ke depan dan mengemukakan pandangannya tentang dasar negara Indonesia. Dasar negara ini akan dibangun dari spirit dan jati diri yang dianut anak bangsa. Nilai-nilai itu kemudian tertuang dalam apa yang ia sebut dengan Pancasila.

38 Muhammad Rizieq Syihab, (Tesis Master, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 2012), h. 42 39 Prawoto Mangkusaswito, Pertumbuhan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah Projeksi (Jakarta; Hudaya, 1970), h. 12

37

Dalam kesempatan itu, Soekarno mengusulkan lima dasar negara dengan istilah Pancasila, yaitu; 1. Kebangsaan Indonesia. 2. Internasionalisme atau Prikemanusiaan. 3. Mufakata atau Demokrasi. 4. Keadilan Sosial. 5. Ketuhanan.

Soekarno kemudian memeras lima sila itu menjadi tiga sila; pertama, sosio nasionalisme (kebangsaan Indonesia dan Peri Kemanusiaan). Kedua, sosio demokrasi (demokrasi dan kesejahteraan sosial) dan terakhir, Ketuhanan.dan dalam perkembangan selanjutnya, tiga sila ini diperas lagi menjadi eka sila (satu sila).40

Meskipun konsep ini diungkap oleh Bung Karno dalam sidang BPUPKI, namun, dapat dikatakan Pancasila digali dari warisan Kebudayaan bangsa. Hal ini disebabkan galian itu dirumuskan secara bersama-sama oleh semua perwakilan daerah di Indonesia. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa Pancasila merupakan gambaran jati diri bangsa Indonesisa. Pancasila adalah Indonesia itu sendiri.

Selain itu saat perumusan Pancasila nampak bahwa Soekarno merupakan tokoh yang mempunyai lintas pemikiran di antaranya seperti marxisme, islamisme, dan sosialisme. Dari sisi Islamisme, Soekarno dengan tegas meletakkan Prinsip Ketuhanan sebagai sila kelima.

Terkait prinsip Ketuhanan yang disampaikan dalam sila, nyatanya tidak mempunyai keterkaitan organik dengan doktrin sentral agama mana pun. Tuhan dalam ungkapan Soekarno bersifat sosiologis, sehingga konsep Ketuhanan ini bersifat relatif. Konsep ini bisa diperas dalam bentuk sikap gotong royong, sebagaimana yang ungkapkan dalam eka sila.41

Di sisi lain, pada 29 Mei 1945, Muhammad Yamin pun telah terlebih dahulu menyampaikan pidato. Dihadapan peserta sidang, ia memperkenalkan lima asas sebagai dasar bagi Indonesia yang merdeka. Lima asas tersebut terangkum dalam; peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.

40 Soekarno, Lahirnya Pancasila , h. 21-23 41 Muhammad Yamin, Pembahasan Undang-undang, h. 437

38

Terkait teks pidato yang disampaikan Yamin dan Bung Karno tidak memiliki perbedaan fundamental. Bila ada perbedaan, hanya dalam istilah demokrasi dan dalam susunan atau urutan asas-asas tersebut. Pandangan itu didukung oleh Muhammad Roem, tokoh Masyumi, menyebut bahwa tema kedua pidato itu sama.

Namun pendapat itu dibantah oleh beberapa kalangan. Pancasila tidak hanya sekadar dirumuskan oleh Soekarno, saja melainkan berlanjut pada Muhammad Yamin dan Soepomo. Dalam kajiannya tersebut, Nugroho Notosusanto, membedakan Pancasila Yamin 29 Mei 1945 dengan Pancasila Soekarno 1 Jun 1945, begitu pula dengan Pancasila 18 Agustus 1945 yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD '45).42

Pertetangan tersebut berlanjut hingga muncul pandangan jika Pancasila Muhammad Yamin berasal dari perumusan Soekarno. Dukungan terus mengalir hingga ada sebuah riset yang menjelaskan bahwa ”The Pancasila was in fact a creation of Yamin's, and not Soekarno's”, artinya : Pancasila itu ternyata karya Yamin, bukan karya Soekarno.43

Pembelaan pihak Soekarno datang dari Mohammad Hatta yang menyebut konsep Pancasila berasal pertama kali dari Soekarno. Konon dalam naskah tersebut tak ditemukan dokumen Pidato Mr. Muhammad Yamin tertanggal 29 Mei 194, begitu pula lampirannya.Bagi penulis, pro kontra tentang siapa sejatinya yang menemukan pertama kali konsep Pancasila tak begitu penting. Namun, satu hal yang pasti. Pancasila adalah hasil kompromi.

B. Perdebatan Islam atau Pancasila Sebagai Dasar Negara Selama sidang BPUPKI berlangsung, para anggota sidang terbagi kepada dua kelompok yang saling berseberangan. Terkait kondisi ini, menceritakan

42 Rizieq Syihab, Pengaruh Pancasila, h. 46 43 B. J. Bolland, The Struggle of Islam in Moden Indonesia, (The Hagus; Martinus Nijhoff, 1971), h. 17. Atau lihat juga dalam buka Endang Syaifuddin Anshari, h. 18-19

39

keadaan dalam sidang pada 31 Mei 1945. Setidaknya di dalam ruangan tersebut terlihat ada dua paham. Satu paham dari anggotanya yang ahli agama, yang menganjur supaya Indonesia didirikan sebagai negara Islam. Di sisi lain, sebagaimana dianjurkan tuan Mohammad Hatta, ialah negara persatuan Indonesia yang memisahkan urusan agama dan urusan negara. Dengan kata lain, bukan negara Islam. Perlu menjadi catatan pula jika di dalam Pancasila versi Soekarno, Ketuhanan tidak ditetapkan dalam sila pertama sebagai sumber moral bagi sila- sila yang lain. Lebih dari itu, Pancasila dapat disarikan menjadi Trisila. Dan tak berhenti di situ, bahkan sila yang tiga itu bisa dileburkan menjadi Ekasila, dalam bentuk semangat gotong royong. Dalam bentuk sila terakhir ini, semangat Ketuhanan pun telah tersingkir. Panitia dalam sidang BPUPKI terdiri dari sebanyak 68 orang hanya 15 orang saja yang benar-benar mewakili aspirasi golongan Islam. Wakil-wakil Islam itu antara lain, K.H Ahmad Sanusia (PUI), Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Mas Mansur, Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah), K.H abdul , K.H Masykur (NU), Sukiman Wiryosanjoyo(PII), Abi Kusno Tjokrossujoso (PSII), Agus Salim, dan K.H Abdul Halim (PUI). Lebih lanjut, dalam konstelasi politik saat itu, kekuatan Islam hanya sekitar 20 persen saja. Tentu itu persentase yang sangat kecil. Dalam sidang BPUPKI, yang pertama-tama yang dibicarakan mengenai hearing tentang dasar negara, bentuk pemerintahan negara, batas negara, dan dilanjutkan dengan pembahasan filsafat negara. Demikian itu, bertujuan untuk membentuk konstitusi baru bagi sebuah negara yang baru pula. Terkait bentuk pemerintahan (negara), seperti yang dikutipkan oleh Muhammad Yamin, mayoritas peserta sidang yakni sebanyak 53 suara memilih sistem republik, hanya 7 suara yang menginginkan kerajaan. Dalam pembahasan dasar negara, tensi politik kian hangat. Perdebatan alot pun terjadi. Di akhir, dalam voting sejumlah 45 suara memilih dasar negara berbentuk kebangsaan, dan 15 suara memilih Islam sebagai dasar negara.

40

Menarik mengulik tentang argumen para tokoh Islam dalam perdebatan tentang dasar negara dalam sidang BPUPKI. Ki Bagus Hadikusumo merupakan sosok terkemuka dari kalangan Islam. Ki Bagus mendorong Islam seyogianya menjadi sebagai dasar negara. Hal ini dikarenakan diskriminasi terhadap umat Islam telah lama terjadi, bahkan era Belanda. Islam dianggap sebagai ancaman besar bagi kolonialisme.44 Namun di sisi lain, golongan nasionalis dengan tegas menolak gagasan ini. Supomo, misalnya, ia mengakui Islam sebagai agama yang komprehensif mengatur kehidupan manusia. Namun, bukan berarti ia sepakat untuk menjadikannya sebagai dasar negara. Indonesia sebagai suatu bangsa memiliki ciri khusus. Indonesia tak sama dengan Irak, , Arab Saudi, dan Mesir. Oleh karena gagasan Negara Islam harus ditolak. Dalam perdebatan alot dalam BPUPKI tersebut belum menemukan titik temu. Pada satu pihak, pendukung Negara Islam ingin melaksanakan isi seluruh syariat Islam secara menyeluruh, tanpa ada reformasi sedikit pun. Formulasi ini penting, agar hukum Islam mampu menjawab tantangan dunia modern yang dihadapi manusia. Di sisi lain, golongan nasionalis sekuler, tampaknya getol ingin memenjarakan Islam dalam sangkar “pribadi seorang Muslim”. Terdapat batas yang jelas antara negara dan agama. Agama itu urusan pribadi warga negara. Setelah perdebatan panas dalam sidang pertama BPUKI berakhir, tak ada mufakat resmi. Mereka melanjutkan pertemuan guna mencari jalan tengah. Dari hasil pertemuan, mereka membentuk panitia kecil. Tim sembilan sebutannya. Panitia kecil ini terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, AA. Maramis, Haji Agus Salim, Abi Koesno, Abdul Kahar Muzakkir, Ahcmad Soebarjo, Abdul Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Setelah melalui pelbagai pendekatan, akhirnya para panitia kecil ini mencapai kesepakatan dengan pihak Islam di satu sisi. Begitu pun dengan pihak nasionalis sekuler di pihak lain.

44 Ki Bagus Hadikusumo, Islam Sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, (Yogyakarta; Pusataka Rahayu, 1954), h. 17

41

Peristiwa ini direkam Muhammad Yamin dalam catatannya. Pada tanggal 10 Juli 1945, Soekarno menyampaikan pidato dalam sidang paripurna. Isi pidato tersebut merupakan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Ini merupakan hasil kesepakatan yang ditandatangani oleh seluruh anggota Panitia Sembilan. Peristiwa itu terjadi pada 22 Jun 1945. Isi kesepakatan tersebut oleh Muhammad Yamin disebut dengan nama The Djakarta Charter, dan diistilahkan oleh Sukiman dengan nama Gentleman's Agreement. Kita lebih mengenalnya dengan sebutan Piagam Jakarta. Di dalam Piagam Jakarta tersebut ada Ketuhanan, terutama sekali kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariat Islam. Kebulatan nasionalisme Indonesia, yaitu persatuan bangsa Indonesia masuk didalamnya. Kemanusiaan atau Indonesia merdeka di dalamnya susunan peri kemanusiaan. Kemudian yang terakhir adalah keadilan sosial, social rechvaardigheid. Maka oleh karena itu, panitia kecil berkeyakinan, bahwa inilah preambul yang dapat menghubungkan sekaligus mempersatukan anggota-anggota Dokuritau Zyunbi Tyoosakai. Tak mengherankan bila Piagam Jakarta ini oleh para politik Islam sebagai suatu kemenangan, bahkan ketika era reformasi telah bergulir. Tokoh Islam konservatif kanan, Rizieq Syihab dalam disertasinya bahkan menyebut Piagam Jakarta merupakan Rumusan Pancasila I tulen. Sebab, keputusan rasmi Sidang Kedua BPUPKI yang dilaksanakan dari 10 s/d 16 Julai 1945, dan diterima secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPKI. Lebih dari itu, disepakati sebagai Preumbul (Pembukaan) Undang-Undang Dasar 1945 atau Pernyataan Kemerdekaan Indonesia. Harapan untuk menyudahi polemik tampaknya jauh dari harapan. Preambul piagam Jakarta ramai dibicarakan, terutama pada bagian “Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya”. Pada 11 Juli 1945, seorang Protestan dan anggota Badan Penyidik, Latuharhari membuat pernyataan keberatan. Ia beralasan akan berakibat buruk

42

terhadap agama lain dan akan menimbulkan gejolak terhadap hukum -istiadat masyarakat Indonesia.45 Agus Salim pun angkat bicara. Sebagai seorang pemimpin Islam ia mengungkapkan pertikaian antara hukum agama dan adat di Indonesia umumnya telah selesai. Soekarno yang memimpin persidangan pun menjadi penegah antara golongan yang bertikai kata. Ia mengingatkan kepada hadirin peserta sidang, bahwa preambul itu adalah kompromi antara golongan Islam dan kebangsaan yang hanya didapat dengan bersusah payah. Bung Karno pun berharap pokok- pokok lain dalam preambul tak jadi bahan perselisihan dan merupakan keputusan bersama panitia sembilan. Pada 12 Juli 1945, Soekarno membentuk Panitia Kecil Perancang Undang- undang Dasar. Supomo bertindak selaku ketua. Sedangkan Soebardjo, Maramis, Singgih, Agus Salim, dan Sukiman merupakan anggota. Tanggal 13 Juli 1945 sidang paripurna pun digelar. Perdebatan panas pun seketika lahir. Musababnya, tatkala membahasa Pasal 4 ayat 2 tentang Presiden. Diksinya berbunyi, “Yang dapat menjadi Presiden dan Wakil Presiden hanya orang Indonesia asli,”. Selanjutnya, Pasal kedua yang menimbulkan perdebatan hangat adalah pasal 28 tentang agama. Bunyinya; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama apa pun dan untuk beribadat menurut agamanya masing- masing”. Perwakilan Islam Abdul Wahid Hasyim, mengusulkan pada Pasal 4 ayat 2 untuk menambah diksi; “Yang beragama Islam”. Perwakilan NU ini pun mengungkapkan alasannya. “Buat masyarakat Islam, penting sekali ada hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Jika Presiden beragama Islam, maka perintah- perintah berbau Islam dan akan besar pula pengaruhnya. Lebih lanjut, Wahid Hasjim pun mengusulkan agar Pasal 28 itu direvisi sehingga berbunyi; “Agama negara ialah agama Islam, dengan menjamin kemerdekaan orang-orang yang beragama lain”. Tentu saja usulan ini kembali memancing perdebatan di tengah sidang. Wahid Hasjim dalam poin kedua ini mendapat dukungan dari Sukiman. Sedangkan Haji Agus Salim dalam pasal

45 Muhammad Yamin, Naskah Undang-undang , h. 259-260

43

tentang agama, menolak usulan Wahid Hasjim, meskipun keduanya dalam barisan golongan agamis. Bertindak selaku ketua, Profesor Supomo pun angkat bicara. I dari kubu nasionalis menerima secara bulat Pasal 28 BAB X tentang agama: 1. Negara berdasarkan Ketuhanan, dengan kewajiban syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing. Perdebatan selanjutnya berkaitan dengan kepala negara. Apakah Presiden harus orang Muslim atau tidak. Sosok pertama yang angkat bicara adalah Raden Abdoelrahim Pratalykrama. Ia mengusulkan agar kepala negara Republik Indonesia hendaknya orang Indonesia asli, berumur minimal 40 tahun, dan beragama Islam. Usulan ini mendapat sokongan dari K.H. Masjkur. Jika Republik Indonesia memasukkan ‘kewajiban menjalan syariat Islam bagi pemeluknya’, maka presiden haruslah dari kalangan Muslim. Bila presiden bukan seorang beragama Islam, tidak akan terlaksana hukum dan akan mendapatkan penolakan dari golongan Islam Perdebatan itu pun berakhir pada keputusan Soekarno. Pada sidang yang digelar Gedung Tyuuoo Sangi-In (sekarang merupakan Gedung Kementerian Luar Negeri), bertepatan 15 Juli ini, dikatakan bahwa Presiden Indonesia harus beragama Islam. Tanggal 16 Juli, lagi-lagi Soekarno berbicara dihadapan para hadirin peserta rapat. Ia mengimbau kepada seluruh peserta, terutama pada pihak kebangsaan untuk berkorban. Keputusan ini bukan pilihan mudah bagi golongan bukan Islam, terutama Latuhahari dan Maramis. Sehingga dalam persidangan, Soekarno meminta pengorbanan besar bagi mereka yang bukan dari Muslim tersebut, demi Indonesia utuh.46 Tak berselang lama setelah BPUPKI bersidang, Indonesia pun merayakan proklamasi kemerdekaan. Gegap gempita, masyarakat menyambut sirene

46 Muhammad Yamin, Naskah Undang-Undang Dasar, h. 391-393

44

kebebasan. Namun rupanya, UUD 1945 masih tetap dirasakan sebagai suatu yang mengganggu para anggota BPUPKI, terutama mereka yang beragama minoritas. Adalah kalimat “Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya. Melihat fenomena ini, pada tanggal 18 agustus Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Soekarno dan Hatta mengadakan rapat. Pada awalnya Panitia Persiapan ini hanya memiliki 20 anggota. Bertindak sebagai ketua adalah Soekarano dan Mohammad Hatta selaku wakilnya. Tapi, atas saran Soekarno, anggota pun ditambah 6 orang lagi. Bung Hatta menceritakan secara detail peristiwa ini dalam Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Awalnya anggota baru akan ditambah 9 orang. Namun, Chairul Saleh dan Adam Malik menolak untuk bergabung. Kedua orang ini berpikir Panitia Persiapan tersebut bentukan Jepang. Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945, PPKI langsung menggelar sidang perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang pernah dibuat dan ditetapkan BPUPKI sebelumnya. Dalam pidato pembukaan sidang 18 Agustus 1945, Soekarno menyampaikan arti historik saat ini, ia menekankan kepada peserta untuk bekerja tepat dan cepat. Dalam sidang itu Hatta menyampaikan usul perubahan ;

1 . Kata ”Muqaddimah” diganti dengan kata ”Pembukaan”. 2. Dalam Preumbul UUD 1945, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Piagam Jakarta, anak kalimat : ”berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemelukpemeluknya” diubah menjadi ”berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. 3. Pasal 6 ayat 1 yang berbunyi : ”Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”. 4. sej alan dengan perubahan yang kedua di atas, mak Pasal 29 ayat 1 menjadi ”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagai

45

pengganti”Negara berdasarkan atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.47

Dengan demikian, isi kandungan Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 hasil Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945 pun berubah. Rumusan Pancasila dengan susunan redaksi dan sistematikanya sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab . 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan- perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tidak sekadar menghilangkan atau mengubah kata dari sila pertama. Namun juga menunjukkan bahwa adanya perbedaan pandangan dan keberagam tidak menghilangkan semangat pembentukan Piagam Jakarta.

C. Kelompok Islam Pada Peristiwa 18 Agustus 1945 Perubahan di atas merupakan kekalahan politik wakil-wakil Islam. Kekecewaan para politisi Islam pun berlanjut, baik itu di konstituante hingga zaman reformasi. Perdebatan demi perdebatan mewarnai politisk Indonesia antara kalangan Islam dan nasionalis. Ditambah lagi nanti dari kalangan Komunis dan kaum sosialis kiri. Terkait sikap legowo kalangan Islam politik dalam peristiwa 18 Agustus 1945 tersebut, kondisi Indonesia masih dalam tahap revolusi, sehingga kalangan nasionalis-Islami merasa bukan saat tepat untuk mendesak cita-cita Islami mereka. Sikap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari jajahan sekutu yang berkeinginan untuk mengembalikan Belanda untuk menjajah Indonesia jauh lebih penting. Sikap diam dari kalangan Islam semata-mata mempertimbangkan

47 Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta, h. 46-47

46

Indonesia. Kalahnya Jepang dari sekutu, dan mendaratnya kembali Belanda, sehingga tak tepat membicarakan filsafat dan konstitusi negara secara mendalam. Di sisi lain, pada tahun 1978, Menteri Agama, Alamsyah Ratu Perwiranegara, memandang peristiwa tersebut sebagai hadiah kalangan Islam kepada bangsa dan kemerdekaan Indonesia. Tujuannya demi menjaga marwah, persatuan, dan kesatuan anak bangsa. Ini menjadi penegasan komitmen kalangan Islam terhadap bangsa, di tengah tuduhan pihak-pihak tertentu yang menyebut loyalitas kalangan tertentu terhadap Kebhinenekaan Indonesia.48 Setelah peristiwa 18 Agustus 1945, tak dapat dipungkiri kalangan Islam banyak yang merasa kecewa. Momentum kemerdekaan Indonesia, merupakan peluang yang diambil oleh pelbagai golongan masyarakat untuk berserikat. Kesempatan ini pula yang dimanfaatkan oleh golongan Islam untuk membentuk partai politik. Pada tanggal 7 November 1945, kongres umat Islam di Jogjakarta pun diadakan. Melalui kongres ini, terbentuklah Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Meski diakui beberapa tahun sebelumnya, Masyumi juga pernah dibentuk oleh pemerintahan Jepang. Tapi yang ini jauh berbeda dari yang sebelumnya. Dalam kongres bulan November itu tercatat sebagai ketua panitia adalah Mohammad Natsir. Bertindak sebagai anggota; Soekiman Wirjosendjojo, Abikusno, Wachid Hasjim, Wali AL-Falah, Sri Sultan Hamengkubuwono, Sri Paku Alam VIII, dan Gaffar Ismail. Pelbagai hasil keputusan kongres, tapi ada dua hal yang menjadi sorotan. Pertama, Masyumi adalah satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. Kedua, Masyumi merupakan partai yang akan memperjuangkan aspirasi politik Islam. Dalam kongres tersebut, terpilih sebagai ketua Majelis Syura, K.H Hasjim Asy’ari, Badan Eksekutif dikomandoi oleh Soekiman Wirdjosendjojo. Sedangkan, Natsir kala itu masih berstatus sebagai anggota Pengurus Besar Masyumi bersama anggota yang lain.

48 Syafii Maarif, Islam dan Pancasila, h. 148

47

Dalam tempo singkat, partai baru ini telah tersebar keseantero penjuru negeri. Elektabilitas partai pun meningkat tajam. Partai Masyumi telah muncul sebagai partai yang mengakar di tengah masyarakat Indonesia. Pelbagai ulama. , dan ustadz berbondong-bondong ingin meleburkan diri bergabung dengan partai bulan sabit ini. Bila ditelaah, kebanyakan peminat partai ini berasal dari kalangan sub-kultural dan paham keagamaan.

Sebagai suatu partai, Masyumi telah menyusun tujuan jangka panjang yang menjadi cita-cita politik. Tercantum dalam Anggaran Dasar Partai Masyumi, dengan gamblang, “Tujuan Partai adalah terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan seorang, masyarakat dan negara Republik Indonesia, menuju keridhaan Ilahi”.49

Untuk mencapai tujuan tersebut, Masyumi menggerakkan saluran partai dengan pelbagai strategis yang efektif guna mewujudkan Indonesia yang bercorak Islami. Meskipun partai memperjuangkan membentuk masyarakat Islam, tetapi mereka membebaskan golongan lain memperjuangkan aspirasi politik yang sesuai dengan ajaran agama dan ideologi.

Huru-hara pun melanda partai Islam ini. Ikrar dan perjuangan partai tampaknya tak begitu saja lurus. Pada bulan Juli 1947, Sarekat Islam memisahkan diri dari Masyumi. Sebagaimana diketahui, Amir Sjarifuddin mengajak Masyumi masuk dalam kabinet.

Namun, ajakan itu ditolak oleh petinggi Masyumi. Perdana Menteri dari golongan kiri itu sebelumnya berkonflik panas dengan Masyumi-Partai Nasionalis Indonesia. Penyebabnya, Perjanjian Linggarjati dan Renville adalah buah dari siasat kaum kiri. Saat itu, PKI dan PSI masih dalam satu perahu. Masyumi dan PNI bekerjasama menriakkan slogan anti Amir Sjarifuddin.

Meskipun SI keluar, itu tak memberikan efek besar bagi Masyumi. Sebab, posisi SI dalam Masyumi merupakan golongan kecil. Justru petaka besar terjadi

49 Lebih lanjut lihat, artikel yang diterbitkan Pimpinan Masyumi Bagian Keuangan dengan judul Pedoman Perjuangan Masyumi, tahun 1955.

48

pada tahun 1952, giliran NU yang mengikuti jejak SI tarik diri dari Masyumi. Keputusan itu diambil setelah mengadakan kongres di Palembang. Harus diakui jamaah NU memiliki andil besar bagi Masyumi terutama di wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.

Salah satu penyebab keluarnya NU dari Masyumi, adanya ketidakpuasan NU terkait dewan partai. Dalam susunan Partai Masyumi, didominasi oleh kalangan reformis, terlebih saat Mohammad Natsir menjadi ketua. Sedangkan NU ditempatkan dalam dewan penasihat. Padahal kala itu, gairah politik NU sedang membuncah. Dalam pandangan NU, kyai juga bisa menjadi menteri, anggota dewan, dan pejabat publik. Bukan hanya menjadi menteri agama semata.

Pemilihan umum akhirnya terlaksana pada 29 September 1955. Pemilihan umum yang berasaskan langsung, umum, bebas, dan rahasia dalam suasana demokratis. Peserta pemilu 1955 dapat dipetakan dalam tiga kelompok besar yakni, Islam, Nasionalis, dan Komunis-Sosialis. Dalam pemilu ini aliran Islam berhasil memiliki suara sebanyak 45, 2 % suara (116 dari 257 kursi dalam DPR hasil Pemilu).

Aliran Nasionalis 27, 6 % (71 dari 257 kursi). Selanjutnya, aliran sosialis- komunis memperoleh 15, 2 % (39 dari 257 kursi). Sedangkan sosialis kanan hanya memperoleh 2 % suara (5 dari 257 kursi); golongan Kristen/Katolik menyumbang 4,6 % (14 dari 257 kursi). Dari data di atas, pemilu 1955 melahirkan empat partai besar dengan perimbangan di DPR sebagai berikut; PNI (57 kursi), Masyumi (57 kursi), NU (45 kursi), dan PKI (39 kursi).50

Setelah pemilihan umum 1955, Soekarno membentuk majelis konstituante pada 10 November 1956. Dalam perjalanan sidang konstituante, kembali terjadinya pelbagai perdebatan tentang perumusan dasar negara.

Pada permulaan sidang, ada tiga usulan yang masuk sebagai dasar negara; Pancasila, Islam, dan sosial ekonomi. Usul pertama, Pancasila didukung oleh PNI

50 Syafii Maarif, Islam dan Politik di Indonesia, h. 41

49

(116 anggota), PKI (PKI, termasuk fraksi Republik Proklamasi, 80) Perkindo (16 anggota), Partai Katolik (10 anggota), PSI (10 anggota), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI, 8 anggota), dan pelbagai kecil lainnya. Bila ditotal sebanyak 273 wakil. Kedua, usul tentang Islam, didukung oleh Masyumi (112 anggota), NU (91 anggota), PSII (16 anggota), Perti (7 anggota), dan empat partai kecil sisanya. Total suara sebanyak, 230 anggota yang diutus dalam majelis Konstituante.51

Usulan ketiga tentang sosial-ekonomi, hanya didukung sebanyak 9 anggota; 5 orang perwakilan Partai Buruh. Sedangkan 4 orang dikirim oleh Partai Murba. Usulan yang ketiga ini tak banyak dibicarakan dalam sidang konstituante sebab hanya didukung kelompok kecil.

Terkait usul tentang Islam sebagai dasar negara, salah satu tokoh yang getol memperjuangkannya adalah Mohammad Natsir. Dalam pidatonya yang berjudul Islam sebagai Dasar Negara di Majelis Konstituante pada 1957. Dalam pidatonya, Natsir berpendapat bahwa Indonesia hanya punya dua pilihan tentang dasar negara; sekularisme (ladiniyah), atau paham berdasar agama (din). Pancasila posisinya berada dalam tempat sekularisme. Karena ia sekuler, tidak mau mengakui wahyu sebagai sumbernya. Pancasila tutur Natsir, merupakan hasil dari penggalian nilai dan budaya dari masyarakat.

Selain itu, di sidang Konstituante, Natsir sempat berpolemik dengan tokoh PNI, Roeslan Abdulgani. Bagi Roeslan, sila terpenting dalam Pancasila adalah sila Kebangsaan (nasionalisme). Dalam pidatonya, Roeslan mengungkapkan, bahwa kebangsaan Indonesia bukan suatu kebangsaan yang hanya berlandaskan kepada materialisme semata, tetapi ia juga berlandaskan kepada keyakinan dan pengakuan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Polemik Roslan dan Natsir pun berlanjut. Pancasila adalah adalah sebuah sintesis dari gagasan Islam modern, ide demokrasi, marxisme, dan gagasan- gagasan demokrasi asli seperti dijumpai di desa-desa dan komunal penduduk asli.

51 Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta, h. 77

50

Tak sebatas itu, Pancasila adalah suatu filsafat sosial yang sudah dewasa, yang besar pengaruhnya atas jalan revolusi. Pendek kata, Pancasila adalah Islam, demokrasi liberal Barat, Marxisme, dan demokrasi asli.

Seyogianya, pendapat Roslan merupakan sebuah penolakan dari argumen Natsir yang menyebut Pancasila adalah sekuler. Dengan menyebut kata “Pancasila bersumber dari Islam” sejatinya ia ingin melawan narasi yang diungkapkan Natsir; “Pancasila adalah suatu abstraksi atau suatu konsep teoritik (pure concept), sekuler dalam arti tanpa agama (la diniyah) dan netral.

Pancasila sebagai falsafah negara merupakan tindakan yang kabur. Langkah ini tak membawakan sesuatu apapun kepada jiwa umat Islam yang sudah memiliki pandangan hidup yang tegas, terang dan lengkap. Islam sudah hidup dalam kalbu rakyat Indonesia dan merupakan sumber kekuatan lahir dan batin.

Sehingga keduanya saling berintegrasi dan tidak dapat dipisahkan. Urusan negara diatur dalam risalah Islam. Natsir mencatut firman Allah dalam Al-Qur’an Q.S al-Zariyat/ 51; 56 “Dan kami tidak jadikan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepada Ku”. Bagi seorang reformis seperti Natsir, Negara berfungsi sebagai alat bagi Islam untuk melaksanakan hukum Allah demi keselamatan dan hidup sentosa.

Natsir lebih banyak menyasar hukum moral. Meskipun harus diakui dalam beberapa kesempatan, ia juga berbicara tentang tentang politik dan hukum syariat Islam. Dalam kesempatan ini, penulis ketengahkan pandangan politik-moral Natsir terkait persoalan Al-Qur’an dan persoalan negara.

Tentang gelar kepala pemerintahan, apakah harus bergelar khalifah, imam, atau sultan sebagaimana disinggung dalam pembahasan politik Islam klasik dan modern. Natsir nampak menawarkan solusi lebih modern dari para pendahulunya. Kepala negara boleh dipanggil Amir, Khalifah, amir al mukminun, atau presiden pun bisa saja. Kunci utamanya, sang kepala negara harus memenuhi kewajiban sebagaimana yang digarisbawahi oleh Islam.

51

Perdebatan itu berakhir pada 2 Juni 1959, tanpa menghasilkan suatu keputusan. Dengan demikian, pembuatan Undang-Undang Dasar permanen terbengkalai. Kondisi ini kemudian yang dimanfaatkan oleh Presiden soekarno untuk menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam pengambilan keputusan ini, Presiden mendapat sokongan kuat dari militer untuk kembali ke UUD 1945. Dengan demikian, Majelis Konstituante pun dibubarkan.52

Sebagaimana dalam Dekrit 5 Juli tertera ‘bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. Tampaknya jelas dekrit ini merupakan kompromi politik antara golongan kebangsaan dan Islam atau yang mendukung Pancasila dan pendukung dasar negara Islam.

Dekrit Soekarno yang diikuti oleh pelaksanaan Demokrasi terpimpin telah menyumbat saluran legal bagi umat Islam, terutama kelompok modernis, untuk menyatakan ide-ide san aspirasi politik mereka. Demokrasi terpimpin merupakan pintu untuk menggulung politik Islam di Indonesia.

D. Pengertian dan Dasar Penegakan Syariat

Dalam Al-Qur’an terdapat lima kata yang erat kaitannya dengan syariat dalam pelbagai bentuk; ada dalam ism (kata benda) dan juga dalam bentuk kata kerja (fiil). Kata syariat itu memiliki sebagai jalan atau peraturan yang diperintahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Misalnya dalam Al-Qur’an Q.S Al-Jảtsiyah/45:18, Allah berfirman, kemudian kami jadikan kamu di atas syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan jangan kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Dan juga dalam Q.S al-Mảidah/5: 48, firman Tuhan; Untuk tiap ummat di antara kamu , kami berikan aturan (syir’ah ) dan jalan.

Di sisi lain, terdapat juga kata syariat dalam bentuk fiil (kata kerja) dengan bentuk kata Syara’. Setidaknya bentukl kata ini terdapat dalam tiga ayat Al-

52 Syafii Maarif, Islam dan Pancasila, h. 238

52

Qur’an. Lihat Q.S Al-Syủra/26:13 dan 21 yang artinya membuat/menyusun hukum syariat. Allah berfirman, Dia telah mensyariatkan bagi kamu apa yang diwasiatkannya kepada Nuh, dan apa yang telah kamu wahyukan kepada Mu, dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa. Dan dalam surah yang sama, pada ayat 21, Allah berkata; Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang telah diizinkan Allah ? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan dari Allah tentulah mereka telah dibinasakan. Sesungguhnya orang yang zalim itu memperoleh azab yang sangat pedih

Terkait diskursus ini syariat—yang tertera dalam Al-Qur’an— tidak semata mengandung legislasi hukum atau perundang-undangan (qanun). Kata syariat yang muncul dalam 2 (dua) bentuk, Q.S. al-Jāsyiyah/ 45:18 dan Q.S. Q.S Al-Syủra /42:13 kedua surat tersebut adalah makkiyah.

Sebelum Nabi Hijrah atau sebelum fase legislasi hukum pada fase di Mekah, Muhammad belum bicara tentang hukum. Melainkan lebih banyak bicara tentang tauhid dan amal kebaikan. Setelah hijrah ke Madinah, baru Nabi bicara tentang hukum. Deveriasi dalam bentuk lain, yaitu al-shir‘ah yang tercantum Q.S. al-Māidah/ 5:48. Ayat tersebut tergolong madaniah, tapi kata Al-Asmawi, ayat tersebut tidak dikhususkan untuk tashri’’, tetapi penerapan hukuman rajam bagi pelaku yang termakub dalam Taurat.53

Dalam diskursus pemikiran Islam klasik maupun kontemporer, kata “syariat “ memiliki signifikansi dengan dua term, yakni agama (dīn) dan hukum (). Dalam makro, syariat adalah semua perintah Allah yang dibawa Nabi Muhammad yang meliputi pelbagai bidang, baik akidah, akhlak, dan hukum. Sedangkan dalam tatanan mikro, pengertian syariat kemudian dianggap sebagai hukum-hukum, atau aturan yang menyangkut manusia dewasa (mukallaf). Produk hukum ini disebut dengan fiqih. Terdapat dua pengertian, pertama, perincian

53 Al-Ashmawi, ushul al syariah (Kairo: Maktabah Madbuli, 1983),h. 32.

53

hukum dan mengeluarkannya dari sumber asalnya. Kedua, nama bagi hukum sendiri. 54

Setelah perkembangan hukum Islam inilah, syariat Islam pun mengalami pelbagai perubahan. Pada awalnya sumber hukum Islam itu, Al-Qur’an, pada tahap berikutnya para ulama memasukkan tambahan selain Al-Qur’an sebagai dasar syariat yakni hadist, ijma’, dan qiyas.

Bila ditilik dalam Al-Qur’an, makna syariat pada awalnya tidak bermakna at-tasyri’ (legislasi hukum) atau al-qānūn (Undang-undang. Pada awalnya syariat digunakan dalam pengertian jalan Allah (the way og God). Dalam perkembangannya kata tersebut ditransformasikan pada pengertian yurisprudensi hukum agama. Dampaknya pun berimbas pada sumber utama syariat—yang sejatinya melampaui kata syari’ah itu sendiri— yaitu, Al-Qur’an, Hadis, Ijma’ dan Qiyas.

Pendek kata syariat Islam adalah hukum dalam Islam yang bersumber dari empat sumber di atas. Dalam pengertian ini terdapat perbedaan yang mencolok antara pemaknaan syariat Islam di awal dengan pemaknaan kontemporer. Pada pengertian mutakhir, konsep syariat itu berposisi sebagai hukum (fiqh ) Islam.

Ini menjadi semacam kritik Al-Asmawi dalam melihat fiqh. Bagi Al- Asmawi, terjadi pergeseran paradigma terhadap fiqh. Berkembang di tengah masyarakat, fiqh bukan saja dimasukkan ke dalam syariat, melainkan fiqh itu diidentik dengan syariat Islam itu sendiri. Syariat menjadi sistem hukum yang lengkap dan mampu menangani pelbagai aspek kehidupan. Lebih lagi, fiqih diagungkan sebagai wahyu Tuhan. Padahal seyogianya fiqih merupakan buah pemikiran manusia dan hasil produk zaman tertentu, di dalam mengandung khilafiyah (kontroversi). Dengan menyetarakan fiqh sebagai wahyu, maka terjadi paradoks antara sesuatu yang bersumber dari yang tak terhingga, ilahi dan bersumber dari manusia.

54 Hasbi Ash-Shiddiqy, Memahami Syariat Islam, (Semarang; Pustaka Putra, 2000), h. 2-3

54

Demikian juga ketika hukum Al-Qur’an diterapkan, harus berada dalam konteks keimanan dan keadilan, jauh dari sikap memihak atau penyimpangan peradilan.Di samping itu, norma-norma yudisial pada dasarnya bersifat lokal dan temporer. Allah menyerahkan kepada umat manusia untuk mengatur perincian pekerjaannya dan memberi kebebasan untuk mengulas dan menggantinya dengan pandangan yang lain yang memungkinkan. Sehingga berfungsi sesuai kebutuhan masing-masing negara dan zaman.55

Terlihat bahwa syariat tidak dapat dipandang sebagai produk legislasi yang praktis dan siap pakai dalam mengatur pelbagai persoalan masyarakat luas. Syariat dalam keterangan di atas tak lebih dari butir-butir nilai moral dan agama yang dapat mengilhami bagi lahirnya produk legislatif dalam konteks historis tertentu.

Namun Sayyid Quthb dalam buku berjudul Milestone, bahwa syariat Islam itu merupakan hukum universal (univeral law) yang dianugerahkan Tuhan untuk mengatur kehidupan manusia. Hukum Tuhan ini berperan penting dalam mewujudkan keharmonisan dan integrasi antar manusia dalam bentuk personal, internal, maupun eksteranal hubungan manusia tersebut.

Syariat Islam terletak pada posisi sentral dalam legislasi hukum Islam. Bagi Quthb, syariat Islam itu hanyalah milik Allah, yang bersumber dari kalimat tauhid lāilāha illa Allāh. Dengan tema sentral ini, Quthb meyakini syariat Islam merupakan hukum Tuhan yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur pelbagai urusan mereka secara totalitas.56

E. Konsep Hakimiyah (Divine Law) dalam Islam

Dalam hal ini, syariat Islam berposisi sebagai divine law (hukum tertinggi) yang berasal dari Tuhan. Mengandung pelbagai aturan normatif sebagai pedoman hidup Islami bagi seluruh kaum Muslim. Tidak ada penguasa dan pembuat

55 Ed. Charles Kurzman & Muhammad Sa’id AL-Ashmawi, Syariah: Kodifikasi Hukum Islam,h. 43-44 56 Sayyid Qutbh, Milestone, (New Delhi: Islamic Book Service, 1998), h. 89-90

55

hukum kecuali Allah, karena itu Tuhan adalah pengatur terakhir dari kehidupan di muka bumi. Dalam pandangan ini, perlunya mengabaikan dimensional kompleksitas manusia, lalu membagi dalam dua kategori saja. Yakni Islam atau bukan Islam (jāhili), pengikut Allah (ẖidzbullah) atau pengikut setan (ẖidzb al- syaithān).

Dua kategori ini kondradiktif, pada satu membangun tauhid sebagai pilar identitas sebagai pengikut Allah, sedangkan di sisi lain menghancurkan pengikut setan. Terlebih, doktrin tauhid tersebut berarti membangun pengikut Allah, dan menghancurkan pengikut setan. Yang paling menarik uraian Mousssali tentang konsep hukum Islam yang di bangun Quthb, bahwa seluruh masyarakat yang bernaung di bawah hukum manusia, maka wilayahnya termasuk daerah perang (dảr harb), objek legal dalam memantik revolusi Islam.

Sebagaimana dalam karyanya Mā’alim fi Thariq, penerapan syariat Islam secara paripurna harus termanifestasi dalam anggota-anggota masyarakat kaum muslim di seantero dunia, dan juga dalam peraturan serta undang-undang negara mereka. Bila itu semua telah dilaksanakan, maka masyarakat (perkumpulan) itu menjadi perkumpulan Islam (hizbullah), dan masyarakat yang mereka bentuk itu baru sah menjadi masyarakat Islam (Muslim). 57

Di sisi lain, bagi kelompok manusia yang belum menerapkan pelbagai kriteria di atas, maka perkumpulan mereka belum sah disebut sebagai perkumpulan orang-orang Islam. Pasalnya, kategori itu semua merupakan dasar pertama yang menjadi landasan Islam, yakni tauhid, pengakuan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah.

Dalam pengabdian itu, Tuhan menurunkan syariat, untuk jalan pengabdian kepada Tuhan. Bagi yang membantah penegakan syariat Tuhan tersebut, Allah memvonis sebagai , zalim, dan fasiq. Hal itu berdasarkan surat Q.S al- Māidah/5:44-50.

57 Syaiful Mujani, Muslim Demokrat; Islam, h. 58-59

56

Dalam buku Min Fiqh ad-Daulah fil Islām, Yusuf al-Qaradhawy menyebutkan Sayyid Quthb pun seyogianya banyak mengambil gagasan Al- maududi terutama tentang konsep “hakimiyah” (kekuasaan Tuhan). Keduanya memang masyhur dalam gagasan davine law ini. 58

Konsep hākimiyah dibangun berdasarkan pada prinsip bahwa keputusan hanya semata kepunyaan Allah, bukan berada di tangan manusia, siapa pun dia. Alam semesta ini milik Tuhan, tidak seorang pun berkuasa, atau ikut berkuasa atas alam ini. Dalam konsep kedaulatan (souverinimtas) ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia. Tentu sekilas konsep yang ditawarkan ini berbeda dengan demokrasi, kekuasaan tertinggi ditangan rakyat.

Konsep terpenting dalam Islam adalah dimensi tauhīd, misi utama kenabian (massege of God) adalah mengajarkan tentang tauhid (the uninity of God) kepada umat manusia secara universal. Doktrin-doktrin dalam tauhid ini pula yang menjadi pijakan revolusioner dalam mengubah tata hukum, politik, ekonomi dan sosial. Bagi al-Maududi doktrin revolusioner yang terkandung dalam tauhid itu berfungsi untuk menentang penindasan, tirani, dan ketidakadilan.

Deklarasi “Tidak ada Tuhan selalin Allah” itu merupakan kunci pembebasann jiwa manusia dari setiap jerat dan belengu perbudakan. Sifat-sifat al-hakimiyah dan semua kekuasaannya terkumpul di tangan-Nya dan tak seorang pun di alam semesta ini menyandang ssifat-sifat kekuasaan-Nya. Sifat-sifat ini— alhakimiyah—hanya khusus bagi Allah, tidak ada sekutu baginya untuk selama- lamanya.

Berdasarkan konsep ini, Al-Qur’an menerangkan dengan tegas, bahwa Tuhan adalah penguasa hakiki manusia. Dia pula penguasa alam semesta ini. Dengan demikian, segala hak hākimiyah dalam pelbagai urusan manusia adalah milik-Nya. Tak ada kekuatan yang mampu melebihinya. Al-Qur’an menjelaskan bahwa hukum Allah dan Rasul-Nya adalah hukum tertinggi. Bagi seorang yang

58 Yusuf Al-Qaradhawy, Min Fiqh ad-Daulah fil Islām, terj. Nashihin, (Jakarta; Robbani Press, cet. I, 1997), h. 95

57

berimana tak ada pilihan lain kecuali taat dan patuh pada aturan Tuhan tersebut. Tidak seorang pun berhak mengeluarkan suatu hukum dalam suatu perkara yang hukum nya telah dikeluarkan oleh Allah dan Rasul.59

Dengan demikian, Al-Qur’an menyebut bahwa setiap hukum yang berlawanan dengan hukum Allah, bukan saja salah atau haram, tetapi itu adalah suatu kekufuran , kesesatan, kezaliman,dan kefasikan. Di tambah lagi, segala hukum yang berlainan dengan tuntunan Ilahi adalah hukum jahiliyah.

Kedaulatan dalam semua aspeknya hanya berada di tangan Tuhan. Dia adalah penguasa dan pencipta semuanya. Oleh sebab itu, di tangan-Nya hak kedaulatan atas semua makhluk-Nya. Kedaulatan itu secara de jure milik Allah yang berkedaulatan de facto-Nya melekat dan terbukti dalam penyelenggar semesta alam dan secara khusus menimati hak prerogatif kedaulatan atas makhluk. Berulang kali Al-Qur’an menyebutkan yang demikian. Perintah- perintah yang termaktub dalam ayat ini menegaskan pembenaran atas kedaulatan de jure dari Tuhan.

Lahirnya gagasan tauhid sebagai penolakan terhadap demokrasi ala Barat. Manusia modern memang sudah mencampakkan penyembahan terhadap alam (nature worship), tetapi manusia terjebak dalam ritual penyembahan terhadap sesama manusia (man- worship). Fenomena belakangan tampak jelas, adanya eksploitasi satu bangsa terhadap bangsa lain, suatu kelas yang menindas kelas lainnya, atau suatu susunan oligarki politik, sehingga segelintir partai yang menguasai nasib manusia.

Sikap tirani, depotisme, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan eksploitasi manusia atas manusia, adalah sumber malapetaka dan kemalangan manusia yang tak pernah usai hingga zaman modern ini. Penguasa ini memainkan peran berlagak memainkan fungsi ilāhiyyah (overlorship) dan rubūbiyah (domination). Akibatnya sistem tatanan kehidupan manusia menjadi terjangkit

59 Abul A’la al-Maududi , Khilafah dan Kerajaan, 47

58

fungsi kanker yang meluluhlantahkan sistem politik, social, ekonomi, dan nilai- nilai kebaikan yang memisahkan harkat martabat manusia dari binatang.

Tugas para nabi sebagai pembawa pesan Tuhan adalah menghancurkan supremasi manusia atas manusia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka para Nabi membawa gagasan sosial yang berdasar ekualitas manusia, tanpa memandang latar belakang etnis, suku, bangsa, kulit, dan bahasa. Semua manusia berkedudukan setara dihadapan Tuhan. Dalam Al-Qur’an beberapa ayat mengindikasi tujuan itu.

Maulana Maududi juga berpendapat bahwa penguasa selain dari Islam adalah setan. Baginya perdamaian yang berlandaskan pada kompromi dengan golongan selain Islam adalah tindakan yang menyesatkan dan tidak dan tidak islamin. Islam tidak menerima perdamaian yang ditetapkan oleh pihak lain, kecuali perdamaian yang diwujudkan dengan ketentuan Islam. Manusia hanya akan terjamin keamanannya jika dia hidup dalam kedamaian Islami.60

Terkait konsep Hākimiyah—yang dikembangkan oleh Maududi, Quthb, dan di Indonesia menjadi acuan Rizieq Syihab— mendapat pembelaan dari Yusuf Qhardawy. Dalam buku Min Faqh Ad-daulah fil-Islām,Qardhawi menyebut banyak orang yang salah paham tentang konsep hākimiyah yang dikembangkan oleh Maududi dan Quthb. Konsep kekekuasaan di tangan Tuhan semata, tak berarti bahwa Tuhan yang mengangkat penguasa di muka bumi yang memerintah atas nama Tuhan. Tetapi yang dimaksud dengan hākimiyah adalah kekuasaan legislatif saja. Terkait yang mengemban kekuasaan politik maka dipulangkan kepada kemauan umat. Umatlah yang memilih pemimpinnya. Tak hanya itu, umat juga yang mengawasi dan memecat pemimpinnya jika diperlukan.61

Tak kalah penting, Qardhawy pun membela konsep negara yang disebarluaskan oleh Quthb. Konsep kerajaan Allah di muka bumi bukan berarti mengangkat penguasa dari golongan agamawan, seperti yang pernah dilakukan oleh gereja. Dan tak pula mengangkat seseorang atas nama Tuhan—Teokrasi atau

60 Asghar Ali Engineer, Islamic State, terj. Imam Mutaqin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 217 61 Yusuf al-Qaradhawy, Fiqh Negara, h. 98

59

kekuasaan suci Tuhan. Tetapi, maksud dari mendirikan kerajaan Allah adalah menegakkan syariat Allah, dan mengembalikan pelbagai persoalan pada Tuhan denga menitikberatkan terhadap keputusan-Nya.

Selanjutnya pembelaan tentang konsep kekuasaan dalam hākimiyah adalah kekuasaan tertinggi. Menurut Qardhawy kekuasaan legislatif memang berada di tangan Tuhan. Tidak seorang pun berhak ikut campur tangan. Hal ini merupakan bukti kekuasaan dan ulūhiyah Allah. Konsep kekuasaan ini tak mengesampingkan adanya sedikit hak legislatif bagi manusia yang mendapat izin dari Allah. Yang dilarang hanya bila manusia membuat legislasi sesukanya tanpa izin dari Allah.62

62 Yusuf al-Qaradhawy, Fiqh Negara, h. 102

60

61

BAB IV

ISLAM, PANCASILA DAN NKRI BERSYARIAH RIZIEQ SYIHAB

A. Islam Dalam Pandangan Habib Rizieq

Dalam membahas Islam, Rizieq Syihab menyebut bahwa kata “Islam” itu dari bahasa Arab. Asal katanya adalah salama, yang secara bahasa berarti damai ataau selamat. Dengan mengutip al-‘Aqīdah al-Islāmiyyah, Ia mendefinisikan Islam sebagai menyerah, patuh, pasrah, meninggalkan sikap durhaka dan pembangkangan. 1

Islam dalam pandangan Rizieq Syihab adalah mencontoh dan mengikuti apa-apa yang datang dari Nabi dari pada urusan agama yang mesti diketahui, atau memiliki dalil yang meyakinkan. Melalui Risalah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, Allah telah menegaskan jika Islam merupakan agama yang telah disempurnakan. Oleh karenanya, Rizieq Syihab berpandangan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, paripurna. Tidak ada celah, keburukan dan tidak ada satu persoalan yang tidak ada aturannya dalam Islam.

Seruan universalitas Islam merupakan tema sentral yang digaungkan oleh Rizieq Syihab. Dengan mengiringi gagasan pemikirannya, maka dalam Islam pelbagai hal telah diatur. Baik itu dari persoalan ibadat, muamalat, rumah tangga, harta warisan sampai persoalan bagaimana hidup dalam bertetangga dan bermasyarakat. Begitu pula dengan hidup bernegara, berbangsa, semuanya perlu menyesuaikan pada Islam yang dibawa Muhammad.

Islam itu mengandung dua dimensi yakni iman dan amal. Dimensi iman itu berkaitan dengan akidah (teologis), sedang dimensi amal itu berkaitan dengan syariat. Ibarat mata uang, keduanya tak bisa dipisahkan. Dua dimensi ini saling

1 Muhammad Rizieq Bin Husein Syihab, Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam Di Indonesia, h. 172

62

berhubungan antara satu dengan yang lain. Akidah merupakan landasan bagi penerapan syariat, dan syariat juga bertumpu kepada akidah.2

Dengan demikian pada tataran teologis, Islam adalah sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah. Dalam dimensi ini, nilai Islam bersifat transenden. Di sisi lain, pada tataran sosial ia melangkah lebih jauh, ia menjelma menjadi realitas sosial yang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan duniawi. Termasuk di dalamnya dalam masalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam dalam tetaran sosial tidak sekadar doktrin yang menjagat, tetapi juga mengejewantah dalam pelbagai institusi yang dipengaruhi oleh dinamika ruang dan waktu.

Oleh karenanya, Rizieq Syihab merupakan tokoh yang paling frontal meneriakkan pengalaman hukum berbasis syariah Islam. Pentolan dan Imam Besar, Front Pembela Islam (FPI)—sebelum diumumkan bubar oleh Pemerintah pada Rabu (30/12/2020)—, ini dalam pelbagai kesempatan memperkenalkan istilah NKRI Bersyariah. Pemikiran itu ia tuangkan dalam Tesis yang berjudul Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam Di Indonesia. Rizieq Syihab mengungkapkan pengertian Syariat, Apa-apa yang ditetapkan Allah dan Rasulullah SAW dari persoalan-persoalan Aqidah, Hukum dan Akhlaq. Definisi ini lahir dari pandangan Rizieq yang melihat Islam itu sebagai agama Kāmīl (sempurna) dan Syāmīl (universal) sebagai Aqidah, Hukum dan Akhlaq. 3

Rizieq Syihab mempunyai pandangan jika penegakan hukum Allah yang sesuai dengan syariat merupakan perkara yang murni perintah Allah. Tuhanlah yang berhak membuat perintah bagi makhluknya. Allah pulalah yang berhak melarang dan memerintah makhluknya. Demikian itu tertera jelas dalam kitab suci Al-Qur’an. Di antara sekian banyak ayat-ayat Al-Qur’an tentang dasar hukum

2 Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), h. 122 3 Muhammad Rizieq Syihab, Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam Di Indonesia, h.171

63

Syar’i bagi kewajiban menegakkan syariat Islam adalah yang termaktub dalam Q.S Almāidah /5: 44 -50. 4

Setelah menganalisa ayat di atas, ada tiga iktibar kesimpulan yang penting. Pertama, penegakkan hukum Allah kewajiban tiap umat para Nabi. Hukum Allah itu bukan saja diturunkan kepada umat Nabi Muhammad, namun kepada umat Nabi terdahulu pun telah diwajibkan. Ayat 44 dan 45 dalam Q.S Almāidah menceritakan tentang Ahli Taurat –umat Musa as yang berkewajiban menegakkan Hukum Allah. Pada ayat selanjutnya, 46 dan 47 menceritakan tentang Ahli Injil –umat ‘Isa—yang juga mempunyai kewajiban juga untuk menegakkan Hukum Allah. Sedangkan pada ayat 48 dan 49 menceritakan tentang Ahli Quran –umat Muhammad—yang ternyata juga berkewajiban menegakkan hukum Allah.5

Untuk memperkuat argumennya, Rizieq Syihab pun mengutip Tafsir Al- Azhar, karya Haji (). Sebagaimana dalam Tesisnya, Rizieq mengungkapkan jika ayat tersebut memberi kejelasan bahwa di dalam kekuasaan Islam, orang-orang Dzimmi Yahudi dan Nashrani diperintahkan menjalankan hukum menurut kitab mereka. Padahal isi Hukum Tuhan dalam semua kitab suci, baik Taurat dan Injil, sampai kepada Al-Quran, dasarnya ialah satu, yaitu: Hukum Tuhan”.

Selanjutnya, dari ayat hukum di atas, Rizieq Syihab pun mengeluarkan fatwa kafir, zalim dan fasik bagi orang yang menolak hukum Allah. Untuk memperkuat argumen tentang melabelkan sebutan “kafir” bagi orang yang menolak syariat Allah, Rizieq Syihab pun mengutip pendapat Sayyid Quthb dalam Fī Zīilal Al-Qur,an. Dalam tafsir tersebut Quthb menjelaskan konteks sebutan kafir disematkan bagi mereka yang menolak syariat Allah.

Selain itu Rizieq Syihab juga membuat defenisi yang kafir dibagi kepada dua bagian. Pertama yang ia sebut sebagai kāfir ashghar atau kāfir mājadzī.

4 Muhammad Rizieq Syihab, Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syaraiah Islam di Indonesia, h.181 5 Muhammad Rizieq Syihab, h. 186

64

Golongan pertama ini disematkan kepada orang yang enggan dan malas dalam menegakkan Hukum Allah, padahal ia mengakui adanya hukum Tuhan tersebut. Sedangkan Kafir bagian kedua disebut dengan kāfīr akbar atau Kāfīr Haqīqīyun,yaitu golongan yang membangkang dan melawan terhadap hukum Allah.

Lebih lanjut, kata“zalim” pun digunakan karena membawa manusia kepada selain syariah Allah, serta menyebar kerusakan dalam kehidupan mereka. Sedangkan kata “Fasik” disebutkan disebabkan sudah keluar dari aturan Allah dan mengikuti selain jalan-Nya. Pada kesimpulan akhir stempel zalim dan fasik, ditetapkan bagi mereka yang ingkar dan menghina terhadap kekuasaan Ilahi dalam pembuatan hukum.6

Terakhir, pada ayat ke-50, ditegaskan selain hukum Allah adalah hukum jāhiliyyah. Pendapat dinukil oleh Rizieq Syihab dari Quthb. Dalam Tesisnya secara gamblang ia mengutip pendapat Ulama yang dihukum mati tersebut. Ia mengungkapkan makna Jahiliyah dalam ayat ini adalah hukum manusia untuk manusia. Hukum tersebut adalah bentuk dari penghambaan manusia kepada manusia. Lebih lanjut, sikap itu keluar dari penghambaan kepada Allah, dan penolakan terhadap Ketuhanan Allah. Sikap ini merupakan pengangkatan Tuhan kepada manusia dan penghambaan diri manusia kepada selain Allah.7

Rizieq pun menyayangkan sikap sebagian orang yang menolak hukum Allah. Ada yang menolak dengan alasan, hukum Allah itu telah kadeluarsa, tidak relevan bagi perkembangan zaman. Ada juga yang beralasan, hukum Tuhan itu tak cocok bagi fitrah kemanusiaan. Ada juga yang berasumsi bahwa syariat Allah itu mengandung unsur diskriminasi. Padahal bagi Rizieq, hukum Ilahi itu adil, arif

6 Mushthafa Sa’id Al-Khin, Al-‘Aqidah al-Islāmiyah, (Beirut : Dar Al-Kalim Ath-Thoyyib, 1996), h. 581. 7 Muhammad Rizieq Syihab, h. 188

65

dan bijaksana. Hukum Tuhan itu berasal dari Allah yang maha tahu. Dia Maha tahu atas pelbagai kepentingan manusia.8

B. Pancasila Menurut Rizieq Syihab

Setelah berbicara Islam dalam pandangan Rizieq Syihab, perdebatan alot tentang Pancasila telah berlanjut begitu larut. Perjalanan bangsa Indonesia tak pernah lepas dari perdebatan itu. Perdebatan panas antara golongan Islam,

Nasionalis-sekuler, komunis, dan sosialis. Dimulai dari BPUPKI, PPKI,

Konstituante, hingga reformasi. Meskipun Pancasila telah disepakati sebagai dasar negara yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Namun ketidakpuasan tentang Pancasila tetap mewarnai politik kebangsaan Indonesia hingga saat ini. Penyababnya jelas, tujuh kata yang dihapus dari piagam Jakarta, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan UUD tentang Presiden dan wakil Presiden yang mewajibkan orang Indonesia asli dan beragama Islam.

Habib Rizieq Syihab merupakan tokoh di era reformasi yang gigih menyuarakan kebobrokan proses perjalanan Pancasila. Imam Besar Front

Pembela Islam ini membagi empat pembagian perkembangan Pancasila.

Perumusan Pancasila I, terjadi tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang kemudian dikenal dengan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI).

8 Muhammad Rizieq Syihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta; Pustaka Ibn Sidah, 2004),h. 115

66

Rizieq berpandangan jika rumusan Pancasila I adalah yang asli. Rumusan ini merupakan hasil keputusan resmi Sidang Kedua BPUPKI yang dilaksanakan dari 10 s/d 16 Julai 1945. Keputusan sidang ini juga diterima secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPKI. Bahkan disepakati untuk dijadikan sebagai Preumbul

(Pembukaan) Undang-Undang Dasar 1945. Bila ditilik lebih jauh, Rumusan

Pancasila I seyogianya Konsensus Nasional yang disepakati oleh founding father.

Hal ini tercantum pada sidang BPUPKI periode yang melahirkan Piagam

Jakarta. Piagam Jakarta ini dikemudian hari yang menjadi polemik. Pada tahap selanjutnya tujuh kata “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapuskan.

Kemudian Rizieq Syihab menyebut dengan tahap Perumusan II. Secara tegas pada tahap ini, Rizieq menyebut perumusan kontroversial. Dalam perumusan tahap II ini, terjadi penghapusan anak kalimat ”Dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dari Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945, yang tidak lain adalah Piagam Jakarta. Kejadian ini terjadi pada 18 Agustus 1945.

Asal-muasal pengkhianatan pancasila tersebut karena perubahan empat butir perubahan Piagam Jakarta. Usul tersebut diterima mayoritas sidang.

Pasalnya tidak satu pun tokoh kalangan Islam yang hadir dalam sidang yang berlangsung selama dua jam. Rizieq Syihab berpendapat jika wajar jika umat

Islam kecewa dan merasa dikhianati. Ini dikarenakan Syariat Islam dengan mudah dihapuskan dari dasar negara Indonesia.

67

Rizieq Syihab tidak setuju pada penghapusan tujuh kata dari sila pertama.

Alasan ini paradoks. Faktanya meskipun syariat Islam telah dihapuskan, tetap saja ada gerakan separatis dari Indonesia Timur, misalnya; Organisasi Papua Merdeka,

Rakyat Maluku Selatan, bahkan Timor-Timor pun memisahkan diri dari Republik

Indonesia.

Imbas pengkhianatan Pancasila ini, menurut Rizieq Syihab yang memantik pemberontakan yang dilakukan oleh SM. Kartosuwiryo di Jawa Barat. Di

Sulawesi Selatan pun Kahar Muzakkar ikut andil dalam pemberontakan. Nama

Daud Beureuh dari Aceh, dan dilanjutkan oleh Gerakan Aceh Merdeka pun memberontak akibat pengkhianatan Pancasila ini. Pendek kata, para pemberontak itu bukan penjahat, tapi mereka semua adalah pejuang kemerdekaan yang menuntut keadilan dna melakukan perlawanan terhadap pengkhianatan.9

Tindakan ini dianggap sebagai bentuk pengkhianatan baginya karena tidak mampu meredam pergolakan dari kaum minoritas Kristen di Indonesia bagian timur. Menurutnya persatuan mayoritas yang penuh loyalitas terhadap NKRI dipertaruhkan hanya untuk memuaskan minoritas yang tidak jelas loyalitasnya terhadap NKRI.

Sebagai seorang orator ulung , kata-kata yang diungkapkan Rizieq Syihab pun terlihat ciri khas orator saat mengungkapkan nilai Keislaman yang terkandung di dalam Pancasila.

Diksi yang dituangkan pun laiknya propaganda yang mampu menaikkan tingkat antusias pendengar. Lebih lanjut, dua pendapat terakhir yang digaungkan

9 Rizieq Syihab, Wawasan Kebangsaan, h. 6-7

68

oleh Habib Rizieq tergolong kontroversial. Dan tak semudah itu untuk mensimplikasi persoalan, terlebih masalah gerakan separatis yang lahir jauh hari setelah peristiwa 18 Agustus 1945.

Selanjutnya, Rizieq Syihab turut mengomentari Pancasila pada era

Indonesia berbentuk serikat. Melalui Konferensi meja bundar, pada 29 Oktober

1949 di Scheveningen, tercetuslah Piagam Persetujuan antara RI dan BFO, yang menyepakati terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS). Kemudian, pada 14

Desember 1949, Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah RI melegalisasi

Piagam Persetujuan tersebut sebagai Konstitusi. Untuk selanjutnya, 27 Desember

1949 mulai dilaksanakan.

Sejalan dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat, lima dasar negara Indonesia pun dalam Pembukaan Konstitusi RIS pada 29 Oktober 1949 sebagai berikut;

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Perikemanusiaan

3. Kebangsaan

4. Kerakyatan, dan

5. Keadilan Sosial

Lima dasar negara ini kemudian hari dikenal dngan Pancasila RIS 1949.

69

Lambat laun, Republik Indonesia Serikat dinilai sebagai politik adu- domba yang dikembangkan oleh Belanda. Para elit bangsa terbelah dalam hasil konfrensi Meja Bundar tersebut. Tidak mau terjebak dalam lingkaran tipu-tipu daya Belanda jilid II, maka pada 3 April 1950, M. Natsir melalui Dewan

Perwakilan Rakyat Federal mengajukan mosi integral. Belakang hari populer dengan sebutan Usul Integral Natsir.

Untuk selanjutnya, 19 Mei 1950 digelar konferensi RIS – RI. Hasil konfrensi tersebut menyepakati untuk membentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Dan pada 20 Julai 1950, disetujui Undang-Undang Dasar

Sementara NKRI 1950 yang baru dikuatkuasa pada 14 Ogos 1950.10 Rizieq

Syihab menyebut sebagai Perumusan IV. Pancasila dalam tahap ini tak berbeda dengan rumusan Pancasila dalam RIS. Tidak ada perubahan dalam susunan reaksi.

Rizieq juga menyebut Pancasila pada masa RIS dan UUD Sementara 1950 dengan “Pancasila palsu” dan “Pancasila penyelewengan”. Sekali lagi, kekecewaan Rizieq ini imbas dari tujuh kata yang dalam Piagam Jakarta yang tak kunjung kembali.

Perjalanan Pancasila dalam konstituante juga menjadi pembahasan Rizieq

Syihab. Baginya, Konstituante merupakan bentukan Soekarno pada tahun 15

Desember 1955. Majelis ini bertugas untuk merumuskan kembali UUD Negera

10 Prawoto Mangkusasmito, Pertumbuhan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah Proyeksi, h.43-44.

70

Indonesia. Namun pada akhirnya, Majelis ini dibubarkan oleh Soekarno melalui

Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Setelah sekian lama bersidang majelis ini tak kunjung menemui titik temu dan menemui jalan buntu.

Munculnya Dekrit Presiden Soekarno ini, merupakan angin segar bagi penegakan syariat Islam. Dekrit 5 Juli menurut Rizieq masuk pada Rumusan

Pancasila V, sama dengan Rumusan Pancasila II, tetapi mesti menjiwai Rumusan

Pancasila I. Artinya rumusan I dan II, merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah. Rizieq berkesimpulan bahwa Rumusan Pancasila I yaitu Pancasila

Piagam Jakarta berdasarkan Dekrit Presiden 5 Julai 1959. Dengan demikian, tuntutan pengembalian Piagam Jakarta sesuai dengan isi Dekrit tersebut, hingga kini Dekrit tersebut tetap berlaku dan tidak pernah dibatalkan.11

Setelah mengurai Pancasila dari pra kemerdekaan dan orde lama, selanjutnya giliran Orde Baru yang juga dikupas oleh Rizieq Syihab. Sasaran kritik tajam itu dialamatkan kepada Soeharto. Pancasila di era Orde Baru dijadikan sebagai ideologi dan filsafat negara. Lebih dari itu, Pancasila dianggap kitab suci, sekaligus diposisikan sebagai agama. Sebab, Pancasila dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.

Terlebih lagi di-era 1980, saat asas tunggal Pancasila diberlakukan.

Pancasila makin sakti. Pancasila menjadi semacam justifikasi berkehidupan masyarakat dan bernegara. Sehingga timbul kesan, bahwa Pancasila menjadi alat bagi mereka yang berlawanan politik. Imbasnya, banyak tokoh Islam yang dibui,

11 Rizieq Syihab, Pancasila dan Penegakan Syariat Islam di Indonesia, h. 90-91

71

seperti; Abu Bakar Ba’asyir, A.M. Fatwa, Idrus Jamaullail, dan Mohammad

Natsir. Pendek kata, pada masa Orde Baru, Pancasila dihadapkan-hadapkan kepada Islam.

Terkait era Reformasi, Rizieq Syihab menyindir lewat Tesis miliknya yang berjudul, Pancasila dan Upaya Penagakan Syariat Islam di Indonesia, masa reformasi meskipun telah terjadi empat kali Amandemen UUD 1945, tafsiran

Pancasila tak jauh berbeda. Era reformasi ketika rakyat Indonesia sedang dilanda euforia demokrasi, maka tafsiran pancasila pun mulai diarahkan untuk mengikut arus pemikiran liberal pluralis. Imbasnya, lahirlah berbagai bentuk kebebasan tanpa batas dan pelbagai kebijakan yang merusak aqidah. Kondisi ini berkembang dengan pesat di bawah naungan Pancasila atas nama Hak Asasi Manusia

(HAM).12

Terlihat jelas kritikan Rizieq Syihab terhadap proses pembentukan

Pancasila. Bagi peneliti setidaknya ada tiga sikap Rizieq Syihab dalam menanggapi proses Pancasila. Pertama, Rizieq Syihab menyebut Perumusan

Pancasila I itu sebagai Perumusan Pancasila asli. Dalam sidang BPUPKI periode ini lahirlah Piagam Jakarta. Dengan masih adanya kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Ada pun Perumusan lain, dianggap tak absah—Rizieq Syihab menyebutnya dengan palsu, agitasi, hasil pengkhianatan—karena menyalahi konstitusi. Perjuangan untuk mengembalikan Piagam Jakarta dan Dekrit 5 Juli

12 Rizieq Syihab, Pancasila dan Penegakan syariat Islam, h. 163

72

1959 hingga kini masih menjadi konsen Rizieq Syihab dan gerakan organisasi masyarakat yang ia dirikan.

Kedua, Pancasila seyogianya ditafsirkan dalam interpretasi Islam. Rizieq

Syihab ingin meng-Islam-kan Pancasila, yaitu dengan memberikan nilai-nilai transendental sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Langkah ini untuk mencari relasi antara Islam dan Pancasila. Tampaknya inilah menjadi perhatian khsusus Rizieq Syihab selama ini. Gerakan penegakan syariat Islam yang selama ini ia gaungkan, tentu dengan pintu masuk utamanya Pancasila.

Pelbagai semboyan yang dibentuknya; NKRI Bersyariah, Indonesia tanpa maksiat.

Rizieq Syihab melihat jika Pancasila harus berada dalam naungan

Keislaman. Tanpa adanya Keislaman, Pancasila dapat ditelan oleh imperialisme.

Serta dapat terpengaruh oleh paham komunisme.

C. Pancasila Sejalan Dengan Ajaran Islam Menurut Rizieq Syihab

Untuk mendukung strateginya, Rizieq Syihab mengupas satu demi satu sila yang ada dalam Pancasila, kemudian mencocokkan dengan ajaran Islam.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Dari awal telah dijelaskan pendapat Rizeq Syihab terhadap Pancasila.

Terlebih proses panjang Pancasila mulai dari konsep awal pembentukan hingga reformasi. Secara garis besar, meskipun ia menolak pelbagai proses Pancasila, namun di sisi lain ia “terpaksa” menerima dan berencana meng-Islam-kan

Pancasila. Itu terlihat dalam penafsirannya terhadap Sila pertama Pancasila. Bagi

73

imam besar FPI ini, sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” wajib ditafsirkan dengan ajaran Islam. Sila ini mengandung ajaran tauhid—ajaran dasar tentang iman dalam Islam.

Terkait pertama ini Rizieq Syihab mengkalaim bahwa Islam satu-satunya agama yang memiliki ajaran Tauhid (Pengesaan Allah)—sebagai satu-satunya

Tuhan yang menciptakan alam semesta, dan hanya satu-satunya Tuhan yang berhak disembah—.Istilah”Ketuhanan Yang Maha Esa” itu hanya sanggup diciptakan oleh otak, kebijaksanaan, dan iman orang Indonesia Islam, yakni sebagai terjemahan pengertian yang terhimpun dalam Allahu al-Wāhīdu al- Ahad yang disalurkan dari Q.S. al-Baqarāh/2: 163 dan Q.S. al Ikhlāsh/112:1-4, dan dizikirkan dalam doa Kanzul 'Arsy baris 17.13

Pemahaman sila pertama yang diajukan Rizieq Syihab terlihat inklusif. Ia menolak segala bentuk penafsiran terhadap Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diarahkan untuk mengakui kebenaran semua agama. Di sisi lain, ia berkilah untuk terlihat sebagai seorang toleran, bahwa ia menjunjung tinggi nilai untuk memperlakukan umat non-muslim dengan adil dan baik. Ia menyebutnya dengan pluralisme sosial. Konsep pluralisme sosial, istilah yang ia buat sendiri, untuk menangkis pemahaman pluralisme yang digalakkan oleh kaum modernis

Indonesia. Pluralisme sosial ialah suatu keniscayaan yang merupakan bahagian dari Sunnatullah.

Lebih lanjut, ia menolak atheisme, komunisme, marxisme, dan paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Rizieq Syihab juga melangkah lebih

13 Rizieq Syihab, Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariat Islam di Indonesia, h. 59.

74

jauh dengan menolak pelbagai bentuk kemaksiatan seperti; penodaan agama, tindak asusila, pelacuran, pemerkosaan, penganiayaan, korupsi, dan perusakan. Ia beralasan, sikap di atas bertentangan dengan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha

Esa”. 14

Dari penafsiran tersebut, Rizieq Syihab beranjak ke arah yang sudah lama ia perjuangakan yakni NKRI Bersyariah. Sila pertama merupakan dasar Yuridis

Konstitusional untuk menerapkan syariah Islam di Indonesia. Ia beralasan, hukum Islam merupakan satu-satunya yang sejalan dengan nilai-nilai Ketuhanan

Yang Maha Esa.dan Syariat Islam merupakan hukum yang datang dari Tuhan

Yang Maha Esa, yaitu Allah.

Namun sebagai pembanding dari tokoh-tokoh terdahulu perihal sila pertama, mungkin bisa mengambil Soekarno sebagai salah satunya. Soekarno menjelaskan konsep sila pertama. Bangsa Indonesia menurut Soekarno masih dalam tahap masyarakat agraria. Dalam bangsa agraris aliran mistik atau religius berkembang pesat. Orang sekadar ingin menanam padi melihat bintang dan meminta kepada yang mistik atau religius. Pendek kata, mistik atau religius melekat ketat dalam bangsa agraris.15

Namun kelak masyarakat Indonesia kelak akan memasuki era industri, sehingga akan ada prediksi banyaknya anak bangsa yang akan meninggalkan religius. Saat masa Industri, manusia hidup dalam kepastian dan mendatang

14 Rizieq Syihab, Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI bersyariah, h. 16 15 Soekarno, Pancasila Sebagai Dasar Negara, (Jakarta; Kementrian Penerangan, t.t), 248

75

muncul aliran-aliran yang tak mempercayai adanya Tuhan hingga atheisme bertumbuh subur.16

Dalam kesempatan kuliah umum di depan mahasiswa di Gebernuran

Sulawesi Makasar 1954, ketika mengurai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, soekarno menjelaskan konsep sila pertama. Bangsa Indonesia menurut Soekarno masih dalam tahap masyarakat agraria. Ia mengutip buku Economist Toetstand va den Indlandsch. Dalam bangsa agrais aliran mistik atau religius berkembang pesat. Orang sekadar ingin menanam padi melihat bintang dan meminta kepada yang mistik atau religius. Pendek kata, mistik atau religius melekat ketat dalam bangsa agraris.17

Dalam kesempatan lain Bung Karno berucap, Ketuhanan (religiusiteit) telah hidup beratus-ratus tahun dalam kalbu bangsa Indonesia. Lantas Bung Karno bertanya, apa penyebab bangsa Indonesia religius?. “Bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang hidup di atas taraf agraria,” jawaban yang ia ulangi kembali. Lebih lanjut, bila masyarakat Indonesia kelak akan memasuki era industri, Bung Karno memprediksi akan banyak anak bangsa yang akan meninggalkan religiusiteit tadi.

Sebab kala itu, tutur Bung Karno, manusia hidup dalam kepastian. Bahkan dalam tahap ini akan datang aliran-aliran yang tak mempercayai adanya Tuhan. Dalam era ini, atheisme bertumbuh subur.18

16 Soekarno, Pancasila Sebagai Dasar Negara, h. 248-249 17 Soekarno, Pancasila Sebagai Dasar Negara, (Jakarta; Kementrian Penerangan, t.t), 248 18 Soekarno, Pancasila Sebagai Dasar Negara, h. 248-249

76

Tokoh kedua adalah Hatta yaitu menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, negara Indonesia memperoleh landasan moral yang kokoh.

Sehingga menunjukkan Hatta sebagai seorang muslim yang taat dan konsisten.

Cendikiawan Islam, Yudi Latief dalam Wawasan Pancasila, menerangkan dalam sila pertama Pancasila tertera bahwa nilai-nilai ketuhanan sebagai sumber etika dan spiritualitas, yang dianggap sebagai fundamen etik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia bukan negara sekuler yang ekstrem—membuat jurang pemisah antara agama dan negara—. Negara dalam alam Pancasila justru sebaliknya, menlindungi dan mengembangkan kehidupan beragama. Fungsi agama, bertugas memainkan peranan etik yang bertugas membentuk etika sosial warga negara.19

Oleh sebab itu dari Indonesia bukan negara agama, yang hanya mewakili salah satu unsur agama dan memungkin agama untuk mendikte negara. Menurut sila pertama, peran agama dan negara tak perlu dipisahkan, tetapi harus dibedakan. Dengan persyaratan keduanya harus mengerti batas otoritas masing- masing yang disebut dengan twin tolerations (toleransi kembar).

Pola toleransi kembar melampaui sekularisasi (pemisahan agama dan negara) dan integrasi (penyatuan agama dan negara). Berangkat dari prinsip sila

Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam alam Pancasila telah diturunkan dari asas metafisika ke ranah etis-politis, yang mengingat pengamalannya yang mengacu

19 Yudi Latif, Wawasan Dasar Pancasila Bintang Penuntun Untuk Pembudayaan,( Bandung : Mizan, cet. I 2018), h. 112.

77

dalam sila kemanusiaan, keadilan, kebangsaan, musyawarah, dan keadilan sosial.20

2.) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Sekian lama Indonesia merasakan pahit dan getirnya hidup dalam penjajahan, membuat bangsa ini ingin merdeka. Penjajahan hakikatnya meregut kebebasan manusia. Selama hidup dalam penjajahan, hak asasi manusia terabaikan. Tak ada kebahagian tanpa kemerdekaan. Peradaban suatu bangsa akan tercapai, bilamana suatu bangsa itu merdeka. Penjajahan mengakibatkan anak manusia tergelatak dalam penderitaan dan ketertindasan. Namun, perlu diingat dalam perjuangan merebut kemerdekaan, para pahlawan Indonesia tak semata ingin merdeka saja, tetapi mengisi kemerdekaan itu dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan. 21

Hal itu terlihat cukup detail dalam UUD 1945. Alinea pertama langsung dibuka dengan lantang tentang pentingnya kemerdekaan bagi semua bangsa sebagai basis untuk mewujudkan hak asasi manusia, dalam kerangka pemuliaan nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan. “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan harus dihapuskan,karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”.22

Dalam pidato 1 Juni 1945, Bung Karno menerangkan tentang pentingnya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Dalam pidatonnya, kemerdekaan adalah adalah jembatan emas. Di seberang jembatan emas itu pula bangsa Indonesia

21 Yudi Latif, Mata Air Keteladanan Pancasila Dalam Perbuatan, (Bandung; Mizan , cet. 2014), h. 133 22 Alinea pertama UUD 1945.

78

leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi. Suatu jembatan untuk perjuangan bangsa-bangsa bagi persamaan derajat dan untuk berdiri di atas kaki sendiri, politik, dan ekonomi sendiri. Bagi

Bung Karno, kemerdekaan berarti mengakhiri untuk selama-lamanya pengisapan bangsa oleh bangsa, pengisapan yang tak langsung, maupun pengisapan yang langsung.23

Terkait sila kedua dalam Pancasila, Rizieq Syihab meyakini Islam adalah agama yang menjunjung tinggi pelbagai nilai kemanusiaan. Sejatinya, semua hal yang merendahkan nilai-nilai kemanusiaan merupakan sesuatu yang dilarang oleh

Islam. Begitu pula segala sikap yang bertentangan dengan keadilan seperti kesewenang-wenangan, kecurangan, kelicikan dan yang semacamnya. Termasuk di dalamnya segala perbuatan tidak bermoral yang tidak beradab seperti seks bebas, perkahwinan sejenis, pornografi dan porno aksi adalah sesuatu yang dilarang oleh Islam.

Dalam Islam keadilan dan kemanusian jelas tercantum dalam Al-Qur’an.

Allah memerintah dengan jelas dalam Al-Qur’an untuk selalu menegakkan keadilan (Q.S.an Nahal/16; 90 dan Q.S. al-Hujarāt / 49: 9, meskipun itu terhadap kerabat sendiri, seperti dalam Q.S.al an’am/ 6; 152). Selain itu Tuhan juga menjadikan sikap adil sebagai indiator seorang yang bertakwa ( Q. S.al Māidah/

5: 8).

23 Yudi Latief, Mata Air Keteladanan Pancasila, h. 133-134.

79

Tak hanya itu, rambu-rambu penafsiran sila kedua ini tak boleh lari dari garis Islam. Ia bersikeras, bila sila kedua ini lari dari penafsiran Islam (red; Barat).

Baginya penegakan HAM sebagaimana yag tertuang dalam sila kedua Pancasila di atas, harus sesuai dengan perintah Al-Qur’an dan hadist Nabi. Hukum Tuhan adalah rambu-rambu dalam penafsiran sila kedua ini.

Tampaknya dalam pemahaman ini Rizieq Syihab menganut pemahaman hākimiyah. Konsep kedaulatan Tuhan (hākimiyah) ini, tidak jauh beda dengan pendahulunya, Abu A’la Almaududi. Bagi reformis asal Pakistan ini, kekuasaan legislatif hanya berada di tangan Allah. Tak seorang pun dari manusia mencampurinya.24

Sejatinya hak asasi yang ada dalam Islam, yaitu Kewajiban Asasi Manusia

(KAM) yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul. Sedangkan HAM itu sudah ada dalam diri manusia sejak ia diciptakan, tak perlu diungkit kembali.25

Ia meyakini bahwa sila kedua dalam Pancasila tak boleh ditafsirkan dari pandangan sekuler. Sila kedua ini akan sesuai dengan nilai Islam apabila tak ditafsirkan sembarangan orang. Sila kedua bisa menjadi pintu masuk untuk menjalankan Syariah Islam sebagai Hukum Nasional. Sebab syariah Islam adalah syariah kemanusiaan, akhlak dan keadilan.

Dalam buku Negara Paripurna Historisitas,Rasionalitas,dan Aktualitas

Pancasila, Yudi Latief menyebutkan bahwa dalam kesadaran kemanusiaan universal, Indonesia hanya noktah kecil di muka bumi, tetapi bagian terpenting dalam planet ini. Dalam konteks Indonesia, nilai-nilai universal dalam wacana

24 Yusuf Alqaradhawi, Fiqih Negara, h. 97 25 Habib Rizieq Syihab, Wawasan Kebangsaan, h. 104

80

kemanusiaan harus didialogkan dengan khazanah kearifan lokal, visi global harus dipadukan dengan daya cerna budaya lokal.26

Dalam perjuangan kemanusiaan Indonesia bangsa Indonesia, proses dialogis ini dikembangkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi. Keluar, bangsa Indonesia harus menggunakan segenap daya dan khazanah yang dimilikinya untuk secara bebas aktif ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Itu sebagaimana tertera dalam alinea 4 Pembukaan UUD 1945. Sedangkan ke dalam negeri, bangsa Indonesia harus menerima apa yang disebutkan oleh Muhammad

Yamin, “benda ruhani berupa pengakuan dan pemulihan hak asasi kemanusiaan.27

3. Persatuan Indonesia

Persatuan Indonesia merupakan sila yang tak kalah penting dalam

Pancasila. Sila ketiga ini, saling terhubung dengan dua sila sebelumnya. Dalam sila ketiga ini aktualisasi nilai-nilai kemanusiaan itu terlebih dahulu harus kuat dalam pergaulan kebangsaan, sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh.

Dalam proses internalisasi nilai-nilai kemanusiaan, Indonesia adalah negara persatuan yang mengatasi paham golongan perorangan. Persatuan dari kebinekaan masyarakat Indonesia dikelola berdasarkan konsepsi kebangsaan yang

26 Yudi Latief , Negara Paripurna Historisitas,Rasionalitas,dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama, Cetk. II, 2011), h. 126 27 Yudi Latief , Negara Paripurna Historisitas,Rasionalitas,dan Aktualitas Pancasila,h. 127

81

mengapresikan persatuan dalam kebaragaman, dan keragaman persatuan, yang dalam slogan negara terkenal “Bhinneka Tunggal Ika”.

Sila ketiga dalam Pancasila, kata Rizieq Syihab, seyogianya dijadikan sebagai pendorong semangat kepedulian, gotong royong, dan persatuan anak bangsa. Dengan demikian, Sila ini akan menjadi ruh utama bangsa Indonesia.

Kemajemukan Indonesia akan terawat dengan persatuan Indonesia. Kemajemukan dalam keharmonisan adalah modal penting bagi kelestarian Indonesia.

Kemajemukan merupakan suatu keniscayaan. Perbedaan adalah fitrah manusia. Islam, menurut Rizieq Syihab, sangat menghargai perbedaan agama, ras, dan suku. Terdapat lima pilar toleransi yang dianjurkan Islam. Pertama, tidak boleh penyatuan agama. Tidak dibenarkan campur aduk agama. Hal itu tertera dalam Al-Qur’an Q.S Alkāfirūn/109 dan Q.S al- Baqarāh/2;42. Poin kedua adalah, tak ada paksaan menganut agam tertentu. Demikian itu tercantum dalam

Q.S. al-Baqarh/2; 256. Dalam ayat ini tegas, Islam melarang seorang Muslim memaksa non-Muslim untuk memeluk Islam dengan jalan paksaan. Bila seorang ingin masuk Islam, itu harus murni dari hati nuraninya, tanpa ada intervensi dari pihak lain.

Ketiga, pilar toleransi Islam ialah tak ada larangan bagi muslim untuk berbuat baik kepada orang di luar Islam. Hal itu tercermin dalam sikap yang ditunjukkan Muhammad dan para sahabat. Saat membangun peradaban Islam di

Madinah, Rasul mampu mempersatukan antara orang Islam dan Kristen, Yahudi, dan kaum pagan Madinah. Keempat, Islam memerintahkan untuk berbuat adil terhadapa semua umat manusia, tanpa melihat strata sosial, agama, dan ras. Al-

82

Qur’an membicarakan masalah ini dalam pelbagai surat, misalnya; Q.S. an-

Nisāa/4; 58, Q.S. al-Maidah/5; 152. Demikian juga dalam Q.S al-Hujarāt/49 ;9 dan Q.S an-Nahl/16; 90.

Kelima, Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Ini adalah ajaran inti toleransi tertinggi dalam Islam. Islam tak membenarkan adanya perusakan atasnama Islam. Untuk itu, Allah menitipkan syariat Islam kepada manusia.

Dengan syariat Islam ini, manusia akan mendapatkan keamanan dan ketenangan.

Dengan syariat Islam , lingkungan hidup terpelihara, laut dan darat akan terpelihara.

Terkait persatuan, Rizieq Syihab melangkah lebih jauh. Ia menawarkan konsep masyarakat internasional Islam. Gagasan ini lahir setelah melihat kemerosotan dunia Islam hari ini dan gagalnya rekonsiliasi antara sesama negara

Islam. Sementara di sisi lain, ia melihat para zionis Israel dan Amerika kian hari semakin menacapkan kekuasaannya sebagai negara adikuasa.

Untuk mewujudkan masyarakat Internasional Islam, ada beberapa langkah yang perlu ditempuh yang meliputi dimensi politik, sosial, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan budaya. Pertama, sekiranya penting untuk mendirikan Parlemen

Bersama dunia Islam. Anggota Parlemen ini berasal dari negeri-negeri mayoritas

Islam, tentu dengan mereka yang profesional. Gagasan ini tergolong mentah.

Pemilihannya, klasifikasi, dan siapa saja yang berhak pun belum dijelaskan secara mendatail oleh Rizieq Syihab.

83

Kedua, mendirikan bank dunia Islam. Bank ini harus bersih dari Riba dan berbeda dari bank konvensional yang dituduh Rizieq sebagai eksploitatif dan kapitalis. Dengan demikian bila ini telah terwujud, maka akan melahirkan masyarakat ekonomi Islam yang beranggotakan warga negara yang mayoritas

Muslim. Dalam benak Rizieq pula, akan ekonomi Islam akan tumbuh, dan mampu menyaingi negara maju.

Tak hanya semata membentuk masyarakat ekonomi Islam, Rizieq Syihab pun menawarkan gagasan mata uang bersama negara Islam. Mata uang bersama ini nanti disepakati sebagai alat tukar wajib bagi pelbagai negara yang berhubung, baik demi bisnis dan dagang dengan dunia Islam.

Rizieq juga mengusulkan bahasa Arab menjadi bahasa internasional dunia

Islam. Dengan demikian, seluruh dunia pendidikan yang mayoritas Islam wajib menerapkan kurikulum bahasa Arab. Untuk menggapai masyarakat Islam

Internasional, tentu membutuhkan pertahanan yang kuat. Pertahanan ini akan terbentuk dengan kerjasama antar negara Islam. Negara Islam juga harus bersatu membentuk badan antariksa dunia dan membangun pusat nuklir bersama. Dengan teknologi perdamaian dan kekuatan dunia Islam akan diakui bangsa lain.

Selintas, memahami cara berpikir Rizieq Syihab ini cukup kontroversial.

Pintu masuk sila ketiga Pancasila (red; persatuan), ia menawarkan gagasan bahwa sila Pancasila juga selaras dengan gagasan Islam. Islam menurutnya menganut konsep toleransi dan persatuan. Dari sila ketiga ia juga melahirkan gagasan internasionlisme Islam.

84

Konsep ini, menjadi bagian awal dari rencana Rizieq Syihab untuk mewujudkan khilafah Islam. Lewat tulisannya, Hancurkan Liberalisme Tagakkan

Syariat Islam, ia mengutarakan kekecewaannya terhadap pemimpin Islam yang begitu phobia dengan khilafah Islam. Di samping itu, banyak orang yang salah paham tentang khilāfah Islāmiyah. Itu terbukti dengan banyaknya warga negara yang menolak konsep ini. Sadar akan demikian, maka Rizieq Syihab menawarkan gagasan masyarakat internasional Islam, sebagai upaya mewujudkan khilāfah

Islāmiyah.

Untuk mengapai negara internasional tersebut, terlebih dahulu dibangun dari negara regionla di suatu daerah yang bangsanya memilih Islam sebagai syariat dan sistem. Dengan demikian, kelak pelbagai daerah akan mencontoh dan menerapkan, maka negara Islam itu akan bersatu menjadi suatu negara federasi atau konfederasi. Bila konsep ini berkembang, niscaya negara Islam yang didambakan akan terwujud.

Penafsiran sila ketiga ini tergolong liar. Sebuah gagasan Ahistoris.

Bertentangan dengan konsep yang digagas oleh para founding fathers Indonesia.

Bung Karno dalam pidatonya di depan anggota BPUPKI yang kemudian dikenal sebagai hari Lahir Pancasila. Bung Karno mengajukan pandangan tentang persatuan Indonesia.

“Pertama-tama saudara-saudara saya bertanya; Apakah kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk golongan tertentu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang dinamakan kaum kebangsaan di sini, maupun saudara yang bernama kaum yang dinamakan Islam , semuanya telah mufakat , bahwa kita bukan

85

negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara “ semua untuk semua”28

Semangat persatuan dalam keberagaman juga tercermin pada detik-detik menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selain diwarnai heroisme pergerakan pemuda dari beragam latar etnis dan agama yang mendorong percepatan kemerdekaan Indonesia, detik-detik menjelang kemerdekaan Indonesia juga menunjukkan keluhuran budi para pendiri bangsa dalam mengembangkan kepekaan rasa untuk menghormati keragaman Indonesia. 29

Prinsip sila ketiga dalam Pancasila sejatinya merupakan upaya meletakkan dasar kebangsaan sebagai simpul persatuan Indonesia. Suatu konsepsi tentang kebangsaan yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman, dan keragaman dalam persatuan (unity in diversity, diversity in unity) yang dalam slogan negara dinyatakan dalam ungkapan bhinneka tunggal ika. Dengan kelahiran negara nasional Indonesia, satuan komunitas politik pra Indonesia, yang dalam perspektif primordialis dan perenisialis, bisa dilukiskan telah membentuk aneka bangsa sendiri, diturunkan posisinya menjadi suku bangsa. Alhasil kebangsaan

Indonesia adalah satu tubuh dengan banyak kaki. Setiap kaki tak ingin ditebas, melainkan tetap dipertahankan untuk memperkokoh rumah kebangsaan

Indonesia.30

28 Yudi Latif, Mata Air Keteladanan Pancasila, h. 278 29 Yudi Latif, Mata Air Keteladanan Pancasila, h. 279 30 Yudi Latif, Negara Paripurna Historis, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 369

86

4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

Menjunjung daulat rakyat dalam demokrasi Pancasila hendak diwujudan dalam melalui prinsip permusyawaratan dan perwakilan yang memancarkan semangat kekeluargaan dan keadilan. Tradisi musyawarah ini memiliki akar yang panjang dengan kebudayaan Indonesia.

Pemahaman berbeda terkait sila keempat Pancasila ditunjukkan oleh

Rizieq Syihab. Sila ini menekankan tentang pentingnya musyawarah dalam mengelola negara dan memimpin rakyat. Secara tegas membedakan antara

“demokrasi“ dan “musyawarah”. Indonesia adalah negara musyawarah bukan negara demokrasi. Musyawarah adalah bagian dari ajaran Islam yang berlandaskan terhadap wahyu ilahi, sehingga dalam musyawarah tercantum tegas batas antara halal dan haram.

Di samping itu, tak mungkin bercampur-aduk antara yang dianjurkan oleh

Islam dan yang dilarang oleh Islam. Sebalikya, demokrasi adalah karya manusia yang penuh dengan balutan hawa dan nafsu. Sehingga dalam sitem demokrasi batas halal dan haram menjadi kabur.

Demokrasi hanya melahirkan sengkarut masalah baru. Lebih parah lagi, demokrasi melahirkan diktator dunia, melahirkan koruptor baru, menciptakan kapitalis baru dunia yang congah dan rakus. Demokrasi juga turut andil dalam melahirkan para mafia-mafia baru. Sistem one man one vote, dalam sistem demokrasi memberikan peluang besar kepada kaum borjuis untuk membeli suara

87

rakyat. Pendek kata, sistem demokrasi merupakan sumber malapetaka dan kehancuran.31

Setidaknya tercatat ada sepuluh perbedaan antara demokrasi dan musyawarah. Dalam Al-Qur’an setidaknya terdapat tiga ayat yang membicarakan musyawarah. Pertama terdapat dalam Q.S.al-Baqarah/2: 233. Ayat di atas menceritakan tentang kewajiban ibu dan ayah terhadap anak mereka berkaitan penyusuan, nafkah dan pakaian. Di bagian ayat di atas merupakan petunjuk Ilahi tentang pentingnya “Mesyuarat Keluarga” dalam mengambil suatu keputusan berkaitan penyusunan

Kedua, selanjutnya ayat yang terdapat dalam Q.S. āli Imrān/3; (159).

Kandungan ayat yang tertera di atas, Allah memberi petunjuk kepada Rasulullah sebagai pemimpin umat tentang bagaimana cara memperlakukan umatnya. Salah satu petunjuk Ilahi yang penting adalah melibatkan umat dalam ”Musyawarah dalam urusan negara”.

Salah satu karya monumental yang dihasilkan oleh Rasul adalah Piagam

Madinah. Piagam ini lahir dari hasil musyawarah penduduk Madinah yang terdiri dari pelbagai identitas yang berbeda-beda. Pelbagai dimensi di cantumkan dalam

Piagam Madinah, mulai dari masalah sosial, politik, ekonomi , dan budaya dikupas dalam perjanjian tersebut. Namun, satu hal yang perlu dicatat dari, bila terjadi perseteruan antara penduduk Madinah, maka dikembalikan urusannya kepada Allah dan Rasul, yaitu kepada hukum Islam.

31 Habib Rizieq Syihab, Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariat Islam, h. 151

88

Ketiga, ayat yang mengandung musyawarah juga tercantum dalam Q.S.

Asy-Syūrā/42;38. Ayat ini ingin menegaskan bahwa salah satu ciri orang beriman adalah musyawarah. Tidak dapat dipungkiri, bahwa musyawarah adalah ajaran yang ditinggalkan oleh Rasul kepada umat Islam. Musyawarah merupakan solusi ampuh dalam menyelesaikan pelbagai problem umat Islam.

Kesimpulannya, makna musyawarah yang terdapat dalam Al-Qur’an, mengandung pelbagai pengertian. Pada satu sisi bermakna, proses pengambilan keputusan. Tapi di sisi lain, memiliki pengertian substansial tentang kebaikan dan taqwa. Dalam Islam tidak ada”musyawarah” dalam dosa dan maksiat. Oleh sebab itu, musyawarah yang sudah teradopsi dalam Konstitusi Indonesia, seyogianya dipahami secara substansial sesuai dengan ajaran Islam, tidak boleh disamakan dengan istilah ”Demokrasi” sebagaimana yang dipahami oleh Barat.

Konsep musyawarah yang ditawarkan Rizieq Syihab sejatinya memiliki banyak kelemahan. Salah satu contohnya, dalam tata kelola pemerintahan, baik dalam eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ia hanya sibuk mempreteli sisi kebobrokan demokrasi, tanpa menancapkan teori politik kenegaraan (fīqh siyāsah). Alih-alih membuat sistem politik, ia justru sibuk menganalisa perilaku umat Islam Indonesia dalam pemilu.

Kekeliruan itu semakin terlihat, tatkala mengungkapkan kalau Indonesia dinyatakan sebagai negara demokrasi, maka berarti semua umat Islam di

Indonesia berada dalam kubangan dosa besar. Ada yang mengharamkan secara mutlak, dan menganggap Indonesia negara thogut. Kelompok ini mengharamkan partai, pemilu, bahkan membuat KTP pun dihindarkan.

89

Ada yang membolehkan, dengan syarat ini hanya untuk menunggangi kepentingan umat Islam. Sehingga tak mengapa membuat Partai, Pemilu pun ikut dengan tujuan kepentingan Islam. Ada juga yang membolehkan secara mutlak karena menganggap demokrasi sesuai dengan sistem musyawarah dalam Islam.

Golongan ini sangat menikmati sistem demokrasi. Jika Indonesia sudah dikatakan sebagai negara musyawarah, itu sudah benar, tinggal diisi oleh penerapan syariah Islam secara kāffah,”.

Sumpah serapah terhadap demokrasi juga dilontarkan Yusuf Al-Qardhawi dalam Min Fiqh ad-Daulah fil Islām. Ia menegaskan bahwa demokrasi Barat, tidak mempunyai kaidah yang mengikatnya dan tak punya nilai-nilai yang mengontrolnya. Terkait proses pemilihan wakil rakyat, Yusuf pun menuding ada manipulasi kaum pemilih. Berdasarkan fakta itu, Yusuf berkeyakinan sistem musyawarah yang dianut Islam, jauh lebih baik dibanding dengan demokrasi

Barat.32

Pendapat berbeda tampak dikemukan oleh Natsir. Seorang pemimpin

Masyumi. Meskipun Natsir seorang penganut the sovereignty of God (kedaulan

Tuhan). Paham ini dipopulerkan oleh Maududi. Sikap itu bisa dilacak dalam pidato Natsir di depan Majelis Kostituante yang tertaung dalam buku, Islam

Sebagai Dasar Negara. Menurutnya jika state philosophy (dasar negara) yang akan dirumuskan tak berpegang kepada kepada nucleus di dalam kedaulatan

Tuhan yang Maha Mutlak, maka perumusan itu bak butir-butir pasir kering, yang tak memiliki kekuatan. Di sisi lain, meskipun Natsir penganut paham kedaulatan

32 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqih Negara, 5-54.

90

Tuhan, tapi dalam menyikap demokrasi, ia tak pernah menyebutnya dengan syirik, berhala, thogut, laiknya reformis terdahulu.

Gagasan demokrasi-permusyawaratan berdasarkan prinsip Pancasila merupakan usaha sadar dari para pendiri bangsa untuk melakukan making democracy work atau to take root (mengakar) dalam konteks keindonesiaan.

Demokrasi dalam alam pikiran Indonesia bukan sekadar alat teknis, melainkan juga cerminan alam kejiwaan, kepribadian, dan cita-cita nasional. Untuk itu, maka demokrasi hendaknya diletakkan di atas kepribadian bangsa Indonesia sendiri dan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.33

5.) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Rizieq Shihab, tak ada perselisihan antara Islam dan Pancasila dalam sila ini. Keduanya seiring sejalan. Keadilan sosial hanya bisa dicapai dengan ekonomi Islam. Sistem ekonomi yang memiliki keseimbangan antara hak individual dan hak sosial hanya bisa tercapai dengan menganut sistem ekonomi

Islam.

Dalam ekonomi Islam, kesetaraan antara hak individu dengan masyarakat luas. Seyogianya terdapat lebih 15 aktivitas ekonomi yang notobanennya sifatnya individual, dalam artian terdapat aktivitas ekonomi yang memberikan peluang bagi seorang individu untuk menggapai keuntungan pribadi, namun di

33 Yudi Latif, Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 475-476

91

sisi lain, ia tak dibenarkan untuk merugikan orang lain. Di samping itu, terdapat juga lebih dari 15 aktivitas ekonomi yang sifatnya sosial. Dengan demikian, sistem ekonomi Islamlah yang sejalan dengan sila kelima yang terdapat dalam

Pancasila.

Argumen ini selaras dengan firman Allah dalam Q.S Al Isrā/17; 29.

Dalam penafsirannya, menerangkan bahwa secara tegas Allah menyatakan bahwa segala yang di bumi diciptakan untuk sekalian manusia. Meski demikian, manusia sebagai makluk sosial tak boleh kikir, boros, dan rakus. Seyogianya, kebutuhan indivual memang perlu, tetapi tak juga harus mengorbankan kebutuhan masyarakat luas. Itulah yang ia sebut sebagai sistem ekonomi Islam.

Di sisi lain, Ia juga sangat keras mengkritik sistem ekonomi liberal, kafitalis, dan komunis. Menurutnya, sila ke lima dalam Pancasila itu menganjurkan akan ekonomi kerakyatan, tidak sistem ekonomi di luar yang demikian.34

Pada kesimpulan akhir, ia menganggap tak ada perselisihan antara Islam dan Pancasila. Keduanya sejalan dan seiringan dengan syarat utama isi kandungan

Pancasila harus ditafsirkan sesuai dengan ajaran syariat Islam. Bila tak ditafsirkan dengan ajaran Islam, maka akan terjadi masalah. Itulah yang ia kritik di atas.

Baginya Pancasila belakangan telah keluar dari ruh aslinya. Maka ia pun getol untuk kembali kepada Pancasila asli dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

34 Muhammad Rizieq bin Husin Syihab, Pengaruh Pancasila, h, 229

92

Titik tumpu sila kelima dalam Pancasila adalah prinsip kesejahteraan.

Keadilan sosial menurut Soekarno bukan saja kesamaan politik semata. Keadilan

Sosial, juga berarti kesamaan ekonomi yang berarti kesejahteraan bersama sebaik- baiknya. Dengan mengembangkan persamaan ekonomi, Bung Karno berharap tidak ada kemiskinan dalam Indonesia merdeka. Inilah upaya untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial di seberang jembatan emas kemerdekaan.35

Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, para pendiri bangsa kerap memberikan perbandingan abstraksi. Indonesia diibaratkan dengan suatu organiasasi masyarakat yang bertujuan menyelenggarakan keadilan. Cita-cita mewujudkan negara yang berkeadilan atau keadilan bernegara mensyaratkan adanya emansipasi danpartisipaso di bidang politik yang berkelindan dengan emansipasi dan partisipasi di bidang ekonomi. Konsep inilah yang oleh Soekarno sebagai sosio-demokrasi. Yang berarti adanya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

Konsekuensi logis dari konsep ini adalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem negara kesejahteraan. Bukan negara yang menganut sistem ekonomi liberal. Negara kesejahteraan yang dimaksud adalah suatu bentuk pemerintahan demokratis yang menegaskan bahwa negara bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyat. Pemerintah bertugas membagi kekayaan negara

35 Yudi Latif, Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 583

93

agar rakyat tak mati kelaparan. Tak ada rakyat yang menemui ajalnya sebab tak memiliki jaminan sosial. 36

Prinsip negara kesejahteraan ini termaktub dalam UUD 1945 pasal 33 yang berbunyi; ”Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang,”. Perwujudan negara kesejahteraan merupakan imperatif etis dari amanat Pancasila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam proses realisasinya usaha keadilan dan kesejahteraan Pancasila harus bersendikan nilai-nilai kekeluargaan Indonesia yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.

D. Menegakkan NKRI Bersyariah

Pelbagai diskurus pemikiran Rizieq Syihab terhadap Islam, UUD Dasar

1945, Hak Asasi Manusia, dan Pancasila tak terlepas dengan tujuan utamanya yakni penerapan syariat Islam di Indonesia, yang ia sebut sebagai NKRI

Bersyariah. Konsep ini merupakan sebuah pemahaman ideologi dan politik.

Pemikiran ini tumbuh dari alam pikiran Islamisme.

Seperti yang dikatakan oleh Rizieq Syihab, perjuangan penerapan syariah

Islam di Indonesia sudah berlangsung alot. Peristiwa itu sudah dimulai sebelum kemerdekaan Indonesia. Tepatnya sejak tumbangnya kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia. Lalu berganti dengan pelbagai kerajaan Islam di Nusantara, usaha yang mengarah kepada penerapan Syariat Islam sudah dilakukan.

36 Yudi Latif, Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 584

94

Pada salah satu orasinya mengungkapkan jika Indonesia adalah negara tauhīd yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga Syariat

Islam harus diterapkan di tengah masyarakat muslim Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tanpa mengebiri hak beragama kaum minoritas mana pun.

Perjuangan panjang untuk menerapkan syariat Islam di Indonesia pun terus berlanjut hingga era reformasi. Pelbagai upaya terus saja dilakukan oleh golongan islamesme demi menggapai tujuan tersebut. Pada era reformasi uapaya untuk memformalisasikan syariat Islam gencar dilakukan, salah satunya dengan menghidupkan kembali Piagam Jakarta.

Terdapat dua jalur yang ditempuh untuk menghidupkan kembali Piagam

Jakarta. Pertama, ditandai dengan lahirnya Partai Islam seperti Partai Bulan

Bintang, Partai Persatuan Pembangunan, dan Parta Keadilan Sejahtera.

Kemunculan partai Islam ini pada dasarnya bertujuan untuk menghidupkan kembali piagam Jakarta, sebagai pintu untuk penegakan syariat Islam. Di samping itu, gerakan di luar parlemen pun kian gencar untuk menegakkan syariat

Islam. Munculnya gerakan organisasi masyarakat seperti Front Pembela Islam dan

Hizbut Tahrir Indonesia yang dalam sepak terjangnya selalu berusaha memformulasiskan syariat Islam di Indonesia.

Organisasi FPI, merupakan ormas yang didirikan oleh Rizieq Syihab pada

1 Agustus1998 silam. FPI sebagai wadah memperjuangkan syariat Islam dengan slogan amar makruf dan nahi munkar dideklarasikan oleh sejumlah ulama.

95

Aktivis,dan habaib di Pondok Al-Umm, Ciputat, Tangerang. Kiprah

FPI terbilang cukup lama di Indonesia—meskipun akhirnya dibubarkan oleh

Pemerintah pada 2020 silam. Sepak terjangnya dalam mewujudkan penegakan syariat Islam di Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata.

Lebih lanjut dalam catatan Risalah Historis dan Garis Perjuangan

FPI, setidaknya ditegaskan asal muasal dibentuknya FPI. Secara garis besar sebagai berikut; a) adanya penderitaan panjang yang dialami umat Islam

Indonesia akibat adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa, b) adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat Islam. c) adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.37

Menurut pengakuan Rizieq dalam Pengaruh Pancasila Terhadap

Penerapan Syariah Islam di Indonesia, strategi FPI untuk menerapkan syariat

Islam di Indonesia adalah menghidupkan kembali Piagam Jakarta. Yaitu kembali mengganti Sila Pertama menjadi”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan

Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”

Dalam buku pedoman FPI yang berjudul Amar Ma’rūf Nahi Munkar, tertulis gerakan ”Kembalikan Piagam Jakarta” sudah sejak lama. Tercatat mulainya rapat amandemen UUD 1945 melalui Sidang Umum MPR Oktober

1999. Dan tujuan itu berlanjut hingga bulan Agustus 2000, tatkala Sidang

37 Putu Agung Nara Indra, FPI dalam Lintasan Sejarah, diakses https://tirto.id/fpi-dalam-lintasan-sejarah-b1NT#top pada Selasa 2 Februari 2021.

96

Tahunan MPR RI dilaksanakan, FPI menggelar Pawai Piagam Jakarta berupa

Long March dari Markas Besar FPI di Petamburan - Jakarta Pusat sampai ke

Gedung DPR MPR RI, yang diikuti oleh ratusan ribu umat Islam.38

Dalam mewujudkan NKRI Bersyariah, Rizieq Syihab juga berkeinginan dalam mendirikan Khilafah Islam. Ia mengklaim penegakan khilafah merupakan konsekuensi dari pemberlakuan syariat Islam. Sistem khilafah sudah terbukti selama 13 abad lebih. Saat sistem khilafah Islam, dunia Islam sangat maju, baik dari segi pendidikan, ekonomi, sosial, dan kekuasaan. Pendek kata, perjuangan

Penegakan Khilafah akan terus berjalan, setidaknya sampai kedatangan Imam

Mahdi. Kabar kedatangan Imam Mahdi itu berpedoman kepada hadis Nabi

Muhammad.

Menurut peneliti, setidaknya ada dua macam sistem khilafah yang pernah diungkapkan oleh Rizieq Syihab. Pertama, ia secara terbuka memberikan dukungan terhadap Khilafah Islamiyah yang didirikan oleh Islamic State and

Suria (ISIS). Dukungan itu ia sampaikan dalam aksi solidaritas untuk Palestina di depan Kedutaan Besar Amerika di Jakarta 2014 silam.

Dalam video tersebut ia pun membeberkan alasan mendukung ISIS.

Dukungan itu mengalir sebab umat Islam sedang dalam keadaan terpuruk. Dan para pejabat negara banyak yang melakukan tingkah zalim terhadap masyarakat, terlebih kepada umat Islam.

38 Habib Muhammad Rizieq Syihab (2004), Amar Ma’ruf Nahi Munkar, h. 317

97

Kedua, Rizieq Syihab juga membuat terobosan berupa rule model sistem

Khilafah. Sistem ini bisa kita lihat dalam AD/ART FPI. Termaktub dalam pasal

VI, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) bahwa, visi dan misi

FPI adalah penerapan syariat Islam secara kāffah (sempurna) di bawah sistem khilāfah Islāmiyah menurut manhaj nūbuwwah, melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad.

Selanjutnya pengertian Penerapan Syariat secara kāffah adalah penerapan syariat Islam diseluruh bidang kehidupan yaitu Akidah, Ibadah, Munakahat,

Muamalat dan Jinayat. / Arti Penerapan Syariat Islam secara Kaffah adalah

Kewajiban menjalankan Syariat Islam secara Individu, dalam kehidupan

Masyarakat dan Negara.

Selanjutnya terkait sistem khīlāfah islāmiyah, adalah diterapkannya kesatuan sistem ekonomi, politik, pertahanan, sosial, pendidikan dan hukum di dunia Islam. Dalam konsep ini khilafah versi Rizieq Syihab ini mendorong sebuah negara yang menganut sistem khīlāfah islāmiyah untuk bersinergi dan menjalin hubungan kerja sama dengan negara Islam lain, khususnya anggota

Organisasi Konferensi Islam (OKI). Tak hanya itu, Persatuan Islam versi Rizieq ini juga harus terwujud dalam ekonomi dengan membuat mata uang Islam, Pasar

Islam.

Dari sisi yurisprudensi Islam, Rizieq Syihab juga menekankan untuk membentuk Parlemen Islam, Mahkamah Internasional Islam, dan asimilasi perkawinan Islam. Ia ingin mewujudkan persatuan Islam dari segi politik, hukum,

98

dan ekonomi. Tentu ini sebuah sistem khilafah yang baru. Dan banyak menerima kritik tajam dari para cendikiawan muslim terkemuka.

Tak kalah menarik, untuk mewujudkan NKRI Bersyariah, ia menganjurkan revolusi. Dalam pandangannya, revolusi hanya akan terjadi bila pelbagai komponen anak bangsa bersatu. Para kaum agamis dan nasionalis harus bersatu, tanpa ada sekat dan ego yang tinggi. Demi untuk mewujudkannya perlu ditempuh pelbagai langkah, seperti; silaturrahmi, dakwah, tarbiyah, dan sosialisasi. Melalui jalan tersebut , masyarakat harus disadarkan dan siap untuk menerima syariat Islam. Untuk revolusi itu diperlukan, sebab reformasi sudah tak bertaji.

Pada kesempatan lain, saat pulang dari Mekah, Saudi Arabia, gaung revolusi kian terdengar dihembuskan Rizieq Syihab. Kali ini dalam slogan revolusi akhlak. Dalam pandangannya, sistem revolusi akhlak ini harus menyentuh dua level, yakni level perseorangan atau individu dan level sistem.

Terkait dalam level individu, seseorang harus menunjukkan sikap yang baik sebagai seorang muslim, yang berpegang kepada Al-Qur’an dan sunnah.

Sementara dalam tataran level sistem, Indonesia harus melangkah menuju revolusi akhlak; dari sistem materialisme-sekulerisme, menuju sistem berbasis tauhid, yakni selaras dengan sila pertama dalam Pancasila. Untuk itu Revolusi akhlak ke dua (red; sistem) sebuah keniscayaan. Ini dikarenakan situasi Indonesia saat ini dalam keadaan darurat, terutama dalam sektor law enforcemen

99

(penegakan hukum). Pun tak jauh beda dalam bidang politik dan ekonomi,

Indonesia sudah jauh dari arah Pancasila.

E. Kritik Terhadap Konsep NKRI Bersyariah

Sebagai tambahan, terkait NKRI bersyariah, di samping Tesis beliau terkait Pancasila sebagai pintu masuk untuk menegakkan Syariat Islam di

Indonesia, tampaknya perlu kita ketengahkan. Ini di dalam orasi Rizieq Shihab dalam Aksi Bela Islam Jilid I dan II. Dalam Pidato yang disampaikan terdapat beberapa kunci terkait NKRI bersyariah. Ia mengungkapkan bahwa NKRI

Bersyariah adalah Berketuhanan Yang Maha Esa. NKRI bersyariah adalah NKRI yang mencintai ulama bukan yang mengkriminalisasi dan menteror mereka. NKRI bersyariah adalah NKRI yang menjadikan pribumi sebagai tuan di negeri sendiri.

Konsep yang ditawarkan dalam pidato Rizieq Syihab di atas, tidak jelas. Justru yang nyaring hanya teriakan-teriakan dalam pidato atau dalam kerumunan demonstrasi. Orasi itu lebih memperlihatkan bahwa aspirasi kekuatan politik

Islam yang direpresentasikannya. Rizieq syihab ingin memakai politik Islam sebagai respons sosial-politik atas persoalan yang dihadapi Indonesia dalam pesta demokrasi dan terpinggirnya politik Islam di Indonesia.

Namun meskipun begitu. Ada juga kekhwatiran sebagian pihak akan konsep itu. Tidak bisa disangkal lagi jika konsep NKRI bersyariah akhirnya mendapat pelbagai kritik tajam.

100

Persoalan Pertama terletak dalam istilah yang dipakai; yakni konsep negara syariah—dalam hal ini NKRI Bersyariah—. Istilah ini merupakan historis.

Konsep negara syariah tak pernah digunakan oleh Islam maupun Rasulullah.

Dalam sejarah Islam, konsep ini nyatanya tak pernah didengar digunakan oleh nabi semasa hidup beliau. Bila demikian tampak jelas, konsep yang dipakai bersifat simbolistis-formalistis, bukan substansi. Padahal sesungguhnya, syariah itu substansi, bukan simbol. Syariah itu isi, bukan kulit.

Mayoritas umat Islam di dunia, tak menerapkan hukum hudūd secara kāffah.

Salah satunya adalah Indonesia. Meskipun mayoritas penduduknya beragama

Islam, berdasarkan konsensus bersama, Indonesia mengambil langkah tegas tak menerapkan hukum hudud itu. Namun bila yang disasar syariat Islam Islam universal seperti; keadilan (al-‘adl), toleransi (al-tatsāmuh), kesetaraan (al- musāwah), kemanusiaan (al-insāniyah), maka dipastikan nilai-nilai demikianlah yang diperjuangkan di Indonesia. Lihat saja pelbagai produk perundang-undangan mengadaptasikan nilai universalitas Islam di Indonesia.

Kritikan selanjutnya datang dari Al Chaidar, cendikiawan dari Universitas

Malikussaleh. Dalam tulisan berjudul, Islam Simbolik dan Islam Substantif:

Problema Nilai Islamisitas dalam Politik Indonesia, ia menggugat konsep NKRI

Bersyariah. Chaidar membeberkan titik lemah konsep ini. Salah satunya adalah ukuran indeks negara syariah. Dalam hal ini, indeks menurut Al chaidar sangat penting untuk mengukur sejauh mana konsep NKRI Bersyariah itu berperan.

Habib Rizieq Shihab seharusnya memiliki tim yang mampu membuat suatu indeks negara syariah yang terdiri dari indeks maqashid (Syafii Antonio, 2012),

101

indeks konstitusi Islam (Dawood Ahmed dan Moamen Gouda, 2015) dan indeks kinerja sosial Islam (Mehmet Asutay dan Astrid Fionna Harningtyas, 2015).

Ide NKRI Bersyariah hanyalah sebuah ide demagog yang utopis. Hanya mampu memberikan harapan-harapan politik yang kosong dan melompong.

Belakangan, banyak negara Muslim yang mengusung tentang negara berlandaskan syariah. Sayangnya, perilaku yang ditonjolkan jauh dari harapan.

Tingkat kejahatan meningkat, angka kemiskinan menjulang naik, diskriminasi gender terbuka lebar, dan korupsi yang tinggi. Fenomena ini berbalik dengan ajaran Islam. Untuk itu, indeks Islamisitas ini menjadi metode baru untuk mengukur pelbagai nilai Islam yang aplikatif di beberapa negara.

Selanjutnya, kritik tajam juga disampaikan oleh Kastorius Sinaga. Ia menyebut konsep ini tak relevan diterapkan di Indonesia yang terdiri dari masyarakat yang plural. 39

Tak dapat dipungkiri, Indonesia adalah negara yang majemuk yang terdiri dari pelbagai suku, ras, bahasa, dan agama yang beragam, sehingga konsep ini akan membuat Indonesia terpecah belah. Untuk itu, pemberian label NKRI Bersyariah, hanya gagasan politik yang identik dengan pendekatan totalitarianisme. Gagasan ini mengeksploitasi simbol agama yang sakral untuk kepentingan politik praktis.

Bila diteruskan tak musatahil konsep ini akan menggiring kita ke jurang konflik horizontal.

Bukti kuat bahwa gagasan ini hanya sebatas intrik politik terlihat dalam poriode tahun 2016— Selanjutnya tiga tahun berturut-turut (2017,2018, dan

39 Denny J.A, NKRI Bersyariah atau Ruang Publik yang Manusiawi?, h. 67-68

102

2019), manakala gerakan ini muncul sebagai simbol populisme Islam di dalam power struggling Pilkada DKI Jakarta 2017, yang akhirnya berlanjut pada 2019 lalu. Untuk itu, gagasan NKRI Bersyariah bersifat pragmatis yakni membangun populisme Islam, yang sejatinya merupakan antitesis terhadap NKRI dan

Pancasila.

Sebagai pintu masuk NKRI Bersyariah, penerapan Perda Syariah di

Indonesia pun mendapat tanggapan dari Azyumardi Azra. Dengan mengutip

Abdullahi Ahmed an- Naim, dalam Islam dan Negara Sekular: Menegosiasikan

Masa Depan Syariah, Azra pun menyebut masa depan syariah akan mendapat posisi strategis sebagai sistem normatif di kalangan umat Islam. Namun, pelbagai prinsip yang tedapat dalam syariah akan kehilangan otoritas dan nilai agamanya jikalau terlalu dipaksakan negara.

Ide tentang Perda Syariah tak melulu datang dari kelompok muslim tertentu, lebih dari itu, gagasan ini pun terkadang lahir dari keinginan Partai politik. Ibarat simbiosis-mutualisme, politisasi Perda Syariah digunakan sebagai daya pikat tersendiri untuk memikat konstituen. Dinamika dan kepentingan politik menjadi salah penyebab adopsi Perda berbasis agama kian marak.

103

104

105

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan penjabaran pada semua bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan terkait bagaimana pandangan seorang Habib Rizieq seputar hubungan Pancasila dengan Keislaman.

1. Rizieq Syihab memegang pemahaman pada “Tuhan sentris”. Dimana setiap mahkluk berpusat pada Tuhan dan sejak pertama kali manusia diciptakan, telah melekat pada mereka kewajiban asasi dalam diri manusia. Kewajiban yang dimaksud adalah dalam bentuk pengabdian kepada Allah, “ Tidaklah diciptakan jin dan manusia kecuali untuk ibadah kepada Allah”.

2. Dalam pengabdian itu, Tuhan menurunkan syariat, untuk jalan pengabdian kepada Tuhan. Bagi yang membantah penegakan syariat Tuhan tersebut, Allah memvonis sebagai kafir, zalim, dan fasik. Dalam memvonis tersebut, Rizieq menutip Al-Qur’an Q.S al- Māidah/5:44 - 50.

3. Rizieq Syihab sepakat dengan pembagian kategorisasi manusia. Serupa dengan pembagian kategori pembagian manusia versi Sayyid Quthb, di Indonesia. Ia pun pernah mempublikasikan hal ini saat melakukan orasi dalam demontrasi menuntut amandemen UUD. Dalam orasinya Rizieq Syihab menyampaikan bahwa di dunia ini hanya ada dua partai. Yang di maksud adalah partai Allah dan partai setan. Partai Allah adalah partai yang mendukung penerapan syariat Islam di Indonesia, sedangkan partai setan sebaliknya. Pemilihan pemimpin pun harus

106

berasal dari partai Allah dan bukan dari partai setan. Di sini diambil dari Al-Quran Q.S Al-Māidah/5: 51.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang- orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”

4. Di sisi lain, Rizieq Syihab Syihab tidak secara keseluruhan menolak sistim pemerintahan yang berada di Indonesia. Misalnya landasan negara yang digunakan yaitu Pancasila. Ia berpandangan jika lima sila yang berada di dalam Pancasila sejalan dengan syariat Islam. Semisal sila pertama yang berbunyi ‘Ketuhanan yang maha Esa’ yang sesuai dengan keyakinan yang dipegang teguh oleh umat Islam tentang hanya Allah satu-satunya Tuhan. 5. Menurut Rizieq Syihab pun menggaungkan NKRI Bersyariah. Pintu masuk penerapan ini adalah Pancasila versi asli. Ia getol untuk menerapkan Pancasila asli dan mendesak semua pihak untuk kembali ke dekrit Presiden 5 Juli tahun 1959.

B. Saran-Saran 1. Dalam hal ini, syariat Islam berposisi sebagai divine law (Hukum tertinggi) yang berasal dari Tuhan yang mengandung pelbagai aturan normatif sebagai pedoman hidup Islami bagi seluruh kaum Muslim. Bisa saja syariat Islam diterapkan di Indonesia sebagai hukum yang saha mengingat semua yang tercantum di dalamnya mengatur setiap pergerakan manusia.

107

2. Tidak dapat disangsikan jika semua aspek permasalahan kehidupan lengkap sudah di dalam Al-Quran, yaitu sebagai kitab yang berisikan syariat Islam. Dimulai dari aspek ekonomi, sosial, pendidikan dan politik. Tentu dengan catatan tambahan bahwa jika mengambil syariat Islam sebagai landasan hukum negara, harus disesuaikan atau dikalkulasikan dengan rakyat Indonesia yang memiliki keberagaman suku, bangsa, ras dan agama.

108

109

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri, Formalisasi Syariat Islam di Indonesia, Jakarta: Renaisan, 2005.

Ali, Denny Januar, NKRI Bersyariah atau Ruang Publik Manusiawi?,Jakarta: Cerah Budaya Indonesia, 2019.

AD/ART FPI BAB II Pengertian Visi dan Misi.

Anshari, Endang Syaifuddin Piagam Jakarta 22 Juni 1945 ; Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949), Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

Al-Qardhawi, Yusuf, Min Fiqh Ad-Daulah fil Islam, terj. Nasihin, Jakarta: Robbani Press, cet. I, 1997.

Ash-Shiddiqy, Hasby, Memahami Syariat Islam, Semarang: Pustaka Putra, 2000.

Asymawi, Muhammad Said, Nalar Kritis Syariat, Yogyakarta: Lkis, 2004.

Azra, Azyumardi, Pergerakan Politik dari Fundamentalisme, Modernisme, hingga Post-Modernisme, Jakarta: Paramadina, cet. I, 1996.

______, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia, Jakarta: Kencana, 2013.

110

Burhani, Ahmad Najib, Muhammadiyah Jawa, Jakarta: Al-Wasat Publising House, cet. I, 2010.

BERG, L.W.C. van den, Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans L’ Archipel Indien , terj. Rahayu Hidayat, Jakarta: INIS Jilid III, 1989.

Bolland, B. J., The Struggle of Islam in Moden Indonesia, The Hagus: Martinus Nijhoff, 1971.

Dahlan, Abdul Aziz (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I-II. Cet. I, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 1996.

Djik, van Kees, Ketakutan Penjajah, 1890-1918; Pan Islamisme dan Persekongkolan Jerman-India, Jakarta; INIS, 2003.

Kurzman, Charles (Ed.), Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global, terj, Bahrul Ulum dan Heri Junaidi, Jakarta: Paramadina, cet. II, 2003.

Kaptein, Niko J.G. (ed), Kekacauan dan Kerusuhan: Tiga Tulisan tentang Pan-Islamisme di hindia-belanda Timur pada Akhir Abad ke-19 dan Awal Abad ke-20,terj. Lillian D. Tedjasudhana, Jakarta: INIS, 2003.

Engineer, Asghar Ali, Islamic State, terj. Imam Mutaqin, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

111

Gibb, H.A.R., Whither Islam; a Survey of Modern Movement in the Moslem World, London: Victor Gollancz LTD 14 Hendrietta Street Covent Garden, 1932

Hadikusumo, Ki Bagus, Islam Sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, Yogyakarta, Pustaka Rahayu, 1954.

Hamka, Ayahku: Riwayat Hidup DR. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera, cet.ke-4, Jakarta: UMMINDA,1982.

Hasan, Noorhaidi , Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru, terj. Hairus Salim, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008.

Hazairin, Piagam Jakarta: Demokrasi Pancasila, Jakarta: Tintamas, 1970.

Iqbal, Mohammad The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Lahore: Sheik Muhammad Ashraf, 1951.

Islam, Suara, Biografi Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab, Jakarta; Suara Islam, 2012.

John Cooper, Ronald L. Nettler, dan Mohamed Mahmoud, Pemikiran Islam dari Sayyid Ahmad Khan hingga Nasr Hmid, terj. Wakhid Nur Effendi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.

Latif, Yudi, Mata Air Keteladanan Pancasila Dalam Perbuatan, Bandung: Mizan, cet. 2014.

112

______, Wawasan Dasar Pancasila Bintang Penuntun Untuk Pembudayaan, Bandung: Mizan, cet. I, 2018.

______Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cet. II, 2011.

LPBA, Prospektus Lemabaga Pengajaran Bahasa Arab As-su’udi di Indonesia,Jakarta: LPBA, 1985.

Mangkusasmito, Prawoto, Pertumbuhan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah Proyeksi, Jakarta: Hudaya, 1970.

______, Politik Melalui Jalur Dakwah, Jakarta: Abadi, 1998.

Maarif, M. Syafi’i, Islam dan Politik diIndonesia, Yogyakarta; IAIN Sunankalijaga Press, cet. I, 1988.

Maududi, Abu A’la, The Islamic Law and Constitution, Bandung: Mizan. Cek. I, 1990.

______, Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan Media Utama, 2007.

Miswanto, Agus, Sejarah Islam Dan Kemuhammadiyahan, Magelang: Pusat Pengembangan Studi Islam Universitas Muhammadiyah Magelang, 2012.

113

Mujani, Syaiful, Muslim Demokrat; Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Natsir, Mohammad, Islam sebagai dasar Negara, Bandung: Pimpinan Fraksi Masyumi dalam Majelis Konstituante, 1957.

______, Islam sebagai Ideologi, edisi ke-2, Jakarta: Penyiaran Ilmu,1951.

Nashir, Haedar Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013.

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

Noor, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1980.

Pimpinan Wilayah Masyumi Jawa Timur, Hari Ulang Tahun Partai Masyumi ke-XI, Surabaya: Pimpinan Wilayah Masyumi Jawa Timur, 1956.

Raharjo, M. Dawam, Pembaruan Pemikiran Islam Indonesia,ed. Tantowi Anwari & Evi Rahmawati, Jakarta: KEMI dan LSAF, 2006.

Rahman, Fazlur , Revival and Reform in Islam: A Study of Islamic Fundamentalis, edited and with introduction Ebrahim Moosa, Oneworld Publications, 2 Des 1999.

114

Rahmat, M. Imadun, Arus Balik Islam radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005.

Robert, van Niel, The Emergence of the Modern Indonesian Elite, Leiden: KTSV, 1984.

Sa’id Al-Khin, Mushthafa, Al-‘Aqidah al-Islāmiyah, Beirut : Dar Al-Kalim Ath-Thoyyib, 1996.

Sayyid Qutbh, Milestone, New Delhi: Islamic Book Service, 1998.

Shobron, Sudarno, Studi Kemuhammadiyahan: Kajian Historis, Ideologis, dan Organisasi, Surakarta: LPID UMS, 2006.

Shihab, Habib Rizieq, Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariat, Jakarta: Suara Islam Press, 2012.

______, Dialog Paham Jakarta: Kumpulan Jawaban al Habib Muhammad Rizieq Bin Hussein Sihab Seputar Keraguan Terhadap Penegakkan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta: Komite Penegakkan Syariah Islam di Indonesia, 2006.

______, wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, Jakarta: Suara Islam Press, 2012.

______, Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariat Islam, Jakarta: Islam Press, 2013.

115

______, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Jakarta: Pustaka Ibn Sidah, 2008.

Soedja, Haji, Muhammadiyah dan Pendirinya, Yogyakarta: PP Muhammadiyah, Majlis Pustaka, 1989.

Soekarno, Lahirnya Pancasila, dalam tujuh Bahan Indoktrinasi, Jakarta: Dewan Pertimbangan Agung, 1961.

______, Pancasila Sebagai Dasar Negara, Jakarta; Kementrian Penerangan, t.t.

Stoddard, Lothrop, Dunia Baru Islam, terj. M. Mulyadi Djoyomartono dkk. Jakarta: Gunung Agung, 1966.

Suryohadiprojo, Sayidiman, Mengobarkan Kembali Api Pancasila, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2014.

Syubagya, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Wahid, Abdurrahman, Ilusi Negara Islam; Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: The Wahid Institut, 2009.

Yamin, Muhammad, Pembahasan Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Jakarta; Prapanca, t.t.

Zada, Khamami, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia,Jakarta Selatan: Penerbit Teraju, 2002.

116

Zeffry, J. Alkatiri, Catatan Seorang Pejalan dari Hadrami, Jakarta: Komunitas Bambu, 2004.

JURNAL

Bamualim, Chaider S. , Islamic Militancy and Resesment against Hadramis in Post Soeharto Indonesia: A Case Study of Habib Rizieq Syihab and His Islamic Defenders Front, Comparative of Studies South Asia, Afrika and Middle East, vol. 31, No. 2, 2011.

Bayagub, Ryusdi, Rekonstruksi Pemikiran Reformasi Islam Ahmad surkati , al-A’dalah, Volume 15 Nomor 2. Desember, 2011.

Ismail, Hadi, Teologi Muhammad ‘Abduh: Kajian Kitab Risâlat Al- TawhÎd, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam Volume 2 , Nomor. 2 , Desember 2012

Makrum, Teologi Rasional: Telaah Atas Pemikiran Kalam Muhammad Abduh, IAIN Mataram: Ulumuna, Volume XIII Nomor 2, Desember, 2009.

Mark Woodward, Muhammad Sani Umar, Inayah Rohmaniyah, and Mariani Yahya, Terrorism Research Institute is collaborating with JSTOR, Salafi Violence and Sufi Tolerance? Rethinking Conventional Wisdom, Perspectives on Terrorism, Vol. 7, No. 6 December 2013.

117

Maula, Iqbal, Pandangan muhammad Rizieq Shihab Tentang Pancasila, Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019.

Zakariya, H, From Makkah to Bukit Kamang?: The Moderate versus Radical Reforms in West Sumatra (1784-1819),” International Journal of Humanities and Social Sciences Vol. 1, No.14, Oktober 2011.

TESIS

Aisyah, Siti, Pemikiran Ahmad Hassan Bandung Tentang Teologi Islam, Tesis Master, Program studi Pemikiran Islam, UIN SU, 2017.

Nasution, Harun, The Islmaic State in Indonesia ; The Rise of the Ideology the Movement for ist Creation and the Theory of the Masyumi, Tesis; Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal, 1965.

Syihab, Muhammad Rizieq Bin Husein, Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam Di Indonesia, Tesis sarjana Syariah, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 2012.

SKRIPSI

118

Asih, Isnul Rahmawati Dwi, Habib Rizieq Shihab dan Politik (Pandangan Front Pembela Islam (Fpi) Dpw Sidoarjo Terhadap Aktivitas Politik Habib Rizieq Shihab), Skripsi: Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, UIN Sunan Ampel, 2018.

ARTIKEL

Tim Detik.com, Ini Pernyataan Habib Rizieq Dukung ISIS yang Jadi Alasan Pelarangan FPI, diakses dari https://news.detik.com/berita/d- 5316418/ini-pernyataan-habib-rizieq-dukung-isis-yang-jadi- alasan-pelarangan-fpi/2 pada 2 Februari 2021.

Agung Nara Indra, Putu, FPI dalam Lintasan Sejarah, diakses https://tirto.id/fpi-dalam-lintasan-sejarah-b1NT#top pada Selasa 2 Februari 2021.

119

Lampiran I

Vebratim

Hari/Tanggal : Sabtu, 24 Agustus 2019

Sumber : FRONT TV/VIVA.CO.ID

Nama Tokoh yang Diteliti : Habieb Muhammad Rizieq bin Husein Shihab Lc., MA., DPMSS

Time Record Dialog “Amanat saya selaku imam besar FPI, kepada seluruh aktivis dan 03.49 - kader FPI dari seluruh sayap juangnya di seluruh Indonesia. Agar di usia FPI yang ke-21 ini FPI harus memantapkan langkah perjuangan utnuk merajut persaudaraan dan menjaga bangsa dan negara. Dengan dakwah, hisbah konstitusional untuk mewujudkan NKRI Bersyariah dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.Ingat, NKRI Bersyariah bukan NKRI Komunis Sosialis. “ 05.40 “NKRI Bersyariah bukan NKRI Liberal Kapitalis. Kenapa harus NKRI Bersyariah? Karena hanya Syariah yang mampun menjaga NKRI dan Pancasila agar tidak diterkam komunis dan sosialis. Kenapa harus NKRI Bersyariah? Karena hanya syariah yang mampu melindungi NKRI dan Pancasila agar tidak dicabik-cabik oleh liberal kapitalis. Kenapa harus NKRI Bersyariah? Karena hanya bersyariah yang mampu melestarikan tauhid yang Ketuhanan YME sebagai dasar RI.”

05.44- “Ingat Tauhid dan syariah adalah ruh dari NKRI dan Pancasila. Sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945. Bahkan sejak dulu kala sejak dipimpin oleh kesultanan Islam yang harus tunduk terhadap Tauhid dan Syariah. Yang kemudian dengan sukarela kesultanan islam tersebut melebutkan dalam NKRI tanpa pamrih. Semata- mata untuk bersatu dengan Tauhid dan Syariah yang maha kuasa.” 07.29 “Allhamdulillah dalam pembukaan dan pasal 29 ayat 1 UUD 1945 telah dinyatakan dengan tegas dan jelas bahwa dasar negara republik indonesia adalah Ketuhanan YME. Artinya Tauhid merupakan landasan IDIL NKRI sehingga Indonesia patut dan layak untuk disebut sebagai negara Tauhid. Bukan negara komunis anti Tuhan. Bukan negara liberal yang bebas Tauhid dan bebas Tuhan. Dalam dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959

120

dinyatakan tegas dan jelas bahwasanya Pancasila dijiwai Piagam Jakarta dan menjadi satu kesatuan konstitusi yang tidak terpisahkan.”

07.31 “Ruh syariah Islam dalam Piagam Jakarta menjadi ruh Pancasila sejati yang tidak boleh dipisahkan dari Pancasila. Catat! Bahwa Pancasila yang berintikan Tuhan YME adalah dasar negara RI bukan pilar negara. Saya ulangi sekali lagi dan catat. Hei seluruh anak bangsa, mujahid FPI, para pejuang NKRI bahwa Pancasila yang berintikan Ketuhahan YME adalah dasar negara RI. Bukan pilar negara.”

08.29 “Mereka yang menyebut Pancasila sebagai pilar negara mereka tidak paham konstitusi bahkan gagal paham dasar negara republik Indonesia. Ironisnya justru rezim perselingkuhan antara komunis sosialis dan liberal kapitalis yang mulai berkuasa sejak reformasi latin kiri 1998 yang meras NKRI dan paling Pancasilais dan telah sengaja menggeser Pancasila. Berintikan Ketuhanan YME dari dasar negara menjadi pilar negara. “

11.15 “Karenanya pergeseran Pancasila yang berintikan Ketuhanan YME dari dasar negara menjadi pilar negara patut dicurigai ssebagai gerakan perselingkuhan antara komunis sosialis dengan liberal kapitalis untuk menghilangkan Tauhid dan Syariah dari ruh Pancasila. Dan faktanya adalah memang gerombolan ini secara rasis, masif dan sistematis menstigma tauhid sebagai musuh negara yang diberangus. Sehingga mereka sangat alergi dan murka karena bendera Tauhid mauopun istilah NKRI Bersyariah.” 12.00 “Gerombolan rasis dan masif ini merusak nilai-nilai Pancasila secara brutal. Satu sila Ketuhanan yang maha esa, mereka merusak dengan membiarkan bahkan melindungi beraneka ragam aliran sesat dan berbagai penodaan agama. Dua sila kemanusian yang adil dan beradab mereka rusak dengan kriminalisasi agama dengan persekusi para dai dan makarisasi umat Islam, dengan terorisasi ormas islam. Tiga, sila persatuan Indonesia mereka rusak degan sikap rasis dan fasis serta pecah belah umat beragama dan ado dumba atas anak bangsa.”

13.00 “Keempat, sila kerakyatan yang dipimpin oleh permusyawatan dan perwakilan. Juga mereka rusak dengan menjadikan Indonesia yang semula sebagai negara musyawarah menjadi negara dmeokrasi liberal sehingga punya rasa malu mereka menggelar secara terang terangan telanjang mata siapa pun bisa melihat mereka menggelar pemilu yang zalim dan curang. Yaitu secara

121

terstruktur, masif, fasis dan brutal. Kelima, keadlian seluruh rakyat indoesia. Mereka rusak dengan menjual aset kepada asing sehingga negara semakin bangkrut utang yang melilit dan berlipat hingga semakin terpuruk.” 14.05 “Akibat penyelewengan Pancasila yang dilakukan oleh rezim zalim dan curang telah menimbulkan ketidakpuasan rakyat di berbagai daerah. Sehingga menyuburkan gerakan separatis yang menghantarkan kepada disentigrasi bangsa Indonesia. Ingat, NKRI dari sambang sampai merauke tetap harus bersatu sejengkal tanah pun tidak boleh lepas dari pangkuan ibu pertiwi. Lebih baik rezim zalim segera bubar, jangan NKRI yang bubar.”

14.47 “Jangan korbankan NKRI untuk rezim yang curang dan zalim meruntuhkan sendi keadilan dan merusak nila-nilai pancasila selama ini. oleh karena itu FPI wajib berada di garis terdepan menjaga NKRI untuk selamatkan agama, bangsa dan negara dengan segala resikonya. Semboyan juang FPI adalah hidup mulia atau mati syahid. Jadi kesimpulan akhir dari paparan dari amanat FPI yang ke 21 ini adalah sesungguhnya secara legal konstitusional maupun sosial historynya Indonesia sudah sangat benar FPI menyebut NKRI sebagai negara Tauhid.”

15.57 “Dan sudah sangat tepat FPI melebelkan NKRI sebagai negara musyawarah. Serta sudah tepat dan benar pula FPI memperjuangkan NKRI Bersyariah. Hanya NKRI Bersyariah yang menjunjung ayat suci di atas konstitusi sehingga harus selalu dijaga agar tidak bertentangan dengan ayat suci yang tidak boleh diganti. Karena merupakan wahyu Ilahi yang firman maha tinggi. Ayo semua mujahi FPI dan pejuang NKRI kibarkan bendera merah putihmu. Semuanya kibarkan bendera bangsa dan negaramu.”

17.57 “Amanat ini saya sampaikan untuk menjadi pegangan bagi seluruh pengurus dan seluruh kader di semua sayap juang dalam memantapkan perjuangan ke depan yang penuh ancaman dan tantangan. Insyaallah selama kita ikhlas dan bersatu, istiqomah berjuang di jalan Allah niscaya akan tebruka aneka jalan menuju kemenangan. Allah nyatakan dalam Al-Quran. Dan jika allah sudah buka, maka niscaya kemenangan akan diraih dalam waktu dekat.”

“Pertolongan datang dari Allah dan kemenangan sudah dekat, maka berikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman. Saya meminta dengan sangat, dari lubuk paling dalam, tolong doakan saya sekeluarga yang sudah satu tahun lebih untuk

122

mencabut pencekalan saya di Arab Saudi agar bisa segera kembali ke tanah air agar bisa bergabung untuk melawan segala kezaliman dan kecurangan.”

123