Quick viewing(Text Mode)

Plagiat Merupakan Tindakan Tidak Terpuji Plagiat

Plagiat Merupakan Tindakan Tidak Terpuji Plagiat

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

RETORIKA VISUAL PADA PRAKTIK REPRESENTASI HANTU

SEBAGAI SIMBOL IDENTITAS KOMUNITAS MUSIK UNDERGROUND

DI KOTA SURAKARTA

Tesis

Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum) di

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Oleh

Albertus Rusputranto Ponco Anggoro 096322010

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2013

i

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

iii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Saya, mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bernama

Albertus Rusputranto Ponco Anggoro (NIM. 096322010), menyatakan bahwa tesis dengan judul: Retorika Visual pada Praktik Representasi Hantu sebagai

Simbol Identitas Komunitas Musik Underground di Kota Surakarta ini merupakan hasil karya dan penelitian saya sendiri.

Di dalam tesis ini tidak terdapat karya peneliti lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi lain. Pemakaian, peminjaman/pengutipan dari karya peneliti lain di dalam tesis ini saya pergunakan hanya untuk keperluan ilmiah sesuai dengan peraturan yang berlaku, sebagaimana diacu secara tertulis dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 3 September 2013

Yang membuat pernyataan:

Albertus Rusputranto Ponco Anggoro

iv

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Albertus Rusputranto Ponco Anggoro

NIM : 096322010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Retorika Visual pada Praktik Representasi Hantu sebagai Simbol Identitas

Komunitas Musik Underground di Kota Surakarta

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Yogyakarta

Pada tanggal : 3 September 2013

Yang membuat pernyataan:

Albertus Rusputranto Ponco Anggoro

v

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

KATA PENGANTAR

Kisah hantu merupakan tema cerita yang sering saya jumpai ketika berbincang santai, ngelantur, bersama beberapa teman. Obrolan semacam ini terasa lebih menyenangkan, menggairahkan sekaligus mencekam saat diperbincangkan pada waktu malam semakin larut. Kisah-kisah yang membangkitkan sensasi kengerian ini begitu digemari. Terlepas percaya atau tidak dengan keberadaan hantu.

Sensasi kengerian merupakan sensasi tergelap manusia yang teramat kuat, yang membuat orang merinding atau bahkan sampai mungkug-mungkug serasa mau muntah. Sensasi-sensasi ini membangun kenikmatan keindahan yang lain, kenikmatan atas sensasi-sensasi kengerian. Estetika kengerian. Estetika inilah yang memungkinkan representasi hantu hadir sebagai simbol identitas komunitas musik underground aliran di Surakarta; menghadirkan metafora kengerian sebagai kondensasi kekuatan visual simbol identitas mereka.

Tema tersebut saya usung dalam proyek penulisan tesis ini: Retorika

Visual pada Praktik Representasi Hantu sebagai Simbol Identitas Komunitas

Musik Underground di Kota Surakarta. Sebuah latihan penelitian. Sebagai sebuah latihan tentunya tesis ini masih jauh dari sempurna, tapi setidaknya kekurangsempurnaan ini menjadi sebuah langkah penting bagi proses belajar saya.

Syukur kepada Tuhan, proyek penulisan tesis ini akhirnya bisa saya selesaikan dengan sepenuh kemampuan saya, sepenuh keterbatasan kemampuan

vi

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

saya. Dan sudah pasti saya tidak mungkin bisa menyelesaikan proyek penulisan tesis ini tanpa bantuan dari banyak pihak. Maka, mengawali tulisan ini saya merasa harus menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu. Pertama-tama dan terutama saya sangat berterima kasih kepada Dr. St. Sunardi yang telah dengan sabar membimbing saya menyelesaikan penulisan tesis ini. Banyak hal yang bisa saya pelajari selama proses pembimbingan. Jauh lebih dari sekedar menyelesaikan tulisan.

Terima kasih kepada romo Banar (Dr. G. Budi Subanar, S.J.) yang selalu membantu meneguhkan semangat saya untuk menyelesaikan proyek penulisan tesis dan memantapkan langkah saya untuk tidak “menyebarkan kebohongan”.

Terima kasih kepada Prof. Dr. A. Supratiknya yang sudah bersedia membaca dan memberikan catatan-catatan pada tesis saya. Terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada semua pengajar di program studi Magister Ilmu Religi dan

Budaya (IRB) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; pengalaman yang teramat sangat berharga bagi saya mendapat kesempatan belajar di lembaga ini, bertemu dengan para pengajar yang sangat inspiratif dan sangat membantu memperluas cakrawala pengetahuan saya. Dan terima kasih kepada lembaga tempat saya bekerja, Institut Seni Surakarta, yang telah memberikan kesempatan saya menempuh studi lanjut.

Terima kasih kepada kelompok Makam dan Bandoso, terutama kepada

Jiwo (Makam), Nonot (Bandoso) dan Ichsan (Bandoso), yang telah bersedia menjadi subjek yang saya teliti, yang sangat terbuka dan sangat membantu sepanjang proses penulisan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini berguna bagi kita

vii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

semua. Terima kasih kepada Aji (Down for Life), mas Jlitheng Suparman, Muchus

Budi Rahayu, Joko S. Gombloh dan K.H. Dian Nafi’ yang telah bersedia berbagi pengetahuan dan menjadi nara sumber dalam penelitian ini.

Terima kasih kepada mbak Desy yang telah membantu mempermudah hal- hal teknis urusan administrasi, yang sebenarnya sederhana tapi terasa sangat rumit bagi beberapa orang, termasuk saya, kalau tidak ada yang membantu mernahke.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua teman mahasiswa IRB, terutama teman-teman seangkatan yang tidak pernah tidak menjadi sepotong senja yang membahagiakan. Leo, Elly, Lucy, Virus, Iwan, Abed, Anes, Vita, mbak

Lulud, Probo, Agus dan Herlien adalah orang-orang yang dikaruniai Tuhan kemampuan untuk menjadikan apa-apa yang sulit menjadi semudah-mudahnya urusan.

Terima kasih kepada Bibit “Jrabang” Waluya dan Taufik Murtono yang tidak terkira support yang selalu diberikan; bukan hanya menyemangati bahkan juga tidak pernah tidak membuka pintu setiap kali saya nodong meminjam uang untuk sekedar menutup lobang yang menjadi lebih sering muncul sejak saya semakin khusuk merampungkan tesis. Terima kasih kepada Setyawan Mayit yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk mendiskusikan sebentar tesis yang sedang saya kerjakan dan gojek, gojek, gojek selepasnya. Terima kasih kepada pak

Halim H.D. dan mbak Melati Suryodarmo yang tidak bosan-bosannya memberikan dukungan dengan selalu mengabarkan dan mengundang ngebir (maaf kalau akhir-akhir ini jadi sering tidak bisa memenuhi undangan). Terima kasih kepada Irfan Gundul yang telah membuat laptop saya -pusaka satu-satunya yang

viii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

saya miliki selama proses menulis tesis ini- sehat kembali setelah sebelumnya sempat membuat jantung berdebar-debar oleh aksi mogoknya.

Terima kasih kepada Yudha Rena Mahanani dan Jepun Rahpatani, istri dan anak tercinta, yang telah dengan sangat sabar menemani dan, untuk beberapa waktu, rela “dimadu” dengan tesis ini. Maafkan kalau kalian terpaksa harus ikut- ikutan prihatin. Tapi nggak apa-apa ya, namanya juga cinta. Cinta tuh, konon katanya, susah senang ditanggung bersama.

Dan tentunya masih banyak lagi handai taulan, yang tidak bisa saya sebut satu persatu, yang sudah saya repoti dan banyak membantu selama proses penulisan tesis. Saya haturkan banyak-banyak terima kasih. Lemah teles; Gusti

Allah sing mbales. Akhir kata, saya persembahkan tesis ini kepada khalayak pembaca. Semoga karya yang masih jauh dari sempurna ini berguna untuk menambah pengetahuan kita bersama.

Albertus Rusputranto Ponco Anggoro

ix

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ABSTRAK

Makam dan Bandoso adalah nama dua kelompok dari komunitas musik Black Metal yang ada di kota Surakarta, yang sampai sekarang masih menunjukkan eksistensinya di dunia musik underground. Dua kelompok ini mensintesakan representasi hantu, ikon-ikon Jawa tradisional dan simbol identitas komunitas musik Black Metal sebagai kondensasi kekuatan (metafora) simbol visual identitas mereka. Sintesa ini terasa janggal dan membangkitkan sensasi kengerian, namun justru inilah kekuatannya: retorika simbol identitas Makam dan Bandoso. Kedua kelompok musik Black Metal ini menjadikan apa-apa yang mengerikan, menjijikkan, sebagai estetika simbol identitas mereka. Estetika yang dibangun oleh metafora-metafora dari sensasi-sensasi kengerian. Estetika kengerian. Analisa retorik dilakukan untuk mengetahui kekuatan simbol identitas dan pengalaman estetik Makam dan Bandoso. Dari analisa ini akhirnya tidak hanya dapat diketahui kekuatan retorik simbol identitas dan estetika kengerian Makam dan Bandoso tetapi juga bagaimana estetika kengerian ini menandai kebangkitan postradisionalisme.

Kata kunci: retorika, estetika kengerian, simbol identitas, postradisionalisme.

x

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ABSTRACT

Makam and Bandoso are the titles of two musical groups of Black Metal community in Surakarta, who still show their existence. These groups synthesise representation, traditional javanese icons, and Black Metal music community’s identity symbol as power condensation (metaphor) of their identity’s visual symbol. This synthesis seems odd and raises horrifying sensation, but exactly this is the strength point: symbolic rhetorics of Makam and Bandoso’s identities. These groups made everything which is horrified and disgusting as their aesthetics symbol of their identities. Aesthetics which are constructed by metaphors of disgusting sensations. Aesthetics of disgust. Rhetorics analysis is made in order to understand the power of symbolic identity and aesthetics experience of Makam and Bandoso. Finally, from this analysis, the rhetorics power of identity’s symbol and disgusting aesthetics of Makam and Bandoso are detected. Then, this analysis is also to know how disgusting aesthetics signifies the raise of post-traditionalism.

Keywords: rhetoric, aesthetic of disgust, identity’s symbol, post-traditionalism.

xi

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ...... i

LEMBAR PERSETUJUAN ...... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ...... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...... v

KATA PENGANTAR ...... vi

ABSTRAK ...... x

ABSTRACT …...... xi

DAFTAR ISI ...... xii

BAB I Pendahuluan ...... 1

A. Latar Belakang ...... 1

B. Rumusan Masalah ...... 7

C. Tujuan Penelitian ...... 8

D. Pentingnya Penelitian ...... 9

E. Tinjauan Pustaka ...... 9

F. Kerangka Teoritis…...... 15

xii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

G. Metode Penelitian ...... 22

H. Skema Penulisan ...... 23

BAB II Black Metal yang Tersisa di Surakarta ...... 24

A. Gelombang Kemunculan Aliran Musik Black Metal ...... 25

B. Komunitas Black Metal di Indonesia ...... 32

C. Komunitas Black Metal di Surakarta ...... 39

1. Makam: Black Metal sebagai Kedjawen Pagan Front ...... 46

2. Bandoso: Black Metal di Atas Panggung...... 52

BAB III Simbol Identitas Makam dan Bandoso ...... 57

A. Membaca Visualitas Makam dan Bandoso ...... 57

1. Makam

a. Representasi Kekuatan Alam pada Logo Makam ...... 58

b. Artwork “Kedjawen” pada Produk Merchandise ...... 71

c. Fesyen Panggung ...... 84

d. Imaji Fotografi ...... 94

2. Bandoso

a. Aplikasi Artwork Visual pada Merchandise dan Logo Bandoso ...... 99

b. Menimbang Eksistensi dan Rasa Nyaman

dalam Fesyen Panggung ...... 110

xiii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

3. Rangkuman: Menjadi Subkultur dan Bagian

dari Kebudayaan Populer ...... 115

B. Visualitas yang Menggelisahkan ...... 124

1. Tengkorak Bandoso ...... 124

2. Ratriarkha...... 127

3. Pe-Makam-an Banaspati ...... 129

BAB IV Estetika Kengerian ...... 133

A. Sensasi Kengerian dalam Metafora ...... 134

B. Metafora Kengerian pada Simbol Identitas Makam dan Bandoso ...... 138

1. Retorika Nama ...... 138

2. Fesyen Panggung yang Mengerikan ...... 145

3. Banaspati: Metafora Kengerian sebagai Ide ...... 149

4. Kerapian yang Mengerikan ...... 153

5. Estetika Kengerian sebagai Kebangkitan Postradisionalisme ...... 157

BAB V Penutup ...... 162

DAFTAR PUSTAKA ...... 170

xiv

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Masyarakat berkebudayaan Jawa mempunyai sejarah panjang praktik representasi hantu dalam folklor mereka. Sampai sekarang cerita-cerita hantu masih menjadi salah satu dongeng favorit, yang seringkali hadir dalam obrolan- obrolan santai menjelang atau sepanjang malam. Ada yang tidak mempercayai keberadaannya, namun bukan berarti tidak menyukai pengisahannya.

Cerita-cerita itu beredar lebih banyak daripada yang benar-benar diterima sebagai pengalaman pribadi, tetapi hal itu memang lazim terjadi. Cerita yang beredar itu mungkin saja melebih-lebihkan, tetapi itu kurang penting dibandingkan dengan kenyataan bahwa cerita-cerita itu ditanggapi secara serius.1

Representasi hantu dalam folklor masyarakat Jawa selain hadir dan tersebar lewat dongeng yang dituturkan di ruang-ruang domestik juga terkemas dalam media seni tradisi kelisanan. Di antaranya, yang sampai sekarang masih banyak ditemui, adalah pada pergelaran kulit. Dalam permainan wayang kulit, pada adegan dan kisah tertentu, tidak jarang dalang memunculkan boneka wayang setanan. Menurut Ki Jlitheng Suparman2, wayang setanan adalah representasi dari

1 Lihat, Stange, Dr. Paul. 1998. Politik Perhatian: Rasa Dalam Kebudayaan Jawa. Tr. Tim LKiS. Yogyakarta: LKiS. h.37. 2 Wawancara di kediamannya, desa Siwal, Sukoharjo, pada 12 Pebruari 2010.

1 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

berbagai jenis hantu yang ada di Jawa3. Konon seperti itulah wujud hantu yang ada dan pernah dijumpai oleh masyarakat Jawa. Masing-masing dinamai sesuai dengan nama jenis hantu yang ”sebenarnya”, misalnya: théthék (jrangkong), banaspati, ntok nthing, wewe dan hantu pocong.

Selain dikisahkan dalam seni pertunjukan (tradisi kelisanan), representasi hantu juga hadir dalam seni rupa, di antaranya representasi hantu-hantu pesugihan pada karya-karya lukis tradisional Citro Waluyo dan berbagai jenis hantu pada panel-panel gambar umbul seri hantu4. Sholehpati (Achmad Sholeh), yang sempat populer lewat program siaran televisi yang berjudul Para Pemburu Hantu dan

Mister Tukul Jalan-Jalan, bahkan menerbitkan buku (katalog) lukisan-lukisan karyanya yang konon merepresentasikan wujud hantu yang dilihatnya secara

3 Wayang setanan bermacam-macam dan imajinatif bentuknya; ada yang lehernya terlalu panjang, ada yang kepalanya terlalu besar, ada yang berbadan gemuk dengan kepala yang terlalu kecil, ada yang posisi badannya selalu terbalik dengan rambut api yang menyala, ada yang hidungnya seperti buah terung, ada yang penisnya terlalu besar, ada yang payudaranya memanjang menjuntai sampai pinggul dan masih banyak ragam lagi. Biasanya dalang memainkannya dengan membayangkan, meniru, manusia yang mempunyai anatomi seperti itu. Misalnya wayang setanan yang berhidung seperti terung, biasanya suaranya dibuat bindeng, sengau, seperti orang yang mempunyai anatomi hidung serupa dengan citraan hantu tersebut. Permainan dalang membuat penonton tertawa. 4 Gambar umbul adalah gambar yang dicetak dengan format kertas sebesar folio, berisi gambar dalam kotak (panel) atau lebih, dalam ukuran 2,1 x 3,2 cm; 2,5 x 3,6 cm; 3,7 x 2,5 cm; 3,5 x 5,5 cm, dan beberapa variasi ukuran yang lain. Dicetak di atas kertas 70 gram, 80 gram atau di atas 100 gram. Dicetak berangkai dan diberi nomor urut dari angka 1 hingga 20, 30, 36, 50, 78 atau 100. Disebut gambar umbul karena gambar tersebut digunakan untuk permainan umbul (biasanya dilakukan oleh anak-anak). Cara mainnya dengan melemparkan ke udara (bahasa Jawa: umbul). Gambar umbul ditumpuk dua atau lebih tergantung berapa banyak pesertanya. Setiap anak mengumpulkan satu (atau dua gambar) kemudian dipegang di tangan dan dilontarkan ke udara sehingga gambar umbul terbang dan berputar di udara sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Gambar umbul yang tampak gambarnya dinyatakan sebagai pemenang sedangkan gambar yang tengkurap kalah. Di antara macam-macam seri gambarnya terdapat juga seri memedi (hantu). Gambar seri memedi ini merepresentasikan hantu dalam kepercayaan masyarakat Jawa. Lihat, Hermanu dkk. 2010. Pameran Gambar Umbul II: Thong-Thong Shot. Yogyakarta: Bentara Budaya Yogyakarta; Benu Wibi Winarko, Ibnu. 2010. Gambar Oemboel Indonesia. Yogyakarta: Penggemar Toelen Gambar Oemboel.

2 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

gaib5. Di antara lukisan-lukisan tersebut ada beberapa lukisan yang merepresentasikan jenis-jenis hantu yang dikenal dalam folklor masyarakat Jawa.

Representasi hantu dalam folklor kebudayaan Jawa sampai sekarang ternyata masih sering dihadirkan. Selain dalam tradisi kelisanan dan karya seni rupa, representasi hantu juga muncul pada film layar lebar, beberapa program televisi (misalnya: sinetron, reality show, iklan dan pemberitaan), karya sastra dan, yang pernah marak, sandiwara radio. Representasi hantu ternyata juga mewarnai simbol identitas komunitas anak muda urban di beberapa kota di Jawa, di antaranya kelompok-kelompok musik underground, ekstrim metal, yang berkiblat pada aliran musik Black Metal.

Di Surakarta, salah satu kota besar di Jawa Tengah yang sebagian besar penduduknya berkebudayaan Jawa dan sekaligus urban, komunitas musik underground bertumbuh. Kelompok-kelompok musik underground yang bermunculan di Surakarta beraliran Metal Core, Hard Core, Grind Core, Death

Metal, Gothik Metal, Black Metal, dan beberapa kelompok yang mengklaim, bentuk musiknya, sebagai kombinasi di antara dua atau lebih aliran musik ekstrim metal. Komunitas Black Metal, di Surakarta, merupakan komunitas musik underground yang relatif sedikit jumlah anggotanya. Di antara puluhan kelompok musik underground (dari berbagai aliran) di Surakarta, hanya ada dua kelompok musik Black Metal yang sampai sekarang terjaga eksistensinya: Makam dan

Bandoso.

5 Lihat, Sholehpati. 2011. 666 Penampakan Makhluk Gaib Paling Heboh di Indonesia. : Penerbit Cmedia.

3 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Simbol identitas yang digunakan komunitas Black Metal di Surakarta umumnya berasal dari simbol-simbol antikrist (antichrist) tradisi kristen Eropa

(karakter huruf yang dipilih untuk menuliskan nama kelompok mereka, simbol pentagram terbalik, tengkorak kepala kambing, angka ‟666‟, salib terbalik, representasi setan dan lain-lain), representasi hantu, ikon-ikon Jawa tradisional dan simbol identitas kebudayaan kuno bangsa-bangsa Skandinavia (pagan).

Komunitas ini hampir tidak pernah membuat ajang pentas musik yang khusus bagi kalangan sendiri. Mereka biasanya tampil dalam ajang pentas bersama, bergabung dengan komunitas musik underground yang lain. Dalam perhelatan- perhelatan semacam ini tidak sulit membedakan antara metalheads yang Black

Metal dengan yang lainnya, baik kelompok yang tampil di atas panggung maupun penontonnya. Fesyen, aksi panggung dan berbagai produk ikonik yang mereka kenakan menjadi ciri pembeda yang paling kentara.

Pada dekade tahun 1990an Black Metal di Surakarta pernah mengalami era kejayaannya. Namun sekarang aliran musik ini, di Surakarta, tidak banyak lagi peminatnya. Alasan ketidakpopuleran aliran musik Black Metal ini, menurut Aji6, di antaranya karena teknik permainan musik kelompok-kelompok pengusungnya oleh publik musik underground dianggap terlalu sederhana (tidak ada perkembangan teknik sejak era kejayaannya, mandeg) dibandingkan dengan beberapa kelompok underground lain yang muncul belakangan. Bahkan ada yang dengan nada sinis menganggap kelompok musik Black Metal sebenarnya tidak

6 Vokalis kelompok musik Down for Life. Wawancara di kantor biro advertising tempatnya bekerja, The Think, yang juga sekaligus distro merchandise komunitas musik underground, Belukar, dan basecamp Down for Life, kelompok musiknya, di kampung Kartopuran, Surakarta, pada tanggal 19 April 2010.

4 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bisa main musik, hanya asal bising. Selain itu simbol yang digunakan, fesyen dan aksi panggung mereka dianggap ketinggalan jaman dibandingkan dengan kelompok-kelompok musik underground yang lain. Meskipun begitu, beberapa praktisi musik ini cukup dihormati oleh praktisi musik underground lainnya. Jiwo dan Julious (Makam) di antaranya; selain dianggap sebagai senior7 bagi komunitas underground di Surakarta, keduanya dihormati karena sikap dan kecintaan mereka terhadap Black Metal.

Tidak banyak kelompok musik underground di Surakarta yang, menurut

Aji, benar-benar menjadi kelompok yang ideologis. Lebih banyak yang hanya mendudukkan musik underground sebagai sekedar aliran musik belaka; menjadi underground hanya saat beraksi di atas panggung. Di lingkungan komunitas musik underground di Surakarta Bandoso salah satu kelompok yang menerima anggapan ini. Menurut pengakuan Ichsan dan Nonot8, Bandoso cenderung mendudukkan Black Metal sebagai sekedar aliran musik dan aksi panggung belaka.

Bandoso memilih aliran musik Black Metal ini karena merasa senang dan cocok dengan warna musiknya saja, dan menggunakan musik aliran ini untuk menyerukan tentang kebaikan hidup manusia. Seruan-seruan tersebut tersurat dalam syair-syair lagu mereka. Bandoso mendakwahkan kesejatian manusia, sangkan paraning dumadi9, dari sudut pandang yang lain; mendakwahkan seruan-

7 Mereka termasuk metalheads angkatan pertama komunitas underground di Surakarta. 8 Keduanya adalah anggota Bandoso. Wawancara pada tanggal 27 Maret 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta. Basecamp kelompok ini. 9 Nonot dan Ichsan menggunakan istilah ”mendakwahkan” dan ungkapan ”sangkan paraning dumadi” dalam wawancara (27 Maret 2012). Ungkapan sangkan paraning dumadi kurang lebih

5 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

seruan kemanusiaan lewat musik Black Metal dan representasi dunia kematian.

Itulah mengapa mereka menamakan kelompoknya Bandoso, keranda mayat.

Bandoso merepresentasikan mayat atau hantu (mayat hidup) yang berseru dari dunia kematian untuk mengingatkan manusia agar menjalani hidup dengan baik.

Berbeda dengan Bandoso, Jiwo meyakini Black Metal sebagai jalan hidupnya. Makam bagi anggota-anggotanya, menurut Jiwo, bukan hanya sekedar kelompok musik belaka. Dia mengklaim Makam sebagai Kedjawen Pagan Front: pelindung agar Kejawen tetap eksis.10 Melalui Black Metal mereka mencoba memperjuangkan kejawaan (identitas Jawa) yang –dalam anggapan mereka- terancam punah.

Jiwo mempelajari sejarah, simbol dan ideologi Black Metal. Dia dan kelompoknya tidak mau asal pakai simbol sebab, menurutnya, asal pakai simbol adalah langkah yang cethek, dangkal, dan hanya sekedar fesyen belaka. Black

Metal bagi Makam bukan sekedar mode fesyen, karena itu mereka merasa perlu benar-benar mempelajari dan mendalami segala hal tentang Black Metal. Menurut

Jiwo, menjadi ”darkness”11 kalau tidak memahami benar simbol dan ideologi

Black Metal justru akan melukai diri sendiri.

Berbekal pengetahuan tentang Black Metal dan Kejawen, Makam mencoba mengawinkan ideologi simbol keduanya. Mereka tidak mengambil mentah-

artinya mengingat hakikat hidup manusia: dari mana dan akan menuju kemana manusia hidup di dunia ini. 10 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 18 Februari 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta. Bertempat di depan komplek pemakaman umum Purwoloyo. Menurut pengakuan Jiwo, keberadaan Kartel di dekat pemakaman umum ini bukan disengaja. Kebetulan di lokasi inilah mereka dapat tempat kontrakan. 11 Kelompok Makam menyapa publik komunitas Black Metal, jaringannya, dengan istilah darkness.

6 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mentah simbol dan ideologi Black Metal sebab, menurut Jiwo, tidak semuanya bisa diterapkan di lingkungan mereka (Jawa). Mereka mengawinkan simbol- simbol identitas Black Metal dengan representasi hantu dalam folklor masyarakat

Jawa dan ikon-ikon Jawa tradisional sebagai upaya merevitalisasi kebudayaan

Jawa yang mereka bayangkan terancam surut.

Paparan inilah yang mendorong saya meneliti kekuatan simbol identitas dan pengalaman estetik komunitas musik Black Metal di kota Surakarta. Alasan yang melatarbelakangi ketertarikan saya melakukan penelitian ini adalah: pertama, komunitas musik Black Metal di kota Surakarta ini mengawinkan simbol identitas (dan perlawanan) subkultur musik Black Metal dengan representasi hantu dari folklor kebudayaan Jawa dan ikon-ikon Jawa tradisional sebagai simbol identitas mereka, dan kedua, mereka menghadirkan simbol-simbol tersebut dalam berbagai produk ikonik dan fesyen panggung. Karena itulah maka saya arahkan tema penelitian ini pada bagaimana retorika visual pada praktik representasi hantu sebagai simbol identitas komunitas musik underground aliran Black Metal di kota Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Untuk mengerucutkan penelitian saya membatasi topik kajian penelitian ini hanya pada simbol visual identitas komunitas musik underground aliran Black

Metal di Surakarta yang saya rumuskan dalam empat poin pertanyaan sebagai panduan:

7 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

1. Bagaimana simbol identitas komunitas musik Black Metal yang mempunyai

sejarah sosial, budaya dan sejarah simbolnya sendiri beradaptasi dengan

folklor hantu yang dikenal oleh masyarakat kota Surakarta?

2. Mengapa representasi hantu digunakan sebagai simbol identitas komunitas

musik Black Metal di Surakarta?

3. Kode-kode retorik seperti apa yang menjadi kekuatan simbol identitas

komunitas musik Black Metal di Surakarta?

4. Bagaimana pengalaman estetik komunitas musik Black Metal di Surakarta

dalam praktik penggunaan representasi hantu sebagai simbol identitas

mereka?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memahami beradaptasinya simbol identitas komunitas musik Black Metal

dengan folklor hantu yang dikenal oleh masyarakat kota Surakarta.

2. Memahami alasan penggunaan representasi hantu sebagai simbol identitas

komunitas musik Black Metal di Surakarta.

3. Mengungkap kekuatan retorik simbol identitas komunitas musik Black Metal

di Surakarta.

4. Mengungkap estetika simbol identitas komunitas musik Black Metal di

Surakarta.

8 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

D. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini penting bagi pengembangan Kajian Ilmu Budaya dan

Humaniora, khususnya di Indonesia, untuk menambah wacana studi tentang semiotika.

Bagi komunitas musik Black Metal di kota Surakarta, sebagai subjek yang diteliti, penelitian ini penting agar mereka dapat memahami retorika simbol identitas mereka, politik identitas yang terjadi serta pengalaman estetik yang dialami berkait dengan penggunaan representasi hantu dan ikon-ikon Jawa tradisional dalam berbagai simbol identitas mereka.

Penelitian ini penting bagi masyarakat kota Surakarta agar lebih memahami komunitas musik Black Metal di Surakarta sebagai bagian dari masyarakat dan stakeholder kota serta survivalitas folklor hantu dan simbol- simbol identitas Jawa tradisional dalam praktik representasinya yang sekarang.

Secara pribadi penelitian ini penting bagi saya untuk menambah pengetahuan tentang semiotika, khususnya retorika visual, sebagai bekal menjadi praktisi pendidikan (pengajar) seni rupa, bagian dari komunitas kesenian serta studi kebudayaan di Surakarta. Penelitian ini penting bagi saya sebagai bagian dari masyarakat yang berkebudayaan Jawa yang tinggal di kota Surakarta dan bergaul dengan komunitas musik underground yang ada di kota ini.

E. Tinjauan Pustaka

Tulisan populer yang merepresentasikan hantu dan kisah-kisah perjumpaan manusia dengan hantu cukup banyak beredar di masyarakat. Baik

9 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

yang dimuat dalam media massa cetak maupun yang diunggah pada beberapa situs web di internet. Kebanyakan mengklaim apa yang ditulisnya sebagai kisah nyata, atau paling tidak didasarkan pada kisah nyata. Berbanding terbalik dengan kuantitas tulisan populer yang beredar di masyarakat, tulisan ilmiah (hasil penelitian ilmiah) yang mengusung tema representasi hantu tidak banyak dijumpai.

Clifford Geertz adalah salah seorang dari sedikit peneliti yang pernah meneliti dan menulis tentang representasi hantu di masyarakat Jawa meskipun tidak secara khusus mengusungnya sebagai tema penelitian12. Representasi hantu hanya menjadi salah satu bagian dari topik penelitiannya tentang agama sebagai sistem budaya. Pada salah satu bab dalam buku hasil penelitiannya Geertz memaparkan berbagai jenis makhluk halus yang dikenal dan dipercayai kemengadaannya oleh masyarakat Jawa. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, konon, ada yang berwujud seperti manusia utuh, manusia dengan banyak bekas luka, hingga sosok makhluk yang sangat mengerikan, seperti monster. Ada yang baik, ada yang suka membantu tapi ada juga yang gemar menakut-nakuti.

Ada tiga jenis pokok makhluk halus yang banyak direpresentasikan oleh masyarakat Jawa dalam tradisi tuturnya: memedi (tukang menakut-nakuti), lelembut (makhluk halus) dan tuyul, ditambah demit dan danyang. Memedi adalah istilah Jawa untuk jenis roh yang paling mudah untuk dipahami orang Barat, karena ia hampir tepat sama dengan apa yang dalam bahasa Inggris disebut spooks

12 Lihat, Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Tr. Aswab Mahasin. Jakarta Pusat: PT Dunia Pustaka Jaya.

10 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

(hantu)13. Memedi atau hantu menjadi simbol kekuatan yang jahat, simbol chaotic, penyebab kekacauan dalam tata kebudayaan manusia.

Senada dengan Geertz, Lucas Sasongko Triyoga menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat Jawa terhadap kekuatan adikodrati merupakan bagian dari sistem kepercayaan mereka dalam membudidayakan lingkungan hidup14.

Demi kelangsungan hidup mereka harus menjaga keselarasan kosmos dengan cara mengembangkan sikap rukun dan hormat terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam dan alam adikodrati. Jadi manusia Jawa mengalami alam sebagai tempat di mana kesejahteraan hidupnya tergantung dari keberhasilannya dalam menyesuaikan dirinya dengan kekuatan-kekuatan gaib atau angker yang ada di sekelilingnya15.

Kekuatan adikodrati dipersonifikasikan sebagai kekuatan gaib makhluk halus atau roh leluhur. Berdasarkan konsep tersebut masyarakat Jawa, yang tinggal di lereng gunung Merapi, mengelompokkan makhluk halus dalam tiga golongan besar, yaitu roh leluhur, danyang dan lelembut. Roh leluhur adalah roh orang yang sudah meninggal. Seseorang yang meninggal, kalau semasa hidupnya berkelakuan baik, rohnya menjadi makhluk halus yang masuk ke dalam Karaton

Merapi16 dan terus menjagai anak turunnya. Tetapi kalau seseorang meninggal sementara semasa hidupnya banyak berbuat kejahatan dan merugikan orang lain rohnya bakal melayang-layang tanpa tujuan. Roh-roh tersebut kemudian

13 Ibid. h.21. 14 Lihat, Triyoga, Lucas Sasongko. 1991. Manusia Jawa dan Gunung Merapi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 15 Ibid. h.8. 16 Masyarakat Jawa percaya bahwa dunia makhluk halus mempunyai hierarki struktur feodal sebagaimana yang ada dalam masyarakat feodal Jawa. Menurut Geertz, dunia makhluk halus dalam kepercayaan masyarakat Jawa adalah dunia sosial yang dirubah bentuknya secara simbolis.

11 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menempel pada pohon, batu, sungai dan tempat-tempat lainnya. Roh-roh inilah yang disebut sebagai lelembut.

Masyarakat Jawa yang tinggal di lereng gunung Merapi tidak menempatkan lelembut dan memedi dalam pengelompokan yang berbeda.

Lelembut acapkali medeni, menakut-nakuti, dengan menampakkan dirinya atau membuat suara-suara yang menakutkan sehingga disebut pula sebagai memedi17.

Ada beberapa jenis lelembut atau memedi yang dikenal oleh masyarakat lereng gunung Merapi, di antaranya banaspati, jin, wewe, genderuwo, peri, jrangkong, buto, thethekan dan gundhul pringis. Jenis-jenis lelembut atau memedi inilah yang disebut sebagai hantu, di antara beberapa varian jenis hantu yang lain, yang direpresentasikan dalam folklor masyarakat Jawa tradisional18.

Kepercayaan masyarakat Jawa terhadap hantu, menurut Geertz, bukanlah bagian dari suatu skema yang konsisten, sistematis dan terintegrasi, tetapi berupa serangkaian imaji-imaji yang berlainan, yang kongkrit dan spesifik; metafora- metafora visual yang terlepas satu sama lain yang memberi bentuk kepada berbagai pengalaman yang kabur, dan kalau tidak demikian tidak akan bisa dimengerti. Dunia makhluk halus adalah dunia sosial yang dirubah bentuknya secara simbolis, makhluk halus priyayi memerintah makhluk halus abangan, makhluk halus Cina membuka toko dan memeras penduduk asli, dan makhluk

17 Ibid. h.56. 18 Lihat, Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, dan lain lain. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. h.22.

12 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

halus santri melewatkan waktunya dengan sembahyang dan memikirkan cara-cara mempersulit mereka yang tak beriman19.

Hantu, dalam kepercayaan masyarakat Jawa, direpresentasikan dalam folklor (tradisi tutur dan seni tradisi kelisanan) dan beberapa karya seni rupa tradisional di dalamnya (di antaranya pada boneka wayang setanan dan topeng tari). Namun seturut dengan perkembangan teknologi media dan hiburan, representasi hantu ini akhirnya juga hadir dalam berbagai media: tulisan, imaji juga audio visual atau film. Representasi hantu pada film layar lebar merupakan fenomena menarik dalam dunia perfilman Indonesia.

Suma Riella Rusdiarti dalam makalahnya yang berjudul Film Horor

Indonesia: Dinamika Genre20 menyebutkan bahwa di antara berbagai variasi genre film layar lebar di Indonesia (drama, komedi, laga, dunia remaja hingga horor) film hororlah yang paling diminati, baik oleh produser sebagai pembuat film maupun penonton. Film horor di Indonesia kebanyakan bersubgenre horror of the Demonic (horor hantu). Film horor jenis ini menawarkan tema tentang dunia (manusia) yang menderita karena kekuatan hantu (atau setan) menguasai dunia dan mengancam kehidupan umat manusia.

Representasi hantu dalam film horor ini disukai (oleh pembuat maupun penontonnya) selain karena folklor yang merepresentasikan hantu masih sangat dekat dengan masyarakat juga karena pengalaman perjumpaan dengan hantu merupakan pengalaman substantif yang tidak setiap orang mengalaminya;

19 Lihat, Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Tr. Aswab Mahasin. Jakarta Pusat: PT Dunia Pustaka Jaya. h.36. 20 Lihat, Film Horor Indonesia: Dinamika Genre pada http://staff.ui.ac.id/internal/0706050113/publikasi/FilmHororIndonesia.pdf

13 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menonton film horor menjadi sarana konfirmasi atas pengalaman yang mistik atau yang supranatural. Menonton film horor memunculkan kenikmatan paradoksal.

Kenikmatan paradoksal mengandaikan adanya kebutuhan yang tak terpisahkan akan “kenikmatan yang menyenangkan” dan “kenikmatan yang menyakitkan atau menyiksa”. Para penonton datang ke gedung bioskop dengan kesadaran untuk mendapatkan pengalaman menakutkan, mengerikan, atau menjijikkan yang dalam realitas sehari-hari justru mereka hindari.21 Film horor di

Indonesia menurut Veronika Kusumaryati, dalam makalahnya yang berjudul

Hantu-Hantu dalam Film Horor di Indonesia22, merupakan metafora tentang masa lalu yang menyakitkan, menakutkan, dendam atau traumatik; menjadi tempat bagi hal-hal yang tabu, terlarang, berbahaya, menjijikkan atau pun menakutkan; menjadi situs perayaan hal-hal yang selama ini ditindas.

Representasi hantu dalam film horor menjadi situs kontestasi ideologi antara yang dominan dan yang marjinal, yang modern dan tradisional, antara yang patriarkal maupun subversif yang saling berjuang mendapatkan tempat.

Dari tinjauan pustaka ini dapat dilihat bagaimana representasi hantu yang bersumber dari folklor mempunyai daya ungkap yang kuat, baik sebagai bagian dari sistem kepercayaan masyarakat Jawa maupun sebagai komoditi hiburan

(dalam tradisi kelisanan hingga film layar lebar). Representasi hantu ini membangkitkan sensasi kengerian sekaligus juga kesakralan. Menakutkan sekaligus menyenangkan. Dialektika inilah yang membuat representasi hantu

21 Ibid. 22 Lihat, Hantu-Hantu dalam Film Horor di Indonesia pada http://kineforum.files.wordpress.com/2010/03/sas4_makalah_veronica_kusuma.pdf

14 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

sangat diminati. Tidak sedikit yang bahkan tergila-gila dengan kenikmatan sensasi-sensasi kengeriannya.

Praktik merepresentasikan hantu (folklor) sekarang ternyata tidak berhenti pada tradisi tutur (tradisi kelisanan) dan film layar lebar saja. Representasi hantu sekarang bahkan hadir di tengah-tengah budaya anak muda urban, di antara tren budaya populer, sebagai bagian dari simbol identitas mereka: sensasi kengerian hantu digunakan sebagai kondensasi kekuatan simbol identitas komunitas musik

Black Metal. Fenomena ini sangat menarik dan khas tetapi kurang mendapat perhatian dari para peneliti-pemerhati kebudayaan.

Selama ini belum ada penelitian yang mengusung tema representasi hantu pada simbol identitas komunitas musik Black Metal di Indonesia. Belum ada, apalagi, yang meneliti kekuatan retorik dan estetika simbol-simbol identitas mereka; kondensasi kekuatan simbol identitas yang dibangun oleh sintesa antara tradisi simbol identitas komunitas musik Black Metal dengan representasi hantu dalam folklor masyarakat Jawa. Menggelisahkan. Untuk menjawab kegelisahan inilah maka saya melakukan proyek penelitian ini: meneliti retorika visual pada praktik representasi hantu sebagai simbol identitas komunitas musik Black Metal di kota Surakarta.

F. Kerangka Teoritis

Representasi hantu dalam folklor masyarakat Jawa sampai sekarang masih terus tersebar dan terwariskan melalui berbagai bentuk dan media, baik dalam tutur, tulisan, gambar, komik, seni pertunjukan, film layar lebar, sinetron, iklan

15 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

maupun sebagai simbol identitas komunitas. Representasi hantu ini adalah representasi konstruksionis23. Meskipun tidak menolak keberadaan dunia material pendekatan konstruksionis menyatakan bahwa bukan dunia material yang membawa makna. Sistem ini tidak hanya membentuk konsep-konsep atau representasi mental dari orang-orang atau objek material saja tetapi juga dari hal- hal yang abstrak dan tidak jelas (yang tidak bisa kita lihat, rasakan atau sentuh dengan cara yang sederhana), misalnya konsep tentang perang, kematian, persahabatan, dan percintaan. Kita juga bisa membentuk konsep dari hal-hal yang tidak pernah kita lihat, dan mungkin tidak akan bisa kita lihat, misalnya konsep tentang malaikat, setan, neraka, tuhan dan hantu.

Representasi hantu -dan ikon-ikon Jawa tradisional- ini oleh komunitas musik Black Metal di Surakarta dikawinkan, dalam estetika simbol identitas mereka, dengan tradisi simbol identitas komunitas Black Metal. Sintesa tersebut menjadi kondensasi kekuatan (metafora), konotator-konotator, yang membangun retorika simbol visual identitas mereka. Kondensasi kekuatan simbol identitas dan pengalaman estetik komunitas Black Metal ini bisa diketahui dengan mengkaji visual simbol-simbolnya menggunakan analisa retorik.

Retorika. Dalam semiotika konotasi Barthesian ada dua jenis pesan ikonik yang dikelompokkan oleh Roland Barthes: pesan literal (denotasi) dan pesan simbolik (konotasi). Pesan ikonik yang tak terkodekan (a non-coded iconic message) masuk dalam katagori pesan literal, sedangkan pesan ikonik yang

23 Lihat, Hall, Stuart (ed.). 2003. Representation: Cultural Representations and Signifiying Practices. London: Sage Publication.

16 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

terkodekan (a coded iconic message) merupakan pesan simbolik.24 Pesan ikonik yang tak terkodekan ini adalah pesan denotatif, analogon dari realitas yang sesungguhnya, yang disampaikan oleh imaji secara keseluruhan dan sampai kepada kita tanpa melalui penafsiran. Kita langsung mengakuinya sebagai kenyataan. Sedangkan pesan ikonik yang terkodekan adalah pesan konotatif yang dihasilkan oleh berbagai satuan tanda ikonik dalam imaji, yang membutuhkan

”pengetahuan” yang sudah kita pelajari untuk bisa menangkap petanda pesan- pesannya. Kedua pesan ini dibedakan namun tidak dipisahkan.25

Dalam imaji denotatif ternyata juga terdapat pesan konotasi. Paradoks.

Pesan konotasi ini ada pada proses produksi imajinya dan atau ketika imaji tersebut diapresiasi oleh khalayak dengan menggunakan kode-kode mereka.

Sementara dalam hubungannya dengan pesan simbolik imaji denotatif berfungsi menaturalisasi bangunan sistemik pesan konotasi. Konotasi merupakan satu- satunya sistem yang hanya dapat didefinisikan secara paradigmatis; sementara denotasi ikonik merupakan satu-satunya sintagma yang menghubungkan unit-unit tak bersistem: konotator-konotator yang awalnya diskontinyu menjadi terkoneksi, teraktualisasi, ‟terkatakan‟ melalui sintagma denotasi26. Kalau sebuah imaji dapat memberikan makna konotasi, imaji itu harus mempunyai denotasi27. Konotasi merupakan sistem ganda yang menjadikan sistem penandaan tingkat pertama

24 Lihat, Barthes, Roland. 2010. Imaji/Musik/Teks. Tr. Agustinus Hartono. Yogyakarta: Jalasutra. hh.19-40. 25 Lihat, Sunardi, St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal. hh.160-162. 26 Lihat, Barthes, Roland. 2010. Imaji/Musik/Teks. Tr. Agustinus Hartono. Yogyakarta: Jalasutra. h.40. 27 Lihat, Sunardi, St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal. h.167.

17 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

(denotasi) sebagai penandanya. Penyatuan penanda-penanda konotasi membentuk konotator, dan dari sekumpulan konotator inilah retorika dibangun.

Semiotika konotasi yang menggunakan pendekatan struktural ini kemudian dikembangkan lagi oleh Barthes. Dikoreksinya dengan menengok kembali pada pendekatan ”fenomenologis” yang disebutnya fenomenologi sinis28.

Dalam sistem konotasi ini Barthes memperkenalkan studium dan punctum, dua pendekatan yang digunakan untuk mengapresiasi fenomena visual: perjalanan dari membaca hingga merefleksikannya.

Visual adalah bahasa yang mempunyai sistem bahasanya sendiri.

Pengalaman mengapresiasi fenomena ini mengantarkan kita untuk melihatnya secara rinci; memisahkan unsur-unsur, a series of discontinuous signs, dari keseluruhan visual. Di sini pendekatan studium membantu kita untuk, berdasarkan ketertarikan kita, menentukan kode-kode pada objek visual. Ketertarikan inilah yang memancangkan kita pada satuan-satuan tertentu dan kemudian membantu kita menghubungkan serta ”mengkalimatkan” satuan-satuan tersebut.29

Ketertarikan yang membangkitkan rasa suka tapi tidak sampai jatuh cinta. It is studium, which doesn’t mean, at least not immediately, ”study,” but application to thing, taste for someone, a kind of general, enthusiastic commitment, of course, but without special acuity30.

Dari pengalaman Barthes ada, sedikitnya, lima alasan yang membuat kita menyukai realitas visual tertentu (fenomena visual di masyarakat), di antaranya

28 Ibid. h.159. 29 Ibid. hh.167-169. 30 Lihat, Barthes, Roland. 2000. Camera Lucida. Tr. Richard Howard. London: Vintage Books. h.26.

18 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

karena visual tersebut memberi informasi (to inform), menunjuk (to signify), melukiskan (to paint), mengejutkan (to surprise) dan membangkitkan gairah (to waken desire). Ketertarikan kita terhadap hal-hal tersebut menjawab kebutuhan jamak-lumrah, kewajaran (cultural), kita sebagai bagian dari masyarakat (polis).

Studium sebagai cultural atau polite interests menjadi ukuran komitmen dan keterlibatan kita pada jaman ini31. Polite desire yang muncul dari unconcerned desire32.

Berhadapan dengan realitas visual tertentu, dalam konsep studium, tidak bisa tidak kita diuji untuk mengetahui, memahami, maksud kreatornya. The studium is a kind of education (knowledge and civility, ”politeness”) which allows me to discover the Operator, to experience the intentions which establish and animate his practises, but to experience them ”in reverse,” according to my will as a Spectator33. Hubungan antara apresian dan objek visual, yang diapresiasi, akhirnya hanya sebatas hubungan antara produsen dan konsumen; unconcerned desire.34

Dari paparan di atas kita bisa tahu bahwa studium pada akhirnya selalu terkodekan. Dan punctum yang merusaknya35. Punctum adalah saat kita terpaku pada satu atau dua titik, dalam suatu objek visual, yang memikat hati. Kita mengonsentrasikan perhatian kita pada hal-hal yang barangkali tidak menonjol

31 Lihat, Sunardi, St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal. h.193. 32 Ibid. h.195. 33 Lihat, Barthes, Roland. 2000. Camera Lucida. Tr. Richard Howard. London: Vintage Books. h.28. 34 Lihat, Sunardi, St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal. h.195. 35 Lihat, Barthes, Roland. 2000. Camera Lucida. Tr. Richard Howard. London: Vintage Books. h.27.

19 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

namun bisa membangkitkan desire atau mourning yang mendalam36. Detail-detail bisu (partial) yang sebenarnya tidak dimaksudkan menjadi fokus perhatian, dan atau yang sebenarnya justru merupakan kecacatan (atau noda) yang tidak disengaja; yang tidak terkodekan (unintentional), liar, namun memberikan napas hidup keseluruhan objek visualnya.37

Punctum memunculkan dorongan kuat (desire) untuk menemukan keapaan realitas visual yang bersitatap dengan saya. Dorongan yang bukan lagi unconcerned desire tetapi desire yang menyentuh eksistensi dan moral. Punctum membuat kita tidak hanya shock tetapi, terlebih lagi, trauma! Trauma yang muncul karena rasa khawatir, jangan-jangan apa yang saya lihat ini hanyalah ilusi.38

Tetapi apakah yang saya lihat ini memang bukan ilusi?

Objek visual yang bersitatap dengan saya membuat saya tidak hanya berhadapan dengannya tetapi berada di dalamnya. Membangun imajinasi bersama berdasarkan prinsip likeness, kekuatan proyektif dari intensionalitas afektif kita.

Punctum membuat kita tidak lagi bergantung pada imajinasi yang sudah mapan, yang dibangun oleh kode-kode atau ide-ide yang sudah dipelajari, tetapi memulai imajinasi baru dari realitas visual yang nyata: imajiner. Bukan ilusi.39

Punctum membebaskan visual dari budayanya, dari kode-kode yang menempatkannya dalam struktur. Punctum adalah pengalaman kesendirian yang membuat orang tidak bisa mengatakan apa yang dilihatnya; saat saya harus

36 Lihat, Sunardi, St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal. h.196. 37 Ibid. h.198. 38 Ibid. hh.197-198. 39 Ibid. h.201.

20 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

memberi nama dengan sebutan saya sendiri40. The punctum should be revealed only after the fact41. Punctum membuat orang mengalami satori: melihat aura, kekuatan, yang terpancar dari realitas visual yang disaksikannya42. Punctum adalah jantung retorika!

Selain menggunakan retorika sebagai pisau bedah, untuk mengetahui kekuatan simbol identitas komunitas musik Black Metal di Surakarta, penelitian ini juga menggunakan konsep estetika kengerian sebagai pintu masuk untuk memahami pengalaman estetik mereka. Estetika kengerian ini saya adaptasi dari konsep estetika kejijikan (disgust) yang dikembangkan oleh Menninghaus43.

Dalam konsep estetika ini keindahan ternyata tidak hanya dibangun oleh apa-apa saja yang indah melainkan juga yang bahkan berlawanan dengan yang secara umum dianggap sebagai keindahan. Perpaduan berbagai sensasi, mixed sensation, inilah yang memungkinkan munculnya kenikmatan atas sensasi kengerian. Kant menyebutnya sebagai kenikmatan keindahan yang lain, yang sublim44.

Sensasi kengerian adalah the strong sensation45, sensasi yang teramat sangat kuat, yang membuat orang merinding, gemetaran bahkan bisa jadi sampai muntah dikarenakannya. Sensasi kengerian ini masuk ranah seni dalam bentuk metafora. Metafora kengerian yang masih tetap ”berbahaya” sebab dibentuk oleh tiruan-tiruan artistik dan atau metonimi-metonimi sensasi kengerian. Metafora-

40 Ibid. h.197. 41 Lihat, Barthes, Roland. 2000. Camera Lucida. Tr. Richard Howard. London: Vintage Books. h.53. 42 Lihat, Sunardi, St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal. h.203. 43 Lihat, Menninghaus, Winfried. 2003. Disgust: The Theory and History of a Strong Sensation. Tr.Howard Eiland dan Joel Golb. Albany: State University of New York Press. 44 Ibid. h.45. 45 Ibid. h.110.

21 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

metafora inilah yang membentuk esetetika simbol identitas komunitas Black

Metal di Surakarta: estetika kengerian.

G. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode Analisa Retorik.

Sumber data primernya adalah berbagai signifikasi visual yang digunakan sebagai simbol identitas Makam dan Bandoso, dua kelompok musik underground beraliran Black Metal yang ada di kota Surakarta. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai dokumentasi produk-produk visual (ikonik dan fesyen performance) yang dijadikan simbol identitas Makam dan Bandoso serta melakukan wawancara dengan anggota kedua kelompok tersebut.

Sumber data sekundernya adalah informasi sejarah kemunculan Black

Metal hingga merebaknya aliran musik ini di Surakarta, data-data visual yang merepresentasikan hantu dalam folklor masyarakat Jawa, ikon-ikon Jawa tradisional dan wawancara dengan beberapa sumber, di luar komunitas Black

Metal, yang menguasai tema kebudayaan Jawa dan komunitas musik underground di Surakarta. Selain pengumpulan data primer, data sekunder dan wawancara juga dilakukan riset kepustakaan yang berhubungan dengan semiotika, retorika visual, subkultur, kebudayaan populer, estetika, representasi hantu dan kebudayaan Jawa.

Teknik pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan metode analisa retorik. Pertama-tama semua data yang terkumpul dibaca tafsir dengan menggunakan konsep studium. Dari semua data yang sudah dieksplorasi dan

22 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dicocokkan kode-kode pembacaannya (antara yang membaca dengan objek yang dibaca) dipilih beberapa titik yang dirasa paling menarik, paling menggemaskan.

Beberapa titik tersebut kemudian, dengan menggunakan konsep punctum, direfleksikan. Beranjak dari punctum inilah analisa retorik dilakukan. Analisa retorik dari data-data yang sudah direfleksikan ini dilakukan untuk menemukan kondensasi kekuatan dan estetika simbol identitas Makam dan Bandoso.

H. Skema Penulisan

Tulisan hasil penelitian retorika visual pada praktik representasi hantu sebagai simbol identitas komunitas musik underground di Surakarta ini disusun dalam lima bab.

Bab satu merupakan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis dan metode penelitian.

Bab dua berisi sejarah komunitas musik Black Metal hingga kemunculan dan kemengadaan komunitas musik ekstrim metal ini di Surakarta.

Bab tiga berisi paparan data visual simbol identitas Makam dan Bandoso yang didekati dengan menggunakan konsep studium dan punctum.

Bab empat berisi analisa retorik kondensasi kekuatan dan estetika simbol identitas Makam dan Bandoso.

Bab lima merupakan penutup: kesimpulan dari keseluruhan penelitian.

23 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB II

Black Metal yang Tersisa di Surakarta

Bab II berisi sejarah kemunculan aliran musik underground yang disebut

Black Metal: perkembangannya, kemunculan kelompok-kelompok musik aliran ini di berbagai negara, masuknya ke Indonesia hingga digemarinya aliran musik ini oleh anak-anak muda (metalheads) di kota Surakarta. Pada paruh dekade tahun

1990an, meskipun kurang dilihat dalam peta perkembangan Black Metal di

Indonesia, musik ekstrim metal ini pernah marak di Surakarta.

Merebaknya aliran musik ini di beberapa kota besar di Jawa- sempat memunculkan reaksi kecemasan dari berbagai kalangan, di antaranya karena aliran musik ini dianggap sebagai bagian dari ritus pemujaan setan. Simbol- simbol visual anti kemapanan dan identitas Black Metal yang ”mencemaskan” ini pun mewarnai aksi panggung, fesyen dan produk-produk ikonik komunitas Black

Metal di Surakarta.

Kejayaan Black Metal di Surakarta tidak berlangsung lama. Memasuki paruh kedua dekade tahun 2000an Black Metal di kota ini mulai memudar pamornya. Sekarang di Surakarta tinggal dua kelompok musik Black Metal yang masih menunjukkan eksistensinya: Makam dan Bandoso.

24 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

A. Gelombang Kemunculan Aliran Musik Black Metal46

Black Metal awalnya adalah nama judul album yang dirilis oleh kelompok musik new wave of British heavy metal yang bernama Venom pada tahun 1982.

Kelompok musik yang berasal dari Inggris inilah yang kemudian dikenal sebagai pelopor dan yang memberikan konsep awal aliran musik Black Metal, ekstrim metal yang mempunyai karakter suara kasar, teknik vokal shrieking (jerit) dengan tema-tema lagu dan aksi panggung yang mistis, paganis dan horor47. Sejarah awal kemunculan istilah Black Metal dan pergerakan mula-mula musik underground ini disebut sebagai gelombang pertama perkembangan musik Black Metal.

Gambar 1. Venom (Inggris), pelopor aliran musik Black Metal; istilah Black Metal berawal dari salah satu judul album kelompok ini. Sumber: http://dimasdpi.blog/detik.com

46 Sub bab ini disusun bersumber dari beberapa situs di internet: Sejarah Black Metal di http://metalisir.forumotion.net/t9-black-metal, Modern Black Metal di www.supri- online.com/category/artikel/page/2/, Bathory (Sweden) di http://www.indowebster.web.id/showthread, di http://up3x.net/darkthrone, Black Metal di http://gilangmrbean.blogspot.com/2011/04/black-metal.html dan Sejarah Singkat “Black Metal” di http://www.myspace.com/eep666/blog/436452227 47 Lihat, Sejarah Black Metal di http://metalisir.forumotion.net/t9-black-metal.

25 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Selain Venom di Inggris, beberapa kelompok yang dianggap sebagai penancap fondasi aliran musik Black Metal di antaranya adalah Bathory dari

Swedia, King Diamond atau Mercyful Fate dari Denmark, Celtic Frost atau

Hellhammer dari Swiss dan Death SS dari Italia. Bathory, dalam album musiknya yang juga berjudul Bathory (1984), dianggap menegaskan aliran Black Metal lewat lagu-lagunya yang kental nuansa satanis. Menjawab kecurigaan orang atas keoriginalitasan musik mereka, Quorthon (Ace Thomas Forsberg), pendiri kelompok ini, menyatakan bahwa mereka baru mendengar lagu-lagu Venom setelah merilis Bathory, judul album mereka yang pertama48. Venom dan Bathory menjadi kiblat utama aliran musik Black Metal, bahkan setelah muncul gelombang kedua gerakan musik Black Metal dan gelombang Modern Black

Metal.

Kelompok-kelompok tersebutlah yang menjiwai anak-anak muda

Skandinavia membentuk gerakan Black Metal yang lebih ekstrim dengan mengambil spirit paganisme kebudayaan Viking, nenek moyang mereka, dan perlawanan terhadap kebudayaan Kristen yang dianggap bersalah meminggirkan agama lokal mereka. Dari spirit inilah muncul Black Metal gelombang kedua, yang dipelopori oleh Mayhem dan Darkthrone, keduanya dari Norwegia.

Darkthrone didirikan pada tahun 1987 oleh (Gylve Nagell),

Zephyrous (Ivar Enger) dan Anders Risberget. Semula kelompok ini bernama

Black Death. Sejak peluncuran album Transilvanian Hunger (1994) kelompok ini hanya beranggotakan dua orang, Fenriz dan Nocturno Culto (Ted Skjellum). Pada

48 Lihat, Bathory (Sweden) http://www.indowebster.web.id/showthread.

26 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

awalnya musik-musik Darkthone beraliran , terlihat dari album rilisan pertama mereka yang berjudul Soulside Journey (meskipun ada beberapa unsur

Black Metal dimasukkan dalam garapan musik mereka di album ini). Baru kemudian, dengan albumnya yang berjudul A Blaze in the Northern Sky (1992),

Darkthrone beralih pada Black Metal. Darkthrone dengan lirik-lirik lagunya yang bertemakan paganisme, okultisme, setan, anti agama dan metal ini pada akhirnya bahkan dianggap sebagai salah satu pionir Black Metal.49

Mayhem adalah nama kelompok musik Black Metal yang menoreh banyak kontroversi di negara asalnya. Kelompok ini terbentuk pada tahun 1981 dan mengutip lagu Venom, yang berjudul Mayhem with Mercy, sebagai nama kelompok50. Kontroversi Mayhem tercatat dalam keterlibatan anggota kelompok ini pada beberapa aksi kekerasan, di antaranya aksi pembunuhan, pembakaran gereja, bunuh diri dan beberapa praktik kekerasan yang lain. (Per Yngve

Ohlin), anggota Mayhem, mati bunuh diri, memotong pergelangan tangan sendiri dan menembakkan senapan ke kepala (lihat Gambar 2), dan Euronymus (Øystein

Aarseth) mati ditusuk pisau 23 kali oleh Count Grishnackh (Varg Qisling Larssøn

Vikernes), satu-satunya anggota kelompok musik Burzum.

49 Lihat, Darkthrone http://up3x.net/darkthrone 50 Lihat, Sejarah Black Metal di http://metalisir.forumotion.net/t9-black-metal

27 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 2. Foto Dead (Per Yngve Ohlin), salah seorang anggota kelompok Mayhem, yang ditemukan mati bunuh diri. Euronymus yang mengambil gambar dan menjadikannya sampul kaset album musik kelompok Mayhem yang bertajuk Dawn of the Black Hearts. Sumber: http://psycho.blog/detik.com

Euronymus dan Count Grishnackh sebelumnya tercatat sebagai anggota utama perkumpulan pergerakan Black Metal yang dikenal dengan nama Black

Metal Inner Circle atau yang juga sering disebut Black Circle. Perkumpulan ini beranggotakan beberapa musisi Black Metal gelombang kedua di Norwegia yang terobsesi membangkitkan kembali kebudayaan pagan nenek moyang

(Skandinavia) dan memupuk kebencian terhadap Kristen yang dianggap menindas dan melunturkan kebudayaan asli, termasuk agama, nenek moyang mereka.

Mereka menggunakan simbol-simbol antikrist dan paganisme Skandinavian sebagai simbol identitas dan perlawanan mereka terhadap kebudayaan Kristen

Eropa.

Kelompok yang didirikan oleh Euronymus pada sekitaran tahun 1990 di distro miliknya, Helvete (dalam bahasa Norwegia, yang artinya neraka), ini

28 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

banyak melakukan tindak kejahatan, di antaranya pembunuhan dan pembakaran gereja. Count Grishnackh melakukan pembakaran gereja Åsane di Bergen, pembakaran gereja Skjold di Vindafjord, pembakaran kapel Holmenkollen di Oslo, berencana meledakkan katedral Nidaros, gereja paling penting di Norwegia, dan menyebabkan kematian seorang petugas pemadam kebakaran. Teror mereka terhadap komunitas Kristen tidak hanya dilakukan di Norwegia tetapi meluas hingga di negara-negara lain di semenanjung Skandinavia (Swedia, Finlandia dan

Denmark).

Selepas munculnya gerakan Black Circle dan konflik sosial yang membenturkan komunitas Black Metal Norwegia dan komunitas Black Metal

Finlandia, yang dikenal dengan istilah Dark War (1992-1993), muncul sorotan- sorotan negatif, di antaranya dari media massa, terhadap aliran musik ini.

Publisitas negatif ini justru memicu munculnya kelompok-kelompok baru yang kualitasnya jauh lebih baik dibandingkan pendahulu-pendahulunya. Kemunculan kelompok-kelompok baru ini menandai dimulainya gelombang Modern Black

Metal (di antaranya mulai digunakannya efek-efek musik modern pada tiap track, misalnya penggunaan synthesizer atau efek-efek digital lainnya).

Bermunculan, di beberapa negara, kelompok-kelompok musik Black Metal yang cukup berpengaruh dalam perkembangan aliran musik ini, seperti misalnya

Necrophobic, Luciferion, Hypocrisy dan Marduk di Swedia; dan

Hecate Enthroned di Inggris; Deicide, ABSU, Vital Remains, Pessimist di

Amerika Serikat; Kataklysm dan Blasphemy di Kanada; serta Sigh dan Sabbat di

Jepang. Meskipun demikian, perkembangan Black Metal di Norwegia masih tetap

29 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

memukau dan seringkali dijadikan kiblat bagi komunitas Black Metal dari negara- negara lain, termasuk di Indonesia. Pada gelombang ini semakin banyak bermunculan varian-varian atau sub aliran Black Metal.

Di Norwegia muncul (Folk Black Metal). Sub aliran musik

Black Metal ini memadukan musik Black Metal dengan pemainan alat-alat musik tradisional bangsa Norwegia. Viking Metal ini dalam lirik-lirik lagunya kental menyuarakan mitologi Viking, kisah-kisah kepahlawanan dari nenek moyang mereka. Dipelopori oleh kelompok musik Immortal yang kemudian diikuti oleh beberapa kelompok musik Black Metal lainnya, seperti Enslaved, Einherjer,

Ragnarok, Vintersorg, Thyrfing dan Borknagar. Di negeri ini pula muncul sub aliran Black Metal yang disebut Progressive-Avant Garde Black Metal yang dipelopori oleh kelompok musik Arcturus, Winds dan Ulver.

Cradle of Filth, dari Inggris, adalah kelompok musik Black Metal yang memelopori munculnya . Sub aliran musik Black Metal ini mencoba menggabungkan unsur keindahan dalam bermusik, unsur opera, nuansa gothik, dengan tema horor dan wanita. Kelompok ini berevolusi dari Black Metal ke Gothic Black Metal, Symphonic Black Metal, Dark Metal dan Extreme Metal51.

Di Swedia muncul , sub aliran musik Black Metal yang mendapat sentuhan dari Death Metal namun dengan tempo dan beat yang lebih cepat. Perkawinan antara aliran Black Metal dan Death Metal lebih terasa pada kecenderungan kelompok-kelompok musik dari Amerika Serikat dan

Kanada. Mereka bahkan tidak mau disebut sebagai kelompok musik Black Metal.

51 Lihat, http://gilangmrbean.blogspot.com/2011/04/black-metal.html

30 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Mereka menyebut aliran musik mereka sebagai Blackened Death Metal atau

Satanic Death Metal. Selain beberapa sub aliran Black Metal tersebut masih banyak lagi (di antaranya Ambient Black Metal, Black , Industrial

Black Metal, Blackened Crust Metal, dan lain-lain) dan masih mungkin bermunculan lagi varian-varian yang lain.

Meskipun istilah Black Metal berasal dari judul album Venom, dari

Inggris, Black Metal Skandinavialah yang lebih dominan mempengaruhi komunitas musik Black Metal di Indonesia. Karakter komunitas Black Metal

Skandinavia yang sarat dengan gerakan antikrist dan paganisme Skandinavian, baik dalam lirik, performance, fesyen dan simbol-simbol yang digunakan, memukau komunitas pengekornya di Indonesia. Keterpukauan tersebut membuat komunitas musik yang menyatakan diri berada di jalur Black Metal di Indonesia banyak menggunakan simbol-simbol anti kemapanan dan identitas Black Metal

Skandinavia sebagai penanda identitas mereka. Simbol-simbol tersebut di antaranya corpsepaint (make up wajah yang merepresentasikan wajah mayat atau setan) yang secara ideologis dilandaskan pada konsep inhumanity yang immortal, berlawanan dengan keberadaan manusia yang mortal alami52; menggunakan kostum gaya neo medieval, longhandband atau handband (atau biasa juga disebut wristband atau bracer) berwarna hitam dari bahan kulit dan menggunakan spike

(paku) sebagai aksesorinya; menghadirkan simbol-simbol antikrist seperti angka

‟666‟, salib terbalik, tengkorak kepala kambing, api, pentagram terbalik, simbol baphomet (setan), dan simbol-simbol paganisme Skandinavian.

52 Lihat, Sejarah Singkat “Black Metal” di http://www.myspace.com/eep666/blog/436452227

31 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

B. Komunitas Black Metal di Indonesia

Paruh dekade tahun 1990an di beberapa kota besar di Jawa-Bali (Jakarta,

Bandung, Yogyakarta, Malang, Surabaya dan Denpasar) sempat digegerkan oleh gerakan musik underground. Bermunculan kelompok-kelompok musik anak muda yang mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari komunitas ekstrim metal dunia. Mereka menyebut diri anak metal, metalheads, membedakan diri dengan gerakan scene rock underground generasi sebelumnya yang menyebut dirinya

Rocker.

Merebaknya komunitas metal sempat memunculkan kecemasan di masyarakat. Indikasi tersebut setidaknya dapat dibaca dari pemberitaan media massa. Tabloid Adil nomor 27 tahun ke-65 (16-22 April 1997) mengangkat fenomena musik metal dalam laporan utamanya. Dari judul liputan yang diturunkan tercium bau kecemasan: Bisingnya Metal Bangkitnya Setan, dan Musik yang Menghujat Tuhan. Setelah tabloid Adil, sebuah tabloid yang dikeluarkan oleh komunitas Kristiani, Sangkakala, pada terbitan pertama di tahun pertamanya

(15 Maret 1998) dengan lebih sinis menyorot fenomena musik metal dalam liputannya yang diberi tajuk Musik Underground: Satanisme atau Kebodohan?

Metalheads direpresentasikan sebagai komunitas yang doyan buat keributan, tawuran. Di awal tulisan Bisingnya Metal Bangkitnya Setan dikisahkan pertikaian antara komunitas Grind Core dengan Punk (30 Maret 1997) di Plaza

Bintaro, Jakarta, dan peristiwa tawuran yang lebih besar (16 Maret 1997) di

32 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

lingkungan Gelanggang Remaja Bulungan, Blok M, Jakarta, yang melibatkan komunitas Grind Core, Punk dan Hard Core.

Selain cap sebagai tukang ribut, metalheads juga dianggap sebagai orang- orang aneh, seperti makhluk asing di tanahnya sendiri, dengan dandanannya yang sangat demonstratif dan cenderung menyeramkan. Rasa seram ini juga terasa dari penamaan kelompok mereka, misalnya, di Bandung ada Jasad, Hellgods, Noise

Damaged, Burger Kill, Dajjal; di Yogyakarta ada Death Vomid; di Jakarta ada

Tengkorak, Grausig, Corporation of Bleeding, Trauma, Holy Shit, The-The Myth

(Dedemit), Sadistis, Betrayer, No Respect; dan di Malang ada Rotten Corpse.53

Meskipun tabloid Adil tidak tegas membedakan identitas masing-masing kelompok dan sub aliran musik underground yang dipakainya, tabloid ini pada akhirnya condong menyorot komunitas Black Metal sebagai komunitas musik pemuja setan.

Digambarkan di atas panggung bahwa para musisi Black Metal seringkali melakukan aksi-aksi yang mencengangkan, di antaranya ada yang menggigit dan meminum darah kelinci dan atau ular di atas panggung. Penggemar Hellgods, setiap menonton aksi panggung Hellgods, bahkan suka membakar kemenyan dalam api unggun lalu berdiri mengitarinya.

Tabloid Sangkakala menggambarkan aksi metalheads pada perhelatan

Benteng Bawah Tanah di Yogyakarta (7 Desember 1998). Mereka, digambarkan, melakukan headbang (gerakan memutar-mutar kepala), melompat dari panggung ke tengah kerumunan penonton, saling membenturkan badan, menjerit histeris,

53 Lihat, Bisingnya Metal Bangkitnya Setan, Tabloid Berita Mingguan Adil. No.27 Tahun ke-65. 16-22 April 1997. h.4.

33 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

membakar dupa, menebarkan bunga tabur dan menggotong tengkorak binatang.

Ada pula seorang penonton yang meloncat ke atas panggung untuk mempertunjukkan aksi menggigit ular.

Beberapa yang hadir dalam perhelatan tersebut ada yang menggunakan kaus bergambar Yesus disalib dengan isi perut terburai, gambar setan kembar dipaku pada kayu salib, jubah kepala kambing dan pentagram terbalik, dan gambar perempuan telanjang dada dengan tubuh berdarah bekas tikaman pisau atau gigitan. Sejumlah penonton menggoreskan gambar salib terbalik di dahinya.54

Abu (Hellgods) dan Yuli (Jasad) kepada tabloid Adil, dalam wawancara terpisah, memberi pernyataan senada, bahwa performance kelompok mereka di atas panggung sebenarnya hanya aksi panggung belaka, hanya bermain musik.

Sidik (Grausig), pada tabloid Adil mengaku bahwa kelompoknya memang mengekor tren musik luar namun mereka tidak membuat atau menyanyikan lagu yang menyangkut agama, alasannya karena itu merupakan isu yang sangat sensitif dalam masyarakat. Eko (Mortal Scream) kepada tabloid Sangkakala juga mengatakan hal yang sama, penampilan kelompoknya di atas panggung hanyalah aksi panggung belaka, sekedar sensasi. Namun, terlepas dari pernyataan para musisi Black Metal tersebut, menurut pantauan tabloid Adil, waktu itu ada banyak kelompok musik Black Metal yang ”ideologis” di Bandung. Mereka bukan hanya metalheads saja tetapi lebih dari itu mereka juga mengklaim dirinya sebagai pemuja setan. Mereka melakukan ritual pemujaan setan, mengucap mantera,

54 Lihat, Musik Underground: Satanisme atau Kebodohan, Warta Injili Sangkakala. Nomor 1/Tahun I. 15 Maret 1998. h.10.

34 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

memakai simbol-simbol antikrist dan melantunkan syair-syair penghujatan kepada

Tuhan dalam lirik-lirik lagunya.

Keberadaan komunitas musik underground, khususnya komunitas Black

Metal, tidak lepas dari sejarah awal dikenalnya aliran musik rock di negeri ini.

Kelompok-kelompok seperti God Bless (Jakarta), Gang Pegangsaan (Jakarta),

Gypsy (Jakarta), Giant Step (Bandung), Super Kid (Bandung), Trencem

(Surakarta), AKA/SAS (Surabaya) dan Bentoel (Malang) adalah generasi pertama rocker Indonesia. Merekalah yang mengenalkan embrio musik metal kepada masyarakat Indonesia sebelum terjadi demam Trash Metal menjelang dekade akhir tahun 1980an. Istilah underground juga sudah dikenalkan waktu itu (tahun

1970an), jauh sebelum istilah tersebut digunakan untuk menamai kelompok- kelompok musik ekstrim metal pada dekade tahun 1990an. Istilah underground digunakan majalah musik dan gaya hidup, Aktuil (Bandung), untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar‟ dan `ekstrim‟ untuk ukuran jamannya, meskipun lagu-lagu yang dimainkan bukan lagu-lagu mereka sendiri.55

Komunitas underground ini awalnya muncul dan bertumbuh di kota-kota besar Jawa dan Bali, seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Denpasar. Sejak paruh pertama dekade tahun 1990an kelompok-kelompok underground bermunculan dan semakin subur hadir di banyak kota di Indonesia.

Mereka membikin jaringan independen dengan memproduksi dan memasarkan kaset sendiri yang mereka sebut ”indie label”. Mereka juga

55 Lihat, Azizalfian, Sejarah Musik Underground di Indonesia, http://gudangartikel.net/discussion/536/sejarah-musik-underground-indonesia/p1#ixzz1t6nhvumG

35 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

membangun komunikasi ”bawah tanah”, meliputi seluruh pulau Jawa, Bali, dan

Ujung Pandang (Makassar), membuat media intern, dan saling tukar kaset demo.

Kelompok-kelompok band pinggiran ini berjuang keras untuk tetap hidup dengan caranya sendiri. Kalau perlu, untuk pentas pun mereka patungan.56

Azizalfian dalam tulisannya Sejarah Musik Underground di Indonesia57 juga mengulas tentang sejarah masuk dan berkembangnya komunitas Black Metal di antara riuhnya berbagai sub aliran musik ekstrim metal di beberapa kota besar di Indonesia. Death Metal, Brutal Death Metal, Grind Core, Black Metal, Gothic

Metal dan Doom Metal adalah jenis-jenis musik ekstrim metal yang saat itu sangat digemari. Bandung, Yogyakarta dan Surabaya menjadi kota-kota yang subur bagi pertumbuhan komunitas underground. Bandung sempat dianggap sebagai barometer musik underground di Indonesia. Di kota ini bermunculan kelompok- kelompok musik underground yang bagus dengan infrastruktur industri indie label yang kuat. GOR Saparua adalah saksi pernah digelarnya peristiwa-peristiwa akbar musik underground yang fenomenal, di antaranya Hullabaloo, Bandung

Berisik dan Bandung Underground.

Di Yogyakarta ada sebuah komunitas musik underground yang menamakan diri Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat menerbitkan fanzine58 metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara metal

56 Lihat, Menggali Setan di Bumi Sendiri, Tabloid Berita Mingguan Adil. No.27 Tahun ke-65. 16- 22 April 1997. h.5. 57 Lihat, Azizalfian, Sejarah Musik Underground di Indonesia, http://gudangartikel.net/discussion/536/sejarah-musik-underground-indonesia/p1#ixzz1t6nhvumG 58 Media massa cetak, semacam buletin, yang dicetak secara sederhana (tidak jarang yang diperbanyak dengan difotokopi) dan diedarkan untuk kalangan sendiri. Selain berfungsi sebagai media informasi dan komunikasi antar anggota jejaring (kalangan sendiri) juga sebagai media propaganda.

36 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

legendaris, Jogja Brebeg. Jogja Brebeg ini adalah sebuah peristiwa yang sangat bergengsi bagi metalhead. Sebuah kelompok belum benar-benar di anggap metal kalau belum pernah pentas di acara Jogja Brebeg, demikian pengakuan Jiwo, vokalis Makam, kelompok Black Metal dari Surakarta59.

Surabaya merupakan surga bagi jaringan komunitas musik Black Metal di

Indonesia. Hingga sekarang ada banyak kelompok dan peristiwa pergelaran musik

Black Metal terjadi di kota ini. Sejak awal tahun 1997 di Surabaya komunitas

Black Metal sudah merebak. Pada tahun baru 1997, pada penyelenggaraan AMUK

I di kampus Universitas ‟45, terbentuklah Surabaya Underground Society (SUS).

Anggota komunitas ini terdiri dari kelompok-kelompok dari berbagai aliran ekstrim metal, di antaranya yang cukup banyak adalah kelompok-kelompok musik

Black Metal.

Setelah SUS bubar kelompok-kelompok musik yang beraliran Black Metal membentuk wadah baru yang khusus beranggotakan kelompok-kelompok musik

Black Metal, yang dinamakan Army of Darkness. Komunitas Black Metal mendominasi dunia ekstrim metal di Surabaya. Maka, karena banyaknya kelompok yang ada, muncullah peristiwa-peristiwa panggung musik underground yang khusus bagi komunitas Black Metal. Gelar musik underground, Army of

Darkness I dan II, di Surabaya merupakan dua peristiwa panggung musik Black

Metal yang terbilang sukses.

Pada tanggal 1 Juni 1997 lahir komunitas underground yang dinamakan

Inferno 178. Di markasnya Inferno 178 mempunyai beberapa divisi usaha, di

59 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 18 Februari 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

37 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

antaranya distro, studio musik, indie label, fanzine, warnet dan event organizer yang khusus menyelenggarakan panggung-panggung musik underground di

Surabaya. Fanzine mereka yang diberi nama Post Mangled ini rupanya kurang tergarap dengan baik sehingga setelah launching edisi perdananya tidak terbit lagi edisi berikutnya. Setelah kegagalan Post Mangled muncul lagi fanzine underground yang mengulas berbagai informasi dan kegiatan musik metal,

Fanzine yang diberi nama Garis Keras ini bertahan hingga 12 edisi.

Hingga sekarang komunitas Black Metal masih cukup besar di Surabaya.

Mereka sering menggelar peristiwa-peristiwa akbar panggung musik ekstrim metal. Komunitas Black Metal Surabaya dan beberapa kota di Jawa Timur terjalin dalam jejaring yang cukup solid. Jaringan Jawa Timur inilah yang oleh Jiwo dianggap sejalan dengan konsep dan visi komunitas Black Metal di Surakarta60.

Pada paruh dekade tahun 1990an kelompok-kelompok musik ekstrim metal juga bermunculan di Surakarta namun komunitas musik underground di kota ini kurang terbaca dalam peta komunitas musik underground pada waktu itu.

Meskipun begitu, paruh dekade tahun 1990an adalah masa kejayaan komunitas

Black Metal di Surakarta. Banyak kelompok musik Black Metal bermunculan dan sering terselenggara panggung-panggung musik underground yang diusung bersama antara komunitas Black Metal dengan komunitas underground yang lain dalam jangkauan jejaring yang cukup luas.

60 Ibid. Tanggal 20 Maret 2012

38 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

C. Komunitas Black Metal di Surakarta

Black Metal dikenal oleh metalheads di Surakarta pada awal dekade tahun

1990an. Sebelum itu, sebagaimana metalheads di kota-kota besar di Jawa-Bali yang lain, di Surakarta juga sempat mengalami demam Trash Metal. Kelompok- kelompok musik metal yang saat itu muncul, seperti Headbang, Cryptoz,

Byzantium, Epilepsi dan Hammerhead adalah kelompok musik yang berada di jalur Trash Metal.61

Black Metal masuk ke Indonesia melalui jalur indie label62. Jiwo (Makam) dan Nonot (Bandoso) mengaku mengenal musik Black Metal secara tidak sengaja.

Mereka bertemu dengan musik Black Metal pertama kalinya dari kaset. Nonot beralih dari Hard Rock ke Black Metal setelah mendengar dan tertarik dengan hentakan musik kelompok Cradle of Filth dari kaset milik temannya. Jiwo menemukan kaset Black Metal setelah semalaman ”mengobrak-abrik” display sebuah lapak kaset bekas di Yogyakarta.

Waktu itu Jiwo tidak tahu kalau kaset yang didengarkannya adalah kaset musik Black Metal. Dia hanya merasakan ”beda” dengan musik-musik ekstrim metal yang sebelumnya pernah ia dengar. Kaset tersebut dibelinya, didengarkan dan dibahas bersama dengan teman-temannya sesama pecinta musik ekstrim metal. Mereka, untuk memenuhi rasa ingin tahu, kemudian mengumpulkan kaset- kaset musik aliran sejenis (koleksi antar teman) dan membahasnya. Dari upaya- upaya inilah baru mereka tahu bahwa musik yang selama ini menyita perhatian

61 Wawancara dengan Joko S. Gombloh, pengamat musik dan anggota kelompok Sono Seni Ensamble, pada tanggal 30 Maret 2012 di Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta. 62 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 20 Maret 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

39 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mereka adalah Black Metal. Mereka lalu mencoba memainkan musik tersebut; bersama-sama, patungan, menyewa sebuah studio musik lalu mencoba meniru- niru permainan musik kelompok Black Metal yang diidolakan. Jiwo dan teman- temannya beranggapan bahwa Black Metal mampu mewadahi kegelisahan mereka, ”chemistrynya dapet” dan ”gue banget”. Sekelompok remaja inilah, rata- rata mahasiswa, yang akhirnya menjadi “penganut” awal Black Metal di

Surakarta.

Metalheads ini mengidentifikasikan diri sebagai komunitas Black Metal.

Dari komunitas inilah kemudian bermunculan kelompok-kelompok musik yang mengusung Black Metal dan beraksi di atas panggung-panggung musik underground. Mereka menggunakan simbol-simbol Black Metal seperti yang digunakan oleh kelompok-kelompok Black Metal dari luar negeri yang mereka idolakan. Mereka menyematkan simbol pentagram terbalik, angka „666‟, tengkorak kepala kambing, salib terbalik dan gambar-gambar seram, representasi setan (dan hantu), dalam fesyen mereka. Merias wajah dengan corpsepaint, menggunakan spike dan jubah berwarna hitam di atas panggung.

Makam dan Bandoso mengaku pernah melakukannya dengan alasan bahwa waktu itu, awal mempelajari Black Metal, mereka sedang dalam fase pencarian jati diri. Mereka mengidentifikasi diri sebagai kelompok Black Metal, meniru kelompok-kelompok Black Metal Skandinavia yang mereka idolakan.

Namun setelah mempelajari lebih jauh sejarah dan ideologi Black Metal mereka merasa perlu menengok kembali identitas mereka. Simbol dan ideologi Black

Metal Skandinavian ternyata tidak sepenuhnya cocok bagi mereka.

40 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Simbol hantu pada kelompok-kelompok Black Metal di Surakarta, menurut Jiwo, mulai marak digunakan sejak tahun 2005. Setelah sebelumnya mengambil mentah-mentah simbol Black Metal yang mereka kenal dari kebudayaan induknya, di Skandinavia, komunitas Black Metal di Surakarta mulai mengais ikon-ikon lokal, folklor, yang dianggap sepadan dengan ikon-ikon seram yang digunakan sebagai simbol Black Metal. Penghadiran representasi hantu pocong, genderuwo, banaspati dan pedanyangan sebagai simbol identitas merupakan tren horor yang mereka anggap lebih mudah dicerna. Mereka lebih merasa terwakili dengan simbol hantu-hantu tersebut, yang mereka anggap lebih mempunyai nilai seram dan teror.

Namun di antara berseraknya representasi hantu yang digunakan oleh komunitas Black Metal sebagai simbol identitas, Jiwo menangkap adanya kesan

‟asal seram‟. ”Saya salut dengan konsistensi mereka, cuma mestinya harus ada hal yang dijelaskan: pesan moral apa, pesan mistik apa yang akan mereka sampaikan.

Minimal sebagai pertanggungjawaban mereka sendiri. Menyambung dengan konsep, visi, lirik dan tema lagu. Itu menjadi satu kesatuan yang utuh. Tanpa itu semua esensi Black Metalnya agak dipertanyakan.” jelas Jiwo. Makam memaknai hadirnya simbol hantu sebagai personifikasi atau bagian dari kekuatan alam.

Tahun 1995-2000 di Surakarta merupakan masa-masa kejayaan Black

Metal. Banyak kelompok musik Black Metal muncul. Mereka biasa manggung di kampus-kampus, berjejaring dengan komunitas Black Metal dari kota-kota lain dan negara lain. Tahun 1998 Jiwo mencatat di Surakarta dan sekitarnya pernah ada komunitas Black Metal yang solid. Komunitas ini mempunyai pertemuan

41 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

rutin dan mengambil tempat di sekitaran gunung Lawu, Merapi dan atau Merbabu.

Mereka memaknai spirit Black Metal sebagai kedekatan dengan alam. Memilih gunung sebagai tempat bertemu dengan alasan ingin melebur dan menjadikan alam bagian dari identitas mereka.

Black Metal Bandung sempat menjadi mercusuar bagi komunitas Black

Metal di Surakarta. Komunitas ini memang sudah besar dan kuat sebelum komunitas Black Metal di Surakarta terbentuk. Selain serakan kaset dan media informasi Black Metal yang menyebar secara underground di antara metalheads di Surakarta, komunitas Black Metal Bandung turut andil dalam memberikan pengaruh dan bermunculannya komunitas Black Metal di Surakarta. Pada tahun- tahun awal merebaknya Black Metal di Surakarta, komunitas Black Metal di kota ini banyak menjalin hubungan komunikasi dan kerja sama dengan komunitas

Black Metal di Bandung. Namun pada akhirnya komunitas Black Metal Surakarta lebih sering berkegiatan bersama dengan jaringan Jawa Timur di bandingkan dengan komunitas Bandung.

”Paling dominan Black Metal Surakarta lebih mempunyai ikatan batin yang kuat dengan legiun63 ekstrim Black Metal (Jawa) timur. Mungkin karena kode-kode budayanya mendekati sama, tema-temanya sama, sejarah masa lalu juga sama. [....] Sekarang mengerucut menjadi kesamaan konsep. Konsep visi band. Tentang apa itu pagan. Sekarang muncul Doho Pagan Front, Jenggala

63 Istilah ‟legiun‟ ini, menurut Jiwo dalam wawancara tanggal 20 Maret 2012, digunakan untuk menyebut anggota komunitas Black Metal. Meskipun awalnya istilah ini digunakan untuk merepresentasikan jumlah pasukan setan dalam sebuah kisah di Alkitab (Kristen), oleh Jiwo istilah tersebut ditafsir lagi didekatkan dengan istilah bala sewu, istilah kesatuan tentara, dalam kebudayaan Jawa, yang berjumlah seribuan orang. Dengan demikian dia merasa nyaman menggunakan istilah tersebut sebab sudah dirasa ”membumi”.

42 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Pagan Front dan Ujung Galuh Pagan Front. Konsep pagan yang sama inilah yang menyatukan.” kata Jiwo.

Black Metal di Indonesia tersebar dan berjejaring secara underground.

Sebelum teknologi informasi dan komunikasi lebih memudahkan berjejaring sekarang, komunitas Black Metal di Surakarta sudah melakukan korespondensi dengan komunitas Black Metal di beberapa kota di Indonesia serta label

(produser) atau kelompok Black Metal dari luar negeri. Menurut Jiwo, dia dan teman-temannya sering menerima dan mengirim surat antar kelompok Black

Metal dari kota-kota besar di Indonesia (kecuali kota-kota di dan

Papua) maupun dari luar negeri.

Jejaring Black Metal mempunyai cara yang cukup unik dalam berkorespondensi. Biasanya mereka (kelompok musik Black Metal) menulis surat di lembar belakang bekas poster pementasan mereka. Disisipi beberapa pamflet atau poster pementasan musik kelompok-kelompok Black Metal yang lain

(sekomunitas) dan juga perangko balasan. Selain saling bertukar informasi, baik yang ditulis dalam surat, lampiran pamflet atau fanzine, mereka juga saling membeli demo musik atau album indie antar mereka. Uang pembeliannya pun disertakan dalam surat, dengan cara dibungkus kertas karbon. Demikian juga ketika mereka mengirim atau menerima surat dari kelompok Black Metal dari luar negeri. Korespondensi semacam itu, menurut Jiwo, mereka tiru dari sebuah label musik Black Metal Belanda (Displeased Records) yang pernah berkorespondensi dengan Jiwo.

43 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

”Awalnya begini. Kan di kaset ada alamat record (label). Kami mengirim

(surat) minta katalog. Mereka kirim. Tidak hanya katalog. Ada brosur titipan, poster titipan. Kami sebar lewat forum tongkrongan komunitas. Bagi kami waktu itu membanggakan. Bahkan ada teman yang terus berhubungan dan membuat split64 dengan mereka. Di luar dugaan. Mereka kan kiblat.” kata Jiwo.

Korespondensi semacam ini giat mereka lakukan pada sekitar tahun 1993-

1995. Mereka mendapat banyak informasi dari korespondensi. Makam pernah merasa sangat bangga ketika, tahun 1998, nama kelompoknya dituliskan, ucapan salam, di sampul kaset sebuah kelompok idola mereka dari luar negeri. Mereka lalu membalasnya dengan menuliskan salam balik pada sampul kaset rilisannya.

Demikianlah cara mereka saling berhubungan, underground.

Cara seperti ini masih terus dilakukan hingga kurang lebih 6-9 tahun yang lalu, sampai akhirnya mereka mengenal jaringan sosial media lewat internet.

Korespondensi menjadi semakin lancar setelah mereka menggunakan media internet. Dengan cara inilah Makam sempat diundang pentas di Malaysia dan pernah dicover65 lagunya oleh beberapa kelompok Black Metal di negara tersebut.

Dalam menggelar ajang musik pun mereka menggunakan cara komunikasi serupa. Biasanya mereka saling mengundang; setelah sebuah kelompok diundang di sebuah ajang musik underground yang diselenggarakan oleh satu atau lebih kelompok musik underground, mereka akan ganti mengundang ketika membuat peristiwa serupa. Demikian terus, saling bergantian mengundang.

64 Membuat album musik bersama. 65 Dimainkan oleh kelompok lain.

44 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Sejak tahun 2007 Black Metal di Surakarta mulai surut. Kalau dulu ada

Tartarus, Sekar Telon, Sukma Langgeng, Bandoso, Mumi dan Makam, sekarang tinggal Bandoso dan Makam saja yang masih menunjukkan eksistensinya. Itulah makanya sekarang di Surakarta hampir tidak ada ajang musik yang diusung hanya oleh kelompok-kelompok musik Black Metal. Biasanya kelompok musik Black

Metal di Surakarta bergabung, satu panggung, dengan kelompok musik ekstrim metal (underground) yang lain. Berbeda dengan komunitas Black Metal di kota/kabupaten sekitaran Surakarta. Komunitas Black Metal di Sukoharjo, misalnya, cukup kuat untuk membuat peristiwa panggung Black Metal yang menampilkan kelompok-kelompok musik Black Metal jaringan mereka.

Gambar 3. Logo dua kelompok musik Black Metal di Surakarta yang masih menunjukkan eksistensinya: Makam (kiri) dan Bandoso (kanan) Sumber: dokumentasi kelompok musik Makam dan Bandoso

Aji menduga keadaan ini terjadi selain karena semakin banyaknya pilihan musik ekstrim metal yang ada juga karena kelompok-kelompok musik Black

Metal yang ada di Surakarta dirasa tidak berkembang, baik dalam hal keterampilan bermusiknya (seakan-akan Black Metal adalah musik asal bunyi,

45 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

asal bising) maupun stereotip simbol komunitas Black Metal yang condong menghadirkan representasi hantu. Kondisi tersebut membuat banyak metalhead memilih aliran musik ekstrim metal yang lain, yang dirasa lebih mampu menjawab dahaga mereka atas kecanggihan teknik dan kemutakhiran tren bermusiknya. ”Hari gini masih setan-setanan?” kata Aji menirukan ungkapan beberapa teman sesama metalheads di Surakarta untuk menggambarkan keengganan mereka mengapresiasi musik Black Metal di Surakarta.66 Namun menurut Jiwo kondisi yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan musik

Black Metal di Surakarta ini bisa juga dilihat sebagai kondisi ”pemurnian”: Black

Metal sejatilah akhirnya yang tetap tegak berdiri67.

1. Makam: Black Metal sebagai Kedjawen Pagan Front68

Makam terbentuk pada bulan Februari 1995. Kelompok musik Black Metal yang didirikan oleh Petrus Arcwinter, Djomboth Androsarkas, Zephiry, Kristian dan Julious Kamadath ini semula bernama Sucker Grave. Tujuh bulan setelah pembentukannya, pada tanggal 28 Oktober 1995 kelompok ini mengganti namanya menjadi Makam. Menurut Jiwo, orang yang mengusulkan penggantian nama ini, nama Makam selain berarti kuburan juga merupakan sebuah kata

66 Wawancara dengan Aji di kantor biro advertising tempatnya bekerja, The Think, yang juga sekaligus distro merchandise komunitas musik underground, Belukar, dan basecamp Down for Life, kelompok musiknya, di kampung Kartopuran, Surakarta, pada tanggal 1 September 2011. 67 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 20 Maret 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta. 68 Bagian ini disusun dari hasil wawancara dengan Jiwo pada tanggal 20 Maret dan 16 Mei 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta, dan informasi dari situs web kelompok Makam: http://www.myspace.com/makamraiderklan.

46 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kependekan dari Makabre Amuletha; modifikasi dari istilah dalam bahasa Inggris

„Macabre Amulet‟ yang berarti „jimat yang mengerikan‟.69

Penamaan kelompok ini sangat dipengaruhi oleh , kelompok musik Trash Metal dari Brasil yang pernah bertandang ke Indonesia (1992).

Kelompok ini pernah sangat diidolakan dan dikiblati oleh masing-masing anggota

Makam (Sucker Grave) yang saat itu, seperti juga kebanyakan metalheads yang lain, sempat terlanda demam Trash Metal. Sampai akhirnya mereka meninggalkan

Trash Metal dan beralih ke Black Metal, pengalaman mereka “mengenal”

Sepultura masih sangat kuat membekas. Itulah mengapa mereka menamai kelompok mereka Sucker Grave, yang kemudian berubah menjadi Makam.

Senada dengan kata sepultura dalam bahasa Portugis yang berarti kuburan, makam atau grave (dalam bahasa Inggris).70

Akhir bulan Desember 1995 Jiwo (Shiva Ratriarkha71) masuk sebagai vokalis kelompok ini. Pada tahun 1997 Zephiry dan Kristian mengundurkan diri dari kelompok. Dan Petrus, karena kesibukannya bekerja, berumahtangga dan

69 Informasi ini diambil dari situs web milik kelompok ini: http://www.myspace.com/makamraiderklan. Ada beberapa poin perbedaan dengan pernyataan Jiwo dalam wawancara tanggal 16 Mei 2012 di Kartel. Menurut Jiwo pergantian nama terjadi pada ulang tahun pertama kelompok ini setelah Jiwo masuk sebagai anggota, jadi setahun setelah terbentuknya Sucker Grave. Pergantian nama ini di antaranya karena sering terjadi kesalahtulisan pengejaan nama kelompok ini (oleh panitia penyelenggara pementasan musik underground) pada poster perhelatan. Pemaknaan nama Makam sebagai Makabre Amuletha dilakukan Jiwo belakangan. 70 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 23Agustus 2013 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta. 71 Ibid. Nama panggung ini Jiwo reka sendiri. Awalnya hanya menggunakan nama panggung Ratriarkha. Djiwo Ratriarkha. Ratriarkha adalah penggabungan dua kata: „ratri‟ yang dalam bahasa Jawa kuno berarti malam dan „arka‟ yang berarti matahari. Matahari malam! Kemunculan nama Shiva bermula dari main-main Jiwo dalam mengutak-atik kata. Jiwo digesernya menjadi Ciwo, Çiwa, Çiva dan akhirnya, agar terbaca lebih “keren”, ditulisnya Shiva. Akhir-akhir dia baru menyadari kalau nama Shiva ini menyerupai nama dewa dalam agama Hindu: Syiwa, Siwa atau Siva.

47 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

tinggal di luar kota Surakarta, tiga tahun kemudian (2000) terpaksa tidak bisa aktif dalam kelompok. Praktis sejak tahun 2000 anggota tetap Makam hanya tiga orang:

Julious (drum), Jomboth (gitar) dan Jiwo (vokal). Untuk melengkapi komposisi permainan di atas panggung kelompok ini biasanya kemudian mengundang additional player. Istilah additional player ini mereka gunakan untuk mengkatagorikan anggota kelompok di luar anggota tetap (Julious, Jomboth dan

Jiwo).

Sejak bergabungnya, Jiwo berperan banyak dalam pengembangan kelompok ini. Dia berada di depan dalam praktik pencitraan dan pemaknaan eksistensi Makam. Selain sebagai aktivis komunitas musik Black Metal, Jiwo juga aktif sebagai abdi dalem karaton Surakarta dan penghayat Kejawen. Sejak perkenalannya dengan Black Metal, Jiwo terus mempelajari aliran musik ini, baik estetika musiknya, sejarah, simbol-simbol identitas dan perlawanannya serta ideologinya. Pengetahuannya tentang Black Metal membuatnya cukup ditokohkan di dunia musik underground di Surakarta maupun di jaringan komunikasi komunitas Black Metal yang lebih luas.

Bersama dengan Makam, kelompoknya, Jiwo menyerukan gerakan paganisme72 Jawa dalam Black Metal. Makam sejak tahun 1998 menjadikan paganisme Jawa sebagai visi kelompok; mereka menyebut kelompoknya sebagai

Kedjawen Pagan Front. Kelompok ini ”memperjuangkan” identitas kejawaan

72 Ibid. Makam sebenarnya tidak memahami benar konsep paganisme. Menurut pengakuan Jiwo klaim Makam sebagai kelompok Black Metal pagan ini merupakan upaya mereka untuk mendekatkan “perjuangan” mereka merevitalisasi kebudayaan Jawa dengan konsep Black Metal. Di dalam Black Metal dikenal ada dua penggolongan besar, yaitu Black Metal satanic dan Black Metal pagan. Makam berupaya mendudukkan dirinya pada golongan Black Metal pagan.

48 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

yang mereka yakini, termasuk di antaranya keberadaan agama Kejawen -yang secara aktif dihayati oleh Jiwo- atas dominasi komunitas agama Islam.

Gambar 4. Personel kelompok musik Makam. Tiga anggota tetap dan dua additional player (dari kiri ke kanan: Djomboth Androsarkas, Julious Kamadath, Shiva Ratriarkha, Poppo dan Ares Sanskrit). Pengambilan gambar dilakukan di belakang panggung perhelatan Rock in Solo III, GOR Manahan, Surakarta. Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Meskipun spiritnya sama, karena konteks kebudayaan dan persoalannya berbeda maka mereka merasa perlu melakukan pemaknaan ulang dan memodifikasi ideologi gerakan serta visualisasi simbol identitas dan perlawanan

Black Metal yang mereka usung. Makam memodifikasi simbol inverted pentagram (pentagram terbalik) menjadi inverted pentagram Jawa ala Makam

(dikawinkan dengan konsep papat kiblat lima pancer), menghadirkan representasi banaspati menggantikan representasi setan antikrist, memasukkan ikon-ikon di luar tradisi simbol Black Metal dalam visualitas simbol identitas mereka, dan sebagainya.

49 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Makam berjejaring dengan komunitas Black Metal di banyak kota di

Indonesia, terutama jaringan komunitas Black Metal dari Jawa Timur: Doho

Pagan Front, Jenggala Pagan Front dan Ujung Galuh Pagan Front. Bersama dengan jaringan Jawa Timur ini Makam menyerukan paganisme Jawa lewat Black

Metal.

Julious dan Jomboth setiap harinya bekerja sebagai operator warung internet (warnet). Posisinya sebagai operator warnet memungkinkan mereka mengelola online store dan situs web Makam dengan lebih intensif. Mereka relatif lebih intensif menginformasikan Makam lewat media ini (termasuk demo-demo musik serta video klip lagu) sekaligus berkomunikasi dengan jaringan Black

Metal di seluruh dunia.

Korespondensi ini membuat mereka dikenal di jaringan komunitas Black

Metal di Indonesia maupun lintas negara. Mereka pernah diwawancarai oleh blackmetallegacymagazine73; lagunya diputar dan sempat didudukkan sebagai lima besar musik Black Metal dunia pada sebuah broadcast di Amerika Selatan; lagu mereka dikenal dan dicover oleh beberapa kelompok musik Black Metal di

Malaysia; diundang pentas di Malaysia74; dan aktif dalam forum-forum diskusi

73 Skrip wawancara tertulis antara Jiwo mewakili Makam dan www.myspace.com/blackmetallegacymagazine diunggah di http://www.myspace.com/makamraiderklan. Diunduh pada 17 Mei 2012. 74 Menurut informasi dari Jiwo, Makam menamai proyek pementasan di Malaysia ini dengan tajuk Manikamaya Ekspedisi Pamalayu 2009. Mereka memaknai proyek ini sebagai napak tilas ekspedisi Pamalayu yang pernah dilakukan orang-orang Jawa jaman kerajaan Singasari. Sebenarnya proyek ini direncanakan digelar di Singapura, Malaysia dan Thailand (Pattaya). Namun karena mereka sempat dicekal di Singapura gara-gara membawa CD musik titipan dari kelompok musik Down for Life yang judulnya dianggap terlalu ekstrim, dan adanya isu terorisme di Pattani, maka pementasan mereka di Singapura dan Thailand digagalkan lalu difokuskan di Malaysia: kota Johor Baharu dan Kuala Lumpur.

50 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

komunitas Black Metal, baik yang dikelola oleh jaringan dalam negeri maupun luar negeri.

Makam juga membuat online store dan distro yang menjual berbagai merchandise komunitas Black Metal. Online store dan distro yang mereka beri nama Kartel Black Dealer ini awalnya hanyalah online store yang dikelola oleh anggota Makam. Mereka menyebut usahanya ini sebagai Largest Indonesian

Black Metal Merchandise Online Store.

Kartel sebagai online store diawali sejak tahun 2005. Menggantikan

Kamadhatu Distribution, nama online store mereka sebelumnya75. Setelah berganti nama menjadi Kartel Black Dealer, online store ini sempat menumpang pada situs web myspace, gratisan, sampai akhirnya pada tahun 2010 mereka membeli domain sendiri dan resmi beralamat di www.kartelstore.com.

Berjalan tujuh tahun dengan online store, Kartel akhirnya juga membuka distro yang tetap berbasis pada online store. Distro yang mereka buat ini harapannya tidak hanya menjual berbagai macam dagangan yang berhubungan dengan Black Metal saja tetapi juga menjadi, memakai istilah yang digunakan

Jiwo, rumah besar bagi komunitas Black Metal Indonesia. Distro yang juga menjadi basecamp Makam ini terletak di sebelah selatan pemakaman umum

Purwoloyo, jl. H.O.S. Cokroaminoto 41 B, Jagalan, Surakarta.76

75 Dibentuk pada tahun 1998. 76 Jiwo berharap distro Kartel ini bisa seperti Helvete, distro milik Euronymus (Norwegia) yang juga memajang berbagai atribut yang berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan pergerakan Black Metal. Jiwo juga berobsesi menjadikan distro Kartel ini menjadi semacam museum yang memajang berbagai bentuk dokumentasi perjalanan sejarah Makam (foto, kliping koran, poster, CD dan kaset album musik, kostum, aksesoris, berbagai bentuk merchandise).

51 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Makam merupakan kelompok musik Black Metal pioner di Surakarta.

Mereka mengawali demam Black Metal di Surakarta, mengalami masa kejayaan dan masih tetap mengemuka ketika Black Metal menyurut. Saat ini mereka merasa menjadi kelompok Black Metal terakhir yang masih ada di Surakarta, meskipun sebenarnya masih ada satu lagi kelompok musik Black Metal yang cukup mengemuka di kota ini, Bandoso.

2. Bandoso: Black Metal di Atas Panggung77

Bandoso terbentuk pada tahun 1999 di sebuah desa misterius, 20 Km sebelah utara kota Surakarta78, ketika aliran musik Black Metal di Surakarta sedang mengalami puncak kejayaannya. Formasi awal kelompok ini terdiri dari

Pinthus Petrozza (vokal), Bandung (drum) dan Agung (gitar). Mereka menyatakan diri sebagai kelompok pengusung aliran Black Metal hingga sekarang.

Meskipun tetap di jalur Black Metal hingga sekarang, kelompok ini sempat mengalami dua kali pergantian sub aliran Black Metal. Pada tahun 2002, dengan bergabungnya Rara, vokalis perempuan, dan Nonot (gitar) kelompok ini beralih dari minimalis trial error Black Metal menjadi Gothik Metal. Perubahan ini terjadi karena karakter vokal perempuan dalam kelompok ini, menurut mereka, membuat kecenderungan musik Bandoso bergeser ke Gothik Metal. Tahun 2006 kelompok ini sekali lagi mengalami perubahan sub aliran bermusiknya. Sejak saat itu, hingga sekarang, Bandoso menjadi kelompok Black Metal yang berada di

77 Bagian ini disusun dari hasil wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 27 Maret 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta, dan informasi dari situs web kelompok ini: www.bandoso.multiply.com. 78 Lihat, www.bandoso.multiply.com. Bandoso sengaja menyamarkan lokasi tempat terbentuknya kelompok ini.

52 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

jalur Atmospheric Black Metal. Kondisi ini terjadi setelah Rara keluar (2005) dan bergabungnya Ichsan (2003) sebagai keyboardis kelompok ini. Bandoso menjadi

Atmospheric Black Metal sejak Ichsan memasukkan unsur atmospheric (nuansa backsound) lewat keyboard yang ia mainkan.79

Bandoso ini oleh komunitas ekstrim metal di Surakarta seringkali dianggap sebagai kelompok yang “tidak terlalu” Black Metal. Mereka menempatkan Black Metal hanya sebagai aliran musik belaka. Anggapan tersebut dibenarkan oleh Ichsan dan Nonot, dua anggota Bandoso.

Pada awal terbentuknya Bandoso sebenarnya pernah mencoba mengimitasi kelompok-kelompok Black Metal yang mereka kiblati. Mereka menyematkan simbol pentagram terbalik, kepala kambing, salib terbalik dan simbol angka ‟666‟ sebagai penanda identitas mereka (kelompok Black Metal). Menggunakan corpsepaint, wristband (bracer), jubah hitam, serta spike ketika beraksi di atas panggung. Pada perkembangannya, setelah memasuki periode ketiga (periode

Atmospheric Black Metal), Bandoso mempunyai tafsir sendiri terhadap Black

Metal. Mereka modifikasi ideologi dan simbol Black Metal Skandinavian yang sempat mereka terima mentah-mentah sebelumnya.

79 Sebenarnya Bandoso sempat mengalami satu lagi pergantian sub aliran, namun mereka menyikapinya sebagai masa transisi dari Gothik Metal ke Atmospheric Black Metal. Mereka menyebutnya Atmospheric Gothic Black. Data ini bisa dilihat pada foto poster dan sampul album musik Bandoso yang pertama, Kegelapan dalam Keabadian (2004): di bawah logo (tulisan nama kelompok) Bandoso tercantum tulisan Atmospheric Gothic Black.

53 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 5. Anggota kelompok musik Bandoso sekarang (dari kiri ke kanan: Yunus Nasruddin, Pinthus Petrozza, Agung “Nonot” Pranawa, Teuku Lian dan Ichsan Adhi S) Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Bandoso dalam lirik-lirik lagunya menceritakan tentang hidup, penciptaan alam semesta, kesejatian manusia dan ketidakabadian dunia. Berawal dari kesadaran mereka atas ketidakabadian, bahwa setiap manusia pada akhirnya pasti mati, muncullah nama Bandoso (bandosa) yang dalam bahasa Indonesia berarti keranda mayat. Mereka merepresentasikan dunia kematian atau kehidupan setelah mati; menjadi ”mayat hidup” untuk mengingatkan manusia, yang masih hidup, tentang kesejatian hidup manusia. Agar mereka ingat sangkan paraning dumadi, dari mana dan akan ke mana akhirnya setelah maut menjemput. ”Kalau Black

Metal Eropa kan paganisme, memuja alam, kami di sini memuja yang menciptakan alam (Tuhan),” kata Ichsan.

Bandoso lewat musik-musiknya menyerukan tentang kebaikan hidup.

Mereka “berdakwah” dengan menggunakan Black Metal sebagai ”kendaraannya”.

54 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Mereka melandaskan kepercayaan mereka atas kebaikan hidup dan kesejatian manusia dari moralitas agama Islam80, meskipun tidak secara eksplisit terlihat dalam lirik maupun aksi panggung mereka.

Bandoso tidak secara eksplisit menunjukkan moralitas agama Islam sebab mereka percaya bahwa sejatinya semua agama menyerukan kebaikan hidup yang sama. Dan karena mereka berniat menyerukan tentang kemanusiaan maka mereka tidak menyematkan identitas agama tertentu (keislaman) dalam lirik-lirik lagu mereka. ”Kami memang merepresentasikan tentang kematian, menyimbolkannya, tetapi kami tidak merepresentasikan diri sebagai darkness. Kami ini lightness saja..” kata Nonot sambil tertawa.

Bandoso tetap menyatakan diri sebagai kelompok musik Black Metal meskipun mereka mengaku menggunakan aliran musik ini sebagai “kendaraan dakwah”. Mereka memainkan musik Atmospheric Black Metal, menggunakan teknik vokal scream (shrieking), menggunakan corpsepaint, memakai wristband

(bracer), spike, jaket kulit dan sepatu boot81. Mereka juga memasukkan ikon-ikon

Jawa tradisional dalam merchandise yang mereka pakai dan yang mereka jual82, misalnya simbol angka atau huruf yang dicetak dalam aksara Jawa.

Sejak awal berdirinya hingga sekarang, kelompok yang sekarang beranggotakan Pinthus Petrozza (vokal), Agung “Nonot” Pranawa (gitar), Yunus

Nasruddin (bass), Ichsan Adhi S. (keyboard) dan Teuku Lian (drum) ini sudah

80 Semua anggota Bandoso beragama Islam. 81 Sebelum membeli jaket hitam panjang (semacam jas hujan) sebagai kostumnya Ichsan sempat menggunakan ziphood hitam , jamper berkerudung, yang dibalik pemakaiannya (bagian dalam dibalik menjadi luar –untuk menutupi gambar sablon ziphoodnya). 82 Bandoso membuat dan menjual berbagai produk merchandise yang bernuansa ekstrim metal. Sekarang (2012) mereka sedang menyiapkan sebuah distro yang mereka namai Graveworm.inc.

55 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menelorkan dua album musik indie yang bertajuk Kegelapan dalam Keabadian

(2004) dan Semesta Paradoks (2012), tiga album kompilasi yang bertajuk Union of Eastern Legacy 2 (2007), Konfrontasi Maksimal (2008) dan Benefit for

Sinabung (2010), serta satu rekaman live performance yang diberi tajuk Totally

Destroy Manahan (2007).

Bandoso ini tidak terlalu peduli dengan pengkotak-kotakan sub aliran

Black Metal. Di antara berbagai varian Black Metal, Bandoso memilih berada di tengah-tengahnya. Mereka juga mengaku tidak mengambil begitu saja simbol dan ideologi pergerakan Black Metal dari tanah asalnya, sebagaimana pernah mereka lakukan di awal-awal terbentuknya kelompok ini. “Kami sudah punya ideologi sendiri,” kata Ichsan.

Rupanya itulah jawaban mengapa Bandoso tidak lagi menyematkan simbol-simbol antikrist dalam berbagai produk visual mereka. Mereka merasa bahwa simbol-simbol tersebut justru kontradiktif dengan niat mereka dalam bermusik. Bandoso tidak menggunakan simbol agama atau anti agama tertentu untuk menyerukan tentang kebaikan hidup dan kesejatian manusia.

”Kami menjadi Black Metal ketika beraksi di atas panggung. Setelah turun panggung kami kembali menjadi bagian dan sama seperti masyarakat lainnya.” demikian kata Nonot.

56 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB III

Simbol Identitas Makam dan Bandoso

Bab III berisi paparan data visual Makam dan Bandoso. Berbagai produk ikonik dan visual performance kedua kelompok ini didekati dengan menggunakan konsep yang dikenalkan oleh Roland Barthes: studium dan punctum. Studium sejajar dengan saat perseptif, ketika kita meraba-raba, mengeksplorasi dan mencocokkan kode-kode dalam diri kita dengan kode-kode yang ada dalam objek visual, sedangkan punctum adalah saat kita bergerak dan berhenti pada satu titik yang menggemaskan kita dan merefleksikannya dengan bahasa sendiri sejauh itu membantu mengembangkan subjektivitas kita83.

Paparan ini adalah perjalanan saya membaca visualitas Makam dan

Bandoso hingga merefleksikannya. Dari semiotika positiva ke semiotika negativa; studium ke punctum.

A. Membaca Visualitas Makam dan Bandoso

Studium. Pada saat perseptif ini data visual Makam dipaparkan dalam empat bagian: representasi kekuatan alam pada logo, artwork “kejawen” pada produk merchandise, fesyen panggung, dan imaji fotografi. Sedangkan data visual

Bandoso dipaparkan dalam dua bagian: aplikasi artwork visual pada merchandise dan logo, serta menimbang eksistensi dan rasa nyaman dalam fesyen panggung.

83 Lihat, Sunardi, St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal. hh.190-202.

57 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Dari data-data ini terbaca keberadaan Makam dan Bandoso sebagai kelompok subkultur anak muda dan sekaligus bagian dari kebudayaan populer pada umumnya.

1. Makam a. Representasi Kekuatan Alam pada Logo Makam

Setelah menanggalkan nama lamanya, Sucker Grave, Makam mencoba membuat logo kelompok (1995). Kristian, salah seorang pendiri kelompok ini, adalah orang pertama yang mendesain logo Makam. Desain logo Makam ini berupa tulisan nama kelompok yang diestetisasi (lihat Gambar 6), dengan tulisan

“Brutal Grind Area”84 sebagai tag line di bawahnya. Namun sampai akhirnya

Kristian mengundurkan diri dari Makam, tahun 1997, artworknya belum pernah dipublikasikan sebagai logo kelompok85.

Logo Makam pertama kali dipublikasikan pada tahun 1997, bebarengan dengan rilis album musik mereka yang pertama (demo album), Sympathy for the

Beast. Logo yang disematkan pada sampul album –fotokopian- ini adalah artwork karya Jiwo yang visualisasinya merujuk pada logo Makam yang pertama (artwork

Kristian)86.

84 Tag line tersebut akhirnya dihilangkan setelah Jiwo mengritiknya: Makam bukan Grind Core! 85 Artwork Kristian ini sebenarnya pernah dipublikasikan namun bukan sebagai logo kelompok. Karya Kristian ini dicetak dan disebarkan sebagai artwork produk merchandise (stiker). 86 Ketika merilis album mereka yang pertama ini Kristian sudah mengundurkan diri dari Makam.

58 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 6. Logo Makam yang pertama (1995), tidak dipublikasikan. Artwork karya Kristian.

Gambar 7. Logo Makam transisi, tidak dipublikasikan. Artwork karya Jiwo.

Gambar 8. Logo Makam yang kedua, dipublikasikan pada rilis album yang pertama, Sympathy for the Beast (1997). Artwork karya Jiwo. Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Sepintas bentuk logo Makam yang pertama (lihat Gambar 6) dan yang kedua (lihat Gambar 8) terlihat mendekati sama namun kalau diperhatikan lebih seksama ada perbedaan yang cukup menonjol di antara keduanya. Logo Makam

59 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

yang pertama condong terlihat seperti jaring (sarang) laba-laba yang membentuk tulisan, sedangkan logo Makam yang kedua mempersepsikan gerumbulan pohon atau belukar yang membentuk tulisan „makam‟ dengan sepasang tanduk di atasnya.

Terciptanya logo Makam yang kedua ini berkait dengan pengalaman substansif Jiwo merasakan kehadiran hantu banaspati87. Jiwo melihat, pada suatu malam, di antara celah-celah gerumbulan pohon (belukar) muncul larik-larik cahaya. Dia menggambarkannya seperti larik-larik cahaya dari balik rana88

(cahaya yang menerobos celah-celah anyaman rana), atau seperti cahaya yang membentuk bayangan wayang kulit di sebalik layar.

”Jadi saya kan melihatnya dari celah-celah gerumbul. Jadi ide itu muncul

(dari) saya membayangkan dari antara gerumbul itu muncul sesuatu yang jahat, sesuatu yang saya nggak tahu.” kata Jiwo89. Baru kemudian, setelah menghubungkannya dengan folklor masyarakat Jawa yang mengisahkan tentang kehadiran banaspati akhirnya dia meyakini pengalaman tersebut sebagai peristiwa perjumpaan dengan (kehadiran) banaspati.

Berangkat dari ide tersebut Jiwo memodifikasi logo Makam sebelumnya

(artwork Kristian), mendekatkan visualisasinya dengan imaji cahaya di antara

87 Hantu ini dalam folklor masyarakat Jawa digambarkan seperti buta (raksasa) yang posisi tubuhnya terbalik, berdiri di atas kedua tangannya, berambut api dan berlidah menjulur, namun tidak jarang juga digambarkan berbentuk nyala api yang semakin lama semakin membesar. Representasi visual hantu banaspati yang digambarkan seperti buta ini di antaranya bisa dilihat pada wayang setanan dan gambar umbul. 88 Rana adalah istilah dalam bahasa Jawa untuk menyebut sebuah produk meubeler yang difungsikan sebagai partisi atau semacam penyekat ruangan. Biasanya di bagian tubuh rana ini dibuat terawang, misalnya dari bahan anyaman yang tidak terlalu rapat. 89 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 3 Agustus 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

60 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

belukar90. Untuk menabalkan kesan ”sesuatu yang jahat” ditambahkan ikon tanduk pada artwork. Ikon tanduk dalam Black Metal merupakan representasi dari sesuatu yang jahat, penebar teror.

Pada visualisasi sampul album musik Sympathy for the Beast selain logo dihadirkan pula imaji Leak Api atau Endeh sebagai gambar sampul. Ikon hantu dalam folklor masyarakat Bali ini dihadirkan karena dianggap serupa dengan banaspati91. Akhirnya, selain menghadirkan logo yang merepresentasikan kehadiran banaspati (sesuatu yang jahat dan penebar teror) Makam juga mengambil ikon Endeh (yang serupa dengan banaspati) pada sampul album perdana mereka ini (lihat Gambar 9).

Gambar 9. Sampul album musik perdana (demo album) kelompok Makam (1997). Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

90 Hasil modifikasi awal bentuk logo dari artwork Kristian bisa dilihat pada gambar logo Makam transisi. Sudah dirancang desain logonya namun belum dipublikasikan. Akhirnya logo tersebut disempurnakan lagi menjadi logo Makam yang kedua, dan dipublikasikan. 91 Selama proses pembuatan logo Makam yang kedua (1995-1997) Jiwo mencari banyak informasi tentang hantu banaspati. Di antara berbagai informasi yang didapat, akhirnya menemukan sebuah gambar dan cerita yang serupa dengan banaspati, namun dalam folklor masyarakat Bali: Endeh, yang juga disebut Leak Api.

61 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Logo Makam masih terus berubah, selaras dengan tema atau judul album musik yang dirilis92. Pada sampul CD album mereka yang bertajuk Makabre

Amuletha (2000)93 logo Makam terlihat berbeda dengan logo pada album

Sympathy for the Beast. Visualisasi logo Makam yang ketiga ini (artwork karya

Jiwo) dipengaruhi oleh konsep inhumanity, anti human-anti life produk-produk ikonik True Norwegian Black Metal (TNBM)94. Jiwo merujuk pada ikon-ikon simbol perlawanan TNBM dalam membuat desain logo Makam yang disebutnya

“anti antropos”. “Kebetulan Antropos itu karya, siapa itu, Michaelangelo. Saya balik.” kata Jiwo95. Yang dimaksud Jiwo sebenarnya adalah drawing karya

Leonardo Da Vinci yang berjudul The Vitruvian Man (1487)96.

92 Album Sympathy for the Beast bertemakan banaspati maka visualisasi logo dan sampul albumnya disesuaikan dengan tema tersebut. 93 CD album Makabre Amuletha ini diproduksi sendiri (rekaman di studio Biru, Surakarta) tahun 2000. Album ini, setelah CD album habis terjual, pada tahun 2003 diproduksi ulang oleh KGM Production (indie label), Kudus, Jawa Tengah, namun dalam bentuk kaset. Pemaknaan nama Makam sebagai, atau kependekan dari, Makabre Amuletha (pajimatan kang hamurba ing pati) baru dimulai pada proses pembuatan album ini. 94 Jiwo mengakui bahwa pada waktu itu dia banyak dipengaruhi oleh True Norwegian Black Metal (TNBM). Sebutan TNBM menunjuk pada kelompok-kelompok musik yang beraliran Black Metal di Norwegia pada sekitaran tahun 1990an. Kelompok-kelompok tersebut di antaranya: Mayhem, Darkthrone, Burzum, Immortal dan Emperor. Mereka dikenal melakukan perlawanan yang kuat terhadap dominasi kebudayaan Kristen di Norwegia. Mereka menggunakan simbol-simbol antikrist dan pagan, sebagai simbol perlawanan, dalam berbagai produk visual mereka (ikonik maupun performance), di antaranya salib terbalik, angka ‟666‟, pentagram terbalik dan lain-lain. Perlawanan tersebutlah yang memunculkan slogan anti human-anti life sebagai lawan dari konsep kemanusiaan dan kehidupan dalam wacana agama Kristen di Norwegia. 95 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 3 Agustus 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta. 96 The Vitruvian Man adalah judul drawing karya Leonardo Da Vinci yang dibuat pada tahun 1487. Karya drawing ini oleh Da Vinci dijadikan semacam pembelajaran tentang proporsi manusia yang merujuk dari catatan Vitruvius, seorang arsitek Romawi Kuno. Vitruvius menggambarkan manusia sebagai sumber utama proporsi arsitektur klasik. The Vitruvian Man merupakan contoh sebuah karya seni yang dihasilkan dari pertemuan antara seni dan ilmu selama era Renaisans di Eropa. Meskipun Da Vinci merujuk catatan-catatan Vitruvius namun dia juga melakukan modifikasi terhadap pengukuran ideal proporsi manusia versi Vitruvius, sebab menurutnya tubuh manusia tidak seproporsional ukuran-ukuran Vitruvius. Da Vinci memaknai drawing karyanya ini sebagai cosmografia del minor mondo (kosmografi kecil): kerja tubuh manusia merupakan analogi kerja alam semesta. (sumber: http://fikriansyahblog.blogspot.com/2010/04/da-vincis-vitruvian- man.html)

62 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar The Vitruvian Man dengan posisi terbalik (kepala di bawah) dipakai sebagai salah satu unsur visual logo Makam yang ketiga dan dijadikan simbol inhumanity atau “anti antropos”. Kata „anti‟ dalam “anti antropos” ini rupanya diterjemahkan dalam gambar sebagai „keterbalikan‟, serupa dengan ikon salib terbalik yang menunjuk pada simbol antikrist.

Pengaruh TNBM memang terlihat pada visualisasi logo kelompok ini97, namun disamping itu terlihat pula upaya mereka memodifikasi simbol-simbol

TNBM yang mempengaruhi dengan menghadirkan ikon lain (The Vitruvian Man) yang sebelumnya tidak digunakan dalam tradisi simbol visual Black Metal (lihat

Gambar 10). Jiwo menyisipkan ikon di luar tradisi simbol Black Metal ini karena dia merasa bahwa konteks ”perjuangan” Makam agak berbeda dengan TNBM.

Makam tidak mempunyai persoalan dengan dominasi kebudayaan Kristen seperti yang dilawan oleh TNBM di Norwegia.

Makam menginterpretasi konsep inhumanity, mengadopsi gerakan TNBM

(khususnya yang pagan) dan menggunakan ikon The Vitruvian Man terbalik dalam logo kelompok sebagai upaya mereka menyerukan kehidupan lewat simbol-simbol yang merepresentasikan dunia kematian; mengajak khalayak untuk mengingat kematian sehingga bisa menghargai kehidupan; mengkritisi sisi lemah manusia dan menyerukan tentang manusia unggul, munculnya manusia-manusia bermental pejuang (troops); dan menyadari keberadaan manusia sebagai bagian dari alam. Pada periode ini Makam sudah mulai menyatakan diri sebagai

The Vituvian Man ini juga dijadikan gambaran tentang ilmu pengetahuan yang secara khusus berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang disebut Antropometri (sumber: http://kafeilmu.com/2011/01/lebih-jauh-tentang-pengertian-antropometri.html). 97 Terlihat pada dimunculkannya ikon pentagram terbalik dan dibaliknya gambar The Vitruvian Man sebagai ikon Anti Antropos.

63 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kelompok musik Black Metal pagan. Mereka mulai memaknai kegiatan mereka sebagai Kedjawen Pagan Front (1998).

Jiwo mengklaim bahwa kelompoknya adalah satu-satunya kelompok musik Black Metal yang menggunakan ikon The Vitruvian Man terbalik. ”Ya memang di awal-awal itu pengaruh dari luar tentang fenomena pentagram, lalu inverted pentagram itu sangat sangat kuat. [...] jadi saya boleh katakan bahwa awalnya tuh justru kita yang mengangkat tema visual karya Michaelangelo

(maksudnya: Leonardo Da Vinci) terbalik itu, hanya kita. Soalnya yang dari influence kita yang di Eropa itu justru menggunakan simbol-simbol antikrist. Jadi yang menggunakan simbol salib terbalik itu yang cenderung dominan.” kata

Jiwo98. Logo Makam yang ketiga ini merupakan kolase dari ikon pentagram terbalik, ikon The Vitruvian Man terbalik dan tulisan nama kelompok (Makam) hasil modifikasi dari logo sebelumnya.

Gambar 10. Logo Makam yang ketiga (2000). Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

98 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 3 Agustus 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

64 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Logo Makam yang ketiga ini masih senapas dengan kecenderungan visual logo-logo sebelumnya. Bentuk tulisan nama kelompok merepresentasikan gerumbul dan cahaya di antara sengkarut belukarnya; ikon tanduk menekankan kesan „sesuatu yang jahat dan teror‟; ikon The Vitruvian Man terbalik disepadankan dengan banaspati, hantu, yang konon sikap tubuhnya juga terbalik dan anti human; ditambah dengan ikon pentagram terbalik untuk menunjukkan keberadaan Makam sebagai bagian dari komunitas Black Metal dunia. Logo ini merupakan salah satu simpul dari jaring evolusi logo-logo Makam yang sudah dan akan dibuat.

Penggunaan ikon lain, di luar tradisi ikonik simbol Black Metal, juga muncul pada digunakannya ikon burung gagak reraton sebagai logo sekunder

(lihat Gambar 11). Ikon burung gagak reraton ini pertama kali muncul pada merchandise (kaus) ulang tahun Makam yang ke-10 (2005). Kehadiran burung gagak ini, dalam folklor masyarakat Jawa, dipercaya menjadi pembawa kabar kematian: di sekitar wilayah yang dikitarinya bakal ada orang yang meninggal.

Jiwo mengambil ikon ini karena, selain selaras dengan nama kelompoknya

(Makam) yang sama-sama bernuansa “kematian”, ikon burung gagak reraton secara visual, dibandingkan dengan ikon kepala kambing, lebih pas diterapkan pada logo sekunder mereka yang hanya menggunakan outline huruf „M‟ (inisial

Makam). “[…] pengin menguatkan ikon ‟M‟. Jadi kan kebiasaan saya di Black

Metal itu harus ada inisial. Karena kalau ditulis, itu sebagai pengganti logo.

Sebenarnya seperti itu. Hanya masalah teknis. Teknis kepentingan. Nggak perlu

65 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menampilkan logo tapi cukup mengingat, apa istilahnya, ada logo kedua yang menggantikan.” kata Jiwo99.

Gambar 11. Artwork yang mengambil ikon gagak reraton (kiri) dikolasekan dengan desain logo Makam yang ketiga (kanan). Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Ikon gagak reraton, pada tahun 2005, sempat dikolasekan pada logo

Makam yang ketiga. Kurang lebih satu tahun kemudian, setelah muncul logo

Makam yang keempat, ikon gagak reraton ini berdiri sendiri sebagai logo sekunder (logo pengganti). Diaplikasikan dalam bentuk pin (merchandise), dan badge yang ditempel pada samir (selempang)100.

Visual logo Makam yang keempat (antara 2006-2007) terlihat sangat berbeda dengan logo-logo Makam sebelumnya. Visualisasi logo Makam yang keempat ini sangat dipengaruhi oleh Darkthrone, kelompok musik Black Metal dari Norwegia (lihat Gambar 12). Jiwo pernah sangat terkesan dengan

Darkthrone: dipelajarinya sejarah kelompok ini, termasuk sejarah penamaan dan

99 Ibid. Tanggal 28 September 2012. 100 Samir yang ditempeli badge gagak reraton dibuat bebarengan dengan digunakannya ikon tersebut pada logo Makam yang ketiga. Setiap kali pentas Jiwo, sebagai vokalis, selalu memakai samir ini sebagai aksesori.

66 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

logonya. Nama Darkthrone, tahta kegelapan, dan visualisasi logo kelompok ini lahir dari fenomena badai salju di Norwegia yang dinamakan blizzard beast.

Kilatan-kilatan cahaya (petir) di langit yang gelap, yang mengawali terjadinya blizzard beast, menginspirasi nama Darkthrone dan visualisasi logo mereka.

Jiwo tidak menjiplak begitu saja logo Darkthrone. Selama proses pembuatan logo Jiwo mencoba mencari informasi jenis badai, yang terjadi di

Jawa, yang bisa disepadankan dengan blizzard beast di Norwegia. Akhirnya dia mendapat cerita tentang cleret tahun. Menurut informasi yang didapat, cleret tahun adalah semacam puting beliung yang muncul dalam rentang satu tahunan.

Biasanya badai ini muncul dalam suasana hujan yang tidak terlalu deras dan langit gelap tertutup mendung pekat. Sebelum angin badai datang diawali dengan munculnya kilatan-kilatan petir yang menyambar-nyambar rendah, horisontal dan zig-zag. Cleret tahun biasanya muncul di daerah-daerah terbuka; di persawahan, lembah atau ngarai. ”[...] tapi saya cuma menggabungkan informasi, mungkin seperti itu. Bulatan cahaya yang mengawali datangnya cleret tahun tadi itu biasanya kalau menghantam sesuatu itu meledak. Menimbulkan efek bakar yang mirip dengan petir juga. Jadi terus saya membayangkan, mungkin petirnya belok, jadinya horisontal gitu. Waktu itu. Sampai sekarang saya juga belum pernah menemukan dan mengalami sendiri.” kata Jiwo.101

Agak berbeda dengan informasi yang didapat Jiwo, menurut Muchus Budi

Rahayu, wartawan detik.com, dan Bibit ”Jrabang” Waluyo, pelukis, yang pernah menyaksikan peristiwa cleret tahun di desa masing-masing, badai ini tidak

101 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 3 Agustus 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

67 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dibarengi dengan kilatan-kilatan atau sambaran-sambaran petir. Pusaran angin ini biasanya dimulai dari atas, menggantung di angkasa, di antara langit gelap

(mendung). Kalau pusaran angin menguat, puting beliung ini akan turun ke bawah menjadi badai (cleret tahun) yang dibarengi dengan hujan deras.102

Visualisasi logo Makam yang keempat ini adalah representasi kilatan- kilatan petir, seperti logo Darkthrone yang merepresentasikan blizzard beast di

Norwegia. Kalau pada logo-logo sebelumnya hanya menggambarkan larik-larik cahaya dari balik belukar, kali ini visual logo Makam lebih bercahaya103. ”Kilatan itu lebih saya tegaskan lagi. Jadi sesuatu yang, saya mau menyampaikan bahwa

Makam yang sekarang itu lebih energizing, lebih meletup-letup, lebih memercikkan power. Nah, ide energizing ini kan harus saya sinkronkan dengan apa yang sejak awal, ide dasar dari awal, tentang ide cahaya itu.” kata Jiwo104.

Logo Makam sejak awal berkutat pada persoalan cahaya yang muncul dari alam sebagai wujud kekuatan alam, baik pada saat Makam merepresentasikan pengalaman substantif Jiwo mengalami perjumpaan dengan banaspati maupun ketika merepresentasikan kilatan-kilatan petir. Banaspati, oleh Makam, tidak hanya dimaknai sebagai sosok hantu yang menyeramkan saja tetapi juga didudukkan sebagai bagian dari kekuatan alam, seperti halnya cleret tahun. Inilah yang dimaksud oleh Jiwo tidak asal seram ketika menghadirkan ikon hantu pada

102 Wawancara dengan Muchus Budi Rahayu dan Bibit ”Jrabang” Waluyo pada tanggal 2 Oktober 2012 di kediaman Muchus Budi Rahayu, Jl. Mangga Raya F.3, Perum Klodran Indah, Surakarta. 103 Pada salah satu desain merchandise kelompok ini (yang rencananya akan dibuat seperti wayang kulit, dipahat dan disungging di lembaran kulit sapi) muncul lagi imaji belukar pada logo Makam. Visualisasi belukar tersebut dibuat menjadi seperti pamor. 104 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 3 Agustus 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

68 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

produk visual kelompok Black Metal; hantu yang dianggap sebagai sesuatu yang jahat, teror, menyeramkan dan chaotic ini merupakan personifikasi dari kekuatan alam.

Gambar 12. Logo Makam yang keempat (kiri) dan logo Darkthrone (kanan), kelompok musik Black Metal dari Norwegia. Sumber: Dokumentasi kelompok Makam (kiri) dan http://www.metal- archives.com/bands/Darkthrone/146 (kanan)

Pada awal dibuatnya logo Makam yang keempat ini, di bagian tengah logo terdapat garis yang membentuk huruf ‟M‟. Huruf „M‟ ini merupakan hasil peluruhan ikon gagak reraton yang pernah disematkan di tengah logo Makam yang ketiga. Garis yang membentuk „M‟ ini akhirnya juga meluruh, hilang dari logo Makam yang terakhir105. Jiwo sendiri tidak tahu pasti kapan mulai luruh dan hilangnya ikon huruf „M‟ ini. Awalnya hanya persoalan teknis: ikon huruf ‟M‟ ini, karena garis pembentuknya tipis, saat dicetak (dalam poster dan media publikasi cetak yang lain) seringkali hilang dan atau tidak sempurna bentuknya. Akhirnya, karena dirasa justru mengotori hasil cetak logonya, disebabkan bentuknya yang tidak sempurna atau justru hilang tanpa disengaja, maka diputuskan untuk

105 Logo Makam yang dipakai hingga saat penelitian ini berlangsung.

69 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menghilangkannya saja sekalian. Akhirnya, sejak tahun 2010 logo yang resmi digunakan oleh Makam adalah logo keempat tanpa ikon huruf ‟M‟ di tengahnya

(lihat Gambar 13).

Gambar 13. Logo Makam sekarang, tanpa outline ‟M‟ Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Logo Makam yang muncul pada beberapa poster perhelatan musik underground memang kadang terasa tidak konsisten. Logo Makam tanpa ikon huruf ‟M‟ sudah muncul pada tahun 2007 namun hilang lagi dan muncul lagi pada era setelah pementasan Makam di Malaysia (2009)106. Bahkan tidak jarang yang dipasang di poster bukan logo kelompok tetapi artwork produk merchandise

(kaus). Selain persoalan teknis pada produksi media publikasinya (cetak), ini juga bisa terjadi karena kadang ada panitia penyelenggara perhelatan musik underground yang mengambil begitu saja –yang dianggap- logo Makam dari situs

106 Logo Makam tanpa ikon huruf „M‟ pada tahun 2007 sudah digunakan oleh Makam pada katalog merchandise yang diterbitkan oleh Kartel, namun pada poster pementasan Makam di Malaysia, Manikamaya Ekspedisi Pamalayu 2009, logo dengan ikon huruf „M‟ muncul lagi. Poster tersebut dibuat oleh panitia penyelengara (Malaysia). Sangat mungkin, menurut Jiwo, ini terjadi karena panitia tersebut mengambil dari situs web Makam tanpa mengkonfirmasikan logo yang secara resmi digunakan oleh Makam.

70 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

web kelompok ini untuk dipasang di poster107 tanpa konfirmasi kepada pihak official Makam. Akhirnya tidak hanya salah mengambil logo, yang secara resmi sudah tidak digunakan lagi oleh Makam, tapi juga kadang keliru mengambil artwork yang bukan logo.

b. Artwork “Kedjawen” pada Produk Merchandise

Makam, sejak kemunculannya hingga sekarang, telah memproduksi cukup banyak artwork visual, baik yang diaplikasikan sebagai logo, aksesoris kostum, sampul kaset, poster, foto dan merchandise. Hampir semua artwork visual kelompok ini didesain dan dibuat oleh Jiwo108. Ada beberapa artwork yang dibuat oleh orang lain (setelah Kartel terbentuk), namun gagasan visualnya dari Jiwo.

Merchandise yang diproduksi dan dijual Makam (Kartel) kebanyakan berupa kaus dan jamper (wing-hooded sweater)109.

Pada tahun 2007 Makam merilis beberapa seri kaus (merchandise), di antaranya seri Ram of (kaus), Taksaka (kaus), Kumbokarno (kaus),

Kayon (jamper) dan Surya Majapahit (kaus). Selain merchandise dalam bentuk kaus dan jamper, Makam juga membuat satu merchandise dalam bentuk celana dalam, g string, yang pada bagian depannya diberi aksesori berbentuk menyerupai huruf ‟M‟ dengan tanda silang di tengahnya. Mereka membuat g string ini karena

107 Menginformasikan kepada khalayak bahwa Makam adalah salah satu kelompok penampil dalam perhelatan musik underground tersebut. 108 Debut awal Jiwo dalam pembuatan produk-produk ikonik Makam diawali dari pembuatan logo Makam yang kedua dan sampul album musik pertama kelompok ini, Sympathy for the Beast (termasuk media publikasinya). 109 Makam sebenarnya juga pernah merilis merchandise dalam bentuk stiker dan pin. Stiker pernah dibuat pada awal-awal terbentuknya Makam. Dibagikan gratis. Sedangkan pin hanya dibuat dalam tiga seri (dua pin seri Gagak Reraton dan satu pin seri logo Makam).

71 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menganggapnya tidak biasa; tidak ada kelompok musik Black Metal di Indonesia yang merilis merchandise dalam bentuk produk ini.

Pada tahun yang sama ini pula Makam membuat logo, dengan menggunakan aksara jawa ‟Ma‟, yang rencananya memang dibuat sebagai unsur visual artwork dan dicetak pada produk-produk merchandise rilisan mereka. Logo

‟Ma‟ ini digagas oleh Jiwo dan divisualisasikan oleh Heri Supriyanto, artworker yang bekerja pada Kartel. Logo ‟Ma‟ yang dibuat oleh Heri ini terlalu mirip dengan logo Bentara Budaya (lihat Gambar 14).

Gambar 14. Logo Makam (kiri) dan logo Bentara Budaya (kanan) Sumber: Dokumentasi Kartel Black Dealer (kiri) dan dokumentasi Balai Soedjatmoko (Bentara Budaya) Surakarta (kanan)

Logo ini akhirnya tidak berumur panjang. Hanya dipakai pada produk- produk merchandise (kaus dan jamper) rilisan tahun 2007 lalu tidak digunakan lagi setelahnya. Logo „Ma‟ ini dianggap kurang berhasil merepresentasikan identitas Makam, di antaranya karena ada kesan menjiplak logo lembaga lain.

”Agak dipaksakannya karena mendekati logo Bentara (Bentara Budaya). Itu yang

72 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

saya tidak bisa jawab itu mas. Itu satu. Kedua, ini sebenarnya bunyinya

‟makama‟. Tapi alasan pembuatnya, si Heri, itu memang, ini sebenarnya ‟makam‟ mas. Ini dipangku tapi tidak putus.” kata Jiwo110.

Kaus seri Ram of Java merupakan produk merchandise yang mereka banggakan (lihat Gambar 15). Artwork ini mengadopsi mitologi dewa kesuburan dalam kebudayaan Babilonia, Ram of Mendes (divisualisasikan seperti sesosok laki-laki telanjang yang berkepala dan berkaki kambing –yang juga dikenal sebagai Baphomet). Ram of Mendes ini dimodifikasi oleh Jiwo dengan merujuk pada mitos kesuburan dalam kebudayaan Jawa, yang biasanya dipersonifikasikan sebagai perempuan (misalnya, mitos ), menjadi Ram of Java.

Gambar 15. Kaus seri Ram of Java Sumber: Dokumentasi Kartel Black Dealer

Artwork kaus ini menggambarkan sesosok perempuan bersayap yang berkepala dan berkaki kambing. Telanjang. Duduk di atas bola dunia dengan

110 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 3 Agustus 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

73 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

hanya mengenakan selembar kain jarit. Artwork tersebut disablon di kaus dengan sepotong kain jarit yang dijahit menimpahi gambar. ” Ini sangat booming waktu itu. Sampai sekarang masih banyak (yang mencari).” kata Jiwo111. Kaus ini oleh

Makam dijadikan “poster berjalan”, propaganda, yang menyerukan agar manusia menyeimbangkan perilaku hidupnya, membentuk interaksi yang harmonis antara manusia (mikrokosmos) dan alam (makrokosmos).

Makam sebagai kelompok musik Black Metal yang sekaligus Kedjawen

Pagan Front mencoba menunjukkan “identitas” mereka lewat berbagai produk visual yang mereka buat, di antaranya dengan menghadirkan beberapa artefak lama budaya Jawa dalam artwork produk merchandise mereka. Artwork yang dirilis oleh Makam (Kartel) dalam berbagai produk merchandise mereka semuanya mempunyai nuansa simbol identitas Jawa yang stereotip.

Gambar 16. Jamper seri Kayon Sumber: Dokumentasi Kartel Black Dealer

111 Ibid.

74 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Produk ikonik Makam, yang diaplikasikan pada merchandise, kebanyakan merujuk (ide visual) pada visualitas wayang kulit. Jamper seri Kayon adalah produk merchandise awal Makam yang merujuk pada wayang kulit (lihat Gambar

16). Jiwo mengambil ikon kayon atau gunungan (wayang kulit), dimodifikasi, dijadikan artwork kemudian diaplikasikan pada jamper; ikon-ikon binatang dalam isian kayon diganti dengan ikon-ikon jenis binatang malam112 dan ditempeli logo

„M‟ di tengah-tengah kayon. Penggantian isian kayon ini rupanya untuk menegaskan identitas Makam sebagai ”darkness”.

Pengambilan ikon kayon ini, menurut Jiwo, didasarkan pada ide alpha dan omega: awal dan akhir. ”[...] di Sala minimal, belum ada yang berani menyatakan apa itu Black Metal tapi kami sudah memulainya, jadi saya anggap, kalau boleh meminjam istilah, GR (gede rasa) nya, mungkin kami adalah yang pertama. Dan saya harapkan ke depan Makam juga, sampai nantinya [...] menjadi aliran yang tidak populer lagi ya Makam tetap seperti ini.” kata Jiwo113. Makam mengawali tren Black Metal di Surakarta, turut mendorong kejayaannya, mengalami kesurutannya dan merasa bakal menjadi kelompok musik Black Metal “penutup” di kota ini. Kelompok ini merasa menjadi seperti kayon dalam pewayangan: mengawali, membabaki sampai akhirnya menandai selesainya pergelaran. Seluruh artwork seri kayon yang dirilis oleh Makam didasarkan pada ide ini.

112 Ada satu ikon ayam jago di dalamnya. Menurut pengakuan Jiwo, dia tidak sengaja menggambarkannya. Pertimbangannya hanya persoalan masih ada ruang kosong yang harus diisi gambar. Namun ”ketidaksengajaan” ini membuat kayon ini terasa agak janggal, setidaknya bagi Jiwo sendiri: bintang-binatang yang digambarkan pada kayon ini tidak lagi bisa disebut binatang- binatang malam gara-gara ada ikon ayam jago di antaranya. 113 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 19 Oktober 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

75 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Selain seri Kayon, artwork yang merujuk pada wayang kulit adalah seri

Garuda Taksaka dan Kumbokarno (lihat Gambar 17). Ikon Garuda Taksaka merupakan hasil penggabungan antara imaji burung garuda dan ular pada wayang kulit: ikon ular berkepala burung garuda yang diletakkan di antara tulisan (logo) nama kelompok114. Sementara pada seri Kumbokarno dihadirkan ikon buta

(raksasa); salah satu tokoh penting dalam epos , Kumbokarno, sebagai salah satu unsur visual pada artwork tersebut.

Sifat-sifat buruk manusia dalam masyarakat Jawa tradisional biasanya digambarkan dalam wujud buta atau binatang115. Bukan berarti keduanya tidak mempunyai sifat keperwiraan, hanya saja biasanya karakter keperwiraan keduanya berbeda dengan keperwiraan tokoh-tokoh protagonis. Ikon Garuda

Taksaka merepresentasikan keperwiraan alternatif tersebut, seperti halnya keperwiraan Kumbokarno.

Gambar 17. Kaus seri Kumbokarno (kiri) dan seri Garuda Taksaka (kanan) Sumber: www.kartelstore.com

114 Artwork ini sering keliru dengan logo kelompok. Tidak jarang ada panitia perhelatan musik underground, yang mengundang Makam sebagai salah satu penampil, salah mengira artwork ini sebagai logo resmi Makam dan memasangnya di poster sebagai logo Makam. 115 Terekspresikan dalam berbagai kisah dalam berbagai bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa.

76 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Ikon dua sosok Kumbokarno yang berdiri saling membelakangi ini seakan-akan dihadirkan sebagai ilustrasi dari kalimat berbahasa dan beraksara

Jawa yang terletak di bawahnya. Kalimat tersebut berbunyi ‟ngaluruk tapa bala menang tnapa ngasor hake‟ dan ‟mulat tipama‟. Maksud artwork ini ingin menyematkan tulisan ‟ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake‟ dan ”serat tripama” namun salah menuliskannya116.

Ada tiga tokoh antagonis pada cerita pewayangan yang diangkat dalam serat Tripama sebagai sosok yang patut diteladani, mereka adalah Adipati Karna

(), Kumbokarno (Ramayana) dan Sumantri (Arjuna Wiwaha).

Ketiganya adalah tokoh antagonis dalam kisah masing-masing namun oleh

Mangkunegoro IV, penulis serat ini, mereka justru dijadikan contoh keteladanan sebagai priyayi atau abdi raja. Priyayi harus loyal terhadap tuannya; apa pun yang diperintahkan harus dijalankan meskipun harus mempertaruhkan nyawanya (dan orang-orang terdekatnya) atau bertentangan dengan suara batinnya. Inilah keutamaan priyayi. Adipati Karna, Kumbokarno dan Sumantri dianggap memiliki sifat-sifat keutamaan tersebut.117 ”Saya pribadi, jujur, terinspirasi ke sana. [...] dunia metal dalam imajinasi saya itu dunia yang mirip, kasar, jahat di kulitnya tapi sebenarnya punya jalan, punya tujuan yang tidak selalu sama dengan yang

116 Kalimat tersebut tertulis pada serat Tripama karya KGPAA Mangkunegoro IV. 117 Lihat, Kartodirdjo dkk., Sartono. 1987. Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hh.131-141.

77 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

tampak. Dan itu saya mendapatkan inspirasinya, minimal mendapatkan match

(kecocokan), nilai filosofinya, lewat Tripama.” kata Jiwo.118

Jamper seri Kayon muncul lagi pada tahun 2011. Ada dua seri Kayon yang dibuat pada tahun ini: Kayon II (Kayon Ratriarkha) dan Kayon III (lihat Gambar

18). Kayon Ratriarkha secara visual merujuk pada salah satu jenis kayon kreasi baru dalam wayang kulit yang mempunyai lubang (krowong) di tengah-tengah kayonnya. Seperti pada seri Kayon, Jiwo juga memodifikasi kayon ini. Bentuk kayonnya sama namun ornamentasi dan isiannya berbeda. Di tengah lubang kayon tersebut dihadirkan satu ikon boneka wayang yang, menurut Jiwo, merepresentasikan dirinya sebagai Shiva Ratriarkha (nama panggung Jiwo).

Karena itulah artwork tersebut lalu diberinya nama Kayon Ratriarkha.

Gambar 18. Jamper seri Kayon Ratriarkha (kiri) dan seri Kayon III (kanan) Sumber: www.kartelstore.com (kiri) dan dokumentasi kelompok Makam (kanan)

118 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 19 Oktober 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

78 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Masyarakat Jawa tradisional biasa mengidentifikasikan dirinya dengan salah satu tokoh wayang (Mahabarata atau Ramayana) yang mereka idolakan, seperti misalnya Ki Manteb Sudarsono mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh

Bima. Biasanya tokoh-tokoh protagonis. Namun kali ini Jiwo tidak hanya mengidentifikasi tetapi juga menciptakan tokoh sendiri yang merepresentasikan dirinya sebagai sesosok boneka wayang. Dia memasukkan dirinya menjadi bagian dari dunia pewayangan yang diwewayangkannya.

Garis besar desain artwork seri Kayon III hampir sama dengan Kayon pertama, bedanya pada logo kelompok yang digunakan dan ornamentasi kayonnya. Logo Makam yang digunakan pada Kayon III ini adalah logo paling akhir, yang digunakan hingga saat ini. Kayon III ini dibuat oleh Ageng, mantan artworker Kartel yang sekarang bekerja di Supermafia Distro, Yogyakarta.

Kaus seri Surya Majapahit (lihat Gambar 19) muncul sebagai upaya

Makam mengikuti tradisi Black Metal (pagan) Skandinavian. Kelompok- kelompok Black Metal Skandinavia ini mengambil artefak kebudayaan lama sebagai ikon simbol identitas mereka; artefak yang dipilih biasanya yang dianggap sebagai simbol kejayaan masa lalu komunitas bangsa mereka (sebelum masuknya agama Kristen). Tradisi inilah yang coba diikuti oleh Makam ketika membuat artwork kaus seri Surya Majapahit. Ikon relief ini mereka ambil dari imaji foto salah satu lambang kerajaan Majapahit Jawa yang dikenal dengan nama Surya

Majapahit119.

119 Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Surya_Majapahit.

79 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 19. Kaus seri Surya Majapahit Gambar 20. Kaus seri Garuda Yaksa Sumber: Dokumentasi kelompok Makam Sumber: www.kartelstore.com (kanan)

Garuda Yaksa (2011) adalah artwork berikutnya yang mempunyai semangat yang hampir sama (lihat Gambar 20). Kemunculan artwork ini diawali dari kegelisahan Jiwo mengetahui bahwa wayang kulit ternyata adalah produk kebudayaan Jawa yang lebih baru. Padahal Makam ingin meniru kelompok- kelompok Black Metal Skandinavian, mengambil ikon-ikon kebudayaan yang jauh lebih lama, yang dianggap sebagai puncak-puncak kejayaan komunitas budaya mereka (era kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa). ” Faktor kedua agak emosional. Karena Morbid Angel dari Florida, US. Band Trash Metal dari US itu mengangkat garuda juga. Jadi dari situ saya semakin mempunyai, ditambah dengan semangat emosional tadi, bahwa, wah, kita sudah kecolongan, lalu saya pengin mengangkat garuda.” kata Jiwo120.

Pengambilan ikon Surya Majapahit dan Garuda Yaksa sebagai artwork, terlepas dari pengekoran mereka terhadap tradisi Black Metal Skandinavian,

120 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 19 Oktober 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

80 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menunjukkan upaya Makam menegosiasikan pembayanganan mereka tentang identitas Jawa: antara kejayaan masa lalu dan sekarang. Simbol kejayaan masa lalu (material) dijadikan penambat, seakan-akan identitas (Jawa) adalah sebuah esensi yang sekarang sedang terancam survivalitasnya.

Produk visual Makam agaknya tidak bisa benar-benar lepas dari ikon-ikon wayang kulit. Selain ide awal ikon garuda pada artwork seri Garuda Yaksa sebenarnya juga masih merujuk pada Jatayu (tokoh burung pada epos Ramayana yang juga divisualisasikan pada wayang kulit), pada pembuatan artwork mereka yang terbaru (2012) Makam kembali mengambil ikon kayon.

Kayon IV adalah seri kayon yang paling baru. Artworknya sudah ada namun merchandisenya belum diproduksi sampai sekarang (2013). Seri Kayon IV terdiri dari empat desain (artwork) yang rencananya akan diaplikasikan pada kaus.

Masing-masing artwork merepresentasikan satu elemen alam: kayon pertama menggambarkan gunung Merapi, merepresentasikan elemen api; kayon kedua menggambarkan gunung Lawu, merepresentasikan elemen angin; kayon ketiga menggambarkan hutan Krendawahana, merepresentasikan elemen tanah; dan kayon keempat menggambarkan laut Selatan, merepresentasikan elemen air.

Konsep ini, empat elemen alam, sebelumnya juga digunakan sebagai ide pembuatan artwork yang diberi judul Sotya Kalimah121 (lihat Gambar 21).

121 Sotya oleh Jiwo diartikan sebagai sesuatu yang berharga dan berkilau. Seperti perhiasan tapi bukan. Sementara kalimah (kalimat atau kata-kata) menggantikan penta (lima sudut) dalam pentagram. Dalam bahasa Indonesia Sotya Kalimah (bahasa Jawa) sebenarnya juga bisa diterjemahkan menjadi ‟kata-kata mutiara‟.

81 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 21. Sotya Kalimah, modifikasi dari pentagram terbalik Sumber: www.kartelstore.com

Sotya Kalimah (2011) adalah artwork karya Jiwo hasil modifikasi dari pentagram terbalik, salah satu simbol yang digunakan dalam tradisi komunitas musik Black Metal. Jiwo menganggap bahwa konsep pagan yang ada pada pentagram terbalik sepadan dengan konsep papat kiblat lima pancer dalam paganisme Jawa: keseimbangan dan keharmonisan alam. Setiap sudut bintangnya menunjuk pada empat elemen alam (tanah, api, air, angin) dan satu sudut, bagian bawah, sebagai pancernya. ”Mother Earth yang didewakan dimana Black Metal itu berada kita sebenarnya juga mengenalnya, hanya masalahnya generasi saat ini nggak terlalu mengenal apa itu ibu bumi. Jadi hanya masalah tinggal bagaimana kita melek bahwa kita punya empat unsur itu juga yang sejak dulu sampai

82 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

sekarang masih dijalankan ritual pengkultusan itu. Cuma tidak terangkat karena mungkin jamannya juga berubah.” kata Jiwo122.

Berangkat dari konsep tersebut Jiwo memodifikasi pentagram terbalik menjadi Sotya Kalimah. Bentuknya sama dengan pentagram terbalik yang umum digunakan oleh komunitas Black Metal, bedanya pada artwork ini Jiwo menghadirkan kaligrafi aksara Jawa, yang membentuk imaji kepala kambing, di tengah-tengah pentagramnya (menggantikan imaji kepala kambing Mendes).

Kaligrafi tersebut bertuliskan (dari kiri ke atas lalu ke kanan) bantaha, dahana, warah dan baruna. Kata bantaha dan warah merupakan kesalahtulisan dari maksud kata bantala dan warih.

Setiap kata, menurut Jiwo, menunjuk pada keempat kiblat pedanyangan

(peziarahan, persamadian) dan satu pancer. Bantala (tanah) menunjuk arah utara, merepresentasikan elemen tanah. Situs keramatnya adalah Setra Ganda Mayu atau hutan Krendawahana. Lokasinya ada di daerah Kaliyoso, Sragen. Danyang yang berkuasa bernama Dewi Sang Kalahyuwati. Dahana (api) menunjuk arah barat, merepresentasikan elemen api. Situs keramatnya adalah gunung Merapi dan danyang yang berkuasa bernama Kanjeng Dewi Sekar Kedaton. Warih (air) menunjuk arah selatan, merepresentasikan elemen air. Situs keramatnya adalah pantai Laut Selatan dan danyang yang berkuasa bernama Sang Hyang Ratu

Kencana Sari Ingkang Ngedhaton ing Langse Domas.123

122 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 19 Oktober 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta. 123 Ibid. Tanggal 18 Februari 2012.

83 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Sudut bintang selanjutnya seharusnya merepresentasikan elemen angin tapi Jiwo salah memilih kata (dalam bahasa dan aksara Jawa). Dia memasang tulisan baruna yang artinya laut atau samudera. Setelah menyadari kekeliruannya, dia bermaksud membenahi, menggantinya dengan kata maruta, yang berarti angin. Maruta (angin) menunjuk arah timur, merepresentasikan elemen angin.

Situs keramatnya adalah gunung Lawu dan danyang yang berkuasa bernama

Kanjeng Sunan Lawu Sepuh dan Kanjeng Sunan Lawu Anom.124

Sudut bintang yang menunjuk ke bawah merupakan titik pancernya.

Pancer dari pentagram terbalik ini adalah kehendak. Karaton yang menjadi situs keramatnya. Dan karena Jiwo juga mengabdi, sebagai abdi dalem, di Karaton

Kasunanan Surakarta maka yang dimaksudnya sebagai situs keramat pancer ini adalah Karaton Kasunanan Surakarta.

Di ruang-ruang antara sudut-sudut bintang terdapat tulisan beraksara Jawa yang dipenggal-penggal yang, secara tata aturan baku pembacaannya, tidak bisa dibaca (kecuali pada aksara „sa‟ dan ‟ma‟) tapi menurut Jiwo huruf-huruf tersebut dibaca ‟sa ma el lil ith‟: Samael-Lilith. Samael adalah salah satu nama (infernal names) setan125.

c. Fesyen Panggung

Sejak awal berdiri (1995) Makam sudah mulai menggarap fesyen panggung mereka; mengenakan jubah hitam berkerudung gaya neo medieval dan bercorpsepaint setiap kali beraksi di atas panggung (lihat Gambar 22). Visualisasi

124 Ibid. Tanggal 19 Oktober 2012. 125 Lihat, http://www.themasonictrowel.com

84 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kostum ini diinspirasi oleh fesyen performance kelompok musik Testament

(Amerika Serikat) pada sampul album musiknya yang bertajuk Soul of Black.

Fesyen panggung mereka seperti sekelompok anggota sekte tertentu yang sedang melakukan ritual penyembahan.

Dua tahun setelah itu (1997) fesyen panggung Makam berubah (lihat

Gambar 23). Kali ini mereka mengiblat pada fesyen Cradle of Filth, kelompok musik Black Metal dari Inggris, yang saat itu mengusung tema vampire. Jiwo mengenakan kemeja putih berenda dan jas hitam, memakai corpsepaint dengan gigi dan mulut berlumur warna merah. Dia mengidentifikasi dirinya menjadi seperti Drakula.126

Gambar 22. Fesyen panggung Makam tahun 1995-1996 (kiri) Gambar 23. Fesyen panggung Makam tahun 1997 (kanan) Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

126 Sejak periode ini hanya vokalis Makam saja yang digarap fesyen panggungnya. Anggota yang lain biasanya hanya mengenakan kaus, celana hitam, bersepatu boot, bercorpsepaint dan mengenakan aksesoris sederhana.

85 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Jubah hitam berkerudung, pada tahun 1997-1999, digunakan lagi oleh

Jiwo untuk melengkapi fesyen panggungnya tapi dengan cara pemakaian yang berbeda (lihat Gambar 24). Jubah tersebut hanya digunakan sebagai semacam cape berkerudung. Jiwo mengenakan kaus lengan panjang, wristband yang dipasangi paku-paku, celana panjang hitam, bersepatu boot hitam, mengenakan jubah -yang dirubah cara pemakaiannya- dan memakai corpsepaint. Wristband buatan Jiwo ini masih sangat sederhana bentuknya. Spikenya pun menggunakan paku-paku besar yang biasa dipakai untuk memaku kayu.

Gambar 24. Fesyen panggung Makam pada tahun 1997-1999 Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Baju zirah (armor) artificial ditambahkan pada kostum panggung Jiwo sebagai aksesoris penutup badan (1999). Jiwo berdandan seolah-olah seorang pejuang (troop) Viking yang siap berlaga di medan perang. Kelompok-kelompok

Black Metal Skandinavia (pagan), dalam imaji foto yang mereka buat, sering

86 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

berpose dan berdandan seperti para pejuang Viking, merepresentasikan kejayaan dan keagungan leluhur mereka. Fesyen semacam inilah yang coba Jiwo tiru dan terapkan dalam visualisasi kostum panggungnya. Baju zirah artificial ini dibuat sendiri oleh Jiwo, dirangkai dari bahan payet. Tapi karena warnanya dirasa terlalu gemerlap sebagai kostum vokalis Black Metal, baju zirah ini akhirnya ditimpahi cat warna hitam.

Gambar 25. Fesyen panggung Makam tahun 2000 (kiri) Gambar 26. Fesyen panggung Makam tahun 2005 (kanan) Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Pada tahun 2000 fesyen panggung Jiwo mengalami perubahan, namun masih dalam kode-kode fesyen Black Metal Skandinavian yang dirujuknya. Jubah dan kaus lengan panjang ditanggalkan, diganti dengan kostum rekaannya sendiri.

Dibandingkan sebelumnya, fesyen panggung Jiwo kali ini terlihat lebih eksperimentatif. Jiwo mengenakan kostum hitam berspike, bersepatu boot,

87 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

wristband berspike, memakai corpsepaint dan memakai tengkorak anjing serta cemara127 sebagai penghias kepala (lihat Gambar 25).

Mendapat informasi bahwa beberapa kelompok Black Metal Skandinavia

(gelombang kedua) yang menjadi kiblat Makam tidak lagi memakai corpsepaint,

Jiwo pada sekitar tahun 2002-2006 merubah lagi fesyen panggungnya. Kali ini

Jiwo beraksi di atas panggung dengan bertelanjang dada, memakai wristband, dan sempat beberapa kali pentas tanpa memakai corpsepaint (lihat Gambar 26).

Meskipun tidak memakai corpsepaint Jiwo tetap menghadirkan kesan lumuran darah di mulutnya. Darah artificial ini terbuat dari noda merah hasil kunyahan sirih.

Jiwo memang sudah terbiasa mengunyah sirih, nginang tapi tanpa nyesep tembakau. Di keluarganya mengunyah sirih masih menjadi tradisi, biasanya dilakukan pada saat-saat ritual tertentu. Warna merah yang dihasilkan dari kunyahan sirih, kecohan, inilah yang digunakannya sebagai gimmick pada fesyen panggungnya: mulut berlumur “darah”, berceceran hingga ke bagian-bagian tubuh yang lain, untuk menabalkan kesan seram. Hampir di setiap aksi panggungnya, dari sejak awal bergabung dengan Makam hingga sekarang, Jiwo selalu memakai darah gimmick ini128.

127 Cemara adalah sebutan dalam bahasa Jawa untuk rambut tambahan (pasangan) yang biasanya digunakan untuk membuat sanggul bagi perempuan yang tidak mempunyai rambut panjang atau sudah terlalu sedikit jumlah rambut kepalanya. Cemara ini dibuat dari seikat rambut asli yang panjang sehingga memungkinkan untuk digelung menjadi sanggul. 128 Jiwo merasa sah-sah saja memakai darah tiruan, gimmick, dalam aksi panggungnya sebab kelompok Black Metal yang dikiblatinya juga melakukan hal yang sama, menggunakan darah tiruan (yang biasa digunakan dalam film-film laga). Alasan kedua, Jiwo menggunakan gimmick ini untuk melakukan counter anggapan menyamakan aksi panggung mereka dengan atraksi menggigit binatang lalu meminum darahnya atau varian-varian tiruan atraksi magis yang lain. Counter tersebut dirasa perlu sebab banyak juga kelompok-kelompok musik Black Metal di Jawa yang mencari sensasi dengan mempraktikkan atraksi-atraksi artificial serupa itu.

88 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Fesyen panggung Jiwo yang secara teknis paling paripurna penggarapannya adalah yang dikenakannya pertama kali pada perhelatan musik ekstrim metal, Smash Your Ass (16 September 2006), di Solo Radio FM

Surakarta. Jiwo memakai helm bertanduk (tanduk kambing Garut), cemara

(rambut panjang) di bagian atas –terurai ke belakang, tali kulit, dan rangkaian koin sebagai aksesoris pada bagian muka; mengenakan kaus lengan panjang hitam yang pada beberapa bagiannya sengaja dikoyak, dan bulu-bulu hitam yang ditempel pada kaus bagian tengkuk; mengenakan kilt129 dari bahan kulit berwarna hitam yang dipasang di pinggang lalu diikat dengan sabuk dari logam dan berselip samir (dengan tempelan badge simbol Gagak Reraton); bercelana kulit warna hitam, memakai sepatu boot (tinggi sampai ke lutut) dan knee protector; di kedua tangannya dipasang wristband dengan spike yang artistik (lihat Gambar 27).

Pada waktu Makam diundang sebagai salah satu penampil dalam perhelatan Asian Black Death Redemption di Semarang (11 Desember 2010) Jiwo menyempurnakan lagi kostum panggungnya. Ditambahkannya armor pada bagian badan. Armor yang dikenakan Jiwo ini sebenarnya adalah body protector olahraga bela diri Kendo (lihat Gambar 28).

129 Kilt adalah nama rok pendek yang biasa dipakai oleh laki-laki Scotlandia.

89 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 27. Aksi panggung Makam pada perhelatan Rock in Solo III di GOR Manahan (atas) Gambar 28. Kostum panggung vokalis Makam (bawah) Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Kostum panggung ini rupanya adalah puncak eksperimentasi dan eksplorasi kreatif Jiwo dalam kerangka tren fesyen panggung komunitas Black

Metal Skandinavian (pagan) yang dikiblatinya. Sejak eksperimentasi kostum tahun 1997 hingga kostum ini dibuat pertimbangan-pertimbangan artistik fesyen panggung Jiwo berkutat pada kode-kode fesyen Black Metal Skandinavian yang merepresentasikan nenek moyang mereka (para pejuang Viking). Namun ketika

90 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Jiwo menggarap fesyen panggungnya kali ini identitas tersebut (prajurit Viking) luruh. Tidak terlalu jelas lagi rujukannya. Kostum yang dikenakan Jiwo adalah kolase dari berbagai material simbol yang kehilangan identitasnya masing-masing dan membentuk identitas baru: fesyen panggung Jiwo, vokalis Makam yang Black

Metal, yang merepresentasikan sosok prajurit perang yang sedang memperjuangkan “kejawaan” ala Black Metal.

Jiwo menanggalkan ”kostum bertanduknya” setelah pentas di perhelatan musik Jakarta Black Fest II (4 Desember 2011) di Bulungan, Jakarta. Alasannya meninggalkan fesyen panggung ini karena dia merasa sudah ada yang meniru, menyamainya. ”Saya sudah janji, kalau nantinya ada orang yang terinspirasi lalu menggunakan tanduk meskipun tanduknya tidak sama, tapi minimal menggunakan kode tanduk juga, saya akan lepas kehormatan untuk tidak lagi saya pakai.” kata Jiwo130. Pada perhelatan Jakarta Black Fest II Jiwo mencatat ada dua atau tiga kelompok yang juga mengenakan helm bertanduk.

Fesyen panggung Jiwo terlihat berbeda pada waktu Makam beraksi di atas panggung perhelatan Rock in Solo VI, yang diselenggarakan di Alun-alun Utara

Karaton Kasunanan Surakarta, tanggal 13 Oktober 2012 (lihat Gambar 29). Dia mengenakan sumping kudhup di kedua telinganya, rambut pendek di kepalanya disambung (ditata, dimunculkan kesan gimbal), digelung kecil (jegul131) dan memakai corpsepaint di wajah. Di sekitar mulut (gigi, lidah, dagu) dan beberapa bagian tubuh lainnya berlumur merah serupa warna darah. Memakai kaus ketat

130 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 3 Agustus 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta. 131 Gelung rambut kecil. Letaknya di atas kepala, sedikir agak ke belakang.

91 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bergambar yang ditimpahi kaus hitam tanpa lengan yang dikoyak (dari kejauhan seperti orang berbadan penuh tato yang mengenakan kaus hitam compang- camping), bercelana hitam dan bersepatu boot. Jomboth (gitar) memakai beskap yang dikoyak, berkaus dan bercelana hitam, sepatu boot, knee protector dan bercorpsepaint. Febri, additional player (bass), memakai jaket hitam yang dikoyak. Julious (drum), seperti biasa, hanya mengenakan kaus dan celana berwarna hitam, bersepatu dan memakai corpsepaint.

Gambar 29. Aksi panggung Makam pada perhelatan Rock in Solo VI Sumber: http://indonesiaonstage.com (foto: Hendric Laksana)

Beskap koyak-moyak dan sumping kudhup dihadirkan sebagai metafora terkoyaknya Jawa oleh gempuran budaya luar yang hegemonik132. Fesyen panggung Makam yang menghadirkan beberapa simbol identitas Jawa tradisional

132 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 13 Oktober 2012 di tenda transit artis, di belakang panggung Rock in Solo VI, Alun-alun utara Karaton Kasunanan Surakarta. Beskap adalah baju/jas dalam busana tradisional Jawa gaya Surakarta, sedangkan sumping kudhup adalah aksesori kostum tari (diselipkan di daun telinga) pada beberapa tari Karaton (Yogyakarta dan Surakarta).

92 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

di tengah gempuran musik Black Metal -dimainkan dengan instrumen musik populer yang mereka kenal sebagai produk kebudayaan dari luar budaya Jawa- seakan-akan tengah mencabik-cabik ”kejawaan” mereka. Padahal kondisi ini tidak terhindarkan, sebagaimana mereka ”harus” tetap berada di jalur musik ini meskipun Black Metal bukan Jawa. Makam mengasumsikan ”budaya luar” sebagai kambing hitam atas terkoyaknya budaya Jawa. Seakan-akan Jawa adalah sebuah identitas budaya yang murni, suci, dan menjadi rusak karena gempuran budaya luar yang hegemonik.

Embrio fesyen panggung Jiwo pada perhelatan Rock in Solo VI ini muncul ketika mereka diundang pentas pada perhelatan musik Sukoharjo Metal Fest (Juli

2012). Jiwo mengenakan sumping kudhup di kedua telinganya, memakai corpsepaint, dan berlumur warna merah di sekitar mulut dan dagunya.

Mengenakan kaus berlengan panjang warna abu-abu yang ditimpahi kaus hitam tanpa lengan dengan logo Makam di bagian dada, memakai wristband, sabuk spike dengan samir (Gagak Reraton) terselip di pinggang, celana kulit berwarna hitam dan bersepatu boot. ”Persiapan untuk acara tersebut (Sukoharjo Metal Fest) saya sudah mulai menggagas, saya mau pakai kostum apa. Soalnya saya hubungkan dengan tema-tema pagan Jawa. Jawanya ini yang saya pengin. Lalu saya benar-benar merasa lengkap itu ketika Rock in Solo (VI) kemarin.” kata

Jiwo133.

133 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 26 Oktober 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

93 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

d. Imaji fotografi

Makam membuat imaji foto, pertama kali tahun 1995 (lihat Gambar 30).

Dalam imaji foto ini mereka berdiri berjajar lima. Masing-masing mengenakan jubah hitam panjang berkerudung gaya neo medieval dengan satu orang, yang berdiri di tengah, memegang sebuah kitab134. Fesyen Makam dalam imaji foto ini mengikuti tren fesyen Black Metal yang dikenal di Indonesia saat itu135. Jubah hitam dan kitab yang dipegang, Satanic Bible, mereka gunakan untuk mempertegas identitas mereka: Makam yang Black Metal.

Gambar 30. Imaji foto Makam yang pertama (1995) Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Setelah foto yang pertama ini Makam sempat berniat untuk tidak berfoto lagi. Niat ini muncul karena mendapat informasi bahwa gerakan Black Metal di

134 Foto wajah-wajah anggota Makam, berkerudung dan memakai corpsepaint, pun sempat diaplikasikan dalam sticker (merchandise). Imaji foto ini dipengaruhi oleh visual sampul album musik Testament, dari Amerika Serikat, yang berjudul Soul of Black. 135 Pada waktu itu masyarakat di Indonesia umum mengidentikkan Black Metal dengan komunitas pemuja setan atau antikrist. Kelompok-kelompok musik Black Metal di Indonesia dalam visualisasi fesyen dan aksi panggung mereka biasanya mengikuti tren ini.

94 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Norwegia (gelombang kedua) ternyata justru menghindari media massa dan tidak membuat imaji foto. Pada tahun 2005 niat ini mereka gugurkan. Makam membuat imaji foto lagi setelah mendapat informasi bahwa kelompok-kelompok Black

Metal di Norwegia, yang mereka kiblati, mulai terbuka terhadap media dan membuat imaji foto lagi.

Gambar 31. Imaji foto Makam yang kedua. Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Pose anggota Makam pada imaji foto yang mereka buat kali ini tidak jauh berbeda dengan pose kelompok-kelompok musik populer pada umumnya (lihat

Gambar 31). Berjajar teratur dengan gestur tubuh gagah, semempesona mungkin.

Pada imaji foto ini vokalis mendapat proporsi dominan, baik dalam ekspresi

(pose) maupun fokus lensa kamera, sebab pada vokalis inilah biasanya perhatian penonton tertambat. Jiwo sebagai vokalis Makam pada imaji foto ini menjadi fokus utama. Meremangnya pencahayaan yang jatuh di tubuh (terutama pada

95 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

wajah) dan pose duduknya, berbeda dengan pencahayaan dan pose anggota yang lain, menunjukkan posisi ini. Dialah aktor utama dan penanda identitas Makam dalam imaji foto ini.

Pose Jiwo dan keris yang dipegangnya seakan-akan mengisahkan Makam sebagai kelompok musik yang mengusung tema (identitas) kejawaan. Kostum dan pose anggota Makam yang lain melengkapi teks Jiwo sehingga imaji foto ini secara keseluruhan menginformasikan bahwa Makam adalah kelompok musik

Black Metal yang mengusung tema-tema kejawaan.

Pada tahun 2008 Jiwo membuat imaji foto. Dia berpose dengan kostum lengkap dan make up (corpsepaint). Mengenakan jaket kulit warna hitam, kain jarit, keris terselip, samir, bercelana kulit warna hitam, knee protector, sepatu boot

(tidak terlihat di foto) dan memakai corpsepaint dengan gimmick darah di sekitar mulutnya (lihat Gambar 32). Pengambilan gambar ini dilakukan di bawah pohon besar, di sekitaran candi Sukuh, Karanganyar, menjelang proyek Manikamaya

Ekspedisi Pamalayu 2009. ”[..] saya sudah menyatakan untuk tidak ikut ke

Malaysia. Saya sengaja membuat foto session pribadi itu untuk membuat arahan apa yang nanti dikenakan pengganti saya untuk show di Malaysia.” kata Jiwo136.

Visualitas Jiwo pada imaji foto ini merepresentasikan dirinya sebagai sesosok hantu prajurit Jawa yang gugur dalam perang, yang masih menyimpan amarah, dan metalhead sekaligus. Imaji foto Jiwo ini mempersepsikan Makam sebagai kelompok musik Black Metal yang mengusung paganisme Jawa.

Mengukuhkan identitas mereka sebagai Kedjawen Pagan Front.

136 Wawancara dengan Jiwo pada tanggal 26 Oktober 2012 di basecamp kelompok Makam yang sekaligus distro, Kartel Black Dealer: Largest Indonesian Black Metal Merchandise Online Store, Jl. HOS Cokroaminoto 41 B Jagalan, Surakarta.

96 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Pemotretan dilakukan lagi, tahun 2009, sepulang mereka dari tur di

Malaysia. Jiwo menyebut peristiwa yang melatarbelakangi pemotretan tersebut sebagai reuni sebab waktu tur di Malaysia dua anggota Makam, Jiwo dan Ares, tidak turut berangkat. Sepulang Makam dari Malaysia mereka membuat acara reuni, berkumpul kembali. Mereka berfoto dengan menggunakan kostum lengkap; memakai beskap, mengenakan kain jarit, menghadirkan ikon keris, menyelipkan samir Gagak Reraton di pinggang, bercelana hitam dan bersepatu boot (lihat

Gambar 33). Daripada sekelompok metalheads, Kedjawen Pagan Front, imaji foto ini lebih mirip seperti pose aktor-aktor di sinetron laga (yang mengembangkan cerita dari dongeng-dongeng tradisional Jawa) yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi swasta Jakarta sekarang.

97 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 32. Imaji foto Jiwo sebelum Makam berangkat ke Malaysia. (kiri atas) Gambar 33. Imaji foto Makam sepulang dari Malaysia. (kanan atas) Gambar 34. Imaji foto Jiwo sebagai Shiva Ratriarkha. (bawah) Sumber: Dokumentasi kelompok Makam

Imaji foto Jiwo berikutnya merepresentasikan dirinya sebagai prajurit yang sedang berperang (lihat Gambar 34). Mengenakan kostum bertanduk lengkap, memegang pisau serta menghadirkan kesan-kesan darah di sekitar mulut, dagu, tangan dan pisau. Imaji foto ini menegaskan pemaknaan kegiatan bermusik

Makam sebagai medan perang, medan negosiasi simbolik terhadap kebudayaan dominan, namun sekaligus medan pencitraan, medan promosi Makam sebagai kelompok musik.

Berbeda dengan Makam pada rentang tahun 1995 hingga 2005, ketika mereka menolak berpose di depan kamera foto, sekarang mereka tahu untuk apa dan bagaimana memanfaatkan imaji foto yang mereka punyai. ”Untuk promo mas. Untuk official. Ya nantinya untuk apa pun, material official. Bisa untuk merchandise, bisa untuk making promo [...]” kata Jiwo137.

137 Ibid. Tanggal 3 Agustus 2012.

98 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

2. Bandoso a. Aplikasi Artwork Visual pada Merchandise dan Logo Bandoso

Bandoso terbentuk sejak tahun 1999 tapi kesadaran perlunya membuat logo kelompok dan merchandise baru dimulai pada tahun 2004. Logo pertama kelompok ini dibuat oleh Ichsan138. Waktu itu Bandoso masih berada di jalur musik Gothik Metal (Atmospheric Gothic Black) sehingga visualisasi logonya, menurut Ichsan, disesuaikan dengan karakter ikonik Gothik Metal.

Logo Bandoso yang pertama ini berupa tulisan nama kelompok dengan tipografi Minion Pro Medium yang diestetisasi139. Tipografi ini didesain oleh

Robert Slimbach dengan merujuk (terinspirasi) pada tipe huruf klasik: old style typefaces of the late Renaissance, a period of elegant, beautiful, and highly readable type designs140. Tipografi Minion Pro Medium tersebut dimodifikasi141, ditambahkan lengkungan-lengkungan dan ditata lagi huruf per hurufnya. Logo ini dimunculkan bebarengan dengan rilis album musik indie Bandoso pertama (2004) yang bertajuk Kegelapan dalam Keabadian (lihat Gambar 35).

138 Sebelum logo ini dibuat Bandoso tidak mempunyai logo resmi sehingga ketika mereka pentas bersama dengan beberapa kelompok ekstrim metal lainnya visualisasi logo yang dicantumkan di poster, sebagai salah satu penampil, ”dipasrahkan” panitia penyelenggara. 139 Bukan varian tipografi Gothic. 140 Lihat, www.adobe.com 141 Tipografi huruf yang digunakan untuk membuat logo Bandoso di antaranya: huruf B menggunakan font huruf Minion Pro Medium, huruf A dan N menggunakan font huruf Minion Pro Medium Italic, huruf D dikreasi sendiri, huruf O dan S menggunakan font huruf Minion Pro Medium sedangkan huruf O terakhir menggunakan Minion Pro Medium Italic.

99 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 35. Poster foto personel Bandoso yang juga digunakan sebagai sampul album musik mereka yang pertama, Kegelapan dalam Keabadian (2004). Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Logo ini bertahan sampai lima tahun hingga pada tahun 2009 Deni

Rizkito, artworker yang dikontrak Bandoso, dipasrahi membuat desain logo baru untuk menggantikan logo pertama. Namun logo kedua ini ternyata justru menuai banyak kritik dari sesama komunitas ekstrim metal di Surakarta. Visualisasi logo

Bandoso ini terlihat terlalu mirip dengan logo Behemoth, kelompok musik Black

Metal dari Polandia (bandingkan Gambar 36 dan Gambar 37).

Menerima kritikan tersebut Bandoso segera merombak lagi bentuk logo mereka (logo kedua hanya mereka pakai tidak lebih dari enam bulan). Tapi ternyata visualisasi logo ketiga ini tidak jauh berbeda dengan logo kedua (lihat

Gambar 38). Masih dalam satu ragam gaya. Dan tentu jejak pengaruh visual logo

Behemoth masih terasa.

100 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 36. Logo Behemoth Sumber: http://iamjameto.files.wordpress.com/2010/10

Gambar 37. Logo Bandoso yang kedua Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Gambar 38. Logo Bandoso yang ketiga Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Logo Bandoso ketiga, yang digunakan sampai sekarang, selain tulisan nama kelompok juga menghadirkan sebuah gambar (yang diletakkan di bawah tulisan). Sebenarnya sulit untuk menyebut gambar tersebut sebagai simbol kepala kambing kalau sebelumnya tidak ada penjelasan dari Bandoso. ”Itu representasi

101 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dari kepala kambing sebenarnya tapi dari perspektif modern. (Tahun) 2011 kan lagi ngetren-ngetrennya film Transformers142.” kata Nonot143. Deni berhasil meyakinkan Bandoso bahwa gambar yang dibuatnya untuk melengkapi logo kelompok, yang visualisasinya merujuk pada imaji robot pada film Transformers, adalah imaji kepala kambing.

Pengaruh film pada produk visual kelompok ini ternyata tidak berhenti pada ”simbol kepala kambing yang Transformers” ini saja. Imaji foto (pose)

Bandoso yang disisipkan dalam kemasan CD album musik mereka yang terbaru,

Semesta Paradoks (2012), dipengaruhi oleh imaji pose para superhero pada berbagai merchandise dan media publikasi film The Avengers144 (lihat Gambar

39). Semua anggota Bandoso berpose seperti para superhero, memakai kode-kode fesyen Black Metal pada kostum serta make up (corpsepaint) yang digunakan, dan masing-masing memegang senjata artificial (di antaranya keris, pedang dan perisai yang biasa digunakan sebagai properti tari Jawa tradisional).

Keterpengaruhan Bandoso dengan imaji film menunjukkan posisi kelompok ini di tengah-tengah tren gaya hidup anak muda: Bandoso ingin terlihat sebagai kelompok musik Black Metal dan sekaligus trendy.

142 Film Transformers yang disutradarai oleh Michael Bay ini dibuat sebanyak tiga sekuel film: sekuel pertama dirilis tahun 2007, kedua dirilis tahun 2009 dan yang terbaru tahun 2011. Nonot pada pernyataan ini salah menyebut angka tahun. Dalam perbincangan selanjutnya angka tahun tersebut terkoreksi. Seharusnya dia menyebut angka tahun akhir 2009 atau tahun 2010. Jadi film yang mempengaruhi bentuk logo (simbol kepala kambing) Bandoso adalah film Transformers II (2009). 143 Wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 1-2 Agustus 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta. 144 Wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 1-2 Agustus 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta. Ketika saya konfirmasi, dengan tertawa Nonot membenarkan. Memang ada pengaruh dari film The Avengers (yang disutradarai oleh Joss Whoden). Ketika desain artwork ini dibuat film The Avengers sedang booming di Surakarta.

102 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 39. Imaji pose anggota Bandoso yang disertakan dalam kemasan CD album Semesta Paradoks. Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Bandoso pada sekitaran tahun 2009 mulai menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan clothing dalam pembuatan merchandise. Namun Bandoso sering merasa kurang puas dengan artwork produk merchandise yang dirilis oleh perusahaan rekanan mereka. Identitas dan visi kelompok dirasa kurang terepresentasikan. Inilah yang mendorong Bandoso nantinya memproduksi dan merilis sendiri merchandise mereka.

Belukar, sebuah distro yang membuat dan menjual berbagai merchandise komunitas musik underground, adalah rekanan pertama yang merilis kaus

Bandoso. Kaus seri Rage of the Reaper yang diproduksi pada tahun 2009 ini dicatat oleh Nonot dan Ichsan sebagai merchandise pertama Bandoso sejak kelompok ini melewati masa gonjang-ganjing145 internal. Setelah Belukar mengeluarkan seri kaus Rage of the Reaper, atas desakan Aji, Bandoso merilis

145 Nonot mengistilahkan persoalan internal kelompok (di antaranya keluarnya Bandung , drumer terdahulu, dari Bandoso) yang sempat mengganjal eksistensi Bandoso ini dengan istilah gonjang- ganjing. Istilah dalam bahasa Jawa ini kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya huru-hara atau bencana.

103 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

sendiri merchandise mereka (kaus) untuk dijual pada perhelatan Burn Studio

Burn146 yang diselenggarakan oleh Belukar dan The Think.

Gambar 40. Desain kaus (merchandise) Bandoso yang dirilis pada tahun 2009 Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Merchandise yang muncul berikutnya adalah kaus yang juga dirilis oleh

Bandoso sendiri (lihat Gambar 40). Artwork yang disablon di kaus seri ini bergambar sepasang tengkorak manusia mengapit tengkorak kepala kambing

(dengan tanduk bergaris) dan sepasang ekor berduri dengan ujung serupa mata anak panah (yang biasanya digambarkan sebagai imaji ekor setan). Berwarna kuning dengan latar belakang merah. Meskipun menghadirkan ikon-ikon kematian dan tren simbol Black Metal (imaji tengkorak kepala kambing dan ekor setan), desain grafis ini cenderung menghadirkan kesan Pop. Kaus seri ini diproduksi

146 Burn Studio Burn adalah perhelatan studio show yang diselenggarakan oleh The Think dan Belukar pada tanggal 29 Maret 2009 di Studio Biru. Masing-masing kelompok yang diundang dipersilahkan main (pentas) di dalam studio musik dan diapresiasi oleh kelompok-kelompok yang lain. Artwork yang disablon pada kaus rilisan Bandoso ini sangat sederhana, hanya berupa tulisan ”Burn Studio Burn” saja.

104 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

tahun 2009 untuk dijual pada perhelatan Rock in Solo III (31 Oktober 2009) di

Gelanggang Olah Raga Manahan, Surakarta147.

Merchandise (kaus) Bandoso yang keempat dan kelima dirilis oleh

Helleluyah, sebuah perusahaan clothing dari Salatiga. Tema gambar yang mereka garap berasal dari dua judul lagu karya Bandoso: Mystical Beat dan Tikaman

Napsu. Kaus seri Mystical Beat dirilis pada tahun 2009, sedangkan seri Tikaman

Napsu dirilis pada tahun 2010.

Artwork yang bertajuk Mystical Beat ini menggambarkan suasana area pemakaman pada malam hari, di bawah cahaya bulan yang bersinar penuh (lihat

Gambar 41). Visual artwork ini memunculkan kesan suram, seram dan dingin.

Imaji kepala kambing, simbol satanis dalam tradisi Black Metal, dengan tanda luka yang membentuk sebuah simbol, dihadirkan secara dominan untuk menabalkan karakter artwork. Dalam visualisasi artwork ini Mystical Beat tidak lagi sebuah lagu yang menghentak, tetapi hentakan (beat) yang terkubur dalam- dalam, yang dikungkung udara dingin, senyap dan suram. Simbol kepala kambing menjadi malam yang siap menelan siapa saja yang bersijingkat.

Berkesebalikan dengan Mystical Beat, artwork yang bertajuk Tikaman

Napsu menghadirkan rasa bara (lihat Gambar 42). Artwork ini menggambarkan adegan seorang perempuan bersayap (atau malaikat perempuan) yang tersuruk dan sosok malaikat pencabut nyawa yang tegak berdiri di dekat kakinya. Siap menjemput. Artwork ini bermaksud mengilustrasikan syair lagu Bandoso yang berseru, memperingatkan manusia agar berhati-hati dengan napsu; orang yang

147 Selepas acara Rock in Solo III, sisa kaus yang belum terjual mereka pasarkan lewat internet (facebook).

105 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

senang mengumbar napsu bakal terpuruk, ditikam napsu. Neraka jahanam yang menunggu.

Gambar 41. Desain artwork kaus seri Mystical Beat (atas) Gambar 42. Desain artwork kaus seri Tikaman Napsu (bawah) Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Merchandise keenam dan ketujuh dirilis oleh dua perusahaan clothing rekanan Bandoso: Alpha Omega Merch merilis ziphood yang bergambar logo

Bandoso (2010), dan Cock Off! merilis satu seri kaus yang mengusung tema ulang tahun Bandoso: Eleven Years (2010). Kaus rilisan Cock Off! menghadirkan gambar kepala kambing (penuh amarah) yang bertanduk empat dan bermata lima

(lihat Gambar 43). Mulut “monster” kambing ini menyeringai memperlihatkan

106 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

gigi-giginya yang tajam. Di bawah gambar tersebut ada dua tangan yang menengadah, mewadahi dua tengkorak api yang menyala berkobar-kobar. Gambar ini merepresentasikan sesosok makhluk berkepala kambing yang memakai kalung roda bergerigi dengan bandul tengkorak manusia. Pada bagian belakang

(punggung kaus) disablon tulisan “eleven years/ fight in the darkness/ fight for our future/ 1999-2010”. Artwork ini (beserta teks yang membatasi) menawarkan pembayangan eksistensi Bandoso; yang telah berjuang lewat dunia Black Metal, dunia kegelapan (representasi dari dunia kematian), mengingatkan manusia agar menjalani hidup dengan lebih baik demi masa depan.

Gambar 43. Merchandise ulang tahun Bandoso yang ke-11, dirilis oleh Cock Off! Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Bandoso sering merasa kurang puas dengan visual artwork yang disablon pada kaus dan ziphood produk distro-distro rekanan mereka. Termasuk kaus rilisan Cock Off! ini. ”[...] akeh pating blasure,” kata Nonot 148. Belajar dari

148 Ungkapan dalam bahasa Jawa yang kurang lebih artinya, “ tidak karuan hasilnya”

107 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

pengalaman tersebut mereka bertekad, untuk selanjutnya, lebih baik memproduksi dan merilis merchandise mereka sendiri.

Merchandise (kaus) ulang tahun Bandoso yang ke-12, tahun 2011, menjadi bukti tekad mereka: artwork didesain oleh Deni dan merchandise dirilis oleh Bandoso sendiri (lihat Gambar 44). Artwork yang disablon pada kaus merchandise ulang tahun ini, menurut Nonot, merupakan representasi dari visi dan identitas Bandoso sekarang. Melalui artwork yang disablon pada kaus ini

Bandoso berupaya menyampaikan kepada khalayak bahwa selama ini ”kita” telah dikungkung, dihegemoni, oleh berbagai ideologi dari ”Barat” (ikon simbol

Freemason) yang merusak (ikon tengkorak bertanduk). Selama 12 tahun (ikon

„12‟ aksara Jawa) Bandoso sudah berusaha melawan, dan pada momentum ulang tahun Bandoso yang ke-12 ini mereka mengajak khalayak untuk bersama-sama berjuang melawan keterkungkungan tersebut.

Gambar 44. Kaus merchandise ulang tahun Bandoso ke-12 Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

108 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Untuk melawan kungkungan tersebut maka ”kita” harus membekali diri dengan sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan (ikon sosok tubuh bertangan enam

-dipersepsikan oleh Bandoso sebagai Ganesha149), kembali pada nilai-nilai luhur kebudayaan Jawa (ikon keris) dan hidup sesuai dengan tuntunan agama (ikon buku atau kitab suci). Identitas Bandoso dan ”kita” yang ”Jawa” mereka simbolkan dengan ikon keris dan penggunaan aksara Jawa pada penulisan angka

‟12‟150. ”Simbol orang-orang asli Jawa,” kata Nonot151.

Bandoso dalam artwork ini membayangkan seakan-akan kebudayaan Jawa adalah sebuah kebudayaan asli, murni dan suci, yang rusak gara-gara pengaruh kebudayaan “Barat”. Kebudayaan Jawa yang rusak dan terancam punah ini harus diselamatkan dengan cara mengamalkan nilai-nilai luhur kebudayaan nenek moyang dan agama.

Gambar 45. Desain sampul CD album Bandoso yang bertajuk Semesta Paradoks. Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

149 Dewa ilmu pengetahuan dalam kepercayaan Hindu. adalah putra Dewa Syiwa. 150 Sejak produksi merchandise ini Bandoso berniat menyematkan aksara Jawa di setiap artwork yang mereka produksi. 151 Wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 1-2 Agustus 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta.

109 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Simbol identitas Jawa tradisional masih bakal mereka munculkan pada visualisasi artwork mereka selanjutnya. Setidaknya ini terlihat dari desain sampul

CD album Bandoso yang terbaru (lihat Gambar 45). Artwork yang dicetak sebagai sampul CD album musik Semesta Paradoks ini mengusung tema baik-buruk, benar-salah, malaikat-setan, surga-neraka, terang-gelap dan adem-panas. Dan agaknya yang mereka maksudkan sebagai simbol perlawanan terhadap kebudayaan ”Barat” pada desain gambar sampul ini adalah munculnya ikon kain batik, ikon keris yang menimpahi simbol Freemason serta sebuah kalimat berbahasa dan beraksara Jawa yang bertuliskan „wolak walik manungsa ing jaman kalebandu‟152.

b. Menimbang Eksistensi dan Rasa Nyaman dalam Fesyen Panggung

Tahun 2009 merupakan awal keberanjakan Bandoso. Gonjang-ganjing di tubuh kelompok, pada rentang tahun 2006-2008, sempat membuat kelompok ini stagnan. Mereka sempat, selama dua tahunan, tidak mempunyai drumer, dan ini membuat mereka sangat kerepotan. Setiap kali pentas harus mengundang additional player153.

Kerepotan ini membuat mereka tidak sempat memikirkan “kesenirupaan”

Bandoso, baik fesyen panggung maupun produk-produk visual yang lain (logo kelompok, merchandise, sampul album). Pada rentang tahun 2006-2008 tidak ada produk ikonik dibuat. Fesyen panggung mereka pun kurang tergarap: semua anggota Bandoso, kecuali Pinthus (vokal), tidak menggunakan corpsepaint dan

152 Kata terakhir ‟kalebandu‟ adalah kesalahtulisan dari kata ‟kalabendu‟ 153 Drumer yang pernah membantu Bandoso sebagai additional player di antaranya adalah Julious (Makam) dan Bacil (Spirit of Life).

110 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

tidak mengenakan kostum performance (hanya memakai kaus hitam, celana hitam dan bersepatu boot) ketika beraksi di atas panggung (lihat Gambar 46).

Gambar 46. Aksi panggung Bandoso pada masa gonjang-ganjing. Kecuali vokalis semuanya mengenakan kostum pentas ”seadanya” dan tanpa corpsepaint. Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Bergabungnya Teuku Lian (drumer), pada sekitaran tahun 2008, membuat

Bandoso, sebagai kelompok musik, tegak kembali. Setelah formasi baru ini terbentuk, mulai tahun 2009, Bandoso baru bisa lebih serius menggarap

”kesenirupaan” mereka. Selain merilis berbagai produk ikonik (logo kelompok dan merchandise) Bandoso juga berusaha lebih menata fesyen dan aksi panggung mereka.

Bandoso kembali menggunakan kode-kode fesyen Black Metal ketika beraksi di atas panggung, di antaranya memakai sepatu boot, jaket kulit,

111 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

corpsepaint, wristband (bracer) dan spike. Meskipun menggunakan kode-kode fesyen Black Metal, interpretasi dan eksekusi kreatif mereka berbeda dengan awal ketika kelompok ini terbentuk: mereka memilih mana yang bisa diterapkan dan yang tidak. Di antaranya, misalnya, mereka tidak menggunakan simbol-simbol antikrist, menyebut diri mereka sebagai lightness (bukan darkness), lagu-lagu yang dibuat bernuansa seruan moral (agama), menjadi Black Metal hanya ketika berada di atas panggung dan sebagainya. Interpretasi tersebut menentukan pilihan dan kecenderungan fesyen panggung mereka meskipun tetap pada jalur tren fesyen Black Metal.

Visualisasi corpsepaint mereka pun kali ini agak beda154. Mereka menghindari garis tegas yang memisahkan warna hitam di sekitaran mata dengan warna putih pada corpsepaint mereka (lihat Gambar 47). Visualisasi ini mereka pakai untuk menabalkan kesan mayat. Masing-masing personel Bandoso menggunakan corpsepaint untuk merepresentasikan diri sebagai mayat hidup155.

Corpsepaint model ini pertama kali mereka pakai pada perhelatan Rock in Solo IV

(17 September 2010) di Stadion Sriwedari, Surakarta, dan sejak saat itu Bandoso memakai corpsepaint ini sampai sekarang156.

154 Orang di balik perubahan corpsepaint pada Bandoso adalah Teuku Lian. Dialah yang mengusulkan model corpsepaint yang sampai sekarang mereka gunakan ini. 155 Namun Nonot secara pribadi berbeda memaknainya. Baginya menggunakan corpsepaint menjadikan dia seperti troops atau warrior. Wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 1- 2 Agustus 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta. 156 Namun, seperti yang disampaikan Nonot dan Ichsan, pada akhirnya corpsepaint masing-masing anggota Bandoso ketika berada di atas panggung disesuaikan dengan selera pribadi masing- masing. ”Lebih kayak ekspresi diri,” kata Ichsan. Itulah sebabnya tetap masih ada yang tidak menerapkan corpsepaint ”lebam” sebagai make up wajah mereka ketika berada di atas panggung, di antaranya Yunus. Wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 1-2 Agustus 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta.

112 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 47. Corpsepaint masing-masing anggota Bandoso pada imaji poster promosi CD album Semesta Paradoks. Sumber: http://www.facebook.com/pages/BANDOSO

Corpsepaint bagi anggota kelompok musik Black Metal sebenarnya adalah make up wajib di atas panggung. Itulah mengapa Pinthus sejak awal menjadi vokalis Bandoso hingga sekarang tidak pernah tidak menggunakan corpsepaint ketika beraksi di atas panggung. Dia juga hampir selalu mengenakan kostum wajibnya, sebuah jubah panjang berwarna hitam157. Pinthus oleh teman-temannya dianggap sebagai anggota Bandoso yang paling konsisten dalam hal fesyen panggung. Sejak tahun 1999 hingga sekarang tidak banyak berubah penampilannya.

Kostum, corpsepaint dan aksesori merupakan unsur-unsur (visual) fesyen panggung kelompok musik Black Metal. Dan sabuk selongsong peluru atau sabuk peluru (bullet belt) adalah salah satu aksesori yang cukup penting dalam Black

Metal158. Pada awal-awal kemunculan Black Metal di Surakarta hampir semua

157 Pinthus pernah pentas tanpa jubah, di antaranya, yang terdokumentasi (foto), sewaktu pentas dalam perhelatan Madiun Bangkit Fest tahun 2006. Pada masa gonjang-ganjing Pinthus pernah beberapa kali beraksi di panggung tanpa jubah, tapi tetap menggunakan corpsepaint. 158 Menurut Jiwo, dalam wawancara tanggal 6 September 2012 (via sms), sabuk selongsong peluru atau sabuk peluru (bullet belt) adalah simbol sekunder selain spike, wristband/bracer dan corpsepaint. Jika sebuah kelompok Black Metal personel-personelnya mengenakan sabuk semacam ini sebagai aksesori panggungnya berarti kelompok tersebut membawa pesan tentang propaganda perang sebab salah satu jargon ideologis Black Metal adalah perang. Namun bukan

113 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kelompok Black Metal memakai sabuk selongsong peluru. “Dulu itu, selongsong peluru hampir jadi identitas Black Metal malahan,” kata Nonot159.

Sejak awal Bandoso terbentuk hingga menjelang masa gonjang-ganjing hampir semua anggotanya memakai sabuk selongsong peluru ketika beraksi di atas panggung160. Namun mereka sebenarnya tidak tahu persis alasan pemakaiannya. Mereka hanya tahu bahwa sabuk selongsong peluru ini merupakan simbol perlawanan, simbol peperangan, tanpa tahu benar sejarah simbolnya.

”Yang aku nggak ngerti itu kene pakai peluru-peluru itu ngapa, itu aku nggak ngerti, mas. Maka (sekarang) saya nggak pernah pakai itu, karena saya nggak ngerti maksudnya.” kata Nonot161.

Sekarang hanya Yunus yang kadang-kadang masih memakai sabuk selongsong peluru di atas panggung. Selain Yunus hampir tidak ada lagi162.

Pinthus yang pernah menjadikan sabuk selongsong peluru sebagai aksesori kebanggaannya pun sekarang sering tidak memakainya. Ichsan, Nonot dan Lian bahkan tidak pernah lagi memakainya. Ichsan tidak memakainya lagi sebab kostum panggungnya berupa jas (jaket) panjang; percuma memakai sabuk selongsong peluru sebab toh tidak kelihatan. Nonot merasa kurang nyaman, ribet,

diartikan secara harafiah sebagai seruan perang; esensinya adalah tentang membangun jiwa pejuang. 159 Wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 1-2 Agustus 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta. 160 Terlihat dalam foto sampul album musik mereka yang pertama, Kegelapan dalam Keabadian (2004), semua anggota Bandoso, kecuali Rara (perempuan, vokalis), memakai sabuk selongsong peluru. Pinthus yang mencarikan selongsong pelurunya kemudian mereka jadikan sabuk. 161 Wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 1-2 Agustus 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta. 162 Pada perhelatan Rock in Solo VI di Alun-alun utara Karaton Kasunanan Surakarta, tanggal 13 Oktober 2012, Yunus tidak memakai sabuk selongsong peluru.

114 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dan terganggu pergerakan gitarnya. Sedangkan Lian tidak memakainya sebab posisinya sebagai drumer membuatnya tidak terlalu terlihat oleh penonton.163

Pemakaian aksesori masing-masing anggota Bandoso ketika berada di atas panggung memang tidak seragam. Ada yang memakai aksesori lengkap, ada yang hanya memakai satu atau dua macam aksesori dan bahkan ada pula yang tidak memakai aksesori sama sekali (hanya memakai jaket warna hitam dan bercorpsepaint). Kelonggaran aturan pemakaian aksesori ini rupanya didasarkan pada pertimbangan rasa nyaman saat beraksi di atas panggung164.

3. Rangkuman: Menjadi Subkultur dan Bagian dari Kebudayaan Populer

Logo Makam, dari yang pertama hingga yang sekarang mereka gunakan, telah mengalami empat kali perubahan. Logo pertama tidak terpublikasikan. Logo kedua, logo Makam yang sudah mulai dipublikasikan, berkait dengan pengalaman substantif Jiwo bertemu banaspati -yang hadir sebagai cahaya- di antara gerumbulan pohon. Visualisasi logo Makam yang ketiga merujuk pada ikon-ikon perlawanan True Norwegian Black Metal (anti human-anti life) namun dengan penambahan ikon The Vitruvian Man (dengan posisi terbalik) yang sebenarnya adalah drawing karya Leonardo Da Vinci. Penggunaan ikon di luar tradisi simbol visual komunitas Black Metal juga muncul pada logo sekunder kelompok ini: ikon

163 Wawancara dengan Nonot via sms pada tanggal 6 September 2012. 164 Nonot pernah meminjam bracer/wristband Jiwo (Makam), yang spikenya panjang dan tajam, untuk dipakainya di atas panggung. Namun karena ternyata dia merasa kesulitan memainkan bass dengan memakai bracer Jiwo maka akhirnya dilepasnya bracer tersebut. Wawancara dengan Ichsan dan Nonot pada tanggal 1-2 Agustus 2012 di Kedai Grek, Jl. Srikaya 13 Karangasem, Surakarta.

115 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

burung gagak reraton (dalam folklor masyarakat Jawa dipercaya sebagai burung pembawa kabar kematian).

Visualisasi logo Makam yang keempat dipengaruhi oleh sejarah terciptanya nama dan logo Darkthrone, kelompok musik Black Metal dari

Norwegia. Logo kedua kelompok ini sama-sama merepresentasikan badai:

Darkthrone merujuk pada blizzard beast, badai salju yang biasa terjadi di

Norwegia, sedangkan Makam merujuk pada cleret tahun, badai yang biasa terjadi di Jawa. Logo Makam dari yang pertama dipublikasikan hingga yang sekarang digunakan selalu merepresentasikan kekuatan alam. Pemunculan banaspati pun

(larik-larik cahaya di antara belukar) tidak dimaknai hanya sebagai sosok hantu yang menyeramkan saja tetapi juga, seperti halnya cleret tahun, bagian dari kekuatan alam.

Semua artwork produk merchandise rilisan Makam (atau Kartel) menggunakan ikon-ikon identitas Jawa tradisional. Artwork seri Ram of Java

(kaus) merupakan hasil modifikasi dan sintesa antara mitologi dewa kesuburan dalam kebudayaan Babilonia, Ram of Mendes, dengan mitos kesuburan dalam kebudayaan Jawa, sedangkan artwork pada semua seri Kayon (jamper) adalah hasil modifikasi dari kayon atau gunungan dalam wayang kulit.

Artwork seri Kayon Ratriarkha (jamper) merujuk pada bentuk kayon kreasi baru (terdapat lobang di tengah kayon) dengan menghadirkan ikon boneka wayang yang merepresentasikan Shiva Ratriarkha (nama panggung Jiwo) di tengah-tengahnya. Kayon III (jamper) hampir sama dengan seri Kayon, perbedaannya pada detail ornamentasi dan logo kelompok yang digunakan. Pada

116 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

artwork seri Kayon III ini logo kelompok yang digunakan adalah logo Makam yang paling akhir. Selain berbagai seri Kayon, artwork seri Garuda Taksaka

(kaus) dan Kumbokarno (kaus) juga merujuk pada wayang kulit. Artwork seri

Garuda Taksaka merujuk pada gabungan imaji burung garuda dan ular dalam wayang kulit, sedangkan seri Kumbokarno merujuk pada sosok Kumbokarno, buta, dalam epos Ramayana (wayang kulit). Keduanya, buta dan binatang, mempunyai karakter keperwiraan yang berbeda dengan keperwiraan tokoh-tokoh protagonis pada umumnya. Karakter keperwiraan alternatif inilah, yang mereka anggap selaras dengan karakter Makam, yang menginspirasi terciptanya kedua artwork tersebut.

Artwork seri Surya Majapahit (kaus) dan Jatayu (kaus) adalah upaya

Makam meniru komunitas Black Metal Skandinavian, mengambil ikon-ikon kebudayaan lama yang dianggap sebagai ikon kejayaan komunitas budaya mereka. Makam mencoba merepresentasikan ikon-ikon simbol identitas pada era kerajaan Hindu di Jawa, era yang mereka anggap sebagai puncak kejayaan komunitas Jawa.

Seri kayon yang terbaru masih dalam bentuk desain, belum diproduksi.

Artwork seri Kayon IV ini rencananya akan diaplikasikan pada kaus. Terdiri dari empat desain artwork yang masing-masing merepresentasikan elemen api, angin, tanah dan air. Ide ini sebelumnya sudah diterapkan pada artwork seri Sotya

Kalimah (kaus), modifikasi dari simbol pentagram terbalik. Pada Sotya Kalimah ini dihadirkan kaligrafi aksara Jawa yang membentuk imaji kepala kambing di tengah pentagram. Setiap kata dalam kaligrafi tersebut menunjuk pada keempat

117 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

elemen alam, keempat kiblat pedanyangan dan satu pancer: papat kiblat lima pancer.

Sejak awal berdirinya Makam sudah menggarap fesyen panggung mereka.

Jubah hitam berkerudung gaya neo medieval dengan menggunakan corpsepaint adalah fesyen panggung Makam yang pertama (1995). Dua tahun setelah itu fesyen panggung mereka berubah. Kalau sebelumnya diinspirasi oleh kelompok

Testament (Amerika Serikat), kali ini Cradle of Filth, kelompok musik dari

Inggris, yang menjadi kiblat fesyen mereka: Jiwo berdandan serupa Drakula, lengkap dengan corpsepaint dan kesan lumuran darah di mulutnya.

Pada antara tahun 1997-1999 Jiwo mengenakan lagi jubah hitamnya, hanya saja kali ini jubah dipakai sebagai semacam cape berkerudung. Jiwo, dengan mengenakan cape berkerudung, wristband dan armor artificial, berdandan seolah-olah seorang prajurit (troop) Viking yang sedang berlaga di medan perang.

Tahun berikutnya fesyen panggung Makam berubah lagi: mereka merancang kostum panggung sendiri, eksperimentatif, dengan masih tetap merujuk pada kode-kode fesyen Black Metal Skandinavian. Tahun 2000-2006 Jiwo sempat hanya bertelanjang dada dan tanpa corpsepaint (tetap menghadirkan gimmick darah di sekitar mulut) ketika beraksi di atas panggung. Ide fesyen ini muncul setelah mereka mengetahui bahwa kelompok-kelompok musik Black Metal

Skandinavian yang dikiblatinya saat itu tidak lagi mengenakan corpsepaint pada aksi-aksi panggungnya.

Pada perhelatan musik Smash Your Ass Jiwo mengenakan kostum panggung yang secara teknis lebih paripurna penggarapannya. Sejak itu dia selalu

118 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mengenakan fesyen ini setiap kali beraksi di atas panggung. ”Kostum bertanduk” ini kemudian disempurnakan lagi dengan menambahkan body protector (Kendo) sebagai armor. Fesyen panggung ini tidak lagi dipakai setelah Makam merasa ada yang mulai menirunya. Perhelatan musik Jakarta Black Fest II di Bulungan,

Jakarta, adalah terakhir kali Jiwo menggunakan ”kostum bertanduk”nya. Pada perhelatan musik Rock in Solo VI kelompok ini menghadirkan fesyen panggung mereka yang terbaru, fesyen panggung yang dalam visualisasinya lebih berupaya menghadirkan nuansa tema paganisme Jawa.

Makam membuat imaji foto pertama kali pada tahun 1995. Dalam pose ini mereka berdiri berjajar lima, mengenakan jubah hitam berkerudung dengan salah satu orang, yang berdiri di tengah, memegang Satanic Bible. Sepuluh tahun berikutnya Makam baru membuat imaji foto lagi. Mereka berpose seperti kelompok-kelompok musik populer pada umumnya. Pose Jiwo dan keris yang dipegangnya, dalam imaji foto ini, melengkapi teks Makam sebagai kelompok ekstrim metal yang mengusung tema-tema kejawaan.

Menjelang keberangkatan Makam ke Malaysia, dalam proyek

Manikamaya Ekspedisi Pamalayu 2009, Jiwo membuat imaji foto. Dia merasa perlu membuat imaji foto ini sebagai arahan fesyen panggung yang harus digunakan oleh vokalis penggantinya sewaktu pentas di Malaysia. Imaji foto Jiwo ini merepresentasikan sesosok hantu prajurit Jawa yang sekaligus metalhead.

Sepulang dari Malaysia Makam kembali membuat imaji foto dengan masing- masing orang memakai beskap, mengenakan kain jarit, memakai keris, menyelipkan samir di pinggang, bercelana hitam dan bersepatu boot.

119 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Jiwo, sebagai vokalis Makam, banyak membuat imaji foto (pose) dirinya sebagai Shiva Ratriarkha. Kelompok ini sekarang merasa perlu membuat imaji foto untuk berbagai keperluan mereka: promosi, pembuatan merchandise dan berbagai keperluan official lainnya.

Bandoso membuat logo pertama mereka ketika kelompok ini masih berada di jalur musik Gothik Metal (Atmospheric Gothic Black). Logo yang berupa tulisan nama kelompok ini ditulis menggunakan tipografi Minion Pro Medium yang diestetisasi. Tahun 2009 logo kelompok ini berubah. Logo Bandoso yang kedua ini ternyata justru menuai banyak kritik dari sesama komunitas ekstrim metal di Surakarta: visual logonya terlalu mirip dengan logo Behemoth, kelompok musik Black Metal dari Polandia. Menerima kritikan tersebut Bandoso memodifikasi lagi logo kelompoknya. Tipografi hurufnya diolah lagi (meskipun masih dalam ragam yang sama) dan diberi tambahan imaji kepala kambing di bawah tulisan (logo) nama kelompok. Visualisasi imaji kepala kambing ini dipengaruhi oleh imaji robot pada film Transformers.

Pengaruh film pada produk ikonik Bandoso tidak hanya terlihat pada ikon kepala kambing ini saja. Imaji foto (pose) kelompok yang disisipkan pada sampul

CD album musik mereka yang terbaru, Semesta Paradoks, juga dipengaruhi oleh imaji pose para superhero The Avengers (pada berbagai merchandise dan media publikasi film ini).

Tahun 2009 Bandoso mulai merintis usaha merchandise. Awalnya mereka bekerjasama dengan beberapa perusahaan clothing. Perusahaan-perusahaan inilah yang merilis produk-produk merchandise Bandoso. Perusahaan clothing (distro)

120 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

pertama yang bekerjasama dengan Bandoso adalah Belukar. Distro ini merilis kaus seri Rage of the Reaper. Setelah itu ada Helleluyah (merilis kaus seri

Mystical Beat dan Tikaman Napsu –judul lagu Bandoso), Alpha Omega Merch

(ziphood seri logo Bandoso) dan Cock Off! (merilis kaus ulang tahun Bandoso:

Eleven Years). Tapi Bandoso sering merasa kurang puas dengan merchandise rilisan perusahaan rekanan mereka. Bandoso merasa identitas dan visi mereka sering kurang terepresentasikan pada merchandise-merchandise tersebut.

Bandoso akhirnya berniat merilis sendiri produk-produk merchandise mereka. Ulang tahun Bandoso ke-12 adalah momentum pertama kelompok ini secara serius memproduksi merchandise mereka sendiri. Melalui artwork ini

Bandoso ingin mengatakan bahwa selama 12 tahun mereka telah berjuang melawan keterkungkungan (hegemoni) kebudayaan ”Barat” dan mengajak khalayak untuk bersama-sama berjuang melawan keterkungkungan tersebut dengan cara membekali diri dengan pengetahuan, kembali pada nilai-nilai luhur kebudayaan Jawa dan hidup sesuai dengan tuntunan agama. Bandoso memasukkan ikon-ikon Jawa tradisional pada artwork kaus ulang tahun ke-12 ini, di antaranya ikon keris dan angka dalam aksara Jawa. Sejak itu mereka berencana selalu memasukkan ikon-ikon Jawa tradisional dalam setiap artwork visual mereka. Terbukti, pada sampul CD album Bandoso yang terbaru (2012), Semesta

Paradoks, mereka juga hadirkan ikon kain batik, keris serta sebuah kalimat dalam bahasa-aksara Jawa „wolak walik manungsa ing jaman kalebandu‟.

Tahun 2009 Bandoso juga mulai serius menggarap fesyen panggung mereka. Bandoso menggunakan kode-kode fesyen Black Metal pada fesyen

121 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

panggung mereka -di antaranya memakai sepatu boot, jaket kulit, corpsepaint, wristband (bracer) dan spike- dengan selektif. Mereka memilih mana yang menurut mereka bisa bisa digunakan dan yang tidak. Sabuk selongsong peluru

(bullet belt), yang pernah menjadi aksesori wajib pada fesyen panggung mereka, sekarang tidak lagi mereka gunakan. Bandoso merasa penggunaan sabuk ini sekarang tidak banyak manfaatnya, bahkan cenderung mengganggu kenyamanan mereka saat beraksi di atas panggung. Rasa nyaman menjadi pertimbangan penting dalam fesyen panggung Bandoso.

Makam dan Bandoso dalam cultural studies bisa dilihat sebagai subkultur anak muda dan sekaligus bagian dari kebudayaan populer. Mereka menggunakan dua konsep yang saling berkaitan dan berperan penting dalam subkultur, bricolage dan homologi, meskipun tidak dalam bentuknya yang autentik. Kedua kelompok ini terbentuk dari hasil interaksi lintas ruang: sinkretis dan hibrid.

Makam dan Bandoso mengenal Black Metal dari industri hiburan global dan tren. Mereka menjadi konsumen aktif tren simbol perlawanan dan identitas

Black Metal dan merujuknya -memodifikasinya- sebagai gaya. Makam dan

Bandoso mengada oleh gaya, proses bricolage simbol, meskipun dalam bentuk tiruan yang tidak lagi mengandung pesan tersembunyi: gaya sebagai bagian dari mode fesyen.

Bricolage simbol adalah pengambilan berbagai objek atau komoditi, yang masing-masing sudah dimuati makna, untuk direkontekstualisasi, ditata ulang dalam suatu ensambel simbolik dan disubversi makna-makna sebelumnya

122 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

sehingga muncul makna dan pesan baru165. Pemunculan berbagai ikon wayang kulit dan simbol identitas Jawa yang lain, The Vitruvian Man terbalik, representasi cahaya, body protector Kendo, pose heroik ala kelompok lakon The Avengers, ikon kitab suci serta berbagai simbol perlawanan dan identitas Black Metal pada berbagai produk visual (ikonik dan fesyen) Makam dan Bandoso adalah proses bricolage simbol kedua kelompok tersebut dalam membangun simbol identitas mereka.

Namun bricolage simbol Makam dan Bandoso tidak akan ada artinya kalau tidak berhomolog dengan musik yang dimainkan, citra diri kelompok, kegiatan, jejaring komunitas dan kepedulian pokok mereka sebagai satu kesatuan yang terstruktur. Struktur pada subkultur yang mana pun disifati oleh keteraturan ekstrim: setiap bagiannya secara organik berkaitan dengan bagian lain dan melalui kecocokan antar bagian inilah anggota subkultur mengartikan dunia166.

Merayakan keberbedaan mereka dari kebudayaan dominan.

Makam dan Bandoso muncul dan bertumbuh dalam tren subkultur anak muda, namun bukan berarti tidak bisa memproduksi makna. Konsep bricolage dan homologi pasca autentisitas memungkinkan kedua kelompok ini memunculkan kekhasan mereka di antara simbol-simbol identitas Black Metal yang mereka rujuk. Mereka menjadi bagian dari komunitas Black Metal dunia dan sekaligus tren dalam kebudayaan populer.

165 Lihat, Hebdige, Dick. 2000. Asal-Usul & Ideologi Subkultur Punk. Tr. Ari Wijaya. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik. hh.205-211. 166 Ibid. hh.227-228.

123 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

B. Visualitas yang Menggelisahkan

Punctum. Dari sekian banyak data visual Makam dan Bandoso, ada tiga titik yang menggelisahkan dan menggemaskan saya: produk ikonik (artwork) yang disematkan pada kaus (merchandise) ulang tahun Bandoso yang ke-12, fesyen panggung Jiwo (Makam) pada perhelatan Rock in Solo VI, dan representasi banaspati sebagai ide visual logo Makam. Ketiga titik ini memunculkan dorongan yang kuat bagi saya untuk berhenti, memperhatikan, dan merefleksikannya. Saya berada di antaranya (correspond) dan mulai menuliskan imajinasi-imajinasi baru berdasarkan realitas visual yang nyata.

Ada yang terasa mengganjal, yang ganjil, pada visualitas ketiga titik tersebut, namun justru keganjilan tersebutlah kekuatan dan kekhasan Makam dan

Bandoso; kedua kelompok Black Metal ini mensintesakan ikon-ikon tradisional

Jawa dan ikon-ikon kontemporer menjadi sebuah gabungan simbol yang memancarkan kekuatan. Refleksi ini adalah upaya untuk menemukan kekuatan retorik simbol identitas Makam dan Bandoso.

1. Tengkorak Bandoso

Sosok pendekar tengkorak bertanduk mateg aji, mengeluarkan seluruh kemampuannnya. Aura kesaktiannya memancar keluar, melingkupi tubuh. Retak dahi tengkorak dan sorot matanya menandakan kehebatan tenaga dalam yang dikuasai. Sulit untuk menakarnya.

Setiap kali melihat artwork kaus (merchandise) ulang tahun Bandoso ke-

12 ini di kepala saya selalu muncul gambaran imaji tokoh-tokoh komik silat

124 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dalam pose-pose heroik mereka. Dari pose para tokoh ini saya bisa membayangkan kehebatan mereka tanpa harus tahu kisah keseluruhannya terlebih dahulu; imaji pose para pendekar menjanjikan berlembar-lembar kisah kependekaran. Pose si Buta dari Gua Hantu yang berdiri memegang tongkat dengan seekor monyet di pundaknya mengasosiasikan kisah-kisah kependekarannya, demikian juga pose Panji Tengkorak, Jaka Sembung, Jaka

Geledeg dan lain-lain.

Imaji tengkorak kepala manusia sering muncul dalam komik silat: sebagai kedok, simbol pada bendera bajak laut, manik-manik kalung, hiasan pada hulu pedang, kepala tongkat, sampai merepresentasikan emosi dalam balon-balon kata.

Tengkorak kepala manusia tentu bukan ikon khas komik. Imaji ini sudah muncul jauh-jauh waktu sebelumnya, di banyak komunitas budaya, di berbagai belahan bumi. Ikon tengkorak kepala manusia sangat populer digunakan untuk merepresentasikan dunia kematian yang tidak hanya berupa peringatan, ancaman, teror dan dunia kegelapan saja, tetapi kadang juga keagungan dan kesucian.

Tengkorak (bertanduk) pada visual artwork kaus Bandoso adalah satu di antara berjuta-juta ikon tengkorak kepala manusia yang sudah atau pernah ada, dan masih akan terus bermunculan. Namun, sebagaimana pemunculan imaji tengkorak kepala manusia di komik-komik silat, ikon tersebut ternyata hanya aksesori untuk menambah efek dramatik bagi keseluruhan kisah yang digambarkan. Ikon tengkorak kepala manusia dalam visual artwork ini menjadi imaji yang dangkal dan sekaligus pasaran, tapi justru inilah kekuatannya:

125 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mengukuhkan kemengadaan Bandoso dalam kebudayaan populer. Seperti juga komik silat.

Berbagai simbol ditempelkan pada visual artwork ini tanpa mempedulikan identitas dan ideologi simbolnya. Ketidakpedulian ini menyebabkan identitas dan ideologi simbol masing-masing meluruh, menjadi imaji-imaji yang dangkal.

Kolase dari berbagai imaji ini lalu membentuk simbol ”baru”, yang sangat subjektif, yang bisa jadi sama sekali berbeda dan bukan tidak mungkin lebih kuat performanya.

Ikon keris, buku, simbol iluminasi (freemason), angka „12‟ dalam aksara

Jawa, tengkorak kepala manusia, dan sosok manusia bertangan enam dikolasekan menjadi sebuah artwork. Dan visual artwork inilah bentuk pernyataan kemengadaan Bandoso selama 12 tahun di dunia musik ekstrim metal: bahwa selama ini mereka adalah kelompok musik populer yang mengonsumsi tren musik

Black Metal, tren identitas komunitas (kejawaan) dan bentuk-bentuk tren yang lain. Tren-tren tersebut bermuara pada bentuk tren anti kemapanan dalam kegiatan produktif mereka: panggung musik ekstrim metal!

Keberadaan mereka dalam dunia tren ini bukan berarti menyurutkan kualitas kemengadaan mereka. Justru di sinilah pertaruhan kelompok ini; menjadi kelompok musik ekstrim metal yang sekaligus trendy, menyuarakan moralitas di dunia permukaan dan menjadi bagian dari kebudayaan populer. Bandoso tidak mbentoyong, bersusah payah, membawa beban sejarah dan narasi besar Black

Metal meskipun berada di dalamnya. Mereka merasa boleh membuang apa saja yang tidak mereka butuhkan dan memasukkan apa saja -dan dari mana saja- yang

126 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mereka inginkan. Seperti halnya para komikus yang tidak lagi menyoal definisi komik untuk meledakkan gairah mereka merangkai kisah dan menyusun panel- panel komiknya yang imajinatif, sebagai kelompok musik Black Metal dan bagian dari kebudayaan populer Bandoso bisa lebih rileks berkiprah di dunia mereka.

2. Shiva Ratriarkha

Wajah pucat, mata lebam, mulut berlumur darah; rambut panjang diurai, jegul kecil di atas kepala; sepasang sumping kudhup terselip di kedua daun telinga. Tubuh berbalut kaus bernuansa warna merah bata, ditimpa secabik kaus hitam tanpa lengan; celana kulit warna hitam, knee protector dan sepatu boot.

Noda-noda darah membercak di banyak bagian tubuh, mengotori pakaian. Jiwo menjadi Shiva Ratriarkha di atas panggung Rock in Solo VI.

Riuh-rapat musik Black Metal menghentakkan tubuhnya. Bukan, bukan menghentak. Dia lebih seperti ular dalam kancah pertarungannya yang paling purba: mendesis, menyeringai, menantang lalu menyerang. Shiva Ratriarkha mematuk-menghantam. Setiap kali dia desis-desahkan lagu-lagunya saya berharap bisa melihat sembulan taring giginya.

Menyaksikan fesyen panggung Jiwo seperti sedang berada di antara bebatuan danau Swam Angelnya Max Ernst. Menyaksikan persetubuhan imaji angel dan ”sosok merah” (Tower) André Masson. Menimbang-nimbang antara harus menikmati keindahan atau justru dicekam kengerian. Kostum dan make up

(corpsepaint) Jiwo ini dibanding dengan yang pernah ia dikenakan sebelumnya secara teknis memang terlihat lebih sederhana, namun jauh lebih antep.

127 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Surealistik. Visualisasinya spontan: sempalan, tempelan, dekonstruksi dan modifikasi dari berbagai kode fesyen yang berbeda-beda. Kesadaran estetik tidak terlalu memegang peran dalam perancangan fesyen ini. Jiwo membebaskan, membiarkan dorongan bawah sadarnya bekerja.

Dorongan bawah sadar menjadi virus yang menekan kesadaran Jiwo hingga di titik nadir; ”membunuh” Jiwo dan menjadikannya Shiva Ratriarkha, representasi dari segala mimpi, ketakutan, amarah dan gairah perjuangan Jiwo.

Shiva Ratriarkha di atas panggung adalah pribadi yang ”hidup” atas ”kematian”

Jiwo. Zombie. Konon orang menjadi zombie, monster, karena terserang jenis virus tertentu: mati lalu menjadi zombie. Daripada sosok mayat yang bangkit dari kematian, hantu, Shiva Ratriarkha lebih mirip zombie.

Visual fesyen Shiva Ratriarkha merepresentasikan zombie: imaji daging busuk yang menjijikkan, mengerikan, dan anyir darah! Selain mengadopsi, mengkolase dan memodifikasi berbagai kode fesyen, visual fesyen panggung Jiwo ini juga merepresentasikan kengerian. Jiwo merubah apa-apa yang busuk, menjijikkan dan mengerikan, yang anti estetika, menjadi estetika. Dan estetika fesyen panggung inilah, selain juga kebisingan musik mereka, senjata Jiwo dan

Makam untuk hadir di komunitas mereka, dunia ekstrim metal, dan masyarakat.

Shiva Ratriarkha adalah zombie yang mematuk-menghantam, yang bernafsu menjarah otak khalayak yang menikmati aksi panggungnya. Tidak untuk menjadikan mereka zombie seperti dirinya; hanya menyebar virus keresahan.

Agar mereka resah dengan kehidupan sehari-hari, berani mempersoalkan

128 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kemengadaan mereka masing-masing di tengah masyarakat, di antara jerat jaring- jaring kebudayaan dominan yang ”nyaman” dan ”tenteram”.

Shiva Ratriarkha yang surealistik, zombie yang mengerikan dan menjijikkan, sempat beberapa saat mencekam saya. Hingga akhirnya sumping kudhup yang terselip di kedua telinga Jiwo dan mic nirkabel di tangannya menyadarkan. Kedua benda tersebut menjangkar saya untuk tidak beranjak terlalu lama dari kenyataan panggung. Saya tinggalkan panggung sesaat menjelang selesainya penampilan Makam.

3. Pe-Makam-an Banaspati

Banaspati dikisahkan sebagai hantu yang sakti dan menakutkan. Kadang dia muncul dalam bentuk pijaran bola api, kadang memperlihatkan wujud yang menyeramkan: berdiri terbalik di atas kedua tangannya, rambut api menyala- nyala, mata membelalak merah, wajah membara dan lidah panjang terjulur.

Berbeda dengan hantu-hantu yang lain, banaspati sering mencelakai orang yang dijumpainya, bahkan kadang sampai membunuhnya. Hanya terkena air ludahnya saja kulit kita bisa terbakar. Dan yang lebih mencemaskan lagi, hantu ini tidak butuh alasan untuk menampakkan wujudnya, meruhi, dan atau mencelakai manusia kapan saja. Banaspati bukan hanya memedi yang suka meden-medeni tapi lebih dari itu, dia adalah teror.

Masyarakat Jawa berusaha menjinakkan narasi banaspati. Hantu ini direpresentasikan pada kayon, pada boneka wayang setanan, pada topeng tari yaksa dan dhemit, dan menjagai karaton Jawa dalam ornamentasi beberapa

129 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bangunan purinya. Akhirnya bukan hanya terjinakkan, hantu ini bahkan menjadi bagian dari bangunan identitas kebudayaan Jawa, seperti halnya Mur Jangkung,

Ajisaka, Prabangkara dan sebagainya. Penjawaan adalah senjata pamungkas untuk menjinakkan rasa keterancaman masyarakat Jawa dari yang asing, yang liar dan atau yang mengganggu. Seakan-akan ketidakteraturan -yang asing, yang liar, yang mengganggu- memang sengaja diadakan sebagai penjamin keharmonisan.

Masyarakat Jawa berusaha mengubur dalam-dalam rasa keterancamannya dan menutupi apa-apa saja yang mengancam dengan berbagai bentuk representasinya yang artistik dan njawani. Sampai akhirnya orang melupakan bahwa Mur Jangkung adalah Jan Pieterszoon Koen yang menancapkan tonggak penjajahan di Nusantara, Ajisaka -yang mengenalkan aksara Jawa- adalah pendatang dari Hindustan, dan masyarakat Jawa keturunan Tionghoa bukanlah anak cucu Prabangkara. Mereka tidak lagi mengingat kengerian teror banaspati.

Jangankan mengingat terornya, yang tahu banaspati ini saja sekarang tidak banyak. Hantu ini punah.

Hampir punah. Untungnya saat bangunan identitas ini, yang kemudian dianggap sebagai keadiluhungan Jawa, berusaha menjinakkan banaspati tradisi tutur justru setia menjagai keangkerannya. Dongeng-dongeng malam yang dituturkan oleh dan untuk para kerabat, dari generasi ke generasi, membuat banaspati tetap asing dan liar. Dalam endapan ingatan masyarakat, yang dibangun oleh tradisi tutur, banaspati tetap kekuatan alam yang gaib, berbahaya dan tidak berbudaya.

130 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Endapan ingatan ini menggantikan alas gung liwang-liwung, pohon-pohon besar dan pekuburan angker sebagai tempat persemayaman banaspati.

Meruntuhkan imaji banaspati yang artistik (dan adiluhung) sehingga memungkinkannya untuk terus menebar teror dalam wujud dan cara yang bahkan bisa jadi sama sekali berbeda –tidak terpikirkan- pada setiap jaman.

Saat pengadiluhungan Jawa justru memerangkap ”kejawaan” yang ingin

”dilestarikannya” dalam berbagai ritual dan kemasalaluan, banaspati menyeruak muncul. Dia hadir dalam wujud dan cara yang sama sekali berbeda: dalam kebisingan musik Black Metal, dalam tren anti kemapanan dan, tidak main-main, stigma anti agama. Representasi hantu ini, dalam perwujudan dan caranya yang baru, mencemaskan masyarakat. Teror!

Namun, bagaimanapun banaspati tidak bisa sepenuhnya lepas dari stempel kejawaan. Dia adalah hantu yang dikisahkan di Jawa. Representasi banaspati sebagai simbol anti kemapanan dan identitas Makam menjadikan kelompok musik

Black Metal ini . Durhaka kepada keadiluhungan Jawa dan Black

Metal sekaligus. Di belantara hutan Skandinavia banaspati tidak dikenal, bukan bagian dari kisah-kisah kepahlawanan prajurit-prajurit Viking, bukan dewa

Skandinavia dan bukan setan antikrist, tapi tiba-tiba dihadirkan sebagai simbol anti kemapanan dan identitas sebuah kelompok musik Black Metal. Ini pengkhianatan!

Banaspati, hantu purba dari pedalaman belantara Jawa, memang menjadikan Makam anak durhaka. Tapi kedurhakaan inilah yang membuat apa- apa yang dikhianatinya berdarah daging dan membumi. Seperti halnya Soekarno

131 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mendurhakai pemerintah kolonial yang telah memberinya kesempatan mengenyam pendidikan, Makam merebut kesempatan untuk menciptakan kejawaan mereka sendiri yang bebas dari beban pelestarian dan pengadiluhungan serta mendudukkan narasi banaspati sebagai situs peziarahan tiruan -yang kurang sempurna- dari ikon-ikon simbol perlawanan Black Metal Skandinavian, kiblat mereka. Kedurhakaan yang konon selalu berbalas kutuk kali ini rupanya enggan menjadikan Makam tugu batu.

132 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB IV

Estetika Kengerian

Bab IV berisi analisa retorik simbol-simbol identitas kelompok Makam dan Bandoso. Analisa retorik ini merupakan upaya untuk menemukan kondensasi kekuatan (metafora) simbol yang digunakan serta merumuskan pengalaman- pengalaman estetiknya. Upaya untuk menemukan kondensasi kekuatan simbol identitas kedua kelompok ini sudah dimulai pada bab sebelumnya, pada saat saya, di antara banyak data visual yang ada, terhenti pada titik-titik perhatian yang menggelisahkan dan menggemaskan saya, punctum. Punctum adalah inti dari retorika. Beranjak dari punctum inilah analisa retorik ini dimulai.

Makam dan Bandoso menggunakan metafora dari sensasi kengerian, metafora kengerian, sebagai kekuatan simbol identitas mereka. Sensasi kengerian ini merupakan sensasi yang kuat (the strong sensation) yang membuat orang merinding, gemetar dan tidak jarang sampai teraduk-aduk isi perutnya, mungkug- mungkug, serasa ingin muntah. Kengerian inilah kekuatan retorik simbol identitas

Makam dan Bandoso. Kekuatan dari kenikmatan keindahan yang lain, yang sublim, yang mereka gunakan untuk mengada. Estetika kengerian.

Konsep estetika kengerian ini merupakan hasil adaptasi dari estetika kejijikan (disgust) yang dikembangkan oleh Menninghaus. Adaptasi ini dilakukan agar bisa lebih dekat dengan estetika Makam dan Bandoso yang lebih menabalkan sensasi kengerian daripada kejijikan dalam simbol-simbol identitas mereka.

133 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Sensasi kengerian, begitu juga keseraman, kemuakan, kesakitan, kepedihan dan kejijikan adalah the strong sensations yang membangun estetika kejijikan. Jadi, pengadaptasian konsep ini adalah upaya untuk memberikan tekanan pada sensasi kengerian, sensasi yang paling kuat dalam estetika kejijikan Makam dan Bandoso: estetika kengerian.

A. Sensasi Kengerian dalam Metafora

Kengerian umumnya dipahami sebagai oposisi dari apa-apa saja yang indah. Seakan-akan tidak ada tempat bagi keadaan mengerikan ini di dalam keindahan selain sebagai lawan. Kengerian ini ditolak, dihindari keberadaannya dan dianggap sebagai keadaan yang mengganggu. Mengerikan. Menninghaus, dalam bukunya Disgust: The Theory and History of a Strong Sensation (2003), pada bagian awal, mendefinisikan kejijikan, kengerian, sebagai rasa yang muncul secara alamiah dari perasaan ketidaksenangan, ketidaknyamanan, dan banyak digunakan untuk membuat pembedaan antara yang indah dan tidak indah167. Tapi kengerian ternyata tidak selalu berasal dari apa-apa saja yang buruk dan atau tidak menyenangkan. Kengerian juga bisa berada, omnipresence, dalam keindahan.

Dari observasinya tentang rasa indah dan –kenikmatan- yang sublim, Kant

(1766) menuliskan bahwa keindahan membuat jiwa meluruh dalam kehalusan rasa yang sentimental; meredakan ketegangan-ketegangan menjadi emosi yang lembut

(gentle). Tapi kenikmatan atas rasa indah ini bakal berubah menjadi kejijikan, kengerian, ketika keindahan hadir terlalu berlebih. Keadaan terlalu manis, terlalu

167 Lihat, Menninghaus, Winfried. 2003. Disgust: The Theory and History of a Strong Sensation. Tr.Howard Eiland dan Joel Golb. Albany: State University of New York Press. h.25.

134 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

lembut, terlalu kenyal, terlalu cantik, terlalu ramping, terlalu baik, dan sebagainya, akhirnya justru membangkitkan kengerian. Ada an admixture of disgust di dalam setiap sensasi kesenangan yang kuat.168

Kesenangan berpadu dengan ketidaksenangan; kenyamanan bercampur dengan ketidaknyamanan; kekacauan, kejijikan, kengerian bersatu dengan keindahan. Mixed sensation ini memunculkan rasa senang atas sensasi ketidaknyamanan; kenikmatan atas sensasi kengerian. Inilah yang, oleh Kant, disebut kenikmatan keindahan yang lain, keindahan yang sublim. Sesuatu yang menjijikkan hanya membutuhkan sebuah “resep” dari keseraman atau kengerian dalam rangka untuk, bersama mereka dan seperti mereka, menjadi “sumber sublimasi” atau kenikmatan keindahan yang lain169. Inilah rupanya mengapa film horor dengan adegan-adegan yang mengerikan, kacau dan menjijikkan bisa sangat digemari.

Apa-apa yang mengerikan yang direpresentasikan dalam film horor tentu saja tiruan, tapi rasa ngeri yang muncul pada penontonnya nyata (virtual). Tiruan atau tidak kengerian akan tetap membangkitkan rasa ngeri yang alamiah, meskipun sebenarnya sensasi kengerian baru bisa benar-benar menjadi pengalaman yang ”mengerikan” kalau secara langsung berinteraksi dengan tubuh

(proximity)170: tercium baunya, tercecap rasanya dan tersentuh materialnya.

Sesuatu diputuskan menjadi (sesuatu) yang mengerikan selain karena

168 Ibid. h.30. 169 Ibid. h.45. 170 Ibid. h.39.

135 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kemengadaan sumber kengeriannya dan kedekatannya dalam kesehari-harian

(proximity) juga, pertama-tama, karena adanya an intruding act of consumption171.

Sensasi kengerian selalu alamiah dan ”mere idea”. Sensasi kengerian yang dibangkitkan oleh ”mere idea” of imagination ini menjadi defensive symptom yang mempunyai konsekuensi radikal terhadap kengerian: bahwa rasa ngeri, rasa jijik, ”hanya bisa muncul dari ingatan” dan hanya di dalam ingatanlah

“bau busuk bisa hadir”172. Inilah yang menyebabkan “terciumnya bau busuk” imaji buah apel busuk yang dilukiskan pada sebentang kanvas.

Kengerian tentu saja bisa dimasukkan ke dalam ranah seni, asalkan sudah digubah dalam bentuk metafora. Meskipun begitu metafora ini masih tetap

“berbahaya” sebab, selain dalam bentuk tiruan artistik, secara simultan metafora kengerian ini juga sering menggunakan metonimi-metonimi dari sensasi kengerian itu sendiri.173 Dalam metafora (pada ranah seni), the darkest sense - ketakutan, kesedihan, kemencekaman, kebencian, dan sebagainya- mendapat ruang untuk mengekspresikan, bahkan, kemengadaannya yang paling ”gelap”.

Tentu ini bukan lagi persoalan the all darkest sense sebagai sensasi kejijikan, sensasi kengerian, yang sesungguhnya saja tetapi juga pembayangannya dan penyusunan konsep metaforanya174.

Sensasi kengerian seringkali digunakan oleh subkultur anak muda

(subkultur tontonan) dalam aksi-aksi simbolik mereka. Dihadirkan dalam gaya; dimetaforakan sebagai seni. Hebdige menyebut gaya yang menjijikkan dan

171 Ibid. h.104. 172 Ibid. h.210. 173 Ibid. h.40. 174 Ibid. h.42.

136 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mengerikan ini sebagai gaya memberontak. Subkultur Punk, dalam penelitian

Hebdige, menggunakan metafora kejijikan dan kengerian pada fesyen, aksi panggung, berbagai produk ikonik dan musik mereka; metafora yang dirangkai dari metonimi sensasi kengerian, kejijikan (di antaranya tampon, rantai kakus, peniti yang dipasang di sekitar wajah dan pakaian, topeng pemerkosa dan busana kulit, derau, dan sebagainya) dan tiruan-tiruan artistik. Metafora ini mereka gunakan sebagai simbol identitas subkultur dan simbol pemberontakan mereka terhadap kebudayaan dominan.175

Seperti halnya subkultur Punk, Makam dan Bandoso juga menghadirkan kengerian dalam gaya. Kedua kelompok Black Metal ini menjadikan kengerian sebagai seni pada berbagai produk visual (logo kelompok, merchandise, sampul album musik dan berbagai media publikasi) dan musik mereka. Makam dan

Bandoso menggunakan kenikmatan keindahan yang lain, yang sublim, sebagai cara untuk mengada. The feeling of the sublime offers a third possibility, taking on the defeat, the virtual death of our sensory capacities, and compensating for it by

“stirring” the powers of our “supersensuous character”176.

Makam dan Bandoso memetaforakan kengerian dalam visual simbol identitas mereka. Seperti subkultur Punk, selain dalam bentuk tiruan artistik kedua kelompok ini juga menyertakan kengerian itu sendiri sebagai elemen metaforanya

--menyusun metafora dari metonimi-metonimi kengerian. Sensasi kengerian ini, sebagaimana sensasi kejijikan, disebut sebagai the strong sensation: sensasi yang

175 Lihat, Hebdige, Dick. 2000. Asal-Usul & Ideologi Subkultur Punk. Tr.Ari Wijaya. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik. hh.211-219. 176 Lihat, Menninghaus, Winfried. 2003. Disgust: The Theory and History of a Strong Sensation. Tr.Howard Eiland dan Joel Golb. Albany: State University of New York Press. h.111.

137 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

teramat sangat kuat. Itulah juga sebabnya mengapa sebagai kumpulan konotator simbol identitas dan simbol anti kemapanan metafora kengerian ini menjadi retorika yang begitu kuat daya ungkapnya.

B. Metafora Kengerian pada Simbol Identitas Makam dan Bandoso

Selama berkiprah di dunia ekstrim metal, underground, sudah banyak produk visual yang Makam dan Bandoso buat (fesyen panggung dan berbagai macam produk ikonik), di antaranya fesyen panggung Jiwo (Makam) pada perhelatan Rock in Solo VI, logo kelompok (Makam) dan artwork pada kaus

(merchandise) ulang tahun Bandoso yang ke-12. Ketiga ”karya seni rupa” tersebut menggunakan metafora kengerian dalam eksekusi kreatifnya. Sensasi kengerian dalam metafora inilah nyawa bagi ketiganya: retorika simbol identitas Makam dan

Bandoso.

Metafora kengerian ini tidak hanya digunakan pada visual dan musik mereka saja tetapi juga, pertama-tama, pada penamaan kelompok. Keduanya menggunakan, mengambil, nama dari sesuatu yang sebelumnya sudah ada.

Makam dan Bandoso adalah metonimi dari ritus kematian di Jawa, yang merepresentasikan keseraman sekaligus keagungan dalam folklor, yang diambil oleh kedua kelompok ini sebagai nama.

1. Retorika Nama

Makam dan bandosa secara umum dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai bagian dari ritus penguburan jenazah. Makam adalah tempat penguburan jenazah

138 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

sedangkan bandosa alat untuk mengusung jenazah menuju liang kuburnya.

Bandosa, bandhosa atau bandhusa merupakan istilah dalam bahasa Kawi, yang diterjemahkan menjadi trebela dalam bahasa Jawa dan ‟keranda‟ dalam bahasa

Indonesia177. Ketiga istilah dalam tiga bahasa ini (bandosa, trebela dan keranda) tiga-tiganya digunakan oleh masyarakat Jawa di Surakarta, hanya saja sekarang bandosa dan trebela dibedakan. Trebela dipahami sebagai peti jenazah sedangkan bandosa adalah keranda jenazah. Keduanya sebenarnya mempunyai kegunaan yang hampir sama, sama-sama digunakan untuk membawa jenazah menuju tempat dikuburkannya178. Kalau sudah menggunakan trebela biasanya tidak lagi menggunakan keranda.

Keranda atau bandosa ini adalah varian dari tandu yang digunakan khusus untuk mengusung jenazah. Saat digunakan untuk menandu, kerodong bandosa dikerudungi kain (menggunakan kain jarit atau, umumnya sekarang, kain yang bertuliskan ayat-ayat suci Al Qur‟an) untuk menutupi jenazah yang diusungnya.

Penggunaan bandosa ini rupanya adalah salah satu cara untuk memberikan penghormatan terakhir pada jenazah; mengantarkan jenazah pada liang kuburnya dengan rapi, terhormat dan manusiawi. Selain itu, penggunaan bandosa ini juga dilakukan untuk menghindari tabu. Membawa jenazah begitu saja (misalnya: jenazah yang dipocong), tanpa menggunakan bandosa atau trebela, merupakan tabu yang mengerikan di masyarakat.

177 Lihat, Amaji. 2010. Kamus Basa Kawi, Jawa, Indonesia. Sukoharjo: CV.Cendrawasih. h.20. 178 Peti mati dikuburkan bersama dengan jenazah yang dibawanya. Baik dengan jenazah tetap berada di dalamnya maupun tidak (jenazah dikeluarkan dan dikuburkan terlebih dulu lalu di atas tubuhnya ditaruh kayu-kayu bongkaran peti yang sebelumnya digunakan untuk mengusungnya). Bandosa tidak dikuburkan bersama jenazah. Alat ini dibawa kembali untuk digunakan lagi sesuai dengan kegunaan domestiknya: mengusung jenazah.

139 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Bandosa hampir tidak pernah disinggung sebagai bagian dari ritus kematian kecuali dalam kisah-kisah hantu. Sebagai salah satu peralatan dalam ritus penguburan jenazah bandosa seringkali juga membangkitkan rasa seram.

Sensasi ini muncul justru ketika tandu pengusung ini sedang tidak digunakan; saat digeletakkan pada tempat penyimpanannya di salah satu ruang di area masjid, di area pemakaman atau di dalam mobil jenazah. Keseramannya akan lebih menyeramkan lagi kalau melihatnya berada tidak pada tempat(penyimpanan)nya.

Apalagi pada saat hari mulai gelap dan sepi.

Pada saat itu ingatan atas kegunaan domestik bandosa sebagai alat untuk mengusung tubuh-tubuh manusia tidak bernyawa dan imajinasi yang terbentuk dari folklor hantu di masyarakat bertemu dan membangun sensasi keseraman atasnya. Dan saat itulah bandosa menjadi representasi dari dunia kematian yang hidup; tubuh-tubuh mati yang pucat, dingin, membusuk, dan menyeramkan, tapi hidup --dalam dunia kematian. Sensasi ini nyata: mengerikan, menyeramkan.

Meskipun sebenarnya sensasi ini lebih banyak dibangkitkan oleh ”mere idea” - ingatan dan imajinasi- tentang dunia kematian dan hantu-hantu yang ”mengada” di dalamnya daripada sebagai pengalaman perjumpaan dengan hantu yang sesungguhnya, yang sulit diverifikasi.

Bandosa inilah yang diusung sebagai nama oleh kelompok Black Metal yang bermarkas di Surakarta ini, yang dituliskan ”sesuai dengan pelafalannya”:

Bandoso. Nama ini adalah sebuah metafora yang dibangun dari perpaduan antara rasa seram yang mengerikan dan keagungan serta dialektika yang terjadi di antaranya. Mixed Sensation. Bandosa merupakan metafora dari sensasi kengerian

140 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dunia hantu yang gelap, dingin, disorder dan menyeramkan tetapi sekaligus juga sebuah masyarakat yang beradab, order, dan manusiawi --mengantarkan seseorang ”berpulang”, kembali kepada Sang Khalik.

Gambar 48. Aksi panggung Bandoso Sumber: Dokumentasi kelompok Bandoso

Berbeda dengan bandosa, makam merupakan salah satu artefak penting dalam ritus kematian. Tidak hanya berhenti sebagai bagian dari ritus penguburan jenazah saja tetapi lebih dari itu, makam menjadi situs persinggahan, peziarahan; sebagai tempat untuk berdoa, mendoakan arwah orang yang dikuburkan (biasanya

141 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

makam leluhur atau kerabat) dan atau ngalap berkah (upaya untuk mendapat berkah dari karomah, karãmah, orang yang sudah meninggal dan dimakamkan di dalamnya). Tidak sedikit orang-orang Jawa, dari berbagai kalangan, yang masih melakukan ritual ini sampai sekarang. Beberapa makam atau area pemakaman yang dianggap keramat179 dan ramai didatangi peziarah di antaranya: area pemakaman raja-raja dinasti Mataram di Imogiri, makam Ki Ageng Atasangin, makam G.A. Tulakbronto, makam Rara Pembayun, makam R.Ng. Ronggawarsito, makam Ki Balak dan makam Sunan Tembayat. Masing-masing dipercaya mempunyai karomahnya sendiri-sendiri.180

Ada banyak makam, yang tersebar di seluruh Jawa, yang dijadikan tempat peziarahan. C. Guillot dan H. Chambert-Loir menghitung ada puluhan ribu makam keramat di Jawa, yang dipercaya sebagai makam para wali (awliyã) di dunia Islam, yang satu sama lainnya sangat berbeda jumlah pengunjungnya181.

Belum lagi makam tokoh-tokoh pra Islam (non Islam) yang belum atau tidak

”diislamkan”. Ziarah makam di Jawa tidak lepas dari pengaruh Islam meskipun pada praktik-praktiknya banyak juga yang masih tetap menggunakan dan atau mencampurnya dengan tradisi peziarahan pra Islam (non Islam).

Istilah makam sendiri berasal dari bahasa Arab yang diperkenalkan di

Jawa lewat penyebaran Islam: maqãm, yang kurang lebih artinya perhentian182 atau tempat berdiri. Ibn ‟Arabi (salah seorang tokoh yang merintis hagiologi, ilmu

179 dari asal kata dalam bahasa Arab karãmah atau karãmat yang artinya keajaiban. 180 Lihat, Pemberton, John. 2003. Jawa. Tr. Hartono Hadikusumo.Yogyakarta: Mata Bangsa. hh.367-400. 181 Lihat, Guillot, Claude & H. Chambert-Loir (ed.). 2007. Ziarah dan Wali di Dunia Islam. Tr. Jean Couteau, Ari Anggari Harapan, Machasin, Andrée Feillard. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. h.337. 182 Ibid. h.26.

142 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

yang mempelajari fenomena awliyã, dalam dunia Islam) memaknai makam para wali yang diziarahi ini sebagai maqãm al-qurbah (perhentian kedekatan): tempat tinggal (manazil) Kaum yang Terdekat, tempat tinggal yang terdekat dan terluhur di sisi Allah, yang menjadi penghubung hidup mereka dengan akhirat183. Karena mempercayai kedekatan dan keluhurannya di hadapan Allah, maka makam mereka diziarahi, dimohon bantuannya dan terlebih lagi karomahnya.

Ritus peziarahan ini, di dunia Islam, merupakan konsekuensi dari perluasan penyebaran agama ini di muka bumi. Semakin jauh dari Mekkah, pada masa-masa awal perluasan penyebaran Islam, semakin sulit umat, apalagi di lingkar terjauh penyebaran Islam, melakukan ibadah haji (hajj). Maka dibuatlah tiruan-tiruan yang kurang sempurna dari Ka‟bah. Karena itu, hampir di semua negeri Islam terdapat tempat-tempat keramat, pada umumnya makam-makam wali, yang dianggap sebagai pengganti tak sempurna dari Mekkah184. Mengganti hajj dengan ziarah ke makam para wali.

Tentu tidak semua golongan dalam Islam menerima ide ini, bahkan ada yang menolak dengan keras. Tapi, terlepas dari alasan dan ijtihad185 masing- masing atas praktik ini, peziarahan makam yang dianggap keramat bertumbuh subur di Jawa. Akhirnya berdampinganlah makna peziarahannya, antara makam tokoh-tokoh dalam dunia Islam, para awliyã, dengan tokoh-tokoh sakti, danyang

183 Ibid. hh.25-26. 184 Ibid. h.11. 185 Pengerahan segala daya upaya akal budi untuk melacak simpulan hukum dari dalil-dalil yang hipotetik (zhanniy) sehingga didapat panduan keagamaan yang sesuai dengan atau mendekati kepada pesan Al Qur‟an dan Hadits. Sumber: K.H. Dian Nafi‟, pengasuh pondok pesantren Al Muayyad di Windan, Sukoharjo. 1 September 2013.

143 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

pelindung suatu wilayah (cikal bakal) dan petilasan. Dari memohon karomah hingga pelarisan.186

Meskipun diketahui ada banyak makam dan atau area pemakaman yang dianggap sebagai tempat keramat bahkan suci, yang diziarahi untuk didoakan dan dimohon karomahnya, dalam bayangan masyarakat pada umumnya makam tetap tempat yang menyeramkan. Mereka melakukan ziarah makam pada waktu-waktu tertentu, setidaknya di makam-makam kerabat, tetapi menjauh dalam kesehari- hariannya. Makam dalam bayangan masyarakat umum merupakan tempat yang menyeramkan, area yang ramai dengan arwah orang-orang yang sudah meninggal dan bergentayangan; tempat mukim arwah penasaran yang suka mengganggu.

Bahkan, meskipun pada praktiknya sekarang banyak area pemakaman yang tergusur dan dijadikan area perkantoran atau pemukiman (dan hanya menyisakan cerita-cerita horor).

Makam sebagai tempat yang angker, bahkan gawat, direpresentasikan dalam berbagai kisah. Dari tradisi tutur hingga film, dari gosip hingga pemberitaan media massa. Tidak sedikit cerita hantu yang berlatar tempat kejadian di (area) makam, baik yang dipercaya sebagai kisah nyata maupun rekaan. Makam menjadi metafora keangkeran yang lebih kuat dibanding, misalnya, pohon besar atau rumah tua. Bagaimana tidak, makam merupakan bagian, metonimi, dari ritus kematian itu sendiri. Di sinilah letak dialektika makam: dianggap sebagai tempat yang angker, gawat, menyeramkan tetapi

186 Ada upaya dari pengelola beberapa makam awliyã untuk mensterilkan situs keramat yang dikelolanya dari praktik-praktik peziarahan yang mereka anggap ”kurang Islami” tapi tidak pernah benar-benar berhasil sebab makam para wali ini, seperti juga makam-makam keramat yang lain, didatangi oleh berbagai kalangan dengan berbagai kepentingan.

144 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

sekaligus nguwalati, merbawani (berwibawa) dan menjadi puser (pusara) atau pusat kekuatan gaib, karomah dan berkah.

Jiwo dan teman-teman menggunakan ‟makam‟ sebagai nama kelompok mereka: Makam. Nama ini, seperti juga bandosa, dalam kebudayaan populer bukan pilihan nama yang gaul. Nama Makam dan Bandoso terdengar aneh di tengah-tengah kebudayaan populer anak muda yang sarat dengan berbagai nama berbahasa Inggris-Amerika yang ”kosmopolitan”. Makam dan Bandoso seakan- akan nama yang datang dari bentang persawahan Jawa yang paling pinggir. Aneh.

Namun justru keanehan inilah kekuatan nama Makam dan Bandoso. Keduanya menghadirkan kembali apa yang selama ini disingkiri, mengganggu kemolekan dunia musik populer dengan ”belepotan lumpurnya”. Inilah retorika nama Makam dan Bandoso, retorika yang dibangun oleh metafora dari mixed sensation yang dialektik antara keanehan, keseraman, kengerian, ketakutan, keseganan, hormat, kecintaan dan kepasrahan.

2. Fesyen Panggung yang Mengerikan

Fesyen panggung Jiwo pada perhelatan Rock in Solo VI sebenarnya secara teknis tidak terlalu istimewa. Sederhana. Namun hampir di setiap detail bagian- bagiannya -kostum, aksesoris, make up (corpsepaint) dan gestur tubuh- menyedot perhatian orang untuk tenggelam dalam imajinasi kengerian. Rambut ”panjang” ditata dikepang-kepang, jegul kecil di atas kepala -serupa jegul seorang nenek yang sudah menipis rambut kepalanya- dan sepasang sumping kudhup di kedua daun telinga; corpsepaint yang kotor dan meluntur warna pucatnya, seperti wajah

145 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

nenek-nenek yang tidak merata bedakannya, dan belepotan darah gimmick (leleran kecohan, air ludah hasil kunyahan sirih) pada mulut hingga dagu; kaus lengan panjang bergambar dengan kesan warna merah bata yang ditimpahi kaus hitam tanpa lengan, yang sengaja dicabik-cabik (cut up), dan noda darah gimmick di sana-sini (juga di sekitaran lengan dan tangan); gelang rantai dari logam, wristband dan cincin -dengan mata cincin yang tajam- di beberapa jari tangan; celana kulit warna hitam, knee protector dan sepatu boot yang kotor oleh bercak- bercak darah gimmick di sana-sini. Hampir semua konotator ini menghadirkan sensasi kengerian.

Gambar 49. Fesyen panggung Shiva Ratriarkha Sumber: http://indonesiaonstage.com (foto: Hendric Laksana)

Wajah keriput nenek tua yang berdandan -bersaput bedak medhok-medhok dan bibir yang terlalu merah (oleh gincu atau belepotan kecohan sirih)- dengan lingkar matanya yang cowong, gelap, dalam kesehari-harian adalah lawan dari kecantikan, yang bakal membangkitkan ketidaknyamanan bagi yang

146 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

melihatnya187. Ingatan akan sensasi tersebut ditambah dengan informasi tentang corpsepaint (yang sedianya merepresentasikan wajah pucat mayat) membuat konotator ini tidak lagi hanya menjadi metafora mayat yang hidup kembali, tetapi lebih dari itu, ini merupakan kengerian yang mencekam dan mengenaskan: dia bukan hanya zombie yang basah-membusuk, yang penuh dengan belatung, saja tetapi juga dengan segerombolan kalajengking, laba-laba, kecoak dan kelabang bersarang di rongga-rongga dada dan perutnya!

Darah gimmick yang belepotan di mulut -meleler sampai ke dagu- dan membercak di sana-sini, di beberapa bagian tubuh, adalah tiruan artistik dari kengerian. Sensasi ini dibangkitkan tidak hanya oleh ingatan atas mengerikannya darah tetapi juga ”mere idea” visual fesyennya: belepotan darah dan bercak- bercak nodanya. Seakan-seakan Shiva Ratriarkha baru saja selesai mencabik- cabik tubuh berdarah daging dan menyantapnya mentah-mentah. Bercak dan leleran darah pada tubuh ini menjadi metafora dari kesakitan, penderitaan, perjuangan, kengerian, ketercekaman dan kekejaman. Bau anyir yang ”tercium” dalam ingatan, imagined, menjadikan metafora ini terasa lebih mengerikan.

Metafora kengerian pada darah gimmick ini tidak hanya dibangun oleh tiruan artistiknya saja tetapi juga dari material yang digunakan, kecohan. Air ludah hasil kunyahan sirih ini adalah metonimi dari sensasi kejijikan yang juga digunakan sebagai tiruan artistik: darah gimmick. Kecohan tentu menjijikkan, apalagi saat berada tidak pada tempatnya. Air ludah hasil kunyahan sirih ini seharusnya berada di tempat ”sampah” yang khusus untuk mewadahinya, wadah

187 Lihat, Menninghaus, Winfried. 2003. Disgust: The Theory and History of a Strong Sensation. Tr.Howard Eiland dan Joel Golb. Albany: State University of New York Press. hh.84.

147 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kecoh, yang kemudian nantinya dibuang. Dihilangkan dari pandangan mata dan penciuman hidung. Namun pada fesyen panggung ini kecoh justru dihadirkan di sekitaran mulut -bagian wajah yang juga cukup mendapat perhatian penonton- dan membercak di beberapa bagian tubuh yang lain. Bangunan metafora ini menjadi sedikit lebih komplek, perpaduan antara tiruan artistik dan metonimi: kecoh

(metonimi kejijikan) dijadikan tiruan artistik dari kengerian darah.

Sumping sebenarnya bukan material yang mengerikan. Apalagi sumping kudhup. Sumping ini adalah salah satu aksesori penting dalam kostum tari tradisional Jawa, karaton, khususnya gaya Yogyakarta. Penari menyematkan sumping kudhup di telinga saat membawakan tari Rengganis Widaninggar,

Kelana Raja, Srimpi Pandelori atau Golek Sulung Dayung.188 Tarian-tarian tersebut digolongkan sebagai tari tradisional yang oleh masyarakat kesenian Jawa dianggap adiluhung, produk kesenian karaton. Dan tentunya aksesori ini juga didudukkan sebagai salah satu simbol keadiluhungan. Penghadiran sumping kudhup pada fesyen panggung Jiwo ini, seperti halnya peniti dalam fesyen Punk yang keluar dari ”utilitas” domestiknya189, memunculkan kejanggalan.

Kejanggalan terjadi sebab sumping ini digunakan di luar fungsi simboliknya dan, apalagi, dipertemukan dengan fesyen panggung musik ekstrim metal yang berbeda sama sekali kode estetika fesyennya. Sumping kudhup pada fesyen panggung ini memunculkan sensasi ketidaknyaman.

188 Sumping kudhup di Surakarta jarang digunakan. Pada tari tradisional gaya Surakarta sumping kudhup dipakai saat membawakan tari Srimpi Jayaningsih dan jenis-jenis tari prajuritan. Wawancara dengan Yudha Rena Mahanani di rumah jl. Kalikuantan II no.5 Pokoso, Jagalan, Surakarta, pada tanggal 10 Mei 2013. 189 Lihat, Hebdige, Dick. 2000. Asal-Usul & Ideologi Subkultur Punk. Tr.Ari Wijaya. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik. h.212.

148 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Kaus hitam tanpa lengan yang sengaja dicabik-cabik, cut up, adalah metafora berikutnya. Cut up pernah menjadi simbol perlawanan yang kuat. Tetapi tidak lagi sekarang. Teknik cut up ini sekarang sudah banyak digunakan dan diterima sebagai bagian dari mode fesyen, inilah yang menyebabkan melemahnya metafora ini. Meskipun demikian bukan berarti tidak bisa digunakan sebagai konotator simbol anti kemapanan, hanya saja tidak akan bisa lebih kuat kalau tidak dikawinkan dengan konotator-konotator yang lain. Kaus hitam tanpa lengan yang dicabik-cabik ini menguat metafora kengeriannya setelah ditambah bercak- bercak darah gimmick di atas kain kausnya. Akhirnya cabik-cabik ini bukan lagi hanya sekedar compang-camping tetapi juga sebuah metafora dari kesakitan yang sakit dan perjuangan yang berdarah-darah.

Keseluruhan metafora kengerian ini, ditambah dengan konotator-konotator yang lain, menjadi estetika fesyen panggung Jiwo. Dari konotator-konotator inilah retorika visual simbol identitas Makam pada fesyen panggung ini dibangun, di atas the strong sensation yang digali dari sensasi tergelap manusia, the darkest, yang justru memendar cahayanya setelah berada dalam bahasa artistik - kesenirupaan- fesyen.

3. Banaspati: Metafora Kengerian sebagai Ide

Kisah hantu sebagai sebuah pengalaman perjumpaan dengan yang

”menyeramkan” bukan hal yang mudah untuk didiskusikan. Meskipun dalam folklor narasi tentang hantu cukup kuat terlembagakan, pengalaman ini sulit untuk dikonfirmasikan benar-tidaknya sebab bisa sangat beraneka ragam, berbeda-beda,

149 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

cerita orang per orang yang mengaku pernah mengalaminya. Banyak yang mempercayai keberadaannya namun tidak sedikit pula yang menganggapnya sebagai khayalan belaka, takhayul.

Menariknya, terlepas percaya dengan keberadaan hantu atau tidak, berbagai bentuk representasi hantu hampir selalu bisa membangkitkan the darkest sensation: ketakutan, ketegangan, kejijikan, kengerian dan sebagainya. Dan menariknya lagi, kisah-kisah yang merepresentasikan hantu ini justru banyak penggemarnya. Film horor yang merepresentasikan hantu, misalnya, tidak sedikit yang menyukai. Film horor ini adalah metafora dari apa-apa yang menyakitkan, menakutkan, dendam, traumatik, serta menjadi tempat bagi hal-hal yang tabu, terlarang, berbahaya, menakutkan dan menjijikkan190; menonton film horor berarti menikmati kenikmatan paradoksal, kenikmatan yang menyakitkan dan menyiksa191.

Praktik representasi hantu sudah terjadi jauh-jauh waktu lalu. Di Jawa kisah-kisah yang merepresentasikan hantu tidak hanya berada dalam folklor tetapi bahkan menjadi bagian dari sistem kepercayaan masyarakat192. Dituturkan kisah- kisahnya, dan ada juga yang divisualisasikan sosoknya. Banaspati adalah satu di antara banyak jenis hantu yang dikenal oleh masyarakat Jawa, yang dikisahkan dan juga divisualisasikan; di antaranya, pada salah satu karakter boneka wayang

190 Lihat, Hantu-Hantu dalam Film Horor di Indonesia pada http://kineforum.files.wordpress.com/2010/03/sas4_makalah_veronica_kusuma.pdf 191 Lihat, Film Horor Indonesia: Dinamika Genre pada http://staff.ui.ac.id/internal/0706050113/publikasi/FilmHororIndonesia.pdf 192 Lihat, Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Tr. Aswab Mahasin. Jakarta Pusat: PT Dunia Pustaka Jaya. hh.19-37.

150 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

setanan --karya seni rupa tradisional yang artistik, indah, meskipun merepresentasikan sesuatu yang ”seharusnya” mengerikan.

Gambar 50. Representasi banaspati pada wayang setanan (kiri) dan Endeh (kanan) Sumber: Dokumentasi pribadi (kiri) dan kelompok Makam (kanan)

Representasi banaspati pada karya-karya seni rupa tradisional biasanya memposisikan metafora sebagai penjaga moral, sebagai pembawa-penyampai nilai: simbol-simbol kengerian yang artistik, yang indah, dimunculkan untuk menyadarkan orang agar menjauh dari sifat-sifat jahat193. Di sini kengerian tidak diijinkan menghadirkan sensasinya kecuali dalam metafora yang indah194. Sensasi kengerian adalah tabu yang harus dihindari. Sebaliknya, dalam tradisi tutur (non visual) banaspati tetap direpresentasikan sebagai hantu yang menyeramkan, menakutkan, mengerikan dan sangat imajinatif. Di dalam ”mere idea” of

193 Lihat, Menninghaus, Winfried. 2003. Disgust: The Theory and History of a Strong Sensation. Tr.Howard Eiland dan Joel Golb. Albany: State University of New York Press. h.46. 194 Ibid. h.47.

151 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

imagination inilah banaspati membangkitkan sensasi kengerian. Banyak orang - dari generasi ke generasi- yang berdebar-debar jantungnya, merinding, mendengar cerita tentang hantu ini, bahkan, meskipun sebenarnya tidak mempercayai kemengadaannya.

Sensasi kengerian banaspati ini nyata, selalu nyata, namun sekaligus

”hanya ide”. Sulit untuk membuktikan bahwa rasa takut terhadap kemengadaan hantu ini benar-benar sebuah sensasi yang digali dari rasa takut atau ingatan rasa takut atas perjumpaan yang sesungguhnya. The repellent sensation of Eckel . . . emerges from a representation in the soul alone, whether or not the [causative] object be held for real195. Jiwo, ketika menjadikan peristiwa kehadiran banaspati sebagai ide visual logo Makam –kedua dan ketiga- pun sebenarnya beranjak dari tradisi tutur, dari kepercayaan masyarakat Jawa terhadap kemengadaan hantu ini.

Tanpa tradisi ini dia tidak bisa mengartikulasikan pengalamannya melihat larik- larik cahaya di antara gerumbulan pohon sebagai peristiwa perjumpaan dengan banaspati.

Banaspati, dalam tradisi tutur, sangat kuat membangkitkan sensasi kengerian. Hantu ini dikenal di masyarakat (Jawa) dalam bentuk kisah; representasi konstruksionis dari sesuatu yang menyeramkan. Representasi inilah yang membentuk ide kolektif masyarakat tentang hantu, banaspati, yang membangkitkan the darkest sensation. Mengada-tidaknya hantu ini tidak lebih penting dibanding dengan sensasi kengerian yang dibangkitkan oleh kisah-kisah

195 Ibid. h.42.

152 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

yang beredar. Mengada atau tidak representasi hantu ini telah benar-benar membuat orang merasa takut dan ngeri.

Representasi banaspati, dalam tradisi tutur, menjadi metafora dari sensasi- sensasi kengerian. Metafora kengerian inilah yang Makam gunakan sebagai ide visual logo –kedua dan ketiga- kelompok mereka: retorika simbol identitas

Makam. Kekuatan retorik ide visual ini dibangun tidak hanya oleh metafora kengerian saja tetapi juga oleh praktik representasi hantu yang melawan rasionalitas modern. Dalam rasionalitas modern hantu dianggap tidak masuk akal dan menjadi simbol ketidakteraturan. Tidak terbukti keberadaannya -tidak bisa diverifikasi kemengadaannya- dan chaotik. Ketidakmasukakalan, kekacauan dan kengerian inilah kekuatan retorik simbol identitas Makam. Retorika yang dibangun dari metafora kengerian; yang menjadi lebih mengerikan sebab selain membangkitkan sensasi kengerian (representasi) hantu juga telah menciptakan

”hantu” yang lain, ketidakmasukakalan dan ketidakteraturan, yang sangat ditolak oleh rasionalitas modern.

4. Kerapian yang Mengerikan

Artwork kaus ulang tahun ini adalah salah satu produk ikonik yang dibuat dan dirilis sendiri oleh kelompok Bandoso. Merchandise ini dirilis untuk menandai 12 tahun kiprah kelompok ini di dunia musik underground. Dalam artwork tersebut dihadirkan beberapa ikon -yang berbeda-beda sejarah, identitas dan ideologinya- yang ditata sedemikian rupa sebagai sebuah karya seni rupa populer (grafis) sekaligus media propaganda bagi mereka.

153 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Kaus seri ini dirilis oleh Bandoso selain sebagai merchandise ulang tahun juga sebagai ”pamflet”: pernyataan kemengadaan mereka di dunia musik underground. Seperti kelompok-kelompok musik ekstrim metal umumnya,

”pamflet” ini juga berupaya menghadirkan metafora kengerian dalam visual artworknya. Imaji simbol freemason dan imaji tengkorak bertanduk, simbol identitas dan perlawanan dalam tradisi simbol komunitas Black Metal

Skandinavia, mereka gunakan sebagai bagian dari elemen visual artwork ini.

Simbol-simbol tersebut dalam tradisi simbol komunitas Black Metal merupakan sebuah pernyataan perlawanan yang kuat terhadap apa-apa saja yang dianggap sebagai kebudayaan dominan yang menindas. Kekuatan simbol ini terlihat pada visualitasnya yang membangkitkan rasa ngeri siapa saja yang melihatnya. Tapi tidak dalam visual artwork kaus merchandise ulang tahun Bandoso ini.

Pada artwork kaus merchandise ulang tahun Bandoso ini kedua simbol tersebut dihadirkan dalam kaidah desain grafis yang sederhana dan rapi. Begitu juga imaji-imaji lain yang digunakan (ikon keris, kitab yang diacungkan dan angka ‟12‟ yang ditulis dalam aksara Jawa). Tidak ada kesan ngeri dalam artwork ini, bahkan meskipun simbol tengkorak dan tanduk di komunitas musik underground biasa digunakan sebagai metafora dari rasa seram yang suram.

Ikon tengkorak manusia memang tidak selalu digunakan sebagai simbol kengerian atau simbol maut (simbol klasik bajak laut sampai tanda peringatan bahaya pada kawasan instalasi listrik bertegangan tinggi) tapi bahkan juga simbol kesucian. Kultus tengkorak merupakan salah satu agama tertua (purba) di

154 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dunia196. Hari-hari ini ikon tengkorak juga digunakan sebagai bagian dari mode fesyen, tren dalam gebyar kebudayaan populer yang menyenangkan197. Ikon ini diaplikasikan pada tato, kaus, jaket, sampul album musik, bandul kalung, mata cincin, dan sebagainya. Dan rupanya ikon tengkorak bertanduk (dan simbol freemason) dalam artwork kaus ulang tahun Bandoso ini juga merupakan bagian dari mode fesyen: tren simbol identitas komunitas Black Metal.

Ikon keris. Seperti halnya sumping kudhup pada fesyen panggung Jiwo, imaji keris dalam artwork ini adalah praktik pengambilan dan pemakaian begitu saja imaji-imaji simbol yang sebenarnya tidak saling cocok. Ikon keris tentu bukan bagian dari tradisi simbol identitas Black Metal. Keris lebih dikenal sebagai simbol identitas kebudayaan Jawa198, penanda identitas yang santun dan adiluhung (bagian dari simbol kebudayaan dominan). Begitu juga dengan ikon kitab. Meskipun dalam visualisasinya digambarkan dibawa dengan tangan teracung, ikon kitab ini condong menjadi simbol kebudayaan dominan daripada simbol semangat perlawanan: ”inilah jalan yang benar!” Dan tentu saja bukan bagian dari kode (simbol) identitas Black Metal.

Ikon angka ‟12‟. Aksara Jawa, yang digunakan untuk menuliskan (imaji) angka ‟12‟ pada artwork ini, di masyarakat Jawa sendiri sebenarnya sudah relatif terasing. Kehilangan fungsi-guna domestiknya. Selain sebagai salah satu materi yang diajarkan pada mata pelajaran bahasa Jawa di sekolah, aksara Jawa dalam kesehari-harian ”hanya” dikenal sebagai salah satu simbol identitas Jawa

196 Lihat, B. Calne, Donald. 2004. Batas Nalar: Rasionalitas dan Perilaku Manusia. Tr.Parakitri T. Simbolon. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hh.211-214. 197 Lihat, Death’s Head Symbol, http://www.designboom.com/history/death.html. 198 Meskipun sebenarnya jenis senjata tradisional ini tidak hanya digunakan oleh masyarakat Jawa saja.

155 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

(stereotip). Seperti halnya ikon keris. Aksara Jawa pada artwork ini tidak lagi terbaca sebagai tulisan tetapi terlihat sebagai tanda visual yang archaic.

Keseluruhan imaji yang digunakan pada visual artwork kaus ulang tahun

Bandoso ini ternyata tidak merepresentasikan kengerian. Visual artwork pada kaus merchandise ulang tahun Bandoso ini agaknya memang diupayakan dibuat seartistik mungkin. Seperti halnya visualisasi banaspati pada boneka wayang setanan. Apa-apa saja yang seharusnya memunculkan ketercekaman, kengerian dan ketakutan terluruhkan oleh eksekusi kreatif artwork yang rapi. Luruh bersamaan dengan terluruhkannya semua ideologi ”asal” simbol-simbol yang ditempelkan (bricolage) dalam visual artwork ini; menjadi simbol-simbol yang tidak autentik lagi makna simbolnya.

Masing-masing simbol pada artwork ini mempunyai sejarah identitas dan ideologinya sendiri. Ada yang mempunyai kedekatan, seperti misalnya aksara

Jawa dan ikon keris, namun ada juga yang sebenarnya sama sekali tidak berhubungan. Dengan konsep bricolage simbol-simbol tersebut dimaknai ulang tanpa memahami benar kedalamannya. Hanya permukaan199. Kesemena-menaan ini sebenarnya berpotensi membangkitkan sensasi kengerian. Lebih mengerikan lagi masing-masing simbol yang sebenarnya tidak saling berhubungan, tidak saling cocok, ini nekat dipertemukan menjadi satu kesatuan.

Konsep kreatif pada artwork kaus ulang tahun Bandoso ini hampir mirip dengan gaya pemberontakan pada subkultur Punk. Bedanya, subkultur Punk menggunakan metonimi kejijikan, kengerian, dan tiruan artistik untuk

199 Meskipun ada juga yang sebelumnya memang sudah kehilangan makna dalamnya dan menjadi simbol identitas yang artificial.

156 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

membangun metafora kejijikan pada ”karya seni”nya, sementara artwork pada kaus ulang tahun Bandoso ini justru dikemas sebagai sebuah karya seni grafis yang sederhana dan rapi. Kesederhanaan dan kerapian inilah yang akhirnya justru menyamarkan kengerian-kengerian yang sebelumnya hampir muncul dalam bricolage dan homologi.

Namun ”kegagalan” ini justru menjadi kekuatan retorik simbol identitas

Bandoso: metafora yang malas membangkitkan sensasi kengerian yang akhirnya justru menjadi metafora kengerian itu sendiri. Kesederhanaan dan kerapian, yang berlebihan, pada visual artwork kaus ulang tahun Bandoso ini mengerikan bahkan untuk sense of aesthetic komunitas Black Metal sendiri; kengerian dalam keindahan.

5. Estetika Kengerian sebagai Kebangkitan Postradisionalisme

Makam dan Bandoso mengada dalam estetika kengerian. Dari nama hingga hampir semua produk visual keduanya menawarkan kenikmatan keindahan yang lain; kenikmatan atas sensasi kengerian. Metafora dari sensasi-sensasi kengerian yang mereka gunakan sebagai simbol identitas kelompok ini terasa janggal, aneh dan seram. Tidak nyaman. Namun, ketidaknyamanan yang memunculkan penolakan yang kuat terhadap apa-apa yang mengerikan ini pada saat yang sama juga membuat orang keranjingan, tergila-gila.

Kedua kelompok Black Metal ini mengayun-ayunkan apresian simbol identitas mereka di antara rasa tidak nyaman, ngeri, nikmat dan kagum. Mereka aduk-aduk, bongkar dan bangkitkan sensasi kengerian yang tertanam kuat dalam

157 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ingatan dan imajinasi masyarakat Jawa. Bahkan lebih dari itu, juga harapan dan mimpi mereka bersama tentang identitas Jawa. Inilah agaknya yang membuat banaspati bersedia meninggalkan alas gung liwang liwungnya untuk berdiri tegak di atas panggung musik Black Metal; yang membuat keris melesat dari besalennya untuk nampang di kaus, media promosi perhelatan musik underground dan sampul album musik Black Metal; yang membuat aksara Jawa dieja kembali di berbagai produk ikonik komunitas musik Black Metal; dan yang membuat sumping kudhup rela berbagi dengan kode fesyen Black Metal yang jauh berbeda dengan “keagungan” Jawa dan sangat tidak adiluhung.

Representasi hantu banaspati, keris, aksara Jawa, sumping kudhup, kain jarit, makam, bandosa, Kumbokarno, kayon, Surya Majapahit dan beberapa yang lain, adalah ikon-ikon Jawa tradisional yang dihadirkan kembali (bricolage) dan menjadi kondensasi kekuatan simbol identitas Makam dan Bandoso. Beberapa dari ikon tersebut sebenarnya sudah cukup sering dihadirkan dalam berbagai ritual identitas di masyarakat, tapi hanya sebagai simbol identitas Jawa yang stereotip dan lemah rasa hadirnya. Ikon-ikon Jawa tradisional ini bagi masyarakat (Jawa) modern seakan-akan “hantu” yang datang dari masa lalu, yang ditolak dalam kesehari-hariannya tetapi sekaligus dipuja-puja sebagai tonggak identitas.

Makam dan Bandoso memaknai ulang kemengadaan “hantu” dari masa lalu ini. Mereka sintesakan dengan tradisi simbol Black Metal -dan beberapa tradisi simbol yang lain- untuk membangkitkan sensasi kengeriannya: menjadikannya metafora kengerian dalam estetika (kengerian) simbol identitas

Makam dan Bandoso. Untuk menjadi bagian dari estetika kengerian ikon-ikon

158 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Jawa tradisional ini harus dimodifikasi. Ada yang dimodifikasi visual ikonnya, ditempatkan tidak pada pakem penempatannya, dirubah fungsi-guna domestiknya dan tidak sedikit yang digeser makna simbolnya.

Selain membangkitkan sensasi kengerian, penghadiran ikon-ikon Jawa tradisional dalam simbol identitas Makam dan Bandoso ini ternyata juga membuka jalan bagi munculnya tradisionalisme “baru”. Inovasi kreatif yang dilakukan Makam dan Bandoso terhadap ikon-ikon Jawa yang mereka gunakan sebagai simbol identitas memperlebar celah bagi kehadiran tradisionalisme; memendarkan nyala daya hidupnya di antara tren kebudayaan populer, di dalam modernisme. Postradisionalisme.

Modernisme tidak memberikan tempat bagi tradisionalisme. Menjadikan apa-apa yang tradisional meminggir, menganggapnya ketinggalan jaman dan menjadikannya lawan (oposisi biner). Giddens, dalam kajiannya tentang masyarakat postradisional200, menunjukkan bahwa ternyata apa-apa yang tradisional, yang pra modern, tidak sepenuhnya hilang ketika modernisme dianggap sebagai keniscayaan kemajuan jaman. Apalagi saat modernisme diidentikkan dengan “Barat”. Tradisionalisme direkonstruksi berdasarkan masa sekarang, dalam kepentingan sekarang; pengulangan-pengulangan yang bukan berarti mempertahankan masa lalu melainkan melanjutkan pengalaman. Masa lalu digunakan untuk mengkoloni masa depan. Tradisi ini dibangun kembali sesuai dengan semangat kekinian. Tradisi, dalam postradisionalisme ini, juga melakukan negosiasi dengan globalisasi. Saling menginterogasi. Itulah sebabnya Gidden

200 Lihat, Giddens, Anthony. 2003. Masyarakat Post-Tradisional. Tr.Ali Noer Zaman. Yogyakarta: IRCiSoD.

159 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bahkan menyebut masyarakat postadisional sebagai masyarakat global yang pertama201.

Gambar 51. Poster rilis CD album Semesta Paradoks Sumber: http://www.facebook.com/pages/BANDOSO

Dalam postradisionalisme tradisi ini menjadi kebiasaan (habit) atau relik.

Menjadi rutinisasi berdasarkan pengulangan yang teratur, dengan informasi yang diambil dari sistem-sistem abstrak yang sering berbenturan. Kebiasaan ini menjadi kebiasaan kolektif jika terjadi di dalam sebuah komunitas. Selain itu praktik- praktik tradisional ini juga bisa menjadi museum hidup, menjadi ritual yang kehilangan hubungan dengan kebenaran formulatif dari tradisi. Relik adalah penanda masa lalu yang tidak berkembang, barang-barang yang dipamerkan di

201 Ibid. h.75.

160 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

lemari kaca, puing-puing yang dipertahankan. Namun, di sini, arti penting relik tidak hanya dalam hubungannya dengan masa lalu saja tetapi juga dari fakta partisipasinya dalam kepentingan sekarang.202

Kebangkitan postradisionalisme ini melengkapi penikmatan estetika kengerian Makam dan Bandoso, kenikmatan keindahan yang sublim. Inilah yang membuat orang-orang, terutama yang merasa berkebudayaan Jawa, bisa tergila- gila, keranjingan, dengan simbol identitas Makam dan Bandoso. Bukan hanya disebabkan oleh kekuatan sensasi kengeriannya saja tetapi juga kuatnya harapan yang ditawarkan: memendarnya simbol-simbol identitas Jawa dalam praktik penggunaan ikon-ikon Jawa tradisional dalam estetika (kengerian) simbol identitas Makam dan Bandoso.

202 Ibid. hh.81-88.

161 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB V

Penutup

Pada paruh dekade tahun 1990an musik underground mulai dikenal dan berkembang di beberapa kota di Jawa dan Bali. Di antara aliran-aliran musik ekstrim metal (underground) yang mulai merebak, dikenal dan bertumbuh pula

Black Metal. Kelompok-kelompok musik Black Metal bermunculan, berjejaring antar sesama komunitas sealiran dan komunitas ekstrim metal lainnya, baik di dalam kota, antar kota bahkan jaringan underground antar negara. Surakarta, sebagai salah satu kota besar di Jawa, menjadi tempat yang relatif subur bagi aliran musik Black Metal meskipun kalau dibandingkan dengan kota-kota besar lain, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan di Bali, geliatnya masih terhitung biasa-biasa saja.

Black Metal sempat sangat digemari dan mewarnai kehidupan anak-anak muda, metalheads, di Surakarta. Kiblat kelompok-kelompok musik Black Metal di

Surakarta umumnya adalah Black Metal Skandinavia. Mereka meniru, sebisa- bisanya, kelompok-kelompok Black Metal Skandinavian yang menjadi patron mereka, baik dalam permainan musik, lagu maupun performance panggungnya.

Mereka berusaha mencari informasi apa saja yang berkait dengan kelompok- kelompok yang mereka kiblati dan mencoba memahami ”keyakinan” kelompok- kelompok tersebut di dalam Black Metal. Teknologi informasi dan pemberitaan tentang Black Metal yang sangat terbatas justru membuat mereka lebih bergairah.

162 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Keterbatasan ini membuat mereka semakin percaya dengan kekuatan jaringan komunitas mereka: underground.

Dunia musik underground semakin marak dari tahun ke tahun; semakin banyak ragamnya, semakin canggih estetika musik dan aksi-aksi panggungnya.

Teknologi informasi dan komunikasi global yang semakin canggih, semakin mumpuni, memungkinkan perluasan dan percepatan penyebaran informasi perkembangan musik ekstrim metal ini, meskipun tetap dengan cara-cara underground. Begitu juga di kota Surakarta. Namun gegap gempita ini ternyata justru berbanding terbalik dengan kemengadaan komunitas Black Metal di kota ini. Sejak paruh dekade tahun 2000an geliat komunitas musik Black Metal di

Surakarta mulai menyurut dan semakin menyurut. Semakin banyaknya varian bentuk aliran musik ekstrim metal membuat Black Metal meminggir. Sekarang tinggal dua kelompok musik Black Metal, dua yang terbaik, yang masih menunjukkan eksistensinya di kota ini: Makam dan Bandoso.

Dua kelompok ini mempunyai kekhasannya masing-masing meskipun sama-sama kelompok musik Black Metal. Setidaknya dalam statement keduanya menandaskan perbedaan masing-masing: Makam mengklaim kelompoknya sebagai Kedjawen Pagan Front, sementara Bandoso condong menjadikan Black

Metal sebagai kendaraan ”dakwah”, untuk mengingatkan khalayak agar selalu hidup di ”jalan yang benar”. Kedua kelompok ini berupaya mengekspresikan niatan-niatan tersebut pada musik, aksi panggung dan berbagai produk visual mereka.

163 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Makam dan Bandoso adalah dua kelompok Black Metal yang berada di tengah-tengah masyarakat Jawa (yang sekaligus urban) di kota Surakarta. Pada awal-awal berdirinya kedua kelompok ini sempat berusaha menjadi sepersis- persisnya kelompok musik Black Metal yang mereka kiblati. Mereka pakai, tiru, simbol-simbol Black Metal (terutama Black Metal Skandinavian) tanpa terlalu mempedulikan ideologi dan sejarah simbolnya. Kedua kelompok ini menjadi konsumen pasif tren simbol Black Metal. Seiring dengan berjalannya waktu kedua kelompok ini semakin aktif memaknai keberadaan mereka di dalam dunia musik yang mereka masuki. Upaya ini membuat mereka menyadari adanya perbedaan- perbedaan yang tidak bisa dipaksakan dalam pengaplikasian simbol identitas

Black Metal (sebagai simbol identitas dan ”perjuangan” kelompok). Mereka harus memilih mana yang, menurut mereka, bisa digunakan dan tidak; mana yang bisa dipasang begitu saja dan mana yang harus dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Akhirnya dengan percaya diri, selain memasang dan memodifikasi simbol-simbol identitas dari tradisi simbol Black Metal, mereka juga menggunakan simbol- simbol yang sebelumnya tidak ada sangkut pautnya dengan Black Metal.

Termasuk di antaranya representasi hantu: simbol identitas komunitas musik

Black Metal beradaptasi dengan folklor hantu yang dikenal oleh masyarakat kota

Surakarta.

Makam banyak mengambil ikon-ikon budaya dari masa lalu Jawa, ikon- ikon Jawa tradisional, sebagai simbol identitas mereka. Representasi hantu banaspati yang mereka gunakan sebagai ide visual logo kelompok –kedua dan ketiga- mereka pun merupakan bagian dari ikon Jawa tradisional, representasi

164 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

hantu dalam folklor masyarakat Jawa. Ikon-ikon Jawa tradisional tersebut dihadirkan pada fesyen panggung, logo kelompok, media publikasi, sampul album musik dan berbagai produk merchandise yang mereka jual. Mereka bongkar dan ambil ikon-ikon tersebut dari nisan pengadiluhungan dan keartificialannya.

Mereka panggil kembali ”hantu-hantu” aksara Jawa, surya Majapahit, garuda yaksa, Kumbokarno, serat Tripama, kayon dan banaspati, untuk manjing dalam kemengadaan Makam. Ikon-ikon tersebut mereka jajarkan, sintesakan, dengan tradisi simbol Black Metal.

Pertemuan beberapa kode simbol identitas yang sangat berbeda ini tentunya terasa janggal, tidak pas. Begitu juga dengan Bandoso. Dalam artwork yang diaplikasikan pada produk merchandise dan sampul album musik yang

Bandoso rilis sendiri terlihat upaya mereka mengawinkan beberapa simbol yang sebelumnya tidak saling cocok. Di antaranya sintesa antara beberapa ikon Jawa tradisional, representasi hantu dan tradisi simbol Black Metal; bricolage dari beberapa simbol, yang sebelumnya saling berbeda, yang dihomologikan. Simbol yang sebelumnya saling tidak cocok ini oleh Makam dan Bandoso dipertemukan dan dimaknai ulang. Pemaknaan ulang yang tidak berangkat dari makna ”asli”nya.

Makam dan Bandoso tidak terlalu peduli dengan kedalaman makna, ideologi dan sejarah setiap simbol yang mereka kolasekan sebab memang bukan kedalaman makna dan ideologi ”asli”nya yang mereka gunakan tetapi kekuatan- kekuatannya sebagai konotator-konotator simbol identitas mereka; sebagai kondensasi kekuatan (metafora) simbol identitas Makam dan Bandoso. Pertama- tama adalah seberapa kuat metafora pada simbol-simbol yang mereka gunakan ini

165 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bisa membangkitkan sensasi kengerian. Di sinilah terutama letak kekuatan retorik simbol identitas Makam dan Bandoso, pada estetika kengerian keduanya.

Retorika simbol identitas kedua kelompok ini memendar kekuatannya saat dilihat dengan menggunakan konsep estetika kengerian. Konsep estetika kengerian ini saya adopsi dari konsep estetika kejijikan (atau kengerian) yang dikembangkan oleh Menninghaus. Dalam estetika kengerian ini keindahan tidak lagi hanya dipahami sebagai sebuah keadaan meluruhnya jiwa dalam kehalusan rasa tetapi juga kenikmatan keindahan yang lain, yang sublim; keindahan yang dibangun oleh mixed sensation dari berbagai sensasi, juga yang bahkan secara umum dianggap berlawanan dengan sensasi keindahan. Kengerian.

Sensasi kengerian adalah bagian dari sensasi-sensasi tergelap manusia, the all darkest sensation, yang sangat kuat. Penolakan terhadap apa-apa saja yang mengerikan memunculkan ketidaknyamanan yang sangat, yang membuat orang ngregeli, gemetar ketakutan, dan bahkan mungkug-mungkug serasa mau muntah.

Makam dan Bandoso menghadirkan representasi hantu pada simbol identitas mereka di antaranya juga karena alasan ini: untuk membangkitkan sensasi kengerian, membangkitkan penolakan yang kuat terhadap kengerian-kengeriannya sekaligus menawarkan sebuah kenikmatan atas sensasi kengerian.

Percaya atau tidak dengan kemengadaannya representasi hantu benar- benar memunculkan rasa takut, rasa ngeri, yang alamiah. Selalu alamiah sekaligus

”mere idea”. Tapi sensasi kengerian dan penolakan terhadap gangguan-gangguan dari kengerian yang dikonsumsi ini ternyata tidak sampai membuat orang

166 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menjauh melainkan justru ketagihan; mereka nikmati setiap sensasi kengerian dan gangguan-gangguan yang dimunculkan.

Sensasi kengerian ini tidak hanya dibangkitkan dari apa-apa saja yang mengerikan. Apa-apa yang terlalu indah, terlalu rapi, ternyata juga membangkitkan sensasi kengerian. Artwork pada kaus merchandise ulang tahun

Bandoso adalah salah satu contohnya. Karya grafis tersebut memunculkan ketidaknyamanan bagi apresiannya selain karena penghadiran ikon-ikon di luar tradisi simbol identitas Black Metal, yang terasa janggal, juga karena eksekusi kreatifnya yang terlalu sederhana dan rapi.

Makam dan Bandosa merubah sensasi-sensasi kengerian ini dalam bentuk metafora dan menjadikannya konotator-konotator simbol identitas keduanya.

Metafora kengerian dibangun dengan menggunakan tiruan artistik dan atau metonimi dari sensasi kengerian itu sendiri. Inilah yang membuat metafora kengerian, sebagai konotator simbol identitas, masih terasa ”berbahaya”.

Kumpulan dari konotator-konotator yang ”berbahaya” ini membentuk retorika simbol identitas yang kuat. Retorika dari estetika kengerian yang menawarkan kenikmatan keindahan yang lain. Estetika kengerian yang juga membangkitkan postradisionalisme.

Ikon-ikon Jawa tradisional, -termasuk representasi hantu dalam folklor masyarakat Jawa- yang dimodifikasi dan dijadikan bagian dari simbol identitas

Makam dan Bandoso ternyata tidak hanya membangkitkan kenikmatan atas sensasi kengerian saja tetapi juga pembayangan tentang kebangkitan tradisionalisme Jawa. Tradisionalisme yang dipinggirkan oleh modernisme dan

167 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dianggap ketinggalan jaman ini hadir, di antara gebyar tren budaya populer, mensubversi rasionalitas dan estetika modern. Tradisionalisme ini muncul, lewat estetika kengerian Makam dan Bandoso, namun tidak lagi dengan wajah tradisionalnya. Inovasi kreatif yang dilakukan Makam dan Bandoso pada ikon- ikon Jawa tradisional dalam simbol identitas mereka membuat tradisionalisme menyalakan daya hidup postradisionalismenya.

Estetika kengerian Makam dan Bandoso merupakan sebuah bangunan retorika simbol identitas yang sangat kuat. Bukan hanya karena metafora dari sensasi-sensasi kengeriannya yang teramat sangat kuat saja, yang membuat orang merasa ngeri sekaligus keranjingan terhadapnya, tetapi juga karena terbukanya celah harapan dan mimpi masyarakat atas keberdayaan kebudayaan mereka, tradisionalisme, dalam inovasi kreatifnya. Estetika kengerian yang membangkitkan postradisionalisme Jawa!

Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Keterbatasan kemampuan saya sebagai peneliti pemula, apalagi dalam ranah retorika, tentu merupakan penyebab utama ditemukannya banyak kekurangan pada hasil penelitian ini. Penelitian- penelitian lanjutan perlu dilakukan, juga mengingat masih belum banyak penelitian serupa dilakukan di negeri ini. Sejauh ini penelitian yang sudah saya lakukan terbatas pada retorika visual simbol identitas komunitas musik Black

Metal di Surakarta; terutama pada sintesa praktik representasi hantu, ikon-ikon

Jawa tradisional dan simbol identitas Black Metal sebagai kondensasi kekuatan simbol identitas serta pengalaman estetik mereka.

168 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Tanpa bermaksud mengabaikan, penelitian yang sudah saya lakukan ini tidak memasukkan musik-musik mereka dalam ranah kajian. Padahal musik adalah detak jantung mereka. Musik merupakan salah satu kondensasi kekuatan simbol identitas mereka yang terpenting, yang membuat mereka ada sekaligus membedakan mereka dengan kelompok-kelompok musik ekstrim metal, underground, lainnya. Keterbatasan ini menggelisahkan saya.

Akhirnya, untuk menghalau resah, juga yang disebabkan oleh rasa penasaran yang alih-alih mereda justru semakin menggila di akhir-akhir perjalanan, saya menaruh harap pada penelitian-penelitian selanjutnya. Saya berharap pada penelitian selanjutnya ada yang secara khusus meneliti retorika musik kelompok-kelompok Black Metal di Surakarta; kondensasi kekuatan simbol identitas yang dibangun dari sintesa antara tradisi musik Black Metal, praktik representasi hantu pada musik dan ikon-ikon musikal Jawa tradisional.

169 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Amaji. 2010. Kamus Basa Kawi, Jawa, Indonesia. Sukoharjo: CV.Cendrawasih. B. Calne, Donald. 2004. Batas Nalar: Rasionalitas dan Perilaku Manusia. Tr.Parakitri T. Simbolon. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Barthes, Roland. 1981. Elements of Semiology. Tr. Annette Lavers & Colin Smith. New York: Hill and Wang. ______. 2010. Imaji/Musik/Teks. Tr. Agustinus Hartono. Yogyakarta: Jalasutra. ______. 2000. Camera Lucida. Tr. Richard Howard. London: Vintage Books. Benu Wibi Winarko, Ibnu. 2010. Gambar Oemboel Indonesia. Yogyakarta: Penggemar Toelen Gambar Oemboel. Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, dan lain lain. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Tr. Aswab Mahasin. Jakarta Pusat: PT Dunia Pustaka Jaya. Giddens, Anthony. 2003. Masyarakat Post-Tradisional. Tr.Ali Noer Zaman. Yogyakarta: IRCiSoD. Guillot, Claude & H. Chambert-Loir (ed.). 2007. Ziarah dan Wali di Dunia Islam. Tr. Jean Couteau, Ari Anggari Harapan, Machasin, Andrée Feillard. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Hall, Stuart (ed.). 2003. Representation: Cultural Representations and Signifiying Practices. London: Sage Publication. Hebdige, Dick. 2000. Asal-Usul & Ideologi Subkultur Punk. Tr. Ari Wijaya. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik. Hermanu dkk. 2010. Pameran Gambar Umbul II: Thong-Thong Shot. Yogyakarta: Bentara Budaya Yogyakarta. Kartodirdjo dkk., Sartono. 1987. Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Menninghaus, Winfried. 2003. Disgust: The Theory and History of a Strong Sensation. Tr.Howard Eiland dan Joel Golb. Albany: State University of New York Press. Pemberton, John. 2003. Jawa. Tr. Hartono Hadikusumo Yogyakarta: Mata Bangsa. Sholehpati. 2011. 666 Penampakan Makhluk Gaib Paling Heboh di Indonesia. Jakarta: Penerbit Cmedia. Stange, Dr. Paul. 1998. Politik Perhatian: Rasa dalam Kebudayaan Jawa. Tr. Tim LKiS. Yogyakarta: LKiS. Sunardi, St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal. Triyoga, Lucas Sasongko. 1991. Manusia Jawa dan Gunung Merapi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

170 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Media Massa Cetak: Bisingnya Metal Bangkitnya Setan, Tabloid Berita Mingguan Adil. No.27 Tahun ke-65. 16-22 April 1997. Menggali Setan di Bumi Sendiri, Tabloid Berita Mingguan Adil. No.27 Tahun ke- 65. 16-22 April 1997. Musik Underground: Satanisme atau Kebodohan, Warta Injili Sangkakala. Nomor 1/Tahun I. 15 Maret 1998.

Internet: Azizalfian, Sejarah Musik Underground di Indonesia, http://gudangartikel.net/discussion/536/sejarah-musik-underground- indonesia/p1#ixzz1t6nhvumG, diunduh pada 26 April 2012. Bathory (Sweden), http://www.indowebster.web.id/showthread, diunduh pada 26 April 2012. Black Metal, http://gilangmrbean.blogspot.com/2011/04/black-metal.html, diunduh pada 24 April 2012. Darkthrone, http://up3x.net/darkthrone, diunduh pada 26 April 2012. Death’s Head Symbol, http://www.designboom.com/history/death.html, diunduh pada 15 Mei 2013. http:// bandoso.multiply.com, diunduh pada 20 Maret 2012. http://dimasdpi.blog/detik.com, diunduh pada 26 April 2012. http://fikriansyahblog.blogspot.com/2010/04/da-vincis-vitruvian-man.html, diunduh pada 25 September 2012. http://iamjameto.files.wordpress.com/2010/10, diunduh pada 28 Agustus 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Surya_Majapahit, diunduh pada 19 Oktober 2012. http://indonesiaonstage.com/Makam-@-Rock-in-Solo-2012-by-Hendric-Laksana, diunduh pada 1 Nopember 2012. http://kafeilmu.com/2011/01/lebih-jauh-tentang-pengertian-antropometri.html, diunduh pada 25 September 2012. http://psycho.blog/detik.com, diunduh pada 26 April 2012. http://www.adobe.com, diunduh pada 3 September 2012. http://www.facebook.com/pages/BANDOSO, diunduh pada 7 Desember 2012. http://www.kartelstore.com, diunduh pada 30 Juli 2012. http://www.metal-archives.com/bands/Darkthrone/146, diunduh pada 2 Oktober 2012. http://www.myspace.com/makamraiderklan, diunduh pada 17 Mei 2012. http://www.themasonictrowel.com, diunduh pada 27 Februari 2013. Modern Black Metal, http://www.supri-online.com/category/artikel/page/2/, diunduh pada 24 April 2012. Sejarah Black Metal, http://metalisir.forumotion.net/t9-black-metal, diunduh pada 24 April 2012.

171 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Sejarah Singkat “Black Metal”, http://www.myspace.com/eep666/blog/436452227, diunduh pada 12 April 2012. Suma Riella Rusdiarti, Film Horor Indonesia: Dinamika Genre http://staff.ui.ac.id/internal/0706050113/publikasi/FilmHororIndonesia.p df, diunduh pada 5 Juni 2010. Veronika Kusumaryati, Hantu-Hantu dalam Film Horor di Indonesia http://kineforum.files.wordpress.com/2010/03/sas4_makalah_veronica_k usuma.pdf, diunduh pada 23 April 2010.

172