Analisis Implementasi Alokasi Dana Desa Pada Kota Lhokseumawe Tahun 2015 T
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Analisis Implementasi Alokasi Dana Desa Pada Kota Lhokseumawe Tahun 2015 T. Fakhrial Dani, Edi Suhaimi, T. Angga Maulana ANALISIS IMPLEMENTASI ALOKASI DANA DESA PADA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2015 Abstract T. Fakhrial Dani UU No. 6/ 2014 about village (Desa) and PP R.I No. Staf Pengajar Politeknik Negeri 22/2015 about Village Money (Dana Desa/DD) which is Lhokseumawe funded by APBN, it could be positively in improving E-mail: [email protected] village development for getting infrastructure more better and contributing national economy impact. Edi Suhaimi Detailed of DD for each districts should be allocate Staf Pengajar Universitas Malikussaleh through fairness based on basic allocation and formula Lhokseumawe allocation, that counted by number of people, number of E-mail: [email protected] poverty, size of village and geographic reached index that distribute in phase one and two about 40% and T. Angga Maulana phase three about 20%. Descriptive analytic through primer and secondary data used to gain the Politeknik Negeri understanding of DD allocation for each sub district and Lhokseumawe dused to get the barriers of distribution phenomena in E-mail: [email protected] Lhokseumawe 2015. Lhokseumawe, one of districts in Aceh Province that covered 68 villages just got village money (DD) about 1.14% from Aceh Total. Detailed DD that received for 4 sub districts in Lhokseumawe, since Keywords: the largest to smallest, Blang Mangat, Banda Sakti, Village money, basic and formula allocation, Muara Dua and Muara Satu. Caused, Blang Mangat has disbursement 22 villages (dominant) compare than other components such as number of poverty, hardly index to reach the village, number of people and large of village. Transfer of Village money absolutely received lately by village authority in every phase. It caused by transfer lately from central/region government and also the complexity of documents disbursement in the first of village money national program. Due to the victorious goal of disbursement village money (DD), in the future transfer for village should be on time as UU said as well, and the villagers can use it as their initial action plan and also government should provide assistance by coming to each village for document disbursement and responsibility. JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK 49 Volume 3 Nomor 1, Mei 2016 ISSN. 2442-7411 Analisis Implementasi Alokasi Dana Desa Pada Kota Lhokseumawe Tahun 2015 T. Fakhrial Dani, Edi Suhaimi, T. Angga Maulana PENDAHULUAN Eksistensi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta berlakunya UU No. 6/2014 tentang Desa, PP RI No. 22/ 2015 Tentang Dana Desa, membawa nuansa positif bagi desa agar proses pembangunan menuju ke arah yang lebih baik melalui pembangunan infrastruktur desa sehingga ekonomi desa bergerak cepat dan berkontribusi dalam ekonomi nasional. Dana desa merupakan dana APBN yang diperuntukan bagi desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Ketentuan penting yang harus dipatuhi oleh setiap desa penerima Alokasi Dana Desa (ADD) adalah memasukkan dana tersebut ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Hal ini dimaksudkan agar pertanggungjawaban ADD menyatu dengan pertanggungjawaban APBDes. Melalui mekanisme ini, pertanggungjawaban keuangan ADD dapat terjamin, karena APBDes ditetapkan dengan Qanun dan wajib dipertanggungjawabkan setiap akhir tahun anggaran sesuai ketentuan pengelolaan keuangan negara. Rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota dialokasikan secara berkeadilan berdasarkan alokasi dasar dan alokasi yang dihitung dengan memperhatikan 4 (empat) komponen, yaitu : jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis desa. Data jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, dan luas wilayah desa bersumber dari kementerian yang berwenang dan/atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik. Sedangkan indeks kesulitan geografis desa disusun dan ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan data dari lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik. Provinsi Aceh memperoleh ADD tahun anggaran 2015 sekitar Rp. 1,7 Triliun dimana sekitar Rp. 19,5 Miliar dialokasikan untuk Kota Lhokseumawe. Melalui ADD, pemerintah berkeyakinan bahwa pembangunan bottom up yang diinisiasi dari desa akan menstimulasi ekonomi desa untuk bergerak cepat, daya beli masyarakat meningkat, perdagangan meningkat dan industri rumahan desa berkembang. Sehingga, hal ini akan ikut mendorong gerak ekonomi di perkotaan dan selanjutnya berkontribusi pula mempercepat proses pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini mencoba menganalisis implementasi alokasi dana desa di Kota Lhokseumawe. TINJAUAN TEORITIS Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa memuat bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK 50 Volume 3 Nomor 1, Mei 2016 ISSN. 2442-7411 Analisis Implementasi Alokasi Dana Desa Pada Kota Lhokseumawe Tahun 2015 T. Fakhrial Dani, Edi Suhaimi, T. Angga Maulana memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI. Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2014, memuat beberapa ketentuan, yaitu: • Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa pemerintah dapat memprakarsai pembentukan desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional, ayat (2) prakarsa pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait, ayat (3) usul prakarsa pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri. • Pasal 4, pembentukan desa oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat berupa pemekaran dari 1 (satu) desa menjadi 2 (dua) desa atau lebih; atau penggabungan bagian desa dari desa yang bersanding menjadi 1 (satu) desa atau penggabungan beberapa desa menjadi 1 (satu) desa baru. • Pasal 5 ayat (1) usul prakarsa pembentukan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dibahas oleh Menteri bersama-sama dengan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian pemrakarsa serta pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Pada ayat (2), dalam melakukan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat meminta pertimbangan dari menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait. Ayat (3), dalam hal hasil pembahasan usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati untuk membentuk desa, Menteri menerbitkan keputusan persetujuan pembentukan desa. Ayat (4), keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditindaklanjuti oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota dengan menetapkannya dalam peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan desa. Selanjutnya, pada ayat (5), Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah ditetapkan oleh bupati/walikota dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Keputusan Menteri. Eko (2015:85) menyatakan “Desa merupakan wadah kolektif dalam bernegara dan bermasyarakat. Pertama, desa menjadi basis identitas dan basis sosial atau menjadi basis memupuk modal sosial, yakni memupuk tradisi solidaritas, kerjasama, swadaya, gotong royong secara inklusif yang melampaui batas- batas eksklusif seperti kekerabatan, suku, agama, aliran atau sejenisnya. Kedua, desa memiliki kekuasaan dan berpemerintahan, yang di dalamnya mengandung otoritas (kewenangan) dan akuntabilitas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat”. JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK 51 Volume 3 Nomor 1, Mei 2016 ISSN. 2442-7411 Analisis Implementasi Alokasi Dana Desa Pada Kota Lhokseumawe Tahun 2015 T. Fakhrial Dani, Edi Suhaimi, T. Angga Maulana Pemerintah desa berperan sebagai pembina, pengayom, dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Penyelenggaraaan pemerintahan desa merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan nasional, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Dalam UU No. 6/2014 juga tersebutkan bahwa “Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa”. Lebih lanjut, dalam UU tersebut juta tertuang bahwa fungsi pemerintah desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Silahudin (2015:29) mendefinisikan pemerintah desa merupakan kepala desa serta perangkatnya yang bisa mengelola sumberdaya desa untuk kebutuhan masyarakat, merumuskan dengan baik kebutuhan masyarakat dan membuat perencanaan desa yang baik dengan ketentuan skala prioritas, meningkatkan kemampuan mengimplementasikan peraturan UU Desa secara baik dan turunannya, serta mengelola keuangan desa dengan prinsip partisipatif, transparan dan akuntabel. UU No. 6/2014, Pasal 18 Tentang Kewenangan Desa yang meliputi kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. Hal yang sama juga