Peranan Buya Hamka Dalam Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah Tahun 1925-1966 Peranan Buya Hamka Dalam Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah Tahun 1925-1966

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Peranan Buya Hamka Dalam Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah Tahun 1925-1966 Peranan Buya Hamka Dalam Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah Tahun 1925-1966 TENDY CHOERUL KAMAL DAN AGUS MULYANA PERANAN BUYA HAMKA DALAM GERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH TAHUN 1925-1966 PERANAN BUYA HAMKA DALAM GERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH TAHUN 1925-1966 Oleh Tendy Choerul Kamal dan Agus Mulyana1 ABSTRACT The study examined the role of a prominent figure in Indonesian Islamic reform, namely Buya Hamka in Muhammadiyah from 1925 to 1966. The researchers’ interest highlighted this issue because when Muhammadiyah experienced problems, Buya Hamka came with all his efforts so that Muhammadiyah did not experience the setbacks. His role in Muhammadiyah wah significant, that between the two can not be separated from each other even the name Buya Hamka is named after a university in Jakarta. Then his determination in principle is worthy of being an example for us as the nation’s successor. The main problem of this study is about how Buya Hamka takes the role in Muhammadiyah in 1925-1966. The method used in this study is the historical method by conducting four research stages, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography, and the data collection techniques using literature studies. Based on the results of the study, various efforts were made by Buya Hamka in developing Muhammadiyah including establishing and teaching at Kulliyatul Muballighin, joining a team that determined the status of Muhammadiyah in Masyumi, becoming a member of the Muhammadiyah Articles of Association, and contributing to the Muhammadiyah Personality the grip of Muhammadiyah members who want to jump into politics. Keywords: Buya Hamka, Muhammadiyah, Islamic Renewal PENDAHULUAN kegiatan tersebut untuk menegakkan nilai- nilai Islam. Awal kemunculan gerakan Ada banyak faktor yang mengharuskan pembaruan Islam di Indonesia baik dalam umat Islam perlu untuk melakukan bentuk anjuran dan ajakan perorangan perubahan-perubahan, salah satu telah dimulai sekitar akhir abad ke-19 faktornya berasal dari kalangan umat sebelum berdirinya organisasi, sekolah, Islam itu sendiri diantaranya adalah maupun terbitnya majalah yang menjadi banyak umat Islam yang memiliki sifat simbol gerakan pembaruan Islam di jumud atau keadaan berdiam diri tidak Indonesia. Sejalan dengan pernyataan di melakukan perubahan yang menyebabkan atas, Shihab (1998, hlm. 128) menjelaskan: semakin jauhnya umat Islam dari ajaran Selama tahun-tahun terakhir abad Islam sebenarnya. Maka banyak pihak ke-19, gagasan pembaruan Islam mulai yang mulai melakukan usaha-usaha diperkenalkan di Indonesia, baik secara pembaharuan dan memperbaiki kegiatan- 1Tendy Choerul Kamal adalah mahasiswa pada Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, Agus Mulyana adalah dosen pembimbing I. Penulis dapat dihubungi di nomor 085720064055 / alamat email : [email protected]. 213 FACTUM Volume 8 N0.2, Oktober 2019 langsung oleh para jamaah haji yang tokoh pembaharu Islam yang berasal dari menyampaikan kepada mereka secara lisan berbagai wilayah di Indonesia belajar maupun secara tidak langsung melalui langsung ke Timur Tengah, sebagian berbagai penerbitan dan jurnal yang besar berasal dari Sumatera dan Jawa tersebar di kalangan kaum Muslim santri diantaranya adalah K.H. Ahmad Dahlan, di Indonesia. Dengan demikian semakin Ahmad Hassan, dan Abdul Karim Amrullah banyak saja kaum Muslim Indonesia (Djamal, 2002, hlm. 3). Salah satu dari yang secara perlahan menyadari apa yang ketiga tokoh tersebut yakni Ahmad Dahlan tengah berlangsung di dunia Islam lain, (selanjutnya disebut Dahlan) kemudian khususnya Mesir. mendirikan Muhammadiyah. Seiring berjalannya waktu, Muhammadiyah didirikan atas saran pembaharuan Islam di Indonesia semakin para kolega dan murid – muridnya. Lalu berkembang dan salah satu alasannya langkah pertama yang dilakukan Dahlan adalah pengaruh dari para jemaah adalah mensejahterakan masyarakat haji. Para jemaah haji yang pulang dari yang ada di sekitarnya (Mustofa, 2018, Timur Tengah (Arab) membawa gagasan hlm. 175). Dahlan terlahir dari keluarga pembaharuan Islam yang berdampak yang memiliki pengaruh di lingkungan terhadap masyarakat di sekitarnya. Lalu Kesultanan Yogyakarta karena ayahnya untuk menyikapi hal tersebut, pemerintah merupakan salah satu khatib besar di Belanda melakukan berbagai upaya Masjid Kesultanan Yogyakarta. Meskipun untuk membendung perkembangan tidak mengenyam pendidikan di sekolah pembaharuan Islam di Indonesia. formal yang didirikan oleh pemerintah Salah satu upayanya adalah dengan Hindia Belanda atau biasa disebut sekolah memberlakukan pembatasan jumlah Gubernemen, Dahlan belajar langsung Jemaah haji, sekitar tahun 1825 peraturan kepada ayahnya tentang pendidikan ini mulai dilaksanakan. Kemudian biaya dasar keagamaan. Hal itu juga yang yang harus dikeluarkan oleh calon jemaah menyebabkan Dahlan semenjak anak- haji sangat mahal untuk saat itu, seperti anak, sudah biasa mempelajari kitab- yang dijelaskan oleh Arifin (1987, hlm. 66) kitab klasik karangan para ulama. Maka berkata bahwa “… orang yang akan naik tidak heran apabila kelak Dahlan menjadi haji harus membayar kepada pemerintah salah satu ulama yang banyak jasa-jasanya kolonial sebanyak 100 gulden untuk dapat dalam dunia Islam di Indonesia. memperoleh surat izin berangkat”. Pada tahun-tahun awal berdirinya, Lalu pemerintah Belanda membentuk para pengurus Muhammadiyah mendapat Konsulat di Jeddah untuk mengawasi para permintaan dari berbagai tempat di Pulau calon haji. Selain itu, Belanda mengirim Jawa untuk mendirikan cabang-cabangnya. Snouck Hurgronje untuk mempelajari Setelah melalui proses yang cukup panjang, Islam langsung ke Timur Tengah. tahun 1920 Muhammadiyah memperluas Meskipun pemerintah Belanda melakukan wilayah kegiatannya meliputi seluruh berbagai upaya untuk membuat Islam Pulau Jawa. Lalu tahun-tahun selanjutnya sulit berkembang, pada kenyataannya wilayah kegiatan Muhammadiyah pembaharuan Islam telah menyebar ke diperluas kembali meliputi ke seluruh berbagai wilayah di Indonesia. Ada banyak Indonesia. Perluasan ini dipermudah 214 TENDY CHOERUL KAMAL DAN AGUS MULYANA PERANAN BUYA HAMKA DALAM GERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH TAHUN 1925-1966 oleh berbagai faktor, salah satunya adalah mengenai sosok Hamka sudah mulai pribadi Dahlan yang menunjukkan banyak ditemukan, tetapi dari sumber toleransi dan pengertian kepada para tersebut banyak yang membahas mengenai pendengarnya sehingga memperoleh biografi Hamka dan karya-karya tulisnya. sambutan yang memuaskan di berbagai Sumber yang membahas mengenai wilayah di Indonesia (Noer, 1982, hlm. peranan Hamka di Muhammadiyah belum 87). Selain Dahlan, ada banyak tokoh yang banyak yang membahasnya. Maka dari itu erat kaitannya dengan Muhammadiyah, peneliti tertarik untuk membahas tentang salah satunya adalah Buya Hamka. bagaimana peranan Buya Hamka terhadap Peneliti tertarik untuk mengkaji sosok perkembangan Muhammadiyah. Buya Hamka karena dari sekian banyak METODE PENELITIAN tokoh pembaharu Islam di Indonesia. Beliau mungkin satu-satunya yang Menurut Sjamsudin (2012, hlm. 10) tidak memiliki ijazah diplomat resmi. metode merupakan suatu prosedur, teknik, Buya Hamka memiliki kemampuan atau cara melakukan penyelidikan yang untuk menghasilkan banyak karya tulis sistematis suatu disiplin ilmu tertentu meskipun kemampuan menulisnya untuk mendapatkan objek atau bahan yang belajar secara otodidak serta memiliki akan diteliti, jadi yang dimaksud dengan pengaruh besar terhadap perkembangan metode adalah tata cara atau langkah- Islam di Indonesia. Salah satu karya langkah untuk mendapatkan sesuatu yang fenomenalnya adalah tafsir al- dalam hal ini bahan penelitian. Metode azhar, mampu diselesaikan dalam kurun historis adalah rekonstruksi imajinatif waktu tahun 1964 hingga 1966, ketika ia tentang gambaran masa lampau peristiwa- dipenjarakan oleh Soekarno tanpa melalui peristiwa sejarah secara kritis dan proses pengadilan terlebih dahulu. Selain analitis berdasarkan bukti-bukti dan data karya tersebut, Buya Hamka banyak peninggalan masa lampau yang disebut melahirkan karya sastra lainnya seperti sumber sejarah (Ismaun, 2005, hlm. 34). ‘Tenggelamnya Kapal Van Der Wick’ Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dan ‘Di Bawah Lindungan Kaba’h yang Gottschalk (1986, hlm. 32) yang dimaksud diangkat ke layar lebar beberapa tahun dengan metode historis adalah proses yang lalu. Salah satu hal yang menarik dari pengujian serta menganalisa secara kritis Buya Hamka adalah berdakwah bukan rekaman serta peninggalan masa lampau. hanya ketika berada di atas mimbar tapi Dalam melaksanakan penelitian melalui karya-karyanya Buya Hamka sejarah ada beberapa tahap yang harus berusaha untuk senantiasa menyebarkan dilakukan oleh peneliti sebagaimana yang Islam melalui pokok-pokok pikirannya. dipaparkan Gray (dalam Sjamsuddin, Buya Hamka juga berperan dalam 2007, hlm. 89) berikut ini: mengembangkan Muhammadiyah di 1. Memilih topik yang sesuai Indonesia. Hal itu terlihat ketika Hamka di 2. Mengusut semua bukti yang relevan usia senja tetap dipercaya pengurus pusat dengan topik Muhammadiyah untuk menjadi anggota penasihat pengurus pusat Muhammadiyah 3. Membuat catatan tentang itu, apa yang berkedudukan di Jakarta. Untuk saja yang diangap penting dan relevan saat ini berbagai sumber yang membahas 215 FACTUM Volume 8 N0.2, Oktober 2019 dengan topik yang ditemukan ketika dilakukan supaya unsur objektifitas penelitian sedang berlangsung dalam penelitian sejarah dapat 4. Mengevaluasi secara kritis semua dipertanggungjawabkan. Pada tahapan bukti yang telah disimpulkan atau ini pada akhirnya akan menentukkan melakukan kritik terhadap sumber sumber mana yang sesuai dan digunakan. Kritik terbagi
Recommended publications
  • Peran Hajjah Rangkayo Rasuna Said Dalam Memperjuangkan Hak-Hak Perempuan Indonesia (1926-1965)
    PERAN HAJJAH RANGKAYO RASUNA SAID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK-HAK PEREMPUAN INDONESIA (1926-1965) E-JURNAL Oleh: Esti Nurjanah 13406241069 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 PERAN HAJJAH RANGKAYO RASUNA SAID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK-HAK PEREMPUAN INDONESIA (1926-1965) Oleh: Penulis 1 : Esti Nurjanah Penulis 2 : Dr. Dyah Kumalasari, M.Pd. ABSTRAK Hajjah Rangkayo Rasuna Said merupakan tokoh Sumatera Barat sekaligus pahlawan nasional Indonesia yang berperan memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia tahun 1926-1965. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui: (1) latar belakang kehidupan Hajjah Rangkayo Rasuna Said, (2) perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said pada masa kolonial tahun 1926-1945, (3) perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1946-1965. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah Kuntowijoyo yang terdiri dari lima tahap. Pertama pemilihan topik. Kedua pengumpulan data (heuristik) yang terdiri dari sumber primer dan sekunder. Ketiga kritik sumber (verifikasi). Keempat penafsiran (interpretasi). Kelima penulisan sejarah (historiografi). Hasil penelitian ini adalah: (1) Hajjah Rangkayo Rasuna Said memiliki latar belakang keluarga yang berasal dari kalangan ulama dan pengusaha terpandang. Faktor lingkungan yang syarat dengan adat Minang dan agama Islam, mempengaruhi kepribadiannya sehingga tumbuh menjadi perempuan berkemauan keras, tegas, dan taat pada syariat Islam, (2) perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said dimulai dengan bergabung dalam Sarekat Rakyat tahun 1926. Pada masa pendudukan Belanda hingga Jepang, dirinya aktif mengikuti berbagai organisasi. Beliau dikenal sebagai orator ulung, pendidik yang tegas serta penulis majalah, (3) perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said pasca kemerdekaan Indonesia lebih banyak di bidang politik. Beliau terus mengembangkan karirnya dalam Parlemen mulai tingkat lokal hingga nasional di Jakarta.
    [Show full text]
  • Muhammadiyah Cosmopolitan from Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship
    JOURNAL OF CRITICAL REVIEWS ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 05, 2020 Muhammadiyah Cosmopolitan From Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship Isa Anshori, Muhammad, Arfan Mu’ammar Universita Muhammadiyah Surabaya, Indonesia Corresponding email: [email protected] Received: 28 February 2020 Revised and Accepted: 06 March 2020 Abstract Muhammadiyah as a social-religious movement in Indonesia has been was over century and has many faces like Nakamura saids. A lot of activities that have been carried out by Muhammadiyah as a socio- religious movement based on tauhid ( aqidah Islamiyah) through Islamic purification (tajrid) and in the other sides through modernity (tajdid) that’s puts forward enjoining whats is right and forbidding whats is wrong (amar ma’ruf nahi mungkar) as a theological bases (teologi al-ma’un). Have a lot of evidences shown in Muhammadiyah socio- religious movement in Indonesia, but the biggest challages is the ability to maintain the existence of and answered a range of challenges that are local and global (relations between islam and democration), pluralism, human rights and the marginals. Through tajdid Muhammadiyah has proven ability in respond of Islamic problems in Indonesia since before the independence of up to the twenty-first century.in a way to do interpretation of his base theologious through a shift paradigm in theologies and socio- religious movement (Thomas Kuhn). In fact, Muhammadiyah move forward with transformation of theological bases from theocentris to antrophocentris (Hasan Hanafi).Thus various issues on religious movement,political like nation-state wich is local or global had answered by Muhammadiyah with his theological bases and the charity efforts like educations, hospitals and the orphanage.
    [Show full text]
  • Nasionalisme Islam: Telaah Pemikiran Dan Kiprah Hadji Agus Salim
    NASIONALISME ISLAM: TELAAH PEMIKIRAN DAN KIPRAH HADJI AGUS SALIM Novizal Wendry [email protected] Dosen Jurusan Syariah STAIN Padangsidimpuan Abstrak Hadji Agus Salim adalah salah seorang tokoh nasionalis Islam yang hidup dalam tiga zaman, Belanda, Jepang, dan awal kemerdekaan. Pemikiran nasionalisme Islam Salim dipengaruhi oleh pendidikan sekuler Belanda dan interaksinya dengan tokoh pembaharu lintas Negara seperti Jamaluddin al-Afgani dan karya-karya tokoh pembaharu Negara lainnya ketika ia menjadi penerjemah pada konsulat Belanda di Jeddah tahun 1906. Nasionalisme Islam yang digusung oleh Salim berkeinginan untuk memperjuangkan hak-hak kemerdekaan yang telah dirampas oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan asas-asas Islam. Nasionalisme Islam ini berbeda dengan nasionalisme sekuler yang digusung oleh Soekarno dan Hatta, karena memisahkan antara nasionalisme dengan agama. Haji Agus Salim is one of Islamic nationalist leaders who lived in three regimes; the Netherlands, Japan, and early Indonesian independence. Salim’s thought was influenced by the Dutch secular education and his interaction with transnational reformers like Jamaluddin al-Afgani and the works of other reformers when he became a translator at the Dutch consulate in Jeddah in 1906. Islamic Nationalism formulated by Salim wanted to fight the rights of freedom that has been seized by the Dutch government based on Islamic principles. Islamic nationalism was different from secular nationalism formulated by Sukarno and Hatta, when the second separated between nationalism and religion. Kata Kunci: Nasionalis Islam; Nasionalis Liberal; Agus Salim. Pengantar Hadji Agus Salim adalah sosok yang populer bagi masyarakat Indonesia. Nama ini telah dikenalkan kepada seluruh anak bangsa ini semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas sebagai salah seorang Pahlawan Nasional.
    [Show full text]
  • INDO 7 0 1107139648 67 76.Pdf (387.5Kb)
    THE THORNY ROSE: THE AVOIDANCE OF PASSION IN MODERN INDONESIAN LITERATURE1 Harry Aveling One of the important shortcomings of modern Indonesian literature is the failure of its authors, on the whole young, well-educated men of the upper and more modernized strata of society, to deal in a convincing manner with the topic of adult heterosexual passion. This problem includes, and partly arises from, an inadequacy in portraying realistic female char­ acters which verges, at times, on something which might be considered sadism. What is involved here is not merely an inability to come to terms with Western concepts of romantic love, as explicated, for example, by the late C. S. Lewis in his book The Allegory of Love. The failure to depict adult heterosexual passion on the part of modern Indonesian authors also stands in strange contrast to the frankness and gusto with which the writers of the various branches of traditional Indonesian and Malay litera­ ture dealt with this topic. Indeed it stands in almost as great a contrast with the practice of Peninsular Malay literature today. In Javanese literature, as Pigeaud notes in his history, The Literature of Java, "Poems and tales describing erotic situations are very much in evidence . descriptions of this kind are to be found in almost every important mythic, epic, historical and romantic Javanese text."^ In Sundanese literature, there is not only the open violence of Sang Kuriang's incestuous desires towards his mother (who conceived him through inter­ course with a dog), and a further wide range of openly sexual, indeed often heavily Oedipal stories, but also the crude direct­ ness of the trickster Si-Kabajan tales, which so embarrassed one commentator, Dr.
    [Show full text]
  • Bab Ii Profil Buya Hamka
    17 BAB II PROFIL BUYA HAMKA A. Latar Belakang Kehidupan dan Pendidikan Buya Hamka Haji Abdul Malik Karim Amrullah merupakan nama asli dari Buya Hamka yang biasa kita kenal, beliau lahir di desa Tanah Sirih kenagarian Sungai Batang ditepi Danau maninjau, pada tanggal 14 Muharam 1326 Hijriah bertepatan pada tanggal 17 februari 19081. Beliau dibesarkan dalam keluarga yang alim dan taat menjunjung tinggi agama.Ayahnya bernama Syekh Abdul Karim Amrullah. Beliau mengawali pendidikannya dengan membaca Al-Qur’an bertempat dirumahnya sendiri ketika beliau pindah dari maninjau ke Padang Panjang pada tahun 19142.Dan setahun kemudian ketika umur 7 tahun beliau dimasukkan oleh ayahnya ke sekolah desa. Pada tahun 1916 beliau menimba ilmu di sekolah Pasar Usang Padang Panjang. Pagi hari beliau pergi ke sekolah dan sore harinya ia berada di surau bersama teman sebayanya. Inilah kebiasaan beliau sehari-hari pada masa kecilnya. Dua tahun kemudian ketika beliau berusia 10 tahun ayahnya mendirikan sebuah pesantren di Padang Panjang dengan nama Sumatera Thawalib. Dengan harapan kelak Hamka menjadi Ulama seperti dirinya, kemudian Hamka kembali menimba ilmu dipesatren ini. Kehausan Hamka dalam menunutut ilmu memang terlihat sangat besar sekali. Ketidak puasannya dengan metode yang ia dapat dari ayahnya menyebabkan 1Hamka (Haji Abdul Karim Amrullah), Kenang-kenangan Hidup, Bulan Bintang, Jakarta, 1979, h 9.s 2Hamka, ibid, h 28 18 beliau berusaha meninggalkan tanah sumatera menuju tanah jawa, beliau mengawali pengembaraannya dari kota Yogyakarta. Dari sinilah kelihatan bahwa kota ini mempunyai makna yang berarti dalam pertumbuhan sebagai pejuang dan pemikir dikemudian hari. Beliau sendiri mengakui bahwa kota inilah ia menemukan islam sebagai sesuatu yang hidup dan menmberikan sebuah pendirian dan perjuangan yang dinamis.3 B.
    [Show full text]
  • Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau Dalam Novel
    KRITIK BUYA HAMKA TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Filsafat Islam Oleh: Kholifatun NIM 11510062 PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016 MOTTO Kehidupan itu laksana lautan: “Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi”. (Buya Hamka) vi PERSEMBAHAN “Untuk almamaterku UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam program studi Filsafat Agama” “Untuk kedua orang tuaku bapak Sukasmi dan mamak Surani” “Untuk calon imamku mas M. Nur Arifin” vii ABSTRAK Kholifatun, 11510062, Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) Skripsi, Yogyakarta: Program Studi Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015/2016. Novel adalah salah satu karya sastra yang dapat menjadi suatu cara untuk menyampaikan ideologi seseorang. Pengarang menciptakan karyanya sebagai alat untuk menyampaikan hasil dari pengamatan dan pemikirannya. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara penyampaian serta gaya bahasa yang ia gunakan dalam karyanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa pemikiran Hamka di balik novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dengan latar belakang seorang agamawan, bagaimana Buya Hamka menyikapi adat Minangkabau yang bersistem matrilineal. Untuk menganalisis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini metode yang digunakan adalah metode analisis wacana kritis Norman Fairclough.
    [Show full text]
  • Rahmah El Yunusiyyah Kartini Padang Panjang (1900-1969)
    Nafilah Abdullah RAHMAH EL YUNUSIYYAH KARTINI PADANG PANJANG (1900-1969) Nafilah Abdullah Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta [email protected] ABSTRAK Rahmah El- Yunusiyyah adalah Kartini Padang Panjang, seorang Pahlawan tanpa tanda jasa. Tokoh Rahmah El- Yunusiyyah adalah seorang wanita tokoh pembaharuan dari Padang Panjang yang sempat hidup pada tiga zaman yaitu zaman penjajahan kolonial Belanda, zaman penjajahan Jepang, dan zaman Kemerdekaan, namun sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memberikan penghargaan sebagai pahlawan Nasional. Mengapa penelitian ini dilakukan? Secara historis, Tokoh Rahmah El-Yunusiyyah pada zaman Belanda telah mendirikan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang (1923). Memberikan dukungan pada Kongres Sumpah Pemuda (1928). Memimpin gerakan menentang dua buah peraturan Belanda, yaitu Ordonantie Kawin Bercatat dan Ordonantie Sekolah Liar pada tahun 1932. Pada pendudukan Jepang, mempersiapkan murid- murid Diniyah Puteri mengikuti pelatihan P3K dan Palang Merah sebagai ganti tenaga sukarela dalam pertempuran (1943). Memberikan dukungan penuh dalam pembentukan pasukan Gyugun, yang menurutnya sangat strategis sebagai alat mencapai kemerdekaan Indonesia (1944). Menjadi pengurus ADI (Anggota Daerah Ibu) tingkat Sumatera Tengah yang bertujuan menentang pemerintahan Jepang yang menggunakan gadis remaja untuk dijadikan wanita penghibur, dan menuntut ditutupnya rumah bordil. Menjadi ketua Ha Ha No Kai dari Gyugun Ko En Kai. menjadi anggota Ha Ha No Kai, anggota Peninjau Sumatera Cuo Sang In. Anggota Mahkamah Islam Tinggi Vol. 10, No. 2, Juli-Desember 2016/ISSN: 1978-4457 (p), 2548-477X (o) 51 Rahmah El Yunusiyyah Kartini Padang Panjang (1900-1969) (MIT)Bukit Tinggi. Masa Kemerdekaan bersama beberapa Perwira Gyugun dan Tokoh masyarakat Padang Panjang membentuk tentara Keamanan Rakyat (TKR). Menjadikan Diniyyah Puteri sebagai dapur umum bagi para pejuang seperti Laskar Sabilillah, Sabil Muslimat, dan Hizbullah.
    [Show full text]
  • What Is Indonesian Islam?
    M. Laffan, draft paper prepared for discussion at the UCLA symposium ‘Islam and Southeast Asia’, May 15 2006 What is Indonesian Islam? Michael Laffan, History Department, Princeton University* Abstract This paper is a preliminary essay thinking about the concept of an Indonesian Islam. After considering the impact of the ideas of Geertz and Benda in shaping the current contours of what is assumed to fit within this category, and how their notions were built on the principle that the region was far more multivocal in the past than the present, it turns to consider whether, prior to the existance of Indonesia, there was ever such a notion as Jawi Islam and questions what modern Indonesians make of their own Islamic history and its impact on the making of their religious subjectivities. What about Indonesian Islam? Before I begin I would like to present you with three recent statements reflecting either directly or indirectly on assumptions about Indonesian Islam. The first is the response of an Australian academic to the situation in Aceh after the 2004 tsunami, the second and third have been made of late by Indonesian scholars The traditionalist Muslims of Aceh, with their mystical, Sufistic approach to life and faith, are a world away from the fundamentalist Islamists of Saudi Arabia and some other Arab states. The Acehnese have never been particularly open to the bigoted "reformism" of radical Islamist groups linked to Saudi Arabia. … Perhaps it is for this reason that aid for Aceh has been so slow coming from wealthy Arab nations such as Saudi Arabia.1 * This, admittedly in-house, piece presented at the UCLA Colloquium on Islam and Southeast Asia: Local, National and Transnational Studies on May 15, 2006, is very much a tentative first stab in the direction I am taking in my current project on the Making of Indonesian Islam.
    [Show full text]
  • Political Orientation of Nahdatul Ulama After Muhtamar IX
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 226 1st International Conference on Social Sciences (ICSS 2018) Political Orientation of Nahdatul Ulama After Muhtamar IX 1st Eko Satriya Hermawan 2nd Rojil Nugroho Bayu Aji 3rd Riyadi History Education Department, History Education Department History Education Department, Universitas Negeri Surabaya Universitas Negeri Surabaya Universitas Negeri Surabaya Surabaya, Indonesia Surabaya, Indonesia Surabaya, Indonesia email: [email protected] email: [email protected] email: [email protected] Abstract–Nahdatul Ulama (NU) is currently the largest Muslim- traditionalist cleric, traders and landlords are the economic based community organization in Indonesia. Looking at the basis of (school) pesantren and cleric families, which can historical view, that NU used to be a political party, even winning threaten the coffers of the traditionalist cleric economy.[2] the election in Sidorajo, East Java. This study uses a The most obvious conflict, was when deciding on methodological approach of history to see the uniqueness of NU the representation of the Dutch East Indies in the Islamic in winning the election in 1955. Authentic documents and in- World Congress held in Mecca in 1926. The traditionalists, depth interviews were conducted to gain a past representation far beyond the discourse that developed in society. worried about not having the opportunity to become representatives in the activity. On that basis, Wahab Keywords— NU, Politics, and Islam Chasbullah, through the approval of Hasyim Asj'ari, invited the leading clerics from traditionalist circles to his home in Surabaya on January 31, 1926. The meeting had two aims: I. INTRODUCTION first, to ratify the creation of the Hijaz Committee which would send a delegation to the congress in Mecca .
    [Show full text]
  • A REAL THREAT from WITHIN: Muhammadiyah's Identity
    Suaidi Asyari A REAL THREAT FROM WITHIN: Muhammadiyah’s Identity Metamorphosis and the Dilemma of Democracy Suaidi Asyari IAIN Sulthan Thaha Saifuddin - Jambi Abstract: This paper will look at Muhammadiyah as a constantly metamorphosing organism from which have grown modernist-reformist, liberalist progressive, political pragmatist and potentially violent fundamentalist-radical Muslims. It will argue that the trajectory passed by and the victory of the radical-puritan element in the National Congress 2005 can potentially become an obstacle for Muhammadiyah's involvement in the process of implementing democratic values in Indonesia in the future. To keep watching Muhammadiyah’s trajectory is crucially important due to the fact that this organization is one of the powerful forces in the world toward the democratization process. In order to be on the right track of democracy, Muhammadiyah has to be able to cope with its internal disputes over democratic values. Only by means of coping with these internal disputes can this organization ensure its role in propagating and disseminating democratic ideas as well as practices in Indonesia. Keywords: Muhammadiyah, metamorphoses, identity, democracy Introduction: An Overview of Muhammadiyah To date, Muhammadiyah has been plausibly assumed to be a moderate Islamic organization which is in a similar position to Nahdlatul Ulama (NU) and does not have any connections with radical individuals or organizations that could be associated with radical Islamic ideology. This paper will I argue that there are some important 18 JOURNAL OF INDONESIAN ISLAM Volume 01, Number 01, June 2007 Muhammadiyah and the Dilemma of Democracy factors that have been overlooked or ignored in this understanding of Muhammadiyah.
    [Show full text]
  • 88 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdul Muis, Metode Penulisan Skripsi Dan
    88 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdul Muis, Metode Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 1990 Al Ahmady Abu An Nur, Saya Ingin Bertobat Dari Narkoba, Darul Falah, Jakarta, 2000 Andi Hamzah, Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Narkoba, Jakarta, 2004 Anggota IKAPI, Undang-Undang Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya, Fokusmedia, Juni 2010 Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Komunikasi Penyuluyhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta, 2004 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijaksanaan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998 Chaeruddin dan Syarif Fadillah, Korban Kejahatan dalam Perpsektif Victimologi dan Hukum Pidana Islam, Ghalia Press, Cetakan Pertama, Jakarta, 2004 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2003 Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Antara Norma dan Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007 EY Kanter dan SR Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Storia Grafika, Jakarta, 2002 Farouk Muhammad, Pengubahan Perilaku dan Kebudayaan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Polri, Jurnal Polisi Indonesia, Tahun 2, April 2000 – September 2000 H. M. Kamaluddin, Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata Dalam Teori dan Praktek, Tanpa Penerbit, Medan, 1992 Hilaman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1992 Kartini Kartono,
    [Show full text]
  • I COHESION ANALYSIS of SOEKARNO's SPEECH ENTITLED
    COHESION ANALYSIS OF SOEKARNO’S SPEECH ENTITLED ONLY A NATION WITH SELF RELIANCE CAN BECOME A GREAT NATION THESIS Submitted in Partial Fulfillment of the Requirement for Degree of Bachelor of Education in English Education by Abdul Ghofar 113411044 EDUCATION AND TEACHER TRAINING FACULTY WALISONGO STATE ISLAMIC UNIVERSITY SEMARANG 2018 i ii iii iv v ACKNOWLEDGEMENTS In the name of Allah, the beneficent the most merciful All praise is only for Allah, the Lord of the world, the creator of everything in this universe, who has giving the blessing upon the researcher in finishing this research paper. Peace and blessing be upon to our beloved prophet Muhammad SAW, his families, companions, and all his followers. The researcher realized that cannot complete this final project without the help of others. Many people have helped me during writing this final project and it would be impossible to mention of all them. The writer wishes, however to give my sincerest gratitude and appreciation to: 1. Dr. H. Raharjo, M.Ed.St as the Dean of Education and Teacher Training Faculty. 2. Dr. H. Ikhrom, M.Ag as the Head of English Department and Sayyidatul Fadlillah, M.Pd as the Secretary of English Department. 3. Dra. Hj. Siti Mariam., M.Pd as the first advisor for patience in providing careful guidance, helpful correction, very good advice as well suggestion and encouragement during the consultation. 4. Daviq Rizal, M.Pd. as the second advisor, who has carefully and correctly read the final project for its improvement and has encouraged me to finish my final project.
    [Show full text]