PERANAN SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH Al-FATANI DALAM MEMAJUKAN INTELEKTUAL DI PATANI

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Humaniora

Oleh: Taufan Prasetyo NIM: 108022000008

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M/1436 H

ABSTRAK

Taufan Prasetyo

Peranan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Dalam Memajukan Intelektual Islam Di Patani

Patani adalah sebuah provinsi di Thailand Selatan. Wilayahnya meliputi seperti provinsi Patani, Yala, Narathiwat, dan Songhkla yang mayoritas penduduknya beragama Islam dengan berkebudayaan Melayu. Namun secara keseluruhan kaum Muslim di Thailand Selatan, khususnya, Patani berkembang pesat setelah sebelumnya Thailand Selatan merupakan daerah berpenduduk minoritas.

Perkembangan Islam di Thailand Selatan khususnya Patani berkembang pesat setelah tersyi’arnya agama Islam. Islam mulai menjadi agama yang mayoritas di wilayah tersebut. Adanya jalur perdagangan dunia membuka jalan bagi para pedagang dari luar masuk untuk berniaga. Dengan begitu pedagang Muslim seperti Ulama mensyi’arkan agam Islam ke penduduk lokal. Dampaknya agama Islam pun tersebar ke pelbagai wilayah di Patani dan juga dilingkungan kerajaan.

Pada saat itu banyak sekali Ulama-ulama yang bermunculan di wilayah Nusantara untuk berda’wah tak terkecuali diPatani. Di Patani agama Islam mencapai puncaknya ketika kehadiran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani. Beliau adalah ulama terkemuka dari Patani. Dari karya-karyanyalah beliau berda’wah memberikan nafas baru dalam intelektual Islam kepada masyarakat Patani. Karena pada saat itu tidak memungkinkan beliau untuk berda’wah secara langsung, karena Patani sedang dijajah oleh Siam.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran Syeikh Daud Bin Abdullah al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di wilayah Patani. Menerangkan setiap pemikiran yang beliau tulis dalam setiap karyanya. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis dengan metode pendekatan sejarah – sosial – intelektual. Tahapan yang di tempuh dalam penelitian ini terdapat 4 tahapan, diantaranya: Heuristik (Pengumpulan data), Verifikasi (Kritik Sumber), Interpretasi (Analisis sejarah) dan Laporan

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Shalawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada junjungan Nabi SAW, yang telah membimbing umat manusia melalui risalah agung yang dibawanya, yakni agama Islam yang akan menyelamatkan serta mengantarkan pemeluknya menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Skripsi yang berjudul “SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL-FATANI DALAM

MEMAJUKAN INTELEKTUAL ISLAM DI PATANI, ditulis dalam rangka menyelesaikan studi Strata satu (S1) pada Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, banyak mengandung kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik untuk perbaikan ke depannya.

Tentunya dalam menyelesaikan skripsi ini saya tidak semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun materil, maka dengan ini sepatutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih atas kerjasamanya dan dorongannya. Rasa terimah kasih yang begitu tinggi saya sampaikan kepada :

1. Prof. Sukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. H. Nurhasan MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam dan Shalikatus

Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

iii

3. Prof. Dr. M. Dien Madjid selaku Dosen Pembimbing yang banyak sekali membantu

dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. Kepada Dosen-dosen Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang memberikan

sumbangsih ilmu dan pengalamannya. Khususnya Bunda Tati Hartimah yang

memberikan sumbangsih buku tentang Pattani dan Thailand Selatan, serta Bapak Saidun

Derani yang juga memberikan pinjaman buku yang berkaitan tentang Syeikh Daud bin

Abdullah Al-Fatani.

5. Kepada Prof. Nik Rakib bin Nik Hasan dari Universitas Prince of Shongkhla yang telah

mengirimkan buku khusus tentang Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.

6. Kepada kedua orang tua saya, mamah yang tak pernah lelah memberikan motivasi baik

moril maupun materiil, papah yang memberikan nasehat-nasehat. Untuk nenek dan

kakek, yang sudah membesarkan saya. Memberikan curahan kasih sayangnya selama 25

tahun saya tinggal bersama.

7. Kepada teman-teman SPI angkatan 2008, khususnya Konsentrasi Asia Tenggara. Asep

Dewantara, M. Hasan Sahru Ramadlan, Imam Mukorobin, Imam Agung Firdaus, Tri

Aprilianto Amir, Sofwan Hilmi, M. Syukri, Dede Maulana, Asrul, Ahmad Supandi.

Terima kasih atas segala pengalaman dan kenangan yang pernah dilakukan bersama-

. Kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. Serta teman-teman SPI yang

tongkrongan besment Fakultas Adab yang penulis tidak bisa sebutkan hal-hal yang sudah

pernah kita lakukan bersama selama saya kuliah di SPI.

8. Terakhir untuk Gerombolan Sakron yang selalu memberikan dorongan semangat secara

spiritual kepada saya. Master Guret, Patih Didin, Jendral Salman, Cang guru Budi Prasidi

Jamil, dan anggota setia Syarifudin Srg dan Valentinus Lucky. Terima kasih banyak atas

dukungan-dukungan kalian.

iii

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan ...... i

Abstrak ...... ii

Kata Pengantar.……..……...………………………………...... iii

Daftar Isi ...... iv

Daftar Lampiran ...... v

BAB I: PENDAHULUAN………………….…………………...... 1

A. Latar Belakang Masalah………....…………………...... 1 B. Permasalahan ……….....………………………...... 7

1. Identifikasi Masalah……………..…………...... 7

2. Pembatasan Masalah…………………………...... 8

3. Perumusan Masalah………………………...... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...……………………...... 8

D. Tinjauan Pustaka………....………………………...... 9

E. Kerangka Teori…………………………………...... 11

F. Metode Penelitian……………...... ………………...... 12

G. Sistematika Penulisan…….....……………………...... 18

BAB II: Biografi Singkat Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani...... 20

A. Latar Belakang Kehidupan Syeikh Daud bin Abdullah Al- Fatani...... 20

B. Latar Belakang Pendidikan Syeikh Daud bin Abdullah Al- Fatani ………………………………...... 23

iv

BAB III: Keadaan Islam sebelum Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.. 29

A. Perkembangan Islam di Patani Sebelum Daud bin Abdullah bin Al-Fatani...... 29

B. Pondok Sebagai awal perkembangannya Islam di Patani...... 33

BAB IV Kegiatan Intelektual Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani…...... 45

A. Aktivitas Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani sebagai Ulama... 45

B. Penjelasan karya-karya Daud bin Abdullah Al- Fatani...... 54 C. Pandangan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Terhadap Ilmu Pengetahuan...... 58 D. Sebagai mursyid tarekat Syatariyah………………....…………. 68

BAB V: PENUTUP………...………………………...... 75

A. Kesimpulan …………………………………...... 75

B. Saran …………………………………...... 76

Daftar Pustaka……...……………....……………...... 78

Lampiran...... 79

iv

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah tersyiarnya Islam di wilayah Patani maka dengan seketika Islam mulai menjadi agama yang mayoritas di wilayah tersebut. Namun keadaan Islam pada saat itu masih bisa dikatakan sebatas memeluk agama saja belum mengenal secara lebih dalam lagi tentang keintelektualan Islam lainnya. Namun munculah seorang ulama bernama Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani yang membawa nafas baru dalam keintelektualan islam di wilayah Patani. Dalam skripsi ini saya ingin membuktikan bahwa kehadiran Syeikh Daud bin Abullah al-Fatani membawa dampak yang signifikan bagi perkembagan intelektual Islam di Patani.

Ada beberapa ulama Nusantara yang berasal dari berbagai wilayah dan kelompok etnik di Nusantara pada masa akhir abad 18 M hingga awal 19 M. sebagian mereka datang dari wilayah Palembang, Sumatera Selatan di antara ulamanya adalah Syihab Al-Din bin Abdullah Muhammad, Kemas Fakhr Al-Din,

Abdul Al-Shamad Al-Palimbani, Kemas Muhammad bin Ahmad dan Muhammad

Muhyi Al-Din bin Syihab Al-Din. Kalimantan Selatan di antara ulamanya adalah

Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Muhammad Nafis Al-Banjari; dari Betawi' antara lain ulamanya adalah Abdul Al-Rahman Al-Mashri Al-Batawi; dari

Sulawesi Abdul Wahhab Al-Bugisi, dan terkahir dari Patani seperti Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani, Tuan Guru Syeikh Wan Ahmad Al- Fatani, Syeikh

Zainal Abidin Al-Fatani, Syeikh Ali Ishak Al-Fatani, Syeikh Muhammad Salleh bin Abddurahman Al-fatani dan banyak lagi. Dari sekian banyak ulama 2

terkemuka di Melayu-Nusantara saya akan mengambil dari salah satu ulama tersebut yaitu Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani dari wilayah Patani dia bukanlah yang pertama ataupun satu-satunya yang terlibat dalam jaringan ulama.

Perkembangan ulama Patani dan kitab-kitab yang di karang oleh mereka sejajar dengan peranan Patani sebagai pusat pembelajaran tentang Islam pada akhir abad 18 M dan sepanjang abad 19 M. Jika dilihat dari perkembangan Ulama di daerah Patani bisa saja di awali dengan berkembangnya pondok1 pesantren di wilayah Patani itu sendiri. Daerah Mekkah menjadi tempat lanjutan pengajian pondok dalam masyarakat Melayu-Nusantara bukan lagi hanya sebagai kiblat shalat umat Islam namun menjadi pusat pendidikan tertinggi para ulama di

Nusantara termasuk Daud bin Abdullah Al-Fatani yang belajar di Mekkah selama

30 tahun. Mata pelajaran yang di ajar ialah ilmu fiqh, usuluddin, tasawuf, tafsir, hadis, nahu, sharaf, mantik, balaghah, dan arud2. Dengan begitu maka banyaklah lahir-lahir cendikiawan dan pujangga baru Patani yang menghasilkan pelbagai tulisan dalam bahasa Melayu hingga kini, dan yang mempeloporinya adalah

Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani karena karya-karya yang dihasilkan oleh beliau.. Sebelum ini masyarakat Islam Melayu-Patani khususnya hanya mengenal dan mengamalkan Islam secara harfiah atau luaran saja. Namun dengan adanya kitab-kitab terjemahan dan juga ide penulisan beliau sendiri telah memperjelas keilmuan Islam itu secara keseluruhan. Pencapaian perkembanagan Islam di

Melayu-Patani dapat kita telusuri melalui karangan kitab-kitab beliau yang

1Azyumardi Azra, The Rise and Decline of the Minangkabau Surau (Tesis MA Columbia University, 1988), h. 19-21. (Tesis ini telah diterjemahkan ke Dalam Bahasa Indonesia, dengan judul Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2003). 2Ismail Hamid, Masyarakat dan Budaya Melayu (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1988), h. 137 3

berkisar pada perkara fiqh, usuluddin, kalam, sifat 20, dan i'tiqad. Beliau menspesifikan sebagai berikut:

1) Fiqh: ilmu hukum yang merangkumi ibadat, peraturan, dan tata cara

agama serta mu'amalat, yaitu semua perundangan dalam kehidupan

bermasyarakat.

2) Kalam: teologi ulama atau perbincangan di tatanan intelek tentang prinsip-

prinsip yang berhubungan dengan akidah dan ketuhanan yang meliputi:

a) Usuludin : asal usul agama

b) Akidah : iman dan kemusykilan

c) I'tiqad : prinsip keimanan

d) Tauhid : kepercayaan terhadap Tuhan

e) Sifat : sifat 20, sifat mulai bagi Tuhan

f) Tassawuf : mistik

g) Tafsir : tafsir al-Quran

h) Tajwid : pembetulan nahun al-Quran

i) Nahu : tata bahasa Arab

j) Pelbagai : riwayat hidup Nabi Muhammad SAW

Nama sebenarnya Al-Alim Allamah Ar-Rabbani Syeikh Wan Daud bin

Syeikh Abdullah bin Syiekh Wan Idris al-Fatani. Ibunya bernama Wan Fatimah anak dari Wan Salamah binti Tok Banda Wan Su bin Tok Kaya Rakna Diraja bin

Andi (Faqih). Ayahnya bernama Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris bin Tok

Wan Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela3

3Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 13. 4

Beliau mempunyai lima bersaudara; 1. Syeikh Wan Abdul Qadir, 2. Syeikh Wan

Abdul Rasyid, 3. Syeikh Wan Idris, dan 4. Haji Wan Nik bin Abdullah al-Fatani4,

5. Siti Khadijah binti Abdullah al-Fatani. Beliau dilahirkan di kampung Parit

Marhum, Kerisik, Patani pada tahun 1133 H atau 1721 M5. Keresik adalah sebuah nama desa di Patani yang terletak di tepi pantai. Daerah tersebut berdekatan dengan Kesultanan Patani waktu itu kira-kira jaraknya sekitar satu kilometer.

Dengan jarak yang dekat seperti itu keluarga beliau berperan penting dalam kegiatan Islam pada Kesultanan Patani. Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris bin

Tok Wan 'Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih) Ali Datok

Maharajalela (ayahnya) dan Syeikh Wan Idris (kakeknya) adalah seorang ulama terkenal di daerahnya. Melihat dari pertama kali beliau mendapat pelajaran sudah bisa kita lihat bahwa beliau sejak kecil orang tuanya mendidik dan menanamkan keilmuan agama yang cukup, mengingat ayah dan kakeknya aadalah ulama terkenal di wilayah setempat. Karena tradisi keagamaan di wilayah Melayu-Patani pada saat itu para orang tua sudah menanamkan ilmu pengetahuan Islam kepada anak-anaknya. Tradisi ini tak lepas dari pengaruh para saudagar-ulama dari wilayah Arab yang singgah di wilayah Patani. Letak antara pantai dan Patani hanyalah satu kilometer jadi sudah pasti banyak para saudagar-ulama yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Wilayah Patani pada saat itu adalah pusat perdagangan di wilayah Asia tenggara sebelum akhirnya jatuh ketangan Siam sebagai penjajah dan dibukanya pelabuhan baru yang berada di wilayah

Singapura-Indonesia (Banten). Kemudian beliau melanjutkan belajarnya di

4Diperoleh dari Wan Ismail keturunanya di Jambu, Patani. silsilahnya: Wan Ismail bin Wan Abdullah bin Wan Ishaq bin Wan Umar bin Haji Wan Nik al-fatani. 5Terdapat beberapa pendapat tentang tahun kelahiran beliau yaitu tahun 1153 H atau 1740 M, 1183 H atau 1769 M

5

pondok-pondok lokal yang berada di Patani. Bisa dikatakan Patani mulai mengalami peningkatan jumlah masyarakat muslim dan jumlah ulama ketika pondok-pondok mulai bermunculan. Salah satu faktor Islam mengalami peningkatan adalah jika di suatu tempat telah terdapat pondok. Setelah itu kemudian beliau melanjutkan belajarnya di Aceh selama dua tahun lamanya.

Antara Aceh dan Patani ini memiliki suatu hubungan dekat karen kedua wilayah tersebut pada saat itu menjadi basis ilmu pengetahuan Islam di Nusantara. Setelah itu beliau melanjutkan belajarnya di Mekkah selama tiga puluh tahun dan di

Madinah selama lima tahun. Penjajahan Siam dan sekutu terhadap Patani yang mendesak beliau untuk pergi ke Mekkah dan Madinah guna menambah ilmu pengetahuannya. Beliau yang pemikirannya cerdas berfikir kalau Patani tidak bisa melawan hanya menggunakan kekuatan saja tapi harus juga dengan sisi ilmu pengetahuannya.

Bagi beliau ilmu pengetahuan itu penting gunanya untuk mampu melawan setiap kedzaliman yang tengah terjadi. Dalam pemikiran beliau “barang siapa yang memiliki ilmu pengetahuan maka ia bisa menguasai sesuatu tanpa harus menggunakan senjata” itulah yang menjadi tekad beliau dalam membebaskan

Patani terhadap penjajah. Dalam setiap ilmu pengetahuan yang beliau dapati selalu ada sudut padang dari beliau sendiri terhadap ilmu yang didapatkannya.

Pernah suatu kali beliau kembali ke Melayu-Patani bersama dengan Syekh

Palimbani, beliau mencoba untuk berjuang secara fisik namun kenyatannya beliau mengalami kekalahan dan akhirnya kembali ke Mekkah. Dari setiap keilmuan yang beliau dapat selalu beliau tuangkan kedalam sebuah karya tulis yang berupa kitab-kitab. Ada sekitar kurang lebih enam puluh enam karya beliau yang telah di 6

hasilkan dan hampir semuanya menjadi karya yang banyak dipakai di wilayah

Patani khususnya dan Nusantara umumnya bahkan dunia Arabpun mengakui karyanya beliau. Kehadiran beliau membawa nafas baru terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan di wilayah Patani. Sebelumnya masyarakat setempat hanya mengenal Islam secara harfiah atau luaran saja, dengan karya-karya beliau maka bertambahlah ilmu pengetahuan dan pendidikan di Patani.

Dengan bangkitnya ulama pada akhir abad 18 M dan sepanjang abad 19 M yang semakin jelas kedudukannya dalam peta pengetahuan dan keilmuan Islam di

Patani maka kita tidak sekedar mengamati perkembangan tradisi pengetahuan

Islam, tetapi penyebaran gerakan pembaharuan diwilayah Patani. Dengan datangnya para ulama ke wilayah Patani khususnya dan Nusantara umumnya dibuat sadar akan adanya perkembangan-perkembangan dalam gagasan Islam serta lembaga-lembaga keagamaan di wilayah Melayu-Nusantara.

Hal-hal tersebut di atas, mendasari penulis untuk lebih jauh mengetahui:

PERANAN SYEIKH DAUD bin ABDULLAH AL-FATANI DALAM

MEMAJUKAN INTELEKTUAL ISLAM DI PATANI. Adapun alasan dari pemilihan judul tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penulis ingin mengetahui silsilah keluarga dan nasab keguruan

serta keadaan Islam sebelum hadirnya Syeikh Daud bin Abdullah

al-Fatani di Patani

2. Penulis ingin mengetahui peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-

Fatani dalam memajukan intelektual Islam di patani dan apakah

beliau berperan secara langsung atau tidak sebagai ulama.

7

B. Permasalahan

a) Identifikasi Masalah

Dengan latar belakang masalah di atas penulis mengidentifikasi permaslahannya ada dua hal yang perlu diungkapkan. Pertama, latar belakang kehidupan dan silsilah keluarganya, latar belakang pendidikan dan guru-gurunya, karya-karya yang telah beliau hasilkan dan keadaan Islam sebelum hadirnya

Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani.

Kedua peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani sebagai ulama yang memberikan nafas baru akan ilmu pengetahuan Islam. Karena sebelumnya keadaan Islam di Patani masih bercampur dengan sinkretisme. Selain itu wilayah

Patani yang menjadi basis ilmu pengetahuan di wilayah Nusantara selain Aceh.

Hal ini karena banyak munculnya pondok-pondok pesantren sebagai sarana pembelajaran Islam. Maka dari itu banyak pula ulama-ulama yang berasal dari

Patani salah satunya adalah beliau. Karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari Patani hanya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani yang bisa menelurkan banyak karya sebagai buah dari ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Beliau juga yang meniupkan ruhul jihad kepada masyarakat Patani saat di jajah oleh Siam, beliau menuipkan ruhul jihad di setiap karya-karya yang di hasilkan sehingga bagi yang membaca dan mempelajarinya akan merasakan ruhul jihad yang ditanamkan oleh beliau. Mungkin beliaulah yang pertama kali menuipkan ruhul jihad dalam ilmu pengetahuannya dari sekian banyaknya jaringan ulama Nusantara yang ada.

8

b) Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini akan di batasi pada, peranan Syeikh Daud bin

Abdullah al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di Patani dan karya-karya yang telah dihasilkan serta dampak perkembangan ilmu pengetahuan Islam setelah kehadiran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani.

c) Perumusan Masalah

Persoalan inti dalam skripsi ini adalan peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di Patani. adapun perumusannya adalah sebagai berikut:

1. Siapa Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani?

2. Bagaimana keadaan intelektual islam sebelum Syeikh Daud bin

Abdullah al-Fatani?

3. Apa saja peranan beliau dalam memajukan intelektual islam di

Patani?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang kehidupan

Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dan latar belakang pendidikannya beserta karya-karya yang di hasilkan, peranan beliau dalam memajukan Intelektual Islam di Patani dan untuk membuktikan bahwa Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani sebagai pelopor kemajuan intelektual Islam di Patani melalui sumber literatur.

9

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Agar dapat memberikan wawasan kepada mahasiswa ataupun masyarakat

umum tentang peranan Syekh Daud bin Abdullah al Fatani dalam

memajukan intelektual Islam di wialayah Patani.

2. Dapat dijadikan bahan kajian dan memperkaya khazanah tokoh-tokoh

yang berpengaruh dalam memajukan intelektual Islam di wilayah Patani

khususnya dan Nusantara umumnya.

D. Tinjauan Pustaka

Dengan penulisan skripsi ini merupakan bahasan yang masuk kedalam sejarah Perkembangan Ulama Islam di Asia Tenggara khususnya di wilayah

Patani. Buku-buku yang dapat dijadikan sumber selain yang berasal dari

Indonesia atau tulisan-tulisan yang dibuat oleh penulis Indonesia dapat juga di peroleh dari penulis asal Malaysia sebagai contoh Ibrahim Syukri H. Wan. Muh.

Shaghir Abdullah, ataupun asli dari orang Patani itu sendiri sebagai contoh,

Achmad Fathy Fatani. Kajian mengenai ulama-ulama Melayu-Nusantara memang banyak namun untuk wilayah Melayu-Patani masih sedikit. Sebagai contoh yang suka menulis tokoh ulama Nusantara adalah H. Wan. Shaghir Abdullah. Salah satu buku beliau yang menulis tentang Syekh daud bin Abdullah al Fatani adalah

―SYEKH DAUD bin ABDULLAH al FATANI: PENULIS ISLAM PRODUKTIF

ASIA TENGGARA, buku ini terbitan dari C.V Ramadhani. Buku ini juga bisa menjadi pengantar dalam menulis Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani, buku ini juga menjelaskan biografi beliau, pemikiran beliau tentang ilmu yang didapatnya selama belajar, silsilah keguruannya, serta karya beliau yang telah ditulisnya. 10

Setidaknya buku ini bisa memberikan gambaran tentang siapakah Syekh Daud bin

Al-Fatani itu, peranan beliau dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam, serta karya-karya apa saja yang telah beliau hasilkan.

Buku ini menjelaskan tentang asal usul beliau dalam hubungan kekerabatannya, ilmu pengetahuan yang beliau dapati serta dengan siapa beliau mempelajari ilmu-ilmu tersebut, karya-karya yang beliau hasilkan, serta pandagan beliau terhadap ilmu pengetahuannya. Buku ini juga menjelaskan sesuai dengan tulisan yang saya tulis yaitu “Peranan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani

Dalam Memajukan Intelektual Islam Di Patani”. Dalam buku ini menjelaskan mengapa Syekh Daud bin Abdullah al-fatani mendapatkan sebuah gelar ulama besar dari wilayah Patani. Selain itu juga memberikan penjelasan tentang berita- berita yang menjadi perdebatan kapankah beliau itu wafat dan apakah beliau mempunyai istri dan keturunannya, juga menjelaskan tentang kepada siapa-siapa beliau belajar hingga dapat memberikan pengaruh dan pembaharuan dalam ulama Melayu-Nusantara6. Dalam bukunya Azyumardi Azra yang berjudul

―Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan

XVIII (edisirevisi). Menjelaskan proses perkembangan ulama-ulama di wilayah

Melayu-Nusantara yang di mulai dengan siapa, masa perkembangan dan puncak kejayaan ulama Nusantara. Namun buku ini memberikan sedikit masukan tentang pada abad keberapakah masa perkembangan dan puncak dari ulama Nusantara, dan pada abad berapakah Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani itu berada. Sangat sedikit sumber yang menjelaskan pada masa siapakah Syekh Daud bin Abdullah

6Menurut saya buku ini cukup mumpuni untuk menjelaskan tentang Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dakam perjalanan hidup beliau. Namun kekurangan buku ini terletak pada tidak menjelaskan secara rincian maksud dari nafi dan isbat yang terkandung dalam ayat tersebut.

11

al-Fatani itu berada. Penulis sudah mencoba mencari di buku Patani Dalam

Tamadun Melayu karya Moh. Zamberi A Malek7, namun tidak membahas tentang masa-masa beliau berada begitu pula dengan karya Ahmad Fathy al Fatani yang berjudul Pengantar Sejarah Patani penulis juga tidak menemukan pada masa siapakah beliau berada. Tapi jika dilihat dari tahun hidup sampai wafat, beliau berada pada masa Patani di pegang oleh ratu-ratu. Sedangkan buku yang berjudul

Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani: Satu Analisis Peranan dan Sumbangannya

Terhadap Khazanah Islam di Nusantara yang di tulis oleh Engku Ibrahim Ismali berisi tentang hubungan yang terjalain antaran Patani dengan Timur Tengah dan

Patani dengan Kelantan, buku ini tak jauh berbeda dengan buku-buku yang pernah membahas Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani yakni berisi tentang latar belakang kehidupan, latar belakang pendidikan, karya-karya yang dihasilkan. Namun yang menarik dalam buku ini adalah adanya pohon silsilah yang pertalian nasabnya sampai kepada Rasulullah SAW dan penjelasan karya yang berisi tahun terbit dan penerbit yang menerbitkan karya-karya beliau.

E. Kerangka Teori

Seperti permasalahan di atas peranan adalah kata kunci dalam penulisan skripsi ini. Dengan demikian penulis menggunakan teori peran serta sebagai landasan kerangka teori untuk menjawab permasalahan di atas. Menurut kozier barbara8, peran adalah seperangkat tingkah laku yang di harapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam suatu system. Maka dapat

7 Karena buku ini lebih banyak menjelaskan asal usul Patani, raja-raja yang memerintah Patani dan hubungannya dengan kesultanan Kelantan 8 Kozier Barbara, Peran dan mobilitas kondisi masyarakat (Jakarta: Gunung Agung, 1995), h. 21. 12

di simpulkan bahwa teori peran adalah sudut pandang dalam kehidupan bermasyarakat sebagai bentuk dari perilaku yang di harapakan seseorang pada situasi sosial tertentu (contoh ibu, dosen, anak murid).

Dalam teori ini, sebenarnya sudah ada skrip atau skenario yang di susun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimananya setiap peran di dalam masyarakat tersebut. Dalam skrip atau skenario sudah ―tertulis‖ seorang ulama harus bagaimana, seorang presiden harus bagaimana dan begitu seretrusnya sesuai dengan peran yang kita terima dan kita jalankan. Maka dalam permasalahan di atas peran dapat diartikan dengan keikutsertaan Syeikh Daud bin Abdullah al-

Fatani sebagai ulama dalam memajukan intelektual islam di Patani.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan

Adapun metode pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah metode pendekatan sejarah – sosial - intelektual dengan penjelasan yang bersifat deskriptif-analitis.

Sejarah sebagaimana ilmu sosial, mempunyai penceritaan (description) dan penjelasan (explanation). Dalam penceritaannya, sejarah bersifat menuturkan gejala tunggal, sedangkan ilmu sosial menarik hukum umum9. Di lain pihak, ilmu sosial ilmu sosial memperhatikan secara mendasar kejadian-kejadian sosial dengan mendasarkan pada data-data seperti sejarah untuk informasinya10. Hal ini berarti dalam korelasi sejarah dengan ilmu sosial adalah bahwa ilmu sosial

9Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation) (Yogyakarta: Tiara Kencana, 2008), h. 7,117-118.

10M. Hotman Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1986), h. 46.

13

merupakan ilmu yang menjelaskan hukum-hukum atau teori-teori penceritaan sejarah.

Selain itu, kajian penelitian ini lebih menekankan kepada sejarah biografi, dimana fokus utama dari penulisan sejarah biografi adalah menangkap dan menguraikan jalan hidup seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan sosial-historis yang mengitarinya. Bagaimana subyek yang diteliti mengatasi berbagai hambatan, baik itu hambatan sosial, ekonomi, kultural ataupun psikologis yang mengitari dirinya. Apa yang dicita-citakan, apa yang dilakukan dan bagaimana dia melakukannya serta sampai dimana sukses yang bisa dicapai, bagi dirinya dan perjuangannya11

Sedangkan pemahaman keintelektualan sebagai metode pendekatan penelitian sejarah menyangkut kepada semua fakta yang berasal dari apa yang dihasilkan oleh pemikiran manusia12. Semua fakta itu merupakan ekspresi dari mental seseorang yang berupa ide, gagasan, kepercayaan, dan sebagainya yang bisa menggerakkan fakta sejarah lainnya13.

2. Metodologi pengumpulan data

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode library research, penulis mencari buku-buku yang berkaitan dengan judul. Sumber-sumber tertulis tersebut ditemukan di Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaaan Nasional RI,

Perpustakaan FIB UI, perpustakaan pribadi milik Drs. Tati Hartimah (Dosen SPI),

11Taufik Abdullah, ―Manusia dalam Kemelut Sejarah, Sebuah Pengantar‖, Taufik Abdullah dkk, ed., Manusia dalam Kemelut Sejarah, ( Jakarta, LP3ES, 1983), cet-4, h. 10. 12 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial, h. 178. 13Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial, h. 176-177. 14

perpustakaan pribadi milik Drs. Saidun Derani (Dosen SKI), buku pribadi milik

Dida Nuraida. S.Hum (Alumni SKI), Perpustakaan Iman Jama Lebak Bulus, dosen dari Prince of Songkhla University Prof. Dr. Nik Abdul Rakib bin Nik

Hasan, buku-buku dari perpustakaan-perpustakaan, penulis juga mendownlod artikel dari Internet. Adapun sumber-sumber sebagai berikut:

3. Jenis dan sumber

Sumber-sumber yang saya pakai dalam penulisan ini adalah berupa buku,artikel, dan naskah yang ditulis oleh Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani sebagai buah hasil dari keilmuannya, serta dari beberapa artikel yang saya cari di internet. Penulis menemukan kesulitan dalam menemukan sumber primer yang terkait tentang karya-karya beliau maka penulis hanya mampu menemukan sumber sekunder yang menuliskan tentang beliau. Berkut sumber-sumber sekunder yang menuliskan tentang beliau

 Sumber Sekunder

1. Shaghir, Abdullah. Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis

Islam Produktif Asia Tenggara. Solo: Ramadhani, 1987.

2. Binci, Arifin dkk. Patani Darussalam. Yala: Center Of Southern Thai

Islamic Culture. 2000.

3. Fatani, Ahmad Fathy. Pengantar Sejarah Patani. Kedah: Pustaka

Darussalam. 1994.

4. Syukri, Ibrahim. Sejarah Kerajaan Melayu Patani. Malaysia: UKM.

2002.

5. Teeuw, A dan Wyaat. Hikayat Patani. Jakarta: KITLV. 1970 15

6. Bashah, Abdul Salim. Raja Campa dan Dinasti Jembal dalam

Patani Besar (Patani, kelantan dan Trengganu). Cet I. )Kelantan:

Pustaka Reka, 1994).

7. Shaghir, Abdullah. Penyebaran Islam dan Silsilah Ulama Sejagat

Dunia Melayu. Kuala Lumpur: Pusat Penyelidikan dan

Penyebaran Kazanah Islam Kalsik dan Dunia Modern, 1999.

8. Al-Habib Alwi bin Thahir al-Hadad, Sejarah Masuknya Islam di Timur

Jauh. (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2001).

9. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara Abad XVII dan XVIII (edisirevisi). (Jakarta: Prenada Media,

2004).

10. Kettani, Ali M. Minoritas muslim di dunia dewasa ini. Terj, Zarkowi

Soejoeti. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005).

11. Asia Tenggara Konsentrasi Baru kebangkitan Islam. Ed. Moeflich

Hasbullah. Cet ke-I (Fokusmedia, 2003).

4. Langkah penelitian

Sedangkam proses penulisan proposal skripsi ini penulis membagi menjadi empat tahapan:

 Heruistik

Heruistik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Berhasil-tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber. Bedasarkan bentuk penyajiannya sumber-sumber sejarah terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah/jurnal, surat kabar, dan lain-lain.

Berdasarkan sifatnya sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber 16

sekunder. Sumber primer adalah sumber yang pembuatannya tidak jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Sumber sekunder adalah sumber yang waktu pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Peneliti harus mengetahui benar, mana sumber primer dan mana sekunder. Dalam pencarian sumber sejarah, sumber primer harus ditemukan, karena penulisan sejarah ilmiah tidak cukup hanya menggunakan sumber sekunder.

Agar pencanrian sumber berlangsung secara efektif, dua unsur penunjang heruistik harus diperhatikan.

a) Pencarian sumber harus berpedoman pada bibliografi kerja dan

kerangka tulisan. Dengan memperhatikan permasalahan-

permasalahan yeng tersirat dalam kerangka tulisan (bab dan

subbab), peneliti akan mengetahui sumber-sumber yang belum

ditemukan.

b) Dalam mencari sumber di perpustakaan, peneliti wajib memahami

sistem katalog perpustakaan.

 Kritik Sumber

Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilan melalui kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern menilai, apakan sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan? Apakah sumber itu asli, turunan atau palsu? Dengan kata lain, kritik ekstern menilai keakuratan sumber. Kritik intern menilai kredibilitas data dalam sumber tersebut. 17

Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas, agar memudahkan mengklasifikasikannya bedasarkan kerangka tulisan.

 Intepretasi (analisa)

Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian dilakukan intepretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap objektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subjektif, harus subjektif rasional, tidak subjektif emosional. Rekontruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.

 Laporan

Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal tersebut merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu.

Selain kedua hal tersebut, penulisan sejarah, khususnya sejarah yang bersifat ilmiah, juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah umumnya.

a) Bahasa yang digunakan harus bahasa yang baik dan benar

menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Karya ilmiah dituntut

untuk menggunakan kalimat efektif.

b) Memperhatikan konsistensi, antara lain dalam penempatan tanda

baca, penggunaan istilah dan penunjukan sumber. 18

c) Istilah dan kata-kata tertentu harus digunakan sesuai dengan

konteks permasalahannya.

d) Format penulisan harus sesuai dengan kaidah atau pedoman yang

berlaku termasuk format penulisan bibliografi/daftar pustaka/

daftar sumber.

Kaidah-kaidah tersebut harus benar-benar dipahami dan diterapkan, karena kualitas karya ilmiah bukan hanya terletak pada masalah yang dibahas tetapi ditunujkan pula oleh format penyajiannya. Adapun teknik penulisan skripsi ini disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis dan

Disertasi14 yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Penulis akan membagi penulisan skripsi dalam lima bab, adapun bagian- bagian dari bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN

Adalah Latar belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan

Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka,

Landasaan Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

Bab II MENGENAL BIOGRAFI SINGKAT SYEIKH DAUD bin ABDULLAH al-FATANI

14 Hamid Nasuhi dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: CeQDA, 2007).

19

Mengenal biografi singkat Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani

yang meliputi: latar belakang kehidupan, latar belakang

pendidikan.

Bab III KEADAAN ISLAM SEBELUM SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH al-FATANI

Berisi tentang kondisi atau keadaan Islam di Patani sebelum

Syeikh daud bin Abdullah Al-Fatani

Bab IV KEGIATAN INTELEKTUAL SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH al-FATANI

adalah kegiatan intelektual atau peranan Daud bin Abdullah Al-

Fatani sebagai Ulama yang meliputi pemikiran terhadap ilmu

pengetahuan dan karya-karyanya.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

berisi tentang masukan, kesimpulan penelitian serta saran-saran

untuk penelitian lanjutan. 20

BAB II

MENGENAL BIOGRAFI SINGKAT SYEIKH DAUD bin ABDULLAH Al- FATANI

A. Latar Belakang Kehidupan

Nama lengkapnya adalah Al-alim Allamah Al-arif Ar-rabbani Syeikh Wan

Daud bin Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris Al-Fatani15. Ibunya bernama

Wan Fatimah, merupakan anak dari Wan Salamah binti Tok Banda Wan Su Bin

Tok Kaya Rakna Diraja bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela bin Mustafa

Datuk Jambu (Sultan abdul Hamid Syah) bin Sultan Muzzafar Waliullah bin

Sultan Abu abdullah Umadatuddin (Wan Abu atau Wan Bo Teri-teri atau

Maulana Israil Raja Champa 1471 M16. Ayahnya bernama Syeikh Abdullah bin

Syeikh Wan Idris bin Tok Wan Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih)

Ali Datok Maharajalela17.

Faqih Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datok Jambu (Sultan Abdul hamid) bin Sultan Muzzafar Syah Waliullah, merupakan saudara kandung dari

Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Beliau juga bersaudara dengan Sultan

Babullah (Sultan Ternate) dimana ayah dari sultan Muzzafar Syah Waliulllah,

Sultan Babullah dan Syarif Hidayatullah adalah Sultan Abdullah Umadatuddin.

Kakek mereka bertiga ialah Sayyid Ali bin Sayyid NurAlam bin Maulana Syeikh

Jamaluddin Al-Akbari Al-Husayni (Sulawesi) bin Sayyid Ahmad Syah (India) bin

15Gelar tersebut di dapat karena lamanya beliau menuntut ilmu agama 16Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. Cet 1 (Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 21. 17Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 13. 21

Sayyid Abdull Malik Abdul Muluk (India) bin Sayyid Alwi (Hadramaut) bin

Sayyid Muhammad Sahib Mirbat bin Asyyid Al-Khali Qasam (Hadramaut) Imam

Isa Naqib (Basrah) bin Muhammad Naqib (Basrah) bin Imam Ali Uraidi

(Madinah) bin Ja‘far Sadiq bin Imam Muhammad Baqir bin Imam Baqir bin

Imam Ali Zayn Al-Abidin bin Imam Husein bin Ali, dari Ibunda Sayidah Fatimah

Az-Zahrah binti Muhammad SAW18.

Dengan sebagian penjelasan nasabnya tersebut maka Syeikh Daud bin

Abdullah Al-Fatani memiliki pertalian darah dengan Rasulullah SAW baik dari pihak Ayah maupun dari pihak Ibu. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani lahir di kampung Parit Marhum dekat Keresik di Patani pada Tahun 1133 H atau 1721

M19. Keresik adalah sebuah daerah yang terletak di pesisir pantai. Pada zaman kebesaran patani Keresik menjadi bandar pelabuhan yang disinggahi para saudagar-saudagar yang berasal dari tanah Arab. Keresik juga merupakan ibu kota kerajaan Islam Patani. Ustadz Wan Shaghir Abdullah menuturkan, ketika mendengar kata Keresik dan keturunan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani, beliau menyatakan.

“Keresik adalah suatu pelabuhan yang sekaligus menjadi satu dengan bandar Patani sekarang. Dikatakan bahwa dimasa dahulu Keresik adalah sebagai ibu kota kerajaan Islam Patani yang terkenal itu. Bahwa kemungkinan dari Keresik Patani tempat pertama di injak oleh Maulana Malik Ibrahim yang sempat tinggal dan mengajar sebelum akhirnya meneruskan perjalan demi menyebarkan Islam ke Jawa Timur, sehingga beliau dimakamkan di geresik (perhatikan hanya berbeda satu huruf awal saja yaitu di Patani bernama “Keresik” sedangkan di Jawa Timur dinamakan “Geresik”). Maulana Malik Ibrahim adalah silsilah keturunan dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani bertemu pada Syeikh

18Lihat lampiran susurgalur 19Terdapat beberapa pendapat tentang tahun kelahiran beliau yaitu tahun 1153 H atau 1740 M, 1183H atau 1769 M

22

Jamaluddin al-Akbari al-Husayni. Silsilah Maulana Malik Ibrahim ialah ayahnya bernama Barakat Zainul Alam bin Syeikh Jamaluddin al-Akbari al- Husayni. Tidaklah dapat dinafikan pertalian da‟wah Islam Syeikh Daud bin Abdulllah al-Fatani dengan, para Wali di Jawa lainnya, karena masih satu puncak kekeluargaan yang besar dan luas”.

Kemudian Ustadz Wan Shaghir Abdullah menyatakan kembali.

“Di Patani ada tempat bernama „Teluban‟ sedangkan di Jawa ada tempat bernama „Tuban‟ (hanya dihilangkan huruf „E‟ dan „L‟ saja). Di malaysia ada tempat bernama „Kelantan‟, dekat Patani, di Jawa ada pula daerah „Klaten‟. Orang-orang Patani menyebut Kelantan adalah „Klate‟ hampir sama sebutan untuk kedua daerah tersebut”.

Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani adalah anak pertama dari lima bersaudara adik-adiknya Syeikh Wan Abdul Qadir, Syeikh Wan Abdul Rasyid,

Syeikh Wan Idris dan seorang wanita bernama Siti Khadijah binti Abdullah Al-

Fatani. Beliau merupakan seorang putra yang cerdas dan pandai dibandingkan dengan teman-teman sepermainannya pasa masa kecilnya. Memiliki akhlak yang baik kepandaiannya bisa dikatakan luar biasa. Saat Syeikh Daud bin Abdullah membaca dan hanya sekali mendengarkan langsung hafal, dan tak perlu susah payah untuk mengahafal seperti kebanyakan orang-orang yang sedang belajar.

Dari ke lima bersaudara beliaulah yang paling alim, bahkan dalam keluarga besar beliau belum ada yang sealim dirinya. Bahkan ada sebuah riwayat yang disampaikan oleh seorang nenek yang mengatakan

“sewaktu Syeikh Daud bin Abdullah Al-fatani masih kecil, pernah datang seorang Ulama yang berasal dari Yaman ke Keresik. Ketika anak-anak sedang bermain dan Syeikh Daud bin Abdullah Al-fatani juga bersama anak-anak lainnya Ulama besar ahli sufi tersebut asik memperhatikan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani sedangkan anak-anak lainnya tak menjadi perhatian Ulama tersebut. Kemudain ulam tersebut datang menghampiri Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani dan di usap-usaplah kepalah Syeikh Daud bin abdullah Al-Fatani dan Ulama itupun mendoakannya. Banyak orang-orang yang melihat menjadi heran 23

mengapa Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani saja yang menarik perhatian Ulama tersebut. Lalu Ulama tersebut menjelaskan : „mudah- mudahan di Takdirkan Allah anak ini menjadi bintang berkilauan, bulan purnama, matahari bersinar dan Ulama teragung di tanah Jawi”.

Syeikh daud bin Abdullah Al-Fatani wafat di Thaif pada tahun1265 H atau

1850 M dan berumur +/- 80 tahun. Dari Nik Tikat Syeikh Daud bin Abdullah Al-

Fatani wafat pada tahun 1263 H atau 1847 M, namun tak bisa dipastikan dengan pasti kapan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani wafat. Dibutuhkan penelitian lanjutan dari penelitan sebelumnya. jenazah Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani dikebumikan bersebelahan dengan Abdullah Ibn Abbas (Thaif) kemudian oleh

Syeikh Muhammad bin Ismail Al-Fatani (Syeikh Nik Mat Kecik) dipindahkan dari Thaif ke Mekkah karena Syeikh Nik Mat Kecik ini mengetahui bahwa wahabi akan datang dan menghancurkan kuburan-kuburan keramat termasuk makam Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani yang di anggap keramat oleh penduduk setempat.

B. Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan awal tentang kelslaman di dapat dari ayah dan kakeknya yang merupakan Ulama terkenal di daerahnya. Ayah dan kakeknya sangat displin dalam menjaga dan mendidik beliau sejak kecil. Ditambah tradisi di Patani di waktu itu senantiasa menanamkan dan memperkenalkan Islam sejak masik kanak- kanak. Pada sekitar umur lima sampai tujuh tahun dipaksakan supaya mengenal pengetahuan tentang Allah (Ilmu tauhid). Apabila telah hafal dan tidak lupa lagi maka akan di tambah pelajaran lagi seperti nahwu dan sharaf. Semua system pendidikan tradisional di Patani telah beliau lalui. Beliau termasuk anak yang pandai dan istimewa pada masanya. Selain itu beliau juga mempelajari Islam di 24

pondok di daerah Keresik selama lima tahun. Karena Keresik merupakan tempat tumpuan pembelajaran Islam setempat dan luar daerah untuk memperdalam usaha dakwah Islamiah, dan membincangkan tentang hukum-hukum Islam. Ketika itu banyak Ulama. dari Timur Tengah, terutama dari Yaman yang mengajar di Patani.

Beranjak remaja kecintaanya pada ilmu pengetahuan serta rasa tanggung jawab untuk belajar semakin tertanam dibenak beliau. Hampir semua orang alim yang berada di wilayah Patani pernah beliau kunjungi. Guru beliau yang terkenal ketika masih belajar di Patani adalah Syeikh Abdurrahman Pauh Bok Al-Fatani.

Setelah itu beliau menyambung keilmuannya di Aceh, Sumatra Utara selama dua tahun karena pada waktu itu ada hubungan yang erat antara Patani dengan Aceh sebagai pusat pembelajaran Islam Melayu-Nusantara sebelum mereka melanjutkan pembelajaran di Mekkah. Di Aceh beliau belajar kepada

Muahammad Zayn bin Faqih Jalal Al-Din al-Asyi20. Muhammad Zayn Al-Asyi adalah seorang Ualam terkemuka di Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan

Sultan Alaudin Mahmud Syah (1174-95/1760-81)21. Penjahan Siam terhadap

Patani mendesak beliau melanjutkan pembelajarannya ke Mekkah selama tiga puluh tahun dan di Madinah selama lima tahun22 lamanya. Sesampainya di

Mekkah beliau segera bergabung dengan kalangan murid Jawiyang telah ada di sana. Di antaranya adalah Muhammad Shalih bin Abdul Ar-Rahman Al-Fatani,

Ali bin Ishaq Al-Fatani, Al-Palimbani, Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-

20 Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 32. 21A. Hasjmi, pendidikan Islam di Aceh dalam Perjalanan Sejarah (Sinar Darussalam), h. 32. 22H.W. Muhd. Shaghir Abdullah, Syeikh Abash Shamad al-Palimbani (Al-Fathanah, 1983), h. 5-6, Syeikh Muhd Arsyad al-Banjari ( Al-Fathanah , 1983), h. 13, Syeikh Ismail al- Minangkabaui (Solo: Ramdhani, 1985), .h. 13-14

25

Banjari, Abdul Al-Wahhab Al-Bugisi, Abdul Ar-Rahman Al-Batawi dan

Muhammad Al-Nafis. Di antara murid-murid itu, beliau yang paling muda sehingga mereka-mereka di jadikan guru oleh beliau untuk membantunya belajar ketika dengan guru non-Melayu. Beliau, Al-Palimbani, Muhammad Arsyad,

Abdul Rahman Al-Batawi, dan Abdul Al-Wahhab Al-Bugisi, mendapatkan pelajaran langsung dengan Al-Sammani. Di antara ulama Patani yang telah dii'itiraf dan diperbolehkan mengajar di Masjidii Haram antara lain ialah Syeikh

Muhammad Shaleh bin Abdur Rahman Al-Fatani. Syeikh Muhammad Shaleh adalah seorang tokoh ahli Sya'riat dan Haqiqat yang lebih banyak terjun ke dunia kesufiaan.

Beliau juga di riwayatkan belajar dengan Isa bin Ahmad Al-Barawi (w.

1182H/1768M)23, tujuh tahun sebelum beliau belajar kepada Al-Sammani (w.

1189H/1775M). Dengan demikian, ketika beliau belajar kepada Al-Barawi, mungkin pada masa-masa akhir kehidupannya, sedangkan Al-Sammani berada pada masa puncak dari karirnya. Karena banyak di antara murid Melayu-

Nusantara telah belajar dengan Al-Sammani, maka dengan mendapat berita seperti itu beliau bergegas bergabung dengan mereka yang terlebih dahulu berguru dengan Al-Sammani. Kepada Al-Barrawi beliau mendapatkan ilmu tentang Ushuludin, al-Barrawi sendiri mempunyai keahlian khusus dalam hadist- hadist hukum Islam dan dalam terhadap telaah komparatif atas mahzab-mahzab hukum Islam. Al-Barrawi menerima hadist melalui isnad-isnad yang mencakup seperti Abdullah Al-Bashri, Alaudin Al-Babili, Syams Al-Din Al-Ramli, dan

Zakarya Al-Anshari.

23Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h.. 39. 26

Di samping belajar dengan Al-Barrawi dan Al-Sammani beliau melanjutkan pembelajarannya dengan Al-Syarqawi, Syeikh Al-Azhar, dan

Muhammad Nafis. Al-Syarqawi adalah pakar dari ilmu-ilmu hadist, syariat, kalam, dan tasawuf maka beliau mendapatkan pembelajaran seperti itu. Guru beliau berikutnya setelah Al-Syarqawi adalah Al-Syanwani (W.12J3H/1818M)

Al-Syarwani merupakan Rektor Universitas Al-Azhar setelah meninggalnya Al-

Syarqawi. Dalam pembelajarannya Al-Syanwani belajar kepada beberapa ulama

Mesir yaitu Ahmad Al-Damanhuri, Al-Barrawi, Al-Syarqawi, dan Murtadha Al-

Zabidi. Al-Syanwani adalah pakar dalam ilmu-ilmu hadist, fiqh, tafsir, dan kalam.

Dari Al-Syanwani beliau menambah pengetahuannya dalam bidang fiqh dan kalam. Selain dari guru-guru yang telah tersebut di atas beliau juga berguru kepada Muhammad As'ad, Alimad Al-Marzuqi, dan Ibrahim Al-Ra'is al-Zamzami

Al-Makki24. Mereka juga adalah guru dari Al-Palimbani. Dari Ibrahim Al-Ra'is beliau mendapat pelbagai disiplin ilmu dan pembelajaran tentang tarekat

Syadziliyah. Ibrahim Al-Ra'is mendapatkan tarekat itu dari Shalih Al-Fullani, yang mendapatkan dari gurunya Ibn Sina25.

Selanjutnya Muhammad As'ad dimungkinkan bernama Muhammad As'ad

Al-Hanafi Al-Makki, seroang muhaddis yang memiliki sebuah Isnad hadis yang diketahui ke belakang hingga Abdullah Al-Bashri. Beliau tidak mengambil Isnad dari Muhammad As'ad itu sendiri melainkan mengambil tarekat Syatariyah.

Kemudian beliau mempelajari tentang tarekat Samaniyah oleh Syeikh Ali bin

24 Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 34-35 dan39. 25Lihat, silsilah tarekat Syadziliyah al-Fatani dalam Abdullah, h.41. tentang Shalih al- Fullani dan Ibn Sina.

27

Ishaq Al-Fatani. Namun riwayat lain menyebutkan bahwa beliau belajar langsung kepada Syeikh Muhammad bin Abdul Karim Samman Al-Madani pelopor tarekat

Samaniyah. Berikut tentang silsilah guru beliau mengenai tarekat Syatariyah dan

Samaniyah yang di pelajarinya26. Sebagai Ulama yang memiliki banyak guru dan pelbagai ilmu pengatahuan yang di dapati pasti ada karya-karya yang di ciptakan sebagai aplikasi dari ilmu yang di dapat oleh beliau. Ada sekitar kurang lebih 66 karya27 yang pemah di tulis beliau baik dengan bahasa Arab ataupun Melayu.

Semua karya-karya yang beliau tulis jarak waktunya sangat berdekatan. Hal tersebut membuktikan betapa besarnya dedikasi beliau terhadap penulisan tentang

Islami. Semua itu sebagai wujud rasa tanggung jawab beliau untuk menyebar luaskan ilmu pengetahuan. Semua karyanya beliau merupakan intisari dari hasil- hasil pemikiran beliau. Dalam penuliasan beliau tidak menulisnya dengan sendiri namun di Bantu para murid-muridnya. Beliau hanya menceritakan semua apa yang ingin di tulis lalu muridnya itu menyalin setiap perkataan beliau dengan baik, setelah itu di koreksi jika ada sedikit kesalahan dalam penulisan.

Karya-karya beliau sangat popular di daerah Arab umumnya dan Melayu khususnya. Setengahnya menjadi kitab-kitab rujukan sampai sekarang-sekarang ini di wilayah Arab dan Melayu, diantaranya adalah kitab Ad-Durrus Stamiin,

Minhajul Abidin, Munyatul Mustalli, dan lain-lain. Dalam karya beliau mengenai fiqh juga menjadi buku teks di beberapa pondok-pondok, dan setengahnya masih di pakai sampai sekarang seperti furuu'ul Masa'il yang mendetail isinya, Fathul

Mannan, juga sebuah kitab hukum Islam yang popular yakni Bughyatul Thullab.

26Lihat lampiran silsilah tarekat 27Lihat, Lampiran karya

28

Munyatul Mushalli yang membicarakan tentang shalat bukan hanya dari segi hukum sah dan batalnya tetapi dari segi kekayaan rohanian yang banyak diinspirasikan oleh tasawuf. Kemudian kemudian Sullamul Mubtadi, lidhaahul

Baab tentang perkawinan dan kitab Ghanyatut Taqriin tentang Al-Fara'id.

29

BAB III

KEADAAN ISLAM SEBELUM SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL- FATANI

A. Perkembangan Islam di Patani Sebelum Daud bin Abdullah Bin Al-Fatani

Untuk bagaimana Islam masuk di Patani tidak perlu di jelaskan kembali karena sudah ada sumber-sumber lain yang membahasnya. Syeikh Daud bin

Abdullah Al-Fatani juga bukan ulama pertama yang melakukan pengajaran Islam didaerah Patani. Banyak ulama-ulama terdahulu yang telah memberikan pengajaran Islam di daerah Patani salah satunya adalah keluarga dari Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani itu sendiri. Kedatangan Islam sudah ada dan bersiar pada masa pemerintahan kerajaan Sukothai di abad ke tiga belas, yang terjalin dari hubungan dagang dengan saudagar muslim. Kemudian muncul kerajaan

Ayutthaya sebabagi pengganti kerajaan Sukothai yang runtuh pada abad ke empat belas, yang pada saat itu Islam telah memiliki kekuatan politik. Kemudian banyak para muslim tersebut di angkat oleh Raja untuk di jadikan perdana menteri dan pejabat penting di kerajaannya. Peran orang-orang muslim sebagai menteri, pejabat tinggi dan saudagar yang dekat dengan Raja menjadikan mereka kelompok yang berpengaruh di istana28.

Islam mungkin saja sudah menyebar secara luas tak hanya di kalangan istana saja namun sudah ke pelosok-pelosok daerah baik di pesisir pantai atau dalam pedesaan. Dalam kegiatan keagamaannya bercampur dengan keagamaan

28 Ibnu Muhammad Ibrahim, The Ship of Sulaiman ter. John O‘Kane (London: Routledge and keagen Paul, 1972), h. 94-97. Ikhtisar tentang peran Muslim periode ini, lihat Omar Farouk Shaeik Ahmad, Muslim in the Kingdom Ayutthaya (JEBAT: Journal of the History Departement University Kebangsaan Malaysia, 1980-1), bil 10, h. 206-214.

30

terdahulu yang sinkretisme. Praktek magis (permohonan) di antara rakyat desa adalah hal yang berbeda dari agama, yang merupakan Islam ortodoks. Kata Magi sendiri di definisikan sebagai ―agama rakyat Melayu‖ hidup di antara orang-orang

Melayu, baik yang berkuasa ataupun yang dikuasai. Sebagai contoh pentingnya kegiatan magi sendiri bagi kalangan kerajaan adalah keyakinan kuat terhadap upacara tabal pusaka (atau secara bahasa, pelantikan leluhur) yang dilakukan pada sore hari hingga tengah malam. Kemudian harinya dilakukan tabal adat (yang bisa disebut sebagai pengukuhan) yang di laksanakan pada hari upacara pelantikan suatu penguasa. Tentu saja kedua acara tersebut dilaksanakan dengan cara Islam, misalnya dengan pembacaan do‘a dalam bahasa Arab. Magi sendiri terbagi dalam pelbagai macam bentuk seperti kegiatan ekonomi ( menanam padi, menangkap ikan-nelayan melakukan upacara tahunan yang disebut basemah, yang merupakan bentuk sesajian untuk terhindar dari ruh-ruh jahat), kontruksi bangunan (bangunan rumah atau sebagainya), siklus hidup manusia (kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan kematian), pengobatan tradisional, hiburan (permainan bayang-bayang. Nyabung ayam, adu kerbau), ramal-ramalan (membaca tanda- tanda dari dunia ruh), kehidupan pribadi (memikat lawan jenis), dan hubungan antar pribadi lainnya ( magi cinta atau black magic).

Selain hal di atas tersebut masyarakat memiliki kepercayaan terhadap sesuatu yang keramat. Kata ‗keramat‘ sendiri bisa diartikan sebagai ‗hal yang sakral‘. Baik berbentuk benda mati atau benda hidup lainnya. Bebebrapa contoh keramat adalah batuan karang yang berbentuk aneh, pohon-pohon besar yang tua umurnya dan sudah tidak utuh lagi bentuknya, kuburan yang ditemukan di tengah hutan, hewan-hewan yang berbentuk aneh (hewan albino, berkaki ganjil, dsb), dan 31

terutama sesepuh pendiri desa yang memiliki pengetahuan lebih soal agama29.

Aspek-aspek budaya dan keagamaan kehidupan daerah Patani sebelum kemunculan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani adalah gabungan dari dua tradisi pra-Islam dan Islam yang datang dari Timur Tengah, walaupun masyarakat

Patani sudah memeluk Islam sejak abad 15 yang lalu.

Selain di kalangan masyarakat Patani, kegiatan atau praktek magis masih di jalankan oleh raja-raja di kerajaan Patani. Mungkin karena pengaruh Buddha-

Mahayana yang begitu kuat dan turun temurun di dalam istana sehingga ke dua ajaran tersebut bercampur aduk menjadi sebuah agama sinkretisme. Ahli-ahli sejarah terdahulu berpendapat bahwasannya raja Patani sebelum Sultan Ismail

Syah30 adalah raja-raja yang belum memeluk Islam walaupun agama Islam sudah ada dan mulai berkembang. Seperti contohnya pada tahun 1412 (pada masa Phya

Tu Kurub Mahajana) ada seorang dari ulama Patani yang pergi ke Pulau Buton dan menyebarkan Islam. Raja setempat yang bernama Mulaesi-Gola menyambutnya dengan baik. Kemudian datang seorang Syeikh yang bernama

Syeikh Said Barsisa seorang bomoh atau tabib yang berasal dari Pasai pada tahun

1457 barulah raja di kerajaan Patani memeluk Islam. Raja pertama kali memeluk

Islam adalah Phya Tu Nakpa keturunan dari Sultan Sulaiman Syah yang memerintah di negeri Langkasuka (Wurawari). Sebagai bentuk rasa syukurnya karena telah memeluk Islam dan sebagi bentuk rasa tanggjung jawab untuk mensyiarkan Islam maka Sultan Ismail Syah mendirikan sebuah masjid yang di beri nama Masjid Kerisek yang berasiterktur masjid-masjid di Asia Barat.

29, Saifull Mujani, ed., Pembagunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara terj, Saiful Mujani dan Abduh Hisyam. Cet I. (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1993), h. 170. 30 Nama aslinya adalah Phya Tu Nakpa. Kemudian setelah masuk Islam di ganti menjadi Sultan Ismail Zilullah fil-Alam atau yang di kenal Sultan Ismail Syah

32

Setelah kewafatan Sultan Ismail Syah kemudian takhta kerajaan di berikan kepada cucu dari saudaranya yang bernaman Phya Tu Intira yang merupakan cucu dari Sultan Muhammad Tohir, Raja Ligor yang menikah dengan Dewi Cahaya.

Dalam ‗Sejarah Kerajaan Melayu Patani‘ disebutkan bahwa Syeikh Saifuddin yang mengajarkan Islam dan mengIslamkan raja Phya Tu Intira (Raja Indra) yang memerintah di Pada kurun waktu 1500 M-1532 M, kemudian setelah memeluk agama Islam namanya berubah menjadi Sultan Muhammad Syah. Sebagai balas jasa karena mengajarkan Islam kepada dirinya maka Sultan Muhammad Syah mengangkat Syeikh Safiuddin sebagai pembesar istana (mengajarkan hukum- hukum Islam di kalangan Istana) serta dianugrahi gelar Dato Seri Raja Pakeh.

Dikatakan bahwa para raja-raja Patani hanya meninggalkan makan babi dan tidak menyembah berhala tetapi masih memakai tradisi terdahulu dalam segala hal, seperti masih mempercayai ramalan dukun, jika ada yang meninggal hendaknya jangan melakukan kegiatan yang menimbulkan kegaduhan

(menumbuk, bernyanyi, menari) karena akan menganggu yang sudah mati dan penuh dengan amalan-amalan khufarat dan bid‘ah. Dalam buku hikayat Patani

(hlm 74)31 menyebut, „adapun raja itu sungguh pun ia membawa agama Islam, yang menyembah berhala dan makan babi itu juga yang di tinggalkan; lain daripada itu segala pekerjaan kafir itu suatu pun tiada diubahnya‟. Pada masa pemerintahan Sultan Muzzafar Syah (1532 M-1565 M) amalan-amalan tersebut masih tetap berjalan. Sultan Mansur Syah membuat batu nisan yang terbuat dari emas untuk putrinya yang meninggal dunia saat masih berumur 5 tahun dan selama 40 hari orang-orang tidak diperbolehkan menumbuk, konon akan

31Bashah Abdul Halim, Raja campa Dinasti Jembal dalam Patani Besar (Kelantan: Pustaka Reka, 1994), h. 51.

33

terganggu ruh anaknyan yang meninggal itu. Kemudian seorang ahli ramal nasib yang bernama Along In menjadi seorang pengasuh anak dari Raja Bahadur dan menjadi ahli ramal nasib di istana. Raja Mas cayam (keturunan raja Kelantan) telah mengasingkan anak angkat dari Long Yunus (pendiri keluarga Kerajaan

Kelantan Modern) yang selama 15 tahun di asuh olehnya namun menurut ramalan ahli rama akan membawa kesialan dalam pemerintahannya, maka dari itu di asingkanlah anak angkatnya itu.

Islam pada masa sebelum Daud bin Abdullah Al-Fatani dikatakan masih

Islam secara agamanya saja tidak keseluruhan dalam menjalankan syariatnya.

B. Pondok Sebagai awal berkembangannya Islam di Patani

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran kehadiran unsur-unsur pra-Islam tak bisa di lepaskan begitu saja. Dalam kebudayaan Hindu-Buddha di wilayah

Nusantara (termasuk Patani), peranan tokoh agama atau guru dalam masyarakat sudah dikenal dengan luas. Dalam masyarakat Patani Buddha tokoh keagamaan di sebut dengan Khu Ba (guru yang terhormat) dan Phrakhru (guru yang dimuliakan). Para pengikutnya mengikuti pelajaran tersebut di daerah-daerah yang terpencil dan jauh dari kota. Pada akhirnya murid-murid yang sedang menimba ilmu tersebut mendirikan sebuah gubuk-gubuk kecil di sekitar tempat tinggal gurunya dan mengikuti pelajaran keagamaannya untuk jangka waktu tertentu.

Tempat belajar tersebut (pondok yang kita sebut dalam agama Islam) disebut ashram. Tempat tersebut menjadi sebuah lembaga keagamaan yang berfungsi menyebar luaskan pengetahuan keagamaan dan menjadi tempat perlindungan bagi 34

mereka yang masih awam soal keagamaan serta ingin mempelajari agama dengan baik. Dengan demikian ashram secara bahasa berarti ―pondokan spiritual‖.

Saat kawasan Asia Tenggara berubah menjadi dunia Islam, sistem kebudayaan dan lembaga tradisonal masih tetap utuh dan berjalan. Lembaga- lembaga itu hanya perlu beralih dan diberi ciri-ciri Islam. Di wilayah Timur

Tengah lembaga pendidikan Islam tradisional di sebut (Dayah) yang berkaitan dengan masjid-masjid sebagai lembaga pendidikan32 materi yang dipelajarinya adalah Al-Quran dan kitab klasik yang membahas fiqih, tauhid, tasawuf dan lain- lain. Pendidikan ini juga berlangsung bersamaan dengan proses Islamisasi di wilayah Asia Tenggara melalui jaringan ulama yang memunculkan semangat baru. Sebelumnya belum ada masjid yang berdiri sebagai pusat dakwah dan sarana pendidikan, maka didalam lingkup kehidupan masyarakat Melayu

(termasuk Patani) tak ada lembaga yang memberikan pengajaran tentang agama

Islam hal ini di karenakan masyarakat muslim belumlah terbentuk dan terstruktur dengan baik. Namun dalam perkembangannya masyarakat muslim ini sedikit demi sedikit mulai terbentuk, sehingga memerlukan wadah untuk ibadah, belajar dan berkumpulnya para pemuda yang telah baligh agar bisa melaksanakan ibadah shalat sekaligus media pendidikan keagamaan bisa terselenggara maka bangunan kecil yang bernama surau dipergunankan untuk itu. Bangunan surau ini merupakan akulturasi budaya lokal yang telah ada sebelumnya. Dalam kegunaannya terdahulu surau merupakan tempat pemujaan terhadap nenek moyang mereka yang menganut Hindu-Buddha, animisme, dan dinamisme.

Dalam proses Islamisasi, surau tidak mengalammi perubahan makna dan fungsi

32Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h. 25. 35

yakni tempat ibadah namun fungsi sebagai lembaga keagamaan lebih di tekankan.

Sebagai sarana untuk pendidikan maka surau memiliki peranan penting dalam kemajuan intelektual Islam di wilayah Nusantara. Di dalam surau inilah para murid yang belajar mendapatkan pendidikan dasar keagamaan. Pelajaran awal yang diberikan adalah memebaca huruf hijaiyyah (iqra) dan setelah menguasai baru membaca al-Quran. Setelah itu juga mempelajari tata cara beribadah dengan baik dan benar (fiqih), serta masalah keimanan. Pendidikan tingkat al-Quran dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Tingkat rendah, merupakan tingkat pemula, yaitu mengenal huruf al-Quran, pengajian ini dilakukan setelah Shalat maghrib hingga Isya dan setelah shalat subuh. 2. Tingkat atas, pengajian tersebut di tambah dengan pelajaran tajwid, hukum baca, kitab barzanji. Lambat laun pengajian dan rutinitas ibadah shalat yang di adakan disuaru tidak lagi cukup untuk menampung para murid dan jamaah yang belajar dan menunaikan ibadah shalat, maka seiring perkembangan waktu tempat tersebut diubah ke bangunan yang lebih besar lagi daya tampungnya. Maka berdirilah bangunan yang lebih bessar dari surau yaitu, masjid. Kata masjid berasal dari kosakata bahasa Arab yakni Sajada yang artinya tempat sujud. Masjid ini didirikan guna menampung jumlah jamaah dan murid yang bertambah seiring pesatnya pertumbuhan Islam di suatu daerah. Fungsi utamanya tetap menjadi tempat untuk beribadah shalat lima waktu dan shalat Jumat. Masjid juga merupakan lembaga pendidikan seperti surau namun kapasitasnya lebih banyak dan luas, sehingga dalam pembelajarannya dapat di bagi-bagi menjadi beberapa kelompok belajar. Sistem pengajaran di masjid memakai sistem halaqah, yaitu seoarang guru atau kyai membaca dan menerangakan pelajaran sedangkan para murid mendengarkan setiap ucapan yang 36

dikeluarkan oleh guru atau kyai. Sebelumnya para murid diminta untuk mempelajari kitab tertentu untuk dibahas sehingga murid bisa memahami setiap materi yang akan di sampaikan oleh guru. Dalam sistem pengajaran tersebut ada metode yang digunakan yaitu bandongan, sorogan dan wetonan. Metode bandongan adalah dimana seorang guru membaca dan menjelaskan isi sebuah kitab kemudian para murid mengelilingi gurunya dan membawa kitab yang sama, mendengarkan dan mencatat penjelasan yang diberikan gurunya berkenaan dengan bahasan yang ada dalam kitab tersebut pada lembara kitab atau kertas catatan. Kemudian metode sorogan merupakan metode dimana murid menyodorksn kitab kepada gurunya, kemudian guru memberikan penjelasan bagaimana cara membaca, menghafal dan bagaimana cara menterjemahkan kitab.

Sedangkan metode weton berasal dari bahas jawa yang memiliki arti berkala atau waktu tertentu. Metode weton bukan merupakan pengajian rutin harian namun pada saat tertentu misalnya pada waktu setiap selesai shalat jumat atau waktu lainnya. Para murid yang belajar tersebut berasal dari pelbagai daerah sekitar, ada yang singgah untuk sementara waktu di rumah kyai atau yang pergi pulang.

Karena jumlah murid yang berasal dari luar daerah semakin banyak maka tidak mungkin tinggal di rumah sang kyai karena keterbatasan tempat. Maka untuk mengatasi hal itu para murid membangun sebuah bagunan yang sedang untuk di tinggali selama mereka menuntut ilmu. Bangunan tersebut didirikan tidak jauh dari lingkungan masjid. Sebetulnya model bangunan tersebut merupakan asimilasi kebudayaan terdahulu dengan kebudayaan yang baru yakni Islam. Bangunan tersebut dinamakan ashram, maka ashram sendiri diberi nama dari bahasa Arab 37

Funduq (motel, hotel, singgah)33. Huruf Fa dalam tulisan Arab diucapkan sebagai

‗P‘ oleh orang-orang Melayu. Dengan adanya hal tersebut Islamisasi ashram yang berasal dari kebudayaan Hindu-Buddha menghasilkan lembaga pendidikan agama baru yang bernafaskan dan bercirikan Islam dalam masyarakat Melayu yang kemudian di kenal dengan nama pondok (dari funduq atau fondoq).

Banyak pula sejarawan terdahulu telah menyebutkan lembaga pendidikan seperti pondok, namun diantara para sejarawan itu belum ada yang bisa memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai asal usulnya pondok tersebut.

Guru dalam pondok atau pesantren (di Jawa) di kenal sebagai kiyai yang berasal dari kata orang yang bijaksana dalam bahasa Jawa34. Sedikit penjelasan diatas memungkinkan menjadi landasan dari lembaga pendidikan Islam tradisional yang dikenal sebagai pondok. Orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji tentunya juga ingin menyerap lembaga-lembaga sosial yang sudah ada agar mudah diterima dan tetap ada hubungannya dengan rakyat yang masih terikat kepada tradisi. Peran orang bijaksana dan tempat mereka mengajar di ashram sangat dihargai dalam kebudayaan India, dan para penyebar agama Islam tinggal memindahkannya saja dan memberikan sentuhan Arab. Dengan demikian orang bijaksana itu menjadi alim atau Kiyai dan ashram atau tempat pemondokan religius menjadi pondok pesantren. Ini merupakan hal yang baik dalam penyesuaian kebudayaan atau akulturasi yang terjadi apabila dua kebudayaan saling bertemu.

Khususnya di daerah Patani, lembaga pondok tumbuh menjadi sebuah lambang kebangaan bagi orang-orang Melayu muslim untuk beraspirasi dalam

33Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 37. 34Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi. Cet 2 (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983), h. 177-178. 38

bidang pendidikan Islam serta melambangkan sebuah institusi pendidikan yang unggul dan menjadi kebangaan umat Islam, sistem pendidikan tersebut tak langsung serentak dengan datangnya Islam di wilayah tersebut. Dalam sistem pendidikannya para ulamalah yang memberikan bimbingan serta pengajaran Islam kepada santri-santrinya dalam upaya menunaikan kewajiban agama, dan pondok juga berfungsi sebagai model segala keutamaan Islam dan wawasan-wawasan yang baik serta etis bagi para santri yang belajar dan masyarakat muslim diluar pondok35. Para santri-santri yang menempuh pendidikan di pondok akan dihormati oleh masyarakat setempat karena merekalah yang akan pertama kali di ajak untuk menghadiri acara syukuran di samping acara-acara Islam lainnya seperti pembacaan tahlil, pembacaan maulid. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dapat menghindari mereka dari hal-hal yang kurang baik, seperti berkumpuk-kumpul, berjalan-jalan tak ada tujuan dan sebaginya. Bagi masyarakat melayu Muslim (termasuk Patani), pondok dan penghuninya merupakan komunitas yang sakral yang misinya adalah menyampaikan Islam sejati kepada masyarakat marginal. Seperti di daerah Jawa36, orang-orang Melayu-Muslim di

Thailand Selatan pun terbagi kedalam golongan abangan (golongan Muslim marginal yang mengutamakan ritual dan praktek animis) dan santri golongan muslim yang lebih berpengetahuan dan menaruh perhatian terhadap kemurnian ajaran agama).

Santri pondok (dek pondok) dianggap sebagai orang miskin dan musafir yang mencari ilmu Islam yang diwajibkan kepada mereka. Untuk mendapatkan

35Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 138. 36Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi. Cet 2 (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983), h. 121-130. 39

penghasilan para santri (dek pondok) membantu masyarakat sekitar dengan melakukan ritual-ritual keagamaan yang berkaitan dengan kelahiran, kematian, perkawinan, dan peristiwa-peristiwa amal dan kebaikan lainnya. Sumbangan yang paling bermanfaat bagi para santri (dek pondok) walaupun mereka masih belajar adalah kegiatan da‘wah di kalangan masyarakat Muslim yang tinggal jauh dari pusat kegiatan keagamaan dan masih suka melakukan kegiatan atau praktek animistik. Maka setiap bulan puasa dan hari-hari besar Islam lainnya seperti

Maulid Nabi, Idul Adha, dan pada waktu panen, santri-santri ini berkeliling ke seluruh pelosok pedesaan untuk berda‘wah dan menerima sedekah dari masyarakat37. Dengan begitu maka tercipta hubungan yang sangat akrab antara lembaga pondok dan masyarakat Muslim-Melayu pada umumnya. Para santrimelakukan fungsi-fungsi sosial dan keagamaan, sementara mereka juga memperoleh pendapatan dari masyarakat.

Hampir semua Kiyai atau Guru (To‘Khru – Guru Kehormatan) adalah bergelar Haji. Tapi tidak semua Haji di wilayah Thailand Selatan (termasuk

Patani) memiliki pondok sendiri. Orang yang telah menunaikan ibadah Haji (di kenal sebagai To‘Hajji) memiliki otoritas moral atas penduduk di desa. Tapi Kiyai atau Guru yang juga Haji memiliki pengaruh moral yang jauh lebih besar, sebab ilmu agama yang mereka miliki dianggap berasal langsung dari sumbernya dan karena lebih murni serta lebih mendekati ajaran dan sunnah Nabi. Kebanyakan

Kiyai atau Guru menguasai bahasa Arab klasik dan Jawi (bahasa Melayu dengan aksara Jawi). Semua buku pelajaran ditulis dalam bahasa Arab klasik atau Jawi.

Pada saat pemerintahan Siam-Thai menlancarkan upaya intergrasi, bahasa Thai

37Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 140. 40

tidak digunakan apalagi diajarkan di pondok. Kiyai atau Guru tetap menerapkan sistem pendidikan tradisonal dan tidak mengubahnya menjadi lembaga pendidikan yang sekuler di mana bahasa Thai menjadi bahasa pengantar dan pendidikan agama hanya menjadi bagian kecil dari kurikulum. Pondok-pondok yang ada di wilayah Thailand Selatan (termasuk Patani) lebih menyukai metode tradisional, yakni membaca dan mengomentari buku-buku pelajaran klasik, daripada cara mengajar dalam ruang kelas menurut jadwal waktu yang sudah ditentukan.

Pendidikan agama itu sendiri dianggap sebagai ibadah oleh orang Melayu-

Muslim, maka pelajarannya berlangsung diantara waktu-waktu shalat dan ibadah- ibadah lainnya. Maka Masjid yang berada di lingkungan pondok juga berfungsi sebagai tempat belajar, dimana begitu selesai shalat berjamaah dimana Kiyai atau

Guru menjadi imamnya kemudian setelah selesai shalat maka Kiyai atau Guru itu menghadap kepada ma‘mum yang juga para santri untuk memulai pengajaran yakni mengutip dan mengomentari nash-nash dari buku klasik sampai waktu shalat berikutnya. Pada umumnya yang diajarkan dalam pondok adalah mengaji al-Quran (Qira‘at), tafsir, hadits, asas-asas ilmu hukum (Ushul al-Fiqh), hukum

Islam (Fiqh), tata bahasa dan konjungsi (Nahwu dan Sharaf), teologi (Tauhid atau

Ushuludin), logika (mantiq), sejarah (Tarikh), mistik (tassawuf) dan etika

(Akhlak)38. Tidak ada ujian dan batasan waktu bagi santri untuk belajar dan menguasai salah satu dari ilmu tersebut yang telah di ajarkan oleh Kiyai atau

Gurunya. Pada gilirannya santri-santri tersebut akan mengajar santri-santri yang baru atau membantu santri-santri yang kurang cepat tanggap. Kemudian santri-

38Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 143

41

santri senior tersebut yang telah memiliki keilmuan yang cukup akan menjadi seorang pemimpin ta‟liyat yakni pemimpin para santri. Para santri-santri yang belajar biasanya membentuk sebuah lingkaran atau halaqoh di tiap-tiap pelajaran dan masih berada di dalam lingkungan pondok. Kemudian para santri-santri senior ini akan memulai karir sebagai calon guru di bawah bimbingan Kiyai atau

Gurunya dalam setiap mata pelajaran yang telah dipilih serta dikuasainya. Setelah cukup waktu mengajar kemudian para santri-santri senior yang juga pemimpin ta‟liyat in akan pergi menunaikan ibadah Haji dan melanjutkan studi mereka di

Mekkah sebelum kembali ke Patani untuk mendirikan pondok sendiri.

Melalui Kiyai atau Guru yang berfungsi sebagai penghubung dengan dunia Islam yang lebih luas serta berinteraksi dengan perubahan-perubahan di dunia yang lebih luas. Di dalam masyarakat Melayu-Muslim pondok berfungsi sebagai agen perubahan, baik pada tingkat budaya maupun pada tingkat agama, yang berarti bahwa proses pemurnian agam akan berlangsung terus menerus dan perubahan tak bisa dihindari lagi dalam sebuah masyarakat yang dimana masih terdapat unsur-unsur kepercayaan animisme yang harus dihilangkan. Kedudukan pondok yang unik di dalam masyarakat Melayu-Muslim telah menyebabkan pondok dianggap keramat dan harus diperlakukan dengan hati-hati sekali. Pada waktu yang bersamaan pemerintahan Thailand sudah bertekad untuk mengintegrasikan penduduk Melayu-Muslim yang mayoritas penduduknya bermukim di wilayah Patani dan sekitarnya ke dalam pemerintahan Thailand, maka hal yang harus diperhatikan palin utama adalah masalah pondok. Karena pemerintahan Thailand akan mengupayakan merubah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan ini menjadi lembaga pendidikan semi-sekuler yang 42

memberikan pendidikan modern disamping pendidikan agama, dan latihan kejujuran menggantikan praktek-praktek ibadah dan mistik.

Kedatangan cucu dari Wan Husein (anak dari Sultan Qumbul)39 yang berasal dari pesantren Gresik, Jawa Timur pada tahun 1467 telah membuka jalan baru dalam memberikan pengajaran tentang Islam yang dahulunya hanya tertumpu di dalam istana. Selama belajar di Gresik Wan Husein adalah murid dari

Sunan Ampel yang merupakan sepupunya. Dengan pelbagai pengajaran yang didapat dan sistem pengajaran selama di Gresik maka Wan Husein memperkenalkan pengajaran cara pondok yang serupa dengan yang ada di Gresik.

Jika Sunan Maulana Malik Ibrahim adalah pendiri pondok (pesantren) yang pertama di Jawa, maka yang pertama di Patani adalah Wan Husein. Dengan didirikannya pondok (pesantren) Para raja-raja Islampun memberikan ruang seluas-luasnya kepada Ulama dalam menda‘wahkan Islam dan rajapun menempatkan mereka di tempat yang sewajarnya40. Kemudian pada akhir abad ke-18 M hingga sepanjang abad 19 M, wilayah Patani bukan saja berperan sebagai tamadun Islam namun juga sebagai pusat kegiatan kesusastraan Melayu yang bernafaskan Islam melanjutkan perjuangan ulama terkenal dan kitab-kitab mereka yang mashyur. Para ulama tesebut bukan saja dikenal di wilayah Patani saja namun juga diakui sebagai Alim ulama di negara-negara Arab, Turki , dan

Afrika Utara. Sebagian dari Ulama itu menjadi tauliah untuk mengajar di Masjidil

Haram, Mekkah. Kala itu Patani mendapat julukan sebagai ―Cermin Mekkah‖ karena ramai dikunjungi oleh pelajar-pelajar Islam yang berasal dari Sri Langka,

39 Nama sebenarnya adalah Ali Nurul Alam seorang perdana mentri dari kesultanan Kelantan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Syah 40 Sepanjang pemerintahan raja-raja Islam Patani kegiatan agama mendapatkan tempat walapun di kalangan Istana masih terdapat unsure-unsur sinkretisme

43

Burma, Kamboja, Vietnam, Filipina, negeri tanah Melayu, Sumatra terutama,

Aceh, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Brunei.

Puncak kejayaan pengajian pondok adalah pada abad ke-19 M. Pada zaman tersebut Islam telah berkembang dengan pesatnya di mana aktivitas penterjemahan dan penyusunan buku-buku giat dilakukan. Kitab-kitab yang berbahasa Arab Jawi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan di sebarluaskan ke setiap pondok-pondok yang berada di Patani dan menjadi pedoman utama dalam pengajaran. Hal ini karena semakin banyak masyarakat

Muslim yang pergi menunaikan ibadah haji di Mekkah dan mereka semakin mengerti dan peka terhadap perkembangan Islam dan kemaslahatan umat41.

Dalam periode abad ke-19 M ini keilmuan Islam mencapai puncak kejayaannya dengan hadirnya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani dan ulama lainnya yang sezaman. Di samping itu juga banyak karya sufi dan tauhid telah diterjemahkan kedalam bahasa Melayu. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani bersama Syeikh

Abush Shamad Al-Palimbani bertanggung jawab membangkitkan kembali kegemilangan Imam Al-Ghazali di alam Melayu. Karya agung mereka adalah

Minhaj al-Abidin ila jannat Rab al-Alamin yang di terbitkan di Mekkah pada tahun 1824 M merupakan koleksi terjemahan dari tiga buah karya Imam al-

Ghazali yaitu Ihya Ulumuddin, Kitab Asrar, dan kitab Qurbah Ilallah. Kitab

Minhaj al-abidin tersebut telah tersebar ke seluruh kepulauan Melayu dan karya tersebut begitu terkenal di kalangan tarikat Ikhwan Naqshabandiyah.

Walaupun tidak banyak penjelasan mengenai perkembangan pondok secara luas oleh sejarawan terdahulu, tetapi bedasarkan jumlah buku-buku yang

41Wan Kamal Mujani, Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad Ke-21. Cet I (Bangi: Persatuan Bekas Mahasiswa Islam Timur Tengah, 2002), h. 229.

44

dihasilkan oleh Ulama-ulama Patani, baik yang telah hilang ataupun yang masih dipergunakan hingga sekarang jelas telah menunjukan bahwa pengajian pondok di

Patani telah berkembang pesat dan mencapai puncaknya. Pekembangan ini selaras dengan kedudukan Patani yang dahulu pernah berjuluk ―Serambi Mekkah dan

―Cermin Mekkah‖42.

42Wan Kamal Mujani, Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad Ke-21. Cet I (Bangi: Persatuan Bekas Mahasiswa Islam Timur Tengah, 2002), h. 231.

45

BAB IV

KEGIATAN INTELEKTUAL SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL- FATANI

A. Kegiatan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Sebagai Ulama Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani merupakan salah satu dari banyaknya ulama-ulama termasyhur di kawasan Melayu. Syeikh daud bin Abdullah aA-

Fatani adalah ulama yang paling produktif di antara ulama-ulama Melayu lainnya, di karenakan banyaknya karya yang telah beliau telurkan lebih dari lima puluh buah karya. Selama tiga puluh tahun beliau menuntut ilmu di Mekkah, kemudian lima tahun di madinah. Serta dua tahun di Aceh pada masa awal pendidikannya.

Dengan lamanya beliau menuntut ilmu maka beliau di gelari ―Al-Alim Allamah

Al-Arif Ar-Rabbani‖. Tak banyak memang ulama-ulama dari Jawi/Asia Tenggara yang boleh menyandang gelar ―Al-Arif Ar-Rabbani‖.

Pada saat di Mekkah Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani langsung berbaur dengan para pelajar-pelajari lainnya. Kemudian beliau bertemu dengan ulam-ulama yang berasal dari Patani yang lama bermukim di Mekkah, seperti

Syeikh Muhammad Salih bin Abdurrahman Al-Fatani seorang ahli syariat dan haqekat yang mengajar di Masjidil haram. Kemudian Syeikh Daud bin Abdullah

Al-Fatani diangkat menjadi ketua kumpulan pelajar Asia Tenggara atau yang di kenali dengan sebutan ―Syeikh Haji‖(selepas kembali dari Patani). kesibukan beliau selama menuntut ilmu di Mekkah adalah menulis maka tak heran jika banyak karya-karya yang telah beliau telurkan, selain menulis beliau juga menyempatkan diri unutk mengajar di Masjdidil Haram walapun beliau juga masih menjadi seorang pelajar. Karya-karyanya di tulis dalam dua bahasa yakni 46

bahasa Arab dan bahasa Melayu, tak banyak karya beliau yang berbahasa Arab tersebar di wilayah Melayu. Berbeda dengan yang berbahasa Melayu karya beliau tersebar luar di wilayah Melayu walapun karya-karya tersebut masih dalam bentuk tulisan belum di cetak. Jika ada yang memerlukan karya beliau maka ada seseorang di dibayar untuk menyalinkan karya tersebut. Untuk memperbanyak tuliasan-tulisannya beliau telah mempersiapkan juru tulis untuk menyalin setiap karya-karyanya.

Sekian lama menuntut ilmu beliau pernah kembali ke Patani. Beliau berfikir untuk bisa berda‘wah di Patani. Namun beberapa tahun di Patani muncullah suatu krisis peperangan antaran Patani dengan Siam. Beliau di riwayatkan memimpin langsung dalam peperangang jihad fi sabilillah. Lalu dalam peperangan tersebut beliau mundur ke wilayah Pulau Duyung (Terengganu) untuk menyusun strategi perang43 Dalam peperangan tersebut beliau kehilangan teman seperjuangannya selama pendidikan di Mekkah yakni Syeikh Abus Shamad al-

Palimbani, dikatakan beliau hilang ketika khalwat di Masjid Legor.

Bangsa Siam sendiri berasal dari kawasan China Selatan, bangs ini awalnya tinggal di kawasan kecil di sepanjang Sungai Yangtse kemudian pada pertengahan abad ke 7 M mereka akhirnya bisa mendirikan sebuah negeri di Barat

Daya China-Nancho. Tempat itu terletak di satu kawasan tanah datar yang terletak

600 kaki di pegunung Yunan. Bangsa Siam ini adala bangsa penjajah, berawal kedudukan asal mereka di Nancho. Kemudian bangsa Siam mengembangkan wilayah kekuasaan mereka ke arah Selatan dan Timur. Di bagian Selatan mereka menyera negeri-negeri Melayu seperti Grahi (Chaiya), Gharbi (Krabi), Thambra

43 Wan Kamal Mujani, ―Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad Ke- 21‖ , h. 231

47

Lingga (Surat Tani), Ligor (Nkhorn Sri Thamarat), dan Senggora (Songkhla). Di sebelah Timur mereka menyerang wilayah bangsa Mon dan Khmer, mereka juga menyerang wilayah Annam. Pada tahun 1253 M maharaja Mongol Kubilai Khan menaklukan Nancho. Sejak saat orang Siam meninggalkan Nancho dan pindah ke

Selatan. Di Selatan akhirnya mereka mendirikan kerajaan Sukothai, negeri yang sebelumya pernah di taklukan oleh bangsa Khmer pada tahun 1238 M. Disini orang Siam cukup terpengaruhi dengan kebudayaan Khmer. Penjelasan singkat diatas merupakan asal mula sifat karakter kepejajahan bangsa Siam atas Melayu

(khususnya Patani).

Pada tahun 1603 M merupakan awal upaya Siam ingin menaklukan Patani, entah merasa tersinggung atas penyerangan Patani terhadap Ayuthaya pada tahun

1563 atau ketidaksenangan bangsa Siam atas Islam yang mengalami kemajuan dalam bidang perekonomian yang dibantu juga karena faktor geografis wilayah

Patani yang berada di Selatan dekat dengan pesisir pantai sehingga memudahkan dalam perdagangan serta wilayah yang subur berbeda dengan wilayah bangsa

Siam yang terletak 700 mil dari Teluk Siam, sehingga kapal-kapal tak mungkin singgah karena letaknya yang sangat menjorok ke dalam. Di lain sisi lain ada ancaman bagi bangsa Siam yakni mulai banyak penduduknya yang menikah dengan saudagar-saudagar muslim sehingga ada ketakutan bahwa nantinya bangsa

Siam akan punah karena hal tersebut. Hal itulah yang membuat bangsa Siam ingin menaklukan wilayah Patani.

Serangan pertamapun di lancarkan pada tahun1603 M, waktu itu Patani di pimpin seorang Raja perempuan atau yang di sebut Ratu, yakni Ratu Hijau.

Dalam serangan tersebut Siam di pimpin oleh panglima Okya Dicha. Armada laut 48

Siam lengkap dengan ribuan prajurit dan perlengkapan perang bertolak dari

Ayuthaya untuk memenuhi keinginan Raja Siam yang kala itu di pimpin oleh Phra

Naresuan untuk menaklukan Patani. Serangan pertama ini mengalami kegagalan karena Patani mendapatkan bantuan dari saudagar yang berniaga di Patani waktu itu.

Dengan adanya serangan Siam atas Patani, Ratu Patani yang ke dua yakni

Ratu Biru (1616-1624 M) mengerahkan kawalan yang ketat atas Patani guna menjaga kemerdekaan dan kedaulatan Patani. Dalam masa kawalan tersebut usaha yang di lakukan dalam menjaganya adalah dengan membuat meriam-meriam yang berjumlah tiga buah laras meriam, masing-masing di beri nama (Seri Negara, Seri

Patan dan Mahalela). Meriam-meriam ini dibuat oleh ahli senjata yang di ketuai oleh orang China yang bernama Lim Tau Kin. Segala persiapan dan kawalan sudah siap, namun Siam tak kunjung kembali menyerang hingga 30 tahun setelah serangan pertama tahun 1603 M. Hingga Ratu Biru wafat dan kemudian di gantikan oleh Ratu selanjutnya yakni Ratu Ungu.

Kemudian datanglah serangan yang ke dua tahun 1632 M sejak serangang pertama pada tahun 1603 M penyerangan ini masih di pimpin oleh Okya Dicha.

Namun sebelum lencarkan serangan Siam terlebih dahulu menghubungi pihak

Belanda guna mendapatkan bantuan dan Belanda menyetujuinya. Hingga serangan di lancarkan terhadap Patani bantuan tersebut tak kunjung databg. Di lain pihak Patani mampu mematahkan serangan Siam yang ke dua karena tiga buah meriam yang sejak dulu telah di persiapkan oleh Ratu Biru dan di bantu oleh tiga ribu rakyat Trengganu yang berada di Patani karena ikut dalam rombongan 49

Yang diPertuan Muda Johor untuk meminang putri Ratu Ungu yang bernama

Ratu Kuning.

Kecewa dengan serangan ke dua, Siam kembali menyerang Patani pada

Tahun 1633 M (sebagian riwayat pada tahun 1634 M). Penyerangan kali ini di pimpin oleh Phya Phara Khlang. Raja Siam yang terdahulu sudah di gantikan dengan Pharasat Thong, seorang yang di anggap ―perampas‖ seorang Raja dan masih memiliki ambisi untuk menaklukan Patani. Serangan kali ini jaraknya dekat dari serangan sebelumnya, karena menganggap Patani belum pulih dari serangan sebelumnya. pihak Siam kembali menghubuni belanda yang berada di Batavia untuk memperkuat serangannya terhadap Patani. Perang yang ke tiga pun terjadi dan kembali mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut di sebabkan karena pertahanan Patani yang kuat, kurangnya perbekalan makanan serta wabah penyakit yang mendera Siam waktu itu serta lambanya bantuan dari pihak

Belanda yang datang setelah Siam akan kembali ke wilayahnya. Sebaliknya

Patani di bantu oleh Johor dan Pahang.

Pada tahun 1635 M Ratu Ungu wafat dan di gantikan oleh anaknya Ratu

Kuning. Baginda adalah seorang Ratu yang bijak dalam sejarah kesultanan Patani.

Pada masa Ratu Kuning banyak perubahan, kemajuan dan perbaharuan kepada masyarakat serta, melibatkan diri langsung dalam urusan perniagaan dan merupaka Ratu terakhir dalam dinasti kesultanan Patani. Kemajuan yang membekas di masyarakat Patani adalah memperdalam Kuala Sungai Patani guna memperbolehkan kapal-kapal besar masuk dan berlabuh membawa dan mengangkut dagangan. Pada masa Ratu Kuning juga terjadi serangan Siam yang ke empat, penterangan kali ini di pimpin oleh seorang pesuruh jaya (pengawal 50

kepercayaan Raja) yang memerintah Ligor dan bergelar Okya Sena Phimok.

Pesuruh jaya ini asalnya dari Jepang bernama Yamada, karena lama menetap di

Siam dan menjadi tentara yang mengabdi kepada Raja Siam. Karena jasanya yang banyak maka Raja melantiknya menjadi pengawal kepercayaan Raja di Ligor.

Serangan ke empat inipun kembali gagal.

Setelah serangan ke empat mengalami kegagalan Patani aman dari serangan Siam selama hampir kurang lebih satu setengah abad lamanya. Selama masa tersebut dan selepas masa-masa gemilang yang telah di capai pada masa pemerintahan ke empat Ratu dan terutama Ratu Kuning yang masanya relatif panjang. Sampai Ratu Kunig wafat dan pada akhirnya Patani jatuh ke tangan

Siam, menjadi waktu yang tidak menentu bagi rakyat Patani. Selama masa itu

Patani tak memiliki Raja yang tetap. Raja di lantik silih berganti namun keadaan ini membuat Patani semakin turun dalam kemajuan dan ekonomi, melemahnya pertahanan. Kurun waktu tersebut habis dalam selisih paham dan saling berebut kekuasaan, sehingga terjadi pemberontakan dan pembunuhan antar anggota keluarga kerajaan. Menurut sumber ada sekitar sebelas orang raja yang memerintah Patani selepas masa Ratu-ratu (termasuk Raja Mas Chayam yang menjadi seorang Raja dua kali) antara tahun 1651 M sampai dengan 1785 M.

Penjelasan singkat diatas sedikit menjelaskan asal mual bangsa Siam dan beberapa alasan kenapa Siam ingin sekali menaklukan Patani untuk menjadi bagian dari wilayah Siam serta jatuhnya Patani ke tangan Siam akibat tak lagi memilik pemimpin yang cakap selepas masa Ratu-ratu dan terjadinya selisih paham dalam pemerintahan yang melibatkan anggota keluarga kerajaan. 51

Penjajahan Siam atas Patani yang berlangsung selama kurang lebih 200 tahun lamanya mendesak Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani untuk hijrah dari

Patani ke Aceh, Mekkah dan Madinah untuk menuntut ilmu agama. Beliau seorang yang cerdas, melihat Semakin kuat dengan bantuan sekutu maka tak cukup jika perjuangan hanya menggunakan senjata. Menurut beliau ilmu pengetahuan jugalah tak kalah penting untuk bisa melawan kedzaliman. Dalam pemeikiran beliau yang telah di sebutkan pada bagian sebelumnya bahwa

“Barang siapa yang memiliki ilmu pengetahuan maka ia bisa menguasai sesuatu tanpa harus menggunakan senjata”. Artinya beliau lebih mengutamakan pendidikan dalam berjuang dan mempertahankan kedaulatan

Patani sebagai negeri yang merdeka atas penjajah, serta keinginan beliau untuk mencerdaskan umat dan menjadikan ilmu agama sebagai sandaran hidup.

Beda masa beda pula perjuangan yang di lakukan dalam melawan dan mengakhiri ke penjajahan Siam atas Patani. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani lebih memilih jalan da‘wah dalam perjuangannya. Patani dalam masa Syeikh

Daud bin Abdullah Al-Fatani tak sekuat pada masa ke empat Ratu yang memimpin, karena pada masa beliau Patani sudah di bagi-bagi menjadi beberapa wilayah kecil. Dalam keadaan seperti itu rakyat mulai melemah dan berkecil hati untuk bisa melawan Siam. Dalam masa menuntut ilmu di Mekkah dan Madinah, beliau banyak menulis karya-karya yang berkaitan dengan ilmu-ilmu yang di pelajarinya. Karya-karya ini beliau harapkan bermanfaat bagi umat dan rakyat

Patani untuk lebih giat lagi belajar mengenal dan mendalami agama Islam. Beliau menyadari bawah gerakan yang di lakukan tak terlalu signifikan di bandingkan pada masa sebelum beliau namun gerakan yang di usahakan beliau ini jauh lebih 52

bermakna, karena umat dan rakyat jauh lebih mengerti arti sebuah perjuangan yang selama ini di lakukan yakni jihad fi‘sabilillah.

beliaulah yang menyerukan perkara jihad fi sabilillah, karena pengertian

Islam kata beliau ialah, pada lughat (bahasa) artinya menyerahkan dan mengikuti.

Sedangkan dalam syaia artinya bahwa sekalian semua mengamalkan semua aspek ketaatan yang terdapat dalam ketentuan Islam, hal itu yang membuat beliau menekankan pada aspek jihad fi sabillilah. Sebab pada masa yang bersamaan

Patani sedang dijajah oleh Siam, maka dari itu beliau menyerukan sekalian masyarakat Patani untuk berjihad seperti yang beliau katakan ialah, "Wajib orang

Islam memelihara agamanya, bahwa Allah memerintahkan bagi kalian semua untuk jangan merusakkan agamanya dengan kekufuran sehingga menjadi murtad, juga jangan melakukan mak'siat yang mengakibatkan menjadi fasiq dan sebab itulah kita disuruh memerangi sekalian kafir harbi atau yang lainnya". Mempertahankan Islam dengan arti kata yang sesungguhnya sehingga tercapainya "Darul Islam" yang menghendaki berlakunya undang-undang Islam dalam arti keseluruhan seperti yang dikehendaki al-Quran dan Allah.

Tentang masalah jihad, beliau pernah ditanyai oleh seseorang apakah jihad itu wajib atau sunnah. Beliau menjawab "jihad itu adalah fardu ain jika kafir itu datang ke negeri Islam”. Oleh sebab itu tidak ada suatu alasan umat Islam semua khususnya Patani berpangku tangan untuk tidak berjuang, berjihad pada jalan

Allah melepaskan diri dari penjajahan bangsa kafir. Di dalam karya-karya beliau juga menghimbau untuk melakukan jihad fi sabilillah, walapun beliau tidak menuliskan sebuah karya yang khusus mengenai jihad. 53

Sebagai ulama yang terkemuka tentunya Syeikh Daud bin Abdullah Al-

Fatani memiliki murid yang meneruskan perjuangan dawah yang telah beliau sampaikan, beberapa diantaranya ialah:

1) Sultan Muhammad Shaifuddin (Sultan Sambas). Beliau merupakan

murid Syeikh Daud yang menjadi Sulltan di daerah Sambas. Pada

masa Sultan tersebut Islam mencapai puncaknya, dengan

didirikannya Masjid Agung sebagai pusat penyebaran Islam di

kesultanannya. Masjid tersebut terletak di samping tiga airan

sungai sambas.

2) Haji Wan Musa Al-Fatani. Beliau merupakan pendamping Syeikh

Daud dan menggantikan posisi beliau sebagai Syeikh Haji di

Mekkah.

3) Abdul Halim. Beliau berguru kepada Syeikh Daud padaa saat

beliau di Mekkah. Setelah lama belajar dan memperoleh banyak

ilmu dari Syeikh Daud kemudian beliau kembali ke Kelantan dan

menjadi penasehat Sultan Muhammad I. Beliau merupakan orang

pertama yang menggajar di Kelantan dengan metode pengajian

pondok.

4) Sheikh Wan Muhammad Zain. Aktivitasnya sebagai murid Syeikh

Daud adalah menyalin kitab-kitab Syeikh Daud. Beliau bersama

adik Syeikh Daud yang bernama Sheikh Wan Abdul Qadir bin Al-

Fatani melanjutkan perkaderan Islam di Pondok Bendang Daya,

iaitu pondok yang terkenal dan paling banyak muridnya di Asia

Tenggara pada abad 19 M. 54

5) Sheikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman Al-Fatani. Beliau

merupakan murid Syeikh Daud yang menjadi guru Ilmu Tasawuf

di Mekah dan sekaligus mengajar berbagai tarekat terutama

Thariqat Syathariyah.

B. Penjelasan Karya-karya Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani

Syeikh daud bin Abdullah Al-Fatani merupakan seorang ulama yang produktif dalam menuliskan karya-karya tentang pengetahuan Islam. Banyak karya yang telah beliau telurkan selama menimba ilmu di Mekkah. Beliau merasa perduli terhadap ilmu pengetahuan Islam di tanah kelahirannya yaitu Patani, ketika itu Patani sedang melawan kepenjajahan Siam. Dalam karya-karya yan

Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani menjelaskan tentang isi dari karya tersebut.

Berikut adalah karya-karyanya dan sedikit penjelasan mengenai karya-karyanya:

1. Bughyat al Tullab

Bughyat al-Tullab awalnya di terbitkan dalam dua jilid, pertama memuat

244 halaman. Jilid kedua berisi 236 halaman44. Bughyat at-Tullab diterbitkan oleh percetakan Al-Ma‘arif, Pinang. Di cetak Matba‘ah al-Miriyah, Makkah, 1310 H/

1892 M.

Judul lengkap karya ini adalah Bughyat al Tullab li Murid Marifat al-

Ahkam bi al-Sawab. Karya ini merupakan lanjutan dari karya Syeikh Muhammad

Arsyad bin Abdullah al-Banjari yang berjudul ( sabil al-Muhtadin fi Amr al-Din ).

Syeikh Daud memulakan karyanya dengan mukadimah. Antara kalimat beliau:

44Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. CET. 1 (Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 34.

55

"Bahawasanya beberapa nafsu (diri) yang cerdik yang menuntut bagi beberapa martabat yang tinggi sentiasa perangainya itu di dalam menghasilkan beberapa ilmu syarak. Dan setengah daripadanya mengetahui akan furu‟ ilmu fiqh. Kerana bahawasanya dengan dia menolakkan akan wiswas yang syathaniyah. Dan mengesahkan akan jual beli dan segala ibadat yang diredakan..." Masih dalam mukadimah, Syeikh Daud memperkenalkan pelbagai hadis mengenai ilmu pengetahuan. Selepas itu, memperkenalkan riwayat ringkas Imam al-Syafie.

Kandungan keseluruhan Bughyah ath-Thullab adalah membicarakan fiqh bagian ibadat dalam mazhab Syafie.

2. Ad-Durrust Stamin

Karya ini selesai di tulis oleh Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani di

Mekkah pada tanggal 17 Syawal tahun 1231H/1816-17M. Karya ini terbit tak hanya di Asia Tenggara saja tetapi, juga diterbitkan di Mekkah, Mesir, Turki, dan

Bombay.

Judul lengkap karya ini adalah al-Durr al-Thamin fi Aqa‘id al-Mumini.

Karya ini Syeikh daud bin Abdullah al-Fatani menguraikan asas-asas kepercayaan

(akidah) Islam, ketauhidan menurut i‘tiqad ahlus sunnah wal jama‘ah, yaitu menyederhanakan maksud dan tujuan mengenai qada dan qadar serta ikhtiyar hamba45. Karya ini merupakan yang paling banyak di cetak ulang dan banyak di kaji oleh orang-orang Melayu.

45Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. CET. 1 (Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 35 56

3. Furu Masa’il

Karya ini merupakan nukilan fatwa Syaikh Jamaluddin Ahmad ar-Ramli al-Kabir, yakni ayah dari pada Syaikh Syamsuddin Muhammad ar-Ramli (Imam

Ramli). Karya ini terbit di Mekah pada tahun 1257 H/1841M.

Judul lengkap dari karya ini adalah furu al-Masa il wa Usul al-Masa il, merupakan sebuah karya utama Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani. Karya ini menjelaskan perundang-undangan dan pemikiran Islam Syeikh daud bin Abdullah al-Fatani. Dalam karya ini menjelaskan bahwa kita sebagai manusia hendaklah berperantara kepada anbiya, mursalin, solihin dan awliya karena mu‘jizat para nabi dan karamah para wali tidak putus dengan matinya.

4. Kalfiat Khatmi Quran

Para penghafal doa sangat mengenal kitab ini, karena banyak sudah cukup banyak dicetak oleh beberapa percetakan baik di Mesir, Mekkah, Turki, Bombay dan semua percetakan-percetakan di Asia Tenggara pernah mencetak kitab ini.

Dalam karya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani ini di dalamnya berisi tentang tata cara melakukan Quran dan pelbagai doa. Kitab ini merupakan yang pertama mengenai tata cara pelaksanaan berdoa, serta belum ada kitab yang sejenis pada masa beliau.

5. Idah al-Bab

Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani juga menyediakan buku ini dalam bahasa Melayu pada tahun 1224 H/1809 M46. Karya ini tersebar di sekitar semenanjung Melayu.

46Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. CET. 1 (Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 39.

57

Judul keseluruhannya adalah Idah al-Bab Li Murid al-Nikah bi al-Sawab.

Adalah sebuah buku panduan kecil dengan 60 halaman ini memuat tentang tata cara pernikahan, talaq, maskawin dan sebagainya. Naskah ini juga tersimpan di

Pulau Kendur, Riau. Di bawah pengawasan Naskah Kuno Daerah Riau.

6. Faidatun Muhimmatun Mathlubatun Fi Kaifiyati Shalatit

Tarawih

Dalam karya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani ini berisi tentang metode shalat tarawih. Mulai dari doa tarawih sampai doa witirnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan shalat tarawih dan witir. Bahkan masih banyak wilayah Asia

Tenggara yang berpedoman dan menghafal doa-doa ynag terkandung di dalam kitab tersebut.

Dalam karya ini Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani menjelaskan bahwa yang dinamakan shalat tarawih itu adalah dua puluh rakaat di bulan Ramadhan.

Dua puluh rakaat itu dilakukan dengan sepuluh kali salam. Apabila shalat tarawih di lakukan dengan satu kali salam, atau tiga, empat atau lima rakaat satu salam maka itu bukanlah yang dinamakan shalat tarawih. Serta di dalam setia empat rakaat terdapat salam yang artinya berhenti beberapa saat dan kemudian memulainya kembali hingga sepuluh salam47.

7. Al- Jawahir al-Saniyyah

Kitab ini di tulis oleh Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani di Thaif pada tanggal 16 Jumadil awwal 1252 H/1836 M.

Dalam saduran H. Wan. Moh. Shaghir kitab ini berisi tentang perundangan

Islam (Fiqh) yang lengkap dengan semua bab-babnya. Lain hal menurut V.

47Kaifayat Khatam Quran (Mekkah: Darus Sa‘adat, Mathbaah Usmaniyah), h. 84-85.

58

Matheson dan M.B Hooker, menurutnya karya ini berisi tentang perkara

Ushuludin yang menjelaskan tentang hari pembalasan, malaikat, tazkiyah

(pembersihan), shalat, puasa, haji, waqf, pembagian warisan, dan semua yang berkaitan tentang perkawinan, talaq, jual-beli dan untung rugi perniagaan.

8. Kifayat al-Muhtaj

Beliau menyelsaikan tulisan ini di Mekkah pada tahun 1224 H/ 1809 M.

Kitab ini berisi tentang perjalanan Isra dan Mi‘raj Nabi S.A.W, karya ini berdasarkan karya dari Al-Ghaiti (1540 M) yang berujudul Mi‟raj al-Nabi dan sebagian lagi dari pandangan-pandangan Al-Kalyubi (1658 M). Dalam kitab ini juga terdapa mengenai pelbagai jenis surga dan neraka.

9. Mutaallim

Karya ini di selesaikan oleh Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani pada tanggal 12 Jumadil Tsani pada tahun 1244 H/1826 M.

Kitab ini berjudul Hidayat al-Mutaallim wa Umdat al-Muallim. Kitab ini merupakan rangkuman tentang aqidah, tassawuf, dan fiq. Kemudian di cetak oleh perusahaan Matbaah al-Miriyah, Mekkah pada tahun 1312 H/1893 M, setelah di sunting ulang oleh Syeikh ahmad bin muhammad Zayn bin Mustafa al_fatani dengan bantuan muridnya dan anak dari saudaranya Syeikh Daud bin Ismail al-

Fatani. Judu Mutaallim didapati dari hasyah kitab Al-Miftah al-Murid fi Ilm al-

Tauhid yang berisi penjelasan tentang aqidah Islam.

C. Pandangan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Terhadap Ilmu Pengetahuan

Sebagai ulama yang produktif dalam menghasilkan banyak karya maka tak heran jika Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani memiliki pandangan sendiri 59

terhadap karya-karyanya yang meliputi pelbagai macam bidang ilmu pengetahuan, berikut adalah pandangan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.

a) Pandangannya Tentang Politik:

Seseorang pernah bertanya kepada beliau tentang pengenalan batas-batas pekerjaan agama, maka beliau menjawab dengan menggunakan septong surat al-

Quran yang artinya: "Apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka peganglah dia, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah"48

Kemudian beliau menafsirkan ayat tersebut bahwa 'meliputi sekalian pengertiannya ialah Islam, Iman, dan Ikhsan, menyuruh kebaikan, mencegah kemungkaran, mengerjakan shalat, mnegeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan, haji dan umroh, termasuk perang sabil dan apa saja yang telah diperintahkan dan apa saja yang telah dilarang. Beliau juga berkata bahwa orang yang tidak melakukan salah satu dari perkara yang telah terdapat dalam Islam masih terhitung orang jahil (bodoh) terhadap kewajiban agamanya. Dalam pandangan politiknya beliau menekankan pada aspek jihad fi sabillilah. Sebab pada masa yang bersamaan Patani sedang dijajah oleh Siam, maka dari itu beliau menyerukan masyarakat Patani untuk mempertahankan Islam dengan arti kata yang sesungguhnya sehingga tercapainya "Darul Islam" yang menghendaki berlakunya undang-undang Islam, dalam arti keseluruhan seperti yang dikehendaki al-Quran dan Allah. Ini menjadi ideologi semua Ulama termasuk beliau, sehingga beliau pernah ikut terlibat dalam perang melawan Siam. Dalam karya beliau mengenai fiqh sebagaimana juga Ulama lainnya dapat dibaca perundang-undangan mengenai Islam termasuk jihad fi'sabilillah yang begitu

48 Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 63.

60

yakin bahwa orang Islam harus menggunakan hukum yang telah Allah turunkan.

Dari tulisan beliau tentang fiqh bisa diambil beberapa pelajaran tentang negeri

Islam yang dijajah termasuk Patani yang dijajah oleh Siam menghendaki perjuangan seluruh umat Islam terutama umat Islam Patani dan sekitarnya.

Tentang masalah jihad, beliau pernah ditanyai oleh seseorang apakah jihad itu wajib atau sunnah. Beliau menjawab "jihad itu adalah fardu ain jika kafir itu datang ke negeri Islam. Oleh sebab itu tidak ada suatu alasan umat Islam semua khususnya Patani berpangku tangan untuk tidak berjuang, berjihad pada jalan

Allah melepaskan diri dari penjajahan bangsa kafir”.

b) Pandangan Beliau Tentang Fiqh:

Dari banyaknya karya-karya beliau tidak ada yang bisa menyamai keproduktifitasan beliau dalam menulis sebuah karya fiqh. Dari penulisan kitab fiqh sejak kebesaran kerajaan Aceh dimulai oleh Syeikh Nuruddin ar-Raniri dengan Shiratul Mustaqimnya, kemudian disambung Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dengan Sabilul Muhtadinya sampai pada masa itu belum ada yang menulis sebanyak beliau. Kemasyhuran beliau di bidang penulisan fiqh diakui oleh semua lapisan Ulama di wilayah Melayu-Nusantara bahkan Ulama-ulama

Arab sendiri. Karya-karya beliau tentang fiqh sanagat banyak seperti, Bughyatut

Thullab, Furu'ul Masaali, Hidayatul Mutaalim (1244 H), Fat'hul Mannan (1249

H), dan Jawahirus Saniniayah (1252 H). kitab-kitab tersebut adalah kelengkapan dari kitab Bughyatut Thullab yang menlengkapi bab-bab fiqh dan kitab tersebut adalah kitab yang tebal-tebal.

Selain itu juga ada kitab-kitab fiqh yang tipis dan membicarakan bab tertentu saja di dalam fiqh seperti, Kifayatul Mubtadi (bab yang cukup lengkap, 61

tapi untuk tingkat awal mempelajari fiqh), As Saidu Waz Zabaih (membicarakan penyembelihan), As-Risalatus Sail (membicarakan perkara Jum'at), lidhahul Baab

(membicarakan soal perkawinan). Saking produktifhya beliau menulis setiap tahun dan kadang-kadang dalam setahun itu bisa menulis dua buah judul seperti,

Idhahul Baab dan Kifayatul Muhtaj sama-sama ditulis pada tahun 1224 H. Nahjuz

Raghibin dan Ghavatut taqrib sama-sama ditulis pada tahun 1226 H. Selang setahun kemudian beliau menulis kitab Bulughul Maraam (1227 H), lalu

Manasikul Hajji wal Umroh (1229 H).

c) Pandangan Beliau Tentang Ushuluddin:

Selain ilmu fiqh beliau juga ahli dalam ilmu ushuluddin. Tentang ilmu ushuluddin beliau menulis kitab-kitab yang tidak sedikit jumlahnya dan tebal- tebal. Belum ada lagi kitab mengenai ushuluddin yang dikarang ulama Melayu-

Nusantara melebihi karya-karya beliau seperti, Warduz Zawahir walapun bersifat terjemahan selain itu Aqidatun Najin karangan Syeikh Zainal Abidin bin

Muhammad al-Fatani. Karya yang paling banyak tersebar dan masih dicari ditoko-toko kitab adalah Ad Durrus Stamin (1232 H). Karya-karya tersebut membicarakan masalah teologi selain itu di setiap kitab fiqh yang pernah ditulisnya beliau suka memuat hal tersebut.

Beliau telah memperkenalkan pula mengenai cabang-cabang iman selain dari enam rukun iman yang selalu disinggung dalam setiap ilmu tauhid baik karya beliau ataupun karya yang lain. Dalam kitab Jawahirus Saniyah beliau menjelaskan bahwa jalan yang sebenarnya itu hanya satu yaitu mengikuti Ahlus

Sunnah Wal Jamaah karena empat imamnya itu walaupun pada fu'ru syarat terdapat perbedaan namun sependapat dalam ushuluddin. 62

d) Pandangan Beliau Tentang Hadist:

Dari sekian banyak kitab yang pernah ditulis oleh beliau jarang sekali membicarakan tentang hadist. Bukan berarti beliau tidak ahli hadist namun pada saat itu masalah hadist belum banyak dibicarakan karena seringnya mempelajari kitab mahzab Syafi'i di bidang fiqh dan paham dari Syeikh Abul Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur al-Maturidi yang tebal-tebal sehingga mereka mengikut kepada haluan Mahzab dengan berpedoman pada Ahlus Sunnah Wal Jama'ah lebih menjamin keselamatan.

Dari hampir semua karya beliau yang meliputi tentang fiqh, ushuluddin dan tasawuf jika terdapat tentang hadist jarang sekali membahas tentang sanad dan rawi, menurut beliau cukup memakai istilah 'hadist' atau 'sabda Rasulullah

SAW' saja. Masyarakat pada masa beliau tidak banyak berkomentar tentang ini dan itu, juga pada masa beliau masyarakat cukup percaya kepada Ulamanya sehinga terlihat bahwa beliau juga ahli hadist. Dalam kitab beliau yang berjudul

Jam'ul Fawaid beliau berpendapat bahwa beramal dengan hadist dhaif bahkan hadist bathil sekalipun akan mendapat pahala apabila bersifat fadhailul amal.

e) Pandangan Beliau Tentang Tasawuf:

Hampir dalam setiap karya beliau tentang fiqh di bagian akhir dicantumkan perkara tasawuf. Kitab tasauf beliau yang tebal dan luas pembahasanya ialah "Jam'ul Fawaid". Dari berbagai kitab yang pernah ditulis oleh beliau lalu disortir nampak jelas bahwa beliau bukan saja tokoh fiqh dan ushuluddin namun bisa diklasifikasikan kedalam tokoh sufi yang ulung. Kesufian beliau mengikuti haluan Sunnah dari Imam Ghazali namun beliau dalam aliran 63

tasawufnya tidak sealiran dengan al-Hallaj, Syeikh Hamz^h al-Fanshuri, dan

Syeikh Syamsuddin as-Sumatrani.

Dalam kitab beliau yang berjudul Manhalus Shafi beliau memebahas tentang istilah-istilah percakapan orang-orang sufi mengikuti aliran tasawuf

Syeikh Muhyiddin Ibnu Arabi, al-Hallaj dan lain-lain. Ada satu keterangan dalam kitab Manhalus Shafi yang mendalam seakan-akan beliau membela golongan tasawuf extream. Namun dalam kitab beliau yang berjudul Warduz Zawahir beliau membantah dengan keras tentang paham ittihad yang timbul dari kalangan sufi. Dalam kitab Warduz Zawahir beliau memaksudkan untuk suatu sanggahan terhadap golongan awam yang berlagak seperti seperti seorang sufi, perkataan bagai seorang sufi namun mereka sendiri tidak mengerti dengan perkataan dan perbuatan mereka sendiri.

Sekitar tahun 1240 H beliau telah menerjemahkan dua buah kitab yang paling penting dalam dunia Islam, yang pertama adalah "Minhajul Abidin" karangan sang hujrjatul Islam Imam Ghazali dan yang kedua adalah "Kanzul

Minan" karagan Ibnu Madyan. Terjemahan kitab Minhajul Abidin itu banyak di kaji di Melayu-Nusantara pada masa itu. Sedangkan tejemahan kitab Kanzul

Minan banyak di kaji oleh muslim Melayu di Mekkah, namun kurang berkembang di daerah Melayu-Nusantara. Pada terjemahan Minhajul Abidin dalam muqaddimahnya beliau mengguratkan kecintaan terhadap tokoh sufi terkenal sebagaimana yang beliau katakan: " Dan adapun kemudian daripada itu maka inilah terjemaha bagi mu'allif radhiallahu anhu yaitu penghulu kami Imam yang

Alim Rabbani dan Arif Samadani ialah Quthbul Wujud yang memiliko kasyaf dan syuhud dengan "Hujjatul Islam" dia adalah Abu Hamid bin Muhammad al- 64

Ghazali ath Thusi. Al-Ghazali adalah seorang Imam yang besar kemuliaan namanya, karangarmya dan lain-lain. Dalam ilmu fiqh dialah asal yang pokok, dia juga rujukan dari kitab-kitab fiqh yang ada, dia adalah asal kitab 'Syeikhani' (dua orang Syeikh) — Imam Nawawi dan Imam Rafi'I dan yang paling istimewa adalah Ihya Ulumuddinya yang menghidupakan hati yang mati. Sebegitu besarnya kekaguman beliau terhadap Imam Ghazali Karen keilmuan yang tingi yang membuat beliau mengagguminya. Beliau juga mengaggumi Syeikh Abdul

Wahhab asy-Sya'rani walapun Syeikh tersebut dipandang remeh oleh masyarakat pada waktu itu. Dalam kitab terjemahan awal beliau di tulis, 'Dan demikian apa yang, disebutkan oleh Arif Billah lagi yang memberi petunjuk kepada jalan Allah yang memiliki kasyaf dan tahqiq yaitu penghulu kami Syeikh Abdul Wahhab asy-

Sya 'rani Radhiallahu anhu'.

f) Pandangan Beliau Tentang Akhlak:

Walaupun Ilmu Akhlak sudah termasuk bagian dari Ilmu Tasawuf namun beliau membuat suatu pemisahan. Dari kitab beliau berjudul Jam'ul Fawaid membicarakan tentang beberapa adab dan hak antara golongan dengan golongan lainnya, kaitan pribadi dengan pribadi atau dengan masyarakat. Namun sebelumnya dalam kitab beliau yang berjudul Hidayatul Muta'allim yang hubungannya dengan berkaitan dengan kitab Jam'ul Fawaid.

.

g) Nama-Nama Kalimah Nafi Dan Isbat

Sebagai tokoh sufi Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani mempelajari tarekat syatariyah, dalam masa mempelajari dan mendalami tarekat tersebut beliau 65

memberikan penjelasan tentang kalimat nafi dan isbat menurut beliau dalam tarekat syatariyah. Kalimat tersebut beliau tuangkan dalam salah satu karya tulisan beliau berjudul kitab Dhiyaa'ul Murid. Bagian terakhir karyanya itu beliau tulis nama-nama kalimat Laa ilahaa illallah49. Menurut beliau kalimat Laa ilaaha illallah itu mempunyai banyak nama yang disebut dalam kitab suci al-Quran, diantaranya seperti berikut:

1) Kalimah takwa, dalam surah al-Fath ayat 26. Maksudnya: Dan

biasakanlah mereka itu dengan takwa. Takwa tersebut adalah La

ilaaha illallah50.

2) Kalimah Thaiyibah (kalimat yang baik) dalam surah Ibrahim ayat

24. Maksudnya: Allah telah membanding seumpama kalimat yang

baik yaitu La ilaaha illallah seperti pohon kayu yang baik asalnya

terhunjam pada bumi dan cabang-cabangnya menjulang ke

langit51.

3) Kalimah Sabit (kalimat keteguhan) dalam surah Ibrahim ayat 27.

Maksudnya: Allah telah menetapkan sekalian orang-orang yang

beriman dengan perkataan yang tetap dalam hidup di dunia dan

akhirat yaitu perkataan Laa ilaaha illallah52. Kalimatul 'Ulya (

kalimat yang tinggi) dalam surah at-Taubah ayat 40. Maksudnya:

perkataan atau kalimat yang paling tinggi ialah Allah (Laa illaha

illallah: tiada Tuhan selain Allah)53. Kalimah Stabat (kalimat

49 Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h.105. 50Tafsir al-aisar, h. 882. 51Tafsir ibn-katsir, h. 953. 52Tafsir ibn katsir, h. 956. 53Tafsir ibn katsir jilid 2, h. 608. 66

yang teguh) dalam surah Muhammad ayat 19. Kalimah Husna

(kalimat kebaikan) dalam surah Yunus ayat 26. Maksudnya:

perkataan atau kalimat yang menyerukan kebaikan (balasan bagi

kebaikan melainkan kebaikan pula yakni ‗surga‘)54. Kalimah 'Adli

(kalimat seimbang) dalam surah an-Nahl ayat 90. Maksudnya:

Allah menerangkan bahwa Dia menyuruh hambaNya berlaku adil

dan seimbang55. Kalimah Istiqamah (kalimat pendirian) dalam

surah Fussilat ayat 30. Maksudnya: ambilah sesuatu berdasarkan

qawamnya (kelurusan dan kebenaran) yang di inginkan Allah

disini adalah kelurusan tindakan, baik sejak melakukan proses

(fase kehidupan) hingga pada tujuanya (akhirat)56. Kalimah 'Ahdi

(kalimat perjanjian) dalam surah Maryam ayat 87. Maksudnya:

perjanjian dengan Allah untuk menjalankan perintah Allah

dengan beriman dan bertakwa (perjanjian ini berupa kesaksian,

Tiada Tuhan Selain Allah, berserah diri dan tidak berharap selain

Allah)57. Kalimah Maqalid (kalimat pembendaharaan) dalam

surah Zumar ayat 63. Maksudnya: maqalid jamak dari miqlad

atau maqlid. Adalah memiliki, mengatur, menjaga dan

memelihara. Dengan demikian hanya Allah yang memiliki langit

dan bumi. DIA memiliki kuasa mutlak untuk mengatur apa yang

terjadi di antara keduanya. DIA juga yang memelihara dan

54 Tafsir ibn katsir jilid 2, h. 713. 55 Tafsir ibn katsir jilid, 2 h. 1056. 56 Tafsir sya‘rawi, h. 779. 57Tafsir ibn katsir jilid 3, h. 221.

67

menjaganya58. Kalimah Tasydid (kalimat percakapan yang benar)

dalam surah al-Ahzab ayat 70. Maksdunya: hendaklah seorang

hamba berkata benar dan jujur. Kelak akan mengantarkan kepada

nikmat Allah. (kata syadid berarti tepat sasaran tidak melenceng

dari hakikat kebenaran)59. Kalimah Haq (kalimat tauhid) dalam

surah az-Zukhruf ayat 86. Maksudnya: Allah mengecualikan

orang yang mengakui serta meyakini dengan mantab bahwa tiada

Tuhan yang HAK selain Allah60. Kalimah Shiratal Mustaqim

(kalimat jalan yang lurus) dalam surah al-An'am ayat 15.

Maksudnya: Allah berfirman kepada hamba dan RasulNya yang

diutus membawa agama tauhid yang agung dan syariat yang lurus

serta dipeerintahkan untuk menyerukan kepada manusia kejalan

yang lurus61. Kalimah Sidqi (kalimat membawa kebenaran) dalam

surah az-Zumar ayat 33. Maksudnya: yang telah menerima pesan

dari Allah dan disampaikan pada umatNya. (Allah telah

menurunkan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa kebenaran

dan bagi mereka yang membenarkan, merekalah orang-orang

yang bertaqwa62.

Kalimah Iman dinamakan juga Kalimatul Khulud fi Jannah. Sabda Nabi

Muhammad S.A.W bermaksud: Barangsiapa yang adalah pada penghabisan perkataannya Laa ilaaha illallah hal keadaannya suci hatinya lagi jernih

58Tafsir sya‘rawi, h. 559. 59Tafsir sya‘rawi, h. 65. 60Tafsir al-aisar, h. 682. 61Tafsir ibn katsir, h. 197. 62Tafsir sya‘rawi, h. 546.

68

daripada hatinya, masuk syurga itu bersama-sama orang-orang yang mendapat kemenangan tiada terdahulu seksa.

1) Kalimatus Ishmati wan Najah

Sabda nabi Muhammad s.a.w yang bermaksud: "Apabila mereka mengatakan Laa ilaaha illallah terpelihara daripadaku darah dan hartanya."

2) Kalimatu Miftahil Jannah yaitu Laa ilaaha illallah.

3) Kalimatu Stamanil Jannah yaitu Laa ilaaha illallah.

4) Kalimatul Ikhlas yaitu Laa ilaaha illallah.

5) Kalimatu Da'watil Haq yaitu Laa ilaaha illallah.

6) Kalimatu 'Urwatil wustqa yaitu Laa ilaaha illallah.

Masih banyak amalan beliau yang tidak dapat dibicarakan keseluruhannya, yang tentunya amalan wirid beliau sangat banyak. Di antara yang tidak pernah beliau tinggalkan adalah membaca selawat "Dalailaul Khairat" dan lain-lain63.

D. Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Sebagai Tokoh Penyiar Tarekat Syatariyah

Dalam bidang fiqh Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani diakui oleh para ulama di Melayu-Nusantara yang memahami dan mengkaji sejarah Islam di wilayah tersebut. Di bidang lainnya seperti usuluddin, tauhid dan ilmu kalam beliau juga tidak diragukan lagi sisi keilmuannya. Dalam tarekat Syatariyah beliau adalah salah seorang "SYEIKH MURSYID KAMIL MUKAMMIL"nya. Pada masa itu di wilayah Melayu-Nusantara hanya memiliki dua orang tokoh pada

63 Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 100-121.

69

tarekat Syatariyah mereka adalah Syeikh Abdur Rauf Al-Fansuri dan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani. Syeikh Abdur Rauf Al-Fansuri mempunyai murid yang bernama Syeikh Burhanuddin Ulakan, beliau menyebarkan tarekat Syatariyah ke daerah Pariaman, Minangkabau. Pada masa itu tarekat Syatariyah pernah memegang peranan yang penting dalam dawah Islamiyah di alam Melayu-Nusantara.

Sebelumnya terekat Syatariyah memiliki banyak pengikutnya di Melayu-

Nusantara hingga pada akhimya tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah masuk dan berkembang. Tarekat Syatariyah yang berkembang dan banyak pengikutnya di pulau Jawa terdapat di daerah Cirebon, Jawa Barat. Penyebaraya yang terkenal ialah Sheikh Abdul Muhyi Pamijahan, murid dari Syeikh Abdur Rauf al-Fansuri64.

Di mana saja tarekat Syatariyah berkembang nama Syeikh Daud bin Badullah Al-

Fatani yang paling dikenal, nama beliau bahkan lebih dikenali oleh pengikut tarekat Syatariyah yang berada di Campa dan Burma. Silsilah tarekat Syatariyah di Melayu-Nusantara semua bersambungan dengan beliau. Di alam Melayu-Patani dari beliau juga banyak Ulama-ulama besar sebagai khalifah-khalifah mursyid tarekat Syatariyah seperti, Syeikh Zainal Abidin bin Muhammad Al-Fatani,

Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Mustafa al-Fatani, Syiekh Ismail bin

Abdul Qadir bin Mustafa al-Fatani, dan lain-lain.

Beliau yang telah di anggap Syeikh Mursyid dalam tarekat Syatariyah maka para pengikutnya maka ada tata caranya sebagai berikut;

1. Membaca al-Fatihah kepada Nabi Muhammad SAW

2. Membaca al-Fatihah kepada ahlis silsilah

3. Membaca al-Fatihah kepada beliau

64 Wan Shagliir Abdullah, perkembanagn ilmu tasawuf, (Surabaya: al-Ikhlas t.t.), h. 49- 53. Perkembangan ilmu fiqh jilid I ( Ramadhani, 1985), h. 31-46.

70

Tata cara berzikir pula yang disalin dari kitab tulisan tangan beliau adalah sebagai berikut: "Duduk bersila menghadap ke arah kiblat. Kedua tangan diletakkan di atas kedua lutut. Mata dipejamkan. Setelah itu diawali dengan lafaz

'Laa' dari bawah susu sebelah kiri, yang terletak hati 'sanubari', qasadnya ialah menarikkan pada hati sanubari daripada 'aghyar dan maa siwaljaahi Taala".

Ditarik terus hingga memanjang bunyi lafaz 'Laa' hingga sampai ke bahu sebelah kanan, terus dilemparkan dengan lafaz 'ilaaha' dengan meniatkan bahawa melemparkan sekalian yang tersebut ke belakang. Sesudah itu lalu lafaz 'ilia' di atas bahunya yang kanan. Terakhir sekali memukulkan lafaz 'Allah' dengan sekeras-kerasnya ke dalam hati. Demikianlah zikir pada setiap kalinya, bahawa tiada Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya melainkan Allah. Dengan memuji kepada Allah telah talkinkan zikir Syathariyah ini serta dengan baiahnya dan 'Labsul Khirqati' dan kaedah yang tersebut itu oleh faqir ilallahi Taala Sheikh

Daud bin Abdullah Al-Fatani. Beliau berpendapat bahawa pimpinan seorang sheikh Mursyid sangat penting, beliau menulis sebagai berikut : "Ketahuilah!

Kadang-kadang seorang Salih yang belajar itu melihat bahawa tiada sesuatu jalan untuk sampai kepada Allah, dia ragu dengan bermacam-macam amalan yang sangat banyak. Kadang-kadang dia tercengang dengan banyak ilmu pengetahuan yang telah dikuasainya. Apabila murid yang Salik itu mempunyai sheikh yang Arif Billah (AMU Hakikat), maka hendaklah dia kembali kepada sheikhnya dan berpegang teguh atas petunjuknya".

Dalam bagian lain beliau menulis: "Dan dengan benar orang yang berzildr yaitu benar murid serta sheikhnya sampai ia pada Martabat Siddiqiyah, 71

hendaklah ia mengemukakan apa-apa yang terlintas di hatinya dari perkara yang jahat dan yang baik".

Berkata sebagian orang yang arif: "Tiada syarat sheikh itu mengetahui dan melihat atas batin murid, tetapi sebahagian dari syarat murid ialah bahawa memberitahu kepada sheikhnya sekelian yang terlintas pada hatinya...".

Beliau menulis selanjutnya: "Bahawa dia (sheikh) adalah penolongnya dari pertolongan Nabi Muhammad s.a.w. Selamanya berhadap ke hadrat

Tuhannya, apabila dikerjakan maka limpah pertolongan Ilahiyah daripada Allah pada hati penghulu kita dan dari hatipenghulu kita — Nabi Muhammad s.a.w - kepada sekelian hati pada sheikh (Masyaikh), dari satu kepada satu sampai kepada hati yang melakukan zikir. Bahawa yang demikian itu menjadi pertolongan dan pemberian Allah". Perlu diketahui oleh setiap penganut tarekat, terutama tarekat Syathariyah adalah mengenai adabnya. Beliau mengatakan bahawa adab zikir itu terbahagi kepada tiga yaitu:

a. Adab sebelum melakukan zikir.

b. Adab ketika berzildr.

c. Adab setelah berzikir.

Keterangan beliau yang diringkaskan dalam kitab Dyiaa'ul Murid mengenai adab-adab berzikir adalah sebagai berikut:

- Adab Sebelum Melakukan Zikir:

a) Taubat nasuha, yaitu taubat daripada sesuatu yang tidak memberi

faedah kepada agama yang tersalah dari perkataan, perbuatan dan

kehendak yang tidak muafakat dengan syarak. 72

b) Suci badan daripada hadas-hadas besar dan hadas kecil dan

kekotoran pada tubuh dan pakaian. Hendaklah mandi dan

mengambil air sembahyang serta membersihkan pakaiannya.

c) Mengharumkan pakaian dengan bau-bauan dan menyucikan

mulut dengan bersugi (siwak).

d) Dengan niat menegakkan perintah Allah bukan kerana lainnya

kerana mengambil faedah dunia dan keinginan hawa nafsu.

e) Membesarkan Allah. Ketika menyebut Allah terasa benar akaa

kebesaran dan kehebatan-Nya.

-Adab Ketika Berzikir

Adapun adab yang dituntut ketika berzikir itu lima belas perkara, yaitu :

a) Hendaklah dia duduk di tempat yang suci seperti duduk dalam

sembahyang bagi orang yang mubtadi, duduk bersila bagi orang

yang muntahi.

b) Meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut.

c) Menghadap ke kiblat kalau dia berzikir seorang diri, jika

berjemaah hendaklah membuat lingkaran keliling.

d) Memakai wangi-wangian di tempat duduknya kerana tempat

berzikir adalah tidak sunyi daripada Malaikat dan jin yang

beriman.

e) Berkekalan ikhlas yaitu semata-mata kerana perintah Allah bukan

kerana lainnya. 73

f) Benar zikirnya pada zahir dan batin hingga bersamaan antara

keduanya. Juga benar hati terhadap sheikhnya pada zahir dan

batin.

g) Sedapat-dapatnya hendaklah sekelian yang dimakan dan yang

dipakai adalah halal.

h) Duduk di tempat yang kelam yaitu antara terang dan gelap.

i) Memejamkan mata.

j) Menghadirkan makna zikimya setiap kali mengucapkannya.

k) Dinafikan tiap-tiap yang maujud pada hatinya selain daripada

Allah.

l) Diucapkan dengan nyaring (jahar).

m) Dengan kuat yang sempurna. laitu ditarikkan dari tengah kepala

hingga ke anak jarinya.

n) Terkenang kepada sheilchnya.

o) Menjauhkan lafaz yang lahan yang mengubahkan maknanya.

- Adab Selepas Berzikir

Adapun adab kemudian daripada zikir itu lima perkara:

a) Menahan nafas beberapa kali kerana yang demikian itu lebih

cepat menerangkan hati dan membukakan (dinding), dan

memutuskan khuatir nafas dan syaitan.

b) Jangan meminum air selepas dari berzikir hingga berselang

beberapa saat, kerana zikir itu bersifat panas, rindu dan

menaikkan kegemaran kepada yang diingat (Allah) iiiilah tujuan

zikir, sedangkan minum itu memadamkan yang demikian itu. 74

Juga kalau minum adalah bertentangan dengan ilmu kedoktoran

kerana boleh mengakibatkan penyakit muntah.

c) Diam beberapa ketika sesudah berzikir serta dengan khusyuknya.

Perkara ini ulama membahagikannya kepada tiga adab yaitu :

 Seakan-akan dia berhadap dengan Tuhannya, bahawa

Tuhannya melihat kepadanya.

 Mengheningkan cipta (menumpukan fikiran) seakan-akan sehelai

roma pun tidak bergerak seumpama kucing tatkala mengintai tikus.

 Menafikan sekalian khuatir dan melaksanakan zikir itu di dalam

hati.

d) Meniatkan bagi wirid zikir. Mudah-mudahan menghidupkan hati

sehingga tercapai cahaya makrifatullah sehingga diperolehinya

sekalian sifat kamalat (kesempurnaan) seumpama zuhud dan lain-

lain.

e) Mensyukuri akan nikmat-nikmat Allah. Bahawa Allafi telah

memudahkannya melakukan suruhan-Nya dengan mengucap

istighfar daripada taqsir yang hasil

f) daripadanya tiga kali, seperti katanya: "Aku memohon

pengampunan dari Allah dari segala taqsirku pada ibadatku

sebilang-bilang nafasku".

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan Dari penjelsan di atas tidak diragukan lagi bahwa Syeikh Daud bin

Abduliah al-Fatani merupakan salah satu seorang Ulama yang terkenal dan paling produktif di antara para Ulama Melayu-Nusantara lainya. Beliau menulis kuranglebih ada 66 karya, yang membahas hampir semua disiplin ilmu Islam.

Beliau belajar dari banyak guru dan mempelajari banyak ilmu-ilmu dari gurunya tersebut, maka jelas pendidikan dan pengetahuan beliau sangatlah lengkap serta mumpuni. Beliau memiliki pengetahuan yang lebih dari cukup untuk membuat beliau menjadi seorang Ulama yang besar di alam Melayu-Nusantara pada akhir abad ke 18 hingga awal abad ke 19.

Beliau lahir dari keluarga Ulama ternama di kalangan istana dan mejadi

Ulama besar karena lamanya beliau menuntut ilmu serta banyaknya ilmu yang beliau dapatkan, maka tak heran jika beliaupun dinyatakan sebagai tokoh Ulama besar dalam sejarah Islam Melayu-Patani. Walaupun pada saat itu keadaan Patani kurang kondusif karena ada penjajahan Siam atas Patani tak menyurutkan beliau untuk berdakwah. Justru itu semakin meyakinkan beliau untuk menyebarkan

Islam semakin giat. Beliau mengharapkan dengan karya-karya yang beliau tulis bermanfaat untuk perjuangan rakyat Patani yang membutuhkan sosok pemimpin untuk di ikuti setelah jatuhnya Ratu-ratu yang memimpin perjuangan terdahulu.

Kehadiran beliau juga memberikan nafas baru dalam dunia intelektual Islam.

Salah satunya adalah meniupkan ruhul jihad di dalam setiap karya-karyanya, 76

walaupun beliau tidak secara spesifik menuliskan tentang makna jihad. Beliau menuliskan tentang jihad ini pula dengan maksud, agar para muslimin yang membacanya serta juga dalam perjuangan melawan Siam lebih memahami arti perjuangan jihad fisabilillah supaya mereka mengerti bahwa perjuangan mereka tidaklah sia-sia.

Sejak Syeikh Daud menjadi seorang tokoh Ulama besar, jaringan Ulama di kalangan Ulama Melayu-Nusantara terus mengalami kemajuan. Semua ini menunjukan penyebaran pembaharuan yang tak putus-putus dari pusat-pusat pengetahuan dan kelslaman di Timur Tengah sampai ke pelbagai negeri Melayu-

Nusantara. Persebaran tulisan para Ulama Melayu-Nusantara ini mendorong lebih jauh lagi pembaharuan Islam di alam Melayu-Nusantara khususnya dari wilayah

Patani. Hingga saat ini karya-karya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani masih di gunakan dalam pembelajaran di pesantren-pesantren di wilayah Patani dan

Malaysia.

B. Saran

Hasil dari penelitian ini yang ada dalam kesimpulan merupakan sebuah proses yang telah berjalan dari seorang ulama besar Patani Syeik Daud bin

Abdullah al-Fatani. Dalam penulisaan skripsi diakui penulis masih memiliki kekurangan terutama masalah sumber primer, keterbatasan tersebut dikarenakan keberadaan sumber yang tidak ada di Indonesia ini. Penulis mengetahui karya- karya beliau tersimpan di Perpustakaan Nasional Malaysia dan di rumah sanak keluarga beliau. Sejarah perjuangan rakyat muslim Patani merupakan sejarah yang 77

tak bisa di lupakan, karena melawan Siam atas penindasan yang di lakukan mereka terhadap kaum mereka yang minoritas Muslim.

Maka penulis menyarakan agar penulis-penulis berikutnya menuliskan tentang keterlibatan Ulama dalam membantu dan memajukan dunia pendidikan serta perjuangan dakwah Islam di Negeri yang mayoritasnya non-muslim. Tidak hanya sebatas di Patani saja namun juga di daerah lain seperti Moro di Filipina,

Rohingnya di Myanmar atau Negara kawasan Asia Tenggara lainnya. Seperti yang kita ketahui bangsa Moro dan Rohingnya adalah kaum Muslimin minoritas tertindas oleh kaum Mayoritas di negaranya masing-masing. Namun adakah sosok

Ulama yang berpengaruh untuk kaum tersebut dan melakukan perjuangan seperti halnya yang di lakukan oleh Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani di Patani

Thailand Selatan.

Selain itu perlu juga dilakukan penelitian lebih dalam tentang karya-karya beliau ini, apakah dari sekian banyak karyanya lembaga pendidikan seperti pesantren atau madrasah di Indonesia memakai karya beliau sebagai bahan rujukan pembelajaran atau tidak. Upaya ini di lakukan agar kita dapat mengetahui persamaan dan perbedaanny dari segi gaya bahasa dan penjelsan isi karya beliau dengan karya yang di tulis oleh Ulama-ulama Indonesia, dan seberapa besarkah pengaruh tulisan beliau di dunia pendidikan Islam di wilyah Patani khususnya dan wilayah Nusantara lain pada umumnya.

78

DAFTAR PUSTAKA

Shaghir, Abdullah. Penyebaran Islam dan Silsilah Ulama Sejagat Dunia Melayu. Kuala Lumpur: Pusat Penyelidikan dan Penyebaran Kazanah Islam Kalsik dan Dunia Modern, 1999.

------. Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara. Solo: Ramadhani, 1987.

Fathy al-Patani, Ahmad. Ulama Besar Dari Patani. Cet I. Kuala Lumpur: Universitas Malaysia, 2001.

Teeuw, A dan Wyaat. Hikayat Patani. Jakarta: KITLV. 1970

Al-Habib Alwi bin Thahir al-Hadad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta: PT Lentera Basritama, 2001.

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (edisirevisi). Jakarta: Prenada Media, 2004.

------. Pengantar Sejarah Patani (Alor Setar: Pustaka Darussalam), 1994.]

Malek, Mohd Zamberi A. Patani Dalam Tamadun Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1994. ------. Umat Islam Patani Sejarah dan Politik (Malaysia: Hisbi Shah Alam), 1993.

Bashah, Abdul Salim. Raja Campa dan Dinasti Jembal dalam Patani Besar (Patani, kelantan dan Trengganu). Cet I. Kelantan: Pustaka Reka, 1994.

78

Ibrahim Ismail, Engku. Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. CET. 1, (Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Melayu University Malaya) 1992.

Syukri, Ibrahim. Sejarah Kerajaan Melayu Patani, (Kelantan: Majelis Agama Islam Kelantan), tt.

Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), (Yogyakarta: Tiara Kencana), 2008

Hotman, M. Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi, (Jakarta: Erlangga), 1986.

Mujani, Wan Kamal. Minoritas Muslim Cabaran dan Harapan Menjelang Abad 21. Bangi: Fakulti Pengajian Islam-Universiti Kebangsaan Malaysia. 2002.

Asia Tenggara Konsentrasi Baru kebangkitan Islam. Ed. Moeflich Hasbullah. Cet ke-I (Fokusmedia, 2003).

Greertz, Clifford. Masyarakat Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi. Cet II (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya),1983.

Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana). 2007

Daftar Lampiran

Lampiran 1 : Matrix Penjelasan Karya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani

Lampiran 2 : Halaman Muka Bidayatul Hidayah Salinan Syeikh Daud

Lampiran 3 : Halaman Akhir Bidayatul Hidayah Salinan Syeikh Daud

Lampiran 4 : Halaman Terakhir Karya Syeikh Muhammad bin Ibrahim bin Ibadus Sa’ri

Az-Zandi Salinan Syeikh Daud

Lampiran 5 : Halaman Pertama Hikam Ibnu Ruslan Salinan Syeikh Daud

Lampiran 6 : Lembar Karya Syeikh Daud

Lampiran 7 : Peta Pusat Jaringan Ulama Nusantara Pada Abad 17 M dan 18 M Menurut

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA

Lampiran 8 : Silsilah Jaringan Ulama Timur Tengah dan Meayu pada Abad 18 M Menurut

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA

Lampiran 9 : Silsilah Pertalian Keluarga Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani

Lampiran 10 : Silsilah Keguruan Tarekat Syatariyah Syiekh Daud

Lampiran 11 : Silsilah Keguruan Tarekat Samaniyah Syiekh Daud

Lampiran 12 : Peta Tanjung Dato

Lampiran 13 : Peta Wilayah Patani Setelah Terpecah

Lampiran 14 : Peta Wilayah Tujuh Negara Patani Kecil Setelah Tahun 1816

v