JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN340 Volume 5, Nomor 2, Halaman 340-347 ISSN: 2528-0767 http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk e-ISSN: 2527-8495

BEYOND CIVILIZATIONAL DIALOGUE, NIPPONSHI: RUANG LINGKUP IDENTITAS NASIONAL BANGSA JEPANG BEYOND CIVILIZATIONAL DIALOGUE, NIPPONSHI: THE SCOPE OF JAPANESE NATIONAL IDENTITY Muhammad Mona Adha*, Rohman Universitas Lampung Jalan Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro, Lampung 3514, Indonesia Erwin Susanto Universitas Buana Perjuangan Karawang Jalan Ronggo Waluyo Sirnabaya, Karawang 41361, Indonesia

INFO ARTIKEL Abstract: Japanese culture is highly respected and maintained by its citizens. This study aimed to discuss the existence of Riwayat Artikel: between 1944 and 1985 and the national identity of the Diterima : 26 Juni 2020 Japanese people. The study used a non-interactive qualitative Disetujui : 29 Desember 2020 approach. This study used a non-interactive qualitative research approach, identified and researched concepts, then analyzed Keywords: data and information about the history and existence of the beyond civilizational, national Japanese nation including its development globally in the identity, Japan, Nipponshi midst of international life. Japan, between 1944 and 1985, had entered a new era after the human tragedy, namely the bombing of and Nagasaki. Since the tragedy, Japan Kata Kunci: had undergone significant changes, namely better infrastructure. Besides, the Japanese were increasingly realizing that they were beyond civilizational, identitas actually part of Asia. On this basis, the Japanese were called nasional, Jepang, Nipponshi the Neoppons or the New Japanese. Japan’s unique national identity was reflected in the wa-ism philosophy, which was *) Korespondensi: a concept of harmony between individuals and members of E-mail: mohammad. society. [email protected] Abstrak: budaya atau peradaban Jepang sangatlah dijunjung tinggi dan tetap dijaga oleh warga masyarakatnya. Kajian ini bertujuan untuk membahas keberadaan Jepang antara tahun 1944 dan 1985 serta identitas nasional bangsa Jepang. Kajian menggunakan pendekatan kualitatif non-interactive. Kajian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif non-interactive, dengan melakukan identifikasi dan penelurusan konsep untuk kemudian menganalisis data dan informasi mengenai sejarah dan keberadaan bangsa Jepang termasuk perkembangannya secara global di tengah-tengah kehidupan internasional. Jepang, antara tahun 1944 dan 1985, telah memasuki era baru pasca terjadinya tragedi kemanusiaan yaitu terjadinya bom di Hiroshima dan Nagasaki. Sejak tragedi tersebut, Jepang mengalami perubahan secara signifikan yaitu sarana prasarana yang semakin baik. Selain itu, orang-orang Jepang semakin menyadari bahwa mereka sebenarnya adalah sebagai bagian dari Asia. Atas dasar hal itu, bangsa Jepang disebut sebagai bangsa Neoppons atau Orang Jepang Yang Baru. Identitas nasional Jepang yang unik tergambar dalam filosofi wa-ism yaitu sebuah konsep keharmonisan antara individual dan anggota masyarakat.

340 Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Beyond civilizational dialogue, nipponshi: ... 341

PENDAHULUAN Arifin Bey lebih memilih kuliah di Hiroshima Mengenali budaya dan berinteraksi langsung University of Art and Sciences. Tetapi kampus dengan individu/masyarakat pada suatu lokasi tersebut sangat sepi dikarenakan ikut kegiatan adalah salah satu cara untuk lebih akrab/memahami militer untuk mengantisipasi serangan Amerika. kebudayaan dan kebiasaan di daerah tersebut Lalu Arifin Bey sendiri beserta teman-temannya (Bochner, 1982; Bey, 2003; Adha, 2019a; Adha selamat dari ledakan bom atom Hiroshima saat et al., 2019). Beyond Civilizational Dialogue itu. Selang beberapa puluh tahun kemudian, adalah judul buku yang akan dibahas dalam artikel Arifin Bey pernah bekerja di Amerika, dan ini yang mengidentifikasikan bahwa interaksi kembali lagi ke Jepang. Dikarenakan mahir di dalam budaya yang berbeda memberikan dalam berbahasa Inggris, selama di Jepang, pemahaman dan pengalaman yang signifikan Arifin Bey diminta sebagai translator, pembicara untuk membangun kerjasama yang baik di seminar, hadir di simposium, kemudian menjadi masa depan. Beyond Civilizational Dialogue pembicara baik di radio maupun televisi, dan adalah karya tulisan yang dibuat oleh Arifin mengajar bahasa Inggris. Bey berkebangsaaan Indonesia yang telah lama Di Jepang, telah berhasil memberlakukan tinggal di negara matahari terbit yang diawali suatu bentuk modernisasi barat yang dapat kita sebagai seorang pelajar Southeast Asia yang lihat menjadi salah satu dari negara yang paling disebut dengan nampo tokubetsu ryugakusei maju dan ekonomi baru yang inovatif di dunia (special students from Southern Region). Arifin dengan kesejahteraan yang cukup dan standar Bey sebagai sosok yang berhasil dan dikenal hidup yang tinggi. Walaupun lebih beberapa di Jepang sebagai intelektual atau akademisi tahun terakhir telah mengalami resesi yang yang secara khusus masih tetap membawa dan berkepanjangan, Jepang dilihat sebagai sebuah mengedepankan Indonesia dalam setiap agenda negara yang masyarakat kapitalis relatif sukses yang dilakukan. yang menghindari banyak dari masalah sosial Arifin Bey pernah bekerja selama empat terkait di dalamnya dengan modernitas barat. tahun sebagai diplomat di Kedutaan Besar Indonesia di . Tidak itu saja, beliau METODE mengajar di berbagai universitas yang ada di Artikel ini menggunakan pendekatan Tokyo. Secara keseluruhan Arifin Bey tinggal di penelitian kualitatif non-interactive yaitu dengan Jepang selama kurang lebih 37 tahun, dan dari melakukan penelusuran data dan informasi melalui sejak tahun 1942 Arifin Bey dikirim ke Jepang dokumen yang ada lalu kemudian dianalisis untuk belajar menjadi guru yang dipersiapkan (Khaldi, 2017). Penelitian kualitatif non interaktif untuk sekolah baru di Indonesia yang digagas ini, peneliti lebih fokus kepada identifikasi dan oleh Muhammad Natsir. Pengalaman di Amerika penelurusan konsep yang dikaji untuk kemudian dan Jepang yang banyak didapatkan Arifin Bey, menganalisis data dan informasi (Savenye & membuat dirinya menjadi lebih cinta terhadap Robinson, 1996; McMillan & Schumacher, Indonesia. Banyak yang dapat dipelajari dari 2001) mengenai sejarah dan keberadaan bangsa sejarah Jepang (Nipponshi) yang merupakan Jepang termasuk perkembangannya secara negara yang sangat kuat dengan sumber modal global di tengah-tengah kehidupan internasional. dan sumber daya manusia. Hanya saja yang Jepang sendiri menghadapi beberapa tantangan menjadi kelemahan dari negara Jepang adalah yang ada di dalam negeri mereka dan berhasil sumber daya energi. Sebaliknya Indonesia sebagai negara yang mampu berkembang maju sangat kaya dengan sumber energi. dengan pesat. Namun disisi lain, Jepang juga Berbicara mengenai sejarah Jepang, saat ini harus mampu membuka diri terhadap maka tragedi kemanusiaan yang sangat besar perbedaan budaya yang multikultural. Analisis yang terjadi di tahun 1945 yaitu terjadinya konsep yang diimplementasikan pada artikel bom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada posisi ini untuk menghasilkan suatu studi yang dapat ini Arifin Bey sebagai penulis telah berada di memperjelas sebuah keadaan atau konsep Hiroshima, karena pada saat itu universitas dari suatu hal yang bersifat umum/generik yang menyediakan pendidikan bagi guru hanya menjadi konsep yang dapat diklasifikasikan/ terdapat di Hiroshima dan Tokyo. Dan kemudian diklarifikasikan/ditemukan makna esensial dari penelusuran dokumen yang dilakukan.

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 342 HASIL DAN PEMBAHASAN tidak penting. Apa yang menjadi pandangan dan konsep masyarakat disini disebut sebagai Keberadaan dan Perkembangan Jepang tipe pertama dari orang Jepang. Antara Tahun 1944 dan 1985 Kesan pertama apabila kita mendengar Saat ini sebagian orang Asia tidak begitu kata Jepang, bahwa Jepang adalah negara yang merasa “di rumah sendiri” saat mereka berada sangat percaya diri dan memiliki keberanian di Jepang, karena Jepang mengidentifikasikan dalam keberadaannya (Adha & Hidayah, 2020). dirinya sendiri sebagai bagian dari bangsa Barat Tetapi sebelumnya, setelah masa peperangan dan daripada Asia. Oleh karena itulah, masyarakat masa kolonial terhadap Indonesia khususnya, Jepang tidak tampak seperti orang Asia pada terjadi “Jepang yang hampa". Kehampaan atau umumnya. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kekosongan ini mengakibatkan kebingungan Jepang yang sedemikian cepat dan cenderung dalam Jepang itu sendiri, dia tidak tahu harus lebih dekat kepada dunia Barat. kemana, tidak tahu harus berbuat apa, dan Jepang sendiri selalu mengatakan akhirnya Jepang memiliki pandangan, mari kita bahwa Jepang adalah satu-satunya negara di mengikuti Amerika, dan mari kita lakukan apa Asia yang sangat dipengaruhi oleh dunia Barat yang Amerika perintahkan kepada kita. Dalam (Westernized). Hal ini dapat dibenarkan bahwa hal ini setelah terjadi peperangan dan konflik ada kedekatan Jepang dengan dunia Barat. Edo di dalam negaranya, Jepang memasrahkan diri atau Tokyo pernah pada periode (1600-1868) kepada dunia barat atau Amerika khususnya. menutup segala akses dari dunia luar, hingga Jepang merasa tidak percaya diri saat itu, karena kemudian muncul Restorasi Meiji pada tahun tidak mampu untuk bangkit secara utuh. Bisa 1868, secara resmi kemudian Jepang benar-benar saja hal ini dikarenakan infrastruktur yang hancur mendapatkan dukungan dunia Barat dan juga akibat peperangan, ideologi yang mengalami sangat dipengaruhi oleh dunia Barat seperti pergeseran dan perubahan yang masih dicari misalnya dalam mengadopsi sistem Barat, jati dirinya oleh Jepang, mental sumber daya penggunaan teknologi, dan banyak belajar dari manusia yang belum kuat saat itu, sehingga Eropa dan Amerika. Satu hal yang penting bahwa, faktor-faktor ini mengakibatkan krisis di Jepang meskipun Jepang bisa dikatakan sebagai hasil pada masa setelah peperangan dan konflik. Tipe westernisasi, dan telah membuka pintu untuk masyarakat yang mengikuti Amerika, ini disebut berhubungan terhadap negara manapun pada sebagai tipe kedua dari orang Jepang. abad ke-19, tetapi konsep budaya inti yang Tipe yang ketiga dari orang Jepang dimiliki Jepang tidaklah terpengaruh oleh dunia yang berikutnya adalah jenis warga masyarakat Barat. yang dapat berjalan seimbang dengan kemajuan Sebutan untuk bangsa Jepang sebenarnya zaman dan perubahan Jepang yang sangat bukan Nippon tetapi yang tepat adalah Neoppons cepat. Dapat dibayangkan bahwa percepatan atau Orang Jepang Yang Baru. Jepang adalah pertumbuhan perekonomian di Jepang mampu negara yang sangat menarik dikarenakan sarana menembus pertumbuhan nasional Jepang dua prasarana dan infrastruktur yang semakin baik. kali lipat. Ini merupakan hal yang sangat luar Ditambah dengan adanya perubahan secara biasa. Dikarenakan kalau negara-negara lain signifikan karena bangsa Jepang atau orang- hanya mampu bergerak perlahan-lahan tapi pasti, orang Jepang semakin menyadari bahwa mereka tetapi Jepang mampu melesat cepat diantara sebenarnya adalah sebagai bagian dari Asia. Dan seluruh negara yang ada di dunia. Pertumbuhan oleh karena itulah saat ini Asia secara keseluruhan pendapatan nasional yang sukses ini waktu itu dan bagi orang Jepang sendiri merasa berada di dipimpin oleh Perdana Menteri Ikeda Hayato. Tidak rumah sendiri saat ini. Masyarakat Jepang pada hanya dari perspektif pertumbuhan pendapatan bagian ini lebih mengarah kepada tentang makna nasional yang begitu cepat, tetapi Jepang juga kehidupan dimana Tuhan sebagai acuan utama, membuat dan membangun infrastruktur besar- bagaimana Tuhan memberikan bimbingan bagi besaran dengan konsep yang canggih dan modern. umatnya dalam kehidupan. Kemudian konsep Seperti contoh, Jepang langsung membangun mengenai: apa yang kita miliki, dan apa yang jalan bebas hambatan yang modern, dimana jalan telah kita miliki di waktu lalu, hal-hal ini menjadi bebas hambatan ini dibuat setelah Olimpiade

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Beyond civilizational dialogue, nipponshi: ... 343

1964, membangun gedung-gedung bertingkat Kemudian setelah krisis minyak tersebut, yang supermodern, dan ketika pembangunan lalu dapat ditemukan jenis keempat dari orang yang supercepat ini dimulai maka dari sejak saat Jepang. Banyak orang-orang Jepang yang itulah orang-orang Jepang tidak mau menerima memulai kehidupannya yang modern dan berada konsep-konsep agama apapun. Apabila kita dalam pertumbuhan ekonomi yang sangat bagus, berbicara mengenai konsep/orientasi agama, mulai kembali kepada nilai-nilai keagamaan dan maka orang-orang Jepang akan mengatakan merasa sebagai orang Asia. Dan tipe keempat “tidak”, dan menolak hal tersebut. dari orang Jepang ini mulai sadar bahwa mereka Orang-orang Jepang yang berada dalam tidak hanya hidup dalam Jepang saja, tetapi perubahan yang sangat cepat ini, mereka mulai mereka sudah mulai membuka diri untuk belajar berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan kebudayaan lain, dan memiliki agama untuk dengan angka statistik. Statistik ini dikaitkan membuat kehidupan mereka selaras dengan dengan berapa jumlah televisi yang dimiliki dunia dan kebutuhan rohani mereka. oleh masing-masing rumah tangga yang ada di Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan rumahnya, berapa jumlah mobil yang dimiliki bahwa tipe-tipe warga masyarakat di Jepang dapat dan lain sebagainya. Hal ini mereka lakukan dibedakan antara lain: (1) warga masyarakat dengan maksud, bahwa apabila orang-orang Jepang seutuhnya; (2) Warga masyarakat Jepang Asia (Shoutheast Asians) tidak memiliki televisi yang mengikuti Amerika; (3) warga masyarakat maka mereka dikategorikan sebagai negara Jepang yang sudah maju dan tidak mengenal miskin. Dimulainya era statistik ini, kemudian agama; (4) warga masyarakat Jepang yang Jepang mulai mengidentifikasi atau katakanlah sudah maju dengan memiliki sipiritual yang mulai menghitung GNP (Gross National bagus dan merasa bagian dari Asia. Beberapa Product) mereka yang ada di dunia Barat dan karakteristik lainnya yang dimiliki oleh warga mulai meninggalkan Asia. Disinilah titik awal Jepang adalah sifat mereka yang sangat detil mengapa dikatakan Jepang sudah tidak lagi terhadap sesuatu (pay attention to minor details). menjadi sebagai bagian Asia, karena Jepang Di Indonesia apabila kita menanyakan tentang memiliki semboyan “meninggalkan Asia”, gaji perbulan seseorang, maka orang tersebut Semboyan pertama untuk meninggalkan Asia menjawab dengan nilai nominal yang pasti yang terjadi pada waktu Restorasi Meiji dikenal dengan dia dapatkan dalam satu bulan. Tetapi apabila datsu-A yang berarti meninggalkan Asia (Bey, kita berbicara tentang waktu untuk bertemu 2001; Korhonen, 2013) dan yang kedua adalah atau berjumpa keesokan harinya, biasanya dimasa percepatan perubahan Jepang kepada orang kita akan menjawabnya bahwa mereka kemodernan dan serba canggih tadi. Ini Jepang akan bertemu setelah sholat dzuhur, dalam hal lakukan karena Jepang merasa malu sebagai ini berarti kita akan menunggu diantara pukul bagian dari Asia, karena tidak ada negara di Asia 12 siang hingga kurang lebih pukul 3 sore. Di dimanapun yang dapat mengimbangi perubahan sisi lain, kasir di Jepang mengembalikan uang pertumbuhan ekonomi sebesar 10% hingga 12% kembalian sampai nilai nominal terkecil seperti yang pernah dialami Jepang dimana masa itu sen, dan sama seperti di Amerika, bahkan ada disebut dengan periode “economic animal”. nilai mata uang terkecil 1 sen dollar, maka dari Pada tahun 1972 dan 1973 permasalahan itu penting sekali untuk memperhatikan hal yang minyak menghantam Jepang, barulah di saat itu kecil (minor details). Perspektif lain, Arifin Bey Jepang menyadari bahwa Jepang harus berteman juga menyarankan kepada orang Indonesia untuk dan menjalin hubungan yang baik dengan negara- bepergian ke Jepang, tidak untuk belajar atau negara Asia. Karena minyak dihasilkan oleh kuliah, tetapi untuk melihat-lihat dan berjalan- negara-negara Asia, akhirnya Jepang menjadikan jalan bagaimana orang-orang Jepang menjaga Indonesia sebagai penghasil minyak, kopi, dan kebersihan di sekeliling mereka, dan menjaga karet. Secara tidak langsung, proses hubungan kebersihan jalan di depan rumahnya masing- ini menghasilkan pemahaman mengenai warisan masing, membuat papan tanda penunjuk khusus, budaya antar bangsa dan agama. Setelah krisis dan lain-lain termasuk toilet yang sangat dijaga minyak tersebut, maka akhirnya Jepang harus kebersihannya. kembali menata kehidupannya bersama negara- Karakteristik berikutnya, bahwa orang- negara di Asia dan Timur Tengah. orang Jepang sangat begitu kreatif, dimana

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 344 orang Jepang tidak menciptakan atau membuat next territory ... But Shinto has historically shown sesuatu yang kreatif dari nol, melainkan expansion, one shrine expanding her territory, mengkreasikan kembali sesuatu yang sudah when one Kami show greater procreative power jadi (mereka berpendapat bahwa telah membuat than the neighboring Kami. sesuatu yang lain dan berbeda dari yang sudah ada) (Yamada, 1991; Yusof & Othman, 2016; Identitas Nasional Bangsa Jepang Adha & Hidayah, 2020). Sehingga banyak hasil Harus disadari oleh setiap negara khususnya kreatifitas orang-orang Jepang yang sangat bernilai Jepang, multikultural tidak dapat dihindari, tinggi karena tidak terpikirkan sebelumnya oleh bahwa adanya keberagaman, perbedaan, adalah orang lain. Kelemahannya adalah orang Jepang suatu hal yang mutlak terjadi (Erbas, 2013; membutuhkan waktu untuk mengkreasikan Mishra & Kumar, 2014; Adha, 2015). Jepang sesuatu apabila dimulai dari nol/bahan mentah. tidak mungkin bisa berdiri sendiri sebagai Darisini dapat diamati bahwa daya imajinasi negara yang maju, tetapi negara-negara yang kreatifitas orang-orang Jepang sangat tinggi di ada disekelilingnya merupakan teman yang tengah-tengah kehidupan modernisasi dalam 150 harus diperhatikan mulai saat ini dan untuk tahun terakhir ini (Kakiuchi & Takeuchi, 2014). masa mendatang. Saat ini dunia sudah menjadi Karakter yang lain di Jepang adalah bahwa dunia yang multikultural dan ada beragam orang-orang Jepang yang masih produktif sangat peradaban di berbagai tempat. Konsep ini sejalan dibutuhkan di dunia kerja (Adha, 2019b), tetapi dengan tulisan karya Samuel Huntington dari apabila sudah memasuki masa tidak produktif Harvard University yang berjudul “The Clash maka mereka tidak dipekerjakan kembali. Sisi of Civilization?”, dalam konsep ini, Huntington positifnya bahwa pekerjaan dapat dihasilkan atau menjelaskan bahwa pada suatu waktu dunia dilakukan dengan efektif dan efisien, namun di Barat akan mencapai puncak kejayaannya, yang lain hal, mereka yang sebenarnya dikatakan tidak kemudian sebagai fenomena maka dunia Barat produktif tersebut kemungkinan besar masih akan kembali kepada dasarnya dan juga terjadi memiliki atau menyimpan ide-ide yang bagus di tengah-tengah kehidupan di luar konteks dan bernilai untuk dikembangkan (Kakiuchi & dunia barat, termasuk Jepang sebagai bagian Takeuchi, 2014). Satu hal yang penting adalah tidak terpisah dari Asia, berakhirnya masa tidak semua usia tidak produktif itu tidak kepemimpinan Nehru di India, dan kegagalan dapat menghasilkan karya, justru dengan usia ide-ide untuk membentuk sosialisme dan konsep yang sudah dapat dikatakan tua lebih memiliki hubungan nasionalisme dan Islam di Timur emosional yang baik dan kepercayaan diri Tengah (Liu, 2008). dalam mengelola pekerjaan terlepas apakah Dari berbagai macam peradaban yang hal tersebut dalam bentuk kerja individual atau disebut di atas, maka hal yang sama dilakukan kerja kelompok. oleh Jepang untuk mencari identitas nasionalnya Berbicara mengenai agama, terdapat dua sendiri, yakni Jepang mulai memformulasikan agama di Jepang yaitu Confusianism dan Shinto. perubahan peradaban kebudayaan. “... cultural Confusianism berasal dari daerah China, dan civilizational shift, characterized by movements Shinto berasal dari Jepang itu sendiri, sedangkan towards fragmentation, self assertion, consolidation, Islam dan Kristen hanya sedikit memberikan and realignment” (Bey, 2003). Jepang memulai pengaruh terhadap orang-orang Jepang. Furata mencari identitas nasional bangsanya dengan dalam Arifin Bey (2003) mengemukakan: melakukan perenungan diri yang mendalam Shinto may say to Christianity, let us live (Yamada, 1991; Kakiuchi & Takeuchi, 2014; together in harmony ... Let’s shake hands, let’s Yusof & Othman, 2016; Shin’ichi, 2020). live together, but you stay there, I stay there. (In Perenungan yang mendalam tersebut perlu Shinto), every kami (deity) is a Kami over one dilakukan, dikarenakan selama ini Jepang lebih particular community. There is no universal cenderung mendekat ke dunia Barat, padahal Kami, only a Kami of that mountain, or that river, sebenarnya budaya yang sama sekali berbeda or that village. This narrow mindedness is one tersebut merupakan sebuah penjara bagi warga defect of this generous Japanese Kami ... The masyarakat itu sendiri. “Every human is in a Omikoshi (portable shrine) moves around one sense a prisoner of his or her culture” Arifin section of the town, never trespassing into the Bey (2003).

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Beyond civilizational dialogue, nipponshi: ... 345

Selama perang dingin terhadap Amerika, yang sangat sukses dalam kemajuan industri, Jepang berada dalam ruang yang sama dengan dituntut untuk memberikan paradigma yang baru Amerika. Karena ada kesadaran bangsa yang yaitu Jepang Bersatu, sehingga Amerika tidak timbul, Jepang mulai memisahkan diri dari lagi sebagai pemimpin bagi Jepang. Kemudian, Amerika dengan memiliki rumah “Jepang” dikarenakan adanya pencarian identitas nasional bagi warganya sendiri. Jadi dalam hal ini bangsa, secara otomatis berpengaruh terhadap warga Jepang belajar untuk bertanggung jawab kepercayaan atau agama yang berkembang di untuk mengelola bangsanya sendiri. “Now, it masa ini. Bahwa Jepang dengan tegas menolak is moving out into its own independent house, Peradaban Dunia Barat dengan Kristen sebagai taking up all the responsibilities, which go agama monotheistic, diganti dengan Peradaban along with an independent home owner” (Bey, Jepang dengan Polytheistic. Sama halnya dengan 2003). Ikezawa Natsuki menggambarkan bahwa yang dikemukakan oleh Chan (2008) dalam warga masyarakat Jepang harus pindah dari konteks global citizen bahwa “look the ways kehidupan kenikmatan surga, bahwa mereka to “construct a new identity of the Japanese as harus pindah, dan harus mulai mengembangkan global citizen”, kemudian Chan juga mengutip kerjasama dengan bangsa-bangsa lain untuk David Held (2003) bahwa, “global citizenship mulai memiliki identitas atau jati diri bangsa is access to a variety of political engagement sebagai orang Jepang (Shin’ichi, 2020). on a continuum from the local to the global.” Budaya Jepang terkenal sangat erat sekali Tidak heran jika di Jepang terdapat berpuluh- dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. puluh dewa yang menjadi kepercayaan warga Budaya Jepang sangat terkenal di seluruh masyarakat Jepang. Warga masyarakat Jepang dunia, apakah itu dalam bentuk budaya bahasa, berkayakinan bahwa semua dewa sedang pakaian kimono, tradisi minum teh bersama, memperhatikan mereka, sehingga mereka dan budaya-budaya lain yang diyakini oleh harus berbuat sebaik-baiknya di dunia. Bila warga Jepang. Budaya Jepang sendiri sudah dihubungkan dengan faktor kebersihan, maka ada sejak ribuan tahun lalu. Senada dengan Jou dewa-dewa yang orang-orang Jepang yakini, (2014) berikut bahwa, “The Japanese culture bahwa dewa-dewa mereka menyukai tempat- is a multi-layered and complex system that has tempat yang bersih, sehingga mereka harus selalu been developing within itself and forming new hidup bersih dimanapun mereka berada. Proses layers for thousands of years. Traditionally, dalam mencari identitas nasional Jepang juga the Japanese place great importance on the diperkuat oleh pendapat ahli dari yaitu concept of wa, or group harmony. The value Gregory Clark, mengatakan bahwa Jepang harus of the common greater good is more important berhenti untuk mengikuti kebijakan Amerika than valuing ones’s own needs. This principle is dan Jepang harus membuat diplomasinya sendiri. applied in schools, as well as social groups and, Namun sebelum berbicara mengenai kebijakan later in life, the workplace.” Bentuk kehidupan bagi “new Japanese” maka terlebih dahulu kebudayaan Jepang, sepertinya masuk akal harus memperkenalkan identitasnya sebagai untuk melihat kedekatan sosial orang-orang negara, dan yang utama Jepang harus mampu Jepang, setidaknya sebagian telah ditopang oleh kemampuan filsafatnya. kombinasi dari bahan yang baik dan institusional Ada tiga kategori identitas nasional Jepang, egalitarianisme. Struktur kesempatan tradisi yaitu; pertama, nativistic type, kedua, the Jepang memungkinkan cukup mudah ditebak acculturation type, ketiga, the ascription type (Bey, dan stabil transisi ke dewasa telah mulai terurai 2003). The Nativistic type adalah kemampuan (Furlong 2008, p. 323). untuk memiliki keunggulan terhadap negara lain, Masa pencarian identitas nasional Jepang dan menolak segala bentuk negatif yang akan tersebut merupakan keinginan yang kuat dari ditimbulkan oleh pihak lain. Oleh karena itu Jepang itu sendiri dan tekanan internasional. dibutuhkan pemikir-pemikir yang handal untuk Faktor dalam negeri sendiri terdiri atas dua faktor memberikan hasil-hasil pemikiran yang tepat, yaitu: Pertama, kesadaran Jepang untuk mulai karena Jepang adalah pemegang peranan yang bergabung dengan dunia, dengan mengakhiri sangat penting dalam sektor ekonomi khususnya. tekanan psikologis semasa peperangan yang The Acculturation type adalah bahwa Jepang sangat berat. Kedua, Jepang sebagai negara memiliki kekuatan budaya yang berbeda dari

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 346 negara-negara lainnya di dunia saat ini. Dimana apabila ada orang yang mencoba mengganggu dalam budaya Jepang sendiri tidak terlepas dari atau menghilangkan salah satu saja “Wa” maka penggabungan prinsip-prinsip mendasar dari orang tersebut akan disebut sebagai orang jahat. konsep Budhisme dan Confusianisme sehingga Kyosei adalah konsep operatif dari “Wa” ini menjadi identitas nasional Jepang yang kuat. sebagai kerangka berpikir global. Kyosei adalah The Ascription type adalah simbol penentu sebuah terminologi dimana hendak menciptakan yang dapat memberikan pernyataan kepada “service to the world community” di awal semua orang bahwa simbol tersebut adalah era tahun 90an. Kyosei dimulai dari Jepang dan kebangkitan dan menjadikan identitas nasional diperuntukkan negara-negara yang lainnya agar yang kuat. Sehingga identitas nasional disini saling memahami mengenai sistem ekonomi yang dimaksud adalah konsep “the Japanese agar tercipta sistem ekonomi yang harmonis. Century” dengan konsep filsafat “Wa-ism”. Konsep Kyosei harus dilakukan untuk membangun dan wa-ism itu muncul pada artikel dokumen yang menciptakan hubungan bisnis secara global. pertama yaitu “harmony”. Dengan demikian Kemudian yang tidak kalah pentingnya Kyosei konsep wa-ism adalah kedamaian, kesejahteraan dilakukan dengan kreatifitas dan mengutamakan di tengah-tengah kehidupan. Apabila dikaitkan kerangka berpikir yang baru untuk ekonomi dengan kehidupan orang-orang Jepang sekarang dunia. Jepang memiliki tugas ini sebagai ini, meskipun mereka giat bekerja, berusaha, pemegang ekonomi dunia. Melalui kyosei juga, disipilin, serius dengan apa yang dilakukannya, Jepang harus merubah sikap politiknya untuk semata-mata tidak untuk dirinya tetapi untuk apa lebih mendekatkan diri dalam mengantisipasi yang disebut dengan ”harmony”, kebermanfaatan permasalahan global seperti masalah lingkungan, bersama dalam keharmonisan. kelaparan, dan permasalahan yang lainnya Wa-ism disini adalah kata kunci yang paling yang ada di dunia saat ini. Sementara masih tepat untuk menggambarkan identitas nasional mengupayakan kompetisi yang dinamis dalam Jepang yang unik. Filosofi wa-ism ini adalah kegiatan pasar, tetap harus diutamakan adalah sebuah konsep keharmonisan antara individual hubungan konstruktif dan kooperatif yang dan anggota masyarakat. Wa-ism bisa dikatakan memberikan kebaikan atau keuntungan bagi sebagai konsep komunitarianisme. Sejak saat semua pihak. Konsep operatif yang semacam itulah orang-orang Jepang mulai terinspirasi inilah yang disebut dengan kyosei. Walaupun dalam konsep komunitarianismenya, karena dengan hadirnya konsep yang baik ini, masih konsep ini memberikan energi yang besar bagi terdapat kemungkinan mereka yang terlibat mereka orang-orang Jepang. Dapat disimpulkan dalam kyosei akan melakukan korupsi dengan bahwa konsep wa-ism adalah konsep kebersamaan melibatkan kaum politisi, birokrats, dan pengusaha. ditengah keharmonisan kehidupan untuk hidup bersama. Konsep wa-ism itu sendiri ternyata SIMPULAN setelah dilakukan penelusuran ada pada konsep Beyond civilizational dialogue khususnya 17 Konstitusi Shotoku Taishi, dimana konstitusi dari perspektif Nipponshi (sejarah keberadaan tersebut merupakan cerminan penggabungan dan perkembangan Jepang) membuka cakrawala konsep Budhisme dan Confusianisme. Konsep berdiskusi bahwa negara Jepang memiliki wa-ism merupakan konsep pembelajaran yang tantangan tersendiri di dalam perkembangannya digunakan dalam Budhisme, hal ini diperkuat hingga di era modern saat ini. Tantangan tersebut oleh Nakamura Hajime (Budhist Scholar) tidak hanya ada pada sumber daya manusianya dan Tae-Chang Kin (Korean Scholar), bahwa tetapi juga bagaimana Jepang membuka diri konsep tersebut benar berasal dari 17 Konstitusi untuk kerjasama dengan negara-negara tetangga Shotoku Taishi. terlebih di era industri dan kecanggihan teknologi Wa-ism sebagai konsep yang communitarianism, dan informasi yang begitu pesat. Nipponshi maka orang Jepang tidak mengenal konsep memberikan pemahaman kepada setiap orang Tuhan yang satu melainkan atas banyak dewa- bahwa perubahan dan perkembangan sebuah dewa. “Wa-ism teaches that the majority of the negara tidak terlepas dari aspek sejarah yang people do not favor the idea of oneness. They menjadi keharmonisan dan simbiosis yang are of the view that multiple existence ...” (Bey, dibangun di dalam sebuah negara untuk 2003: 38). Orang Jepang berpendapat bahwa bekerjasama dengan bangsa yang lain di dunia.

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Beyond civilizational dialogue, nipponshi: ... 347

DAFTAR RUJUKAN among Young People. The Sociological Bey, A. (2003). Beyond Civilizational Dialogue, Review, 56(2), 310-325. Multicultural Symbiosis in the service of Jou. (2014). Basic of Japanese Culture (Japanese World Politics. : Paramadina. Culture). [Online]. Diakses tanggal 10 Adha, M. M & Hiddayah, Y. (2020). Jepang, Oktober 2019 darihttp://iml.jou.ufl.edu/ Identitas Bangsa dan Agama: Manifestasi projects/Spring01/Newsome/culture.html. Nilai Tradisi Lokal dalam Kehidupan Kakiuchi, E & Takeuchi, K. (2014). Creative Masyarakat Global. Jurnal Pendidikan Industries: Reality and Potential in Japan. Kewarganegaraan, 10(1), 16-28. GRIPS Discussion Paper at National Adha, M. M., Budimansyah, D., Sapriya., & Graduate Institute for Policy Studies on Sundawa, D. (2019). Emerging Volunteerism April 2014, Tokyo, Japan. for Indonesian Millennial Generation: Khaldi, K. (2017). Quantitative, Qualitative Volunteer Participation and Responsibility. or Mixed Research: Which Research Journal of Human Behavior in the Social Paradigm to Use?. Journal of Educational Environment, 29(4), 467-483. and Social Research, 7(2), 15-24. Adha, M. M. (2019a). Pengembangan Keadaban Korhonen, P. (2013). Leaving Asia? The Meaning Kewarganegaraan melalui Festival Krakatau. of Datsu-A and Japan’s Modern History. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Universitas The Asia-Pacific Journal, 11(50). Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan. Liu, Z. (2008). The Relations between Nationalism Adha, M. M. (2019b). Warga Negara Muda Era and Islam in Middle East. Journal of Middle Modern Pada Konteks Global-Nasional: Eastern and Islamic Studies, 2(1), 69-78. Perbandingan Dua Negara Jepang dan Inggris. McMillan, J. H & Schumacher, S. (2001). Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Research in Education: A Conceptual Pancasila dan Kewarganegaraan, 1(1), Introduction. New York: Wesley Longman. 43-53. Mishra, S & Kumar, C. B. (2014). Understanding Adha, M. M. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan Diversity: A Multicultural Perspective. Mengoptimalkan Pemahaman Perbedaan Journal of Humanities and Social Science, Budaya Warga Masyarakat Indonesia 19(9), 62-66. dalam Kajian Manifestasi Pluralisme di Savenye, W. C & Robinson, R. S. (1996). Era Globalisasi. Jurnal Ilmiah Mimbar Qualitative Research Issues and Methods: Demokrasi, 14(2), 1-10. AN Introduction for Educational Bochner, S. (1982). Cultures in Contact: Studies Technologists. [Online]. Diakses tanggal in Cross-Cultural Interaction. Pergamon 18 Maret 2020, dari: http://www.scholar. Press: Oxford. google.com. Chan, J. (2008). Another Japan is Possible: New Shin’ichi, K. (2020). Japan’s Identity and What Social Movements and Global Citizenship It Means. [Online]. Diakses tanggal 21 Education. Stanford: Stanford University Maret 2020 dari: http://www.jfir.or.jp/. Press. Yamada, K. (1991). Creativity in Japan. Leadership Erbas, I. (2013). Perception of Cultural Diversity. & Organization Development Journal, Academic Journal of Interdisiplinary 12(6), 11-14. Studies, 2(11), 186-192. Yusof, S. M & Othman, R. (2016). Leadership Furlong, A. (2008). The Japanese Hikikomori for Creativity and Innovation. Is Japan Phenomenon: Acute Social Withdrawal Unique?. Journal of Advanced Management Science, 4(2), 176-180.

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan