Peran Elit Masyarakat: Studi Kebertahanan Adat Istiadat Di Kampung Adat Urug Bogor Asep Dewantara
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Asep Dewantara : Peran Elit … 89 Peran Elit Masyarakat: Studi Kebertahanan Adat Istiadat di Kampung Adat Urug Bogor Asep Dewantara Abstrak Tulisan ini merupakan penelitian studi lapangan dengan Judul Peran Elit Masyarakat: Studi Kebertahanan Adat Istiadat Di Kampung Adat Urug Bogor ini bertujuan pertama, menguji teori Ajip Rosidi mengenai Perubahan Sosial Budaya melalui data lapangan atau secara empiris. Kedua untuk mengungkapkan nilai- nilai budaya dalam adat istiadat atau kearifan lokal di Kampung Adat Urug dan menjelaskan peran Ketua Adatnya sebagai elit masyarakat dalam menjaga keberlangsungan adat istiadat tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif dengan menggunakan pendekatan Antropologis, Sosiologis dan Hermeunitik. Sementara Subjek kajiannya adalah masyarakat kontemporer di Kampung Adat Urug, Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya kabupaten Bogor, terutama Ketua Adat yang berjumlah tiga orang dan sebagian warga sebagai informan. Kata kunci: Elit Masyarakat, Kebertahanan, Adat-istiadat, Kampung Adat Urug Abstract Thesis research field studies with title Role Of Elite Society: Studies Of Viability Customs In Kampung Adat Urug Bogor aims first to test the theory of Ajip Rosidi on social-cultural change through field data or empirically. Second to express cultural values in customs or local wisdom in Kampung Adat Urug Bogor and explains the role of chairman of the customary as an elite society in maintaining the continuity of traition. This research is a descriptive-qualitative anthropological, sociological and hermeunitik. While the subject of study is of contemporary society in Kampung Adat Urug, Kiarapandak village, Sukajaya District, Bogor regency, especially indigenous Chairman of three people and some residents as informants. Keywords: Elite Society, Viability, Customs/Local Wisdom, Kampung Adat Urug Bogor. 90 Al-Turāṡ Vol. XIX No. 1, Januari 2013 A. Pendahuluan Indonesia yang mendiami sebelah Barat pulau Jawa, yaitu daerah-daerah yang Kajian ini ingin melihat sekarang dikenal dengan nama masyarakat Sunda Bogor sebagai Bandung, Garut, Sukabumi, Cianjur, sebuah komunitas yang mengalami Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, perubahan seiring dengan kemajuan Kuningan, Cirebon, Banten yang zaman. Kesimpulan hasil studi Ajip sekarang menjadi provinsi sendiri,3 Rosidi menyebutkan bahwa seiring Bekasi, Karawang dan Bogor. Bahasa dengan perubahan zaman akan terjadi dan penggunaan nama diri menjadi pergeseran atau pengikisan adat istiadat salah satu identitas kesundaan mereka dan tradisisi.1 Akan tetapi Kenyataan yang paling menonjol. Sedang dalam lapangan, penulis menemukan bahwa perspektif antropologi budaya, suku pada komunitas masyarakat Sunda bangsa Sunda adalah orang-orang yang Bogor dalam praktek kehidupan sehari- secara turun-temurun menggunakan harinya masih berpedoman dan bahasa Sunda beserta dialeknya sebagai berpegang teguh pada adat istiadat dan bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari tradisi setempat.2 Persoalannya dan berasal atau bertempat tinggal di mengapa pada komunitas masyarakat Jawa Barat. Demikianlah, daerah Jawa Sunda Bogor adat istiadat dan Barat dikenal juga dengan istilah Tanah tradisinya bisa bertahan. Menurut Pasundan atau Tatar Sunda yang secara asumsi penulis bahwa kebertahanan kultural (penggunaan bahasa), masih adat istiadat dan tradisi ini tidak lepas terlihat dipakai di daerah Cilosari dan dari peran sesepuh sebagai elit Citanduy yang menjadi batas wilayah masyarakat dalam menjaga adat istidat Jawa Barat dan Jawa Tengah.4 dan tradisi tersebut. Dalam konteks pemikiran di Masyarakat Sunda adalah salah atas sering kali sebutan Urang Sunda satu kelompok etnis atau suku bangsa di (Orang Sunda) adalah mereka yang mengaku dirinya dan diakui oleh orang 1Ajip Rosidi, Manusia Sunda (Jakarta: Inti Idayu lain sebagai orang Sunda. Dengan Press, 1984), h. 13. Lihat pula Ajip Roisdi, demikian sekurang-kurangnya ada dua Mencari Sosok Manusia Sunda (Jakarta: kriteria bahwa seseorang atau Pustaka Jaya, 2010), h. 51-66. sekelompok orang dikatakan sebagai 2Survei penulis misalnya pada tanggal 7-8 April 2012 di Kampung adat Urug, Desa Kiara orang Sunda. Pertama, aspek genetik Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten (keturunan) atau hubungan darah. Bogor. Dalam praktek kesehariannya mereka Seseorang atau sekelompok orang bisa masih memegang teguh adat istiadat dari disebut orang Sunda bila orang tuanya, leluhurnya. Di sini Adat diartikan sebagai salah baik dari pihak ayah atau pihak ibu satu wujud kebudayaan yang bersifat abstrak, biasaya berupa gagasan yang dituangkan maupun keduanya adalah orang Sunda melalui lisan atau dalam bentuk tulisan. Adat dan di manapun orang itu dilahirkan, juga berfungsi untuk mengatur, mengendalikan dibesarkan dan berada. Kedua, aspek dan memberi arah kepada kelakuan dan lingkungan sosial budaya. Mereka akan perbuatan manusia dalam masyarakat. Lihat disebut orang Sunda jika lahir, tinggal Koentjaraningrat, Kebudayaaan mentalitas dan pembangunan (Jakarta: PT Gramedia, 1974), h. dan dibesarkan di daerah Sunda serta 5. Demikianlah adat yang masih bertahan dalam menggunakan dan menghayati norma- komunitas masyarakat Sunda di kampung Adat Urug, Bogor misalnya larangan untuk berlebihan dalam segala sesuatu, seperti dalam 3Banten sekarang menjadi provinsi sendiri sejak sikap dan tindakan jangan mengambil yang tahun 2000, lihat Nina Herlina Lubis, Banten bukan hak kita, harus menghormati orang tua, Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, guru dan pemerintah yang baik, harus bisa dan Jawara (Jakarta: LP3S, 2003), h.233-237. memelihara indera atau alat-alat tubuh dan adat 4Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan istiadat lainnya. Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1971), h. 300. Asep Dewantara : Peran Elit … 91 norma dan nilai-nilai budaya Sunda Dalam lingkungan masyarakat walaupun kedua orang tuanya atau Sunda ada peribahasa yang leluhurnya bukan orang Sunda.5 menggambarkan hal-hal yang negatif, Berdasarkan uraian di atas maka sehingga maksudnya mengingatkan bisa dirumuskan bahwa orang Sunda agar orang Sunda menghindari hal-hal mempunyai ciri-ciri di antaranya lahir itu, seperti tergambar dalam beberapa dan besar atau berasal dari Tanah peribahasa berikut; “Asa Aing uyah Pasundan, bisa berbahasa Sunda dan Kidul” (angkuh, sombong, merasa menggunakan nama diri khas Sunda6 paling hebat, seperti garam dari laut serta menghayati norma-norma dan Selatan yang lebih asin dari garam asal nilai-nilai budaya Sunda. Selain itu, laut lain), “Nyieun pucuk ti Girang” ciri-ciri manusia Sunda bisa dilihat juga (membuat pangkal permasalahan), dari pandangan hidup mereka yang “Kandel kulit beungeut” (tidak punya tergambar dalam beberapa peribahasa malu), “Mipit teu amit ngala teu atau ungkapan. Misalnya Orang Sunda mènta” (mengambil sesuatu atau sangat terikat dengan tanah memetik hasil tanaman tanpa meminta kelahirannya, sejauh apa pun dia pergi izin dahulu kepada yang punya). Selain atau merantau pasti akan kembali ke itu ada pula peribahasa yang tempat dia berasal seperti dalam menerangkan kebaikan sehingga orang peribahasa “Bengkung ngariung Sunda dianjurkan untuk melakukannya, bongkok ngaronyok jeung dulur di bali seperti peribahasa “Ka cai jadi saleuwi, geusan ngajadi” (meskipun “bungkuk” ka darat jadi salogak, sareundeuk tetapi bersama saudara di kampung saigel, sabobot sapihandèan, sabata sendiri)7. sarimbagan” (selalu hidup rukun tidak Peribahasa lainnya yang pernah bertengkar hanya karena silang menandakan sifat orang Sunda, yaitu pendapat), “Cikaracak ninggang batu, mengenai hubungan persaudaraan atau laun-laun jadi legok” (segala sesuatu hubungan darah yang diketahui dalam jika dikerjakan dengan sabar dan tekun, beberapa peribahasa di bawah ini antara pasti akan ada hasilnya), “Ngukur ka lain; “Buruk-buruk papan jati” kujur nimbang ka awak” (harus tahu (walaupun buruk seperti apa pun jika diri, sadar diri, jangan melakukan hal- dia saudara kita, akuilah sebagai hal yang di luar kemampuan kita). saudara), “Ari salaki atawa pamajikan Dalam konteks ini Ajip Rosidi mah aya urutna, tapi ari dulur mah menegaskan, bahwa peribahasa itu moal aya urutna” (boleh dikatakan mencerminkan bangsa yang suami atau istri itu ada bekasnya, tetapi memilikinya atau menunjukkan yang namanya saudara itu tidak akan kepribadian manusianya.8 pernah ada bekasnya). Nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasa tersebut dapat diidentikkan dengan ciri-ciri manusia 5Edi Suhardi Ekadjati, Kebudayaan Sunda Jilid 1 Sunda sebagaimana yang penulis (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), h. 7. katakan di atas, terdapat dalam naskah 6Di zaman modern seperti sekarang ini, tidak sedikit memang orang Sunda yang sudah tidak Sunda lama yaitu naskah Sanghyang menggunakan nama khas Sunda. Dan sebagai Siksakandang Karesian (ajaran tentang catatan, tidak semua orang yang bisa berbahasa hidup arif berdasarkan darma)9, Sunda disebut orang Sunda, karena bisa saja orang tersebut bukan berasal dari Sunda dan tidak memiliki garis keturunan sunda sama 8Ajip Rosidi, Mencari Sosok Manusia Sunda, h. sekali serta tidak menghayati nilai dan norma 44. budaya Sunda, karena bahasa itu bisa dipelajari. 9Saleh Danasasmita, dkk., Sewaka Darma, 7Ajip Rosidi, Mencari Sosok Manusia Sunda, h. Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat 216-217. Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan 92 Al-Turāṡ Vol. XIX No. 1, Januari 2013 termasuk adat istiadat dan tradisi yang tiga poin, 1. Sebagai pedoman dalam bertahan pada komunitas masyarakat menjalani hidup, 2. Sebagai kontrol Sunda di Kampung Adat Urug, Desa sosial terhadap kehendak dan nafsu Kiara Pandak, Kecamatan Sukajaya, yang