PAWANG DALAM SENI PERTUNJUKAN JARANAN DI DESA SRANTEN KECAMATAN KARANGGEDEKABUPATEN BOYOLALI

SKRIPSI

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh Nama : Hesti Wijayanti NIM : 2501411063 Program Studi : Pendidikan Seni Tari Jurusan : Pendidikan Sendratasik

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

i ii iii iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

1. Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua. (Aristoteles)

2. Hanya kebodohan meremehkan pendidikan. (P.Syrus)

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Kedua orang tua saya Bapak Sukis

dan Ibu Sri Mulyani, Sumarni, Dwi

Winarsih, Aji Kurniawan Raharjo,

Heri Purnomo, teman saya Famggi

Nino Nur Arini dan Maghfirotika,

Teman-teman pendidikan seni tari

angkatan 2011.

v

PRAKATA

Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judulPawang Dalam Seni Pertunjukan Jaranan Di Desa Sranten

Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dengan baik.

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada.

1. Prof. Dr Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan kesempatan studi di Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS)

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

3. Dr. Udi Utomo, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Sendratasik, FBS

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada

peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Agus Cahyono, M.Hum., pembimbing yang telah memberikan bimbingan

dan pengarahan dalam skripsi ini.

5. Drs.Indriyanto,M.Hum, pembimbing yang telah memberi bimbingan dan

pengarahan dalam skripsi ini.

6. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan Sendratasik yang telah memberikan

ilmunya kepada peneliti.

vi vii

SARI Wijayanti, Hesti.2016.Pawang Dalam Seni Pertunjukan Jaranan Di Desa Sranten Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali.Skripsi.Jurusan Pendidikan Sendratasik.Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing (I) Dr. Agus Cahyono, M.Hum, Pembimbing (II) Drs. Indriyanto, M.Hum Kata kunci:pawang, seni pertunjukan jaranan, aspek-aspek pertunjukan Seni pertunjukan jaranan identik dengan terjadinya kesurupan. Hal tersebut dikarenakan terdapat pawang yang mengatur jalannya seni pertunjukan jaranan. Latar belakang dalam Penelitian ini peneliti memilih pawang sebagai pusat dari penelitian, dikarenakan masih terdapat minat untuk mendalami hal-hal yang bersifat spiritual dan juga masih banyak yang belum tahu proses menjadi pawang. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pawang dalam seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dengan kajian pokok, aspek-aspek apa saja yang ada pada seni pertunjukan jaranan, bagaimana peranan pawang dalam seni pertunjukan jaranan dan bagaimana proses menjadi pawang pada seni pertunjukan jaranan. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi dan memperluas pengetahuan bagi calon pawang, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya, dan dapat memberikan informasi tentang keberadaan seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten agar dapat mengenal dan melestarikan seni pertunjukan jaranan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan etnometodologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, teknik wawancara dan teknik dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa aspek-aspek yang ada dalam seni pertunjukan jaranan yaitu: sebelum pertunjukan (ritual dan mantra, persiapan penari dan pawang, persiapan perlengkapan, sesaji dan pelaku), saat pertunjukan (gerak, iringan, tata rias dan busana, kesurupan, atraksi, ritual dan mantra, peran pawang) dan sesudah pertunjukan (ritual dan mantra). Peranan pawang yaitu menyadarkan penari yang kesurupan dan mengatur jalannya pertunjukan.Lelaku pawang dari trah keturunan harus berani menjalankan dasar- dasar yang berhubungan dengan gaib. Proses menjadi pawang dapat dilakukan dengan berkunjung kerumah pawang atau guru. Proses menjadi pawang juga harus menaati semua peraturan dan persyaratan yang diberikan pawang kepada calon pawang. pawang juga harus mengerti bahasa sandi yang digunakan penari saat kesurupan. Saran dari penelitian ini yaitu Perlu adanya generasi muda yang ikut terlibat pada saat pertunjukan, supaya generasi muda ikut melestarikan senipertunjukan jaranan yang didalam seni pertunjukan jaranan terdapat seorang pawang.

viii

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...... ii

PENGESAHAN KELULUSAN...... iii

PERNYATAAN...... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...... v

PRAKATA...... vi

SARI...... viii

DAFTAR ISI...... ix

DAFTAR BAGAN...... xiii

DAFTAR GAMBAR...... xiv

DAFTAR TABEL……………………………………………………………...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...... xvii

BAB I PENDAHULUAN...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah...... 1

1.2 Rumusan Masalah...... 4

1.3 Tujuan Penelitian...... 4

ix

x

1.4 Manfaat Penelitian...... 4

1.5 Sistematika Penelitian...... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS...... 6

2.1 Tinjauan Pustaka...... 6

2.2 Landasan Teoretis...... 7

2.2.1 Pawang...... 7

2.2.2 Upacara Ritual...... 9

2.2.3 Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan...... 12

2.2.4 Konsep Kesurupan...... 18

2.2.5 Kerangka Berfikir...... 21

BAB III METODE PENELITIAN...... 23

3.1 Pendekatan Penelitian...... 23

3.2 Lokasi Penelitian...... 24

3.3 Teknik Pengumpulan Data...... 25

3.3.1 Teknik Observasi...... 25

3.3.2 Teknik Wawancara...... 27

3.3.3 Teknik Dokumentasi...... 29

3.4 Teknik Analisis Data...... 30

x

xi

3.5 Teknik Keabsahan Data...... 31

3.5.1 Triangulasi Sumber...... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PERSEMBAHAN...... 32

4.1 Pawang Dalam Seni Pertunjukan Jaranan di Desa Sranten...... 32

4.1.1 Aspek-Aspek Dalam Seni Pertunjukan Jaranan...... 32

4.1.1.1 Seblum Pertunjukan...... 32

4.1.1.2 Saat Pertunjukan...... 34

4.1.1.2.1 Ritual dan Mantra...... 34

4.1.1.2.2 Ragam Gerak...... 35

4.1.1.2.3 Iringan...... 79

4.1.1.2.4 Tata Rias dan Busana...... 87

4.1.1.2.5 Atraksi...... 91

4.1.1.2.6 Peranan Pawang Dalam Seni Pertunjukan Jaranan...... 92

4.1.1.3 Sesudah Pertunjukan...... 103

4.1.2 Proses Menjadi Pawang...... 104

BAB V PENUTUP...... 111

5.1 Simpulan...... 111

xi

xii

5.2 Saran...... 114

DAFTAR PUSTAKA...... 115

LAMPIRAN...... 117

xii

xiii

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir...... 22

xiii

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Sesaji Pagar Gaib...... 34

Gambar 4.2 Pengrawit Mengiringi Penari...... 79

Gambar 4.3 Alat Rias...... 88

Gambar 4.4 Rias Wajah Penari Perempuan...... 89

Gambar 4.5 Rias Wajah Penari Laki-Laki...... 89

Gambar 4.6 Tata Busana Untuk Perempuan...... 90

Gambar 4.7 Tata Busana Untuk Laki-Laki...... 91

Gambar 4.8 Proses Pawang Memasukkan Makhluk Halus...... 94

Gambar 4.9 Atraksi Memecahkan Genting...... 95

Gambar 4.10 Penari Kesurupan Meminta Jaran Kepang dan Kemenyan...... 96

Gambar 4.11 Proses Pawang Mengeluarkan Makhluk Halus...... 96

Gambar 4.12 Atraksi Penari Memecahkan Lampu...... 97

Gambar 4.13 Penari yang Keserupan Memakan Kayu Bakar...... 98

Gambar 4.14 Penari yang Kesurupan Meminta Ikat Kepala...... 98

Gambar 4.15 Atraksi Menaiki Tubuh Penari...... 99

xiv

xv

Gambar 4.16 Atraksi Memecahkan Genting...... 101

Gambar 4.17 Atraksi Penari Jaranan Dilewati Sepeda Montor...... 101

Gmabar 4.18 Pawang Seni Pertunjukan Jaranan...... 107

xv

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Ragam Gerak Pada Babak Pertama...... 36

Tabel 4.2 Ragam Gerak Pada Babak Kedua...... 46

Tabel 4.3 Ragam Gerak Pada Babak keempat...... 60

Tabel 4.4 Unsur Gerak Kepala...... 76

Tabel 4.5 Unsur Gerak Tangan...... 76

Tabel 4.6 Unsur Gerak Kaki...... 77

Tabel 4.7 Unsur Gerak Badan...... 79

xvi

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian……………………………………………….117

Lampiran 2 Hasil Dokumentasi………………………………………………...120

Lampiran 3 Biodata Penulis…………………………………………………….124

Lampiran 4 Biodata Narasumber …………………………………...………….125

Lampiran 5 Surat Tugas Pembimbing…………………………………………..126

Lampiran 6 Surat Tugas Izin Penelitian………………………………………...127

Lampiran 7 Surat Tugas Panitia Ujian Sarjana…………………………………128

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten sebelumnya terdapat dua kelompok seni pertunjukan yang ada, yaitu kelompok seni pertunjukan Kudo

Taruno yang ada di Dukuh Karangbendo dan kelompok seni pertunjukan yang ada di Dukuh Kaworan. Seni pertunjukan di Dukuh Kaworan lambat laun mengalami penurunan, hal tersebut dikarenakan warga yang ada di Dukuh

Kaworan sudah banyak yang mulai bekerja. Seni pertunjukan di Dukuh Kaworan hanya bertahan selama 6 tahun. Seni pertunjukan jaranan Kudo Taruno walaupun awalnya hanya tingkat Dukuh sekarang sudah menjadi tingkat Desa. Seni pertunjukan Kudo Taruno lebih dikenal pada masyarakat di dalam Desa maupun di luar Desa dengan sebutan seni pertunjukan Desa Sranten. Walaupun tidak banyak yang tahu tentang nama kelompok seni pertunjukan jaranan tersebut tapi tidak menyurutkan para pawang dan penari yang ada untuk selalu tampil dan tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Seni pertunjukan jaranan terdapat hal yang sangat dinanti-nanti, yaitu ketika puncak dari seni pertunjukan jaranan berlangsung. Pada saat penari kemasukan roh halus maka tugas dari pawang adalah menyadarkannya kembali. Sebelum pemain sadar biasanya roh halus yang masuk kedalam tubuh penari jaranan meminta hal-hal yang tidak wajar, seperti meminta bunga, memakan pecahan kaca, meminta kelapa dan pernah juga ada kejadian penari yang kesurupan ada yang melarikan diri. Keadaan kerasukan ini menarik, karena peristiwa tersebut

1

2

merupakan bukti yang paling jelas dari adanya hubungan yang erat antara seni

pertunjukan jaranan dengan kepercayaan disuatu masyarakat. Masyarakat masih

percaya akan adanya roh halus yang ada pada suatu tempat yang dianggap sakral.

Seni pertunjukan jaranan yang identik dengan terjadi kesurupan dan atraksi- atraksi yang dilakukan oleh para penari-penari jaranan, membuat seni pertunjukan jaranan memiliki daya tarik tersendiri. Sebelum para penari-penari jaranan kesurupan terdapat juga proses pemanggilan roh halus yang dilakukan oleh pawang. Biasanya terdapat ritual yang akan dilakukan oleh pawang, terdapat juga sesaji untuk roh halus dan terdapat bacaan mantra-mantra yang dilakukan oleh pawang. Sesajijuga berfungsi untuk memancing para roh untuk hadir dalam seni pertunjukan jaranan dan ikut serta bergabung didalamnya. Hal tersebut membuat peranan pawang dalam seni pertunjukan jaranan sangat penting.

Pada seni pertunjukan jaranan dibutuhkan seorang pawang. Pawang di dalam seni pertunjukan jaranan memiliki fungsi untuk membantu kelancaran pada saat seni pertunjukan jaranan berlangsung. Biasanya pawang yang terlibat dalam seni pertunjukan jaranan lebih dari dua orang pawang. Dalam seni pertunjukan jaranan terdapat pawang yang paling kuat dan juga biasanya pawang yang lain hanya membantu tentang hal-hal yang ringan, karena kekuatanya untuk menyembuhkan tidak terlalu dalam dan tidak sembarangan orang bisa menjadi pawang. Terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi seorang pawang.

Pawang dalam seni pertunjukan jaranan merupakan pawang yang sudah terpilih, terlatih dan sudah dipercayai untuk mengatur jalannya seni pertunjukan jaranan.

3

pawang dalam seni pertunjukan jaranan dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang yang ingin tahu dibalik diri pawang sebenarnya terdapat hal yang menarik untuk diteliti atau bisa juga ditelusuri seperti apa perjalanan sebelum menjadi pawang. Tentunya semua hal tersebut berhubungan dengan kekuatan supranatural yang dimiliki oleh pawang tersebut. Kekuatan-kekuatan tersebut memiliki tingkatan yang berbeda-beda tergantung dengan diri seseorang tersebut dalam ketercapaian keberhasilannya dan juga seberapa tingkatan yang diinginkan, karena semakin tinggi tingkatannya akan terlihat semakin kuat.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti berupaya meneliti tentang

Pawang dan pawang dalam Seni Pertunjukan Jaranan Di Desa Sranten. Alasan mengapa peneliti memilih pawang sebagai pusat dari peneliti, dikarenakan lingkungan khususnya di Desa Sranten tidak jauh dari hal-hal mistis dan masih terdapat minat untuk mendalami lagi hal yang berbau spiritual. Melihat kenyataan yang terjadi, maka dari itu peneliti berharap dengan diadakannya penelitian tentang pawang dalam seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten Kecamatan

Karanggede Kabupaten Boyolali ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca agar mengetahui pawang yang sebenarnya.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. Bagaimana pawang dalam seni pertunjukan jaranan di Desa

Sranten Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dengan kajian pokok,

4

(1) Aspek apa saja yang ada pada seni pertunjukan jaranan?, (2) Bagaimana peranan pawang pada seni pertunjukan jaranan?, (3) Bagaimana proses menjadi pawang dalam seni pertunjukan jaranan?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Mendeskripsikan aspek yang ada pada seni pertunjukan jaranan. (2) Mendeskripsikanperanan pawang dalam seni pertunjukan jaranan. (3) Mendeskripsikan proses menjadi pawang dalam seni pertunjukan jaranan.

1.4Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini sebagai berikut. (1) Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi bagi para pembaca dan sebagai bahan referensi bagi para peneliti berikutnya. (2) Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dibidang seni tari.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut. (1) Bagi calon pawang semoga dapat menjadi salah satu informasi yang bermanfaat. (2) Bagi seorang pawang sendiri semoga dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk memperluas pengetahuan. (3) Bagi penonton yaitu dapat mengetahui tentang dibalik kehidupan seorang pawang dan dapat memperluas wawasan

5

mengenai diri pawang yang sesungguhnya. (4) Bagi masyarakat luas terutama bagi generasi muda, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang keberadaan seni pertunjukan jaranan, agar dapat mengenal dan melestarikan seni pertunjukan jaranan.

1.5 Sistematika Penulisan

Mengetahui garis besar isi penelitian ini maka terlebih dahulu peneliti akan menguraiakan secara singkat. Garis besar yang peneliti maksudkan adalah sebagai berikut. (1) Bagian ini berisi halaman judul. (2) Bagian isi: Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi. Bab II Tinjauan pustaka dan landasan teori: tinjauan pustaka, pawang, upacara ritual, aspek-aspek seni pertunjukan jaranan

(pelaku, gerak, iringan/ musik, tata busana, tata rias dan properti), konsep kesurupan dan kerangka berfikir. Bab III Metode penelitian: yang berisi tentang pendekatan penelitian, lokasi peneliti, teknik pengumpulan data, teknik keabsahan data dan teknik analisis data. Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan, yang mencangkup tentangaspek-aspek yang ada pada seni pertunjukan jaranan

(sebelum pertunjukan, saat pertunjukan dan sesudah pertunjukan), proses menjadi pawang. Bab V Berisi tentang kesimpulan-kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. (3) Bagian akhir: Bagian ini terdapat daftar pustaka yang berkaiatan dengan penelitian dan lampiran-lampiran yang memuat kelengkapan penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Pawang dan seni pertunjukan jaranan sudah banyak yang melakukan penelitian, yaitu diantaranya adalah: Asri Nofiana yang berjudul Peran Pawang

Dalam Kesenian Barongan Bimo Kurdo di Desa Todanan Kecamatan Todanan

Kabupaten Blora. Peran pawang dalam kesenian barongan Bimo Kurdo pada era

2000 masih kental akan suasana mistis, dalam pertunjukkannya terdapat trans sebagai akibat pemanggilan roh oleh seorang pawang. Akan tetapi pada era 2004 pawang sudah berubah fungsi dan sudah tidak lagi melaksanakan tugasnya dengan semestinya, bahwa pawang mempunyai peran ganda yaitu menjadi seorang

Gendruwon. Persamaan pada penelitian yang dilakukan oleh Asri Nofiana adalah sama-sama mengkaji tentang pawang. Perbedaannya adalah dalam penelitian pawang sudah beralih fungsi dari yang fungsi pawang sebagai pengendali kesenian barongan Bimo Kurdo tetapi sekarang fungsi pawang juga menjadi seorang Gendruwon.

Penelitian yang dilakukan oleh Endang Kuncahyowati yang berjudul Bentuk

Penyajian di Desa Donorojo Kecamatan Secang Kabupaten

Magelang. Penyajian kuda lumping di Desa Donorojo Kecamatan Secang

Kabupatan Magelang dibagi menjadi tiga babak, yaitu babak tari warokan, babak tari kuda lumping putri dan babak tari kuda lumping putra. Pementasan didukung dengan tata rias, tata busana, iringan, tempat pentas, tema dan properti. Persamaan penelitian tersebut adalah meneliti tentang kuda kepang atau jaranan. Sedangkan

6

7

perbedaanya yaitu dalam penelitian ini lebih membahas pada bentuk penyajian kuda lumping.

Penelitian dilakukan oleh Rindang Anjarsari yang berjudul Kajian Gaya

Tari Jaranan Sindhung Riwut di Desa Doplang Kecamatan Jati Kabupaten Blora.

Tari jaranan Sindhung Riwut di Desa Doplang Kecamatan Jati Kabupaten Blora memiliki 57 ragam gerak dan 6 ragam gerak inti. Gerak pada tari jaranan menggambarkan kesan lincah, kuat dan berani dengan unsur gerak seperti unsur gerak kaki, unsur gerak tangan, unsur gerak kepala dan unsur gerak badan. Bentuk pertunjukan tari jaranan ini secara berkelompok dan dapat ditarikan dipanggung ataupun lapangan terbuka. Gaya tari jaranan dilihat melalui aspek pokok dan aspek pendukung. Persamaan pada penelitian tersebut adalah sama-sama mengkaji tentang seni pertunjukan jaranan. Sedangkan perbedaanya dalam penelitian tersebut adalah lebih mengkaji tentang gaya tari jaranan.

2.2 Landasan Teoretis

2.2.1 Pawang

Pawang merupakan seseorang yang mempunyai keahlian istimewa yang berkaitan dengan ilmu gaib. Ilmu gaib disebut science occulte. Orang Jawa menyebut istilah ini menjadi ngelmu gaib. Di dalamnya terdapat pemahaman terdapat hal-hal yang sulit diterka, sulit terpahami, ramal-meramal dan sebagainya

(Rasjidi dalam Endraswara 2011: 67).

Sesuai dengan corak dari karya-karya budaya Jawa masa lalu yang menjadi sumber ajaran kebatinan, maka dikalangan para ahli ataupun kelompok kebatinan sendiri terdapat adanya kesesuaian pendapat tentang kebatinan jika dilihat dari

8

segi ajarannya. Para ahli pada umumnya menyatakan bahwa kebatinan adalah merupakan gerakan mistik magis yaitu gerakan yang bertujuan menciptakan hubungan sedekat mungkin antara manusia dengan Tuhan, bahkan bersatu dengan-Nya, serta berusaha mengembangkan kekuatan daya linuwih yaitu kemampuan-kemampuan di luar kemampuan manusia biasa dalam bentuk ilmu gaib (Sofwan 1999: 17). Pawang yang dimaksud adalah seseorang yang mempunyai kekuatan yang lebih dari kebanyakan manusia yang lain. Kekuatan tersebut bisa didapat dari pemujaan, bertapa, melakukan sebuah upacara ritual untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Pawang adalah pemimpin grup kesenian kuda kepang atau jaranan yang memimpin jalannya pentas, mengatur persiapan dan perlengkapan pentas. Pawang juga mengatur datangnya indang ke arena pentas dan melepaskan indang dari pemain. Pawang mempunyai keahlian tertentu, yaitu dapat berhubungan dengan alam lain tempat bersembunyinya indang. Pawang adalah pemimpin yang dipilih karena mempunyai keahlian dalam memimpin kelompok, memanggil dan melepas indang, pandai membagi dan mengatur tugas dalam pentas kuda kepang (Wasino

2006: 25-26). Indang yang dimaksudkan adalah makhluk halus yang memasuki tubuh pemain yang kesurupan. Makhluk halus pada seni pertunjukan jaranan dikendalikan oleh pawang. Pawang dalam seni pertunjukan jaranan sangat berperan dalam mengatur jalannya pentas sampai dengan selesai.

Pawang jhatilan adalah sosok sangat penting dalam pementasan. Dimana tugasnya nukanlah hal yang dapat diremehkan. Peran utama seorang pawang jhatilan adalah sebagai pengontrol dan sekaligus pengatur pertunjukan serta

9

penjamin keselamatan para penarinya. Dilain sisi secara magis seorang pawang jhatilan adalah juga sosok pengendali roh-roh halus yang memasuki pemain pada pementasan jhatilan. Seorang pawang jhatilan juga dituntut untuk bisa menari dan berjoget lantaran ketika para pemain jhatilan sedang tak sadarkan diri dan hanya berlaku diam maka pawang jhatilan jugalah yang wajib berperan mengajak dan menuntunnya untuk melanjutkan menari. (www.jantixixii.com/2012/11/pawang- jathilan--bekso-kyai-janti.html) diunduh pada tanggal 02 Agustus 2015

Berdasarkan uraian di atas pawang merupakan seseorang yang mempunyai ilmu atau kekuatan yang akan digunakan untuk tujuan tertentu. Selain itu pawang jaranan ini juga mempunyai perjalanan hidup dimana seorang yang belum menjadi pawang belajar untuk menjadi seorang pawang, terdapat juga syarat- syarat yang harus dilaksanakan oleh seorang pawang.

2.2.2 Upacara Ritual

Upacara merupakan salah satu alat penting yang membentuk kebudayaan masyarakat di . Pada satu tataran tertentu, upacara sering disamakan dengan ritual atau ritus. Biasanya ritual dikonotasikan sebagai upacara yang bersifat sakral, semisal ritual keagamaan atau kepercayaan yang sakral pada gaibnya dijadikan sebagai objek atau sarana penyembahan dalam upacara-upacara spiritual tersebut (Lubis 2007: 190).

Ritus sering mengandung makna upacara, yaitu tindakan atau perbuatan yang terkait oleh aturan-aturan tertentu menurut dan agama. Tindakan agama lazimnya dilakukan dalam upacara atau ritus, sehingga dapat pula dikatakan bahwa ritus adalah agama dalam tindakan (Lubis 2007:190). Ritual merupakan

10

serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk mencapai tujuan tertentu.

Di dalam ritual juga terdapat sesaji untuk persembahan kepada makhluk halus yang menempati tempat yang dianggap sakral. Sesaji adalah penyerahan sajian pada saat tertentu, di tempat dan pada waktu tertentu. Sesaji biasa berbentuk hidangan, bunga-bunga tertentu dan beberapa macam makanan ataupun minuman tertentu. Sesaji tidak akan bisa lepas dari upacara ritual, karena sesaji memang diharuskan ada dan sudah menjadi kewajiban pada saat melakukan kegiatan yang berkaitan dengan upacara ritual.

Menurut Hadi (2007: 98-99) ritual merupakan suatu bentuk upacara yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan suatu pengalaman yang suci atau sakral. Pengalaman itu mencangkup segala sesuatu yang dibuat atau dipergunakan oleh manusia untuk menyatakan hubungannya dengan sesuatu yang tinggi atau luar biasa. Hubungan atau komunikasi itu bukan sesuatu yang sifatnya biasa atau umum, tetapi sesuatu yang bersifat khusus atau istimewa, sehingga manusia membuat suatu cara yang pantas guna melaksanakan perjumpaan itu, maka muncullah beberapa bentuk ritual. Ritual itu dipandang dari bentuknya secara lahiriah merupakan hiasan atau semacam alat saja. Pada intinya yang lebih hakiki adalah emosi kepercayaan atau sistem keyakinan yang ada. Oleh karena itu upacara ritual biasanya diselenggarakan pada tempat dan waktu yang khusus dan berbagai sarana atau peralatan yang khusus pula.

Menurut Soedarsono (2002: 125-126) fungsi-fungsi seni pertunjukan di

Indonesia banyak berkembang dikalangan masyarakat yang dalam tata

11

kehidupannya masih mengacu pada nilai-nilai budaya agraris, serta masyarakat yang memeluk agama yang dalam kegiatan-kegiatan ibadahnya sangat melibatkan seni pertunjukan. Walaupun kadarnya bermacam-macam namun secara garis besar seni pertunjukan ritual memiliki ciri-ciri khas yaitu: (1) diperlukan tempat pertunjukan yang terpilih, yang biasanya dianggap sakral. (2) diperlukan pemilihan hari yang biasanya juga dianggap sakral. (3) diperlukan pemain yang telah membersihkan diri secara spiritual. (4) diperlukan seperangkat sesaji yang kadang-kadang sangat banyak jenis dan macamnya. (5) tujuan lebih dipentingkan dari pada penmapilannya secara estetis dan (6) diperlukan busana yang khas.

Keris adalah suatu sarana dari para manusia ahli untuk menunjukkan bahwa Yang Maha Luhur mampu dan selalu menuruti untuk menciptakan apa saja yang dihimbau oleh manusia, asalkan permohonan itu tidak menyimpang dari garis kesucia (Koesni 2003: 23). Pawang juga memiliki benda-benda pusaka atau benda yang memiliki kekuatan gaib, seperti keris, batu cincin, dan sebagainya.

Selain itu pawang juga memiliki doa atau mantra tertentu untuk setiap kegiatan yang dilakukan pawang, tidak dapat sembarangan orang dapat memiliki keahlian ini. Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan ilmu gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga orang awam yang mengucapkannya.

Menurut Suyono (2007: 163) orang Jawa mengenal berbagai cara untuk menolak pengaruh setan, hantu dan roh jahat. Mereka juga memiliki doa dan mantra untuk meminta pertolongan dari hantu dan roh yang baik. Doa-doa ini biasanya tediri dari doa dan mantra pendek yang diucapkan dengan diam-diam

12

atau dengan iringan membakar kemenyan. Mereka mengucapkan doa secara berulang sebanyak tiga kali. Doa dan mantra ini dibagi dalam tiga jenis, yaitu: (1) panulahan atau penulahan yaitu doa dan mantra untuk menolak kehadiran dan pengaruh setan, hantu dan roh jahat, atau memanggil dan memohon pertolongan roh-roh yang baik. (2) jampe adalah mantra untuk manusia, binatang, tumbuhan- tumbuhan dan rerumputan, hujan, angin dan sebagainya. (3) rajah atau doa dalam bentuk riwayat raja dan pangeran. Di tanah sunda, riwayat raja diceritakan dalam bentuk dan diyakini memiliki kekuatan penolak bala.

Berdasarkan uraian di atas pada dasarnya setiap kegiatan yang berhubungan dengan ilmu gaib atau keagamaan ada kaitannya dengan melakukan upacara ritual agar dapat berjalan dengan lancar. Demikian juga dalam menjadi pawang juga terdapat syarat-syarat dan upacara ritual yang harus dipenuhi. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat percaya akan diri pawang beserta kekuatan yang dimiliki lebih dari orang pada umumnya.

2.2.3 Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan

Menurut Kuswarsantyo (2014: 49) seni jathilan merupakan salah satu jenis kesenian yang hidup dan berkembang dimasyarakat pedesaan. Kesenian jathilan memiliki sifat mudah dikenal dan memasyarakat. Di pedesaan jenis kesenian ini lebih akrab disebut sebagai seni kerakyatan. Jathilan dalam perjalanannya mengalami berbagai macam pengembangan, baik secara teknik penyajian, fungsi, maupun latar belakanh cerita yang dipakai.

Menurut Wasino (2006: 3) kesenian jaran kepang (kuda lumping, jaran dor, jathilan) merupakan seni pertunjukan tradisional yang keberadaannya sudah ada

13

sejak lama dan sampai sekarang perkembangannya mengalami pasang surut. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh para pelaku seni itu sendiri dan lingkungan sejarah lokal. Hal ini terlihat dari munculnya nama-nama kesenian tersebut ditiap- tiap daerah mempunyai nama dan ciri khas sendiri-sendiri walaupun kesenian- kesenian pada intinya menggunakan kuda dari kepang sebagai permainan intinya.

Bahwa jenis tari jathilan atau kuda kepang dengan melihat latar belakang sejarahnya merupakan tari rakyat yang paling tua di Jawa. Tari yang selalu dilengkapi dengan perlengkapan tari yang terbuat dari anyaman bambu berupa kuda kepang ini lazim dipertunjukkan sampai puncak yaitu saat salah seorang penarinya tidak sadarkan diri (Soedarsono 1992: 95). Di dalam seni pertunjukan jaranan hal terpenting dalam pertunjukkannya yaitu kuda kepang sebagai properti yang digunakan penari dalam pementasannya.

Seni pertunjukan kuda lumping mempunyai fungsi: (1) ritual sakral dalam upacara bersih desa, (2) pertunjukan, (3) hiburan. Mencermati kata ritual akan terbayang adanya suasana magis dalam pelaksanan ritual seni pertunjukan kuda lumping. Kesenian kuda lumping merupakan bagian dari kesenian rakyat yang sejak dulu digunakan sebagai sarana untuk melibatkan masyarakat secara langsung dalam pertunjukan. Kesenian kuda lumping dapat dengan cepat dilingkungan masyarakat dan lingkungannya melalui gending-gending jawa serta gerak tari para pemain jhatilan dengan menunggangi kuda dari anyaman bambu.

(Budayalokal.communication.uii.ac.id/jhatilan-sang-kuda-lumping-dengan- segala-dilema/) diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015

14

Seni pertunjukan jaranan adalah sebuah pertunjukan yang masih ada kaitannya dengan ritual. Seni pertunjukan jaranan ini mengandung unsur mistis yang sangat kuat, tak jarang para pemainnya kesurupan dan melakukan hal yang diluar kewajaran. Seni pertunjukan jaranan ini berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat, karena masyarakat di Desa Sranten sangat menggemari seni pertunjukan jaranan. Dalam seni pertunjukan jaranan, kesurupan atau kehilangkan kesadaran pemain merupakan bagian utama dari atraksi sehingga wajib ditampilkan. Kesurupan berarti menandakan tubuh para penari dimasuki roh halus.

Penari yang kesurupan kerap kali mengejar penonton dan penonton yang tersentuh olehnya akan mengalami kesurupan juga. Ketika penari ada yang mengalami kesurupan, maka pawang jaranan dengan segera mengobati pemain yang kesurupan dengan cara dibacakan mantra-mantra yang hanya dikuasai oleh sang pawang. Proses kesurupan terjadi karena adanya gangguan makhluk halus dari bangsa jin yang merasuk kedalam jasad tubuh manusia, yang mana dalam kondisi tersebut kesurupan terjadi karena memang ada unsur kesengajaan yaitu kerjasama dengan jin oleh sang pawang jaranan. Kesurupan adalah kondisi dimana makhluk halus masuk kedalam jasad tubuh seseorang, sehingga sehingga orang tersebut menjadi hilang kesadaran, mampu melakukan hal-hal yang diluar logika dan jiwanya dipengaruhi oleh makhluk halus tersebut.

Kesurupan dapat terjadi tanpa disengaja, yaitu dimana ketika makhluk halus yang merasa terusik keberadaannya lalu berontak dan masuk kedalam badan manusia. Tentu pernah mendengar orang yang kerasukan gara-gara mengganggu

15

suatu tempat yang dianggap terdapat penghuninya yaitu jin dan sebangsanya.

Namun kesurupan dapat terjadi karena disengaja dan atas dasar kemauan manusia itu sendiri, misalnya pada saat penari jaranan sedang kesurupan karena sang pawang memerintahkan para jin untuk masuk kedalam tubuh manusia. Kesurupan disengaja karena memang bekerja sama dengan jin dan bertujuan untuk menjadi tontonan dan menjadi daya tarik agar banyak penonton yang menyaksikan seni pertunjukan jaranan, sehingga para pemain jaranan yang sudah kehilangan kesadaran itu mampu melakukan hal-hal yang terlihat luar biasa bagi seseorang manusia.

Selain mengobati para penari seni pertunjukan jaranan yang kesurupan, pawang juga melakukan ritual terlebih dahulu sebelum seni pertunjukan jaranan dipertunjukkan. Terdapat 6 pawang di Desa Sranten yang membantu dalam mengobati pemain yang kesurupan. Dua diantaranya pawang yang utama dan lainnya hanya membantu jika pemain yang kesurupan tingkatannya lebih mudah dengan mantra dan sesaji tertentu maka pawang mampu mengendalikan roh halus tersebut untuk merasuk kedalam tubuh pemain jaranan, tentunya tidak semua orang dapat mengendalikan makhluk halus tersebut.

Pada saat seni pertunjukan jaranan dilaksanakan, diperlukan juga aspek pendukung di dalamnya. Aspek-aspek tersebut akan lebih membuat daya tarik tersendiri di dalam pertunjukan jaranan. Aspek-aspek tersebut bisa dilihat dari pelaku, gerak, tata rias, tata busana, iringan atau musik iringan dan properti.

Uraian secara rinci bisa dilihat sebagai berikut.

16

Pelaku merupakan seniman yang terlibat langsung dalam seni pertunjukan tersebut. Pelaku yang dimaksud dalam seni pertunjukan jaranan adalah pencipta tari, pawang, penari, pemusik, penyanyi, dan penonton. Pencipta tari adalah orang yang menciptakan tarian untuk sebuah karya seni tari dengan tujuan untuk di pertontonkan. Pawang adalah seseorang yang berperan sebagai perantara roh-roh yang dipercaya dapat membantu lancarnya sebuah pertunjukan. Penari adalah orang yang berperan sebagai penari dari sebuah penciptaan karya seni tari.

Pemusik adalah orang yang tugasnya memainkan musik untuk mengiringi seni pertunjukan. Penyanyi adalah orang yang beperan dalam menyanyikan sebuah lagu. Penonton adalah sekumpulan orang yang berperan sebagai penikmat dari seni pertunjukan.

Menurut Sumaryono (2006: 82) ada dua jenis gerak tari yang berhubungan dengan maknanya yaitu gerak abstrak (gerak murni) dan gerak representatif

(gerak maknawi). Gerak abstrak adalah gerak yang semata-mata menekankan pada kualitas geraknya itu sendiri. Gerak representatif adalah gerak yang menggambarkan suatu benda atau suatu perilaku manusia atau binatang misalnya gerak daun, gerak menanam padi, gerak burung terbang, dan sebagainya. Menurut

Kusudiarjo (2000: 11) gerak merupakan anggota-anggota badan manusia yang telah terbentuk kemudian digerakkan, gerak ini dapat sendiri-sendiri atau bersambung dan bersama-sama. Gerak dalam tari mempunyai arti serangkaian jenis gerak dari anggota tubuh yang dapat dinikmati dalam satuan waktu dan dalam ruang tertentu.

17

Iringan tidak akan terlepas dari pertunjukan musik. Musik atau iringan selain sebagai pengiring juga berfungsi sebagai pemberi suasana syair atau lagu yang ditampilkan. Iringan atau musik juga berperan penting dalam kelanjaran suatu pertunjukan, agar terlihat lebih menarik dan berkesan lebih mengisi dalam suatu pertunjukan. Untuk iringan tari tidak seluruh jenis instrumen itu dipergunakan, kadang-kadang mempergunakan instrumen tambahan atau bunyi-bunyian yang lain sebagai pelengkap seperti organ dan drum, semuanya itu sebagai pelengkap dalam seni.

Busana merupakan pakaian dalam suatu pementasan. Fungsi busana untuk mendukung tema atau isi dan untuk memperjelas peran seseorang dalam suatusajian pertunjukan seni. Selain itu, busana juga berfungsi untuk mendukung suatu penyajian kesenian jaranan, sehingga mampu membuat daya tarik tersendiri kepada penonton.Busana dalam pentas dan tari harus betul-betul harmonis dan cocok.

Fungsi rias adalah mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan untuk memperkuat ekspresi dan untuk menambah daya tarik penampilannya. Tata rias untuk pertunjukan berbeda dengan tata rias sehari-hari.

Riasan yang digunakan biasanya adalah rias panggung untuk arena terbuka yaitu pemakaian rias tidak terlalu tebal dan yang lebih perlu diperhatikan harus nampak halus dan rapi riasannya. Karakter rias yang dipakai dalam seni pertunjukan jaranan adalah rias korektif dan rias fantasi.

Properti adalah peralatan tari yang sangat khusus digunakan penari untuk mendukung sebuah tarian. Properti bisa berupa jaran kepang, topeng, dan lain-

18

lain. Properti digunakan untuk pendukung bagi para penari dalam melakukan sebuah pertunjukan yang berlangsung.

2.2.4 Konsep Kesurupan

Kesurupan adalah badan kosong yang diikuti oleh arwah. Hal ini bisa diartikan bahwa saat tubuh seseorang itu sedang dalam keadaan labil atau tidak fokus, bisa memungkinkan seseorang tersebut dapat dirasuki roh-roh halus.

Dalam kesenian jaranan, kesurupan dapat terjadi saat para penari sudah merasa tidak konsentrasi karena sudah merasa kelelahan saat menari. Penari bergerak dengan lincah layaknya seekor kuda. Saat para penari beradegan perang ketika tubuh penari mulai lelah bergerak, musik semakin meningkat iramanya dan mendorong penari untuk tetap bergerak saat itulah kesurupan dapat terjadi.(jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikelE9A488FCC4GB6B7DEEBF2CB

B7E4D7BCF.pdf) diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015

Kerasukan atau biasa disebut hanya kesurupan adalah sebuah fenomena di saat seseorang berada di luar kendali dari pikirannya sendiri. Beberapa kalangan mengganggap kesurupan disebabkan oleh kekuatan gaib yang merasuk ke dalam jiwa seseorang. Semakin meyakinkan ketika orang yang dirasuki seolah bukan menjadi dirinya. Suaranya berubah, gerakannya tak terkendali dan membuat kita gelisah ketakutan. Hal itu bahkan bisa menular pada banyak orang di sekitarnya.

Konsep kesurupan adalah sebuah fenomena tentang mahluk halus yang menguasai pikiran, perasaan, dan intelek (kesanggupan untuk membuat keputusan) pada diri seseorang dengan menyatu pada kesadarannya . Hasilnya adalah mahluk halus ini bisa menguasai tindakan seseorang. Orang mengalami kesurupan ketika badannya

19

dimasuki oleh mahluk halus yang menguasai jiwanya. Oleh karena itu, tingkah laku seseorang yang kesurupan akan dikuasai oleh makhluk halus. Hampir pada setiap kasus kesurupan, seseorang yang kesurupan tidak tahu atau tidak ingat bahwa sedang kesurupan.

Kesurupan adalah kemasukan setan atau roh, orang yang kemasukan roh maka tidak sadar lagi. Hal ini mengalami keadaan di luar kesadaran manusia kemudian tidak ingat apa-apa, seperti halnya penari jaranan yang mengalami kesurupan atau kesurupan akan melakukan gerakan di luar kesadarannya, karena telah dikuasai oleh roh yang masuk ke dalam tubuh penari melalui pawang.

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, kesurupan merupakan sesuatu yang dilandasi dengan adanya masuknya roh dalam diri seseorang disamping itu juga diperlukan sesaji yang merupakan suatu cara untuk memanggil roh untuk datang melalui barang atau benda. Hal ini mengingat seni pertunjukan jaranan tidak lepas dari gerakan yang atraktif atau akrobatik yang dianggap penuh dengan unsur kekuatan gaib serta sulit diterima dengan akal sehat.

Adegan yang paling ditunggu ketika seni pertunjukan jaranan sedang berlangsung adalah ketika penunggang kuda kepang ini mengalami kesurupan (diserap makhluk halus). Dalam masyarakat Jawa kuno yang menganut kejawen, seseorang mempercayai kehadiran dan peran roh-roh orang yang sudah meninggal. Roh-roh ini bisa dipanggil dan melakukan sesuatu yang diinginkan pemanjat doa (biasanya dukun atau bomoh). Roh ini kemudian masuk ke dalam roh penunggang kuda kepang, dan memanfaatkan fisik penunggang kuda untuk melakukan sesuatu yang mustahil dilakukan orang biasa, seperti memakan beling(pecahan kaca), paku dan

20

memakan bunga. Fisik penunggang kuda bisa juga berdarah dan kesakitan, namun ia tak dapat merasakannya. Di satu sisi, adegan mistis ini mengundang decak kagum dan perasaan terhibur. Namun di sisi lain, adegan ini juga mengundang kontroversi terutama jika dipertemukan dengan ajaran agama Islam.

Secara prosesnya kesurupan dalam seni pertunjukan jaranan meliputi proses pemanggilan roh lewat pembakaran kemenyan dan pembacaan mantra (doa) untuk meningkatkan ketahanan tubuh penunggang kuda sehingga tahan memakan kaca dan lainnya. Ritual magis itulah yang dilakukan pada setiap kali seni pertunjukan jaranan berlangsung. Ritual magis ini yang menjadikan seni pertunjukan jaranan memiliki keunikan. Keunikan itu terletak pada sebuah seni pertunjukan yang tidak hanya mempertunjukkan sebuah tarian kuda tetapi dengan melibatkan sosok roh makhluk halus didalamnya. Hal inilah yang menjadi sebab para penari mengalami kesurupan sehingga seolah-olah penari seperti kuda, berjingkrak-jingkrak, meringkik, makan bunga, beling dan lain sebagainya.

Kesurupan timbul diperkirakan sebagai akibat bunyi-bunyian yang khusus dan berirama statis dengan gerakan yang monoton. Pemain menari dengan berkonsentrasi terhadap keyakinan akan datangnya roh-roh. Mula-mula terasa pusing-pusing, seterusnya kehilangan daya pikir dan akhirnya menjadi kesurupan roh-roh halus. Kesurupan pada seni pertunjukan jaranan dilakukan dua pihak yaitu pawang dan para penari. Kehadiran pawang dalam setiap pertunjukan mutlak dipentaskan, mengingat proses terjadinya kesurupan tergantung dari pawang.

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa pawang di dalam seni pertunjukan jaranan

21

memiliki kedudukan yang sangat yang sangat penting, karena tanpa kehadiran pawang maka daya tarik seni pertunjukan jaranan tidak dapat terlaksana.

2.2.5 Kerangka Berfikir

Pawang merupakan seseorang yang mendapat kemampuan dengan melakukan bertapa, puasa, menyembah hal yang gaib, melakukan upacara ritual dan pawang juga bisa diperoleh dari pewarisan melalui proses transmisi dari nenek moyangnya. Proses menjadi pawang juga mempunyai syarat-syarat, mantra tertentu, memiliki upacara ritual yang harus dilaksanakan dan terdapat sesaji. Di dalam seni pertunjukan jaranan terdapat aspek-aspek yang dibagi menjadi tiga yaitu sebelum petunjukan, saat pertunjukan, sesudah pertunjukan. Pada saat sebelum pertunjukan terdapat ritual, mantra, persiapan penari, properti, dan juga pelaku.Saat pertunjukan berlangsung terdapat gerak, iringan, tata rias dan busana, atraksi, ritual dan mantra, dan juga peran pawang.Sesudah pertunjukan pawang mengadakan sebuah ritual dan juga membacakan mantra.Setelah menjadi pawang akan mendapat kepercayaan pada masyarakat akan kekuatannya yang lebih dari manusia biasa yang kemudian dijadikanlah pawang pada seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali. Kerangka berfikir di bawah ini akan diarahkan pada peranan pawang pada seni pertunjukan jaranan.

Lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada bagan 2.1

22

Pawang Seni Pertunjukan Jaranan

Proses Menjadi Pawang Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan

 Ritual Sebelum Saat Sesudah  Mantra Pertunjukan Pertunjukan Pertunjukan  Sesaji  Syarat

 Ritual  Gerak  Ritual  mantra  Iringan  Mantra  Persiapan  Tata Rias Penari dan Busana  Properti  Atraksi  Pelaku  Ritual dan Mantra  Peranan Pawang

Pawang dalam Seni Pertunjukan Jaranan di Desa Sranten

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir pawang dalam seni pertunjukan jaranan

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Aspek yang ada dalam seni pertunjukan jaranan yaitu pelaku, ritual dalam seni pertunjukan jaranan, ragam gerak, tata rias dan busana, properti, iringan dan pawang dalam seni pertunjukan jaranan. Aspek pelaku yang dimaksud seperti pawang, penari jaranan, pengrawit, sindhen dan penonton. Ragam gerak yang digunakan pada setiap pertunjukan dibuat sendiri oleh penari. Gerakan yang digunakan tidak memiliki patokan-patokan khusus atau sudah pakem. Gerakan yang digunakan dari setiap penampilan berbeda-beda. Hal ini bertujuan agar tidak terlihat membosankan.

Sebelum pertunjukan diadakan ritual membuka pintu gaib. Setiap pawang harus mengetahui danyang atau penunggu desa. Pawang juga melakukan ritual pada malam hari untuk meminta ijin untuk keselamatan para penari jaranan. Pada saat dilokasi sebelum diadakan pertunjukan pawang memasang pagar gaib dan menyiapkan uborampe. Uborampe digunakan untuk menghadirkan makhluk halus dengan menggunakan mantra. Setelah selesai pertunjukan pawang mengembalikan makhluk halus kealam gaib dengan membacakan mantra penutup pintu gaib. Kemudian pawang melakukan serangkaian ritual terakhir dengan berpuasa mutih 7 hari, 2 hari tidak makan dan mengirimkan do’a ditengah malam dilokasi keramat untuk penutup dan keselamatan.

109

110

Tata rias yang digunakan rias korektif dan rias fantasi. Rias korektif yaitu rias wajah yang hanya mempertebal garis-garis wajah. Sedangkan rias fantasi yaitu rias wajah yang sesuai dengan ide yang digunakan pada seseorang. Pada bagian rambut penari wanita hanya digerai saja. Tata busana yang digunakan tidak terikat dengan patokan-patokan pakaian tradisional. Penari jaranan bebas memilih dan menggunakan pakaian yang akan digunakan pada saat pertunjukan. Proterti yang digunakan oleh penari yaitu kuda lumping dan juga topeng.

Musik iringan yang mengiringi seni pertunjukan jaranan sebagai berikut.

Pada babak I: ladrang wilujeng, bende+ilustrasi keyboard suara srompet, ilustrasi keyboard lelagon prau layar, ilustrasi keyboard lelagon jaranan, lancaran sluku- sluku batok, dan budhalan (penari keluar panggung). Babak II: bende+ilustrasi keyboard suara srompet, budhalan (improvisasi saron dan drum), ada-ada durma, bende+ilustrasi keyboard suara srompet, lagu campursari, bende+ilustrasi keyboard suara srompet, lagu campursari “jambu alas”, dan lelagon prau layar.

Babak III: lancaran , bende+ilustrasi keyboard suara srompet, kijing miring, lagu pepeling, lagu dangdut oplosan, dan lagu dangdut sate. Babak IV: alat musik bende dimainkan sejak awal sampai akhir, ilustrasi keyboard suara srompet, saron, palaran pangkur, ilustrasi keyboard suara srompet, vokal dan selingan suara srompet dari keyboard, saron, dan langgam campursari. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi yaitu: kethuk, kenong, kempul, gong, gendang ketipung, gendang jawa, bende, saron, organ dan drum.

111

Pawang dalam seni pertunjukan jaranan sangat berperan penting. Proses terjadinya kesurupan sudah diatur oleh pawang. Jika tidak ada pawang seni pertunjukan jaranan tidak akan berjalan dengan lancar. Pada saat penari kesurupan, tugas pawang dalam pertunjukan terlihat jelas. Pada saat kesurupan pawang berusaha mengendalikan penari yang kesurupan. Pawang juga memberikan makanan atau sesaji yang diminta oleh penari yang kesurupan.

Setelah selesai pawang juga mengeluarkan makhluk gaib yang ada didalam tubuh penari. Pada saat kesurupan penari juga melakukan atraksi-atraksi berupa memecahkan genteng, memakan ayam hidup, dan sebagainya.

Proses menjadi pawang bisa dilaksanakan dengan cara memperdalam dan mempelajari ilmu yang sudah ada dalam diri seseorang. Cara melaksanakannya bisa langsung dengan memperdalam ilmu kepada seorang pawang. Proses menjadi pawang juga bisa dilaksanakan dari keturunan yang diturunkan turun temurun.

Pawang juga memiliki cara masing-masing dalam melaksanakan upacara ritual, walaupun terdapat kesamaan dalam pelaksanaan upacara ritual. Pencapaian dalam melaksanakan lelaku pawang tergantung dari niatan yang dilakukan oleh masing- masing individu. Jika memiliki niat yang sungguh-sungguh, pasti akan tercapai untuk menjadi seorang pawang.

Bahasa sandi juga perlu diketahui oleh para pawang. Bahasa sandi digunakan oleh pawang untuk mengetahui apa yang diinginkan penari yang sedang kesurupan. Karena penari yang kesurupan tidak dapat berbicara, hanya menggunakan bahasa sandi melalui gerakan tangan atau badan.

112

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil saran-saran sebagai berikut.

Bagi pawang dan penari lebih meningkatkan latihan agar pada saat pertunjukan berlangsung bisa lebih maksimal.Bagi pelatih sekaligus penari agar dapat memfariasikan gerakan supaya tidak terlihat monoton.Seni pertunjukan jaranan

Kudo Taruno di Desa Sranten harus terus dipertahankan dan dijaga pelestariannya.Perlu adanya langkah dalam melibatkan generasi muda untuk menjadi seorang pawang, supaya generasi muda juga dapat melestarikan seni pertunjukan jaranan yang didalamnya melibatkan seorang pawang.

DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, Rindang. 2014. Kajian Gaya Tari Jaranan “Sindhung Riwut” di Desa Doplang Kecamatan Jati Kabupaten Blora. Semarang: UNNES PRESS. Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University PRESS...... ,. 2011. Agama Jawa dalam Menyusuri Jejak Spiritualitas Jawa. Yogyakarta: Lembu Jawa. Hadi, Sumandiyo.Y. 2007. Kajian Tari “Teks dan Konteks”. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Koesni. 2003. Pakem Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV Aneka Ilmu. Kuncahyowati, Endang. 2010. Bentuk Penyajian Kuda Lumping di Desa Donorojo Kecamatan Secang Kabupaten Magelang. Semarang: UNNES PRESS. Kusudiarjo, Bagong. 2000. Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Padepokan PRESS. Kuswarsantyo. 2014. Seni Jathilan dalam Dimensi Ruang dan Waktu. Jurnal Kajian Seni, 01(01), 49-59. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada PRESS. Lubis, Safrinal dkk. 2007. Jagad Indonesia dalam Dialegtika yang Sacral dan yang Profane. Yogyakarta: Ekspresibuku. Murgiyanto, Sal. 2002. Kritik Tari “Bekal dan Kemampuan Dasar”. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI). Nofiana, Asri. 2009. Peran Pawang Dalam Kesenian Barongan “Bimo Kurdo” di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Semarang: UNNES PRESS. Soedarsono. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka. Soedarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University PRESS. Sofwan, Drs H. Ridin. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan (Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa). Semarang: Aneka Ilmu. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFA BETA. Sumaryono dan Suanda, Enda. 2006. Tari Tontonan. Jakarta: ISBN.

113

114

Suyono, Capt R.P. 2007. Dunia Mistik Orang Jawa. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta. Wasino. 2006. Jaran Kepang. Semarang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum Jawa Tengah Ronggowarsito. Wahyuningtiyas, Furi. 2012. Kondisi Kesurupan Penari Jaranan “Mekar Sari’ Dusun Plumbang Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang yang Berstatus sebagai pelajar SMP Dalam Interaksi Sosial di Sekolah.Jurnalonlaine.um.ac.id/data/artikel/artikelE9A488FCC4GB6B7DE EBF2CBB7E4D7BCF.pdf (diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015). Budayalokal.communication.uii.ac.id/jathilan-sang-kuda-lumping-dengan-segala- dilema/ (diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015). www.jantixixii.com/2012/11/pawang-jhatilan-bekso-kyai-janti.html (diunduh pada tanggal 02 Agustus 2015).