View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE

provided by Resital: Jurnal Seni Pertunjukan

Vol. 17 No. 1, April 2016: 46-59

Aspek Musikologis Gêndér Wayang dalam Karawitan Bali

I Ketut Yasa1 Institut Seni Indonesia Surakarta

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola permainan atau gêndér wayang pada pertunjukan wayang Bali. Gêndér wayang terdiri dari dua pasang instrumen, sepasang gêndér gede dan sepasang gêndér barangan. Kedua pasang gêndér ini menghasilkan pola permainan yang saling mengunci (interlocking figuration) yang sangat khas. Pola permainan ini diberi nama ubit- ubitan atau cecandetan. Data diperoleh melalui pengamatan terhadap pertunjukan wayang Bali. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 10 ubit-ubitan yaitu nyendhok, bolak- balik nuduk, tulak wali, bolak-balik ngutang, nyalud, uber-uberan, mulek, silih berganti, oles-olesan, dan nguluin. Sedang ritme terdapat 7 jenis, yaitu ngumad, ngambang, ngantung, kesiab, imbuh nada, imbuh gatra, dan salah gatra. Kata kunci: gêndér wayang; karawitan Bali; cecandetan; musik wayang

Abstract The Musicological Aspect of Puppet Gêndér on Balinese Gamelan. This study aims to identify patterns of gamelan or puppets play on Balinese puppet performances. The puppet Gêndér consists of two pairs of instruments, a pair of large gêndér gede and a pair of barrels of gêndér. Both pairs of this gender produce a very distinctive interlocking figuration pattern. This play pattern is named ubit-ubitan or cecandetan. The data were obtained through observation of Balinese puppet shows. Based on the research it can be concluded that there are 10 ubitan, namely nyendhok, bolak-balik nuduk, tulak wali, bolak-balik ngutang, nyalud, uber-uberan, mulek, silih berganti, oles-olesan, and nguluin. There are 7 types of rhythms, namely ngumad, ngambang, ngantung, kesiab, imbuh nada, imbuh gatra, and salah gatra. Keywords: gêndér puppet; Balinese karawitan; Cecandetan; wayang music

Pendahuluan Tekwan ri Iwah ikang taluktak atarik saksat salunding wayang/pring bungbang Dalam klasifikasi gamelan Bali, gêndér muni kanginan manguluwung, yekan wayang digolongkan ke dalam gamelan tua yang tudungnyangiring/gending stri nya pabandung diperkirakan ada sebelum abad XIV (Rembang, i prasamanng kungkang karengwing jurang/ 1977: 1). Sebuah sumber menyatakan bahwa cenggerat nya walangkrik atri kamanak tanpantarangangsyani istilah gêndér wayang semula dikenal dengan istilah salunding wayang. Dalam kakawin Bharatayuda [Di lembah sungai terdengar derasnya disebut ada istilah salunding wayang seperti yang suara tak luk tak bagaikan salunding ditulis oleh Jaap Kunt (1968: 77) berikut. iringan wayang/sunari (bambu berlubang)

1 Alamat korespondensi: Prodi Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Surakarta. Jln. Ki Hajar Deantara 19, Kentingan, Surakarta. E-mail: [email protected]. HP: 08122599077

46 Naskah diterima: 12 Desember 2015; Revisi akhir: 5 Maret 2016 Vol. 17 No. 1, April 2016

berbunyi ketiup angin meraung karena pengrawit gêndér ini menghasilkan musikalitas lubang sulingnya miring/seperti lagu dalam bentuk jalinan yang saling mengisi dan reRebongan (lagu iringan wayang putri) mengunci. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh yang terjalin ritmis, demikianlah rasanya berikut ini. suara katak-kangkung (enggung) yang Polos : . 2 3 . 3 2 . 3 terdengar di dalam jurang/memekaknya Sangsih : 5 6 . 5 . 6 5 . suara jangkrik ribut ibarat gumanak yang Banyak seniman karawitan Bali menilai tak henti-hentinya disertai kangsi]. bahwa teknik permainan gêndér wayang sangat Sesuai dengan namanya yaitu gêndér wayang, sukar. Musik yang dihasilkan menurut Bandem maka fungsi utamanya adalah untuk mengiringi terdapat berbagai jenis ubit-ubitan atau cecandetan pertunjukan wayang. Dengan demikian mati- (selanjutnya ditulis ubit-ubitan), dan kaya dengan hidupnya karawitan gêndér wayang sangat jenis ritme (1983: 18). Berangkat dari penilaian ini, bergantung pada hidupnya pertunjukan wayang. penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi Sampai saat ini pertunjukan wayang dengan iringan jenis ubit-ubitan dan ritme yang terdapat dalam karawitan gêndér wayang masih terpelihara dengan garap gending-gending gêndér wayang Bali. baik di Bali, karena pertunjukan wayang sangat diperlukan dalam rangkaian upacara. Selain itu, Aspek Musikologis Gêndér Wayang pertunjukan wayang kulit (parwa) sudah menjadi suatu atraksi yang menarik bagi banyak wisatawan. Aspek musikologis adalah segala aspek Hal ini tercermin dari banyaknya pertunjukan yang berhubungan sifat musik-alitas dari suatu wayang yang digelar di hotel-hotel dan di rumah- perangkat atau ensambel. Adapun yang termasuk rumah para dalang, termasuk wayang padat dalam aspek musikologis antara lain: ensambel, berbahasa Inggris (Dibia, 1997: 34). sistem nada, bentuk lagu, , tempo, volume, Seniman-seniman pencipta zaman dulu jalan sajian, dan ritme. Dalam gêndér wayang, (seniman tradsi) sangat hebat-hebat, namun mereka aspek musikologis yang dapat dikaji antara lain: tidak ada yang mencantumkan namanya atas karya ensambel, sistem nada, bentuk gending dan jalan yang diciptakan. “Dalam masyarakat tradisional sajian, teknik tabuhan, pola tabuhan, irama, pelaku dan pencipta seni tidak diketahui (anonim tempo, dan ritme. Namun dalam tulisan ini yang . . . ” (Ardipal, 2015: 16). Dengan demikian, maka menjadi kajian pokok dalam aspek musikologis dalam analisis gending-gending gêndér wayang adalah ubit-ubitan (bagian dari pola tabuhan dan di bawah ini hanya mencantumkan nama-nama ritme). Kendati demikian, sebelum sampai pada gending tanpa mencantumkan nama penciptanya. kajian tersebut, terlebih dahulu dijabarkan sekilas Perangkat gêndér wayang yang terdiri dari dua mengenai ensambel, sistem nada, bentuk gending pasang, selalu ditata secara berpasangan. Dalam dan jalan sajian, teknik tabuhan, pola tabuhan, arti dapat ditata secara berhadap-hadapan atau irama, tempo, dan volume. berdampingan, bergantung pada ketersediaan tempat dan keperluannya. Penataan tersebut sangat Ensambel diperlukan untuk memudahkan mengadakan Ensambel gêndér wayang terdiri dari dua pas- komunikasi, mengingat pola garap gending gêndér ang instrumen gêndér, yang sepasang disebut gêndér wayang banyak yang menggunakan motif jalinan. gede pengumbang dan gêndér gede pengidep); dan Ketika memainkan motif jalinan, salah seorang yang sepasang lagi berupa gêndér barangan (pen- pengrawit menggunakan tabuhan polos yaitu garap gisep dan pengumbang). Instrumen-instrumen ini gending yang selehnya lebih banyak jatuh pada dalam penyajiannya ditata secara berpasangan satu ketukan matra (on beat), sedangkan pasangannya sama lain. Gêndér gede pengisep berpasangan den- bermain tabuhan nyangsih yaitu garap gending yang gan gêndér gede pengumbang, dan gêndér barangan selehnya lebih banyak terjadi pada ketukan di luar pengisep berpasangan gêndér barangan pengumbang. matra (off beat). Dari permainan kedua pasangan Hal ini berkaitan dengan fungsi/ kedudukan gên-

47 I Ketut Yasa, Gêndér Wayang Karawitan Bali dér masing-masing, yakni yang satu memainkan Pengambilan wilayah nada-nada gêndér barangan pukulan polos, dan pasangannya memainkan pu- dimulai dengan gembyang atas dari gêndér gede, kulan sangsih. Dengan adanya pembagian tugas/ sehingga susunannya menjadi seperti berikut. kedudukan gêndér seperti ini, maka para pengrawit Gêndér gede: 2 3 5 6 1 2 3 5 6 1 memerlukan komunikasi, lebih-lebih ketika meny- Gêndér barangan: 2 3 5 6 1 2 3 5 6 1 ajikan gending yang memiliki garap jalinan berupa Dengan demikian, nada gêndér barangan satu ubit-ubitan (Gambar 1). gembyang lebih tinggi dibanding dengan nada gêndér gede. Hal ini menimbulkan kesan tersendiri Sistem Nada terhadap tinggi rendah nada dalam gêndér wayang. Kendatipun dalam gêndér wayang terdapat sepuluh bilah, namun nada-nada yang terkandung Bentuk Gending dan Jalan Sajian di dalamnya terdiri dari lima nada yang masing- Bentuk gending dalam karawitan gêndér masing memiliki simbol dan nama. Di dalam notasi wayang sedikitnya terdiri dari dua bagian (bentuk) dingdong, nada-nada diberi simbol Sandang Aksara yakni (1) kawitan, dan (2) pengecet/pengadeng. Bali (Penganggen Sastra Bali) yang diberi nama:ulu, Ada pula yang terdiri dari tiga bagian yaitu (1) tedong, talēng, suku, dan cêcêk. Secara berturut- pengawak, (2) pengecet dan (3) pengipuk/pekaad. turut dibaca nding,ndong, ndēng, ndung dan ndang. Jalan sajian gending-gending gêndér wayang Di dalam notasi Kepatihan, nada diberi simbol pada umumnya dimulai dengan bagian atau angka Arab: 1 2 3 5 6 (1991: 74). Untuk bagian pengawak untuk gending yang bagian memudahkan di dalam penotasian, maka dalam kawitannya menjadi satu dengan pengawak. tulisan ini digunakan notasi Kepatihan. Dengan Hampir semua gending gêndér wayang, pada demikian, urutan nada-nada gêndér wayang yang bagian pengawak-nya dimainkan secara berulang- tersusun dari kiri: ulang sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, gending Gending Rebong. Jalan sajiannya dimulai ndung, ndang, nding ditulis menjadi: dari bagian pengawak (diulang-ulang), kemudian 2 3 5 6 1 2 3 5 6 1 melalui rambatan atau peralihan menuju ke bagian Pengambilan wilayah nada-nada antara gêndér pengecet. Setelah bagian pengecet dimainkan secara gede dengan gêndér barangan terdapat perbedaan. berulang-ulang, dilanjutkan ke bagian pengipuk, yang juga melalui rambatan. Dari bagian pengipuk (yang juga dimainkan berulang-ulang) dengan tempo semakin lambat dan volume semakin lirih, kemudian sajian Gending Rebong berakhir (selesai).

Teknik Tabuhan Karawitan gêndér wayang sangat kaya dengan teknik tabuhan, karena dalam permainannya menggunakan berbagai teknik, yaitu dari menabuh hanya satu nada yang disebut dengan Ekacruti, dan menabuh dua buah nada secara bersamaan dengan mengapit satu nada, hingga mengapit delapan nada (perhatikan contoh). Secara keseluruhan, Keterangan: teknik menabuh seperti di atas disebut dengan 1. Jangat 4. Bilah 7. Adeg-adeg Kumbangtarung (Bandem, 1986: 69). Berikut 2. Cagak 5. Kuping 8. Penyela ini contoh penerapan dalam wilayah nada gêndér 3. Panggul 6. Bumbung 9. Duplak wayang secara berturut-turut dari kecil/tinggi Gambar 1. Gêndér wayang dan bagian-bagiannya hingga rendah/besar:

48 Vol. 17 No. 1, April 2016

2 3 5 6 1 2 3 5 6 1 sebebas-bebasnya, namun menurut konvensi |...... | : Chandrapraba yang berlaku baik antar pengrawit, maupun |...... | : Paduarsa antara pengrawit dengan dalang, ketika gending |...... | : Dhanamuka bersangkutan digunakan untuk mengiringi |...... | : Anerang sasih tembang dan ucapan dalang. Sementara irama |...... | : Anerang wiyasa terikat maksudnya irama yang telah ditentukan |...... | : Gana wedana oleh matra-matra yang terdapat dalam gending. |...... | : Alangkah giri Sebagai contoh dapat diamati pada awal gending |...... | : Asti aturu Cecek Megelut sebagai berikut: . 1^ . 1^ . 1^ . 1^ . 1^ . 1^ . 1^ . 1^

Pola Tabuhan ...... Di samping tenik tabuhan, dalam karawitan ...... gêndér wayang juga terdapat berbagai pola tabuhan......  irama bebas Pola tabuhan dalam karawitan gêndér wayang bisa ...... 6 . 1^ . 1 . 5 6 1 dibagi menjadi dua kelompok besar yakni yang ...... irama terikat ditabuh oleh tangan kiri dan yang ditabuh oleh ...... 1 tangan kanan. Kelompok yang ditabuh oleh tangan Keterangan notasi: ......  : makin lama tabuhannya makin cepat kiri pada umumnya bersifat melodic, sedangkan 1^ : nada 1 ditabuh dengan cara dipitet/ditutup yang ditabuh oleh tangan kanan pada umumnya bersifat , yaitu hasil mengkotek atau dalam Tempo dan Volume hal ini menabuh dua buah nada ke arah lebih tinggi Kedua elemen ini dalam garap karawitan Bali (motif ascending), dan menabuh dua buah nada ke khususnya gêndér wayang, seolah-olah tidak dapat arah lebih rendah (motif descending). dipisahkan satu dengan lainnya, karena dalam Contoh . 5 6 . 6 5 . 6 (ascending), dan karawitan gêndér wayang antara garap tempo . 5 6 . 5 . 6 5 (descending). dengan garap volume hampir selalu bergandengan. Berikut ini contoh tabuhan tangan kiri (notasi Artinya, jika ada gending yang digarap temponya di bawah garis) yang berupa melodi bersama cepat, volumenya lebih banyak digarap keras, dengan tabuhan tangan kanan (notasi di atas garis) begitu pula sebaliknya. berupa kotekan. Dalam karawitan, gêndér wayang mengan- . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 dung enam jenis garapan tempo yakni: (1) Presto ...... (sangat cepat), terdapat dalam gending-gending ...... 3 . . . 1 . . . 2 . . . 6 . . . 1 . . . 5 . . . 6 batel pesiat dan gending-gending angkat-angkatan; Apabila pola kotekan (tabuhan polos), (2) Alegro (cepat) terdapat dalam gending dipadukan dengan pola kotekan (tabuhan kekayonan; (3) Moderato (sedang), terdapat dalam penyandet) akan menghasilkan jalinan yang saling gending Rebong (bagian Pengawak dan Pengecet), mengisi dan mengunci. Perpaduan pola tabuhan dan gending Pemungkah (bagian Tulang Lindung; inilah yang disebut dengan ubit-ubitan. (4) Adanta (agak lambat), terdapat dalam gending Berikut ini sebuah contoh ubit-ubitan. Gegilak Panyuwud; (5) Linto (lambat), terdapat . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 dalam gending kelompok Petangkilan (bagian 1 . 1 6 . 1 . 6 1 . 1 6 . 1 . 6 1 . 1 6 . 1 . 6 1 . 1 6 . 1 . 6 Alas Arum, Pengalang Ratu); dan (6) Largo (sangat ...... lambat), terdapat dalam kelompok gending ...... 3 . . . 1 . . . 2 . . . 6 . . . 1 . . . 5 . . . 6 Tetangisan seperti Mesem dan Bendu Semara. Adapun mengenai volume, dalam karawitan Irama gêndér wayang meng-andung dua pengertian Dalam karawitan gêndér wayang terdapat yakni: (1) volume yang dihasilkan oleh perangkat bagian-bagian gending yang menggunakan irama itu sendiri (gêndér wayang), dan (2) volume yang bebas dan irama terikat. Bebas bukan berarti digunakan oleh gending ber- sangkutan. Pengertian

49 I Ketut Yasa, Gêndér Wayang Karawitan Bali yang pertama, bila dibandingkan dengan volume . 3 5 . 5 3 . 5 . 3 5 . 5 3 . 5 polos yang dihasilkan oleh perangkat gamelan Bali 2 3 . 2 . 3 2 . 2 3 . 2 . 3 2 . nyangsih lainnya seperti Kebyar ataupun Gong Gede, ...... maka volume yang dihasilkan oleh perangkat gêndér . . . 3 . . . 2 . . . 3 . . . 5 wayang sudah tentu lebih lirih. Namun demikian, . 3 5 . 5 3 . 5 . 3 5 . 5 3 . 5 polos karawitan gêndér wayang sudah dipandang mampu 2 3 . 2 . 3 2 . 2 3 . 2 . 3 2 . nyangsih dan atau memadai untuk mengiringi pertunjukan ...... wayang kulit Parwa. Pengertian yang kedua, . . . 6 . 3 . 5 . . . 6 . . . 5 volumenya hampir selalu bergandengan dengan . 2 3 5 . 6 . 2 . 3 2 3 . 5 3 2 elemen tempo dalam satu gending. Sebagai ...... contoh gending yang temponya sangat cepat dan . 2 3 5 . 6 . 2 . . . 3 . . . 5 atau cepat, volumenya akan lebih banyak keras. Sebagai contoh Gending Batel Pesaiat. Sebaliknya 3 5 . 2 5 3 2 3 5 6 6 5 6 3 5 6 gending yang temponya sangat lambat lebih banyak ...... 2 . . . 3 . . . 5 . . . 6 menggunakan volume sangat lirih. Sebagai contoh Keterangan notasi: - Notasi di atas garis ditabuh dengan tangan kanan adalah gending kelompok Tetangisan. - Notasi di bawah garis ditabuh dengan tangan kiri Jenis ubit-ubitan di atas disebut nyendok, Jenis Ubit-Ubitan karena ubit-ubitan di atas sejenis dengan ubit-ubitan gending Gegaboran dalam gamelan Palegongan yang Ubit-ubitan merupakan perpaduan dari dua oleh I Made Bandem disebut dengan Nyendok. pola tabuhan kotekan yang menghasilkan jalinan Adapun ubit-ubitan yang dimaksud adalah seperti yang saling mengisi dan mengunci. Dalam gending- berikut: gending gêndér wayang terdapat beberapa jenis : ubit-ubitan, yaitu: nyendok, tulak wali, bolak-balik . . . 5 . . . 2 . . . 2 . . . 5 . . . 5 . . . 2 . . . 2 . . . 5 nuduk, bolak-balik ngutang, nyalud, uber-uberan, Polos : . 3 5 . 5 3 . 5 . 3 5 . 5 3 . 5 . 3 5 . 5 3 . 5 . 3 5 . 5 3 . 5 mulek, oles-olesan dan silih berganti. Ubit-ubitan Sangsih : tadi tersebar dalam beberapa gending seperti 2 3 . 2 . 3 2 . 2 3 . 2 . 3 2 . 2 3 . 2 . 3 2 . 2 3 . 2 . 3 2 . kelompok Petegak: Atma Prsangka, Merak Ngelo, Dikaji dari istilahnya, kata “Nyendok” Sekar Gendot, Sekar Taman; Pemungkah: bagian berarti mengambil sesuatu dengan sendok. Kata ke tiga, ke empat, ke enam, dan bagian ke delapan; ini memiliki konotasi menyentuh sesuatu nada Pangkat: Bimaniyu, Bima Kroda, Pangkat Cenik secara berturut-turut dua kali seperti nampak Pngesah; Pepeson: Bapang Delem dan Sangut; Aras- dalam tabuhan . 3 5 . 5 3 . 5 dan arasan: Rebong, dan kelompok Panyuwud: Gegilak. seterusnya. Dilihat dari bentuknya, ubit-ubitan ini sangat sederhana yaitu memiliki satu motif seperti Nyendok . 3 5 . 5 3 . 5, namun pola ini diulang- Jenis ubit-ubitan “nyendok” terdapat dalam ulamg sesuai dengan kebutuhan. Dalam Bapang gending Pamungkah bagian ke empat (pada Gegaboran seperti gending di atas, motif ini diulang peralihan) menuju ke gending Pamungkah bagian sampai empat kali untuk memenuhi balungan. ke lima. Gending ini bisanya disajikan ketika Demikian pula halnya dengan cuplikan Gending adegan wayang sedang megunem (Jawa: Jejer), Pamungkah di atas, bahwa untuk memenuhi selama satu rambahan dengan tempo relatif cepat, balungannya, pola tersebut harus diulang hingga dan volume relatif keras, teknik tabuhan anerang enam kali (kalimat gending I, gatra ke tiga, hingga sasih, dan guna widana dengan irama terikat. kalimat gending ke III, gatra ke empat). . 5 . 5 . 5 . 5 . 3 5 . 5 3 . 5 polos 3 . 3 . 3 . 3 . 2 3 . 2 . 3 2 . nyangsih Tulak Wali ...... Ubit-ubitan ini terdapat dalam gending . . . 3 . . . 5 . . . 3 . . . 5 kelompok Pepeson yang bernama Bapang Delem.

50 Vol. 17 No. 1, April 2016

Gending ini digunakan untuk mengiringi Bolak-Balik Nuduk tampilnya punakawan Delem dan Sangut dalam Jenis ubit-ubitan ini terdapat pada bagian pertunjukan wayang kulit. Gending ini disajikan akhir (pekaad) dari Gending Rebong. Gending secara berulang-ulang dengan tempo pelan dan ini biasanya digunakan untuk mengiringi adegan volume sedang serta teknik tabuhan Ekacruti, romantis. Tempo yang digunakan relatif cepat berirama terikat. Adapun notasinya sebagai berikut: dengan volume keras, lebih-lebih menjelang angsel. Polos Gending ini disajikan secara berulang-ulang sesuai 6 . 1 6 . 1 6 . 6 1 . 1 . 6 1 . degan kebutuhan dengan teknik tabuhan Ekacruti, // ...... // dan berirama terikat...... 5 ...... 2 Polos Sangsih . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 . 5 . 6 5 . 5 6 ...... 3 2 . 3 2 . 3 2 3 . 3 . 2 3 . 2 ...... 3 . . . 1 . . . 2 . . . 6 . . . 1 . . . 5 . . . 6 // ...... // Sangsih ...... 5 ...... 2 1 . 1 6 . 1 . 6 1 . 1 6 . 1 . 6 1 . 1 6 . 1 . 6 1 . 1 6 . 1 . 6 Keterangan notasi: ...... - Notasi di atas garis ditabuh dengan tangan kanan ...... 3 . . . 1 . . . 2 . . . 6 . . . 1 . . . 5 . . . 6 - Notasi di bawah garis ditabuh dengan tangan kiri - // : tanda ulang Jenis ubit-ubitan di atas disebut jenis Dinamakan jenis Tulak Wali, karena ubit- bolak-balik nuduk, didasarkan atas pola kotekan ubitan di atas sejenis dengan ubit-ubitan yang (perhatikan tabuhan polos) yang bersifat bolak- terdapat pada Gending Gegaboran dalam gamelan balik. Sementara kata nuduk yang artinya Palegongan, yang oleh I Made Bandem disebut memunggut, merupakan istilah yang dipinjam dengan Tulak Wali. Ubit-ubitan yang dimaksud dari nama tabuhan gêndér rambat yang motifnya adalah seperti di bawah ini. mengarah ke nada yang lebih tinggi (naik). Sebagai Balungan: . . . 2 . . . 6 . . . 6 . . . 2 contoh 3 5 6, 5 6 1. Demikian pula jenis Polos: 1 6 . 1 5 3 . 5 . 3 5 . 5 3 . 5 ubit-ubitan bolak-balik nuduk ini, selain bersifat Sangsih: . 3 2 . 3 2 . 3 . 2 3 . 2 3 . 2 bolak-balik, juga berakhir dengan arah nada Disebut jenis ubit-ubitan Tulak Wali yang lebih tinggi. didasarkan atas pengertian bahwa Tulak Wali Kata nuduk yang mengikuti kata bolak-balik, adalah sistem polos sangsih bolak-balik. Dalam diartikan dengan me-munggut, bisa juga diartikan kebanyakan sistem ubit-ubitan yang lain, tabuhan dengan mengambil atau menerima. Kemudian polos jatuh pada ketukan matra (on beat), dan ubit-ubitan berikut ini, ada kata ngutang yang tabuhan sangsih jatuh pada ketukan di luar matra berarti membuang/meninggalkan, bisa juga bararti (off beat). Namun yang terjadi dalam ubit-ubitan memberikan. Kedua pengertian ini (nuduk dan jenis Tulak Wali adalah hal yang sebaliknya. ngutang) mengandung maksud, bahwa di dalam Bagian lainnya yang menarik dari ubit-ubitan hidup bermasyarakat harus siap menerima sesuatu, ini adalah bahwa Tulak Wali terdiri dari dua motif juga harus siap memberi sesuatu kepada orang yaitu A: 16 . dan B: . 6 1 . 6 1 ..Untuk lain. membalikkan unit A menjadi unit B atau dari motif descending (turun) menjadi motif ascending Bolak-Balik Ngutang (naik), maka diselipkan sebuah transisi (sisipan) Jenis ubit-ubitan ini, terdapat pada Gending 1 6 1 . Dengan demikian, pengertian bolak- Atma Prasangka, yang merupakan Gending balik yang terdapat dalam ubit-ubitan Tulak Wali Petegak. Gending ini disajikan ketika dalang sedang terjadi prinsip sistem (polos-sangsih) dan pada mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan prinsip motif. Sementara, ubit-ubitan dalam dengan pertunjukannya, disajikan secara berulang- Gending Bang Delem juga terjadi hal yang sama, ulang sesuai dengan kebutuhan, dalam tempo dan baik prinsip sistem maupun pada prinsip motif , volume relatif sedang, dengan teknik Ekacruti sehingga penulis beri nama ubit-ubitan Tulak Wali. berirama terikat.

51 I Ketut Yasa, Gêndér Wayang Karawitan Bali

3 5 . 3 . 5 3 . 3 5 . 3 . 5 3 . polos 35.5 3.5. 35.5 3.5. polos . 5 6 . 6 5 . 6 . 5 6 . 6 5 . 6 sangsih 1.6. 16.6 1.6. 16.6 sangsih ...... ------. . . . . 5 . 6 . . . 1 . . . 6 .... .5.6 .5.3 .5.6

3 5 . 3 . 5 3 . 3 5 . 3 . 5 3 . polos 35.5 3.5. 35.5 3.56 polos . 5 6 . 6 5 . 6 . 5 6 . 6 5 . 6 sangsih 1.6. 16.6 1.6. 16.6 sangsih ...... ------.... .5.6 .5.3 .5.6 . . . . . 5 . 6 . . . 6 . . . 6 Jenis ubit-ubitan bolak-bolik ngutang .56. 56.5 6.56 .56. polos merupakan kebalikkan dari jenis ubit-ubitan bolak- 1.61 .61. 61.6 1.61 sangsih ------bolak nuduk, karena arah nadanya berakhir ke arah .... .5.6 .5.3 .5.6 yang lebih rendah (perhatikan pola tabuhan tangan kanan bagian tabuhan polos). Istilah “ngutang” 5.56 .353 .23. 2.32 polos yang artinya membuang/meninggalkan, juga .16. .151 .6.5 65.6 sangsih ------// dipinjam dari nama salah satu pola tabuhan gêndér .3.5 ...3 ...5 .3.2 rambat, yang bentuknya antara lain: 6 5 3, dan atau 5 3 2, dan seterusnya. Jika diperhatikan, pukulan tangan kanan bagian polos notasi pada kalimat gending II dan Nyalud III, tertulis 2 3 . 3 2 . 3 . yang diulang-ulang. Jenis Ubit-ubitan ini terdapat dalam gending Demikian pula pada kalimat gending IV dan V, Gegilak Penyuwud. Gending ini biasanya digunakan tertulis 3 5 . 5 3 . 5 . yang diulang-ulang. sebagai penutup dari pertunjukan atau bagian akhir Kata “nyalud,” bagi masyarakat Bali dipahami dari rangkaian sajian. Disajikan secara berulang- sebagai mengambil air dengan timba dari bawah ulang sesuai dengan kebutuhan, dalam tempo permukaan air. Ubit-ubitan nyalud memiliki pula agak lambat dan volume agak lirih; dengan teknik konotasi mengambil (menabuh nada) melalui tabuhan Ekacruti, dan berirama terikat. Contohnya nada di bawahnya. Misalnya kalimat gending sebagai berikut: yang berseleh nada 5 akan diambil melalui nada 2

.... .356 .1.6 .5.3 polos 3 . 3 2 . 3 ., dan kalimat gending yang berseleh .... .156 .1.6 .5.1 sangsih 6 akan diambil melalui 3 5 . 5 3 . 5 . begitu a ------pula seterusnya...... 356 .1.6 .5.3 Pengertian nyalud mirip dengan pengertian

..22 .2.. .2.2 .2.2 polos nyendok yaitu sama-sama mengambil sesuatu. ..66 .6.. .6.6 .6.6 sangsih Hanya saja dalam pengertian nyalud ada kalimat ------yang mengatakan mengambil dari bawah. Kalimat ..22 .2.. .2.2 .2.2 mengambil dari bawah ini, jika dicermati akan ditemukan maksud, bahwa setiap memulai sesuatu 22.2 .23. 23.3 2.3. polos harus mulai dari bawah atau dari awal. 66.6 .6.5 6.5. 6.5. sangsih b // ------.... .35. .3.2 .3.5 Uber-uberan Jenis ubit-ubitan ini juga terdapat pada 23.3 2.3. 23.3 .2.2 polos Gending Panyuwud yang bernama Gegilak. Bila 6.5. 65.5 6.5. 65.6 sangsih ------diperhatikan kalimat gending VI di atas, tertulis .... .3.5 .3.2 2.3. 5 6 . yang diulang-ulang. Kata “uber-uberan” merupakan sinonim dari kata kejar-kejaran. Dalam 23.3 2.3. 23.3 .35. polos konteks ubit-ubitan di atas, nada 5 dan 6 juga 6.5. 65.5 6.5. 5.56 sangsih ------berkesan seperti saling kejar karena disajikan secara .... .3.5 .2.3 .5.6 berulang-ulang. Kata uber-uberan di atas diberi arti

52 Vol. 17 No. 1, April 2016 dengan saling kejar. Pengertian ini bermakna bahwa Berbeda dengan teknik-teknik lain yang dalam dalam kehidupan ini penuh dengan persaingan/ setiap tabuhan nada ditandai dengan ritme stacato kempetisi, yang lengah, lemah dan atau lamban, terputus-putus dengan tekanan berat. Jenis ubit- akan ketinggalan oleh yang penuh konsentrasi, ubitan seperti ini juga terdapat dalam gending kuat dan cepat. gêndér wayang yang bernama Sekar Setaman.

Mulek Silih Berganti Jenis ubit-ubitan ini juga terdapat dalam Jenis ini terdapat dalam Gending Pamungkah Gending Gegilak di atas. Jika diperhatikan kalimat bagian kedelapan. Gending ini disajikan secara lagu VII (terakhir), terdapat tiga motif kotekan berulang-ulang dalam tempo dan volume relatif yaitu (a) 5 . 6 5 (b) . 3 5 3 dan (c). 2 3 . 2 . sedang, teknik tabuhan Chandrapraba, Paduarsa, 3 2. Ketika tiga motif ini disatukan dalam satu dan Dhanamuka, dan berirama terikat. kalimat gending, terbentuklah jenis ubit-ubitan .65. 6.56 .65. 6.56 polos Mulek. Disebut Mulek karena dari motif a hingga 3.53 .35. 3.53 .35. sangsih motif c terjadi arah yang dapat dikata kan balik------bolak- balik. Disebut Mulek karena terjadinya arah ...... 1 .2.3 balik-bolak-balik. .65. 6.56 .65. 6.56 polos 3.53 .35. 3.53 .35. sangsih Oles-olesan ------Jenis ubit-ubitan ini, terdapat pada Gending .... .2.1 .2.6 .1.2 Pamungkah bagian ke empat. Gending Pamungkah Secara harfiah, kata silih berganti berarti digunakan ketika dalang membuka gedog kotak gantian atau secara bergantian. Hal ini nampak wayang hingga “ngesah kayonan”. Gending ini pada teknik permainan dengan menabuh nada- disajikan selama satu rambahan dalam tempo nada antara 5 dan 6 secara bergantian, seperti yang dan volume relatif sedang, dengan teknik tabuhan tertera dengan pola 6 5.6 . 5 6. Oleh karena itu, Anerang sasih dan Asti aturu, serta berirama terikat. jenis ubit-ubitan di atas penulis beri nama silih 21.1 2.21 .12. 2123 polos berganti. Jenis ubit­ubitan silih berganti ini juga .535 .3.5 35.3 .5.3 sangsih terdapat pada Gending Pemungkah bagian kedua. ------...... 2 ...... 3 Jenis Ritme Disebut oles-olesan, karena ubit-ubitan ini sejenis dengan ubit-ubitan yang terdapat pada Sebelumnya telah disinggung bahwa ritme gending Gegaboran dalam Gamelan Palegongan diandaikan sebagai elemen waktu dalam musik yang menurut I Made Bandem disebut oles-olesan. yang dihasilkan oleh dua faktor yaitu: aksen dan Gending yang dimaksud adalah seperti berikut. panjang-pendek nada atau durasi. Aksen adalah Balungan : tekanan atas sebuah nada untuk membuatnya . . . 5 . . . 2 . . . 2 . . . 5 . . . 5 . . . 2 . . . 2 . . . 5 berbunyi lebih keras. Aksen dapat muncul pada Polos : . 3 2 . 2 3 . 3 . 3 2 3 . 3 2 3 . 3 2 . 2 3 . 3 2 . 2 3 . 3 2 3 nada mana saja dalam suatu rangkain ketukan- Sangsih : ketukan yang berulang secara teratur. Aksen yang . 5 . 6 5 6 . 5 . 6 5 6 . 5 6 . 5 . 6 5 6 . 5 . 6 5 6 . 5 6 . 5 demikian itu akan menghasilkan ritme. Ritme juga Secara harfiah kata “oles-olesan” berarti poles dapat dihasilkan dari kombinasi nada-nada dari atau gosok. Dalam konteks ubit-ubitan oles-olesan durasi yang berbeda yakni: dua nada pendek dan dimaksudkan sebagai teknik permainan yang di sebuah nada panjang, atau sebuah nada panjang dalam musik Barat disebut sliding. Sistem sliding dengan beberapa nada pendek. Oleh karena salah dalam jenis ubit-ubitan ini tertera pada tabuhan satu aksen atau durasi dapat menghasilkan ritme, nada-nada .32.23.32.23. dan teknik ini dimainkan maka dengan sendirinya kedua elemen tersebut dengan cara menabuh tanpa bertekanan keras. dapat digabungkan untuk menghasilkan ritme.

53 I Ketut Yasa, Gêndér Wayang Karawitan Bali

Berangkat dari pengertian ritme di atas, Padahal tekanan seperti itu seharusnya terjadi dalam gending-gending gêndér wayang ditemukan pada ketukan ke empat (tempat seleh). Dengan beberapa jenis ritme, yakni: nguluin, ngumad, demikian kasus ini dapat dikatakan bahwa seleh ngambang, kesiab, imbuh nada, imbuh gatra, salah gending mendahului tempat seleh. Garap seperti gatra, dan ngantung. Berbagai jenis ritme tadi ini juga sering dilakukan pada garap trompong tersebar pada gending-gending gêndér wayang dalam gending-gending gong gede. Garap trompong antara lain : kelompok Petegak: Sekar Sungsang, seperti ini diberi nama “nguluin” yang berasal Sekar Gendot, Sekar Taman, Cangak Merengang, dari kata “ngehuluin”, yang artinya ke hulu atau Gineman Cecek Magelut, Katak Ngongkek, Dalang mendahului. Oleh karena itu, jenis ritme dalam Ngidih Nasi, Gelagah Puwun, Merak Ngelo. garap cuplikan gending di atas diberi nama ritme Kemudian pada gending-gending gêndér wayang nguluin. Pengertian nguluin di atas ditekankan kelompok Pamungkah: ke tiga, ke empat, ke enam. bahwa sesuatu dilakukan secara mendahului, Selanjutnya gending-gending gêndér wayang sedangkan pengertian ngumad dalam ritme kelompok Petangkilan: Penyacah Parwa; kelompok di bawah ini ditekakankan pada sesuatu yang Pangkat: Bimaniyu, Bima Kroda, Burisrawa, Kajojor, dilakukan secara terlambat. Krepetan, Pangkat cenik. Terakhir kelompok Pepeson: Bapang Delem dan Sangut. Ngumad Jenis ritme ini juga terdapat dalam gending Nguluin Sekar Gendot. Jika dicermati tabuhan tangan Jenis ini terdapat dalam gending Sekar kanan pada kalimat gending bagian ke II, gatra ke Gendot gaya I Wayan Konolan (Sukerna, 1989: empat (6 12.) yang dicetak tebal di atas, tekanan/ 89) dan (Sueca, 1985: Vol. 1. -643). Gending ini aksen yang sangat kuat justru terjadi pada kalimat merupakan kelompok petegak (instrumentalia), gending ke III, gatra ke satu, nada pertama ( 3 untuk mengantar atau sebagai pemberitahuan ). Ritme yang sama juga terdapat pada gending kepada penonton bahwa pertunjukan segera yang sama dari sekaa gêndér wayang desa Tunjuk, dimulai. Gending ini disajikan ketika dalang Tabanan, pada gending Merak Ngelo dari sekaa sedang mempersiapkan segala sesuatunya yang Br. Taman, Krobokan, Kuta, Badung. berkaitan dengan pertunjukan. Padahal nada-nada yang terletak pada ketuk- an ganjil, pada umumnya memiliki seleh yang ti- .3.6 .3.6 56.6 565. ------dak sekuat dengan nada-nada yang terletak pada ...2 ...2 ...2 ...3 ketukan genap. Ini terjadi karena nada 2 pada gatra ke empat dari kalimat gending ke II, berdurasi 3565 32.. 616. 612. panjang. Akibatnya, akhir kalimat gending yang se------...... 2 ...2 ...3 harusnya memiliki seleh kuat, kedengarannya tidak ada seleh, karena selehnya (nada 3) ditunda (diulur- 3.1. 1.21 ..12 .12. ulur), sehingga terletak pada kalimat berikutnya. ------Dengan terjadinya kasus di atas, maka ritme ...... 2 ...2 ...3 seperti itu disebut dengan “ngumad”, istilah yang Jika diperhatikan tabuhan tangan kanan juga digunakan dalam tabuhan trompong. Istilah pada kalimat gending bagian ke II, gatra ke kedua ini bagi masyarakat (seni) Bali dipahami sebagai kata (3 2 . . ) yang dicetak tebal di atas, tekanan/aksen yang berarti mengulur-ulur waktu. Dalam konteks yang agak kuat justru terjadi pada ketukan ke dua jenis ritme ngumad, kesan mengulur waktu juga (nada 2). Ritme yang sama juga terdapat pada nampak dari seleh yang berkesan terlambat. Namun gending yang sama dari sekaa gêndér wayang sesungguhnya hal itu memang di sengaja dibuat desa Tunjuk, Tabanan, dan pada gending Sekar seperti itu. Ritme jenis (ngumad) ini juga terdapat Gendot gaya sekaa Gêndér Wayang Banjar Babakan, dalam gending-gending: Cangak Mrengang, Kajojor, Sukawati, Gianyar. Dalang Ngidih Nasi, dan Gelagah Puwun.

54 Vol. 17 No. 1, April 2016

Secara keseluruhan, gending ini menggunakan 2.5. 2.35 2352 3532 ------volume sedang dan lirih. Artinya pada kalimat B gending-gending tertentu menggunakan volume 3.3. 3.32 3.3. 3.32 sedang, sedangkan pada kalimat gending lainnya Jenis ritme ngambang juga terdapat pada menggunakan volume lirih. Seperti cuplikan bagian gending Pangkat atau angkat-angkatan. gending di atas, volume sedang terjadi pada kalimat Gending ini biasanya digunakan untuk mengiringi gending ke II hingga ke III, sedangkan volume lirih tokoh wayang berangkat ke medan perang. terjadi pada kalimat gending ke I. Gending disajikan secara berulang-ulang sesuai Adapun tempo yang digunakan dalam dengan kebutuhan, tempo relatif cepat dan volume Gending Sekar Gendot adalah tempo yang relatif relatif keras, teknik tabuhan Gana Wedana, pola sedang dan agak lambat. Sementara cuplikan tabuhan melodis, dan berirama terikat. gending di atas menggunakan tempo relatif Bila disimak gending di atas, ditemukan dua sedang; disajikan secara berulang-ulang sesuai unsur pembentuk ritme yakni aksen/tekanan dan kebutuhan, dengan teknik tabuhan Ekacruti; durasi waktu. Kedua unsur tersebut terdapat pada pola tabuhan bersifat melodic, dan berirama gending A maupun gending B gatra pertama dan terikat. kedua. Gending A gatra ke empat, yang semestinya mendapat aksen kuat karena merupakan akhir Ngambang kalimat gending atau seleh gending, akan tetapi Jenis ini terdapat pada gending kelompok malah berkesan ngambang, karena seleh 5 pada pepeson yang bernama gending iringan Delem dan gatra ke empat gending tersebut ditarik oleh Sangut. Gending ini disajikan dengan gending nada 2 ke gatra pertama gending B. Akibatnya Bapang Delem. Gending ini khusus digunakan seleh yang kuat justru terjadi pada gatra pertama untuk mengiringi keluarnya punakawan Delem gending B. Kasus yang sama terjadi pula dari seleh bersama punakawan Sangut. Gending ini disajikan akhir gending B ke gatra pertama gending A. Di menggunakan tempo relatif pelan dan volume relatif samping itu, nada 6 pada gatra kedua gending sedang secara berulang-ulang sesuai kebutuhan, A, dan nada 2 pada gatra kedua gending B, yang dengan pola tabuhan kotekan tangan kanan dan terletak pada ketukan ganjil, yang pada umumnya melodi tangan kiri, teknik tabuhan Ekacruti, dan beraksen lemah, namun pada gending di atas justru berirama terikat. berkesan nada seleh yang kuat. Kasus ini tiada lain

6.16 .16. 61.1 .61. disebabkan oleh durasi panjang yang dimiliki oleh // ------// kedua nada tersebut...... 5 ...... 2 Jika diperhatikan, tabuhan tangan kanan Ngantung bagian gatra pertama gending di atas, tekanan Jenis ini terdapat dalam gending Penyacah yang sangat kuat justru terjadi pada nada pertama. Parwa. Gending ini tergolong kelompok gending Ini terjadi karena nada 6 tersebut berdurasi petangkilan, untuk mengiringi ketika dalang panjang. Akibatnya, akhir kalimat gending yang mengucapkan deskripsi suatu adegan. Gending seharusnya memiliki seleh kuat (nada 2) hampir ini disajikan secara berulang-ulang sesuai dengan tidak terdengar karena ditarik secara terburu- kebutuhan, tempo dan volume relatif sedang, buru dengan membalikkan seleh 2 ke seleh 5 teknik tabuhan Ekacruti, pola tabuhan melodis, (lihat tabuhan tangan kiri). Oleh karena nyaris dan irama terikat. tidak terdengarnya seleh yang seharusnya kuat ini, .666 6.56 ..15 61.6 maka penulis menawarkan jenis ritme ini bernama ------.222 2.12 .3.1 23.2 ngambang. 6.2. 6.12 6126 1235 .56... 3565 6356 3561 // ------A ------

3.3. 3.32 3.3. 3.32 . 1 2..6 ...1 ...6 ...1

55 I Ketut Yasa, Gêndér Wayang Karawitan Bali

Jika dicermati pola tabuhan tangan kiri Imbuh Nada maupun pola tabuhan tangan kanan dari Jenis ini terdapat dalam Gending Gineman cuplikan gending di atas, pada kalimat gending Cecek Megelut. Gending ini merupakan tabuh I gatra ketiga bagian nada 3 (tabuhan tangan petegak (instrumentalia), digunakan untuk kiri) dengan bagian nada 1 (tabuhan tangan memberitahukan para penonton, bahwa kanan), nampak terjadi seleh menggantung. pertunjukan segera dimulai. Imbuh nada Hal ini disebabkan oleh kedua nada tersebut disajikan secara berulang-ulang ketika dalang didahului oleh satu atau lebih titik. Demikian sedang mempersiapkan segala sesuatunya yang pula yang terjadi pada kalimat gending II, gatra berhubungan dengan pertunjukan. Gending ini pertama bagian nada 6 (tabuhan tangan kiri) yang disajikan menggunakan teknik tabuhan Paduarsa bergandengan dengan gatra kedua pada bagian dan Anerangsasih, irama terikat, dan tempo maupun nada 3 (tabuhan tangan kanan). Oleh sebab itu volume relatif sedang. ritme tersebut diberi nama jenis ngantung. 565. 65.6.1 .6.1 1.6. ------Kesiab 165. 61.2.3 .2.1 1.23 Jenis ini terdapat dalam gending Sekar Gendot. 61.6 5356 5356 5356 Kesiab disajikan secara berulang-ulang sesuai ------dengan kebutuhan, dalam tempo relatif cepat 21.6 .1.6 .5.6 .5.3 dan volume relatif keras dengan teknik tabuhan Disebut dengan jenis imbuh nada karena Ekacruti dan Anerang sasih, pola tabuhan bersifat dalam gending tersebut ada imbuhan atau melodis, dan irama terikat. tambahan nada 1 seperti . 6 . 1 1 (kalimat gending I gatra ke tiga dan paruh gatra ke empat), 535. 535. 35.3 3.35 ------sehingga selehnya terletak pada nada pertama gatra ...1 .612 .... .123 ke empat. Dalam gending tersebut sebetulnya bisa saja tanpa tambahan nada seperti yang terjadi pada .35. 35.3 5.35 3.35 ------paruh gatra ke empat kalimat gending I dengan .2.1 .2.1 .6.5 3.56 paruh gatra pertama kalimat gending II: 6 . 6 1, sehingga seleh-nya terletak pada tempat yang 535. 535. 35.3 3.35 lebih kuat. Namun barangkali sang komponis ------memang menghendaki demikian dengan maksud ...1 .612 .... .123 menambah hiasan ritme. Kesiab berarti kaget atau terkejut. Kata kesiab dalam ritme di atas diartikan sebagai suatu yang Imbuh Gatra dapat membuat orang terkejut atau mengejutkan. Jenis ini terdapat dalam gending kelompok Ubit-ubitan jenis ini menimbulkan para pendengar pemungkah bagian kedua. Gending ini disajikan bisa kaget atau terkejut. Hal ini disebabkan oleh sebagai rambatan menuju pada iringan kayonan. beberapa faktor antara lain: pertama, dikagetkan Gending ini disajikan selama satu rambahan dalam oleh tabuhan yang diawali maupun diakhiri berupa tempo dari pelan semakin cepat dan volume dari pola kotekan seperti 5 3 5.5 3 5.3 lirih menjadi keras, teknik tabuhan Paduarsa dan 5 . 3 5 ., kemudian mendadak menjadi tabuhan Anerang sasih, pola tabuhan bersifat melodic, dan yang bersifat melodis seperti 3 5 3 . 5 6; irama terikat. kedua, ketika diselingi dengan tabuhan yang .6.3 .6.3 .6.3 .6.3 bersifat melodic dilakukan secara digembyang ------(kalimat gending II gatra paruh ke tiga dan gatra .6.. .6.. .6.. .6.5 ke empat); ketiga, dalam tabuhan yang bukan Rambatan .6.3 ...... 5 kotekan terdapat nada 3 yang berdurasi panjang: ------3 5 3.5 6. .6...... 5

56 Vol. 17 No. 1, April 2016

.6.1 .5.6 .3.5 .2.. ...6 ∧ Jika diperhatikan dengan seksama nama------nama atau istilah di atas, maka dapat dijumpai .6.1 .5.6 .3.5 .2.. ...2 ∧ bahwa sebagian besar nama-nama tersebut, selain Disebut dengan jenis imbuh gatra, karena disesuaikan dengan karakter dari Ubit-ubitan gending rambatan ini seolah-olah ada tambahan dan ritme bersangkutan, juga dibalik nama-nama gatra. Dikatakan seolah-olah, karena tanpa ada tersebut terkandung pesan-pesan yang bersifat tambahan gatra tersebut seleh gendingnya menjadi pendidikan, filosofi, dan etika. Berbicara tentang tidak enak, apalagi temponya digarap dengan pesan, Roland Barthes (1984, 16-27, 33-46) dari pelan makin cepat. Jika digunakan berjalan sebagaimana dikutip oleh Budiman (2013: 2) teratur dalam keadaan pelan, maka sekalipun bahwa ada dua tipe pesan yakni (1) pesan ikonik tanpa tambahan gatra, bisa saja terasa seleh pada yaitu pesan yang dapat dilihat, dan (2) pesan akhir kalimat gending ( . 2 . .). Sudah barang simbolik atau pesan ikonik berkode. tentu dengan memindahkan seleh nada 6 dari Dengan demikian, pesan dari nama-nama dan gatra tambahan (gatra ke lima) ke gatra ke empat, atau istilah dari Ubit-bitan-ubitan di atas termasuk sehingga menjadi . 2 . 6. pesan tipe yang nomer 2 . Mengingat pesan yang ingin disampaikan terdapat di balik nama-nama Salah Gatra dan atau istilah tersebut, sehingga tidak bisa dilihat Jenis ini terdapat dalam Gending Merak Ngelo. secara langsung. Sebagai contoh (1) yang bersifat Gending ini merupakan kelompok petegak sebagai pendidikan. Ada Ubit-ubitan bernama Nyendok. pengentar atau memberitahu kepada para penonton Ubit-ubitan ini memiliki pengertian mnyentuh bahwa pertunjukan segera dimulai. Gending ini sebuah nada berturut-turut dua kali. Isyarat yang disajikan ketika dalang mempersiapkan segala tersembunyi di balik pengertian ini adalah bahwa sesuatunya yang berhubungan dengan pertunjukan sering kali jika menyendok atau mengambil sesuatu wayang. Sajian gending ini menggunakan teknik dengan sendok tidak cukup dengan satu gerakan, tabuhan Ekacruti dan Anerang sasih, pola tabuhan perlu ada gerakan lanjutan. Hal ini mengandung bersifat melodis, irama terikat, dan tempo maupun maksud, bahwa di dalam usaha meraih sesuatu, volume relatif sedang. jika tindakan pertama gagal, hendaknya diikuti dengan tindakan kedua niscaya akan berhasil. Jadi 3235 .. 356 .6.5 ..356 ------intinya nasehat yang terdapat di balik pemberian .6.5 ...61615 ...6 nama nyendok, dimaknai jangan cepat putus asa; (2) yang bersifat filosofi. Ada ritme bernama salah ga- . 6 . 5 .653 .5.5 .356 tra. Pengertian ritme ditekankan pada kata “salah”, ------karena seleh yang kuat terjadi pada gatra hitungan 1615 ...3 .1.1 . . . 6 gajil. Lazimnya seleh yang kuat terjadi pada gatra Disebut jenis salah gatra, karena gending ini hitungan genap. Kata salah di sini mengisyarat- seleh kuatnya terjadi pada gatra pertama dan ketiga kan, bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna, pada kalimat gending I, dan gatra pertama pada karenanya mereka tidak bisa luput dari kesalahan kalimat gending II. Padahal, seleh yang kuat pada meskipun niat yang ada dalam benaknya adalah umumnya terjadi pada akhir gatra II dan akhir baik, ingin menghasilkan sesuatu yang sempurna; gatra IV (pada gatra bilangan genap). Namun pada (3) yang bersifat etika. Ada Ubit-ubitan bernama gending di atas seleh yang kuat justru terjadi pada Bolak-balik Nuduk dan Bolak-balik Ngutang. Kata bilangan ganjil. Hal ini disebabkan oleh nada akhir nuduk yang mengikuti kata bolak-balik, diartikan dari gatra pertama maupun nada akhir dari gatra dengan memunggut, bisa juga diartikan dengan ketiga di atas, diikuti oleh titik sebagai isyarat ada mengambil atau menerima. Ngutang berarti mem- perpanjangan nada. Oleh karena itu, gatra-gatra buang/meninggalkan, bisa juga bararti mem- tersebut memiliki seleh yang cukup kuat, yang berikan. Kedua pengertian, nuduk dan ngutang sebetulnya pada gatra yang salah. mengandung maksud bahwa di dalam hidup ber-

57 I Ketut Yasa, Gêndér Wayang Karawitan Bali masyarakat kita harus siap selain menerima sesatu, Kepustakaan juga harus siap memberi sesuatu kepada orang lain. Ardipal, A. (2016). Peran Partisipan sebagai Penutup Bagian Infrastruktur Seni di Sumatera Barat: Perkembangan Seni Musik Talempong Kreasi. Gending-gending gêndér wayang memiliki RESITAL: JURNAL SENI PERTUNJUKAN, berbagai jenis motif ubit-ubitan dan hiasan ritme. 16(1), 15-24. doi:http://dx.doi.org/10.24821/ Realitas ini dapat diamati dari gending-gending resital.v16i1.1271 untuk mengiringi pertunjukan wayang parwa. Bandem, I Made. (1983). Ensiklopedi Gamelan Bali. Dengan demikian penilaian berbagai kalangan, Proyek Penggalian, Pembinaan Pengembangan bahwa dalam gending-gending gêndér wayang Seni Klasik/Tradisional dan Baru, Pemerintah terdapat berbagai jenis ubit-ubintan memang ada Daerah Tingkat I Bali. benarnya. Demikian pula dengan pernyataan I Bandem, I Made. (1986). Prakempa: Sebuah Lontar Made Bandem, bahwa dalam gending-gending Gambelan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari gêndér wayang kaya dengan jenis ritme memang Indonesia. terbukti. Sayangnya, belum ada nara sumber Bandem, I Made. (1993). Ubit-Ubitan; Sebuah yang bersedia untuk memberikan nama, sehingga Teknik Permainan Gamelan Bali. Mudra, penulis memberanikan diri untuk memberikan Jurnal Seni Budaya Edesi Khusus Pebruari. atau menawarkan beberapa nama dalam tulisan ini. Budiman, C. (2013). Retorik dan Makna Ideologis Nama-nama yang ditawarkan tersebut, mengacu Karya Instalasi dalam Film Opera Jawa dari nama yang terdapat dalam perangkat gamelan Garin Nugroho. RESITAL : JURNAL SENI Bali yang bukan gêndér wayang. Sebagai contoh PERTUNJUKAN, 14(1). doi:http://dx.doi. nama teknik ngumad diadopsi dari nama teknik org/10.24821/resital.v14i1.390 tabuhan instrumen trompong yang terdapat Dibia,I Wayan. (1997). Seni Pertunjukan Turistik dalam perangkat Gong Gede, Gong Kebyar, dan dan Penggeseran Nilai-Nilai Budaya Bali. Semar Pagulingan. Demikian pula nama teknik Mudra Jurnal Seni Budaya. 5 (5) nuduk dan ngutang, diadopsi dari tenik tabuhan Hastuti, Bekti Budi. (2006). Gending Ki instrumen gêndér rambat yang terdapat dalam Nartosabdho Sebagai Inspirasi Penciptaan perangkat gamelan Semar Pagulingan Saih Lima. Tari Nini Thowok.RESITAL : JURNAL SENI Adapun nama-nama lainnya seperti ubit-ubitan PERTUNJUKAN. VII/01. nyendok, oles-olesan, tulak wali, uber-uberan, dan Rembang, I Nyoman. (1977). Daftar nyalud, mengacu kepada nama yang diberikan oleh Klasifikasi Gaemelan Bali. Kertas Serasehan I Made Bandem. Sementara itu, nama-nama yang Karawitan Bali. diselenggarakan oleh Pusat ditawarkan dalam ritme, seperti nguluin, ngumad, Pengembangan Kebudayaan Jawa Tengah, ngambang, ngantung, kesiab, imbuh nada, imbuh Agustus 1977. gatra, dan salah gatra, adalah hasil dari inpirasi Sukerna, I Nyoman. (1989). Gending-Gending yang diperoleh dari nama-nama yang diberikan Iringan Pakeliran Wayang Parwa Gaya oleh I Made Bandem. I Wayan Konolan. [Laporan Penelitian]. Pemberian nama terhadap ubit-ubitan dan Surakarta: Sekolah Tinggi Seni Indonesia. ritme di atas, selain mengacu dan atau mengadopsi dari gamelan Bali lainnya, juga didasarkan atas ben- Audio tuk dan karakter dari permainan masing-masing ubit-ubitan dan ritme tersebut. Di balik nama-na- Gamelan Gêndér Wayang Br. Babakan Desa ma dan atau istilah tersebut ternyata mengandung Sukawati, Rick’S Record. pesan-pesan yang bersifat pendidikan, filosofi, dan Gêndér Wayang Bajar Taman, Krobokan, Kuta, etika. Begitu pula, nama-nama atau istilah tersebut Badung (koleksi diskotik STSI Surakarta) sudah sangat akrab bagi masyarakat (seni) Bali. I Wayan Sueca, 1985, “Gamelan GêndérKayumas

58 Vol. 17 No. 1, April 2016

Kaja Badung” Bali Sterio music cassette Vol. Tabuh-Tabuh Gêndér Wayang, Desa Tunjuk 1, B-643 Tabanan, Aneka Record

59