PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KESENIAN KUDA LUMPING (Studi Deskriptif Di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KESENIAN KUDA LUMPING (Studi Deskriptif Di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan) PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KESENIAN KUDA LUMPING (Studi Deskriptif Di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan) SKRIPSI DiajukanUntukMemenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi OLEH: ANDRIYAN NUGRAHA HASIBUAN 140905111 DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PERNYATAAN ORIGINALITAS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KESENIAN KUDA LUMPING (Studi Deskriftif Di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan) SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar sarjana saya. Medan, April 2019 Andriyan Nugraha Hasibuan i Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Andriyan Nugraha Hasibuan 2018, Judul Skripsi: PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KESENIAN KUDA LUMPING Di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara Skripsi ini terdiri dari 90 halaman, 6 tabel dan 9 Gambar. Tulisan ini berjudul Persepsi Masyarakat Tentang Kesenian Kuda Lumping Di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara yang bertujuan untuk mendeskripsikan tentang persepsi masyarakat tentang KesenianKuda Lumping di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman dan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan eksistensi Kuda Lumping di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman. Manfaat dari penelitian adalah menambah wawasan penulis dalam menyusun karya ilmiah, serta yang sangat diharapkan dari penelitian ini adalah agar terbentuknya perhatian yang lebih besar terhadap pelestarian kesenian Kuda Lumping yang seiring perkembangan zaman semakin menghilang keberadaannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriftif. Penelitian ini menggunakan teknik observasi serta wawancara terhadap beberapa informan, yaitu yang ahli, serta informan yang terlibat dalam pertunjukan kesenian Kuda Lumping Pawang, Musik dan Penari. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat di Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman diperoleh beberapa kesimpulan yakni persepsi publik cukup baik dari seni kuda lumping. tokoh masyarakat menganggap bahwa seni kuda lumping adalah seni yang dapat digunakan sebagai hiburan bagi masyarakat setempat. Seni Kuda Lumping dianggap sebagai perhatian publik melalui atraksi supranatural. Para pemimpin agama menganggap bahwa seni Kuda Lumping adalah seni yang kurang bagus, karena menyoroti kuda lumping sebagai pertunjukan yang kadang-kadang diikuti oleh minuman keras. orang percaya bahwa kuda lumping seni praktis dan tidak efisien. Kata kunci: Persepsi Masyarakat, Seni Kuda Lumping ii Universitas Sumatera Utara UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Starat Satu (S1) pada Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan akhir dari perkuliahan dan awal untuk penulis mulai belajar hal yang baru kembali. Ucapan terimakasih yang tiada tara untuk untuk kedua orang tua penulis. Bapak Bachtiar Hasibuan dan Ibu Nursiah Sitorus yang telah menjadi orang tua terhebat yang penulis miliki. Yang selalu berjuang dan kerja keras, memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa yang tentu takkan bisa penulis balas. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Wali saya Bapak Zulham Sitorus S.kom M.kom dan Ibu Meri Sri Wahyuni S.kom M.kom yang mau menjaga dan membimbing penulis dari awal mulai bimbingan belajar sampai saat ini. Karena berkat beliau lah penulis menjadi orang yang mandiri dan bekerja keras. Terkhusus penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Drs. Lister Berutu M.A selaku dosen pembibing Skripsi yang telah meluangkanwaktu dan tempat untuk memberikan saran dan bimbingan yang sangat berguna pada penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku ketua Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera. Terima kasih juga kepada Bapak iii Universitas Sumatera Utara Agustrisno M.sp selaku seketaris Antoropologi Sosial FISIP USU dan juga sebagai Ketua Penguji saat seminar hasil penelitian. Tidak lupa juga kepada Kak Nur dan Kak Sri sebagai Staf Departemen Antropologi yang selalu berbaik hati dan mempermudah urusan Administrasi penulis selama perkuliahan. Terima kasih juga kepada para dosen Antropologi Sosial FISIP USU, yaitu Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, Msi, Drs.Zulkifli, MA, Dra Tjut Syahriani,, M.Soc,sc, Drs.Yance, Msi, Dra. Nita Savitri, M.Hum, Dra. Ryta Tambunan, MA, Drs. Ermansyah, M.Hum, dan Dr. Zulkifli Lubis, Msi yang telah memberikan ilmu dan mendidik penulis menjadi Mahasiswa yang baik. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat menjadi ladang amal dan diberikan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para informan yang telah banyak memberikan informasi serta pengalaman berharga pada penulis dalam proses penelitian di lapangan. Juga kepada semua senior maupun junior Antropologi Sosial FISIP USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih atas duukungan maupun motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Terkhusus kepada kerabat penulis Angkatan 2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima kasih banyak telah menjadi teman terbaik, berbagi suka maupun duka dari awal perkuliahan sampai akhir perkuliahan ini. Kalian semua sangat berkenan di hati penulis. Semoga kita semua meraih kesuksesan dimasa yang akan datang. Terima kasih juga kepada sepupu-sepupu penulis yang tinggal satu rumah dengan penulis yaitu Dwi Kurniati Sitorus dan Doni Ardiansyah Sitorus serta adik iv Universitas Sumatera Utara kandung penulis Azura Aulya Hazmi Hasibuan atas segala perhatian dan kasih sayang, memomitivasi serta doannya. Dan juga kepada segenap keluarga Besar Sayuti Sitorus dan Zalifah Siagian, terima kasih banyak atas dukungan dan doanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Ririn Purba, Santi Fronika Lumban Gaol, Eunike, Monika, Jesika, Sri Anjani, Marselina, Grace Yustia, Dita Maudi Harsa, Tumiar Sitohang, dan Mira . Terkhusus ucapan terima kasih untuk Maya Anggraini Nasution yang telah banyak membantu penulis untuk memotivasi dan memberi arahan yang baik. Serta tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Yosua Marpaung, Amos Silaban, dan Feliks Y Sihoming yang berniat baik menjemput penulis ke kampus sewaktu belum mempunyai motor. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada team Sepak Bola dan Futsal Antropologi Sosial FISIP USU serta teman-teman yang telah memberikan penulis jam terbang lebih banyak bermain Sepak Bola dan Futsal. Terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut dan terlibat dalam memberikan dukungan, pertolongan, serta kemudahan sehingga penulis diberikan kelancaran baik dalam proses kehidupan sehari-hari maupun proses perkuliahan. Semoga semua jasa yang telah diberikan mendapatkan balasan pahala oleh Allah SWT. Amin. Medan, April 2019 Penulis Andriyan Nugraha Hasibuan v Universitas Sumatera Utara RIWAYAT HIDUP Andriyan Nugraha Hasibuan, lahir tanggal 03 April 1997 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Anak dari pasangan Bapak Bachtiar Hasibuan dan Ibu Nursiah Sitorus. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak (TK) Muhamadiyah Tahun 2001. Kemudian masuk ke Sekolah Dasar di SDN 010243 Binjai Serbangan Tahun 2008. Penulis juga menempuh pendidikan di SMPN 1 Air Joman dan selesai tahun 2011. Pada tahun 2014 menyelesaikan sekolah menegah atas di SMAN 1 Air Joman. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negri di Departemen Antropologi Sosial di Fakultas Ilmu Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara pada tahun 2014. Email penulis : [email protected] Selama pendidikan di Antropologi Sosial FISIP USU, penulis juga mengikuti berbagai kegiatan seperti kepanitiaan inisiasi, seminar di kampus maupun diluar kampus, pengalaman organisasi dan anggota kepanitiaan dalam berbagai organisasi, berikut penjabarannya: vi Universitas Sumatera Utara 1. Peserta Inisiasi Antropologi Sosial FISIP USU di parapat, Sumatera Utara (2014) 2. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru Antropologi Universitas Sumatera Utara Di Sibolangit (2014) 3. UKM Bola FISIP USU 2016 4. Panitia Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB) Antropologi USU di Sibolangit 2015 5. Panitia sek. Konsumsi Antropologi 2015 vii Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWT yang mana atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini yang berjudul “ PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KESENIAN KUDA LUMPING, Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Kab. Asahan”. Penulisan skripsi ini merupakan
Recommended publications
  • Analysis on Symbolism of Malang Mask Dance in Javanese Culture
    ANALYSIS ON SYMBOLISM OF MALANG MASK DANCE IN JAVANESE CULTURE Dwi Malinda (Corresponing Author) Departement of Language and Letters, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 813 365 182 51 E-mail: [email protected] Sujito Departement of Language and Letters, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 817 965 77 89 E-mail: [email protected] Maria Cholifa English Educational Department, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 813 345 040 04 E-mail: [email protected] ABSTRACT Malang Mask dance is an example of traditions in Java specially in Malang. It is interesting even to participate. This study has two significances for readers and students of language and literature faculty. Theoretically, the result of the study will give description about the meaning of symbols used in Malang Mask dance and useful information about cultural understanding, especially in Javanese culture. Key Terms: Study, Symbol, Term, Javanese, Malang Mask 82 In our every day life, we make a contact with culture. According to Soekanto (1990:188), culture is complex which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society. Culture are formed based on the local society and become a custom and tradition in the future. Culture is always related to language. This research is conducted in order to answer the following questions: What are the symbols of Malang Mask dance? What are meannings of those symbolism of Malang Mask dance? What causes of those symbolism used? What functions of those symbolism? REVIEW OF RELATED LITERATURE Language Language is defined as a means of communication in social life.
    [Show full text]
  • Download Article
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 231 5th International Conference on Community Development (AMCA 2018) Ronggeng: Cultural Artifact and Its Representation in Indonesian Film Yulianeta Universitas Pendidikan Indonesia [email protected] Abstract. Ronggeng is a cultural artifact that is very in several regions of Central Java and East Java. The last, popular in the life of Indonesian people, especially in people in West Java call them sindhen or ronggeng. This Java. In a historical context, ronggeng which is on the art spreads almost in all regions of Java Island [3]. concept was originally viewed as a sacred culture in Ronggeng word comes from Javanese language, its development into a profane culture. The reception which means tandak or female dancers accompanied by of ronggeng is not only uttered orally, but also in gamelan (Javanese traditional orchestra). Referring to the literature and film. This study aims to describe definition, women become the key of the art. In the ronggeng as a cultural artifact and its representation Ensiklopedi Tari Indonesia Seri P-T, ronggeng is in the film Nyi Ronggeng (1969), Darah dan Mahkota classified into couple entertainment dances performed by Ronggeng (1983), and Sang Penari (2011). The a woman and a man. On its shows, a female ronggeng method used in this research is descriptive analysis dancer usually asks a male dancer by throwing her shawl method representation theory of Stuart Hall, to see to the man to go up to the stage and dance together with how the image of ronggeng is represented in three her [4]. Once the dance is finished, the male dancer films.
    [Show full text]
  • The Traditional Arts and Cultural Policy in Banyuwangi
    The Traditional Arts and Cultural Policy in Banyuwangi Novi Anoegrajekti1, Sudartomo Macaryus2, Ali Imron Al-Ma’ruf 3, Siti Gomo Attas4, Agustina Dewi Setyari5 , Zahratul Umniyyah6 {[email protected],[email protected],[email protected] om3,[email protected], [email protected], [email protected]} 1,5.6 Universitas Jember, Indonesia 2 Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Indonesia 3Universitas Muhammadiyah, Surakarta, Indonesia 4 Universitas Negeri Jakarta, Indonesia Abstract. Gandrung Traditional Art in Banyuwangi is placed as a cultural event. Nowadays, it is decreasing, because it is only a place for the State (bureaucracy), religion and markets to fight. For this reason, it is necessary to revitalize traditional arts through increasing the innovation of traditional arts based on locality. This paper discusses how the revitalization and dynamics of the Gandrung tradition of art in the midst of socio-cultural changes in Banyuwangi. Analysis with cultural studies approaches, this paper produces an in-depth description and understanding of various social and cultural forces in relation to the traditional arts of Gandrung in Banyuwangi. The model of locality-based innovation as a cultural policy produced is expected to support the development of Gandrung traditional art in Banyuwangi. Socialization, promotion, and marketing as well as utilizing cultural activities that take place in Banyuwangi, are packaged in the Banyuwangi Festival Calendar as a form of revitalizing traditional arts. Keywords: Beach Ball Investigation Group, Social Skill, Cooperative Learning, Model, Development, Speaking. 1. INTRODUCTION Speaking course Gandrung's art tradition rests and survives on the basis of the local values that it contains dealing with new demands that not only ensure modern rationality and propriety, but also involve survival in economic terms.
    [Show full text]
  • Glossary.Herbst.Bali.1928.Kebyar
    Bali 1928 – Volume I – Gamelan Gong Kebyar Music from Belaluan, Pangkung, Busungbiu by Edward Herbst Glossary of Balinese Musical Terms Glossary angklung Four–tone gamelan most often associated with cremation rituals but also used for a wide range of ceremonies and to accompany dance. angsel Instrumental and dance phrasing break; climax, cadence. arja Dance opera dating from the turn of the 20th century and growing out of a combination of gambuh dance–drama and pupuh (sekar alit; tembang macapat) songs; accompanied by gamelan gaguntangan with suling ‘bamboo flute’, bamboo guntang in place of gong or kempur, and small kendang ‘drums’. babarongan Gamelan associated with barong dance–drama and Calonarang; close relative of palégongan. bapang Gong cycle or meter with 8 or 16 beats per gong (or kempur) phrased (G).P.t.P.G baris Martial dance performed by groups of men in ritual contexts; developed into a narrative dance–drama (baris melampahan) in the early 20th century and a solo tari lepas performed by boys or young men during the same period. barungan gdé Literally ‘large set of instruments’, but in fact referring to the expanded number of gangsa keys and réyong replacing trompong in gamelan gong kuna and kebyar. batél Cycle or meter with two ketukan beats (the most basic pulse) for each kempur or gong; the shortest of all phrase units. bilah Bronze, iron or bamboo key of a gamelan instrument. byar Root of ‘kebyar’; onomatopoetic term meaning krébék, both ‘thunderclap’ and ‘flash of lightning’ in Balinese, or kilat (Indonesian for ‘lightning’); also a sonority created by full gamelan sounding on the same scale tone (with secondary tones from the réyong); See p.
    [Show full text]
  • Asia Society Presents Music and Dance of Yogyakarta
    Asia Society Presents Music and Dance of Yogyakarta Sunday, November 11, 2018 7:00 P.M. Asia Society 725 Park Avenue at 70th Street New York City This program is approximately ninety minutes with no intermission In conjunction with a visit from Hamengkubuwono X, the Sultan of Yogyakarta in Indonesia, Asia Society hosts a performance by the court dancers and musicians of Yogyakarta. The Palace of Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat is the cultural heart of the city. From generation to generation, the Sultans of Yogyakarta are the traditional governors of the city and responsible for passing on art and culture heritage. The entire royal family is involved in preserving these art forms, and the troupe must perform with a member of the royal family present. The dances from Yogyakarta will be accompanied by gamelan music native to Java. Program Golek Menak Umarmaya Umarmadi Dance Masked Dance Fragment (Wayang Wong) “Klana Sewandana Gandrung” Bedhaya Sang Amurwabhumi About the forms: Golek Menak The golek menak is a contemporary example of the seminal influence exerted by the puppet theater on other Javanese performing arts. This dance was inspired by the stick–puppet theater (wayang golek), popular in the rural area of Yogyakarta. Using the three dimensional rod-puppets, it portrays episodes from a series of stories known as menak. Unlike the high-art wayang kulit (shadow puppets), it is a village entertainment, and it did not flourish at the court. As a dance drama, golek menak focuses on imitating this rod-puppet theater with amazing faithfulness. Human dancers realistically imitate the smallest details of puppet movement, right down to the stylized breathing of the puppets.
    [Show full text]
  • Pementasan Tari Gandrung Dalam Tradisi Petik Laut Di Pantai Muncar, Desa Kedungrejo, Banyuwangi, Jawa Timur (Suatu Kajian Filosofis) Relin D.E
    MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Februari 2017 p 41 - 55 P-ISSN 0854-3461, E-ISSN 2541-0407 Pementasan Tari Gandrung Dalam Tradisi Petik Laut Di Pantai Muncar, Desa Kedungrejo, Banyuwangi, Jawa Timur (Suatu Kajian Filosofis) Relin D.E Jurusan Teologi, Fakultas Brahma Widya, IHDN Denpasar E-mail: relin_denayu @yahoo.co.id Tari Gandrung merupakan kekayaan budaya lokal banyuwangi dan dijadikan maskot daerah Banyuwangi. Tari gandrung banyak dipentaskan diberbagai acara publik termasuk di dalam tradisi petik laut. Pementasan Tari Gandrung dalam tradisi petik laut memiliki makna tersendiri karena tradisi ini diyakini sebagai bentuk persembahan kepada Dewa Laut agar nelayan dianugrahkan ikan yang berlimpah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk Tari Gandrung dan makna filosofi Tari gandrung yang terkandung dalam tradisi Petik laut di pantai Muncar Banyuwangi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. dengan analisis deskriftip kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi (data-data sekunder). Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa Setiap peragaan Gandrung Banyuwangi selalu berpola jejer, paju dan seblang-seblang. Dalam pementasannya memasuki tiga babak yakni pertama jejer, gending terdiri dari lagu Padha Nonton yang terdiri dari delapan bait 32 baris setiap baitnya terbagi menjadi empat baris, baru kemudian dilanjutkan dengan gending Padha Nonton pada bait-bait berikutnya dengan gerak tari yang sesuai warna lagu yang dibawakan. Kemudian babak kedua disebut Paju gending yang dibawakan bebas sesuai permintaan yang akan ikut menari (maju gandrung) dan ketiga Seblang-seblang yang selalu diawali dengan gending atau lagu yang berjudul Seblang Lukito dan gending-gending lainnya. Pementasan tari gandrung dalam tradisi petik laut secara filosofis bila diamati dari lagu Padha nonton dengan syairnya berbentuk bebas dan pola yang berkembang ini merupakan gambaran filosofis hidup tentang manusia.
    [Show full text]
  • Falidasi Data Lingkung Seni Se-Kecamatan Ujungberung Tahun 2014
    FALIDASI DATA LINGKUNG SENI SE-KECAMATAN UJUNGBERUNG TAHUN 2014 Tahun Tempat NO Nama Lingkung Seni Jenis Kesenian Pimpinan Alamat Perangkat Kesenian Anggota Legalisasi Berdiri Latihan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pasar Kaler RT.01 1 Pas Nada Elektone Ibu. Heny Organ, Kibord,Gitar, Kendang, Suling, 5 Orang Tidak Ada 2010 Rumah RW.01 Cigending RT.03 Gendang, Bedug, Goong, Terompet, Toa Ampli. 2 Sancang Pusaka Benjang Agus Sulaeman RW.03 Mixer, Badut, Kecrek, Kuda Lumping, Gendang, Goong, Bedug, Terompet, Kepang, 3 LS Benjang Kalimasada Benjang Gugun Gunawan Cipicung RT.04 RW.04 25 Orang Dalam Proses 2004 Rumah Lumping, Toa, Ampli,MixerBadut 4 Karinding Nukula Upit Supriatna Cipicung RT.01 RW.04 Karinding,Celempung,Toleot, Kecrex 15 Orang Tidak Ada 2011 Rumah Gendang, bedug, Goong, Terompet, Toa Ampli, Rumah ketua 5 Pusaka Gelar Putra Benjang Asep Dede Cinangka RT.02 RW.05 25 Orang Tidak Ada 2007 Barong, Badut, Kecrek RT Rumah ketua 6 Pusaka Wirahman Putra Penca Silat Enay Darso Cinangka RT.01 RW.05 Gendang Besar/Kecil, Golok (untuk atraksi) 25 Orang Tidak Ada 2010 RT Gendang, Rabab, Bonang, Goong, Kecrek, 7 Arum Gumelar Jaipongan I n d r a Cinangka RT.02 RW.05 30 Orang Tidak Ada 2006 Rumah Terompet 8 R e o g E m u l Cinangka RT.03 RW.05 Dog-dog, Goong, Gendang 9 Elektone Dangdut E m u l Cinangka RT.03 RW.05 Organ, Gendang Suling Gitar, Kecrex 7 Orang Tidak Ada 2010 Rumah Sakeburuy RT.01 RW 10 Dwi Shinta Rock Dangdut Dede Dadan Kibord, Gitar, Gendang, Suling, Kecrex 9 Orang Ada 1993 Gedung 06 Gendang, Goong, Bedug, Terompet, Toa, Ampli, 11 Pusaka Wargi Benjang Didi / Ono Ranca RT.01 RW.06 25 Orang Ada 1930 Hal.
    [Show full text]
  • Nilai-Nilai Pendidikan Tata Busana Dan Rias Srimpi Pandhelori Dalam
    Nilai-Nilai Pendidikan Tata Busana dan Rias Srimpi Pandhelori dalam Perspektif Hermeneutik 307 Nilai-Nilai Pendidikan Tata Busana dan Rias Srimpi Pandhelori dalam Perspektif Hermeneutik Wenti Nuryani, Suminto A Sayuti, Dwi Siswoyo Program Studi Ilmu Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Jl. Colombo No 1, Depok, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55281 Tlp. 087734147935, E-mail: [email protected] ABSTRACT This research was a descriptive qualitative research using a hermeneutic approach and was aimed at revealing the meaning of traditional symbols contained in Yogyakarta-style Srimpi Pandhelori dance costumes and makeup. The symbols in Srimpi Pandhelori costumes and makeup are the media that transform noble characters. It is closely related to the character building based on local genious. Therefore, this research is aimed at describing the symbols found in Srimpi Pandhelori dance as an absorption element of the noble character values. Every instrument in costumes and makeup represents local wisdom which is designed to be a medium of noble character education. The main data collection technique of the research was direct observation of Srimpi dance performances strengthened by records. The data were validated by using credibility techniques by doing 1). observation perseverance, 2). triangulation of methods and sources, 3). peer discussion, and 4). adequacy of references. The data analysis used in this research was a dialectical hermeneutics approach i.e. the approach where interpretation procedures to obtain meaning uses elements of analysis from Madisson called a normative method consisting of coherence, comprehensiveness, contextuality, penetration, and appropriateness. The results show that each instrument in costumes and make up of Srimpi Pandhelori dance pattern contains symbols.
    [Show full text]
  • Eksistensi Kesenian Masyarakat Transmigran Di Kabupaten Pringsewu Lampung Studi Kasus Kesenian Kuda Kepang Turonggo Mudo Putro Wijoyo
    Volume 10 No 2 Oktober 2017 ISSN: 1858-3989 P565-576 EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO Oleh: Mutiara Dini Primastri (Pembimbing Tugas Akhir: Dra. Budi Astuti M.Hum dan Indah Nuraini, S.S.T., M.Sn) Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indoonesia Yogyakarta Alamat Email: [email protected] RINGKASAN Penelitian ini merupakan sebuah analisis deskriptif yang menggunakan pendekatan sosiologi dan antropologi untuk membedah tentang eksistensi kesenian masyarakat transmigran berupa kesenian kuda kepang di Kabupaten Pringsewu Lampung. Kesenian kuda kepang yang eksis di Kabupaten Pringsewu yaitu komunitas seni Turonggo Mudo Putro Wijoyo (TMPW). Eksistensi adalah adanya sebuah keberadaan yang tidak hanya sebagai sesuatu yang “diam” akan tetapi menjadi sesuatu yang aktif dan memiliki peran di dalam lingkungannya. Melalui kajian sinkronik, kesenian kuda kepang TMPW tetap eksis saat ini karena memiliki fungsi sebagai seni pertunjukan yang menghibur (presentasi estetis), memuat nilai-nilai budaya, serta dapat menjadi identitas orang Jawa di Pringsewu. Kajian sinkronik didukung oleh kajian diakronik, yaitu kemunculan kesenian kuda kepang TMPW merupakan hasil dari rangkaian sejarah berupa eksistensi orang-orang yang bertransmigrasi di Pringsewu, melalui tahap eksistensi yaitu eksistensi estetis, etis dan religius. Eksistensi kesenian kuda kepang TMPW tidak lepas dari faktor-faktor pendukungnya. Komunitas TMPW terus menunjukkan eksistensinya
    [Show full text]
  • The Legitimacy of Classical Dance Gagrag Ngayogyakarta
    The Legitimacy of Classical Dance Gagrag Ngayogyakarta Y. Sumandiyo Hadi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Jalan Parangtritis Km 6,5, Sewon, Bantul Yogyakarta ABSTRACT The aim of this article is to reveal the existence of classical dance style of Yogyakarta, since the government of Sultan Hamengku Buwono I, which began in 1756 until now in the era the government of Sultan Hamengku Buwono X. The legitimation of classical dance is considered as “Gagrag Ngayogyakarta”. Furthermore, the dance is not only preserved in the palace, but living and growing outside the palace, and possible to be examined by the general public. The dance was fi rst considered as a source of classical dance “Gagrag Ngayogyakarta”, created by Sultan Hamengku Buwono I, i.e. Beksan Lawung Gagah, or Beksan Trunajaya, Wayang Wong or dance drama, and Bedaya dance. The three dances can be categorized as a sacred dance, in which the performances strongly related to traditional ceremonies or rituals. Three types of dance later was developed into other types of classical dance “Gagrag Ngayogyakarta”, which is categorized as a secular dance for entertainment performance. Keywords: Sultan Hamengku Buwono, classical dance, “gagrag”, Yogyakarta style, legitimacy, sacred, ritual dance, secular dance INTRODUCTION value because it is produced by qualifi ed Yogyakarta as one of the regions in the artists from the upper-middle-class society, archipelago, which has various designa- and not from the proletarians or low class. tions, including a student city, a tourism The term of tradition is a genre from the city, and a cultural city. As a cultural city, past, which is hereditary from one gene- there are diff erent types of artwork.
    [Show full text]
  • Television, Nation, and Culture in Indonesia
    Philip Kitley Political Science/Media Studies Kitley “T in Indonesia is that of a country invent- T elevision, Nation, and Culture in Indonesia ing itself by promoting a national cultural identity. Philip Kitley, who is not only a media scholar but has also worked as a diplomat in Indonesia, shows how important television has been to both the official and popular imagination since its beginnings in the early s. It’s a fascinating tale, with implications going well beyond re- gional specialists, since the use of popular media to promote nation, citizenship, and identity is common to many countries, new and old. “As Indonesia attracts increasing international attention in the post-Soeharto era, it is important to understand the cultural as well as political issues that have led to the current turbulent situation. Kitley’s book is a well-researched, wise, and elegantly written ac- count of the forces, dreams, and policies that link public and private life in and after ‘New Order’ Indonesia.” —John Hartley, Dean of Arts, Queensland University of Technology Philip Kitley is Senior Lecturer in the Department of Humanities and International Studies, University of Southern Queensland. Research in International Studies Southeast Asia Series No. elevision, Nation, and Culture in Indonesia ISBN 0-89680-212-4 T ,!7IA8J6-iacbce! Television, Nation, and Culture in Indonesia This series of publications on Africa, Latin America, and Southeast Asia is designed to present significant research, translation, and opinion to area specialists and to a wide community of persons interested in world affairs. The editor seeks manu- scripts of quality on any subject and can generally make a decision regarding publi- cation within three months of receipt of the original work.
    [Show full text]
  • Bali 1928: Gamelan Gong Kebyar Music from Belaluan, Pangkung
    Bali 1928: Gamelan Gong Kebyar Music from Belaluan, Pangkung, Busungbiu 2 Introduction 6 A Sketch of the Time Period of these Recordings 11 Emergence of Kebyar 29 The Balinese Gamelan Recordings from Bali, 1928: a track–by–track discussion: 33 Gamelan Gong Kebyar of Belaluan, Denpasar 46 Gamelan Gong Kebyar of Pangkung, Tabanan 50 Gamelan Gong Kebyar of Busungbiu, Northwest Bali 57 List of Silent Archival Films 58 Acknowledgments 61 References Cited and Further Readings * Glossary on Separate PDF File1 1 The spellings in this article follow modernized Balinese orthography of dictionaries such as Kamus Bali Indonesia, by I Nengah Medera et.al. (1990). Although this system was proposed as early as 1972 it has been applied irregularly in writings on the arts, but we have chosen to adhere to it so as to reflect a closer relationship to actual Balinese aksara ‘letters of the alphabet, language’. For instance, many words with prefixes frequently spelled pe or peng are spelled here with the prefixes pa and pang. 1 Introduction These historic recordings were made in 1928 as part of a collection of the first and only commercially–released recordings of music made in Bali prior to World War II. This diverse sampling of new and older Balinese styles appeared on 78 rpm discs in 1929 with subsequent releases for international distribution. The records were sold worldwide (or not sold, as it happened) and quickly went out of print. It was a crucial time in the island’s musical history as Bali was in the midst of an artistic revolution with kebyar as the new dominant style of music.
    [Show full text]