TINJAUAN SEJARAH DAN DINAMIKA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DI PADA PERIODE I DAN II (2003-2011)

Febry Satya Wibawa Hussein Madrasah Aliyah Negeri Lumajang, Indonesia Email: [email protected]

Abstrak: Tulisan ini akan mengulas sejarah KPK di Indonesia antara tahun 2003 sampai 2011 meliputi tugas-tugas, profil pimpinan, konflik pada lembaga, beserta penindakan kasus-kasus korupsi di Indonesia. Secara teori, metode yang digunakan dalam merumuskan tulisan ini adalah metode penelitian sejarah dengan deskriptif naratif. Menggunakan sumber primer berupa arsip Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 mengenai KPK, Kepres No. 73 Tahun 2003 mengenai pembentukan panitia seleksi KPK Periode I, dan Keputusan Presiden No 9 Tahun 2007 mengenai pembentukan panitia seleksi KPK Periode II. Selain itu juga menggunakan kajian pustaka yang berhubungan dengan tema dimaksud. Sebagaimana diketahui, kasus korupsi terus menerus terjadi dan sangat sulit diberantas. Ini pula yang melatarbelakangi berdirinya KPK periode I tahun 2003 yang dipimpin oleh Taufieqqurachan Ruki seorang pensiunan polisi bintang dua berpangkat Inspektur Jenderal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPK baik periode I dan II sudah berjalan sukses walaupun banyak hambatan dan konflik yang harus dihadapi, lembaga adhoc atau sementara ini pun juga pernah diwacanakan untuk dibubarkan tentu dengan catatan jika kepolisian dan kejaksaan sudah berjalan baik dalam pemberantasan korupsi faktanya Komisi Pemberantasan Korupsi sepertinya berjuang sendiri karena kepolisian dan kejaksaan tampaknya mendukung dengan setengah setengah karena adanya oknum yang melakukan korupsi dan para koruptor yang ada di Indonesia ini semakin canggih dalam melakukan praktik korupsi. Kata Kunci: Dinamika KPK, Periode 1 dan 2

Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara kaya akan sumber daya alam. Hal tersebut menggambarkan Indonesia mempunyai potensi menjadi salah satu negara maju jika semua bidang dikelola dengan baik dan benar. Tetapi dapat menjadi masalah jika penyelenggara negara lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok dengan menggunakan wewenangnya melakukan tindak pidana korupsi sehingga kepentingan masyarakat luas diabaikan.

Khazanah: Jurnal Edukasi Volume 2, Nomor 1, Maret 2020; p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247; 1-28 Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

Dewasa ini korupsi1 menjadi momok bagi setiap negara dan menghambat pencapaian negara tersebut untuk menjadi negara maju. Hal ini ditindaklanjuti oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan konvensi antikorupsi/ United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang isinya mengenai langkah-langkah preventif, penegakan hukum, kerja sama internasional, pemulihan aset, bantuan teknis dan pertukaran informasi.2 Harapan rakyat terhadap kepolisian dan kejaksaan sebagai garda terdepan melaksanakan supervisi kepada penyelenggara negara yang melakukan korupsi belum terlihat signifikan. Korupsi yang dilakukan penyelenggara negara tidak bisa ditindak dengan tegas oleh kepolisian dan kejaksaan. Menurut Bernard de Spevile secara tegas menyatakan korupsi merupakan hal yang paling susah dideteksi, diinvestigasi dan dibuktikan.3 Hal ini dikarenakan dalam lembaga kepolisian dan kejaksaan juga marak terjadi praktik korupsi. Sehingga tidak mungkin jika kepolisian bisa menindak perwira menengah yang melakukan korupsi dengan asas proporsionalitas karena lembaga tersebut tentu saja tidak ingin malu di depan publik memiliki anggota yang korup. Sehingga dalam pelaksanaan supervisi kepada lembaga kepolisian dan kejaksaan dibutuhkan suatu lembaga independen yang langsung bertanggung jawab kepada presiden. Hal ini sesuai dengan Ketetapan MPR No.XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, juga setahun kemudian ketetapan itu terwujud dengan adanya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan draft usulan Rancangan Undang- Undang yang dibuat oleh Menteri Kehakiman Muladi di zaman Presiden Habibie yakni selain merugikan keuangan perekonomian negara juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi.4

1 Definisi korupsi yaitu menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang untuk keuntungan pribadi lihat Jeremy Pope. Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional (terj) (: Yayasan Obor Indonesia dan TII, 2007), 30. 2 Ian McWalters, Memerangi Korupsi: Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia (Surabaya: Jawa Pos Books, 2006), 8. 3 Tim Kompas, Jihad Melawan Korupsi, Editor: HCB Darmawan dan Al Soni BL de Rosari, (Jakarta: Kompas, 2005), 209. 4 Fransiskus Surdiasis, Ulin Ni’am Yusron dan Rusdi Mathari, 10 Tahun Reformasi Bakti Untuk Indonesia: Enam Ikon Pembawa Tradisi Baru (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008), 211.

2 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

Di berbagai belahan dunia tindak pidana korupsi menjadi perhatian lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimengerti karena ekses yang ditimbulkan dapat menghancurkan berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan politik serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moral karena seiring berjalannya waktu akan menjadi sebuah budaya, sehingga dapat menjadi hambatan yang terjal untuk menuju kepada masyarakat yang adil dan makmur.5 Pada tahun 2006 dibentuk Undang-Undang No.7 tentang Pengesahan Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).6 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai korupsi tersebut merekomendasikan hal penting untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang UNCAC dengan dua alasan. Pertama, untuk penindakan kriminalisasi tindak pidana korupsi juga keberhasilan penindakan para koruptor sebagai strategi internasional. Kedua penting bagi Pemerintah mana pun untuk mengetahui kewajiban-kewajiban yang akan mereka jalankan bila menandatangani Konvensi tersebut. Tujuan dari Konvensi ini diantaranya adalah untuk mempromosikan dan memperkuat langkah-langkah guna mencegah dan memerangi korupsi secara lebih efisien dan efektif, memberikan bantuan kerja sama internasional dan bantuan teknis dalam pencegahan dan perang melawan korupsi dan pemulihan aset, kemudian untuk mempromosikan integritas, akuntabilitas, dan manajemen urusan dan properti publik dengan baik.7 Di Indonesia kampanye melawan korupsi bukan sebuah gerakan baru. Sejak Orde Lama hingga Orde Baru, Pemerintah pernah membentuk berbagai tim atau komisi yang khusus menangani masalah korupsi. Pada 1967 misalnya dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi yang diketuai Jaksa Agung Jenderal Sugih Arto, lalu diteruskan Jaksa Agung Jenderal Ali Said. Pada 1970 Soeharto membentuk Komisi Empat anggotanya antara lain Mohammad Hatta, Anwar Tjokroaminoto, Herman Johannes, dan Soetopo Yoewono. Ketua tim dipimpin oleh Mohammad Hatta yang

5 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi: Edisi Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 1. 6 Frans H. Winarta, Suara Rakyat Hukum Tertinggi (Jakarta: Kompas, 2009), 291. 7 Ian McWalters, Memerangi Korupsi, 7-8.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 3

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

dikenal jujur dan bersih dan menemukan penyimpangan di Pertamina8, lalu Bulog, kemudian penebangan hutan secara ilegal, sehingga muncul Operasi Penertiban pada 1977.9 Sikap manusia Indonesia yang melakukan korupsi ini seperti istilah yang dikemukakan Mochtar Lubis “Komersialisasi Jabatan” yang membuat negara ini semakin mundur.10 Problematika institusionalnya pada masa Orde Lama dan Orde Baru baik tim atau komisi tidak pernah efektif melakukan pemberantasan korupsi. Faktanya yang ditangkap merupakan koruptor kelas bawah, contohnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anak buah pengacara Hotma Sitompoel, Mario Carmelio Bernardo dan staf Pendidikan dan Pelatihan Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan tersangka karena diduga melakukan suap senilai Rp 80 juta di Mahkamah Agung.11 Sehingga masih banyak anggaran negara yang dikorupsi. Kata kuncinya terkait kemauan politik pemerintah dalam mengusut tuntas kasus korupsi. Yang menjadi sorotan adanya aparat pemerintah terlibat pemain utama dalam kasus korupsi tersebut. Pada masa Orde Baru kritik korupsi mencuat sebagai contohnya pada tahun 1976 Sawito Kartowibowo mantan penasehat spiritual Soeharto saat itu yang menulis satu dokumen berjudul “Menuju Keselamatan” yang membujuk pemuka agama seperti T.B Simatupang yang menjadi ketua Dewan Gereja Indonesia dan Mohammad Hatta untuk menandatangani dokumen tersebut. Dokumen Sawito tahun 1977-1978 menjadi bukti satu forum publik untuk menentang korupsi. Demonstrasi besar sudah menjadi hal yang biasa di kampus-kampus karena gerah melihat tingkat korupsi yang besar saat itu. Sehingga pada tahun 1977, menurut Ricklefs ada media asing yang memberitakan bahwa seorang pejabat Departemen Penerangan meminta bayaran US$ 40 juta untuk kontrak satelit telekomunikasi, maka korupsi telah mengikis 30 % bantuan luar negeri dan anggaran belanja pemerintah.

8 “Dibawah Ibnu Sutowo Pertamina berada diluar kendali Pemerintah dengan hutang yang besar, manajemen yang kacau balau dan korupsi besar-besaran” lihat dalam buku M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008,Cet ke-3 (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), 621. 9 Surdiasis, Yusron dan Mathari, 10 Tahun Reformasi, 202. 10 Mochtar Lubis, Manusia Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 19. 11 Marlen Sitompul. Tangkap Suap Kelas Teri KPK Langgar Undang-Undang, melalui http://nasional.inilah.com/read/detail/2014559/tangkap-suap-kelas-teri-kpk-langgar-uu diakses tanggal 10 Juni 2014.

4 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

Akibat pemberitaan itu media tersebut dilarang beredar karena meliput tentang korupsi dalam istana kepresidenan.12 Setelah reformasi contoh kasus korupsi tahun 2005 KPK membongkar korupsi di Komisi Pemilihan Umum yang saat itu diketuai Nazaruddin Sjamsudin ini merupakan bukti kendala-kendala yang dihadapi semakin jelas disebabkan tidak dibersihkannya elemen-elemen korup dalam birokrasi. Tetapi keadaan ini bukanlah akhir dari suatu reformasi karena kesuksesan ataupun kegagalan bukanlah merupakan akhir dari segala sesuatu. Seperti yang dinyatakan John Wooden yaitu Success is never final, failure is never fatal, It is courage that count (keputusan untuk meneruskan masa reformasi itulah yang harus dijadikan perhitungan).13 Menurut Evi Hartanti, pada 2003 Indonesia merupakan negara paling korup keenam dari 133 negara. Nilai Indeks Persepsi Korupsi14 (IPK) Indonesia ternyata lebih rendah dari pada negara tetangga Indonesia seperti Papua Nugini, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Singapura. Tiga sektor paling rawan terhadap tindak pidana korupsi adalah partai politik, kepolisian, dan pengadilan. Sementara kecenderungan masyarakat memberikan suap paling banyak terjadi di sektor nonkonstruksi seperti pertahanan keamanan, migas, perbankan, dan properti. Pada masa reformasi ini tidak ada upaya pemberantasan korupsi yang efektif. Ini merupakan hal yang sangat ironis, mengingat tujuan reformasi adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.15 Terinspirasi dari Komisi Independen Antikorupsi Hongkong (ICAC)16 maka pada tanggal 29 Desember 2003 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode I di Indonesia yang dipimpin pensiunan jenderal kepolisian Taufiequrrachman Ruki.17 Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

12 MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Terj. Cet ke-3 (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), 628. 13 Frans H. Winarta, Suara Rakyat, 239. 14 Indeks Persepsi Korupsi merupakan penilaian masyarakat mengenai korupsi. 15 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, 2-3. 16 ICAC (Independent Comission Against Corruption) menjadi inspirasi karena Hongkong yang angka korupsinya besar bisa diberantas oleh ICAC 17 Surdiasis, Yusron dan Mathari, 10 Tahun Reformasi, 202.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 5

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.18 Pemerintah telah melaksanakan sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dijadikan payung hukum untuk membentuk KPK yang diberi wewenang dan kekuasaan luar biasa antara lain mencekal, menyadap telepon, fotokopi, elektronik banking, dianggap sebagai bukti, menjalankan pembuktian terbalik, mengambil alih perkara korupsi jika polisi atau jaksa dianggap kurang mulus menangani suatu perkara korupsi.19 Panitia Seleksi KPK Periode I sesuai dengan Keputusan presiden No 73 tahun 2003, para anggota panitia seleksi antara lain diketuai oleh Romli Atmasasmita, wakil ketua Abdul Gani dan Adnan Buyung Nasution, Sekretaris Abdul Wahid, anggota Loebby Loeqman, Harkristuti, Andi Hamzah, Indriyanto Senoadji, Komarudin, Anshari Ritonga, Moegihardjo, Basri Arif, dan Todung Mulya Lubis.20 Lembaga ini terbentuk dari gabungan KPKPN (Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara) yang bertugas memeriksa dan mengawasi harta kekayaan pejabat negara dan TGTPK (Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) yang bertugas berburu koruptor Indonesia yang diduga bersembunyi baik di dalam maupun luar negeri.21 Ketua KPK pertama dilantik tanggal 16 Desember 2003 ini mengatakan KPK dibawah kepemimpinannya saat itu sebagai katalisator bagi aparat dan institusi agar dapat tercipta sebuah tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Menurutnya pilar utama penciptaan pemerintahan yang bersih terletak pada transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.22 KPK juga berhasil menangkap beberapa pejabat diantaranya pada tahun 2004 Abdullah Puteh yang melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Helikopter M1-2 dari Rusia yang dibeli oleh pemda Aceh saat ia menjadi Gubernur Aceh, lalu pada 2005 membongkar korupsi di Komisi Pemilihan Umum yang saat itu diketuai Nazaruddin Sjamsudin, membongkar kasus penyuapan hakim Mahkamah Agung dalam kasus perkara Probosutedjo. Kemudian

18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. 19 Frans H. Winarta, Suara Rakyat, 223. 20 KPK, Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan (Jakarta: KPK, 2007). 21 Diana Ria, KPK in Action (Bogor: Penebar Swadaya, 2010), 47. 22 Ria, KPK in Action, 48.

6 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri yang melakukan korupsi dana Non Budgeter di Departemen Kelautan.23 Perkembangan Komisi Pemberantasan Korupsi Jilid II yang dipimpin Antasari Azhar mulai menindak kasus korupsi dengan menetapkan mantan deputi Gubernur Bank Indonesia yang juga besan Presiden RI yaitu Aulia Pohan pada tanggal 29 Oktober 2008. Aulia Pohan ditetapkan tersangka dalam kasus penarikan dana Rp 100 Miliar dari Yayasan Perbankan Indonesia. Pengumuman itu dilakukan sekitar satu jam setelah Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi memberikan vonis mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanudin Abdullah yang dihukum lima tahun karena terbukti dalam perkara ini.24 Kemudian konflik di KPK hadir setelah Antasari dijadikan tersangka setelah menjadi otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnain, lalu Antasari membuat testimoni adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2009.25 Kekecewaan terhadap aparat penegak hukum dalam menangani korupsi bukan tanpa alasan. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2006, dari 191 kasus korupsi yang terjadi di 13 kota besar Indonesia, ditemukan beberapa masalah penting dalam penanganan korupsi. Pertama, banyak laporan masyarakat tentang terjadinya tindak pidana korupsi tidak ditanggapi oleh kejaksaan dan kepolisian di daerah. Kedua, hampir sebagian besar permasalahan yang terjadi dalam penanganan kasus korupsi di daerah berlarut-larut bahkan berhenti. Banyak ditemukan penanganan yang dilakukan hanya sebatas formalitas pemeriksaaan saksi- saksi, selanjutnya tidak jelas penanganannya. Kejadian lain meskipun kasus korupsi yang dilaporkan sudah masuk tahap penyelidikan atau penyidikan, namun hingga beberapa tahun belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Penanganan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) misalnya, dari 65 orang yang diperiksa, hingga tahun keempat hanya 16 orang telah diproses ke pengadilan. Selebihnya berhenti dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. Ketiga, dihentikan penyidikannya. Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus korupsi tidak saja menjadi kebiasaan Kejaksaan Agung maupun Mabes Polri, namun beberapa Kejaksaan Tinggi

23 Ria, KPK in Action, 50. 24 Hernowo, Aulia Pohan, Nuansa Politik Kemandirian KPK (Jakarta: Kompas, 30 Oktober 2008), 2. 25 OC Kaligis, Korupsi Bibit-Chandra: cetakan ke-6 (Jakarta: Indonesia Against Injustice, 2011), 6.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 7

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

maupun Polda juga melakukan tindakan yang sama. Dalam catatan ICW tahun 2006, sedikitnya sudah 43 kasus korupsi di seluruh Indonesia yang telah di SP3 oleh kepolisian dan kejaksaan. Kemudian Keempat, hanya menjerat sebagian pelaku. Hal demikian umumnya terjadi dalam kasus korupsi yang dilakukan secara 'berjamaah', dengan tersangka anggota DPRD maupun kepala daerah. Selain tidak menyeluruh, kerap kali penanganan kasus korupsi tidak menjerat pelaku utamanya, namun hanya menyentuh pada level pelaku lapangan saja. Salah satu contohnya adalah dalam kasus korupsi dana APBD Kabupaten Pontianak tahun 2003 sebesar Rp 2,8 miliar. Dari 45 orang anggota DPRD Pontianak yang diduga menerima 'uang haram', hanya lima orang yang diproses hingga ke pengadilan. Sedangkan 40 orang lainnya belum juga ditetapkan sebagai tersangka. Kelima, tidak dilakukan eksekusi meskipun sudah divonis bersalah oleh pengadilan. Dalam beberapa kasus korupsi di daerah, meskipun telah dilimpahkan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah serta divonis penjara, namun faktanya terdakwa tidak bisa langsung dipenjara. Hal ini disebabkan karena putusan bersalah tersebut tidak diikuti dengan perintah hakim untuk segera memasukkan terdakwa ke dalam penjara. Keenam, adanya ancaman dan kriminalisasi26 terhadap pelapor kasus korupsi. Sudah ada 19 pelapor kasus korupsi yang diancam dan telah di-kriminalisasi-kan sebagai pelaku pencemaran nama baik. Enam orang di antaranya bahkan sudah divonis bersalah oleh pengadilan. Ironisnya, banyak laporan korupsi yang diduga dilakukan oleh terlapor tidak ditindaklanjuti oleh kepolisian atau kejaksaan. Selain ancaman kriminalisasi pencemaran nama baik, beberapa pelapor dan aktivis kasus korupsi juga menerima ancaman berupa intimidasi dan kekerasan. Secara keseluruhan, beberapa masalah tersebut dapat diartikan sebagai kegagalan Jaksa Agung dan Kapolri dalam melakukan supervisi terhadap kinerja pada aparat di bawahnya.27 Untuk membatasi diskursus di atas, pertanyaan yang dapat diajukan adalah, bagaimana proses KPK periode I (2003-2007) dalam menindak kasus korupsi

26 Proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana 27 Emerson Yuntho, Mengambil Alih Kasus Korupsi (Jakarta: Republika, 27 Maret 2006), melalui http://www.antikorupsi.org/id/content/mengambil-alih-kasus-korupsi diakses tanggal 19 Maret 2014 Pukul 10.42 WIB.

8 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

di Indonesia dan Bagaimana pula KPK periode II (2007-2011) dalam menindak kasus korupsi di Indonesia ?

Komisi Pemberantasan Korupsi Periode I (2003-2007) 1. Proses Pembentukan Pada November 2002 bertepatan dengan bulan Ramadhan, di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sudah berkali-kali Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Komisi Antikorupsi menggelar rapat tetapi belum ada kesepakatan untuk mengesahkan lembaga yang kelak bernama KPK. Beberapa fraksi besar masih menolak seperti Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan utusan TNI/ POLRI. menganggap isi Rancangan UU Antikorupsi terlalu berlebihan karena memberikan kewenangan besar kepada komisi tersebut. Menurut Zain Badjeber yang saat itu menjabat Wakil Ketua Panitia Kerja dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengungkapkan Golkar tidak setuju lembaga antikorupsi berstatus permanen tapi cukup sementara. Akhirnya fraksi PPP mengancam akan mundur dari panitia kerja bila lembaga antikorupsi tersebut tidak disahkan. Hal yang sama juga terjadi pada fraksi TNI/ POLRI sikap mereka berubah setelah mengikuti rapat lobi pemimpin fraksi. Akhirnya beberapa fraksi sepakat peran lembaga antikorupsi ditambah yaitu supervisi serta koordinasi kepada kepolisian dan kejaksaan maksudnya kedua lembaga tersebut dilibatkan pada proses penyidikan dan penuntutan. Saat itu pemerintah menunjuk 25 orang untuk menyiapkan draf Rancangan UU KPK untuk diajukan ke DPR, UU KPK memang lahir lewat usul pemerintah ke DPR. Pada 27 Desember 2002 DPR mengesahkan Rancangan UU KPK.28 Pemerintah melalui DPR sepakat untuk menerbitkan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN. Kemudian pada 2002, UU Nomor 28 tahun 1999 direvisi menjadi UU Nomor 30 Tahun 2002 mengenai pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Undang-Undang ini memberi titik cerah pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan terbentuknya sebuah lembaga independen yang bertugas memberantas

28 Tempo, KPK: Tak Lekang (Jakarta: Gramedia dan Tempo, 2013), 15-16.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 9

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

korupsi bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (Sebelumnya bernama Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi).29 Lalu sesuai dengan Keputusan Presiden saat itu Megawati Soekarno Putri tahun 2003 mengenai pembentukan Panitia untuk memilih para pimpinan KPK yang diketuai Romli Atmasasmita yang mempunyai tugas mengumumkan penerimaan dan melakukan pendaftaran, mengumumkan kepada masyarakat, Menyeleksi dan menentukan, menyampaikan, memberikan laporan yang berhubungan dengan calon pimpinan KPK. 30 Terinspirasi dari Komisi Independen Antikorupsi Hongkong (ICAC) maka pada tanggal 29 Desember 2003 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode I di Indonesia yang dipimpin pensiunan jenderal kepolisian Taufiequrrachman Ruki.31 Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.32 Lembaga anti korupsi ini lahir mengingat kepolisian dan kejaksaan dinilai masyarakat belum mampu untuk mengungkap kasus korupsi yang dikehendaki masyarakat. Kasus korupsi terkait dengan otoritas kekuasaan, sebagaimana yang diungkapkan Lord Acton bahwa “Kekuasaan cenderung melakukan korupsi dan kekuasaan absolut menjadikan korupsi yang absolut”33 sehingga sesuai Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagai dasar hukum untuk membentuk KPK yang diberi wewenang dan kekuasaan luar biasa antara lain mencekal, menyadap telepon, fotokopi, elektronik banking, menjalankan pembuktian terbalik, mengambil alih perkara korupsi jika polisi atau jaksa dianggap kurang berhasil dalam menangani suatu perkara korupsi.34 Menurut mantan pimpinan KPK periode dua Pak Haryono Umar menyatakan kasus-kasus korupsi di Indonesia sulit diberantas karena terdapat 5 hal yakni pertama adanya kesempatan/ niat/

29 KPK, Jalan Panjang Menuju KPTPK (Jakarta: KPK, 2010), iii. 30 Keppres no 73 Tahun 2003 31 Surdiasis, Yusron dan Mathari, 10 Tahun Reformasi, 202. 32 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. 33 A.L Rowse, Apa Guna Sejarah? (Depok: Komunitas Bambu, 2014), 142. 34 Winarta, Suara Rakyat, 223.

10 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

tekanan jabatan/ keserakahan dalam melihat permasalahan khususnya yang berkaitan dengan permasalahan suap dan gratifikasi, kedua sistem dan peraturan yang ada di Indonesia ini belum bagus untuk pencegahan anti korupsi bisa dianalogikan jika dalam gelas terdapat air yang kotor bila tidak dituang air yang bersih secara konsisten maka akan tetap kotor, ketiga adanya pandangan pembenaran atau berbakti kepada Negara maksudnya ada kasus tertentu yang harus ditutupi untuk kebaikan suatu Negara, keempat kemampuan pemimpin yang tidak baik, bisa dibayangkan jika pemimpinnya kotor bagaimana dengan anak buahnya, yang terakhir integritas pemimpinnya tidak ada.35 Menurut pakar sosiologi Satjipto Rahardjo menyatakan orang-orang yang terpilih memimpin KPK harus orang yang luar biasa karena korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, jadi harus dipilih yang “gendeng dan edan” dalam arti positif orang yang mempunyai tekad dan keberanian dalam memberantas korupsi.36 Panitia Seleksi KPK Periode I sesuai dengan Keputusan Presiden No 73 tahun 2003, para anggota panitia seleksi diketuai oleh Romli Atmasasmita, wakil ketua Abdul Gani dan Adnan Buyung Nasution, sekretaris Abdul Wahid, anggota Loebby Loeqman, Harkristuti, Andi Hamzah, Indriyanto Senoadji, Komarudin, Anshari Ritonga, Moegihardjo, Basri Arif, dan Todung Mulya Lubis.37 Lembaga ini terbentuk dari gabungan KPKPN (Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara) yang bertugas memeriksa dan mengawasi harta kekayaan pejabat negara dan TGTPK (Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) yang bertugas berburu koruptor Indonesia yang diduga bersembunyi baik di dalam maupun luar negeri.38 Ketua KPK yang pertama terpilih yakni Taufiequrachman Ruki dilantik tanggal 16 Desember 2003. Pada kesempatan itu Ketua KPK mengatakan KPK dibawah kepemimpinannya KPK sebagai katalisator bagi aparat dan institusi agar dapat tercipta sebuah tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Menurutnya pilar utama penciptaan pemerintahan yang bersih terletak pada transparansi,

35 Wawancara penulis dengan Haryono Umar (Mantan Pimpinan KPK periode II) di Gedung Inspektorat Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tanggal 12 Agustus 2014. 36 Kompas, 2 Desember 2003. 37 KPK, Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan (Jakarta, KPK, 2007). 38 Ria, KPK in Action, 47.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 11

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

akuntabilitas, dan partisipasi.39 Memang semua pilar harus saling bahu-membahu untuk mencegah adanya korupsi. Menurut Taufiequrachman Ruki mantan Ketua KPK periode 1 “Wajah hukum dan korupsi Negara Indonesia masih seperti yang dulu yakni belum ada perubahan yang berarti”40. Pertama sepanjang sistem perpolitikan di Indonesia masih Political High Cost41 tidak mungkin yang namanya korupsi akan hilang di Indonesia. Sebagai contoh kepala daerah yang ingin maju sebagai calon harus mengeluarkan biaya untuk kampanye sebesar 500 Juta sampai 1 Milyar. Maka seharusnya sistem perpolitikan di Indonesia harus dievaluasi. Kedua ketidakadilan sistem penggajian gaji presiden sebesar 65 juta padahal beban dan tanggung jawab yang dipegang sangat besar dan beresiko, hal ini merupakan peluang untuk melakukan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai serangkaian tugas yaitu42 a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi. e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara. Dalam melaksanakan tugas dan koordinasi sesuai Undang-Undang 30 tahun 2002, KPK berwenang untuk43: a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi. c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait. d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

39 Ria, KPK in Action, 48. 40 Wawancara Don Bosco Selamun kepada Taufiequrachman Ruki di Berita Satu. TV melalui https://www.youtube.com/watch?v=aGniH5L17DM diakses tanggal 31 Desember 2014 Pukul 10.00 WIB. 41 Berpolitik dengan menggunakan uang yang besar 42 Undang-Undang 30 Tahun 2002 Pasal 6. 43 Undang-Undang 30 Tahun 2002 Pasal 7.

12 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

2. Komisioner KPK Periode I

Adapun profil para pimpinan KPK periode I antara lain :

a. Taufiequrrahman Ruki (Ketua KPK) Taufiequrachman Ruki, lahir di Rangkasbitung, Banten, 18 Mei 1946, merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1971 dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Ruki meraih sarjana hukum (S-1) dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, tahun 1987.44 b. Tumpak Hatorangan Panggabean (Wakil Ketua) Pimpinan KPK periode I ini Lahir di Sanggau, Kalimantan Barat, pada 29 Juli 1943, dan menamatkan pendidikan di bidang hukum pada Universitas Tanjungpura Pontianak. Setelah menamatkan kuliah, Tumpak memilih mengabdi kepada negara dengan berkarier di Kejaksaan Agung pada 1973. Karier di kejaksaan antara lain pernah menjabat Kejaksaan Negeri (Kajari) Pangkalan Bun Kalteng (1991-1993), Asintel Kejati Sulteng (1993-1994), Kajari Dili (1994-1995), Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik Pada Jaksa Agung Muda Intelijen (1996-1997), Asintel Kejati DKI Jakarta (1997-

44 KPK melalui http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/profil-pimpinan/2003-2007 Diakses tanggal 25 Februari 2014 Pukul 01.56 WIB.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 13

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

1998), Wakajati Maluku (1998-1999), Kajati Maluku (1999-2000), Kajati Sulawesi Selatan (2000-2001) dan Sesjampidsus (2001-2003).45 c. Amien Sunaryadi (Wakil Ketua) Amien Sunaryadi yang lahir di Malang, 23 Januari 1960, adalah mantan Kepala Sub Direktorat Pengawasan Khusus Kelancaran Pembangunan pada Deputi Bidang Pengawasan Khusus Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).46 d. Sjahruddin Rasul (Wakil Ketua) Sebelum menjadi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sjahruddin Rasul menjabat Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Akuntabilitas BPKP. Pria kelahiran Padang, 17 Agustus 1943 ini mengawali karier sebagai Auditor pada Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (1967-1972). Kemudian pada 1972-1976 menjabat Kepala Perwakilan di Manado Pengawas Anggaran Negara, dan pada 1976 - 1983 menjabat Kepala Sub Direktorat Pengawasan Pendapatan dan Kas Negara. Pada 1983- 1994, lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran 1996 ini menjabat Direktur Pengawas Khusus Anggaran Negara dan Daerah. Tahun 1994-1996 menjabat Direktur Pengawasan Pelaksanaan Pajak Pada , dan pada 1996-2001 menjabat Deputi Pengawasan Pendapatan Negara dan Daerah. Sebelum terpilih menjadi anggota KPK, dia menjabat Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Akuntabilitas, BPKP (2001 - 2003) 3. Penindakan Kasus Korupsi pada KPK Periode I a. Kasus Korupsi di Komisi Pemilihan Umum dan percobaan penyuapan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) b. Kasus korupsi pengadaan helikopter MI-2 Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. c. Kasus korupsi Gubernur Kalimantan Timur pada sektor perkebunan dan kehutanan.

45 KPK melalui http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/profil-pimpinan/2003-2007 Diakses tanggal 25 Februari 2014 Pukul 01.56 WIB. 46 KPK melalui http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/profil-pimpinan/2003-2007 Diakses tanggal 25 Februari 2014 Pukul 01.56 WIB

14 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

d. Kasus Korupsi Pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran Pemerintah Kota Medan e. Kasus Korupsi Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Era Kabinet Gotong Royong f. Kasus Korupsi Dana Haji Kementrian Agama Pada Era Kabinet Gotong Royong g. Kasus Korupsi Dana Reboisasi Hutan Tanaman Industri di Kalimantan h. Kasus Korupsi Dana Keimigrasian di Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia i. Kasus Korupsi Kas Daerah Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah j. Kasus suap Vonnie Aneke Panambunan mantan Dirut PT Mahakam Diastar Internasional dan mantan Bupati Minahasa Utara Periode 2005-2008

Komisi Pemberantasan Korupsi Periode I (2007-2011) 1. Proses Pembentukan Panitia seleksi calon pimpinan KPK Periode 2007-2011 yang diketuai oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara saat itu Taufiq Effendi dan beranggotakan H.M Ritonga, Adi Andoyo, Komaruddin Hidayat, Andrinof Chaniago, Meuthia Gani Rochman, Yudi Latief, Felia Salim, Fajrul Falaakh, Hikmahanto Juwana, Achmad Santosa, Rhenald Khasali, Daniel Sparingga dan Syafii Maarif.47 Panitia seleksi berpedoman kepada rekam jejak, integritas, refleksi, makalah, kecocokan, termasuk saran masyarakat yang mengacu kepada undang- undang. Pansel ini memilih 10 nama yang diserahkan kepada presiden dan dari presiden diajukan ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan diantaranya Antasari Azhar (Direktur Penuntutan Umum Kejakgung), Amin Sunaryadi (Wakil Ketua KPK, periode 2003-2007), Bibit Samad Rianto (Rektor Universitas Bhayangkara Jaya), Chandra Hamzah (pengacara). Selanjutnya Haryono Ak (Kabiro Perencanaan dan Pengawasan BPKP), Iskandar Sonhaji (pengacara, koordinator Tim Hukum ICW), Marwan Effendi (Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejakgung), Muhammad Yasin (Direktur Litbang

47 Keppres No 9 Tahun 2007

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 15

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

KPK), Surachmin (Inspektur Pengawasan Kerugian Negara BPK), dan Waluyo (Deputi Bidang Pencegahan KPK).48 Uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) pemilihan lima pimpinan KPK periode II terindikasi ada muatan politis seperti proses penghitungan suara yang dilakukan dua putaran, jika merujuk pada UU 30 Tahun 2002 tentang KPK sebenarnya tidak ada mekanisme pemilihan dua putaran tetapi hanya pemilihan lima pimpinan KPK dan menetapkan satu orang ketua berdasarkan suara terbanyak, mekanisme pada periode sebelumnya menetapkan Ruki sebagai ketua KPK pada periode I. Bila mengacu kepada mekanisme sebelumnya seharusnya proses pemilihan pimpinan KPK berakhir di voting pertama, saat pemilihan pimpinan KPK periode II ditetapkan lima nama dan muncul yang seharusnya menjadi ketua dengan suara terbanyak adalah Chandra Hamzah (44 suara), kemudian disusul Antasari Azhar (37 suara), Bibit Samad Rianto (30 suara), Haryono Umar (30 suara) dan M. Jasin (30 suara), Tetapi karena muatan politis mekanisme voting yang seharusnya satu putaran di ubah menjadi dua putaran kemudian keluarlah hasil baru yang mengejutkan Antasari Azhar berada di urutan teratas dan berhasil menjadi ketua KPK dengan 41 suara kemudian Chandra Hamzah dengan 8 suara.49 Pada akhirnya Rabu 5 Desember 2007 Antasari Azhar terpilih sebagai Ketua KPK periode II 2007-2011 bersama empat Wakil Ketua KPK yakni Bibit Samad Rianto, Chandra Marta Hamzah, Mohammad Jasin dan Haryono Umar. 2. Komisioner KPK Periode II a. Antasari Azhar Lahir di , Bangka Belitung, pada 18 Maret 1953. Menlesaikan pendidikan dasar di SD Negeri I Belitung sebelum menyelesaikan pendidikan SMP dan SMA di Jakarta. Enam tahun di Jakarta, Antasari kembali ke Palembang ketika mengikuti jenjang perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Selama masa kuliah Antasari merupakan mahasiswa

48 Heru, Panitia Seleksi Anggota KPK serahkan 10 Nama kepada Presiden, melalui http://www.antaranews.com/berita/77244/panitia-seleksi-anggota-kpk-serahkan-10-nama-ke-presiden diakses tanggaal 1 Juni 2015 pukul 12.15 WIB. 49 Donie Malik melalui https://doniemalik.wordpress.com/2007/12/18/meneropong-kpk-jilid-ii-2/ diakses tanggal 1 April 2015 pukul 10.00 WIB.

16 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

yang gemar berorganisasi. Antasari pernah menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Hukum dan Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas Sriwijaya. Seusai menamatkan pendidikan strata satu, Antasari memilih untuk langsung mengabdi kepada negara. Dia bergabung dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional pada Departemen Kehakiman (kini Departemen Hukum dan HAM). Empat tahun di sana, Antasari bergabung dengan Kejaksaan. Di korps Adhyaksa ini, beliau mengabdi selama lebih dari dua puluh tahun dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung. Selama di Kejaksaan, Antasari mengikuti pelbagai pelatihan dan pendidikan, mulai dari pendidikan kedinasan seperti SPAMA, SPAMEN, dan SPATI, hingga pelatihan spesialisasi seperti spesialis subversi, korupsi, dan lingkungan hidup. Bapak dua orang anak ini pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan di luar negeri, yakni Commercial Law di New South Wales University Sidney pada 1996 dan Investigation For Environment Law, EPA, Melbourne pada 2000. Di tahun yang sama pula, beliau meraih gelar magister hukumnya di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Jakarta.50 b. Bibit Samad Rianto Lahir di Kediri, Jawa Timur pada 3 November 1945. Menyelesaikan masa sekolah di tanah kelahirannya, Bibit kemudian memilih untuk bergabung di Akademi Kepolisian dan lulus pada 1970. Berbagai posisi teritorial pernah dipimpinnya seperti Kapolres Jakarta Utara, Kapolres Jakarta Pusat, Wakapolda Jawa Timur, dan Kapolda Kalimantan Timur. Bibit pensiun dari kepolisian pada 15 Juli 2000 dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal. Atas jasa dan pengabdiannya selama bertugas, Bibit mendapatkan berbagai bintang jasa dan penghargaan. Di antaranya: Satya Lencana Kesetiaan, Satya Lencana Dwidya Sista, Bintang Bhayangkara Nararya, Bintang Yudha Dharma Nararya, Bintang Bhayangkara Pratama. Selepas pensiun dari kepolisian, Ketertarikan terhadap ilmu pengetahuan membuat Bibit kembali ke dunia kampus untuk mengambil gelar doktoral yang

50 http://nusantaranews.wordpress.com/2009/08/06/biografi-pemimpin-kpk-2007-2011/ diakses tanggal 1 April 2015 Pukul 15.30 WIB.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 17

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

akhirnya diperoleh pada 2002 di Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia Universitas Negeri Jakarta (UNJ).51 c. Chandra M. Hamzah Lahir di Jakarta, 25 Februari 1967, menamatkan pendidikan sarjana di tahun 1995 pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Selepas kuliah, pada 1998, semasa mahasiswa sempat menjadi komandan resimen mahasiswa dan Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia menggagas lahirnya Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Chandra memiliki sejumlah lisensi keahlian bidang hukum, yakni lisensi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, lisensi Konsultan Hukum Pajak, lisensi Konsultan Hukum Pasar Modal, dan lisensi Pengacara/Penasihat Hukum/Advokat. Pimpinan KPK termuda ini pernah bekerja di YLBHI sebagai asisten pembela umum. Serta sebagai staf hukum PT Unelec Indonesia (UNINDO). Setelah itu, Chandra memulai karier pengacara pada sejumlah firma hukum. Beberapa di antaranya adalah pada firma hukum Erman Radjaguguk & Associates, partner pada firma hukum Hamzah Tota Mulia, pengacara senior pada firma hukum Lubis Ganie Surowidjojo, dan partner pada Assegaf Hamzah & Partners. Sebelum berkiprah di KPK, Chandra juga sempat berkutat dalam kegiatan memberantas korupsi saat menjadi anggota Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada 2000-2001. d. Mochammad Jasin Lahir di Blitar, 14 Juni 1958, bapak dua anak ini menyelesaikan pendidikan sarjana jurusan Administrasi Negara di Universitas Brawijaya Malang pada 1984. Lima tahun kemudian, Mochamad Jasin berhasil merampungkan gelar master bidang bisnis manajemen di Technological University of The Philippines, Manila. Gelar doktor di bidang yang sama diraihnya dari Adamson University, Manila, Filipina. Jasin memulai karier sebagai staf Departemen Perindustrian. Kariernya terus berlanjut hingga menduduki posisi Pembantu Asisten pada Asmenko IV bidang pengembangan wilayah kantor Menteri Koordinator bidang Produksi dan

51 Wawancara penulis dengan Bibit Samad Rianto (Mantan Pimpinan KPK periode II) di Kediaman Beliau di Griya Kencana I, Ciledug, Kota Tangerang. Tanggal 11 April 2015.

18 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

Distribusi. Setelah itu menjabat Pembantu Asisten urusan kebijaksanaan pengawasan pembangunan kantor Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan. Pada 2000, ketika Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) terbentuk, Jasin didapuk menjadi Kepala Biro Perencanaan. Setelah KPKPN dibubarkan dan terbentuk KPK, Jasin hijrah dan menjabat Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Sebelum menduduki kursi Wakil Pimpinan KPK bidang pencegahan, beliau adalah Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK, yang aktif mengikuti pendidikan dan pelatihan. e. Haryono Umar Haryono Umar lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, pada 8 September 1960. Sebelumnya, lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini mendapatkan gelar master of science di Bidang Akuntansi dari University of Houston, Texas, Amerika Serikat, pada 1993. Kemudian meraih gelar doktoral di Bidang Ekonomi Akuntansi dari Universitas Padjadjaran Bandung pada 2005. Sebelum berkiprah di KPK, Haryono mengabdi pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 23 tahun lamanya dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Biro Perencanaan. Selain itu, Haryono aktif di organisasi keprofesian dan pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Sektor Publlik. Haryono juga tergolong orang yang rajin menyebarkan ilmunya melalui berbagai publikasi, baik dalam bentuk buku, modul, maupun kajian. Keahliannya dalam pemberantasan korupsi semakin mendalam setelah mengikuti pelatihan fraud yang diadakan Price Waterhouse Coopers dan Jim Petro Auditor Office, keduanya dari Amerika Serikat. Haryono mendalami pembentukan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih melalui berbagai pelatihan. Haryono menjadi sebagai Wakil Ketua KPK yang mengurusi bidang pencegahan serta bidang pengawasan internal dan pengaduan masyarakat. 3. Penindakan Kasus Korupsi KPK Periode II a. Kasus suap anggaran program stimulus Departemen Perhubungan b. Kasus suap alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan, Riau.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 19

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

c. Kasus Korupsi aliran dana Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) d. Kasus korupsi Bupati Brebes mengenai pengadaan tanah untuk perluasan pasar Brebes. e. Kasus korupsi pengadaan alat penanggulangan kebakaran oleh Ketua Otoritas Batam f. Kasus korupsi Walikota Manado periode 2005-2010 g. Kasus korupsi di Kementrian Sosial h. Kasus suap Jaksa di Kejaksaan Agung i. Kasus suap Jaksa di Kejaksaan Negeri Tangerang

Konflik dalam Lembaga KPK Dalam perjalanannya KPK sering dihadapkan pada konflik-konflik tertentu yang membuat lembaga ini semakin kuat karena permasalahannya. Sebuah lembaga antikorupsi yang perannya selalu dilemahkan ternyata adalah fenomena yang lazim di negara-negara dengan kategori korup. "Sangat lumrah sebenarnya apa yang terjadi dengan KPK di Indonesia ini. Badan antikorupsi diserang oleh parlemen atau partai politik itu lumrah terjadi di negara-negara korup," ujar mantan komisioner Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hong Kong Tony Kwok dalam perbincangan dengan detikcom, di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jaksel. Dia mencontohkan di Hong Kong, pemerintah memberikan dukungan penuh kepada ICAC untuk melakukan penyidikan kasus korupsi di sektor manapun termasuk yang ada di kepolisian. Campur tangan pemerintah Hong Kong, yang mendukung ICAC berhasil membuat kepolisian di wilayah itu mereformasi diri. "Begitu juga dengan KPK Indonesia, seharusnya dia mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah dan parlemen," ujar Tony.52 Wacana pembubaran komisi juga terus menerus datang dari pihak yang sangat tidak menyukai KPK. Hal ini wajar karena hal yang sama juga terjadi di Negara lain contohnya Ketua Komisi Kejahatan Finansial Nigeria Nuhu

52 Fajar Pratama melalui http://news.detik.com/read/2015/02/10/064510/2828288/10/lumrah-di- negara-korup-lembaga-antikorupsi-jadi-musuh-bersama diakses tanggal 12 Februari 2015 Pukul 16.30 WIB.

20 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

Rihadu mendapat ancaman pembunuhan sehingga membuat dia melarikan diri ke United Kingdom.53 Menurut Haryono Umar pimpinan KPK Periode II adanya konflik dalam lembaga ini karena penyidik-penyidik KPK selain dari sipil juga berasal dari kepolisian dan kejaksaan, maka setiap instansi ingin menunjukkan eksistensinya masing-masing yang membuat kinerja lembaga ini kadang berjalan buruk. Hal ini ditambahkan oleh Bibit justru anggota polisi yang menjadi penyidik di KPK berseteru dengan satuan induknya.54 Pada KPK periode II tekanan kekuatan politik lebih keras seperti fitnah adalah salah satu serangan balik untuk upaya pelemahan KPK.55 Masalah krusial dan merusak reputasi KPK saat pihak kepolisian menetapkan Ketua KPK Antasari Azhar sebagai tersangka pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen yang merupakan Direktur Utama PT. Putra Rajawali Banjaran di Perumahan Modernland Kota Tangerang, pada Sabtu 14 Maret 2009 Polisi menuduh Antasari sebagai aktor intelektual kasus ini, bersama Antasari ada tersangka lain seorang perwira menengah kepolisian Komisaris Besar Williardi Wizar (Kapolres Jakarta Selatan saat itu), Sigid Haryo Wibisono yang merupakan Komisaris Utama Harian Merdeka, bersama mereka ada seorang pengusaha dan juga Sembilan eksekutor yang bertugas menembak Nasruddin. Antasari pun membantah telah menjadi aktor intelektual pembunuhan tersebut, dia memberikan keganjilan-keganjilan dari saksi Williardi Wizar yang diperintah oleh atasannya agar membidik Antasari sebagai tersangka, lalu ada pemeriksaan terhadap peluru tetapi taka da pemeriksaan pada mobil korban, ada perbedaan dalam putusan di Pengadilan Negeri Tangerang penganjurnya Edo dan Hendrikus namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah Sigid Haryo da Wiliardi Wizar.56 Padahal saat itu aktivis antikorupsi mengkritisi kehadiran Antasari yang ikut dalam pemilihan pemimpin KPK, mereka sampai

53 Febridiansyah, “Bubarkan KPK”, Desain Hukum, 2011. 54 Wawancara penulis dengan Bibit Samad Rianto (Mantan Pimpinan KPK periode II) di Kediaman Beliau di Griya Kencana I, Ciledug, Kota Tangerang. Tanggal 11 April 2015. 55 Wawancara penulis dengan Haryono Umar (Mantan Pimpinan KPK periode II) di Gedung Inspektorat Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tanggal 12 Agustus 2014. 56 Tofik Pram, Antasari Azhar: Saya Dikorbankan (Jakarta: Imania, 2014), 21-22.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 21

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

berdemonstrasi untuk memprotes hal itu saat pemilihan pimpinan KPK oleh DPR di ruang sidang Komisi III (Hukum).57 Setelah penahanan Antasari Azhar KPK mulai dihadapkan kepada masalah baru yakni kriminalisasi Bibit Samad rianto dan Chandra Hamzah dalam kasus No 46/ Pid/ Prap/ 2009/ PN.Jkt.Sel., terungkap fakta-fakta bahwa awal mula kasus kriminalisasi Bibit dan Chandra disebabkan adanya laporan dari Antasari Azhar. Bibit dan Chandra ditahan di markas Brigade Mobil Kepolisian di Kelapa Dua Depok karena melakukan penyalahgunaan wewenang dengan bertemu tersangka Anggoro Widjojojo dan melakukan pencekalan terhadap adik Anggoro yaitu Anggodo. Mengenai kasus ini Bibit menyatakan tidak benar semua yang dikatakan Antasari Azhar dan tuduhannya kepadanya. Belum puasnya masyarakat terhadap kinerja KPK merupakan pekerjaan rumah bagi KPK agar melaksanakan tugasnya untuk lebih baik. Memang ada bebarapa faktor belum puasnya masyarakat. Pertama, kasus-kasus yang ditangani KPK belum pada kategori big fish (kakap). Dari 55 kasus yang diputus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, sebagian besar nilai kerugian masih pada interval Rp 1-20 miliar (51 persen). Sedangkan nilai kerugian negara di atas Rp 100 miliar hanya berkisar 7 persen dari kasus yang ditangani (ICW, 2007). Kasus-kasus tersebut baru melibatkan pegawai, kontraktor swasta, komisioner, mantan menteri, bupati, dan gubernur. KPK belum menghadapkan orang-orang kunci yang berada di wilayah rawan korupsi, seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, politisi di Dewan Perwakilan Rakyat, lingkungan kepresidenan dan kalangan eksekutif (kabinet), artinya masih terdapat kasus tebang pilih mungkin karena kurang kuatnya bukti-bukti yang didapat sehingga persepsi masyarakat kurang puas terhadap kinerja KPK. Kedua, kemampuan KPK menindaklanjuti penuntutan kasus korupsi dengan rekomendasi perubahan sistem pengelolaan administrasi kelembagaan (institutional reform) belum dilakukan. Seperti ditegaskan dalam UU 30/2002 tentang KPK, Seharusnya, KPK memberikan rekomendasi terhadap sistem pengelolaan administrasi sebagai lesson learned dari penuntutan kasus korupsi yang dilakukan KPK di Komisi Pemilihan Umum, Departemen Kelautan dan Perikanan,

57 Wawancara penulis dengan Bibit Samad Rianto (Mantan Pimpinan KPK periode II) di Kediaman Beliau di Griya Kencana I, Ciledug, Kota Tangerang. Tanggal 11 April 2015.

22 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

maupun Pemerintah Daerah Aceh. Ketiga, KPK masih dianggap belum agresif meminta laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). Terhadap munculnya kecurigaan atas harta sejumlah pejabat, juga belum ada tindak lanjut. Keempat, wewenang pengambilalihan penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang ditangani kepolisian, kejaksaan dan Tim Tindak Pidana Korupsi belum optimal walaupun alasan pengambilalihan sangatlah kuat. Apabila peran ini dilakukan, maka tidak hanya menyelamatkan proses penanganan kasus korupsi itu sendiri, akan tetapi memotivasi polisi dan jaksa agar bersungguh-sungguh dalam penanganannya.58 Contoh Kasus-kasus inilah yang menurut mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono termasuk kedalam 8 wilayah korupsi yakni pendapatan daerah, belanja negara, hubungan pejabat dan pengusaha, bisnis peabat terkait APBN/ APBD, pengadaan barang, pajak bea cukai, pendaftaran pegawai dan pengurusan perizinan. Menurut SBY jika kita menyerah pada korupsi maka masa depan akan gelap.59 Menurut pengamat hukum JE Sahetapy menyatakan “Zachte heelmester maken stinkende wonden” (tabib yang lemah lembut membuat luka makin berbau busuk dan borok) maka presiden suatu negara harus yang tegas dan berhenti dengan pidato yang hanya pencitraan jika ada masalah yang berbenturan antara aparat penegak hukum.60 Yang paling penting dalam penanganan kasus korupsi menurut pengamat ekonomi Kwik Kian Gie adalah memperbaiki akhlak, moral dan tata manusia Indonesia. Ini merupakan proses yang sangat panjang bahkan memakan beberapa generasi.61

Penutup Kasus-kasus korupsi yang selama ini terjadi memang melibatkan tiga lembaga yang berwenang melakukan penyidikan yakni Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hadirnya KPK di Indonesia faktanya membawa keuntungan yang banyak bagi kelangsungan masa depan Republik Indonesia. Lembaga antirasuah ini merupakan solusi belum bersihnya lembaga kepolisian dan

58 Mantan anggota Pansel KPK, Tantangan KPK Jilid II, (Jakarta: Tempo, Selasa, 22 Januari 2008), melalui http://www.tempo.co/read/kolom/2008/01/22/1/Tantangan-Pimpinan-KPK-Jilid-II diakses tanggal 26 Februari 2014 Pukul 7.15 WIB. 59 Kompas 10 Desember 2008 60 Kompas, 23 November 2010 61 Kwik Kian Gie, Pikiran Yang Terkorupsi (Jakarta: Kompas, 2006), 12.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 23

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

kejaksaan dari korupsi, maka KPK tepat membongkar kasus korupsi untuk seluruh Indonesia, mengingat korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Integritas moral penegak hukum dan masyarakat tidak semuanya baik. Terutama mereka yang berada dalam pekerjaan yang berhubungan dengan peredaran uang yang tinggi selisihnya dari pendapatan mereka yang besar. Tentu ini merupakan pengaruh terhadap integritas moral mereka. Walaupun semula menjadi orang yang idealis tetapi bila masuk ke dalam suatu sistem tertentu akan tereduksi secara perlahan-lahan. Sistem yang buruk tentu harus diganti yang bersih dari pimpinan- pimpinannya, Bagai Ungkapan Jepang “Ikan itu busuk dari kepalanya” maka jika ingin anggota-anggota lembaga yang ada di Indonesia ini bersih maka bersihkan dulu pimpinannya. Keberadaan lokasi rawan korupsi di institusi penegak hukum adalah pada tempat-tempat yang dapat menentukan nasib seseorang yang terkait dengan kepentingannya. Diantaranya penyidikan, penuntutan, pengadilan, termasuk pembelaan, pembinaan karir, pengadaan dan penganggaran. Orang-orang yang memiliki integritas moral yang bagus biasanya tersingkir atau tidak dapat berkembang. Pejabat yang bisa diajak kompromi akan terus menjabat dan memimpin maka kegiatan korupsi akan berlanjut terus dan makin kronis. Hadirnya KPK tentu diekspektasikan akan bisa menghentikan laju korupsi dan memberi pelajaran terhadap koruptor. Korupsi yang dilakukan koruptor itu dapat membunuh secara perlahan masa depan bangsa ini. Sehingga lembaga ini setidaknya bisa melakukan lima macam kontrol yakni Pengendalian diri dari setiap petugas penegak hukum, Pengawasan internal maksudnya melakukan pengawasan di dalam lembaga-lembaga di Indonesia yang didasarkan pada Standard Operating Procedure (SOP), Audit Internal yang diartikan sebagai membandingkan antara rencana dengan yang telah dilaksanakan di lapangan kemudian proses pelaksanaan kegiatan dibandingkan dengan SOP berdasarkan dengan Undang-Undang, lalu pengawasan eksternal dalam arti Badan Pemeriksa yang harus memeriksa suatu lembaga tertentu (dari pihak luar), yang terakhir kemudian kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat baik dari pencari keadilan, lembaga swadaya masyarakat yang mengamati

24 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

kegiatan pejabat publik, maupun media massa baik media cetak, audio, televisi maupun internet yang mudah diakses masyarakat. Reformasi birokrasi di semua bidang pemerintahan tampaknya juga belum berjalan baik khususnya reformasi birokrasi di kepolisian dan kejaksaan, seperti kasus suap terhadap jaksa Dwi Seno dan Urip Tri Gunawan sangat mencoreng wajah petugas penegak hukum di Indonesia. Padahal aparat tersebut yang digunakan sebagai garda terdepan dalam pemberantasan kejahatan apapun termasuk korupsi, Sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI juga harus dibenahi sesuai dengan tingkat pekerjaan serta tanggung jawab yang berat tentu mendapatkan gaji yang besar. Misalkan gaji Presiden Republik Indonesia seharusnya setara dengan gaji Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara. Maka dari itu masyarakat yang baik pastinya enggan berurusan dengan penegak hukum justru masyarakat “hitam” seperti makelar kasus sangat erat hubungannya dengan penegak hukum. Delik pembuktian terbalik dan UU tindak Pidana Pencucian Uang bisa menjadi senjata ampuh dalam memberantas koruptor sehingga Lembaga kepolisian dan kejaksaan dapat bersinergi dan tidak ada kepentingan dalam menyelesaikan suatu kasus tertentu. Kondisi korupsi di Indonesia hingga kini masih memprihatinkan masih mewabah di segenap aspek kehidupan maka dibutuhkan orang yang serius dalam memberantas korupsi untuk memimpin KPK, korupsi juga dikatakan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) maka dibutuhkan juga Undang-Undang yang luar biasa seperti misalkan pemberian hak imunitas khusus bagi pimpinan KPK agar tidak terjadi kriminalisasi dalam upaya pelemahan KPK. Sehingga muncul suatu ungkapan jangan sampai memilih penjahat menjadi pejabat.

Daftar Pustaka Arsip Undang-Undang No 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi. Keputusan Presiden No 73 Tahun 2003 mengenai Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi periode I. Keputusan Presiden No 9 Tahun 2007 mengenai Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan korupsi Periode II.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 25

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

Sumber Buku Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah, Tangerang: Logos Wacana Ilmu.. Gie, Kwik Kian. 2006. Pikiran Yang Terkorupsi, Jakarta: Kompas. Gootschalck, Louis. 1986. Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press. Hadi Soesastro dkk. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir 5 (1997-2005), Yogyakarta: Kanisius. Handoyo, Eko. 2013. Pendidikan Anti Korupsi, Yogyakarta: Ombak. Harsutejo. 2010. Kamus Kejahatan Orba: Cinta Tanah Air dan Bangsa, Depok: Komunitas Bambu. Hartanti, Evi. 2008. Tindak Pidana Korupsi: Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika. Ida, Laode. 2010. Negara Mafia, Yogyakarta: Galangpress. Jenkins, David. 2010. Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975- 1983, Depok: Komunitas Bambu. Kaligis, OC. 2011. Korupsi Bibit-Chandra: cetakan ke-6, Jakarta: Indonesia Against Injustice. KPK. 2010. Jalan Panjang menuju KPTPK, Jakarta: KPK. KPK. 2012. Laporan Tahunan KPK Tahun 2012, Jakarta: KPK. KPK. 2007. Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan, Jakarta: KPK Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Lubis, Mochtar. 2008. Manusia Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Marwan Batubara. 2008. Skandal BLBI: Ramai-Ramai Merampok Negara, Tanpa Keterangan Tempat: Haekal Media Center Mas’oed, Mohtar. 1989. Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971, Jakarta: LP3ES. McWalters, Ian. 2006. Memerangi Korupsi: Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia, Surabaya: Jawa Pos Books. Poespoprodjo, W. 1987. Subjektivitas Dalam Historiografi: Suatu Analisis Kritis Validitas Metode Subjektiv - Objektif Dalam Ilmu Sejarah, Bandung: Remadja Karya. Pope, Jeremy. 2007. Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional (terj), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan TII. Pram, Tofik. 2014. Antasari Azhar: Saya Dikorbankan, Jakarta: Imania. Ria, Diana. 2010. KPK in Action, Bogor: Penebar Swadaya. Rianto, Bibit Samad dan Nurlis E. Meuko. 2009. Koruptor Go To Hell: Mengupas Anatomi Korupsi Indonesia, Jakarta: Hikmah Mizan. Ricklefs, MC. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Terj) (Cet ke-3), Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

26 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

Robison, Richard. 2012. Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, Depok: Komunitas Bambu. Rowse, A.L. 2014. Apa Guna Sejarah?, Depok: Komunitas Bambu. Siahaan, Monang. 2014. Perjalanan Komisi Pemberantasan Korupsi Penuh Onak Duri, Jakarta: Gramedia. Surdiasis, Fransiskus, Ulin Ni’am yusron dan Rusdi Mathari. 2008. 10 Tahun Reformasi Bakti Untuk Indonesia: Enam Ikon Pembawa Tradisi Baru. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Taufik Abdullah dkk. 2003. Krisis Masa Kini dan Orde Baru, Jakarta: YOI. Tim Kompas. 2005. Jihad Melawan Korupsi, Editor: HCB Darmawan dan Al Soni BL de Rosari, Jakarta: Kompas.. Tempo. 2013. KPK: Tak Lekang, Jakarta: Gramedia dan Tempo. Wardaya, Baskara T. 2008. Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto, Yogyakarta: Galang Press. Winarta, Frans H. 2009. Suara Rakyat Hukum Tertinggi, Jakarta: Kompas.

Sumber Internet Donie Malik melalui https://doniemalik.wordpress.com/2007/12/18/meneropong-kpk-jilid- ii-2/ diakses tanggal 1 April 2015 pukul 10.00 WIB. Emerson Yuntho, Mengambil Alih Kasus Korupsi, ( Jakarta: Republika, 27 Maret 2006), melalui http://www.antikorupsi.org/id/content/mengambil-alih-kasus-korupsi diakses tanggal 19 Maret 2014, Pukul 10.42 WIB. KPK melalui http://acch.kpk.go.id/pnd_kk_hendyboedoro, diakses tanggal 12 Agustus 2014 Pukul 15.00 WIB. Mantan anggota Pansel KPK, Tempo, Tantangan KPK Jilid II, Selasa, 22 Januari 2008 | 17:53 WIB. Marlen Sitompul. Tangkap Suap Kelas Teri KPK Langgar Undang-Undang, melalui http://nasional.inilah.com/read/detail/2014559/tangkap-suap-kelas-teri-kpk-langgar- uu diakses tanggal 10 Juni 2014, Pukul 11.00 WIB. Wawancara Don Bosco Selamun kepada Taufiequrachman Ruki di Berita Satu.TV melalui https://www.youtube.com/watch?v=aGniH5L17DM diakses tanggal 31 Desember 2014 Pukul 10.00 WIB. www. KPK. Go. Id. www.suara pembaruan.com/news2005/09/12 diakses tanggal 18 Februari 2014 Pukul 09.05 WIB.

Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247 | 27

Febry Satya Wibawa Hussein Tinjauan Sejarah dan Dinamika Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia pada Periode I dan II (2003-2011)

Sumber Koran Kompas 12 Mei 2007 Kompas, 11 September 2007 Kompas, 4 Januari 2008. Kompas, 9 Mei 2008. Kompas, 30 Oktober 2008 Kompas, 31 Oktober 2008. Kompas 10 Desember 2008. Kompas, 23 November 2010.

Wawancara Bibit Samad Rianto (Mantan Pimpinan KPK periode II) di Griya Kencana I, Ciledug, Kota Tangerang. Tanggal 11 April 2015. Haryono Umar (Mantan Pimpinan KPK periode II) di Gedung Inspektorat Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tanggal 12 Agustus 2014.

28 | Khazanah: Jurnal Edukasi; Volume 2, Nomor 1, Maret 2020 p-ISSN: 2657-2265, e-ISSN: 2685-6247