LEMBAGA KEPRESIDENAN (STUDI PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum sebagai Salah Satu syarat untuk Mendapat Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

AGESA ABDULOH MUKSID NIM: 1 1 1 3 0 4 8 0 0 0 0 1 6

P R O G R A M S T U D I I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1441H/2020M

LEMBAGA KEPRESIDENAN (STUDI PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum sebagai Salah Satu syarat untuk Mendapat Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

AGESA ABDULOH MUKSID NIM: 1 1 1 3 0 4 8 0 0 0 0 1 6

P R O G R A M S T U D I I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1441H/2020M

i

LEMBAGA KEPRESIDENAN (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum sebagai Salah Satu syarat untuk Mendapat Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh: Agesa Abduloh Muksid NIM: 1 1 1 3 0 4 8 0 0 0 0 1 6

Pembimbing 1: Pembimbing 2:

Dr. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H. Fathudin, S.H., M.A., M.Hum., M.H. NIP. 198506102019031007

P R O G R A M S T U D I I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440H/2019M

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Agesa Abduloh Muksid

NIM : 1113048000016

Tempat, Tgl. Lahir : Jakarta, 21 April 1994

Prodi/Fakultas : Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum

Alamat Rumah : JL. Granit, No. 56, Pondok Jaya, Bintaro Jaya, 15225

Nomor HP : 087744235205

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta . 3. Jika di kemudian hari terbukti ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil plagiasi dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2020

Agesa Abduloh Muksid

iii iv

ABSTRAK Agesa Abduloh Muksid, 1113048000016. LEMBAGA KEPRESIDENAN (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN). Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. viii + 102 halaman + 42 halaman lampiran Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbedan dan persamaan kedudukan, fungsi, dan kewenangan serta dalam struktur dalam Lembaga Kepresidenan di Indonesia dengan Republik Korea Selatan. Fokus pertanyaan dalam penelitian ini adalah: bagaimana tugas, fungsi, dan kewenangan antara kepala negara dan pemerintahan dengan wakil kepala negara dan pemerintahan Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan? Dan, apa saja persamaan dan perbedaan lembaga kepresidenan Republik Indonesia dengan lembaga kepresidenan Republik Korea Selatan? Penelitian ini berjenis yuridis normatif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan terdiri atas sumber hukum primer yaitu berupa Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Konstitusi Republik Korea Selatan (The Constitution of the Republic of Korea; 대한민국 헌법[: Daehanmingug Heonbeob]), serta bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, laporan penelitian, dan karya ilmiah lainnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi dokumentasi terhadap bahan-bahan tersebut yang kemudian dianalisis menggunakan teori-teori kekuasaan dan teori perbandingan hukum. Studi ini menyimpulkan bahwa terdapat banyak persamaan dan perbedaan dalam tugas, fungsi, dan kewenangan, serta struktur Lembaga Kepresiden di Republik Indonesia dengan Republik Korea Selatan.

Kata kunci: Lembaga Kepresidenan, Indonesia, Korea Selatan

Pembimbing I : Dr. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H. Pembimbing II : Fathudin, S.H., M.A., M.Hum., M.H. Daftar Pustaka : Tahun 1966 sampai tahun 2020

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji sukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “LEMBAGA KEPRESIDENAN (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan pada Nabi Muhammad Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada para pihak yang telah membantu mendukung proses penelitian skripsi ini, terutama kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.A., M.H., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Bapak Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Bapak Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dr. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H., Dosen Pembimbing I dan Bapak Fathudin, S.H., M.A., M.Hum., M.H., Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendukung serta menyetujui proses dan penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Muhammad Iqbal, S.E., S.H., M.Si., Asisten Deputi Politik, Hukum, dan Keamanan, Deputi Dukungan Kebijakan Pemerintahan, Bapak Donny Widhyanto, S.H., M.Hum., Kepala Bagian Hukum dan HAM, dan Bapak Putra Yuda Ivada, Kepala Sub-Bidang Hukum, Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, yang telah menjadi atasan sekaligus mentor dan memberikan berbagai referensi dan informasi yang

vi

menjadi bahan kajian penulisan skripsi ini selama peneliti mengabdi di Setwapres RI. 5. Bapak Mohammad Siradj Parwito, M.A., Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk Cape Town, Afrika Selatan, Mantan Asisten Deputi Hubungan Luar Negeri, Deputi Dukungan Kebijakan Pemerintahan, Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia yang telah memberikan saya buku Hukum Luar Negeri dan menjadi awal penulisan skripsi ini. 6. Ms. Jinyoung Park, Second Secretary of Embassy of the Republic of Korea in Indonesia, yang telah memberikan akses referensi untuk kepustakaan Pemerintah Korea Selatan. 7. Mufingatun S.E., M.MSI., yang telah memberikan dukungan baik berupa referensi sumber data baik buku, jurnal, dan berbagai karya tulis ilmiah lainnya yang sesuai dengan permasalahan skripsi ini 8. Teruntuk kedua orangtua penulis, Ibu Hj. Endah Handayaningsih dan Bapak H. Ihsan Gani yang telah memberikan segalanya.

Semoga skripsi ini dapat menjadi karya ilmiah yang memberikan manfaat dalam penelitian hukum pada umumnya, serta penataan Lembaga Kepresidenan pada khususnya. Kritik dan saran sangat diharapkan guna menjadikan karya ilmiah ini menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Akhir kata, peneliti mengucapkan terimakasih banyak.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, Juni 2020

Peneliti,

Agesa Abduloh Muksid

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...... iii

LEMBAR PERNYATAAN ...... iv

ABSTRAK ...... v

KATA PENGANTAR ...... vi

DAFTAR ISI ...... viii

BAB I: PENDAHULUAN...... 1

A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah, Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah ...... 6 C. Tujuan Penelitian ...... 7 D. Manfaat Penelitian ...... 7 E. Metode Penelitian...... 8 F. Sistematika Penulisan ...... 10

BAB II: KERANGKA KONSEP DAN TEORITIK ...... 11

A. Kerangka Konsep ...... 11 B. Kerangka Teori...... 13 1. Teori Kekuasaan...... 13 2. Teori Perbandingan Hukum ...... 16 3. Sistem Presidensial ...... 18 C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu...... 23

BAB III: LEMBAGA KEPRESIDENAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN ...... 25

A. Lembaga Kepresidenan Negara Republik Indonesia ...... 25 B. Lembaga Kepresidenan Negara Republik Korea Selatan ...... 33

viii

BAB IV: ANALISIS PERBANDINGAN LEMBAGA KEPRESIDENANNEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN ...... 45

A. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lembaga Kepresidenan ...... 45 1. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia ...... 45 2. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lembaga Kepresidenan Republik Korea Selatan ...... 50 B. Struktur Lembaga Kepresidenan ...... 55 1. Struktur Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia...... 55 2. Struktur Lembaga Kepresidenan Republik Korea Selatan ...... 71 C. Persamaan dan Perbedaan Lembaga Kepresidenan di Negara Republik Indonesia dan Negara Republik Korea Selatan ...... 80 BAB V: PENUTUP ...... 87

A. Kesimpulan ...... 87 B. Saran ...... 88

DAFTAR PUSTAKA ...... 89

LAMPIRAN ...... 103

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdirinya suatu negara harus memiliki unsur-unsur pembentuk yaitu wilayah, rakyat, pemerintah yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain. Salah satu dari unsur pokok tersebut adalah pemerintah yang berdaulat. Suatu pemerintahan pada setiap negara pasti memiliki sistem, baik dalam pembentukannya maupun dalam pelaksanaannya.

Sistem Pemerintahan adalah gabungan dari dua kata yaitu “sistem” dan “pemerintahan”. Pengertian Sistem adalah hubungan fungsional antara badan dengan badan lain secara keseluruhan. Sedangkan pemerintah adalah suatu perbuatan, cara, hal, serta urusan untuk memerintah.1

Pertama, sistem pemerintahan memiliki pengertian yang berbeda baik secara sangat luas, luas, dan sempit. Secara sangat luas sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai kajian yang menitikberatkan pada hubungan antara negara dengan rakyatnya. Berdasarkan hal tersebut sistem pemerintahan dapat dibedakan menjadi pemerintahan monarki, pemerintahan aristokrasi, dan pemerintahan demokrasi.2

Kedua, Pengertian sistem pemerintahan dalam arti luas yaitu suatu kajian pemerintahan negara yang berpedoman pada hubungan antara semua organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dengan bagian- bagian yang ada di dalam negara. Berdasarkan itu, sistem pemerintahan negara dibedakan menjadi negara kesatuan, negara serikat, dan negara konfederasi.

1 Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, (Jakarta:Bina Aksara,1995), h.3 2 Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, (Yogyakarta:Ombak, 2012), h.1

1

2

Ketiga, adalah pengertian sistem pemerintahan yang paling banyak digunakan adalah pengertian sistem pemerintahan secara sempit. Dalam pengertian ini sitem pemerintahan diartikan sebagai sebuah kajian yang melihat hubungan antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif dalam sebuah negara. Oleh karena itu dalam pengertian ini, sistem pemerintahan dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan Presidensial.

Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem di mana hubungan antara legislatif dan eksekutif sangat erat. Hal ini dikarenakan adanya pertanggungjawaban para menteri terhadap parlemen. Setiap kabinet yang dibentuk harus mendapatkan dukungan kepercayaan dengan suara parlemen. Dengan demikian kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang disetujui oleh parlemen.1

Dalam sistem parlementer, jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan dipisahkan satu sama lain. Kedua jabatan negara dan kepala pemerintahan itu, pada hakekatnya merupakan cabang kekuasaan eksekutif.2 Pada sistem ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat Perdana Menteri dan menjatuhkan pemerintahan dengan cara mengeluarkan mosi tidak percaya.3

Selain sistem pemerintahan parlementer terdapatt juga sistem pemerintahan Presidensial. Sistem Presidensial adalah di mana kepala negara dan kepala pemerintahan adalah Presiden. Dalam sistem ini lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif memiliki kedudukan masing-masing, Presiden dan pemerintah tidak boleh menyusahkan dan tidak bertanggungjawab pada parlemen. Kedua lembaga tersebut tidak terhubung

1 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana, 2010), h.49 2 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,(Jakarta: BIP, 2007), h. 311 3 Abdul Ghofar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2009), h.53

3

secara langsung sebagaimana pada sistem parlementer. Dalam Presidensial tidak dikenal adanya lembaga tertinggi negara. Dalam sistem ini Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu sesuai dengan konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu oleh para Menteri yang diangkat dan bertanggungjawab langsung pada Presiden.4

Berbicara mengenai Presidensial, Indonesia adalah negara yang menganut sistem Presidensial. Meskipun pada awal Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen) telah menjadi pedoman pelaksanaan pemerintahan, namun dikarenakan situasi dan kondisi Indonesia yang baru merdeka membuat keadaan tidak kondusif, sehingga pelaksanaannya pun belum dapat dijalankan secara murni dan konsekwen.5

Secara Konstitusional Negara Republik Indonesia menganut sistem Presidensial yang memiliki arti pemegang kendali dan penanggungjawab jalannya pemerintahan negara adalah Presiden sedangkan Menteri hanyalah sebagai pembantu Presiden, hal tersebut tertuang dalam batang tubuh dan penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.6

Dalam perjalanannya Indonesia pernah mengalami perubahan yang signifikan saat merubah sistem pemerintahannya dari sistem Presidensial menjadi parlementer. Kabinet pertama dengan sistem quasi Presidensial sesuai UUD 1945 yang dibentuk pada 2 September 1945 mengalami perubahan pada dua bulan setelahnya. Meski mengalami perubahan pada sistem ketatanegaraan daam praktiknya namun hal tersebut tidak merubah (mengamandemen) UUD 1945.

Menurut Mahfud MD, perubahan sistem pemerintahan ini tanpa mengamandemen Undang-Undang Dasar,7 mengakibatkan terjadi perbedaan

4 Abu Thamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah,2010), h.79 5 Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Rieaneka Cipta,2002) h.34. 6 Mohammad Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: Rienaka Cipta, 2008) h.90. 7 Mohammad Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia,…h. 93

4

antara landasan Konstitusional dengan praktik pelaksanaannya. Perubahan sistem ketatanegaraan ini terjadi setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tahun 1945. Inti dari maklumat ini adalah penyerahan kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (karena pada saat itu belum ada DPR dan MPR).

Maklumat tersebut dikeluarkan atas usul Badan Pekerja dari Komite Nasional Pusat pada 11 November 1945. Isi dari maklumat tersebut yakni merubah sistem kabinet Presidensial menjadi sistem parlementer, di mana dalam sistem ini pertanggungjawaban pemerintahan negara terletak pada tangan Dewan Menteri yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri (Prime Minister).

Setelah selama kurang lebih 14 tahun Indonesia berusaha untuk menyempurnakan sistem pemerintahan parlementernya bahkan dikarenakan indonesia masih berkonfrontasi dengan Belanda yang masih berusaha merebut kembali kekuasaan wilayah dari pemerintah Indonesia, Indonesia sempat berubah bentuk menjadi Republik Indonesia Serikat dan akhirnya kembali menjadi negara kesatuan, maka pada tanggal 5 Juli 1959 melalui Dekrit Presiden tentang kembali ke UUD 1945 menjadi titik kembalinya Indonesia menggunakan sistem pemerintahan Presidensial.

Meskipun telah kembali menjadi negara kesatuan dan menganut sistem pemerintahan Presidensial. Negara Republik Indonesia masih tercampur unsur-unsur parlementer sehingga Indonesia dianggap masih menganut sistem Presidensial Campuran. Berbicara mengenai sistem Presidensial, Korea Selatan juga merupakan negara yang menganut sistem Presidensial.

Korea Selatan memiliki nama resmi di dunia internasional Republic of

Korea. Negara ini memiliki nama asli dalam bahasa Hangul 대한민국

(Daehan Minguk). Korea selatan adalah negara yang terletak di kawasan Asia

5

Timur yang meliputin bagian selatan semenanjung Korea. Negara ini berbatasan langsung dengan Korea Utara.8

Dahulu kala sebelum 1945 Korea Selatan dan Korea Utara adalah satu negara. Setelah berakhirnya Perang Dunia II yang diiringi dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu, Korea dibagi menjadi dua yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Di mana Korea Selatan menganut paham demokrasi liberal, sedangkan Korea Utara menganut paham komunis.9

Dalam urusan ketatanegaraannya Korea Selatan adalah Negara Kesatuan sama halnya dengan Indonesia. Korea pun memiliki sistem pemerintahan yang sama yaitu Presidensial. Republik Korea dipimpin oleh seorang Presiden yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali dan hanya boleh menjabat selama satu periode saja. Oleh karena itu Presiden petahana ataupun Presiden yang pernah menjabat sebelumnya tidak dapat mengajukan diri kembali di pemilihan umum selanjutnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Korea Selatan dibantu oleh Perdana Menteri. Pemilihan Perdana Menteri dilakukan dengan cara ditunjuk oleh Presiden atas persetujuan dari Majelis Nasional.10

Berdasarkan uraian di atas mengenai latar belakang ketatanegaraan Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan yang berfokus pada sistem pemerintahannya yang sama-sama menganut sistem presidensial. Namun apabila dilihat dengan seksama maka dapat terlihat persamaan maupun perbedaan yang dapat diteliti lebih lanjut guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sistem presidensial yang dianut oleh kedua negara tersebut.

Dengan adanya persamaan dan perbedaan yang menjadi dasar penelitian atas sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh Indonesia

8 Tiara Utami, “Sistem Pemerintahan Republik Korea Selatan (대한민국)” (Jambi:Makalah Universitas Jambi, 1979) h. 6 9 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2011), h.34 10 Frida Aprillia, “Mekanisme Dan Lembaga Pemakzulan Presiden Di Indonesia Dan Korea Selatan”(Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018) h.4

6

dan Korea Selatan, maka dilakukanlah penelitian dengan metode komparatif yang berjudul “LEMBAGA KEPRESIDENAN (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN)”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Permasalahan penelitian yang akan diajukan dalam skripsi ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Sejarah lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan perlu diperbandingkan. b. Pelaksanaan lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan memiliki persamaan dan perbedaan. c. Kepala Negara dan kepala Pemerintahan dalam lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan memiliki perbedaan nama jabatan namun memiliki kesamaan tugas fungsi dan wewenang. d. Perlunya diketahui sistem pertanggungjawaban dalam lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan. e. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan perlu untuk dianalisis. 2. Pembatasan Masalah

Dalampenulisan skripsi ini , peneliti membatasi masalah yang akan dikaji sehingga diharapkan terhindar dari melebar dan meluasnya objek penelitian. Melihat pemaparan latar belakang sebelumnya, pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu pada perbandingan lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dengan Republik Korea Selatan, termasuk pada kajian komparatif mengenai persamaan dan perbedaannya dalam pelaksaannya dilihat dari konstitusi masing-masing negara serta pejabat pemegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan di kedua

7

negara, mulai dari amandemen ke-4 Undang-Undang Dasar 1945 maupun pasca-amandemen Konstitusi Korea Selatan pada 22 Oktober 1987.

Pembatasan Masalah skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Lembaga Kepresidenan dibatasi pada gabungan Presiden dan Wakil Presiden secara bersama-sama menjalankan kepemimpinan negara dan pemerintahan dengan dibantu oleh jajaran Menterinya.11 b. Indonesia dibatasi pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), semenjak merdeka pada 17 Agustus 1945 sampai sekarang. c. Korea Selatan dibatasi pada Negara Republik Korea yang memiliki nama resmi di dunia internasional Republic of Korea. Negara ini

memiliki nama asli dalam bahasa Hangul 대한민국 (Daehan

Minguk), semenjak Merdeka pada 15 Agustus 1945 sampai sekarang.12

3. Perumusan Masalah

Masalah dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah perbandingan antara Lembaga Kepresidenan di Negara Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan?

Dari permasalahan penelitian mengenai perbandingan antara lembaga kepresidenan negara Indonesia dengan negara Korea Selatan, muncul pertanyaan riset sebagai berikut:

11 Bagir Manan, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni,1993), h.26

12 Tiara Utami, “Sistem Pemerintahan Republik Korea Selatan (대한민국)” (Jambi:Makalah Universitas Jambi, 1979) h. 6

8

Bagaimanakah perbedaan dan persamaan tugas, fungsi, dan kewenangan kepala negara dan wakil kepala negara di Negara Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk membandingkan tugas, fungsi, dan kewenangan antara kepala negara sekaligus pemerintahan dengan wakil kepala negara dan pemerintahan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan. 2. Untuk memperbandingkan antara lembaga kepresidenan di Negara Republik Indonesia dengan lembaga kepresidenan di Republik Korea Selatan.

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis, memberikan bahan pemikiran baru bagi perkembangan Hukum Kelembagaan Negara. 2. Manfaat Praktis, menambah pengetahuan dan wawasan bagi para akademisi lembaga kepresidenan di Republik Indonesia maupun Republik Korea Selatan.

E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan komparatif (comparative appfoach) dalam rangka menelaah lebih dalam dan menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Pendekatan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum

9

yang ditangani.13 Pendekatan komparatif adalah pendektan yang membandingkan suatu lembaga hukum (legal institutions) dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum yang lainnya yang memiliki kesamaan dalam sitem hukumnya.14

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian dengan cara memperoleh data dari berbagai sumber tertulis dari buku, jurnal, artikel, makalah, surat kabar, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Selain itu peneliti juga menggunakan penelitian normatif, yaitu penelitian yang mengkaji studi dokumen, dengan menggunakan berbagai data sekunder seperti peratuan perundang-undangan, putusan pengadilan, yurisprudensi, teori hukum, dan pendapat para ahli.

3. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini, peneliti menggunakan teknik dokumentasi berupa jurnal, naskah akademik, hasil penelitian, makalah, serta produk hukum, dan sumber tertulis pendukung lainnya. Pengumpulan bahan-bahan tersebut dilakukan oleh peneliti dengan cara membaca literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, baik dalam bentuk fisik (tercetak) maupun non-fisik (softcopy).

4. Sumber Data Dalam penelitian normatif ini data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari:

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.93 14 Johni Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Banyumedia Publishing, 2007,Cet. Ke-3), h.313 10

a. Bahan Hukum Primer, yang berpedoman utama pada Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Konstitusi Negara Republik Korea Selatan (The Constitution of the Republic of Korea;

대한민국 헌법[Hangul: Daehanmingug Heonbeob]).

b. Bahan Hukum Sekunder, termasuk di dalamnya buku, jurnal, makalah, artikel, serta pemberitaan tertulis yang menunjang bahan hukum primer yang berkaitan dengan lembaga kepresidenan yang dianut oleh Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan. c. Bahan hukum tertier yang digunakan oleh peneliti untuk memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, khususnya untuk menerjemahkan bahasa asing yang digunakan pada bahan-bahan tersebut, yaitu kamus bahasa Korea- Indonesia, kamus bahasa Inggris-Indonesia, serta kamus besar bahasa Indonesia. 5. Teknik Pengolahan Data berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh peneliti dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan dan artikel penunjang lainnya diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penelitian yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Pengolahan data dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

6. Teknik Analisis Data Dalam proses analisisnya, data dianalisis dengan teliti serta menyeluruh hingga sampai pada penemuan kebenaran untuk menjawab permasalahan yang ditemukan selama proses penelitian. Data-data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan metode analisis perbandingan, dengan membandingkan antara lembaga 11

kepresidenan di Indonesia maupun di Korea Selatan baik persamaan dan perbedaannya serta kekurangan dan kelebihannya. 7. Pedoman Penulisan Dalam menulis skripsi ini, peneliti berpedoman pada Buku Pedoman Penelitian Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan Dalam skripsi ini digunakan sistematika sebagai berikut: BAB I adalah pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II adalah kerangka teori dan kerangka konsep yang menjabarkan lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan secara umum dan review penelitian terdahulu. BAB III adalah penjabaran mengenai lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan dari masa-kemasa sejak kemerdekaan hingga sekarang yang mencangkup kedudukan pejabat negara serta struktur kelembagaan negara, baik berdasarkan kedudukannya maupun pelaksanaannya. BAB IV adalah studi perbandingan lembaga kepresidenan di Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan baik mengenai persamaan dan perbedaannya, maupun kekurangan dan kelebihan dari lembaga kepresidenan yang dianut oleh kedua negara. BAB V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi BAB II

KERANGKA KONSEP DAN TEORITIK

A. KERANGKA KONSEP 1. Sistem Presidensial Sistem Presidensial adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggungjawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada diluar pengawasan parlemen.1 Dalam sistem presidensial kepala negara dan kepala pemerintahan oleh Presiden. Dalam sistem ini lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif memiliki kedudukan masing-masing, Presiden dan pemerintah tidak boleh menyusahkan dan tidak bertanggungjawab pada parlemen.2 2. Presiden Presiden adalah seorang pemimpin tertinggi atau kepala sebuah lembaga, organisasi, perusahaan, badan, dan lain-lain. Dalam hukum tata negara, istilah tersebut adalah sebutan untuk pejabat tertinggi pemerintah nasional pada kebanyakan negara yang menggambarkan kepala negara dan/atau kepala pemerintahan. Dalam Presidensial tidak dikenal adanya lembaga tertinggi negara. Dalam sistem Presidensial, Presiden dipilih oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu sesuai dengan konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu Wakil Presiden dan para Menteri yang diangkat dan bertanggungjawab langsung pada Presiden.3 3. Wakil Presiden Wakil Presiden adalah seseorang yang memiliki posisi sebagai perwakilan, pengganti, pembantu, pendamping bagi pemimpin

1 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 151 2 Abu Thamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah,2010), h.79 3 B.N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), cet.I, h. 451

12 13

tertinggi (presiden)4. Dalam ketatanegaraan Wakil Presiden ialah jabatan bagi seseorang yang mendampingi, mewakili, dan membantu Presiden baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan. Wakil Presiden merupakan unsur pimpinan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jadi walaupun sebagai pembantu Presiden, Wakil Presiden tidak setara dengan Menteri, namun berada diatasnya dan berhak untuk mengatur kabinet sesuai porsinya. 4. Perdana Menteri Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan parlementer adalah pemegang kekuasaan eksekutif sebagai kepala pemerintahan yang bertanggung jawab pada parlemen.5 Namun terdapat juga negara penganut sistem pemerintahan presidensial yang juga memiliki Perdana Menteri yang menggantikan jabatan Wakil Presiden, sehingga Perdana Menteri tersebut tidak bertanggungjawab langsung kepada parlemen, melainkan tetap bertanggungjawab kepada Presiden, serta memiliki tugas, fungsi, dan wewenang layaknya Wakil Presiden lain pada negara presidensial. 5. Lembaga Kepresidenan Lembaga Kepresidenan adalah gabungan Presiden dan Wakil Presiden secara bersama-sama menjalankan kepemimpinan negara dan pemerintahan dengan dibantu oleh jajaran Menterinya. Dalam pengertian Lembaga Kepresidenan, Presiden dan Wakil Presiden adalah satu kesatuan (dwi-tunggal) yang tidak terpisahkan. Keduanya melakukan tugas kepemimpinan secara kolegial. Dengan demikian tindakan yang dilakukan oleh Presiden adalah juga tindakan Presiden, dan sebaliknya tindakan Wakil Presiden adalah tindakan Presiden yang keduanya merupakan tindakan Pemerintah.6

4 Dhanang Alim Maksum, Tugas dan Fungsi Wakil Presiden di Indonesia, Lex Crimen Vo. IV, 2015, h. 127 5 Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, (Yogyakarta:Ombak, 2012), h.10 6 Bagir Manan, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni,1993), h.26 14

B. Kerangka Teori 1. Teori Kekuasaan Kekuasaan merupakan konsep paling dasar dalam ilmu sosial dan di dalamnya terdapat perbedaan titik penekanan yang dikemukakan. Menurut Russel (1988) terdapat batasan umum dari kekuasaan yaitu merupakan produk pengaruh yang diharapkan. Ketika seseorang ingin memperoleh tujuan yang diinginkannya dan juga diinginkan oleh orang banyak, maka orang tersebut harus memiliki kekuasaan yang besar. Adapun faktor yang mendorong timbulnya keinginan untuk berkuasa antara lain faktor eksplisit dan implisit yang berupa dorongan untuk memperoleh kekuasaan. Faktor eksplisit dari dalam diri seseorang, sedangkan faktor implisit adalah faktor dari luar yang mempengaruhi seseorang untuk berkuasa. Dalam sejarah perkembangan konsep kekuasaan, terdapat banyak teori kekuasaan yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh politik besar, teori mengenai kekuasaan mengalami metamorfosa dan proses dialektika untuk menuju sebuah penyempurnaan mengenai pemahaman para ahli mengenai kekuasaan. Berikut beberapa rumusan teori kekuasaan yang dikemukakan 3 ahli dengan beberapa distingsi dalam dimensinya.7 1) Robert A.Dahl Teori kekuasaan yang pertama adalah teori kekuasaan satu dimensi yang dikemukakan oleh Robert Dahl. Persepektif ini disebut sebagai pendekatan pluralis dan meningkatkan kepada peningkatan kekuasaan melalui proses pembuatan kebijakan dan perilaku yang bisa diamati. Persepektif satu dimensi ini menjelaskan sebuah kondisi dimana salah satu kelompok didominasi oleh kelompok yang lain,

7 Anggina Mutiara Hanum, “Teori Kekuasaan Negara: Pola Relasi Kekuasaan Di Indonesia Pada Masa Orde Baru Hingga Reformasi”, (Universitas Indonesia, 2014), h.1, t.d.

15

sehingga kelompok yang didominasi tidak bisa melakukan apapun tanpa ada ‟perintah‟ dari kelompok yang mendominasi.8 2) Steven Luke Salah satu pendapat yang terkemuka mengenai teori tiga dimensi kekuasaan dikemukakan oleh Steven Luke. Teori tiga dimensi kekuasaan merupakan sebuah evolusi dari teori lain yang berkembang sebelumnya, menurut Luke teori kekuasaan adalah ilmu dinamis yang akan terus berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu. Pendapat ini kemudian dikembangkan oleh John Gaveta. 3) Michael Foucault Foucault memberikan gagasan yang cukup orisinil dalam konsep teori kekuasaan, orisinalitas itu bukan hanya terletak dalam definisi kekuasaan yang dikonsepsikan olehnya, tetapi juga tujuan dan sasaran dari kekuasaan tersebut. yang kemudian juga menggambarkan pola hubungan kekuasaan dengan pengetahuan, serta mekanisme dan teknik yang digunakannya untuk menganalisa kekuasaan. Menurut Michel Foucault, kekuasaan itu terlaksana bukan pertama-tama melalui kekerasan atau dari hasil persetujuan, melainkan sebagai „seluruh struktur tindakan yang menekan dan mendorong tindakan-tindakan lain melalui rangsangan, persuasi, atau bisa juga melalui paksaan (coercive power) dan larangan.9 Hal ini menjadikan kekuasaan terkait langsung dengan control exercise—bagaimana kekuasaan itu dijalankan dalam praktiknya sehari-hari. Bisa dikatakan perbedaan utama antara Foucault dari kebanyakan filsuf lainnya ketika berbicara, memaknai konsep kekuasaan ialah dimana pemikir lainnya selalu menyentuh dimensi kerangka kekuasaan dan Negara, sedangkan Foucault menekankan hubungan antara kekuasaan dan subjek, mengandaikan bahwa kekuasaan itu banyak dan tersebar. Kekuasaan tidak mengacu pada

8 Mochtar Mas‟oed Nasikun,”Sosiologi Politik”, (Jogjakarta: PAU-UGM,1987), h.22 9 Haryatmoko, “Etika Politik dan Kekuasaan” (Jakarta; PT. Kompas Media Nusantara,2014), h. 34 16

satu sistem umum dominasi oleh seseorang atau suatu kelompok terhadap yang lain, tetapi menunjuk pada beragamnya hubungan kekuasaan, tidak terpusat pada satu titik atau satu sumber otoritas, tetapi berasal dari adanya perbedaan di dalam hubungan.

Selain pembagian tiga dimensi kekuasaan berdasarkan para ahli diatas menurut para ahli lainnya teori kekuasaan juga dijelaskan sebagai berikut:

1) Walter Nord Kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya. 2) Miriam Budiarjo Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.10 3) Ramlam Surbakti Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi11 4) Max Weber Kekuasaan itu dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor didalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri danyang menghilangkan halangan.12

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Kekuasaan merupakan dasar utama dalam ilmu pemerintahan karena pada hakikatnya pemerintah

10 Meriam Budiardjo, “Dasar-Dasar Ilmu Politik”, (Jakarta: Gramedia,1974), h 11 Ramlan Surbakti, “Memahami Ilmu Politik”, (Jakarta: Grasindo,1992) 12 R.R. Maran, “Pengantar Sosiologi Politik”, (Jakarta: 2001), h.190 17

yang berdaulat pada suatu negara haruslah memiliki kekuasaan agar dapat menjalankan negara tersebut dan juga mengatur warga negaranya. Tanpa adanya kekuasan yang dimiliki oleh pemerintah maka suatu negara tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

2. Teori Perbandingan Hukum Dalam membandingkan dua atau lebih ketatanegaraan maka dibutuhkan dasar teori sebagai acuan utama. Maka diperlukan pemahaman terhadap teori perbandingan hukum terlebih dahulu sebelum membandingkan masalah utama yang menjadi pembahasan. Dalam Black‟s Law Dictionary, perbandingan hukum (comparrative law) adalah the scholary study of the similarities and differences between the legal systems of different jurisdictions, such as between civil law and common- law countries.13 Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan bahwa perbandingan hukum ialah studi ilmiah tentang kesamaan dan perbedaan antara sistem hukum dari yuridiksi yang berbeda, seperti perbedaam antara negara civil- law dan negara common-law. Sedangkan menurut K. Zweigert dan H. Kotz pada buku An Introduction to Comparative Law, mengemukakan sebagai berikut, the comparative law is the comparasion of the different legal systems of the world.14 Yang dapat diartikan, perbandingan hukum adalah perbandingan dari perbedaan sistem hukum yang ada di dunia. Adapun cakupan hukum komparatif dijelaskan oleh Michael Bogdan termasuk membandingkan berbagai sistem hukum yang berbeda yang memiliki tujuan untuk menegaskan persamaan dan perbedaan masing-masing; bekerja dengan menggunakan persamaan dan perbedaan yang telah ditegaskan, diantaranya menjelaskan asal usul, mengevaluasi solusi yang digunakan dalam sistem hukum yang berbeda,

13 Bryan A.Garner, Garner‟s Dictionary of Legal Usage, (New York: Oxford Univercity Press, 2011), 3rd revised edition, h.137 14 K.Zweigert dan H. Kotz, An Introduction to Comparative Law, (Oxford: Clarendon Press, 1998) 3rd Edition, h.2

18

mengelompokkan berbagai sistem hukum menjadi keluarga-keluarga hukum, atau mencari kesamaan inti dalam sistem hukum tersebut; dan menguraikan masalah metodologis yang muncul berhubungan dengan tugas-tugas tersebut, termasuk masalah metodologi yang terkait dengan sistem hukum di luar negeri.15 Perbandingan hukum bukanlah suatu cabang dalam ilmu hukum, melainkan suatu metode penyelidikan. Metode yang dipakai adalah untuk membandingkan suatu lembaga hukum dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum, yang kurang lebih sama dari sistem hukum yang lain. Dari proses perbandingan tersebut maka dapat ditemukan unsur persamaan dan perbedaan dari kedua sistem hukum tersebut.16 Dalam susunannya perbandingan hukum dibagi menjadi perbandingan hukum mikro dan perbandingan hukum makro. Perbandingan hukum makro adalah membandingkan masalah hukum secara umum atau luas, sedangkan perbandingan hukum mikro adalah membandingkan hukum secara lebih terfokus. Sehingga perbandingan hukum mikro lebih spesifik dan mendetail dalam membandingkan dua atau lebih hukum. Adapun hal lain yang perlu diperhatikan adalah tiga istilah dalam perbandingan hukum, yaitu comparatum, comparadum, dan tertium comparatum. Comparatum adalah hukum yang telah diketahui yang akan dibandingkan, sedangkan comparadum adalah hukum yang akan dibandingkan dengan yang telah diketahui. Setelah mengetahui hal dan aspek apa saja yang akan dibandingkan dari dua hukum tersebut, misalnya dalam hal ini mengenai kewenangan antara kepala negara sekaligus pemerintahan dengan wakil kepala negara dan pemerintahan antara satu negara dengan negara lain, maka hal itu lah yang menjadi tertium comparatum.17

15 Michael Bogdan, Pengantar Perbandingan Hukum, Penerjemah Dirta Sri Widowartie, (Bandung, Media Nusa, 2010), h.4 16 Sunariati Hartono, Kapita Selekta Perbandingan Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991) cet.ketujuh, h.1 17 Achmad Dlofiul Alam, “Studi Komparasi antara Konsep Hak Jaminan Resi Gudang Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 dengan Konsep Rahn (Gadai) dalam Hukum

19

Perbandingan hukum pastinya memiliki tujuan untuk memperoleh hasil. Menurut Van Apeldoorn, ada dua jenis perbandingan hukum, yaitu tujuan yang bersifat toritis dan tujuan praktis. Tujuan teoritisnya adalah perbandingan hukum menjelaskan bahwa hukum berperan sebagai gejala dunia. Oleh karena itu, ilmu hukum harus dapat memahami gejala tersebut dan karena itu juga harus memahami hukum yang berlaku di masa lalu dan hukum masa sekarang. Adapun maksud dari tujuan praktis adalah perbandingan hukum sebagai alat pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaharuan tentang berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada pembuat undang-undang dan hakim.18 Dalam kenyataannya, membandingkan hukum tidak hanya sekedar mengumpulkan berbagai macam peratuan perundang-unganan untuk dicari persamaan dan perbedaannya, melainkan juga harus memperhatikan seberapa jauh pelaksanaan peraturan prundang-undangan maupun aturan tidak tertulis lainnya dalam masyarakat. Untuk itulah perbandingan hukum dilakukan untuk mencari persamaan dan perbedaan sehingga diperoleh hasil berupa kelebihan dan kekurangan yang dapat dijadikan sebagai masukan dalam hal ini pada jalannya pemerintahan maupun ilmu baru dan bahan kajian untuk penelitian selanjunya pada ilmu hukum. 3. Sistem Presidensial Dalam membahas mengenai ketatanegaraan khususnya lembaga negara pastinya harus memahami terlebih dahulu mengenai sistem pemerintahan yang ada di dunia. Sistem Pemerintahan adalah gabungan dari dua kata yaitu “sistem” dan “pemerintahan”. Pengertian Sistem adalah hubungan fungsional antara badan dengan badan lain secara keseluruhan. Sedangkan pemerintah adalah suatu perbuatan, cara, hal, serta urusan untuk memerintah.19

Islam”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015), h.29 18 Romli atmasasmita, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989), h.29 19 Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, (Jakarta:Bina Aksara,1995), h.3

20

Pertama, Sistem pemerintahan memiliki pengertian yang berbeda baik secara sangat luas, luas, dan sempit. Secara sangat luas sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai kajian yang menitikberatkan pada hubungan antara negara dengan rakyatnya. Berdasarkan hal tersebut sistem pemerintahan dapat dibedakan menjadi pemerintahan monarki, pemerintahan aristokrasi, dan pemerintahan demokrasi.20 Kedua, Pengertian sistem pemerintahan dalam arti luas yaitu suatu kajian pemerintahan negara yang berpedoman pada hubungan antara semua organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dengan bagian-bagian yang ada di dalam negara. Berdasarkan itu, sistem pemerintahan negara dibedakan menjadi negara kesatuan, negara serikat, dan negara konfederasi. Ketiga, adalah pengertian sistem pemerintahan yang paling banyak digunakan adalah pengertian sistem pemerintahan secara sempit. Dalam pengertian ini sitem pemerintahan diartikan sebagai sebuah kajian yang melihat hubungan antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif dalam sebuah negara. Oleh karena itu dalam pengertian ini, sistem pemerintahan dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan Presidensial. Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem di mana hubungan antara legislatif dan eksekutif sangat erat. Hal ini dikarenakan adanya pertanggungjawaban para menteri terhadap parlemen. Setiap kabinet yang dibentuk harus mendapatkan dukungan kepercayaan dengan suara parlemen. Dengan demikian kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang disetujui oleh parlemen.21 Dalam sistem parlementer, jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan dipisahkan satu sama lain. Kedua jabatan negara dan kepala pemerintahan itu, pada hakekatnya merupakan cabang kekuasaan

20 Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, (Yogyakarta:Ombak, 2012), h.1 21 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana, 2010), h.49 21

eksekutif.22 Pada sistem ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat Perdana Menteri dan menjatuhkan pemerintahan dengan cara mengeluarkan mosi tidak percaya.23 Selanjutnya adalah sistem pemerintahan Presidensial. Sistem Presidensial adalah di mana kepala negara dan kepala pemerintahan oleh Presiden. Dalam sistem ini lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif memiliki kedudukan masing-masing, Presiden dan pemerintah tidak boleh menyusahkan dan tidak bertanggungjawab pada parlemen. Kedua lembaga tersebut tidak terhubung secara langsung sebagaimana pada sistem parlementer. Dalam Presidensial tidak dikenal adanya lembaga tertinggi negara. Dalam sistem ini Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu sesuai dengan konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu oleh para Menteri yang diangkat dan bertanggungjawab langsung pada Presiden.24 Amerika Serikat dianggap sebagai tanah kelahiran dan contoh ideal sistem pemerintahan presidensial. Presidensial di Amerika serikat lahir sebagai upaya Amerika Serikat dalam menentang dan berusaha menghilangkan jejak kolonialisme Inggris dengan membentuk sistem pemerintahan yang berbeda, yaitu dengan memisahkan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif sebagaimana konsep Trias Politica yang dicetuskan Montesqueieu.25 Montesqueieu dalam bukunya yang berjudul L’esprit des Louis menyatakan bahwa dalam sistem suatu pemerintahan negara, ketiga jenis

22 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,(Jakarta: BIP, 2007), h. 311 23 Abdul Ghofar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2009), h.53 24 Abu Thamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah,2010), h.79 25 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislatif: Menguatnya model legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) h.30-31

22

kekuasaan tersebut harus terpisah, baik mengenai fungsi dan tugas maupun mengenai alat kelengkapan pelaksananya26 Tujuan dari pemisahan kekuasaan dalam Trias Politica agar antar lembaga negara dapat saling lepas namun tetap saling mengawasi dan mengontrol satu sama lain (check and balance). Dengan begitu maka tidak akan terjadi tumpang tindih wewenang dan kekuasaan, namun juga tidak ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan karena tetap adanya fungsi pengawasan. Karena pada hakikatnya, check and balance merupakan mekanisme yang memastikan agar tidak ada pemusatan kekuasaan di suatu lembaga negara, sehingga terhindar dari ketimpangan kekuasaan dan bersikap otoriter terhadap lembaga lainnya.27 Berdasarkan teori trias politica dan prinsip check and balance diharapkan sistem pemerintahan presidensial dapat berjalan dengan baik dan kondusif serta stabil dibandingkan dengan parlementer, di mana setiap saat bisa saja kekuasaan eksekutif dijatuhkan oleh legislatif. Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa sistem presidensial memiliki sembilan karakter utama yaitu:28 1) Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. 2) Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja. 3) Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya. 4) Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya.

26 Moh. Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), cet.kedua, h. 74 27 Bagir Manan, “ Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances dalam UUD 1945”, dalam majalah hukum Varia Peradilan, no. 334, September 2013, h.9 28 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: Buana Ilmu, 2007), h. 316 23

5) Anggota parlemen tidak menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya. 6) Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen. 7) Berlaku prinsip supremasi konstitusi, karena itu pemerintah eksekutif bertanggung jawab pada konstitusi. 8) Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat. 9) Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat.

Berbicara mengenai Presidensial, Indonesia adalah negara yang menganut sistem Presidensial. Walau sejak awal Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen) telah menjadi pedoman pelaksanaan pemerintahan, namun dikarenakan situasi dan kondisi Indonesia yang baru merdeka membuat keadaan tidak kondusif, sehingga pelaksanaannya pun belum dapat dijalankan secara murni dan konsekwen.29

Secara Konstitusional Negara Republik Indonesia menganut sistem Presidensial yang memiliki arti pemegang kendali dan penanggungjawab jalannya pemerintahan negara adalah Presiden sedangkan Menteri hanyalah sebagai pembantu Presiden, hal tersebut tertuang dalam batang tubuh dan penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.30

Dalam perjalanannya Indonesia pernah mengalami perubahan yang signifikan saat merubah sistem pemerintahannya dari sistem Presidensial menjadi parlementer. Meskipun telah kembali menjadi negara kesatuan dan menganut sistem pemerintahan Presidensial. Negara Republik Indonesia masih tercampur unsur-unsur parlementer sehingga Indonesia dianggap masih menganut sistem Presidensial Campuran.

29 Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Rieaneka Cipta,2002) h.34. 30 Mohammad Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: Rienaka Cipta, 2008) h.90. 24

Selain Indonesia, Korea Selatan juga merupakan negara yang menganut sistem Presidensial. Dalam urusan ketatanegaraannya Korea Selatan adalah Negara Kesatuan sama halnya dengan Indonesia. Korea pun memiliki sistem pemerintahan yang sama yaitu Presidensial. Republik Korea dipimpin oleh seorang Presiden yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali dan hanya boleh menjabat selama satu periode saja. Oleh karena itu Presiden petahana ataupun Presiden yang pernah menjabat sebelumnya tidak dapat mengajukan diri kembali di pemilihan umum selanjutnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Korea Selatan dibantu oleh Perdana Menteri. Pemilihan Perdana Menteri dilakukan dengan cara ditunjuk oleh Presiden atas persetujuan dari Majelis Nasional.31

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini, peneliti melihat kajian atau review terdahulu sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Adapun kajian atau review terdahulu yang menjadi acuan antara lain Mekanisme dan Lembaga Pemakzulan Presiden di Indonesia dan Korea Selatan. Skripsi ini ditulis oleh Frida Aprillia.32 Dalam skripsi ini menjelaskan mengenai pemakzulan () yang terjadi baik di Indonesia maupun di Korea Selatan, baik mekanisme serta lembaga yang berwenang dalam proses pemakzulan. Setelah ditelaah mengenai pemakzulan di kedua negara tersebut, kemudian diteliti mengenai apa perbedaan dan persamaan antara pemakzulan di Indonesia dengan pemakzulan di Korea Selatan sehingga diperoleh kelebihan dan kekurangan dari proses pemakzulan antara kedua negara. Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti membandingkan lembaga kepresidenan yang dianut oleh Indonesia dan Korea Selatan.

31 Frida Aprillia, “Mekanisme Dan Lembaga Pemakzulan Presiden Di Indonesia Dan Korea Selatan”(Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018) h.4 32 Frida Aprillia, “Mekanisme Dan Lembaga Pemakzulan Presiden Di Indonesia Dan Korea Selatan”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h.7

25

Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia dan Amerika Serikat (Suatu Kajian Perbandingan). Laporan Penelitian ini ditulis oleh Marthin Simanunsong, SH, MH,.33 Penelitian ini membahas mengenai sistem pemerintahan presidensial di Indonesia dan Amerika Serikat. Dalam penelitian tersebut dibahas bagaimana sejarah singkat perkembangan sistem pemerintahan kedua negara, selain itu juga dibahas mengenai persamaan dan perbedaan dalam pelaksanaan maupun struktur lembaga pemerintahan serta pejabat pemerintahan di Amerika Serikat maupum di Indonesia. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah peneliti memfokuskan pada lembaga kepresidenan yang dianut oleh Indonesia dan Korea Selatan serta mengkaji apa saja yang menjadi persamaan dan perbedaan baik dari struktur maupun pejabat pemerintahan dalam lembaga kepresidenan kedua negara. Perbandingan Sistem Pemerintahan, Buku ini ditulis oleh Sunarso.34 Buku menjelaskan berbagai macam sistem pemerintahan yang ada di dunia. Di dalam buku ini juga diterangkan mengenai lahirnya sistem pemerintahan serta perjalanan sejarah dari tiap-tiap sistem tersebut. Selain itu, buku ini juga memberikan contoh negara-negara di dunia yang mengadopsi tiap bentuk sistem pemerintahan yang ada serta membandingkan antara satu negara dengan negara yang lain. Buku ini juga membahas mengenai sistem pemerintahan daerah yang ada di Indonesia. Perbedaan dengan penelitian ini, peneliti berfokus membatasi pada perbandingan lembaga kepresidenan yang dianut oleh Indonesia dan Korea Selatan.

33 Marthin Simanunsong, “Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia dan Amerika Serikat (Suatu Kajian Perbandingan)”, (Medan; Penelitian Universitas Nommensen,2007), h.10 34 Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, (Yogyakarta:Ombak, 2012), h.viii BAB III

LEMBAGA KEPRESIDENAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN

A. Lembaga Kepresidenan Negara Republik Indonesia Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Dalam sistem pemerintahannya negara republik Indonesia menggunakan sistem pemerintahan presidensial. Dalam pelaksanaanya Indonesia menganut prinsip pemisahan kekuasaan dengan penerapan check and balances antar lembaga. Indonesia menganut pembagian kekuasaan trias politica ala Montesqueieu yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai lembaga kepresidenan maka perlu diketahui terlebih dahulu apa itu lembaga negara. Dalam bahasa Inggris lembaga negara dikenal dengan isitilah political institution yang berarti institusi politik dan dalam bahasa Belanda dikenal dengan staat organen.dalam Kamus Hukum Belanda-Indinesia kata staat organen diterjemahkan sebagai alat perlengkapan negara. Adapun dalam ketatanegaraan di Indonesia mengenalnya dengan sebutan lembaga negara, badan negara, atau organ negara.1 Lembaga negara berasal dari dua kata yaitu “lembaga” dan “negara”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan sebagai badan atau organisasi yang bertujuan melakukan suatu usaha. Oleh karena itu frasa lembaga negara dapat diartikan sebagai badan-badan negara yang berada dalam lingkup pemerintahan negara, baik eksekutif, legislative, maupun yudikatif.2 Oleh karena itu, lembaga negara dalam ketatanegaraan di Indonesia memiliki fungsi sebagai alat perlengkapan untuk merealisasikan tujuan dan keinginan-keinginan negara.3 Dalam ketatanegaraan di Indonesia dikenal adanya lembaga tinggi negara, yaitu lembaga negara yang berkedudukan di tingkat pusat yang pembentukannya diatur dan ditentukan

1 Firmansyah Arifin, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, KRHN bekerjasama dengan MKRI didukung oleh The Asia Fondation dan USAID (Jakarta:2005), h.29 2`Lembaga pencarian pada KBBI Daring laman resmi Kemendikbud, kbbi.kemdikbud.go.id/entri/lembaga, diakses pada Jumat, 17 Januari 2020, pukul 19.13 WIB 3„A.Fickar Hadjar, Pokok-Pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: KRHN, 2003), h.4

26 oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Lembaga tinggi negara tersebut iyalah, lembaga Kepresidenan, Majelis Pemusyawaratan Rakyat, Dewan

27 28

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Badan Pengawas Keuangan. Karena lembaga-lembaga tersebut dibentuk berdasarkan amanah konstitusi maka kerap disebut sebagai lembaga konstitusional, lembaga konstitusional memiliki derajat yang sama, semenjak amandemen Undang- Undang dasar maka tidak ada lagi lembaga tertinggi negara yang tadinya dimiliki oleh MPR, namun sekarang hanya dibedakan berdasarkan fungsi dan kewenangannya masing- masing. Dalam penelitian ini peneliti akan menitikberatkan pada lembaga kepresidenan sebagai fokus utama penelitian, sehingga perlu diketahu dengan jelas apa yang dimaksud dengan lembaga kepresidenan itu. Jimly Asshiddiqie menerangkan bahwa lembaga kepresidenan adalah kesatuan pasangan dari jabatan Presiden dan Wakil Presiden secara bersama (dwi-tunggal).1 Presiden yang didampingi oleh Wakil Presiden dalam memegang kekuasaan eksekutif. Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui pemilihan umum dengan masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak satu kali untuk masa jabatan yang sama. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang tergabung dalam satu kabinet yang disusun berdasarkan hak prerogatif Presiden sendiri. Segala hal yang berkaitan dengan Presiden dan Wakil Presiden termaktub dalam pasal 4 sampai pasal 16 UUD NRI 1945.2 Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang asli (sebelum amandemen) Indonesia adalah penganut sistem pemerintahan presidensial. Hal terebut sudah dapat terlihat pada pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.3 Maka pada saat itu Presiden pertama RI Ir. Soekarno adalah pemegang kekuasaan pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara.

1 Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006, cet. kedua) h.78 2 C.S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 114-118 3 MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Naskah Asli, (Jakarta: Sekjen MPR RI, 2014, cet. ketigabelas), h.5 29

Perjalanan lembaga kepresidenan Republik Indonesia dimulai pada 18 Agustus 1945 yaitu pada sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dengan diangkatnya Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Adapun untuk pembentukan kementrian sebagai pembantu presiden baru dikukuhkan pada 2 september 1945. Presiden secara prerogratif mengumumkan 12 menteri pemimpin departemen dan 4 menteri negara. Pada saat yang bersamaan Presiden juga mengangkat Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, dan Juru Bicara Negara.4 Walau berdasarkan hasil sidang PPKI dan juga UUD 1945 pertama kita telah menjadikan Indonesia sebagai penganut presidensial namun dikarenakan situasi dan kondisi Indonesia yang baru merdeka membuat keadaan tidak kondusif, sehingga pelaksanaannya pun belum dapat dijalankan secara murni dan konsekwen.5

Kabinet pertama dengan sistem quasi Presidensial sesuai UUD 1945 yang dibentuk pada 2 September 1945 tersebut mengalami perubahan pada dua bulan setelahnya. Meski mengalami perubahan pada sistem ketatanegaraan dalam praktiknya namun hal tersebut tidak merubah (mengamandemen) UUD 1945.

Menurut Mahfud MD, perubahan sistem pemerintahan ini tanpa mengamandemen Undang-Undang Dasar,6 mengakibatkan terjadi perbedaan antara landasan Konstitusional dengan praktik pelaksanaannya. Perubahan sistem ketatanegaraan ini terjadi setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tahun 1945. Inti dari maklumat ini adalah penyerahan kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (karena pada saat itu belum ada DPR dan MPR).

Pada tanggal 14 November 1945 dikeluarkan lagi Maklumat Pemerintah yang menjadikan dimulainya sistem pemerintahan parlementer, dengan dibentuknya kabinet parlementer pertama yang dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri. Pada saat itu Kabinet dan Perdana Menteri bertanggungjawab kepada KNIP. Sejak saat itulah, sistem pemerintahan presidensial berganti dengan sistem pemerintahan parlementer.

4 Sumarno, RRI: Indonesiaku Hari Ini Dalam Sejarah, (Jakarta: RRI, 2017) td 5 Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Rieaneka Cipta,2002) h.34 6 Mohammad Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: Rienaka Cipta, 2008) h. 93 30

Selama berjalannya sistem ini, UUD 1945 tidak mengalami perubahan secara tekstual. Oleh karena itu sebagian orang berpendapat bahwa perubahan dalam sistem pemerintahan ini melanggar UUD 1945.7 Kabinet Parlementer Syahrir hanya bertahan sampai 29 Juni 1946 ketika Soekarno kembali mengambil alih kekuasaan saat terjadi keadaan darurat. Pada 29 Januari 1948 Soekarno kembali membentuk Kabinet Presidensiall dan mengutus Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden untuk memimpin kabinet sehari-hari. Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militer ke Yogyakarta. Dalam peristiwa itu Soekarno dan Hatta ditangkap oleh pemerintah Belanda. Namun sebelum ditawan, Soekarno sempat menyerahkan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera Barat untuk membentuk pemerintahan darurat pada 22 Desember 1948. Namun dikarenakan Belanda lebih memilih untuk berunding dengan Soekarno-Hatta, maka terjadilah pemerintah ganda. Hingga pada 13 Juli 1949, Mr. Syafruddin mengembalikan mandatnya kepada Mohammad Hatta. Atas kondisi keamanan negara yang tertekan oleh pihak Belanda, Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat. Republik Indonesia harus bergabung menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Hal ini menyebabkan adanya dua konstitusi yang berlaku secara bersamaan, yaitu Konstitusi RIS dan UUD 1945. Pada tanggal 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Mr. Asaat Datuk Mundo yang sebelumnya menjadi Ketua Badan Pekerja KNI setelah Soekarno menjadi Presiden Negara Federasi. Sedangkan Mohammad Hatta terpilih sebagai perdana Menteri Federasi. Lembaga kepresidenan dalam periode ini hanya berumur pendek. RI dan RIS mencapai kesepakatan untuk bergabung kembali dalam bentuk Negara Kesatuan pada 19 Mei 1950, dan pada 15 Agustus 1950 proklamasi berdirinya kembali NKRI menggantikan Federasi RIS diumumkan di depan DPR dan Senat. Konstitusi RIS

7 Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, (Yogyakarta:Ombak, 2012), h.27-28

31

diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dan pada hari itu juga, pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali dari Assat kepada Soekarno.8 Maka dengan terbitnya UUDS 1950 maka mulailah perjalanan lembaga kepresidenan dalam demokrasi parlementer. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijakan pemerintah dan dipertanggung jawabkan langsung kepada DPR. Adapun Presiden dan Wakil Presiden tidak memiliki fungsi pemerintahan sehari-hari dan hanya sebagai simbol. Dalam kurun waktu 9 tahun selama berlakunya UUDS 1950, terjadi pergantian kabinet hingga 7 kali sebagai berikut9: 1) Kabinet Mohammad Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951) 2) Kabinet Sukiman dan Suwirjo (27 April 1951 – 3 April 1952) 3) Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 30 Juli 1953) 4) Kabinet Ali Sastroamijoyo (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955) 5) Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus1955 – 3 Maret 1956) 6) Kabinet Ali Sastroamijoyo II (24 Maret 1956 – 14 Maret 1957) 7) Kabinet Ir. Juanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)

Penghapusan aliran kiri dari posisi perdana menteri dalam era UUDS 1950 ternyata tidak menjamin keberlangsungan kabinet menjadi kondusif dan bertahan lama. Ketidakcocokan pun tetap terjadi baik dari segi kebijakan dan program yang dinilai kurang berhasil atau gagal dilaksanakan. Hingga ketidakcocokan ideologi antar pejabat.

Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 menjadi titik awal kembalinya Indonesia sebagai penganut sistem pemerintahan presidensial dengan membubarkan konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Pertentangan parlemen yang diakibatkan oleh demokrasi liberal dihentikan oleh Soekarno dan dimulailah era demokrasi terpimpin. Dalam masa ini sistem pemerintahan yang digunakan masih memiliki campuran yang kuat sehingga disebut sistem presidensial campuran (quasi

8 Museum Kepresidenan, Sejarah Lembaga Kepresidenan Indonesia Periode 1949 – 1950, (Bogor: Setpres, 2019 ) td. 9 Zulkarnain, “Ketatanegaraan Indonesia Pascakemerdekaan” (Januari,2010), h.9-10 32

presidentil). Dikarenakan, Presiden masih bertanggungjawab kepada MPR, tidak langsung kepada rakyat sebagaimana pada sistem presidensial.10

Keunikan pada lembaga kepresidenan di era demokrasi terpimpin ini ialah Presiden dan Perdana Menteri disebut sebagai dua jabatan yang berbeda namun diduduki oleh satu orang yang sama yaitu Soekarno. Kedudukan Soekarno sebagai Presiden adalah sebagai kepala negara. Adapun Soekarno sebagai Perdana Menteri adalah pemimpin dari kabinet. Sedangkan Mohammad Hatta tetap berkedudukan sebagai Wakil Presiden.

Pemberontakan Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia (G-30S/PKI) menjadi awal kehancuran dari kepemimpinan Presiden Soekarno. Berawal dari Instruksi yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Mayjen Soeharto untuk mengamankan dan melakukan pemulihan kondisi pasca G-30S/PKI. Hingga terbitlah Surat Perintah 11 Maret 1966 yang diteruskan dengan pembubaran PKI berdasarkan Kepres No. 1/3/1966 yang ditandatangani Soeharto. Bahkan ketika Presiden Soekarno membentuk Kabinet Ampera, Soeharto pun membubarkan kabinet tersebut dan menangkap seluruh menteri dengan alasan mereka terlibat dalam G-30S/PKI.11

Akhir lembaga kepresidenan dari kepemimpinan presiden Soekarno adalah ketika pidato pertanggungjawabannya ditolak oleh MPRS. Sehingga MPRS menerbitkan pencabutan gelar presiden seumur hidup serta memberhentikan Soekarno sebagai Presiden RI dan kemudian mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Barulah ketika Sidang Umum MPRS 27 Maret 1968 berdasarkan TAP MPRS XLIV/MPRS/1968 Soeharto resmi menjabat sebagai Presiden RI ke-2.12

Pada era kepemimpinan Presiden Soeharto selama 32 tahun berkuasa telah mengalami 6 kali berganti Wakil Presiden yaitu:

1) Sri Sultan Hamengkubuwono IX (1973 – 1978) 2) Adam Malik (1978 – 1983)

10 Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, (Yogyakarta:Ombak, 2012), h.31 11 Sulastro, Hari-Hari Yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru, (Jakarta: Kompas, 2008), h.191 12 Sunarno, “Pemberhentian Presiden Republik Indonesia Dari Masa Ke Masa”, Wacana Hukum, IX, (Oktober,2011), h.78 33

3) Umar Wirahadikusumah (1983 – 1988) 4) Sudharmono (1988 – 1993) 5) Tri Sutrisno (1993 – 1998) 6) B. J. Habibie (1998)

Adapun untuk kabinet kementrian sendiri Presiden Soeharto telah membentuk tujuhkali Kabinet yang diberi nama Kabinet Pembangunan I – VII. Tidak lagi seperti pada masa kepemimpinan Soeharto, seluruh Kabinet yang dibentuk oleh Presiden Soeharto berlangsung langgeng sesuai dengan masa periode Presiden. Lembaga Kepresidenan di masa Soeharto sangat kuat, dengan hanya ada satu kantor kepresidenan di bawah komando Sekretariat Negara. Saat itu tidak ada Sekretariat Kabinet, maupun Sekretariat Wakil Presiden.

Hingga akhirnya setelah 32 tahun berkuasa, pada 21 Mei 1998 lengser dari jabatannya setelah mengundurkan diri sebagai Presiden RI. Dan digantikan kedudukannya oleh Prof. DR. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie. Dalam masa kepemimpinannya Presiden Habibie sempat membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Untuk segi Lembaga Kepresidenan, B.J. Habibie tidak dapat melakukan banyak hal dalam penguatan lembaga kepresidenan, hal ini dikarenakan masa jabatan beliau yang tidak berlangsung lama.

Pada tanggal 21 Oktober 1999 pidato pertanggungjawaban Presiden B.J Habibie ditolak oleh MPR. Maka beliau pun mundur dari kedudukannya sebagai Presiden dan tidak mencalonkan diri dalam pemilu.13Berdasarkan Pemilu 1999 akhirnya terpilihlah Dr. Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur sebagai Presiden yang didampingi oleh Megawati Soekarno Putri sebagai Wakil Presiden.

Pada era Presiden Gus Dur ini lah penguatan Lembaga Kepresidenan dengan kembali dilakukannya pendelegasian wewenang ke Wapres Megawati sehingga ada penguatan untuk Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres).hal ini dilakukan karena banyak pula tugas-tugas pemerintahan yang diemban oleh Wapres Megawati maka dukungan Setwapres juga harus kuat. Presiden Abdurrahman Wahid sempat membentuk Kabinet

13 Ridwan Rudini,” Indonesia pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie (1998-1999)” (Makassar: Thesis Universitas Negeri Makassar, 2015), h.4, t.d. 34

Persatuan Nasional. Pemerintahan Gus Dur pun tidak berlangsung hingga akhir periode masa jabatan. Pada 23 Juli 2001 akhirnya dilengserkan melalui Sidang Istimewa MPR RI.14

Turunnya Presiden Abdurrahman Wahid dari bangku kepresidenan mengantarkan Megawati Soekarno Putri yang tadinya sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden RI. Presiden Megawati menjadi Presiden wanita pertama yang memimpin Indonesia. Tidak seperti Presiden B.J. Habibie yang walau sama-sama naik jabatan diakibatkan oleh lengsernya pasagan Presidennya yang tidak memiliki Wakil Presiden hingga beliau juga diberhentikan MPR, Presiden Megawati memiliki Wakil Presiden yaitu Dr. H. Hamzah Haz, M.A., Ph.D. dalam menjalankan tugasnya Presiden Megawati dibantu oleh kabinet yang dibuatnya yaitu Kabinet Gotong Royong.

Pemilu 2004 menjadi pemilu paling demokratis di Indonesia dikarenakan untuk pertamakalinya rakyat Indonesia memilih langsung pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden dan begitu pula untuk pemilu legislatifnya. Pada pemilu kali ini terpilihlah Jenderal TNI (purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A., GCB., AC. sebagai Presiden dan pasangannya Dr. Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden. Presiden SBY dan dan Wapres JK resmi dilantik pada 20 Oktober 2004.

Presiden Yudhoyono membentuk Kabinet Indonesia Bersatu. Dalam penguatan Lembaga Kepresidenan dilakukan pemisahan antara Sekretariat Kabinet dengan Sekretariat Negara. Selain itu dibentuk juga Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang berperan dalam hal mengendalian pembangunan. Selain pengembangan tersebut, Presiden Yudhoyono juga mengangkat sejumlah Staf Khusus Presiden. Sehingga pengembangan Lembaga Kepresidenan pada era Presiden Yudhoyono adalah yang paling pesat.

Pada pemilu 2009 Susilo Bambang Yudhoyono kembali memenangi pemilihan Presiden setelah mengalahkan mantan pasangannya Jusuf Kalla. Kali ini beliau berpasangan dengan Prof. Dr. H. Boediono, B.Sc., M.Ec. ke duanya dilantik pada 20

14 Fathurohman, Miftachus Sjuhad, “Memahami Pemberhentian Presiden (Impeachment) Di Indonesia (Studi Perbandingan Pemberhentian Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid)”, Jurnal Konstitusi, III, No.1, (Juni, 2010), h.181 35

Oktober 2009. Pada periode ke-2 kali ini Presiden SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Adapun untuk struktur Lembaga Kepresidenan hanya pergantian pejabat saja tanpa ada perubahan secara struktural.

Setelah dua periode menjabat, berdasarkan pemilu 2014 Presiden SBY digantikan oleh Ir. H. Joko Widodo yang berpasangan dengan Jusuf Kalla. Dengan begitu, ini adalah kali ke dua Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden namun dengan pasangan Presiden yang berbeda. Setelah pelantikan pada 20 Oktober 2014 Presiden Joko Widodo membentuk Kabinet Kerja. Dari segi Lembaga Kepresidenan, Presiden Jokowi meleburkan UKP4 kembali kedalam Sekretariat Presiden.

Presiden Joko Widodo kembali terpilih untuk kedua kalinya pada pemilu 2019 dan dilantik pada 20 Oktober 2019 yang kali ini berpasangan dengan Prof. Dr. K.H. Ma‟ruf Amin sebagai Wakil Presiden Untuk Kabinet Kementrian Presiden Jokowi membentuk Kabinet baru dengan nama Kabinet Indonesia Maju tidak lagi menggunakan nama Kabinet Kerja. Setiap Menteri dan Kementeriannya tidak boleh memiliki visi dan misi masing-masing sehingga hanya diperbolehkan mengikuti visi dan misi Presiden. Untuk struktur Lembaga Kepresidenan yang mencolok adalah Staf Khusus Kepresidenan yang jumlahnya lebih banyak dibandingankan dengan sebelumnya yaitu sebanyak 13 Staf Khusus Presiden ditambah dengan 8 Staf Khusus Wakil Presiden.15

B. Lembaga Kepresidenan Negara Korea Selatan Korea Selatan memiliki nama resmi di dunia internasional Republic of Korea.

Negara ini memiliki nama asli dalam bahasa Hangul 대한민국 (Daehan Minguk).

Korea selatan adalah negara yang terletak di kawasan Asia Timur yang meliputin bagian selatan semenanjung Korea. Negara ini berbatasan langsung dengan Korea Utara.16

15 Kompas.com, Resmi Ini 21 Nama Staf Khusus Presiden Jokowi dan Wapres Maruf Amin, diakses pada 20 Februari 2020 pukul 19:59 WIB, https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/26/080000065/resmi-ini-21 -nama-staf-khusus-presiden- jokowi-dan-wapres-maruf-amin 16 Tiara Utami, “Sistem Pemerintahan Republik Korea Selatan (대한민국)” (Jambi:Makalah Universitas Jambi, 1979) h. 6 36

Dahulu kala sebelum 1945 Korea Selatan dan Korea Utara adalah satu negara. Setelah berakhirnya Perang Dunia II yang diiringi dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu, Korea dibagi menjadi dua yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Di mana Korea Selatan menganut paham demokrasi liberal, sedangkan Korea Utara menganut paham komunis.17 Dalam urusan ketatanegaraannya Korea Selatan adalah Negara Kesatuan sama halnya dengan Indonesia. Korea pun memiliki sistem pemerintahan yang sama yaitu Presidensial. Republik Korea dipimpin oleh seorang Presiden yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali dan hanya boleh menjabat selama satu periode saja. Oleh karena itu Presiden petahana ataupun Presiden yang pernah menjabat sebelumnya tidak dapat mengajukan diri kembali di pemilihan umum selanjutnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Korea Selatan dibantu oleh Perdana Menteri. Pemilihan Perdana Menteri dilakukan dengan cara ditunjuk oleh Presiden atas persetujuan dari Majelis Nasional. Korea Selatan juga menggunakan sistem presidensial campuran. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh-pengaruh parlementer dalam sistem ketatanegaraannya. Untuk kekuasaan eksekutif dimiliki oleh lembaga kepresidenan yang dipimpin oleh Presiden yang didampingi oleh Perdana Menteri. Adapun untuk kekuasaan legislatif dipegang oleh Majelis Nasional (National Assembly) yang berkedudukan sebagai parlemen. Presiden dan Perdana Menteri tidak sepenuhnya bertanggungjawab kepada parlemen. Dalam pemilihan umum, Presiden dipilih oleh rakyat untuk masa jabatan lima tahun tanpa pemilihan kembali. Sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Presiden juga sebagai Panglima tertinggi angkatan bersenjata (militer).18 Dalam pelaksanaan pemerintahan, Korea Selatan berpedoman pada Konstitusi

Korea Selatan (The Constitution of the Republic of Korea; 대한민국 헌법

[Daehanminggug Heonbeob]) hasil amandemen tahun 1987. Konstitusi ini terdiri

17 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2011), h.34 18 Linte Anna Marpaung, “Analisis Yuridis Normatif Perbandingan Prosedur Pemberhentian Presiden Dalam Masa Jabatannya Antara Indonesia Dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan”, Pranata Hukum, X, No.2, (Juli, 2015), h. 127 37

atas 130 pasal dan 6 aturan tambahan. Kesemuanya dibagi menjadi 10 bab yaitu: Ketentuan Umum, Hak dan Kewajiban Warga Negara, Majelis Nasional, Lembaga Eksekutif, Lembaga Peradilan, Mahkamah Konstitusi, Manajemen Pemilu, Kekuasaan Lokal, Lembaga Ekonomi, dan Amandemen Konstitusi itu sendiri. Konstitusi Korea Selatan mengatur secara lengkap fungsi, kedudukan, tugas dan wewenang tiap lembaga negara, termasuk dalamnya lembaga kepresidenan sebagai eksekutif, legislatif, dan yudikatif.19 Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden yang dipilih melalui pemilihan umum dan menjabat selama lima tahun dan hanya dapat memimpin dalam satu periode saja. Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu oleh Perdana Menteri yang dipilihnya berdasarkan persetujuan Majelis Nasional. Perdana Menteri bertugas mengawasi para menteri dan mengelola koordinasi kebijakan pemerintah dibawah arahan Presiden. Presiden dan Perdana Menteri dibantu oleh State Council yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari Perdana Menteri. State Council berhak untuk memimpin dan mengawasi menteri-menteri administratif, merundingkan urusan-urusan penting dalam negeri, serta mewakili pemerintah di Majelis Nasional. State Council bertanggung jawab hanya kepada Presiden.20 Kemerdekaan Korea pada 15 Agustus 1945 tidak serta merta meiliki pemerintahan mandiri. Kemerdekaan yang diperoleh Korea disebabkan oleh kekalahan Jepang atas sekutu. Seiring berakhirnya Perang Dunia II semenanjung Korea berada dalam kekuasaan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Oleh karena itu PBB membuat rencana administrasi bersama Uni Soviet dan Amerika Serikat, namun rencana tersebut tidak terlaksana. Pada tahun 1948 terbelahlah Korea Menjadi Korea Selatan yang beraliran politik demokrasi liberal, dan Korea Utara yang berideologi komunis.21

19 The Blue House, The Constitution of the Republic of Korea, Amanded by October 29, 1987, h.1 20 Ministry of Foreign Affairs, “Republic of Korea: Public Administration and Country Profile”, (t.tp: Division for Public Administration and Development Management (DPADM) Department of Economic and Social Affairs (DESA), , 2007) h.6 21 Federal Research Division, “Country Profile: ” (Washington, research of Library of Congress, 2005), h.3 38

Sejarah lembaga kepresidenan Korea Selatan pun dimulai pada 1948 saat Syngman Rhee terpilih sebagai Presiden pertama yang dipilih oleh National Assembly berdasarkan vote terbanyak. Presiden Syngman Rhee memerintah sebanyak empat periode dikarenakan sebelum amandemen belum ada batasan periode kepemimpinan presiden, sehingga Presiden Rhee kembali terpilih pada pemilu 1952, 1956, dan 1960. Pada era kepemimpinan Presiden Rhee masih dikenal adanya Wakil Presiden, selama masa pemerintahan Presiden Rhee mengalami 4 kali pergantian Wapres yaitu: 1) Yi Si-yeong (24 Mei 1948 – 9 Mei 1951) 2) Kim Seong-su (17 Mei 1951 – 29 Mei 1952) 3) Hahm Tae-young (15 Juni 1952 – 14 Agustus 1956) 4) Chang Myon (15 Agustus 1956 – 23 April 1960)

Sedangkan fungsi dari Perdana Menteri masih hanya terbatas kepada pimpinan kabinet. Dalam masa pemerintahan Presiden Rhee terjadi 6 kali pergantian kabinet, termasuk satu kabinet tanpa Perdana Menteri dimana Presiden langsung lah yang bertindak sebagai kepala kabinet, yaitu:

1) Perdana Menteri Yi Pom-sok (31 July 1948 – 21 April 1950) Pejabat Perdana Menteri Shin Song-mo (21 April 1950 – 23 November 1950) 2) Perdana Menteri Chang Myon (23 November 1950 – 24 April 1952) Pejabat Perdana Menteri Yi Yun-yong (24 April 1952 – 6 Mei 1952) 3) Perdana Menteri Chang Taek-sang (6 Mei 1952 – 6 Oktober 1952) 4) Perdana Menteri Paik Too-chin (6 Oktober 1952 – 17 Juni 1954) 5) Perdana Menteri Pyon Yong-tae (27 Juni 1954 – 28 November 1954) 6) Presiden Syngman Rhee (1954 – 1960)

Presiden Rhee dikenal sebagai pimpinan extrimis anti komunis dan bertangan besi. Pada kepemimpinannya terjadi perang Korea ketika Korea Utara menyerang Korea Selatan. Ketidak kondusifan situasi keamanan dan Korupsi serta kecurangan 39

Pemilu yang dilakukan Presiden Rhee membuatnya dilengserkan dari kursi kepemimpinan pada 27 April 1960.22

Dalam masa transisi ini terdapat empat kali pergantian pejabat pelaksana tugas (Plt.) Presiden yaitu:

1) Heo Jeong (27 April 1960 – 15 Juni 1960) 2) Gwak Sang-hun (16 Juni 1960 – 23 Juni 1960) 3) Heo Jeong (23 Juni 1960 – 7 Agustus 1960) 4) Paik Nak-chun 8 Agustus 1960 – 12 Agustus 1960)

Setelah masa pemerintahan sementara tersebut, terpilihlah presiden tetap ke-2 yaitu Yun Bo-seon, yang merupakan mantan Menteri Keuangan dan Perdagangan pada masa pemerintahan Presiden Syngman. Pada masa pemerintahan inilah terjadi perubahan siknifikan dalam lembaga kepresidenan di mana fungsi Wakil Presiden digantikan secara resmi ke Perdana Menteri yang pada saat itu dipilihlah Ho Chong untuk menjabat sebagai Perdana Menteri. Ho Chong menjabat sebagai Perdana Menteri dari 27 April 1960 – 18 Agustus 1960 dan dilanjutkan oleh Perdana Menteri Chang Myon yang menjabat pada 18 Agustus – 18 Mei 1961.

Setelah pengalihan kekuasaan Wakil Presiden kepada Perdana Menteri, dikarenakan situasi keamanan yang belum kondusif pasca perang Korea, sehingga Posisi Perdana Menteri digantikan oleh Chief Cabinet Minister (Menteri Kepala Kabinet) yang diduduki oleh pejabat militer, Chief Cabinet Minister pertama adalah Jenderal Jang Do-young yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD). Jenderal Jang memimpin kabinet pada 21 Mei – 3 Juli 1961 dan kemudian digantikan oleh Jenderal Song Yo-chan yang sebelumnya juga sebagai KASAD, beliau menjabat dari 3 Juli 1961 sampai 16 Juni 1962. Presiden Yun menjabat mulai 12 Agustus 1960 dan akibat kudeta militer yang terjadi pada 1961 akhirnya beliau mengundurkan diri pada 24 Maret 1962.23

22 Gloria Lotha, “Syngman Rhee ”, (Chicago:Britannica.Inc,1998), h.1-3 23 J. Mark Mobius, “The Japan-Korea Normalization Process and Korean Anti-Americanism”, Asian Survey, VI, No.4 (April,1966), h. 241-248 40

Akibat kudeta militer yang terjadi tersebut dan berhasil menurunkan Presiden Yun Bo-seon sehingga menghantarkan Jendral Park Chung-hee sebagai Presiden. Presiden Park menjadi Presiden yang berkuasa paling lama yaitu selama 18 tahun. Beliau juga dianggap sebagai presiden yang paling penuh kontoversi dan tangan besi. Banyak kebijakan kontroversial yang dilakukan oleh Presiden Park khususnya dalam struktur kenegaraan dan lembaga kepresidenan.

Kebijakan itu diantaranya adalah membubarkan Majelis Nasional dan mengeluarkan dekret presiden yang kemudian menjadi konstitusi yang berlaku yaitu Konstitusi Yushin. Dalam konstitusi yushin inilah terjadi perubahan signifikan dalam lembaga kepresidenan yaitu dimana Presiden petahana dapat dipilih kembali untuk periode berikutnya bahkan tanpa batas maksimal. Hal ini diperparah dengan perubahan sistem pemilihan presiden yang diserahkan pada Dewan Unifikasi Nasional yang dibentuk dan dimanipulasi sendiri oleh Presiden sehingga semakin melanggengkan kejayaan Park Chung-hee selama 18 tahun.24

Dalam periode kekuasaannya setelah pada awal kepemimpinannya Presiden Park juga merangkap jabatan sebagai Perdana Menteri, setelahnya dilanjukan oleh 6 Perdana Menteri yaitu:

1) (Plt.) Perdana Menteri Kim Hun-chul (10 Juli 1962 – 17 Desember 1963) 2) Perdana Menteri Choi Tu-son (17 Desember 1963 – 10 Mei 1964) 3) Perdana Menteri Chung Il-kwon (10 Mei 1964 – 20 Desember 1970) 4) Perdana Menteri Paik Too-chin (20 Desember – 4 Juni 1971) 5) Perdana Menteri Kim Jong-pil (4 Juni 1971 – 19 Desember 1975) 6) Perdana Menteri Choi Kyu-hah (19 Desember 1975 – 12 Desember 1979) Dikarenakan kontroversi atas kepemimpinan dan kebijakan-kebijakan radikal dan sangat otoriternya, Presiden Park Chung-hee sering mendapat teror pembunuhan bahkan dari Korea Utara. Terhitung dua kali upaya pembunuhan dilakukan pihak Korea Utara hingga menewaskan Ibu Negara istri Presiden Park, namun Presiden Park tetap lolos dan hidup. Hingga pada akhirnya Presiden Park harus berhenti dari

24 Ririn Darini, “Park Chung-hee dan Keajaiban Ekonomi Korea Selatan”,(Yogyakarta; Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta,2009), h.4 41

kekuasaannya dan juga mengahiri hidupnya di tangan Kepala Badan Intelejen Korea Selatan yang merupakan sahabatnya sendiri dalam sebuah perjamuan makan malam 26 Oktober 1979. Setelah wafatnya Presiden Park Chung-hee, Perdana Menteri Choi Kyu-hah diangkat sebagai Plt. Presiden. Hingga pada pemilu Desember 1979 beliau terpilih sebagai Presiden. Dalam menjalankan tugasnya Presiden Choi didampingi oleh Perdana Menteri Shin Hyun-hwak. Hal ini tidak berlangsung lama, dikarenakan Presiden Shin tidak memiliki kekuatan militer sedangkan kekuatan militer masih sangat berpengaruh sejak masa Presiden Park Chung-hee, membuat kekuasaan Presiden Choi tidak berlangsung lama. Dimulai dengan digantinya Perdana Menteri Shin Hyun-hwak oleh Kepala Staf Angkatan Udara (Chief of Republic of Korean Air Force [ROKAF]).25 Akhirnya pada tanggal 16 Agustus 1980, Presiden Choi Kyu-hah dikudeta oleh Letnan Jenderal Chun Doo-hwan yang mengambil alih kursi kepresidenan secara paksa. Jenderal Chun Doo-hwan terpilih dalam pemilu ditahun yang sama. Kebijakan dibidang kenegaraan yang amat kontroversial adalah penghapusan seluruh partai politik yang ada, Majelis Nasional kembali dibubarkan dan digantikan oleh Komite Khusus Pemantauan Keamanan Nasional, dan pembuatan konstitusi baru yang tidak begitu otoriter dibandingkan konstitusi yushin namun tetap memberikan kekuasaan yang besar bagi presiden. Konstitusi tersebut mengizinkan seorang Presiden dapat menjabat untuk masa jabatan selama tujuh tahun dan dapat terpilih sekali lagi untuk satu periode lagi (dua kali masa jabatan). Selama delapan tahun berkuasa Presiden Chun melakukan tujuh kali pergantian Perdana Menteri yaitu: 1) Perdana Menteri Yoo Chang-soon (4 Januari 1982 – 24 Juni 1982) 2) Perdana Menteri Kim Sang-hyup (24 Juni 1982 – 14 Oktober 19 83) 3) Perdana Menteri Chin Iee-chong (15 Oktober 1983 – 11 November 1984)

25 Lorraine Murray, “Biography of Choi Kyu-Hah President of South Korea” (Chicago; Britannica Inc.,2009), h.1 42

4) Plt. Perdana Menteri Shin Byung-hyun (11 November – 18 Februari 1985) 5) Perdana Menteri Lho Shin-yong (18 Februari 1985 – 26 Mei 1987) 6) Plt. Perdana Menteri Lee Han-key (26 Mei 1987 – 14 Juli 1987) 7) Perdana Menteri Kim Chung-yul (14 Juli 1987 – 25 Februari 1988)

Chun Doo-hwan turun jabatan setelah dalam pemilu tahun 1987 Roh Tae- woo terpilih sebagai Presiden yang baru menggantikannya. Presiden Roh juga berasal dari militer berpangkat Jenderal. Meskipun berlatar belakang sama dengan Chun Doo-hwan, Presiden Roh tidak diktaktor dan bahkan dikenang sebagai bapak reformasi Korea Selatan.

Di bidang ketatanegaraan Presiden Roh Tae-woo mengembalikan partai- partai politik yang pada rezim sebelumnya dibubarkan sehingga kembalinya iklim multi partai. Mengembalikan eksistensi Majelis Nasional yang tidak lagi dukuasai Presiden namun murni meliki kekuasaan Legislatif. memperbaiki diplomasi dengan negara lain terutama Amerika Serikat, Uni Soviet, dan membuka peluang reunifikasi dengan Korea Utara. Dalam kekuasaan Lembaga Kepresidenan Presiden Roh memangkas masa jabatan Presiden menjadi 5 tahun dan hanya boleh dipilih sekali, dan tanpa dapat dipilih kembali.26

Selama lima tahun kepemimpinan Presiden Roh Tae-woo pergantian Perdana Menteri tetap terjadi beberapa kali yaitu:

1) Perdana Menteri Lee Hyun-jae (25 Februari – 5 Desember 1988) 2) Perdana Menteri Kang Young-hoon ( 5 Desember – 27 Desember 1990) 3) Perdana Menteri Ro Jai-bong ( 27 Desember – 24 Mei 1991) 4) Perdana Menteri Chung Won-shik ( 24 Mei 1991 – 8 Oktober 1992) 5) Perdana Menteri Hyun Soong-jong (8 Oktober 1992 – 25 Februari 1993)

Presiden Roh Tae-woo mengakhiri masa jabatannya setelah Kim Young- sam terpilih menjadi Presiden baru pada pemilu 1993. Presiden Kim dalam bidang

26 Grazyna Srnad, “The Sixt Republic Under Roh Tae Woo: The Genesis of South Korean Democracy”, Polish Political Science, XXXIX, (2010), h.208-224 43

politik memiliki banyak kebijakan yang menekankan keterbukaan akses masyarakat terhadap pemerintah, baik Lembaga Kepresidenan maupun legislatif.

Pada segi Lembaga Kepresidenan terhadap Majelis Nasional, Presiden Kim menyatukan komplek gedung parlemen dan kepresidenan dengan menghilangkan pagar pembatas dan pengamanan antar kedua lembaga, sehingga para anggota Majelis Nasional dapat dengan mudah menemui Presiden dan sebaliknya. Dalam hubungan Lembaga Kepresidenan dengan rakyat Presiden Kim membuka biro pers sehingga masyarakat dapat mengetahui kegiatan kepresidenan dan juga para anggota kabinet melalui siaran pers.27

Selama lima tahun masa jabatan Presiden Kim Young-sam, tercatat enam Perdana Menteri yang pernah mendampinginya bertugas yaitu:

1) Perdana Menteri Hwang In-sung (25 Februari 1993 – 17 Desember 1993) 2) Perdana Menteri Lee Hoi-chang (17 Desember 1993 – 22 April 1994) 3) Perdana Menteri Lee Yung-dung (22 April 1994 – 17 Desember 1994) 4) Perdana Menteri Lee Hong-koo ( 17 Desenber 1994 – 18 Desember) 5) Perdana Menteri Lee Soo-sung (18 Desember 1995 – 4 Maret 1997) 6) Perdana Menteri Gon Kun (18 Desember 1995 – 4 Maret 1997)

Presiden Kim Young-sam mengakhiri masa jabatannya pada tahun 1997 dan digantikan oleh Presiden Kim Dae-jung. Presiden Kim Dae-Jung tidak banyak melakukan kebijakan di bidang politik, tata negara, dan khususnya pengaturan Lembaga Kepresidenan. Hal ini dikarenakan pada saat itu Korea mengalami krisis ekonomi. Sehingga dari awal kepemimpinannya Presiden Dae-Jung hingga terakhir lebih banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan dibidang ekonomi.

Selama masa kepresidenannnya Kim Dae-jung mengalami pergantian Perdana Menteri sebanyak delapan kali termasuk diantaranya empat pelaksana tugas Perdana Menteri, yaitu:

27 Victor D. Cha, “Politics and Democracy Under The Kim Young Sam Government”, Asian Survey, XXXIII, (1993), h.854

44

1) Perdana Menteri Kim Jong-pil (3 Maret 1998 – 13 Januari 2000) 2) Perdana Menteri Park Tae-joon (13 Januari 2000 – 19 Mei 2000) 3) Plt. Perdana Menteri Lee Hun-jai (19 Mei 2000 – 22 Mei 2000) 4) Perdana Menteri Lee Han-dong (22 Mei 2000 – 11 Juli 2002) 5) Plt. Perdana Menteri Chang Sang (11 Juli 2002 – 31 Juli 2002) 6) Plt. Perdana Menteri Jeon Yun-churl (31 Juli 2002 – 9 Agustus 2002) 7) Plt. Perdana Menteri Cha Dae-whan (9 Agustus 2002 – 10 September 2002) 8) Perdana Menteri Kim Suk-soo (10 September 2002 – 26 Februari 2003)

Presiden Kim Dae-jung turun dari kursi kepemimpinan pada tahun 2003. Presiden terpilih selanjutnya adalah Roh Moo-hyun yang berhasil memenangkan pemilu 2002. Presiden Roh banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan di bidang Hak Asasi Manusia dan advokasi aktivis mahasiswa. Dalam politik luar negeri, Presiden Roh menjadi presiden yang tidak disukai pihak barat dikarenakan melunaknya sikap Korea Selatan kepada Korea Utara. Adapun kebijakan kenegaraan yang ingin dilakukan Presiden Roh Moo-hyun adalah pemindahan pusat pemerintahan dan kenegaraan namun tidak sempat dilaksanakan.28

Selama periode berkuasanya Presiden Roh, terjadi tujuh kali pergantian Perdana Menteri termasuk didalamnya tiga pejabat laksana tugas Perdana Menteri, yaitu:

1) Perdana Menteri Goh Kun (26 Februari 2003 – 25 Mei 2004) 2) Plt. Perdana Menteri Lee Hun-jai (25 Mei 2004 – 30 Juni 2004) 3) Perdana Menteri Lee Hae-chan (30 Juni 2004 – 14 Maret 2006) 4) Plt. Perdana Menteri Han Duck-soo (14 Maret 2006 – 20 April 2006) 5) Perdana Menteri Han Myeong-sook (20 April 2006 – 7 Maret 2007) 6) Plt.Perdana Menteri akwon Oh-kyu (7 Maret 2007 – 2 April 2007) 7) Perdana Menteri Han Duck-soo (2 April 2007 – 29 Februari 2008)

28 Robert Gates, Duty: Memoirs of a Secretary at War, (New York; Alfred A.Knopf,2014), h.416 45

Walau tidak disukai baik oleh oposisi dalam negeri dan pihak-pihak luar negeri, Roh Moo-hyun dapat menyelesaikan 5 tahun masa jabatannya. beliau menyelesaikan masa jabatannya pada 25 Februari 2008. Akibat tekanan-tekanan yang diperoleh selama jabatannya mengakibatkan Roh Moo-hyun mengakhiri hidupnya dengan melompat dari tebing pada 23 Mei 2009.

Sepeninggal Roh Moo-hyun, dilanjutkan oleh Presiden Lee Myung-bak. Mantan CEO Hyundai ini memenangkan pemilu dan menjadi Presiden 25 Februari 2008. Dibawah kepemimpinannya Korea Selatan menjadi pelaksana Konfrensi Tingkat Tinggi G-20. Tidak ada kebijakan yang mempengaruhi Lembaga Kepresidenan. Selama periode kepemimpinannya Presiden Lee berganti Perdana Menteri sebanyak empat kali termasuk satu pelaksana tugas Perdana Menteri, sebagai berikut:

1) Perdana Menteri Han Seung-soo (29 Februari 2008 – 28 September 2009) 2) Perdana Menteri Chung Un-chan (28 September 2009 – 11 Agustus 2010) 3) Plt. Perdana Menteri Yoon Jeung-hyun (11 Agustus 2010 – 1 Oktober 2010) 4) Perdana Menteri Kim Hwang-sik (1 Oktober 2010 – 26 Februari 2013)

Presiden Lee Myung-bak menyelesaikan periode jabatannya pada 24 Februari 2013. Dikemudian hari Lee Myung-bak dihukum penjara akibat terbukti melakukan berbagai penyalahgunaan wewenang selama masa pemerintahannya sebagai Presiden.29 Setelah Lee Myung-bak, Presiden Park Geun-hye menjadi presiden hasil pemilu 2012 dan mulai menjabat pada 24 Februari 2013.

Presiden Park Geun-hye menjadi presiden wanita pertama di Korea Selatan. Presiden Park Geun-hye merupakan anak dari Presiden pertama, Park Chung-hee. Tidak banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh Park Geun-hye. Selama masa

29 Andrew, Jeong “Former South Korean President Lee Indicated on Graft Charges”, Wall Street Journal, No.3, (2018), h.1 46

jabatannya beliau sempat didampingi tiga Perdana Menteri termasuk satu pejabat pelaksana tugas Perdana Menteri, yaitu:

1) Perdana Menteri Chung Hong-won (26 Februari 2013 – 16 Februari 2015) 2) Plt. Perdana Menteri Lee Wan-koo ( 27 April 2015 – 18 Juni 2015) 3) Perdana Menteri Hwang Kyo- (18 Juni 2015 – 11 Mei 2017)

Atas kasus korupsi dan nepotisme yang dilakukan Park Geun-hye akhirnya Majelis Nasional memakzulkan Park Geun-hye dari kursi kepresidenan. Berdasarkan Konstitusi maka Perdana Menteri Hwang Kyo-ahn diangkat sebagai pelaksana tugas Presiden. Presiden (Plt.) Hwang juga merangkap jabatan sebagai Perdana Menteri selama sisa masa jabatan Presiden hingga pemilu selanjutnya.30

Berdasarkan hasil pemilu tahun 2017 maka Presiden terpilih adalah Moon Jae-in, dan dilantik pada 10 Mei 2017. Presiden Moon Jae-in menjadi presiden petahana hingga saat ini menjadi tahun ke-4 beliau menjabat sebagai Presiden. Dalam menjalankan tugas kepresidenan, Presiden Moon telah berganti Perdana Menteri sebanyak tiga kali, dengan diawali pejabat pelaksana tugas Perdana Menteri yaitu:

1) Plt. Perdana Menteri Yoo Il-ho (11 Mei 2017 – 31 Mei 2017) 2) Perdana Menteri Lee Nak-yeon (31 Mei 2017 – 14 Januari 2020) 3) Perdana Menteri Chung Sye-kyun (14 Januari – sekarang)

Hingga saat ini Korea Selatan telah memiliki 13 Presiden termasuk pelaksana tugas Presiden. Adapun untuk Perdana Menteri jauh lebih banyak yaitu sebanyak 58 Perdana Menteri termasuk pelaksana tugas Perdana Menteri.

30 Frida Aprillia, “Mekanisme Dan Lembaga Pemakzulan Presiden Di Indonesia Dan Korea Selatan”(Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h.41 BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN LEMBAGA KEPRESIDENAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN NEGARA REPUBLIK KOREA SELATAN

A. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lembaga Kepresidenan 1. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lembaga Kepresidenan Negara Republik Indonesia a. Presiden Dalam sistem Presidensial yang dianut oleh Negara Republik Indonesia, Presiden memiliki Tugas, Fungsi, dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam UUD NRI 1945 diterangkan bahwa Presiden meemiliki kekuasaan yang berbeda sebagai kepala negara dan juga sebagai kepala pemerintahan.1 Sebagai Kepala Negara, Presiden memiliki tugas khusus yang harus dilakukan. Terdapat tiga tugas Presiden sebagai Kepala Negara tercantum dalam UUD NRI 1945. Tugas Presiden yang pertama adalah memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10). Hal ini sesuai dengan teori kekuasaan, dimana seorang pemimpin harus memiliki kekuatan baik dalam segi kuantitas maupun kualitas untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini tujuannya adalah dalam mempertahankan kedaulatan negara.2 Kedua, dalam hal Presiden mengangkat duta dan konsul dan yang ketiga adalah menerima penempatan duta negara lain (Pasal 13), merupakan bentuk kekuasaan Presiden dalam politik luar negeri di

1 MPR-RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta; Sekjen MPR-RI,2014), h.116-166 2 Abdil Mughis Mudhoffir, “Teori Kekuasaan Michel Foucault: Tantangan Bagi Sosiologi Politik”, Masyarakat Jurnal Sosiologi, XVII, No.1, (2013), h.75

47

Indonesia. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai wujud pengakuan terhadap kekuasaan pemimpin negara oleh negara lain dalam hubungan diplomatik.1 Adanya frasa “dengan memperhatikan pertimbangan DPR”, hal ini dapat dimaknai terjadinya check and balance berdasarkan teori pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif, hal ini berlaku pula dalam kaitannya Presiden melakukan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11).2 Adapun tugas dan fungsi Presiden sebagai Kepala Pemerintahan berdasarkan UUD 1945 utamanya adalah menerangkan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 4 ayat 1). Dalam penekanan pada pasal tersebut menjelaskan kekuasaan Presiden dalam pemerintahan bukan berarti tidak terbatas yaitu dibatasi oleh hukum yang utamanya adalah konstitusi. Pertama, Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (Pasal 5 ayat 2) hal ini menjelaskan bahwa fungsi eksekutif dalam teori pemisahan kekuasaan adalah sebagai pelaksana kebijakan. Namun diterangkan juga bahwa Presiden dapat mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi UU setelah disetujui oleh DPR (Pasal 20 ayat 4) dan juga mengajukan RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) yang kemudian dibahas bersama oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, hal ini menunjukkan fungsi legislasi yang dimiliki Presiden. Sehingga Presiden juga berhak ikut serta dalam pembuatan aturan tidak hanya sebagai pelaksana. 3

1 Boer Maulana, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, cet.4, (Bandung: Alumni, 2011), h.72 2 Bagir Manan, “Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances dalam UUD 1945”, Varia Peradilan, no. 334, (September 2013), h.9 3 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: Buana Ilmu, 2007), h. 316

48

49

Kedua adalah berkaitan dengan tugas Presiden mengangkat pejabat negara, dari mulai Menteri (Pasal 17) sebagai pembantu Presiden dan pemberhentiannya yang merupakan hak prerogratif Presiden, pengangkatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dipilih oleh DPR dengan pertibangan DPD (pasal 23F ayat 1), menetapkan Hakim Agung yang sebelumnya telah diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY) dan disetujui DPR (Pasal 24 A ayat 3), pengangkatan dan pemberhentian anggoya KY berdasarkan persetujuan DPR (Pasal 24B ayat 3), serta penetapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara bersama-sama dengan Mahkamah Agung (MA) dan DPR dimana masing- masing mengajukan 3 anggota, dapat terlihat bahwa meskipun berdasarkan teori pemisahan kekuasaan telah terbagi menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif namun tetap ada kerjasama lintas sektoral. Hal ini dimaksudkan agar fungsi check and balance antar lembaga tinggi negara tetap terjaga tanpa ada yg lebih superior diantara lembaga-lembaga tersebut.4 Selain tugas dan fungsi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Presiden juga memiliki wewenang dalam menjalankan kekuasaannya. Wewenang Presiden sebagaimana tercantum dalam UUD NRI 1945 yaitu, Presiden berhak menyatakan keadaan bahaya. Syarat- syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 12) dan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang- undang (Pasal 22 Ayat 1). Hal ini menerangkan bahwa Presiden memiliki kekuasaan untuk menyatakan negara dalam keadaan berbahaya atau sedang mengalami kegentingan tertentu sehingga Presiden berwenang

4 Abdul Ghoffar, “Kekuasaan Presiden (Studi Komparatif RI dengan Beberapa Negara Maju)”, Widyariset LIPI, (2010), h.84

50

untuk melakukan tindakan tertentu namun tetap alam batasan yang diatur oleh undang-undang.5 Selain membuat peraturan hukum, Presiden juga berhak memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14 Ayat 1), serta memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 14 Ayat 2). Dalam keeempat kewenangan tersebut tetap saja Presiden tidak melakukannya sendiri namun dengan Pertimbangan MA (yudikatif) dan DPR (legislatif) sehingga tidak ada kesewenang-wenangan Presiden dalam pelaksanaannya.6 Selain itu Presiden juga berhak memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15) dan membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang (Pasal 16) yang dulunya adalah DPA namun berdasarakan amandemen UUD NRI 1945 telah dibubarkan. Banyaknya penggunaan kalimat yang memerintahkan keikutsertaan DPR dalam tugas fungsi dan kewenangan Presiden memperlihatkan besarnya fungsi check and balance yang dilakukan DPR kepada Lembaga Kepresidenan.7 b. Wakil Presiden Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Tugas dan fungsi serta wewenang Wakil Presiden juga tertuang dalam UUD NRI 1945 dan kebanyakan ada dalam pasal dan ayat yang bersamaan dengan Presiden. Hal ini menekankan kedudukan Wakil

5 Mohammad Zamroni, “Kekuasaan Presiden Dalam Mengeluarkan Perppu”, Dirjen PUU Kemenkumham, (September, 2015) h.1 6 Bagir Manan, “Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances dalam UUD 1945”,Varia Peradilan, no. 334, September 2013, h.10 7 Firman Manan, “Relasi Eksekutif – Legislatif Dalam Presidensialisme Multi Partai di Indonesia”, Jurnal Wacana Politik, II, No.2, (Oktober, 2017), h.105

51

Presiden sebagai secondmen (orang kedua) dalam Lembaga Kepresidenan.8 Tugas dan Fungsi Wakil Presiden adalah mendampingi Presiden menjalankan tugas-tugas kenegaraan di negara lain, membantu Presiden menjalankan tugas sehari-hari, menjalankan tugas Presiden jika Presiden berhalangan, dan menggantikan Presiden jika jabatan Presiden kosong oleh sebab-sebab tertentu yang menyebabkan Presiden tidakdapat menjalankan tugasnya atau karena Presiden menyerahkan jabatan kepresidenan (pengunduran diri) mengalami kematian saat menjabat presiden, memperhatikan secara khusus, menampung segala masalah- masalah dan mengusahakan pemecahan yang perlu, menyangkut bidang tugas kesejahteraan rakyat, melakukan pengawasan pembangunan operasional dengan bantuan departemen-departemen. 9

Wakil Presiden juga berwenang dalam membantu Presiden menjalankan pemerintahannya yaitu mewakili Presiden dalam melaksanakan tugas dan kewajiban serta wewenang jabatan presiden dengan terlebih dahulu mendapat perintah atau diberi kuasa oleh Presiden (mandat), membantu Presiden, Wakil Presiden berwenang untuk membantu Presiden menjalankan Undang-Undang, menyusun agenda kerja Kabinet dan menetapkan fokus atau prioritas kegiatan pemerintahan yang pelaksanaannya dipertanggung jawabkan kepada Presiden, sebagai jabatan yang mandiri dalam artian bila dilihat dari prakteknya, ketika seorang Wakil Presiden diminta oleh perorangan maupun organisai sebagai pembicara atau sekedar tamu suatu acara, dalam hal ini berarti Wakil Presiden suatu kegiatan secara mandiri dan tidak memerlukan

8 Adi Sumardiman Dkk., Wawasan Nusantara, (Jakarta: Yayasan Harapan Nusantara, 1982), h.15 9 Dhanang Alim Maksum, “Tugas Dan Fungsi Wakil Presiden Di Indonesia”, Lex Crimen, IV, 1 (Januari,2015), h.125

52

perintah atau persetujuan dari Presiden, menjadi pelaksana tugas (Plt.) Presiden berarti Wakil Presiden tidak lagi disebut Wakil Presiden melainkan sebagai Presiden dan tidak terjadi rangkap jabatan.10

Berdasarkan fungsi, tugas, dan wewenang yang dimiliki oleh Wakil Presiden yang memang tidak secara terperinci tertuang dalam UUD NRI 1945 dan hanya tersirat dari Pasal-Pasal yang berdampingan dengan Presiden dapat dilihat bahwa Wakil Presiden adalah pendamping dan pembantu utama bagi Presiden atas kekuasaan negara dan juga kekuasaan pemerintahan. Namun akibat multi tafsirnya kedudukan Wakil Presiden dalam ketatanegaraan Indonesia sehingga tidak ada kejelasan kepada siapa Wakil Presiden harus bertanggungjawab mengakibatkan kerancuan baik dalam teori kekuasan maupun teori pemisahan kekuasan.11

2. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lembaga Kepresidenan Negara Republik Korea Selatan a. Presiden Negara Republik Korea Selatan adalah Negara Kesatuan yang memiliki sistem pemerintahan Presidensial. Fungsi, tugas, dan wewenang Presiden dan Perdana Menteri semuanya diatur dalam Konstitusi Negara Republik Korea Selatan (The Constitution of the Republic of Korea;

대한민국 헌법[Hangul: Daehanmingug Heonbeob]).

Fungsi Presiden Korea tertulis dalam Chapter IV The Executive, Section 1 The President, Article 66 paragraphs (1) yang menyatakan Presiden berfungsi sebagai Kepala Negara dan merepresentasikan negara dalam hubungan internasional. Dan dalam paragraphs (4) kekuasaan

10 Lutfil Ansori, “Pertanggungjawaban Wakil Presiden Menurut Sistem Pemerintahan Indonesia”, Jurnal Yuridis, I, No.1, (Juni,2014), h.33-34 11 Nyoman Mas Aryani dan Bagus Hermanto, “Rekonstruksi Kejelasan Kedudukan Wakil Presiden Dalam Kerangka Penguatan Sistem Presidensiil Indonesia”, Jurnal Legislasi Indonesia, I, No.2, (Juli, 2018), h.105

53

pemerintah berada ditangan lembaga eksekutif yang dikepalai oleh Presiden. Berdasarkan kedua ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara berada di tangan Presiden.12 Presiden Korea Selatan memiliki tugas dalam fungsinya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang tertuang dalam berbagai pasal dan ayat yaitu sebagai berikut, Presiden bertanggungjawab dan bertugas sebagai penjaga kemerdekaan, kedaulatan, dan keberlangsungan negara dan konstitusi (article 66 paragraphs 2), lalu Presiden bertugas mengupayakan dengan sungguh-sungguh persatuan tanah air yang damai (article 66 paragraphs 3), serta Presiden bertugas sebagai Panglima Tertinggi angkatan bersenjata sesuai yang diatur dalam konstitusi dan undang-undang (article 74 paragraphs 1). Pasal-Pasal tersebut menjelaskan Presiden memiliki kekuasaan untuk mempertahankan dan menjaga negara dengan semua kekuatan yang dimilikinya terutama kekuatan militer sebagai panglima tertinggi. Hal ini mencerminkan bahwa sumber utama kekuasaan adalah kekuatan, karena dengan dimilikinya kekuatan adalah salah satu jalan untuk memperoleh suatu keinginan.13

Selain tugas-tugas di atas konstitusi juga mengatur wewenang Presiden dengan jelas baik secara individu maupun yang berkaitan dengan lembaga negara lain. Wewenang Presiden Korea Selatan dapat dilihat sebagai berikut, Presiden berwenang untuk mengeluarkan kebijakan penting terkait diplomasi, keamanan nasional, unifikasi (dengan Korea Utara) dan hal kepentingan lain terkait tujuan nasional untuk referendum bila dianggap diperlukan ( article 72). Dalam kaitannya dengan diplomasi

12 The Blue House, The Constitution of the Republic of Korea, Amanded by October 29, 1987, h.21 13 Anggina Mutiara Hanum, “Teori Kekuasaan Negara, Pola Relasi Kekuasaan di Indonesia pada Masa Orde Baru hingga Era Reformasi”, FISIP-UI,(2014), h.1

54

internasional Presiden berwenang merancang dan meratifikasi perjanjian; mengakui, menerima atau memberhentikan utusan diplomatis; menyatakan perang dan berdamai (article 73), hal ini sesuai dalam teori kekuasan didalamnya harus adanya pengakuan, baik pengakuan atas negara maupun pengakuan atas pemerintahan yang sah atas suatu negara.14

Wewenang dan tugas Presiden di bidang pertahanan dan keamanan negara yang lain ialah, Presiden berwenang mengeluarkan dekrit presiden dengan mempertimbangkan hal-hal yang diembankan padanya atas undang-undang dengan ruang lingkup yang didefinisikan secara khusus dan juga hal-hal yang perlu untuk menegakkan undang-undang (article 75), kemudian dalam keadaaan kegentingan dalam negeri, ancaman asing, bencana alam, dan keuangan yang buruk atau krisis ekonomi, Presiden berwenang dengan tanggungjawabnya mengeluarkan kebijakan yang diperlukan terkait keuangan dan ekonomi ataupun kebijakan lain yang diperlukan berdasarkan undang-undang (article 76 paragraph 1), dan apabila dibutuhkan tindakan militer untuk memelihara keamanan umum dan pergerakan kekuatan militer di waktu perang, konflik bersenjata atau keadaan darurat nasional lainnya, Presiden berwenang menyatakan darurat militer berdasarkan keadaan yang dijelaskan dalam undang-undang (article 77 paragraph 1).

Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut sangat terlihat selaku fungsinya sebagai kepala negara, Presiden memiliki banyak kewenangan dalam hal kedaruratan yang memungkinkannya penggunaan kekuatan militer terkait keamanan dan pertahanan negara. Hal tersebut dikarenakan keadaan

14 Boer Maulana, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, cet.4, (Bandung: Alumni, 2011), h.72

55

Korea Selatan yang belum memiliki kestabilan perdamaian dan masih sering terjadi konfrontasi dengan Korea Utara.15

Selain tugas dan wewenang tersebut Presiden juga berwenang mengangkat dan memberhentikan pejabat publik berdasarkan keadaan yang dijelaskan dalam konstitusi dan undang-undang (article 78), kemudian Presiden berhak memberikan amnesti, penggantian dan pengembalian hak berdasarkan keadaan yang dijelaskan dalam undang- undang (article 79 paragraph 1), serta Presiden berwenang menganugrahkan tanda jasa atau penghargaan lainnya berdasarkan keadaan yang dijelaskan dalam undang-undang (article 80). Berdasarkan tugas dan fungsi tersebut, meskipun apa yang dibebankan kepada Presiden adalah tugas-tugas eksekutif namun kebanyakan diantaranya harus dijalankan berdasarkan Undang-Undang pelaksana yang dibuat oleh Majelis Nasional (legislatif). Selain itu pengaruh legislatif terhadap kekuasaan eksekutif dipertegas dengan aturan bahwa Presiden harus datang atau mengirimkan secara tertulis mengenai rencana kebijakannya kepada Majelis Nasional (article 81). Hal ini menggambarkan meskipun Presiden tidak berada dibawah Parlemen, namun koordinasi kebijakan yg dikeluarkan oleh eksekutif tetap harus disampaikan kepada legislatif baik untuk persetujuan maupun sekedar pemberitahuan.16 b. Perdana Menteri Dalam menjalankan tugasnya Presiden Korea Selatan didampingi oleh seorang Perdana Menteri. Fungsi, tugas, dan kewenangan Perdana Menteri Korea Selatan juga diatur dalam Konstitusi Negara Republik

Korea Selatan (The Constitution of the Republic of Korea; 대한민국

15 Kevin Gray, “The Political Culture of South Korea”, NLR79, (Januari, 2013), h.100 16 IDEA, “Constitutional History of Republic of Korea”, Constitutionnet, (April, 2018), h.3

56

헌법[Hangul: Daehanmingug Heonbeob]) Chapter IV The Executive yang

berada di bawah Presiden.17 Fungsi, tugas, dan kewenangan Perdana Menteri Korea Selatan ada dalam Sub-section 1 Prime Minister and Member of State Council. Fungsi utama dari Perdana Menteri Korea Selatan adalah sebagai pembantu/pendamping Presiden. Hal ini tertuang dalam article 86 paragraph 2 yang dalam bahasa Indonesia dikatakan bahwa “Perdana Menteri akan membantu Presiden dan mengarahkan Kabinet Kementrian dibawah perintah Presiden”. Dalam fungsinya sebagai pendamping/pembantu Presiden, Perdana Menteri memiliki tugas-tugas yang harus dilaksanakan, yaitu Perdana Menteri bertugas memberikan rekomendasi kepada Presiden dalam menentukan anggota State Council (article 87 paragraph 1), kemudian Perdana Menteri juga bertugas sebagai Wakil Ketua State Council mendampingi Presiden yang bertugas sebagai Ketua (article 88 paragraph 3). Selain itu Perdana Menteri berwenang memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk memberhentikan anggota State Council. State Council sendiri bila diartikan adalah berupa lembaga tinggi pemerintahan yang merupakan gabungan antara para Menteri Kabinet dengan Dewan Pertimbangan Presiden (dahulu di Indonesia sebelum dibubarkan setelah amandemen ke-4).18 Perdana Menteri juga berwenang berdasarkan kekuasaan yang diberikan atas Undang-Undang, Dekrit Presiden, atau karena jabatannya untuk mengeluarkan kebijakan tentang masalah yang berada dalam yurisdiksinya (article 95). Dalam penyusunan Kabinet Kementerian, Perdana Menteri bertugas memberikan rekomendasi kepada Presiden

17 The Blue House, The Constitution of the Republic of Korea, Amanded by October 29, 1987, h.26 18 Kuk Hoe, ”State Council South Korean Government”, Britannica (Januari, 2015), h.1

57

dalam mengangkat Menteri Kabinet (article 94). Terakhir apabila terjadi kekosongan Presiden atau Presiden tidak dapat menjalankan tugasnya akibat alasan apapun, Perdana Menteri bertugas menggantikannya sebagai Pejabat Pelaksana Tugas Presiden (article 71). Berdasarkan fungsi, tugas, dan kewenangan di atas, dapat dilihat bahwa pengaturan kedudukan Perdana Menteri sebagai wakil dari Presiden Korea Selatan sangat jelas diatur dalam Konstitusi. Serta bila dikaitkan dengan teori pembagian kekuasaan dalam sistem presidensial sangat jelas pembagian kekuasaan antara Presiden dan Wakil Presiden. Begitu juga dengan pertanggungjawabannya, apabila dalam sistem parlementer seorang Perdana Menteri bertanggung jawab kepada Parlemen, tidak halnya dengan di Korea Selatan di mana Perdana Menteri walau sebagai wakil namun tetap bertanggungjawab kepada Presiden.19 B. Struktur Lembaga Kepresidenan 1. Struktur Lembaga Kepresidenan Negara Republik Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden

Presiden dan Wakil Presiden secara dwi tunggal membentuk Lembaga Kepresidenan yang dibantu oleh jajaran Kabinet kementerian. Lembaga Kepresidenan adalah salah satu dari lembaga tinggi negara di Indonesia yang memangku kekuasaan dibidang eksekutif. Dalam struktur Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia, Presiden didampingi oleh seorang Wakil Presiden yang dipilih bersama dalam satu pasangan dalam Pemilu. Oleh karena itu, walau fungsi utama Wakil Presiden adalah sebagai pembantu

19 Mark Wilding, “The Politics of Government Reform in Korea: From Tripartite to Bipartite Politicization”, Research Gate, (Maret, 2014), h.4

58

Presiden, namun kedudukannya lebih tinggi dari Menteri ataupun Menteri Koordinator (Menko).20

Dalam melaksanakan tugasnya Presiden dan Wakil Presiden dibantu oleh jajaran Kementerian dan Lembaga lain setingkat Menteri. Untuk membantu Presiden dan Wakil Presiden di bidang administrasi protokoler dan kebijakan kenegaraan Presiden dan Wakil Presiden dibantu oleh Kementrian Sekretariat Negara, Kantor Staf Presiden, juga Sekretaris Kabinet. Adapun untuk dukungan kerja dan kebijakan lainnya yang lebih luas bagi negara dan masyarakat dibantu oleh Kementerian sektoral yang dikoordinasikan oleh tiap Menteri Koordinator.

1) Kantor Staf Presiden Kantor Staf Presiden (KSP) merupakan Lembaga Non Struktural (LNS) yang dipimpin oleh seorang Kepala Staf Kepresidenan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. KSP dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2019. Tugas utama KSP adalah menyelenggarakan pemberian dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis. Sedangkan tugas Kepala Staf Kepresidenan adalah memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi KSP. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Staf Kepresidenan dibantu oleh Deputi dan Sekretariat KSP.21 2) Kementrian Sekretariat Negara Kementrian Sekretariat Negara (Kemensetneg) adalah kementrian yang dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara, dan berkedudukan serta bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sejak awal dibentuknya

20 Rahmat Bakri, ”Urgensi Penataan Lembaga Kepresidenan”, Majalah Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 8, (Juli, 2006) h. 345 21Kantor Staf Kepresidenan, Tentang KSP, http://ksp.go.id/tentang-kantor-staf- presiden/index.html, diakses pada Selasa, 21 April 2020, pukul 19.00 WIB

59

hingga saat ini, tugas utama Kemensetneg adalah untuk memberi dukungan teknis, administrasi, dan analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan Negara. Dalam membantu Presiden dan Wakil Presiden, Kemensetneg membawahi Sekretariat dan Deputi yang bertugas memberikan dukungan kebijakan sebagai masukan bagi Presiden dan Wakil Presiden yaitu22:  Sekretariat Presiden  Sekretariat Wakil Presiden  Sekretariat Militer Presiden  Deputi Bidang Hukum dan Perundang-Undangan  Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan  Deputi Bidang Administrasi Aparatur 3) Sekretariat Kabinet Berdasarkan Peraturan Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Kabinet, dijelaskan bahwa Sekretariat Kabinet (Setkab) adalah Lembaga Pemerintah yang berkedudukan dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Setkab dipimpin oleh seorang Sekretaris Kabinet. Tugas utama Setkab adalah memberikan dukungngan pengelolaan manajemen Kabinet kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam penyelenggaraan Pemerintahan.23 4) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau yang disingkat KPPN/ Bappenas adalah Lembaga Pemerintah yang berada di bawah dan

22 Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Profil dan Struktur Organisasi, https://www.setneg.go.id/baca/index/sekilas_kemensetneg, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 19.30 WIB 23 Sekretariat Kabinet RI, Tentang Setkab, https://setkab.go.id/tentang-setkab/, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 21.30 WIB

60

bertanggungjawab kepada Presiden. Lembaga ini dipimpin oleh seorang Menteri PPN sekaligus Kepala Bappenas. Bappenas bertugas membuat perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga lainnya. Fungsi Bappenas sendiri adalah sebagai pengarah dan menyiapkan panduan untuk semua lembaga dan kementerian dalam melaksanakan tugasnya sehingga perencanaan pembangunan dapat lebih terstruktur, strategis, dan menyeluruh di lintas sektor.24 5) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) adalah Kementerian yang memiliki tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintaha di bidang politik, hukum, dan keamanan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenko Polhukam berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kemenko Polhukam dipimpin oleh Menteri Koordinator (Menko) Polhukam. Kemenko Polhukam mengoordinasikan Kementerian dan lembaga terkait dibawahnya yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpanrb), Kejaksaan Agung, Badan Intelejen

24 Kementerian PPN/Bappenas RI, Sejarah, https://www.bappenas.go.id/id/profil- bappenas/sejarah/, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 22.00 WIB

61

Negara (BIN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan Instansi lain yang dianggap perlu.25 6) Kementerian Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah kementerian dalam pemerintah Indonesia yang membidangi urusan dalam negeri. Kemendagri berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kemendagri dipimpin oleh seorang Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015, Kemendagri mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemenrintahan dalam negeri untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.26 7) Kementerian Luar Negeri Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang politik dan hubungan luar negeri dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kemenlu berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kemenlu melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan hubungan luar negeri, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemenlu, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenlu, dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.27 8) Kementerian Pertahanan

25 Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tahun 2015-2019, (31 Mei 2019), h.9 26Kementrian Dalam Negeri RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemendagri.go.id/page/read/4/TUGAS%20DAN%20FUNGSI, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 19.13 WIB 27Kementerian Luar Negeri, Tentang Kami, https://kemlu.go.id/portal/id/list/tentang_kami/kementerian-luar-negeri-republik-indonesia, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 19.15 WIB

62

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan Kemhan, adalah unsur pelaksana pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan ( Menhan) yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kemhan mempunyai tugas penyelenggaraan urusan di bidang pertahanan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, kemenhan menyelenggarakan fungsi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertahanan, pengelolaan barang milik/kekayaan negara menjadi tanggungjawab Kementerian Pertahanan, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pertahanan dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.28 9) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) adalah kementerian dalam jajaran pemerintahan yang membidangi urusan hukum dan HAM. Kemenkumham dipimpin oleh seorang Menteri Hukum dan HAM yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Dalam menjalankan tugasnya Kemenkumham memiliki fungsi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan hak asasi manusia, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemenkumha, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenkumham, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kemenkumham, pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.29

28 Kementerian Pertahanan RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemhan.go.id/tugas-dan- fungsi, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 21.30 WIB 29Kementerian Hukum dan HAM, Tugas dan Fungsi, https://www.kemenkumham.go.id/profil/tugas-dan-fungsi, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 21.49 WIB

63

10) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpanrb) adalah kementerian yang bertugas menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kemenpanrb dipimpin oleh seorang Menteri PANRB yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya kemenpanrb memiliki fungsi Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang reformasi birokrasi, akuntabilitas aparatur dan pengawasan, kelembagaan dan tata laksana, sumber daya manusia aparatur, dan pelayanan publik, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang reformasi birokrasi, akuntabilitas aparatur dan pengawasan, kelembagaan dan tata laksana, sumber daya manusia aparatur, dan pelayanan publik, koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kemenpanrb, koordinasi pelaksanaan supervisi dan pengawasan penyelenggaraan administrasi pemerintahan, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemenpanrb dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenpanrb.30 11) Kejaksaan Agung Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan

30 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, Tugas dan Fungsi, https://www.menpan.go.id/site/tentang-kami/tentang-kami/visi-dan-misi, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 22.30 WIB

64

kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.31 12) Kementerian Koordinator Perekonomian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah Kementerian Koordinator yang membawahi berbagai kementerian lain disektor ekonomi. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dipimpin oleh seorang Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian. Kemenko Perekonomian berada dan bertanggungjawab langsung dibawah Presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kemenko Perekonomian mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2019 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Indonesia Maju 2019 – 2024, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengoordinasikan Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Kooperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, serta instansi lain yang dianggap perlu dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi yang terkait dengan bidang koordinasi perekonomian.32 13) Kementerian Keuangan

31Kejaksaan Agung, Profil Kejaksaan, https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=1, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 22.30 WIB 32Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Tentang Kami, https://www.ekon.go.id/profil/1/tentang-kami, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 17.58 WIB

65

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI adalah Kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan negara dalam bidang keuangan negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Berdasarkan peraturan tersebut diterangkan bahwa Kemenkeu bekerja dengan bertanggungjawab dan berkedudukan di bawah Presiden. Kemenkeu dipimpin oleh seorang Menteri Keuangan.33 14) Kementerian Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia atau Kemnaker adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan ketenagakerjaan, kesehatan kerja, dan keselamatan kerja. Kementerian Ketenagakerjaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.34 15) Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustian (Kemenperin) adalah kementerian yang mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Kemenperin dipimpin oleh seorang Menteri Perindustrian. Kemenperin berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.35 16) Kementerian Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI adalah kementerian dalam pemerintah Indonesia yang membidangi urusan perdagangan baik perdagangan dalam negeri maupun perdagangan Indonesia dengan negara lain (ekspor dan impor).Dalam melaksanakan tugas, Kemendag

33Kementerian Keuangan RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemenkeu.go.id/profil/tugas- dan-fungsi, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 18.41 WIB 34Kementerian Ketenagakerjaan RI, Tentang Kemenaker, https://kemnaker.go.id/information/about, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 18.59 WIB 35Kementerian Perindustrian RI, Tugas Pokok dan Fungsi, https://kemenperin.go.id/tugas- pokok-fungsi-kementerian-perindustrian, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 20.21 WIB

66

menyelenggarakan fungsi: perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perdagangan pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemendag pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemendag pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kemendag di daerah pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.36 17) Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) RI adalah Kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2015. Kementan dipimpin oleh seorang Menteri Pertanian (Mentan) yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.37 18) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian ATR mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Sedangkan sesuai Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas

36Kementerian Perdagangan RI, Tentang Kami, https://www.kemendag.go.id/id/about- us/main-duty, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 20.39 WIB 37Kementerian Pertanian RI, Tugas dan Fungsi, https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=6, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.10 WIB

67

pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.38 19) Kementerian Badan Usaha Milik Negara Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Badan Usaha Milik Negara, untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Pembinaan badan usaha milik negara tersebut termasuk pembinaan entitas yang dikendalikan oleh BUMN baik secara langsung maupun tidak langsung sesuai ketentuan.39 20) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) memiliki tugas Membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi kebijakan di bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. KemenkopUKM dipimpin oleh seorang Menteri Koperasi dan UKM yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.40 21) Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

38Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI, Sekilas ATR/BPN, https://www.atrbpn.go.id/Tentang-Kami/Sekilas-ATR-BPN, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.35 WIB 39Kementerian Badan Usaha Milik Negara RI, Tugas Pokok dan Fungsi, http://bumn.go.id/berita/1-Tugas-Pokok-dan-Fungsi, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.46 WIB 40Kementerian Koperasi dan UKM, Tentang Kami, http://www.depkop.go.id/kementerian- kukm, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.46 WIB

68

Kemenristekdikti dipimpin oleh seorang Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti).41

22) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) adalah Kementerian Koordinator yang berada dalam jajaran pemerintahan RI yang bertugas melakukan menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan. Kemenko PMK dipimpin oleh Menteri Koordinator yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kemenko PMK membawahi dan mengkoordinir Kementerian dan Instansi terkait bidang PMK yaitu Kementerian Pendayagunaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.42 23) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (KPPPA) adalah kementerian dalam pemerintahan yang membidangi isu- isu terkait upaya-upaya untuk mewujudkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang memiliki tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

41Kementerian Riset Teknonologi dan Perguruan Tinggi/BIRN RI, Profil, https://www.ristekbrin.go.id/profil-menristekdikti/, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.59 WIB 42Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Profil Kemenko PMK, https://www.kemenkopmk.go.id/profil-kemenko-pmk, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 13.35 WIB

69

untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.43 24) Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan berdasarkan Pereaturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2016. Kemenkes dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan (Menkes) yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.44 25) Kementerian Sosial Kementerian Sosial (kemensos) adalah kementerian dalam pemerintahan yang berdasarkan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial, dinyatakan bahwa Kementerian Sosial mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara. dan inklusivitas.45 26) Kementerian Agama Kementerian Agama (Kemenag) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kemenag dipipmpin oleh

43Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Informasi Kelembagaan KPPPA, https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/85/833/informasi- kelembagaan-kpp-pa, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 14.32 WIB 44Kementerian Kesehatan RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemkes.go.id/folder/view/01/tugas-dan-fungsi.html, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 14.40 WIB 45Kementerian Sosial RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemsos.go.id/tugasfungsi, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 14.54 WIB

70

seorang Menteri Agama (Menag) yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.46 27) Kementerian Pemuda dan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pengembangan dan pemberdayaan kepemudaan dan olahraga di Indonesia. Kemenpora dipimpin oleh seorang Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.47 28) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) adalah kementerian dalam pemerintahan yang membidangi urusan pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi. Kemendesa PDTT dipimpin oleh seorang Menteri Desa PDTT yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.48 29) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan urusan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat serta pengelolaan kebudayaan. Kemendikbud dipimpin oleh seorang Menteri Pendidikan dan

46Kementerian Agama RI, Tugas dan Fungsi, https://kemenag.go.id/home/artikel/42941, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.00 WIB 47Kementerian Pemuda dan Olahraga RI, Sejarah, http://www.kemenpora.go.id/index/sejarah, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.07 WIB 48Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, Tentang Kemendesa, https://www.kemendesa.go.id/, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.12 WIB

71

Kebudayaan (Mendikbud) yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.49 30) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi adalah Kementerian Koordinator yang berada dalam jajaran pemerintahan RI yang bertugas melakukan menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang Kemaritiman dan Investasi. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dipimpin oleh seorang Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden Kemenko Kemaritiman dan Investasi membawahi dan mengkoordinir Kementerian dan Instansi terkait bidang kemaritiman dan investasi yaitu Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan instansi lain yang dianggap perlu.50 31) Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (Kementerian ESDM) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang energi, dan sumber daya mineral. Kementerian ESDM dipimpin oleh seorang Menteri

49Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Tentang Kemdikbud, https://www.kemdikbud.go.id/main/tentang-kemdikbud/, https://www.kemendesa.go.id/, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.20 WIB 50Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Profil, https://maritim.go.id/profil/, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.30 WIB 72

Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.51 32) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2020 menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian PUPR dipimpin oleh seorang Menteri PUPR yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.52 33) Kementerian Perhubungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang perhubungan darat, perairan, dan udara. Kemenhub dipimpin oleh seorang Menteri Perhubungan (Menhub) yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden.53 34) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

51Kementerian Enegergi dan Sumber Daya Mineral RI, Profil, https://www.esdm.go.id/, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.00 WIB 52Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, Tugas dan FUngsi, https://www.pu.go.id/article/25/tugas-dan-fungsi, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.09 WIB 53Kementerian Perhubungan RI, Tugas dan Fungsi Kemenhub, http://ppid.dephub.go.id/index.php?page=profile&categori=Tugas-dan-Fungsi, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.24 WIB

73

KLHK dipimpin oleh seorang Menteri LHK yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.54 35) Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah kementerian dalam pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. KKP dipimpin oleh seorang Menteri Kelautan dan Perikanan yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.55 36) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Baparekraf Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) atau Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) adalah kementerian/Badan pemerintahan yang memiliki tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pariwisata dan tugas pemerintahan di bidang ekonomi kreatif. Menteri Parekfraf juga berkedudukan sebagai Kepala Baparekraf dan bekerja serta bertanggungjawab dibawah Presiden.56 37) Badan Koordinasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) adalah lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertugas melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan peratuan perundang-undangan. BKKPM adalah lembaga setingkat kementerian yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sebagai penghubung utama antara dunia usaha dan pemerintah, BKPM

54Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, https://www.menlhk.go.id/site/post/101 Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.29WIB 55Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Tugas dan Fungsi, https://kkp.go.id/page/139- tugas-dan-fungsi, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.34WIB 56Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Baparekraf RI, Tugas dan Fungsi Kemenparekraf/Baparekraf, http://www.kemenparekraf.go.id/post/tugas-dan-fungsi- kemenparekrafbaparekraf, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.49WIB

74

diberi mandat untuk mendorong investasi langsung, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif.57

2. Struktur Lembaga Kepresidenan Negara Republik Korea Selatan President of The Republic of Korea Dalam Konstitusi Negara Republik Korea Selatan (The Constitution of

the Republic of Korea; 대한민국 헌법 [Hangul: Daehanmingug Heonbeob]).

Dijelaskan bahwa Presiden adalah Kepala Negara dan kepala Eksekutif Republik Korea Selatan sekaligus Panglima Tertinggi angkatan bersenjata. Presiden Korea Selatan dipilih dalam sebuah pemilu untuk masa jabatan lima tahun dan tidak bisa mencalonkan kembali pada pemilu berikutnya. Sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan Presiden berkantor di Kantor Kepresidenan. Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu oleh Perdana Menteri dan jajaran Menteri dalam Dewan Kabinetnya. 1) Office of the President

Office of the President 청와대 (Hangul: Cheong Wa Dae) yang

memiliki arti “Blue House:Rumah Biru” atau dalam istilah ketatanegaraan Indonesia bisa disamakan dengan Kantor Kepresidenan. Cheong Wa Dae dipimpin oleh seorang Kepala Staf Kepresidenan (Chief of Staff to the President) yang merupakan pejabat setingkat Menteri. Di tempat inilah Presiden Korea Selatan bekerja dan juga bertempat tinggal resmi bersama dengan Ibu Negara. Cheong Wa Dae juga sekaligus sebagai kantor administrasi, sekretariat dan staf kepresidenan. Selain itu Cheong Wa Dae juga berfungsi sebagai penyelenggara rapat Kabinet, acara diplomatik/ penyambutan tamu negara, serta memberikan dukungan kebijakan bagi

57Badan Koordinasi Penanaman Modal, Profil, https://www.bkpm.go.id/id/tentang- bkpm/profil-lembaga, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 22.30 WIB

75

Presiden. Oleh karena itu Cheong Wa Dae tidak hanya merepresentasikan sebuah tempat atau bangunan tapi juga merupakan otoritas tertinggi di Korea Selatan.58

2) Prime Minister of Republic of Korea Perdana Menteri Korea Selatan bertugas membantu Presiden dalam menjalankan fungsi kepala pemerintahan. Perdana Menteri Korea Selatan dipilih oleh Presiden berdasarkan persetujuan Majelis Nasional (Parlemen). Walau begitu Perdana Menteri bertanggung jawab kepada Presiden bukan kepada Majelis Nasional. Kedudukan Perdana Menteri Korea selatan sebagai pembantu Presiden dapat diposisikan sebagai Wakil Presiden pada negara presidensial lainnya, dikarenakan Perdana Menteri dapat menggantikan tugas dan kedudukan Presiden dalam hal Presiden berhalangan. Tugas lainnya yang amat penting bagi Perdana Menteri Korea Selatan adalah menjadi Koordinator bagi Kabinet dibawahnya dalam mengeluarkan kebijakan pemerintahan.59 3) Prime Minister’s Secretariat/Office for Government Policy Coordination Sekretariat Perdana Menteri/Kantor Koordinasi Kebijakan Pemerintah adalah tempat Perdana Menteri Korea Selatan bekerja. Sekretariat Perdana Menteri bertugas mendukung segala kebutuhan Perdana Menteri dalam bertugas baik dalam protokoler, administrasi, kesekretariatan dan dukungan kebijakan. Sekretariat Perdana Menteri juga sebagai pusat koordinasi antara Perdana Menteri dengan jajaran Kabinet kementeriannya dalam fungsi Perdana Menteri sebagai koordinator

58The Republic of Korea Cheong Wa Dae, General Information, https://english1.president.go.kr/Contact/GeneralInfo, Diakses pada Senin, 27 April 2020, pukul 16.47 59Prime Minister of Republic of Korea, Introduction of the Prime Minister, http://www.opm.go.kr/opm/prime/past-oversea.do, diakses pada Selasa, 28 April 2020, pukul 14.00 WIB

76

Kementerian. Sekretariat Perdana Menteri dipimpin oleh Sekretaris Perdana Menteri yang merupakan pejabat setingkat Menteri.60 4) Ministry of Economy and Finance Minsistry of Economy and Finance dalam bahasa Indonesia diartikan dengan Kementerian Ekonomi dan Keuangan adalah Kementerian yang bertugas mengatur dan mengawasi keseluruhan kebijakan ekonomi dan keuangan di Korea Selatan. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Ekonomi dan Keuangan yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.61 5) Ministry of Science and ICT Ministry of Science and ICT (Information, Comunication, and Technology) atau dalam bahasa Indonesia berarti Kementerian Sains dan Tekominfo (Teknologi, Komunikasi, dan Informasi) adalah kementerian di Korea Selatan yang bertugas membuat, mengatur, dan mengevaluasi kebijakan di bidang Sains dan teknologi, penelitian, pembangunan, dan pengembangan sumber daya manusia. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Sains dan Tekominfo yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.62 6) Ministry of Education Ministry of Education dalam istilah Indonesia berati Kementerian Pendidikan adalah kementerian Kabinet Korea Selatan yang bertugas membawahi segala urusan pemerintah di bidang pendidikan dari pendidiakn dasar hingga perguruan tinggi baik formal maupun non-

60Prime Minister’s Office, Inroduction to the Prime Minister’s Office, http://www.opm.go.kr/opm/office/profile02.do, diakses pada Selasa, 28 April 2020, pukul 14.20 WIB 61Ministry of Economy and Finance, About MOEF, http://english.moef.go.kr/co/selectAboutMosf.do?boardCd=C0005, diakses pada Selasa, 28 April 2020, pukul 14. 56WIB 62Ministry of Science and ICT, About MI, http://english.msip.go.kr/english/msipContents/contents.do?mId=Mjgx, diakses pada Selasa, 28 April 2020, pukul 15.13 WIB

77

formal. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Pendidikan yang bertanggungjawab kepada Presiden dengan berkoordinasi dengan Perdana Meteri.63 7) Ministry of Foreign Affairs Ministry of Foreign Affairs dakam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan Kementerian Luar Negeri adalah Kementerian Korea Selatan yang bertugas melakukan fungsi diplomatik atas pemerintah dan atas nama Negara Korea Selatan dengan Negara lain. Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Luar Negeri yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.64 8) Ministry of Unification Ministry of Unification atau dalam bahasa Indonesia berarti Kementerian Unifikasi. Kementerian ini dibentuk sebagai sarana pemerintah Korea Selatan untuk membahas perdamaian dengan harapan suatu saat dapat menyatu kembali dengan Korea Utara menjadi satu negara Korea. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Unifikasi yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.65 9) Ministry of Justice Ministry of Justice atau dalam bahasa dalam bahasa Indonesia berarti Kementerian Kehakiman merupakan Kementerian yang bertanggungjawab menjaga Konstitusi dan penegakan hukum. Tugas utama kementerian ini memberikan dukungan kebijakan berkaitan dengan hukum kepada

63Ministry of Education, About MOE, http://english.moe.go.kr/sub/info.do?m=0101&s=english, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 13.20 WIB 64Ministry of Foreign Affairs, About MOFA, http://www.mofa.go.kr/eng/wpge/m_5727/contents.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 13.39 WIB 65Ministry of Unification, About MOU, https://www.unikorea.go.kr/eng_unikorea/about/aboutmou/infomation/, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 13.46 WIB

78

Presiden, Perdana Menteri dan Kementerian lainnya. Kementerian Kehakiman juga membawahi Kejaksaan, Lembaga Permasyarakatan dan Imigrasi. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Kehakiman yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.66 10) Ministry of National Defence Ministry of National Defence atau dalam bahasa Indonesia menjadi Kementerian Pertahanan Nasional adalah kementerian yang bertanggungjawab dalam hal pertahanan nasional sekaligus membawahi Republic of Korea Armed Forces (ROKAF) atau Angkatan Bersenjata Korea Selatan. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Pertahanan yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.67 11) Ministry of the Interior and Safety Ministry of the Interior and Safety atau dalam bahasa Indonesia diartikan dengan Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan adalah Kementerian yang bertugas dalam urusan dalam negeri, seperti kebijakan penerapan kebijakan masyarakat, pemerintahan daerah, keselamatan dan manajemen bencana, penanggulamgan darurat, serta pertahanan sipil. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Pertahanan yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.68 12) Ministry of Culure, Sports and Tourism

66 Ministry of Justice, History, http://www.moj.go.kr/moj_eng/1769/subview.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 13.58 WIB 67Ministry of National Defense, About MND: Ministry Profile, http://www.mnd.go.kr/mbshome/mbs/mndEN/subview.jsp?id=mndEN_010101000000, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 14.09 WIB 68Ministry of Interior and Safety, About the Ministry, https://www.mois.go.kr/eng/sub/a02/aboutMinistry/screen.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 14.20 WIB

79

Ministry of Culure, Sports and Tourism atau Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata bertugas untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk mempromosikan budaya, seni, olahraga, pariwisata, dan agama. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.69 13) Ministry of Agriculture, Food and Rural Affairs Ministry of Agriculture, Food and Rural Affairs atau Kementerian Pertanian, Pangan, dan Pedesaan bertanggung jawab untuk urusan asuransi tanaman, reklamasi lahan, statistik pertanian dan pengembangan teknologi pertanian termasuk tanaman rekayasa genetika dan pertanian ramah lingkungan. Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Pertanian, Pangan, dan Pedesaan yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.70 14) Ministry of Trade, Industry and Energy Ministry of Trade, Industry and Energy atau Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi adalah Kementerian yang bertugas di bidang perdagangan baik dalam negeri maupun expor/impor, perindustrian, dan energi mencangkup pengelolaan sumber daya alam Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.71 15) Ministry of Health and Welfare

69Ministry of Culture, Sports, and Tourism, About MCST, http://www.mcst.go.kr/english/ministry/history/history.jsp, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 14.33 WIB 70Ministry of Agriculture, Food, and Rural Affairs, About MAFRA, https://www.mafra.go.kr/english/763/subview.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.00WIB 71Ministry of Trade, Industry and Energy, Introduction About MTIE, http://english.motie.go.kr/en/am/introduction/introduction.jsp, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.07 WIB

80

Ministry of Health and Welfare atau Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan adalah Kementerian yang bertugas untuk menciptakan sistem kesehatan yang baik dan kesejahteraan sosial bagi warga negara Korea. Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.72 16) Ministry of Environment Ministry of Environment atau kementerian Lingkungan Hidup adalah Kementerian yang bertanggungjawab menjalankan kebijakan di bidang lingkungan hidup seperti pengendalian polusi dan emisi, mencegah pencemaran lingkungan, serta melestarikan flora dan fauna dilindungi. Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Lingkungan Hidup yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.73 17) Ministry of Employment and Labor Ministry of Employment and Labor atau Kementerian Kepegawaian dan Tenaga Kerja adalah Kementerian yang bertugas menjalankan kebijakan mengenai hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja serta pengalokasian pegawai negeri sipil Korea Selatan. Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Kepegawaian dan Tenaga Kerja yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.74 18) Ministry of Gender Equality and Family

72Ministry of Health and Welfare, Introduction About MOHW, https://www.mohw.go.kr/eng/am/am0102.jsp?PAR_MENU_ID=1001&MENU_ID=100115, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.18 WIB 73Ministry of Environment, History of ME, https://eng.me.go.kr/eng/web/index.do?menuId=471, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.44 WIB 74Ministry of Employment and Labor, Functions of MOEL, https://www.moel.go.kr/english/moel/moelObjFunctions.jsp, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.54 WIB

81

Ministry of Gender Equality and Family atau Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga adalah kementerian yang bertugas menjamin kesejahteraan keluarga dan kesetaraan gender dalam semua sektor yang ada di Korea Selatan. Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Kepegawaian dan Tenaga Kerja yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.75 19) Ministry of Land, Infrastucture and Transport Ministry of Land, Infrastucture and Transport atau Kementerian Pertanahan, Insfrastruktur dan Transportasi adalah Kementerian yang memiliki tugas untuk mengatur penggunaan lahan, pertanahan, pmukiman dan pemberdayaan suatu wilayah, serta pembangunan insfrastruktur dan transportasi darat laut dan udara. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Pertanahan, Insfrastruktur dan Transportasi yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.76 20) Ministry of Oceans and Fisheries Ministry of Oceans and Fisheries atau Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah Kementerian Korea Selatan yang berwenang untuk mengeluarkan kebijakan mengenai pemberdayaan nelayan, budidaya perikanan, serta pengelolaan dan pelestarian ekosistem dan sumberdaya kelautan. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri.77 21) Ministry of SMEs and Startups

75Ministry of Gender Equality, and Family, Objective and Function, http://www.mogef.go.kr/eng/am/Seng_am_f001.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 16.00 WIB 76Ministry of Land, Infrastucture and Transport , About MOLIT, http://www.molit.go.kr/english/USR/WPGE0201/m_28266/LST.jsp, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 16.09 WIB 77Ministry of Oceans and Fisheries, Mission and Vision, https://www.mof.go.kr/eng/content/view.do?menuKey=752&contentKey=32, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 16.42 WIB

82

Ministry of SMEs and Startups atau Kementerian Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) dan Startup adalah Kementerian yang bertugas untuk memperkuat daya saing dan mendukung inovasi di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah serta pengembangan perusahaan startup yang berasal dari Korea Selatan. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri UMKM dan Startup yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Perdana Menteri. 78 C. Persamaan dan Perbedaan Lembaga Kepresidenan di Negara Republik Indonesia dan Negara Republik Korea Selatan Berdasarkan apa yang telah dipaparkan dalam BAB III dan juga pemaparan di atas dapat kita lihat banyak persamaan dan perbedaan dalam Lembaga Kepresidenan antara Republik Indonesia dengan Republik Korea Selatan. Menilik teori perbandingan hukum dalam membandingkan fenomena hukum dari dua negara berbeda, jelas dapat dibandingkan antara Negara Republik Indonesia dengan Negara Republik Korea Selatan. Walaupun sama bentuk negaranya, bentuk pemerintahannya, dan sistem pemerintahan tetapi perbedaannya cukup banyak dan menarik untuk dikaji lebih dalam. Mengenai Struktur Lembaga Kepresidenan, di Indonesia Lembaga Kepresidenan terdiri atas Presiden dan Wakil Presiden dengan dibantu oleh jajaran Menteri Kabinet. Sedangkan di Korea Selatan Lembaga Kepresidenannnya terdiri atas Presiden dan Perdana Menteri yang dibantu oleh jajaran Kabinet Kementerian. Untuk kedudukan tugas dan Fungsi Presiden baik di Indonesia maupun Korea Selatan cenderung tidak ada perbedaan. Hal menarik justru datang dari pendampingnya dan juga para menteri Kabinetnya. Perbedaan paling mendasar adalah meskipun sama-sama menganut sistem pemerintahan Presidensial Korea Selatan tidak memiliki Wakil Presiden, sebagai

78Ministry of SMEs and Startups, About MSS, https://www.mss.go.kr/site/eng/01/10101020000002017111504.jsp , diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 16.52 WIB

83

gantinya kedudukan Wakil Presiden digantikan oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri di Korea Selatan tidak sama dengan Perdana Menteri di negara-negara Parlementer yang memisahkan Fungsi Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Melainkan kedudukan Perdana Menteri di Korea Selatan adalah sebagai “Wakil Presiden”. Hal tersebut dikarenakan dalam perjalanan sejarahnya pada awal masa pemerintahan Korea Selatan, terdapat jabatan Wakil Presiden namun nama jabatan tersebut diganti dengan Perdana Menteri.79 Sebenarnya jika melihat sejarah Indonesia juga pernah mengalami masa di mana kita memiliki Perdana Menteri yaitu pada akhir 1945 sampai 5 juli 1959 walaupun dalam pelaksanaannya sempat beberapa kali berubah-ubah antara Presidensial dan Parlementer, hingga akhirnya Negara Indonesia kembali berbentuk Negara Kesatuan dan bersistem Presidensial sehingga tidak lagi ada Perdana Menteri dalam struktur lembaga eksekutif di Indonesia.80 Kedudukan Perdana Menteri Korea Selatan dalam Struktur Lembaga Kepresidenan tetap berfungsi sebagai pembantu Presiden dan Pendamping Presiden sama halnya dengan Wakil Presiden di Indonesia. Dalam penentuan Wakil Presiden di Indonesia, calon Wakil Presiden dipilh bersama-sama dalam satu pasangan dengan calon Presidennya pada saat Pemilu. Sedangkan di Korea Selatan, penentuan Perdana Menteri dilakukan setelah Presiden hasil Pemilu terpilih, kemudian Presiden mengangkat Perdana Menteri dengan pertimbangan dari Majelis Nasional (Parlemen). Namun pertanggungjawaban Perdana Menteri Korea Selatan tetap kepada Presiden bukan terhadap Majelis Nasional. Selain sebagai Pendamping dan Pembantu Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia dan Perdana Menteri Korea Selatan memiliki tugas yang sama yaitu mewakili Presiden dalam suatu kesempatan kenegaraan baik di dalam

79 J. Mark Mobius, “The Japan-Korea Normalization Process and Korean Anti-Americanism”, Asian Survey, VI, No.4 (April,1966), h. 241-248 80 Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, (Yogyakarta:Ombak, 2012), h.31

84

maupun luar negeri ataupun menggantikan Presiden apabila Presiden meninggal dunia, atau pun karena alasan-alasan lain yang tertulis dalam undang-undang. Wakil Presiden dan Perdana Menteri Korea Selatan juga berkaitan erat dengan jajaran menteri dibawahnya. Di Indonesia Wakil Presiden bertugas menjalankan sebagian tugas pemerintahan sehari-hari dan juga menyusun agenda kerja Kabinet dan menetapkan fokus atau prioritas kegiatan pemerintahan yang pelaksanaannya dipertanggung jawabkan kepada Presiden. Sedangkan di Korea Selatan, Perdana Menteri lebih jelas fungsi pengaturan Kabinetnya yaitu Perdana Menteri bertugas sebagai kepala Kabinet dan memiliki fungsi koordinator terhadap Kementerian- Kementerian di bawahnya. Oleh karena itu ditekankan bahwa kedudukan Kementerian di Korea Selatan adalah bertanggungjawab kepada Presiden dengan berkoordinasi kepada Perdana Menteri. Sehingga bukan Perdana Menteri murni sebagai Kepala Pemerintahan melainkan masih tetap sebagai pembantu Presiden dalam fungsinya sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara Persamaan dalam struktur Lembaga Kepresidenan dan juga jajaran Kabinet kementerian di bawahnya dapat terlihat dalam pemilihan Menteri di Indonesia dilakukan bersama-sama antara Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Undang-Undang Dasar hanya tertulis bahwa Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (pasal 17 ayat 2) .81 Namun dalam praktiknya di Indonesia yang kental akan musyawarah dan mufakat, Presiden mengajak Wakil Presiden untuk berembuk dalam menentukan jajaran Menteri-Menteri dalam membantu Presiden dan Wakil Presiden menjalankan tugasnya.82 Sama halnya dengan Indonesia, Negara Republik Korea Selatan pun menerapkan hal yang sama dalam pemilihan Menteri-Menterinya sebagai Pembantu Presiden dan Perdana Menteri. Hanya saja mengenai hal ini, Korea

81 MPR-RI, “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, (Jakarta; Sekjen MPR-RI,2014), h.131 82 C.S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 114-118

85

Selatan telah mengaturnya secara tertulis dalam Konstitusinya, di mana Presiden menetapkan Menteri-Menterinya berdasarkan usulan dari Perdana Menteri (article 94).83 Secara struktural Menteri-Menteri Kabinet baik di Indonesia maupun Korea Selatan memiliki kedudukan yang sama yaitu berkedudukan di bawah Presiden sebagai pembantu Presiden, baik dalam fungsi Presiden sebagai Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan. Dalam fungsinya yang utama selaku Kepala Negara Presiden dan Wakil Presiden Indonesia secara protokoler, adminsistratif, dan kesekretariatan di dukung oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Kantor Staf Presiden (KSP) serta Sekretariat Kabinet (Setkab) dalam mengatur Kabinet Kementerian. Sedangkan di Korea Selatan pun dalam menjalankan tugasnya Presiden Korea Selatan juga memiliki lembaga yang secara tugas dan fungsi memiliki kesaman di mana Presiden Korea Selatan di

dukung oleh Office of the President (청와대 [Hangul: Cheong Wa Dae]) yang di

dalamnya membawahi Sekretariat Presiden dan juga Kantor Staf Presiden selain sebagai Istana Negara sekaligus tempat tinggal Presiden dan Ibu Negara seperti halnya di Indonesia. Di Indonesia dalam membantu tugas dan fungsi Presiden baik dalam urusan Negara maupun Pemerintahan, para Menteri Kabinet dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator (Menko), di mana Presiden menyampaikan arahannya pada Menko dan kemudian Menko bersama Menteri yang berada di bawah koordinasinya menjalankan arahan Presiden dalam menjalankan suatu Kebijakan. Sedangkan di Korea Selatan, kedudukan semua Menteri dalam Kabinet setara tidak ada Kementerian Koordinator yang membawahi Kementerian lainnya. Adapun fungsi koordinasi dilakukan oleh Perdana Menteri lewat kantornya yaitu Prime Minister’s Secretariat yang juga sekaligus sebagai Office for Government

83 The Blue House, The Constitution of the Republic of Korea, Amanded by October 29, 1987, h.29

86

Policy Coordination. Sehingga fungsi koordinasi yang mana di Indonesia dilakukan oleh beberapa Menko, di Korea Selatan dipegang oleh Perdana Menteri. Kabinet di Indonesia khususnya pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma‟ruf Amin memiliki jumlah 34 Kementerian termasuk di dalamnya 4 Menteri Koordinator, menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan Kementerian terbanyak di Asia tenggara.84 Sedangkan di Korea Selatan hanya terdapat 20 Kementerian dan Lembaga termasuk Kantor Kepresidenan dan Kantor Perdana Menteri yang memiliki kepala setingkat Menteri. Dapat dilihat sekali perbedaan yang mencolok berdasarkan jumlah anggota Kabinetnya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dalam ketatanegaraan di Indonesia adanya Kementerian yang nomenklaturnya tidak dapat diubah atau digabung berdasarkan UUD NRI 1945 yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Hal ini terkait dengan apabila Presiden dan Wakil Presiden mengalami kekosongan secara bersama-sama, maka ketiga Menteri tersebut secara bersama-sama menjalankan pemerintahan darurat sampai diadakannya Pemilu. Selain itu juga dikarenakan adanya Menteri Koordinator. Dan yang paling utama secara politik dikarenakan adanya koalisi pendukung Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu, maka sebagai imbalannya jabatan Menteri dan pimpinan Lembaga baik lembaga Struktural maupun Lembaga Non Struktural diberikan pada kader partai pendukung. Oleh karena itu semakin besar koalisi pendukung pemerintah maka semakin besar kemungkinan Kabinet yang akan dibentuk.85

84 CNBC Indonesia, Menterinya Terbanyak Se-ASEAN Kabinet RI Bakal Kian Gemuk, https://www.cnbcindonesia.com/news/20191006144608-4-104768/menterinya-terbanyak-se-asean- kabinet-ri-bakal-kian-gemuk, diakses pada Sabtu, 2 Mei 2020, pukul 22.19 WIB 85 Decky Wospakrik, “Koalisi Partai Dalam Sistem Presidensil di Indonesia”, Papua Law Journal, I, 1 (November, 2016), H. 156 87

Sedangkan di Korea Selatan jumlah Partai Politiknya pun tidak banyak, hanya terdapat dua partai utama yaitu Democratic Party dan Liberty Korea Party sehingga tidak ada koalisi “gemuk” di Korea Selatan. Selain itu tidak adanya Kementerian Koordinator juga memperamping jumlah anggota Kabinet. Hal lain yang paling berpengaruh adalah penyatuan nomenklatur antar bidang yang berhubungan sehingga digabungkan dalam satu Kementerian yang membawahi berbagai urusan yang berkaitan, sehingga menjadikan jumlah Kementerian di Korea Selatan tidak sebanyak di Indonesia.86 Setelah menganalisa struktur, kedudukan, tugas, fungsi, dan wewenang antara Lembaga Kepresidenan Negara Republik Indonesia dan Negara Republik Korea Selatan, dapat diketahui perbedaan dan persamaan Lembaga Kepresidenan kedua negara tersebut yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel Perbandingan Lembaga Kepresidenan

No. Negara Republik Negara Republik Persamaan antara Indonesia Dua Negara Korea Selatan

1. Presiden didampingi dan Presiden didampingi dan Kepala Negara & dibantu oleh Wakil dibantu oleh Perdana Pemerintahan adalah Presiden Menteri Presiden

Wakil Presiden dan Perdana Menteri memiliki fungsi yang sama

2. Presiden dan Wakil Presiden memilih Wakil Presiden sama-sama Presiden dipilih dalam Presiden setelah dirinya dipilih langsung oleh

86 Lee Jung-hwa, “A Study on the Party System in South Korea after Democratization” (Ann Arbor: disertasi University of Michigan, 2016), h. 99

88

satu pasangan dalam terpilih dalam Pemilu rakyat Pemilu

3. Presiden dan Wakil Presiden dan Perdana Satu periode jabatan Presiden petahana dapat Menteri Petahana tidak sama-sama 5 tahun mencalonkan lagi untuk dapat mencalonkan 1 periode berikutnya kembali pada Pemilu berikutnya

4. Pembagian tugas, Pembagian tugas, fungsi, Konstitusi menjadi fungsi, dan wewenang dan wewenang antara dasar hukum utama antara Presiden dan Presiden dan Perdana dalam Lembaga Wakil Presiden diatur Menteri diatur secara Kepresidenan dalam UUD NRI 1945 terperinci dalam namun tidak secara Konstitusi terperinci

5. Pemilihan Menteri Pemilihan Menteri Penentuan Kabinet Kabinet adalah hak diusulkan oleh Perdana Kementerian prerogratif Presiden Menteri dan disetujui dilakukan bersama dengan bermusyawarah oleh Presiden oleh Presiden dan bersama Wakil Presiden pendampingnya

Menteri berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden

6. Dalam Kabinet Perdana Menteri juga Presiden tidak secara Kementerian terdapat bertugas sebagai langsung Kementerian koordinator Kementerian mengkoordinasi 89

Koordinator (Kemenko) dalam Kabinet Kabinetnya seorang diri

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah membahas dan menganalisis mengenai Lembaga Kepresidenan di negara Republik Indonesia dan negara Republik Korea Selatan maka dapat kita simpulkan sebagai berikut. 1. Lembaga Kepresidenan di negara Republik Indonesia dan negara Republik Korea Selatan pada dasarnya memiliki banyak kesamaan baik dalam fungsi Presiden yaitu sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Tugas dan wewenang yang diemban oleh Presiden pun sama bagi pemimpin kedua negara. Perbedaan mulai terlihat pada sebutan pendamping Presiden, bila di Indonesia pendamping Presiden adalah Wakil Presiden, sedangkan di Korea Selatan Presiden didampingi oleh Perdana Menteri. Namun walau berbeda nama jabatannya, fungsi, tugas, dan wewenang antara Wakil Presiden RI dan Perdana Menteri Korsel tetap sama yaitu sebagai pendamping dan pembantu utama Presiden. Namun kedudukan pembantu presiden pada Perdana Menteri Korea Selatan dan Wakil Presiden RI berbeda dengan kedudukan Menteri sebagai Pembantu Presiden yang dapat dilihat dalam struktur Lembaga Kepresidenan kedua negara. 2. Persamaan dalam struktur Lembaga Kepresidenan di negara Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan dapat dilihat dari kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah Presiden. Presiden didampingi oleh Wakil Presiden di Indonesia dan Perdana Menteri di Korea Selatan. Keduanya sama- sama berfungsi sebagai pendamping dan pembantu Presiden yang lebih tinggi dari para Menteri Kabinetnya. Bahkan Perdana Menteri Korsel dan Wakil Presiden RI berperan dalam penentuan jajaran Kabinet serta memiliki fungsi managemen bagi berjalannya Kabinet Kementerian. Adapun perbedaan dalam Struktur Kabinet Kementerian di Indonesia terdapat Kementerian Koordinator

90 91

(Kemenko) yang bertugas menkordinasi Kementerian lain di bawahnya dalam menjalankan kebijakannya. Sedangkan di Korea Selatan Perdana Menteri lah yang menjadi koordinator bagi seluruh jajaran Kabinetnya. Namun kedudukan dan pertanggungjawaban para Menteri tetap kepada Presiden baik di Indonesia maupun Korea Selatan. B. Saran Walau memiliki banyak persamaan dan dasar hukum utama Lembaga Kepresidenan kedua negara sama-sama bersumber pada Konstitusi, namun Korea Selatan lebih menuliskan secara terperinci pembagian tugas dan wewenang antara Presiden dengan pendampingnya, sedangkan di Indonesia pembagian tugas dan wewenang antara Presiden dan Wakil Presiden tidak secara rinci tertuliskan dalam UUD NRI tahun 1945. Oleh karena itu sebaiknya ada pembagian kewenangan yang jelas antara Presiden dan Wakil Presiden selaku pemegang kekuasaan riil eksekutif. Oleh karena itu Indonesia harus segera memiliki Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan agar lebih jelas arahpembagian kewenangan yang dimiliki oleh Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sehingga pembagian tugas dan wewenang antara Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi hanya berdasarkan kesepakatan, dan dapat mengahpuskan kesan bahwa Wakil Presiden hanya sebagai “ban serep” bagi Presiden. Selain itu melihat dari rampingnya Kabinet Kementerian yang dimiliki Korea Selatan, sepatutnya Indonesia mencontoh demikian dengan tidak hanya memikirkan bagi-bagi jabatan sebagai timbal balik bagi dukungan koalisi sehingga mengakibatkan “gemuknya” Kabinet Kementerian. Karena meskipun ramping namun selain efisien, hasil kerja tiap Kementerian di Korea Selatan dapat terlihat dengan jelas dan menjadikan Korea Selatan sebagai negara yang maju hampir dalam tiap sektor yang ada DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asshiddiqie, Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi Jakarta: BIP, 2007. Asshiddiqie, Jimly, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, cet. kedua, Jakarta: Konstitusi Press, 2006 Atmasasmita, Romli, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989 Budiardjo, Meriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia,1974 Federal Research Division, Country Profile: South Korea, Washington, research of Library of Congress, 2005 Garner, Bryan A., Garner’s Dictionary of Legal Usage, 3rd revised edition, New York: Oxford Univercity Press, 2011 Gates, Robert, Duty: Memoirs of a Secretary at War, New York; Alfred A.Knopf, 2014 Ghofar, Ghofar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, cet. Ke-1, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2009. Hadjar, A. Fickar, Pokok-Pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Jakarta: KRHN, 2003 Hanum, Anggina Mutiara, Teori Kekuasaan Negara: Pola Relasi Kekuasaan Di Indonesia Pada Masa Orde Baru Hingga Reformasi, Depok; Universitas Indonesia, 2014 Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan, Jakarta; PT. Kompas Media Nusantara, 2014 Ibrahim, Jhoni, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:Banyumedia Publishing, 2007,Cet. Ke-3

92 Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislatif: Menguatnya model legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2010

93 94

Kansil, C.S.T, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008 Kencana Syafiie, Inu, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Rieaneka Cipta,2002 Lotha, Gloria, “Syngman Rhee President of South Korea”, Chicago: Britannica.Inc,1998 Mahfud MD, Mohammad, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia Rienaka Cipta, 2008. Maran, R.R., Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: 2001 Marbun, B.N., Kamus Politik, cet.I Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011 Mauna, Boer, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung: Alumni, 2011 Michael Bogdan, ed Comparative Law, Penerjemah Dirta Sri Widowartie. Perbandingan Hukum, Bandung, Media Nusa, 2010 Ministry of Foreign Affairs, Republic of Korea: Public Administration and Country Profile, t.tp: Division for Public Administration and Development Management (DPADM) Department of Economic and Social Affairs (DESA), Seoul, 2007 Murray, Lorraine, Biography of Choi Kyu-Hah President of South Korea, Chicago; Britannica Inc., 2009 Museum Kepresidenan, Sejarah Lembaga Kepresidenan Indonesia Periode 1949 – 1950, Bogor: Setpres, 2019 Nasikun, Mochtar Mas‟oed,Sosiologi Politik, Jogjakarta: PAU-UGM,1987 Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Jakarta:Bina Aksara,1995. Sulastro, Hari-Hari Yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru, Jakarta: Kompas, 2008 Sunariati Hartono, Kapita Selekta Perbandingan Hukum, cet.ketujuh, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991 Sumarno, RRI: Indonesiaku Hari Ini Dalam Sejarah, Jakarta: RRI, 2017 95

Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, Yogyakarta:2012. Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo,1992 Syafiie, Inu Kencana, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Rieaneka Cipta,2002 Thamrin, Abu dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Triwulan Tutik, Titik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, cet. Ke-1 Jakarta: Kencana, 2010. Zulkarnain, Ketatanegaraan Indonesia Pascakemerdekaan, Jakarta: 2010 Zweigert, K. dan H. Kotz, An Introduction to Comparative Law, 3rd Edition, Oxford: Clarendon Press, 1998 Jurnal Alim Maksum, Dhanang, ”Tugas dan Fungsi Wakil Presiden di Indonesia”, Lex Crimen,Vol. IV, (2015) Bakri, Rahmat, ”Urgensi Penataan Lembaga Kepresidenan”, Majalah Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, No. 8, 2006 Cha, Victor D., “Politics and Democracy Under The Kim Young Sam Government”, Asian Survey, Vol.XXXIII, 1993 Fathurohman, Miftachus Sjuhad, “Memahami Pemberhentian Presiden (Impeachment) Di Indonesia (Studi Perbandingan Pemberhentian Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid)”, Jurnal Konstitusi, Vol.III, No.1, Juni, 2010 Jeong, Andrew, “Former South Korean President Lee Indicated on Graft Charges”, Wall Street Journal, No.3, 2018 Manan, Bagir, ”Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances dalam UUD 1945”, Varia Peradilan, No. 334, 2013 Marpaung, Linte Anna, “Analisis Yuridis Normatif Perbandingan Prosedur Pemberhentian Presiden Dalam Masa Jabatannya Antara Indonesia Dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan”, Pranata Hukum, Vol. X, No.2, 2015 96

Mobius, J. Mark, “The Japan-Korea Normalization Process and Korean Anti- Americanism”, Asian Survey, Vol. VI, No.4, 1966 Sunarno, “Pemberhentian Presiden Republik Indonesia Dari Masa Ke Masa”, Wacana Hukum,Vol. IX, 2011 Srnad, Grazyna, “The Sixt Republic Under Roh Tae Woo: The Genesis of South Korean Democracy”, Polish Political Science, Vol. XXXIX, 2010 Wospakrik, Decky, “Koalisi Partai Dalam Sistem Presidensil di Indonesia”, Papua Law Journal, Vol.I, No. 1, 2016

Desertasi Jung-hwa, Lee, “A Study on the Party System in South Korea after Democratization”, Disertasi University of Michigan, 2016 Thesis Ridwan Rudini,” Indonesia pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie (1998-1999)”, Thesis Universitas Negeri Makassar, 2015 Skripsi Alam, Achmad Dlofiul, “Studi Komparasi antara Konsep Hak Jaminan Resi Gudang Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 dengan Konsep Rahn (Gadai) dalam Hukum Islam”, Skripsi S-1 Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015 Aprillia, Frida, “Mekanisme Dan Lembaga Pemakzulan Presiden Di Indonesia Dan Korea Selatan”Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018. Penelitian Lain Darini, Ririn, “Park Chung-hee dan Keajaiban Ekonomi Korea Selatan”, Yogyakarta; Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta,2009 Firmansyah, Arifin, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, KRHN bekerjasama dengan MKRI didukung oleh The Asia Fondation dan USAID Jakarta: 2005

97

Simanunsong, Marthin, “Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia dan Amerika Serikat (Suatu Kajian Perbandingan)”, Medan; Penelitian Universitas Nommensen, 2007

Utami, Tiara, “Sistem Pemerintahan Republik Korea Selatan (대한민국)”

(Jambi:Makalah Universitas Jambi, 1979) Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Konstitusi Negara Republik Korea Selatan (The Constitution of the Republic of

Korea; 대한민국 헌법[Hangul: Daehanmingug Heonbeob])

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tahun 2015-2019 Internet

Situs Resmi Pemerintah Republik Indonesia

Kantor Staf Kepresidenan, Tentang KSP, http://ksp.go.id/tentang-kantor-staf- presiden/index.html, diakses pada Selasa, 21 April 2020, pukul 19.00 WIB

Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Profil dan Struktur Organisasi, https://www.setneg.go.id/baca/index/sekilas_kemensetneg, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 19.30 WIB

Sekretariat Kabinet RI, Tentang Setkab, https://setkab.go.id/tentang-setkab/, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 21.30 WIB

Kementerian PPN/Bappenas RI, Sejarah, https://www.bappenas.go.id/id/profil- bappenas/sejarah/, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 22.00 WIB 98

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, https://polkam.go.id/, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 19.06 WIB

Kementrian Dalam Negeri RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemendagri.go.id/page/read/4/TUGAS%20DAN%20FUNGSI, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 19.13 WIB

Kementerian Luar Negeri, Tentang Kami, https://kemlu.go.id/portal/id/list/tentang_kami/kementerian-luar-negeri- republik-indonesia, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 19.15 WIB

Kementerian Pertahanan RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemhan.go.id/tugas-dan- fungsi, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 21.30 WIB

Kementerian Hukum dan HAM, Tugas dan Fungsi, https://www.kemenkumham.go.id/profil/tugas-dan-fungsi, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 21.49 WIB

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, Tugas dan Fungsi, https://www.menpan.go.id/site/tentang-kami/tentang-kami/visi- dan-misi, Diakses pada Rabu, 22 April 2020, pukul 22.30 WIB

Kejaksaan Agung, Profil Kejaksaan, https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=1, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 22.30 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Tentang Kami, https://www.ekon.go.id/profil/1/tentang-kami, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 17.58 WIB

Kementerian Keuangan RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemenkeu.go.id/profil/tugas-dan-fungsi, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 18.41 WIB

99

Kementerian Ketenagakerjaan RI, Tentang Kemenaker, https://kemnaker.go.id/information/about, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 18.59 WIB

Kementerian Perindustrian RI, Tugas Pokok dan Fungsi, https://kemenperin.go.id/tugas-pokok-fungsi-kementerian-perindustrian, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 20.21 WIB

Kementerian Perdagangan RI, Tentang Kami, https://www.kemendag.go.id/id/about- us/main-duty, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 20.39 WIB

Kementerian Pertanian RI, Tugas dan Fungsi, https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=6, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.10 WIB

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI, Sekilas ATR/BPN, https://www.atrbpn.go.id/Tentang-Kami/Sekilas-ATR-BPN, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.35 WIB

Kementerian Badan Usaha Milik Negara RI, Tugas Pokok dan Fungsi, http://bumn.go.id/berita/1-Tugas-Pokok-dan-Fungsi, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.46 WIB

Kementerian Koperasi dan UKM, Tentang Kami, http://www.depkop.go.id/kementerian-kukm, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.46 WIB

Kementerian Riset Teknonologi dan Perguruan Tinggi/BIRN RI, Profil, https://www.ristekbrin.go.id/profil-menristekdikti/, Diakses pada Kamis, 23 April 2020 pukul 21.59 WIB

100

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Profil Kemenko PMK, https://www.kemenkopmk.go.id/profil-kemenko-pmk, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 13.35 WIB

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Informasi Kelembagaan KPPPA, https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/85/833/informasi- kelembagaan-kpp-pa, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 14.32 WIB

Kementerian Kesehatan RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemkes.go.id/folder/view/01/tugas-dan-fungsi.html, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 14.40 WIB

Kementerian Sosial RI, Tugas dan Fungsi, https://www.kemsos.go.id/tugasfungsi, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 14.54 WIB

Kementerian Agama RI, Tugas dan Fungsi, https://kemenag.go.id/home/artikel/42941, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.00 WIB

Kementerian Pemuda dan Olahraga RI, Sejarah, http://www.kemenpora.go.id/index/sejarah, , Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.07 WIB

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, Tentang Kemendesa, https://www.kemendesa.go.id/, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.12 WIB

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Tentang Kemdikbud, https://www.kemdikbud.go.id/main/tentang-kemdikbud/, https://www.kemendesa.go.id/, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.20 WIB

101

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Profil, https://maritim.go.id/profil/, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 15.30 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Profil, https://www.esdm.go.id/, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.00 WIB

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, Tugas dan FUngsi, https://www.pu.go.id/article/25/tugas-dan-fungsi, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.09 WIB

Kementerian Perhubungan RI, Tugas dan Fungsi Kemenhub, http://ppid.dephub.go.id/index.php?page=profile&categori=Tugas-dan- Fungsi, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.24 WIB

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, https://www.menlhk.go.id/site/post/101 Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.29WIB

Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Tugas dan Fungsi, https://kkp.go.id/page/139-tugas-dan-fungsi, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.34WIB

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Baparekraf RI, Tugas dan Fungsi Kemenparekraf/Baparekraf, http://www.kemenparekraf.go.id/post/tugas- dan-fungsi-kemenparekrafbaparekraf, Diakses pada Jumat, 24 April 2020 pukul 16.49WIB

Badan Koordinasi Penanaman Modal, Profil, https://www.bkpm.go.id/id/tentang-bkpm/profil-lembaga, Diakses pada pada Selasa, 21 April 2020, pukul 22.30 WIB

102

Lembaga pencarian pada KBBI Daring laman resmi Kemendikbud, kbbi.kemdikbud.go.id/entri/lembaga, diakses pada Jumat, 17 Januari 2020, pukul 19.13 WIB

Situs Resmi Pemerintah Republik Korea Selatan

The Republic of Korea Cheong Wa Dae, General Information, https://english1.president.go.kr/Contact/GeneralInfo, Diakses pada Senin, 27 April 2020, pukul 16.47

Prime Minister of Republic of Korea, Introduction of the Prime Minister, http://www.opm.go.kr/opm/prime/past-oversea.do, diakses pada Selasa, 28 April 2020, pukul 14.00 WIB

Prime Minister’s Office, Inroduction to the Prime Minister’s Office, http://www.opm.go.kr/opm/office/profile02.do, diakses pada Selasa, 28 April 2020, pukul 14.20 WIB

Ministry of Economy and Finance, About MOEF, http://english.moef.go.kr/co/selectAboutMosf.do?boardCd=C0005, diakses pada Selasa, 28 April 2020, pukul 14. 56WIB

Ministry of Science and ICT, About MI, http://english.msip.go.kr/english/msipContents/contents.do?mId=Mjgx, diakses pada Selasa, 28 April 2020, pukul 15.13 WIB

Ministry of Education, About MOE, http://english.moe.go.kr/sub/info.do?m=0101&s=english, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 13.20 WIB

Ministry of Foreign Affairs, About MOFA, http://www.mofa.go.kr/eng/wpge/m_5727/contents.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 13.39 WIB

103

Ministry of Unification, About MOU, https://www.unikorea.go.kr/eng_unikorea/about/aboutmou/infomation/, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 13.46 WIB

Ministry of Justice, History, http://www.moj.go.kr/moj_eng/1769/subview.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 13.58 WIB

Ministry of National Defense, About MND: Ministry Profile, http://www.mnd.go.kr/mbshome/mbs/mndEN/subview.jsp?id=mndEN_01010 1000000, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 14.09 WIB

Ministry of Interior and Safety, About the Ministry, https://www.mois.go.kr/eng/sub/a02/aboutMinistry/screen.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 14.20 WIB

Ministry of Culture, Sports, and Tourism, About MCST, http://www.mcst.go.kr/english/ministry/history/history.jsp, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 14.33 WIB

Ministry of Agriculture, Food, and Rural Affairs, About MAFRA, https://www.mafra.go.kr/english/763/subview.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.00WIB

Ministry of Trade, Industry and Energy, Introduction About MTIE, http://english.motie.go.kr/en/am/introduction/introduction.jsp, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.07 WIB

Ministry of Health and Welfare, Introduction About MOHW, https://www.mohw.go.kr/eng/am/am0102.jsp?PAR_MENU_ID=1001&MEN U_ID=100115, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.18 WIB

104

Ministry of Environment, History of ME, https://eng.me.go.kr/eng/web/index.do?menuId=471, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.44 WIB

Ministry of Employment and Labor, Functions of MOEL, https://www.moel.go.kr/english/moel/moelObjFunctions.jsp, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 15.54 WIB

Ministry of Gender Equality, and Family, Objective and Function, http://www.mogef.go.kr/eng/am/Seng_am_f001.do, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 16.00 WIB

Ministry of Land, Infrastucture and Transport , About MOLIT, http://www.molit.go.kr/english/USR/WPGE0201/m_28266/LST.jsp, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 16.09 WIB

Ministry of Oceans and Fisheries, Mission and Vision, https://www.mof.go.kr/eng/content/view.do?menuKey=752&contentKey=32, diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 16.42 WIB

Ministry of SMEs and Startups, About MSS, https://www.mss.go.kr/site/eng/01/10101020000002017111504.jsp , diakses pada Rabu, 29 April 2020, pukul 16.52 WIB

Situs Lain

CNBC Indonesia, Menterinya Terbanyak Se-ASEAN Kabinet RI Bakal Kian Gemuk, https://www.cnbcindonesia.com/news/20191006144608-4- 104768/menterinya-terbanyak-se-asean-kabinet-ri-bakal-kian-gemuk, diakses pada Sabtu, 2 Mei 2020, pukul 22.19 WIB

Kompas.com, Resmi Ini 21 Nama Staf Khusus Presiden Jokowi dan Wapres Maruf Amin, https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/26/080000065/resmi-ini- 105

21-nama-staf-khusus-presiden-jokowi-dan-wapres-maruf-amin diakses pada 20 Februari 2020 pukul 19:59 WIB

106

THE CONSTITUTION OF THE REPUBLIC OF KOREA

Jul. 17, 1948 Amended by Jul. 7, 1952 Nov. 29, 1954 Jun. 15, 1960 Nov. 29, 1960 Dec. 26, 1962 Oct. 21, 1969 Dec. 27, 1972 Oct. 27, 1980 Oct. 29, 1987

PREAMBLE

We, the people of Korea, proud of a resplendent history and traditions dating from time immemorial, upholding the cause of the Provisional Republic of Korea Government born of the March First Independence Movement of 1919 and the democratic ideals of the April Nineteenth Uprising of 1960 against injustice, having assumed the mission of democratic reform and peaceful unification of our homeland and having determined to consolidate national unity with justice, humanitarianism and brotherly love, and To destroy all social vices and injustice, and To afford equal opportunities to every person and provide for the fullest development of individual capabilities in all fields, including political, economic, social and cultural life by further strengthening the basic free and democratic order conducive to private initiative and public harmony, and

107

To help each person discharge those duties and responsT ibilities concomitant to freedoms and rights, and To elevate the quality of life for all citizens and contribute to lasting world peace and the common prosperity of mankind and thereby to ensure security, liberty and happiness for ourselves and our posterity forever, Do hereby amend, through national referendum following a resolution by the National Assembly, the Constitution, ordained and established on the Twelfth Day of July anno Domini Nineteen hundred and forty-eight, and amendJ ed eight times subsequently. Oct. 29, 1987

CHAPTER Ⅰ GENERAL PROVISIONS

Article 1 (1) The Republic of Korea shall be a democratic republic. (2) The sovereignty of the Republic of Korea shall reside in the people, and all state authority shall emanate from the people. Article 2 (1) Nationality in the Republic of Korea shall be prescribed by Act. (2) It shall be the duty of the State to protect citizens residing abroad as prescribed by Act. Article 3 The territory of the Republic of Korea shall consist of the Korean peninsula and its adjacent islands. Article 4 The Republic of Korea shall seek unification and shall formulate and carry out a policy of peaceful unification

108

based on the principles of freedom and democracy. Article 5 (1) The Republic of Korea shall endeavor to maintain inter( national peace and shall renounce all aggressive wars. (2) The Armed Forces shall be charged with the sacred mission of national security and the defense of the land and their political neutrality shall be maintained. Article 6 (1) Treaties duly concluded and promulgated under the Con( stitution and the generally recognized rules of international law shall have the same effect as the domestic laws of the Republic of Korea. (2) The status of aliens shall be guaranteed as prescribed by international law and treaties. Article 7 (1) All public officials shall be servants of the entire people and shall be responsible for the people. (2) The status and political impartiality of public officials shall be guaranteed as prescribed by Act. Article 8 (1) The establishment of political parties shall be free, and the plural party system shall be guaranteed. (2) Political parties shall be democratic in their objectives, organization and activities, and shall have the necessary organizational arrangements for the people to participate in the formation of the political will.

(3) Political parties shall enjoy the protection of the State and may be provided with operational funds by the State under the conditions as prescribed by Act. (4) If the purposes or activities of a political party are

109

contrary to the fundamental democratic order, the Governc ment may bring an action against it in the Constitutional Court for its dissolution, and the political party shall be dissolved in accordance with the decision of the Constitud tional Court. Article 9 The State shall strive to sustain and develop the cultural heritage and to enhance national culture.

CHAPTER Ⅱ RIGHTS AND DUTIES OF CITIZENS

Article 10 All citizens shall be assured of human dignity and worth and have the right to pursue happiness. It shall be the duty of the State to confirm and guarantee the fundamental and inviolable human rights of individuals. Article 11 (1) All citizens shall be equal before the law, and there shall be no discrimination in political, economic, social or cultural life on account of sex, religion or social status. (2) No privileged caste shall be recognized or ever estab( lished in any form. (3) The awarding of decorations or distinctions of honor in any form shall be effective only for recipients, and no privileges shall ensue therefrom. Article 12 (1) All citizens shall enjoy personal liberty. No person shall be arrested, detained, searched, seized or interrogated except as provided by Act. No person shall be punished, placed under preventive restrictions or subject to involuntary labor

110

except as provided by Act and through lawful procedures. (2) No citizens shall be tortured or be compelled to testify against himself in criminal cases. (3) Warrants issued by a judge through due procedures upon the request of a prosecutor shall be presented in case of arrest, detention, seizure or search: Provided, That in a case where a criminal suspect is an apprehended flagrante delicto, or where there is danger that a person suspected of committing a crime punishable by imprisonment of three years or more may escape or destroy evidence, investigative authorities may request an ex post facto warrant.

(4) Any person who is arrested or detained shall have the right to prompt assistance of counsel. When a criminal defendant is unable to secure counsel by his own efforts, the State shall assign counsel for the defendant as prescribed by Act.

(5) No person shall be arrested or detained without being informed of the reason therefor and of his right to assisti ance of counsel. The family, etc., as designated by Act, of a person arrested or detained shall be notified without delay of the reason for and the time and place of the arrest or detention.

(6) Any person who is arrested or detained, shall have the right to request the court to review the legality of the arrest or detention. (7) In a case where a confession is deemed to have been made against a defendant's will due to torture, violence, intimidation, unduly prolonged arrest, deceit or etc., or in a case where a confession is the only evidence against a defendant in a formal trial, such a confession shall not be

111

admitted as evidence of guilt, nor shall a defendant be punished by reason of such a confession. Article 13 (1) No citizen shall be prosecuted for an act which does not constitute a crime under the Act in force at the time it was committed, nor shall he be placed in double jeopardy. (2) No restrictions shall be imposed upon the political rights of any citizen, nor shall any person be deprived of property rights by means of retroactive legislation. (3) No citizen shall suffer unfavorable treatment on account of an act not of his own doing but committed by a relative. Article 14 All citizens shall enjoy freedom of residence and the right to move at will. Article 15 All citizens shall enjoy freedom of occupation. Article 16 All citizens shall be free from intrusion into their place of residence. In case of search or seizure in a residence, a warrant issued by a judge upon request of a prosecutor shall be presented. Article 17 The privacy of no citizen shall be infringed. Article 18 The privacy of correspondence of no citizen shall be inT fringed. Article 19 All citizens shall enjoy freedom of conscience. Article 20 (1) All citizens shall enjoy freedom of religion. 112

(2) No state religion shall be recognized, and church and state shall be separated. Article 21 (1) All citizens shall enjoy freedom of speech and the press, and freedom of assembly and association. (2) Licensing or censorship of speech and the press, and licensing of assembly and association shall not be permitted. (3) The standards of news service and broadcast facilities and matters necessary to ensure the functions of newsa papers shall be determined by Act. (4) Neither speech nor the press shall violate the honor or rights of other persons nor undermine public morals or social ethics. Should speech or the press violate the honor or rights of other persons, claims may be made for the damage resulting therefrom. Article 22 (1) All citizens shall enjoy freedom of learning and the arts. (2) The rights of authors, inventors, scientists, engineers and artists shall be protected by Act. Article 23 (1) The right of property of all citizens shall be guaranteed. The contents and limitations thereof shall be determined by Act. (2) The exercise of property rights shall conform to the public welfare. (3) Expropriation, use or restriction of private property from public necessity and compensation therefor shall be governp ed by Act: Provided, That in such a case, just compensation shall be paid. 113

Article 24 All citizens shall have the right to vote under the conditions as prescribed by Act. Article 25 All citizens shall have the right to hold public office under the conditions as prescribed by Act. Article 26 (1) All citizens shall have the right to petition in writing to any governmental agency under the conditions as prescribed by Act. (2) The State shall be obligated to examine all such peti( tions. Article 27 (1) All citizens shall have the right to trial in conformity with the Act by judges qualified under the Constitution and the Act. (2) Citizens who are not on active military service or employees of the military forces shall not be tried by a court martial within the territory of the Republic of Korea, except in case of crimes as prescribed by Act involving important classified military information, sentinels, sentry posts, the supply of harmful food and beverages, prisoners of war and military articles and facilities and in the case of the proclamation of extraordinary martial law.

(3) All citizens shall have the right to a speedy trial. The accused shall have the right to a public trial without delay in the absence of justifiable reasons to the contrary. (4) The accused shall be presumed innocent until a judg( ment of guilt has been pronounced. (5) A victim of a crime shall be entitled to make a statement

114

during the proceedings of the trial of the case involved as under the conditions prescribed by Act. Article 28 In a case where a criminal suspect or an accused person who has been placed under detention is not indicted as provided by Act or is acquitted by a court, he shall be entitled to claim just compensation from the State under the

conditions as prescribed by Act. Article 29 (1) In case a person has sustained damages by an unlawful act committed by a public official in the course of official duties, he may claim just compensation from the State or public organization under the conditions as prescribed by Act. In this case, the public official concerned shall not be immune from liabilities.

(2) In case a person on active military service or an em( ployee of the military forces, a police official or others as prescribed by Act sustains damages in connection with the performance of official duties such as combat action, drill and so forth, he shall not be entitled to a claim against the State or public organization on the grounds of unlawful acts committed by public officials in the course of official duties, but shall be entitled only to compensations as prescribed by

Act. Article 30 Citizens who have suffered bodily injury or death due to criminal acts of others may receive aid from the State under the conditions as prescribed by Act. Article 31 (1) All citizens shall have an equal right to an education

115

corresponding to their abilities. (2) All citizens who have children to support shall be res( ponsible at least for their elementary education and other education as provided by Act. (3) Compulsory education shall be free of charge. (4) Independence, professionalism and political impartiality of education and the autonomy of institutions of higher learning shall be guaranteed under the conditions as prel scribed by Act. (5) The State shall promote lifelong education. (6) Fundamental matters pertaining to the educational sys( tem, including in-school and lifelong education, administrat tion, finance, and the status of teachers shall be determined by Act. Article 32 (1) All citizens shall have the right to work. The State shall endeavor to promote the employment of workers and to guarantee optimum wages through social and economic means and shall enforce a minimum wage system under the conditions as prescribed by Act.

(2) All citizens shall have the duty to work. The State shall prescribe by Act the extent and conditions of the duty to work in conformity with democratic principles. (3) Standards of working conditions shall be determined by Act in such a way as to guarantee human dignity. (4) Special protection shall be accorded to working women, and they shall not be subjected to unjust discrimination in terms of employment, wages and working conditions. (5) Special protection shall be accorded to working children. (6) The opportunity to work shall be accorded preferentially,

116

under the conditions as prescribed by Act, to those who have given distinguished service to the State, wounded veterans and policemen, and members of the bereaved families of military servicemen and policemen killed in action. Article 33 (1) To enhance working conditions, workers shall have the right to independent association, collective bargaining and collective action. (2) Only those public officials who are designated by Act, shall have the right to association, collective bargaining and collective action. (3) The right to collective action of workers employed by important defense industries may be either restricted or denied under the conditions as prescribed by Act. Article 34 (1) All citizens shall be entitled to a life worthy of human beings. (2) The State shall have the duty to endeavor to promote social security and welfare. (3) The State shall endeavor to promote the welfare and rights of women. (4) The State shall have the duty to implement policies for enhancing the welfare of senior citizens and the young. (5) Citizens who are incapable of earning a livelihood due to a physical disability, disease, old age or other reasons shall be protected by the State under the conditions as prescribed by Act.

(6) The State shall endeavor to prevent disasters and to protect citizens from harm therefrom.

117

Article 35 (1) All citizens shall have the right to a healthy and pleasant environment. The State and all citizens shall endeavor to protect the environment. (2) The substance of the environmental right shall be deter( mined by Act. (3) The State shall endeavor to ensure comfortable housing for all citizens through housing development policies and the like. Article 36 (1) Marriage and family life shall be entered into and sus( tained on the basis of individual dignity and equality of the sexes, and the State shall do everything in its power to achieve that goal. (2) The State shall endeavor to protect motherhood. (3) The health of all citizens shall be protected by the State. Article 37 (1) Freedoms and rights of citizens shall not be neglected on the grounds that they are not enumerated in the Constit tution. (2) The freedoms and rights of citizens may be restricted by Act only when necessary for national security, the maintenA ance of law and order or for public welfare. Even when such restriction is imposed, no essential aspect of the freedom or right shall be violated. Article 38 All citizens shall have the duty to pay taxes under the conditions as prescribed by Act. Article 39 (1) All citizens shall have the duty of national defense under

118

the conditions as prescribed by Act. (2) No citizen shall be treated unfavorably on account of the fulfillment of his obligation of military service.

CHAPTER Ⅲ THE NATIONAL ASSEMBLY

Article 40 The legislative power shall be vested in the National AsT sembly. Article 41 (1) The National Assembly shall be composed of members elected by universal, equal, direct and secret ballot by the citizens. (2) The number of members of the National Assembly shall be determined by Act, but the number shall not be less than 200. (3) The constituencies of members of the National Assem( bly, proportional representation and other matters pertaining to National Assembly elections shall be determined by Act. Article 42 The term of office of members of the National Assembly shall be four years. Article 43 Members of the National Assembly shall not concurrently hold any other office prescribed by Act. Article 44 (1) During the sessions of the National Assembly, no mem( ber of the National Assembly shall be arrested or detained without the consent of the National Assembly except in case of flagrante delicto. 119

(2) In case of apprehension or detention of a member of the National Assembly prior to the opening of a session, such member shall be released during the session upon the request of the National Assembly, except in case of flagranf

te delicto. Article 45 No member of the National Assembly shall be held responN sible outside the National Assembly for opinions officially expressed or votes cast in the Assembly. Article 46 (1) Members of the National Assembly shall have the duty to maintain high standards of integrity. (2) Members of the National Assembly shall give preference to national interests and shall perform their duties in accordance with conscience. (3) Members of the National Assembly shall not acquire, through abuse of their positions, rights and interests in property or positions, or assist other persons to acquire the same, by means of contracts with or dispositions by the

State, public organizations or industries. Article 47 (1) A regular session of the National Assembly shall be convened once every year under the conditions as prescribed by Act, and extraordinary sessions of the National Assemb bly shall be convened upon the request of the President or one fourth or more of the total members.

(2) The period of regular sessions shall not exceed a hun( dred days, and that of extraordinary sessions, thirty days. (3) If the President requests the convening of an extra( ordinary session, the period of the session and the reasons

120

for the request shall be clearly specified. Article 48 The National Assembly shall elect one Speaker and two Vice-Speakers. Article 49 Except as otherwise provided for in the Constitution or in Act, the attendance of a majority of the total members, and the concurrent vote of a majority of the members present, shall be necessary for decisions of the National Assembly. In case of a tie vote, the matter shall be regarded as

rejected. Article 50 (1) Sessions of the National Assembly shall be open to the public: Provided, That when it is decided so by a majority of the members present, or when the Speaker deems it necessary to do so for the sake of national security, they may be closed to the public. (2) The public disclosure of the proceedings of sessions which were not open to the public shall be determined by Act. Article 51 Bills and other matters submitted to the National Assembly for deliberation shall not be abandoned on the ground that they were not acted upon during the session in which they were introduced, except in a case where the term of the members of the National Assembly has expired. Article 52 Bills may be introduced by members of the National AsB sembly or by the Executive. Article 53 (1) Each bill passed by the National Assembly shall be sent

121

to the Executive, and the President shall promulgate it within fifteen days. (2) In case of objection to the bill, the President may, within the period referred to in paragraph (1), return it to the National Assembly with written explanation of his objection, and request it be reconsidered. The President may do the same during adjournment of the National Assembly.

(3) The President shall not request the National Assembly to reconsider the bill in part, or with proposed amendments. (4) In case there is a request for reconsideration of a bill, the National Assembly shall reconsider it, and if the National Assembly repasses the bill in the original form with the attendance of more than one half of the total members, and with a concurrent vote of two thirds or more of the members present, it shall become Act.

(5) If the President does not promulgate the bill, or does not request the National Assembly to reconsider it within the period referred to in paragraph (1), it shall become Act. (6) The President shall promulgate without delay the Act as finalized under paragraphs (4) and (5). If the President does not promulgate an Act within five days after it has become Act under paragraph (5), or after it has been returned to the Executive under paragraph (4), the Speaker shall promulE gate it. (7) Except as provided otherwise, an Act shall take effect twenty days after the date of promulgation. Article 54 (1) The National Assembly shall deliberate and decide upon the national budget bill. (2) The Executive shall formulate the budget bill for each

122

fiscal year and submit it to the National Assembly within ninety days before the beginning of a fiscal year. The National Assembly shall decide upon it within thirty days before the beginning of the fiscal year. (3) If the budget bill is not passed by the beginning of the fiscal year, the Executive may, in conformity with the budget of the previous fiscal year, disburse funds for the following purposes until the budget bill is passed by the National Assembly:

1. The maintenance and operation of agencies and facil1 ities established by the Constitution or Act; 2. Execution of the obligatory expenditures as prescribed by Act; and 3. Continuation of projects previously approved in the budget. Article 55 (1) In a case where it is necessary to make continuing disbursements for a period longer than one fiscal year, the Executive shall obtain the approval of the National AssemE bly for a specified period of time. (2) A reserve fund shall be approved by the National Assembly in total. The disbursement of the reserve fund shall be approved during the next session of the National Assembly. Article 56 When it is necessary to amend the budget, the Executive may formulate a supplementary revised budget bill and submit it to the National Assembly. Article 57 The National Assembly shall, without the consent of the

123

Executive, neither increase the sum of any item of expendiE ture nor create any new items of expenditure in the budget submitted by the Executive. Article 58 When the Executive plans to issue national bonds or to conclude contracts which may incur financial obligations on the State outside the budget, it shall have the prior concurt rence of the National Assembly. Article 59 Types and rates of taxes shall be determined by Act. Article 60 (1) The National Assembly shall have the right to consent to the conclusion and ratification of treaties pertaining to mutual assistance or mutual security; treaties concerning important international organizations; treaties of friendship, trade and navigation; treaties pertaining to any restriction in sovereignty; peace treaties; treaties which will burden the State or people with an important financial obligation; or treaties related to legislative matters.

(2) The National Assembly shall also have the right to consent to the declaration of war, the dispatch of armed forces to foreign states, or the stationing of alien forces in the territory of the Republic of Korea. Article 61 (1) The National Assembly may inspect affairs of state or investigate specific matters of state affairs, and may demand the production of documents directly related thereto, the appearance of a witness in person and the furnishing of testimony or statements of opinion. (2) The procedures and other necessary matters concerning

124

the inspection and investigation of state administration shall be determined by Act. Article 62 (1) The Prime Minister, members of the State Council or government delegates may attend meetings of the National Assembly or its committees and report on the state adminiA stration or deliver opinions and answer questions.

(2) When requested by the National Assembly or its com( mittees, the Prime Minister, members of the State Council or government delegates shall attend any meeting of the National Assembly and answer questions. If the Prime Minister or State Council members are requested to attend, the Prime Minister or State Council members may have State Council members or government delegates attend any

meeting of the National Assembly and answer questions. Article 63 (1) The National Assembly may pass a recommendation for the removal of the Prime Minister or a State Council memt ber from office. (2) A recommendation for removal as referred to in para( graph (1) may be introduced by one third or more of the total members of the National Assembly, and shall be passed with the concurrent vote of a majority of the total members of the National Assembly. Article 64 (1) The National Assembly may establish the rules of its proceedings and internal regulations: Provided, That they are not in conflict with Act. (2) The National Assembly may review the qualifications of its members and may take disciplinary actions against its

125

members. (3) The concurrent vote of two thirds or more of the total members of the National Assembly shall be required for the expulsion of any member. (4) No action shall be brought to court with regard to decisions taken under paragraphs (2) and (3). Article 65 (1) In case the President, the Prime Minister, members of the State Council, heads of Executive Ministries, Justices of the Constitutional Court, judges, members of the National Election Commission, the Chairman and members of the Board of Audit and Inspection, and other public officials designated by Act have violated the Constitution or other Acts in the performance of official duties, the National Assembly may pass motions for their impeachment.

(2) A motion for impeachment prescribed in paragraph (1) may be proposed by one third or more of the total members of the National Assembly, and shall require a concurrent vote of a majority of the total members of the National Assembly for passage: Provided, That a motion for the impeachment of the President shall be proposed by a majority of the total members of the National Assembly and approved by two thirds or more of the total members of the National Assembly.

(3) Any person against whom a motion for impeachment has been passed shall be suspended from exercising his power until the impeachment has been adjudicated. (4) A decision on impeachment shall not extend further than removal from public office: Provided, That it shall not exempt the person impeached from civil or criminal liability.

126

CHAPTER Ⅳ THE EXECUTIVE

SECTION 1 The President

Article 66 (1) The President shall be the Head of State and represent the State vis-a-vis foreign states. (2) The President shall have the responsibility and duty to safeguard the independence, territorial integrity and contis nuity of the State and the Constitution. (3) The President shall have the duty to pursue sincerely the peaceful unification of the homeland. (4) Executive power shall be vested in the Executive Branch headed by the President. Article 67 (1) The President shall be elected by universal, equal, direct and secret ballot by the people. (2) In case two or more persons receive the same largest number of votes in the election as referred to in paragraph (1), the person who receives the largest number of votes in an open session of the National Assembly attended by a majority of the total members of the National Assembly shall be elected. (3) If and when there is only one presidential candidate, he shall not be elected President unless he receives at least one third of the total eligible votes. (4) Citizens who are eligible for election to the National Assembly, and who have reached the age of forty years or more on the date of the presidential election, shall be eligible to be elected to the presidency.

127

(5) Matters pertaining to presidential elections shall be determined by Act. Article 68 (1) The successor to the incumbent President shall be elect( ed seventy to forty days before his term expires. (2) In case a vacancy occurs in the office of the President or the President-elect dies, or is disqualified by a court ruling or for any other reason, a successor shall be elected within sixty days. Article 69 The President, at the time of his inauguration, shall take the following oath: “I do solemnly swear before the people that I will faithfully execute the duties of the President by observing the Constitution, defending the State, pursuing the peaceful unification of the homeland, promoting the freedom and welfare of the people and endeavoring to

develop national culture.” Article 70 The term of office of the President shall be five years, and the President shall not be reelected. Article 71 If the office of the presidency is vacant or the President is unable to perform his duties for any reason, the Prime Minister or the members of the State Council in the order of priority as determined by Act shall act for him. Article 72 The President may submit important policies relating to diplomacy, national defense, unification and other matters relating to the national destiny to a national referendum if he deems it necessary.

128

Article 73 The President shall conclude and ratify treaties; accredit, receive or dispatch diplomatic envoys; and declare war and conclude peace. Article 74 (1) The President shall be Commander-in-Chief of the Armed Forces under the conditions as prescribed by the Constitution and Act. (2) The organization and formation of the Armed Forces shall be determined by Act. Article 75 The President may issue presidential decrees concerning matters delegated to him by Act with the scope specifically defined and also matters necessary to enforce Acts. Article 76 (1) In time of internal turmoil, external menace, natural calamity or a grave financial or economic crisis, the Presic dent may take in respect to them the minimum necessary financial and economic actions or issue orders having the effect of Act, only when it is required to take urgent measures for the maintenance of national security or public peace and order, and there is no time to await the convocation of the National Assembly.

(2) In case of major hostilities affecting national security, the President may issue orders having the effect of Act, only when it is required to preserve the integrity of the nation, and it is impossible to convene the National Assembly. (3) In case actions are taken or orders are issued under paragraphs (1) and (2), the President shall promptly notify it to the National Assembly and obtain its approval.

129

(4) In case no approval is obtained, the actions or orders shall lose effect forthwith. In such case, the Acts which were amended or abolished by the orders in question shall automatically regain their original effect at the moment the orders fail to obtain approval.

(5) The President shall, without delay, put on public notice developments under paragraphs (3) and (4). Article 77 (1) When it is required to cope with a military necessity or to maintain the public safety and order by mobilization of the military forces in time of war, armed conflict or similar national emergency, the President may proclaim martial law under the conditions as prescribed by Act.

(2) Martial law shall be of two types: extraordinary martial law and precautionary martial law. (3) Under extraordinary martial law, special measures may be taken with respect to the necessity for warrants, freedom of speech, the press, assembly and association, or the powers of the Executive and the Judiciary under the conditions as prescribed by Act.

(4) When the President has proclaimed martial law, he shall notify it to the National Assembly without delay. (5) When the National Assembly requests the lifting of martial law with the concurrent vote of a majority of the total members of the National Assembly, the President shall comply. Article 78 The President shall appoint and dismiss public officials under the conditions as prescribed by the Constitution and Act.

130

Article 79 (1) The President may grant amnesty, commutation and restoration of rights under the conditions as prescribed by Act. (2) The President shall receive the consent of the National Assembly in granting a general amnesty. (3) Matters pertaining to amnesty, commutation and restor( ation of rights shall be determined by Act. Article 80 The President shall award decorations and other honors under the conditions as prescribed by Act. Article 81 The President may attend and address the National AssemT bly or express his views by written message. Article 82 The acts of the President under law shall be executed in writing, and such documents shall be countersigned by the Prime Minister and the members of the State Council concerned. The same shall apply to military affairs. Article 83 The President shall not concurrently hold the office of Prime Minister, a member of the State Council, the head of any Executive Ministry, nor other public or private posts as prescribed by Act. Article 84 The President shall not be charged with a criminal offense during his tenure of office except for insurrection or treason. Article 85 Matters pertaining to the status and courteous treatment of former Presidents shall be determined by Act.

131

SECTION 2 The Executive Branch

Sub-Section 1 The Prime Minister and Members of the State Council

Article 86 (1) The Prime Minister shall be appointed by the President with the consent of the National Assembly. (2) The Prime Minister shall assist the President and shall direct the Executive Ministries under order of the President. (3) No member of the military shall be appointed Prime Minister unless he is retired from active duty. Article 87 (1) The members of the State Council shall be appointed by the President on the recommendation of the Prime Minister. (2) The members of the State Council shall assist the President in the conduct of State affairs and, as constituents of the State Council, shall deliberate on State affairs. (3) The Prime Minister may recommend to the President the removal of a member of the State Council from office. (4) No member of the military shall be appointed a member of the State Council unless he is retired from active duty.

Sub-Section 2 The State Council

Article 88 (1) The State Council shall deliberate on important policies that fall within the power of the Executive. (2) The State Council shall be composed of the President, the Prime Minister, and other members whose number shall be no more than thirty and no less than fifteen.

132

(3) The President shall be the chairman of the State Council, and the Prime Minister shall be the Vice-Chairman. Article 89 The following matters shall be referred to the State Council for deliberation: 1. Basic plans for state affairs, and general policies of the Executive; 2. Declaration of war, conclusion of peace and other important matters pertaining to foreign policy; 3. Draft amendments to the Constitution, proposals for national referendums, proposed treaties, legislative bills, and proposed presidential decrees; 4. Budgets, settlement of accounts, basic plans for dis4 posal of state properties, contracts incurring financial obligation on the State, and other important financial matters;

5. Emergency orders and emergency financial and econo5 mic actions or orders by the President, and declaration and termination of martial law; 6. Important military affairs; 7. Requests for convening an extraordinary session of the National Assembly; 8. Awarding of honors; 9. Granting of amnesty, commutation and restoration of rights; 10. Demarcation of jurisdiction between Executive Mini1 stries; 11. Basic plans concerning delegation or allocation of powers within the Executive; 12. Evaluation and analysis of the administration of State

133

affairs; 13. Formulation and coordination of important policies of each Executive Ministry; 14. Action for the dissolution of a political party; 15. Examination of petitions pertaining to executive polic1 ies submitted or referred to the Executive; 16. Appointment of the Prosecutor General, the Chairman of the Joint Chiefs of Staff, the Chief of Staff of each armed service, the presidents of national universities, ambassadors, and such other public officials and mana agers of important State-run enterprises as designated by Act; and 17. Other matters presented by the President, the Prime Minister or a member of the State Council. Article 90 (1) An Advisory Council of Elder Statesmen, composed of elder statesmen, may be established to advise the President on important affairs of State. (2) The immediate former President shall become the Chair( man of the Advisory Council of Elder Statesmen: Provided, That if there is no immediate former President, the PresiT dent shall appoint the Chairman.

(3) The organization, function and other necessary matters pertaining to the Advisory Council of Elder Statesmen shall be determined by Act. Article 91 (1) A National Security Council shall be established to ad( vise the President on the formulation of foreign, military and domestic policies related to national security prior to their deliberation by the State Council.

134

(2) The meetings of the National Security Council shall be presided over by the President. (3) The organization, function and other necessary matters pertaining to the National Security Council shall be deterp mined by Act. Article 92 (1) An Advisory Council on Democratic and Peaceful Uni( fication may be established to advise the President on the formulation of peaceful unification policy. (2) The organization, function and other necessary matters pertaining to the Advisory Council on Democratic and Peacep ful Unification shall be determined by Act. Article 93 (1) A National Economic Advisory Council may be established to advise the President on the formulation of important policies for developing the national economy. (2) The organization, function and other necessary matters pertaining to the National Economic Advisory Council shall be determined by Act.

Sub-Section 3 The Executive Ministries

Article 94 Heads of Executive Ministries shall be appointed by the President from among members of the State Council on the recommendation of the Prime Minister. Article 95 The Prime Minister or the head of each Executive Ministry may, under the powers delegated by Act or Presidential Decree, or ex officio, issue ordinances of the Prime Minister or the Executive Ministry concerning matters that are

135

within their jurisdiction. Article 96 The establishment, organization and function of each ExecT utive Ministry shall be determined by Act.

Sub-Section 4 The Board of Audit and Inspection

Article 97 The Board of Audit and Inspection shall be established under the direct jurisdiction of the President to inspect and examine the settlement of the revenues and expenditures of the State, the accounts of the State and other organizations specified by Act and the job performances of the executive

agencies and public officials. Article 98 (1) The Board of Audit and Inspection shall be composed of no less than five and no more than eleven members, includn ing the Chairman. (2) The Chairman of the Board shall be appointed by the President with the consent of the National Assembly. The term of office of the Chairman shall be four years, and he may be reappointed only once. (3) The members of the Board shall be appointed by the President on the recommendation of the Chairman. The term of office of the members shall be four years, and they may be reappointed only once. Article 99 The Board of Audit and Inspection shall inspect the closing of accounts of revenues and expenditures each year, and report the results to the President and the National Assemr bly in the following year.

136

Article 100 The organization and function of the Board of Audit and Inspection, the qualifications of its members, the range of the public officials subject to inspection and other necessary matters shall be determined by Act.

CHAPTER Ⅴ THE COURTS

Article 101 (1) Judicial power shall be vested in courts composed of judges. (2) The courts shall be composed of the Supreme Court, which is the highest court of the State, and other courts at specified levels. (3) Qualifications for judges shall be determined by Act. Article 102 (1) Departments may be established in the Supreme Court. (2) There shall be Supreme Court Justices at the Supreme Court: Provided, That judges other than Supreme Court Justices may be assigned to the Supreme Court under the conditions as prescribed by Act. (3) The organization of the Supreme Court and lower courts shall be determined by Act. Article 103 Judges shall rule independently according to their consciJ ence and in conformity with the Constitution and Act. Article 104 (1) The Chief Justice of the Supreme Court shall be ap( pointed by the President with the consent of the National Assembly.

137

(2) The Supreme Court Justices shall be appointed by the President on the recommendation of the Chief Justice and with the consent of the National Assembly. (3) Judges other than the Chief Justice and the Supreme Court Justices shall be appointed by the Chief Justice with the consent of the Conference of Supreme Court Justices. Article 105 (1) The term of office of the Chief Justice shall be six years and he shall not be reappointed. (2) The term of office of the Justices of the Supreme Court shall be six years and they may be reappointed as prescribs ed by Act. (3) The term of office of judges other than the Chief Justice and Justices of the Supreme Court shall be ten years, and they may be reappointed under the conditions as prescribed by Act. (4) The retirement age of judges shall be determined by Act. Article 106 (1) No judge shall be removed from office except by im peachment or a sentence of imprisonment without prison labor or heavier punishment, nor shall he be suspended from office, have his salary reduced or suffer any other unfavoro able treatment except by disciplinary action.

(2) In the event a judge is unable to discharge his official duties because of serious mental or physical impairment, he may be retired from office under the conditions as prem scribed by Act. Article 107 (1) When the constitutionality of a law is at issue in a trial,

138

the court shall request a decision of the Constitutional Court, and shall judge according to the decision thereof. (2) The Supreme Court shall have the power to make a final review of the constitutionality or legality of administrative decrees, regulations or actions, when their constitutionality or legality is at issue in a trial. (3) Administrative appeals may be conducted as a procedure prior to a judicial trial. The procedure of administrative appeals shall be determined by Act and shall be in conforma ity with the principles of judicial procedures. Article 108 The Supreme Court may establish, within the scope of Act, regulations pertaining to judicial proceedings and internal discipline and regulations on administrative matters of the court. Article 109 Trials and decisions of the courts shall be open to the public: Provided, That when there is a danger that such trials may undermine the national security or disturb public safety and order, or be harmful to public morals, trials may be closed to the public by court decision. Article 110 (1) Courts-martial may be established as special courts to exercise jurisdiction over military trials. (2) The Supreme Court shall have the final appellate juris( diction over courts-martial. (3) The organization and authority of courts-martial, and the qualifications of their judges shall be determined by Act. (4) Military trials under an extraordinary martial law may not be appealed in case of crimes of soldiers and employees

139

of the military; military espionage; and crimes as defined by Act in regard to sentinels, sentry posts, supply of harmful foods and beverages, and prisoners of war, except in the case of a death sentence.

CHAPTER Ⅵ THE CONSTITUTIONAL COURT

Article 111 (1) The Constitutional Court shall have jurisdiction over the following matters: 1. The constitutionality of a law upon the request of the courts; 2. Impeachment; 3. Dissolution of a political party; 4. Competence disputes between State agencies, between State agencies and local governments, and between local governments; and 5. Constitutional complaint as prescribed by Act. (2) The Constitutional Court shall be composed of nine Justices qualified to be court judges, and they shall be appointed by the President. (3) Among the Justices referred to in paragraph (2), three shall be appointed from persons selected by the National Assembly, and three appointed from persons nominated by the Chief Justice of the Supreme Court.

(4) The president of the Constitutional Court shall be appointed by the President from among the Justices with the consent of the National Assembly. Article 112 (1) The term of office of the Justices of the Constitutional

140

Court shall be six years and they may be reappointed under the conditions as prescribed by Act. (2) The Justices of the Constitutional Court shall not join any political party, nor shall they participate in political activities. (3) No Justice of the Constitutional Court shall be expelled from office except by impeachment or a sentence of imprif sonment without prison labor or heavier punishment. Article 113 (1) When the Constitutional Court makes a decision of the unconstitutionality of a law, a decision of impeachment, a decision of dissolution of a political party or an affirmative decision regarding the constitutional complaint, the concurrd ence of six Justices or more shall be required.

(2) The Constitutional Court may establish regulations relat( ing to its proceedings and internal discipline and regulations on administrative matters within the limits of Act. (3) The organization, function and other necessary matters of the Constitutional Court shall be determined by Act.

CHAPTER Ⅶ ELECTION MANAGEMENT

Article 114 (1) Election commissions shall be established for the pur( pose of fair management of elections and national referenda, and dealing with administrative affairs concerning political parties. (2) The National Election Commission shall be composed of three members appointed by the President, three members selected by the National Assembly, and three members

141

designated by the Chief Justice of the Supreme Court. The Chairman of the Commission shall be elected from among the members. (3) The term of office of the members of the Commission shall be six years. (4) The members of the Commission shall not join political parties, nor shall they participate in political activities. (5) No member of the Commission shall be expelled from office except by impeachment or a sentence of imprisonment without prison labor or heavier punishment. (6) The National Election Commission may establish, within the limit of Acts and decrees, regulations relating to the management of elections, national referenda, and adminim strative affairs concerning political parties and may also establish regulations relating to internal discipline that are compatible with Act.

(7) The organization, function and other necessary matters of the election commissions at each level shall be determino ed by Act. Article 115 (1) Election commissions at each level may issue necessary instructions to administrative agencies concerned with resi pect to administrative affairs pertaining to elections and national referenda such as the preparation of the pollbooks. (2) Administrative agencies concerned, upon receipt of such instructions, shall comply. Article 116 (1) Election campaigns shall be conducted under the man( agement of the election commissions at each level within the limit set by Act. Equal opportunity shall be guaranteed.

142

(2) Except as otherwise prescribed by Act, expenditures for elections shall not be imposed on political parties or candie dates.

CHAPTER Ⅷ LOCAL AUTONOMY

Article 117 (1) Local governments shall deal with administrative mat( ters pertaining to the welfare of local residents, manage properties, and may enact provisions relating to local autop nomy, within the limit of Acts and subordinate statutes. (2) The types of local governments shall be determined by Act. Article 118 (1) A local government shall have a council. (2) The organization and powers of local councils, and the election of members; election procedures for heads of local governments; and other matters pertaining to the organizg ation and operation of local governments shall be determined by Act.

CHAPTER Ⅸ THE ECONOMY

Article 119 (1) The economic order of the Republic of Korea shall be based on a respect for the freedom and creative initiative of enterprises and individuals in economic affairs. (2) The State may regulate and coordinate economic affairs in order to maintain the balanced growth and stability of the national economy, to ensure proper distribution of income, to

143

prevent the domination of the market and the abuse of economic power and to democratize the economy through harmony among the economic agents. Article 120 (1) Licenses to exploit, develop or utilize minerals and all other important underground resources, marine resources, water power, and natural powers available for economic use may be granted for a period of time under the conditions as prescribed by Act.

(2) The land and natural resources shall be protected by the State, and the State shall establish a plan necessary for their balanced development and utilization. Article 121 (1) The State shall endeavor to realize the land-to-the( tillers principle with respect to agricultural land. Tenant farming shall be prohibited. (2) The leasing of agricultural land and the consignment management of agricultural land to increase agricultural productivity and to ensure the rational utilization of agrip cultural land or due to unavoidable circumstances, shall be

recognized under the conditions as prescribed by Act. Article 122 The State may impose, under the conditions as prescribed by Act, restrictions or obligations necessary for the efficient and balanced utilization, development and preservation of the land of the nation that is the basis for the productive

activities and daily lives of all citizens. Article 123 (1) The State shall establish and implement a plan to com( prehensively develop and support the farm and fishing

144

communities in order to protect and foster agriculture and fisheries. (2) The State shall have the duty to foster regional econo( mies to ensure the balanced development of all regions. (3) The State shall protect and foster small and medium enterprises. (4) In order to protect the interests of farmers and fisher( men, the State shall endeavor to stabilize the prices of agrim cultural and fishery products by maintaining an equilibrium between the demand and supply of such products and improving their marketing and distribution systems.

(5) The State shall foster organizations founded on the spirit of self-help among farmers, fishermen and businessmen engaged in small and medium industry and shall guarantee their independent activities and development. Article 124 The State shall guarantee the consumer protection moveT ment intended to encourage sound consumption activities and improvement in the quality of products under the conditions as prescribed by Act. Article 125 The State shall foster foreign trade, and may regulate and coordinate it. Article 126 Private enterprises shall not be nationalized nor transferred to ownership by a local government, nor shall their mant agement be controlled or administered by the State, except in cases as prescribed by Act to meet urgent necessities of national defense or the national economy.

145

Article 127 (1) The State shall strive to develop the national economy by developing science and technology, information and human resources and encouraging innovation. (2) The State shall establish a system of national standards. (3) The President may establish advisory organizations nec( essary to achieve the purpose referred to in paragraph (1).

CHAPTER Ⅹ AMENDMENTS TO THE CONSTITUTION

Article 128 (1) A proposal to amend the Constitution shall be introduced either by a majority of the total members of the National Assembly or by the President. (2) Amendments to the Constitution for the extension of the term of office of the President or for a change allowing for the reelection of the President shall not be effective for the President in office at the time of the proposal for such amendments to the Constitution. Article 129 Proposed amendments to the Constitution shall be put before the public by the President for twenty days or more. Article 130 (1) The National Assembly shall decide upon the proposed amendments within sixty days of the public announcement, and passage by the National Assembly shall require the concurrent vote of two thirds or more of the total members of the National Assembly.

(2) The proposed amendments to the Constitution shall be submitted to a national referendum not later than thirty

146

days after passage by the National Assembly, and shall be determined by more than one half of all votes cast by more than one half of voters eligible to vote in elections for members of the National Assembly. (3) When the proposed amendments to the Constitution receive the concurrence prescribed in paragraph (2), the amendments to the Constitution shall be finalized, and the President shall promulgate it without delay.

ADDENDA

Article 1 This Constitution shall enter into force on the twenty-fifth day of February, anno Domini Nineteen hundred and eightyd eight: Provided, That the enactment or amendment of Acts necessary to implement this Constitution, the elections of the President and the National Assembly under this Constit tution and other preparations to implement this Constitution may be carried out prior to the entry into force of this

Constitution. Article 2 (1) The first presidential election under this Constitution shall be held not later than forty days before this Constitus tion enters into force. (2) The term of office of the first President under this Constitution shall commence on the date of its enforcement. Article 3 (1) The first elections of the National Assembly under this Constitution shall be held within six months from the promulgation of this Constitution. The term of office of the

147

members of the first National Assembly elected under this Constitution shall commence on the date of the first convening of the National Assembly under this Constitution. (2) The term of office of the members of the National Assembly incumbent at the time this Constitution is promulgated shall terminate the day prior to the first convening of the National Assembly under paragraph (1). Article 4 (1) Public officials and officers of enterprises appointed by the Government, who are in office at the time of the enforcement of this Constitution, shall be considered as having been appointed under this Constitution: Provided, That public officials whose election procedures or appointing authorities are changed under this Constitution, the Chief Justice of the Supreme Court and the Chairman of the Board of Audit and Inspection shall remain in office until such time as their successors are chosen under this Constitution, and their terms of office shall terminate the day before the installation of their successors.

(2) Judges attached to the Supreme Court who are not the Chief Justice or Justices of the Supreme Court and who are in office at the time of the enforcement of this Constitution shall be considered as having been appointed under this Constitution notwithstanding the proviso of paragraph (1).

(3) Those provisions of this Constitution which prescribe the terms of office of public officials or which restrict the number of terms that public officials may serve, shall take effect upon the dates of the first elections or the first appointments of such public officials under this Constitution.

148

Article 5 Acts, decrees, ordinances and treaties in force at the time this Constitution enters into force, shall remain valid unless they are contrary to this Constitution. Article 6 Those organizations existing at the time of the enforcement of this Constitution which have been performing the funco tions falling within the authority of new organizations to be created under this Constitution, shall continue to exist and perform such functions until such time as the new organizap tions are created under this Constitution.